PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF JACOBSON
TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA
ASUHAN KEPERAWATAN TN.M DENGAN
HIPERTENSI DIRUANG ANYELIR RSUD
DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO
WONOGIRI
DI SUSUN OLEH
SITI NORMALA
NIM. P13.052
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
i
PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF JACOBSON
TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA
ASUHAN KEPERAWATAN TN.M DENGAN
HIPERTENSI DIRUANG ANYELIR RSUD
DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO
WONOGIRI
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH
SITI NORMALA
NIM. P13.052
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “ Pemberian Terapi Relaksasi Otot Progresfi untuk
Menurunkan Tekanan Darah pada Asuhan Keperawatan Tn.M dengan Hipertensi
di Ruang Anyelir RSUD DR. Soediran Mangun Sumarso.”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua STIKes Kusuma
Husada Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di
STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di
Stikes Kusuma Husada Surakarta.
3. Alfyana Nadya R, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekretasi Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
4. Anissa Cindy N.A., S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen pembimbing sekaligus
sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan
v
masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta
memfasilitasi demi sempurnya studi kasus ini.
5. Fakhrudin N. Sani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen penguji yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi
kasus ini.
6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
7. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu,
yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan.Amin.
Surakrta, 12 Mei 2016
Siti Normala
NIM. P13052
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………....... i
PERNYATAAN KEASLIAN PENULIS ………………………… ii
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………….. iii
KATA PENGANTAR …………………………………………….. iv
DAFTAR ISI ……………………………………………………… vi
DAFTAR TABEL ………………………………………………... ix
DAFTAR GAMBAR …………………………………………........ x
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………… xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………. 1
B. Tujuan Penulisan ……………………………….. 5
C. Manfaat Penulisan ……………………………… 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori …………………………………... 7
1. Hipertensi ………………………………….. 7
2. Asuhan Keperawatan Hipertensi ………….. 17
3. Relaksasi Otot Progrsif Jacobson …………. 26
4. Tekanan Darah ……………………………. 29
B. Kerang Teori ………………………………….. 35
vii
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subyek aplikasi riset …………………………... 36
B. Tempat dan waktu …………………………….. 36
C. Media atau alat yang digunakan ………………. 36
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset …. 36
E. Alat ukur evaluasi tindakan aplikasi riset …….. 40
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas klien …………………………………. 41
B. Pengkajian …………………………………….. 41
C. Perumusan masalah keperawatan ……………... 49
D. Perencanaan …………………………………… 50
E. Implementasi ………………………………….. 52
F. Evaluasi ……………………………………….. 56
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian …………………………………….. 60
B. Perumusan masalah keperawatan …………….. 72
C. Perencanaan …………………………………… 76
D. Implementasi ………………………………….. 79
E. Evaluasi ……………………………………….. 84
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……………………………………. 88
B. Saran …………………………………………... 93
viii
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR TABEL
1. Tabel A. Tabel Tekanan Darah ………………… 31
2. Tabel B. Kategori Tekanan Darah ……………… 40
x
DAFTAR GAMBAR
1. GAMBAR A. Kerangka teori ………………………… 35
2. GAMBAR B. Genogram ……………………………… 43
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Usulan Judul
Lampiran 2. Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 3. Surat Pernyataan
Lampiran 4. Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 5. Jurnal Utama
Lampiran 6. Asuhan Keperawatan
Lempiran 7. Loog Book
Lampiran 8. Lembar pendelegasian pasien
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit
ini diperkirakan menyebabkan 4,5% dari beban penyakit secara global dan
prevalensinya hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara
maju (World Health Organizationl, 2003).
Penyakit ini telah membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya. Hal ini
menandakan satu dari tiga orang menderita tekanan darah tinggi. Menurut
Khancit, pada 2011 WHO mencatat ada satu miliar orang terkena hipertensi.
Di Indonesia, angka penderita hipertensi mencapai 32% pada 2008 dengan
kisaran usia diatas 25 tahun. Jumlah penderita pria mencapai 42,7% ,
sedangkan 39,2% adalah wanita. Di Indonesia angka kejadian hipertensi
berkisar 6-15% dimana masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh
pelayanan kesehatan terutama daerah pedesaan. Sementara itu, berdasarkan
data NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey)
memperlihatkan bahwa risiko hipertensi meningkat sesuai dengan peningkatan
usia. Data NHANES 2005-2008 memperlihatkan kurang lebih 76,4 juta orang
berusia ≥20 tahun adalah penderita hipertensi, berarti 1 dari 3 orang dewasa
menderita hipertensi (Candra, 2013)
Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan atas yang tidak terkontrol
(seperti keturunan, jenis kelamin, dan umur) dan yang dapat dikontrol (seperti
2
kegemukan, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan
garam).Penderita hipertensi yang sangat heterogen membuktikan bahwa
penyakit ini bagaikan mosaik, diderita oleh orang banyak yang datang dari
berbagai subkelompok berisiko didalam masyarakat.Hal tersebut juga berarti
bahwa hipertensi dipengaruhi oleh faktor resiko ganda, baik yang bersifat
endogen seperti neurotransmitter, hormon dan genetik, maupun yang bersifat
eksogen seperti rokok, nutrisi dan stress. (Sigarlaki, 1995)
Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan
darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga
bisa menyebabkan kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan
berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada
kerusakan pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri / bilik
kiri (terjadi pada otot jantung). Selain penyakit tersebut dapat pula
menyebabkan gagal ginjal, diabetes mellitus dan lain-lain.(Staessen, 2003)
Penyakit hipertensi ini seringnya datang secara diam-diam dan tidak
menunjukkan adanya gejala-gejala tertentu yang bisa dilihat dari luar sehingga
disebut sebagai the silent disease.Pada sebagian kasus hipertensi, penderita
tidak mengetahui atau menyadari bahwa dirinya telah menderita hipertensi
ketika tekanan darahnya berada di atas batas normal.Menyadarinya ketika
hipertensi yang dideritanya telah menyebabkan berbagai penyakit
komplikasi.(Sudarmoko, 2010).
Penatalaksanaan hipertensi dapat digunakan dengan farmakologi dan
non farmakologis.Penanganan secara farmakologis terdiri atas pemberian obat
3
yang bersifat diuretic, simpatik, beta bloker dan vasodilator yang mempunyai
efek samping penurunan curah jantung. Sedangkan penanganan non
farmakologi merupakan penanganan yang meliputi penurunan berat badan,
olahraga secara teratur, diet rendah garam dan lemak dan terapi komplementer
(Ramadi, 2012). Terapi komplementer banyak digunakan untuk mengatasi
hipertensi karena bersifat alamiah dan tidak menimbulkan efek samping yang
berbahaya.Terapi komplementer yang bersifat terapi pengobatan alamiah
diantaranya adalah dengan terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi otot progresif,
meditasi, terapi tawa, akupuntur, aroma terapi dan refleksologi.Terapi
komplementer untuk mengatasi hipertensi diantaranya adalah terapi relaksasi
otot progresif, terapi musik, senam aerobik dan yoga (Triyanto, 2014).
Salah satu terapi komplementer yang digunakan untuk hipertensi yaitu
relaksasi otot progresif yang merupakan prosedur untuk mengurangi
ketegangan atau kecemasan dengan cara melatih penderita untuk merilekskan
otot-otot dalam tubuh (Padila, 2013). Cara yang dilakukan dalam bentuk
pernafasan diafragma atau diaphragmatic breathing, meditasi atau attention-
focussing exercises, relaksasi perilaku atau behavioral relaxation training dan
relaksasi otot atau progressive muscle relaxation (Ramdhani, 2009).
Relaksasi otot progresif menurut Jacobson adalah suatu keterampilan
yang dapat dipelajari dan digunakan untuk mengurangi untuk menghilangkan
ketegangan dan mengalami rasa nyaman tanpa tergantung pada hal atau
subyek di luar dirinya. Relaksasi otot progresif Jacobson ini dapat membantu
menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi, insomnia dan asma serta
4
dapat melawan rasa cemas, stress atau tegang dengan menegangkan atau
melemaskan otot sehingga seseorang bisa menghilangkan kontraksi otot dan
menjadi rileks (Resti, 2014). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Shinde
dkk pada tahun 2013 menunjukkan bahwa terdapat penurunan tekanan darah
sebesar 3 mmHg setelah dilakukan relaksasi otot progresif pada 105 penderita
hipertensi.
Peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan adalah membantu
penderita hipertensi untuk mempertahankan tekanan darah pada tingkat
optimal dan meningkatkan kualitas kehidupan secara maksimal dengan cara
memberi intervensi asuhan keperawatan, sehingga dapat terjadi perbaikan
kondisi kesehatan. Salah satu tindakan yang dapat diberikan untuk
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi adalah terapi relaksasi
otot progresif Jacobson. Pemberian teknik relaksasi otot progresif dilakukan
sebelum pemberian obat-obatan hipertensi dan berperan dalam keberhasilan
penanganan hipertensi. (Triyanto, 2014)
Pada pasien Tn.M mengalami hipertensi dan dilakukan tindakan non
farmakologi yaitu pemberian teknik relaksasi otot progresif menurut Jacobson.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
mengimplementasikan tindakan relaksasi otot progresif sebagai bentuk
aplikasi hasil penelitian dalam bentuk pengelolaan kasus yang dituangkan
dalam karya tulis ilmiah dengan judul “Pemberian Teknik Relaksasi Otot
Progresif Menurut Jacobson Untuk Menurunkan Tekanan Darah pada Pasien
5
Hipertensi di Bangsal Anyelir di RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri”
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya tulis terdiri dari :
1. Tujuan umum
Mengaplikasikan tindakan pemberian relaksasi otot progresif dengan
teknik Jacobson untuk menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi di
Rumah Sakit RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri
2. Tujuan khusus
Mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi
meliputi:
a). Mampu melaksanakan pengkajian pada Tn.M dengan hipertensi
b). Mampu merumuskan diagnosa sesuai prioritas pada Tn.M dengan
hipertensi.
c). Mampu membuat rencana tindakan keperawatan kepada Tn.M dengan
hipertensi.
d). Mengimplementasi tindakan keperawatan pada Tn.M hipertensi.
e). Mengevaluasi asuhan keperawatan Tn.M hipertensi.
6
C. Manfaat Penuliasan
1. Mahasiswa
Menambah wawasan atau pengetahuan dalam pembuatan karya tulis
ilmiah dan pemecahan masalah pada klien Hipertensi terutama tindakan
mandiri keperawatan.
2. Institusi
Memberikan kontribusi bagi pengembangan praktik keperawatan
khusunya penemuan-penemuan tindakan mandiri keperawatan untuk
pelayanan asuhan keperawatan pada pasien di Rumah Sakit nanntinya.
3. Rumah Sakit
Mempercepat proses penyembuhan pasien dengan pemberian tindakan
mandiri keperawatan dan asuhan keperawatan kepada pasien.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TEORI
1. Hipertensi
a. Definisi
Penyakit darah tinggi atau hipertensi (hypertension) adalah suatu keadaan
dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang
ditunjukkan oleh angka systolik (bagian atas) dan diastolik (angka bawah)pada
pemeriksaan tekanan darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang
berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) atau alat digital lainnya. Nilai normal
tekanan darah seseorang dengan ukuran tinggi badan, berat badan, tingkat
aktivitas normal dan kesehatan secara umum adalah 120/80 mmHg.Dalam
aktivitas sehari-sehari, tekanan darah normalnya adalah dengan nilai angka
kisaran stabil.Tetapi secara umum, angka pemeriksaan tekanan darah menurun
saat tidur dan meningkatkan diwaktu beraktivitas atau berolahraga (Pudiastuti,
2013).
Hipertensi atau darah tinggi sangat bervariasi bergantung bagaimana
seseorang memandangnya.Secara umum hipertensi adalah kondisi tekanan darah
seseorang yang berada di atas batas-batas tekanan darah normal.Hipertensi
disebut juga pembunuh gelap atau silent killer.Hipertensi dengan secara tiba-tiba
dapat mematikan seseorang tanpa diketahui gejalanya terlebih dahulu
(Susilo&Wulandari, 2011).
8
Menurut World Health Organizational, batas tekanan darah yang masih di
anggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg, sedangkan bila lebih dari
140/90 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi (batas tersebut diperutukkan bagi
individu dewasa diatas 18 tahun). Sebetulnya batas antara tekanan darah normal
dan tekanan darah tinggi tidak jelas, sehingga klasifikasi hipertensi di buat
berdasarkan tingkat tingginya tekanan darah yang mengakibatkan resiko
penyakit jantung dan pembuluh darah (Triyanto, 2014).
b. Penyebab Hipertensi
Menurut Yekti dan Ari (2011) bahwa hipertensi disebabkan oleh berbagai faktor
yang sangat memperngaruhi satu sama lain. Berikut ini faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya Hipertensi yaitu : 1) toksin, 2) faktor genetik, 3) umur, 4)
jenis, 5) etnis, 6) stress, 7) kegemukan, 8) nutrisi, 9) merokok, 10) narkoba, 11)
alkohol, 12) kafein, 13) kurang olahraga, 14) kolesterol tinggi.
Menurut Pudiastuti (2013) bahwa penyebab hipertensi dibagi menjadi 3 yaitu :
1) Secara genetis
a) Gangguan fungsi barostat rena
b) Sensitifitas terhadap konsumsi garam
c) Abnormalitas transportasi natrium kalium
d) Respon SSP (sistem saraf pusat) terhadap stimulus psiko-sosial
e) Gangguan metabolisme (glukosa, lipid, dan resistensi insulin)
9
2) Faktor lingkungan
a) Faktor psikososial : kebiasaan hidup, pekerjaan, stress mental,
aktivitas fisik, status sosial ekonomi, keturunan, kegemukan, dan konsumsi
minuman keras (beralkohol)
b) Faktor konsumsi garam : penggunaan obat-obatan seperti golongan
kortikosteroid (cortisone) dan beberapa obat hormone, termasuk beberapa
obat antiradang (anti-flamasi) secara terus menerus dapat meningkatkan
tekanan darah seseorang
c) Merokok juga merupakan faktor penyebab terjadinya peningkatan
tekanan darah tinggi dikarenakan tembakau yang berisi nikotin
3) Adaptasi struktural jantung serta pembuluh darah
a) Pada jantung : terjadi hypertropi dan hyperplasia miosit
b) Pada pembuluh darah : terjadi vaskuler hypertropi
c. Faktor Resiko Hipertensi
Menurut Purwanto (2012) faktor risiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi
antara lain :
1) Keturunan
Anak dengan orang tua yang memiliki hipertensi, 70% - 80% memiliki risiko
untuk menderita hipertensi.
2) Jenis kelamin
Pada perempuan 31,7% risiko hipertensi akan terjadi setelah menopause yang
menunjukkan adanya pengaruh hormone.
10
3) Umur
Untuk penderita hipertensi dengan persentase 65,4% terjadi pada umur 69
tahun.
4) Orang yang mengalami stress psikososial
Apabila stress berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan
darah yang menetap.
5) Kegemukan atau obesitas
Tingginnya peningkatan tekanan darah bergantung pada besarnya
penambahan berat badan dan kolestrol.
6) Kurang olahraga
Olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah pada semua
kelompok baik hipertensi maupun normotensi.
7) Perokok
Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf menyebabkan peningkatan
tekanan darah, denyut jantung, kontraksi otot jantung, pemakaian O2
bertambah, aliran darah dikoroner meningkat dan vasokontriksi pada
pembuluh darah.
8) Peminum alkohol
Peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan volume sel darah merah serta
kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan darah.
11
d. Derajat Hipertensi
Menurut Joint Nattional Committee (JNC) VII derajat hipertensi dapat
dikelompokkan yaitu (Triyanto, 2014) :
1) High Normal yaitu sistolik 130-139 mmHg dan diastolik 85-89 mmHg.
2) Hipertensi Grade 1 atau ringan yaitu sitolik 140-159 mmHg dan
diastolik 90-99 mmHg.
3) Hipertensi Grade 2 atau sedang yaitu sistolik 160-179 mmHg dan
diastolik 100-109 mmHg.
4) Hipertensi Grade 3 atau berat sistolik 180-209 mmHg dan diastolik 100-
119 mmHg.
5) Hipertensi Grade 4 atau sangat berat sitolik >210 mmHg dan diastolik
antara 120 mmHg.
e. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala hipertensi menurut Pudiastuti (2013) antara lain :
1) Penglihatan kabur karena kerusakan retina
2) Nyeri pada kepala
3) Mual dan muntah akibat meningkatnya tekanan intra kranial
4) Edema dependent
5) Adanya pembengkakan karena meningkatnya tekanan kapiler
12
Menurut Padila (2013) bahwa tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan
menjadi :
1) Tidak ada gejala : tidak ada gejala yang spesifik yang dapat
dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan
tekanan arteri oleh dokter yeng memeriksa. Hal ini berarti hipertensi
arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2) Gejala yang lazim : sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang
menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam
kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
f. Patofisiologi
Meningkatnya tekanan darah dalam arteri terjadi ketika jantung memompa
lebih kuatsehingga mengalirkan banyak cairan yang mengakibatkan arteri
besar kehilangan kelenturan, menjadi kaku dan tidak dapat mengembang saat
jantung memompa darah melalui arteri sehingga darah dipaksa melalui
pembuluh yang sempit dan menyebabkan naiknya tekanan darah.Tekanan
darah meningkat ketika vasokonstriksi, jika arteri kecil (arteriola) sementara
waktu mengkerut karena rangsangan saraf atau hormon dalam darah.Faktor-
faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan dalam fungsi ginjal dan sistem
saraf otonom yang mengatur fungsi tubuh secara otomatis. Jika tekanan darah
meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang
13
menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah
ke normal.
Ginjal bisa meningkatkan tekanan darah dengan mengasilkan enzim renin
yang memicu pembentukan hormon angiotensin dan pelepasan hormon
aldosteron.Sistem saraf simpatis sementara waktu meningkatkan tekanan
darah selama respon fight-or-flight atau (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman
dari luar), saraf simpatis juga meningkatkan kecepatan dan kekuatan deyut
jantung, melepaskan hormon epinefrin yaitu (adrenalin) dan nonepinefrin
(nonadrenalin) yang merasang jantung dan pembuluh darah. Ditambah lagi
tress merupakan faktor pecentus meningkatkannya tekanan darah dengan
proses pelepasan hormon epinefrin dan nonepinefrin (Triyanto, 2014).
g. Komplikasi Hipertensi
Menurut Murwani (2009) komplikasi dari hipertensi yaitu :
1) Pada Ginjal
Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat
tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal dan glomerulus.Hal tersebut
terjadi pada hipertensi kronik.
2) Pada Otak
Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang diakibatkan
oleh hipertensi.
14
3) Pada Mata
Tekanan darah yang tinggi dan hipertensi berlangsung lama dapat
menyebabkan kerusakan pembuluh darah pada retina.
4) Pada Jantung
Jantung yang terus-menerus memompa darah dengan tekanan tinggi
menyebabkan pembesaran vertikel kiri sehingga darah akan
berkurang.
h. Manifestasi Klinis
Menurut Adinil (2004) dalam Triyanto (2014) gejala klinis yang
dialami oleh para penderita hipertensi biasanya berupa pusing, mudah marah,
telinga berdengung, sukar tidur, sesak nafas, rasa berat ditengkuk, mudah
lelah, mata berkunang-kunang, dan mimisan.
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala
sampai bertahun-tahun.Gejala bila ada menujukkan adanya kerusakan
vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang
divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan, perubahan patologis pada
ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada pada
malam hari) dan azetoma peningkatan nitrogen urea dalam tubuh (BUN) dan
kreatin.Keterlibatkan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau
serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara
pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan.
15
Sebagai besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi
bertahun-tahun berupa nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual
dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intracranial.Pada pemeriksa
fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi
dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat
(kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat,
edema pupil (edema pada diskus optikus). Gejala lain yang umumnya terjadi
pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran
darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain
(Triyanto, 2014).
Crowin (2000) menyebutkan bahwa sebagian gejala klinis timbul :
1) Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah,
akibat peningkatan tekanan darah intracranial.
2) Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.
3) Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf
pusat.
4) Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerolus.
5) Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler.
16
i. Penatalaksanaan Hipertensi
Menurut Padila (2013), penatalaksanaan hipertensi dibagi menjadi dua yaitu :
1) Farmakologi
Obat diuretika, beta blocker seperti captropil, calcium channel blocker
atau penghambat ACE digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan
memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada
penderita.
2) Non farmokologi
a) Diet
Diet rendah kolesterol dan asam lemak jenuh, penurunan BB, asupan
etanol, menghentikan rokok, diet tinggi kalium.
b) Latihan fisik
Latihan fisik atau olahraga yang teratur dan terarah.
c) Pendidikan kesehatan
Meningkatkan pengetahuan dan pengelolaannya hipertensi sehingga
dapat mempertahankan hidup dan mencegah komplikasi.
d) Edukasi psikologis
• Tehnik biofeedback
Biofeedback digunakan untuk mengatasi nyeri kepala dan
migrain,kecemasan dan ketegangan.
17
• Tehnik relaksasi
Latihan fisik olahraga teratur untuk penderita hipertensi.
• Terapi komplementer
Besifat alamiah untuk mengatasi hipertensis, misalnya tehnik
relaksai otot progresis.
2. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan menurut NANDA 2011 antara lain :
a. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Dermawan,
2012)
a) Data biografi : nama, alamat,umur, tanggal MRS, diagnose medis,
penanggung jawab, catatan kedatangan
b) Riwayat kesehatan :
• Keluhan utama : biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan
kepala pusing dan bagian kuduk terasa berat, tidak bisa tidur.
• Riwayat kesehatan sekarang : biasanya pada saat dilakukan
pengkajian pasien masih mengeluh kepala terasa sakit dan berat,
penglihatan berkunang-kunang, tidak bisa tidur.
18
• Riwayat kesehatan dahulu : biasanya penyakit hipertensi ini
adalah penyakit yang sudah lama dialami oleh pasien, dan
biasanya pasien mengkonsumsi obat rutin seperti Captropil.
• Riwayat kesehatan keluarga : biasanya penyakit hipertensi ini
adalah penyakit keturunan.
c) Data dasar pengkajian
• Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea
• Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
coroner, penyakit serabrovaskuler
Tanda : kenaikan tekanan darah, hipotensi postural, takhikardi,
perubahan warna kulit, suhu dingin
• Integritas Ego
Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi,
euphoria, faktor stress multiple
Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue
perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernafasan
menghela, peningkatan pola bicara
19
• Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
• Makanan / Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan
tinggi garam, lemak dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
• Neurosensori
Gejala : keluhan pusing / pening, sakit kepala, berdenyut sakit
kepala, berdenyut gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda : perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman,
perubahan retinal optic
• Nyeri / Ketidaknyamanan
Gejala : angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala
oksipital berat, nyeri abdomen
• Pernafasan
Gejala : dyspnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea,
ortopnea, dyspnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa
sputum, riwayat merokok
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernafasan,
bunyi nafas tambahan, sianosis
20
• Keamanan
Gejala : gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi postural
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon
individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan / proses
kehidupan yang aktual / potensial yang merupakan dasar untuk memilih
intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung
jawab perawat (Dermawan, 2012).
a) Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload.
b) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis : peningkatan
tekanan darah.
c) Perubahan perfusi jaringan serebral erhubungan dengan gangguan
sirkulasi.
d) Defisiensi pengetahuan perubahan kurangnya informasi tentang
penyakit.
c. Perancanaan
Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang
merupakan keputusan awal tentang sesuatu yang dilakukan, bagaiman
dilakukan, kapan akan dilakukan, dan siapa yang akan melakukan dari semua
tindakan keperawatan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi fokus
21
keperawatan kepada klien atau kelompok, untuk membedakan tanggung
jawab perawat dengan profesi kesehatan lain, untuk menyediakan suatu
kriteria guna pengulangan dan evaluasi keperawatan, untuk menyediakan
kriteria dan klasifikasi pasien (Dermawan, 2012).
a) Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload.
Kriteria hasil :
• Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan berat yang
diterima.
• Pasien memperlihatkn irama dan frekuensi jantung stabil dalam
rentang normal.
Intervensi :
• Pantau tekanan darah untuk evaluasi awal.
Rasional : perbandingan tekanan memberikan gambaran tentang
keterlibatkan atau bidang masalah vascular.
• Catat keberadaaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
Rasional : denyut karotis, jugularis, radialis, dan femoralis dapat
terpalpasi sedangkan denyut tungkai mungkin menurun.
• Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas.
Rasional : S4 terdengar pada pasien hipertensi berat karena ada
hipertropi atrium (peningkatan volume atau tekanan atrium)
22
perkembangan S3 menunjukkan hipertropi ventrikel dari
kerusakan fungsi.
• Catat edema umum atau tertentu.
Rasional : mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau
vascular
• Berikan lingkungan yang tenang, nyaman, kurangi aktivitas atau
keributan dan batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.
Rasional : membantu menurunkan rangsang simpatis dan
meningkatkan relaksasi.
b) Nyeri akut berhubungan agen cidera biologis.
Kriteria hasil :
• Pasien akan melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.
• Pasien akan mengungkapkan metode yang memberikan
pengurangan.
• Pasien akan mengikuti regimen farmakologi yang diresapkan.
Intervensi :
• Mempertahankan tirang baring selama masa akut.
Rasional : meminimalkan stimulasi atau meningkatkan relaksasi.
• Memberikan tindakan non farmakologis untuk menghilangkan sakit
kepala (kompres dingin, teknik relaksasi).
23
Rasional : tindakan yang menurunkan tekanan vascular serebral dan
yang memperlambat respon simpatis efektif menghilangkan sakit
kepala dan komplikasinya.
• Meminimalkan aktivitas vasokontriksi yang meningkatkan sakit
kepala (mengejan saat BAB, batuk dan membungkuk).
Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan
sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan vaskular serebral.
• Kolaborasi dokter dengan pemberian analgesic
Rasional : menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan
rangsangan sistem saraf simpatis.
c) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan
sirkulasi
Kriteria hasil :
• Tanda tanda vital dalam batas normal
• Pusing hilang
Intervensi :
• Pertahankan tirah baring, tinggikan posisi kepala 45
Rasional : meningkatkan relaksasi.
• Kaji tekanan darah
Rasional : mengetahui keadaan umum.
• Pantau peningkatan TIK
24
Rasional : mencegah terjadinya peningkatan TIK.
• Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai advis dokter
Rasional : meningkatkan intravaskuler.
d) Definisi pengetahuan berhubungan berkurangnya informasi tentang
penyakit.
Kriteria hasil :
• Pasien mengatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi dan program
pengobatan.
• Pasien mampu menjelaskan apa yang dijelaskan oleh perawat atau tim
kesehatan lainnya
Intervensi :
• Gambarkan tanda dan gejala yang bisa muncul pada penyakit dengan
cara yang tepat.
Rasional : mengetahui tanda dan gejalayang bisa muncul pada
penyakit.
• Identifikasi kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat.
Rasional : mengetahui kemungkinan penyebab
• Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan datang.
Rasional : mengetahui cara mencegah komplikasi
25
• Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.
Rasional : mengetahui terapi yang tepat.
d. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan asuhan keperawatan antara
dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku
klien yang tampil. Tujuan dari evaluasi antara lain untuk menentukan
perkembangan kesehatan klien, menilai efektifitas dan efisiensi tindakan
keperawatan, mendapatkan umpan balik dari respon klien dan sebagai
tanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan(Dermawan, 2012).
Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan pasien dengan
hipertensi (Sudarta, 2013) :
a) Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah
b) Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
c) Melaporkan peningkatan dalam intoleransi aktivitas yang dapat diukur
d) Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
e) Menunjukkan perubahan pola makan, baik kualitas maupun kuantitas
f) Mempertahankan berat badan yang diinginkan dengan memelihara
kesehatan optimal
g) Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi
26
3. Teknik Relaksasi Otot Progresif Jacobson
Relakasasi ada beberapa macam menurut Miltenberger (2004) mengemukkan 4
macam relaksasi yaitu relaksasi otot (progressive muscle relaxation), pernafasan
(diaphragmatic breathing), meditasi (attention focusing exercises), dan relaksasi
perilaku (behavioral relaxation training).
Menurut Ramdhani (2006) relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan
diri yang didasarkan pada cara kerja system saraf simpatis dan parasimpatis.
Teknik relaksasi menghasilkan respon fisiologis yang terintegrasi dan juga
menggangu bagian dari kesadaran yang dikenal sebagai “respon relaksasi benson”.
(Endang, 2014).
Relaksasi adalah salah satu teknik dalam terapi perilaku yang dikembangkan oleh
Jacobson dan Wolpe untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan.(Neila dan
Adhiyos, 2011).
Dari sudut pandang ilmiah relaksasi merupakan 2 perpanjangan serabut otot
skeletal, sedangkan ketegangan merupakan kontraksi terhadap perpindahan serabut
otot (Neila dan Adhiyos, 2011).
Relaksasi atau meditasi berguna untuk mengurangi stress atau keyegangan jiwa.
Relaksasi dilaksanakan dengan mengencangkan dan melonggarkan otot tubuh sambil
membayangkan sesuatu dengan damai, indah dan menyenangkan.Relaksasi dapat bila
dilakukan dengan mendengarkan musik dan bernyanyi. (Lany, 2012)
Teknik relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang
didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatetis dan parasimpatetis. Teknik
27
relaksasi dapat dilakukan mengurangi ketegangan, insomnia dan asma serta dapat
dilakukan pada penderita hipertensi (Ramdhani, 2009). Menurut Harmano (2010)
Relaksasi otot progresif adalah suatu metode relaksasi melalui dua proses yaitu
menegangkan otot dan merilekskan otot tubuh. Latihan adalah salah satu dari yang
paling sederhana dan mudah dipelajari.
Salah satu masalah yang terjadi pada hipertensi adalah peningkatan tekanan
darah. Penangan pada hipertensi untuk menurunkan tekanan darah bisa dilakukan
dengan penangan non famakologi yaitu terapi komplementer dengan cara teknik
relaksasi otot progresif Jacobson (Shinde dkk. 2013).
Teknik relaksasi otot progresif Jacobson dapat membantu mengendalikan tekanan
darah pada pasien hipertensi, terlepas dari tingkat awal hipertensi dengan tindakan
sedeharna yaitu meregangkan otot (Shinde dkk. 2013).Hal tersebut disebabkan karena
respon relaksasi bekerja lebih dominan pada sistem saraf parasimpatik, sehingga
mengendorkan saraf yang tegang.Saraf parasimpatik berfungsi mengendalikan
pernafasan dan denyut jantung untuk tubuh menjadi rileks. Ketika respon relaksasi
disarankan oleh tubuh, maka akan memperhambat detak jantung sehingga dalam
memompa darah keseluruh tubuh menjadi efektif dan tekanan darah pun menurun
(Junaidi, 2010).
Teknik relaksasi otot progresif Jacobson terhadap penurunan tekanan darah pada
hipertensi dapat menunjukkan keberhasilan perbedaan yang signifikan dalam tekanan
darah pada sebelum dan sesudah dilakukannya teknik relaksasi otot progresif
Jacobson yaitu terjadi penurunan tekanan darah sebesar 3 mmHg. Pelaksanaan dari
28
teknik relaksasi otot progresif Jacobson yaitu dilakukan latihan melemaskan atau
menegangkan otot selama 30 menit dengan cara mata tertutup, berbaring telentang
dan menarik nafas dalam (Shinde dkk, 2013).
Tujuan latihan relaksasi adalah untuk menghasilkan respon yang dapat
memerangi respon stres. Bila tujuannya telah tercapai maka aksi hipotalamus akan
menyesuaikan dan terjadi penurunan aktifitas sistem saraf simpatik dan parasimpatik.
Urutan efek fisiologi dan gejala maupun tandanya akan terputus dan stres psikologis
akan berkurang (Smeltzer & Bare, 2011).
Sedangkan menurut Rhamdani (2009) relaksasi otot di bagi menjadi 3 yaitu :
a. Relaxation via tension-relaxation
Metode ini di gunakan agar individu dapat merasakan perbedaan antara saat-
saat otot tubuhnya tegang dan saat otot tubuhnya lemas.Otot yang dilatih
adalah otot lengan, tangan, bisep, bahu, leher, wajah, perut dan kaki.
b. Relaxation via letting go
Metode ini biasanya merupakan tahap berikutnya dari relaxation via
tension-relaxation yaitu latihan untuk memperdalam dan menyadari
relaksasi.
c. Differential relaxation
Differential relaxation adalah merupakan salah satu penerapan ketrampilan
relaksasi progresif dimana tidak hanya menyadari kelompok otot yang
diperlukan untuk melakukan aktivitas tertentu saja tetapi juga
29
mengidentifikasi dan lebih menyadari lagi otot-otot yang tidak perlu untuk
melakukan aktivitas.
Hal-hal yang disarankan dan diperhatikan dalam relaksasi otot progresif
(Richmond, 2010):
1) Selalu latihan di tempat yang tenang, sendirian tanpa atau menggunakan
audio untuk membantu konsentrasi pada kelompok otot.
2) Melepaskan sepatu dan pakaian tebal.
3) Hindari makan, merokok dan minum, yang terbaik melakukan latihan
sebelum makan.
4) Tidak boleh latihan setelah minum minuman keras.
5) Latihan dilakukan dengan posisi duduk, tetapi dapat juga dengan posisi
tidur.
6) Jangan terlalu menegangkan otot berlebihan karena dapat melukai diri
sendiri. Latihan membutuhkan waktu 15 sampai 20 menit.
4. Tekanan Darah
a. Definisi
Tekanan darah adalah kekuatan lateral pada dinding arteri oleh darah yang di
dorong dengan tekanan dari jantung (Perry&Potter, 2005).
Tekanan darah merupakan ukuran tekanan darah di dalam arteri yang didapat
dari setiap denyut jantung.Masalah yang dapat terjadi pada hipertensi yaitu nyeri
kepala, perdarahan pada hidung dan peningkatan tekanan darah itu sendiri.
30
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi harus segera di tangani karena jika
tidak segera dilakukan pengobatan dapat mengakibatkan penurunan kesadaran
bahkan koma karena pembekaan otak (Adib, 2011).
b. Faktor yang mempengaruhi tekanan darah
Tekanan darah tidak konstan namun dipengaruhi oleh banyak faktor secara
kontinu sepanjang hari.Tidak ada pengukuran tekanan darah yang dapat secara
adekuat menunjukkan tekanan darah klien.Meskipun saat dalam dalam kondisi
yang paling baik, tekanan darah berubah dari satu denyut jantung ke denyut
lainnya.
1) Usia
Tingkat normal tekanan darah bervariasi sepanjang kehidupan. Tingkat
tekanan darah anak-anak atau remaja dikaji dengan memperhitungkan ukuran
tubuh atau usia. Tekanan darah dewasa cendurung meningkat seiring dengan
pertambahan usia. Lansia tekanan sistoliknya meningkat sehubungan dengan
penurunan elastisitas pembuluh darah.
31
Table : 1 Tekanan Darah Normal
Tekanan Darah Normal Rata-Rata
Usia Tekanan darah (mmHg)
Bayi baru lahir (3000 gr) 40
1 bulan 85/54
1 tahun 95/65
6 tahun 105/65
10-13 tahun 110/65
14-17 tahun 120/75
Dewasa tengah 120/80
Lansia 140/90
(sumber : Potter & Perry, 2005)
2) Stres
Ansiestas, takut, nyeri dan stress emosi mengakibatkan stimulasi simpatik
yang meningkatkan frekuensi darah, curah jantung dan tahanan vaskuler
perifer. Efek stimulasi simpatik meningkatkan tekanan darah.Stres adalah
segala situasi dimana tuntutan otot spesifik mengharuskan seseorang individu
untuk berespon atau melakukan tindakan (Perry & Potter, 2015).
3) Medikasi
Banyak medikasi yang secara langsung maupun tidak langsung yang
mempengaruhi tekanan darah.Selama pengkajian tekanan darah, perawat
32
menanyakan apakah klien menerima medikasi antihipertensi yang
menurunkan tekanan darah. Golongan medikasi lain yang mempengaruhi
tekanan darah adalah analgetik narkotik yang dapat menurunkan tekanan
darah.
4) Jenis kelamin
Secara klinis tidak ada perbedaan yang signifikan dari tekanan darah pada
anak laki-laki atau perempuan.Setelah pubertas, pria cenderung memiliki
bacaan tekanan darah yang lebih tinggi. Setelah menopause, wanita cenderung
memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dari pada pria pada usia tersebut.
c. Pengukuran Tekanan Darah
Tekanan darah arteri dapat diukur baik secara langsung (secara invasif)
maupun tidak langsung (secara tidak invasif).Metode langsung memerlukan
insersi kateter kecil kedalam arteri.Metode non invasife adalah metode yang
paling umum dengan menggunakan spigmomanometer dan stetoskop.Pengukuran
tekanan darah secara tidak langsung menggunakan auskultasi dan palpasi,
auskultasi merupakan teknik yang paling sering digunakan (Perry & Potter,
2005).Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah anjurkan klien untuk
menghindari kafein dan merokok 30 menit. Kaji posisi yang paling baik
menyiapkan peralatan dalam kondisi baik yang meliputi spigmomanometer,
kantung dan manset, stetoskop, pena dan lembar observasi. Adapun posedur
pengukuran tekanan darah adalah sebagai berikut (Perry & Potter, 2015) :
33
a. Bantu klien untuk mengambil posisi duduk atau tidur, pastikan ruangan
hangat dan tenang.
b. Jelaskan prosedur kepala klien dan bantu klien istirahat minimal 5 menit
sebelum pengukuran. Kemudian pemeriksa cuci tangan.
c. Posisikan beban lengan atas setinggi jantung (beri sokongan bila perlu)
dengan telapak menghadap keatas.
d. Gulung lengan baju bagian atas lengan, palpasi arteri brakialis dan letakkan
manset 2,5 cm diatas nadi brakialis.
e. Dengan manset masih kempis, pasang dengan rata diatas sekeliling lengan
atas. Pastikan bahwa manometer diposisikan secara vertikal sejajar mata,
pemeriksa tidak boleh lebih dari 1 meter.
f. Palpasi nadi radialis atau brakialis dengan ujung jari satu tangan.
g. Sambil menggelembungkan dengan cepat sampai tekanan 30 mmHg diatas
titik dimana denyut tidak teraba. Dengan perlahan kempiskan manset dan
catat dimana titik dimana denyut nadi muncul. Kempiskan manset dan tunggu
30 detik.
h. Letakkan earpieces stetoskop di telinga dan pastikan bunyi jelas.
i. Ketahui lokasi arteri brakialis dan letakkan bel atau diafragma chestpiece
diatasnya, tutup katub balon tekanan searah jarum jam sampai kencang.
j. Gembungkan manset 30 mmHg diatas tekanan sistolik yang dipalpasi, dengan
perlahan di lepaskan dan biarkan air raksa dengan kecepatan 2 sampai 3
mmHg perdetik.
34
k. Catat titik pada manometer saat bunyi jelas yang pertama terdengar (sebagi
tekanan sistolik).
l. Lanjutkan mengempiskan manset, catat titik dimana bunyi muffled atau
dampened timbul. Lanjutkan mengempeskan manset, catat titik pada
manometer sampai 2 mmHg terdekat dimana bunyi tersebut hilang (sebagai
tekanan diastolik).
m. Kempeskan manset dengan cepat dan sempurna, buka manset dari lengan
kecuali jika ada rencana untuk mengulang.
n. Bantu klien untuk kembali ke posisi yang nyaman dan tutup kembali lengan
atas.
o. Beritahu hasil pemeriksaan kepada klien.
p. Pemeriksa cuci tangan.
q. Catat tekanan darah, tanggal, waktu.
35
KERANGKA TEORI
Tanda gejala faktor resiko terjadi keturunan
Nyeri pada kepala jenis kelamin
Lemas, kelelahan umur
Mual dan muntah orang yang mengalami stress
Sesak nafas perokok
HIPERTENSI
Non Farmakologi
Farmakologi diet
Obat diuretik latihan fisik
captropil pendidikan kesehatan
calcium channel blocker edukasi psikologis
Teknik Teknik Teknik Teknik relaksasi penurunan
komplementer biofeedback relaksasi otot progresif tekanan darah
Gambar 1 : Kerangka Teori
36
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subyek Aplikasi Riset
Subyek yang digunakan pada aplikasi riset ini pada Tn.M dengan
hipertensi.
B. Tempat dan waktu
Aplikasi penelitian ini dilakukan di Bangsal Anyelir pada tanggal 4-7
Januari 2016 di Rumah Sakit DR. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
C. Media dan alat
Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang digunakan adalah:
1. Lembar observasi yang digunakan untuk mencatat hasil pengukuran
atau pemeriksaan terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi.
Alat yang digunakan adalah spigmomanometer dan stetoskop.
2. Bolpoin dan kertas
D. Prosedur Tindakan
Langkah-langkah untuk melakukan terapi relaksasi otot progresif menurut
Jacobson yang ditulis didalam Davis (1995) adalah sebagai berikut:
1. Otot tangan, lengan bawah dan otot biseps
a. Kepalkan tangan kanan, kencangkan, rasakan ketegangan pada
saat tangan anda mengepal. Relaks, rasakan kelenturan pada
37
tangan kanan dan rasakan perbedaannya pada waktu tegang. (ulangi
prosedur pada tangan kiri, kemudian lakukan bersama sama pada
kedua kepalan tangan)
b. Tekuk siku dan tegangkan kedua otot lengan atas anda. Tegangkan
sekuat mungkin dan rasakan. Relaks, luruskan tangan anda,
biarkan relaksasi menjalar dan rasakan perbedaanya.
2. Kepala, muka, tenggorokan, bahu, dahi, pipi, hidung, mata, rahang,
bibir, lidah dan leher
a. Arahkan perhatian pada kepala. Kerutkan dahi anda sekuat-
kuatnya.Sekarang relaks dan lemaskan. Bayangkan seluruh dahi
dan kepala anda menjadi kendur dan istirahat. Sekarang
kerutkan dan perhatikan ketegangan menyebar melalui dahi.
Lepaskan, biarkan alis menjadi kendur.
b. Tutup mata anda, kedipkan kuat-kuat. Rasakan ketegangannya.
Kendurkan kedipan mata anda, biarkan mata anda tertutup
dengan lembut dan nyaman.
c. Katupkan rahang anda, gigit yang keras, perhatikan ketegangan
pada rahang anda. Kemudian kendurkan rahang anda. Ketika
rahang anda relaks, biarkan bibir anda sebagian terbuka.
Rasakan perbedaan antara tegang dan relaks pada rahang anda.
38
d. Tekan lidah anda ke langit-langit, rasakan ketegangan didalam
mulut anda, sekarang relakskan.
e. Tekan kedua bibir anda membentuk huruf “O”, kendurkan bibir
anda. Perhatikan bahwa dahi, kepala, mata, rahang, dan bibir
anda semua relaks.
f. Tekan kepala anda ke belakang sejauh mungkin dan rasakan
ketegangan pada leher anda. Putar ke kanan dan rasakan
perubahan lokasi ketegangannya
g. Tegakkan kepala anda dan tundukkan. Tekan dagu anda ke
dada.Rasakan ketegangan di tenggorokan dan belakang
leher.Relakskan, kembalikan posisi kepala anda ke posisi
nyaman.
h. Angkat bahu anda, rasakan ketegangan pada bahu anda. Lalu
relakskan bahu anda. Turunkan dan rasakan relaks menyebar
melalui leher, tenggorokan dan bahu.
3. Dada, lambung, dan punggung bagian bawah
a. Tarik napas dan isi paru-paru anda sepenuh penuhnya. Tahan
napas anda, perhatikan ketegangannya.Kemudian hembuskan,
biarkan pernapasan anda kembali bebas, biarkan udara keluar,
relaks.Ulangi beberapa kali, perhatikan ketegangan keluar dari
tubuh anda seiring anda bernapas.
39
b. Kencangkan perut anda dan tahan, perhatikan adanya ketegangan
pada perut anda, kemudian relaks.
c. Lengkungkan punggung anda tanpa dipaksa. Jaga bagian tubuh
anda yang lain tetap relaks. Pusatkan perhatian pada ketegangan
punggung bawah.Sekarang relakskan, dalam, makin dalam lagi.
4. Paha, bokong, betis dan kaki
a. Kencangkan paha dan bokong anda. Kencangkan dengan menekan
sekuat mungkin tumit anda kebawah.Relaks dan rasakan
perbedaanya.
b. Lengkungkan telapak kaki anda kebawah, rasakan ketegangan
pada betis anda Relakskan.
c. Tekuk telapak kaki anda kearah muka anda sehingga terjadi
ketegangan pada tulang kering anda. Relaks kembali.
Rasakan kelelahan keluar melalui tubuh bagian bawah. Rasakan
kenyamanan pada kaki, pergelangan kaki, betis, tulang kering, lutut,
paha dan bokong anda. Biarkan perasaan nyaman menjalar ke seluruh
tubuh anda yang lainnya.Rasakan relaksasi yang lebih dalam dan lebih
dalam lagi.
40
E. Alat ukur
Menurut Wiryowidagdo (2002) alat ukur yang digunakan adalah
spigmomanometer dan stetoskop kategori tekanan darah dibawah ini:
Kategori Tekanan Darah
Sistolik
Tekanan Darah
Diastolik
Normal Di bawah 130 mmHg Di bawah 85 mmHg
Hipertensi perbatasan 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Hipertensi Ringan
(stadium 1)
140-159 mmHg 90-99 mmHg
Hipertensi Sedang
(stadium 2)
160-179 mmHg 100-109 mmHg
Hipertensi Berat
(stadium 3)
180-209 mmHg 110-119 mmHg
Hipertensi Maligna
(stadium 4)
210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih
Tabel : 2 Kategori Tekanan Darah
41
BAB IV
LAPORAN KASUS
Pada bab ini berisi tentang rangkuman asuhan keperawatan yang
dilakukan pada Tn. M dengan Hipertensi pada tanggal 04 Januari 2016 Di
Ruang ANYELIR RSUD Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Laporan
kasus ini adalah proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, evaluasi
keperawatan. Pada kasus ini data diperoleh dengan caraautoanamnesa dan
alloanamnesa.
A. Identitas Klien
Pengkajian dilakukan pada tanggal 04 Januari 2016 pukul 11.00
WIB diperoleh data pasien bernama Tn.M, berusia 56 tahun, yang
bertempat tinggal di daerah Jatiyoso, Wonogiri. Pasien bekerja sebagai
petani, beragama Islam dan perpendidikan SD. Selama di rumah sakit,
yang bertanggung jawab atas Tn.M adalah Ny.M istrinya.Ny.M berusia 56
tahun bekerja sebagai petani dan bertempat tinggal di daerah Jatiyoso,
Wonogiri.
B. Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan
Keluhan utama pasien, kepala pusing, kepala terasa cekot-cekot,
klien tampak meringis menahan nyeri dan memegangi kepala. P =
pasien mengatakan nyeri dikepala saat bergerak, Q = pasien
42
mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, R = pasien mengatakan nyeri
dibagian kepala, S = pasien mengatakn nyeri skala 7, T = pasien
mengatakan nyeri datang sewaktu-waktu.
Riwayat Penyakit Sekarang, pada tanggal 01 Januari 2016, pasien
dibawa ke IGD RSUD Soediran Mangun Sumarso, Wonogiri. Dengan
keluhan nyeri kepala, leher kaku dan tangan kram setelah diperiksa
dokter pasien disuruh rawat inap dan dipasang infus RL 20 tpm, lalu
pasien mendapatkan terapi Progesol 500 mg / 8 jam, captropil 12,5 gr
diberikan tiap 8 jam, 42anitidine 25 mg / 12 jam, cefotaxim 500 mg /
12 jam Tanda-tanda vital tekanan darah 180/100 mmHg, suhu 37,5C,
nadi 88x/menit, respirasi pernafasan 18x/menit.
Riwayat Penyakit, Dahulu pasien sebelumnya pernah mengalami
sakit yang diderita sekarang tetapi pasien belum pernah dirawat inap
seperti sekarang.
Riwayat Kesehatan Keluarga, Tn.M merupakan anak ke-3 dari 4
bersaudara dan di keluarganya ada riwayat penyakit Hipertensi. Dan
Kesehatan Lingkungan, pasien mengtakan lingkungan rumahnya
cukup bersih dan ventilasinya udara cukup dan tidak ada sampah atau
sumber polusi yang deket dengan rumahnya.
43
Genogram:
Gambar 2 : Genogram
2. Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pasien mengatakan
bahwa sehat itu penting, pasien menjaga kesehatan keluarganya
dengan mewajibkan istri dan anak untuk menjaga pola makan dan
jangan makan sembarangan dan saat keluarga yang sakit pasien selalu
membawa ke pusat pelayanan kesehatan terdekat seperti puskesmas,
bidan / dokter.
Pola nutrisi / metabolik, sebelum sakit pasien makan 3x sehari,
jenis makan nasi, lauk, sayur, air putih, pasien menghabiskan 1 piring
habis, pasien tidak merasakan keluhan saat makan. Selama sakit pasien
makan 2x sehari, jenis makan bubur, sayur, teh atau air putih, pasien
habis 1 piring, pasien tidak mengeluh saat makan.
44
Pola eliminasi, sebelum sakit pasien BAB 1-2x sehari, konsistasi
padat, sedikit lunak, berwanar kuning kecoklatan, bau khas, pasien
tidak ada keluhan saat BAB. Sebelum sakit pasien BAK 2-3x sehari,
jumlah urine 1200cc, berwarna kuning jernih, pasien tidak ada keluhan
saat BAK. Selama sakit pasien BAB 1x sehari, konsistasi padat, sedikit
lunak, berwarna kuning coklat, bau khas, pasien tidak ada keluhan saat
BAB. Selama sakit pasien BAK 3-4x sehari, jumlah urine 1000 cc,
berwarna kuning jernih, pasien tidak ada keluhan saat BAK.
Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien bisa melakukan
makan dan minum sendiri, pasien bisa mandi sendiri, pasien bisa
toileting sendiri, pasien bisa melakukan berpakaian sendiri, pasien bisa
melakukan mobilitas ditempat tidur sendiri, pasien bisa berpindah
sendiri, pasien bisa melakukan ambulasi/ROM sendiri. Selama sakit
pasien di bantu keluarga saat makan dan minum, saat mandi pasien
masih di bantu keluarga, saat toileting pasien masih di bantu keluarga,
saat berpakaian pasien masih di bantu keluarga, saat mobilitas
ditempat tidur masih di bantu keluarga, saat berpindah pasien masih di
bantu keluarga, saat ambulasi/ROM pasien masih di bantu keluarga
dan pasien terasa lemah, tidak nyaman digerakkan, dan cuman bisa
berbaring saja.
Pola istirahat tidur, sebelum sakit pasien tidur siang 2-3 jam,
pasien tidur malem 6-8 jam, tidak ada pengantar tidur, pasien selama
tidur tidak ada gangguan saat tidur, perasaan pasien saat bangun tidur
45
nyaman dan nyenyak. Selama sakit pasien tidur siang 2-4 jam, pasien
tidur malem 5-6 jam, tidak ada pengantar tidur, perasaan pasien saat
bangun tidur nyenyak dan nyaman.
Pola kognitif dan perseptual, tidak ada gangguan
pendengaran.Penglihatan, berbicara dengan lancar. P = pasien
mengatakan nyeri dikepala saat bergerak, Q = pasien mengatakan nyeri
seperti ditusuk-tusuk, R = pasien mengatakan nyeri dibagian kepala, S
= pasien mengatakan nyeri skala 7, T = pasien mengatakan nyeri
datang sewaktu-waktu.
Pola konsep diri, Harga Diri pasien mengatakan di hargai oleh
semua keluarga, baik istri maupun anaknya.Peran Diri pasien
mengatakan dirinya seorang kepala keluarga yang mempunyai 2
anak.Ideal Diri pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan beraktifitas
kerja.Identitas Diri pasien mengatakan seorang kepala keluarga yang
baik.Gambaran Diri pasien mengatakan bahwa dirinya mensyukuri
seluruh anggota tubuhnya.
Pola hubungan peran, sebelum sakit pasien mengatakan
hubungan dengan keluarganya dan masyarakat tidak ada
masalah.Selama sakit pasien mengatakan telah diperhatikan keluarga
dan petugas kesehatan.Pola seksualitas reproduksi, pasien berjenis
kelamin laki-laki, mempunyai istri dan 2 orang anak.
Pola mekanisme koping, sebelum sakit pasien mengatakan untuk
menghilangkan stress pasien beribadah dan berdoa kepada Allah
46
SWT.Selama sakit pasien mengatakan untuk menghilangkan dan
mengatasi masalah dengan berkomunikasi sama keluarga.
Pola nilai dan kenyakinan, sebelum sakit pasien mengatakan
beragama Islam dan taat beribadah.Selama sakit pasien mengatakan
tidak teratur beribadah.
3. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil keadaan umum lemah,
kurang segar, meringis kesakitan dan pasien tampak berbaring.
Kesadaran composmentis, tekanan darah 180/100 mmHg, suhu 37,5C,
nadi 88x/menit, pernafasan 18x/menit.Bentuk kepala mesochepal,
tidak ada jejas dan memar, kulit bersih, tidak ada ketombe, rambut
sebagian beruban dan merata. Mata palpebra normal, konjungtiva
tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, dan tidak menggunakan
alat bantu penglihatan. Hidung bersih, tidak ada secret, tidak ada
pendarahan, tidak ada cuping hidung, tidak ada gangguan
penciuman.Mulut mukosa bibir lembab, tidak ada gangguan
menelan.Gigi bersih, tidak ada gigi tanggal, tidak berlubang.Telinga
simetris, bersih, dan ada sedikit serumen. Leher tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid .
Pada pemeriksaan fisik paru-paru meliputi inspeksi yaitu datar,
pengembangan paru ka/ki simetris, tidak ada rektrasi dada.Palpasi
yaitu vokal premitus ka/ki sama. Perkusi yaitu terdengar sonor di
lapang paru.Auskultasi yaitu vesikuler, dan tidak ada suara tambahan.
47
Pada pemeriksaan jantung didapatkan data pengkajian meliputi
Inspeksi yaitu diperoleh ictus cordis tidak tampak. Palpasi yaitu
ictuscordis teraba pada midclaviculaictus cordis ke 5.Pemeriksaan
perkusi yaitu didapatkan data redup.Auskultasi yaitu diperoleh data
suara bunyi jantung I II murni.
Pemeriksaan fisik abdomen meliputi inpeksi yaitu datar, tidak
ada jejas,.Auskultasi yaitu bising usus 5x/menit.Palpasi yaitu tidak
terdapat nyeri tekan, tidak ada pembesaran hati.Perkusi yaitu
tympani.Pemeriksaan fisik genetalia yaitu genetalia tidak terpasang
DC, tidak ada jejas.
Pemeriksaan fisik ekstermitas meliputi ekstermitas atas tangan
kanan tidak ada edema, tidak ada jejas, terpasang infus RL 20tpm,
kekuatan otot 5, ROM aktif capillary reffile 1 detik, tidak ada
perubahan bentuk tulang, perabaan akral hangat. Pengkajian
pemeriksaan ekstermitas bawah meliputi tidak ada jejas, tidak ada
edema, kekuatan otot 5, ROM aktif, capillary reffile 1 detik, tidak ada
perubahan bentuk tulang, perabaan akral hangat.
Pemeriksaan neorologis meliputi tingkat kesadaran (GCS) yaitu
kesadaran composmentis, GCS 15.Tanda rangsangan otak (meningeal
sign) tidak ada. Pemeriksaan saraf otak (neorologis I-XII), neorologis I
: pasien dapat merasakan / membedakan aroma, neorologis II : pasien
dapat melihat jelas pada jarak 6 meter, neorologis III : pasien
pergerakan mata simestris, neorologis IV : pasien dapat menggerakan
48
bola mata kebawah dan keatas, neorologis V : pasien dapat merasakan
goresan kapas pada wajah, neorologis VI : pasien dapat menggerakan
bola mata kesegala arah, neorologis VII : pasien dapat mengangkat
dahi dan tersenyum, neorologis VIII : secara umum pasien dapat
mendengar dengan baik, neorologis IX : pasien dapat menelan secara
normal, neorologis XI : pasien dapat mengangkat bahu dan
menggerakan kepala, neorologis XII : pasien dapat menggerakan lidah
kesegala arah. Fungsi motorik baik.Fungsi motorik klien dapat
membedakan rangsangan (dingin, panas, tajam, dan tumpul). Reflek
fisiologis baik, refleks patologis : babinksi tidak ada.
Pemeriksaan laboratorium satu kali, yaitu pada tanggal 02
Januari 2016. Hasil pemeriksaan meliputi WBC 5.7 k/uL (nilai normal
4.1-10.9 k/uL), LYM 1.4 % (nilai normal 0.6-4.1 %), MID 0.4 % (nilai
normal 0.0-1.8 %), GRAN 3.9 % (nilai normal 2.0-7.8 %), RBC 4.72
M/uL (nilai normal 4.20-6.30 M/uL), HGB 8.7 g/dL (nilai normal
12.0-15.6 g/dL), HCT 41.5 % (nilai normal 37.0-51.0 %), MCV 87.9
fL (nilai normal 80.0-97.0 fL), MCH 29.2 pg (nilai normal 26.0-32.0
pg), MCHC 33.3 g/dL (nilai normal 31.0-36.0 g/dL), RDW 14.7 %
(nilai normal 11.5-14.5 %), PLT 165 k/uL (nilai normal 140-440
k/uL), MPV 5.8 fL (nilai normal 0.0-99.8 fL).
Terapi obat yang didapat pasien selama diruangan antara lain
infus RL 20 tetes per menit, cefotaxim 500 mg diberikan setiap 12 jam,
49
injeksi ranitidin 25 mg diberikan setiap 12 jam, progesol 500 mg
diberikan setiap 8 jam, captropil 12,5 mg diberikan setiap 8 jam.
C. Perumusan Masalah Keperawatan
1. Analisa Data
Berdasarkan analisa terhadap data pengkajian diperoleh diagnosa
keperawatan yang pertama yaitu nyeri akut (00029) berhubungan
dengan agen cidera biologis: peningkatan tekanan darah dengan data
subyektif Tn.M mengatakan nyeri kepala, leher kaku, pengkajian
PQRST, P = Tn.M mengatakan nyeri pada kepala saat digerakkan, Q =
pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, R = pasien mengatakan
nyeri di bagian kepala, S = pasien mengatakan nyeri skala 7, T =
pasien mengatakan nyeri datang sewaktu-waktu. Data obyektif Tn.M
tampak meringis kesakitan, tampak memegang kepala, keadaan umum
lemah, tekanan darah 180/100mmHg, nadi 88x/menit, suhu 37,5C,
pernafasan 18x/menit.
Diagnosa keperawatan kedua yaitu intoleransi aktivitas (00093)
berhubungan dengan kelemahan dengan data subyektif Tn.M
mengatakan badan terasa lemah, rasa tidak nyaman digerakan, dan
cuman bisa berbaring saja.Data obyektif Tn.M tampak lemah, tekanan
darah 180/100mmHg, nadi 88x/menit, suhu 37,5C, pernafasan
18x/menit, Hb 8.7 g/DL.
Diagnosa keperawatan ketiga yaitu defisiensi pengetahuan
(00126) berhubungan dengan kurang pajanan : informasi terhadap
50
penyakit Hipertensi. Data subyektif yang didapatkan Tn.M
mengatakan tidak tahu dirinya menderita hipertensi.Data obyektif
Tn.M tampak tidak paham dengan penyakitnya.
2. Prioritas Diagnosa Keperawatan
Dari hasil pengkajian dan analisa data dan penulis merumuskan 3
diagnosa yaitu prioritas diagnosa :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (00029).
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (00093).
c. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan
(informasi terhadap penyakit hipertensi) (00126).
D. Perencanaan
Intervensi yang penulis rencanakan untuk manajemen diagnosa
pertama yang ditemukan akan diuraikan dengan berbagai intervensi.
Rencana tindakan untuk diagnosa nyeri akut (00029) berhubungan dengan
agen cidera biologis: peningkatan tekanan darah adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x8 jam diharapkan nyeri berkurang dengan
kriteria hasil yaitu mampu mengontrol nyeri, menyatakan nyeri berkurang
dengan manajemen nyeri (skala nyeri 3), klien mengatakan nyeri hilang,
monitor tanda vital normal (tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 60-
100x/menit, suhu 36C, pernafasan 20x/menit), klien tidak menunjukkan
wajah meringis kesakitan, mampu mendemostrasikan teknik relaksasi.
Intervensi untuk masalah keperawatan ini adalah observasi nyeri
(PQRST), pengukur tanda-tanda vital, ajarkan tentang teknik non
51
farmakologi (teknik relaksasi otot progresif Jacobson) dan kolaborasi yang
direncanakan adalah dengan pemberian analgesik sesuai advis dokter.
Intervensi yang penulis rencanakan untuk manajemen diagnosa
kedua yang ditemukan akan diuraikan dengan berbagai rencana intervensi.
Rencana tindakan untuk diagnosa toleransi aktivitas (00093) berhubungan
kelemahan, setelah dilakukan tindakan keperawatan keperawatan selama
3x8 jam diharapkan klien mampu beraktivitas kembali dengan kriteria
hasil yaitu kemampuan beraktivitas klien meningkat, klien mampu
melakukuan aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan. Intervensi untuk
masalah keperawatan ini adalah kaji kemampuan dalam beraktifitas,
anjukan pasien batasi aktivitas, beri support sesuai kemampuan, anjurkan
keluarga untuk membantu kebutuhan klien, kolaborasi dengan tenaga
laboratorium untuk mengetahui Hb pasien.
Intervensi untuk diagnosa yang ketiga, Defisiensi pengetahuan
(00126) berhubungan dengan kurang pajanan: informasi penyakit
hipertensi adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam
diharapkan pasien mampu memahami informasi penyakit hipertensi
dengan kriteria hasil yaitu antara lain pasien menyatakan pamahaman
tentang penyakit, pasien mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan
dengan benar, pasien mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
oleh perawat atau tim kesehatan lainnya. Intervensinya antara lain
penggambaran tanda dan gejala yang bisa muncul pada penyakit dengan
cara yang tepat, pengidentifikasian kemungkinan penyebab dengan cara
52
yang tepat, diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan
dan diskusikan pilihan terapi atau penanganan.
E. Impelementasi
Pada tanggal 4 Januari 2016 implementasi yang sudah
dilaksanakan untuk mengatasi diagnosa pertama tersebut antara lain pukul
11.15 melakukan mengukur tanda-tanda vital dengan respon Tn.M
mengatakan pusing, obyektifnya tekanan darah 180/100 mmHg, nadi
88x/menit, suhu 37,5C, pernafasan 18x/menit. Implementasi kedua
dilakukan pada pukul 11.30 melakukan mengkaji tingkat nyeri dengan
respon subyektif Tn.M mengatakan nyeri kepala saat digerakkan, Tn,M
mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, Tn.M mengatakan nyeri dibagian
kepala, skala nyeri 7, Tn.M mengatakan nyeri datang sewaktu-waktu dan
obyektifnya Tn.M tampak memegang kepala, meringis kesakitan, lemah.
Implementasi ketiga yang penulis lakukan pada pukul 12.00 adalah
mengajarkan tentang teknik non farmakologi (teknik relaksasi otot
progresif Jacobson) respon subyektif Tn.M mengatakan untuk bersedia
diajarkan teknik relaksasi otot progresif Jacobson, obyektif Tn.M tampak
dapat mendemontrasikan teknik relaksasi otot progresif Jacobson dengan
menutup mata, tarik nafas dalam-dalam dan tidur terlentang dan selama 20
menit. Implementasi keempat yang dilakukan pukul 12.30 adalah
berkolaborasi dengan medis memberikan analgesik ranitidin 25 mg dan
memberikan obat injeksi lainnya seperti ceftriaxone, farbion, melalui IV.
Implementasi selanjutnya pukul 13.00 penulis mengukur ulang tanda-
53
tanda vital dan didapatkan hasil Tn.M mengatakan pusing berkurang,
tekanan darah 170/90 mmHg, nadi 85x/menit, suhu 37C, pernafasan
20x/menit.
Implementasi untuk diagnosa kedua yang dilakukan pukul
11.45 yaitu memotivasi untuk bedrest, respon subyektif Tn.M mengatakan
mau melakukan apa yang disarankan perawat. Obyektifnya Tn.M tampak
mengikuti apa yang disarankan oleh perawat.
Implementasi untuk diagnosa kedua yang dilakukan pukul
13.30 yaitu mengkaji tingkat pengetahuan pasien, respon subyektif Tn.M
mengatakan tidak tahu dengan penyakit yang dideritanya.Obyektifnya
pasien tampak bingung dengan penyakit yang dideritanya.
Pada tanggal 5 Januari 2016 implementasi yang sudah
dilaksanakan untuk mengatasi diagnosa pertama tersebut antara lain pukul
08.15 melakukan mengukur tanda-tanda vital, respon subyektif Tn.M
mengatakan masih pusing, obyektifnya tekanan darah 160/90 mmHg, nadi
83x/menit, suhu 36,3C, pernafasan 20x/menit. Implementasi yang kedua
yang dilakukan pukul 08.30 melakukan mengkaji tingkat nyeri dengan
respon subyektif Tn.M mengatakan nyeri pada kepala saat digerakkan,
nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri pada bagian kepala, Tn.M mengatakan
nyeri dengan skala 5, nyeri datang sewaktu-waktu. Obyektinya Tn.M
tampak meringis kesakitan, pasien tampak lemas. Implementasi yang
ketiga pukul 11.00 melakukan memberikan relaksasi otot progresif
Jacobson, respon subyektif Tn.M mengatakan bersedia untuk diajarkan
54
teknik relaksasi otot progresif Jacobson, obyektifnya Tn.M tampak dapat
mendemostrasikan teknik relaksasi otot progresif Jacobson dengan kepal
tangan, kerutkan dahi, tekuk siku, tekan bibir membentuk huruf O dan
dilakukan selama 20 menit. Implementasi yang keempat pukul 12.30
melakukan mengukur tanda-tanda vital, respon subyektinya Tn.M
mengatakan pusing berkurang. Obyektifnya tekanan darah 150/80 mmHg,
nadi 85x/menit, suhu 36C, pernafasan 20x/menit.implementasi berikutnya
dilakukan pada pukul 12.00 melakukan pemberian obat analgesik
ranitidin, dan obat injeksi lainnya seperti ceftriaxone, farbio, dan captropil
melalui IV.
Implementasi untuk diagnosa yang kedua dilakukan pada pukul
09.00 yaitu mengatur lingkungan agar nyaman untuk pasien beristirahat,
respon subyektif Tn.M mengatakan bersedia mengikuti saran dari
perawat.Obyektifnya Tn.M tampak tenang tenang saat beristirahat.
Implementasi yang kedua dilakukan pada pukul 12.30 yaitu
mengajarkan keluarga pasien untuk membatu kebutuhan pasien, respon
subyektifnya keluarga Tn.M mengatakan bersedia membantu pasien saat
membutuhkan sesuatu.Obyektifnya keluarga Tn.M tampak mau membatu
kebutuhan pasien.
Implementasi untuk diagnosa yang ketiga dilakukan pada pukul
13.00 yaitu memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit yang
diderita oleh Tn.M, respon subyektifnya Tn.M mengatakan sedikit
55
mengerti dengan penyakit yang dideritanya.Obyektinya Tn.M tampak
menjelaskan pendidikan kesehatan tentang penyakit yang dideritanya.
Pada tanggal 6 Januari 2016 implementasi yang sudah
dilaksanakan untuk mengatasi diagnosa pertama tersebut antara lain pukul
08.30 melakukan mengukur tanda-tanda vital, respon subyektif Tn.M
mengatakan sudah sedikit tidak pusing. Obyektifnya tekanan darah 145/80
mmHg, nadi 87x/menit, suhu 36,3C, pernafasan 20x/menit. Implementasi
kedua yang dilakukan pada pukul 10.00 mengkaji skala nyeri dengan
respon subyektif Tn.M mengatakan nyeri kepala saat digerakkan, nyeri
seperti ditusuk-tusuk, Tn.M mengatakan skala nyeri 3, nyeri datang
sewaktu-waktu. Obyektifnya Tn.M tampak sehat, tidak kesakitan
lagi.Implementasi ketiga yang dilakukan pada pukul 10.30 yaitu
memberikan relaksasi otot progresif Jacobson, respon subyektif Tn.M
mengatakan mau diajarkan teknik relaksasi otot progresif
jabcobson.Obyektifnya Tn.M tampak mendemostrasikan tegakkan kepala
dan tundukan, tekan kepala sejauh mungkin, kencangkan perut dan tahan,
lengkungkan telapak kaki dan dilakukan selama 20 menit.Implementasi
ketiga dilakukan pada pukul 11.00 yaitu melakukan mengukur tanda-tanda
vital, respon subyektif Tn.M mengatakan sudah tidak merasakan nyeri,
sudah enakan.Obyektifnya tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 87x/menit,
suhu 36C, pernafasan 20x/menit.Implementasi keempat dilakukan pada
pukul 12.00 yaitu memberi obat analgesik ranitidin, dan memberikan obat
injeksi lainnya seperti ceftriaxone, farbion, dan captropil, dan melalui IV.
56
Implementasi untuk diagnosa yang kedua dilakukan pada pukul 09.00
mengkaji aktifitas klien, respon subyektifnya Tn.M mengatakan sudah bisa
melakukan aktifitas seperti dikamar mandi sendiri, makan dan minum
sendiri. Obyektif Tn.M tampak sudah melakukan aktifitas seperti mandi
sendiri, makan dan minum sendiri.
Implementasi untuk diagnosa ketiga dilakukan pada pukul 11.30 mengkaji
pengetahuan pasien, respon subyektifnya Tn.M mengatakan sudah paham
dengan penyakit yang dideritanya dan akan menjaga kesehatannya.
Obyektifnya Tn.M tampak sudah paham dan sudah bisa menjelaskan
kembali yang sudah dijelaskan oleh perawat.
F. Evaluasi
Evaluasi hasil yang dilakukan tanggal 04 Januari 2016 pukul 11.00
WIB yaitu evaluasi untuk diagnosa nyeri akut (00029) berhubungan
dengan agen cidera biologis: peningkatan tekanan darah adalah Tn.M
mengatakan nyeri pada kepala saat digerakkan, nyeri seperti ditusuk-tusuk,
Tn.M mengatakan nyeri di bagian kepala, nyeri skala 7, nyeri datang
sewaktu-waktu. Tn.M tampak lemas, dan merigis kesakitan, tekanan darah
180/100 mmHg, nadi 88x/menit, suhu 37,5x/menit, pernafasan 18x/menit
dan masalah belum teratasi dan untuk rencana selanjutnya lakukan
pengkajian nyeri, monitor tanda-tanda vital, beri tindakan yang dapat
mengurangi nyeri kepala seperti pemberian teknik relaksasi, kolaborasi
pemberian analgetik.
57
Evaluasi untuk diagnosa kedua yaitu intoleransi aktivitas (00093)
berhubungan dengan kelemahan.Tn.M mengatakan badan terasa lemas,
rasa tidak nyaman saat digerakkan, dan hanya bisa berbaring saja.Tn.M
tampak aktifitas masih dibantu dengan keluarga, pasien tampak lemah, dan
masalah belum teratasi dan lanjutkan tindakan kaji dalam aktivitas, beri
support sesuai kebutuhan, anjurkan keluarga untuk membantu kebutuhan
klien.
Evaluasi untuk diagnosa ketiga yaitu defisiensi pengetahuan
(00126) berhubungan dengan kurang pajanan: informasi penyakit
hipertensi. Tn.M mengatakan tidak tahu dengan penyakit yang dideritanya.
Tn.M tampak tidak paham dengan penyakit yang dideritanya dan masalah
belum teratasi dan lanjutkan tindakan kaji pengetahuan klien, bantu klien
untuk mengidentifikasi faktor resiko tinggi yang berhubungan hipertensi.
Evaluasi hasil dilakukan pada tanggal 05 Januari 2016 pukul 10.00
WIB yaitu: evaluasi untuk diagnosa nyeri akut (00029) berhubungan agen
cidera biologis: peningkatan tekanan darah adalah Tn.M mengatakan nyeri
di kepala saat digerakkan, nyeri seperti ditusuk-tusuk, Tn.M mengatakan
nyeri di bagian kepala, nyeri skala 5, Tn.M mengatakan nyeri datang
sewaktu-waktu, Tn.M tampak meringis kesakitan, tampak lemah dan
lemas, tekanan darah 150/80mmHg, suhu 36C, nadi 85x/menit, pernafasan
20x/menit, dan masalah teratasi sebagian, dan lanjutkan tindakan kaji
tingkat nyeri, monitor tanda vital, beri tindakan yang dapat menguragi
58
nyeri kepala seperti pemberian teknik relaksasi, kolaborasi pemberian
analgetik.
Evaluasi untuk diagnosa yang kedua yaitu intoleransi aktivitas
(00093) berhubungan dengan kelemahan. Tn.M mengatakan badan sedikt
lemas, dan sedikit pusing, Tn.M tampak bisa melakukan makan dan
minum sendiri, dan masalah teratasi sebagian dan lanjutkan tindakan kaji
kemampuan aktivitas, beri support sesuai kebutuhan, anjurkan keluarga
untuk membantu pemenuhan kebetuhan pasien.
Evaluasi untuk diagnosa yang ketiga yaitu defisiensi pengetahuan
(00126) berhubungan dengan kurang pajanan: informasi penyakit
hipertensi adalah Tn.M mengatakan sedikit mengerti dengan penyakit
yang dideritanya, Tn.M tampak sudah paham dengan penyakit yang
dideritanya dan bisa sedikt menjelaskan yang dijelaskan oleh perawat dan
masalah teratasi sebagian dan lanjutkan tindakan kajin pengetahuan
pasien, bantu pasien untuk mengidentifikasi faktor resiko tinggi yang
berhubungan dengan hipertensi.
Evaluasi hasil dilakukan pada tanggal 06 Januari 2016 pukul 12.00
WIB yaitu: evaluasi untuk diagnosa nyeri akut (00029) berhubungan
dengan agen cidera biologis: peningkatan tekanan darah adalah Tn.M
mengatakan nyeri kepala saat digerakkan, nyeri seperti ditusuk-tusuk,
Tn.M mengatakan nyeri dibagian kepala, nyeri skala 3, nyeri datang
sewaktu-waktu. Tn.M tampak tidak terlihat kesakitan, tampak sehat,
tampak rileks dan nyeri selama diberikan terapi relaksasi otot progresif
59
Jacobson, tekanan darah 130/80mmHg, suhu 36C, nadi 87x/menit,
pernafasan 20x/menit dan masalah teratasi, dan pertahankan tindakan.
Evaluasi untuk diagnosa yang kedua yaitu toleransi aktivitas
(00093) berhubungan dengan kelemahan.Tn.M mengatakan sudah sehat,
badan terasa bugar dan sudah beraktifitas sendiri, Tn.M tampak sudah bisa
berjalan, makan sendiri, mandi sendiri, dan masalah teratasi dan
pertahankan tindakan.
Evaluasi untuk diagnosa yang ketiga yaitu defisiensi pengetahuan
(00126) berhubungan dengan kurang pajanan: informasi penyakit
hipertensi adalah Tn.M mengatakan sudah paham dengan penyakit yang
deritanya dan akan memperhatikan dengan kesehatannya, Tn.M tampak
paham dan mampu menjelaskan semuanya yang sudah perawat jelaskan
dan masalah teratasi dan pertahankan intervensi.
60
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang membahas Asuhan
Keperawatan Tn.m Dengan Hipertensi di Ruang Anyelir RSUD DR.Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri. Pembahasan pada bab ini terutama membahas
adanya kesesuain maupun kesenjangan antara teori dan kasus. Asuhan
Keperawatan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia melalui
tahap, pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk mengumpulkan
informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi, mengenal
masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien, baik fisik,
mental, sosial dan lingkungan (Dermawan, 2012).
Pengkajian pada Tn.M dilakukan pada tanggal 04 Januari 2016 Jam 11.00
WIB dengan metode pengkajian autoanamnesa dan
alloanamnesa.Autoanamnesa adalah suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan
lewat suatu percakapan antara seorang perawat dan pasiennya secara langsung
dengan orang lain yang mengetahui tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan
data pasien berserta permasalahan medisnya. Alloanamnesa adalah kegiatan
wawancara secara tidak langsung atau dilakukan wawancara/tanya jawab pada
keluarga pasien atau yang mengetahui tentang pasien, misalnya pasien belum
61
dewasa (anak-anak yang belum dapat mengemukakan pendapat terhadap apa
yang
62
dirasakan), pasien dalam keadaan tidak sadar karena sesuatu, pasien tidak dapat
berkomunikasi. Keluhan pasien mengatakan kepala cekot-cekot.
Pada saat dikaji oleh penulis, Tn.M kepala cekot-cekot, sakit apabila
digerakkan.Dan hasil TTV diperoleh tekanan darah 180/100 mmHg, frekuensi
pernafasan 18 kali per menit, frekuensi nadi 88 kali per menit, suhu
37,5C.berdasarkan hal tersebut, kondisi Tn.M mengalami tekanan darah lebih
dari 140/90 mmHg yang sudah dianggap tinggi dan disebut hipertensi (Yekti
dan Ari, 2011). Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic
(bagian atas) dan diastolic (bagian bawah) pada pemeriksaan tensi
menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa
(sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya (Pudiastuti, 2013).
Hipertensi yang dialami Tn.M yaitu hipertensi grade 3 180-209 mmHg
dan 100-119 mmHg.Menurut Joint National Committee atau JNC VII derajat
hipertensi dapat dikelompokkan yaitu high normal sistolik 130-139 mmHg dan
diastolik 85-89 mmHg, garade 1 atau ringan sistolik 140-159 mmHg diastolik
90-99 mmHg, grade 2 atau sedang sistolik 160-179 mmHg dan diastolik 100-
109 mmHg, grade3 atau berat sistolik 180-209 mmHg dan diastolik 100-119
mmHg, grade 4 atau sangat berat sistolik > 210 mmHg dan diastolik > 120
mmHg (Triyanto, 2014).
Faktor resiko terjadinya hipertensi pertamausia, paling tinggi terjadi pada
usia 30-40 tahun. Kedua yaitu jenis kelamin biasanya laki-laki lebih banyak dari
perempuan serta komplikasinya meningkat pada laki-laki.Ketiga yaitu riwayat
63
keluarga, pasien kurang lebih ada hubungan keluarga.Keempat obesitas, berat
badan meningkat pada anak atau usia petengahan dapat menyebabkan resiko
mengidap tekanan darah tinggi. Kelima yaitu serum lipid yang disebabkan
karena peningkatan Kadar Cholestorel. Keenam yaitu perokok dan diet yang
banyak mengandung lemak.Ketujuh yaitu stress emosional yang merangsang
sistem saraf simpatik untuk meningkatan tekanan darah (Sudarta,
2013).Berdasarkan teori tersebut Tn.M mengalami hipertensi didukung oleh
faktor genetik dimana orang tua dari Tn.M juga mempunyai riwayat hipertensi.
Tanda gejala hipertensi yaitu sakit kepala, perdarahan dari hidung
(mimisan), migren atau sakit kepala sebelah, wajah kemerahan, mata
berkunang-kunang, sakit tengkuk, dan kelelahan. Gejala-gejala tersebut bisa saja
terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan
darah yang normal, jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobatin,
bisa timbul gejala sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah,
pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung, dan ginjal. Penderita hipertensi berat mengalami penurunan
kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini
disebut ensefalopati hipertensif yang memerlukan penanganan segera, apabila
tidak ditangani keadaannya akan semakin parah dan dapat memicu kematian
(Susilo&Wulandari, 2011). Berdasarkan teori diatas dilihat dari tanda gejala
hipertensi yang dirasakan Tn.M dimana Tn.M mengalami sakit kepala,
kelelahan, dan gelisah.
64
Hasil pengkajian pola kesehatan fungsional pada pasien, dikaji pada pola
persepsi, pola nutrisi atau metabolik, pola eliminasi, pola aktivitas dan latihan,
pola istirahat tidur, pola persepsi dan latihan, pola istirahat tidur, pola kognitif
perseptual, pola konsep diri, pola hubungan peran, pola mekanisme koping dan
terakhir pola nilai dan keyakinan.
Pola persepsi pemeliharaan kesehatan adalah menggambarkan persepsi,
pemeliharan dan penanganan kesehatan persepsi terhadap arti kesehatan dan
penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang
praktek kesehatan. Hasil pengkajian pola persepsi pemeliharaan kesehatan tidak
menunjukkan masalah, Tn.M mengatakan bahwa sehat itu penting, pasien
menjaga kesehatan keluarganya dengan mewajibkan istri dan anak untuk
menjaga pola makan dan jangan makan sembarangan dan saat keluarga yang
sakit pasien selalu membawa ke pusat pelayanan kesehatan terdekat seperti
puskesmas, bidan / dokter. (Cholik Harun, 2011)
Pola nutrisi/ metabolik adalah menggambarkan masukan nutrisi, balance
cairan dan elektrolit, nafsu makan, pola makan, diet, fluktuasi BB, dalam 6
bulan terakhir, kesulitan menelan, mual/ muntah, kebutuhan jumlah, kebutuhan
jumlah zat gizi, masalah/ penyembuhan kulit, makanan kesukaan. Hasil
pengkajian pola nutrisi/ metabolik tidak menunjukan masalah, sebelum sakit
Tn.M makan 3x sehari, jenis makan nasi, lauk, sayur, air putih, dan tidak ada
keluhan saat makan. Selama sakit Tn.M makan 2x sehari jenis makan bubur,
sayur, air putih, dan tidak ada keluhan saat makan. (Cholik Harun, 2011)
65
Pola eliminasi adalah menjelaskan pola fungsi eksresi, kandungan kemih
dan kulit kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah miksi
(oliguria, disuri) penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan miksi, karakteristik
urin dan fases, pola input cairan, infeksi saluran kemih, respirasi berlebih. Hasil
pengkajian pola eliminasi tidak mengalami keluhan, sebelum sakit pasien BAB
1-2x sehari, konsistasi padat, sedikit lunak, berwanar kuning kecoklatan, bau
khas, dan tidak mengalami keluhan saat BAB, sebelum sakit BAK 2-3x sehari,
jumlah urine 1200cc, berwarna kuning jernih, dan mengalami keluhan saat
BAK. Selama sakit Tn.M BAB 1x sehari, konsistasi padat, sedikit lunak,
berwarna kuning kecoklatan, bau khas, dan tidak mengalami keluhan, selama
sakit BAK 3-4x sehari, jumlah urine 1000cc, bewarna kuning jernih, pasien
tidak ada saat BAK. Pola eliminasi pada BAK pasien dengan hipertensi
menunjukkan adekuat fungsi ginjal.Pasien dengan hipertensi lama memiliki
risiko terjaid gangguan pada ginjal. (Cholik Harun, 2011)
Pola aktivitas dan latihan adalah menggambarkan pola latihan, aktivitas,
fungsi pernafasan dan sirkulasi. Pentingnya latihan/ gerak dalam keadaan sehat
dan sakit, gerak tubuh dan kesehatan berhubungan satu sama lain kemampuan
klien dalam menata diri apabila tingkat kemampuan 0= mandiri, 1= dengan alat
bantu, 2= dibantu orang lain, 3= dibantu orang dan alat, 4= tergantung dengan
dalam melakukan ADL, kekuatan otot dan Range Of Motion, riwayat penyakit
jantung, frekuensi, irama dan kedalaman nafas, bunyi nafas riwayat penyakit
paru. Hasil pengkajian pola aktivitas dan latihan pasien mengalami masalah
dimana aktivitas pasien masih dibantu keluarga dan perawat.Sebelum sakit
66
pasien bisa melakukan makan dan minum sendiri, pasien bisa mandiri sendiri,
pasien bisa toileting sendiri, pasien bisa melakukan berpakaian sendiri, pasien
bisa melakukan ambulasi/ROM sendiri. Selama sakit pasien dibantu keluarga
saat makan dan minum, saat mandi pasien masih dibantu keluarga, saat toileting
pasien masih dibantu keluarga, saat berpakaian pasien masih dibantu keluarga,
saat mobolitas ditempat tidur masih dibantu keluarga, saat berpindah pasien
masih dibantu keluarga, saat ambulasi/ROM pasien masih dibantu keluarga.
Pada pasien hipetensi cenderung mengalami keterbatasan pada aktifitas akibat
penglihatan kabur, nyeri pada kepala, anjuran lagkah yang tidak mantap karena
kerusakan susunan saraf pusat (Crown, 2000).Hal ini sesuai dengan yang terjadi
pada Tn.M yang mengalami nyeri kepala sehingga tidak dapat beraktivitas
secara mandiri.
Pola istirahat tidur adalah menggambarkan pola tidur, istirahat dan
persepasi tentang energy, jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah
selama tidur, insomnia atau mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih.
Hasil pengkajian pola istirahat tidur tidak menunjukkan masalah umumnya,
Tn.M sebelum sakit tidur siang 2-3 jam, pasien tidur malam 6-8 jam, tidak ada
pengantar tidur, pasien selama tidur tidak ada gangguan saat tidur, perasaan
pasien saat bangun tidur nyaman dan nyenyak. Selama sakit pasien tidur 1-2
jam, pasien tidur malam 5-6 jam, tidak ada pengantar tidur, pasien selama tidur
tidak ada gagguan saat tidur, perasaan pasien saat bangun tidur nyaman dan
nyenyak.Pada nyeri yang muncul akibat kenaikan tekanan intracranial dapat
mengganggu pola istirahat pasien. (Cholik Harun, 2011)
67
Pola kognitif dan perseptual adalah menjelaskan persepsi sensori dan
kognitif, pola persepsi sensori meliputi pengkajian fungsi penglihatan,
pendengaran, perasaan, pembau dan kompensasinya terhadap tubuh. Sedangkan
pola kognitif didalamnya mengandung kemampuan daya ingat pasien terhadap
peristiwa yang telah lama terjadi dan baru terjadi kemampuan orientasi pasien
terhadap waktu, tempat, dan nama. Tingkat persepsi nyeri dan penanganan
nyeri, menilai skala nyeri 0-10, memakai alat bantu pendengaran, melihat,
kehilangan bagian tubuh atau fungsinya, tingkat kesadaran, orientasi pasien,
adakah gangguan pendengaran, penglihatan, persepsi sensori (nyeri),
penciuman. Hasil pengkajian pola kognitif dan perseptual pasien menunjukkan
hasil PQRST, Tn.M tidak ada gangguan pendengaran, penglihatan, berbicara
dengan lancar. P = pasien mengatakan nyeri dikepala saat bergerak, Q = pasien
mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, R = pasien mengatakan nyeri dibagian
kepala, S = pasien mengatakan nyeri skala 7, T = pasien mengatakan nyeri
datang sewaktu-waktu. (Cholik Harun, 2011)
Pengkajian PQRST riwayat penyakit sekarang P (Provocate) Tn.M
mengatakan nyeri saat bergerak, Q (Quality) Tn.M mengatakan nyeri seperti
ditusuk-tusuk, R (Region) Tn.M mengatakan nyeri dibagian kepala, S (Skala)
Tn.M mengatakan nyeri skala 7, T (Time) Tn.M mengatakan nyeri datang
sewaktu-waktu.
Penentuan skala nyeri pada Tn.M didasarkan pada skala nyeri menurut
Hayward, dilakukan dengan meminta penderita untuk memilih salah satu
bilangan (dari 0-10) yang menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri
68
yang dirasakan. Skala nyeri menurut Hayward dapat dituliskan sebagai berikut:
0= tidak ada nyeri, 1-3= nyeri ringan, 4-6= nyeri sedang, 7-9= sangat nyeri
tetapi masih dapat dikendalikan dengan aktivitas yang bisa dilakukan, 10=
sangat nyeri dan tidak dapat dikendalikan (Saputra, 2013).
Pola konsep diri adalah menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan
persepsi terhadap kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain, harga diri,
gambaran diri, peran, identitas dan ide diri sendiri. Manusia sebagai sistem
terbuka dimana keseluruhan bagian manusia dan berinteraksi dengan
lingkungannya.Disamping sebagai sistem terbuka, manusia juga sebagai bio-
psiko-kultural-spiritual dan dalam pandangan secara holistik.Adanya
kecemasan, ketakutan atau penilaian terhadap diri, Hasil pengkajian pola konsep
diri tidak menunjukkan masalah, pasien mengatakan dihargai oleh semua
keluarga, baik istri maupun anaknya.Peran diri pasien mengatakan dirinya
seorang kepala keluarga yang mempunyai 2 anak.Ideal diri pasien mengatakan
seorang kepala keluarga yang baik.Gambaran diri pasien mengatakan bahwa
dirinya mensyukuri seluruh anggota tubuhnya. (Cholik Harun, 2011)
Pola hubungan peran adalah menggambarkan dan mengetahui hubungan
dan peran pasien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal
pasien, pekerjaan, tempat tinggal, tidak punya rumah, tingkah laku yang passive/
agresif.Hasil pengkajian pola hubungan peran tidak menunjukkan masalah,
pasien mengatakan telah diperhatikan keluarga dan petugas kesehatan.Hasil
pengkajian pola seksualitas tidak menujukkan masalah, pasien berjenis kelamin
laki-laki, mempunyai istri dan 2 orang anak. (Cholik Harun, 2011)
69
Pola mekanisme koping adalah menggambarkan kemampuan untuk
menangani stress dan penggunaan sistem pendukung penggunaan obat untuk
menangani stress, interaksi dengan orang yang terdekat, menangis, kontak mata,
metode koping yang biasa digunakan, efek penyakit terhadap penyakit stress.
Hasil pengkajian pola mekanisme koping tidak menunjukkan masalah, pasien
mengatakan sebelum sakit untuk menghilangkan stress pasien beribadah dan
berdoa kepada Allah SWT, dan selama sakit pasien mengatasi masalah dengan
berkomunikasi dengan keluarga. (Cholik Harun, 2011)
Pola nilai dan keyakinan adalah menggambarkan dan menjelaskan pola
nilai, keyakinan termasuk spiritual.Menerangkan sikap dan keyakinan pasien
dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya.Agama, kegiatan
keagamaan dan budaya, berbagi dengan orang lain, bukti melaksanakan nilai
dan kepercayaan, mencari bantuan spiritual dan pantangan dalam agama selama
sakit.Hasil pengkajian pola nilai dan keyakinan tidak menunjukkan masalah,
pasien mengatakan beragama Islam dan taat beribadah. (Cholik Harun, 2011)
Pengkajian berikutnya dengan pemeriksaan fisik pada pasien.Pemeriksaan
fisik adalah pemeriksaan harus dirancang sesuai kebutuhan pasien, pemeriksaan
fisik lengkap dilakukan sebagai skrining rutin untuk meningkatkan perilaku
sejahtera dan sebagai tindakan kesehatan preventif, untuk menentukan
pemenuhan persyaratan asuransi kesehatan layanan militer atau pekerjaan baru
dan untukpenerimaan dirumah sakit atau fasilitas perawatan jangka panjang.
Perawat menggunakan pengajian fisik untuk alasan berikut ini :
1. Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan pasien
70
2. Untuk menambah, mengonfirmasi atau menyangkal data yang diperoleh
dalam riwayat keperawatan
3. Untuk mengonfirmasi dan memngidentifikasi diagnosa keperawatan
4. Untuk membuat penilaian pasien tentang perubahan status kesehatan
pasien dan penatalaksanaannya
5. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi,
tidak ada maslah secara keseluruhan dari hasil pemeriksaan fisik pada
Tn.M.Inspeksi adalah proses observasi perawat menginspeksi bagian tubuh
untuk mendektesi karakteristik normal atau tanda fisik yang signifikan. Untuk
menggunakan inspeksi secara efektif, perawat mengobservasi prinsip berikut
ini : 1) pastikan tersedia pencahayaan yang baik, 2) posisikan dan pajankan
bagian tubuh sedemikian rupa sehingga semua permukaan dapat dilihat, 3)
inspeksi setiap area untuk ukuran, warna, kesimetrisan, posisi, dan
abnormalitas, 4) jika mungkin, bandingkan setiap area yang di inspeksi
dengan area yang sama disisi tubuh yang berlawanan, 5) gunakan lampu
tambahan (missal, senter) untuk menginspeksi rongga tubuh. Palpasi adalah
pengkajian lebih lanjut terhadap bagian tubuh dilakukan melalui indra peraba
melalui palpasi tangan dapat dilakukan pengukuran yang lembut dan sensitive
terhadap tanda fisik, termasuk ketahanan, kekenyalan, kekasaran, tekstur, dan
mobilitas. Perkusi adalah perkusi melibatkan pengetahuan tubuh dengan
ujung-ujung jari guna mengevaluasi ukuran, batasan, dan konsistensi organ-
organ tubuh dan menemukan adanya cairan didalam rongga tubuh melalui
71
perkusi, lokasi, ukuran, dan densitas struktur dapat ditentukan.Perkusi
membantu memastikan abnormalitas yang dari pemeriksaan sinar x atau
pengkajian melalui palpasi dan auskultasi.Auskultasi adalah mendengarkan
bunyi yang dihasilkan oleh tubuh beberapa bunyi dapat didengar dengan
telinga tanpa alat bantu, meskipun sebagaian besar bunyi hanya dapat didengar
dengan stetoskop untuk mengauskultasi dengan benar, dengarkan bunyi
tersebut ditempat tubuh. Dengarkan adanya bunyi dan
karakteristiknya.Pemeriksaan fisik pada Tn.M diperkuat dengan pemeriksaan
neurologis 12 saraf kranial.Pemeriksaan neurologis pada pasien menunjukkan
seluruhnya dari 12 saraf kranial tidak mengalami masalah. Pemeriksaan
neurologis adalah terdapat 12 pasang saraf kranial yang keluar dari permukaan
bawa otak melalui foramina kecil, saraf kranial diberi nomer sesuai dengan
urutan keluarnya yaitu dari depan kebelakang. Saraf kranil terdiri dari serabut
aferen atau eferen, dan beberapa memiliki kedua serabut tersebut dan dikenal
nama serabut campuran, sel serabut aferen terdapat pada ganglia diluar batang
otak, sedangkan badan sel eferen terdapat pada nuclei batang otak. Saraf-saraf
kranial tidak diperiksa menurut urutannya, tetapi diperiksa menurut fungsinya.
Berikut ini dapat membantu menghapalkan fungsi saraf kranial sebagai
motoric (M), sensorik (S), atau keduanya (B), some (I) say (II) marry (IV),
But (V), My (VI) Brother (VII) Say (VIII) Bad (IX) Marry (XI) Money (XII).
(Potter and Perry, 2005)
Pemeriksaan laboratorium adalah suatu tindakan dan prosedur
pemeriksaan khusus dengan mengambil bahan atau sampel dari penderita
72
(pasien), yang bisa berupa urine (air kencing), darah, sputum (dahak), dan
sebagainya untuk menentukan diagnosis atau membantu menetukan diagnosis
penyakit bersama dengan tes penunjang lainnya, anamnesis, dan pemeriksaan
lainnya yang diperlukan. Pada hasil pemeriksaan laboratorium yang tidak
normal pada haemoglobin 8.7 g/dL (nilai normal 12.0-15.6 g/dL) karena
penderita pucat, pusing (oksigen yang disuplai darah keotak kurang), merasa
capat lelah. Haemoglobin (Hb) rendah adalah berarti bahwa kandungan Hb
sebagai zat pengikat oxygen dalam darah memiliki kadar rendah yang
akibatnya penderita pucat, pusing (oksigen yang suplai darah ke otak kurang),
merasa cepat lelah dan sebagainya. Pada kondisi tertentu, dimana suplai
nutrisi dan O2 tidak sampai ke sel, tubuh akhirnya tidak dapat memproduksi
energy yang banyak mengakibatkan respon tubuh yang lemah, dan lemas
(Evelyn, 2009).
Terapi medik adalah proses pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk
memulihkan atau mengoptimalkan kemampuan seseorang setelah mengalami
gangguan kesehatan yang berakibat pada penurunan kemampuan fisik.
Hipertensi dapat diatasi dengan memodifikasi gaya hidup. Pengobatan
dengan anti hipertensi diberikan jika modifikasi gaya hidup tidak berhasil.
Tekanan darah harus diturunkan agar tidak mengganggu fungsi ginjal, otak,
jantung maupun kualitas hidup.Pengobatan hipertensi biasanya
dikombinasikan dengan beberapa obat dierutik, misalnya Tablet
Hydrochlorothiazide (HCT) dan Lasix (Furosemide). Merupakan golongan
obat hipertensi dengan proses pengeluaran cairan tubuh via urine. Beta-
73
blockers Atenolol (Tenorim), capoten (Captropil). Merupakan obat yang
dipakai dalam upaya pengontrolan tekanan darah melalui proses
memperlambat jantung dan memperlebar pembeluh darah. Calcium channel
blockers, Norvasc (Amlodipine). Merupakan salah satu obat yang bisa dipakai
dalam pengontrolan darah tinggi melalui proses relaksasi pembuluh darah
yang juga memperlebar pembuluh darah (Pudiastuti, 2013).
Terapi farmakologi pada Tn.M saat diruang Anyelir adalah captropil 2x25
mg, yaitu sebagai diuretik yang merupakan obat hipertensi dan proses
pengeluaran tubuh via urin.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon individu,
keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan yang
aktual / potensial yang merupakan dasar untuk memilih intervensi keperawatan
untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab perawat (Dermawan,
2012).
Diagnosa yang mungkin muncul pada penderita hipertensi adalah
gangguan rasa nyaman nyeri atau sakit kepala berhubungan peningkatan
tekanan vaskuler serebal, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
fisik, gangguan perubahan pola nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan masalah berlebihan kebutuhan metabolik, resiko tinggi terhadap
penurunan jantung berhubungan dengan peningkatan afterload vasokontriksi,
dan cemas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit.
Hipertensi kadang-kadang berjalan tanpa gejala. Gejala lain yang ditemukan
74
adalah sakit kepala, epitaksis, pusing atau migran, telinga berdengung, rasa berat
ditengkuk, sukar tidur dan kebiasaan hidup (Wijayaningsih, 2013).
Data fokus yang didapatkan pada tanggal 04 Januari 2016 antara lain data
subyektif pasien mengatakan nyeri kepala, penyebabnya karena peningkatan
tekanan darah, rasanya cekot-cekot, skala nyeri 7, nyeri datang sewaktu-waktu.
Data obyektif yang diperoleh oleh pasien tampak menahan kesakitan dan
ekspresi wajah tampak pucat, tekanan darah 180/100 mmHg, frekuensi nadi 88
kali per menit, Frekuensi pernafasan 18 kali per menit, suhu 37,5C. Berdasarkan
analisa data masalah nyeri akut dan etiologinya adalah agen cidera biologis :
peningkatan tekanan darah. Diagnosa Keperawatannya yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera biologis : peningkatan tekanan darah.
Menurut Heather (2012), nyeri akut yaitu pengalaman sensori dan
emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan
yang aktual atau potesial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian
rupa (International Association for The Study of Pain): awitan yang tiba-tiba ata
lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi
atau prediksi dan berlangsung < 6 bulan. Hasil pengkajian pasien mengatakan P
(Provocate) Tn.M mengatakan nyeri saat bergerak, Q (Quality) Tn.M
mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, R (Region) Tn.M mengatakan nyeri
dibagian kepala, S (Skala) Tn.M mengatakan nyeri skala 7, T (Time) Tn.M
mengatakan nyeri datang sewaktu-waktu.
Diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.Nyeri akut
adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan
75
muncul akibat kerusakan jaringan aktual dan pontesial atau gambaran dalam hal
kerusakan yang sedemikian rupa (International for the study of pain), awitan
yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat dengan akhir
yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari 6
bulan.(Wilkinson, 2010).
Batas karakteristik nyeri akut sendiri menurut (Wilkinson, 2010) yaitu
perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi pernafasan, perubahan selera
makan perilaku berjaga-jaga atau perilaku melindungi daerah yang nyeri,
dilatasi pupil, fokus pada diri sendiri, indikasi nyeri yang dapat diamati,
perubahan posisi untuk menghindari nyeri, gangguan tidur, melaporkan nyeri
secara verbal.
Data fokus yang didapatkan pada tanggal 4 Januari 2016 antara lain data
subjektif pasien mengatakan kepalanya pusing, akan bertambah pusing ketika
bergerak atau beraktivitas, pasien mersa lemah dan lemas. Data obyektif yang
diperoleh pasien terlihat lemah, berbaring di tempat tidur, tidak banyak
bergerak, HB 8,7 g/DL. Haemoglobin (HB) rendah adalah berarti bahwa
kandungan HB sebagai zat pengikat oxygen dalam darah memiliki kadar rendah
yang akibatnya penderita pucat, pusing (oksigen yang disuplai darah ke otak
kurang). Merasa cepat lelah dan sebagainya. Pada kondisi tertentu, dimana
suplai nutrisi dan O2 tidak sampai ke sel, tubuh akhirnya tidak dapat
memproduksi energi yang banyak mengakibatkan respon tubuh berupa
intoleransi aktifitas (Wilkinson, 2010).
76
Diagnosa Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan
umum.Intoleransi Aktivitas adalah ketidak cukupan energi psikologis dan
fisologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-
hariyang harus atau yang diinginkan (Wilkinson, 2010).
Perumusan masalah keperawatan yang diambil penulis Intoleransi
Aktivitas yang telah disesuaikan dengan diagnosa NANDA. Penulis
mencantumkan masalah intoveransi aktivitas dengan alasan mengacu pada data
pengkajian yaitu data subyektif antara lain pasien mengatakan kepala cekot-
cekot, pasien mengatakan lemah dan lemas, aktivitas dan latihan di bantu oleh
keluarga. Dan data obyektif diperoleh pasien tampak lemah, pasien bisa
beraktivitas diatas tempat tidur.Tekanan darah 180/100 mmHg, frekuensi nadi
88 kali per menit, frekuensi pernafasan 18 kali per menit, suhu 37,5C.batasan
karakteristik intoleransi aktivitas meliputi respon tekanan darah abnormal
terhadap aktivitas, respon aktivitas jantung abnormal terhadap aktivitas,
ketidaknyamanan setelah beraktivitas, menyatakan merasa letih dan lemah
(Wilkinson, 2010).
Pada masalah keperawatan yang ketiga Defisiensi pengetahuan.Menurut
Heather 2012, defisiensi pengetahuan merupakan defisiensi informasi kognitif
yang berkaitan dengan topik tertentu. Data yang didapatkan dari penulis saat
pengkajian, Tn.M mengatakan tidak tahu bahwa dirinya menderita Hipertensi,
Tn.M sebelumnya belum pernah dirawat dirumah sakit,dan Tn.M hanya lulusan
SD. Tn.M jarang melakukan kontrol tekanan darah dan pertama kali Tn.M
dirawat dirumah sakit karena Hipertensi. Diagnosa yang muncul apabila ada
77
batasan karakteristik berupa ketidakakuratan mengikuti perintah, berperilaku
hiperbola, perilaku tidak tepat seperti hysteria, pengngkapan masalah (Heather,
2012).
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau rencana yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan
dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat
dilaksanakan dengan SMART, Spesifik, Measurable, Acceptance, Rasional dan
Timing. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi fokus keperawatan kepada
pasien atau kelompok, untuk membedakan tanggung jawab perawat dengan
profesi kesehatan lain, untuk menyediakan suatu kriteria guna pengulangan dan
evaluasi keperawatan, untuk menyediakan kriteria dan klasifikasi pasien
(Dermawan, 2012).Pembahasan dari intervensi yang meliputi tujan, kriteria
hasil dan tindakan yaitu pada diagnosa keperawatan.Rencana Asuhan
keperawatan dilakukan pada tanggal 04 Januari 2016.
Diagnosa keperawatan yang pertama nyeri akut dengan tujuan umum nyeri
hilang atau berkurang dengan kriteria hasil skala nyeri 7-3, pasien tidak
meringis kesakitan dan tanda-tanda vital dalam batas normal (tekanan darah
100-120/60-80 mmHg, nadi 60-100x per menit, pernafasan 16-20x per menit)
(Wilkinson, 2007). Tujuan khusus setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x8 jam pasien mampu menggunakan teknik nonfarmakologi
(melakukan teknik relaksasi otot progresif menurut Jacobson) dan tekanan darah
dapat menurun.
78
Intervensi atau rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan pada
diagnosa keperawatan nyeri akut berdasarkan NIC dan kriteria hasil NOC
adalah lakukan pengkajian nyeri PQRST secara komprehensif, rasional
mengetahui kualitas nyeri yang dirasakan pasien. Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan, rasionalnya mengetahui berapa besar skala nyeri
pasien.Kurangi faktor presitipasi penyebab nyeri, rasionalnya mengurangi nyeri
yang dirasakan.Kaji KU dan vital sign, rasionalnya mengetahui status
kesehatan.Ajarkan teknik nonfarmakologi (teknik relaksasi otot progresif
Jacobson), rasionalnya mengalihkan nyeri yang dirasakan pasien.Kolaborasi
dengan dokter pemberian analgetik, rasionalnya dengan kolaborasi dapat
mengurangi nyeri dengan farmakologi (Nurarif, 2013).
Teknik relaksasi otot progresif Jacobson merupakan salah satu teknik
pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem syaraf simpatetis dan
parasimpatetis (Triyanto, 2014). Menurut Shinde dkk (2013), teknik relaksasi
otot progresif Jacobson adalah suatu teknik yang dapat dipelajari dan digunakan
untuk mengurangi atau menghilangkan ketegangan sehingga dapat
menimbulkan rasa nyaman.
Alasan penulis memilih rencana keperawatan teknik relaksasi otot
progresif Jacobson adalah teknik ini merupakan metode relaksasi yang sangat
mudah dalam pelaksanaannya dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa harus
berfikir ragu, Teknik ini diyakini mampu menurunkan nyeri dan menurunkan
tekanan darah apabila dilakukan secara terartur.
79
Perancanaan untuk diagnosa Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan umum mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x8 jam pasien mampu beraktivitas secara mandiri dengan hasil yang
diharapkan pasien tidak lemah, mampu beraktivitas secara mandiri dan Hb
dalam batas normal (12,0-15,6 g/dL). Tindakan yang direncanakan antara lain
kaji aktivitas, berikan dorongan untuk beraktivitas dengan rasional untuk
melatih pasien untuk aktivitas secara mandiri. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
dengan rasional untuk memenuhi kebutuhan ADL (activity daily life).Kolaborasi
dengan tenaga laboratorium dengan rasional untuk mengetahui Hb pasien.
(Wilkinson, 2007)
Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan oleh perawat untuk
mengatasi masalah keperawatan intoleransi aktivitas adalah mengkaji aktivitas
pasien. Tindakan keperawatan selanjutnya yang dilakukan adalah berikan
dorongan untuk beraktivitas dan berikan bantuan sesuai kebutuhan karena
meminimalkan aktivitas pasien agar tidak terjadi peningkatan tekanan darah
yang akan mengakibatkan nyeri kepala pasien bertambah, dan tindakan
keperawatan selanjutnya yang dilakukan adalah kolaborasi dengan tenaga
laboratorium untuk mengecek Hb pasien, karena pemeriksaan darah oleh tenaga
laboratorium dilakukan sehari sekali.
Perencanaan untuk diagnosa defisiensi pengetahuan kurang pajanan
(informasi penyakit Hipertensi). Tujuan dan intervensinya adalah setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam diharapkan pasien mampu
memahami informasi penyakit Hipertensi dengan kriteria hasil yaitu pasien
80
mengatakan mengerti tentang penyakit Hipertensi, penyebab, tanda gejala dan
terapi untuk Hipertensi.
Kriteria hasil untuk defisiensi pengetahuan menurut Heather (2012),
pasien mengatakan paham tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program
pengobatan, pasien mampu melaksanakan prosedur yang sudah perawat jelaskan
secara bener dan pasien bisa menjelaskan ulang yang dijelaskan perawat atau
tim kesehatan yang lainnya.
Intervensinya antara lain penggambaran tanda dan gelaja yang bisa muncul
pada penyakit dengan cara yang tepat untuk mengetahui tanda dan gejala yang
bisa muncul pada penyakit, pengidentifikasian kemungkinan penyebab dengan
cara yang tepat untuk mengetahui penyebab pada penyakit, diskusikan
perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang, rasionalnya mengetahui cara mencegah komplikasi dan
diskusikan pilihan terapi atau penanganan untuk mengetahui terapi yang tepat
pada penyakit.
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah komponen dari proses keperawatan, kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperwatan dilakukan dan diselesaikan
(Potter and Perry, 2005).
Implementasi yang dilakukan pada Tn.M selama 3 hari pengelolaan.
Implementasi yang dilakukan selama 3 hari yaitu mengkaji nyeri, memonitor
81
TTV, mengkaji aktivitas, mengkaji aktivitas bertahap, mengkaji tingkat
pengetahuan, memberikan relaksasi otot progresif Jacobson.
Tindakan pertama penulis mengkaji nyeri dilakukan setiap pagi dan
siang.Pengkajian nyeri pada hari pertama dengan skala 7, sedangkan hari kedua
menjadi skala 5, dan sedangkan hari ketiga menjadi skala 3.Nyeri bersifat
subyektif dan nyeri kepala pasien hipertensi umunya hilang timbul, sehingga
penulis sering melakukan pengkajian nyeri.
Tindakan yang kedua mengkaji aktivitas pasien penulis melakukan setiap
pagi, hari pertama pasien tidak bisa melakukan aktivitas karena pasien masih
lemas, dan masih merasa nyeri kepala saat bergerak, hari kedua pasien bisa
berjalan meskipun masih dibantu dengan keluarga dan sudah bisa makan sendiri
karena pasien masih merasakan nyeri kepala, hari ketiga pasien sudah bisa
berjalan tanpa bantuan keluarga dan sudah mandiri karena pasien sudah tidak
merasakan nyeri kepala dan badan sudah tidak lemas.
Tindakan yang ketiga mengajarkan aktivitas secara bertahap penulis
melakukan tindakan setiap pagi dan siang, hari pertama pasien melakukan
bedrest karena pasien butuh istirahat untuk mengurangi rasa nyeri pada kepala,
hari kedua menganjurkan keluarga pasien untuk membantu kebutuhan klien
karena pasien masih merasakan nyeri kepala dan aktivitas perlu dibantu, hari
ketiga pasien sudah bisa melakukan aktivitas mandiri karena sudah tidak
merasakan nyeri kepala dan badan sudah terasa sehat.
Tindakan yang keempat mengkaji tingkat pengetahuan penulis melakukan
setiap siang hari sesudah melakukan teknik relaksasi otot progresif Jacobson,
82
hari pertama pasien belum tahu penyakit yang dideritanya karena pasien kurang
pengetahuan sehingga tidak tahu penyakit yang dideritanya, hari kedua pasien
sedikit mengerti dengan penyakitnya karena perawat memberitahu tentang
penyakit yang derita oleh pasien, hari ketiga pasien sudah mengerti dengan
penyakit yang dideritanya dan pasien akan menjaga kesehatannya.
Tindakan yang kelima memonitor TTV pasien melakukan setiap pagi dan
siang, hari pertama vital sign pasien tekanan darah 180/100 mmHg, nadi
88x/menit, pernafasan 18x/menit, suhu 37,5C, yang kedua vital sign pasien
tekanan darah 170/90 mmHg, nadi 85x/menit, suhu 37C, pernafasan 20x/menit.
Hari kedua vital sign pasien tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 83x/menit, suhu
36,3C, pernafasan 20x/menit, yang kedua vital sign pasien tekanan darah 150/80
mmHg, nadi 85x/menit, suhu 36C, pernafasan 20x/menit. Hari yang ketiga vital
sign pasien tekanan darah 145/80 mmHg, nadi 87x/menit, suhu 36,3C,
pernafasan 20x/menit, yang kedua vital sign pasien tekanan darah 130/80
mmHg, nadi 87x/menit, suhu 36C, pernafasan 20x/menit.
Tanda-tanda vital adalah pengkururan yang paling sering dilakukan oleh
praktisi kesehatan adalah pengukuran suhu, nadi, tekanan darah, frekuensi
pernafasan dan saturasi menandakan keefektifan sirkulasi, respirasi, fungsi
neural dan endokrin tubuh karena sangat penting. Suhu tubuh adalah perbedaan
antara jumlah panas yang diproduksi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang
hilang ke lingkungan luar. Tempat pengukur suhu (oral, rektal, aksila,
membrane timpani, esophagus, arteri pulmoner, atau bahakan kandung
kemih).Pengukuran subuh tubuh ditunjukkan untuk memperoleh suhu inti
83
jaringan tubuh rata-rata yang representative, suhu normal rata-rata tergantung
lokasi pengukuran.Nadi adalah aliran darah yang menonjol dan dapat diraba
diberbagai tempat pada tubuh.Nadi merupakan indicator status
sirkulasi.Sirkulasi merupakan alat melalui sel menerima nutrient dan membuang
sampah yang menghasilkan dari metabolisme supaya sel berfungsi secara
normal harus ada aliran darah yang kontinu dan dengan volume sesuai yang
distribusikan darah kesel-sel yang membutuhkan nutrien.Pernafasan adalah
mekanismetubuh menggunakan pertukaran udara antara atmosfer dengan darah
serta darah dengan sel. Pernafasan termasuk ventilasi (pergerakan udara masuk
dan keluar dari paru), disfusi (pergerakan oksigen dan karbondioksida antara
alveoli dan sel darah merah), dan perfusi (distribusi sel darah merah dan kapiler
paru). (Potter and Perry, 2005)
Tekanan darah adalah kekuatan lateral pada dinding arteri oleh darah yang
didorong dengan tekanan dari jantung (Perry&Potter, 2005).
Tekanan darah merupakan ukuran tekanan darah di dalam arteri yang
didapatkan dari setiap denyut jantung.Masalah yang dapat terjadi pada
hipertensi yaitu nyeri kepala, perdarahan pada hindung dan peningkatan tekanan
darah itu sendiri.Peningkatan tekanan darah pada hipertensi harus segera
ditangani karena jika tidak segera dilakukan pengobatan dapat penurunan
kesadaran bahkan koma karena pembekaan otak (Adib, 2011).
Tindakan yang keenam memberikan teknik relaksasi otot progresif
Jacobson dilakukan sebelum diberikan obat dan sebelum makan dan dilakukan
selama 30 menit, hari pertama pasien merasa rileks setelah dilakukan teknik
84
relaksasi otot progresif Jacobson dan tekanan darah menurun dari 180/100
mmHg menjadi 170/90 mmHg, hari kedua pasien melakukan teknik relaksasi
otot progresif Jacobson pasien merasa rileks dan tekanan darah menurun dari
160/90 mmHg menjadi 150/80 mmHg, hari ketiga pasien melakukan teknik
relaksasi otot progresif Jacobson pasien merasakan rileks dan nyeri sudah
berkurang, tekanan darah pasien normal dari 145/80 mmHg menjadi 130/80
mmHg.
Teknik relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik pengelolaan
diri yang didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatetis dan parasimpatetis.
Teknik relaksasi dapat dilakukan mengurangi ketegangan, insomnia dan asma
serta dapat dilakukan pada penderita hipertensi (Ramdhani, 2009).Dalam
penelitian Shinde dkk pada tahun 2013 bahwa teknik relaksasi otot progresif
Jacobson diperkenalkan oleh Edmund Jacobson tahun 1938.Menurut Soewondo
(2009) dalam Resti (2014), relaksasi otot progresif Jacobson adalah suatu teknik
yang dapat dipelajari dan digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan
ketegangan sehingga dapat menimbulkan rasa nyaman.
Teknik relaksasi otot progresif Jacobson dapat membantu mengendalikan
tekanan darah pada pasien hipertensi, terlepas dari tingkat awal hepertensi
dengan tindakan sederhana yaitu meregangkan otot (Shinde dkk, 2013).Hal
tersebut disebabkan karena respon relaksasi bekerja lebih dominan pada sistem
saraf parasimpatik, sehingga mengendorkan sistem saraf yang tegang.Saraf
parasimpatik berfungsi mengendalikan pernafasan dan denyut jantung untuk
tubuh menjadi rileks. Ketika respon relaksasi dirasakan oleh tubuh, maka akan
85
memperhambat detak jantung sehingga dalam memompa darah ke seluruh tubuh
menjadi efektif dan tekanan darah pun menurun(Junaidi, 2010).
Dari hasil jurnal penelitian yang dilakukan oleh Shinde dkk pada tahun
2013, terdapat perbedaan yang signitifkan pada tekanan darah sebelum
dilakukan teknik relaksasi otot progresif Jacobson dengan setelah dilakukan
teknik tersebut yaitu terjadinya penurunan tekanan darah 10 mmHg.Prosedur
teknik relaksasi otot progresif Jacobson yaitu dengan tidur terlenteng, menutup
mata dan tarik nafas dan tarik nafas dalam-dalam.Teknik tersebut dilakukan
selama 30 menit.Setelah 30 menit, untuk mengetahui keefektifan teknik
relaksasi otot progresif Jacobson dilakukan pengukuran tekanan darah dalam
posisi duduk dan pengukuran nadi (Shinde dkk, 2013).Prosedur yang dilakukan
oleh penulis pada Tn.M sesuai dengan prosedur Shinde dkk pada tahun 2013.
Keefektifan teknik relaksasi otot progresif Jacobson dalam menurunkan
tekanan darah dapat dilihat dari hasil pengukuran tekanan darah. Sebelum
dilakukan teknik relaksasi otot progresif Jacobson tekanan darah 180/100
mmHg, setelah dilakukan teknik relaksasi otot progresif Jacobson yang pertama
tekanan darah Tn.M menjadi 170/90 mmHg, yang kedua 150/80 mmHg, dan
yang ketiga 130/80 mmHg.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan asuhan keperawatan antara dasar
tujuan keperawatan pasien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku pasien
yang tampil. Tujuannya dari evaluasi antara lain untuk menentukan
86
perkembangan kesehatan pasien, menilai efektifitas dan efisiensi tindakan
keperawatan, mendapatkan pelaksanan pelayanan kesehatan (Dermawan, 2012).
Evaluasi yang dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan kondisi pasien
dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan
SOAP, subjective, objective, analisa, planning. (Deden, 2012)
Evaluasi hari pertama masalah nyeri akut belum teratasi, pasien
mengatakan kepala terasa seperti ditusuk-tusuk dibagian kepala saat bergerak,
skala nyeri 7, nyeri datang sewaktu-waktu, data objektif klien tampak meringis
kesakitan, klien tampak memegang kepala, pasien tampak lemah, dilakukan
tindakan keperawatan teknik relaksasi otot progresif Jacobson, tekanan darah
170/90mmHg, nadi 85x/menit, suhu 37C, pernafasan 20x/menit.
Evaluasi hari pertama masalah intoleransi aktivitas belum teratasi, pasien
mengatakan badan masih terasa lemah, rasa tidak nyaman saat digerakan, data
objektif pasien tampak lemah, dilakukan tindakan yang membatasi aktivitas dan
istirahat dibantu oleh keluarga, tekanan darah 170/90mmHg, nadi 85x/menit,
suhu 37C, pernafasan 20x/menit, Hb: 8.7 g/DL.
Evaluasi hari pertama masalah defisiensi pengetahuan belum teratasi,
pasien mengatakan tidak tahu dirinya penderita hipertensi, data objektif pasien
tampak tidak paham dengan penyakitnya, dilakukan tindakan bantu pasien untuk
mengidentifikasi faktor resiko tinggi yang berhubungan hipertensi.
Evaluasi hari kedua masalah nyeri akut teratasi sebagian, pasien
mengatakan kepala terasa seperti ditusuk-tusuk dibagian kepala saat bergerak,
skala nyeri 5, nyeri datang sewaktu-waktu, data objektif pasien tampak meringis
87
kesakitan, dilakukan tindakan keperawatan teknik relaksasi otot progresif
Jacobson, tekanan darah 150/80mmHg, nadi 85x/menit, suhu 36C, pernafasan
20x/menit.
Evaluasi hari kedua masalah intoleransi aktivitas teratasi sebagian, pasien
mengatakan badan terasa segar dan mulai berjalan, data objektif pasien tampak
bisa berjalan ke WC dibantu keluarga, pasien bisa makan sendiri, dilakukan
tindakan beri support sesuai aktivitas, anjurkan keluarga untuk membantu
pemenuhan kebutuhan pasien, tekanan darah 150/80mmHg, nadi 85x/menit,
suhu 36C, pernafasan 20x/menit.
Evaluasi hari kedua masalah defisiensi pengetahuan teratasi sebagian,
pasien mengatakan sedikit mengerti dengan penyakitnya, data objektif pasien
tampak sedikit mengerti yang dijelaskan oleh perawat, dilakukan tindakan bantu
pasien untuk mengidentifikasi faktor resiko tinggi yang berhubungan hipertensi.
Evaluasi hari ketiga masalah nyeri akut teratasi, pasiem mengatakan
kepala terasa seperti ditusuk-tusuk dibagian kepala saat bergerak, skala nyeri 3,
nyeri datang sewaktu-waktu, data objektif pasien tidak meringis kesakitan, tidak
memegang kepala, tampak sehat, tampak rileks, dilakukan tindakan
keperawatan teknik relaksasi otot progresif Jacobson, tekanan darah
130/80mmHg, nadi 82x/menit, suhu 36C, pernafasan 20x/menit.
Evaluasi hari ketiga masalah intoleransi aktivitas teratasi, pasien
mengatakan badan terasa segar dan mulai berjalan, data objektif klien tampak
sehat, badan terasa bugar, dan bisa berjalan, dilakukan tindakan beri support
sesuai aktivitas, anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan kebutuhan
88
pasien, tekanan darah 130/80mmHg, nadi 82x/menit, suhu 36C, pernafasan
20x/menit.
Evaluasi hari ketiga masalah defisiensi pengetahuan teratasi, pasien
mengatakan sudah mengerti dengan penyakitnya dan akan memperhatikan
kesehatannya, data objektif pasien tampak sudah paham dengan penyakitnya
dan sudah paham apa yang dijelaskan oleh perawat, dilakukan tindakan bantu
pasien untuk mengidentifikasi faktor resiko tinggi yang berhubungan hipertensi.
Hasil evaluasi selama 3 hari pemberian teknik relaksasi otot progresif
Jacobson pada Tn.M dengan hipertensi dan dapat menurunkan tekanan darah
dari tekanan darah 180/100 mmHg menjadi 130/80 mmHg.
Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan pasien dengan hipertensi
(Sudarta, 2013) : 1) Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan
darah, 2) Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil, 3) Melaporkan
peningkatan dalam intoleransi aktivitas yang dapat diukur, 4) Melaporkan nyeri
hilang atau terkontrol, 5) Menunjukkan perubahan pola makan, baik kualitas
maupun kuantitas, 6) Mempertahankan berat badan yang diinginkan dengan
memelihara kesehatan optimal, 7) Mengidentifikasi efek samping obat dan
kemungkinan komplikasi.
88
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pengkajian
Hasil pengkajian pada Tn.M dengan hipertensi adalah pasien
mengatakan kepala terasa seperti ditusuk-tusuk dan sakit apabila
digerakkan, P: pasien mengatakan nyeri saat digerakkan, Q: pasien
mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: pasien mengatakan nyeri
dibagian kepala, S: pasien mengatakan skala nyeri 7, T: pasien
mengatakan nyeri datang sewaktu-waktu. pasien tampak memegang
kepala, meringis kesakitan, lemah, tekanan darah 180/100mmHg, nadi
88x/menit, suhu 37,5C, pernafasan 18x/menit.
2. Diagnosa
Hasil perumusan Diagnosa Keperawatan pada Tn.M dengan
hipertensi adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
(peningkatan tekanan darah), intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan, defisiensi pengetahuan berhubungan dengan pajanan:
informasi penyakit hipertensi.
3. Intervensi
Intervensi yang dibuat oleh penulis pada diagnosa pertama lakukan
pengkajian nyeri PQRST secara komprehensif untuk mengetahui
kualitas nyeri yang dirasakan pasien, observasi reaksi nonverbal dari
89
ketidaknyamanan untuk mengetahui skala nyeri, kurangi faktor
presipitas penyebab nyeri untuk mengurangi nyeri yang dirasakan, kaji
keadaan umum dan vital sign untuk mengetahui status kesehatan,
ajarkan teknik relaksasi otot progresif Jacobson untuk merilekskan
otot dan mengurangi nyeri, kolaborasi dengan dokter pemberian
analgetik untuk mengurangi nyeri dengan teknik farmakologi.
Diagnosa kedua kaji respon pasien terhadap aktifitas dan
perhatikan frekuensi nadi untuk mengetahui respon fisiologi terhadap
stress aktifitas, intruksikan pasien tentang penghematan energi untuk
mengurangi penggunaan energi juga membantu keseimbangan antara
suplai O2 berikan dorongan untuk melakukan aktifitas perawatan diri
bertahap untuk kemajuan aktivitas terhadap kerja jantung tiba-tiba.
Diagnosa ketiga kaji pengetahuan pasien terhadap penyakit yang
dideritanya, untuk mengetahui respon sejauh mana pasien paham
dengan penyakitnya yang dideritanya.
4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan penulis, meliputi mengkaji nyeri,
mengobservasi tanda-tanda vital, memberikan posisi yang nyaman,
mengajarkan teknik relaksasi otot progresif Jacobson, mengkaji
aktivitas dan latihan pasien.Mengajarkan teknik relaksasi otot
progresif Jacobson dengan tujuan pasien mampu menurunkan skala
nyeri pada hipertensi dengan relaksasi otot progresif Jacobson.
90
5. Evaluasi
Evaluasi hari pertama pada diagnosa pertama S:kepala pusing,
kepala terasa cekot-cekot, P: Tn.M mengatakan nyeri kepala saat
digerakkan, Q: Tn,M mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: Tn.M
mengatakan nyeri dibagian kepala, S: skala nyeri 7, T: Tn.M
mengatakan nyeri datang sewaktu-waktu, O: Tn.M tampak memegang
kepala, meringis kesakitan, lemah, tanda-tanda vital tekanan darah
180/100 mmHg, nadi 88x/menit, suhu 37,5x/menit, pernafasan
18x/menit, A: masalah belum teratasi, P: lanjutkan intervensi kaji skala
nyeri PQRST, anjurkan teknik relaksasi.
Evaluasi pada diagnosa kedua S: Tn.M mengatakan badan terasa
lemas, rasa tidak nyaman saat digerakkan, dan hanya bisa berbaring
saja, O: Tn.M tampak aktifitas masih dibantu dengan keluarga, pasien
tampak lemah, A: masalah belum teratasi, P: lanjutkan tindakan kaji
dalam aktivitas, beri support sesuai kebutuhan, anjurkan keluarga
untuk membantu kebutuhan pasien.
Evaluasi pada diagnosa ketiga S:Tn.M mengatakan tidak tahu
dengan penyakit yang dideritanya. O: Tn.M tampak tidak paham
dengan penyakit yang dideritanya, A: masalah belum teratasi, P:
lanjutkan tindakan kaji pengetahuan pasien, bantu pasien untuk
mengidentifikasi faktor resiko tinggi yang berhubungan hipertensi.
Evaluasi hari kedua untuk diagnosa pertama S: P: Tn.M
mengatakan nyeri di kepala saat digerakkan, Q: nyeri seperti ditusuk-
91
tusuk, R: Tn.M mengatakan nyeri di bagian kepala, S: nyeri skala 5, T:
Tn.M mengatakan nyeri datang sewaktu-waktu, O: Tn.M tampak
meringis kesakitan, tampak lemah dan lemas, tekanan darah
150/80mmHg, suhu 36C, nadi 85x/menit, pernafasan 20x/menit, A:
masalah teratasi sebagian, P: lanjutkan tindakan kaji tingkat nyeri,
monitor tanda vital, beri tindakan yang dapat menguragi nyeri kepala
seperti pemberian teknik relaksasi, kolaborasi pemberian analgetik.
Evaluasi untuk diagnosa kedua S: Tn.M mengatakan badan sedikt
lemas, dan sedikit pusing, O: Tn.M tampak bisa melakukan makan dan
minum sendiri, A: masalah teratasi sebagian, P: lanjutkan tindakan kaji
kemampuan aktivitas, beri support sesuai kebutuhan, anjurkan
keluarga untuk membantu pemenuhan kebetuhan pasien.
Evaluasi untuk diagnosa ketiga S: Tn.M mengatakan sedikit
mengerti dengan penyakit yang dideritanya, O: Tn.M tampak sudah
paham dengan penyakit yang dideritanya dan bisa sedikt menjelaskan
yang dijelaskan oleh perawat, A: masalah teratasi sebagian, P:
lanjutkan tindakan kajin pengetahuan pasien, bantu pasien untuk
mengidentifikasi faktor resiko tinggi yang berhubungan dengan
hipertensi.
Evaluasi hari ketiga untuk diagnosa yang pertama S: P: Tn.M
mengatakan nyeri kepala saat digerakkan, Q: nyeri seperti ditusuk-
tusuk, R: Tn.M mengatakan nyeri dibagian kepala, S: nyeri skala 3, T:
nyeri datang sewaktu-waktu. O: Tn.M tampak tidak terlihat kesakitan,
92
tampak sehat, tampak rileks dan nyeri selama diberikan terapi relaksasi
otot progresif Jacobson, tekanan darah 130/80mmHg, suhu 36C, nadi
87x/menit, pernafasan 20x/menit, A: masalah teratasi, P: pertahankan
tindakan.
Evaluasi untuk diagnosa yang kedua S: Tn.M mengatakan sudah
sehat, badan terasa bugar dan sudah beraktifitas sendiri, O: Tn.M
tampak sudah bisa berjalan, makan sendiri, mandi sendiri, A: masalah
teratasi, P: pertahankan tindakan.
Evaluasi untuk diagnosa yang ketiga S: Tn.M mengatakan sudah
paham dengan penyakit yang deritanya dan akan memperhatikan
dengan kesehatannya, O: Tn.M tampak paham dan mampu
menjelaskan semuanya yang sudah perawat jelaskan, A: masalah
teratasi, P: pertahankan intervensi.
Hasil analisa dari tindakan mengajarkan teknik relaksasi otot
progresif Jacobson pada Tn.M adalah mampu mengurangi rasa nyeri
pada pasien yang mengalami nyeri akut.Relaksasi sempurna dapat
mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh dan kecemasan sehingga
mencegah menghambatnya stimulasi nyeri. Pemberian relaksasi otot
progresif Jacobson pada Tn.M dapat menurunkan tekanan darah dari
180/100mmHg dapat menjadi 130/80mmHg
93
B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih
berkualitas sehingga dapat menghasilkan perawat yang profesional,
terampil, inovatif, dan bermutu dalam memberikan asuhan
keperawatan secara komprehensif berdasarkan Ilmu dan kode etik
keperawatan.
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan rumah sakitt dapat memberikan pelayanan kesehatan
dan mempertahankan hubungan kerja sama baik anatara tim kesehatan
maupun pasien sehingga dapat menimbulkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan yang optimal pada umumnya dan pasien hipertensi
khususnya.
3. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat
Hendaknya para perawat memiliki tanggung jawab dan
ketrampilan yang baik dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi
khususnya, keluarga, perawat dan tim kesehatan lain mampu
membantu dalam kesembuhan klien serta memenuhi kebutuhan
laninnya.
4. Bagi Penulis
Setelah melakukan tindakan keperawatan pada pasien hipertensi
diharapkan penulis dapat lebih mengetahui cara penanganan pada
94
penyakit hipertensi dan dapat menambah wawasan dalam menangani
masalah keperawatan hipertensi.
95
DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. 2011. Pengetahuan Praktis Ragam Penyakit Mematikan yang Paling
Sering Menyerang Kita. Buku Biru: Yogyakarta
Deden, Dermawan. 2012. Proses Keperawatan. Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Endang T. 2014. Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara
Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Harmono, R. 2010. Pengaruh Relaksasi Otot Progresif terhadap Penurunan
Tekanan Darah Klien Hipertensi Primer di Kota Malang.Tesis.Program Studi Magister
Fakultas Ilmu Keperawtan Universitas Indonesia. Depok
Shinde, N., S. KJ., K. SM., D. Handee, dan V. Bhushan. 2013. Immediate EffectOf
Jacobson’s Progressive Muscular Relaxation in Hypertension, (online),
http://saspublisher.com/wpcontent/uploads/2013/04/SJAMS1280-85.pdf, diakes 23 April
2014 Jam 22.01
Junaidi, I. 2010. Hipertensi.Buana Ilmu Popular. Jakarta
Lanny G. 2012. Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta: Kanisius
Murwani, A. 2009. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Cetakan Kedua. Nuha Offset.
Jogjakarta.
NIC dan NOC. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan DiagnosaMedisDan NANDA, Jilid 2. Medication. Yogyakarta.
Nurarif, AH dan Kusuma, H. 2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Media Action: Jakarta.
Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. CetakanPetama. Nuha Medika.
Yogyakarta
Potter and Perry. 2005. Buku Ajaran Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan
Praktik. Volume 1.Edisi 4. Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Pudiastuti R D. 2013. Penyakit - Penyakit Mematikan. Yogyakrta:Medikal Book.
Purwanto, Bambang. 2012. Hipertensi (Patogenis, Kerusakan TargetOrgan, dan
Penatalaksanaan). UNS Press: Surakarta.
Ramdhani. 2006. Pengembangan Terapi Relaksasi Otot Progrsif. Graha Ilmu:
Yogyakarta.
Saputra, Lyndon. 2013. Pengantar Kebutuhan Manusia. Binapura Aksara: Tanggerang
Selatan.
Smeltzer & Bare. 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.Volume 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta
96
Sudarta.2013. Asuhan Keperawatan klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Gosyen
Publishing: Yogyakarta.
Sudarta.2013. Asuhan Keperawatan klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Gosyen
Publishing: Yogyakarta.
Susilo Y, Wulandari A. 2011. Cara Jitu Mengatasi Darah Tinggi/Hipertensi. CV Andi
Offset: Yogyakarta.
Triyanto, Endang. 2014. Pelayanan Keperawatan bagi PenderitaHipertensi Secara Terpadu.
Graha Ilmu: Yogyakarta.
Wijayaningsih, K. S. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Cetakan Pertama. Trans Info
Media. Jakarta.
Wilkinson, Judith W. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensiNIC dan
kriteria Hasil NOC. EGC: Jakarta.