52
PENERAPAN SEDERHANA FISIKA PADA BIDANG TEKSTIL
Abstrak
Pada bab ini dibahas dan dijabarkan beberapa contoh penerapan
rumusan fisika untuk meninjau sifat bahan tekstil ditinjau dari
aspek fisika, seperti aspek termal, mekanik, kelistrikan, akustik
dan optik untuk peristiwa-peristiwa pada tinjauan sistem
kerangka koordinat kartesian.
1. Evaluasi Bahan Tekstil pada Sifat Mekanik 1.1. Pada pertenunan Penerapan pemodelan untuk memprediksi pergerakan suatu benang dalam pemintalan ataupun pertenunan telah dikerjakan oleh banyak peneliti 1-8. Air Jet Loom adalah salah satu jenis mesin tenun yang digunakan dalam pembuatan kain di industri tekstil dikarenakan tingginya produktifitas dan kecakapan (versatility) dalam proses pertenunan yangmana benang pakan diluncurkan dengan menggunakan menggunakan tekanan udara. Benang pakan diluncurkan dengan aliran udara berkecepatan tinggi yang disebabkan adanya gaya gesek antara benang serta gaya gesek yang diakibatkan oleh udara yang berasal dari nozzle dengan tekanan tinggi. Persamaan gerak benang pakan (weaf yarn) terhadap gaya gesek dapat dijabarkan sebagai berikut. Dapat dilihat pada Gambar-1 skema alat Air Jet Loom dan Gambar-2 Pergerakan benang pakan
Gambar-1 Mesin Air Jet Loom
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 53
Gambar-2 Pergerakan Benang Pakan
Persoalan di atas adalah persamaan gerak pada kerangka acuan non inersia. Persamaan gerak dilihat pada kerangka gerak saat kecepatan 𝑥′ (menurut kerangka gerak) adalah selisih antara kecepatan saat ditinjau di kerangka diam 𝑥 (benang pakan) dengan kecepatan kerangka gerak 𝑋 yang diakibatkan adanya angin.
𝑥 ′ = 𝑥 − 𝑋 (1) Turunan terhadap waktu adalah
𝑥 ′ = 𝑥 − 𝑋 = 𝑢 − 𝑣 (2)
𝐹 = 𝑚𝑎𝑥 (3)
Jika benang pakan bergerak dengan kecepatan konstan, maka
𝐹 = 𝑚𝑎𝑥 = 0 (4)
𝐹𝑛 − 𝐹𝑔𝑛 = 0
𝐹𝑛 ,𝐹𝑔𝑛 adalah gaya luncur benang dan gaya gesek benang, maka
(5)
𝐹𝑛 = 𝐹𝑔𝑛 (6) Besar 𝐹𝑔𝑛 dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut
𝑑𝐹𝑛 = 𝑑𝐹𝑔𝑛 = 𝜇𝜍𝑑𝐴 (7)
𝜇,𝜍,𝐴 adalah koefisien gesek, tekanan geser dan luasan permukaan benang yang terkena gaya hambat udara. Jika diandaikan benang pakan berjejari 𝑟 berbentuk silinder, maka luas permukaan silinder adalah 2𝜋𝑟𝑑𝑥
𝑑𝐹𝑛 = 𝑑𝐹𝑔𝑛 = 𝜇𝜍 2𝜋𝑟𝑑𝑥
𝑑𝐹𝑛
𝐹𝑛
𝐹𝑜
= 𝑑𝐹𝑔𝑛
𝐹𝑔𝑛
0
= 𝜇𝜍 2𝜋𝑟 𝑑𝑥𝐿=𝑙+𝑠
𝑜
𝐹𝑛 −𝐹𝑜 = 𝜇𝜍 2𝜋𝑟𝐿 = 𝜇𝜍 𝜋𝐷𝐿
(8) (9) (10)
𝜍 =1
2𝜌(𝑢 − 𝑣)2, dengan 𝜌 adalah densitas hambatan udara sehingga
dapat dituliskan
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 54
𝐹𝑛 − 𝐹𝑜 = 𝐹𝑔𝑛 =1
2𝜇𝜌(𝑢 − 𝑣)2𝜋𝐷𝐿
(11)
Sehingga
𝐹𝑔𝑛 =1
2𝜇𝜌(𝑢− 𝑣)2𝜋𝐷𝐿
𝜇 =2𝐹𝑔𝑛
𝜌(𝑢− 𝑣)2𝜋𝐷𝐿=
2𝐹𝑔𝑛𝜌 𝑥 ′2𝜋𝐷𝐿
=2𝐹𝑔𝑛
𝜌 𝑥 ′2𝜋𝐿 (0,04 𝑇𝑡)
(12) (13)
Jika benang pakan diluncurkan dengan kecepatan awal sebesar 𝑥 𝑜
dan benang pakan memiliki nilai kehalusan atau nomor benang
𝜆 = 𝑇𝑡 dengan radius lubang tiup nozzle 𝑟𝑜 , maka dapat dituliskan
𝜇 =2𝐹𝑔𝑛
𝜌 𝑥 ′2𝜋𝐿 0,04 𝑇𝑡
(14)
𝜇 =𝐹𝑔𝑛
𝜌 𝑥 ′
𝑥 𝑜
2
𝑥 𝑜2𝜋 0,04 𝑇𝑡 𝑟𝑜
𝐿𝑟𝑜
(15)
Karena 𝐹𝑛 − 𝐹𝑜 = 𝐹𝑔𝑛 , maka
𝜇 =𝐹𝑛 −𝐹𝑜
𝜌 𝑥 ′
𝑥 𝑜
2
𝑥 𝑜2𝜋 0,04 𝑇𝑡 𝑟𝑜
𝐿𝑟𝑜
(16)
𝐹𝑛 −𝐹𝑜 = 𝜇𝜌 𝑥 ′
𝑥 𝑜
2
𝑥 𝑜2𝜋 0,04 𝑇𝑡 𝑟𝑜
𝐿
𝑟𝑜
(17)
ΔF
𝜋𝑟𝑜2
= 𝜇𝜌 𝑥 ′
𝑥 𝑜
2
𝑥 𝑜2 0,04 𝑇𝑡
𝐿
𝑟𝑜2
Sehingga besar tekanan udara p yang dibutuhkan adalah
(18)
p = 𝜇𝜌𝑥 𝑜2 0,04 𝑇𝑡
𝑥 ′
𝑥 𝑜
2
𝐿
𝑟𝑜2 = 𝜇𝜌𝑥 𝑜
2𝑑𝑏𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔 𝑥 ′
𝑥 𝑜
2
𝐿
𝑟𝑜2
menurut Trommer 8, 𝑑𝑏𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔 = 0,04 𝑇𝑡
p = 𝜇𝜌𝑥 𝑜2𝑑𝑏𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔
𝑥 ′
𝑥 𝑜
2
𝐿
𝑟𝑜2 =
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑥 𝑜2
𝑁𝑚
𝑥 ′
𝑥 𝑜
2
jika kecepatan benang 𝑥 ′ = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 𝑁𝑚𝑛/2, maka
(19) (20)
p = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑁𝑚
𝑛
𝑁𝑚1/2
= 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 𝑁𝑚
2𝑛−12
(21)
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 55
nilai 𝑛 didapatkan melalui data fitting dengan plot 𝑝 vs 𝑁𝑚 Dapat diperlihatkan pada Tabel-1 di bawah (berdasarkan hasil eksperimen) hubungan antara nomor benang pakan Ne terhadap tekanan main Noozle yaitu
Tabel 1. Hubungan nomor benang Ne terhadap tekanan main Noozle
Nomor
benang (Ne)
𝐩 Tekanan
(Mpa)
Kualitas
20 0.39 baik
30 0.36 baik
40 0.33 baik
1.2. Pada pemintalan Pemintalan adalah salah satu proses pembentukan serat atau
filamen dari bahan alami atau polimer sintetik menjadi benang
dengan cara melakukan puntiran 1,2,3,4. Dalam proses pemintalan
terdapat beberapa perbedaan jenis sistem pintal, seperti open end spinning, ring spinning dan juga air jet spinning. 3 Spinning atau
dalam bahasa indonesia dikenal dengan sebutan pemintalan adalah
proses mengubah bahan baku berupa serat menjadi benang dengan
tahapan-tahapan proses tertentu. Adapun dalam proses
pembuatannya dimulai dengan pembukaan gumpalan serat,
pembersihan serat, pencampuran serat, pelurusan serat,
perangkapan dan peregangan serat, sampai dengan pemberian
antihan atau twist menjadi benang. Secara umum ada dua jenis
proses pemintalan atau Spinning, sistem ring spinning dan open end
spinning. Menurut Lawrence4 proses pemintalan dengan
menggunakan sistem ring spinning adalah yang paling umum
dilakukan di industri tekstil.Lawrence menyatakan bahwa bagian
terpenting dari suatu proses pemintalan adalah jenis serat yang
dapat dipintal, besar nilai ekonomis proses pemintalan serta
kesesuaian dan hasil struktur benang serta kualitasnya yang dapat
digunakan secara lebih luas pada hasil akhir. Beberapa peneliti1-7
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 56
telah merumuskan pergerakan serat pada benang menggunakan
pemodelan secara mekanis. Hasil pemodelan memperlihatkan hasil
yang cukup baik secara komputasi dengan tinjauan dinamika klasik
dan kalkulus tensor. Putra dkk1,2 menyatakan bahwa semakin besar
nilai nomor benang dalam Nm, maka semakin besar pula antihan.
Besar antihan akan mempengaruhi besar kekuatan benang serta
ketahanan (tenacity) benang. Semakin besar antihan, maka akan
semakin rendah kekuatan serta ketahanan benang. Penelitian
tentang dinamika pergerakan serat pada benang telah banyak
dilakukan oleh berbagai peneliti dengan berbagai kajian dinamika
dan berbagai perumusan yang mampu untuk memprediksi efek
pergerakan serat dan benang terhadap sifat kualitas benang. 1-7
Menurut Lawrence4 sistem mesin ring spinning memiliki bagian-
bagian seperti pada Gambar 3 di bawah
Gambar 3. Skema mesin ring spinning4
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 57
Material serat yang dipintal dimasukkan dalam sistem drafting. Pada
Gambar 3 memperlihatkan bahwa Lappet berada di bawah drafting
dan ring serta spindle berada di tengah, dengan ring, spindle dan
lappet memiliki sumbu utama yang berhimpit (coaxial).benang
bergerak dari drafting menuju ke lappet, kemudian pada putaran
traveler dan akhirnya menuju ke spindle. Jika dimisalkan bahwa
traveler bergerak dengan kecepatan sudut tertentu sebesar 𝜙 yang
dikarenakan pergerakan putaran spindle sebesar 𝜃 dan benang
bergerak dengan kecepatan putaran antihan sebesar 𝜓 dengan
kecepatan linear dari front roller pada drafting sebesar 𝑣𝑓 serta
jejari benang adalah 𝑟 dengan jejari circular trajectory pada ring
adalah sebesar R, seperti pada Gambar 4, maka perumusan antihan
benang dapat dijabarkan sebagai berikut:
Gambar 4 Pemodelan pergerakan benang
Berdasarkan Gambar 4 dapat diperlihatkan bahwa benang bergerak
dalam kerangka acuan non inersial dengan posisi dan kecepatan
dapat dirumuskan sebagai persamaan (21) dan persamaan (22)
𝜃 𝑅 + 𝑟 = 𝜓𝑟 +𝜙𝑅 (21)
𝜃 𝑅 + 𝑟 = 𝜓 𝑟 +𝜙 𝑅 (22)
saat 𝜓 𝑟 = 𝑣𝑓 kecepatan linear benang, maka
𝜃 𝑅 + 𝑟 = 𝑣𝑓 +𝜙 𝑅 (23)
𝑣𝑓 = 𝜃 𝑅 + 𝑟 −𝜙 𝑅 (24)
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 58
dengan besar kecepatan putaran spindle untuk satu putaran penuh
dapat dijabarkan sebagai berikut
𝜃 𝑅 + 𝑟 = 𝜃𝛽 =360𝑜
180𝑜𝜋𝛽
(25
)
𝜃 𝑅 + 𝑟 = 𝜃𝛽 = 2𝜋𝛽 (26
)
𝜃 𝑅 + 𝑟 = 𝜃𝛽 = 𝜋𝑑𝛽 (27
)
𝜃 𝑅 + 𝑟 = 𝜃 𝛽 = 𝑛𝑠𝑝𝑖𝑛𝑑𝑙𝑒 𝜋𝑑𝛽 (28
)
dengan 𝛽 adalah jarak 𝑅 + 𝑟 dan 𝑑𝛽 = 2𝛽 serta 𝑛𝑠𝑝𝑖𝑛𝑑𝑙𝑒 adalah
jumlah putaran spindle tiap menit (rpm). Begitupun besar kecepatan
putaran untuk traveler dapat dijabarkan sebagai berikut
𝜙𝑅 =360𝑜
180𝑜𝜋𝑅
(29)
𝜙𝑅 = 2𝜋𝑅 (30)
𝜙𝑅 = 𝜋𝑑 (31)
𝜙 𝑅 = 𝑛𝑡𝑟𝑎𝑣𝑒𝑙𝑒𝑟 𝜋𝑑 (32)
dengan d adalah diameter ring dan 𝑛𝑡𝑟𝑎𝑣𝑒𝑙𝑒𝑟 adalah jumlah putaran
traveler tiap menit (rpm). Substitusikan persamaan (32) dan
persamaan (28) ke dalam persamaan (24), maka didapatkan
persamaan (33) di bawah
𝑣𝑓 = 𝑛𝑠𝑝𝑖𝑛𝑑𝑙𝑒 𝜋𝑑𝛽 −𝑛𝑡𝑟𝑎𝑣𝑒𝑙𝑒𝑟 𝜋𝑑 (33)
𝑣𝑓 = 𝑛𝑠𝑝𝑖𝑛𝑑𝑙𝑒 𝑑𝛽𝑑 − 𝑛𝑡𝑟𝑎𝑣𝑒𝑙𝑒𝑟 𝜋𝑑
(34)
𝑣𝑓 = 𝑛𝑠𝑝𝑖𝑛𝑑𝑙𝑒 𝑀𝑘 − 𝑛𝑡𝑟𝑎𝑣𝑒𝑙𝑒𝑟 𝜋𝑑 (35)
dengan 𝑀𝑘 = 𝑑𝛽
𝑑 adalah suatu konstanta.
Jika dimisalkan bahwa diameter benang (2r) sangatlah kecil
dibandingkan diameter ring (2R), maka 𝑑𝛽
𝑑≈ 1, sehingga persamaan
(35) dapat dituliskan sebagai
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 59
𝑣𝑓 = 𝑛𝑠𝑝𝑖𝑛𝑑𝑙𝑒 − 𝑛𝑡𝑟𝑎𝑣𝑒𝑙𝑒𝑟 𝜋𝑑 (36
)
Berlaku untuk 𝑑𝛽 ≈ 𝑑
Antihan didefinisikan sebagai rasio perbandingan kecepatan putar
spindle terhadap kecepatan linear benang, 𝑣𝑓,4 , maka dapat
dijabarkan bahwa
𝑣𝑓 = 𝑛𝑠𝑝𝑖𝑛𝑑𝑙𝑒 − 𝑛𝑡𝑟𝑎𝑣𝑒𝑙𝑒𝑟 𝜋𝑑 (37)
𝑣𝑓𝜋𝑑
= 𝑛𝑠𝑝𝑖𝑛𝑑𝑙𝑒 −𝑛𝑡𝑟𝑎𝑣𝑒𝑙𝑒𝑟 (38)
𝑛𝑠𝑝𝑖𝑛𝑑𝑙𝑒 = 𝑛𝑡𝑟𝑎𝑣 𝑒𝑙𝑒𝑟 +𝑣𝑓𝜋𝑑
(39)
𝑇𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 =𝑛𝑠𝑝𝑖𝑛𝑑𝑙𝑒𝑣𝑓
(40)
𝑇𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 =𝑛𝑠𝑝𝑖𝑛𝑑𝑙𝑒𝑣𝑓
=𝑛𝑡𝑟𝑎𝑣𝑒𝑙𝑒𝑟
𝑣𝑓+
1
𝜋𝑑
(41)
𝑇𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 = 𝑇𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎 +1
𝜋𝑑
(42)
𝑇𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 − 𝑇𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎 = ∆𝑇 (43)
∆𝑇
𝑇𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎100% =
𝑇𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 −𝑇𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎𝑇𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎
100%
(44)
Pada persamaan (43) dapat diperlihatkan bahwa terdapat
perbedaan antihan antara antihan yang disetting pada mesin, 𝑇𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 ,
dengan antihan yang diukur menggunakan alat ukur twist, 𝑇𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎 ,
yaitu sebesar ∆𝑇. Hasil prediksi teori pada persamaan (44)
divalidasi secara eksperimen menggunakan mesin ring spinning
untuk beberapa nomor benang yang berbeda (dalam Ne). Hasil
validasi eksperimen di lapangan dapat diperlihatkan pada Tabel 2 di
bawah
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 60
Tabel 2. Perbedaan antihan benang dan antihan mesin
Nomor
benang (Ne)
Antihan benang
nyata (TPI)=
Tpm /39,37
𝐱
Antihan mesin
Twist (TPI)
=Tpm /39,37
T %
20 15,87 17.31 9.073
23 16,84 19.05 13.40
30 21,76 22.41 2.987
Berdasarkan Tabel 2 serta persamaan (43) dan persamaan (44)
didapatkan bahwa terdapat kesesuaian prediksi teori dengan hasil
validasi eksperimen di lapangan. Besar persentase perbandingan
antihan dipengaruhi oleh perbedaan kecepatan putar spindle
terhadap kecepatan putar traveler. Berdasarkan hasil pemodelan
kinematika dan validasi eksperimen didapatkan juga bahwa
kecepatan putar spindle, 𝑛𝑠𝑝𝑖𝑛𝑑𝑙𝑒 , akan selalu lebih besar
dibandingkan kecepatan putar traveler 𝑛𝑡𝑟𝑎𝑣𝑒𝑙𝑒𝑟 . Berdasarkan
persamaan (42) didapatkan bahwa besar antihan pada mesin,
𝑇𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 , akan memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan antihan
pada benang nyata, 𝑇𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎 . Hasil validasi eksperimen pada Tabel 2
menunjukkan bahwa 𝑇𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 akan memiliki antihan yang lebih besar
dibandingkan 𝑇𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎 dengan selisih sebesar 𝑇𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛 −𝑇𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎 = ∆𝑇
dan persentase rerata kurang lebih 2.987% hingga 13.04% .
1.3. Evaluasi Bahan Tekstil pada Sifat Termal
termodinamika adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang energi
dalam suatu materi. Termodinamika mengijinkan kita untuk
menganalisa dan memprediksi terjadinya suatu reaksi kimia tetapi
tidak menjelaskan secara detail aspek mekanika khususnya waktu
sebuah reaksi terjadi.
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 61
Kajian transfer panas ditujukan untuk : (1) untuk mengestimasi nilai
laju energy sebagai panas sepanjnag batas suatu system baik
keadaan setimbang (kokoh atau steady) dan juga keadaan transient;
dan (2) untuk menjelaskan besar suhu untuk keadaan setimbang
ataupun transient, yang juga menyediakan sebuah informasi
mengenai kemiringan suhu dan juga perubahan suhu pada berbagai
lokasi dan waktu. Dua variabel tersebut saling memiliki
ketergantungan satu dengan yang lain. Keadaan steady atau
setimbang adalah suatu keadaan yangmana tidak terdapat
perubahan flux panas sepanjang tiap waktu pada beberapa titik
dalam medium, sedangkan keadaan transient atau unsteady adalah
suatu keadaan yangmana terdapat perubahan flux panas tiap waktu.
Sebagai contoh adalah flux panas sepanjang dinding rumah yang
tidak mengalami perubahan flux panas sewaktu kondisi di dalam
rumah dan di luar rumah konstan untuk beberapa waktu yang cukup
lama. Keadaan unsteady juga dapat diterapkan seperti pada contoh
dinding rumah tersebut jikalau seiring bertambanhnya waktu
terdapat eprbedaan suhu di dalam dan di luar rumah. Contoh lain
adalah buah apel yang diletakkan pada mesin pendingin. Apel pada
mesin pendingin akan mengalami perubahan suhu seiring
berjalannya waktu pada lokasi yang sama. Selama transfer panas
pada kondisi unsteady, maka suhu normalnya akan bervariasi
terhadap waktu tapi tidak untuk posisinya. Perubahan suhu suatu
medium yang berubah secara seragam terhadap waktu namun tidak
terhadap posisinya disebut sistem gumpalan (lumped system),
sebagai contoh pemanasan sebuah kawat tembaga yang akan
berubah suhunya seiring perubahan waktu. Umumnya transfer
panas dalam kondisi transient atau unsteady sering ditemui, namun
kita dapat mengasumsikan suatu proses keadaan steady untuk
mempermudah pemodelan dan analisa suatu permasalahan. Sebagai
contoh transfer panas sepanjang dinding rumah tidak akan pernah
mengalami kondisi steady yang disebabkan adanya penagruh gaya
angin, panas matahari dan sebagainya. Kondisi pada dinding rumah
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 62
akan sangat tidak mungkin untuk mengalami kondisi steady. Jika
tujuan dari analisa transfer panas adalah untuk menentukan mesin
pemanas yang sesuai dengan kondisi rumah, maka kita cukup untuk
mengukur nilai maksimum kehilangan panas dari rumah untuk
kondisi yang paling buruk selama waktu tertentu, yang dapat
dianggap suatu kasus kondisi steady. Jika mesin pemanas cukup
untuk membuat rumah terjaga hangat dalam kondisi yang
diinginkan, maka kondisi ini sangat cukup untuk semua kondisi.
Contoh kondisi steady dan kondisi transient dapat diperlihatkan
pada Gambar-5 di bawah
Gambar-5 Kondisi steady dan unsteady
Hukum Dasar untuk mempelajari transfer panas adalah :
1) Hukum termodinamika pertama yang menyatakan bahwa
adanya kelestarian energi. Hukum ini menyatakan bahwa
terdapat suatu hubungan antara transfer panas,
penyimpanan energi dan juga pembangkitan energi dalam
suatu sistem. Relasi untuk suatu sistem tertutup dapat
dijelaskan sebagai berikut: besar transfer panas yang melalui
suatu sistem atau pergerakan partikel panas dalam keadaan
mikroskopik (dQ)+ usaha yang dibangkitkan dari luar(dW)
= perubahan energi dalam sistem (dU). Perubahan energi
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 63
dalam pada suatu sistem (dU) berbanding lurus dengan besar
densitas volume serta kapasitas panas dan perubahan suhu,
maka didapatkan persamaan berikut
𝑑𝑈 = 𝑑𝑄 + 𝑑𝑊 2) Dengan aliran panas selalu mengarah ke arah suhu yang lebih
rendah dengan nilai kemiringan suhu negative.
𝑑𝑈 = −𝑚𝑐𝑣 𝑑𝑇
Besar perubahan energi tiap satuan waktu adalah 𝑑𝑈
𝑑𝑡= −𝑚𝑐𝑣
𝑑𝑇
𝑑𝑡
Besar 𝑑𝑄
𝑑𝑡= −𝑘𝐴
𝑑𝑇
𝑑𝑥, maka
𝑑𝑈
𝑑𝑡=𝑑𝑄
𝑑𝑡+𝑑𝑊
𝑑𝑡
−𝑚𝑐𝑣𝑑𝑇
𝑑𝑡= −𝑘𝐴
𝑑𝑇
𝑑𝑥− 𝑊
Sebagai contoh usaha yang dibangkitkan dari luar adalah kenaikan
suhu kawat tembaga yang dialiri oleh arus listrik. energi arus listrik
dikonversi menjadi panas sebesar 𝐼2𝑅.
3) Hukum Newton yang menyatakan parameter aliran fluida 4) Hukum kekekalan massa digunakan untuk menentukan
parameter aliran fluida.
Sebuah medium yang mengalami perambatan panas yang diakibatkan adanya sumber luar dan terjadi secara konduksi maka akan mengakibatkan adanya konversi dari suatu energi listrik, mekanik ataupun kimia menjadi sebuah energi panas. Pada analisa konduksi panas, proses konversi panas tersebut disebut sebagai energy termal atau pembangkitan panas (heat generation). Transfer panas memiliki arah dan juga besaran yang berbanding lurus terhadap perubahan suhu tiap jarak pada arahnya. Konduksi panas pada sebuah medium umumnya dalam ruang tiga dimensi dan bergantung pada waktu dan juga suhu pada medium bervariasi terhadap posisi dan juga waktu sebagai fungsi 𝑇(𝑥, 𝑦, 𝑧, 𝑡). Konduksi panas dikatakan pada kondisi keadaan konstan saat perubahan suhunya tidak bervariasi terhadap waktu dan dikatakan tidak konstan atau transient saat perubahan suhunya tidak konstan.
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 64
Konduksi panas dikatakan dalam ruang satu dimensi saat konduksi panas tersebut secara signifikan dalam arah satu dimensi saja dan mengabaikan dua arah lainnya. Umumnya konduksi panas dapat berada dalam ruang koordinat silinder, bola dan juga kartesian.
𝑞 = −𝑘𝑑𝑇
𝑑𝑥
𝑑𝑈 = −𝑚𝑐𝑣𝑑𝑇 𝑑𝑈
𝑑𝑡= −𝑚𝑐𝑣
𝑑𝑇
𝑑𝑡
dengan 𝑑𝑄
𝐴𝑑𝑡= −
𝑚𝑐𝑣𝐴
𝑑𝑇
𝑑𝑡= −𝑘
𝑑𝑇
𝑑𝑥
𝑑𝑄
𝑑𝑡= −𝑘𝐴
𝑑𝑇
𝑑𝑥= −𝑘𝐴
∆𝑇
𝐿= −
∆𝑇
𝑅
Dengan R adalah resistansi termal, sehingga
𝑚𝑐𝑣𝑑𝑇
𝑑𝑡= 𝑘𝐴
𝑑𝑇
𝑑𝑥
𝜌𝐴𝛿𝑥𝑐𝑣𝐴
𝑑𝑇
𝑑𝑡= 𝑘
𝑑2𝑇
𝑑𝑥2𝛿𝑥
𝜌𝑐𝑣𝑘
𝑑𝑇
𝑑𝑡=𝑑2𝑇
𝑑𝑥2
1
𝛼
𝑑𝑇
𝑑𝑡=𝑑2𝑇
𝑑𝑥2
1
𝛼
𝑑𝑇
𝑑𝑡= ∇2𝑇
Dengan 𝛼 adalah sebagai koefisien diffusi termal Untuk kasus adanya pembangkitan panas yang muncul dari konversi panas, maka dapat dituliskan
𝜌𝑐𝑣𝑑𝑇
𝑑𝑡= 𝑘
𝑑2𝑇
𝑑𝑥2+
1
𝑉𝑝𝑒𝑚𝑎𝑛𝑎𝑠𝑊
∇2𝑇 +1
𝑘𝑉𝑝𝑒𝑚𝑎𝑛𝑎𝑠𝑊 =
1
𝛼
𝑑𝑇
𝑑𝑡
Dapat dilakukan separasi variabel untuk kasus tanpa pembangkitan panas.
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 65
𝜌𝑐𝑣𝑘
1
𝑇(𝑡)
𝑑𝑇(𝑡)
𝑑𝑡=
1
𝑇(𝑥)
𝑑2𝑇(𝑥)
𝑑𝑥2
𝜌𝑐𝑣𝑘
1
𝑇(𝑡)
𝑑𝑇(𝑡)
𝑑𝑡=
1
𝑇(𝑥)
𝑑2𝑇(𝑥)
𝑑𝑥2= −𝐺2
𝜌𝑐𝑣𝑘
1
𝑇(𝑡)
𝑑𝑇(𝑡)
𝑑𝑡= −𝐺2
𝑑𝑇(𝑡)
𝑑𝑡= −
𝐺2𝑘
𝜌𝑐𝑣 𝑇(𝑡)
𝑑𝑇(𝑡)
𝑇 𝑡 = −
𝐺2𝑘
𝜌𝑐𝑣 𝑑𝑡
ln 𝑇
𝑇𝑜 = −
𝐺2𝑘
𝜌𝑐𝑣𝑡
𝑇 = 𝑇𝑜𝑒−𝐺2𝑘𝜌 𝑐𝑣
𝑡
Untuk fungsi posisi, maka dapat dijabarkan sebagai berikut 1
𝑇 𝑥
𝑑2𝑇 𝑥
𝑑𝑥2= −𝐺2
𝑑2𝑇 𝑥
𝑑𝑥2+ 𝐺2𝑇 𝑥 = 0
Hasil persamaan di atas adalah 𝑇 𝑥 = 𝐵𝑐𝑜𝑠 (𝐺𝑥)
Dapat dimasukkan syarat batas 𝑇 𝑥 = 0 = 𝑇𝑜 = 𝐵𝑐𝑜𝑠 (𝐺𝑥)
𝐵 = 𝑇𝑜 𝑇 𝑥 = 𝐿 = 0 = 𝑇𝑜𝑐𝑜𝑠 (𝐺𝐿)
𝐺 =𝑛𝜋
2𝐿,𝑛 = 1,2,3,…
Sehingga penyelesaian umum adalah
𝑇(𝑥,𝑡) = 𝑇𝑜𝑒− 𝑛𝜋2𝐿
2𝑘
𝜌𝑐𝑣𝑡𝑐𝑜𝑠
𝑛𝜋
2𝐿𝑥
1.4. Evaluasi Sifat Mekanik
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 66
Gambar-5 Skema alat uji koefisien friksi
Dapat dijabarkan menggunakan pendekatan bahwa benang bergerak dengan kecepatan konstan.
𝐹𝑥 = 0
𝑇2 − 𝑇1 cos ∆𝜃
2 − 𝑓 = 0
𝑇2 − 𝑇1 cos ∆𝜃
2 = 𝑓
𝑇2 −𝑇1 cos ∆𝜃
2 = 𝜇𝑁
𝜇𝑁 ≈ ∆𝑇
𝐹𝑦 = 0
𝑇2 + 𝑇1 sin ∆𝜃
2 −𝑁 = 0
2𝑇 ∆𝜃
2= 𝑁
Sehingga 𝜇𝑁 ≈ ∆𝑇 𝜇𝑇∆𝜃 ≈ ∆𝑇
Maka 𝑇2 = 𝑇1𝑒
𝜇𝜃 Pada saat sudut lilitan mencapai sudut 𝜋 dan 𝛽, maka
𝑇2 = 𝑇1𝑒𝜇𝜋
𝑇2 = 𝑇1𝑒𝜇(𝛽 )
Hubungan antara tegangan beban (𝑇1) terhadap koefisien gesek adalah
ln 𝑇2
𝑇1
= 𝜇𝛽
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 67
Gambar-6 Hubungan antara besar tegangan beban
terhadap koefisien gesek (serat-serat dan benang-benang) 1.5. Evaluasi Sifat Viskositas suatu material Viskositas merupakan ukuran kekentalan fluida yang menyatakan besar kecilnya gesekan di dalam fluida. Makin besar viskositas suatu fluida, maka makin sulit suatu fluida mengalir dan makin sulit suatu benda bergerak di dalam fluida tersebut. Di dalam zat cair, viskositas dihasilkan oleh gaya kohesi antara molekul zat cair. Sedangkan dalam gas, viskositas timbul sebagai akibat tumbukan antara molekul gas.
Gambar-7 Alat Uji Viskometer
Dapat dilihat pada bentuk tiga dimensi, maka
𝐹 = 0
𝑚𝑔 − 𝐹𝑏 − 𝐹𝑠 = 0 𝐹𝑠 = 𝑚𝑔 − 𝐹𝑏
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 68
𝐹𝑧(𝜂, 𝑟,𝑣) = 𝑚𝑔 − 𝐹𝑏
𝜂 2𝜋𝑟𝒗𝑟𝑒𝑠𝑢𝑙𝑎𝑡𝑎𝑛 = 𝒈 𝑉𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 𝜌𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 −𝑉𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 𝜌𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑𝑎
𝜂 2𝜋𝑟3𝑣𝑧 = 𝑔 𝑉𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 𝜌𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 − 𝑉𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 𝜌𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑𝑎
𝜂 =𝑉𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 𝑔 𝜌𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 − 𝜌𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑𝑎
6𝜋𝑟𝑣𝑧
𝜂 =(43𝜋𝑟
3 )𝑔 𝜌𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 − 𝜌𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑𝑎
6𝜋𝑟𝑣𝑧
𝜂 (𝑣𝑧) =2𝑟2𝑔 𝜌𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 −𝜌𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑𝑎
9𝑣𝑧=𝐾𝑜𝑛𝑠𝑡
𝑣𝑧
Tabel-2
1.6. Sifat Viskoelastis Material Pemodelan viskoelastis berdasarkan model Voigt
Gambar-8 model Voigt
Sistem persamaan di atas mirip dengan model pegas yang mengalami redaman. Hasil dari persamaan di atas adalah
𝐹
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 69
𝐹 = 𝑚 𝑑2𝑥
𝑑𝑡2
𝐹 −𝐹𝑒𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑠 −𝐹𝑣𝑖𝑠𝑐𝑜𝑢𝑠 = 𝑚 𝑑2𝑥
𝑑𝑡2
𝐹 − 𝑘𝑥 − 2𝜋𝑟𝜂𝑥 = 𝑚 𝑑2𝑥
𝑑𝑡2
dengan 𝜂 2𝜋𝑟𝑥 = 𝑐𝑥
𝐹 = 𝑚 𝑑2𝑥
𝑑𝑡2+ 𝑐𝑥 + 𝑘𝑥
𝑚 𝑑2𝑥
𝑑𝑡2+ 𝑐𝑥 + 𝑘𝑥 = 𝐹
𝑑2𝑥
𝑑𝑡2+
𝑐
𝑚𝑥 +
𝑘
𝑚𝑥 =
𝐹
𝑚
𝑑2𝑥
𝑑𝑡2+ 2𝛾𝑥 +𝜔𝑜
2𝑥 =𝐹
𝑚
Untuk 𝐹 = 𝑚𝑔, maka 𝐷2 + 2𝛾𝐷 + 𝜔𝑜
2 𝑥 = 𝑔 Merupakan kasus persamaan differensial orde dua yang memiliki penyelesaian adalah
𝐷2 + 2𝛾𝐷 + 𝜔𝑜2 𝑥 = 𝑔
𝐷1,𝐷2 =−𝑏 ± 𝑏2 − 4𝑎𝑐
2𝑎=−2𝛾 ± 4𝛾2 − 4𝜔𝑜
2
2= −𝛾 ± 𝛾2 −𝜔𝑜
2
= 𝛽1,𝛽2 𝑥 𝑡 = 𝐴𝑒𝛽1𝑡 + 𝐵𝑒𝛽2𝑡
Kasus di atas memiliki tiga buah penyelesaian, yaitu pada kondisi, redaman cukup kecil, yaitu sistem masih akan bergetar, namun pada akhirnya akan berhenti. Keadaan ini disebut kurang redam, dan merupakan kasus yang paling mendapatkan perhatian dalam analisis vibrasi. Bila peredaman diperbesar sehingga mencapai titik saat sistem tidak lagi berosilasi, kita mencapai titik redaman kritis. Bila peredaman ditambahkan melewati titik kritis ini sistem disebut dalam keadaan lewat redam. Teredam kurang
𝛾2 − 𝜔𝑜2 < 0
Teredam kritis
𝛾2 − 𝜔𝑜2 = 0
Lewat redam
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 70
𝛾2 −𝜔𝑜2 > 0
Untuk kasus tidak terdapat perubahan kecepatan, maka dapat dituliskan
𝐹 −𝐹𝑒𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑠 −𝐹𝑣𝑖𝑠𝑐𝑜𝑢𝑠 = 𝑚 𝑑2𝑥
𝑑𝑡2
𝐹 − 𝐹𝑒𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑠 − 𝐹𝑣𝑖𝑠𝑐𝑜𝑢𝑠 = 0 𝐹 = 𝐹𝑒𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑠 + 𝐹𝑣𝑖𝑠𝑐𝑜𝑢𝑠
𝜍𝐴 = 𝜍𝑒𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑠 𝐴 + 𝜍𝑣𝑖𝑠𝑐𝑜𝑢𝑠 𝐴
𝜍𝐴 = 𝐸휀𝐴 + 𝜂𝑑휀
𝑑𝑡𝐴
𝜍 = 𝐸휀 + 𝜂𝑑휀
𝑑𝑡
Dengan 휀 =Δ𝑥
𝑥𝑜=
𝑋
𝑥𝑜= 𝑋 serta
𝑑휀
𝑑𝑡=
𝑑𝑋
𝑑𝑡= 𝑋
Maka untuk 𝜂 = 2𝛾 dan 𝐸 = 𝜔𝑜2 serta 𝜍 =
𝐹
𝑚, maka
𝐸𝑋 + 𝜂𝑑𝑋
𝑑𝑡= 𝜍
2𝛾𝑋 + 𝜔𝑜2𝑋 =
𝐹
𝑚
Yang sesuai dengan persamaan gaya pegas yang mengalami kondisi
redaman. Penyelesaian persamaan 𝜍 = 𝐸휀 + 𝜂𝑑휀
𝑑𝑡 adalah
Dengan 𝐽 =
1
𝐸 dan 𝜏𝑟𝑒𝑡 =
𝜂
𝐸
dengan 𝐸 adalah modulus elastisitas; 𝜂 adalah koefisien viskositas 1.7. persamaan gerak untuk sistem pegas
Gambar-9 Pegas tersusun seri
Dapat dianalisa untuk rangkaian pegas seri yaitu
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 71
dengan menggunakan hukum Newton ke-3, maka jika ditinjau pada massa 𝑚 didapatkan bahwa
𝐹 = 0
𝐹𝑒𝑥𝑡 − 𝐹𝑝𝑒𝑔𝑎𝑠 𝑘𝑖𝑟𝑖 = 0
𝐹 − 𝑘Δ𝑥𝑙 = 0 𝐹 = 𝑘Δ𝑥𝑙
Ditinjau pada titik sambungan dua buah pegas, yaitu
𝐹 = 0
𝐹𝑝𝑒𝑔𝑎𝑠 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 − 𝐹𝑝𝑒𝑔𝑎𝑠 𝑘𝑖𝑟𝑖 = 0
𝐹𝑝𝑒𝑔𝑎𝑠 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 = 𝐹𝑝𝑒𝑔𝑎𝑠 𝑘𝑖𝑟𝑖 𝑘Δ𝑥𝑟 = 𝑘Δ𝑥𝑙 Δ𝑥𝑟 = Δ𝑥𝑙
Sehingga besar pergeseran total adalah Δx = Δ𝑥𝑟 + Δ𝑥𝑙 = 2Δ𝑥𝑙
Untuk mencari besar koefisien pegas efektif gabungan, maka
𝐹 = 0
𝐹𝑒𝑥𝑡 −𝐹𝑝𝑒𝑔𝑎𝑠 𝑔𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 = 0
𝐹 = 𝐹𝑝𝑒𝑔𝑎𝑠 𝑔𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐹 = 𝑘𝑒𝑓𝑓 Δx
Substitusikan 𝐹 = 𝑘Δ𝑥𝑙 ke 𝐹 = 𝑘𝑒𝑓𝑓 Δx, maka
𝑘Δ𝑥𝑙 = 𝑘𝑒𝑓𝑓 Δx,
𝑘𝑒𝑓𝑓 =𝑘Δ𝑥𝑙Δx
=𝑘Δ𝑥𝑙2Δ𝑥𝑙
=𝑘
2=𝑘2
2𝑘
1
𝑘𝑒𝑓𝑓=
2𝑘
𝑘2=
1
𝑘+
1
𝑘
Sehingga didapatkan rumusan umum untuk pegas yang disusun seri adalah
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 72
1
𝑘𝑒𝑓𝑓=
1
𝑘1
+1
𝑘2
=1
𝑘+
1
𝑘
Maka persamaan gerak sistem adalah
−𝑘𝑒𝑓𝑓 𝑥 = 𝑚𝑑2𝑥
𝑑𝑡2
𝑚𝑑2𝑥
𝑑𝑡2+ 𝑘𝑒𝑓𝑓 𝑥 = 0
𝑚𝑥 + 𝑘𝑒𝑓𝑓 𝑥 = 0
𝑥 +𝑘𝑒𝑓𝑓𝑚
𝑥 = 0
𝑇 = 2𝜋 𝑚
𝑘𝑒𝑓𝑓= 2𝜋
2𝑚
𝑘
Untuk pegas paralel
𝐹 = 0
𝐹𝑒𝑥𝑡 − 𝐹𝑝𝑒𝑔𝑎𝑠 1 −𝐹𝑝𝑒𝑔𝑎𝑠 2 = 0 𝐹 − 𝑘Δx− 𝑘Δx = 0
Karena nilai konstanta pegas bernilai sama, maka 𝐹 − 2𝑘Δx = 0 𝐹 = 2𝑘Δx
Besar nilai konstanta pegas efektif adalah
𝐹 = 0
𝐹𝑒𝑥𝑡 − 𝐹𝑝𝑒𝑔𝑎𝑠 𝑔𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 = 0
𝐹 = 𝐹𝑝𝑒𝑔𝑎𝑠 𝑔𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐹 = 𝑘𝑒𝑓𝑓 Δx
Substitusikan 𝐹 = 2𝑘Δx ke 𝐹 = 𝑘𝑒𝑓𝑓 Δx, maka
𝑘𝑒𝑓𝑓 = 2𝑘
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 73
Besar gaya 𝐹 untuk rangkain pegas paralel adalah berubah dua kali, sehingga didapatkan rumusan umum untuk pegas yang disusun paralel adalah
𝑘𝑒𝑓𝑓 = 𝑘1 + 𝑘2 = 𝑘 + 𝑘
Maka persamaan gerak sistem adalah
−𝑘𝑒𝑓𝑓 𝑥 = 𝑚𝑑2𝑥
𝑑𝑡2
𝑚𝑑2𝑥
𝑑𝑡2+ 𝑘𝑒𝑓𝑓 𝑥 = 0
𝑚𝑥 + 𝑘𝑒𝑓𝑓 𝑥 = 0
𝑥 +𝑘𝑒𝑓𝑓𝑚
𝑥 = 0
𝑇 = 2𝜋 𝑚
𝑘𝑒𝑓 𝑓= 2𝜋
𝑚
2𝑘
Secara umum dapat disimpulkan bahwa pada rangkaian seri maka besar gaya tariknya, 𝐹, bernilai sama, sehingga
dx
dt= 0
Δx
Δt=Δx1
Δt+Δx2
Δt
Δx = Δx1 + Δx2 F
kseri
=F
k1
+F
k2
1
kseri
=1
k1
+1
k2
Untuk rangkaian paralel besar regangannnya, Δ𝑥, bernilai sama, maka
𝐹 = 0
𝐹 = 𝐹1 + 𝐹2 𝑘𝑝𝑎𝑟𝑎𝑙𝑒𝑙 Δ𝑥 = 𝑘1Δ𝑥 + 𝑘2Δ𝑥
𝑘𝑝𝑎𝑟𝑎𝑙𝑒𝑙 = 𝑘1 + 𝑘2
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 74
Analogi dengan persamaan di atas, maka hubungan stress dan strain juga dapat dijabarkan sebagai berikut
휀 =Δx
xo= Δx untuk nilai nilai posisi awal konstan xo = 1, maka untuk
rangkaian seri saat 𝑑𝑥
𝑑𝑡=
𝑑휀
𝑑𝑡
𝑑𝑥
𝑑𝑡=
𝑑휀
𝑑𝑡= 0
𝜍 =𝐹
𝐴= 𝐹 untuk nilai luas benda bernilai konstan, 𝐴 = 1, maka
untuk rangkaian paralel
F = 𝜍 = 0
1.8 Material Viscoselastis Pada suatu studi sifat material viscoselastic sebuah benang wool yang memiliki nomor benang 36 tex. Hasil data untuk proses stress relaxation (strain konstan) dan creep (gaya konstan) adalah sebagai berikut:
Tabel-3 stress relaxation No Waktu
(103detik) Stress ( cN/ tex)
1 0 6 2 0.25 5.2 3 1 5.1 4 1.5 5 5 3.5 4.8
Tabel-4 creep behavior
No Waktu (103detik)
Stress ( cN/ tex)
1 0 0 2 0.25 10 3 1 12 4 1.5 12.2 5 3.5 13
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 75
Dapat dicoba bentuk sederhana untuk model Maxwell seperti pada Gambar di bawah
Gambar-10 Model Maxwell
Pada rangkaian seri, maka besar gaya adalah konstan, sehingga stress bernilai konstan, maka terdapat perubahan strain
𝑑휀
𝑑𝑡= 0
𝑑휀𝑠𝑑𝑡
=1
𝐸
𝑑𝜍𝑒𝑑𝑡
+𝜍𝜂𝜂
Karena 𝜍𝑒 = 𝜍𝜂=𝜍, maka 𝑑휀
𝑑𝑡=
1
𝐸
𝑑𝜍
𝑑𝑡+𝜍
𝜂
Untuk kondisi stress relaxation, maka strain bernilai konstan, sehingga
0 =1
𝐸
𝑑𝜍
𝑑𝑡+𝜍
𝜂
1
𝐸
𝑑𝜍
𝑑𝑡= −
𝜍
𝜂
Sehingga 𝑑𝜍
𝜍= −
𝐸
𝜂𝑑𝑡
𝑑𝜍
𝜍= −
𝐸
𝜂𝑑𝑡
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 76
Yang menghasilkan persamaan
𝜍 = 𝜍𝑜𝑒−𝐸𝜂𝑡
𝜍 = 𝜍𝑜𝑒−𝐸𝜂𝑡
= 𝜍𝑜𝑒−𝑎𝑡
Untuk kondisi creep, maka stress bernilai konstan 𝑑휀
𝑑𝑡=𝜍
𝜂
휀 =𝜍
𝜂𝑡
휀 =𝜍
𝜂𝑡 = 𝑚𝑔𝑟𝑎𝑑 𝑡
Gambar-11 Stress relaxation
Gambar-12 Creep Behavior
Dapat dicoba bentuk sederhana untuk model voigt seperti pada Gambar-13 di bawah
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 77
Gambar-13 Sistem voigt
Pada rangkaian paralel, maka besar strain adalah konstan, sehingga terdapat perubahan stress, yaitu
𝜍 = 0
𝜍 = 𝐸휀𝑒 + 𝜂𝑑휀𝜂𝑑𝑡
Untuk kasus stress relaxation (strain konstan), maka 𝜍 = 𝐸휀
Besar 𝜍 terhadap waktu akan bernilai konstan. Untuk kasus creep, maka stress bernilai konstan, sehingga
𝜍 −𝐸휀 = 𝜂𝑑휀
𝑑𝑡
𝑑휀
𝑑𝑡=𝜍
𝜂 1 −
𝐸
𝜍휀
Hasil penyelesaian persamaan di atas adalah 𝑑휀
1−𝐸𝜍 휀
=𝜍
𝜂𝑑𝑡
Misalkan 1 −𝐸
𝜍휀 = 𝑢, maka 𝑑𝑢 = −
𝐸
𝜍𝑑휀, sehingga
−𝜍
𝐸
𝑑𝑢
𝑢=𝜍
𝜂𝑑𝑡
𝑑𝑢
𝑢= −
𝐸
𝜂𝑑𝑡
𝑢 = 𝑢𝑜𝑒−𝐸𝜂𝑡
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 78
1 −𝐸
𝜍휀 = 𝑒
−𝐸𝜂𝑡
𝜍 −𝐸휀 = 𝜍𝑒−𝐸𝜂𝑡
휀 =𝜍
𝐸 1 − 𝑒
−𝐸𝜂𝑡 = 𝑎 1− 𝑒−𝑏𝑡
Dapat diperlihatkan pemodelan kedua kasus adalah
Gambar-14 kondisi stress relaxation
Gambar-15 kondisi Creep Behavior
Dapat dicoba bentuk sederhana untuk model voigt seperti pada Gambar di bawah
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 79
Gambar-16 Model Maxwell termodifikasi
Untuk rangkaian seri, maka nilai stress konstan, sehingga 𝜍𝑒 = 𝜍𝑣 = 𝜍2 dan 휀𝑠 = 휀𝑒 + 휀𝑣
𝑑휀
𝑑𝑡 = 0
𝑑휀𝑠𝑑𝑡
=𝑑휀𝑒𝑑𝑡
+𝑑휀𝑣𝑑𝑡
𝑑휀𝑠𝑑𝑡
=1
𝐸2
𝑑𝜍𝑒𝑑𝑡
+𝜍𝑣𝜂
=1
𝐸2
𝑑𝜍2
𝑑𝑡+𝜍2
𝜂
𝑑𝜍2
𝑑𝑡= 𝐸2
𝑑휀𝑠𝑑𝑡
− 𝐸2
𝜍2
𝜂
Untuk rangkaian paralel, maka nilai strain bernilai sama, sehingga 휀𝑠 = 휀1 = 휀
𝜍 = 0
𝜍 = 𝜍1 + 𝜍𝑠 Jika diturunkan sekali terhadap waktu, maka didapatkan
𝑑𝜍
𝑑𝑡= 0
𝑑𝜍
𝑑𝑡=𝑑𝜍1
𝑑𝑡+𝑑𝜍𝑠𝑑𝑡
𝑑𝜍
𝑑𝑡= 𝐸1
𝑑휀1
𝑑𝑡+ 𝐸2
𝑑휀𝑠𝑑𝑡
− 𝐸2
𝜍2
𝜂
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 80
𝑑𝜍
𝑑𝑡= (𝐸1 + 𝐸2)
𝑑휀
𝑑𝑡− 𝐸2
𝜍2
𝜂
𝑑𝜍
𝑑𝑡= (𝐸1 + 𝐸2 )
𝑑휀
𝑑𝑡− 𝐸2
𝜍 − 𝜍1
𝜂
𝑑𝜍
𝑑𝑡= (𝐸1 + 𝐸2)
𝑑휀
𝑑𝑡−𝐸2
𝜂𝜍 +
𝐸2
𝜂𝜍1 = (𝐸1 + 𝐸2 )
𝑑휀
𝑑𝑡−𝐸2
𝜂𝜍 +
𝐸2
𝜂𝐸1휀
𝑑𝜍
𝑑𝑡= (𝐸1 + 𝐸2)
𝑑휀
𝑑𝑡−𝐸2
𝜂𝜍 +
𝐸2
𝜂𝐸1휀
𝑑𝜍
𝑑𝑡+𝐸2
𝜂𝜍 = (𝐸1 + 𝐸2)
𝑑휀
𝑑𝑡+𝐸2𝐸1
𝜂휀
𝜂
𝐸2
𝑑𝜍
𝑑𝑡+ 𝜍 =
(𝐸1 + 𝐸2)𝜂
𝐸2
𝑑휀
𝑑𝑡+ 𝐸1휀
Untuk nilai E1 dan E2 bernilai sama, maka
𝜂
𝐸
𝑑𝜍
𝑑𝑡+ 𝜍 = 2𝜂
𝑑휀
𝑑𝑡+ 𝐸휀
Hasil penyelesaian untuk kondisi stress relaxation atau strain konstan adalah
𝜂
𝐸2
𝑑𝜍
𝑑𝑡+ 𝜍 = 𝐸1휀
dengan besar
𝑑𝜍
𝑑𝑡+𝐸2
𝜂𝜍 =
𝐸1𝐸2
𝜂휀
𝜍 = 𝜍𝑜𝑒−𝐸2𝜂𝑡
+ 𝐸1휀
Hasil penyelesaian untuk kondisi creep behavior atau stress konstan
𝜍 =(𝐸1 + 𝐸2 )𝜂
𝐸2
𝑑휀
𝑑𝑡+ 𝐸1휀
𝑑휀
𝑑𝑡=
𝐸2
(𝐸1 + 𝐸2)𝜂 𝜍 − 𝐸1휀 = 𝛽𝜍 1−
𝐸1
𝜍휀
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 81
𝑑휀
1−𝐸1𝜍 휀
= 𝛽𝜍𝑑𝑡
𝑑휀
1−𝐸1𝜍휀
= 𝛽𝜍𝑡
jika 1 −𝐸1
𝜍휀 = 𝑢
𝑑𝑢 = −𝐸1
𝜍𝑑휀
sehingga
−𝜍
𝐸1
𝑑𝑢
𝑢= 𝛽𝜍𝑡
ln 𝑢
𝑢𝑜 = −𝐸1𝛽𝑡 =
−𝐸1𝐸2
(𝐸1 + 𝐸2)𝜂𝑡
1−𝐸1𝜍 휀
1= exp
−𝐸1𝐸2
(𝐸1 + 𝐸2)𝜂𝑡
𝜍
𝜍−𝐸1
𝜍휀 = 𝑒
−𝐸1𝐸2(𝐸1+𝐸2 )𝜂
𝑡
휀 =𝜍
𝐸1
1− 𝑒−𝐸1𝐸2
(𝐸1+𝐸2 )𝜂𝑡
Untuk nilai 𝐸1 = 𝐸2, maka
휀 =𝜍
𝐸 1 − 𝑒
𝐸2𝜂
𝑡
휀 =𝜍
𝐸 1 − 𝑒
−𝐸
2𝜂𝑡 = 𝑎 1− 𝑒−𝑏𝑡
Hasil kurva untuk kedua pemodelan tersebut adalah sebagai berikut
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 82
Gambar-17 kondisi stress relaxation
Gambar-18 kondisi creep behavior atau stress konstan
52
Model Persamaan gerak Kondisi stress relaxation Creep behavior
Model Maxwell
𝑑휀
𝑑𝑡=
1
𝐸
𝑑𝜍
𝑑𝑡+𝜍
𝜂
𝜍 = 𝜍𝑜𝑒−𝐸𝜂𝑡
= 𝜍𝑜𝑒−𝑎𝑡
휀 =𝜍
𝜂𝑡 = 𝑚𝑔𝑟𝑎𝑑 𝑡
Model voigt 𝜍 = 𝐸휀𝑒 + 𝜂
𝑑휀𝜂𝑑𝑡
𝜍 = 𝐸휀 = konstan
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 53
휀 =𝜍
𝐸 1 − 𝑒
−𝐸𝜂𝑡
= 𝑎 1− 𝑒−𝑏𝑡 Model
Maxwell
modification
𝜂
𝐸2
𝑑𝜍
𝑑𝑡+ 𝜍 =
(𝐸1 + 𝐸2)𝜂
𝐸2
𝑑휀
𝑑𝑡+𝐸1휀
Untuk nilai E1 dan E2 bernilai sama, maka
𝜂
𝐸
𝑑𝜍
𝑑𝑡+ 𝜍 = 2𝜂
𝑑휀
𝑑𝑡+ 𝐸휀
𝜍 = 𝜍𝑜𝑒−𝐸2𝜂𝑡
+ 𝐸1휀= 𝑎𝑒−𝑏𝑡 + 𝑐
휀 =𝜍
𝐸 1 −
1
2𝑒−𝐸
2𝜂𝑡
= 𝑎 1− 𝑒−𝑏𝑡
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 54
52
Berikut pemodelan Kelvin untuk kondisi creep behavior dan stress relaxation
Gambar-19 Model Kelvin
Untuk rangkaian parallel besar strain bernilai sama 휀1 = 휀𝑣 = 휀𝑠, maka
𝜍 = 0
𝜍𝑝 = 𝐸1휀1 + 𝜂𝑑휀𝑣𝑑𝑡
= 𝐸1휀𝑝 + 𝜂𝑑휀𝑝𝑑𝑡
Rangkaian seri memiliki besar stress bernilai sama, maka 𝜍2 = 𝜍𝑝 = 𝜍, maka 휀 = 휀2 + 휀𝑝
𝑑휀
𝑑𝑡= 0
𝑑휀
𝑑𝑡=𝑑휀2
𝑑𝑡+𝑑휀𝑝𝑑𝑡
𝑑휀
𝑑𝑡=
1
𝐸2
𝑑𝜍2
𝑑𝑡+𝑑휀𝑝𝑑𝑡
=1
𝐸2
𝑑𝜍2
𝑑𝑡+ 𝜍𝑝 − 𝐸1휀𝑝
𝜂
𝑑휀
𝑑𝑡=
1
𝐸2
𝑑𝜍2
𝑑𝑡+ 𝜍 −𝐸1휀𝑝
𝜂=
1
𝐸2
𝑑𝜍
𝑑𝑡+ 𝜍 − 𝐸1휀𝑝
𝜂
𝑑휀
𝑑𝑡=
1
𝐸2
𝑑𝜍
𝑑𝑡+𝜍
𝜂−𝐸1
𝜂휀𝑝 =
1
𝐸2
𝑑𝜍
𝑑𝑡+𝜍
𝜂−𝐸1
𝜂 휀 − 휀2
𝑑휀
𝑑𝑡=
1
𝐸2
𝑑𝜍
𝑑𝑡+𝜍
𝜂−𝐸1
𝜂휀 +
𝐸1
𝜂
𝜍2
𝐸2
=1
𝐸2
𝑑𝜍
𝑑𝑡+𝜍
𝜂−𝐸1
𝜂휀 +
𝐸1
𝐸2
𝜍
𝜂
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 53
𝑑휀
𝑑𝑡+𝐸1
𝜂휀 =
1
𝐸2
𝑑𝜍
𝑑𝑡+𝜍
𝜂 1 +
𝐸1
𝐸2
=1
𝐸2
𝑑𝜍
𝑑𝑡+𝜍
𝜂 𝐸2 + 𝐸1
𝐸2
𝐸2𝜂
𝐸2 + 𝐸1
𝑑휀
𝑑𝑡+
𝐸2𝐸1
𝐸2 + 𝐸1
휀 =𝜂
𝐸2 + 𝐸1
𝑑𝜍
𝑑𝑡+ 𝜍
𝜂
𝐸2 + 𝐸1
𝑑𝜍
𝑑𝑡+ 𝜍 =
𝐸2𝜂
𝐸2 + 𝐸1
𝑑휀
𝑑𝑡+
𝐸2𝐸1
𝐸2 + 𝐸1
휀
Untuk kondisi stress relaxation (strain konstan), maka 𝜂
𝐸2 + 𝐸1
𝑑𝜍
𝑑𝑡+ 𝜍 =
𝐸2𝐸1
𝐸2 + 𝐸1
휀
dengan besar
𝑑𝜍
𝑑𝑡+ 𝐸2 + 𝐸1
𝜂𝜍 =
𝐸2𝐸1
𝜂휀
𝜍 = 𝜍𝑜𝑒− 𝐸2 +𝐸1
𝜂𝑡
+𝐸2𝐸1
𝐸2 + 𝐸1
휀
Saat waktu 𝑡 = 0, maka 𝜍 = 𝜍2 = 𝐸2휀, sehingga
𝜍 = 𝜍𝑜 +𝐸2𝐸1
𝐸2 + 𝐸1
휀
𝐸2휀 = 𝜍𝑜 +𝐸2𝐸1
𝐸2 + 𝐸1
휀
𝜍𝑜 = 𝐸2휀 −𝐸2𝐸1
𝐸2 + 𝐸1
휀 =𝐸2
2
𝐸2 + 𝐸1
휀
Sehingga hasil penyelesaian akhir adalah
𝜍 =𝐸2
2
𝐸2 + 𝐸1
휀𝑒− 𝐸2 +𝐸1
𝜂𝑡
+𝐸2𝐸1
𝐸2 + 𝐸1
휀
Untuk kondisi creep behavior (stress konstan), maka dapat
dijabarkan
𝐸2𝜂
𝐸2 + 𝐸1
𝑑휀
𝑑𝑡+
𝐸2𝐸1
𝐸2 + 𝐸1
휀 = 𝜍
𝐸2𝜂
𝐸2 + 𝐸1
𝑑휀
𝑑𝑡= 𝜍 −
𝐸2𝐸1
𝐸2 + 𝐸1
휀
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 54
𝑑휀
𝑑𝑡= 𝐸2 + 𝐸1
𝐸2𝜂𝜍 −
𝐸1
𝜂휀
𝑑휀
𝑑𝑡= 𝛽 − 𝜃휀
𝑑휀
𝛽 − 𝜃휀= 𝑑𝑡
Misalkan
𝛽 − 𝜃휀 = 𝑢
𝑑𝑢 = −𝜃𝑑휀
sehingga 1
𝜃 𝑑𝑢
𝑢= −𝑡
ln𝑢
𝑢𝑜= −𝜃𝑡
𝛽 − 𝜃휀 = 𝛽𝑒−𝜃𝑡
휀 =𝛽
𝜃 1 − 𝑒−𝜃𝑡 =
𝐸2 + 𝐸1 𝐸2𝜂
𝜍
𝐸1𝜂
1 − 𝑒−𝐸1𝜂𝑡
휀 = 𝐸2 + 𝐸1
𝐸1𝐸2
𝜍 1− 𝑒−𝐸1𝜂𝑡
Jika 𝐸1 = 𝐸2 = 𝐸, maka
휀 =2𝜍
𝐸 1 − 𝑒
−𝐸𝜂𝑡
Berikut pemodelan Maxwel parallel
Gambar-20 Model Maxwel parallel
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 55
Rangkaian seri
Pada rangkaian seri, maka besar gaya adalah konstan, sehingga stress bernilai konstan, maka terdapat perubahan strain
𝑑휀
𝑑𝑡= 0
𝑑휀𝑠𝑑𝑡
=1
𝐸
𝑑𝜍𝑒𝑑𝑡
+𝜍𝜂𝜂
Karena 𝜍𝑒 = 𝜍𝜂=𝜍, maka 𝑑휀
𝑑𝑡=
1
𝐸
𝑑𝜍
𝑑𝑡+𝜍
𝜂
Untuk kondisi stress relaxation, maka strain bernilai konstan, sehingga
0 =1
𝐸
𝑑𝜍
𝑑𝑡+𝜍
𝜂
1
𝐸
𝑑𝜍
𝑑𝑡= −
𝜍
𝜂
Sehingga 𝑑𝜍
𝜍= −
𝐸
𝜂𝑑𝑡
𝑑𝜍
𝜍= −
𝐸
𝜂𝑑𝑡
Yang menghasilkan persamaan
𝜍 = 𝜍𝑜𝑒−𝐸𝜂𝑡
Saat 𝑡 = 0, maka 𝜍 = 𝜍𝑜
𝜍𝑜 = 𝜍 = 𝜍𝑒 = 𝜍𝜂
Dengan 𝜍𝑒 = 𝐸휀 serta 𝜍𝜂 = 𝜂𝑑휀
𝑑𝑡, untuk stress relaxation, maka strain
bernilai konstan, sehingga 𝜍𝑜 = 𝜍𝑒 = 𝐸휀
maka
𝜍 = 𝐸휀𝑒−𝐸𝜂𝑡
Untuk rangkaian parallel, maka
𝜍 = 0
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 56
𝜍 = 𝜍𝑖
𝑛
𝑖=1
= 𝜍0 + 𝜍1 + 𝜍2 + 𝜍3 +⋯+ 𝜍𝑛 = 𝜍𝑜𝑖 𝑒−𝐸𝑖𝜂 𝑖𝑡
𝑛
𝑖=0
𝜍 = 𝜍𝑜0𝑒−𝐸1𝜂1
𝑡+ 𝜍𝑜1𝑒
−𝐸1𝜂1
𝑡+ 𝜍𝑜2𝑒
−𝐸2𝜂2
𝑡+ 𝜍𝑜3𝑒
−𝐸3𝜂3
𝑡+ ⋯+ 𝜍𝑜𝑛 𝑒
−𝐸𝑛𝜂𝑛
𝑡
𝜍 = 𝜍𝑜0𝑒−𝐸1𝜂1
𝑡+ 𝜍𝑜1𝑒
−𝑡𝜏1 + 𝜍𝑜2𝑒
−𝑡𝜏2 + 𝜍𝑜3 𝑒
−𝑡𝜏3 +⋯+ 𝜍𝑜4𝑒
−𝑡𝜏𝑛
= 𝜍𝑜𝑖 𝑒−𝑡𝜏 𝑖
∞
𝑖=0
Jika terdapat elemen pegas dashpot dengan model Maxwell parallel
yang sangat banyak, maka
𝜍= lim𝜏→∞
𝜍𝑜𝑖 𝑒−𝑡𝜏 𝑖
𝑛=∞
𝑖=0
= lim𝜏→∞
휀 𝐸𝑖𝑒−𝑡𝜏 𝑖
𝑛
𝑖=0
𝜍 = 𝑐𝑜𝑛𝑠𝑡 + 휀 𝐸 𝜏 𝑒−𝑡𝜏 𝑑𝜏
∞
0
𝜍 = 𝐸𝜏휀 + 휀 𝐸 𝜏 𝑒−𝑡𝜏 𝑑𝜏
∞
0
𝜍
휀= 𝐸𝜏 + 𝐸 𝜏 𝑒−
𝑡𝜏 𝑑𝜏
∞
0
𝐸 𝑡 = 𝐸𝜏 + 𝐸 𝜏 𝑒−𝑡𝜏 𝑑𝜏
∞
0
Untuk kasus pemodelan Eyring model dapat dijabarkan sebagai
berikut
Kesimpulan
Telah dibahas simulasi komputasi dengan komputer yang
mendukung penelitian pergerakan materi, yaitu dengan
menggunakan software MATLAB. Pada simulasi digunakan listing
program pada jendela kerja
Referensi
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 57
PUSTAKA
[1] Putra, V.G.V. &Rosyid, M.F., New theoretical modeling for predicting yarn angle on OE yarn influenced by fibre
movement on torus coordinate based on classical mechanics approach, Indian Journal of Fibre and Textile Research, Vol.42.
Pp. 359-363., (2017).
[2] Putra, V.G.V,Rosyid,M.F. & Maruto, G., ASimulation Model of
Twist Influenced by Fibre Movement Inside Yarn on Solenoid Coordinate, Global Journal of Pure and Applied Mathematics,
Vol 12.,No.1 pp. 405-412, (2016).
[3] Herawati, R.M., Fauzi, I., Putra, V.G.V., Predicting the Actual Strength of Open-End Spun Yarn Using Mechanical Model,
Applied Mechanics and Materials, No.1. Vol. 780, pp. 69-74,
2015.
[4] Lawrence, Fundamentals of Spun Yarn Technology, CRC Press,
New York, (2003).
[5] Backer, Hearle & Grosberg, Structural Mechanics of Fibres,
Yarns and Fabrics, Wiley-Interscience, New York, (1969).
[6] Hearle, J.W.S. & Gupta, B.S., Migration of Fibres in Yarns Part
III: A Study of Migration of Staple Rayon Yarn, Textile Research Journal, No.9, Vol. 35 pp. 788-795, (1965).
[7] Hearle, J.W.S., Gupta, B.S., & Megchant, V.B., Migration of
Fibres in Yarns Part I: Characterization and Idealization of
Migration Behaviour, Textile Research Journal, No.4, Vol. 35
pp. 329-334, (1965).
[8] Trommer, G., Rotor Spinning, Deutscher Fachverlag, Frankfurt (1995).
Bab.3 Penerapan Sederhana Fisika pada Bidang Tekstil Hal. 58
Top Related