PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP JUMLAH DAN UKURAN HASIL TANGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU JAWA BARAT
ABSTRAK
Mario Limbong. Pengaruh Suhu Permukaan Laut Terhadap Jumlah dan Ukuran Hasil Tangkapan Ikan Cakalang di Perairan Teluk Palabuhanratu Jawa Barat. Dibimbing oleh Domu Simbolon
Penentuan daerah penangkapan ikan dapat diduga dari kondisi perairan yang
merupakan habitat dari suatu spesies. Kondisi perairan biasanya digambarkan dengan parameter
oseanografi. Salah satu indikator untuk mengetahui keberadaan suatu spesies ikan yaitu suhu
permukaan laut. Keberadaan ikan cakalang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor oseanografi,
salah satunya yaitu suhu permukaan laut.
Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu, tahap pertama di perairan Teluk Palabuhanratu
dengan basis operasi di PPN Palabuhanratu (Agustus-Oktober 2007). Penelitian ini
menggunakan metode survei, sedangkan pengambilan data melalui eksperimental fishing dengan
cara purposive sampling, sebanyak 10 kapal payang. Suhu permukaan laut diperoleh dengan
men-download dari internet (http://oceancolor.gsfc.nasa.gov).
Suhu permukaan laut di perairan Teluk Palabuhanratu pada bulan Agustus, SPL berkisar
22oC – 29oC dengan SPL dominan antara 26oC-29oC. Kisaran SPL pada bulan September yaitu
antara 21oC – 27oC dengan SPL dominan antara 24oC – 27oC. Kisaran SPL pada bulan Oktober
adalah 20oC-31oC dengan suhu dominan pada kisaran 24oC-29oC. Ikan cakalang banyak
tertangkap pada kisaran suhu 25oC-29oC. Daerah penangkapan ikan cakalang pada bulan Agustus
sampai Oktober 2007 terdapat di perairan Teluk Ciletuh, Ujung Karangbentang, Cimaja, Teluk
Cikepuh, Ujung Genteng dan Gedogan. Suhu permukaan laut (SPL) tidak berpengaruh terhadap
hasil tangkapan ikan cakalang di perairan Teluk Palabuhanratu.
Kata kunci: Suhu Permukaan Laut, Cakalang dan Palabuhanratu
=====================================================================
====
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Singkam pada tanggal 6 Maret 1986 dari pasangan J. Limbong dan
E. Sitanggang. Penulis adalah anak ke tiga dari enam bersaudara. Tahun 1992 mengawali
pendidikan di SD N 173783 Singkam dan pada tahun 1998 penulis melanjutkan ke Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Sianjur Mula-Mula. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan
pendidikannya di Sekolah Menengah Umum Kartika I-2 Medan.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur USMI
(Undangan Seleksi Masuk IPB) dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan pada Program studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Selama menjadi mahasiswa,
penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai anggota
Departemen Informasi dan Komunikasi HIMAFARIN 2005-2006, Ketua Persekutuan Fakultas
FPIK, Anggota Unit Kegiatan Mahasiswa PMK tahun 2004 sampai sekarang.
Pada tahun 2007 penulis melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Suhu Permukaan
Laut Terhadap Jumlah dan Ukuran Hasil Tangkapan Ikan Cakalang di Perairan Teluk
Palabuhanratu, Jawa Barat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan
pada Program studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.
=====================================================================
=====
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi potensial yang diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan manusia yang semakin sulit. Peningkatan pertumbuhan manusia tidak
sebanding dengan peningkatan sumber daya alam yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Hal ini mendorong sektor perikanan untuk meningkatkan hasil tangkapannya.
Indonesia merupakan negara perairan yang masih memiliki kendala dalam bidang penangkapan
ikan. Salah satu kendala yang dihadapi oleh nelayan-nelayan Indonesia adalah keterbatasan
pengetahuan dalam penentuan posisi penangkapan yang efisien atau daerah penangkapan ikan
yang potensial.
Perairan Palabuhanratu yang terletak di selatan Jawa Barat, merupakan salah satu daerah
perikanan yang potensial di Indonesia. Nelayan di Palabuhanratu melakukan penangkapan ikan
hanya berdasarkan pengalaman untuk menentukan daerah penangkapan sehingga mereka
memerlukan biaya yang besar dan waktu yang lama. Jenis-jenis ikan yang terdapat di
Palabuhanratu sangat banyak sehingga daerah ini merupakan tempat yang strategis bagi nelayan
lokal maupun nelayan yang datang dari luar Palabuhanratu. Cakalang merupakan salah satu jenis
ikan yang paling banyak tertangkap oleh alat tangkap payang dan gillnet di Palabuhanratu.
Musim penangkapan cakalang berlangsung antara Juni sampai Oktober dan puncaknya terjadi
pada Agustus sampai September. Informasi tentang keberadaan cakalang tersebut masih sulit
diperoleh secara pasti di Palabuhanratu.
Daerah penangkapan cakalang di perairan Teluk Palabuhanratu seyogianya dapat
diketahui dengan memperhatikan parameter oseanografi, seperti suhu permukaan laut. Hal ini
disebabkan karena setiap spesies ikan memiliki kisaran suhu tertentu yang sesuai dengan
kebiasaan hidupnya yang dapat ditoleransi oleh tubuhnya sehingga dapat mempengaruhi
penyebaran ikan di suatu perairan. Dengan cara membandingkan keberadaan ikan yang
tertangkap dengan suhu permukaan laut yang disukainya, keberadaan ikan cakalang dan jenis
ikan lain dapat diketahui.
Pengamatan suhu permukaan laut untuk mendeteksi keberadaan ikan cakalang sangat
tepat karena cakalang merupakan spesies yang lapisan renangnya terdapat pada lapisan atas
dekat permukaan. Laevastu dan Hayes (1981) mengemukakan bahwa suhu berpengaruh terhadap
penyebaran ikan cakalang. Suhu optimum untuk ikan cakalang di Pasifik Timur Laut sebesar 20
– 26oC, sedangkan di Pasifik Tenggara berada pada kisaran 20-28oC. Untuk Indonesia menurut
Gunarso (1985) cakalang dapat ditemukan pada kisaran suhu antara 28-29oC.
Gunarso (1985) mengatakan bahwa kebiasaan cakalang bergerombol sewaktu dalam
keadaan aktif mencari makan. Jumlah cakalang dalam suatu gerombolan berkisar beberapa ekor
sampai ribuan ekor. Individu suatu schooling cakalang mempunyai ukuran yang relatif sama.
Ikan yang berukuran lebih besar berada pada lapisan yang lebih dalam dengan schooling yang
kecil, sedangkan ikan yang berukuran kecil berada pada lapisan permukaan dengan kepadatan
yang besar (Waldrom diacu dalam Irawan, 1995). Apakah faktor oseanografi berpengaruh
terhadap penyebaran ukuran ikan cakalang? Ikan cakalang ukuran besar berbeda kemampuan
adaptasinya dengan ikan cakalang ukuran kecil dalam mengatasi perubahan lingkungan. Dengan
mengetahui ukuran ikan cakalang, maka dapat melihat sebagian sifat-sifatnya dalam mengatasi
perubahan lingkungan.
Untuk mengetahui parameter oseanografi suhu permukaan laut (SPL) perairan Indonesia
yang sangat luas maka metode konvensional sangat sulit dilakukan karena membutuhkan biaya
yang sangat besar dan waktu yang lama. Hal ini mendorong untuk memanfaatkan teknologi
satelit dalam pengamatan fenomena oseanografi khususnya suhu permukaan laut. Satelit ini
mampu menentukan nilai SPL optimum yang disukai ikan, termasuk ikan cakalang. Dengan
mengetahui penyebaran SPL optimum ikan cakalang, maka nelayan dapat memprediksi daerah
penangkapan sehingga menghemat waktu, biaya dan tenaga untuk melakukan operasi
penangkapan. Oleh karena itu penelitian tentang pengaruh SPL terhadap jumlah dan ukuran hasil
tangkapan ikan cakalang di peraiaran Teluk Palabuhanratu ini perlu dilakukan.
Tujuan
1) Menentukan penyebaran SPL di perairan Palabuhanratu
2) Menentukan komposisi (jumlah dan ukuran) hasil tangkapan cakalang
3) Memprediksi pengaruh SPL terhadap jumlah dan ukuran panjang (size) hasil tangkapan
cakalang
Manfaat
1) Nelayan dapat melakukan penangkapan ikan cakalang secara produktif dengan mengetahui
penyebaran daerah penangkapan ikan yang potensial
2) Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, khususnya penerapan berbagai penginderaan jauh
dalam pendeteksian daerah penangkapan ikan
=========================================================================
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah tahap pengumpulan data
di perairan Teluk Palabuhanratu dengan pendaratan di PPN Palabuhanratu, Kecamatan
Sukabumi (Gambar 3) yang dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2007. Tahap
kedua dilaksanakan pada bulan Desember sampai Januari 2007 dengan men-download citra suhu
permukaan laut dari internet (http://oceancolor.gsfc.nasa.gov).
Gambar Peta daerah penelitian.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data
primer diperoleh melalui penangkapan ikan yaitu posisi dan waktu penangkapan, jumlah hasil
tangkapan cakalang, ukuran panjang cakalang. Sedangkan data sekunder yang digunakan adalah
citra SPL, jumlah alat tangkap, jumlah kapal dan jumlah nelayan di Palabuhanratu.
Tabel Sumber sumber data primer dan sekunder
No Jenis Data Sumber
I
1 2 3
II
1 2 3 4
Data Primer
Posisi dan waktu penangkapan cakalangJumlah hasil tangkapan cakalangUkuran panjang cakalang
Data Sekunder
Citra SPLJumlah alat tangkap di PalabuhanratuJumlah kapal di PalabuhanratuJumlah nelayan di Palabuhanratu
Nelayan kapal sampel
Nelayan kapal sampelNelayan kapal sampel
http://oceancolor.gsfc.nasa.govKantor PPN Palabuhanratu 2006
Kantor PPN Palabuhanratu 2006Kantor PPN Palabuhanratu 2006
Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Metode survei
merupakan penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang
ada dan mencari keterangan yang aktual (Nazir, 1998). Untuk penentuan sampel kapal pada
kegiatan penangkapan ikan dilakukan secara sengaja atau purposive sampling yaitu kapal payang
sebanyak 10 unit dengan pertimbangan sebagai berikut : sampel kapal beroperasi di Perairan
Teluk Palabuhanratu, sampel kapal layak beroperasi, sampel kapal terpilih dapat mewakili
seluruh jenis unit penangkapan dengan tujuan utama penangkapannya adalah ikan cakalang.
Pada setiap kapal sampel dicatat waktu operasi penangkapan ikan, posisi penangkapan, jumlah
dan ukuran panjang cakalang.
Jumlah hasil tangkapan dari kapal sampel yang telah ditentukan dicatat pada kuisioner
dalam bentuk fishing log yang telah disediakan pada setiap posisi setting. Fishing log dibagikan
kepada enumerator yang ada pada kapal sampel pada saat mereka melaut. Di samping jumlah
hasil tangkapan pada setiap setting, enumerator juga mencatat (menandai) posisi lintang dan
bujur penangkapan (setting) pada peta daerah penangkapan ikan yang telah dibagikan karena
kapal-kapal sampel tidak dilengkapai dengan GPS. Peta daerah penangkapan ikan dibagi menjadi
beberapa pixel dengan luasan 4.63 km x 4.63 km. Ukuran panjang cakalang dicatat dalam fishing
log pada setiap setting. Ikan cakalang diambil secara acak yang lebih dekat dengan nelayan tanpa
memperhatikan kriteria lain dan diukur panjang total.
Data kegiatan penangkapan ini juga diperoleh melalui wawancara terhadap sejumlah
responden di samping melalui eksperimental fishing. Responden ditetapkan secara purposive
sampling, yaitu terhadap ABK, nahkoda atau pemilik kapal sampel. Jumlah ABK sebanyak 5
orang dan nahkoda sebanyak 5 orang.
Data suhu permukaan laut diperoleh dengan cara men-download citra SPL yang bebas
awan dari internet (http://oceancolor.gsfc.nasa.gov). Citra SPL ini dipilih sesuai dengan waktu
dan posisi operasi penangkapan ikan. Jenis citra SPL yang digunakan adalah citra Aqua MODIS
level 2 karena citra ini khusus untuk keperluan kelautan dan perikanan. Dengan memilih level 2
pada citra Aqua MODIS, maka tampilan warna perairan di Teluk Palabuhanratu dapat dilihat
dengan baik sehingga pengamatan perbedaan suhu permukaaan luat dapat dilihat dengan jelas.
Data tambahan diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi,
tempat pelelangan ikan dan instansi-instansi terkait lainnya yang erat kaitannya dengan
penelitian ini. Data ini meliputi kondisi umum lokasi penelitian, data produksi bulanan dan
tahunan, spesifikasi dan perkembangan unit penangkapan ikan cakalang (nelayan, kapal dan alat
tangkap), informasi lainnya yang erat kaitannya dengan topik penelitian.
Analisis Data
Hasil tangkapan
Data hasil tangkapan yang meliputi komposisi berat hasil tangkapan dan ukuran spesies
hasil tangkapan dianalisis menurut skala ruang (posisi lintang dan bujur daerah penangkapan)
dan skala waktu (periode waktu operasi penangkapan). Jumlah tangkapan cakalang yang
dikelompokkan dalam periode harian dan bulanan dikonversi dalam bentuk CPUE (kg/unit),
kemudian disajikan dalam bentuk grafik. Selanjutnya penyebaran jumlah hasil tangkapan
tersebut dikelompokkan menjadi tiga, yaitu banyak, sedang dan sedikit. Pengelompokan ini
didasarkan pada hasil tangkapan bulanan pada tahun 2005 - 2006 dengan alat tangkap payang.
Hasil tangkapan bulanan tahun 2005 - 2006 dibagi menjadi 3 kelas melalui penentuan rata-
ratanya dan selanjutnya dijadikan kategori untuk pembagian jumlah hasil tangkapan.
Frekuensi ukuran panjang cakalang yang tertangkap menurut periode waktu (bulanan dan
harian) disajikan dalam bentuk grafik. Selanjutnya penyebaran ukuran panjang tersebut
dikelompokkan menjadi dua, yaitu ukuran besar dan ukuran kecil. Ukuran ikan dikelompokkan
berdasarkan ukuran ikan yang sudah dewasa yaitu mulai ukuran 40 cm (Matsumoto, 1984).
Suhu permukaan laut Data suhu permukaan laut diketahui dengan melakukan analisis digital terhadap citra
satelit Aqua MODIS level 2 yang diperoleh dengan men-download citra suhu permukaan laut
dari internet (http://oceancolor.gsfc.nasa.gov) yang mempunyai akstensi file *.bz2 kemudian
ditampilkan dalam bentuk JPG. Konsentrasi suhu permukaan laut pada daerah penangkapan
ikan pada saat trip operasi penangkapan dapat dihitung dengan menggunakan software SeaDAS
4.7 yang dioperasikan dengan program linux. Langkah-langkah pemrosesan citra dan SPL adalah
sebagai berikut :
1. Import data
Langkah pertama adalah mengimpor data satelit yang sudah diekstrak. MODIS ditampilkan
dalam bentuk produk sst karena yang diolah adalah SPL.
2. Pemotongan citra (cropping).
Perekaman oleh sensor satelit mencakup daerah rekaman yang sesuai dengan sapuan sensor, oleh
karena itu perlu dilakukan pembatasan wilayah pada citra agar citra hanya memuat daerah
penelitian perairan Teluk Palabuhanratu. Daerah tersebut mempunyai batas geografis pada
06o97LS’ – 07o03’ LS dan 106o59’BT – 106o62’ BT.
3. Klasifikasi
Klasifikasi dilakukan untuk membedakan antara darat, awan dan laut. Laut yang dimaksudkan
disini yaitu nilai suhu permukaan laut. Pemberian warna (color lut) berfungsi untuk
memudahkan dalam pengamatan secara visual. . Pada perairan terdapat color bar yang memiliki
selang 4 oC dan setiap 1 oC memiliki warna yang berbeda sehingga dapat terlihat jelas perbedaan
konsentrasi suhu permukaan laut pada setiap daerah penangkapan ikan. Suhu terendah pada
color bar adalah -2 oC dan tertinggi yaitu 35 oC.
4. Menghitung Suhu Permukaan Laut
Perhitungan SPL dapat dilakukan dengan memakai fungsi cursor position pada titik daerah
penangkapan ikan. Cursor position menampilkan nilai SPL, waktu pemotretan dan posisi.
5. Pembentukan peta daerah penangkapan ikan
Pembuatan daerah penangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan program Photoshop CS2
dalam bentuk JPG.
6. Pembuatan layout
Pembuatan layout dilakukan di Arcview dengan menambahkan legenda, skala dan arah utara.
Citra suhu permukaan laut yang telah dibuat dalam peta sebaran suhu permukaan laut
dianalisa secara visual dan diinterpretasikan dengan melihat pola distribusi suhu permukaan laut.
Data suhu permukaan laut ini dapat dijadikan indikasi tentang keberadaan ikan cakalang.
Penyebaran SPL disajikan dalam bentuk citra, selanjutnya dianalisis dengan program SeaDAS
untuk memperoleh kisaran SPL, SPL dominan, SPL rata-rata di setiap posisi setting yang
selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel.
Hubungan hasil tangkapan dengan SPL
Hubungan antara hasil tangkapan dengan suhu permukaan laut pada posisi dan waktu
yang bersamaan dianalisis dengan cara menyajikan diagram pencar. Kedua variabel tersebut juga
disajikan dalam bentuk persamaan matematis, yaitu persamaan regresi sederhana (Wallpole,
1995) sebagai berikut:
Y = a + bx
Keterangan: Y : Berat hasil tangkapan ikan cakalang (kg)
x : Suhu permukaan laut ( oC )
a : Intersep
b : Koefisien regresi untuk suhu permukaan laut
Untuk menentukan derajat hubungan antara variabel hasil tangkapan dan variabel SPL
maka dilakukan analisis korelasi. Semakin tinggi nilai korelasi maka hubungan antara kedua
koefisien semakin erat. Analisis korelasi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak
microsoft excel dan SPSS ver. 13.0. Derajat hubungan dinyatakan dengan koefisien korelasi (r)
yang merupakan akar dari koefisien determinasi (R2).
Dimana kisaran nilai koefisien korelasi adalah : -1 ≤ r ≤ +1
Korelasi erat jika : r ≥ 0.7 dan r ≤ - 0.6 , dan korelasi tidak erat jika : -0.6 < r < 0.7
3.4.4 Daerah penangkapan ikan potensial
Penentuan Daerah Penangkapan Ikan (DPI) potensial didasarkan pada tiga indikator,
yaitu jumlah hasil tangkapan, ukuran panjang, serta profil suhu permukaan laut pada daerah
penangkapan. Pada ketiga indikator tersebut diberi nilai bobot dengan teknik skooring dengan
ketentuan sebagai berikut :
1. Jika pada suatu DPI diperoleh nilai CPUE yang masuk dalam kategori tinggi ( >300 kg/unit )
diberi bobot 5, CPUE sedang ( 100-300 kg/unit ) diberi bobot 3 dan CPUE rendah ( <100 kg/unit
) diberi bobot 1. Pengelompokan nilai CPUE ini didasarkan pada penyebaran CPUE cakalang
selama 2 tahun (2005-2006), sebagaimana disajikan pada Lampiran 1.
2. Jika cakalang yang tertangkap pada suatu DPI masuk dalam kategori ukuran
besar (>40 cm/ekor) diberi bobot 3, sedangkan ukuran kecil (<40 cm/ekor) diberi bobot 1.
Pengelompokan ikan ukuran besar/kecil ini mengacu pada pendapat Matsumoto (1984).
3. Jika SPL didominasi oleh SPL optimum untuk penangkapan, maka DPI tersebut dapat
dikategorikan sebagai DPI yang baik dan diberi bobot 3 dan jika tidak didominasi oleh SPL
optimum diberi bobot 1.
Setelah diperoleh nilai bobot untuk masing-masing indikator pada suatu DPI tertentu, selanjutnya
bobot tersebut dijumlahkan. Dalam hal ini, ketiga indikator diasumsikan mempunyai pengaruh
yang sama terhadap penilaian suatu DPI.
Langkah terakhir dalam penentuan DPI ini adalah dengan cara mengelompokkan nilai
bobot gabungan yang merupakan penjumlahan ketiga indikator menjadi tiga, yaitu :
1. Jika nilai bobot gabungan berada pada kisaran tertinggi, maka DPI tersebut dikategorikan
sebagai DPI potensial.
2. Jika nilai bobot gabungan berada pada kisaran menengah, maka DPI tersebut dikategorikan
sebagai DPI sedang.
3. Jika nilai bobot gabungan berada pada kisaran terendah, maka DPI tersebut dikategorikan
sebagai DPI kurang potensial.
=====================================================================
=====
PEMBAHASAN
Variabilitas Hasil Tangkapan Ikan Cakalang
Jumlah hasil tangkapan tertinggi terdapat pada bulan September, kemudian menyusul
bulan Oktober dan paling rendah pada bulan Agustus (Gambar 4). Namun demikian, hasil
tangkapan ikan cakalang bulan Agustus ini masih termasuk kategori banyak jika dibandingkan
dengan hasil tangkapan bulanan pada tahun 2005-2006 di perairan Teluk Palabuhanratu
(Lampiran 1) . Tangkapan cakalang yang paling banyak pada bulan September ternyata sesuai
dengan pendapat Tampubolon (1990) yang menyatakan bahwa bulan Juni sampai September
merupakan musim puncak di daerah perairan Teluk Palabuhanratu.
Hasil tangkapan harian pada bulan Oktober dan September hampir sama. Namun secara
kumulatif hasil tangkapan ikan cakalang pada bulan September lebih tinggi dibandingkan dengan
bulan Oktober. Hal ini disebabkan karena pengambilan data pada bulan Oktober dilakukan hanya
sampai pertengahan bulan karena nelayan sampel tidak melakukan operasi penangkapan ikan.
Harga ikan cakalang pada bulan Oktober sangat murah dan juga karena hari libur Idul Fitri
menyebabkan nelayan tidak pergi menangkap ikan. Harga cakalang yang sangat murah
dikarenakan jumlah hasil tangkapan yang banyak. Hasil tangkapan yang didaratkan di PPN
Palabuhanratu cukup banyak dan tidak mendapat penanganan yang baik dari pihak pelabuhan.
Disamping itu, ruang penyimpanan (cool room) yang tidak tersedia membuat mutu ikan tidak
baik sehingga mengurangi minat konsumen untuk membeli.
Hasil tangkapan yang rendah pada bulan Agustus disebabkan banyak nelayan payang
yang tidak menangkap ikan. Selama bulan Agustus sampai awal bulan September, angin
berhembus kencang dari arah tenggara sehingga nelayan sulit mendeteksi keberadaan ikan pada
saat operasi penangkapan ikan sehingga nelayan memilih tidak melaut dan mencari pekerjaan
lain seperti buruh bangunan. Angin yang kencang mengakibatkan badai, gelombang tinggi serta
arus permukaan yang cukup kuat. Akibatnya nelayan mengalami kesulitan untuk
mengoperasikan payang dan mendeteksi keberadaan schooling ikan cakalang. Disamping itu, ada
kemungkinan ikan cakalang akan bermigrasi menghindari perairan yang bergelombang dan
mencari perairan yang lebih tenang untuk menghindari tekanan (Laevastu and Hayes, 1981).
Jika dilihat pada Gambar 7, proporsi ikan ukuran besar yang didapat pada trip
penangkapan nelayan payang periode bulan Agustus sampai Oktober 2007 untuk ikan cakalang
hanya sebesar 29% (17,941 kg) dari total tangkapan 61,863 kg. Hasil tangkapan pada bulan
Agustus yang ukuran besar hanya sebesar 21%, pada bulan September 37% dan pada bulan
Oktober hanya sebesar 11% (Gambar 8). Hal tersebut mengindikasikan walaupun hasil
tangkapan cukup banyak, namun berdasarkan aspek lingkungan tidak optimum atau kurang
berwawasan lingkungan.
Nelayan payang di daerah Palabuhanratu tidak memperhatikan kriteria ukuran besar atau
kecil. Semua jenis ikan yang tertangkap dengan jaring payang dimasukkan ke dalam palkah
(blong) tanpa memperhatikan ukurannya. Disamping itu, nelayan payang memiliki ukuran mata
jaring yang sangat kecil, sehingga ikan cakalang yang berukuran kecil pasti tertangkap. Dalam
hal ini dibutuhkan peran serta Pemerintah Daerah dan ahli perikanan tangkap untuk membuat
suatu regulasi atau kebijakan tentang pengaturan ukuran hasil tangkapan yang layak.
Sebaran Temporal dan Spasial SPL di Perairan Teluk Palabuhanratu
Secara umum, SPL di perairan Teluk Palabuhanratu pada bulan Agustus termasuk hangat
namun pada wilayah-wilayah tertentu didominasi oleh SPL dingin. Selanjutnya, SPL pada bulan
September 2007 menurun dengan didominasi oleh suhu dingin. Sedangkan pada bulan Oktober
2007, sebagian besar daerah perairan Teluk Palabuhanratu cenderung hangat kembali walaupun
masih ditemukan wilayah-wilayah tertentu yang suhunya dingin.
Suhu permukaan laut pada bulan Agustus 2007 termasuk hangat disebabkan oleh musim
timur. Pada bulan September dan Oktober 2007 ditemukan fluktuasi suhu yang drastis seperti
dari tanggal 22 September ke tanggal 23 September dan tanggal 8 Oktober ke tanggal 9 Oktober
2007. Hal ini terkait erat dengan munculnya musim peralihan pada bulan September dan
Oktober.
Timbulnya suhu dingin pada bulan September 2007 kemungkinan terkait dengan
terjadinya upwelling. Menurut Purba et al. (1994) bahwa upwelling yang intensif terjadi di
perairan Teluk Palabuhanratu pada bulan September dan upwelling kurang intensif pada bulan
Juli dan Agustus. Wyrtki (1962) manyatakan bahwa proses air naik pada perairan tropis ada
hubungannya dengan angin musim yang terjadi di daerah tersebut (angin musim timur). Proses
air naik di daerah pantai didasari oleh teori Ekman yang menyatakan jika tertiup angin tetap di
atas permukaan laut, maka masa air pada lapisan Ekman akan dibelokkan 90o ke arah kanan
untuk belahan bumi utara dan ke arah kiri untuk belahan bumi selatan dari arah angin. Bila angin
bertiup sejajar dengan pantai dan pantai berada di sebelah kanan arah angin (belahan bumi
selatan), maka lapisan Ekman akan mengalir meninggalkan pantai. Berdasarkan hukum
kontinuitas, air di lapisan bawah akan naik ke permukaan. Dengan mekanisme tersebut di selatan
Jawa akan terjadi proses air naik (upwelling) pada waktu musim timur, karena pada musim timur
di daerah ini bertiup angin pasat tenggara dengan arah yang sejajar pantai selatan Jawa.
SPL pada bulan September 2007 di daerah perairan Teluk Palabuhanratu didominasi oleh
suhu dingin dengan kisaran antara 24oC-27oC. Sedangkan pada penelitian sebelumnya (Ismajaya,
2006), SPL perairan Teluk Palabuhanratu pada bulan September 2005 termasuk hangat dengan
kisaran nilai 27.10-29.00oC. Hal ini terjadi karena adanya dinamika perubahan lingkungan
walaupun pada daerah yang sama. Dari citra satelit juga terlihat bahwa SPL hangat
terkonsentrasi di daerah pantai dan semakin menurun ke arah perairan lepas pantai. Hal ini
disebabkan karena daerah pantai di perairan Teluk Palabuhanratu banyak mendapat masukan air
tawar yang membawa SPL hangat dari sungai-sungai di sekitarnya.
Pada tanggal 4 September 2007 dan tanggal 9 Oktober 2007, perairan Teluk
Palabuhanratu ditutupi awan yang tebal (Lampiran 9). Hal ini menyebabkan intensitas radiasi
matahari sangat sedikit sehingga suhu permukaan laut sangat dingin. Awan yang menutupi
perairan menyebabkan hanya sebagian kecil perairan yang dapat dilihat kisaran suhu permukaan
lautnya. Awan menyebabkan terhalangnya pancaran tenaga elektromagnetik dari permukaan air,
sehingga tidak semua wilayah terekam oleh sensor satelit. Sebagian tenaga elektromagnetik
tersebut ada yang diserap ataupun dipantulkan yang menyebabkan tenaga elektromagnetik yang
terekam menjadi rendah, sehingga suhu permukaan laut yang dihasilkan pun menjadi rendah.
Lebih rendahnya SPL dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor oseanografi lainnya seperti arus.
Namun demikian, perlu pangamatan yang lebih detail untuk melihat sejauh mana pengaruh arus
terhadap SPL di perairan Teluk Palabuhanratu.
Penentuan kisaran SPL pada setiap operasi penangkapan ikan dengan menggunakan hasil
citra satelit masih memiliki kelemahan. Luasan sapuan sensor MODIS yang besar
mengakibatkan kisaran SPL yang didapat masih dalam daerah yang luas. Disamping itu, satelit
Aqua MODIS mengelilingi bumi pada sore hari sehingga data SPL pada saat operasi
penangkapan ikan masih kurang akurat.
Pengaruh SPL Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Cakalang
Kisaran suhu permukaan laut pada saat penelitian berkisar antara 20oC-31oC. Kondisi ini
membuktikan bahwa ikan cakalang masih dapat mentolerir suhu permukaan laut dingin 20oC dan
suhu panas sampai 31oC. Namun demikian hasil tangkapan ikan cakalang terbanyak ditemukan
pada kisaran suhu 25oC-29oC (Gambar 10). Hal ini menunjukkan bahwa suhu yang cocok untuk
penangkapan ikan cakalang di perairan Teluk Palabuhanratu adalah 25oC-29oC. Hasil tangkapan
tidak ditemukan pada SPL diatas 29oC kemungkinan disebabkan karena ikan cakalang akan
berenang lebih dalam sehingga payang tidak dapat menjangkaunya. Berdasarkan informasi
nelayan payang di perairan Teluk Palabuhanratu, alat tangkap payang dioperasikan pada
kedalaman kurang lebih 10 meter.
Berdasarkan uji regresi didapatkan bahwa suhu permukaan laut tidak berpengaruh
terhadap jumlah hasil tangkapan ikan cakalang di perairan Teluk Palabuhanratu. Hal ini
disebabkan karena kisaran SPL saat penelitian (20oC-31oC) masih berada pada suhu
penangkapan cakalang sebagaimana disebutkan oleh Gunarso (1985), bahwa suhu optimum
untuk penangkapan cakalang di Indonesia berkisar antara 28oC-29oC. Dengan demikian, ikan
cakalang dapat dengan mudah beradaptasi terhadap perubahan suhu yang terjadi.
Suhu permukaan laut optimum untuk kegiatan penangkapan cakalang bisa saja bervariasi
berdasarkan perubahan waktu (temporal) dan tempat (spasial). Penyebaran ikan cakalang di
suatu wilayah perairan tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor oseanografi tertentu.
Kemungkinan penyebaran ikan cakalang di suatu tempat secara dominan dipengaruhi oleh SPL
tetapi di daerah lain penyebarannya dipengaruhi oleh arus. Pada bulan Maret sampai Juni 2005 di
Perairan Laut Maluku diketahui bahwa SPL dengan hasil tangkapan terbanyak berkisar antara
26oC-32oC (Arifin, 2006).
Tabel Kisaran SPL optimum penangkapan ikan cakalang di sebagian wilayah IndonesiaNo Author Perairan Waktu SPL optimum
(oC)
1 Nora Anggraini P.Mentawai Musim Barat 2003 23-24
Musim Peralihan (Barat-Timur) 2003
24-25
Musim Timur 2003 29-30Musim Peralihan (Timur-Barat) 2003
26-27
2 Rudy Permadi P.Laut Banda Agustus-Oktober 2002
26-28
3 Ibrahim Arifin P.Laut Maluku
Maret-Juni 2005 26-32
Menurut penelitian sebelumnya (Anggraini, 2003), SPL di perairan Mentawai
berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan cakalang. Hal ini dapat terjadi karena kondisi faktor-
faktor lingkungan yang mempengaruhi penyebaran cakalang kemungkinan berbeda secara
spasial. Disamping itu, pengaruh SPL terhadap penyebaran cakalang untuk perairan tropis adalah
kecil karena suhu relatif sama (konstan) sepanjang tahun (Hela and Laevastu, 1981). Dalam hasil
perhitungan statistik dapat dilihat bahwa hanya 0.71% dari SPL yang dapat memprediksi hasil
tangkapan ikan cakalang di perairan Teluk Palabuhanratu. Untuk mendapatkan hasil yang lebih
lengkap, diperlukan perhitungan yang melibatkan karakteristik perairan lainnya, seperti arus,
salinitas, klorofil a, dan lain-lain. Disamping itu, pengaruh faktor-faktor teknis produksi seperti
keterampilan nelayan, alat tangkap, dan sebagainya diperlukan dalam penelitian-penelitian
lanjutan.
Berdasarkan uji statistik sebagaimana disajikan pada Gambar 12, SPL tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap ukuran panjang ikan cakalang. Namun demikian berdasarkan gambar
13, terlihat suatu pola yang menunjukkan bahwa ikan cakalang yang ukuran kecil cenderung
tertangkap pada SPL yang lebih hangat sedangkan ikan cakalang yang berukuran besar
tertangkap pada SPL hangat dan dingin. Hal ini disebabkan karena metabolisme tubuh ikan
cakalang yang berukuran kecil hanya mampu menyesuaikan dengan SPL yang lebih hangat. Ikan
cakalang yang berukuran besar mampu berada pada suhu yang dingin maupun suhu yang hangat
karena memiliki sistem metabolisme tubuh yang sudah baik (Arifin, 2006).
Ikan cakalang yang berukuran kecil lebih banyak tertangkap karena berada di lapisan
permukaan sehingga dapat tertangkap dengan payang. Ikan cakalang yang berukuran besar
biasanya berada pada lapisan lebih dalam sehingga tidak terjangkau semua oleh alat tangkap
payang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Waldrom diacu dalam Irawan (1995), bahwa ikan yang
berukuran lebih besar berada pada lapisan yang lebih dalam dengan schooling yang kecil,
sedangkan ikan yang berukuran kecil berada pada lapisan permukaan dengan kepadatan yang
besar.
Penyebaran Daerah Penangkapan Ikan Cakalang
Penentuan Daerah Penangkapan Ikan (DPI) potensial didasarkan pada tiga indikator,
yaitu jumlah tangkapan ikan cakalang, ukuran panjang dan sebaran SPL pada daerah
penangkapan. DPI potensial untuk penangkapan ikan cakalang secara rutin selama bulan
Agustus-Oktober 2007 terdapat di Teluk Ciletuh dan Ujung Karangbentang. Selanjutnya DPI
yang kurang potensial selama bulan Agustus-Oktober 2007 terdapat di Teluk Bedog. Kondisi
DPI yang masih potensial untuk penangkapan cakalang terdapat di Cimaja, Teluk Cikepuh,
Ujung Genteng dan Gedogan. Hal ini didasari oleh kejadian frekuensi timbulnya kategori DPI
potensial lebih sering dibandingkan dengan kategori DPI sedang dan kurang. Sedangkan DPI
kategori sedang terdapat di Karang Payung, Teluk Amunan, Ujung Penarikan, Cisolok, Teluk
Amurah, Guhagede, Ujung Sodongparat, Citepus, Panggeleseram, GOA dan Cisaar. Hal ini
didasari oleh kejadian, yang mana frekuensi timbulnya kategori DPI potensial labih sedikit
selama periode Agustus sampai Oktober 2007.
Tabel Evaluasi DPI berdasarkan jumlah ikan, ukuran dan sebaran SPL
No DPI
Kategori DPI bulan Kategori DPI GabunganAgustus September Oktober
1 Karang Payung Potensial Sedang - Sedang2 Cimaja Potensial Potensial - Masih Potensial3 Tel.Ciletuh Potensial Potensial Potensial Potensial4 Ujg.Karangbentang Potensial Potensial Potensial Potensial5 Tel.Cikepuh Kurang Potensial Potensial Masih Potensial6 Ujung Genteng Potensial Potensial - Masih Potensial7 Ug.Penarikan Sedang Potensial - Sedang8 Cisolok Sedang Potensial - Sedang9 Gedogan Kurang Potensial Potensial Masih Potensial
10 Tl.Amuran - Potensial - Sedang11 Guhagede Sedang Potensial - Sedang12 Ug.Sodong Parat Potensial Sedang - Sedang13 Citepus - Potensial - Sedang14 Tl.Bedog Sedang Kurang - Kurang15 Panggeleseram - Potensial - Sedang16 Cisaar Sedang Potensial Sedang Sedang
17 GOA - - Sedang Sedang
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (Ismajaya, 2006), diperoleh empat daerah
potensial penangkapan ikan tongkol pada periode Agustus sampai Oktober 2005 yaitu : Citepus,
Gedogan, Sodongparat dan Teluk Ciletuh. Hal ini mengindikasikan bahwa Gedogan dan Teluk
Ciletuh merupakan daerah potensial untuk ikan cakalang dan ikan tongkol. Hal ini dapat terjadi
karena tingkah laku ikan tongkol hampir mirip dengan ikan cakalang (Ismajaya, 2006).
Posisi penangkapan yang potensial terbanyak didapat pada bulan September yaitu di
perairan Cimaja, Ujung Karangbentang, Teluk Ciletuh, Teluk Amuran, Ujung Penarikan,
Cisolok, Teluk Cikepuh, Guhagede, Gedogan, Citepus, Panggeleseram , Ujung Genteng dan
Cisaar. Pada bulan Agustus, DPI potensial cakalang terdapat di Karang Payung, Ujung
Karangbentang, Ujung Genteng, Ujung Sodongparat, Teluk Ciletuh dan Cimaja. Sedangkan
bulan Oktober DPI potensial untuk cakalang terdapat di Ujung Karangbentang, Teluk Cikepuh,
Gedogan dan Teluk Ciletuh. Pada bulan Agustus 2007 terdapat DPI cakalang yang kurang
potensial yaitu di Teluk Cikepuh dan Gedogan.
Frekuensi timbulnya DPI potensial pada bulan September lebih sering jika dibandingkan
dengan bulan Agustus dan September 2007. DPI potensial pada bulan September 2007 sebanyak
13 DPI. Hal ini dapat terjadi karena bulan September merupakan musim puncak ikan cakalang di
perairan Teluk Palabuhanratu sehingga banyak nelayan sampel yang melakukan penangkapan
ikan. Pada bulan Agustus 2007 terdapat 6 DPI potensial. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh
angin kencang dari arah tenggara sehingga ikan cakalang di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu
bermigrasi ke tempat lain yang lebih tenang. Sedangkan, pada bulan Oktober 2007 terdapat 4
DPI potensial. Hal ini terjadi karena pengaruh musim peralihan sehingga ikan cakalang yang
tertangkap merupakan ikan yang berukuran kecil. DPI potensial terkonsentrasi di perairan Ujung
Karangbentang pada bulan Agustus 2007. Pada bulan September 2007, DPI potensial
terkonsentrasi di Teluk Cikepuh. Sedangkan DPI potensial pada bulan Oktober 2007
terkonsentrasi di Gedogan. Perubahan DPI potensial dari bulan Agustus 2007 sampai bulan
Oktober 2007 disebabkan oleh perubahan kondisi oseanografi lingkungan perairan Teluk
Palabuhanratu sehingga mempengaruhi tingkah laku ikan cakalang.
====================================================================
=====
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Sebaran SPL di perairan Teluk Palabuhanratu pada bulan Agustus sampai Oktober 2007
berkisar antara 20oC-31oC. Pada bulan Agustus, SPL berkisar 22oC – 29oC dengan SPL dominan
antara 26oC-29oC. Kisaran SPL pada bulan September yaitu antara 21oC – 27oC dengan SPL
dominan antara 24oC – 27oC. Kisaran SPL pada bulan Oktober adalah 20oC-29oC dengan suhu
dominan pada kisaran 24oC-28oC.
Komposisi jumlah hasil tangkapan cakalang pada bulan Agustus sampai Oktober 2007
cenderung berfluktuasi. Hasil tangkapan pada bulan Agustus, September dan Oktober 2007
masing-masing sebesar 8,098 kg, 37,855 kg dan 15,910 kg. Ukuran cakalang yang tertangkap
didominasi ukuran kecil yaitu 71% sedangkan ukuran yang besar hanya 29% dari total hasil
tangkapan 61,863 kg.
Suhu permukaan laut tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah dan ukuran hasil
tangkapan ikan cakalang di perairan Teluk Palabuhanratu. Namun, terdapat pola atau trend yang
menunjukkan bahwa ikan ukuran kecil lebih dominan tertangkap pada suhu hangat sedangkan
ikan cakalang ukuran besar dapat tertangkap pada suhu hangat dan dingin. Hasil tangkapan ikan
cakalang terbanyak terdapat pada kisaran SPL antara 25oC-29oC.
Saran
1) Perlu dilakukan penelitian yang serupa tetapi menggunakan GPS sehingga posisi kapal pada
waktu melakukan operasi penangkapan lebih akurat.
2) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan hasil tangkapan terhadap faktor
oseanografi lainnya seperti arus dan klorofil a.
3) Perlu dilakukan penelitian dengan musim yang berbeda supaya dapat terlihat penyebaran daerah
penangkapan ikan selama satu tahun.
=====================================================================
====
Lampiran:
SPL Pada Bulan Agustus
SPL Bulan September
Top Related