PERBAIKAN KUALITAS SIFAT MEKANIS
JENIS KAYU CEPAT TUMBUH JABON
[Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.]
DENGAN METODE PEMADATAN
RAKHMAT HIDAYAT
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PERBAIKAN KUALITAS SIFAT MEKANIS
JENIS KAYU CEPAT TUMBUH JABON
[Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.]
DENGAN METODE PEMADATAN
RAKHMAT HIDAYAT
E24061291
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
Rakhmat Hidayat. E24061291. Perbaikan Kualitas Sifat Mekanis Jenis Kayu Cepat
Tumbuh Jabon [Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.] dengan Metode Pemadatan.
Dibimbing oleh Ir. T.R. Mardikanto, MS. Dan Dr. Lina Karlinasari, S. Hut, M. Sc,
F. Trop.
Menurunnya pasokan kayu dari hutan alam diantisipasi dengan cara mengalihkan
perhatian kepada jenis-jenis kayu yang berasal dari hutan tanaman dan hutan rakyat.
Namun pada dasarnya kayu-kayu yang berasal dari hutan tersebut merupakan jenis
cepat tumbuh (fast growing species) yang memiliki beberapa kelemahan jika
dibandingkan dengan kayu yang berasal dari hutan alam terutama dari segi kekuatan
(berat jenis rendah). Oleh karena itu, salah satu cara untuk meningkatkan daya guna
kayu berkualitas rendah untuk keperluan konstruksi dilakukan usaha perbaikan sifat
mekanis kayu yaitu dengan cara meningkatkan kerapatannya melalui teknik pemadatan
kayu (densifying by compression).
Pada penelitian ini dilakukan proses pemadatan kayu jabon [Anthocephalus
cadamba (Roxb.) Miq.] dengan perlakuan pendahuluan pengukusan. Tujuan penelitian
adalah untuk memperbaiki kerapatan dan sifat mekanis kayu jabon dengan teknologi
pemadatan serta mengetahui pengaruh posisi variasi horizontal pada pohon dan lama
proses pengukusan terhadap sifat mekanis kayu jabon yang terpadatkan.
Log kayu jabon dengan diameter ±30 cm dan panjang 200 cm digergaji untuk
mendapatkan bahan contoh uji papan tangensial tanpa cacat pada posisi horizontal kayu
(teras, gubal dan transisi) dengan ukuran tebal = 2,5 cm, lebar = 2 cm dan panjang = 50
cm. Kemudian, bahan contoh uji tersebut dipotong kedalam beberapa kelompok
pengujian. Perlakuan yang diberikan adalah pengukusan dengan air (lama pengukusan:
30, 60 dan 90 menit) dan pengempaan dengan kempa panas. Target pemadatan adalah
20% dari ketebalan contoh uji. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian sifat fisis
dan sifat mekanis kayu. Ukuran contoh uji pengujian mengacu pada standar JIS.
Analisis data dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktorial
(pengukusan dan posisi kayu) menggunakan program statistik SAS 9.1 for Windows.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemadatan pada kayu jabon dapat
memperbaiki sifat fisis mekanis kayu terutama kerapatan kayu yang meningkat ±11%
dan kekuatan lentur (MOR) hingga meningkat ±35% dari kayu kontrolnya. Semakin
lama waktu pengukusan (t = 90 menit) sebelum pengempaan maka semakin tinggi nilai
sifat mekanisnya (MOE, MOR, tekan sejajar serat, dan kekerasan). Variasi posisi kayu
yaitu gubal, transisi dan teras tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
peningkatan sifat mekanis kayu jabon terpadatkan. Kayu jabon terpadatkan memiliki
karakteristik permukaan yang lebih gelap, lebih mengkilap dan lebih halus
dibandingkan dengan kayu utuhnya. Kayu jabon terpadatkan telah meningkatkan kelas
kuat jabon dari kelas kuat IV menjadi kelas kuat III (0,4 – 0,6) berdasarkan berat
jenisnya dan nilai MOR serta tekan sejajar seratnya meningkat menjadi kelas kuat II
menurut PKKI NI 5-1961. Hasil analisis sidik ragam yang dilakukan menunjukkan
perlakuan pengukusan dan pengempaan memberikan pengaruh yang nyata terhadap
perbaikan sifat fisis dan mekanis kayu jabon terpadatkan.
Kata kunci: kayu jabon, pemadatan kayu, pengukusan, pengempaan
ABSTRACT
Improving The Quality of Mechanical Properties of
Fast-Growing Timber Species Jabon
[Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.]
with The Densification Method.
Rakhmat Hidayat1, T.R. Mardikanto
2, Lina Karlinasari
2
INTRODUCTION : The reduced supply of timber from natural forests can be
anticipated by diverting attention to other wood species from plantation
forests. However, those woods have some weaknesses compared with the others woods
from natural forests, especially in terms of strength properties due to its low
density. One of the way improving the performance of low-quality timber for
construction purposes is an attempt the improve of mechanical properties of wood by
increasing the density of wood using densified by compression technique.
METHOD : A jabon’s log with ± 30 cm in diameter and 200 cm length was sawn to
obtain sample of tangential boards with minimum defects. The log was divided in
horizontal position of cross section (heartwood, sapwood and transition) with 2,5 cm
(thickness), 2 cm (width) and 50 cm (length) in size. The samples are then converted to
sample testing of physical and mechanical properties refering to JIS. The treatments
were steaming with water (steaming time: 30, 60 and 90 minutes) and heat
compression. The densified target after treatment was 20% of the wood thickness
before. The physical and mechanical properties of densified wood sample were
determined in this study. The statistical test was carried out with a Completely
Randomized Design (CRD) with two factorial (steaming and timber position) using the
statistical program SAS 9.1 for Windows.
RESULT : The results showed that the densification of jabon improved physical
mechanical properties of wood, especially wood density up to ± 11% and bending
strength (MOR) increased up to ± 35% from the control. The longer the steaming time
(t = 90 minutes) before compression, the higher the mechanical properties of wood
(MOE, MOR, compressive strength parallel to grain, and hardness). The horizontal
position of the wood didn’t give a significant influence on improvement the mechanical
properties of compressed jabon. The appearance characteristics of compressed wood
were : the surface becomes darker, more polished and more refined than the original.
Densification treatment has increased the strength class of jabon, from IV to III (0.4 to
0.6) based on the specific gravity, MOR value and compressive strength parallel to
grain also increases to the strength class II refer to PKKI NI 5-1961. Results of analysis
of variance revealed that steaming and compression treatment gave a significant
influence on improvement of physical and mechanical properties of compressed jabon’s
wood.
KEYWORDS: jabon, compression, densification, mechanical properties
1.
Student of Forest Products Department, Faculty of Forestry IPB 2.
Faculty member, Faculty of Forestry IPB
DHHT
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Perbaikan Kualitas
Sifat Mekanis Jenis Kayu Cepat Tumbuh Jabon [Anthocephalus Cadamba (Roxb.)
Miq.] dengan Metode Pemadatan” merupakan hasil karya tulis saya sendiri dengan
bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing Ir. T.R. Mardikanto MS. dan Dr. Lina
Karlinasari, S. Hut, M.Sc, F.Trop. Skripsi ini belum pernah digunakan sebagai karya
ilmiah perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka bagian akhir skripsi.
Bogor, Juni 2012
Rakhmat Hidayat
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL : PERBAIKAN KUALITAS SIFAT MEKANIS
JENIS KAYU CEPAT TUMBUH JABON
[Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.]
DENGAN METODE PEMADATAN
Nama Mahasiswa : Rakhmat Hidayat
NRP : E24061291
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Ketua,
Ir. T.R. Mardikanto, MS.
NIP. 19450909 197403 1 001
Anggota,
Dr. Lina Karlinasari, S.Hut. M.Sc.F.Trop
NIP. 19731126 199802 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Hasil Hutan,
Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc.
NIP : 19660212 199103 1 002
Tanggal :
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat
limpahan berkah, rahmat, karunia, dan kasih sayang-Nya penulisan skripsi ini bisa
terselesaikan. Skripsi dengan judul Perbaikan Kualitas Sifat Mekanis Jenis Kayu
Cepat Tumbuh Jabon [Anthocephalus Cadamba (Roxb.) Miq.] dengan Metode
Pemadatan disusun selama penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli 2011- Januari
2012 sebagai salah satu syarat dalam memeperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Banyak pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan penulisan
skripsi ini. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dan keterbatasan dalam
penulisan skripsi ini. Dengan demikian, tidak tertutup kemungkinan adanya kritik dan
saran yang dapat disampaikan untuk pengembangan skripsi ini. Semoga karya ini dapat
bermanfaat dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Bogor, Juni 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 21 Maret 1988 sebagai anak kedua
dari tiga orang bersaudara dari pasangan Cahya Purnama dan Lukiyarti. Penulis
menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Puspiptek Serpong pada tahun 2000,
pendidikan sekolah menengah pertama di SLTPN 4 Serpong pada tahun 2003, pada
tahun 2006 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Cisauk, dan pada tahun yang sama lulus
seleksi masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis
diterima di Program Studi / Mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif dalam organisasi himpunan profesi
(Himpro) DHH yang bernama Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN)
periode kepengurusan 2008/2009 sebagai anggota kelompok minat Rekayasa dan
Desain Bangunan Kayu dan pada 2009/2010 sebagai ketua kelompok minat Rekayasa
dan Desain Bangunan Kayu. Pada tahun 2008 dan 2009 penulis mengikuti kepanitian
Bina Corps Rimbawan divisi pubdekdok (2008) dan divisi acara (2009).
Penulis juga melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di
Kamojang – Sancang Jawa Barat pada tahun 2008, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di
Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi pada tahun 2009, serta
melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Rakabu Furniture, Solo, Jawa Tengah pada
tahun 2010. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis melakukan
penelitian untuk menyelesaikan skripsi dengan judul Perbaikan Kualitas Sifat
Mekanis Jenis Kayu Cepat Tumbuh Jabon [Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.]
dengan Metode Pemadatan dibawah bimbingan Ir. T.R. Mardikanto, MS. dan Dr.
Lina Karlinasari, S. Hut, M. Sc, F. Trop.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, karunia serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini dengan judul ”Perbaikan Kualitas Sifat Mekanis Jenis Kayu Cepat Tumbuh
Jabon [Anthocephalus Cadamba (Roxb.) Miq.] dengan Metode Pemadatan”. Tujuan
penyusunan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di
Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian tugas akhir ini,
terutama kepada:
1. Kedua orang tua tercinta (Bapak Cahya Purnama dan Ibu Lukiyarti), Ua Rukihati,
kakak dan adikku (Akhmad Arief Sadikin dan Abdoel Kadir Zaelani) atas semua
dukungan dan kasih sayang yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa
yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis.
2. Bapak Ir. T.R. Mardikanto MS. dan Ibu Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc. F.Trop
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak waktu, bimbingan,
motivasi, ilmu, nasehat, dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.
3. Bapak Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si selaku dosen penguji dari Departemen
KSHE dan Dr. Ir. Sucahyo Sadiyo, MS selaku ketua sidang komprehensif
4. Seluruh Laboran dan Staf Departemen Hasil Hutan yang banyak memberikan
dukungan dan bantuannya selama ini kepada penulis yaitu Mas Irfan (Lab.
Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu), Mas Mahdi (Lab. Biokomposit), Pak
Kadiman dan Pak Suhada (Lab. Pengerjaan Kayu), serta Pak Atin dan Mas Gun
(Lab. Kimia Hasil Hutan).
5. Rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi Departemen Hasil Hutan khususnya THH
43 dan keluarga besar HIMASILTAN IPB, yang tidak bisa disebutkan satu per satu
terima kasih atas dukungan, semangat, kebersamaan, kekompakan, canda tawa, dan
kerjasamanya selama menempuh kuliah di Fakultas Kehutanan IPB.
6. Kawan-kawan Fakultas Kehutanan IPB yang selalu memberi semangat kepada
penulis. Terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya kepada penulis selama
melaksanakan penelitian.
7. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan
skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat-Nya dan membalas kebaikan
semua pihak yang telah membantu penulis, baik yang tersebutkan maupun yang tidak
tersebutkan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Bogor , Juni 2012
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iii
DAFTAR TABEL............................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... v
I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Tujuan ..................................................................................................... 3
1.3 Manfaat .................................................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
2.1 Pemadatan Kayu..................................................................................... 4
2.2 Pengaruh Pemadatan terhadap Sifat Fisis dan Sifat Mekanis Kayu ...... 5
2.3 Pengujian Nondestruktif Gelombang Ultrasonik…………………… ... 7
2.4 Sifat Fisis ................................................................................................ 9
2.5.1 Kadar Air........................................................................................ 9
2.5.2 Kerapatan dan Berat Jenis.............................................................. 9
2.5 Sifat Mekanis .......................................................................................... 10
2.5.1 Kekuatan Tekan Maksimum Sejajar Serat………………………. 10
2.5.2 Kekerasan………………………………………………………... 10
2.5.3 Modulus of Elasticity (MOE)……………………………………. 10
2.5.4 Modulus of Rupture (MOR)……………………………………... 11
2.6 Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb.) .................................................. 11
2.6.1 Klasifikasi dan Penyebaran……………………………………… 11
2.6.2 Deskripsi Botani…………………………………………………. 12
2.6.3 Karakteristik Kayu Jabon………………………………………... 12
2.6.4 Pemanfaatan……………………………………………………… 14
III. METODOLOGI ......................................................................................... 15
3.1 Waktu dan Tempat .................................................................................. 15
3.2 Bahan dan Alat ........................................................................................ 15
3.3 Metode Penelitian.................................................................................... 15
3.3.1 Persiapan Contoh Uji ........................................................................ 15
ii
3.3.2 Pengujian Nondestruktif Tahap Awal .............................................. 16
3.3.3 Perlakuan Pendahuluan…………………………………………….. 17
3.3.4 Tampilan Kayu ................................................................................ 18
3.3.5 Perlakuan Kempa Panas ................................................................... 18
3.3.6 Pengujian Nondestruktif Setelah Pemadatan ................................... 19
3.3.7 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis ................................................... 19
3.3.7.1 Kadar Air ................................................................................... 20
3.3.7.2 Kerapatan .................................................................................. 20
3.3.7.3 Berat Jenis ................................................................................. 20
3.3.7.4 Perubahan Dimensi ................................................................... 20
3.3.7.5 Kekakuan Lentur (MOE) dan Kekuatan Lentur (MOR) ........... 21
3.3.7.6 Kekuatan Tekan Sejajar Serat ................................................... 22
3.3.7.7 Kekerasan .................................................................................. 23
3.4 Rancangan Percobaan dan Analisis Data ................................................ 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 25
4.1 Tampilan Kayu ........................................................................................ 25
4.2 Evaluasi Perubahan Dimensi Setelah Pemadatan ................................... 26
4.3 Sifat Fisis ................................................................................................ 28
4.3.1 Kadar Air ....................................................................................... 29
4.3.2 Kerapatan ...................................................................................... 30
4.3.3 Berat Jenis ..................................................................................... 32
4.3.4 Kecepatan Gelombang Ultrasonik (Vus) ...................................... 34
4.4SifatMekanis ........................................................................................... 35
4.4.1 Pengujian Kekakuan Lentur (MOE) ............................................. 37
4.4.2 Pengujian Kekuatan Lentur (MOR) .............................................. 39
4.4.4 Keteguhan Tekan Sejajar Serat ..................................................... 40
4.4.5 Kekerasan (Hardness) ................................................................... 41
V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 43
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 43
5.2 Saran…. ............................................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. . 45
LAMPIRAN……………………………………………………. ................ 49
iii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Pembagian log menjadi contoh uji.....……………..………………... 16
2. Pengujian Nondestruktif dengan SylvatestDuo®
(frekuensi = 22 kHz)……………………………………………..…… 17
3. (a) Autoklaf yang digunakan,
(b) Penyusunan contoh uji dalam autoklaf…………………..……….. 17
4. (a) Pemadatan dengan kempa panas,
(b) pengkondisian dengan klem………………………………...…… 18
5. Bahan pembuatan contoh uji sifat fisis dan mekanis……….……….. 19
6. Pengukuran dimensi tebal pada tiga titik…………...………………... 21
7. (a) PengujianMOE dan MOR,
(b) Contoh uji sebelum dan sesudah pengujian…..…………………... 21
8. (a) Pengujian tekan sejajar serat,
(b) Contoh uji sebelum dan sesudah pengujian…………………….... 21
9. (a) Pengujian kekerasan kayu,
(b) Contoh uji sebelum dan sesudah pengujian………………............ 23
10. Perbandingan tampilan warna kayu kontrol dengan
kayu yang diberikan perlakuan…………….……………………........ 25
11. Histogram nilai perubahan dimensi kayu jabon terpadatkan............... 26
12. Perbandingan kayu jabon control dengan kayu jabon terpadatkan..…. 27
13. Histogram nilai kadar air kayu jabon
pada kondisi sebelum dan sesudah perlakuan....…………………….. 29
14. Histogram nilai kerapatan kayu jabon
pada kondisi sebelum dan sesudah perlakuan...………………….….. 31
15. Histogram nilai berat jenis kayu jabon
pada kondisi sebelum dan sesudah perlakuan.………………..…….. 32
16. Histogram nilai Vus kayu jabon
pada kondisi sebelum dan sesudah pemadatan.…………………….. 35
17. Histogram nilai modulus lentur statis (MOE statis) dan
Modulus lentur dinamis (MOE dinamis) kayu jabon terpadatkan.….. 37
iv
18. Histogram nilai modulus patah (MOR)
kayu jabon terpadatkan……………………….……..……………….. 39
19. Histogram nilai keteguhan tekan sejajar serat
kayu jabon terpadatkan……………………….……..……………….. 40
20. Histogram nilai kekerasan bidang tangensial
dan radial kayu jabon terpadatkan….………………..………………. 41
v
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Sifat mekanis kayu jabon.…………..……………………...................... 13
2. Jumlah contoh uji yang dibuat berdasarkan perlakuan dan
posisi kayu pada penampang lintang..………………………................ 16
3. Nilai rata-rata perubahan dimensi kayu jabon terpadatkan………....… 26
4. Nilai rataan sifat fisis dan kecepatan gelombang ultrasonik (Vus)
kayu jabon pada posisi kayu gubal, transisi, teras,
dan waktu pengukusan(30 menit; 60 menit; 90 menit)……………….. 28
5. Tabel 5 Hasil analisis sidik ragam terhadap sifat fisis kayu jabon setelah
perlakuan pada selang kepercayaan 95%............................................... 29
6. Tabel 6 Kelas kuat kayu menurut PKKI NI 5-1961…..………………. 34
7. Nilai rataan sifat mekanis kayu jabon pada posisi kayu gubal, transisi,
teras, dan waktu pengukusan (30 menit; 60 menit;90 menit)..………… 36
8. Hasil uji statistik terhadap sifat mekanis kayu jabon
pada selang kepercayaan 95%................................................................. 36
vi
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Data hasil pengujian sifat fisis dan mekanis kayu jabon….…………... 49
2. Data hasil analisis sidik keragaman sifat fisis dan mekanis kayu jabon.. 54
3. Variasi bentuk kerusakan yang terjadi akibat pengujian destruktif… 58
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kayu merupakan hasil hutan primer yang memiliki keragaman jenis dan
kelebihan untuk masing-masing jenis. Manfaat kayu beraneka ragam mulai dari
bahan konstruksi ringan hingga perabot rumah tangga. Namun saat ini
ketersediaan kayu berkualitas dari hutan alam semakin berkurang yang
disebabkan degradasi hutan akibat penebangan liar, kebakaran hutan, dan konversi
lahan menjadi areal perkebunan dan pertanian. Kawasan hutan tropika mengalami
kerusakan yang cukup parah. Penebangan tanpa diimbangi dengan upaya
regenerasi serius menjadi penyebab utama masalah ini.
Departemen Kehutanan RI (Departemen Kehutanan 2010) menyatakan
bahwa total produksi kayu bulat di Indonesia sebesar 34,32 juta m3, sebanyak
55,22% (18,95 juta m3) diantaranya dihasilkan dari Hutan Tanaman Industri (HTI)
dan 11,07% (3,80 juta m3) dihasilkan dari hutan rakyat dan kayu perkebunan.
Hutan tanaman adalah hutan yang dibangun dengan teknik silvikultur dan
ditanami jenis-jenis tanaman tertentu untuk tujuan pelestarian lingkungan dan
menjadi suplai bahan baku industri.
Pengembangan hutan tanaman ini menghadapi beberapa permasalahan,
salah satunya yaitu kurangnya partisipasi masyarakat dalam mengembangkan
hutan tanaman. Sebagai salah satu solusi dari keadaan tersebut pemerintah
mengajak rakyat untuk bekerja sama mengembangkan hutan tanaman rakyat.
Salah satu jenis tanaman hutan rakyat yang sedang marak dikembangkan dalam
beberapa tahun terakhir ini adalah tanaman jabon [Anthocephalus cadamba
(Roxb.) Miq.]. Ada beberapa alasan yang menyebabkan tanaman ini lebih dipilih
untuk dikembangkan, diantaranya yaitu : tanaman jabon merupakan tanaman yang
cepat tumbuh, memiliki tingkat kesilindrisan batang yang cukup tinggi, mata
kayunya relatif sedikit, dan memiliki sifat mekanis yang cukup baik untuk
konstruksi ringan (kaso, usuk, reng, rangka jendela, dan lain-lain) (Mansur &
Tuheteru 2010).
2
Menurunnya pasokan kayu dari hutan alam diantisipasi dengan cara
mengalihkan perhatian kepada jenis-jenis kayu yang berasal dari hutan tanaman
dan hutan rakyat. Namun pada dasarnya kayu-kayu yang berasal dari hutan
tanaman dan hutan rakyat merupakan jenis yang cepat tumbuh dan memiliki
beberapa kelemahan jika dibandingkan dengan kayu yang berasal dari hutan alam
terutama dari segi kekuatan (berat jenis rendah) dan keawetan. Oleh karena itu,
salah satu cara untuk meningkatkan daya guna kayu berkualitas rendah untuk
keperluan konstruksi dilakukan usaha perbaikan sifat mekanis kayu yaitu dengan
cara meningkatkan kerapatannya melalui teknik densifikasi atau pemadatan kayu.
Beberapa syarat kayu untuk digunakan sebagai bahan konstruksi dan
bangunan adalah memiliki kerapatan dan kekuatan yang tinggi. Kerapatan kayu
sangat berhubungan dengan sifat fisis dan mekanis kayu terutama kekuatan kayu.
Semakin tinggi kerapatan menunjukkan kesesuaian bahan tersebut untuk
digunakan sebagai bahan struktural karena memiliki kekuatan yang tinggi
(Thelandersson & Larsen 2003).
Salah satu jenis kayu yang cepat tumbuh dan banyak tersedia di tanam di
kebun rakyat adalah jabon [Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.]. Kayu jabon
memiliki kelas kuat III-IV dengan berat jenis 0,29 – 0,56 yang tergolong kelas
kuat sedang. Kekuatan kayu berkaitan dengan kerapatannya. Semakin tinggi nilai
kerapatan kayu maka semakin tinggi pula nilai berat jenisnya. Kayu jabon
memiliki kisaran berat jenis 0,29 - 0,56 sehingga kekuatannya tergolong sedang.
Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan kerapatan kayu sehingga diharapkan
kekuatan kayu jabon meningkat. Kekuatan kayu meningkat seiring dengan
meningkatnya kerapatan kayu. Dalam penelitian ini kerapatan kayu ditingkatkan
dengan metode pemadatan melalui pengukusan dan pengempaan.
3
1.2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Memperbaiki kerapatan dan sifat mekanis kayu jabon dengan
teknologi pemadatan.
2. Mengetahui pengaruh variasi horizontal pada pohon dan lama
proses pengukusan terhadap sifat mekanis kayu jabon yang
terpadatkan.
1.3. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai upaya pemanfaatan kayu jabon untuk bahan konstruksi
ringan, sehingga dapat menambah pasokan bahan baku kayu
konstruksi.
2. Memberikan informasi sifat fisis dan mekanis kayu jabon setelah
mendapat perlakuan pemadatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemadatan Kayu
Modifikasi kayu merupakan langkah yang ditempuh dalam rangka
meningkatkan kualitas kayu dalam hal ini sifat fisis dan mekanisnya sehingga
dapat digunakan sebagai bahan baku industri perkayuan. Modifikasi dapat
dilakukan baik secara fisik, mekanis maupun kimia ataupun kombinasi dari cara-
cara tersebut. Salah satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan sifat fisis dan
mekanis kayu adalah dengan cara memadatkan kayunya (densifying by
compression).
Proses pemadatan kayu terbagi dalam tiga tahap, yaitu: (1) pelunakan
(softening/plastization), (2) deformasi (deformation), dan (3) fiksasi (fixation).
Pelunakan dapat dilakukan secara fisik maupun kimia. Secara fisik, pelunakan
terjadi bila tiga komponennya yaitu air dalam kayu, temperatur yang tinggi dan
tekanan ada secara bersama-sama. Pelunakan secara fisik dapat dilakukan melalui
pemberian panas dengan menggunakan oven, perendaman panas dan dingin,
perebusan dan pengukusan dengan autoklaf, sedangkan secara kimia dengan
menggunakan bahan kimia. Menurut Bodig & Jayne (1982), plastisasi adalah
perubahan karakteristik kayu menjadi lebih lunak sehingga memungkinkan untuk
dilengkungkan atau dibentuk dan dipadatkan dengan energi yang lebih rendah dan
kerusakan yang lebih kecil dibandingkan kayu tanpa plastisasi. Dengan kata lain,
proses plastisasi dapat menjadikan kayu menjadi lebih lunak sehingga mudah
untuk dibentuk dan dipadatkan.
Pada tahap deformasi, kayu yang dikempa mengalami drying set, yaitu
kondisi dimana kayu telah mengalami perubahan dimensi dan apabila tekanan
dilepaskan, kayu tidak kembali ke bentuk semula. Tahap fiksasi merupakan tahap
akhir dari proses pemadatan. Pada tahap ini, kayu terpadatkan tidak akan kembali
ke bentuk semula atau perubahan bersifat permanen. Namun demikian, bila fiksasi
yang terjadi tidak sempurna, maka kayu akan dapat kembali kebentuk dan ukuran
semula bila mendapat pengaruh kelembaban dan perendaman ulang (recovery)
(Amin & Dwianto 2006).
5
Pemadatan atau densifikasi dilakukan melalui pengempaan kayu dengan
suhu dan tekanan tertentu, terutama untuk meningkatkan berat jenisnya.
Pemadatan kayu solid ditujukan untuk meningkatkan sifat-sifat kayu baik sifat
fisis maupun mekanisnya. Pada produk-produk komposit, kegiatan pengempaan
lebih ditujukan untuk membantu meningkatkan ikatan rekat antara kayu dengan
perekatnya (Kollman et al. 1975).
Menurut Kollman et al. (1975), kayu dapat dipadatkan melalui
impregnasi (densifying by impregnation), pengempaan (densifying by
compression), dan kombinasi antara impregnasi dan pengempaan (kompregnasi).
Pada kegiatan impregnasi, struktur rongga kayu diisi dengan berbagai zat yang
akan menyebabkan struktur kayu menjadi lebih padat. Zat-zat tersebut dapat
berupa polimer resin fenol formaldehida, larutan finil, resin alam cair, lilin, sulfur
dan logam ringan. Sementara itu pengempaan merupakan usaha memodifikasi
sifat-sifat kayu di bawah kondisi plastis tanpa merusak struktur sel kayu.
Dari berbagai hasil penelitian diketahui bahwa kayu-kayu yang
terpadatkan dapat meningkat sifat fisis dan mekanisnya. Sulistyono (2001)
melakukan pemadatan kayu agatis dengan memberikan perlakuan pendahuluan
perendaman, perebusan dan pengukusan dengan air. Perlakuan pendahuluan yang
dilakukan dapat mengurangi cacat kempa dan dapat membuat kayu menjadi lebih
stabil. Urutan perlakuan pendahuluan dari yang terbaik adalah pengukusan dan
perebusan. Akibat pemadatan kayu agatis, struktur mikroskopis kayu (rongga sel
dan dinding sel) menjadi lebih pipih dan padat, sehingga meningkatkan kekuatan
lebih dari 100% dan stabilitas dimensi. Manfaat produk pemadatan kayu
digunakan untuk lantai, furniture, bahan interior, dan bahan komposit keteknikan
(Dwianto 1999).
2.2. Pengaruh Pemadatan terhadap Sifat Fisis dan Sifat Mekanis Kayu
Sifat dasar kayu yang memiliki peran penting dan erat kaitannya dengan
struktur kayu itu sendiri adalah sifat fisis kayu. Perlakuan pemadatan akan
menyebabkan kayu mengalami perubahan yaitu penyusutan dimensi. Penyusutan
dimensi ini berakibat langsung terhadap deformasi sel-sel penyusun kayu. Sel-sel
kayu yang menyusut menjadi pipih dan volume rongga sel menjadi berkurang.
6
Hal ini berarti pemadatan kayu akan menyebabkan berkurangnya volume kayu
terpadatkan, bahkan bisa mencapai 50%. Hal ini tergantung dari tekanan kempa
dan ukuran target yang diharapkan, sehingga kerapatan kayu menjadi meningkat
(Hartono 2008).
Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa
pemadatan kayu dapat meningkatkan sifat mekanis kayu. Murhofiq (2000)
melakukan pemadatan kayu sengon dan agatis dengan menggunakan alat upward
skala laboratorium dengan pemadatan arah radial yang meningkatkan sifat
mekanis kayu dari 100% sampai 200%. Bahkan daya dukung bautnya meningkat
sampai 300%.
Dengan alat yang sama Rilatupa (2001) melakukan pemadatan kayu
dengan melakukan perebusan terlebih dahulu sebelum dikempa selama satu jam
dengan suhu tertentu yang menghasilkan papan agatis yang lebih stabil
dimensinya. Sifat mekanisnya meningkat lebih dari 100% dan sesuai digunakan
untuk pelat buhul sebagai sambungan rangka karena kekuatannya meningkat
menjadi kelas kuat I dan lebih menyatu dengan rangka. Akibat pemadatan kayu
agatis, struktur mikroskopis kayu (rongga sel dan dinding sel) menjadi lebih pipih
dan padat, sehingga meningkatkan kekuatan lebih dari 100% dan stabil
dimensinya (Sulistyono 2001).
Hasil penelitian Darwis (2008) menunjukkan bahwa kerapatan, berat
jenis (BJ) dan sifat mekanis kayu yang dipadatkan meningkat secara signifikan.
BJ meningkat sampai 1,25-1,40 kali, sementara keteguhan tekan sejajar serat dan
keteguhan tariknya meningkat secara proposional seiring dengan meningkatnya
BJ. Semakin tinggi tingkat pemadatan, semakin besar nilai BJnya.
Hasil penelitian Ramdhania (2010) juga menunjukkan peningkatan sifat
fisis dan mekanis kayu randu yang baik umumnya terjadi pada contoh uji yang
diberi perlakuan pengukusan dengan tanin dan pengempaan dengan kempa panas.
Kerapatan dan berat jenis kayu randu meningkat lebih dari 45% dibandingkan
kontrol. Nilai MOE meningkat lebih dari 30% dari kontrolnya, nilai MOR
meningkat di atas 80% serta nilai tekan sejajar serat dan kekerasan yang
meningkat di atas 50% dari kontrolnya.
7
2.3. Pengujian Nondestruktif Gelombang Ultrasonik
American Sosiety of Nondestructive Testing (ANST) mendefinisikan
Nondestructive Testing and Evaluating (NDT&E) sebagai metode yang digunakan
untuk menguji suatu benda, bahan, atau sistem tanpa merusaknya sehingga masih
dapat dimanfaatkan untuk penggunaan selanjutnya. Sedangkan The Canadian
Institute of Nondestructive Testing (CINDT) memberikan batasan sebagai suatu
kesatuan metode pengujian teknik secara khusus yang menyediakan informasi
data mengenai kondisi suatu bahan dan komponen tanpa menyebabkan perusakan
pada bahan dan komponen tersebut. Definisi lain untuk NDT&E adalah suatu
metode yang tidak merusak fungsi dari struktur bahan dan dapat dilakukan re-
testing pada lokasi yang sama untuk mengevaluasi perubahan sifatnya menurut
waktu (Malik, et al. 2002).
Nondestructive Testing (NDT) digunakan tanpa merusak atau
menyebabkan kerusakan terhadap suatu bahan atau produk karena pengujian yang
dilakukan tidak mengganggu produk akhirnya. NDT ini memberikan suatu
kesimbangan antara kontrol terhadap kualitas dan efektifitas biaya. Sedangkan
NDE lebih bersifat penilaian kuantitas secara alami, sebagai contoh adalah untuk
cacat pada kayu, dimana tidak hanya lokasi cacat saja tetapi juga termasuk
penentuan bentuk, ukuran, dan arah orientasi cacatnya. NDE dapat digunakan
untuk penentuan sifat bahan seperti fracture tougness, formidability, dan sifat fisik
kayu lainnya (Malik, et al. 2002).
Metode ultrasonik merupakan peningkatan dari metode gelombang
tegangan (stress wave) dengan frekuensi sonik. Variabel dasar yang digunakan
dalam metode ultrasonik adalah kecepatan gelombang frekuensi ultrasonik.
Parameter akustik dari suatu kayu adalah: sound velocity (kecepatan suara);
acoustic impedance (impedansi akustik), damping dan logarithmic decrement.
Gelombang frekuensi yang biasa digunakan dengan teknik ultrasonik adalah lebih
dari 20 kHz (Malik, et al. 2002 dan Sandoz, et al. 2000, 2002).
Ada beberapa variabel yang mempengaruhi aliran gelombang ultrasonik
pada kayu, antara lain: karakteristik mikrostruktural kayu, dan komposisi kimia
yang disebabkan oleh perbedaan jenis kayu (konifer atau dikotiledon), kondisi
8
tanah, dan cuaca (Olievera, et al. 2002; W.R. Smith 1989). Lebih dalam beberapa
faktor yang dapat dicatat mempengaruhi kecepatan gelombang ultrasonik adalah:
1. Kadar air; peningkatan kadar air menyebabkan peningkatan kecepatan
gelombang
2. Arah serat; kecepatan gelombang lebih cepat pada arah longitudinal
(searah serat), diikuti arah radial, dan yang terlama adalah pada arah
tangensial. Selain itu semakin panjang serat semakin cepat gelombang
mengalir
3. Dinding sel dengan porositas dan permeabilitas yang tinggi akan
memperlambat kecepatan gelombang ultrasonik
4. Semakin besar kerapatan kayu semakin cepat gelombang ultrasoniknya
5. Daerah kristalin pada dinding sel (kaya akan selulosa) lebih cepat
mengalirkan gelombang ultrasonik dibandingkan dengan daerah amorph
(kaya akan lignin dan hemiselulosa)
Umumnya metode gelombang suara ini digunakan untuk menentukan
modulus of elasticity (MOE). Dengan penentuan waktu rambat gelombang
tegangan dan diketahuinya jarak dari dua buah transducer yang digunakan maka
dapat ditentukan kecepatannya sehingga kemudian dapat digunakan untuk
menghitung MOE dinamis (MOEd) dari bahan. Nilai MOE dinamis ini berguna
untuk memperkirakan kekuatan bahan tersebut melalui pendekatan korelasi
statistik terhadap nilai MOE sebenarnya atau pengujian standar (MOE statis,
MOEs).
Nilai kecepatan gelombang suara dan MOEd ditentukan dengan rumus:
dan MOEd =
dimana:
MOEd = Modulus of Elasticity dinamis (kg/cm2)
ρ = kerapatan (kg/m3)
v = kecepatan gelombang (m/detik)
d = jarak tempuh gelombang antara 2 transducer (m)
t = waktu tempuh gelombang antara 2 transducer (detik)
g = percepatan gravitasi bumi (m/detik2)
ρ x v2
g
9
2.4. Sifat Fisis
2.4.1. Kadar Air
Kadar air merupakan berat air dalam kayu yang dinyatakan dalam persen
terhadap berat kering tanur (BKT). Pengujian kadar air pada contoh uji
dimaksudkan untuk mengetahui berapa besar persentase kadar air yang masih
terkandung di dalam kayu atau mengetahui contoh uji sudah atau belum kering.
Kadar air ini mempengaruhi kekuatan kayu. Jika terjadi penurunan kadar air atau
kayu tersebut mengering maka kekuatan kayu akan meningkat. Pengaruh
penurunan kadar air terhadap sifat kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air
berada dibawah titik jenuh serat. Air dalam kayu terdiri atas air bebas dan air
terikat dimana keduanya secara bersama-sama menentukan kadar air kayu. Dalam
satu jenis pohon kadar air segar bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan
umur pohon (Haygreen et al. 2003).
2.4.2. Kerapatan dan Berat Jenis
Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat persatuan volume dan
biasanya dinyatakan dalam kilogram per meter kubik (Haygreen et al. 2003).
Menurut Tsoumis (1991), kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun
horizontal. Pada arah vertikal, bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki
kerapatan yang rendah. Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor
biologis. Pada arah horizontal, kerapatan dipengaruhi oleh umur. Kayu yang
umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah.
Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting.
Kebanyakan sifat mekanis kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan
kerapatan. Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau
berat per satuan volume. Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya
dengan semua tipe bahan. Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per
satuan volume. Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 g/cm3) (Haygreen et al. 2003).
10
2.5. Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya
luar yang cenderung merubah bentuk benda. Ketahanan kayu tersebut tergantung
pada besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik, tekan, geser, pukul). Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
(aksial, radial, dan tangensial) (Tsoumis 1991).
2.5.1. Kekuatan Tekan Maksimum Sejajar Serat
Menurut Tsoumis (1991), kekuatan tekan maksimum sejajar serat adalah
kemampuan kayu untuk menahan beban atau tekanan yang berusaha memperkecil
ukurannya. Kekuatan tekan aksial lebih tinggi dari kekuatan tekan transversal (sampai
15 kali). Pada softwood kekuatan tekan pada arah tangensial lebih tinggi daripada
radial, sedangkan untuk hardwood kekuatan tekan radial lebih tinggi dibandingkan
tangensialnya. Kekuatan tekan kayu pada arah aksial lebih rendah dibandingkan
dengan logam, tetapi jika dibandingkan dengan bahan konstruksi lainnya kekuatan
tekan kayu lebih tinggi.
2.5.2. Kekerasan
Kekerasan merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan kikisan
pada permukaannya, sifat kekerasan ini dipengaruhi oleh kerapatan kayu, keuletan
kayu, ukuran serat, daya ikat antar serat. Nilai yang di dapat dari hasil pengujian
merupakan uji pembanding, yaitu besar gaya yang dibutuhkan untuk memasukan
bola baja berdiameter 0.444 inchi pada kedalamaan 0.22 inchi.
2.5.3. Modulus of Elasticity (MOE)
Menurut Haygreen et al. (2003) kekakuan lentur atau Modulus of
Elasticity (MOE) adalah suatu nilai yang konstan dan merupakan perbandingan
antara tegangan dan regangan dibawah batas proporsi. Tegangan didefinisikan
sebagai distribusi gaya per unit luas, sedangkan renggangan adalah perubahan
panjang per unit panjang bahan. Modulus elastisitas (MOE) berkaitan dengan
regangan, defleksi dan perubahan bentuk yang terjadi. Besarnya defleksi
dipengaruhi oleh besar dan lokasi pembebanan, panjang dan ukuran balok serta
MOE kayu itu sendiri. Makin tinggi MOE akan semakin kurang defleksi balok
11
atau gelagar dengan ukuran tertentu pada beban tertentu dan semakin tahan
terhadap perubahan bentuk.
2.5.4. Modulus of Rupture (MOR)
Menurut Kollman dan Cote (1968) kekuatan lentur atau Modulus of
Rupture (MOR) merupakan sifat mekanis kayu yang berhubungan dengan
kekuatan kayu yaitu ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban atau gaya
luar yang bekerja padanya dan cenderung merubah bentuk ukuran kayu tersebut.
MOR dihitung dari beban maksimum (beban pada saat patah) dalam uji keteguhan
lentur dengan menggunakan pengujian yang sama untruk MOE (Haygreen et al.
2003).
2.6. Jabon [Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.]
2.6.1. Klasifikasi dan Penyebaran
Jabon [Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.] merupakan jenis pohon
cepat tumbuh dengan nama dagang Kadam. Adapun klasifikasi taksonomi jenis
ini adalah sebagai berikut (Dallwitz et al. 1995) :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Klas : Dicotyledoneae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Anthocephalus
Spesies : Anthocephalus cadamba Roxb.
Jabon merupakan pohon yang menghuni hutan sekunder di daerah tropis,
yaitu mulai dari Nepal, Bangladesh, India, Sri Lanka, Burma, Indo-china, China
Selatan, Thailand, ke arah timur melalui Malesia, sampai Papua Nugini. Di
Indonesia jabon tersebar di seluruh Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur,
Kalimantan Timur, Seluruh Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, dan Irian Jaya.
Umumnya tumbuh di tanah aluvial lembab di pinggir sungai dan di daerah
peralihan antara tanah rawa dan tanah kering dan kadang-kadang di genangi air.
Jenis ini tumbuh dengan baik di tanah liat, tanah lempung podzolik coklat, tanah
tuf halus, atau tanah berbatu yang tidak sarang (non-porous). Jabon tumbuh pada
12
ketinggian 0 - 1000 m dpl dengan tipe curah hujan A-D dan suhu rata-rata 20-
32°C/tahun (Martawijaya et al. 1992).
2.6.2. Deskripsi Botani
Jenis Anthocephalus cadamba Roxb. ini bersinonim dengan
Anthocephalus chinensis Lamk. dan Anthocephalus indicus A. Rich. Jabon
[Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.] merupakan pohon yang dapat mencapai
tinggi sampai 45 meter, mempunyai batang yang lurus dan silindris dengan batang
bebas cabang lebih dari 25 meter. Diameter batang dapat mencapai 100 - 160 cm,
batang berbanir dengan tinggi banir hingga 2 meter dan lebar sampai 60 cm.
Jabon mempunyai daun tunggal dengan ujung daun berbentuk runcing sampai
meruncing serta berdaun penumpu.
Jabon mempunyai tajuk yang tinggi dengan cabang mendatar, berbanir
sampai ketinggian 1,50 m. Kayunya berwarna putih krem sampai sawo kemerah-
merahan, sedikit beralur dangkal. Bunga jenis ini berwarna jingga berukuran
kecil, berkelopak rapat, berbentuk bulat. Jabon berbuah setiap tahun mulai bulan
Juni-Agustus, buahnya majemuk berbentuk bulat dan lunak, mengandung biji
yang sangat kecil, jumlah biji kering udara 18 - 26 juta butir/kg, sedangkan
jumlah buah 33 butir/kg atau 320 butir/kaleng minyak tanah. Jabon tidak memiliki
hama dan penyakit yang serius, tanaman muda sering dimakan binatang liar
seperti rusa dan banteng, serangga dan jamur Gloeosporium anthocephali Desm.
and Mont., yang menyerang daun sehingga menyebabkan defoliasi dan mati
pucuk (Martawijaya et al. 1992).
2.6.3. Karakteristik Kayu Jabon
Kayu teras jabon berwarna putih, kayu gubal tidak dapat dibedakan dari
kayu teras, teksturnya agak halus sampai agak kasar, arah seratnya lurus,
sedangkan kesan raba permukaan kayunya licin atau agak licin. Pori pada kayu
jabon bergabung dua sampai tiga dalam arah radial, jarang soliter, diameter 130-
220µ, frekuensi 2 - 5/mm², parenkimnya agak jarang seringkali 2 - 3 garis
bersambungan dalam arah tangensial diantara jari-jari, dan bersinggungan dengan
pori, sedangkan jari-jarinya uniseriet, tinggi 580µ, lebar 44µ, frekuensi 2 - 3/mm,
13
panjang seratnya 1979µ, diameter 54µ, tebal dinding 3,2µ, dan diameter 47,6µ
(Martawijaya et al. 1992).
Kayu jabon mempunyai berat jenis 0,42 (0,29 - 0,56) dengan kelas kuat
III-IV, penyusutan sampai kadar air 12% adalah 3,0% (radial) dan 6,9%
(tangensial). Kayu jabon termasuk kelas awet V dan kelas keterawetan sedang
yang berarti kayu jabon tergolong tidak awet pada kondisi terbuka dan
bersentuhan dengan tanah, sedangkan pada kondisi tertutup kayu mempunyai
ketahanan sedang. Kayu jabon mudah digergaji, dapat dibentuk, dibuat lubang
persegi, dan diamplas dengan hasil yang baik, sedangkan penyerutan, pemboran,
dan pembubutan hanya memberikan hasil yang sedang. Kayu jabon termasuk
mudah dikeringkan dengan sedikit cacat berupa pecah dan retak ujung serta
sedikit mencekung, Perekatan vinir kayu jabon dengan urea formaldehida (UF)
menghasilkan kayu lapis yang memenuhi persyaratan standar Indonesia, Jepang,
dan Jerman (Martawijaya et al. 1992). Secara detail sifat mekanis kayu jabon
dapat disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Sifat mekanis kayu jabon
Sifat Satuan Kondisi
Basah
Kondisi
Kering
Keteguhan lentur statis Tegangan padabatas proporsi kg/cm
2 294 387
Tegangan pada batas patah kg/cm2 516 691
Modulus elastisitas kg/cm2 42.900 68.000
Usaha sampai batas proporsi kg/cm2 0,53 0,80
Usaha sampai batas patah kgm/dm2 5,4 6,0
Keteguhan pukul Radial kgm/dm
3 20,2 22,3
Tangensial kgm/dm3 20,6 24,2
keteguhan tekan sejajar arah
serat, tegangan maksimum kg/cm
2 279 374
Kekerasan (JANKA) Ujung kg/cm
2 275 409
Sisi kg/cm2 239 268
Keteguhan geser Radial kg/cm
2 36,6 48,4
Tangensial kg/cm2 46,4 59,1
Keteguhan belah Radial kg/cm 46,2 36,1
Tangensial kg/cm 55,0 55,1
Keteguhan tarik tegak lurus arah serat Radial kg/cm
2 32,6 25,0
Tangensial kg/cm2 38,4 31,4
Sumber : Martawijaya et al. 1989
14
Saat ini jabon menjadi andalan industri perkayuan untuk bahan baku
vinir dan kayu lapis. Kemampuan tumbuh jabon sepadan dengan sengon apabila
mendapat perawatan yang optimal. Dari hasil uji coba yang telah dilakukan oleh
Soerianegara & Lemmens (1994), keunggulan tanaman jabon dapat diuraikan dari
beberapa sisi, diantaranya adalah diameter batang dapat tumbuh berkisar 10
cm/tahun, masa produksi jabon singkat hanya 4 – 5 tahun, berbatang silinder
dengan tingkat kelurusan yang sangat bagus, permukaan kayu licin, berwarna
putih kekuningan mirip meranti kuning, batang mudah dikupas, dikeringkan,
direkatkan, bebas dari cacat mata kayu dan susutnya rendah serta tidak
memerlukan pemangkasan karena pada masa pertumbuhan cabang akan rontok
sendiri (self pruning).
2.6.4. Pemanfaatan
Pohon jabon merupakan jenis pohon yang dapat digunakan untuk pohon
ornamental dan naungan atau untuk reforestasi dan agroforestri. Sedangkan
kayunya dapat digunakan untuk berbagai macam kegunaan, diantaranya adalah
untuk korek api, peti pembungkus, cetakan beton, mainan anak-anak, vinir, kayu
lapis, pulp dan kertas, kayu lamina, serta konstruksi darurat yang ringan
(Martawijaya et al. 1992), obat tradisional (daun dan kulit kayu), serta bunga dan
buahnya dapat dimakan (Soerianegara & Lemmens 1994).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 – Januari 2012 dan
dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian
Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit dan Bagian Peningkatan Mutu
Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu log kayu jabon
[Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.] berdiameter ±30 cm umur 5 tahun
dengan panjang 200 cm yang dipotong menjadi beberapa papan berukuran
lebar 30 cm, tebal 2,5 cm dan panjang 200 cm. Log kayu jabon ini didapat
dari daerah Cianjur, Jawa Barat. Bahan lain yang dipakai adalah air untuk
pengukusan dan kertas kalkir. Alat yang digunakan untuk proses pemadatan
kayu adalah mesin kempa panas, klem, autoklaf (untuk mengukus), kaliper
(untuk mengukur dimensi contoh uji), moisture meter (untuk mengukur
kadar air), oven (untuk mengeringkan contoh uji), desikator, jam, Universal
Testing Machine merk Instron® tipe 3369 dan Amsler®. Alat lain yang
digunakan adalah kamera digital untuk mendokumentasikan contoh uji hasil
pemadatan. Alat uji gelombang ultrasonik merk SylvatestDuo® (frekuensi =
22 kHz) digunakan untuk pengujian kecepatan rambatan gelombang suara.
3.3. Metode Penelitian
3.3.1. Persiapan Contoh Uji
Log kayu jabon yang berdiameter ±30 cm panjang 200 cm
dibagi menjadi empat bagian masing-masing berukuran panjang 50
cm (Gambar 1). Bahan contoh uji dibuat dengan ukuran lebar = 2
cm, tebal = 2,5 cm dan panjang = 50 cm untuk setiap penampang
lintang kayu (teras, transisi dan gubal). Jumlah contoh uji yang
didapat adalah 48 batang yang terdiri dari 12 contoh uji sebagai
16
kontrol (tanpa perlakuan) dan 36 contoh uji lainnya mendapat
perlakuan. Tabel 2 menunjukkan detail jumlah contoh uji
berdasarkan perlakuan penelitian dan posisi kayu pada penampang
lintang batang. Selanjutnya bahan contoh uji dikeringkan selama ± 2
minggu untuk memperoleh kadar air kayu kering udara (KA ± 15%).
Tabel 2 Jumlah contoh uji yang dibuat berdasarkan perlakuan dan
posisi kayu pada penampang lintang
Variasi lama waktu
pengukusan
Posisi kayu
Teras Transisi Gubal
Kontrol 4 contoh uji 4 contoh uji 4 contoh uji
30 menit 4 contoh uji 4 contoh uji 4 contoh uji
60 menit 4 contoh uji 4 contoh uji 4 contoh uji
90 menit 4 contoh uji 4 contoh uji 4 contoh uji
Keterangan: Transisi adalah posisi kayu diantara kayu teras dengan
kayu gubal
Keterangan: Ti = Kayu Teras, Ri = Kayu Transisi, Gi = Kayu Gubal
Gambar 1 Pembagian log menjadi contoh uji
Sebelum pemotongan log menjadi bahan untuk contoh uji dilakukan
pendokumentasian gambaran penampang melintang log pada kedua
ujungnya untuk ke-4 bagian log.
3.3.2. Pengujian Nondestruktif Tahap Awal
Pengujian nondestruktif gelombang ultrasonik menggunakan
alat SylvatestDuo®. Pengujian ini dilakukan untuk contoh uji kering
udara sebelum mendapat perlakuan, yaitu dengan menempatkan dua
buah transduser pada kedua ujung contoh uji. Untuk penempatan ini
17
sebelumnya dilakukan pengeboran. Contoh uji dilubangi
menggunakan bor berdiameter 0,5 cm sedalam 2 cm. Transduser
terdiri dari transduser pengirim gelombang suara dan transduser
penerima gelombang suara di ujung lainnya. Pengujian dilakukan
terhadap contoh uji berukuran (2 x 2,5 x 30) cm. Parameter yang
digunakan adalah waktu rambat (t) dan kecepatan rambat gelombang
ultrasonik (v).
Gambar 2 Pengujian Nondestruktif dengan SylvatestDuo®
(frekuensi = 22 kHz)
3.3.3. Perlakuan Pendahuluan
Contoh uji yang berjumlah 36 batang diberi perlakuan
pengukusan. Pengukusan dilakukan dengan autoklaf menggunakan
air pada suhu 120°C dengan variasi lama waktu pengukusan untuk
setiap set contoh uji masing-masing: 30 menit, 60 menit dan 90
menit. Dua belas contoh uji sisanya tidak diberi perlakuan apapun
yang digunakan sebagai kontrol.
(a) (b)
Gambar 3 (a) Autoklaf yang digunakan, (b) Penyusunan contoh uji dalam autoklaf
18
3.3.4. Tampilan Kayu
Pendokumentasian tampilan kayu dilakukan untuk
membandingkan penampilan kayu sebelum dan sesudah dipadatkan
menggunakan kamera digital. Dari tampilan tersebut dapat dilihat
perubahan penampilan contoh uji secara langsung dari segi warna
dan ketebalan.
3.3.5. Perlakuan Kempa Panas
Tiga puluh enam contoh uji yang telah dikukus dengan air
kemudian dipadatkan dengan mesin kempa panas dengan posisi
pengempaan arah tegak lurus serat contoh uji, pada suhu 150°C
hingga ketebalan target mencapai 2 cm dari ketebalan awal 2,5 cm
(Gambar 4a). Pada saat pemadatan dihitung lamanya waktu
pemadatan dan dicatat besarnya tekanan yang diperlukan sampai
ketebalan target tercapai. Selanjutnya contoh uji didiamkan pada
mesin kempa selama 15 menit untuk pengkondisian.
(a) (b)
Gambar 4 (a) Pemadatan dengan kempa panas, (b) pengkondisian
dengan klem
Selanjutnya contoh uji dikeluarkan dari mesin kempa dan
diklem (Gambar 4b). Contoh uji yang sudah dipadatkan tersebut
dikering udarakan dengan cara diangin-anginkan dengan bantuan fan
selama 14 hari dalam kondisi diklem, hingga mencapai kestabilan
dimensi dan mencapai kadar air kering udara.
19
3.3.6. Pengujian Nondestruktif Setelah Pemadatan
Sama seperti pengujian nondestruktif awal, parameter yang
diuji adalah waktu rambat gelombang dan kecepatan rambat
gelombang ultrasonik setelah pemadatan. Diduga ada perubahan
terhadap kedua parameter tersebut akibat perlakuan pemadatan.
3.3.7. Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
Pengujian sifat fisis dan mekanis dilakukan terhadap contoh uji
yang telah dipadatkan dan contoh uji kontrol. Pengujian sifat fisis
meliputi kadar air, kerapatan, berat jenis dan perubahan dimensi
tebal. Sementara sifat mekanis yang diuji adalah MOE, MOR, tekan
sejajar serat, dan kekerasan. Pengujian sifat fisis ini mengacu pada
standar JIS Z 2102 (1957) dan JIS Z 2103 (1957), untuk sifat
mekanis yang diuji mengacu pada standar JIS Z 2113 (1963). Pada
Gambar 5 dapat dilihat pembagian contoh uji untuk pengujian sifat
fisis dan mekanis.
Keterangan:
a = contoh uji untuk KA, kerapatan (ρ) dan BJ ukuran (2 x 2 x 2) cm
b = contoh uji nondestruktif, MOE dan MOR (2 x 2 x 30) cm
c = contoh uji tekan // serat (2 x 2 x 6) cm
d = contoh uji kekerasan (2 x 2 x 6) cm
# contoh uji KA, ρ, BJ setelah pemadatan menggunakan contoh uji pada
MOE dan MOR
Gambar 5 Bahan pembuatan contoh uji sifat fisis dan mekanis
20
3.3.7.1. Kadar Air
Contoh uji pengukuran kadar air diambil dari dekat bagian
yang mengalami kerusakan pada pengujian lentur dengan ukuran (2
x 2 x 2) cm. Contoh uji kemudian ditimbang beratnya sebelum
dioven untuk mengetahui berat awal (W1). Setelah dioven selama 24
jam dengan suhu 103±2°C kemudian ditimbang kembali untuk
mengetahui berat kering oven (W2). Kadar air kayu Jabon
terpadatkan dihitung dengan rumus:
3.3.7.2. Kerapatan
Contoh uji yang digunakan sama dengan contoh uji untuk
kadar air (2 x 2 x 2) cm, kemudian ditimbang untuk mengetahui
berat kering udara (W). Dimensinya diukur untuk mengetahui
volume kering udaranya (V). Kerapatan kayu Jabon terpadatkan
dihitung dengan rumus:
3.3.7.3. Berat jenis
Contoh uji dari pengujian kadar air dan kerapatan (2 x 2 x 2)
cm dikeringkan dengan oven selama 24 jam dengan suhu 103±2°C,
lalu ditimbang untuk mengetahui berat kering tanurnya (W). Selain
itu juga diukur dimensi setelah pengempaan (V), dan selanjutnya
diperbandingkan dengan benda standard (kerapatan air 1 g/cm³)
Berat Jenis =
3.3.7.4. Perubahan Dimensi
Perubahan dimensi merupakan perubahan dimensi tebal setelah
perlakuan terhadap kondisi akhir setelah mencapai kestabilan
dimensi. Contoh uji yang digunakan berukuran tebal 2 cm, lebar 2
W/V
Kerapatan air
21
cm dan panjang 30 cm. Pengukuran tebal dilakukan sesaat setelah
proses pemadatan menggunakan kempa panas di tiga titik (T1)
(Gambar 6). Setelah pengkondisian menggunakan klem untuk
mencapai stabilitas dimensi dan kadar air kering udara dilakukan
kembali pengukuran tebal pada ketiga titik yang sama (T2).
Gambar 6 Pengukuran dimensi tebal pada tiga titik
Perubahan Dimensi (%) = x 100
3.3.7.5. Kekakuan Lentur (MOE) dan Kekuatan Lentur (MOR)
Pengujian MOE dan MOR dilakukan dengan menggunakan
Universal Testing Machine merk Instron® tipe 3369. Ukuran contoh
uji yang digunakan adalah (2 x 2 x 30) cm dengan panjang bentang
28 cm. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan kekakuan lentur
dan kekuatan lentur contoh uji (Gambar 7)
(a) (b)
Gambar 7 (a) Pengujian MOE dan MOR di UTM Instron, (b) Contoh
uji sebelum dan sesudah pengujian
T2 - T1
T1
22
Besarnya MOE dan MOR dapat ditentukan dengan rumus:
Dengan keterangan sebagai berikut:
MOE = kekakuan lentur (kg/cm²)
MOR = kekuatan lentur (kg/cm²)
P = beban di bawah batas proporsi (kg)
L = jarak sangga contoh uji (cm)
ΔY = defleksi yang terjadi akibat beban P (cm)
b = lebar penampang contoh uji (cm)
h = tinggi penampang contoh uji (cm)
B = beban maksimum sampai patah (kg)
3.3.7.6. Kekuatan Tekan Sejajar Serat
Untuk pengujian tekan sejajar serat contoh uji yang digunakan
berukuran (2 x 2 x 6) cm. Pengujian dilakukan dengan UTM merk
Instron tipe 3369 (Gambar 8).
(a) (b)
Gambar 8 (a) Pengujian tekan sejajar serat (b) Contoh uji sebelum
dan sesudah pengujian
23
Nilai keteguhan tekan sejajar serat dihitung dengan rumus:
Keterangan:
P = Beban Maksimum (kg)
A = Luas permukaan bidang tekan (cm²)
3.3.7.7. Kekerasan
Contoh uji berukuran (2 x 2 x 6) cm digunakan untuk
pengujian kekerasan permukaan dengan UTM Amsler (Gambar 9).
Pengujian dilakukan dengan memasukkan setengah bola baja
berdiameter 0,444 inchi (1cm) dengan luas penampang 1 cm² ke
dalam kayu. Kemudian bola tersebut ditekan sedalam 0,222 inchi
(0,5 cm).
(a) (b)
Gambar 9 (a) Pengujian kekerasan kayu (b) Contoh uji sebelum dan
sesudah pengujian
Nilai kekerasan dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
P = Beban (kg)
A = Luas Penampang (1 cm²)
24
Yijk = µ + αi+ βj+ (αβ)ij + εijk
3.4. Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif sederhana untuk
menentukan nilai rata-rata, standard deviasi, dan koefisien variasi. Selain
itu untuk mengetahui pengaruh pemadatan dilakukan dengan perancangan
percobaan rancangan acak lengkap (RAL) dengan percobaan faktorial.
Faktor yang digunakan adalah variasi lama waktu pengukusan dan posisi
kayu (teras, transisi dan gubal). Model umum rancangan percobaan yang
digunakan adalah:
Keterangan:
Yijk = Pengamatan pada faktor waktu pengukusan taraf ke-i, faktor
posisi kayu taraf ke-j dan ulangan ke k (empat kali ulangan),
μ = Nilai rata-rata pengamatan
αi = Pengaruh utama perlakuan pengukusan ke i (1 = 30 menit,
2 = 60 menit, 3 = 90 menit, 4 = kontrol)
βj = Pengaruh utama perlakuan posisi kayu ke j (1 = gubal,
2 = transisi, 3 = teras)
(αβ)ij = Interaksi dari perlakuan pengukusan dan perlakuan posisi kayu
εijk = Kesalahan percobaan
Pengolahan data ini dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak SAS 9.1 for Windows.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tampilan Kayu
Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna
aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari
pengaruh suhu pengeringan saat proses kayu berlangsung (Inoue et al.
1993). Gambar 10 menunjukkan contoh uji dengan perlakuan pendahuluan
pengukusan menggunakan air sebelum dan sesudah pemadatan dengan
menggunakan kempa panas.
Gambar 10 Perbandingan tampilan warna kayu kontrol dengan kayu yang
diberikan perlakuan
Dari Gambar 10 dapat dibandingkan kondisi kayu sebelum pemadatan
dengan kayu hasil pemadatan. Pemadatan kayu jabon pada suhu 150°C
menyebabkan perubahan warna pada permukaan. Kayu yang mengalami
pemadatan berubah menjadi sedikit lebih gelap dari warna aslinya. Hal ini
diduga akibat pengaruh suhu yang tinggi pada saat pengukusan dan
pengempaan. Kayu yang terpadatkan memiliki kesan raba yang lebih halus
dan kilap yang lebih jelas dibandingkan dengan kayu kontrol.
Dari hasil penelitian Ramdhania (2010) menunjukkan bahwa
pemadatan kayu randu dengan perlakuan pengukusan yang menggunakan
jenis bahan pengukus tanin dan pengempaan panas menghasilkan warna
yang sedikit berbeda dengan aslinya, yakni di beberapa bagian warnanya
menjadi sedikit lebih gelap. Kayu yang terpadatkan memiliki kesan raba
26
yang lebih halus dan kilap yang lebih jelas dibandingkan dengan kayu
kontrol.
Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dari warna
aslinya. Kayu terpadatkan memberikan tampilan warna yang atraktif,
dimana warnanya berubah menjadi sedikit gelap sebagai akibat dari
pengaruh suhu pengeringan saat proses pemadatan kayu berlangsung (Inoue
et al. 1992).
4.2 Evaluasi Perubahan Dimensi Setelah Pemadatan
Pemadatan dilakukan menggunakan mesin kempa panas dimana untuk
mencapai target dimensi ketebalan yang diinginkan diperoleh waktu (t) = 4 -
5 menit dengan tekanan (P) = 25 kg/cm2 pada suhu (T) = 150°C. Hasil
pengukuran terhadap ketebalan menunjukkan sedikit perbedaan antara target
awal dengan realisasinya, dimana ketebalan kayu jabon terpadatkan sedikit
lebih besar dari yang diinginkan. Hal ini terjadi diduga oleh adanya
fenomena springback, yaitu pemulihan tebal pada waktu tekanan dilepaskan.
Tabel 3 Nilai rata-rata perubahan dimensi kayu jabon terpadatkan
Perlakuan Dimensi awal Dimensi T1 Dimensi T2 Δ dimensi T2-T1 (%)
Pengukusan Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar Tebal Lebar
30 menit 2,450 2,007 2,104 2,037 2,113 2,040 0,43 0,20
60 menit 2,476 1,993 2,150 2,021 2,156 2,025 0,28 0,20
90 menit 2,505 2,022 2,134 2,064 2,141 2,067 0,33 0,15
Keterangan: T1 = dimensi setelah pemadatan
T2 = dimensi setelah kondisi klem
Gambar 11 Histogram nilai perubahan dimensi kayu jabon terpadatkan
27
Dari Gambar 11 diketahui bahwa hasil dari pemadatan setelah
pengkondisian dalam klem mengalami perubahan dimensi pada bagian tebal
0,28 - 0,43%. Perubahan dimensi tebal terbesar terjadi pada contoh uji
pengukusan 30 menit yaitu 0,43%, sedangkan yang terendah terjadi pada
pengukusan 60 menit yaitu 0,28%. Hal ini diduga terjadi karena kayu
sebagai benda mempunyai internal stress sehingga akan memberikan reaksi
apabila ada gaya dari luar yang mempengaruhinya, kayu akan berusaha
untuk kembali ke bentuk semula sebagai perlawanan terhadap tekanan pada
waktu pengempaan. Pada tahap pengkondisian klem dengan bantuan fan,
dinding sel kayu akan mengikat rantai OH bebas sehingga mengalami
pengembangan tebal kembali.
Pada saat proses pengempaan berlangsung, dimensi lebar contoh uji
ikut mengalami peningkatan sebesar 0,15 - 0,20% akibat tekanan yang
diberikan dari mesin kempa panas. Perubahan dimensi lebar terbesar terjadi
pada contoh uji pengukusan 60 menit yaitu 0,20%, sedangkan yang terendah
terjadi pada pengukusan 90 menit yaitu 0,15%. Gambar 12 menunjukkan
perubahan dari ketebalan awal 2,5 cm sampai ketebalan target 2 cm.
Gambar 12 Perbandingan kayu jabon kontrol dengan kayu jabon terpadatkan
Penelitian Sulistiyono (2001) juga menunjukkan bahwa untuk jenis
papan tangensial kayu agatis yang mengalami perlakuan awal berupa
perendaman, perebusan dan pengukusan, pengembangan tebalnya hanya
berkisar antara 2 – 6 %. Sementara untuk jenis papan radial antara 2 – 7%.
Pengembangan tebal ini terjadi setelah proses pengempaan kayu, yaitu
28
adanya kondisi suhu dan kelembaban pada lingkungan. Jadi mengembang
akibat dikeringanginkan (spring back).
Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai pengembangan
tebal yang dihasilkan lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian
Sulistiyono, yaitu hanya berkisar 0,28 - 0,43%. Hasil ini memberi gambaran
bahwa kayu yang dipadatkan dengan perlakuan pendahuluan yang tepat
akan membuat dimensi kayu lebih stabil.
Pemberian perlakuan pendahuluan dengan memanaskan kayu dengan
uap air suhu tinggi (steam treatment) dalam autoklaf mengakibatkan
tercapainya fiksasi permanen yang lebih cepat jika dibandingkan dengan
metode perlakuan suhu tinggi pada kayu kering dan tidak banyak
mempengaruhi atau menurunkan sifat mekanik kayu. Fiksasi permanen pada
suhu 180°C dapat dicapai dalam waktu sekitar 10 menit (Inoue et al. 1993).
4.3 Sifat Fisis
Data hasil pengujian sifat fisis dan kecepatan gelombang ultrasonik
kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam
pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam Tabel 5.
Tabel 4 Nilai rataan sifat fisis dan kecepatan gelombang ultrasonik (Vus)
kayu jabon pada posisi kayu gubal, transisi, teras, dan waktu
pengukusan (30 menit; 60 menit;90 menit)
Sifat fisis Waktu
Pengukusan Sebelum perlakuan Sesudah perlakuan
Gubal Transisi Teras Rata-rata Gubal Transisi Teras Rata-rata
KA (%) 30 menit 16,28 15,47 14,68 15,47 9,30 8,54 7,80 8,55
60 menit 15,94 15,71 15,58 15,74 8,98 8,77 8,64 8,80
90 menit 15.74 16,02 16,14 15,96 8,79 9,28 9,17 9,08
ρ (g/cm³) 30 menit 0,40 0,41 0,43 0,41 0,45 0,45 0,48 0,46
60 menit 0,44 0,43 0,45 0,44 0,48 0,47 0,49 0,48
90 menit 0,46 0,44 0,44 0,45 0,51 0,49 0,50 0,50
BJ 30 menit 0,35 0,36 0,37 0,36 0,41 0,42 0,45 0,43
60 menit 0,38 0,37 0,39 0,38 0,44 0,43 0,45 0,44
90 menit 0,40 0,38 0,38 0,39 0,47 0,45 0,46 0,46
Vus (m/s) 30 menit 6035 5998 6256 6096 5692 5773 5877 5780
60 menit 6197 6222 6250 6223 5875 5970 6097 5981
90 menit 5985 5817 6121 5974 5946 5531 5921 5799
Keterangan : KA = kadar air,
ρ = kerapatan,
BJ = berat jenis
Vus = kecapatan gelombang ultrasonik
29
Tabel 5 Hasil analisis sidik ragam terhadap sifat fisis kayu jabon setelah
perlakuan pada selang kepercayaan 95%
Sumber
KA ρ BJ Vus
Terpadatkan Terpadatkan Terpadatkan Terpadatkan
Nilai P Nilai P Nilai P Nilai P
Posisi Kayu 0,8216tn 0,3153
tn 0,2307
tn 0,2893
tn
Perlakuan <,0001* 0,0001* <,0001* 0,4836tn
Posisi Kayu
x Perlakuan 0,9863
tn 0,9103
tn 0,8110
tn 0,4415
tn
Keterangan : * = berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%
tn = tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%
KA = kadar air
ρ = kerapatan
BJ = berat jenis
Vus = velositas gelombang ultrasonik
P = probability
4.3.1 Kadar Air
Berdasarkan hasil penelitian seperti yang terlihat pada Gambar 13
diketahui bahwa akibat proses pemadatan dengan suhu tinggi 150°C, kadar
air kayu menurun dari kondisi kering udara 15,32% sampai 15,96%
menjadi 8,55% sampai 9,08% pada kayu terpadatkan. Hasil pemadatan
dapat menurunkan nilai kadar air kayu jabon sampai 44,78% dari kayu
sebelum perlakuan.
Gambar 13 Histogram nilai kadar air kayu jabon pada kondisi
sebelum dan sesudah perlakuan
30
Penurunan kadar air sampai dibawah 10% ini diduga disebabkan
pengaruh panas pada waktu pengempaan. Hal ini sejalan dengan penelitian
Sulistyono (2001) yang menggunakan perlakuan variasi suhu kempa panas
yang cukup tinggi sebesar 125°C, 150°C, 175°C, dan 200°C menghasilkan
kayu terpadatkan dengan kadar air 50% lebih rendah dari kadar air kayu
sebelum perlakuan.
Suhu tinggi tersebut merusak ikatan hidrogen antar molekul air
sehingga kayu mengalami pengeringan. Kadar air yang rendah diharapkan
dapat meningkatkan sifat fisis dan mekanis kayu tersebut. Kadar air kayu
yang rendah ini juga berguna untuk mengurangi terjadinya pemulihan tebal
atau springback pada waktu dikeluarkan dari tekanan kempa. Selain itu
diduga telah terjadi rusaknya sel dalam kayu sehingga tidak dapat berikatan
dengan rantai OH bebas dari lingkungan. Rusaknya molekul air akibat
perlakuan suhu tinggi menyebabkan terjadinya kerusakan pada ikatan H
antar molekul-molekul di dalam matriks hemiselulosa-lignin (Amin &
Dwianto 2006)
Analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% yang dilakukan
(Tabel 5) menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara kedua
faktor perlakuan (posisi horizontal kayu dan lama pengukusan) terhadap
kadar air kayu jabon terpadatkan. Namun, faktor tunggal perlakuan
pengukusan berpengaruh nyata terhadap kadar air kayu jabon terpadatkan.
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan nilai KA terendah terdapat pada
perlakuan pengukusan 30 menit. Pada penelitian ini semakin cepat waktu
pengukusan sebelum pengempaan semakin rendah nilai KA kayunya. Hal
ini diduga adanya kandungan air yang masih terikat didalam kayu setelah
pengukusan dalam autoklaf. Nilai KA yang rendah ini (8,55%) diduga
dapat meningkatkan kekuatan kayu menjadi lebih stabil.
4.3.2 Kerapatan
Pada Gambar 14 menyajikan histogram nilai kerapatan kayu jabon
sebelum dan setelah perlakuan (pengukusan dan pengempaan). Hasil
penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
nilai kerapatan kayu jabon mulai dari 0,46 g/cm³ sampai 0,50 g/cm³ pada
31
kondisi setelah pemadatan atau meningkat ±11% terhadap kerapatan kayu
jabon dari kondisi sebelum pemadatan. Nilai kerapatan contoh uji kayu
jabon yang diberi perlakuan pengukusan dengan air selama 90 menit adalah
yang paling tinggi hingga bisa meningkatkan kerapatan sampai 11,43%.
Gambar 14 Histogram nilai kerapatan kayu jabon pada kondisi sebelum dan
sesudah pemadatan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% (Tabel 5)
menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara kedua faktor
perlakuan (posisi horizontal kayu dan lama pengukusan) terhadap kerapatan
kayu jabon terpadatkan. Namun, faktor tunggal perlakuan pengukusan
berpengaruh nyata terhadap kerapatan kayu jabon terpadatkan. Sedangkan
untuk faktor tunggal posisi kayu tidak memberikan pengaruh yang nyata.
Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pada perlakuan pengukusan 90
menit menghasilkan nilai kerapatan terbaik. Pada penelitian ini
menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan sebelum
pengempaan mampu meningkatkan nilai kerapatan kayu jabon terpadatkan.
Kerapatan kayu berhubungan linier dengan sifat kekuatan kayu, semakin
tinggi kerapatan kayu maka semakin tinggi pula sifat kekuatannya.
Pada penelitian Murhofiq (2000), pemadatan kayu agatis sampai
50% dari tebal semula mampu meningkatkan kerapatannya dari 0,41 g/cm3
menjadi 0,9 g/cm3. Sementara untuk kayu sengon dengan kerapatan 0,23
g/cm3 meningkat kerapatannya menjadi 0,48 g/cm
3 setelah dipadatkan.
32
Peningkatan kerapatan kayu diduga akibat pemadatan pada suhu
tinggi yang menyebabkan kayu menjadi lunak (plastis). Plastisasi dengan
pengukusan pada suhu diatas 120°C menyebabkan hemiselulosa dan lignin
yang berperan sebagai pengikat dan pengisi selulosa akan elastis pada suhu
tersebut. Kondisi elastis dari kayu ini akan lebih memudahkan pada waktu
pengempaan. Dwianto et al., (1996) menyatakan bahwa mekanisme
perubahan bentuk akibat pengempaan pada saat dibawah titik proporsional
deformasi mendekati elastis
4.3.3 Berat Jenis
Pada Gambar 15 menyajikan peningkatan berat jenis kayu jabon
terpadatkan. Berat jenis kayu jabon terpadatkan mengalami peningkatan
sebesar ±18% dari kondisi sebelum pengempaan 0,36 sampai 0,39 menjadi
0,43 sampai 0,46 pada kayu jabon terpadatkan. Sama halnya dengan
kerapatan, hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu
pengukusan sebelum pengempaan semakin tinggi nilai berat jenis yang
dihasilkan setelah pengempaan. Contoh uji dengan pengukusan 90 menit
mengalami peningkatan berat jenis yang paling tinggi. Peningkatan berat
jenis ini disebabkan oleh pemampatan volume sebagai akibat dari adanya
tekanan oleh plat kempa. Tomme et al. (1998) menyatakan bahwa
pemadatan kayu dengan suhu tinggi dapat meningkatkan kerapatan kayu.
Gambar 15 Histogram nilai berat jenis kayu jabon pada kondisi sebelum
dan sesudah pemadatan
33
Peningkatan ini terjadi karena rongga sel dan dinding sel menjadi
padat. Peningkatan nilai berat jenis kayu terpadatkan ada kaitannya dengan
perubahan bentuk sel-sel penyusunnya. Sel-sel kayu terpadatkan cenderung
memipih sehingga mengurangi volume rongga, yang sekaligus mengurangi
volume kayunya, sementara beratnya tetap. Hal ini berdampak pada
meningkatnya nilai BJ.
Analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% (Tabel 5) yang
dilakukan menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara kedua
faktor perlakuan (posisi horizontal kayu dan lama pengukusan) terhadap
berat jenis kayu jabon terpadatkan. Namun, faktor tunggal perlakuan
pengukusan berpengaruh nyata terhadap berat jenis kayu jabon terpadatkan.
Sedangkan untuk faktor tunggal posisi kayu tidak memberikan pengaruh
yang nyata. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan nilai terbaik untuk BJ
terjadi pada perlakuan pengukusan 90 menit. Pada penelitian ini
menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan sebelum pemadatan
mampu meningkatkan nilai BJ kayu jabon yang dipadatkan. Meningkatnya
BJ berbanding lurus dengan meningkatnya kerapatan kayu sehingga
kekuatan kayunya juga meningkat.
Penelitian Darwis (2008) menunjukkan berat jenis kayu agatis dan
gmelina yang terpadatkan lebih tinggi dibandingkan dengan berat jenis
kayu kontrolnya. Peningkatan berat jenis kayu agatis akibat tingkat
pemadatan 12,5%, 25% dan 37,5% berturut-turut mencapai 7,14% (0,45),
30,95% (0,55), dan 52,83% (0,64) dibandingkan dengan berat jenis
kontrolnya (0,42). Sedangkan pada kayu gmelina berat jenis meningkat
secara berurutan mencapai 6,82% (0,47), 27,27% (0,56), dan 50% (0,66)
dibanding dengan berat jenis kayu kontrolnya (0,44). Sementara itu pada
penelitian yang dilakukan dengan tingkat pemadatan 20% mampu
meningkatkan BJ mencapai 18,46% (0,46). Peningkatan nilai berat jenis
terkait dengan meningkatnya tingkat pemadatan, sedangkan lamanya
pemanasan tidak mempengaruhi nilai berat jenis pada masing-masing
tingkat pemadatan. Semakin tinggi tingkat pemadatan, maka volume sel
34
yang terpadatkan akan semakin besar sehingga volume kayu semakin
berkurang.
Berat jenis kayu jabon terpadatkan pada penelitian ini berkisar antara
0,43 – 0,46. Berdasarkan pembagian kelas kuat kayu Indonesia menurut
PKKI (Tabel 6), nilai berat jenis kayu jabon terpadatkan pada penelitian ini
tergolong kelas kuat III yaitu 0,40 – 0,60 meningkat dari sebelum
pemadatan yang hanya tergolong kelas kuat IV.
Tabel 6 Kelas kuat kayu menurut PKKI NI 5-1961
Kelas
Kuat
Berat
Jenis
Tegangan
Lentur Mutlak
(kg/cm2)
Tegangan
Tekan Mutlak
(kg/cm2)
I > 0,9 >1100 >650
II 0,6-0,9 725-1100 425-650
III 0,4-0,6 500-725 300-425
IV 0,3-0,4 360-500 215-300
V <0,3 <360 <215
(Sumber : PKKI NI-5 1961)
4.3.4 Kecepatan Gelombang Ultrasonik (Vus)
Berdasarkan hasil penelitian seperti yang disajikan pada Gambar 16
diketahui bahwa nilai rata-rata kecepatan gelombang ultrasonik (Vus) kayu
jabon kontrol pada pengukusan 30 menit sebesar 6096 m/detik, pengukusan
60 menit sebesar 6223 m/detik dan pengukusan 90 menit sebesar 5974
m/detik. Setelah kayu jabon terpadatkan nilai Vus mengalami penurunan 3-
5%, yaitu untuk pengukusan 30 menit sebesar 5981 m/s, 60 menit sebesar
5799 m/s dan 90 menit sebesar 5780 m/s. Penurunan kecepatan gelombang
ultrasonik diduga karena telah terjadi perubahan struktur sel di dalam kayu
yang menyebabkan hambatan untuk perambatan gelombang ultrasonik.
Dari Gambar 16 dapat dilihat bahwa pada contoh uji untuk
pengukusan 90 menit memiliki nilai Vus yang paling rendah. Hal ini diduga
karena adanya perubahan struktur sel akibat pengukusan yang lama pada
suhu tinggi di dalam autoklaf yang bertekanan. Pada penelitian ini
menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan mampu menurunkan
nilai kecepatan gelombang ultrasonik (Vus) kayu jabon terpadatkan.
35
Gambar 16 Histogram nilai Vus kayu jabon pada kondisi sebelum dan
sesudah pemadatan
Dari Tabel 5 diketahui analisis sidik ragam pada selang kepercayaan
95% yang dilakukan menunjukkan bahwa faktor tunggal posisi horizontal
kayu, faktor tunggal perlakuan pengukusan dan interaksi keduanya tidak
ada pengaruh yang nyata terhadap kecepatan gelombang ultrasonik (Vus)
kayu jabon terpadatkan.
4.4 Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan sifat kayu yang berhubungan dengan
kekuatan kayu. Pada penelitian ini sifat mekanis yang diuji adalah modulus
patah (MOR), modulus lentur statis (MOE statis), modulus lentur dinamis
(MOE dinamis), kekuatan tekan sejajar serat, dan kekerasan (hardness) yang
nilainya tersaji dalam Tabel 7 dan selanjutnya dilakukan analisis sidik ragam
yang tersaji dalam Tabel 8.
Pemadatan kayu terbukti dapat meningkatkan nilai MOE kayu jabon.
Seperti penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rilatupa (2001) dan
Sulistyono (2001) yang juga mengalami peningkatan nilai MOE lebih dari
100% setelah pemadatan pada suhu pengempaan optimal 125°C - 175°C,
sedangkan untuk suhu pengempaan diatas 175°C cenderung menurunkan
sifat fisis, mekanis dan daya dukung baut.
36
Tabel 7 Nilai rataan sifat mekanis kayu jabon pada posisi kayu gubal,
transisi, teras, dan waktu pengukusan (30 menit; 60 menit; 90
menit)
Pengukusan Posisi MOR MOEs MOEd σtk //
Serat Kekerasan (kg/cm²)
(kg/cm²) (kg/cm²) (kg/cm²) (kg/cm²) Tangensial Radial
Gubal 596,3 49.994 169.356 336,85 294,50 254,50
Kontrol Transisi 568,02 48.440 145.705 346, 36 296,75 222,00
Teras 605,62 51.404 156.344 383,92 293,00 255.50
Rata-rata 589,92 49.946 157.135 355,71 294,75 244,00
Gubal 760,23 68.099 150.416 401,05 282,50 227,75
30 menit Transisi 739,90 68.118 155.006 410,39 312,75 293,00
Teras 783,40 74.901 164.648 419,48 332,75 282,75
Rata-rata 761,18 70.373 156.690 410,31 309,33 267,83
Gubal 802,37 71.312 155.591 411,52 262,50 237,00
60 menit Transisi 788,45 69.838 160.483 433,08 326,00 300,00
Teras 802,41 73.392 172.334 449,33 334,25 281,25
Rata-rata 797,75 71.514 162.775 431,31 307,58 272.75
Gubal 780,42 71.953 163.094 419,79 339,25 258,00
90 menit Transisi 788,00 71.763 160.912 427,19 359,00 275,50
Teras 837,22 74.216 176.354 449,01 327,75 297,00
Rata-rata 801,88 72.644 166.666 432,00 342,00 276,83
Keterangan : MOR = Modulus patah
MOEs = Modulus lentur statis
MOEd = Modulus lentur dinamis
σtk // Serat = kekuatan tekan sejajar serat
Tabel 8 Hasil uji statistik terhadap sifat mekanis kayu jabon pada selang
kepercayaan 95%
Sumber MOR MOEs MOEd σtk // Serat Hardness
Nilai P Nilai P Nilai P Nilai P Nilai P
Posisi Kayu 0,6279tn 0,3615
tn 0.4481
tn 0,1533
tn 0,0565
tn
Perlakuan <.0001* <.0001* 0,0306* 0,0007* 0,4200tn
Posisi
Kayu*Pengukusan 0,9988
tn 0,9952
tn 0,6366
tn 0,2541
tn 0,2541
tn
Keterangan : * = berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%
tn = tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%
p = probability
Dari hasil pengujian destruktif contoh uji ditemukan variasi bentuk
kerusakan. Pengujian tekan sejajar serat rata-rata ditemukan jenis kerusakan
crushing dimana contoh uji mengalami patahan dengan bidang patahan
horizontal. Sedang untuk hasil pengujian kekuatan lentur rata-rata terjadi
37
kerusakan jenis cross grained tension. Gambar bentuk kerusakan kayu
disampaikan pada Lampiran 3. Kerusakan ini terjadi akibat adanya gaya
tarik yang arahnya miring serat. Hal ini biasa terjadi pada contoh uji yang
miring serat, baik yang berupa serat diagonal, serat spiral atau yang lainnya
dan terjadi di permukaan bawah balok contoh uji.
4.4.1 Pengujian Kekakuan Lentur (MOE)
Pada penelitian ini dilakukan pengujian sifat mekanis lentur secara
nondestruktif dan destruktif. Pengujian nondestruktif dilakukan untuk
mengetahui nilai modulus lentur dinamis (MOE dinamis) sedangkan
pengujian destruktif untuk mendapatkan nilai modulus lentur statis (MOE
statis) kayu jabon terpadatkan.
Gambar 17 Histogram nilai modulus lentur statis (MOE statis) dan modulus
lentur dinamis (MOE dinamis) kayu jabon terpadatkan
Berdasarkan hasil penelitian seperti yang disajikan pada Gambar 17
diketahui bahwa terjadi peningkatan nilai MOE sebesar 45 % pada kayu
jabon terpadatkan. Nilai MOE tertinggi dicapai pada contoh uji dengan
waktu pengukusan 90 menit, yaitu 72644 kg/cm2. Pemadatan kayu terbukti
dapat meningkatkan nilai MOE kayu jabon.
Tabel 8 analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara kedua faktor
perlakuan (posisi horizontal kayu dan lama pengukusan) terhadap nilai
38
MOE statis kayu jabon terpadatkan, tetapi untuk faktor tunggal perlakuan
pengukusan menghasilkan nilai yang berbeda nyata terhadap MOE statis
kayu jabon. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai terbaik
terjadi pada perlakuan pengukusan 90 menit yang hasilnya berbeda nyata
terhadap MOE statis kontrol. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa
semakin lama waktu pengukusan sebelum pengempaan mampu
meningkatkan nilai MOEs kayu jabon terpadatkan. Semakin tinggi nilai
MOE maka semakin tahan kayu tersebut terhadap perubahan bentuk.
Pada Gambar 17 nilai MOE dinamis kayu jabon terpadatkan
tertinggi dicapai pada contoh uji dengan waktu pengukusan 90 menit, yaitu
sebesar 166666 kg/cm2. Pada penelitian ini rata-rata nilai MOE dinamis
yang didapat lebih besar 144 % dibandingkan nilai MOE statisnya. Hasil ini
sejalan dengan penelitian sejenis yang dilakukan oleh Karlinasari et al.
(2006) untuk kayu cepat tumbuh sengon, meranti, manii, dan mangium
yang menunjukkan nilai MOE dinamis kayu-kayu tersebut lebih tinggi 50%
dari MOE statisnya. Hal ini disebabkan karena faktor sifat visko elastis
bahan dan pengaruh efek rangkak (creep) pada pengujian secara defleksi
(Bodig dan Jayne 1982).
Halabe et al. (1995) diacu dalam Olivera et al. (2002) menyatakan
bahwa pengujian destruktif membutuhkan selang waktu lebih lama
daripada pengujian nondestruktif dengan pembebanan yang terus
meningkat sampai contoh uji patah. Semakin lama pengujian berlangsung
maka lebih banyak gaya elastis yang hilang. Sementara itu, pengujian
nondestruktif dengan metode perambatan gelombang ultrasonik hanya
memerlukan waktu yang lebih singkat. Hal inilah yang menyebabkan nilai
MOE dinamis lebih besar daripada MOE statis.
Tabel 8 analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara kedua faktor
perlakuan (posisi horizontal kayu dan lama pengukusan) terhadap nilai
MOE dinamis kayu jabon terpadatkan, tetapi untuk faktor tunggal
perlakuan pengukusan menghasilkan nilai yang berbeda nyata terhadap
MOE dinamis kayu jabon. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa
39
nilai terbaik terjadi pada perlakuan pengukusan 90 menit yang hasilnya
berbeda nyata terhadap MOE dinamis kontrol. Pada penelitian ini
menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan sebelum
pengempaan mampu meningkatkan nilai MOEd kayu jabon yang
dipadatkan.
4.4.2 Pengujian Kekuatan Lentur (MOR)
Seperti halnya MOE, pemadatan juga mampu meningkatkan nilai
MOR beberapa kali lipat dari kayu awalnya. Berat jenis kayu yang
meningkat diduga menjadi faktor utama peningkatan nilai MOR kayu
jabon. Dari Gambar 18 dapat dilihat pada contoh uji pengukusan 90 menit
nilai MOR mengalami kenaikan sampai 801,88 kg/cm2 atau sekitar 36 %
dari kayu kontrol yang hanya memiliki nilai MOR 589,92 kg/cm2.
Gambar 18 Histogram nilai modulus patah (MOR)
kayu jabon terpadatkan
Berdasarkan Tabel 8 analisis sidik ragam pada selang kepercayaan
95% menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara kedua
faktor perlakuan (posisi horizontal kayu dan lama pengukusan) terhadap
nilai MOR kayu jabon terpadatkan. Namun, faktor tunggal perlakuan
pengukusan berbeda nyata terhadap peningkatan nilai MOR kayu jabon
terpadatkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai terbaik
terdapat pada perlakuan pengukusan 90 menit yang hasilnya berbeda nyata
40
terhadap MOR kontrol. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa semakin
lama waktu pengukusan sebelum pengukusan mampu meningkatkan nilai
MOR kayu jabon yang dipadatkan. Semakin tinggi nilai MOR maka
kemampuan kayu untuk menahan beban atau gaya luar yang bekerja
padanya akan semakin meningkat.
Hasil perhitungan MOR tersebut dikelompokkan kelas kekuatannya
berdasarkan PKKI NI 5-1961 (Tabel 6). Berdasarkan kriteria tersebut maka
kisaran nilai MOR antara 761,18 kg/cm² sampai 801,88 kg/cm² (725 - 1100
kg/cm²) tergolong dalam kelas kuat II.
4.4.3 Keteguhan Tekan Sejajar Serat
Pada Gambar 19 dapat terlihat nilai keteguhan sejajar serat hasil
pemadatan meningkat dari 410,31 kg/cm² sampai 432 kg/cm². Peningkatan
nilai keteguhan sejajar serat pada penelitian ini mencapai ±21% dari kayu
kontrol. Nilai terbesar terjadi pada contoh uji dengan pengukusan 90 menit.
Keteguhan tekan sejajar serat termasuk salah satu sifat mekanis kayu yang
besarnya ditentukan terutama oleh berat jenisnya.
Gambar 19 Histogram nilai keteguhan tekan sejajar serat kayu
jabon terpadatkan
Berdasarkan analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95%
(Tabel 8), tidak ada interaksi yang nyata antara kedua faktor perlakuan
(posisi horizontal kayu dan lama pengukusan) terhadap nilai keteguhan
41
tekan sejajar serat kayu jabon terpadatkan. Namun, faktor tunggal
perlakuan pengukusan menghasilkan nilai berbeda nyata terhadap
peningkatan nilai tekan sejajar serat kayu jabon yang dipadatkan. Hasil uji
lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai terbaik terdapat pada perlakuan
pengukusan 90 menit yang hasilnya berbeda nyata terhadap nilai tekan
sejajar serat kayu kontrol. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa semakin
lama waktu pengukusan sebelum pengempaan mampu meningkatkan nilai
keteguhan tekan sejajar serat kayu jabon yang dipadatkan.
Pada umumnya peningkatan nilai keteguhan tekan sejajar serat pada
penelitian ini membuktikan bahwa pemadatan kayu menyebabkan struktur
sel kayu menjadi lebih padat dan merata pada setiap bagian kayu yang
dipadatkan. Hasil keteguhan tekan sejajar serat tersebut dikelompokkan
kelas kekuatannya berdasarkan PKKI NI 5-1961 (Tabel 6). Berdasarkan
kriteria tersebut maka keteguhan tekan sejajar serat kayu jabon terpadatkan
yang berkisar antara 410,31 kg/cm² sampai 432 kg/cm² termasuk dalam
kelas kuat III dan II.
4.4.3 Kekerasan (Hardness)
Pada Gambar 20 nilai kekerasan kayu jabon yang diberi perlakuan
pengukusan selama 90 menit mengalami peningkatan paling besar.
Peningkatan yang terjadi setelah kayu dipadatkan yaitu dari 307,58 kg/cm²
sampai 342 kg/cm² pada bidang tangensial. Peningkatan nilai kekerasan ini
disebabkan rongga sel kayu menyempit, rata dan merapat akibat
pemadatan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai kekerasan kayu
diantaranya kerapatan, keuletan kayu, ukuran serat kayu, daya ikat antar
serat kayu serta susunan serat kayunya (Mardikanto et al. 2011). Murhofiq
(2000) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa pemadatan kayu
sampai 50% mampu meningkatkan nilai kekerasan bidang tangensialnya
pada Sengon dan Agatis berturut-turut sebesar 376% dan 229%.
42
Gambar 20 Histogram nilai kekerasan bidang tangensial dan
radial kayu jabon terpadatkan
Berdasarkan Tabel 8 diketahui analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95% yang dilakukan menunjukkan bahwa faktor tunggal
posisi horizontal kayu, faktor tunggal perlakuan pengukusan dan interaksi
keduanya tidak ada pengaruh yang nyata terhadap nilai kekerasan kayu
jabon terpadatkan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Teknologi pemadatan pada kayu jabon dengan target pemadatan 20%
dari tebal dapat memperbaiki sifat fisis mekanis kayu jabon terutama
kerapatan yang meningkat ±11% dan kekuatan lentur (MOR) hingga
meningkat ±35%.
2. Semakin lama waktu pengukusan sebelum pengempaan maka semakin
tinggi nilai sifat mekanisnya (MOE, MOR, tekan sejajar serat, dan
kekerasan) pada kayu jabon yang dipadatkan.
3. Variasi posisi kayu yaitu gubal, transisi dan teras tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan sifat mekanis kayu jabon
terpadatkan.
4. Perlakuan pendahuluan pengukusan hingga 90 menit dalam autoklaf
efektif meningkatkan sifat mekanis kayu.
5. Kayu jabon terpadatkan memiliki karakteristik permukaan yang lebih
gelap, lebih mengkilap dan lebih halus dibandingkan dengan kayu
utuhnya.
6. Pada penelitian ini kayu jabon terpadatkan telah meningkatkan kelas kuat
jabon dari kelas kuat IV menjadi kelas kuat III (0,4 – 0,6) dilihat dari
berat jenisnya dan jika dilihat dari nilai MOR dan tekan sejajar seratnya
meningkat menjadi kelas kuat II berdasarkan PKKI NI 5-1961.
5.2 Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait dengan stabilitas dimensi kayu
yang belum tercapai pada penelitian ini. Caranya adalah dengan
meningkatkan suhu pemadatan dan pengukuran pengembangan tebal
dengan arah yang teratur.
44
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan kayu yang lebih
padat dengan meningkatkan target ketebalan kayu terpadatkan.
3. Perlu ada pemberian perlakuan lainnya misalnya variasi suhu pengukusan
atau suhu pengempaan dan variasi tingkat pemadatan.
45
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Y dan W Dwianto. 2006. Pengaruh Suhu dan Tekanan Uap Air terhadap
Fiksasi Kayu Kompresi dengan menggunakan Close System Compression. J.
Ilmu dan Kayu Tropis 4 (2). 55-60. Bogor.
Bodig, J and BA. Jayne. 1982. Mechanics of Wood and Wood Composites. Van
Nostrand Reinhold Company. New York.
Bowyer JL, R Shmulsky and JG Haygreen. 2003. Forest Products and Wood
Science: An Introduction. Four Edition. Iowa: Iowa State Press.
Dallwitz, MJ, TA Paine and EJ Zurcher. 1995. ‘User’s Guide to Intkey: a Program
for Interactive Indetification and Information Retrieval. First edition.
http://biocollections.org/delta/ [15 April 2012]
Darwis, A. 2008. Fiksasi Kayu Agathis dan Gmelina Terpadatkan Pada Arah
Radial Serta Observasi Struktur Anatominya. [Thesis]. Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2010. Statistik Kehutanan Indonesia 2009.
Jakarta: Departemen Kehutanan.
Dwianto W, F Tanaka, M Inoue, and M Norimoto. 1996. Crystallinity Changes of
Wood by Heat or Steam Treatment. Wood Research. No 83: 47-49.
Dwianto, W. 1999. Mechanism of Permanent Fixation of Radial Compressive
Deformation of Wood by Heat or Steam Treatment. Doctor Thesis, Kyoto
University. Unpublished.
Hartono, R. 2008. Pemadatan Kayu (Wood Densification). Tugas Mata Kuliah
Mekanika Kayu dan Komposit. Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan
IPB. Bogor.
Haygreen JG, R Shmulsky, and JL Bowyer. 2003. Forest Products and Wood
Science, An Introduction. USA: The Lowa State University Press.
Inoue M, M Norimoto, M Tanahashi, and RM Rowell. 1993. Wood and Fiber
Science 25(3): 224-235.
Inoue M, T Morioka, M Norimoto, RM Rowell, G. Egawa, DV Plackett, and EA
Duningham (Editor). 1992. Permanent Fixation of Compressive Deformation
of Wood. (II). Mechanism of Permanen Fixation. FRI Buletin No. 176 : 181 –
189.
[JIS] Japanese Industrial Standard Z-2102. 1957. Method of Measuring Average
Width of Annual Rings, Moisture Content and Specific Gravity of Wood.
Japanese Standards Association. Japan.
[JIS] Japanese Industrial Standard Z-2103. 1957. Method of Measuring Test for
Shrinkage in Volume of Wood. Japanese Standards Association. Japan.
46
[JIS] Japanese Industrial Standard Z-2113. 1963. Method of Bending Test of
Wood. Japanese Standards Association. Japan.
Kollmann, FFP and WA Cote. 1968. Principles of Wood Science and Technology.
Volume I. Spring Verlag. Berlin.
Kollmann, FFP, EW Kuezi and AJ Stamm. 1975. Principles of Wood Science and
Technology. Volume II. Spring Verlag. Berlin
Karlinasari L, S Surjono, N Naresworo, dan YS Hadi. 2006. Pengujian
Nondestruktif Gelombang Ultrasonik pada Balok Tiga Jenis Kayu Tanaman
Indonesia. Jurnal Teknologi Hasil Hutan 19 (1): 15-22.
Malik SAM, HMA Al-Matterneh dan MF Nurudin. 2002. Review of
Nondestructive Testing and Evaluation on Timber, Wood and Wood Product.
Dalam Prosiding: The 7th World Conference on Timber Engineering. 12-15
Agustus 2002. Shah Alam. Malaysia. Hal: 346-353.
Mansur I, dan FD Tuheteru. 2010. Kayu Jabon. Bogor: Penebar Swadaya.
Mardikanto TR, L Karlinasari dan ET Bahtiar. 2011. Sifat Mekanis kayu. Bogor:
IPB Press.
Martawijaya A, K Iding, K Kosasih, dan AP Soewanda. 1989. Atlas Kayu
Indonesia Jilid II. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Departemen Kehutanan.
Martawijaya A, I Kartasujana, K Kadir, dan SA Prawira. 1992. Indonesian Wood
Atlas Vol. I. AFPRDC, AFRD, Dept. of Forestry, Bogor, Indonesia
Murhofiq, S. 2000. Pengaruh Pemadatan Arah Radial Disertai Suhu Tinggi
terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Kayu Agathis (Agathis loranthifolia Salibs)
dan Sengon (Paraserianthes falcataria (l.) Nielsen). [Skripsi]. Jurusan
Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan. IPB.
Oliveira, FGR, JAO de Campos, and A Sales. 2002. Evaluation of Mechanical
Properties of Wood Using Ultrasonic Measurements. Dalam Prosiding: The
7th World Conference on Timber Engineering. 12-15 Agustus 2002. Shah
Alam. Malaysia. Hal: 110-117.
[PKKI] Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia. PKKI N.I-5. 1961. Departemen
Pekerjaan Umum Umum dan Tenaga Listrik: Bandung.
Ramdhania, D. 2010. Perbaikan Sifat Mekanis Kayu Randu (Ceiba pentandra L.)
Dengan Teknik Kompregnasi Menggunakan Tanin Limbah Kulit Kayu
Akasia (Acacia mangium). [Skripsi]. Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas
Kehutanan. IPB.
Rilatupa, J. 2001. Keandalan Papan Lapis Dari Kayu Damar (Agathis
loranthifolia Salisb.) Terpadatkan Sebagai Pelat Buhul Pada Konstruksi Atap
Bangunan Bentang Lebar [Thesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
47
Sandoz, J-L, Y. Benoit and L. Demay. 2000. Standing Tree Quality Assessments
Using Acousto-Ultrasonic. Braunschweig.
Sandoz, J-L, Y Benoit dan L Demay. 2002. High Perfomance Timber by
Ultrasonic Grading. In Proceeding: The 7th World Conference on Timber
Engineering, WCTE 2002. August 12-15. Shah Alam. Malaysia. Hal. 328-
333.
Smith, WR. 1989. Acoustic Properties. Concise Encyclopedia of Wood and
Wood-Based Materials. A.P. Schniewind, R.W. Chan, dan M.B. Bever, Eds.
Pergamon Press. Hal. 4-8.
Soerianegara I and RHMJ Lemmens (eds), 1994. Timber trees : Major
Commercial Timbers. Plant resources of South - East Asia No. 5 (1)
PROSEA Foundation, Bogor. Indonesia.
Sulistyono. 2001. Studi Rekayasa Teknis, Sifat Fisis, Sifat Mekanis dan
Keandalan Konstruksi Kayu Agatis (Agathis loranthifolia Salisb)
Terpadatkan. [Thesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Sumardi. 2000. Kompregnasi Phenol Formaldehida Sebagai Usaha Peningkatan
Kualitas Kayu Sawit (Elaeis guineensis Jacq). [Thesis]. Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Thelandersson S, and HJ Larsen. 2003. Timber Engineering. West Sussex: John
Wiley and Sons.
Tomme, F. PH, F Girrardet, B Gfeller, and P Navi. 1998. Densified Wood : an
Iinnovative Product With Highly Enhanched Character. Proceeding 5th
Word
Conference on timber Engineering vol. 2. Montreux Switzerland : 641 – 647.
Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood (Structure, Properties,
Utilization). Van Nostrand Reinhold. New York.
L A M P I R A N
49
Lampiran 1 Data hasil pengujian sifat fisis dan mekanis kayu jabon
1. Kadar Air
2. Kerapatan
Perlakuan Posisi Kayu Kerapatan (g/cm³)
Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan
Pengukusan Gubal 0,40 0,45
30 menit Transisi 0,41 0,45
Teras 0,43 0,48
Rata-rata 0,41 0,46
Pengukusan Gubal 0,44 0,48
60 menit Transisi 0,43 0,47
Teras 0,45 0,49
Rata-rata 0,44 0,48
Pengukusan Gubal 0,46 0,51
90 menit Transisi 0,44 0,49
Teras 0,44 0,50
Rata-rata 0,45 0,50
Perlakuan Posisi Kayu Kadar Air (%)
Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan
Pengukusan Gubal 16,28 9,30
30 menit Transisi 15,47 8,54
Teras 14,68 7,80
Rata-rata 15,47 8,55
Pengukusan Gubal 15,94 8,98
60 menit Transisi 15,71 8,77
Teras 15,58 8,64
Rata-rata 15,74 8,80
Pengukusan Gubal 15,74 8,79
90 menit Transisi 16,02 9,28
Teras 16,14 9,17
Rata-rata 15,96 9,08
50
Lampiran 1 Lanjutan
3. Berat Jenis
Perlakuan Posisi Kayu Berat Jenis
Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan
Pengukusan Gubal 0,35 0,41
30 menit Transisi 0,36 0,42
Teras 0,37 0,45
Rata-rata 0,36 0,43
Pengukusan Gubal 0,38 0,44
60 menit Transisi 0,37 0,43
Teras 0,39 0,45
Rata-rata 0,38 0,44
Pengukusan Gubal 0,40 0,47
90 menit Transisi 0,38 0,45
Teras 0,38 0,46
Rata-rata 0,39 0,46
4. Vus
Perlakuan Posisi Kayu Vus
Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan
Pengukusan Gubal 6035 5692
30 menit Transisi 5998 5773
Teras 6256 5877
Rata-rata 6096 5780
Pengukusan Gubal 6197 5875
60 menit Transisi 6222 5970
Teras 6250 6097
Rata-rata 6223 5981
Pengukusan Gubal 5985 5946
90 menit Transisi 5817 5531
Teras 6121 5921
Rata-rata 5974 5799
51
Lampiran 1 Lanjutan
5. Δ Perubahan Dimensi
lama pengukusan Δ Dimensi Tebal (%) Δ Dimensi Lebar (%)
30 menit 0,33 0,10
60 menit 0,26 0,20
90 menit 0,34 0,16
Keterangan: Δ = delta perubahan
6. MOEs
Perlakuan Posisi Kayu MOEs (kg/cm2)
Kontrol Gubal 49994
Transisi 48440
Teras 51404
Rata-rata 49946
Pengukusan Gubal 68099
30 menit Transisi 68118
Teras 74901
Rata-rata 70373
Pengukusan Gubal 71312
60 menit Transisi 69838
Teras 74216
Rata-rata 71514
Pengukusan Gubal 71953
90 menit Transisi 71763
Teras 74216
Rata-rata 72644
52
Lampiran 1 Lanjutan
7. MOEd
Perlakuan Posisi Kayu MOEd (kg/cm2)
Kontrol Gubal 169356
Transisi 145705
Teras 156344
Rata-rata 157135
Pengukusan Gubal 151559
30 menit Transisi 155633
Teras 165047
Rata-rata 157413
Pengukusan Gubal 155591
60 menit Transisi 160483
Teras 172252
Rata-rata 162775
Pengukusan Gubal 163011
90 menit Transisi 160748
Teras 176238
Rata-rata 166666
8. MOR
Perlakuan Posisi Kayu MOR (kg/cm2)
Kontrol Gubal 596,13
Transisi 568,02
Teras 605,62
Rata-rata 589,92
Pengukusan Gubal 760,23
30 menit Transisi 739,90
Teras 783,40
Rata-rata 761,18
Pengukusan Gubal 802,37
60 menit Transisi 788,45
Teras 802,41
Rata-rata 797,75
Pengukusan Gubal 780,42
90 menit Transisi 788,00
Teras 837,22
Rata-rata 801,88
53
9. Tekan Sejajar Serat
Perlakuan Posisi Kayu Tekan Sejajar (kg/cm²)
Kontrol Gubal 337
Transisi 346
Teras 384
Rata-rata 356
Pengukusan Gubal 401
30 menit Transisi 410
Teras 419
Rata-rata 410
Pengukusan Gubal 412
60 menit Transisi 433
Teras 449
Rata-rata 431
Pengukusan Gubal 420
90 menit Transisi 427
Teras 449
Rata-rata 432
10. Kekerasan
Perlakuan Posisi Kayu Tangensial Radial
Kontrol Gubal 294,50 254,5
Transisi 296,75 222
Teras 293,00 255,5
Rata-rata 294,75 244,00
Pengukusan Gubal 282,50 227,75
30 menit Transisi 312,75 293
Teras 332,75 282,75
Rata-rata 309,33 267,83
Pengukusan Gubal 262,50 237
60 menit Transisi 326,00 300
Teras 334,25 281,25
Rata-rata 307,58 272,75
Pengukusan Gubal 339,25 258
90 menit Transisi 359,00 275,5
Teras 327,75 297
Rata-rata 342,00 276,83
54
Lampiran 2 Data hasil analisis sidik keragaman sifat fisis dan mekanis kayu jabon
1. Kadar Air
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
Posisi 2 1,6974042 0,8487021 0,20 0,8216
Pengukusan 3 383,6770167 127,8923389 29,77 <,0001
Posisi * Pengukusan 6 4,0469958 0,6744993 0,16 0,9863
- beda nyata pada taraf 5% (< 0,05)
Duncan's Multiple Range Test
Perlakuan Rata-rata
Jumlah
Wilayah Berganda
Duncan
Kadar Air (%) Contoh Uji (α= 0,05)
B4 15,3225 12 A
B1 9,0817 12 B
B2 8,7983 12 B
B3 8,5442 12 B
Keterangan:
B1 : 90 menit B2 : 60 menit B3 : 30 menit B4: Kontrol
2. Kerapatan
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
Posisi 2 0,00265417 0,00132708 1,19 0,3153
Pengukusan 3 0,03038958 0,01012986 9,10 0,0001
Posisi * Pengukusan 6 0,00227917 0,00037986 0,34 0,9103
- beda nyata pada taraf 5% (< 0,05)
Duncan's Multiple Range Test
Perlakuan Rata-rata
Jumlah
Wilayah Berganda
Duncan
Kerapatan Contoh Uji (α= 0,05)
B1 0,50083 12 A
B2 0,48000 12 AB
B3 0,46083 12 B
B4 0,43250 12 C
Keterangan:
B1 : 90 menit B2 : 60 menit B3 : 30 menit B4: Kontrol
55
Lampiran 2 Lanjutan
3. Berat Jenis
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
Posisi 2 0,00292917 0,00146458 1,53 0,2307
Pengukusan 3 0,04734167 0,01578056 16,47 <,0001
Posisi * Pengukusan 6 0,00282083 0,00047014 0,49 0,8110
- beda nyata pada taraf 5% (< 0,05)
Duncan's Multiple Range Test
Perlakuan Rata-rata
Jumlah
Wilayah Berganda
Duncan
BJ Contoh Uji (α= 0,05)
B1 0,45917 12 A
B2 0,44167 12 AB
B3 0,42583 12 B
B4 0,37500 12 C
Keterangan:
B1 : 90 menit B2 : 60 menit B3 : 30 menit B4: Kontrol
4. Vus
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
Posisi 2 362441,6250 181220,8125 1,28 0,2893
Perlakuan 3 353569,5625 117856,5208 0,83 0,4836
Posisi * Perlakuan 6 845375,8750 140895,9792 1,00 0,4415
- beda nyata pada taraf 5% (< 0,05)
5. MOEs
SK DB JK KT F-hit Pr>F
Posisi 2 138681032 69340516 1,05 0,3615tn
Pengukusan 3 4216028868 1405342956 21,22 <,0001*
Posisi * Pengukusan 6 42335848 7055975 0,11 0,9952 tn
Eror 36 2384696103 66241558
Total 47 6781741851
Keterangan:
DB : Derajat Bebas JK : Jumlah Kuadrat KT : Kuadrat Tengah
* : Nyata tn : Tidak nyata
56
Lampiran 2 Lanjutan
Duncan's Multiple Range Test
Perlakuan Rata-rata MOE Jumlah Wilayah Berganda Duncan
Kayu (kgf/cm3) Contoh Uji (α= 0,05)
B1 72644 12 A
B2 71514 12 A
B3 70373 12 A
B4 49946 12 B
Keterangan:
B1 : 90 menit B2 : 60 menit B3 : 30 menit B4: Kontrol
6. MOR
SK DB JK KT F-hit Pr>F
Posisi 2 10609,9358 5304,9679 0,47 0,6279 tn
Pengukusan 3 361367,0409 120455,6803 10,70 <,0001*
Posisi * Pengukusan 6 4365,5381 727,5897 0,06 0,9988
Eror 36 405104,1199 11252,8922
Total 47 781446,6347
Keterangan:
DB : Derajat Bebas JK : Jumlah Kuadrat KT : Kuadrat Tengah
* : Nyata tn : Tidak nyata
Duncan's Multiple Range Test
Perlakuan Rata-rata MOR Jumlah Wilayah Berganda Duncan
Kayu (kgf/cm3) Contoh Uji (α= 0,05)
B1 801,88 12 A
B2 797,75 12 A
B3 761,18 12 A
B4 589,92 12 B
Keterangan:
B1 : 90 menit B2 : 60 menit B3 : 30 menit B4: Kontrol
57
Lampiran 2 Lanjutan
7. Kekerasan
SK DB JK KT F-hit Pr>F
Posisi 2 11535,50000 5767,75000 3,11 0,0565tn
Pengukusan 3 5358,56250 1786,18750 0,96 0,4200tn
Posisi * Pengukusan 6 15192,00000 2532,00000 1,37 0,2541tn
Eror 36 66666,75000 1851,85417
Total 47 98752,81250
Keterangan:
DB : Derajat Bebas JK : Jumlah Kuadrat KT : Kuadrat Tengah
* : Nyata tn : Tidak nyata
8. Tekan Sejajar Serat
SK DB JK KT F-hit Pr>F
Posisi 2 9301,66490 4650,83245 1,98 0,1533tn
Pengukusan 3 50300,59372 16766,86457 7,12 0,0007*
Posisi * Pengukusan 6 2008,46180 334,74363 0,14 0,2541tn
Eror 36 84718,4910 2353,2914
Total 47 146329,2114
Keterangan:
DB : Derajat Bebas JK : Jumlah Kuadrat KT : Kuadrat Tengah
* : Nyata tn : Tidak nyata
Duncan's Multiple Range Test
Perlakuan Rata-rata tekan sejajar Jumlah Wilayah Berganda Duncan
serat (kg/cm²) Contoh Uji (α= 0,05)
B1 432,00 12 A
B2 431,31 12 A
B3 410,31 12 A
B4 352,54 12 B
Keterangan:
B1 : 90 menit B2 : 60 menit B3 : 30 menit B4: Kontrol
58
Lampiran 3 Variasi bentuk kerusakan yang terjadi akibat pengujian destruktif
1. Jenis kerusakan pada contoh uji tekan sejajar serat
2. Jenis kerusakan pada contoh uji kekuatan lentur
Sumber: Mardikanto TR, L Karlinasari, dan ET Bahtiar. 2011. Sifat Mekanis Kayu.
Bogor: IPB Press.
Top Related