LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II
Topik : Penuangan Logam (Casting)
Grup : A-8
Tanggal Praktikum : 25 September 2013
Pembimbing : Sri Yogyarti, drg., MS
Penyusun :
Firsta Maulidya Yasmin 021211131043
Nisrina Hasna Nabila 021211131044
Amelia Kristanti 021211131045
Dita Rana Widati 021211131046
Wilda Safira 021211131047
DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2013
1
1. TUJUAN
a. Mahasiswa mampu melakukan penuangan logam campur dengan
benar
b. Mahasiswa mampu menganalisa hasil tuanganberdasarkan pengamatan
2. CARA KERJA
2.1 Bahan
a. Logam campur Cu Alloy
2.2 Alat
a. Glass lab
b. Kompor
c. Oven
d. Alat tuang centrifugal dan crucible casting
e. Blow torch
f. Penjepit Bumbung tuang
g. Pinset Kecil
h. Pisau Model
i. Pisau Malam
j. Kaliper
k. Master Die
2.3 Cara Kerja
2.3.1 Persiapan Alat
a. Kompor sudah siap dinyalakan
b. Glass Lab dalam keadaan bersih
c. Pinset besar dan kecil disediakan
d. Preheating furnace (oven sudah dinyalakan)
e. Alat casting centrifugal sudah dalam keadaan siap dengan
cara memutar sebanyak 3 putaran
f. Crucible casting dimasukan ke dalam furnace
2
2.3.2 Burnout dan Preheating
a. Bumbung tuang yang berisi bahan tanam dilepas dari
crucible former
b. Buang malam dengan cara : bumbung tuang diletakan di
atas kompor dengan posisi bagian datar dari bumbung
tuang mengahadap keatas, sedangkan bagian cekung
menghadap kebawah (api ) dengan sudut 45ᴼ
Gambar 1. Buang malam dan pengecekan sisa malam
c. Api kompor dinyalakan, bumbung tuang dibiarkan terbakar
sampai malam habis
d. Setelah malam diperkirakan habis, bumbung tuang diambil
dan diletakan terbalik dengan posisi bagian cekung diatas.
Pastikan malam terbakar habis. Pengecekan dilakukan
dengan cara segera menutupkan glass lab atau kaca pada
bagian cekung bumbung tuang. Jika setelah diangkat kaca
tidak buram, maka malam telah terbakar habis. Jika kaca
terlihat buram yang disebabkan adanya uap air yang
menempel pada kaca, maka pembakaran malam diulangi
sampai malam benar-benar habis terbakar.
3
Gambar 2. Pemanasan bumbung tuang di dalam oven
e. Oven dinyalakan kemudian bumbung tuang yang
malamnya telah terbakar habis dimasukan dalam oven.
Pintu oven ditutup dan dibiarkan sampai mencapai suhu
750ᴼC
2.3.3 Pengecoran (casting)
a. Alat tuang centrifugal disiapkan dengan cara memutar 3x,
alat tersebut ditahan dengan menaikan kenop penahan.
b. Cawan tuang (crucible casting) panas diletakan pada alat
tuang centrifugal, kemudian logam yang akan dituang
diletakan dalam cawan tuang
Gambar 3. Logam dan bumbung tuang diletakan pada alat tuang
sentrifugal
c. Bumbung tuang dikeluarkan dari oven, bumbung tuang
diletakan pada alat tuang sentrifugal.
d. Logam dipanaskan dengan api torch sampai cair, kemudian
kenop ditekan, alat tuang akan berputar
4
Gambar 4. Logam dipanaskan dengan api torch sampai mencair
e. Setelah logam masuk ke dalam bumbung tuang, putaran
alat diperlambat dengan cara menekan porosnya sampai alat
tuang berhenti berputar
f. Bumbung tuang diambil, diletakan dan didiamkan sejenak.
g. Setelah dingin hasil tuangan dikeluarkan dari dalam
bumbung tuang dan dibersihkan dari bahan tanam dibawah
air mengalir.
Gambar 5. Bumbung tuang dibersihkan di dalam air
h. Hasil tuangan diambil dan dibei tanda sesuia dengan tanda
waktu penanaman. Hasil tuangan dimasukkan pada alat
cetak malam
5
i. Dikelompokan berdasarkan rasio bubuk dan air bahan
tanam dan dipisah bila ada hasil tuangan yang mengalami
kegagalan.
Gambar 6. Logam yang telah di keluarkan dari bumbung tuang
3. HASIL PRAKTIKUM
Tabel 1. Hasil Praktikum
KONSISTENSI MARGINAL SPACE POROSITAS BINTIL SAYAP
1. Normal a. 0,18 mm-
Ada sedikit
Ada
b. 0,21 mm - Ada sedikit
Ada
2. Encer a. 0,21 mm - Ada banyak
-
b. 0,245 mm - Ada banyak
-
3. Kental a. 0,19 mm - Ada banyak
-
b. 0,19 mm - Ada banyak
-
6
4. PEMBAHASAN
4.1 Casting
Casting adalah proses dimana wax pattern dari restorasi dikonversi
untuk mereplikasikan dental alloy. Proses casting digunakan untuk
membuat restorasi gigi seperti inlay, onlay, mahkota, jembatan, dan
removable partial denture. (Powers, 2008, hal. 267)
4.2 Proses Casting
Proses casting dimulai dari pemilihan bahan tanam tuang.
Kemudian setelah bahan tanam tuang setting, siap untuk burn out atau
buang malam. (Mc Cabe 2008, hal 80) Sebelum itu bentuk dulu
rongga cetakan atau mould, rongga cetakan dibentuk dengan
membiarkan bahan tanam tuang untuk membentuk seluruh pola model
malam. (Anusavice, 2003 hal 296)
Tahap awal yang dilakukan adalah pembuangan malam. Pada
tahap ini, bumbung tuang harus benar-benar dipastikan bersih dari
malam. Lalu, memanaskan bumbung tuang (mould). Pemanasan mould
investment harus dilakukan pada tingkat yang memungkinkan uap dan
gas-gas lain dibebaskan tanpa meretakkan cetakan. Juga penting
bahwa suhu cetakan yang dipanaskan cukup untuk memungkinkan
terjadinya ekspansi termal dan inversi serta suhu ini tidak dibiarkan
turun secara signifikan sebelum pengecoran dimulai.
Pada saat burnout, casting ring harus diletakan terbalik untuk
memudahkan malam model untuk keluar dari mould. Malam tuang
terbentuk dari material organik seperti karbon, hidrogen, oksigen dan
nitrogen. Ketika dipanaskan menggunakan suhu yang tinggi material
organik tersebut akan membentuk karbondioksida, air, atau nitrogen
yang mudah dihilangkan. Malam inlay harus benar-benar hilang dari
mould, karena jika tersisa sedikit residu dari malam inlay akan
menyebabkan proses casting menjadi tidak selesai, karena adanya
7
bahan lain di dalam mould dapat mencegah udara keluar dari mould
sehingga terjadi incomplete casting. Untuk memastikan malam inlay
benar-benar hilang, mould diletakan pada oven dengan suhu 750ᴼC.
Hal ini juga di perlukan untuk terjadinya thermal expantion dari bahan
tanam yang dibutuhkan untuk mengkompensasi terjadinya penyusutan
logam selama pendinginan pada proses setelah casting. (Craig 2002,
hal 527)
Setelah bumbung tuang dipanaskan, kemudian bumbung tuang
dikeluarkan dari oven atau furnace room dan diletakan pada
centrifugal casting machine. Casting machine membuat logam cair
masuk kedalam mould dengan menggunakan gaya sentrifugal atau
tekanan udara (Craig, 2002 hal 529). Kemudian alat tuang sentrifugal
diputar 2-5 kali. Pada praktikum ini kita memutar alat tuang
sentrifugal sebanyak 3 kali. Setelah itu logam dicairkan dengan
semburan api di dalam cawan tuang (crucible casting) yang sudah
dipanaskan dan dicekatkan pada lengan mesin . Sifat lengan ini akan
mempercepat putaran awal dari crucible dan casting ring, sehingga
meningkatkan kecepatan linear dari logam cair ketika logam
memasuki cetakan (Anusavice 2003, hal 330).
Alloy diletakan pada cawan tuang, kemudian dicairkan dengan
menggunakan api torch. Bahan bakar yang digunakan untuk api torch
biasanya adalah campuran antara gas alam atau buatan dengan udara
seperti oksigen atau asetilen. Terdapat 3 zona api pada api yang di
hasilkan oleh torch. Zona yang pertama adalah zona yang ditandai
dengan huruf c pada gambar. Zona ini disebut zona oksidasi,
pembakaran terjadi dengan oksigen pada udara. Zona ini tidak dapat
digunakan untuk mencairkan alloy, selain karena suhunya yang lebih
rendah dari zona reduksi, zona ini juga mengoksidasi alloy. Zona
kedua adalah zona reduksi yang ditunjuk oleh huruf b. Api pada zona
ini berwarna biru dan merupakan zona yang paling panas dan dapat
mencairkan alloy secara konstan. Zona yang ketiga adalah zona
8
pembakaran (combustion zone) dengan api yang berwarna hijau dan
ditandai dengan A. Pada zona ini gas dan udara sebagian terbakar.
Zona ini dapat mengoksidasi sehingga harus dijauhkan dari alloy
selama pencairan (Anusavice, 2003 hal 334).
Gambar 7. Zona api torch
Logam paling baik dicairkan dengan menempatkannya pada bagian
dalam dinding crucible. Dalam posisi ini, operator dapat mengawasi
proses pencairan, dan ada kesempatan bagi gas-gas di dalam semburan
api untuk dipantulkan dari permukaan logam, bukannya diserap oleh
permukaan logam (Annusavice 2003, hal 333). Selama proses
pencairan alloy, alloy harus dijaga supaya tidak terlalu panas tetapi
juga tidak terlalu dingin. Jika alloy terlalu panas saat proses pencairan
akan memungkinkan gas terlarut dalam alloy dan menghasilkan porus
pada hasil casting (O’Brien 2002 hal 429). Salah satu cara melihat
pemanasan sudah sesuai maka logam yang dipanaskan akan menjadi
terang dan jernih . Jika salah maka logam akan berwarna merah gelap
karena telah terjadi oksidasi dan pemanasan tidak efektif dan kusam.
Posisi blowtorch juga tidak boleh terlelu dekat, karena juga akan
menyebabkan oksidasi. (Craig 2002, hal 531)
Setelah logam masuk mould segera di rendam dengan air. Hal ini
bertujuan untuk terjadinya proses annealing, yaitu proses pengaturan
suhu pada saat pendinginan yang berfungsi untuk memperkuat
struktur alloy. Pada saat perendaman dalam air terjadi rekristalisasi
9
pada alloy yang mengubah struktur mikro dari alloy tersebut. Selain
itu perendaman ini juga berfungsi untuk memudahkan pengeluaran
logam dari bahan tanam (Anusavice, 2003 hal 633).
4.3 Hasil Analisa
Pada praktikum yang kami lakukan, didapatkan 6 hasil casting
logam dengan w/p rasio bahan tanam yang berbeda-beda. Yang
pertama dengan w/p rasio normal yaitu 20/58, kemudian dengan w/p
rasio tinggi 25/58 dan yang terakhir w/p rasio rendah 20/63. Pada hasil
casting dengan w/p rasio 20/58, terdapat marginal gap sebesar 0,18
mm dan 0,2 mm. Serta didapatkan bintil pada bagian luar, permukaan
yang sedikit kasar, dan adanya sayap pada hasil casting. Cekungan
juga terlihat pada bagian luar hasil casting. Hasil casting dengan w/p
rasio 25/58 didapatkan marginal gap sebesar 0,21 mm dan 0,245 mm.
pada hasil casting didapatkan cukup banyak bintil pada bagian luar,
serta permukaan dalam dan luar yang kasar. Untuk hasil casting yang
ketiga dengan w/p rasio 20/63, didapatkan marginal gap sebesar 0,19
mm dan 0,19 mm. Terdapat banyak bintil pada bagian luar hasil
casting. Serta permukaan yang sedikit kasar pada bagian luar.
Dari hasil yang didapat, masih terdapat marginal gap dari hasil
casting, tetapi dari ke enam hasil casting, semua memiliki marginal fit
yang bagus, atau pas dengan master die nya. Adanya marginal gap
disebabkan oleh distorsi hasil casting karena ekspansi bahan tanam
yang kurang sempurna. (Anusavice 2003, hal 338)
Adanya perubahan marginal diakibatkan juga oleh adanya
bubbling pada investment yang menyebabkan udara terjebak. . ini
disebabkan oleh W/P ratio yang rendah menyebabkan ekspansi bahan
tanam lebih kecil sehingga tidak pas dengan shrinkage yang terjadi
dan menyebabkan ketidaksesuaian marginal fit. Begitu juga jika w/p
ratio terlalu besar akan menyebabkan marginal fit tidak pas akibat
adanya kekasaran dan bintil pada bagian dalam dari hasil casting.
10
(Anusavice 2003, hal 306,316). Kontraksi atau pengerutan juga dapat
terjadi jika bahan tanam dipanaskan terlalu panas sehingga saat proses
casting terjadi kontraksi. (Mc Cabe 2008, hal 83)
Jika logam dipanaskan sampai temperature yang terlalu tinggi
(over heating) sebelum pengecoran, permukaan bahan tanam
cenderung rusak dan timbul permukaan kasar pada tuangan.
(Anusavice 2003, hal 340)
Surface tarnish atau oksidasi dapat dihilangkan dengan proses
pickling dengan pemanasan dalam sulfur acid 50% dan air. (Craig
2002, hal 542). Pada semua hasil casting juga didapatkan bintil yang
cukup banyak. Bintil tersebut disebabkan oleh gelembung udara yang
menempel pada model malam saat pengecoran bahan tanam. Tetapi
bintil ini dapat dihilangkan sehingga mendapatkan hasil casting yang
bagus. (Annusavice 2003, hal 338)
Wetting agent digunakan untuk menurunkan tegangan permukaan
dan untuk membuat casting dengan permukaan yg halus. Penggunaan
wetting agent yang terlalu banyak akan mengakibatkan akan
mengganggu setting investment yang akan menimbulkan tonjolan dan
permukaan yang kasar.Oleh karena itu, sebaiknya membersihkan sisa
sabun sebaiknya dengan sikat sampai bersih. (Craig 2002, hal 34)
Sedangkan adanya tonjolan besar dikarenakan malam bersifat
menolak air, apabila bahan tanam terpisah dari malam dalam beberapa
kasus maka water film akan terbentuk di atas permukaan. Keadaan ini
juga disebabkan oleh W/P ratio yang terlalu kental yang
mengakibatkan udara terjebak sehingga membentuk tonjolan l besar/
water film di permukaan hasil casting. (Anusavice 2003, hal 339)
Sayap juga didapatkan pada dua hasil casting dengan w/p rasio
yang berbeda. Adanya sayap (finning) disebabkan oleh pemanasan
bumbung tuang yang terlalu cepat, sehingga bahan tanam menjadi
retak (crack). Ketika alloy masuk ke dalam mould, alloy tersebut akan
11
mengisi retakan-retakan sehingga terbentuklah sayap. Penyebab lain
timbulnya sayap pada hasil tuangan adalah bahan adonan yang terlalu
encer (W/P ratio rendah), menggerakkan bumbung tuang sebelum
bahan tanam setting, dan jarak antara model dengan bahan tanam
kurang dari 6-7 mm. Hal ini menyebabkan udara yang terperangkap
tidak bisa keluar sehingga terjadi tekanan balik yang menyebabkan
hasil tuangan menjadi bulat-bulat. Untuk mencegah timbulnya sayap
pada hasil tuangan adalah dengan mencegah pemanasan bumbung
tuang yang terlalu cepat. (Anusavice 2003, hal 308)
Distorsi pada proses penuangan logam terjadi saat manipulasi
malam inlay, sehingga pencegahan terjadinya distorsi tergantung pada
proses manipulasi malam inlay. Distorsi terjadi akibat stress release,
yaitu tekanan yang sangat besar pada material akibat malam dicetak
tanpa pemanasan yang cukup hingga diatas suhu transisi solid-solid.
Distorsi dapat terjadi sewaktu membentuk dan melepas model malam
dari mulut atau die. Keadaan ini terjadi karena perubahan suhu dan
pelepasan stress yang muncul sewaktu terjadinya kontraksi saat
pendinginan, udara yang terjebak, serta temperatur selama
penyimpanan. (Craig 2002, hal 438)
Porositas dapat terjadi pada permukaan dalam maupun luar dari
hasil casting. Porositas yang disebabkan karena ketidaksempurnaan.
(Anusavice 2003, hal 342). Porositas bisa terlihat sebagai permukaan
lubang pada casting. Bagian pecah pada investment atau partikel kotor
dimana bisa menjatuhkan sprue, mungkin menjadi perlekatan di
dalam casting dan menghasilkan lubang pada permukaan. Untuk
alasan ini, semua mould pada casting dapat diatasi dengan sprue yang
lebih kebawah. (Mc Cabe 2008, hal 82). Bubbling di casting muncul
sebagai bulatan- bulatan banyak yang menempel pada permukaan
dari casting. Ini mencerminkan adanya porositas pada investment,
suatu masalah dimana dapat terisi alloy cair pada investment
kosong tadi. (Mc Cabe 2008, hal 82)
12
Pada proses pengerasan dibagi menjadi dua, yaitu localized
shrinkage porosity dan microporosity. Porositas karena gas yang
terjebak dibagi menjadi: pinhole porosity, cas inclusions, dan
subsurface porosity serta entrapped air porosity. (Anusavice 2003, hal
342)
Localized shrinkage porosity terjadi pada persimpangan pada
pemasangan sprue dan munkin terjadi dimana saja diantara dendrite,
dimana itu merupakan bagian terakhir dari casting pada titik lebur
logam yang rendah yang dapat memperkuat percabangan dari
dendrite. (Annusavice 2003, hal 343)
Microporosity juga terjadi akibat dari penyusutan pada saat
pengerasan tetapi umumnya hadir dalam casting fine-grain saat proses
pengecoran ini terlalu cepat. Fenomena seperti ini dapat terjadi ketika
pengerasan alloy terlalu cepat karena suhu mould terlalu rendah.
(Anusavice 2003, hal 343)
Pinhole dan inklusi gas dapat terkadi karena adanya gas yang
terjebak saat proses pengerasan. Porositas akibat inklusi gas berukuran
lebih besar daripada pinhole. Inhole dihasilkan ketika alloy mencair
sedangkan inklusi gas disebabkan oleh penggunaan api mixing zone
atau zona oksidasi. (Anusavice 2003, hal 344)
Subsurface porosity disebabkan oleh nukleasi stimultaneous
butiran padat dan gelembung gas pada saat pertama ketika alloy
membeku pada dinding cetakan. Namun jenis porositas ini dapat
diatasi dengan mengontrol tingkat di mana logam cair memasuki
cetakan. Porositas pada casting tidak dapat dihindari secara
keseluruhan, namun porositas mampu di minimalisasi dengan
menggunakan teknik yang tepat. (Anusavice, 2003, hal 346)
Entrapped air porosity atau disebut juga back pressure porosity
ini dapat menghasilkan cekungan yang besar akibat depresi. Hal ini
disebabkan akibat udara dalam mould tidak dapat keluar melalui pori-
13
pori dari investment atau karena gradient tekanan pada saat
pemasangan sprue. (Annusavice 2003, hal 346). Dan adanya back
presssure yang menyebabkan adanya celah pada marginal. (Mc Cabe
2008, hal 82)
Gaseous porosity di dalam casting dihasilkan oleh gas dimana
menjadi penghancur pada alloy cair. Copper, gold, silver, platinum
dan partikel palladium, semua melarutkan oksigen di dalam bagian
cair. Saat mendingin, alloy membebaskan gas yang terabsorbsi tapi
beberapa sisa gas terjebak ketika alloy menjadi rigid. Tipe porositas
dapat terjadi di seluruh casting. Hal ini dapat dikurangi dengan
menghindari pemanasan berlebih dari alloy atau casting di dalam
atmosfer dari gas yang tidak aktif. (Cabe 2008, hal 82)
Untuk memimalisir porosity maka ditambahkan flux. Zat yang
disebut fluks biasanya ditambahkan untuk meminimalkan
pembentukan oksida yang mempengaruhi pemanasan dan molding
paduan dan mempengaruhi kualitas akhir dari casting. Jenis flux yang
digunakan tergantung pada suhu aliran, jenis sumber panas yang
digunakan, jenis pengecoran paduan dan jenis investment. (Powers
2008, hal 276). Salah satunya adalah Borax, atau sodium tetraborate
((Na2,B4)7.10 H2O). (Craig 2002, hal 545)
Permukaan hasil casting juga kasar pada beberapa hasil yang
didapat. Permukaan kasar tersebut dikarenakan banyak faktor. Jika
w/p rasio semakin tinggi atau semakin cair bahan tanam, maka akan
semakin kasar permukaannya. Seperti pada hasil yang kita dapat, hasil
casting dengan w/p rasio yang tinggi memiliki permukaan yang lebih
kasar. Logam campur yang terlalu panas juga bisa menjadi penyebab
terbentuknya permukaan yang kasar. Logam yang terlampau panas
juga dapat menjadi salah satu penyebab, karena logam yang terlalu
panas akan merusak dinding mold sehingga hasil casting menjadi
kasar. (Annusavice 2003, hal 340)
14
Sebelum melakukan pengisian logam dengan menggunakan mesin
casting sentrifugal, bumbung mold dipanaskan secara perlahan hingga
mencapai suhu cair logam. Keseimbangan suhu mold dengan suhu
cair logam sangat penting untuk mendapatkan hasil casting yang
akurat dan halus. Suhu mold yang sama dengan titik cair logam juga
sangat mempengaruhi ekspansi bahan tanam dan mencegah
kristalisasi premature sehingga mold tidak terisi sempurna oleh logam.
(Mc Cabe 2008, hal 80)
Jika bumbung tuang dipanaskan melebihi dari suhu cair logam atau
diatas 7500C, sulfur dioksida yang merupakan produk dari reaksi ini
mencemari hasil hasil pengecoran dan membuatnya menjadi sangat
rapuh. Mempertahankan suhu tinggi dalam waktu yang lama juga
mengakibatkan kontaminasi sulfur pada hasil cor dan hasil casting
menjadi kasar karena kerusakan pada bahan tanam. (Annusavice 2003,
hal 329)
Setelah selesai proses casting, bumbung tuang direndam di dalam
air dengan suhu ruang setelah logam sudah tidak membara. Tujuannya
adalah supaya logam campur dibiarkan pada kondisi annealing untuk
kemudian dilakukan proses selanjutnya. Dan ketika air kontak dengan
bahan tanam yang panas, reaksi violent terjadi, yang menyebabkan
bahan tanam menjadi lunak dan bergranular sehingga hasil casting
mudah dilepas. (Annusavice 2003, hal 335) dan menyebabkan
ketidaksesuaian marginal fit. Begitu juga jika w/p ratio terlalu besar
akan menyebabkan marginal fit tidak pas akibat adanya kekasaran dan
bintil pada bagian dalam dari hasil casting. (Annusavice 2003, hal
306, 316)
4.4 Implikasi
Pada praktikum penuangan logam (casting) terdapat beberapa
kesalahan yang terjadi, sehingga menyebabkan tidak sesuainya hasil
praktikum dengan teori yang telah ada. Beberapa di antaranya adalah :
15
a. Tidak masuknya logam yang sudah cair ke dalam mould pada saat
di beri tekanan sentrifugal. Hal itu dikarenakan kesalahan dari
operator yang tidak segera melepaskan alat tuang sentrifugal itu
sendiri. Karena proses pendinginan dari logam cair itu sendiri
membutuhkan waktu yang cepat.
b. Terdapatnya sayap pada hasil penuangan logam di karenakan
terlalu lamanya mould di dalam oven dengan suhu tinggi.
c. Spatulasi, bahan tanam yang kurang baik.
5. KESIMPULAN
Pada hasil casting yang telah dilakukan dalam praktikum ini,
ditemui banyak bintil di permukaan hasil casting, adanya sayap, adanya
marginal gap, dan permukaannya kasar. Adanya bintil ini disebabkan oleh
gelembung udara yang menempel pada model malam ketika bahan tanam
di tuangkan ke dalam bumbung tuang. Kemudian, adanya sayap pada hasil
casting disebabkan oleh pemanasan bubung tuang yang terlalu cepat
sehingga bagian luar lebih panas terlebih dahulu daripada bagian dalam
dan akhirnya bahan tanam retak dari dalam keluar. Adanya marginal gap
disebabkan oleh distorsi hasil casting karena ekspansi bahan tanam yang
kurang sempurna serta w:p ratio dari bahan tanam tuang. Permukaan kasar
dari hasil casting dipengaruhi oleh w:p ratio dan suhu logam cair saat
dimasukkan ke dalam mould.
DAFTAR PUSTAKA
Anusavice, KJ 2003, Phillips’ Science of Dental Materials, 11 th ed, Saunders, pp.
296, 306, 316, 328-329, 334-335, 338-340, 663
Craig, RG & Powers, JM 2002, Restorative Dental Material, 11th ed, Mosby
Elsevier, pp., 267, 527, 529
16
McCabe, JW & Walls, AWG 2008, Applied Dental Material, 9 th ed, Blackwell
Publishing, Oxford, pp., 80, 82, 83
O’Brien, William J 2002, Dental Material and Their Selection, 3rd ed,
Quintessence Publishing Co, Inc, p. 429
17
Top Related