PENGARUH STRES KERJA TERHADAP KINERJA APARAT
KEPOLISIAN SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRES
PAREPARE
OLEH
DIYAN OKTAVIANI MUNDU
802014167
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian dari
Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang
bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Diyan Oktaviani Mundu
Nim : 80 2014 167
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Jenis Karya : Tugas Akhir
Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
UKSW hal bebas royalty non-eksklusif (non-exclusive royality free right) atas
karya ilmiah saya berjudul
PENGARUH STRES KERJA TERHADAP KINERJA APARAT
KEPOLISIAN SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRES PAREPARE
Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan mengalih
media/mengalih formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data , merawat
dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Salatiga
Pada Tanggal : 17 Juli 2018
Yang Menyatakan
Diyan Oktaviani Mundu
Mengetahui
Pembimbing
Krismi Diah Ambarwati, M.Psi.
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertandatangan ini :
Nama : Diyan Oktaviani Mundu
Nim : 802014167
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana.
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul :
PENGARUH STRES KERJA TERHADAP KINERJA APARAT
KEPOLISIAN SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRES PAREPARE
Yang dibimbing oleh :
Krismi Diah Ambarwati, M.Psi.
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan
atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam
bentuk rangkai kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah
sebagai karya saya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau
sumber aslinya.
Salatiga, 17 Juli 2018
Yang memberi pernyataan
Diyan Oktaviani Mundu
LEMBAR PENGESAHAN
PENGARUH STRES KERJA TERHADAP KINERJA APARAT
KEPOLISIAN SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRES PAREPARE
Oleh
Diyan Oktaviani Mundu
802014167
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakutas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Glear Sarjana Psikologi
Disetujui Pada Tanggal : 17 Juli 2017
Oleh
Pembimbing
Krismi Diah Ambarwati, M.Psi.
Diketahui oleh Disahkan oleh
Kaprogdi Dekan
Ratriana Y. E. Kusumiati, M.Si., Psi. Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., MA.
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018
PENGARUH STRES KERJA TERHADAP KINERJA APARAT
KEPOLISIAN SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRES
PAREPARE
Diyan Oktaviani Mundu
Krismi Diah Ambarwati
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018
i
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh stres kerja terhadap kinerja
aparat kepolisian. Subjek penelitian ini berjumlah 38 polisi satuan reserse
kriminal di Polres Parepare. Metode pengumpulan data menggunakan skala stres
kerja yang mengacu pada teori Robbins (2008) dan skala kinerja yaitu Sistem
Manajemen Kerja (SMK) yang digunakan di Polres Parepare. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antara stres kerja dan kinerja aparat
kepolisian satuan reserse kriminal Polres Parepare dengan nilai signifikansi 0,893
(p>0,05). Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan oleh peneliti yaitu
terdapat pengaruh yang signifikan antara stres kerja dan kinerja aparat kepolisian
satuan reserse kriminal Polres Parepare, dengan demikian hipotesis yang peneliti
ajukan ditolak.
Kata kunci : stres kerja, kinerja, aparat kepolisian
ii
Abstract
This study aims to determine the effect of job stress to the performance of police.
The subjects in this study cosisted 38 police criminal detective unit at Polres
Parepare. The methods of data collection by using job stress scale which refered
by Robbins theory (2008) and Sistem Managemen Kerja (SMK) which is the scale
of performance used in Polres Parepare. The results of this study indicate that
there is no influence between job stress and the performance of police criminal
detective unit Parepare Polres with a significance value of 0.893 (p> 0.05). This
is not in accordance with the hypothesis proposed by the researcher that there is a
significant influence between job stress and the performance of police criminal
detective unit at Polres Parepare, so the hypothesis that the research proposed
rejected.
Keywords: job stress, performance, police
1
PENDAHULUAN
Polri atau Polisi Republik Indonesia memiliki tugas untuk melindungi,
mengayomi dan melayani masyarakat. Para aparat kepolisian bertugas untuk
menegakkan hukum yang ada di Indonesia seperti yang dipertegas dengan
Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertujuan untuk
mewujudkan keamanan dalam negeri dengan tugas pokok (Pasal 4 dan 13
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002): a. Memelihara Keamanan dan Ketertiban
Masyarakat; b. Menegakkan hukum; c. Memberi perlindungan, pengayoman dan
pelayanan kepada masyarakat. Selain tugas, terdapat pula fungsi kepolisian yang
merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan
keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 2 Undang-undang No. 2
Tahun 2002).
Berdasarkan informasi yang diterima dari hasil wawancara (26/01/2018),
kepolisian Parepare telah menangani beberapa kasus khususnya oleh bagian
satuan reserse kriminal (sat reskrim) yang terdiri dari 38 personil. Dari total 38
personil ini, terdapat lagi pembagian tugas kepala satuan reserse kriminal (kasat
reksrim) yang mengkoordinir semua tugas, kepala urusan pembinaan dan
operasional (kaur bin ops) yang bertugas membantu mengkoordinir kegiatan
reserse kriminal, kepala urusan administrasi dan ketatausahaan (kaur mintu) yang
bertugas mengkoordinir tentang surat-surat di sat reskrim, penyidik yang bertugas
untuk memeriksa tersangka, saksi, saksi korban dan berkas perkara, unit
pelayanan perempuan dan anak (PPA) yang menangani kasus menyangkut
perempuan dan anak. Adapun total kasus yang ditangani sejak tahun 2014 total
2
kasus yang dilaporkan berjumlah 470 kasus, tahun 2015 berjumlah 571 kasus,
tahun 2016 berjumlah 576 kasus, dan tahun 2017 berjumlah 450 kasus. Kasus-
kasus yang ditanganipun bervariasi seperti pencurian, perkelahian, penipuan, dan
sebagainya.
Berdasarkan informasi yang diterima dari hasil wawancara (29/01/2018)
ada beberapa uraian tugas bagian reskrim yaitu diantaranya : 1. Mempelajari dan
mengkaji efektivitas pelaksanaan tugas penyelidikan dan penyidikan. 2.
Melaksanakan latihan fungsi serta menghimpun dan memelihara berkas perkara
yang telah selesai di proses dan bahan literatur terkait. 3. Mengumpul dan
mengolah data, serta menyajikan informasi dan dokumentasi program kegiatan. 4.
Memberikan pelayanan terhadap keluhan masyarakat dalam penanganan kasus. 5.
Melakukan pengawasan terhadap kinerja penyidik. Namun tidak jarang pula
ketika ada kegiatan masyarakat, maka beberapa anggota reskrim ikut melakukan
pengamanan (tertutup) bersama dengan anggota polisi lainnya, yang membuat
jumlah awal 38 personil ini berkurang dalam menyelesaikan kasus-kasus yang
ada. Hal ini dapat berdampak pada kinerja yang dihasilkan oleh aparat reskrim.
Dalam melaksanakan tugas yang dimiliki, diperlukan kinerja yang baik
dan kerja sama dari aparat kepolisian itu sendiri agar tugas tersebut dapat
terselesaikan dengan baik. Menurut Rivai (dalam Sinambela 2012), kinerja adalah
hasil atau tingkat keberhasilan seseorang atau keseluruhan selama periode tertentu
di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan,
seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan
terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.
3
Kinerja aparat kepolisian diukur menggunakan Sistem Manajemen Kerja
(SMK) yang merupakan sistem yang digunakan untuk mengidentifikasi dan
mengukur kinerja anggota Polri agar selaras dengan visi dan misi organisasi.
Berdasarkan Sistem Manajemen Kinerja (SMK) kinerja memiliki dua aspek yaitu
kinerja generik yaitu aspek/indikator penilaian kinerja individu yang meliputi
penilaian perilaku kerja anggota, penambahan nilai penghargaan dan pengurangan
nilai hukuman yang dilakukan oleh anggota Polri, dan kinerja spesifik yaitu
aspek/indikator penilaian kinerja individu yang meliputi kontrak kerja dan tugas
tambahan (dalam rancangan peraturan kapolri 2017).
Nugrahini (2014) menyatakan bahwa selain kinerja, pekerjaan sebagai
polisi erat kaitannya dengan kedisiplinan, sebagai abdi negara mereka dituntut
harus memiliki kedisiplinan yang tinggi dalam setiap melaksanakan tugasnya.
Akan tetapi, pada kenyataannya kedisiplinan yang tinggi membuat beberapa
anggota polisi merasa terbebani dalam bekerja.
Menurut Handoko (1994), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kinerja yaitu motivasi kerja, kepuasan kerja, kompensasi, dan tingkat stres.
Motivasi kerja merupakan sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan
kerja. Kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang mencerminkan peraaan
seseorang terhadap pekerjaannya. Kompensasi merupakan segala sesuatu yang
diterima sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang dilakukan. dan tingkat stres kerja
merupakan tingkat tekanan atau keadaan yang menyebabkan tidak nyaman dalam
melakukan pekerjaan.
Robbins (2006) mendefinisikan stres kerja yaitu kondisi dinamik yang di
dalamnya individu menghadapi peluang, kendala (constraints), atau tuntutan
4
(demans) yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya
dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting. Stres kerja merupakan keseriusan
yang menimpa karyawan di tempat kerjanya. Stres kerja dapat timbul akibat dari
keadaan tempat kerja, waktu kerja yang berlebihan dan faktor tanggung jawab
kerja (Smith, 1981). Namun, Siagian (2013) mengemukakan bahwa pada
tingkatan tertentu stres itu perlu. Kalangan ahli berpendapat apabila tidak ada stres
dalam pekerjaan, para karyawan tidak akan merasa ditantang dengan akibat bahwa
prestasi kerja akan menjadi rendah. Sebaliknya dengan adanya stres, karyawan
merasa perlu mengerahkan segala kemampuannya untuk berprestasi tinggi dan
dengan demikian dapat menyelesaikan tugas dengan baik.
Secara umum, seseorang mengalami stres pada pekerjaan akan
menampilkan gejala-gejala yang meliputi tiga kategori umum, yaitu (Robbins dan
Judge, 2008) gejala fisiologis yang merupakan gejala awal yang bisa diamati
terutama pada penelitian medis dan ilmu kesehatan, gejala psikologis seperti
ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan dan suka menunda-nunda
pekerjaan, dan gejala perilaku yang meliputi perubahan dalam tingkat
produktivitas, absensi, kemangkiran, dan tingkat keluarnya karyawan, juga
perubahan dalam kebiasaan makan, merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat,
gelisah, dan gangguan tidur.
Tantangan dan tekanan yang dihadapi seorang polisi dalam melaksanakan
tugas pekerjaannya dapat memicu timbulnya stres. Hal ini sesuai dengan pendapat
Zakir dan Murat (dalam Nugrahini, 2014) yang menyatakan bahwa menjadi
seorang polisi dianggap sebagai pekerjaan dengan tingkat stres yang tinggi, hal ini
dikarenakan jam kerja yang panjang, struktur kepemimpinan dan kekhawatiran
5
akan keselamatan. Hurrell, dkk. (dalam Munandar, 2008) menyebutkan salah satu
faktor penyebab timbulnya stres kerja adalah tuntutan tugas pekerjaan yang
berlebihan. Stres kerja yang dialami oleh aparat kepolisian bisa mempengaruhi
kinerja aparat itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Handoko (1994)
yang menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja adalah
stres kerja. Dalam hal ini stres bisa berdampak/berpengaruh positif terhadap
kinerja aparat kepolisian. Hal ini didukung oleh penelitian Tri Wartono (2017)
yang didapatkan pengaruh yang signifikan yang sangat kuat atau positif antara
stres kerja terhadap kinerja karyawan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Riandy (2016) didapatkan
stres kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja yaitu sebesar
51,3% sedangkan sisanya ditentukan atau dijelaskan oleh variabel-variabel lain
yang tidak diteliti didalam penelitian ini. Begitupula dengan penelitian Sagala
(2017) didapatkan stres kerja berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja
dosen dengan hasil koefisien regresi sebesar 0,633 dan nilai signifikansi variabel
stres sebesar 0,000. Juga penelitian Wartono (2017) didapatkan pengaruh yang
signifikan yang sangat kuat atau positif antara stres kerja terhadap kinerja
karyawan yang ditunjukan dengan koefisien korelasi sebesar 0,880 dan koefisien
determinasi 77,44%. Hal ini berarti stres kerja mempengaruhi kinerja sebesar
77,44% sisanya sebesar 22,56% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
Penelitian Meigawati (2013) didapatkan stres kerja tidak berpengaruh
terhadap kinerja karyawan karena nilai signifikasi stres kerja 0,791, nilai tersebut
lebih besar dari alpha (0,05), maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan. Hal
ini serupa dengan penelitian Resky (2017) yang didapatkan variabel X (stres kerja
6
(individu) koefisien regresi sebesar 0,076 nilai signifikansinya 0.236 maka stres
kerja (individu) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y (kinerja
karyawan). Begitupula dengan penelitian Mahardiani (2013) didapatkan variabel
stres kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan dengan t
hitung sebesar -0,926 dan signifikansinya 0,360. Beberapa penelitian tersebut
menunjukkan terdapat perbedaan hasil penelitian mengenai stres kerja dan kinerja
karyawan.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan mengenai stres kerja dan
kinerja karyawan maka peneliti hendak meneliti pengaruh stres kerja terhadap
kinerja aparat kepolisian satuan reserse kriminal Polres Parepare. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat pengaruh stres kerja terhadap kinerja aparat kepolisian.
Diharapkan pula, penelitian ini memberikan informasi tambahan mengenai
pengaruh stres kerja terhadap kinerja aparat kepolisian dan juga memberikan
masukkan bagi institusi bagaimana stres kerja berpengaruh terhadap kinerja aparat
kepolisian, yang selanjutnya pimpinan bisa melihat dan memberikan masukan
mengenai stres kerja yang dialami.
Hipotesis
Dalam penelitian ini peneliti mengajukan hipotesis, terdapat pengaruh
yang signifikan antara stres kerja terhadap kinerja aparat kepolisian Parepare.
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kuantitatif. Sedangkan untuk jenis penelitian adalah jenis penelitian
7
regresi karena penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh variabel x terhadap
variabel y yaitu pengaruh stres kerja terhadap kinerja.
Variabel Penelitian
Penelitian ini merupakan studi regresi dengan tujuan untuk melihat
ketergantungan satu variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel
independent (variabel penjelas/bebas). Variabel dalam penelitian ini yaitu stres
kerja sebagai variabel independen (X) dan kinerja sebagai variabel dependen (Y)
Definisi Operasional
Kinerja
Menurut Rivai (dalam Sinambela, 2012), kinerja adalah hasil atau tingkat
keberhasilan seseorang atau keseluruhan selama periode tertentu di dalam
melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar
hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu
dan telah disepakati bersama.
Stres Kerja
Menurut Robbins (2006) stres kerja yaitu kondisi dinamik yang di
dalamnya individu menghadapi peluang, kendala (constraints), atau tuntutan
(demans) yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya
dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh aparat kepolisian bagian reskrim
Polres Parepare yaitu berjumlah 38 orang. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan teknik sampel jenuh, yaitu
semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Sampel dalam penelitian ini
8
berjumlah 38 orang aparat kepolisian bagian reskrim Polres Parepare. Adapun
yang menjadi karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah polisi bagian
reskrim Polres Parepare dan sedang aktif atau tidak dalam masa cuti.
Metode Pengumpulan Data
Skala Kinerja
Skala kinerja yang digunakan yaitu Sistem Manajemen Kinerja (SMK)
yang digunakan di Polres Parepare yang berisi aspek generik dan aspek spesifik
untuk mengukur kinerja dari aparat kepolisian; yang terdiri dari 15 item.
Berdasarkan hasil uji seleksi item dan reliabilitas yang dilakukan oleh
penulis diketahui bahwa pada skala kinerja tidak terdapat item yang gugur dengan
skor reliabilitas sebesar 0.744 yang berarti alat ukur ini memiliki reliabilitas yang
tinggi atau layak digunakan sebagai alat ukur penelitian.
Skala Stres Kerja
Skala stres kerja yang digunakan yaitu skala yang disusun oleh peneliti
berdasarkan aspek/gejala stres kerja menurut Robbins (2008) yaitu gejala
fisiologis, psikologis dan perilaku; yang terdiri dari 20 item.
Berdasarkan hasil uji seleksi item dan reliabilitas yang dilakukan oleh
penulis diketahui bahwa pada skala stres kerja terdapat 9 item yang gugur dan
tersisa 11 item dengan koefisien korelasi item total bergerak dari 0,400-0,777 dan
dengan skor reliabilitas sebesar 0.865 yang berarti alat ukur ini memiliki
reliabilitas yang tinggi atau layak digunakan sebagai alat ukur penelitian.
9
HASIL PENELITIAN
Analisis Deskriptif
1. Stres Kerja
Variabel stres kerja memiliki item berjumlah 11 item, dengan jenjang
skor antara 1 sampai dengan 4. Pembagian skor tertinggi dan terendah adalah
sebagai berikut :
Skor tertinggi : 4 x 11 = 44
Skor terendah : 1 x 11 = 11
Pembagian interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor tinggi
dengan jumlah skor terendah dan membaginya dengan jumlah kategori.
jumlah skor tinggi – jumlah skor terendah
Jumlah kategori
i = 44 - 11
4
i = 8.25
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, dapat ditentukan kategorisasi
dalam stres kerja sebagai berikut :
Tabel 1 : Kategori Pengukuran Stres Kerja
No Kategori Interval Mean Frekuensi Presentasi
1. Sangat Tinggi 37,76 ≤ x < 44 0 0%
2. Tinggi 27,26 ≤ x < 37,75 17 44,74%
3. Rendah 19,26 ≤ x < 27,25 25,05 14 36,84%
4. Sangat rendah 11 ≤ x < 19,25 7 18,42%
JUMLAH 38 100%
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa aparat kepolisian yang
berada pada kategori sangat tinggi berjumlah 0 dengan presentase 0%,
pada kategori tinggi berjumlah 17 orang dengan presentase 44,74%, pada
kategori rendah sebanyak 14 orang dengan presentase 36,84%, dan pada
10
kategori sangat rendah berjumlah 7 orang dengan presentase 18,42%.
Berdasarkan data diatas juga dapat dilihat bahwa aparat kepolisian memiliki
tingkat rata-rata stres kerja yang tergolong rendah yaitu 25,05.
2. Kinerja
Variabel kinerja memiliki jumlah 15 item, dengan jenjang skor antara 1
sampai dengan 4. Pembagian skor tertinggi dan terendah adalah sebagai
berikut :
Skor tertinggi : 4 x 15 = 60
Skor terendah : 1 x 15 = 15
Pembagian interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor tinggi
dengan jumlah skor terendah dan membaginya dengan jumlah kategori.
jumlah skor tinggi – jumlah skor terendah
Jumlah kategori
i = 60 - 15
4
i = 11.25
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, dapat ditentukan kategorisasi
dalam kinerja sebagai berikut :
Tabel 2 : Kategori Pengukuran Kinerja
No Kategori Interval Mean Frekuensi Presentasi
1. Sangat Tinggi 48,76 ≤ x < 60 25 65,79%
2. Tinggi 37,6 ≤ x < 48,75 46 13 34,21%
3. Rendah 26,26 ≤ x < 37,5 0 0%
4. Sangat rendah 15 ≤ x < 26,25 0 0%
JUMLAH 38 100%
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa aparat kepolisian yang
berada pada kategori sangat tinggi berjumlah 25 orang dengan presentase
11
65,79%, pada kategori tinggi berjumlah 13 orang dengan presentase 34,21%,
pada kategori rendah sebanyak 0 dengan presentase 0%, dan pada kategori
sangat rendah berjumlah 0 dengan presentase 0% . Berdasarkan data diatas
juga dapat dilihat bahwa aparat kepolisian memiliki tingkat rata-rata kinerja
yang tergolong tinggi yaitu 46.
Uji Asumsi
1. Uji Normalitas
Tabel 3 : Hasil Uji Normalitas Stres Kerja dan Kinerja
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Stres Kerja Kinerja
N 38 38
Normal Parametersa Mean 25.0526 46.0000
Std. Deviation 4.85435 3.44062
Most Extreme Differences Absolute .175 .220
Positive .131 .114
Negative -.175 -.220
Kolmogorov-Smirnov Z 1.082 1.354
Asymp. Sig. (2-tailed) .192 .051
Berdasarkan pada tabel diatas, terlihat bahwa variabel stres kerja dan
kinerja memiliki nilai signifikan p> 0.05. Variabel stres kerja memiliki nilai
K-S-Z sebesar 1.082 dengan probabilitas sebesar 0.192 (p> 0.05). sedangkan
variabel kinerja memiliki nilai K-S-Z sebesar 1.354 dengan probabilitas /
nilai signifikansi 0.051 (p>0.05). Dapat disimpulkan bahwa variabel stres
kerja dan kinerja memiliki data yang berdistribsi normal.
12
2. Uji Heteroskedastisitas
Tabel 4 : Hasil Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.397 1.579 1.518 .138
Stres Kerja .020 .062 .053 .317 .753
a. Dependent Variable: RES2
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa nilai signifikasi variabel stres
kerja 0.753 > 0.05 artinya tidak terjadi heteroskedastisitas pada variabel X
(stres kerja).
3. Uji Linearitas
Tabel 5 : Hasil Uji Linearitas Stres Kerja dan Kinerja
ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Kinerja
Stres Kerja
Between Groups (Combined) 130.208 14 9.301 .695 .757
Linearity .225 1 .225 .017 .898
Deviation from
Linearity 129.984 13 9.999 .747 .702
Within Groups 307.792 23 13.382
Total 438.000 37
Hasil uji linieritas diperoleh hasil F linearity sebesar 0.747 dan nilai
signifikasi sebesar 0.702 (p > 0.05), maka berdasarkan data diatas dapat
disimpulkan bahwa variabel stres kerja dan kinerja bersifat linier.
13
4. Analisis Regresi
Tabel 6 : Hasil Analisis Regresi Stres Kerja dan Kinerja
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 46.402 3.012 15.404 .000
Streskerja -.016 .118 -.023 -.136 .893
a. Dependent Variable: kinerja
Dari tabel di atas diperoleh persamaan regresi linier sebagai berikut :
Y = 46,402 – 0,016 X
Keterangan :
1. Konstanta (a) sebesar 46,402 mengandung arti bahwa jika variabel
bebas yaitu stres kerja bernilai 0 maka nilai kinerja sebesar 46,402.
2. Koefisien regresi stres kerja sebesar -0,016 memberikan pemahaman
bahwa setiap penambahan satu satuan atau satu tingkatan stres kerja
akan berdampak pada menurunnya kinerja sebesar 0,016. Dengan kata
lain semakin tinggi stres kerja pada aparat kepolisian Polres Parepare
akan berdampak pada penurunan kinerja aparat kepolisian Polres
Parepare.
Berdasarkan hasil uji regresi diketahui nilai signifikansi 0,893 (p>0,05)
yang berarti bahwa tidak terdapat pengaruh antara stres kerja (X) dan kinerja
(Y). Hal ini berarti H1 dalam penelitian ini ditolak dan H0 dalam penelitian
ini diterima.
14
PEMBAHASAN
Berdasarkan analisa data, diketahui bahwa tidak ada pengaruh antara stres
kerja dan kinerja aparat kepolisian satuan reserse kriminal Polres Parepare. Hal ini
diketahui dari nilai signifikansi 0,893 (p>0,05). Hal ini tidak sesuai dengan
hipotesis yang diajukan oleh peneliti yaitu terdapat pengaruh yang signifikan
antara stres kerja dan kinerja aparat kepolisian satuan reserse kriminal Polres
Parepare, dengan demikian hipotesis yang peneliti ajukan ditolak.
Tidak adanya pengaruh antara kedua variabel ini dapat disebabkan karena
berdasarkan hasil wawancara (6 Mei 2018) aparat reskrim merasa kasus-kasus
yang ditangani sebagian besar merupakan kasus yang tidak begitu berat karena
mereka sudah sering menangani kasus-kasus tersebut dan juga kasus-kasus yang
ada, diselesaikan dalam bentuk kerjasama tim. Selain itu menurut mereka dalam
wawancara (6 Mei 2018), aparat kepolisian Polres Parepare (reserse kriminal)
merasa bahwa tugas yang mereka miliki dapat mereka selesaikan dengan baik
sesuai dengan standar operasional prosedur yang ada. Standar operasional
prosedur ini berisikan langkah-langkah pelaksanaan tugas, mulai dari sarana-
prasarana yang digunakan serta urutan tindakan yang akan dilakukan yang dapat
memudahkan aparat dalam menyelesaikan tugas yang dimiliki, sehingga
meskipun mereka merasa stres dengan tugas yang dimiliki, kinerja mereka akan
tetap baik karena tugas yang mereka lakukan sesuai dengan SOP yang ada.
Berat maupun ringan suatu tugas atau kasus yang ditangani sudah
memiliki standar operasional prosedur dalam menanganinya sehingga tugas yang
dimiliki atau kasus-kasus yang ditangani tidak membuat adanya pengaruh antara
stres kerja dan kinerja aparat, karena sejak awal mereka telah memahami standar
15
operasional prosedur sebagai seorang aparat dalam menangani kasus-kasus yang
akan mendukung tingkat kinerja dari aparat itu sendiri dan juga meminimalisir
timbulnya stres pada aparat kepolisian dalam menyelesaikan suatu kasus. Aparat
resersepun dituntut untuk bisa memiliki kinerja yang baik agar tugas yang dimiliki
dapat diselesaikan tepat waktu dan tidak membuat adanya tumpang tindih dalam
menyelesaikan kasus-kasus yang ada. Wibowo (2010) mengungkapkan SOP
merupakan standart kegiatan yang harus dilakukan secara berurutan untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan dan apabila ditaati akan membawa akibat seperti:
lancarnya koordinasi, tidak terjadi tumpang tindih atau duplikasi, terbinanya
hubungan kerja yang serasi, kejelasan wewenang dan tanggung jawab setiap
pegawai. SOP mempunyai kriteria efektif dan efisien, sistematis, konsisten,
sebagai standar kerja, mudah dipahami, lengkap, tertulis dan terbuka untuk
berubah/ fleksibel. Dengan demikian, walaupun menangani banyak kasus, aparat
tetap mampu bekerja dengan kinerja yang baik dan tingkat stres yang rendah.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Meigawati
(2013) didapatkan stres kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan
dengan nilai signifikansi stres kerja 0,791. Penelitian Resky (2017) didapatkan
stres kerja (individu) tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan
dengan koefisien regresi 0.076 dan signifikansinya 0.236. Penelitian Mahardiani
(2013) di mana didapatkan variabel stres kerja tidak berpengaruh signifikan
terhadap kinerja karyawan dengan t hitung sebesar -0,926 dan signifikansinya
0,360 .
Adapun faktor-faktor lain yang dapat memberikan pengaruh terhadap
kinerja yaitu motivasi kerja yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja,
16
kepuasan kerja yang mencerminkan peraaan seseorang terhadap pekerjaannya,
dan kompensasi yang diterima sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang dilakukan
(Handoko 1994).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka peneliti menyimpulkan
bahwa tidak ada pengaruh antara stres kerja terhadap kinerja aparat kepolisan
satuan reserse kriminal polres Parepare. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
signifikansi sebesar 0.893 (P>0.05).
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dari hasil pembahasan dan
kesimpulan, maka peneliti memberikan saran antara lain sebagai berikut :
1. Bagi Instansi
Dapat membuat program untuk memberikan pemahaman kembali terkait
dengan SOP, melakukan pembinaan dan pengarahan terkait tugas pokok
dan tujuan organisasi agar aparat dapat lebih memahami dan menyadari
tanggung jawabnya sebagai aparat yang nantinya akan meningkatkan
kinerja dari aparat kepolisian.
2. Bagi Aparat
Untuk meningkatkan kinerja aparat kepolisian, para aparat perlu untuk
tetap memahami SOP yang ada sebagai pedoman dalam menyelesaikan
suatu kasus dan juga tugas dan tanggung jawab yang dimiliki sebagai
aparat kepolisian.
17
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Menggunakan atau menambahkan faktor-faktor lain seperti motivasi kerja,
kepuasan kerja, dan kompensasi yang mempengaruhi kinerja.
Pengambilan datapun bisa dilakukan pada aparat kepolisian dalam lingkup
lembaga kepolisian yang menangani kasus-kasus yang lebih berbeda.
18
DAFTAR PUSTAKA
Astianto, A & Heru S. (2014). Pengaruh stres kerja dan beban kerja terhadap
kinerja karyawan PDAM Surabaya. Jurnal Ilmu & Riset Manajemen,
3(7), 1-17
Handoko, T.H. (1994). Manajemen personalia dan manajemen sumber daya
manusia. Yogyakarta:BPFE.
Luthans, Fred. 2006. Perilaku organisasi. Edisi 10. Yogyakarta: ANDI
Meigawati, K. (2013). Pengaruh stres kerja dan gaya kepemimpinan terhadap
kinerja karyawan (studi pada karyawan perusahaan daerah bank
perkreditan rakyat badan kredit kecamatan Purwodadi). Skripsi.
Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata.
Moorhead & Griffin. (2013). Perilaku organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
Ningsih, R (2014). Pelaksanaan tugas dan fungsi kepolisian republik indonesia di
polsek tanah grogot kabupaten paser (studi kasus perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan masyarakat). eJournal Ilmu
Pemerintahan, 2(1) , 1951-1960
Nugrahini, L. (2014). Hubungan antara beban kerja dengan stres kerja pada
anggota polisi di polresta Surakarta. Skripsi. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Rahayu, R. dkk. (2017). Pengaruh stres kerja terhadap kinerja karyawan pada pt.
telesindo shop cabang Makassar. Jurnal Riset Edisi XVI, 3(005), 97-
111
Riandy. (2016). Pengaruh stres kerja terhadap kinerja karyawan pada pt. borneo
laboratorium inspeksi dan surveyor service di Samarinda. eJournal
Administrasi Bisnis, 4 (4), 1059-1072
Sagala, E.J & Randa Pebri Ardi. (2017). Pengaruh stres kerja terhadap kinerja
karyawan : Studi kasus pada tenaga pengajar di telkom university. e-
Proceeding of Management, 4(1), 221-229
Sudarmanto. (2009). Kinerja dan pengembangan kompetensi SDM. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
Wartono, Tri. (2017). Pengaruh stres kerja terhadap kinerja karyawan (studi pada
karyawan majalah mother and baby). Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen
Universitas Pamulan, 4(2), 41-55
Wibowo. (2010). Manajeman Kinerja. Jakarta: Rajawali Pers.
19
Wijono, S. (2012). Psikologi Industri & Organisasi. Jakarta: Prenadamedia
Group.
Yulianti, E. (2015). Pengaruh pelatihan terhadap kinerja karyawan grand fatma
hotel di tenggarong kutai kartanegara. eJournal Administrasi Bisnis,
3(4), 900-910
Top Related