1
LAPORAN HASIL KEGIATAN
PEMBANGUNAN TAMAN TEKNOLOGI PERTANIAN
KOTA JANTO PROVINSI ACEH
PENANGGUNGJAWAB KEGIATAN :
Dr. Rachman Jaya, S.Pi., M.Si
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH
BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTRIAN PERTANIAN
2015
2
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan : Pembangunan Taman Teknologi Pertanian Kota Jantho Provinsi Aceh
2. Nama Institusi : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh
3. Alamat : Jl. P. Nyak Makam No. 27 lampineung-Banda Aceh Telp. (0651) 7552077, Fax. (0651) 7551811
4. Sumber Dana : DIPA Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh 5. Status Kegiatan : Baru 6. Penanggung Jawab
a. Nama b. Pangkat/Gol. c. Jabatan
: : :
Dr. Rachman Jaya, S.Pi, M.Si. Penata Muda Tk.I (III/d) Peneliti Muda
7. Lokasi : Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh
8. Agroekosistem : Lahan kering, Iklim Basah
9. Tahun mulai : 2015
10. Tahun selesai : 2017
11. Output tahunan : Peningkatan produktivitas komoditas padi sawah, hortikultura dan populasi ternak sapi di kawasan TTP Kota Jantho.
12. Output akhir : Peningkatan ekonomi wilayah di kawasan TTP Kota Jantho
13. Biaya Kegiatan : Rp. 7.500.000.000 (Tujuh milyar lima ratus juta
rupiah)
Mengetahui : Koordinator program
Penanggung Jawab Kegiatan,
Dr. Rachman Jaya, S.Pi., M.Si
NIP. 19740503 200003 1 001
Dr. Rachman Jaya, S.Pi., M.Si.
NIP. 19740503 200003 1 001
Mengetahui : Kepala Balai Besar
Menyetujui Kepala Balai
Dr. Ir. Abdul Basit MS
NIP. 19610929 198603 1 003
Ir. Basri A. Bakar, M.Si.
NIP. 19600811 198503 1 001
3
KATA PENGANTAR
Untuk meningkatkan produktivitas, daya saing dan kemandirian ekonomi salah satu upaya yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian adalah membangun Taman Teknologi Pertanian (TTP). Pada tahun 2015 akan dibangun 16 TTP di berbagai wilayah Indonesia, dimana salah satu diantaranya adalah TTP Kota Jantho di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.
Pemilihan lokasi ini dilakukan oleh Tim Pembangunan TTP Aceh melalui proses seleksi berdasarkan kriteria yang dikeluarkan dari Badan Perencana Pembangunan Nasional (BAPENAS). Ditetapkannya TTP Kota Jantho di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh oleh Tim berdasarkan pada data dukung dari hasil observasi lapang, wawancara dengan pihak Pemerintah Daerah dan dukungan data sekunder.
Keberadaan TTP merupakan wahana yang dapat digunakan untuk mempercepat arus penyampaian teknologi dari Badan Litbang Pertanian kepada para pengguna melalui kegiatan disseminasi dan pendampingan, sekaligus sebagai wahana bernuansa bisnis yang menghasilkan pengusaha baru (UMKM) di bidang pertanian dan bidang lain yang mendukung, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dalam kawasan TTP.
Berdasarkan data potensi dan permasalahan yang ada di kawasan TTP yang diperoleh melalui kegiatan Participatory Rural Appraisal (PRA), Focus Group Discussion (FGD), serta observasi dan penelusuran data sekunder akan dilakukan intervensi beberapa teknologi pertanian berbasis komoditas tanaman pangan, peternakan, perikanan, perkebunan dan hortikultura. Cakupan intervensi sesuai kebutuhan baik secara vertikal hulu-hilir dan horizontal antar komoditas.
Laporan akhir ini dibuat dengan tujuan sebagai tanggung jawab tim terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan, serta sebagai informasi dan umpan balik proses yang dilakukan di TTP Kota Jantho di Kabupaten Aceh Besar. Dengan demikian diharapkan pembangunan TTP dapat memberikan masukan dan berkontribusi langsung untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Banda Aceh, Desember 2015
Tim Pembangunan TTP Kota Jantho
4
RINGKASAN
1. Judul RDHP : Pembangunan Taman Teknologi Pertanian Kota Jantho 2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh
3. Lokasi : Kecamatan Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar 4. Agro Ekosistem : Sawah Irigasi, Lahan Kering
5. Status : Baru
6. Tujuan : A. Melakukan pembangunan fisik di pusat TTP Kota Jantho. B. Melakukan pembangunan fisik berupa jalan usaha tani dan
saluran irigasi di kawasan TTP Kota Jantho. C. Melakukan penerapan inovasi teknologi pada komoditas
padi, hortikultura dan ternak.
D. Melakukan verifikasi, validasi dan legalisasi dokumen kerja sama antara Balitbangtan dengan Pem.Kab. Aceh Besar.
E. Melakukan pelatihan teknis untuk petani pada komoditas komoditas padi, hortikultura dan ternak.
7. Keluaran : A. Tersedianya fasilitas di pusat TTP Kota Jantho. B. Tersedianya fasilitas jalan usahatani dan saluran irigasi di
kawasan TTP Kota Jantho.
C. Teradopsinya inovasi teknologi pertanian pada komoditas padi, hortikultura dan ternak.
D. Terverifikasi, tervalidasi dan terlegalisasinya dokumen kerja sama antara Balitbangtan dengan Pem.Kab. Aceh Besar.
E. Terlaksananya pelatihan teknis untuk petani pada
komoditas padi, hortikultura dan ternak. 8. Hasil : Pada pusat TTP Kota Jantho telah dibangun lima fasilitas yaitu
Lab. Diseminasi, tempat pembuatan pakan dan pupuk organik, tempat pengolahan hasil pertanian dan gudang mekanisasi dan
kandang ternak. Di kawasan TTP Kota Jantho juga telah
dibangun fasilitas fisik seperti pembanguna jalan usaha tani sepanjang 750 meter dan jaringan irigasi dua km. Dari aspek
hukum, dokumen penggunaan lahan untuk pembangunan fisik di pusat TTP Kota Jantho telah tersedia, walaupun masih dalam
bentuk surat keterangan guna pakai, sedangkan sertifikai lahan masih dalam proses penyelesaian oleh Pem.Kab Aceh Besar,
dokumen lainnya berupa SK. Penunjukan lokasi oleh Bupati
Kab. Aceh Besar dan SK. Pelaksana internal oleh BB Biogen sebagai penanggung jawab kegiatan lingkup Kementerian
Pertanian dan BPTP Aceh sebagai pelaksana lapangan. Dari sisi penerapan inovasi teknologi pertanian, telah dilakukan
uji performa VUB padi sebanyak 14 varietas dengan luas lahan
26 ha. Hasil ubinan menunjukkan bahwa VUB Sidenuk tertinggi dengan hasil 10.1 ton/ha, sedangkan terrendah pada Inpari
Blast 7.4 ton/ha, rata-rata hasil 8.83 dengan SD 0.89. Dari uji organoleptik menunjukkan bahwa dari aspek rasa menunjukkan
perbedaan antar VUB pada kepercayaan 95% dengan VUB Inpari 30 dengan nilai tertinggi. Dari aspek aroma dan warna
tidak menunjukkan perbedaan pada kepercayaan 95%. Hasil ini
akan digunakan untuk mereduksi VUB yang dikembangkan di kawasan TTP Kota Jantho. Pada komoditas hortikultura
kegiatan pembuatan demplot tanaman cabai merah, cabai rawit, kacang panjang dan gambas masih pada tahap
pemeliharaan (tanaman berumur 10-30 hari). Luas lahan yang
digunakan 2 ha yang tersebar pada delapan lokasi. Pada komoditas peternakan (sapi) pengembangan model kandang
5
komunal masih pada tahap perbaikan fasilitas fisik seperti
perbaikan kandang, akses jalan ke lokasi, penanaman rumput dan leguminosa dengan luas lahan sekitar 4 Ha. Dari sisi
peningkatan kapasitas SDM petani, telah dilakukan beberapa pelatihan teknis seperti peningkatan kapasitas penangkar benih
padi, perbaikan teknik persemaian padi, pelatihan peningkatan
kapasitas peternak sapid an aplikasi teknis budidaya hortikultura sesuai dengan GAP. Berdasarkan hasil PRA dan
Baseline survey di dapatkan bahwa untuk bisnis yang potensial untuk dilakukan adalah penyediaan benih sumber padi, beras
premium, sayuran segar dan penyediaan sapi bakalan. Kegiatan bisnis dilakukan oleh TTP Kota Jantho sebagai
lembaga adalah berbasis inkubator dan implementator.
9. Manfaat : A. Sebagai informasi bagi tim teknis pelaksana pembangunan TTP Kota Jantho untuk melakukan perbaikan berdasarkan
hasil evaluasi dan umpan balik pada tahun kegiatan 2016. B. Sebagai informasi bagi tim legalisasi dokumen dari
Balitbangtan dan Pem. Kab Aceh Besar untuk segera
merampungkan dokumen hukum yang belum selesai. C. Sebagai informasi teknis bagi seluruh stakeholder yang
terlibat untuk memberikan masukan kepada tim pelaksana teknis sesuai dengan hasil evaluasi dan umpan balik.
D. Sebagai informasi dan future work untuk melaksanakan penelitian dan pengkajian yang sesuai dengan aspek teknis
pada inovasi teknologi pertanian yang dikembangkan di
pusat dan kawasan TTP Kota Jantho. 10. Perkiraan
Dampak
: A. Peningkatan ekonomi wilayah di kawasan TTP Kota Jantho
sebesar 5-10%. B. Peningkatan pendapatan petani di kawasan TTP Kota
Jantho sebesar 10-20%.
11. Prosedur : Kegiatan pembagunan fisik dilakukan melalui lelang secara terbuka sesuai dengan aturan yang berlaku yaitu penggadaan
barang dan jasa. Kegiatan yang bersifat inovasi teknologi pertanian dilakukan secara terstruktur (scientific based)
berbasis partisipatif. Kegiatan dilakukan di lahan milik petani di
kawasan TTP Kota Jantho dengan komoditas padi sawah, hortikultura dan peternakan.
12. Jangka waktu : Tiga Tahun 13. Biaya : Rp. 7.500.000.000 (tujuh milyar lima ratus ribu rupiah)
6
SUMMARY
1. Title : Development of Kota Jantho Agro Techno Park
2. Implementer : Assessment Institute for Agricultural Technology of Aceh 3. Location : Kota Jantho Sub District, Aceh Besar District
4. Agro Ecosystem : Iriggation Paddy Field , Dry Land 5. Status : New
6. Objectives : A. To develop a facilities in center of Kota Jantho ATP.
B. To develop a facilities in Kota Jantho ATP Area such as farm roads and irrigation channel.
C. To undertake innovation technologies application on paddy, horticulture and livestock commodities.
D. To verify, validate and legislation of MOU documents
between IAARD and Aceh Besar Govrnment. E. To technical practice for farmers on paddy, horticulture and
livestock commodities. 7. Outputs : A. Aviability of facilities in Kota Jantho ATP center.
B. Aviability farmer’s road and irrigation channel in Kota
Jantho ATP area. C. Adoptation an agricultural innovation technologies on
paddy, horticulture and livestock by farmers. D. Verified, validated and legalisated MOU documents between
IAARD and Aceh Besar Govrnment. E. Implementation several technically practices for farmers on
paddy, horticulture and livestock commodities.
8. Result : On the center of Kota Jantho ATP has been developing five facilities such as dissemination laboratory, feed field and
organic fertilizer, post harvest workshop as well as cattle pen. On the other hand, in ATP zone also has been facilities likes
farmers road 750 meter and irrigation channel 2 km. Based on
legal aspect namely the documents of land used for building of Kota Jantho ATP has available, therefore still on temporer
certified which is finishing by Aceh Besar Govrnment. Another documents like’s decree of Kota Jantho Location has finished by
regent of Aceh Besar district as well as decree of implementator by AIAP of Aceh.
By side of implementation of agricultural innovation
technologies has been conducting performance of VUB for paddy on 14 varieties in 26 ha. Sampling on yield for each
varieties shows that Sidenuk was highest (10.1 ton/ha), hence Inpari Blast was the lowest (7.4 ton/ha), average 8.83 with SD
0.89.
Based on organoleptic test for rice show that flavor aspect was different between VUB on level confidende 95%, there fore not
for aroma and colour. The result will be conduted as parameters to reduce VUB which use in next season.
On horticulture commodity (chilli, small chilli, long yardbean
and squash) the activities still growing fase (10-30 days), field used two ha on eight locations. On the hand, on livestock
commodity, the main activity was to obtain a communal fence model. Land used was about four ha on fence repair; make a
road to its; planting grass and leguminosa. 9. Utilizes : A. As information for the technical team implementing the
construction of ATP Kota Jantho to formulate improvements
based on evaluation and feedback on the activities of 2016. B. As for the team information document legalization of
7
Balitbangtan and Aceh Besar Government to shortly finalize
the legal documents that have not been completed. C. As technical information for all stakeholders involved to
provide input for the technical implementation in accordance with the results of the evaluation and feedback.
D. As information and future work to carry out research and
assessment in accordance with the technical aspects of the innovation of agricultural technology developed at the
center of Kota Jantho ATP. 10. Expected impact : A. Increasing the economy in the region of 5-10% in Kota
Jantho ATP area. B. Increasing the income of farmers in the Kota Jantho ATP
area by 10-20%.
11. Procedure : The development of buildings activities conducted were through open auction in accordance with the applicable rules,
namely goods and services auction. Innovation activities are carried out in a structured agricultural technology (scientific
based) based participatory of all stakeholder. The activities
carried out on land belonging to farmers in the area Kota Jantho ATP with paddy, horticulture and livestock.
12. Duration : Three years 13. Budghet : IDR. 7.500.000.000 (seven billion five hundred million rupiah)
8
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ………………………………………………………………………………………………… i
Daftar Isi …………………………………………………………………………………………………………. ii
I. PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………………….. 1
1.1.Latar Belakang…………………………………………………………………………………………. 1
1.2.Dasar Pertimbangan ……………………………………………………………………………….. 3
1.3.Tujuan ……………………………………………………………………………………………………..
1.4 Keluaran yang diharapkan …………………………………………………………………………..
3
4
II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………………………………………….. 5
2.1.Kerangka Teoritis ………………………………………………………………………………………. 5
2.2.Landasan Hukum …………………………….…………………………………………………………. 7
III. PROSEDUR PELAKSANAAN ………………………………………………………………………………. 8
3.1 Pendekatan ………………………………………………………………………………………………… 8
3.2 Ruang Lingkup Kegiatan …………………………………………………………………………….. 10
3.3 Bahan dan Prosedur Pelaksanaan …….…………………………………………………………… 14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………………………………………….
4.1 Lokasi ………………………………………………………………………………………………………..
4.2 Kondisi Biofisik ……………………………………………………………………………………………
4.3 Tanah dan Lingkungan ………………………………………………………………………………….
4.4 Kondisi Sosial Ekonomi ………………………………………………………………………………….
4.5 Organisasi TTP Kota Jantho …………………………………………………………………………..
4.6 Penentuan Komoditas Utama ………………………………………………………………………..
4.7 Intervensi Teknologi di TTP Kota Jantho …………………………………………………………
4.8 Perencanaan Bisnis TTP Kota Jantho ……………………………………………………………..
4.9 Layout Pusat dan Kawasan TTP Kota Jantho …………………………………………………….
4.10 Organisasi Pelaksana TTP Kota Jantho …………………………………………………………..
16
16
18
22
30
31
32
33
38
41
45
V. KESIMPULAN ……………………………………………………………………………………………………. 46
Daftar Pustaka …………………………………………………………………………………………………… 47
LAMPIRAN ………….……………………………………………………………………………………………… 48
9
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Model TTP …………………………………………………………………………………………………… 5
2. Kerangka konseptual pembangunan TTP…………………………………………………………. 7
3. Struktur pencapaian pembangunan Taman Teknologi Pertanian………………………… 9
4. Lokasi TTP Kota Jantho…………………………………………………………………………………. 12
5. Diskusi dengan Unsur Muspika Kabupaten Aceh Besar dalam rangka penjaringan
lokasi TTP di Provinsi Aceh, Samahani 21 Maret 2015……………………………………….. 12
6. Denah inti TTP (center fo TTP) Kota Jantho…………………………………………………….. 13
7. Visualisasi maket inti TTP Kota Jantho…………………………………………………………….. 13
8. Kawasan pembangunan TTP Kota Jantho berbasis komoditas…………………………… 14
9. Rata-rata curah hujan dan hari hujan 10 tahun (2002-2011) di Kab. Aceh Besar
(Stasiun curah hujan Dinas Pertanian)............................................................... 14 10. Potensi sumber daya air dari sungai/Krueng Neng dan kondisi saluran induk, penyiapan
lahan dan penyemaian benih padi.................................................................... 15
11. Saluran irigasi tertutup rumput dan bocor (perlu perbaikan dan pemelliharaan
Secara rutin).................................................................................................. 17
12. Kondisi dinding saluran yang sudah runtuh dan bocor di bagian atas menyebabkan
Semakin kecil volume air yang sampai ke lahan sawah bagian bawah (di dusun
Blandaroh dan dusun gampong)…………………………………………………………………… 17
13. Transek kawasan TTP di Desa Teureubeh, kecamatan Kota Jantho…………………. 18
14. Profil tanah di BPP unit Jantho…………………………………………………………………….. 19
15. Profil tanah pada lahan sawah di Dusun Blangdaro……………………………………….. 21
16. Profil tanah pada lahan kering di Dusun IOM………………………………………………… 23
17. Beberapa budidaya tanaman pangan, sayuran dan pisang dikawasan TTP………. 25
18. Diagram alir penentuan komoditas utama……………………………………………………. 28
19. Business plan canvas untuk penyediaan benih sumber padi…………………………… 35
20. Matrik SWOT untuk penyediaan benih sumber padi………………………………………. 36
21. Strategi Pencapaian Indikator Kinerja Bisnis TTP Kota Jantho……………………….. 37
22. Design gapura TTP Kota Jantho…………………………………………………………………. 38
10
23. Design pintu masuk TTP Kota Jantho………………………………………………………………… 38
24. Design pintu keluar TTP Kota Jantho………………………………………………………………… 39
25. Design pintu keluar TTP Kota Jantho dari sisi luar……………………………………………… 39
26. Design keseluruhan TTP Kota Jantho dari sisi luar……………………………………………… 40
27. Design pintu keluar TTP Kota Jantho dari sisi luar……………………………………………… 40
28. Design keseluruhan TTP Kota Jantho dari sisi luar…………………………………………….. 41
11
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Uraian sifat morfologi profil tanah lahang kering di unit BPP Jantho…………………… 20
2. Uraian sifat morfologi profil tanah lahan sawah di Dusun Blangdaro………………….. 22
3. Uraian sifat morfologi profil tanah lahan kering di Dusun IOM………………………….. 24
4. Matrik keputusan penentuan komoditas unggulan TTP Kota Jantho…………………… 29
5. Intervensi Teknologi Komoditas Tanaman Pangan …………………………………………… 31
6. Intervensi Teknologi Komoditas Hortikultura…………………………………………………… 32
7. Intervensi Teknologi Komoditas Peternakan……………………………………………………. 33
8. Intervensi Teknologi Komoditas Perkebunan…………………………………………………… 33
9. Intervensi Teknologi Komoditas Perikanan…………………………………………………….. 34
12
13
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dua dari sembilan agenda prioritas pembangunan di Indonesia atau dikenal sebagai
“Nawa Cita” pemerintahan Joko Widodo dan Yusuf Kalla tahun 2014-2019 adalah akan
meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional (butir keenam)
dan akan mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik (butir ketujuh). Pada tahun 2015 Kementerian Pertanian melalui Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) menindaklanjuti agenda tersebut
dalam program membangun 5 unit Taman Sain Pertanian (TSP) dan 16 unit Taman
Teknologi Pertanian (TTP). Salah satu diantaranya adalah TTP Kota Jantho di Kabupaten
Aceh Besar, Provinsi Aceh. Berikut diuraikan hal-hal yang terkait pada TTP, khususnya TTP
Kota Jantho.
Secara teknis pembangunan TTP diarahkan sebagai pusat penerapan teknologi di
bidang pertanian, peternakan, perikanan, dan pengolahan hasil (pasca panen) yang telah
dikaji oleh lembaga penelitian, swasta, perguruan tinggi untuk diterapkan dalam skala
ekonomi, selain itu dari sisi penyebarluasan inovasi teknologi pertanian TTP diarahkan
sebagai pusat disseminasi teknologi, dan pusat advokasi bisnis bagi masyarakat luas.
Dalam hal ini terdapat beberapa kata kunci yang dapat diterjemahkan bahwa
pembangunan TTP suatu wilayah berbasis kawasan yang di dalamnya terdapat kajian-
kajian penerapan teknologi yang telah diteliti oleh pelaku penghasil teknologi seperti
Balitbangtan dan perguruan tinggi dalam skala industri (rumah tangga, kecil dan
menengah).
Data empiris menunjukkan adanya korelasi antara penguasaan teknologi dengan
kemajuan perekonomian suatu negara. Salah satu contoh nyata adalah Tiongkok. Dalam
kasus Indonesia, meskipun kinerja perekonomian Indonesia relatif baik, namun kontribusi
teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi masih belum menggembirakan. Saat ini
Indonesia masih dihadapkan pada dua kendala yang menjadi tantangan utama, yaitu: (1)
keterbatasan kapasitas investasi nasional di sektor industri hilir untuk mengolah bahan
mentah atau bahan setengah jadi menjadi produk jadi, dan (2) belum siapnya teknologi
nasional untuk menyokong tumbuh kembang industri hilir tersebut. Demikian juga yang
terjadi di Provinsi Aceh.
Pada konteks pertanian, sebenarnya inovasi yang dihasilkan secara oleh institusi
pencetak teknologi seperti Balitbang Pertanian dan perguruan tinggi sudah cukup
14
memadai. Balitbang Pertanian, melalui inovasi pertanian spesifik lokasi telah menghasilkan
paket teknologi spesifik lokasi yang secara teknis telah sesuai dengan kebutuhan daerah
yang dikaji. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa inovasi paket teknologi
pertanian spesifik lokasi tersebut belum terlihat nyata pada tataran industry pertanian yang
berorientasi profit, sehingga diperlukan wadah untuk menyatukan temuan inovasi tersebut
dengan pengguna (entrepreneur), sehingga dapat dirasakan dampaknya terhadap
perekonomian wilayah.
Taman Teknologi Pertanian (TTP) merupakan suatu kawasan berbasis industry
pertanian yang dikembangkan berdasarkan inovasi-inovasi pertanian (Seonarso 2011)
spesifik lokasi. ATP adalah kawasan Iptek yang dibangun untuk memfasilitasi percepatan
alih teknologi yang dihasilkan oleh lembaga litbang pemerintah, perguruan tinggi dan
swasta, sekaligus sebagai percontohan pertanian terpadu bersiklus biologi (Tatsuno, 1996;
Bozzo et al. 2002; Vila dan Pages, 2008). Berkaca kepada kesuksesan beberapa negara
lain dalam mengembangkan agro tekno-park, seperti Amerika Serikat dengan Sillicon
Valley high-tech, Daejon di Korea Selatan, Zongguanchun Science Park di Cina, Andalusia
techno-park di Spanyol dan Tsukaba science di Jepang serta Kampung tekno-park di
Jepara (Raharjo, 2002). Tentunya tidak salah jika Indonesia, dalam hal ini adalah Provinsi
Aceh melalui Badan Litbang Pertanian yang di jalankan BPTP Aceh dapat mengembangkan
Taman Teknologi Pertanian (TTP) berbasis inovasi-inovasi teknologi pertanian spesifik
lokasi yang telah dimiliki dengan bekerjasama dengan univeritas, pemerintah daerah dan
industriawan lokal.
Dari sisi internal Balitbangtan, dalam hal ini BPTP Aceh walaupun alokasi anggaran
untuk pembangunan TTP Kota Jantho hanya tiga tahun (2015-2017) akan tetapi secara
teknis Balitbangtan tetap melakukan kegiatan di kawasan TTP Kota Jantho, yaitu dalam
bentuk kegiatan pendampingan. Secara mendalam hal ini dapat diartikan bahwa para
peneliti, penyuluh dan teknisi akan selalu melakukan aktivitas pengkajian, penyuluhan dan
diseminasi di kawasan TTP tersebut.
Berdasarkan aspek kewilayahan, BPTP Aceh sebagai agen Balitbang Pertanian di
Provinsi Aceh telah menghasilkan beberapa inovasi paket teknologi pertanian spesifik
lokasi, akan tetapi secara teknis dan bisnis paket teknologi belum secara nyata dapat
dirasakan oleh pelaku karena belum memberikan manfaat ekonomi wilayah. Untuk itu
diperlukan terobosan baru agar paket teknologi tersebut dapat dikembangkan dalam skala
industry, melalui pengembangan TTP Kota Jantho.
15
1.2. Dasar Pertimbangan
Dua dari sembilan agenda prioritas pembangunan atau Nawa Cita pemerintahan
Joko Widodo dan Yusuf Kalla tahun 2014-2019 adalah akan meningkatkan produktivitas
rakyat dan daya saing di pasar internasional (butir keenam) dan akan mewujudkan
kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik
(butir ketujuh). Pada tahun 2015 Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan
Pengembagan Pertanian (Balitbangtan) menindaklanjuti agenda tersebut dalam program
membangun 5 unit Taman Sain Pertanian (TS) dan 16 unit Taman Teknologi Pertanian
(TTP). Salah satu diantaranya adalah TTP Kota Jantho di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi
Aceh. Berikut diuraikan hal-hal yang terkait pada TTP, khususnya TTP Kota Jantho.
Visi pembangunan Indonesia dalam periode pemerintahan 2014 – 2019 adalah
“Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong
royong”. Penjabaran program untuk tercapainya visi tersebut dituangkan dalam 9 Agenda
Prioritas atau disebut dengan Nawa Cita, yang salah satunya adalah “Meningkatkan
produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional”, yang antara lain dijabarkan
dalam program membangun sejumlah Taman Sains (Science Park) danTaman Teknologi
(Techno Park).
Pemerintah Indonesia melalui Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional
mengagendakan untuk membangun Taman Sains (TS) di 34 provinsi dan Taman Teknologi
(TT) di 100 kabupaten dalam waktu 5 tahun yang dituangkan dalam program quick win.
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015,
Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Litbang mendapat tugas untuk
membangun 5 (lima) Taman Sains Pertanian (TSP) di area Kebun Percobaan milik Badan
Litbang dan 16 Taman Teknologi Pertanian (TTP) di tingkat kabupaten/kota. Di samping
itu, Kementan juga memiliki program untuk mengembangkan Taman Sains dan Teknologi
Pertanian Nasional (TSTPN) yang dipusatkan di Cimanggu, Bogor.
1.3. Tujuan
1. Meningkatkan penerapan dan alih teknologi hasil litbang Kementerian/LPNK Ristek,
swasta dan perguruan tinggi kepada masyarakat.
2. Membangun model percontohan pertanian terpadu yang mengintegrasikan: pertanian,
peternakan, dan perikanan dalam satu siklus hulu-hilir secara berkelanjutan berbasis
sumberdaya lokal
16
3. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang terampil dan mandiri di bidang
agroteknologi dan agribisnis.
1.4. Keluaran yang di harapkan
1. Meningkatnya penerapan dan alih teknologi hasil litbang Kementerian/LPNK Ristek,
swasta dan perguruan tinggi kepada masyarakat.
2. Terbangunya model percontohan pertanian terpadu yang mengintegrasikan: pertanian,
peternakan, dan perikanan dalam satu siklus hulu-hilir secara berkelanjutan berbasis
sumberdaya lokal
3. Meningkatnya kualitas sumberdaya manusia yang terampil dan mandiri di bidang
agroteknologi dan agribisnis.
17
: mekanisme pencipataan dan adopsi
: mekanisme koordinasi
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teoritis
Selama berkiprah lebih dari satu dasawarsa, BPTP Aceh telah menghasilkan
beberapa teknologi pertanian spesifik lokasi yang secara teknik dan bisnis layak untuk
dikembangkan. Teknologi pertanian spesifik lokasi untuk komoditi padi, kedelai, jagung,
kacang tanah, nilam, kopi, kakao, penggemukan sapi Aceh, manajamen perkandangan
untuk pemeliharaan kambing. Teknologi tersebut tentunya akan disinkronkan dengan arah
dan kebijakan pengembangan pertanian Balitbangtan dan juga pemerintah daerah serta
perguruan tinggi, sehingga pada tahap awal akan dihasilkan model tekno-park yang
merepresentasikan kewilayahan Aceh dalam suatu kawasan pengembangan berbasis
pertanian.
Konseptual pembangunan Taman Teknologi Pertanian (Gambar 1) berbasis pada
penggunaan varietas unggul (VUB), adanya sistem mekanisasi pada jalur (channel)
produksi, pelaksana merupakan aktor terlatih, serta adanya wirausaha baru (young
entrepreneur). Wujud fisik dan agro-tekno park dibangun pada suatu kawasan minimal 30
ha, di kabupaten. Basis dasar dari pembangunan agro tekno park adalah kompetensi yang
dimiliki oleh pelakunya, dalam hal ini adalah kolaborasi antara peneliti, penyuluh, petani,
dan wirausahawan. Berbeda dengan agro science park yang lebih pada wujud inovasi.
Sedangkan pada tataran produksi masaal dijalankan oleh penyuluh lapangan (PPL) dengan
wujud peningkatan produksi.
Gambar 1. Model TTP (adaptasi Bozzo et al. 1999; FAO 2009; Vila dan Pages 2008).
Balitbangtan
Pemerintah Daerah
Universitas
Entrepreneur Inovasi pertanian
spesifik lokasi
18
Berdasarkan Gambar 1 dapat dikaji bahwa proses pembentukan agro tekno-park di
Provinsi Aceh berbasis kepada inovasi teknologi pertanian spesif lokasi yang telah
dihasilkan oleh Balitbangtan dan Perguruan tinggi, sedangkan pihak pemerintah daerah
hanya sebagai pendukung dalam regulasi dan insentif-insentif bagi entrepreneur yang siap
untuk mengindustrikan teknologi pertanian spesifik lokasi tersebut, dalam bentuk inkubasi
bisnis yang berorientasi profit. Dengan demikian hasil-hasil inovasi teknologi pertanian
spesifik lokasi yang dihasilkan oleh Balitbangtan lebih berdaya guna untuk mencapai
kemandirian pangan dan perekonomian wilayah.
Secara harfiah Taman Teknologi Pertanian adalah tempat untuk pengembangan
dan penerapan inovasi yang diarahkan berfungsi sebagai: a) pengembangan inovasi
bidang pertanian dan peternakan yang telah dikaji, untuk diterapkan dalam skala ekonomi;
b) tempat pelatihan, pemagangan, pusat disseminasi teknologi, dan pusat advokasi bisnis
ke masyarakat luas sehingga dapat dikatakan bahwa Taman Teknologi Pertanian adalah
suatu kawasan implementasi inovasi yang telah dikembangkan pada TSP, berskala
pengembangan dan berwawasan agribisnis hulu-hilir yang bersifat spesifik lokasi dengan
kegiatannya meliputi: penerapan teknologi pra produksi, produksi, panen, pasca panen,
pengolahan hasil, dan pemasaran, serta wahana untuk pelatihan dan pembelajaran bagi
masyarakat serta pengembangan kemitraan agribisnis dengan swasta.
TTP merupakan suatu kawasan implementasi inovasi yang telah dikembangkan
pada TSP (Gambar 2), berskala pengembangan dan berwawasan agribisnis hulu-hilir yang
bersifat spesifik lokasi dengan kegiatannya meliputi: penerapan teknologi pra produksi,
produksi, panen, pasca panen, pengolahan hasil, dan pemasaran, serta wahana untuk
pelatihan dan pembelajaran bagi masyarakat serta pengembangan kemitraan agribisnis
dengan swasta.
Secara operasional pembangunan TTP berpegang (guidelines) yang digali dari
Sembilan aspek yaitu ; (1) sebagai wahana untuk peningkatan ekonomi daerah; (2)
sebagai wahana hilirisasi ilmu pengetahuan dan teknologi; (3) berbasis potensi daerah; (4)
kegiatan berbasis hulu-hilir, dengan pengertian kegiatan tidak hanya menanam dan
memetik, tetapi juga berbasis pengolahan dan pemasaran berbasis profit; (5)
menginkubasi industri skala kecil atau rumah tangga; (6) berkelanjutan; (7) mandiri; (8)
berawal dari perdesaan; (9) tersedia lahan milik pemda; (10) dan terdapat perguruan
tinggi afiliasi.
19
Gambar 2. Kerangka konseptual pembangunan TTP
2.2 Landasan Hukum
Pemerintah Indonesia melalui Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional
mengagendakan untuk membangun Taman Sains (TS) di 34 provinsi dan Taman Teknologi
(TT) di 100 kabupaten dalam waktu 5 tahun yang dituangkan dalam sebagai program
quick win. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2015, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Litbang mendapat tugas untuk
membangun 5 (lima) Taman Sains Pertanian (TSP) di area Kebun Percobaan milik Badan
Litbang dan 16 Taman Teknologi Pertanian (TTP) di tingkat kabupaten/kota.
Wujud dari hal tersebut adalah Balitbangtan telah melakukan kerjasama (MOU)
dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar Nomor: 485/HK.220/I/05/2015 dan
Nomor: 7/NK/AB/2015 (Lampiran 1) tentang Pembangunan dan Pengembangan Taman
Teknologi Pertanian Kota Jantho, yang dilanjutkan dengan penerbitan Surat keterangan
penggunaan lahan untuk pembangunan pusat TTP Kota Jantho, Nomor: 032/2124/SK-
T/2015 (Lampiran 2) dan Keputusan Penetapan Lokasi Pembangunan TTP Kota Jantho di
Desa Teureubeih, Nomor 272 Tahun 2015 (Lampiran 3). Dari sisi internal Balitbangtan
telah dibentuk tim pelaksana dengan penanggung jawab Kepala Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian melalui SK, Nomor:
943/KP.340/I.11/02/2015 (Lampiran 4).
20
III. PROSEDUR PELAKSANAAN
3.1 Pendekatan
Tahap awal kegiatan adalah bagaimana konsep pembangunan Taman Teknologi
Pertanian (TTP) di Provinsi Aceh dapat diwujudkan. Konsep pengembangan TTP
dirumuskan melalui diskusi mendalam (FGD) yang merepresentasikan aktor utama yang
terlibat yaitu Balitbangtan melalui Pusat Penelitian berbasis komoditas, BPTP Aceh,
perguruan tinggi (Universitas Syiah Kuala, Malikulsaleh-Lhoksumawe dan Universitas Teuku
Umar, Meulaboh), Pemerintah daerah (Tingkat I dan II) dan beberapa entrepreneur
(HIPMI provinsi Aceh) serta Gapoktan yang sesuai dengan lokasi dan komoditas yang akan
dikembangkan. Tujuan dari tahap ini adalah penyatuan persepsi tentang komoditi yang
berpotensi untuk dikembangkan dan berdaya jual tinggi serta lokasi kegiatan akan
dilaksanakan yang tentunya berbasis scientific research based.
Pendekatan yang akan digunakan dalam pembangunan TTP di Provinsi Aceh adalah
pendekatan sistem (system approach) yang berorientasi pada pencapaian tujuan
(efektivitas), holistik dan sibernatik (Wasson, 2006; Parnell et al. 2011). Justifikasi
penggunaan pendekatan ini adalah muatan dari kegiatan TTP yang dikembangkan berbasis
integrasi beberapa inovasi-inovasi pertanian komoditas spesifik lokasi Provinsi Aceh, serta
multi-peran dari aktor yang terlibat. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembanguan TTP ini
memiliki kompleksitas yang tinggi untuk pencapaian suatu tujuan.
Secara teknis prosesnya, pembangunan TTP berbasis pendekatan sistem. Menurut
Eriyatno (1998) dan Marimin (2009) dalam pendekatan sistem beberapa tahap yang harus
dilakukan adalah identifikasi sistem yang dikaji, analisis kebutuhan, pemodelan sistem, uji
coba (running), penyempurnaan model, verifikasi dan validasi model. Wujud dari masing-
masing tahapan ini berupa diagram sebab-akibat (causal-loop diagram), input-output
diagram, prototype model (diagram, fisik dan matematik).
3.2 Ruang Lingkup Kegiatan
Setelah ditentukan beberapa paket teknologi spesifik lokasi yang layak secara
tekniks dan bisnis untuk dikembangkan, tahap selanjutnya adalah melakukan penentuan
dimana purwarupa tersebut akan dibangun. Agar tetap fokus kepada kegiatan BPTP Aceh
yang telah dikembangkan, purwarupa akan dikembangkan di Kabupaten Aceh Selatan
Laboratorium lapang (LL) pada dasarnya adalah representasi dari TTP, walaupun belum
ada kajian potensi bisnis (inkubasi bisnis), sehingga kegiatan LL yang telah dikembangkan
21
pada tahun 2014 lebih berdaya guna dan lebih diperkuat potensi bisnisnya dan media
pembelajaran bagi siapa saja yang membutuhkan.
Dalam pencapaian tujuan dari kegiatan yang tentunya diperlukan justifikasi yang
kuat, mengenai dasar pelaksanaan kegiatan yang mencakup pemilihan lokasi, aktor
internal dan eksternal yang terlibat, metode yang digunakan (scientific research based),
pasar, ketersediaan air, jaringan listrik, komunikasi dan transportasi. Pencapaian tujuan
juga merujuk kepada output, outcame, benefit dan dampak yang ditimbulkan oleh
kegiatan yang diilustrasikan secara detail pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur pencapaian pembangunan Taman Teknologi Pertanian
Secara teknis TTP lebih difokuskan pada pemberdayaan masyarakat khususnya
petani untuk menerapkan inovasi teknologi pertanian sehingga lebih kompleks karena
dalam sistem yang terbuka dan melibatkan banyak stakeholders termasuk mitra.
Sedangkan TSP dilaksanakan dalam sistem yang lebih tertutup yaitu di suatu lokasi/kebun
percobaan milik Kementerian dengan tetap terhubungkan dengan stakeholders terkait.
Oleh karena itu, umpan balik yang diperoleh atau permasalahan-permasalahan dalam
Output
Lokasi, aktor internal dan eksternal, KTI, sarana dan prasarana
Teknologi, opsi pasar, model (fisik dan matematik), ketersediaan air
Identifikasi system
Obervasi lapang, model konseptual Focus grup discussion (FGD)
Model agro-tekno park berbasis ...
Dampak
Perbaikan ekonomi pelaku dan komunitas
Perbaikan lingkungan, peningkatan kapasitas peneliti dan penyuluh
Outcame
Peningkatan produksi, kapasitas penyuluh
Peningkatan keuntungan, kapasitas peneliti
22
implementasi inovasi yang tidak dapat diselesaikan di lokasi TTP merupakan materi yang
akan dikaji lebih lanjut atau dilaksanakan di TSP.
3.3 Bahan dan Prosedur Pelaksanaan
Bahan
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan TTP
Kota Jantho, Provinsi Aceh adalah sarana produksi pertanian yang mencakup untuk
komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan. Secara
garis besar mencakup benih padi, pupuk urea, KCl, SP-36 dan NPK serta obat-obatan
untuk penangulangan hama dan penyakit secara terpadu. Untuk komoditas peternakan
seperti bibit sapi, pakan hijauan, vitamin dan obat-obatan. Bahan-bahan untuk tanaman
perkebunan seperti bibit unggul kakao, pupuk urea, NPK dan KCl, obat-obatan untuk
penganganan hama dan penyakit secara terpadu. Selain yang berhubungan dengan
aktivitas intervensi teknologi, kegiatan TTP Kota Jantho juga mencakup aktivitas
pembangunan fisik seperti perbaikan jaringan irigasi usaha tani (Jitut), pembuatan jalan
usaha tani, pembangunan media diseminasi serta beberapa fasilitas fisik di lokasi TTP.
Prosedur Pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan kegiatan TTP Kota Jantho tahun 2016 mengacu kepada
teknik pelaksanaan diseminasi yang telah dilaksanakan oleh Balitbangtan. Prosedur
mencakup evaluasi pelaksanaan kegiatan pembangunan TTP Kota Jantho tahun 2015.
Dalam hal ini dilakukan analisis mendalam terhadap pelaksanaan dalam rangka pencapaian
tujuan. Kemudian dilakukan diskusi mendalam yang melibatkan seluruh tim dari
Balitbangtan dan unsur teknis (dinas) terkait dari Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh
Besar. Kemudian menyusun rencana pelaksanaan kegiatan TTP Kota Jantho.
Mengacu kepada teori dasar manajemen (plan, do, check dan act), setelah
pembentukan purwarupa, tentunya akan dilakukan evaluasi terhadap kegiatan yang telah
dilaksanakan, untuk penyesuaian beberapa kegiatan yang tidak sejalan dengan tujuan
yang dimaksud, agar pada tahap selanjutnya kegiatan dapat lebih fokus dalam pencapaian
tujuan. Beberapa kegiatan yang bersifat ilmiah (scientific based) dilakukan untuk
mengetahui tingkat capaian tujuan kegiatan dengan melihat pencapaian indikator
keberhasilan dari kegiatan TTP itu sendiri. Kegiatan mencakup post test terhadap capaian
tujuan TTP tahun 2015. Post-test dilakukan dengan menggunakan metode survey dengan
alat bantu kuesioner.
23
Penentuan responden secara purposive, dengan justifikasi bahwa calon responden
merupakan aktor pengambil kebijakan yang secara teknis menguasai lingkup kegiatan.
Selain itu dilakukan juga survey terhadap responden yang telah ikut dalam baseline survey
pada TTP 2015 untuk mengetahui level pencapaian tujuan kegiatan TTP yaitu adopsi
inovasi teknologi pertanian.
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Lokasi
Secara adminsitratif TTP Kota Jantho berada di Desa Teureubeh Kecamatan Kota
Jantho, Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh. Kota Jantho sendiri adalah ibukota dari
Kabupaten Aceh Besar, jarak dari pusat ibukota provinsi yaitu Kota Banda Aceh 56 km
dengan waktu tempuh kendaraan darat sekitar 1-1,5 jam (Gambar 4).
Gambar 4. Lokasi TTP Kota Jantho
Ket: Gerbang Kota Jantho (kiri), Kuning Kota Banda Aceh-Merah Lokasi TTP
Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar dipilih sebagai lokasi TTP pertama di Provinsi
Aceh berpedoman pada kriteria yang ditetapkan oleh Badan Perencanaan dan
Pembangunan Nasional (Bappenas). Kriteria lokasi TTP antara lain tersedianya lahan milik
pemerintah daerah untuk lokasi TTP dan terdapat perguruan tinggi afiliasi dalam hal ini
Universitas Syiahkuala (Gambar 5).
Gambar 5. Diskusi dengan Unsur Muspika Kabupaten Aceh Besar dalam rangka
penjaringan lokasi TTP di Provinsi Aceh, Samahani 21 Maret 2015
TTP Kota Jantho terdiri dari dua komponen, yaitu unit TTP dan kawasan TTP. Pada
tahap awal akan dibangun beberapa bangunan fisik TTP yang berlokasi bersebelahan
dengan BPP Kecamatan Kota Jantho dengan luas 1,685 Ha (Gambar 6). Beberapa
bangunan fisik yang akan dibangun seperti: saung tani (lab. diseminasi), screen house,
25
kandang ternak dan tempat pembuatan pupuk organik (Gambar 7). Selain itu juga
terdapat tiga parsil lahan cadangan untuk pengembangan TTP, sehingga secara
keseluruhan luasnya mencapai 30 Ha. Kawasan TTP awalnya dimulai dari Desa Teureubeh
dengan luas 400 Ha (Gambar 6), namun dalam pengembangannya memungkinkan untuk
meluas lingkup kabupaten dan antar kabupaten dalam Provinsi Aceh bahkan hingga ke luar
provinsi.
Gambar 6. Denah inti TTP (center fo TTP) Kota Jantho
Gambar 7. Visualisasi maket inti TTP Kota Jantho
26
Gambar 8. Kawasan pembangunan TTP Kota Jantho berbasis komoditas
4.2 Kondisi Biofisik
Iklim dan hidrologi
a. Curah hujan
Curah hujan tahunan di Kab. Aceh Besar (stasiun curah hujan Dinas Pertanian, ± 4-
5 km dari lokasi TTP Kec. Kota Jantho), adalah sebesar 2.257 mm per tahun.
Pengembangan pertanian lahan kering di daerah ini sangat tergantung pada air hujan
hujan. Berdasarkan kondisi curah hujan, daerah ini tergolong dalam zone agroklimat C1
(Oldeman et al., 1979; Puslitanak, 2000). Bulan basah 6 bulan sedangkan bulan kering
kurang dari 2 bulan (Gambar 9). Berdasarkan zone agroklimat tersebut, maka optimasi
lahan pertanian memerlukan pengelolaan air melalui irigasi terutama pada bulan Juni
sampai Agustus.
Gambar 9. Rata-rata curah hujan dan hari hujan 10 tahun (2002-2011) di Kab. Aceh Besar (Stasiun
curah hujan Dinas Pertanian)
190.0
112.8
203.5176.4
211.6
133.1 122.6 122.1
230.0197.6
298.4
258.9
14.2 8.0 14.2 14.2 12.8 10.0 9.5 11.7 13.3 14.4 15.9 14.6
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
CH (mm) HH (hari)
27
b. Air permukaan
Panjang saluran induk dari intake sungai/krueng Neng sampai ke areal lahan sawah
di Dusun Gampong dan Dusun Blangdaro ± 5 km, pengamatan dimensi saluran dekat
pintu intake berukuran: lebar 1,4 m; tinggi air pada bukaan pintu intake 20 cm adalah 20,3
cm sedangkan pada saluran induk di bagian tengah berukuran: lebar 1 m; tinggi 90 cm
(Gambar 10).
Gambar 10. Potensi sumber daya air dari sungai/Krueng Neng dan kondisi saluran induk, penyiapan
lahan dan penyemaian benih padi
Berdasarkan hasil orientasi di lapangan dan wawancara dengan petani, diketahui
bahwa sungai/Krueng Neng mempunyai potensi sumber daya air yang dapat dimanfaatkan
untuk pengembangan pertanian di lahan sawah dan lahan kering, baik untuk tanaman
pangan padi, jagung maupun tanaman hortikultura sayuran. Pada umumnya air selalu
tersedia, tetapi saat terjadi anomali iklim, kawasan tangkapan air pernah mengalami
28
kekeringan sehingga pasokan air jauh berkurang. Kondisi ini juga sebagai akibat dari
bertambah gundul dan sempitnya areal hutan di daerah hulu. Oleh sebab itu, upaya
revegetasi daerah hulu dengan tanaman tahunan seperti: kemiri, rambutan, pinang, dan
lain-lain perlu dilakukan guna meningkatkan serapan air dalam tanah, sebagai upaya
mengurangi degradasi lahan sekaligus konservasi tanah dan air maupun konservasi plasma
nutfah.
Sumber daya air dari Sungai/krueng Neng cukup berpotensi disamping kondisi
curah hujan yang juga sangat mendukung. Pada musim hujan (MT 1) pemanfaatan air dari
sungai/krueng Neng justru sedikit dan pemanfaatan optimalnya adalah pada MT-2. Air
yang mengalir di musim penghujan terutama berasal dari aliran permukaan dari daerah
tangkapannya, sedangkan pada musim kemarau berasal dari mata air yang bermunculan
disepanjang sungai (lereng/tebing pegunungan), mengalir dan terkumpul dalam dasar
sungai disepanjang Sungai/Krueng Neng dari hulu ke hiliir. Hasil pengamatan debit air di
pintu masuk/intake sungai/Krueng Neng adalah: 3,39 m3/detik; hasil pengamatan pada
titik setelah pintu intake adalah sebesar: 1,53 m3/detik; hasil pengamatan debit air pada
saluran irigasi induk di sawah pertama adalah: 1,32 m3/detik; dan 0,36 m3/detik pada
saluran cacing; sedangkan hasil pengfamatan pada saluran induk dekat perikanan adalah
sebesar:0,82 m3/detik. Dari hasil pengamatan debit air tersebut terlihat bahwa potensi
sumber daya air dari sungai/Krueng Neng mampu untuk mengirigasi lahan sawah seluas
179 ha di lokasi TTP di Desa Teureubeh.
Kondisi saluran irigasi tampak tertutup rumput dan mengalami kebocoran
dibeberapa tempat sehingga memerlukan perbaikan. Informasi dari petani, dan hasil
orientasi lapangan menunjukan kerusakan saluran irigasi induk sepanjang 940 m dan juga
terdapat kerusakan saluran cacing/jitut sepanjang 2. 200 m yang meliputi dusun Paya
Sukun, dusun Blangdaro dan dusun Gampong (nampak dinding salurannya runtuh)
sehingga banyak air yang hilang melalui saluran tersebut. Kerusakan atau kebocoran
terjadi di beberapa saluran induk dimana air hanya mengalir ke lahan kering disekitarnya
(Gambar 11 dan 12).
29
Gambar 11. Saluran irigasi tertutup rumput dan bocor (perlu perbaikan dan pemeliharaan
secara rutin)
Gambar 12. Kondisi dinding saluran yang sudah runtuh dan bocor di bagian atas
menyebabkan semakin kecil volume air yang sampai ke lahan sawah bagian
bawah (di dusun Blangdaro dan dusun Gampong)
4.3. Tanah dan lingkungan
Kondisi kawasan TTP di desa Teureubeh sebagian besar termasuk dalam landform
dataran koluvial dan dataran alluvial. Bentuk wilayah bervariasi dari datar, landai,
berombak sampai berbukit. Visualisasi umum keadaan kawasan TTP disajikan dalam
bentuk transek (Gambar 13). Secara umum Bentuk wilayah paling luas adalah datar diikuti
30
landai/berombak sedangkan wilayah berbukit hanya menempati bagian kecil. Bahan induk
tanah merupakan campuran bahan koluvium-aluvium terdiri dari endapan liat, pasir dan
kerikil.
Gambar 13. Transek kawasan TTP di Desa Teureubeh, kecamatan Kota Jantho
ket: RSB: rumput dan semak belukar; Kr:Krueng = sungai
Pengamatan dan pengambilan contoh tanah dilakukan dengan membuat lubang
profil tanah sampai kedalaman 120 cm dan sampel untuk analisa diambil dari tiap horizon
dalam profil. Tiga lubang profil dibuat masing-masing mewakili unit BPP Jantho, lahan
sawah dan lahan kering (Gambar 14 a,b dan c). Contoh tanah untuk analisa kesuburan
diambil secara komposit pada lapisan 0-20 cm. Hasil analisa contoh tanah akan digunakan
untuk menentukan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi. Profil tanah di unit BPP Jantho
ditunjukkan pada Gambar 12b, sedangkan uraian uraian sifat morfologi tanah disajikan
pada Tabel 2. Berdasarkan pengamatan morfologi tanah terlihat bahwa tanah disekitar BPP
Jantho mempunyai kedalaman efektif perakaran bervariasi antara 40-54 cm sedangkan
lapisan dibawahnya terdiri dari kerikil dan bongkahan batuan. Oleh karena itu dalam
pembukaan lahan perlu diusahakan agar lapisan atas tidak tergusur saat dibuldoser.Jika
lapisan atas tergusur maka produktivitas lahan akan turun secara drastic karena lapisan
bawahnya hanya berupa kerikil dan bongkahan batuan (Gambar 15 dan 16).
76
96
116
136
156
176
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5
Jarak (km)
Ele
va
si (m
)
BPP Jantho.Utara
Perbukitan.Selatan
Sawah irigasiTegalan
RSB
PerbukitanK
r.Da
la
Kr.T
he
un
eu
ng
Desa Teureubeh
31
Gambar 14. Profil tanah di BPP unit Jantho memperlihatkan: (A) lubang profil, (B) penampang sisi lubang profil (meteran dalam skala cm) dan (C) bongkahan batu dan kerikil pada kedalaman 54 cm ke bawah.
Pada profil lahan sawah di Dusun Blangdaro memperlihatkan kedalaman efektif
perakaran sekitar 50 cm permukaan, sedangkan di bawah lapisan tersebut terdapat lapisan
kerikil dan pasir tersementasi (Gambar 17). Secara lengkap uraian morfologi tanah
disajikan pada Tabel 3. Lapisan tersementasi dan mengeras hanya dapat digali
menggunakan linggis saat pembuatan profil. Pada lahan sawah lain disekitar dusun Paya
Sukun, Gampong dan Iyom lapisan tanah untuk perakaran effektif sangat dangkal
bervariasi antara 15-25 cm (umumnya 20 cm). Kondisi ini memjadi factor pembatas utama
yang sulit diperbaiki. Oleh karena itu para petani perlu diberikan penyuluhan agar tanah
lapisan atas tidak hilang baik waktu pengolahan lahan dengan mesin traktor perlu dihindari
penggusuran lapisan atas. Sekali lapisan atas hilang maka lahan menjadi tidak produktif
karena lapisan bawahnya hanya terdiri dari lapisan pasir dan kerikil yang tersementasi.
32
Tabel 1. Uraian sifat morfologi profil tanah lahang kering di unit BPP Jantho
Klasifikasi Tanah
Soil Taxonomy (SSS, 2014) : Fluvaquentic Dystrudepts Klasifikasi Nasional (BBSDLP,2014) : Kambisol Gleik Landform : Jalur Aliran Bahan induk : Bahan Aluvium Klas Lereng (% Lereng) : Datar (0-2 %) Posisi : Belakang BPP Jantho Elevasi (RBI/GPS), m dpl : 79 Drainase tanah : Baik Permeabilitas tanah : Sedang Kedalaman efektif (cm) : 54 Kedalaman muka air tanah (cm) : Ada rembesan air pada kedalaman 120 cm Penggunaan lahan / vegetasi : Rumput belukar
Lokasi Administrasi : BPP Jantho, desa Teureubeuh, Kecamatan Kota Jantho,
kabupaten Aceh Besar – Provinsi Aceh Koordinat Geografi
5
0 18' 0.5" LU dan 95
0 35' 4.6" BT
Koordinat UTM : Kode/jenis pengamatan/tgl-bl-th : TTP8a/ profil / 28– 5 – 2015
Uraian sifat morfologi tanah
Horison Kedalaman
(cm) Uraian
Ap 0 – 14 Coklat kelabu gelap (10YR4/2); tekstur liat; struktur lemah halus; kosistensi
lekat dan plastis (lembab); pori makro, meso dan mikro banyak; jumlah
perakaran halus sedang sedang akar kasar sedikit; reaksi tanah masam (pH
5,0); jelas rata beralih ke
Bw1 14 – 27 Coklat kuat (7.5YR5/6); tekstur liat; struktur lemah, ukuran sedang;
kosistensi lekat dan plastis (lembab); pori makro dan meso sedikit sedang
mikro banyak; jumlah perakaran halus sedikit, sedang akar kasar sangat
sedikit; reaksi tanah masam (pH 5,0); nyata rata beralih ke
Bw2 27 – 54 Campuran warna kelabu (7.5YR6/1) dan coklat kuat (7.5YR5/6); tekstur
liat; struktur lemah, ukuran sedang; kosistensi lekat dan plastis (lembab);
pori makro dan meso sedikit sedang mikro banyak; jumlah perakaran sedang
sangat sedikit; reaksi tanah agak masam (pH 6,0); nyata rata beralih ke C/B 54– 120 Kelabu terang (10YR7/1) kerikil bertanah dan bongkahan batuan dengan
diameter 5-25 cm;
33
Gambar 15. Profil tanah pada lahan sawah di Dusun Blangdaro memperlihatkan: (A) lubang profil, (B) penampang sisi lubang profil (meteran dalam skala cm) dan (C) Hamparan sawah sudah diolah untuk ditanami.
34
Tabel 2. Uraian sifat morfologi profil tanah lahan sawah di Dusun Blangdaro
Profil pewakil untuk lahan kering yang ditumbuhi padang rumput dan semak
belukar ditunjukkan pada Gambar 14, sedangkan urain morfologi diberikan pada Tabel 4.
Sifat utama tanah mempunyai tekstur lempung berdebu sampai lempung berkerikil pada
kedalaman 0-50 cm. Pada lapisan dibawah 50 cm hanya terdiri dari lapisan pasir.
Penggunaan lahan untuk tanaman pangan perlu tindakan koservasi agar tanah tidak
mengalami erosi. Applikasi pemupukan perlu mempertimbangkan pemberian pupuk secara
bertahap agartidak hilang tercuci karena tektur tanah agak kasar pada lapisan atas.
Klasifikasi Tanah
Soil Taxonomy (SSS, 2014) : Fluvaquentic Epiaquept Klasifikasi Nasional (BBSDLP,2014) : Gleisol Fluvik Landform : Dataran aluvial Bahan induk : Bahan Aluvial Klas Lereng (% Lereng) : Datar (0-3 %) Posisi : Sebelah utara jalan aspal besar bagian barat BPP Jantho Elevasi (RBI/GPS), m dpl : 97 Drainase tanah : Terhambat Permeabilitas tanah : Sedang Kedalaman efektif (cm) : 50 Kedalaman muka air tanah (cm) : Ada rembesan air pada kedalaman 50 cm Penggunaan lahan / vegetasi : Sawah dua kali setahun
Lokasi Administrasi : Blangdaro, desa Teureubeuh, Kecamatan Kota Jantho,
kabupaten Aceh Besar – Provinsi Aceh Koordinat Geografi
5
0 18' 21" LU dan 95
0 34' 24.9" BT
Koordinat UTM : Kode/jenis pengamatan/tgl-bl-th : TTP10/ profil / 28– 5 – 2015
Uraian sifat morfologi tanah
Horison Kedalaman
(cm) Uraian
Ap 0 – 20 Warna matrik kelabu (2.5Y6/1); karatan berwarna coklat kemerahan
(2.5YR4/4, 30%); tekstur lempung berliat; struktur masif; kosistensi agak
lekat dan agak plastis (lembab); jumlah perakaran halus sedang sedangkan
akar halus banyak; reaksi tanah masam (pH 5,0); jelas rata beralih ke
Bg1 20 – 50/56 Warna matrik kelabu (2.5Y6/1); karatan berwarna coklat kuat (7.5YR5/6,
15%); tekstur liat berpasir; struktur masif; kosistensi lekat dan plastis
(lembab); jumlah perakaran halus sedikit, reaksi tanah masam (pH 5,0);
jelas/berombak beralih ke
R/Cg2 50/56 – 82 Campuran warna kekelabu (10YR7/1) dan karatan coklat kuat (7.5YR5/6);
tekstur kerikil padat tidak tembus akar; terdapat bahan lapukan berwarna
kuning coklat (7.5YR6/8), jelas/berombak beralih ke 2Bg3 82– 120 Warna matrik kelabu (10YR7/1); karatan berwarna kuning kemerahan
(7.5YR6/6, 10%), liat berkerikil, kosistensi lekat dan plastis (lembab);;
reaksi tanah masam (pH 5,0);
35
Gambar 16. Profil tanah pada lahan kering di Dusun IOM memperlihatkan: (A) penampang sisi lubang profil) dan (B) dan (C) Hamparan lahan kering padang rumput dan semak belukar sekitar profil.
Bentuk tanah di daerah kawasan TTP diklasifikasikan menjadi Kambisol Gleik
(BBSDLP, 2014) atau Fluvaquentic Dystrudept (Soil Taxonomy, 2014) untuk lokasi BPP
Jantho; Gleisol Fluvik atau Fluvaquentic Epiaquept untuk lahan sawah di Dusun Blangdaro;
Kambisol Distrik atau Fluventic Dystrudept untuk lahan padang rumput di Dusun IOM.
Karena pH tanah umumnya sangant masam (pH 5) maka status kesuburan tanah rendah.
Oleh karena itu takaran pupuk, cara pemberian dan waktu pemberian perlu disesuaikan
dengan masing-masing komoditas agar tidak terjadi pemborosan pemupukan. Hasil analisa
tanah sangat diperlukan untuk membuat rekomendasi pemupukan spesifik lokasi di TTP
Jantho.
36
Tabel 3. Uraian sifat morfologi profil tanah lahan kering di Dusun IOM
Dari 1.000 Ha lahan di Desa Teureubeh, 179 Ha merupakan sawah irigasi setengah
teknis, 150 Ha areal perkebunan, 150 Ha areal tegalan dan padang gembala, dan 300 Ha
areal pemukiman termasuk lahan pekarangan. Komoditas utama yang diusahakan adalah
padi sawah, ternak sapi, kerbau, kakao, sayuran (gambas, mentimun dan terung),
rambutan, pisang, kelapa dan pinang (Gambar 15). Pola tanam dominan pada lahan sawah
adalah padi-padi-bera. Lahan tegalan masih belum banyak dimanfaatkan, kecuali hanya
untuk lahan penggembalaan yang luasnya dari waktu kewaktu semakin menyempit.
Klasifikasi Tanah
Soil Taxonomy (SSS, 2014) : Fluventic Dystrudepts Klasifikasi Nasional (BBSDLP,2014) : Kambisol Distrik Landform : Koluvial Bahan induk : Bahan koluvium Klas Lereng (% Lereng) : Berombak (3-8 %)
Posisi : Arah utara-selatan
Elevasi (RBI/GPS), m dpl : 132 Drainase tanah : Baik Permeabilitas tanah : Cepat Kedalaman efektif (cm) : 50 Kedalaman muka air tanah (cm) : Tidak ada informasi Penggunaan lahan / vegetasi : Rumput dan semak belukar
Lokasi Administrasi : Dusun Iyom, desa Teureubeuh, Kecamatan Kota Jantho,
kabupaten Aceh Besar – Provinsi Aceh Koordinat Geografi
5
0 16' 45.1" LU dan 95
0 34' 25.2" BT
Koordinat UTM : Kode/jenis pengamatan/tgl-bl-th : TTP2/ profil / 14– 4 – 2015
Uraian sifat morfologi tanah
Horison
Kedalaman
(cm) Uraian
A 0 – 20 Coklat kelabu gelap (10YR6/6); tekstur lempung berpasir; struktur gumpal
bersudut, lemah halus; kosistensi tidak lekat dan tidak plastis (lembab); pori
makro, meso dan mikro banyak; jumlah perakaran halus sedang, sedangkan
akar kasar sedikit; reaksi tanah masam (pH 5,0); berangsur rata beralih ke
Bw1 20 –50 Coklat kekuningan (10YR5/4); tekstur lempung berdebu berkerikil; struktur
gumpal bersudut, lemah, ukuran sedang; konsistensi tidak lekat dan tidak
plastis (lembab); pori makro dan meso banyak, sedangkan mikro sedikit;
jumlah perakaran halus sedikit; reaksi tanah masam (pH 5,0); nyata rata
beralih ke
C 50 – 120 Campuran warna kuning kecoklatan (10YR6/6) dan kelabu terang
(10YR7/1); tekstur pasir; struktur lepas; kosistensi tidak lekat dan tidak
plastis (lembab); pori makro dan meso banyak; jumlah perakaran tidak ada;
reaksi tanah masam (pH 5,0);
37
Gambar 17. Beberapa budidaya tanaman pangan, sayuran dan pisang di kawasan TTP Kota Jantho
4.4 Kondisi Sosial Ekonomi
Desa Teurebeh terdiri dari lima dusun yaitu Dusun Gampong, Blang Daroh, Paya
Sukun, IOM dan Care dengan jumlah KK masing-masing 26, 27, 32, 150, dan 120. Mata
pencaharian utama penduduk adalah berusahatani padi, diikuti dengan buruh tani,
perdagangan, buruh non-tani, dan lainnya. Pada umumnya petani yang memiliki lahan
sawah adalah penduduk yang bermukim di tiga desa pertama, sedangkan dua desa lainnya
tidak. Kalaupun mereka memiliki lahan hanya berupa lahan pekarangan dan perkebunan di
pinggiran hutan. Oleh karena itu, penduduk yang bermukim di Desa Iom dan Care
mengusahakan sawah dengan sistem bagi hasil. Pemilik lahan sawah garapan berasal dari
dalam dan luar desa.
Kegiatan usahatani padi tidak hanya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga,
tetapi juga luar keluarga khususnya pada kegiatan menanam, menyiang, panen dan pasca
panen. Khusus kegiatan tanam, panen dan pasaca panen yang cenderung dilakukan
serentak harus mendatangkan tenaga kerja dari luar desa. Keterlibatan tenaga kerja
wanita pada usahatani padi mencapai 50 persen, sedangkan pada kegiatan jasa,
perdagangan dan buruh non-tani masing-masing 33 persen, 25 persen dan nol persen.
38
Keterbatasan tenaga kerja, kelangkaan pupuk saat dibutuhkan, ketidaktepatan
penyediaan benih dan banyaknya saluran irigasi yang bocor menyebabkan jadwal musim
tanam rendeng menjadi lebih lama, yaitu dari bulan Oktober-Maret. Kondisi ini
menyebabkan waktu bera saat musim tanam ketiga hanya tersisa dua bulan. Pada saat itu
sawah digunakan untuk menggembala sapi dan kerbau yang dikenal dengan istilah lokal
sebagai saat “luah blang”. Pada kondisi ini, jika ada penduduk yang bercocok tanam di
lahan sawah, harus melakukan pemagaran.
Di Desa Teurebeh tidak tersedia kelembagaan pasar input. Untuk memperoleh
input usaha pertanian, masyarakat membeli di Ibukota Kabupaten yang berjarak 2- 4 Km
dan di Kecamatan Seulimum yang berjarak sekitar 14 Km. Produk pertanian padi umumnya
dijual dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP). Penjualan dilakukan di luar kecamatan
(Seulimum) karena ada keterikatan hutang saat pengadaan sarana dan biaya produksi
usahatani padi. Umumnya sumber modal usahatani padi petani berasal dari pedagang
input-output yang ada di luar kecamatan dengan sistem pembayaran saat panen (yarnen).
4.5 Organisasi TTP
Strategi yang digunakan dalam pengembangan program TTP adalah
pengembangan komunitas secara terintegrasi (integrated community development)
dengan mensinergikan antara alam, masyarakat, dan inovasi, serta mengimplementasikan
sistem peranian terpadu (integrated farming system). Dalam percepatan proses
penerapan, adopsi, dan masalisasi serta peningkatan nilai tambah inovasi, melibatkan
empat komponen pelaku pembangunan pertanian yaitu kelompok akademisi
(Academician), swasta (Bussiness), pemerintah (Government), dan komunitas
(Community).
Untuk TTP Kota Jantho Aceh Besar, penaggung jawab pembangunan adalah Kepala
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen) dan
Pelaksana di lapangan dilakukan oleh Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Aceh serta dibantu oleh peneliti dari pusat dan balai penelitian lain seperti: (1) Pusat Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Bogor, Pusat Penelitian Perkebunan Bogor, BB Pasca
Panen Bogor, BB Padi Sukamandi, Balai Penelitian Buah Solok, Balai Penelitian Tanaman
Sayuran Berastagi, Balai Penelitian Peternakan Sub Balitnak Sei Putih Deli Serdang, Balai
Penelitian Tanaman Hias Cianjur, BB-Sumberdaya lahan dan Balai Penelitian Agroklimat
dan Hidrologi Bogor. Kegiata ini didukung oleh Pemerintah daerah Kabupaten Aceh Besar,
Universitas Syiahkuala dan unsur pemerintahan lain baik pusat maupun provinsi.
39
Pihak swasta diharapkan terlibat untuk dapat melakukan kerjasama kemitraan
usaha dengan masyarakat di TTP dengan asas saling menguntungkan dan target untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Unsur swasta tidak harus dari luar desa, tetapi
bisa juga menciptakan dari SDM lokal yang dilatih dan didampingi agar jiwa
kewirausahawannya menjadi meningkat. Perlu diketahui bahwa, secara sosiologis
umumnya masyarakat Aceh memiliki jiwa wirausaha yang tinggi.
Setelah berjalan tiga tahun, pembangunan TTP yang inisiasi Balitbangtan dengan
pola pendanaan yang akan semakin menurun, selanjutnya kegiatan pengembangan TTP
menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah, dalam kasus ini Pemerintah Kabupaten Aceh
Besar. Namun demikian kegiatan pendampingan tetap dilakukan oleh Badan Litbang
Kementerian Pertanian melalui BPTP Aceh, bahkan karena tupoksi dari BPTP adalah
melakukan pengkajian dan diseminasi spesifik lokasi, maka dapat dikatakan bahwa
kawasan TTP Kota Jantho, nantinya menjadi wahana bagi peneliti, penyuluh dan teknisi
yang ada di BPTP untuk terus menerus melakukan kegiatan pengkajian dan diseminasi
tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.
4.6 Penentuan Komoditas Utama
Secara teknis, keberhasilan pembangunan TTP Kota Jantho sangat tergantung
kepada aspek perencanaan yang baik, fokus dan sesuai dengan indikator capaian kinerja
(kuantitatif). Karena ruang lingkup kegiatan yang cukup luas, yaitu melibatkan lintas
komoditas, aktor dan teknologi, maka pendekatan yang digunakan dalam Pembangunan
Taman Teknologi Pertanian adalah pendekatan sistem (Eriyatno, 1998; Jackson, 2003;
Marimin 2004; Marimin 2009; Parnell et al. 2011). Untuk lebih memfokuskan kegiatan yang
akan dilaksanakan, dalam hal ini basis komoditas yang akan dikembangkan sangat
dibutuhkan penentuan komoditas tersebut (Gambar 18). Secara umum di kawasan TTP
Kota Jantho sangat beragam komoditas yang memiliki potensi untuk dikembangkan, fakta
ini digali berdasarkan hasil PRA dan Baseline survey yang telah dilakukan tim lintas bidang
keilmuan dan sektoral.
Berdasarkan hasil survey pra kondisi, PRA dan Baseline survey, komoditas yang
memiliki prospek untuk dikembangkan di kawasan TTP Kota Jantho mencakup kelompok
tanaman pangan (padi dan jagung), peternakan (sapi, ayam kampung dan itik),
perkebunan (kopi dan kakao), hortikultura (sayuran dan rambutan) dan perikanan. Kriteria
yang menjadi acuan penentuan komoditas utama mencakup pasar, SDM, teknologi dan
infrastuktur pendukung. Skala yang digunakan ordinal (1-5), dengan pengertian: 5: sangat
40
penting, 4: penting, 3: agak penting, 2: kurang penting dan 1: tidak penting (Marimin
2004). Bobot yang digunakan dalam kajian ini ditentukan oleh beberapa pakar yang
terlibat. Pakar (experts) yang terlibat dengan latar belakang sebagai peneliti, akademisi
(perguruan tinggi) dan praktisi. Kualifikasi untuk peneliti dan akademisi minimal bergelar
Doktor (S3) dan memiliki pengalaman dalam bidang perencanaan, sedangkan dari praktisi
minimal memiliki pengalaman 15 tahun dalam melaksanakan agribisnis berbasis kawasan.
Gambar 18. Diagram alir penentuan komoditas utama
Berdasarkan hasil analisis skoring dan pembobotan (Tabel5) untuk penentuan
komoditas unggulan didapatkan bahwa komoditas utama yang terpilih adalah padi untuk
tanaman pangan, sayuran untuk hortikultura, sapi untuk peternakan. Fakta ini
menunjukkan bahwa pembangunan Taman Teknologi Pertanian Kota Jantho akan berbasis
kepada komoditas tersebut. Hal ini sesuai dengan survey pra kondisi yang telah dilakukan,
dimana ketiga komoditas ini yang paling mungkin dikembangkan di kawasan TTP Kota
Mulai
Database dan
pendapat pakar
Penentuan komoditas utama
yang dikembangkan
Sesuai
Komoditas unggulan
terpilih
Selesai
Skoring dan
pembobotan
41
Jantho yang secara teknis tidak dibatasi (borderless) oleh wilayah administrasi, misalnya
desa dan kecamatan.
Tabel 4. Matrik keputusan penentuan komoditas unggulan TTP Kota Jantho
No. Kriteria B Padi (S)
BxS Sayuran (S)
BxS Ternak (S)
BxS Ayam Kampung
(S)
BxS kakao BxS
1. Permintaan
Pasar 0.35 5 1.75 4 1.4 4 1.4 3 1.05 2 0.7
2. Sumberdaya Manusia
0.25 4 1 3 0.75 4 1 3 0.75 4 1
3. Teknologi 0.20 4 0.8 3 0.6 3 0.6 3 0.6 3 0.6
4. Infrastruktur
pendukung 0.20 4 0.8 3 0.6 3 0.6 3 0.4 3 0.6
Total 1.00 4.35 3.35 3.6 2.8 2.9
Ranking 1 3 2 5 4
Ket: B=Bobot, S=Skor
4.7 Intervensi Teknologi Di TTP Kota Jantho
Untuk menjawab tantangan tersebut, dilakukan kajian dasar berbasis Participatory
Rural Appraisal (PRA) yang secara akademik telah teruji untuk menentukan komponen-
komponen teknologi pertanian yang akan diintroduksi, dalam hal ini berbasis komoditas,
seperti tanaman pangan, peternakan, hortikultura, perkebunan, perikanan, sedangkan
kapasitas aktor utama dibangun melalui aspek kelembagaan dengan wujud pelatihan-
pelatihan teknis. Kegiatan PRA dilaksanakan pada tanggal 12-14 April 2015. Kawasan
pertanian mencakup 400 ha yang terdiri dari 5 dusun yaitu Dusun Gampong, Blang Daroh,
Paya Sukun, IOM dan Care.
Hasil penting dari PRA antara lain: pada komoditas tanaman pangan, potensi ada
pada padi sawah dan jagung, peternakan berupa sapi dan kerbau, hortikultura mencakup
mentimun dan gambas, perkebunan pada kakao dan kemiri, sedangkan komoditas
perikanan pada pengembangan sistem mina-padi. Beberapa kecenderungan yang ada di
kawasan antara lain: Luas padang penggembalaan menyempit, air selalu tersedia, tetapi
saat terjadi anomali iklim ekstrem kawasan penangkapan air pernah mengalami kekeringan
dan pasokan air terhenti, proses inovasi diawali dengan penolakan, setelah merasakan
manfaat menjadi diadopsi, produktivitas gabah naik dengan rataan 6-7 ton/ha GKP.
42
Elaborasi hasil PRA selanjutnya dijadikan bahan dalam kegiatan Fokus Grup Diskusi
(FGD) yang dilaksanakan pada tanggal 15 April 2015, di Aula Utama Kantor Bupati
Kabupaten Aceh Besar. Kegiatan dipimpin langsung oleh Bupati Kabupaten Aceh Besar,
Muchlis Basyah, S.Sos dan dihadiri oleh tim dari Balitbangtan dan seluruh dinas teknis,
Bappeda, Dinas Penggelola Kekayaan Daerah, Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahan
Pangan serta sekretaris daerah Kabupaten Aceh Besar. Beberapa hasil penting dari FGD
adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh mendukung penuh pembangunan TTP Kota
Jantho di Desa Teureubeh, wujud dari dukungan tersebut adalah alokasi anggaran
TA.2015 melalui dinas teknis dan penyerahan surat hak guna pakai untuk pembangunan
TTP Kota Jantho.
Secara teknis inti dari pembangunan TTP Kota Jantho oleh Balitbangtan,
Pemerintah daerah Kabupaten Aceh Besar dan Perguruan Tinggi Afiliasi, dalam hal ini
Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala adalah intervensi teknologi (Tabel 6, 7, 8, 9 dan
10) apa yang dilakukan di kawasan TTP serta apakah intervensi teknologi tersebut memiliki
potensi bisnis (Tabel 11) yang memiliki potensi bisnis (profitable indicated) dan apakah
aktor utama yang menerima intervensi tersebut memiliki kapasitas untuk melaksanakan
intervensi tersebut, serta bagaimana peran masing-masing institusi dalam pencapaian
tujuan dari TTP tersebut.
Untuk menjawab dan merumuskan beberapa pernyataan tersebut, dilakukan fokus
grup diskusi yang dilaksanakan di Aula BPTP Aceh, tanggal 21 Mei 2015. Kegiatan ini hadiri
oleh Dekan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Dr. Ir. Agussabti, M.Si, Tim dari
Balitbangtan yang dipimpin oleh Dr. Karden Mulya dan Kepala Dinas Teknis Terkait,
Direktur Pusat Layanan Unit Terpadu-Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Aceh, Balai
Sertifikasi Benih (BPSB) Provinsi Aceh, Kelompok Tani Nelayan Unggulan (KTNA) Provinsi
Aceh. Hasil penting dari kegiatan FGD ini adalah adanya sedikit perubahan pada intervensi
teknologi, terutama pada komoditas hortikultura berupa introduksi buah naga dan sirsak
bukan pada rambutan yang secara teknis sulit dilakukan.
43
Tabel 5. Intervensi Teknologi Komoditas Tanaman Pangan
Tahun Kegiatan Keluaran
2015 • Uji performa VUB Padi 24 Ha
• Uji Rasa
• Penguatan Penangkar Pengusaha 3 Orang
dan luas tanam 2 Ha
• Penguatan GAP-PTT Padi
• Teradopsinya VUB padi pengganti
ciherang 60% di Kawasan TTP
• Peningkatan produktivitas padi rata-
rata dari 6 menjadi 6.5 ton/ha
• Tersedianya benih padi dan
kelembagaan produsen benih untuk
kawasan TTP
• Memperpendek masa tanam I dan
memanfaatkan MT III
• Penguatan budidaya jagung (feed dan
food).
• Penggunaan VUB jagung komposit
• Perluasan areal tanam di lahan
tegalan dan MT III (sampI 15 Ha)
Tahun Kegiatan Keluaran
2016
2017
• Perluasan areal penangkaran benih
padi 5 ha
• Penguatan Penangkar Pengusaha
yang didukung gudang benih (L)
• Penguatan GAP-PTT Padi (L)
• Peningkatan areal
penangkaran untuk
penyediaan benih padi di
kawasan Kecamatan Kota
Jantho dan Seulimum
• Usaha penangkaran benih padi (6
Orang, 10 Ha)
• Penguatan GAP-PTT Padi (L)
• Penyediaan benih padi
untuk kawasan Kabupaten
Aceh Besar (1.000 ha)
44
Tabel 6. Intervensi Teknologi Komoditas Hortikultura
Tahun Kegiatan Keluaran
2015 • Introduksi VUB cabai merah, mentimun,
gambas, kacang panjang dan sayuran
lain.
• Pelatihan budidaya sayuran sesuai GAP
• Pembangunan jaringan pengairan di
petani kooperator
• Meningkatnya luas tanam
dan produksi di tegalan
dan MT III (2 ha menjadi
5 ha).
• Terlaksananya pelatihan
budidaya sayuran sesuai
GAP 1 Kali.
• Pembangunan jaringan
pengairan di petani
kooperator 1 paket
2016 • Produksi bibit cabai merah di TTP.
• Demplot buah naga di petani kooperator
• Pelatihan budidaya, pasca panen.
• Introduksi jamur merang di TTP
• Pelatihan budidaya jamur merang
• Tersedianya benih/bibit
cabai merah 17.000
polyback.
• Terbangunnya demplot
buah naga 0.5 Ha.
• Terlaksananya Pelatihan
budidaya dan pasca
panen 5 kali.
2017 • Pembangunan kebun bibit desa (KBD)
(L)
• Tersedianya benih/bibit
sayuran di tiga dusun.
45
Tabel 7. Intervensi Teknologi Komoditas Peternakan
Tahun Kegiatan Keluaran
2015 • Konsolidasi pembuatan kandang
komunal dan kebun rumput (4
ha)
• Pendampingan teknologi
penggemukan sapi potong dengan
pakan, rumput dan legume (2 ha)
• Tersedianya lahan dan kemauan
petani
• Teradopsinya usaha
penggemukan sapi potong
menggunakan bahan pakan lokal
di kawasan TTP (2 ha)
2016 • Penyediaan pejantan unggul di
kawasan TTP (pemda) 3 ekor
• Peningkatan mutu kebun rumput
melalui introduksi rumput dan
legume (5 ha)
• Pengadaan dan penjualan sapi
bakalan dan siap potong untuk
unit bisnis TTP 20-25 ekor
• Menurunnya derajat inbreeding
(10%), meningkatkan angka
kelahiran pedet (70%).
• Tersedianya bibit dan rumput
melalui introduksi rumput dan
legume asal BPTU.
• Pendapatan unit bisnis TTP 15-
20 juta
2017 • Peningkatan mutu dan perluasan
padang penggembalaan melalui
introduksi rumput dan legume
asal BPTU (L) (10 ha)
• Pengadaan dan penjualan sapi
bakalan dan siap potong untuk
unit bisnis TTP (L)
• Menurunnya derajat inbreeding
(25%)
• Tersedianya penggembalaan
bermutu melalui introduksi
rumput dan legume asal BPTU
• Tersedianya sapi bakalan dan
siap potong untuk unit bisnis
TTP (L)
Tabel 8. Intervensi Teknologi Komoditas Perkebunan
Tahun Kegiatan Keluaran
2016 • Penangkaran bibit unggul kopi
robusta dan kakao di TTP 3.000
batang
• Tersedianya bibit unggul kopi
robusta dan kakao di TTP
sebanyak 3.000 batang yang siap
di jual
2017 • Penangkaran bibit unggul
kakao di TTP (L)
• Tersedianya penangkar bibit
unggul kakao di TTP
46
Tabel 9. Intervensi Teknologi Komoditas Perikanan
Tahun Kegiatan Keluaran
2016 • Introduksi teknologi budidaya
lele di TTP (1 Ha)
• Teradopsinya teknologi budidaya
lele
2017 • Introduksi teknologi
pembuatan bakso lele di TTP
• Teradopsinya teknologi
pembuatan bakso lele di kawasan
TTP
4.8. Perencanaan Bisnis TTP Kota Jantho
Salah satu indikator kinerja dari pembangunan Taman Teknologi Pertanian (TTP)
adalah tumbuhnya wirausaha yang berasal dari kawasan, dimana TTP tersebut dibangun.
Berdasarkan dengan hal tersebut dapat dikatakan bahwa dari kawasan TTP Kota Jantho
setidaknya harus tumbuh industri berbasis pertanian (agribisnis dan agroindustri) yang
dapat meningkatkan ekonomi wilayah (kawasan) TTP itu sendiri. Secara teknis TTP dapat
berperan sebagai inkubator yang artinya TTP sebagai lembaga menjadi wahana
pembentuk calon wirausahawan (tenan) yang berasal dari kawasan, selain itu TTP juga
dapat sebagai implementor yang bermakna TTP sebagai lembaga melakukan bisnis
berbasis pertanian, sehingga keberadaan TTP dapat berkelanjutan.
Berdasarkan hasil PRA dan Baseline survey didapatkan bahwa potensi bisnis di
TTP Kota Jantho adalah penyediaan benih sumber padi, beras premium, sayuran segar dan
jasa alsintan. Fakta ini dapat jelaskan bahwa umumnya untuk Kabupaten Aceh Besar pada
umumnya petani sampai dengan saat ini kesulitas untuk memperoleh benih padi
bersertifikat. Demikian juga di kawasan TTP Kota Jantho, benih yang digunakan adalah
benih Ciherang turun-temurun (lebih dari lima musim tanam) yang secara teknis telah
hilang kemampuan hibridnya, sehingga potensi bisnis penyediaan benih menjadi sangat
penting.
Perancangan perencanaan bisnis bertujuan untuk mengetahui secara teknis
prospek bisnis yang akan dikembangkan, dalam hal ini mengacu kepada provitable untuk
kegiatan yang bersifat implementor dan bankable yang bersifat inkubator. Dalam
rancangan induk ini perencanaan bisnis masih dalam bentuk perencanaan bisnis kanvas
47
(business plan canvas) yang dapat dilihat pada Gambar 19, yang bermakna masih pada
dalam bentuk perencanaan secara umum yang mencakup Sembilan item bisnis, seperti
target pasar, pembiayaan, mitra strategis, program yang dilakukan, nilai tambah yang
ditawarkan dan sumber pendapatan. Sedangkan detail dari perencanaan bisnis yang
dilaksanakan di TTP Kota Jantho disajikan pada bagian perencanaan bisnis lengkap, dalam
hal ini mencakup pengembangan produk, pasar sampai pada perhitungan feasibility study.
Selain itu juga disampaikan matrik SWOT (Gambar 20) terhadap bisnis utama di TTP Kota
Jantho, yaitu penyediaan benih sumber untuk komoditas padi. Penyajian matrik SWOT
bertujuan untuk mengetahui fakta-fakta kekuatan dan kelemahan (internal faktor) yang
dimiliki oleh TTP Kota Jantho dalam melaksanakan bisnis, demikian juga dengan dinamika
ancaman dan peluang (eksternal faktor). Dengan mengetahui fakta-fakta tersebut, pelaku
bisnis di TTP Kota Jantho dapat memformulasikan strategi-strategi yang dapat
diimplementasikan di lapangan.
Gambar 19. Business plan canvas untuk penyediaan benih sumber padi
48
Gambar 20. Matrik SWOT untuk penyediaan benih sumber padi
Strategi Pencapaian Indikator Kinerja Bisnis
Secara teknis kriteria kesuksesan suatu kegiatan dapat dilihat dari tercapainya
indikator kinerja yang telah ditentukan sebelumnya, dalam hal ini mengacu kepada
indikator kesuksesan dari pembangunan Taman Teknologi Pertanian yaitu peningkatan
pendapatan pelaku agribisnis dan tumbuhnya wirausaha di kawasan. Secara lengkap
visualisasi strategi pencapaian indikator kinerja pembangunan TTP Kota Jantho disajikan
pada Gambar 21.
49
Gambar 21. Strategi Pencapaian Indikator Kinerja Bisnis TTP Kota Jantho
4.9. Layout Pusat Dan Kawasan TTP Kota Jantho
Secara teknis pelaksaanaan pembangunan TTP Kota Jantho mengacu kepada
panduan umum pembangunan TTP yang diterbitkan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian yang telah disempurnakan. Berdasarkan
tempat pelaksanaan, TTP Kota Jantho terdiri atas pusat dan kawasan TTP Kota Janto.
Pusat TTP Kota Jantho merupakan tapak (Gambar 22, 23, 24, 25 dan 26) dimana
beberapa bangunan fisik dibuat pada lahan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Aceh Besar melalui mekanisme hibah (Nomor 032:2124/SK-T/2015). Luas lahan
yang dihibahkan 1.85 Ha (Lampiran 1).
Bangunan yang telah tersedia antara lain: Laboratorim Diseminasi Inovasi
Teknologi Pertanian, Gudang pengolahan pakan dan pupuk organik, screen house,
laboratorium pasca panen dan mekanisasi serta kandang ternak sapi. Pembiayaan dari
beberapa bangunan tersebut berasal dari Daftar Isisan Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
BPTP Aceh TA. 2015. Pada tahun 2016, melalui DIPA BPTP Aceh akan dibangun pagar
Hulu
•VUB
•Jajar legowo
•Mekanisasi
•Irigasi
•Pupuk
•Kandang komunal
Hilir
•Benih padi
•Beras premium
•Sayuran segar
•Sapi bakalan
•Jasa alsintan
Dampak
•Perbaikan ekonomiwilayah
•Kesejahteraan petani
stage 1 Show window
Demplot
Pameran dan expo Sta
ge 2 Kemasan
Standarisasi produk
Promosi Sta
ge 3 Pemasaran
Feed back Feedback
50
disekeliling lokasi dan toko tani, untuk menjual hasil-hasil pertanian dikembangan di TTP
dan kawasan.
Gambar 22. Design gapura TTP Kota Jantho
Gambar 23. Design pintu masuk TTP Kota Jantho
51
Gambar 24. Design pintu keluar TTP Kota Jantho
Gambar 25. Design pintu keluar TTP Kota Jantho dari sisi luar
52
Gambar 26. Design keseluruhan TTP Kota Jantho dari sisi luar
Gambar 27. Design pintu keluar TTP Kota Jantho dari sisi luar
53
Gambar 28. Design keseluruhan TTP Kota Jantho dari sisi luar
4.10 Organisasi Pelaksana TTP Kota Jantho
Strategi yang digunakan dalam pengembangan program TTP adalah
pengembangan komunitas secara terintegrasi (integrated community development)
dengan mensinergikan antara alam, masyarakat, dan inovasi, serta mengimplementasikan
sistem pertanian terpadu (integrated farming system). Dalam percepatan proses
penerapan, adopsi, dan masalisasi serta peningkatan nilai tambah inovasi, melibatkan
empat komponen pelaku pembangunan pertanian yaitu kelompok akademisi
(Academician), swasta (Bussiness), pemerintah (Government), dan komunitas
(Community).
Untuk TTP Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar, penanggung jawab pembangunan
adalah Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Genetik Pertanian
(BB Biogen) Bogor dan Pelaksana di lapangan dilakukan oleh Kepala Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh (Tabel 11) serta dibantu oleh para peneliti dari pusat dan
balai penelitian antara lain: (1) BB-Biogen Bogor, Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian Bogor, BB Pasca Panen Bogor, BB Sumberdaya Lahan Pertanian Bogor, BB Padi
Sukamandi, Balit Klimat Bogor, Balitri Pakuwon, Balitkabi Malang, Balitbu Solok, Balitsa
Brastagi, Sub Balitnak Sei Putih Deli Serdang. Kegiatan ini didukung oleh Pemerintah
daerah Kabupaten Aceh Besar, Universitas Syiah Kuala dan unsur pemerintahan lain baik
pusat maupun provinsi.
Pihak swasta diharapkan terlibat untuk dapat melakukan kerjasama kemitraan
usaha dengan masyarakat di TTP dengan asas saling menguntungkan dan target untuk
54
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Unsur swasta tidak harus dari luar desa, tetapi
bisa juga menciptakan dari SDM lokal yang dilatih dan didampingi agar jiwa
kewirausahawannya menjadi meningkat. Perlu diketahui bahwa secara sosiologis
umumnya masyarakat Aceh memiliki jiwa wirausaha yang tinggi.
Kegiatan pengembangan TTP yang pembangunannya diinisiasi Badan Litbang
Pertanian (Balitbangtan)-Kementerian Pertanian dengan pola pendanaan yang makin
menurun, selanjutnya setelah berjalan tiga tahun akan menjadi tanggungjawab
Pemerintah Daerah, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Aceh Besar. Namun demikian
kegiatan pendampingan akan tetap dilakukan oleh Balitbangtan melalui BPTP Aceh.
Tabel 11. Tenaga pelaksana internal BPTP Aceh TTP Kota Jantho
No. NAMA/NIP JABATAN DALAM
KEGIATAN URAIAN TUGAS
ALOKASI
WAKTU (Jam/
minggu)
1. Dr. Rachman Jaya, S.Pi, M.Si.
Penanggung Jawab - Mengkoordinir kegiatan mulai perencanaan sampai pelaporan
35
2. Ir. M. Ferizal, M.Sc* Zuardi, SP
Anggota - Membantu perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring serta pelaporan
30
3. Dr. drh. Iskandar Mirza*
Anggota - Melaksanakan kegiatan lapangan devisi peternakan
30
4. Ir. Nurbaiti, M.Si* M. Yusuf Ali
Anggota - Melaksanakan kegiatan lapangan devisi hortikultura
25
5. Irhas* Husaini, SP
Anggota - Melaksanakan kegiatan lapangan dan pelaporan penyiapan lahan
25
6. Ahmad Anggota - Melaksanakan tata kelola aset 25
7. Eka Fitria, SP* Rini Andriani, SP
Anggota - Melakukan kegiatan lapangan dan pelaporan devisi sosial ekonomi
25
8. Ramlan, SP Cut Hielda Rahmi, SP
Anggota - Melakukan kegiatan lapangan dan pelaporan devisi tanaman pangan (padi)
25
9. Irvanda Fatmal, SP Anggota - Melakukan kegiatan peliputan, dokumentasi
25
10. Suryani Novita Anggota - Melaksanakan tata kelola keuangan
30
11. Ir. Basri A. Bakar, M.Si Ir. T. Iskandar, M.Si
Anggota - Melakukan bimbingan teknis, kelembagaan dan advokasi
15
ket: *koordinator
55
V. KESIMPULAN
Pembangunan Taman Teknologi Pertanian (TTP) Kota Jantho merupakan wujud
dari salah satu Nawacita Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019. Basis
pembangunan TTP bukan hanya pada peningkatan produksi dan produktivitas, tetapi pada
peningkatan pendapatan petani melalui hilirisasi produk melalui peningkatan nilai tambah
berbasis bisnis pertanian. Kegiatan TTP Kota Jantho dilaksanakan di Desa Teureubeh,
Kecamatan Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar berbasis pada intervensi teknologi pada
komoditas tanaman pangan, peternakan, hortikultura, perkebunan dan perikanan dengan
luas kawasan utama mencapai 400 ha. Untuk meningkatkan kapasitas penerima intervensi
teknologi (capacity-building) tersebut dilakukan melalui pelatihan-pelatihan teknis.
Wujud dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar dalam pembangunan
TTP Kota Jantho adalah: pada tahun 2015 telah diserahkan lahan seluas 1.865 Ha dengan
opsi penambahan sampai 30 ha, selain itu juga telah dianggarkan melalui APBD Kabupaten
Aceh Besar untuk dana pendamping pembangunan TTP berbasis komoditas yang
dilaksanakan oleh dinas-dinas teknis.
Untuk mencapai indikator pembangunan TTP yaitu terciptanya dunia usaha
berbasis komoditas pertanian di kawasan TTP Kota Jantho, dilakukan melalui penciptaan
inkubator dan implementator bisnis. Inkubator mengacu kepada peran dari TTP Kota
Jantho sebagai lembaga dalam membina para wirausaha (tenan), sedangkan
implementator adalah TTP Kota Jantho sebagai lembaga yang melaksanakan aktivitas
bisnis berbasis pertanian, sehingga pembangunan TTP Kota Jantho dapat
berkesinambungan.
56
DAFTAR PUSTAKA
Bozzo U, Gibson DV, Sabatelli R, Smilor RW. 1999. Sosioeconomic Development Through Technology Transfer: Technopolis Novus Ortus.
Biswas RR. 2004. Making a Technopolis in Hyderabad, India: The Role Of Government IT Policy. Technological Forecasting and Social Change, 71:823-835.
Carayannis EG, Rogers EM, Kurihara EM dan Allbritton MM. 1998. High-Technology Spin-Off from Government R&D Laboratories and Research Universities. Technovation in Press.
Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem: meningkatkan mutu dan efektifitas manajemen. Bogor: UIPB-Press.
FAO. 2009. Technology Parks, Incubation Centres, Centres of Excellence: Best Practices
and Business Model Development in North and Southern Africa.
Jackson MC. 2003. Systems thinking: Creative holism for managers. JohnWiley & Sons Ltd. England.
Lyneis JM. 1988. Corporate planning and policy design. A system dynamic approach. Cambride, Massachusetts: Pugh-Roberts Assosiate, Inc.
Marimin, 2004. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk: Teknik dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Grasindo.
______, 2009. Sistem Pakar dalam teknologi manajerial: Teori dan aplikasi. Bogor: IPB-Press.
Pedoman Umum Pembanguan ATP Dan TTP. 2015. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Pustaka-Balitbangtan-Press.
Parnell GS, Driscoll PJ, Henderson DL. 2011. Decision Making in System Engineering and Management. John Wiley and Son, Inc. New Jersey.
Oh DS. 1995. High-Technology and Regional Development Policy: An Evaluation of Korea’s Technopolis Programme. Habitat Int, 19 (3): 253-267.
Raharjo B. 2002. Kerangka Technopark di Perguruan Tinggi: Sebuah Pemikiran dan Rangkuman. Pusat Penelitian Antar Universitas Bidang Mikroelektrika (PPAUME). Instutut Teknologi Bandung, Bandung.
Raymond W, Smilor G, Kozmetsky dan Gibson G (eds). 1988a. Creating The Technopolis : Linking Technology Commercialization and Economic Development. Cambridge, Mass. Ballinger Publishing.
Roberts EB, Malone DE. 1996. Policies and Structure for Spinning Off New Companies From Research and Development Organization. R and D, 26 (1): 17-48.
Sheridan T. 1986. The Technopolis Strategy. Reading Mass. : Addison-Wesley Publishing. Smilor RW, Gibson DV, Kozmetsky G. 1988. Creating The Technopolis: High-Technology
Development in Austin Texas. Journal of Business Venturing, 4: 49-67. Soenarso WH. 2011. Pengembangan Science and Technology Park Di Indonesia.
Disampaikan pada Seminar Nasional Kebijakan Iptek dan Inovasi Tanggal 26 Juli
2011, PAPPIPTEK-LIPI.
Steffensen M, Rogers EM, Speakmen K. 1999. Spin-Off from Research Centers at A Research University. Journal of Business Venturing, 15:93-111.
Tatsuno S. 1986. The Technopolis Strategy. Reading, MA: Addison-Wesley Publishing Company.
Vila PG, Pages PL. 2008. Science and technology parks. Creating new environments favourable to innovation. Paradigames, 0:141-149.
Wasson CS. 2006. System analysis, design, and development concepts, principles, and practices. John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey
57
LAMPIRAN
58
Lampiran 1. Surat Keterangan Hak Milik Lahan TTP Oleh Pem. Kab Aceh Besar
Lampiran 2. Surat Penunjukkan Lokasi TTP Kota jantho oleh Bupati Kab. Aceh Besar dan
MOU natara Balitbangtan dan pem.Kab. Aceh Besar
Top Related