ANALISIS PENGENDALIAN PASOKAN PISANG CAVENDISH BERDASARKAN HASIL RAMALAN PENJUALAN TIME SERIES
TERBAIK UNTUK WILAYAH PEMASARAN JABOTABEK PADA PT. SEWU SEGAR NUSANTARA
Oleh : Derry Andhika Wiwaha
A14104662
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN EKSEKUTIF
DERRY ANDHIKA WIWAHA. Analisis Pengendalian Pasokan Pisang Cavendish Berdasarkan Hasil Ramalan Penjualan Time Series Terbaik Untuk Wilayah Pemasaran JABOTABEK Pada PT. Sewu Segar Nusantara (di Bawah Bimbingan M. Firdaus)
Pisang di Indonesia ada beberapa jenis antara lain pisang ambon, pisang raja, pisang barangan, pisang cavendish, dan beberapa pisang lainnya yang disesuaikan dengan nama daerah asalnya. Pisang cavendish merupakan salah satu jenis pisang yang dikonsumsi oleh 80 % total konsumen luar negeri. Pisang cavendish (Musa cavendishii) sudah dibudidayakan di Indonesia, namun bukan merupakan jenis pisang asli Indonesia. Pisang cavendish berasal dari Negara Brazil dan masuk ke Indonesia pada tahun 1990-an. Salah satu perusahaan yang memproduksi pisang cavendish di Indonesia adalah PT. Nusantara Tropical Fruit (PT. NTF) yang berada di daerah Lampung. PT. NTF hanya memproduksi pisang cavendish, sedangkan distribusi dan penjualannya dilakukan oleh PT. Sewu Segar Nusantara (PT. SSN) yang berada di daerah Tangerang.
PT. SSN merupakan distributor pisang cavendish dengan merek dagang
Sunpride untuk ritel modern, merek Sunfresh untuk non-ritel modern, dan non-merek lainnya. Pangsa pasar pisang cavendish merek Sunpride merupakan yang terbesar bagi perusahaan yaitu sebanyak 50 persen dan selebihnya merek Sunfresh dan jenis lainnya. Perusahaan menetapkan pasar ritel modern sebagai pasar terbesarnya, karena jenis pisang ini lebih diminati oleh konsumen middle-up.
Dalam manajemen distribusi pisang cavendish pada PT. SSN memiliki
keterkaitan yang sangat erat dengan PT. NTF. Hal ini terlihat jika pasokan pisang cavendish tidak dalam jumlah banyak dari PT. NTF, maka secara langsung pesanan yang dikirim kepada pelanggan oleh PT. SSN akan sedikit.
Dalam kegiatan pengadaan pasokan pisang cavendish di PT. SSN memiliki
kendala utama pada PT. NTF, yaitu akan kekurangan stock apabila kondisi cuaca di daerah produksi di Way Jepara, Lampung dalam keadaan musim kemarau, sedangkan pada musim penghujan produksi akan berlimpah. Permasalahan cuaca di daerah produksi membuat PT. NTF akan kesulitan dalam memenuhi pesanan dari PT. SSN sesuai pelanggan yang menginginkan grade pisang cavendish yang baik. Untuk itu diperlukan suatu kondisi yang optimal, agar jumlah pasokan pisang cavendish dapat tersedia sesuai pesanan pelanggan.
Tujuan dari penelitian tentang peramalan penjualan dan optimalisasi pasokan
pisang cavendish adalah mengidentifikasikan sistem pasokan dan distribusi pisang cavendish yang dilakukan oleh PT. Sewu Segar Nusantara, meramalkan penjualan 12 bulan ke depan untuk masing-masing pisang cavendish, dan menganalisis keadaan optimal pasokan masing-masing pisang cavenedish untuk 12 bulan ke depannya.
Penelitian ini dilakukan pada PT. SSN secara sengaja (purposive), dengan didasari oleh perusahaan merupakan salah satu distributor buah-buahan khususnya pisang cavendish dengan pangsa pasar terbesar di kawasan JABOTABEK. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh dari hasil pengamatan langsung dan wawancara dengan pihak manajemen yang terkait.
Untuk data sekunder yang diperoleh dari PT. SSN berupa biaya-biaya yang
terkait dengan pasokan pada tahun 2006, serta volume penjualan pisang cavendish grade C3 dan FB dalam kurun waktu 39 bulan bulan selama Januari 2004 – Maret 2007. Penggunaan data pada waktu tersebut didasarkan terjadinya penurunan volume penjualan pisang cavendish dalam beberapa tahun terakhir. Untuk menganalisis dilakukan secara deskriptif (kualitatif) dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mendeskripsikan manajemen pasokan dan distribusi pisang cavendish. Analisis secara kuantitatif dilakukan dengan menganalisis tentang peramalan penjualan dan optimalisasi pasokan pisang cavendish yang ditabulasikan dengan menggunakan MS.Excel, QSB dan MINITAB 13.20.
Analisis deskriptif terhadap manajemen pasokan dan distribusi pisang
cavendish, menunjukkan bahwa kegiatan di PT. SSN terdiri dari dua yaitu pematangan, penjualan dan pendistribusian pisang cavendish. Bahan baku pisang cavendish yang dikirim oleh PT. NTF dalam kondisi belum matang, sehingga PT. SSN melakukan kegiatan pematangan (ripening) dalam cold storage selama 1 – 7 hari. Setelah waktu tersebut, pisang cavendish yang dikemas dalam bentuk boks siap didistribusikan ke berbagai lokasi sesuai pesanannya. Hingga sekarang distribusi PT. SSN kurang lebih mencapai 600 outlet dan toko tersebar di wilayah JABOTABEK dengan berbagai jalur distribusi.
Hasil analisis tentang peramalan penjualan pisang cavendish menunjukkan
bahwa plot data sudah stasioner. Adapun metode terbaik yang didapatkan adalah ARIMA (1,0,0)(0,0,1)6 dimana hasil ramalan untuk rata-rata penjualan grade C3 yang dipasarkan pada ritel modern mencapai 23.975 boks atau meningkat dibandingkan pada tahun 2006 yang sebanyak 21.773 boks. Berlainan dengan grade FB, plot data cenderung mengalami trend penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Hasil ramalan grade FB dengan metode terbaik yaitu Winters Multiplikatif ordo 12, rata-rata penjualan untuk 12 bulan berikutnya adalah sebanyak 2.005 boks atau menurun jika dibandingkan dengan tahun 2006.
Hasil ramalan 12 bulannya, akan digunakan dalam perhitungan proyeksi
pengendalian persediaan pisang cavendish. Hasil analisis EOQ atau kuantitas pemesanan optimal, proyeksi pasokan 12 bulan berikutnya untuk grade C3 adalah 3.723 boks dengan frekuensi pengiriman selama 77 kali dalam setahun atau 2 – 3 kali dalam seminggu. Untuk grade FB pesanan optimal sebanyak 691 boks dengan frekuensi pengiriman selama 35 kali dalam setahun atau seminggu 1 – 2 kali. Kondisi pesanan optimal dan frekuensi pengiriman secara umum lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2006. Hal ini pula yang membuat biaya persediaan kedua grade tersebut untuk 12 bulan berikutnya mengalami penurunan, dimana pada tahun 2006 sebesar Rp. 1.612.649.386. dengan penurunan menjadi Rp. 1.116.481.142,36.
Hasil analisis lainnya yaitu persediaan pengaman, menunjukkan bahwa pada
12 bulan berikutnya adalah persediaan mimimum grade C3 sebanyak 2.520 boks, dan grade FB 544 boks. Hasil analisis tentang titik pemesanan kembali untuk proyeksi 12 bulan ke depan, untuk grade C3 sebanyak 3.719 boks, dan grade FB sebanyak 645
boks. Sehingga secara keseluruhan pada saat kondisi tersebut, kondisi optimal jumlah pasokan yang harus dikirim oleh PT. NTF pada PT. SSN dalah sebanyak 6.243 boks bagi grade C3, dan 1.235 boks untuk grade FB.
Saran yang dapat diberikan bagi implikasi manajemen PT. Sewu Segar
Nusantara adalah memfokuskan penjualan pisang cavendish pada grade C3 yang memberikan kontribusi lebih bagi perusahaan. Dalam hal pasokan PT. SSN mengupayakan jumlah pasokan yang banyak dengan diimbangi dengan pergiliran hasil produksi yang optimal dari PT. NTF, dan mengoptimalkan produksi bagi grade C3 yang mampu memberikan kontribusi besar terhadap penjualan di PT. SSN. Selain itu, mengurangi biaya-biaya tidak efisien bagi PT. SSN seperti biaya rijek pisang cavendish, biaya transportasi.
ANALISIS PENGENDALIAN PASOKAN PISANG CAVENDISH BERDASARKAN HASIL RAMALAN PENJUALAN TIME SERIES TERBAIK
UNTUK WILAYAH PEMASARAN JABOTABEK PADA PT. SEWU SEGAR NUSANTARA
Oleh Derry Andhika Wiwaha
NRP A14104662
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Pada Program Sarjana Ekstensi
Manajemen Agribisnis-Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
Kami menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh : Nama Mahasiswa : Derry Andhika Wiwaha
Nomor Pokok : A14104662
Judul : Analisis Pengendalian Pasokan Pisang Cavendish Berdasarkan
Hasil Ramalan Penjualan Time Series Terbaik Untuk Wilayah
Pemasaran JABOTABEK Pada PT. Sewu Segar Nusantara
Bogor, Mei 2007
Menyetujui : Dosen Pembimbing
Dr. M. Firdaus, SP. MSi. NIP. 132.158.758
Mengetahui :
Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr. NIP. 131.124.019
Tanggal Lulus : 10 Mei 2007
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA KARYA TULIS TENTANG “
ANALISIS PENGENDALIAN PASOKAN PISANG CAVENDISH
BERDASARKAN HASIL RAMALAN PENJUALAN TIME SERIES TERBAIK
UNTUK WILAYAH PEMASARAN JABOTABEK PADA PT. SEWU SEGAR
NUSANTARA” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI, DAN
BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Bogor, Mei 2007
Derry Andhika Wiwaha NRP. A14104662
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 31 Desember 1983 sebagai anak
dari pasangan Bapak Ahmad Hidayat dan Ibu Pipih Syaripah. Penulis adalah anak
kedua dari tiga bersaudara.
Semasa hidup penulis sekolah di TK. Rizky pada tahun 1988, SDN
CIHERANG V lulus pada tahun 1995, SMP NEGERI 7 BOGOR lulus pada tahun
1998, dan SMU NEGERI 2 CIBINONG lulus pada tahun 2001. Kemudian penulis
melanjutkan ke jenjang studi, dengan masuk IPB pada Program DIPLOMA III
Manajemen Agribisnis melalui jalur tes pada tahun 2001. Pada tahun 2005, penulis
melanjutkan studi kembali pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Penulis selama menjadi mahasiswa aktif di berbagai lembaga kemahasiswaan,
dan mengikuti berbagai acara seminar dan pelatihan yang ada IPB. Penulis pernah
aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM-A) tahun 2002 – 2003
sebagai staf biro Publikasi & Jurna listik, yang kemudian menjadi staf terbaik. Pada
tahun 2003 – 2004 penulis pun aktif kembali di BEM-A sebagai kepala biro
Jurnalistik, yang kemudian pula menjadi staf terbaik.
Penulis pun aktif di Forum Komunikasi Program Studi pada tahun 2001 –
2002 sebagai staf biro Olahraga, pada tahun 2002 – 2003 sebagai Ketua I, dan ketua
panitia Hari Pelepasan Wisuda (HPW) Tahun 2003. Penulis pun hingga sekarang
masih aktif sebagai staf perusahaan Koran Kampus IPB tahun 2006 – 2007.
KATA PENGANTAR
Analisis Pengendalian Pasokan Pisang Cavendish Berdasarkan Hasil Ramalan
Penjualan Time Series Terbaik Untuk Wilayah Pemasaran JABOTABEK Pada PT.
Sewu Segar Nusantara, merupakan hasil penelitian penulis sebagai mahasiswa selama
bulan April – Mei 2007. Penelitian ini didasari kondisi kurang optimalnya antara
pasokan dengan penjualan dan distribusi pisang cavendish di perusahaan tersebut.
Penelitian ini merupakan bagian dari proses belajar permasalahan dan potensi
yang dihadapi dunia agribisnis, khususnya agribisnis pisang cavendish di Indonesia.
Oleh karena itu, kajian ini sekiranya memberikan manfaat bagi penulis sebagai
mahasiswa yang sedang menyelesaikan studi di Program Sarjana Ekstensi
Manajemen Agribisnis. Namun demikian, dengan segala keterbatasan dan
kekurangan yang dimiiki, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi
berguna bagi PT. Sewu Segar Nusantara.
Kajian ini merupakan wujud maksimal yang dilakukan oleh penulis. Oleh
karena itu tak ada kesempurnaan dibalik kekurangan, saran dan kritik dibutuhkan
dalam perbaikan penelitian ini. Sehingga apa yang harapan dalam penelitian dapat
tercapai dengan sebaik-baiknya.
Bogor, Mei 2007
Penulis
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT., karena dengan nikmat dan karunia-
NYA Alhamdulliah penulis dapat menyelesaikan skripsi sesuai dengan waktu yang
direncanakan. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,
oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Henny K. Daryanto, MEc., dan Dr. M. Firdaus, SP.,MSi., selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan mulai dari tahapan
persiapan penelitian hingga akhir penulisan skripsi.
2. Ir. Joko Purwono, MS., selaku dosen penguji utama yang telah memberikan
masukan dan kritikan terhadap skripsi ini.
3. Rahmat Yanuar, SP. MSi., selaku dosen KOMDIK yang telah memberikan
masukan dan kritikan terhadap penulisan skripsi.
4. Akhmad Zacky, selaku pembahas dalam seminar yang telah memberikan
masukan dan kritikan terhadap penulisan skripsi.
5. Ir. Netti Tinaprilla, MM., selaku dosen evaluator dalam kolokium proposal
penelitian yang telah memberikan masukan dan kritikan pada tahap persiapan
penelitian.
6. Kedua orang tercinta yang telah memberikan banyak dukungan dan motivasi
dengan segala ketulusan hati dan keikhlasan.
7. Bapak Dudi Pramonoharjo, selaku Manajer HRD & General Affairs PT. Sewu
Segar Nusantara yang telah memberikan bantuan selama penelitian di perusahaan.
Selain itu, pada Ibu Dewi, selaku pihak Finance & Accounting yang telah
memberikan data untuk penelitian.
iii
8. Bapak Fahmi beserta pihak divisi Sales & Marketing PT. Sewu Segar Nusantara,
yang telah memberikan informasi tentang penelitian, serta pada seluruh staf
perusahaan yang telah memberikan kemudahan selama penelitian.
9. Reza Anugrah W. dan Adalan Ardana W., selaku kedua saudara kandung yang
telah banyak memberikan keceriaan dan perhatian.
10. Agripa Bukit, M. Zaenal Muttaqin, Sulistiyo, Ade S., Angra Irene Bondar, Siti
Hafsah, Rona Putria, selaku sahabat Angkatan 12 yang telah menjadi curahan
hati, keceriaan, memberikan masukan dan kritikan, dan pengalaman.
11. Yayu Y., Eka N., Ipur Dian A., Dian J., Boyke Indra S., dan Denny K., Ageng
Mubyarto beserta isteri, selaku sahabat terbaik yang selalu memberikan semangat
dan bantuan dalam menyelesaikan penelitian ini.
12. Alex M., M. Fahrul A., Bina A., Agung A., Herdi R., Ana K., Elsa Firyanza,
Nurul Z. Yanti, Nurul I. H., Raziyah, selaku sahabat terbaik yang telah
memberikan bantuan yang tak ternilai harganya.
13. Iqbal, Taufan, Miranti, Amri, Ika, dan beserta Segenap kru KORAN KAMPUS
1PB yang telah memberikan dukungan dan pengalaman yang menarik.
14. Pihak sekretariat Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, yang telah
memberikan informasi dan bantuan bagi penulis.
15. Rekan-rekan Ekstensi yang telah berkenan hadir dalam kolokium dan seminar,
dan pada semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis
kuliah di Ekstensi.
Akhir kata, Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, dan semoga amal
Bapak / Ibu dan rekan sekalian mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.
Bogor, Mei 2007
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ....................................................................................... i UCAPAN TERIMA KASIH............................................................................. ii DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv DAFTAR TABEL.............................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 4 1.3. Tujuan Penelitian................................................................................. 7 1.4. Kegunaan Penelitian............................................................................ 7 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 9
2.1. Pisang Cavendish ................................................................................ 9 2.2. Ritel Modern ....................................................................................... 12 2.3. Pasar Tradisional ................................................................................. 14 2.4. Rantai Pasokan (Supply Chain)........................................................... 15 2.5. Penelitian-penelitian Terdahulu .......................................................... 16
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN.............................................................. 22
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .............................................................. 22 3.1.1. Demand dan Supply.................................................................... 22 3.1.2. Peramalan Time Series ............................................................... 24 3.1.3. Economic Order Quantity (EOQ) .............................................. 28 3.1.4. Persediaan Pengaman (Safety Stock).......................................... 31 3.1.5. Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point) ................................ 32 3.1.6. Penjualan dan Distribusi............................................................. 33 3.1.7. Manajemen Rantai Pasokan (Supply Chain
Mangement/SCM) ....................................................................... 37 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional........................................................ 39
BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................. 42
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................... 42 4.2. Jenis dan Sumber data ......................................................................... 42 4.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data ............................................... 44 4.4. Peramalan Time Series ........................................................................ 44 4.5. Analisis Economic Order Quantity (EOQ) ......................................... 51 4.6. Analisis Persediaan Pengaman (Safety Stock)..................................... 52 4.7. Analisis Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)........................... 53
v
BAB V KEGIATAN UMUM PERUSAHAAN ............................................... 54 5.1. Riwayat Perusahaan ............................................................................ 54 5.2. Kondisi Lingkungan Perusahaan......................................................... 55 5.3. Kegiatan Utama Perusahaan................................................................ 57 5.3.1. Pengadaan Pasokan .................................................................... 57 5.3.2. Penjualan dan Distribusi............................................................. 60 BAB VI PERAMALAN PENJUAAN PISANG CAVENDISH ................... 65 6.1. Peramalan Penjualan Grade C3 (Sunpride) .................................. 65 6.2. Peramalan Penjualan Grade FB .................................................... 69 6.3. Implikasi Terhadap Manajemen PT. Sewu Segar Nusantara ........ 72 BAB VII PENGENDALIAN PASOKAN PISANG CAVENDISH .............. 74 7.1. Identifikasi Biaya Pemesanan dan Penyimpanan.......................... 74 7.2. Pengendalian Pasokan Pisang Cavendish ..................................... 76 7.2.1. Analisis EOQ........................................................................ 76 7.2.2. Analisis Persediaan Pengaman (Safety Stock)...................... 82 7.2.3. Analisis Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)............ 85 7.3. Implikasi Terhadap Manajemen
Pasokan PT. Sewu Segar Nusantara.............................................. 86 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 88 8.1. Kesimpulan.................................................................................... 88 8.2. Saran .............................................................................................. 89 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 90
LAMPIRAN ....................................................................................................... 91
vi
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman 1 Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Tropis Tahun 2002 –
2005 ............................................................................................................... 2 2 Produksi Pisang Pada Sentra Produksi di Indonesia Tahun 2003 ................. 3 3 Mutu Pisang Cavendish Segar Berdasarkan Segmentasi Pasar ................... 11 4 Jenis dan Karakteristik Pisang Cavendish di PT. SSN.................................. 12 5 Jarak Ritel Modern dengan Pasar Tradisional di DKI Jakarta ...................... 15 6 Penelitian-Penelitian Terdahulu yang Relevan ............................................. 17 7 Enam Macam Strategi Distribusi yang Dapat digunakan
dalam Pemasaran Produk .............................................................................. 37 8 Jenis dan Sumber Data yang Dibutuhkan Pada
Penelitian di PT Sewu Segar Nusantara ........................................................ 43 9 Pola ACF dan PACF beserta Model ARIMA ............................................... 49 10 Jalur dan Lokasi Distribusi PT. SSN di Wilayah JABOTABEK.................. 62 11 Harga Jual Pisang Cavendish di PT. SSN Periode Januari 2006 –
Maret 2007 .................................................................................................... 63 12 Volume Penjualan Pisang Cavendish Wilayah Pemasaran
JABOTABEK Periode Januari 2006 – Maret 2007 ...................................... 64 13 Nilai MSE Metode Peramalan Penjualan Pisang Cavendish Grade
C3 (Sunpride) ................................................................................................ 66 14 Hasil Ramalan Volume Penjualan Pisang Cavendish Grade C3
Periode Waktu April 2007 – Maret 2008 ...................................................... 68 15 Nilai MSE Metode Peramalan Penjualan Pisang Cavendish Grade
FB (Sunfresh) ................................................................................................ 70 16 Hasil Ramalan Volume Penjualan Pisang Cavendish Grade FB
Periode Waktu April 2007 – Maret 2008 ...................................................... 72 17 Komponen Biaya Pemesanan Grade C3 dan FB Tahun 2006 ...................... 74
vii
18 Komponen Biaya Penyimpanan Grade C3 dan FB Tahun 2006 .................. 75 19 Perhitungan Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan Pisang
Cavendish Grade C3 dan FB di PT. SSN Tahun 2006 ................................. 75 20 Biaya Persediaan Masing-masing Grade Pisang Cavendish di PT.
SSN Tahun 2006 ........................................................................................... 76 21 Perhitungan Jumlah Pemesanan Optimal Pisang Cavendish Masing-
Masing Grade Tahun 2006 ........................................................................... 76 22 Perhitungan Frekuensi Pemesanan Optimal masing-masing Grade
Pisang Cavendish Tahun 2006 ...................................................................... 77 23 Perkiraan Volume Penjualan Pisang Cavendish ........................................... 78 24 Proyeksi Komponen Biaya Pemesanan Grade C3 dan FB .......................... 79 25 Proyeksi Komponen Biaya Penyimpanan Grade C3 dan FB ...................... 79 26 Pehitungan Jumlah Pemesanan Optimal Pisang Cavendish Masing-
Masing Grade 12 Bulan Berikutnya ............................................................. 80 27 Perhitungan Frekuensi Pemesanan Optimal masing-masing Grade
Pisang Cavendish .......................................................................................... 80 28 Perhitungan Biaya Pemesanan & Biaya Penyimpanan Grade C3 dan
FB di PT. SSN Untuk 12 Bulan Berikutnya ................................................. 81 29 Proyeksi Biaya Persediaan Masing-masing Grade Pisang Cavendish
di PT. SSN..................................................................................................... 82 30 Perhitungan Waktu Tunggu Rata-Rata dan Standar Deviasi Grade
C3 dan FB ..................................................................................................... 83 31 Perbandingan Persediaan Maksimum Pisang Cavendish Grade C3
dan FB Pada Tahun 2006 dengan Proyeksi 12 Bulan ke Depan ................... 85 32 Perhitungan Titik Pemesanan Kembali Pada Tahun 2006 dan 12
Bulan Berikutnya ........................................................................................... 86
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman 1 Permintaan dan Penawaran Turunan Serta Marjin Tataniaga ....................... 23
2 Hubungan Antara Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan ..................... 29
3 Tingkat Persediaan dengan Waktu dalam EOQ ............................................ 30 4 Karakeristik Sistem Pemesanan Kembali ..................................................... 33 5 Variasi Saluran Distribusi ............................................................................. 35
6 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian................................................. 41 7 Proses Produksi Pisang Cavendish Pada PT. Sewu Segar Nusantara ........... 59 8 Plot Data Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 (Sunpride)
Periode Januari 2004 – Maret 2007............................................................... 65 9 Plot Data Penjualan Pisang Cavendish Grade FB (Sunfresh)
Periode Januari 2004 – Maret 2007............................................................... 69
ix
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Struktur PDB Menurutu Sektor Ekonomi/Lapangan Usaha
Tahun 2003 – 2004 dan Triwulan 1 2004 – 2005 (Persentase) .................... 93 2 Struktur Organisasi PR. Sewu Segar Nusantara............................................ 94 3 Bentuk ACF & PACF Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 .................... 95 4 Model ARIMA Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 ............................... 96 5 Bentuk ACF & PACF Penjualan Pisang Cavendish Grade FB .................... 97 6 Model ARIMA Penjualan Pisang Cavendish Grade FB............................... 98 7 Laju Perubahan (?) Biaya Pemesanan Masing-Masing Grade
Pisang Cavendish di PT. SSN Pada Tahun 2006 .......................................... 99 8 Laju Perubahan (?) Biaya Penyimpanan Masing-Masing
Grade Pisang Cavendish di PT. SSN Pada Tahun 2006 ............................... 100 9 Perhitungan Persediaan Pengaman Tahun 2006 dan 12 Bulan
Berikutnya ..................................................................................................... 101 10 Proyeksi Optimalisasi Pasokan 12 Bulan ke Depan...................................... 102
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak pertumbuhan
perekonomian Indonesia, hal ini terlihat dari kontribusinya terhadap Produk
Domsetik Bruto (PDB). Pada Lampiran 1 mengenai struktur PDB sektor ekonomi
dan lapangan usaha tahun 2003 – 2005, untuk triwulan pertama tahun 2005
kontribusi sektor pertanian terhadap PDB menempati urutan ketiga dengan
persentase sebesar 15,21 persen, setelah sektor industri pengolahan sebesar 28,08
persen dan sektor perdagangan sebesar 16,06 persen. Pada era pemerintahan saat
ini sektor pertanian mendapatkan perhatian besar, melalui program Revitalisasi
Pertanian pada subsektor pangan, perkebunan, dan hortikultura.
Hortikultura sebagai subsektor pertanian peranannya diharapkan mampu
menunjang pembangunan ekonomi nasional. Komoditas hortikultura terdiri dari
komoditas sayuran, buah-buahan, tanaman obat-obatan serta tanaman hias.
Dilihat dari segi ekonomi, tanaman hortikultura memiliki nilai jual yang tinggi,
sehingga berdaya saing dan berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut dalam
sistem agribisnis. Salah satu jenis komoditas hortikultura yang memiliki nilai
komersial yang cukup tinggi adalah buah-buahan. Konsumsi buah-buahan
masyarakat Indonesia pada tahun 2002 mencapai 40 kg/kapita/tahun1. Hal ini
menunjukkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan buah-buahan masyarakat
1 www.kompas.com. Selasa, 9 Juli 2002. Jannes Eudes Wawa. “Gerakan Peningkatan Konsumsi
Buah dan Sayuran Nusantara, Memberdayakan Petani, atau Meningkatkan Impor” .
2
Indonesia, maka diperlukan produksi yang kontinyu, penangangan pasca panen,
serta penyaluran yang merata di seluruh Indonesia.
Berdasarkan perkembangan ekspor buah-buahan tropis Indonesia pada
tahun 2003 – 2005 yang terdapat pada Tabel 1, rata-rata mengalami fluktuasi
volume dan nilai ekspor. Hal ini terlihat pada salah satu komoditas yaitu pisang
yang mengalami fluktuasi volume ekspor dan nilainya pada tahun 2003 yaitu
10.615 kg dengan nilainya sebesar US$ 7.899, dan mengalami peningkatan
volume pada tahun 2004 sebesar 992.505 kg dengan nilai sebesar US$ 722.772.
Namun pada tahun 2005 terjadi penurunan volume menjadi 745.247 kg dengan
nilai ekspor US$ 266.179. Perkembangan ekspor ini menandakan bahwa,
komoditas buah-buahan Indonesia masih diminati oleh konsumen luar negeri, dan
mampu bersaing dengan buah-buahan lainnya di pasar internasional.
Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Tropis Tahun 2003 – 2005
Komoditas
Tahun 2003 2004 2005
Volume (Kg)
Nilai (US $)
Volume (Kg)
Nilai (US $)
Volume (Kg)
Nilai (US $)
Manggis 9.304.511 9.306.042 3.045.379 3.291.855 5.795.468 4.734.103 Pepaya 187.972 231.350 524.686 1.301.371 40.704 77.877 Pisang 10.615 7.899 992.505 722.772 745.247 266.179 Nenas 2.284.432 2.315.283 2.431.263 529.122 90.571 74.451 Jambu 47.871 49.843 106.274 102.074 6.617 3.092 Jeruk 85.920 22.026 632.996 517.554 187.664 93.750 Mangga 559.224 460.674 1.879.664 2.013.390 87.205 109.851 Rambutan 604.006 958.850 134.772 117.336 - - Buah tropis lainnya
984.820 523.031
1.341.923 794.924 946.471 512.090 Sumber : Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, 2005
Komoditas unggulan buah-buahan nasional adalah mangga, manggis,
pisang, durian, apel dan salak. Pisang merupakan salah satu komoditas unggulan
3
buah-buahan nasional yang tersedia sepanjang tahun dan tersebar di berbagai
propinsi. Pada Tabel 2 dapat dilihat produksi pisang pada beberapa daerah sentra
produksi di Indonesia. Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa propinsi
Jawa Barat merupakan daerah penghasil terbesar pisang diikuti oleh Jawa Timur,
Lampung, serta beberapa daerah lainnya di Indonesia. Hal ini terlihat dari
produksi pisang pada sentra-sentra produksi seperti di Jawa Barat sebanyak
1.449.120 ton, Jawa Timur sebanyak 873.616 ton, dan propinsi Lampung
mencapai 319.081 ton.
Tabel 2. Produksi Pisang Pada Sentra Produksi di Indonesia Tahun 2003
Propinsi Produksi (ton)
Jawa Barat 1,449,120 Jawa Timur 873,616 Lampung 319,081 Bali 122,200 Nusa Tenggara Timur 186,412 Sulawesi Selatan 162,310 Sumatera Utara 118,808 Banten 225,720 Jawa Tengah 495,518
Sumber: Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, 2005
Pisang di Indonesia ada beberapa jenis antara lain pisang ambon, pisang
raja, pisang barangan, pisang cavendish, dan beberapa pisang lainnya yang
disesuaikan dengan nama daerah asalnya. Pisang cavendish merupakan salah satu
jenis pisang yang dikonsumsi oleh 80 % total konsumen luar negeri2.
Pisang cavendish (Musa cavendishii) sudah dibudidayakan di Indonesia,
namun bukan merupakan jenis pisang asli Indonesia. Pisang cavendish berasal
dari Negara Brazil dan masuk ke Indonesia pada tahun 1990-an. Daerah-daerah
pembudidayaan di Indonesia terdapat di Way Jepara, Lampung dan Halmahera, 2 www.ristek.go.id/pisang.”Tentang Budidaya Pertanian Pisang”.
4
Maluku. Salah satu perusahaan yang memproduksi pisang cavendish di Indonesia
adalah PT. Nusantara Tropical Fruit (PT. NTF) yang berada di daerah Lampung.
PT. NTF hanya memproduksi pisang cavendish, sedangkan pemasarannya
dilakukan oleh PT. Sewu Segar Nusantara (PT. SSN) yang berada di daerah
Tangerang. PT. SSN memasarkan pisang cavendish ke berbagai wilayah di
JABOTABEK, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Jogyakarta.
PT. SSN selain memasarkan pisang cavendish sebagai komoditas
utamanya, juga memasarkan beberapa jenis buah-buahan segar lainnya seperti
melon, semangka, pepaya, mangga, rambutan, jeruk, pisang mas, apel dan pear.
Tujuan akhir pemasaran PT. SSN ada tiga yaitu ritel modern, pasar tradisional,
dan Hotel, Restoran, dan Katering (HOREKA). Lebih dari 50 persen produk PT.
SSN didistribusikan ke ritel-ritel modern seperti HERO, Carrefour, Giant,
Matahari dan sebagainya. Sedangkan untuk pasar tradisional mencapai 25 persen
dari total distribusi dan HOREKA sekitar 25 persen.
Pasokan pisang cavendish yang tersedia untuk merek Sunpride, Sunfresh,
dan non-merek lainnya, dan distribusi yang luas pada berbagai pasar di wilayah
pulau Jawa, membuat PT. SSN harus dapat mempertahankan kontinuitas dan
pasokan produknya agar selalu tersedia setiap waktu. Dengan hal ini PT. SSN
secara tepat telah menerapkan manajemen rantai pasokan (supply chain
management/SCM) pisang cavendish mulai dari proses pasokan dari PT. NTF
hingga di distribusikan ke konsumen.
1.2. Rumusan Masalah
PT. SSN merupakan distributor pisang cavendish dengan merek dagang
Sunpride untuk ritel modern, merek Sunfresh untuk non-ritel modern. Pangsa
5
pasar pisang cavendish merek Sunpride merupakan yang terbesar bagi perusahaan
yaitu sebanyak 50 persen dan selebihnya merek Sunfresh dan jenis lainnya.
Perusahaan menetapkan pasar ritel modern sebagai pasar terbesarnya, karena jenis
pisang ini lebih diminati oleh konsumen middle-up.
Distribusi merupakan kegiatan utama dari PT. SSN, dalam kegiatannya
pisang cavendish yang didistribusikan menggunakan prinsip FIFO (First in first
out) sesuai pesanan dari konsumen atau pelanggan. Untuk kegiatan
pendistribusian ke ritel modern yang berskala besar seperti HERO Group,
Matahari Group, Superindo, Carrefour dan sebagainya. Pasokan pisang cavendish
pada ritel tersebut dikirim setiap satu hari sekali sesuai pesanannya sebanyak 700
– 800 boks, begitu juga pada ritel modern yang berskala kecil seperti toko buah
frekuensi pengiriman 2 – 3 hari. Pada pasar tradisional dan HOREKA pesanan
pisang cavendish dikirim sebanyak 400 – 500 boks.
Pasokan pisang cavendish di PT. SSN sepenuhnya berasal dari PT. NTF.
Kedua perusahaan merupakan grup usaha dari Gunung Sewu selaku induk
perusahaan dengan PT. Great Giant Pineapple selaku pemegang saham
terbesarnya. PT. NTF dan PT. SSN sebelumnya memasarkan pisang cavendish
untuk pasar ekspor, namun karena terjadi permasalahan budidaya maka
pemasarannya dialihkan ke dalam negeri.
PT. NTF memasok pisang cavendish ke PT. SSN melalui sistem pesanan-
pembelian (purchase order) sesuai dengan pesanan dari pihak konsumen atau
pelanggan. Pesanan disesuaikan menurut grade atau mutu buah yang diinginkan
pelanggan dan persediaan pisang cavendish yang berada di PT. NTF. Untuk
frekuensi pengiriman pisang cavendish dari PT. NTF ke PT. SSN dilakukan
6
sebanyak tiga kali dalam seminggu dengan rata-rata pasokan mencapai 10.000 –
14.000 boks atau rata-rata setiap bulannya mencapai 50.000 boks (Handayani,
2005). PT. SSN memperoleh pasokan pisang cavendish dari PT. NTF dalam
bentuk belum matang dan sudah dikemas dalam boks berdasarkan mereknya.
Dalam manajemen distribusi pisang cavendish pada PT. SSN, memiliki
keterkaitan yang sangat erat dengan PT. NTF. Keterkaitan antara keduanya dalam
rantai pasokan, membuat jika pasokan pisang cavendish tidak dalam jumlah
banyak dari PT. NTF, maka secara langsung pesanan yang akan dikirim kepada
pelanggan oleh PT. SSN akan sedikit. Begitu juga apabila kualitas pisang
cavendish yang ada di PT. NTF tidak dalam kondisi baik, misalnya untuk pasar
ritel modern yang menginginkan grade C3 dengan merek Sunpride, maka PT.
SSN akan menyediakan dan mendistribusikan pisang cavendish bagi pelanggan
yang bukan ritel modern.
Pada akhirnya profit penjualan PT. SSN akan menurun, untuk itu
diperlukan peramalan tentang penjualan pisang cavendish di PT. SSN, agar
terestimasi antara kebutuhan pasokan dengan pendistribusiannya, sehingga PT.
SSN dapat merencanakan penjualan dan distribusi grade pisang cavendish yang
memiliki profit tinggi. Berdasarkan hasil peramalan ini, maka akan digunakan
sebagai dasar untuk pengendalian pasokan pisang cavendish di PT. SSN.
Dalam kegiatan pengadaan pasokan pisang cavendish di PT. SSN
memiliki kendala utama pada PT. NTF, yaitu akan kekurangan stock apabila
kondisi cuaca di daerah produksi di Way Jepara, Lampung dalam keadaan musim
kemarau, sedangkan pada musim penghujan produksi akan berlimpah (Handayani,
2005). Untuk itu diperlukan suatu kondisi yang optimal, agar PT.SSN mampu
7
mengendalian antara jumlah pasokan pisang cavendish yang tersedia di PT. NTF,
sehingga PT. SSN dapat menjual pisang cavendish sesuai dengan pesanan
pelanggan.
Dari masalah-masalah di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang
dihadapi oleh PT. SSN sebagai berikut :
1. Bagaimana manajemen rantai pasokan dan distribusi pisang cavendish yang
dilakukan oleh PT. SSN ?
2. Bagaimana ramalan penjualan pisang cavendish untuk 12 bulan ke depan di
PT. SSN ?
3. Bagaimana keadaan optimal pasokan pisang cavendish untuk 12 bulan ke
depan di PT. SSN ?
1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian tentang peramalan penjualan dan optimalisasi
pasokan pisang cavendish di PT. SSN adalah :
1. Mengidentifikasikan manajemen rantai pasokan dan distribusi pisang
cavendish yang dilakukan oleh PT. SSN.
2. Meramalkan penjualan 12 bulan ke depan untuk masing-masing pisang
cavendish di PT. SSN.
3. Menganalisis keadaan optimal pasokan masing-masing pisang cavendish
untuk 12 bulan ke depan di PT. SSN.
8
1.4. Kegunaan
Kegunaan penelitian ini adalah :
1. Bagi peneliti, penelitian memberikan ilmu dan wawasan dalam agribisnis
buah-buahan.
2. Bagi perusahaan, penelitian ini berguna sebagai bahan referensi dan masukan
yang objektif, sehingga dapat memberikan manfaat bagi perusahaan dalam
pengembangan usaha kedepannya.
3. Bagi pembaca, penelitian memberikan bahan bacaan yang bermanfaat, dan
diharapkan mampu menjadi bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah manajemen pengadaan dan
distribusi pisang cavendish di PT. SSN dengan cakupan sebagai berikut :
1. Produk difokuskan pada grade pisang cavendish kemasan boks yang terdiri
dari C3 (Sunpride), dan FB (Sunfresh). Hal ini terkait dengan jumlah
penjualannya yang relatif konstan setiap bulan dalam beberapa tahun terakhir.
2. Sumber data yang digunakan adalah berdasarkan pada data penjualan bulanan
pisang cavendish.
3. Wilayah pemasaran difokuskan pada kawasan JABOTABEK untuk ritel
modern, dan pasar tradisional. Hal ini didasarkan atas market share terbesar
PT. SSN dari penjualan pisang cavendish, sehingga pada berbagai cabang dan
jalur distribusi lainnya yang dimiliki tidak menjadi objek dari penelitian ini.
4. Manajemen produksi di PT. NTF tidak akan dianalisis secara spesifik,
walaupun nantinya akan berhubungan langsung dengan PT. SSN dalam
pasokan dan pendistribusian pisang cavendish ke pelanggan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pisang Cavendish
Pisang (Musa spp) adalah komoditas buah-buahan yang menjadi unggulan
hortikultura di Indonesia. Tanaman pisang dapat dengan mudah ditemukan pada
berbagai tempat. Tanaman pisang di Indonesia berada pada sentra-sentra produksi
di wilayah Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, dan Jawa Tengah, sehingga tak
jarang nama jenis pisang sering disesuaikan dengan nama daerah asal tanamnya.
Pisang bagi masyarakat Indonesia bia sanya sebagai makanan penutup,
karena mengandung vitamin yang berguna untuk menjaga kesehatan tubuh dan
baik juga dikonsumsi untuk makanan diet. Pisang selain untuk dikonsumsi
langsung dapat diolah menjadi keripik pisang, selai pisang, dan bubur pisang.
Jenis-jenis pisang dibagi menjadi empat macam yaitu3 :
1) Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu pisang cavendish, pisang
Ambon, pisang susu, pisang Raja, pisang Barangan, dan pisang mas.
2) Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu pisang nangka, pisang
tanduk, dan pisang kepok.
3) Pisang berbiji yaitu pisang batu dan pisang klutuk.
4) Pisang yang diambil seratnya yaitu pisang Manila (abacca).
Pisang cavendish (Musa cavendishii) merupakan salah satu jenis pisang
bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Pisang cavendish secara komersial
lebih banyak di konsumsi oleh segmen middle-up, karena jenis pisang ini kurang
3 www.ristek.go.id (2007).
10
begitu dikenal oleh masyarakat Indonesia dan juga memiliki harga yang relatif
mahal dibanding pisang lainnya. Pada pasaran dunia pisang cavendish merupakan
komoditas unggulan di berbagai negara seperti di Amerika Serikat, Brazil, dan
Philipina, dimana beberapa perusahaan ternama yang memproduksi pisang
cavendish adalah Chiquita, dan Del Monte Produce.
Pelaku agribisnis di Indonesia yang memproduksi pisang cavendish tidak
begitu banyak. Beberapa perusahaan yang terlibat dalam industri pisang
Cavendish di Indonesia adalah PT. Bina Purna Usaha Tama, dan PT. Nusantara
Tropical Fruit (PT. NTF). PT. NTF merupakan salah satu perusahaan yang terlibat
dalam produksi pisang cavendish. Perusahaan tersebut bekerjasama dengan Del
Monte Produce untuk memproduksi pisang cavendish untuk tujuan ekspor dengan
luasan 2000 hektar di Way Jepara, Lampung.
Untuk mengenalkan pisang cavendish agar dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia, PT. NTF menjalin mitra kerjasama dengan PT. Sewu Segar Nusantara
(PT.SSN) sebagai distributor pisang cavendish dengan nama merek Sunpride, dan
Sunfresh. Hingga sekarang pisang cavendish sudah dikonsumsi oleh sebagian
masyarakat Indonesia khususnya di wilayah JABOTABEK.
Pisang cavendish di Indonesia dipasarkan pada segmen tertentu dengan
berbagai ciri atau keunikan dibandingkan jenis pisang lainnya seperti kulit tipis
berwarna kuning muda, daging buah kuning, rasa manis, dan aroma khas.
Pengkelasan (grade) pisang cavendish disesuaikan dengan pasar yang dituju yaitu
kelas A, kelas B, dan Kelas C. Pengkelasan ini dibedakan atas dasar ukuran
bobot, panjang jari, warna buah, kesegarannya, dan kebersihan kulit. Pada Tabel
3 dapat dilihat mutu pisang cavendish berdasarkan segmentasi pasar misalnya
11
pada kelas A ukuran bobot per sisir sebesar 3 kg, kelas B 2,5 – 3 kg, dan kelas C 2
– 2,4 kg.
Tabel 3. Mutu Pisang Cavendish Segar Berdasarkan Segmentasi Pasar
Kriteria Kelas Mutu Kelas A Kelas B Kelas C
Ukuran bobot / sisir (kg) > 3,0 2,5 – 3,0 2,0 – 2,4Panjang jari (cm) = 17,0 15 - 16,9 13,0 14,9Diameter (cm) 3,5 – 4 3,5 – 4 3,5 – 3 Warna buah Kuning merata Kuning merata KuningKesegaran (%) 95 – 100 90 – 94 80 – 89Permukaan Kulit Mulus,tidak
berbintik-bintikMulus,tidak
berbintik-bintik agak mulus
Sumber : DEPTAN, 2003
Pengkelasan pisang cavendish dengan berbagai kriteria dilakukan oleh
salah satu perusahaan yang terlibat dalam distribusi pisang cavendish yaitu
PT.SSN. Perusahaan mengkelaskan pisang cavendish berdasarkan warna, rasa,
panjang, jumlah sisiran, dan tingkat kememaran (bruises). Pada Tabel 4 menurut
Handayani (2005), PT. SSN memberikan label merek yang menandakan kualitas
pisang cavendish berdasarkan gradenya, sebagai contoh pada grade C3 diberikan
nama merek Sunpride yang dipasarkan untuk ritel modern yang mempunyai ciri
berwarna kuning mulus, rasa yang manis, panjang minimal 3,9 inchi, jumlah
sisiran antara 3 – 8, dan toleransi bruises kecil.
Pada grade lainnya yaitu Finger Besar (FB) diberikan label merek
Sunfresh yang dipasarkan pada pasar tradisional dengan ciri berwana kuning
mulus, rasa yang manis, toleransi bruises agak banyak dari C3, ukuran sama
dengan C3, dan jumlah sisiran 2 – 3. Perbedaan karakteristik antara grade
memudahkan PT. SSN untuk mensegmentasikan pasarnya.
12
Tabel 4. Jenis dan Karakteristik Pisang Cavendish di PT. SSN
Sumber : Handayani, 2005
2.2. Ritel Modern
Industri ritel di Indonesia adalah sektor yang mampu bertahan di tengah
krisis dalam beberapa tahun terakhir. Sampai akhir tahun 2002, jaringan ritel di
Indonesia telah mencapai 2.069 gerai yang tersebar diseluruh Indonesia, terdiri
dari minimarket 972 gerai, supermarket 683 gerai, department store 376 gerai,
dan hypermarket 38 gerai. Perkembangan pasar modern yang pesat tersebut
ternyata belum diikuti oleh perkembangan pasar tradisional. Jumlah pasar
tradisional yang ada pada tahun 1997 sebanyak 10.381 unit dan bertambah di
tahun 1999 menjadi 10.430 unit atau meningkat hanya 0,47%4.
Sejalan dengan perkembangan kebutuhan dan pola hidup masyarakat
yang menghendaki kenyamanan berbelanja (convenience), kepastian harga, dan
keanekaragaman barang kebutuhan membuat ritel modern menjadi alternatif 4 www.kppu.go.id. Seminar Retail Nasional, Jakarta 25 Januari 2007. Keynote speech Menteri
Perdagangan RI : Mari Elka Pangestu.
Grade Nama Merek Karakteristik C3 SUNPRIDE Warna kuning mulus, rasa manis, panjang
minimal 7,5 inchi lebar minimal 3,9 inchi, jumlah sisiran antara 3 – 8, toleransi bruises kecil
Finger Besar (FB)
SUNFRESH Wana kuning mulus, rasa manis, toleransi bruises agak banyak dari C3, ukuran sama dengan C3, jumlah sisiran 2 – 3
Finger Besar (FB1)
Tidak Bermerek Karakteristik buah sama dengan FB, hanya jumlah sisiran satu-satu
Finger Sedang (FS)
Tidak Bermerek Warna kuning mulus, rasa manis, toleransi bruises sama dengan FB, panjang minimal 6.5 inchi, jumlah sis iran 2 – 3
Finger Sedang 1(FS1)
Tidak Bermerek Kriteria sama dengan FS, namun jumlah sisiran satu-satu
Finger Kecil (FK)
Tidak Bermerek Warna kuning mulus, rasa manis, toleransi bruises sama dengan FS 1, panjang minimal 5.5 inchi, jumlah sisiran 2 – 3
Finger Kecil 1(FK 1)
Tidak Bermerek Sama dengan FK, hanya jumlah sisiran lebih sedikit
13
berbelanja kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, para ritel modern seperti
Sarinah, Hero, Matahari, Sogo, dan Carrefour, akan semakin bersaing untuk
senantiasa meningkatkan kualitas baik cara pengolahan, penampilan toko, maupun
menambah jumlah gerainya di berbagai tempat (Somantri, 2005).
Potensi pasar yang luas dengan didukung daya konsumsi masyarakat
Indonesia yang tinggi, membuat para peritel mendirikan dan menambah jumlah
gerainya. Hal ini berdampak pada persaingan yang semakin ketat dalam
memperebutkan pasar (CIC, 2003). Namun keberadaan ritel modern secara
langsung menurunkan daya beli masyarakat pada pasar tradisional, karena
memang ritel modern memiliki tempat yang nyaman dan terjangkau oleh
masyarakat baik di kawasan perumahan, perkotaan maupun berdekatan dengan
pasar tradisional5.
Dalam ritel modern biasanya selalu ada ritel atau pengecer dengan skala
besar, namun tidak semua ritel berada dalam tempat tersebut. Menurut Somantri
(2005) pasar modern adalah pasar yang dibangun oleh pemerintah, swasta, atau
koperasi dalam bentuk Mall, Supermarket, Departement store, dan Shopping
center. Pengelolaan pasar modern dilakukan secara modern yang mengutamakan
pelayanan, kenyamanan berbelanja, bermodal besar, dan dielngkapai denga n label
harga yang pasti. Hal ini sesuai dengan Peraturan Daerah (PERDA) DKI Jakarta
No.2 Tahun 2002 bahwa ritel modern dibedakan menjadi empat golongan yaitu
mini swalayan atau minimarket, pasar swalayan atau supermarket, pasar serba ada
(departement store atau hypermarket), dan perkulakan atau grosir.
5 www.bisnis.com. Rabu, 15/06/2005 (update pada 6 November 2006). Linda Tetty Silitonga, dan
Moh. Fatkhul Maskur. Analisa Usaha Kecil Menengah “Menyimak persaingan di sektor ritel”.
14
Menurut Aini (2005) ritel modern dibedakan atas dasar ukuran dan jenis
barang yang dijual yaitu minimarket, supermarket, hypermarket , special store,
dan departement store. Minimarket merupakan toko dengan luasan kurang dari
150 m2 yang menjual berbagai macam produk konsumsi. Ritel ini sudah ada di
Indonesia sejak tahun 1988 dan hingga sekarang perkembangan bisnis ini menjadi
waralaba (franchise) seperti Alfamart, dan Indomaret. Jenis ritel lainnya yaitu
supermarket yang merupakan toko dengan luasan antara 500 – 4000 m2.
Supermarket umumnya menjual berbagai macam produk segar dan kebutuhan
primer manusia. Ritel ini berada pada wilayah perkotaan, adapun di Indonesia
contohnya adalah Superindo, Matahari dan Hero (Susilowati, 2005).
Ritel modern lain yang kini sedang berkembang di Indonesia adalah
hypermarket. Ritel ini menjual berbagai ribuan produk baik produk segar maupun
kebutuhan lainnya, dan ukurannya tempatnya lebih luas yaitu = 8000 m2.
Hypermarket di Indonesia merupakan ritel yang dikembangkan oleh peritel luar
negeri seperti Carrefour, Wall-Mart, sehingga peritel lokal pun bersaing dengan
membentuk hypermarket seperti Giant milik Hero Group dan Hypermart milik
Matahari Group.
2.3. Pasar Tradisional
Pasar tradisional (wet market) di Indonesia sudah ada sejak puluhan tahun
lalu. Perkembangan pasar tradisional yang selalu identik dengan segmen
menengah ke bawah (middle-low) masih memberikan kontribusi yang berarti bagi
sektor ekonomi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Keberadaan pasar
tradisional secara langsung menentukan arus barang dari berbagai saluran
tataniaga untuk dikonsumsi oleh konsumen.
15
Perkembangan pasar tradisional secara langsung mengalami persaingan
dari pasar ritel modern. Jumlah pasar tradisional yang ada pada tahun 1997
sebanyak 10.381 buah dan bertambah di tahun 1999 menjadi 10.430 buah atau
meningkat hanya 0,47%. Dengan produk yang lebih berkualitas dan harga yang
tidak jauh berbeda dibandingkan dengan pasar tradisional, membuat konsumen
lebih memilih ritel modern sebagai tempat membeli.
Keberadaan tempat ritel modern dan pasar tradisional yang tidak begitu
jauh membuat konsumen pun lebih memilih berbelanja ke ritel modern. Untuk
mengurangi keberadaan ritel modern pada salah satu propinsi yaitu DKI Jakarta
mengatur tentang jarak antara ritel modern dengan pasar tradisional berdasarkan
Peraturan Daerah (PERDA) No.2/2002. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5
mengenai aturan jarak antara ritel modern dengan pasar tradisional di DKI
Jakarta.
Tabel 5. Jarak Ritel Modern dengan Pasar Tradisional di DKI Jakarta
Luas ritel modern (m2) Jarak dengan Pasar Tradisional 100 -200 0,5 km
200 - 1.000 1 km 1.000 - 2.000 2 km
= 4.000 2,5 km Sumber: PERDA DKI Jakarta No.2/2002
2.4. Rantai Pasokan (Supply Chain)
Rantai pasokan produk pada dasarnya bertujuan untuk memaksimumkan
nilai yang ada, meminimalkan berbagi biaya, dan memuaskan pelanggan.
Rangkaian supply chain mulai dari produsen, kemudian pemasok, distributor,
hingga ke konsumen. Panjang pendeknya supply chain, tergantung dai jenis
barang yang disimpan (Indrajit, 2003). Implikasi dari supply chain, peranan
16
pemasok sangat penting terhadap keberadaan berbagai produk di pasar terutama
bagi ritel modern, yang kekuatannya terletak pada banyak produk atau merek
yang berada di outletnya.
Pemasok tentunya memiliki pelanggan tetap, apalagi memiliki
ketergantungan produk yang dipasoknya. Biasanya pemasok yang sudah
memiliki brand dan memiliki kekuatan tawar-menawar yang kuat, maka akan
ditempatkan pada display khusus oleh pelanggan. Pelayanan khusus atau hak
eksklusif ini tentunya memberikan keuntungan win-win solution bagi pelanggan
dan pemasok.
2.5. Penelitian-Penelitian Terdahulu
Terkait dengan penelitian yang dilakukan yaitu tentang peramalan
penjualan dan optimalisasi pasokan di PT. SSN, ada beberapa penelitian terdahulu
yang relevan baik tentang metode analisis, sistem pasokan dan distribusi, serta
pasar. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan oleh Septiati (2002) mengenai
optimalisasi pengadaan dan distribusi produk buah-buahan di Moenaputra
Nusantara, Sutarya (2003) megenai optimasi produksi dan distribusi sayuran di
PT. Pacet Segar, dan Ismail (2007) mengenai analisis perencanaan pengendalian
persediaan optimal pada PT. Sinar Sosro Kantor Penjualan Sukabumi. Mengenai
hasil penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dapat dilihat pada Tabel 6.
Penelitian yang berlokasi di PT. SSN sudah ada beberapa yang
melakukannya. Adapun penelitian yang telah dilakukan adalah analisis faktor-
faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan
pembelian pisang Sunpride (Setianingrum, 2003), dan analisis strategi
17
pengembangan bisnis buah segar pada PT. Sewu Segar Nusantara (Handayani,
2005).
Tabel 6. Penelitian-Penelitian Terdahulu yang Relevan
Tahun Penulis Judul Metode Hasil Penelitian 2002 Nila
Septiati Optimalisasi Pengadaan dan Distribusi Produk Buah-buahan Segar di PT Moenaputra Nusantara Jakarta
Profit Marjin, & Metode Transportasi
Mendekati Kondisi Optimal antara pusat
pengadaan buah dengan pelanggan
2003 Sutarya Optimasi Produksi dan Distribusi Sayuran di PT. Pacet Segar, Cianjur-Jawa Barat
Linear Programming
Belum dalam kondisi optimal baik dalam
produksi maupun distribusi
2007 Ismail Analisis Perencanaan Pengendalian Persediaan Optimal Pada PT. Sinar Sosro Kantor Penjualan Sukabumi
Peramalan, EOQ, Safety Stock¸dan titik pemesanan kembali
Model Peramalan yang sesuai adalah
SARIMA
Septiati (2002) melakukan penelitian tentang optimalisasi pengadaan dan
distribusi produk buah-buahan segar di PT. Moenaputra Nusantara Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pengadaan dan distribusi yang
dilakukan oleh perusahaan tersebut, mengetahui profit marjin dan imbangan
penerimaan biaya (R/C), serta mengetahui komposisi pengadaan dan distribusi
yang optimal. Untuk menganalisis tujuan digunakan software MS.Excel dan
LINDO.
Hasil penelitian pola pengadaan buah-buahan di PT. Moenaputra
Nusantara Jakarta terdiri dari petani, pedagang pengumpul, dan pasar induk,
dengan jumlah penawaran tertinggi berasal petani dengan sebesar 64, 88 %.
Distribusi buah-buahan dikirim ke kelompok eceran, grosir, dan hotel, dengan
18
jumlah permintaan tertinggi berasal dari kelompok eceran yaitu sebesar 77,04 %.
Adapun buah-buahan yang didistribusikan terdiri dari buah kontinyu dan buah
musiman, dengan buah-buahan yang menjadi unggulan adalah melon, semangka
merah, dan semangka kuning.
Berdasarkan analisis profit marjin yang terbesar adalah buah melon, dan
semangka merah, sedangkan yang memiliki profit marjin terkecil adalah
bangkuang. Hasil nilai R/C menunjukkan buah-buahan kontinyu memiliki nilai
R/C rata-rata 1,14, sedangkan untuk buah-buahan musiman rata-rata dari nilai R/C
adalah 1,12.
Hasil analisis komposisi pengadaan dan distribusi dengan Model
Transportasi diperoleh dengan nilai fungsi tujuan yang meminimumkan biaya
adalah sebesar Rp 1.921.344.000, sedangkan dengan pengadaan dan distribusi
yang dilakukan oleh PT. Moenaputra Nusantara tahun 2001 pada semester 1
adalah sebesar Rp 1.922.687.889, terdapat selisih nilai total biaya pengadaan dan
distribusi sebesar Rp 1.343.136. Hal ini menunjukkan bahwa pola pengadaan dan
distribusi telah mendekati kondisi optimal, sehingga tidak jauh berbeda dengan
kondisi aktualnya. Begitu juga pada semester 2 hasilnya mendekati kondisi
optimal. Perbedaan yang mendasar dari kondisi aktual dengan optimal adalah
besarnya alokasi dari pusat pengadaan ke tujuannya. Dalam hal ini adalah
pengambilan keputusan mengenai pusat pengadaan mana saja yang akan
menyalurkan produk buah-buahan tersebut kepada pelanggan.
Sutarya (2003) melakukan penelitian tentang optimasi produksi dan
distribusi sayuran di PT. Pacet Segar, Cianjur-Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis kombinasi distribusi yang optimal sayuran, menganalisis
19
kombinasi distribusi berdasarkan hasil produksi optimal, dan mengetahui
sensitivitas solusi optimal dalam kaitan dengan ketersediaan sumberdaya dan
keuntungan perusahaan tanpa mengubah kondisi optimal. Alat analisis yang
mendukung tentang penelitian ini adalah melalui permodelan dengan linear
programming dengan bantuan software LINDO.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sutarya (2003) penggabungan
aktivitas produksi dan distribusi dalam satu model, dimaksudkan agar hasil
optimal yang diperoleh dapat didistribusikan secara optimal sehingga mencapai
keuntungan maksimal. Hasil penelitian dalam produksi menunjukkan bahwa 10
jenis sayuran buah rata-rata baru berproduksi sebanyak 36,65 % dari kondisi
optimal, 10 jenis sayuran daun rata-rata baru berproduksi sebanyak 38,18 % dari
kondisi optimal, sedangkan 10 jenis sayuran umbi, bunga, dan tunas rata-rata baru
berproduksi sebanyak 37,31 % dari kondisi optimal, dan jenis sayuran unggulan
rata-rata baru berproduksi sebanyak 37,31 % dari kondisi optimal.
Hasil analisis dalam distribusi menunjukkan bahwa sayuran buah, daun,
umbi, bunga, tunas, dan sayuran unggulan ke beberapa swalayan tertentu masih
belum optimal. Hal ini dikarenakan, terdapat perbedaan alokasi distribusi optimal
antara sayuran yang diolah pada model sesuai kelompoknya dengan sayuran yang
diolah pada kelompok sayuran unggulan. Berdasarkan tiga kelompok sayuran,
maka yang memberikan keuntungan kotor terbesar adalah jenis sayuran daun yang
mencapai Rp 18.143.070, dan yang terendah adalah pada sayuran buah dengan
keuntungan kotor sebesar Rp 14.295.560.
Ismail (2007) melakukan penelitian tentang analisis perencanaan
pengendalian optimal pada PT. Sinar Sosro Kantor Penjualan Sukabumi (PT.
20
SSKPS). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan manajemen
persediaan yang dilakukan oleh PT. SSKPS, menganalisis metode peramalan yang
paling akurat dalam memprediksi volume penjualan produk-produk Sosro dan
meramalkan untuk 12 bulan ke depan, serta menghitung perencanaan persediaan
yang optimal berdasarkan hasil permalan penjualan. Metode penelitian yang
digunakan adalah berbagai teknik peramalan, Economic Order Quantity (EOQ),
serta analisis persediaan pengaman dan analisis titik pemesanan kembali.
Hasil penelitian tentang peramalan menunjukkan terdapat pola data
penjualan bulanan Teh Botol Sosro (TBS) dan Fruit Tea Genggam (FTG) dari
bulan Januari 2002 – Desember 2006 memiliki unsur trend dan musiman.
Berdasarkan hasil analisis untuk penjualan TBS diperoleh model yang paling
sesuai adalah SARIMA (0,0,2)(2,2,0)12 dengan nilai MSE sebesar 4.442.527.
Untuk model peramalan yang paling sesuai untuk penjualan FTG yaitu SARIMA
(0,0,1)(1,0,0)12 dengan nilai MSE 166.345. Hasil penelitian lainnya dengan
metode EOQ, menunjukkan bahwa untuk TBS sebaiknya setiap kali memesan
sebanyak 4.872 krat dengan frekuensi pemesanan sebanyak 57 kali, sedangkan
untuk FTG setiap kali memesan sebaiknya kuantitas pemesanannya adalah 1.387
karton dengan frekuensi 19 kali dalam setahun.
Analisis persediaan pengaman dengan pendekatan tingkat pelayanan (level
service approach) menunjukkan persediaan pengaman yang optimal untuk TBS
adalah sebesar 4.122 krat, dan untuk FTG sebesar 347 karton. Dengan adanya
persediaan pengaman ini, maka biaya peyimpanan perusahaan akan bertambah
sebesar Rp 119.022.750, sedangkan untuk FTG sebesar Rp 10.769.839. Hal ini
memberikan selisih biaya signifikan dengan fakta yang dilakukan oleh PT.
21
SSKPS. Analisis titik pemesanan kembali menunjukkan periode tahun 2007,
perusahaan harus memesan pada saat persediaan TBS mencapai 5.285 krat dengan
selang waktu pemesanan 6 hari, sedangkan untuk FTG mencapai 457 karton
dengan selang waktu 19 hari.
Relevansi terhadap penelitian-penelitian di atas terhadap penelitian yang
akan dilakukan, memiliki persamaan terhadap alat analisis dan metode yang
digunakan yaitu berbagai teknik peramalan, analisis Economic Order Quantity
(EOQ), persediaan pengaman, dan analisa titik pemesanan kembali. Pemilihan
metode-metode tersebut, didasarkan pada analisa untuk memecahkan masalah
yang ada di PT. SSN terhadap distribusi dan pasokan pisang cavendish pada
wilayah pemasaran di JABOTABEK. Perbedaan dengan penelitian-penelitian
terdahulu, adalah hasil ramalan akan digunakan untuk perhitungan pengendalian
pasokan pada periode berikutnya, dan adanya proses identifikasi rantai pasokan.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Permintaan dan Penawaran
Secara umum dalam teori ekonomi menurut Limbong dan Sitorus (1988)
permintaan terhadap suatu komoditas dapat dirumuskan sebagai berikut :
Dx = f?fx{Hx, Hy, T, Pop, I,..} Keterangan : Dx = Permintaan Komoditas x Hx = Harga komoditas X(kondisi ceteris paribus); Hy = Harga barang Y (Komplemen/subtitusi); T = Selera konsumen; Pop = Jumlah penduduk; I = Daya beli masyarakat. Pada tingkat produksi atau produsen menurut teori ekonomi mewakili sisi
penawaran suatu komoditas. Secara umum penawaran suatu komoditas dapat
dipengaruhi oleh faktor harga barang sendiri dan harga barang lain, teknologi
yang digunakan, dan tujuan perusahaan dengan rumus sebagai berikut :
Sx = f?fx{Hx, Hy, T,...} Keterangan : Dx = Permintaan Komoditas x; Hx = Harga komoditas X(kondisi ceteris paribus); Hy = Harga barang Y (Komplemen/subtitusi); T = Perkembangan Teknologi.
Permintaan di tingkat konsumen dalam teori ekonomi tidak langsung
berhadapan dengan penawaran, namun diantara koduanya dihubungkan oleh suatu
sistem tataniaga atau pemasaran. Dalam sistem tersebut dilakukan oleh pelaku
tataniaga dengan memperoleh imbalan sebesar perbedaaan antara harga yang
23
diterima oleh produsen dengan harga yang dibayar oleh pengecer atau konsumen.
Menurut Limbong dan Sitorus (1988) perbedaan harga tersebut adalah marjin
tataniaga atau jasa-jasa lembaga tataniaga. Adapun secara grafis marjin tataniaga
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Permintaan dan Penawaran Turunan serta Marjin Tataniaga. Sumber : Limbong dan Sitorus (1988)
Keterangan : Hr : Harga di tingkat pedagang pengecer; Hf : Harga di tingkat petani/on-farm; Dr : Permintaan di tingkat pedagang pengecer; Df : Permintaan di tingkat petani/on-farm; Sr : Penawaran di tingkat pedagang pengecer; Sf : Penawaran di tingkat petani/on-farm; M : Nilai marjin pemasaran. Gambar 1 menjelaskan bahwa marjin tataniaga adalah perbedaan antara
harga di tingkat petani (Hf) dengan harga di tingkat pedagang pengecer (Hr). Hal
ini terjadi karena adanya interaksi atau negosiasi mengenai jumlah produk dan
harga berdasarkan permintaan di tingkat petani (Df) dan penawaran tingkat
pertani (Sf), sehingga pada akhirnya pihak pedagang pengecer akan mengikuti
Sr
Sf
Dr
Df
Hf
Hr
Jumlah (Unit)
M
Harga (Rp/unit)
24
berapa harga produk tersebut berdasarkan permintaan (Dr) dan penawaran (Sr)
dengan kondisi jumlah produk tetap.
3.1.2. Peramalan Data Time Series
Peramalan merupakan suatu upaya untuk memprediksi ketidakpastian
masa depan, dengan maksud membantu para pengambil keputusan untuk
memutuskan suatu kebijakan secara lebih baik. Peramalan melibatkan sejumlah
studi mengenai data historis dan manipulasi data tersebut untuk mencari pola data
sehingga dapat digunakan untuk memperkirakan pola data di masa depan (Hanke,
et al., 2003).
Penggunaan peramalan untuk memprediksi masa depan, melibatkan
sejumlah proses manipulasi data agar diperoleh peramalan yang efektif. Menurut
Assauri (1980) terdapat tiga langkah peramalan yang dianggap penting, yaitu :
1. Menganalisa data yang lalu dengan cara membuat tabulasi untuk dapat
menemukan pola dari data tersebut.
2. Menentukan metode peramalan yang akan digunakan dan memberikan hasil
yang tidak jauh berbeda dengan kenyataan yang terjadi, atau metode yang
menghasilkan penyimpangan data terkecil.
3. Memproyeksikan data yang lalu dengan menggunakan metode peramalan
yang dipergunakan dengan mempertimbangkan beberapa faktor perubahan.
Semua prosedur formal peramalan melibatkan penarikan pengalaman
masa lalu ke dalam ketidakpastian masa depan. Sebagai usaha untuk memperoleh
keakuratan data masa depan, maka beberapa teknik peramalan dikembangkan agar
kesalahan-kasalahan dalam proses peramalan dapat dikurangi seminimal
25
mungkin. Menurut Hanke, et al. (2003) pengenalan terhadap operasi teknik
peramalan pada data menghasilkan kejadian historis mengarah ke identifikasi lima
tahapan proses peramalan antara lain :
1. Pengumpulan data
Proses ini memerlukan pentingnya perolehan data yang sesuai dan teruji
kebenarannya. Tahap ini seringkali merupakan bagian paling menantang dari
keseluruhan proses peramalan, dan paling sulit untuk dimonitor. Hal ini
dikarenakan serangkaian tahapan dapat dilakukan pada data dalam menentukan
kesesuaiannya dengan masalah.
2. Pemadatan atau pengurangan data
Proses ini seringkali diperlukan karena mungkin saja terjadi kelebihan data
dalam proses peramalan atau sebaliknya terlalu sedikit. Beberapa data mungkin
tidak relevan dengan masalah dan dapat mengurangi keakuratan peramalan. Data
lain mungkin sesuai, tetapi hanya dalam periode historis tertentu.
3. Penyusunan model dan evaluasi
Tahap ini meliputi pencocokan data terkumpul kedalam model yang sesuai
dalam hal meminimasi kesalahan peramalan. Model yang lebih sederhana, lebih
baik keadaannya dalam hal diterimanya proses peramalan oleh pengambil
keputusan. Seringkali harus diseimbangkan antara pendekatan peramalan canggih
yang hasilnya sedikit lebih akurat dengan pendekatan sederhana yang lebih mudah
dipahami serta mendapatkan dukungan. Sehingga, pendapat pribadi sering
dilibatkan dalam proses pemilihan model.
26
4. Ektrapolasi model (peramalan aktual)
Proses ini terdiri dari model peramalan aktual yang dihasilkan begitu data
yang sesuai telah terkumpul, dan kemungkinan dikurangi dan model peramalan
yang sesuai juga sudah dipilih. Untuk memeriksa keakuratan proses peramalan,
peramalan untuk periode yang baru lewat dibandingkan dengan nilai hitoris
aktual. Kesalahan peramalan kemudian diamati dan dirangkum dengan beberapa
langkah.
5. Evaluasi peramalan
Tahapan ini membandingkan nilai peramalan dengan nilai historis aktual.
Beberapa nilai terkini kemudian diambil dari himpunan data yang sedang
dianalisa. Setelah model peramalan selesai, maka peramalan dilakukan untuk
beberapa periode ke depan dan dibandingkan dengan nilai historis yang telah
diketahui. Beberapa prosedur peramalan menjumlahkan nilai absolut dari
kesalahan dan hasil penjumlahan atau dibagi dengan jumlah perlakuan peramalan
sehingga menghasilkan rata-rata kesalahan peramalan. Pengujian pola kesalahan
seringkali mengarahkan analisa untuk memodifikasi prosedur peramalan.
Dalam peramalan time series ada beberapa teknik atau metode yang
digunakan antara lain sebagai berikut :
1. Metode Naïve : adalah teknik peramalan berdasarkan asumsi bahwa periode
saat ini merupakan prediktor terbaik dari masa mendatang.
2. Metode Rata-rata Sederhana : digunakan apabila peramalan dilakukan secara
berulang-ulang untuk data yang tidak terlalu besar (Firdaus, 2006).
3. Metode Rata-rata Bergerak Sederhana : menggunakan mean semua data untuk
meramal (Hanke, et al., 2003).
27
4. Metode Rata-rata Bergerak Ganda : Teknik ini baik untuk data yang
mengandung unsur trend (Firdaus, 2006).
5. Metode Pelicinan Eksponensial Tunggal : Teknik ini dapat merevisi secara
kontinyu hasil peramalan dengan informasi terbaru. Metode ini berdasarkan
pemulusan yang menurun secara eksponensial (Firdaus, 2006). Selain itu,
metode ini menyediakan rata-rata bergerak tertimbang secara eksponensial
semua nilai pengamatan yang lalu (Hanke, et al., 2003).
6. Metode Brown : menjelaskan bahwa ramalan merupakan hasil dari perhitungan
dua kali pelicinan secara eksponensial. Tujuan dari pelicinan kedua adalah
untuk mengatasi masalah data yang tidak stasioner dengan model trend yang
linear (Makridakis, et al., 1999).
7. Metode Dekomposisi Aditif : Model ini memperlakukan nilai deret waktu
sebagai jumlah dari komponen-komponen dalam model (Hanke, et al., 2003).
8. Metode Dekomposisi Multiplikatif : Model ini memperlakukan nilai deret
waktu sebagai hasil perkalian dari komponen-komponen dalam model (Hanke,
et al., 2003).
9. Metode Winters : Metode winters yang terdiri dari winters aditif dan
multiplikatif. Kedua metode ini memberikan cara mudah utuk menjelaskan
musiman didalam model ketika data memiliki pola musiman. Metode
alternatif terdiri dari penghapusan musim atau penyesuaian musim pada data.
Model peramalan ini diaplikasikan untuk data musim-terhapus
(desesasonalized data) dan kemudian musiman dimasukkan kembali untuk
mendapatkan ramalan yang akurat (Hanke, et al. (2003).
28
10. Metode Box-Jenkins (ARIMA) : Model ini menggunakan pendekatan iteratif
pada identifikasi suatu model yang mungkin dari model umum (Hanke, et al.,
2003). ARIMA adalah singkatan dari autoregressive integrated moving
average. Pada ARIMA terbagi atas model MA (moving average), AR
(autoregressive), ARMA (autoregressive moving average), dan ARIMA
(autoregressive integrated moving average).
Berdasarkan model-model peramalan di atas penilaian terhadap akurasi
hasil peramalan dapat dilakukan dengan mengamati besarnya selisih nilai aktual
pengamatan dengan nilai estimasi dari peramalan (Firdaus, 2006). Penilaian
tersebut dilakukan dengan membandingkan nilai error yang terkecil baik melalui
MSE (Mean Square Error), MAE (Mean Average Error), maupun MPE (Mean
Percentage Error).
3.1.3. Economic Order Quantity (EOQ)
Model EOQ atau fixed-order-quantity digunakan untuk menentukan
kuantitas pesanan persediaan, yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan
persediaan, dan biaya kebalikannya (inverse cost) pemesanan persediaan. Metode
ini dapat digunakan baik untuk barang-barang yang dibeli maupun yang
diproduksi sendiri. Pada Gambar 2 menunjukkan hubungan antara kedua biaya
tersebut biaya penyimpanan (holding dan carrying cost) dan biaya pemesanan
(ordering atau set-up cost).
29
Gambar 2. Hubungan Antara Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan. Sumber : Handoko, 1999
Berdasarkan Gambar 2, jumlah pesanan yang ekonomis terletak antara
perpotongan biaya penyimpanan dan biaya pemesanan. Jumlah pemesanan akan
optimal jika biaya penyimpanan dengan biaya pemesanan mencapai nilai
minimum. Kuantitas pemesanan yang optimal terjadi pada titik Q, yaitu pada saat
biaya pemesanan sama dengan biaya penyimpanan yang merupakan perpotongan
antara keduanya. Pada titik Q tersebut, total biaya pengendalian persediaan
adalah minimal.
Model EOQ merupakan alat yang paling umum digunakan dalam
menganalisis persediaan barang yang optimal. Menurut Handoko (1999), model
EOQ mempunyai beberapa asumsi antara lain :
1. Permintaan produk adalah konstan, seragam, dan diketahui (deterministik).
2. Harga per unit produk adalah konstan.
3. Biaya penyimpanan per unit per tahun adalah konstan.
4. Biaya pemesanan per pesanan adalah konstan.
Biaya Total
Biaya Penyimpanan
Biaya Pemesanan
Kuantitas (Q)
Biaya
Q
30
5. Waktu antara pesanan dan barang-barang diterima (lead time, L) adalah
konstan.
6. Tidak terjadi kekurangan bahan atau back orders.
Berdasarkan asumsi tersebut, karena permintaan produk adalah konstan
dan seragam, maka seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3 tingkat persediaan
dari waktu ke waktu berbentuk model continuous. Hal ini ditunjukkan dimana
pesanan yang dilakukan dengan pesanan yang diterima berkontinyu kapan saja
persediaan mencapai titik pemesanan kembali (R) sesuai penggunaan per hari (d)
dan waktu tunggu (L).
Gambar 3. Tingkat Persediaan dengan Waktu dalam EOQ.
Sumber : Handoko, 1999 Keterangan : Q = Jumlah yang dipesan R = Titik Pemesanan Kembali (Reorder point) d = tingkat permintaan atau penggunaan per hari L = Waktu tunggu (lead time)
Kelebihan EOQ yaitu sederhana, mudah dianalisis, dapat diolah secara
manual, dan jika ditambahkan persediaan pengaman maka EOQ dapat digunakan
untuk perusahaan yang memiliki tingkat pemakaian dan waktu tunggu yang
Economic Order Quantity
R = d.L
Waktu
d Reoder point
Q
RQ
L L
Pesanan dilakukan
Pesanan diterima
Tingkat Persediaan (dalam unit)
31
berfluktuasi. Akan tetapi, kelemahan EOQ yaitu kurang peka terhadap fluktuasi
pemakaian dan waktu tunggu yang umumnya terjadi pada perusahaan. Selain itu,
EOQ hanya menghitung jumlah pemesanan yang optimal dan frekuensi
pemesanan.
3.1.4. Persediaan Pengaman (Safety Stock)
Persediaan pengaman adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk
melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan barang (stock out).
Oleh karena itu, persediaan pengaman berfungsi sebagai cadangan untuk menjaga
kelancaran operasional penjualan. Dalam hal ini yang menjadi faktor-faktor yang
menentukan besarnya persediaan pengaman adalah permintaan produk rata-rata
dan waktu tunggu (lead time). Permintaan produk rata-rata dan standar deviasi
dari permintaan produk rata-rata perlu diketahui untuk menentukan persediaan
pengaman. Hal ini untuk mengetahui penyimpangan penggunaan produk dari rata-
rata, karena adanya pemakaian yang berfluktuasi.
Menurut Assauri (1980) dalam menentukan besarnya persediaan
pengaman dapat digunakan beberapa pendekatan antara lain pendekatan
kemungkinan kekurangan barang (probabilty of stock approach) dan pendekatan
keterlambatan produk yang dipesan (level of service approach). Pada pendekatan
kemungkinan kekurangan barang digunakan asumsi bahwa lead time konstan.
Waktu tunggu (lead time) adalah lamanya waktu antara mulai dilakukannya
pemesanan sampai dengan kedatangan produk dan diterima di gudang penerima.
Lamanya waktu tersebut berbeda atau bervariasi antara satu pesanan dengan
pesanan lainnya. Dengan asumsi lead time konstan, stock out hanya terjadi dengan
adanya penambahan dalam permintaan barang.
32
Pendekatan keterlambatan produk yang dipesan digunakan asumsi adanya
ketidakpastian lead time dan permintaan produk, yang menyebabkan terjadinya
stock out . Dalam hal ini tergantung pada keadaan penggunaannya yaitu :
1. Tingkat pelayanan frekuensi (frequency level of service) : secara rata-rata
tingkat pelayanan x persen dalam jangka panjang, persediaan dapat memenuhi
seluruh permintaan langganan dalam periode pemenuhan atau penggantian x
dari setiap 100.
2. Tingkat pelayanan kuantitas (quantity level of service) adalah perbandingan
secara rata-rata dalam jangka panjang dari seluruh pesanan pelanggan, yang
dapat dipenuhi dengan persediaan yang ada tanpa pembatalan atau
penangguhan.
Setelah diketahui tingkat pelayanan, kemudian ditentukan frekuensi
distribusi permintaan produk yaitu distribusi normal untuk barang yang cepat
bergerak, dan distribusi Chi-square untuk barang yang lambat bergerak. Selain
itu juga ada faktor-faktor jarak waktu penyerahan produk yang dipesan sampai ke
gudang, dan waktu yang terlindungi dimana persediaan pengaman dapat menutup
fluktuasi permintaan tanpa dibantu oleh penambahan persediaan.
3.1.5. Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)
Titik pemesanan kembali adalah suatu batas dari jumlah persediaan yang
ada pada saat pesanan harus diadakan kembali, dan titik ini menunjukkan untuk
mengganti persediaan yang telah digunakan (Assauri, 1980). Besarnya
penggunaan barang ditentukan oleh lead time dan tingkat penggunaan rata-rata.
33
Berdasarkan Gambar 4, persediaan mencapai titik pesanan kembali apabila
ROP yang telah ditentukan sebelumnya, sama dengan pemesanan yang dilakukan
sebanyak Q. Hal ini dikarenakan permintaan selama masa tenggang tidak pasti,
sedangkan persediaan dapat berfluktuasi, sehingga mengakibatkan kehilangan
penjualan atau tunggakan pesanan (back order) sampai pesanan sebanyak Q unit
yang diterima.
Gambar 4. Karakeristik Sistem Pemesanan Kembali. Sumber : Buffa dan Sarin(1996) 3.1.6. Penjualan dan Distribusi
Menurut Downer, dan Erickson (1989), penjualan adalah suatu tindakan
pengalihan pemilikan barang dan jasa, serta memiliki keterkaitan terhadap laba.
Sedangkan menurut Gultinan, Paul (1990), penjualan meliputi semua kegiatan
yang terjadi dalam mentransfer barang, dan menyediakan bantuan serta informasi
kepada pembeli akhir atau distributor.
Kegiatan penjualan selalu identik dengan kegiatan distribusi, karena
keduanya saling berkaitan sama lain. Menurut Yunarto (2006), kegiatan distribusi
adalah kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar dan mempermudah
Waktu
Pesanan dilakukan
Pesanan dilakukan
Pesanan dilakukan
Jumlah Unit Kehilangan Penjualan
ROP
Tingkat Persediaannan
34
penyampaian produk dari produsen kepada konsumen, sehingga penggunaannya
sesuai dengan yang diperlukan baik dari jenis, jumlah, harga, tempat dan maupun
saat dibutuhkan. Menurut Tambulun (2004), distribusi produk menggunakan
berbagai alat angkut seperti truk, kereta api, kapal, dan pesawat
Untuk menjual produk agar sampai ke konsumen, diperlukan berbagai
macam cara dalam penjualan dan distribusi. Menurut Gultinan, dan Paul (1990)
ada beberapa cara dalam kegiatan tersebut antara lain :
1. Sistem tanggapan langsung : fungsi utamanya adalah mendapatkan order,
produk didistribusikan langsung ke konsumen akhir, pesanan penjualan
disampaikan kepada pembeli secara peorangan melalui telepon atau surat
langsung.
2. Sistem penjualan tatap muka langsung : fungsi utamanya menyediakan
informasi kepada pelanggan, produk didistribusikan kepada pembeli akhir, dan
pesanan penjualan disampaikan dengan kontak tatap muka.
3. Sistem penjualan perdagangan : fungsi utama mendapatkan dukungan dari
distributor, pesanan penjualan melalui kontak tatap muka dan telepon, dan
produk didistribusikan melalui pedagang besar atau pengecer yang membeli
untuk dijual kembali kepada pembeli akhir.
4. Penjualan misionaris : fungsi utama memberikan informasi produk dan layanan
kepada pelanggan secara langsung, produk didistribusikan langsung ke pembeli
akhir, dan pesanan penjualan disampaikan dengan kontak tatap muka.
Berkaitan dengan pendistribusian produk, terdapat saluran distribusi yang
merupakan rangkaian perantara baik yang dikelola pemasar maupun yang
independen dalam menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Menurut
35
Yunarto (2006) bahwa saluran distribusi (distribution channel) merupakan
sekumpulan organisasi yang saling berhubungan untuk membuat suatu produk atau
jasa yang tersedia bagi konsumen atau pemakai dan kemudian dapat dikonsumsi
oleh konsumen tersebut.
Menurut Gultinan, dan Paul (1990), saluran distribusi adalah seperangkat
unit organisasi yang biasanya dilakukan oleh distributor untuk melaksanakan
semua kegiatan yang diperlukan, untuk menyampaikan suatu produk dari penjual
ke pembeli akhir. Sehingga, tugas distributor adalah menyediakan produk di
lokasi yang memudahkan bagi pelanggan, serta penjualan dan pengiklanan
setempat mengenai manfaat produk. Selain itu distributor meyediakan produk
bagi konsumen dari persediaan barang jadi (Buffa dan Sarin, 1996).
Dalam saluran distribusi ada tiga komponen utama yaitu perantara
(Intermediary), agen (agent), dan fasilitator. Pada Gambar 5 dapat dilihat variasi
saluran distribus i dimana produsen dapat langsung mendistribusikan produknya
ke konsumen akhir, selain itu produsen pun dapat menyalurkan produk ke agen,
wholesaler, dan retailer.
Gambar 5. Variasi Saluran Distribusi. Sumber : Yunarto, 2006
PRODUSEN
KONSUMEN AKHIR
RETAILER
WHOLESALER
AGEN
AGEN
36
Saluran distribusi menurut Yunarto (2006) berperan penting dalam sistem
distribusi, hal ini dikarenakan antara lain :
1. Membantu produsen yang kekurangan sumberdaya dalam memasarkan secara
langsung ke pemakai akhir. Untuk memasarkan dan mendistribusikan suatu
produk dibutuhkan sumberdaya (resources) untuk melakukan komunikasi dan
membina hubungan dengan customer, dan sumberdaya lainnya.
2. Penjualan secara langsung tidak memungkinkan karena produk dari produsen
harus dijual dengan produk lainnya yang sejenis.
3. Mengatasi ketidakcocokan produk (product discrepancies), jumlah, paket atau
campuran, waktu dan tempat.
4. Mengurangi banyak kontak yang berhubungan dengan biaya transaksi.
5. Memfokuskan diri ke bidangnya masing-masing misalnya hanya pada produksi
saja, sehingga produsen akan memperoleh return on investment (ROI) yang
lebih besar jika dibandingkan fokus juga ke bidang distribusi.
Dalam strategi distribusi ada beberapa macam yang digunakan yaitu
strategi struktur saluran distribusi, cakupan distribusi, saluran distribusi berganda,
modifikasi saluran distribusi, pengendalian saluran distribusi, dan manajemen
konflik dalam saluran distribusi. Berikut pada Tabel 7 secara rinci akan dijelaskan
mengenai strategi distribusi tersebut.
37
Tabel 7. Lima Macam Strategi distribusi yang Dapat digunakan dalam Pemasaran Produk
No. Strategi Keterangan 1. Struktur
saluran distribusi
Berkaitan dengan penentuan jumlah perantara yang gunakan untuk mendistribusikan barang dari produsen ke konsumen. Alternatif yang dipilih dapat berupa distribusi langsung (direct channel) atau distribusi tidak langsung (indirect channel).
2. Cakupan distribusi
Berkaitan dengan penentuan jumlah perantara di suatu wilayah atau market exposure. Tujuan dari strategi ini adalah melayani pasar dengan biaya yang minimal, namun bisa menciptakan citra produk yang diinginkan. Ada tiga macam cakupan distribusi antara lain distribusi eksklusif, distribusi intensif, dan distribusi selektif.
3. Saluran distribusi berganda
Berkaitan dengan penggunaan lebih dari satu saluran yang berbeda untuk melayani beberapa segmen pelanggan. Tujuannya adalah untuk memperoleh akses yang optimal pada setiap segmen. Penggunaan saluran distribusi ganda ada dua jenis yaitu saluran komplementer (tidak saling berhubungan), dan saluran kompetitif (saling berhubungan).
4. Modifikasi saluran distribusi
Strategi yang mengubah susunan saluran distribusi yang ada berdasarkan evaluasi dan peninjauan ulang. Adapun perubahan-perubahn yang terjadi di pasar antara lain mencakup perubahan di pasar konsumen dan kebiasaan membeli, timbulnya kebutuhan baru, perubahan kepentingan relatif dari tipe outlet, dan perubahan volume penjualan pada produk saat ini.
5. Pengendalian Saluran Distribusi
Menguasai semua anggota dalam saluran distribusi, agar dapat mengendalikan kegiatan secara terpusat ke arah pencapaian tujuan bersama. Tujuan dari strategi ini adalah untuk meningkatkan pengendalian, memperbaiki ketidakefisienan, mengetahui efektifitas biaya melalui kurva pengalaman, dan mencapai skala ekonomis.
Sumber : Yunarto, 2006 3.1.7. Manjemen Rantai Pasokan (Supply Chain Management/SCM)
Menurut Render, dan Heizer (2001), SCM adalah kegiatan
mentransfomasikan bahan mentah menjadi barang dalam proses dan barang jadi,
dan mengirimkan produk tersebut ke konsumen melalui sistem distribusi.
Kegiatan-kegiatan ini mencakup fungsi pembelian tradisional ditambah kegiatan-
kegiatan lainnya yang penting bagi hubungan antara pemasok dengan distributor
38
seperti pengangkutan, transfer kredit dan tunai, pemasok, pergudangan,
pemenuhan pesanan, dan pengendalian persediaan.
SCM menurut Indrajit (2003), adalah cara baru memandang mata rantai
penyediaan barang, dimana maslah logistik dilihat sebagai rangkaian yang sangat
panjang sejak bari bahn dasar sampai barang jadi yang dipakai oleh konsumen
akhir. SCM berkaitan dengan siklus lengkap bahan baku dari pemasok, ke
produksi, ke gudang, ke distribusi, sampai ke konsumen (Render, dan Heizer,
2001). Menurut Tambulun (2004) perusahaan dalam menerima pasokan dari
suppliers harus disesuaikan dengan keputusan pembelian, persediaan (invetory) di
gudang, dan standarisasi perusahaan terhadap pasokan.
Dalam kegiatan pasokan, pihak yang melakukan aktivitas tersebut adalah
pemasok (suppliers). Menurut Tambulun (2004), pemasok merupakan bagian
penting di dalam sistem konversi, yang dimulai dari input faktor berupa bahan
baku (raw materials), dalam proses transformasi berupa bahan pembantu,
komponen peralatan untuk mesin, serta untuk output berupa bahan pembungkus.
Setiap perusahaan dalam memenuhi pasokan produk terlebih dahulu memesan
pada pihak suppliers melalui telepon atau faksimili, serta pembelian via internet
(E-commerce). Menurut Chopra, dan Meindl (2007), kegiatan pasokan produk
hingga ke konsumen melibatkan berbagai tahapan mulai dari suppliers,
perusahaan, distributor dan pengecer.
Dalam SCM, secara langsung terkait dengan pengendalian persediaan.
Menurut Chopra, dan Meindl (2003), persediaan merupakan seluruh bahan baku
bahan setengah jadi, dan barang jadi yang terdapat dalam supply chain. Menurut
Buffa, dan Sarin (1996), pengendalian persediaan adalah strategi untuk menjaga
39
keseimbangan antara kelebihan dan kekurangan persediaan, agar tercapai kondisi
biaya optimum. Adapun fungsi utama pengendalian persediaan pada dasarnya
adalah menyimpan persediaan untuk melayani kebutuhan perusahaan dari waktu
ke waktu.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
PT. Sewu Segar Nusantara (PT. SSN) merupakan salah satu distributor
pisang cavendish dan buah-buahan segar di Indonesia. Pendirian PT. SSN
berawal dari kebutuhan PT. Nusantara Tropical Fruit (PT. NTF) yang berada
dalam satu grup usaha dari Gunung Sewu dalam memasarkan pisang cavendish di
dalam negeri. PT. SSN memiliki visi yang berupaya menjadi standar industri
pendistribusian buah dan sayuran segar pada tahun 2006. Begitu juga pada misi
yang dilakukan yaitu ingin memfokuskan diri pada pendistribusian buah dan
sayuran segar dengan kualitas dan volume yang superior untuk konsumen di
Indonesia.
Kegiatan utama di PT. SSN terdiri dari dua yaitu pengadaan dan distribusi
buah-buahan. Dalam kegiatan pengadaan, pasokan pisang cavendish pada PT.
SSN memiliki keterkaitan erat dengan PT. NTF. Kedua perusahaan merupakan
anak perusahaan dari PT. Great Giant Pineapple, sehingga PT. SSN dan PT. NTF
tidak melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam pengadaan pasokan pisang
cavendish.
Pisang cavendish yang berbuah sepanjang tahun memiliki permasalahan
terhadap kondisi cuaca di daerah produksi yaitu di Way Jepara, Lampung. Hal ini
berdampak pada fluktuasi produksi pisang cavendish di PT. NTF dimana pada
saat musim penghujan pisang cavendish akan berbuah banyak, sedangkan musim
40
kemarau akan berbuah sedikit. Permasalahan faktor produksi pada PT. NTF akan
membuat PT. SSN akan kesulitan dalam memenuhi pesanan pelanggan dalam
jumlah tertentu dan memenuhi grade pisang cavendish yang baik.
Dalam distribusi PT. SSN berhubungan langsung dengan permintaan
pisang cavendish dari pelanggan yang berasal dari ritel modern, pasar tradisional,
dan HOREKA. Pemenuhan permintaan berdasarkan pesanan bagi PT. SSN terkait
dengan keberadaan pasokan yang tersedia di PT. NTF. Apabila pasokan pisang
cavendish tersedia dalam jumlah banyak tentunya akan memudahkan PT. SSN
untuk memasarkannya, namun pada saat hasil produksi di PT. NTF tidak mampu
mencukupi permintaan pesanan, maka PT. SSN akan menganalisis jumlah yang
akan didistribusikan dan perubahan harganya.
Penelitian ini akan menganalisis peramalan penjualan pisang cavendish
grade C3 dan FB selama 12 bulan ke depan dengan berbagai metode peramalan
secara time series. Setelah menganalisis peramalan penjualan, maka akan dipilih
metode terbaik, yang akan digunakan untuk menganalisis jumlah pasokan optimal
bagi 12 bulan berikutnya. Adapun alat analisis yang digunakan dalam
pengendalian pasokan pisang cavendish adalah metode jumlah pemensanan
optimal atau Economic Order Quantity (EOQ), persediaan pengaman (safety
stock), dan titik pemesanan kembali (reorder point).
Hasil dari analisis diharapkan mampu memberikan solusi bagi PT. SSN
dalam manajemen rantai pasokan, dengan menimimumkan biaya dan memperoleh
profit penjualan yang tinggi pada wilayah pemasaran JABOTABEK. Selain itu,
hasil ini memberikan informasi penunjang bagi PT. NTF untuk meningkatkan
hasil produksi pisang cavendishnya, sehingga PT. SSN mampu menyesuaikan
41
pasokannya dengan PT. NTF. Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka pemikiran
operasional penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian.
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian.
1. Pasokan pisang cavendish tergantung persediaan pisang cavendish di PT. Nusantara Tropical Fruit
2. Distribusi pisang cavendish berdasarkan pesanan, dengan pangsa pasar terbesar di kawasan JABOTABEK terutama untuk ritel modern
3. Permintaan pelanggan menuntut pasokan pisang cavendish tersedia setiap waktu, sehingga berdampak pada fluktuasi penjualan dan perubahan harga jual
Peramalan Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 dan FB Berdasarkan Metode Time Series
PT. Sewu Segar Nusantara
= Alur Pemikiran
Pengendalian Pasokan Atas Hasil Ramalan Penjualan
1. Analisis Economic Order Quantity (EOQ) 2. Analisis Persediaan Pengaman (Safety stock) 3. Analisis Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)
Biaya Persediaan dan Pemesanan Minimum
Rekomendasi Bagi PT. Sewu Segar Nusantara
Identifikasi Biaya Persediaan
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada PT. Sewu Segar Nusantara yang berlokasi di
Jl. Telesonic Dalam (Jalan Gatot Subroto KM 8), Jatiuwung, Kota Tangerang,
Propinsi Banten. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan
didasari oleh perusahaan merupakan salah satu distributor buah-buahan khususnya
pisang cavendish dengan pangsa pasar terbesar di kawasan JABOTABEK. Waktu
pengumpulan data penelitian pada bulan April – Mei 2007.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung dan wawancara
pada bagian Sales & Marketing, Product Supply Organization (PSO), Pembelian
(Purchasing), dan bagian Ekspedisi. Adapun materi datanya berupa kegiatan
umum perusahaan, rantai pasokan pisang cavendish dari PT. NTF dan distribusi
pisang cavendish ke pelanggan.
Data sekunder yang diperoleh dari bagian Finance & Accounting (F&A),
berupa laporan jumlah pasokan pada selama tahun 2006, biaya-biaya yang terkait
dengan pasokan, serta volume penjualan pisang cavendish grade C3 dan FB
dalam kurun waktu 39 bulan bulan selama Januari 2004 – Maret 2007.
Penggunaan data pada waktu tersebut didasarkan terjadinya penurunan volume
penjualan pisang cavendish dalam beberapa tahun terakhir. Secara rinci dapat
43
dilihat pada Tabel 8 tentang data primer dan sekunder yang dibutuhkan pada PT.
SSN.
Tabel 8. Jenis & Sumber Data yang Dibutuhkan dalam Penelitian di PT. SSN
Jenis dan Sumber
Data
Data Primer Data Sekunder Keterangan
Pasokan Wawancara dan pengamatan langsung pada Product Supply Organization (PSO), Purchasing, & Ekspedisi. Data yang dibutuhkan berupa manajemen pasokan pisang cavendish
Biaya pemesanan, dan biaya penyimpanan, volume pembelian Januari 2006 – Maret 2007
1. Biaya pemesanan : - Biaya telepon - Biaya bongkar muat - Biaya transportasi - Biaya administrasi
dan umum - Biaya penerimaan
dan pemeriksaan 2. Biaya Penyimpanan : - Biaya listrik cold
storage - Biaya pemeliharaan
cold storage - biaya adminstrasi
gudang - Biaya pengamanan
Distribusi Wawancara dan pengamatan langsung pada Sales & Marketing, PSO, & Ekspedisi. Data yang dibutuhkan berupa manajemen distribusi pisang cavendish
Harga jual dan volume penjualan pisang cavendish dari bulan Januari 2004 – Maret 2007
Data sekunder lainnya diperoleh dari studi pustaka pada instansi
pemerintah terkait seperti Departemen Pertanian, Direktorat Jendral Bina Produksi
Hortikultura, Biro Pusat Statisik, dan Departemen Perindustrian. Selain itu,
diperoleh juga rujukan dari berbagai media cetak, situs web internet, makalah dan
jurnal penelitian.
44
4.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data
Untuk menganalisis peramalan penjualan dan optimalisasi pasokan pisang
cavendish di PT. SSN dilakukan secara deskriptif (kualitatif) dan kuantitatif.
Analisis kualitatif dilakukan untuk mendeskripsikan manajemen pasokan dan
distribusi pisang cavendish yang terdiri dari pola pengiriman, sistem pembayaran,
penyimpanan, dan penjualannya. Analisis secara kuantitatif dilakukan dengan
menganalisis tentang peramalan penjualan dan optimalisasi pasokan pisang
cavendish di PT. Sewu Segar Nusantara. Data-data tersebut ditabulasikan dengan
menggunakan MS.Excel, QSB dan MINITAB 13.20.
4.3.1. Peramalan Time Series
Peramalan penjualan yang digunakan melalui data seri waktu (time series)
selama 3 tahun terakhir dari volume penjualan pisang cavendish grade C3 dan FB
pada wilayah pemasaran JABOTABEK di PT. Sewu Segar Nusantara. Adapun
model peramalan time series yang akan digunakan adalah metode Moving
Average, pelicinan eksponensial tunggal, metode brown, dekomposisi aditif dan
multiplikatif, metode winters aditif dan multiplikatif, serta metode Box-Jenkins
(ARIMA/SARIMA).
Pada model-model peramalan time series di atas penilaian terhadap akurasi
hasil peramalan dapat dilakukan dengan mengamati besarnya selisih nilai aktual
pengamatan dengan nilai estimasi dari peramalan. Didefinisikan bahwa residual
(error) atau et adalah perbedaan antara nilai aktual dengan nilai hasil peramalan,
yaitu : et = yt - yt. Berdasarkan nilai residual tersebut diperoleh beberapa ukuran
akurasi hasil peramalan antara lain MAE (Mean Absolute Error), MSE (Mean
45
Square Error) atau MSD (Mean Squrae Deviaotion) dan MPE (Mean Percentage
Error).
1. Metode Rata-rata Bergerak Sederhana
Metode ini menggunakan mean semua data dengan formulanya adalah :
( )
nYYYY
Y nttttt
1211
...ˆ +−−−+
++++=
Dimana : 1ˆ +ty = nilai ramalan untuk periode t+1 t = periode aktual n = jumlah periode yang akan dirata-ratakan (ordo)
2. Metode Rata-rata Bergerak Ganda
Teknik ini baik untuk data yang mengandung unsur trend (Firdaus, 2006).
Formula untuk teknik ini adalah :
( )
( )
( )'
'
1321'
13211
12
2
...
...ˆ
ttt
ttt
ntttttt
nttttttt
MMn
b
MMan
MMMMMM
nYYYYY
YM
−−
=
−=
+++++=
+++++==
−−−−−
+−−−−+
Model yang akan didapat adalah : pbaY ttpt .ˆ +=+
Dimana : 1ˆ +ty = nilai ramalan untuk periode t+1 ty = nilai aktual periode t t = periode aktual n = jumlah periode yang akan dirata-ratakan (ordo) p = periode yang akan diramalkan 3. Metode Pelicinan Eksponensial Tunggal : ttt yyy ˆ)1(ˆ 1 αα ++=+ Dimana : 1ˆ +ty = nilai ramalan untuk periode t+1 a = konstanta pemulusan (0<a<1) ty = nilai aktual periode t ty = nilai peramalan periode t t = periode aktual
46
4. Metode Brown :
Dimana : St = pelicinan tahap 1 at = nilai intersep
"tS = pelicinan tahap 2 bt = nilai slope
Yt = nilai aktual perriode t ty = nilai peramalan periode t a = konstanta pemulusan t = periode waktu (0<a<1) 5. Metode Dekomposisi Aditif : Yt = Tt + Ct + St + ε
Dimana: Tt = komponen trend pada periode t Ct = komponen siklus pada periode t St = komponen musiman pada periode t
a. = komponen galat pada periode t
6. Metode Dekomposisi Multiplikatif : Yt = Tt x Ct x St x εt
Dimana: Tt = komponen trend pada periode t Ct = komponen siklus pada periode t St = komponen musiman pada periode t
ε = komponen galat pada periode t
7. Metode Winters a. Metode Winters Aditif
( ) ( )( )( ) ( )( )( ) ( )( )
( )[ ] pLtttpt
Ltttt
tttt
ttttt
ttttt
SpbaY
SaYSbaab
baSYa
tbaTdenganSTY
+−+
−
−−
−−−
++=
−+−=−+−=
+−+−=
+=++=
ˆ1
11
)(
11
111
γγββαα
ε
Dimana : at = pemulusan terhadap deseasonalized data pada periode t bt = pemulusan terhadap trend pada periode t St = pemulusan terhadap variasi musiman pada periode t ptY +
ˆ = ramalan p periode ke depan setelah periode t a,ß,? = koefisien pemulusan L = penjangnya musim
( ) ( )( ) ( )
( )tbaY
SSb
SSa
SSS
SYS
ttt
ttt
ttt
ttt
ttt
.ˆ1
2
1
1
"
"
"1
"
1
+=
−−
=
−=
−+=
−+=
−
−
αα
αα
αα
47
b. Metode Winters Mulktiplikatif
Dimana : Lt = nilai pemulusan baru atau level estimasi saat ini
a = konstanta pemulusan untuk level (0= a =1) Yt = pengamatan baru atau nilai aktual periode t ß = konstanta pemulusan untuk estimasi trend (0= ß =1) Tt = estimasi trend γ = konstanta pemulusan untuk estimasi musiman (0= γ =1) St = estimasi musiman P = periode yang diramalkan s = panjangnya musim Yt+p = ramalan p periode ke depan
8. Metode Box-Jenkins (ARIMA/SARIMA)
Pada ARIMA non-seasonal terbagi atas model MA (moving average), AR
(autoregressive), dan ARIMA (autoregressive integrated moving average).
Selain itu ada SARIMA yang merupakan seasonal ARIMA yang menunjukkan
data time series secara musiman. Persamaan model tersebut adalah sebaga i
berikut :
1. Model MA : Yt = a0 + et - a1 et-1 - a2 et-2 -......- aq et-q
Di mana : Yt = Nilai series yang stasioner et = Kesalahan peramalan et-1,et-2 = Kesalahan pada masa lalu a0, a1 dan a2 = Konstanta dan koefien model
2. Model AR : Yt = b0 + b1 Yt-1 b2 Yt-2 +.....+ bq Yt-q + et
Di mana : Yt = Nilai series yang stasioner Yt-1,Yt-2 = Nilai sebelumnya b0 dan b1,b2 = Konstanta dan koefisen model et = Kesalahan peramalanModel ARMA
Yt = b0 + b1 Yt-1 b2 Yt-2 +.....+ bp Ytp + et - a1 et-1 +.....+ aq et-q
Di mana : Yt = Nilai series yang stasioner et-1,et-q = Kesalahan pada masa lalu b0 dan b1,bp, a1, aq = Konstanta dan koefisen model et = Kesalahan peramalan
( ) stt
tt S
LY
S −−+= γγ 1
( ) pstttpt SpTLY +−+ +=ˆ
( )( )111 −−−
+−+= ttst
tt TL
SY
L αα
( ) ( ) 11 1 −− −+−= tttt TLLT ββ
48
3. Model ARIMA : B (B) (1-B) d Yt = b0 + a (B) et
Di mana : b (B) + 1-b1B-b2B2-.....-aqBp a(B) = 1-a1-a2B2-.....-aqBq B = Backward shift operator (BYt = Yt-1, B2Yt= Yt-2 dst.)
Metode ARIMA memiliki beberapa tahapan yang harus digunakan agar
memperoleh model yang optimal dan terbaik. Beberapa tahapan pembentukan
model ARIMA adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi Model
Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap data deret waktu yang
tersedia. Identifikasi yang dilakukan meliputi identifikasi pola data apakah
mengandung pola musiman atau tidak, indentifikasi terdapat kestasioneran data,
dan yang terakhir adalah identifikasi terhadap pola atau perilaku ACF dan PACF.
Hal yang perlu diperhatikan adalah kebanyakan data deret waktu tidak
bersifat stasioner. Apabila data yang dihadapi bersifat non-stasioner, maka data
tersebut harus dikonversikan terlebih dahulu untuk mendapatkan data yang
stasioner dengan teknik pembedaan (differencing). Pembedaan pertama pada data
diperoleh dengan mengurangi nilai dua pengamatan yang berurutan pada data
tersebut dengan menggunakan formulasi : 1−−=∆= tttt YYYZ
Setelah dilakukan teknik pembedaan pertama (first differencing) data
masih belum stasioner, maka dilakukan pembedaan kedua (second differencing).
Pembedaan kedua dilakukan dengan melakukan pembedaan kembali pada data
hasil pembedaan pertama. Pembedaan kedua dilakukan dengan formula berikut :
( ) ( )2112
−−− −−−=∆= tttttt YYYYYZ
49
Setelah dilakukan proses pembedaan untuk mendapatkan data yang
stasioner, tahap selanjutnya adalah memeriksa kestasioneran data dengan
menggunakan koefisien korelasi. Perhitungan koefisien korelasi menggunakan
formula : ( )( )( )∑
∑−
−−= +
2ZZ
ZZZZr
t
kttk
Dimana : Zt = data deret waktu stasioner Zt+k = data k periode waktu ke depan Z = nilai rataan deret waktu stasioner rk = koefisien autokorelasi antara dua set data Koefisien autokorelasi dapat bernilai antara -1 sampai +1 (-1< rk <1).
Suatu data deret waktu dikatakan stasioner jika koefisien korelasinya nol untuk
semua tingkatan pembedaan data. Setelah data deeret waktu dipastikan stasioner,
tahap berikutnya adalah mengidentifikasi perilaku ACF dan PACF.
2. Estimasi Model
Pada tahapan ini yang penting dilakukan adalah menganalisis perilaku
ACF dan PACF. Perilaku ACF dan PACF yang dapat dilihat pada Tabel 9akan
menentukan model dari data deret waktu yang akan diramalkan.
Tabel 9. Pola ACF dan PACF beserta model ARIMA
ACF PACF Model Dies down Cut-off setelah proses
orde ke p Autoregressive (AR) AR (p) Zt = δ + θ1Zt-1 + ε t
Zt = δ + θ1Zt-1 + θ2Zt-2 + εt Cut-off setelah proses orde ke q
Dies down Moving Average (MA) MA (q) Zt = µ - θ1 εt-1+ εt
Zt = µ - θ1 εt-1 - θ2 εt-2+ εt
Dies down Dies down Autoregreeive Moving Average (ARMA) ARIMA (p,d,q) Zt = δ + θ1Zt-1 - θ1ε t-1 + εt
Sumber : Hanke, et al., 2003
50
3. Evaluasi Model
Terdapat enam kriteria dalam evaluasi model BOX-Jenkins, ya itu:
− Residual peramalan bersifat acak. Hal ini dapat diketahui dari nilai P-value
yang lebih besar dari 0,05. Selain itu, dapat dilihat pula dari grafik ACF dan
PACF residual yang menunjukkan pola cut-off.
− Model parsimonious artinya adalah model harus dalam bentuk yang paling
sederhana.
− Parameter yang diestimasi berbeda nyata dengan nol. Hal ini dapat dilihat dari
nilai P-value yang harus kurang dari 0,05.
− Kondisi invertibilitas ataupun stasioneritas harus terpenuhi dengan
ditunjukkan oleh jumlah koefisien MA atau AR yang masing-masing harus
kurang dari 1.
− Proses iterasi harus convergence. Berdasarkan hasil output peranti Minitab
13.20 dapat dilihat pada session terdapat pernyataan relative change in each
estimate less than 0,0010.
− Model harus memiliki nilai MSE (Mean Square Error) yang kecil.
Setelah hasil evaluasi dilakukan, maka selanjutnya adalah memilih metode
peramalan terbaik yang sesuai kriteria di atas, dan perbandingan dengan metode
ARIMA/SARIMA lainnya.
4. Peramalan (Forecasting)
Tahap ini adalah tahapan terakhir dari metode Box-Jenkins (ARIMA).
Pada tahap ini model yang diperoleh digunakan untuk meramalkan data deret
waktu yang ada. Peramalan dapat dilakukan untuk beberapa periode ke depan.
51
4.3.2. Analisis Economic Order Quantity (EOQ)
Metode EOQ bertujuan untuk menentukan jumlah dan frekuensi
pemesanan yang optimal. Metode ini mengasumsikan bahwa biaya pasokan
terdiri dari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Menurut Handoko (1999),
secara matematis biaya-biaya tersebut dapat ditulis sebagai berikut :
Biaya Total Penyimpanan = (0,5) (Q) (H) Biaya Total Pemesanan = (S) (D) / (Q) Biaya total pasokan karena adanya penyimpanan dan pemesanan yaitu :
TC = 2Q
H + QD
S
Nilai kuantitas barang akan optimal, apabila TC mencapai minimal. Hal ini akan
tercapai jika turunan pertama dari TC terhadap variabel Q sama dengan 0, adapun
perhitungannya sebagai berikut : Q = HSD2
Untuk mengetahui frekuensi pemesanan yang optimal selama satu periode
digunakan rumus sebagai berikut : F = QD
Dimana : D = Permintaan pisang cavendish (grade C3, FB) per tahun S = Biaya pemesanan per pesanan H = Biaya penyimpanan per unit per tahun Q = Kuantitas pisang cavendish (grade C3, FB) setiap pemesanan F = Frekuensi pemesanan pisang cavendish (grade C3, FB) TC = Total biaya pasokan pisang cavendish (grade C3, FB) Model EOQ didasarkan pada asumsi bahwa permintaan produk dan waktu
tunggu (lead time) adalah konstan dan dapat diketahui, sehingga model EOQ
kurang peka terhadap fluktuasi pemakaian dan waktu tunggu. Untuk itu perlu
ditambahkan dengan menghitung tingkat persediaan pengaman dan pemesanan
52
kembali, sehingga EOQ dapat digunakan untuk perusahaan yang memiliki tingkat
pemakaian dan waktu tunggu yang berfluktuasi.
4.3.3. Analisis Persediaan Pengaman (Safety Stock)
Terdapat dua faktor yang perlu diperhatikan sebelum persediaan
pengaman dapat ditentukan, yaitu jarak waktu penyerahan dan waktu yang
terlindung. Jarak waktu penyerahan adalah jarak antara pemesanan sampai
pesanan tersebut diterima. Waktu terlindung adalah jangka waktu yang efektif,
dimana persediaan pengaman dapat menutup fluktuasi permintaan tanpa dibantu
oleh penambahan persediaan. Adapun rumusnya sebagai berikut :
S = K. ßu
ßu = ( ) ( )222LD DL ββ +
Dimana : S = Persediaan pengaman (safety stock) K = Policy factor yang nilainya tergantung pada besarnya tingkat
pelayanan ßu = Standar deviasi dari waktu yang terlindungi ßD = Standar deviasi dari permintaan pisang cavendish
(grade C3, FB) ßL = Standar deviasi dari waktu tunggu (lead time) L = Waktu tunggu rata-rata D = Penggunaan pisang cavendish (grade C3, FB) rata-rata
Penggunaan rumus di atas dipakai untuk menentukan tingkat persediaan
pengaman berdasarkan distribusi normal, yaitu untuk bahan baku yang dipakai
begerak cepat. Persediaan minimum besarnya sama dengan persediaan pengaman,
sedangkan persediaan maksimum diperoleh dari jumlah persediaan pengaman
ditambah dengan jumlah pemesanan pisang cavendish yang optimal.
53
4.3.4. Analisis Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)
Perhitungan titik pemesanan kembali harus memperhatikan besarnya
penggunaan barang selama barang yang dipesan belum datang dan persediaan
pengaman. Besarnya titik pemesanan kembali dapat diketahui melalui rumus
sebagai berikut : T = (L . d) + S
Dimana : T = Titik pemesanan kembali L = Waktu tunggu rata-rata d = Rata-rata pengiriman pisang cavendish per hari L.d = Permintaan pisang cavendish (grade C3, FB) selama waktu tunggu S = Persediaan pengaman
BAB V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1. Riwayat Perusahaan
PT. Sewu Segar Nusantara (PT. SSN) merupakan salah satu perusahaan
yang bergerak di bidang distributor buah-buahan dan sayuran segar di Indonesia.
Perusahaan didirikan pada tanggal 7 Desember 1995 sebagai satu korporat dari
Grup Gunung Sewu dan anak perusahaan dari Great Giant Pineapple Corporation
(PT.GGPC). Pendirian PT. SSN didasari atas perlunya pemasaran dan distribusi
pisang cavendish yang dimiliki oleh anak perusahaan lainnya dari GGPC yaitu PT.
Nusantara Tropical Fruit (PT. NTF). PT. NTF sendiri selaku pembudidaya pisang
cavendish berproduksi di Way Jepara, Lampung dengan luasan areal 500 hektar.
Pada awalnya pisang cavendish di PT. NTF diperuntukkan perdagangan
ekspor, namun adanya permasalahan utama yaitu serangan hama fusarium sp. dan
kondisi iklim yang berbeda dengan aslinya membuat lebih mudah terkena serangan
penyakit. Hal ini terjadi hingga tahun 2000, sehingga produksi untuk ekspor
dihentikan oleh PT. NTF. Atas dasar tersebut PT. SSN selaku distributor, berupaya
meraih pasar yang ada di dalam negeri dengan memasuki pasar modern dan
tradisional.
PT. SSN selaku anak perusahaan PT. GGPC awalnya memanfaatkan pasar
dan jaringan distribusi yang luas yang dimiliki induk perusahaannya tersebut,
sehingga memudahkan PT. SSN untuk memasarkan pisang cavendish di Indonesia.
Hingga sekarang PT. SSN telah mampu mengembangkan jalur distribusinya sendiri
55
ke berbagai pasar dan tidak hanya memasarkan pisang cavendish saja, namun juga
buah-buahan segar lainnya seperti melon, apel, pear, dan sebagainya.
PT. SSN selaku perusahaan yang memasarkan pisang cavendish dan buah-
buahan lainnya mengutamakan mutu dan kualitas yang baik, sehingga untuk
memenuhinya diperlukan nama merek yang mengakomodasikan kepentingan
perusahaan. Penggunaan nama merek dagang Sunpride yang diambil dari kata sun
yang artinya cerah seperti matahari digunakan untuk jenis pasar modern, sedangkan
merek Sunfresh digunakan untuk pasar tradisional dan sejenisnya. Pisang
cavendish sebagai komoditas unggulan perusahaan tentunya menggunakan kedua
merek tersebut, dan sekarang merek-merek tersebut sudah dikenal konsumen di
Indonesia.
5.2. Kondisi Lingkungan Perusahaan
PT. SSN berlokasi di Jalan Telesonic Dalam (Jalan Gatot Subroto KM 8),
Desa Kadujaya, Kecamatan Curug, Tangerang, Banten. Pemilihan lokasi yang
strategis didasari oleh kedekatan dengan pasar dan kedekatan dengan transportasi
pasokan pisang cavendish dari PT. NTF di Lampung. PT. SSN dalam
mendistribusikan pisang cavendish tersebar di kawasan Jakarta, Bogor, Tangerang,
dan Bekasi (JABOTABEK), selain itu PT. SSN memiliki empat kantor cabang atau
area yang dikepalai oleh manager Area dengan lokasi antara lain sebagai berikut :
1. Bandung, Jawa Barat berlokasi di Kopo Permai I Blok 55 A No.12, Bandung.
Area ini berdiri sejak tahun 2001 untuk wilayah pemasaran di Jawa Barat.
2. Jogyakarta berlokasi di Jl. Indraprasta TR III/292, Tegal Rejo. Area ini berdiri
sejak tahun 2002 untuk wilayah pemasaran di Jogyakarta dan Jawa Tengah.
56
3. Semarang berlokasi di Jl.Borobudur Utara II/2 Semarang Barat, Semarang.
Area ini berdiri sejak tahun 2003 untuk wilayah pemasaran di Semarang.
4. Surabaya, Jawa Timur berlokasi di Jl. Beringin Bendo Kav.8 Kawasan Industri
Ragam II Beringin Bendo, Sidoarjo. Area ini berdiri sejak tahun 2004 untuk
wilayah pemasaran Jawa Timur dan Bali.
PT. SSN dikelola oleh berbagai manajer dan staf antara lain bagian
Pembelian (Purchasing) bertanggung jawab terhadap pembelian buah-buahan,
bagian Sales & Marketing yang bertanggung jawab terhadap penjualan, bagian
Finance & Accounting (F&A) yang bertanggung jawab terhadap keuangan
perusahaan, Product Supply Organizing (PSO) yang bertanggung jawab terhadap
logistik, produksi, dan Quality Control (QC). Selain itu ada bagian Information
Technology (IT), bagian Ekspedisi, serta bagian HRD & General Affairs. Pada
Lampiran 2 dapat dilihat Struktur Organisasi PT. SSN.
PT. SSN menjalankan usaha pada lahan seluas 2,2 hektar dengan berbagai
fasilitas dan bangunan seperti gedung kantor, 26 ruang pendingin (cold storage) dan
pematangan buah (ripening) dengan kapasitas produksi sebesar 1 kontainer per
ruang dengan tinggi sebesar 40 kaki atau + 1000 boks pisang cavendish. Dalam hal
ini tenaga kerja yang terlibat di PT. SSN ada sekitar 200 orang dalam berbagai lini
pekerjaan. Untuk menunjang aktivitas distribusi PT. SSN memiliki armada
pengiriman berupa mobil boks berjumlah 26 unit yang dilengkapi dengan udara
pendingin, mobil kantor sebanyak 3 unit, bengkel armada, dan asrama tempat
tinggal karyawan.
57
5.3. Kegiatan Utama Perusahaan
Kegiatan utama PT. SSN adalah pengadaan pasokan dan distribusi buah-
buahan dan sayuran segar. Kedua kegiatan ini di PT. SSN saling berkaitan,
terutama pada komoditas pisang cavendish yang menjadi unggulan penjualannya.
Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dibahas mengenai kegiatan pengadaan
pasokan dan distribusi yang difokuskan pada komoditas pisang cavendish.
5.3.1. Pengadaan Pasokan
Kegiatan pengadaan pasokan pisang cavendish di PT. SSN sepenuhnya
berasal dari PT. NTF yang berlokasi di Way Jepara, Lampung. Kegiatan ini
dilakukan oleh bagian Product Supply Organizing (PSO) yang bertanggung jawab
membeli pisang cavendish dari PT. NTF. PT. SSN memperoleh pisang cavendish
dari PT. NTF dalam keadaan belum matang, sehingga PT. SSN yang akan
melakukan kegiatan pematangan (ripening). Dasar kegiatan pematangan dilakukan
oleh PT. SSN, karena kondisi pisang cavendish yang rentan memar atau rusak
sehingga PT. SSN perlu mengantisipasi resiko kerusakan pisang cavendish.
Pasokan pisang cavendish yang dikirim berumur 9 – 11 minggu yang
dilakukan selama 2 hari sekali dengan jumlah sebanyak + 1.000 boks per sekali
kirim atau sebulan + 30.000 boks. Pengiriman pisang cavendish pada saat bulan
September – Desember dimana musim kemarau di propinsi Lampung, PT. NTF
akan mengirimkan pasokan pisang cavendish dalam jumlah < 50 % dibandingkan
pada bulan Januari – Agustus yang merupakan musim penghujan dimana jumlah
pasokan normal yaitu + 30.000 boks per bulan.
Secara umum proses produksi di PT. SSN dibagi menjadi dua yaitu
pendinginan dan pematangan. Kegiatan pendinginan dilakukan pada saat awal
58
barang datang dari PT. NTF dengan menyimpan pisang cavendish di cold storage.
Pisang cavendish yang masuk cold storage terlebih dahulu dilakukan penyesuaian
suhu mencapai standar produksi + 18 0C. Setelah suhu telah mencapai 14 0C,
kemudian pisang cavendish dimutasi untuk proses pematangan.
Kegiatan pertama yaitu pisang cavendish yang sampai di PT. SSN,
dilakukan penyortiran dan grading terlebih dahulu sebelum disimpan ke ruang
pendingin. Kegiatan penyortiran pisang cavendish dilakukan dengan sistem
random sampling sebesar 1 % dari total pasokan yang dikirim dari satu truk
pengangkut. Selama penyortiran dilakukan pengamatan terhadap tingkat
kememaran (bruises), panjang minimal 7,5 inchi, kalibrasi buah atau lingkar buah
minimal 3,9 inchi, serta penimbangan bobot pisang per boks. Pisang cavendish
yang telah disortir, kemudian dimasukkan ke dalam ruang pendingin (cold storage)
dengan suhu 14 0C – 18 0C selama waktu tiga hari.
Kegiatan kedua yaitu pematangan, dimana dilakukan gasing atau
penyemprotan dengan gas etilen konsentrasi 200 ml selama 24 jam. Kegiatan ini
dilakukan, agar pisang cavendish berada dalam kondisi matang pada saat
dipasarkan ke pasar. Kegiatan pematangan ini tidak boleh ada aktivitas keluar-
masuk cold storage, hal ini dilakukan agar proses pematangan dengan gas etilen
menjadi sempurna. Setelah kegiatan pematangan, cold storage dapat dibuka untuk
mengecek kondisi suhu ruangan, inspeksi mutu buah, dan step kematangan pisang
cavendish.
Kegiatan inspeksi mutu pisang cavendish dilakukan oleh bagian Quality
Control (QC) dengan mengamati kondisi buah, antara lain cari pemotongan
bonggol (crown), panjang dan kalibrasi buah, tingkat bruises lama dan baru, tingkat
59
keseusaian grade buah (under, over, atau full grade), goresan (scaring), kondisi
cacat buah (malformed), tingkat kematangan buah (maturity). Begitu juga pada
kegiatan pengecekan step kematangan buah dilakukan dengan melihat berbagai
kondisi pisang cavendish, antara lain Step pertama untuk kondisi buah masih hijau,
Step kedua untuk tingkat perubahan dari hijau ke kuning, Step ketiga untuk warna
kuning muda. Step ini pisang cavendish layak didistribusikan, Step keempat untuk
warna kuning matang. Step ini sama seperti step ketiga pisang cavendish layak
didistribusikan.
Kegiatan pematangan pisang cavendish yang telah selesai, kemudian
dimutasi ke bagian Logistik untuk dijadikan sebagai stock atau barang yang siap
untuk dipasarkan. Total waktu kegiatan pengadaan pasokan pisang cavendish dari
PT. NTF hingga siap didistribusikan ke pelanggan oleh PT. SSN dilakukan selama
+ 7 – 10 hari. Secara rinci dapat dilihat pada Gambar 7 mengenai proses produksi
pisang cavendish di PT. SSN.
Gambar 7. Proses Produksi Pisang Cavendish pada PT. SSN
Materials (Pisang Cavendish)
Pendinginan
Produksi atau Pematangan
Logistik
Stock barang siap untuk dipasarkan
60
Dalam kegiatan akhir pengadaan, pisang cavendish yang telah matang
dimasukkan ke dalam boks-boks karton yang berkapasitas 10 kg dan 18 kg yang
diberikan penyekat dari bahan styrofoam, dan peti kayu yang berkapasitas 18 kg.
Untuk kemasan boks masing-masing sisiran pisang cavendish sudah diberikan
merek grade C3 merek Sunpride, dan grade Finger Besar (FB) merek Sunfresh,
sedangkan kemasan peti kayu digunakan untuk grade Finger Kecil (FK). Kemasan
boks dan peti kayu yang telah diberikan label oleh PT. SSN siap untuk
didistribusikan oleh bagian Ekspedisi ke pelanggan pada berbagai lokasi sesuai
dengan pesanannya.
5.3.2. Penjualan dan Distribusi
Kegiatan penjualan dan distribusi merupakan kegiatan utama PT. SSN. PT.
SSN dalam mendistribusikan pisang cavendish menggunakan sistem FIFO (First In
First Out) yaitu pisang cavendish yang lebih dahulu datang dari PT. NTF adalah
buah yang akan dididistribusikan terlebih dahulu sesuai pesanan pelanggan.
Biasanya jumlah yang dipasok dari PT. NTF dengan yang dikirim ke pelanggan
relatif sama. Pisang cavendish yang telah layak jual oleh bagian PSO akan
didistribusikan ke pelanggan menurut pesanannya dan biasanya pelanggan
memesan 1 – 7 hari sebelumnya sesuai sistem penjualannya.
Sistem penjualan pisang cavendish di PT. SSN dilakukan secara putus,
artinya PT. SSN hanya menjual pisang cavendish sesuai pesanan pelanggan dan
tidak menerima kembali produknya kecuali reject. Sistem penjualan di PT. SSN
terdiri dari dua, yaitu kredit bagi segmen pasar modern, dan langsung bagi segmen
pasar tradisional. Penjualan secara kredit dilakukan dengan cara memesan pisang
cavendish ke PT. SSN dan kemudian dikirim ke pelanggan, setelah itu bagian debt
61
collector akan menagih pelunasan pembayaran sesuai dengan jatuh tempo yang
telah ditetapkan. Untuk penjualan langsung dilakukan dengan cara pelanggan
memesan ke PT. SSN, kemudian pelanggan membayar langsung ke bagian kasir,
sedangkan bagian Sales & Marketing dan bagian Ekspedisi yang akan mengirimkan
ke tempat tujuan pelanggan.
Sistem pengiriman pisang cavendish ke pelanggan oleh PT. SSN dilakukan
dengan menggunakan 26 armada angkut yang dilengkapi pendingin masing-masing
memiliki kapasitas berbeda antara lain 80 boks, 120 boks, dan 240 boks. Masing-
masing armada angkut mengirimkan pisang cavendish tergantung waktu pemesanan
dari pelanggan, adapun waktu pengirimannya adalah pagi hari yang menggunakan
+ 20 armada angkut, dan siang hari yang menggunakan enam armada angkut.
PT. SSN yang menguasai pasar pisang cavendish di berbagai wilayah
JABOTABEK tentunya memiliki saluran pemasaran yang luas. Adapun saluran
pemasaran pisang cavendish yang terdapat di PT. SSN meliputi :
1. PT. SSN à Grosir à Semi Grosir à Pengecer à Konsumen
2. PT. SSN à Semi Grosir à Pengecer à Konsumen
3. PT. SSN à Supermarket/ Swalayan/Minimarket à Konsumen
4. PT. SSN à Distribution Centre à Supermarket/Swalayan/Minimarket à
Konsumen
5. PT. SSN à Katering à Konsumen
6. PT. SSN à Outlet buah à Konsumen
7. PT. SSN à Pasar Tradisionalà Konsumen
PT. SSN mengirimkan ke 600 outlet dan toko buah yang berada di wilayah
JABOTABEK, dimana sebagian besar pelanggan utamanya adalah ritel-ritel
62
modern terkenal seperti Carrefour, Matahari, HERO, dan minimarket lainnya
seperti Alfamart, Indomaret, Superindo, dan Indo Grosir. PT. SSN mengirimkan
pisang cavendish yang dilakukan oleh bagian Ekspedisi memiliki 16 jalur distribusi
dengan titik-titik pengiriman pada setiap jalurnya sekitar 8 – 12 tempat tujuan.
Pada Tabel 10 dapat dilihat ke-16 jalur distribusi pisang cavendish di wilayah
pemasaran JABOTABEK. Dalam kegiatan pendistribusian setiap pengiriman
pisang cavendish mencapai + 3.000 boks per hari.
Tabel 10. Jalur dan Lokasi Distribusi PT. SSN di Wilayah JABOTABEK
Jalur Distribusi Lokasi Distribusi Jalur 1 Hero Sentral Cibitung dan sekitarnya. Jalur 2 Karawang, Cikarang, dan sekitarnya. Jalur 3 Kelapa Gading dan sekitarnya. Jalur 4 Lebak Bulus dan sekitarnya. Jalur 5 Kota Tangerang dan sekitarnya. Jalur 6 Pluit dan sekitarnya. Jalur 7 Bogor, Cileungsi sekitarnya. Jalur 8 Cengkareng dan sekitarnya. Jalur 9 Depok dan sekitarnya. Jalur 10 Wilayah Jend. Sudirman, Jakarta dan sekitarnya. Jalur 11 Wilayah Roxy, Jakarta dan sekitarnya. Jalur 12 Wilayah Bekasi dan sekitarnya. Jalur 13 Wilayah Rawamangun, Jakarta Pusat dan sekitarnya. Jalur 14 Wilayah Klender dan sekitarnya. Jalur 15 Bintaro, Kebayoran Lama, dan Sekitarnya. Jalur 16 Serang, Cilegon, dan sekitarnya.
PT. SSN menjual pisang cavendish di pasaran berdasarkan boks atau peti
dengan harga yang bervariasi sesuai gradenya. Harga tersebut disesuaikan dengan
tujuan pasar baik ritel modern, pasar tradisional maupun HOREKA, sebagai contoh
harga jual per boks untuk wilayah pemasaran JABOTABEK hingga bulan Maret
2007 untuk merek Sunpride atau C3 adalah sebesar Rp 119.626,93, merek Sunfresh
atau FB harga jual per boks sebesar Rp 70.000, grade FB1 harga jual per boks
sebesar Rp 56.000, grade FK yang dijual per peti harga jualnya sebesar Rp 45.000,
63
serta grade FS1 dan FS harga jual per boksnya adalah Rp 57.500. Secara rinci
variasi harga masing-masing grade pisang cavendish di PT. SSN dari periode
penjualan bulan Januari 2006 – Maret 2007 dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Harga Jual Pisang Cavendish Untuk Wilayah Pemasaran
JABOTABEK Periode Januari 2006 – Maret 2007
Bulan
Grade C3
(Rp/Boks) FB1
(Rp/Boks) FB
(Rp/Boks) FK
(Rp/Peti) FS1
(Rp/Boks) FS
(Rp/boks) Januari 2006 89.018,74 14.148,73 21.531,03 40.000 47.500 13.916,86 Februari 2006 92.902,27 12.663,98 32.496,44 17.245,5 47.500 11.905,84 Maret 2006 87.387,15 50.000 25.416,26 40.909 47.500 48.899,52 April 2006 90.574,49 50.000 35.089,73 * 47.460,37 48.950,23 Mei 2006 91.604,53 50.000 36.766,41 * 47.500 49.234,66 Juni 2006 93.670,99 50.000 44.918,93 * 49.208,33 50.882,84 Juli 2006 92.338,97 50.000 50.812,4 * 50.000 50.905,21 Agustus 2006 90.064,71 49.565,05 51.858,62 * 49.909,69 50.803,5 September 2006 97.749,86 49.403,06 48.313,02 * 49.985,68 51.259,25 Oktober 2006 102.872,65 50.910 49.638,5 40.324,76 50.000 52.250,96 November 2006 105.433,11 * 46.880,8 40.625,94 50.000 52.009,63 Desember 2006 104.649,09 54.489,38 39.562,72 40.909 50.000 51.970 Januari 2007 100.661,61 20.168,33 29.363,53 10.723,14 47.921,2 10.552,77 Februari 2007 120.793,66 57.500 67.204,55 55.000 57.500 57.500 Maret 2007 119.626,93 56.000 70.000 45.000 57.500 57.500
Sumber : Dept. F & A, 2007 Keterangan : * = tidak ada penjualan Pada tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata harga pisang cavendish per
bulan hingga bulan Maret 2007 untuk semua grade mengalami kenaikan harga. Hal
ini diakibatkan oleh pasokan pisang cavendish dari PT. NTF tidak dalam jumlah
banyak atau dalam keadaan musim kemarau, sehingga PT. SSN menjualnya dengan
harga yang lebih tinggi. Selain itu ada beberapa grade yang tidak mengalami
penjualan atau nol mulai dari bulan April – September 2006 pada grade FK yang
dijual dalam kemasan peti kayu. Hal ini diakibatkan oleh tidak adanya pasokan dari
PT. NTF untuk grade tersebut, dan juga tidak adanya pesanan dari pelanggan akan
grade FK.
64
PT. SSN yang kegiatan utamanya adalah menjual dan mendistribusikan
pisang cavendish, pada dasarnya menyesuaikan jumlah yang dijual dengan jumlah
pasokan, sehingga bagian sales & marketing yang bertanggung jawab dalam
penjualan akan merubah harga jual sesuai keadaan di cold storage. Berdasarkan
Tabel 12 dapat dilihat bahwa volume penjualan pada salah satu grade yaitu C3 pada
wilayah pemasaran JABOTABEK merupakan yang terbesar dengan rata-rata
penjualan per bulan mencapai 22.289 boks, dimana jumlah penjualan terbanyak
yaitu terjadi pada bulan Januari 2007 yang mencapai 30.697 boks. Selain grade C3,
grade yang penjualannya relatif stabil adalah grade FB, FS, dan FS1.
Tabel 12. Volume Penjualan Pisang Cavendish Wilayah Pemasaran
JABOTABEK Periode Januari 2006 – Maret 2007
Bulan
Grade C3
(Boks) FB1
(Boks) FB
(Boks) FK
(Peti) FS1
(Boks) FS
(Boks) C3
(Boks)* Januari 2006 18.363 511 11205 437 1583 2489 - Februari 2006 18.671 991 2899 802 992 4136 - Maret 2006 23.504 57 6716 69 1001 214 - April 2006 23.579 47 5985 - 1514 226 - Mei 2006 27.911 42 13282 - 1307 228 - Juni 2006 25.849 32 12660 - 1860 335 2474 Juli 2006 26.414 42 12295 - 1176 574 3974 Agustus 2006 28.917 371 5374 - 604 572 3426 September 2006 18.082 134 2609 - 635 398 2567 Oktober 2006 13.323 5 2969 70 1140 165 2095 November 2006 14.805 - 297 297 952 340 2393 Desember 2006 21.860 8 2368 76 153 42 2932 Januari 2007 30.697 1604 1645 726 368 1971 84 Februari 2007 19.633 186 44 86 314 158 3169 Maret 2007 22.733 28 6 7 176 6 4077
Sumber : Dept. F & A, 2007 Keterangan : * = boks dalam berat 10 kg
Penjualan Pisang Cavendish (Grade C3 )
05000
10000150002000025000300003500040000
Jan-0
4
May-04
Sep-0
4Ja
n-05
May-05
Sep-0
5Ja
n-06
May-06
Sep-0
6Jan-0
7
Bulan
Boks C3
Linear (C3)
BAB VI PERAMALAN PENJUALAN PISANG CAVENDISH
6.1. Peramalan Penjualan Grade C3 (Sunpride)
Data penjualan grade C3 dengan merek dagang Sunpride adalah data
bulanan yang diperoleh dari bulan Januari 2004 hingga Maret 2007. Dalam series
waktu tersebut terdapat 39 bulan, yang berarti terdapat 39 data penjualan grade C3
dalam satuan boks. Berdasarkan hasil plot data yang dapat dilihat pada Gambar 8,
diidentifikasikan bahwa penjualan grade C3 selalu berfluktuasi dan stasioner
dengan rata-rata penjualan mencapai 23.338 boks per bulan.
Gambar 8. Plot Data Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 (Sunpride) Periode Januari 2004 – Maret 2007
Berdasarkan pengamatan terhadap plot data tersebut penjualan grade C3
(Sunpride) mengalami peningkatan tertinggi yaitu pada bulan Agustus 2005 sebesar
33.903 boks. Hal ini diperkirakan PT. SSN menjual dengan harga yang lebih
rendah dibandingkan bulan sebelumnya yaitu sebesar Rp. 70.995,85 per boks,
dikarenakan pasokan pisang cavendish dari PT. NTF dalam jumlah yang banyak.
Sehingga keadaaan ini dimanfaatkan oleh PT. SSN untuk menjual grade C3 dalam
66
jumlah banyak, dan kecenderungan pesanan pelanggan dari ritel modern di kawasan
JABOTABEK membuat permintaan akan pisang cavendish grade C3 pun banyak.
Selain adanya peningkatan penjualan, juga terjadi penurunan penjualan
terendah yaitu pada bulan Oktober 2006 sebesar 13.323 boks. Hal ini diperkirakan
PT. SSN tidak menerima pasokan dalam jumlah yang banyak, dikarenakan kondisi
produksi di PT. NTF dalam keadaan musim kemarau. Kondisi penurunan penjualan
pisang cavendish grade C3 berlangsung hingga bulan November 2006.
Hipotesis awal berdasarkan plot data series waktu terlihat bahwa data sudah
stasioner. Hal ini ditunjukkan dari sebaran data penjualan yang berfluktuasi di
sekitar nilai rata-rata yang konstan. Hasil analisis metode peramalan time series,
yang paling sesuai untuk memprediksi penjualan pisang cavendish grade C3 adalah
SARIMA (1,0,0)(0,0,1)6 dengan nilai MSE sebesar 10.271.151. Mengenai nilai
MSE masing-masing teknik peramalan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 13. Nilai MSE Metode Peramalan Penjualan Pisang Cavendish Grade
C3 (Sunpride)
No. Metode a ß ? Ordo MSE Urutan Terbaik
1 Moving Average
20.088.564 7 2 Single Eksponensial 191.36.154 2 3 Double Eksponensial 21.499.701 8
4 Dekomposisi Multiplikatif 12 19.146.447 3
5 Dekomposisi Aditif 12 19.323.085 4 6 Winters Multiplikatif 0.45 0.05 0.9 12 19.543.677 5 7 Winters Aditif 0.45 0.05 0.9 12 20.498.109 6 8 SARIMA (1,0,0)(0,0,1)6 10.271.151 1
Pengidentifikasian model ini dilakukan dengan melihat terlebih dahulu
bentuk ACF dan PACF, untuk mengetahui adanya unsur stasioner. Bentuk ACF
dan PACF dari penjualan pisang cavendish grade C3 yang dapat dilihat pada
67
Lampiran 3, karena pada time lag kedua nilai autokorelasinya sudah tidak berbeda
secara nyata dengan nol. Sehingga data penjualan pisang cavendish grade C3 tidak
dilakukan differencing. Begitu juga dalam penentuan faktor musiman dapat dilihat
pada ACF dan PACF yang berada time lag keenam.
Setelah dilakukan pengidentifikasikan data, maka dilakukan uji diagnostik
atas model SARIMA tersebut. Uji diagnostik tersebut terdiri dari enam kriteria
model Box-Jenkins, antara lain :
1. Residual atau error peramalan bersifat random. Pada Lampiran 4 error
peramalan sudah random, hal ini dibuktikan pada Ljung-Box Statistic dimana P-
value lebih besar daripada a (0,05) yaitu 0,600; 0,803; 0,851.
2. Model parsimonious dimana model tentatif yang diperoleh yaitu SARIMA
(1,0,0)(0,0,1)6, menunjukkan bentuk model yang paling sederhana.
3. Parameter yang diestimasi berbeda nyata dengan nol. Hal ini dapat dilihat dari
nilai P-value yang kurang dari a (0,05), dimana pada P-value koefisien = 0.000.
4. Kondisi invertibilitas ataupun stasioneritas harus terpenuhi, yang ditunjukkan
oleh jumlah koefisien MA yang harus kurang dari satu yaitu MA = 0,5084 dan
SMA = 0,8067. Sehingga model ARIMA (1,0,0)(0,0,1)6 sudah invertibilitas.
5. Proses iterasi harus convergence. Pada session sudah terdapat penyataan bahwa
Relative change in each estimate less than 0.0010.
6. Model harus memiliki MSE yang kecil. Pada model ARIMA ditunjukkan
dengan nilai MSE sebesar 10.271.151.
Tahapan selanjutnya dalam Box-Jenkins adalah meramalkan hasil
(forecasting) penjualan pisang cavendish grade C3, dengan metode SARIMA
(1,0,0)(0,0,1)6. Bentuk model SARIMA (1,0,0)(0,0,1)6 adalah sebagai berikut :
68
Yt = F yt-1 – wL(et-L – F 1 yt-L-1) + et Yt = 0,5084 (yt-1) – 0,8067 (et-L - 0,5084 yt-L-1) + et
Hasil ramalan penjualan untuk 12 bulan ke depan yang terdapat pada Tabel
14, menunjukkan bahwa tingkat penjualan pisang cavendish grade C3 berfluktuasi
dengan rata-rata penjualan mencapai 23.975 boks per bulan. Ramalan penjualan
tertinggi terjadi pada Mei 2007 yaitu sebesar 28.105 boks, dimana hasil ramalan
penjualan sejak bulan April 2007 pun sudah terjadi peningkatan dibandingkan
kondisi aktualnya bulan Maret 2007 yaitu dari 22.733 boks menjadi 27.752 boks.
Tabel 14. Hasil Ramalan Volume Penjualan Pisang Cavendish Grade C3
Periode Waktu April 2007 – Maret 2008
6.2. Peramalan Penjualan Grade FB
Data penjualan grade FB dengan merek dagang Sunfresh adalah data
bulanan yang diperoleh dari bulan Januari 2004 hingga Maret 2007. Dalam series
waktu tersebut terdapat 39 bulan, yang berarti terdapat 39 data penjualan grade FB
dalam satuan boks. Grade FB merupakan grade penjualan tertinggi kedua setelah
grade C3. Berdasarkan hasil plot data yang dapat dilihat pada Gambar 9, penjualan
No. Bulan Ramalan Volume Penjualan (boks) 1 April 2007 27.542 2 Mei 2007 28.105 3 Juni 2007 22.721 4 Juli 2007 16.848 5 Agustus 2007 23.285 6 September 2007 25.971 7 Oktober 2007 24.729 8 November 2007 24.097 9 Desember 2007 23.776
10 Januari 2008 23.613 11 Februari 2008 23.530 12 Maret 2008 23.488
69
Penjualan Pisang Cavendish Grade FB
0
5000
10000
15000
20000
25000
Jan-0
4
May-04
Sep-0
4Ja
n-05
May-05
Sep-0
5Ja
n-06
May-06
Sep-0
6Ja
n-07
Bulan
Bok
s FB
Linear (FB)
grade FB selalu berfluktuasi dengan penjualan tertinggi pada bulan Agustus 2005
yaitu sebesar 19.572 boks.
Gambar 9. Plot Data Penjualan Pisang Cavendish Grade FB (Sunfresh) Periode Januari 2004 – Maret 2007
Pada Gambar 9 terlihat bahwa plot data penjualan pisang cavendish grade
FB cenderung mengalami trend yang menurun. Hal ini berdampak pada
berkurangnya pasokan grade FB dari PT. NTF akibat faktor cuaca, terutama sejak
bulan Agutus 2006 – Maret 2007. Kondisi membuat PT. SSN menurunkan harga
jual grade FB, agar pesanan pelanggan akan grade FB tetap tersedia.
Hipotesis awal berdasarkan plot data series waktu terlihat bahwa data
mengandung unsur trend. Berdasarkan hasil analisis metode peramalan time series
yang paling sesuai, untuk memprediksi penjualan pisang cavendish grade FB
adalah SARIMA (1,2,0)(2,1,0)8 dengan nilai MSE sebesar 5.382.093. Mengenai
nilai MSE masing-masing teknik peramalan dapat dilihat pada Tabel 15.
.
70
Tabel 15. Nilai MSE Metode Peramalan Penjualan Pisang Cavendish Grade FB (Sunfresh)
No. Metode a ß ? Ordo MSE Urutan Terbaik
1 Moving Average
11.772.591 5 2 Single Eksponensial 11.403.822 4 3 Double Eksponensial 11.804.552 6
4 Dekomposisi Multiplikatif 12 18.586.309 8
5 Dekomposisi Aditif 12 18.001.105 7 6 Winters Multiplikatif 0.9 0.05 0.05 12 6.544.385 2 7 Winters Aditif 0.9 0.05 0.05 12 7.165.290 3 8 SARIMA (1,2,0)(2,1,0)8 5.382.093 1
Pengidentifikasian model SARIMA (1,2,0) (2,1,0)8 dilakukan dengan
melihat terlebih dahulu bentuk ACF dan PACF, untuk mengetahui adanya unsur
stasioner. Bentuk ACF dan PACF ternyata belum stasioner sehingga dilakukan
differencing sebanyak dua kali. Begitu juga untuk mengetahui adanya unsur faktor
musiman, maka dilakukan differencing seasonal sebanyak satu kali. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 5 mengenai bentuk ACF dan PACF penjualan
pisang cavendish grade FB baik reguler maupun seasonal.
Berdasarkan hasil ACF dan PACF penjualan pisang cavendish grade FB,
diperoleh hasil bahwa pada pola ACF sudah dying down, sedangkan PACF sudah
cut-off pada lag kedua. Sehingga nilai autokorelasinya sudah tidak berbeda secara
nyata dengan nol. Dalam penentuan faktor musiman ACF dan PACF yang berada
time lag kedelapan diperoleh hasil bahwa ACF sudah dying down dan PACF sudah
cut-off.
Setelah dilakukan pengidentifikasikan data kestasioneran, maka langkah
selanjutnya dilakukan uji diagnostik atas model ARIMA tersebut. Uji diagnostik
tersebut terdiri dari enam kriteria model Box-Jenkins, antara lain :
71
1. Residual atau error peramalan bersifat random. Pada Lampiran 6 error
peramalan sudah random, hal ini dibuktikan pada Ljung-Box Statistic dimana P-
value lebih besar daripada a (0,05) yaitu 0,131 dan 0,885.
2. Model parsimonious dimana model tentatif yang diperoleh yaitu ARIMA
(1,2,0)(2,1,0)8, menunjukkan bentuk model yang paling sederhana.
3. Parameter yang diestimasi berbeda nyata dengan nol. Hal ini dapat dilihat dari
nilai P-value yang kurang dari a (0,05), dimana pada P-value SAR (8) SAR (16)
koefisiennya = 0,000, namun pada P-value AR (1) koefisiennya adalah 0,075.
4. Kondisi invertibilitas ataupun stasioneritas harus terpenuhi, yang ditunjukkan
oleh jumlah koefisien AR yang harus kurang dari satu. Pada model ARIMA
(1,2,0)(2,1,0)8 koefisien AR = -0,374 dan SAR (-1,2273-0,997 = -2,2243)
5. Proses iterasi harus convergence. Pada session sudah terdapat penyataan bahwa
Relative change in each estimate less than 0.0010
6. Model harus memiliki MSE yang kecil. Pada model ARIMA ditunjukkan
dengan nilai MSE sebesar 5.382.093.
Adanya salah satu uji dianostik yang tidak memenuhi syarat, menjadikan
model ini bukan yang terbaik, walupun memiliki nilai keakuratan model atau MSE
yang kecil. Sehingga, model SARIMA (1,2,0) (2,1,0)8 akan diganti dengan metode
terbaik lain yaitu Winters Multiplikatif ordo 12 (0,9;0,05;0,05) yang berada di
urutan terbaik kedua dengan nilai MSE sebesar 6.544.385.
Hasil ramalan penjualan untuk 12 bulan ke depan dengan metode Winters
Multiplikatif ordo 12 (0,9;0,05;0,05) yang terdapat pada Tabel 16, menunjukkan
bahwa tingkat penjualan pisang cavendish grade FB berfluktuasi setiap bulannya.
72
Hal ini dapat diidentifikasikan bahwa grade FB akan menyesuaikan pola
penjualannya dengan grade C3, yang selama ini di PT. SSN selalu demikian.
Tabel 16. Hasil Ramalan Volume Penjualan Pisang Cavendish Grade FB
Periode Waktu April 2007 – Maret 2008
6.3. Implikasi Terhadap Manajemen PT. Sewu Segar Nusantara
Hasil perhitungan peramalan penjualan pisang cavendish selama bulan April
2007 – Maret 2008, pada dasarnya hanya perhitungan yang belum menggambarkan
kondisi perusahaan secara komprehensif. PT. SSN pun memiliki acuan atas
penjualan pisang cavendish. Namun alangkah lebih baiknya jika PT. SSN mampu
menjadikan hasil yang didapatkan ini, sebagai salah satu alternatif pemecahan
masalah penurunan volume penjualan pisang cavendish dalam beberapa tahun
terakhir.
Ramalan penjualan terhadap grade C3 dan FB, untuk 12 bulan ke depan
merupakan representatif pelanggan dari ritel modern, dan pasar tradisional.
Penjualan grade C3 ke ritel modern merupakan pasar unggulan dari PT. SSN.
Sehingga perhitungan terhadap hasil ramalan penjualan grade C3 adalah yang
mampu terealisasi dan logis untuk ditingkatkan pada divisi Sales & Marketing.
No. Bulan Ramalan Volume Penjualan (boks) 1 April 2007 379 2 Mei 2007 1.280 3 Juni 2007 1.957 4 Juli 2007 2.657 5 Agustus 2007 2.571 6 September 2007 2.667 7 Oktober 2007 2.530 8 November 2007 1.556 9 Desember 2007 2.965
10 Januari 2008 2.559 11 Februari 2008 1.787 12 Maret 2008 1.157
73
Sedangkan untuk grade FB dimungkinkan untuk ditingkatkan, walaupun trend
penjualannya cenderung menurun setiap bulannya.
Implikasi manajerial dengan adanya peramalan penjualan pisang cavendish,
dengan kebijakan yang selama ini telah dilakukan oleh PT. SSN memang tidak jauh
berbeda. Dalam hal ini kebijakan PT. SSN yang cenderung mengikuti pola musim
pisang cavendish di PT. NTF, dimana grade C3 menjadi prioritas utama dalam
pengadaan pasokan bagi PT. SSN. PT. SSN seharusnya memfokuskan penjualan
dan distribusinya pada grade C3 yang memberikan kontribusi keuntungan yang
lebih. Sehingga grade lain yang cenderung turun penjualannya dikurangi pasokan,
dan diganti dengan grade C3 yang banyak diminati oleh pelanggan.
BAB VII PENGENDALIAN PASOKAN PISANG CAVENDISH
7.1. Identifikasi Biaya Pemesanan dan Penyimpanan
Penggunaan biaya dalam optimalisasi pasokan pisang cavendish pada PT.
SSN terdiri dari biaya pemesanan dan penyimpanan. Dalam hal ini asumsi dalam
penelitian ini, bahwa kedua biaya tersebut digunakan adalah sama untuk semua
grade baik C3 maupun FB. Asumsi ini digunakan karena pisang cavendish yang
dipasok dari PT. NTF hanya berupa pisang cavendish yang belum matang,
sedangkan PT. SSN hanya melakukan kegiatan pematangan (ripening).
Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan oleh PT. SSN mulai dari
pesanan pasokan pisang cavendish dari PT. NTF di Lampung hingga penerimaan
barang di gudang. Biaya-biaya pemesanan meliputi biaya transportasi atau ongkos
angkut, biaya reject dan biaya konversi pisang cavendish. Komponen biaya
pemesanan grade C3 dan FB pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 17 di
bawah ini.
Tabel 17. Komponen Biaya Pemesanan Grade C3 & FB Pada Tahun 2006
Jenis Biaya Grade C3 (Rp/Pesanan) Grade FB (Rp/Pesanan) Biaya Transportasi 2.075.563 1.245.337 Biaya Reject 2.837.491 1.702.495 Biaya Konversi 21.713 13.028
Total 4.934.767 2.960.860 Sumber : Dept. F & A, 2006 (diolah)
Biaya penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan oleh PT. SSN untuk
menyimpan persediaan pisang cavendish, mulai dari penyimpanan materials
pisang cavendish di gudang hingga menyimpannya dalam cold storage untuk
75
dimatangkan dengan gasing. Biaya-biaya penyimpanan terdiri dari biaya listrik
cold storage, biaya materials handling, dan biaya bahan pembantu pisang
cavendish. Mengenai komponen biaya penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Komponen Biaya Penyimpanan Grade C3 & FB Pada Tahun 2006
Sumber : Dept. F & A, 2006 (diolah)
Untuk pemesanan pisang cavendish dalam setahun, PT. SSN melakukan
144 kali pemesanan untuk semua grade, dimana setiap minggu rata-rata tiga kali
pengiriman. Untuk rata-rata pengiriman pisang cavendish khusus wilayah
pemasaran JABOTABEK, grade C3 dikirim sebanyak 2.100 boks, grade FB
sebanyak 900 boks. Perhitungan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan dapat
dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Perhitungan Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan Pisang
Cavendish Grade C3 dan FB di PT. SSN Tahun 2006
Biaya Pemesanan Biaya Penyimpanan*) a. Grade C3 Frekuensi kirim = 144 kali; Biaya pesanan (Rp/pesanan) = Rp 4.934.767 b. Grade FB Frekuensi kirim = 144 kali; Biaya Pesanan (Rp/pesanan) = Rp2.960.860
a. Grade C3 Jumlah pasokan per kir im = 2100 boks; Biaya simpan (Rp/Boks/Tahun) = Rp 289.094 b. Grade FB Jumlah pasokan per kirim = 900 boks; Biaya simpan (Rp/boks/tahun) = Rp 407.732
Total Biaya Pemesanan (Rp/Tahun) Total Biaya Penyimpanan (Rp/Tahun) a. Grade C3 = 710.606.400 b. Grade FB = 426.363.840
a. Grade C3 = 303.549.466 b. Grade FB = 182.129.680
Keterangan : *) = dikali 0,5
Jenis Biaya Grade C3 (Rp/Boks/Tahun)
Grade FB (Rp/Boks/Tahun)
Biaya Listrik (65 %) 258.999 365.287 Biaya Materials Handling 28,91 40,77 Biaya Bahan Pembantu 30.066 42.404
Total 289.094 407.732
76
Atas hasil perhitungan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan pisang
cavendish di PT.SSN, dapat diketahui bahwa total biaya persediaan untuk grade
C3 mencapai Rp 1.014.155.866, dan grade FB mencapai Rp 608.493.520. Secara
lengkap dapat dilihat pada Tabel 20 mengenai biaya persediaan PT. SSN tahun
2006.
Tabel 20. Biaya Persediaan Masing-masing Grade Pisang Cavendish di PT.
SSN Tahun 2006
7.2. Pengendalian Pasokan Pisang Cavendish 7.2.1. Analisis EOQ
Berdasarkan hasil perhitungan biaya persediaan atau pasokan grade C3
dan FB pada tahun 2006, maka akan digunakan dalam perhitungan EOQ. Analisis
ini digunakan untuk membandingkan dengan proyeksi pasokan pisang cavendish
12 bulan berikutnya. Dalam EOQ, hal-hal yang digunakan dalam perhitungannya
adalah total penjualan pisang cavendish (C3, FB) pada tahun 2006, biaya
pemesanan, dan biaya penyimpanan. Berikut ini pada Tabel 21 perhitungan
tentang EOQ masing-masing grade pisang cavendish.
Tabel 21. Perhitungan Jumlah Pemesanan Optimal Pisang Cavendish
Masing-Masing Grade Tahun 2006
Grade Penjualan (boks) Biaya Pemesanan
(Rp) Biaya
Penyimpanan (Rp) EOQ (boks)
C3 261.278 4.964.767 289.094 2.987 FB 78.659 2.960.860 467.732 998
Grade Biaya Pemesanan (Rp/Tahun)
Biaya Penyimpanan (Rp/Tahun)
Biaya Persediaan (Rp/Tahun)
C3 710.606.400 303.549.466 1.014.155.866 FB 426.363.840 182.129.680 608.493.520
Total 1.136.969.240 485.679.146 1.612.649.386
77
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel di atas, maka diperoleh hasil
bahwa kuantitas pemesanan yang optimal untuk masing-masing grade pisang
cavendish pada tahun 2006 adalah sebanyak 2.987 boks untuk C3, dan grade FB
sebanyak 998 boks. Atas dasar hasil tersebut, pada Tabel 22 dihitung frekuensi
pemesanan yang optimal selama tahun 2006. Hasilnya menunjukkan bahwa
frekuensi pengiriman dalam setahun untuk grade C3 sebanyak 88 kali, dan grade
FB sebanyak 79 kali atau rata-rata pengiriman kedua grade tersebut seminggu 2 –
3 kali.
Tabel 22. Perhitungan Frekuensi Pemesanan Optimal masing-masing Grade
Pisang Cavendish Tahun 2006
Grade Penjualan (boks) EOQ (boks) Frekuensi Pemesanan (setahun) C3 261.278 2.987 88 FB 78.659 998 79
Setelah menganalisis jumlah pesanan dan fr ekuensi pemesanan yang
optimal pada tahun 2006, maka selanjutnya adalah memproyeksikan optimalisasi
pasokan selama 12 bulan berikutnya. Proyeksi optimalisasi pasokan pisang
cavendish yang dilakukan, pada dasarnya pada tingkat permintaan yang akan
terjadi, yaitu dengan melihat besarnya volume penjualan yang akan datang. Hasil
ramalan penjualan terhadap grade C3 dan FB yang menggambarkan tingkat
permintaan 12 bulan berikutnya, akan digunakan dalam menghitung kuantitas dan
frekuensi pemesanan yang optimal dengan metode EOQ.
Berdasarkan volume penjualan pisang cavendish di PT. SSN untuk 12
bulan berikutnya yang dapat dilihat pada Tabel 23, grade C3 diperkirakan
mencapai total penjualan sebanyak 287.705 boks, grade FB diperkirakan
mencapai total penjualan sebanyak 24.065 boks.
78
Tabel 23. Perkiraan Volume Penjualan Pisang Cavendish 12 Bulan Berikutnya
Untuk menghitung proyeksi optimalisasi pasokan 12 bulan berikutnya di
PT. SSN, selain menggunakan hasil ramalan penjualan, perhitungan biaya juga
harus diasumsikan. Oleh karena itu, asumsi dasar yang digunakan dalam
menghitung biaya persediaan 12 bulan berikutnya adalah laju rata-rata persentase
perubahan biaya persediaan setiap bulannya pada tahun 2006.
Berdasarkan Lampiran 7 tentang laju perubahan (?) biaya pemesanan pada
tahun 2006, maka secara umum pada 12 bulan berikutnya akan mengikuti
perubahan biaya tersebut. Untuk biaya transportasi akan meningkat sebanyak
47,8 persen per bulan, biaya reject akan menurun sebanyak 8 persen per bulan,
dan biaya konversi akan menurun sebanyak 175 % per bulan. Adapun proyeksi
komponen biaya pemesanan 12 bulan berikutnya dapat dilihat pada Tabel 24.
Bulan Grade C3 (boks) Grade FB (boks) April 2007 27.542 379 Mei 2007 28.105 1.280 Juni 2007 22.721 1.957 Juli 2007 16.848 2.657 Agustus 2007 23.285 2.571 September 2007 25.971 2.667 Oktober 2007 24.729 2.530 November 2007 24.097 1.556 Desember 2007 23.776 2.965 Januari 2008 23.613 2.559 Februari 2008 23.530 1.787 Maret 2008 23.488 1.157 Total 287.705 24.065 Standar Deviasi 2.825,15 787,85 Rata-Rata 23.975 2.005
79
Tabel 24. Proyeksi Komponen Biaya Pemesanan Grade C3 dan FB
Jenis Biaya Grade C3 (Rp/Pesanan) Grade FB (Rp/Pesanan) Biaya Transportasi 3.086.113,97 1.840.478,34 Biaya Rijek 2.631.001,13 1.569.062,23 Biaya Konversi (16.332.64) (9740,52)
Total 5.700.782,46 3.399.800,05
Pada Lampiran 8 juga dapat dilihat mengenai laju perubahan (?) biaya
penyimpanan pada tahun 2006, hal ini pula akan menjadi bahan perhitungan
dalam perubahan biaya tersebut pada 12 bulan berikutnya. Untuk biaya listrik
cold storage akan menurun hingga 3 persen, biaya materials handling akan
menurun hingga 0,94 persen, dan biaya bahan pembantu akan menurun hingga
2,67 persen. Mengenai proyeksi komponen biaya penyimpanan dapat dilihat pada
Tabel 27.
Tabel 25. Proyeksi Komponen Biaya Penyimpanan Grade C3 dan FB
Jenis Biaya Grade C3 (Rp/Boks/Tahun)
Grade FB (Rp/Boks/Tahun)
Biaya Listrik (65 %) 246.285,36 355.808,99 Biaya Materials Handling 37,10 (1,63) Biaya Bahan Pembantu (9763.50) (13.770, 08)
Total 236.558,96 342.037,30
Berdasarkan proyeksi komponen biaya pemesanan dan biaya penyimpanan
untuk masing-masing grade pisang cavendish, maka didapatkan perhitungan
dalam EOQ 12 bulan berikutnya. Dalam EOQ, hal-hal yang digunakan dalam
perhitungannya adalah total permintaan pisang cavendish (C3, FB ) 12 bulan
berikutnya, proyeksi biaya pemesanan, dan proyeksi biaya penyimpanan. Berikut
ini pada Tabel 26 perhitungan tentang EOQ masing-masing grade pisang
cavendish.
80
Tabel 26. Perhitungan Jumlah Pemesanan Optimal Pisang Cavendish Masing-Masing Grade 12 Bulan berikutnya
Grade Penjualan
(boks) Biaya Pemesanan
(Rp) Biaya Penyimpanan
(Rp) EOQ (boks)
C3 287.705 5.700.782,46 236.558,96 3.723 FB 24.065 3.399.800,05 342.037,30 691
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel di atas, maka diperoleh hasil
bahwa kuantitas pemesanan yang optimal untuk masing-masing grade pisang
cavendish pada 12 bulan berikutnya adalah sebanyak 3.723 boks untuk C3, dan
grade FB sebanyak 691 boks. Atas dasar hasil tersebut, maka dapat dihitung
frekuensi pemesanan yang optimal selama 12 bulan berikutnya.
Pada Tabel 27 dapat dilihat perhitungan tentang frekuensi pemesanan
optimal masing-masing grade pisang cavendish selama 12 bulan berikutnya.
Hasil proyeksi frekuensi pemesanan dalam setahun grade C3 sebanyak 84 kali,
dan grade FB sebanyak 37 kali. Hal ini sedikit menurun dibandingkan dengan
kondisi riil di PT. SSN berdasarkan pada tahun 2006.
Tabel 27. Perhitungan Frekuensi Pemesanan Optimal masing-masing Grade
Pisang Cavendish
Grade Penjualan (boks) EOQ (boks) Frekuensi Pemesanan (setahun) C3 287.705 3.723 77 FB 24.065 691 35
Setelah diketahui kuantitas pemesanan optimal dan frekuensi
pemesanannya, maka dapat dihitung biaya persediaan masing-masing grade
pisang cavendish untuk 12 bulan berikutnya. Hasil perhitungan yang terdapat
pada Tabel 28, menunjukkan bahwa biaya pemesanan grade C3 per tahun adalah
sebesar Rp 438.960.249,42, sedangkan grade FB Rp 118.993.001,75. Pada biaya
81
penyimpanan grade C3, adalah sebesar Rp 440.354.504,04, dan untuk grade FB
sebesar Rp 118.173.387,15. Apabila dibandingkan dengan tahun 2006, maka
biaya pemesanan dan biaya penyimpanan secara umum relatif lebih rendah,
walaupun pada grade C3 terjadi peningkatan jumlah pasokan dan pengurangan
frekuensi pengiriman pasokan.
Tabel 28. Perhitungan Biaya Pemesanan & Biaya Penyimpanan Grade C3
dan FB di PT. SSN Untuk 12 Bulan Berikutnya
Biaya Pemesanan Biaya Penyimpanan*) a. Grade C3 Frekuensi kirim = 77 kali; Biaya pesanan (Rp/pesanan) = Rp 5.700.782,46 b. Grade FB Frekuensi kirim = 35 kali; Biaya Pesanan (Rp/pesanan) = Rp 3.399.800,05
a. Grade C3 Jumlah pasokan per kirim = 3.723 boks; Biaya simpan (Rp/Boks/Tahun) = Rp 236.558,96 b. Grade FB Jumlah pasokan per kirim = 691 boks; Biaya simpan (Rp/boks/tahun) = Rp 342.037,30
Total Biaya Pemesanan (Rp/Tahun) Total Biaya Penyimpanan (Rp/Tahun) a. Grade C3 = 438.960.249,42 b. Grade FB = 118.993.001,75
a. Grade C3 = 440.354.504,04 b. Grade FB = 118.173.387,15
Keterangan : *) = dikali 0,5
Atas hasil proyeksi perhitungan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan
pisang cavendish di PT.SSN, maka dapat diketahui bahwa proyeksi total biaya
persediaan. Total keseluruhan proyeksi biaya persediaan mencapai Rp
1.116.481.142,36 atau menurun dibandingkan pada tahun 2006 yaitu sebesar Rp
1.612.649.386. Hal ini terjadi karena rata-rata laju perubahan pada salah satu
yaitu biaya penyimpanan mengalami penurunan, sehingga memberikan respons
efisien bagi pengendalian biaya di PT. SSN. Secara lengkap dapat dilihat pada
Tabel 29 mengenai proyeksi biaya persediaan untuk 12 bulan berikutnya.
82
Tabel 29. Proyeksi Biaya Persediaan Masing-masing Grade Pisang Cavendish di PT. SSN
7.2.2. Analisis Persediaan Pengaman (Safety Stock)
Dalam menentukan besarnya persediaan pengaman pada suatu perusahaan
harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan analitik yang rasional,
sehingga dapat menghasilkan implementasi yang yang akurat. Persediaan
pengaman merupakan salah satu alternatif bagi perusahaan untuk mengantisipasi
perubahan permintaan dan ketidapastian pengirimann produk dari pemasok.
Dengan persediaan pengaman, persediaan tambahan yang diadakan dapat menjaga
kelangsungan penjualan dari probabilitas kekurangan produk (stock out), yang
disebabkan oleh permintaan yang lebih besar dari perkiraan atau disebabkan
keterlambatan penerimaan produk.
Persediaan pengaman bagi pisang cavendish di PT. SSN diperuntukkan
bagi bahan mentah dari PT. NTF, dengan kondisi pisang belum matang. PT. SSN
sendiri punya estimasi antara jumlah yang berhasil dimatangkan dengan tingkat
kerusakannya. Untuk menentukan besarnya persediaan pengaman pisang
cavendish pada PT. SSN dibutuhkan data mengenai permintaan rata-rata, standar
deviasi permintaan, serta data waktu tunggu (lead time), dan standar deviasi waktu
tunggu.
Sebelum memulai proyeksi untuk 12 bulan berikutnya, maka akan
dilakukan terlebih dahulu analisis safety stock untuk tahun 2006. Berdasarkan
Grade Biaya Pemesanan (Rp/Tahun)
Biaya Penyimpanan (Rp/Tahun)
Biaya Persediaan (Rp/Tahun)
C3 438.960.249,42 440.354.504,04 879.314.753,46 FB 118.993.001,75 118.173.387,15 237.166.388,90
Total 1.116.481.142,36
83
data penjualan tahun 2006, volume penjualan rata-rata grade C3 sebanyak 21.773
boks dengan standar deviasi sebesar 5.116,46 boks. Untuk grade FB rata-rata
penjualannya sebanyak 6.555 boks dengan standar deviasi sebesar 4.644,93.
Setelah menentukan hal-hal di atas, maka selanjutnya adalah menghitung
waktu tunggu pemesanan masing-masing grade. Dalam hal ini waktu tunggu
rata-rata untuk masing-masing grade berkisar antara 1 – 2 hari. Hasil perhitungan
waktu tunggu per bulan untuk grade C3 dan FB adalah 0,0495 bulan dan standar
deviasinya 0,0233 bulan. Hasil ini pun akan menjadi dasar dalam perhitungan
proyeksi untuk 12 bulan berikutnya. Pada Tabel 30 dapat dilihat hasil perhitungan
waktu tunggu rata-rata dan standar deviasi lead time.
Tabel 30. Perhitungan Waktu Tunggu Rata-Rata dan Standar Deviasi Grade
C3 dan FB
Grade Waktu Tunggu (Lead Time) Hari Bulan
C3 dan FB 1 0,033 2 0,066
Rata-Rata 1,5 0,0495 Standar Deviasi 0,7071 0,0233
Analisis persediaan pengaman yang dilakukan terhadap pisang cavendish
di PT. SSN adalah menggunakan pendekatan berdasarkan tingkat pelayanan (level
service approach). Pendekatan ini dipilih, karena PT. SSN selalu dapat
memenuhi kebutuhan pelanggannya baik ritel modern, pasar tradisional maupun
HOREKA dari pasokan yang dimilikinya, walaupun pisang cavendish memiliki
umur simpan yang singkat. Untuk itu tingkat pelayanan yang digunakan adalah
sebesar 99,9 % untuk semua grade denga nilai policy factors adalah (K) pada
frequency level of service 99,9 % adalah 3,0.
84
Atas dasar berbagai perhitungan waktu tunggu rata-rata dan standar
deviasi, maka dapat ditentukan persediaan pengaman pisang cavendish untuk
tahun 2006 dan proyeksi 12 bulan berikutnya. Hasilnya perhitungan yang
terdapat pada Lampiran 9, menunjukkan bahwa persediaan pengaman untuk
masing-masing grade adalah sebagai berikut :
1. Grade C3 è Tahun 2006 : 3.738 boks; 12 bulan berikutnya : 2.520 boks.
2. Grade FB è Tahun 2006 : 3.147 boks; 12 bulan berikutnya : 544 boks.
Dalam hal ini persediaan minimum yang harus dimiliki PT. SSN sama
besarnya dengan persediaan pengaman hasil perhitungan EOQ. Selain persediaan
minimum, perusahaan harus memperhitungkan besarnya persediaan maksimum
yang optimal. Persediaan maksimum merupakan batas jumlah persediaan yang
paling besar, agar tidak menyimpan pisang cavendish secara over stock.
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 31, persediaan maksimum
masing-masing grade secara umum untuk proyeksi 12 bulan berikutnya menurun
dibandingkan dengan tahun 2006. Pada 12 bulan berikutnya persediaan
maksimum untuk grade C3 sebesar 6.243 boks, sedangkan grade FB sebesar
1.235. Kondisi ini terjadi karena, jumlah proyeksi yang dikirim dari PT. NTF
mengalami perubahan, sehingga persediaan mininum berkurang dibandingkan
dengan periode sebelumnya.
85
Tabel 31. Perbandingan Persediaan Maksimum Pisang Cavendish Grade C3 dan FB Pada Tahun 2006 dengan Proyeksi 12 Bulan Berikutnya
Grade Persediaan
Minimum (boks)
Jumlah Pemesanan Ekonomis
(boks)
Persediaan Maksimum (boks)
Tahun 2006 C3 3.738 2.987 6.725 FB 3.147 998 4.145
12 Bulan Berikutnya C3 2.520 3.723 6.243 FB 544 691 1.235
7.2.3. Analisis Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)
Titik pemesanan kembali (reorder point) merupakan suatu batasan dari
jumlah persediaan yang ada pada suatu saat, dimana pesanan harus diadakan
kembali. Dalam menentukan batas ini harus mempertimbangkan besarnya
permintaan selam aproduk yang dipesan belum datang. Dengan reorder, maka
akan mengetahui kapan waktu yang tepat untuk melakukan pemesanan. Untuk
mengetahui titik pemesanan kembali, maka diperlukan data mengenai rata-rata
permintaan produk per hari, waktu tunggu rata-rata per hari, dan persediaan
pengaman.
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 32, dapat diketahui bah1.186wa titik
pemesanan kembali untuk proyeksi 12 bulan berikutnya relatif lebih kecil
dibandingkan pada tahun 2006. Sehingga pada 12 bulan berikutnya PT. SSN
harus memesan kembali pasokannya kepada PT. NTF pada saat persediaan
masing-masing grade telah mencapai reorder point C3 sebanyak 3.719 boks, FB
sebanyak 3.534 boks, dan sebanyak 167 boks. Apabila terjadi stock out akibat
keterlambatan kedatangan pisang cavendish atau permintaan yang over, maka
dapat dipenuhi dari persediaan pengaman.
86
Tabel 32. Perhitungan Titik Pemesanan Kembali Pada Tahun 2006 dan 12 Bulan Berikutnya
Dengan demikian hasil dari keseluruhan optimaliasi pasokan pisang
cavendish di PT .SSN, maka dapat dirancang proyeksi 12 bulan berikutnyanya.
Mengenai proyeksi optimalisasi pasokan pisang cavendish selama 12 bulan
berikutnya dapat dilihat pada Lampiran 10. Proyeksi ini diestimasikan mampu
menjamin kebutuhan pasokan pisang cavendish untuk wilayah pemasaran
JABOTABEK, sehingga permasalahan yang terjadi antara pesanan dari pelanggan
dengan pasokan pisang cavendish dari PT. NTF di Lampung dapat teratasi atau
setidaknya dapat diperkirakan secara efektif dan efisien.
7.3. Implikasi Terhadap SCM PT. Sewu Segar Nusantara
Optimalisasi pasokan yang memiliki keterkaitan dengan peramalan
penjualan pisang cavendish pada dasarnya adalah solusi dalam mengatasi
penurunan penjualan. PT. SSN dalam menjalankan usahanya selama ini masih
tergantung akan seberapa banyak pasokan yang berada di PT. NTF. Sehingga jika
PT. SSN ingin menambah penjualan pisang cavendish, maka akan sangat terkait
dengan keberadaan pasokannya di PT. NTF. Begitu juga PT. NTF yang menjadi
mitra usaha PT. SSN, akan sangat tergantung berapa jumlah yang ingin dipesan
oleh pelanggan. Sehingga PT. NTF akan mempersiapkan waktu panen pisang
Grade Waktu Tunggu
Rata-rata (hari)
Rata-rata Permintaan
Per Hari
Permintaan selama Waktu
Tunggu
Persediaan Pengaman
Titik Pemesanan
Kembali
Tahun 2006 C3 1,5 726 1.089 3.738 4.827 FB 1,5 219 329 3.147 3.476
12 Bulan Berikutnya C3 1,5 799 1.199 2.520 3.719 FB 1,5 67 101 544 645
87
cavendish secara bergiliran, dan akhirnya akan sesuai antara pesanan pelanggan
dengan ketersediaan pasokan pisang cavendish.
Implikasi manajerial pengendalian pasokan pisang cavendish, dengan
kebijakan yang selama ini telah dilakukan oleh PT. SSN memang tidak jauh
berbeda. Misalnya penjualan pada salah satu grade yaitu C3, maka PT. SSN
harus menyesuaikan dengan hasil produksi yang terjadi di PT. NTF. Karena
produksi dipengaruhi oleh kondisi cuaca, maka PT. SSN dalam menjualnya pun
menerapkan strategi perubahan harga setiap bulannya. Sehingga PT. SSN harus
mengendalikan persediaan pasokan pisang cavendish, pada saat kondisi banyak
atau sedikit.
PT. NTF yang terlibat langsung dalam rantai pasokan pisang cavendish
dengan PT. SSN, harus mengikuti keinginan pasar terhadap grade yang banyak
diminta. Implikasi terhadap PT. NTF adalah menambah jumlah pasokan setiap
pengiriman ke PT. SSN, dengan pertimbangan frekuensi yang dikirim akan
berkurang. Sehingga, PT. SSN dan PT. NTF dapat menekan biaya operasional
khususnya biaya persediaan pisang cavendish, seperti biaya rijek pisang
cavendish, dan biaya transportasi. Pada akhirnya, secara keseluruhan PT. SSN
harus melakukan SCM yang tepat mulai dari tahap pengiriman pasokan dari PT.
NTF, pergudangan, proses pematangan, pemenuhan pesanan pelanggan, dan
pengendalian persediaan pisang cavendish.
BAB VIII KESIMPULAN & SARAN
8.1. Kesimpulan
PT. Sewu Segar Nusantara (PT. SSN) merupakan salah satu distributor
buah-buahan di Indonesia terutama pisang cavendish. PT. SSN memperoleh
pasokan pisang cavendish dalam bentuk belum matang dari PT. Nusantara
Tropical Fruit (PT. NTF) yang merupakan mitra bisnis dalam pengadaan pasokan.
Kedua perusahaan merupakan anak perusahaan dari PT. Great Giant Pineapple,
sehingga memiliki keterkaitan erat antara perusahaan.
Dalam beberapa tahun terakhir, penjualan pisang cavendish di PT. SSN
mengalami trend penurunan. Begitu juga dalam hal pasokan, jumlah yang dikirim
dari PT. NTF relatif tidak dalam kondisi optimal, karena adanya pengaruh kondisi
cuaca. Sehingga PT. SSN setiap bulannya akan melakukan perubahan harga jual
untuk menyesuaikan antara permintaan dan penawaran.
Hasil analisis tentang peramalan penjualan pisang cavendish menunjukkan
bahwa rata-rata penjualan grade C3 cenderung stabil setiap bulannya
dibandingkan grade FB. Hasil analisis EOQ atau kuantitas pemesanan optimal,
secara umum lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2006. Hal ini pula yang
membuat biaya persediaan kedua grade tersebut untuk 12 bulan berikutnya
mengalami penurunan. Hasil analisis lainnya yaitu persediaan pengaman, analisis
titik pemesanan kembali untuk proyeksi 12 bulan ke depan relatif lebih kecil
dibandingkan pada tahun 2006.
89
8.2. Saran
Saran yang dapat diberikan pada PT. SSN adalah sebagai berikut :
1. Memfokuskan penjualan pisang cavendish pada grade C3 yang memberikan
kontribusi lebih bagi perusahaan.
2. PT. SSN harus mengupayakan manajemen rantai pasokan pisang cavendish
yang tepat mulai dari pengiriman atau pengangkutan, pergudangan, proses
produksi, pemenuhan pesanan, dan pengendalian persediaan.
3. PT. SSN harus menyesuaikan hasil penjualan dan distribusi pisang cavendish,
tergantung pada pasokan PT. NTF. Dengan mengupayakan jumlah pasokan
yang banyak diimbangi dengan pergiliran hasil produksi yang optimal dari PT.
NTF, bagi grade C3 yang mampu memberikan kontribusi besar bagi PT. SSN.
4. Meminimumkan biaya rijek pisang cavendish dan biaya transportasi yang tidak
efisien bagi PT. SSN.
5. Penelitian selanjutnya sebaiknya menganalisis tentang strategi pemasaran
pisang cavendish dalam upaya mempertahankan pasar di JABOTABEK, dan
analisis manajemen rantai pasokan pisang cavendish ke ritel modern.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Q. N. 2005. Analisis Sistem Pasokan Sayur Ke Ritel Modern. Program Studi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Assauri, S. 1980. Manajemen Produksi. FEUI. Jakarta. Buffa, E.S dan Sharin, R.K. 1996. Manajemen Operasional dan Produksi Modern.
Edisi ke-8. Binarupa Aksara. Jakarta. Chopra, S, dan Meindl. 2007. Supply Chain Management : Strategic Planning &
Operations Third Edition. Pearson. USA. Departemen Pertanian (DEPTAN). 2003. Pisang. www.deptan.go.id/pisang.
(update : 17 Februari 2007). Downer, W.D., dan Steven P. E. 1989. Manajemen Agribisnis Edisi Kedua.
Erlangga. Jakarta. Firdaus, M. 2006. Analisis Deret Waktu Satu Ragam. IPB Press. Bogor. Gultinan, J.P., dan Gorelon W.P. 1990. Strategi dan Program Manajemen
Pemasaran Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. Handayani, D. 2005. Analisis Strategi Pengembangan Bisnis Buah Segar pada PT.
Sewu Segar Nusantara, Tangerang. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Handoko, H. 1999. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi Edisi Pertama.
BPFE. Yogyakarta. Hanke, J.E., Arthur G. R., dan Dean W. W. 2003. Peramalan Bisnis. Prenhallindo.
Jakarta. Indrajit, R.E, dan Richardus D. 2003. Konsep Manajemen Supply Chain, Cra Baru
Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. GRASIONDO. Jakarta. Ismail, A. 2007. Analisis Perencanaan Pengendalian Optimal Pada PT. Sinar
Sosro Kantor Penjualan Sukabumi. Program Sarjana Ekstensi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Laporan Pengeluaran Biaya Pengadaan Pisang Cavendish PT. Sewu Segar
Nusantara Periode Tahun 2006.
95
Laporan Penjualan Pisang Cavendish PT. Sewu Segar Nusantara Periode Januari 2004 – Maret 2007.
Makridakis, S, dan Steven C. Wheelwright. 1994. Metode Peramalan untuk
Manajemen Edisi Kelima. Binarupa Aksara. Jakarta. PT. Capricorn Indonesia Consult Inc (CIC). 2003. Laporan Bisnis
Indocommercial. Profil Bisnis”Perkembangan dan Prospek Bisnis Hypermarket, dan Perkulakan di Jakarta”. No.322 – 26 Mei 2003, halaman : 3. PT Capricorn Indonesia Consult Inc. Jakarta.
Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT). 2005. Perkembangan Ekspor Buah-
buahan Tropis Tahun 2003 – 2005. www. rusnasbuah.or.id. (update : 17 Februari 2007).
Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT). 2005. Produksi Pisang Pada Sentra
Produksi di Indonesia Tahun 2003. www. rusnasbuah.or.id. (update : 17 Februari 2007).
Render, B., dan Jay H. 2001. Prinsip-Prinsip Manajemen Operasi. Salemba
Empat. Jakarta. Septiati, N. 2002. Optimalisasi Pengadaan dan Distribusi Produk Buah-Buahan
Segar PT. Moenaputra Nusantara Jakarta. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Somantri, E. 2005. Analisis Strategi Bersaing (Competitive Strategy) Manajemen
Hero Supermarket dalam Industri Ritel. Jurusan Ilmu-Imu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sutarya, E. 2003. Optimasi Produksi dan Distribusi Sayuran di PD. Pacet Segar,
(Kasus di PD. Pacet Segar, Cianjur-Jawa Barat). Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tambulun, M.P. 2004. Manajemen Operasional (Operations Management).
Ghalia Indonesia. Jakarta. Yunarto, H.I. 2006. Business Concept Implementation Series In Sales and
Distribution Management. Elex Media Komputindo. Jakarta.
LAMPIRAN
93
Lampiran 1. Struktur PDB Menurut Sektor Ekonomi/Lapangan Usaha Tahun 2003 – 2004 dan Triwulan I 2004 – 2005 (Persentase)
Sektor Ekonomi/Lapangan Usaha 2003 2004 Triwulan I
2004 2005 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
15,92 15,39 16,70 15,21
2. Pertambangan dan Penggalian 8,29 8,55 7,70 9,31 3. Industri Pengolahan 28,84 28,34 28,58 28,08 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0,96 0,99 0,99 0,96 5. Bangunan 5,50 5,84 5,58 6,01 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 16,51 16,17 15,99 16,06 7. Pengangkutan dan Komunikasi 5,78 6,10 5,93 6,11 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
8,52 8,45 8,55 8,22
9. Jasa-jasa 9,68 10,17 9,98 10,04 PDB 100 100 100 100 PDB Tanpa Migas 91,52 90,98 91,45 90,32
Sumber : BPS, 2005
94
Lampiran 2. Struktur Organisasi PT. Sewu Segar Nusantara
Direktur Utama
General Manager
Sekretaris
Purchasing Dept. Head
Staf
Sales & Marketing Manager
Sales Admin Spv.
Sales Admin
Sales Outlet Spv.
Sales Executive
Sales Pasar Supervisor
Sales Executive
Area Manager Staf Pelaksana
Area
F & A Manager
Accounting Spv.
Finance Spv.
Staf
Kasir
Debt Collector
Finance Staf
PSO Dept. Head
Logistik
Staf Produksi
QC
Pelaks
Pelaks
Pelaks
IT Dept. Head
Staf
Ekspedisi Dept. Head
Maintenance
Staf
Driver
Ass Driver
HRD & GA Dept.
Head
Staf HRD
Staf Umum
Satpam
Lampiran 3. Bentuk ACF & PACF Penjualan Pisang Cavendish Grade C3
3525155
1.00.80.60.40.20.0-0.2-0.4-0.6-0.8-1.0A
utoc
orre
latio
n
LBQTCorrLagLBQTCorrLagLBQTCorrLagLBQTCorrLag
43.69
43.68
42.73
42.7242.72
41.1239.34
38.73
38.73
35.68
34.71
33.81
33.1633.06
32.9932.92
32.91
32.91
32.90
32.66
32.54
32.2730.46
29.6929.64
29.62
29.30
29.21
28.91
26.75
19.8517.50
15.2115.13
12.76
-0.02
0.21
-0.02
0.02-0.35
-0.39-0.24
-0.02
0.60
0.35
0.36
0.31
0.12 0.12
-0.11-0.02
0.03
-0.04
0.23
-0.17
-0.26
-0.69-0.46
-0.11-0.08
0.31
-0.17
-0.32
-0.87
-1.70
-1.03-1.07
-0.20 1.15
3.44
-0.00
0.05
-0.00
0.00-0.09
-0.10-0.06
-0.00
0.15
0.09
0.09
0.08
0.03 0.03
-0.03-0.01
0.01
-0.01
0.06
-0.04
-0.06
-0.17-0.11
-0.03-0.02
0.08
-0.04
-0.08
-0.21
-0.38
-0.22-0.22
-0.04 0.23
0.55
35
34
33
3231
3029
28
27
26
25
24
2322
2120
19
18
17
16
15
1413
1211
10
9
8
7
6
5 4
3 2
1
Autocorrelation Function for Grade C3
3525155
1.00.80.60.40.20.0
-0.2-0.4-0.6-0.8-1.0
Par
tial A
utoc
orre
latio
n
TPACLagTPACLagTPACLagTPACLag
-0.77
-0.75
0.26
-0.17-0.20
-0.11-0.18
-1.18
0.27
-0.26
0.06
-0.56
-0.15 0.00
-0.04-1.21
0.27
-1.48
-0.27
-0.04
-0.13
-0.43-0.56
-0.81-0.92
0.41
-0.90
-0.14
1.11
-2.13
0.08-0.94
-1.16-0.62
3.44
-0.12
-0.12
0.04
-0.03-0.03
-0.02-0.03
-0.19
0.04
-0.04
0.01
-0.09
-0.02 0.00
-0.01-0.19
0.04
-0.24
-0.04
-0.01
-0.02
-0.07-0.09
-0.13-0.15
0.07
-0.14
-0.02
0.18
-0.34
0.01-0.15
-0.19-0.10
0.55
35
34
33
3231
3029
28
27
26
25
24
2322
2120
19
18
17
16
15
1413
1211
10
9
8
7
6
5 4
3 2
1
Partial Autocorrelation Function for Grade C3
96
Lampiran 4. Model ARIMA Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 ARIMA Model: Grade C3 Estimates at each iteration Iteration SSE Parameters 0 718356332 0.100 0.100 2.10E+04 1 572596761 0.247 0.250 1.76E+04 2 495973474 0.337 0.400 1.55E+04 3 445892400 0.405 0.550 1.39E+04 4 409766388 0.459 0.700 1.27E+04 5 401055432 0.513 0.850 1.14E+04 6 396009660 0.514 0.811 1.14E+04 7 395801180 0.507 0.808 1.16E+04 8 395796107 0.508 0.807 1.15E+04 9 395795744 0.508 0.807 1.15E+04 Relative change in each estimate less than 0.0010 Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef T P AR 1 0.5084 0.1457 3.49 0.001 SMA 6 0.8067 0.1980 4.07 0.000 Constant 11525.0 130.4 88.41 0.000 Mean 23444.5 265.2 Number of observations: 39 Residuals: SS = 369761481 (backforecasts excluded) MS = 10271152 DF = 36 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 7.4 15.4 24.7 * DF 9 21 33 * P-Value 0.600 0.803 0.851 * Forecasts from period 39 95 Percent Limits Period Forecast Lower Upper Actual 40 27542.4 21259.6 33825.2 41 28104.7 21056.5 35152.9 42 22720.6 15487.7 29953.4 43 16848.1 9568.2 24127.9 44 23284.5 15992.6 30576.4 45 25970.5 18675.4 33265.5 46 24728.7 15907.3 33550.1 47 24097.4 14922.7 33272.2 48 23776.4 14512.6 33040.3 49 23613.3 14326.5 32900.0 50 23530.3 14237.6 32823.0 51 23488.1 14193.9 32782.3
97
Lampiran 5. Bentuk ACF & PACF Penjualan Pisang Cavendish Grade FB
(a) ACF dan PACF sebelum differencing
(b) ACF dan PACF sesudah differencing (2)
(c) ACF dan PACF Seasonal sesudah differencing (1)
3 525155
1.00.80.60.40.20.0
- 0.2- 0.4- 0.6- 0.8- 1.0A
utoc
orre
latio
n
LBQTCorrLagL BQTCorrLagL BQTCorrLa gLBQTCo rrL ag
105.5 1105.2 5105.2 3105.1 3105.0 0105.0 0104.9 8104.9 8
10 4.8110 3.7510 0.01 9 5.81 9 2.08 9 1.64 9 1.56 9 0.63 8 7.86
81.99 72.68 63.74 57.87 54.33 50.92 49.97 49.40 49.29
48.79 47.79 44.51 42.60 41.90 41.90 41.01 36.99 24.00
0.07-0.02-0.06-0.07 0.01-0.03 0.02 0.10
0.26 0.51 0.57 0.56 0.20 0.09-0.31-0.54-0.83
-1 .10-1 .14-0 .97-0 .78-0 .79-0 .43-0 .34-0 .15-0 .33
- 0.48- 0.90- 0.71- 0.44- 0.03 0.51 1.13 2.34 4.72
0.03-0.01-0.02-0.02 0.00-0.01 0.01 0.03
0.09 0.17 0.19 0.19 0.07 0.03-0.10-0.18-0.27
-0.3 5-0.3 5-0.2 9-0.2 3-0.2 3-0.1 2-0.1 0-0.0 4-0.1 0
- 0.14- 0.25- 0.20- 0.12- 0.01 0.14 0.30 0.55 0.76
3534333231302928
272625242322212019
1 81 71 61 51 41 31 21 11 0
9 8 7 6 5 4 3 2 1
Autocorrelation Function for FB
302010
1.00.80.60.40.20.0-0.2-0.4-0.6-0.8-1.0
Part
ial A
utoc
orre
latio
n
TPACLagTPACLagTPACLagTPACLag
-0.25
0.57-0.85
0 .21
-0 .67-0 .80
0 .55 0 .01
0 .25 0 .22
-1 .13 0 .70
-0 .14
-0 .52-1 .30
0 .71-1 .43
-0 .28-1 .00
-0 .45-0 .85
1.87
-0.51-0.24
-0.60-0.54
0.05-1.39
-0.32 4.72
-0 .04
0 .09-0 .14
0.03
-0.11-0.13
0.09 0.00
0.04 0.03
-0.18 0.11
-0.02
-0.08-0.21
0.11-0.23
-0.04-0.16
-0.07-0.14
0.30
-0.08-0.04
-0.10-0.09
0.01-0.22
-0.05 0.76
30
2928
27
2625
2423
2221
2019
18
1716
1514
1312
1110
9
8 7
6 5
4 3
2 1
Partial Autocorrelation Function for FB
5 15 25 35
-1.0-0.8-0.6-0.4-0.20.00.20.40.60.81.0
Aut
ocor
rela
tion
1 2
3
4
5 6
7
8
9
1011
12
13
1415
16
17
18
1920
21
22
2324
25
26
27
2829
30
31
3233
34
35
-0.61 0.27
-0.24
0.10
-0.00-0.05
0.15
-0.34
0.31
-0.17 0.16
-0.19
0.22
-0.25 0.25
-0.13
0.05
-0.07
0.05 0.07
-0.21
0.26
-0.31 0.28
-0.16
0.15
-0.09
0.01 0.03
-0.08
0.09
-0.05 0.01
0.01
-0.01
-3.71 1.25
-1.08
0.44
-0.02-0.20
0.65
-1.42
1.24
-0.64 0.63
-0.72
0.81
-0.93 0.88
-0.47
0.18
-0.24
0.19 0.23
-0.73
0.88
-1.02 0.90
-0.52
0.46
-0.29
0.02 0.08
-0.25
0.29
-0.16 0.04
0.02
-0.04
14.8917.92
20.46
20.92
20.9221.02
22.13
27.74
32.66
34.1135.62
37.73
40.57
44.6548.66
49.90
50.10
50.47
50.7151.08
55.08
61.53
71.1879.74
82.93
85.72
86.97
86.9887.11
88.38
90.48
91.2691.32
91.35
91.48
Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ Lag Corr T LBQ
Autocorrelation Function for C13
3525155
1.00.80.60.40.20.0-0.2-0.4-0.6-0.8-1.0
Par
tial A
utoc
orre
latio
n
TPACLagTPACLagTPACLagTPACLag
-0.39
0.29
-0.41-0.12
-0.78
-0.38
-0.39-0.09
0.41
-0.52
-0.35
-0.67-0.73
-0.13
-0.54
0.47-0.05
-0.69
-0.32
-0.57
-0.12-1.49
0.13
-1.43
-0.50-0.63
-1.26
-2.13
0.34
-1.04-0.62
-1.47
-1.49
-0.97-3.71
-0.06
0.05
-0.07-0.02
-0.13
-0.06
-0.06-0.01
0.07
-0.09
-0.06
-0.11-0.12
-0.02
-0.09
0.08-0.01
-0.11
-0.05
-0.09
-0.02-0.25
0.02
-0.24
-0.08-0.10
-0.21
-0.35
0.06
-0.17-0.10
-0.24
-0.24
-0.16-0.61
35
34
3332
31
30
2928
27
26
25
2423
22
21
2019
18
17
16
1514
13
12
1110
9
8
7
6 5
4
3
2 1
Partial Autocorrelation Function for C13
302010
1.00.80.60.40.20.0-0.2-0.4-0.6-0.8-1.0
Aut
ocor
rela
tion
LBQTCorrLagLBQTCorrLagLBQTCorrLagLBQTCorrLag
71.50
71.4971.46
71.38
71.21
70.14
69.3268.57
68.57
68.50
67.2564.96
60.75
54.34
49.38
46.7146.17
45.59
45.58
45.5545.55
45.33
44.05
38.70
35.3034.46
34.45
33.51
30.1519.25
-0.01
-0.02 0.04
0.07
0.20
0.19
0.20-0.02
-0.07
-0.31
-0.44-0.63
-0.82
-0.76
-0.59
-0.27-0.29
-0.03
-0.07
0.00-0.20
-0.50
-1.08
-0.90
-0.46-0.05
0.51
1.02
2.12 4.18
-0.00
-0.01 0.02
0.03
0.07
0.07
0.07-0.01
-0.02
-0.11
-0.16-0.22
-0.29
-0.26
-0.20
-0.09-0.10
-0.01
-0.03
0.00-0.07
-0.17
-0.35
-0.28
-0.14-0.02
0.16
0.30
0.56 0.75
30
2928
27
26
25
2423
22
21
2019
18
17
16
1514
13
12
1110
9
8
7
6 5
4
3
2 1
Autocorrelation Function for 8
302010
1.00.80.60.40.20.0-0.2-0.4-0.6-0.8-1.0
Par
tial A
utoc
orre
latio
n
TPACLagTPACLagTPACLagTPACLag
-0.12
-0.31-0.33
-0.22
-0.11
0.64
-0.06-0.00
-0.55
-0.54
0.38-1.02
-0.23
1.33
-0.49
0.06-1.56
-0.09
-0.23
-1.35-0.86
2.84
-0.26
-0.80
-0.65-0.86
0.24
-1.38
-0.11 4.18
-0.02
-0.05-0.06
-0.04
-0.02
0.12
-0.01-0.00
-0.10
-0.10
0.07-0.18
-0.04
0.24
-0.09
0.01-0.28
-0.02
-0.04
-0.24-0.15
0.51
-0.05
-0.14
-0.12-0.16
0.04
-0.25
-0.02 0.75
30
2928
27
26
25
2423
22
21
2019
18
17
16
1514
13
12
1110
9
8
7
6 5
4
3
2 1
Partial Autocorrelation Function for 8
98
Lampiran 6. Model ARIMA Penjualan Pisang Cavendish Grade FB Estimates at each iteration Iteration SSE Parameters 0 2822442072 0.100 0.100 0.100 8.762 1 2194269017 -0.050 0.015 0.093 -6.231 2 1659355320 -0.200 -0.110 0.065 2.093 3 1287934872 -0.314 -0.260 0.003 29.162 4 1036596994 -0.394 -0.410 -0.083 61.768 5 843622862 -0.455 -0.560 -0.190 98.195 6 682803473 -0.502 -0.710 -0.320 138.431 7 541347059 -0.533 -0.855 -0.470 181.893 8 420760447 -0.543 -0.977 -0.620 225.922 9 302392909 -0.530 -1.081 -0.770 277.017 10 174706364 -0.486 -1.171 -0.920 349.965 11 136675829 -0.419 -1.228 -1.010 502.247 12 134725986 -0.409 -1.232 -0.998 551.464 13 134673198 -0.400 -1.232 -0.997 556.522 14 134653566 -0.393 -1.231 -0.997 559.486 15 134642847 -0.388 -1.230 -0.997 561.649 16 134636979 -0.384 -1.229 -0.997 563.257 17 134633771 -0.381 -1.229 -0.997 564.449 18 134632017 -0.379 -1.228 -0.997 565.331 19 134631060 -0.377 -1.228 -0.997 565.984 20 134630536 -0.376 -1.228 -0.997 566.466 21 134630250 -0.375 -1.228 -0.997 566.823 22 134630094 -0.375 -1.227 -0.997 567.086 23 134630009 -0.374 -1.227 -0.997 567.280 24 134629962 -0.374 -1.227 -0.997 567.424 Relative change in each estimate less than 0.0010 Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef T P AR 1 -0.3740 0.2014 -1.86 0.045 SAR 8 -1.2273 0.0788 -15.57 0.000 SAR 16 -0.9970 0.0805 -12.39 0.000 Constant 567.4 433.7 1.31 0.203 Differencing: 2 regular, 1 seasonal of order 8 Number of observations: Original series 39, after differencing 29 Residuals: SS = 134552324 (backforecasts excluded) MS = 5382093 DF = 25 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 12.5 12.8 * * DF 8 20 * * P-Value 0.131 0.885 * * Forecasts from period 39 95 Percent Limits Period Forecast Lower Upper Actual 40 6014 1466 10562 41 8420 -262 17102 42 12830 -1088 26748 43 17838 -1991 37667 44 21826 -4593 48245 45 25248 -8351 58847 46 22963 -18370 64295 47 20619 -28960 70198 48 25630 -32142 83402 49 27614 -38584 93813 50 22909 -51897 97715 51 29869 -53770 113508
99
Lampiran 7. Laju Perubahan (?) Biaya Pemesanan Masing-Masing Grade Pisang Cavendish di PT. SSN pada Tahun 2006
Bulan
Biaya Pemesanan C3 (per bulan) Biaya Transportasi Rijek Konversi
Rp ? Rp ? Rp ? Januari 4.224.000 84.895.215,5 -104.766 Februari 26.766.250 5,34 39.534.670 -0,53 530.857,5 -6,07 Maret 45.740.000 0,71 66.791.578,5 0,69 -4.517.100 -9,51 April 38.671.500 -0,16 32.169.266,5 -0,52 -116.337 -0,97 Mei 25.775.000 -0,33 74.008.037,5 1,30 104.862 -1,90 Juni 48.937.500 0,90 68.644.555,5 -0,07 -335.837 -4,20 Juli 35.725.000 -0,27 10.581.219,5 -0,85 205.699,5 -1,61 Agustus 48.612.500 0,36 12.566.625,5 0,19 110.534 -0,46 September 12.389.000 -0,75 6.582.080 -0,48 369.225,5 2,34 Oktober 11.182.000 -0.1 5.646.436,5 -0,14 -51.069,5 -1,14 November 834.000 -0.93 3.545.787,5 -0,37 -360.085 6,05 Desember 3.588.929 0,012 153.894,5 -1,.43 Total 298.856.750 4,78 408.554.402 -0,77 -4010122 -18.90 Rata-Rata 0.478 -0,08 -1,75
Sumber : Dept. F & A, 2006 (diolah) (1)
Bulan
Biaya Pemesanan FB (per bulan) Biaya Transportasi Rijek Konversi
Rp ? Rp ? Rp ? Januari 2.534.400 50.937.129 -62.860 Februari 16.059.750 5.34 23.720.802 -0,53 318.514.5 -6,07 Maret 27.444.000 0.71 40.074.947 0,69 -2.710.260 -9,51 April 23.202.900 -0.15 19.301.560 -0,52 -69.802 -0,97 Mei 15.465.000 -0.33 44.404.823,5 1,30 62.917 -1,90 Juni 29.362.500 0.9 41.186.733 -0,07 -201.502 -4,20 Juli 21.435.000 -0.27 6.348.732 -0,85 123.420 -1,61 Agustus 29.167.500 0.36 7.539.975 0,19 66.320 -0,46 September 7.433.400 -0.75 3.949.248 -0,48 221.535 2,34 Oktober 6.709.200 -0.1 3.387.862 -0,14 -30.642 -1,14 November 500.400 -0.93 2.127.472,5 -0,37 -216.051 6,05 Desember 2.153.357 0,012 92.337 -1,.43 Total 179.314.050 4,78 245.132.641 -0,77 -2.406.073 -18.90 Rata-Rata 0.478 -0,08 -1,75
Sumber : Dept. F & A, 2006 (diolah) (2)
100
Lampiran 8. Laju Perubahan (?) Biaya Penyimpanan Masing-Masing Grade Pisang Cavendish di PT. SSN pada Tahun 2006
Bulan
Biaya Penyimpanan Grade C3 Biaya Listrik Biaya Handling Biaya Bhn. Pembantu Rp ? Rp ? Rp ?
Januari 26.081.762 -2.808.500 Februari 20.799.662 -0,25 23.931.775 1,12 Maret 22.841.544 0,09 138.250 -1 4.168.550 -4,74 April 24.595.903 0,07 Mei 25.334.481 0,03 -49.250 Juni 27.248.567 0,07 -13.000 -0,74 Juli 312.00.712 0,13 -39.250 2,02 2.300.000 -1 Agustus 23.174.653 -0,35 September 17.674.408 -0,31 2.253.553 -1 Oktober 17.606.617 -0,004 November 17.962.516 0,02 Desember 17.418.440 -0,03 1728074 -1 Total 271.939.265 -0,54 36.750 0,28 31.573.452 -6,62 Rata-Rata -0,05 0,09 -1,32
Sumber : Dept. F & A, 2006 (diolah) (1)
Bulan
Biaya Penyimpanan Grade FB Biaya Listrik Biaya Handling Biaya Bhn. Pembantu Rp ? Rp ? Rp ?
Jan 33.906.290 -1,685,100 Feb 27.039.561 -0,25 14,359,065 1,12 Mar 29.694.008 0,09 82.950 -1 2.501.130 -4,74 Apr 31.974.673 0,07 May 32.934.826 0,03 -29.550 Jun 35.423.137 0,07 -7.800 -0,74 Jul 40.560.925 0,13 -23.550 2,02 1.380.000 -1 Aug 30.127.049 -0,35 Sep 22.976.731 -0,31 1.352.132 -1 Oct 22.888.602 -0,004 Nov 23.351.271 0,02 Dec 22.643.972 -0,03 1.036.844 -1 Total 353.521.045 -0,54 22.050 0,28 18.944.071 -6,62 Rata-Rata -0,05 0,09 -1,32
Sumber : Dept. F & A, 2006 (diolah) (2)
101
Lampiran 9. Perhitungan Persediaan Pengaman Tahun 2006 dan 12 Bulan Berikutnya
1. Grade C3
ßu = ( ) ( )222LD DL ββ +
= ( ) ( )222 0233,0 21.773 5.116,460495,0 + à Tahun 2006
= 35,364.25707,819.295.1 +
= 42,183.553.1
= 1.246,27 è S = K x ßu = 3 x 1.246,27 = 3.738 boks Proyeksi :
ßu = ( ) ( )222 0233,023.9252.825,150495,0 + à Tahun 2007
= 29,753.31089,082.395 +
= 18,836.705
= 840,14 è S = K x ßu = 3 x 840,14 = 2.520 boks 2. Grade FB
ßu = ( ) ( )222LD DL ββ +
= ( ) ( )222 0233,06.5554.644,930495,0 + à 12 Bulan
= 91,233265,199.077.1 +
= 41,526.100.1
= 1.049,06 è S = K x ßu = 3 x 1.049,06 = 3.147 boks Proyeksi :
ßu = ( ) ( )222 0233,02.005787,850495,0 + à 12 Bulan
= 43,182.203,725.30 +
= 46,907.32
= 181,4 è S = K x ßu = 3 x 181,4 = 544 boks
102
Lampiran 10. Proyeksi Optimalisasi Pasokan 12 Bulan ke Depan
(a) Grade C3
(b) Grade FB
Boks
hari
1.235
645
544
Waktu Pesan
Persediaan maksimum
Persediaan diterima
Waktu Pesan
Waktu Pesan
Waktu Pesan
Reorder point
Persediaan pengaman
EOQ = 691
6 8 12 14 18 20 24 26
Boks
hari
6.243
3.719
2.520
Waktu Pesan
Persediaan maksimum
Persediaan diterima
Waktu Pesan
Waktu Pesan
Waktu Pesan
Reorder point
Persediaan pengaman
EOQ = 3.723
6 8 12 14 18 20 24 26
Top Related