OPTIMASI PADAT TEBAR PADA PENDEDERAN UDANG
VANAME (Litopenaeus vannamei) DENGAN SISTEM
RESIRKULASI
MUSKILATU RAHMI
10594091515
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2020
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Optimasi Padat Tebar
pada Pendedaran Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Dengan Sistem
Resirkulasi adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Makassar, Agustus 2019
Muskilatu rahmi
10594091515
HALAMAN HAK CIPTA
@ Hak Cipta milik Unismuh Makassar, tahun 2019
Hak Cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebahagian atau seluruh karya tulis ini
tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingsn yang wajar
Universitas Muhammadiyah Makassar
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebahagian
atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun
tanpa izin Unismuh Makassar.
ABSTRAK
Muskilatu rahmi 10594091515. Optimasi Padat Tebar Pada Pendedaran
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Dengan Sistem Resirkulasi. Dibimbing
oleh Darmawati dan Asni Anwar
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan optimasi padat penebaran
dengan sintasan yang tinggi terhadap pendederan udang vaname (Litopenaeus
vannamei) dengan ssstem resirkulasi. Rancangan percobaan dalam penelitian ini
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yaitu dengan 3 perlakuan dengan padat
penebaran yang berbeda yaitu : 10.000/ m3, 15.000/ m
3, dan 20.000/ m
3, masing-
masing perlakuan diulang 3 kali. Parameter uji sintasan menggunakan ANNOVA
dan dilanjutkan dengan uji BNT. Berdasarkan hasil penelitian ini, nilai rata-rata
sintasan (SR) di peroleh pada perlakuan 15.000/ m3
yaitu (91.7%) diikuti pada
perlakuan 10.000/ m3
(85.3%) dan terendah pada perlakuan 20.000/ m3
(83.7%).
Hasil pengukuran kualitas air di lokasi penelitian masih dalam kondisi ideal bagi
pertumbuhan Litopenaeus vannamei.
Kata Kunci: sintasan, kualitas air, sistem resirkulasi, Litopenaeus vannamei.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu
Alhamduliilah rabbil alamin, segala puji hanya milik Allah SWT, Tuhan
semesta alam. Hanya kepada-Nya penulis menyerahkan diri dan menumpahkan
harapan, semoga segala aktivitas dan praduktivitas penulis mendapatkan limpahan
rahmat dari Allah SWT. Rasa syukur juga dipanjatkan oleh penulis atas berkat
Rahmat, Hidayah serta Kasih Sayang Allah jualah telah memberi banyak nikmat,
kesehatan, dan petunjuk serta kesabaran sehingga penulis dapat melaksanakan
penulisan Proposal sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada
Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Makassar dengan Judul Proposal adalah Optimasi Padat Tebar Pada Pendedaran
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Dengan Sistem Resirkulasi.
Dengan selesainya penulisan proposal ini, penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada Ibunda Yuniati dan Ayahanda Hasanuddin yang telah
mencurahkan seluruh kasih dan sayangnya dengan sepenuh hati, mendoakan dan
mendukung penulis lahir dan bathin.
Selanjutnya penulis sampaikan terima kasih khusus yang mendalam kepada
Ibunda Dr. Darmawati, M.Si. dan Ibunda Asni Anwar, S.Pi., M.Si masing masing
selaku pembimbing 1 dan 2, Bapak H. Burhanuddin, S.Pi., M.P. sebagai Dekan,
dan Ibu Dr. Ir. Hj. Andi Khaeriyah, M.Pd sebagai ketua Program Studi Budidaya
Perairan. Penulis juga sampaikan terima kasih secara institusi kepada Rektor
Universitas Muhammadiyah Makassar, segenap staf pengajar dan administrasi
atas segala bantuan dan pelayanannya mulai sebagai mahasiswa baru sampai
penyelesaian studi.
Terimah kasih juga saya haturkan kepada Bapak Prof.Dr.Ir.Rachmansyah,M.Si
selaku peneliti utama dan bapak Makmur,S.Pi., M.Si sebagai Ka.Instalasi Tambak
Percobaan Punaga sekaligus sebagai peneliti di Instalasi tambak tersebut yang
selama ini mendukung kegiatan penelitian ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis secara tulus dan ikhlas
menyampaikan terima kasih kepada rekan rekan mahasiswa Program Studi
Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar
angkatan 2015, atas kerjasama selama ini sehingga dapat membuahkan hasil pada
hari ini, dan jika selama ini penulis pernah berbuat kesalahan atau kehilafan
kepada rekan-rekan seangkatan baik disengaja maupun tidak disengaja, penulis
menyampaikan permohonan maaf lahir dan bathin, tiada gading yang tidak pernah
retak, tiada manusia yang tidak pernah salah.
Makassar, 10 Februari 2019
Penulis
Muskilatu Rahmi
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
1. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 2
II. TINJAUN PUSTAKA 3
2.1. Pendederan Udang Vaname 3
2.2. Sistem Resirkulasi 4
2.3. Pengelolaan Kualitas Air 5
2.3.1. Filter 5
2.3.2. Protein Skimmer 6
2.3.3. Micro Bubble Generator 6
2.4. Udang Vaname 7
2.4.1. Klasifikasi dan Morfologi Udang Vaname 7
2.4.2. Larva Udang Vaname 8
2.5. Pakan yang di berikan 13
2.6. Parameter Kualitas Air 13
2.6.1. Suhu 14
2.6.2. Salinitas 14
2.6.3. DO (Oksigen Terlarut) 15
2.6.4. Ph 15
2.6.5. Total Amonia Nitrogen (TAN) 15
III. METODE PENELITIAN 16
3.1. Waktu dan Lokasi 16
3.2. Alat dan Bahan 16
3.3. Penyiapan Wadah dan Media Penelitian 16
3.4. Penyiapan Hewan Uji 17
3.5. Pemeliharaan Hewan Uji 17
3.6. Rancangan Percobaan 18
3.7. Peubah yang Diamati 18
3.7.1. Sintasan 20
3.7.2. Pengukuran Kualitas Air 20
3.8. Analisi Data 21
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22
4.1. Sintasan 22
4.2. Kualitas Air 25
5. PENUTUP 28
5.1. Kesimpulan 28
5.2. Saran 28
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
1. Ciri– ciri perkembangan nauplius udang vaname 9
2. Ciri - ciri perkembangan 11
3. Ciri - ciri stadia mysis 12
4. Parameter kualitas air, satuan dan alat ukur 22
DAFTAR GAMBAR
1. Morfologi udang vaname 8
2. Fase nauplis udang vaname 10
3. Fase zoea udang vaname 11
4. Fase mysis udang vaname 12
5. Post larva udang vaname 13
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Udang vaname merupakan komoditas unggulan perikanan budidaya di
Indonesia dengan produksi yang cenderung meningkat setiap tahun. Menurut data
Derektorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) pada tahun 2016, capaian produksi
budidaya udang vaname pada tahun 2016 sebesar 442.380 ton dan pada tahun
2017 sebesar 505.549 ton atau meningkat sebesar 21.20 %. Pada tahun 2016,
Indonesia menjadi negara pengekspor udang terbesar keempat di dunia setelah
India, Vietnam, dan Ekuador dengan volume ekspor sebesar 220.000 ton atau naik
sebesar 21% dibandingkan volume ekspor tahun 2015 (FAO 2017).
Pengembangan budidaya udang vaname masih berpotensi untuk
ditingkatkan. Namun demikian, ketersediaan benih masih menjadi permasalahan
yang ditemui dalam kegiatan budidaya. Pendederan udang vaname dengan padat
tebar yang tinggi merupakan salah satu upaya untuk memperoleh benih yang
berkualitas dalam jumlah dan waktu yang tepat.
Sistem resirkulasi akuakulktur (Recirculation Aquaculture System)
merupakan sistem yang memanfaatkan ulang air yang telah digunakan dengan
meresirkulasinya melewati sebuah filter, sehingga system ini bersifat hemat air
(Sidik 1993). Selain melewati sebuah filter, alternatif lain yang di gunakan untuk
menetralisir yaitu penambahan probiotik pada bak budidaya.
1.2. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan padat penebaran yang optimal
dengan sintasan yang tinggi terhadap pendederan udang vaname dengan system
resirkulasi.
Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada pembudidaya khususnya dalam mengoptimalkan padat penebaran serta
kelangsungan hidup udang vaname dengan penggunaan system resirkulasi.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendederan Udang Vaname
Pendederan adalah memelihara benih udang selama periode tertentu pada
bak dengan kondisi kualitas air yang terkontrol. Pengontrolan kualitas air ini
dilakukan agar persyaratan hidup udang vaname secara optimal bisa terpenuhi
yaitu dengan mengatur sirkulasi air. Pendederan merupakan suatu usaha
penyambungan antara pembenihan dengan pembesaran, dimana benih di pelihara
secara terkontrol dengan waktu tertentu untuk selanjutnya dilakukan pembesaran
udang di tambak (Amri et al., 2008).
Budidaya pendederan udang umumnya menggunakan system tertutup dan
selama pemeliharaan air media tidak diganti, sehingga dalam waktu tertentu
terjadi penurunan kualitas air (Djunaedi, Susilo, & Sunaryo, 2016). Hal ini dapat
mengakibatkan tumbuh kembang benih tidak normal dan menghambat hasil
produksi (Agustini et al., 2015). Pendederan pada umumnya hanya menggunakan
aerasi. Dimana aerasi pada pendederan sebagai alternatif untuk meningkatkan
oksigen dalam air, fungsi dari pada aerasi adalah untuk meningkatkan kandungan
oksigen pada kolam air (Suantika et al, 2000; Suwoyo & Mangapan, 2002).
Pendederan dapat dilakukan di tambak, bak-bak beton, dan hapa, sehingga
penggunaan dan penyediaannya bagi petani tambak semakin mudah (Busran,
2005). Selain itu pendederan juga dapat dilakukan di keramba jaring apung (KJA)
seperti penelitian (Tonnek et al., 2006).
Teknologi produksi pendederan udang juga sudah semakin meluas
dimasyarakat, baik diusahakan oleh petani tambak sendiri maupun pengusaha
yang khusus bergerak dalam usaha pendederan. Untuk dapat meningkatkan
produksi benih udang perlu diupayakan melalui penggunaan system yang efektif
untuk mengatasi memburuknya kualitas air pada pendederan. Salah satu cara
yang memungkinkan dalam mengatasi turunnya kualitas air yaitu menggunakan
system resirkulasi.
2.2. Sistem Resirkulasi
Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang
sudah digunakan dengan cara memutar air secara terus-menerus melalui perantara
sebuah filter atau ke dalam wadah (Fauzzia et al., 2013), sehingga sistem ini
bersifat hemat air (Sidik, 2002; Djokosetiyanto et al., 2006; Prayogo et al.,2012).
Sistem resirkulasi ada dua jenis yakni sistem sirkulasi tertutup yang mendaur
ulang 100% air dan sistem sirkulasi semi tertutup yang mendaur ulang sebagian
air sehingga masih membutuhkan penambahan air dari luar (Sidik, 2002).
Sistem kerja dari resirkulasi adalah air dari media pemeliharaan dialirkan
melalui pipa pengeluaran air. Sistem resirkulasi mampu mempertahankan kondisi
kualitas air pada kisaran optimal. Amonia yang dihasilkan dari sisa pakan dan
metabolisme ikan dapat mengakibatkan penumpukan bahan organik yang
menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air (Putra dan Pamukas, 2011;
Prayogo et al., 2012). Untuk mempertahankan kualitas air agar tetap layak bagi
organisme akuatik salah satu cara dengan sistem resirkulasi. Sistem resirkulasi
mampu menurunkan tingkat konsentrasi amonia, hingga dalam kisaran 31-43%
(Djokosetiyanto et al., 2006; Putra dan Pamukas, 2011). Penggunaan sistem
resirkulasi diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi, karena pemanfatan air
lebih ramah lingkungan untuk pertumbuhan ikan (Zonnefeld et al., 1991).
Sistem resirkulasi akuakulktur (Recirculation Aquaculture System)
merupakan sistem yang memanfaatkan ulang air yang telah digunakan dengan
meresirkulasinya melewati sebuah filter, sehingga sistem ini bersifat hemat air
(Sidik 1996). Filter di dalam sistem ini berfungsi mekanis untuk menjernihkan air
dan berfungsi biologis untuk menetralisasi senyawa amonia yang toksik menjadi
senyawa nitrat yang kurang toksik dalam suatu proses yang disebut nitrifikasi
(Spotte 1979).
2.3 Pengelolaan Kualitas Air
2.3.1 Filter Air
Filter adalah alat yang digunakan untuk menyaring air dengan tujuan
memperbaiki kualitas air agar bisa digunakan kembali (Darmayanti et al., 2011).
Filter berfungsi mekanis untuk menjernihkan air dan berfungsi biologis untuk
menetralisasi senyawa amonia yang toksik menjadi senyawa nitrat yang kurang
toksik dalam suatu proses yang disebut nitrifikasi (Widayat et al., 2010).
Filter dapat melakukan fungsinya dengan tiga cara yaitu menyerap,
berikatan, dan pertukaran ion. Serapan merupakan proses tertangkapnya suatu
partikel ke dalam stuktur media akibat dari pori-pori yang dimilikinya. Suatu
partikel menempel pada suatu permukaan yang disebabkan adanya perbedaan
muatan lemah di antara dua benda, dinamakan dengan proses adsorpsi. Sedangkan
pertukaran ion adalah proses dimana ion-ion yang terjerap pada suatu permukaan
filter dengan ion-ion lain yang berada dalam air (Silaban et al., 2012). Salah satu
filter yang dapat digunakan seperti kerang, Menurut Kuncoro (2004) filter
berfungsi untuk menyaring kotoran, baik secara biologi, kimia maupun fisika.
Sistem filtrasi yang biasa digunakkan terdiri dari filter mekanik, kimia, biologi
dan pecahan karang (gravel).
2.3.2. Protein Skimmer
Protein skimmer adalah salah satu perangkat yang berfungsi untuk
memisahkan bahan padat terlarut dalam air dengan cara pengapungan melalui jasa
gelembung-gelembung udara yang ditiupkan kedalam suatu kolam air. Proses
pemisahan padatan terlarut dengan metode pengapungan dalam air, diharapkan
akan terjadi kontak antar partikel padatan dengan antar muka air-udara yang
terbentuk melalui gelembung udara, selanjutnya partikel padatan ini akan terbawa
kepermukaan air dan dibuang.
Prinsip kerja dari protein skimmer adalah menciptakan kontak antara
gelombang udara dengan koloid dan partikel-pertikel padatan.
2.3.3 Micro Bubble Generator
Micro Bubble Generator (MBG) adalah suatu alat yang berfungsi untuk
menghasilkan gelembung udara di dalam air dengan ukuran diameter kurang dari
200 µm.
Pemanfaatan dari teknologi micro bubble ini telah meluas ke berbagai
bidang industri. Pada industri perikanan digunakan untuk meingkatkan kadar
oksigen pada tambak atau kolam. Manfaat lain adalah untuk meningkatkan
kualitas air yang terpolusi buangan limbah.
2.4. Udang vaname
2.4.1. Klasifikasi dan Morfologi Udang vaname
Menurut Wyban dan Sweeney (1991) dalam Farchan (2006) udang
vaname diklasifikasikan sebagai berikut:
Phylum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Ordo : Decapoda
Famili : Penaedea
Genus : Penaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
Udang vaname (Litopenaeus vannamei) termasuk crustacea, ordo decapoda
seperti halnya udang lainnya, lobster dan kepiting. Decapoda dicirikan
mempunyai 10 kaki, carapace berkembang baik menutup seluruh kepala. Udang
Paneid berbeda dengan decapoda lainnya. Perkembangan larva dimulai dari stadia
naupli dan betina menyimpan telur didalam tubuhnya
Menurut Farchan (2006) tubuh udang vaname keseluruhan memiliki warna
putih agak mengkilap dengan titik-titik warna hitam yang menyebar disepanjang
tubuh udang. Bagian tubuh udang vaname dibagi dua bagian terdiri dari kepala
dan dada (cephalothorax) dan bagian perut (abdomen). Suharyadi (2011)
mengatakan udang penaeid mempunyai ciri khas yaitu: kaki jalan 1,2, dan 3
bercapit dan kulit chitin. Udang penaeid termasuk crustaceae yang merupakan
binatang air memiliki tubuh beruas-ruas, pada setiap ruasnya terdapat sepasang
kaki. Udang vaname termasuk salah satu famili penaide dan dapat dibedakan
menjadi dua bagian yaitu: cephalothorax (bagian kepala dan badan yang
dilindungi carapace) dan abdomen (bagian perut terdiri dari segmen atau ruas-
ruas).
Gambar 1. Morfologi udang vaname
2.4.2. Larva Udang vaname
Naupli merupakan stadia paling awal pada stadia larva udang vaname,
kemudian berubah menjadi stadia zoea. Zoea merupakan stadia kedua pada larva
udang vaname, kemudian bermetamorfosa ke stadia mysis. Stadia mysis
merupakan stadia ketiga dari larva udang vaname yang merupakan stadia terakhir
pada larva udang vaname. Mysis mempunyai karakteristik menyerupai udang
dewasa, seperti bagian tubuh, mata, dan karakteristik ekornya. Stadia mysis akan
berakhir pada hari ke tiga atau hari keempat, dimana selanjutnya akan
bermetamorfosa menjadi post larva (PL), (Wyban and Sweeney, 1991).
Perkembangan larva udang vaname setelah telur menetas adalah sebagai berikut:
1. Stadia Nauplius
Udang vaname memiliki empat stadia pertumbuhan yaitu Nauplius, Zoea,
Mysis, dan Post Larva. Pada stadia nauplius ini mengalami metamorphose
sebanyak 6 kali, yaitu Nauplius 1 sampai nauplius 6 dengan interval waktu 2-3
hari dengan ciri-ciri Nauplius dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Ciri – ciri perkembangan nauplius udang vaname.
Stadia Nauplius Ciri-ciri
Nauplius 1
Badan bentuknya masih bulat telur, tetapi sudah
mempunyai anggota badan 3 pasang
Nauplius 2
Badan masih bulat tetapi pada ujung atenna
pertama terdapat selai rambut yang satu panjang
dan dua lainya pendek.
Nauplius 3
Tunas maxilla dan maxillaped mulai tampak,
demikian juga furcal yang jumlahnya dua buah
dan mulai jelas terlihat masing - masing 3 dari
spesiesnya
Nauplius 4
Pada antenna ke dua mulai tampak beruas - ruas
dan pada setiap fucal terdapat 4 buah
Nauplius 5
Organ pada bagian depan sudah mulai tampak
jelas disertai dengan tumbuhnya tonjolan.
Nauplius 6
Perkembangan bulu – bulu makin sempurna dan
pada furcal mulai makin panjang.
Gambar 2. Fase nauplis udang vaname, (a. nauplis 1), (b. nauplis 2), (c. nauplis 3),
(d. Nauplis 4), (e. nauplis 5), (f. nauplis 6), (Wyban and Sweeney,
1991)
Stadia Nauplius akan mengalami perubahan menjadi zoea setelah
mencapai nauplius VI sehingga harus diberikan pakan alami agar pada saat
perpindahan stadia ke zoea makanan telah tersedia dimana pada stadia zoea
kuning telur yang dibawa sejak masih stadia Nauplius sudah habis.
2. Stadia Zoea
Stadia zoea bekembang selama 3-4 hari, tergantung pada kondisi
lingkungan dan pada stadia ini mengalami tiga kali metamorphose sebelum jadi
mysis dengan ciri-ciri dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Ciri - ciri perkembangan zoea.
Stadia Zoea Ciri-ciri
Zoea 1
Pipih mata dan carapaks mulai tampak, tampak
maxilla pertama dan kedua serta mulai berfungsi,
alat – alat pencernaan makanan tampak jelas
Zoea 2 Mulai bertangkai dan pada carapaks sudah
terlihat rostrum dan duri
Zoea 3 Sepasang yang bercabang 2 mulai berkembang
dan duri pada ruas – ruas perut mulai tumbuh.
Gambar 3. Fase zoea udang vaname,(a. zoea 1), (b. zoea 2),(c.zoea 3),
(Wyban and Sweeney, 1991).
3. Stadia Mysis
Pada stadia zoea akan menjadi mysis setelah mangalami 3 kali pergantian
substadia dengan interval waktu 3-4 hari. Pada stdia mysis mirip dengan udang
dewasa namun bersifat planktonis dan bergerak mundur dengan cara
membengkokkan badannya dan lebih kuat berenang sehingga dapat mencari
dan menangkap makanannya. pada stadia mysis mengalami 3 kali metamorphose
dengan interval waktu 3-4 hari dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Ciri - ciri stadia Mysis.
Stadia Mysis Ciri-ciri
Mysis 1
Bentuk badan ramping dan memanjang seperti
udang muda, tapi kaki renang belum nampak.
Mysis 2
Tunas kaki renang mulai tampak tapi belum
beruas – ruas
Mysis 3 Tunas renang bertambah panjang dan beruas
Gambar 4. Fase mysis udang vaname, (a. Mysis 1), (b.Mysis 2), (c.
Mysis 3), (Wyban and Sweeney, 1991).
4. Stadia Post Larva
Setelah lepas dari substadia mysis III selanjutnya menjadi post larva dan
mulai dinamakan PL1 dan seterusnya hingga PL siap panen yang biasanya
dipanen setelah menjadi PL12. Stadia post larva mempunyai ciri-ciri yaitu
mempunyai pleopoda yang berambut (stea) untuk berenang. Sejak PL1 akan
terhitung PL2 apabila terjadi pergantian kulit (moulting) dan begitu seterusnya.
Pada stadia ini yang perlu diperhatikan adalah kualitas air media pemeliharaan
harus tetap terjaga.
Gambar 5. Post larva udang vaname (Wyban and Sweeney, 1991).
2.5. Pakan yang di berikan
Larva udang vaname diberi pakan komersial beryl 0-1 (ukuran crumble)
secara “blind feeding”. Pakan yang mengandung senyawa organik, seperti protein,
asam amino, dan asam lemak, maka udang akan merespon dengan cara mendekati
sumber pakan tersebut. Saat mendekati sumber pakan, udang akan berenang
menggunakan kaki jalan yang memiliki capit. Pakan langsung dijepit
menggunakan capit kaki jalan, kemudian dimasukkan ke dalam mulut.
Selanjutnya, pakan yang berukuran kecil masuk ke dalam kerongkongan
(esophagus). Bila pakan yang dikonsumsi berukuran lebih besar, akan dicerna
secara kimiawi terlebih dahulu oleh maxilliped di dalam mulut (Ghufran, 2007).
2.6. Parameter Kualitas Air
Menurut Acehpedia (2010), kualitas air dapat diketahui dengan melakukan
pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang dilakukan adalah uji
kimia, fisik, biologi, atau uji kenampakan (bau dan warna). Pengelolaan kualitas
air adalah upaya pemaliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan
sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kondisi air tetap dalam kondisi
alamiahnya.
2.6.1. Suhu
Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu
penyebaran organisme baik dilautan maupun diperairan tawar dibatasi oleh suhu
perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kehidupan
biota air. Secara umum, laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan
suhu, dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian
bila peningkatan suhu sampai ekstrim (Kordi dan Andi, 2010).
Udang akan mati jika berada pada suhu dibawah 15°C atau diatas 33°C
dalam waktu 24 jam atau lebih. Sub letal stres terjadi pada 15-22°C dan 30-
33°C. Temperatur optimum untuk udang vaname adalah antara 23 -
30°C. Efek temperatur terhadap pertumbuhan adalah perkembangan stadia dan
ukuran. Sebagai contoh, udang kecil (1 gram) tumbuh cepat dalam air hangat
(30°C), udang medium (12 gram) dan udang besar (18 gram) pertumbuhan
tercepat terjadi pada temperatur 27°C dari pada pada 30°C.
2.6.2. Salinitas
Udang vaname memiliki toleransi salinitas yang lebar, yaitu dari 2-40 ppt,
tapi akan tumbuh cepat pada salinitas yang lebih rendah, saat lingkungan dan
darah isoosmotik (Wyban et al. 1991). Supono (2008), menyatakan bahwa
salinitas merupakan salah satu aspek kualitas air yang memegang peranan
penting karena mempengaruhi proses pertumbuhan udang vaname.
2.6.3 DO (Oksigen Terlarut)
Oksigen yang diperlukan biota air untuk pernafasannya harus terlarut
dalam air. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehinnga bila
ketersediaannya didalam air tidak mencukupi kebutuhan biota budidaya, maka
segal aktivitas biota akan terhambat. Kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai
kepentingan pada dua aspek, yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan
kebutuhan konsumtif yang terandung pada metabolisme udang. (Kordi dan
Andi,2009).
2.6.4. pH
Menurut Haliman dan Adijaya, (2005) bahwa derajat keasaman (pH) air
yang baik untuk budidaya udang vaname adalah 7,5–8,5. Selanjutnya Effendi
(2000) menyatakan bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap
perubahan pH dan menyukai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi
proses biokimiawi perairan, misal proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah.
2.6.5. Total Amonia Nitrogen (TAN)
Kandungan ammonia dalam tambak berasal dari sisa metabolisme hewan
air dan dari dekomposisi bahan organic dari bakteri (Boyd, 1991). Ammonia
merupakan senyawa nitrogen yang bersifat toksik bagi udang (Handojo, 1994).
Konsentrasi ammonia yang mampu ditolerir untuk kehidupan udang dewasa < 0,3
ppm (Ahmad, 1991 dan Boyd, 1989), dan ukuran benih < 0,1 ppm.
3. METODE PENELITIAN
3.1.Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan selama 21 hari pada tanggal 13 April
sampai 5 Mei 2019 di Instalasi Tambak Percobaan (ITP) Punaga, BRPBAP3
Maros di Dusun Punaga, Desa Punaga, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten
Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari wadah budidaya
terbuat dari tandon IBC kapasitas 1000 liter (1 m3), wadah filter adalah adalah
drum kecap industry ukuran 200 liter, timbangan digital untuk mengukur berat
larva. Parameter kualitas air yang diukur selama penelitian antara lain oksigen
terlarut/ dissolve oxygen (DO), pH, suhu, salinitas, dan amonia. Parameter DO,
pH, suhu, dan salinitas diukur dengan menggunakan Water Quality Meter YSI
series professional plus. Amonia diukur dengan menggunakan alat
spektrofotometer, lakban digunakan untuk memberi label pada wadah penelitian,
spidol untuk menulis penanda, dan perangkat aerasi, skimmer, pipa, mikro bubble
generator.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah larva udang vaname
probiotik, palkan 0-1, dan air laut.
3.3. Penyiapan Wadah dan Media Pemeliharaan
Wadah yang dipakai penelitian di Instalasi Tambak Percobaan Punaga,
(BRPBAP3) Maros adalah tandon IBC kapasitas 1000 liter (1 m3), wadah filter
adalah drum kecap industry ukuran 200 liter, dengan ketinggian air maksimal
100 cm.
Sebelum menggunakan air sebagai media budidaya dilakukan beberapa
perlakuan yaitu di masukan ke dalam IPAL mini yang terdiri dari 3 bak yaitu
bak 1 dengan penambahan ijuk dan bata ringan, bak 2 diendapkan, bak 3
meletakan 2 pompa yaitu microbubble generator dan protein skimmer, kemudian
masuk pada wadah pentokolan udang dengan penambahan probiotik setiap lima
hari.
3.4. Penyiapan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian di Instalasi Tambak
Percobaan Punaga, (BRPBAP3) Maros adalah larva udang vanname (Litopeneaus
Vanname) dengan ukuran PL 10 (Phost larva) atau berat 0,001 gr/e yang
dipelihara di pentokolan selama 21 hari sampai berukuran PL 31 atau juvenil.
Benur ini berasal dari hatchery yang mempunyai sertifikat bebas penyakit, salah
satunya bebas penyakit dari WSSV (White Spot Syndrome Virus) Dari PT.Esa
Putli Prakarsa Utama (Benur Kita).
3.5. Pemeliharaan Hewan Uji
Dengan menggunakan system resirkulasi, selama pendederan di lakukan
pengelolaan kualitas air meliputi penambahan probiotik setiap lima hari dan
pembuangan sludge setiap hari dimulai pada DOC-10 serta penambahan air baru
sesuai dengan volume yang terbuang. Selama pemeliharaan, larva udang vaname
diberi pakan komersial beryl 0-1 (ukuran crumble). dengan frekuensi pemberian
pakan dilakukan sebanyak 6 kali dalam sehari, yaitu pada pukul 07.00, 10.00,
13.00, 16.00, 19.00 dan 22.00 WITA.
3.6. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap
dengan masing - masing perlakuan 3 kali ulangan sebagai berikut:
Perlakuan A : Padat tebar 10.000 ekor/m3
Perlakuan B : Padat tebar 15.000 ekor/ m3
Perlakuan C : Padat tebar 20.000 ekor/ m3
Rancangan percobaan pada penelitian ini adalah rancangan percobaan
dengan 3 perlakuan. Pada penelitian ini menggunakan 9 bak yang masih-masing
di beri lebel A1, A2, A3, B1, B2, B3, C1,C2, dan C3.
Parameter fisika yang diukur selama penelitian meliputi oksigen terlarut/
dissolve oxygen (DO), pH, suhu, dan salinitas. Parameter kimia yang diukur
adalah amonia. Parameter DO, pH, salinitas, dan suhu diukur secara in situ.
Pengukuran dilakukan dengan frekuensi dua kali dalam sehari selama
pemeliharaan. Pengambilan sampel amonia dilakukan pada hari ke-0, 10, dan 21.
3.7. Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalan Sintasan. Kualitas air
sebagai parameter pendukung yang meliputi suhu, salinitas, pH dan DO. Masing
masing Peubah yang diamati dalam penelitian ini dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
3.7.1. Sintasan
Sintasan udang selama masa pemeliharaan dapat di hitung dengan rumus
sebagai berikut (Effendi 1997):
Keterangan:
Nt : Jumlah udang di akhir pemeliharaan (ekor)
No : Jumlah udang di awal pemeliharaan (ekor)
3.7.2. Pengukuran Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diukur adalah suhu, kandungan oksigen
terlarut (dissolved oxygen / DO), pH, salinitas dan amonia. Parameter suhu DO,
pH dan salinitas media pemeliharaan diukur setiap hari yaitu pada pagi dan sore
hari, Parameter kualitas air, satuan dan alat pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Parameter kualitas air, satuan dan alat pengukuran
Parameter Kualitas Air Satuan Alat Ukur
Suhu oC Termometer
Salinitas ppm Refraktometer
DO Mg/L DO meter
pH - pH meter
Amonia ppm Amonia Meter
3.8 Analisis Data
Analisa data menggunakan aplikasi microsoft exel dan SPSS. Data yang
diperoleh dari pengamatan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, kemudian
dianalisis menggunakan analisis ANOVA dengan selang kepercayaan 95%.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sintasan (Survival rite)
Kelulushidupan (survival rate) merupakan presentase udang yang hidup dari
jumlah udang yang dipelihara selama masa pembesaran dalam suatu wadah
pembesaran. Kelulushidupan udang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
kualitas air, ketersediaan pakan yang sesuai dengan kebutuhan udang, kemampuan
untuk beradaptasi dan padat penebaran. Tingkat kelulushidupan dapat digunakan
dalam mengetahui toleransi dan kemampuan udang untuk hidup (Effendi, 1997).
Menurut Lakshamana dalam Armiah (2010) faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya kelulushidupan udang yaitu faktor biotik antara lain kompetitor,
kepadatan populasi, umur dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan
perairan.
Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa padat
penebaran berpengaruh nyata (0.00<0,05) terhadap nilai kelulushidupan larva
udang vaname. Perlakuan A (10.000) berbeda nyata dengan perlakuan B (15.000)
dan C (20.000). Hasil uji lanjut BNT menunjukkan bahwa perlakuan dengan padat
tebar 15.000 berbeda nyata dengan kepadatan 10.000 serta kepadatan 10.000 juga
berbeda nyata dengan kepadatan 20.000.
Berikut nilai kelulushidupan udang vaname dari awal hingga akhir
penelitian dari padat penebaran 10.000, 15.000, dan 20.000 disajikan pada
Gambar 6.
. Gambar 6. Sintasan Litopenaeus vannamei
Sintasan biasanya dapat dilihat pada akhir pemeliharaan. Perlakuan dengan
padat penebaran yang berbeda mengakibatkan sintasan yang berbeda-beda.
Sintasan yang didapat selama penelitian pada perlakuan A (10.000) 85.3%, B
(15.000) 91.7%, dan C (20.000) 83.7%. nilai sintasan tersebut sudah termasuk
kedalam kategori yang baik. Dimana Sulvival Rate dikategorikan baik apabila
nilai SR > 70%, untuk SR Kategori sedang 50% - 60%, dan pada kategori rendah
nilai SR < 50% (Widagdo,2012).
Menurut Cahyono (2009), faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya
kelulushidupan dalam budidaya adalah faktor abiotic dan biotik. Faktor abiotik
diantaranya adalah faktor kimia, fisika air suatu perairan atau sering disebut
dengan kualitas air. Kualitas air yang baik akan menyebabkan proses fisiolagi
dalam tubuh udang berjalan dengan baik, sehingga mendukung pertumbuhan dan
tingkat kelulushidupan udang. Sedangkan faktor biotiknya adalah organisme yang
tidak sengaja berada didalam lingkungan perairan yang menjadi predator bagi
hewan budidaya misalnya hewan atau ikan liar lainnya.
78
80
82
84
86
88
90
92
94
A = 10.000 B = 15.000 C = 20.000
SINTASAN
SR pada perlakuan A(10.000) dan C (20.000) lebih rendah dari pada
perlakuan B (15.000). Pada perlakuan A dengan jumlah padat tebar yang lebih
rendah yaitu 10ekor/l udang mampu memanfaatkan pakan yang tersedia dengan
lebih efisien karena lebih banyak bergerak. Namun, udang yang dipelihara dalam
kepadatan yang rendah akan lebih agresif sebagaimana pendapat dari Bardach et
al. (1972). Hal ini berakibat pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan
kelangsungan hidup mengalami penurunan yang selanjutnya terjadi kematian.
Sedangkan SR pada perlakuan C dengan padat tebar yang tinggi yaitu 20ekor/l
mengakibatkan peluang kontak antar individu terkait kanibalisme serta persaingan
pendapatan pakan lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Khishna et
al.(2015) bahwa peningkatan padat penebaran akan menurunkan sintasan udang
vaname. Selanjutnya sebagaimana pendapat dari Wedemeyer (1996) diacu oleh
Setiawan (2009) menyatakan bahwa peningkatan kepadatan akan berakibat
terganggunya proses fisiologis dan tingkah laku udang terhadap ruang gerak yang
pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis ikan akibatnya
pemanfaatan makanan, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup mengalami
penurunan. Stress akan meningkat cepat ketika batas daya tahan udang telah
tercapai atau terlewati. Dampak stress ini mengakibatkan daya tahan tubuh udang
menurun dan selanjutnya terjadi kematian
Hal ini menjelaskan bahwa padat penebaran yang optimal dari ketiga
perlakuan tersebut ditunjukkan pada perlakuan B yaitu 15.000 atau 15ekor/l
(91.7%) yang menghasilkan respon maksimal terhadap sintasan udang vaname
terkait dengan kompetisi pemanfaatan ruang, peluang kontak antar individu terkait
kanibalisme, serta persaingan pendapatan pakan.
4.2. Kualitas Air
Hasil pengukuran parameter kualitas air selama masa pemeliharaan
Litopenaeus vannamei disajiakan pada tabel 7.
Tabel 7. Hasil Pengukuran Kualitas Air
Parameter Kisaran Kelayakan Referensi
Suhu 28 - 31°C 23 - 30°C Liao et al. 1986
Salinitas 29 - 32 ppt 2-40 ppt Wyban et al. 1991
DO 3.1- 4.35 ppm 2-5 ppm Anonimous, 2004
Ph 7.9 - 8.25 7.5 - 8.5 Haliman et al. 2005
Amonia 0.3 – 0.4 0.01 – 0.05 Ebeling, 2006
Pada kegiatan budidaya udang vaname air merupakan media untuk hidup,
maka kualitas air yang baik dan ideal sangat diperlukan untuk menunjang
keberhasilan budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei). Pengukuran
kualitas air pada penelitian ini adalah suhu, salinitas, oksigen terlarut (DO), Ph,
dan ammonia.
Menurut Liao et al. (1986) suhu optimum untuk udang vaname adalah antara
23 - 30°C. Udang akan mati jika berada pada suhu dibawah 15°C atau diatas 33°C
dalam waktu 24 jam atau lebih. Sub letal stres terjadi pada 15-22°C dan 30-
33°C. Efek temperatur terhadap pertumbuhan adalah perkembangan stadia dan
ukuran. Dari hasil pengukuran pada penelitian didapatkan suhu berkisar antara
28°C - 31°C. keadaan suhu yang mencapai 31°C pada kolam budidaya disebabkan
pada siang hari matahari bersinar terik, sementara wadah budidaya udang vaname
berada di luar ruangan yang tidak di atapi. Langkah yang dilakukan yaitu dengan
meningkatkan permukaan air, hal tersebut dilakukan untuk meredam suhu yang
memapari permukaan air.
Supono (2008), menyatakan bahwa salinitas merupakan salah satu aspek
kualitas air yang memegang peranan penting karena mempengaruhi proses
pertumbuhan udang vaname. Udang vaname memiliki toleransi salinitas yang
lebar, yaitu dari 2-40 ppt, tapi akan tumbuh cepat pada salinitas yang lebih rendah
(Wyban et al. 1991). Dari hasil pengukuran pada wadah penelitian didapatkan
salinitas dengan kisaran 29 - 32 ppt, maka salinitas tersebut sesuai dengan yang
dibutuhkan oleh udang vaname.
Kebutuhan oksigen pada udang mempunyai kepentingan pada dua aspek,
yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang
terkandung pada metabolisme udang. (Kordi dan Andi,2009). Dari hasil
pengukuran oksigen terlarut pada penelitian didapatkan DO dengan nilai 3.1 -
4.35 ppm. Menurut Anonimous (2004) kisaran DO yang baik untuk udang vaname
adalah kisaran 2-5 ppm. Maka nilai DO pada penelitian udang vaname sesuai
dengan DO yang dibutuhkan oleh udang vaname (Litopenaeus vannamei).
Kisaran pH yang didapat selama penelitian yaitu 7.9 - 8.25. Menurut
Haliman dan Adijaya, (2005) bahwa derajat keasaman (pH) air yang baik untuk
budidaya udang vaname adalah 7,5–8,5. Maka nilai pH pada penelitian udang
vaname sesuai dengan pH yang dibutuhkan oleh udang vaname (Litopenaeus
vannamei). Selanjutnya Effendi (2000) menyatakan bahwa sebagian besar biota
akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH sekitar 7-8,5.
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa padat tebar yang berbeda
pada pendederan udang vaname (Litopenaeus vannamei) dengan sistem
resirkulasi pada wadah ukuran 1 ton, berpengaruh terhadap kelulushidupan larva
udang vaname. Perlakuan dengan padat tebar yang optimal terdapat pada padat
tebar 15.000 ekor/wadah dengan nilai sulvival rite yaitu 91.7%, sedangkan 85.3%
pada kepadatan 10.000 ekor/wadah, dan 83.7% pada kepadatan
20.000ekor/wadah.
5.1 Saran
Adapun saran penelitian selanjutnya dalam melakukan pendederan larva
udang vanname dengan sisem resirkulasi di ruang terbuka sebaiknya
menggunakan atap atau waring untuk menutup wadah penelitian untuk
mengurangi kontaminasi dengan lingkungan luar.
DAFTAR PUSTAKA
Agustini, R. L., Hudaidah, S., & Supono. (2015). Keragaan Udang Putih
(Litopenaeus Vannamei) Pada Densitas Yang Berbeda Dengan Sistem
Bioflok Pada Fase Pendederan. E-Jurnal Rekayasa Dan Teknologi
Budidaya Perairan, III(2), 367-374.
Amri, Khairul dan Iskandar Kanna. 2008. Budidaya Udang Vaname secara
Intensif, Semi Intensif, dan Tradisional. Jakarta: Gramedia.
Bardach, J. E., J.H. Ryther and W.O.Mc Larney. 1972. Aquaculture, the farming
husbandary of freshwater and marine organism. John wiley and sons. New
York.
Boyd, C.E. & Clay, J.W. (1991). Evaluation of Belize Aquaculture, Ltd: A
Superintensive Shrimp Aquaculture Systems. Report prepared under the
World Bank, NACA, WWF and FAO Consortium Program on Shrimp
Farming and the Environment. Work in Progress for Public Discussion.
Published by the Consortium, 17 pp.
Darmayanti, L, Yohanna L., dan Josua, MTS. 2011. Pengaruh Penambahan Media
Pada Sumur Resapan Dalam Memperbaiki Kualitas Air Limbah Rumah
Tangga. Jurnal Sains dan Teknplogi, X (2): 61-66.
Djunaedi, A., Susilo, H., & Sunaryo. (2016). Kualitas Air Media Pemeliharaan
Benih Udang Windu (Penaeus monodon) Dengan Sistem Budidaya yang
Berbeda, 19 (November). 171-173.
Djokosetiayanto, D., A. Sunarma., & Widanarn. (2006). Perubahan Ammonia
(NH3-N), Nitrit (NO2-N) dan Nitrat (NO3-N) Pada Media [emeliharaan
Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) di dalam Sistem Resirkulas. Jurnal
Akuakultur Indonesia 5 (1): 13-20.
Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air. Manajemen Sumberdaya Perairan.
Fakultas. Perikanan dan Ilmu Kelautan. Intitut Pertanian Bogor. Bogor.
Effendie, M.I. 1979. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara.
Effendi, I. 1997. Metode Biologi, Perikanan. Fakultas Perikanan IPB. Bogor. 112
hlm.
Fauzzia, M., R. Izza, dan W . Nyoman. 2013. Penyisihan Amoniak dan
Kekeruhan Pada Sistem Resirkulasi Budidaya Kepiting Dengan
Teknologi Membran Biofilter. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri,
II(2): 155-161.
FAO] Food and Agiculture Organization. 2017. Increased production of farmed
shrimp leads to improved international trade. http://www.fao.org/in-
action/globefish/market-reports/resource detail/en/c/989543.
Farchan, M. 2006. Teknik Budidaya Udang Vaname. BAPPL SekolahTinggi
Perikanan, Serang.
Ghufron, H. M. dan Kordi K. 2017. Budidaya Nila Unggulan. PT Agromedia.
Jakarta.
Haliman, R.W. dan Adijaya, D. 2005.Udang Vannamei. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Kordi, K.M.G.H. 2010. Pakan Udang. Akademia. Jakarta.
Liao, I.C. dan Murai, T., 1986. Effects of dissolved oxygen, temperatur, and
salinity on the oxygen consumption of grass shrimp, Penaeus monodon.
In:Maclean, J.L., Dizon, L.B. and Hosillos, L.VV. (Eds): The First Asian
Forum. Asian Fisheries Society, Manila, Philipi
nnes, p : 641-646
Prayogo, Beodi, S.R., dan Abdul M. 2012. Eksplorasi Bakteri Indigen Pada
Pembenihan Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) Sistem Resirkulasi Tertutup.
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, IV(2): 193-197.
Putra, i., dan N.A. Pamungkas. (2011). Pemeliharaan Ikan Selais (Ompok sp.)
dengan Resirkulasi, Sistem Aquaponik. Jurnal Perikanan dan Kelautan,
16(1): 125-131.
Sidik, A.S. (2002). Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Laju Nitrifikasi Dalam
Budidaya Ikan Sistem Resirkulasi Tertutup. Jurnal Aquakultur Indonesia
1(2): 47-51.
Silaban, T,F., L. Santoso., dan Suparmono. 2012. Dalam Peningkatan Kerja Filter
Air untuk Menurunkan Konsetrasi Amonia pada Pemeliharaan Ikan Mas
(Ciprinus carpio). Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan,
1(1): 47-56.
Spotte, S. 1979. Sea Water Aquarium.the Captive Environment.John Wiley and
Sons Inc. NewYork-Christer-Brisbane-Toronto.
Suantika, G., (2000), Development of a Recirculation System for The Mass
Culturing of The Rotifer Brachionusplicatilis, Ph. D Thesis in
Suharyadi.2011.Budidaya Udang Vanname (Litopeneaus vanname).Kementerian
Kelautan Perikanan.Jakarta.hal.3-6,32.
Supono W, 2008. Evaluasi Budidaya Udang putih (Litopenaeus vannamei)
dengan meningkatkan kepadatan tebar di tambak intensif. Fakultas
Pertanian Univ, Lampung.
Sutanto, I. 2005. Kesuksesan budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei). Di
Lampung. dalam A. Sudrajat,Z.I.Azwar, L.E. Hadi. Haryati .N. A. Giri
dan G. Sumiarsa. 2005. Buku Perikanan Budidaya Berkelanjutan. Pusat
Riset Perikanan Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Perikanan 67 – 72.
Suwoyo, H.S., Makmur, & Tahe, S. (2014). Keragaman hasil panen udang
vaname (Litopenaeus vannamei) di tambak superintensif. Prosiding
Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan,
UGM, 30 Agustus 2014, RB-18, 289-297.
Tonnek, S., Manggampa, M., & Muslimin. (2006). Pentongkolan Udang Windu,
Penaeus monodon Dengan Kepadatan Berbeda dalam Keramba Jaring
Apung (KJA) Di Laut. Jurnal Riset Akuakultur, 1(1), 55-60
Widayat, W . Suprihatin., dan Ari Herlambang. 2010. Penyisihan Amoniak Dalam
Upaya Meningkatkan Kualitas Air Baku PDAM-IPA Bojong Renged
Dengan Proses Biofilter Menggunakan Media Plastik Tipe Sarang Tawon.
Jurnal Teknologi Industri Pertanian, VI(1):62-76.
Widagdo, D. 2012. Budidaya Gurame di Kolam Sempit. Klaten. PT Hafamira.
Wyban, James A., Sweny, James N., 1991. Intensif Shrinp Production Teknology.
The Oceanic Institut. Hawaii.
Zonneveld, N. E. A., Huisman, J. H. Boon. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan.
Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 318 hal.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil penelitian selama 21 hari Litopenaeus vannamei
1.1 Sintasan Litopenaeus vannamei
Penebaran Sintasan
1
Sintasan
2
Sintasan
3 Jumlah
Rata-rata
sintasan
10.000 73% 97% 86% 257 86%
15.000 83% 97% 95% 2.7532 92%
20.000 87% 80% 84% 2.51 84%
1.2. Tabel Test of Homogeneity of Variances
Test of Homogeneity of Variances
SINTASAN
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
.582 2 6 .588
1.3. Tabel Oneway ANNOVA Sintasan
ANOVA
SINTASAN
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.029E8 2 5.144E7 48.907 .000
Within Groups 6310721.333 6 1051786.889
Total 1.092E8 8
1.4 Tabel Multiple Comparisons
Multiple Comparisons
Dependent Variable:SINTASAN
(I) PERLAKUAN
(J)
PERLAKUAN
Mean
Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Tukey HSD 10.000 15.000 -5212.333* 837.372 .002 -7781.62 -2643.05
20.000 -8179.667* 837.372 .000 -10748.95 -5610.38
15.000 10.000 5212.333* 837.372 .002 2643.05 7781.62
20.000 -2967.333* 837.372 .028 -5536.62 -398.05
20.000 10.000 8179.667* 837.372 .000 5610.38 10748.95
15.000 2967.333* 837.372 .028 398.05 5536.62
Bonferroni 10.000 15.000 -5212.333* 837.372 .002 -7965.16 -2459.51
20.000 -8179.667* 837.372 .000 -10932.49 -5426.84
15.000 10.000 5212.333* 837.372 .002 2459.51 7965.16
20.000 -2967.333* 837.372 .036 -5720.16 -214.51
20.000 10.000 8179.667* 837.372 .000 5426.84 10932.49
15.000 2967.333* 837.372 .036 214.51 5720.16
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
1.5 Parameter Kualitas Air
Parameter Kisaran Kelayakan Referensi
Suhu - 23 - 30°C Liao et al. 1986
Salinitas 29 - 32 ppt 2-40 ppt Wyban et al. 1991
DO 3.1 - 4.35 ppm 2-5 ppm Anonimous, 2004
pH 7.9 - 8.25 7.5 - 8.5 Haliman et al. 2005
amonia 03-04 0.01 – 0.05 Ebeling, 2006
Lampiran 2. Foto Kegiatan Penelitian
Sampling Udang Vannam
Penyaringan Air
Pengukuran kualitas air
Pemberian pakan
Panen
RIWAYAT HIDUP
Muskilatu Rahmi., Lahir pada tanggal 7
Februari 1997 di Kabupaten Soppeng Provinsi
Sulawesi Selatan. Penulis merupakan anak ke 4 dari
6 bersaudara, dari pasangan Hasanuddin dan
Yuniati.
Penulis pertama kali masuk pendidikan Formal
di TK Ciddai Citta Kabupaten Soppeng pada tahun 2000 dan tamat pada tahun
2003. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri 96 Citta dan tamat
pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMP
4 Liliriaja dan tamat pada tahun 2012. Setelah tamat SMP, penulis melanjutkan ke
SMA Negeri 1 Liliriaja dan tamat pada tahun 2015. Dan pada tahun yang sama
penulis terdaftar sebagai Mahasiswi di Universitas Muhammadiyah Makassar
Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian melalui Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB).
Top Related