Analisis Sejarah, Volume 6, No. 2, 2017 © Labor Sejarah, Universitas Andalas
~ 186 ~
PENERAPAN TEKNOLOGI REL KERETA API DI SUMATERA BARAT Aulia Rahman
Mahasiswa Pascasarjana Sejarah, Fak. Ilmu Budaya Universitas Andalas dan Anggota Komunitas Rangkiang Budaya Email: [email protected]
Abstrak Teknologi kereta api di Sumatera Barat yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda mengadaptasi dari kondisi geografis. Keadaan alam yang berbukit-bukit, menjadi kendala utama dalam perluasan jaringan kereta api. Mengatasi kendala itu, diperlukan kontruksi rel kereta api yang sesuai dengan daerah yang memiliki tanjakan yang cukup tinggi. Penyesuaiaan terhadap kondisi alam itu melahirkan 2 tipe kontruksi rel. Pada daerah yang datar dipergunakan rel yang tidak bergerigi. Sedangkan di daerah yang memiliki tanjakan tinggi dipakai rel kereta api yang bergerigi. Secara keseluruhan rel yang tidak ada tanjakan dan lengkungan memiliki panjang 121 km. Lengkungan yang dibuat pun tidak terlalu tajam. Menghindari resiko gerbong kereta api terbalik pada saat berjalan. Sehingga mempermudah pengangkutan barang maupun penumpang. Banyaknya tanjakan dan lengkungan yang dilalui oleh kereta api, memerlukan bahan bakar lebih besar dari jalur kereta api yang melalui daerah datar. Kata Kunci : Teknologi, Kereta Api bergerigi, Jalur
Analisis Sejarah, Volume 6, No. 2, 2017 © Labor Sejarah, Universitas Andalas
~ 187 ~
I. PENGANTAR Pada saat Belanda sudah kokoh di
Sumatera Barat ada istilah segitiga emas
lokomotif eksploitasi ekonomi Belanda.
Segitiga emas yang dimaksud adalah kereta
api, batu bara, dan Pelabuhan Teluk Bayur.
Pada awalnya, rencana pembangunan rel
kereta api di Sumbar digunakan untuk
distribusi kopi dari daerah pedalaman
(Bukittinggi, Payakumbuh, Tanah Datar,
Pasaman) ke Pusat perdagangan di kota
Padang. Akan tetapi, rencana ini berubah
semenjak ditemukannya batu bara di daerah
Ombilin. Pemerintah Hindia Belanda tertarik
pada penambangan dan pengangkutan batu
bara karena selain kualitasnya tinggi dan
jumlahnya cukup banyak.
Dalam melancarkan rencana tersebut, ada
ususlan untuk membangun jalur kereta api
ada kemungkinan jalur yang akan dibangun.
pemerintah mempertimbangkan berbagai
usulan jalur kereta api. Ada 2 usulan jalur yang
akan dibuat. Pertama, Pelabuhan Teluk Bayur
ke Sawahlunto melalui Subang (Lubuk
Selasih Kayu Jao). Pembangunan melalui jalur
ini diperdebatkan karena dengan alasan biaya
yang lebih tinggi kerena setidaknya harus
membuat terowongan paling sedikit 32.
Sedangkan biaya yang disediakan oleh
pemerintah Hindia Belanda 5½ juta Gulden.
Kedua, Pelabuhan Teluk Bayur ke Sawahlunto
melalui Padang Panjang. Perbandingan biaya
yag dikeluarkan untuk jalur ini tidak melebihi
biaya yang ditetapkan pemerintah Hindia
Belanda.1
1 Rusli Amran, Sumatera Barat hingga
Plakat Panjang. Jakarta : Sinar Harapan, 1985) hlm 11-15.
Saat ini, hanya tinggal 2 jalur kereta api
yang mengunakan jalur bergerigi di Indonesia.
Di pulau Jawa ada jalur rel Ambarawa-
Bedono yang merupakan bagian dari jalur
kereta api kedungjati ke Yogyakarta. Di
Sumatera terdapat di Sumatera Barat jalur
Kayu Tanam-Padang Panjang. Pengunaan
jalur bergerigi ini merupakan adaptasi dari
keadaan alam yang berbukit-bukit karena
kota ini bagian dari bukut barisan yang
mementang dari Aceh ke Lampung. Uniknya
di Sumatera Barat, kontruksi rel kereta api
disesuaikan dengan kondisi alam sehingga
melahirkan 2 tipe kontruksi rel. Pada daerah
yang datar dipergunakan rel yang tidak
bergerigi. Sedangkan daerah yang daerah yang
memiliki tanjakan yang cukup tinggi dipakai
rel kereta api yang bergerigi. Kontruksi rel
yang tidak bergerigi dapat dilihat mulai pada
jalur Pelabuhan Teluk Bayur-Padang-Kayu
Tanam sepanjang 60 km, Batu Tabal-Solok 34
Km dan dari Solok – Sawalunto sepanjang 27
km. panjang rel secara keseluruhan yang tidak
ada tanjakan dan lengkungan 121 km.
Lengkungan yang dibuat pun tidak berlalu
tajam untuk menghindari gerbong kereta api
supaya tidak terbalik. Sehingga memudahkan
pengangkutan barang maupun penumpang.
II. PEMBAHASAN
Sejatinya rel kereta api masa Belanda
berfungsi membantu kelancaran
pengangkutan hasil bumi seperti kopi dan
Hasil Tambang dari daerah pedalaman ke
pelabuhan. Kemudian diteruskan ke Eropa.
Kereta api termasuk transportasi modern
masa Belanda. Namun, pernahkan terfikirkan
bagaimana kereta api melewati daerah yang
menanjak.
Analisis Sejarah, Volume 6, No. 2, 2017 © Labor Sejarah, Universitas Andalas
~ 188 ~
Pada dasarnya kereta api membutuhkan
jalan yang datar dan tidak menanjak.
Kalaupun melewati bukit atau lembah
biasanya diperlukan terowongan atau
jembatan agar jalur kereta api tetap pada
posisi datar. Namun demikian pada situasi
tertentu, kereta api harus melewati jalan yang
menanjak. Situasi ini, pada prinsipnya
berlawanan dengan sistem kerja kereta api.
Nah, untuk melewati itu diperlukan rel
yang bergigi agar cengkram saat menanjak
kuat. Dudukan cengkraman tersebut terletak
ditengah-tengah rel. Bagi yang pernah ke
Lembah Anai, di Sumatera Barat atau ke
Ambarawa, Jawa Tengah tentunya tidak
asing lagi dengan melihat rel kereta api
ditengah-tengahnya ada rel bergerigi. Ya itulah
rel kereta api uap yang masih tersisa di
Indonesia. Rel kereta api ini dipergunakan
untuk jalan yang menanjak.
Saat ini, hanya tinggal 2 jalur kereta api
yang mengunakan jalur bergerigi di Indonesia.
Di pulau Jawa ada jalur rel Ambarawa-
Bedono yang merupakan bagian dari jalur
kereta api kedungjati ke Yogyakarta. Rel
bergigi sangat dibutuhkan bagi kereta yang
melintas di jalur menanjak di Ambarawa-
Bendono, yang memiliki sudut kemiringan 65
derajat. Rel bergigi Ambarawa-Bendono
dibangun pada masa penjajahan Belanda 1902
dibangun oleh Nederlandsch Indische
Spoorweg Maatschappij (NIS) atau
Perusahaan kereta api Hindia Belanda. Stasiun
NIS ini lebih banyak dikenal orang, karena
selain merupakan stasiun pertama di
Indonesia juga merupakan peninggalan
sejarah yang memiliki desain bangunan yang
Artistik. Desain stasiun Nederlandsch
Indische Spoorweg Maatschappij ini memiliki
ciri khas sendiri yang tentunya sangat
menarik untuk dijadikan referensi bagi
arsitektur modern.
Di Sumatera terdapat di Sumatera Barat
jalur Kayu Tanam-Padang Panjang juga
mengunakan jalur jalur bergerigi ini
merupakan adaptasi dari keadaan alam yang
berbukit-bukit karena sebagaian besar jalur
yang dilalui melewati perbukitan dan tidak
memungkinkan untuk dibuat terowong di
setiap bukit. Kontruksi rel kereta api yang
bergerigi di pakai pada jalur Kandang Ampat-
Padang Panjang tanjakan 12.7 km dari 15.4 km
panjang jalur. selanjutnnya dari Padang
Panjang- Batu Tabal panjang tanjakan 7.6 km
dari 18.7 km sedangkan dari Padang Panjang-
Payakumbuh melalui Bukitinggi 12.9 km
panjang tanjakan dari 52.7 km. Kereta api yang
melalui jalur ini mengunakan lokomotif
dengan rel yang bergerigi. Kontruksi rel
dibangun untuk menguatkan cengkraman rel
saat jalan menanjak. Gigi rel dipasang pada
bagian tengah rel.
Sejarah kegiatan pertambangan di
Indonesia, secara resmi dapat ditemukan
dalam catatan-catatan kegiatan para ahli
geologi Belanda yang pernah melakukan
survei antara lain Ter Braake (1944) dan R.W.
Van Bemmelen (1949), serta berbagai laporan
tahunan Dinas Pertambangan Hindia
Belanda (“Jaarverslag Dienst Van Den Mijn Bow”).
Berdasarkan catatan-catatan tersebut
terkesan bahwa seakan-akan kegiatan usaha
pertambangan di Indonesia baru dimulai
sejak tahun 1899 yaitu tahun
diundangkannya Indische Mijn Wet, Stb. Tahun
1899 No 214.2
2Sutarjo Sigit, Perkembangan
Pertambangan di Indonesia, (Yayasan Krida Caraka Bumi, Departemen Pertambangan dan Energi, Jakarta, 1994). hlm.99.
Analisis Sejarah, Volume 6, No. 2, 2017 © Labor Sejarah, Universitas Andalas
~ 189 ~
Batu bara yang ditemukan di Sumbar
terletak di daerah Ombilin. Pertambangan
batu bara ini dibuka dan dikelola oleh
Pemerintah Belanda. Pada awalnya
pengelolaan pertambangan tersebut
bertujuan untuk bahan bakar kapal-kapal
uap milik Pemerintah Belanda dan swasta.
Setelah itu baru dipergunakan untuk kereta
api.3
Ketersedian batu bara di Sumbar tidak
diragukan lagi karena daerah ini dilalui oleh
Bukit Barisan. Bukit Barisan membujur di
sepanjang punggung Sumatra dan dikelilingi
oleh gunung-gunung, yakni Gunung Merapi,
Gunung Sago, Gunung Singgalang, Gunung
Talang, Gunung Pasaman dan Gunung
Kerinci. Di wilayah Sumbar daerah yang
paling subur di sebut darek (darat dalam
bahasa Indonesia) atau daerah pedalaman,
daerah kebalikan dari darek, yakni rantau.
Rantau adalah daerah luar dari darek atau
daerah perbatasan.4 Sumbar terletak antara
0° 54' Lintang Utara dan 3° 30' Lintang
Selatan serta 98° 36' Bujur Timur dan 101° 53
Bujur Barat. Tercatat memiliki luas wilayah
sekitar 42, 2 Km² atau 2.17 % dari luas
Republik Indonesia.5 Kondisi daerah yang
memiliki contour bukit dan gunung tinggi dan
bebatuan yang sudah mulai tua yang
3 Rusli, Amran, Sumatera Barat hingga Plakat
Panjang. Jakarta : Sinar Harapan, 1986. hlm 308 -309 4Tsuyoshi Kato, Adat Minangkabau dan
Merantau Dalam Perspektif Sejarah. (Diterjemahkan dari : Matrilini Migration Evolution Minangkabau Traditions In Indonesia). (Ithaca, N.Y : Cornell University Press, 1982) – (Jakarta : Balai Pustaka, 2005). hlm 1
5Sumatera Barat Dalam Angka 1998, Badan Pusat Statistik provinsi Sumatera Barat kerjasama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) tingkat I Provinsi Sumatera Barat, hlm 3-5
memungkinkan keberadaaan dari bahan
tambang.
Setelah de Greve meninggal tahun 1872.6
Ekspedisi dilanjutkan oleh RDM Verbeek
tahun 1875 sesuai dengan laporan De Grave.7
Verbeek pernah menuliskan tentang
cadangan batu bara di Sawahlunto yang
bermula dari Sungai Durian. Geolog ini
menaksir cadangan paling sedikit 200 juta
ton. Jumlah ini ada di seluruh daerah
mengandung batu bara. Verbeek membagi
perbandingan cadangan batu bara yaitu:
daerah Perambahan 20 juta ton, Sigaluik 80
juta ton, Sungai Durian 93 juta ton, daerah
sebelah Barat Lurah Gadang 4 juta ton, dan
daerah Sugar. Pada tahun 1891, Sungai Durian
menjadi titik tolak dimulainya pertambangan
batu bara di Kota Sawalunto. Kemudian
berkembang ke daerah Sawah Rasau,
Waringin dan Lembah Sugar.8
Setelah dimulainya kegiatan
penambangan tersebut, Sawahlunto mulai
menjadi pemukiman pekerja tambang pada
tahun 1887 dan Pemerintah Hindia Belanda
menginvestasikan uang sejumlah 5,5 juta
Gulden untuk pembangunan fasilitas
perusahaan tambang batu bara Ombilin,
6De Grave meninggal akibat tenggelam di
dekat daerah Durian Gadang sewaktu menjalankan tugas mengadakan survei di Batang Kuantan guna kepentiangan transportasi batu bara Ombilin. Karena dia memimpin rombongan maka ekspedisi dihentikan. Lihat Rusli Amran, hlm 319
7Widjaja Martokusumo, “Mendaur Ulang Kota Tambang Sawahlunto Beberapa Catatan tentang pendekatan Konservasi dalam Revitalisasi”, Makalah bahan kajian mata kuliah pilihan RK 7112 Topik Khusus dalam Perancangan Kota pada Program Magister Rancang Kota (RK) Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan PengembanganKebijakan (SAPPK) ITB pada semester I 2007/2008, hlm 1-2
8 Rusli Amran, op.cit,. hlm 308 -309
Analisis Sejarah, Volume 6, No. 2, 2017 © Labor Sejarah, Universitas Andalas
~ 190 ~
salah satu fasilitasnya adalah kereta api.
Tahun 1894 Sawahlunto telah terhubung
dengan Kota Padang oleh jalur kereta api,
sehingga mempermudah kegiatan
penambangan, pendistribusian batu bara
serta turut mempercepat perkembangan
Sawahlunto sampai masa kejayaan pada
tahun 1930-an.9
Kegiatan penambangan yang dilakukan
oleh Pemerintah Hindia Belanda cukup
berhasil. Pada masa ini, aktivitas ekonomi di
daerah Ombilin merupakan salah satu pusat
industri. Beberapa tahun saja pertambangan
ini, telah memberikan keuntungan serta
memberikan harapan yang menjanjikan
dimasa yang akan datang. Pemerintah
Belanda sampai tahun 1899 telah
mengeluarkan biaya 35.034.000 Gulden
dengan perinciaan penambangan
Sawahlunto pembangunan fasilitas dan
instalasi sejumlah 1.372.000 Gulden,
pembuatan jalur kereta api 30.238.000 Gulden
dan pembuatan Pelabuhan Teluk Bayur
3.424.000 Gulden. Sedangkan keuntungan
yang didapat pada akhir abad ke-19
berjumlah 1.334.000 Gulden sudah termasuk
seluruh pengeluaran, tidak kurang dari 6,2 %
keuntungan ditambah lagi terjadi kenaikan
keuntungan 3.3 % dari tahun 1896. Dalam
perjalanannya, produksi batu bara
mengalami peningkatan, mulanya 1.758 ton
tahun1892 menjadi 100 ribu ton bahkan pada
tahun 1901 terjadi peningkatan 200 ribu ton.10
Peningkatan jumlah produksi tidak lepas dari
peranan kuli kontrakndan orang rantai. Kuli
kontrak adalah orang yang dipekerjakan oleh
Belanda untuk melakukan pertambangan.
Orang –orang ini pada umumnya berasal dari
9 Widjaja Martokusumo, op.cit,. hlm 1-2 10 Rusli Amran, op.cit,. hlm 318
Cina (terutama Singapura) dan orang Jawa.
Sedangkan orang rantai merupakan tahanan
Belanda yang melakukan pemberontakan.
Para tahanan ini diperlakukan bagaikan
budak. Kuli kontrak dan orang rantai yang
dibayar murah sehingga pengeluaran dapat
ditekan serendah mungkin. 11
Pembangunan jalur kereta api dan
pengelolaannya tidak hanya dilakukan oleh
Pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah
memberikan izin kepada pihak asing untuk
ikut dalam pengadaan pembangunan ini.
Perusahaan-perusahaan milik swasta ikut
andil dalam hal ini bahkan penamaan
perusahaan sesuai dengan jalur yang mereka
kelola. Pada masa Pemerintah Hindia
Belanda ada beberapa perusahaan milik
pemerintah dan milik swasta yang mengelola
perkeretaapian di Indonesia. SS/VS
(Staatsspoorwagen/Vereningde Spoorwagenbedrijf)
gabungan perusahaan kereta api Pemerintah
dan swasta Belanda merupakan perusahaan
yang mengurus perekeretaapian di Jawa,
Sumbar dan Sumsel.
Pada awal keberadaan perusahaan
tercatat ada sekitar 18 buah perusahaan
pengelola kereta api. Pada awalnya, rencana
pembangunan rel kereta api di Sumbar
digunakan untuk distribusi kopi dari daerah
pedalaman (Bukittinggi, Payakumbuh,
Tanah Datar, Pasaman) ke Pusat
perdagangan di Kota Padang. Ide ini muncul
saat pemerintahan kolonial Belanda sudah
mulai kokoh di Sumbar. Hal ini terlihat
setelah penanda tangani Plakat Panjang
tahun 1833.12 Akan tetapi, rencana ini
berubah semenjak ditemukannya batu bara
11 Rusli Amran, op.cit,. hlm 318 - 319 12 Rusli Amran, Sumatera Barat Hingga Plakat
Panjang, Jakarta : Sinar Harapan, 1985, hlm 11-15
Analisis Sejarah, Volume 6, No. 2, 2017 © Labor Sejarah, Universitas Andalas
~ 191 ~
di daerah Ombilin. Pemerintah Hindia
Belanda tertarik untuk melakukan
penambangan dan pengangkutan batu bara
karena kualitasnya tinggi dan jumlahnya
cukup banyak. Pemerintah Hindia Belanda
mengutus Ir. Cluseaner JV. Izzermen, Raj
Snaghkage, Anj Vaan Hoos dan bersama
delapan orang opsir Belanda untuk merintis
dan penelitian tentang kemungkinan
pembuatan jalur kereta api, guna memenuhi
kepentingan distribusi batu bara.13
Setelah mendapat laporan kemungkinan
jalur yang akan dibangun, pemerintah Hindia
Belanda merapatkan tentang
mempertimbangkan usulan jalur kereta api.
Ada 2 usulan jalur yang akan dibuat. Pertama,
Pelabuhan Teluk Bayur ke Sawahlunto
melalui Subang (Lubuk Selasih Kayu Jao).
Pembangunan melalui jalur ini diperdebatkan
karena dengan alasan biaya yang dikeluarkan
lebih tinggi. Pengeluaran yang tertinggi itu
pada pembuatan terowongan paling sedikit
32. Sedangkan biaya yang disediakan oleh
pemerintah Hindia Belanda 5½ juta Gulden.
Kedua, Pelabuhan Teluk Bayur ke Sawahlunto
melalui Padang Panjang. dibandingkan
dengan biaya yang dikeluarkan untuk usulan
pertama. Jalur ini biaya yang dikeluarkan
tidak melebihi yang sudah ditetapkan
pemerintah Hindia Belanda. 14
Topik perdebatan di Parlemen Belanda
dari tahun 1875-1887. Ada 3 persoalan yang
selalu menjadi topik. Pertama, pemilihan jalur
uang akan dibuat. Kedua, masalah biaya yang
dikeluarkan. Ketiga, Rencana pembuatan rel di
Sumbar akan menghubungkan pantai barat
dan pantai timur Sumatera. Rencana ini
13 Arsip Perumka Ekspoloitasi Sumatera Barat
Mengenai Sejarah Perkeretaapian, hlm 1 14 14 Rusli Amran.op,.cit, hlm 11-15
menimbulkan perdebatan dengan berbagai
alasan. Pertama, segi pengangkutan lebih
murah ke daerah pantai timur karena kondisi
daerah yang datar dan ditunjang aliran sungai
yang deras serta langsung menuju selat
Malaka sebagai pusat perdagangan dan
bandar Internasional.15 Kedua, suasana politis,
daerah pantai barat Sumatera sudah mulai
kokoh dan kuat di bawah kekuasaan Belanda.
Sedangkan daerah timur Sumatera
mengalami kesulitan politis karena masih
banyaknya daerah-daerah merdeka.16 Ketiga,
suasana konflik persaingan dagang dan
perebutan dominasi di pantai timur sumtera
antara Inggris dan Belanda sejak perjanjian
London tahun 1824.
Situasi ini terus memanas sampai tahun
1883. Berbagai pertimbangan dan alasan
tersebut maka diputuskan untuk menunda
pembuatan jalur kereta api ke pantai timur
Sumatera sampai Belanda menguasai Pulau
Sumatra secara keseluruhan.17 Akhirnya
diputuskan untuk memilih usulan kedua
karena biaya yang dikeluarkan tidak melebihi
ketetapan pemerintah Hindia Belanda.
Sehingga total keseluruhan dari biaya
pembangunan kereta api dan pengoperasian
fasilitas tambang 5, 7 juta Gulden, laba yang
diprediksi mencapai 9%.18
Sesuai hasil kesepakatan antara
Pemerintah Hindia Belanda dan pihak Swasta
yang ada di Negeri Belanda, pembangunan
jalur kereta api dari Sawahlunto ke Solok
sampai Padang Panjang melewati Danau
15 Rusli Amran, op.cit,. hlm 303-304 16 Rusli Amran, op.cit,. hlm 310 17 Anthony Reid, Asal muasal konflik aceh, dari
perbutan pantai timur sumatera hingga akhir kerajaan aceh abad ke-19, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007). hlm. 26-48
18 Rusli Amran, op.cit,. hlm 310
Analisis Sejarah, Volume 6, No. 2, 2017 © Labor Sejarah, Universitas Andalas
~ 192 ~
Singkarak, dari Padang Panjang melewati
lembah Anai dan Kayu Tanam sejajar atau di
atas jalan pedati yang dibangun oleh Van Den
Bosch ke Pariaman lanjut ke Padang dan
pengerjaan ini baru selesai pada tahun 1891.19
Kegiatan pembangunan dilakukan pada
tahun 1887. Memudahkan kegiatan
penambangan dan pembuatan jalur kereta
api, Pemerintah Hindia Belanda menyerahkan
proyek ini kepada pihak swasta yang ada di
Negeri Belanda karena sanggup mengerjakan
proyek ini dengan mendapatkan bunga 5%
setahun dari pemerintah.20 Semua
pembangunan kereta api dilakukan oleh
perusahaan kereta api milik Pemerintah
Hindia Belanda karena alasan ekonomi.
Alasan yang dimaksud adalah mengurangi
biaya pengeluaran dan mendapatkan
keuntungan sebesar-besarnya. Jika
pembangunan diserahkan pada pihak swasta
maka keuntungan tentu tidak sebanyak yang
diharapkan oleh pihak Pemerintah.21
Ketertarikan investor swasta Belanda
untuk menanamkan modalnya dibidang batu
bara karena adanya jaminan bunga investasi
dari pihak Pemerintah Hindia Belanda.
Beberapa orang yang antusias adalah putra
dari W. R. Baron Hoevell. Pada tahun 1871
permintaan konsesi pertama Mr P. H. van
Diest, kemudian diikuti oleh A. S. Warmolts,
19 Freek Colombijn, Paco Paco Kota Padang:
Sejarah Sebuah Kota Di Indonesia Pada Awal Abad Ke-20 Dan Pengaturan Ruang Kota, (Yogyakarta : Ombak, 2006). hlm 65
20 Rusli Amran, op.cit,. hlm 311 21Robert Cribb, Historical Atlas of
Indonesia,(London : Curzon Press, 2000). hlm 140 lihat juga “Staatsspooren tramwegen in Nederlandsch-Indië 1875 6 april 1925”, an electrifying memorial book, ed. Topografische Inrichtingen Batavia 1925 A Survey Of Maps, Statistics And Photographical Impressions Composed By Drs (Msc) Dirk Teeuwen, pdf hlm 5
mantan pegawai sipil India yang tinggal di
Groningen. Orang yang paling serius adalah
Van Diest, koki De Greve, yang sudah melihat
banyaknya batu bara yang nantinya
ditambang. Van Diests juga menyarankan
kepada J. K. W. Quarles Van Ufford seorang
mantan pejabat di Kementerian Koloni dan
juga menjadi editor majalah The Economist
Liberal untuk berinvestasi. 22
Peresmian jalur kereta api dilakukan pada
tanggal 1 Oktober 1892 di Kota Padang,
beriringan dengan pembukaan Pelabuhan
Teluk Bayur. Pada saat yang sama juga
dilaksanakan pembukaan hubungan kereta
api Padang-Teluk Bayur, Solok, Muaro
Kalaban dan stasiun terakhir sebelum
terowongan menuju tambang batu bara
Sawahlunto. Peresmian ini memberikan
dampak positif terhadap Kota Padang sebagai
pusat Pemerintah Hindia Belanda di Sumbar
karena menjadi Kota perdagangan yang
penting karena adanya Pelabuhan Teluk
Bayur dan kegiatan ekspor impor batu bara.23
Akan tetapi resiko yang dialami oleh
pemerintah Hindia Belanda dengan
mengeluarkan biaya yang cukup besar sekitar
19.400.000 gulden.24
Sejak dioperasikan jalan kereta api di
Sumbar, terjadi peningkatan ekonomi
terutama daya angkut batu bara dari
Ombilin. Dalam laporan tahunan perusahaan
kereta api di Sumbar dan tambang batu bara
Ombilin tahun 1906 menunjukkan surplus
22 S. A. Reitsma, De staatsspoorweg ter
Sumatra's Westkust (S.S.S.) (Den Haag : Moorman’s Periodieke Pers, 1943).hlm. 4.
23 Rusli Amran, op.cit,. hlm 315 24 Rusli Amran, op.cit,. hlm 303-304 Lihat juga
Imam Subarkah, Sekilas 125 Tahun Kereta Api kita 1876-1992, (Bandung: Balai Besar Perumka,1992). hlm, 26-26
Analisis Sejarah, Volume 6, No. 2, 2017 © Labor Sejarah, Universitas Andalas
~ 193 ~
keuntungan sekitar 530.000 Gulden dari
23.750.000 investasi perusahaan-perusahaan
Belanda. Surplus ini didapat 2.23% dari dana
investasi. Pada tahun sebelumnya tercatat
keuntungan yang didapat perusahaan ini
antara lain 3.78% pada tahun 1897, 4.58
dalam% 1898, 5.47% pada tahun 1899, 6.02%
pada tahun 1900, 5.11% pada tahun 1901,
3.26% pada tahun 1902, 3.11% pada tahun
1903, 1.7% pada tahun 1904 dan 2.1% pada
tahun 1905.25
Melihat peningkatan keuntungan diatas,
pemerintah Hindia Belanda kembali
merencanakan perluasan jalur kereta api ke
pantai timur Sumatera pada tahun 1905.
Perluasan ini dilakukan karena kekuasaan
Belanda sudah kokoh di daerah tersebut.
Sebenarnya rencana perluasan ini sudah
dibicarakan ketika pembukaan jalur kereta
api di Sawahlunto, akan tetapi pada saat itu
sempat tertunda pelaksanaannya karena
belum memungkinkan.26
Selanjutnya kontruksi rel kereta api yang
bergerigi di pakai pada jalur Kandang Ampat-
Padang Panjang denan panjang tanjakan 12.7
km dari 15.4 km. Selanjutnnya dari Padang
Panjang- Batu Tabal panjang tanjakan 7.6 km
dari 18.7 km. Sedangkan dari Padang Panjang-
Payakumbuh melalui Bukitinggi 12.9 km
panjang tanjakan dari 52.7 km. Kereta api
yang melalui jalur ini menggunakan
lokomotif dengan rel yang bergerigi.
Kontruksi rel dibangun untuk menguatkan
cengkraman rel saat jalan menanjak. Gigi rel
25 S. A. Reitsma, op.cit,. hlm. 33 26 Mira Suswita, Pekerja Baja Perusahaan
Umum Kereta Api Eksploitasi Sumatera Barat Jalur Indarung – Teluk Bayur 1991-1999, skripsi (Padang : Fakultas Sastra Sejarah Unand, 2003). hlm 18-19
dipasang pada bagian tengah rel. Sepanjang
jalur ini tercatat sekitar 86.8 km.27
Pada masa itu, semakin tinggi angka
penggunaan kereta api maka semakin mahal
harga tiket. Pada tahun 1906 terjadi kenaikan
harga tiket dari 2 tipe lokomotif. Kenaikan
harga tiket hampir mencapi ¼ dari harga
tiket yang lama. Kenaikan ini dipicu oleh
kebutuhan angkutan barang dari Solok ke
Sawahlunto. Perbandingan dengan harga
tiket tahun 1907 dengan tahun 1910
meningkat 50% dari tiket sebelummnya.
Tetap saja harga tiket dari Solok ke Batu
Tabal dan Kayu Tanam sampai ke Pelabuhan
Teluk Bayur meningkat lebih tinggi
dibanding jalur lain. Peningkatan harga tiket
dari pedalaman ke pelabuhan berkenaan
dengan komoditi unggulan seperti hasil
pertanian yang diangkut. Selain itu, biaya
dikeluarkan pada trayek ini banyak dari
trayek lain karena jalur ini terlalu panjang.
Peningkatan harga tiket juga dipengaruhi
oleh kondisi Sumbar pada awal abad 20. Saat
itu munculnya elit-elit baru seperti penghulu
yang diangkat menjadi laras. Pada masa ini,
hanya penghulu saja yang mampu
melakukan perjalanan dengan menggunakan
kereta api. Situasi ini diklaim dapat
meningkatkan martabat mereka di mata
masyarakat. Salah satu cara yang
dipergunakan Belanda untuk menaikan
gengsi pada penghulu dimuka masyarakat
dan rakyat dengan uang dan kemewahan.
Kepala lareh adalah jabatan tertinggi untuk
pribumi (sesudah regent) dengan gaji mula –
mula 20 Gulden. Kemudian gajinya 5 Gulden,
dengan gaji sebanyak ini maka tuanku lareh
mencari penghasilan dari “luar” supaya
terlihat mencolok dan terkesan mewah
27S.A. Reitsma, op.cit,. hlm 32 -33
Analisis Sejarah, Volume 6, No. 2, 2017 © Labor Sejarah, Universitas Andalas
~ 194 ~
dengan cara memeras rakyat. 28 Tingginya
angka penggunaan kereta api dalam tiga
tahun menyebabkan kenaikan harga tiket
melonjak 2 kali lipat. Lonjakan harga tiket
terjadi pada jalur kereta api Kayu tanam ke
pelabuhan Teluk Bayur, dan jalur Solok ke
Batu Tabal. Berbeda di daerah jajahan yang
perekonomian bersifat eksploitasi secara
konvensional yang memeras daerah jajahan.
Di Negeri Belanda, parlemen Belanda
dikuasai orang-orang yang memiliki paham
liberal, mereka mengusulkan politik etis atau
balas budi terhadap daerah jajahan.
Menanggapi hal tersebut pada tahun 1907,
Pemerintah Hindia Belanda kembali
membuat survei tentang trayek kereta api di
Sumatera bagian tengah untuk melancarkan
rencana politik etis tentang transmigrasi
orang Jawa ke Sumatera.
Kebijakan tranmigrasi dari pulau Jawa ke
Sumbar, menurut pandangan pemerintah
Hindia Belanda lebih mudah dengan
menggunakan kereta api karena dapat
mengangkut lebih banyak orang.
Kepentingan ini bukan politik etis semata,
akan tetapi juga misi terselubung memenuhi
kuota buruh diperkebunan pantai timur
Sumatera. Sekaligus solusi cara praktis dalam
pengembangan perdagangan antara
Padangsche Bovenlanden dengan Sumatera
bagian timur.
Pandangan untuk membangun kembali
jalur ini dirasakan sangat penting. Selain
untuk keperluan politik etis ada faktor lain
yang menjadi pertimbangan Pemerintah
Hindia Belanda antara lain berkembangnya
28 Nuzul Afza Bt Md. Khlmid, “Kelas
Menengah Minangkabau : Aspek historis dalam Novel Minangkabau Sebelum Perang Dunia dua,” Skripsi. (Padang : Fakultas Sastra jurusan Sejarah Universitas Andalas, 1993). hlm. 29-30.
perkebunan. Mengembangkan perkebunan
dengan cara membuka kembali rute
perdagangan yang telah lama dipakai oleh
orang Minangkabau selama berabad-abad ke
pantai timur terus ke Malaka. Tujuan semua
ini untuk memperkokoh posisi Belanda
sebagai penguasa Hindia Belanda.29
Merealisasikan pembangunan jalur dari
pantai barat ke pantai timur Sumatera ini
masih menjadi perdebatan. Selain itu
Pemerintah Hindia Belanda juga disibukkan
dengan berbagai urusan pemerintahan yang
terjadi di Sumbar. Kondisi-kondisi yang
terjadi di Indonesia secara keseluruhan juga
mempengaruhi lambatnya proses
pembangunan. Akhirnya rencana ini menjadi
wacana sampai Jepang menguasai Indonesia.
Akibatnya sejak tahun 1918, kereta api
memberikan keuntungan keuangan kepada
Belanda. Keuntungan ini belum termasuk
dari hasil produksi pertambangan dan hasil
dari Pelabuhan Teluk Bayur. Meningkatnya
produksi batu bara juga meningkatkan
transportasi batu bara ke Pelabuhan Teluk
Bayur. Pemerintah juga mendapat
pemasukan dari biaya transportasi
perusahaan kereta api masih menerima
400.490 Gulden yaitu 4% dari biaya
konstruksi pembangunan rel kereta dari
Padang Panjang ke Sawahlunto.
Perusahaan kereta api menerima
keuntungan dari pembayaran tunai
perusahaan pertambangan debit (tagihan)
dari pembiayaan proyek bahan batu bara
yang ditagih secara khusus. Pada tahun yang
sama terjadi eksploitasi ekonomi dari sungai
Limau ke Tiku melalui Lubuk Basung berupa
pengangkutan hasil alam.30 Semenjak
29Rusli Amran, op.cit,. hlm. 313-314 30S.A. Reistma. op.cit,. hlm 91
Analisis Sejarah, Volume 6, No. 2, 2017 © Labor Sejarah, Universitas Andalas
~ 195 ~
diresmikan, jalur kereta api juga dibangun di
daerah lain seperti Muaro Kalaban-
Sawalunto pada tahun 1894, 2 tahun
kemudian dibangun juga jalur Bukuttinggi-
Payakumbuh pada tahun 1896. Pada jalur
Lubuk Alung-Pariaman selesai pada tahun
1908. Jalur Pariaman-Naras selesai pada
Januari tahun 1911. Sedangkan untuk jalur
Muaro Kalaban-Muaro Sijunjung yang
sedikit lebih awal dari jalur lain diselesaikan
pada tahun 1924. Dalam 22 tahun telah selesai
dibangun ]jalur kereta api di Sumbar
sepanjang 230 Km.31
Pada masa ini Sumbar telah menjadi
daerah yang maju dalam bidang transportasi.
Kemajuan ini didukung dengan lancarnya
pengangkutan barang hasil bumi,
pengangkutan semen Indarung ke daerah
pedalaman, mengangkut hasil perkebunan
milik maskapai asing dan pengangkutan
penumpang. Sebenarnya dibalik semua itu,
kereta api berfungsi sebagai sarana utama
untuk meningkatkan eksploitasi ekonomi,
dan tetap berlanjut sampai pada saat Jepang
menduduki Sumbar.32
III. KESIMPULAN
Pada Awal tahun 1950-an pemerintah
Indonesia menasiona-lisasikan seluruh aset-
aset perusahaan kereta api milik Belanda.
Tujuannya untuk membangun
perekonomian Indonesia yang hancur akibat
perang kemerdekaan.33 Setelah perang
kemerdekaan sarana dan prasarana kereta api
di Sumbar banyak yang hancur akibat perang,
sehingga perlu perbaikan. DKA (Djawatan
31 Arsip PT Kereta Api, urusan diklat dan laporan
personalia/sejarah KA ESB, hlm ii 32 Mira Suswita, op.cit,. hlm 19 33 Riswandi, op.cit,. hlm 13
Kereta Api) pun memesan lokomotif untuk
melakukan peremajaan. Dekade 1950-1960-an
merupakan “masa perjuangan” sebab DKA
harus bertahan dengan banyak jalur yang
merugi, dan kurangnya sarana dan prasarana,
itu pun dengan kondisi yang sangat
memprihatinkan. Meski demikian, pada era
1950-an kereta api menjadi alat transportasi
penting dengan datangnya lokomotif diesel.
Pada 1957-1967 sekitar 250 lokomotif diesel
beroperasi, dan menggantikan berbagai lok
uap yang banyak beroperasi di lintasan utama.
Di tahun 1963, DKA berubah menjadi
Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA).
Rel bergerigi yang ada di Sumatera Barat
yang banyak tentu mengunakan bahan bakar.
Banyaknya tanjakan dan lengkungan yang
dilalui oleh kereta api memerlukan batu bara
lebih dari pada rel yang tidak bergerigi di
daerah datar, sehingga biaya yang dikeluarkan
disesuikan dengan pengunaan bahan bakar.
Akibatnya harga tiket dijual sesuai dengan
jalur yang dilalui dan mempengaruhi harga
tiket. Harga tiket yang dijual pada jalur yang
bergerigi lebih mahal dari jalur kereta api yang
tidak bergerigi. Sayangnya, sekarang ini jalur
kereta api ini tidak lagi dipergunakan secara
keseluruhan. Jalur kereta api dari Kayu Tanam
ke Padang Panjang tidak lagi dioperasikan
semenjak gempa Sumbar tahun 2009.
Terjawab sudah cara kereta api melewati jalur
yang menanjak. Memanfaatkan bentangan rel
yang ada di tengah-tengah untuk
mencengkram gigi lokomotif.
Sempat mengalami masa jaya di masa
kolonial Belanda, kereta api tidak mampu
bangkit. Pada masa kolonial Belanda, kereta
api di sumbar mengandalkan angkutan batu
bara dan semen curah sebagai angkutan
utama. sedangkan tekonlogi perkeretaapian
di Sumatera Barat sudah termasuk modern
Analisis Sejarah, Volume 6, No. 2, 2017 © Labor Sejarah, Universitas Andalas
~ 196 ~
dan [embuatan rel kereta api mampu
beradapatasi dengan kondisi geografis yang
ada di Sumatera Barat yang berbukit-bukit.
[*]
Analisis Sejarah, Volume 6, No. 2, 2017 © Labor Sejarah, Universitas Andalas
~ 197 ~
DAFTAR BACAAN
A. Buku
Abdullah, Taufik. Sejarah Lokal di Indonesia, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1979. Amran, Rusli. Sumatera Barat hingga Plakat Panjang. Jakarta : Sinar Harapan, 1986. F.R. Ankersmit, Refleksi tentang Sejarah (terj.Dick Hartoko), Jakarta : PT. Gramedia, 1987. Freek Colombijn, Paco Paco Kota Padang: Sejarah Sebuah Kota Di Indonesia Pada Awal
Abad Ke-20 Dan Pengaturan Ruang Kota, (Yogyakarta : Ombak, 2006). Kamus Besar Bahasa Indonesia 1.2 versi offline mengacu pada KBBI Daring edisi
III) hak Cipta Pusat bahasa http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi. 2010-2011.
Mestika Z (dkk), Sumatera Barat Di Panggung Sejarah 1945-1995, (Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan, 1998) Ofyar, Tamin Z. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Bandung: Penerbit ITB, 1997. Robert Cribb, Historical Atlas of Indonesia,(London : Curzon Press, 2000) Rusli Amran, Padang Riwayatmu Tempo Dulu, (Jakarta : Mutiara Sumber Widya,
1986) Rustian Kamaluddin, Perkembangan Dan Pembangunan Sarana Perhubungan Dalam
Pembangunan Regional, (Padang : Universitas Andalas, 1981). S. A. Reitsma, De staatsspoorweg ter Sumatra's Westkust (S.S.S.) (Den Haag :
Moorman’s Periodieke Pers, 1943) Sjamsuddin, Helius. Metodologi Sejarah. Yokyakarta: Ombak, 2007. Subarkah, Imam. Sekilas 125 Tahun Kereta Api Kita 1867-1992. Bandung: Balai Besar Perumka,
1992. Subekti, “Kamus Hukum “, Pradnya Paramitha, Jakarta, 1969. Taha, Hamdi A. Riset Operasi Suatu Pengantar, Jilid I. Jakarta : Binarupa Aksara, 1996.
Analisis Sejarah, Volume 6, No. 2, 2017 © Labor Sejarah, Universitas Andalas
~ 198 ~
Tsuyoshi Kato, Adat Minangkabau dan Merantau Dalam Perspektif Sejarah.(Diterjemahkan Dari : Matrilini Migration Evolution Minangkabau Traditions In Indonesia).(Ithaca, N.Y : Cornell University Press, 1982) – (Jakarta : Balai Pustaka, 2005).
B. Skripsi dan Laporan Arsip Perumka Eksploitasi Sumbar, Masalah JAMSOSEK, Arsip Perumka Eksploitasi Sumbar, Mengenai Masalah Cuti Pegawai Perumka, 1979. Arsip Perumka Eksploitasi Sumbar, Mengenai Pokok-Poko Dan Hak Wewenang
Kepegawaiaan Perumka, 1993, Arsip Perumka, Register Mutasi pegawai , salinan tahun 1984-1993 Arsip PT Kereta Api, urusan diklat dan laporan personalia/sejarah KA ESB Arsip PT. Kereta api lampiran 1 SK DIREKSI PT. KERETA API INDONESIA
(PERSERO) NOMOR : KEP.U/OT.003/VVI/1/KA-2001 TANGGAL 7 JULI 2011 Asnan, Gusti (dkk), Sejarah Transportasi : Involusi Peranan Kereta Api Di Sumatera Barat,
Laporan. Padang : Fakultas Sastra, Pusat Penelitian Universitas Andalas, 1991. Baharmis. P.J.K.A Eksploitasi Sumatera Barat : Suatu Tinjauan Tentang Lalu
Lintas Angkutan Skripsi. Padang : Universitas Andalas, 1976. BAPPEDA, Sumatera Barat dalam angka tahun 1980 Irfan, Kereta Api Wisata Di Sumatera Barat 1992 – 2002, Skripsi. Padang ; Universitas
Andalas, 2002. Irwanto. Keberadaan Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan DLLJ di Sumatera Barat, Skripsi.
Padang : Universitas Andalas, 2001. Jogi Tjiptadi Soedarjono, “Kontrak Production Sharing sebagai landasan kegiatan
Eksplorasi/Eksploitasi Minyak di lepas pantai”, Skripsi, FH UI, 1984. Jufri Sahrun. Perkembangan perusahaan pengelolah pelabuhan: studi kasus PT. pelabuhan
Indonesia I Cabang Dumai 1991 – 1999 Skripsi. Padang: Universitas Andalas, 2007. Kiswati, Jalan Kereta Api Padang – Pariaman Dan Perkembangannya 1950 -1980
Skripsi. Padang : Universitas Andalas, 1997. Laporan Ikhitisar PERUMKA, Mengenai Jadwal Kerja, 1996 Laporan keuangan tahun 1994-1995 dan 1995-1996, Perumka ESB
Analisis Sejarah, Volume 6, No. 2, 2017 © Labor Sejarah, Universitas Andalas
~ 199 ~
Laporan tahun 1992-1996, Perumka ESB Laporan tahunan PT. INKA 2010, Jakarta, Mira Suswita, Pekerja Baja Perusahaan Umum Kereta Api Eksploitasi Sumatera
Barat Jalur Indarung – Teluk Bayur 1991-1999, skripsi (Padang : Fakultas Sastra Sejarah Unand, 2003).
Rencana Induk Perkeretaapian Nasional, Jakarta : Direktorat Jenderal Perkeretaapian -
Kementrian Perhubungan, 2011. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1998 tentang Pengalihan
Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api Menjadi Perusahaan Perseroan (PT)
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1998 tentang Pengalihan
Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero)
Riswandi, Kereta Api Angkutan Batu – Bara Di Sumbar Tahun 1977 – 1998, Skripsi. Padang :
Universitas Andalas, 2000. Staatsspooren tramwegen in Nederlandsch-Indië 1875 6 april 1925, an electrifying memorial
book, ed. Topografische Inrichtingen Batavia 1925 A survey of maps, statistics and photographical impressions composed by drs (Msc) Dirk Teeuwen,
Statistik Perhubungan 2006, Laporan. Jakarta : Badan Pusat Statistik, 2006. Sumatera Barat Dalam Angka 1977, 1977, 1980, 1982, 1983, 1986 1990, 1994,1995,
1998, 2000, 2004, 2005, 2009, 2010 Badan Pusat Statistik provinsi Sumatera Barat kerjasama dengan Badan Perncanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) tingkat I Privinsi Sumatera Barat.
Sutarjo Sigit, “Perkembangan Pertambangan di Indonesia”, Materi Kuliah
Pelatihan Hukum Perpajakan di bidang Pertambangan dan Migas, Yayasan Krida Caraka Bumi, Departemen Pertambangan dan Energi, Jakarta, 1994.
Widjaja Martokusumo, Mendaur Ulang Kota Tambang Sawahlunto Beberapa
Catatan tentang pendekatan Konservasi dalam Revitalisasi, Makalah bahan kajian mata kuliah pilihan RK 7112 Topik Khusus dalam Perancangan Kota pada Program Magister Rancang Kota (RK) Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan PengembanganKebijakan (SAPPK) ITB pada semester I 2007/2008
Analisis Sejarah, Volume 6, No. 2, 2017 © Labor Sejarah, Universitas Andalas
~ 200 ~
C. Surat Kabar Aidul Adha., Hakikat Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 Tentang
Perkeretaapian. Tabloid Sibinuang, Media Internal PT KAI Divre II Sumbar, Edisi II Desember 2008.
Singalang 22 November 2001 “kereta api dan angkasa pura padang terus merugi” Tabloid Sibinuang, Media Internal PT KAI Divre II Sumbar, Edisi II Desember 2008. Tri Septa Riza., Potensi Pengembangan Aset Kereta Di Sumatera Barat. Tabloid Sibinuang,
Media Internal PT KAI Divre II Sumbar, Edisi II Desember 2008. D. INTERNET History of Railways in Indonesia.keretapi.tripod.com/history.html di unduh tanggal 16
juni 2013 jam 17.00 http://issuu.com/haluan/docs/hln011011/2 diunduh tanggal 3 April 2014 http://www.antarasumbar.com/berita/padang/d/2/51373/pt-ka-rugi-rp165-m-akibat-gempa.html
diunduh tanggal 3 April 2014. Profil dan manajemen, Sejarah Perkeretaapian, http://www.kereta-api.co.id/#tentang-
kami-5 di unduh tanggal 12 mei 2013 jam 19 53
Top Related