PENGEMBANGAN MODUL IPA BIOLOGI BERBASIS KONTEKSTUALPADA MATERI EKOSISTEM UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP
(Tesis)
Oleh :
QURRATU AINI
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKANFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG2019
DEVELOPMENT OF CONTEXTUAL-BASED BIOLOGICAL SCIENCE MODULE
IN ECOSYSTEM MATERIALS TO INCREASE THE CRITICAL
THINKING ABILITY OF SMP STUDENTS
By
Qurratu Aini
This research aims: 1). Describe the conditions and potential for the development of
contextual-based biological science modules. 2). Producing Contextual-based Biology
Module products. 3). Analyzing the improvement of critical thinking skills and the
attractiveness of contextual-based biological science modules in the material Ecosystem. This
developmental study used a 4-D type development procedure, carried out at a state junior
high school in Bandar Lampung. Data collection techniques using observation, interviews,
pre test and post tests and interesting questionnaires, then the data were analyzed in a
quantitative and quantitative manner. The results of the average normalized gain of 3 schools
amounted to 0.59 with a medium classification and effectively improve students' critical
thinking skills. The highest increase in critical thinking indicators is at the stage of
interpretation, analysis and evaluation. Furthermore, for the attractiveness test an average
score of 3.68 was obtained with a very interesting classification.
Keywords: Module, contextual, critical thinking
ii
PENGEMBANGAN MODUL IPA BIOLOGI BERBASIS KONTEKSTUALPADA MATERI EKOSISTEM UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP
Oleh
Qurratu Aini
Penelitian ini bertujuan: 1). Mendeskripsikan kondisi dan potensi pengembangan
modul IPA Biologi berbasis Kontekstual. 2). Menghasilkan prosuk Modul IPA
Biologi berbasis Kontekstual. 3). Menganalisis peningkatan kemampuan berpikir
kritis dan kemenarikan modul IPA Biologi berbasis Kontekstual pada materi
Ekosistem. Penelitian pengembagan ini menggunakan prosedur pengembangan
tipe 4-D, dilakukan di SMP Negeri di Bandar Lampung. Teknik pengumpulan
data menggunakan observasi, wawancara, tes awal dan tes akhir serta angket
kemenarikan, kemudian data dianalisis secara kulitatif dan kuantitatif. Hasil
penelitian rata- rata gain ternormalisasi dari 3 sekolah sebesar 0.59 dengan
klasifikasi sedang dan efektif meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Peningkatan indikator berpikir kritis tertinggi yaitu pada tahap interpretasi,
analisis dan evaluasi. Selanjutnya untuk uji kemenarikan diperoleh rata- rata skor
3.68 dengan klasifikasi sangat menarik.
Kata Kunci: Modul, kontekstual, berpikir kritis
PENGEMBANGAN MODUL IPA BIOLOGI BERBASIS KONTEKSTUALPADA MATERI EKOSISTEM UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP
OlehQurratu Aini
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarMAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Pada
Program Pascasarjana Magister Teknologi PendidikanFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKANFAKULTAS KEGUTUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Metro pada tanggal 23 Mei 1989.
Anak pertama dari empat bersaudara, pasangan Bapak Drs. H.
M. Jihad Helmi, M.Pd dan Ibu Dra.Hj. Rina Asnalia.
Pendidikan formal yang ditempuh penulis adalah Sekolah Dasar (SD) TELADAN
Metro diselesaikan tahun 2001, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri
3 Metro diselesaikan tahun 2004, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1
Metro diselesaikan tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis terdaftar sebaga
imahasiswa Jurusan Pendidikan MIPA Program Studi Pendidikan Biologi,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.
Pada tahun 2017 peneliti memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di
program Pascasarjana Magister Teknologi Pendidikan, Fakultas Keguruan Dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
ix
MOTTO
”Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum (kecuali) bila
mereka sendiri mengubah keadaannya...”
(Q.S. Ar-Ra’d, 13:11)
Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka, namun terkadang kita melihat
dan menyesali pintu tertutup tersebut terlalu lama hingga kita tidak melihat
pintu lain yang telah terbuka.
- Alexander Graham Bell –
Aku yakin bahwa rezekiku tidak mungkin tertukar dengan orang lain, maka
hatiku menjadi tenang.
- QURRATU AINI-
viii
PERSEMBAHAN
Aku bersyukur kepadamu ya Allah atas izin mu jua lahKebahagiaan ini dapat ku raih....Aku persembahkan kebahagiaan ini, buah manis dariperjuangan dan jerih payahku kepada:
Kedua orang tua yang amat sangat kucintai, terima kasihatas doa tulus untuk keberhasilan ananda. Suami dananakku yang sangat sabar dan mendukung sehingga tesisini dapat terselesaikan. Semoga Alloh memberikankesempatan kepadaku untuk bisa selalu membahagiakankalian....
Tidak lupa adik-adikku tersayang Humairoh Ratu Ayu,Mustika Rachim, dan Ahmad Firdaus Aljihadi.Semoga Allah selalu memberkahi kehidupan kita....
Almamaterku tercinta Universitas Lampung....
x
SANWACANA
Puji syukur pada Allah SWT, atas segala nikmat dan kehendak-Nya sehingga tesis
ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Master
Pendidikan pada Program Pascasarjana Magister Teknologi Pendidikan, FKIP
Universitas Lampung. Tesis ini berjudul “PENGEMBANGAN MODUL IPA
BIOLOGI BERBASIS KONTEKSTUAL PADA MATERI EKOSISTEM
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
SMP”
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini tidak terlepas dari peranan
dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Karomani, M.Si., selaku Rektor Universitas Lampung;
2. Prof. Drs. Mustofa, M.A. Ph.D., selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Lampung;
3. Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung;
4. Dr. Herpratiwi, M.Pd., selaku dan Ketua Program Studi Magister Teknologi
Pendidikan Universitas Lampung dan Penguji I atas saran yang membangun
untuk penulis;
5. Dr. Riswandi, M.Pd., selaku Pembimbing I dan pembimbing akademik atas
kesabaran, arahan dan waktu yang diluangkan untuk membimbing penulis
dalam penyusunan tesis ini;
xi
6. Dr. Dwi Yulianti, M.Pd., selaku pembimbing II atas kesabaran, bimbingan,
arahan, dan waktu yang diluangkan untuk membimbing penulis dalam
penyusunan tesis ini;
7. Dr. Sunyono, M.Si., selaku Penguji II atas saran yang membangun untuk
penulis;
8. Bapak dan Ibu dosen pengajar, atas segala bantuan dan ilmu yang telah
diberikan. Dan Staff Administrasi Pascasarjana yang telah membantu;
9. Abuya dan Umiku tercinta, terima kasih untuk perhatian, doa dan kasih
sayang yang tak terhingga selama ini. Adik-adikku tercinta Humairoh Ratu
Ayu, M.Si., Mustika Rachim, S.KM., dan Ahmad Firdaus Al- Jihadi, M.M.,
semoga keluarga kita selalu diberkahi oleh Allah swt;
10. Suami dan anakku tercinta Andresta Setya, S.Pd., dan Khaisar Adhitya
Nurdaffa, Terima kasih untuk do’a, dukungan, kesabaran dan kebersamaan
yang selalu dihadirkan;
11. Keluarga Besar Laboratorium Pendidikan IPA Terpadu Universitas
Muhammadiyah Metro (Mom Kartika Sari, M.Bt.S., Mba Dwi Noviyanti,
M.Pd., Babe M. Habibussalam, A.Md., Mas Indra Heru M.) atas kebersamaan,
doa dan dukungannya ;
12. Sahabat-sahabatku MTP angkatan 2017, semua akan indah pada waktunya;
13. Almamater tercintaku, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lampung
Bandar Lampung, November 2019Penulis,
Qurratu Aini
DAFTAR ISI
ABSTRAK
SAMPUL
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN TESIS
LEMBAR PERNYATAAN
RIWAYAT HIDUP
PERSEMBAHAN
MOTTO
SANWACANA
DAFTAR ISI........................................................................................................
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
I. PENDAHULUAN ............................................................................................1
1.1.Latar Belakang ................................................................................................11.2.Identifikasi masalah ........................................................................................131.3.Pembatasan Masalah .......................................................................................141.4.Tujuan Penelitian ............................................................................................141.5.Rumusan Masalah ...........................................................................................151.6.Manfaat Penelitian ..........................................................................................151.7.Spesifikasi Produk...........................................................................................161.8.Pentingnya Pengembangan Bahan Ajar ..........................................................171.9.Definisi Istilah.................................................................................................17
II.KAJIAN PUSTAKA .......................................................................................19
2.1.Teori Belajar dan Pembelajaran ......................................................................192.1.1. Teori Belajar Konstruktivis..................................................................23
2.3. Teori Belajar Behavioristik .....................................................................262.2.Kontekstual .....................................................................................................272.3.Berpikir Kritis .................................................................................................362.4.Bahan Ajar ......................................................................................................41
2.4.1.Model dan Prosedur Pengembangan Bahan Ajar .................................502.5. Karakteristik Pembelajaran Biologi ...............................................................532.6.Penelitian yang Relevan..................................................................................562.7.Kerangka Berpikir ...........................................................................................632.8. Hipotesis Penelitian........................................................................................65
III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................66
3.1.Jenis Penelitian................................................................................................663.2.Waktu dan Tempat Penelitian .........................................................................663.3.Prosedur Pengembangan .................................................................................663.4.Uji Coba Produk..............................................................................................71
3.4.1.Rancangan Uji Coba .............................................................................713.4.2.Subjek Uji Coba ....................................................................................733.4.3.Data Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ...................................73
3.5.Definisi Konseptual.........................................................................................763.5.1.Kemampuan Berpikir kritis...................................................................763.5.2.Kemenarikan .........................................................................................76
3.6.Kisi – kisi Instrumen .......................................................................................773.7.Rancangan Eksperimen...................................................................................823.8.Teknik Analisis Data.......................................................................................83
3.8.1.Analisis Kevalidan ................................................................................843.8.2.Reliabilitas Instrumen ...........................................................................853.8.3.Analisis Keefektivan .............................................................................863.8.4.Uji Kemenarikan ...................................................................................87
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...........................................90
4.1.Hasil Penelitian ...............................................................................................904.1.1.Kondisi dan Potensi ..............................................................................904.1.2.Proses Pengembangan Produk ..............................................................94
4.1.2.1.Penyajian Produk Awal.............................................................964.1.2.2.Validasi Oleh Pakar ..................................................................99
4.1.3.Hasil Kemampun Berpikir Kritis ........................................................1064.1.4.Hasil Kemenarikan Modul .................................................................113
4.2.Pembahasan...................................................................................................1194.3.Keterbatasan Penelitian.................................................................................125
V. SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................126
5.1.Simpulan .......................................................................................................126
5.2.Saran..............................................................................................................127
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................129
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil Observasi ....................................................................................... .....1342. Pedoman Wawancara.............................................................................. .....1353. Silabus .................................................................................................... .....1374. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ........................................... .....1395. Angket Lembar Validasi Ahli Materi ..................................................... .....1506. Angket Lembar Validasi Ahli Desain..................................................... .....1537. Angket Lembar Validasi Ahli Media...................................................... .....1568. Rekapitulasi Gain ternormalisasi Uji lapangan....................................... .....1579. Rekapitulasi Gain ternormalisasi Uji terbatas......................................... .....16010. Uji Validitas Reliabilitas soal pretest postest.......................................... .....16211. Kisi- kisi soal pretest postest................................................................... .....16812. Angket Rekapitulasi Daya Tarik Modul Uji Lapangan .......................... .....18013. Rekapitulasi Daya Tarik Modul Uji Terbatas ......................................... .....18314. Uji Validitas dan Reliabilitas angket daya tarik...................................... .....18615. Angket Uji coba terbatas......................................................................... .....19416. Surat Telah Melakukan Penelitian .......................................................... .....19617. Dokumentasi ........................................................................................... .....198
DAFTAR TABEL
1.1.Rata- rata UH Smt Genap T.A. 2017-2018.....................................................5
2.1.Indikator Kemampuan Berpikir Kritis ............................................................32
2.2.Struktur Bahan Ajar ........................................................................................36
2.3.Kerangka Berpikir ...........................................................................................61
3.1.Prosedur Pengembangan 4-D..........................................................................64
3.2.Kisi- kisi Instrumen uji terbatas ......................................................................75
3.3.Kisi- kisi angket uji kemenarikan ...................................................................75
3.4.Kisi- kisi Instrumen Ahli Media .....................................................................76
3.5.Kisi- kisi Instrumen Ahli Materi .....................................................................77
3.6.Kisi- kisi Instrumen Ahli Desain ....................................................................78
3.8.Kisi- kisi Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis...........................................78
3.9.Kategori Skala Likert ......................................................................................81
3.10.Nilai Rata- rata Gain Ternormalisasi ............................................................84
3.11.Skor Penilaian terhadap Pilihan Jawaban .....................................................85
3.12.Klasifikasi Daya Tarik ..................................................................................86
4.1.Hasil Observasi ..............................................................................................86
4.2. Rata- rata UH Smt Genap T.A. 2017-2018....................................................88
4.3.Rekapitulasi Uji Ahli ......................................................................................99
4.4. Rata-rata Pretest postest Uji Lapangan ........................................................100
4.5. Peningkatan Indikator KBK di SMP N 22 BL.............................................104
4.6. Peningkatan Indikator KBK di SMP N 19 BL.............................................105
4.7. Peningkatan Indikator KBK di SMP N 08 BL.............................................106
4.8. Rekapitulasi Daya Tarik Modul ...................................................................107
4.9. Rekapitulasi Daya Tarik Modul ...................................................................107
4.10. Rekapitulasi Daya Tarik Modul .................................................................107
4.11.Persentase Daya Tarik Modul di SMP N 22 BL .........................................108
4.12.Persentase Daya Tarik Modul di SMP N 19 BL.........................................109
4.13.Persentase Daya Tarik Modul di SMP N 08 BL .........................................111
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses
membelajarkan subjek didik atau pembelajar yang direncakan atau
didesain, dilakasanakan, dievaluasi secara sistematis agar subjek peserta
didik dapat mencapai tujuan- tujuan pembelajaran secara efektif dan
efisien (Komalasari, 2010). Pembelajaran akan berlangsung secara efektif
dan efisien apabila guru menguasai materi dan metodologi pembelajaran
dengan baik. Seperti pendapat Dunkin dan Biddle proses pembelajaran
akan berlangsung dengan baik jika pendidik mempunyai dua kompetensi
utama yaitu: (1) kompetensi substansi materi pembelajaran atau
penguasaan materi pelajaran; dan (2) kompetensi metodologi
pembelajaran. Artinya jika guru menguasai materi pelajaran, diharuskan
juga menguasai metode pengajaran sesuai kebutuhan materi ajar yang
mengacu pada prinsip pedagogik, yaitu memahami karakteristik peserta
didik. Jika metode dalam pembelajaran tidak dikuasai, maka penyampaian
materi ajar menjadi tidak maksimal. Metode yang digunakan sebagai
strategi yang dapat memudahkan peserta didik untuk menguasai ilmu
pengetahuan yang diberikan oleh guru (Sagala, 2013: 63).
2
Peranan guru bukan semata-mata memberikan informasi, melainkan juga
mengarahkan dan memberi fasilitas belajar (directing and facilitating the
learning) agar proses belajar lebih memadai. Hal tersebut diatas belum
sepenuhnya dilakukan oleh guru karena berbagai alasan. Anggraeni (2013:
2) menjelaskan bahwa guru masih menempatkan dirinya sebagai sumber
utama pengetahuan karena mengejar target materi pelajaran yang
ditetapkan oleh kurikulum. Guru hanya berfokus pada hasil belajar sebagai
indikator ketuntasan belajar peserta didik. Peserta didik kurang diberikan
kesempatan untuk menggali pengetahuan dan mengaitkan konsep yang
dipelajari ke dalam situasi yang berbeda sehingga konsep-konsep yang
diajarkan menjadi kurang bermakna dan hanya bersifat hafalan saja.
Dalam pembelajaran guru harus mampu melakukan perencanaan yang
baik. Pemilihan metode yang tepat dalam pembelajaran sangat diperlukan
dalam membantu pemahaman peserta didik terhadap materi yang diajarkan
dan juga diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis
peserta didik (Damayanti, 2013: 58). Pendapat ini sejalan dengan teori
pembelajaran Reigeluth dan Merrill (1983) berpendapat bahwa
pembelajaran sebaiknya didasarkan pada teori pembelajaran yang bersifat
preskiptif, yaitu teori yang memberi “resep” untuk mengatasi masalah
belajar. Menurut teori tersebut ada tiga variabel, yang harus diperhatikan,
yaitu; 1)variabel kondisi pembelajaran, meliputi; karakter pelajaran dan
karakter peserta belajar 2) metode pembelajaran, mencakup
pengorganisasian bahan pelajaran, strategi penyampaian dan pengelolaan
kegiatan, 3) hasil belajar, efektivitas, efisiensi dan daya tarik pembelajaran
3
Miarso (2004: 529). Pembelajaran yang dirancang dengan baik diharapkan
terjadi interaksi dan partisipasi aktif dan mampu meningkatkan
kemampuan berpikir kritis peserta didik.
Tujuan pendidikan IPA menurut Lohner adalah membantu peserta didik
memahami dunia nyata dengan cara yang ilmiah (Zaini, 2018: 18). IPA
membentuk sikap ilmiah peserta didik seperti ingin tahu, berpikir terbuka,
berpikir kritis, keinginan memecahkan masalah, membangun sikap peka
terhadap lingkungan dan bisa merespon suatu tindakan. Pembelajaran IPA
pada hakikatnya meliputi tiga komponen yaitu sikap ilmiah, proses ilmiah,
dan produk ilmiah (Anggraeni, 2013: 3). Berpikir kritis diperlukan dalam
rangka memecahkan suatu permasalahan sehingga diperoleh keputusan
melalui tahapan yang ilmiah. Proses pembelajaran di sekolah diharapkan
juga melatih peserta didik untuk berpikir kritis. Membelajarkan berpikir
kritis penting karena melalui berpikir kritis, peserta didik akan dilatih
untuk mengamati keadaan, memunculkan pertanyaan, merumuskan
hipotesis, melakukan observasi dan mengumpulkan data, lalu memberikan
kesimpulan (Wahyuni, 2015: 301).
Saat ini kemampuan berpikir kritis dirasakan perlu dalam kegiatan
pembelajaran karena segala informasi masuk dengan mudah, baik itu
informasi benar atau hoax sehingga peserta didik harus mencari tahu
kebenaran dari informasi tersebut. Maka dari itu, diperlukan suatu
kemampuan berpikir kritis dengan jelas dan imajinatif, menilai bukti,
bermain logika dan mencari alternatif untuk menemukan suatu solusi,
4
memberi anak sebuah rute yang jelas di tengah kekacauan pemikiran pada
zaman teknologi dan globalisasi saat ini (Johnson, 2007:187). Hal ini
didukung oleh Gerhard (1971) yang mendefinisikan berpikir kritis sebagai
suatu proses kompleks yang melibatkan penerimaan dan penguasaan data,
analisis data, dan evaluasi data dengan mempertimbangkan aspek
kualitatif dan kuantitatif serta melakukan seleksi atau membuat keputusan
berdasarkan hasil evaluasi (Redhana, 2003). Dengan dimilikinya
kemampuan berpikir kritis yang tinggi oleh siswa SMP dan SMA maka
mereka akan dapat mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan
dalam kurikulum, serta mereka akan mampu merancang dan mengarungi
kehidupannya pada masa datang yang penuh dengan tantangan,
persaingan, dan ketidakpastian (Setya, 2018: 62).
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap guru IPA
kemampuan berpikir kritis peserta didik di SMP N 22 Bandar Lampung
belum diberdayakan dengan baik. Guru belum melatih peserta didik untuk
berpikir kritis baik melalui kegiatan pembelajaran maupun soal- soal untuk
pemecahan masalah. Kemudian diberikan tes kepada 28 orang peserta
didik untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis awal peserta didik di
SMP N 22 Bandar Lampung dengan soal uraian materi ekosistem yang
meggunakan 5 indikator berpikir kritis yaitu interpretasi, analisis, evaluasi,
inferensi dan penjelasan.
5
Berikut hasil tes kemampuan berpikir kritis awal peserta didik disajikan
dalam tabel 1.1.
Tabel 1.1 Persentase Kemampuan berpikir kritis (KBK) awal peserta didikNo Indikator KBK No. Soal Persentase KBK
1 Interpretasi 1-5 50%
2 Analisis 6 34%
3 Evaluasi 8 27%
4 Inferensi 9 28%
5 Penjelasan 7, 10 31%
Sumber: Hasil analisis kemampuan berpikir kritis awal di SMP N 22
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa persentase kemampuan
berpikir kritis peserta didik pada setiap indikator masih dibawah 50%
Artinya 28 jawaban peserta didik dari setiap nomor soal masih salah dan
kurang tepat. Indikator evaluasi memiliki persentase paling rendah dimana
peserta didik belum dapat memutuskan atau menentukan kebenaran
informasi sesuai bukti- bukti yang ada. Hal ini tercermin pada soal nomor
8 yang meyajikan sebuah artikel tentang kerusakan ekosistem terumbu
karang di Kabupaten Luwu Timur. Peserta didik diminta untuk
menentukan penyebab kerusakan ekosistem dan memberikan solusi yang
dapat dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut. Skor yang diperoleh
dari 28 peserta didik adalah 78 dari 280. Artinya 27% jawaban peserta
didik adalah mampu menjawab penyebab kerusakan dan memberikan
solusi namun masih kurang tepat. Hal ini disebabkan karena kegiatan
pembelajaran di dalam kelas diajarkan melalui metode ceramah. Berpikir
6
kritis tidak dapat diajarkan melalui metode ceramah, karena berpikir kritis
merupakan proses aktif (Setya, 2018: 63). Hal ini didukung dengan fakta
bahwa pembelajaran masih dilakukan dengan penyampaian materi oleh
guru dan kurang melibatkan peran aktif peserta didik dalam pembelajaran.
Tidak ada kegiatan pengamatan lingkungan sekitar sekolah yang dilakukan
untuk membantu peserta didik memahami materi tersebut. Pembelajaran
yang terjadi di dalam kelas belum mengaitkan aplikasi konsep dengan
kehidupan sehari-hari dan guru belum mengajak peserta didik berlatih
untuk menganalisis, mensintesis, mengevaluasi suatu informasi data atau
argumen.
Kemampuan berpikir siswa SMP merupakan titik awal untuk
mengembangkan dan mengarahkan kepada proses berpikir ilmiah (Irawan,
2016: 9). Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan
yang dapat dilatihkan kepada peserta didik. Peserta didik yang berpikir
secara kritis akan dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya
dengan baik. Peserta didik akan menarik sebuah kesimpulan secara logis
sesuai bukti/ data. Peserta didik dapat menggunakan ide yang abstrak
untuk bisa membuat model penyelesaian masalah secara efektif
(Herdianawati, 2013: 100). Berdasarkan permasalahan tersebut, diduga
proses pembelajaran yang terjadi belum memberdayakan kemampuan
berpikir kritis peserta didik. Kemampuan berpikir kritis peserta didik dapat
dikembangkan melalui kajian yang berhubungan dengan kehidupan sehari-
hari. Penentuan materi yang akan dikembangkan berdasarkan nilai ulangan
harian peserta didik tahun sebelumnya. Hal ini dapat terlihat dari hasil
7
belajar 34 dari 60 orang peserta didik yang rendah dibuktikan dengan rata-
rata nilai mata pelajaran biologi pada materi pokok ekosistem 64,5. Rata-
rata nilai tersebut merupakan nilai terendah dibandingkan materi pokok
lainnya. Berdasarkan hasil analisis Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi
Dasar (KD) mata pelajaran IPA SMP kelas VII dapat dilihat bahwa rata-
rata hasil ulangan harian siswa belum mencapai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) sebesar 70 sehingga diputuskan untuk mengembangkan
Modul Ipa Biologi berbasis Kontekstual pada materi pokok Ekosistem.
Rata-rata nilai ulangan harian dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.2 Rata-rata ulangan harian Semester Genap T.A. 2017-2018No. Materi Pokok Rata- rata nilai ulangan
harian
Rata-
rata
Kelas VIIA Kelas VIIB
1. Organisasi Kehidupan 69,5 65,3 67,4
2. Ekosistem 66,67 62,33 64,5
3. Keanekaragaman
Makhluk hidup
69,8 66,2 68
4. Kepadatan Populasi
Manusia
65,2 68,2 66,7
5. Pencemaran dan
kerusakan Lingkungan
64,3 66,3 65,3
Sumber: Hasil analisis ulangan harian kelas VII SMP N 22
Berdasarkan tabel diatas, nilai peserta didik paling rendah pada materi
pokok Ekosistem. Hal ini dimungkinkan karena karakteristik materi
8
Ekosistem cenderung banyak hafalan. Permasalahan lain juga
diungkapkan oleh (Ariyati, 2010) bahwa pembelajaran ekosistem masih
terbatas melalui pemberian informasi atau ceramah dan penugasan,
sehingga pembelajaran kurang interaktif. Ekosistem termasuk materi yang
memiliki kompleksitas tinggi, sehingga sering memunculkan fenomena
miskonsepsi (Yorek, et. al., 2013)
Kenyataan bahwa 190 dari 300 peserta didik T.A. 2018/ 2019 di SMP N
22 Bandar Lampung berasal dari jalur Bina Lingkungan sekitar daerah
Rajabasa Bandar Lampung. Menurut pemamparan Ibu Indri Guru IPA
kelas VII di SMP N 22 Bandar Lampung peserta didik yang berasal dari
jalur Bina Lingkungan memiliki latar belakang keluarga yang kurang
mampu sehingga tidak memiliki ruang dan waktu belajar yang cukup di
tempat tinggalnya. Meskipun seluruh peserta didik telah dibagikan buku
teks K13 gratis dari sekolah, namun belum digunakan secara optimal
karena tidak sesuai dengan karakteristik sasaran. Selain lingkungan sosial,
budaya, dan geografis, karakteristik sasaran juga mencakup tahapan
perkembangan peserta didik, kemampuan awal yang telah dikuasai, minat,
latar belakang keluarga dll. Untuk itu, maka bahan ajar yang
dikembangkan sendiri dapat disesuaikan dengan karakteristik peserta didik
sebagai sasaran (Depdiknas, 2008). Guru perlu membuat bahan ajar yang
memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik,
sehingga peserta didik agar dapat belajar mandiri di rumah dan
mengoptimalkan waktu belajar di sekolah dengan sebaik- baiknya.
9
Peserta didik hanya memiliki 1 judul buku pegangan berupa buku teks
K13 yang dicetak dari Kementrian. Adapun kelemahan dari buku teks K13
tersebut antara lain belum ada contoh permasalahan tentang ekosistem di
berbagai tempat di Indonesia untuk melatih siswa mengkonstruksi
pengetahuannya. Soal- soal yang disajikan belum melatih untuk
menganalisis dan definisi konsep dan pencontohan berbagai macam pola
interaksi makhluk hidup kurang lengkap. Hal ini didukung oleh (Susanti,
2015: 88) yang menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran dapat
dimulai dengan menggunakan masalah kontekstual kemudian siswa
mengorganisasikan masalah lalu mencoba mengidentifikasi sehingga
siswa mampu menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Tujuan dari adanya hal
tersebut diatas adalah untuk mencapai tuntutan kompetensi dasar 3.7 yaitu
Menganalisis interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya serta
dinamika populasi akibat interaksi tersebut dan kompetensi dasar 4.7 yaitu
Menyajikan hasil pengamatan terhadap interaksi makhluk hidup dengan
lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan permasalahan tersebut, salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik adalah
dengan pengembangan bahan ajar berbasis kontekstual. Dalam
Permendikbud No. 81A tahun 2013 tentang implementasi kurikulum 2013
dijelaskan bahwa untuk mencapai pembelajaran yang berkualitas, kegiatan
pembelajaran perlu menggunakan prinsip yang: (1) berpusat pada siswa,
10
(2) mengembangkan kreativitas siswa, (3) menciptakan kondisi
menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika,
dan kinestetika, dan (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam
melalui penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang
menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna. Banyak cara
untuk dapat mewujudkan pembelajaran yang berkualitas sesuai dengan
prinsip tersebut diatas. Salah satunya adalah dengan mengembangkan
bahan ajar berbasis kontekstual.
Bahan pelajaran seharusnya terlebih dahulu menarik perhatian peserta
didik untuk dibaca. Bahan ajar sebagai salah satu alat bantu dalam
kegiatan pembelajaran dalam pemenuhannya harus sesuai dengan standar
kompetensi, kompetensi dasar, dan materi pokok yang harus dikuasai oleh
seorang peserta didik. Tanpa pemahaman hal tersebut, maka seorang guru
akan mengalami kesulitan dalam mendesain bahan ajar yang sesuai
dengan kebutuhan. Bahan ajar merupakan bagian penting dalam
pelaksanaan pendidikan di sekolah. Melalui bahan ajar guru akan lebih
terbantu dalam mengajar dan siswa akan lebih mudah dalam belajar
(Depdiknas, 2008). Bahan ajar dengan menggunakan kontekstual dapat
membantu siswa membangun konsepnya sendiri melalui kejadian-kejadian
nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran kontekstual bertujuan agar belajar tidak hanya sekedar
menghafal tetapi perlu dengan adanya pemahaman melalui suatu aktivitas
yang mengkaitkan materi akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari.
11
Seperti diungkapkan oleh (Tantu, 2018: 212) bahwa pembelajaran dapat
dikatakan bermakna jika menuntun peserta didik untuk berpikir lebih kritis
mengenai kaitan dari konsep yang dipelajari dengan kehidupan nyata
mereka dengan tujuan peserta didik dapat memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga pembelajaran yang dianggap dapat
meningkatkan keterampilan sosial khusunya keterampilan berfikir kritis
adalah pembelajaran kontekstual (Muftianti, 2018: 2).
Melalui pembelajaran kontekstual kita dapat mengembangkan pemikiran
peserta didik dalam menemukan dan mengonstruksi sendiri pengetahuan
dan keterampilan baru yang dimilikinya (constructivism), memfasilitasi
peserta didik dalam semua kegiatan penemuan (inquiry), mengembangkan
sifat ingin tahu peserta didik dengan cara memunculkan pertanyaan
(questioning), menciptakan masyarakat belajar (learning community),
menghadirkan model dalam proses pembelajaran (modelling),
membiasakan peserta didik dalam kegiatan refleksi dari kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan (reflection), dan melakukan penilaian
secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya (authentics
assessment) (Rusman, 2012: 192).
Berdasarkan pendapat diatas, kontekstual lebih menekankan pengalaman
belajar langsung dengan melibatkan peserta didik untuk membentuk
konsep. Hal ini didukung oleh (Tantu, 2018: 212) bahwa setiap komponen
dalam pembelajaran kontekstual dapat melatih siswa untuk berpikir lebih
kritis. Pembelajaran kontekstual dapat mengembangkan minat belajar
12
siswa karena adanya pengamatan langsung atau aktivitas nyata yang
dihadirkan dalam pembelajaran. Hadirnya komunitas belajar dapat
membuat siswa dapat melatih kerjasama siswa dengan temannya.
Pembelajaran kontekstual dipilih untuk mengembangkan kemampuan
berpikir kritis karena upaya membangun keterkaitan untuk menemukan
makna merupakan kunci utama dari sistem pengajaran dan pembelajaran
kontekstual (Johnson, 2007, hal. 146).
Pembelajaran kontekstual telah banyak diteliti untuk mengetahui
keefektifan pembelajaran tersebut untuk meningkatan kemampuan berpikir
kritis peserta didik. Penelitian sebelumnya yaitu Pengembangan Modul
Berbasis REACT untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis adalah
Penelitian Ervan Setya, 2018. Penelitian pengembangan modul ini
dilakukan di SMA Negeri 1 Badegan, Sampel yang digunakan adalah
siswa kelas X semester genap Tahun Pelajaran 2015/2016. Hasil dari
penelitian tersebut menunjukkan bahwa hasil uji lapangan modul berbasis
REACT dengan rerata hasil kemampuan berpikir kritis siswa kelas modul
(75,56), lebih tinggi dibanding dengan kelas kontrol (70,60) dapat
disimpulkan bahwa modul berbasis REACT dinyatakan efektif serta dapat
digunakan sebagai alternatif bahan ajar di sekolah. Berdasarkan latar
belakang di atas, peneliti memandang perlu diadakan penelitian yang
berkaitan dengan pengembangan bahan ajar berbasis kontekstual untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi pokok
ekosistem kelas VII SMP N 22 Bandar Lampung T.A. 2018/2019.
13
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka permasalahan dalam
penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Pembelajaran materi pokok ekosistem yang terjadi di kelas belum
mengaitkan aplikasi konsep dengan kehidupan sehari-hari.
2. Pembelajaran yang dilakukan selama ini belum mengajak siswa
berlatih untuk berpikir tingkat tinggi seperti menganalisis, mensintesis,
mengevaluasi suatu informasi data atau argumen.
3. Belum adanya bahan ajar berbasis kontekstual yang dapat membantu
peserta didik lebih mudah dalam memahami materi pokok ekosistem.
4. Buku teks K13 yang digunakan peserta didik adalah buku yang dicetak
untuk sekolah di seluruh indonesia, sehingga tidak mengakomodasi
kebutuhan peserta didik.
5. Kenyataan bahwa 190 dari 300 peserta didik T.A. 2018/ 2019 di SMP
N 22 Bandar Lampung berasal dari jalur Bina Lingkungan sekitar
daerah Rajabasa Bandar Lampung. Menurut pemamparan Ibu Indri
Guru IPA kelas VII di SMP N 22 Bandar Lampung peserta didik yang
berasal dari jalur Bina Lingkungan memiliki latar belakang keluarga
yang kurang mampu sehingga tidak memiliki ruang dan waktu belajar
yang cukup di tempat tinggalnya. Sehingga berakibat pada rendahnya
hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis peserta didik.
14
1.3 Pembatasan Masalah
Untuk menjaga agar masalah ini lebih terarah dan lebih jelas sehingga
tidak terjadi kesalahpahaman, maka perlu adanya batasan ruang lingkup
penelitian yaitu:
1. Pengembangan bahan ajar untuk materi pokok Ekosistem berbasis
kontekstual dengan kriteria menarik, efektif dan efisien.
2. Variabel terikat yang diamati dalam penelitian ini adalah kemampuan
berpikir kritis peserta didik berupa pencapaian 5 indikator berpikir
kritis pada materi pokok Ekosistem.
3. Penelitian ini dibatasi hanya pada satu kompetensi dasar yaitu KD 3.7
Menganalisis interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya serta
dinamika populasi akibat interaksi tersebut.
1.4 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana daya dukung kondisi dan potensi sekolah untuk
dikembangkannya Modul IPA Biologi biologi berbasis kontekstual
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik ?
2. Bagaimana proses pengembangan Modul IPA Biologi berbasis
kontekstual untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta
didik ?
3. Apakah Modul IPA Biologi berbasis kontekstual dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis peserta didik ?
4. Bagaimana Kemenarikan Modul IPA Biologi berbasis kontekstual ?
15
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis daya dukung kondisi dan potensi sekolah untuk
dikembangkannya Modul IPA Biologi berbasis kontekstual untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik.
2. Mengetahui proses pengembangan Modul IPA Biologi berbasis
kontekstual untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta
didik.
3. Menganalisis Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis peserta didik
menggunakan Modul IPA Biologi berbasis kontekstual.
4. Menganalisis Kemenarikan Modul IPA Biologi berbasis kontekstual.
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian Pengembangan bahan ajar berbasis kontekstual
mempunyai beberapa manfaat, diantaranya adalah manfaat teoritis dan
manfaat praktis.
1. Manfaat teoritis
Penelitian pengembangan Modul IPA Biologi bermuatan kontekstual
ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan pemikiran untuk
memecahkan problematika di dalam proses pembelajaran.
Kemampuan berpikir kritis peserta didik dapat dikembangkan melalui
kajian yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
16
2. Manfaat praktis
Bagi peneliti, penelitian ini dapat menjadi salah satu solusi bagi
permasalahan di dalam pembelajaran biologi. Bagi guru, hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan
pembelajaran biologi dengan suatu perencanaan yang tepat dan sesuai
untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa. Bagi peserta didik dapat
mengoptimalkan penguasaan materi biologi dan dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis.
1.7 Spesifikasi Produk
Produk yang dihasilkan dari penelitian ini berupa bahan ajar berbasis
kontekstual di SMP Negeri 22 Bandar Lampung. Peneliti mengembangkan
Modul IPA Biologi berbasis kontekstual untuk dapat memberikan
pengalaman belajar yang bermakna kepada peserta didik sehingga
diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik
yaitu interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi dan argumentasi. Bahan ajar
sebagai produk pengembangan ini meliputi 3 bagian yaitu bagian
pendahuluan, bagian isi, dan bagian pelengkap. Bagian pendahuluan
meliputi cover, redaksi buku, kata pengantar, daftar isi, kompetensi inti,
kompetensi dasar, tujuan pembelajaran.
Bagian isi bahan ajar terdiri dari tiga kegiatan pembelajaran dan pada
setiap pembelajaran terdapat langkah- langkah kontekstual sesuai dengan
Sutopo (2016: 15) antara lain:
1) Kegiatan Membangun Pemahaman (Konstruktivis)
17
2) Kegiatan Mencari Informasi Penting (Inkuiri)
3) Kegiatan Bertanya
4) Kegiatan Berdiskusi (Komunitas Belajar)
5) Kegiatan Mengamati Contoh (Pemodelan)
6) Kegiatan Mengulas Pembelajaran (Refleksi)
7) Penilaian Autentik (Authentic Assesment)
Pada bagian pelengkap meliputi evaluasi KD 3.7 Menganalisis interaksi
antara makhluk hidup dan lingkungannya serta dinamika populasi akibat
interaksi tersebut dan daftar pustaka. Bahan ajar berbasis kontekstual
disajikan dengan menarik, memuat materi yang mengguakan bahasa yang
mudah dipahami peserta didik sehingga layak untuk digunakan sekaligus
efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik.
1.8 Pentingnya Pengembangan Bahan Ajar
Pengembangan bahan ajar berbasis kontekstual merupakan bentuk
perubahan dan perbaikan dalam proses pembelajaran sehingga sesuai
dengan tuntutan kurikulum. bahan ajar berbasis kontekstual ini dapat
digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran seperti memberikan
pengalaman belajar yang bermakna kepada peserta didik.
1.9 Definisi Istilah
Untuk menghindari salah penafsiran dan istilah – istilah yang perlu
dijelaskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
18
1.9.1 Penelitian dan pengembangan (Research and Development) tipe 4-
D oleh Thiagarajan adalah suatu proses atau langkah-langkah yang
digunakan untuk mengembangkan suatu produk baru, atau
menyempurnakan produk yang telah ada, menguji keefektifan
produk tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan.
1.9.2 Bahan ajar berbasis kontekstual merupakan sekumpulan materi
yang disusun secara runtut dan sistematis yang mampu
menggambarkan kompetensi yang akan dicapai oleh siswa, dimana
materi-materi tersebut disusun dengan mengaitkan situasi dunia
nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan dengan penerapan yang dimilikinya dalam kehidupan
sehari-hari (Pasaribu, 2017).
1.9.3 Berpikir kritis adalah kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh
peserta didik dengan 5 indikator yaitu interpretasi, analisis,
evaluasi, inferensi dan penjelasan. Berpikir kritis diukur melalui 10
soal uraian yang disesuaikan dengan indikator berpikir kritis dan
selanjutnya dianalisis menggunakan gain ternormalisasi.
1.9.4 Materi pokok Ekosistem adalah materi pokok kelas VII SMP pada
semester Genap. Materi pokok Ekosistem mempelajari tentang
interaksi antarra makhluk hidup dengan lingkungannya.
19
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai
tindakan belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Dimyati dan Mudjiono
(1996: 7) mengemukakan siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya
proses belajar Sagala (2013: 13). Menurut Gage (1984) belajar adalah sebagai
suatu proses dimana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat dari
pengalaman. Hal yang senada juga diungkapkan oleh Mayer bahwa belajar
menyangkut adanya perubahan perilaku yang relatif permanen pada
pengetahuan atau perilaku seseorang karena pengalaman (Aritonang, 2015).
Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah bahwa belajar merupakan aktivitas
yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui
pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Dengan demikian, belajar
dapat membawa perubahan bagi si pelaku, baik perubahan pengetahuan, sikap
maupun keterampilan. Dengan perubahan-perubahan tersebut, tentunya si
pelaku juga akan terbantu dalam memecahkan permasalahan hidup dan bisa
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Henry E. Garret berpendapat bahwa belajar merupakan proses yang
berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalaman
20
yang membawa kepada perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap
suatu perangsang tertentu (Sagala, 2013). Kemudian Lester D. Crow
mengemukakan belajar ialah upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan,
pengetahuan dan sikap-sikap. Belajar dikatakan berhasil manakala seseorang
mampu mengulangi kembali materi yang telah dipelajarinya, maka belajar
seperti ini disebut “rote learning”. Sesuai dengan teori koneksionisme yang
dikemukakan Thorndike tentang Hukum latihan (law of exercise). Hukum ini
menjelaskan kemungkinan kuat dan lemahnya hubungan stimulus dan respons.
Hubungan atau koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan
tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan (law of use) dan koneksi-
koneksi itu akan menjadi lemah karena latihan tidak dilanjutkan atau
dihentikan (law of disuse) (Hergenhahn, 2010). Implikasi dari hukum ini
adalah semakin sering peserta didik mengulang suatu pelajaran, maka semakin
dikuasailah pelajaran itu.
Untuk menangkap isi dan pesan belajar, maka dalam belajar tersebut individu
menggunakan kemampuan pada ranah-ranah: (1) kognitif yaitu kemampuan
yang berkenaan dengan pengetahuan, penalaran atau pikiran terdiri dari
kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analysis, sintesis dan evaluasi;
(2) afektif yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-
reaksi yang berbeda dengan penalaran yang terdiri dari kategori peneriamaan,
partisipasi, penilaian/penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola
hidup; dan (3) psikomotorik yaitu kemampuan yang mengutamakan
keterampilan jasmani terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing,
21
gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreatifitas.
Orang dapat mengamati tingkah laku orang telah belajar setelah
membandingkan sebelum belajar.
Sedangkan pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang
untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang
baru. Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono adalah kegiatan guru
secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar
secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar Sagala (2013:
62). UUSPN No. 20 tahun 2003 menyatakan pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Hal senada juga diungkapkan oleh Darmawan (2011:126)
bahwa pembelajaran terjadi karena individu berinteraksi dengan lingkungan
fisik dalam bentuk hasil ciptaan manusia (cultural) seperti buku dan media
pembelajaran. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru
untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan
kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan
mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan
yang baik terhadap materi pelajaran.
Dunkin dan Biddle selanjutnya mengatakan proses pembelajaran akan
berlangsung dengan baik jika pendidik mempunyai dua kompetensi utama
yaitu: (1) kompetensi substansi materi pembelajaran atau penguasaan materi
pelajaran; dan (2) kompetensi metodologi pembelajaran. Artinya jika guru
22
menguasai materi pelajaran, diharuskan juga menguasai metode pengajaran
sesuai kebutuhan materi ajar yang mengacu pada prinsip pedagogik, yaitu
memahami karakteristik peserta didik. Jika metode dalam pembelajaran tidak
dikuasai, maka penyampaian materi ajar menjadi tidak maksimal. Metode yang
digunakan sebagai strategi yang dapat memudahkan peserta didik untuk
menguasai ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru (Sagala, 2013: 63).
Hal ini menggambarkan bahwa pembelajaran terus mengalami perkembangan
sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu dalam
merespon perkembangan tersebut, tentu tidaklah memadai kalau sumber
belajar berasal dari guru dan media buku teks belaka. Dirasakan perlu ada cara
baru dalam mengkomunikasikan ilmu pengetahuan atau materi ajar dalam
pembelajaran baik dalam sistem yang mandiri maupun dalam sistem yang
terstruktur. Pembelajaran yang efektif menurut Anitah (2014: 4.18) adalah
pembelajaran yang berbasis kontekstual sebab banyak objek di sekitar siswa
yang dapat dijadikan sumber belajar oleh siswa. Artinya semua objek yang ada
di lingkungan siswa yang dianggap sesuai dengan materi dan untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Salah satu alternatif proses pembelajaran yang dapat
melatih kemampuan berpikir kritis peserta didik adalah dapat dimulai dengan
menggunakan masalah kontekstual kemudian siswa mengorganisasikan
masalah lalu mencoba mengidentifikasi sehingga siswa mampu menyelesaikan
masalah dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan dan pengalaman
yang dimiliki (Susanti, 2015).
23
Bruner mengemukan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif dan teori
belajar adalah deskriptif (Budiningsih, 2005: 11). Preskriptif karena tujuan
utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang
optimal, sedangkan deskriptif karena tujuan utama teori belajar adaalah
menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan
di antara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar. Sedangkan teori
pembelajaran sebaliknya, teori ini menaruh perhatian pada bagaimana
seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar. Dari pendapat
di atas, penulis menyimpulkan bahwa belajar dan pembelajaran merupakan
dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan. Proses belajar dan pembelajaran
merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdapat input dan harapannya
mendapatkan output dengan kompetensi tertentu.
2.1.1. Teori Belajar Konstruktivis
Teori belajar konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
sudah dipelajari. Siswa menemukan sendiri dan mentrasformasikan
informasi kompleks, mengecek informasi baru dan merevisinya apabila
aturan-aturan itu tidak sesuai. Filsafat konstruktivisme menjadi landasan
strategi pembelajaran yang dikenal dengan student-centered learning'.
Pembelajaran ini mengutamakan keaktifan siswa sedangkan guru berperan
sebagai fasilitator dan memberi arahan scaffolding. Lev Vygotsky, seorang
psikolog berkebangsaan Rusia yang teorinya sering disebut juga Social-
Cognitif Learning Theory menyatakan bahwa Scaffolding ialah bantuan
24
orang yang lebih mampu, lebih mengetahui dan lebih terampil dalam
kisaran ZPD untuk membantu peserta didik agar memperoleh hasil belajar
yang lebih tinggi. Bentuk bantuan dapat berupa; menghadirkan obyek,
menunjukkan bagian obyek, menggunakan gambar atau skema,
menunjukkan cara menggunakan sesuatu, atau memberikan alat bantu
pengukuran. Secara berangsur-angsur, bantuan tersebut berkurang karena
peserta didik sudah menjadi terbiasa melakukan hal itu secara mandiri
(Wijayana, 2018).
Ada tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme menurut Tasker
(1992: 25-34) yaitu:
1) peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna,
2) pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian
secara bermakna, 3) mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru
yang diterima.
Pembelajaran dengan bahan ajar berbasis kontekstual memungkinkan
peserta didik untuk dapat membentuk pengetahuannya sendiri melalui
pengalaman langsung sehingga diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis peserta didik. Pengembangan kemampuan
berpikir kritis dapat dibantu oleh guru melalui pemilihan dan penerapan
model pembelajaran berbasis konstruktivistik (Farida, 2018), yaitu
pembelajaran yang memberikan lingkungan bagi peserta didik untuk
25
membangun pengetahuannya sendiri dan bertanggung jawab atas
pembelajarannya (Farida, 2018).
Selain itu, teori yang dikemukakan oleh Jean Piaget yaitu pandangan yang
terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori
perkembangan mental Piaget. Teori ini disebut juga teori perkembangan
intelektual, yaitu teori belajar berkaitan dengan kesiapan belajar peserta
didik untuk belajar. Setiap tahap perkembangan intelektual dilengkapi
dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan.
Misalnya, pada tahap sensori motor peserta didik berfikir melalui gerakan
atau perbuatan. Piaget menegaskan bahwa pengetahuan dibangun dalam
fikiran peserta didik melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah
penyerapan informasi baru dalam fikiran, sedangkan akomodasi adalah
menyusun kembali struktur fikiran karena adanya informasi baru, sehingga
informasi tersebut mempunyai tempat, atau dapat dimaksudkan akomodasi
adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok
dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada
sehingga sesuai dan cocok dengan rangsangan. Peran pendidik dalam
proses belajar adalah sebagai fasilitator atau mediator.
Unsur-unsur teori konstruktivisme:
a. Skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang
beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam
beradaptasi dengan lingkungan serta berinteraksi dengan lingkungan.
26
b. Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintregasikan
persepsi atau pengalaman lamanya dengan pengetahuan atau
pengalaman yang didapatkan sehingga membentuk pengetahuan baru.
b. Akomodasi adalah proses pembentukan skema dari pengetahuan baru
yang didapatkan.
d. Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi.
e. Diskuilibrasi adalah ketidakseimbangan antara asimilasi dan akomodasi.
Berdasarkan uraian teori belajar konstruktivisme yang dikemukakan oleh
Jean Piaget, maka penulis menarik kesimpulan, bahwa menurut teori
Piaget pengetahuan yang didapatkan oleh peserta didik pada proses belajar
akan disimpan dalam satu paket informasi, atau skema yang terdiri dari
konstruksi mental gagasan yang dimiliki peserta didik. Teori ini lebih
menunjukkan bahwa pengetahuan yang tersusun dalam suatu skema akan
terletak dalam ingatan peserta didik, dan dalam proses belajar skema yang
ada dapat bertambah menjadi lebih luas dan terus berkembang.
2.1.2 Teori belajar Behavioristik landasan Pengembangan Bahan Ajar
Menurut Skiner bahwa hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi
melalui interaksi dalam lingkungannya. Pada dasarnya stimulus-stimulus
yang diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi, dan interaksi
antara stimulus-stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang
akan diberikan (Budiningsih, 2004: 24). Selain itu, hukum akibat (law of
effect) dari Thorndike menyatakan bahwa kuat lemahnya hubungan
stimulus dan respons tergantung pada akibat yang ditimbulkannya. Jika
27
respons yang diberikan seseorang mendatangkan kesenangan, maka
respons tesebut akan dipertahankan atau diulang; sebaliknya, jika respons
yang diberikan mendatangkan atau diikuti oleh akibat yang tidak
mengenakkan, maka respons tesebut akan dihentikan dan tidak akan
diulang lagi. Implikasi dari hukum ini adalah agar siswa memberikan
respons yang baik selama pembelajaran, maka harus di upayakan agar
pembelajaran dibuat menyenangkan untuk siswa dan memberikan hadiah
atau pujian (Hergenhahn, 2010). Bahan ajar berbasis kontekstual
merupakan stimulus bagi peserta didik untuk memberikan respon yang
diharapkan yaitu tercapainya tujuan pembelajaran dan berdampak pada
meningkatnya kemampuan berpikir kritis siswa.
2.2 Kontekstual
Definisi teori pembelajaran kontekstual menurut CORD (1999: 1) adalah
sebagai berikut:
Contextual learning occurs only when students (learners) process new
information or knowledge in such a way that it makes sense to them in their
own frames of reference (their own inner worlds of memory experience, and
response). This approach to learning and teaching assumes that the mind
naturally seeks meaning in context—that is, in relation to the person’s
current environment—and that it does so by searching for relationships that
make sense and appear useful.
Maksud dari uraian di atas adalah pembelajaran kontekstual terjadi apabila
siswa mampu memproses informasi atau pengetahuan baru yang
didapatkannya kemudian mengaitkan dan menemukan hubungan yang
membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna. Berns & Erickson (2001: 2)
mendefinisikan pembelajaran kontekstual sebagai berikut:
28
Contextual teaching and learning is a conception of teaching and learning
that helps teacher relate subject matter content to real world situation, and
motivates students to make conections between knowledge and its
applications to their live as family members, citizens, and workers and
engage in the hard work that learning requires.
Uraian di atas menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan
konsep belajar yang dapat membantu guru menghubungkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi kehidupan sehari-hari dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya
dikehidupan sehari-hari mereka. Sedangkan Johnson (2012: 19)
mendefinisikan pembelajaran kontekstual sebagai
― ...an educational process that aims to help students
see meaning in the academic material they are studying by connecting
academic subjects with the context of their daily lives, that is, with context
of their personal, social, and cultural circumstance.
Maksud dari kutipan tersebut adalah pembelajaran kontekstual adalah proses
pendidikan yang bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna dari
materi yang telah dipelajari dengan konteks keseharian mereka. Jadi,
pembelajaran kontekstual adalah suatu pembelajaran yang dapat membantu
guru dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari suatu konsep
tertentu dengan mengaitkan setiap materi pembelajaran dengan lingkungan
dan kehidupan sehari-hari siswa sehingga mereka dapat menghubungkan
antara pengetahuan yang mereka miliki dengan penerapannya dalam
keseharian mereka.
Johnson (2012: 65-66) mengatakan bahwa untuk mencapai tujuan
pembelajaran kontekstual, sistem pembelajaran haruslah sesuai dengan
delapan komponen yaitu “making a meaningful conection, doing significant
29
work, self-regulated learning, collaborating, critical and creative thinking,
nurturing the individual, reaching high standards, using authentic
assessments”. Hal tersebut sesuai dengan pendapat (Nasrun, 2014) bahwa
Pembelajaran kontekstual berfokus pada bagaimana siswa memahami makna
dari apa yang mereka pelajari, apa itu, apa statusnya, bagaimana itu diperoleh,
dan bagaimana siswa menunjukkan apa yang telah mereka pelajari, sehingga
dapat mengembangkan tingkat kognitif dan melatih siswa untuk berpikir kritis
dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami masalah, dan memecahkan
masalah.
Menurut Wina Sanjaya (2006: 254) terdapat lima karakteristik penting dalam
proses pembelajaran yang menggunakan kontekstual diantaranya :
a. Mengaktifan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik (activing
knowledge).
b. Memperoleh pengetahuan baru (acquiring knowledge)
c. Memahami pengetahuan (understanding knowledge)
d. Menerapkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge)
e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan tersebut.
Pembelajaran kontekstual mempunyai 7 prinsip utama dalam pembelajaran
yaitu konstruktivisme (constructivism), penemuan (inquiry), bertanya
(questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan
(modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (authentic
30
assessment) (Rusman, 2012: 193-199). Dari ketujuh prinsip utama
kontekstual tersebut, secara singkat akan diuraikan sebagai berikut.
a. Konstruktivisme (constructivism)
Komponen ini merupakan landasan berpikir pembelajaran kontekstual.
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan
baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Dalam
konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi
dikontruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu
pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi
bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk mengintepretasi objek
tersebut. Pembelajaran kontekstual pada dasarnya mendorong agar siswa
bisa mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan
pengalaman. Batasan konstruktivisme memberikan penekanan bahwa
konsep bukanlah tidak penting sebagai bagian integral dari pengalaman
belajar yang harus dimiliki siswa, akan tetapi bagaimana dari setiap
konsep atau pengetahuan yang dimiliki siswa itu dapat memberikan
pedoman nyata terhadap siswa untuk diaktualisasikan dalam kondisi nyata.
b. Penemuan (inquiry)
Komponen menemukan merupakan kegiatan inti dari pembelajaran
kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa
diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari
menemukan sendiri. Oleh karena itu, guru diharapkan dapat merancang
kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan.
c. Bertanya (questioning)
31
Bertanya merupakan karakteristik utama dari pembelajaran kontekstual.
Pengetahuan seorang siswa selalu dimulai dengan bertanya. Bertanya
dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,
membimbing, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berpikir
siswa, mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, mengecek
pemahaman siswa, membangkitkan respon siswa, memfokuskan perhatian
siswa, membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, dan
menyegarkan kembali pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
d. Masyarakat belajar (learning community)
Maksud dari komponen ini adalah membiasakan siswa untuk melakukan
kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman belajarnya.
Penerapan learning community dalam kelas dapat dilakukan dengan cara
membentuk kelompok dengan anggota yang heterogen dalam segala hal.
Sehingga setiap anggota kelompok dapat berbagi pengalaman masing-
masing (sharing) dalam belajar. Dalam kegiatan ini setiap siswa
dibiasakan untuk saling memberi dan menerima, atau dengan kata lain
mereka akan memiliki sifat keterganantungan positif satu sama lain. Selain
itu, learning community bisa tercipta apabila ada proses komunikasi dua
arah.
e. Pemodelan (modeling)
Komponen ini menyarankan bahwa pembelajaran pengetahuan dan
keterampilan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru. Pemodelan
dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau
aktivitas belajar. Dengan kata lain, model tersebut dapat berupa contoh
32
cara mengerjakan sesuatu, cara melukis bangun-bangun geometri, dan lain
sebagainya. Pada prinsipnya, dalam sebuah pembelajaran selalu ada model
yang dapat ditiru. Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, akan
tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki
kemampuan.
f. Refleksi (reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir
kebelakang tentang apa yang sudah kita lakukan. Refleksi merupakan
respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima.
Refleksi adalah berpikir kembali tentang materi yang baru dipelajari,
merenungkan lagi aktivitas yang telah dilakukan atau mengevaluasi
kembali bagaimana belajar yang telah dilakukan. Pada akhir pembelajaran,
guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Pada saat
refleksi, siswa diberikan kesempatan untuk mencerna, menimbang
membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi dengan dirinya
sendiri (learning to be).
g. Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)
Penilaian (assessment) adalah proses pengumpulan data yang dapat
memberikan gambaran tentang perkembangan belajar siswa. Gambaran
perkembangan siswa perlu diketahui oleh guru agar dapat memastikan
bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar. Penilaian bukan
hanya sekedar untuk mencari informasi tentang hasil belajar siswa tetapi
juga mengetahui begaimana prosesnya.
33
Selanjutnya, berdasarkan pada ketujuh prinsip utama dalam kontekstual di
atas, maka langkah-langkah pembelajaran kontekstual dapat dilakukan dengan
cara (Supinah, 2008, 28-29):
a. Menyampaikan tujuan, pokok-pokok materi pelajaran, dan melakukan
apersepsi.
b. Menyampaikan permasalahan yang berkaitan dengan materi yang akan
dipelajari.
c. Membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil dengan kemampuan
yang merata.
d. Siswa bekerja dalam kelompok untuk mendiskusikan permasalahan dan
materi yang sedang dipelajari dan masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil diskusi mereka.
e. Mengadakan refleksi terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang
baru diterima.
f. Memberikan penguatan, tes, ataupun kesimpulan.
Sedangkan menurut CORD (1999: 22-30) strategi pembelajaran dalam
pembelajaran kontekstual dapat dilakukan dengan cara REACT yaitu relating,
experiencing, applying, cooperating, dan transferring.
a. Relating
Relating disini memiliki arti bahwa pembelajaran yang dilakukan haruslah
berdasarkan pada konteks pengalaman kehidupan sehari-hari siswa.
Kegiatan pembelajaran harus bisa menghadirkan situasi yang benar-benar
nyata dan dekat bagi siswa sehingga siswa dapat menggali konsep-konsep
34
baru ataupun mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam dari
konsep-konsep tersebut.
b. Experiencing
Dalam hal ini, terdapat tiga kegiatan penting yang harus dilakukan yaitu
exploration, discovery, dan invention di mana ketiga hal tersebut
merupakan jantung utama dalam pembelajaran kontekstual. Tujuan dalam
experiencing ini adalah untuk memungkinkan siswa secara aktif dapat
mengalami sendiri kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kehidupan
nyata dalam pelajaran yang dipelajarinya.
c. Applying
Pada tahap ini siswa tidak hanya mempelajari suatu konsep tertentu saja,
melainkan siswa juga dituntut untuk bisa menerapkan konsep-konep yang
telah dipelajarinya ke dalam konteks pemanfaatannya dalam kehidupan
nyata. Sehingga apa yang telah dipelajarinya bisa bermanfaat bagi
kehidupan mereka saat ini ataupun dimasa mendatang.
d. Cooperating
Cooperating atau bekerja sama adalah belajar dalam konteks berbagi,
merespon, dan berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Pembelajaran
secara kooperatif dapat berupa diskusi kelompok untuk memecahkan suatu
permasalahan ataupun mengembangkan kemampuan berkolaborasi dengan
teman. Selain itu, pembelajaran kooperatif memiliki efek positif pada
prestasi siswa, hubungan interpersonal, dan keterampilan komunikasi.
e. Transferring
35
Transferring pengetahuan dilakukan berdasarkan pada pengetahuan yang
sudah ada atau yang baru diperoleh siswa dalam konteks atau situasi baru.
Transferring bisa diwujudkan dalam bentuk pemecahan masalah dalam
konteks dan situasi baru tetapi masih terkait dengan materi yang dibahas.
Dari penjelasan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa kontekstual harus
mengaitkan materi dengan kehidupan nyata peserta didik. Peserta didik harus
secara aktif mengalami kegiatan nyata yang dihubungkan dengan
pembelajaran secara bekerja sama sehingga pada akhirnya dapat memecahkan
masalah tentang materi yang dipelajarinya. Pada pembelajaran dengan
kontekstual, guru tidak serta merta memberikan solusi dari setiap masalah.
Akan tetapi siswa diberikan peluang untuk menyelesaikan permasalahan yang
ada dengan bimbingan guru, yaitu dengan guru memancing dengan
pertanyaan-pertanyaan sehingga siswa akan menemukan penyelesaian
permasalahan yang ada (Susanti, 2015).
Pada 7 komponen kontekstual terdapat komponen konstruktivis yaitu
membangun pengetahuan dengan disajikannya artikel/ cerita nyata yang
terjadi di lingkungan sekitar. Dengan cara tersebut peserta didik akan mampu
menginterpretasi dan mengenali masalah yang terjadi. Selanjutnya akan
dilakukan inquiry atau penyelidikan sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan. Dalam hal ini peserta didik dilatih menngklasifikasi data
berdasarkan hasil penyelidikan. Bertanya dan modelling atau pemberian
contoh akan membantu peserta didik dalam menganalisis data yang diperoleh
36
kemudian mengevaluasinya sehingga mampu memecahkan masalah sesuai
bukti/ data. Refleksi dilakukan untuk membantu peserta didik membuat
kesimpulan atau inferensi yang pada saat presentasi di depan kelas, peserta
didik mampu memberikan penjelasan dengan argumen yang meyakinkan.
2.3 Berpikir Kritis
John Dewey mengemukakan berpikir kritis adalah pertimbangan yang aktif,
terus menerus dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan
yang diterima begitu saja dengan menyertakan alasan- alasan yang
mendukung dan kesimpulan- kesimpulan yang rasional (Sihotang, 2012: 3).
Irawan (2014) menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis adalah suatu
kemampuan yang dimiliki seseorang dalam menyelesaikan suatu persoalan
secara efektif dengan argument yang dapat membantu seseorang untuk
menganalisis, mengevaluasi, serta mengambil keputusan tentang apa yang
diyakini atau dilakukan. Hal senada diungkapkan Facione para ahli sepakat
dalam memaknai berpikir kritis dan ide pemikiran kritis. Mereka memahami
berpikir kritis sebagai dorongan pengaturan diri melalui interpretasi, analisis,
evaluasi, inferensi seperti menjelaskan berdasarkan bukti, konsep,
metodologis, kriteria, atau pertimbangan konteksual (Zaini, 2018).
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis
menggambarkan suatu proses berpikir yang aktif, atau tidak hanya pasif
menerima begitu saja gagasan-gagasan orang lain. Berpikir kritis
menunjukkan adanya bukti untuk meyakini sesuatu sehingga keterampilan
37
berpikir kritis harus dimiliki oleh peserta didik agar dapat memecahkan
semua masalah.
Berikut adalah analisa pemikiran yang membahas elemen-elemen dalam
berpikir menurut Richard Paul.
“ Whenever we think, we think for a purpose within a point of view based on
assumptions leading to implications and consequences. We use concepts,
ideas and theories to interpret data, facts, and experiences in order to answer
questions, solve problems, and resolve issues”.
Gambar 1. Elemen dasar dalam proses berpikir
Thinking, then:
generates purposes (menghasilkan tujuan)
raises questions (menimbulkan pertanyaan)
uses information (menggunakan informasi)
utilizes concepts (menggunakan konsep)
makes inferences (membuat kesimpulan)
makes assumptions (membuat asumsi)
generates implications (menghasilkan implikasi)
embodies a point of view (mengandung sudut pandang)
38
Berdasarkan pendapat Paul di atas, Setiap kali seseorang berpikir, yang
terjadi seseorang tersebut berpikir untuk suatu tujuan dalam sudut pandang
berdasarkan pada asumsi-asumsi yang mengarah ke implikasi dan
konsekuensi. Kemudian menggunakan konsep, ide-ide dan teori-teori
untuk menginterpretasikan data, fakta, dan pengalaman untuk menjawab
pertanyaan, menyelesaikan masalah, dan menyelesaikan isu. Selanjutnya
setelah berpikir, maka membuat/menghasilkan tujuan, menimbulkan
pertanyaan, menggunakan informasi, menggunakan konsep, membuat
inferensi/kesimpulan, membuat asumsi, menghasilkan implikasi, dan
berdasarkan sudut pandang.
Sihotang, 2012: 7 dalam bukunya mengusulkan langkah- langkah yang
dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, yaitu:
1. Mengenali masalah yaitu mengidentifikasi masalah terlebih dahulu
sebelum menarik kesimpulan.
2. Menemukan cara –cara yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah tersebut.
3. Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan untuk
penyelesaian masalah.
4. Mengenal asumsi- asumsi dan nilai- nilai yang tidak dinyatakan, yaitu
mengetahui maksud atau gagasan di balik sesuatu.
5. Menggunakan bahasa yang tepat, jelas dan khas dalam membicarakan
suatu persoalan.
6. Mengevaluasi data dan menilai fakta serta pernyataan- pernyataan.
39
7. Mencermati adanya hubungan logis antara masalah- masalah dengan
jawaban- jawaban yang diberikan.
8. Menarik kesimpulan- kesimpulan atau pendapat tentang isu atau
persoalan yang sedang dibicarakan.
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disederhanakan bahwa untuk
mengukur kemampuan berpikir kritis dapat berupa interpretasi, analisis,
evaluasi, kesimpulan, dan penjelasan, sebagaimana didefinisikan oleh
Facione dalam The Delhi Report (1990) .
Tabel 2.1 Indikator kemampuan berpikir kritis
No. Indikator Sub indikator
1 Interpretasi :
Mengenali, mengklasifikasi, dan
menjelaskan data
1. Menanyakan
pertanyaan yang
relevan /
menyelidiki ide-ide
2. Memvalidasi data
3. Mengenal persoalan
dan masalah
2 Analisis :
Identifikasi maksud dan inferensi
hubungan antar data
1. Menafsirkan bukti
2. Mempertimbangkan
anggapan / asumsi
3. Mengidentifikasi
informasi yang
salah
3 Evaluasi :
Memutuskan kredibilitas informasi
1. Mendeteksi bias
2. Mempertimbangkan
hukum/ standar etik
3. Menggunakan
refleksi kecurigaan
4. Menguji alternatif
5. Memutuskan sesuai
dengan bukti
4 Inferensi :
Mengambil kesimpulan yang wajar dari
bukti-bukti
1. Memprediksi
konsekuensi
2. Melakukan
penalaran deduktif /
induktif
40
3. Mendukung
kesimpulan dengan
bukti
4. Menetapkan
prioritas
5. Rencana
6. Memodifikasi /
intervensi individual
7. Melakukan
penelitian dalam
praktek
5 Penjelasan :
Menyamakan hasil kegiatan penalaran
berdasarkan argumen yang meyakinkan
1. Memutuskan hasil
2. Merevisi rencana
3. Mengidentifikasi
persepsi orang lain
Selanjutnya, Gunawan (2004) menjelaskan bahwa keahlian berpikir
tingkat tinggi (High Order Thingking) meliputi aspek berpikir kritis,
berpikir kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah. Berpikir kritis
adalah kemampuan untuk berpikir pada level yang kompleks dan
menggunakan proses analisis dan evaluasi. Berpikir kritis melibatkan
keahlian berpikir induktif seperti mengenali hubungan, menganalisis
masalah yang bersifat terbuka (dengan banyak kemungkinan
penyelesaian), menentukan sebab dan akibat, membuat kesimpulan dan
memperhitungkan data yang relevan. Keahlian berpikir kritis lainnya
adalah kemampuan mendeteksi bias, melakukan evaluasi, membandingkan
dan mempertentangkan, serta kemampuan untuk membedakan antara fakta
dan opini.
Dari pendapat diatas, peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir
kritis memiliki 5 (lima) indikator pencapaian yaitu: interpretasi, analisis,
41
evaluasi, inferensi dan penjelasan. sehingga apabila peserta didik mampu
melakukan ke lima indikator tersebut maka dapat dikatakan peserta didik
telah memiliki kemampuan berpikir kritis.
2.4 Bahan Ajar
Bahan- bahan pengajaran menurut Smaldino (2011: 7) merupakan benda-
benda spesifik yang digunakan dalam sebuah pelajaran yang mempengaruhi
kegiatan belajar siswa. Bahan pelajaran merupakan bahan minimal yang
harus dikuasai oleh siswa untuk dapat mencapai kompetensi dasar yang telah
dirumuskan. Oleh sebab itu, bahan pelajaran terlebih dahulu harus dapat
menarik perhatian siswa untuk membacanya. Seperti yang diungkapkan oleh
Dr. Suharsimi Arikunto bahwa minat siswa akan bangkit bila suatu bahan
diajarkan sesuai dengan kebutuhan siswa. Maslow berkeyakinan bahwa minat
seseorang akan muncul bila sesuatu itu terkait dengan kebutuhannya
(Djamarah, 2006:44).
Bahan ajar dapat didefinisikan sebagai uraian dari seperangkat materi yang
disusun secara sistematik baik tertulis maupun tidak tertulis sehingga tercipta
lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar
(Kurniawati, 2015: 370). Hal senada juga diungkapkan dalam Depdiknas,
2008 bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk
membantu guru/instructor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.
42
Sudirman juga mengungkapkan bahwa bahan adalah salah satu sumber
belajar bagi siswa. Bahan yang disebut sebagai sumber belajar (pengajaran)
ini adalah sesuatu yang membawa pesan untuk tujuan pengajaran (Djamarah,
2006: 43). Sedangkan menurut Rusman (2010: 17) subject content adalah
materi atau isi pokok bahasan, bersifat spesifik dan erat hubungannya dengan
tujuan (learning objectives) yang telah diterapkan. Jadi, bila kepada siswa
diajarkan fakta dan konsep, tentu tidak hanya berhenti sampai prinsip, tetapi
harus diadakan pula penerapan prinsip tersebut.
Bahan ajar dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk. Berdasarkan teknologi
yang digunakan, bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat kategori
seperti yang ditulis oleh Prastowo (2013), yaitu bahan cetak (printed) seperti
antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet,
wallchart, foto/gambar, model/maket. Bahan ajar dengar (audio) seperti
kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio. Bahan ajar pandang
dengar (audio visual) seperti video compact disk, film. Bahan ajar
multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI (Computer
Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajaran interaktif,
dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials) (Ahmadi, 2010).
Sebuah bahan ajar cetak paling tidak mencakup antara lain: Judul, Petunjuk
belajar (Petunjuk siswa/guru), Kompetensi yang akan dicapai, Informasi
pendukung, Latihan-latihan, Petunjuk kerja dapat berupa Lembar Kerja (LK)
dan Evaluasi. Tetapi dalam penyusunan bahan ajar terdapat perbedaan dalam
43
strukturnya antara bahan ajar yang satu dengan bahan ajar yang lain. Guna
mengetahui perbedaan-perbedaan yang dimaksud dapat dilihat pada matriks
berikut ini:
Tabel 2.2. Struktur bahan ajar
N
o.
Komponen Ht Bu Ml LKS Br
o
L
f
Wch F/
Gb
Mo
/M
1. Judul
2. Petunjuk
belajar
- - - - - -
3. KD/MP - ** ** **
4. Informasi
pendukung
** ** **
5. Latihan - - - - - - -
6. Tugas/
Langkah kerja
- - - - ** **
7. Penilaian - ** ** **
Ket: Ht: handout, Bu: Buku, Ml: Modul, LKS: Lembar Kegiatan Siswa, Bro:
Brosur, Lf: Leaflet, Wch: Wallchart, F/Gb: Foto/Gambar, Mo/M:
Model/Maket (Depdiknas, 2008)
Jika bahan ajar cetak tersusun secara baik maka bahan ajar akan
mendatangkan beberapa keuntungan seperti yang dikemukakan oleh
Ballstaedt (dalam Depdiknas, 2008) yaitu:
1. Bahan tertulis biasanya menampilkan daftar isi, sehingga memudahkan
bagi seorang guru untuk menunjukkan kepada siswa bagian mana yang
sedang dipelajari.
2. Biaya untuk pengadaannya relatif sedikit
3. Bahan tertulis cepat digunakan dan dapat dipindah-pindah secara mudah
4. Susunannya menawarkan kemudahan secara luas dan kreativitas bagi
individu
5. Bahan tertulis relatif ringan dan dapat dibaca di mana saja
6. Bahan ajar yang baik akan dapat memotivasi pembaca untuk melakukan
44
aktivitas, seperti menandai, mencatat, membuat sketsa
7. Bahan tertulis dapat dinikmati sebagai sebuah dokumen yang bernilai
besar
8. Pembaca dapat mengatur tempo secara mandiri.
Bahan ajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bahan ajar Modul.
Modul adalah seperangkat bahan ajar yang disajikan secara sistematis
sehingga penggunanya dapat belajar dengan atau tanpa seorang
fasilitator/guru. Dengan demikian maka sebuah modul harus dapat dijadikan
sebuah bahan ajar sebagai pengganti fungsi guru. Kalau guru memiliki fungsi
menjelaskan sesuatu maka modul harus mampu menjelaskan sesuatu dengan
bahasa yang mudah diterima peserta didik sesuai dengan tingkat pengetahuan
dan usianya. Modul berpotensi dapat melatihkan kemampuan berpikir kritis
karena pelatihan-pelatihan berpikir kritis dapat dilakukan siswa secara
mandiri, fleksibel dan berulang-ulang (Setya, 2018). Oleh karena itu perlu
diperhatikan aturan dalam penyusunan modul sebagai berikut:
Penulisan bahan ajar modul
Dalam menulis bahan ajar khususnya modul terdapat beberapa tahapan
yang harus dilalui, yaitu:
- Analisis SK dan KD
Analisis dimaksudkan untuk menentukan materi-materi mana yang
memerlukan bahan ajar. Dalam menentukan materi dianalisis
dengan cara melihat inti dari materi yang akan diajarkan, kemudian
kompetesi yang harus dimiliki oleh siswa dan hasil belajar kritis
45
yang harus dimiliki oleh siswa (critical learning outcomes) itu
seperti apa.
- Menentukan judul-judul modul
Judul modul ditentukan atas dasar KD-KD atau materi
pembelajaran yang terdapat dalam silabus. Satu kompetensi dapat
dijadikan sebagai judul modul apabila kompetensi itu tidak terlalu
besar, sedangkan besarnya kompetensi dapat dideteksi antara lain
dengan cara apabila diuraikan ke dalam materi pokok mendapatkan
maksimal 4 MP, maka kompetensi itu telah dapat dijadikan sebagai
satu judul modul. Namun apabila diuraikan menjadi lebih dari 4
MP, maka perlu dipikirkan kembali apakah perlu dipecah misalnya
menjadi 2 judul modul.
- Pemberian kode modul
Kode modul sangat diperlukan guna memudahkan dalam
pengelolaan modul. Biasanya kode modul merupakan angka-angka
yang diberi makna, misalnya digit pertama, angka satu (1) berarti
IPA, (2) : IPS. (3) : Bahasa. Kemudian digit kedua merupakan
klasifikasi/kelompok utama kajian atau aktivitas atau spesialisasi
pada jurusan yang bersangkutan. Misalnya jurusan IPA, nomor 1
digit kedua berarti Fisika, 2 Kimia, 3 Biologi dan seterusnya.
- Penulisan Modul
Penulisan modul dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
46
* Perumusan KD yang harus dikuasai
Rumusan KD pada suatu modul merupakan spesifikasi kualitas
yang seharusnya telah dimiliki oleh siswa setelah ia berhasil
menyelesaikan modul tersebut. KD yang tercantum dalam
modul diambil dari pedoman khusus kurikulum 2004. Apabila
siswa tidak berhasil memiliki tingkah laku sebagai yang
dirumuskan dalam KD itu, maka KD pembelajaran dalam
modul itu harus dirumuskan kembali. Dalam hal ini barangkali
bahan ajar yang gagal, bukan siswa yang gagal. Kembali pada
terminal behaviour, jika terminal behaviour diidentifikasi
secara tepat, maka apa yang harus dikerjakan untuk
mencapainya dapat ditentukan secara tepat pula.
* Menentukan alat evaluasi/penilaian
Criterion items adalah sejumlah pertanyaan atau tes yang
digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
menguasai suatu KD dalam bentuk tingkah laku. Karena
pembelajarannya yang digunakan adalah kompetensi, dimana
sistem evaluasinya didasarkan pada penguasaan kompetensi,
maka alat evaluasi yang cocok adalah menggunakan Panilaian
Acuan Patokan (PAP) atau Criterion Referenced Assesment.
Evaluasi dapat segera disusun setelah ditentukan KD yang
akan dicapai sebelum menyusun materi dan lembar
kerja/tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Hal ini
47
dimaksudkan agar evaluasi yang dikerjakan benar-benar sesuai
dengan apa yang dikerjakan oleh siswa.
* Penyusunan Materi
Materi atau isi modul sangat tergantung pada KD yang akan
dicapai. Materi modul akan sangat baik jika menggunakan
referensi–referensi mutakhir yang memiliki relevansi dari
berbagai sumber misalnya buku, internet, majalah, jurnal hasil
penelitian. Materi modul tidak harus ditulis seluruhnya, dapat
saja dalam modul itu ditunjukkan referensi yang digunakan
agar siswa membaca lebih jauh tentang materi itu. Tugas-tugas
harus ditulis secara jelas guna mengurangi pertanyaan dari
siswa tentang hal-hal yang seharusnya siswa dapat
melakukannya. Misalnya tentang tugas diskusi. Judul diskusi
diberikan secara jelas dan didiskusikan dengan siapa, berapa
orang dalam kelompok diskusi dan berapa lama.
Kalimat yang disajikan tidak terlalu panjang. Bagi siswa SMA
upayakan untuk membuat kalimat yang tidak terlalu panjang,
maksimal 25 kata per-kalimat dan dalam satu paragraf 3–7
kalimat. Gambar-gambar yang sifatnya mendukung isi materi
sangat diperlukan, karena di samping memperjelas penjelasan
juga dapat menambah daya tarik bagi siswa untuk
mempelajarinya.
48
* Urutan pembelajaran
Urutan pembelajaran dapat diberikan dalam petunjuk
menggunakan modul. Misalnya dibuat petunjuk bagi guru
yang akan mengajarkan materi tersebut dan petunjuk bagi
siswa. Petunjuk siswa diarahkan kepada hal-hal yang harus
dikerjakan dan yang tidak boleh dikerjakan oleh siswa,
sehingga siswa tidak perlu banyak bertanya, guru juga tidak
perlu terlalu banyak menjelaskan atau dengan kata lain guru
berfungsi sebagai fasilitator.
* Struktur bahan ajar/modul
Struktur modul dapat bervariasi, tergantung pada karakter
materi yang akan disajikan, ketersediaan sumberdaya dan
kegiatan belajar yang akan dilakukan. Secara umum modul
harus memuat paling tidak:
- Judul
- Petunjuk belajar (Petunjuk siswa/guru)
- Kompetensi yang akan dicapai
- Informasi pendukung
- Latihan-latihan
- Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK)
- Evaluasi/Penilaian
Adapun Depdiknas (2008) menyatakan karakter modul diantaranya self
instruction, self contained, stand alone, adaptive, dan user friendly.
49
1. Self Instructional; yaitu melalui modul tersebut seseorang atau peserta
belajar mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak
lain.
2. Self Contained; yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit
kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu
modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan
kesempatan pembelajar mempelajari materi pembelajaran yang tuntas,
karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus
dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu unit kompetensi
harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan
kompetensi yang harus dikuasai.
3. Stand Alone (berdiri sendiri): yaitu modul yang dikembangkan tidak
tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama
dengan media pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul,
pebelajar tidak tergantung dan harus menggunakan media yang lain
untuk mempe- lajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut.
4. Adaptive; modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap
perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat
menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
fleksibel digunakan.
5. User Friendly; modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya. Setiap
instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan
bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam
merespon, mengakses sesuai dengan keinginan.
50
Sebuah modul akan bermakna kalau peserta didik dapat dengan mudah
menggunakannya. Pembelajaran dengan modul memungkinkan seorang
peserta didik yang memiliki kecepatan tinggi dalam belajar akan lebih cepat
menyelesaikan satu atau lebih KD dibandingkan dengan peserta didik
lainnya. Dengan demikian maka modul harus menggambarkan KD yang
akan dicapai oleh peserta didik, disajikan dengan menggunakan bahasa yang
baik, menarik, dilengkapi dengan informasi ilmiah.
2.4.1 Model dan Prosedur Pengembangan Bahan Ajar
Model dan prosedur pengembangan bahan ajar yang digunakan dalam
penelitian ini diadaptasi dari model desain pengembangan yang
dikembangkan oleh Thiagarajan yaitu model 4D (four D). Model desain
pengembangan ini terdiri dari empat langkah yaitu define (pendefinisian),
design (perancangan), develop (pengembangan), dan disseminate
(penyebarluasan) (Thiagarajan, 1974: 5-9).
a. Define (Pendefinisian)
Dalam tahap pendefinisian secara umum yang dilakukan adalah
analisis kebutuhan dan mendefinisikan syarat-syarat pengembangan
produk yang sesuai kebutuhan pengguna. Menurut Thiagajaran
terdapat lima kegiatan yang harus dilakukan pada tahap define ini,
yaitu:
i. Front-end analysis (analisis ujung depan)
Yang dilakukan pada tahapan ini adalah melakukan diagnosis awal
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran.
51
ii. Learner analysis (analisis peserta didik)
Dalam tahap ini yang ada yang dilakukan adalah mempelajari
karakteristik peserta didik yang meliputi kemampuan belajar, motivasi
belajar, latar belakang pengalaman siswa, dll.
iii. Task analysis (analisis tugas)
Dalam tahap ini dilakukan analisis tugas-tugas yang harus dikuasai
oleh peserta didik agar dapat mencapai kompetensi minimal.
iv. Concept analysis (analisis konsep)
Yang dilakukan dalam tahap ini adalah menganalisis konsep yang
akan diajarkan, menyusun langkah-langkah yang dilakukan secara
rasional.
v. Specifying instructional objects (analisis tujuan pembelajaran)
Menuliskan tujuan pembelajaran, perubahan perilaku yang
diharapkan setelah belajar dengan menggunakan kata kerja
operasional. Sedangkan dalam konteks pengembangan bahan ajar
tahap pendefinisian dilakukan dengan 4 tahapan yaitu analisis
kurikulum, analisis katekteristik peserta didik, analisis materi, dan
merumuskan tujuan (Mulyaningsih, 2011: 180-181).
b. Design (Perancangan)
Dalam tahap design ini terdiri dari empat kegiatan yaitu 1)
constructing criterion-reerenced test (menyusun tes kriteria sebagai
alat evaluasi setelah implementasi kegiatan); 2) media selection
(memilih media pembelajaran yang sesuai dengan materi dan
karakteristik peserta didik); 3) format selection (pemilihan bentuk
52
penyajian pembelajaran yang disesuaikan dengan media pembelajaran
yang digunakan); 4) initial design (menstimulasi penyajian materi
dengan media dan langkah-langkah yang digunakan). Dalam tahap ini
juga peneliti sudah harus membuat prototype atau rancangan awal
produk yang sesuai dengan hasil analisis kurikulum dan analisis materi
yang selanjutnya akan di validasi dan diperbaiki sesuai dengan saran
validator.
c. Develop (Pengembangan)
Tahap develop terdiri dari 2 kegiatan yaitu expert appraisal dan
developmental testing. Dalam kegiatan expert appraisal dilakukan
teknik validasi atau penilaian kelayakan rancangan produk oleh ahli
dalam bidangnya dan setelah itu saran-saran dari para ahli digunakan
untuk memperbaiki produk yang dikembangkan. Sedangkan dalam
tahap developmental testing dilakukan uji coba terhadap rancangan
produk pada sasaran subjek sesungguhnya sehinggga didapatkan data
respon, reaksi atau komentar dari sasaran penggunaan model yang akan
digunakan untuk memperbaiki produk.
d. Disseminate (Penyebarluasan)
Dalam tahap disseminate terdiri dari tiga kegiatan yaitu validation
testing, packaging, dan diffusion and adoption. Pada tahap validation
testing produk yang telah direvisi diimplementasikan pada sasaran
yang sesungguhnya. Tahap terakhir adalah packaging (pengemasan)
dan diffusion and adoption. Tahap ini dilakukan dengan tujuan agar
53
produk yang dikembangkan dapat digunakan oleh orang lain secara
lebih luas.
2.5. Karakteristik Pembelajaran Biologi
Hakikat Biologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata,
yaitu Bios yang berarti hidup dan Logos yang berarti ilmu. Biologi sebagai
salah satu bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk
memahami konsep dan proses sains. Keterampilan proses ini meliputi
keterampilan mengamati, mengajukan hipotesis, menggunakan alat dan
bahan secara baik dan benar dengan selalu mempertimbangkan keamanan
dan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan, menggolongkan dan
menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil temuan secara lisan
atau tertulis, menggali dan memilah informasi faktual yang relevan untuk
menguji gagasan-gagasan atau memecahkan masalah sehari-hari.
Mata pelajaran Biologi dikembangkan melalui keterampilan berpikir
analitis, induktif, dan deduktif untuk menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan peristiwa alam sekitar. Penyelesaian masalah yang
bersifat kualitatif dan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan
pemahaman dalam bidang matematika, fisika, IPA dan pengetahuan
pendukung lainnya. Ada tiga objek dalam Ruang Lingkup Biologi yaitu:
Objek Biologi, Permasalahan Biologi dan Manfaat Biologi bagi
Kehidupan Manusia.
54
1. Objek Biologi
Biologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios yang berarti hidup dan
logos yang berarti ilmu pengetahuan. Dengan demikian, biologi diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari tentang hidup dan kehidupan. Objek dari
biologi adalah semua makhluk hidup, mulai dari tingkat atom, molekul,
sel, jaringan, organ, individu, populasi, ekosistem, sampai bioma. Pada
tingkat molekul, biologi mempelajari berbagai macam struktur dan ciri
molekul yang berperan dalam reaksi penyusunan dan pembongkaran.
Molekul-molekul tersebut saling berhubungan dalam membentuk sel. Sel
bergabung menyusun jaringan dan beberapa jaringan menyusun organ.
Sistem organ bergabung menyusun tubuh makhluk hidup (individu).
Setiap individu saling berhubungan membentuk sekumpulan individu
sejenis yang disebut populasi. Sekumpulan populasi yang saling
berhubungan satu dengan yang lain akan membentuk komunitas.
Komunitas dengan lingkungan abiotik menyusun ekosistem. Gabungan
berbagai ekosistem akan membentuk bioma. Hubungan antarbioma di
permukaan bumi akan membentuk biosfer. Menurut Biological Science
Curriculum Study (BSCS), biologi memiliki objek berupa kingdom
(kerajaan), yaitu Animalia (hewan), Plantae (tumbuhan), dan Protista
(makhluk hidup mirip hewan atau mirip tumbuhan). Seiring dengan
perkembangan ilmu dan teknologi, objek biologi yang semula hanya
dibagi menjadi 3 kingdom berkembang menjadi 5 kingdom, yaitu
Animalia, Plantae, Fungi, Protista, dan Monera. Bahkan saat ini, makhluk
hidup dikelompokkan menjadi 6 kingdom, yaitu Animalia, Plantae, Fungi,
55
Protista, Archaebacteria, dan Eubacteria.
2. Permasalahan Biologi
Sedangkan permasalahan biologi dipelajari pada tiap tingkatan
organisasi kehidupan yaitu. tingkat molekul, tingkat sel, tingkat
jaringan, tingkat organ, tingkat individu atau makhluk hidup, tingkat
populasi, tingkat komunitas, tingkat ekosistem, dan tingkat biosfer.
3. Manfaat Biologi bagi Kehidupan Manusia
Manfaat Biologi bagi kehidupan manusia antaralain dalam bidang
bioteknologi. Bioteknologi di bidang ilmu kedokteran, misalnya,
ditemukannya berbagai penyakit dan cara menyembuhkannya.
Solusinya adalah dengan bayi tabung. Biologi selalu bekerja sama
dengan ilmu-ilmu lain untuk mengatasi segala permasalahan manusia.
Dengan kemajuan bioteknologi di bidang pertanian, permasalahan yang
sering muncul seperti gagal panen, akan berkurang. Dengan penerapan
ilmu cabang biologi yang mempelajari tentang pewarisan sifat
(genetika), diupayakan dengan penyilangan (bastar), diharapkan
keturunan yang dihasilkan benar-benar unggul. Pengetahuan biologi
menyadarkan kita tentang adanya berbagai makhluk ciptahan Tuhan
Yang Maha Esa yang tak ternilai harganya. Namun, dengan
pengetahuan biologi, sifat manusia yang serakah dapat mengganggu
kelestarian alam, misalnya, penebangan liar, penggunaan pestisida yang
berlebihan, dan penggunaan senjata biologi yang menyebabkan manusia
terkena penyakit yang mematikan.
56
Mata pelajaran Biologi bertujuan agar peserta didik memiliki
Keterampilan sebagai berikut:
1. Membentuk sikap positif terhadap biologi dengan menyadari
keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran
Tuhan Yang Maha Esa
2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis dan
dapat bekerjasama dengan orang lain
3. Mengembangkan pengalaman untuk dapat mengajukan dan
menguji hipotesis melalui percobaan, serta mengkomunikasikan
hasil percobaan secara lisan dan tertulis
4. Mengembangkan Keterampilan berpikir analitis, induktif, dan
deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip biologi
5. Mengembangkan penguasaan konsep dan prinsip biologi dan
saling keterkaitannya dengan IPA lainnya serta mengembangkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri
6. Menerapkan konsep dan prinsip biologi untuk menghasilkan karya
teknologi sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia
7. Meningkatkan kesadaran dan berperan serta dalam menjaga
kelestarian lingkungan.
2.6. Penelitian yang Relevan
Adapun penelitian – penelitian sebelumnya yang mendukung penelitian ini
disajikan dalam tabel berikut:
57
Tabel 2.3. Penelitian yang relevan
No Judul
Penelitian
Identitas
Peneliti
Isi Penelitian
1. BAHAN
AJAR
TEMATIK
KONTEKS-
TUAL
UNTUK
MENINGKA
TKAN
KEMAMPU
AN
BERPIKIR
KRITIS
SISWA DI
SEKOLAH
DASAR
Rizqi Nindhiani,
2016. Vol. 2,
Seminar
Nasional
Pengembangan
Profesionalisme
Pendidik untuk
Membangun
Karakter Anak
Bangsa.
pascasarjana
Universitas
Negeri Malang.
Artikel ini bertujuan untuk1) memaparkan
keefektifan dan keterterapan bahan ajar
tematik kontekstual,2) memaparkan bahan
ajar tematik kontekstual dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa di sekolah dasar. Untuk mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan,
guru dapat memanfaatkan berbagai sumber
belajar, metode, serta alat pendidikan
lainnya. kontekstual dalam bahan ajar
dapat mengaitkan materi yang diperoleh di
kelas dan menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari di lingkungan tempat tinggal.
Dengan pembelajaran kontekstual maka
pembelajaran dapat diupayakan sehingga
menarik dan pada akhirnya dapat
meningkatkan pemahaman konsep dan
penalaran siswa atau berpikir kritis. Dari
pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa pembelajaran dengan bahan ajar
tematik kontekstual dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa.
58
Kemampuan berpikir kritis siswa
ditingkatkan melalui lima elemen
kontekstual. Kelima elemen tersebut
diterapkan di dalam kelas sehingga tercipta
suasana pembelajaran yang mengaktifkan
siswa dan meningkatkan kemampuan
berpikir kritisnya. menurut Suhandini
(2003) ada lima elemen yang harus
diperhatikan dalam praktek pembelajaran
kontekstual yaitu; (1) Pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada (activating
knowledge), (2) Pemerolehan pengetahuan
baru (acquiring knowledge) dengan cara
mempelajari secara keseluruhan dulu, (3)
Pemahaman pengetahuan (understanding
knowledge), (4) melakukan sharing kepada
orang lain agar mendapat tanggapan
(validasi) dan atas dasar tanggapan itu (5)
konsep itu direvisi dan dikembangkan.
2. PENGEMBA
NGAN
BAHAN
AJAR IPA
UNTUK
MENINGKA
TK-AN
KEMAMPU
AN
BERPIKIR
KRITIS
SISWA SMP
Sri Wahyuni,
2015. Prosiding
Seminar
Nasional Fisika
dan Pendidikan
Fisika (SNFPF)
ke – 6. Vol. 6,
no. 1. ISSN:
2302 – 7827.
Bahan ajar dapat didefinisikan sebagai
uraian dari seperangkat materi yang
disusun secara sistematik baik tertulis
maupun tidak tertulis sehingga tercipta
lingkungan atau suasana yang
memungkinkan siswa untuk belajar.
59
Penelitian ini bertujuan
mengembangkan bahan ajar yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir
kritis siswa. Bahan ajar yang
dikembangkan merupakan bahan ajar
cetak yang dipegang oleh guru dan
siswa. Pengambilan sampel penelitian
ini adalah siswa Mts Bustanul ulum
Panti Kabupaten Jember. Berdasarkan
hasil penelitian dengan menggunakan
metode penelitian Research and
Develpoment menunjukkan adanya
peningkatan kemampuan berpikir kritis
siswa baik yang diambil dari teknik tes
maupun praktikum. Berdasarkan dari
teknik tes diperoleh hasil 75% siswa
memiliki kemampuan berpikir kritis
dimana 7,5% memiliki kemampuan
sangat kritis. Simpulan penelitian ini
adalah pengembangan bahan ajar dapat
meningkatkan keterampilan berpikir
kritis siswa.
3. PENERAPA
N
STRATEGI
PEMBELAJ
Ari Irawan &
Chatarina
Febriyanti,
2016. Jurnal
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan kemampuan berpikir kritis
60
ARAN
KONTEKST
UAL
UNTUK
MENINGKA
TKAN
KEMAMPU
AN
BERPIKIR
KRITIS
MATEMATI
KA
Ilmu
Pendidikan, Jilid
22, Nomor 1,
Juni 2016, hlm.
9-17
matematika siswa yang menperoleh
pembelajaran kontekstual tidak terstruktur,
kontekstual terstruktur dan konvensional
dimana dengan mengontrol level sekolah
(tinggi dan sedang) dan pengetahuan awal
matematika (atas, tengah dan bawah).
Metode penelitian yang digunakan adalah
eksperimen dengan jumlah sampel
sebanyak 251 responden. Teknik
pengolahan data dengan menggunakan uji
anova satu arah dan anova dua arah serta uji
lanjut scheffe. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa terdapat perbedaan
kemampuan berpikir kritis matematika
siswa yang memperoleh pembelajaran
kontekstual tidak terstruktur, kontekstual
terstruktur dan konvensional. Terdapat
interaksi antara pembelajaran kontekstual
tidak terstruktur, kontekstual terstruktur dan
konvensional dengan level sekolah (tinggi
dan sedang) dalam kemampuan berpikir
kritis matematika. setelah dikendalikan oleh
kovariabel pengetahuan awal matematika
maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan
rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis
matematika antara siswa yang diberikan
61
pembelajaran kontekstual tidak terstruktur,
kontekstual terstruktur dan konvensional.
4. PENGEMBA
NGAN
MODUL
BERBASIS
RELATING,
EXPERIENC
ING,
APPLYING,
COOPERATI
NG DAN
TRANSFERR
ING
(REACT)
PADA
MATERI
JAMUR
UNTUK
MENINGKA
TKAN
KEMAMPU
AN
BERPIKIR
KRITIS
SISWA
KELAS X
SMA
Ervan Setya
Bakti Nugroho, ISSN: 2252-7893,
Vol. 7, No. 1,
2018 (hal 61-70).
Tujuan penelitian yaitu: 1) menyusun
karakteristik modul berbasis Relating,
Experiencing, Applying, Cooperating dan
Transferring (REACT) pada materi Jamur
untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kritis siswa kelas X SMA, 2) menguji
validasi modul berbasis Relating,
Experiencing, Applying, Cooperating dan
Transferring (REACT) pada materi Jamur
untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kritis siswa kelas X SMA, 3) menguji
keefektifan modul berbasis Relating,
Experiencing, Applying, Cooperating dan
Transferring (REACT) pada materi Jamur
untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kritis siswa kelas X SMA. Pengembangan
modul berbasis Relating, Experiencing,
Applying, Cooperating dan Transferring
(REACT) mengacu pada 9 langkah model
research and development (R&D) dari Borg
and Gall. Analisis hasil penelitian
menggunakan dua teknik yaitu deskriptif
kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan hasil uji lapangan modul
62
berbasis REACT dengan rerata hasil
kemampuan berpikir kritis siswa kelas
modul (75,56), lebih tinggi dibanding
dengan kelas kontrol (70,60) dapat
disimpulkan bahwa modul berbasis REACT
dinyatakan efektif serta dapat digunakan
sebagai alternatif bahan ajar di sekolah.
5. UPAYA
MENINGKA
TKAN
KEMAMPU
AN
BERFIKIR
KRITIS
BIOLOGI
SISWA
MELALUI
MODEL
PEMBELAJ
ARAN
KONTEKST
UAL
(CONTEXTU
AL
TEACHING
AND
LEARNING)
DENGAN
BERBANTU
AN MEDIA
PPT DI SMA
NEGERI 1
PANYABUN
GAN
UTARA.
Ira Anugrah. p-
ISSN: 2599-
1914 Volume 1
Nomor 2 Tahun
2018
e-ISSN:2599-
1132. PeTeKa
(Jurnal
Penelitian
Tindakan Kelas
dan
Pengembangan
Pembelajaran)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
peningkatan berfikir kritis biologi siswa
melalui penerapan model pembelajaran
kontekstual pada materi Sistem Regulasi
Manusia di kelas XI IPA1 SMA Negeri 1
Panyabungan Utara tahun pelajaran 2016-
2017. Jenis penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas (classroom research)
dengan dua siklus. Subjek penelitian adalah
siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 1
Panyabungan Utara yang terdiri dari 25
orang siswa. Teknik dan alat pengumpul
data yaitu tes dan observasi. Berdasarkan
hasil tes berfikir kritis biologi siswa siklus I
sebesar 76% dan siklus II sebesar 84,33%.
Hasil peningkatan aktivitas siswa pada
siklus I sebesar 68,00% dan pada siklus II
86,40%.
63
2.10. Kerangka Berpikir
Pembelajaran yang terjadi di dalam kelas belum mengaitkan aplikasi
konsep dengan kehidupan sehari-hari dan guru belum mengajak peserta
didik berlatih untuk menganalisis, mensintesis, mengevaluasi suatu
informasi data atau argumen. Sehingga diduga proses pembelajaran yang
terjadi belum memberdayakan kemampuan berpikir kritis peserta didik.
Kemampuan berpikir kritis peserta didik dapat dikembangkan melalui
kajian yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
Irawan (2014) menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis adalah suatu
kemampuan yang dimiliki seseorang dalam menyelesaikan suatu persoalan
secara efektif dengan argument yang dapat membantu seseorang untuk
menganalisis, mengevaluasi, serta mengambil keputusan tentang apa yang
diyakini atau dilakukan. Hal senada diungkapkan Facione para ahli sepakat
dalam memaknai berpikir kritis dan ide pemikiran kritis. Mereka
memahami berpikir kritis sebagai dorongan pengaturan diri melalui
interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi seperti menjelaskan berdasarkan
bukti, konsep, metodologis, kriteria, atau pertimbangan konteksual (Zaini,
2018). Salah satu alternatif proses pembelajaran yang dapat melatih
kemampuan berpikir kritis peserta didik adalah dapat dimulai dengan
menggunakan masalah kontekstual kemudian siswa mengorganisasikan
masalah lalu mencoba mengidentifikasi sehingga siswa mampu
menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan
dan pengalaman yang dimiliki (Susanti, 2015).
64
Pembelajaran kontekstual adalah suatu pembelajaran yang dapat membantu
guru dalam meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mempelajari
suatu konsep tertentu dengan mengaitkan setiap materi pembelajaran
dengan lingkungan dan kehidupan sehari-hari peserta didik sehingga
mereka dapat menghubungkan antara pengetahuan yang mereka miliki
dengan penerapannya dalam keseharian mereka. kontekstual mempunyai 7
prinsip utama dalam pembelajaran yaitu konstruktivisme (constructivism),
penemuan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning
community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang
sebenarnya (authentic assessment) (Rusman, 2012: 193-199).
Pembelajaran kontekstual tercermin dalam modul pembelajaran yang
dikembangkan. Modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar
peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan
guru. Modul berpotensi dapat melatihkan kemampuan berpikir kritis karena
pelatihan-pelatihan berpikir kritis dapat dilakukan siswa secara mandiri,
fleksibel dan berulang-ulang (Setya, 2018).
Dengan adanya kelebihan yang ada pada bahan ajar berbasis kontekstual,
peneliti meyakini bahwa akan mempermudah siswa belajar sehingga mampu
menmbentuk pengetahuan dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis
dengan baik. Secara umum kerangka pemikiran penelitian pengembangan ini
digambarkan sebagai berikut:
65
Gambar 2. Kerangka Pikir
2.11. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai
berikut :
H1 : Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik setelah
menggunakan Modul IPA Biologi berbasis Konetekstual
H0 : Tidak terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik
setelah menggunkan Modul IPA Biologi berbasis
Kontekstual
Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta didik:
1. Interpretasi 2. Analisis 3. Evaluasi 4. Inferensi 5. penjelasan
Modul IPA Biologi berbasis Kontekstual :
1. Konstruktivisme 2. Bertanya 3. Pemodelan 4. Masyarakat belajar 5. Inquiry 6. Refleksi 7. Authentic
assessment
66
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian dan pengembangan
berupa pengembangan bahan ajar biologi berbasis kontekstual pada materi
pokok Ekosistem Kelas VII. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode R&D (Research & Development) tipe 4-D.
Model dan prosedur pengembangan bahan ajar yang digunakan dalam
penelitian ini diadaptasi dari model desain pengembangan yang dikembangkan
oleh Thiagarajan yang terdiri dari Define (Pembatasan/Pendefinisian), Design
(Perancangan), Develop (Pengembangan), dan Deseminate (Penyebarluasan).
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di SMP N 22, SMP N 19 dan SMP N 8
Bandar Lampung pada semester genap tahun ajaran 2018/2019. Lama
penelitian didasarkan pada alokasi waktu yang ditetapkan pada 1 Kompetensi
Dasar (KD).
3.3 Prosedur Pengembangan
Prosedur pengembangan bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini
digambarkan sebagai berikut:
68
1. Define (Pendefinisian)
Pada proses pendefinisian dilakukan analisis kurikulum Biologi SMP
khususnya untuk materi Ekosistem. Analisis tersebut difokuskan pada
kompetensi dasar serta indikator-indikatornya. Analisis kurikulum
digunakan sebagai dasar dalam merumuskan tujuan pembelajaran serta
pengembangan bahan ajar yang akan disusun. Selain itu juga dilakukan
analisis karakteristik peserta didik SMP dengan cara wawancara
dengan guru Biologi dan observasi kegiatan pembelajaran. Hasil dari
pendefinisian ini adalah penentuan materi dalam pengembangan bahan
ajar. Dalam tahap define ini terdapat 5 kegiatan yang dilakukan, yaitu:
a. Analisis ujung depan. Pada tahap ini dilakukan analisis yang
bertujuan menetapkan masalah dasar yang dihadapi dalam
pembelajaran Biologi sehingga dibutuhkan pengembangan bahan
ajar.
b. Analisis peserta didik. Analisis peserta didik dilakukan untuk
mengetahui karakteristik peserta didik yang meliputi kemampuan,
latar belakang pengetahuan dan tingkat perkembangan kognitif
peserta didik.
c. Analisis tugas. Analisis tugas dilakukan untuk tugas-tugas pokok
yang harus dikuasai oleh peserta didik untuk mencapai kompetensi
maksimal.
d. Analisis konsep. Analisis konsep dilakukan dengan
mengidentifikasi konsep- konsep yang akan diajarkan dan disusun
69
secara sistematis dan rinci. Hasil dari analisis ini berupa peta
konsep.
e. Perumusan tujuan pembelajaran. Pada tahap ini dilakukan
perumusan tujuan pembelajaran/indikator pencapaian kompetensi
pada materi pokok Ekosistem oleh peserta didik setelah melakukan
pembelajaran.
2. Design (Perancangan)
Setelah tahap pendefinisian selesai, selanjutnya dilakukan tahap
perancangan bahan ajar Biologi. Pembuatan rancangan awal dilakukan
dengan langkah-langkah seperti yang telah dijelaskan pada
pembahasan sebelumnya. Sebelum design produk dilanjutkan ke tahap
berikutnya, pada tahap ini dilakukan validasi instrumen penilaian
produk oleh dosen ahli pembelajaran.
3. Develop (Pengembangan)
Bahan ajar yang telah disusun sesuai dengan rancangan awal kemudian
dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. Rancangan awal yang
telah mendapat masukan dari dosen pembimbing selanjutnya divalidasi
oleh ahli materi, ahli desain serta ahli media untuk mengetahui apakah
bahan ajar sudah layak untuk diuji coba atau belum. Hasil validasi
dianalisis dan ditindaklanjuti sesuai masukan ahli materi serta ahli
media yang akan digunakan untuk uji coba. Dalam penelitian ini
dilakukan tahap uji coba sebagai berikut:
70
a. Penilaian produk
Penilaian produk dalam penelitian ini menggunakan lembar
penilaian. Subjek penilai yaitu 2 orang Dosen Pendidikan Biologi
FKIP Universitas Lampung. Objek penilaian yakni kualitas bahan
ajar untuk siswa SMP berdasarkan aspek kelayakan isi, bahasa,
penyajian, dan grafika.
b. Uji coba terbatas
Uji coba terbatas dilakukan pada kelas VII SMP N 22, SMP N 08
dan SMP N 19 Bandar Lampung untuk mengetahui keterbacaan
bahan ajar yang dikembangkan.
c. Penilaian respon peserta didik
Setelah menggunakan bahan ajar dalam kegiatan pembelajaran,
peserta didik diminta mengisi angket respon terhadap bahan ajar
yang telah dikembangkan untuk mengukur tingkat kemenarikan
pengguanaan bahan ajar.
d. Tes evaluasi
Tes evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan
berpikir kritis peserta didik setelah dilakukannya kegiatan
pembelajaran menggunakan bahan ajar yang telah dikembangkan.
4. Disseminate (Penyebarluasan)
Pada tahap ini merupakan tahap penggunaan bahan ajar yang telah
dikembangkan pada skala yang lebih luas misalnya di kelas lain, di
sekolah lain, oleh guru lain. Tujuan lain adalah untuk menguji
71
efektivitas penggunaan bahan ajar di dalam kegiatan belajar mengajar.
Karena terbatasan waktu, pengembangan bahan ajar dalam penelitian
ini hanya dibatasi pada proses define, design, dan develop saja.
3.4 Uji Coba Produk
3.4.1 Rancangan Uji Coba
Setelah dilakukan penyusunan modul IPA Biologi berbasis
kontekstual (draft 1) kemudian di validasi oleh ahli. Validasi ini
merupakan proses penilaian kesesuaian modul terhadap konten, desain
pembelajaran. Setelah di validasi oleh seorang ahli, kemudian
rancangan atau desain produk tersebut direvisi sesuai dengan saran
yang diberikan oleh ahli (revisi 1) kemudian mengkonsultasikan hasil
revisi produk tersebut, setelah itu produk hasil revisi dapat diuji
cobakan secara terbatas.
a. Uji Coba terbatas
Produk yang telah di validasi oleh ahli (draft 2) kemudian
diujikan lagi melalui uji coba terbatas. Sampel uji coba yang
dilakukan pada uji ini mewakili dari kelompok berkemampuan
tinggi 3 orang, kelompok berkemampuan sedang 3 orang dan
kelompok bekemampuan rendah 3 orang siswa untuk masing-
masing sekolah.
Uji terbatas ini bertujuan untuk mendapatkan evaluasi kualitatif
dari produk pendidikan yang dikembangkan. Hasil dari uji coba
72
terbatas digunakan untuk merevisi produk (revisi 2) pada aspek
kemenarikan dan kemudahan menggunakan modul. Tujuan revisi
produk adalah untuk memperbaiki produk sehingga mencapai
kelayakan untuk dilakukan uji selanjutnya. Revisi dilakukan
berdasarkan masukan berupa tanggapan saran dan kritik yang
didapatkan dari evaluasi angket.
b. Uji Lapangan
Selanjunjutnya draft 3 diadakan uji lapangan. Uji ini merupakan
proses terakhir uji coba terbatas. Jumlah sampel pada penelitian
ini diambil satu kelas pada SMP N 22, SMP N 19 dan SMP N 8
Bandar Lampung. Uji ini dimaksud untuk mengetahui
peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik
menggunakan produk, dan daya tarik produk. Instrumen yang
digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir
kritis dilakukan dengan instrument tes. Untuk menguji daya tarik
produk digunakan instrument non tes berupa angket. Pengambilan
sampel dalam penelitian ini mengunakan random sampling.
Berdasarkan hasil uji lapangan maka dilakukan revisi dan
penyempurnaan produk operasional yang mengacu pada kriteria
pengembangan bahan ajar, yaitu kriteria tampilan, strategi
penyampaian dan pengelolaan pembelajaran. Produk yang
dihasilkan adalah produk Modul IPA Biologi berbasis
73
kontekstual yang menarik dan mampu meningkatkan kemampuan
berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran.
3.4.2 Subjek Uji Coba
a. Subyek Validasi Bahan Ajar
Subyek Validasi bahan ajar adalah dua orang ahli yang terdiri dari
satu ahli materi yang merupakan seorang Dosen mata uliah
Ekologi di Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas
Lampung. Selain itu satu ahli media sekaligus ahli desain yang
merupakan seorang Dosen mata kuliah Media pada Prodi
Pendidikan Biologi FKIP Universitas Lampung.
b. Subyek Uji Coba terbatas
Subyek Uji coba terbatas adalah siswa dengan kemampuan tinggi,
sedang dan rendah yang masing-masing 3 orang setiap sekolah
yang belum menempuh pembelajaran dengan bahan ajar berbasis
kontekstual.
c. Subyek Uji Lapangan
Subyek Uji lapangan ini adalah 1 kelas pada kelas VII SMP N 22
Bandar Lampung, SMP N 8 Bandar Lampung, SMP N 19 Bandar
Lampung.
3.4.3 Data Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
a. Data Penelitian
Data kualitatif mengenai kualitas produk berupa data yang
diperoleh pada tahap define, design, dan develop yang meliputi
74
data hasil analisis dan masukan dari ahli materi, ahli desain serta
ahli media. Selian itu juga diperoleh dari angket untuk
mengetahui daya tarik produk melalui skala likert.
Data kuantitatif diperoleh melalui soal pretes dan posstest untuk
mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik.
b. Teknik Pengumpulan Data
Data diambil dengan menggunakan instrumen penelitian yang
terdiri atas tes awal dan tes akhir, angket daya tarik produk,
wawancara dan lembar observasi yang disusun oleh peneliti. Data
utama penelitian ini adalah:
1. Tes awal dan tes akhir (pre test dan post test)
Tes awal diberikan kepada peserta didik sebelum
menggunakan bahan ajar berbasis kontekstual dengan tujuan
untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik.
Sedangkan tes akhir diberikan kepada peserta didik setelah
menggunakan bahan ajar berbasis kontekstual dengan tujuan
untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis
peserta didik dengan jumlah 10 soal uraian yang sama dengan
soal tes sebelumnya.
2. Angket
Angket (questionaire) yang diberikan kepada subyek
penelitian berupa daftar pertanyaan atau pernyataan tentang
topik tertentu dalam hal ini tentang kemenarikan bahan ajar.
75
Hal ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang
kemenarikan bahan ajar.
3. Lembar observasi
Observasi dilakukan melalui pengamatan terhadap data
jumlah guru dan peserta didik kelas VII serta data nilai
peserta didik. Kemudian dilakukan juga pengamatan terhadap
kegiatan pembelajaran yang terjadi di dalam kelas seperti
ketersediaan buku teks maupun buku penunjang lainnya
seperti LKPD. Selain itu metode yang digunakan oleh guru
dalam menyampaikan materi juga menjadi catatan penting.
Karena berdasarkan hal tersebut maka akan didapatkan solusi
yang lebih baik dalam memecahkan permasalahan yang
terjadi.
4. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan guru kelas VII sebagai
pengajar mata pelajaran Biologi untuk mengetahui masalah
dan kebutuhan di sekolah tempat penelitian.
5. Dokumentasi
Dokumentasi dalam penelitian ini adalah sumber data yang
diperoleh melalui dokumentasi adalah foto dan karya-karya
monumental dari sumber data yang dapat memberikan
informasi dalam proses penelitian
76
3.5 Definisi Konseptual dan Operasional
3.5.1 Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran
Definisi Konseptual dan operasional dari peningkatan kemampuan berpikir kritis
dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Definisi Konseptual
Peningkatan kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan yang diharapkan
dicapai oleh peserta didik berdaasarkan 5 indikator berpikir kritis yaitu:
interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi dan penjelasan.
b. Definisi Operasional
Peningkatan kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan setelah mengikuti
pembelajaran mengguanakan modul Ipa Biologi berbasis kontekstual, diukur
menggunakan 10 soal uraian dengan 5 indikator berpikir kritis dan dianalisis
menggunakan gain ternormalisasi. Kemampuan berpikir kritis meningkat apabila
nilai rata- rata postes lebih tinggi daripada nilai pretes.
3.5.2 Kemenarikan
Definisi konseptual dan operasional dari kemenarikan sebagai berikut:
a. Definisi Konseptual
Kemenarikan pembelajaran adalah kecenderungan peserta didik untuk terus
belajar melalui pengalaman yang menarik dan memiliki kualitas dalam
pembelajaran.
77
b. Definisi Operasional
Secara operasional kemenarikan ditentukan berdasarkan data yang diperoleh dari
angket dengan jumlah 15 pertanyaan/ pernyataan. Setiap pertanyaan memiliki 4
tingkatan jawaban mulai dari sangat menarik, menarik, kurang menarik dan tidak
menarik. Hasilnya dihitung berdasarkan rasio jumlah skor jawaban responden
sebagai sampel uji coba dengan jumlah skor maksimal dikalikan dengan 4.
Kategori tidak menarik apabila skor yang diperoleh 1,00 – 1,74, kategori kurang
menarik dengan skor 1,75 – 2,49, kategori menarik dengan skor 2,50 – 3,24 dan
sangat menarik apabila skor yang diperoleh 3,25 – 4,00.
3.6 Kisi-kisi dan Instrumen Penelitian
Instrumen-instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
produk utama dalam penelitian pengembangan ini adalah modul IPA Biologi
berbasis kontekstual. Uji coba lapangan meliputi pretest postest untuk melihat
peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik dan uji kemenarikan produk
dengan mengunakan instrument yang disesuaikan dengan kebutuhan uji coba.
Instrumen soal pretes dan postes berupa soal materi pokok Ekosistem dengan 5
indikator berpikir kritis sedangkan kemenarikan mengunakan angket. Aspek yang
diamati dan dikembangkan adalah untuk uji terbatas dan uji lapangan, dengan
kisi-kisi sebagai berikut:
a. Instrumen Uji terbatas dan uji lapangan
Pada penelitian ini juga dilakukan uji terbatas dan uji lapangan, adapun instrumen
uji terbatas dan uji lapangan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
78
Tabel 3.2. Kisi-kisi Instrumen Uji terbatas
No Aspek yangdievaluasi
Indikator Jumlah Butir
1 Kemenarikanbahan ajar
1. Komposisi warna2. Pengunaan Gambar3. Ukuran huruf4. Keterbacaan teks5. Alur penyajian
11111
2 Kemudahanpengunaan
1. Kemudahan bahasa2. Kemudahan penggunaan3. Ketersediaan petunjuk
111
3 Peran bahan ajardalamPembelajaran
1. Kejelasan uraian contoh2. Memungkinkan siswa
belajar mandiri
11
10
\Tabel 3.3. Kisi-kisi Angket Uji KemenarikanNo Aspek yang
dievaluasiIndikator Jumlah
Butir1 Strategi
Pengorganisasian1. Penyajian tampilan modul2. Kesesuaian konsep yang
dikemukakan oleh ahli3. Kejelasan sistematika pembelajaran
dengan adanya Modul IPA Biologiberbasis kontekstual
4. Kesesuaian kegiatan pengamatandengan materi pembelajaran sehinggamembantu siswa dalam memahamimateri
5. Keterhubungan konsep materi dengankehidupan sehari-hari
5
1
1
1
2. StrategiPenyampaian
1. Penyajian materi dalam Modulmendorong peserta didik untukberpikir
2. Kemudahan penggunaan Modul3. Kemudahan mengaitkan teori
ekosistem dengan pengamatan denganadanya Modul
1
11
79
No Aspek yangdievaluasi
Indikator JumlahButir
3 StrategiPengelolaanPembelajaran
1. Adanya Modul menciptakanpembelajaran yang menyenangkan
2. Adanya Modul menciptakan suasanabelajar yang kondusif
3. Adanya Modul memotivasi untukbelajar IPA dan menambahpengalaman baru
4. Adanya Modul memudahkan belajarsecara sistematis dan terorganisir
1
1
1
1
15
b. Angket Uji Validitas oleh Ahli
1. Kisi- kisi instrumen Ahli Media
Instrumen ini digunakan untuk menguji tampilan umum modul IPA Biologi
berbasis kontekstual yang dikembangkan. Lembar validasi dikembangkan untuk
menilai interaktivitas, penyajian, dan peran modul.
Adapun kisi-kisi dalam instrument untuk validasi media adalah sebagai berikut:
Tabel 3.4. Kisi-kisi Instrument ahli media
No Aspek Penilaian Jumlah
1 Konsistensi penempatan unsur tata letak 1
2 Konsistensi jarak paragraf 1
3 Konsistensi penempatan judul materi 1
4 Huruf, ukuran huruf, spasi, marjin proposional/sebanding
1
5 Bentuk, warna, dan ukuran unsur tata letak ditampilkansecara menarik
1
6 Kesesuaian gambar dengan objek aslinya 1
7 Ketepatan penggunaan variasi huruf 1
8 Kelengkapan unsur panduan praktikum 1
(Dimodifikasi dari BSNP, 2006: 2-11)
80
2. Kisi- kisi instrumen Ahli Materi
Instrument ini digunakan untuk menguji substansi bahan ajar berbasis
kontekstual meliputi format materi, isi materi, kebahasaan, dan
penilaian/evaluasi serta kedalaman materi . Kisi-kisi instrument untuk validasi
materi adalah sebagai berikut:
Table 3.5. Kisi – kisi instrument Validasi Ahli Materi
No Aspek Penilaian Jumlah
1 Kualitas Isi Modul, meliputi kesesuaian materi denganKompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD),serta Indikator
1
2 Kesesuaian konsep yang dikemukakan oleh ahli 1
3 Kedalaman konsep, kedalaman materi disesuaikan 1
4 Adanya penyajian contoh yang memadai yang dapatmanambah pemahaman peserta didik sesuai denganKompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD),serta Indikator
1
5 Keluasan konsep materi dengan Kompetensi Inti (KI)dan Kompetensi Dasar (KD)
1
6 Penggunaan bahasa meliputi keterbacaan, ketepatanstruktur kalimat, keefektifan sesuai dengan materi, dansistematika penyusunan Modul
1
7 Kesesuaian kegiatan pembelajaran sehingga membantupeserta didik dalam memahami materi
1
8 Adanya evaluasi yang memadai 1
3. Kisi- kisi instrumen Ahli Desain
Instrument ini digunakan untuk menilai tampilan cover, tampilan materi dan
evaluasi dalam modul IPA Biologi berbasis kontekstual yang dikembangkan.
Adapun kisi- kisi instrument adalah sebagai berikut:
81
Tabel 3.6. Uji Validasi Oleh ahli Desain
No Aspek Penilaian Jumlah
1 Kejelasan tujuan pembelajaran 1
2 Kesesuaian dengan karakter peserta didik 1
3 Sistematika penyajian materi (runut dan logis) 1
4 Kejelasan uraian materi dengan contoh 1
5 Komposisi warna, ilustrasi menggambarkan isi/materidan mengungkapkan karakter obyek
1
6 Pemberian umpan balik terhadap evaluasi 1
7 Penggunaan bahasa yang baik dan kemudahanpemahaman peserta didik
1
8 Penyajian isi menumbuhkan daya tarik peserta didikuntuk terus belajar
1
4. Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis
Istrumen ini digunakan mengetahui tingkat kemampuan berpikir kritis peserta
didik sebelum daan setelah menggunakan bahan ajar berbasis kontekstual.
Adapun kisi-kisi instrumen kemampuan berpikir kritis adalah sebagai berikut:
Tabel 3.7 Kisi- kisi instrumen kemampuan berpikir kritis
No. Indikator KBK Sub indikator No. Soal1 Interpretasi :
Mengenali,mengklasifikasi, danmenjelaskan data
1. Menanyakan pertanyaanyang relevan / menyelidikiide-ide
2. Memvalidasi data3. Mengenal persoalan dan
masalah
1-5
2 Analisis :Identifikasi maksuddan inferensihubungan antar data
1. Menafsirkan bukti2. Mempertimbangkan
anggapan / asumsi3. Mengidentifikasi informasi
yang salah
6a dan 6b
82
No. Indikator KBK Sub indikator No. Soal3 Evaluasi :
Memutuskankredibilitasinformasi
1. Mendeteksi bias2. Mempertimbangkan hukum/
standar etik3. Menggunakan refleksi
kecurigaan4. Menguji alternatif5. Memutuskan sesuai dengan
bukti
9a, 9b, 10adan 10b
4 Inferensi :Mengambilkesimpulan yangwajar dari bukti-bukti
1. Memprediksi konsekuensi2. Melakukan penalaran
deduktif / induktif3. Mendukung kesimpulan
dengan bukti4. Menetapkan prioritas5. Rencana6. Memodifikasi / intervensi
individual7. Melakukan penelitian dalam
praktek
8a dan 8b
5 Penjelasan :Menyamakan hasilkegiatan penalaranberdasarkanargumen yangmeyakinkan
1. Memutuskan hasil2. Merevisi rencana3. Mengidentifikasi persepsi
orang lain
7a dan 7b
3.7. Rancangan Eksperimen
Desain eksperimen yang digunakan pada uji lapangan adalah One-Group Pretest-
Posttest Design, yang terdiri dari satu kelompok eksperimen tanpa ada kelompok
kontrol (Sugiyono, 2009:74). Desain ini membandingkan nilai pretest (tes
sebelum menggunakan bahan ajar berbasis kontekstual) dengan nilai posttest (tes
setelah menggunakan bahan ajar berbasis kontekstual). Desain eksperimen
tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.3 berikut.
Gambar 3.3 Desain Eksperimet One-Group Pretest -Posttest DesignSumber: Sugiyono (2009 : 75)
O 1 X O 2
83
Keterangan :
O1 : Pretes yang dilakukan sebelum mengikuti pembelajaranX : Perlakuan/ treatment dengan mengunakan bahan ajar berbasis
kontekstualO2 : Postes yang dilakukan sesudah mengikuti pembelajaran
3.8 Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mendapatkan produk bahan ajar berbasis
kontekstual yang berkualitas yang memenuhi aspek kevalidan, peningkatan
kemampuan berpikir kritis dan daya tarik. Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif. Teknik analisis deskriptif
dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah
statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan
atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi
(Sugiyono, 2013:207). Kategori dari kelayakkan modul ini dipakai skala
pengukuran Skala Likert.
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan presepsi seseorang
atau kelompok orang tentang fenomena sosial. Data yang diperoleh dari
pengukuran skala likert berupa angka. Angka tersebut kemudian ditafsirkan dalam
pengertian kuantitatif (Sugiyono, 2013: 134). Data kuantitatif yang diperoleh dari
pengukuran skala likert. Kriteria Skala Likert kelompok skor ditentukan menjadi 4
kategori dari pilihan jawaban “ sangat layak, layak, kurang kurang dan tidak
84
layak” sebagai pengukuran kelayakkan modul bagi peserta didik. Skor 4
merupakan skor tertinggi dan skor 1 merupakan skor terendah.
Tabel 3.8. Kategori Skala LikertNo Kategori Skor nilai
1 Sangat layak 4
2 Layak 3
3 Cukup Layak 2
4 Tidak Layak 1
Sumber: Sugiyono, 2016:165
3.8.1 Analisis Kevalidan dan Reliabilitas
Instrumen dikatakan valid jika instrumen tersebut mampu mengevaluasi apa yang
seharusnya dievaluasi. Validitas isi dari instrumen tes awal dan tes akhir telah
diusahakan ketercapaianya sejak saat penyusunan, yaitu dengan meperhatikan
materi dan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Sedangkan untuk menilai
validitas butir soal (empiris) dilakukan melalui uji coba.
Validitas isi dari tes dapat diketahui dari kesesuaian antara tujuan pembelajaran
dan ruang lingkup materi yang telah diberikan dengan butir-butir tes yang
menyusunnya. Test tersebut dikatakan valid jika test tersebut tepat mengukur apa
yang hendak diukur untuk mengetahui validitas butir soal (empiris), dilakukan
dengan mengkorelasikan skor butir soal tersebut dengan skor total yang diperoleh.
Untuk menguji validitas digunakan rumus Korelasi Product Moment dengan
rumus sebagai berikut :
85
, = ∑ − (∑ )(∑ ){ ∑ − (∑ ) }{ ∑ − (∑ ) }Keterangan :
= Jumlah seluruh siswa= Skor tiap butir= Skor total= Koefisien korelasi antar skor butir dan skor total
Sugiyono (2008: 255)
3.8.2 Reliabilitas Instrumen
Instrumen yang reliable adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali
untuk mengukur objek yang sama secara garis besar dan menghasilkan data yang
sama. Perhitungan untuk mencari harga reliabilitas instrumen tes awal dan tes
akhir didasarkan pada pendapat Arikunto (2008 : 109) yang menyatakan bahwa
untuk menghitung reliabilitas dapat digunakan rumus sebagai berikut :
11 = −1 1− ∑ 122Dimana :
11 = reliabilitas12 = jumlah varians skor tiap item2 = varians total(Arikunto, 2008: 109)
Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukuran
dapat dipercaya dan diandalkan. Reliabilitas instrumen diperlukan untuk
mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran.
86
Menurut Sayuti dikutip oleh Sujianto (2009: 97), suatu kuesioner dinyatakan
reliable jika mempunyai nilai koefiesien alpha, maka digunakan ukuran yang
diinterpretasikan sebagai berikut :
a. Nilai Alpha cronbach’s 0,00-0,20 berarti tidak reliabel
b. Nilai Alpha cronbach’s 0,21-0,40 berarti kurang reliabel
c. Nilai Alpha cronbach’s 0,41-0,60 berarti cukup reliabel
d. Nilai Alpha cronbach’s 0,61-0,80 berarti reliable
e. Nilai Alpha cronbach’s 0,81-1,00 berarti sangat reliable
Suatu konstruk atau variabel diakatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach
Alpha> 0,60 Nunnanly dalam Ghozali (2005: 26), maka semakin mendekati
indeks 1, tingkat reliabel semakin baik.
3.8.3 Analisis data kuantitatif
Analisis data kuantitatif diperoleh dari nilai pretest dan postest siswa kemudian
diuji menggunakan menggunakan rumus Gain Rata-Rata Ternormalisasi. Gain
rata-rata aktual adalah selisih skor rata-rata post test terhadap skor rata-rata
pretest, sesuai persamaan gain atau faktor-g (Sarbiyanti, 2018: 146). Peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa menggunakan bahan ajar modul dilihat dari
besarnya rata-rata gain ternormalisasi. Menurut Hake 2007 rata-rata gain
ternormalisasi didapatkan dari rata-rata posttest dikurangi dengan rata-rata pretest
dibagi dengan nilai maksimum dikurangi dengan rata-rata pretest. (Wijayana,
2018). Tingkat kemampuan berpikir kritis berdasarkan rata-rata nilai gain
ternormalisasi dapat dilihat pada Tabel 3.9.
87
Tabel 3.9. Nilai Rata-rata Gain Ternormalisasi dan Klasifikasinya
Rata- rata Gain
Ternormalisasi
Klasifikasi Tingkat Efektivitas
(g) ≥ 0,70 Tinggi Sangat Efektif
0,30 < (g) < 0,70 Sedang Efektif
(g) < 0,30 Rendah Kurang Efektif
Sumber : Hake, 1999
Besar rata-rata gain temormalisasi dihitung dengan persamaan berikut:
(g) = (Sf) – (Si)Sm – (Si)
Keterangan:
(g) = rata- rata gain ternormalisasi
(Sf) = rata – rata nilai Posttest
(Si) = rata – rata nilai Pretest
Sm = nilai maksimum
3.8.4 Uji Daya tarik
Pengolahan data kualitatif untuk daya tarik diperoleh dari sebaran angket untuk
mengetahui daya tarik Modul IPA Biologi berbasis kontekstual pada materi
Ekosistem. Kualitas daya tarik dapat dilihat dari aspek kemenarikan modul yang
ditetapkan berdasarkan indikator dengan rentang data. Data kemenarikan modul
diperoleh dari uji lapangan kepada peserta didik sebagai pengguna. Angket
respon terhadap penggunaan produk dinilai menggunakan skala likert yang
memiliki 4 pilihan jawaban. Skor penilaian ini dapat dilihat dalam Tabel 3.10.
88
Tabel 3.10 Skor Penilaian terhadap Pilihanjawaban
No. Pilihan Jawaban Skor
1 Sangat menarik 4
2 Menarik 3
3.
Kurangmenarik 2
4 Tidak menarik 1
Pilihan jawaban diatas berlaku pada kemenarikan modul menyesuaikan pada
pilihan jawabannya. Penilaian instrumen total dilakukan dengan cara jumlah
skor yang diperoleh kemudian dibagi dengan jumlah skor total dan hasilnya
dikalikan dengan banyaknya pilihan jawaban. Skor penilaian tersebut dapat
dicari dengan menggunakan persamaan berikut ini:
Jumlah skor padainstrumen
Skor Penilaian = x4Jumlah skor
tertinggi
Hasil dari skor penilaian tersebut kemudian dicari rata-ratanya dari sejumlah
subjek uji coba dan dikonversikan dalam bentuk pernyataan penilaian untuk
menentukan kualitas dan tingkat kemenarikan modul yang dihasilkan
berdasarkan pendapat pengguna.
Interval klasifikasi menurut Wiwiek Agustina pada Tesisnya (2012) diperoleh
dengan menggunakan rumus pada Persamaan berikut ini:
89
Skor tertinggi – skor terendah
NilaiInterval =
jumlahpilihanjawaban
Jika skor tertinggi yang menurut pilihan jawaban adalah 4,skor terendahnya
adalah 1, dan jumlah pilihan jawaban adalah 4, maka didapatkan nilai
intervalnya adalah sebagai berikut:
4- 1
NilaiInterval= = 0,754
Sehingga klasifikasi kemenarikan modul didapatkan seperti pada Tabel 3.5.
Klasifikasi dilakukan dengan cara menghitung rata-rata skor penilaian angket
daya tarik, dan kemudian dilakukan generalisasi.
Tabel 3.11KlasifikasiDayaTarikRerata Skor Klasifikasi
3,25 -4,00 Sangat Menarik
2,50 -3,24 Menarik
1,75 -2,49 Kurang Menarik
1,00 -1,74 Tidak Menarik
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Potensi dan kondisi Sekolah sangat mendukung dan memungkinkan untuk
dilakukan penelitian mengenai pengembangan bahan ajar terutama bahan
ajar berupa modul IPA Biologi berbasis pendektan kontekstual untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas VII SMP.
2. Proses pengembangan modul menggunakan 4-d model dengan tahap
pendefinisian, perancangan, pengembangan dan penyebarluasan. Pada
tahap pengembangan bahan ajar modul biologi materi ekosistem hanya
sampai pada tahap pengembangan, dikarenakan keterbatasan waktu dan
biaya. Tahap pendifinisian dilakukan 5 kegiatan yaitu analisis ujung
depan, analisis peserta didik, analisis tugas, analisis konsep, dan
perumusan tujuan pembelajaran yang diperoleh berdasarkan observasi dan
wawancara. Tahap perancangan dilakukan pembuatan draf awal modul
IPA Biologi berbasis kontekstual. Tahap pengembangan dilakukan uji
validasi oleh ahli materi, media, dan desain kemudian diuji coba terbatas
dan uji lapangan.
127
3. Hasil dari SMP N 22 Bandar Lampung mendapatkan rata-rata gain
ternormalisasi sebesar 0,60 dengan klasifikasi efektif meingingkatkan
kemampuan berpikir kritis peserta didik. SMP N 19 Bandar Lampung
mendapatkan rata-rata gain ternormalisasi sebesar 0,59 dengan klasifikasi
efektif meingingkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. SMP N
08 Bandar Lampung mendapatkan rata-rata gain ternormalisasi sebesar
0,58 dengan klasifikasi efektif meingingkatkan kemampuan berpikir kritis
peserta didik. peningkatan Indikator KBK tertinggi yaitu pada tahap
interpretasi, analisis dan evaluasi.
4. Hasil rekapitulasi angket yang peserta didik nilai yakni di SM N 08 Bandar
Lampung memiliki skor total 3,68 dan SMP N 19 Bandar Lampung
memiliki skor total 3,68 serta SMP N 22 Bandar Lampung memiliki skor
total 3,69. Hal tersebut menunjukkan bahwa klasifikasi modul IPA Biologi
yang dikembangkan adalah menarik.
5.2 SARAN
Berdasarkan simpulan hasil penelitian dan pengembangan ini, saran-saran
yang dapat diberikan berkaitan dengan modul IPA Biologi berbasis kontekstual
pada materi pokok ekosistem adalah sebagai berikut:
1. Pendidik dapat menggunakan modul IPA Biologi berbasis kontekstual
pada materi pokok lain sebagai sumber belajar untuk membantu peserta
didik memahami materi IPA di kelas.
2. Sekolah dapat mengamplikasikan modul IPA Biologi berbasis
kontekstual pada materi ekosistem karena mampu meningkatkan
kemampuan berpikir kritis peserta didik.
128
3. Peneliti selanjutnya dapat menyebarluaskan modul IPA Biologi berbasis
kontekstual di sekolah lain sehingga dapat menjadi alternatif dalam
proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, N., Ristiati, dan Widiyanti. 2013. Implementasi strategi pembelajaraninkuiri terhadap kemampuan berpikir kritis dan pemahaman konsep IPAsiswa SMP. e-Journal Program Pascasarjana Universitas PendidikanGanesha Program Studi IPA. Volume 3. (hal. 2 & 3).
Anugrah, I., Sahlan, T., dan Nurmaini, G. 2018. Upaya menigkatkan kemampuanberpikir kritis biologi siswa melalui model pembelajaran kontekstual (CTL)dengan berbantuan media PPT di SMA Negeri 1 Panyubungan Utara.PeTeKa Jurnal Penelitian Tindakan Kelas dan PengembanganPembelajaran. Vol. 1, No.2. (hal. 107).
Ariyati, E. 2010. Pembelajaran berbasis prakikum untuk meningkatkankemampuan berpiki kritis mahasiswa. Jurnal Matematika dan IPA. Vol 1.No. 2. Juli 2010.
Aritonang, E.R. 2015. Pengembangan Media Gambar untuk Model PembelajaranExamples non Examples dan Picture and Picture Terhadap Motivasi PadaSiswa Kelas XI IPA di SMA Persada Bandar Lampung. Pascasarjana Unila.(hal. 21).
Asra dan Sumiati. 2010. Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.
Berns, R.G., & Erickson, P.M.. (2001). Contextual Teaching and Learning:Preparing Students for the New Economy. The Highlight Zone: Research@Work No. 5, 2001. Diakses dari:http://www.nccte.org/publications/infosynthesis/highlightzone/highlight05/highlight05-CTL. pdf pada 9 Desember 2013,(12.51wib).
Budiningsih, A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
CORD. 1999. Teaching Mathematics Contextually: The Cornerstone of Tec Prep.Texas: CORD Communications, Inc.
Damayanti, D.S. 2013. Pengembangan lembar LKS dengan pendekatan inkuiriterbimbing untuk mengoptimalkan kemampuan berpikir kritis peserta didikpada materi listrik dinamis SMA N 3 Purworejo kelas X Tahun Pelajaran2012/ 2013. Radiasi. Vol. 3 No. 1. (hal. 58).
Darmawan, D. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Rajagrafindo Persada,Jakarta.
Degeng dalam Wena. 2012. Strategi Pembelajaran Inovatif Komteporer: SuatuTinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.
Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. 04 April 2018. (16.30wib)
Djamarah, S.B dan Zain, A. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta.Jakarta.
Elice, D. 2012. Pengembangan Desain Bahan Ajar Keterampilan AritmatikaMenggunakan Media Sempoa Untuk Guru Sekolah Dasar.Tesis. BandarLampung: FKIP Unila PPSJ Teknologi Pendidikan.
Endang, M. 2011. Riset Terapan Bidang Pendidikan dan Teknik. Yogyakarta:UNY Press.
Facione, P. A. 1990. The Delphi report. Millbrae, CA: The California AcademicPress. dalam Critical Thinking in Clinical Nursing Practice – RNInformation Bulletin.
Farida, A., Murni, R., dan Puguh, K. 2018. Pengembangan inquiry manualteaching book pada materi ekosistem untuk memberdayakan kemampuanberpikir kritis peserta didik tingkat SMA. INKUIRI Jurnal Pendidikan IPA.Volume 7, nomor 2, halaman 168 – 181. (hal. 67).
Gunawan, A.W. 2004. Genius Learning Strategy. Jakarta : PT. Gramedia PustakaUtama.
Herdianawati, S., Herliana F., dan Tarsan P. 2013. Pengembangan lembar kerjasiswa (LKS) inkuiri berbasis berpikir kritis pada materi Daur Biogeokimiakelas X. Bioedu. Volume 2, nomor 1. (hal. 100).
Hergenhahn, B.R dan Olson H. Matthew. 2010. Theories of Learning, edisiketujuh. Prenada Media Grup : Jakarta
Irawan, A. dan Chatarina F. 2016. Penerapan strategi pembelajaran kontekstualuntuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika. Jurnal IlmuPendidikan. Jilid 22, nomor 1, halaman 9 – 17. (hal 9).
Januszewski, A. and Molenda, M. 2008. Educational Technology A Definitionwith Commentary. Lawrence Erlbaum Associates Taylor & Farncis. Group270 Madions Avenue New York, NY 10016.
Johnson, E. B. 2012. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan KegiatanBelajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. (Alih bahasa: IbnuSetiawan). Mizan Media Utama: Bandung.
Komalasari, K. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. PT.Refika Aditama: Bandung.
Kurniawati, F.E. 2015. Pengembangan Bahan Ajar Aqidah Akhlak di MadrasahIbtidaiyah. Dinas Pendidikan Kabupaten Sragen Jawa Tengah. JurnalPenelitian. Vol. 9, No. 2 Agustus 2015. (hal. 375)
Miarso, Y.H. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Kencana: Jakarta.
Nasrun, 2014. Contextual learning approach in improving critical thinking skillsof guidance and counseling students of State University of Medan.International Journal of Sciences: Basic and Applied Research (IJSBAR).Volume 18. No 1. 151-161 (hal 159)
Pasaribu, A. 2017. Pengembangan bahan ajar berbasis kontekstual untukmeremediasi miskonsepsi pada materi gaya dan hukum newton tentanggerak. Jurnal Inovasi dan Pembelajaran Fisika. ISSN: 2355 – 7109.Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sriwijaya. (hal. 38)
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81ATahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum 2013. 22 November 2017(14.30wib)
Prastowo, A. 2018. Sumber Belajar & Pusat Sumber Belajar Teori danAplikasinya di Sekolah/ Madrasah. Kencana Prenada Media Group: Jakarta.
Redhana, I.W. 2003. Meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa melaluipembelajaran kooperatif dengan strategi pemecahan masalah. JurnalPendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja. No. 3 tahun XXXVI.Juli 2003. (hal. 4)
Reigeluth, M.C. 1983. Instructional-Design Theories and Models, An Overview oftheir Current Status. New jersey: London.
Rabbani, S., Agni, M., Gita, A., Nurhayani, Fitriyani V., dan Ressa, R. 2018.Meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa melalui penerapanpendekatan pembelajaran kontekstual di Sekolah Dasar KabupatenBandung Barat. Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi. Volume 5,nomor 1. (hal. 2)
Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran. Mengembangkan ProfesionalismeGuru. Edisi Kedua. Jakarta: Rajawali Pers.
Sagala, S. 2013. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.
Sanjaya, W. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. KencanaPrenada Media Group: Jakarta.
Sarbiyanti, U. 2018. Pengembangan Modul Pembelajaran Prakarya BerbasisProject Based Learning Materi Kerajinan Serat Dan Tekstil UntukMeningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VII. Pascasarjana Unila.
Setiyadi, 2017. Pengembangan modul pembelajaran biologi berbasis pendekatansaintifik untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Journal of EducationalScience and Technology. Volume 3, nomor 2, hal 102-112. (hal. 110)
Setya, E., Baskoro, A.P., dan Maridi. 2018. Pengembangan modul berbasisREACT pada materi jamur untuk meningktakan kemampuan berpikir kritissiswa kelas X SMA. Jurnal INKUIRI, vol. 7, no. 1, hal 61 – 70. (hal. 62 &63).
Sihotang. 2012. Critical Thinking Membangun Pemikiran Logis. PT PustakaSinar Harapan: Jakarta.
Smaldino, S. E., Deborah, L., dan James, D. R., 2011. Instructional Technology &Media for Learning - Teknologi pemberajaran dan Media untuk Belajar:Edisi Kesembilan. Kencana Predana Media Group: Jakarta.
Sudijono, A. 2007. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT Raja Grafindo: Jakarta.
Sudjana. 2002. Metode Statistika Edisi keenam. PT Tarsito: Bandung.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta:Bandung.
Sukardjo. 2013. Kimia Fisika. Rineka Cipta: Jakarta.
Supinah. 2008. Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstualdalam Melaksanakan KTSP. Pusat Pengembangan dan PemberdayaanPendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika: Yogyakarta.
Susanti, Y. 2015. Pengembangan Bahan Ajar Matematika Berbasis Kontekstual(CTL) Materi Bilangan Bulat Kelas IV SD N 3 Rensing T.P. 2014/2015.(hal. 88 & 89).
Tantu, Y.R.P. 2018. Penerapan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkankemampuan berpikir kritis siswa kelas XI pada mata pelajaran kimia diUPH College. A Journal of Language, Literature, Culture, and EducationPOLYGLOT vol. 14, no. 2. (hal. 212).
Thiagarajan, S. 1974. Instructional Development for TrainingTeachers ofExceptional Children: A Sourcebook. Minnesota: Centerfor innovationTeaching the Handycapped Indiana University.
Wahyuni, S. 2015. Pengembangan Bahan Ajar IPA untuk MeningkatkanKemapuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Prosiding Seminar Nasional Fisikadan Pendidikan Fisika (SNFPF) ke – 6. Vol. 6 No. 1. ISSN : 2302 – 7827.(hal. 301).
Wijayana, T. 2018. Pengembangan Lembar Kegiatan Peserta Didik BerbasisMedia Realia untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi Aljabar PesertaDidik Kelas VII SMP di Bandar Lampung. Pascasarjana Unila.
Yorek, N., Ugulu, I., Sahin, M., and Dogan, Y. (2013). A QualitativeInvestigation of Student’s Understanding About Ecosystem and ItsComponents. Natura Montenegrina Journa. 9(3), 973-981.
Zaini, M., Kaspul, dan Amalia R. 2018. Hasil belajar dan keterampilan berpikirkritis siswa SMA pada pembelajaran biologi menggunakan model inkuiri.BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan Biologi. Volume 11, Nomor 1, halaman17-22.(hal. 18 &19).
Top Related