PEMBUATAN MIE KERING KEMANGI (Ocimum sanctum L.)
DENGAN BAHAN DASAR TEPUNG TERIGU
DAN TEPUNG MOCAF (Modified Cassava Flour)
(KAJIAN JENIS PERLAKUAN dan
KONSENTRASI KEMANGI)
Skripsi
Oleh :
ANITA NOVALIA BUDIARTI
NIM. 0711030050 - 103
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011
PEMBUATAN MIE KERING KEMANGI (Ocimum sanctum L.)
DENGAN BAHAN DASAR TEPUNG TERIGU
DAN TEPUNG MOCAF (Modified Cassava Flour)
(KAJIAN JENIS PERLAKUAN dan
KONSENTRASI KEMANGI)
Oleh :
ANITA NOVALIA BUDIARTI
NIM. 0711030050 - 103
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Skripsi : Pembuatan Mie Kering Kemangi (Ocimum sanctum L.)
Dengan Bahan Dasar Tepung Terigu dan Tepung MOCAF
(Modified Cassava Flour) (Kajian Jenis Perlakuan dan
Konsentrasi Kemangi)
Nama Mahasiswa : Anita Novalia Budiarti
NIM : 0711030050 – 103
Jurusan : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Pembimbing Pertama,
Dr. Ir. Wignyanto, MS.
NIP. 19521102 198103 1 001
Tanggal Persetujuan : ..........................
Pembimbing Kedua,
Arie Febrianto Mulyadi, STP.,MP
NIP. 19800216 200812 1 001
Tanggal Persetujuan : ..........................
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Pembuatan Mie Kering Kemangi (Ocimum sanctum L.)
Dengan Bahan Dasar Tepung Terigu dan Tepung MOCAF
(Modified Cassava Flour) (Kajian Jenis Perlakuan dan
Konsentrasi Kemangi)
Nama Mahasiswa : Anita Novalia Budiarti
NIM : 0711030050 – 103
Jurusan : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Dosen Penguji I,
Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS
NIP. 19590508 198303 1 004
Dosen Penguji II,
Hendrix Yulis Setyawan, STP, M.Si
NIK. 81071210 1 1 0020
Dosen Penguji III,
Dr. Ir. Wignyanto, MS.
NIP. 19521102 198103 1 001
Dosen Penguji IV,
Arie Febrianto Mulyadi, STP.,MP
NIP. 19800216 200812 1 001
Ketua Jurusan
Teknologi Industri Pertanian,
Dr. Ir. Wignyanto, MS.
NIP. 19521102 198103 1 001
Tanggal Lulus Skripsi : ........................................................................
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 12 November 1989 dari Ayah
yang bernama Edi Budiarso dan Ibu Sriati Purtiastuti. Penulis menyelesaikan
pendidikan Sekolah Dasar di SDN Karang Tanjung Candi-Sidoarjo pada tahun
2001, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1
Sidoarjo dengan tahun kelulusan 2004, dan menyelesaikan Sekolah Menengah
Atas di SMA Negeri 3 Sidoarjo pada tahun 2007.
Tahun 2011 penulis telah berhasil menyelesaikan pendidikannya di
Universitas Brawijaya Malang di Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas
Teknologi Pertanian. Pada masa pendidikannya, penulis aktif sebagai staf
magang, staf tetap, ketua sub-bidang Penulisan hingga Dewan Penasihat
Organisasi di sebuah Lembaga Kedaulatan Mahasiswa bernama Agritech
Research and Study Club (ARSC) selama tahun 2007-2011, aktif sebagai Asisten
Praktikum Teknik Tata Cara Kerja, Asisten Praktikum Analisis Sistem, dan
Asisten Praktikum Perencanaan Tata Letak Fasilitas Pabrik dan Penanganan
Bahan di Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya, aktif dalam beberapa kepanitiaan, dan pernah lolos
pendanaan PKMK yang diselenggarakan oleh DIKTI pada tahun 2010.
Anita Novalia B. 0711030050-103. Pembuatan Mie Kering Kemangi (Ocimum sanctum L.)
Dengan Bahan Dasar Tepung Terigu dan Tepung MOCAF (Modified Cassava Flour) (Kajian
Jenis Perlakuan dan Konsentrasi Penambahan Kemangi). SKRIPSI.
Pembimbing : Dr. Ir Wignyanto, MS dan Arie Febrianto M., STP, MP
RINGKASAN
Produk mie merupakan salah satu jenis olahan pangan yang digemari oleh
masyarakat Indonesia. Jenis produk mie yang mampu bersaing dipasar ialah mie kering
karena mempunyai kadar air sebesar 8 % sehingga daya simpannya lama. Tingginya
peningkatan konsumsi mie meningkatkan volume impor gandum sebagai bahan baku
utama dalam pembuatan tepung terigu. Alternatif pemecahan masalah yaitu mengganti
beberapa penggunaan tepung terigu dengan tepung MOCAF (Modified Cassava Flour).
Kebiasaan mengkonsumsi mie tanpa tambahan sayur menjadi kurang tepat karena
tidak semua kebutuhan zat gizi terpenuhi. Adanya penambahan sayur dalam adonan mie
selain sebagai tambahan zat gizi, juga berfungsi sebagai bahan pewarna alami sehingga
produk menjadi lebih menarik. Salah satu sayuran yang dapat memberikan diversifikasi
produk mie sehat ialah sayur kemangi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan bentuk
bubur dan ekstrak kemangi dengan konsentrasi tertentu pada mie kering dari bahan dasar
tepung terigu dan tepung MOCAF terhadap tingkat kesukaan konsumen, untuk
mengetahui kualitas organoleptik dan fisik hasil perlakuan terbaik yang dibandingkan
dengan produk mie sayur lain, serta untuk mengetahui kualitas kimia hasil perlakuan
terbaik jika dibandingkan dengan syarat mutu produk mie kering menurut Standart
Nasional Indonesia (SNI).
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK)
yang disusun secara faktorial dengan 2 faktor. Faktor I adalah jenis perlakuan kemangi
yang terdiri dari 2 level yaitu ekstrak dan bubur kemangi. Faktor II adalah konsentrasi
kemangi terdiri dari 3 level yaitu 15 %, 25%, dan 35 %. Pengamatan penelitian mie
kering meliputi pengamatan analisa organoleptik dengan metode tingkat kesukaan
(hedonic scale) dan dilanjutkan dengan analisa fisik berupa daya patah, daya putus,
hidrasi dan rasio pengembangan serta analisa kimia berupa kadar air, dan kadar protein.
Berdasarkan hasil penelitian, perbedaan perlakuan kemangi dalam bentuk bubur
dan ekstrak dengan konsentrasi tertentu berpengaruh pada mie dengan bahan dasar tepung
terigu dan tepung MOCAF terhadap tingkat kesukaan konsumen. Perlakuan terbaik
berupa perlakuan kemangi dalam bentuk bubur dengan konsentrasi kemangi sebesar 15 %
mempunyai tidak beda nyata dengan kontrol pada parameter warna, rasa, dan rasio
pengembangan dan beda nyata pada kadar air, daya patah, elastisitas, dan hidrasi mie.
Hasil penilaian organoleptik menunjukkan warna 5,8 (menyukai), aroma 5,6 (menyukai),
rasa 6 (menyukai), dan tekstur 5,8 (menyukai). Kualitas fisik yang didapat ialah nilai
daya patah sebesar 1,73 N, elastisitas 27 %, hidrasi mie sebesar 227,03 % , rasio
pengembangan sebesar 1,22 , dan kualitas kimia yang didapat ialah kadar air sebesar
4,89%, dan kadar protein sebesar 11,53 %.
Kata kunci : Mie kering, tepung terigu, tepung MOCAF, kemangi
Anita Novalia B. 0711030050-103. The Making of Basil Dry Noodle (Ocimum sanctum L.)
with Wheat Flour dan MOCAF Flour (Modified Cassava Flour) Based on (Study on Kind of
Treatment and Basil Concentrate). MINOR THESIS.
Advisors : Dr. Ir Wignyanto, MS and Arie Febrianto M., STP, MP
SUMMARY
Noodle is one of the most favorable foods in Indonesia. The kind of noodle which
became the favorite in the market is dry noodle as it contains 8% of water which
make it last longer. The high amount of noodle consumption increases the amount
of imported wheat as the main material in the making of wheat flour. One of the
alternate problem solving is by substituting some of the use of wheat flour by
MOCAF (Modified Cassava Flour).
The habit of consuming noodle without additional vegetables becomes
inappropriate as the nutrition needed is not fulfilled. Additional vegetables in
noodle functions, beside as an additional nutrition, also as a natural coloring
substance to make the product more interesting. One of the vegetable which is
able to add the diversification of healthy noodle is basil.
The aim of the research is to know the effect of treatment of basil in the form of
porridge and extract with basil concentrate of dry noodle made from wheat flour
and MOCAF to the consumer likeness, to know the best organoleptic and physical
quality resulted from the treatments in comparison with other vegetable noodle
product, and to know the best chemical quality in comparison with the
prerequisite of dry noodle product in Standart Nasional Indonesia (SNI).
The experiment had been performed using factorial blok randomized design
(BRD) with two factors. Factor I is the kind of basil treatment which consists of
two level, those are extract and porridge. Factor II is the concentrate of basil
which consists of 3 level, those are 15%, 25%, and 35%. Observation toward dry
noodle research includes organoleptic analyze observation with hedonic scale
methods and continues by physical analysis in fracture potency, broken potency,
hydration, and unfurl ratio and also chemical analysis in moisture content, and
protein content.
Based on the result of the study, different treatment of basil in form of porridge
and extract with certain concentrate effects the consumer likeness of noodle with
wheat flour and MOCAF base. Basil concentrate 15% porridge form of basil as
the best treatment gives no significance effect with the control in color, taste, and
unfurl ratio and give significant difference in fracture potency, elasticity, and
noodle hydration. The result of organoleptic shows color 5.8 (like), aroma 5.6
(like), taste 6 (like), and texture 5.8 (like). The obtained physical quality is 1.73 N
fracture potency amount, 27 % elasticity, 227.03 noodle hydration, 1.22 unfurl
ratio, and the obtained chemical quality is 4.89% moisture content, and 11.53%
protein content.
Keyword: Dry Noodle, Wheat Flour, MOCAF, Basil
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
atas segala rahmat dan hidayah-Nya, hingga penyusun dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “Proses Pembuatan Mie Kering Kemangi (Ocimum
sanctum, L.) Dengan Bahan Dasar Tepung Terigu dan Tepung MOCAF (Modified
Cassava Flour) (Kajian Jenis Perlakuan dan Konsentrasi Kemangi)”. Penyusunan
skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi
Pertanian.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Wignyanto, MS dan Arie Febrianto M, STP, MP, selaku Dosen
Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, ilmu dan
pengetahuan kepada pennyusun.
2. Dr. Ir. Wignyanto, MS, selaku Ketua Jurusan Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.
3. Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS dan Hendrix Yulis Setyawan STP, M.Si,
selaku dosen penguji atas segala saran dan masukkannya.
4. Ayah, Mama, Nenek, Kakak, dan adek yang telah memberikan dukungan
moril dan materil hingga penyusun bisa menyelesaikan ini dengan lancar.
5. Sahabat-sahabat ku Sense Community yang memberikan semangat dalam
hidup penyusun.
6. Galuh, Ika, Yuniar, Putri, Firdha, Arintul, Clur, Vinul, Yoye, Adit, Rere,
Fazlur, Precill, Usop, dan Yenny yang selalu menasehati dan memberikan
dorongan semangat penyusun dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Mas Yudo dan Mbak Astri laboran bioindustri dan teknologi agrokimia
yang selalu mendukung dan memberikan semangat kepada penyusun selama
masa penelitiannya.
8. Teman-teman kos Cimahi 15 yang selalu memberikan keceriaan serta
dukungan doa penyusun selama menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat, hidayah, dan inayahnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Penyusun menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di waktu yang akan datang. Akhirnya penyusun
berharap semoga laporan skripsi ini dapat memberikan manfaat serta memperkaya
khasanah pengetahuan bagi semua pihak.
Malang, 31 Oktober 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL........................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. viii
I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 6
2.1 Mie Kering ..................................................................................... 6
2.2 Bahan Pembuatan Mie ................................................................... 9
2.2.1 Bahan Baku ................................................................................... 9
2.2.2 Bahan Tambahan ........................................................................... 10
2.3 Proses Pembuatan Mie Kering ...................................................... 13
2.4 Tepung MOCAF (Modified Cassava Flour) ................................. 17
2.5 Kemangi ........................................................................................ 20
26 Hipotesa ......................................................................................... 23
III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 24
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 24
3.2 Alat dan Bahan .............................................................................. 24
3.2.1 Alat ................................................................................................ 24
3.2.2 Bahan ............................................................................................. 25
3.3 Batasan Masalah ............................................................................ 25
3.4 Metode Penelitian .......................................................................... 26
3.4.1 Identifikasi Masalah ...................................................................... 26
3.4.2 Studi Literatur ................................................................................ 27
3.4.3 Percobaan Pendahuluan ................................................................. 27
3.4.4 Penentuan Pembuatan Mie Kering dengan Bahan Dasar
Tepung Terigu dan Tepung MOCAF ........................................... 28
3.4.5 Pelaksanaan Penelitian ................................................................. 29
3.4.6 Analisa Organoleptik .................................................................... 30
3.4.7 Penentuan Perlakuan Terbaik ....................................................... 31 3.4.8 Analisa Fisik dan Kimia ............................................................... 31
3.5 Diagram Alir ................................................................................. 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 36
4.1 Sifat Organoleptik Mie Kering Kemangi ..................................... 36
4.1.1 Warna ............................................................................................ 36
4.1.2 Aroma ............................................................................................ 39
4.1.3 Rasa ............................................................................................... 43
4.1.4 Tekstur ........................................................................................... 46
4.2 Perlakuan Terbaik .......................................................................... 49
4.3 Perbandingan Perlakuan Terbaik Mie Kemangi Dengan
Kontrol ........................................................................................... 51
4.3.1 Analisis Organoleptik ................................................................... 51
4.3.1.1 Warna ........................................................................................... 52
4.3.1.2 Aroma ............................................................................................ 53
4.3.1.3 Rasa ............................................................................................... 53
4.3.1.4 Tekstur .......................................................................................... 54
4.3.2 Analisis Fisik ................................................................................ 55
4.3.2.1 Daya Patah .................................................................................... 56
4.3.2.2 Elastisitas ...................................................................................... 57
4.3.2.3 Hidrasi Mie ................................................................................... 58
4.3.2.4 Rasio Pengembangan ..................................................................... 58
4.4 Perbandingan Kualitas Kimia Perlakuan Terbaik Mie Kemangi
Dengan Standart Nasional Indonesia (SNI) ................................. 59
4.4.1 Kadar Air ...................................................................................... 59
4.4.2 Kadar Protein ................................................................................ 60
V. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 62
5.1 Kesimpulan .................................................................................... 62
5.2 Saran .............................................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 64
LAMPIRAN ........................................................................................................ 69
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Komposisi Gizi Mie Basah, Mie Kering, dan Mie Instan
Per 100 g bahan ......................................................................................... 7
2. Perbandingan Komposisi Kimia antara Mie dengan Nasi Putih ............... 8
3. Syarat Mutu Mie Kering menurut SNI ...................................................... 8
4. Komposisi Kimia Tepung Terigu .............................................................. 10
5. Perbedaan Komposisi Kimia MOCAF dengan Tepung Singkong ............ 19
6. Perbedaan Sifat Fisik dan Organoleptik MOCAF dengan
Tepung Singkong ...................................................................................... 19
7. Komposisi Gizi Kemangi (100g) .............................................................. 22
8. Rerata Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Warna Mie Kemangi Pada
Berbagai Jenis Perlakuan dan Proporsi Penambahan Kemangi ................ 36
9. Rerata Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Aroma Mie Kemangi Pada
Berbagai Jenis Perlakuan dan Proporsi Penambahan Kemangi ............... 40
10. Rerata Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Rasa Mie Kemangi Pada
Berbagai Jenis Perlakuan dan Proporsi Penambahan Kemangi ................ 43
11. Rerata Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Tekstur Mie Kemangi Pada
Berbagai Jenis Perlakuan dan Proporsi Penambahan Kemangi ................ 46
12. Perbandingan Kualitas Organoleptik Perlakuan Terbaik Mie
Kemangi dengan Mie Kontrol .................................................................. 51
13. Perbandingan Kualitas Fisik Perlakuan Terbaik Mie Kemangi dengan
Mie Kontrol .............................................................................................. 55
14. Perbandingan Rerata Nilai Kualitas Kimia Perlakuan Terbaik Mie
Kemangi dengan SNI ............................................................................... 58
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Bentuk Produk Mie Kering ...................................................................... 6
2. Tanaman Kemangi ................................................................................... 20
3. Alur Metode Penelitian ............................................................................. 26
4. Diagram Alir Perlakuan Kemangi Dalam Bentuk Bubur .......................... 32
5. Diagram Alir Perlakuan Kemangi Dalam Bentuk Ekstrak ....................... 33
6. Diagram Alir Proses Pembuatan Mie Kering ............................................ 34
7. Diagram Alir Proses Pemasakan Mie Kemangi ....................................... 35
8. Grafik Rerata Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Warna Mie Kering
Akibat Pengaruh Perlakuan Kemangi dan Proporsi Kemangi ................. 37
9. Grafik Rerata Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Aroma Mie Kering
Kemangi Akibat Pengaruh Kemangi dan Proporsi Kemangi .................... 41
10. Grafik Rerata Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Rasa Mie Kering
Kemangi Akibat Pengaruh Perlakuan Kemangi dan Proporsi
Kemangi .................................................................................................... 44
11. Grafik Rerata Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Tekstur Mie
Kering Kemanngi Akibat Pengaruh Perlakuan Kemangi dan
Proporsi Kemangi ...................................................................................... 47
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Lembar Pengujian Organoleptik ............................................................... 69
2. Lembar Pemilihan Perlakuan Terbaik ....................................................... 70
3. Prosedur Pemilihan Perlakuan Terbaik ..................................................... 71
4. Uji Analisa Fisik ........................................................................................ 73
5. Uji Analisa Kimia ...................................................................................... 76
6. Tabel Data dan Analisa Organoleptik Kesukaan Warna Mie
Kemangi ................................................................................................... 78
7. Tabel Data dan Analisa Organoleptik Kesukaan Aroma Mie
Kemangi .................................................................................................... 81
8. Tabel Data dan Analisa Organoleptik Kesukaan Rasa Mie
Kemangi .................................................................................................... 83
9. Tabel Data dan Analisa Organoleptik Kesukaan Tekstur Mie
Kemangi .................................................................................................... 86
10. Data Penilaian Panelis Terhadap Tingkat Kepentingan dan
Pemilihan Perlakuan Terbaik Berdasarkan Parameter Organoleptik
Mie Kering Kemangi ................................................................................. 88
11. Perbandingan Perlakuan Terbaik dengan Produk Kontrol (Uji t
Parameter Organoleptik) ........................................................................... 90
12. Perbandingan Perlakuan Terbaik dengan Produk Kontrol (Uji t
Parameter Fisik dan Kimia) ......................................................................94
13. Nilai Kualitas Kimia Perlakuan Terbaik ..................................................98
14. Neraca Massa Proses Pembuatan Mie Kering Kemangi ..........................99
15. Biodata Panelis .......................................................................................103
16. Dokumentasi Pembuatan Produk ...........................................................104
17. Gambar Produk Mie Kemangi ...............................................................105
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produk mie merupakan salah satu jenis olahan pangan yang sangat digemari
oleh masyarakat Indonesia. Mereka mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan
alternatif pengganti beras. Hal ini dikarenakan kandungan gizi mie tidak kalah
baiknya dengan beras. Dalam 100 g mie kering mengandung karbohidrat sebesar
76,3 g, angka ini lebih tinggi daripada kandungan karbohidrat pada nasi yang
sebesar 39,8 g. Mie dikenal hampir di seluruh dunia walaupun nama, bentuk,
bahan penyusun, dan cara pembuatannya berbeda.
Jenis produk mie yang mampu bersaing dipasar ialah mie kering. Mie
kering diolah dengan tidak mengalami proses pemasakan lanjut ketika benang mie
telah dipotong, melainkan mie segar yang langsung dikeringkan hingga kadar
airnya mencapai 8-10%. Karena bersifat kering, daya simpannya juga relatif
panjang (Astawan, 2003).
Tingginya peningkatan konsumsi dan kebutuhan mie ini akan seiring
meningkatkan volume impor gandum sebagai bahan baku utama dalam
pembuatan tepung terigu, dimana merupakan bahan baku penting dalam
pembuatan mie. Nilai impor gandum sepanjang semester pertama tahun 2010 naik
24,4% menjadi US$ 649,3 juta dibandingkan periode yang sama tahun lalu (Amri,
2010). Kondisi impor gandum tersebut mesti diwaspadai karena harga gandum
terus mengalami peningkatan. Jika terjadi lonjakan harga pada gandum, tentunya
akan menyulitkan industri pangan di Indonesia, terutama produsen mie dengan
bahan baku yang sangat mahal.
Alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut
adalah dengan mengganti beberapa proporsi penggunaan tepung terigu dengan
tepung MOCAF. Tepung MOCAF (Modified Cassava Flour/tepung singkong
yang dimodifikasi) dikenal sebagai tepung singkong alternatif pengganti terigu.
Tepung MOCAF memiliki prospek pengembangan yang bagus, pertama dilihat
dari ketersediaan singkong sebagai bahan baku yang berlimpah sehingga
kemungkinan kelangkaan produk dapat dihindari karena tidak tergantung dari
impor seperti gandum; kedua yaitu harga tepung MOCAF relatif lebih murah
dibanding dengan harga tepung terigu maupun tepung beras. Harga MOCAF Rp.
5.000/kg, sedangkan terigu Rp. 7.000/kg; dan yang ketiga adalah pasar lokalnya
sangat prospektif karena begitu banyak industri makanan yang menggunakan
bahan baku tepung (Anonymous1, 2010).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kusrini (2009) bahwa subtitusi
tepung MOCAF sebesar 20 % mampu menghasilkan produk mie kering yang
disukai oleh para panelis. Kandungan kadar protein sebesar 13,40 % tidak berbeda
nyata dengan mie kering secara umum yang sebesar 13,37 %. Hasil perlakuan
terbaik tersebut menghasilkan sebuah mie kering yang berbahan dasar campuran
antara tepung terigu dan tepung MOCAF.
Keberadaan produk mie sayuran yang saat ini mulai berkembang,
memberikan sebuah diversifikasi produk mie di kalangan masyarakat. Produk ini
timbul akibat kebiasaan mengkonsumsi mie siap saji tanpa tambahan sayur dan
protein (seperti telur dan ayam) menjadi kurang tepat karena tidak semua
kebutuhan zat gizi terpenuhi. Adanya penambahan sayuran diharapkan dapat
memberikan tambahan nilai gizi yang belum terdapat pada mie secara umumnya.
Selain itu juga, sayur yang ditambahkan pada adonan mie nantinya dapat
dijadikan sebagai pewarna serta perasa alami yang sehat. Beberapa produk mie
sayuran yang banyak ditemui di pasaran ialah mie wortel, mie bayam, mie sawi
dan mie tomat.
Salah satu sayuran yang dimungkinkan dapat memberikan diversifikasi
produk mie sehat yang dapat dikonsumsi ialah sayur kemangi. Menurut Purwanto
(2009) kemangi merupakan sayur yang sering digunakan oleh masayarakat
Indonesia sebagai bumbu masakan serta lalapan yang sangat digemari oleh
sebagian orang, selain itu juga kemangi dimanfaatkan sebagai obat tradisional.
Aroma kemangi yang sangat khas serta rasa yang unik sehingga kemangi
dikonsumsi dalam keadaan segar. Umumnya kemangi dimanfaatkan untuk
menghilangkan bau pada tangan setelah mengkonsumsi makanan. Hasil panen
kemangi rata-rata sebanyak 2 ton/bulannya dengan luas tanah hanya 200 m2
tidak
akan menyulitkan dalam persediaan bahan bakunya, dan harga sayuran inipun
juga sangat murah.
Kemangi (Ocimum sanctum L.) mengandung antioksidan alami (tokoferol,
flavonoid, asam fenolat) yang berkhasiat menjaga kesehatan badan (Hidayati,
2008). Kandungan beta karotene (prekusor vitamin A) yang terkandung dalam
kemangi merupakan senyawa antioksidan yang dapat mencegah kerusakan sel
tubuh manusia (Jannah, 2009). Setiap 100 g daun kemangi mengandung 5.000 SI
vitamin A (Budianto, 2009).
Dengan adanya penambahan kemangi dalam produk mie sehat, diharapkan
dapat memberikan nilai diversifikasi produk mie sehat setelah mie wortel dan mie
bayam. Selain itu juga warna hijau, aroma yang khas serta rasa yang unik dari
kemangi, diharapkan mie tersebut disukai oleh konsumen.
Berdasarkan uraian diatas, diharapkan dapat diperoleh produk mie kering
kemangi dengan bahan dasar tepung terigu dan tepung MOCAF. Namun demikian
kadar daun kemangi yang dicampurkan belum didapatkan proporsi yang tepat
untuk memberikan cita rasa yang diinginkan masyarakat. Sehingga diperlukan
perlakuan terbaik untuk didapatkan produk mie kering kemangi dengan bahan
dasar tepung terigu dan tepung MOCAF. Mie kemangi nantinya perlu
dibandingkan dalam hal kesukaan dan kualitas terhadap mie kering sayuran yang
ada dipasaran dan syarat mutu mie kering menurut SNI agar dapat diketahui
apakah mie kemangi yang dibuat dapat mengimbangi mie sayuran yang ada
dipasaran dalam hal tingkat kesukaan dan kualitasnya atau tidak.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah perbedaan perlakuan bentuk bubur dan ekstrak kemangi dengan
konsentrasi tertentu berpengaruh pada mie dengan bahan dasar tepung
terigu dan tepung MOCAF terhadap tingkat kesukaan konsumen?
2. Bagaimanakah kualitas organoleptik dan fisik hasil perlakuan terbaik bila
dibandingkan dengan produk mie sayur lain (mie berwarna hijau) ?
3. Apakah kualitas kimia hasil perlakuan terbaik sesuai dengan syarat mutu
produk mie menurut Standart Nasional Indonesia (SNI) ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan perlakuan bentuk bubur dan ekstrak
kemangi dengan konsentrasi tertentu pada mie dengan bahan dasar tepung
terigu dan tepung MOCAF terhadap tingkat kesukaan konsumen.
2. Untuk mengetahui kualitas organoleptik dan fisik hasil perlakuan terbaik
yang dibandingkan dengan produk mie sayur lain (mie berwarna hijau).
3. Untuk mengetahui kualitas kimia hasil perlakuan terbaik jika dibandingkan
dengan syarat mutu produk mie kering menurut Standart Nasional Indonesia
(SNI).
1.4 Manfaat Penelitian
1. Dapat dijadikan sebagai produk diversifikasi mie kering sayuran selain mie
wortel, mie bayam, mie tomat dan mie sawi.
2. Dapat menghasilkan produk mie baru dengan meminimasi biaya bahan baku
untuk menunjang keberadaan industri skala rumah tangga
3. Dapat menambah nilai gizi pada produk mie kering
lI. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mie Kering
Mie merupakan salah satu jenis masakan yang sangat populer di Asia,
khususnya Asia Timur dan Asia Tenggara. Menurut catatan sejarah, mie dibuat
pertama kali di daratan Cina sekitar 2000 tahun yang lalu pada masa pemerintahan
Dinasti Han. Di Benua Eropa, mie mulai dikenal setelah Marcopolo berkunjung
ke Cina dan membawa oleh-oleh mie. Selanjutnya, mie berubah menjadi pasta di
Eropa, seperti yang dikenal saat ini (Suyanti, 2006). Pada prinsipnya proses
pembuatan mie dibuat dengan cara yang sama, tetapi di pasaran dikenal beberapa
jenis mie, seperti mie segar/mentah, mie basah, mie kering, dan mie instan
(Astawan, 2003).
Gambar 1. Bentuk produk mie kering
Mie kering (terlihat pada Gambar 1) adalah mie mentah yang telah
dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10%. Pengeringan umumnya
dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan oven. Karena
bersifat kering maka mie ini mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan
mudah penangannnya. Mie kering sebelum dipasarkan biasanya ditambahkan
telur segar atau tepung telur sehingga mie ini dikenal dengan nama mie telur. Di
Amerika Serikat, penambahan telur merupakan suatu keharusan karena mie kering
harus mengandung air kurang dari 13 % dan padatan telur lebih dari 5,5 %
(Astawan, 2003).
Adapun perbandingan komposisi gizi mie basah, mie kering, dan mie
instan per 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 1. :
Tabel 1. Komposisi Gizi Mie Basah, Mie Kering, dan Mie Instan Per
100 g bahan
Zat Gizi Mie Basah Mie Kering Mie Instan
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A (IU)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg)
Air (g)
88
0,6
3,3
14,0
14,0
13,0
0,8
0
0
0
80,0
338
7,9
11,8
50
49
47
2,8
0
0
0
12,9
320
7
11
48
2*
-
30*
0
25*
6*
12
Catatan : *) dalam % AKG
Sumber : (Nio, 1992)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Gizi Departemen
Kesehatan, terdapat perbedaan komposisi kimia antara mie dengan nasi putih
yang dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 2. Perbandingan Komposisi Kimia antara Mie dengan Nasi Putih
Komposisi Mie Nasi
Kalori (kal)
Air (g)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (g)
Fosfor (g)
Besi (g)
Vitamin A (SI)
Vitamin B (SI)
339
10,6
10,0
1,7
76,3
31
143
3,9
0
0
180
56,7
3,0
0,3
39,8
25
27
0,4
0
0,05
Sumber : Mahmud dkk. (1990).
Selain memperhatikan nilai kandungan gizi dalam mie kering, juga harus
memperhatikan syarat mutu mie kering dapat dilihat pada Tabel 3. yaitu :
Tabel 3. Syarat Mutu Mie Kering menurut SNI
No Kriteria Uji Mutu I Mutu II
1 Keadaan :
1.1 Aroma
1.2 Rasa
1.3 Warna
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
2 Kadar Air (% bb) Maksimal 8 Maksimal 10
3 Kadar Abu (% bb) Maksimal 3 Maksimal 3
4 Protein (% bb) Minimal 11 Minimal 8
5 Bahan tambahan :
5.1 Boraks
5.2 Pewarna
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
6 Cemaran Logam (ppm)
6.1 Timbal/Pb
6.2 Tembaga/Cu
6.3 Seng
6.4 Raksa/Hg
6.5 Arsen/AS
Maksimal 10
Maksimal 10
Maksimal 40
Maksimal 0,05
Maksimal 0,05
Maksimal 10
Maksimal 10
Maksimal 40
Maksimal 0,05
Maksimal 0,05
7 Cemaran mikroba (koloni/g)
7.1 Angka Lempeng Total
7.2 E.coli
Maksimal 1.10-6
Maksimal 10
Maksimal 1.10-6
Maksimal 10
Sumber : SNI mie kering 01-2774-1992
2.2 Bahan Pembuatan Mie
2.2.1 Bahan Baku
Tepung terigu merupakan struktur pokok didalam pembuatan mie, tepung
terigu sebagai bahan baku pembuatan mie yang merupakan hasil dari pengolahan
gandum. Untuk membuat mie disediakan jumlah jenis tepung terigu yang
tergolong hard flour. Karena tepung terigu jenis hard flour mengandung gluten
12-13 % (Suprapti, 2005). Gluten terbentuk dari gliadin dan glutenin yang
bereaksi dengan air yang dipercepat dengan perlakuan mekanis sehingga
membentuk jaringan tiga dimensi dan kontinu serta mampu merangkap granula
pati (Lawson, 1995). Menurut Belitz dan Grosch (1987) gluten bersifat lentur dan
elastis yang terutama ditentukan oleh glutenin dan sifat kerentangan yang
ditentukan oleh gliadin sehingga adonan tepung mampu dibuat mengembang.
Keistimewaan terigu diantara serelia lain adalah kemampuannya
membentuk gluten pada adonan mie menyebabkan mie yang dihasilkan tidak
mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan mie (Astawan, 2003). Mutu
terigu yang dikehendaki dalam pembuatan mie kering adalah terigu yang memiliki
kadar air 14 %, kadar protein 8-12 %, kadar abu 0,25-0,60 %, dan gluten basah
24-36 % (Suyanti, 2010).
Dalam 100 g tepung terigu terdapat komposisi gizi seperti yang terdapat
pada Tabel 4. :
Tabel 4. Komposisi Kimia Tepung Terigu
Komponen Protein Tinggi Protein Sedang Protein Rendah
Kadar Air (%) 13-14 12-14 12-13
Protein (%) 13-14 9-11 7-9
Pati (%) 65-75 68-70 68-70
Serat (%) 0,45-0,5 0,45-0,55 0,4-0,5
Gula (%) 1,5-2,5 1,2-2 1,5-2,5
Sumber : Aptindo (2000)
Dalam pembuatan mie kering ini nantinya tidak akan menggunakan tepung
terigu 100 %, melainkan terdapat subtitusi bahan lain untuk mengganti
penggunaan tepung terigu.
2.2.2 Bahan Tambahan
a. Air
Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat, larutan
garam dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang digunakan sebaiknya
memiliki pH 6-9. Makin tinggi pH air maka mie yang dihasilkan tidak mudah
patah karena absorbsi air meningkat dengan meningkatnya pH. Selain pH, air
yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum,
diantaranya tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa (Astawan, 2003).
Jumlah air yang ditambahkan pada umumnya sekitar 28-38 % dari campuran
bahan yang akan digunakan. Jika lebih dari 38 % adonan akan menjadi sangat
lengket dan jika kurang dari 28 % adonan akan menjadi sangat rapuh sehingga
sulit dicetak (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
b. Garam Dapur
Garam dapur berguna untuk memberi rasa, meningkatkan konsistensi
adonan (fleksibilitas dan elastisitas mie), serta mengikat air, perlu menambahkan
garam pada pembuatan mie. Penambahan garam pada pembuatan mie juga dapat
menghambat pertumbuhan jamur/kapang serta menghambat aktivitas enzim
protease dan amilase sehingga adonan menjadi tidak lengket dan mengembang
secara berlebihan (Suyanti, 2010). Penggunaan garam 1-2 % akan meningkatkan
kekuatan lembaran adonan dan mengurangi kelengketan. Di Jepang, dalam
pembuatan mie pada umumnya ditambahkan 2-3 % garam ke dalam adonan mie,
Jumlah ini merupakan kontrol terhadap α-amilase jika aktivitas rendah
(Widyaningsih dan Murtini, 2006).
c. Garam Alkali
Menurut Suyanti (2010), garam alkali berfungsi dalam menguatkan struktur
gluten sehingga mie menjadi lentur, mengubah sifat pati tepung terigu sehingga
mie menjadi lebih kenyal, mengubah sifat zat warna (pigmen) dalam terigu
sehingga lebih cerah, dan semakin besar garam alkali yang digunakan, mie
semakin keras dan kenyal. Terdapat beberapa jenis garam alkali yang biasa
digunakan pada pembuatan mie yaitu Sodium Karbonat (Na2CO3) atau dikenal
dengan nama soda abu, Potasium Karbonat (K2CO3) atau Kalium Karbonat,
STTP (Sodium Tripolifosfat), dan kansui (Air abu). Jumlah maksimum garam
alkali adalah 1 % dari total pemakaian tepung terigu yang digunakan.
Air abu/air khi/kansui dipakai sejak dahulu sebagai bahan alkali untuk
membuat mie. Komponen utamanya yaitu K2CO3 (potassium karbonat) dan
Na2CO3 (sodium karbonat). Fungsi pemberian air abu yaitu untuk mempercepat
pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas dan flesibilitas, meningkatkan
kehalusan tekstur dan meningkatkan sifat kenyal (Widowati, 2003). Kansui
berfungsi untuk mempercepat pengambangan gluten, meningkatkan fleksibilitas
mie, memberikan tekstur yang licin dan liat (Hayakawa, 1986), meningkatkan
daya rehidrasi, kekenyalan dan kehalusan tekstur (Muchtadi dan sugiyono, 1992).
Penambahan senyawa natrium karbonat dan kalium karbonat menyebabkan
kenaikan pH (7,0-7,5) sehingga adonan bersifat alkali menghasilkan mie yang
kuat dan berwarna kuning serta timbulnya flavour yang disukai konsumen (Beans
et.al, 1974). Reaksi antara natrium karbonat dan kalium karbonat dengan air
menghasilkan CO2 sehingga akan terbentuk rongga antar ruang granula pati yang
menyebabkan adonan menjadi lebih ringan, lunak, ulet, dan produk yang
dihasilkan menjadi lebih elastis dan liat. Penggunaan kansui yang terdiri dari
natrium karbonat dan kalium karbonat berkisar antara 0,3 – 1 % (De Man, 1976).
d. Telur
Pemberian telur berguna untuk menambah rasa dan gizi, memberi warna
pada mie, menambah kualitas gluten, serta meningkatkan kelembutan mie. Mie
yang menggunakan telur rasanya lebih gurih, lebih kenyal, dan elastis. Pemakaian
minimal telur adalah 3-10 % dari berat tepung (Suyanti, 2010). Kuning telur
dipakai sebagai pengemulsi karena dalam kuning telur terdapat lesitin. Selain
sebagai pengemulsi, lesitin juga dapat mempercepat hidrasi air pada tepung dan
untuk mengembangkan adonan. Penambahan kuning telur juga akan memberikan
warna yang seragam (Astawan, 2003).
Menurut Retnowati dan Purba (2003), bila menggunakan telur, harus
diperhatikan jumlah pemakaian air yang akan digunakan. Jumlah pemakaian telur
ditambah dengan jumlah pemakaian air, totalnya adalah jumlah pemakaian cairan
secara keseluruhan. Bila pemakaian air adalah 34 % sampai 36 % dari berat
tepung, yaitu 36 % dari 25 kg tepung adalah 9 liter air, hal tersebut sudah
termasuk jumlah telur yang digunakan. Jadi jangan menambahkan telur setelah air
dimasukkan secara tersendiri, karena adonan akan kelembekan. Perhitungan berat
telur secara umum adalah setiap butir dihitung 50 gram, isinya saja. Tetapi lebih
akurat bila secara keseluruhan berat telur dihitung boleh dengan cc air atau
dengan gram.
2.3 Proses Pembuatan Mie Kering
Menurut Suyanti (2010), ada beberapa tahapan pembuatan mie yang perlu
diperhatikan agar kandungan zat gizi dalam bahan tetap ada, yaitu dengan
pencampuran dan pengadukan, pembentukan lembaran, pemotongan, pengukusan,
pengeringan, pendinginan, dan pengemasan.
1. Proses Pencampuran dan Pengadukan
Pembuatan mie diawali dengan proses pencampuran tepung terigu dengan
larutan alkali ke dalam suatu alat disebut mixer atau diaduk secara otomatis.
Penambahan air menyebabkan serat-serat gluten mengembang karena gluten
menyerap air (Ubaidillah, 1997). Mixing berfungsi untuk mencampur secara
homogen semua bahan, mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan
protein, membentuk dan melunakkan gluten hingga tercapai adonan yang kalis.
Adapun yang dimaksud kalis adalah pencapaian pengadukan maksimum sehingga
terbentuk permukaan film pada adonan. Tanda-tanda adonan telah kalis adalah
jika adonan tidak lagi menempel di wadah atau ditangan atau saat adonan
dilebarkan (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
Pengadukan juga bertujuan untuk mengembangkan gluten serta membentuk
warna mie. Waktu pengadukan yang baik sekitar 15 menit. Jika pengadukan lebih
dari 25 menit, akan menyebabkan adonan keras, rapuh, dan kering. Sementara itu,
pengadukan kurang dari 15 menit akan menyebabkan adonan lengket dan tidak
merata (Suyanti, 2010).
2. Pembentukan Lembaran
Setelah adonan menjadi homogen, campuran tersebut dimasukkan ke dalam
mesin pelempeng. Dalam mesin pelempeng, adonan akan dibentuk menjadi
lempengan-lempengan, dimana pada proses ini serat-serat gluten akan menjadi
halus. Pada awalnya, adonan yang keluar dari mesin pelempeng bersifat rapuh dan
kasar dengan ketebalan sekitar 1,5 cm. Dengan melalui 5 pasang silinder yang
berbeda ketebalannya, akhirnya adonan akan membentuk lempengan yang halus,
homogen, tidak terputus serta mempunyai ketebalan sekitar 1,5 mm. Pembentukan
lempeng yang baik tersebut ditunjang oleh panas yang ditimbulkan mesin
(Astawan, 2003). Alat pembentuk lembaran kemudian diatur hingga diperoleh
lembaran yang lebih tipis sesuai dengan ketebalan yang dikehendaki. Lembaran
tipis tersebut kemudian diberi tepung tapioka. Lembaran mie yang terbentuk
sebaiknya tidak sobek, permukaannya halus berwarna kekuningan, dan merata
serta terjaga dari kotoran (Suyanti, 2006).
3. Pencetakan dan Pemotongan lembaran mie
Lembaran mie yang telah ditaburi tapioka dimasukkan ke dalam alat
pemotong mie. Lembaran mie dimasukkan ke dalam alat pemotong mie dan alat
diputar sampai lembaran mie terpotong habis. Potongan mie kembali ditaburi
dengan tepung tapioka dan siap untuk dimasak atau disimpan (Suyanti, 2010).
Proses pembentukan/pemotongan mie dilakukan dengan alat pencetak mie (roll
press) manual dengan tenaga atau yang digerakkan oleh listrik. Lembaran adonan
yang tipis dimasukkan ke dalam alat pencetak sehingga terbentuk mie yang
panjang (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
4. Pengukusan
Tahapan pengukusan dilakukan pada pembuatan mie kering maupun mie
instan. Potongan mie dikukus agar kandungan airnya turun. Pemanasan tersebut
menyebabkan gelatinisasi dan koagulasi gluten sehingga mie menjadi keras, dan
kuat, kenyal, serta tidak menyerap minyak terlalu banyak saat digoreng (Suyanti,
2010).
Menurut Astawan (2003), pemanasan akan menyebabkan gelatinisasi pati
yang nantinya berakibat pada :
- Melelehnya pati dan membentuk lapisan tipis (film) yang dapat mengurangi
penyerapan minyak dan memberikan kelembutan mie.
- Meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi daya rehidrasi mie.
- Terjadi perubahan pati beta menjadi alfa yang lebih mudah dimasak
sehingga struktur alfa ini harus dipertahankan dalam mie kering dengan cara
dehidrasi (pengeringan) sampai kadar air kurang dari 10 %.
5. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian besar air dari suatu bahan dengan cara menyerapkannya menggunakan
energi panas. Biasanya kandungan air bahan dikurangi sampai batas tertentu
dimana mikroba tidak dapat tumbuh lagi pada bahan tersebut. Dengan
mengurangi kadar airnya, bahan pangan akan mengandung senyawa-senyawa
seperti protein, karbohidrat lunak, dan mineral dalam konsentrasi yang tinggi,
akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya menjadi rusak atau
berkurang (Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010)
Mie dimasukkan dalam oven untuk mengeringkan mie secara sempurna
(kadar air 11-12 %), menjadikan produk kering dan renyah, serta terbentuk
lapisan protein. Faktor yang mempengaruhi proses ini adalah suhu dan tekanan.
Suhu yang digunakan sekitar 70-90 C. Sumber energi pengeringan berupa panas
uap hasil pengubahan uap panas dari boiler yang berlangsung dalam radiator
(Astawan, 2003).
6. Pendinginan
Mie yang telah dioven/dikeringkan, kemudian didinginkan. Tujuan
pendinginan adalah untuk melepaskan sisa-sisa uap panas. Jika tidak didinginkan,
sisa uap panas akan terkondensasi saat dikemas sehingga memberi peluang jamur
untuk tumbuh (Suyanti, 2010).
7. Pengemasan
Tujuan pengemasan adalah untuk melindungi bahan dari kerusakan fisik
akibat tekanan, melindungi produk dari cemaran, serta memudahkan
penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi. Kemasan dapat dijadikan alat
pemikat bagi pembeli. Bahan kemasan yang digunakan untuk mengemas mie
kering adalah jenis OPP, Polipropilen (PP), dan Polietilen (PE) (Suyanti, 2010).
2.4 Tepung MOCAF (Modified Cassava Flour)
Salah satu komoditas pangan yang patut dipertimbangkan untuk
dikembangkan di Indonesia khususnya di pulau Jawa adalah umbi-umbian seperti
singkong atau ubi kayu. Di Indonesia, singkong telah dapat diolah lebih lanjut
menjadi gaplek, sawut, tepung tapioka, tepung singkong dan yang terbaru adalah
tepung MOCAF. Tepung MOCAF dikenal sebagai tepung singkong alternatif
pengganti terigu. Kata MOCAF sendiri merupakan singkatan dari Modified
Cassava Flour yang berarti tepung singkong yang dimodifikasi. Tepung MOCAF
memiliki karakter yang berbeda dengan tepung ubi kayu biasa dan tapioka,
terutama dalam hal derajat viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi dan
kemudahan melarut yang lebih baik. Untuk membuat 1 kg mocaf diperlukan 3 kg
singkong (Anonymous1, 2010). Dengan teknologi fermentasi ini, tepung ubi kayu
yang dihasilkan menjadi lebih putih, aroma ubi kayunya berkurang dan daya
elastisitasnya lebih tinggi sehingga mudah diolah menjadi produk olahan seperti,
kue, roti tawar, dan mie. Dari segi gizi tepung ini memiliki kalsium organik lima
kali lebih banyak dari terigu, kadar seratnya tinggi sehingga baik untuk
pencernaan, kadar glutennya rendah sehingga baik untuk dikonsumsi anak
penderita autis (Misgiarta, 2010).
Tepung singkong termodifikasi adalah produk tepung dari singkong yang
diproses dengan prinsip memodifikasi sel sehingga hasilnya berbeda dengan
tepung gaplek ataupun tepung singkong. Prinsip dasar pembuatan tepung MOCAF
adalah dengan memodifikasi sel singkong secara fermentasi. Mikroba yang
tumbuh akan menghasilkan enzim pektinolitik dan sellulolitik yang dapat
menghancurkan dinding sel sedemikian rupa sehingga terjadi liberalisasi granula
pati (Nurrachman, 2007).
Proses liberalisasi ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari
tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas,kemampuan gelasi, daya
rehidrasi, dan kemudahan melarut. Selanjutnya granula pati tersebut akan
mengalami hidrolisis yang menghasilkan monosakarida sebagai bahan baku untuk
menghasilkan asam-asam organik. Senyawa asam ini akan terimbibisi dalam
bahan dan ketika bahan tersebut diolah akan dapat menghasilkan aroma dan cita
rasa khas yang dapat menutupi aroma dan cita rasa ubi kayu yang cenderung tidak
menyenangkan konsumen. Selama proses fermentasi terjadi pula penghilangan
komponen penimbul warna seperti pigmen (khususnya pada ketela kuning) dan
protein yang dapat menyebabkan warna cokelat ketika pemanasan. Dampaknya
adalah warna MOCAF yang dihasilkan lebih putih jika dibandingkan dengan
warna tepung ubi kayu biasa. Selain itu, proses ini akan menghasilkan tepung
yang secara karakteristik dan kualitas hampir menyerupai tepung dari terigu
(Subagio, 2007).
Tepung singkong yang telah dimodifikasi juga bisa digunakan sebagai
bahan substitusi bihun dan saus karena derajat kelarutannya yang rendah. Bihun
dan soun merupakan produk yang tidak memerlukan kelarutan dan tingkat
pengembangan yang tinggi sehingga penambahan tepung singkong termodifikasi
akan mencegah pembengkakan dan pelarutan yang berlebihan dari produk (As’ari,
2004)
Perbedaan karakteristik MOCAF dengan tepung singkong biasa, baik
perbedaan komposisi serta sifat fisik dan organoleptik, dapat dilihat pada Tabel 5
dan Tabel 6 :
Tabel 5. Perbedaan Komposisi Kimia MOCAF dengan Tepung
Singkong
Parameter MOCAF Tepung Singkong
Kadar Air (%) Max. 13 Max. 13
Kadar Protein (%) Max. 1,0 Max. 1,2
Kadar Abu (%) Max. 0,2 Max. 0,2
Kadar Pati (%) 85-87 82-85
Kadar Serat (%) 1,9-3,4 1,0-4,2
Kadar Lemak (%) 0,4-0,8 0,4-0,8
Kadar HCN (mg/kg) Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi
Sumber : Subagio (2008)
Tabel 6. Perbedaan Sifat Fisik dan Organoleptik MOCAF dengan
Tepung Singkong
Parameter MOCAF Tepung Singkong
Besar Butiran (Mesh) Max. 80 Max. 80
Derajat Keputihan (%) 88-91 85-87
Warna Putih Agak Kecoklatan
Aroma Netral Kesan Singkong
Rasa Netral Kesan Singkong
Sumber : Subagio (2008)
2.5 Kemangi
Gambar 2. Tanaman Kemangi
Kedudukan kemangi dalam taksonomi tumbuhan, diklasifikasikan sebagai
berikut (Tjitrosoepomo, 2002) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Tubiflorae
Famili : Lamiaceae
Genus : Ocimum
Spesies : Ocimum sanctum L.
Kemangi (terlihat pada Gambar 2.) merupakan salah satu tanaman sayuran
yang tumbuh segar di daerah tropis. Tanaman yang banyak tumbuh di daerah
tropis ini merupakan herba tegak atau semak, tajuk membulat, bercabang banyak,
sangat harum dengan tinggi 0,3-1,5 m. Batang pokoknya tidak jelas, berwarna
hijau sering keunguan, dan berambut atau tidak (Sudarsono dkk., 2002). Kemangi
mempunyai banyak nama di setiap daerah di Indonesia. Nama daerah seperti :
Lampes/Surawung/Ruku-ruku (Sunda), Lampes (Jawa Tengah), Kemanghi
(Madura), di Bali disebut Uku-uku, di Manado disebut Balakama, di Maluku
dikatakan Lufe-lufe (Ternate), dan di Minahasa dikenal dengan nama Baramakusu
(BPTO, 2004).
Daun tunggal, berhadapan, dan tersusun dari bawah ke atas. Panjang tangkai
daun 0,25-3 cm dengan setiap helaian daun yang berbentuk bulat telur sampai
elips, memanjang, dan ujung meruncing atau tumpul. Pangkal daun pasak sampai
membulat, di kedua permukaan berambut halus. Tepi daun bergerigi lemah,
bergelombang, atau rata. Bunga kemangi tersusun pada tangkai bunga berbentuk
menegak. Bunganya jenis hemafrodit, berwarna putih dan berbau sedikit wangi.
Bunga majemuk berkarang dan di ketiak daun ujung terdapat daun pelindung
berbentuk elips atau ulat telur dengan panjang 0,5-1 cm. (Sudarsono dkk., 2002).
Buah berbentuk kotak, berwarna coklat tua, tegak, dan tertekan dengan ujung
membentuk kait melingkar. Panjang kelopak buah 6-9 mm. Biji berukuran kecil,
bertipe keras, coklat tua, dan waktu diambil segera membengkak, Tiap buah
terdiri dari empat biji. Akar tunggang dan berwarna putih kotor (Mangoting, dkk.,
2005).
Beberapa bahan kimia yang terkandung pada seluruh bagian tanaman
kemangi diantaranya 1,8 sineol, anthol, apigenin, stigmaasterol, triptofan, tannin,
sterol, dan boron (Dharmayanti, 2007). Tanaman ini juga mengandung asam
askorbat, asam kafeat, iskulin, histidin, magnesium, dan betasitosterol. Semua
senyawa berkhasiat ini diperlukan tubuh untuk menjaga kesehatan (Avianto,
2007). Sedangkan pada daun kemangi sendiri, penelitian fitokimia telah
membuktikan adanya flavonoid, glikosid, asam gallic dan esternya, asam caffeic,
dan minyak atsiri yang mengandung eugenol (70,5%) sebagai komponen utama
(Sudarsono dkk., 2002). Kemangi memiliki aroma yang sangat khas yang berasal
dari daunnya. Aroma yang dihasilkan sangat kuat namun lembut dengan sentuhan
aroma limau. Aroma khas yang dihasilkan oleh kemangi berasal dari kandungan
sitral yang tinggi pada daun dan bunganya. Berdasarkan penelitian dalam minyak
atsiri yang disaring dari kemangi didapat citral 70%. (Heyne, 1987 dalam
Purwanto, 2009).
Komposisi gizi pada Kemangi dalam berat 100 g (berat basah) terangkum
dalam Tabel 7.
Tabel 7. Komposisi gizi Kemangi (100 g)
Komposisi Bahan Jumlah
Kadar Air 85 g
Kalori 46 kal
Protein 4,0 g
Lemak 0,5 g
Karbohidrat 8,9 g
Kalsium (Ca) 45 mg
Fosfor (P) 75 mg
Besi (Fe) 2,0 mg
Vitamin A 5000 IU
Vitamin B1 0,08 mg
Vitamin C 50 mg
Sumber : Budianto (2009)
>>Manfaat Kemangi
Daun Ocimum sanctum L. digunakan untuk mencegah formasi radikal bebas
dan telah digunakan dalam pengobatan arthritis, nyeri otot, dan reumatik.
Kandungan utama Ocimum sanctum L. yang bersifat antioksidatif adalah asam
askorbat, β-karotene, β-sitosterol, eugenol, asam palmitat, dan tannin (Mishra et
al, 2007). Di kalangan masyarakat, daun kemangi dapat digunakan untuk
mengobati demam, batuk, selesma, encok, urat syaraf, air susu kurang lancar,
sariawan, panu, radang telinga, muntah-muntah dan mual, peluruh kentut, peluruh
haid, pembersih darah setelah bersalin, borok, dan untuk memperbaiki fungsi
lambung. Biji digunakan untuk mengatasi sembelit, kecing nanah, penyakit mata,
borok, penenang, pencahar, peluruh air kencing, peluruh keringat, kejang perut.
Akar digunakan untuk mengobati penyakit kulit. Semua bagian tanaman
digunakan sebagai pewangi, obat perangsang, disentri, dan demam (Sudarsono
dkk., 2002).
2.6 Hipotesa
1. Diduga bahwa adanya pengaruh perbedaan perlakuan bentuk bubur dan
ekstrak kemangi dengan konsentrasi tertentu pada mie dengan bahan dasar
tepung terigu dan tepung MOCAF terhadap tingkat kesukaan konsumen.
2. Diduga bahwa kualitas organoleptik dan fisik hasil perlakuan terbaik
berbeda dengan produk mie sayur lain (mie berwarna hijau).
3. Diduga bahwa kualitas kimia hasil perlakuan terbaik sesuai dengan syarat
mutu produk mie menurut Standart Nasional Indonesia (SNI).
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Food Processing and Training
Centre Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, dan Laboratorium Teknologi
Agrokimia Jurusan Teknologi Industri Pertanian-Universitas Brawijaya untuk
pembuatan produk mie kering. Sedangkan untuk analisa sifat fisik dan kimia
dilakukan di Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Brawjiaya, Malang. Penelitian
dilaksanakan mulai dari bulan Mei 2011 hingga Juni 2011.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang akan digunakan untuk proses pembuatan mie kering dari
campuran tepung terigu dan tepung MOCAF adalah timbangan analitik, mesin
pencampur (mixer), meja stainless steel, alat penipis adonan (seater), alat
pencetak mie, oven, kompor, baskom plastik, pisau, gunting, ayakan, sendok
makan, blender, dan gelas ukur.
Alat yang akan digunakan untuk analisa sifat fisik dan kimia adalah
timbangan analitik, desikator, oven kadar air, perangkat titrasi, muffle furnance,
satu set alat destilasi kjeldahl, kurs porselin, stopwatch, cawan, labu destilasi,
kompor, Universal Testing Instrument Model Lyod, tabung berskala kapasitas 1
ml, pipet ukur, kolom kromatografi, spektrofotometer, kuvet gelas dan silika.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan mie kering adalah tepung terigu
jenis hard flour, tepung MOCAF, gluten kering, garam, air kansui (air khi), telur,
tepung tapioka, dan daun kemangi segar. Sedangkan bahan kimia untuk analisa
meliputi : potassium hidroksida, sodium hidroksida, pereaksi Carr-Price, sodium
sulfat, etanol absolut, petroleum eter, dietil eter, quinol, alumina, magnesium
oksida, H2SO4 pekat, NaOH 45 %, HCL 0,1 N, asam borat (H2BO3), indikator pp,
tablet Kjeldahl (K2SO4), dan bahan analisa untuk kemurnian teknis seperti
aquades dan kertas saring halus dan kasar.
3.3 Batasan Masalah
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian dibatasi pada :
1. Pembuatan mie kering kemangi dengan bahan dasar tepung terigu dan
tepung MOCAF hanya pada skala laboratorium.
2. Proporsi tepung terigu dan tepung MOCAF ialah 80 % : 20 %
(Berdasarkan hasil perlakuan terbaik dari penelitian Kusrini (2009) tentang
pembuatan mie kering dengan kajian proporsi tepung kassava
terfermentasi dan penambahan gluten kering).
3. Kemangi yang digunakan hanya bagian daunnya saja.
4. Jumlah air pada pembuatan bubur/ekstrak kemangi diambil dari 38 %
jumlah tepung.
3.4 Metode Penelitian
Tahapan penelitian dibagi menjadi tujuh bagian besar yaitu identifikasi
masalah, studi literatur, percobaan pendahuluan, penentuan pembuatan mie
kering, pelaksanaan penelitian, analisa data, penentuan perlakuan terbaik dan
pengujian analisa fisik dan kimia. Alur dari metode penelitian secara lebih ringkas
dan jelas terdapat pada Gambar 3 .
Gambar 3. Alur Metode Penelitian
3.4.1 Identifikasi Masalah
Konsumsi mie yang semakin hari bertambah memicu produsen untuk terus
mengimpor tepung terigu sebagai bahan dasarnya. Sehingga akan menambah
biaya produksi akibat mahalnya harga bahan baku tersebut. Dari sinilah akan
dibuat mie kering dari bahan dasar tepung terigu dan tepung MOCAF (tepung
singkong yang telah dimodifikasi dengan cara difermentasi) untuk mensubtitusi
penggunaan tepung terigu. Selain itu juga minimnya pengkonsumsian mie yang
tidak diikuti oleh nilai gizi yang cukup. Sehingga adanya penambahan sayuran,
Identifikasi Masalah
Studi Literatur
Percobaan Pendahuluan
Pengujian Analisa Fisik dan Kimia
Analisa Organoleptik
Penentuan Pembuatan Mie Kering
Pelaksanaan Penelitian
Penentuan Perlakuan Terbaik
seperti kemangi dapat dijadikan sebagai tambahan vitamin pada bahan pangan
serta sebagai bahan pewarna alami menjadikan produk mie lebih menarik.
Kemangi biasanya sering digunakan hanya untuk sebagai pelengkap makanan
lalapan dan bahan untuk pencuci tangan, dengan menjadikan kemangi sebagai
bahan tambahan pangan pada mie dapat memberikan nilai manfaat kemangi itu
sendiri. Daun kemangi mempunyai rasa yang unik hingga diharapkan nantinya
mie kemangi akan memiliki ciri khas rasa yang berbeda dengan mie sayuran yang
sudah ada dipasaran.
3.4.2 Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan informasi, data-data serta
berbagai masukan yang berguna untuk penelitian. Informasi yang dikumpulkan
meliputi tentang daun kemangi, tepung MOCAF, proses pembuatan mie kering,
dan produk mie sayuran yang disukai oleh konsumen.
3.4.3 Percobaan Pendahuluan
Percobaan pendahuluan bertujuan untuk mengulang hasil perlakuan
terbaik dari penelitian sebelumnya sehingga didapat proses pembuatan mie kering
yang tepat dan menentukan metode yang digunakan untuk membuat mie kemangi
dengan bahan dasar tepung terigu dan tepung MOCAF sehingga didapatkan faktor
perlakuan serta level dari setiap faktor pada rancangan penelitian.
3.4.4 Penentuan Pembuatan Mie Kering Kemangi dengan Bahan Dasar
Tepung Terigu dan Tepung MOCAF
Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial dengan 2 faktor. Faktor I adalah
jenis perlakuan kemangi yang terdiri dari 2 level yaitu bubur kemangi dan ekstrak
kemangi. Faktor II adalah konsentrasi kemangi terdiri dari 3 level yaitu 15 %, 25
%, dan 35 %. Pada penelitian ini terdapat 6 kombinasi perlakuan yang diulang
sebanyak tiga kali sehingga didapatkan 18 kali percobaan.
Rancangan penelitian :
Faktor I : Jenis perlakuan kemangi
M1 = bentuk ekstrak
M2 = bentuk bubur
Faktor II : Konsentrasi Kemangi (diambil dari berat air dalam tepung
campuran)
P1 = konsentrasi kemangi 15 % (b/v)
P2 = konsentrasi kemangi 25 % (b/v)
P3 = konsentrasi kemangi 35 % (b/v)
Jumlah perlakuan :
M1P1 : perlakuan kemangi bentuk ekstrak dengan konsentrasi kemangi 15 %
M1P2 : perlakuan kemangi bentuk ekstrak dengan konsentrasi kemangi 25 %
M1P3 : perlakuan kemangi bentuk ekstrak dengan konsentrasi kemangi 35 %
M2P1 : perlakuan kemangi bentuk bubur dengan konsentrasi kemangi 15 %
M2P2 : perlakuan kemangi bentuk bubur dengan konsentrasi kemangi 25 %
M2P3 : perlakuan kemangi bentuk bubur dengan konsentrasi kemangi 35 %
3.4.5 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian yang dilakukan awal ialah menyiapkan alat dan
bahan yang biasa digunakan dalam proses pembuatan mie kering. Pelaksanaan
penelitian dilakukan dua cara yaitu untuk tahap awal perlakuan kemangi dan tahap
kedua adalah pembuatan mie kering. Pelaksanaan penelitian untuk tahap awal
perlakuan kemangi dalam bentuk bubur dapat dilihat pada Gambar 2. dan bentuk
ekstrak dapat dilihat pada Gambar 3.
Tahap selanjutnya ialah pembuatan mie kering, berikut cara kerjanya :
1. Bahan baku berupa tepung terigu dan tepung MOCAF ditimbang sesuai
dengan ketentuan proporsi yang sudah didapatkan dari penelitian
sebelumnya yaitu proporsi 80 % untuk tepung terigu dan 20 % untuk tepung
MOCAF.
2. Setelah bahan baku didapat (100 %), kemangi dalam bentuk bubur ataupun
ekstrak ditambahkan pada tepung campuran.
3. Kemudian, bahan tambahan berupa air kansui, garam, kuning telur dan air
dicampurkan ke dalam campuran adonan.
4. Seluruh campuran bahan diaduk sekitar 15 menit sampai terbentuk adonan
yang homogen.
5. Adonan dimasukkan ke dalam alat penipis adonan (seater) hingga
membentuk lempengan kemudian dicetak dengan alat pemotong (noodle
maker) hingga terbentuk pilinan mie.
6. Lembaran-lembaran mie dibentuk dan dikukus dengan suhu 100C selama
10 menit kemudian didinginkan hingga suhu kamar.
7. Mie hasil pengukusan kemudian dikeringkan dengan pengering hampa
udara (vacuum dryer) suhu 80C selama 2 jam sehingga dihasilkan mie
kering.
8. Selanjutnya mie dianalisa baik dalam keadaan kering dan setelah dilakukan
pemasakan.
Adapun diagram alir pembuatan mie kering kemangi dengan bahan dasar
tepung terigu dan tepung MOCAF terdapat pada Gambar 4.
3.4.6 Analisa Organoleptik
Produk yang didapatkan dari pelaksanaan penelitian kemudian dianalisa
organoleptik yang dilakukan oleh 5 panelis ahli dengan menggunakan metode
tingkat kesukaan (hedonic scale) yang meliputi 4 parameter mutu, yaitu: rasa,
warna, aroma, dan tekstur (kekenyalan). Hasilnya dinyatakan dalam angka yaitu 7
(sangat menyukai), 6 (menyukai), 5 (agak menyukai), 4 (netral), 3 (agak tidak
menyukai), 2 (tidak menyukai), dan 1 (sangat tidak menyukai).
Pengujian organoleptik produk dilakukan dengan menilai parameter mutu
seluruh perlakuan sehingga didapatkan pengaruh perbedaan tiap perlakuan,
kemudian dibandingkan dengan produk pasar (kontrol). Sampel kontrol yang
digunakan ialah produk mie bayam. Hal ini dikarenakan, mie kemangi
menghasilkan warna hijau, sehingga asumsi jika diproduksi dan dipasarkan akan
bersaing dengan mie sayuran yang berwarna hijau. Dipilihnya mie bayam, selain
mempertimbangkan warna, mie bayam merupakan produk pertama mie sayuran
yang berwarna hijau yang terdapat di pasar.
Penilaian organoleptik pada mie kering dilaksanakan dengan memasak
mie terlebih dahulu untuk parameter aroma, rasa, dan tekstur. Sedangkan
penilaian organoleptik mie kering untuk parameter warna didapat dari mie
sebelum dimasak. Karena diasumsikan parameter warna merupakan parameter
awal konsumen untuk membeli sebuah produk. Data hasil uji organoleptik untuk
menganalisa nilai dari seluruh perlakuan menggunakan uji non-parametriks (uji
pangkat), jika menunjukkan perbedaan nyata (α=0,05) maka dilanjutkan dengan
uji lanjut Friedmann.
3.4.7 Penentuan Perlakuan Terbaik
Hasil data dari penilaian organoleptik dianalisa untuk didapatkan rerata
penilaian organoleptik, pengujian hipotesa organoleptik penilaian panelis terhadap
seluruh perlakuan, dan kemudian penentuan pemilihan alternatif terbaik dari
semua perlakuan berdasarkan hasil uji organoleptik dengan metode indeks
efektivitas. Pengujian ini menggunakan prosedur pembobotan dari paramater
mutu yang telah ditentukan.
3.4.8 Analisa Fisik dan Kimia
Kualitas fisik hasil perlakuan terbaik akan dibandingkan dengan produk
kontrol. Sebab untuk mengetahui bagaimana penampakan secara fisik mie
kemangi jika dibandingkan dengan produk kontrol. Hal ini meliputi elastisitas,
hidrasi, dan rasio pengembangan. Sedangkan analisis kimia dari hasil perlakuan
terbaik akan dibandingkan dengan Standart Nasional Indonesia (SNI) mie kering.
Sehingga didapat hasil kualitas kimia yang sesuai dengan standart nasional
pangan. Hal ini meliputi kadar air dan kadar protein. Data hasil uji fisik diolah
dengan menggunakan uji t, sedangkan data uji kimia hanya sebatas perbandingan
rerata saja.
3.5 Diagram Alir
dicuci
ditiriskan
Daun Kemangi
Gambar 4. Diagram Alir Perlakuan Kemangi Dalam Bentuk Bubur
dihancurkan
Bubur Daun Kemangi Konsentrat
Air
(38 % dari jumlah
tepung)
ditimbang
- 15 % b/v
- 25 % b/v
- 35 % b/v
Gambar 5. Diagram Alir Perlakuan Kemangi Dalam Bentuk Ekstrak
dicuci
ditiriskan
dihancurkan
Ekstrak Daun Kemangi Konsentrat
Air
(38 % dari jumlah
tepung)
Daun Kemangi
ditimbang
- 15 % b/v
- 25 % b/v
- 35 % b/v
disaring
Ampas Daun
Gambar 6. Diagram Alir Proses Pembuatan Mie Kering
Tepung Terigu + Tepung MOCAF
80 % 20 %
dicampur
Tepung Campuran
Bubur Daun Kemangi Konsentrat
(15% , 25%, dan 35%);
Ekstrak Daun Kemangi Konsentrat
(15% , 25%, dan 35%)
Air kansui 1 %
Garam 2 %
Kuning Telur 4 %
diaduk selama 15 menit
ditipiskan
dipotong dan dicetak
dikukus dengan suhu 100C selama 10 menit
dikeringkan dengan suhu 80C selama 2 jam
Mie Kering Kemangi Analisa organoleptik
(warna)
Analisa Fisik
(daya patah)
Analisa kimia
(kadar air, kadar protein)
Gambar 7. Diagram Alir Proses Pemasakan Mie Kemangi
Mie Matang dimasak 5 menit
Air 400 ml
Analisa Organoleptik (Tekstur, Rasa, dan
Aroma)
Analisa Fisik :
(hidrasi, rasio
pengembangan,
elastisitas)
didihkan
(T=100C)
Mie Kering Kemangi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sifat Organoleptik Mie Kering Kemangi
4.1.1 Warna
Penilaian warna pada mie kemangi diujikan pada produk mie yang masih
belum dimasak. Warna sebelum dimasak dianggap sebagai warna produk asli
yang nantinya mempengaruhi daya beli konsumen. Rerata tingkat kesukaan
panelis terhadap warna mie kering kemangi berkisar antara 2,8 (agak tidak
menyukai) hingga 5,8 (menyukai) seperti yang terlihat pada Tabel 8. Grafik
histogram rerata nilai kesukaan panelis terhadap warna mie kering kemangi dapat
dilihat pada Gambar 8.
Tabel 8. Rerata Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Warna Mie Kemangi
Pada Berbagai Jenis Perlakuan dan Konsentrasi Kemangi
Perlakuan Rerata Notasi
*)
Jenis Perlakuan (M) Konsentrasi Kemangi (P)
M1 : Bentuk Ekstrak
P1 : 15 % 2,8 a
P2 : 25 % 3,6 a
P3 : 35 % 3,6 a
M2 : Bentuk Bubur
P1 : 15 % 5,8 ab
P2 : 25 % 4,4 a
P3 : 35 % 4,8 a
*) Keterangan : notasi yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata
Berdasarkan hasil analisa ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa
perlakuan kemangi pada konsentrasi kemangi berpengaruh beda nyata (α=0,05)
terhadap kesukaan panelis akan warna mie. Hasil tersebut didapat karena nilai
X2R (hitung) lebih besar dari X
2t (tabel). Dengan hasil uji lanjut Friedmaan,
dimana nilai ranking antar nilai rerata tingkat kesukaan panelis terhadap warna
mie didapatkan notasi yang berbeda. Perbedaan nyata ini dapat dilihat pada
Gambar 8.
Gambar 8 . Grafik Rerata Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Warna Mie
Kering Kemangi Akibat Pengaruh Perlakuan Kemangi dan
Konsentrasi Kemangi
Pada Gambar 8 menunjukkan penilaian panelis terhadap warna mie kering
kemangi dari perlakuan bentuk ekstrak semakin meningkat seiring dengan
penambahan konsentrasi. Berdasarkan pada Tabel 8, nilai kesukaan terendah
terdapat pada produk mie dari perlakuan M1P1 (perlakuan kemangi dalam bentuk
ekstrak dengan konsentrasi 15 %) sebesar 2,8 yang berarti bahwa panelis agak
tidak menyukai warna daripada produk perlakuan tersebut. Selanjutnya, nilai
kesukaan yang sama didapat dari perlakuan M1P2 (perlakuan kemangi dalam
bentuk ekstrak dengan konsentrasi 25 %) dan M1P3 (perlakuan kemangi dalam
bentuk ekstrak dengan konsentrasi 35 %) dengan nilai sebesar 3,6. Hal ini
menunjukkan bahwa panelis mempunyai penilaian yang netral atau biasa saja
terhadap penampakan warna dari produk tersebut.
Pada perlakuan kemangi dalam bentuk bubur dengan semakin
meningkatnya konsentrasi kemangi, rerata nilai kesukaan panelis terhadap warna
mie mengalami naik turun. Nilai terendah terdapat pada produk perlakuan M2P2
(perlakuan kemangi bentuk bubur dengan konsentrasi 25%) dengan nilai sebesar
4,4 yang berarti panelis mulai agak menyukai warna kenampakan mie kering
kemangi. Kemudian nilai peningkatan terdapat pada produk perlakuan M2P3
(perlakuan kemangi bentuk bubur dengan konsentrasi 35 %) dengan nilai sebesar
4,8 yang berarti panelis juga mulai agak menyukai. Kedua perlakuan tersebut
walaupun mempunyai kesimpulan yang sama yaitu panelis agak menyukai
kenampakan warna namun panelis lebih menyukai warna pada produk yang
konsentrasinya lebih tinggi. Dari seluruh perlakuan kemangi, didapatkan nilai
tertinggi pada produk perlakuan M2P1 (perlakuan kemangi bentuk bubur dengan
konsentrasi 15%) dengan nilai sebesar 5,8 yang berarti panelis menyukai
kenampakan warna daripada produk mie kering kemangi.
Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada
beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya. Secara
visual faktor warna tampil lebih dahulu. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak,
dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak
sedap dipandang (Winarno, 2004). Hal ini menjadikan mie sayuran yang terdapat
dipasaran menjadikan produk mie yang inovatif sebab memberikan warna yang
menarik dibanding dengan warna mie pada umumnya. Warna-warna mie tersebut
didapat dari kandungan kimia pada sayuran, hal ini berbeda dengan mie di pasar
yang menggunakan zat pewarna yaitu tetrazine (Suyanti,2010).
Warna alami yang terdapat pada mie kemangi didapat dari zat hijau daun
yaitu klorofil. Klorofil merupakan pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam
kroloplas bersama-sama dengan karoten dan xantofil (Winarno, 2004). Menurut
Winarno (1980), warna ini dihasilkan dari klorofil yang terdapat didalam
kloroplas, sel-sel ini akan pecah akibat penggilingan sehingga pigmen akan keluar
dan sebagian akan rusak atau teroksidasi karena kontak dengan udara. Oleh sebab
itu, perlakuan kemangi dalam bentuk ekstrak (M1) dan bubur (M2) menghasilkan
warna hijau pada mie. Perlakuan M2P1 (perlakuan kemangi dalam bentuk bubur
dengan konsentrasi kemangi 15%) dianggap perlakuan terbaik dalam penilaian
warna menurut panelis jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini
dikarenakan pada perlakuan tersebut kemangi yang dicampurkan adalah dalam
bentuk bubur, sehingga klorofil yang terdapat dalam daun terbawa dalam proses
pencampuran bahan dan warna yang dihasilkan jauh lebih hijau dibandingkan
dengan kemangi yang dicampurkan dalam bentuk ekstrak. Walaupun daun sudah
dihancurkan agar klorofil dapat keluar, namun air perasan tidak terlalu banyak
membawa zat warna tersebut, dan akibatnya saat dicampur dengan bahan lain
warna produk tidak terlalu tampak hijau. Sedangkan konsentrasi kemangi yang
hanya 15 % (P1) dianggap sudah memberikan warna hijau tidak terlalu mencolok,
sedangkan konsentrasi kemangi 25 % (P2) dan 35 % (P3) terlalu memberikan
warna hijau yang sangat tua sehingga panelis tidak terlalu menyukainya.
4.1.2 Aroma
Rerata tingkat kesukaan panelis terhadap aroma mie kering kemangi
berkisar antara 3,6 (netral) hingga 5,6 (menyukai) seperti yang terlihat pada Tabel
9. Grafik histogram rerata nilai kesukaan panelis terhadap aroma mie kering
kemangi dapat dilihat pada Gambar 9.
Tabel 9. Rerata Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Aroma Mie Kemangi
Pada Berbagai Jenis Perlakuan dan Konsentrasi Kemangi
Perlakuan
Rerata Jenis Perlakuan
(M)
Konsentrasi Kemangi
(P)
M1 : Bentuk Ekstrak
P1 : 15 % 3,8
P2 : 25 % 3,6
P3 : 35 % 3,8
M2 : Bentuk Bubur
P1 : 15 % 5,6
P2 : 25 % 4,4
P3 : 35 % 3,8
Berdasarkan hasil analisa ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa
perlakuan bentuk kemangi dan konsentrasi kemangi pada mie kering dari bahan
dasar tepung terigu dan tepung MOCAF tidak mempunyai beda nyata, karena X2R
(hitung) lebih kecil dari X2t (tabel) dengan tingkat kepercayan 95 % (α=0,05). Hal
ini menunjukkan bahwa bentuk perlakuan yang diberikan pada proses pembuatan
kemangi tidak mempunyai pengaruh beda nyata pada parameter aroma yang
disukai oleh beberapa panelis.
Gambar 9. Grafik Rerata Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Aroma Mie
Kering Kemangi Akibat Pengaruh Perlakuan Kemangi dan
Konsentrasi Kemangi
Gambar 9 menunjukkan penilaian panelis terhadap aroma mie kering
kemangi dari perlakuan bentuk dan penambahan konsentrasi kemangi yang
menunjukkan dalam penurunan nilai rerata kesukaan. Terlihat dari grafik terdapat
4 perlakuan yang mempunyai rata-rata nilai kesukaan pada tingkat netral, yang
artinya bahwa panelis suka yang biasa saja pada aroma yang dihasilkan dari
produk mie. Beberapa perlakuan tersebut diurut dari rerata nilai kesukaan terkecil
ialah perlakuan M1P2 (perlakuan kemangi dalam bentuk ekstrak dengan
konsentrasi kemangi 25%) dengan nilai sebesar 3,6, dan 3 perlakuan yang
memiliki rerata nilai kesukaan yang sama yaitu M1P1 (perlakuan kemangi dalam
bentuk ekstrak dengan konsentrasi 15%), M1P3 (perlakuan kemangi dalam bentuk
ekstrak dengan konsentrasi 35%), dan M2P3 (perlakuan kemangi dalam bentuk
bubur dengan konsentrasi 35%) dimana mempunyai nilai sebesar 3,8. Nilai rerata
kesukaan pada perlakuan M2P2 (perlakuan kemangi dalam bentuk bubur deangn
konsentrasi 25%) mempunyai nilai sebesar 4,4 yang berarti bahawa panelis mulai
agak menyukai akan aroma yang dihasilkan dari produk tersebut. Aroma kemangi
produk tersebut tidak terlalu kuat jika dibandingkan dengan 4 produk perlakuan
yang memiliki rerata nilai kesukaan yang rendah. Sedangkan nilai rerata kesukaan
tertinggi terdapat pada perlakuan M2P1 dengan nilai sebesar 5,6. Hal ini berarti
bahwa panelis menyukai aroma mie yang dihasilkan dari perlakuan tesebut.
Kemangi memiliki aroma yang sangat khas yang berasal dari daunnya.
Aroma yang dihasilkan sangat kuat namun lembut dengan sentuhan aroma limau.
Aroma khas yang dihasilkan oleh kemangi berasal dari kandungan sitral yang
tinggi pada daun dan bunganya (Heyne, 1987). Sitral (C10H16O) merupakan
aldehid dari geraniol dan bersifat volatil (mudah menguap) berwarna kuning muda
dan beraroma lemon (Sirait, 2008). Senyawa inilah yang menjadikan kemangi
yang dicampur dengan mie menghasilkan aroma yang khas serta harum.
Perlakuan M2P1 (perlakuan kemangi dalam bentuk bubur dengan konsentrasi
15%) merupakan perlakuan terbaik sebab aroma yang dihasilkan dirasa cukup.
Perlakuan kemangi dalam bentuk bubur (M2) terlihat pada Gambar 9 memiliki
rerata kesukaan lebih tinggi daripada perlakuan kemangi dalam bentuk ekstrak
(M1), sebab aroma kemangi tersebut banyak berasal dari daun, dimana dalam
bentuk bubur masih banyak terdapat potongan daun. Sedangkan dalam bentuk
ekstrak, hanya sedikit aroma yang dihasilkan akibat potongan daun tidak terbawa
dalam campuran adonan mie. Namun, kedua perlakuan tersebut serta pertambahan
konsentrasi kemangi tidak memberikan perbedaan terlalu besar dalam penilaian
kesukaan panelis terhadap aroma mie kemangi seperti yang terdapat pada
Lampiran 7.
4.1.3 Rasa
Rerata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa mie kering kemangi berkisar
antara 3,2 (netral) hingga 6 (menyukai) seperti yang terlihat pada Tabel 10.
Grafik histogram rerata nilai kesukaan panelis terhadap rasa mie kering kemangi
dapat dilihat pada Gambar 10.
Tabel 10 . Rerata Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Rasa Mie Kemangi Pada
Berbagai Jenis Perlakuan dan Konsentrasi Kemangi
Perlakuan
Rerata Notasi*)
Jenis Perlakuan (M) Konsentrasi (P)
M1 : Bentuk Ekstrak
P1 : 15 % 3,2 a
P2 : 25 % 3,8 a
P3 : 35 % 4,6 a
M2 : Bentuk Bubur
P1 : 15 % 6 ab
P2 : 25 % 4,6 a
P3 : 35 % 4,2 a
*) Keterangan : notasi yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata
Berdasarkan hasil analisa ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa
perlakuan kemangi dalam bentuk ekstrak dan bentuk bubur dengan konsentrasi
kemangi mempunyai pengaruh beda nyata terhadap rasa dari masing-masing
perlakuan yang disukai oleh panelis. Karena X2R (hitung) lebih besar dari X
2t
(tabel) dengan tingkat kepercayan 95 % (α=0,05). Dengan hasil uji lanjut
Friedmaan, dimana nilai ranking antar nilai rerata tingkat kesukaan panelis
terhadap rasa mie didapatkan notasi yang berbeda.
Gambar 10. Grafik Rerata Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Rasa Mie
Kering Kemangi Akibat Pengaruh Perlakuan Kemangi dan
Konsentrasi Kemangi
Gambar 10 merupakan grafik histogram yang menunjukkan kenampakan
tingkatan kesukaan panelis terhadap rasa pada mie kering kemangi dengan
perlakuan bentuk ekstrak dan bubur serta konsentrasi yang semakin besar dari 15
% hingga 35%. Terlihat bahwa sangat terjadi perbedaan kenampakan tiap
perbedaan perlakuan kemangi. Perlakuan kemangi dalam bentuk ekstrak dengan
semakin banyak penambahan konsentrasi mengalami peningkatan nilai kesukaan.
Sedangkan untuk perlakuan kemangi dalam bentuk bubur mengalami penurunan
dengan semakin banyak penambahan konsentrasi. Hal ini menunjukkan bahwa
bentuk ekstrak dan bubur mempunyai pengaruh besar terhadap rasa yang
dihasilkan dalam pembuatan mie kering kemangi.
Pada Gambar 10 menunjukkan bahwa rerata kesukaan yang mempunyai
nilai terendah terdapat pada perlakuan M1P1 (perlakuan kemangi dalam bentuk
ekstrak dengan konsentrasi kemangi 15%) dengan nilai sebesar 3,2 dan diikuti
oleh perlakuan M1P2 (perlakuan kemangi dalam bentuk ekstrak dengan
konsentrasi kemangi 25%) dengan nilai sebesar 3,8. Kedua perlakuan tersebut
mempunyai arti bahwa kesukaan panelis terhadap rasa mie kemangi adalah netral
atau biasa saja. Selanjutnya, pada 3 perlakuan mempunyai rerata nilai kesukaan
pada tingkat yang sama yaitu panelis menyukai rasa dari mie kering kemangi.
Perlakuan M2P3 (perlakuan kemangi dalam bentuk bubur dengan konsentrasi
kemangi 35%) dengan nilai rerata sebesar 4,2, serta perlakuan M1P3 (perlakuan
kemangi dalam bentuk ekstrak dengan konsentrasi kemangi 35%) dan M2P2
(perlakuan kemangi dalam bentuk bubur dengan konsentrasi 25%) yang
mempunyai nilai rerata yang sama yaitu sebesar 4,6. Dan perlakuan yang
memiliki nilai rerata kesukaan terbesar ialah perlakuan M2P1 (perlakuan kemangi
dalam bentuk bubur dengan konsentrasi kemangi 15%) dengan nilai sebesar 6,
yang berarti bahwa panelis menyukai rasa mie kemangi.
Menurut Teuscher (2006) kemangi mempunyai rasa rempah, terkadang
menyerupai merica dan terkadang menyegarkan. Perbedaan rasa pada daun
kemangi dikarenakan oleh beberapa senyawa kimia yang terkandung didalamnya,
terutama methyl chavicol (orestragol), linalool, citral, methyl cinnamate, dan
euganol (Raghavan, 2000). Pada perlakuan kemangi dalam bentuk ekstrak (M1)
dengan semakin banyaknya konsentrasi kemangi yang ditambahkan mengalami
peningkatan kesukaan dikarenakan rasa yang dimunculkan oleh kemangi diduga
lebih segar. Sedangkan pada perlakuan kemangi dalam bentuk bubur (M2) dengan
semakin banyaknya konsentrasi kemangi yang ditambahkan mengalami
penurunan tingkat kesukaan panelis sebab diduga rasa yang didapat semakin
pedas. Dan rasa tersebut didapat dari potongan daun yang masih ada pada
campuran adonan. Inilah mengapa perlakuan M2P1 (perlakuan kemangi dalam
bentuk bubur dengan konsentrasi 15 %) lebih disukai sebab dianggap oleh panelis
sebagai rasa yang cukup pedas dan terasa segar.
4.1.4 Tekstur
Rerata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur mie kering kemangi
berkisar antara 4,4 (agak menyukai) hingga 6 (menyukai) seperti yang terlihat
pada Tabel 11. Grafik histogram rerata nilai kesukaan panelis terhadap tekstur mie
kering kemangi dapat dilihat pada Gambar 11.
Tabel 11. Rerata Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Tekstur Mie Kemangi
Pada Berbagai Jenis Perlakuan dan Konsentrasi Kemangi
Perlakuan
Rerata Jenis Perlakuan
(M) Konsentrasi (P)
M1 : Bentuk Ekstrak
P1 : 15 % 4,4
P2 : 25 % 4,8
P3 : 35 % 4,8
M2 : Bentuk Bubur
P1 : 15 % 5,8
P2 : 25 % 4,4
P3 : 35 % 5
Berdasarkan analisa ragam (Lampiran 9) menunjukkan tidak adanya
pengaruh beda nyata perlakuan bentuk kemangi dan konsentrasi penambahan
kemangi terhadap tekstur yang disukai oleh para panelis. Karena X2R (hitung)
lebih kecil dari X2t (tabel) dengan tingkat kepercayaan 95 % (α=0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa tekstur dari seluruh perlakuan dirasa hampir sama oleh para
panelis.
Gambar 11. Grafik Rerata Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Tekstur Mie
Kering Kemangi Akibat Pengaruh Perlakuan Kemangi dan
Konsentrasi Kemangi
Berbeda dengan penilaian parameter organoleptik lainnya, berdasarkan
Gambar 11 grafik rerata nilai kesukaan panelis terhadap tekstur mie kering
kemangi menunjukkan hampir seluruh panelis memberikan nilai kesukaan yang
tinggi. Tekstur yang dihasilkan dari seluruh perlakuan mempunyai bentuk
kenampakan yang baik dan disukai oleh para panelis. Terlihat pada Gambar 11
bahwa terdapat 5 perlakuan yang memiliki rerata nilai kesukaan sama yaitu pada
tingkat kesukaan menyukai. Dan hanya 1 perlakuan yang memiliki rerata
kesukaan paling tinggi diantara yang lain.
Nilai terendah rerata kesukaan, diurutkan dari nilai paling kecil yaitu pada
M1P1 (perlakuan kemangi dalam bentuk ekstrak dengan konsentrasi kemangi
15%) dan M2P2 (perlakuan kemangi dalam bentuk bubur dengan konsentrasi
kemangi 25%) dengan nilai sebesar 4,4. Kemudian terdapat 2 perlakuan yang
memiliki rerata nilai kesukaan yang sama yaitu M1P2 (perlakuan kemangi dalam
bentuk ekstrak dengan konsentrasi kemangi 25%) dan M1P3 (perlakuan kemangi
dalam bentuk ekstrak dengan konsentrasi kemangi 35%) dengan nilai sebesar 4,8.
Serta perlakuan M2P3 (perlakuan kemangi dalam bentuk bubur) dengan nilai
sebesar 5. Kelima perlakuan tersebut memiliki arti bahwa panelis agak menyukai
tekstur mie kemangi. Sedangkan perlakuan M2P1 (perlakuan kemangi dalam
bentuk bubur dengan konsentrasi kemangi 15%) yang mempunyai nilai rerata
kesukaan terbesar yaitu 5,8 dimana mempunyai arti bahwa panelis menyukai
tekstur mie kemangi tersebut.
Pemberian kemangi dalam campuran mie tidak terlalu memberikan
pengaruh besar dalam tekstur mie yang dihasilkan. Hal ini disebabkan adonan mie
masih memiliki konsentrasi tepung terigu sebesar 80 % dan konsentrasi tepung
MOCAF yang hanya 20 %. Tepung terigu yang digunakan ialah tepung terigu
jenis hard flour (protein tinggi). Karena tepung terigu jenis hard flour
mengandung gluten 12-13 % (Suprapti, 2005). Menurut Belitz dan Grosch (1987)
gluten bersifat lentur dan elastis yang terutama ditentukan oleh glutenin dan sifat
kerentangan yang ditentukan oleh gliadin sehingga adonan tepung mampu dibuat
mengembang. Dalam pembuatan mie kemangi, pengurangan jumlah konsumsi
tepung terigu sebanyak 20 % yang di-subtitusi oleh tepung MOCAF (modified
cassava flour) tidak mempengaruhi tekstur dari mie kemangi tersebut. Selain itu
juga adanya campuran garam alkali serta telur yang juga memberikan pengaruh
terhadap tekstur yang dihasilkan. Penggunaan air kansui dalam adonan berfungsi
untuk mempercepat pengambangan gluten, meningkatkan fleksibilitas mie,
memberikan tekstur yang licin dan liat (Hayakawa, 1986), meningkatkan daya
rehidrasi, kekenyalan dan kehalusan tekstur (Muchtadi dan sugiyono, 1992).
Dalam proses pembuatan mie, selain tepung dan air kansui, bahan yang
sangat mempengaruhi keberhasilan adonan mie berhasil dibentuk pilinan ialah air.
Menurut Sunoko (2011), adonan yang masih belum kalis (kadar air dibawah 32%)
mengakibatkan pembentukan jaringan gluten pada proses pengepresan tidak
sempurna, sehingga mie akan mudah patah (rapuh). Sebaliknya, jika terlalu
lembek akan menyulitkan proses pengepresan (lembar adonan mudah putus) dan
kerapatan gelombang mie menjadi tidak stabil (bentuk tidak standar). Kandungan
air pada bentuk perlakuan kemangi diharuskan mencapai maksimal 48 % dari
jumlah tepung karena akan mempengaruhi bentuk dari adonan. Semakin sedikit
pemberian air akibat kentalnya bentuk kemangi yang dicampurkan akan semakin
besar jumlah air yang ditambahkan. Hal inilah yang menjadikan mie kemangi
dengan bahan dasar tepung terigu dan tepung MOCAF dapat menghasilkan
tekstur yang hampir sama yang disukai oleh para panelis.
4.2 Perlakuan Terbaik
Penentuan perlakuan terbaik berdasarkan metode indeks efektivitas, yaitu
dengan menentukan bobot untuk setiap parameter (Lampiran10), menentukan
nilai efektivitas (NE) dan nilai produk (NP) yang selanjutnya nilai produk pada
setiap parameter dijumlah untuk mendapatkan perlakuan terbaik. Penilaian
parameter tersebut ialah hasil dari penilain organoleptik yang dilakukan oleh
beberapa panelis ahli. Perlakuan terbaik mie kering kemangi dipilih dengan
membandingkan nilai produk setiap perlakuan. Perlakuan dengan nilai produk
tertinggi merupakan perlakuan terbaik. Nilai perlakuan didasarkan pada parameter
organoleptik.
Pada Tabel Data Tingkat Kepentingan (Lampiran 10), parameter
organoleptik yaitu tekstur memiliki bobot kepentingan paling tinggi jika
dibanding dengan parameter yang lain, dengan nilai sebesar 0,4. Sedangkan
parameter yang memiliki bobot kepentingan rendah ialah warna dengan nilai
bobot 0,14, diikuti oleh parameter aroma dengan nilai bobot 0,16 dan kemudian
parameter rasa yang memiliki bobot 0,3. Parameter organoleptik berupa tekstur
dinilai oleh para panelis merupakan parameter paling penting dalam penilaian
suatu produk mie. Mie diharuskan memiliki tekstur kenyal yang merupakan ciri
dari produk tersebut. Walaupun parameter warna yang berkaitan terhadap
keputusan konsumen untuk membeli sebuah produk, namun panelis mengganggap
bahwa jika warna sudah sangat menarik namun tekstur tidak disukai, konsumen
tidak akan mengulangi kembali untuk mengkonsumsi produk tersebut. Hal ini
juga sama halnya dengan aroma dan rasa. Untuk aroma serta rasa, biasanya
konsumen akan mengkonsumsi mie dengan beberapa macam bumbu masakan
serta bahan pelengkap makanan lainnya contoh beberapa kuah kaldu ataupun
potongan daging.
Mie kering kemangi yang terbuat dengan bahan dasar tepung terigu dan
tepung MOCAF dengan perlakuan kemangi dalam bentuk bubur dengan
konsentrasi kemangi 15 % (M2P1) merupakan perlakuan terbaik karena
mempunyai nilai produk tertinggi yaitu sebesar 1,000. Rerata nilai kesukaan
secara organoleptik untuk parameter warna mie kemangi sebesar 5,8, untuk
parameter aroma mie kemangi sebesar 5,6, untuk parameter rasa mie kemangi
sebesar 6, dan untuk tektur mie kemangi sebesar 5,8. Keseluruhan rerata nilai
kesukaan mempunyai arti bahwa mie kemangi ini berada pada tingkat disukai
oleh para panelis. De Garmo et al. (1984) menyatakan perlakuan terbaik dipilih
berdasarkan perlakuan yang memiliki nilai produk tertinggi dari parameter
organoleptik. Hal ini dikarenakan parameter organoleptik yang paling
menentukan terhadap tingkat penerimaan konsumen.
4.3 Perbandingan Perlakuan Terbaik Mie Kemangi dengan Kontrol
Perlakuan terbaik pada penelitian ini akan dibandingkan dengan produk
kontrol (produk dipasar) untuk mengetahui kualitas fisik. Produk kontrol yang
digunakan yaitu mie kering yang menggunakan 100 % tepung terigu dengan
penambahan sayur bayam (pemberi warna hijau pada mie). Perbandingan
dilakukan dengan menggunakan uji t terhadap parameter organoleptik (terlihat
dalam Tabel 12) dan fisik (terlihat dalam Tabel 13).
4.3.1 Analisis Organoleptik
Penilaian dengan indera juga disebut dengan penilaian organoleptik.
Penilaian dengan indera banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil
pertanian dan makanan. Penilaian cara ini banyak disenangi karena dapat
dilaksanakan dengan cepat dan langsung (Soekarto, 1985). Penilaian organoleptik
pada mie kemangi meliputi parameter warna, aroma, rasa, dan tekstur seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 12.
Tabel 12. Perbandingan Kualitas Organoleptik Perlakuan Terbaik Mie
Kemangi dengan Mie Kontrol
Parameter Perlakuan Terbaik Kontrol Notasi
Warna 5,8 (menyukai) 5 (agak menyukai) tn
Aroma 5,6 (menyukai) 3,8 (netral) *
Rasa 6 (menyukai) 4,4 (agak menyukai) tn
Tekstur 5,8 (menyukai) 2,8 (agak tidak menyukai) **
Keterangan :
*=beda nyata (α=0,05) tn = tidak beda nyata
**=sangat beda nyata (α=0,01)
Dari Tabel 13 menunjukkan beberapa parameter organoleptik hasil dari
perbandingan antara perlakuan terbaik yang didapat dari penilaian kesukaan
panelis dengan produk kontrol yang terdapat di pasar. Berdasarkan Lampiran 11,
beberapa diantaranya tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata, dan
menunjukkan adanya perbedaan nyata dengan tabel 0,05 (taraf kepercayaan 95%)
dan sangat nyata tabel 0,01 (taraf kepercayaan 99%).
4.3.1.1 Warna
Pada perbandingan penilaian organoleptik (Tabel 12) untuk segi warna
tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata antara produk perlakuan terbaik
dengan produk kontrol yang disukai oleh para panelis. Hal ini menunjukkan
bahwa panelis sama-sama hampir menyukai kedua produk tersebut.
Penilaian kualitas organoleptik pada Tabel 12 untuk segi warna, nilai
rerata kesukaan panelis lebih dominan pada produk perlakuan terbaik. Warna pada
produk kontrol agak lebih muda jika dibandingkan dengan produk perlakuan
terbaik. Umumnya, pembuatan mie bayam (mie kontrol), bayam yang akan
dicampurkan diolah dengan cara dimasak terlebih dahulu. Hal ini akan
mempengaruhi pigmen alami berupa klorofil akan rusak akibat panas atau
teroksidasi karena kontak dengan udara (Winarno dkk, 1980) sehingga warna
hijaunya pun tidak secerah dengan warna mie kemangi yang dimana daun
kemangi diolah dalam keadaan segar.
4.3.1.2 Aroma
Pada perbandingan penilaian organoleptik (Tabel 12) pada segi aroma,
terjadi beda nyata antara mie perlakuan terbaik (mie kemangi) dan mie kontrol
(mie bayam). Aroma yang dihasilkan dari produk mie kemangi timbul akibat
kandungan kimia yang terkandung dalam kemangi yaitu kandungan sitral yang
tinggi pada daun (Heyne, 1987). Dalam pembuatan mie kontrol, bayam yang
dicampurkan dimasak terlebih dahulu dan kemudian dicampur dengan bawang
putih sehingga mempengaruhi aroma dari mie bayam. Hal inilah yang diduga
mengapa panelis lebih menyukai aroma mie perlakuan terbaik yang lebih kuat dan
harum jika dibandingkan dengan aroma mie kontrol.
4.3.1.3 Rasa
Pada perbandingan penilaian organoleptik (Tabel 12), rasa pada produk
perlakuan terbaik hampir samadisukai oleh para panelis dengan rasa bayam yang
terdapat pada produk kontrol. Nilai rerata kesukaan menunjukkan bahwa panelis
lebih menyukai rasa produk perlakuan terbaik (dengan nilai rerata 6) dibanding
dengan rasa produk kontrol (dengan nilai rerata 4,4). Kemangi yang hanya
dimanfaatkan sebagai lalapan (Purwanto, 2009) ternyata dapat memberikan rasa
yang khas pada mie dan disukai oleh masyarakat, dimana penilaian ini telah
diwakili oleh penilaian panelis ahli. Rasa yang dihasilkan tidak jauh berbeda
dengan rasa yang dihasilkan dari produk kontrol. Walaupun nilai rerata kesukaan
lebih menunjukkan mie dari perlakuan terbaik yang lebih disukai oleh para
panelis daripada mie kontrol (mie bayam).
Rasa pada mie kontrol diduga saat bayam (bahan baku pembuatan mie
bayam) yang dicampurkan dalam adonan mie, akibat pemasakan terlebih dahulu
sehingga rasa bayam berubah. Selain itu juga, adanya campuran bawang putih
dalam pembuatan adonan sangat mempengaruhi cita rasa dari keaslian produk mie
yang terbuat dari sayuran. Sehingga rasa yang akan lebih dominan adalah
campuran bawang putih dalam adonan. Sedangkan untuk produk perlakuan
terbaik, rasa asli dari sayuran kemangi sangat terasa sehingga dianggap segar dan
unik bagi para panelis. Hal ini didukung dengan pernyatan Teuscher (2006)
bahwa kemangi mempunyai rasa rasa pedas, terkadang menyerupai merica dan
terkadang menyegarkan. Sedangkan bawang putih yang dicampurkan dalam
pembuatan produk kontrol mempengaruhi rasa pada mie tersebut. Rasa yang
ditimbulkan oleh bawang putih yang telah diolah ialah sedikit manis dan rasa
yang sangat khas (Raghavan, 2000). Sehingga perbandingan antara rasa mie
kemangi dengan mie kontrol tidak berbeda nyata, walaupun rata-rata panelis lebih
menyukai rasa yang terdapat pada produk perlakuan terbaik.
4.3.1.4 Tekstur
Perbandingan dalam segi tekstur dapat dilihat pada Tabel 12 bahwa
terdapat beda nyata antara mie perlakuan terbaik dengan mie kontrol. Dalam
pembuatan mie perlakuan terbaik, penggantian 20 % penggunaan tepung terigu
dengan tepung MOCAF tidak akan mempengaruhi penurunan kualitas tekstur
yang disukai oleh para panelis. Hal ini dikarenakan dalam campuran adonan
masih menggunakan garam alkali sehingga adonan mie mudah dibentuk pilinan
yang bagus. Namun hal ini berbeda dengan mie kontrol.
Mie kontrol atau mie bayam, dengan menggunakan 100 % tepung terigu
dengan perbandingan jumlah tepung terigu dengan bayam ialah 2 : 1, adanya
pemberian tambahan air pada adonan sangat mempengaruhi tekstur mie tersebut.
Selain itu juga, tidak adanya penambahan garam alkali, sehingga mie yang telah
dimasak tidak menjadi kenyal bahkan menjadi agak lembek. Hal ini akan
berkaitan dengan hidrasi mie atau kemampuan mie dalam menyerap air untuk bisa
mengembang.
4.3.2 Analisis Fisik
Perbandingan analisa fisik mie perlakuan terbaik dengan mie kontrol
meliputi daya patah, elastisitas, dan rasio pengembangan yang ditunjukkan dalam
Tabel 13. Berdasarkan Lampiran 12 menunjukkan bahwa daya patah, elastisitas
serta hidrasi mie memiliki sangat beda nyata pada tabel 0,01. Pada rasio
pengembangan antara produk perlakuan terbaik dengan produk kontrol tidak
memiliki beda nyata. Perbedaan nilai beda nyata pada daya patah, elastisitas serta
hidrasi mie berkaitan besar dengan konsentrasi tepung terigu yang terdapat pada
masing-masing produk.
Tabel 13. Perbandingan Kualitas Fisik Perlakuan Terbaik Mie Kemangi
dengan Mie Kontrol
Parameter Perlakuan Terbaik Kontrol Notasi
Daya Patah (N) 1,73 2,26 **
Elastisitas (%) 27 16 **
Hidrasi Mie (%) 227,03 163,41 **
Rasio Pengembangan 1,22 1,15 tn
Keterangan :
**=sangat beda nyata (α=0,01)
tn = tidak beda nyata
4.3.2.1 Daya Patah
Kekuatan patah mie merupakan gambaran ketahanan mie selama
penanganan produksi terutama terhadap perlakuan mekanis. Pada Tabel 13 nilai
daya patah mie produk perlakuan terbaik lebih kecil jika dibandingkan dengan
daya patah mie pada produk kontrol. Daya patah pada mie dipengaruhi oleh
adanya jumlah protein yang terdapat dalam produk. Diduga bahwa mie yang
terbuat dari campuran tepung terigu dan tepung MOCAF dengan penambahan
kemangi memiliki nilai kadar protein yang lebih kecil jika dibanding dengan mie
kontrol yang terbuat dari tepung terigu dan penambahan bayam. Menurut Akashi,
takahashi, dan Endo (1999) mengatakan bahwa kadar protein yang semakin tinggi
akan meningkatkan tekstur terutama elastisitas dan kerenyahan mie. Sebagai
tambahan pendapat pula oleh Oh et al., (1985) bahwa protein dalam tepung
menghasilkan struktur mie yang kuat yang dihasilkan dari adanya ikatan yang
kuat antara komponen pati dan protein sehingga daya patahnya juga meningkat.
Inilah mengapa daya patah dari produk kontrol jauh lebih besar dibanding dengan
produk perlakuan terbaik.
4.3.2.2 Elastisitas
Elastisitas produk perlakuan terbaik (pada Tabel 13) lebih tinggi dengan
nilai 27 % jika dibandingkan dengan produk kontrol yang hanya 16 %. Widowati
(2005) dalam Kurniawati (2007) menyatakan bahwa gluten menentukan elastisitas
dan stabilitas olahan dari tepung. Besarnya protein pembentuk gluten menentukan
sifat adonan dan produk yang dihasilkan. Tepung terigu yang digunakan ialah
jenis hard flour yang mengandung gluten 12-13 % (Suprapti, 2005). Gluten
terbentuk dari gliadin dan glutenin yang bereaksi dengan air yang dipercepat
dengan perlakuan mekanis sehingga membentuk jaringan tiga dimensi dan
kontinu serta mampu merangkap granula pati (Lawson, 1995). Menurut Belitz dan
Grosch (1987) gluten bersifat lentur dan elastis yang terutama ditentukan oleh
glutenin dan sifat kerentangan yang ditentukan oleh gliadin sehingga adonan
tepung mampu dibuat mengembang.
Adanya tambahan garam alkali dalam bahan pembuat mie tersebut.
Karena semakin besar garam alkali yang digunakan, mie semakin keras dan
kenyal. Garam alkali berfungsi dalam menguatkan struktur gluten sehingga mie
menjadi lentur, mengubah sifat pati tepung terigu sehingga mie menjadi lebih
kenyal (Suyanti, 2010). Penggunaan garam alkali akan terjadi reaksi antara
natrium karbonat dan kalium karbonat dengan air menghasilkan CO2 sehingga
akan terbentuk rongga antar ruang granula pati yang menyebabkan adonan
menjadi lebih ringan, lunak, ulet, dan produk yang dihasilkan menjadi lebih elastis
dan liat (De Man, 1976).
4.3.2.3 Hidrasi Mie
Pada Tabel 13 nilai hidrasi mie perlakuan terbaik memiliki nilai lebih
tinggi dibanding dengan produk kontrol. Hal ini diduga hidrasi mie akan semakin
meningkat akibat semakin tingginya kadar pati pada mie kering. Peningkatan
kadar pati dapat merangsang terjadinya gelatinisasi pati dan penyerapan air yang
banyak (Fennema, 1985). Pada produk perlakuan terbaik diduga memiliki nilai
kadar pati yang tinggi selain didapat dari tepung terigu yaitu 65-75 % (Aptindo,
2000), tepung MOCAF memiliki kadar pati yang sangat tinggi sebesar 85-87%
walaupun kadar protein dan glutennya sangat sedikit (Subagio, 2008).
4.3.2.4 Rasio Pengembangan
Pada perbandingan penilaian kualitas fisik (Tabel 13) nilai rasio
pengembangan mie perlakuan terbaik lebih besar dibandingkan dengan nilai rasio
pengembangan mie kontrol. Rasio pengembangan mie dipengaruhi oleh
kemampuan mie dalam menyerap air. Menurut Kurniawati (2007) bahwa
pengembangan mie disebabkan karena kemampuan mie untuk menyerap air. Hal
ini didukung oleh pendapat Pomeranz (1985) yang menyatakan bahwa bila pati
terhidrasi, granula pati akan meningkat 10 x dan volumenya meningkat 33%.
Porsi tepung yang semakin banyak, menyebabkan jumlah pati dalam sistem
menjadi lebih tinggi, sehingga kemampuan pengembangan mie semakin besar.
4.4 Perbandingan Kualitas Kimia Perlakuan Terbaik Mie Kemangi
dengan Standart Nasional Indonesia (SNI)
Perbandingan analisis kimia mie perlakuan terbaik dengan syarat mutu
mie kering menurut Standart Nasional Indonesia (SNI) meliputi kadar air dan
kadar protein yang ditunjukkan dalam Tabel 14. Perbandingan dengan SNI
dilakukan untuk menunjukkan bahwa mie kemangi (perlakuan terbaik) yang telah
disukai oleh panelis dapat memenuhi kriteria standart produk mie dengan mutu I
secara SNI. Sehingga apabila produk akan dipasarkan, produk mie kemangi sudah
memenuhi standart produk mie secara umum.
Tabel 14. Perbandingan Rerata Nilai Kualitas Kimia Perlakuan Terbaik
Mie Kemangi dengan SNI
Parameter Perlakuan Terbaik SNI (Mutu I)
Kadar Air (%) 4,89 Maksimal 8
Kadar Protein (%) 11,53 Minimal 11
4.4.1 Kadar Air
Pada Tabel 14 nilai kadar air mie kemangi dalam keadaan kering ialah
4,89 %. Jumlah kadar air tersebut lebih rendah jikadibandingkan dengan syarat
mutu mie kering kemangi menurut SNI yaitu sebesar maksimal 8 %. Nilai kadar
air yang lebih rendah (tidak melampui batas maksimal) menjadikan mie perlakuan
terbaik sudah sesuai dengan syarat mutu produk mie secara umum.
Kadar air mempunyai peranan penting dalam ketahanan produk. Menurut
Winarno (2004), kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan
acceptability, kesegaran, daya tahan bahan itu. Kandungan air dalam bahan
makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba.
Sehingga untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam
bahan harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan.
Umumnya dilakukan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat
pengering buatan. Menurut Astawan (2003), kadar air yang terkandung dalam
mie kering hendaknya mencapai 8-10 %.
Kadar air dalam perlakuan terbaik mempengaruhi dalam kualitas fisik.
Pada Tabel 13, daya patah mie perlakuan terbaik yaitu 1,73 N menunjukkan
bahwa mie tersebut hanya dengan diberi beban sedikit, mie akan mudah patah.
Sehingga asumsi bahwa kecilnya beban dalam pematahan mie selain dipengaruhi
oleh kadar protein, jumlah kandungan air ikut berperan. Sehingga selain dalam
segi rasa, warna, aroma serta tekstur yang jauh lebih baik perlakuan terbaik
dibandingkan dengan mie kontrol (seperti pada Tabel 12), bahwa mie tersebut
mempunyai kualitas fisik yang lebih baik, dan memiliki kadar air yang sesuai
dengan standart SNI.
4.4.2 Kadar Protein
Pada Tabel 14 nilai kadar protein yang terdapat pada mie kemangi sebesar
11,53 %. Kadar protein tersebut melebihi batas minimal kadar protein pada syarat
mutu mie kering menurut SNI. Pembuatan mie kemangi berasal dari campuran
tepung terigu sebesar 80 % dengan tepung MOCAF 20 %. Jenis tepung terigu
yang digunakan ialah jenis tepung hardflour (tepung protein tinggi) dengan
kandungan protein sebesar 13-14% (Aptindo, 2000). Sehingga didapatkan
kesimpulan bahwa kandungan protein mie kemangi hampir sama dengan produk
mie secara umumnya.
Keberadaan kadar protein mempunyai peran dalam menghasilkan tekstur
pada mie. Nilai daya patah yang dipengaruhi oleh kadar protein disebabkan
menurut Oh et al., (1985) protein dalam tepung menghasilkan struktur mie yang
kuat yang dihasilkan dari adanya ikatan yang kuat antara komponen pati dan
protein sehingga daya patahnya juga meningkat. Nilai elastisitas yang juga
dipengaruhi oleh kadar protein dikarenakan kandungan gluten 12-13 % pada
tepung terigu jenis hard flour (Suprapti, 2005). Gluten terbentuk dari gliadin dan
glutenin yang bereaksi dengan air yang dipercepat dengan perlakuan mekanis
sehingga membentuk jaringan tiga dimensi dan kontinu serta mampu merangkap
granula pati (Lawson, 1995). Menurut Belitz dan Grosch (1987) gluten bersifat
lentur dan elastis yang terutama ditentukan oleh glutenin dan sifat kerentangan
yang ditentukan oleh gliadin sehingga adonan tepung mampu dibuat
mengembang.
Kualitas fisik perlakuan terbaik yaitu daya patah dan elastisitas, keduanya
dipengaruhi oleh keberadaan kadar protein pada produk tersebut. Kadar protein
yang melebihi standar SNI menunjukkan bahwa mie perlakuan terbaik memiliki
nilai lebih dibanding dengan mie kering pada umumnya. Pada Tabel 13, tekstur
mie perlakuan terbaik lebih baik daripada tekstur mie kontrol. Hal ini dibuktikan
dengan kualitas fisik mie perlakuan terbaik lebih baik dibandingkan dengan mie
kontrol. Panelis menilai tekstur pada mie perlakuan terbaik jauh lebih kenyal,
lebih elastis, serta lebih mengembang dibanding mie kontrol. Tekstur pada suatu
mie merupakan bobot penilaian paling penting dibandingkan dengan organoleptik
lainnya.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Perbedaan perlakuan kemangi dalam bentuk bubur dan ekstrak dengan
konsentrasi tertentu berpengaruh pada mie dengan bahan dasar tepung
terigu dan tepung MOCAF terhadap tingkat kesukaan konsumen.
Perbedaan secara nyata hanya terdapat pada parameter warna dan rasa
2. Kualitas organoleptik dan kimia pada perlakuan terbaik memiliki
perbedaan secara nyata dengan produk kontrol pada aroma, tesktur, daya
patah, elastisitas, dan hidrasi mie. Nilai organoleptik perlakuan terbaik
yang terdapat pada perlakuan kemangi dalam bentuk bubur dengan
konsentrasi kemangi sebesar 15 % ialah warna 5,8 (menyukai), aroma 5,6
(menyukai), rasa 6 (menyukai), dan tekstur 5,8 (menyukai). Sedangkan
pada kualitas fisik perlakuan terbaik mempunyai nilai daya patah sebesar
1,73 N, elastisitas 27 %, hidrasi mie sebesar 227,03 % , dan rasio
pengembangan sebesar 1,22.
3. Kualitas kimia perlakuan terbaik telah sesuai dengan syarat mutu produk
mie kering menurut SNI pada kriteria produk mie mutu I. Nilai kualitas
kimia pada perlakuan terbaik ialah kadar air sebesar 4,89% dan kadar
protein sebesar 11,53 %.
5.2 Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan proses pengeringan
yang optimal baik dalam suhu serta alat pengering yang akan digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Akashi, H. M. Takahashi, and S.Endo. 1999. Evaluation of Starch Properties of
Wheat Used For Chinese Yellow Alkaline Noodles in Japan. Cereal
Chemistry, 76 (1), page 50-65
Anonymous1. 2010. “MOCAF” Primadona Tepung, Alternative Pengganti
Terigu. http://bisnisukm.com/ (Tanggal akses 15 Februari 2011)
Anonymous2. 2011. Beta-carotene : Apakah Beta-carotene. http://news-
medical.net (Tanggal akses 08 Maret 2011)
Amri, Asnil B. 2010. Impor Gandum : Semester I nilai impor gandum naik 24
%. http://industri.kontan.co.id/v2/rubrik/komoditas (Tanggal akses 15
Februari 2011)
Apriyantono, A. D.Fardiaz, N.L Puspita Sari, Sedarnawati, S.Budiyanto. 1989.
Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Penerbit IPB-Press. Bogor
Aptindo. 2000. Macam-Macam Tepung Terigu Merk Bogasari.
http://bogasariflour.com (Tanggal akses 22 Februari 2011)
As’ari, Al. 2004. Karakteristik Tepung Ubi Kayu Hasil Modifikasi Dengan
Perlakuan Alkali (Lime Treatment) Kajian Konsentrasi Larutan
Ca(OH)2 dan Lama Perendaman. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian.
Universitas Brawijaya. Malang
Astawan, M. 2003. Membuat Mie Dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta
Avianto Y. 2007. Terapi Buah dan Sayur Untuk Kesuburan.
http;//www.nusafood.com/index.php?option=comcontent&task=view&id=2
9&itemid=36&date=2007-08-01 (Tanggal akses 09 Maret 2011)
Beans, M. M., C.C.Nimmo, J.G. Fullingnin, D.M Keagy and D.K. Mecham. 1974.
Effect of Amylose, protease, salt, and pH on Noodle doughs. Cereal
Chemistry. 5.
Belitz, H.D and Grosch, W. 1987. Food Chemistry Springer Verlag. Berlin
BPOM. 2003. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan :
Angka Kecukupan Gizi Untuk Acuan Pelabelan Pangan Umum. Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta
Budianto, H. A.K. 2009. Dasar-dasar Ilmu Gizi. UMM Press. Malang
De Man, J.M., P.W. Voisey, V.F Rosper and D.W. Stanley. 1976. Rheology and
Texture In Food Quality. The AVI Publishing Company Inc. Westport.
Connecticut
Dharma, Iman. 2011. Plus Minus Vitamin A. http://tabloidnova.com (Tanggal
akses 09 Maret 2011)
Dharmayanti S. 2007. Berbagai Khasiat Daun Kemangi.
http://www.pikiranrakyat.com/cetak/0103/18/1003.htm (Tanggal akses 11
Maret 2011)
Fennema, O.R. 1985. Food Chemistry. Departement of Food Science. University
of Wisconsin-Madison. New York.
Hart, H., Craine, L. E. dan Hart, D. J. 2003. Kimia Organik. Edisi 11. Penerbit
Erlangga. Jakarta
Haryadi. 1995. Kimia dan Teknologi Pati. Fakultas Teknologi Pertanian
Program Pascasarjana. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta
Hayakawa, T. 1986. Manufacturing of Instant Noodles. PT. Sanmaru Food Crop
Heyne. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Ed ke-2. Badan Litbang
Kehutanan Jakarata, penerjemah. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.
Kurniawati, Ika. 2007. Studi Pembuatan Mie Instant Berbasis Tepung
Komposit Dengan Penambahan Tepung Porang (Amorphophallus
oniophyllus). Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi
Pertanian. Universitas Brawijaya Malang. Malang
Kusrini, Yulia. 2009. Studi Pembuatan Mie Kering (Kajian Proporsi Tepung
Kassava Terfermentasi dan Penambahan Gluten Kering). Skripsi.
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang
Lawson, H. 1995. Food Oil and Fats. Chapman and Hall. ITP and International
Thomson Publishing Company. New York
Mangoting D., I. Irawan, dan S. Abdullah. 2005. Tanaman Lalap Berkhasiat
Obat. Penebar Swadaya. Jakarta
Misgiarta. 2010. Teknologi dan Prospek Tepung Non Terigu. Sinar Tani. Edisi
29 September- 5 oktober 2010 no. 3373 Tahun XLI
Mishra J., R.K. Srivastava, S.V. Shukla, C.S. Raghav. 2007. Antioxidants in
Aromatic & Medical Plants. Science Tech Entrepreneur. Kanpur
Morris, Audrey and Barnett, Audia and Burrows, Olive-Jean. 2006. Effect of
Processing on Nutrient Content of Foods. Articles vol 37 no. 3 page 160-
64
Muchtadi, Tien R. Dan Ayustaningwarno, F. 2010. Teknologi Proses
Pengolahan Pangan. Penerbit Alfabeta. Bandung
Muchtadi, T.R dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Teknologi
Pengolahan Pangan Nabati PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor
Mudjajanto, E.S dan L.N Yulianti. 2004. Membuat Aneka Roti. Penebar
Swadaya. Jakarta
Nio, O.K. 1992. Daftar Analisis Bahan Makanan. Fakultas Kedokteran.
Universitas Indonesia. Jakarta
Nurrachman, Achmad. 2007. Prinsip Dasar Pembuatan Tepung MOCAF.
www.tepungmocaf.com (Tanggal akses 22 Februari 2011)
Oh, N.H., D.A. Seib, C.W. Deyoe, and A.B. Word. 1985. The Surface Firmness
of Cooked Noodles From Soft and Hard Wheat Flours. Cereal Chemistry
Palupi, N.S, F.R Zakaria, dan E. Prangdimurti. 2007. Pengaruh Pengolahan
Terhadap Nilai Gizi Pangan. Modul e-learning ENBP. Departemen Ilmu
dan Teknologi. FATETA. IPB. Bogor
Pudjiadi, Solihin. 2000. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak Edisi Keempat. FKUI.
Jakarta
Purwanto. 2009. Pengujian Tiga Jenis Rempah-Rempah Sebagai Repelen
Terhadap Tikus Rumah (Rattus rattus diardii Linn.) dan Tikus Pohon
(Rattus tiomanicus Mill.). Departemen Proteksi Tanaman. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Pomeranz, Y. 1985. Functional Properties of Food Components. Academic
Press, Inc. New York
Rahayu, Imbang Dwi. 2011. Klasifikasi, Fungsi dan Metabolisme Vitamin.
http://www.scribd.com/doc/40703527/Klasifikasi-Dan-Metabilisme-
Vitamin-Imbang (Tanggal akses 22 Februari 2011)
Raghavan, Susheela. 2000. A Handbook of Spices, Seasonings, and Flavorings.
Technomic Publishing Company, Inc. United States of America
Retnowati, H. R. Dan Purba, E. SL. 2003. Peluang Bisnis Makanan Berbasis
Tepung. Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Jakarta
Sirait, Nursalam. 2008. Penggunaan Berbagai Jenis Tanaman Obat Untuk
Menanggulangi Bau Badan. Warta Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 3. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan
Subagio, A. 2007. Modified Cassava Flour (MOCAL) : Sebuah Masa Depan
Ketahanan Pangan Nasional Berbasis Potensi Lokal. Laboratorium
Kimia dan Biokim Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian.
Universitas Jember. Jember
Subagio, A. 2008. Prosedur Operasi Standart Produksi MOCAL Berbasis
Klaster. Rusnas Diversifikasi Pangan Pokok. IPB. Bogor
Sudarmadji, Slamet dan Haryono, Bambang dan Suhardi. 1984. Prosedur
Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty.
Yogyakarta
Sunoko. 2011. Efisiensi Dalam Produksi Mie Instant. http://foodreview.biz/
(Tanggal akses 26 Juli 2011)
Suprapti, M.L. 2005. Tepung Tapioka Pembuatan dan Pemanfaatannya.
Penebar Kanisius. Yogyakarta
Suyanti. 2006. Pembuatan Mie Dari Aneka Komposit Tepung Pisang,
Kedelai, Kacang Hijau, Jagung, dan Ubi Ungu. Laporan Kerja Sama
dengan Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta. Jakarta
Suyanti. 2010. Membuat Mie Sehat : Bergizi dan Bebas Pengawet. Penebar
Swadaya. Jakarta
Teuscher, Eberhard. 2006. Medicinal Spices : A Handbook of Culinary Herbs,
Spices, Spice Mixtures and Their Essential Oils. Medpharm Scientific
Publishers Stuttgart. Germany
Tjitrosoepomo, G. 2002. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Penerbit
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Ubaidillah, M. 1997. Analisa Kadar Air Pada Bahan Tambahan Mie. Karya
Ilmiah. FMIPA. Universitas Sumatera Utara. Medan
Widowati, S. 2003. Prospek Tepung Sukun Untuk Berbagai Produk Makanan
Olahan Dalam Upaya Menunjang Diversifikasi Pangan.
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0804105/cakrawala/penelitian.htm
(Tanggal akses 09 Maret 2011)
Widyaningsih, T.B dan Murtini, E.S. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada
Produk Pangan. Penerbit Trubus Agrisarana. Surabaya
Winarno, G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan.
Penerbit PT. Gramedia. Jakarta
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta
Zaitsev V, Lagunov L, Makarova T, Minder L dan Podsevalov V. 1969. Fish
Curing and Processing. Mir Publisher. Moskow. Uni Soviet
Lampiran 1. Lembar Pengujian Organoleptik
Hedonic Scale Scoring
(Uji Kesukaan)
Nama Panelis :
Umur / Pekerjaan :
Tanggal :
NamaPeneliti : Anita Novalia
Nama Produk : Mie kering kemangi dengan bahan dasar dari tepung
terigu dan tepung MOCAF
Saudara dimohon untuk memberikan penilaian terhadap warna, aroma,
rasa dan tekstur dari sampel mie kering ini sesuai dengan tingkat kesukaan anda.
Hasil penilaian anda akan dinyatakan dalam skala angka.
Skala penilaian :
1 = Sangat tidak menyukai
2 = Tidak menyukai
3 = Agak tidak menyukai
4 = Netral
5 = Agak menyukai
6 = Menyukai
7 = Sangat menyukai
No Kode Warna Aroma Rasa Tekstur
1 M1P1
2 M1P2
3 M1P3
4 M2P1
5 M2P2
6 M2P3
7 Kontrol
Komentar :
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
.............................................................................................................................
Dan atas penilaian yang Anda berikan, kami mengucapkan terima kasih.
Lampiran 2. Lembar Pemilihan Perlakuan Terbaik
Lembar Penilaian Atribut Produk
Nama Panelis :______________________
Umur / Pekerjaan :______________________
Nama Peneliti : Anita Novalia B
Nama Produk : Mie Kering Kemangi
Setelah Anda melakukan uji kesukaan, selanjutnya Anda diminta untuk
membandingkan tingkat kepentingan atribut mie kering kemangi. Perbandingan
ini digunakan untuk mengetahui kriteria mana yang Anda utamakan atau lebih
Anda pentingkan ketika hendak membeli mie. Adapun atribut-atribut yang akan
Anda nilai meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur.
Dimohon parameter dibawah ini diurut sesuai dengan skala kepentingan
yang telah ditentukan :
Skala Kepentingan :
1 = Tidak penting sekali
2 = Agak penting
3 = Penting
4 = Penting Sekali
No Atribut Produk Urutan tingkat kepentingan
1 Warna
2 Aroma
3 Rasa
4 Tekstur
Terima kasih atas partisipasinya
Lampiran 3. Prosedur Pemilihan Perlakuan Terbaik
Untuk menentukan perlakuan terbaik digunakan metode indeks efektifitas
dengan prosedur pembobotan sebagai berikut :
1. Pengelompokan parameter, parameter fisik, dan kimia dikelompokkan
terpisah dengan parameter organoleptik.
2. Setiap parameter diberi bobot 0-1 pada masing-masing kelompok. Bobot
yang diberikan sesuai dengan tingkat kepentingan setiap parameter dalam
mempengaruhi konsumen, yang diwakili oleh panelis.
3. Bobot =
4. Nilai Efektifitas (NE) dihitung dengan rumus :
NE =
Dimana NE : Nilai Efektifitas
Np : Nilai Perlakuan
Ntj : Nilai Perlakuan Terjelek
Ntb : Nilai Perlakuan Terbaik
Untuk parameter dengan rerata semakin besar semakin baik, maka nilai
terendah sebagai nilai terjelek dan nilai tertinggi sebagai nilai terbaik.
Sebaiknya untuk parameter dengan nilai semakin kecil semakin baik, maka
nilai tertinggi sebagai nilai terjelek dan nilai terendah sebagai nilai terbaik.
4. Perhitungan Nilai Produk (Np)
Nilai Produk diperoleh dari perkalian Nilai Efektifitas dengan Nilai Bobot
Np = NE x Bobot
5. Nilai Produk dari semua parameter pada masing-masing kelompok
perlakuan dijumlah. Perlakuan yang memiliki Nilai Produk Tertinggi adalah
perlakuan terbaik pada kelompok parameter.
6. Perlakuan terbaik dipilih berdasarkan perlakuan yang memiliki Nilai Produk
Tertinggi untuk parameter organoleptik.
Lampiran 4. Uji Analisa Fisik
A. Penentuan Kekuatan Patah
1. Sampel diperlakukan sesuai dengan parameter yang akan diukur.
Selanjutnya sampel dipotong dengan panjang 2 cm selanjutnya dimasukkan
ke dalam alat.
2. Mesin universal testing instrument dihidupkan, selanjutnya diprogram
sesuai parameter yang diinginkan.
Kekuatan Patah
Test speed : 20 mm/min
Inch speed : 10 mm/min
Gauge length : 20 mm
Width : 1,5 mm
Depth : 1,5 mm
3. Hasil pengukuran kekuatan patah diperoleh dari gaya maksimal (F max.)
yang dibutuhkan untuk menekan mie kering sesuai dengan parameter yang
diukur.
B. Elastisitas
Pengujian menggunakan alat Tensile Strength Instrument, penggunaanya
sebagai berikut :
1. Menggunakan mesin Tensile Strength Instrument kurang lebih 15 menit
untuk pemanasan (sambil setting aksesoris alat, sesuai dengan sampel yang
akan dianalisa memakai tekanan atau tarikan)
2. Menghidupkan computer masuk program software untuk mesin Tensile
Strength
3. Setelah antara mesin Tensile Strength dan computer terjadi hubungan maka
pada layar akan tampil program tersebut.
4. Kursor ditempatkan di ZERO dan di ON kan supaya antara alat tensile
strenght dan monitor computer menunjukkan angka 0,0 pada waktu
pengujian
5. Meletakkan sampel dibawah aksesoris penekan / menjepit sampel dengan
aksesoris penarik
6. Kursor diletakkan pada tanda [ ], dan di ON kan sehingga computer secara
otomatis akan mencatat GAYA (N) dan jarak yang ditempuh oleh tekanan
atau tarikan terhadap sampel
7. Menekan tombol [▼] untuk penekanan (compression) atau tombol [▲]
untuk tarikan (tension), yang ada pada alat tensile strength
8. Setelah pengujian selesai tekan tombol [■] berhenti dan menyimpan data
9. Hasil pengukuran berupa grafik dapat dicatat atau langsung diprint
10. Setelah selesai matikan komputer dan alat Tensile Strength
Perhitungan % perpanjangan = [perpanjangan sampel (mm) / panjang
semula sampel (mm) ] x 100 %
C. Penentuan Hidrasi Mie
Mie seberat 5 gram ditimbang kemudian dimasak sampai mie tergelatinisasi
sempurna. Hidrasi mie ini merupakan perbandingan berat mie sesudah dan
sebelum dimasak.
% hidrasi =
Dimana A = berat mie setelah dimasak
D. Penentuan Rasio Pengembangan Mie
Mengukur dan menghitung perbandingan panjang x lebar mie masak (A)
dan panjang x lebar mie kering (B)
Rasio pengembangan mie =
Lampiran 5. Uji Analisa Kimia
A. Kadar Air cara pemanasan (AOAC 1970 dalam Sudarmadji dkk 1984)
1. Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 2 gram dalam botol
timbnag yang telah diketahui beratnya.
2. Dikeringkan dalam oven pada suhu 100C - 105C selama 3 – 5 jam,
kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang, setelah itu
dipanaskan lagi dalam oven selama 30 menit, didinginkan dalam eksikator
dan ditimbang.
3. Perlakuan diulangi sampai tercapai berat konstan (selisih penimbangan
berturut-turut kurang dari 0,2 mg)
4. Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam bahan, perhitungan
kadar air :
Kadar air (%) =
B. Penentuan Kadar Protein Metode Kjeldahl (Apriyantono, dkk, 1989)
1. Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 1 gram
2. Dimasukkan ke dalam labu kjedahl dan ditambahkan ½ tablet kjehdahl
3. Ditambahkan 20 ml H2SO4 pekat
4. Larutan dipanaskan (didestruksi) selama ± 1 jam (sampai larutan jernih)
5. Didiamkan sampai larutan dingin dan ditambahkan 25 ml aquades,
kemudian ditambahkan 3 tetes indikator pp
6. Pindahkan isi labu ke dalam alat destilasi dan bilas dengan aquades, air
bilasan aquades dimasukkan pula ke destilator.
7. Tabung erlenmeyer 125 ml yang berisi 20 ml larutan asam borat 3 % yang
sudah ditambah 3-5 tetes indikator satoshiro diletakkan dibawah kondensor.
Ujung kondensor harus terendam larutan asam borat.
8. Ditambahkan 100 ml larutan NaOH 45 %, kemudian dilakukan destilasi
sampai tertampung 100 ml destilat pada tabung erlenmeyer.
9. Dilakukan titrasi destilat dengan HCL 0,1 N sampai terjadi perubahan warna
menjadi ungu.
10. Perhitungan kadar protein adalah sebagai berikut :
N (%) =
Kadar protein = % N x 5,70 (faktor konversi)
Lampiran 6. Tabel Data dan Analisa Organoleptik Kesukaan Warna Mie Kemangi
Panelis
M1P1 M1P2 M1P3 M2P1 M2P2 M2P3
Skor Ranking Skor Ranking Skor Ranking Skor Ranking Skor Ranking Skor Ranking
1 2 1 3 3 3 3 5 5,5 3 3 5 5,5
2 5 4,5 3 1,5 4 3 7 6 3 1,5 5 4,5
3 3 1 4 2,5 4 2,5 6 5,5 6 5,5 5 4
4 3 1,5 4 3,5 4 3,5 5 5,5 5 5,5 3 1,5
5 1 1 4 3 3 2 6 5,5 5 4 6 5,5
14
18
18
29
22
24
2,8
3,6
3,6
5,8
4,4
4,8
R
9
13,5
14
28
19,5
21
R2 81
182,25
196
784
380,25
441
R2 2064,5
Pernyataan hipotesis :
Ho = perbedaan perlakuan kemangi dan konsentrasi kemangi pada warna mie tidak berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan
konsumen.
Ha = perbedaan perlakuan kemangi dan konsentrasi kemangi pada warna mie berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan konsumen.
Jadi, apabila X2R (hitung) < X
2t (tabel), Ho diterima dan Ha ditolak.
Lampiran 6. Lanjutan
Pengujian hipotesis :
12,9714
X2R (hitung) = 12,9714
X2t (tabel) = 11,0705
X2R > X
2t , maka Ho ditolak dan Ha diterima. Pernyataan bahwa perbedaan perlakuan kemangi dan konsentrasi pada warna mie kemangi
berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan konsumen. Sehingga, diperlukan uji lanjut Friedmann.
Uji lanjutan :
Z = -2,93
t = jumlah perlakuan = 6
b = jumlah panelis = 5
Lampiran 6. Lanjutan
Harga mutlak = 17,33
9 13,5 14 19,5 21 28
9 - 4,5 5 10,5 12 19*
13,5
- 0,5 6 7,5 14,5
14
- 5,5 7 14
19,5
- 1,5 8,5
21
- 7
28
-
notasi a a a a a ab
Lampiran 7. Tabel Data dan Analisa Organoleptik Kesukaan Aroma Mie Kemangi
Panelis
M1P1 M1P2 M1P3 M2P1 M2P2 M2P3
Skor Ranking Skor Ranking Skor Ranking Skor Ranking Skor Ranking Skor Ranking
1 3 2 3 2 4 4,5 5 6 4 4,5 3 2
2 6 5 5 2,5 5 2,5 6 5 6 5 3 1
3 3 1 4 2,5 4 2,5 6 6 5 4,5 5 4,5
4 4 3 3 1,5 3 1,5 6 6 5 4,5 5 4,5
5 3 3,5 3 3,5 3 3,5 5 6 2 1 3 3,5
19
18
19
28
22
19
3,8
3,6
3,8
5,6
4,4
3,8
R
14,5
12
14,5
29
19,5
15,5
R2 210,25
144
210,25
841
380,25
240,25
R2 2026
Pernyataan hipotesis :
Ho = perbedaan perlakuan kemangi dan konsentrasi kemangi pada aroma mie tidak berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan
konsumen.
Ha = perbedaan perlakuan kemangi dan konsentrasi kemangi pada aroma mie berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan konsumen.
Jadi, apabila X2R (hitung) < X
2t (tabel), Ho diterima dan Ha ditolak.
Lampiran 7. lanjutan
Pengujian hipotesis :
10,7714
X2R (hitung) = 10,7714
X2t (tabel) = 11,0705
X2R < X
2t , maka Ho diterima dan Ha ditolak. Pernyataan bahwa perbedaan perlakuan kemangi dan konsentrasi pada aroma mie kemangi
tidak berpengaruh beda nyata pada tingkat kesukaan konsumen.
t = jumlah perlakuan = 6
b = jumlah panelis = 5
Lampiran 8. Tabel Data dan Analisa Organoleptik Kesukaan Rasa Mie Kemangi
Panelis
M1P1 M1P2 M1P3 M2P1 M2P2 M2P3
Skor Ranking Skor Ranking Skor Ranking Skor Ranking Skor Ranking Skor Ranking
1 3 1,5 3 1,5 5 3,5 6 5,5 5 3,5 6 5,5
2 5 2,5 5 2,5 5 2,5 7 6 6 5 5 2,5
3 2 1,5 2 1,5 3 3,5 5 6 4 5 3 3,5
4 3 1,5 3 1,5 5 4,5 6 6 5 4,5 4 3
5 3 2 6 5,5 5 4 6 5,5 3 2 3 2
16
19
23
30
23
21
3,2
3,8
4,6
6
4,6
4,2
R
9
12,5
18
29
20
16,5
R2 81
156,25
324
841
400
272,25
R2 2074,5
Pernyataan hipotesis :
Ho = perbedaan perlakuan kemangi dan konsentrasi kemangi pada rasa mie tidak berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan konsumen.
Ha = perbedaan perlakuan kemangi dan konsentrasi kemangi pada rasa mie berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan konsumen.
Jadi, apabila X2R (hitung) < X
2t (tabel), Ho diterima dan Ha ditolak.
Lampiran 8. Lanjutan
Pengujian hipotesis :
13,5429
X2R (hitung) = 13,5429
X2t (tabel) = 11,0705
X2R > X
2t , maka Ho ditolak dan Ha diterima. Pernyataan bahwa perbedaan perlakuan kemangi dan konsentrasi pada rasa mie kemangi
berpengaruh beda nyata pada tingkat kesukaan konsumen. Sehingga, diperlukan uji lanjut Friedmann.
Uji lanjutan :
Z = -2,93
t = jumlah perlakuan = 6
b = jumlah panelis = 5
Lampiran 8. Lanjutan
Harga mutlak = 17,33
9 12,5 16,5 18 20 29
9 - 3,5 7,5 9 11 20*
12,5
- 4 5,5 7,5 16,5
16,5
- 1,5 3,5 12,5
18
- 2 11
20
- 9
29
-
notasi a a a a a ab
Keterangan :
*=berbeda nyata
Lampiran 9. Tabel Data dan Analisa Organoleptik Kesukaan Tekstur Mie Kemangi
Panelis
M1P1 M1P2 M1P3 M2P1 M2P2 M2P3
Skor Ranking Skor Ranking Skor Ranking Skor Ranking Skor Ranking Skor Ranking
1 5 1,5 5 1,5 6 4,5 6 4,5 6 4,5 6 4,5
2 5 1,5 6 3,5 7 5,5 7 5,5 6 3,6 5 1,5
3 5 3,5 5 3,5 5 3,5 5 3,5 2 1 6 6
4 5 5,5 3 2,5 3 2,5 5 5,5 3 2,5 3 2,5
5 2 1 5 4 3 2 6 6 5 4 5 4
22
24
24
29
22
25
4,4
4,8
4,8
5,8
4,4
5
R
13
15
18
25
15,6
18,5
R2 169
225
324
625
243,36
342,25
R2 1928,61
Pernyataan hipotesis :
Ho = perbedaan perlakuan kemangi dan konsentrasi kemangi pada tekstur mie tidak berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan
konsumen.
Ha = perbedaan perlakuan kemangi dan konsentrasi kemangi pada tekstur mie berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan konsumen.
Jadi, apabila X2R (hitung) < X
2t (tabel), Ho diterima dan Ha ditolak.
Lampiran 9. Lanjutan
Pengujian hipotesis :
5,2063
X2R (hitung) = 5,2063
X2t (tabel) = 11,0705
X2R < X
2t , maka Ho diterima dan Ha ditolak. Pernyataan bahwa perbedaan perlakuan kemangi dan konsentrasi pada tekstur mie kemangi
tidak berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan konsumen.
t = jumlah perlakuan = 6
b = jumlah panelis = 5
Lampiran 10. Data Penilaian Panelis terhadap Tingkat Kepentingan dan Pemilihan Perlakuan Terbaik berdasarkan Parameter
Organoleptik Mie Kering Kemangi
Tabel Data Tingkat Kepentingan
Parameter
PANELIS
Total Bobot 1 2 3 4 5
Warna 1 1 2 2 1 7 0,14
Aroma 2 2 1 1 2 8 0,16
Rasa 3 3 3 3 3 15 0,3
Tekstur 4 4 4 4 4 20 0,4
TOTAL 10 10 10 10 10 50 1
Rerata Nilai Organoleptik
Perlakuan
NILAI
Warna Aroma Rasa Tekstur
M1P1 2,8 3,8 3,2 4,4
M1P2 3,6 3,6 3,8 4,8
M1P3 3,6 3,8 4,6 4,8
M2P1 5,8 5,6 6 5,8
M2P2 4,4 4,4 4,6 4,4
M2P3 4,8 3,8 4,2 5
Ntj 2,8 3,6 3,2 4,4
Ntb 5,8 5,6 6 5,8
Lampiran 10. Lanjutan
Tabel Nilai Efektivitas Organoleptik
Perlakuan
NILAI
Warna Aroma Rasa Tekstur
M1P1 0 0,1 0 0
M1P2 0,266667 0 0,214286 0,285714
M1P3 0,266667 0,1 0,5 0,285714
M2P1 1 1 1 1
M2P2 0,533333 0,4 0,5 0
M2P3 0,666667 0,1 0,357143 0,428571
Pemilihan Perlakuan Terbaik
Kriteria Bobot
M1P1 M1P2 M1P3 M2P1 M2P2 M2P3
NE NP NE NP NE NP NE NP NE NP NE NP
Warna 0,14 0 0 0,266667 0,037333 0,266667 0,037333 1 0,14 0,533333 0,074667 0,666667 0,093333
Aroma 0,16 0,1 0,016 0 0 0,1 0,016 1 0,16 0,4 0,064 0,1 0,016
Rasa 0,3 0 0 0,214286 0,064286 0,5 0,15 1 0,3 0,5 0,15 0,357143 0,107143
Tekstur 0,4 0 0 0,285714 0,114286 0,285714 0,114286 1 0,4 0 0 0,428571 0,171429
Total 1
0
0,215905
0,317619
1
0,288667
0,387905
Lampiran 11. Perbandingan Perlakuan Terbaik dengan Produk Kontrol
(Uji t parameter organoleptik)
1) Parameter Warna :
SA2
SB2
= =
Maka thitung < ttabel, dapat disimpulkan bahwa warna pada perlakuan terbaik (A)
terhadap tingkat kesukaan panelis tidak mempunyai beda nyata dengan kontrol
(B).
Ulangan M2P1 (A) Kontrol (B)
1 5 6
2 7 5
3 6 4
4 5 5
5 6 5
29 25
5,8 5
Lampiran 11. lanjutan
2) Parameter Aroma
SA2
SB2
= =
2,324 > 2,306
Maka thitung > ttabel, dapat disimpulkan bahwa aroma pada perlakuan terbaik (A)
terhadap tingkat kesukaan panelis mempunyai beda nyata dengan aroma pada
kontrol (B).
Ulangan M2P1 (A) Kontrol (B)
1 5 6
2 6 5
3 6 3
4 6 2
5 5 3
28 19
5,6 3,8
Lampiran 11. lanjutan
3) Parameter Rasa
SA2
SB2
= =
1,835 < 2,306
Maka thitung < ttabel, dapat disimpulkan bahwa rasa pada perlakuan terbaik (A)
terhadap tingkat kesukaan panelis tidak mempunyai beda nyata dengan rasa pada
kontrol (B).
4) Parameter Tekstur
Ulangan M2P1 (A) Kontrol (B)
1 6 6
2 7 6
3 5 3
4 6 2
5 6 5
30 22
6 4,4
Ulangan M2P1 (A) Kontrol (B)
1 6 3
2 7 3
3 5 3
4 5 2
5 6 3
29 14
5,8 2,8
Lampiran 11. lanjutan
SA2
SB2
= =
= =
7,072 > 4,604
Maka thitung > ttabel, dapat disimpulkan bahwa tekstur pada perlakuan terbaik
(A) terhadap tingkat kesukaan panelis mempunyai beda nyata dengan tekstur pada
kontrol (B) dengan tabel 0,05 dan sangat beda nyata dengan tabel 0,01.
Lampiran 12. Perbandingan Perlakuan Terbaik dengan Produk Kontrol
(Uji t Parameter Fisik)
a) Daya Patah
SA2
SB2
= =
= =
4,907 > 4,604
Maka thitung > ttabel, dapat disimpulkan bahwa daya patah mie pada perlakuan
terbaik (A) mempunyai beda nyata dengan daya patah mie pada kontrol (B) pada
tabel 0,05 dan sangat beda nyata dengan tabel 0,01.
Ulangan M2P1 (A) Kontrol (B)
1 1,8 2,1
2 1,7 2,3
3 1,7 2,4
5,2 6,8
1,73 2,26
Lampiran 12. Lanjutan
b) Elastisitas
SA2
SB2
= =
= =
5,285 > 4,604
Maka thitung > ttabel, dapat disimpulkan bahwa elastisitas mie pada perlakuan
terbaik (A) mempunyai beda nyata dengan elastisitas mie pada kontrol (B) pada
tabel 0,05 dan sangat beda nyata dengan tabel 0,01.
Ulangan M2P1 (A) Kontrol (B)
1 30 14
2 24 16
3 27 18
81 48
27 16
Lampiran 12. Lanjutan
c) Hidrasi Mie
SA2
SB2
= =
= =
6,058 > 4,604
Maka thitung > ttabel, dapat disimpulkan bahwa hidrasi mie pada perlakuan
terbaik (A) mempunyai beda nyata dengan hidrasi mie pada kontrol (B) pada tabel
0,05 dan sangat beda nyata dengan tabel 0,01.
d) Rasio Pengembangan
Ulangan M2P1 (A) Kontrol (B)
1 218,96 145,10
2 236,52 171,65
3 225,62 173,48
681,10 490,23
227,03 163,41
Ulangan M2P1 (A) Kontrol (B)
1 1,3 1,17
2 1,15 1,14
3 1,21 1,16
3,66 3,47
1,22 1,15
Lampiran 12. Lanjutan
SA2
SB2
= =
1,5384 < 2,776
Maka thitung < ttabel, dapat disimpulkan bahwa rasio pengembangan mie pada
perlakuan terbaik (A) tidak mempunyai beda nyata dengan rasio pengembangan
mie pada kontrol (B).
Lampiran 13. Nilai Kualitias Kimia Perlakuan Terbaik
a) Kadar Air
Ulangan I Ulangan II Ulangan III Jumlah Rerata
Kadar Air
(%)
4,90 4,85 4,93 14,68 4,89
b) Kadar Protein
Ulangan I Ulangan II Ulangan III Jumlah Rerata
Kadar
Protein (%)
12,91 9,81 11,89 34,61 11,53
Lampiran 14. Neraca Massa Proses Pembuatan Mie Kering Kemangi
Skala Laboratorium : 250 gr
Perhitungan Neraca Massa Setiap Tahapan Proses Produk Sebagai Berikut :
1). Pembuatan Bubur Kemangi
- Bubur kemangi digunakan sebagai pengganti posisi air yang akan digunakan
dalam pembuatan adonan mie yakni 38 % atau 95 ml dari tepung campuran 250
gr. Perlakuan terbaik didapatkan kemangi yang dibentuk bubur dengan
konsentrasi 15 %. Penghancuran kemangi menggunakan alat blender selama 1
menit.
2). Pencampuran Bahan dan Pengadukan.
- Bubur Kemangi yang telah dibuat dikarenakan dalam bentuk cairan (satuan ml)
maka dikonversikan dalam satuan berat dengan dikalikan pada berat jenisnya
yaitu 1,3 gr/m3. Begitu pula dengan bahan bentuk cair yaitu air kansui yang
dikalikan dengan berat jenisnya yaitu 1,03 gr/m3. Proses pencampuran
menggunakan alat mixer selama 15 menit.
PENGHANCURAN 1 3
Massa Masuk :
1. Daun kemangi : 10,5 g
2. Air : 95 ml+
TOTAL : 105,5
2
Massa Keluar :
3. Bubur : 105,5 ml
TOTAL : 105,5 ml
3). Pembentukan Lembaran
- Adonan yang sudah terbentuk kemudian ditipiskan dengan alat seater.
Dilakukan hingga lembaran setipis 0,5 mm (permukaan adonan kalis).
PENCAMPURAN
DAN
PENGADUKAN
3
4
5
6
7
8
9
Massa Masuk :
3. Bubur Kemangi : 137,15 g
4. Tepung Terigu : 200 g
5. Tepung MOCAF: 50 g
6. Air Kansui : 2,575 g
7. Garam : 5 g
8. Kuning Telur : 10 g
+
TOTAL : 404, 725 g
Massa Keluar :
9. Adonan Mie : 404,725 g
+
TOTAL : 404,725 g
PEMBENTUKAN
LEMBARAN
9 10
Massa Masuk :
9. Adonan Mie : 404,725 g
+
TOTAL : 404,725 g
Massa Keluar :
10. Lembaran
Adonan : 404,725 g
+
TOTAL : 404,725 g
4). Pencetakan Mie
- Lembaran adonan dicetak dengan alat pencetak mie dengan menggunakan
tenaga manusia.
5). Pengukusan
- Pilinan mie yang telah terbentuk dikukus selama 10 menit dengan alat
pengukus dengan suhu 100C
PENCETAKAN 10 11
Massa Masuk :
10. Lembaran
Adonan : 404, 75 g
+
TOTAL : 404,75 g
12
Massa Keluar :
11. Pilinan
Mie : 372,23 g
12. Adonan
Rusak : 32,43 g
+
TOTAL : 404,75 g
PEMBENTUKAN
LEMBARAN
11 13
14
Massa Masuk :
11. Pilinan Mie : 372,23 g
+
TOTAL : 372,23 g
Massa Keluar :
13. Mie Basah : 370,68 g
14. Uap Air : 1,64 g
+
TOTAL : 372,23 g
6). Pengeringan
- Proses pengeringan dilakukan dengan alat vacuum dryer dalam suhu 80C
selama 2 jam.
PEMBENTUKAN
LEMBARAN
13 16
17
Massa Masuk :
13. Mie Basah : 370,68 g
+
TOTAL : 370,68 g
Massa Keluar :
16. Mie Kering : 256,78 g
17. Uap Air : 113,9 g
+
TOTAL : 370,68 g
Lampiran 15. Biodata Panelis
No Nama Umur Pengalaman Kerja Posisi Kerja
1 Dwi Winarno 28 th 9 tahun Staf Production and
Development of Food
Processing and
Training Centre in
Univ. Brawijaya
Malang
2 Teguh Laksono 47 th 18 tahun Wiraswasta (pengusaha
mie dan kulit pangsit)
3 Yudith W.R 29 th 5 tahun Supervisor Produksi di
SPAT, Malang
4 Wiyono G. 39 th 11 tahun Pemilik Usaha “Pusat
Mie Gloria” Malang.
5 Wiyadi 45 th 15 tahun Ketua Bagian
Laboratorium Quality
Control (QC) di PT.
Suprama Sidoarjo
(Pabrik Mie dengan
Merk Dagang “Mie
Burung Dara”)
Lampiran 16. Dokumentasi Pembuatan Produk
Persiapan kemangi
Pembuatan Bubur
Kemangi
Persiapan Bahan
Pembuat Mie
Pencetakan Lembaran
Mie
Pencetakan Mie
Persiapan Mie Untuk
Pengukusan
Pengukusan Mie
Pengeringan Mie
Mie Kering
Lampiran 17. Gambar Produk Mie Kemangi
M1P1 (mentah)
(Perlakuan kemangi bentuk ekstrak
dengan konsentrasi kemangi 15%)
M1P1 (matang)
(Perlakuan Kemangi bentuk ekstrak
dengan konsentrasi kemangi 15%)
M1P2 (mentah)
(Perlakuan Kemangi bentuk ekstrak
dengan konsentrasi kemangi 25%)
M1P2 (matang)
(Perlakuan Kemangi bentuk ekstrak
dengan konsentrasi kemangi 25%)
M1P3 (mentah)
(Perlakuan Kemangi bentuk ekstrak
dengan konsentrasi kemangi 35%)
M1P3 (matang)
(Perlakuan Kemangi bentuk ekstrak
dengan konsentrasi kemangi 35%)
M2P1 (mentah)
(Perlakuan Kemangi bentuk bubur
dengan konsentrasi kemangi 15%)
M2P1 (matang)
(Perlakuan Kemangi bentuk bubur
dengan konsentrasi kemangi 15%)
M2P2 (mentah)
(Perlakuan Kemangi bentuk bubur
dengan konsentrasi kemangi 25%)
M2P2 (matang)
(Perlakuan Kemangi bentuk bubur
dengan konsentrasi kemangi 25%)
M2P3 (mentah)
(Perlakuan Kemangi bentuk bubur
dengan konsentrasi kemangi 35%)
M2P3 (matang)
(Perlakuan Kemangi bentuk bubur
dengan konsentrasi kemangi 35%)
M2P1 (mentah)
(Perlakuan Kemangi bentuk bubur
dengan konsentrasi kemangi 15%)
M2P1 (matang)
(Perlakuan Kemangi bentuk bubur
dengan konsentrasi kemangi 15%)
Kontrol (mentah)
Kontrol (Matang)
Gambar Perlakuan Terbaik
Gambar Produk Kontrol
Top Related