i
POTENSI ANTIOKSIDAN EKSTRAK METANOL GANGGANG MERAH
(Eucheuma cottonii L.), LAMUN (Enhalus acoroides L.) DAN TAURIN
TERHADAP RESPON HISTOPATOLOGI SERTA KADAR
MALONDIALDEHID OTAK MENCIT (Mus musculus L.)
YANG DIINDUKSI GLIFOSAT
(Skripsi)
Oleh
WINDA YULIA NINGTYAS
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ii
ABSTRACT
ANTIOXIDANT POTENTIAL OF MACROALGAE EXTRACT (Eucheuma
cottonii L.), SEAGRASS EXTRACT (Enhalus acoroides L.) AND TAURINE
ON HISTOPATHOLOGY AND MALONDIALDEHYDE LEVELS OF
MICE (Mus musculus L.) BRAIN INDUCED BY GLYPHOSATE
By
Winda Yulia Ningtyas
Glyphosate is a widely used organophosphate herbicide. The use of glyphosate
leaves a residue that can danger the farmers and consumers because it can trigger
oxidative stress. The aim of this study was to investigate the protective role of
seagrass (Enhalus acoroides L.) extract, macroalgae (Eucheuma cottonii L.) extract
and taurine to histopathological response and malondialdehyde (MDA) levels of
mice brain against glyphosate. The Deutschland Denken Yoken (DDY) strains mice
were randomly divided into five groups for 7 and 14 days treatment : Group I
received food and drink until the end of the study, Group II received glyphosate at
a dose of 13,225mg/BW/each 2 days until the end of the study, Group III received
seagrass extract (8,4mg/BW/day) and glyphosate, Group IV received red algae
extract (15,86mg/BW/day) and glyphosate, Group V received taurine
(15,6mg/BW/day) and glyphosate. The results showed that the administration of
both methanol extract of seagrass, red algae, and also taurine were able to restore
brain tissue of male mice from damage caused by glyphosate induction (p<0.05).
Keywords: antioxidant, glyphosate, red algae, seagrass, and taurine
iii
ABSTRAK
POTENSI ANTIOKSIDAN EKSTRAK METANOL GANGGANG MERAH
(Eucheuma cottonii L.), LAMUN (Enhalus acoroides L.) DAN TAURIN
TERHADAP RESPON HISTOPATOLOGI SERTA KADAR
MALONDIALDEHID OTAK MENCIT (Mus musculus L.)
YANG DIINDUKSI GLIFOSAT
Oleh
Winda Yulia Ningtyas
Glifosat adalah herbisida organopospat yang banyak digunakan di dunia.
Penggunaan glifosat meninggalkan residu yang dapat meracuni petani maupun
konsumen karena dapat memicu terjadinya stres oksidatif. Penelitian ini bertujuan
untuk menguji potensi antioksidan dari ekstrak metanol lamun (Enhalus acoroides
L.) dan alga merah (Eucheuma cottonii L.) serta taurin pada mencit jantan (Mus
musculus) yang diinduksi glisofat yang dilihat pada kadar malondialdehyde (MDA)
serta jaringan otak. Hewan uji yang digunakan yaitu 25 ekor mencit jantan galur
Deutschland Denken Yoken (DDY) berumur 3-4 bulan dengan berat badan 30-35
gram yang didapat dari Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV),
Lampung. Mencit dibagi dalam 5 kelompok perlakuan 7 dan 14 hari dengan:
(Kelompok 1) diberi pakan dan minum hingga akhir penelitian, (Kelompok 2)
diinduksi glifosat 13,225 mg/35mgBB/2 hari secara intraperitonial (IP), (Kelompok
3) diinduksi lamun 8,4 mg/35mgBB/hari dan glifosat, (Kelompok 4) diinduksi alga
merah 15,96 mg/BB/hari dan glifosat (Kelompok 5) diinduksi taurin 15,6
iv
mg/35mgBB/hari dan glifosat. Pemberian ekstrak metanol lamun, alga merah, dan
taurin mampu memulihkan kembali jaringan otak mencit jantan dari kerusakan
akibat induksi glisofat (p<0.05).
Kata kunci : antioksidan, lamun, ganggang merah, glifosat, dan taurine.
vi
POTENSI ANTIOKSIDAN EKSTRAK METANOL GANGGANG MERAH
(Eucheuma cottonii L.), LAMUN (Enhalus acoroides L.) DAN TAURIN
TERHADAP RESPON HISTOPATOLOGI SERTA KADAR
MALONDIALDEHID OTAK MENCIT (Mus musculus L.)
YANGDIINDUKSI GLIFOSAT
Oleh
WINDA YULIA NINGTYAS
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ix
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Menggala, pada tanggal 25 Juli 1997. Penulis merupakan
anak bungSu dari dua bersaudara oleh pasangan Bapak Sarman dan Ibu Supami.
Penulis mulai menempuh pendidikannya di Taman Kanak-Kanak Swasembada,
selanjutnya menempuh Sekolah Dasar di SD 02 Cempaka Jaya. Kemudian penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 01 Banjar Agung
pada tahun 2009. Penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Atas
Negeri 01 Pagar Dewa pada tahun 2012.
Penulis melanjutkan jenjang pendidikan perguruan tinggi di Unversitas Lampung
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada tahun
2015 melalui seleksi SBMPTN. Selama menjadi mahasiswa di Jurusan Biologi
FMIPA Unila, Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Sistem
Perkembangan Hewan (SPH).
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada bulan Januari-Maret 2018
di Desa Guring, Kecamatan Pematang sawa, Kabupaten Tanggamus dan
melaksanakan Kerja Praktik di Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI Laboratorium
Agronomi untuk Evaluasi Produk Bioteknologi, Cibinong pada bulan Agustus-
September 2018 dengan judul penelitian “Analisis Keanekaragaman Garut
(Marantha arundinaceae L.) M3 Menggunakan Metode Random Amplified
Polimorphic DNA (RAPD)”.
x
PERSEMBAHAN
Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan Rejeki, Rahmat,
Ridho, dan Karunia-Nya yang tak hentinya Dia berikan,
Kupersembahkan karyaKU ini untuk :
Kedua orangtua ku tercinta yang senantiasa memberi kasih
sayangnya, atas doa yang dipanjatkan pada sang khalik, yang
selalu menyemangati dan mendukung dalam setiap jalan
hidupku
kakak-kakakku yang mendidik ku dengan baik, yang memberi
dukungan dan semangat dan juga menjadi penghibur diwaktu
yang berat
Bapak dan Ibu Dosen yang selalu memberikanku ilmu yang
bermanfaat dan mengisi pengetahuan ku akan hal baru
Teman-teman yang selalu memotivasi, mendengar keluh kesah,
dan tempat berbagi pengalaman
serta Almamaterku tercinta.
xi
MOTTO
Go study with supportive people rather than competitive people. -Anonymous-
Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan,
Sesunggungnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. -QS Al Insyiash 5-6
Karunia Allah yang paling lengkap adalah kehidupan yang didasarkan
pada ilmu pengetahuan. -Ali bin Abi Thalib-
You dont need to be as good as everyone else,
just be the best version of yourself -@adimpil-
xii
SANWACANA
Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang selalu memberikan segala
bentuk nikmat hidup serta rahmat dan hidayah, sholawat beriring salam semoga
senantiasa tercurah kepada pemimpin, murrobbi serta guru kita sepanjang zaman
Nabi besar Muhammad SAW. Penulis telah menyelesaikan skripsi berjudul
“Potensi Antioksidan Ekstrak Lamun (Enhalus acoroides L.), Ganggang
Merah (Eucheuma cottonii L.) dan Taurin Terhadap Respon Histopatologi
Serta Kadar Malondialdehid Otak Mencit (Mus musculus L. ) yang
Diinduksi Glifosat”. Penelitian ini merupakan sebagian dari penelitian Pusat
Penelitian dan Pengembangan Pesisir dan Kelautan LPPM , Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah berperan memberikan bantuan, bimbingan, kritik dan saran
hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini:
1. Kedua orangtua serta kakak-kakak ku tercinta yang selalu memberikan doa,
dukungan, motivasi, didikan, serta kasih sayang kepada penulis dalam setiap
langkah hidup penulis
2. Ibu Endang Linirin Widiastuti, Ph.D. selaku Dosen Pembimbing 1 penulis
atas kesediaannya memberikan bimbingan, ilmu, saran, dan pengarahan,
selama masa perkuliahan, pelaksanaan penelitian, dan penyusunan skripsi
xiii
3. Ibu Prof. Dr. Ida Farida Rivai selaku pembimbing 2, atas segala waktu yang
diluangkan, ilmu, nasihat serta bimbingan terhadap penulis
4. Bapak Dr. Gregorius Nugroho Susanto, M.Sc. selaku pembahas atas saran,
pengetahuan serta bimbingan yang diberikan pada penulis
5. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. selaku Rektor Universitas Lampung.
6. Bapak Drs. Suratman Umar, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Akademik
penulis serta selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Lampung
7. Bapak Drs. M. Kanedi, M.Si., Ketua Jurusan Biologi FMIPA Universitas
Lampung
8. Ibu Dr. Emantis Rosa, M.Biomed. selaku Kepala Laboratorium Biologi
Molekuler dan Mbak Nunung Cahyawati, A.Md. selaku Laboran yang telah
mengizinkan dan membantu penulis dalam melaksanakan penelitian di
Laboratorium biomolekuler, Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Lampung
9. Seluruh dosen jurusan Biologi FMIPA Universitas lampung, atas ilmu yang
telah diberikan selama masa perkuliahan
10. Ibu Arum dan Ibu Ari dari laboratorium Bakteriologi Balai Penyidikan dan
Pengujian Veteriner (BPPV) Regional III Bandar Lampung atas bantuan
serta arahan kepada penulis dalam pelaksaan penelitian
11. Mba Iffa Afiqa Khairani, Mba Riska Rifianti, Mba Wulan Ayu, dan Kak
Yogi Kurnia, terima kasih telah banyak memberikan ilmu dan bantuan dalam
pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi penulis
12. Teman seperjungan Biomol Squad Lili Utami, Yonathan Cristiyanto,
Noufallia Fikri Arra, Sri Rahmaning Tiyas, Tia Annisa, dan Inas Fadilah atas
xiv
dukungan serta canda tawa nya selama perkuliahan, penelitian dan juga
penyusunan skripsi
13. Sahabatku tercinta (Caluling Inc.) Siti Mardianna, Sri Rahmaning Tiyas, Tia
Annisa, Nouvallia Fikri Arra, Inas Fadilah, Yunita, Sundari Ayu Oktalia,
Dewi larasati dan Nada Risa Zain atas dukungan, semangat, nasihat ,
kerjasama, do’a, tempat berbagi cerita dan pengalaman serta terimakasih telah
menjadi sahabat terbaik penulis
14. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) Desa Guring, terimakasih atas
dukunganya
15. Kepada teman-teman Biologi angkatan 2015, terimakasih atas semangat serta
kekeluargaannya yang telah terjalin selama ini
16. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah
memberikan penulis dukungan, semangat berbagai kritik dan saran.
Semoga kebaikan dan dukungan yang telah diberikan mendapat balasan dari
Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam
penyusunan skripsi ini, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan
pengetahuan kepada setiap orang yang membacanya.
Bandar Lampung, 12 April 2019
Penulis,
Winda Yulia Ningtyas
xv
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DEPAN ................................................................................ i
ABSTRACT ........................................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................. iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .................................. v
HALAMAN JUDUL DALAM ............................................................... vi
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................... vii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ viii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................ ix
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................ x
MOTTO ................................................................................................. xi
SANWACANA ...................................................................................... xii
DAFTAR ISI .......................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xviii
DAFTAR TABEL .................................................................................. xx
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian........................................................................ 6
E. Kerangka Pikir ............................................................................. 6
F. Hipotesis ...................................................................................... 8
xvi
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Radikal Bebas .............................................................................. 9
1. Pengertian radikal bebas ......................................................... 9
2. Jenis radikal bebas .................................................................. 9
3. Jenis ROS ............................................................................... 10
B. Stres Oksidatif .............................................................................. 12
1. Pengertian stres oksidatif ........................................................ 12
2. Kondisi Patologis Akibat Stres Oksidatif ................................ 13
C. Antioksidan .................................................................................. 14
1. Pengetian antioksidan ............................................................. 14
2. Mekanisme Pertahanan Antioksidan ....................................... 15
D. Biologi Ganggang Merah ............................................................. 18
1. Klafikasi Gangangang Merah ................................................... 18
2. Deskripsi Tumbuhan Ganggang Merah ..................................... 19
3. Kandungan Senyawa Bioakif Ganggang Merah ........................ 20
E. Biologi lamun ............................................................................... 22
1. Klasifikasi Tumbuhan Lamun .................................................. 22
2. Deskripsi Tumbuhan Lamun .................................................... 23
3. Kandungan Bioaktif Lamun ..................................................... 23
F. Taurin .......................................................................................... 24
G. Glifosat ........................................................................................ 25
H. Biologi Mencit ............................................................................. 27
I. Peroksidasi lipid ........................................................................... 28
1. Pengertian Peroksidasi Lipid .................................................... 28
2. Mekanisme Peroksidasi Lipid ................................................... 29
J. Anatomi Otak ............................................................................... 31
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat ....................................................................... 34
B. Alat dan Bahan ............................................................................. 34
C. Metode ......................................................................................... 35
1. Rancangan Percobaan ............................................................. 35
2. Populasi dan Sampel ............................................................... 36
D. Pelaksanaan Penelitian ................................................................. 36
1. Persiapan Hewan Uji .............................................................. 36
2. Persiapan Bahan Uji ............................................................... 37
2.1 Persiapan Ekstrak ................................................................... 37
2.2 Persiapan Taurine ................................................................... 38
2.3 Uji Fitokimia .......................................................................... 38
2.4 Induksi Glifosat ...................................................................... 39
2.5 Pemberian Ekstrak .................................................................. 40
2.6 Pemberian Taurin ................................................................... 40
xvii
2.7 Pengamatan Berat Badan ........................................................ 40
2.8 Pembuatan Preparat Histologi ................................................. 41
2.9 Pengukuran Kadar MDA ........................................................ 43
3. Diagram Alir .......................................................................... 45
4. Parameter Uji ......................................................................... 46
5. Analisis Data .......................................................................... 46
IV. PEMBAHASAN
A. Uji Fitokimia ................................................................................ 47
B. Rerata Berat Badan Mencit ........................................................... 51
C. Rerata Berat Basah Organ Otak .................................................... 55
D. Rerata Indeks Berat Organ Otak .................................................. 58
E. Rerata Kadar MDA Otak .............................................................. 59
F. Pengamatan Histopatologi Jaringan Otak...................................... 65
1. Rerata Kerusakan Sel Otak Mencit Perlakuan 7 dan 14 Hari .. 65
2. Gambaran Histopatologi Setiap Kelompok ............................ 67
a. Histopatologi Otak Kelompok Normal (K1) ..................... 67
b. Histopatologi Otak Kelompok Positif (K2) ...................... 70
c. Histopatologi Otak Kelompok lamun(K3) ........................ 73
d. Histopatologi Otak Kelompok Ganggang Merah (K4) ...... 76
e. Histopatologi Otak Kelompok Taurin (K5) ...................... 78
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Mekanisme Kerja Antioksidan Endogen Enzimatik ................. 15
Gambar 2. Eucheuma cottonii basah dan kering ....................................... 19
Gambar 3. Enhalus acoroides ................................................................. 22
Gambar 4. Struktur Kimia Taurin ............................................................. 25
Gambar 5. Rumus Bangun Glifosat .......................................................... 26
Gambar 6. Mencit yang digunakan ........................................................... 28
Gambar 7. Tahap-tahap peroksidasi lemak ............................................... 30
Gambar 8. Reaksi MDA dengan TBA ..................................................... 31
Gambar 9. Susunan saraf pusat serta pembagiannya ................................. 33
Gambar 10. Mekanisme Pembuatan Ekstrak ........................................... 37
Gambar 11. Diagram Alir Penelitian ....................................................... 45
Gambar 12. Reaksi dugaan flavonoid dan serbuk Mg ............................... 49
Gambar 13. Reaksi dugaan antara tannin dan FeCl3 ....................................................... 49
Gambar 14. Rerata berat badan mencit antar kelompok perlakuan 7 hari .. 51
Gambar 15. Rerata berat badan mencit antar kelompok perlakuan 14 hari 53
Gambar 16. Rerata berat basah organ otak mencit perlakuan 7 hari .......... 55
Gambar 17. Rerata berat basah organ otak mencit perlakuan 14 hari ........ 56
Gambar 18. Rerata Indeks Berat Organ Otak............................................ 58
Gambar 19. Rerata kadar MDA otak mencit perlakuan 14 hari ................. 59
Gambar 20. Rerata kerusakan sel otak mencit perlakuan 7 dan 14 hari .... 65
Gambar 21. Gambaran histopatologi jaringan otak mencit kelompok
normal (K1) perlakuan 7 hari (A) dan 14 hari (B) dengan
Pewarnaan H-E Perbesaran 400x. Ket: (a) neuroglia (b) sel
nekrosis tahap piknosis (c) sel piramidal ............................. 67
Gambar 22. Gambaran histopatologi jaringan otak mencit kelompok
xix
yang diinduksi glifosat 13,225 mg/bb/2 hari(K2) perlakuan
7 hari (A) dan 14 hari (B) dengan Pewarnaan H-E Perbesaran
400x. Ket: (a) neuroglia (b) sel nekrosis tahap piknosis
(c) sel piramidal (d) Sel nekrosis tahap karioeksis ............... 70
Gambar 23. Gambaran histopatologi jaringan otak mencit kelompok yang
diinduksi glifosat 13,225mg/bb/2hari dan lamun (K3)
perlakuan 7 hari (A) dan 14 hari (B) dengan Pewarnaan H-E
Perbesaran 400x. Ket: (a) neuroglia (b) sel nekrosis tahap
piknosis (c) sel piramidal .................................................... 73
Gambar 24. Gambaran histopatologi jaringan otak mencit kelompok
yang diinduksi glifosat 13,225mg/bb/2hari dan ganggang
merah (K4) perlakuan 7 hari (A) dan 14 hari (B) dengan
Pewarnaan H-E Perbesaran 400x. Ket: (a) neuroglia (b) sel
nekrosis tahap piknosis (c) sel piramidal (d) Sel nekrosis
tahap karioeksis .................................................................. 76
Gambar 25. Gambaran histopatologi jaringan otak mencit kelompok
yang diinduksi glifosat 13,225mg/bb/2hari dan taurin (K5)
perlakuan 7 hari (A) dan 14 hari (B) dengan Pewarnaan H-E
Perbesaran 400x. Ket: (a) neuroglia (b) sel nekrosis tahap
piknosis (c) sel piramidal .................................................... 78
xx
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kandungan kimia Ganggang Merah ........................................... 21
Tabel 2. Pembagian Kelompok Perlakuan ................................................ 35
Tabel 3. Nilai yang digunakan untuk mengukur kerusakan otak mencit .... 46
Tabel 4. Hasil uji fitokimia ekstrak ganggang merah dan lamun ............... 47
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani.
Para petani di Indonesia umumnya menggunakan herbisida sebagai pembasmi
gulma pertanian. Hal ini karena herbisida lebih mudah didapatkan, cepat,
murah dan lebih efisien karena hemat tenaga kerja (Tjitosoedirjo et al., 1984).
Sebagian besar petani Indonesia mengaplikasikan herbisida pada lahan
pertanian tanpa alat pembantu keselamatan seperti masker, sepatu boot, dan
sarung tangan yang menyebabkan para petani berpotensi besar untuk kontak
langsung dengan bahan aktif herbisida. Kurangnya pemahaman petani dalam
menggunakan pestisida berdampak pada kesehatan petani, keluarga petani
serta konsumen (Yuantari et al., 2013). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan terjadi 1 – 5 juta kasus keracunan herbisida setiap tahun pada
pekerja pertanian dengan tingkat kematian mencapai 220.000 korban jiwa.
Angka keracuan pada negara-negara berkembang mencapai kurang lebih 80%
(Peduto et al., 1996).
Roundup merupakan salah satu herbisida dengan bahan aktif utama glifosat
yang banyak digunakan untuk sektor pertanian di Indonesia. Glifosat
digunakan untuk mengendalikan gulma pada tanaman perkebunan, tanaman
2
pangan, tanaman buah dan sayur (EPA, 2016). Penggunaan glifosat selain
dapat meracuni petani dapat juga meracuni konsumen karena menimbukan
residu pada hasil panen. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kesuma
et al. (2015) penggunaan glifosat dengan dosis 4,5 l ha-1 menunjukkan
konsentrasi residu yang tinggi pada padi hasil panen yaitu 0,272 mg/kg-1 dan
0,147 mg/kg-1 untuk residu jerami. Angka tersebut melewati batas konsentrasi
residu glifosat maksimum pada komoditas beras berdasarkan SNI 7313-2008
yaitu 0,1 mg/kg-1 (BSN, 2008). Batas konsentrasi residu glifosat pada jerami
belum ditetapkan akan tetapi jerami biasanya digunakan sebagai pakan ternak
(Makarim et al., 2007).
Glifosat termasuk senyawa toksik yang dapat meningkatkan kadar radikal
bebas dalam tubuh. Menurut Kevin et al., (2006) dan Valko et al., (2007),
radikal bebas dapat mengakibatkan kerusakan oksidatif yang bersangkutan
dengan berbagai kondisi patologis seperti kerusakan sel, jaringan, dan organ
seperti ginjal, hati dan jantung baik pada manusia maupun hewan. Kerusakan
oksidatif dapat mengakibatkan kematian sel sehingga dapat mempercepat
timbulnya berbagai penyakit degeneratif. Radikal bebas dapat diperoleh
dalam bentuk polusi udara, herbisida, makanan, asap rokok, aktifitas fisik
terlalu berat, sinar UV maupun terbentuk secara alami melalui mekanisme
dalam tubuh. Radikal bebas merupakan suatu molekul yang sangat reaktif
karena kehilangan satu atau lebih elektronnya. Radikal bebas di dalam tubuh
berperan dalam komunikasi antarsel, aktivasi sel Kupffer, dan apoptosis atau
peristiwa matinya sel (Wu et al., 2004).
3
Ketidakseimbangan antara kadar radikal bebas dengan kadar antioksidan,
dimana jumlah radikal bebas lebih banyak bila dibandingkan dengan
antioksidan akan menyebabkan suatu keadaan yang disebut stres oksidatif
(Halliwell, 2006). Apabila produksi radikal bebas lebih tinggi dari
kemampuan antioksidan intrasel untuk menetralkannya, maka kelebihan
radikal bebas sangat potensial menyebabkan kerusakan sel. Kerusakan ini
disebut sebagai sress oksidatif, yaitu kondisi rusaknya biomolekul penyusun
sel yang disebabkan oleh reaksinya dengan radikal bebas. Radikal bebas yang
bersifat reaktif akan merusak biomolekul seperti lipid yang akan
menghasilkan produk akhir Malondialdehyde (MDA), kerusakan protein,
karbohidrat, dan Deoxyribonucleic Acid (DNA) (Kevin et al., 2006). Salah
satu kelompok radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan oksidatif
adalah Reactive Oxygen Species (ROS).
ROS merupakan radikal bebas yang dapat menyebabkan peroksidasi
biomelekul lipid. Peroksidasi lipid merupakan proses yang bersifat kompleks
akibat reaksi antara asam lemak tak jenuh ganda penyusun fosfolipid
membran sel dengan ROS (Setiawan dan Suhartono, 2007). Produk
peroksidasi lipid (MDA) akan bereaksi dengan protein tubuh dan
menyebabkan terbentuknya senyawa yang bersifat karsinogen. Produk hasil
peroksidasi lipid di dalam tubuh akan mempersempit pembuluh darah karena
penumpukan kolesterol, menyebabkan timbulnya arterosklerosis, yang akan
memicu penyakit jantung koroner (Braunwald, 2005).
4
Tingginya paparan senyawa radikal di lingkungan dan juga mekanisme tubuh
secara alami dapat menghasikan senyawa radikal, harus diimbangi dengan
kadar antioksidan. Antioksidan atau reduktor berfungsi untuk mencegah
terjadinya oksidasi atau menetralkan senyawa yang telah teroksidasi, dengan
cara menyumbangkan hidrogen dan atau elektron (Silalahi, 2006). Tubuh
secara alami menghasikan enzim maupun senyawa non enzim yang bersifat
sebagai antioksidan. Kadar radikal bebas yang terlalu tinggi karena pengaruh
lingkungan akan menyebabkan antioksidan dalam tubuh tidak mampu lagi
menetralisir sehingga dibutuhkan antioksidan eksogen yang dapat diperoleh
dari asupan. Banyak buah-buahan serta sayur mayur yang mengandung
metabolit sekunder seperti golongan flavonoid, terpenoid, steroid, saponin,
alkaloid dan tanin. senyawa- senyawa tersebut dapat menghambat radikal
bebas, seperti senyawa flavonoid misalnya, akan menyumbangkan satu atom
hidrogen untuk menstabilkan radikal peroksi lemak (Hamid et al., 2010).
Salah satu senyawa yang bersifat antioksidan adalah taurine. Taurine (2-
aminoethane sulfonic acid) tidak memiliki gugus karboksil sehingga tidak
termasuk asam amino. Taurine diketahui sebagai zat antioksidan dengan
menghambat inisiasi radikal bebas dan membran dengan menyumbang
elektron untuk molekul radikal bebas sehingga lipid tidak teroksidasi dan
membran stabil. Taurine juga dapat menghambat propagasi radikal bebas
dengan melakukan penyerapan HOC1 (salah satu jenis ROS yang bersifat
sangat reaktif) (Stapleton et al., 1998). Selain taurine, sumber antioksidan
alami lain dapat diperoleh dari tumbuhan dianataranya adalah tumbuhan laut
5
lamun dan gangang merah. Lamun (Enhalus acoroides L.) mengandung
senyawa metabolit sekunder fenolik yang bersifat sebagai antioksidan.
Semakin tinggi kandungan fenolik maka akan semakin baik dalam
menghambat radikal bebas. Senyawa fenolik merupakan antioksidan yang
dapat menghentikan atau menghambat tahapan inisiasi antara radikal asam
lemak atau menghambat propagasi dengan bereaksi dengan radikal peroksi
atau radikal aloksil (Sahidi dan Warnasundara, 1997).
Ganggang merah juga menunjukkan potensi yang baik sebagai antioksidan.
Menurut Wardani et al., (2017), ekstrak etanol ganggang merah (Eucheuma
cottonii L.) dapat meningkatkan jumlah enzim Superoxide Dismutase dan
Glutathione peroksidase pada hati mencit yang dinduksi Timbal (II) Asetat.
Ekstrak etanol ganggang merah juga mampu menurunkan kadar peroksidasi
lipid MDA pada hati mencit yang dinduksi Timbal (II) Asetat. Oleh karena
itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat potensi antioksidan lamun,
ganggang merah, dan taurin dalam menghambat stres oksidatif yang
disebabkan oleh glifosat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
yaitu apakah pemberian ekstrak lamun (Enhalus acoroides L.), ganggang
merah (Eucheuma cottonii L.) dan taurine dapat melindungi sel-sel otak
mencit (Mus musculus L.) dari kerusakan otak mencit pasca induksi glifosat.
6
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi antioksidan dari ekstrak
lamun (Enhalus acoroides L.) ganggang merah (Eucheuma cottonii L.) dan
taurin terhadap respon histopatologi otak mencit (Mus musculus L.) yang
diinduksi glifosat.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai sumber informasi
ilmiah mengenai kemampuan ekstrak lamun (Enhalus acoroides L.),
ganggang merah (Eucheuma cottonii L.) dan taurin yang berpotensi sebagai
antioksidan eksternal dan menghambat senyawa radikal bebas.
E. Kerangka Pikir
Stres okidatif merupakan kondisi dimana jumlah radikal bebas dalam tubuh
tidak diimbangi dengan jumlah antioksidan eksogen dan endogen yang
cukup. Senyawa radikal yang sangat reaktif karena kehiangan salah satu
elektronnya akan berikatan secara bebas dengan molekul-molekul penyusun
sel dan menyebabkan kerusakan pada membran sel. Salah satu penyebab stres
oksidatif adalah paparan herbisida roundup dengan senyawa aktif glifosat.
Paparan glifosat dapat meningkatkan produksi ROS dalam tubuh.
ROS dapat terbentuk secara alami karena mekanisme tubuh dan dapat pula
terbentuk karena pengaruh lingkungan seperti polusi udara, asap rokok, bahan
kimia berbahaya, peptisida dan lainnya. ROS akan menyerang sel dengan
7
cara mengoksidasi lipid yang berada pada membran sel. Lipid yang
teroksidasi ini akan menyebabkan membran sel lisis dan sel mengalami
kematian. Selain okidasi lipid pada membran sel, kondisi yang diakibatkan
oleh radikal bebas adalah kerusakan protein dan DNA yang dalam jangka
panjang akan menyebabkan mutasi DNA. Mutasi tersebut akan menyebabkan
beberapa penyakit degeneriatf dan juga kanker.
Salah satu penanda stres oksidatif adalah adanya senyawa MDA dalam tubuh.
MDA terbentuk karena ROS yang berikatan dengan asam lemak tak jenuh
seperti pada membran sel. Senyawa ini merupakan senyawa aldehid beracun
yang merupakan hasil akhir dari peroksidasi lemak. Kerusakan yang
diakibatkan oleh ROS ini dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak
dan sel-sel saraf.
Pengendalian terhadap senyawa radikal bebas dapat dilakukan dengan
meningkatkan jumlah antioksidan dalam tubuh. Antioksidan merupakan zat
yang dapat mencegah senyawa radikal bebas mengoksidasi makro molekul
pada sel. Antioksidan memiliki efek protektif dengan menetralkan radikal
bebas yang bersifat toksik dengan memproduksi metabolisme sel alami.
Taurin (2-aminoethanesulfonic acid) merupakan asam amino semi esensial
yang merupakan hasil turunan dari asam amino sistein. Taurine memiliki
kemampuan antioksidan dan mampu berikatan radikal bebas sehingga
kerusakan sel akibat senyawa radikal tidak terjadi. Taurine diketahui dapat
menghentikan produksi anion peroksida di mitokondria. Hal-hal berikut yang
menyebabkan taurin dapat menurunkan produksi ROS.
8
Selain taurin, kandungan pada ekstrak lamun (Enhalus acoroides L.) dan
ganggang merah (Eucheuma cottonii L.) juga dapat berpotensi sebagai
antioksidan. Menurut beberapa penelitian, ganggang merah (Eucheuma
cottonii L.) dan lamun (Enhalus acroides L.) memiliki kemampuan dalam
menurunkan kadar MDA sehingga kerusakan sel-sel saraf akibat peroksidasi
lemak berkurang akibat radikal bebas.
Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mengenai potensi
antioksidan dari ekstrak metanol tumbuhan lamun (Enhalus acoroides L.),
ganggang merah (Eucheuma cottonii L.) dan taurin terhadap respon
histopatologi dan kadar MDA otak mencit (Mus musculus L.) yang dipapar
herbisida glifosat sebagai salah satu upaya pencegahan stres oksidatif akibat
radikal bebas.
F. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ekstrak metanol
tumbuhan lamun (Enhalus acoroides L.), ganggang merah (Eucheuma
cottonii L.) dan taurin dapat melindungi sel-sel otak mencit (Mus musculus
L.) dari kerusakan akibat stres oksidatif pasca induksi glifosat.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Radikal Bebas
1. Pengertian Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan suatu molekul, atom, atau beberapa atom yang
mempunyai satu atau lebih elektron pada orbital terluarnya yang tidak
berpasangan sehingga bersifat sangat reaktif. Suatu molekul bersifat stabil
bila elektron pada orbit luarnya berpasangan, apabila tidak berpasangan
maka molekul tersebut akan berusaha mencari pasangan elektronnya
dengan berikatan sembarang pada molekul lain. Bila molekul radikal ini
mengambil elektron dari senyawa lain maka molekul radikal tersebut akan
menjadi stabil sedangkan molekul yang digunakan elektronnya menjadi
tidak stabil dan berubah menjadi radikal karena kehilangan elektron dan
akan menyebabkan reaksi berantai (Yuniastuti, 2008).
2. Jenis Radikal Bebas
Terdapat dua jenis senyawa radikal bebas, yaitu yang berasal dari luar
tubuh dan dari dalam tubuh. Radikal bebas yang berasal dari luar tubuh
diantaranya adalah polutan seperti asap rokok, asap obat nyamuk bakar,
asap kendaraan bermotor, radiasi sinar matahari, makanan yang berlemak,
alkohol, kopi, obat- obatan, minyak jelantah, bahan racun peptisida dan
10
lain-lain (Pham-huy et al., 2008). Secara rutin sel menghasilkan radikal
bebas dan Reactive Oxygen Species (ROS) yang merupakan bagian dari
proses metabolisme (Urso, 2003; Daniel et al., 2010). Radikal bebas alami
dalam tubuh diantaranya yaitu ROS dan Reactive Nitrogen Species (RNS).
ROS merupakan molekul oksigen yang kehilangan satu atau lebih
elektronnya. Reaksi fosforilasi oksidatif yang terjadi di mitokondria dalam
rantai transpor elektron menghasikan ROS sebagai produk samping.
Reaksi fosforilasi oksidatif bertujuan untuk menghasilkan energi dalam
bentuk ATP. Menurut Ngurah (2007), dibutuhkan oksigen (O2) pada
proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk ATP, tetapi tidak semua O2
berikatan dengan hidrogen (H2) untuk membentuk air, sekitar 4% - 5%
berubah menjadi radikal bebas.
3. Jenis ROS dan RNS
Tidak hanya molekul radikal bebas, namun molekul lain seperti 1O2 dan
H2O2- yang bersifat sangat reaktif juga termasuk kedalam molekul ROS.
Berikut adalah beberapa jenis ROS dan RNS yang terdapat dalam tubuh
menurut Kurnani (2001):
1. Anion superoksida (O2-)
Molekul ini dapat membentuk reduktan logam transisi dalam
pembentukan radikal hidroksil yaitu hidrogen peroksida.
2. Asam hipoklor (HOCl)
Terbentuk dari H2O2 dan Cl- yang dihasilkan oleh netrofil pada proses
inflamasi yang dikatalisis oleh mieloperoksidase.
11
3. Hidrogen peroksida (H2O2-)
Molekul ini terlibat dalam pembentukan HOCl dan juga merupakan
sumber radikal hidroksil dalam kondisi jenuh ion logam transisi.
Hidrogen peroksida tidak termasuk radikal bebas tetapi dikategorikan
sebagai ROS. Senyawa ini dapat melewati membran sel dan akan
mengoksidasi sejumlah makromolekul dalam sel secara perlahan,
namun pada kadar rendah kurang reaktif (Silalahi, 2006).
4. Nitrogen oksida (NO)
Radikal bebas dalam bentuk gas yang termasuk RNS. Molekul ini
bersifat sitotoksik namun memiliki peran yang penting dalam berbagai
proses biologi salah satunya adalah sinyal untuk relaksasi otot polos.
5. Oksigen singlet (1O2)
Termasuk molekul pengoksidasi kuat, dapat terbentuk melalui
penyinaran UV.
6. Peroksinitrit (ONOO-)
Molekul ini seperti NO, merupakan RNS yang terbentuk dari reaksi NO
dengan O2.
7. Radikal hidroksil (OH)
Molekul radikal yang dapat bereaksi dengan hampir seluruh biomolekul
karena termasuk molekul radikal pengoksidasi yang sangat reaktif.
Tubuh tidak memiliki enzim yang dapat merubah OH- menjadi molekul
yang aman bagi tubuh.
8. Radikal peroksil (LO2)
Tidak hanya Malondialdehyde (MDA), radikal peroksil termasuk
molekul yang terbentuk ketika peroksidasi lipid.
12
B. Stres Oksidatif
1. Pengertian Stres Oksidatif
Stres oksidatif adalah kondisi ketidakseimbangan antara konsentrasi
radikal bebas dan kadar antioksidan dalam tubuh. Stres oksidatif terjadi
disebabkan oleh dua hal, yaitu kurangnya antioksidan dan produksi atau
paparan radikal bebas berlebihan (Rush, 2005). Stres oksidatif terjadi
ketika produksi ROS yang meningkat, berkurangnya produksi antioksidan,
atau keduanya (Halliwell et al., 2007). Peningkatan ROS dapat diakibatkan
karena paparan terhadap oksigen meningkat, paparan senyawa toksik yang
dapat menghasilkan spesies ROS, dan adanya ROS alami yang dihasikan
tubuh karena sistem aktivasi yang berlebih seperti aktivasi sel-sel fagosit
pada inflamasi kronis (Abdollahi et al., 2004; Wikana, 2011).
Menurut Lieberman dan Marks (2009), stres oksidatif dapat terjadi apabila
produksi ROS meningkat. ROS ini akan berikatan dengan asam lemak tak
jenuh (Polyunsaturated Fatty Acid – PUFA) yang banyak terdapat pada
membran sel dan menghasilkan produk akhir berupa MDA, peristiwa ini
disebut peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid akan menyebabkan sel lisis dan
rusak karena lipid merupakan substansi penting pada membran sel.
2. Kondisi Patologis Akibat Stres Oksidatif
Stres oksidatif menjadi faktor penting beberapa kondisi patologis
sebagaimana perannya dalam menyebabkan kerusakan sel, mutasi
Deoxyribonucleic Acid (DNA), penuaan sel maupun kematian sel. Berikut
13
merupakan beberapa kelainan patologis pada sistem saraf yang terkait
dengan stres oksidatif:
1. Alzheimer
Kondisi kelainan ini ditandai dengan penurunan daya ingat, penurunan
kemampuan berpikir dan berbicara, serta perubahan perilaku pada
penderita akibat gangguan di dalam otak yang sifatnya progresif atau
perlahan-lahan. ROS diduga berperan terhadap inisiasi cedera seluler
pada penyakit neurodegeneratif ini (Rahman, 2007).
2. Kanker
ROS menjadi salah satu faktor penyebab kanker, seperti misalnya
kanker otak. ROS berperan pada semua tahap karsinogenesis, yaitu
tahap inisiasi, promosi, maupun progresi. Radikal bebas dapat
menyebabkan mutasi gen karena bereaksi dengan komponen DNA dan
memicu terjadinya kanker (Rahman, 2007).
3. Glukoma
Glukoma termasuk kelainan mata akibat penuaan yang menjadi salah
satu penyebab kebutaan yang bersifat ireversibel (Quigley and Broman,
2006). Glukoma merupakan neuropati optik yang ditandai dengan
degenerasi progresif sel ganglion retina yang mati melalui proses
apoptosis. Peningkatan ROS diduga menjadi salah satu faktor penyebab
glukoma melalui mekanismenya memicu stres oksidatif. Kadar pro-
oksidan dan antioksidan yang tidak seimbang telah diprostulatkan
sebagai faktor penyebab cidera retina dini (Aslan et al., 2008).
14
4. Penyakit parkinson, dll
Menurut Dalaen dan Aiman (2014), beberapa penelitian menunjukkan
penyakit parkinson dipengaruhi dengan ROS, yaitu peningkatan
kerusakan oksidatif pada DNA, protein dan lemak yang disebabkan
karena oksidasi makromolekul oleh ROS.
C. Antioksidan
1. Pengertian Antioksidan
Menurut Hillbom dalam Sulistyowati (2006), antioksidan adalah senyawa
yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat oksidasi biomolekul
dalam tubuh sehingga dapat menetralisir atau mengkontrol radikal bebas.
Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat
menyumbangkan elektron terluarnya kepada molekul radikal bebas yang
kekurangan elektron tanpa terganggu fungsi dari dirinya sendiri dan dapat
memutus reaksi berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2007).
Salah satu faktor penting dalam menjaga kesehatan dan menghindari stres
oksidatif serta penuaan adalah dengan cara meningkatkan kadar
antioksidan. Sen et al. (2010), menyatakan bahwa antioksidan merupakan
zat yang dapat mengikat radikal bebas dan mencegah radikal bebas
merusak sel. Tubuh secara alami menghasilkan antioksidan yang dapat
mengikat radikal bebas yang bersifat toksik namun prosesnya tidak 100%
efektif jika dalam keadaan produksi radikal bebas melimpah di lingkungan
dan keefektifannya juga menurun karena penuaan. Selain antioksidan
15
endogen, antioksidan juga dapat diperoleh dari asupan seperti tumbuh-
tumbuhan atau buah-buahan yang tinggi vitamin A, vitamin C, karotenoid
dan lain sebagainya.
2. Mekanisme Pertahanan Antioksidan
Mekanisme pertahanan antioksidan endogen ketika terdapat molekul
radikal bebas ditunjukan pada (Gambar 1).
Gambar 1. Mekanisme kerja Antioksidan Endogen Enzimatik
(Finkel, 2011)
Antioksidan endogen dibedakan menjadi antioksidan endogen enzimatik
dan antioksidan endogen non-enzimatik seperti yang tertera dibawah ini:
1. Antioksidan endogen enzimatik
a. Superoxide Dismutase (SOD)
Enzim SOD merupakan protein oligometrik yang aktivitasnya
tergantung pada kofaktor logam Cu, Fe, Mn, dan Zn. Enzim SOD
akan mengubah ROS yang dihasilkan dari respirasi atau berasal dari
16
lingkungan yaitu radikal superoksida (Gambar 1), menjadi hidrogen
peroksida (H2O2), yang masih bersifat reaktif. SOD terdapat di
dalam sitosol dan mitokondria (Faraci et al., 2004; Halliwell and
Gutteridge, 2007). Berikut merupakan reaksi antara anion
superoksida dan enzim SOD.
SOD
2O2- +2H+ H2O2 + O2
b. Glutation
Glutation (l-γ-glutamyl-cysteinyl-glysin) adalah suatu tripeptida yang
terdiri dari asam amino glisin, glutamat dan sistein. Glutation
mengandung gugus sulfihidril/tiol (-SH) yang terdapat pada asam
amino sistein. Gugus sulfihidril inilah yang menyebabkan glutation
memiliki kemampuan sebagai pendonor elektron kuat (Safyudin dan
Subandrate, 2015). Menurut Murray et al. ( 2003), pada eritrosit dan
jaringan lain terdapat enzim glutation peroksidase (GPx) yang
mampu melindungi lipid membran dan hemoglobin dari oksidasi
oleh H2O2, sehingga mencegah membran lisis dan hemolisis, dapat
mengkatalisis destruksi H2O2 dan lipid hidroperoksida dengan
menggunakan glutation tereduksi (GSH). GSH harus terus tersedia
untuk membantu GPx dalam mekanisme pertahanan tubuh dari
radikal bebas. GSH yang telah dioksidasi menjadi GS-SG, direduksi
kembali menjadi GSH dengan bantuan enzim glutation reduktase.
Berikut merupakan reaksi antara H2O2 dan enzim glutation:
GPx
2H2O2 2H2O + O2
17
c. Enzim Katalase
Katalase adalah enzim yang disusun oleh lebih dari 500 asam amino
dan memiliki gugus forfirin. Enzim ini mengkatalis reaksi reduksi
senyawa hidrogen peroksida (H2O2) menjadi oksigen (O2) dan air
(H2O). Enzim Katalase mampu mengubah 2 molekul H2O2 menjadi
2 H2O dan O2 menggunakan satu molekul H2O2 sebagai substrat
donor elektron dan satu molekul H2O2 menjadi akseptor elektron.
Berikut merupakan reaksi enzim katalase:
Katalase
2H2O2 2H2O + O2
(Murray et al., 2009)
2. Antioksidan Endogen Non-enzim
a. asam urat
Dalam kadar normal, asam urat berperan penting dalam sistem
pertahanan tubuh terhadap radikal bebas. Asam urat membersihkan
sekitar 60% radikal bebas dalam plasma dikarenakan sifatnya yang
dapat larut dalam plasma sehingga memudahkan dalam menangkap
senyawa radikal dan melakukan chelasi ion logam transisi yang
merusak sel. Asam urat berfungsi mencegah degradasi enzim
antioksidan SOD untuk mempertahankan fungsi vaskular dan
endotel. Mekanisme antioksidan asam urat dimulai dari bereaksi
dengan peroksida nitrit yang bersifat toksik dan membentuk donor
nitrit oxide yang stabil (Lingga, 2012).
18
b. bilirubin
Sel darah merah akan mengalami pemecahan setelah 120 hari,
pemecehan tersebut membentuk senyawa bilirubin. Sel darah merah
mengandung hemoglobin yang pada proses pemecahan akan dipecah
menjadi heme dan goblin. Selanjutnya, heme akan diubah menjadi
bilirubin. Bilirubin termasuk senyawa antioksidan non enzim yang
larut dalam air (Winarsi, 2007).
c. albumin
Albumin merupakan molekul karier yang diperlukan untuk
mengangkut bilirubin dari tempat produksi ke dalam hati untuk
disekresi. Albumin termasuk antiokdan non-enzim yang larut dalam
lemak (Winarsi, 2007).
D. Ganggang Merah (Eucheuma cottonii L.)
1. Klasifikasi Ganggang Merah
Klasifikasi ganggang merah menurut Anggadiredja et al., (2008) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Division : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Familiy : Solieriaceae
Genus : Eucheuma
Spesies : Eucheuma cottonii L.
19
Gambar 2. Eucheuma cottonii
2. Deskripsi Tumbuhan Ganggang Merah
Menurut Soenardjo (2011), rumput laut merupakan tumbuhan laut
berthallus karena akar, batang dan daun belum dapat dibedakan. Rumput
laut terbagi menjadi tiga jenis utama berdasarkan kandungan pigmen yang
terdapat dalam thallusnya, yaitu Chlorophyceae (Alga Hijau),
Rhodophyceae (Alga merah), dan Phaeophyceae (Alga coklat). Ketiga
golongan rumput laut ini yang sering dimanfaatkan adalah Rhodophyceae
(alga merah) dan yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah
marga Eucheuma (Saputra, 2012).
Atmadja (1996), menyatakan bahwa rumput laut Eucheuma cottonii L.
memiliki beberapa ciri-ciri fisik yaitu talus berbentuk silindris, permukaan
20
licin, cartilogineus (lunak seperti tulang rawan), berwarna hijau atau hijau
kuning, dan merah (Gambar 2). Duri-duri pada talus agak jarang dan
runcing memanjang. Menurut Anggadireja et al., (2008), percabangan
talus berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi tonjolan-tonjolan (nodulus)
dan duri lunak/tumpul untuk melindungi gametangia. Percabangan bersifat
dichotomus (percabangan dua-dua) atau trichotomus (sistem percabangan
tiga-tiga). Cabang lamun menggunakan alat perekat berupa cakram untuk
saling melekat ke substrat. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh
berbentuk rumpun yang rimbun dengan ciri-ciri khusus mengarah ke arah
datangnya sinar matahari.
3. Kandungan Senyawa Bioakif Ganggang Merah
Makroalga diketahui kaya akan komponen bioaktif seperti polisakarida
dan juga senyawa metabolit sekunder lain. Senyawa metabolit sekunder
makaroalga telah diuji memiliki aktifitas biologis seperti antioksidan, anti-
infamasi, anti-bakteri, anti-virus, anti-koagulasi dan aktifitas apoptosis
(O’Sullivan et al., 2010). Eucheuma cottonii L. memiliki kandungan
antioksidan yang mampu menghambat stres oksidatif. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Wardani et al., (2017), ekstrak etanol Eucheuma
cottonii L. 800 mg/kg BB dapat meningkatkan kadar enzim antioksidan
Superoxide Dismutase (SOD) dan Glutathione Peroksidase (GPx) pada
hati mencit yang dinduksi Timbal (II) Asetat. Selain itu, ekstrak etanol
Eucheuma cottonii juga mampu menurunkan kadar MDA pada hati mencit
21
yang diinduksi Timbal (II) Asetat. Berikut merupakan kandungan kimia
beserta kadarnya yang terdapat dalam ganggang merah:
Tabel 1. Kandungan kimia Ganggang Merah (Eucheuma cottonii L.)
Kandungan Kimia Nilai
Air (%) 83,3
Protein (%) 0,7
Lemak (%) . 0,2
Abu (%) 3,4
Serat makanan tidak larut (g/100g) 58,6
Serat makanan larut 10,7
Serat total serat makanan 69,3
Mineral Zn (mg/g) 0,01
Mineral Mg (mg/g) 2,88
Mineral Ca (mg/g) 2,80
Mineral K (mg/g) 87,10
Mineral Na (mg/g) 11,93
Sumber: Santoso, 2014.
Kadar lemak rumput laut sangat rendah dengan ± 0,7% (tabel 1), tetapi
susunan asam lemaknya sangat penting bagi kesehatan. Lemak rumput laut
mengandung asam lemak omega-3 dan omega-6 dalam jumlah yang cukup
tinggi. Kedua asam lemak ini merupakan asam lemak yang penting bagi
tubuh terutama sebagai pembentuk membran jaringan otak. Dalam 100 g
rumput laut kering mengandung omega-3 berkisar antara 128-1.629 mg
dan asam lemak omega-6 berkisar 188-1.704 mg (Winarno 1990).
22
E. Tumbuhan Lamun (Enhalus acoroides L.)
1. Klasifikasi Tumbuhan Lamun
Berikut adalah klasifikasi tumbuhan lamun menurut Kuo and Hartog
(2001), yaitu sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Division : Angiospermae
Class : Monocotyledonae
Ordo : Helobeae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Enhalus
Spesies : Enhalus acoroides L.
Gambar 3. Enhalus acoroides
(Balai Taman Nasional Karimunjawa, 2007).
23
2. Deskripsi Tumbuhan Lamun
Lamun merupakan tumbuhan yang mampu tumbuh subur pada daerah
terbuka terutama pada daerah pasang surut dan perairan pantai yang
bersubstrat pasir, lumpur, kerikil, maupun pecahan karang mati dengan
kedalaman hingga 4 meter. Pada daerah tropis lamun dapat berkembang
sangat baik dan dapat tumbuh diberbagai habitat mulai pada kondisi
nutrien rendah sampai nutrien tinggi (Dahuri et al., 2001). Enhalus
acoroides L. merupakan jenis lamun (seagrass) yang tumbuh terbenam di
perairan laut dangkal dan pesisir pantai di Indonesia (Christon et al.,
2012). Lamun memiliki karakter dan bentuk fisik lebih besar dibandingkan
dengan spesies lamun yang lain. Secara morfologis (Gambar 3), lamun
memiliki bentuk daun seperti sabuk yang panjang dan lebar, lebar daun
mencapai lebih dari 3 cm, panjang daun 30-150 cm, dan rimpang yang
berdiameter lebih dari 1 cm (Moriarty and Boon, 1989).
3. Kandungan Bioaktif Lamun
Kannan (2010) pada penelitiannya menyatakan bahwa Enhalus acoroides
L. memiliki kadar antioksidan total setara dengan 1 gram asam askorbat.
Di negara-negara maju, lamun digunakan untuk mencegah berbagai
penyakit degeneratif dan digunakan sebagai sumber antioksidan.
Kandungan antioksidan yang tinggi tersebut dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi asupan antioksidan masyarakat menggunakan bahan alami.
24
Penelitian yang dilakukan Rina dan Antarsih (2017) menyatakan bahwa
ekstrak daun Enhalus acoroides L. yang diperoleh dari Pulau Pari
Kepulauan Seribu DKI Jakarta menggunakan etil asetat pada uji fitokimia
secara kualitatif mengandung senyawa metabolit sekunder saponin, tanin,
alkaloid, steroid, dan glikosida. Senyawa fenolik merupakan antioksidan
alami yang dapat menghentikan atau menghambat tahapan inisiasi dengan
antara radikal asam lemak atau menghambat propagasi dengan bereaksi
dengan radikal peroksida atau radikal aloksil.
Oleh karena itu semakin tinggi kandungan senyawa fenolik dalam ekstrak
seperti tanin, antosianin, dan asam-asam fenolat akan memberikan efek
penghambatan peroksidasi lebih besar (Sahidi dan Warnasundara, 1997).
Pelarut yang paling baik dalam ekstraksi daun Enhalus acoroides dan
menghasilkan kandungan fenolik yang sangat kuat secara berturut-turut
didapat dari ekstrak yang menggunakan pearut metanol, etil asetat, dan n-
heksana (Rumiatin, 2011).
F. Taurin
Taurin (2-aminoethanesulfonic acid) bukan merupakan asam amino, karena
tidak memiliki gugus karboksil. Hal ini dikarenakan taurin mengandung gugus
sulfonat, sehingga dapat disebut asam sulfonat amino. Pada mamalia, taurin
disintesis di dalam pankreas melalui jalur asam sistein sulfinik, dimana
kelompok sulfhidril dari sistein mula-mula teroksidasi menjadi asam sistein
sulfinik oleh aktivitas enzim sistein dioksigenase. Sistein asam sulfinik,
25
selanjutnya didekarboksilasi oleh enzim dekarboksilase sulfinoalanin
membentuk hypotaurine. Taurin tidak ikut dalam sintesis protein dan banyak
ditemukan dalam jaringan otot jantung dan otak manusia. Kebutuhan taurin
dengan konsentrasi tinggi dapat diperoleh dari ikan laut, jaringan otot mamalia
dan tiram (Guz et al., 2007).
Gambar 4. Struktur Kimia Taurin
(Asha, 2009)
Taurin memiliki dua ikatan rangkap oksigen pada strukturnya (Gambar 4).
Bahan makanan hewani merupakan sumber utama taurin dalam makanan.
Taurin banyak ditemukan pada daging, ikan, dan Air Susu Ibu (ASI). Ikan
merupakan sumber taurin potensial, taurin banyak ditemukan pada ikan jenis
cod, mackerel, salmon, tuna albakaor, ikan pari dan beberapa jenis ikan
lainnya (Susanto dan Fahmi, 2012).
G. Glifosat
Roundup adalah herbisida dengan bahan aktif glifosat yang banyak digunakan
di dunia terutama di Indonesia. Glifosat memiliki rumus empiris C3H8NO5P
(Gambar 5) dengan nama kimia (N-phosphonomethyl-glycine) digunakan
26
untuk mengontrol gulma dan rumput liar pada berbagai tanaman pertanian,
seperti padi, jagung, dan kacang kedelai (Jasper et al., 2012). Glifosat bekerja
menghambat metabolisme tanaman, beberapa hari setelah penyemprotan,
tumbuhan menjadi layu, kuning, dan akhirnya mati. Herbisida glifosat
mengandung bahan kimia yang membuat herbisida menempel pada daun
sehingga glifosat dapat bergerak dari permukaan tumbuhan ke dalam sel
tumbuhan (Djau, 2009).
Gambar 5. Rumus Bangun Glifosat (N-phosphonomethyl-glycine)
(Tomlin, 2010)
Herbisida bersifat racun pada gulma atau tumbuhan pengganggu juga
terhadap tanaman. Pemberantasan gulma terjadi karena herbisida mengubah
pengaruh bahan kimia di dalam jaringan gulma, yang dapat mematikan
jaringan itu atau merusak suatu sistem fisiologis yang dibutuhkan untuk hidup
atau pertumbuhan. Bila pernafasan, fotosintesis, pembelahan sel, dan
pemanjangan sel terganggu, gulma akan menghabiskan cadangan energi.
Tanpa fotosintesis gulma tidak mampu berkompetisi dengan tanaman dalam
hal menyerap larutan hara (Riadi, 2011). Glifosat adalah herbisida
berspektrum luas yang bersifat non selektif. Mekanisme kerja glifosat dalam
menghambat pertumbuhan tanaman adalah dengan cara menghambat kerja
enzim 5-enopyruvyshikimate-3-phospate syntase (EPSPS) yang berfungi
27
untuk sintesis asam amino aromatik seperti phenylalanin, tyrosine, dan
tryptophan pada tumbuhan (Arango et al., 2014).
Selain bersifat racun bagi tumbuhan, glifosat juga bersifat racun bagi hewan,
terutama mamalia dan manusia. Jasper et al. (2012) mengatakan bahwa
pemaparan glifosat terhadap mencit albino Swiss jantan dan betina
mengakibatkan toksik pada hati, kerusakan hematologikal dan efek oksidatif.
Hal ini berkaitan dengan induksi ROS. ROS adalah senyawa pengoksidasi
turunan oksigen yang bersifat sangat reaktif yang terdiri atas kelompok
radikal bebas dan non radikal. Kebanyakan radikal bebas bereaksi secara
cepat dengan atom lain untuk mengisi orbital yang tidak berpasangan,
sehingga radikal bebas normalnya berdiri sendiri hanya dalam periode waktu
yang singkat sebelum menyatu dengan atom lain (Surya, 2011).
H. Biologi Mencit (Mus musculus L.)
Klsifikasi mencit (Mus musculus L.) berdasarkan Arington (1972) adalah
sebagai berikut :
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Bangsa : Rodentia
Suku : Muridae
Marga : Mus
Jenis : Mus musculus L.
28
Gambar 6. Mencit yang digunakan
Menurut Priyambodo (2003), mencit laboratorium merupakan turunan dari
mencit liar yang mengalami domestikasi. Mencit dimasukkan ke dalam
Chordata anak filum Vertebrata dan kelas Mamalia karena memiiki tulang
belakang dan menyusui (Gambar 6). Kebiasaan mengerat dari mencit
menyebabkannya masuk ke dalam bangsa Rodentia (hewan pengerat), suku
Muridae, dengan marga Mus dan jenis Mus musculus L. Mencit merupakan
hewan percobaan yang sering digunakan dalam penelitian in vivo. Hewan ini
termasuk hewan pengerat kosmopolit yang tersebar di seluruh dunia. Mencit
laboratorium yang biasa digunakan untuk penelitian, merupakan mencit liar
yang telah didomestikasi secara selektif, sehingga memiliki beberapa sifat
yang berbeda dengan hewan asalnya (Yuwono, 2009).
I. Peroksidasi Lipid
1. Pengertian Peroksidasi Lipid
Membran sel sangat rawan terhadap peroksidasi lipid karena mengandung
asam lemak polyunsaturated pada fosfolipid membran. Reaksi antara asam
29
lemak tak jenuh ganda penyusun fosfolipid membran sel dengan senyawa
ROS membentuk hidroperoksida, peristiwa tersebut ialah peroksidasi lipid
(Dean et al., 1997). Peroksidasi lemak ini menyebabkan terputusnya rantai
asam lemak dan menghasikan senyawa- senyawa yang beracun terhadap
sel seperti MDA (Marks et al.,2000).
2. Mekanisme Peroksidasi Lipid
Peroksidasi lipid merupakan kerusakan oksidatif pada biomolekul lipis
akibat reaksinya dengan senyawa radikal. Menurut Setiawan dan
Suhartono (2007), peroksidasi lipid terjadi karena oksidasi oleh ROS,
memiliki 3 reaksi utama yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Proses
Inisiasi terjadi karena putusnya atom hidrogen dari gugus metilen pada
rantai asam lemak karena adanya paparan radikal bebas (Gambar 7),
terutama OH- dan ROO-. Akibatnya, dihasilkan elektron yang tidak
berpasangan pada karbon, sehingga membentuk asam lemak radikal atau
radikal karbon. Pada proses propagasi, radikal karbon yang terbentuk
selama proses inisiasi, akan bereaksi dengan molekul O2 membentuk
ROO- yang kemudian akan memutus atom hidrogen (LH) yang berada
didekatnya pada rantai lemak yang lain, sehingga membentuk lemak
hidroperoksida (LOOH). LOOH tersebut akan dipecah menjadi produk
peroksidasi lemak sekunder (radikal lemak aloksil dan peroksi lemak)
akibat reaksi dengan logam atau pemanasan. Kedua jenis radikal ini juga
dapat menginisiasi reaksi pada rantai lemak selanjutnya. Selain itu, radikal
lemak aloksil akan melangsungkan reaksi beta cleavage membentuk
30
senyawa aldehid yang bersifat sitotoksik dan genotoksik, seperti MDA.
Terakhir adaah proses terminasi, radikal karbon yang terbentuk pada reaksi
inisiasi, cenderung menjadi stabil melalui reaksi dengan radikal karbon
maupun radikal lain yang terbentuk pada tahap propagasi. Berikut
merupakan tahap-tahap peroksidasi lemak:
Gambar 7. Tahap-tahap Peroksidasi lipid
(Allesio, 2000)
Pada pengujian laboratorium, MDA digunakan sebagai salah satu indikator
terjadinya stres oksidatif. Hasil peroksidasi lipid (MDA) apabila
direaksikan dengan asam tiobarbiturat akan membentuk kromogen MDA-
31
TBA (Gambar 8) yang berwarna merah muda dan diserap pada panjang
gelombang 530 nm menggunakan spektrofotometer (Yunus, 2001).
Gambar 8. Reaksi MDA dengan TBA
(Yunus, 2001)
J. Anatomi Otak
Otak memiliki 3 bagian utama, yaitu otak depan, tengah, dan belakang
(Gambar 9). Pada bagian otak depan, terdiri atas dua bagian yaitu cerebrum
(bagian terbesar dari otak) dan diencephalon. Pada bagian otak belakang,
terdiri atas tiga bagian yaitu pons, medulla oblongata, dan cerebellum
sedangkan bagian otak tengah terdiri atas satu bagian sendiri (Paulsen dan
Waschke, 2013). Berikut merupakan bagian-bagian utama dari otak:
1. Cerebrum
Cerebrum terdiri atas dua hemisferium cerebri (kanan dan kiri) yang
dihubungkan oleh corpus callosum. Fissura longitudinalis cerebri
merupakan sebuah celah yang memisahkan hemisferium. Setiap
hemisferium memiliki rongga didalamnya yang disebut ventriculus
lateralis (Snell, 2012). Cerebrum terbagi menjadi 4 lobus, yaitu lobus
frontalis berfungsi sebagai pusat fungsi intelektual, lobus oksipitalis
32
berfungsi sebagai pusat penglihatan dan area asosiasi penglihatan, lobus
temporalis berfungsi sebagai pengatur daya ingat visual, verbal,
pendengaran dan perkembangan emosi, serta lobus parietalis berfungsi
sebagai pusat kesadaran (Ganong, 2013).
2. Diencephalon
Diencephalon terdiri atas dua bagian, yaitu hypothalamus yang berada di
ventral dan thalamus yang berada di dorsal. Kedua bagian diencephalon
ini tidak teriat dari permukaan otak. Thalamus terletak di kanan dan kiri
ventriculus tertius (Gambar 8). Hypotalamus membentuk bagian bawah
dinding lateral dan dasar ventriculus tertius (Snell, 2012).
3. Otak tengah (mesencephalon)
Otak tengah adalah bagian otak yang menghubungkan otak depan dengan
otak belakang. Mesencephalon terdiri atas dua belahan lateral yang
disebut pedunculus cerebri. mesencephalon memiliki rongga di
dalamnya,rongga sempit yang disebut dengan aqueductus cerebri yang
berfungsi untuk menghubungkan ventriculus tertius dengan ventriculus
quartus (Snell, 2012).
4. Otak belakang
Terdiri atas 3 bagian yaitu pons, medulla oblongata, dan cerebellum. Pons
memiliki fungsi sebagai penghubung kedua belahan dari cerebellum.
Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan tonus
otot (Purves, 2004). Cerebellum berada di posterior dari pons dan medulla
oblongata. Medulla oblongata memiliki berntuk kerucut dan menjadi
penghubung pons dengan medulla spinalis (Snell, 2012).
33
Berikut merupakan anatomi organ otak pada potongan median :
Gambar 9. Susunan saraf pusat potongan median
(Putz dan Reinhard, 2006).
34
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2018 sampai dengan November
2018. Pemeliharaan hewan uji, penginduksian glifosat , pemberian ekstrak
lamun (Enhalus acoroides. L.), ganggang merah (Eucheuma cottonii L.) dan
taurin serta pembedahan dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler,
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Lampung. Proses mikroteknik dan pengamatan histopatologi
otak dilakukan di Laboratorium Patologi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Lampung. Pengujian kadar MDA dilakukan di Balai Penyidikan dan
Pengujian Veteriner (BPPV) Regional III Bandar Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang mencit,
tempat makan dan minum mencit. Alat gelas yang digunakan seperti gelas
beaker, Erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi dan cawan petri. Alat lain yang
digunakan adalah syringe 1 cc, sonde, timbangan analitik, centrifuge,
spektrofotometer, vortex, waterbath, mikropipet, ice box, minorset, vortex,
mikropaste, mikrotube 1,5 ml, alat diseksi, papan parafin, botol sampel,
mikroskop, spuit, serta mikrotome. Hewan uji yang digunakan dalam
35
penelitian ini adalah mencit jantan. Bahan lain yang digunakan adalah bubuk
taurin, lamun, ganggang merah, pakan pelet standar, larutan trikloroasetat
(TCA) 20%, larutan tiobarbiturat (TBA) 0,67%, Phosphat Bufer Salin (PBS)
pH 8 dan 7,4, roundup, methanol, buffer formalin 10 %, aquadest, aquabidest,
larutan Mayer Hematoxylin-Eosin, parafin, xylol, kanada basam, ethanol
70%, 80%, 90% dan absolut.
C. Metode
1. Rancangan Percobaan
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan
percobaan yang digunakan adalah Rancang Acak Kelompok Lengkap
(RAKL). Berikut merupakan pembagian kelompok hewan uji (Tabel 2):
Tabel 2. Pembagian Kelompok Perlakuan
Kelompok Perlakuan Uji
K1 Kelompok kontrol negatif yang diberi
pakan standar hingga akhir penelitian
K2 Kelompok kontrol positif yang diinduksi
glifosat 13,225mg/bb/2 hari
K3 Kelompok yang diinduksi glifosat 13,223
mg/bb/2 hari diikuti dengan ekstrak lamun
dengan dosis 8,4mg/bb/hari
K4 Kelompok yang diinduksi glifosat 13,225
mg/bb/2 hari diikuti dengan induksi ekstrak
ganggang merah 15,86mg/bb/hari
K5 Kelompok yang diinduksi glifosat 13,225
mg/bb/2 hari diikuti dengan induksi taurin
15mg/bb/hari
36
2. Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan yang
diperoleh dari BPPV Lampung. Sampel penelitian adalah sebagian populasi
yang memenuhi kriteria yaitu: berusia kurang lebih 3-4 bulan, berat badan
30-40 gram dan sehat. Jumlah ulangan dilakukan berdasarkan rumus
Frederer (1983) t (n-1) ≥ 15 dengan t adalah jumlah perlakuan dan n adalah
jumlah ulangan.
t (n-1) ≥ 15
5(n-1) ≥ 15
5n-5 ≥ 15
5n ≥ 20
n ≥ 4
Berdasarkan perhitungan rumus Federer jumlah sampel yang akan digunakan
pada tiap kelompok adalah 4 ekor mencit jantan namun pada penelitian ini
jumlah pengulangan ditambah menjadi 5 dan dikalikan dengan 10 sehingga
jumlah mencit yang digunakan dalam penelitian ini adalah 50 ekor.
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mencit jantan (Mus
musculus L.) berjumlah 50 ekor berumur 3-4 bulan dengan berat badan
berkisar 30-40 g. Mencit diperoleh dari Balai Penyidikan dan Pengujian
Veteriner (BPPV) Regional III Bandar Lampung. Mencit dipelihara pada
bak berbahan plastik berukuran 20 x 30 cm dengan penutup berbahan
37
kawat yang dilengkapi wadah pakan, dan wadah air minum. Mencit
diaklimasi selama 7 hari dengan diberi pakan dan minum secara adlibitum.
Aklimatisasi ini dilakukan dengan tujuan agar mencit terbiasa dengan
tempat tinggal yang baru dan tidak mengalami stres. Hewan uji yang
mengalami penurunan berat badan drastis tidak digunkan dalam penelitian.
2. Persiapan Bahan Uji
2.1 Persiapan Ekstrak lamun (Enhalus acoroides L.) dan ganggang
merah (Eucheuma cottonii L.)
Gambar 10. Mekanisme Pembuatan Ekstrak
Tumbuhan lamun dan gangang merah dicuci dengan
air mengalir dan dikering anginkan
Dikeringkan kembali dalam oven pada suhu 40oC
selama 48 jam (hingga sampel kering)
Dihaluskan menggunakan blender hingga menjadi
bubuk halus
Maserasi sampel selama 1 x 24 jam menggunakan
pelarut methanol
Metanol dalam ekstrak diuapkan menggunakan rotary
evaporator
Dimasukkan ke oven untuk mendapatkan ekstrak
dalam bentuk pasta.
Sampel kemudian di saring menggunakan corong
bunchner dan kertas saring hingga diperoleh maserat
38
2.2 Persiapan Taurine
Dosis normal pemberian taurin menurut Shao dan Hathcock (2008), yang
diberikan kepada manusia adalah sebesar 3 g/70 kg berat badan. Tabel
konversi menunjukkan bahwa nilai konversi dari manusia ke mencit yaitu
0,0026 untuk mencit 20 gram (Nugraha, 2011). Perhitungan berdasarkan
hasil konversi dosis normal taurin yang diberikan kepada mencit yaitu
3000 mg x 0,0026 x 2 = 15,6 mg/bb/hari.
2.3 Uji fitokimia
Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa metabolit
sekunder yang terkandung dalam ekstrak tumbuhan lamun (Enhalus
acoroides L.) dan ganggang merah (Eucheuma cottonii L.). Pengujian
fitokimia ini meliputi pemeriksaan alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid,
dan saponin. Berikut adalah metode pengujian fitokimia:
a. Pemeriksaan alkaloid
Pemeriksaan senyawa akaloid dilakukan dengan menambahkan 5 tetes
kloroform dan beberapa tetes pereaksi Mayer ( 1 gram bubuk KI
ditambah aquades hingga volume 20 ml kemudian ditambah 0,271
gram HgCl2 hingga larut ) ke dalam 0,5 ml sampel. Bila terbentuk
endapan warna putih, mengindikasi adanya alkaloid (Darwis, 2000).
b. Pemeriksaan flavonoid
Menurut Sangi et al., (2008) pemeriksaan senyawa flavonoid dilkukan
dengan menambahkan 0,5 gram serbuk Mg dan 5 mL HCL pekat
kedalam tabung reaksi yang berisi 0,5 ml sampel ekstrak dengan
39
perahan. Keberadaan flavonoid ditandai dengan terbentuknya warna
merah tua atau kuning dalam waktu 3 menit.
c. Terpenoid dan Steroid
Pemeriksaan senyawa steroid dan terpenoid menurut Kadarisman
(2000) dapat dilakukan dengan cara menambahkan 1 ml
asam asetat glasial dan 1 ml H2SO4 pekat (Liberman-Burchard) ke
dalam 1 ml sampel. Jika warna berubah menjadi biru/ungu
menandakan adanya senyawa steroid Sedangkan perubahan sampel
menjadi warna merah atau kuning menandakan adanya senyawa
terpenoid.
d. Pemeriksaan saponin
Metode yang digunakan untuk pemeriksaan senyawa saponin adalah
metode Forth. Sebanyak 0,5 ml sampel ekstrak lamun dan ganggang
merah masing-masing dimasukan ke dalam tabung reaksi. Kemudian
ditambahkan kedalam tabung reaksi tersebut 2 ml aquades dan tabung
dikocok selama 30 detik. Keberadaan saponin ditandai dengan
terbentuknya busa yang tidak hilang daam 30 detik (Darwis, 2000).
2.4 Induksi Glifosat terhadap Hewan Uji
Mencit yang termasuk kelompok perlakuan K2, K3, K4 dan K5 di suntik
glifosat secara intraperitonial sebanyak 0,5 cc dengan dosis 13,225 mg/bb
(El-Shenawy , 2009) untuk berat mencit rata-rata 35 gram. (El-Shenawy,
2009) pada penelitiannya menggunakan dosis 52,59 mg/BB untuk tikus
dengan berat 200 gram. Tabel konversi untuk tikus ke mencit adalah 0,14
40
dengan berat mencit 20 gram. Sehingga 52,59 mg/bb x 0,14 x 1,75 =
13,225 mg/bb. Penyuntikan dilakukan setiap dua hari sekali selama 7 dan
14 hari penelitian.
2.5 Pemberian Bahan Uji Ekstrak lamun (Enhalus acoroides L.) dan
ganggang merah (Eucheuma cottonii L.)
Dosis ekstrak lamun (Enhalus acoroides L.) yang diberikan secara oral
dengan berat badan 30 – 40 g yaitu 8,4 mg/ BB. Dosis pemberian ekstrak
ganggang merah (Eucheuma cottonii L.) untuk berat badan 30 – 40 g
adalah 15,96 mg/bb. Dosis ini diperoleh dari penelitian yang dilakukan
oleh Abu Bakar et al., (2015) yang menggunakan dosis 60 mg/ BB untuk
tikus dengan berat 200 gram. Jika dikonversikan untuk mencit maka 60
mg/bb x 0,14 x 1,75 = 15,96 mg/ BB. Penyekokan dilakukan setiap hari
dengan volume 0,2 cc.
2.6 Pemberian Bahan Uji Taurin
Dosis taurin yang digunakan untuk pengujian dalam penelitian ini yaitu
15,6 mg/BB/hari (Agata et al., 2017). Pemberian tairine dilakukan setiap
hari secara oral dengan volume 0,2 cc.
2.7 Pengamatan Berat Badan dan Berat Basah Jaringan Otak Mencit
Selama penelitian berlangsung dilakukan pengamatan berat badan mencit
pada setiap kelompok. Pengamatan berat badan mencit dilakukan pada
hari ke-3, ke-7 dan ke-14 . Pada akhir perlakuan, dilakukan pembedahan,
41
pengambilan serta pengukuran berat basah organ otak dari setiap
kelompok.
2.8 Pembuatan Preparat Histologis Otak Mencit
Metode yang digunakan dalam melihat preparat histologis adalah
prosedur double blinded. Metode teknik pewarnaan histopatologi dibagi
menjadi 10 proses yaitu:
1. Fiksasi
Proses dilakukan dengan cara jaringan otak difiksasi dengan larutan
buffer formalin 10% kemudian dicuci dengan air mengalir.
2. Trimming
Organ dipotong hingga berukuran ± 3 mm. Kemudian organ
dimasukkan ke dalam embedding cassette.
3. Dehidrasi
Embedding cassette dikeringkan dengan meetakkannya pada kertas
tisu agar air keuar. Kemudian dilakukan perendaman organ otak
dalam alkohol bertingkat 80% dan 90% masing-masing selama 2 jam.
Selanjutnya dilakukan perendaman alkohol 95%, absolute I, II, III
selama 1 jam. Penambahan alkohol bertingkat ini bertujuan untuk
mengeluarkan kandungan air yang berada dalam jaringan.
4. Clearing
Penjernihan dilakukan dengan cara organ otak direndam pada xylol I,
II, III masing-masing selama 1 jam.
42
5. Impregnasi
Proses impregnasi dilakukan dengan menggunakan parafin I, II, III
masing-masing selama 2 jam.
6. Embedding
Parafin dipanaskan beberapa saat dan diusap emnggunakan kapas agar
parafin bersih. Parafin cair kemudian di masukan kedaam oven
dengan suhu 58oC. Parafin cair kemudian dituangkan ke dalam pan.
Satu-persatu dari embedding cassette dipindahkan ke dasar pan
dengan mengatur jarak satu dengan yang lainnya dan pan dimasukkan
ke dalam air. Parafin yang berisi potongan otak dilepaskan dari pan
dengan di masukkan ke dalam suhu 4oC beberapa saat. Parafin
kemudian di kikis bagian yang tidak terdapat organ dengan
menggunakan scalpel. Dilakukan bloking dengan parafin agar
memudahkan pemotongan dengan mikrotom.
7. Cutting (Pemotongan)
Sebelum dilakukan pemotongan blok, parafin didinginkan terlebih
dahulu kemudian dilakukan pemotongan menggunakan mikrotom
dengan ketebalan 4-5 mikron. Hasil potongan diletakkan ke dalam
waterbath selama beberapa detik agar jaringan mengembang
sempurna. Jaringan diambil menggunakan slide. Slide yang berisi
jaringan ditempatkan pada inkubator (suhu 37oC) selama 24 jam
sampai jaringan melekat sempurna.
43
8. Staining (Pewarnaan)
Pewarnaan dilakukan dengan mengunakan pewarna Harris
Hematoxylin Eosin. Setelah jaringan melekat sempurna pada slide,
kemudian jaringan diwarnai dengan cara preparat direndam dalam
xylol I, II, III masing masing selama 5 menit. Preparat direndam
dalam alkohol absolut I, II, III masing-masing selama 5 menit.
Preparat dicuci dengan aquades selama 1 menit. Potongan organ
dimasukkan dalam zat warna Harris Hematoxylin Eosin selama 20
menit. Potongan organ otak dimasukkan dalam aquades selama 1
menit dengan sedikit mengoyang-goyangkan organ. Organ dicelupkan
dalam asam alkohol sebanyak 2-3 celupan, kemudian preparat dicuci
dalam aquades bertingkat masing-masing 15 menit. Potongan organ
dimasukkan dalam eosin selama 2 menit, secara berurutan potongan
organ dimasukkan dalam alkohol 96% selama 2 menit, dan alkohol III
dan IV masing-masing selama 3 menit. Terakhir dimasukkan ke dalam
xylol IV dan V masing-masing selama 5 menit.
9. Mounting
Setelah pewarnaan selesai slide ditempatkan di atas kertas tisu pada
tempat datar, kemudian ditetesi dengan bahan mounting yaitu kanada
balsam dan ditutup dengan gelas penutup, dicegah jangan sampai
terbentuk gelembung udara pada preparat.
10. Pengamatan Slide Jaringan
Slide diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x (Ali,
2007).
44
2.9 Pengujian Kadar MDA pada Otak
2.9.1 Pembuatan Homogenat Jaringan Otak
Jaringan otak ditimbang seberat 50 mg, kemudian ditempatkan di dalam
mikrotube 1,5 ml dan ditambahkan 250 μl PBS 0,1 M dengan pH 7,4.
Mikrotube yang berisi jaringan organ, dipasangi micropestle, kemudian
di vorteks hingga homogen. Ke dalam mikrotube, kemudian
ditambahkan kembali PBS 0,1 M dengan pH 7,4 sebanyak 250 μl,
sehingga volume menjadi 500 μl. Homogenat kemudian disentrifugasi
dengan kecepatan 5.000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang
terbentuk, kemudian dipindahkan ke mikrotube lain dan disimpan pada
suhu -200C, sampai digunakan (Susantiningsih, 2014).
2.9.2 Pengujian Kadar MDA Otak
Pengukuran MDA dilakukan menggunakan modifikasi metode uji asam
Tiobarbiturat (TBA) secara spektrofotometri. Sebanyak 400 µl sampel
direaksikan dengan 200 µl Trichloroacetic Acid (TCA) 20% untuk
deproteinisasi. Larutan kemudian divorteks dan disentrifuge dengan
kecepatan 5.000 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil dan
ditambahkan 400 µl TBA 0,67%. Selanjutnya sampel divorteks dan
diinkubasi dalam penangas air pada suhu 960C selama 1 jam, kemudian
diangkat dan didinginkan pada suhu ruang. Absorban larutan kemudian
dibaca pada panjang gelombang 530 nm (Zainuri dan Wanandi, 2012).
45
3. Diagram Alir
Gambar 11. Diagram Alir Penelitian
Mencit yang sesuai dengan kriteria di aklimatisasi selama 7 hari
dan dilakukan randomisasi
Kontrol
Normal
10 ekor
(K1)
Kontrol
Positif
10 ekor
(K1)
Perlakuan
3
10 ekor
(K1)
Perlakuan
4
10 ekor
(K1)
Perlakuan
5
10 ekor
(K1)
Induksi glifosat secara intraperitonial dengan dosis
13,225mg/bb/2 hari hingga akhir penelitian
Diberi
pakan dan
minum
standar
hingga
akhir
penelitian
Diberi
pakan dan
minum
standar
hingga
akhir
penelitian
Diberi
ekstrak
lamun
8,4mg/bb/h
ari hingga
akhir
penelitian
Diberi
ekstrak
ganggang
merah
15,8mg/bb/
hari hingga
akhir
penelitian
Diberi
ekstrak
lamun
8,4mg/bb/
hari
hingga
akhir
penelitian
Perlakuan selama 7 hari dan 14 hari
1. Penimbangan berat badan hari ke-3,ke-7 dan ke-14
2. Nekropsi dan diambil organ Otak
3. Penimbangan berat basah otak
4. Pengkuran kadar MDA
5. Pengamatan Histipatologi Otak
Analisis Data
46
4. Parameter Uji
Parameter yang diukur dalam penelitian ini antara lain :
a. Uji fitokimia ekstrak lamun dan ganggang merah
b. Rerata berat badan mencit
c. Rerata berat basah organ otak mencit
d. Rerata indeks organ otak mencit
e. Pengukuran MDA
f. Gambaran kerusakan histologi sel otak mencit
Preparat yang telah dibuat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran
400x. Penghitungan sel dilakukan dengan metode lima lapang pandang
dengan parameter kerusakan nekrosis sel. Sel yang dihitung merupakan
seluruh sel neuron dan sel glia yang mengalami nekrosis. Sel-sel yang
mengalami nekrosis tersebut dijumlahkan dan dihitung rata-ratanya.
Berikut ini merupakan penilaian kerusakan sel yang mengalami nekrosis:
Tabel 3. Nilai yang digunakan untuk mengukur kerusakan otak mencit
Skor Kerusakan Jumlah Neuron Nekrosis
0 Normal 0
1 Ringan 1-10
2 Sedang 11-20
3 Berat >20
Sumber: Theodorus (2018).
5. Analisis Data
Data yang diperoleh dihomogenkan terlebih dahulu menggunakan uji
levene. Kemudian dianalisis menggunakan metode statistik One Way Anova
pada taraf nyata 5% (p<0,05), jika terdapat perbedaan maka dilanjutkan
dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf nyata 5%.
80
V. KESIMPULAN
Simpulan
Berikut merupakan simpulan yang diperoleh dari penelitian ini:
1. Induksi glifosat dengan dosis 13,225 mg/bb/2 hari meningkatkan
kerusakan sel otak perlakuan 7 hari dan 14 hari
2. Pemberian ekstrak lamun selama 14 hari mampu menurunkan berat basah
organ otak hewan uji
3. Ekstrak lamun dengan dosis 8,4 mg/bb/hari, ganggang merah dengan dosis
15,96 mg/bb/hari dan taurin dengan dosis 15,6 mg/bb/hari mampu
mereduksi kerusakan sel otak pasca induksi glifosat.
Saran
1. Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan uji fitokimia secara kuantitatif
untuk mengetahui kadar senyawa metabolit sekunder dan masing-masing
jenis spesifiknya
2. Penggunaan variasi dosis untuk mengetahui dosis optimal dari masing-
masing ekstrak
3. Waktu penelitian diperpanjang untuk mengetahui efek glifosat jangka
panjang pada sistem saraf pusat terutama otak, dan juga dilakukan variasi
dosis glifosat untuk mengetahui dosis terkecil yang toksik.
81
DAFTAR PUSTAKA
Abdollahi, M., A. Ranjbar, S. Shadnia, S. Nikfar, A. Rezaie. 2004. Pesticides and
Oxidative Stress: a review. Medical Science Monit. 10(6): 141-147.
Abbot, N. J. dan I. A Romero. 1996. Transporting Therapeutics Across the Blood-
Brain-Barrier. Molec. Med. Today. Vol 2. Hal. 106-113.
Abu Bakar, N., V. U. Anyanji, N. M. Mustapha, S. Lim, and S. Mohamed. 2015.
Seaweed (Eucheuma cottonii) Reduced Inflammation, Mucin Synthesis,
Eosinophil Infiltration and MMP-9 Expressions in Asthmainduced Rats
Compared to Loratadine. Journal of Functional Food. 19: 710–722.
Agata, A., E. L. Widiastuti, dan G. N. Susanto. 2017. Respon Histopatologi Hepar
Mecit (Mus musculus) yang Diinduksi Benzo(α)piren terhadap Pemberian
Taurin dan Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata). Jurnal Natur
Indonesia. Vol 16 : 54-63.
Aksenova, V., Marina, and Y. Aksenov. 2005. Cell Culture Models of Oxidative
Stress and Injury in the Central Nervous System. University of South
California. USA. Current Neurovasculer. Vol. 2. Hal. 73-89.
Ali, H. T. 2007. Beneficial Efects Of Nigella sativa On The Testis Tissues Of
Mice Exposed to UV Irradiation. Biology Departement/ Educatioan
College/ Mosul University.
Alessio, H. M., Hagerman, A. E., Fulkerson, B. K., Ambrose, J., Rice, R. E., and
Wiley, R. L. 2000. Generation of Reactive Oxygen Species After
Exhaustive Aerobic and Isometric Exercise. Med Sci Sports Exerc.
32(9):1576-1581.
Anggadiredja, J. T., A. Zatnika, H. Purwoto, dan S. Istini. 2008. Rumput Laut.
Penebar Swadya. Jakarta.
Arango, L., K. Buddrus-Schiemann, K. Opelt, T. Lueders, F. Haesler, M. Schmid,
D. Ernest, and A. Hartmann. 2014. Effects of Glyphosate on the Bacterial
Community Associated With Roots of Transgenic Roundup Ready®
soybean.
82
Ariyanto, N. 2016. Cara Memilih Lokasi untuk Budidaya Rumput Laut Eucheuma
cottonii. http://Saungmuslim.com/2016/05/cara-memilih-lokasi-
untukbudidaya.html. Diakses 25 Oktober 2018.
Archibald, F. S. dan M. N. Duong. 1984. Manganese Acquisition by Lactobacillus
plantarum. J Bacteriol. 158:1‑8.
Arrington, L. R. 1972. Introduction Laboratory Animal Science: The Breeging,
Care, and Management Of Experimental Animals. The Interstate Printers
and Publishers Inc. Danville.
Asha, K. K. 2009. Biochemical Studies on the Protective Effect of Taurine on
Experymentally Induced Fulminat Hepatic Failure in Rats. Tesis. Cochin
University. India.
Athiperumalsamy, T., V. Kumar, dan L. Louis-Jesudass. 2008. Survey and
Phytochemical Analysis of Seagrasses in the Gulf of Mannar, South East
Coast of India. Bot Mar. 51: 269-77.
Athiperumalsamy, T., D. Rajeswari, S. Hastha-Poorna, V., Kumar, dan L. Louis-
Jesudass. 2010. Antioxidant Activity of Seagrasses and Seaweeds. Bot Mar.
53: 251-7.
Atmadja, W. S. 1996. Pengenalan Jenis Alga Merah. Di dalam: Pengenalan Jenis
Jenis Rumput Laut Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI Batas Maksimum Residu Hasil Pestisida
Pada Hasil Pertanian. Badan Standadisasi Nasional. Jakarta.
Balcombe, J. P., Barnard, N. D., dan Sandusky, C. 2004. Laboratory Routines
Cause Animal Stress. Contemporary Topics. Vol. 43(6). Hal. 42-51.
Bougatef, A., Naima, N., Laila M., Rozenn R., Ahmed B., Didier G. dan Moncef,
N. 2010. Purification and Identification of Novel Antioxidant Peptides From
Enzymatic Hydrolysates of Sardinelle (Sardinella aurita) by-Products
Protein. Food Chemistry. 118: 559-565.
Bo li B, Jin, Y., Xu, Y., Wu, Y., Xu, J., dan Tu, Y. 2011. Safety Evaluation of Tea
(Camellia sinensis (L.) O Kuntze) Flower Extract: Assessment of
Mutagenicity, Acute and Subchronic Soxicity in Rat. Journal of
Enthopharmacology. 133. 153-90.
Braunwald, E. 2005. Approach to the Patient With Cardiovascular Disease. In :
Kasper D. L, Longo, S. L, Hauser (editors). Harrison's Principles Internal
Medicine. Volume 2. 16th Ed. 208 : 1301-1304.
83
Cavuşoğlu, K., Yapar, K., Oruç, E., dan Yalçın, E. 2011. Protective Effect of
Ginkgo biloba L. leaf Extract Against Glyphosate Toxicity in Swiss Albino
Mice. J Med Food. 14:1263‑72.
Christon, Djunaedi, O., dan Purba N. 2012. Pengaruh Pasang Surut Terhadap
Pertumbuhan dan Biomassa Daun Lamun (Enhalus acoroides) di Pulau Pari
Kepulauan Seribu Jakarta. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(3): 287–94.
Clarkson, P. M and H. S Thompson. 2000. Antioxidant: What Role Do They Play
in Physical Activity and Health? Am. J. Clin. Nutr. 72 (Suppl): 637S-646S.
Dahuri, R., R. Jacub, P. G Sapta, dan M. J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumber
daya Wilayah Pesisir dan Lautan Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Dalaen, S. M. A. and Aiman, I. Q. 2014. Oxidative Stress Versus Antioxidants.
American Journal of Bioscience and Bioengineering. 2(5): 60-71.
Daniel, R. M., Stelian, and S., Dragomir, C. 2010. The Effect of Acute Physical
Exercise on the Antioxidant Status of the Skeletal and Cardiac Muscle in the
Wistar Rat. Romanian Biotechnological Letters. Vol. 15. No. 3.
Supplement. p 56-61.
Darwis, D. 2000. Teknik Dasar Laboratorium Dalam Penelitian Senyawa Bahan
Alam Hayati, Workshop Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam
Bidang Kimia Organik Bahan Alam Hayati FMIPA Universitas Andalas.
Padang.
De María, N., Becerril, J. M., García-Plazaola, J. I., Hernández, A., De Felipe, M.
R., dan Fernández-Pascual, M. 2006. New Insights on Glyphosate Mode of
Action in Nodular Metabolism: Role of Shikimate Accumulation. J Agr
Food Chem. 54:2621-8.
Dean, R. T., Fu, S., Stocker, R., Davies, M. J. 1997. Biochemistry and Pathology
of Radical- Mediated Protein Oxidation. Review article - Biochem. Jounal.
324: 1-18.
Dewi, C. S. U. 2010. Potensi lamun Jenis Enhallus acoroides dan Thalassia
hemprichii Dari Kepulauan Pramuka. DKI Jakarta Sebagai Bioantifouling
(Skripsi). FKIP IPB.SBogor.
Dewi, C. S. U., Soedharma, D., dan Kawaroe. 2012. Komponen Fitokimia dan
Toksisitas Senyawa Bioaktif Dari lamun Enhallus acoroides dan Thalassia
Hemprichii Dari Pulau Pramuka, DKI Jakarta. Jurnal Teknologi Perikanan
dan Kelautan. Vol 3(2). 23-27.
Djau, R. A. 2009. Faktor Risiko Kejadian Anemia dan Keracunan Pestisida pada
pekerja Penyemprot Gulma di Kebun Kelapa Sawit PT. Agro Indomas Kab.
Seruyan Kalimantan Tengah. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.
84
Dolorosa, M. T., Nurjanah, Purwaningsing, S., Anwar, E., dan Hidayat, T. 2017.
Kandungan Senyawa Bioaktif Bubur Rumput laut Sargassum
plagyophyllum dan Euchema cottonii Sebagai Bahan Baku Krim Pencerah
Kulit. PHPI. Vol. 20 No. 3. Hal. 633-644.
Effendy. 2007. Perspektif Baru Kimia Koordinasi Jilid I. Banyu Media Publising.
Malang.
El-Shenawy, N. S. 2009. Oxidative Stres Responses of Rats Exposed to Roundup
and Its Active Ingredient Glyphosat. Enviromental Toxicology and
Pharmacology Journal. 28: 379-385.
EPA. 2016. Glyphosate. United States Environmental Protection Agency. USA.
1hlm.
Essiz, D., Altintas, L., Das, Y. K. 2006. Effects of Aflatoxin and Various
Adsorbents on Plasma Malondialdehyde levels in Quails. Bull Vet Inst
Pulawy. 50:585–588.
Finkel, T. 2011. Signal Transduction by Reactive Oxygen Species. J. Cell. Biol.
194(1) : 7-15.
Ganong, W. F. 2013. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta.
Guan, X., Dei-Anane, G., Liang, R., Gross, M. L., Nickkholgh, A., Kern, M. et al.
2008. Donor Preconditioning with Taurine Protects Kidney Grafts from
Injury After Experimental Transplantation. J Surg Res. 146: 127-34.
Gurel, A., Coskun, O., Armutcu, F., Kanter, M., dan Ozen, O. 2005. Vitamin E
Against Oxidative Damage Caused by Formaldehyde in Frontal Cortex and
Hippocampus: Biochemical and Histological Studies. J Chem Neuroanat.
29:173–8.
Guz, G., E. Oz, N. and Lortlar. 2007. The Effect of Taurine on Renal Ischemia-
Reperfusion Injury. 32(3): 405–411.
H. A. Quigley and A. T. Broman. 2006. “The Number of People with Glaucoma
World Wide in 2010 and 2020. British Journal of Ophthalmology. vol. 90.
no.3. pp. 262–267.
Harborne, J. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Cetakan Kedua. Penerjemah, K dan I. Soediro. ITB. Bandung
H. O. Odeoga, D. E. Okwu, and B. O. Mbaebie. 2005. Phytochemical
Constituents of Some Nigerian Medicinal Plants. African Journal of
Biotechnology. Vol. 4(7). 685688.
85
Halliwel, B. 2006. Reactive Species and Antioxidants. Redox Biology is A
Fundamental Theme Af Aerobic Life. Plant Physiology. 141: 312-322.
Halliwell, B. and Gutteridge, J. M. C. 2007. Cellular Response to Oxidative Stress
: Adaptation, Damage Repair, Senescence and Death. In Free Radical in
Biology and Medicine. 4th ed. London. Oxford : University Press. 2: 187 –
267
Hamid, A. A., Aiyelaagbe, O. O., Usman, L. A, Ameen, O. M., Lawal, A. 2010.
Antioxidant : its Medical and Pharmacological Applications. African
Journal of Pure and Applied Chemistry. vol.4 (8), pp. 142151.
Hasina, E. I., Kolenchenko, E. A., Sgrebneva, M. N., Kovalev, V.V. dan
Khotimchenko Yus. 2003. Antioxidant Activities of a Low Etherified
Pectin from the Seagrass Zostera marina. Russian J Mar Biol. 29(4): 259-
61.
Health Benefits of Lycopene [homepage on the internet]. Available from:
http://tomatoesweb.com/tomatoes/Health+Benefits+of+Lycopene. 2007
[update 2007; cited 2018 dec 19].
Irmark, M., Fadillioglu, E., Sogut, S., Erdogan, H., Gulec, M., Ozer, M., et al.
2003. Effects of Caffeic Acid Phenethyl Ester and Alpha-tocopherol on
Reperfusion Injury in Rat Brain. Cell Biochem Funct. 21:283–9.
Jasper, R., G. O. Locatelli, C. Pilati, C. Locatelli. 2012. Evaluation of
Biochemical, Hematological and Oxidative Parameters in Mice Exposed to
The Herbicide Glyphosate-Roundup. Interdiscip Toxicol. 5(3): 133-140.
Jaya, B. P. D., E. L. Widiastuti, E. Nurcahyani, and Sutiyarso. 2017. Taurine and
Oyster Mushroom (Pleurotus ostreatus) prevents oxidative damage in liver
of mice induced by paraquat. Biomedical and Pharmacology Journal. Vol.
10(4). Hal. 1993-2000.
Klaassen, C. D., Watkins, J. B., Casarett & Doull’s. 2003. Essentials of
Toxicology. USA: McGraw-Hill Companies. Hal 333–347:467.
Kannan, R. R. R., Arumugam, R., Anantharaman, P. 2010. In vitro Antioxidant
Activities of Ethanol Extract from Enhalus acoroides (L.f.) Royle. Asian
Pac J Trop Med. 898–901.
Kesuma, S. D., Hariyadi & Anwar, S. 2015. Dampak Aplikasi Herbisida IPA
Glifosat Dalam Sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) Terhadap Tanah dan
Tanaman Padi Sawah. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan. 5(1). 61-70.
86
Kevin, C., Kregel, Hannah, J., Zhang. 2006. An Integrated View of Oxidative
Stress in Aging: Basic Mechanisms, Functional Effects, and Pathological
Considerations. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol. 292:R18-R36.
Kumalaningsih, S., Suprayogi. 2006. Tamarillo (Terung Belanda), Tanaman
Berkhasiat Penyedia Antioksidan Alami. Trubus Agrisarana. Surabaya.
Kumar, V., Cotran, R. S., dan Robbins, R. S. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7;
alih bahasa, Beahm U., Pendt: Editor Bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto,
Nurwany Darmaniah, Nanda Wulandari,- Ed. 7- Jakarta: EGC.
Kuo, J. dan C. den Hartog. 2006. Taxonomy and Biogeography of Seagrass. In
A.W.D. Larkum, R.J. Orth dan C.M Duarte (ed). Seagrass: Biology,
Ecology and Conservation. Springer. Dordrecht. Netherlands.
Kurnani, T. B. 2001. Radikal Bebas Dalam Polutan lingkungan. Dalam Seminar
Nasional dan lokakarya Penelitian Konsep Radikal Bebas dan Peran
Antioksidan Dalam Meningkatkan Kesehata Menuju Indonesia Sehat 2010.
Pusat penelitian kesehatan lembaga penelitian UNPAD. Bandung.
Larsen, K. E., Lifschitz, A. L., Lanusse, C. E., dan Virkel, G. L. 2016. The
Herbicide Glyphosate is A Weak Inhibitor of Acetylcholinesterase in Rats.
Environ Toxicol Phar. 45:41-4.
Lee Jeong-Sook. 2006. Effects of Soy Protein and Genistein on Blood Glucose,
Antioxidant Enzim Acivities, and lipid Profile in Stretozotocin-Induced
Diabetic Rats. Life Sciences 79:1578-1584.
Lieberman, M. and Marks, A. 2009. Mark’s Basic Medical Aiochemistry : A
Clinical Approach. Philadelphia : Wolter Kluwer / Lippincot Williams and
Wilkins.
Lingga, L. 2012. Bebas Penyakit Asam Urat Tanpa Obat. PT. AgroMedia
Pustaka. Jakarta. Hal 3-4
M. Aslan. A., Cort., and I. Yucel. 2008.“Oxidative and Nitrative Stress Markers in
Glaucoma”. Free Radical Biology and Medicine. vol. 45. no.4. pp. 367–376.
Makarim, A. K., Sumarno, Suyamto. 2007. Jerami Padi: Pengelolaan dan
Pemanfaatan. Puslitbang Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Marks, D. B., Marks, A. D., dan Smith, C. M. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar.
(Brahm U.Pendit, Pentj). EGC. Jakarta
Marliana, E. 2005. Aktifitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Andong (Cordyline
fruticosa [L] A. Chaval ). Jurnal Mulawarman Scientifie. Vol 11(1)ISSN
1412-498X.
87
Matanjun, P., Mohamed, S., Kharidah, M. Noordin, M. M. 2010. Comparation of
Cardiovascular Protective Effect of Tropical Seaweeds Eucema cottonii,
Caulepra lentifilifera, and Sargasum polycytum on High Cholestrol / High
Fat Diet in Rats. J. of Medicine Food. 13(4). 792-800.
McEwen, B. S. 1999. Stres and Hippocampal Plasticity. Annu Rev. Neurosci.
22:105-22. 116.
McVeigh, C., dan Passmore, P. 2006. Vascular Dementia Prevention and
Treatment. Review Clinical Intervention in Aging. 1(3):229-35.
Meyer, B. N., Ferigni, N. R., Putnam, J. E., Jacobsen, L. B,. Nicholas, D. E.,
Laughlin, J. L. 1982. Brine Shrimp: A Convenient General Bioassay for
Active Plant Constituents. Planta Medica. Vol 45(3); 31 – 34.
Moriarty, D. J. W., Boon, P. I. 1989. Interaction of Seagrass With Sediment and
Water. In: Larkum AWW, Mc Comb AJ, Sheperd SA. Biology of Seagrass.
Aquatic Plant Studies 2. Elsevier. New York. P 501-527.
Mozaffari, M., Abdelsayed R, Patel C, Wimborne H, Liu JY, Schaff er SW. 2010.
Diff Erential Effects of Taurine Treatment and Taurine Deficiency on the
Outcome of Renal Ischemia Reperfusion Injury. J Biomed Sci.17C(Suppl 1):
32.
Murray, R. K., dan Granner, D. K. 2009. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
22. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Ngurah. 2007. Peranan Antioksidan pada Olahraga. Medicina. 38 (1): 3-6.
Ning, M., M. Sasoh, S. Kawanishi, H. Sugiura, F. Piao. 2010. Protection Effect of
Taurine on Nitrosative Stres in The Mice Brain with Chronic Exposure to
Arsenic. Journal of Biomedical Science. 17 (Suppl 1) : S7.
Nugraha, L. S. A. 2011. Cara dan Rute Pemberian Obat Pada Hewan Percobaan
Mencit. Akademi Farmasi Theresiana. Semarang.
Odeoga, H. O., D. E. Okwu, dan B. O. Mbaebie. 2005. Phytochemical
Constituents of Some Nigerian Medicanal Plants. African journal of
Biotechnoloogy. Vol. 4 (7). Hal. 685-688.
Paulsen, F. dan J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi
Umum dan Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit. Jakarta :
EGC.
Peduto,V.A., R. D’uva, M. Piga. 1996. Carbamate and Organic Phosphorus
Poisoning. Minerva Anestesiol. 62:33-54.
88
Peixoto, F. 2005.Comparative effects of the Roundup and Glyphosate on
Mitochondrial Oxidative Phosphorylation. Chemosphere. 61:1115‑22
Pham-Huy, L. A., Hua, H., dan C. Pham-Huy. 2008. Free Radicals, Antioxidants
in Diseases and Health. Int Journal Biomed Scince. 4 (2): 89-96.
Pradheeba, M., Dilipan, E., Nobi, E.P., Thangaradjou, T. dan Sivakumar, K. 2011.
Evaluation of Seagrass For Their Nutritional Value. Indian Journal of Geo
Marine Science 40(1): 105-111.
Priyambodo, S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu Seri Agrikat. Penebar
Swadaya. Jakarta. Vol : 6.
Puspita, E. V., G. N. Susanto, Sumardi, dan E. L. Widiastuti. 2016. Pengaruh
Taurin Terhadap Aktivitas Enzim Superoksida Dismutase, Malondialdehida
dan Histologi pada Hati Mencit (Mus musculus) Jantan yang Diberi
Herbisida Glifosat. Natural B. Vol 3(3). Hal. 226-234.
Purves, W. K., D. Sadava, G. H. Orians, dan H. C. Heller. 2004. Life: The Science
of Biology. Sinuer ssociates, Inc & W. H. Freeman Company. Sunderland.
Putz, R. dan Reinhard P. 2006. Sobotta, Atlas Anatomi Manusia jilid 1, edisi 22.
EGC: Jakarta.
Rahman, K. 2007. Studies on Free Radicals, Antioxidants, and Co-Factors.
Clinical Interventions in Aging. 2(2): 219-36.
Reid, H., dan Fallon, R. J. 1992. Bacterical Infections in: Adam, J. H., Duchen, .
W. (Eds). Greenfield`s Neuropathology. 5th. Edward Arnold. london.
Mebourne. Auckand. pp. 302-334
Riadi. 2011. Bahan Ajar Mata Kuliah : Herbisida dan Aplikasinya. Universitas
Hasanuddin. Sulawesi Selatan.
Rina, N., dan Antarsih. 2017. Efek Ekstrak Etil Asetat Daun Lamun [Enhalus
acoroides (L.F) Royle] Terhadap Kadar MDA dan GSH Mencit Jantan Tua.
Jurnal Penelitian Kesehatan. Vol. 4 No.2. 56-65.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerbit ITB.
Bandung. Hal 71285.
Rumiatin, R. O. 2011. Kandungan Fenol, Komponen Fitokimia dan Aktivitas
Antioksidan Lamun [Enhalus acoroides]. FPIK Institut Pertanian Bogor.
Rush, J. W. E., Denniss, S. G., Graham, D. A. 2005. Vascular Nitric Oxide and
Oxidative Stress: Determinants of Endothelial Adaptations to
Cardiovascular Disease and To Physical Activity. Can J Appl Physiol 30(4):
442-474.
89
Samsel, A. dan Seneff, S.2015. Glyphosate, Pathways to Modern Diseases III:
Manganese, Neurological Diseases, and Associated Pathologies. Surg
Neurol Int. 6:45.
Sandi, C. 2004. Stres, Cognitive Impairment and Cell Adhesion Molecules.
Neurosci. 5:917-30.
Sangi, M., Runtuwene, M. R. J., Simbala, H. E. I. dan Makang, V. M. A. 2008.
Analisis Fitokimia Tumbuhan Obat di Kabupaten Minahasa Utara.
Chemistry Progress. 1: 47-53.
Santoso, J., Anwariyah, s., Rumiantin, R. O., Putri, A., Ukhty, N., and Yoshie-
Stark, Y. 2012. Phenol Content, Antioxidant Activity And Fibers Profile Of
Four Tropical Seagrasses From Indonesia. Journal of Coastal
Develpopment. Vol. 15. No. 2: 189-196.
Saputra, R. 2012. Pengaruh Konsentrasi Alkali dan Rasio Rumput Laut-Alkali
Terhadap Viskositas dan Kekuatan Gel Semi Refined Carrageenan (SRC)
dari Rumput Laut Eucheuma Cottonii. Skripsi. Universitas Hasanuddin.
Makassar. 53 hlm.
Sen, S. et al., 2010. Free Radikals, Antioxidan, Diseases and Phytomedicines:
Current Status and Future Prospect Nitrogen Spesies. 3(1) pp.91–100.
Setiawan, B. dan Suhartono, E. 2007. Peroksidasi Lipid dan Penyakit Terkait
Stres Oksidatif pada Bayi Prematur. Medical Chemistry. 57 : 10-14.
Sahidi, F. and U. N. Wanasundara. 1997. Measurement of lipid Oxidation and
Evaluation of Antioxidant Activity. In: F. Shahidi (Ed), Natural
Antioxidant: Chemistry, Health and Application. AOCS Press Champaign.
Illionis.
Shao, A. and J.N. Hathcock. 2008. Risk Assessment For the Amino Acids
Taurine, Iglutamine and l-arginine. Regul Toxicol Pharmacol 50(3) : 376-
399.
Sharo, N. M., Ningsih, R. N., A. Nasichuddin, dan A. Hanapi. 2013. Uji
Toksisitas dan Idantifikasi Senyawa Ekstrak Alga Merah (Euchema cottonii
L.) Terhadap larva Udang Artenia salina LEACH. Alchemy. Vol.2 No. 3
Hal. 170-177.
Silalahi, J. 2006. Makanan Fungsional. Penerbit Kanisius Yokyakarta. Halaman
38-56
Snell, R. S. 2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Dialih bahasakan oleh
Sugarto, L. EGC. Jakarta.
90
Siregar, A. F., Sabdiono, A., dan Pringgenis, D. 2012. Potensi Antibakteri Ekstrak
Rumput laut Terhadap Bakteri Penyakit Kulit Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus epidermidis, dan Micrococcus luteus. Journal of Marine
Research. Vol. 1 No. 2. Hal. 152-160
Soenardjo, N. 2011. Aplikasi Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii (Weber
van Bosse) dengan Metode Jaring Lepas Dasar (Net Bag) Model Cidaun.
Jurnal Buletin Oseanografi Marina. 1 : 36–44.
Stapleton, P.Philip, O., Lean, Redmond, Paul, Boucher Hayes, dan David J. 1998.
Neuroprotective Mechanisms of Taurine against Ischemic Stroke. Brain
sciences ISSN 2076-3425.
Steinberg, D., Parthasarathy, S., Carew, T. E., Khoo, J. C., and Witztum, J. 1989.
Modification of Low-Density Lipoprotein That Increase It’s Atherogenicity.
New England. J. Med.
Sudiono. J. et al. 2003. Patology. Cetakan 1. Penerbit buku kedokteran EGC.
Jakarta.
Sulistyowati, Y. 2006. Pengaruh Pemberian Likopen terhadap Status Antioksidan
(Vitamin C, Vitamin E dan Gluthation Peroksidase) Tikus (Rattus
norvegicus galur Sprague Dawley) Hiperkolesterolemik. Tesis. Semarang:
Fakultas Kedokteran, Universitas Dipenogoro.
Sureda, A., Box, A., Terrados, J., Deudero, S., dan Pons, A. 2008. Antioxidant
Response of the Seagrass Posidonia oceanica When Epiphytized by the
Invasive Macroalgae Lophocladia lallemandii. Mar Environ Res. 66: 359-
63.
Susantiningsih, T. 2014. Biokimia Stre Oksidatif dan Prosedur Laboratorium.
Aura Printing dan Publishing. Bandar Lampung.
Susanto, E. dan Fahmi, A. S. 2012. Senyawa Fungsional dari Ikan: Aplikasinya
dalam Pangan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vo. 1 No.4
Susetiono. 2004. Fauna padang lamun. Tanjung Merah Selat lambeh. Pusat
Penelitian Oseanografi-LIPI: 99 Hal.
Suryaningrum, D., Wikanta, T. dan Kristiana, H. 2006. Uji Senyawa Antioksidan
dari Rumput Laut Halymenia harveyana dan Euchema cottonii. Pascapanen
dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 1 (1):51–63.
Theodorus, E. 2018. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas
(Alpinia galanga) Terhadap Gambaran Histopatologi Otak Mencit Jantan
(Mus musculus L.) Yang Diinduksi Monosodium glutamate (MSG). Skripsi.
Fakultas Kedokteran. Universitas Lampung.
91
Tian, J., Fu, F., Geng, M., Jiang, J., Yang, J., Jiang, W., et al. 2005.
Neuroprotective Effect of 20(S)-Ginsenoside Rg3 on Cerebral Ischemia in
Rats. Neurosci Lett. 374:92–7.
Tiemeier, H., Bekker S. L. M., Hofman, A., Kaudstaal, P. J., dan Breteler M.
M. B. 2002. Cerebral Haemodynamics and Depression in the Elderly. J
Neurol Neurosurg Psychiatry. 73:34-9.
Tjitrosoedirdjo, S., I. H. Utomo & J. Wiroatmodjo. 1984. PengelolaanGgulma di
Perkebunan. Gramedia. Jakarta.
Tomlin, C. D. S. 2010. A World Compedium The Pesticide Manual. Fifteenth ed.
British Crop Protection Council. English. 1606 p.
Urso, M. L., and Clarkson, P. M. 2003. Oxidative Stress, Exercise, and
Antioxidant Supplementation. Toxicology 189(1-2):41-54.
Valko M, Rhodes, Moncol, Izakovic, Mazur. 2006. Free Radicals, Metals and
Antioxidants in Oxidative Stress-Induced Cancer. Chemico-Biological
Interactions. 160: 1-40.
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh Soedani
Noerono Soewandi, Apt. Unversitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta
W. Sudjarwo dan N. Farida. 2018. Efektifitas Neprhoprotektor Ekstrak Rumput
laut Merah (Eucheuma cottonii) Pada Mencit yang Diinduksi Dengan logam
Berat Timbal. Journal Of Pharmay Science and Technology. Vol 1 2614-
0993
Wardani, G., N., Farida, Andayani, R., Kuntoro, M. dan Sudjarwo, S. A. 2017.
The Potency of Red Seaweed (Euchema cottonii) Extracts as
Hepatoprotektor on Lead Acetat-Induced Hepatotoxicity in Mice.
Pharmacognosy Res. 9(3): 282-286.
Wikana, J. 2011. Pemberian Kompleks Buah Berry Menurunkan Stres Oksidatif
dan Meningkatkan Pertahanan Oksidatif Pada Perokok Aktif. Tesis.
Universitas Udayana. Denpasar.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal. Penerbit Kanisius. Kota
Padang
Wu, G., Y. Z. Fang, S. Yang, J. R. Lupton, and N. D. Turner. 2004. Glutathione
Methabolism and Its Implications For Health. Recent Advances in
Nutritional Sciences.134(3):489-92.
Yuantari, M. G. C., Widiarnako, B., dan Sunoko, R. H. 2013. Tingkat
Pengetahuan Petani dalam Menggunakan Pestisida (Studi Kasus di Desa
Curut Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan). Jurnal Prosiding
92
Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 1 (2) :
67 – 78.
Yuan, Y. V. dan N. A., Walsh. 2006. Antioxidant and Antiproleferation Actifities
of Extract From a Variety of Edible Seaweeds. Food and Chemistry
Toxicology. Vol. 44. 1144-1150.
Yuwono. 2009. Mencit strain CBR Swiss Derived. Pusat Penelitian Penyakit
Menular Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen
Kesehatan RI. Jakarta.
Yunus, M. 2001. Pengaruh Antioksidan Vitamin C Terhadap MDA Eritrosit Tikus
Wistar Akibat Latihan Anaerobik. Jurnal Pendidikan Jasmani. (1): 9-16.
Yuniastuti, A., 2008. Gizi dan Kesehatan. Cetakan I. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Zainuri, M. dan S. I. Wanandi. 2012. Aktivitas Spesifik Manganase Superoxide
Dismutase (MnSOD) dan Katalase pada Hati Tikus yang Diinduksi
Hipoksia Sistemik: Hubungannya dengan Kerusakan Oksidatif. Jurnal
Media Litbang Kesehatan. 22(2): 87-92.
Top Related