1
Referat
PENATALAKSANAAN
OTITIS MEDIA AKUT (OMA)
Oleh :
ELVICHA DWI NOVERTHA
NIM. 0908151699
Pembimbing :
Dr. Asmawati Adnan, Sp.THT-KL
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2013
2
Penatalaksanaan Otitis Media Akut
1. Definisi
Otitis media akut (OMA) adalah suatu peradangan akut pada telinga
tengah yang umunya terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu. Keadaan ini
terjadi akibat adanya gangguan pada sistem pertahanan (silia mukosa tuba
Eustachius, enzim dan antibodi) yang menghalangi masuknya mikroorganisme ke
dalam telinga tengah.1
OMA lebih sering terjadi pada anak-anak yang dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti posisi dari tuba Eustachius yang cenderung lebih horizontal, pendek
dan lebar. Berbeda dengan tuba Eustachius pada orang dewasa, dimana posisinya
lebih tinggi dibanding anak-anak dan lebih panjang. Faktor lain yang
mempengaruhi adalah kecenderungan anak-anak terhadap penyakit infeksi saluran
napas bagian atas (ISPA), dimana semakin sering anak menderita ISPA maka
kemungkinannya untuk terkena OMA semakin besar.1,2
Gambar 1. Perbedaan tuba Eustachius pada anak dan dewasa.3
3
2. Etiologi
Bakteri piogenik seperti Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus dan
Pnemokokus merupakan penyebab utama terjadinya OMA. Mikroorganisme lain
yang juga dapat menyebabkan OMA antara lain Hemofilus influenza, Escherichia
colli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas
aurugenosa.1
Pada anak balita penyebab utama terjadinya OMA adalah Hemofilus
influenza. Hal ini berhubungan dengan infeksi pada saluran pernapasan atas
(ISPA) pada anak.1,2
3. Patofisiologi
Otitis media akut (OMA) terjadi akibat adanya gangguan pada faktor
pertahanan tubuh. Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan faktor utama
penyebab terjadinya OMA. Dengan adanya sumbatan yang merusak faktor
pertahanan tubuh sebagai pencegah invasi kuman ke dalam tuba Eustachius maka
terjadi peradangan pada mukosa. Hal ini menyebabkan fungsi tuba Eustachius
terganggu sehingga menyebabkan terjadinya tekanan negatif di dalam telinga
tengah. Pada umumnya pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran napas
atas (ISPA), semakin sering terkena ISPA maka kemungkinan terjadinya OMA
semakin besar.1,2
4. Tanda dan Gejala Klinis
Tanda dan gejala pada OMA bergantung pada stadium penyakit pasien,
dimana pada umumnya OMA memiliki lima stadium, antara lain:1
1. Stadium oklusi tuba Eustachius
Stadium ini ditandai dengan adanya gambaran retraksi membran timpani
akibat adanya tekanan negatif didalam telinga tengah yang terjadi karena
absorpsi udara. Membran timpani kadang tampak normal atau berwarna
keruh pucat.
4
2. Stadium hiperemis ( stadium pre-supurasi)
Pada stadium ini dapat dilihat adanya pelebaran pembuluh darah pada
membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis
disertai edema.
Gambar 2. Membran timpani pada stadium hiperemis.4
3. Stadium supuratif
Terjadinya edema yang hebat pada mukosa telinga tengah, hancurnya sel
epitel superfisial, dan telah terbentuknya eksudat yang purulen di kavum
timpani sehingga menyebabkan penonjolan (bulging) membran timpani ke
arah liang telinga luar merupakan tanda yang dapat ditemukan pada
stadium supuratif ini.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, terjadi peningkatan suhu dan
nadi, serta adanya nyeri telinga yang dirasakan bertambah berat.
Gambar 3. Membran timpani pada stadium supurasi.4
5
4. Stadium perforasi
Pada stadium ini terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah yang
berada di dalam kavum timpani mengalir ke liang telinga luar. Pasien
tampak lebih tenang dari sebelumnya dan terjadi penurunan suhu.
Gambar 4. Membran timpani pada stadium perforasi.4
5. Stadium resolusi
Pada stadium ini membran timpani yang perforasi dapat kembali normal
secara perlahan-lahan tanpa pengobatan jika daya tahan tubuh pasien baik
atau virulensi kuman rendah.
Gambar 5. Membran timpani pada stadium resolusi.4
5. Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis OMA terdapat tiga hal yang harus
terpenuhi, antara lain:5,6,7
1. Penyakit muncul secara mendadak (akut).
2. Ditemukan tanda efusi pada telinga tengah. Efusi dapat dibuktikan dengan
melihat adanya salah satu diantara tanda berikut: menggembungnya
membran timpani (bulging) , terbatas atau tidak adanya gerakan membran
6
timpani, adanya bayangan cairan di belakang membran timpani, dan
adanya cairan yang keluar dari telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan pada telinga tengah. Hal ini dapat
dibuktikan dengan melihat adanya salah satu diantara tanda berikut:
kemerahan pada membran timpani, adanya nyeri telinga yang dapat
mengganggu tidur dan aktivitas normal.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang cermat. Gejala yang timbul dapat bervariasi tergantung
pada stadium dan usia pasien. Pada umunya anak-anak dengan OMA
mengeluhkan rasa nyeri pada telinga dan disertai adanya demam. Biasanya
terdapat riwayat infeksi saluran napas atas sebelumnya. Keluhan yang dirasakan
oleh orang dewasa dapat berupa nyeri telinga, gangguan pendengaran dan terasa
penuh pada telinga. Gejala sulit tidur, diare, demam tinggi, gelisah, dan sering
memegang telinga adalah gejala khas yang dapat ditemukan pada bayi dengan
OMA.3
Otitis media akut dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik. Beberapa
teknik pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan otoskop,
otoskop pneumatik, timpanometri, dan timpanosintesis. Dengan menggunakan
otoskop dapat dilihat adanya perubahan warna pada membran timpani, penonjolan
(bulging) membran timpani dan sekret yang berada di liang telinga. Apabila
diperlukan konfirmasi dari hasil pemeriksaan otoskop, maka dilakukan
pemeriksaan dengan otoskop pneumatik. Otoskop pneumatik dapat digunakan
untuk menilai gerakan membran timpani. Selain dengan menggunakan otoskop
pneumatik, timpanometri juga dapat digunakan untuk menilai secara objektif
pergerakan membran timpani.3
6. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan OMA adalah mengurangi gejala dan kekambuhan.
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pada stadium oklusi
diberikan tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis untuk anak
dengan usia kurang dari 12 tahun atau HCl efedrin 1% untuk anak berusia lebih
dari 12 tahun. Hal ini bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius
7
sehingga tekanan negatif yang berada pada telinga tengah hilang. Selain obat tetes
hidung, diberikan juga antibiotik untuk mengobati sumber infeksi.
Pada stadium presupurasi pengobatan yang diberikan berupa antibiotik
golongan penisilin atau ampisilin yang diberikan secara intramuskular pada tahap
awal. Pemberian antibiotik dianjurkan minimal 7 hari dan apabila pasien alergi
terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin. Selain pemberian antibiotik,
pengobatan juga dilakukan dengan pemberian obat tetes hidung dan analgetik.
Terapi yang dapat diberikan pada stadium supurasi adalah antibiotik dan
obat-obat simptomatik. Pada stadium supurasi sudah terbentuk eksudat yang
purulen sehingga mendorong membran timpani ke arah liang telinga luar. Apabila
tidak dilakukan miringotomi atau insisi pada membran timpani dapat terjadi
ruptur membran timpani. Pada keadaan perforasi yang diakibatkan oleh karena
ruptur, membran timpani tidak akan mudah menutup kembali.
Terlambatnya pemberian antibiotik atau virulensi kuman yang tinggi dapat
menyebabkan membran timpani yang sudah terdorong ke liang telinga luar
menjadi ruptur sehingga terbentuklah perforasi. Pada stadium perforasi ini, sering
terlihat banyak sekret yang mengalir ke liang telinga luar, oleh karena itu
pengobatan ditujukan untuk membersihkan liang telinga dengan pemberian obat
tetes telinga H2O2 3% selama 3-5 hari selain itu juga diberikan antibiotik yang
adekuat.
Pada keadaan daya tahan tubuh pasien baik dan faktor virulensi kuman
rendah, penutupan perforasi dapat terjadi secara perlahan biasanya 7-10 hari. Pada
stadium ini sekret sudah tidak ada lagi. Jika penutupan perforasi pada membran
timpani tidak terjadi akibat berlanjutnya proses peradangan pada telinga tengah,
antibiotik diberikan sampai 3 minggu.1
Dalam membahas penatalaksanaan OMA, terdapat perdebatan dalam
penerapan terapi yang diberikan pada pasien OMA. Hal yang menjadi perdebatan
adalah penggunaan antibiotik dalam pengobatan awal OMA dimana terjadi
masalah resistensi.8,9
Pada bula Februari 2013, American Academy of Pediatrics and the
American Academy of Family Practice telah mempublikasikan pedoman
8
penatalaksanaan medis OMA yang terbaru. Terdapat beberapa hal
direkomendasikan, antara lain:9
Penatalaksanaan OMA harus mencakup evaluasi nyeri dan pengobatannya.
Antibiotik diberikan pada anak usia minimal 6 bulan yang menderita OMA
bilateral atau unilateral dengan tanda-tanda atau gejala yang berat seperti
nyeri telinga sedang atau berat, nyeri telinga selama 48 jam atau lebih, atau
demam dengan suhu 39oC atau lebih serta keadaan yang ringan pada anak
dengan OMA bilateral berusia 6 – 23 bulan.
Usia Diagnosis pasti Diagnosis sementara
< 6 bulan Antibiotik Antibiotik
6 bulan - 23bulan Antibiotik Antibiotik jika gejala
berat; obeservasi jika
gejala ringan
2 tahun Antibiotik jika gejala
berat; obeservasi jika
gejala ringan
Observasi
Pada anak usia 6-23 bulan atau lebih yang menderita OMA unilateral
dengan gejala ringan dapat dikelola dengan baik menggunakan antibiotik
atau dengan observasi tanpa pemberian antibiotik, kecuali pada anak yang
kondisinya memburuk atau tidak membaik dalam waktu 48-72 jam.
Amoxicillin merupakan obat pilihan namun pada beberapa kasus dokter
harus memberikan antibiotik dengan β-lactamase tambahan. Kondisi
tersebut terjadi pada anak yang telah mendapatkan terapi amoxicillin
dalam waktu 30 hari atau alergi terhadap penisilin.
Dokter harus melakukan evaluasi terhadap anak yang kondisi
kesehatannya memburuk atau tidak respon terhadap terapi awal dengan
antibiotik dalam waktu 48-72 jam.
Tympanostomy tubes dapat dilakukan pada anak dengan OMA berulang.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi episode OMA.
9
Dokter harus merekomendasikan vaksin konjugasi pneumokokus dan
vaksin influenza tahunan pada semua anak.
Dokter juga harus mendorong masyarakat untuk melakukan ASI eksklusif.
Rekomendasi penatalaksanaan OMA didasari oleh beberapa prinsip seperti
meminimalkan risiko terjadinya komplikasi OMA (mastoiditis,
meningitis, sepsis bakteri, abses intrakranial), menghindari terjadinya resistensi
patogen terhadap antibiotik, dan dampak dari pemberian antibiotik.10,11
Pemberian analgetik sangat penting perannya dalam waktu tidur pada
anak-anak karena kesulitan tidur merupakan gejala yang paling umum mendorong
orang tua untuk mencari pengobatan bagi anak. Analgetik yang lebih baik
digunakan adalah ibuprofen dibandingkan dengan acetaminopen karena
toksisitasnya lebih rendah. Selain itu ibuprofen juga memiliki efek anti-
inflamasi.10
12
Tabel 1. Rekomendasi antibiotik pada pasien yang diterapi inisial dengan
antibiotik atau yang telah gagal 48 – 72 jam pada terapi inisial dengan
antibiotik atau observasi.11
Suhu
≥ 39oC
dan
atau
otalgia
berat
Pada diagnosis pasien
diterapi inisial dengan
antibiotik
Secara klinis gagal terapi
pada 48-72 jam setelah
terapi inisial dengan
pilihan
Secara klinis gagal terapi
pada 48-72 jam setelah terapi
inisial dengan antibiotik
Pilihan Alternatif
untuk
alergi
penisilin
Pilihan Alternatif
untuk
alergi
penisilin
Pilihan Alternatif
untuk alergi
penisilin
Ya Amoksisilin
80-90
mg/kg/hari
Bukan tipe
I: cefdinir,
cefuroksim,
cefpodoksim
Tipe I:
azitromisin,
klaritromisin
Amoksisilin
80-90
mg/kg/hari
Bukan tipe
I: cefdinir,
cefuroksim,
cefpodoksim
Tipe I:
azitromisin,
klaritromisin
Amoksisilin-
klavulanat
(90
mg/kg/hari
amoksisilin
dan 6,4
mg/kg/hari
klavulanat)
Bukan tipe I:
cetriakson, 3
hari
Tipe I:
klindamisin
Tidak Amoksisilin-
klavulanat
(90
mg/kg/hari
amoksisilin
dan 6,4
mg/kg/hari
klavulanat )
Ceftriakson
1 atau 3 hari
Amoksisilin-
klavulanat
(90
mg/kg/hari
amoksisilin
dan 6,4
mg/kg/hari
klavulanat )
Ceftriakson
1 atau 3 hari
Ceftriakson
3 hari
Timpanosintesis,
klindamisin
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Djafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga tengah. Buku Ajar
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan kepala dan Leher. Balai penerbit
FKUI, Jakarta; 2007.
2. Ballenger JJ. Peradangan Akut Telinga Tengah. Penyakit Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 13. Jakarta: Binarupa aksara, 1997:p
384-90
3. Munilson J, Edward Y. Penatalaksanaan Otitis Media Akut. Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas, Padang; 2009
4. Onerci TM. Diagnosis In Otorhinolaryngology. Faculty of Medicine Dept.
Otorhinolaryngology of Haccetepe University, Turkey; 2009
5. Ramakrishan K, Sparks RA, Berryhill WE. Diagnosis and Treatment of
Otitis Media. University of Oklahoma Health Sciences Center,Oklahoma;
2007.
6. Marcy SM. New guidelines on acute otitis media: An overview of their key
principles for practice. Cleveland Clicic Journal of Medicine. 2004; 71
Suppl 4:S3-9
7. Forgie S, Zhanel G, Robinson J. Management of Acute Otitis
Media.Pediatrics Child Health. 2009 September,14(7);457-460
8. Donaldson JD. Acute Otitis Media Treatment & Management. Medscape.
2013. Available from http://emedicine.medscape.com/article/859316-
treatment#showall
9. Waseem M. Otitis Media Treatment & Management. Medscape. 2013.
Available from http://emedicine.medscape.com/article/994656-
treatment#showall
10. Burrows HL, Blackwood RA, Cooke JM, Harrison RV, Harmes KM,
Passamani PP. Otitis Media. University of Michigan. 2013.
11. Diagnosis and Management of acute Otitis Media. PEDIATRICS.
2004;113(5);1451-1465