perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK
UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP BANGUN RUANG
SISWA KELAS VIII SEMESTER II SMP NEGERI 1 GRABAG
TAHUN AJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Oleh :
SITI NUR KHASANAH
K 1306010
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Siti Nur Khasanah
NIM : K1306010
Jurusan/Program Studi : P.MIPA/Pendidikan Matematika
menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “PENERAPAN PEMBELAJARAN
MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN
KONSEP BANGUN RUANG SISWA KELAS VIII SEMESTER II SMP
NEGERI 1 GRABAG TAHUN AJARAN 2010/2011” ini benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, 6 Juli 2012
Yang membuat pernyataan
Siti Nur Khasanah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK
UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP BANGUN RUANG
SISWA KELAS VIII SEMESTER II SMP NEGERI 1 GRABAG
TAHUN AJARAN 2010/2011
Oleh :
Siti Nur Khasanah
K 1306010
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Surakarta, 6 Juli 2012
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Triyanto, S.Si, M.Si.
NIP. 19720508 199802 1 001
Pembimbing II
Dhidhi Pambudi, S.Si, M.Cs.
NIP. 19810130 200501 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program
Pendidikan Matematika Jurusan P MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan
dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari : Selasa
Tanggal : 18 Juli 2012
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang Tanda Tangan
1. Ketua : Sutopo, S.Pd., M.Pd. 1. ......................
2. Sekretaris : Yemi Kuswardi, S.Si., M.Pd. 2. .....................
3. Anggota I : Triyanto, S.Si., M.Si. 3. ......................
4. Anggota II : Dhidhi Pambudi, S.Si., M.Cs. 4. .....................
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd
NIP. 19600727 198702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK
Siti Nur Khasanah. PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA
REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP BANGUN
RUANG SISWA KELAS VIII SEMESTER II SMP NEGERI 1 GRABAG
TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juni 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa
dalam konsep bangun ruang berdasarkan tingkat pemahaman Van Hiele melalui
penerapan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan pola
kolaboratif. Penelitian ini dilakukan pada 33 siswa Kelas VIIIB SMP Negeri 1
Grabag tahun ajaran 2010/2011. Tindakan yang dilakukan terdiri dari tiga siklus,
masing-masing siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan,
observasi dan refleksi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
metode observasi, metode tes dan metode wawancara. Analisa data observasi dan
wawancara dilakukan melalui tahap reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan. Analisis hasil tes dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman
siswa dan tingkat ketuntasan siswa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui penerapan PMR dapat
meningkatkan pemahaman konsep bangun ruang siswa. Pada saat pra siklus, 15%
siswa mencapai tingkat deduksi informal, kemudian siklus I meningkat menjadi
55%, siklus II menjadi 82% dan siklus III mancapai 88%. Proses pembelajaran
tersebut mengaplikasikan 5 karakteristik dalam PMR yang dapat memicu
keaktifan siswa dalam belajar dan meningkatkan pemahaman konsep siswa.
Simpulan penelitian ini adalah : (1) Penerapan PMR dapat meningkatkan
pemahaman siswa terhadap konsep bangun ruang; (2) Penerapan PMR dapat
meningkatkan ketuntasan kelas secara signifikan ditinjau dari KKM yang telah
ditetapkan oleh sekolah pada mata pelajaran matematika, yaitu 65; (3) Beberapa
siswa belum dapat meninggalkan kebiasaan menghafal konsep yang telah
dipelajari.
Kata kunci : pembelajaran matematika realistik, konsep bangun ruang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRACT
Siti Nur Khasanah. APPLICATION OF REALISTIC MATHEMATICS
EDUCATION TO IMPROVE STUDENTS' UNDERSTANDING OF THE
CONCEPT OF GEOMETRIC, CLASS VIII SEMESTER II SMP NEGERI 1
Grabag ACADEMIC YEAR 2010/2011. Minor Thesis, Surakarta: Teachers
Training and Education Faculty. Sebelas Maret University, July 2012.
The purpose of this research was to increase students' understanding level
of the concept of geometric by Van Hiele through the application of Realistic
Mathematics Education (RME).
This research is a class act research with a collaborative pattern. This
research was conducted on 33 students of Class VIIIB Junior High School State 1
of Grabag in academic year 2010/2011. The action consisted of three cycles, each
cycle consisted of four stages, that are planning, implementation, observation and
reflection. Techniques of data collection is done using the observation methods,
tests and interview. Analysis of observation data and interviews conducted over
the stage of data reduction, data presentation, and drawing conclusions. Analysis
of the tests results is conducted to determine the level of students' understanding
and students' level of completeness.
The results showed that the application of RME can increase students’
understanding of the geometric’s concept. At the time of pre-cycle, 15% of
students achieved the level of deduction, then in cycle I it to increased 55%, 82%
in cycle II and 88% in cycle III. This learning process applies five characteristics
in RME that can trigger activity in learning and increase students' level of
understanding of the concept.
The conclusions of this research are: (1) Application of RME can improve
students' understanding level of the concept of geometric, (2) Application of RME
can significantly improve the level based on KKM set by the school on the
subjects of mathematics, that is 65, (3) Some students have not been able to leave
the habit of memorizing the concepts they have learned.
Key word : realistic mathematics education, geometric’s concept
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
MOTTO
”Mencoba selalu memiliki resiko untuk gagal, namun musti diambil. Orang yang tidak berani
mengambil resiko apapun, tidak akan berbuat apa-apa, tidak punya apa-apa dan jelas bukan
apa-apa.
(President’s New Sletter)
”Setiap orang adalah arsitek bagi keberuntungannya sendiri”
(Appius Claudius)
”Orang bijak belajar dari kesalahan orang lain, sementara orang bodoh belajar dari kesalahan
mereka sendiri ”
(H. B. Bonh)
”Orang yang selalu memilih segala sesuatu sering tidak menghargai apa yang dimilikinya”
(Samuel Johnson)
”Buku yang sebaiknya dibaca bukanlah buku yang berpikir untuk Anda, tetapi buku yang
membuat Anda berpikir ”
(James Mc. Cosh)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
PERSEMBAHAN
Karya yang tersusun dengan penuh kesungguhan dan
ketulusan hati ini, kupersembahkan kepada:
Ibuku, yang telah memberikanku semangat, doa
yang tak pernah putus, kasih sayang, nasihat,
pengorbanan serta segala-galanya yang tak
ternilai harganya.
Alm. Ayahku, yang selau menjadi penyemangat
dan suri tauladan dalam hidupku.
Adikku, Jamilatul Nur Aslamiyah yang dengan
melihatnya membuatku kembali bersemangat.
Adikku, Nur Istiqomah, bersama berjuang
mengejar mimpi, walau kau lebih dulu
menggapainya
Almamaterku UNS tercinta, kau tempatku
belajar arti hidup nyata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang
berjudul ”Penerapan Pembelajaran Realistik untuk Meningkatkan Pemahaman
Konsep Bangun Ruang Siswa Kelas VIII Semester II SMP Negeri 1 Grabag
Tahun Pelajaran 2010/2011” dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak
terlepas dari bimbingan, saran, dukungan, dan dorongan dari berbagai pihak yang
sangat membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan FKIP UNS yang telah
memberikan ijin menyusun skripsi ini.
2. Sukarmin, S.Pd., M.Si, Ph.D., Ketua Jurusan P. MIPA FKIP UNS yang telah
memberikan ijin menyusun skripsi ini.
3. Triyanto, S.Si, Msi, Ketua Program P. Matematika FKIP UNS sekaligus
Pembimbing I yang telah memberikan ijin, bimbingan, kepercayaan,
dukungan, saran, dan kemudahan yang sangat membantu dalam penulisan
skripsi ini .
4. Dhidhi Pambudi, S.Si, M.Cs., Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, kepercayaan, dukungan, saran, dan kemudahan yang sangat
membantu dalam penulisan skripsi ini.
5. Slamet Joko Pitono, S.Pd., Kepala SMP Negeri 1 Grabag yang telah
memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.
6. Nur Dyah Tateki, S.Pd., guru Matematika Kelas VIII SMP Negeri 1 Grabag
tahun ajaran 2010/2011, atas kesediannya meluangkan waktu untuk
membantu selama kegiatan penelitian dan masukan yang berharga.
7. Siswa-siswa Kelas VIII khususnya Kelas VIIIB SMP Negeri 1 Grabag tahun
ajaran 2010/2011, atas bantuan dan kesediaannya mengikuti pembelajaran
dan mengerjakan soal tes serta masukan yang sangat berguna.
8. Seemua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
mungkin disebutkan satu persatu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
Demikian skripsi ini disusun. Demi sempurnanya sebuah pembelajaran,
maka segala keterbatasan perlu senantiasa diperbaiki. Semoga karya ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis dan memberikan sedikit kontribusi serta
masukan bagi dunia pendidikan guna mencapai tujuan pendidikan yang optimal.
Surakarta, 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN............................................................................ ii
HALAMAN PENGAJUAN................................................................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN........................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. v
HALAMAN ABSTRAK..................................................................................... vi
HALAMAN MOTTO.........................................................................................viii
HALAMAN PERSEMBAHAN......................................................................... ix
KATA PENGANTAR........................................................................................ x
DAFTAR ISI...................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xiv
DARTAR TABEL.............................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah……………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………... 3
C. Tujuan Penelitian………………………………………………………. 4
D. Manfaat Hasil Penelitian………………………………………………. 4
BAB II LANDASAN TEORI............................................................................ 5
A. Kajian Pustaka…………………………………………………………. 5
B. Kerangka Berpikir……………………………………………………... 17
C. Hipotesis Tindakan…………………………………………………….. 17
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................... 18
A. Setting Penelitian………………………………………………………. 18
B. Subyek Penelitian……………………………………………………… 18
C. Data dan Sumber Data............................................................................ 18
D. Pengumpulan Data.................................................................................. 18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
E. Validitas Data.......................................................................................... 20
F. Analisis Data........................................................................................... 20
G. Indikator Kinerja penelitian…………………………………………… 21
H. Prosedur Penelitian…………………………………………………….. 23
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................. 29
A. Deskripsi Pratindakan…………………………………………………. 29
B. Deskripsi Tindakan Tiap Siklus……………………………………….. 30
C. Perbandingan Hasil Tindakan Antarsiklus…………………………….. 50
D. Pembahasan……………………………………………………………. 52
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN.......................................... 58
A. Simpulan……………………………………………………………….. 58
B. Implikasi……………………………………………………………….. 58
C. Saran …………………………………………………………………... 59
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 60
LAMPIRAN........................................................................................................ 62
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Konsep Matematisasi Menurut De Lange……………………………… 11
Gambar 2. Prosedur Penelitian……………………………………………………… 28
Gambar 3. Peningkatan Prosentase Tingkat Pemahaman Konsep Bangun Ruang… 51
Gambar 4. Peningkatan Prosentase Ketuntasan Belajar………………………….… 51
Gambar 5. Peningkatan Nilai Rata-rata…………………………………………..… 52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Indikator Tingkat Pemahaman Geometri Berdasarkan Teori Van Hiele
pada Materi Bangun Ruang………………………………………………… 22
Tabel 2. Ringkasan Tingkat Pemahaman Awal SiswaBerdasarkan hasil Tes Awal… 29
Tabel 3. Ringkasan Ketuntasan Hasil Tes dan Nilai Rata-rata Siswa Berdasarkan
hasil Tes Awal……………………………………………………………… 29
Tabel 4. Ringkasan Tingkat Pemahaman Siswa Berdasarkan Hasil Tes Siklus I…… 36
Tabel 5. Ringkasan Tingkat Pemahaman Siswa Berdasarkan Hasil Tes Siklus II….. 43
Tabel 6. Ringkasan Tingkat Pemahaman Siswa Berdasarkan Hasil Tes Siklus III…. 49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I. INSTRUMEN PEMBELAJARAN TES PEMAHAMAN
AWAL.................................................................................. 62
A. Kisi-kisi Tingkat Pehaman Awal………………………………………. 63
B. Soal Tes Pemahaman Siswa…………………………………………….64
C. Kunci Jawaban Tes Pemahaman Awal Siswa…………………………. 65
D. Lembar Validitas Isi Tes Pemahaman Awal Siswa……………………. 68
E. Lembar Jawab Siswa…………………………………………………... 71
LAMPIRAN II. INSTRUMEN PEMBELAJARAN SIKLUS I......................... 76
A. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 1…………………………...77
B. Lembar Kerja Siswa Siklus 1………………………………………….. 86
C. Tugas Siswa…………………………...…………………………......... 91
D. Kisi-kisi Soal Tes Siklus 1……………………………………………... 92
E. Soal Tes Siklus 1………………………………………………………. 94
F. Kunci Jawaban Tes Siklus 1…………………………………………… 97
G. Lembar Jawab Siswa…………………………………………………...103
H. Lembar Validitas Isi Tes Siklus 1………………………………………113
I. Hasil Observasi Siklus 1………………………………………………. 121
J. Transkrip Wawancara Siklus 1………………………………………... 125
LAMPIRAN III. INSTRUMEN PEMBELAJARAN SIKLUS II...................... 128
A. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 2…………………………. 129
B. Lembar Kerja Siswa Siklus 2…………………………………………. 136
C. Tugas Siswa…………………………………………………………… 147
D. Kisi-kisi Soal Tes Siklus 2…………………………………………….. 149
E. Soal Tes Siklus 2……………………………………………………….151
F. Kunci Jawaban Tes Siklus 2…………………………………………... 153
G. Lembar Jawab Siswa…………………………………………………...160
H. Lembar Validitas Isi Tes Siklus 2……………………………………... 171
I. Hasil Observasi Siklus 2………………………………………………. 179
J. Transkrip Wawancara Siklus 2………………………………………... 185
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
LAMPIRAN IV. INSTRUMEN PEMBELAJARAN SIKLUS III.................... 187
A. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 3…………………………. 188
B. Lembar Kerja Siswa Siklus 3…………………………………………..195
C. Tugas Siswa…………………………………………………………… 197
D. Kisi-kisi Soal Tes Siklus 3…………………………………………….. 198
E. Soal Tes Siklus 3……………………………………………………… 200
F. Kunci Jawaban Tes Siklus 3…………………………………………... 202
G. Lembar Jawab Siswa………………………………………………….. 208
H. Lembar Validitas Isi Tes Siklus 3……………………………………... 218
I. Hasil Observasi Siklus 3………………………………………………. 226
J. Transkrip Wawancara Siklus 3………………………………………... 232
LAMPIRAN V. KELENGKAPAN ADMINISTRASI SISWA........................ 234
A. Daftar Hadir Siswa……………………………………………………. 235
B. Daftar Nilai Siswa…………………………………………………….. 237
C. Daftar Tingkat Pemahaman Siswa……………………………………. 238
LAMPIRAN VI. BAHAN AJAR....................................................................... 239
LAMPIRAN VII. DOKUMENTASI................................................................. 246
LAMPIRAN VIII. SURAT-SURAT................................................................. 250
A. Permohonan Ijin Penelitian……………………………………………. 251
B. Permohonan Ijin Menyusun Skripsi……………………………………252
C. Surat Keputusan Ijin Menyusun Skripsi………………………………. 253
D. Surat Keterangan Penelitian…………………………………………... 254
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan bertujuan menumbuh kembangkan potensi manusia agar
menjadi manusia dewasa, beradab, dan normal. Melalui pendidikan diharapkan
mampu membentuk individu-individu yang berkompetensi dibidangnya sehingga
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Orientasi pendidikan kita cenderung memperlakukan siswa sebagai obyek,
guru sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktriner, materi bersifat
subject-oriented dan manajemen bersifat sentralis. Orientasi pendidikan yang
demikian menyebabkan praktik pendidikan kita mengisolir diri dari kehidupan
nyata di luar sekolah, terlalu terkonsentrasi pada pengembangan intelektual yang
tidak sejalan dengan pengembangan individu sebagai satu kesatuan yang utuh.
Sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan secara nasional, dilakukan
pengkajian ulang terhadap kurikulum, sehingga terjadi penyempurnaan kurikulum
dari waktu ke waktu. Salah satunya dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan) yang proses pembelajarannya menekankan pada pemberian
pengalaman secara langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi
dan memahami lingkungan sekitar.
Diberlakukannya KTSP di sekolah menuntut siswa untuk bersikap aktif,
kreatif, dan inovatif dalam menanggapi pelajaran yang diajarkan. Untuk
menumbuhkan ketiga sikap tersebut tidaklah mudah. Dalam proses pembelajaran
yang terjadi siswa diposisikan sebagai pendengar ceramah guru, akibatnya proses
belajar mengajar cenderung membosankan,menjadikan siswa malas belajar. Sikap
siswa yang pasif tidak hanya terjadi pada mata pelajaran tertentu saja tetapi
hampir pada semua mata pelajaran termasuk matematika.
Hakekat matematika adalah belajar konsep, sehingga belajar matematika
memerlukan cara-cara khusus dalam belajar dan mengajarkannya. Belajar
mengajar merupakan interaksi antara siswa dengan guru. Seorang guru berusaha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
untuk mengajar dengan sebaik-baiknya agar siswa dapat memahami apa yang
disampaikannya dengan baik sehingga berakibat pada prestasi belajar siswa.
Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa salah satunya
pemahaman siswa terhadap konsep. Kurangnya pemahaman siswa terhadap
sebuah konsep diakibatkan oleh motivasi belajar siswa rendah, gangguan kelas
besar, partisipasi aktif siswa rendah, dan kemandirian siswa rendah.
Selain itu, karakteristik matematika yang mempunyai objek yang bersifat
abstrak menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika.
Rendahnya kemampuan matematika siswa terjadi karena siswa mengalami
masalah secara komprehensif atau secara parsial dalam matematika.
Berdasarkan hasil diskusi peneliti dengan guru Matematika Kelas VIII
SMP Negeri 1 Grabag, Nur Dyah Tateki, S.Pd, diketahui bahwa pemahaman
siswa terhadap konsep bangun ruang rendah, siswa kesulitan dalam berpikir
secara abstrak tentang konsep bangun ruang. Misalnya, siswa kesulitan untuk
menentukan panjang diagonal sisi ataupun diagonal ruang suatu bangun ruang,
khususnya pada kubus dan balok. Pada pembahasan limas dan prisma siswa tidak
dapat menyelesaikan permasalahan yang berkaitan menentukan volume dan luas
permukaan dengan benar meskipun ukuran bangun tersebut telah diketahui.
Selama ini siswa hanya menghafalkan rumus saja, ketika rumus lupa mereka tidak
dapat menyelesaikan masalah, atau ketika masalah dikembangakan siswa tidak
dapat menyelesaikan masalah tersebut. Selain itu, prosentase ketuntasan belajar
siswa hanya mencapai 67 %, dengan KKM 65. Prosentase tersebut menurut beliau
tergolong rendah dengan KKM yang harus dicapai hanya 65.
Faktor penyebab hal tersebut diantaranya proses pembelajaran yang
terjadi. Dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan guru hanya memberikan
materi tanpa melibatkan keaktifan siswa untuk menemukan sendiri konsep yang
tengah dipelajari. Akibatnya, siswa hanya mengandalkan hafalan tanpa
memahami apa yang tengah dipelajari dan akhirnya siswa menemukan kesulitan
ketika menyelesaikan permasalahan yang berbeda. Proses pembelajaran yang
belum dapat mengarahkan pola berpikir siswa terhadap konsep bangun ruang
menjadikan mereka mengalami kesulitan untuk berpikir secara abstrak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Untuk mengatasi masalah tersebut agar tidak berkelanjutan, peneliti
mencoba suatu pendekatan yang dapat digunakan sebagai alternatif untuk
meningkatkan pemahaman konsep siswa, dalam hal ini pemahaman konsep yang
dibahas adalah konsep bangun ruang, selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika khususnya pada pokok
bahasan bangun ruang. Pendekatan yang digunakan harus melibatkan siswa secara
aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa diharapkan dapat membangun sendiri
pengetahuan yang dipelajari dalam pembelajaran. Dalam proses mempelajari bangun
ruang, akan lebih mengena apabila siswa belajar langsung dari lingkungan sekitarnya.
Sehingga nantinya pembelajran akan menjadi lebih bermakna. Salah satu pendekatan
yang melibatkan siswa aktif dan memanfaatkan lingkungan sekitarnya secara langsung
adalah Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Penggunaan pendekatan ini
diharapkan mampu meningkatkan pemahaman konsep siswa melalui penerapan-
penerapan konsep dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa hasil penelitian yang relevan terhadap penelitian ini antara lain :
Harun (2008) menunjukkan bahwa dengan alat peraga siswa lebih memahami
konsep bangun ruang khususnya kubus dan balok serta Anggraeni (2008)
menunjukkan bahwa dengan memanfaatkan barang bekas dapat meningkatkan
pemahaman konsep dan hasil belajar siswa tentang bangun ruang khususnya
mengenai kubus, balok, tabung, dan kerucut. Pemanfaatan barang bekas ini
merupakan salah satu penerapan dari pendekatan PMR. Selain itu, Febrianto
(2010) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa dengan pembelajaran
matematika realistik siswa dapat lebih mudah memahami konsep bangun ruang.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut : “Bagaimana penerapan pendekatan Pembelajaran
Matematika Realistik (PMR) untuk meningkatkan pemahaman konsep bangun
ruang siswa?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin peneliti capai dari penelitian ini adalah meningkatkan
tingkat pemahaman konsep bangun ruang siswa SMP kelas VIII melalui
penerapan pendekatan PMR.
D. Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat yang diharapkan oleh peneliti dari hasil penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia
pendidikan, memberikan masukan yang dapat digunakan sebagai upaya
meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran matematika melalui
pendekatan PMR.
2. Manfaat praktis
a. Bagi siswa
1) Meningkatkan tingkat pemahaman siswa terhadap konsep bangun
ruang.
2) Meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran, khususnya
dalam mempelajari bangun ruang.
b. Bagi guru dan calon guru
1) Memberi informasi kepada guru dan calon guru tentang tingkat
pemahaman siswa-siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) dalam
mempelajari konsep bangun ruang.
2) Memberi masukan kepada guru dan calon guru untuk merancang desain
pembelajaran maupun tugas yang sesuai dengan tingkat pemahaman
siswa SMP sekaligus dapat meningkatkan tingkat pemahaman siswa
sehingga target yang diharapkan dalam kurikulum dapat tercapai,
khususnya dalam konsep bangun ruang.
3) Memberi masukan kepada guru dan calon guru untuk merancang
pembelajaran yang dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa
dalam mempelajari bangun ruang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Tinjauan Belajar dan Pembelajaran
Winkel mengungkapkan belajar merupakan suatu aktifitas mental/psikis
yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan
perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap (Darsono,
2000:4). Peristiwa belajar dapat terjadi pada saat manusia mampu mengolah
stimulus dan meresponnya dengan baik dan tidak sepotong-potong sehingga ia
benar-benar memahaminya. Secara umum belajar dapat diartikan sebagai
terjadinya perubahan pada diri seseorang yang belajar karena pengalaman.
Pembelajaran matematika adalah suatu kegiatan guru mata pelajaran
matematika mengajarkan matematika kepada siswa, di dalamnya terkandung
upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan,
kompetensi, minat bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi
optimal antara guru dengan siswa serta antarsiswa (Suyitno, 2004:2). Dengan kata
lain, suatu proses pembelajaran dikatakan sukses apabila seorang guru dan
sejumlah siswa mampu melakukan interaksi komunikatif terhadap berbagai
persoalan pembelajaran di kelas dengan cara melibatkan siswa sebagai komponen
utamanya. Akan tetapi untuk mewujudkan hal tersebut perlu memperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran antara lain: kondisi
internal siswa, kondisi pembelajaran dan kondisi inovatif-eksploratif.
Teori belajar yang mendukung antara lain sebagai berikut :
1) Teori belajar Piaget
Diah (2007) menyatakan bahwa Piaget membedakan perkembangan kognitif
seorang siswa menjadi empat taraf, yaitu: a) taraf sensori motor, b) taraf pra-
operasional, c) taraf operasional konkret, dan d) taraf operasional formal.
Walaupun ada perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan, tetapi
teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan
perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
kecepatan yang berbeda. Prinsip-prinsip Piaget dalam pengajaran diterapkan
dalam program-program yang menekankan pembelajaran melalui penemuan,
pengalaman nyata dan pemanipulasian alat, bahan, atau media belajar yang lain
serta peranan guru sebagai fasilitator yang mempersiapkan lingkungan dan
memungkinkan siswa memperoleh berbagai pengalaman belajar. Berikut
adalah implikasi teori kognitif Piaget pada pendidikan (Utomo, 2009).
a) Memusatkan perhatian kepada berpikir atau proses mental siswa, tidak
sekedar kepada hasilnya. Selain kebenaran jawaban siswa, guru harus
memahami proses yang digunakan siswa sehingga sampai pada jawaban
tersebut. Pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan
dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan hanya jika guru penuh
perhatian terhadap metode yang digunakan siswa untuk sampai pada
kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi
memberikan pengalaman yang dimaksud.
b) Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif
dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran
pengetahuan jadi (ready made knowledge) tidak mendapat tekanan,
melainkan siswa didorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui
interaksi spontan dengan lingkungan. Oleh karena itu, selain mengajar
secara klasik, guru mempersiapkan beranekaragam kegiatan secara langsung
dengan dunia fisik.
c) Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan
perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh
dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu
berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Oleh karena itu harus melakukan
upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu-
individu ke dalam bentuk kelompok-kelompok kecil siswa daripada
aktivitas dalam bentuk klasikal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
2) Teori belajar Bruner
Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi (1915) dari Universitas Harvard,
Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi
dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya
pengembangan berpikir. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia
sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar
merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan
hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya.
Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu: a) proses perolehan
informasi baru, b) proses mentransformasikan informasi yang diterima dan c)
menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Suherman, 2003:37). Perolehan
informasi baru dapat terjadi melalui kegiatan membaca, mendengarkan
penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau mendengarkan
audiovisual dan lain-lain. Informasi ini mungkin bersifat penghalusan dari
informasi sebelumnya yang telah dimiliki. Sedangkan proses transformasi
pengetahuan merupakan suatu proses bagaimana kita memperlakukan
pengetahuan yang sudah diterima agar sesuai dengan kebutuhan. Informasi
yang diterima dianalisis, diproses atau diubah menjadi konsep yang lebih
abstrak agar suatu saat dapat dimanfaatkan.
Menurut Bruner belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep
dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari,
serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur
matematika itu (Suherman, 2003:43). Siswa harus dapat menemukan
keteraturan dengan cara mengotak-atik bahan-bahan yang berhubungan dengan
keteraturan intuitif yang sudah dimiliki siswa. Dengan demikian siswa dalam
belajar, haruslah terlibat aktif mentalnya agar dapat mengenal konsep dan
struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, siswa akan
memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi
yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami
dan diingat siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai
dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem).
Dengan mengajukan masalah kontekstual, siswa secara bertahap dibimbing
untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan
pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya. Menurut Bruner
seperti diungkapkan Diah (2007) proses belajar akan terjadi secara optimal jika
pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga model tahapan yaitu:
a) Tahap Enaktif
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan siswa secara
langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek. Pada tahap ini
siswa belajar sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara
aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi
yang nyata, pada penyajian ini siswa tanpa menggunakan imajinasinya atau
kata-kata. Ia akan memahami sesuatu dari berbuat atau melakukan sesuatu.
b) Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran
internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar
atau grafik yang dilakukan siswa, berhubungan dengan mental yang
merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Siswa tidak
langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan siswa dalam tahap
enaktif. Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan
di mana pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk
bayangan visual (visual imaginery), gambar, atau diagram, yang
menggambarkan kegiatan kongkret atau situasi kongkret yang terdapat pada
tahap enaktif. Bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu media berpikir.
Kemudian seseorang mencapai masa transisi dan menggunakan penyajian
ikonik yang didasarkan pada pengindraan kepenyajian simbolik yang
didasarkan pada berpikir abstrak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
c) Tahap Simbolis
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, siswa memanipulasi
simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Siswa tidak lagi terikat
dengan objek-objek seperti pada tahap sebelumnya. Siswa pada tahap ini
sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek
riil. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk
simbol-simbol abstrak (abstract symbols), yaitu simbol-simbol arbiter yang
dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang
bersangkutan, baik simbol-simbol verbal, lambang-lambang matematika,
maupun lambang-lambang abstrak yang lain.
Sebagai contoh, dalam mempelajari konsep bangun ruang, pembelajaran
akan terjadi secara optimal jika mula-mula siswa mempelajari hal itu dengan
menggunakan benda-benda konkret (misalnya menggunakan kotak pasta gigi
sebagai suatu balok dan kemudian menentukan ciri-cirinya dalam hal ini
menghitung banyaknya sisi, rusuk, dan titik sudut, serta mengukur ukuran balok
tersebut melihat bentuk jaring-jaring balok semuanya ini merupakan tahap
enaktif). Kemudian, kegiatan belajar dilanjutkan dengan menggunakan gambar
yang mewakili balok tersebut dan kemudian dihitung luas permukaannya, dengan
menggunakan gambar atau diagram tersebut, tahap yang kedua ikonik, siswa bisa
menentukan luas permukaan dengan menggunakan pembayangan visual (visual
imagenary) dari kotak pasta gigi tersebut. Pada tahap berikutnya yaitu tahap
simbolis, siswa menentukan luas permukaan balok dengan menggunakan
lambang-lambang, yaitu : Luas permukaan = 2.p.l + 2.p.t + 2.l.t atau Lp = 2( pl +
pt + lt ).
2. Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah sebuah pendekatan
belajar matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli
matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda.
Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans Freudenthal (1905 – 1990) bahwa
matematika adalah kegiatan manusia. Menurut pendekatan ini, kelas matematika
bukan tempat memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi
masalah nyata. Karena itu, siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi
harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika di
bawah bimbingan guru.
Proses penemuan kembali ini dikembangkan melalui penjelajahan
berbagai persoalan dunia nyata. Di sini dunia nyata diartikan sebagai segala
sesuatu yang berada di luar matematika, seperti kehidupan sehari-hari, lingkungan
sekitar, bahkan mata pelajaran lain pun dapat dianggap sebagai dunia nyata. Dunia
nyata digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Prinsip penemuan
kembali dapat diinspirasi oleh prosedur pemecahan informal, sedangkan proses
penemuan kembali menggunakan konsep matematisasi (Zaenurie, 2007).
Konsep PMR sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan
matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana
meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya
nalar, Diyah (2007) menyatakan :
PMR mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut: siswa memiliki
seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang
mempengaruhi belajar selanjutnya; siswa memperoleh pengetahuan baru
dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri; pembentukan
pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan,
kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan penolakan;
pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal
dari seperangkat ragam pengalaman; setiap siswa tanpa memandang ras,
budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan
matematika. Konsepsi tentang guru sebagai berikut: guru hanya sebagai
fasilitator belajar; guru harus mampu membangun pengajaran yang
interaktif; guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara
aktif menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu
siswa dalam menafsirkan persoalan riil; dan guru tidak terpancang pada
materi yang termaktub dalam kurikulum, melainkan aktif mengaitkan
kurikulum dengan dunia-riil, baik fisik maupun sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Gravemeijer (1994:90) dalam bukunya memberikan 3 prinsip utama dalam
PMR yaitu,
i. Guided Reinvention and Progressive Mathematization
Melalui topik-topik yang disajikan siswa harus diberi kesempatan untuk
mengalami sendiri yang sama sebagaimana konsep matematika ditemukan.
ii. Didactial Phenomenology
Topik-topik matematika disajikan atas dua pertimbangan yaitu aplikasinya
serta konstribusinya untuk pengembangan konsep-konsep matematika
selanjutnya.
iii. Self Developed Models
Peran Self developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi
konkret ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke bentuk formal,
artinya siswa membuat sendiri dalam menyelesaikan masalah.
Karakteristik PMR adalah menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-
model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif, dan keterkaitan (intertwinment)
sesuai yang diungkapkan Treffers dan Van den Heuvel-Panhuizen (Zaenurie,
2007).
1) Menggunakan konteks “dunia nyata”
Gambar berikut menunjukan dua proses matematisasi yang berupa siklus di
mana ‘dunia nyata’ tidak hanya sebagai sumber matematisasi, tetapi juga
sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali matematika
Dunia Nyata
Matematisasi dalam aplikasi Matematisasi dan refleksi
Aplikasi dan Formalisai
Gambar 1. Konsep Matematisasi menurut De Lange
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Dalam PMR, pembelajaran diawali dengan masalah konstekstual (“dunia
nyata”), sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman
sebelumnya secara langsung. Proses penyaringan (inti) dari konsep yang sesuai
dari situasi nyata dinyatakan oleh De Lange (Zaenurie, 2007) sebagai
matematisasi konseptual. Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan
mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa dapat
mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata
(applied mathematization). Oleh karena itu, untuk menjembatani konsep-
konsep matematika dengan pengalaman siswa sehari-hari perlu diperhatikan
matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematization of everyday experience)
dan penerapan matematika dalam sehari-hari (Zaenurie, 2007).
2) Menggunakan model-model (matematisasi)
Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang
dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran self
developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi
abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa
membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama adalah model
situasi yang dekat dengan dunia nyata siswa. Generalisasi dan formalisasi
model tersebut akan berubah menjadi model dari masalah tersebut. Melalui
penalaran matematik model dari akan bergeser menjadi model untuk masalah
yang sejenis. Pada akhirnya, akan menjadi model matematika formal.
3) Menggunakan produksi dan konstruksi
Streefland menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” siswa
terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting
dalam proses belajar (Zaenurie, 2007). Strategi-strategi informal siswa yang
berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi
dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi
pengetahuan matematika formal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
4) Menggunakan Interaktif
Interaksi antara siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam PMR.
Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan,
pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk
mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.
5) Menggunakan Keterkaitan (intertwinment)
Dalam PMR pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial jika dalam
pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka
akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan
matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak
hanya aritmatika, aljabar atau geometri tetapi juga bidang lain.
Penerapan kelima prinsip tersebut dalam penelitian ini dilihat pada
aktivitas yang dilakukan oleh guru maupun siswa. Penerapan masing-masing
prinsip oleh guru dalam pembelajaran sebagai berikut :
1) Prinsip pertama guru memulai pelajaran dengan memberi contoh masalah yang
sering terjadi dalam kehidupan siswa.
2) Prinsip kedua guru menggunakan alat peraga yang membantu siswa
menemukan rumus dan membimbing siswa menggunakannya.
3) Prinsip ketiga guru memberi waktu kepada siswa untuk membuat pemodelan
sendiri dalam mencari penyelesaian formal.
4) Prinsip keempat guru memberi pertanyaan lisan ketika kegiatan belajar
mengajar berlangsung dan memberi penjelasan tentang materi dan penemuan
siswa.
5) Prinsip kelima guru memberi pertanyaan yang berkaitan dengan materi lain
dalam mata pelajaran matematika atau materi mata pelajaran lain.
Penerapan masing-masing prinsip pada aktivitas siswa dalam pembelajaran
sebagai berikut :
1) Prinsip pertama siswa dapat menyebutkan aplikasi pengetahuan yang diperoleh
dalam kehidupan nyata.
2) Prinsip kedua siswa melakukan pemodelan untuk menemukan penyelesaian
dari soal-soal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
3) Prinsip ketiga siswa membuat pemodelan sendiri dalam mencari penyelesaian
formal dan menemukan sendiri (mengkonstruksi) penyelesaian secara formal.
4) Prinsip keempat siswa merespon aktif pertanyaan lisan dari guru dan berdiskusi
dengan siswa yang lain.
5) Prinsip kelima siswa menghubungkan materi yang sedang dipelajari dengan
materi lain dalam matematika dan pengetahuan dari mata pelajaran yang lain.
Jadi, PMR diawali dengan fenomena, kemudian siswa dengan bantuan
guru diberikan kesempatan menemukan kembali dan mengkonstruksi konsep
sendiri. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang
lain.
3. Hakikat Konsep Bangun Ruang
a. Pengertian Konsep
Secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-
ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Pada tingkat
konkret, konsep merupakan suatu gambaran mental dari beberapa objek atau
kejadian yang sesungguhnya. Pada tingkat abstrak, konsep merupakan sintesis
sejumlah kesimpulan yang telah ditarik dari pengalaman dengan objek atau
kejadian tertentu.
Sedangkan Soedjadi (2000:14) mengatakan bahwa “Konsep adalah ide
abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan
sekumpulan objek”. Dengan konsep tersebut, sekumpulan objek dapat
digolongkan sebagai contoh konsep atau bukan contoh konsep.
Secara lebih sederhana, Shadiq (2008:2) mengemukakan bahwa konsep
adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk mengklasifikasi
suatu objek dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau
bukan contoh dari ide abstrak tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
b. Bangun Ruang
Bangun ruang adalah salah satu bagian dari geometri yaitu geometri
ruang. Geometri adalah ilmu yang membahas hubungan antara titik, garis,
sudut, bidang, dan bangun-bangun ruang. Bangun-bangun ruang tersebut pada
dasarnya didapat dari benda-benda konkret dengan melakukan proses abstraksi
dan idealisasi.
Abstraksi adalah proses memperhatikan dan menentukan sifat, atribut,
ataupun karakteristik khusus yang penting saja dengan mengesampingkan hal-
hal yang berbeda yang tidak penting. Sedangkan proses idealisasi adalah proses
menganggap segala sesuatu dari benda konkret itu ideal. Berkaitan dengan
keabstrakan materi geometri ruang maka dapat dikatakan matematika
merupakan kreasi pemikiran manusia yang pada intinya berkaitan dengan ide-
ide, proses-proses, dan penalaran.
Materi pembelajaran yang diambil oleh peneliti adalah pokok bahasan
bangun ruang sisi datar dengan mengambil subpokok bahasan kubus, balok,
prisma, dan limas.
4. Tingkat Pemahaman Geometri Menurut Van Hiele
Berdasarkan disertasi yang ditulis Van Hiele, seorang guru matematika
berkebangsaan Belanda tahun 1954 tentang pengajaran geometri, terdapat lima
tingkat pemahaman geometri. Berikut adalah lima tingkat pemahaman geometri
yang diungkapkan oleh Van Hiele (Crowley, 1987:2-3).
1) Tingkat 0 (Visualisasi)
Tingkat ini juga dikenal dengan tingkat dasar, tingkat rekognisi, tingkat
holistik, tingkat visual. Pada tingkat ini siswa mengenal bentuk-bentuk
geometri hanya sekedar berdasar karakteristik visual dan penampakannya.
Siswa secara eksplisit tidak terfokus pada sifat-sifat obyek yang diamati, tetapi
memandang obyek sebagai keseluruhan. Oleh karena itu, pada tingkat ini siswa
tidak dapat memahami dan menentukan sifat geometri dan karakteristik bangun
yang ditunjukkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
2) Tingkat 1 (Analisis)
Tingkat ini juga dikenal dengan tingkat deskriptif. Pada tingkat ini sudah
tampak adanya analisis terhadap konsep dan sifat-sifatnya. Siswa dapat
menentukan sifat-sifat suatu bangun dengan melakukan pengamatan,
pengukuran, eksperimen, menggambar dan membuat model. Meskipun
demikian, siswa belum sepenuhnya dapat menjelaskan hubungan antara sifat-
sifat tersebut, belum dapat melihat hubungan antara beberapa bangun geometri
dan definisi tidak dapat dipahami oleh siswa.
3) Tingkat 2 (Deduksi Informal)
Tingkat ini juga dikenal dengan tingkat abstrak/relasional, tingkat teoritik, dan
tingkat keterkaitan. Pada tingkat ini, siswa sudah dapat melihat hubungan sifat-
sifat pada suatu bangun geometri dan sifat-sifat antara beberapa bangun
geometri. Siswa dapat membuat definisi abstrak, menemukan sifat-sifat dari
berbagai bangun dengan menggunakan deduksi informal, dan dapat
mengklasifikasikan bangun-bangun secara hirarki.
4) Tingkat 3 (Deduksi)
Tingkat ini juga dikenal dengan tingkat deduksi formal. Pada tingkat ini siswa
dapat menyusun bukti, tidak hanya sekedar menerima bukti. Siswa dapat
menyusun teorema dalam sistem aksiomatik. Pada tingkat ini siswa berpeluang
untuk mengembangkan bukti lebih dari satu cara. Perbedaan antara pernyataan
dan konversinya dapat dibuat dan siswa menyadari perlunya pembuktian
melalui serangkaian penalaran deduktif.
5) Tingkat 4 (Rigor)
Pada tingkat ini siswa bernalar secara formal dalam sistem matematika dan
dapat menganalisis konsekuensi dari manipulasi aksioma dan definisi. Saling
keterkaitan antara bentuk yang tidak didefinisikan, aksioma, definisi, teorema
dan pembuktian formal dapat dipahami.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
B. Kerangka Berpikir
Pada materi bangun ruang, ada beberapa konsep yang perlu dipahami
siswa, penguasaaan konsep tersebut dapat menunjukkan tingkat pemahaman siswa
serta pola berpikir siswa. Hal dasar yang perlu dikuasai siswa adalah pemahaman
dalam mengidentifikasi mana bangun ruang dan mana yang bukan bangun ruang.
Kemampuan identifikasi ini akan menunjukkan siswa telah mencapai tingkat
visualisasi. Pada tingkat ini pula siswa dapat membedakan jenis-jenis bangun
ruang berdasarkan definisi sederhana yang diberikan. Siswa yang telah mencapai
tingkat analisis dapat menemukan ciri-ciri bangun ruang. Sementara siswa yang
telah memasuki tingkat deduksi informal mampu memahami hubungan antara
jenis-jenis bangun ruang yang telah dipelajari ciri-cirinya.
Tingkat-tingkat pembelajaran dari pendekatan PMR, memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri.
Dalam konstruksi pengetahuan, siswa diarahkan untuk aktif dalam kegiatan
pembelajaran, misalnya dengan menemukan sendiri sifat-sifat bangun ruang. Bila
siswa telah aktif, maka kegiatan pembelajaran akan menjadi bermakna, siswa
tidak hanya menghafal tetapi juga mengerti konsep-konsep bangun ruang yang
dipelajari. Dengan konsep yang tertanam pada siswa, akan membantu siswa untuk
memahami konsep selanjutnya serta proses abstraksi dapat dikuasai dengan baik.
Dengan merancang pembelajaran yang didasarkan pada pendekatan PMR
yang telah disesuaikan dengan tingkat pemahaman siswa, diharapkan akan dapat
meningkatkan tingkat pemahaman siswa terhadap konsep bangun ruang.
C. Hipotesis Tindakan
Dengan melihat hubungan pada kerangka berpikir, maka dapat ditarik
hipotesis tindakan, yaitu bahwa penerapan pendekatan Pembelajaran Matematika
Realistik (PMR) dapat meningkatkan pemahaman siswa kelas VIII SMP Negeri 1
Grabag dalam mempelajari konsep bangun ruang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Grabag tahun ajaran
2010/2011 semester genap.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu:
a. Tahap Persiapan
Pada tahap ini penulis melakukan kegiatan–kegiatan permohonan
pembimbing, survey, pengajuan proposal penelitian, pembuatan permohonan
ijin penelitian di SMP Negeri 1 Grabag. Tahap ini dilakukan selama bulan
Februari sampai dengan Maret 2011.
b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini penulis melakukan kegiatan pengambilan data, yang akan
dilakukan selama bulan April-Mei 2011.
c. Tahap Pengolahan Data dan Penyusunan Laporan
Pada tahap ini penulis melakukan penyusunan laporan dan konsultasi
dengan pembimbing. Ini dilakukan selama bulan Juni 2011 sampai dengan Juni
2012.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa kelas VIII B yang terdiri dari 33 siswa.
C. Data dan Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini diperoleh dari hasil tes, hasil observasi
selama proses tindakan berlangsung, dan hasil wawancara dengan pengamat yang
dilaksanakan pada setiap siklusnya.
D. Pengumpulan Data
Berdasarkan sumber data yang digunakan, ada tiga macam metode yang
digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
1. Metode Observasi
Metode observasi adalah cara pengumpulan data dimana peneliti (orang yang
ditugasi) melakukan pengamatan terhadap subjek penelitian demikian hingga si
subjek tidak tahu bahwa dia sedang diamati (Budiyono, 2003:53). Dalam
penelitian ini, metode observasi dilakukan dengan mengamati pelaksanaan
tindakan. Hal-hal yang diamati meliputi kesesuaian pelaksanaan tindakan
dengan rencana pembelajaran, kendala yang dialami dalam pelaksanaan
tindakan serta reaksi siswa terhadap tindakan. Observasi dilakukan setiap
kegiatan pembelajaran pada setiap siklusnya. Observasi dilaksanakan oleh guru
Matematika Kelas VIII SMP Negeri 1 Grabag.
2. Metode Tes
Menurut Budiyono (2003:54), ”Metode tes adalah cara pengumpulan data yang
menghadapkan sejumlah pertanyaan–pertanyaan atau suruhan–suruhan kepada
subjek penelitian”. Dalam penelitian ini, akan dilaksanakan beberapa kali tes.
Tes awal diselenggarakan sebelum pelaksanaan tindakan. Tujuan tes awal ini
adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa terhadap
bangun ruang sebelum pelaksanaan tindakan. Tes juga diselenggarakan setiap
akhir siklus dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa
terhadap bangun ruang setelah pelaksanaan tindakan. Dari hasil tes awal dan
tes akhir tiap siklus ini dapat diketahui tercapai tidaknya indikator keberhasilan
tindakan. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk tes uraian.
Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam membuat tes.
a) Melakukan spesifikasi materi yang pernah diajarkan
b) Menyusun kisi-kisi tes
c) Menyusun soal-soal tes
d) Melakukan penelaahan atau pengkajian butir–butir soal
e) Melakukan revisi soal-soal tes
f) Dilaksanakan tes
Butir–butir soal diuji terlebih dahulu validitasnya sebelum digunakan untuk
penelitian. Menurut Nunnaly dalam Budiyono (2003:55) ”Suatu instrumen
disebut valid jika mengukur apa yang seharusnya diukur”. Dalam penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
ini, validitas instrumen yang digunakan adalah validitas isi. Menurut Arikunto
(1996:64), ”Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur
tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang
diberikan”.
3. Metode Wawancara
Metode wawancara adalah cara pengumpulan data yang dilakukan melalui
percakapan antara peneliti atau orang yang ditugasi dengan subjek penelitian
atau responden atau sumber data (Budiyono, 2003:52). Metode wawancara
dilaksanakan setiap akhir siklus. Tujuan wawancara ini adalah untuk
mengetahui pelaksanaan tindakan, mengetahui kesesuaian metode
pembelajaran terhadap pendekatan pembelajaran dan materi yang perlu
dikuasai siswa sebagai dasar perbaikan pada siklus selanjutnya.
E. Validitas Data
Suatu informasi yang akan dijadikan data penelitian perlu diperiksa
validitasnya sehingga data tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan dapat
dijadikan sebagai dasar yang kuat dalam menarik kesimpulan (Suwandi, 2009:60).
Untuk menguji validatas data, digunakan triangulasi sumber, yaitu
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda (Moleong, 1999:178). Dalam
penelitian ini data hasil wawancara dibandingkan dengan data hasil tes tiap siklus,
sehingga kesimpulan yang diambil mengenai tingkat pemahaman siswa
merupakan kesimpulan yang benar.
F. Analisis Data
Analisis merupakan usaha untuk memilih, memilah, membuang,
menggolongkan, serta menyusun ke dalam kategorisasi, mengklasifikasikan data
untuk menjawab pertanyaan pokok: (1) Tema apa yang dapat ditemukan pada
data, (2) Seberapa jauh data dapat mendukung tema/arah/tujuan penelitian
(Arikunto dkk, 2009:132).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Dalam pelaksanaan penelitian ada dua jenis data yang dikumpulkan
peneliti, yaitu :
1. Data kuantitatif (nilai hasil belajar siswa) yang dianalisis secara deskriptif.
Dalam hal ini digunakan analisis statistik deskriptif, mencari nilai rerata dan
prosentase keberhasilan belajar siswa.
2. Data kualitatif yaitu data yang berupa informasi yang berbentuk kalimat yang
memberi gambaran tentang ekpresi siswa tentang tingkat pemahaman terhadap
materi (kognitif), pandangan atau sikap siswa terhadap metode belajar yang
baru (afektif), aktivitas siswa mengikuti pelajaran, perhatian, antusias dalam
belajar, kepercayaan diri dan motivasi belajar siswa yang akan dianalisis secara
kualitatif. Data kualitatif ini didapatkan dari observasi dan hasil wawancara.
Dengan kata lain teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah
teknik deskriptif kualitatif. Analisis awal dilakukan setelah tes kemampuan awal
untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa sebelum pelaksanaan tindakan,
kemudian disusun tindakan yang akan dilakukan terhadap siswa. Selanjutnya di
akhir setiap siklus kembali dilakukan analisis, yaitu terhadap hasil tes akhir siklus,
hasil observasi dan wawancara yang kemudian digunakan pada tahap refleksi,
sebagai dasar perencanaan tindakan pada siklus berikutnya.
G. Indikator Kinerja Penelitian
Tindakan yang diberikan dalam penelitian ini dikatakan berhasil apabila
telah memenuhi indikator berikut :
1. Setidaknya 80% siswa dapat berpikir abstrak dalam memahami konsep
bangun ruang.
2. Setidaknya 80% siswa dapat mencapai standar kompetensi yang telah
ditetapkan yaitu mencapai nilai 65.
Berikut ini adalah tabel indikator tingkat pemahaman konsep bangun
ruang berdasarkan teori Van Hiele dengan pendekatan pembelajaran matematika
realistik yang dikonstruksi peneliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Tabel 1. Indikator Tingkat Pemahaman Geometri Berdasarkan Teori Van Hiele
pada Materi Bangun Ruang
No. Tingkat
Pemahaman Indikator
1. Tingkat 0
(Visualisasi)
a. Siswa dapat mengenali berbagai bentuk bangun ruang
berdasarkan bentuk fisiknya.
Contoh : siswa dapat menyebutkan mana gambar balok
dan mana gambar limas hanya dengan melihat
gambarnya.
b. Definisi
i. Siswa tidak dapat menggunakan definisi secara
matematis mengenai berbagai macam bangun ruang
yang disediakan.
ii. Siswa hanya dapat membentuk definisi yang
berkaitan dengan deskripsi ciri-ciri fisik dari berbagai
bangun ruang.
c. Siswa hanya memahami klasifikasi eksklusif (tidak dapat
mengenali hubungan antar jenis atau antara dua jenis
elemen dari jenis bangun ruang yang sama yang
memiliki bentuk fisik yang agak berbeda) yang
didasarkan pada bentuk fisik
d. Siswa belum dapat memahami konsep suatu pembuktian
Contoh : siswa belum dapat membuktikan adanya rusuk
yang saling bersilangan pada kubus.
2. Tingkat 1
(Analisis)
a. Siswa dapat menggunakan dan mengenali ciri-ciri
matematis dari jenis-jenis bangun ruang
b. Definisi :
i. Siswa dapat memahami definisi sederhana dari
berbagai jenis bangun ruang yang diberikan.
ii. Siswa dapat membentuk definisi dengan mendaftar
semua ciri-ciri matematis dari berbagai jenis bangun
ruang
c. Siswa dapat mengklasifikasikan berbagai bentuk bangun
ruang secara eksklusif yang didasarkan pada ciri
matematis suatu bentuk bangun ruang.
d. Siswa dapat melakukan pembuktian melalui pemberian
contoh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
3. Tingkat 2
(Deduksi
Informal)
a. Siswa dapat menggunakan dan mengenali ciri matematis
dari jenis-jenis bangun ruang
b. Definisi :
i. Siswa dapat memahami definisi abstrak
ii. Siswa dapat membuat definisi dengan memperhatikan
syarat cukup dan syarat perlu dari berbagai jenis
bangun ruang
Contoh : kubus adalah prisma yang semua sisinya
berbentuk persegi
c. Pengklasifikasian yang dilakukan oleh siswa merupakan
peralihan dari klasifikasi eksklusif ke klasifikasi inklusif
d. Siswa dapat melakukan pembuktian melalui deduksi
informal
4. Tingkat 3
(Deduksi)
a. Siswa dapat menggunakan dan mengenali ciri matematis
dari jenis-jenis bangun ruang
b. Definisi :
i. Siswa dapat memahami berbagai macam definisi
bangun ruang
ii. Siswa dapat membuktikan definisi yang equivalen
mengenai suatu bangun ruang
c. Pengklasifikasian yang dilakukan oleh siswa merupakan
peralihan dari klasifikasi eksklusif ke klasifikasi inklusif
d. Siswa dapat memahami pembuktian matematika formal
mengenai bangun ruang.
Contoh : siswa dapat membuktikan bahwa volume limas
sama dengan sepertiga volume kubus dengan panjang
rusuk sama dengan panjang sisi alasnya.
H. Prosedur Penelitian
Penelitian yang akan peneliti lakukan adalah penelitian tindakan kelas
(class action research). Menurut Arikunto (2010:2) “penelitian tindakan kelas
merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan,
yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan.
Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang
dilakukan oleh siswa”.
Penelitian ini, akan diterapkan pola kolaboratif, yaitu inisiatif
pelaksanaan penelitian tindakan bukan dari guru, tetapi dari peneliti untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
memecahkan masalah pembelajaran (Sanjaya, 2009:59). Pelaksana tindakan
adalah peneliti sendiri sementara pengamat adalah guru. Pembagian tugas ini
didasarkan pada hasil diskusi peneliti dengan guru dengan pertimbangan peneliti
memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan tingkat pemahaman siswa terhadap
konsep bangun ruang.
Arikunto (2010:16-22) menjelaskan bahwa ada 4 hal yang harus
dilaksanakan dalam proses penelitian tindakan yaitu perencanaan (planning),
pelaksanaan (acting), pengamatan (observing) dan refleksi (reflekting).
Pelaksanaan penelitian tindakan adalah proses yang terjadi dalam suatu lingkaran
yang terus-menerus.
a. Perencanaan
Perencanaan adalah proses menyusun rancangan tindakan yang menjelaskan
tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan
tersebut akan dilakukan. Dalam hal ini, tindakan yang dilakukan adalah
penerapan pendekatan PMR. Berdasarkan diagnosis pada hasil analisis tes
awal disusunlah rancangan tindakan yang dituangkan dalam perangkat
pembelajaran yang meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan
Lembar Kerja Siswa (LKS), serta media pembelajaran yang dibutuhkan
dalam pembelajaran. Pada tahap perencanaan disusun pula instrument
penelitian yang diperlukan dalam pengumpulan data.
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan, yaitu
mengenakan tindakan di kelas.
c. Pengamatan
Observasi terhadap pelaksanaan tindakan dilakukan oleh N ur Dyah Tateki,
S.Pd, guru matematika kelas VIII SMP Negeri 1 Grabag. Hal-hal yang
diamati selama pelaksanaan tindakan meliputi kesesuaian pelaksanaan
tindakan dengan rancangan yang telah dibuat, kendala yang dihadapi dalam
pelaksanaan tindakan dan reaksi siswa terhadap pelaksanaan tindakan. Hasil
pengamatan kemudian dianalisis untuk melakukan refleksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
d. Refleksi
Siswa diberi tes untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap bangun
ruang setelah pelaksanaan tindakan. Tes diberikan pada akhir siklus dengan
materi tes didasarkan pada indikator yang ingin dicapai dari pelaksanaan
siklus tersebut. Dari hasil tes, hasil observasi dan wawancara dapat diketahui
berhasil tidaknya pelaksanaan tindakan setelah membandingkan analisis hasil
tes dengan indikator yang telah ditetapkan. Jika tindakan belum berhasil,
maka tindakan berlanjut pada siklus berikutnya. Perbaikan siklus selanjutnya
didasarkan pada hasil tes, hasil observasi dan hasil wawancara yang telah
dilakukan.
Analisis data dilakukan pada semua data yang diperoleh, yaitu hasil
tes, hasil observasi, dan hasil wawancara.
1) Analisis hasil tes
Analisis hasil tes dimulai dari mengoreksi pekerjaan siswa dengan
memperhatikan kisi-kisi tes dan membandingkan indikator masing-masing
tingkat pemahaman. Hasil yang didapatkan adalah tingkat pemahaman
masing-masing siswa. Dari data yang didapat dicari reratanya untuk
mengetahui tingkat keberhasilan pembelajaran dengan rumus :
Keterangan :
M : rerata nilai siswa
∑ni : jumlah nilai seluruh siswa
n : banyak siswa keseluruhan yaitu sejumlah 34 siswa
Selanjutnya dari data yang didapat dicari proporsi masing-masing tingkat
pemahaman untuk mengetahui prosentase siswa yang telah mencapai
tingkat pemahaman tertentu. Siswa dengan skor 0 – 30 mencapai Tingkat
0, dengan skor 31 – 75 mencapai Tingkat 1, dan dengan skor 76 – 100
telah mencapai Tingkat 2. Rumus yang digunakan adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Keterangan :
Pi : prosentase siswa pada tingkat i, i = 0,1,2
ni : banyak siswa yang mencapai tingkat i
n : banyak siswa keseluruhan yaitu sejumlah 33 siswa
Selain untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa, hasil tes juga
digunakan untuk mengetahui prosentase ketuntasan siswa. Siswa dikatakan
tuntas apabila nilai yang diperoleh lebih dari nilai atau sama dengan
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh sekolah
pada mata pelajaran matematika dan dianggap telah memenuhi standar
kompetensi yang ditetapkan. KKM yang ditetapkan di SMP Negeri 1
Grabag untuk mata pelajaran Matematika Kelas VIII adalah 65. Rumus
yang digunakan untuk mengetahui prosentase ketuntasan adalah :
Keterangan :
T : prosentase ketuntasan siswa
nt : banyak siswa yang mencapai KKM
n : banyak siswa keseluruhan yaitu sejumlah 33 siswa
2) Analisis hasil observasi
Analisis hasil observasi dimulai dengan menelaah hasil observasi. Data-
data yang penting dikelompokkan berdasarkan prinsip pembelajaran yang
digunakan sementara data yang tidak penting dibuang. Berdasarkan
pengelompokkan tersebut dibuat kesimpulan mengenai pelaksanaan
masing-masing prinsip pembelajaran.
3) Analisis hasil wawancara
Analisis hasil wawancara dimulai dengan menelaah transkrip wawancara.
Hasil-hasil yang penting yang berkaitan dengan tujuan wawancara
dikelompokkan berdasarkan prinsip pembelajaran yang digunakan dalam
pembelajaran. Informasi lain yang tidak berkaitan dengan prinsip
pembelajaran digunakan sebagai informasi tambahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus. Masing-masing siklus terdiri
dari empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi,
sebagaimana dijelaskan diatas. Sebelum masuk pada siklus pertama, dilakukan
terlebih dahulu tes awal. Tujuan dari tes awal adalah untuk mengetahui tingkat
pemahaman awal siswa terhadap bangun ruang (sebelum dilakukan tindakan) dan
untuk menentukan subyek yang dipilih sebagai responden. Pemilihan subyek
didasarkan pada hasil tingkat pemahaman siswa berdasarkan hasil tes awal. Materi
tes adalah materi yang telah dipelajari pada tingkat sebelumnya, yaitu materi
bangun datar dan bangun ruang. Kelas dengan tingkat pemahaman, prosentase
ketuntasan, dan nilai rerata yang paling rendah dipilih sebagai kelas tindakan.
Setelah ditentukan kelas tindakan dilakukan tindakan siklus pertama. Pada
akhir siklus pertama diberikan tes dengan materi berdasarkan indikator
pembelajaran yang ingin dicapai dari pelaksanaan siklus ini. Tujuannya untuk
mengetahui tingkat pemahaman siswa setelah dilakukan tindakan. Dari analisis
hasil tes siklus dapat diketahui tercapai atau tidaknya indikator keberhasilan
tindakan yang ditetapkan. Apabila indikator tersebut sudah ataupun belum
tercapai maka tindakan dilanjutkan pada siklus kedua. Dimana apabila belum
tercapai siklus kedua dilakukan untuk perbaikan tindakan, sedangkan apabila
sudah tercapai siklus kedua dilakukan untuk penyempurnaan tindakan.
Dari analisis hasil observasi dapat diketahui tentang pelaksanaan tindakan
mengenai kesesuain pelaksanaan tindakan dengan rencana pembelajaran, kendala
yang dialami dalam pelaksanaan tindakan serta reaksi siswa terhadap tindakan.
Perbaikan siklus berikutnya didasarkan pada hasil observasi dan
wawancara yang telah dilakukan. Dimana perbaikan tersebut meliputi perbaikan
RPP, LKS dan media pendukung pembelajaran. Berikut ini adalah bagan
mengenai pelaksanaan siklus penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Gambar 2. Prosedur Penelitian
Identifikasi masalah
a. Wawancara
b. Tes awal
SIKLUS I
SIKLUS II
SIKLUS III
Perencanaan:
a. RPP
b. Lembar kerja
c. Tes akhir siklus
Pelaksanaan Tindakan
Observasi oleh guru
a. Kesesuaian dengan
RPP
b. Kendala yang
dihadapi
c. Keaktifan siswa
Refleksi
a. Tes akhir siklus
b. Wawancara
dengan guru
c. Hasil observasi
Perencanaan:
a. RPP
b. Lembar kerja
c. Tes akhir siklus
Pelaksanaan Tindakan
Observasi oleh guru
a. Kesesuaian dengan
RPP
b. Kendala yang
dihadapi
c. Keaktifan siswa
Refleksi
a. Tes akhir siklus
b. Wawancara
dengan guru
c. Hasil observasi
Perencanaan:
a. RPP
b. Lembar kerja
c. Tes akhir siklus
Pelaksanaan Tindakan
Observasi oleh guru
a. Kesesuaian dengan
RPP
b. Kendala yang
dihadapi
c. Keaktifan siswa
Refleksi
a. Tes akhir siklus
b. Wawancara
dengan guru
c. Hasil observasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
BAB IV
HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Pratindakan
Tes awal dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 5 April 2011 disemua
kelas VIII, terdiri dari 5 kelas. Materi tes adalah luas dan keliling bangun datar
serta volume bangun ruang selama 30 menit. Tujuan dari tes awal untuk
mengetahui kemampuan awal siswa tentang bangun ruang dan menentukan kelas
tindakan. Instrumen yang digunakan adalah soal tes awal yang tertera pada
Lampiran 1. Berikut adalah tabel mengenai tingkat pemahaman awal siswa
berdasarkan tes awal.
Tabel 2. Ringkasan Tingkat Pemahaman Awal SiswaBerdasarkan hasil Tes Awal
Tingkat Pemahaman Siswa
Tingkat 0 Tingkat 0→1 Tingkat 1 Tingkat
1→2
KE
LA
S
A 6% 9% 41% 44%
B 6% 33% 46% 15%
C 15% 35% 27% 23%
D 15% 18% 32% 25%
E 0% 6% 47% 47%
Berikut adalah tabel mengenai ketuntasan hasil tes dan rata-rata nilainya.
Tabel 3. Ringkasan Ketuntasan Hasil Tes dan Nilai Rata-rata Siswa Berdasarkan
hasil Tes Awal
KELAS
A B C D E
Ketuntasan Hasil Tes 71% 33% 40% 50% 75%
Nilai Rata-rata 72,9 58,9 60,4 67,8 78,9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Dari hasil tes kemampuan awal, terlihat bahwa kelas B merupakan
kelas dengan tingkat pemahaman paling rendah. Selain itu nilai rata-rata kelas
yang dicapai juga paling rendah, begitu pula dengan ketuntasan hasil tes yang
hanya mencapai 33%. Berdasarkan hasil tersebut maka dipilihlah kelas B
sebagai kelas tindakan.
B. Deskripsi Tindakan Tiap Siklus
1. Siklus I
a. Perencanaan
Berdasarkan keadaan siswa yang telah diketahui, peneliti menyusun
rencana pembelajaran yang menerapkan pendekatan PMR sebanyak dua
pertemuan proses pembelajaran dan satu pertemuan untuk melaksanakan tes.
Peneliti juga mengkontruksi LKS yang memungkinkan siswa
menemukan sendiri konsep yang dituju sehingga diharapkan siswa akan lebih
memahami, bukan hanya sekedar menghafal. LKS tersebut digunakan sebagai
arahan dalam diskusi antar siswa maupun diskusi kelas. Media pembelajaran
pendukung juga peneliti siapkan dengan tujuan untuk membantu siswa dalam
menyelesaikan LKS. RPP dan LKS yang digunakan selama tindakan tertera
pada Lampiran 2.
Selain itu, peneliti juga menyusun pedoman observasi yang akan
digunakan selama pengamatan. Instrument yang penting juga adalah tes akhir
yang akan digunakan untuk melihat tingkat pemahaman siswa terhadap
konsep bangun ruang pada Kompetensi Dasar 3.1 yaitu dalam
mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas serta bagian-
bagiannya. Lembar observasi yang digunakan dalam pengamatan tertera pada
Lampiran 2.
b. Tindakan
Siklus I dilaksanakan mulai hari Senin, tanggal 11 April 2011 dan
terdiri dari dua pertemuan pembelajaran serta satu pertemuan untuk
melaksanakan tes. Materi yang dibahas pada siklus I sesuai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Kompetensi Dasar 3.1 yaitu mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok, prisma
dan limas serta bagian-bagiannya.
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 11 April
2011 selama 1 x 40 menit, dimulai pukul 08.00 sampai pukul 08.40 dengan
materi pokok identifikasi bangun ruang. Berikut adalah hal-hal yang terjadi
selama proses pembelajaran :
1) Penggunaan konteks “dunia nyata”
1. Peneliti memulai pembelajaran dengan mengenalkan siswa dengan
bangun ruang yang ada disekitar kita. Peneliti menunjukkan tempat
spidol dan penghapus yang berbentuk balok. Peneliti meminta beberapa
siswa untuk menyebutkan benda-benda disekitar kita yang merupakan
bentuk bangun ruang.
2. Siswa dapat menyebutkan benda-benda disekitar kita yang merupakan
bentuk bangun ruang. Benda-benda yang disebutkan siswa antara lain :
a. berbentuk balok : ruang kelas, kotak bekas pasta gigi,
b. berbentuk kubus : rubrik, kardus bekas makanan ringan
c. berbentuk prisma segitiga : kotak bekas coklat toblerone
d. berbentuk limas : sebuah celengan
2) Penggunaan model-model
a) Peneliti menggunakan alat peraga yang dapat membantu siswa
menemukan bagian-bagian bangun ruang yang berupa titik sudut, rusuk,
dan sisi.
b) Siswa mengikuti apa yang dilakukan guru dengna memberi tanda pada
bangun ruang menggunakan spidol untuk menunjukkan yang
merupakan titik sudut, rusuk dan sisi.
3) Penggunaan produksi dan kontruksi
a) Peneliti membentuk 5 kelompok yang masing-masing terdiri dari 6-7
siswa heterogen. Secara berkelompok siswa diminta untuk
mengidentifikasikan bangun ruang yang ada di depan mereka mengenai
bentuk bangun dan ciri-cirinya
b) Siswa berdiskusi dengan panduan LKS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
c) LKS yang diberikan berisi beberapa langkah yang membantu siswa
menemukan dan mendalami ciri-ciri bangun ruang.
d) Peneliti mengawasi jalannya diskusi dan menjelaskan kepada siswa hal-
hal yang belum dipahami dari LKS
4) Penggunaan interaktif
a) Peneliti bertanya kepada siswa secara lisan mengenai hal-hal yang perlu
diketahui dan dikuasai siswa selama pembelajaran. Pertanyaan yang
diajukan peneliti meliputi :
i. Berapa jumlah sisi bangun ruang tersebut?
ii. Bagaimana bentuk sisi dari bangun ruang tersebut ?
iii. Berapa jumlah rusuk bangun ruang tersebut?
iv. Bagaimana perbandingan panjang semua rusuk bangun ruang
tersebut?
v. Berapa jumlah titik sudut bangun ruang tersebut?
vi. Bagaimana kesimpulan siswa mengenai bangun ruang tersebut?
b) Siswa merespon dengan baik semua pertanyaan peneliti dan
mendiskusikan dengan teman sekelompoknya untuk menjawab semua
pertanyaan peneliti.
5) Penggunaan keterkaitan
Materi yang dipelajari pada pertemuan ini terkait pada mata pelajaran pada
bidang teknik pembangunan. Dalam membangun sebuah bangunan
awalnya ditentukan dahulu titik sudut pada alas kemudian dibuat rusuk-
rusuk dari bangunan tersebut baru diselesaikan dengan menbangun sisi-
sisinya.
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 12 April
2011 selama 2 x 40 menit, di mulai pukul 08.20 sampai pukul 09.40 dengan
materi pokok penamaan bangun ruang, identifikasi diagonal bidang, diagonal
ruang dan bidang diagonal. Sebelum masuk pada materi, peneliti dan siswa
membahas pekerjaan rumah yang diberikan pada pertemuan sebelumnya.
Semua siswa telah memahami tentang titik sudut, sisi, dan rusuk dari kubus,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
balok, prisma dan limas. Berikut adalah hal-hal yang terjadi selama proses
pembelajaran :
1) Penggunaan konteks “dunia nyata”
a) Peneliti memulai pembelajaran dengan memperlihatkan sebuah kotak
bekas pasta gigi dan meminta siswa menyebutkan nama bagian-bagian
yang ditunjukkan oleh peneliti. Kemudian peneliti menunjuk pada garis
yang dinamakan diagonal sisi, diagonal ruang, dan bidang diagonal
serta meminta siswa menyebutkan nama bagian tersebut.
b) Beberapa siswa dapat menyebutkan nama bagian-bagian tersebut.
2) Penggunaan model-model
a) Peneliti menggunakan alat peraga yang dapat membantu siswa dalam
memberi nama sebuah bangun ruang dan menemukan bagian-bagian
bangun ruang yang berupa diagonal bidang, diagonal ruang, serta
bidang diagonal.
b) Siswa melakukan pemodelan dalam memberi nama bangun ruang dan
menemukan diagonal bidang, diagonal ruang serta bidang diagonal.
3) Penggunaan produksi dan kontruksi
a) Peneliti meminta siswa kembali pada kelompok masing-masing. Secara
berkelompok siswa diminta untuk memberi nama bangun ruang yang
ada dan mengidentifikasi diagonal bidang, diagonal ruang, dan bidang
diagonal.
b) Siswa berdiskusi dengan panduan LKS.
c) LKS yang diberikan berisi beberapa langkah yang membantu siswa
menemukan dan mendalami bagian-bagian bangun ruang.
d) Peneliti mengawasi jalannya diskusi dan menjelaskan kepada siswa hal-
hal yang belum dipahami dari LKS
4) Penggunaan interaktif
a) Peneliti bertanya kepada siswa secara lisan mengenai hal-hal yang perlu
diketahui dan dikuasai siswa selama pembelajaran. Pertanyaan yang
diajukan peneliti meliputi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
i. Bagaimana aturan memberi nama sebuah bangun ruang?
ii. Bagaimana bentuk diagonal bidang sebuah bangun ruang?
iii. Berapa jumlah diagonal bidang bangun ruang tersebut?
iv. Bagaimana bentuk diagonal ruang sebuah bangun ruang?
v. Berapa jumlah diagonal ruang bangun ruang tersebut?
vi. Bagaimana bentuk bidang diagonal sebuah bangun ruang?
vii. Berapa jumlah bidang diagonal bangun ruang tersebut?
viii. Bagaimana kesimpulan siswa mengenai bangun ruang tersebut?
b) Siswa merespon dengan baik semua pertanyaan peneliti dan
mendiskusikan dengan teman sekelompoknya untuk menjawab semua
pertanyaan peneliti.
5) Penggunaan keterkaitan
Pada pertemun ini tidak digunakan keterkaitan antara materi dengan materi
lain dalam matematika ataupun dengan mata pelajaran yang lain.
Tes akhir siklus I dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 16 April 2011
dengan waktu 2 x 40 menit, dimulai pukul 07.00 sampai pukul 08.20. Tes ini
mencakup keseluruhan materi yang telah dipelajari pada siklus I, yaitu ciri-
ciri dan bagian-bagian kubus, balok, prisma dan limas.
c. Observasi
Berikut adalah hasil observasi yang didapatkan selama siklus I.
1) Penggunaan konteks “dunia nyata”
a) Penggunaan konteks “dunia nyata” belum mewakili semua materi
pokok yang dipelajari, peneliti masih perlu mengembangkan contoh
bangun ruang dalam kehidupan sehari-hari.
b) Siswa menjadi lebih aktif mengikuti proses pembelajaran, siswa
antusias mengamati bangun ruang dalam kehidupan sehari-hari dan
mampu memodifikasi bentuk bangun ruang.
2) Penggunaan model-model
a) Penggunaan model sudah mewakili materi pada pembelajaran siklus I.
b) Siswa lebih mudah memahami materi dengan adanya alat peraga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
3) Penggunaan produksi dan kontruksi
a) Peneliti sudah memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat
permodelan sendiri untuk menyelesaikan secara formal.
b) Siswa sudah dapat membuat permodelan sendiri dalam mencari
penyelesaian formal dan mengkonstruksi sendiri penyelesaian tersebut
dengan bimbingan LKS.
4) Penggunaan interaktif
a) Interaksi sudah terjadi selama proses pembelajaran melalui kegiatan
diskusi, baik diskusi secara berkelompok ataupun diskusi kelas.
b) Pertanyaan lisan dan penjelasan mengenai materi serta penemuan siswa
sudah disampaikan oleh peneliti.
5) Penggunaan keterkaitan
Selama proses pembelajaran siklus I penggunaan keterkaitan materi
dengan materi yang lain ataupun dengan mata pelajaran yang lain belum
maksimal.
Pada akhir siklus I dilaksanakan tes akhir siklus untuk mengetahui
tingkat pemahaman siswa setelah pelaksanaan tindakan. Berikut adalah tabel
mengenai tingkat pemahaman siswa berdasarkan hasil tes akhir siklus I.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Tabel 4. Ringkasan Tingkat Pemahaman Siswa
Berdasarkan Hasil Tes Siklus I
Tingkat
Pemahaman
Siswa
Keterangan Prosentase
Tingkat 0
a. Siswa sudah dapat menyebutkan bahwa
gambar yang terbentuk adalah kubus dan
balok serta bagian – bagiannya.
b. Siswa belum dapat membentuk kubus dan
balok berdasarkan definisi yang diberikan.
c. Siswa belum dapat menggunakan sifat-sifat
kubus dan balok untuk menentukan
ukurannya.
3 %
Tingkat 0→1
a. Siswa dapat membentuk kubus dan balok
berdasarkan definisi yang diberikan.
b. Siswa dapat menggunakan sifat-sifat kubus
dan balok untuk menentukan ukurannya
tetapi belum sepenuhnya.
6 %
Tingkat 1
a. Siswa sepenuhnya dapat menggunakan
sifat-sifat kubus dan balok untuk
menentukan ukurannya
b. Siswa belum dapat memahami hubungan
sifat prisma dan limas
36 %
Tingkat 1→2
a. Siswa dapat memahami hubungan sifat
prisma dan limas
b. Siswa dapat mengunakan hubungan sifat
prisma dan limas untuk menentukan
ukurannya.
55%
Sedangkan apabila dilihat berdasarkan tingkat ketuntasan hasil tes,
sebanyak 60 % siswa telah mencapai ketuntasan yang ditetapkan, yaitu 65,
dengan rata-rata 74,0.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
d. Refleksi
Dari hasil tes akhir siklus I, terlihat bahwa tingkat pemahaman siswa
terhadap bangun ruang, dalam hal ini sifat-sifat kubus, balok, prisma, dan
limas, lebih tinggi daripada tingkat pemahaman siswa pada materi bangun
datar. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran matematika
realistik dapat meningkatkan pemahaman konsep bangun ruang siswa
meskipun belum mencapai indikator yang telah ditetapkan oleh peneliti.
Dari hasil diskusi dengan guru pengamat mengenai pelaksanaan siklus
I, dapat diketahui ada beberapa hal yang perlu diperbaiki terutama dalam
penggunaan produksi kontruksi, interaksi dan keterkaitan, antara lain :
1) Pada proses produksi kontruksi sebaiknya lebih banyak membiarkan siswa
berkreasi dalam membuat pemodelan sendiri dalam mencari penyelesaian
formal.
2) Model yang dibawa peneliti harus dapat mewakili berbagai kemungkinan
dari jenis bangun ruang yang tengah dipelajari, sehingga siswa tidak hanya
terfokus pada bentuk dan posisi standar suatu bangun ruang.
3) Dalam proses interaksi hendaknya hindari jawaban siswa secara choir,
tetapi tunjuk beberapa siswa atau berikanlah kesempatan kepada siswa
untuk tunjuk jari dan menyampaikan pendapatnya.
4) Peneliti hendaknya memberikan arahan agar siswa dapat membuat
kesimpulan dengan kalimat sendiri, sehingga perlu perbaikan konstruksi
LKS.
5) Peneliti lebih mengembangkan materi dalam keterkaitannya dengan materi
lain ataupun mata pelajaran yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
2. Siklus II
a. Perencanaan
Berdasarkan hasil refleksi siklus I, peneliti menyusun rencana
pembelajaran yang sesuai dengan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).
Perbaikan dilakukan pada penggunaan produksi dan kontruksi, penggunaan
interaksi, serta penggunaan keterkaitan. LKS juga diperbaiki agar siswa lebih
mudah memahami materi jaring-jaring bangun ruang dan luas permukaan.
Peneliti juga mengkonstruksi arahan kerja dalam kelompok sehingga semua
siswa dapat aktif bekerja dalam kelompok. Hal tersebut bertujuan agar
masing-masing siswa memahami apa yang dikerjakan dan diharapkan siswa
dapat menemukan dan memahami konsep yang diharapkan. Selain itu peneliti
mengkonstruksi model bangun ruang yang dijadikan model sehingga dapat
mewakili semua kemungkinan yang akan terjadi. Proses pembelajaran
direncanakan berlangsung selama dua pertemuan dan satu kali pertemuan
untuk melaksanakan tes siklus II.
b. Tindakan
Siklus II mulai dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 18 April 2011
dan terdiri dari dua pertemuan proses pembelajaran dan satu pertemuan untuk
melaksanakan tes yang berisi materi pada siklus II.
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 18 April
2011 selama 1 x 40 menit, dimulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 08.40
dengan materi jaring-jaring kubus dan balok. Berikut adalah hal-hal yang
terjadi selama proses pembelajaran :
1) Penggunaan konteks “dunia nyata”
a) Peneliti memulai pembelajaran dengan memperlihatkan pada siswa
sebuah kardus bekas pasta gigi yang berbentuk balok. Ketika kardus
tersebut dibuka pada tiap-tiap perekatnya akan terbentuk suatu bangun
datar. Hal tersebut dilakukan untuk menunjukkan kepada siswa bahwa
suatu bangun ruang apabila dipotong pada beberapa rusuknya akan
terbentuk suatu bangun datar yang dinamakan jaring-jaring.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
b) Siswa dapat mempraktekkan pada benda-benda yang mereka bawa,
diantaranya kardus bekas pasta gigi, kardus bekas obat, kardus bekas
makanan ringan, dan kardus bekas coklat.
2) Penggunaan model-model
a) Peneliti menggunakan alat peraga yang dapat membantu siswa
menemukan beberapa bentuk jaring-jaring kubus dan balok.
b) Siswa mengikuti apa yang dilakukan peneliti dengan memotong
beberapa rusuk tertentu sehingga terbentuk beberapa jaring-jaring
kubus dan balok dengan bentuk yang berbeda.
3) Penggunaan produksi dan kontruksi
a) Peneliti membentuk 5 kelompok yang masing-masing terdiri dari 6-7
siswa heterogen. Secara berkelompok siswa akan mencari dan
menemukan beberapa bentuk jaring-jaring kubus dan balok.
b) Siswa berdiskusi dengan panduan LKS.
c) LKS yang diberikan berisi beberapa langkah yang membantu siswa
menemukan dan memahami bentuk jaring-jaring kubus dan balok.
d) Peneliti mengawasi jalannya diskusi dan menjelaskan kepada siswa hal-
hal yang belum dipahami dari LKS
4) Penggunaan interaktif
a) Peneliti bertanya kepada siswa secara lisan mengenai hal-hal yang perlu
diketahui dan dikuasai siswa selama pembelajaran. Pertanyaan yang
diajukan peneliti meliputi :
i. Bagaimana bangun datar yang terbentuk apabila tiga buah rusuk atas
dan empat buah rusuk tegak yang dipotong?
ii. Bagaimana bangun datar yang terbentuk apabila tiga buah rusuk
atas, tiga buah rusuk alas yang bersesuaian dan sebuah rusuk tegak
yang dipotong?
iii. Apakah apabila rusuk yang dipotong berbeda bentuk jaring-
jaringnya akan berbeda?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
b) Siswa merespon dengan baik semua pertanyaan peneliti dan
mendiskusikan dengan teman sekelompoknya untuk menjawab semua
pertanyaan peneliti.
5) Penggunaan keterkaitan
Keterkaitan terjadi antara materi jaring-jaring kubus dan balok dengan
industri kertas dalam memproduksi kotak nasi ataupun snack, serta industri
kertas yang memproduksi kardus-kardus pembungkus barang.
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 19 April
2011 selama 2 x 40 menit, di mulai pukul 08.20 sampai pukul 09.40 dengan
materi pokok jaring-jaring prisma dan limas serta luas permukaan bangun
ruang. Sebelum masuk pada materi, peneliti memeriksa pekerjaan rumah
yang diberikan pada pertemuan sebelumnya, yaitu berupa tugas untuk
membuat model-model bangun ruang dengan ukuran tertentu. Berikut adalah
hal-hal yang terjadi selama proses pembelajaran :
1) Penggunaan konteks “dunia nyata”
a) Peneliti memperlihatkan kepada siswa apabila membungkus sebuah
kotak dengan kertas pembungkus kita perlu mengetahui luas semua sisi
kotak untuk menyiapkan kertas yang sesuai, dikenal dengan mencari
luas permukaan bangun ruang.
b) Siswa dapat dengan cepat memahami yang dimaksud dengan luas
permukaan bangun ruang dengan melihat pembungkus kotak.
2) Penggunaan model-model
a) Peneliti menggunakan alat peraga yang dapat membantu siswa dalam
memahami materi.
b) Siswa melakukan pemodelan dalam menentukan bentuk jaring-jaring
prisma dan limas serta luas permukaan bangun ruang.
3) Penggunaan produksi dan kontruksi
a) Peneliti meminta siswa kembali pada kelompok masing-masing. Secara
berkelompok siswa mencari dan menemukan bentuk jaring-jaring
prisma dan limas serta rumus untuk menentukan luas permukaan suatu
bangun ruang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
b) Siswa berdiskusi dengan panduan LKS.
c) LKS yang diberikan berisi beberapa langkah yang membantu siswa
menemukan dan mendalami jaring-jaring prisma dan limas serta luas
permukaan bangun ruang.
d) Peneliti mengawasi jalannya diskusi dan menjelaskan kepada siswa hal-
hal yang belum dipahami dari LKS
4) Penggunaan interaktif
a) Peneliti bertanya kepada siswa secara lisan mengenai hal-hal yang perlu
diketahui dan dikuasai siswa selama pembelajaran. Pertanyaan yang
diajukan peneliti meliputi :
i. Bagaimana bangun datar yang terbentuk ketika prisma dan limas
dipotong pada beberapa rusuk tertentu?
ii. Bangun datar apa sajakah yang membentuk jaring-jaring prisma dan
limas tersebut?
iii. Bagaimanakah untuk menentukan luas dari masing-masing bangun
datar pembentuk jaring-jaring tersebut?
iv. Bagaimanakah menentukan luas permukaan bangun ruang?
b) Siswa merespon dengan baik semua pertanyaan peneliti dan
mendiskusikan dengan teman sekelompoknya untuk menjawab semua
pertanyaan peneliti.
5) Penggunaan keterkaitan
Pada pertemun ini keterkaitan yang terjadi adalah antara materi luas suatu
bangun datar yang telah dipelajari pada tingkat sebelumnya. Sehingga
apabila materi tersebut belum dikuasai, siswa akan kesulitan dalam
menentukan luas permukaan suatu bangun ruang.
Tes akhir siklus II dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 23 April
2011 dengan waktu 2 x 40 menit, dimulai pukul 07.00 sampai pukul 08.20.
Tes ini mencakup keseluruhan materi yang telah dipelajari pada siklus II.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
c. Observasi
Berikut adalah hasil observasi yang didapatkan selama siklus II.
1) Penggunaan konteks “dunia nyata”
a) Penggunaan konteks “dunia nyata” sudah mewakili semua materi pokok
yang dipelajari.
b) Siswa menjadi lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran.
2) Penggunaan model-model
a) Penggunaan model sudah mewakili materi pada pembelajaran siklus II
tetapi belum maksimal.
b) Siswa lebih mudah memahami materi dengan adanya alat peraga.
3) Penggunaan produksi dan kontruksi
a) Peneliti sudah memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat
permodelan sendiri untuk menyelesaikan secara formal tetapi belum
membiarkan siswa berkreasi dengan bebas.
b) Siswa sudah dapat membuat permodelan sendiri dalam mencari
penyelesaian formal dan mengkonstruksi sendiri penyelesaian tersebut
dengan bimbingan LKS.
4) Penggunaan interaktif
a) Interaksi sudah terjadi selama proses pembelajaran melalui kegiatan
diskusi, baik diskusi secara berkelompok maupun diskusi kelas.
b) Pertanyaan lisan dan penjelasan mengenai materi serta penemuan siswa
sudah disampaikan oleh peneliti.
5) Penggunaan keterkaitan
Selama proses pembelajaran siklus II penggunaan keterkaitan
materi dengan materi yang lain ataupun dengan mata pelajaran yang lain
cukup maksimal.
Pada akhir siklus II dilaksanakan tes akhir siklus untuk mengetahui
tingkat pemahaman siswa setelah pelaksanaan tindakan. Berikut adalah tabel
mengenai tingkat pemahaman siswa berdasarkan hasil tes akhir siklus II.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Tabel 5. Ringkasan Tingkat Pemahaman Siswa
Berdasarkan Hasil Tes Siklus II
Tingkat
Pemahaman
Siswa Keterangan Prosentase
Tingkat 0
a. Siswa dapat menyebutkan gambar yang
terbentuk adalah jaring-jaring kubus dan balok.
b. Siswa belum dapat membentuk jaring-jaring
kubus dan balok berdasarkan definisi yang
diberikan.
c. Siswa belum dapat menggunakan sifat-sifat
kubus dan balok untuk menentukan nama tiap
titik sudut pada jaring-jaringnya serta
menentukan luas permukaannya.
0 %
Tingkat
0→1
a. Siswa dapat membentuk jaring-jaring kubus dan
balok berdasarkan definisi yang diberikan.
b. Siswa dapat menggunakan sifat-sifat kubus dan
balok untuk menentukan nama tiap titik sudut
pada jaring-jaring serta menentukan luas
permukaan tetapi belum sepenuhnya.
0 %
Tingkat 1
a. Siswa sepenuhnya dapat menggunakan sifat-
sifat kubus dan balok untuk menentukan nama
tiap titik sudut pada jaring-jaring serta
menentukan luas permukaannya.
b. Siswa belum dapat memahami hubungan sifat
prisma dan limas
18 %
Tingkat
1→2
a. Siswa dapat memahami hubungan sifat prisma
dan limas
b. Siswa dapat mengunakan hubungan sifat prisma
dan limas untuk menentukan jaring-jaring serta
menentukan luas permukaannya.
82 %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Sedangkan apabila dilihat berdasarkan tingkat ketuntasan hasil tes,
sebanyak 97 % siswa telah mencapai ketuntasan yang ditetapkan, yaitu 65,
dengan rata-rata 80,3.
d. Refleksi
Dari hasil tes akhir siklus II, terlihat bahwa tingkat pemahaman siswa
terhadap bangun ruang, dalam hal ini jaring-jaring kubus, balok, prisma dan
limas serta luas permukaannya lebih tinggi daripada tingkat pemahaman
siswa pada materi sifat-sifat kubus, balok, prisma, dan limas. Hal ini
menunjukkan bahwa penerapan PMR dapat meningkatkan pemahaman
konsep bangun ruang siswa dan juga sudah mencapai indikator yang telah
ditetapkan oleh peneliti.
Meskipun pembelajaran pada siklus II sudah mencapai indikator yang
telah ditentukan akan tetapi dari hasil diskusi dengan guru pengamat
mengenai pelaksanaan siklus II, dapat diketahui ada beberapa hal yang perlu
diperbaiki untuk meyakinkan hasil yang diperoleh, terutama dalam
penggunaan produksi kontruksi dan keterkaitan, antara lain :
1) Pada proses produksi kontruksi sebaiknya lebih banyak membiarkan siswa
berkreasi dalam membuat pemodelan sendiri.
2) Model yang dibawa peneliti harus dapat mewakili berbagai kemungkinan
dari bentuk jaring-jaring bangun ruang yang tengah dipelajari, sehingga
siswa tidak hanya terfokus pada bentuk dan posisi standar suatu jaring-
jaring bangun ruang.
3) Dalam proses interaksi hendaknya hindari langsung menjawab atau
membenarkan jawaban siswa, tetapi lempar kembali pertanyaan atau
penyataan siswa tersebut ke kelas..
4) Peneliti hendaknya lebih mengarahkan siswa dalam menyusun kesimpulan
dengan menggunakan bahasa secara umum sehingga kesimpulan tersebut
dapat dipahami oleh orang lain yang membacanya.
5) Keterkaitan materi dengan materi lain perlu ditingkatkan oleh peneliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
3. Siklus III
a. Perencanaan
Berdasarkan hasil refleksi siklus II, peneliti menyusun rencana
pembelajaran yang sesuai dengan PMR. Perbaikan dilakukan pada
penggunaan produksi dan kontruksi dan keterkaitan. LKS dan media juga
dipebaiki agar siswa lebih mudah memahami materi tentang volume bangun
ruang. Peneliti juga mengkonstruksi model bangun ruang yang akan
digunakan. Proses pembelajaran direncanakan berlangsung selama dua
pertemuan dan satu kali pertemuan untuk melaksanakan tes siklus III.
b. Tindakan
Siklus III mulai dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 2 Mei 2011 dan
terdiri dari dua pertemuan proses pembelajaran dan satu pertemuan untuk
melaksanakan tes yang berisi materi pada siklus III.
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 2 Mei 2011
selama 1 x 40 menit, dimulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 08.40 dengan
materi volume kubus dan balok. Berikut adalah hal-hal yang terjadi selama
proses pembelajaran :
1) Penggunaan konteks “dunia nyata”
a) Peneliti memulai pembelajaran dengan memaparkan kepada siswa
sebuah peristiwa terkait dengan menentukan volume bangun ruang.
b) Siswa dapat memahami apa yang dipaparkan oleh peneliti.
2) Penggunaan model-model
a) Peneliti menggunakan alat peraga yang dapat membantu siswa
menemukan volume bangun ruang.
b) Siswa mengikuti apa yang dilakukan peneliti.
3) Penggunaan produksi dan kontruksi
a) Peneliti membentuk 7 kelompok yang masing-masing terdiri dari 4-5
siswa heterogen. Secara berkelompok siswa akan mencari dan
menemukan volume kubus dan balok.
b) Siswa berdiskusi dengan panduan LKS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
c) LKS yang diberikan berisi beberapa langkah yang membantu siswa
menemukan dan memahami volume kubus dan balok.
d) Peneliti mengawasi jalannya diskusi dan menjelaskan kepada siswa hal-
hal yang belum dipahami dari LKS
4) Penggunaan interaktif
a) Peneliti bertanya kepada siswa secara lisan mengenai hal-hal yang perlu
diketahui dan dikuasai siswa selama pembelajaran. Pertanyaan yang
diajukan peneliti meliputi :
i. Berapa banyaknya kubus satuan pada dasar kubus dan balok besar?
ii. Berapa banyak lapisan untuk mengisi penuh kubus dan balok besar
tersebut? Berapa banyaknya kubus satuan dalam kubus dan balok
besar tersebut?
iii. Bagaimana menentukan volume kubus dan balok?
b) Siswa merespon dengan baik semua pertanyaan peneliti.
5) Penggunaan keterkaitan
Keterkaitan yang terjadi antara materi volume kubus dan balok dengan
mata pelajaran lain adalah berkaitan dengan mata pelajaran fisika, dimana
menentukan volume bangun ruang digunakan saat menentukan massa jenis
suatu benda.
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 3 Mei 2011
selama 2 x 40 menit, di mulai pukul 08.20 sampai pukul 09.40 dengan materi
volume prisma dan limas. Sebelum masuk pada materi, peneliti memeriksa
pemahaman siswa sebelumnya. Berikut adalah hal-hal yang terjadi selama
proses pembelajaran :
1) Penggunaan konteks “dunia nyata”
a) Peneliti memperlihatkan kepada siswa untuk mengisi sebuah kubus
diperlukan tiga kali isi sebuah limas dengan ukuran yang sama.
b) Siswa dapat dengan cepat memahami volume prisma dan limas.
2) Penggunaan model-model
a) Peneliti menggunakan alat peraga yang dapat membantu siswa dalam
memahami volume prisma dan limas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
b) Siswa melakukan pemodelan dalam menentukan volume prisma dan
limas.
3) Penggunaan produksi dan kontruksi
a) Peneliti membimbing siswa menentukan volume prisma dan limas.
b) Bersama teman sebangkunya siswa berdiskusi menentukan volume
prisma dan limas.
c) Siswa berdiskusi dengan panduan PowerPoint yang ditampilkan.
d) PowerPoint yang ditampilkan berupa langkah yang membantu siswa
menemukan dan mendalami volume prisma dan limas.
4) Penggunaan interaktif
a) Peneliti bertanya kepada siswa secara lisan mengenai hal-hal yang perlu
diketahui dan dikuasai siswa selama pembelajaran. Pertanyaan yang
diajukan peneliti meliputi :
i. Bangun ruang apakah yang terbentuk apabila balok dipotong tepat
ditengah secara menyilang?
ii. Bagaimana menentukan volume prisma?
iii. Berapa kali isi sebuah limas diisikan pada sebuah kubus dengan
ukuran yang sama sampai penuh?
iv. Bagaimana menentukan volume limas?
b) Siswa merespon dengan baik semua pertanyaan peneliti dan
mendiskusikan dengan teman sebangkunya untuk menjawab semua
pertanyaan peneliti.
5) Penggunaan keterkaitan
Pada pertemun ini keterkaitan yang terjadi adalah antara materi volume
kubus dan balok yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya.
Sehingga apabila materi tersebut belum dikuasai, siswa akan kesulitan
dalam menentukan volume prisma dan limas.
Tes akhir siklus III dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 7 Mei 2011
dengan waktu 2 x 40 menit, dimulai pukul 07.00 sampai pukul 08.20. Tes ini
mencakup keseluruhan materi yang telah dipelajari pada siklus III.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
c. Observasi
Berikut adalah hasil observasi yang didapatkan selama siklus III.
1) Penggunaan konteks “dunia nyata”
a) Penggunaan konteks “dunia nyata” sudah mewakili semua materi.
b) Siswa menjadi lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran.
2) Penggunaan model-model
a) Penggunaan model sudah mewakili materi pada pembelajaran siklus III.
b) Siswa lebih mudah memahami materi dengan adanya model.
3) Penggunaan produksi dan kontruksi
a) Peneliti sudah memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat
permodelan sendiri untuk menyelesaikan secara formal.
b) Siswa sudah dapat membuat permodelan sendiri dalam mencari
penyelesaian formal dan mengkonstruksi sendiri penyelesaian tersebut.
4) Penggunaan interaktif
a) Interaksi sudah terjadi selama proses pembelajaran melalui kegiatan
diskusi, baik diskusi secara berkelompok, diskusi dengan teman
sebangku ataupun diskusi kelas.
b) Pertanyaan lisan dan penjelasan mengenai materi serta penemuan siswa
sudah disampaikan oleh peneliti.
5) Penggunaan keterkaitan
Selama proses pembelajaran siklus III penggunaan keterkaitan materi
dengan materi yang lain ataupun dengan mata pelajaran yang lain cukup
maksimal.
Pada akhir siklus III dilaksanakan tes akhir siklus untuk mengetahui
tingkat pemahaman siswa setelah pelaksanaan tindakan. Berikut adalah tabel
mengenai tingkat pemahaman siswa berdasarkan hasil tes akhir siklus III.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Tabel 6. Ringkasan Tingkat Pemahaman Siswa
Berdasarkan Hasil Tes Siklus III
Tingkat
Pemahaman
Siswa
Keterangan Prosentase
Tingkat 0
a. Siswa sudah dapat menyebutkan ukuran gambar
yang terbentuk yaitu ukuran suatu kubus dan
balok.
b. Siswa belum dapat menyebutkan ukuran kubus
dan balok berdasarkan definisi yang diberikan.
c. Siswa belum dapat menggunakan sifat-sifat
kubus dan balok untuk menentukan volumenya.
0 %
Tingkat 0→1
a. Siswa dapat menyebutkan ukuran kubus dan
balok berdasarkan definisi yang diberikan.
b. Siswa dapat menggunakan sifat-sifat kubus dan
balok untuk menentukan volumenya tetapi
belum sepenuhnya.
0 %
Tingkat 1
a. Siswa sepenuhnya dapat menggunakan sifat-
sifat kubus dan balok untuk menentukan
volumenya.
b. Siswa belum dapat memahami hubungan sifat
prisma dengan balok, kubus, dan limas.
12 %
Tingkat 1→2
a. Siswa dapat memahami hubungan sifat prisma
dengan balok, kubus, dan limas.
b. Siswa dapat mengunakan hubungan sifat prisma
dan limas untuk menentukan volumenya.
88 %
Sedangkan apabila dilihat berdasarkan tingkat ketuntasan hasil tes,
sebanyak 97 % siswa telah mencapai ketuntasan yang ditetapkan, yaitu 65,
dengan rata-rata 81,5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
d. Refleksi
Dari hasil tes akhir siklus III, terlihat bahwa tingkat pemahaman siswa
terhadap bangun ruang, dalam hal ini volume kubus, balok, prisma dan limas
lebih tinggi daripada tingkat pemahaman siswa pada materi jaring-jaring
kubus, balok, prisma dan limas serta luas permukaannya. Hal ini
menunjukkan bahwa penerapan PMR dapat meningkatkan pemahaman
konsep bangun ruang siswa dan juga telah mencapai indikator yang telah
ditetapkan oleh peneliti.
C. Perbandingan Hasil Tindakan Antarsiklus
Setelah pelaksanaan tindakan pada siklus I selesai, dilakukan tes akhir
siklus I untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa. Dari hasil analisa dapat
diketahui bahwa baru 55 % siswa mencapai tingkat 1→2, yaitu tingkat Deduksi
Informal, meskipun tingkat pemahaman mereka meningkat jika dibandingkan
dengan tingkat pemahaman sebelum dilakukan tindakan. Untuk prosentase
ketuntasan baru mencapai 60 % walaupun sudah terjadi peningkatan. Kemudian
untuk nilai rata-ratanya telah mencapai nilai 74,0.
Selanjutnya dari hasil analisa siklus II diketahui bahwa bahwa banyaknya
siswa yang mencapai tingkat 1→2 meningkat dibandingkan dengan sebelum
pelaksanaan siklus II. Selain itu sudah tidak ada siswa yang hanya sampai pada
tingkat pemahaman tingkat 0→1. Peningkatan tersebut telah sesuai dengan
indikator keberhasilan yang telah ditentukan, dengan kata lain tindakan telah
berhasil. Untuk prosentase ketuntasan telah mencapai 97 %. Dibandingkan dengan
siklis I, hal ini menunjukkan peningkatan yang signifikan. Kemudian untuk nilai
rata-ratanya telah mencapai nilai 80,3.
Untuk lebih meyakinkan dan menyempurnakan pembelajaran maka
dilakukan tindakan siklus III. Dari analisa hasilnya dapat diketahui bahwa semua
siswa telah melewati tingkat 0 dan tingkat 0→1. Bahkan 88 % siswa telah
mencapai tingkat 1→2, meningkat apabila dibandingkan dengan hasil pada siklus
II. Hal ini menunjukkan indikator keberhasilan yang telah ditentukan telah
tercapai, atau dapat dikatakan tindakan telah berhasil. Untuk prosentase
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
ketuntasan tetap pada 97 %. Kemudian untuk nilai rata-ratanya meningkat
menjadi 81,5.
Berikut adalah grafik yang menunjukkan perkembangan keberhasilan
tindakan dilihat dari rerata, prosentase ketuntasan, dan prosentase pemahaman
konsep.
Gambar 3. Peningkatan Prosentase Tingkat Pemahaman Konsep Bangun
Ruang
Gambar 4. Peningkatan Prosentase Ketuntasan Belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Gambar 5. Peningkatan Nilai Rata-rata
D. Pembahasan
1. Pelaksanaan Pembelajaran dan Tingkat Pemahaman Siswa
Setelah pelaksanaan tindakan pada siklus I selesai, dilakukan tes akhir
siklus I untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa. Dari hasil analisa dapat
diketahui bahwa baru 55 % siswa mencapai tingkat 1→2, yaitu tingkat Deduksi
Informal, meskipun tingkat pemahaman mereka meningkat jika dibandingkan
dengan tingkat pemahaman sebelum dilakukan tindakan. Keadaan ini berarti
indikator keberhasilan tindakan belum tercapai, dapat dikatakan tindakan belum
berhasil. Ketidakberhasilan tindakan mungkin disebabkan oleh beberapa hal,
meliputi pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan kondisi siswa.
a. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran
1) Penggunaan konteks “dunia nyata”
Pada pertemuan pertama dan kedua penggunaan konteks “dunia nyata”
belum mewakili semua materi yang dipelajari, pengembangan contoh
bangun ruang belum dapat memaparkan berbagai bentuk bangun ruang.
Bangun ruang dalam “dunia nyata” yang disampaikan hanya mewakili
bentuk kubus dan balok, peneliti belum menunjukkan secara langsung
bentuk limas dan prisma segitiga secara riil di kelas. Dengan demikian
pemahaman siswa terhadap sifat-sifat prisma segitiga dan limas belum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
menyeluruh karena tidak ada benda riil di depan mereka yang bisa menjadi
arahan bagi siswa untuk berpikir abstrak.
2) Penggunaan produksi dan kontruksi
Pada pertemuan pertama dan kedua pelaksanaan diskusi belum maksimal
karena kelompok yang terbentuk belum heterogen. Pembentukan
kelompok dilakukan oleh siswa sendiri, mereka dibebaskan untuk
menentukan anggota kelompoknya sendiri. Dari kelompok yang terbentuk,
kemampuan siswa tidak merata karena siswa yang berkemampuan tinggi
cenderung berkelompok dengan siswa yang berkemampuan tinggi.
Dengan kondisi tersebut, diskusi tidak dapat dilakukan secara maksimal.
Siswa tidak maksimal dalam menyelesaikan LKS yang ada. Pengerjakan
LKS lebih cenderung dilakukan dalam diskusi kelas. Akibatnya siswa
tidak benar-benar memahami sifat-sifat dari prisma segitiga dan limas.
Terutama pada siswa dengan kemampuan rendah.
3) Penggunaan keterkaitan
Selama proses pembelajaran siklus I penggunaan keterkaitan materi
dengan materi yang lain ataupun dengan mata pelajaran yang lain belum
maksimal. Hal ini menjadikan siswa tidak benar-benar memahami sifat-
sifat dari prisma segitiga dan limas.
b. Kondisi siswa
1) Siswa belum terbiasa dengan konstruksi LKS yang digunakan selama
tindakan. Dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari, siswa menggunakan
LKS yang berisi ringkasan materi dan kumpulan soal, sehingga siswa
masih sedikit mengalami kesulitan untuk membuat suatu kesimpulan.
2) Siswa belum dapat berpikir abstrak.
Dalam proses pembelajaran penggunaan konteks “dunia nyata” dan model-
model sangat membantu siswa dalam memahami memahami sifat-sifat
bangun ruang secara riil. Akan tetapi ketika model-model tersebut sudah
tidak ada masih ada beberapa siswa yang belum memahami sifat-sifat
bangun ruang. Selain itu penggunaan model yang belum mewakili semua
kemungkinan dalam bangun ruang menyebabkan beberapa siswa kesulitan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
apabila dihadapkan pada suatu permasalahan yang sedikit berbeda dengan
model.
Tindakan pada siklus I belum berhasil maka dilakukan perbaikan pada
kegiatan pembelajaran berdasarkan hasil refleksi. Perbaikan dilakukan pada
penggunaan konteks “dunia nyata”, penggunaan produksi dan kontruksi serta pada
penggunaan keterkaitan. Selain itu dilakukan perbaikan juga pada konstruksi LKS
yang digunakan.
Dari hasil tes akhir siklus II yang dilaksanakan setelah tindakan pada
siklus II selesai dilaksanakan, diketahui bahwa banyaknya siswa yang mencapai
tingkat 1→2 meningkat dibandingkan dengan sebelum pelaksanaan siklus II.
Selain itu sudah tidak ada siswa yang hanya sampai pada tingkat pemahaman
tingkat 0→1. Peningkatan tersebut telah sesuai dengan indikator keberhasilan
yang telah ditentukan, dengan kata lain tindakan telah berhasil.
Akan tetapi, walaupun tindakan pada siklus II telah berhasil, ada beberapa
hal yang belum sempurna dalam pelaksanaannya yaitu sebagai berikut :
a. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran
1) Pada tahap produksi kontruksi
Pada tahap ini peneliti kurang membebaskan siswa untuk berkreasi dalam
membuat pemodelan sendiri. Batasan dari peneliti menjadikan beberapa
siswa kembali tidak memahami konsep yang ada. Selain itu model yang
ada belum dapat mewakili berbagai kemungkinan dari bentuk jaring-jaring
bangun ruang yang tengah dipelajari, sehingga siswa hanya terfokus pada
bentuk dan posisi standar suatu jaring-jaring bangun ruang. Pada tahap ini
siswa juga belum dapat membuat kesimpulan dengan kalimat sendiri yang
dapat dipahami secara umum. Ketika menyelesaikan LKS siswa dapat
mengikuti langkah kerja yang diberikan. Akan tetapi siswa masih
mengalami kesulitan untuk mengungkapkan apa yang diperoleh pada
kegiatan yang telah dilakukan. Bahasa yang mereka gunakan belum
merupakan bahasa secara umum yang nantinya dapat dipahami oleh orang
lain yang membacanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
b. Kondisi siswa
1) Siswa masih ada yang belum dapat berpikir abstrak secara menyeluruh
Dalam menemukan konsep dengan panduan LKS, beberapa siswa masih
memerlukan bantuan model. Selain itu juga masih ada beberapa siswa
yang hanya menghafalkan apa yang diperoleh bukan memahaminya.
Kebiasaan menghafal pada beberapa siswa belum dapat dihilangkan,
walaupun selama proses pembelajaran telah ditekankan pentingnya
memahami suatu konsep yang mereka temukan. Pada akhirnya beberapa
siswa hanya menghafalkannya saja sehingga ketika ada suatu
permasalahan mereka kurang dapat menyelesaikannya. Terbukti ketika
ditanyakan nama tiap titik sudut jaring-jaring suatu bangun ruang siswa
akan kesulitan dalam menjawabnya karena mereka tidak memahami
konsepnya. Kemudian ketika dihadapkan pada permasalahan menentukan
panjang sisi suatu kubus yang telah diketahui luas permukaannya, siswa
tidak dapat menggunakan rumus yang telah dihafalnya.
2) Siswa hanya terfokus pada tipe permasalahan yang diberikan peneliti.
Siswa dapat menyelesaikan suatu permasalahan ketika siswa pernah
menyelesaikan permasalahan yang serupa. Ketika dihadapkan pada
permasalan lain siswa mengalami kesulitan, padahal sebenarnya konsep
yang digunakan sama. Hal ini menunjukkan bahwa siswa masih
menghafal, dalam hal ini menghafalkan prosedur menyelesaikan
permasalahan.
Dikarenakan tindakan pada siklus II belum sempurna maka dilakukan
perbaikan pada proses pembelajaran yang didasarkan pada hasil refleksi yang
dituangkan dalam rencana pelaksanaan siklus III. Perbaikan dilakukan pada tahap
produksi konstruksi dan media pembelajaran yang digunakan. Peneliti mencoba
menggunakan multimedia dalam kegiatan pembelajaran agar siswa kembali
tertarik pada pembelajaran dan tidak bosan.
Dari hasil tes siklus III yang dilaksanakan setelah tindakan pada siklus III
selesai dilaksanakan, dapat diketahui bahwa semua siswa telah melewati tingkat 0
dan tingkat 0→1. Bahkan 88 % siswa telah mencapai tingkat 1→2, meningkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
apabila dibandingkan dengan hasil pada siklus II. Hal ini menunjukkan indikator
keberhasilan yang telah ditentukan telah tercapai, atau dapat dikatakan tindakan
telah berhasil.
2. Tingkat Ketuntasan Siswa
Dilihat dari tingkat ketuntasan yang dicapai siswa pada siklus I, baru 60 %
siswa yang mencapai ketuntasan pada materi sifat-sifat bangun ruang, dengan
nilai rata-rata 74,0. Nilai rata-rata tersebut sudah berada diatas KKM yang
ditetapkan oleh sekolah pada mata pelajaran matematika, yaitu 65.
Pada siklus II, yaitu materi jaring-jaring dan luas permukaan bangun
ruang, tingkat ketuntasan meningkat mencapai 97 % dengan nilai rata-rata 80,3.
Peningkatan ini sangat signifikan dibandingkan dengan hasil pada siklus I.
Hasil analisa tes akhir siklus III dengan memperhatikan tingkat ketuntasan
yang dicapai siswa menunjukkan sudah 97 % siswa telah mencapai ketuntasan.
Begitu pula dengan nilai rata-rata yang dicapai siswa meningkat dibandingkan
hasil tes akhir siklus II, yaitu 81,5.
3. Temuan Lain
Selain hal-hal tersebut, dari hasil tes pada setiap siklus diketahui bahwa
beberapa siswa masih mengalami kesalahan konsep, dalam hal ini adalah bahwa
untuk menentukan diagonal bidang dan diagonal ruang suatu bangun adalah
dengan konsep Pythagoras. Lebih khusus lagi yang dicari adalah sisi miring suatu
segitiga siku-siku. Selain itu dalam menentukan luas permukaan bangun ruang
adalah berhubungan dengan konsep luas bangun datar. Masih ada siswa yang
belum memahami luas bangun datar itu sendiri. Ketika peneliti memberikan
penjelasan selama pembelajaran , beberapa siswa akhirnya memahami, akan tetapi
masih ada siswa yang tidak dapat memperbaiki kesalahan konsep yang mereka
lakukan.
Temuan lain yang juga perlu diperhatikan adalah kecenderungan siswa
untuk menghafal konsep yang diperoleh, yaitu menghafal rumus-rumus yang ada.
Dengan pendekatan PMR yang telah diterapkan, siswa diarahkan untuk
menemukan sendiri konsep yang diperlukan dengan tujuan agar siswa tidak hanya
menghafal konsep akan tetapi juga benar-benar memahami konsep yang mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
temukan. Pada prakteknya siswa dapat mengikuti proses penemuan konsep, akan
tetapi setelahnya mereka selalu menghafal konsep akhir yang ditemukannya, tidak
berusaha memahaminya dengan baik, seolah melupakan proses yang dilalui untuk
menemukan konsep tersebut. Akibatnya siswa tidak dapat menerapkan konsep
yang dimiliki untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang penerapan Pembelajaran Matematika
Realistik (PMR) untuk meningkatkan pemahaman konsep bangun ruang dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Penerapan PMR dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep
bangun ruang.
2. Penerapan PMR dapat meningkatkan ketuntasan kelas secara signifikan
ditinjau dari KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah pada mata pelajaran
matematika, yaitu 65.
3. Beberapa siswa belum dapat meninggalkan kebiasaan menghafal konsep yang
telah dipelajari.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian tentang penerapan PMR untuk meningkatkan
pemahaman konsep bangun ruang yang dilaksanakan di SMP Negeri 1 Grabag
maka dapat diungkapkan implikasi secara teoritis dan praktis sebagai berikut :
1. Implikasi teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini mendukung keberadaan pendapat yang
menyatakan bahwa PMR dapat meningkatkan tingkat pemahaman siswa
terhadap bangun ruang.
2. Implikasi praktis
Secara praktis berdasarkan penelitian ini, guru dapat memberikan
permasalahan yang mendorong siswa memahami suatu konsep untuk
meningkatkan tingkat pemahaman siswa. Selain itu guru dapat menerapkan
PMR dengan modul yang dirancang sendiri oleh guru, sebagai panduan
penggunaan produksi konstruksi, sehingga siswa lebih aktif selama proses
pembelajaran. Pemanfaatan konteks “dunia nyata” akan banyak membantu
siswa menangkap konsep yang hendak diarahkan guru untuk dikuasai siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian tentang penerapan pendekatan PMR untuk
meningkatkan pemahaman konsep bangun ruang siswa SMP kelas VIII maka
dapat dikemukakan beberapa saran bagi guru, siswa maupun peneliti sebagai
berikut :
1. Guru
a. Guru hendaknya memberikan variasi dalam proses pembelajaran saat
menerapkan pendekatan PMR agar siswa tidak jenuh dan bosan.
b. Guru hendaknya memberikan permasalahan-permasalahan yang lebih
beragam yang dapat mendorong siswa berpikir lebih kreatif.
2. Siswa
a. Siswa hendaknya dapat memanfaatkan semua sumber belajar yang ada,
tidak hanya terfokus pada guru dan LKS saja.
b. Siswa hendaknya berlatih lebih banyak menyelesaikan permasalahan-
permasalahan dengan berbagai variasi sehingga dapat meningkatkan
tingkat pemahamannya.
c. Siswa hendaknya berlatih membuat kesimpulan dengan kalimat sendiri
yang bersifat umum, sehingga akan mudah dipahami baik diri sendiri
maupun orang lain yang membacanya.
3. Peneliti
a. Peneliti yang tertarik dapat meneliti tingkat pemahaman siswa terhadap
materi bangun ruang pada tingkat sekolah yang berbeda atau pada materi
yang lain.
b. Peneliti dapat mengkaji kesalahan konsep yang terjadi pada siswa dalam
mempelajari materi bangun ruang.
c. Peneliti lain dapat meneliti mengenai penerapan pendekatan PMR untuk
meningkatkan pemahaman konsep yang lain.
d. Peneliti lain dapat meneliti mengenai penerapan pendekatan lain ataupun
metode lain dalam meningkatkan tingkat pemahaman siswa terhadap
konsep bangun ruang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, N. 2005. Pembelajaran Pemecahan Masalah. Dikti, Bahan Ajar PJJ S1
PGSD (Pengembangan Pembelajaran Matematika SD). Tersedia di :
http://pjjpgsd.seamolec.org/system/files [diakses pada tanggal 21
Desember 2010]
Anggraeni, P.P. 2008. Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Bangun Ruang
Melalui Pemanfaatan Barang Bekas Sebagai Media Pembelajaran (PTK
di Kelas V SDN Tutup I Blora). Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Arikunto, S. 1996. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :
Rineka Cipta
Arikunto, S., dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara
Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta : Sebalas Maret
University Press.
Crowley, Mary L. 1987. The Van Hiele Model of The Development of Geometric
Thought: Learning and Teaching Geometry, K-12, Yearbook of The
national Council of Teachers
Darsono, Max., dkk. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang
Press.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata
Pelajaran Matematika. Jakarta : Depdiknas.
Diyah. 2007. Keefektifan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) pada
Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas VII SMP. Skripsi.
Universitas Negeri Semarang.
Febrianto, A.N. 2010. Penerapan pembelajaran matematika realistik untuk
peningkatan pemahaman konsep bangun ruang (PTK Pembelajaran
Matematika di Kelas X Semester II SMA Widya Wacana Surakarta
Tahun Ajaran 2009/2010). Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Gravemeijer, K. 1994. Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht:
Freudenthal University.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Harun, L. 2008. Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Bangun Ruang
dengan Alat Peraga Matematika (PTK Kelas 4 SD Negeri Purbayan 01
Baki Sukoharjo Tahun Ajaran 2007/2008). Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Moleong, L.J. 1999. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Rahaju, E.B., dkk. 2008. Contextual Teaching and Learning Matematika: Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah kelas VIII edisi 4. Jakarta:
Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional
Sanjaya, W. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Kencana.
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, Konstatasi
Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta : Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Suherman, E., dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: UPI
Suwandi, S. 2009. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penulisan Karya Ilmiah.
Surakarta : Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS.
Suyitno, A. 2004. Dasar-Dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I.
Semarang: Jurusan Matematika FMIPA Unnes.
Utomo, P. 2009. Ilmuan Muda : Piaget dan Teorinya. Tersedia di:
http://ilmuwanmuda.wordpress.com/piaget-dan-teorinya/ [diakses pada
tanggal 24 Januari 2011]
Winarno. 1999. Geometri Ruang. Yogyakarta : PPPG Matematika
Zaenurie. 2007. Pembelajaran Matematika Realistik, Apa kata Dunia? Tersedia
di: http://zainurie.wordpress.com/2007/04/13/pembelajaran-matematika-
realistik-rme/ [diakses pada tanggal 24 Januari 2011]
Top Related