PERILAKU KONSUMTIF MAHASISWA
ANALISIS PERSPEKTIF HERBERT MARCUSE
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag )
Oleh:
Aditya Bagus Setiawan
NIM. 53050150003
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2019
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Berpusat dari agama Islam dipadu dengan warisan budaya tanah jawa guna
melahirkan keluhuran budi.
PERSEMBAHAN
1. Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Tunggal telah menggariskan Ibu
Misriyati dan Bapak Agus Dwi sebagai kedua orang tua ku
2. Bapak Dr. Benny Ridwan, M.Hum. selaku pembimbing dalam
perancangan skripsi sekaligus Dekan Fakulltas Ushuluddin, Adab dan
Humaniora
3. Bapak Yedi Efriadi, M.Ag. selaku ketua program studi Aqidah dan Fisafat
Islam
4. Atika Agnaeni S.Pd. yang secara eksplisit memberikan dukungan baik
moril bahkan finansial
5. Jauharul wali dan wahyu saifudin sahabat sedari sekolah tingkat dasar
yang mengajarkan keanekaragaman dimensi kehidupan
6. Sahabat angkatan 2015 dari progdi AFI yang turut mengembangkan daya
berfikir penulis
7. Ahmad Mahasinul, Cahya Firman, Albi Supriyadi, Agung Dwi yang terus
memberi asupan moril.
8. Fahrul, Edi, Ongki yang turut melatar beakangi penulis untuk membuat
penelitian ini, dan teman-teman lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-
persatu
vi
ABSTRAK
Skripsi ini hasil dari penelitian lapangan (field research) dengan judul
“Perilaku Konsumtif Mahasiswa Analisis Perspektif Herbert Marcuse” dengan
menggunakan metode deskriptif analisis yaitu mendeskripsikan atau memberi
gambaran terhadap objek yang diteliti melalui informan yang berhasil
dikumpulkan. Adapun tujuan penelitian ini salah satunya untuk memantik pola pikir
bersifat revolusioner dari mahasiswa yang sudah tereduksi oleh sikap konsumtif.
Seluruh lapisan manusia sudah tidak menyangkal dengan revolusi industri
4.0 saat ini yang membawa berbagai dampak positif dan negatif baik secara
langsung maupun kumulatif. Herbert Marcuse yang terlahir dari aliran mazhab
kritis pula menyadari hal ini, akan tetapi lebih condong kepada dampak negatif yang
menurutnya mendominasi. Hal itu tercetus dalam one-dimensional man dimana
kapitalisme yang terjadi sudah berpindah ke makna kapitalisme lanjut. Pada
kapitalisme lanjut ini salah satunya merebaknya bentuk represif yang disebut
budaya paraktis yaitu segala kebutuhan (primer,sekunder dan tersier) dikemas
sedemikian rupa sehingga segala kebutuhan tersebut terasa rasional.
Permasalahan tersebut dewasa ini juga menghinggapi kehidupan mahasiswa
khususnya mahasiswa fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora di IAIN Salatiga.
Dengan dasar perilaku konsumtif, banyak mahasiswa yang kurang bisa memilah
mana kebutuhan yang harus dan mana kebutuhan yang kurang berguna yang pada
akhirnya orientasi mahasiswa menuntut ilmu di dunia akademisi tidak lagi murni.
Hal ini tidak boleh terus dibiarkan mengingat mahasiswa adalah salah satu bagian
dari revolusi untuk menghentikan represi dari aktifitas kapitalisme lanjut bukan
untuk menjadi penggiat dalam mewarisi dan mengembangkan sistem kapitalisme
lanjut.
Temuan penelitian: sikap konsumtif menurut Marcuse adalah dorongan
akan pemenuhan kebutuhan palsu. Adapun beberapa efek daripada fenomena ini
antara lain terkikisnya batasan antara kebutuhan primer dengan kebutuhan sekunder
sebagai seorang mahasiswa dan kaburnya orientasi mahasiswa dalam dunia
pendidikan formal yang ditempuh di fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora.
Kata kunci: manusia satu dimensi, konsumtif, mahasiswa
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan Skripsi ini
berpedoman pada surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987.
A. Konsonan Tunggal
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
Alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan ا
ba’ B Be ب
ta’ T Te ت
(ṡa ṡ es (dengan titik di atas ث
Jim J Je ج
)ḥa’ ḥ ha (dengan titik di bawah ح
kha’ Kh ka dan ha خ
Dal D De د
(Żal Ż zet (dengan titik di atas ذ
ra’ R Er ر
Zal Z Zet ز
Sin S Es س
Syin Sy es dan ye ش
(ṣad ṣ es (dengan titik di bawah ص
(ḍad ḍ de (dengan titik di bawah ض
(ṭa’ ṭ te (dengan titik di bawah ط
(ẓa’ ẓ zet (dengan titik di bawah ظ
(ain ‘ koma terbalik (di atas‘ ع
Gain G Ge غ
fa’ F Ef ف
Qaf Q Qi ق
Kaf K Ka ك
Lam L El ل
Mim M Em م
Nun N En ن
Wawu W We و
ha’ H Ha ه
Hamzah ` Apostrof ء
ya’ Y Ye ي
viii
B. Konsonan Rangkap Tunggal karena Syaddah Ditulis Rangkap
Ditulis Muta’addidah متعددة
Ditulis ‘iddah عدة
C. Ta’ Marbuṭah di akhir kata ditulis h
a. Bila dimatikan ditulis h
Ditulis Ḥikmah حكمة
Ditulis Jizyah جزية
(ketentuan ini tidak diperlukan kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam bahasa
Indonesia, seperti zakat, shalat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya)
b. Bila diikuti kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah, maka ditulis h.
`Ditulis Karâmah al-auliyā كرمة االولياء
c. Bila Ta’ Marbuṭah hidup dengan harakat, fatḥah, kasrah, atau ḍammah ditulis t.
كاة الفطرة ز Ditulis Zakat al-fiṭrah
D. Vokal Pendek
_َ__ Fatḥah Ditulis A
_ِ__ Kasrah Ditulis I
_ُ__ Ḍammah Ditulis U
E. Vokal Panjang
Fathah bertemu Alif Ditulis Jahiliyyah جاهلية
Fatḥah bertemu Alif Layyinah Ditulis Tansa تنسى
Kasrah bertemu ya’ mati Ditulis Karīm كريم
ix
Ḍammah bertemu wawu mati Ditulis Furūḍ فروض
F. Vokal Rangkap
Fatḥah bertemu Ya’ Mati بينكم Ditulis Bainakum
Fatḥah bertemu Wawu Mati قول Ditulis Qaul
G. Vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof
Ditulis A`antum أأنتم
Ditulis U’iddat أعدت
Ditulis La’in syakartum لئن شكرتم
H. Kata sandang alif lam yang diikuti huruf Qamariyyah maupun Syamsyiyyah
ditulis dengan menggunkan “al”
Ditulis Al-Qur`ān القران
Ditulis Al-Qiyās القياس
`Ditulis Al-Samā السماء
Ditulis Al-Syams الشمس
I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat ditulis menurut bunyi atau
pengucapannya
Ditulis Żawi al-furūḍ ذوى الفروض
Ditulis Ahl al-sunnah اهل السنة
x
TERIMA KASIH
Segala puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmatnya penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Selanjutnya penulis ucapkan kepada
seluruh dosen dan karyawan fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora yang telah
membantu penulis dalam membimbing dari garis awal hingga menuju garis akhir
dalam proses pembuatan skripsi. Kemudian tidak lupa kepada seluruh informan ang
bersedia menyumbangkan pikirannya terhadap penelitian ini dan teman-teman
penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu demi satu yang telah memberi
dukungan baik waktu, tenaga, kekayaan ide, dan moril dalam mendukung
terciptanya tulisan ini.
xi
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................ i
Pernyataan Keaslian Tulisan .................................................................. ii
Persetujuan Pembimbing ........................................................................ iii
Pengesahan Kelulusan ............................................................................ iv
Motto dan Persembahan ......................................................................... v
Abstrak ................................................................................................... vi
Pedoman Transliterasi ............................................................................ vii
Ucapan Terima Kasih ............................................................................. x
Daftar Isi ................................................................................................. xi
Daftar Gambar ........................................................................................ xiii
Daftar Lampiran ..................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................... 4
C. Tujuan penelitian ...................................................... 5
D. Manfaat penelitian .................................................... 5
E. Tinjauan pustaka ....................................................... 5
F. Kerangka teoritik ...................................................... 7
G. Metode Penelitian ..................................................... 9
H. Waktu dan lokasi ..................................................... 13
I. Sistematika Penulisan .............................................. 13
BAB II LANDASAN TEORI...................................................... 16
A. Tinjauan Teoritis....................................................... 16
1. Perilaku konsumtif............................................. 16
2. Perilaku konsumtif dalam perspektif islam ....... 23
3. Karakteristik mahasiswa .................................... 27
B. Kajian teori ............................................................... 28
BAB III DESKRIPTIF PEMIKIRAN ........................................... 29
A. Pendekatan penelitian ............................................... 29
B. Objek penelitian ........................................................ 30
C. Subjek penelitian ....................................................... 30
D. Kriteria penentuan sampel ......................................... 31
E. Alat-alat penelitian .................................................... 32
F. Langkah-langkah penelitian ...................................... 32
G. Teknik analisis data ................................................... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN ...................................................... 38
A. Biografi Herbert Marcuse .......................................... 38
xii
B. Karya Herbert Marcuse ................................................ 41
C. Filsafat era modern ....................................................... 43
D. Latar belakang pemikiran ............................................. 49
E. Konsumtif dan Herbert Marcuse .................................. 59
F. Bentuk perilaku konsumtif ........................................... 64
G. Bentuk Perilaku konsumtif mahasiswa fakultas
Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga........ 67
BAB V PENUTUP .......................................................................... 77
A. Kesimpulan .................................................................. 77
B. Saran ............................................................................ 79
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 80
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran
Gambar 3.1 Langkah-langkah metode ilmiah
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Surat ijin penelitian
Lampiran II Pedoman wawancara
Lampiran III Foto hasil wawancara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau
tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan
tujuan, baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai
faktor yang saling berinteraksi. Dari segi biologis, perilaku adalah suatu
kegiatan atau aktifitas organism (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh
sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari
tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena
mempunyai aktifitas masing-masing.1 Sehingga yang dimaksud dengan
perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari
manusia itu sendiri, antara lain berinteraksi, bergaul, makan, dan
sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia.
Seiring perkembangan zaman, manusia mempunyai kecenderungan
sosial untuk meniru sesuatu, sebagai wujud pembentukan diri dalam
kehidupan masyarakat. Proses meniru misalnya seorang anak yang meniru
perilaku dan kebiasaan orang tuanya, pendatang yang meniru kebudayaan
pribumi atau sebaliknya, masyarakat tradisional terhadap masyarakat
1Soekidjo Notoadmojo, Konsep Perilaku Kesehatan (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 25.
2
modern dan dijadikan sebagai gaya hidup. Gambaran tersebut menunjukkan
bahwa manusia membutuhkan interaksi atau komunikasi untuk membentuk
diri sebagai pribadi (individu) dan sekaligus sebagai makhluk sosial.2
Tentunya hal tersebut juga berlaku dalam lingkungan mahasiswa
lebih mengkerucut kembali dalam ranah fakultas Ushuluddin, Adab, dan
Humaniora di IAIN Salatiga. mahasiswa dapat didefinisikan sebagai
individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik negeri
maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi.
Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan
dalam berpikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan
bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat
pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling
melengkapi.3 Akan tetapi dalam realitas yang ada saat ini bagaimana bisa
terjadi mahasiswa yang relatif pasif dalam kegiatan perkuliahan di kelas,
adanya mahasiswa yang mendapat julukan trendsetter, adanya mahasiswa
yang bekerja paruh waktu tetapi ada pula yang sembari menimba ilmu di
dunia pesantren, atau maraknya aktifitas rekreasi demi sebuah istilah
content atau instagenic dan semakin maraknya tempat-tempat “nongkrong”
yang membalut dirinya dengan promosi warung makan. Apa mungkin
faktor-faktor demikian tiba-tiba muncul dan bisa saja tiba-tiba menghilang?
Ketergantungan terhadap merek telah bergeser: merek telah merasuki
2 Rusmin, Tumanggor, dkk. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 43. 3 Dwi Siswoyo, dkk., Ilmu Pendidikan (Yogyakarta : UNY Pers, 2007), 121.
3
kehidupan ABG dan remaja secara mendalam.4 Peneliti menganggap hal-
hal tersebut tidak terjadi begitu saja dan menyebutnya sebagai gejala akan
sesuatu lain di balik gejala tersebut.
Maka dari gejala-gejala yang tampak dari suatu realitas yang ada,
dimana seharusnya seorang mahasiswa memiliki tujuan mencari ilmu dalam
dunia akademis yang bisa saja di wujudkan dengan mengikuti kegiatan
seminar-seminar yang ada, mengikuti diskusi ilmiah, banyak membaca,
yang semua itu pada dasarnya membekali diri dengan pengetahuan
kemudian orientasi perkuliahan seorang mahasiswa tersebut berubah
sedemikian rupa penulis tertarik untuk menulis mengenai perilaku
konsumtif yang terjadi dalam ranah mahasiswa.
Salah satu filsuf yang secara intens mengupas gaya hidup konsumtif
adalah Herbert Mercuse, seorang pemikir modern dengan one dimensional
man nya yang mencoba untuk memberikan pandangan dalam permasalahan
ini. Marcuse menganggap sikap konsumtif adalah dorongan akan
pemenuhan kebutuhan palsu. Dalam salah satu bukunya Marcuse
menuliskan kebutuhan palsu adalah kebutuhan yang dibebankan pada
individu oleh adanya kepentingan sosial khusus dalam represinya;
kebutuhan-kebutuhan yang mengabadikan kerja, agresivitas, penderitaan
dan ketidakadilan.5 Sekilas menurut Mercuse, ada yang salah dalam mindset
masyarakat modern ketika menghadapi dan memanfaatkan kemajuan-
4 Alissa Quart, Belanja Sampai Mati, (Yogyakarta: Resist Book,2008), 4. 5 Herbert Marcuse, Manusia Satu Dimensi, Silvester G. Sukur, Yusup Priyasudiarja, (Yogyakarta: Narasi, 2016), 7.
4
kemajuan yang telah disediakan oleh produk-produk modern. Untuk itu
perlu adanya sudut pandang dan kesadaran baru bagi masyarakat khususnya
mahasiswa modern agar tidak terus terisolasi di dalam kejamnya era modern
ini. Dalam pembahasan kali ini pribadi peneliti mencoba untuk
menggambarkan bentuk mahasiswa konsumtif berdasarkan analisis
prespektif Herbert Mercuse dengan judul penelitian “Perilaku Konsumtif
Mahasiswa Fuadah Analisis Prespektif Herbert Marcuse. Alasan
pemilihan judul berdasarkan pada (1) gejala yang penulis tangkap dari
keseharian dalam aktifitas perkuliahan, (2) Marcuse merupakan bapak
gerakan kiri baru yang dimana gerakan ini bermotif kemuakan akan
kemewahan tanpa keluruhan, dalam hal ini penulis yang ingin
mengembalikan kepada orientasi pure mahasiswa fakultas Ushuluddin,
Adab dan Humaniora, (3) hubungan antara teori manusia satu dimensi
dengan sikap konsumtif mahasiswa di fakultas Ushuluddin, Adab dan
Humaniora
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok permasalahan yang akan
dibahas adalah:
1. Bagaimana perilaku konsumtif mahasiswa Fuadah di kampus IAIN
Salatiga?
2. Bagaimana analisis perspektif Herbert Marcuse terhadap perilaku
konsumtif mahasiswa Fuadah?
5
C. Tujuan penelitian
1. Mengetahui bentuk perilaku konsumtif Mahasiswa Fuadah di kampus
IAIN Salatiga
2. Mengetahui analisis prespektif Herbert Mercuse terhadap perilaku
konsumtif mahasiswa Fuadah
D. Manfaat Penelitian
1. Menyajikan kepada masyarakat umum tentang sikap konsumtif di
kalangan mahasiswa melalui perspektif Herbert Marcuse
2. Pembahasan masalah ini akan bermanfaat baik secara teoritis
(mengembangkan ilmu keushuluddinan) dan secara praktis
(mengetahui keburukan sikap konsumerisme yang berlebihan di
kalangan mahasiswa) khususnya pada penulis serta mahasiswa secara
umum
E. Tinjauan Pustaka
Untuk memberikan pertimbangan penelitian terhadap objek
penelitian yang akan penulis lakukan, tinjauan pustaka dalam sub bab ini
akan menempatkan secara akademis posisi penelitian ini atas beberapa
penelitian sebelumnya. Sebuah tinjauan akan hasil penelitian yang memiliki
suatu kerangka analisis yang serupa dalam kajiannya.
1. Tesis berjudul “Konsumerisme Manusia Satu Dimensi” oleh Ghulam
Falach Lc. dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2018.
6
Merupakan jenis library research, yang meneliti mengenai bentuk baru
kapitalisme yaitu kapitalisme lanjut menggunakan sudut pandang
Herbert Marcuse. akan tetapi penulis hanya mendapatkan bagian bab I
dan V melalui internet
2. Skripsi berjudul “Pengaruh Gaya Hidup Hedonis Terhadap Perilaku
Konsumtif Menurut Ekonomi Islam” oleh Ahsan Lodeng dari UIN
Raden Intan lampung pada tahun 2018. Menggunakan pendekatan field
research, memaparkan mengenai dampak gaya hidup hedonis terhadap
perilaku di kalangan mahasiswa santri yang menetap pada Ma’had Al-
Jami’ah dalam kampus tersebut di tinjau dari segi ekonomi Islam.
3. Skripsi berjudul “Masyarakat Tanpa Oposisi (Kritik Herbert Marcuse
Atas Modernitas) tahun 2003 yang di tulis oleh Moh. Jauharul La’ali dari
UIN Yogyakarta berjenis penelitian pustaka yang menjelaskan mengenai
kapitalisme di era modernitas menggunakan pisau anaisis Herbert
Marcuse yang tokoh – tokoh sekunder lainnya yang berhubungan dengan
Herbert Marcuse.
4. E-Jurnal yang berjudul “herbert marcuse tentang masyarakat satu
dimensi” yang di tulis oleh agus darmaji dari UIN Syarif Hidayatulah
Jakarta. Mengupas ulang tentang salah satu karya Herbert Marcuse yang
berjudul One-Dimensional Man mengenai kritik masyarakat industri di
era ini.
5. Karya ilmiah berupa peneitian pustaka yang ditulis oleh Karel Nuki
Prayogi dari Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya pada tahun
7
2015 berjudul “Kajian Pemikiran Manusia-Satu Dimensi Menurut
Herbert Marcuse” memaparkan konsep masyarakat satu dimensi menurut
herbert marcuse
Penulis setelah membaca penelitian yang di angkat, menyimpulkan
bahwa ada penelitian yang serupa akan tetapi kali ini yang membedakan
penelitian ini dengan yang lain yaitu penulis lebih menekankan pada
pengaruh gaya hidup konsumtif terhadap orientasi mahasiswa fakultas
Ushuluddin, Adab dan Humaniora di IAIN Salatiga dalam teori one-
dimensional man.
F. Kerangka Teoritik
Pembahasan skripsi ini merupakan penelitian dalam lini filsafat
sosial. Filsafat sosial adalah wacana yang membahas isu – isu fundamental,
yang dikarenakan isu-isu itulah program-program politik berbeda satu sama
lain.6 Mahasiswa yang baru memasuki lingkungan Perguruan tinggi
berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya, namun karena beberapa
faktor mahasiswa cenderung berperilaku konsumtif dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari.
Mahasiswa cenderung berperilaku konsumtif karena menganggap
bahwa dengan mengkonsumsi sesuai dengan perkembangan yang ada akan
membuat mereka dinilai lebih oleh lingnkungannya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumtif mahasiswa Fuadah antara lain karena:
6 Hans Fink, Fisafat Sosial, cet. Ke1 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 5.
8
keinginan, gaya hidup/mode, besar pendapatan/uang kiriman dari orang tua,
pengetahuan dan sikap dalam mengelola keuangan untuk mencukupi
kebutuhan hidup, dan ditunjang dengan kemajuan teknologi informasi.
Pengetahuan dan sikap mahasiswa terhadap suatu produk dan jasa juga
mempengaruhi perilaku konsumtif mahasiswa, dengan pengetahuan atau
derajat kepercayaan yang tinggi akan suatu produk yang mahal (bermerk)
adalah salah satu penyebab perilaku konsumtif mahasiswa.
Berikut ini adalah gambaran kerangka pemikiran terjadinya faktor-
faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif mahasiswa Fuadah.
Gambar 1.1: Kerangka Pemikiran
Keterangan: tanda panah ( ) berarti mempengaruhi.7
Faktor yang paling utama diduga penyebab faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumtif mahasiswa Fuadah adalah semakin
senjangnya makna asli dari pada suatu hal. Suatu perumpamaan, apabila
jumlah uang kiriman melebihi jumlah kebutuhan yang harus dikeluarkan
7 Sri Hanuning, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif Mahasiswa, Skripsi S1 (Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011), 27.
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI
PERILAKU:
1. Faktor Keinginan
2. Faktor Ekonomi
3. Faktor Gaya Hidup
4. Faktor Media Informasi
PERILAKU KONSUMTIF
MAHASISWA
9
maka lingkungan akan membantu merubah perilaku mahasiswa menjadi
konsumtif, disamping kurangnya pengawasan langsung dari orang tua.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi mahasiswa
fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora seperti keinginan, ekonomi,
gaya hidup, dan media informasi pada dasarnya saling terkait satu dengan
yang lainnya. Faktor yang satu dapat mempengaruhi perilaku konsumtif bila
ditunjang dengan faktor yang lain. Misalnya, faktor keinginan tidak dapat
menjadi pengaruh perilaku menjadi konsumtif bila tidak ditunjang dengan
adanya faktor ekonomi.
G. Metode Penelitian
Untuk merangkai sebuah karya ilmiah yang sistematis, maka penulis
menggunakan metode diantaranya:
1. Jenis Penelitian
Penelitian penulis merupakan penelitian berbasis lapangan (field
research) yaitu penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara
intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi
lingkungan suatu unit sosial baik individu, kelompok, lembaga, atau
masyarakat.8 Tujuan dari pada penelitian lapangan adalah untuk
8 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), 22.
10
menambah sudut pandang penulis memalui konteks sosial yang berlaku
sehingga mendapatkan hasil penelitian yang lebih relevan.
Sedangkan dari sifatnya penelitian ini bersifat deskriptif analitik
yaitu penelitian untuk menggambarkan dengan lebih teliti ciri-ciri usaha
untuk menentukan frekuensi.9 Data yang dihimpun berasal dari lokasi
fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga.
2. Sumber Data
Ada dua bentuk sumber data dalam penelitian ini, yaitu:
a. Sumber Data Primer
Sumber data yang dapat memberikan data penelitian secara
langsung yang berasal dari informan yang telah ditentukan
menggunakan kriteria tertentu melalui wawancara. Sumber data
primer penelitian ini adalah mahasiswa yang mencerminkan sikap
konsumtif dan terdaftar dalam lima program studi dalam fakuktas
Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga.
b. Sumber Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi
kepustakaan antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-
buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.10
Data tersebut diperoleh dari perpustakaan, internet, dan hasil
9 Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), 3. 10 Amirudin, Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), 30.
11
observasi yang penulis lakukan sebelum melaksanakan kegiatan
wawancara.
3. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa metode yaitu:
a. Observasi
Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses
yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikhologis. Dua di
antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan
ingatan.11 Metode ini digunakan untuk memperoleh data dengan cara
menghubungkan antara informasi (kejadian) dan konteks (hal yang
berkaitan) sehingga memperoleh hasil yang lebih presisi melalui
proses mengamati dan mencatat fenomena-fenomena tentang sikap
konsumtif mahasiswa fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora
IAIN Salatiga dengan sistematika (1) mengamati, mengingat dan
mencatat gejala mengenai sikap konsumtif dilapangan, (2) membaca
karya berupa tulisan yang berhubungan dengan sikap konsumtif dan
(3) menentukan pokok permasalahan.
b. Wawancara
Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan
11 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, cet. Ke-19 (Bandung: CV. Alfabeta, 2013), 145.
12
makna dalam suatu topik tertentu.12 Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan jenis wawancara terstruktur dengan menggunakan
pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya. Langkah-
langkah dalam dalam metode wawancara ini (1) penulis menjelaskan
tujuan berwawancara dengan informan, (2) menjelaskan keterangan
yang penulis harapkan dari informan (3) informan menuliskan
pendapatnya dilembaran yang berisi garis besar pokok permasalahan.
Penulis dalam melakukan wawancara juga melakukan percakapan
informal untuk mengumpulkan data bersifat non-verbal yang berguna
memupuk keakraban dengan informan sehingga informan lebih
leluasa dalam mengungkapan pendapatnya.
c. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya
catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi,
peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya
foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain.13 Dalam penelitian ini,
penulis menggunakan dua macam dokumen yaitu: (1) dokumen yang
bersumber dari manusia berupa tulisan hasil wawancara terhadap
12 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif..., 231. 13 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif..., 240.
13
informan, dan (2) dokumen yang bersumber bukan dari manusia
berupa foto saat kegiatan wawancara berlangsung.
H. Waktu Dan Lokasi
Perlu di ketahui bahwasannya IAIN Salatiga secara administratif
dibagi menjadi 3 (tiga) bagian kampus yaitu kampus 1 (satu) yang
beralamatkan di Jl. Tentara Pelajar No. 2, Mangunsari, Kec. Sidomukti,
Kota Salatiga, Jawa Tengah, kemudian kampus 2 yang secara geografis
terletak di Jl. Nakula Sadewa IV A, Dukuh, Kec. Sidomukti, Kota Salatiga,
Jawa Tengah, dan yang terbaru dalam artian waktu pembangunan gedung
adalah kampus 3 (tiga) yang berada di Jalan Lingkar Salatiga, Pulutan, Kec.
Sidorejo, Kota Salatiga, Jawa Tengah.
Dalam penelitian lapangan (field research) ini, basis pengumpulan
data yang di himpun oleh penulis adalah di salah satu kampus IAIN Salatiga
yaitu kampus dua karena fakultas yang menjadi konsentrasi penelitan
berada didalam kampus tersebut dan tempat lain tergantung kesepakatan
yang dibuat sebelumnya antara responden dengan penulis. Selanjutnya
untuk mendukung tingkat validitas hasil penelitian, penulis melakukan
pengumpulan data pada bulan September 2019.
I. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan sekripsi terbagi menjadi tiga bagian, yaitu
bagian awal, bagian isi dan bagian akhir. Bagaian awal terdiri dari sampul,
lembar berlogo, halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman
14
pengesahan kelulusan, halaman pernyataan orisinalitas, halaman motto dan
persembahan, halaman kata pengantar, halaman abstrak, halaman daftar isi,
halaman daftar lampiran. Bagian inti dari penelitian ini, peneliti menyusun
kedalam lima bab dengan rincian sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Merupakan landasan formatif penelitian, yang berisi latar belakang
masalah, definisi operasional, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, kajian pustaka, landasan teoritik, waktu dan lokasi penelitian,
serta sistematika pembahasan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Berisi teori-teori yang memuat konsep-konsep terkait dengan judul
sebagai landasan yang di peroleh dari berbagai sumber untuk mendukung
terbentuknya penelitian.
BAB III : DISKRIPTIF PEMIKIRAN
Berisikan metode penelitian meliputi jenis penelitian, lokasi
penelitian, subjek dan objek penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik
analisi data.
BAB IV : PEMBAHASAN
Menjelaskan mengenai hasil penelitian yang menguraikan tentang
gambaran umum konsumerisme mahasiswa IAIN Salatiga terdiri dari
penyajian dan analisi data
15
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini akan memuat mengenai simpulan, saran, dan kata
penutup. Bagian terakhir dari skripsi ini memuat daftar pustaka, lampiran-
lampiran yang mendukung dan daftar riwayat hidup peneliti.
16
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Teoritis
1. Perilaku Konsumtif
a. Pengertian perilaku
Beberapa ahli berpendapat mengenai defenisi perilaku antara
lain:
1) Menurut Azwar, mengemukakan bahwa perilaku manusia
dipengaruhi oleh faktor seperti stimulus itu sendiri, latar
belakang pengalaman setiap individu, motivasi, tujuan, dasar
kepribadian dan sebagainya.1 Perilaku setiap individu sangat
berbeda disebabkan oleh lingkungan dimana ia bertempat
tinggal, dengan berbedanya perilaku setiap individu maka
berbeda pula kebutuhan setiap individu.
2) Ibn Sina mengatakan, sesungguhnya setiap manusia
dilandasi kekuatan-kekuatan (al-Quwwah al-Nabatiyah, al-
Quwwah al-Hayawaniyah, dan al-Quwwah al-Insaniyah),
dengan kekuatan-kekuatan itu manusia melakukan tindakan-
1 Rasyid Masri, Mengenal Sosiologi “Suatu Pengantar”, cet. Ke-1 (Makassar: Alauddin
University Press, 2011), 157-158.
17
tindakan baik, dan dengan kekuatan itu pula, manusia
melakukan kejahatan.2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, perilaku yaitu
tanggapan atau suatu reaksi individu atau kolektifyang terwujud
dalam bentuk sikap dan tindakan baik secara fisik maupun
ucapan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat.3
Perilaku juga identik dengan reaksi seseorang terhadap
orang lain. Perilaku itu ditunjukkan dengan perasaan, tindakan,
sikap keyakinan, kenangan, rasa hormat terhadap orang lain.
Perilaku juga dapat diartikan sebagai tindakan sosial.4
Perilaku yang dilakukan oleh minoritas membawa
kepercayaan diri. Sebagai contoh, mempercantik diri cenderung
untuk meningkatkan kepercayaan diri diantara mayoritas.5 Jadi
dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia
adalah semua kegiatan atau aktivitas yang di lakukan oleh
manusia.
Perilaku atau pola kelakuan yang dibagi dalam dua macam
yaitu:
1) Pola kelakuan lahir adalah cara bertindak yang ditiru oleh
orang banyak secara berulang-ulang.
2 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: UI Press, 1979), 61. 3 Rasyid Masri, Mengenal Sosiologi..., 157. 4 Rusli Ibrahim, Pembinaan Perilaku Sosial Melalui Pendidikan Jasmani (Jakarta: Direktorat
Jendral olahraga, 2001), 19. 5 David G. Myers, Psikologi Sosial (Jakarta; Salemba Humanika, 2012), 399.
18
2) Pola kelakuan batin yaitu cara berfikir, berkemauan dan
merasa yang diikuti oleh banyak orang berulang kali.6
b. Perilaku Konsumtif
Istilah konsumtif biasanya digunakan pada masalah
yang berkaitan perilaku konsumen dalam kehidupan manusia.
salah satu gaya hidup konsumen yang cenderung terjadi di
dalam masyarakat adalah gaya hidup yang menganggap materi
sebagai sesuatu yang dapat mendatangkan kepuasan tersendiri,
gaya hidup seperti ini dapat menimbulkan adanya gejala
konsumtif.
Perilaku konsumtif merupakan suatu perilaku membeli
dan menggunakan barang yang tidak didasarkan pada
pertimbangan yang rasional dan memiliki kecenderungan untuk
mengkonsumsi sesuatu tanpa batas dan individu lebih
mementingkan keinginan dan ditandai oleh kehidupan yang
mewah dan berlebihan. Seorang individu harus membuat
keputusan untuk membeli sesuatu namun tidak mengetahui
konsekuensi pilihan tindakannya pada satu hal atas hal yang
lain.
Contohnya mode pakaian wanita merupakan bagian dari
siklus berkesinambungan yang memunculkan satu mode
6 Hendro Puspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1984), 111.
19
pakaian kemudian diganti oleh mode pakaian berikutnya. Model
pakaian seseorang disesuaikan dengan respons pikiran orang
lain.7
Torstein Veblen menjelaskan bahwa upaya pencapaian
kelas dalam masyarakat yaitu Conspicuous consumption,
vicarious leisure, pecuniary emulation dan invidious
consumption. Maknanya yaitu konsumsi yang berlebihan,
mengekspresikan waktu dengan berlebihan, kebutuhan material,
konsumsi individual.8
Baudrillard dalam “masyarakat konsumsi”, semakin
banyak mengkonsumsi maka akan semakin baik citra sosialnya.
Sebab, yang tidak mengkonsumsi ditengah kepungan wacana
konsumsi akan demikian udik, kikir atas hidupnya sendiri.
Mengkonsumsi apa saja yang sesungguhnya belum tentu
dibutuhkan yang penting mengkonsumsi, yang penting
berbelanja.9 Terkait dengan aktifitas konsumsi, perempuan
lebih sering menjadi sasaran bagi penjualan produk, misalnya
pusat-pusat perbelanjaan dibangun sebagai tempat untuk
menarik dan menyambut kaum wanita secara khusus. Pada
tingat kebutuhan hidup, perempuan memiliki kebutuhan
7 James S. Coleman. Dasar Dasar Teori Sosial, cet. IV (Bandung: Nusa Media,2011), 315. 8 Muhammad Ridha, Sosiologi Waktu Senggang: Eksploitasi dan Komodifikasi Perempuan di
Mall, Cet. 1 (Makasar: Resistbook, 2012), 31. 9 Muhhamad Ridha, Sejarah (pem)Bungkam(an) “Dari Kolonialisme Sampai Neoliberalisme”, cet.
Ke-1 (Makassar: Cara Baca, 2010), 104.
20
tambahan seperti kebutuhan kosmetik, pewangi, pemutih,
pakaian khas atau kecenderungan untuk mengakses mode dan
gaya hidup terbaru.10
Perilaku konsumtif adalah suatu perilaku yang tidak lagi
didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena
adanya keinginan yang sudah mencapai taraf tidak rasional lagi.
Perilaku konsumtif melekat pada diri seseorang bila orang
tersebut membeli sesuatu diluar kebutuhan akan tetapi sudah
kepada faktor keinginan.11
Perilaku konsumtif merupakan suatu perilaku yang
ditandai oleh adanya kehidupan mewah yang berlebihan,
membeli produk tertentu untuk memperoleh kesenangan serta
pola hidup yang dikendalikan oleh suatu keinginan untuk
memenuhi hasrat kesenangan semata dan rela mengeluarkan
uang hanya untuk menjaga gengsi dalam pergaulan. Veblen
mengungkapkan bahwa konsumsi secara berlebihan adalah ciri
orang yang hendak ditiru oleh lapisan masyarakat pada
umumnya. Dengan berbelanja seperti yang ditemukan di
masyarakat cenderung konsumtif, dengan mengkonsumsi
barang-barang secara berlebihan, bahkan kadang-kadang jauh
dari nilai fungsionalnya.12
10 Ibid., 115. 11 Ibid., 116. 12 Muhammad Ridha, Sosiologi..., 31-32.
21
Seseorang yang memiliki pola belanja berlebihan yang
dilakukan terus menerus dengan menghabiskan begitu banyak
cara, waktu dan uang hanya untuk membeli atau mendapatkan
barang-barang yang diinginkan namun tidak selalu dibutuhkan
secara pokok oleh dirinya.
c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif
Engel, Blackwell, dan Miniard mengatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku
konsumtif antara lain:
Faktor Internal :
1) Motivasi
2) Kepribadian
3) Konsep diri
4) Pengalaman belajar
5) Gaya Hidup
Faktor Eksternal :
1) Kebudayaan
2) Kelas Sosial
3) Kelompok Referensi
4) Situasi
5) Keluarga
22
Berdasarkan uraian di atas, maka faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan perilaku konsumtif dibedakan
menjadi dua yaitu: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal antara lain: motivasi, kepribadian, konsep diri,
pengalaman belajar dan gaya hidup. Sedangkan faktor eksternal
antara lain : kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi,
situasi, dan keluarga. 13
d. Indikator Perilaku Konsumtif
Definisi konsep perilaku konsumtif amatlah variatif,
tetapi pada intinya muara dari pengertian perilaku konsumtif
adalah membeli barang tanpa pertimbangan rasional atau bukan
atas dasar kebutuhan pokok. Secara operasional, indikator
perilaku konsumtif yaitu :
1) Membeli produk karena iming-iming hadiah.
2) Membeli produk karena kemasannya menarik.
3) Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi.
4) Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar
manfaat atau kegunaannya).
5) Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status.
6) Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model
yang mengiklankan.
13 James F. Engel, et.al., perilaku konsumen, jil. 2, terj. Budijanto (Jakarta: Binarupa Aksara,
1995), 46.
23
7) Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga
mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi.
8) Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merk berbeda). 14
2. Perilaku Konsumtif Dalam Perspektif Islam
Islam merupakan agama yang ajarannya mengatur segala
perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, salah
satunya ialah dalam masalah konsumsi. Islam telah mengatur
seluruh perilaku manusia dalam mengkonsumsi sesuai dengan Al-
Qur’an dan As-Sunnah, yang apabila perilaku konsumsi dikakukan
sesuai dengan Al-Qur’an dan As-sunnah maka kehidupan manusia
akan lebih mencapai kesejahteraan dan keberkahan dalam hidupnya.
Perilaku konsumsi yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah
yaitu membelanjakan harta dengan tidak berlebihan (konsumtif),
berlaku hemat, dan lain-lain.
a. Berlaku Hemat (Al-Iqtishad)
Salah satu sifat mahmudah menurut etika Islam ialah
hemat. Beberapa ahli yang berpendapat bahwa Islam member
etika konsumsi yang cirinya adalah sederhana dan hemat. Dr.
Ahmad Muhammad al-Hufy dalam bukunya “Min Akhlaq al-
Nahiy”, menuliskan bahwa yang disebut sederhana oleh
14 Tiurma Yustiti Sari, “Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Dengan Body Image Pada Remaja
Putri”, Skripsi, (Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara, 2009), 26-27.
24
Aristoteles ialah sifat pemurah, yakni dalam penggunaan harta,
hemat merupakan jalan tengah antara boros dan kikir, kebesaran
jiwa adalah pertengahan antara tidak malu dengan perasaan
rendah diri,15 yang berarti pula perbuatan tersebut merupakan
langkah untuk membelanjakan harta kekayaan dengan sebaik-
baiknya dengan cara-cara yang wajar. Dengan sifat hemat (al-
iqtishad), seseorang dapat memelihara harta benda yang
dianugerahkan Allah SWT kepadanya. Dari segi pembelanjaan,
sifat hemat merupakan langkah untuk menyesuaikan pengeluaran
dengan pendapatan, tidak terjadi lebih kecil pemasukan dari pada
pengeluaran. Hamzah Ya‟qub menjelaskan bahwa, “yang
dimaksud dengan hemat (al-iqtishad) ialah menggunakan segala
sesuatu yang tersedia berupa harta benda, waktu dan tenaga
menurut ukuran keperluan, mengambil jalan temgah, tidak dan
tidak lebih.16
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Furqan/25:67 yang
berbunyi:
ِلَك قََواًماَوالَِّذيَن إِذَا أَْنفَقُوا لَْم يُْسِرفُوا َولَْم َيقْ تُُروا َوَكاَن َبْيَن ذََٰ
15 Mochtar Husein, Pandangan Islam Terhadap Permasalahan Sosial, cet. Ke-1 (Yogyakarta: UII
Press, 2002), 114. 16 Munir dan Sudarsono, Dasar Dasar Agama Islam, cet. Ke-2 (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001),
411.
25
Arab-Latin: Wallażīna iżā anfaqụ lam yusrifụ wa lam yaqturụ wa
kāna baina żālika qawāmā
Terjemah: Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta),
mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah
(pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.17
Makna dari surah Al-Furqan yaitu dan mereka juga adalah
orang-orang yang apabila bernafkah, yakni membelanjakan harta
mereka, baik untuk dirinya maupun keluarga atau orang lain,
mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir, dan adalah ia,
yakni pembelanjaan mereka, pertengahan antara keduanya.18
Dalam memenuhi keinginan yang tidak terbatas akan merusak
diri, bukan berarti seorang muslim tidak boleh mendapatkan
kepuasan dari konsumsinya terhadap sejumlah barang, akan
tetapi kepuasan seorang muslim harusdibatasi dan tidak berlaku
konsumtif. Perilaku konsumtif dalam ajaran islam jelas
merupakan perilaku tercela sebagaimana yang diterangkan dalam
ayat diatas bahwa Allah telah melarang seorang muslim untuk
berbelanja secara berlebihan.
Perilaku konsumtif merupakan perilaku membeli tidak
didasarkan pada kebutuhan pokok tetapi hanya keinginan semata
yang mengakibatkan sesuatu yang berlebihan dan
17 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 366. 18 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, vol. 1 (Bandung: Mizan, 2005), 151.
26
menghamburkan uang. Perilaku konsumtif bisa membuat
seseorang menjadi sombong, dan berbuat apa saja termasuk
berbohong. Oleh karena itu Allah SWT menganjurkan agar tidak
berperilaku konsumtif, karena sesungguhnya Allah SWT tidak
menyukai orang yang berlebih-lebihan.
b. Berlaku Sederhana (Qana’ah aatau Zuhud)
Salah satu sifat yang dapat membuat hati tenang adalah
qana’ah, juga disejajarkan dengan sifat zuhud. Zuhud atau qana’ah
yang hakiki adalah sifat yang semata-mata muncul dari hati sanubari
karena sadar akan nikmat, rahmat dan anugerah Ilahi yang secara
metafisik berada di balik segala keadaan.
Menurut bahasa qana’ah berarti menerima apa adanya atau
tidak serakah, sedangkan zuhud berarti sederhana. Dari segi Etika
Islam sifat qana’ah atau zuhud merupakan keadaan jiwa yang
mampu menerima dengan ikhlas apa yang ada pada dirinya, juga
merupakan suatu perasaan berkecukupan dengan segala apa yang
dimiliki baik yang bersifat materiil maupun non materiil. Qana’ah
atau zuhud adalah roh dinamis yang bergerak untuk menghalangi
seseorang dalam memperoleh rezeki haram dan tipu dalam
kenikmatan duniawi. Maka dari itu seorang muslim dianjurkan agar
berlaku sederhana dan tidak menuruti apa saja yang diinginkan.
Sifat qana’ah yang tentukan di dalam akhlakul karimah adalah
qana‟ah dalam lingkup pengertian yang lebih luas, yang menurut
27
Al-Ghazali yaitu menerima dengan rela apa yang ada, memohon
kepada Tuhan tambahan yang pantas, disertai dengan usaha atau
ikhtiar, menerima dengan sabar ketentuan Tuhan, bertawakkal
kepada Tuhan, tidak tertarik oleh tipu daya dunia.19
3. Karakteristik Mahasiswa
Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. 20
Menurut pendapat lain, mahasiswa adalah individu yang sedang menuntut
ilmu di tingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga
lain yang setingkat dengan perguruan tinggi. Mahasiswa memiliki tingkat
intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berfikir dan kerencanaan
dalam bertindak.21
Mahasiswa merupakan intelektual muda yang nantinya menjadi
calon-calon penerus bangsa. Mahasiswa mendapat julukan sebagai agent of
change, karena dengan kekuatan mahasiswa dapat mendobrak pemerintah
untuk bertindak sesuai dengan jiwa kritis mereka.
19 A. Munir dan Sudarsono, Dasar Dasar Agama Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013), 411-
413. 20 Kamus Besar Bahasa Indonesia, dalam https://kbbi.web.id, diakses 13 Agustus 2019. 21 Dwi Siswoyo, dkk., Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: UNY Press, 2007), 121.
https://kbbi.web.id/
28
B. Kajian Teori
Herbert Marcuse mengembangkan beberapa argument mengenai
konsumsi, untuk menunjukkan bahwa ideologi konsumerisme mendorong
kebutuhan palsu dan bahwa kebutuhan ini bekerja sebagai satu bentuk
kontrol sosial: Orang-orang mengenali diri mereka di dalam komoditas
mereka; mereka menemukan jiwa mereka dalam mobil, perangkat hi-fi,
rumah mewah, perlengkapan kecantikan dan sebagainya. Mekanisme itu
sendiri yang mengikat individu pada masyarakatnya, telah berubah; dan
kontrol sosial dilabuhkan pada kebutuhan-kebutuhan baru yang telah
dihasilkan. Jadi, menurut Marcuse adanya iklan merupakan dorongan akan
kebutuhan palsu.22 Itu semua tertuang secara eksplisit dalam teori manusia
satu dimensinya, kemudian dari pada perihal tersebut yang juga mengikis
orientasi mahasiswa yang menjalani perkuliahan di Fakultas Ushuluddin,
Adab dan humaniora IAIN Salatiga.
22 John Storey, Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop, (Yogyakarta: Jalasutra, 2006), 145
29
BAB III
DISKRIPTIF PEMIKIRAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan adalah perkembangan ilmu pengetahuan tak lepas dari
dorongan rasa ingin tahu manusia. Ingin tahu terhadap diri dan lingkungan
sekitarnya. Tujuannya adalah untuk menemukan kebenaran. Dia menuntut
dirinya untuk hidup dalam apa yang disebut kebenaran.1 Pendekatan-
pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah Pendekatan
Kultural.
Pendekatan kultural didasarkan pada adanya perubahan-perubahan
yang terjadi dalam kultur masyarakat direntang masa tertentu. Perubahan-
perubahan besar lazimnya ditimbulkan oleh lahirnya suatu kesadaran baru
dalam sebuah masyarakat, hingga menimbulkan kultur yang berbeda dari
sebelumnya.2 Dalam hal ini gejala-gejala konsumtif yang tampak dalam
ranah mahasiswa fakutas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga
mencakup beberapa aspek antara lain:
1. Sosial ekonomi
2. Sosial budaya
3. Sosial pendidikan
1 Jakob Soemardjo, Filsafat Seni, (Bandung: ITB), 2000. 3 2 Jalaluddin, Filsafat Ilmu Pengetahuan: Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Peradaban, Cet. Ke-2
(Jakarta: Rajawali Pers), 2014. 22.
30
B. Objek penelitian
Dalam penelitian filsafat objek penelitian yang dikaji tidak berbeda
dengan penelitian berbasis sosiologi, antrophologi dll., akan tetapi lebih
komprehensif dari pada penelitian-penelitian tersebut. objek penelitian
filsafat terbagi atas dua macam yaitu objek material dan objek formal. Objek
material dari penelitian ini adalah sikap konsumtif mahasiswa fakultas di
fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga.
Sedangkan objek formal dari penelitian ini adalah orientasi
mahasiswa di era post modern ditinjau dari perspektif Herbert Marcuse yang
terjadi di lingkup fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga.
C. Subjek Penelitian
Manusia itu objek. Yang dapat dipelajari menurut apa adanya, ia
dapat diobservasi dan diselidiki dari jarak. Ia tidak kalah dengan objek ilmu-
ilmu eksakta, bahkan ia lebih kaya dan lebih kompeks dari padanya. Namun
manusia juga subjek. Dengan kesadaran ia menjalankan diri, menjadi
sumber sadar bagi kegiatannya sendiri. Maka ia tidak merupakan objek
menurut arti ‘benda mati’, melainkan ia berupa pusat kegiatan dan minat.3
Maka dari itu subjek dari penelitian ini adalah penulis sendiri dan
mahasiswa di fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga.
Dalam penelitian ini yang menjadi keyperson adalah mahasiswa fakultas
3 Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta:
Kanisius, 1999), 36.
31
Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga yang berada di kampus
dua. Penentuan sampel penelitian dipilih dengan teknik purposive sampling
meliputi jenis kelamin, umur, tingkatan semester, dan dari seluruh program
studi yang terdiri dari:
1. Sejarah Peradaban Isam
2. Ilmu Al-Quran dan Tafsir
3. Aqidah dan Filsafat Islam
4. Ilmu Hadits
5. Bahasa dan Sastra Arab
Dari keseluruhan program studi di fakultas Ushuluddin, Adab dan
Humaniora IAIN Salatiga, penulis memillih 2(dua) sampel sumber data
pada setiap program studi, maka total jumlah sampel menjadi 10(sepuluh)
sampel penelitian. Penulis mengambil 10 contoh karena tersedianya waktu,
tenaga, biaya yang relatif rendah.
Penentuan sampel penelitian dilakukan dengan teknik purposive
sampling yang mana teknik ini menggunakan pertimbangan tertentu untuk
menentukan sampel sumber data. Alasannya karena belum tentu semua
sampel memiliki kriteria yang cocok dengan fenomena yang terjadi.
D. Kriteria Penentuan Sampel
Ukuran-ukuran yang dibuat dalam menentukan sampel untuk
mendukung tingkat kredibitas penelitian yaitu:
32
1. Berasal dari fakultas yang bersangkutan dan berstatus mahasiswa
aktif
2. Gejala sikap konsumtif yang ditangkap melalui panca indera
3. Mampu memberikan feedback yang presisi
E. Alat-alat penelitian
Penelitian lapangan (field research) tentunya memiliki karakteristik
tersendiri dibandingkan dengan penelitian yang berbasis kepustakaan
(library research) dimana dalam penggunaan instrumen pendukung
berjalannya penelitian agar membantu memudahkan peneliti juga lebih
bervariatif.alat penelitian adalah alat yang dipergunakan untuk
menangkap/merekam/mencatat data/informasi dari objek, efektivitas, dan
atau fungsinya, dapat dipengaruhi oleh kemahiran subjek dan oleh kondisi
objek, serta oleh situasi dimana peneitian diakukan.4
Ketika peneliti menghimpun data-data, untuk mendukung kegiatan
tersebut instrumen yang digunakan antara lain: alat tulis (buku, pena, pensil,
penghapus), kamera, handphone, dan lain sebagainya.
F. Langkah-langkah penelitian
Dalam penyusunan kegiatan penelitian, para peneliti memiliki
metode yang mungkin berbeda dengan peneliti lainnya salah satunya alasan
4 Soetriono dan Rita Hanafi, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian (Yogyakarta: C.V. Andi
OFFSET, 2007), 167.
33
tentunya untuk meningkatkan tingkat kredibilitas dari hasil penelitian
tersebut. Fase-fase penelitian ini jika diperincikan antara lain mencakup:
1. Fase Persiapan
Termasuk langkah-langkah menetapkan/merumuskan/
mengidentifikasi masalah, menyusun kerangka pikiran/pendekatan
masalah, merumuskan hipotesis (jika penelitian bertujuan
memverifikasi), menentukan rancangan uji hipotesis/teknik analisis
(jika tidak menguji hipotesis).
2. Fase Pengumpulan Data/Informasi
Menyangkut pengujian hipotesis/teknik analisis.
3. Fase Pengolahan Data
Masih bersangkutan dengan pengujian hipotesis/teknik analisis.
4. Fase Penyusunan/Penulisan Laporan
Bersangkutan dengan langkah pembahasan dan penarikan
kesimpulan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa tiga langkah metode ilmiah
yang pertama dalam teknisnya termasuk dalam satu fase kegiatan (fase
persiapan), satu langkah berikutnya termasuk dalam dua fase kegaiatan
(fase pengumpulan dan pengolahan data informasi), dua langkah
metode ilmiah yang terakhir secara teknis termasuk dalam satu fase
kegiatan (fase penyusunan/penulisan laporan). Secara skematis adalah
sebagai berikut:
34
Gambar 3.1: langkah-langkah metode ilmiah
35
Lebih lanjut skema di atas dapat dikombinasikan lagi dengan
komponen-komponen ilmu, seperti fenomena, konsep, proposisi, fakta,
teori/ilmu, seperti telah diuraikan terdahulu. Dengan demikian akan
terlihat bagaimana kaitan antara komponen ilmu, metode ilmiah,
dengan langkah-langkah teknik penelitian itu, dimana setiap fase itu
diperinci berbagai kegiatannya.5
G. Teknik Analisis Data
Pengolahan dan analisis data menggunakan deskriptif kualitatif
karena penulis ingin mendeskripsikan atau menggambarkan objek
penelitian berdasarkan realita yang berlangsung sebagaimana adanya dalam
hal ini adalah sikap konsumtif yang terjadi dikalangan mahasiswa fakutas
Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga. Setelah mendapatkan
data-data yang diperoleh dari metode pengumpulan data yang telah
dipaparkan sebelumnya, maka langkah selanjutnya adalah mengolah data
yang telah berhasil dihimpun dengan menganalisis data, mendeskripsikan
data untuk kemudian ditarik kesimpulan. Langkah-langkah dalam
menganalisis data penelitian kualitatif antara lain:
1. Reduksi Data
Reduksi data diartikan merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, membuang yang
tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan
5 Ibid, 167-168.
36
memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti
untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya
apabila diperlukan. Dengan kata lain, seluruh hasil penelitian dari
lapangan dikumpulkan kembali lalu dipilah untuk menentukan data
mana yang tepat untuk digunakan.6 Dalam melakukan penelitian
lapangan tingkat awal yaitu observasi penulis mengingat dan
mencatat gejala apa yang terjadi kemudian disusun secara sistematis
untuk menonjolkan pokok permasalahan dengan tujuan untuk
menyusun pedoman wawancara guna memperoleh data lain yang
penulis perlukan.
2. Penyajian Data
Dalam penelitian kualitatif penyajian data dapat dilakukan
dalam bentuk grafik, dan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut
maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga
akan semakin mudah dipahami.7 Inti dari penyajian data adalah
pengorganisasian data agar bisa melihat gambaran secara parsial
ataupun keseluruhan dan menghindari penumpukan detail data,
sehingga penulis menyajikan data penelitian dalam bentuk teks
naratif dari hasil wawancara terhadap informan penelitian beserta
6 Sugiyono , Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, cet. Ke-19 (Bandung: CV.
Alfabeta, 2013), 338. 7 Ibid., 341.
37
uraian singkat penulis yang terbagi dalam bentuk-bentuk sikap
konsumtif yang ditentukan.
3. Penarikan Kesimpulan
Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalis
kualitatif mulai mencari arti benda benda, mencatat keteraturan,
pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur
sebab akibat dan preposisi.8 Setelah mencari dan mengumpulkan
data-data, selanjutnya adalah menganalisis data untuk digunakan
dalam melakukan verifikasi data, penulis mencoba mengambil
kesimpulan dan memperbaharuinya dari setiap informan yang ada
karena latar belakang tindakan setiap informan yang berbeda
sehingga penulis bisa mendapatkan kesimpulan yang lebih konkrit
dengan penerapan teori manusia satu dimensi oleh Herbert Marcuse.
8 Mathew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, cet. Ke-1 (Jakarta: UI
Press, 1996), 15.
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Biografi Herbert Marcuse
Sebagai salah seorang gerakan ‘kiri baru’ (the new left), doktrin
Marcuse tentang sistem politik dan sistem sosial dinilai lebih radikal dari
kaum komunis ortodoks. Keradikalan ini rupa-rupanya membuat namanya
menjadi termasyhur dikalangan sangat luas antara 1960-an dan 1970-an.
Para pengagumnya malah menjulukinya sebagai ‘sang nabi’. Nabi yang
menjadi inspirator revolusi mahasiswa tahun 1968, nabi bagi kaum hippy
dan generasi bunga (flower generation), nabi yang menyuarakan pendapat
mereka, nabi yang mencanangkan gejala yang melanda serta mengancam
dunia dan umat manusia. Buah pikirannya ternyata melekat dan telah
mendarah daging bagi kelompok-kelompok mahasiswa militan.
Gagasannya menjadi salah satu sebab kerusuhan mahasiswa di Amerika
Serikat dan Eropa Barat.1
Herbert Marcuse termasuk salah satu figur terkemuka di Institut
penelitian Sosial/Mazhab Frankfurt. Ia, seperti Max Horkheimer, sangat
kritis dengan ilmu pengetahuan sosial tradisional yang dianggap
bertanggungjawab menjadikan ilmuwan sosial terasing dari fakta-fakta
1 Agus Darmaji, “Herbert Marcuse Tentang Masyarakat Satu Dimensi”, Ilmu Ushuluddin (vol.1, No.6, Juli/2013), 516.
39
yang ditelitinya, mengabaikan adanya kontradiksi baik di dalam
masyarakat maupun di lingkup teori itu sendiri.
Marcuse mengulas adanya keterkaitan antara perkembangan
teknologi di masyarakat industri maju dengan praktik-praktik penindasan
dan penguasaan menyeluruh menyerupai sepak terjang rezim fasis Jerman.
Marcuse menawarkan jalan alternatif untuk dapat lolos dari situasi darurat
sosial kombinasi “teknokrasi teroris dengan ideologi yang irasional”
tersebut dengan ide-ide radikal meliputi “penolakan agung” dan
“pendidikan estetika”.2 Akan tetapi penolakan agung yang ditawarkan oleh
Herbert Marcuse tidak setotal hipotesis Marx yang mencanangkan
mengenai penghapusan kerja
Herbert Marcuse lahir 19 Juli 1898 di Berlin, Jerman. Ia tumbuh di
lingkungan keluarga kaya raya Yahudi. Marcuse, yang mengawali
pendidikannya di Mommsen Gymnasium di Berlin itu, sedari muda sudah
terlibat dengan dunia pergerakan tepatnya ketika ia bergabung dalam
Revolusi Jerman menjungkalkan Kaiser Wilhelm II. Ia juga ikut
mendirikan pemerintahan Sosial Demokratis di Jerman. Setelah melanglang
buana di dunia gerakan, Marcuse kembali ke kampus di Freiburg tempat ia
meraih gelar PhD di bidang sastra pada 1922 dengan disertasi The German
Artist-Novel. Di Freiburg juga pada 1928 Marcuse mengikuti perkuliahan
yang diampu bapak filsafat fenomenologi Edmund Husserl dan pengarang
2 https://falsafahkita.wordpress.com/591-2/, diakses 12 September 2019.
https://falsafahkita.wordpress.com/591-2/
40
salah buku filsafat paling berpengaruh dalam sejarah filsafat Barat Being
and Time, Martin Heidegger.3
Selang satu tahun Marcuse, karena keyahudian dan gerak-geriknya
yang radikal kabur ke Amerika Serikat karena dikejar-kejar Nazi. Pada saat
bersamaan Institut Penelitian Sosial, tempat di mana Marcuse mencurahkan
pemikiran-pemikiran sosial kritisnya, mendapat kantor dan afiliasi dengan
Universitas Columbia di New York Amerika Serikat. Kendati rmukim di
Amerika, Marcuse meninggal di Starnberg, Jerman pada 29 Juli 1979. Dia
terkena serangan jantung ketika didaulat menjadi penceramah untuk topik-
topik seputar Holocaust, ekologi, dan gerakan Kiri.4 Seperti dinyatakan
Douglas Kellner kritisisme Marcuse pada masyarakat industri maju serta
pembelaannya pada gagasan politik radikal berdampak secara kultural di
seluruh penjuru dunia terutama generasi muda zaman itu hingga Marcuse
dibaptis menjadi mentor, inspirator, nabi, dan bahkan “bapak gerakan Kiri
Baru;” istilah ini (Kiri Baru) pertama kali digunakan oleh C. Wirght Mills,
seorang sosiolog kritis, merupakan suatu gerakan, lebih tepat
pemberontakan mahasiswa.
Gerakan bermarkas di universitas-universitas Amerika Serikat,
Jerman, Prancis, Italia, dan Jepang. Kiri Baru, dengan kata lain, terbatas
pada negara-negara “kapitalisme tua”. Mereka kiri karena berorientasi pada
sosialisme dan Marxisme, tetapi “baru” karena menolak baik sosialisme
3 Douglas Kellner, Herbert Marcuse dalam Turner, S & Anthony (Ed), Profiles in Contemporary Social Theory (London: Sage Publications, 2001), 43. 4 Ibid., 44.
41
birokratis negara-negara komunis maupun reformis partai-partai
Sosialdemokrat di Barat.5
Kritik Marcuse terhadap masyarakat kontemporer sangat radikal
dalam artian kritiknya menembus akar-akar keterasingan yang diperlihatkan
masyarakat kontemporer dan sekaligus memuat seruan lantang untuk
melakukan pemberontakan terhadap sebuah sistem produksi, konsumsi, dan
kontrol sosial. Atas semua perosoalan sosial tersebut Marcuse,
berkehendak menyediakan sebuah jalur alternatif untuk meloloskan diri
dari kepungan represi (dalam teori Marcuse mendekati arti penindasan dan
penolakan sekaligus) dan dominasi yang berlangsung di lingkup masyakarat
industri maju.6
B. Karya Herbert Marcuse
Sebagai salah seorang teoritikus terkemuka dari mazhab Frankfurt,
Marcuse cukup banyak menghasilkan karya. Suatu bibliografi lengkap
tentang semua karangan Marcuse sampai tahun 1967 terdapat dalam Kurt
H. Wolff and Barrington Moore (eds.), The Critical Spirit; Essay in Honor
of Herbert Marcuse, Boston 1967, halaman 427-433.7
Di antara karya-karya Marcuse yang terpenting adalah: Reason and
Revolution; Hegel and the Rise of Social Theory (1941), Eros and
Civilization; A Philosophical Inquiry into Freud (1955), One Dimensional
Man; Studies in the Ideology of Advanced Industrial Society (1964), A
5 Franz Magnis-Suseno, Percikan Filsafat Pasca-Lenin (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013), 295. 6 https://falsafahkita.wordpress.com/591-2/, diakses 12 September 2019. 7 K. Bertens, Filsafat Barat Kontemporer; Inggris-Jerman (Jakarta: PT. Gramedia, 2002), 218.
https://falsafahkita.wordpress.com/591-2/
42
Critique of Pure Tolerance (bekerja sama dengan Robert Paul Wolff dan
Barrington Moore tahun 1964), Kultur and Gesellschaft (dua jilid dan terbit
tahun 1965), Negations (1968), Psychoanalyse und Politik (1968) yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul Five Lectures,
Psychoanalysis, Politics, Utopiapada tahun 1970, An Essay on Liberation
(1969), Counterrevolution and Revolt (1972), Studies in Critical Philosophy
(1972), Die Permanenz der Kunst (1977).8
Karya-karyanya yang banyak mempengaruhi generasi sesudahnya
adalah:
1. Reason and Revolution; Hegel and the Rise of Social
Theory(1941)34:Di dalam buku ini Marcuse mengaplikasikan
filsafat Hegel pada pembangunan sejarah ke depannya,
menampilkan pandangan tajam Hegel ke dalam gerakan dan ide
progresif lokal.
2. Eros and Civilization; A Philosophical Inquiry into Freud
(1955):buku ini memaparkan sintesis antara pemikiran Marx dan
Freud dan menguraikan gambaran mengenai masyarakat tanpa
repsresi.
3. One Dimensional Man; Studies in the Ideology of Advanced
Industrial Society (1964): buku ini merupakan karya masterpiece
dari Herbert Marcuse yang memuat gagasan dan kritik terhadap
masyarakat industri maju.
8 Ibid., 218.
43
4. An Essay On Liberation (1969): Buku ini ditulis Marcuse untuk
merayakan gerakan pembebasan seperti yang terjadi di Vietnam
yang menginspirasi banyak kaum radikal.
5. Counter Revolution and Revolt (1972): Buku ini menggambarkan
harapan generasi tahun 60-an yang sedang menghadapi kontra
revolusi.
6. The Aesthetic Dimension (1979) yang berbicara tentang emansipasi
dan perlunya sebuah revolusi budaya.9
C. Filsafat Era Modern
1. Materialisme
Materialisme merupakan faham atau aliran yang menganggap
bahwa di dunia ini tidak ada selain materi atau nature (alam) dan dunia
fisik adalah satu. Pada abad ke-19 pertengahan, aliran ini tumbuh subur
di Barat disebabkan, dengan faham ini, orang-orang merasa mempunyai
harapan-harapan yang besar atas hasil-hasil ilmu pengetahuan alam.
Selain itu, faham Materialisme ini praktis tidak memerlukan dalil-dalil
yang muluk-muluk dan abstrak, juga teorinya jelas berpegang pada
kenyataan-kenyataan yang jelas dan mudah dimengerti. Kemajuan
aliran ini mendapat tantangan yang keras dan hebat dari kaum agama di
mana-mana. Hal ini disebabkan bahwa faham ini pada abad ke-19 tidak
mengakui adanya Tuhan (ateis) yang sudah diyakini mengatur budi
9 Naimah Yuliastika Dewi, “One Dimensional Man (Studi Terhadap Kritik Herbert Marcuse Mengenai Masyarakat Modern)”, Skripsi, (Riau: Fakultas Ushuluddin UIN Sultan Syarif Kasim, 2013), 23-24.
44
masyarakat. Adapun beberapa kritik yang dilontarkan tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Materialisme menyatakan bahwa alam wujud ini terjadi dengan
sendirinya dari chaos (kacau balau). Kata Hegel, kacau balau yang
mengatur bukan lagi balau namanya itu Tuhan.
b. Materialisme menerangkan bahwa segala peristiwa diatur oleh
hukum alam. Padahal pada hakikatnya hukum alam ini adalah
perbuatan ruhani juga.
c. Materialisme mendasarkan segala kejadian dunia dan kehidupan
pada asal benda itu sendiri. Padahal dalil itu menunjukkan adanya
sumber dari luar itu sendiri yaitu Tuhan
d. Materialisme tidak sanggup menerangkan suatu kejadian ruhani
yang paling mendasar sekalipun.
Diantara tokoh-tokoh aliran ini adalah Anaximenes (585-528),
Anaximandros (610-545 SM), Thales (625-545 SM), Demokritos (460-
545 SM), Thomas Hobbes (1588-1679 M), Lamettrie (1709-1775 M),
Feuerbach (1804-1877 M), Spencer (1820-1903 M), dan Karl Marx
(1818-1883 M).
2. Empirisisme
Empirisme adalah aliran yang menjadikan pengalaman sebagai
sumber pengetahuan. Aliran ini beranggapan bahwa pengetahuan
diperoleh melalui pengalaman dengan cara observasi/penginderaan.
Pengalaman merupakan faktor fundamental dalam pengetahuan, ia
45
merupakan sumber dari pengetahuan manusia. Empirisme berasal dari
kata Yunani ”empiris” yang berarti pengalaman indrawi. Penganut
empirisme mengatakan bahwa pengalaman tidak lain akibat suatu objek
yang merangsang alat-alat indrawi, yang kemudian dipahami di dalam
otak, dan akibat dari rangsangan tersebut terbentuklah tanggapan-
tanggapan mengenai objek telah merangsang alat-alat indrawi tersebut.
Empirisme memegang peranan yang amat penting bagi pengetahuan.
Penganut aliran ini menganggap pengalaman sebagi satu-satunya
sumber dan dasar ilmu pengetahuan. Namun demikian, aliran ini
banyak memiliki kelemahan karena (1) indra sifatnya terbatas, (2) indra
sering menipu, (3) objek juga menipu, seperti ilusi/fatamorgana, dan (4)
indra dan sekaligus objeknya. Jadi, kelemahan empirisme ini karena
keterbatasan indra manusia sehingga munculah aliran rasionalisme.
Tokoh-tokoh aliran ini antara lain Francis Bacon (1210-1292 M),
Thomas Hobbes (1588-1679 M), John Locke (1632-1704 M), David
Hume (1711-1776 M), George Berkeley (1665-1753 M), Herbert
Spencer (1820-1903 M), dan Roger Bacon (1214-1294 M).
3. Rasionalisme
Rasionalisme adalah faham atau aliran yang berdasar rasio, ide-
ide yang masuk akal. Selain itu, tidak ada sumber kebenaran yang
hakiki. Zaman rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke-17
sampai akhir abad ke-18. Pada zaman ini hal yang khas bagi ilmu
pengetahuan adalah penggunaan yang eksklusif daya akal budi (ratio)
46
untuk menemukan kebenaran. Ternyata, penggunaan akal budi yang
demikian tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu pengetahuan yang besar
sekali akibat perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu alam. Maka
tidak mengherankan bahwa pada abad-abad berikutnya orang-orang
yang terpelajar makin percaya pada akal budi mereka sebagai sumber
kebenaran tentang hidup dan dunia. Hal ini jadi menampak lagi pada
bagian kedua abad ke-17, dan lebih lagi pada abad ke-18 karena
pandangan baru terhadap dunia yang diberikan oleh Isaac Newton
(1643-1727). Menurut rasionalisme, pengalaman tidak mungkin dapat
menguji kebenaran hukum ”sebab-akibat”, karena peristiwa yang tak
terhingga dalam kejadian alam ini tidak mungkin dapat diobservasi.
Bagi aliran ini kekeliruan pada aliran empirisme disebabkan kelemahan
alat indra tadi, dan dapat dikoreksi seandainya akal digunakan.
Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indra dalam memperoleh
pengetahuan. Pengalaman indra digunakan untuk merangsang akal dan
memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja. Akan
tetapi, akal juga dapat menghasilkan pengetahuan yang tidak
didasarkan bahan indra sama sekali. Jadi, akal dapat juga menghasilkan
pengetahuan tentang objek yang betul-betul abstrak. Indra dan akal
yang bekerja sama belum juga dapat dipercaya mampu mengetahui
bagian-bagian tertentu tentang suatu objek. Manusia mampu
menangkap keseluruhan objek beserta intuisinya. Jika yang bekerja
hanya rasio, yang menjadi andalan rasionalisme, maka pengetahuan
47
yang diperoleh ialah pengetahuan filsafat. Dan pengetahuan filsafat itu
sendiri ialah pengetahuan logis tanpa didukung data empiris. Jadi,
pengetahuan filsat ialah pengetahuan yang sifatnya logis saja. Tokoh-
tokoh aliran ini adalah Rene Descartes (1596-1650 M), Nicholas
Malerbranche (1638-1775 M), B. De Spinoza (1632-1677 M),
G.W.Leibniz (1646-1716 M), Christian Wolff (1679-1754 M), dan
Blaise Pascal (1623-1662 M).
4. Kritisisme
Kehadiran aliran rasionalisme dan empirisme sangat bertolah
belakang dari tujuan semula. Pada satu sisi landasan aliran rasionalisme
yang bertolak dari rasio dan di lain sisi empirisme yang lebih
mendasarkan pada pengalaman seolah sudah sempurna, padahal kedua
tawaran tersebut bukan jawaban yang tepat. Tokoh yang paling
menolak kedua pandangan di atas adalah Immanuel Kant (1724-1804
M). Kant berusaha menawarkan perspektif baru dan berusaha
mengadakan penyelesaian terhadap pertikaian itu dengan filsafatnya
yang dinamakan kritisisme.
Untuk itulah ia menulis tiga bukunya berjudul: Kritik der Reinen
Vernunft (kritik rasio murni), Kritik der Urteilskraft, dan lainnya. Bagi
Kant, dalam pengenalan indrawi selalu sudah ada dua bentuk apriori,
yaitu ruang dan waktu. Kedua-duanya berakar dalam struktur subjek
sendiri. Memang ada suatu realitas terlepas dari subjek yang mengindra,
tetapi realitas tidak pernah dikenalinya. Kita hanya mengenal gejala-
48
gejala yang merupakan sintesis antara yang diluar (aposteriori) dan
ruang waktu (a priori).
5. Idealisme
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat
dunia fisik hanya dapat dipahami kaitannya dengan jiwa dan ruh. Istilah
idealisme diambil dari kata idea, yakni seseuatu yang hadir dalam jiwa.
Idealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri. Oleh karena
itu. Idealisme juga didefinisikan sebagai suatu ajaran, faham atau aliran
yang menganggap bahwa realitas ini terdiri atas ruh-ruh (sukma) atau
jiwa, ide-ide dan pikiran atau yang sejenis dengan itu. Mula-mula dalam
filsafat barat kita temui dalam bentuk ajaran yang murni dari Plato,
yang menyatakan bahwa alam idea itu merupakan kenyataan
sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang ini hanyalah
berupa bayangan saja dari alam idea itu. Puncak zaman idealisme pada
masa abad ke-18 dan 19, yaitu saat Jerman sedang memiliki pengaruh
besar di Eropa. Tokoh-tokoh aliran ini adalah : Plato (477-347), B.
Spinoza (1632-1677 M), Liebniz (1685-1753 M), Berkeley (1685-
1753), Immanuel Kant(1724-1881 M), J. Fichte (1762-1814 M),
F.Schelling (1755-1854 M), dan G. Hegel (1770-1831 M).10
10 Setia Budhi Wilardjo, “Aliran-Aliran Dalam Filsafat Ilmu Berkait Dengan Ekonomi”, Jurnal Unimus: 1-5, dalam http://jurnal.unimus.ac.id, diakses 24 September 2019.
http://jurnal.unimus.ac.id/
49
D. Latar Belakang Pemikiran
Sejak revolusi Oktober 1917 atau lebih dikenal dengan revolusi
Bolshevik di Rusia, Marxisme makin identik dengan komunisme dan tidak
lagi merupakan analisis kritis masarakat. Isi Marxisme diaihkan oleh Lenin
menjadi ideologi komunisme internasional. Versi Marxisme-Leninisme
inilah yang menjadi keprihatinan kaum Neo-Marxis. Alasannya, karena
ajaran Marx dinilai sudah kehilangan dimensi sialektisnya. Kebangkitan
Neo-Marxisme lebih disebabkan adanya suatu upaya untuk meluruskan dan
merumuskan kembali ajaran Marx.11
Neo-Marxisme yang mencerna pula aliran-aliran filsafat
kontemporer, khususnya falsafat eksistensi, mencoba memberi rumusan
baru untuk mendudukkan peranan dan kejatidirian manusia didalam sistem
kekuasaan yang tidak manusia. Sedikitnya ada tiga ciri khas dari alam
pikiran Neo-Marxisme. Pertama, Neo-Marxisme mau membatasi proses
dialektis pada bidang sosial-ekonomi yang mempengaruhi pola kekuasaan
disemua aspek kehidupan, juga menyoroti topik ‘bangunan atas’ Marx yang
berkaitan dengan masalah teori dan ideologi. Pemikiran Hegel diteliti
kembai untuk menunjukkan hubungannya dengan Marx, yaitu konsep
dialektika Hegel yang utopis dan Marx yang ‘membumi’. Kedua, Neo-
Marxisme mau membereskan manusia dari alienasi ang diuraikan Marx
11 Franz Magnis-Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis (Yogakarta: Kanisius, 1992), 16.
50
dalam naskah-naskah Perancis. Ketiga, Neo-Marxisme berkaitan dengan
analisis kritis atas masyarakat modern.12
Neo-Marxisme mendemonstrasikan hubungan Marxisme dengan
psikoanalisis Sigmund Freud dalam rangka memahami masarakat abad ke-
20. Sebagaimana kritik ideologi, ketiga ciri tersebut akan dirumuskan
melalui suatu refleksi baru antara teori dan praksis.13
1. Pengaruh Hegel
Salah satu dasar pemikiran Neo-Marxisme berkat adanya
singgungan antara ideologi hegelian. Pengaruh tersebut bisa dirasakan
dan sangat kentara dalam karya- karyanya. Melalui studi yang intens,
Marcuse merefleksikan dan mengembangkan pemikiran dialektis kritis
yang digagas oleh Hegel dan itu tertuang dalam bukunya Reason and
Revolution. Dalam Reason and Revolution Marcuse membahas tentang
nalar dialektis Hegel dengan dua sasaran baik berciri politis maupun
filosofis.14
Secara politis, Herbert Marcuse menyasar kelompok Hegelian kanan
dan politisi Nazi yang menjadikan filsafat politik Hegel (terutama
tentang konsep negara absolut) sebagai landasan pembenaran bagi
politik praktis kelompok mereka. Para pemikir Hegelian kanan
menyempitkan seluruh filsafat politik Hegel pada sistem idealis pro
status quo.
12 Ibid., 20. 13 Agus Darmaji, “Herbert...”, 516. 14 Valentinus Saeng, Herbert Marcuse: Perang Semesta Melawan Kapitalisme Global (Jakarta: Kompas Gramedia, 2012), 79.
51
Secara filosofis Marcuse ingin membuktikan bahwa nalar dialektis
sebagai roh dan muatan utama dalam filsafat Hegel justru bermaksud
untuk membongkar semua kondisi status quo yang ada. Dalam
pembahasannya, Marcuse menunjukkan bahwa Hegel adalah seorang
filsuf multidimensi dan permenungan filosofisnya berciri revolusioner.
Konsep rasio negatif atau nalar dialektis yang digagas Hegel bersifat
kritis dan polemis.15 Dalam konsep nalar dialektistiada ruang dan
peluang bagi diskursus monolog maupun dominasi sepihak, melainkan
yang ada adalah dialog.
2. Pengaruh Marx
Kedua adalah ketidakpuasan seorang Marcuse dengan modifikasi
pemahaman baru yaitu Marxisme-Leninisme yang dianggap tidak
lurus. Bagian dari pemikiran Marx yang diambil oleh Marcuse adalah
pemikiran-pemikiran Marx periode awal atau pemikiran marx muda.16
Menurut Marcuse ada perbedaan mendasar antara pemikiran Marx pada
masa muda dengan pemikirannya di masa tua.Semua karya Marx pada
fase awal menunjukkan atau mengangkat tema dengan nada kritis dan
idealis.
Sedangkan pada fase marx tua semangat kritis dan idealis tersebut
melemah dan beberapa tema mendasar seperti kritik terhadap
masyarakat, unsur individualisme komunis, penghapusan atas
15 Herbert Marcuse, Reason and Revolution (London: Routledge, 1968), 11. 16 Ibid., 295.
52
pengagungan sosialisasi kebutuhan produksi atau pertumbuhan daya
produksi, sub-ordinasi semua faktor tersebut ke bawah ide tentang
realisasi bebas individu juga semakin menipis.17 Padahal menurut
Marcuse ide atau tema-tema tersebut merupakan point penting dari
pemikiran yang bia dijadikan sebagai sarana untuk memahami sistem
kapitalis sebagai anti tesisdan komunisme sebagai sintesis peradaban.18
Dalam kaca mata Marcuse, ide-ide atau pemikiran Marx merupakan
pembumian dari filsafat Hegel dan Heidegger yang melangit.19
Nalar dalam filsafat Hegel harus diperhadapkan atau
dikonfrontasikan langsung dengan realitas kehidupan manusia yang
penuh kecemasan, ketakutan, kerapuhan, kegembiraan, penderitaan,
permasalahan, dan juga harapan.Dalam usahanya tersebut Marx
melebur kategori filosofis-metafisis menjadi kategori sosio-ekonomi
dan kultural.20 Ada sejumlah tema pemikiran dari Marx muda yang
dielaborasi lebih lanjut oleh Marcuse secara sistematis dan kritis, yaitu
tentang alienasi kerja, proses kerja, dan hukum dialektika dalam
kapitalisme. Pengertian kerja dalam pandangan Marx diadopsi dari
gagasan Hegel.21 Bagi Marx maupun Hegel kerja pada hakikatnya
merupakan momen dan aktivitas untuk menumbuhkan dan mengolah
kodrat universal manusia.
17 Ibid., 295. 18 Valentinus Saeng, Herbert..., 98. 19 Ibid., 100. 20 Herbert Marcuse, Reason..., 258. 21 Ibid., 275.
53
Makna kerja tersebut melampaui pengertian bahwa kerja hanya
mengenai persoalan pelangsungan kehidupan. Dalam kerjanya,
manusia hidup dan berada sebagai makhluk yang bebas. Karena itu,
perbuatan atau kerja merupakan potensi dasar manusia sebagai subjek
merdeka yang berkesadaran penuh. Namun hal tersebut bertolak
belakang jika melihat kondisi praksis yang sedang berlangsung
khususnya dalam masyarakat kapitalis. Dalam masyarakat kapitalis
tampak jelas bahwa kerja sudah disalahgunakan sebagai instrumen,
momen, dan wilayah pengontrolan, penindasan, dan penghisapan,
daripada sarana, kesempatan, dan aktivitas untuk membebaskan dan
mensejahterakan manusia.22
Bukti dari perubahan makna dan proses kerja dalam masyarakat
kapitalis adalah dibentuknya sistem pembagian kerja yang merupakan
proses pemisahan aneka macam aktivitas produksi ke dalam berbagai
bidang yang terbatas dan khusus, dan kemudian masing-masing bagian
tersebut diatur menurut tata aturan tersendiri. Faktor penentu dari
proses pembagian kerja tersebut adalah hukum kapitalis tentang
produksi komoditi.23
Para kapitalis menyebut pembagian kerja ini sebagai profesionalitas
pekerja atau buruh. Para buruh menganggap bahwa hal tersebut
merupakan penghargaan atas spesialisasi kemampuan mereka dalam
22 Valentinus Saeng, Herbert..., 116-117. 23 Herbert Marcuse, Reason..., 273.
54
bidang tertentu, padahal bagi kapitalis hal itu merupakan instrumen
manipulasi, represi, dan eksploitasi kaum pekerja di mana mereka
dihargai hanya secara ekonomis sejauh kemampuan dan keahlian
mereka yang masih dianggap berguna bagi peningkatan produksi,
pencapaian keuntungan, dan mencegah kerugian. Di sini terlihat bahwa
unsur kebebasan dalam profesionalitas sudah tidak ada lagi.24
Implikasi dari sistem pembagian kerja tersebut telah mengontrol,
membatasi, dan menghambat hidup dan interaksi antar
individu.Masyarakat dikelompokkan ke dalam kelas-kelas sosial sesuai
dengan kemampuannya. Pembagian kerja mengubah cara pekerja
menjalin relasi dengan sesama dan produk. Hubungan sosial dinilai,
diukur, dan kemudian direduksi menjadi hubungan ekonomi, hubungan
pemilik modal dan karyawan, tuan dan budak, atau produsen dan
konsumen.
Nilai individu ditentukan dan diperhitungkan hanya dari sudut
kemampuan berproduksi, membeli, memiliki, dan mengkonsumsi.
Fakta ini menegaskan bahwa interksi sosial secara dominan ditentukan
oleh aspek ekonomi dan berkarakter materialis. Marcuse melihat bahwa
hubungan antar pribadi dalam masyarakat yang dinilai hanya dari sudut
pandang ekonomi merupakan hubungan yang palsu. Dan kepalsuan ini
bisa menciptakan fakta kritis dan memberi ruang bagi perbaikan dan
24 Herbert Marcuse, One Dimensional Man:Studies in the Ideology of Advanced Industrial Society (London: Routledge & Kegan Paul Ltd., 1964), 27-28.
55
perubahan radikal.25 Marx melihat bahwa kondisi pembagian
masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial, penindasan, dan penghisapan
kaum buruh dalam dunia kerja merupakan faktor kunci, sebab utama,
daya dorong niscaya bagi terjadinya perubahan atau revolusi.
Namun Marcuse melihat bahwa kondisi pekerja pada masyarakat
kapitalis hari ini telah berubah.Dalam dunia kerja, situasi dan kondisi
kaum buruh mengalami perbaikan secara signifikan baik pada lingkup
upah maupun jaminan kesehatan, pensiun, dan keselamatan, begitu juga
dengan pemenuhan kebutuhan yang mudah. Atau dalam kata lain
bahwa secara sepintas situasi dan kondisi warga kapitalis dalam
masyarakat industri maju sudah mendekati standar yang diinginkan
oleh Marx dan kaum komunis, sehingga bila mengikuti logika
keniscayaan yang kaku seperti yang dikemukakan oleh Marx maka
kondisi objektif revolusioner telah memudar. Bagi Marcuse, wilayah
dominasi, ekspolitasi, manipulasi, dan alienasi dalam masyarakat
industri maju kini bergerser dari dunia nyata kerja ke alam kesadaran
manusia. Dalam kenyataan konkret, warga masyarkat kapitalis tampak
berkelimpahan barang material dan memiliki standar hidup tinggi,
namun pada saat bersamaan juga tanpa disadari hidup dalam kekangan,
penindasan, alienasi, dan ekspolitasi yang ekstrem.26
25 Herbert Marcuse, Reason..., 273-274. 26 Herbert Marcuse, One..., 4-5.
56
Marcuse
Top Related