1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk
menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering
terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang
dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem
pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah
dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem
pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung
selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk
memprotes hal tersebut.
Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga
kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun
minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik,
pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem
pemerintahan yang kontiniu dan demokrasi dimana seharusnya
masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem
pemerintahan tersebut.
Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan
sistem pemerintahan itu secara menyeluruh. Secara sempit, Sistem
pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda
pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif
1
2
lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari
rakyatnya itu sendiri.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pemerintahan
1. Dalam arti luas
Pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh
badan-badan legislatif, eksekutif dan yudikatif di suatu negara dalam
rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.
2. Dalam arti sempit
Pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh
badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan
penyelenggaraan negara.
3. Menurut Utrecht
Istilah pemerintahan punya pengertian yang tidak sama.
Beberapa pengertian tersebut adalah sebagai berikut:
a) Pemerintahan sebagai gabungan dari semua badan kenegaraan
yang berkuasa memerintah. Jadi, yang termasuk badan-badan
kenegaraan di sini bertugas menyelenggarakan kesejahteraan
umum, misalnya badan legislatif, badan eksekutif dan badan
yudikatif.
b) Pemerintahan sebagai gabungan badan-badan kenegaraan
tertinggi yang berkuasa memerintah di wilayah satu negara,
misalnya raja, presiden, atau Yang Dipertuan Agung (Malaysia).
3
4
c) Pemerintahan dalam arti kepala negara (presiden) bersama
dengan kabinetnya.
Adapun sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu
tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan
yang bekerja saling bergantung dan mempengaruhi dalam mencapai
tujuan dan fungsi pemerintahan. Komponen-komponen tersebut
secara garis besar meliputi lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Jadi, sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya
lembaga-lembaga negara, hubungan antar lembaga negara dan
bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan
negara yang bersangkutan.
Dalam pandangan Offe, bahwa pemerintahan merupakan
hasil dari tindakan administratif dalam berbagai bidang dan bukan
merupakan hasil dari pelaksanaan tugas pemerintah berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang ditetapkan sebelumnya; tetapi
lebih merupakan hasil dari kegiatan produksi bersama (coproduction)
antara lembaga pemerintahan dengan klien masing-masing.
Pemerintahan (governing) menurut Kooiman, merupakan proses
interaksi antara berbagai aktor dalam pemerintahan dengan
kelompok sasaran atau berbagai individu masyarakat. Oleh sebab
itu, pola penyelenggaraan pemerintahan dalam masyarakat dewasa
ini pada intinya merupakan proses koordinasi (coordinating),
5
pengendalian (steering), pemengaruhan (influencing) dan
penyeimbangan (balancing) setiap hubungan interaksi tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa
penyelenggaraan pemerintahan (governing) dapat dipandang
sebagai “intervensi perilaku politik dan sosial yang berorientasi hasil,
yang diarahkan untuk menciptakan pola interaksi yang stabil atau
dapat diprediksikan dalam suatu sistem (sosial-politik), sesuai
dengan harapan ataupun tujuan dari para pelaku intervensi tersebut”.
B. Bentuk Pemerintahan
1. Bentuk Pemerintahan Klasik
Teori-teori tentang bentuk pemerintahan klasik pada
umumnya masih menggabungkan bentuk negara dan bentuk
pemerintahan. Hal ini sejalan dengan pendapat Mac Iver dan Leon
Duguit yang menyatakan bahwa bentuk negara sama dengan
bentuk pemerintahan. Prof. Padmo Wahyono, SH juga berpendapat
bahwa bentuk negara aristokrasi dan demokrasi adalah bentuk
pemerintahan klasik, sedangkan monarki dan republik adalah bentuk
pemerintahan modern.
Dalam teori klasik, bentuk pemerintahan dapat di bedakan
atas jumlah orang yang memerintah dan sifat pemerintahannya.
a. Ajaran Plato (429 – 347SM)
6
Plato mengemukakan lima bentuk pemerintahan negara. Kelima
bentuk itu menurut Plato harus sesuai dengan sifat-sifat tertentu
manusia. Adapun kelima bentuk itu sebagai berikut.
1) Aristokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang di pegang oleh
kaum cendikiawan yang dilaksanakan sesuai dengan pikiran
keadilan.
2) Timokrasi, yaitu bentuk pemerintah yang di pegang oleh
orang-orang yang ingin mencapai kemasyuran dan
kehormatan.
3) Oligarki, yaitu bentuk pemerintahan yang di pegang oleh
golongan hartawan.
4) Demokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh
rakyat jelata, dan
5) Tirani, yaitu bentuk pemerintahan yang di pegang oleh
seorang tiran ( sewenang-wenang) sehingga jauhdari cita-cita
keadilan.
b. Ajaran Aristoteles (384 – 322 SM)
Aristoteles membedakan bentuk pemerintahan berdasarkan dua
kriteria pokok, yaitu jumlah orang yang memegang pucuk
pemerintahan dan kualitas pemerintahannya. Berdasarkan dua
kriteria tersebut, perbedaan bentuk pemerintahan adalah sebagai
berikut.
7
1) Monarki, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh satu
orang demi kepentingan umum, sifat pemerintahan ini baik dan
ideal.
2) Tirani, yaitu bentuk pemerintah yang dipegang oleh seseorang
demi kepentingan pribadi. Bentuk pemerintahan ini buruk dan
merupakan kemerosotan.
3) Aristokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh
sekelompok cendikiawan demi kepentingan umum. Bentuk
pemerintahan ini baik dan ideal.
4) Oligarki, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh
sekelompok cendikiawan demi kepentingan kelompoknya.
Bentuk pemerintahan ini merupakan pemerosotan dan buruk.
5) Pliteia, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seluruh
rakyat demi kepentingan umum. Bentuk pemerintahan ini baik
dan ideal.
6) Demokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh
orang-orang tertentu demi kepentingan sebagian orang. Bentuk
pemerintahan ini kurang baik dan merupakan pemrosotan.
c. Ajaran Polybios (204-122 SM)
Ajaran Polybios yang dikenal dengan Cyclus Theory sebenarnya
merupakan pengembangna lebih lanjut dari ajaran aristoteles
dengan sedikit perubahan, yaitu dengan mengganti bentuk
8
pemerintahan ideal pliteia dengan demokrasi. Teori siklus menurut
Polybios dapat digambarkan pada bagan berikut ini.
1) Monarki adalah bentuk pemerintahan yang pada mulanya
mendirikan kekuasaan atas rakyat dengan baik dan dapat di
percaya. Namun pada perkembangannya, para penguasa
dalam hal ini adalah raja tidak lagi menjalankan pemerintahan
untuk kepentingan umum, bahkan cenderung sewenang-
wenang dan menindas rakyat. Bentuk pemerintahan monarki
bergeser menjadi tirani.
2) Dalam situasi pemerintahan tirani yang sewenang-wenang,
muncullah kaum bangsawan yang bersekongkol untuk
melawan. Mereka bersatu untuk mengadakan pemberontakan
sehingga kekuasaan beralih pada mereka. Pemerintahan
selanjutnya di pegang oleh beberapa orang dan
memperhatikan kepentingan umum., serta sifat baik,.
Pemerintahan pun berubah dari tirani menjadi aristokrasi.
3) Aristokrasi yang semula baik dan memperhatikan kepentingan
umum, pada perkembangannya tidak lagi menjalankan
keadilan dan hanya mementingkan diri sendiri. Keadaan itu
mengakibatkan pemerintahan aristokrasi bergeser ke oligarki.
4) Dalam pemerintahan oligarki yang tidak ada keadilanm rakyat
berontak mengambil alih kekuasaan umtuk memperbaiki
nasib. Rakyat menjalankan kekuasaan negara demi
9
kepentingan rakyat. Akibatnya, pemerintahan bergeser
menjadi demokrasi. Namun, pemerintahan demokrasi yang
awalnya baik lama keamaan banyak diwarnai kekacauan,
kebrobokan, dan korupsi sehingga hokum sulit di tegakkan.
Dari pemerintahan okhlorasi ini kemudian muncul seorang
yang kuat dan berani yang dengan kekerasan dapat
memegang pemerintahan. Dengan demikian, pemerintahan
kembali di pegang oleh satu tangan lagi dalam bentuk
monarki.
Perjalanan siklus pemerintahan di atas mamperlihatkan pada kita
akan adanya hubungan kausal (sebab akibat) antara bentuk
pemerintahan yang satu dengan yang lain. Itulah sebabnya
Polybios beranggapan bahwa lahirnya pemerintahan yang satu
dengan yang lain sebagai akibat dari pemerintahan yang
sebelumnya telah ada.
2. Bentuk Pemerintahan Monarkhi (Kerajaan)
Leon Duguit dalam bukunya Traite de Droit Constitutional
membedakan pemerintahan dalam bentuk monarki dan republik.
Perbedaan antara pemerintahan bentuk “monarki” dan “republik”
menurut Leon Duguit, adalah ada pada kepala negaranya. Jika
ditunjuk berdasarkan hak turun-temurun, maka kita berhadapan
dengan monarki. Kalau kepala negaranya ditunjuk tidak
10
berdasarkan turun-temurun tetapi dipilih, maka kita berhadapan
dengan republik.
Dalam praktik-praktik ketatanegaraan, bentuk
pemerintahan monarki dan republik dapat dibedakan atas:
a) Monarki Absolut
Monarki absolut adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara
yang dikepalai oleh seorang (raja, ratu, syah, atau kaisar) yang
kekuasaan dan wewenangnya tidak terbatas. Perintah raja
merupakan undang-undang yang harus dipatuhi oleh rakyatnya.
Pada diri raja terdapat kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif
yang menyatu dalam ucapan dan perbuatannya. Contoh: Perancis
semasa Louis XIV dengan semboyannya yang terkenal L’etat
C’est Moi (negara adalah saya).
b) Monarki Konstitusional
Monarki konstitusional adalah bentuk pemerintahan dalam suatu
negara yang dikepalai oleh seorang raja yang kekuasaannya
dibatasi oleh undang-undang dasar (konstitusi). Proses monarki
konstitusional adalah sebagai berikut :
Adakalanya proses monarki konstitusional itu datang dari raja
itu sendiri karena ia takut dikudeta. Contoh: negara Jepang
dengan hak octrooi.
Adakalanya proses monarki konstitusional itu terjadi karena
adanya revolusi rakyat terhadap raja. Contoh: Inggris yang
11
melahirkan Bill of RightsI tahun 1689, Yordania, Denmark,
Arab Saudi, dan Brunei Darussalam.
c) Monarki Parlementer
Monarki parlementer adalah bentuk pemerintahan dalam suatu
negara yang dikepalai oleh seorang raja dengan menempatkan
parlemen (DPR) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Dalam
monarki parlementer, kekuasaan eksekutif dipegang oleh kabinet
(perdana menteri) dan bertanggung jawab kepada parlemen.
Fungsi raja hanya sebagai kepala negara (simbol kekuasaan)
yang kedudukannya tidak dapat diganggu gugat. Bentuk monarki
parlementer sampai sekarang masih tetap dilaksanakan di Inggris,
Belanda, dan Malaysia.
3. Bentuk Pemerintahan Republik
Dalam pelaksaannya bentuk pemerintahan republik dapat
dibedakan menjadi republik absolut, republik konstitusional, dan
republik parlementer.
a) Republik Absolut
Dalam sistem republik absolut, pemerintahan bersifat diktator
tanpa ada pembatasan kekuasaan. Penguasa mengabaikan
konstitusi dan untuk melegitimasi kekuasaannya digunakanlah
partai politik. Dalam pemerintahan ini, parlemen memang ada,
namun tidka berfungsi.
b) Republik Konstitusional
12
Dalam sistem republik konstitusional, presiden memegang
kekuasaan kepala negara dan kepala pemerintahan. Namun,
kekuasaan presiden dibatasi oleh konstitusi. Di samping itu,
pengawasan yang efektif dilakukan oleh parlemen.
c) Republik Parlementer
Dalam sistem republik parlementer, presiden hanya sebagai
kepala negara. Namun, presiden tidak dapat diganggu-gugat.
Sedangkan kepala pemerintahan berada di tangan perdana
menteri yang bertanggungjawab kepada parlementer. Alam sistem
ini, kekuasaan legislatif lebih tinggi daripada kekuasaan eksekutif.
C. Sistem Pemerintahan
Istilah sistem pemerintahan merupakan gabungan dari dua
kata, “sistem” dan “pemerintahan”. “Sistem” adalah suatu keseluruhan,
terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional,
baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap
keseluruhannya, sehingga, hubungan itu menimbulkan suatu
ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu
bagian tidak bekerja dengan baik, maka akan mempengaruhi
keseluruhannya itu. (Carl J. Friedrich).
Sistem pemerintahan di dunia terbagi atas sistem
pemerintahan parlementer dan presidensial. Pada umumnya, negara-
negara di dunia menganut salah satu dari sistem pemerintahan
tersebut. Adanya sistem pemerintahan lain dianggap sebagai variasi
13
atau kombinasi dari dua sistem pemerintahan di atas. Negara Inggris
dianggap sebagai tipe ideal dari negara yang menganut sistem
pemerintahan parlementer. Bahkan, Inggris disebut sebagai “mother of
parliaments” (induk parlementer), sedangkan Amerika Serikat
merupakan tipe ideal dari negara dengan sistem pemerintahan
presidensial.
Kedua negara tersebut disebut sebagai tipe ideal karena
menerapkan ciri-ciri yang ideal dari sistem pemerintahan yang
dijalankannya. Inggris adalah negara pertama yang menjalankan model
pemerintahan parlementer. Amerika Serikat juga sebagai pelopor
dalam pemerintahan presidensial. Kedua negara tersebut sampai
sekarang tetap konsisten dalam menjalankan prinsip-prinsip dari sistem
pemerintahannya. Dari dua negara tersebut, kemudian sistem
pemerintahan diadopsi oleh negara-negara lain di belahan dunia.
1. Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem parlementer adalah sebuah sistem permerintahan di
mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan.
Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat
perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan
pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak
percaya. Berbeda dengan sistem presidensil, di mana sistem
parlemen dapat memiliki seorang presiden presiden dan seorang
perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan.
14
Dalam presidensil, presiden berwenang terhadap jalannya
pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden hanya
menjadi simbol kepala negara saja.
Sistem parlementer, terlahir dari adanya pertanggung
jawaban menteri. Seperti halnya yang terjadi di Inggris, di mana
seorang raja tak dapat diganggu gugat (the king can do no wrong),
maka jika terjadi perselisihan antara raja dengan rakyat, menterilah
yang bertanggung jawab terhadap segala tindakan raja. Sebagai
contoh, Thomas Wentworth salah seorang menteri pada masa Raja
Karel I dituduh melakukan tindak pidana oleh majelis rendah.
Kemudian karena terbukti, menteri tersebut dijatuhi hukuman mati
oleh majelis tinggi.
Dari pertanggung jawaban pidana ini, kemudian lahir
pertanggung jawaban politik, di mana para menteri harus
bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah terhadap
parlemen. Sistem parlemen telah terjadi sejak permulaan abad ke-18
di Inggris. Dari sejarah ketatanegaraan, dapatlah dikatakan, bahwa
sistem parlementer ini adalah kelanjutan dari bentuk negara
Monarchi Konstitusionil, di mana kekuasaan raja dibatasi oleh
konstitusi. Karena itu dalam sistem parlementer, raja atau ratu dan
presiden, kedudukannya adalah sebagai kepala negara. Contoh
kedudukan ratu di Inggris, raja di Muangthai dan presiden di India.
15
Selanjutnya yang disebut eksekutif dalam sistem
parlementer adalah kabinet itu sendiri. Kabinet yang terdiri dari
perdana menteri dan menteri-menteri, bertanggung jawab sendiri
satau bersama-sama kepada parlemen. Kesalahan yang dilakukan
oleh kabinet tidak dapat melibatkan kepala negara. Karena itulah di
Inggris dikenal istilah “the king can do no wrong”. Pertanggung
jawaban menteri kepada parlemen tersebut dapat berakibat kabinet
meletakkan jabatan dan mengembalikan mandat kepada kepala
negara manakala parlemen tidak lagi mempercayai kabinet.
Sebagai catatan, bahwa dalam pemerintahan kabinet
parlementer, perlu dicapai adanya keseimbangan melalui mayoritas
partai untuk membentuk kabinet atas kekuatan sendiri. Kalau tidak,
maka dibentuk suatu kabinet koalisi berdasarkan kerjasama antara
beberapa partai yang bersama-sama mencapai mayoritas dalam
badan legislatif. Beberapa negara, seperti Negera Belanda dan
negara-negara Skandinavia, pada umumnya berhasil mencapai
suatu keseimbangan, sekalipun tidak dapat dielakkan suatu
“dualisme antara pemerintah dan dewan perwakilan rakyat”.
Beberapa ciri dari sistem pemerintahan parlementer,
adalah sebagai berikut :
a) Raja/ratu atau presiden adalah sebagai kepala negara. Kepala
negara ini tak bertanggung jawab atas segala kebijaksanaan
yang diambil oleh kabinet.
16
b) Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan.
Kepala pemerintahan adalah perdana menteri. Kepala negara
tak memiliki kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan
sebagai simbol kedaulatan dan keutuhan negara.
c) Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang
anggotanya dipilih lansung oleh rakyat melalui pemilihan umum.
Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan
dan lembaga legislatif.
d) Eksekutif bertanggung jawab kepada legislatif. Dan yang disebut
sebagai eksekutif di sini adalah kabinet. Kabinet harus
meletakkan atau mengembalikan mandatnya kepada kepala
negara, manakala parlemen mengeluarkan mosi tidak percaya
kepada menteri tertentu atau seluruh menteri.
e) Dalam sistem dua partai, yang ditunjuk sebagai pembentuk
kabinet dan sekaligus sebagai perdana menteri adalah ketua
partai politik yang memenangkan pemilu. Sedangkan partai
politik yang kalah akan berlaku sebagai pihak oposisi.
f) Dalam sistem banyak partai, formatur kabinet harus membentuk
kabinet secara koalisi, karena kabinet harus mendapat dukungan
kepercayaan dari parlemen.
g) Apabila terjadi perselisihan antara kabinet dan parlemen dan
kepala negara beranggapan kabinet berada dalam pihak yang
benar, maka kepala negara akan membubarkan parlemen. Dan
17
menjadi tanggung jawab kabinet untuk melaksanakan pemilu
dalam tempo 30 hari setelah pembubaran itu. Sebagai akibatnya,
apabila partai politik yang menguasai parlemen menang dalam
pemilu tersebut, maka kabinet akan terus memerintah.
Sebaliknya, apabila partai oposisi yang memenangkan pemilu,
maka dengan sendirinya kabinet mengembalikan mandatnya dan
partai politik yang menang akan membentuk kabinet baru.
Dalam hal terjadinya suatu krisis kabinet karena kabinet tidak
lagi memperoleh dukungan dari mayorits badan legislatif,
kadang-kadang dialami kesukaran untuk membentuk suatu
kabinet baru, oleh karena pandangan masing-masing partai tidak
dapat dipertemukan. Dalam keadaan semacam ini terpaksa
dibentuk suatu kabinet ekstra-parlementer, yaitu suatu kabinet
yang dibentuk tanpa formateur kabinet
merasa terikat pada konstelasi kekuatan politik dalam badan
legislatif.
Dengan demikian bagi formateur kabinet cukup peluang untuk
menunjuki menteri berdasarkan keahlian yang diperlukan tanpa
menghiraukan apakah dia mempunyai dukungan partai.
Kalaupun ada menteri yang merupakan anggota pertai, maka
secara formil dia tidak mewakili partainya. Biasanya suatu
kabinet ekstra-parlementer mempunyai program kerja yang
18
terbatas dan mengikat diri untuk menangguhkan pemecahan
masalah-masalah yang bersifat fundamental.
2. Sistem Pemerintahan Presidensial
Dalam sistem pemerintahan presidensial, kedudukan
eksekutif tak tergantung pada badan perwakilan rakyat. Adapun
dasar hukum dari kekuasaan eksekutif dikembalikan kepada
pemilihan rakyat. Sebagai kepala eksekutif, seorang presiden
menunjuk pembantu-pembantunya yang akan memimpin
departemennya masing-masing dan mereka itu hanya bertanggung
jawab kepada presiden. Karena pembentukan kabinet itu tak
tergantung dari badan perwakilan rakyat atau tidak memerlukan
dukungan kepercayaan dari badan perwakilan rakyat, maka menteri-
pun tak bisa diberhentikan olehnya.
Sistem ini terdapat di Amerika Serikat yang
mempertahankan ajaran Montesquieu, di mana kedudukan tiga
kekuasaan negara yaitu legislatif, eksekutif dan legislatif, terpisah
satu sama lain secara tajam dan saling menguji serta saling
mengadakan perimbangan (check and balance). Kekuasaan
membuat undang-undang ada di tangan congress, sedangkan
presiden mempunyai hak veto terhadap undang-undang yang sudah
dibuat itu. Kekuasaan eksekutif ada pada presiden dan pemimpin-
pemimpin departemen, yaitu para menteri yang tidak bertanggung
19
jawab pada parlemen. Karena presiden dipilih oleh rakyat, maka
sebagai kepala eksekutif ia hanya bertanggung jawab kepada rakyat.
Pelaksanaan kekuasaan kehakiman menjadi tanggung
jawab Supreme Court (Mahkamah Agung), dan kekuasaan legislatif
berada di tangan DPR atau Konggres (Senat dan Parlemen di
Amerika). Dalam Praktiknya, sistem presidensial menerapkan teori
Trias Politika Montesqueu secara murni melalui pemisahan
kekuasaaan (Separation of Power ). Contohnya adalah Amerika
dengan Chek and Balance. Sedangkan yang diterapkan di Indonesia
adalah pembagian kekuasaan (Distribution of Power). Ciri-ciri
Sistem Pemerintahan Presidensial :
a) Penyelenggara negara berada di tangan presiden. Presiden
adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan.
Presiden tak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh
rakyat atau suatu dewan/majelis
b) Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet
bertanggung jawab kepada presiden dan tidak bertanggung
jawab kepada parlemen/legislatif
c) Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen karena ia
tidak dipilih oleh parlemen
d) Presiden tak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem
parlementer
20
e) Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan menjabat sebagai
lembaga perwakilan. Anggotanya pun dipilih oleh rakyat
f) Presiden tidak berada di bawah pengawasan langsung parlemen
3. Sistem Pemerintahan Referendum
Sebagai variasi dari kedua sistem pemerintahan
parlementer dan presidensial adalah sistem pemerintahan
referendum. Di negara Swiss, di mana tugas pembuat Undang-
undang berada di bawah pengawasan rakyat yang mempunyai hak
pilih. Pengawasan itu dilakukan dalam bentuk referendum yang
terdiri dari referendum obligatoir, referandum fakultatif, dan
referandum konsultatif.
a) Referandum Obligatoir, adalah referandum yang harus terlebih
dahulu mendapat persetujuan langsung dari rakyat sebelum
suatu undang-undang tertentu diberlakukan. Persetujuan dari
rakyat mutlak harus diberikan dalam pembuatan suatu undang-
undang yang mengikat seluruh rakyat, karena dianggap sangat
penting. Contoh, adalah persetujuan yang diberikan oleh rakyat
terhadap pembuatan undang-undang dasar.
b) Referendum Fakultatif, adalah referandum yang dilaksanakan
apabila dalam waktu tertentu sesudah suatu undang-undang
diumumkan dan dilaksanakan, sejumlah orang tertentu yang
punya hak suara menginginkan diadakannya referandum. Dalam
hal ini apabila referandum menghendaki undang-undang
21
tersebut dilaskanakan, maka undang-undang itu terus berlaku.
Tetapi apabila undang-undang itu ditolak dalam referandum
tersebut, maka undang-undang itu tidak berlaku lagi.
c) Referandum Konsultatif, adalah referandum yang menyangkut
soal-soal teknis. Biasanya rakyat sendiri kurang paham tentang
materi undang-undang yang dimintakan persertujuaannya.
Pada pemerintahan dengan sistem referandum, pertentangan yang
terjadi antara eksekutif (bundesrat) dan legislatif (keputusan daripada
rakyat) jarang terjadi. Anggota-anggota dari bundesrat ini dipilih oleh
bundesversammlung untuk waktu 3 tahun lamanya dan bisa dipilih
kembali.
Keuntungan dari sistem referendum adalah, bahwa pada setiap
masalah negara rakyat langsung ikut serta menanggulanginya. Akan
tetapi kelemahannya adalah tidak setiap masalah rakyat mampu
menyelesaikannya karena untuk mengatasinya perlu pengetahuan
yang cukup harus dimiliki oleh rakyat itu sendiri. Sistem ini tak bisa
dilaksanakan jika banyak terdapat perbedaan paham antara rakyat
dan eksekutif yang menyangkut kebijaksanaan politik. Keuntungan
yang lain ialah, bahwa kedudukan pemerintah itu stabil sehingga
membawa akibat pemerintah akan memperoleh pengalaman yang
baik dalam menyelenggarakan kepentingan rakyatnya.
4. Sistem Parlemen Satu Kamar dan Dua Kamar
a) Sistem Parlemen Satu Kamar
22
Timbulnya pemikiran terhadap parelemen sistem satu
kamar, didasarkan pada pemikiran bahwa apabila majelis
tingginya demokratis, hal itu semata-mata mencerminkan majelis
rendah yang juga demokratis dan karenanya hanya merupakan
duplikasi saja. Teori yang mendukung pandangan ini berpendapat
bahwa fungsi kamar kedua, misalnya meninjau atau merevisi
undang-undang, dapat dilakukan oleh komisi parlementer,
sementara upaya menjaga konstitusi selanjutnya dapat dilakukan
melalui konstitusi yang tertulis.
Banyak negara yang kini mempunyai parlemen dengan
sistem satu kamar dulunya menganut sistem dua kamar dan
belakangan menghapuskan majelis tingginya. Salah satu
alasannya ialah karena majelis tinggi yang dipilih hanya
bertumpang tindih dengan majelis rendah dan menghalangi
disetujuinya undang-undang. Contohnya adalah kasus Landsting
di Denmark (dihapuskan tahun1953). Alasan lainnya adalah
karena majelis yang diangkat terbukti tidak efektif. Contohnya
adalah kasus Dewan Legislatif di Selandia Baru (dihapuskan
tahun 1951). Beberapa hal terkait dengan parlemen sistem satu
kamar adalah sebagai berikut :
Para pendukung, menyatakan bahwa sistem satu kamar
mencatat perlunya pengendalian atas pengeluaran
23
pemerintahan dan dihapuskannya pekerjaan yang berganda
yang dilakukan oleh kedua kamar.
Para pengkritik, bahwa sistem satu kamar menunjukkkan
adanya pemeriksaan dan pengimbangan ganda yang
diberikan oleh sistem dua kamar dan dapat menambah tingkat
konsensus dalam masalah legislatif.
Kelemahan sistem satu kamar, ialah bahwa wilayah-wilayah
urban yang memiliki penduduk yang lebih besar akan
mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada wilayah-
wilayah pedesaan yang penduduknya lebih sedikit. Satu-
satunya cara untuk membuat wilayah yang penduduknya lebih
sedikit terwakili dalam pemerintahan kesatuan adalah
menerapkan sistem dua kamar, seperti misalnya pada periode
awal Amerika Serikat.
Beberapa pemerintahan sub-nasional yang menggunakan sistem
legislatif satu kamar antara lain adalah negara bagian Nebraska
di Amerika Srikat, Queensland di Australia, semua provinsi dan
atau wilayah di Kanada dan Bundesländer Jerman (Bavaria
menghapuskan Senatnya pada tahun 1999). Adapun di Britania
Raya, Parlemen Skotlandia, Dewan Nasional Wales dan Dewan
Irlandia Utara yang telah meramping juga menganut sistem satu
kamar.
24
Semua dewan legislatif kota praktis juga satu kamar
dalam pengertian bahwa dewan perwakilan rakyat daerah tidak
dibagi menjadi dua kamar. Hingga awal abad ke-20, dewan-
dewan kota yang dua kamar lazim ditemukan di Amerika Serikat.
b) Sistem Parlemen Dua Kamar
Sistem parelmen dua kamar, adalah praktek
pemerintahan yang menggunakan dua kamar legislatif atau
parlemen. Jadi, parlemen dua kamar (bikameral) adalah parlemen
atau lembaga legislatif yang terdiri atas dua kamar. Di Britania
Raya, sistem dua kamar ini dipraktekkan dengan menggunakan
Majelis Tinggi (House of Lords) dan Mejelis Rendah (House of
Commons). Dan di Amerika Serikat sistem ini diterapkan melalui
kehadiran Senat dan Dewan Perwakilan.
Indonesia juga menggunakan sistem yang agak
mendekati sistem dua kamar melalui kehadiran Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), meskipun dalam prakteknya sistem ini tidak sepenuhnya
diberlakukan karena persidangan MPR tidak berlangsung sesering
persidangan DPR.
Adapun bentuk Parlemen dengan Sistem Dua Kamar,
dapat dibedakan menjadi berikut :
Federalisme
25
Beberapa negara seperti Australia, Amerika Serikat,
India, Brazil, Swiss dan Jerman, mengaitkan sistem dua
kamar mereka dengan struktur politik federal mereka. Di
Amerika Serikat, Australia dan Brazil misalnya, masing-
masing negara bagian mendapatkan jumlah kursi yang sama
di majelis tinggi badan legislatif, dengan tidak mempedulikan
perbedaan jumlah penduduk antara masing-masing negara
bagian. Hal ini dirancang untuk memastikan bahwa negara-
negara bagian yang lebih kecil tidak dibayang-bayangi oleh
negara-negara bagian yang penduduknya lebih banyak. Dan
kesepakatan yang menjamin pengaturan ini di Amerika Serikat
dikenal sebagai Kompromi Connecticut.
Di majelis rendah dari masing-masing negara tadi,
pengaturan ini tidak diterapkan dan kursi dimenangkan
semata-mata berdasarkan jumlah penduduk. Karena itu,
sistem dua kamar adalah sebuah metode yang
menggabungkan prinsip kesetaraan demokratis dengan
prinsip federalisme. Semua setara di majelis rendah,
sementara semua negara bagian setara di majelis tinggi.
Dalam sistem India dan Jerman, majelis tinggi
(masing-masing dikenal sebagai Rajya Sabha dan Bundesrat),
bahkan lebih erat terkait sistem federal, karena para
anggotanya dipilih langsung oleh pemerintah dari masing-
26
masing negara bagian India atau Bundesland Jerman. Hal ini
pun terjadi di AS sebelum amandemen ke-17.
Sistem Dua Kamar Kebangsawanan
Di beberapa negara, sistem dua kamar dilakukan
dengan menyejajarkan unsur-unsur demokratis dan
kebangsawanan. Contohnya adalah Majelis Tinggi (House of
Lords) Britania Raya, yang terdiri dari sejumlah anggota
hereditary peers. Majelis Tinggi ini merupakan sisa-sisa
sistem kebangsawanan yang dulu penah mendominasi politik
Britania Raya, sementara majelis lainnya, Majelis Rendah
(House of Commons), anggotanya sepenuhnya dipilih.
Sejak beberapa tahun lalu telah muncul usul-usul
untuk memperbaharui Majelis Tinggi dan sebagian telah
berhasil. Misalnya, jumlah hereditary peers (berbeda dengan
life peers) telah dikurangi dari sekitar 700 orang menjadi 92
orang dan kekuasaan Majelis Tinggi untuk menghadang
undang-undang telah dikurangi. Contoh lain dari sistem dua
kamar kebangsawanan ini adalah House of Peers Jepang,
yang dihapuskan setelah Perang Dunia II.
D. Sistem Pemerintahan di Beberapa Negara
1. INGGRIS
Inggris adalah negara yang menganut sistem pemerintahan
monarki namun lebih banyak dipengaruhi oleh sistem pemerintahan
27
parlementer karena badan eksekutif negara beranggotakan raja yang
sifatnya tidak dapat diganggu gugat. Walaupun secara formal raja
yang membubarkan parlemen dan memberikan instruksi untuk
diselenggarakannya pemilihan umum kembali, namun semua itu
dilakukan raja atas saran dari perdana menteri. Sehingga bisa
dikatakan bahwa sistem pemerintahan di Inggris lebih menonjolkan
sistem pemerintahan kabinet, sehingga banyak orang yang
memberikan istilah cabinet government (pemerintahan kabinet)
kepada negara Inggris.
2. AMERIKA SERIKAT
Amerika Serikat menganut sistem pemerintahan
presidensial. Badan eksekutif terdiri dari presiden beserta para
menterinya. Di Amerika Serikat, seorang presiden juga dinamakan
"Chief Executive". Presiden samasekali terpisah dari lembaga
legislatif dan tidak boleh mempengaruhi organisasi serta
penyelenggaraan pekerjaan dari konggres. KOnggres tidak bisa
menjatuhkan presiden selama presiden masih dalam masa jabatan,
begitu juga sebaliknya, presiden tidak mempunyai kekuasaan untuk
membubarkan konggres. Kekuasaan presiden Amerika Serikat
terletak dalam wewenangnya untuk memveto suatu rancangan
undang - undang yang telah diterima oleh konggres
3. PAKISTAN
28
Pakistan juga menganut sistem pemerintahan bentuk
presidensial dengan badan eksekutif yang sangat kuat. Anggota
badan eksekutif terdiri dari presiden beserta para menterinya.
Perdana menteri sifatnya merupakan pembantu presiden dan tidak
boleh merangkap menjadi anggota badan legislatif. Di Pakistan,
dalam keadaan darurat, presiden berhak mengeluarkan ordinances
yang harus diajukan kepada badan legislatif dalam waktu 6 bulan.
Badan legislatif bisa memecat presiden bila melanggar undang -
undang dan berkelakuakn buruk. Dewan di Pakistan telah kembali ke
sistem pemerintahan parlementer saat ini.
4. INDIA
Sistem pemerintahan yang berlaku di India tidak jauh
berbeda dengan sistem pemerintahan di Inggris, yaitu cabinet
government. Anggota badan eksekutif terdiri dari Presiden sebagai
kepala negara dan para mentrinya yang dipimpin oleh perdana
menteri. Walaupun harus diakui bahwa sistem pemerintahan
parlementer dengan gaya cabinet government hanya dapat berjalan
dengan baik pada saat pemerintahan Nehru karena sejak tahun
1975, India berada dalam keadaan darurat sehingga mengharuskan
pemerintahan saat itu untuk melakukan berbagai macam
pembatasan agar pembangunan di India tidak terhambat.
29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem pemerintahan di dunia terbagi atas sistem
pemerintahan parlementer dan presidensial. Pada umumnya, negara-
negara di dunia menganut salah satu dari sistem pemerintahan
tersebut. Sistem parlementer adalah sebuah sistem permerintahan di
mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam
hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana
menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu
dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda
dengan sistem presidensil, di mana sistem parlemen dapat memiliki
seorang presiden presiden dan seorang perdana menteri, yang
berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensil,
presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam
sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja.
B. Saran
Dengan memahami sistem pemerintahan di berbagai negara,
terutama negara maju, diharapkan kita mampu membandingkannya
dengan sistem pemerintahan negara kita, sehingga kita dapat
menyimpulkan mengapa negara kita sangat terlambat sekali maju,
bahkan dibandingkan dengan negara muda yang beru lahir. Serta
29
30
dapat mengkritik sistem pemerintahan negara kita dengan kritikan yang
membangun.
31
DAFTAR PUSTAKA
http://jennerrein.wordpress.com/2010/08/27/sistem-pemerintahan-di-
berbagai-negara/
http://halil-materipkn.blogspot.com/2009/08/bab-2-sistem-
pemerintahan_30.html