PENGEMBANGAN METODE KALSINASI PADA AKTIVASI ALKALI DIGESTION
UNTUK SINTESA ZEOLIT ALAM BANDUNG
Biyas Rakhmad Bagus Purnomo (2307100041), Ricky Fredinansyah (2307100046)
Pembimbing: Prof.Dr.Ir.Gede Wibawa,M.Eng , Dr.Ir.Kuswandi,DEA
Laboratorium Thermodinamika Teknik Kimia Jurusan Teknik Kimia ITS
Kata kunci : zeolit alami, ion removal, alkali digestion, kalsinasi
Abstrak
Pada penelitian ini telah dikembangkan metode aktivasi zeolit alam klinoptilolit dengan kadar CaO
tinggi dari Bandung Jawa Barat dengan gabungan proses ion removal, alkali digestion dan kalsinasi. Proses ion removal, kandungan CaO dalam zeolit dihilangkan dengan menggunakan larutan NH4Cl yang direaksikan
dengan zeolit alam. Process alkali digestion dilakukan dengan mencampur zeolit hasil proses ion removal
dengan NaOH dan NaAlO2 pada suhu 80 °C dengan disertai pengadukan selama 8 jam untuk menyeimbangkan
rasio SiO2/Al2O3. Selanjutnya, kalsinasi produk akhir pada suhu 800 °C selama 4 jam. Metode ini mampu
menurunkan rasio SiO2/Al2O3 dan kandungan CaO pada zeolit dari 12,1 menjadi 2,50 dan dari 12,0% menjadi
6,12%. Berdasarkan analisa X-Ray Fluorescence, X-Ray Diffraction dan Scanning Electronic Microscope,
produk zeolit teraktivasi yang dikembangkan memiliki karakteristik mirip zeolit A komersial.
1. Pendahuluan
Zeolit disebut batuan mendidih, karena mineral
ini mempunyai sifat mendidih atau mengembang
jika dipanaskan. Zeolit merupakan senyawa aluminio-silikat yang membentuk kerangka tiga
dimensi, mempunyai rongga (pori atau celah)
dengan permukaan bagian dalam kristal yang luas
(Swantomo dkk, 2009).
Secara geologi Indonesia berpotensi besar
untuk memiliki cadangan zeolit alam, karena
letaknya yang berada dalam wilayah rangkaian
gunung api. Diperkirakan deposit zeolit tersebar di
pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan Maluku
dengan potensi deposit sebesar 16.600.000 ton. Di
Indonesia sampai saat ini telah dieksplorasi meneral zeolit yang tersebar lebih dari 50 daerah diantaranya
dari daerah Sumatra, Jawa Timur, Jawa Tengah,
Jawa Barat, Kalimantan, Nusatenggara, Maluku
hingga Sumatra. Hingga sekarang terdapat lebih dari
40 jenis zeolit yang diketahui dengan pasti baik
sebagai hasil proses hidrotermal, maupun proses
diagenesa dari batuan vulkanik (Purawiardi, 1999).
Hingga saat ini, zeolit sintetik lebih banyak
digunakan dari pada zeolit alam, karena melalui
proses sintesis dapat dibuat zeolit sesuai dengan
fungsi yang dikehendaki. Zeolit sintetik dibuat dari
bahan lain dengan proses sintesis, diproses sedemikian rupa hingga menyerupai zeolit alam
dengan komposisi yang homogen dan bebas
pengotor. Namun, kebutuhan zeolit sintetik di
Indonesia hingga saat ini masih dipasok dari luar
negeri, di sisi lain Indonesia sangat kaya akan
kandungan zeolit alam (Senda dkk, 2006).
Alkan dkk (2005) mempelajari pengaruh
konsentrasi penambahan alkali dan rasio solid/liquid
pada sintesis zeolit NaA dari kaolin. Burriesci dkk
(1984) mengembangkan proses hidrothermal untuk
memproduksi zeolit dengan bahan baku silika – alumina. Semua proses tersebut menghasilkan
jumlah pengotor kuarsa atau hidroksisodalite yang
cukup besar.
Untuk penggunaan bahan baku yang berasal
dari zeolit alam, Kang dkk (1998) merubah zeolit alam Korea yang banyak mengandung feldspar
menjadi zeolit tipe X dan tipe P melalui reaksi
hidrothermal dengan atau tanpa fusi NaOH. De
Fazio dkk (2008) melakukan sintesis zeolit alam tipe
klinoptilolite dengan menggunakan proses
hidrothermal pada suhu rendah, namun kuarsa dan
feldspar masih terkandung didalam produk.
Kazemian dkk (2009) meneliti proses produksi
zeolite type A dari zeolit alami Iran tipe
klinoptilolite dengan mekanisme sol – gel dengan
satu langkah proses. Produk yang dihasilkan dari sintesis zeolit alam menjadi beberapa jenis zeolit
sintetik tersebut memberi hasil yang lebih baik jika
dibandingkan hasil pembuatan zeolit dari bahan
aluminasilikat lain. Namun adanya pengotor dan
homogenitas produk masih menjadi persoalan.
Herudati dan Rahmawati (2010) meneliti proses
aktivasi zeolit alam Bandung untuk peningkatan
performa adsorpsinya pada etanol-air dengan metode
aluminasi alkali disgestion, produk yang dihasilkan
memiliki karakteristik seperti zeolit A tetapi masih
memiliki pengotor CaO yang masih tinggi. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas zeolit alam sehingga
karaktersitiknya menyerupai zeolit A sintetik.
Penelitian ini ditujukan untuk mengembangkan
metode aktivasi zeolit alam klinoptilolit kualitas
rendah (kadar CaO tinggi) dari Bandung, Jawa Barat
sehingga memiliki karakteristik zeolit A.
2. Bahan dan Metode Penelitian
a. Bahan
Pada penelitian ini, bahan baku zeolit alam
yang digunakan adalah zeolit alam yang berasal dari Bandung, Jawa Barat. Zeolit alam Bandung
merupakan zeolit tipe klinoptilolit dengan kualitas
rendah karena banyaknya kadar pengotor CaO
sebesar 12,0 % yang terdapat di dalamnya dan
mempunyai rasio SiO2/Al2O3 sebesar 12,1. Oleh
karena itu dibutuhkan proses treatment untuk
mereduksi kadar CaO dalam zeolit dan merubah
rasio SiO2/Al2O3 menjadi 1-2 yang merupakan range
rasio SiO2/Al2O3 dari zeolit A.
Imbert dkk.. (1994), melakukan riset dengan
proses sintetik zeolit dari bahan mineral seperti
kaolin dilakukan dalam beberapa tahap. Zeolit tipe A dari kaolin dikembangkan melalui tiga tahap
proses yaitu kalsinasi pada 500 – 1000 °C selama 5
jam, pencampuran dengan larutan NaOH selama 24
jam dan kristalisasi dengan penambahan beberapa
senyawa oksida. Temperatur optimum yang
diperoleh pada 750 °C dan kristal zeolit A yang
diperoleh sangat bervariasi tergantung dari kondisi
reaksi hidrothermal nya.
Taffarel dan Rubio (2008), melakukan reduksi
CaO dalam zeolit dengan metode aktivasi pertukaran
ion menggunakan larutan NH4Cl. Dengan metode ini didapatkan kadar CaO dalam zeolit mengalami
penurunan dari 6.19% menjadi 1.43%.
Kazemian dkk (2009), yang melakukan sintesis
zeolit LTA (Linde Type A) dari zeolit alam Iran tipe
klinoptilolit menggunakan metode aluminasi pada
proses alkali digestion. Proses berlangsung pada
suhu rendah dan tekanan atmosfir. Prinsip dari
proses ini adalah merubah rasio SiO2/Al2O3 dari
rasio sebelumnya 5.5–6 menjadi 1.2–1.6. Metode
yang sama dilakukan oleh Herudati dan Rahmawati
(2010) terhadap zeolit alam Bandung tetapi proses disertai dengan kalsinasi produk akhir dimana proses
terbaik diperoleh saat pencampuran dengan NaOH 2
M dengan waktu pengadukan 8 jam.
Penelitian ini menggabungkan metode alkali
digestion yang dikembangkan oleh Herudati dan
Rahmawati (2010) dan metode ion removal yang
dikembangkan oleh Falah dan Mustain (2011) yang
selanjutnya dimodifikasi dengan metode kalsinasi
yang dikembangkan oleh Imbert dkk. (1994)
terhadap zeolit alam Bandung kualitas rendah.
Penelitian dilakukan di Laboratorium
Thermodinamika Teknik Kimia, Laboratorium Studi Energi dan Rekayasa Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya, Laboratorium dan
Laboratorium Sentral FMIPA Universitas Negeri
Malang.
b. Peralatan
Peralatan sintesis yang digunakan terdiri dari
reaktor 100 ml yang dilengkapi dengan pengaduk,
pemanas, dan thermocouple. Suhu dikontrol
menggunakan thermocontrol (Transmitt G-7)
dengan akurasi + 1oC. Rangkaian peralatan sintesis zeolit penelitian ini seperti pada Gambar 1 dibawah
ini.
Gambar 1. Rangkaian skematis peralatan sintesis zeolit
(1) magnetik stirrer; (2) statip; (3) reaktor dilengkapi pemanas elektrik; (4) thermocouple; (5) thermocontrol; (6) electric contactor.
c. Prosedur
1. Ion Removal
Batuan zeolit alam yang akan digunakan dicuci
menggunakan air suling, setelah itu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100-110 oC selama 10 jam
kemudian dihaluskan dan disaring dengan ukuran
80-140 mesh. Sintesis zeolit alam dimulai dengan
mencampur 5 gram powder zeolit dengan 100 mL
larutan NH4Cl 1,5 M dan diaduk hingga 12 jam pada
suhu ruangan di dalam reaktor. Setelah itu, zeolit
yang sudah disaring kemudian dikeringkan pada
suhu 100-110 oC selama 10 jam.
2. Alkali Digestion
Sintesis berikutnya, zeolit dicampur dengan 90
mL larutan NaOH 2 M dan Sodium Aluminat (6.13
gram, ditentukan secara stoikiometri) pada suhu 80 oC dengan disertai pengadukan selama 8 jam di dalam reaktor. Setelah proses aktivasi selesai,
menyaring fase padatan menggunakan kertas saring,
dan mencuci dengan air suling hingga pH netral,
kemudian fase padatan yang sudah netral
dikeringkan menggunakan oven pada suhu 100-110 oC selama 10 jam. Proses dilanjutkan dengan
kalsinasi produk akhir pada suhu 600 oC selama 2
jam.
3. Kalsinasi
Selanjutnya zeolit setelah diaktivasi akan
dilakukan pengembangan metode kalsinasi dengan
variabel suhu 700-1100 ○C. Produk zeolit yang
terbentuk setelah proses aktivasi dianalisa
karakteristiknya menggunakan peralatan X-ray
Diffraction (Philips X’Pert MPD) untuk mengetahui
fase kristalin, X-ray fluorescence (PanAlytical PW
4030 X-Ray Spectrometer) untuk mengetahui
komposisi kimia dan Scanning Electronic
Microscope (Zeiss EVO MA-10) untuk
mendapatkan gambaran morfologi partikel.
3. Hasil dan Pembahasan a. Karakterisasi Zeolit Alam
Data hasil analisa dari setiap sampel pada
penelitian ini ditampilkan pada Tabel 1. Data
merupakan hasil analisa XRF dan XRD yang diolah
1 2
3
4
5
6
menggunakan Software Philips X’pert High Score
Plus. Pada Tabel 1 dapat dilihat hasil perbandingan
SiO2/Al2O3. dan pengurangan kandungan Ca2+
dalam zeolit alam serta kristalinitas dari masing-
masing sampel.
Tabel 1.
Pengaruh variabel suhu kalsinasi dan waktu reaksi
terhadap produk zeolit pada saat aktivasi.
Kode Suhu
(oC)
Waktu
(jam)
Rasio
SiO2/Al2O3
Kadar
CaO
Fase
Kristalin
KN Zeolit Alam
Bandung 12.1 12.0 % K
1 + M
2
KS Zeolit Komersial
Tipe 3A 2.51 3.96 % ZA
3
K1
700
1 2.84 6.39 % ZA
K2 2 2.87 6.40 % ZA
K3 3 2.89 6.42 % ZA
K4 4 3.05 6.61 % ZA + UZ
K5 5 3.00 6.44 % ZA + UZ
K6
800
1 2.80 6.56 % ZA + UZ
K7 2 2.83 6.26 % ZA + UZ
K8 3 3.04 6.65 % ZA + UZ
K9 4 2.50 6.12% ZA + UZ
K10 5 2.64 6.51 % ZA + UZ
K11
900
1 2.52 6.76 % ZA + UZ
K12 2 2.60 6.38 % ZA + UZ
K13 3 2.60 6.49 % ZA + UZ
K14 4 2.66 6.31 % ZA + UZ
K15 5 2.67 6.58 % ZA + UZ
K16
1000
1 2.61 6.39 % ZA + UZ
K17 2 2.78 6.62 % ZA + UZ
K18 3 2.76 6.45 % ZA
K19 4 2.63 6.43 % ZA
K20 5 2.77 6.75 % ZA + UZ
K21
1100
1 2,75 6,69 % ZA
K22 2 2,73 6,74 % ZA
K23 3 2,60 6,66 % ZA + UZ
K24 4 2,65 6,45 % ZA + UZ
K25 5 2,63 7,32 % ZA + UZ 1 Klinoptilolit
2 Mordenit
3 Zeolit A (Na)
4 Unnamed zeolite
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa kandungan Ca2+ dalam zeolit alam yang sudah diaktivasi juga
mengalami pengurangan yang cukup signifikan. Hal
ini menunjukkan bahwa dengan modifikasi metode
kalsinasi yang digabungkan dengan metode ion
removal menggunakan NH4Cl dan metode alkali
digestion dengan menggunakan NaOH dan NaAlO2
mampu menurunkan kandungan Ca2+ dari zeolit
alam. Dimana reaksi yang terjadi pada saat metode
ion removal adalah :
2 NH4Cl + Ca2+ → CaCl2 + 2 NH4+
Di samping itu, perbandingan SiO2/Al2O3 dari
zeolit alam yang sudah diaktivasi berkisar 3.05-2.50.
Dimana perbandingan tersebut sudah mendekati
perbandingan SiO2/Al2O3 dari zeolit sintetis komersil
yang sebesar 2.51. Pada proses ini menunjukkan bahwa perbandingan SiO2/Al2O3 dari zeolit alam
mampu direkayasa dengan cukup baik dengan
metode aluminasi alkali digestion berdasarkan
reaksi:
2Na6[(AlO2)6(SiO2)30].nH2O + 48NaAl(OH)4 →
5Na12[(AlO2)12(SiO2)12].mH2O
Dari Tabel 1 juga menunjukkan bahwa struktur
kristal dari zeolit teraktivasi berupa zeolit tipe A.
Akan tetapi produk yang dihasilkan dari proses ini masih menghasilkan produk samping yang berupa
unnamed zeolite
Dari analisa yang dilakukan didapatkan produk
terbaik yaitu pada sampel K9 dengan kandungan
CaO sebesar 6.12 % dan perbandingan SiO2/Al2O3
sebesar 2.50. Nilai ini mendekati nilai zeolit sintesis
(KS) dengan kandungan CaO sebesar 3.96% dan
perbandingan SiO2/Al2O3 sebesar 2.51. Produk ini
diperoleh pada waktu metode kalsinasi dengan suhu
800 C dan waktu kalsinasi selama 4 jam.
Hasil analisa difaktogram sampel zeolit (Gambar 1-3) memberikan informasi tentang jenis
mineral dan tingkat kristalinitas struktur komponen
penyusun sampel. Jenis mineral penyusun sampel
ditunjukan oleh daerah munculnya puncak.
Sedangkan tingkat kristalinitas struktur komponen
ditunjukkan oleh tinggi rendahnya intensitas puncak.
Gambar 1. Hasil analisa XRD untuk zeolit alam
sebelum diaktivasi (sampel KN)
Gambar 2. Hasil analisa XRD untuk zeolit alam
setelah diaktivasi (sampel K9)
Gambar 3. Hasil analisa XRD untuk zeolit A
sintetik (sampel KS)
Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa
difraktogram XRD zeolit alam Bandung merupakan zeolit klinoptilolit dengan campuran mordenit.
Sedangkan pada Gambar 2 terlihat bahwa posisi
sudut munculnya puncak dari zeolit alam teraktivasi
sudah hampir sama dengan posisi sudut munculnya
puncak dari zeolit A sintetis (Gambar 3). Walaupun
munculnya puncak sudah pada posisi sudut yang
sama, akan tetapi intensitas puncak dari zeolit alam
teraktivasi masih jauh lebih rendah bila
dibandingkan dengan intensitas puncak dari zeolit A
sintetis. Hal ini menunjukkan bahwa proses ini
belum bisa meningkatkan intensitas dari zeolit alam. Berdasarkan hasil analisa XRF (Tabel 2), zeolit
alam teraktivasi mempunyai komposisi yang sudah
hampir sama dengan komposisi zeolit A komersial
dan telah mengalami perubahan yang cukup
signifikan bila dibandingkan saat sebelum diaktivasi.
Perbedaan yang mencolok terlihat pada kandungan
K2O yang berbeda cukup jauh, sedangkan untuk
kandungan SiO2 dan Al2O3 memang berbeda akan
tetapi rasio SiO2/Al2O3 hampir sama.
Uji morfologi pada zeolit alam dilakukan dengan menggunakan alat Scanning Electron
Microscope (SEM). Berikut merupakan hasil uji
morfologi SEM yang telah dilakukan pada sampel.
Gambar 4. Hasil analisa SEM untuk zeolit alam
sebelum diaktivasi (sampel KN)
Gambar 5. Hasil analisa SEM untuk zeolit alam
setelah diaktivasi (sampel K9)
Gambar 6. Hasil analisa SEM untuk zeolit A
sintetik (sampel KS)
Dari Gambar 4-6 dapat dibandingkan
perbedaan antara zeolit alam sebelum diaktivasi
dengan zeolit alam setelah diaktivasi. Bentuk
morfologi zeolit alam sebelum diaktivasi (Gambar
4) memiliki bentuk yang tidak beraturan. Akan
tetapi, setelah dilakukan proses aktivasi, zeolit alam teraktivasi memperlihatkan perubahan bentuk
morfologi yang cukup signifikan (Gambar 5).
Bentuk morfologi zeolit alam teraktifasi
memperlihatkan bentuk kubus. Jika dibandingkan
dengan zeolit A sintetik buatan industri (Gambar 6)
yang memiliki morfologi struktur zeolit yang
berbentuk kubus, zeolit alam teraktivasi masih jauh
berbeda. Karena pada zeolit alam teraktivasi bentuk
morfologi kubusnya masih dikelilingi kristal-kristal
kecil disekitarnya atau masih adanya pengotor yang
masih menempel pada kristal. Kristal-kristal kecil
tersebut merupakan unsur zeolit yang tidak
membentuk kristal setelah proses aktivasi, atau biasa
disebut juga amorf.
4. Kesimpulan Pada penelitian ini telah dikembangkan proses
aktivasi zeolit dengan gabungan metode ion removal
dan alkali digestion yang dimodifikasi dengan
metode kalsinasi, dimana produk zeolit teraktivasi
yang dihasilkan memiliki karakteristik mirip zeolit
A komersial tetapi produk yang dihasilkan masih
terdapat produk samping berupa unnamed zeolit.
Metode aktivasi ion removal dengan menggunakan
larutan NH4Cl kandungan CaO dalam zeolit dapat diturunkan dari 12,0 % menjadi 6,12%. Metode
aktivasi alkali digestion yang dilakikan dengan
penambahan larutan NaOH dan NaAlO2 mampu
menyeimbangkan nilai rasio perbandingan
SiO2/Al2O3 menjadi 2,51. Metode kalsinasi dengan
suhu 800 oC selama 4 jam mampu membentuk
morfologi kristal zeolit alam Bandung menjadi
kristal kubus yang merupakan bentuk dari kristal
zeolit tipe A.
Daftar Pustaka Alkan, M., Hopa, C., Yilmas, Z., Guler, H., (2005),
“The effect of alkali concentration and
solid/liquid ratio on the hydrothermal
synthesis of zeolite NaA from natural
kaolinite”, Microporous and Mesoporous
Materials 86, hal. 176-184.
Bahl, B.S., Tuli, G.D., Bahl, A., (1997), “Essentials
of Physical Chemistry”, S. Chand &
Company, Ltd, New Delhi.
Burriesci, N., Crisafulli, M.L., Giordano, N., Bart,
J.C.J., Polizzotti, G., (1984), “Hydrothermal
synthesis of zeolites from low-cost natural silica alumina sources”, Zeolities, Vol. 4,
October, hal. 384-388.
De Fazio, A., Brotzu, P., Ghiara, M.R., Fercia, M.L.,
Lonis, R., Sau, A., (2008), “Hydrothermal
treatment at low temperature of Sardinian
clinoptilolite-bearing ignimbrites for
increasing cation exchange capacity”, An
International Journal of Mineralogy,
Crystallography, Geochemistry, Ore Deposits,
Petrology, Volcanology, hal. 79-91.
Falah, M., Mustain, A., (2011) “Pengurangan
Kandungan Ca2+
dari Zeolit Alam Bandung
untuk Meningkatkan Kapsitas
Adsorpsinya”, Skripsi, Jur, Teknik Kimia,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya.
Herudati, W., Rahmawati, P., (2010), “Aktivasi
zeolit alam untuk meningkatkan performa
adsorpsi dari campuran etanol-air”, Skripsi,
Jur. Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya.
Imbert, FE., Moreno, C., Montero, A.,
1994.“Venezuelan Natural Aluminosilicates
as a Feedstock in the Synthesis of Zeolite A”,
Zeolites Vol 14, June, 376 – 378. Kang, S.J., Egashira, K., Yoshida, A., (1998),
“Transformation of a low-grade Korean
natural zeolite to high cation exchanger by
hydrothermal reaction with or without
fusion with sodium hydroxide”, Applied Clay
Science 13, hal. 117-135.
Kazemian, H., Modarress, H., Kazemi, M., Farhadi,
F., (2009), “Synthesis of submicron zeolite
LTA particles from natural clinoptilolite
and industrial grade chemicals using one
stage procedure”, Powder Technology 196, hal. 22-25.
Purawiardi, R., (1999), “Karakteristik zeolit alam
asal Bayah Sukabumi, Jawa Barat”, Buletin
IPT, No. 1 Vol. V, hal 6-12.
Senda, S.P., Saputra, H., Sholeh H., A., Rosjidi, M.,
Mustafa, A., (2006), “Prospek Aplikasi
Produk Berbasis Zeolit Untuk Slow Release
Substances (SRS) dan Membran”, Dasar-
dasar Teknik Kimia, hal. 1-5.
Swantomo, D., Kundari, N.A., Pambudi, S.L.,
(2009), “Adsorpsi fenol dalam limbah
dengan zeolit alam terkalsinasi”, Seminar
Nasional V, SDM Teknologi Nuklir, hal. 705-
713.
Taffarel, S.R., Rubio, J., (2008), “On the removal
of Mn2+
ions by adsorption onto natural and
activated Chilean zeolites”, Minerals
Engineering 22 (2009), hal. 336-343.