PENGARUH HEDONIC SHOPPING MOTIVATIONS DAN
FAKTOR DEMOGRAFIS TERHADAP IMPULSIVE
BUYING PENGUNJUNG MAL
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Oleh :
Yunie Amalia
1113070000008
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2017 M
v
MOTTO
Allah never change the condition of a people
unless they strive to change themselves
– Surah Ar-Ra’d ayat 11 –
Persembahan:
Karya skripsi ini, saya persembahkan untuk orang-orang paling berharga dalam
hidup saya, Mamaku, Mbah Uti, dan sahabat-sahabatku. Terimakasih atas segala
doa dan dukungannya, semoga kehidupan kami senantiasa diberkahi oleh Allah
SWT. Aamiin.
vi
ABSTRAK
A. Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
B. Oktober 2017
C. Yunie Amalia
D. Pengaruh Hedonic Shopping Motivations dan Faktor Demografis terhadap
Impulsive Buying Produk Fashion Pada Pengunjung Mal
E. xiv + 78 halaman + lampiran
F. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh hedonic shopping
motivations dan faktor demografis terhadap impulsive buying produk fashion
pada pengunjung mal di Tangerang Raya (mencakup Kota dan Kabupaten
Tangerang, serta Kota Tangerang Selatan). Melalui penelitian ini diharapkan
dapat mengungkapkan seberapa jauh pengaruh hedonic shopping motivations
dan faktor demografis terhadap impulsive buying.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analisis
regresi berganda pada taraf signifikansi 0.05 atau 5%. Sampel berjumlah 220
pengunjung mal di Tangerang Raya yang diambil dengan teknik non-
probability sampling, yakni accidental sampling. Instrument pengumpulan
data menggunakan Impulsive Buying Tendency Scale (IBTS) yang
dikembangkan oleh Verplanken dan Herabadi (2001), dan Hedonic Shopping
Motivations Scale yang dikembangkan oleh Arnold dan Reynold (2003).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari
variabel hedonic shopping motivations dan faktor demografis dengan nilai
signifikasi sebesar 0.000 atau p<0.05 terhadap impulsive buying. Jadi, hipotesis
nihil (H0) yang ada pada hipotesis mayor dalam penelitian ini ditolak. Hasil uji
hipotesis minor yang menguji pengaruh dari delapan imdependent variable,
hanya ada tiga variabel yang signifikan, yaitu variabel gratifications shopping,
idea shopping, dan jenis kelamin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
impulsive buying. Sedangkan adventure shopping, role shopping, value
shopping, social shopping, dan usia tidak berpengaruh terhadap impulsive
buying. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka disarankan agar penelitian
selanjutnya menganalisis pengaruh variabel eksternal sehingga proporsi
varians yang lebih tinggi bisa didapatkan.
G. Buku Bacaan: 31; buku: 2 + jurnal: 19 + skripsi: 3 + artikel online: 7.
vii
ABSTRAK
A. Faculty of Psychology Jakarta Islamic State University
B. October 2017
C. Yunie Amalia
D. The Effect of Hedonic Shopping Motivations and Demographic Factors toward
Impulsive Buying Fashion Product to Visitors Mall
E. xiv + 78 pages + appendix
F. This study was conducted to determine the effect of hedonic shopping
motivations and demographic factors toward impulsive buying fashion product
to visitors mall in Tangerang Raya (include City, Regency, and South
Tangerang City). Through this research is expected to reveal how far the effect
of hedonic shopping motivations and demographic factors toward impulsive
buying.
This study uses a quantitative approach with the multiple regression analysis
method at significance level of 0.005 or 5%. The totalled sample 220 visitors
mall in Tangerang Raya, sample were taken with a non-probability sampling,
namely accidental sampling. Instrument of collection data uses Impulsive
Buying Tendency Scale (IBTS) by Verplanken and Herabadi (2001), and
Hedonic Shopping Motivations Scale by Arnold by Reynold (2003).
The result showed that there was a significant effect from the variable hedonic
shopping motivations and demographic factors with significant value of 0.000
or p<0.05 to impulsive buying. Thus, the null hypothesis (H0) that exist in the
major hypothesis in this study was rejected. The results of minor hypothesis
test that examines the effect of eight independent variable, there are only three
independent variable significant effect to impulsive buying, that is the variable
gratifications shopping, idea shopping, and gender, while variable adventure
shopping, role shopping, value shopping, social shopping, and age recognition
does not affect to impulsive buying. Based on these result, it is suggested to
future research analyse the effect of external variables so that the proportion or
variance is high can be obtained.
G. Reading material: 31: books: 2; journals: 19; minithesis: 3; internets: 7.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Hedonic Shopping Motivations dan Faktor Demografis terhadap
Impulsive Buying Pengunjung Mal”. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada Baginda Rasulullah SAW kepada keluarga, sahabat, tabiin,
tabiut tabiin, dan umat Islam yang memegang teguh ajarannya.
Penulis menyadari tidaklah mudah untuk menyusun skripsi tanpa adanya
bimbingan, bantuan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dengan ketulusan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag., M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.
2. Ibu Desi Yustari Muchtar, M. Si, Psi dan Ibu Nia Tresniasari, M.Si, selaku
Dosen Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah meluangkan waktu
disela-sela kepadatan jadwal untuk membimbing, mengarahkan, serta
memberikan saran serta ide-ide kepada penulis agar mampu menghasilkan
skripsi yang bermutu dan berkualitas.
3. Ibu Dr. Natris Indriyani, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik, dan
juga seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan banyak ilmu selama proses pembelajaran maupun diluar
pembelajaran.
4. Seluruh responden yang telah meluangkan waktunya untuk membantu dalam
pengisian skala pengukuran penelitian ini.
5. Mama dan Mbah Uti yang telah memberikan dukungan dan doa sehingga
skripsi ini bisa selesai. Terima kasih atas doa yang tiada hentinya, serta
kesabaran yang sudah mau melihat anak dan cucunya berproses.
ix
6. TEN (Nichellia Ayu Putri, Dewi Hardiyanti, Dinda Lutfia, Aisya Dewi
Nashtya, Nadhila Yaomil Amalina, Yushiva Maulidha Rachma, Siti Fauziah,
Ardisa Citradewi, dan Fitri Aulia) teman seperjuangan sejak semester 1.
Terima kasih sudah membantu dan memotivasi untuk terus bersemangat
dalam menyelesaikan skripsi ini. Saranghae
7. Ratna Oetami Putri, sahabat sejak SD, yang telah meluangkan waktunya
untuk memberikan bantuan kepada penulis selama proses penulisan skripsi
ini. Terima kasih atas segala bantuan dan motivasinya, semoga diberikan
kelancaran dan kemudahan dalam penyelesaian tugas akhirnya.
8. ONZE, terima kasih atas motivasinya dalam menyelesaikan skripsi ini,
semoga kalian diberikan kemudahan serta kelancaran dalam menyelesaikan
skripsinya.
9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan doa pada
penulis selama penyelesaian skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan yang telah diberikan dari seluruh pihak
kepada penulis. Tidak ada hal yang sempurna di dunia ini, begitupun dalam proses
penyelesaian skripsi ini sehingga penulis menerima adanya saran dan kritik atas
penelitian yang dilakukan. Pada akhirnya penulis mengucapkan semoga karya tulis
ini dapat bermanfaat untuk seluruh pihak.
Jakarta, 18 September 2017
Penulis
Info: [email protected]
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ v
ABSTRAK ..................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1-10
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah ........................................ 8
1.2.1 Pembatasan masalah ...................................................... 8
1.2.2 Rumusan masalah .......................................................... 9
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 10
1.3.1 Tujuan penelitian ............................................................ 10
1.3.2 Manfaat penelitian ......................................................... 10
BAB 2 LANDASAN TEORI ....................................................................... 11-27
2.1 Impulsive Buying ........................................................................ 11
2.1.1 Definisi impulsive buying ............................................... 11
2.1.2 Dimensi impulsive buying ............................................... 12
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi impulsive buying .... 13
2.1.4 Pengukuran impulsive buying ........................................ 14
2.2 Hedonic Shopping Motivations ..................................................... 15
2.2.1 Definisi hedonic shopping motivations .......................... 15
2.2.2 Dimensi hedonic shopping motivations ......................... 16
2.2.3 Pengukuran hedonic shopping motivations .................... 17
2.3 Faktor Demografis ....................................................................... 18
2.3.1 Usia ................................................................................ 18
2.3.2 Jenis kelamin .................................................................. 18
2.4 Kerangka Berpikir ........................................................................ 19
2.5 Hipotesis Penelitian ..................................................................... 25
BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................. 28-47
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pegambilan Sampel ...................... 28
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ............................... 28
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ...................................................... 31
3.4 Pengujian Validitas Konstruk ...................................................... 34
xi
3.4.1 Hasil uji validitas konstruk impulsive buying .................... 35
3.4.2 Hasil uji validitas konstruk hedonic shopping motivations
........................................................................................... 37
3.4.2.1 Hasil uji validitas konstruk dimensi adventure ..... 37
3.4.2.2 Hasil uji validitas konstruk dimensi gratification . 38
3.4.2.3 Hasil uji validitas konstruk dimensi role ............... 39
3.4.2.4 Hasil uji validitas konstruk dimensi value ............. 40
3.4.2.5 Hasil uji validitas konstruk dimensi social ............ 41
3.4.2.6 Hasil uji validitas konstruk dimensi idea .............. 42
3.5 Teknik Analisis Data..................................................................... 43
BAB 4 HASIL PENELITIAN ...................................................................... 48-60
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ............................................ 48
4.1.1 Subjek penelitian berdasarkan data demorafis dan
kaitannya dengan impulsive buying (Dependent Variable) 49
4.2 Hasil Analisis Deskriptif ............................................................... 50
4.2.1 Kategorisasi skor variabel penelitian ............................... 51
4.3 Hasil Uji Hipotesis Penelitian ....................................................... 53
4.3.1 Analisis regresi variabel penelitian ................................... 53
4.3.2 Pengujian proporsi varian independent variabel ............... 58
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ...................................... 61-72
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 61
5.2 Diskusi .......................................................................................... 61
5.3 Saran ............................................................................................ 69
5.3.1 Saran teoritis ...................................................................... 70
5.3.2 Saran praktis ..................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 73-75
LAMPIRAN .................................................................................................... 76-95
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Skor Pengukuran Skala .............................................................................. 31
Tabel 3.2 Blue Print Skala Impulsive Buying ............................................................ 32
Tabel 3.3 Blue Print Skala Hedonic Shopping Motivations .................................... 33
Tabel 3.4 Muatan Faktor Item Impulsive Buying ...................................................... 36
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Adventure Shopping ................................................. 37
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Gratification Shopping ............................................ 38
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Role Shopping ........................................................... 39
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Value Shopping ........................................................ 40
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Social Shopping ........................................................ 41
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Idea Shopping ......................................................... 42
Tabel 4.1 Subjek Penelitian ......................................................................................... 48
Tabel 4.2 Gambaran jumlah subjek penelitian berdasarkan data demografi
dan kaitannya dengan impulsive buying (Dependent Variable) .......... 49
Tabel 4.3 Analisis Deskriptif ....................................................................................... 51
Tabel 4.4 Norma Kategorisasi Skor Variabel ............................................................ 52
Tabel 4.5 Kategorisasi Skor Variabel ......................................................................... 52
Tabel 4.6 Tabel R-Square............................................................................................. 53
Tabel 4.7 Tabel Anova ................................................................................................. 54
Tabel 4.8 Tabel Koefisien Regresi Independent Variable ....................................... 55
Tabel 4.9 Proporsi Varians Variabel Setiap Independent Variable ....................... 58
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir .................................................................................. 25
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ............................................................................... 76
Lampiran 2 Syntax LISREL ....................................................................................... 81
Lampiran 3 Path Diagram LISREL .......................................................................... 83
Lampiran 4 Tabel SPSS .............................................................................................. 87
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Belanja merupakan suatu aktivitas yang dilakukan bagi setiap individu untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Aktivitas ini bagi kebanyakan orang menjadi
aktivitas yang menyenangkan sehingga dapat menjadi kebiasaan dan sulit untuk
dihilangkan. Dulu berbelanja hanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pokok
yang diperlukan, tetapi saat ini belanja dapat pula menunjukkan status sosial
seseorang, karena belanja berarti memiliki materi.
Masyarakat perkotaan memiliki total pengeluaran rata-rata sebesar Rp4.4
juta per bulan, sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat yang tinggal di daerah
perkotaan dinilai cenderung konsumtif (Purnomo, 2013). Berdasarkan hasil survei
Share of Wallet (Kadence International) terdapat sekitar 28% kelompok
masyarakat Indonesia dengan pengeluaran yang lebih besar dari pendapatan,
sehingga mengalami defisit sebesar 35%. Hal ini berarti anggaran belanja yang
mereka keluarkan lebih besar dari pada penghasilannya, sehingga hampir seluruh
pendapatan mereka habis untuk konsumsi. Survei tersebut didasarkan pada
segmentasi kelas ekonomi dan pola konsumsi masyarakat Indonesia berdasarkan
besar tabungannya (detikfinance.com, dalam Nuraeni, 2015).
Banyak orang yang melakukan pembelian tanpa disertai pertimbangan
terlebih dahulu. Mereka membeli karena apa yang mereka “lihat”, bukan yang
mereka “butuhkan”. Kegiatan membeli semakin kuat ketika melihat barang-
barang yang berpenampilan menarik, warna yang indah, serta tampilan toko yang
2
unik (Youn & Faber, 2000). Pembelian menjadi tidak terkontrol ketika seseorang
tidak sadar akan apa yang harus dan tidak penting untuk dibeli. Hal ini dapat
menyebabkan seseorang melakukan impulsive buying.
Impulsive buying bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Termasuk pada
saat seorang penjual menawarkan suatu produk kepada calon konsumen. Dimana
sebenarnya produk tersebut terkadang tidak terpikirkan dalam benak konsumen
sebelumnya. Survei Nielsen di beberapa kota besar di Indonesia seperti Bandung,
Jakarta, dan Surabaya, menunjukkan sekitar 85% pembeli kadang atau selalu
membeli dengan tidak terencana, dan pembelanja yang melakukan pembelian
sesuai dengan rencana dan tidak terdorong membeli produk tambahan hanya
berkisar 15% (Fadliyah, 2015).
Verplanken dan Herabadi (2001) mendefinisikan impulsive buying sebagai
pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan dengan pembelian yang cepat
dan tidak direncanakan, dipicu oleh adanya konflik pikiran dan dorongan
emosional. Pembeli seringkali tidak sadar ketika melakukan impulsive buying, hal
ini dikarenakan adanya dorongan emosional yang tiba-tiba ketika seseorang
melakukan impulsive buying sehingga tanpa sadar seseorang akan melakukannya.
Berbelanja merupakan aktivitas yang sering dilakukan individu untuk
menunjang penampilan atau sebagai identitas diri serta yang berhubungan dengan
fashion. Penulis melakukan survey awal terhadap 20 orang yang sering
mengunjungi mal yang berada di Tangerang Raya pada bulan Mei 2017, dari hasil
wawancara didapatkan informasi bahwa 14 dari 20 orang pengunjung sering
3
melakukan pembelian tanpa perencanaan, dan biasanya pembelian ini dilakukan
terhadap produk fashion, seperti baju, sepatu, dan tas. Oleh karena itu, penulis
memfokuskan penelitian ini menjadi impulsive buying pada produk fashion.
Produk fashion merupakan salah satu produk yang dapat menyebabkan
perilaku pembelian tidak terencana pada konsumen. Karena produk fashion
memberikan nilai guna dan menawarkan nilai hedonis bagi konsumen sebagai
identifikasi diri, selain itu baju, sepatu, dan tas merupakan produk yang dipakai
oleh laki-laki maupun perempuan. Ketika konsumen berusaha untuk selalu tampil
fashionable atau mengikuti tren yang ada, hal ini akan mendorong konsumen
untuk selalu mengikuti perubahan dan perkembangan fashion yang ada. Hal
tersebut pada akhirnya akan memungkinkan konsumen untuk melakukan
pembelian tidak terencana yang berorientasi pada produk fashion (Adiputra,
2015).
Saat ini, perkembangan fashion di Indonesia sudah sangat pesat, yang
diikuti dengan tren yang silih berganti. Dampak perkembangan fashion tersebut
tentu saja membuat masyarakat mau tidak mau mengikuti tren yang ada. Bahkan
bukan hanya sekedar mengikuti tetapi sudah menjadi suatu kebutuhan bagi
masyarakat modern saat ini untuk tampil trendy dan stylish (Utami, 2016).
Rook (1987) memaparkan kerugian-kerugian dari perilaku impulsive
buying yang bersumber dari hasil wawancara dengan sejumlah responden dalam
penelitiannya. Sejumlah 56% responden mengaku bahwa mereka mengalami
kerugian finansial, 37% mengatakan bahwa mereka sangat kecewa dengan produk
4
yang dibeli secara impulsif, 20% merasa sangat menyesal telah melakukan
impulsive buying, dan sebanyak 19% responden mengaku dijauhi oleh orang-
orang karena memiliki perilaku impulsive buying.
Penting sekali untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan
perilaku impulsive buying. Menurut Youn dan Faber (dalam Dawson & Kim,
2009) faktor-faktor yang mempengaruhi impulsive buying terdiri dari faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti emosi, ketersediaan waktu
dan uang, jenis kelamin, dan motivasi hedonis. Faktor eksternal seperti atmosfir
dan lingkungan toko, yang meliputi penampilan fisik produk, cara
menampilkannya, atau adanya tambahan seperti harumnya toko, warna yang
indah, atau musik yang menyenangkan (Verplanken & Herabadi, 2001). Sebagian
besar penelitian terdahulu menunjukkan bahwa faktor yang memiliki pengaruh
terbesar terhadap impulsive buying yaitu hedonic shopping motivations.
Penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Činjarević, Tatić, dan
Petrić (2011) mengungkapkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari hedonic
shopping motivations terhadap impulsive buying. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Gültekin dan Ozer (2012) yang menyatakan bahwa hedonic
shopping motivations memiliki pengaruh yang positif terhadap impulsive buying,
yang berarti semakin tinggi hedonic shopping motivations seseorang maka akan
semakin tinggi pula impulsive buying yang terjadi. Penelitian yang dilakukan oleh
Puspita (2016) juga mengungkapkan hal yang sama.
5
Menurut Arnold dan Reynold (2003) hedonic shopping motivations adalah
dorongan berbelanja karena adanya keinginan untuk merasakan kesenangan pada
saat menelusuri tempat perbelanjaan, menghilangkan stres atau melupakan
masalah yang dimiliki, dapat berkomunikasi dengan orang lain, dan mempelajari
tren serta berbagai pengalaman personal dan sosial lainnya.
Menurut Japarianto (dalam Utami, 2016) berbagai pusat perbelanjaan atau
mal sengaja menciptakan suasana yang hedonis. Penciptaan suasana hedonis ini
dimaksudkan untuk menarik pengunjung dan membuat puas sehingga betah
berlama-lama di dalam mal dan dapat membelanjakan uangnya, hal ini dapat
memperbesar kemungkinan munculnya fenomena impulsive buying. Selain itu,
kebiasaan konsumen yang lebih memilih untuk menghabiskan waktu luangnya di
mal akan memicu terjadinya belanja hedonic.
Selain faktor hedonic shopping motivations yang mempengaruhi impulsive
buying, ternyata faktor demografis seperti usia dan jenis kelamin juga
berpengaruh terhadap impulsive buying (Činjarević, 2010). Perbedaan jenis
kelamin dalam impulsif konsumen sebagian bisa mencerminkan fakta bahwa pria
dan wanita biasanya berbelanja untuk berbagai jenis produk yang berbeda. Pada
umumnya di dalam toko atau mal konsumen dapat menemukan produk laki-laki,
produk perempuan, dan produk anak-anak. Perbedaan usia dan jenis kelamin
membuat pengaruh berbeda terhadap belanja impulsif. Konsumen dengan usia
muda cenderung lebih impulsif dalam berbelanja dibandingkan dengan konsumen
dengan usia dewasa (Rook & Hoch, 1985).
6
Penelitian yang dilakukan oleh Bellenger et al. (dalam Kacen & Lee,
2002) mengungkapkan bahwa pembeli di bawah usia 35 tahun lebih rentan
terhadap impulsive buying dibandingkan dengan mereka yang memiliki usia lebih
dari 35 tahun. Individu yang memiliki usia muda memiliki skor yang lebih tinggi
pada tindakan impulsif dibandingkan dengan orang yang lebih tua dan
menunjukkan kurang kontrol diri dibandingkan dengan orang dewasa (Logue &
Chavarro, dalam Kacen & Lee, 2002). Hal ini sesuai dengan pendapat Verplanken
dan Herabadi (2011) bahwa pada usia 18 hingga 39 tahun merupakan usia yang
mengalami peningkatan hasrat untuk berbelanja.
Yang, Huang, dan Feng (2011) mengungkapkan pendapat yang berbeda,
bahwa pada usia 40 tahun ke atas individu memiliki kecenderungan untuk
melakukan impulsive buying yang lebih tinggi dibandingkan usia di bawah 40
tahun. Hal ini dapat disebabkan karena individu yang berusia di atas 40 tahun
telah memiliki pendapatan yang tetap dan lebih menyukai untuk membelanjakan
uang untuk diri sendiri. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilihat
perbandingan impulsive buying dari berbagai jenjang usia perkembangan, seperti
remaja, dewasa awal, dan dewasa madya.
Faktor jenis kelamin sudah sering digunakan untuk penelitian impulsive
buying. Faktor ini digunakan sebagai bahan perbandingan. Penelitian sebelumnya
menunjukkan adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam melakukan
impulsive buying. Perempuan melakukan pembelian berdasarkan emosi dan untuk
menunjukkan identitas diri mereka dalam lingkungan, sedangkan laki-laki
7
melakukan pembelian berdasarkan nilai fungsional dari suatu barang (Dittmar et
al., dalam Kacen & Lee, 2002).
Pesatnya pertumbuhan bisnis ritel yang dipicu pertambahan jumlah
populasi dan juga kenaikan daya beli, mendorong meningkatnya kebutuhan pusat
belanja. Tak terkecuali di Tangerang Raya yang mencakup Kota dan Kabupaten
Tangerang, serta Kota Tangerang Selatan. Data yang dimiliki oleh Asosiasi
Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Banten, hingga kuartal I 2014,
terdapat 18 pusat belanja yang beroperasi di Tangerang Raya. Jumlah ini lebih
dari separuh dari 30 mal yang dimiliki provinsi Banten. Tidak termasuk ruang
ritel kategori shopping street dan shopping arcade (Alexander, 2014).
Banyaknya jumlah mal membuat masyarakat menjadikan mal sebagai
tempat untuk berkumpul baik dengan keluarga ataupun teman serta rekan kerja.
Mal tidak hanya dirancang sebagai tempat belanja, tetapi juga sebagai tempat
hangout bagi pengunjung. Lokasi yang stategis serta sarana lengkap yang tersedia
di dalam mal, mulai dari resto, butik, fashion, toko buku, sampai salon dan spa,
membuat mal sudah seperti “rumah kedua” bagi pengunjung. Saat ini mal
dirancang dengan konsep yang memadukan lifestyle dan entertainment, sehingga
membuat pengunjung betah untuk berlama-lama di mal (Taman, 2011).
Survei online Rakuten terhadap 1000 responden (50% wanita dan 50%
pria), mengungkapkan fakta bahwa salah satu tempat yang paling digemari orang
Indonesia untuk rekreasi adalah pusat perbelanjaan atau mal. Orang Indonesia
menyukai kepraktisan yang ditawarkan mal –mereka bisa menemukan banyak hal
8
untuk banyak orang dalam satu tempat. Survei ini juga mengungkap bahwa orang
Indonesia masih lebih mencari hadiah di mal dibandingkan secara online
(Hidayat, 2015). Selain itu, dengan berbelanja di mal konsumen dapat merasakan
experience shopping yang tidak bisa diberikan oleh e-commerce atau online
shopping. (Kurniawan, 2015). Mal bukan lagi sekadar tempat untuk membeli. Mal
sudah menjelma sebagai tempat bergaya, mencari hiburan, bersantai dan
bersosialisasi.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti
ingin mengkaji lebih lanjut pengaruh Hedonic Shopping Motivations, dan Faktor
Demografis terhadap Impulsive Buying. Judul penelitian ini adalah “Pengaruh
Hedonic Shopping Motivations, dan Faktor Demografis terhadap Impulsive
Buying Pengunjung Mal”.
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1. Pembatasan masalah
Dalam batasan masalah agar fokus pembahasan lebih terarah, penelitian ini
dibatasi mengenai pengaruh hedonic shopping motivations, dan faktor demografis
terhadap impulsive buying produk fashion pada pengunjung mal. Adapun batasan
konsep dari variabel yang diteliti sebagai berikut:
1. Impulsive buying dalam penelitian ini adalah pembelian yang tidak rasional
dan diasosiasikan dengan pembelian yang cepat dan tidak direncanakan,
diikuti oleh adanya konflik pikiran dan dorongan emosional. Impulsive
buying dalam penelitian ini yaitu terhadap produk fashion, seperti baju,
9
sepatu, dan tas. Dimensi-dimensi dari impulsive buying yaitu cognitive dan
affective (Verplanken & Herabadi, 2001).
2. Hedonic shopping motivations dalam penelitian ini adalah dorongan
berbelanja karena adanya keinginan untuk merasakan kesenangan pada saat
menelusuri tempat perbelanjaan, menghilangkan stress atau melupakan
masalah yang dimiliki, dapat berkomunikasi dengan orang lain, dan
mempelajari tren serta berbagai pengalaman personal dan sosial lainnya.
Dimensi-dimensi dari hedonic shopping motivations yaitu adventure
shopping, gratification shopping, role shopping, value shopping, social
shopping, dan idea shopping. (Arnold & Reynold, 2003)
3. Faktor demografis dalam penelitian ini dibatasi menjadi beberapa faktor,
yaitu:
a. Usia pada saat responden mengisi kuesioner yang dibatasi dari 18
hingga 60 tahun.
b. Jenis kelamin terdiri dari laki-laki dan perempuan.
1.2.2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan hedonic shopping motivations
terhadap impulsive buying produk fashion pada pengunjung mal?
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari masing-masing dimensi hedonic
shopping motivations terhadap impulsive buying produk fashion pada
pengunjung mal?
10
3. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari masing-masing dimensi faktor
demografis terhadap impulsive buying produk fashion pada pengunjung
mal?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengui pegaruh hedonic shopping motivations
dan faktor demografis terhadap impulsive buying produk fashion pada pengunjung
mal serta mengetahui besarnya kontribusi hedonic shopping motivations dan
faktor demografis terhadap impulsive buying produk fashion pada pengunjung
mal.
1.3.2. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu
psikologi, khususnya di bidang Psikologi Konsumen. Selain itu, penelitian ini
juga diharapkan dapat menjadi acuan dan memberikan manfaat berupa kerangka
teoritis tentang perilaku impulsive buying serta faktor-faktor penyebabnya dan
juga sebagai bahan pertimbangan untuk mengembangkan penelitian-penelitian
selanjutnya mengenai pengaruh hedonic shopping motivations, dan faktor
demografis pada individu terhadap impulsive buying.
Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menghasilkan temuan yang
bermanfaat baik bagi konsumen. Sehingga temuan dari penelitian ini dapat
dijadikan masukan dan bahan pertimbangan bagi konsumen agar dapat lebih
cermat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, menggunakan akal rasional dan
tidak hanya membeli dengan emosi saja.
11
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Impulsive Buying
2.1.1. Definisi impulsive buying
Impulsive buying merupakan bagian dari teori perilaku yang berkembang sekitar
tahun 1970-an (Arifianti, Kartini, Sendjaja, & Yunizar, 2010). Menurut Rook
(1987) impulsive buying adalah pembelian yang dilakukan tanpa perencanaan,
terjadi ketika seorang konsumen mengalami dorongan tiba-tiba, kuat, dan
dorongan yang tetap untuk membeli sesuatu dengan segera. Selain itu impulsive
buying cenderung mengganggu perilaku konsumen, karena seseorang yang
melakukan impulsive buying lebih menggunakan emosional dari pada rasionalnya,
sehingga konsumen lebih cenderung merasa lepas kendali saat pembelian
impulsif.
Beatty dan Ferrel (1998) memperluas definisi dari Rook (1987), bahwa
impulsive buying adalah pembelian tiba-tiba dan langsung tanpa niat sebelum
berbelanja baik untuk membeli produk tertentu atau untuk memenuhi tugas
membeli tertentu. Engel dan Blackwell (1994), menambahkan impulsive buying
atau unplanned purchase merupakan suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa
direncanakan terlebih dahulu dan keputusan pembelian dilakukan pada saat berada
di dalam toko. Hausman (2000) juga menjelaskan yang sama, bahwa impulsive
buying merupakan bagian dari pembelian yang tidak terencana, tanpa melihat
manfaat dari pembelian tersebut.
12
Sedangkan menurut Verplanken dan Herabadi (2001) impulsive buying
adalah pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan dengan pembelian yang
cepat dan tidak direncanakan, diikuti oleh adanya konflik pikiran dan dorongan
emosional. Perilaku impulsive buying dari Verplanken dan Herabadi (2001) ini
melibatkan dua sistem yaitu affective (emosi) dan cognitive. Affective dan
cognitive dapat melakukan prosesnya sendiri-sendiri dan ada kalanya mereka
bekerja secara bersama. Namun, dalam beberapa hal sisi emosi sering menjadi hal
utama bahkan mendahului dan mampu mempengaruhi cognitive. Emosi bisa
terjadi secara otomatis tanpa peran aktif dari cognitive.
Dari berbagai teori di atas peneliti menggunakan teori impulsive buying
dari Verplanken dan Herabadi (2001) untuk dijadikan landasan penelitian. Teori
ini dipilih karena memiliki definisi yang paling sesuai untuk menjabarkan
pengertian impulsive buying.
2.1.2. Dimensi impulsive buying
Verplanken dan Herabadi (2001) membagi impulsive buying menjadi dua dimensi,
yaitu:
a. Cognitive. Kurangnya perencanaan dan pertimbangan tentang pembelian
suatu produk sehingga menjadi impulsif. Bagaimanapun pembelian mungkin
tidak direncanakan atau tidak akan dibahas karena berbagai alasan, sebagai
contoh ketika pembelian yang tidak direncanakan telah direncanakan lama
sebelumnya, atau ketika pembelian berulang atau menjadi kebiasaan.
b. Affective. Respon emosional mungkin muncul saat sebelum, bersamaan
dengan, atau sesudah impulsive buying terjadi. Emosi yang paling menonjol,
13
yang biasanya ada saat impulsive buying adalah kesenangan dan
kegembiraan.
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi impulsive buying
Faktor-faktor yang mempengaruhi impulsive buying dibagi ke dalam dua faktor
yaitu faktor eksternal dan internal, yaitu:
1. Faktor eksternal
Menurut Youn dan Faber (dalam Dawson & Kim, 2009) faktor eksternal
impulsive buying mengacu pada isyarat pemasaran atau rangsangan yang
ditempatkan dan dikendalikan oleh pemasar dalam upaya untuk memikat
konsumen dalam perilaku pembelian. Verplanken dan Herabadi (2001)
menyatakan bahwa faktor eksternal yang mempengaruhi impulsive buying,
yaitu lingkungan toko. Beberapa variabel yang ada di lingkungan toko antara
lain adalah penampilan fisik produk, cara menampilkannya, atau adanya
tambahan seperti harumnya toko, warna yang indah atau music yang
menyenangkan. Isyarat ini dapat menarik perhatian, menimbulkan motivasi
untuk membeli, dan menimbulkan suasana hati yang positif. Dimana
keduanya merupakan karakteristik dari impulsive buying.
2. Faktor internal
Menurut Kacen dan Lee (dalam Dawson & Kim, 2009) faktor internal
impulsive buying fokus langsung pada individu, faktor internal dan
karakteristik individu yang membuat mereka terlibat dalam perilaku
pembelian impulsif. Verplanken dan Herabadi (2001) menjelaskan faktor-
faktor internal yang mempengaruhi impulsive buying, yaitu:
14
a. Ketersediaan waktu dan uang
Variabel situasional lain juga dapat mempengaruhi impulsive buying
adalah tersedianya waktu dan uang, baik benar-benar tersedia (benar-benar
memiliki waktu dan uang), maupun hanya perasaan saja (hanya merasa
memiliki waktu dan uang).
b. Emosi. Perilaku impulsive buying (Verplanken & Herabadi, 2001)
berhubungan dengan suasana hati tertentu. Sebagai contoh adanya
percampuran rasa senang, kegairahan dan kekuasaan menimbulkan
kecenderungan untuk melakukan impulsive buying. Salah satu alasan
konsumen melakukan impulsive buying adalah menghilangkan depressed
mood.
c. Sex. Identitas diri konsumen seperti jenis kelamin merupakan salah satu
perbedaan individu dalam melakukan impulsive buying.
d. Motif hedonis. Rook (1987) menyebutkan bahwa impulsive buying
berkaitan dengan kepuasan hedonis. Sifat dasar hedonis itu sendiri yaitu,
kesenangan, kejutan, kepuasan, sesuatu yang baru, menyenangkan dan
keakraban. Konsumen melakukan impulsive buying pada saat mereka
sedang termotivasi oleh kebutuhan hedonisnya.
2.1.4. Pengukuran impulsive buying
Setiap orang memiliki tingkat impulsive buying yang berbeda, untuk mengetahui
perbedaan tersebut dapat diukur dengan menggunakan skala impulsive buying.
Pada penelitian ini, alat ukur yang digunakan dalam mengukur impulsive buying
adalah skala pengukuran yang dikembangkan oleh Verplanken dan Herabadi
15
(2001) bernama Impulse Buying Tendency Scale (IBTS). Alat ukur ini sudah
reliabel dan mengukur dua dimensi dari impulsive buying yaitu dimensi cognitive
dan affective. Koefisien alpha dari dua subskala ini adalah 0.91 untuk dimensi
cognitive dan 0.83 untuk dimensi affective. Verplanken dan Herabadi (2001) telah
mengembangkan item-item dengan melakukan dua kali studi yang pada akhirnya
penyusunan item valid berjumlah 20 item. Item-item tersebut yang selanjutnya
digunakan penelitian ini dalam mengukur impulsive buying setelah item-item
tersebut diadaptasi dan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Selanjutnya
item dimodifikasi agar sesuai dengan fokus dan populasi penelitian, yaitu
impulsive buying produk fashion pengunjung mal.
2.2. Hedonic Shopping Motivations
2.2.1. Definisi hedonic shopping motivations
Menurut To, Liao, dan Lin (2007) hedonic shopping motivations adalah perilaku
konsumsi dalam mencari kebahagiaan, fantasi, kebangkitan, sensualitas dan
kenikmatan. Manfaat dari hedonic shopping motivations adalah adanya
pengalaman dan rasa emosional. Alasan bahwa konsumen hedonis menyukai
belanja adalah karena mereka menikmati proses belanja. Bukan bertujuan untuk
mendapatkan barang atau menyelesaikan misi (melengkapi daftar belanja).
Menurut Boedeker (dalam Trang, Tho, & Barret, 2006) hedonic shopping
motivations adalah kualitas pengalaman berbelanja yang menyenangkan daripada
hanya mengumpulkan informasi atau pembelian dari suatu produk.
Selanjutnya Arnold dan Reynold (2003) menyatakan bahwa hedonic
shopping motivations adalah dorongan berbelanja karena adanya keinginan untuk
16
merasakan kesenangan pada saat menelusuri tempat perbelanjaan, menghilangkan
stres atau melupakan masalah yang dimiliki, dapat berkomunikasi dengan orang
lain, dan mempelajari tren serta berbagai pengalaman personal dan sosial lainnya.
Menurut Sproles dan Kendall (dalam Arifianti et.al, 2010) hedonic shopping
motivations menitikberatkan pada kegiatan berbelanja yang menyenangkan,
menikmati kegiatan berbelanja serta kegiatan yang menghabiskan waktu untuk
berbelanja.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah dijelaskan oleh para ahli, maka
penulis menggunakan definisi yang dikemukakan oleh Arnold dan Reynold
(2003) karena definisi tersebut menurut penulis paling lengkap untuk menjelaskan
tentang hedonic shopping motivations.
2.2.2. Dimensi hedonic shopping motivations
Menurut Arnold dan Reynolds (2003) terdapat enam dimensi dari hedonic
shopping motivations, yaitu:
1. Adventure shopping, merupakan kegiatan belanja yang dilakukan konsumen
untuk stimulasi, petualangan, dan merasa berada di dunia lain. Konsumen
pergi berbelanja hanya untuk merasakan kegembiraan dan petualangan dari
perjalanan berbelanja.
2. Gratification shopping, merupakan kegiatan belanja yang dilakukan
konsumen untuk menghilangkan stress, meringankan suasana hati yang
negatif, dan belanja sebagai perlakuan istimewa untuk diri sendiri.
3. Role shopping, merupakan kegiatan belanja yang dilakukan konsumen untuk
merasakan kenikmatan dari berbelanja untuk orang lain, kegiatan ini
17
memberikan pengaruh pada perasaan dan suasana hati pembelanja, dan juga
adanya perasaan gembira dan sukacita ketika konsumen menemukan hadiah
yang pas atau sempurna untuk orang lain.
4. Value shopping, merupakan kegiatan belanja yang dilakukan konsumen untuk
melihat penjualan, mencari diskon, dan berburu harga yang paling murah.
5. Social shopping, merupakan kegiatan belanja yang dilakukan konsumen
untuk merasakan kenikmatan berbelanja bersama teman dan keluarga,
bersosialisasi saat berbelanja, dan menjalin ikatan atau hubungan dengan
orang lain saat berbelanja.
6. Idea shopping, merupakan kegiatan belanja yang dilakukan konsumen untuk
mengikuti tren dan fashion terbaru, dan untuk melihat produk dan inovasi
terbaru.
2.2.3. Pengukuran hedonic shopping motivations
Pengukuran hedonic shopping motivations dalam penelitian ini merupakan
modifikasi skala baku dari Arnold dan Reynolds (2003). Arnold dan Reynolds
(2003) telah mengambangkan alat ukur hedonic shopping motivations, dimana
penyusunan alat ukur ini dilakukan melakui dua tahapan, yaitu kualitatif dan
pembangunan skala. Dari studi kualitatif yang dilakukan melalui proses
wawancana didapatkan hasil berupa dimensi-dimensi dari hedonic shopping
motivations yaitu adventure shopping, gratification shopping, role shopping,
value shopping, social shopping dan idea shopping. Selanjutnya, dari keenam
dimensi, Arnold dan Reynold mulai membangun alat ukur dari hedonic shopping
motivations yang menghasilkan item valid berjumlah 18 item. Rentang koefisien
18
alpha dari enam dimensi ini adalah 0.77 sampai 0.87. Pada alat ukur ini setiap
dimensinya diwakili oleh 3 item. Namun pada penelitian ini, untuk mendapatkan
hasil yang lebih akurat, penulis menambahkan masing-masing 2 item ke dalam
setiap dimensi, sehingga total menjadi 30 item. Item-item ini kemudian
dimodifikasi agar sesuai dengan populasi penelitian.
2.3. Faktor Demografis
2.3.1. Usia
Variabel demografis usia dapat membedakan variasi tingkat impulsive buying
pada setiap jenjang hidup manusia. Penelitian yang dilakukan oleh Bellenger et al.
(dalam Kacen & Lee, 2002) mengungkapkan bahwa pembeli di bawah usia 35
tahun lebih rentan terhadap impulsive buying dibandingkan dengan mereka yan
memiliki usia lebih dari 35 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Verplanken dan
Herabadi (2011) bahwa pada usia 18 hingga 39 tahun merupakan usia yang
mengalami peningkatan hasrat untuk berbelanja.
Sedangkan menurut Yang, Huang, dan Feng (2011) pada usia 40 tahun
keatas individu memiliki kecenderungan untuk melakukan impulsive buying yang
lebih tinggi dibandingkan usia di bawah 40 tahun. Hal ini dapat disebabkan karena
individu yang berusia di atas 40 tahun telah memiliki pendapatan yang tetap dan
lebih menyukai untuk membelanjakan uang untuk diri sendiri. Untuk itu perlu
untuk diteliti lebih lanjut mengenai pengaruh usia dalam impulsive buying.
2.3.2. Jenis kelamin
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa jenis kelamin mempengruhi impulsive
buying, tingkat impulsive buying lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki
19
(Verplanken & Herabadi, 2001; Činjarević, 2010). Hal ini dapat terjadi karena
perempuan memiliki tuntutan yang lebih tinggi dari lingkungan belanja. Secara
umum, perempuan lebih betah berlama-lama mengelilingi toko dan untuk melihat-
lihat barang, perempuan juga cenderung tertarik untuk melihat-lihat sesuatu yang
mereka tidak bermaksud untuk membelinya. Sedangkan laki-laki memiliki
tuntutan yang berkebalikan dari perempuan di lingkungan belanja.
Menurut Dittmar et al. (dalam Kacen & Lee, 2002) perempuan melakukan
pembelian berdasarkan emosi dan untuk menunjukkan identitas diri mereka dalam
lingkungan, sedangkan laki-laki melakukan pembelian berdasarkan nilai
fungsional dari suatu barang.
2.4. Kerangka Berpikir
Banyak orang yang melakukan pembelian tanpa disertai pertimbangan terlebih
dahulu. Mereka membeli karena apa yang mereka “lihat”, bukan yang mereka
“butuhkan”. Pembelian menjadi tidak terkontrol ketika seseorang tidak sadar akan
apa yang harus dan tidak penting untuk dibeli. Hal ini dapat menyebabkan
seseorang menjadi impulsive buying. Menurut Verplanken dan Herabadi (2001)
impulsive buying adalah pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan dengan
pembelian yang cepat dan tidak direncanakan, diikuti oleh adanya konflik pikiran
dan dorongan emosional. Perilaku impulsive buying dari Verplanken dan Herabadi
(2001) ini melibatkan dua sistem yaitu affective (emosi) dan cognitive.
Impulsive buying atau pembelian dengan dorongan tanpa perencanaan
sering kali di alami oleh individu, dan hampir seluruh konsumen menyadari jika
20
perilaku impulsive buying sebaiknya tidak dilakukan dalam keseharian mereka.
Perilaku ini seringkali menimbulkan dampak negatif dalam kehidupan konsumen,
diantaranya yaitu masalah keuangan. Terkadang konsumen juga mengabaikan
kegunaan dari barang yang dibelinya, sehingga memungkinkan timbul penyesalan
nantinya. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa konsumen tidak dapat menghindar
dari perilaku impulsive buying.
Impulsive buying sering terjadi karena adanya pengaruh internal atau dari
dalam diri konsumen, salah satunya yaitu hedonic shopping motivations.
Konsumen yang cenderung impulsive buying memperlihatkan motivasi yang
hedonis dibandingkan dengan pertimbangan akan manfaat dari pembelian yang
dilakukannya (Verplanken, Herabadi, Perry, & Silveria, 2007). Menurut Arnold
dan Reynold (2003), hedonic shopping motivations adalah dorongan berbelanja
karena adanya keinginan untuk merasakan kesenangan pada saat menelusuri
tempat perbelanjaan, menghilangkan stres atau melupakan masalah yang dimiliki,
dapat berkomunikasi dengan orang lain, dan mempelajari tren serta berbagai
pengalaman personal dan sosial lainnya. Dalam penelitian sebelumnya
mengungkapkan bahwa ada pengaruh positif secara langsung dari hedonic
shopping motivations terhadap impulsive buying (Činjarević, Tatić, & Petrić,
2011; Gluken & Ozer, 2012; Puspita, 2016).
Adapun dimensi dari hedonic shopping motivation terdiri dari enam
dimensi, yaitu adventure shopping, gratification shopping, role shopping, value
shopping, social shopping, dan idea shopping (Arnold & Reynold, 2003).
Dimensi yang pertama adventure shopping mempunyai arti motivasi belanja
21
konsumen untuk petualangan, perasaan gairah dan merasa berada di dunia sendiri
ketika berbelanja. Dapat dikatakan bahwa konsumen pergi berbelanja hanya untuk
merasakan kegembiraan dan juga petualangan dari perjalanan berbelanja yang
dilakukannya. Konsumen yang betah untuk berlama-lama pada saat mengunjungi
tempat perbelanjaan, memiliki kemungkinan yang besar untuk melihat-lihat
hampir pada setiap toko yang dilaluinya. Hal ini membuat tingginya resiko
impulsive buying.
Dimensi selanjutnya adalah gratification shopping yang merupakan
motivasi belanja konsumen untuk menghilangkan stres, meringankan suasana hati
yang negatif, dan perlakuan istimewa untuk diri sendiri. Menurut data World
Health Organization (WHO) tahun 2016 (dalam Kementrian Kesehatan, 2016)
Indonesia memiliki banyak masalah kesehatan jiwa, salah satunya yaitu stres.
Stres dapat terjadi tidak hanya oleh orang dewasa yang memiliki banyak
permasalahan dan tekanan, tetapi stres juga dialami anak-anak/remaja karena
adanya sistem pendidikan yang terus-menerus menekan mereka, begitu pun
dengan orang-orang disekitarnya. Dengan terjadinya stres maka dapat
menyebabkan suasana hati pun menjadi ikut berubah menjadi negatif. Sehingga
salah satu cara untuk melepaskan kepenatannya yaitu dengan mengunjungi tempat
perbelanjaan. Konsumen yang seperti ini akan memiliki kecenderungan yang
besar untuk melakukan impulsive buying, karena emosi lebih dominan daripada
kognitifnya.
Selain untuk menghilangkan stres dan meringankan suasana hati yang
negatif, konsumen pergi berbelanja juga untuk perlakuan istimewa bagi dirinya
22
sendiri. Perlakuan istimewa untuk diri sendiri sering kali melatar belakangi
konsumen dalam melakukan impulsive buying. Hal ini dapat terjadi karena adanya
pola asuh dari orangtua yang sejak kecil menanamkan pemberian reward pada
anak. Sehingga pola asuh ini terus tertanam di dalam diri anak bahkan hingga
dewasa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi gratification
shopping konsumen maka akan memungkinkan impulsive buying menjadi tinggi.
Selanjutnya, dimensi role shopping adalah motivasi belanja konsumen
untuk orang lain. Dapat dikatakan bahwa, konsumen pergi berbelanja untuk
merasakan kenikmatan dari berbelanja untuk orang lain. Kegiatan ini bisa dalam
bentuk membelikan hadiah untuk orang lain, atau berbelanja barang titipan dari
orang lain. Ketika konsumen mengunjungi tempat perbelanjaan atau mal dan
dapat menemukan hadiah yang pas atau sempurna untuk orang lain, maka hal ini
dapat pengaruh pada perasaan dan suasana hatinya. Dengan demikian, hal ini
dapat memicu terjadinya impulsive buying yang akan dilakukan konsumen di
tempat perbelanjaan atau mal, karena disana terdapat berbagai macam jenis
barang dan merek.
Kemudian, dimensi value shopping adalah motivasi belanja konsumen
untuk melihat sale, mencari diskon, dan berburu harga yang paling murah. Pusat
perbelanjaan atau mal merupakan salah satu tempat dimana sering terdapat sale
atau obral, dan bahkan diskon besar-besaran. Hal ini dapat memicu affective
konsumen untuk berburu harga yang paling murah di dalam mal. Ketika
konsumen dengan value shopping yang tinggi pergi berbelanja di pusat
perbelanjaan atau mal, maka kemungkinan untuk terjadinya impulsive buying
23
akan tinggi. Ditambah lagi jika barang atau merek yang sedang sale atau diskon
sesuai dengan selera dan keuangan dari konsumen tersebut.
Dimensi hedonic shopping motivations selanjutnya adalah social shopping
yang merupakan motivasi belanja konsumen untuk bersosialisasi bersama teman,
keluarga, dan juga orang lain dan menjalin ikatan dengan orang lain saat
berbelanja. Konsumen dengan social shopping yang tinggi hanya berfokus kepada
bersosialisasi saat berbelanja, baik bersama dengan teman, keluarga, ataupun
dengan orang lain. Hal ini dapat menyebabkan konsumen tidak memperdulikan
atau tidak memfokuskan dirinya kepada “apa yang ia beli”, sehingga pembelian
yang dilakukan dapat menjadi tidak terkontrol. Dalam hal ini, ada kemungkinan
konsumen berbelanja mengikuti teman atau keluarganya tersebut, sehingga
memiliki kecenderungan untuk terjadinya impulsive buying.
Dimensi terakhir dari hedonic shopping motivations yaitu idea shopping
yang merupakan motivasi belanja konsumen untuk mengikuti tren dan fashion
terbaru, dan untuk melihat produk dan inovasi terbaru yang tersedia. Pada zaman
sekarang penampilan merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, tidak hanya
oleh remaja, bahkan orang dewasa dan lansia pun ingin terlihat menarik.
Ditambah lagi saat ini tren fashion di Indonesia terus mengalami perkembangan,
hal ini menyebabkan konsumen tidak ingin disebut “old fashion”. Konsumen
dengan idea shopping yang tinggi akan memiliki kecenderungan yang tinggi
untuk melakukan impulsive buying ketika berkunjung ke mal. Saat ini mal
menjadi tempat favorit bagi konsumen untuk berbelanja, karena pusat
24
perbelanjaan atau mal saat ini merupakan pusat dari tren dan produk fashion.
Segala jenis dan merek produk fashion yang sedang tren ada di mal.
Selain keenam dimensi dari hedonic shopping motivations tersebut,
variable lain yang diperhatikan dalam meneliti impulsive buying adalah faktor
demografis. Variabel demografis yang diteliti dalam penelitian ini adalah usia dan
jenis kelamin. Dimensi pertama dari faktor demografis yaitu usia. Menurut
Verplanken dan Herabadi (2001), konsumen dengan usia muda yaitu 19-39 tahun,
cenderung sering melakukan impulsive buying dibandingkan dengan konsumen
dengan usia lebih dari 39 tahun. Sedangkan menurut Yang, Huang, dan Feng
(2011) konsumen di atas usia 40 tahun justru memiliki kecenderungan untuk
melakukan impulsive buying yang lebih tinggi di bandingkan usia dibawahnya.
Hal ini disebabkan karena konsumen yang berusia di atas 40 tahun sudah
memiliki pendapatan yang tetap dan akan cenderung untuk membelanjakan uang
untuk keperluan diri sendiri. Dapat dikatakan bahwa faktor demografis yaitu usia
memiliki pengaruh pada konsumen untuk melakukan impulsive buying, karena
dengan rentang usia berapapun konsumen memiliki kebutuhannya masing-
masing.
Dimensi faktor demografis yang kedua adalah jenis kelamin. Menurut
Ditmar et.al (dalam Kaceen & Lee, 2002) konsumen perempuan lebih sering
melakukan impulsive buying dibandingkan dengan konsumen laki-laki. Hal ini
dikarenakan perempuan berbelanja karena alasan emosional dan untuk
menunjukkan identitas sosial mereka, sedangkan laki-laki berbelanja karena nilai
25
fungsi atau kegunaan dari suatu barang. Sehingga dapat dikatakan bahwa jenis
kelamin, baik perempuan maupun laki-laki sama-sama memiliki kemungkinan
untuk melakukan impulsive buying.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, akan diteliti apakah
hedonic shopping motivations, dan faktor demografis memiliki pengaruh terhadap
impulsive buying, maka bagan kerangka berpikir yang digunakan penulis dalam
merumuskan masalah ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian
2.5. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori, dan kerangka
berpikir yang dikemukakan sebelumnya, maka peneliti mengemukakan hipotesis
dalam penelitian sebagai berikut:
Hedonic Shopping Motivations
Adventure Shopping
Gratification Shopping
Role Shopping
Value Shopping
Social Shopping
Idea Shopping
Faktor Demografis
Usia
Jenis Kelamin
Impulsive Buying
26
H1 : Ada pengaruh yang signifikan dari hedonic shopping motivations
(adventure shopping, gratification shopping, role shopping, value
shopping, social shopping, dan idea shopping) dan faktor demografis (usia
dan jenis kelamin) terhadap impulsive buying produk fashion pada
pengunjung mal.
Adapun rincian hipotesis dari masing-masing independent variable (IV) terhadap
dependent variable (DV) adalah sebagai berikut:
Ha1 : Ada pengaruh yang signifikan adventure shopping pada variabel hedonic
shopping motivations terhadap impulsive buying pengunjung mal.
Ha2 : Ada pengaruh yang signifikan gratification shopping pada variabel
hedonic shopping motivations terhadap impulsive buying pengunjung mal.
Ha3 : Ada pengaruh yang signifikan role shopping pada variabel hedonic
shopping motivations terhadap impulsive buying pengunjung mal.
Ha4 : Ada pengaruh yang signifikan value shopping pada variabel hedonic
shopping motivations terhadap impulsive buying pengunjung mal.
Ha5 : Ada pengaruh yang signifikan social shopping pada variabel hedonic
shopping motivations terhadap impulsive buying pengunjung mal.
Ha6 : Ada pengaruh yang signifikan idea shopping pada variabel hedonic
shopping motivations terhadap impulsive buying pengunjung mal.
27
Ha7 : Ada pengaruh yang signifikan usia pada variabel hedonic shopping
motivations terhadap impulsive buying pengunjung mal.
Ha8 : Ada pengaruh yang signifikan jenis kelamin pada variabel hedonic
shopping motivations terhadap impulsive buying pengunjung mal.
28
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pengunjung mal di Tangerang Raya yang
mencakup Kota dan Kabupaten Tangerang, serta Kota Tangerang Selatan. Alasan
penulis memilih Tangerang Raya karena Tangerang Raya merupakan kota yang
mendominasi jumlah mal yang ada di provinsi Banten. Sampel dalam penelitian
berjumlah 220 orang pengunjung mal di Tangerang Raya.
Teknik pengambilam sampel dalam penelitian ini adalah non-probability
sampling, artinya peluang terpilihnya dari setiap responden anggota populasi tidak
diketahui. Teknik yang digunakan yaitu accidental sampling. Pengambilan data
menggunakan kuesioner online yang disebar melalui google form kepada
pengunjung mal yang sesuai dengan kriteria penelitian ini.
Kriteria penelitian ini yaitu:
1. Laki-laki dan perempuan
2. Usia 18-60 tahun
3. Lebih dari 5 kali berbelanja produk fashion, yaitu baju, sepatu, dan tas, di
mal yang berada di Tangerang Raya yang mencakup Kota dan Kabupaten
Tangerang, serta Kota Tangerang Selatan.
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Dalam penelitian ini terdapat delapam variabel bebas atau Independent Variable
(IV) yang diberi simbol X dan variabel terikat atau Dependent Variable (DV).
Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagaimana yang
29
disebutkan pada bab sebelumnya adalah Impulsive buying sebagai dependent
variable. Independent variable dalam penelitian ini adalah hedonic shopping
motivations dengan dimensi adventure shopping, gratification shopping, role
shopping, value shopping, social shopping, dan idea shopping, kemudian variabel
faktor demografis dengan dimensi usia dan jenis kelamin. Berikut akan diuraikan
variabel bebas (independent variable), terdiri dari:
1. Hedonic shopping motivations, yang mencangkup dimensi-dimensinya yaitu:
a. Adventure shopping (X1)
b. Gratification shopping (X2)
c. Role shopping (X3)
d. Value shopping (X4)
e. Social shopping (X5)
f. Idea shopping (X6)
2. Faktor demografis, yang mencangkup dimensi-simensinya yaitu:
a. Usia (X7)
b. Jenis kelamin (X8)
Adapun definisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini,
yaitu:
1. Impulsive buying
Impulsive buying adalah pembelian yang tidak rasional dan tidak direncanakan
oleh individu, dan terdapat konflik pikiran dan dorongan emosional. Impulsive
buying mempunyai domensi-dimensi, yaitu:
1) Cognitive didefinisikan sebagai adanya kurang perencanaan dan
pertimbangan ketika melakukan pembelian.
2) Affective didefinisikan sebagai adanya perasaan senang dan gembira ketika
melakukan pembelian, adanya dorongan untuk membeli, kesulitan untuk
30
mengabaikan hal-hal yang bagus, dan adanya rasa penyesalan setelah
melakukan pembelian.
2. Hedonic shopping motivations
Hedonic shopping motivations adalah dorongan di dalam diri individu untuk
berbelanja, bukan hanya untuk memperoleh suatu hal yang dibutuhkan namun
juga ingin memperoleh kesenangan tersendiri pada saat menelusuri tempat
perbelanjaan, dapat berkomunikasi dengan orang lain, dapat mempelajari tren, dan
berbagai pengalaman personal dan sosial lainnya. Hedonic shopping motivations
mempunyai dimensi-dimensi, yaitu:
1) Adventure shopping didefinisikan sebagai individu berbelanja untuk
merasakan petualangan, perasaan gairah dan merasa berada di dunia sendiri
ketika berbelanja.
2) Gratification shopping didefinisikan sebagai individu berbelanja untuk
menghilangkan stress, meringankan suasana hati yang negatif, dan
perlakuan istimewa untuk diri sendiri.
3) Role shopping didefinisikan sebagai individu berbelanja untuk orang lain.
4) Value shopping didefinisikan sebagai individu berbelanja untuk melihat
sale, mencari diskon, dan berburu harga yang paling murah.
5) Social shopping didefinisikan sebagai individu berbelanja untuk
bersosialisasi bersama teman, keluarga, dan juga orang lain dan menjalin
ikatan dengan orang lain saat berbelanja.
6) Idea shopping didefinisikan sebagai individu berbelanja untuk mengikuti
trend dan fashion terbaru, dan untuk melihat produk dan inovasi terbaru.
31
3. Faktor demografis
Adapun variabel demografis dalam penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin.
1) Usia adalah bilangan kontinum yang mengukur waktu keberadaan individu
sejak dia lahir hingga waktu usia itu dihitung.
2) Jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan.
3.3. Instrumen pengumpulan data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
kuesioner. Kuesioner adalah salah satu jenis alat pengumpul data berupa sejumlah
daftar yang berisi suatu rangkaian pernyataan. Kuesioner yang digunakan dalam
penelitian ini berbentuk model skala likert, yaitu sangat tidak sesuai (STS), tidak
sesuai (TS), sesuai (S), dan sangat sesuai (SS).
Subjek diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang
masing-masing jawaban menunjukkan kesesuaian pernyataan yang diberikan
dengan keadaan yang dirasakan oleh subjek. Model skala likert ini terdiri atas
pernyataan yang sesuai dengan indikator (favorable) dan pernyataan yang tidak
sesuai dengan indikator (unfavorable). Perhitungan skor tiap-tiap pilihan jawaban
adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
Skor Pengukuran Skala
Alternatif Jawaban Favorable Unfavorable
Sangat Tidak Sesuai (TST) 1 4
Tidak Sesuai (TS) 2 3
Sesuai (S) 3 2
Sangat Sesuai (SS) 4 1
32
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas tiga skala,
yaitu skala impulsive buying dan skala hedonic shopping motivations.
1. Skala impulsive buying
Pada skala ini, penulis menggunakan skala yang dikembangkan oleh Verplanken
dan Herabadi (2001) bernama Impulse Buying Tendency Scale (IBTS). Alat ukur
terdiri dari 20 item yang dibagi menjadi dua dimensi, yaitu dimensi cognitive
berjumlah 10 item dan dimensi affective berjumlah 10 item. Item-item tersebut
yang selanjutnya digunakan penelitian ini dalam mengukur impulsive buying
setelah item-item tersebut diadaptasi dan diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia. Selanjutnya item dimodifikasi agar sesuai dengan fokus dan populasi
penelitian, yaitu impulsive buying produk fashion pengunjung mal.
Tabel 3.2
Blue Print Skala Impulsive Buying
No Dimensi Indikator Fav Unfav Jumlah
1 Cognitive Kurang
perencanaan dan
pertimbangan
ketika melakukan
pembelian
3, 9,10 1,2,4,
5,6,7,
8
10
2 Affective Ada perasaan
senang dan
gembira ketika
melakukan
pembelian
Adanya dorongan
untuk membeli
Kesulitan untuk
mengabaikan hal-
hal yang bagus
Adanya rasa
penyesalan setelah
melakukan
pembelian
11,12,
13,15,
16,17,
18,19,
20
14 10
Total 20
33
2. Skala hedonic shopping motivations
Pada skala ini, penulis memodifikasi skala baku hedonic shopping motivations
dari Arnold & Reynolds (2003). Alat ukur ini terdiri dari 18 item yang mengukur
enam dimensi, yaitu adventure shopping, gratification shopping, role shopping,
value shopping, social shopping, dan idea shopping. Namun pada penelitian ini,
untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, penulis menambahkan masing-masing
2 item ke dalam setiap dimensi, sehingga total menjadi 30 item.
Tabel 3.3
Blue Print Skala Hedonic Shopping Motivations
No Dimensi Indikator Fav Jumlah
1 Adventure
Shopping
Belanja untuk petualangan,
perasaan gairah dan merasa
berada di dunia sendiri
ketika berbelanja.
1, 7, 13,
19, 25
5
2 Gratification
Shopping
Belanja untuk
menghilangkan stress,
meringankan suasana hati
yang negatif, dan perlakuan
istimewa untuk diri sendiri.
2, 8, 14,
20, 26
5
3 Role Shopping Belanja untuk orang lain. 3, 9, 15,
21, 27
5
4 Value
Shopping
Belanja untuk melihat sale,
mencari diskon, dan
berburu harga yang paling
murah.
4, 10, 16,
22, 28
5
5 Social
Shopping
Belanja untuk bersosialisasi
bersama teman, keluarga,
dan juga orang lain dan
menjalin ikatan dengan
orang lain saat berbelanja.
5, 11, 17,
23, 29
5
6 Idea Shopping Belanja untuk mengikuti
trend dan fashion terbaru,
dan untuk melihat produk
dan inovasi terbaru.
6, 12, 18,
24, 30
5
Total 30
34
3.4. Pengujian Validitas Konstruk
Sebelum melakukan analisis data, penulis melakukan pengujian terhadap validitas
konstruk dari kedua instrument yang digunakan, yaitu 1) impulsive buying 2)
hedonic shopping motivations. Untuk menguji validitas konstruk alat ukur pada
penelitian ini, penulis menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan
bantuan software Lisrel 8.70. Adapun logika dari CFA yang dikemukakan Umar
(dalam Febriana, 2015) adalah sebagai berikut:
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan
secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk
mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran
terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-
itemnya. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun
juga tiap subtes hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun
subtes bersifat unidimensional.
2. Dengan data yang tersedia, dapat diestimasi matriks korelasi antar item yang
seharusnya diperoleh jika memang unidimensional. Matriks korelasi ini
disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan matriks dari data
empiris, yang disebut matriks S. jika teori tersebut benar (unidimensional)
maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks ∑ - matriks S atau bisa
juga dinyatakan dengan ∑ - S = 0
3. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan
chi-square. Jika hasil chi-square tidak signifikan (p>0.05), maka hipotesis
nihil tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat
35
diterima bahwa item ataupun sub tes instrument hanya mengukur satu faktor
saja.
4. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan
atau mengukur apa yang hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Jika
hasil t-test tidak signifikan (t<1.96) atau koefisien muatan faktornya negatif,
maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa yang hendak
diukur, sebaiknya item yang demikian dieliminasi atau didrop.
5. Terakhir, setelah dilakukan langkah-langkah seperti yang telah disebutkan
di atas. Dan mendapatkan item dengan muatan faktor signifikan (t>1.96)
dan positif. Maka, selanjutnya item-item yang signifikan (t>1.96) dan positif
tersebut diolah untuk nantinya didapatkan faktor skornya.
3.4.1. Hasil uji validitas konstruk impulsive buying
Penulis menguji apakah dari 20 item impulsive buying bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukur impulsive buying. Berdasarkan hasil analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit, dengan Chi-
Square=1051.09, df=170, P-value=0.00000, RMSEA=0.154. Setelah dilakukan
modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan
berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square=136.75, df=115, P-value=0.08141, RMSEA=0.029. Nilai Chi- Square
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur satu faktor
saja yaitu impulsive buying.
36
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukkan apakah item tertentu
perlu untuk di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Adapun koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran kinerja, seperti pada tabel 3.4.
Tabel. 3.4
Muatan Faktor Item Impulsive Buying
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Item 1 0.48 0.06 7.54 √ Item 2 0.60 0.06 9.80 √ Item 3 0.59 0.06 9.18 √ Item 4 0.55 0.06 8.52 √ Item 5 0.67 0.06 11.09 √ Item 6 0.79 0.06 12.81 √ Item 7 0.09 0.07 1.32 X
Item 8 0.63 0.06 10.55 √ Item 9 0.45 0.06 6.96 √ Item 10 0.81 0.06 14.06 √ Item 11 0.55 0.06 8.85 √ Item 12 0.68 0.06 11.41 √ Item 13 0.37 0.07 5.25 √ Item 14 0.47 0.06 7.24 √ Item 15 -0.01 0.07 -0.14 X
Item 16 0.25 0.07 3.65 √ Item 17 0.41 0.06 6.37 √ Item 18 0.65 0.06 11.02 √ Item 19 0.71 0.06 11.29 √ Item 20 0.79 0.06 13.66 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
Pada tabel diatas, penulis dapat melihat item yang memiliki muatan faktor
negatif. Berdasarkan tabel diatas, pada kolom koefisien terlihat bahwa item yang
memiliki muatan negatif dan item yang memiliki t-value dibawah 1.96 (t <1.96)
adalah item 7 dan 15. Item-item tersebut harus dieliminasi atau di-drop dan tidak
disertakan dalam pengolahan selanjutnya.
37
3.4.2. Hasil uji validitas konstruk hedonic shopping motivations
Penulis menguji apakah 30 item yang terdiri dari 6 aspek hedonic shopping
motivations seperti adventure shopping, gratification shopping, role shopping,
value shopping, social shopping, dan idea shopping bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukur ke enam aspek dari hedonic shopping motivations.
3.4.2.1. Hasil uji validitas konstruk dimensi adventure shopping
Pada bagian ini penulis menguji apakah 5 item adventure shopping bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur adventure shopping. Berdasarkan
hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit
dengan Chi- Square = 16.50, df= 5, P-value = 0.00556, RMSEA= 0.102. Setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square=3.14, df=4, P-value=0.53546, RMSEA=0.000. Nilai Chi- Square
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur satu faktor
saja yaitu adventure shopping.
Adapun koefisien muatan faktor untuk item pengukuran adventure
shopping, seperti pada tabel 3.5.
Tabel 3.5
Muatan Faktor Item Adventure Shopping
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Item 1 0.58 0.07 8.88 √ Item 7 0.69 0.07 10.42 √ Item 13 0.70 0.07 10.59 √ Item 19 0.66 0.07 9.39 √ Item 25 0.81 0.06 12.45 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
38
Pada tabel diatas, penulis melihat tidak ada muatan faktor negatif pada
salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item tersebut dapat
digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi adventure shopping.
3.4.2.2. Hasil uji validitas konstruk dimensi gratification shopping
Pada bagian ini penulis menguji apakah 5 item gratification shopping bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur gratification shopping.
Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata
tidak fit dengan Chi- Square = 30.70, df= 5, P-value = 0.00001, RMSEA= 0.153.
Setelah dilakukan modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi- Square=0.44, df=2, P-value=0.80275, RMSEA=0.000. Nilai Chi-
Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item
mengukur satu faktor saja yaitu gratification shopping.
Adapun koefisien muatan faktor untuk item pengukuran gratification
shopping, seperti pada tabel 3.6.
Tabel 3.6
Muatan Faktor Item Gratification Shopping
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Item 2 0.83 0.06 14.36 √ Item 8 0.85 0.06 14.24 √ Item 14 0.65 0.06 10.30 √ Item 20 0.83 0.06 14.70 √ Item 26 0.87 0.06 15.60 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
39
Pada tabel diatas, penulis melihat tidak ada muatan faktor negatif pada
salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item tersebut dapat
digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi gratification shopping.
3.4.2.3. Hasil uji validitas konstruk dimensi role shopping
Pada bagian ini penulis menguji apakah 5 item role shopping bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur rolesShopping. Berdasarkan hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan
Chi- Square = 37.21, df= 5, P-value = 0.00000, RMSEA= 0.172. Setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square=4.32, df=3, P-value=0.22938, RMSEA=0.045. Nilai Chi- Square
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur satu faktor
saja yaitu role shopping.
Adapun koefisien muatan faktor untuk item pengukuran role shopping,
seperti pada tabel 3.7.
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Role Shopping
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Item 3 0.68 0.08 8.05 √ Item 9 0.62 0.08 7.57 √ Item 15 0.46 0.09 5.23 √ Item 21 0.50 0.08 6.30 √ Item 27 0.39 0.08 4.87 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
40
Pada tabel diatas, penulis melihat tidak ada muatan faktor negatif pada
salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item tersebut dapat
digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi role shopping.
3.4.2.4. Hasil uji validitas konstruk dimensi value shopping
Pada bagian ini penulis menguji apakah 5 item value shopping bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur value shopping. Berdasarkan hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan
Chi- Square = 12.45, df= 5, P-value = 0.02906, RMSEA= 0.083. Setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square=4.74, df=4, P-value=0.31533, RMSEA=0.029. Nilai Chi- Square
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur satu faktor
saja yaitu value shopping.
Adapun koefisien muatan faktor untuk item pengukuran value shopping,
seperti pada tabel 3.8.
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item Value Shopping
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Item 4 0.58 0.07 8.83 √ Item 10 0.79 0.07 12.03 √ Item 16 0.80 0.06 12.34 √ Item 22 0.76 0.06 12.21 √ Item 28 0.61 0.06 9.46 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
41
Pada tabel diatas, penulis melihat tidak ada muatan faktor negatif pada
salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item tersebut dapat
digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi value shopping.
3.4.2.5. Hasil uji validitas konstruk dimensi social shopping
Pada bagian ini penulis menguji apakah 5 item social shopping bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur social shopping. Berdasarkan hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan
Chi- Square = 36.90, df= 5, P-value = 0.00000, RMSEA= 0.171. Setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square=0.59, df=3, P-value=0.89809, RMSEA=0.000. Nilai Chi- Square
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur satu faktor
saja yaitu social shopping.
Adapun koefisien muatan faktor untuk item pengukuran social shopping,
seperti pada tabel 3.9.
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Social Shopping
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Item 5 0.74 0.07 10.50 √ Item 11 0.72 0.07 11.10 √ Item 17 0.73 0.07 10.35 √ Item 23 0.69 0.07 10.49 √ Item 29 0.55 0.07 8.05 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
42
Pada tabel diatas, penulis melihat tidak ada muatan faktor negatif pada
salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item tersebut dapat
digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi social shopping.
3.4.2.6. Hasil uji validitas konstruk dimensi idea shopping
Pada bagian ini penulis menguji apakah 5 item idea shopping bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur idea shopping. Berdasarkan hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan
Chi- Square = 36.97, df= 5, P-value = 0.00000, RMSEA= 0.171. Setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square=2.00, df=2, P-value=0.36705, RMSEA=0.003. Nilai Chi- Square
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur satu faktor
saja yaitu idea shopping.
Adapun koefisien muatan faktor untuk item pengukuran idea shopping,
seperti pada tabel 3.10.
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item Idea Shopping
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Item 6 0.80 0.06 13.51 √ Item 12 0.95 0.06 17.17 √ Item 18 0.57 0.06 8.75 √ Item 24 0.66 0.07 9.55 √ Item 30 0.70 0.06 11.46 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
43
Pada tabel diatas, penulis melihat tidak ada muatan faktor negatif pada
salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item tersebut dapat
digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi idea shopping.
3.5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data pada penelitian ini
yaitu analisis regresi berganda (Multiple Regression Analysis). Teknik analisis
regresi berganda ini digunakan untuk menentukan ketepatan prediksi dan
ditujukan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari independent variabel (IV),
yaitu hedonic shopping motivations dan faktor demografis terhadap dependent
variabel (DV) yaitu impulsive buying.
Dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian hipotesis dengan analisis
statistik, maka hipotesis penelitian yang ada diubah menjadi hipotesis nihil.
Hipotesis nihil inilah yang akan diuji dalam analisis statistik nantinya. Pada
penelitian ini digunakan analisis regresi berganda di mana terdapat lebih dari satu
variabel bebas untuk memprediksi variabel terikat. Pada penelitian ini terdapat
delapan independent variable (variabel bebas) dan satu dependent variable
(variabel terikat). Ada pun persamaan regresi berganda untuk penelitian ini adalah
sebagai berikut:
(1)
Keterangan:
Y = Nilai prediksi Y (impulsive buying)
a = intercept (konstan)
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + e
44
b = koefisien regresi untuk masing-masing X
X1 = adventure shopping
X2 = gratification shopping
X3 = role shopping
X4 = value shopping
X5 = social shopping
X6 = idea shopping
X7 = usia
X8 = jenis kelamin
e = residu
Melalui analisis regresi berganda ini akan diperoleh nilai R2, yaitu
koefisien determinasi yang menunjukan besarnya proporsi (presentase) varians
dari DV yang bisa dijelaskan oleh bervariasinya independent variable secara
keseluruhan.
Adapun untuk mendapatkan nilai R2, digunakan rumus sebagai berikut:
R2 = (2)
Dimana :
R2 = Proporsi varians yang bisa dijelaskan oleh keseluruhan independent
variable
SSreg = Jumlah kuadrat regresi yang dapat dihitung jika koefisien regresi telah
diperoleh.
SSy = Jumlah kuadrat dari dependent variable (Y)
Selanjutnya R2 dapat diuji signifikansinya dengan uji F. Adapun rumus
untuk uji F terhadap R2 adalah :
F = dengan df = K dan (N – K – 1 ) (3)
Dimana K adalah banyaknya independent variable dan N adalah besarnya
sampel. Apabila nilai F itu siginifikan (p<0.05), maka berarti seluruh independent
45
variable secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
dependent variable.
Ada pun langkah berikutnya menguji signifikansi pengaruh masing-
masing independent variable terhadap dependent variable. Hal ini dilakukan
melalui uji t (t-test) terhadap setiap koefisien regresi. Jika nilai t > 1.96 maka
berarti independent variable yang bersangkutan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap dependent variable, dan sebaliknya.
Ada pun rumus t-test yang digunakan adalah :
t = (4)
Dimana bi adalah koefisien regresi untuk independent variable(i) dan Sb
adalah standar deviasi sampling dari bi. Hasil uji t ini akan diperoleh dari hasil
regresi yang akan dilakukan oleh penulis nantinya. Adapun seluruh perhitungan
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0.
Sebagai langkah terakhir adalah uji signifikan terhadap proporsi varian
yang disumbangkan oleh masing-masing independent variable dalam
mempengaruhi dependent variable. Dalam hal ini penulis melakukannya melalui
analisis regresi berganda yang bersifat berjenjang atau stepwise. Artinya
dilakukan analisis regresi berulang-ulang dimulai dengan hanya satu independent
variable kemudian dengan dua independent variable, dilanjutkan dengan tiga
independent variable, dan seterusnya sampai independent variable ke delapan.
Setiap kali dilakukan analisis regresi akan diperoleh nilai R2. Setiap kali
ditambahkan independent variable baru diharapkan terjadi peningkatan R2 secara
signifikan.
46
Jika pertambahan R2 (R2 change) signifikan secara statistik maka berarti
independent variable baru yang ditambahkan tersebut cukup penting secara
statistik maupun dalam upaya memprediksi dependent variable serta untuk
menguji hipotesis apakah independent variable bersangkutan signifikan
pengaruhnya. Setiap pertambahan R2 ketika satu independent variable baru
ditambahkan adalah menunjukan besarnya sumbangan unik independent variable
tersebut terhadap bervariasinya dependent variable setelah pengaruh dari
beberapa independent variable terdahulu diperhitungkan dampaknya. Oleh sebab
itulah analisis regresi secara sequential seperti ini dikenal dengan sebutan
stepwise regression.
Adapun rumus yang digunakan untuk menguji signifikan tidaknya
pertambahan proporsi varian (R2 change) adalah sebagai berikut:
F = (5) dengan df = (T – S) dan (N – T – 1)
Disini, adalah nilai R2 yang dihasilkan setelah independent variable baru
ditambahkann kedalam persamaan, dan adalah nilai R2 yang diperoleh sebelum
IV baru ditambahkan. Sedangkan T adalah banyaknya independent variable pada
, dan S adalah banyaknya independent variable pada , N adalah besarnya
sampel penelitian.
Rumus ini bersifat generik, artinya bisa digunakan untuk menguji
signifikansi pertambahan R2 baik untuk pertambahan satu independent variable
maupun untuk pertambahan beberapa independent variable.
Jika nilai F yang dihasilkan signifikan berarti proporsi varian yang dapat
dijelaskan dan merupakan sumbangan dari independent variable yang
47
ditambahkan adalah signifikan secara statistik. Jadi rumus ini bisa diuji signifikan
tidaknya pertambahan independent variable baik hanya dengan menambahkan
satu independent variable maupun dengan menambahkan beberapa independent
variable sekaligus. Misalnya untuk menguji hipotesis mayor dalam penelitian ini,
penulis menggunakan rumus diatas untuk mengetahui apakah sumbangan proporsi
varian sekelompok independent variable yang mengukur hedonic shopping
motivations (adventure shopping, gratification shopping, role shopping, value
shopping, social shopping, dan idea shopping) signifikan atau tidaknya secara
keseluruhan (hedonic shopping motivations secara keseluruhan).
Teknik analisis data multiple regression seperti yang telah dijelaskan di
atas akan menggunakan bantuan software statistika SPSS 17.0.
48
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian
Berikut ini akan diuraikan gambaran responden berdasarkan usia dan jenis
kelamin. Subjek dalam penelitian ini adalah 220 pengunjung mal di Tangerang
Raya. Untuk memudahkan dalam melihat gambaran subjek penelitian, maka
penulis mengkategorisasikan usia kedalam tiga bagian berdasarkan usia
perkembangan, yaitu remaja (<20 tahun), dewasa awal (20 – 40 Tahun), dan
dewasa madya (41 – 60 Tahun).
Tabel 4.1
Subjek Penelitian
Kategori Jumlah Persentase
Usia < 20 Tahun 38 17.3%
20 – 40 Tahun 167 75.9%
41 – 60 Tahun 15 6.8%
Jenis kelamin Laki-laki 72 32.7%
Perempuan 148 67.3%
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa untuk mengetahui gambaran subjek
penelitian, penulis mengkategorisasikan usia ke dalam tiga bagian berdasarkan
usia perkembangan yaitu responden yang berusia di bawah 20 tahun, 20 hingga 40
tahun, 41 hingga 60 tahun. Sehingga dapat diketahui bahwa responden dalam
penelitian ini didominasi oleh pengunjung dengan rentang usia 20 – 40 tahun
(75.9%), diikuti oleh pengunjung dengan rentang usia dibawah 20 tahun (17.3%),
dan paling sedikit dengan rentang usia 41 – 60 tahun (6.8%). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa responden dalam penelitian ini didominasi oleh pengunjung
dengan rentang usia 20 – 40 Tahun.
49
Berdasarkan tabel diatas juga dapat diketahui bahwa jumlah responden
laki-laki memiliki persentase sebesar 32.7% (72 orang), dan responden perempuan
dengan persentase 67.3% (148 orang). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
responden dalam penelitian ini didominasi oleh pengunjung berjenis kelamin
perempuan yaitu sebesar 67.3%.
4.1.1. Subjek penelitian berdasarkan data demografi dan kaitannya dengan
impulsive buying (Dependent Variable)
Berikut ini penulis akan mencoba menguraikan mengenai gambaran umum
responden seperti usia dan jenis kelamin serta kaitannya dengan impulsive buying
(Dependent Variable).
Tabel 4.2
Gambaran jumlah subjek penelitian berdasarkan data demografi dan kaitannya
dengan impulsive buying (Dependent Variable)
Kategori Frekuensi (%)
Rendah Sedang Tinggi
Usia < 20 Tahun 3 (7.9%) 28 (73.7%) 7 (18.4%)
20 – 40 Tahun 20 (12.6%) 121 (72.5%) 26 (14.9%)
41 – 60 Tahun 3 (20.0%) 11 (73.3%) 1 (6.7%)
Jenis kelamin Laki-laki 8 (11.1%) 56 (77.8%) 8 (11.1%)
Perempuan 20 (14.1%) 105 (70.9%) 23 (15%)
Tabel diatas memberikan informasi mengenai kategori usia yang telah dibagi
berdasarkan usia perkembangan yaitu remaja, dewasa awal, dan dewasa madya.
Pada remaja (<20 Tahun) sebesar 18.4% memiliki impulsive buying cenderung
tinggi. Untuk dewasa awal (20 – 40 Tahun) sebesar 14.9% memiliki impulsive
buying cenderung tinggi. Terakhir, dewasa madya (41 – 60 Tahun) sebesar 20.0%
memiliki impulsive buying cenderung rendah.
50
Pada kategori jenis kelamin dapat diketahui bahwa perempuan berada
dalam kategori impulsive buying cenderung tinggi sebesar 15%. Untuk laki-laki
sebesar 77.8% memiliki impulsive buying sedang dan sisanya masing-masing
sebesar 11.1% memiliki impulsive buying yang tinggi dan rendah.
Berdasarkan uraian di atas penulis berkesimpulan bahwa impulsive
buying yang masuk dalam kategori cenderung tinggi ada pada pengunjung
perempuan, dan pada pengunjung remaja (<20 Tahun) dan dewasa awal (20 – 40
Tahun).
4.2. Hasil Analisis Deskriptif
Sebelum diuraikan secara detail mengenai beberapa sub bab selanjutnya, perlu
dijelaskan bahwa skor yang digunakan dalam analisis statistik adalah skor murni
(t-score) yang merupakan hasil proses konversi dari raw score. Proses ini
ditujukan agar mudah dalam membandingkan antar skor hasil pengukuran
variabel-variabel yang diteliti. Dengan demikian semua raw score pada setiap
variabel harus diletakkan pada skala yang sama. Secara teknis komputasinya yang
ditempuh adalah dengan melakukan transformasi dari raw score menjadi z-score.
Untuk menghilangkan bilangan negatif dari z-score, semua skor ditransformasi ke
skala T yang semuanya positif dengan menetapkan harga mean = 50 dan standar
deviasi = 10.
Selanjutnya untuk menjelaskan gambaran umum tentang statistik
deskiptif dari variabel-variabel dalam penelitian ini, indeks yang menjadi patokan
adalah nilai minimal dan maksimal, mean, dan standar deviasi (SD) dari masing-
masing variabel. Nilai tersebut disajikan dalam tabel 4.3.
51
Tabel 4.3
Analisis Deskriptif
Variabel N Min Max Mean SD
Impulsive buying 220 25.62 80.40 49.99 9.99
Adventure shopping 220 24.70 72.76 50.00 10.00
Gratification shopping 220 29.51 72.82 50.00 10.00
Role shopping 220 14.69 75.75 50.00 10.00
Value shopping 220 13.37 69.57 50.00 10.00
Social shopping 220 18.01 73.69 50.00 10.00
Idea shopping 220 23.94 72.83 50.00 10.00
Valid N (listwise) 220
Pada tabel 4.3 didapat informasi mengenai responden yang terlibat dalam
penelitian ini sebanyak 220 orang. Dependen variabel yaitu impulsive buying
memiliki skor terendah sebesar 25.62 dan skor tertinggi sebesar 80.40. Variabel
adventure shopping memiliki skor terendah sebesar 24.70 dan tertinggi sebesar
72.76. Variabel gratification shopping memiliki skor terendah sebesar 29.51 dan
tertinggi sebesar 72.82. Variabel role shopping memiliki skor terendah sebesar
14.69 dan tertinggi sebesar 75.75. Variabel value shopping memiliki skor
terendah sebesar 13.37 dan tertinggi sebesar 69.57. Variabel social shopping
memiliki skor terendah sebesar 18.01 dan tertinggi sebesar 73.69. Variabel idea
shopping memiliki skor terendah sebesar 23.94 dan tertinggi sebesar 72.83. Nilai
rata-rata yang diperoleh keseluruhan variabel adalah 50.00 dan standar deviasi
10.00.
4.2.1. Kategorisasi skor variabel penelitian
Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-
kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan
52
atribut yang diukur. Kontinum jenjang ini contohnya adalah dari rendah ke tinggi
yang akan penulis gunakan dalam kategorisasi variabel penelitian.
Sebelum mengkategorisasikan skor masing-masing variabel berdasarkan
tingkat rendah, sedang dan tinggi, penulis terlebih dahulu menetapkan norma
seperti tertera pada tabel 4.4
Tabel 4.4
Norma Kategorisasi Skor Variabel
Rumus Kategorisasi
X < Mean – SD Rendah
Mean – SD ≤ X ≤ Mean + SD Sedang
X > Mean + SD Tinggi
Setelah norma kategorisasi tersebut didapatkan, selanjutnya akan
dijelaskan perolehan nilai persentase kategorisasi untuk variabel impulsive buying,
adventure shopping, gratification shopping, role shopping, value shopping, social
shopping, idea shopping, pada tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5
Kategorisasi Skor Variabel
Variabel Frekuensi (%)
Rendah Sedang Tinggi
Impulsive buying 30 (13.6%) 159 (72.3%) 31 (14.1%)
Adventure shopping 34 (15.5%) 158 (71.8%) 28 (12.7%)
Gratification shopping 31 (14.1%) 154 (70.0%) 35 (15.9%)
Role shopping 38 (17.3%) 151 (68.6%) 31 (14.1%)
Value shopping 31 (14.1%) 154 (70.0%) 35 (15.9%)
Social shopping 30 (13.6%) 166 (75.5%) 24 (10.9%)
Idea shopping 29 (13.1%) 144 (65.5%) 47 (21.4%)
Berdasarkan tabel 4.5, impulsive buying pengunjung mal di Tangerang Raya tidak
terlalu tinggi maupun rendah. Selanjutnya adventure shopping pengunjung mal
cenderung rendah. Gratification shopping pengunjung mal cenderung tinggi. Role
shopping pengunjung mal cenderung rendah. Value shopping pengunjung mal
53
cenderung tinggi. Social shopping pengunjung mal cenderung rendah, dan idea
shopping pengunjung mal cenderung tinggi.
4.3. Hasil Uji Hipotesis Penelitian
4.3.1. Analisis regresi variabel penelitian
Pada tahapan ini penulis menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi
berganda dengan menggunakan software SPSS 17. Seperti yang sudah disebutkan
pada bab 3, dalam regresi ada 3 hal yang dilihat, yaitu melihat besaran R-square
untuk mengetahui berapa persen (%) varians dependent variable yang dijelaskan
oleh independent variable, kedua apakah secara keseluruhan independent variable
berpengaruh secara signifikan terhadap dependent variable, kemudian terakhir
melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing independent
variable.
Langkah pertama penulis melihat besaran R square untuk mengetahui
berapa persen (%) varians dependent variable yang dijelaskan oleh independent
variable.
Tabel 4.6
Tabel R-Square
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 0.583a 0.340 0.315 8.27840
a. Predictors: (Constant), JK, USIA, IDEA, ROLE, VALUE, GRATIFICATION, SOCIAL,
ADVENTURE
Dari tabel 4.6, dapat dilihat bahwa perolehan R-square sebesar 0.340 atau 34.0%
artinya proporsi varians dari impulsive buying yang dijelaskan oleh adventure
shopping, gratification shopping, role shopping, value shopping, social shopping,
54
idea shopping, usia, dan jenis kelamin adalah sebesar 34.0%, sedangkan sisanya
66.0% dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
Langkah kedua penulis menganalisis dampak dari seluruh independent
variable terhadap impulsive buying. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7
Tabel Anova
Model Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1
Regression 7439.728 8 929.966 13.570 0.000a
Residual 14460.227 211 68.532
Total 21899.955 219
a. Predictors: (Constant), JK, USIA, IDEA, ROLE, VALUE, GRATIFICATION, SOCIAL,
ADVENTURE
b. Dependent Variable: IMPULSIVEBUYING
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat pada kolom Sig bahwa (sig < 0.05), maka
hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari
adventure shopping, gratification shopping, role shopping, value shopping, social
shopping, idea shopping, usia, dan jenis kelamin terhadap impulsive buying
ditolak, artinya terdapat pengaruh yang signifikan dari adventure shopping,
gratification shopping, role shopping, value shopping, social shopping, idea
shopping, usia, dan jenis kelamin terhadap impulsive buying produk fashion.
Langkah terakhir adalah melihat signifikansi koefisien regresi pada setiap
variabel pada kolom signifikan. Jika signifikansi <0.05 maka koefisien regresi
berpengaruh secara signifikan terhadap impulsive buying. Ada pun tabel koefisien
regresi dari setiap Independent Variable terhadap kinerja ditampilkan pada tabel
4.8 berikut:
55
Tabel 4.8
Tabel Koefisien Regresi Independent Variable
Unstandardized
coefficients
Standardized
coefficients t Sig.
B Std. error Beta
1 (Constant) 27.134 4.602 5.897 0.000
Adventure shopping 0.170 0.102 0.170 1.679 0.095
Gratification shopping 0.333 0.090 0.333 3.691 0.000
Role shopping -0.101 0.070 -0.101 -1.451 0.148
Value shopping -0.026 0.066 -0.026 -0.390 0.697
Social shopping -0.096 0.071 -0.096 -1.340 0.182
Idea shopping 0.190 0.075 0.190 2.545 0.012
Usia 0.020 0.067 0.017 0.301 0.764
Jenis kelamin -3.583 1.250 0.168 2.865 0.005
a. Dependent Variable: IMPULSIVEBUYING
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dipaparkan persamaan regresi sebagai berikut:
Impulsive buying = 27.134 + 0.170 adventure shopping + 0.333 gratification
shopping* – 0.101 role shopping – 0.026 value shopping – 0.096 social shopping
+ 0.190 idea shopping* + 0.020 usia – 3.593 jenis kelamin*
Keterangan: signifikan (*)
Pada tabel 4.8 terdapat 3 koefisien regresi yang signifikan, yaitu
gratification shopping, idea shopping, dan jenis kelamin. Variabel lainnya
menghasilkan koefisien regresi yang tidak signifikan. Penjelasan dari nilai
koefisien yang diperoleh pada masing-masing Independent Variable adalah
sebagai berikut:
1. Variabel adventure shopping
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.170 dengan signifikansi sebesar
0.095 (sig > 0.05), artinya Ha1 yang menyatakan tidak adanya pengaruh yang
signifikan adventure shopping terhadap impulsive buying pengujung mal
“diterima”. Artinya, adventure shopping tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap impulsive buying produk fashion pada pengunjung mal.
56
2. Variabel gratification shopping
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.333 dengan signifikansi sebesar
0.000 (sig < 0.05), artinya Ha2 yang menyatakan tidak adanya pengaruh yang
signifikan dari gratification shopping terhadap impulsive buying pengunjung
mal “ditolak”. Artinya, gratification shopping memiliki pengaruh positif yang
signifikan terhadap impulsive buying, dimana semakin tinggi gratification
shopping, maka semakin tinggi impulsive buying produk fashion pada
pengunjung mal.
3. Variabel role shopping
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.101 dengan signifikansi sebesar
0.148 (sig > 0.05), artinya Ha3 yang menyatakan tidak adanya pengaruh yang
signifikan dari role shopping terhadap impulsive buying pengunjung mal
“diterima”. Artinya, role shopping tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap impulsive buying produk fashion pada pengunjung mal.
4. Variabel value shopping
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.026 dengan signifikansi sebesar
0.697 (sig > 0.05), artinya Ha4 yang menyatakan bahwa tidak adanya
pengaruh yang signifikan dari value shopping terhadap impulsive buying
pengunjung mal “diterima”. Artinya, value shopping tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap impulsive buying produk fashion pada pengunjung
mal.
57
5. Variabel social shopping
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.096 dengan signifikansi sebesar
0.182 (sig > 0.05), artinya Ha5 yang menyatakan tidak adanya pengaruh yang
signifikan dari social shopping ping terhadap impulsive buying pengunjung
mal “diterima”. Artinya, social shopping tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap impulsive buying produk fashion pada pengunjung mal.
6. Variabel idea shopping
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.190 dengan signifikansi 0.012 (sig
< 0.05), artinya Ha6 yang menyatakan tidak adanya pengaruh yang signifikan
dari idea shopping terhadap impulsive buying pengunjung mal “ditolak”.
Artinya, idea shopping memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap
impulsive buying, dimana semakin tinggi idea shopping, maka semakin tinggi
impulsive buying produk fashion pada pengunjung mal.
7. Variabel usia
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.020 dengan signifikansi 0.764 (sig
> 0.05), artinya Ha7 yang menyatakan tidak adanya pengaruh yang signifikan
dari usia terhadap impulsive buying pengunjung mal “diterima”. Artinya, usia
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap impulsive buying produk
fashion pada pengunjung mal.
8. Variabel jenis kelamin
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -3.593 dengan signifikansi 0.005 (sig
< 0.05), artinya Ha8 yang menyatakan tidak adanya pengaruh yang signifikan
dari jenis kelamin terhadap impulsive buying pengunjung mal “ditolak”.
58
Artinya, jenis kelamin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap impulsive
buying. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
orang dengan jenis kelamin laki-laki dengan orang berjenis kelamin
perempuan dalam hal impulsive buying produk fashion pada pengunjung mal.
Karena nilai koefisien regresi yang negatif, dapat diartikan bahwa seseorang
yang berjenis kelamin laki-laki meemiliki impulsive buying yang lebih rendah
dibandingkan dengan yang berjenis kelamin perempuan.
4.3.2. Pengujian proporsi varian masing-masing Independent Variable
Penulis ingin mengetahui bagaimana proporsi varian dari masing-masing
Independent Variable terhadap impulsive buying. Besarnya proporsi varian pada
impulsive buying dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut:
Tabel 4.9
Proporsi Varians Variabel Setiap Independent Variable
R R
Square
Adjuste
d R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Chan
ge
1 0.494a 0.244 0.240 8.71495 0.244 70.346 1 218 0.000
2 0.530b 0.281 0.275 8.51757 0.037 11.220 1 217 0.001
3 0.543c 0.294 0.285 8.45725 0.013 4.107 1 216 0.044
4 0.543d 0.294 0.281 8.47666 0.000 0.012 1 215 0.914
5 0.544e 0.296 0.280 8.48644 0.002 0.505 1 214 0.478
6 0.560f 0.313 0.294 8.40187 0.017 5.330 1 213 0.022
7 0.560f 0.314 0.291 8.41799 0.001 0.185 1 212 0.667
8 0.583h 0.340 0.315 8.27840 0.026 8.210 1 211 0.005 Predictors: (Constant), ADVENTURE, GRATIFICATION, ROLE, VALUE, SOCIAL, IDEA, USIA, JK
Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa dari 8 independent variable terdapat
lima variabel yang memberikan sumbangan terbesar dan signifikan. Berikut akan
dijelaskan mengenai hasil proporsi varians dari setiap variabel penelitian, yaitu:
59
1. Variabel adventure shopping memberikan sumbangan sebesar 24.4% dalam
varians impulsive buying. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik
dengan F = 70.346, df1=1, df2=218 dan sig. F change = 0.000.
2. Variabel gratification shopping memberikan sumbangan sebesar 3.7% dalam
varians impulsive buying. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik
dengan F = 11.220, df1=1, df2=217 dan sig. F change =0.001.
3. Variabel role shopping memberikan sumbangan sebesar 1.3% dalam varians
impulsive buying. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F =
4.107, df1=1, df2=216 dan sig. F change =0.044.
4. Variabel value shopping memberikan sumbangan sebesar 0% dalam varians
impulsive buying. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan
F = 0.012, df1=1, df2=215 dan sig. F change =0.914.
5. Variabel social shopping memberikan sumbangan sebesar 0.2% dalam varians
impulsive buying. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan
F = 0,087, df1=1, df2=214 dan sig. F change =0.478.
6. Variabel idea shopping memberikan sumbangan sebesar 1.7% dalam varians
impulsive buying. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F =
5.330, df1=1, df2=213 dan sig. F change =0.022.
7. Variabel usia memberikan sumbangan sebesar 0.1% dalam varians impulsive
buying. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan F = 0.185,
df1=1, df2=212 dan sig. F change =0.667.
60
8. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan sebesar 2.6% dalam varians
impulsive buying. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F =
8.210, df1=1, df2=211 dan sig. F change =0.005.
Urutan independent variable yang signifikan memberikan sumbangan dari
terbesar hingga yang terkecil adalah variabel adventure shopping (24.4%),
gratification shopping (3.7%), jenis kelamin (2.6%), idea shopping (1.7%), dan
role shopping (1.3%).
61
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab 4, maka kesimpulan
yang diperoleh dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan dari
variabel hedonic shopping motivations (adventure shopping, gratification
shopping, role shopping, social shopping, value shopping, dan idea shopping) dan
faktor demografis (usia dan jenis kelamin) terhadap impulsive buying produk
fashion pengunjung mal.
Hasil uji koefisien regresi masing-masing independent variable
menunjukkan dari delapan variabel yang di uji yaitu adventure shopping,
gratification shopping, role shopping, social shopping, value shopping, idea
shopping, usia, dan jenis kelamin ada tiga variabel independen yang dinyatakan
signifikan mempengaruhi impulsive buying produk fashion pengunjung mal. Tiga
variabel yang dinyatakan signifikan mempengaruhi impulsive buying adalah
gratification shopping, idea shopping, dan jenis kelamin.
5.2. Diskusi
Pada bagian ini penulis akan membahas diskusi mengenai kedelapan independent
variable yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu adventure shopping,
gratification shopping, role shopping, value shopping, social shopping, idea
shopping, usia, dan jenis kelamin terhadap dependent variable yaitu impulsive
buying serta akan membahas penelitian dan literatur terdahulu mengenai
62
kedelapan independent variable yang dikaitkan dengan dependent variable
tersebut.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang telah dikemukakan pada bab 4,
diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara hedonis shopping
motivations (adventure shopping, gratification shopping, role shopping, value
shopping, social shopping, dan idea shopping) dan faktor demografis (usia dan
jenis kelamin) terhadap impulsive buying produk fashion pada pengunjung mal
dengan signifikansi sebesar 0.000 dan nilai kontribusi variabel independen
terhadap variabel dependen sebesar 0.340 atau 34%, ini menunjukkan bahwa
hedonic shopping motivations dan faktor demografis memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap impulsive buying produk fashion pada pengunjung mal
sebesar 34% dan sisanya 66% dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini.
Hasil penelitian berdasarkan koefisien regresi masing-masing independent
variable menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara
gratification shopping, idea shopping, dan jenis kelamin terhadap impulsive
buying produk fashion. Berbeda dengan variabel adventure shopping, role
shopping, value shopping, social shopping, dan usia, semua komponen tersebut
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap impulsive buying produk
fashion.
Dalam penelitian ini, variabel hedonic shopping motivations memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap impulsive buying produk fashion. Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gültekin dan Ozer (2012) yang
menyatakan bahwa hedonic shopping motivations secara signifikan
63
mempengaruhi impulsive buying. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian Ratih
dan Astiti (2016) yang menyatakan bahwa hedonic shopping motivations
berpengaruh secara signifikan terhadap impulsive buying. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa pengunjung mal dengan hedonic shopping motivatios yang
tinggi cenderung akan melakukan impulsive buying, karena konsumen dengan
hedonic shopping motivatios yang tinggi akan melakukan tindakan pembelian
yang didasarkan atas kesenangan semata tanpa mempertimbangkan konsekuensi
yang akan diterima. Selain itu konsumen dengan hedonic shopping motivations
yang tinggi akan membeli suatu barang hanya didasarkan atas kesenangan dan
tanpa melihat sudut pandang manfaat dari suatu barang. Konsumen hanya
mementingkan keinginan dari pada kebutuhan yang akan dipenuhi demi mencapai
suatu kesenangan.
Pada variabel hedonic shopping motivations, dimensi gratification
shopping dan idea shopping memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
impulsive buying. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gültekin
dan Ozer (2012) yang menyatakan bahwa gratification shopping dan idea
shopping meningkatkan perilaku impulsive buying secara signifikan. Dimensi
gratification shopping dari variabel hedonic shopping motivations pada hasil
penelitian ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap impulsive buying
dengan koefisien variabel menunjuk arah positif. Berdasarkan hasil tersebut, dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi gratification shopping konsumen, maka akan
semakin tinggi impulsive buying produk fashion, begitu pula sebaliknya. Sehingga
dapat dikatakan bahwa pengunjung mal di Tangerang Raya (Kota dan Kabupaten
64
Tangerang, serta Kota Tangerang Selatan) memiliki tingkat stres yang cukup
tinggi sehingga dapat mempengaruhi suasana hati mereka menjadi negatif. Oleh
karena itu, pengunjung mal di Tangerang Raya menyukai untuk melepaskan stres
dan juga meringankan suasana hati negatifnya dengan berbelanja di mal.
Berdasarkan gambaran data demografi dan kaitannya terhadap impulsive
buying yang telah diuraikan dalam bab 4, dapat dikatakan bahwa pengunjung mal
di Tangerang Raya yang memiliki gratification shopping yang tinggi ada pada
pengunjung perempuan, dan dengan usia remaja (<20 Tahun) dan dewasa awal
(20 – 40 Tahun). Pada remaja sumber stres dapat berasal dari tugas-tugas
disekolah serta tuntutan nilai dari orangtua. Sedangkan pada dewasa awal sumber
stres dapat berasal dari tekanan-tekanan yang datang dari tugas perkuliahan
ataupun tugas ditempatnya bekerja. Hal ini menyebabkan konsumen remaja dan
dewasa awal melepaskan stres yang dimiliki dengan cara berbelanja di mal.
Selanjutnya, dimensi idea shopping pada variabel hedonic shopping
motivations pada hasil penelitian ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
impulsive buying dengan koefisien variabel menunjuk arah positif. Berdasarkan
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi idea shopping yang
dimiliki pengunjung mal, maka akan semakin tinggi impulsive buying produk
fashion yang terjadi, begitu pula sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa
pengunjung mal di Tangerang Raya, baik remaja maupun dewasa awal gemar
untuk mengikuti perkembangan tren dan fashion terbaru, sehingga membuat
mereka melakukan impulsive buying terhadap produk fashion ketika berbelanja di
mal. Konsumen remaja maupun dewasa awal dalam penelitian ini menyukai untuk
65
selalu tampil fashionable atau mengikuti tren yang ada, sehingga hal ini
mendorong konsumen untuk selalu mengikuti perubahan dan perkembangan
fashion yang ada.
Berdasarkan yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, dimensi
adventure shopping, role shopping, value shopping, dan social shopping dari
variabel hedonic shopping motivations pada hasil penelitian ini tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap impulsive buying. Hasil penelitian ini tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Činjarević et.al (2011) yang
menyatakan bahwa hanya role shopping dan social shopping saja yang memiliki
pengaruh yang tidak signifikan terhadap impulsive buying. Dimensi adventure
shopping dalam penelitian ini tidak signifikan dapat disebabkan karena
pengunjung mal di Tangerang Raya tidak menyukai berkunjung ke mal hanya
untuk menghabiskan waktu dengan berlama-lama mengelilingi mal saja.
Konsumen tidak merasakan kegembiraan hanya dengan berpetualang atau
berkeliling di dalam mal. Sehingga hal ini membuat pengunjung mal di Tangerang
Raya tidak impulsive buying.
Dimensi selanjutnya dari hedonic shopping motivations yang tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap impulsive buying adalah role
shopping. Artinya, role shopping tidak berpengaruh secara langsung terhadap
impulsive buying. Hasil ini menunjukkan bahwa pengunjung mal di Tangerang
Raya ketika berbelanja untuk orang lain, bisa dalam bentuk membelikan hadiah
atau berbelanja barang titipan dari orang lain tidak membuat pengunjung menjadi
“gelap mata” dan melakukan impulsive buying. Dalam situasi tertentu, konsumen
66
mungkin mengganggap berbelanja merupakan suatu pekerjaan dimana di
dalamnya terdapat tugas untuk mencocokkan hadiah yang ia lihat dengan selera
dari orang yang ingin diberi hadiah. Hal ini menyebabkan konsumen menjadi
berhati-hati dalam memilih hadiah dan berbelanja barang titipan untuk orang lain,
dan membuat konsumen penuh dengan pertimbangan dan tidak terbawa dengan
emosi yang mengakibatkan ia tidak melakukan impulsive buying.
Selanjutnya, dimensi value shopping dalam penelitian ini tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap impulsive buying. Artinya, value shopping
tidak berpengaruh secara langsung terhadap impulsive buying. Hal ini dapat
disebabkan karena sale dan diskon yang ditawarkan di mal yang ada di Tangerang
Raya kurang menarik bagi pengunjung mal, seperti harga sale dan diskon yang
tetap mahal, atau barang yang sedang sale dan diskon tidak disukai oleh
pengunjung mal, hal ini membuat cognitive dari pengunjung lebih dominan
dibandingkan affective-nya, sehingga membuat adanya proses pertimbangan
sebelum melakukan pembelian, dengan demikian pengunjung mal menjadi tidak
impulsive buying.
Dimensi selanjutnya dari hedonic shopping motivations yang tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap impulsive buying adalah social
shopping. Artinya, social shopping tidak berpengaruh secara langsung terhadap
impulsive buying. Hal ini dapat disebabkan karena keputusan membeli yang
dilakukan pengunjung mal di Tangerang Raya dipengaruhi oleh teman atau
keluarga yang pergi bersama dengannya ke mal. Dengan adanya orang lain, baik
itu teman, keluarga, ataupun pengunjung lain, dapat mempengaruhi pikiran dari
67
konsumen dalam melakukan pembelian. Dapat dikatakan, bahwa pengunjung mal
di Tangerang Raya menjadi tidak impulsive buying dikarenakan adanya orang lain
di dekatnya yang membantunya dalam melakukan pengambilan keputusan.
Pada variabel faktor demografis, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
faktor demografis memiliki pengaruh yang signifikan terhadap impulsive buying
produk fashion. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Činjarević (2010) yang menyatakan bahwa faktor demografis, yaitu usia dan jenis
kelamin, menghasilkan perbedaan yang signifikan terhadap impulsive buying. Hal
ini dapat disimpulkan bahwa setiap pengunjung mal, dengan usia dan jenis
kelamin yang berbeda memiliki kemungkinan untuk melakukan impulsive buying
pada produk fashion.
Dimensi faktor demografis pertama yaitu usia tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap impulsive buying. Namun berdasarkan gambaran data
demografi dan kaitannya terhadap impulsive buying yang telah diuraikan dalam
bab 4, dapat diketahui bahwa pengunjung mal di Tangerang Raya yang memiliki
impulsive buying cenderung tinggi ada pada pengunjung dengan usia remaja (<20
Tahun) dan dewasa awal (20 – 40 Tahun). Hal ini sesuai dengan pendapat
Verplanken dan Herabadi (2011) yang mengungkapkan bahwa pada usia 18
hingga 39 tahun merupakan usia yang mengalami peningkatan hasrat untuk
berbelanja. Penelitian yang dilakukan oleh Bellenger et al (dalam Kacen & Lee,
2002) juga mengungkapkan hal yang sama, yaitu pembeli di bawah usia 35 tahun
lebih rentan terhadap impulsive buying dibandingkan dengan mereka yang
memiliki usia lebih dari 35 tahun. Hal ini dapat disebabkan karena konsumen
68
dengan usia muda memiliki kurangnya kontrol diri dibandingkan dengan
konsumen dengan usia yang lebih dewasa.
Konsumen dengan usia dewasa madya (41 – 60 Tahun) dalam penelitian
ini memiliki impulsive buying cenderung rendah. Hasil ini tidak sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Yang, Huang, dan Feng (2011) yang menyatakan
bahwa pada usia 40 tahun ke atas individu memiliki kecenderungan untuk
melakukan impulsive buying yang lebih tinggi dibandingkan usia di bawah 40
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen dengan usia dewasa madya
memiliki kontrol diri yang lebih baik dibandingkan konsumen dengan usia muda.
Sehingga dapat dikatakan bahwa konsumen dengan usia dewasa madya lebih
berhati-hati dan penuh pertimbangan ketika berbelanja, dan juga tidak mudah
terbawa oleh emosi sesaat.
Dimensi faktor demografis kedua adalah jenis kelamin, dalam penelitian
ini dimensi jenis kelamin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap impulsive
buying. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dittmar et al
(dalam Kacen & Lee, 2002) yang menyatakan bahwa jenis kelamin dapat
mempengaruhi impulsive buying. Hal ini menunjukkan bahwa impulsive buying
dapat terjadi pada laki-laki dan juga perempuan, keduanya memiliki alasan
tersendiri dalam melakukan impulsive buying, seperti laki-laki melakukan
pembelian berdasarkan nilai fungsional dari suatu barang, sedangkan perempuan
melakukan pembelian berdasarkan emosi untuk menunjukkan identitas diri
mereka dalam lingkungan.
69
Dalam penelitian ini, jenis kelamin perempuan memiliki impulsive buying
yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Hasil ini sejalan dengan
penelitian Činjarević (2010) yang menyatakan bahwa faktor demografis, yaitu
jenis kelamin menghasilkan perbedaan yang signifikan terhadap impulsive buying,
dimana perempuan memiliki nilai yang lebih tinggi terhadap impulsive buying
dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dapat disebabkan karena perempuan
melakukan pembelian berdasarkan emosi sehingga tidak memikirkan konsekuensi
yang akan terjadi.
Secara keseluruhan pada hasil penelitian ini, penulis menemukan terdapat
beberapa perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Hal tersebut mungkin terjadi
karena adanya beberapa keterbatasan dan kelemahan dalam penelitian ini.
Keterbatasan serta kelemahan dalam penelitian ini seperti, kondisi dan situasi saat
pengisian skala yang tidak dapat dikontrol oleh penulis sehingga mungkin tidak
kondusif, responden yang kurang serius dalam proses pengisian skala sehingga
respon menjadi tidak berpola, serta kemungkinan tidak semua item dapat
dipahami dengan baik oleh responden. Selain itu, kurang spesifiknya responden
juga menjadi keterbatasan dan kelemahan dalam penelitian ini.
5.3. Saran
Pada proses penulisan penelitian ini, penulis menyadari masih terdapat banyak
kelemahan dalam penelitian ini, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai
bahan pertimbangan untuk menyempurnakan hasil penelitian selanjutnya.
70
5.3.1. Saran teoritis
1. Pada penelitian ini ditemukan bahwa proporsi varians dari impulsive buying
yang dijelaskan oleh semua independent variable adalah sebesar 34%
sedangkan sisanya 66% dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini.
Penulis menyarankan untuk penelitian selanjutnya agar meneliti serta
menganalisis pengaruh variabel lain. Untuk mendapatkan proporsi varians
yang lebih besar disarankan untuk meneliti dan menganalisis variabel lain
seperti: atmosfir toko, ketersediaan waktu dan uang, tingkat stres, dan
promosi dan iklan yang dikaitkan dengan impulsive buying.
2. Pada penelitian ini ditemukan ada 3 variabel yang memiliki pengaruh
signifikan terhadap impulsive buying, yaitu gratification shopping, idea
shopping, dan jenis kelamin sehingga penulis menyarankan agar variabel
tersebut dapat dijadikan referensi dalam penelitian selanjutnya.
3. Pada penelitian ini, dimensi gratification shopping pada variabel hedonic
shopping motivations merupakan dimensi dengan pengaruh yang paling besar
terhadap perilaku impulsive buying, disarankan bagi penelitian selanjutnya
untuk meneliti lebih lanjut tentang pengaruh dimensi gratification shopping
terhadap perilaku konsumen lainnya.
4. Penulis menyarankan agar penelitian selanjutnya dapat menggunakan sampel
yang lebih spesifik, seperti konsumen dengan usia dewasa awal atau dewasa
akhir, sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih terfokus.
5. Penulis menyarankan agar penelitian selanjutnya dapat menggunakan lokasi
penelitian yang lebih spesifik, agar dapat diperoleh hasil yang lebih akurat.
71
5.3.2. Saran praktis
Terkait dengan hasil penelitian, variabel yang memiliki pengaruh terhadap
impulsive buying produk fashion pada pengunjung mal adalah gratification
shopping, idea shopping, dan jenis kelamin, sehingga dapat disarankan sebagai
berikut:
1. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa gratification shopping memiliki
pengaruh signifikan terhadap impulsive buying. Dalam hal ini gratification
terhadap diri sendiri memang dibutuhkan, karena gratification dapat
membantu individu untuk menghilangkan stres, dan membuat suasana hati
menjadi lebih positif. Namun, dalam prosesnya individu juga harus memiliki
kontrol diri yang baik, sehingga gratification dilakukan dalam batas yang
sewajarnya. Ketika seseorang melakukan gratification yang tertalu tinggi
maka akan memberikan dampak negatif bagi dirinya sendiri, seperti kerugian
finansial dan menyebabkan perasaan bersalah setelah melakukan pembelian.
Dengan demikian, disarankan bagi konsumen dengan gratification shopping
yang tinggi untuk dapat mengontrol dirinya ketika berbelanja, agar
gratification yang dilakukannya tidak berlebihan. Hal ini diharapkan dapat
membantu konsumen untuk meminimalisir terjadinya impulsive buying.
2. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa idea shopping memiliki pengaruh
signifikan terhadap impulsive buying. Disarankan kepada orang tua untuk
dapat memberikan arahan kepada anak mengenai pengelolaan keuangan, agar
anak dapat berlatih untuk mengontrol dirinya ketika berbelanja. Bagi dewasa
awal disarankan untuk dapat mengontrol diri ketika berbelanja, salah satunya
72
dengan cara membawa uang cash saja ketika berbelanja, dan meninggalkan
kartu debit dan kredit dirumah. Selain itu, tidak terburu-buru ketika
mengambil keputusan juga dapat membantu konsumen untuk meminimalisir
terjadinya impulsive buying, karena konsumen dapat memikirkan lebih dalam
perlu atau tidaknya produk tersebut untuk dibeli.
3. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa jenis kelamin memiliki pengaruh
signifikan terhadap impulsive buying. Berdasarkan hasil penelitian ini,
perempuan memiliki impulsive buying produk fashion yang lebih tinggi
dibandingkan dengan laki-laki. Disarankan bagi konsumen berjenis kelamin
perempuan untuk dapat lebih mengontrol dirinya ketika berbelanja produk
fashion di mal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membuat anggaran
belanja dan daftar belanja tetap, agar pembelian yang dilakukan menjadi
terkontrol. Selain itu, hindarilah berbelanja ketika suasana hati sedang
negatif, karena hal ini dapat meningkatkan terjadinya impulsive buying.
73
DAFTAR PUSTAKA
Adiputra, E. (2015). Perilaku pembelian tidak terencana (Impulse Buying) di pusat
perbelanjaan modern di Surabaya. An-Nisbah. 01(02), 156-180.
Alexander, H. B. (2014). Lebih dari Separuh Pusat Belanja Banten, Menumpuk di
Tangerang. Diunduh tanggal 2 November 2016 dari
http://properti.kompas.com/read/2014/04/16/0711437/Lebih.dari.Separuh.
Pusat.Belanja.Banten.Menumpuk.di.Tangerang.
Arifianti, R., Kartini, D., Sendjaja, T. P., & Yunizar. (2010). Gaya hidup
hedonis. Bandung: Unpad Press.
Arnold, M. J., & Reynold, K. E. (2003). Hedonic shopping motivations.
Journal of Retailing. 79(2003), 77-95.
Beatty, S. E., & Ferrel, M. E. (1998). Impulse buying: modelling its precursors.
Journal of Retailing. 74(2), 169-191.
Činjarević, M. (2010). Cognitive and affective aspects of impulse buying.
Sarajevo Business and Economics Review. 30, 168-184.
Činjarević, M., Tatić, K., & Petrić, S. (2011). See it, like it, buy it!. Hedonic
shopping motivations and impulse buying. Journal of Economics and
Business. 9(1), 1-14.
Dawson, S., & Kim, M. (2009). External and internal trigger cues of impulse
buying online. International Journal. 3(1), 20-34.
Engel, J. F., Blackwell, R. D., & Miniard, P. W. (1994). Perilaku konsumen.
Edisi ke-6 Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara.
Fadliyah, L. (2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi impulsive buying pada
konsumen jilbab di pasar johar Semarang. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam UIN Walisongo Semarang.
Febriana, R. (2015). Uji validitas kosntruk pada instrument PASS
(Procrastinstion Assessment Scale for Student) dengan metode
confirmatory factor analysis (CFA). Jurnal Pengukuran Psikologi dan
Pendidikan Indonesia. 4 (3), 267-277.
Gültekin, B., & Ozer, L. (2012). The influence of hedonic motives and browsing
on impulse buying. Journal of Economics and Behavioral Studies. 4(3),
180-189.
74
Hausman, A. (2010). A multi-method investigation of consumer motivations in
impulse buying behavior. Journal of Consumer Marketing. 17(5), 403 –
419.
Hidayat, F. (2015). Mal Masih Jadi Primadona Sebagai Tempat Rekreasi.
Diunduh tanggal 07 Desember 2016 dari
http://www.beritasatu.com/destinasi/238867-mal-masih-jadi-primadona
sebagai-tempat-rekreasi.html.
Kacen, J. J., & Lee, J. A. (2002). The influence of culture on customer impulsive
buying behavior. Journal of Consumer Psychology. 12(2), 163-176.
Kementrian Kesehatan RI. (2016). Peran Keluarga Dukung Kesehatan Jiwa
Masyarakat. Diunduh tanggal 01 Oktober 2017 dari
http://www.depkes.go.id/article/view/16100700005/peran-keluarga
dukung-kesehatan-jiwa-masyarakat.html.
Kurniawan, S. (2015). Experience Shopping Hanya Bisa di Mal, Tidak di E-
commerce. Diunduh tanggal 17 Oktober 2017 dari
http://marketeers.com/experience-shopping-hanya-bisa-di-mal-tidak-di-e
commerce/.
Nuraeni. (2015). Pengaruh literasi ekonomi, kelompok teman sebaya dan kontrol
diri terhadap perilaku pembelian impulsif untuk produk fashion pada
mahasiswa fakultas ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. Skripsi.
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.
Purnomo, H (2013). Seperempat Masyarakat RI Pengeluarannya Lebih Besar
dari Pendapatan. Diunduh tanggal 16 Oktober 2017 dari
http://news.detik.com/transisipresiden/read/2013/12/08/.
Puspita, E. M. (2016). Pengaruh motivasi belanja henodis terhadap pembelian
impulsive melalui emosi positif pelanggan vans store Surabaya. Jurnal
Ilmu dan Riset Manajemen. 5(5), 1-16.
Ramadhanny, T. (2013). Ini Alasan Kenapa Mal Kini Jadi Destinasi Wisata.
Diunduh tanggal 07 Desember 2016 dari
http://travel.detik.com/read/2013/08/22/141815/2337438/1382/ini-alasan
kenapa-mal-kini-jadi-destinasi-wisata.
Ratih, I. A. T., & Astiti, D. P. (2016). Pengaruh motivasi hedonis dan atmosfer
toko terhadap pembelian impulsif pada remaja putri di Denpasar. Jurnal
Psikologi Udayana. 3(2), 209-219.
Rook, D. W. (1987). The buying impulse. Journal of Consumer Research. 14(2),
189-199.
Rook, D., & Hoch, S. (1985). Consuming impulses. Advances in Consumer
Research. 7(1), 23-27.
75
Taman, R. D. (2011). Mall, Jadi Gaya Hidup?. Diunduh tanggal 07 Desember
2016 dari http://www.kompasiana.com/richardo/mall-jadi-gaya
hidup_55010149a3331135195107b5.
To, P. L., Liao, C., & Lin, T. H. (2007). Shopping motivations on internet: a study
based on utilitarian and hedonic value. Technovation. 27, 774-787.
Trang, T. M., Nguyen, T. D., & Barrett, N. J. (2007). Hedonic shopping
motivations, supermarket attributes, and shopper loyalty in transitional
markets – evidence from Vietnam. University of Technology, Sydney,
Australia.
Utami, B. (2016). Pengaruh nilai belanja hedonik terhadap impulse buying dengan
emosi positif sebagai variabel perantara. Skripsi. Universitas Negeri
Yogyakarta.
Verplanken, B., & Herabadi, A. (2001). Individual differences in impulsive
buying tendency: feeling and no thinking. European Journal of
Personality. 15, S71-183.
Yang, D. J., Huang, K. C., & Feng, X. (2011). A study of the factor that affect the
impulsive cosmetics buying of female consumers in Kaohsiung.
International Journal of Business and Social Science. 2 (24), [Special
Issue December 2011).
Youn, S., & Faber, R. J. (2000). Impulse buying: Its relation to personality traits
and cues. Advances in Consumer Research. 27, 179-185.
76
Assalamualaikum Wr.Wb.
Selamat pagi/siang/sore
Saya mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saat ini saya
sedang melakukan penelitian untuk penyusunan tugas akhir penelitian (skripsi).
Saya meminta ketersediaan Anda untuk mengisi sejumlah angket di bawah ini.
Dalam pengisian angket tidak ada jawaban benar dan salah. Setiap orang memiliki
jawaban yang berbeda, oleh karena itu pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan
diri Anda. Semua jawaban Anda akan dijaga kerahasiaannya dan hanya
dipergunakan untuk keperluan penelitian saja. Bantuan Anda dalam mengisi
angket ini merupakan bantuan yang berarti bagi keberhasilan penelitian ini. Atas
perhatian dan kerja samanya saya ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Hormat Saya,
Yunie Amalia
Identitas Responden
Nama/Inisial :
Usia : tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
Pendidikan : SD SMP SMA D3/S1 S2/S3
Pekerjaan :
Penghasilan : < 1.000.000
1.000.000 – 2.000.000
2.000.001 – 3.000.000
3.000.001 – 4.000.000
4.000.001 – 5.000.000
> 5.000.000
Status : Menikah
Belum Menikah
Saya bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk berpartisipasi
Tangerang, 2017
………………………………..
(Nama/Inisial dan tanda tangan)
77
Petunjuk pengisian kuesioner
Berikut ini terdapat butir-butir pernyataan yang berkaitan dengan pembelian
produk fashion (baju, sepatu, dan tas), baca dan pahamilah setiap pernyataan.
Berikan tanda √ (checklist) pada salah satu pernyataan di bawah ini yang paling
sesuai dengan keadaan Anda. Adapun pilihan jawaban yang tersedia adalah:
STS : Sangat Tidak Sesuai S : Sesuai
TS : Tidak Sesuai SS : Sangat Sesuai
Contoh
No Pernyataan STS TS S SS
1 Saya lebih sering berbelanja di mall
dari pada di pasar tradisional
√
Skala A
No. Pernyataan STS TS S SS
1 Saya biasanya berpikir dengan hati-hati sebelum
saya membeli produk fashion di mal.
2 Saat berbelanja di mal, saya biasanya hanya
membeli produk fashion yang sudah saya niatkan
sebelumnya.
3 Jika saya membeli produk fashion di mal, biasanya
saya membeli dengan spontan.
4 Kebanyakan dari produk fashion yang saya beli di
mal sudah direncanakan sebelumnya.
5 Ketika berbelanja di mal, saya hanya membeli
produk fashion yang benar-benar saya butuhkan.
6 Bukanlah gaya saya untuk membeli produk fashion
di mal secara tiba-tiba.
7 Saat berbelanja di mal, saya suka membandingkan
merek yang berbeda sebelum saya membeli produk
fashion tersebut.
8 Sebelum saya membeli produk fashion di mal, saya
selalu mempertimbangkan dengan hati-hati apakah
saya membutuhkannya atau tidak.
9 Saya biasanya membeli produk fashion langsung
pada tempatnya (mendadak).
10 Ketika berbelanja di mal, saya sering membeli
78
produk fashion tanpa berpikir.
11 Sulit bagi saya untuk mengabaikan produk fashion
yang bagus ketika saya berkunjung ke mal.
12 Terkadang saya tidak bisa menahan keinginan untuk
membeli produk fashion yang saya lihat di mal.
13 Terkadang saya merasa bersalah setelah membeli
produk fashion di mal.
14 Saya bukan tipe orang yang “jatuh hati pada
pandangan pertama” dengan produk fashion yang
saya lihat di mal.
15 Saat berkunjung ke mal, saya bisa menjadi sangat
bersemangat apabila saya melihat produk fashion
yang ingin saya beli.
16 Saya selalu melihat produk fashion yang bagus
setiap kali saya melewati toko di mal.
17 Sangat menyulitkan bagi saya untuk melewati
sebuah penawaran (diskon) di mal.
18 Jika saya melihat produk fashion yang baru di mal,
saya ingin membelinya.
19 Saya agak ceroboh ketika membeli produk fashion
di mal.
20 Terkadang saya membeli produk fashion di mal
karena saya suka berbelanja bukan karena saya
membutuhkannya.
Skala B
No Pernyataan STS TS S SS
1 Berbelanja produk fashion di mal merupakan
petualangan bagi saya.
2 Ketika suasana hati saya sedang buruk, saya akan
pergi ke mal untuk berbelanja produk fashion agar
membuat saya merasa lebih baik
3 Saya suka berbelanja produk fashion di mal untuk
orang lain karena ketika mereka merasa bahagia,
saya juga bahagia.
4 Saya sering berbelanja produk fashion ketika sedang
ada sale atau obral di mal.
5 Saya berbelanja produk fashion di mal bersama
79
teman atau keluarga untuk bersosialisasi.
6 Saya berbelanja produk fashion di mal untuk
mengikuti tren.
7 Berbelanja produk fashion di mal adalah hal yang
menggairahkan.
8 Bagi saya, berbelanja produk fashion di mal adalah
cara untuk menghilangkan stres.
9 Saya menikmati berbelanja produk fashion di mal
untuk teman dan keluarga saya.
10 Ketika berbelanja di mal, saya menikmati mencari
produk fashion yang berdiskon.
11 Saya menikmati bersosialisasi dengan orang lain
ketika saya belanja.
12 Saya berbelanja produk fashion di mal untuk
mengikuti mode terbaru.
13 Berbelanja produk fashion di mal membuat saya
merasa bahwa dunia milik saya sendiri.
14 Saya pergi berbelanja produk fashion di mal ketika
saya ingin memperlakukan diri saya secara spesial.
15 Saya menikmati berbelanja berkeliling mal untuk
menemukan hadiah yang tepat unuk seseorang.
16 Saya menikmati berburu harga yang paling murah
ketika berbelanja produk fashion.
17 Berbelanja produk fashion di mal dengan orang lain
merupakan pengalaman yang mengikat atau
berkesan.
18 Saya pergi berbelanja ke mal untuk melihat produk
fashion baru apa yang tersedia.
19 Saya menikmati berkeliling mal untuk berbelanja
produk fashion.
20 Saya berbelanja produk fashion di mal karena ingin
meningkatkan suasana hati saya menjadi positif.
21 Saya merasa senang ketika membeli sesuatu untuk
orang yang spesial dalam hidup saya.
22 Saya pergi berbelanja ke mal untuk mengambil
keuntungan ketika ada potongan harga/diskon.
23 Saya berbelanja di mal bersama orang lain untuk
mempererat hubungan.
24 Saya menikmati berbelanja produk fashion terbaru
80
di mal.
25 Menghabiskan waktu dengan berbelanja produk
fashion di mal menimbulkan sensasi tersendiri bagi
saya.
26 Saya pergi berbelanja produk fashion di mal ketika
saya ingin melupakan masalah dan kepenatan.
27 Saya senang berbelanja barang titipan dari orang
lain.
28 Saya merasakan kepuasan tersendiri apabila berhasil
membeli produk fashion di mal dengan harga yang
murah.
29 Berbelanja merupakan cara saya untuk meluangkan
waktu bersama dengan orang terdekat.
30 Saya suka membeli produk fashion di mal yang
sedang popular.
81
LAMPIRAN SYNTAX LISREL
1. Syntax Impulsive Buying
UJI VALIDITAS DV DA NI=20 NO=220 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 PM SY FI=DV.COR MO NX=20 NK=1 LX=FR TD=SY LK DV FR TD 4 2 TD 8 5 TD 4 3 TD 20 19 TD 18 16 TD 8 7 TD 17 12 TD 15 11 TD 13 6 TD 17
16 TD 5 4 TD 5 2 TD 17 11 TD 20 6 TD 20 2 TD 19 10 TD 18 17 TD 7 5 TD 14 10 TD 20
16 TD 16 9 TD 10 6 TD 19 6 TD 19 3 TD 11 4 TD 14 2 TD 14 5 TD 13 2 TD 13 12 TD 19
13 TD 18 12 TD 20 4 TD 14 7 TD 7 3 TD 17 8 TD 8 4 TD 17 9 TD 8 1 TD 17 10 TD 9 4
TD 9 3 TD 6 4 TD 6 3 TD 6 5 TD 20 13 TD 15 12 TD 15 6 TD 18 15 TD 12 11 TD 13 8
TD 13 7 TD 3 2 TD 10 7 TD 18 11 TD 16 11 PD OU TV SS MI
2. Syntax Adventure Shopping
UJI VALIDITAS ADVENTURE DA NI=5 NO=220 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 PM SY FI=ADVENTURE.COR MO NX=5 NK=1 LX=FR TD=SY LK ADVENTURE FR TD 5 4 PD OU TV SS MI
3. Syntax Gratification Shopping
UJI VALIDITAS GRATIFI DA NI=5 NO=220 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 PM SY FI=GRATIFI.COR MO NX=5 NK=1 LX=FR TD=SY LK GRATIFI FR TD 2 1 TD 3 1 TD 5 2 PD OU TV SS MI
82
4. Syntax Role Shopping
UJI VALIDITAS ROLE DA NI=5 NO=220 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 PM SY FI=ROLE.COR MO NX=5 NK=1 LX=FR TD=SY LK ROLE FR TD 4 3 TD 3 1 PD OU TV SS MI
5. Syntax Value Shopping
UJI VALIDITAS VALUE DA NI=5 NO=220 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 PM SY FI=VALUE.COR MO NX=5 NK=1 LX=FR TD=SY LK VALUE FR TD 3 2 PD OU TV SS MI
6. Syntax Social Shopping
UJI VALIDITAS SOCIAL DA NI=5 NO=220 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 PM SY FI=SOCIAL.COR MO NX=5 NK=1 LX=FR TD=SY LK SOCIAL FR TD 5 4 TD 3 1 PD OU TV SS MI
7. Syntax Idea Shopping
UJI VALIDITAS IDEA DA NI=5 NO=220 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 PM SY FI=IDEA.COR MO NX=5 NK=1 LX=FR TD=SY LK IDEA FR TD 4 3 TD 4 2 TD 5 3 PD OU TV SS MI
83
LAMPIRAN PATH DIAGRAM LISREL
84
85
86
87
LAMPIRAN TABEL SPSS
Tabel Gambaran subjek penelitian
JK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 72 32.7 32.7 32.7
2.00 148 67.3 67.3 100.0
Total 220 100.0 100.0
USIA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 38 17.3 17.3 17.3
2.00 167 75.9 75.9 93.2
3.00 15 6.8 6.8 100.0
Total 220 100.0 100.0
Tabel Gambaran Demografis terhadap Impulsive Buying
LAKILAKI
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 8 11.1 11.1 11.1
2.00 56 77.8 77.8 88.9
3.00 8 11.1 11.1 100.0
Total 72 100.0 100.0
88
PEREMPUAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 20 14.1 14.1 14.1
2.00 105 70.9 70.9 85.0
3.00 23 15 15 100.0
Total 148 100.0 100.0
REMAJA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 3 7.9 7.9 7.9
2.00 28 73.7 73.7 81.6
3.00 7 18.4 18.4 100.0
Total 38 100.0 100.0
DEWASAAWAL
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 20 12.6 12.6 12.6
2.00 121 72.5 72.5 85.1
3.00 26 14.9 14.9 100.0
Total 167 100.0 100.0
89
DEWASAMADYA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 3 20.0 20.0 20.0
2.00 11 73.3 73.3 93.3
3.00 1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Tabel Analisis Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
IMPULSIVEBUYING 220 25.62 80.40 49.9998 9.99999
ADVENTURE 220 24.70 72.76 50.0000 10.00000
GRATIFICATION 220 29.51 72.82 50.0002 10.00051
ROLE 220 14.69 75.75 50.0000 10.00000
VALUE 220 13.37 69.57 50.0000 10.00000
SOCIAL 220 18.01 73.69 50.0000 10.00000
IDEA 220 23.94 72.83 50.0000 10.00000
Valid N (listwise) 220
Tabel Kategorisasi Skor Variabel
Statistics
IMPULSIVEB
UYING ADVENTURE
GRATIFICATI
ON ROLE VALUE SOCIAL IDEA
N Valid 220 220 220 220 220 220 220
Missing 0 0 0 0 0 0 0
Percentiles 100 3.0000 3.0000 3.0000 3.0000 3.0000 3.0000 3.0000
90
IMPULSIVEBUYING
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 30 13.6 13.6 13.6
2.00 159 72.3 72.3 85.9
3.00 31 14.1 14.1 100.0
Total 220 100.0 100.0
ADVENTURE
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 34 15.5 15.5 15.5
2.00 158 71.8 71.8 87.3
3.00 28 12.7 12.7 100.0
Total 220 100.0 100.0
GRATIFICATION
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 31 14.1 14.1 14.1
2.00 154 70.0 70.0 84.1
3.00 35 15.9 15.9 100.0
Total 220 100.0 100.0
91
ROLE
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 38 17.3 17.3 17.3
2.00 151 68.6 68.6 85.9
3.00 31 14.1 14.1 100.0
Total 220 100.0 100.0
VALUE
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 31 14.1 14.1 14.1
2.00 154 70.0 70.0 84.1
3.00 35 15.9 15.9 100.0
Total 220 100.0 100.0
SOCIAL
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 30 13.6 13.6 13.6
2.00 166 75.5 75.5 89.1
3.00 24 10.9 10.9 100.0
Total 220 100.0 100.0
92
IDEA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.00 29 13.2 13.2 13.1
2.00 144 65.5 65.5 78.6
3.00 47 21.4 21.4 100.0
Total 220 100.0 100.0
Tabel R-Square
Model Summary
Mode
l R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .583a .340 .315 8.27840 .340 13.570 8 211 .000
a. Predictors: (Constant), JK, USIA, IDEA, ROLE, VALUE, GRATIFICATION, SOCIAL, ADVENTURE
Tabel Anova
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 7439.728 8 929.966 13.570 .000a
Residual 14460.227 211 68.532
Total 21899.955 219
a. Predictors: (Constant), JK, USIA, IDEA, ROLE, VALUE, GRATIFICATION, SOCIAL,
ADVENTURE
b. Dependent Variable: IMPULSIVEBUYING
93
Tabel Koefisien Regresi
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 27.134 4.602 5.897 .000
ADVENTURE .170 .102 .170 1.679 .095
GRATIFICATION .333 .090 .333 3.691 .000
ROLE -.101 .070 -.101 -1.451 .148
VALUE -.026 .066 -.026 -.390 .697
SOCIAL -.096 .071 -.096 -1.340 .182
IDEA .190 .075 .190 2.545 .012
USIA .020 .067 .017 .301 .764
JK -3.583 1.250 -.168 -2.865 .005
a. Dependent Variable: IMPULSIVEBUYING
94
Tabel Proporsi Varians
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .494a .244 .240 8.71495 .244 70.346 1 218 .000
2 .530b .281 .275 8.51757 .037 11.220 1 217 .001
3 .543c .295 .285 8.45725 .013 4.107 1 216 .044
4 .543d .295 .281 8.47666 .000 .012 1 215 .914
5 .544e .296 .280 8.48644 .002 .505 1 214 .478
6 .560f .313 .294 8.40187 .017 5.330 1 213 .022
7 .560g .314 .291 8.41799 .001 .185 1 212 .667
8 .583h .340 .315 8.27840 .026 8.210 1 211 .005
a. Predictors: (Constant), ADVENTURE
b. Predictors: (Constant), ADVENTURE, GRATIFICATION
c. Predictors: (Constant), ADVENTURE, GRATIFICATION, ROLE
d. Predictors: (Constant), ADVENTURE, GRATIFICATION, ROLE, VALUE
e. Predictors: (Constant), ADVENTURE, GRATIFICATION, ROLE, VALUE, SOCIAL
f. Predictors: (Constant), ADVENTURE, GRATIFICATION, ROLE, VALUE, SOCIAL, IDEA
g. Predictors: (Constant), ADVENTURE, GRATIFICATION, ROLE, VALUE, SOCIAL, IDEA, USIA
h. Predictors: (Constant), ADVENTURE, GRATIFICATION, ROLE, VALUE, SOCIAL, IDEA, USIA, JK
Top Related