1
PENERIMAAN KELUARGA PASIEN GAGAL GINJAL
KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISA
DI RS OMNI PULOMAS JAKARTA TIMUR
TIM
Ketua : Ulfah Nuraini karim, SKep, MKep NIDN 0318077602
Anggota : Dr. Aliana Dewi, SKp, MN NIDN 0330016902
Ns. Yoanita Hijriyati, SKep., M.Biomed NIDN 0326117902
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BINAWAN JAKARTA
2020
ABSTRACT
2
Penerimaan Keluarga merupakan penerimaan diri dipandang sebagai suatau
keadaan dimana seseorang memiliki penghargaan yang tinggi pada dirinya sendiri.
Indikator dari Penerimaan Keluarga diantaranya yaitu, Menghargai diri sendiri,
penilaian yang realistik atas kemampuan diri sendiri, keyakinan diri dan tanggung
jawab untuk diri sendiri. Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran
Penerimaan Keluarga pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani
hemodialisis di RS Omni Pulomas Jakarta Timur. Metode penelitian menggunakan
metode kualitatif eksploratif dengan pendekatan fenomenologi dengan populasi 12
orang partisipan dengan metode purposive sampling. Pengumpulan data dalam
penelitian ini melalui data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan
indepth interview (wawancara mendalam) kepada partisipan utama dan Fokus
Group Discussion (FGD) kepada partisipan pendukung. Alat pengambilan data
menggunakan skala Penerimaan Keluarga dari WHOQOL-BREF. Analisa data
awal (prelimenary analysis) melalui teknik koding dengan menggunakan Software
NVivo 12 Plus. Teknik analisis tematic (thematic analysis) dan analisis
perbandingan (comparative cross analysis) data. Hasil Analisis Data Tematik sub
tema : perasaan bahagia, potensi diri yang ada : Gambaran diri, dengan pencapaian
penerimaan diri meningkat. sub tema bertanggung jawab yaitu : Peran diri yang
mengandung makna relevan dengan pencapaian penerimaan diri menurun. Harapan
terhadap diri dengan pencapaian penerimaan diri meningkat. Di sarankan dapat
menggali faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan keluarga pasien gagal
ginjal yang menjalani hemodialisis melalui aspek lainnya.
Kata kunci: Penerimaan Keluarga, gagal ginjal kronik, hemodialisis
3
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Gagal Ginjal Kronis (CRF) merupakan penyakit yang ireversibel dan gagal
ginjal progresif, tindakan hemodialisis telah terbukti paling efektif dalam
pengobatan, karena meningkatkan kelangsungan hidup yang lama, menilai dan
mempertahankan kehidupan pasien dengan tingkat kepuasan yang cukup
(Gerogianni, S, et al, 2014).
Insiden Gagal Ginjal Kronis global masih menjulang tinggi. Berdasarkan
Institut Nasional Diabetes, Pencernaan dan Ginjal Penyakit, jumlah Gagal
Ginjal Kronis pasien di AS pada akhir 2019 sebanyak 871.000 pasien dan
hanya 570.000 pasien yang menjalani terapi hemodialisis atau transplantasi
ginjal. Sedangkan menurut data tersebut, prevalensi Gagal Ginjal Kronis di
Amerika Serikat pada tahun 2016 tercatat 1.901 per juta orang (Sistem Data
Amerika Serikat, 2016). (Winata, L, et al, 2017).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit ginjal dan saluran
kencing saluran berkontribusi pada beban global dengan sekitar 8.50.000
kematian setiap tahun dan 11,50 persen tahun hidup yang disesuaikan dengan
kecacatan. Gagal Ginjal Kronis (CRF) adalah penyebab kematian ke-12 dan
penyebab ke-17 kecacatan. Peningkatan global Gagal Ginjal Kronis (CRF)
didorong oleh global peningkatan diabetes melitus, hipertensi, obesitas, dan
penuaan. Gagal Ginjal Kronis (CRF) dikaitkan dengan peningkatan insiden
kematian kardiovaskular dan hilangnya penerimaan keluarga setiap tahun yang
mengalami kecacatan. Gagal Ginjal Kronis (CRF) di India tidak bisa dinilai
secara akurat. Perkiraan prevalensi Gagal Ginjal Kronis (CRF) adalah 800 ribu
pasien dan kejadian Gagal Ginjal Kronis (CRF) meningkat adalah 150-200
ribu. (Thenmozhi P, 2018).
Berdasarkan Laporan dari Depkes RI (2019), jumlah kasus baru pasien
Gagal Ginjal Kronis sebanyak 17.193 orang (Perhimpunan Nefrologi
4
Indonesia, 2019). Penyakit Gagal Ginjal Kronis (CRF) merupakan salah satu
penyakit kronis yang ada memiliki ancaman besar secara global dan
peningkatan beban dalam perawatan kesehatan sistem dan menyebabkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas dan menurun penerimaan keluarga
(QOL). (Depkes RI , 2019)
Hemodialisis dimaksudkan untuk memulihkan tubuh cairan dan elektrolit
kembali normal kondisi Berdasarkan Pedoman Praktik Klinis pada Kecukupan
hemodialisis, kualitas hemodialisis antara lain dipengaruhi oleh hemodialisis
yang merupakan dosis yang dianjurkan untuk mencapai hasil yang memadai
sebagai manfaat dari proses hemodialisis yang dijalani oleh pasien gagal ginjal
(Winata, L, et al, 2017).
Beberapa hasil studi menunjukkan pasien itu dengan penyakit ginjal kronis
yang dialaminya hemodialisis memiliki penerimaan keluarga yang lebih buruk
dibandingkan dengan orang pada umumnya (Bele et al, 2012; Pakpour dkk,
2010; Ayoub dan Hijjazi, 2013).
Namun, perawatan ini memiliki sejumlah pembatasan dan modifikasi,
yang memiliki berdampak merugikan pada penerimaan keluarga pasien. Lebih
khusus lagi, hemodialisis mempengaruhi kesejahteraan profesional psikologis
pasien, aspek sosial dan ekonomi sehingga mempengaruhi dampak psikologis
(Winata, L, et al, 2017).
Dampak Psikologis yang paling sering dilaporkan adanya kekhawatiran
pasien yang menjalani hemodialisis akibat adanya pembatasan makanan dan
cairan, perubahan peran keluarga, masalah keuangan, perubahan sosial dan
hubungan sosial keluarga dan masyarakat, sering dirawat di rumah sakit,
batasan dalam peran, batasan waktu luang aktivitas, peningkatan
ketergantungan pada mesin hemodialisis, tenaga medis dan keluarga
lingkungan, ketidakpastian tentang kesembuhan, gangguan tidur, kelelahan
fisik, masalah seksual, keterbatasan aktivitas fisik dan perubahan penampilan
tubuh (Gerogianni, S, et al, 2014).
Terkait dengan Dampak Psikologis tersebut, maka pentingnya Penyakit
Gagal Ginjal Kronis yang menjalani pengobatan Hemodialisis, adanya
5
kebutuhan untuk identifikasi tentang masalah psikologis pasien yang menjalani
hemodialisis.
Hemodialisis merupakan pilihan utama dalam terapi GGK. Lebih dari 2
juta penduduk di dunia mendapatkan perawatan dengan dialisis atau
transplantasi ginjal dan hanya sekitar 10% yang benar-benar mengalami
perawatan tersebut. Sepuluh persen penduduk di dunia mengalami Gagal
Ginjal Kronis dan jutaan meninggal setiap tahun karena tidak mempunyai
akses untuk pengobatan (Aulia, 2017).
Pasien yang menjalani hemodialisis mempersepsikan penerimaan diri pada
tingkat rendah dengan kondisi fisik merasa kelelahan, kesakitan dan sering
gelisah. Hal ini dikarenakan kurangnya kemauan penerimaan keluarga secara
psikologis yang sudah mulai pasrah dengan keadaan penyakitnya. Pada pasien
gagal ginjal kronik dalam memperbaiki penerimaan keluarga secara psikologis
sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: usia, jenis kelamin,
tingakat stadium Gagal Ginjal Kronis, frekuensi terapi hemodialisis, dukungan
sosial. Faktor tersebut diharapkan pasien agar dapat beradaptasi dan mengatasi
perubahan terhadap lingkungan sehingga menjadi sebuah kemampuan koping.
Pasien Gagal Ginjal Kronis yang menjalani hemodialisis sering dilaporkan
mengalami penurunan penerimaan diri, menurut Rahman et al (2013 dalam
Mulia, 2018) pada pasien GGK terdapat penurunan penerimaan diri pasien baik
dari segi fisik, mental, sosial dan lingkungan. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis memiliki penerimaan
diri yang buruk dan cenderung mengalami komplikasi seperti depresi,
kekurangan gizi, dan peradangan. Banyak dari mereka menderita gangguan
kognitif, seperti kehilangan memori, konsentrasi rendah, gangguan fisik,
mental, dan sosial yang nantinya mengganggu aktifitas sehari –hari (Mailani,
2015).
Penelitian Aisara (2018) yang berjudul gambaran klinis penderita ginjal
kronik yang menjalani hemodialisis menyatakan bahwa sebanyak 232 orang di
RSUP Dr. M. Djamil Padang penderita GGK harus menjalani hemodialsis.
penerimaan keluarga pasien seharusnya menjadi perhatian penting bagi para
professional kesehatan karena dapat menjadi acuan keberhasilan dari suatu
6
tindakan/intervensi atau terapi. Di samping itu, data tentang penerimaan
keluarga juga dapat merupakan data awal untuk pertimbangan merumuskan
intervesi/tindakan yang tepat bagi pasien (Supriyadi, 2011). Pengukuran
mengenai penerimaan diri bagi pasien sangat diperlukan untuk melihat sejauh
mana pengobatan yang dilakukan mempengaruhi kehidupan pasien (Prastiwi,
2012).
Penerimaan diri pasien hemodialisis dipengaruhi pemahaman individu
terhadap penyakitnya sehingga seseorang tahu cara menjaga kesehatan, serta
faktor ekonomi dimana hal ini menjadi kekhawatiran khusus terhadap biaya
pengobatan. Aspek dominan pembentukan penerimaan keluarga pasien
hemodialisis adalah aspek psikososial meliputi fisik, dukungan psikologi dan
spiritualitas (Prastiwi, 2012). Dimana kesehatan fisik dapat dinilai dari fungsi
fisik dan keterbatasan peran fisik tergantung bagaimana koping individu
pasien. Aspek psikologi meliputi kesehatan mental yang dapat dinilai dari
fungsi sosial dan keterbatasan peran emosional terhadap lingkungan, dalam hal
ini dukungan keluarga sangt berperan (Supriyadi, dkk., 2011).
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 16
Maret 2020 di dapatkan datah bahwa pasien Hemodialisis di Rumah Sakit
OMNI Pulomas Jakarta Timur dalam 3 bulan terakhir yaitu Juli-September
2019 terdapat 30 pasien. Berdasarkan hasil survei awal melalui observasi yang
dilakukan peneliti dari 10 pasien yang menjalani hemodialisis 7 pasien
memiliki motivasi sangat tinggi dalam menjalani terapi hemodialisis sesuai
dengan jadwal yang sudah ditentukan dan 3 pasien tidak ada semangat
menjalani terapi hemodialisis. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan
penelitian tentang “Penerimaan Keluarga Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Yang Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit OMNI Pulomas Jakarta Timur”.
2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas maka peneliti
tertarik untuk meneliti tentang “Bagaimana Penerimaan Keluarga Pasien
Gagal Ginjal Kronik (GGK) Yang Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit
OMNI Pulomas Pulomas Jakarta Timur”
7
3. TUJUAN PENELITIAN
3.1. Tujuan Umum
Diketahuinya Penerimaan Keluarga Pasien Dengan Gagal Ginjal Kronik
(GGK) Yang Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit OMNI Pulomas
Jakarta Timur.
3.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi frekuensi usia, jenis kelamin, pendidikan, dan
pekerjaan Keluarga pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis di Rumah Sakit OMNI Pulomas Pulomas Jakarta Timur.
b. Mengetahui Penerimaan Keluarga Keluarga pasien Gagal Ginjal Kronik
yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit OMNI Pulomas Pulomas
Jakarta Timur.
4. MANFAAT PENELITIAN
4.1 Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan wawasan teoritis kepustakaan
berkenaan dengan Penerimaan Keluarga Keluarga pasien GGK yang
menjalani hemodialisis.
4.2. Bagi tempat penelitian
Hasil penelitian ini dapat dijadikan pihak RS sebagai acuan untuk
meningkatkan pelayanan dalam meningkatkan Penerimaan Keluarga
Keluarga pasien GGK dalam menjalankan hemodialisis.
4.3. Bagi pasien dan keluarga
Dapat dijadikan sumber motivasi dalam meningkatkan Penerimaan Keluarga
Keluarga pasien GGK yang menjalani hemodialisis.
4.4. Bagi Peneliti
Diharapkan dapat dipakai untuk referensi dalam mengembangkan penelitian
tentang Penerimaan Keluarga Keluarga pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis.
7
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. 1. Konsep Gagal Ginjal Kronis
2.1.1. Definisi Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis adalah penurunan progresif fungsi ginjal dalam
beberapa bulan atau tahun. penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal dan atau penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR) kurang
dari 60mL/min/1,73 m selama minimal 3 bulan (Kidney Disease Improving
Global Outcomes, KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation
and Management) (Infodatin, 2017).
Chronic Kidney Disease (CKD) atau GGK merupakan penurunan semua
fungsi ginjal secara progresif dan irreversible dimana ginjal menunjukkan
kegagalan dalam memelihara metabolisme keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga berujung pada uremia atau azotemia (Smeltzer & Bare, 2013).
2.2. Etiologi Gagal Ginjal Kronis
Penyakit GGK dapat disebabkan oleh beberapa penyakit atau kondisi
penyerta awal diantaranya adalah Glumerolunefritis, obstruksi pada saluran
kemih, pielonefritis penyakit kistik ginjal, penyakit diabetes mellitus,
hipertensi, sindrom lupus eritomatosis, infeksi vaskuler, poliartritis, penyakit
vaskuler, gangguan jaringan penyambung, gangguan kongenital dan herediter,
nefropati akibat toxic, nefropati akibat obstruksi dan intoksifikasi obat,
terpajan oleh logam berat seperti timah dan katmium. (Black dan Hawks,
2010).
2.3. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronis
Pada stadium awal GGK akan terjadi kerusakan pada nefron ginjal
sebesar 10-30%, namun hal tersebut belum dirasakan oleh penderta atau
bersifat asimtomatik dan belum berdampak terhadap penurunan laju filtrasi
ginjal, karena fungsi ginjal masih dapat dijalankan oleh sisa nefron yang belum
mengalami kerusakan. Kerusan laju nefron pada tahapan selanjutnya terjadi
secara progresif sampai pada 70% sehingga manifestasi dari kerusakan ginjal
8
mulai muncul, diantaranya adalah penurunan kemampuan ginjal dalam
melakukan filtrasi. Glomerulus filtration rate atau (GFR) menurun hingga
sebesar 30% dan menyebabkan meningkatnya kadar ureum kreatinin serum.
Manifestasi lainnya yang dapat muncul pada tahapan ini adalah nokturia
fatigue, penurunan nafsu makan, peningkatan kadar kalium, natrium, gangguan
pada system respirasi seperti sesak nafas dan nafas berbau ammonia, gastritis
uremik, dan penurunan berat badan (Black dan Hawks, 2010).
Kerusakan nefron yang progresif pula menyebabkan penurunan
pada GFR sampe kurang dari 15%. Kondisi ini disibut dengan tahapan
terminalis atau gagal ginjal stadium akhir. Pada tahapan ini gejala yang berat
sangat mengganggu penderita dan dapat pula menyebabkan komplikasi
terhadap organ lainnya seperti gagal ginjal kongestif, edema anasarka,
penurunan tingkat kesadaran akibat sindrom uremia, anemia berat, gagal nafas
akibat asidosis metabolic, sehingga pada tahapan ini penderita memerlukan
pengganti ginjal (Renal Replacement Therapy) diantaranya adalah
hemodialisis peritoneal,dialisis dan transplantasi ginjal. (Price & Wilson,
2010).
24
2.1.4. Tanda dan Gejala Gagal Ginjal Kronis
Gambaran klinis pada pasien dengan gagal ginjal kronik, yaitu (Sudoyo dkk, 2014):
Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperuremia, Lupus Erimatosus Sistemik
(LES) dan lain sebagainya.
Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia,
kelebihan volume cairan,(volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodstrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium dan
klorida).
2.1.5. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis
Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu tindakan
konservatif dan dialisis atau transplantasi ginjal.
1) Tindakan Konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau memperlambat
gangguan fungsi ginjal progresif, pengobatan antara lain :
a. Pengaturan diet protein, kalium, natrium, dan cairan,
b. Pencegahan dan pengobatan komplikasi; hipertensi, hiperkalemia, anemia,
asidosis,
c. Diet rendah fosfat.
2) Pengobatan hiperurisemia
Adapun jenis obat pilihan yang dapat mengobati hiperuremia pada penyakit
gagal ginjal lanjut adalah alopurinol. Efek kerja obat ini mengurangi kadar
asam urat dengan menghambat biosintesis sebagai asam urat total yang
dihasilkan oleh tubuh (Guyton & Hall, 2010).
3) Dialisis atau Hemodialisis
25
25
Hemodialisis adalah suatu terapi yang digunakan untuk menggantikan fungsi
ginjal yang rusak dengan menggunakan suatu alat yang dinamakan mesin
hemodialisis, yang nantinya akan terjadi proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi yang
bertujuan untuk mengeluarkan sisa metabolisme dalam tubuh. Hemodialisis tidak
menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi
hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak
dari gagal ginjal serta terapinya terhadap penerimaan keluarga pasien. Pasien dengan
gagal ginjal kronik yang mendapatkan replacement therapy harus menjalani terapi
dialisis sepanjang hidupnya atau biasanya tiga kali seminggu selama paling sedikit 3
atau 4 jam per kali terapi atau sampai mendapat ginjal pengganti atau baru melalui
operasi pencangkokan yang berhasil. (Yunanto, 2018)
2.1.6. Komplikasi Gagal Ginjal Kronis
Menurut Smeltzer & Bare (2013) Komplikasi gagal ginjal dapat terjadi pada organ
lain dalam tubuh diantaranya adalah gangguan kardiovaskuler seperti hipertensi,
gagal jantung kongertif, edema pulmoner dan perikarditis, gangguan dermatologi
seperti gatal yang parah, gangguan gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah
dan cegukan, gangguan neuromuskuler seperti perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang. Hipertensi pada pasien gagal ginjal
adalah suatu penyakit penyerta yang terbanyak dengan presentase 44%, diabetes
mellitus 25%, penyakit saluran kencing 7%, penyakit saluran pencernaan, keganasan
dan lain-lain 3%, hepatitis B dan penyakit serebrovaskuler 2%, tuberkolosis dan
hepatitis C 1% (Indonesian Renal Registry, 2018).
2.2. Konsep Hemodialisis
2.2.1. Pengertian Hemodialisis
Hemodialisis berasal dari kata hemo = darah dan dialisa = pemisahan zat-zat
terlarut. Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialisis yang digunakan untuk
mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika secara akut atau
secara progresif ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut. Terapi ini
26
26
dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi dengan membran
penyaring semipermeabel (ginjal buatan). Hemodialisis dapat dilakukan pada saat
toksin atau zat racun harus segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanen
atau menyebabkan kematian. Tujuan dari hemodialisis adalah untuk memindahkan
produk produk limbah yang terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke
dalam mesin dialisis. (Mutaqin & Kumala, 2011). Hemodialisis adalah proses
pertukaran zat terlarut dan produk sisa tubuh. Zat sisa yang menumpuk pada pasien
PGK ditarik dengan mekanisme difusi pasif membran semipermeabel. Perpindahan
produk sisa metabolik berlangsung mengikuti penurunan gradien konsentrasi dari
sirkulasi ke dalam dialisat. Dengan metode tersebut diharapkan pengeluaran
albumin yang terjadi pada pasien PGK dapat diturunkan, gejala uremia berkurang,
sehingga gambaran klinis pasien juga dapat membaik (Hurst, 2016).
2.2.2. Indikasi Hemodialisis
Hemodialisis diindikasikan pada pasien dalam keadaan akut yang memerlukan
terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien
dengan gagal ginjal tahap akhir/kronik yang memerlukan terapi jangka
panjang/permanen. Secara umum indikasi dilakukan hemodialisis pada penderita
gagal ginjal adalah laju fitrasi glomerulus kurang dari 15 ml/menit, hiperkalemia,
kegagalan terapi konservatif, kadar ureum lebih dari 200 mg/dl, kreatinin lebih dari
65 mEq/L, kelebihan cairan dan anuria berkepanjangan lebih dari 5 kali (Mutaqin &
Kumala, 2011).
2.2.3. Komponen Hemodialisis
Ada 3 komponen utama yang terlibat dalam proses hemodialisis, yaitu alat
dialiser (ginjal buatan), cairan dialisat dan sistem penghantaran darah. Dialiser
adalah alat dalam proses dialisis yang mampu mengalirkan darah dan dialisat dalam
kompartemen-kompartemen di dalamnya dengan dibatasi membran semipermeabel.
Dialisat adalah cairan yang digunakan untuk menarik limbah-limbah tubuh dari
darah. Sementara sebagai buffer umumnya digunakan bikarbonat, karena memiliki
27
27
resiko lebih kecil untuk menyebabkan hipotensi dibandingkan dengan buffer
natrium. Kadar setiap zat di cairan dialisat juga perlu diatur sesuai kebutuhan.
Sementara itu, air yang digunakan harus diproses agar tidak menimbulkan resiko
kontaminasi (Hurst, 2016).
Sistem penghantaran darah dapat dibagi menjadi bagian di mesin dialisis dan
akses dialisis di tubuh pasien. Bagi yang di mesin terdiri atas pompa darah, sistem
pengaliran dialisat dan berbagai monitor. Sementara akses dialisis di tubuh pasien
dibagi atas 2 bagian yaitu fistula dan graf/katerer. Prosedur yang dimulai paling
efektif adalah dengan membuat suatu fistula dengan cara membuat sambuangan
secara anastomis antara arteri dan vena. Salah satu prosedur yang paling umum
adalah menyambungkan arteri radialis dengan vena cephalica yang biasa disebut
fistula cimino-brechia (Suwitra, 2014).
2.2.4. Proses Hemodialisis
Efektivitas hemodialisis dapat tercapai bila dilakukan 2-3 kali dalam seminggu
selama 4-5 jam, atau paling sedikit 10-12 jam seminggu. Hemodialisis di Indonesia
biasanya dilakukan 2 kali seminggu dengan lama hemodialisis 5 jam, atau dilakukan
3 kali seminggu dengan lama hemodialisis 4 jam. Sebelum hemodialisis dilakukan
pengkajian pradialis, dilanjutkan dengan menghubungkan pasien dengan mesin
hemodialisis dengan memasang blood line dan jarum ke akses veskuler pasien, yaitu
akses masuknya darah ke dalam tubuh. Arteio venous fistula adalah akses vaskuler
yang direkomendasikan karena cenderung lebih aman dan juga nyaman bagi pasien.
Setelah blood line dan vaskuler terpasang, proses hemodialisis dimulai. Saat dialisis
darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam dialiser (Hudak dan Gallo, 2010).
Darah mulai mengalir dibantu pompa darah. Cairan normal saling diletakkan
sebelum pompa darah untuk mengantisipasi adanya hipotensi introdialis. Infus
heparin diletakkan sebelum atau sesudah pompa tergantung peralatan yang
digunakan. Darah mengalir dari tubuh melalui akses arterial menuju ke dialiser
sehingga terjadi pertukaran darah dan zat sisa. Darah harus dapat keluar dan masuk
tubuh pasien dengan kecepatan 200-400 ml/menit (Hudak dan Gallo, 2010).
28
28
Proses selanjutnya darah akan meninggalkan dialiser. Darah yang
meninggalkan dialiser akan melewati detektor udara. Darah yang sudah disaring
kemudian dialirkan kembali ke dalam tubuh melalui akses venosa. Dialisis diakhiri
dengan menghentikan darah dari pasien, membuka selang normal salin dan
membilas selang untuk mengembalikan darah dari pasien. Pada akhir dialisis sisa
akhir metabolisme dikeluarkan. Keseimbangan elektrolit tercapai dan buffer system
telah diperbarui (Hudak dan Gallo, 2010).
2.2.5. Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis.
Komplikasi dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu komplikasi yang berhubungan
dengan prosedur dialisis dan komplikasi yang berhubungan dengan penyakit ginjal.
Komplikasi yang berhubungan dengan prosedur dialisis antara lain; hipotensi, sakit
kepala, mual muntah, demam, menggigil, kram otot, nyeri dada, dan lain
sebagainya. Sedangkan komplikasi yang berhubungan dengan penyakit ginjal antara
lain; penyakit jantung, anemia, mual, lelah, malnutrisi, gangguan kulit, dan lain
sebagainya. (Suwitra, 2014).
2.3. Penerimaan Diri (Self Acceptance)
2.3.1. Pengertian penerimaan diri
Germer (2009) mendefinisikan penerimaan diri sebagai kemampuan individu
untuk dapat memiliki suatu pandangan positif mengenai siapa dirinya yang
sebenar-benarnya, dan hal ini tidak dapat muncul dengan sendirinya, melainkan
harus dikembangkan oleh individu.
Sedangkan menurut Hurlock (1979) penerimaan diri adalah sejauh mana
seorang individu mampu menyadari karakteristik kepribadian yang dimilikinya dan
bersedia untuk hidup dengan karakteristik tersebut.
Menurut Johnson (1993), penerimaan diri dipandang sebagai suatau keadaan
dimana seseorang memiliki penghargaan yang tinggi pada dirinya sendiri. Untuk
mencapai suatu konsep diri maka seseorang harus dapat menjalankan penerimaan
29
29
atas dirinya. Jika seseorang memiliki konsep diri yang positif maka ia akan memiliki
penerimaan diri yang positif, dan jika ia memiliki konsep diri yang negatif maka ia
tidak akan memiliki penerimaan atas dirinya (Burns, 1993).
Menurut Dariyo (2007) penerimaan diri ialah suatu kemampuan seorang
individu untuk dapat melakukan penerimaan terhadap keadaan diri sendiri. Hasil
analisa, evaluasi atau penilaian terhadap diri sendiri akan dijadikan dasar bagi
seorang individu untuk dapat mengambil suatu keputusan dalam rangka penerimaan
terhadap keberadaan diri sendiri.
Sikap penerimaan diri dapat dilakukan secara realistis, tetapi juga dapat
dilakukan secara tidak realistis. Sikap penerimaan realistis ditandai dengan
kemampuan memandang segi kelemahan-kelemahan maupun keleihan-kelebihan
diri sendiri secara objektif
2.3.2. Ciri-ciri Penerimaan Diri
Individu dengan penerimaan diri yang baik adalah orang yang memiliki
penghargaan yang realistik terhadap potensi diri, menghargai diri sendiri dengan
segala kekurangan dan kelebihan tanpa memaksakan diri untuk menjadi orang lain
yang bukan dirinya. Ciri-ciri seseorang yang menerima dirinya dengan baik yang
dijelaskan oleh Jersild (1963) adalah sebagai berikut:
a. Menghargai diri sendiri
Seseorang yang menerima dirinya berarti belajar untuk mengetahui
keberadaan dirinya secara rasional. Individu mengetahui karakteristik dirinya,
mengetahui seperti apa dirinya yang sesungguhnya. Seseorang yang dapat
memahami dirinya sendiri secara rasional maka akan dapat menyukai dirinya
dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
b. Memiliki penilaian yang realistik atas kemampuan diri sendiri.
30
30
Seseorang yang dapat menghargai dirinya akan mampu mengenali dan
menerima kelebihan dan kekurangannya. Individu dapat mengetahui potensi
dirinya dan bebas untuk menggunakan dan mengembangkannya.
c. Memiliki keyakinan diri tanpa selalu mengikuti pendapat orang lain
Seseorang yang tidak mudah goyah harga dirinya oleh pujian maupun kritikan
orang lain akan memiliki rasa penerimaan diri yang besar tanpa diperbudak oleh
pendapat orang lain. Individu akan mampu membuat berbagai keputusan dengan
pertimbangannya sendiri serta bertanggung jawab atas keputusan tersebut
d. Memiliki spontanitas dan tanggung jawab untuk diri sendiri.
Mereka menerima kualitas kemanusiaan mereka tanpa mengutuk diri
mereka sendiri untuk kondisi di luar kendali mereka. Mereka tidak melihat diri
mereka sebagai orang-orang yang seharusnya berada di atas kemarahan atau
ketakutan atau tanpa keinginan yang bertentangan, terbebas dari kesalahan
manusia. Mereka merasa memiliki hak untuk memiliki gagasan, aspirasi, dan
keinginan mereka sendiri.
2.3.3. Faktor-faktor pendukung penerimaan diri
Individu berbeda-beda dalam menerima dirinya dikarenakan masing-masing
individu memiliki ideal self yang lebih tinggi dibandingkan real self yang
dimilikinya. Apabila ideal self itu tidak bersifat realistis dan sulit untuk diraih dalam
kehidupan yang nyata, maka hal itu akan menyebabkan frustasi dan perasaan
kecewa (Hurlock, 1979).
Lebih lanjut Hurlock (1979) menjelaskan beberapa kondisi yang mendukung
terbentuknya penerimaan diri, yaitu:
a. Pemahaman Diri (Self-Understanding)
Pemahaman diri adalah persepsi tentang dirinya sendiri yang dibuat secara jujur,
tidak berpura-pura dan bersifat realistis. Persepsi atas diri yang ditandai dengan
keaslian (genuineness), tidak berpura pura tetapi apa adanya, tidak berkhayal tetapi
nyata (benar adanya), tidak berbohong tetapi jujur, dan tidak menyimpang.
31
31
Pemahaman diri bukan hanya terpaku pada mengenal atau mengakui fakta tetapi
juga merasakan pentingnya fakta-fakta.
b. Harapan yang Realistis (Realistic Expectations)
Harapan yang realistis muncul jika individu menentukan sendiri harapannya yang
disesuaikan dengan pemahaman mengenai kemampuan dirinya, bukan harapan
yang ditentukan oleh orang lain.Hal tersebut dikatakan realistis jika individu
memahami segala kelebihan dan kekurangan dirinya dalam mencapai harapan dan
tujuannya.
c. Tidak adanya Hambatan Lingkungan (Absence of Environmental Obstacle)
Ketidakmampuan untuk meraih harapan realistis mungkin disebabkan oleh adanya
berbagai hambatan dari lingkungan. Bila lingkungan sekitar tidak memberikan
kesempatan atau bahkan malah menghambat individu untuk dapat mengekspresikan
dirinya, maka penerimaan diri akan sulit untuk dicapai. Namun jika lingkungan, dan
significant others turut memberikan dukungan, maka kondisi ini dapat
mempermudah penerimaan diri seorang individu.
d. Sikap Sosial yang Menyenangkan (Favorable Social Attitudes)
Tiga kondisi utama yang menghasilkan evaluasi positif terhadap diri seseorang
antara lain, tidak adanya prasangka terhadap seseorang, adanya penghargaan
terhadap kemampuan-kemampuan sosial, dan kesediaan individu mengikuti tradisi
suatu kelompok sosial. Individu yang memiliki hal tersebut diharapkan mampu
menerima dirinya.
e. Tidak Adanya Stress Emosional (Absence of Severe Emotional Stress)
Ketiadaan gangguan stress yang berat akan membuat individu dapat bekerja sebaik
mungkin, merasa bahagia, rileks, dan tidak bersikap negatif terhadap dirinya.
Kondisi positif ini diharapkan membuat individu mampu melakukan evaluasi diri
sehingga penerimaan diri yang memuaskan dapat tercapai.
f. Jumlah Keberhasilan (Preponderance of Successes)
Saat individu berhasil ataupun gagal, ia akan memperoleh penilaian sosial dari
lingkungannya. Ketika seseorang memiliki aspirasi tinggi, maka ia tidak akan
mudah terpengaruh oleh penilaian sosial tentang kesuksesan maupun kegagalan.
32
32
Dia kemudian akan menjadi lebih mudah dalam menerima dirinya sendiri terkait
dengan kondisi dimana ia telah terpuaskan dengan keberhasilan yang telah
dicapainya tanpa memikirkan pendapat lingkungan sosial.
g. Identifikasi dengan orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik (Identification
with Well-Adjusted People)
Saat individu dapat mengidentifikasikan diri dengan orang yang memiliki
penyesuaian diri yang baik, maka hal itu dapat membantu individu untuk
mengembangkan sikap positif dan menumbuhkan penilaian diri yang baik.
Lingkungan rumah dengan model identifikasi yang baik akan membentuk
kepribadian sehat pada seseorang sehingga ia mampu memiliki penerimanaan diri
yang baik pula.
h. Perspektif diri (Self-Persperctive)
Individu yang mampu melihat dirinya sebagaimana perspektif orang lain
memandang dirinya, akan membuat individu tersebut menerima dirinya dengan baik.
Dimana hal ini diperoleh melalui pengalaman dan belajar.Usia dan tingkat
pendidikan seseorang juga berpengaruh untuk dapat mengembangkan perspektif
dirinya. Sebuah perspektif diri yang baik memudahkan akses terhadap penerimaan
diri.
i. Pola Asuh Masa Kecil Yang Baik (Good Childhood Training)
Meskipun penyesuaian diri pada seseorang dapat berubah secara radikal karena
adanya peningkatan dan perubahan dalam hidupnya, hal tersebut dianggap dapat
menentukan apakah penyesuaiannya dikatakan baik jika diarahkan oleh masa
kecilnya. Konsep diri mulai terbentuk sejak masa kanak-kanak sehingga
pengaruhnya terhadap penerimaan diri seseorang tetap ada walaupun usia individu
terus bertambah. Dengan demikian, pola asuh juga turut mempengaruhi bagaimana
seseorang dapat mewujudkan penghayatan penerimaan diri.
j. Konsep Diri yang Stabil (Stable Self-concept)
Individu dianggap memiliki konsep diri yang stabil, jika dalam setiap waktu ia
mampu melihat kondisinya dalam keadaan yang sama. Jika seseorang ingin
mengembangkan kebiasaan penerimaan diri, ia harus melihat dirinya sendiri dalam
33
33
suatu cara yang menyenangkan untuk menguatkan konsep dirinya, sehingga sikap
penerimaan diri itu akan menjadi suatu kebiasaan.
34
34
BAB III
DESAIN DAN METODE PENELITIAN
Bab ini menyediakan informasi tentang rancangan dan metode penelitian yang
mencakup desain penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pencapaian validitas
dan reliabilitas penelitian dan teknik analisis data.
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif eksploratif dengan pendekatan
fenomenologi. Penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang bertujuan
untuk menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari
orang-orang yang diamati (Iskandar, 2009).
Penelitian deskriptif fenomenologi merupakan proses penelitian dan pemahaman
yang berdasarkan pada metodologi yang menggambarkan penelitian sosial dan
masalah manusia.
Perawatan pasien dalam kondisi terminal ilness merupakan model perawatan
lanjutan di rumah yang komprehensif. Dalam hal ini perawatan pasien dalam
kondisi terminal ilness mempunyai peran penting dalam mengukur bagaimana
penerimaan keluarga pasien gagal ginjal, sehingga hal ini perlu diteliti.
3.2. Partisipan Penelitian
Partisipan dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik purposive sampling yakni
teknik penentuan sampel dengan menseleksi kelompok partisipan menurut
kriteria yang relevan dengan tujuan penelitian. Untuk ukuran sampel, dapat atau
tidak dapat ketentuan pasti dalam pengumpulan data, tergantung pada
sumber-sumber yang ada dan waktu yang ditentukan, sesuai dengan tujuan
penelitian (Sugiono, 2010).
Dalam hal ini untuk partisipan yang dijadikan kriteria adalah pasien yang
mengalami gagal ginjal pada fase sub akut dan kronis yaitu : antara 2 minggu-6
bulan pasca gagal ginjal dan gagal ginjal fase kronis : diatas 6 bulan pasca gagal
35
35
ginjal. Untuk mengukur penerimaan keluarga dapat diihat dari 2 kelompok
partisipan yaitu partisipan utama adalah pasien dan atau pendamping pasien
(caregiver/ keluarga pasien), sedangkan partisipan pendukung adalah perawat dan
atau dokter Palliative homecare Jumlah partisipan dalam penelitian kualitatif lebih
sedikit karena tujuan dari penelitian ini untuk menarik makna dari satu kelompok
bukan melakukan generalisasi (Polit & Beck, 2012). Jumlah partisipan ditentukan
berdasarkan pada asas kesesuaian dan kecukupan informasi sampai mencapai
saturasi data, yaitu peneliti tidak lagi memperoleh informasi baru dari partisipan.
Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 12 orang, yang terdiri dari 7 partisipan
utama yaitu keluarga pasien gagal ginjal dan atau pendamping pasien (caregiver/
keluarga pasien) yang mendapatkan perawatan di rumah lebih dari dua bulan (masa
perawatan pasien gagal ginjal) dari unit paliatif care di RS OMNI Pulomas Jakarta
Timur dan 5 partisipan pendukung yaitu perawat dan atau dokter dan psikolog.
Pemilihan partisipan utama dalam penelitian ini dipilih dengan kriteria :
3.2.1. Kriteria Inklusi :
Pasien gagal ginjal dan atau pendamping pasien (caregiver/ keluarga pasien) yang
mendapatkan perawatan Hemodialisa di RS OMNI Pulomas Jakarta timur. Hal
tersebut mengacu pada SK KemenKes No 812/ 2007.
Pasien gagal ginjal dengan masa menjalani hemodialisa homecare dengan rentang
masa pemulihan gagal ginjal (gagal ginjal fase subakut : antara 2 minggu-6 bulan
pasca gagal ginjal dan gagal ginjal fase kronis : diatas 6 bulan pasca gagal ginjal.).
Hal tersebut mengacu pada konsep rehabilitasi gagal ginjal.
Pasien gagal ginjal yang mampu berkomunikasi dengan baik dan mampu mengikuti
kegiatan pengumpulan data sampai selesai.
Pasien gagal ginjal dan atau pendamping pasien (caregiver/ keluarga pasien) yang
bersedia menjadi subyek peneliti.
3.2.2. Kriteria Eksklusi :
36
36
Pasien gagal ginjal dan atau pendamping pasien (caregiver/ keluarga pasien) yang
tidak mampu berkomunikasi dengan baik dan tidak mampu mengikuti kegiatan
pengumpulan data sampai selesai.
Pasien gagal ginjal yang mendapatkan perawatan homecare kurang dari 2 minggu
pasca gagal ginjal.
Pemilihan partisipan pendukung dalam penelitian ini dipilih dengan kriteria :
Kriteria Inklusi :
1. Perawat dan atau dokter paliatif dengan pendidikan formal spesialis paliatif
(ilmu keperawatan paliatif, ilmu kedokteran paliatif) di unit hemodialisa di RS
OMNI Pulomas Jakarta timur. Hal tersebut mengacu pada SK KemenKes No
812/ 2007.
2. Perawat dan atau dokter paliatif yang telah mengikuti pendidikan/pelatihan
perawatan paliatif dan telah mendapat sertifikat hemodialisa. Hal tersebut
mengacu pada SK KemenKes No 812/ 2007.
3. Perawat dan atau dokter paliatif yang memberikan menjalani hemodialisa pada
fase subakut : antara 2 minggu-6 bulan pasca gagal ginjal. gagal ginjal fase
kronis : diatas 6 bulan pasca gagal ginjal.
4. Perawat dan dokter paliatif yang bersedia menjadi subyek peneliti.
Kriteria Eksklusi :
1. Perawat dan atau dokter paliatif yang tidak memiliki kualifikasi pendidikan dan
persyaratan sebagai tim paliatif.
2. Perawat dan atau dokter paliatif yang memberikan menjalani hemodialisa
kurang dari 2 minggu pasca gagal ginjal.
3.2.3. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di unit hemodialisa RS OMNI Pulomas Jakarta timur.
Peneliti menyesuaikan dengan kebutuhan partisipan utama dan pendukung dalam
menentukan lokasi tempat pengumpulan data penelitian. Pemilihan lokasi
berdasarkan pada perkembangan fasilitas kesehatan yang mengacu pada SK
37
37
MenKes No 812/ MenKes/SK/VII/2007 tentang kebijakan perawatan paliatif
dimana penatalaksanaan pelayanan menjalani hemodialisa di Indonesia
berkembang mulai tahun 1992 di RS Dr Soetomo (Surabaya), RS Cipto
Mangunkusumo (Jakarta), RS OMNI Pulomas (Jakarta), RS Dr Sudirohusodo
(Makassar), RS Dr Sardjito (Yogyakarta), RS Sanglah (Denpasar). Berdasarkan hal
tersebut, maka peneliti memilih RS di Jakarta yang memiliki pelayanan perawatan
paliatif yaitu RS OMNI Pulomas di Jakarta timur. Pengumpulan data dilaksanakan
selama 2 bulan pada bulan September – Oktober 2020. Penyusunan analisa data dan
laporan penelitian pada bulan November-Desember 2020.
3.2.4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini melalui data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dengan indepth interview (wawancara mendalam) kepada
partisipan utama dan Fokus Group Discussion (FGD) kepada partisipan pendukung.
Data sekunder melalui telaah dokumen di RS OMNI Pulomas di Jakarta timur.
Peneliti juga menggunakan instrumen lain berupa formulir lembar data demografi,
rekam medis berupa catatan medis, catatan keperawatan pasien dan catatan
lapangan peneliti.
Pengumpulan data kualitatif dilakukan kepada para informan dengan menggunakan
wawancara mendalam dengan panduan wawancara yang disediakan peneliti
berdasarkan tujuan penelitian. Wawancara mendalam dipilih dengan pertanyaan
terbuka, untuk menggali secara mendalam pengalaman perawat dalam pelaksanaan
perawat hemodialisa untuk meningkatkan penerimaan keluarga pasien yang
mengalami gagal ginjal. Lembar pedoman wawancara berdasarkan beberapa
penelitian terkait berdasar pada sumber SF (Short Form) 36, namun peneliti
mengembangkan tema sesuai dengan domain berdasarkan pada masalah yang
ditemui pada pasien dengan gagal ginjal. Tempat wawancara dalam penelitian ini
dilakukan di rumah pasien sesuai jadwal kunjungan tim hemodialisa atau sesuai
38
38
kesepakatan antara peneliti dan partisipan. Waktu akan disesuaikan dengan saturasi
data dan kondisi pasien yang diperkirakan sekitar 30-60 menit.
Instrumen penelitian yang lain adalah Fokus Group Discussion (FGD) khususnya
terhadap tim perawat dan atau dokter hemodialisa yang bekerja dan merawat pasien
gagal ginjal di ruang Hemodialisa di RS OMNI Pulomas Jakarta timur. Selain itu,
dokumen catatan perkembangan pasien dan catatan lapangan peneliti akan dijadikan
instrumen pendukung dalam penelitian ini.
Lembar data demografi, lembar data ini dibagi dalam lembar data demografi
partisipan utama dan lembar data partisipan pendukung. Lembar data demografi dan
lembar data partisipan utama berisi tentang identitas partisipan (kode-nomor : P10-
P15), jenis kelamin, usia, keluarga pasien di rawat di unit paliatif care RS OMNI
Pulomas Jakarta timur dan partisipan pendukung berisi tentang identitas partisipan
(kode-nomor : P1- P9), jenis kelamin, usia, keluarga pasien di unit Hemodialisa RS
OMNI Pulomas Jakarta timur, lama pengalaman perawat Hemodialisa. Data
pendukung lain seperti hasil rekam medik yang memuat nama pasien, usia, jenis
kelamin, catatan medis (riwayat kesehatan, pemeriksaan diagnostik, catatan
perkembangan medis) dan catatan keperawatan (asuhan keperawatan). Tujuan
adalah untuk mendapatkan informasi tambahan tentang kondisi pasien selama
dilakukan Hemodialisa.
Prosedur dalam pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
langkah-langkah sebagai berikut :
3.2.4.1. Tahap persiapan penelitian
Tahap ini meliputi 2 hal yaitu :
1. Tahap Ijin penelitian dari Universitas Binawan termasuk uji lolos etik
penelitian sesuai dengan hasil kajian etik dari tim komite etik.
2. Tahap Ijin penelitian dari RS OMNI Pulomas Jakarta timur
Tahap ini dari unit penelitian dan pendidikan yang terkait dan unit Palliative yang
akan menjadi tempat penelitian.
39
39
3.2.4.2. Pelaksanaan pengumpulan data
Peneliti berkoordinasi kepada kepala unit Hemodialisa di RS OMNI Pulomas
Jakarta timur untuk menentukan waktu, tempat dan nama partisipan yang akan
dilakukan wawancara mendalam maupun FGD.
Tahap selanjutnya adalah dilakukan pertemuan yang bertujuan untuk membina
hubungan saling percaya, peneliti memberikan penjelasan tentang penelitian, tujuan
dan manfaat penelitian.
Setelah partisipan memahami tujuan penelitian, kemudian peneliti mempersilahkan
partisipan untuk menandatangai inform consent atau surat persetujuan untuk
menjadi partisipan dan membuat kesepakatan untuk waktu pelaksanaan wawancara
mendalam maupun FGD.
3.4.3. Tahap Analisa data
Tahap analisa data dibagi 2 yaitu tahap koding dengan Software NVivo 12 Plus dan
tahap analisis dengan metode Colaizzi’s.
3.4.4. Tahap Penyusunan Laporan
Tahap akhir dari penelitian adalah penyusunan laporan hasil penelitian.
3.4.5. Tahap Publikasi Ilmiah
Laporan hasil penelitian dipublikasikan dalam jurnal ilmiah keperawatan.
3.2.5. Teknik Analisis Data
Peneliti melakukan analisa data awal (prelimenary analysis) melalui teknik koding
dengan menggunakan Software NVivo 12 Plus. Teknik analisis tematic (thematic
analysis) dan analisis perbandingan (comparative cross analysis) data disesuaikan
dengan tahapan analisis data kualitatif yang dikemukakan oleh Colaizzi, yang terdiri
dari 7 langkah sebagai berikut :
3.2.5.1. Membaca seluruh deskripsi fenomena yang telah disampaikan oleh partisipan.
3.2.5.2. Menentukan pernyataan-pernyataan yang signifikan yang sesuai dengan tujuan
penelitian dengan teknik koding deskriptif.
40
40
3.2.5.3. Membuat formulasi dari kata kunci yang memiliki arti menjadi kategori melalui
koding analitik dengan Software NVivo 12 Plus.
3.2.5.4. Mengelompokkan kategori menjadi sub-sub tema.
3.2.5.5. Menuliskan gambaran tentang penerimaan keluarga pasien gagal ginjal yang
menjalani hemodialisa.
3.2.5.6. Melakukan validasi dari hasil tema
Penulisan narasi hasil penelitian merupakan proses akhir dari analisa data dan
dilakukan oleh peneliti dengan rinci dan sistematis agar mudah dipahami pembaca
dan pembaca mendapat gambaran yang jelas terkait dengan penerimaan keluarga
pasien gagal ginjal dalam menjalani hemodialisa.
Kategori, sub-sub tema dan tema dibuat dalam bentuk skema dan uraian untuk
menggambarkan mekanisme pembentukan masing-masing tema. Beberapa contoh
pernyataan penelitian digambarkan peneliti berdasarkan masing-masing kategori.
3.3. Etika Penelitian
Pada penelitian kualitatif, etika penelitian bertujuan untuk melindungi hak-hak
partisipan, menjamin kerahasiaan partisipan dan mencegah kemungkinan terjadinya
ancaman terhadap informan (Polit & Beck, 2012). Peneliti sebaiknya sensitif
terhadap issu etis yang dapat terjadi sebelum dan selama proses penelitian kualitatif
karena dapat terjadi kedekatan hubungan sosial yang erat (over relationship) antara
peneliti dan partisipan selama proses pengambilan data, sehingga dapat
menyebabkan masalah etik dan hubungan sosial antara keduanya. Sementara
peneliti dapat menjadi over-involvement dan muncul sikap empati pada diri peneliti
dan menyebabkan data peneliti menjadi tidak akurat menggambarkan situasi
pengalaman partisipan yang sebenarnya.
Sebelum melakukan penelitian, peneliti menjelaskan mengenai studi analisis
termasuk didalamnya tujuan dan prosedur penelitian kepada partisipan. Prinsip etika
yang dilakukan peneliti mencakup hal sebagai berikut :
41
41
3.3.1. Prinsip Self Determination
Prinsip Self Determination artinya peneliti menghargai otonomi individu untuk
membuat keputusan terhadap dirinya sendiri. Prinsip ini berdasarkan prinsip respect
for autonomy.
3.3.2. Prinsip Anoninity atau Confidentiality
Prinsip kedua yaitu prinsip anonymity yang telah diterapkan dengan cara peneliti
menjamin keamanan identitas diri partisipan dengan tidak menyertakan nama
partisipan sejak pengumpulan data hingga penyajian hasil penelitian.
3.3.3. Prinsip Protection discomfort
Peneliti melindungi hak partisipan untuk mendapatkan perlindungan dari
ketidaknyamanan selama penelitian.
3.3.4. Prinsip Beneficience
Prinsip beneficience merupakan prinsip menghargai martabat manusia dan prinsip
keadilan. Untuk mencapai prinsip beneficience terpenuhi, maka peneliti
memastikan bahwa penelitian yang akan dilakukan bebas dari bahaya fisik maupun
psikologis serta eksploitasi dan manfaat bagi partisipan.
3.3.5. Prinsip keadilan atau justice
Prinsip keadilan atau justice, hak ini memberikan semua partisipan hak yang sama
untuk dipilih atau berkontribusi dalam penelitian tanpa diskriminasi atau hak
mendapatkan perlakuan yang adil dan hak untuk mendapatkan keleluasaan pribadi.
3.4. Teknik Pencapaian Validitas
Teknik Pencapaian validitas diperlukan untuk meningkatkan derajat kepercayaan
data. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan uji keabsahan data
berdasarkan kriteria credibility dan transferability yang dijelaskan sebagai berikut :
(Polit & Beck, 2012).
3.4.1. Credibility
Peneliti penting dalam memberikan jaminan bahwa penelitian yang dapat dipercaya
memiliki atribut yang kredibel. Teknik-teknik yang dilakukan untuk mencapai
42
42
penelitian yang kredibel baik dalam tahap prosedur sebelum pengumpulan data
maupun selama pengumpulan data maupun selama analisa proses analisis data,
yaitu :
3.4.2. Triangulasi
Triangulasi terdiri atas :
3.4.2.1. Triangulasi teknik pengumpulan data dan sumber data.
3.4.2.2. Triangulasi teori
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka peneliti menggunakan berbagai
konsep teoritis yang sama dengan peneliti lebih dari satu yang pernah melakukan
penelitian terhadap teori yang sama dalam konteks yang berbeda.
3.4.2.3. Feedback
Menurut Bandur (2014), feedback penting untuk mengurangi bias personal peneliti.
3.4.2.4. Pengajuan pertanyaan Iteratif
Peneliti kualitatif memiliki kemampuan mengajukan pertanyaan feedback
berdasarkan alur tema diskusi atau wawancara mendalam.
3.4.2.5. Transferability
Peneliti bertanggung jawab menyediakan deskripsi data yang cukup sehingga
partisipan dapat mengevaluasi kesesuaian data.
3.5. Teknik Pencapaian Reliabilitas
Teknik Pencapaian reliabilitas penelitian kualitatif menggunakan konsep yaitu :
dependability dan confirmability yang dapat dijelaskan sebagai berikut : (Polit &
Beck, 2012).
3.5.1. Dependability
Dependability adalah reabilitas atau kejujuran data tiap waktu dan kondisi (Polit &
Beck, 2012).
3.5.2. Confirmability
43
43
Confirmability artinya bersifat obyektif yang berpotensial untuk kesesuaian antara
dua atau lebih individu independent mengenai kesesuaian data, keterkaitan dan
makna.
Peneliti dalam aplikasinya, melakukan audit menggunakan software N Vivo 12 Plus
dengan cara melakukan koding tematik dan analitik serta bukti hasil koding yang
tersimpan dalam nodes, kemudian dianalisa dalam pembahasan.
BAB V
44
44
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan dipaparkan mengenai hasil penelitian untuk mengetahui
bagaimana penerimaan keluarga pasien GGK selama terapi hemodialisis dilihat dari
aspek psikologis ,social pasien. Hasil penelitian ini akan dijabarkan dalam beberapa
bagian yaitu data demografi partisipan dalam penelitian, analisis tematik dan
analisis komparatif.
5.1. Deskripsi data demografi
5.1.1. Analisa univariat
Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok informan utama yaitu kelompok pasien,
caregiver dan keluarga yang di rawat di ruang Hemodialisa dan kelompok informan
kedua yaitu tim medis yang terdiri dari perawat, dokter dan psikolog. Keterlibatan
dari kedua kelompok informan dalam penelitian ini dipandang penting untuk tujuan
triangulasi data, maka dipresentasikan data demografi secara umum dari kedua
partisipan tersebut.
Gambar 4.1. Distribusi Informan berdasarkan usia
Hasil analisis menunjukkan bahwa informan didominasi berusia 40 tahun sebanyak
38,46 % dan 23,08 % yang berusia 60 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian
tentang penerimaan keluarga yang dipengaruhi oleh usia, dimana usia dewasa
45
45
memiliki penerimaan keluarga lebih tinggi dibandingkan dengan usia tua (Nofitri,
2009).
Gambar 4.2. Distribusi Informan berdasarkan Jenis Kelamin
Hasil analisis menunjukkan bahwa informan didominasi berjenis kelamin
perempuan sebanyak 76,92% dan laki-laki sebanyak 23,08 %. Hal ini sesuai dengan
penelitian tentang penerimaan keluarga yang dipengaruhi oleh jenis kelamin,
dimana penerimaan keluarga perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki
(Nofitri, 2009).
5.2. Interprestasi dan Pembahasan Hasil Analisis data
Interprestasi dan pembahasan hasil analisis data dalam penelitian ini dibuat
berdasarkan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang dijadikan pedoman dalam
analisis data.
5.2.1. Hasil Analisis Data Tematik
Selama proses penelitian berlangsung, ditemukan 4 tema utama yang terdiri dari :
5.2.1.1. Menghargai diri sendiri
Sub sub tema yang berkaitan dengan Menghargai diri sendiri antara lain : menyukai
dirinya, menerima kekurangan dan kelebihannya.
Perasaan Bahagia
46
46
Kata kunci tersebut menarik peneliti untuk dianalisa dalam perasaan bahagia karena
mengandung makna relevan dengan pencapaian penerimaan keluarga meningkat.
Berdasarkan hasil FGD 1 (informan 8) yang menyatakan bahwa “.....lebih senang
sudah banyak perubahan, seperti ibu......keluarga sama kita sudah dekat. sudah
seperti keluarga, senang kalo kita datang”.
Berdasarkan hasil FGD 2 (informan 10) menyatakan bahwa “Saya senang kalo ada
yang jenguk saya, cerita tentang apa saja, .....saya senang diperhatikan, dirawat
sama putra : saya senang,..... lebih senang di rawat dirumah, perasaan :
senang, .....ya saya senang”.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam (informan 2) menyatakan bahwa
“......senang kalo oma diajak ngobrol, lebih perhatian, senang karena di rawat sama
suster, ......senang dengan kondisi sekarang, jauh lebih baik, senang diurusin .....
sama anak dan suster,...... senang daripada kondisi yang dulu”.
5.2.1.2. Memiliki penilaian yang realistik atas kemampuan diri sendiri.
Sub sub tema yang berkaitan dengan Memiliki penilaian yang realistik atas
kemampuan diri sendiri antara lain : potensi diri yang ada.
Gambaran diri
Kata kunci tersebut menarik peneliti untuk dianalisa dalam gambaran diri karena
mengandung makna relevan dengan pencapaian penerimaan diri meningkat.
Berdasarkan hasil FGD 1 (informan 5-9) menyatakan bahwa sekarang membangun
kepercayaan diri untuk turun dari tempat tidur, menjadi depresi dan menurun
kepercayaan diri karena masalah psikologis, tidak semangat dan kurang percaya
diri atau takut, ada yang menangis.
Informan 5 menyatakan bahwa ”ibu....sekarang membangun kepercayaan diri untuk
turun dari tempat tidur”. Informan 6 menyatakan bahwa “ pasien sangat menjadi
depresi dan menurun kepercayaan diri karena masalah psikologis, sehingga
47
47
keluarga mampu menjadi suporting yang baik”. Informan 7 menyatakan bahwa
“pasien menjadi sedih”
5.2.1.3. Memiliki keyakinan diri tanpa selalu mengikuti pendapat orang lain
Sub sub tema yang berkaitan dengan Memiliki penilaian keyakinan diri tanpa selalu
mengikuti pendapat orang lain antara lain : bertanggung jawab.
Peran diri
Kata kunci tersebut menarik peneliti untuk dianalisa dalam Peran diri karena
mengandung makna relevan dengan pencapaian penerimaan diri menurun.
Berdasarkan hasil FGD 3 (informan 13) menyatakan bahwa “ oma ...banyak peran
ke saya”.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam (informan 3) menyatakan bahwa
“....sakit begini.... saya....jadi berat, peran di rumah : kalo melihat anak, saya
merasa kasihan”.
5.2.1.4. Memiliki spontanitas dan tanggung jawab untuk diri sendiri.
Sub sub tema yang berkaitan dengan Memiliki spontanitas dan tanggung jawab
untuk diri sendiri antara lain : memiliki hak untuk memiliki ide dan keputusan
sendiri.
Harapan terhadap diri
Kata kunci tersebut menarik peneliti untuk dianalisa dalam gambaran diri karena
mengandung makna relevan dengan pencapaian penerimaan diri meningkat.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam (informan 1) menyatakan bahwa “......ya,
suka sedih, tapi tidak pernah curhat, .....sedih memikirkan kondisi anak, ....kangen
dengan anak”.
48
48
Berdasarkan hasil wawancara mendalam (informan 2) menyatakan bahwa “....ya,
sekarang berharap mau sembuh, kalo keluarga sudah menerima, dengan kondisi
sekarang dan kalo oma dirawat sama suster, dan kangen dengan anak”.
49
49
BAB VI
PEMBAHASAN
Bab ini akan menguraikan mengenai hasil penelitian secara rinci dan
memberikan bahasan yang lebih mendalam. Pada bab ini, peneliti mengaitkan
hasil penelitian dengan teori-teori yang telah ada dan di jabarkan pada bab
sebelumnya dan penelitian sebelumnya. Variabel-variabel tersebut di bahas
secara mendetail sesuai dengan tujuan penulisan penelitian.
6.1 Pembahasan Analisa Univariat
6.1.1 Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin
Penelitian ini menunjukkan terdapat jauh lebih banyak responden laki laki
dibandingkan responden perempuan. Hasil penelitian ini sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Jos (2016) di RSUD Tarakan, di mana
responden berjenis kelamin laki-laki berjumlah 67.9%, sedangkan responden
perempuan 32.1%. Begitu pula dengan penelitian Dani Et Al. (2015) Di
RSUD Arifin Achmad Riau yang berjudul Hubungan Motivasi, Harapan, Dan
Dukungan Petugas Kesehatan Terhadap Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal
Kronik Untuk Menjalani Hemodialisis menyatakan bahwa pasien rerata yang
mengidap gagal ginjal kronis dan menjalani Hemodialisis sebanyak 61.1%
berjenis kelamin laki-laki dan sisanya 38.9% berjenis kelamin perempuan.
Peneliti beranggapan dalam menyikapi penyakit yang dideritanya, berat
tidaknya suatu penyakit jenis kelamin bisa saja dapat berpengaruh dengan
angka kejadian gagal ginjal kronis tergantung dengan penyakit penyertanya.
6.1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 14 responden atau sebesar
(46%) berusia 41-60 tahun, sebanyak 13 responden atau sebesar (43%) berusia
>60 tahun dan sebanyak 3 responden atau sebesar 11% berusia 18-40 tahun.
Sebagian besar responden dalam penelitian ini berusia tua. Penelitian Jos
(2016) di RSUD Tarakan menemukan rata-rata usia pasien GGK yang
menjalani hemodialisis adalah 53,5 tahun. Jos (2016). Menurut Tilong (2014)
Penderita gagal ginjal paling banyak berusia 36-40 tahun (55%) dengan
rata-rata 34,4±6,75 yang paling banyak terjadi pada usia 40 tahun sebanyak 14
50
50
orang (17,5%) tergolong usia dewasa muda risiko pada kelompok itu sangat
besar karena pola makan yang tidak sehat, kurang gerak, obesitas dan gaya
hidup yang kurang sehat, dapat menyebabkan pembuluh darah kaku sehingga
timbul hipertensi (Tilong, 2014). Menurut penelitian Handayani (2013)
menunjukkan dalam penelitiannya bahwa berdasarkan usia responden
penelitian ratarata 48,74 tahun dengan rentang usia termuda-tertua adalah 12
hingga 76 tahun. (Handayani. 2013). Berdasarkan penelitian Lathifah (2016)
di RSUD Dr. Moewardi menunjukan hasil uji statistik untuk karakteristik
responden, umur responden pada kelompok kasus paling banyak adalah 39-40
tahun yang berjumlah 18 orang (45%) dengan rata-rata usia 34,4±6,75 tahun,
sedangkan pada kelompok kontrol terbanyak pada usia 18-23 tahun sebanyak
20 orang (50%) dengan rata-rata usia responden 27,2 ±8,49 tahun.
Penelitian Harahap (2018) menyatakan bahwa kejadian gagal ginjal
kronik mayoritas terjadi pada pasien golongan usia 46-55 tahun (masa lansia
awal) sebanyak 10 orang (27%),sedangkan pasien golongan usia 36-45 tahun
(dewasa akhir) sebanyak 9 orang (24,3%), pasien golongan usia 56-65 tahun
(masa lansia akhir) sebanyak 8 orang (21,6%), pasien golongan usia 26- 35
tahun (dewasa awal) sebanyak 7 orang (18,9%), pasien golongan usia 17- 25
tahun (remaja akhir) sebanyak 2 orang (5,4%), dan pasien golongan usia >65
tahun (masa manula) sebanyak 1 orang (2,7%). (Harahap, 2018). Semakin
meningkatnya umur dan ditambah dengan penyakit kronis seperti tekanan
darah tinggi (hipertensi) atau diabetes, maka ginjal cenderung akan menjadi
rusak dan tidak dapat dipulihkan kembali.
Pasien dengan gangguan ginjal kronis mulai muncul gejala ketika terjadi
penunpukan produk sisa metabolisme seperti ureum, kreatinin, elektrolit dan
cairan. Peningkatan kadar ureum darah merupakan penyebab umum terjadinya
kumpulan gejala yang disebut sindroma uremia pada pasien gangguan ginjal
kronis. Sindroma uremia terjadi saat laju filtrasi glomerulus kurang dari 10
ml/menit/1,73 m2 . Peningkatan kadar ureum darah akibat gangguan fungsi
ekskresi ginjal menyebabkan gangguan pada multi sistem. (Lewis, 2011)
Nurcahyati (2010) dalam penelitiannya menyatakan usia rata-rata pasien GGK
yang menjalani hemodialisis adalah 44.82 tahun. Fungsi renal akan berubah
bersamaan dengan pertambahan usia. Sesudah usia 40 tahun akan terjadi
penurunan laju filtrasi glomerulus secara progresif Usia menjadi salah satu
51
51
faktor terbesar memengaruhi metabolisme. Penurunan metabolisme terjadi
seiring bertambahnya usia. Metabolisme akan turun 50 persen setiap 10 tahun
setelah usia 40 tahun.
Hal ini karena manusia cenderung mengalami kehilangan masa otot.
(Wong, 2017). Dengan adanya penuaan, ginjal menjadi berkurang
kemampuannya dalam merespon perubahan cairan dan elektrolit yang akut.
Hal tersebut juga ditemukan pada hasil penelitian ini, dimana didapatkan
bahwa umur rata-rata pasien yang menjalani hemodialisis akibat GGK berusia
55.6 tahun.Hal ini bersesuaian dengan teori yang menyatakan terjadinya
penurunan fungsi ginjal setelah usia 40 tahun, begitupula dengan teori
mengenai usia tua sebagai salah satu faktor resiko spesisifik progresi GGK
yang tidak dapat dimodifikasi.
Peneliti beranggapan bahwa pada hakikatnya penerimaan keluarga
merupakan sesuatu yang subjektif dan multidimensional sehingga
masing-masing individu menilai penerimaan keluarganya dari sudut pandang
yang berbeda. Hasil ini sesuai dengan penelitian Nurchayati, S (2010) yang
menyatakan tidak ada hubungan antara usia dengan penerimaan keluarga
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.
6.1.5. Penerimaan keluarga pasien GGK yang menjalani Hemodialisis dilihat dari
aspek psikologi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 responden sebanyak 27
responden (90%) mempunyai penerimaan keluarga dalam kategori cukup dan
sebanyak 3 responden (10%) mempunyai penerimaan keluarga dalam kategori
kurang.
Hasil penelitan Inshan Marta (2017) menyatakan bahwa mereka merasakan
bahwa kepuasan hidup biasa saja (39,7 %), responden tidak menikmati hidup
(27,6%), merasa hidupnya kurang berarti (58,6%), responden juga tidak
mampu berkonsentrasi maksimal (34,5%), responden tidak punya cukup uang
untuk memenuhi kebutuhan (46,6%), responden merasa kesepian, putus asa,
cemas, dan depresi (36,2%) dan responden merasa tidak puas dengan
kehidupan seksual (74,1%). Sedangkan kesehatan psikologi dalam kategori
baik sejumlah 17 orang (41,5%). (Marta, 2017).
52
52
Menilai penerimaan keluarga baik yang termasuk dalam kategori baik yaitu
dimensi psikologi dimana sebagian besar responden menjawab pertanyaan
kuisioner yang diberikan oleh peneliti kepada responden dengan hasil jawaban
bahwa banyak responden yang merasa sering khawatir, sedih bosan dengan
keadaannya masing-masing namun ada pula pasien yang menjawab bahwa
masih ada semangat dari keluarga ataupun orang terdekat. Pasien yang sudah
lama menjalani hemodialisis cenderung mempersepsikan penerimaan
keluarganya semakin menurun. penerimaan keluarga yang menurun ini juga
dapat di kaitkan dengan perubahan kehidupan ekonomi dikarenakan
responden sudah tidak bekerja dan mempunyai penghasilan. Hal inilah yang
sering kali dirasakan dapat membebani penderita dan keluarganya.
Menurut asumsi peneliti bahwa ketergantungan pada mesin hemodialisis, juga
membuat aktivitas penderita menjadi terbatas serta penurunan kondisi
kesehatan fisik dan psikososial dari waktu kewaktu.
BAB VII
PENUTUP
53
53
Bab ini merupakan bagian akhir dari hasil penelitian yang menguraikan
kesimpulan hasil, pembahasan dan saran berdasarkkan hasil penelitian yang
telah di lakukan.
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka hasil penelitian dapat di simpulkan sebagai
berikut:
Distribusi frekuensi jenis kelamin diketahui bahwa sebanyak 18 responden
atau sebesar (60%) berjenis kelamin laki-laki.
Distribusi frekuensi usia diketahui bahwa sebanyak 14 responden atau sebesar
(46%) berusia 41-60 tahun.
Penerimaan keluarga pasien GGK yang menjalani hemodialisis dilihat dari
Hasil Analisis Data Tematik yaitu :
1. Menghargai diri sendiri, sub tema yang ditemukan adalah : Perasaan
Bahagia. Kata kunci tersebut menarik peneliti untuk dianalisa dalam
perasaan bahagia karena mengandung makna relevan dengan pencapaian
penerimaan keluarga meningkat.
2. Memiliki penilaian yang realistik atas kemampuan diri sendiri.
Sub sub tema yang berkaitan dengan Memiliki penilaian yang realistik atas
kemampuan diri sendiri antara lain : potensi diri yang ada : Gambaran diri
Kata kunci tersebut menarik peneliti untuk dianalisa dalam gambaran diri
karena mengandung makna relevan dengan pencapaian penerimaan diri
meningkat.
3. Memiliki keyakinan diri tanpa selalu mengikuti pendapat orang lain
Sub sub tema yang berkaitan dengan Memiliki penilaian keyakinan diri
tanpa selalu mengikuti pendapat orang lain antara lain : bertanggung jawab
yaitu : Peran diri.
Kata kunci tersebut menarik peneliti untuk dianalisa dalam Peran diri karena
mengandung makna relevan dengan pencapaian penerimaan diri menurun.
4. Memiliki spontanitas dan tanggung jawab untuk diri sendiri.
Sub sub tema yang berkaitan dengan Memiliki spontanitas dan tanggung
jawab untuk diri sendiri antara lain : memiliki hak untuk memiliki ide dan
keputusan sendiri : Harapan terhadap diri
54
54
Kata kunci tersebut menarik peneliti untuk dianalisa dalam gambaran diri
karena mengandung makna relevan dengan pencapaian penerimaan diri
meningkat.
7.2. Saran
1. Bagi RS OMNI Pulomas Pulomas
Diharapkan dengan adanya penelitian ini menjadi bahan informasi dan
pengetahuan baru maupun dapat dijadikan bahan pertimbangan membuat
kebijakan sebagai upaya peningkatan pelayanan Rumah Sakit.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Hasil penelitian dapat menjadi sumber referensi dalam profesi keperawatan
mengenai penerimaan keluarga pasien gagal ginjal kronis yang menjalani
hemodialysis terkhusus melalui aspek psikososial.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti mengharapkan agara peneliti selanjutnya dapat memberikan masukan
ataupun ilmu tambahan dengan melakukan penelitian terkait dengan pasien
gagal ginjal dengan mengambil responden yang banyak sehingga harapannya
penelitian ini akan terus berlanjut sehingga mendapatkan hasil dan ilmu baru
berkaitan dengan gagal ginjal di RS. Peneliti selanjutnya juga dapat lebih
dalam menggali faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan keluarga
pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis melalui aspek lainnya salah
satunya tingkat depresi, lamanya pasien sudah terdiagnosa penyakit maupun
lamanya pasien menerima hemodialisis yang dapat mempengaruhi
penerimaan keluarga pasien yang sakit.
3. Bagi Pasien
Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan, gambaran dan
informasi bagi pasien dengan gagal ginjal kronis dalam terapi hemodialisis
untuk meningkatkan penerimaan keluarga dari aspek sosial dan psikologi
seperti contohnya yaitu tetap berinteraksi maupun berkomunikasi dengan
sesama sebagai upaya meningkatkan penerimaan keluarga sehingga secara
psikologis didukung oleh keluarga dan kerabat dekat.
DAFTAR PUSTAKA
55
55
Achentari, K.A., dkk. (2017). Harga Diri dan penerimaan keluarga Pada
Pasien Dengan Cronic Kidney Disease Yang Menjalani Hemodialisis. Jurnal
Psikologi.
Aisara, dkk. (2018). Gambaran Klinis Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani
Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas.
2018; 7 (1).
Aisara, S.A. (2018). Gambaran Klinis Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang
menjalani hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. jurnal kesehatan
andalas, 43.
Abshire, Martha et al. (2015). Nutritional Interventions in heart failure: A
Systemic review of the literature. Department of Health & Human Services,
21(12). USA.
Babatunde, O., & Forsyth, J. (2015). Lifestyle exercises for bone health and
health-related quality of life among premenopausal women: A randomised
controlled trial. Global Health Promotion, 23(3), 63-71,
doi:10.1177/1757975914568901.
Black & Hawks. (2010). Medical and Surgical Nursing Clinical Management
for Positive Outcomes. 8th edition. ST Louise Missiouri : Elsevier Sounders
Butar-butar, A. (2013). Hubungan Karakteristik Pasien dengan penerimaan
keluarga Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisis di
RSUP H.Adam Malik Medan. Jurnal Keperawatan.
De Castro, dkk. (2012). Quality of Life, Self-Efficacy and Psychological
WellBeing in Brazilian Adults with Cancer: A Longitudinal Study. Vol.3,
No.4, 304-309.
Desnauli, E., dkk. (2011). Indikator penerimaan keluarga Pasien Gagal Ginjal
Kronis Yang Menjalani Hemodialisis Berdasarkan Strategi Koping. Jurnal
Ners.
Endarti, S.W. (2017). Gambaran penerimaan keluarga Pasien Gagal Ginjal
Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Rumah Sakit Umum Daerah Wates.
Jurnal Keperawatan.
Fahmi, M., dkk. (2015). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi penerimaan
keluarga Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di RSUD
Tugurejo Semarang. Jurnal Keperawatan.
56
56
Farida, (2010). Pengalaman klien Hemodialisis terhadap penerimaan keluarga
dalam konteks Asuhan Keperawatan Di RSUP Fatmawati. Jakarta: Tesis
Universitas Indonesia.
Guerrero, et al. (2012). Quality Of Life In People With Chronic Hemodialysis
: Association With Sosiodemographic, Medical – Clinical And Laboratory
Variables. Proquest.
Guyton, A. C., & Hall, J. E., (2014). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
12. Jakarta : EGC
Harahap. (2018). Faktor-Faktor Risiko Kejadian Gagal Ginjal Kronik (Ggk)
Di Ruang Hemodialisis (HD) RSUP H. Adam Malik Medan. Medan : RSUP
H. Adam Malik
Hartati. (2016). Pengaruh Usia Terhadap penerimaan keluarga Pada Pasien
Yang Menjalani Hemodialisis Di RSUD Dr. Zaenoel Abidin Banda Aceh.
Elektronic Theses and Disertations (ETD).
Hasan, et al. (2018). Prevalence of Chronic Kidney diseasein South Asia: a
systematic review. Bangladesh: BRAC University.
(www.bmcnephrol.biomedcentral.com, diakses pada tanggal 17 Oktober 2019
pukul pukul 16: 24 WIB).
Hill, N. R., et al. (2016). Global Prevalence of Chronic Kidney Disease-A
Systematic Review and Meta-Analysis. PLoS One. 11(7): e0158765. (Online).
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4934905/, diakses pada 17
Oktober 2019 pukul 16: 24 WIB).
Hudak & Gallo (2010). Keperawatan Kritis Edisi 6. Jakarta; EGC.
Hurst, M. (2016). Belajar Mudah Keperawatan Medikal-Bedah, Vol. 1.
Jakarta: EGC.Indonesian Renal Registry (IRR). (2018). 11th report of
Indonesian renal registry. Bandung: Sekretariat Registrasi Ginjal Indonesia.
Indrasari, N.D. (2015). Perbedaan Kadar Ureum dan Kreatinin pada Pasien
Gagal Ginjal Kronik Berdasarkan Lama Menjalani Terapi Hemodialisis di RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Keperawatan.
Infodatin. (2017). Situasi Penyakit Ginjal Kronis. (Online).
(file:///C:/Users/meri/Downloads/infodatin%20ginjal%202017.pdf, diakses
pada 17 Oktober 2019 pukul 15: 24 WIB).
Ipo, A., dkk. (2016). Hubungan Jenis Kelamin dan Frekuensi Hemodialisis
Dengan penerimaan keluarga Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
57
57
Hemodialisis Di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi.Jurnal
Akademika Baiturrahim.
Jacob, D.E., & Sandjaya. (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
penerimaan keluarga Masyarakat Karubaga District Sub District Tolikara
Propinsi Papua. Jurnal ilmu Kesehatan.
Jansen, D. L., et al. (2012). Psychological and social aspects of living with
chronic kidney disease, chronic kidney disease and renal transplatation. Prof.
Manisha Sahay (Ed.), InTech, DOI: 10.5772/25992.
Lathifah. (2016). Faktor Risiko Kejadian Gagal Ginjal Kronik Pada Usia
Dewasa Muda Di Rsud Dr. Moewardi. Surakarta : Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Website : eprints.ums.co.id
Lewis, Sharon L et al. 2011. Medical Surgical Nursing Volume 1. United
States America : Elsevier Mosby
Mailani Fitri (2015) penerimaan keluarga pasien penyakit ginjal kronik yang
menjalanimenjalani hemodialisis: systematic review.
http;//vol11no1_2015_4.pdf.com diakses pada tanggal 06 Agustus 2015
Moeloek, N.F. (2018). Upaya Peningkatan Promotif Preventif Bagi Kesehatan
Ginjal Indonesia.
(https://www.persi.or.id/images/2018/data/materi_menkes.pdf, diakses pada
tanggal 17 Oktober 2019 pukul pukul 17: 13 WIB).
Monhart, V. (2013). Hypertention and Chronic Kidney Disease. Elsivier.
(https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0010865013000945,
diakses pada tanggal 17 Oktober 2019 pukul pukul 16: 24 WIB).
Mulia, D.S., dkk. (2018). penerimaan keluarga Pasien Gagal Ginjal Kronis
Yang Menjalani Hemodialisis Di RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya.
Borneo Journal of Pharmacy.
Muttaqin, A.,& Sari, K. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Nurkholis. (2013). Pendidikan Dalam Upaya Memajukan Teknologi.
Purwokerto : Jurnal Kependidikan, Vol. 1 No. 1 Nopember 2013
Phillip, K.T.L, et al. (2011). Asian Chronik Kidney Disease Best Practice
Recommendations: Positional Satatements for Early Detection of Chronic
Kidney Disease from Asian Forum for Chronic Kidney Disease Initiatives
(AFCKDI). Nephrology 16: 663-641.
58
58
Prastiwi, T. F. (2012). penerimaan keluarga penderita kanker. Journal UNES.
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2013). Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi VI. Jakarta: EGC.
Rahman, et al. (2013). Hubungan antara adekuasi hemodialisis dan
penerimaan keluarga pasien di RSUD Ulin Banjarmasin. Berkala
Kedoketeran, 9(2): 151-160.
Rayyani, dkk. (2014). Self-care Self-efficacy and Quality of Life among
Patients Receiving Hemodialysis in South-East of Iran. Asian J. Nursing Edu.
and Research 4(2): April- June 2014. Iran.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2018). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian RI. Hasil Utama Riskesdas 2018.
(http://www.depkes.go.id/pdf, diakses pada tanggal 17 Maret 2020 pukul
pukul 17: 09 WIB).
Rustandi, H. (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi penerimaan keluarga
Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Yang Menjalani Hemodialisis. Jurnal
Keperawatan Silampari.
Silva, S. M. D., et al. (2016). Social Support of Adults and Elderly with
Chronic Kidney Disease on Dialysis. Journal of evista Latino-Americana de
Enfermagem, 24. doi: 10.1590/1518-8345.0411.2752.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.
Sudoyo A W, dkk. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing.
Supriyadi, dkk. (2011). Tingkat penerimaan keluarga Pasien Gagal Ginjal
Kronik Terapi Hemodialisis. Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan.
Semarang.
Suparti Sri & Solikhah Umi. (2016). Perbedaan penerimaan keluarga Pasien
gagal Ginjal Kronik Ditinjau dari Tingkat Pendidikan, Frekuensi dan Lama
Hemodialisis di RSUD Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Medisains :
Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan, Vol 14 No2, Agustus 2016
Supriyadi, dkk. (2017). penerimaan keluarga Pasien Gagal Ginjal Kronik
Terapi Hemodialisis. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Suwanti, S., dkk. (2019). Gambaran Kulitas Hidup Pasien gaggal Ginjal
Kronis Yang Menjjalani Terapi Hemodialisis. ReserchGate.
59
59
Suwitra K. (2014). Penyakit Ginjal Kronik. Jakara: InternaPublishing.
Theofilou, P. (2013). Quality of Life: Definition and Measurement. Europe's
Journal of Psychology, 151. (https://pdfs.semanticscholar.org, diakses pada
tanggal 30 September 2019).
Yulianti, I. S. (2017). Gambaran Dukungan Sosial Keluarga Dan penerimaan
keluarga Lansia dengan Hipertensi di Puskesmas Citangkil Kota Cilegon.
(http://repository.uinjkt.ac.id, diakses pada tanggal 30 September 2019).
60
60
LEMBAR PERSETUJUAN
Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan setuju untuk berpartisipasi
menjadi responden dalam penelitian yang berjudul “Penerimaan Keluarga
Pasien Dengan Gagal Ginjal Kronik (GGK) Yang Menjalani Hemodialisis Di
Rumah Sakit OMNI Pulomas Pulomas Jakarta Timur”.
Saya telah dijelaskan bahwa partisipasi saya untuk menjawab pertanyaan yang
ada pada lembar observasi dan ini tidak beresiko pada diri saya sendiri serta
kerahasiaan informasi yang saya berikan akan terjamin. Saya dengan sukarela
berpartisipasi menjadi responden penelitian.
Demikian pernyataan ini saya buat dan saya tandatangani tanpa ada paksaan
dari pihak manapun.
Jakarta, 16 September 2020
Responden
(…………………………….)
Top Related