MENGGALI SPIRITUALITAS PELAYANAN KATEKIS YANG
BERSUMBER DARI INJIL YOHANES 13:1-20
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Albertus Ari Septiawan
NIM: 101124036
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu menjaga, mendoakan dan menerangi
hati dan pikiran saya serta Mamaku yang selalu mendukung dalam berbagai
keadaan dalam hidup yang saya alami.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk
melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang
(Matius 20:28)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah “MENGGALI SPIRITUALITAS
PELAYANAN KATEKIS YANG BERSUMBER DARI INJIL YOHANES
13:1-20”. Judul ini dipilah atas dasar ketertarikan penulis terhadap isi Injil
Yohanes terutama perikop Yohanes 13: 1-20. Perikop ini mengisahkan
pembasuhan kaki yang dilakukan Yesus pada Perjamuan Terakhir dan wejangan-
wejangan terakhir Yesus sebelum disalib.
Penulis mencoba untuk menggali pesan dari Yohanes 13: 1-20 untuk
mencari nilai-nilai spiritual. Dari perikop tersebut, penulis menemukan nilai-nilai
spiritual, yaitu cinta kasih, pelayanan terhadap kehendak Allah, keberanian untuk
berkorban dan kerendahan hati . Nilai-nilai spritual ini sangat relevan bagi katekis
di dalam menjalankan tugasnya untuk mewartakan Kabar Gembira.
Penulis juga membahas sosok kategis dengan lebih mendalam dalam
kaitannya dengan peran, tugas, kategori dan kualitas. Penulis juga menyinggung
tantangan katekis di era globalisasi dan pembinaan katekis. Untuk dapat
membantu katekis di dalma menghayati spiritualitas katekis yang bersumber dari
Yohanes 13: 1-10, penulis merangcang sebuah program pembinaan. Diharapkan
dengan pelaksanaan proram tersebut, para katekis dapat menghidupi nilai-nilai
spiritual di dalam tugasnya mewartakan Kabar Gembira.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
The title of this thesis is “Unearthing the Spirituality of Catechist
Service from the Passage John 13: 1-20”. This title is chosen due to the author’s
interest on the content of the Gospel John, especially the passage 13: 1-20. From
the passage the author unearths and finds out the spiritual values concerning with
the catechist service. The passage describes Jesus washing the feet of his disciples
during the Last Supper and parting the last words before the crucifixion.
The author tries to unearth the message from the passage John 13: 1-20 in
order to find out the spiritual values. The author finds out the spiritual values from
the passage, namely love, the servitude toward God, the spirit of sacrifice, and
humility. The values are of highly relevance to the task of the catechist to
pronounce the Good News.
The author works on the figure of catechist more extensively in term of
the role, task, category and quality. The challenge of catechist in the globalization
era and the formation of catechist are also incorporated in this work. To facilitate
the catechist in living up the spirituality inspired form John 13: 1-20, the author
designs a formation program. It is expected that the program can be administered
to foster the spirituality among the catechists in working for pronouncing the
Good News.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang
karena berkat kasih karuniaNya penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul: MENGGALI SPIRITUALITAS PELAYANAN KATEKIS
YANG BERSUMBER DARI INJIL YOHANES 13:1-20.
Penulisan skripsi ini berangkat dari ketertarikan penulis dengan Injil
Yohanes dan keinginan untuk membantu para katekis dan calon katekis
memperdalam spiritualitas katekis yang bersumber dari Yesus berdasarkan Injil
Yohanes 13:1-20. Penulis mempunyai maksud untuk membantu para katekis
untuk menghayati spiritualitas yang bersumber dari Yesus khususnya yang
berdasarkan dari kisah pembasuhan kaki dalam Injil Yohanes 13:1-20. Penulis
berharap dengan adanya tulisan ini, para katekis dan calon katekis dapat
menghayati spiritualitas katekis dari Injil Yohanes 13:1-20 sehingga para katekis
memiliki semangat penuh cinta untuk melayani kehendak Allah, berani berkorban
dan rendah hati yang terwujud dalam sikap dan tindakannya dalam kehidupan
sehari-hari dan dalam tugas pelayanannya sebagai katekis. Selain itu, skripsi ini
disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata
Dharma.
Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini penulis mendapatkan dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
1. Drs. FX. Heryatno W.W., SJ., M.Ed selaku Kaprodi Pendidikan Agama
Katolik Universitas Sanata Dharma, dosen pembimbing akademik dan dosen
penguji dua yang telah memberikan dukungan, arahan dan semangat kepada
penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Dr. V. Indra Sanjaya, Pr selaku dosen pembimbing utama dan dosen penguji
satu yang telah dengan sabar dan sepenuh hati mendampingi, meluangkan
waktu serta memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
3. Yoseph Kristianto, SFK, M.Pd selaku Wakaprodi Pendidikan Agama Katolik
dan dosen penguji tiga yang telah memberikan dukungan dan masukan
kepada penulis sehingga semakin termotivasi dalam menyelesaikan skripsi
ini.
4. Segenap staf dosen Prodi Pendidikan Agama Katolik, Jurusan Ilmu
Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata
Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis selama belajar hingga
selesainya skripsi ini.
5. Segenap staf karyawan Prodi Pendidikan Agama Katolik yang telah
membantu dalam mengarahkan pengurusan administrasi dan memberikan
semangat hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Kepada Ayah, Ibu, adik dan seluruh keluarga yang telah memberikan
dukungan baik moral maupun materiil yang tiada hentinya sehingga penulis
dapay menyelesaikan studi di Pendidikan Agama Katolik dan skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
7. Kepada Natalia Yustika yang selalu menemani, mendukung dan dengan setia
memberikan semangat serta motivasi yang membangun sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi dan studi ini.
8. Teman-teman mahasiswa khususnya angkatan 2010 yang ikut berperan dalam
proses belajar di Pendidikan Agama Katolik dan ikut membentuk pribadi
serta memurnikan motivasi penulis menjadi pewarta Kabar Gembira yang
terampil.
9. Kepada anggota Band D’kill: Yongki, Edo, Nanang, Andrey, Ana dan Ucup
yang selalu menjadi teman di dalam berbagai keadaan selama menjalani studi.
10. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis dari awal studi hingga
selesainya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu penulis mengharapkan saran serta kritik yang membangun demi
perkembangan skripsi ini. Penulis berharap berharap skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi siapapun yang membaca.
Yogyakarta, 7 April 2016
Penulis
Albertus Ari Septiawan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN ..................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv
MOTTO ........................................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................ vii
ABSTRAK ....................................................................................................... viii
ABSTRACT ...................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ..................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xvii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 5
C. Tujuan Penulisan ................................................................................ 6
D. Manfaat Penulisan .............................................................................. 6
E. Metode Penulisan ............................................................................... 7
F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 7
BAB II. SPIRITUALITAS YANG BERSUMBER DARI INJIL YOHANES
13:1-20 .............................................................................................. 10
A. Injil Yohanes ...................................................................................... 10
1. Latar Belakang Penulisan injil Yohanes ....................................... 10
2. Tujuan Penulisan ........................................................................... 12
3. Pengarang Injil Yohanes ............................................................... 15
a. Bukti-bukti dari Luar Injil Yohanes .......................................... 15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
b. Bukti-bukti dari Dalam Injil Yohanes ....................................... 17
4. Isi Injil Yohanes ............................................................................ 20
B. Kekhasan Injil Yohanes ..................................................................... 24
1. Perbedaan Injil Yohanes dengan Injil Sinoptik ............................. 24
2. Cara Pewartaan Injil Yohanes ........................................................ 25
C. Injil Yohanes 13:1-20 ........................................................................ 26
1. Pendahuluan (ayat 1-3) .................................................................. 28
2. Pembasuhan Kaki (ayat 4-5) .......................................................... 33
3. Dialog antara Yesus dengan Petrus (ayat 5-11) ............................. 35
4. Diskursus/Penjelasan dari Yesus (ayat 12-17) ............................... 40
5. Peringatan Pengkhianatan Yesus (ayat 18-20) .............................. 45
D. Spiritualitas yang bersumber dari Yohanes 13:1-20 .......................... 47
1. Penuh Cinta .................................................................................... 48
2. Melayani Kehendak Allah ............................................................. 49
3. Berani Berkorban ........................................................................... 50
4. Rendah Hati ................................................................................... 51
E. Penutup ............................................................................................... 54
BAB III. KATEKIS DAN SPIRITUALITAS KATEKIS ............................... 56
A. Katekis ............................................................................................... 56
1. Umat Awam Terlibat Aktif ............................................................ 57
2. Siapakah Sosok Katekis? ............................................................... 58
3. Peran Katekis ................................................................................. 61
4. Kategori Katekis ............................................................................ 63
5. Tugas Katekis................................................................................. 64
6. Kualitas Diri Katekis...................................................................... 65
a. Pengetahuan Katekis ................................................................. 66
1) Akrab terhadap harta kekayaan iman Gereja ....................... 66
2) Penguasaan terhadap metode ............................................... 67
3) Pengenalan terhadap peserta ................................................ 68
4) Pemahaman mengenai liturgi ............................................... 69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
b. Spiritualitas Katekis .................................................................. 69
1) Pengertian Spiritualitas` ....................................................... 70
2) Pengertian Spiritualitas Katekis ........................................... 71
3) Spiritualitas Katekis yang Kristosentris ............................... 72
c. Ketrampilan Katekis .................................................................. 74
1) Ketrampilan dalam Kehidupan Rohani ..................................... 74
2) Ketrampilan Berkomunikasi ..................................................... 76
3) Ketrampilan Menyusun, Melaksanakan dan Mengevaluasi
Kegiatan Katekese .................................................................... 77
B. Tantangan Katekis di Era Globalisasi ................................................ 78
1. Hakikat Globalisasi ........................................................................ 78
2. Tantangan Katekis di Era Globalisasi ............................................ 81
C. Spiritualitas yang Bersumber dari Inji Yohanes 13:1-20 ................... 83
1. Penuh Cinta .................................................................................... 83
2. Melayani Kehendak Allah ............................................................. 85
3. Berani Berkorban .......................................................................... 86
4. Rendah Hati ................................................................................... 88
D. Pembinaan Katekis ............................................................................ 90
1. Pembinaan Kehidupan Rohani ....................................................... 91
2. Pengayaan Harta Kekayaan Iman Gereja ...................................... 93
3. Pembinaan Ketrampilan ................................................................. 94
E. Penutup ............................................................................................... 96
BAB IV. USULAN KEGIATAN PEMBINAAN KATEKIS DALAM
RANGKA MENUMBUHKAN SPIRITUALITAS KATEKIS
YANG BERSUMBER DARI INJIL YOHANES 13:1-20 ................ 98
A. Andragogi dalam Pembinaan Katekis................................................ 98
1. Usia Dewasa Dini dan Usia Madya ............................................... 99
2. Tahap-Tahap Perkembangan Iman menurut Fowler...................... 100
3. Penerapan Prinsip Andragogi dalam Pembelajaran ....................... 102
4. Penerapan Prinsip Nadragogi dalam Pembinaan Katekis .............. 106
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
B. Pembinaan dalam Menumbuhkan Spiritualitas Katekis .................... 107
C. Menumbuhkan Spiritualitas Katekis yang Bersumber dari Injil
Yohanes 13:1-20 ................................................................................ 108
1. Pembinaam yang berkelanjutan ..................................................... 108
2. Melatih Diri .................................................................................... 111
D. Usulan Kegiatan Pembinaan Katekis dalam Menumbuhkan
Spiritualitas Katekis yang Bersumber dari Injil Yohanes 13:1-20 .... 111
1. Contoh Kegiatan ............................................................................ 111
E. Penutup ............................................................................................... 122
BAB V. PENUTUP .......................................................................................... 125
A. Kesimpulan ........................................................................................ 125
1. Menggali Spiritualitas Katekis yang bersumber dari Injil
Yohanes 13:1-20 ........................................................................... 125
2. Menghayati Spiritualitas Katekis yang bersumber dari Injil
Yohanes 13:1-20 ........................................................................... 128
B. Saran................................................................................................... 130
1. Bagi Keuskupan dan Paroki ........................................................... 130
2. Bagi Katekis ................................................................................... 131
3. Bagi Prodi Pendidikan Agama Katolik ......................................... 131
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 133
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab Perjanjian
Lama dan Baru dalam terjemahan baru yang diselenggarakan oleh Lembaga
Alkitab Indonesia, LAI, 2005.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
AA : Apostolicam Actuositatem (Dekrit Konsili Vatikan II tentang
kerasulan awam)
LG : Lumen Gentium (Konstitusi dogmatis Konsili Vatikan II
tentang Gereja)
KWI : Komisi Waligereja Indonesia
EG : Evangelii Gaudium (Seruan Apostolik Paus Fransiskus tentang
Sukacita Injil)
AG : Ad Gentes (Dekrit Konsili Vatikan II tentang kegiatan misioner
Gereja)
CT : Catechesi Tradendae (Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus
II tentang penyelanggaraan katekese)
ASG : Ajaran Sosial Gereja
C. Singkatan Lain
USD : Universitas Sanata Dharma
HAM : Hak Asasi Manusia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
PAK : Pendidikan Agama Katolik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan Skripsi
Injil Yohanes sebagai sumber cerita peristiwa pembasuhan kaki
merupakan Injil keempat dalam Tradisi Gereja. Markus-Matius-Lukas bersama
sering disebut sebagai Injil Sinoptik (Darmawijaya, 1998: 16). Penyebutan
Sinoptik berasal dari bahasa Yunani συν (syn = bersama) dan οψις (opsis =
melihat) untuk menandakan bahwa isi dari ketiga Injil tersebut dapat dilihat
berdampingan. Injil sinoptik dapat dibaca secara bersama atau paralel karena
bahan yang ditampilkan berasal dari sumber yang sama. Injil Yohanes tidak
termasuk dalam golongan itu. Ada 3 perbedaan besar antara Injil Yohanes dengan
sinoptik yakni pertama mengenai tempat, Sinoptik menceritakan hidup Yesus
lebih banyak di Galilea sedangkan Yohanes menceritakan Yesus empat kali ke
Yerusalem dan sebagian besar tugas-Nya di Yudea; kedua mengenai kronologi,
sinoptik menceritakan awal karya Yesus sesudah Yohanes Pembabtis dipenjara
dan berkarya selama satu tahun sedangkan Yohanes menceritakan awal karya
Yesus sebelum Yohanes Pembabtis dipenjara dan berkarya selama dua tahun;
yang ketiga mengenai mukjizat, sinoptik menyebutnya sebagai mukjizat
sedangkan Injil Yohanes menyebutnya sebagai tanda yang diinterpretasikan
sebagai tanda kasih Allah kepada manusia.
Dari perbedaan di atas nampak jelas Yohanes memiliki keistimewaan dari
ketiga Injil sebelumnya. Keistimewaan itu penulis temukan juga dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
perkuliahan di prodi Pendidikan Agama Katolik. Mata kuliah Injil Yohanes
terpisah dari mata kuliah Injil Sinoptik. Mata kuliah Injil Sinoptik dilakukan pada
tahun pertama sedangkan mata kuliah Injil Yohanes dilangsungkan pada tahun ke
tiga. Bagi penulis ini memberi makna bahwa Injil Yohanes menuntut pemikiran
yang lebih matang dan waktu pembasahan yang lebih lama.
Penulis tertarik terhadap peristiwa pembasuhan kaki yang dilakukan Yesus
yang hanya terdapat dalam Injil Yohanes. Dalam peristiwa itu Yesus
mengatakan,“Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab
memang Akulah Guru dan Tuhan (Yoh 13: 13)”, memberi makna penegasan
kepada para murid bahwa memang tepat para murid mengikuti-Nya. Pernyataan
ini dikatakan Yesus setelah membasuh kaki para murid-Nya beberapa saat
sebelum peristiwa penangkapan diri-Nya di Taman Getsemani. Peristiwa
pembasuhan kaki oleh Yesus kepada para murid hanya ditemukan dalam Injil
Yohanes dan tidak ada dalam ketiga Injil lain. Peristiwa pembasuhan kaki
memiliki tempat di hati pengarang Injil Yohanes sehingga menampilkan di tempat
strategis sebelum kisah sengsara Yesus.
Pembasuhan kaki yang dilakukan oleh Yesus ternyata juga menarik bagi
Gereja. Gereja sebagai murid Yesus memandang bahwa peristiwa ini memiliki
banyak makna bagi perkembangan Gereja masa kini. Kita dapat mengingat
kembali peristiwa pembasuhan kaki dalam perayaan Kamis Putih. Kamis Putih
adalah penggabungan dari dua tradisi Injil yakni Injil Yohanes dan Injil Sinoptik.
Di dalam perayaan Kamis Putih, kita mengikuti prosesi pembasuhan kaki dan
perjamuan terakhir. Kisah pembasuhan kaki hanya ada dalam Injil Yohanes,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
sedangkan perjamuan terakhir diceritakan secara detail dalam Injil Sinoptik. Injil
Yohanes menceritakan perjamuan terakhir secara berbeda dengan yang
diceritakan Sinoptik. Injil Yohanes hanya menuliskan bahwa saat itu sedang
terjadi makan bersama. Yohanes kemudian menceritakan peristiwa pembasuhan
kaki secara jelas. Dalam perayaan Kamis Putih, Gereja mengenang kembali
perjamuan terakhir yang dilakukan Yesus termasuk di dalamnya dipraktekkan
pembasuhan kaki. Pembasuhan kaki pada perayaan Kamis Putih dilakukan oleh
Pastur sebagai peringatan akan pembasuhan kaki yang dilakukan Yesus pada
jaman-Nya. Pastur membasuh kaki umat atau perwakilan umat sebagai ilustrasi
Yesus membasuh kaki para murid. Pada saat itu, Gereja merasakan getaran akan
detik-detik menjelang sengsara Yesus yang penuh kemuliaan.
Yesus menyampaikan hal-hal penting mengenai kemuridan dalam
peristiwa pembasuhan kaki. Seorang murid adalah yang mengikuti teladan dari
gurunya. Demikian juga yang dikatakan Yesus,”Jadi jikalau Aku membasuh
kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling
membasuh, sebab telah Aku memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya
kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu (Yoh 13: 14-
15)”. Gereja sebagai murid Yesus juga termasuk ikut melakukan perintah itu. Para
murid Yesus tidak hanya meneladan Yesus soal pembasuhan kaki, tetapi ini
berarti meneladan seluruh hidup Yesus.
Katekis adalah orang dipanggil atau terpanggil untuk mewartakan ajaran
Yesus. Kata katekis berasal dari kata dasar katechein yang yang mempunyai
beberapa arti: mengomunikasikan, membagikan informasi, mengajarkan hal-hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
yang berkaitan dengan iman (Indra Sanjaya, 2011: 16). Yesus dapat kita sebut
sebagai katekis. Indra Sanjaya (2011: 16) memberikan gambaran bahwa Yesus
dapat kita sebut sebagai katekis. Yesus tidak dipanggil sebagai katekis dalam Injil
tetapi tindakan Yesus yang memberi pengajaran tentang Kerajaan Allah dan
ajakan untuk menyambut Kerajaan Allah adalah tindakan seorang katekis.
Saat ini sebutan katekis dialamatkan kepada kaum awam yang memiliki
tugas pewartaan dalam bidang pengajaran dan pembinaan iman. Katekis memiliki
peranan penting pada perkembangan Gereja dari masa ke masa. Pada awal
perkembangan Gereja Perdana, katekis yang terlibat dalam pewartaan adalah Para
Rasul yang dibantu murid-murid lain. Perkembangan selanjutnya, Uskup yang
merupakan pengganti Para Rasul meneruskan tugas sebagai katekis. Para Uskup
tidak dapat bekerja sendiri maka dibantu oleh para imam dalam wilayah
keuskupannya. Dikarenakan jumlah yang banyak, cakupan wilayah yang luas dan
jumlah imam yang sedikit, para imam melibatkan awam untuk membantu
tugasnya dalam hal pengajaran dan pembinaan iman umat. Para awam inilah yang
disebut katekis. Para katekis awam tidak berdiri sendiri dalam hierarki Gereja
karena sifatnya yang membantu tugas imam. Katekis yang utama dalam sebuah
keuskupan/paroki adalah Uskup/imam.
Dalam mengemban tugas pewartaan, para katekis harus memiliki
ketrampilan dan spiritualitas yang mendalam. Ketrampilan yang baik akan
membantu katekis dalam hal pewartaan terutama dalam pembinaan dan
pengajaran iman. Selain membantu katekis, ketrampilan yang dimiliki katekis
juga secara tidak langsung membantu para umat memahami maksud ajaran yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
diberikan katekis. Spiritualitas juga wajib dimiliki oleh seorang katekis.
Spiritualitas akan mendorong dan menyemangati katekis dalam tugasnya.
Spiritualitas menjadi kekuatan untuk menapaki tugasnya sebagai katekis.
Spiritualitas juga menjadi api semangat yang terus menghidupi iman dan tugasnya
sebagai katekis. Ada banyak sumber referensi yang membahas mengenai
spiritualitas katekis. Spiritualitas seorang katekis yang utama digali dari Injil
sebagai kisah Yesus, teladan para katekis. Melalui kehidupan Yesus, perbuatan
dan ajaran-Nya, katekis dapat menggali spiritualitas untuk memberikan semangat
dalam melayani. Demikian pula dalam Injil Yohanes 13: 1-20 katekis dapat
menggali spiritualitas bagi kehidupan dan pelayannya kepada Yesus dan Gereja.
Dengan melihat kenyataan di atas maka penulis mencoba mendalami
tulisan ini dengan judul : MENGGALI SPIRITUALITAS PELAYANAN
KATEKIS YANG BERSUMBER DARI INJIL YOHANES 13: 1-20. Adapun
maksud dari penulisan ini adalah untuk membantu para katekis menggali dan
menghayati spiritualitas yang ada dalam Yoh 13: 1-20 sebagai spiritualitas bagi
dirinya untuk menyemangati dan mendorong dalam pelayanaanya.
B. Rumusan Masalah
Bagian Rumusan masalah terdiri dari tempat rumusan, berisi tentang
permasalahan yang akan coba dijawab oleh penulis dalam skripsinya seperti yang
tertulis di bawah ini:
1. Spiritualitas apa saja yang terdapat dalam Injil Yohanes 13: 1-20?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
2. Bagaimanakah Spiritualitas yang bersumber dari Injil Yohanes 13: 1-20 dapat
menjadi spiritualitas katekis?
3. Apakah yang dimaksud dengan katekis dan spiritualitas katekis?
4. Usaha-usaha apa yang dilakukan katekis untuk mendalami spiritualitas
katekis yang bersumber dari Injil Yohanes 13: 1-20?
C. Tujuan Penulisan
Bagian tujuan penulisan terdiri dari empat rumusan, berisi tentang tujuan
dari penulisan yang akan coba dicapai oleh penulis dalam skripsinya seperti yang
tertulis di bawah ini:
1. Menggali spiritualitas yang bersumber dari Yoh 13: 1-20
2. Memberikan pemahaman kepada katekis bahwa spiritualitas yang bersumber
dari Yoh 13: 1-20 dapat menjadi spiritualitas katekis
3. Mengetahui dan memahami pengertian katekis dan spiritualitas katekis
4. Membantu para katekis dalam menghayati spiritualitas yang bersumber dari
Yoh 13: 1-20 menjadi sumber semangat katekis dalam melayani
D. Manfaat Penulisan
Bagian manfaat penulisan terdiri dari tiga rumusan, berisi tentang manfaat
dari penulisan yang akan coba dicapai oleh penulis seperti yang tertulis di bawah
ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
1. Bagi katekis, menjadi pengetahuan dan masukan baru, untuk membantu
katekis menggali spiritualitas yang bersumber dari Yoh 13: 1-20
2. Membantu katekis menghayati spiritualitas yang bersumber dari Yoh 13: 1-
20 untuk menjadi sumber semangat mereka dalam melayani
3. Menjadi masukan untuk para katekis dan calon katekis
E. Metode Penulisan
Penulisan ini menggunakan metode deskriptif analitis. Pada tulisan ini,
penulis akan memaparkan dan menganalisis permasalahan dengan bantuan
kepustakaan untuk memecahkan permasalahan. Penulis akan mengupas sebuah
teks Kitab Suci dari Yoh 13: 1-20 dan pengertian spiritualitas katekis dengan
bantuan sumber-sumber tertulis untuk menjawab permasalah-permasalahan yang
tertulis dalam rumusan masalah. Metode ini membutuhkan banyak sumber
kepustakaan sebagai dasar ilmu untuk memecahakan permasalahan yang tertulis
dalam tulisan ini. Oleh sebab itu, tantangan dengan metode ini adalah menemukan
sumber-sumber referensi yang tepat agar dapat menjawab permasalahan-
permasalahan yang dikemukakan dengan baik.
F. Sistematika Penulisan
Tulisan ini mengambil judul Menggali Spiritualitas Pelayanan Katekis
Yang Bersumber Dari Injil Yohanes 13: 1-20 dengan menggali spiritualitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
katekis di dalamnya sebagai sumber semangat katekis dalam melayani yang
dikembangkan dalam lima bab yakni:
Bab I. Bab Pendahuluan ini merupakan bagian pendahuluan yang terdiri dari latar
belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II. Spiritualitas dalam Yoh. 13: 1-20. Pada bab ini, penulis akan menguraikan
spiritualitas katekis yang terkandung dalam perikop Yoh. 13: 1-20. Untuk
menguraikan perikop ini penulis sebelumnya mengemukaan hal-hal yang
berkaitan dengan Injil Yohanes yakni; latar belakang penulisan injil, tujuan
penulisan injil, pengarang injil, perbedaan Injil Yoh dengan Sinoptik, cara
pewartaan dalam Injil Yohanes dan Isi Injil Yohanes secara garis besar. Setelah
mengenal Injil Yohanes secara umum, penulis memfokuskan pada perikop Yoh.
13: 1-20 tentang kisah pembasuhan kaki. Penulis dalam bagian ini akan mengupas
isi perikop Yoh 13: 1-20 guna menemukan spiritualitas yang dapat digunakan
untuk spiritualitas katekis.
Bab III. Yoh. 13: 1-20 sebagai sumber spiritualitas katekis. Katekis dan
Spiritualitas Katekis akan menjadi pembahasan berikutnya. Pada bagian ini
penulis akan mengemukakan siapa sosok katekis dalam Gereja Katolik. Bagian ini
berisi mengenai siapa katekis, spiritualitas yang menjiwai pelayanan katekis, apa
tugas seorang katekis, dan ketrampilan apa yang dibutuhkan katekis. Pada bagian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
akhir penulis akan mengaplikasikan spiritualitas yang bersumber dari Yoh. 13: 1-
20 menjadi spiritualitas katekis.
Bab IV. Program Pembinaan katekis dalam menghayati spiritualitas katekis dalam
Yoh. 13: 1-20. Bab ini juga nantinya berisi usulan program pembinaan bagi
katekis untuk menghayati spiritualitas katekis yang bersumber dari Yoh. 13: 1-20.
Bab V. Kesimpulan dan Saran. Bagian ini merupakan bagian terakhir yang terdiri
dari kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
SPIRITUALITAS YANG BERSUMBER DARI YOHANES 13:1-20
Pada bab ini penulis akan membahas mengenai latar belakang, tujuan
penulisan, pengarang Injil Yohanes, isi Injil Yohanes, kekhasan Injil Yohanes, isi
Injil Yohanes 13:1-20 dan nilai spiritual yang terkandung dalam Yohanes 13:1-20.
A. Injil Yohanes
Pada bagian ini, penulis akan memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan
Injil Yohanes. Penulis akan memaparkan latar belakang penulisan Injil Yohanes,
tujuan penulisan Injil Yohanes, pengarang Injil Yohanes dan isi Injil Yohanes.
Pemaparan hal-hal tersebut agar kita dapat lebih mudah mengenal hal-hal yang
berkaitan dengan Injil Yohanes, sehingga akan lebih mudah memahami Injil
Yohanes secara umum.
1. Latar Belakang Penulisan Injil Yohanes
Injil Yohanes adalah Injil keempat dalam Perjanjian Baru. Injil Yohanes
dilambangkan dengan rajawali terbang. Injil Yohanes dimulai dengan prolog yang
tinggi dan melambung guna menembus masuk hingga kekedalaman yang paling
dalam dari misteri-misteri Tuhan, hubungan antara Bapa dan Putra dan misteri
inkarnasi. Jika kita ingin mempelajari Injil Yohanes salah satu pijakan yang kita
gunakan adalah latar belakang penulisan Injil ini. Untuk memahami latar belakang
penulisan Injil Yohanes tidak bisa lepas dengan mengetahui jemaat dari Injil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Yohanes. Dengan mengetahui siapa jemaat dari Injil ini, maka dapat dipahami apa
yang terjadi sehingga Injil ini ditulis.
Penulisan Injil Yohanes ditujukan untuk umat Kristen Yahudi Diaspora
yang tersebar sejak Yerusalem dihancurkan sekitar tahun 70 M. Pada saat itu
benturan antara agama kristen dan adat Yahudi begitu kuat yang menyebabkan
kegalauan diantara umat Kristen Yahudi. Umat Kristen Yahudi mengalami
kebingungan, saat jurang pemisah antara kekristenan dan Yudaisme semakin
dalam. Di sisi lain mereka adalah orang Yahudi tetapi mengikuti Yesus dan di lain
pihak Yudaisme tidak mengakui kekristenan. Mereka mengalami krisis iman
karena “Kristen Diaspora menghadapi perdebatan dan penolakan kaum farisi
terhadap Yesus dan para pengikut-Nya dengan pemisahan tegas dari Sinagoga dan
Yudaisme melalui “Schemone-es’re” (Delapanbelas doa kutukan yang memaksa
orang Kristen Yahudi untuk meninggalkan Sinagoga)” (Brown, 1966: LXXIV).
Dalam situasi perubahan semacam itu, bergemalah suara pewarta Kristen
yang penuh wibawa yakni Injil Yohanes (Darmawijaya, 1988: 17). Injil Yohanes
menegaskan kembali tradisi Kristen dan memberi semangat baru bagi umat
Kristen Yahudi Diaspora dengan kemuliaan Yesus dengan berbagai “tanda” yang
dikisahkan penginjil. Kisah-kisah Injil Yohanes yang lebih dramatik dari tulisan
sinoptisi menguatkan iman umat Kristen Yahudi.
Injil keempat menampilkan Yesus yang sering berdialog bahkan bertikai
dengan orang-orang Yahudi. Pertikaian antara Yesus dan orang-orang Yahudi
banyak ditemui dalam Injil Yohanes dengan bahasa yang cukup tajam. Dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
diandaikan Injil ini mau memberi informasi bahwa pertikaian dengan orang-orang
Yahudi tidak hanya dialami oleh Yesus tetapi juga dengan murid-murid
Yesus/umat Kristen Purba.
Injil Yohanes ditulis dalam bahasa Yunani. Bagaimana pun juga dunia
Perjanjian Baru adalah dunia helenis. Dengan tulisan berbahasa Yunani, maka
bisa dikatakan pendengar/pembaca injil ini adalah kelompok berbahasa Yunani.
Hal ini terbukti dari beberapa istilah dalam bahasa Ibrani harus diterjemahkan
seperti: Mesias (1:41), Rabbi (1:28), Golgota (19:17), Siloam (9:7). Dengan
menjelaskan bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani, penulis injil ini memahami
dengan baik bahasa Ibrani. Dapat dikatakan bahwa pembaca injil Yohanes adalah
orang kristen keturunan Yahudi yang tersebar di luar Palestina dan terpengaruh
budaya Helenisme. Injil ini memang diperuntukkan bagi orang-orang Yahudi
yang mendapat banyak tekanan dari luar karena percampuran budaya agar tetap
percaya diri dengan imannya kepada Yesus.
2. Tujuan Penulisan Injil Yohanes
Injil Yohanes ditulis dengan tujuan tertentu. Kita dapat menemukan tujuan
dari dalam Injil Yohanes itu sendiri. Tujuan penulisan Injil Yohanes dirumuskan
sebagai berikut:
a. Tujuan pertama dari Injil Yohanes adalah mengajak pembacanya untuk
percaya. Dari dalam Injil kita dapat menemukan ajakan dari penulis Injil untuk
percaya. Dalam Yoh. 20:31 dikatakan,”...tetapi semua yang tercantum di sini telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya
kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.” Injil Yohanes
mengajak kita untuk semakin percaya bahwa Yesus adalah Mesias. Tidak ada
Mesias yang lain selain Yesus. Injil Yohanes juga mengajak kita untuk semakin
percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah. Dia adalah Putra Tunggal Allah yang
diutus Bapa-Nya untuk menyelamatkan manusia. Setiap orang yang mengimani
Yesus sebagai Mesias, Anak Allah akan mendapat ganjaran yakni hidup bersama
Yesus. Ganjaran itu ditegaskan kembali dalam Yoh. 3:16 yang mengatakan,
karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan
Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak
binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Ganjaran dari iman akan Yesus
adalah hidup kekal bersama-Nya. Ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah
mengasihi setiap orang dan ingin menyelamatkan semua orang. Yang perlu
dilakukan oleh manusia adalah terus-menerus percaya kepada Yesus, Putra-Nya
yang diutus untuk menyelamatkan. Siapapun yang percaya kepada Yesus berarti
percaya kepada Allah yang mengutus. Maka, percaya kepada Allah yang
mengutus Yesus untuk menyelamatkan manusia menjadi dasar iman bagi manusia
yang ingin selamat.
b. Injil Yohanes bertujuan memberikan pemahaman secara lebih jelas
mengenai status Yohanes Pembaptis dan Yesus dalam rangka karya pewartaan
Kerajaan Allah. Dalam Injil termuat bagaimana murid-murid Yohanes
mempertanyakan Yesus yang juga membaptis. Dalam Yoh. 3:26 murid-murid
Yohanes Pembaptis menyampaikan berita kepadanya,”Rabi, orang yang bersama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
dengan engkau di seberang sungai Yordan dan yang tentang Dia engkau telah
memberi kesaksian, Dia membaptis juga dan semua orang pergi kepada-Nya.”
Murid-murid Yohanes Pembaptis menganggap Yesus bisa mengancam eksistensi
Yohanes. Yohanes Pembaptis mengatakan bahwa dirinya sama sekali tidak dapat
dibandingkan dengan Yesus. Yohanes Pembaptis (Yoh. 3:30) mengatakan ,”Ia
harus makin besar, tetapi aku harus makin.” Hal ini karena Yohanes Pembaptis
bukanlah tokoh utama dari karya keselamatan Allah. Yohanes Pembaptis
mengajak para muridnya untuk percaya kepada Yesus karena “barangsiapa
percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat
kepada Anak, ia tidak akan melihat dunia, melainkan murka Allah tetap di atas
kepala” (Yoh. 3:36).
c. Injil Yohanes ditujukan untuk melawan ajaran doketisme yang
mengancam iman akan Yesus Kristus. Melalui Injil Yohanes, ditegaskan kembali
iman akan Yesus Kristus. Doketisme berasal dari kata doketis, yang artinya apa
yang tampak. Ajaran doketisme menolak unsur kemanusiawian Yesus. Ajaran ini
menganggap bahwa Yesus yang ada di dunia hanya tampak seperti Yesus, bukan
Yesus yang sebenarnya. Ajaran ini berbahaya pada abad II Masehi karena dapat
meruntuhkan iman akan Yesus yang hidup. Injil Yohanes digunakan untuk
melawan ajaran ini dengan menegaskan bahwa Yesus adalah Firman yang
menjadi manusia (Yoh. 1:14). Yesus itu nyata dan “diam di antara kita” (Yoh 1:
14) sekalipun dunia tidak mengenal-Nya (Yoh. 1:10). Semua orang yang
menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka
yang percaya dalam nama-Nya (Yoh. 1:12). Ditambahkan lagi dalam Yoh. 13:19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Yesus mengatakan ,”supaya jika hal itu terjadi, kamu percaya bahwa Akulah Dia”
yang menegaskan bahwa kisah sengsara yang Ia jalani tidak digantikan oleh orang
lain, tetapi benar Dialah yang dengan rela menderita sengsara demi menebus dosa
manusia. Maka, sekali lagi Injil Yohanes adalah soal percaya kepada Yesus Sang
Mesias, yang diutus Allah ke dunia, untuk membawa manusia kepada
keselamatan kekal bersama Allah.
3. Pengarang Injil Yohanes
Bila berhadapan dengan Injil, entah itu Matius, Markus, Lukas maupun
Yohanes maka yang menjadi pertanyaan adalah siapa di balik penulisan Injil itu.
Demikian juga injil Yohanes memberi pertanyaan siapakah orang yang
mengarang Injil Keempat? Apakah seseorang atau beberapa orang/kelompok?
Brown (1966: LXXXVII-CII) menguraikan cukup panjang untuk membahas
mengenai penulis Injil Yohanes. Pembahasan mengenai penulis Injil Yohanes ini
berdasarkan tulisan Brown. Untuk mengemukakan siapakah penulis Injil Yohanes
kita akan melihat dari dua pendekatan yakni pendekatan dari luar Injil Yohanes
dan pendekatan dari dalam Injil Yohanes.
a. Bukti-bukti dari Luar Injil Yohanes
Yohanes anak Zebedeus, Rasul Yesus disebut-sebut menjadi penulis Injil
Keempat. Jika berdasarkan tradisi penulisan yang diakhiri akhir abad ke-2
mengidentifikasi Yohanes Rasul sebagai penulis Injil Keempat. Tetapi tidak bisa
dipastikan kebenaran hipotesa tadi karena tidak ada bukti yang pasti menunjuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
langsung kepada Yohanes anak Zebedeus, Rasul Yesus. Injil Yohanes sendiri
menyebut murid yang dikasihi-Nya sebagai sumber informasi Injil ini, tetapi
Irenaeus menganggap tidak semudah itu mengatakan bahwa murid yang dikasihi-
Nya yang tidak disebutkan namanya adalah Yohanes (Brown, 1966: XC).
Di dalam kitab Wahyu 1: 9, disebutkan bahwa Yohanes yang diberikan
penglihatan berada di Patmos dekat Efesus. Apakah benar Yohanes itu adalah
anak Zebedeus? Di dalam Wahyu 18:20 (Bersukacitalah atas dia, hai sorga, dan
kamu, hai orang-orang kudus, rasul-rasul dan nabi-nabi, karena Allah telah
menjatuhkan hukuman atas dia karena kamu.") dan 21:14 (Dan tembok kota itu
mempunyai dua belas batu dasar dan di atasnya tertulis kedua belas nama kedua
belas rasul Anak Domba itu.), penulis menyebutkan Rasul sebagai orang ketiga,
menunjukkan penulis bukan bagian dari Rasul. Yohanes Anak Zebedeus lebih
banyak berkarya di Yerusalem dan Palestina, sedangkan publikasi Injil Yohanes
dilakukan di Efesus.
Ada juga tradisi yang mengatakan bahwa Yohanes anak Zebedeus
meninggal saat masih muda (Brown, 1966: LXXXIX). Ia dibunuh oleh orang-
orang Yahudi bersama Yakobus saudaranya. Ireneaus berpendapat bahwa
Yohanes yang ada di Efesus bukan Yohanes Rasul, tetapi Yohanes lain.
Kemungkinan pertama adalah Yohanes Markus, kerabat Barnabas, pendamping
Paulus. Tradisi abad ke-6 dari Cirus menyebutkan bahwa Yohanes Markus hadir
ketika Yesus melakukan mukjizat di kolam Bethesda yang kisahnya hanya ada
dalam Injil Yohanes. Tetapi Yohanes Markus tidak selalu bersama-sama Yesus.
Banyak bagian dari kisah Injil ini yang diceritakan secara detail seolah-olah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
pencerita turut hadir dalam kisah itu. Kemungkinan kedua adalah Yohanes Imam.
Tampaknya Yohanes Imam merupakan Rasul Yesus yang bisa menjadi tokoh kuat
untuk menuliskan Injil ini. Tetapi semua bukti-bukti tidak dapat menumbangkan
argumen yang beredar bahwa Yohanes anak Zebedeus adalah penulis Injil
Keempat.
b. Bukti-bukti dari dalam Injil Yohanes
Bukti dari dalam banyak membahas mengenai siapakah murid yang dikatakan
dikasihi oleh Yesus. Dan orang yang melihat hal itu sendiri yang memberikan
kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan ia tahu, bahwa ia mengatakan
kebenaran, supaya kamu juga percaya (Yoh. 19:35). Menegaskan bahwa
kesaksian ini berasal dari orang yang dekat dengan Yesus, murid yang disebutkan
dikasihi Yesus ketika dia di bawah salib Yesus bersama Ibu Yesus (bdk. Yoh.
19:26-27). Dialah murid, yang memberi kesaksian tentang semuanya ini dan yang
telah menuliskannya dan kita tahu, bahwa kesaksiannya itu benar (Yoh. 21:24)
kembali menegaskan penulis Injil ini mengarah kepada murid yang dikasihi.
Siapakah sebenarnya murid yang dikasihi Yesus itu?
Ada tiga tipe penyebutan yang menunjuk pada murid yang dikasihi. Pertama,
muncul pada Yoh. 1:37-42 yakni murid Yohanes Pembaptis yang bersama-sama
dengan Andreas mengikuti Yesus. Kedua, disebut sebagai murid yang lain yang
ada dalam Yoh. 18:15-16 dan Yoh. 20:2-10. Ketiga, yang disebutkan murid yang
dikasihi Yesus yang muncul dalam Yoh. 13:23-26, 19:25-27, 20:2-10, 21:7,
21:20-23 dan 21:24. Brown (1966: XCIV) menuliskan bahwa kemungkinan
sebutan murid yang dikasihi hanyalah simbol, tidak ada dalam kenyataan. Tetapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
pendapat ini sulit dipertahankan karena sebutan-sebutan itu menunjuk kepada
seseorang yang terlibat dalam cerita. Lazarus adalah salah satu orang yang
dikasihi Yesus. Yesus menangis saat menghadapi kenyataan Lazarus telah mati
(Yoh. 11:35). Walaupun demikian, pendapat bahwa murid yang dikasihi Yesus
adalah Lazarus tidak dapat dipertahankan. Kandidat lain adalah Yohanes Markus.
Yohanes Markus diidentifikasi sebagai penulis Injil Keempat karena ia memiliki
rumah di Yerusalem, sebagai pendamping Paulus sama seperti Lukas dan
memiliki kontak dengan Petrus yang memungkinkan dirinya dapat menuliskan
Injil Keempat. Kandidat lain adalah Yohanes anak Zebedeus, Rasul Yesus.
Yohanes anak Zebedeus diyakini karena ia lama bersama Petrus dan Yakobus dan
murid yang terus-menerus bersama Yesus. Hal ini menjadikan dirinya mampu
memiliki informasi mengenai Yesus lebih banyak dari yang lain.
Brown menarik kesimpulan berdasarkan bukti dari luar dan dalam Injil
Yohanes bahwa sangat sulit mengidentifikasi murid yang dikasihi sebagai
Yohanes Markus, Lazarus atau yang lainnya. Berdasarkan bukti dari luar dan
dalam bahwa Injil Keempat dengan Yohanes anak Zebedeus sebagai penulisnya
merupakan hipotesa terkuat. Maka, Brown mempercayai bahwa Yohanes anak
Zebedeus adalah penulis dari Injil Keempat.
Jaubert (1980: 18) mengatakan bagaimana mungkin Yohanes yang adalah
nelayan mampu menulis injil dengan tingkat sastra yang tinggi. Hal lain yang
menyulitkan pendapat bahwa penulis injil adalah Yohanes sendiri adalah sebutan
“Murid yang dikasihi” yang dialamatkan kepada Yohanes dan Yakobus anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Zebedeus. Rasanya cukup mengherankan jika Yohanes menyebutkan diri sendiri
sebagai “murid yang dikasihi”.
Tidak ada bukti yang pasti bahwa penulis Injil Yohanes adalah Yohanes
anak Zebedeus. Yang lebih masuk akal adalah bahwa memang Yohanes
melatarbelakangi penulisan injil ini, namun ia sendiri tidak menyusunnya, Injil
Yohanes mengalami proses pengggubahan yang lama dalam lingkungan Yahudi-
Yunani (Jaubert, 1980: 18). Kemungkinan yang menyusun injil ini adalah murid-
murid Yohanes yang mendapatkan sumber dari Yohanes sendiri. Pada
perkembangannya tulisan injil Yohanes mengalami penggubahan oleh beberapa
pihak. Hal ini dibuktikan dengan adanya tulisan mengenai penjelasan akan
kebenaran saksi mata dalam Yoh 21:24 : Dialah murid, yang memberi kesaksian
tentang semuanya ini dan yang telah menuliskannya dan kita tahu, bahwa
kesaksiannya itu benar. Dengan ini dapat disimpulkan siapapun yang menulis injil
Yohanes mendapatkan sumber dari seorang saksi mata (Yoh. 21:24) yang
dipercaya yang dikaitkan dengan murid yang dikasihi Yesus (Yoh. 21:20-23)
sebagai wibawa dalam injil Yohanes. Bagi penulis, Injil Yohanes ditulis oleh
orang yang dekat dengan Yesus. Mengikuti Brown penulis meyakini salah satu
murid-Nya yang disebut murid yang dikasihi Yohanes anak Zebedeus sebagai
sumber dari penulisan Injil Yohanes. Yohanes anak Zebedeus sulit dipercaya
menulis Injil dengan sastra demikian indah. Maka, penulis menyimpulkan bahwa
para murid Yohanes adalah penulis Injil Yohanes dengan sumber utama cerita
berasal dari Yohanes.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
4. Isi Injil Yohanes
Injil Yohanes memiliki bagian penting yang terbagi dalam beberapa bagian.
Menurut Darmawijaya (1988: 23-29) secara garis besar isi Injil Yohanes tersusun
secara demikian:
Prolog/Prakata (Yoh. 1:1-18)
Buku Tanda (Yoh. 1:19 – 12:50)
Buku Kemuliaan (Yoh. 13:1 – 20:29)
Penutup (Yoh. 20:30-31)
Tambahan-tambahan pada Injil Yohanes (Yoh. 7:53 – 8:11 daan 21:1-
25)
1) Prolog/Prakata (Yoh. 1:1-18)
Yohanes 1:1-18 kerap disebut prakata/prolog Injil Keempat (Darmawijaya
1988: 24). Prolog/prakata ini merupakan himne yang menciptakan suasana dan
menyajikan tema-tema penting yang kemudian diolah dalam Injil ini. Dengan kata
lain di sini Injil mulai menampakkan diri dalam prolog/prakata. Prakata/prolog
menampilkan Keilahian Yesus yang merupakan Firman yang hidup. Di dalam
Prolog juga disampaikan mengenai peran Yohanes Pembaptis. Yohanes
Pembaptis bukan terang yang dimaksudkan tetapi saksi dan pembuka jalan bagi
terang itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
2) Buku tanda (Yoh. 1:19-12:50)
Buku ini berisi tujuh tanda yang dibuat oleh Yesus. Tanda dalam Yohanes
adalah mukjizat dalam sinoptik yang dibuat Yesus. Tanda dalam Tujuh tanda itu
ialah: Tanda pertama adalah perubahan air menjadi anggur pada peristiwa
pernikahan di Kana (Yoh. 2: 1-11), yang menyimbolkan kuasa Yesus untuk
mengubah¨ segala sesuatu; Ia mengubah kegelapan menjadi terang, mengubah
kematian menjadi kehidupan. Tanda yang kedua adalah peristiwa penyembuhan
anak pegawai istana di Kapernaum (Yoh. 4: 46-54). Penyembuhan yang terjadi
hanya oleh kata-kata yang diucapkan Yesus dari jarak jauh yang menyimbolkan
kuasa kata-kata Yesus yang membawa kehidupan.
Tanda ketiga adalah penyembuhan seorang yang telah menderita sakit
selama tiga puluh delapan tahun yang terbaring di dekat Pintu Gerbang Domba di
Yerusalem, di tepi kolam Betesda (Yoh. 5: 1-9). Peristiwa penyembuhan ini
melanjutkan tema air pembaptisan demi pembaharuan hidup. Tanda yang keempat
dan kelima terjadi dalam Yohanes bab 6, peristiwa pergandaan lima roti dan dua
ikan untuk memberi makan lima ribu orang (6:1-15), dan peristiwa Yesus berjalan
di atas air (Yoh. 6:16-21). Kedua tanda ini menjadi symbol akan suatu eksodus
baru, peristiwa penyeberangan budak dosa menuju Tanah Terjanji. Di tempat
tujuan perjalanan itu kita tak akan lagi dikenyangkan oleh manna duniawi serta
susu dan madu sebagaimana dijanjikan dalam Perjanjian Lama, tetapi
dikenyangkan oleh santapan surgawi Tubuh Kristus sendiri.
Tanda keenam dapat ditemukan dalam bab 9 tentang penyembuhan
seorang yang buta sejak lahir. Ketika para murid bertanya dosa siapa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
menyebabkan ia dilahirkan buta, Yesus menjawab bahwa ia dilahirkan untuk
menjadi tanda pernyataan kekuasaan Allah, bahwa Ia adalah terang dunia. Tanda
ketujuh yang sekaligus merupakan klimaks dari semua tanda dalam Injil Yohanes
adalah peristiwa kebangkitan Lazarus dari kematian (Yoh 11:1-44). Lazarus
menjadi simbol kehidupan baru, yang berbicara tentang kemenangan Yesus akan
kematian serta semua orang lain yang percaya dalam nama-Nya. Setiap orang
yang percaya kepada Yesus akan memperoleh kehidupan yang kekal.
Buku tanda bukan hanya menampilkan tanda-tanda yang dibuat Yesus,
penginjil juga menyampaikan hal lain seperti kesaksian Yohanes (Yoh. 3:22-36),
percakapan dengan Nikodemus (Yoh. 3:1-21), percakapan dengan perempuan
Samaria (Yoh. 4:1-42). Dalam buku tanda, penginjil menampilkan Yesus yang
tampil di depan publik. Yesus mengajar banyak orang di tempat-tempat umum.
Dalam buku tanda Yesus hadir di tengah-tengah orang.
3) Buku kemuliaan (Yoh. 13:1 – 20:29)
Jika dalam buku tanda-tanda Yesus tampil di depan umum, maka dalam buku
kemulian Yesus memberikan pengajaran kepada para muridNya. Buku kemuliaan
dibagi menjadi tiga bagian yakni; perjamuan terakhir (Yoh. 13:1 – 17:26), kisah
sengsara dan Wafat Yesus (Yoh. 18:1 – 19:42) dan kebangkitan Yesus (Yoh.
20:1-29).
Bagian perjamuan terakhir berisi cerita panjang yang diawali perjamuan
makan yang tidak biasa yakni adanya pembasuhan kaki pembasuhan kaki oleh
Yesus pada saat perjamuan makan berlangsung dan dilanjutkan dengan wejangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
panjang yang diberikan khusus untuk para murid-Nya yang kemudian ditutup
dengan doa Yesus untuk murid-murid-Nya. Pada bagian inilah penulis akan
membuka lebih dalam mengenai pembasuhan kaki oleh Yesus kepada murid-
murid-Nya.
Bagian kisah sengsara Yesus adalah bagian yang dimulai dengan
penangkapan Yesus yang dramatis, pengadilan Yesus yang dibarengi kisah
penyangkalan Petrus, dilanjutkan hukuman mati Yesus hingga kematian Yesus
dan ditutup dengan penguburan Yesus.
Bagian kebangkitan Yesus diawali kisah kesaksian para perempuan yang
menjenguk kubur Yesus yang kosong yang diikuti beberapa penampakan yang
dilakukan Yesus kepada murid-murid-Nya.
4) Penutup (Yoh. 20:30-31)
Bagian penutup berisi mengenai tujuan dari penulisan Injil ini yakni
supaya pembaca percaya kepada Yesus dan terselamatkan karena kepercayaan
para pembaca yang tidak melihat langsung.
5) Tambahan-tambahan (Yoh. 7:53 – 8:11 dan 21:1-25)
Tambahan-tambahan adalah isi Injil yang bukan karya asli penulis tetapi
tambahan dari redaksi kedua yang sudah dibahas sebelumnya. Hal ini karena
adanya perbedaan dari gaya tulisan sehingga beberapa bagian memang nyata dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
disetujui oleh ahli bahwa itu bukan bagian dari karya asli penulis tetapi tetap
menjadi kanon.
B. Kekhasan Injil Yohanes
Injil Yohanes memiliki kekhasan yang membedakan Injil ini dengan
ketiga Injil lain. Ada tiga perbedaan yang akan dibahas di sini antara Injil
Yohanes dengan Injil Sinoptik. Selain perbedaan dengan Injil Sinoptik, Injil
Yohanes memiliki cara pewartaan yang lain dari Injil Sinoptik menjadikan
kekhasan tersendiri dari Injil Yohanes.
1. Perbedaan Injil Yohanes dengan Injil Sinoptik
Injil Yohanes memiliki perbedaan dengan injil sinoptik. Menurut
Darmawijaya (1988: 22-23) perbedaan yang muncul dari Injil Yohanes dan Injil
Sinoptik adalah rangkaian kata yang digunakan, gaya bahasa dan susunan bahan
yang dikemukakan di dalamnya. Darmawijaya menambahkan Injil Yohanes
mencolok sekali dengan bentuk-bentuk renungan panjang sesudah kisah, teknik
drama dan dialog, simbolik dan kata-kata dengan arti mendua atau ambigue.
Sedangkan Injil Sinoptik tidak banyak renungan setelah kisah, menggunakan
teknik monolog dan tidak banyak menggunakan simbol-simbol dalam kisahnya.
Y. Haryanto dalam bukunya yang berjudul “Injil Yohanes; Beberapa
Catatan” menuliskan ada 3 perbedaan besar antara Yohanes dan sinoptik yakni:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
1) Tempat: para pengarang Sinoptik memusatkan sebagian besar dari hidup
Yesus di Galilea dan Kafernaum sebagai pusat, sedangkan Yohanes menceritakan
Yesus pergi emapt kali ke Yerusalem dan sebagian besar tugas-Nya di Galilea
2) Kronologi: dalam Sinoptik Yesus mengawali tugas-Nya setelah Yohanes
Pembaptis dipenjara (Mat. 4:12, Mrk. 1:14, Luk. 3:20), tugas-Nya berlangsung
selama satu tahun karena paska hanya disebut satu kali setelah kisah sengsara
Yesus. Sedangkan Yohanes menceritakan Yesus memulai tugas sebelum Yohanes
Pembaptis dipenjara (Yoh. 3:24-26) dan karya-Nya berlangsung selama dua tahun
karena pesta paska disebut sebanyak tiga kali (Yoh. 2:13-23, 6:4, 12:1)
3) Mukjizat: Injil Sinoptik menyebutkan mukjizat yang dibuat Yesus
sebanyak dua kali yakni perbanyakan roti dan berjalan di atas air. Sedangkan
Yohanes menceritakan Yesus membuat lima mukjizat; perkawinan di Kana,
penyembuhan anak pegawai istana, penyembuhan orang lumpuh, penyembuhan
orang buta sejak lahir dan Lazarus dihidupkan kembali.
2. Cara Pewartaan Injil Yohanes
Yohanes menuliskan cara pewartaan Yesus dengan bentuk yang lain dari
yang lain. Yohanes menampilkan Yesus yang mewartakan dengan cara pidato,
dialog dan penggunaan kiasan atau simbolik. Pidato/wejangan yang diungkapkan
Yohanes dengan menggunakan jenis sastra “surat wasiat” yang lazim digunakan
pada masa kehidupan Yesus. Wejangan-wejangan yang diungkapkan Yesus berisi
mendalam dan bermutu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Penggunaan dialog dalam injil Yohanes juga merupakan sastra yang
dikenal baik dalam sastra modern dan kuno (Jaubert, 1980: 22). Dengan dialog,
diungkap Yesus yang dekat dengan para pendengar-Nya. Dialog yang terjadi
antara Yesus dengan yang lain mengakibatkan banyak hal salah paham dan salah
arti. Hal itu ditegaskan oleh Yohanes untuk menunjukkan pemikiran Yesus yang
melampaui manusia, sehingga manusia sulit mengimbangi yang membuat menjadi
salah paham/salah arti.
Kiasan/simbolik adalah cara berikutnya yang digunakan Yohanes. Kiasan
membantu penginjil mengungkapkan sebuah pernyataan lain di balik kiasan itu.
Namun hal ini menuntut pembaca memahami dengan seksama apa yang dimaksud
dari kiasan itu. Lambang-lambang biasa digunakan oleh orang Yahudi untuk
mengungkapkan sesautu yang konkret.
C. Injil Yohanes 13:1-20
Injil Yohanes memasuki bagian Buku Kemuliaan dengan kisah pembasuhan
kaki sebagai pembukanya. Yesus menutup perjalanan panjang selama dua tahun
berkarya untuk orang banyak dan memasuki akhir dari perjalanan karya-Nya di
dunia. Yesus ingin memberikan warisan kepada para murid-Nya sebelum Ia
meninggalkan mereka. Warisan yang diberikan Yesus bukanlah harta benda yang
dapat hilang dalam waktu singkat, tetapi warisan wejangan-wejangan yang
berguna bagi Rasul-rasul dan para pengikut Yesus sampi saat ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Buku Kemuliaan dimulai dengan kisah pembasuhan kaki. Pembasuhan kaki
adalah kisah yang hanya ada dalam Injil Yohanes. Yesus mulai memberikan
warisan-Nya kepada Para Rasul juga dalam pembasuhan kaki. Brown (1970: 558)
mengatakan “ayat 6-10 mengindikasikan bahwa apa yang Yesus lakukan dalam
pembasuhan kaki adalah hal yang perlu karena ingin memberikan
nasehat/wejangan kepada para murid dan membersihkan dosa mereka.” Apakah
sebenarnya warisan yang diberikan Yesus dalam pembasuhan kaki? Jawaban atas
pertanyaan itu terus digali oleh para cendikiawan Gereja untuk menemukan
warisan-warisan yang diberikan Yesus dalam pembasuhan kaki. Banyak pendapat
dari mereka mengenai apa yang Yesus maksudkan dari tindakan pembasuhan kaki
hingga diskusi setelahnya. Brown (1970: 560) mengutip dari Boismard
mengatakan bahwa “ Moral dan Sakramental adalah dua makna yang dapat
ditafsirkan dari perisiwa pembasuhan kaki.” Sejalan dengan pemikiran itu, jika
dilihat dengan perspektif moral maka pembasuhan dipandang sebagai tanda
kematian Yesus, tanda aksi nyata pelayanan Yesus, tanda akan cinta Yesus dan
tanda kerendahan hati Yesus. Jika dilihat dari sudut pandang sakramental,
Cullman yang telah menghidupkan kembali teori Loisy dan Bauer W. mengatakan
bahwa “pembasuhan kaki merujuk pada Baptis dan Ekaristi (Brown, 1970: 559).
Ada juga rujukan lain dari pembasuhan kaki yakni Tobat dengan kata kunci dari
ayat 10 “.. tidak perlu mencuci seluruh badan kecuali kaki.” Pada tulisan ini kita
akan membahas sedalam mungkin untuk menemukan banyak hal yang akan
mengantar kita menemukan spiritualitas dari Injil Yohanes 13:1-20.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Schnackenburg (1975: 15-27) membagi Yoh. 13:1-20 menjadi empat bagian
utama yakni; pendahuluan dan pembasuhan kaki (13:1-5), dialog Yesus dengan
Petrus (13:6-11), Pembasuhan Kaki sebagai teladan untuk para murid (13:12-17)
dan peringatan pengkhianatan dan penekanan akan iman (13:18-20). Brown
(1970: 563-572) membagi Yoh. 13:1-20 menjadi lima bagian yakni; Pendahuluan
Buku Kemuliaan (13:1), Pendahuluan Pembasuhan Kaki (13:2-3), Pembasuhan
Kaki (13:4-5), Penjelasan Pembasuhan Kaki (Dialog) (13:6-11) dan Penjelasan
Pembasuhan Kaki (Diskursus) (13:12-20).
Berdasarkan Schnackenburg dan Brown, penulis akan membagi Yohanes
13:1-20 menjadi 5 bagian utama yakni:
Pendahuluan (13:1-3)
Pembasuhan kaki (13:4-5)
Dialog antara Yesus dan Petrus (13:6-11)
Diskursus/penjelasan dari Yesus (13:12-17)
Peringatan pengkhianatan Yudas (13:18-20)
Kita akan membahas per-bagian agar lebih mudah memahami.
1. Pendahuluan (ayat 1-3)
1. Sementara itu sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus telah tahu, bahwa
saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti
Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang Ia
mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya. 2. Mereka sedang makan
bersama, dan Iblis telah membisikkan rencana dalam hati Yudas Iskariot,
anak Simon, untuk mengkhianati Dia. 3. Yesus tahu, bahwa Bapa-Nya telah
menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya dan bahwa Ia datang dari Allah
dan kembali kepada Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Peristiwa pembasuhan kaki berada dalam konteks perayaan Paskah. Dalam
Yohanes, ini adalah perayaan Paskah yang ketiga (bdk. Yoh. 2:13,23; 6:4)
sepanjang karya Yesus (O’day, 1995: 721). Yesus melakukan pembasuhan kaki
dalam sebuah perjamuan makan malam bersama murid-murid-Nya. Perjamuan
makan malam diadakan “sebelum hari Raya Paskah mulai” (Yoh. 13:1). Tanggal
perjamuan malam sebelum wafat Yesus memiliki perbedaan antara Injil Sinoptik
dengan Injil Yohanes. Menurut Injil Sinoptik (Mrk. 14:12, Mat. 26:17 dan Luk.
22:7) Yesus makan perjamuan Paskah bersama para murid di malam sebelum Dia
wafat (Brown, 1970: 555). Ketiga Injil Sinoptik menuliskan hampir serupa yakni
bahwa hari itu akan diadakan hari raya Roti Tak Beragi, kemudian diceritakan
Yesus meminta murid-murid-Nya untuk pergi ke kota dan mempersiapkan tempat
perjamuan Paskah yang terakhir (bdk. Mrk. 14:14, Mat. 26:18 dan Luk. 22:11).
Maka, dapat disimpulkan bahwa perjamuan makan malam sebelum Yesus
ditangkap adalah perjamuan Paskah. Injil Yohanes memiliki penanggalan yang
berbeda mengenai perjamuan makan malam sebelum Yesus ditangkap. Brown
(1970: 555) mengatakan bahwa Yohanes memberikan gambaran waktu perjamuan
makan malam terakhir yang berbeda. Perjamuan Terakhir berada dalam periode
sebelum Paskah (13:1), dan penghukuman dan penyaliban Yesus ditanggal
persiapan Perayaan Paskah , Nisan tanggal 14 (Yoh. 18: 28, 39; 19: 14). Jika kita
melihat berdasarkan urutan kejadian, kita mulai dari Yoh. 13:1 yang saat itu
merupakan makan malam yang disebutkan sebelum Paskah. Setelah Yesus selesai
memberi wejangan-wejangan terakhir, Ia berdoa (Yoh. 13:21-17:26). Masih
malam yang sama kemudian Yesus ditangkap dan dibawa kepada Hanas sampai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
pagi hingga peristiwa penyangkalan Petrus (Yoh. 18:1-27). Saat pagi, Yesus
dibawa ke gedung pengadilan tetapi orang Israel tidak ikut masuk yang
disebabkan takut najis karena mereka hendak makan Paskah (Yoh. 18:28). Yesus
kemudian berhadapan dengan Pilatus (Yoh. 18:29-19:16a). Dalam Yoh. 18:39
Pilatus memberi hadiah Paskah kepada orang Israel dengan membebaskan
tahanan. Dari sini jelas bahwa perayaan Paskah baru akan berlangsung. Untuk
lebih jelas, dalam Yoh. 19:14 dikatakan bahwa “hari itu ialah hari persiapan
Paskah, kira-kira jam dua belas.” Maka perjamuan malam yang disertai
pembasuhan kaki malam sebelumnya bukan perjamuan Paskah, tetapi perjamuan
malam terakhir Yesus bersama murid-murid-Nya.
Ayat 1 adalah pendahuluan dari Buku Kemuliaan. Buku Kemuliaan
merupakan kisah dimana Yesus akan meninggalkan dunia melalui kematian di
salib. Yohanes menuliskan bahwa “Yesus telah tahu, bahwa saat-Nya sudah tiba
untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa.” (Yoh. 13:1). Kata “tahu”
memperlihatkan keilahiaan Yesus yang mengetahui rencana Allah yang Agung.
Kata “saat-Nya” menunjuk kepada kematian Yesus yang tidak akan lama lagi.
Saat kematian Yesus itu sama artinya dengan waktunya memimpin dengan
kemuliaan-Nya yang lebih besar (Schnackenburg, 1975: 15). Hal ini karena
melalui kematian-Nya yang sudah Ia ketahui, Yesus akan mengakhiri aktifitas-
Nya di dunia ini dan akan kembali kepada Bapa. Bersama Bapa-Nya Yesus akan
melakukan pekerjaan menyelamatkan manusia sebagai Putra Allah Yang Tunggal
yang sudah tidak lagi berwujud manusia. Kematian Yesus bukan merupakan akhir
dari hidup Yesus. Melalui kebangkitan-Nya, Yesus mengalahkan maut dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
melalui kenaikan-Nya ke surga Ia dipermuliakan sebagai Anak Tunggal Allah,
Sang Penebus Dosa. Yesus akan memimpin para murid dan dunia dengan
kemuliaan Putra Bapa yang duduk di sisi kanan Bapa. Kematiaan Yesus
menandakan untuk kembali kepada Bapa. Apapun yang berasal dari Bapa akan
kembali kepada Bapa, maka Yesus yang berasal dari Bapa akan kembali kepada
Bapa melalui jalan terjal dan kematian.
Di frase kedua Yesus menunjukkan cinta-Nya kepada siapapun dan sampai
selama-lamanya. Frase kedua (1b. Sama seperti Ia senatiasa mengasihi murid-
murid-Nya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada
kesudahannya) merupakan pendahuluan dari pembasuhan kaki dan perjamuan
terakhir karena di sana Yesus menunjukkan cinta-Nya yang begitu besar kepada
para murid. Yesus mencintai semua orang. Kematiaan-Nya bukan semata untuk
para murid dan orang-orang dekat Yesus tetapi untuk semua orang demi
penebusan dosa dunia. Kata “mereka” menunjuk kepada siapa yang mencintai,
mendengarkan dan mengikuti jalan-Nya (Schnackenburg, 1975: 16). Yesus
mencintai sampai pada kesudahan-Nya merupakan tanda bagaimana kualitas cinta
Yesus (O’day, 1995: 721). Cinta yang ditunjukkan Yesus adalah cinta seorang
gembala kepada dombanya yang akan mempertaruhkan nyawanya untuk
melindungi domba-domba yang dicintainya. Yesus melakukan tindakan cinta itu
pada saat pembasuhan kaki. Tetapi bukti cinta sampai akhir akan diwujudkan
ketika Ia menyerahkan hidup-Nya di kayu salib.
Ayat 2 dan 3 adalah pendahuluan pembasuhan kaki. Sekalipun ayat 1 juga
demikian, dalam ayat 2 dan 3 tampak lebih jelas. Dalam ayat 2 dikisahkan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
mereka sedang makan bersama dan saat yang bersamaan iblis membisikkan
rencana kepada Yudas untuk mengkhianati Yesus. Mengenai saat iblis
membisikkan rencana pengkhianatan kepada Yudas, Injil Yohanes berbeda
dengan Injil Sinoptik. Injil Sinoptik menceritakan bahwa Yudas telah dibisikkan
rencana untuk mengkhianati Yesus dan melakukannya sebelum perjamuan makan
malam berlangsung (bdk. Mat. 26:14-16, Mrk. 14:10-11, Luk. 23:3-6). Dalam
Injil Sinoptik, Yesus mengatakan tentang pengkhianatan akan diriNya saat makan
bersama. Yohanes mengisahkan bahwa iblis baru membisikkan rencana
pengkhianatan saat mereka makan bersama dan akan dilaksanakan dalam ayat 27.
Pengkhianatan masuk dalam ayat 2 yang sudah masuk dalam buku kemuliaan,
sehingga pembaca dapat menghubungkan pembasuhan kaki dan kematian Yesus
secara lebih jelas (Brown, 1970: 563).
“Yesus tahu” dalam ayat 3, dapat menunjukkan 2 hal sekaligus. Yesus
mengetahui bahwa iblis telah membisikkan rencana pengkhianatan kepada Yudas
dan Yesus juga tahu bahwa Ia diberi kuasa untuk memilih jalan-Nya oleh Bapa.
Yohanes menunjukkan kekuatan dan kemuliaan Yesus melalui ini. Kita tidak
perlu kaget dengan kemuliaan, kekuatan dan pengetahuan Yesus. Kita sudah
mengetahuinya dalam ayat 1 melalui kata “saatnya” yang menunjukkan
pengetahuan Yesus, dan bahwa diri-Nya akan dipermuliakan pada nantinya.
Yesus diberi kuasa oleh Bapa untuk menentukan nasib-Nya sendiri. Yesus tahu
bahwa bisa saja Ia menolak kematian yang menghadang di depan, tetapi Ia adalah
Putra yang taat kepada Bapa. Kedatangan-Nya di dunia memiliki tujuan dan Ia
akan menyelesaikan tujuan itu sekalipun Ia harus melalui kematian. Yesus berasal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
dari Bapa dan akan kembali kepada Bapa. Frase ini menunjukkan hubungan erat
antara Yesus dengan Bapa. Hal ini seperti menegaskan bahwa Yesus adalah Putra
Bapa yang berasal dari Bapa, datang ke dunia menyelesaikan tugas dari Bapa-
Nya. Saat semua tugas telah selesai, Ia akan kembali ke rumah, kembali kepada
Bapa-Nya. Yesus memiliki kekuatan yang besar, tetapi Ia akan menunjukkan
sesuatu dari sisi yang lain dari kekuatan-Nya. Pada saat pembasuhan kaki
nantinya, sekalipun Yesus memiliki kekuatan dan kemuliaan yang jauh lebih
besar dari manusia, Ia menunjukkan kerendahan hati seorang pelayan kepada para
murid-Nya.
2. Pembasuhan kaki (ayat 4-5)
4 Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai
kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, 5 kemudian Ia
menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-
murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu
Pembasuhan kaki merupakan sebuah tradisi Yahudi. Dalam tradisi Yahudi,
jika seorang tamu akan memasuki rumah seorang tuan rumah, sebelum masuk
rumah budak/hamba akan membersihkan kaki mereka dengan membasuh dan
mengeringkan karena telah kotor selama dalam perjalanan (O’day, 1995: 722).
Sebagai tanda pengabdian, kadang murid-murid akan memberikan layanan ini
kepada guru atau rabbi mereka (Brown, 1970: 565). Dengan kata lain,
pembasuhan kaki merupakan bentuk pelayanan kepada orang yang memiliki
status sosial yang lebih tinggi dari yang membasuh.
Yesus memiliki pandangan yang berbeda dengan tradisi ini. Ia merubah hal
ini secara luar biasa, yakni pelayanan dilakukan oleh guru kepada murid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Perubahan yang dilakukan Yesus bukan hanya menggetarkan hati para murid,
tetapi juga banyak orang setelah membaca Injil ini. Bagaimana bisa seorang Guru
yang bahkan Tuhan merunduk dan membasuh kaki murid-Nya yang hanya
manusia biasa? Yang perlu kita ingat bahwa Yesus dalam hal ini sedang
memberikan warisan kepada murid-murid-Nya. Bisa jadi ini adalah warisan juga
dari Yesus. Warisan macam apa yang diberikan Yesus akan dijelaskan oleh Yesus
melalui dialog dengan Petrus dan penjelasan-Nya secara langsung.
Yesus membasuh kaki para murid tanpa basa-basi atau pendahuluan. Ia
langsung bangkit dan menanggalkan jubah-Nya dan mengikatkan kain lenan di
pinggang-Nya. Yesus menanggalkan pakaian luar-Nya adalah kata kerja sama
yang digunakan oleh Yesus untuk menggambarkan meletakkan/menyerahkan
nyawa-Nya (O’day, 1995: 722). Jubah adalah tanda kebesaran seseorang bagi si
pemakai. Dengan Yesus menanggalkan jubah-Nya, maka Ia juga menanggalkan
segala kebesaran yang Ia punya. Kemudian Ia mengikatkan kain lenan di pinggan-
Nya. Kain lenan digunakan oleh budak untuk mengeringkan kaki para tamu
setelah dibasuh. Yesus merendahkan diri dan mengambil rupa seorang hamba
(Brown, 1970: 564). Tindakan Yesus yang menanggalkan jubah yang diteruskan
dengan mengikatkan kain lenan berurutan. Ia meninggalkan kemuliaan yang Ia
punya kemudian mengambil peran seorang hamba yang akan melayani murid-
Nya. Ketika Yesus mengikat dirinya dengan kain lenan, dia menganggap posisi
hamba, tetapi tindakan keramahan yang ditunjukkan adalah tindakan dari tuan
rumah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Yesus menuangkan air (ayat 5) menandakan Ia mulai membasuh kaki para
murid satu demi satu. Penggunaan air di sini dapat melambangkan sebuah
pembaptisan. Yesus menggunakan air untuk membersihkan kaki para murid dari
debu. Bila kita hubungkan dengan pembaptisan, Yesus membersihkan para murid
dari dosa. Yesus mempunyai dua peran dalam pembasuhan kaki yakni sebagai
hamba dan tuan rumah. Ketika Yesus membasuh kaki dan menyeka dengan kain
lenan Ia mengambil peran seorang hamba, tetapi saat Ia memberikan keramahan
saat pembasuhan Yesus mengambil peran tuan rumah yang menyambut tamu
(O’day, 1995: 722-723). Tidak begitu jelas mengapa Yesus membasuh kaki di
tengah-tengah perjamuan. Brown (1970: 565) mengatakan,”Pembasuhan kaki
harusnya dilakukan saat akan masuk ke dalam rumah, bukan dilakukan saat
sedang makan. Bisa jadi ini memang dimaksudkan Yesus akan melakukan
tindakan ini saat semua murid berkumpul jadi lebih mudah juga untuk
menjelaskan langsung kepada semua. Yesus tidak akan melakukan tindakan tanpa
maksud, kemungkinan pembasuhan kaki yang dilakukan Yesus bukan
dimaksudkan untuk mengubah tradisi, tetapi tentang cinta Yesus kepada murid-
murid-Nya.
3. Dialog antara Yesus dengan Petrus (ayat 6-11)
6. Maka sampailah Ia kepada Simon Petrus. Kata Petrus kepada-Nya:
"Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?" 7. Jawab Yesus kepadanya:
"Apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan
mengertinya kelak." 8. Kata Petrus kepada-Nya: "Engkau tidak akan
membasuh kakiku sampai selama-lamanya." Jawab Yesus: "Jikalau Aku tidak
membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku." 9. Kata
Simon Petrus kepada-Nya: "Tuhan, jangan hanya kakiku saja, tetapi juga
tangan dan kepalaku!" 10. Kata Yesus kepadanya: "Barangsiapa telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia
sudah bersih seluruhnya. Juga kamu sudah bersih, hanya tidak semua." 11.
Sebab Ia tahu, siapa yang akan menyerahkan Dia. Karena itu Ia berkata:
"Tidak semua kamu bersih.
Percakapan antara Petrus dengan Yesus dalam pembasuhan kaki menjadi
awal dari penafsiran maksud pembasuhan kaki. Brown (1970: 565) mengatakan
bahwa sulit menentukan apakah Petrus menanggapi tindakan Yesus untuk
mewakili para murid yang lain atau untuk dirinya sendiri. Petrus menolak ketika
Yesus tiba untuk membasuh kakiknya karena Ia mengerti bahwa Yesus adalah
Tuhan dan Gurunya (Riyadi, 2011: 303). Sebagai seorang Yahudi, Petrus sangat
paham mengenai posisi dan status sosial. Yesus memiliki status yang lebih tinggi
dari Petrus. Ia Guru dan bahkan Tuhan, maka jelas Petrus tidak mau orang yang
sangat Ia hormati berlutut dan membasuh kakinya. Petrus dalam posisi yang sulit.
Ia ingin menunjukkan rasa hormatnya kepada Yesus dengan menolak dibasuh
karena Petrus merasa tak layak mendapat perlakukan seperti itu dari Yesus.
Yohanes seperti sebelumnya menggambarkan murid-murid Yesus adalah orang-
orang yang sangat sulit memahami setiap tindakan Yesus (Schnackenburg, 1975:
18). Percakapan Petrus dan Yesus menjadi bukti nyata mengenai pendapat ini.
Gail R. O’day (1995: 722) mengetengahkan pendapat bahwa “yang dapat menjadi
perhatian dari ayat 6 adalah Yesus membasuh kaki Petrus di urutan pertama
(seperti yang diyakini Agustinus) atau terakhir (seperti yang diyakini Origen)”.
Jika Petrus yang pertama bisa jadi sikapnya mempengaruhi murid lain, tetapi jika
Petrus yang terakhir bisa jadi ia terpengaruh oleh yang lain. Tetapi berdasarkan
keyakinan penulis, jika kita melihat awal dari ayat 6 (Maka sampailah Ia kepada
Simon Petrus) dengan melihat ayat 5 bagian akhir (dan mulai membasuh kaki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
murid-murid-Nya), Petrus tidak berada pada urutan pertama. Penulis setuju
dengan Origen bahwa Petrus berada pada urutan terakhir karena setelah berdialog
dengan Petrus, Yesus menyudahi pembasuhan kaki. Petrus adalah orang yang
keras kepala, penulis meyakini sekalipun terakhir Petrus tidak terpengaruh murid
lain. Petrus memiliki prinsip yang kuat, pendirian yang teguh, itu sebabnya Petrus
ditunjuk menjadi batu penjuru Gereja.
Yesus memberi jawaban atas penolakan yang dilakukan Petrus. Yesus
mengatakan dengan jelas bahwa yang dilakukan-Nya adalah sebuah tindakan
simbolik. Tindakan yang dilakukan Yesus memiliki makna tersembunyi yang
akan dipahami murid-murid-Nya kelak. Yesus berkata “..., tetapi engkau akan
mengerti kelak.”, adalah sebuah simbol kematian-Nya. Para murid benar-benar
paham dengan semua yang dilakukan Yesus setelah kematian Yesus. Dengan
bantuan Roh Kudus, para murid akan memahami setiap ajaran Yesus dengan
mengingat-ingat kembali setelah Yesus kembali kepada Bapa. Brown (1970: 565)
dalam bukunya mengatakan,”Yesus melakukan pelajaran dalam tindakan tentang
kerendahan hati kepada para murid agar lebih mudah dimengerti.” Yohanes
memberi perhatian bahwa yang dilakukan Yesus mengandung pelajaran berharga,
tidak hanya tindakan yang terjadi begitu saja tanpa maksud dan tujuan.
Petrus masih mempertahankan argumen bahwa Yesus adalah Guru dan Tuhan
yang harus dihormati. Petrus masih sungkan kalau harus dilayani oleh Yesus,
karena kesehariaannya dia bersama murid lain melayani Yesus. Brown (1970:
565) berpendapat bahwa “pembasuhan kaki sangat penting karena tanpa ini para
murid akan kehilangan warisan dari Yesus.” Karena begitu pentingnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
pembasuhan kaki, Yesus sampai memberikan pilihan yang sulit kepada Petrus
agar ia menerima pembasuhan kaki ini. Yesus melepas batas sosial dalam
pembasuhan kaki. Ia tidak memperlihatkan bahwa Ia harus dilayani, tetapi juga
melayani. Jikalau ingin mendapat bagian dari Yesus, tidak lain jalannya adalah
mengikuti Yesus dan segala tindakan-Nya.
Brown (1970: 548) mengutip Injil di ayat 8 yang berbunyi, Peter
replied,”You shall not wash my feet-ever!” “If I do not wash you,” Jesus
answered, “you will have no heritage with me.” Sedangkan Schnackenburg
(1975: 18) mengutip Injil di ayat 8 yang berbunyi, Peter said to him,’You shall
never wash my feet’. Jesus answered him,’If I do not wash you, you have no part
in me’. Penulis menggaris bawahi kata “heritage” (yang berarti warisan) dan
“part” (yang berarti bagian) dari kedua kutipan di atas untuk memberi penekanan
kedua kata ini masing-masing menjadi pokok dari kalimat di ayat 8. Penulis
menganggap bahwa kata “warisan” dan “bagian” bisa kita artikan sama yakni
sesuatu yang diberikan Yesus jika Petrus menerima pembasuhan kaki dari Yesus.
Petrus sadar dengan teguran Yesus (ay. 8). Jika ia menolak untuk dibasuh,
bisa saja ia akan kehilangan hubungan dengan Yesus yang bisa menyebabkan
kehilangan warisan yang dibagikan Yesus. Schnackenburg (1975: 19) mengatakan
bahwa,”sepertinya Petrus mulai mengerti, tetapi itu dapat menjadi dugaan yang
salah dari maksud perkataan Yesus bahwa yang sebenarnya Dia berikan adalah
diri-Nya sendiri dalam kematian dan aksi keselamatan melalui kematian itu
digambarkan dalam pembasuhan.” Brown (1970: 566) mengatakan bahwa Petrus
berfikir kalau dengan dibasuh kaki ia mendapatkan bagian dari Yesus, ia ingin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
mendapatkan lebih dengan meminta dibasuh tangan juga kakinya (ay. 9).
Pernyataan Petrus semakin menegaskan bahwa yang dilakukan Yesus belum
dipahami sebagai sebuah simbol, bukan faktanya seperti itu. Petrus menganggap
pembasuhan kaki adalah sebuah kekuatan, padahal Yesus menekankan hubungan
erat dengan para murid melalui aksi pembasuhan kaki ini.
Brown, Schnackenburg dan O’day berpendapat hampir serupa bahwa ayat
10a dipandang sebagai Baptis. Yesus yang mengatakan “Barangsiapa telah mandi,
ia tidak usah membasuh diri lagi..”, memberi gambaran bahwa mandi adalah kata
yang menunjuk pada pembaptisan. Brown (1970: 567) membedakan mandi
(Pembaptisan murid-murid yang telah dipunyai, misalnya, oleh Yohanes
Pembaptis) dan pembasuhan kaki (pengampunan terhadap dosa). “kecuali kaki”
(10a) yang dikatakan Yesus sulit untuk dipahami. Jika memang tidak perlu
membasuh mengapa kaki menjadi pengecualian? Schnackenburg (1975: 20) yang
mengutip pendapat Bultman menarik kesimpulan bahwa,”seseorang yang telah
mandi belum bersih secara keseluruhan.” Jika dalam perjalanan terkena debu,
maka ia menjadi kotor kembali. Namun tidak semua bagian tubuhnya kotor, yang
paling mungkin kotor adalah kaki yang bersentuhan langsung dengan tanah. Kita
tahu bahwa di Timur Tengah didominasi oleh tanah berpasir. Cara berpakaian
orang-orang Yahudi dan sekitarnya mengikuti kondisi alam. Mereka
menggunakan pakaian yang hampir menutupi seluruh tubuhnya kecuali
mata/wajah dan kaki.
Setiap orang yang sudah dibaptis tidak perlu meminta baptis untuk
membersihkan dirinya, tetapi hanya perlu melakukan pertobatan. Ayat 10a jika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
dihubungkan dengan sakamen yakni sakramen Baptis membersihkan dari dosa
dan sakramen tobat akan mebersihkan kita dari dosa bila kita jatuh lagi (Brown
1970: 568). Seorang Katolik akan menerima Sakramen Tobat setelah menerima
Sakaramen Baptis. Hal ini tidak berlaku sebaliknya karena dengan Pembaptisan
kita dibersihkan dari dosa asal yang diwariskan Adam dan Hawa, tetapi sebagai
manusia akan mudah jatuh ke dalam dosa maka manusia memerlukan pertobatan
untuk memperbaiki hubungan yang rusak akibat dosa.
Schnackenburg (1975: 21) mengatakan bahwa “Yesus mengingatkan Petrus
dan para murid yang lain bahwa mereka sudah sudah mandi tidak perlu meminta
mandi lagi.” Mereka saat ini sudah bersih. Bersih di sini bukan hanya milik Petrus
saja tetapi semua yang hadir dalam pembasuhan kaki. Karena pembasuhan kaki
mereka saat ini sudah bersih hanya saja “tidak semua”. Kata pengecualian dari
Yesus mengingatkan kita pada ayat 2. Yudas telah dibisikkan tentang rencana
jahat untuk mengkhianati Yesus. Yesus yang tahu akan semuanya mengatakan ini
berkaitan dengan hati Yudas yang telah dipenuhi pengkhianatan.
4. Diskursus/penjelasan dari Yesus (ayat 12-17)
12 Sesudah Ia membasuh kaki mereka, Ia mengenakan pakaian-Nya dan
kembali ke tempat-Nya. Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengertikah kamu
apa yang telah Kuperbuat kepadamu? 13 Kamu menyebut Aku Guru dan
Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. 14 Jadi
jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka
kamu pun wajib saling membasuh kakimu; 15 sebab Aku telah memberikan
suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang
telah Kuperbuat kepadamu. 16 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya
seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang
utusan dari pada dia yang mengutusnya. 17 Jikalau kamu tahu semua ini,
maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Yesus telah menyelesaikan tindakan pembasuhan kaki. Yang perlu diingat
lagi bahwa ketika berdialog dengan Petrus pembasuhan kaki masih berlangsung.
Dalam ay. 12 ditekankan bahwa Yesus telah menyelesaikan pembasuhan kaki
para murid dan mengenakan kembali jubah-Nya. Yesus mengenakan jubah-Nya
berarti mengembalikan kemuliaan yang sebelumnya telah dilepas
(Schnackenburg, 1975: 23) dan mengambil peran-Nya sebagai guru dan Tuhan.
Brown (1970: 569) berpendapatan bahwa dengan selesainya pembasuhan kaki
maka selesai juga contoh yang diberikan oleh Yesus kepada para murid. Yang
menjadi pertanyaan sudah mengertikah para murid saat ini? Untuk menegaskan
itu, Yesus bertanya kepada para murid mengenai pengertian para murid tentang
semua itu. Para murid tidak ada yang menjawab pertanyaan ini maka dapat
dipastikan mereka tidak mengerti apa maksud dari tindakan Yesus ini.
Ayat 12-17 masih memiliki fokus yang sama dengan ayat 6-10 yakni tentang
interpretasi dari pembasuhan kaki. Tetapi jika diperhatikan ada perbedaan
interpretasi dari keduanya. Ayat 6-10 menekankan bahwa para murid harus
menerima tindakan pembasuhan kaki sedangkan ayat 12-17 menekankan bahwa
para murid harus meniru pembasuhan kaki yang dilakukan Yesus. Maka ayat 12-
17 akan berfokus pada kewajiban mengikuti teladan Yesus. Yang istimewa adalah
Yesus menjelaskan langsung tidak dengan simbol-simbol seperti biasanya dalam
Injil Yohanes.
Yesus mengingatkan kembali kepada para murid mengenai siapa diri-Nya.
Guru dan Tuhan adalah panggilan yang disematkan para murid kepada Yesus.
Gail R. O’day (1995: 726) memberikan pemikiran bahwa seharusnya yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
memiliki posisi sebagai Guru dan Tuan (Tuhan) dilayani oleh pengikutnya, tetapi
pembasuhan kaki merubah pandangan itu. Yesus menegaskan kembali bahwa
sekalipun telah melakukan tindakan serang hamba, tetapi Yesus tetaplah Guru dan
Tuhan yang diakui para murid. Dalam ayat 13 Yesus menegaskan kembali
kemuliaan-Nya yang besar.
Penegasan mengenai siapa Yesus dimata para murid (ay. 13) digunakan untuk
memberi penekanan mengenai teladan untuk mengikuti tindakan pembasuhan
kaki. Seorang guru yang dipercaya tindakan dan perkataannya akan diteladani
oleh para muridnya. Yesus tidak diragukan lagi mengenai kebenaran-Nya. Gail R.
O’day (1995: 726) berpendapat bahwa yang menjadi kebenaran Guru haruslah
menjadi kebenaran bagi para muridnya juga. Pembasuhan kaki yang dilakukan
Yesus adalah kebenaran maka tindakan ini juga harus dilakukan oleh para murid.
Yesus mengatakan langsung bahwa pembasuhan kaki adalah sebuah teladan dari-
Nya untuk para murid. Yesus adalah seorang guru yang tidak hanya berkata
mengenai kebaikan dan kasih, lebih dari sekedar kata-kata Yesus mempraktekkan
langsung apa yang Ia ajarkan. Ia tidak sungkan sama sekali memberi contoh
bagaimana cinta kasih itu diwujudnyatakan. Yesus Kristus bukan sekedar profesor
moral mengajarkan kaidah-kaidah tingkah laku Kristen, atau sebagai petunjuk
jalan yang tidak pernah berjalan sendiri, melainkan contoh perjuangan hidup
manusia beriman (Darmawijaya, 1988: 96). Menjadi orang Kristen bukan hanya
mendengarkan perkataan-Nya yang telah dibukukan dalam Injil, ataupun
mendengarkan kisah-Nya dari cerita atau film, tetapi mengikuti apa yang Ia
lakukan karena yang Ia lakukan adalah contoh hidup orang Kristiani yang benar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Di ayat 16 (Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah
lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang
mengutusnya.) kita harus berfikir lebih karena ayat ini seperti tidak terhubung
dengan cerita sebelumnya. Brown (1970: 569) mengatakan “..., kemungkinan itu
(ayat 16) bukan bagian asli dari penjelasan tentang pembasuhan kaki.”
Schnackenburg (1975: 25) mengatakan “Editor Yohanes bisa jadi hanya mendapat
pengetahuan dari tradisi oral atau dari tradisi lain. Kedua pendapat ini dapat
dijadikan sumber untuk mempertegas bahwa ayat 16 adalah hasil dari editorial
Injil Yohanes. Terlepas itu editorial atau asli kita sudah menerima Injil Yohanes
dengan ayat 16 di dalamnya. Yang paling mungkin kita lakukan adalah
menemukan makna yang terkandung dari ayat 16 ini.
Ayat 16 memiliki kesamaan dengan Mat. 10: 24-25 dan Luk. 6: 40 yang
membahas perbandingan antara guru dengan murid, tuan dengan hamba serta
utusan dengan yang mengutus. Semuanya menunjukkan komparasi status sosial
yang lebih besar dan yang lebih kecil. Bila dibaca sekilas, ayat-ayat itu seperti
ingin mengatakan yang kecil tidak mungkin melampaui dari yang lebih besar.
Penafsiran semacam itu akan mengarah kepada pesimistis. Yesus tidak mungkin
mengatakan demikian untuk merendahkan murid-Nya. Beberapa ahli menafsirkan
secara lebih positif ayat-ayat tersebut. Schnackenburg (1975: 25) mengatakan
bahwa “..., bukan hanya soal kepercayaan dari yang mengutus, tetapi menjadikan
kedekatan hubungan dengan dia (yang mengutus) dan komitmen kepada dia.”
Seorang utusan harus berkomitmen dengan hal untuk apa ia diutus. Menjadi
seorang utusan tidak boleh ragu-ragu karena ia membawa pesan dari yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
mengutus. Apapun yang terjadi, apapun resikonya utusan wajib sampai pada
tujuan dimana ia diutus. Itulah komitmen seorang utusan. Mengapa seorang
utusan tidak lebih besar dari yang mengutus? Logikanya, seorang utusan
membawa pesan dari yang mengutus. Pesan itu berasal dari yang mengutus, tugas
utusan adalah menyampaikan pesan yang mengutus secara benar. Maka suara
utusan adalah suara yang mengutus, tidak lebih tidak kurang. Sudah dapat
dipastikan utusan sama dengan yang mengutus, karena utusan adalah perwujudan
dari yang mengutus.
Teladan seorang guru itu sangat dianjurkan untuk dilakukan oleh murid-
murid-Nya juga. Brown (1970: 570) berpendapat bahwa ayat 12 dan 17
menekankan pada para murid yang mulai paham bahwa pembasuhan kaki adalah
contoh dari sikap kerendahan hati. Penjelasan mengenai pembasuhan kaki telah
dilakukan oleh Yesus, kini para murid sudah mulai mengerti maksudnya. Yesus
menekankan bahwa mengerti saja tidaklah cukup. Yesus telah mengatakan dalam
ayat 14-15 bahwa pembasuhan kaki adalah teladan, jika sudah mengerti
maksudnya maka haruslah diikuti teladan itu. Gail R. O’day (1995: 726)
mengatakan bahwa “... para murid akan terberkati jika mereka mengikuti teladan
Yesus dalam cinta dan pelayanan.” Pembasuhan kaki dalam konteks pelayanan
dan cinta akan menghadirkan berkat bagi yang melakukan. Ayat 17 menjadi
semacam perintah tidak langsung kepada para murid untuk saling membasuh kaki.
Ayat 17 juga menunjukkan bahwa para murid mulai mengerti yang Yesus
maksudkan dari pembasuhan kaki itu. Yesus menjanjikan kebahagiaan kepada
orang yang paham maksud dari pembasuhan kaki sekaligus mau melakukan juga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
5. Peringatan pengkhianatan Yudas (ayat 18-20)
18 Bukan tentang kamu semua Aku berkata. Aku tahu, siapa yang telah
Kupilih. Tetapi haruslah genap nas ini: Orang yang makan roti-Ku, telah
mengangkat tumitnya terhadap Aku. 19 Aku mengatakannya kepadamu
sekarang juga sebelum hal itu terjadi, supaya jika hal itu terjadi, kamu
percaya, bahwa Akulah Dia. 20 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya
barangsiapa menerima orang yang Kuutus, ia menerima Aku, dan
barangsiapa menerima Aku, ia menerima Dia yang mengutus Aku."
Bagian ini adalah pembicaraan terakhir dalam konteks pembasuhan kaki.
Pembahasan berulang mengenai pengkhianatan Yesus. Dalam peristiwa
pembasuhan kaki, penginjil mengemukakan 3 kali mengenai hal pengkhianatan
yakni; ayat 2, 11 dan 18. Bisa ditangkap ini adalah sebuah proses pengkhianatan.
Dalam ayat 2 iblis baru membisikkan untuk mengkhianati Yesus. Ayat 2 hanya
sebatas rencana. Ayat 11 Yesus telah tahu rencana pengkhianatan Yudas dengan
ungkapan “tidak semua kamu bersih.” Tidak secara eksplisit Yesus mengatakan
tentang pengkhianatan. Dalam ayat 18 Yesus secara lebih jelas mengatakan bahwa
ada salah satu murid yang akan menyerahkan Dia kepada musuh.
Yesus tidak ingin para murid salah menangkap tentang perkataan-Nya. Ia
memberi petunjuk bahwa pembicaraan tentang pengkhianatan bukan ditunjukkan
kepada semua murid tetapi salah satu murid yang telah dibisiki iblis yakni Yudas.
Di ayat 18b (Tetapi haruslah genap nas ini: Orang yang makan roti-Ku, telah
mengangkat tumitnya terhadap Aku) Yesus juga memberi penjelasan mengenai
murid yang mengkhianati-Nya. Ia mempertegas bahwa diri-Nya tidak salah
memilih murid. Yudas dipilih bukan karena ia jahat. Yang Dia lakukan adalah
menerima pengkhianatan Yudas untuk menggenapi nas. Yesus bisa saja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
melakukan tindakan untuk mencegah pengkhianatan itu sehingga Ia selamat dari
kematian, tetapi Ia sadar bahwa diri-Nya adalah utusan Bapa yang akan
menggenapi segala nas yang telah tertulis.
Di ayat 19 Yesus menunjukkan keilahian bahwa diri-Nya mengetahui segala
yang akan terjadi. Eko Riyadi (2011: 307) mengatakan bahwa “Yesus mengatakan
itu demi para murid, yakni supaya mereka tidak goncang kalau hal itu terjadi.” Ia
ingin para murid tidak panik dan ketakutan jika suatu hal yang di luar dugaan
mereka akan terjadi. Ia sudah memberitahu sebelumnya. Ayat ini juga
berhubungan dengan persitiwa kematian Yesus. Kata “jika hal itu terjadi” (Yoh
13:19) menunjuk pada jika kematian datang atas diri-Nya seperti yang Ia sudah
ketahui dalam ayat 1 (Yesus telah tahu bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih
dari dunia ini kepada Bapa), Ia sudah membaritahu bahwa Yesuslah Mesias yang
menebus dosa manusia dengan darah-Nya. Para murid tidak perlu takut dan hanya
perlu percaya kepada-Nya. Yesus sudah sering memberitahu bahwa Putra Allah
akan dikorbankan untuk menebus dosa manusia. Jika hal itu terjadi, para murid
akan percaya penuh bahwa Yesuslah Putra Allah tersebut.
Di akhir kisah Yesus kembali memberi penekanan mengenai hubungan-Nya
dengan Allah Bapa dan para murid. Gail R. O’day (1995: 726) mengatakan bahwa
“Apa yang Tuhan lakukan kepada Yesus (mengirim Dia ke dunia), Yesus kini
lakukan kepada para murid. Para murid mendapatkan pekerjaan dari Yesus, yang
mana berarti mereka mendapat pekerjaan dari Tuhan.” Ayat ini juga mengandung
pesan siapapun yang menerima Yesus berarti menerima Allah Bapa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Berbahagialah yang memiliki kedekatan hubungan dengan Yesus karena berarti
memiliki hubungan kedekatan dengan Allah Bapa.
D. Spiritualitas yang bersumber dari Yohanes 13:1-20
Yesus adalah Guru dan Tuhan. Ia ingin ajaran-Nya dilaksanakan dan
tindakan-Nya diteladani oleh murid-Nya. Murid Yesus bukan hanya Para Rasul
yang berjumlah 12 orang, tetapi siapapun yang mencintai dan melayani Dia.
Sebagai murid Yesus, kita juga harus melaksanakan ajaran-Nya dan meneladani
tindakan-Nya. Ajaran dan tindakan Yesus dapat kita temukan dalam Injil sebagai
sumber utama kisah perjalanan hidup Yesus di dunia. Banyak kisah Yesus yang
mengandung banyak makna tertuang dalam keempat Injil; Matius, Markus, Lukas
dan Yohanes.
Brown (1970: 558) mengatakan bahwa, “sebagian kecil umat Kristiani
mengartikan pembasuhan kaki secara harafiah dan menganggap pembasuhan kaki
sebagai praktek wajib saja, dan ada yang beranggapan sebagai hal yang terpuji
karena mau ambil bagian dalam upacara Kamis Putih.” Sebagai umat Kristiani
kita belum memahami pembasuhan kaki secara lebih mendalam. Pembasuhan
kaki bukanlah sebuah kisah yang hanya baik untuk dilakukan. Pembasuhan kaki
bukan hanya sekedar pelengkap dalam upacara liturgi Kamis Putih. Kita perlu
menggali lebih dalam makna pembasuhan kaki, sehingga pembasuhan kaki tidak
hanya sekedar upacara saja, melainkan mengerti dan mendalami makna
pembasuhan kaki untuk dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kisah
pembasuhan kaki yang telah dibahas sebelumnya, kita akan menggali lebih jauh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
mengenai spiritualitas yang dapat kita temukan di dalamnya. Spiritualitas yang
kita dapatkan melalui kisah pembasuhan kaki yakni:
1. Penuh Cinta
Cinta bukan hanya sekedar kata-kata karena cinta membutuhkan tindakan
nyata. Dalam peristiwa pembasuhan kaki (ayat 1), Yesus memiliki cinta yang
begitu besar kepada para murid. Yesus mencintai murd-murid-Nya sampai
selama-lamaNya. Cinta yang ditunjukkan Yesus adalah cinta seorang gembala
kepada dombanya yang akan mempertaruhkan nyawanya untuk melindungi
domba-domba yang dicintainya. Yesus melakukan tindakan cinta itu pada saat
pembasuhan kaki. Tetapi bukti cinta sampai akhir akan diwujudkan ketika Ia
menyerahkan hidup-Nya di kayu salib. Yesus mencintai semua orang dengan
begitu besar sampai Ia rela memberikan nyawa-Nya untuk manusia. Cinta Yesus
tidak diragukan lagi oleh kita, yang menjadi perhatian bagi kita para murid Yesus
adalah meniru dan mengamalkan teladan cinta Yesus di dalam tindakan kita
sehari-hari.
Tindakan nyata Yesus juga tertuang ketika Ia membasuh kaki murid-murid-
Nya. Cinta Yesus menggerakkan diri-Nya untuk dengan rela membersihkan kaki
murid-murid-Nya. Cinta Yesus melepas batas antara Guru dan murid. Cinta Yesus
menggerakkan tindakan yang sulit dimengerti. Cinta Yesus membersihkan murid-
murid-Nya dari dosa. Melalui pembasuhan kaki Yesus telah menunjukkan cinta-
Nya kepada para murid. Sebagai murid Yesus, kita sudah diberi contoh nyata
kualitas cinta yang sejati. Manusia membutuhkan cinta di dalam kehidupannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Tanpa cinta manusia akan kehilangan jati diri-Nya karena manusia adalah
makhluk ciptaan Tuhan yang sangat dicintai. Sebagai murid Yesus, kita diberi
pelajaran oleh Yesus untuk memberikan cinta seutuhnya kepada orang-orang yang
kita cintai. Cinta yang kita berikan bukan cinta yang diumbar lewat kata-kata saja
tetapi kita bertindak berdasarkan cinta agar dunia ini dipenuhi cinta seperti yang
Yesus harapkan.
2. Melayani Kehendak Allah
Allah menghendaki supaya manusia selamat. Hal ini tercantum dalam Yoh
3:16 yang mengatakan,” Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga
Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang
percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Kasih
Allah begitu besar kepada manusia, sehingga Ia tidak ingin manusia binasa.
Dalam keadaan manusia yang semakin berdosa Allah mengutus Putra-Nya untuk
ikut terlibat dalam Karya Keselamatan Allah. Yesus menjadi pewarta Karya
Keselamatan Allah dan mengajak manusia untuk ikut dalam Karya Keselamatan
Allah dengan percaya kepada-Nya. Salah satu hal yang dilakukan Yesus tampak
dalam kisah pembasuhan kaki. Yesus membasuh kaki para murid-Nya (bdk. Yoh.
13:4-5) sebagai simbol Yesus membersihkan dosa para murid-Nya. Ia ingin para
murid-Nya selamat.
Dalam kisah pembasuhan kaki Yesus tahu bahwa tugas-Nya di dunia akan
segera selesai dan akan kembali kepada Bapa-Nya (Yoh. 13:1). Ia tidak ingin
Karya Keselamatan Allah berhenti ketika Diri-Nya meninggalkan dunia ini. Ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
ingin meneruskan Karya Keselamatan Allah kepada manusia, khususnya para
murid-Nya. Yesus ingin supaya para murid-Nya meneladani tindakan-Nya dan
saling membasuh satu sama lain (Yoh. 13:13-15). Dengan saling membasuh
(dalam arti sebagai simbol), manusia terlibat untuk saling menyelamatkan satu
sama lain. Yesus tidak menginginkan keselamtan hanya dimiliki oleh sebagian
orang saja, tetapi ingin semua orang mendapatkan keselamatan sejati. Sehingga
Kehendak Allah terwujud yakni semakin banyak orang terselamatkan. Orang
Katolik sebagai orang-orang yang percaya kepada Yesus dan Allah Bapa, harus
ikut terlibat aktif dalam Karya Keselamtan Allah dengan mengajak orang untuk
mewartakan Yesus kepada dunia dan terus mengimani Yesus supaya semakin
banyak orang terselamatkan.
3. Berani Berkorban
Melakukan Kehendak Allah memiliki konsekuensi untuk berkorban. Allah
sendiri berkorban demi keselamatan manusia. Ia merelakan Putra-Nya untuk turun
ke dunia demi terlaksana-Nya misi keselamatan manusia. Yesus juga berkorban
supaya Kehendak Allah terwujud. Demi keselamatan manusia Yesus rela
menderita hingga wafat di salib. Dalam kisah pembasuhan kaki tampak
pengorbanan yang dilakukan Yesus. Yesus tahu bahwa Ia akan segera
menghadapi kematian ( Yoh. 13:1). Tetapi sebelum kematian itu terjadi, Ia telah
menghadapi kenyataan bahwa Ia akan dikhianati oleh murid-Nya sendiri (Yoh.
13:2). Hal mengerikan telah menghadang diri-Nya. Yesus merupakan Putra Allah
yang telah diberi kuasa untuk menentukan nasib-Nya sendiri (Yoh. 13:3). Yesus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
bisa saja dengan kuasa-Nya membatalkan semua yang akan terjadi dalam diri-Nya
kelak. Tetapi Yesus diutus bukan untuk lari dari tugas-Nya. Demi misi
keselamatan manusia, Yesus tidak akan lari dari kenyataan pahit yang akan
menimpa-Nya. Ia tetap ingin menyelamatkan manusia, sehingga tetap
melanjutkan karya itu dengan membasuh kaki para murid-Nya sebagai simbol
pembersihan dosa untuk keselamatan mereka (Yoh. 13:4-5).
Orang Katolik yang juga meneruskan Karya Keselamatan Allah dari Yesus
juga memiliki pengorbanan tersendiri. Misi orang Katolik adalah mewujudkan
keselamatan bagi banyak orang. Ini adalah misi yang mulia tetapi memiliki
pengorbanan yang juga besar. Untuk dapat mewujudkan karya keselamtan Allah,
orang Katolik harus rela berkorban waktu, tenaga, pikiran bahkan materi. Lebih
dari itu, di banyak tempat orang Katolik harus berkorban dengan ditolak, dianiaya,
dikucilkan dan bahkan dibunuh. Semua itu menjadi pengorbanan orang Katolik
demi keselamatan manusia yang lebih luas. Katekis misinoner adalah contoh-
contoh nyata bagaimana orang Katolik berani berkorban. Mereka mengorban
waktu, tenaga, pikiran, harta dan bahkan nyawa supaya Yesus semakin dikenal
luas sehingga karya keselamatan Allah semakin luas.
4. Rendah hati
Kerendahan hati menjadi hal yang menonjol dalam pembasuhan. Di dalam
tradisi Yahudi, membasuh kaki adalah tindakan hamba. Yesus mengambil peran
seorang hamba untuk melayani murid-murid-Nya. Seorang pemimpin, menurut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Yesus, bukan orang yang ingin dilayani tetapi melayani. Yesus menunjukkan
sikap rendah hati itu kepada para murid.
Pembasuhan kaki menjadi simbol sikap rendah hati Yesus. Brown (1970:
558) mengatakan bahwa ayat 14-17 terlihat bahwa Yesus membasuh kaki para
murid sebagai contoh rendah hati mengorbankan diri untuk diikuti oleh mereka.
Tetapi Brown juga mengkritik sebagian umat Kristiani yang hanya menganggap
kerendahan hati Yesus dalam pembasuhan kaki hanya dilihat sebagai mandat dari
Yesus untuk diikuti dan dilakukan (bdk. Brown, 1970: 558). Yesus memang
memandatkan umat-Nya untuk melakukan seperti yang dilakukan (bdk. Yoh.
13:14-15), tetapi bukan semata-mata tindakan yang dilakukan tanpa berdasarkan
kemauan tulus dari hati.
Sikap rendah hati Yesus nampak jelas di dalam ayat 4-5. Namun kita akan
melihat dari ayat 3 terlebih dahulu. Yesus tahu, bahwa Bapa-Nya telah
menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya (Yoh. 13:3). Yesus memiliki kuasa atas
apapun yang ada di dunia ini. Ia juga memiliki kuasa atas nasib-Nya sendiri
karena Bapa-Nya telah menyerahkan segala keputusan atas kehendak diri-Nya.
Kekuasaan yang dimiliki-Nya tidak menjadikan diri-Nya ingin menguasai
semuanya. Kita ingat kisah pencobaan Yesus di padang gurun (Luk. 4:1-13).
Yesus tentu bisa melakukan seperti yang diminta oleh iblis, tetapi Ia menyadari
bahwa kekuatan dan kuasa yang dimiliki-Nya bukan untuk dipamerkan apalagi
untuk menguasai dunia. Kita juga ingat Yesus beberapa kali terlibat kontak
dengan orang yang dianggap najis. Yesus terlibat percakapan dengan perempuan
Samaria (Yoh. 4:1-42) dan tidak menjatuhkan hukuman apapun kepada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
perempuan yang tertangkap berzinah (Yoh. 7:53-8:11). Yesus tidak menjadikan
kuasa yang diberikan Bapa-Nya untuk kepentingan sendiri tetapi untuk tujuan
kebaikan manusia seperti membangkitkan orang mati (Yoh. 11:1-44) dan
menyembuhkan orang sakit (Yoh. 9:1-41).
Di dalam pembasuhan kaki Yesus melakukan tindakan yang biasanya
dilakukan oleh hamba. Ia membasuh kaki murid-murid-Nya. Sebelum membasuh,
Yesus melepaskan jubah-Nya (Yoh. 13:4a). Jubah adalah tanda/simbol kebesaran
dalam tradisi Yahudi. Yesus melepaskan kebesaran yang Ia kenakan. Kemudian Ia
mengikatkan kain lenan (Yoh. 13:4b). Kain lenan merupakan simbol seorang
hamba. Kain lenan biasa digunakan hamba untuk mengeringkan kaki setelah
dibasuh. Yesus merendahkan diri dan mengambil rupa seorang hamba (Brown,
1970: 564). Ia tidak mementingkan status ke-Tuhan-an yang Ia sandang, tetapi
menunjukkan kerendahan hati yang menggetarkan para murid.
Kerendahan hati yang ditunjukkan Yesus dalam pembasuhan kaki membawa
dampak terjalinnya hubungan yang erat dengan para murid-Nya. Dengan
mengabaikan status sosial yang disandang, kita akan dengan mudah menjalin
hubungan yang erat antar pribadi. Yesus ingin ada hubungan yang erat antara Dia
dengan murid-murid-Nya dan juga antar sesama murid-Nya. Kita sebagai murid-
Nya dapat mencontoh kerendahan hati Yesus untuk membangun relasi yang erat
dengan Dia dan sesama manusia. Yesus ingin murid-murid-Nya mengikuti apa
yang Ia lakukan (Yoh. 13:14-15). Dalam konteks dunia saat ini, yang kita ikuti
bukan hanya pembasuhan kaki yang Ia lakukan. Tentu sangat sulit jika kita
membasuh tamu kita atau orang lain. Yang perlu kita tekankan adalah sikap yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
ditunjukkan Yesus dalam pembasuhan kaki. Dengan penuh rendah hati, Ia
menunduk menuangkan air di kaki para murid dan mengeringkannya dengan kain
lenan. Sikap rendah hati inilah yang kita pakai dalam hidup kita saat ini. Dengan
rendah hati kita lebih mudah menjalin hubungan erat dengan sesama kita. Rendah
hati juga akan membuat kita dapat bekerja sama dengan banyak orang dan juga
dapat diterima bukan hanya oleh kalangan sendiri tetapi juga oleh banyak orang
lain. Maka sikap rendah hati menjadi hal yang selalu ada dalam hati kita sama
seperti Yesus yang rendah hati.
E. Penutup
Yesus adalah teladan bagi umat beriman Kristiani. Yesus mengajarkan
banyak hal baik kepada kita melalui khotbah dan perbuatan-Nya. Yesus tidak
hanya pandai berkata-kata dalam mengajar, Ia mencontohkan langsung di dalam
tindakan-Nya. Seperti dalam kisah pembasuhan kaki dalam Injil Yoh. 13:1-20
Yesus memberikan teladan dan perintah sekaligus. Yesus melayani muid-murid-
Nya dengan membasuh kaki mereka yang sejatinya adalah pekerjaan seorang
hamba. Ia tidak ragu dalam memberikan cinta-Nya yang tulus dengan
membersihkan kaki para murid. Setelah memberikan teladan, Yesus
memerintahkan para murid untuk melakukan apa yang telah Yesus lakukan
kepada sesama mereka sebagai bentuk mereka saling melayani satu sama lain.
Dalam kisah pembasuhan kaki dalam Yoh. 13:1-20, penulis telah berusaha
untuk menggali spiritualitas yang terkandung di dalam kisah tersebut. Dalam
kisah pembasuhan kaki dalam Yoh 13:1-20 Yesus menampilkan pribadi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
selalu melayani kehendak Allah. Kehendak Allah adalah keselamatan bagi semua
orang. Yesus membersihkan kaki para murid sebagai simbol Yesus membersihkan
para murid dari kedosaan supaya mereka selamat. Yesus memerintahkan para
murid supaya saling membasuh supaya semakin banyak orang selamat. Bagi
Yesus, keselamatan manusia adalah nomor satu. Ia memilih menyelamatkan
manusia sekalipun harus berkorban. Dalam pembasuhan kaki Yesus
mengorbankan kedudukan-Nya sebagai Guru dan Tuhan untuk mengambil peran
seorang hamba dan melayani para murid-Nya. Yesus melayani para murid dengan
rendah hati. Ia tidak menggerutu dan menyesali perbuatan-Nya, tetapi dengan
penuh keramahan Ia membasuh kaki para murid-Nya. Semua Ia lakukan karena
Yesus adalah pribadi yang penuh cinta. Karena cinta-Nya kepada para murid dan
semua manusia, Yesus melakukan semua pengorbanan supaya manusia yang Ia
cintai dapat memperoleh keselamatan.
Pada bab berikutnya penulis akan menerapkan spiritualitas yang bersumber
dari Yoh. 13:1-20 menjadi spiritualitas-spiritulitas katekis. Sebelumnya penulis
akan membahas mengenai pengertian katekis, kategori, peran, tugas dan kualitas
katekis. Setelah itu baru kemudian penulis akan membahas spiritualitas katekis
yang bersumber dari spiritualitas Yesus dalam Yoh. 13:1-20.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
KATEKIS DAN SPIRITUALITAS KATEKIS
Dalam bab ini penulis akan memaparkan mengenai katekis dan
spiritualitas katekis. Penulis akan membagi bab ini dalam tiga bagian besar.
Bagian pertama, penulis akan menguraikan sosok katekis, peran, kategori, tugas
dan kualitas katekis. Kedua, penulis akan menguaraikan mengenai spiritualitas
katekis. Ketiga, penulis akan menguraikan spiritualitas katekis yang bersumber
dari Yohanes 13:1-20 yang telah dibahas dalam bab sebelumnya.
A. Katekis
Apabila kita akan menerima sakramen inisiasi: Baptis, Ekaristi dan
Penguatan, sebelumnya kita akan mengikuti pelajaran untuk mempersiapkan diri.
Khusus untuk Baptis, beberapa dari kita menerima pembaptisan sejak kecil yang
pelajarannya diwakili oleh orang tua. Pelajaran itu kita terima dari katekis.
Katekis memiliki peran aktif dalam tugas mewartakan Kabar Gembira di
lingkungan umat basis Gereja. Kita dapat menjumpai sosok katekis dalam banyak
kesempatan seperti dalam Sekolah Minggu, kegiatan katekese, memimpin doa
lingkungan dan masih banyak lagi. Siapakah katekis itu sehingga berhak memberi
pelajaran agama? Pertanyaan ini akan terjawab dalam pemaparan mengenai
katekis. Tetapi sebelum itu penulis akan menguraikan yang lebih dasar mengenai
sosok katekis sebagai umat awam yang terlibat dalam tugas Gereja mewartakan
Injil ke seluruh dunia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
1. Umat Awam Terlibat Aktif
Semua orang beriman Kristiani mengemban beban mulia, yakni berjerih-
payah supaya warta keselamatan Ilahi dikenal dan diterima oleh semua orang (AA
3). Kita diberi tanggung jawab untuk ambil bagian dalam tugas perutusan Yesus
Kristus yang diturunkan kepada Para Rasul yang diteruskan oleh Gereja dari masa
ke masa. Tidak terbatas kedudukan kita dalam Gereja, kita memiliki tanggung
jawab yang sama untuk mewartakan Injil. Bersama uskup-uskup lain dan Paus,
sejak menerima tahbisan, para uskup bertanggung jawab terhadap seluruh Gereja.
Secara khusus, Gereja memberi tugas untuk mengajar, menguduskan dan
memimpin (Youcat art. 252). Sekalipun memiliki wewenang tersebut, mereka
tidak dapat menjalankannya tanpa bantuan pihak lain. Para imam dengan
imamatnya membantu uskup mengemban tiga tugas uskup di tempat ia
ditugaskan.
Kaum awam tidak bisa dianggap anggota pasif dalam Gereja saat ini.
Setiap orang awam, karena karunia-karunia yang diterimanya, menjadi saksi dan
sarana hidup perutusan Gereja (LG 33). Kaum awam memiliki tugas perutusan
yang sama dengan Yesus untuk mewartakan Injil. Kaum awam yang dimaksud
adalah “semua orang beriman Kristiani, kecuali mereka yang termasuk golongan
imam atau status religius yang diakui Gereja” (LG 31) yang berarti siapapun yang
telah sah menjadi anggota Gereja karena Pembaptisan yang bukan golongan imam
dan religius. Kaum awam memiliki tugas mewartakan Kabara Gembira yang
bercorak keduniawian karena kehidupan mereka yang berada di tengah
masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Mewartakan Injil adalah tugas semua umat beriman Kristiani yang berarti
kaum awam ada di dalamnya. “Pewartaan adalah tugas dan panggilan setiap orang
yang percaya kepada Kristus” (KWI, 1996: 390) karena “semua orang yang
dibaptis, apapun kedudukan mereka di Gereja atau tingkat pendidikan mereka
dalam iman, adalah pelaku-pelaku evangelisasi” (EG 120). Maka jelas bahwa
sesungguhnya di dalam setiap diri orang Katolik selalu ada panggilan untuk
mewartakan Kabar Gembira dimanapun ia berada. Yesus Sang Sabda tidak pernah
memilih kepada siapa Ia ingin diwartakan. Siapapun yang mengimaninya
memiliki kewajiban yang sama untuk mewartakan Injil kepada dunia.
Para awam, juga kalau mereka sibuk dengan urusan keduniaan, dapat dan
harus menjalankan kegiatan yang berharga untuk mewartakan Injil kepada dunia
(LG 35). Kaum awam adalah bagian utuh dari Gereja Universal. Awam bukanlah
anggota yang terpisah dari hirarki. Karena Gereja adalah satu tubuh, satu anggota
tidak dapat berfikir untuk diam saja tanpa berbuat sesuatu untuk tubuh. Awam
sebagai anggota tubuh Gereja ikut aktif terlibat dalam pewartaan Injil ke seluruh
dunia. Maka, kaum awam wajib, bersama-sama dengan anggota Gereja yang lain,
mewartakan Yesus Sang Sabda ke seluruh dunia.
2. Siapakah Sosok Katekis?
Kata katekis berasal dari kata dasar ketechein yang mempunyai beberapa
arti: mengomunikasikan, membagikan informasi, mengajarkan hal-hal yang
berkaitan dengan iman (Indra Sanjaya, 2011: 16). Ada berbagai pengertian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
mengenai katekis yang ditemukan dari berbagai sumber. Katekis adalah baik pria
maupun wanita, yang dijiwai semangat merasul, dengan banyak jerih payah
memberikan bantuan yang istimewa dan sungguh-sungguh perlu demi penyebaran
iman dan Gereja (AG 17). Katekis adalah seorang awam yang ditunjuk secara
khusus oleh Gereja, sesuai kebutuhan setempat, untuk memperkenalkan Kristus,
agar Dia dicintai dan diikuti oleh mereka yang belum mengenal-Nya dan oleh
kaum beriman sendiri (Komisi Kateketik KWI, 1997: 17). Katekis adalah orang-
orang yang dalam semangat Roh melibatkan diri dalam perluasan dan perwujudan
Kerajaan Allah yang menjadi inti dari pewartaan Kristus (Komisi Kateketik KWI,
2005: 99). Komisi Kateketik KWI (2005: 133) mengatakan:
Katekis adalah orang beriman yang dipanggil secara khusus dan diutus
oleh Allah serta mendapat penugasan dari Gereja melalui missio canonika
dari Gereja terutama dalam karya pewartaan Gereja untuk
memperkenalkan, menumbuhkan dan mengembangkan iman umat di
sekolah dan dalam komunitas basis, baik teritorial maupun kategorial.
Melalui beberapa pengertian katekis di atas, penulis dapat merumuskan
sosok katekis. Katekis adalah seorang umat beriman Kristiani yang dijiwai
semangat merasul, dipanggil dan diutus Allah, serta melibatkan diri dalam tugas
pewartaan Gereja untuk memperkenalkan, membantu menumbuhkan dan
mengembangkan iman Kristiani umat di sekolah dan dalam komunitas basis, baik
teritorial maupun kategorial. Sosok katekis harus bersifat umatsentris. Katekis
yang umat sentris berarti katekis hadir dari umat dan untuk umat. Katekis dari
umat bermakna katekis dipanggil dari kalangan umat sendiri. Katekis untuk umat
berarti katekis mewartakan Kabar Gembira kepada umat itu sendiri. Katekis juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
harus kristosentris. Katekis harus menjiwai dan meneladan Yesus Kristus sebagai
Guru sekaligus sebagai Kabar Sukacita itu sendiri.
Dari pemahaman mengenai sosok katekis tersebut kita memahami bahwa
katekis pertama-tama merupakan seorang beriman Kristiani. Katekis harus
seseorang yang mengimani Kristus karena katekis akan mewartakan Kristus tentu
ia harus mengenal bahkan mengimani-Nya. Yang kedua, katekis menyadari
bahwa dirinya dipanggil Allah untuk mewartakan Kabar Gembira. Sebagai umat
beriman yang mengenal sejarah, kita tahu para pekerja Tuhan dari Perjanjian
Lama sampai Perjanjian Baru bukan pertama-tama karena keinginan orang
tersebut, tetapi karena inisiatif dari Allah dengan memanggil dan mengutus.
Demikian pula katekis bukan pertama-tama karena keinginan seseorang untuk
menjadi katekis, tetapi karena Allah memanggil kita umatnya untuk mewartakan
Kabar Gembira dengan salah satu panggilannya menjadi katekis.
Yang ketiga, katekis memiliki semangat untuk melibatkan diri. Katekis
tidak bisa hanya berdiam diri menunggu ada yang memerlukan, tetapi
menghampiri domba-domba Allah. Katekis tidak bisa menjadi orang asing di
tengah umat. Ia harus menjadi bagian dari komunitas Gereja yang dilayaninya. ia
harus aktif terlibat di dalam berbagai kegiatan yang ada di komunitas Gereja basis
maupun masyarakat sekitarnya. Keempat, tugas katekis yang utama adalah
mewartakan Yesus Kristus. Katekis berperan agar Yesus Kristus semakin dikenal
luas. Yang terakhir, katekis bekerja di ladang Tuhan dimanapun ia berada atau
ditugaskan. Sebagai pekerja Tuhan, katekis tidak bisa memilih ladang yang
mudah agar lebih mudah, tetapi siap diutus dimanapun dirinya diperlukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
3. Peran Katekis
Katekis memiliki peran yang sentral dalam perkembangan Gereja di
daerah-daerah. Gereja-Gereja yang sekarang ini berkembang subur tidak akan
dibangun tanpa jasa mereka (CT 66). Katekis tidak hanya sekedar pembantu bagi
imam, tetapi lebih dari itu mereka adalah yang terlibat langsung di tengah
kehidupan Gereja basis dan masyarakat. Dokumen Pedoman Untuk Katekis yang
diterbitkan Kongregasi Evangelisasi Bangsa-Bangsa merumuskan peran katekis
yaitu “menyampaikan secara jelas pesan Kristiani dan menemani para katekumen
dan orang-orang Kristen yang baru dibaptis dalam perjalan hidupnya menuju
kedewasaan iman serta kehidupan sakramental penuh” (Komkat KWI, 1997: 16).
Katekis memiliki peran untuk menyampaikan Kabar Gembira secara benar kepada
orang-orang yang ingin mengenal Yesus Kristus dalam masa katekumenat saat
mereka akan menerima Sakramen Inisiasi. Katekis membantu para katekumen
untuk mengenal dan menjiwai Yesus baik itu pribadi-Nya maupun ajaran-Nya
yang sudah tertuang dalam ajaran Gereja. Katekis juga berperan untuk membantu
umat untuk semakin menjiwai Yesus di dalam katekese sehingga Yesus sungguh-
sungguh hadir di dalam setiap segi kehidupan umat.
Pertemuan Nasional Katekis tahun 2005 di Jakarta mendiskusikan
mengenai Identitas Katekis di tengah Arus Perubahan Jaman. Salah satu yang
didiskusikan yakni mengenai peran katekis pada jaman ini. Dari hasil diskusi para
katekis Regio Kalimantan katekis jaman ini memiliki peran untuk
memperkenalkan dan menuntun sesama umat untuk menumbuhkan iman melalui
komunitas basis dalam situasi konkrit (Komkat KWI, 2005: 125). Regio Sumatera
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
merumuskan peran katekis saat ini untuk menumbuhkan dan mengembangkan
kelompok basis, seraya menghayati dan mengungkapkan imannya bersama umat
basis dalam peziarahannya, selain itu katekis terutama berperan sebagai pewarta
sabda dan petugas pastoral (Komkat KWI, 2005: 126). Regio Nusra merumuskan
peran katekis yang dibutuhkan saat ini adalah membangun dan mengembangkan
communio baik dalam lingkup teritorial maupun kategorial (Komkat KWI,
2005:128). Regio Jawa merumuskan peran katekis yakni mendampingi hidup
umat beriman (Komkat KWI, 2005: 130). Penulis menyimpulkan bahwa peran
katekis di jaman ini yang diharapkan yakni memperkenalkan iman akan Yesus
Kristus, membangun, mengembangkan dan mendampingi hidup umat beriman
basis di dalam pewartaan sabda dan pelayanan pastoral.
Katekis adalah mereka yang berhadapan langsung dengan jemaat beriman
dengan segala macam problematikanya (Indra Sanjaya, 2014: 11). Katekis
mengalami langsung bagaimana harus menjawab persoalan-persoalan yang ada
dalam kehidupan umat beriman. Di dalam pertemuan-pertemuan katekese, katekis
sering kali dihadapkan pada pertayaan-pertanyaan umat beriman. Jawaban katekis
seperti menjadi acuan bagi umat. Jawaban katekis harus berdasarkan iman
Kristiani. Jawaban katekis atas pertanyaan-pertanyaan umat beriman seharusnya
menjadi penyubur iman umat beriman. Katekis bukan hanya sekedar pengajar
agama, tetapi juga panutan bagi umat beriman. Maka, segala tindakan dan
perkataan katekis harus sesuai dengan ajaran Yesus sendiri. Seperti Yesus yang
bukan hanya mengajar melalui kata-kata tetapi juga memainkan perannya sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
model teladan hidup seorang yang dekat dengan Allah. Demikian juga katekis
memainkan perannya sebagai teladan kehidupan umat beriman Kristiani.
4. Kategori katekis
Dokumen Pedoman Untuk Katekis (Komkat KWI, 1997: 17) merumuskan
dua tipe utama katekis yakni;
pertama katekis purna waktu, yang mengabdikan seluruh hidupnya demi
pelayanan katekese dan yang diakui secara resmi sebagai katekis. Kedua,
katekis paruh waktu yakni katekis yang ikut terlibat secara lebih terbatas
tetapi tulus dan serius.
Katekis purna waktu adalah seseorang yang menjadikan katekis sebagai profesi.
Katekis purna waktu diangkat oleh keuskupan atau paroki secara resmi melalui
missio cannonica dan mendapatkan penghasilan dari profesinya sebagai katekis.
Katekis purna waktu memberikan seluruh hidupnya untuk katekese. Ia terlibat
penuh di dalam keseluruhan bidang katekese baik dalam perencanaan, pelaksaan
dan pengembangan katekese.
Katekis paruh waktu adalah seseorang yang memberikan sebagian
waktunya untuk menjadi katekis. Katekis paruh waktu tidak menjadikan katekis
sebagai profesi yang berujung pada mata pencaharian. Katekis paruh waktu
memberikan sebagian waktunya untuk pelayanan katekese. Ia memiliki pekerjaan
utama tetapi mau melibatkan diri dalam pelayanan katekese entah karena diminta
oleh pastor paroki atau karena ingin melibatkan diri. Sekalipun tidak sepenuhnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
melibatkan diri dalam kegiatan katekese, katekis paruh waktu tetap dituntut
memiliki ketulusan dan keseriusan dalam menjalankan tugasnya sebagai katekis.
Di Indonesia jumlah katekis paruh waktu lebih banyak dibandingkan
katekis purna waktu. Dalam Pertemuan Nasional Katekis tahun 2005 di Jakarta
(Komkat KWI 2005: 19-46) beberapa keuskupan memiliki katekis purna
waktu/full time dengan jumlah 2-14 orang. Keuskupan Malang tidak mengangkat
katekis purna waktu. Jumlah katekis purna waktu yang tidak begitu banyak dalam
keuskupan secara tidak langsung memberi kesempatan untuk memberdayakan
umat menjadi katekis sukarelawan/paruh waktu. Di dalam lingkungan basis sangat
dibutuhkan katekis untuk membantu umat dalam pengembangan iman. Dengan
memberdayakan umat setempat, sifat katekis yang umat sentris akan nampak
yakni katekis berasal dari umat, oleh umat dan untuk umat.
5. Tugas Katekis
Mewartakan Injil adalah tugas seluruh umat beriman Katolik karena
pembaptisannya. Hal ini ditegaskan Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium
(EG art. 120) bahwa “semua orang yang dibaptis, apapun kedudukan mereka di
Gereja atau tingkat pendidikan mereka dalam iman, adalah pelaku-pelaku
evangelisasi”. Tugas mewartakan Injil melekat kepada kita karena “berkat
pembaptisan mereka, semua anggota umat Allah telah menjadi murid-murid yang
diutus” (bdk. Mat. 28: 19). Demikian pula seluruh awam memiliki tugas tersebut,
termasuk di dalamnya ada para katekis sebagai guru agama umat beriman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Dokumen Pedoman Untuk Katekis merumuskan tugas katekis menjadi dua
yakni; tugas khusus untuk mengajarkan katekese dan tugas lain bekerja sama
dalam berbagai bidang kerasulan (Komkat KWI, 1997: 18). Tugas katekis
pertama-tama adalah mewartakan Kabar Gembira di dalam katekese. Katekis
menjalankan tugas katekese yang mencakup pendidikan dan pengembangan kaum
muda dan orang dewasa dalam hal iman serta menyiapkan calon dan keluarganya
untuk menerima sakramen inisiasi dalam Gereja. Katekis dalam tugasnya bekerja
sama dengan bidang kerasulan lain antara lain bertugas untuk memimpin doa
dalam kelompok basis, memimpin Ibadat Sabda Mingguan bila tidak ada iman,
membantu orang sakit, memimpin upacara penguburan dan masih banyak tugas-
tugas pastoral yang dapat dilakukan katekis untuk melayani umat dalam bidang
pastoral.
6. Kualitas Diri Katekis
Seorang katekis dituntut berkualitas untuk melakukan tugasnya. Kualitas
menjadi hal yang penting bagi tugas katekis karena tuntutan jaman yang
menginginkan hal serba berkualitas serta untuk memberikan kepercayaan diri
kepada katekis dalam menjalankan tugasnya mewartakan Kabar Gembira.
Kualitas katekis yang mumpuni juga akan sangat membantu tugas-tugas katekis.
Romo Yosef Lalu, Pr dalam buku Katekese Umat (2007:150-161) menuliskan
katekis yang diharapkan adalah katekis yang memiliki pengetahuan dan
spiritualitas yang mendalam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
a. Pengetahuan Katekis
Mewartakan Yesus Kristus tidak cukup hanya memiliki kemauan saja.
Katekis diharapkan mempunyai bekal untuk menunjang tugas-tugasnya.
Pengetahuan-pengetahuan yang dipunyai katekis akan membantu katekis untuk
mewartakan iman Kristiani secara benar dan tepat. Untuk menyampaikan secara
benar tentang iman Kristiani, katekis perlu memiliki pengetahuan ajaran-ajaran
Gereja. Untuk mewartakan iman secara tepat katekis perlu memiliki pengetahuan
tentang metode, konteks dan situasi umat.
1) Akrab terhadap harta kekayaan iman Gereja
Katekis dituntut menyampaikan iman Kristiani secara benar. Untuk
menyampaikan ajaran iman Kristiani secara tepat, katekis perlu memiliki
pengetahuan dari sumber-sumber ajaran Gereja. Pengetahuan akan Kitab Suci
adalah pengetahuan yang harus dimiliki oleh katekis. Seorang katekis hendaknya
memiliki pemahaman yang tepat tentang Kitab Suci, sehingga tidak jatuh ke
dalam bahaya menggunakan Kitab Suci secara fundamentalistik atau terlalu
menyederhanakan (Lalu, 2007: 156). Kitab Suci menjadi bahan yang sentral
dalam pelajaran-pelajaran agama karena iman Kristiani digali secara mendalam
dari pengelaman-pengalaman di dalam Kitab Suci. Komisi Kateketik KWI (1997:
49) menegaskan bahwa katekis harus mempunyai kemampuan dalam pastoral
Kitab Suci. Dengan Kitab Suci, katekis akan memberi arah yang benar mengenai
iman Kristiani kepada umat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Seorang katekis hendaknya mengenal pribadi, pewartaan dan tindakan Yesus
(Lalu, 2007: 156). Maka, pengetahuan mengenai Kristologi sangat diperlukan.
Iman Kristiani bermuara pada Yesus Kristus, sang Guru dan Tuhan. Katekis perlu
mendalami pewartaan dan tindakan Yesus, lebih mendalam lagi katekis perlu
menghidupi Yesus di dalam dirinya. Katekis juga perlu mempunyai pengetahuan
mengenai Eklesiologi. Pengetahuan mengenai harta kekayaan iman Gereja,
seperti sifat Gereja, hierarki dan banyak pengetahuan lain mengenai Gereja sangat
perlu dimiliki oleh katekis untuk disampaikan kepada umat. Pengetahuan tentang
Eklesiologi bisa didapat dari sumber-sumber seperti Katekismus, Dokumen
Konsili Vatikan II, Ensiklik-ensiklik dari Paus dan Kitab Hukum Kanonik. Ajaran
sosial Gereja menjadi pengetahuan berikutnya yang harus dimiliki oleh katekis.
Gereja tidak hanya bertindak untuk dirinya sendiri. Gereja memberi pandangan-
pandangan mengenai buruh dan lain-lain dalam rangka terlibat aktif dalam
perkembangan dunia melalui ajaran sosial Gereja (ASG). Katekis perlu
membahami ajaran sosial Gereja agar katekis dan umat lain mampu terlibat aktif
dalam karya Gereja tersebut.
2) Penguasaan terhadap metode
Seorang katekis adalah seorang pengajar. Dia dipercaya untuk memimpin
sebuah pertemuan katekese. Maka, katekis perlu memahami mengenai metode
dalam memproses sebuah pertemuan katekese (Lalu, 2007: 157). Katekis perlu
mempersiapkan sebuah pertemuan katekese dengan memperhatikan metode yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
digunakan. Paus Yohanes Paulus II dalam Catechesi Tradendae art. 21
menegaskan: “Tetapi kami hendak menekankan kebutuhan akan pendidikan
kristen yang organis dan sistematis, karena di berbagai kalangan ada
kecenderungan untuk menganggap katekese tidak penting lagi.” Katekis perlu
membuat pertemuan yang terorganisasi dan sistematis untuk memudahkan para
peserta katekese.
3) Pengenalan terhadap peserta
Menurut Lalu (2007: 157) katekis perlu mengenal dengan baik pribadi-
pribadi dan latar belakang dari peserta katekese seperti: daya nalar, perasaan dan
intuisi; latar belakang status sosial dan ekonomi; dan latar belakang budaya.
Pengenalan mengenai hal-hal itu akan membantu katekis menentukan apa saja
yang perlu dipersiapkan untuk menghadapi peserta tertentu. Selain itu, pengenalan
terhadap peserta dapat membuat katekis dan peserta katekese memiliki hubungan
dekat. Hubungan yang dekat antara katekis dan peserta katekese akan membuat
keterbukaan diantara mereka sehingga katekese sebagai sharing iman akan
terwujud karena mereka mau membuka diri untuk berbagi pengalaman iman dan
mendengarkan pengalaman iman orang lain. Katekis diharapkan menjadi sahabat
bagi umat. Ia bukan orang asing yang memberikan penjelasan mengenai iman
tetapi sahabat yang bersama-sama sedang memperdalam iman. Katekis yang
akrab dengan peserta menjadikan katekis tidak dipandang sebagai guru yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
mengajar agama yang harus dituruti, tetapi teman dan fasilitator dalam rangka
meperkembangkan iman umat.
4) Pemahaman mengenai liturgi
Di banyak tempat, katekis berperan menjadi wakil imam dalam hal liturgi.
Katekis menjadi pemimpin dalam Ibadat Sabda dan doa-doa di lingkungan basis.
Untuk menunjang tugas itu, katekis perlu memahami hal-hal yang berkaitan
dengan liturgi. Katekis perlu belajar mengenai tata cara Ibadat Sabda, Ibadat
Pemberkatan Rumah, Ibadat Pemberkatan Jenazah dan ibadat-ibadat lain yang
sangat diperlukan di tengah umat. Katekis juga belajar memimpin doa-doa di
lingkungan basis agar selain dengan katekese iman umat juga semakin di
teguhkan dengan doa-doa bersama di lingkungan basis.
b. Spiritualitas Seorang Katekis
Spiritualitas merupakan unsur penting di dalam kehidupan orang Kristiani,
termasuk juga para katekis. Spiritualitas bagi katekis adalah api yang terus-
menerus membakar semangat para katekis untuk menjalankan tugas perutusannya
menjadi pewarta Sabda Allah. Sebelum membicarakan berbagai hal mengenai
spiritualitas katekis, penulis akan membahas mengenai pengertian spiritualitas,
pengertian spiritualitas katekis dan pentingnya spiritualitas bagi katekis dengan
berguru pada Yesus Kristus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
1) Pengertian Spiritualitas
Kata spiritualitas berasal dari bahasa Latin, yaitu spiritus yang berarti Roh.
Manusia hidup semestinya memiliki arah dan tujuan. Spiritualitas dimengerti
sebagai semangat hidup dan perjuangan yang menjadi cara pandang atau
pendekatan dalam pengelolaan hidup (Staf Dosen IPPAK, 2010: 29). Menurut V.
Indra Sanjaya, Pr (2011: 22) spiritualitas adalah cara bagaimana pengalaman kita
akan Allah menentukan cara kita memandang dunia, dan juga cara kita
berinteraksi dengan dunia. Spritualitas dimaksudkan sebagai hubungan pribadi
seorang beriman dengan Allahnya dan aneka perwujudannya dalam sikap dan
perbuatan (Lalu, 2007: 150). Menurut Romo Yosef Lalu, Pr (2007: 151)
spiritualitas dirumuskan sebagai hidup berdasarkan kekuatan Roh Kudus dengan
mengembangkan iman, harapan dan cinta kasih atau usaha mengintegrasikan
segala segi kehidupan ke dalam cara hidup yang secara sadar tertumpu pada iman
akan Yesus Kristus. Spiritualitas melambangkan sebuah relasi antara manusia
dengan Allah yang membawa dampak bagi kehidupan nyata manusia di dunia.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas penulis berpendapat bahwa spiritualitas
adalah semangat yang dijiwai Roh yang berasal dari relasi manusia dengan
Allahnya membantu manusia menentukan arah, tujuan dan bagaimana manusia
memandang dunia yang kemudian menentukan sikap dan perbuatan manusia di
dunia.
Spiritualitas umat beriman Kristiani ada dalam diri Yesus Kristus. Yesus
Kristus adalah sumber dari kehidupan umat beriman Kristiani. Bagi Lalu (2007:
151) spiritualitas umat beriman Kristiani adalah mengikuti jejak Kristus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Semangat hidup umat Kristiani terletak kedekatannya dengan Yesus Kristus. Di
dalam kisah Pentakosta (Kis. 2:1-4) Para Rasul yang semula ketakutan dan
kehilangan arah karena kehilangan Yesus sebagai sosok pemimpin, kembali
memiliki semangat berkobar karena Roh Kududs menyertai mereka. Para Rasul
kemudian dibimbing Roh Kudus untuk mewartakan Yesus. Bagi umat beriman
Kristiani Roh Kudus merupakan pembimbing hidup yang dianugerahkan sendiri
oleh Yesus Kristus kepada setiap umat. Maka, spiritualitas bagi umat beriman
Kristiani adalah semangat hidup yang berasal dari Roh Kudus yang diutus oleh
Yesus untuk membimbing umat-Nya menjadi saksi-saksi Kristus melalui
perkataan dan perbuataan di dunia.
2) Pengertian Spiritualitas Katekis
Menurut Lalu (2007: 154) dasar spiritualitas seorang katekis adalah
spiritualitas Kristiani. Katekis bukan bagian yang terpisah dari umat beriman
Kristiani. Spiritualitas katekis memang pertama-tama adalah spiritualitas yang
juga dimiliki oleh umat beriman Kristiani lain, tetapi corak spiritualitasnya lebih
diarahkan kepada tugas yang diembannya. Komisi Kateketik KWI (1997: 22)
menekankan katekis harus memiliki spiritualitas yang mendalam yakni “mereka
harus hidup dalam Roh, yang akan membantu mereka memperbarui diri secara
terus-menerus dalam identitas khusus mereka. Katekis tidak boleh melupakan Roh
Kudus yang telah menuntun Gereja dari masa ke masa untuk memperbarui diri.
Yesus menjadi guru bagi katekis. Maka, spiritualitas katekis dapat disebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
mengikuti jejak Kristus (Lalu, 2007: 154). Katekis menampilkan Kristus di dalam
sikap hidupnya. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Filipi
mengatakan,”Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan
perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Flp. 2:5). Paulus memberi
himbauan bahwa kita yang mengimani Yesus Kristus, berpikir, berkata dan
berbuat seperti yang Yesus pikirkan, katakan dan perbuat. Itulah spiritualitas
katekis yang selalu mengenakan Yesus Kristus di kehidupan kita.
Lalu (2007: 154) merumuskan spiritualitas katekis sebagai “Roh yang
membimbing katekis untuk membantu sesama melalui pewartaan iman yang
komunikatif, agar bersama-sama mampu mewujudkan Kerajaan Allah, karena
kepeduliaan terhadap Allah dan terhadap sesama.” Hal utama dari spiritualitas
katekis adalah pewartaan iman yang dijiwai Roh Kudus. Tugas utama katekis
adalah mewartakan Kabar Gembira. Maka spiritualitas katekis adalah semangat
hidup yang dijiwai Yesus Kristus oleh karena keterbukaan terhadap Roh Kudus
yang membimbing, mendorong, memotivasi dan menggerakkan untuk
mewartakan iman akan Yesus Kristus di dalam kehidupan nyata.
3) Spiritualitas Katekis yang Kristosentris
Yesus mengatakan kepada para murid-Nya bahwa: “Kamu menyebut-Ku
Guru dan Tuhan; dan kamu memang benar, sebab itulah Aku” (Yoh. 13:13-14).
Para murid harus berguru kepada Yesus karena Dia sendiri mengatakan bahwa
“Kamu hanya mempunyai satu Guru” (Mat. 23:8), yakni Yesus Kristus. Yesus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
adalah Guru utama bagi para katekis. Katekis tidak perlu jauh-jauh mencari guru
lain, karena di dalam Yesus katekis dapat belajar banyak hal. Hal ini karena
seluruh perihidup Kristus merupakan pengajaran tak kunjung henti (Catechesi
Tradendae art. 9). Semua yang Yesus Kristus lakukan adalah ajaran bagi kita;
mengajar, berdoa, cinta-Nya kepada manusia, keakraban mesra dengan yang
miskin dan dianggap hina, dan bagaimana akhirnya Ia mengorbankan diri-Nya
demi penebusan dosa dunia.
Yesus Kristus menjadi pokok yang diwartakan oleh katekis. Katekis harus
mampu menerobos kedalaman jiwa dirinya untuk menemukan prinsip dan sumber
identitas dirinya sebagai katekis, yakni Yesus Kristus sendiri (Komkat KWI,
1997: 44) Katekis akan menyampaikan secara jelas dan benar tentang apa yang
diwartakannya jika ia belajar dari sumbernya yakni Yesus Kristus. Belajar
mengenai Yesus tidak cukup hanya dengan membaca Injil, buku-buku referensi
atau menonton film mengenai Yesus. Belajar tentang Yesus adalah dengan
menghidupi Yesus di dalam hidupnya. Hanya dalam persekutuan mesra-
mendalam dengan Yesus para katekis akan menemukan sinar terang dan kekuatan
untuk secara otentik membaharui katekese seperti diinginkan (Catechesi
Tradendae art. 9). Yesus tidak bisa menjadi sesuatu yang asing dari diri katekis. Ia
harus dekat dengan Yesus dengan menghidupi nasihat-nasihat Yesus dan cara
hidup Yesus. Maka, katekis akan benar-benar menyampaikan Yesus secara
otentik apabila ia telah bersekutu mesra-mendalam dengan Yesus di dalam setiap
perihidupnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
c. Ketrampilan Katekis
Katekis juga dituntut untuk memiliki ketrampilan-ketrampilan untuk
mendukung tugasnya sebagai katekis maupun untuk dirinya sebagai orang
kristiani. Ketrampilan yang dimaksud adalah kepekaan katekis terhadap berbagai
hal yang ia alami. Ketrampilan adalah kemampuan-kemampuan seseorang dalam
melakukan berbagai tindakan yang muncul karena latihan-latihan sehingga
menjadi kebiasaan bagi seseorang tersebut. Ketrampilan-ketrampilan yang harus
dimiliki oleh katekis yakni ketrampilan dalam kehidupan rohani, ketrampilan
dalam berkomunikasi serta ketrampilan menyusun, melaksanakan dan
mengevaluasi program kateketik dan pastoral.
1) Ketrampilan dalam kehidupan rohani
Katekis harus terampil di dalam kehidupan rohani sebagai seorang Katolik
karena ia harus fasih di dalam hidup doanya. Untuk bisa mendidik orang lain
dalam hal iman, para katekis harus mempunyai kehidupan rohani yang mendalam
(Komkat KWI, 1997: 45). Kehidupan rohani yang mendalam tercermin di dalam
kehidupan sehari-hari para katekis yakni mencirikan seorang yang dekat dengan
Tuhan dan saleh. Kesalehan seorang katekis bukan pertama-tama untuk
menampilkan kedekatannya dengan Tuhan tetapi karena ia dekat dengan Tuhan
maka ia akan tampak saleh di mata orang lain.
Para katekis harus memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan. Untuk
dapat dengan Tuhan katekis harus terus berkomunikasi dengan Tuhan yakni
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
melalui doa. Bagi katekis, hidup doa yang kuat sudah harus menjadi jati dirinya.
Hidup doa yang dimaksud yakni; menghadiri Ekaristi secara teratur, doa pribadi,
meditasi dan juga berefleksi. Menghadiri Ekaristi membuat katekis menjadi dekat
dengan Tuhan sekaligus dengan umat. Dengan menghadiri Ekaristi secara teratur
katekis selalu mengenangkan sengsara dan wafat Yesus serta memperbarui
utusannya untuk mewartakan Yesus di dunia. Doa pribadi dapat dilakukan setiap
saat menjadikan katekis selalu berkomunikasi dengan Tuhan. Doa pribadi harus
menjadi habitus bagi katekis yang menjamin kedekatannya dengan Tuhan.
Meditasi secara teratur terutama mengenai terutama mengenai Sabda Allah
membawa keteraturan hidup dan pertumbuhan rohani (Komkat KWI, 1997: 47).
Meditasi menjadi saat yang tepat untuk berkomunikasi dengan Tuhan di dalam
keheningan. Meditasi membantu kita untuk membuat jarak dengan dunia fana dan
mengambil saat hening sehingga dapat mencurahkan seluruh hati dan pikiran kita
terhadap Tuhan. Meditasi membawa ketenangan di dalam hati katekis sehingga
lebih mudah mendengar suara Tuhan di dalam hati. Refleksi setiap hari akan
membuat kita memahami pengalaman hidup sehari-hari sebagai kara Tuhan atas
kita. Katekis harus terampil berefleksi yakni:
mampu menemukan nilai-nilai manusiawi dalam pengalaman sehari-hari,
mampu menemukan nilai-nilai kristiani dalam Kitab Suci, ajaran Gereja dan
tradisi Gereja yang lain serta mampu memadukan nilai-nilai kristiani dengan
nilai-nilai manusiawi dalam pengalaman hidup sehari-hari (Lalu, 2007: 159)
Katekis yang dapat menjalani hidup doa secara mendalam akan menjadikan
dirinya selalu dekat dengan Tuhan, menjadi orang saleh dan menjadi teladan bagi
umat lain untuk dekat juga dengan Tuhan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
2) Ketrampilan berkomunikasi
Seorang katekis harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik. Hal
ini jelas karena tugas katekis adalah mewartakan Kabar Gembira. Sangat sulit
diterima bila katekis yang bertugas mewartakan Kabar Gembira kesulitan untuk
berbicara di depan umum, ragu-ragu dalam mengajar sehingga dapat membuat
umat menjadi ragu-ragu pula. Oleh sebab itu katekis haruslah terampil berbicara
di depan umum, tegas dalam berucap, berani tanpa ragu-ragu tetapi juga selalu
menarik untuk didengar.
Ketrampilan komunikasi yang perlu ditekankan menurut Yosef Lalu (2007:
158) yakni:
a) Ketrampilan berkomunikasi dan berelasi sehingga mampu mengumpulkan,
menyatukan dan mengarahkan kelompok sampai kepada suatu tindakan nyata.
b) Ketrampilan mengungkapkan diri, berbicara dan mendengarkan.
c) ketrampilan menciptakan suasana yang memudahkan umat untuk
mengungkapkan diri dan mendengarkan pengalaman orang lain.
Di dalam ketrampilan berkomunikasi ini katekis tidak hanya dituntut untuk dapat
berkomunikasi baik dengan umatnya saja. Katekis harus dapat berkomunikasi
dengan pemuka-pemuka agama lain sehingga dapat terjalin komunikasi antar
umat beragama yang toleran di tengah kondisi bangsa yang plural. Katekis harus
menjadi jembatan antar umat beragama sehingga di lingkungan tempat ia hidup
terjalin suasana toleran antar umat beragama yang saling menghargai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
3) Ketrampilan menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan
katekese
Tugas utama katekis adalah menjadi subyek dalam kegiatan-kegiatan
katekese. Katekis dituntut untuk dapat menyusun, melaksanakan dan
mengevaluasi kegiatan katekese yang dijalani. Dalam ketrampilan menyusun
kegiatan katekese, katekis harus cermat memilih tema yang akan menjadi
pembahasan, tujuan yang akan dicapai, sumber bahan yang memadai, media yang
dapat membantu dan metode yang akan digunakan dalam berkatekese. Dalam
memilih tema, tujuan, sumber bahan, media dan metode yang akan digunakan
dalam katekese, katekis harus memperhatikan keadaan umat yang akan diberikan
katekese atau dengan kata laian dalam menyusun kegiatan katekese harus
kontekstual agar menyentuh umat.
Katekis juga harus terampil melaksakan kegiatan katekese yang telah ia
susun. Katekis dituntut untuk memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik
dalam pelaksanaan katekese yakni dapat membangun suasana yang nyaman di
dalam pertemuan. Dengan situasi yang nyaman, pertemuan akan menjadi cair dan
dapat mendorong peserta untuk berani mengungkapkan diri serta mendengar
sharing umat lain.
Katekis harus terampil mengevaluasi kegiatan katekese yang telah
dilaksanakan. Katekis harus berani mengevaluasi dirinya yakni mengenai
kesesuaian tema yang dibawakan, tercapai atau tidaknya tujuan, sumber bahan
yang sesuai, membantu atau tidaknya media yang digunakan, metode yang sesuai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
keadaan umat dan caranya menyampaikan dapat membantu umat semakin terbuka
atau tidak.
B. Tantangan Katekis di Era Globalisasi
Globalisasi telah menjadi bagian dari keadaan dunia saat ini. Globalisasi
begitu berpengaruh terhadap segala isi dunia saat ini termasuk Gereja dan katekis.
Penulis akan sedikit membahas mengenai globalisasi yang menjadi bagian
tantangan Gereja dan katekis pada zaman ini.
1. Hakikat Globalisasi
Saat ini kita hidup di era globalisasi yang memiliki beragam pengaruh bagi
kehidupan kita. Hampir seluruh kehidupan kita dipengaruhi oleh globalisasi
seperti penggunaan handphone, kendaraan bermotor, pakaian, komputer dan
masih banyak lagi. Penulis akan menggambarkan globalisasi berdasarkan
pendapat para ahli dan pengaruh globalisasi di semua bidang kehidupan seperti
ekonomi, teknologi, oleh raga dan banyak lagi.
B. Herry-Priyono (dalam Pewartaan di Zaman Global, 2012: 21)
menyatakan bahwa globalisasi berasal dari akar kata global yang diambil dari
bahasa Latin yaitu globus yang berarti bola, bulatan, bumi yang diserap oleh
bahasa Inggris yaitu globe yang berarti planet bumi. Dari kata global muncul kata
golabalitas dan globalisasi. Global menunjuk pada ciri dan kualitas seluas bola
dunia, globalitas menunjuk pada kondisi seluas bola dunia dan globalisasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
mengungkap proses yang melibatkan lingkup dan skala seluas bola dunia (Herry
Priyono dalam Pewartaan di Zaman Global, 2012: 29). Globalisasi didefinisikan
oleh B. Herry-Priyono (dalam Pewartaan di Zaman Global, 2012: 23) sebagai
relasi-relasi seluas bola dunia yang menghubungkan begitu banyak tempat
sedemikian rupa sehingga kejadian-kejadian lokal dibentuk dan dipengaruhi
kejadian-kejadian yang berjauhan dan sebaliknya. Relasi-relasi yang dimaksud di
sini adalah relasi-relasi dari ekonomi, teknologi, budaya dan negara yang saling
mempengaruhi satu sama lain. Ekonomi global mempengaruhi ekonomi lokal
seperti misalnya harga sepatu di suatu toko di Yogyakarta terpengaruh dengan
harga bahan baku yang diimpor dari Jepang. Teknologi juga sangat berpengaruh
di dalam perkembangan arus globalisasi. Saat ini hampir setiap orang memiliki
handphone untuk berkomunkasi dengan orang yang jauh. Budaya juga ikut
memberikan pengaruhnya yang dibantu juga oleh teknologi seperti media on line,
cetak dan televisi. Beberapa tahun yang lalu di Indonesia marak bermunculan
grup musik yang mengusung ciri khas K-Pop yang berasal dari Korea Selatan.
Budaya dari suatu daerah/negara dapat menjadi trend di seluruh dunia.
Menurut Franz Magniz-Suseno (dalam Pewartaan di Zaman Global, 2012:
43) globalisasi diartikan sebagai gerak tak tertahan yang membuat seluruh umat
manusia bersentuhan dan saling memengaruhi. Dengan globalisasi seseorang
dapat mengetahui kabar seseorang yang berjauhan hingga ribuan kilometer dalam
hitungan menit hanya dengan menggunkan handphone untuk menelefon. Lebih
lagi saat ini kita dapat melihat wajah seseorang jauh secara langsung dengan video
call yang disediakan oleh vendor-vendor handphone dan penggerak jaringan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
telekomunikasi. Globalisasi menjadikan kita dapat memperoleh informasi secara
cepat dari media cetak, televisi, media on line tentang apa yang terjadi di belahan
bumi lain, budaya dari negara lain, perkembangan ekonomi dunia dan banyak
lagi.
Globalisasi memiliki dua sisi yakni dapat menjadi ancaman dan
kesempatan serta berdampak positif dan negatif. Globalisasi dapat menjadi
ancaman bagi perekonomian lokal terutama yang tradisional, menciptakan
kebingungan tentang nilai dan pandangan dunia, dan dapat membuat orang latah
terhadap apa yang berbau luar negeri. Globalisasi menjadi kesempatan untuk
memperoleh wawasan yang lebih luas dan kesempatan ekonomis. Globalisasi
dapat berdampak positif bagi perkembangan ekonomi yakni kesempatan pasar
yang lebih luas, bahan produksi yang dapat diperoleh dari banyak tempat dan
kekuatan modal. Globalisasi berdampak negatif yakni dapat mematikan
perekonomian tradisional, memunculkan budaya latah belanja, latah fashion, latah
up date status, dan munculnya budaya instant di banyak kalangan masyarakat.
Manusia tidak dapat menolak gejala globalisasi yang telah menyentuh
segala sapek kehidupan selua bola dunia. Karena sulit untuk menolaknya, manusia
saat ini perlu menyikapi gejala globalisasi ini. Dengan berpegangan pada budaya
lokal yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, kita dapat berharap tidak
hanyut di dalam arus globalisasi. Kita tidak menjadi manusia yang latah terhadap
hal yang berbau luar negeri, fashion, belanja tetapi memilih dan berfikir dalam
bertindak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
2. Tantangan Katekis di Era Globalisasi
Saat ini, dunia sedang berada dalam era globalisasi. Setiap bagian dalam
dunia ini terhubung satu sama lain. Bidang ilmu yang satu berhubungan dengan
bidang ilmu yang lain, negara yang satu terhubung dengan negara yang lain dan
banyak hubungan lain yang terjalin saat ini yang terjadi seluas bola dunia.
Gereja berada dalam era globalisasi yang saat ini terjadi. Gereja adalah
bagian dari dunia karena Gereja adalah perantara kasih Allah di dunia.
Menanggapi era globalisasi saat ini, Gereja perlu menerima globalisasi sebagai
perkembangan historis dan kultural di mana Roh Allah hadir di dalamnya
(Rukiyanto dalam Pewartaan di Zaman Global, 2012: 68). Gereja perlu
memahami globalisasi sebagai perkembangan peradaban manusia walaupun
memiliki sisi negatif tetapi bukan berarti globalisasi menjadi tokoh jahat karena
ketimpangan ekonomi atau perubahan budaya sebagai akibat terjadinya
globalisasi. Di dalam era globalisasi ini, Gereja perlu menjadi mitra sekaligus nabi
(Rukiyanto dalam Pewartaan di Zaman Global 2012: 68). Gereja memuji
perkembangan yang terjadi dan memanfaatkannya seperti penggunaan teknologi
informatika bagi pewartaan, di sisi lain Gereja menjadi pengkritik apabila
perkembangan menjadikan kemiskinan sebagai korban untuk kemajuan dan
pelanggaran-pelanggaran HAM semakin merajalela.
Katekis sebagai pewarta Kabar Gembira perlu menyadari era globalisasi yang
terjadi saat ini dengan dampak-dampak yang diakibatkannya baik dampak positif
maupun dampak negatif. Seperti Gereja yang memanfaatkan sekaligus mengkritisi
globalisasi, katekis juga memanfaatkan globalisasi sekaligus mengkritisi jika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
melanggar sisi kemanusiaan. Katekis menyikapi era globalisasi bukan untuk
kehidupan pribadinya saja tetapi lebih-lebih untuk tugasnya sebagai pewarta
Kabar Gembira dan pemandu katekese. Anselmus Alaman (dalam Secercah
Lentera Kehidupan, 2012: 390) mengatakan bahwa katekis harus mampu
menyesuaikan diri, membawa diri, serta pandai-pandai mengemas spiritualitas
Kristiani dalam bahasa yang universal. Katekis harus menyesuaikan diri dan dapat
membawa diri di dalam era globalisasi namun dirinya harus tetap tampil dengan
spiritualitas Kristiani yang mendalam dalam tugasnya sebagai pewarta.
Katekis perlu memanfaatkan globalisasi saat ini untuk kepentingan tugasnya
dalam berkatekese seperti memanfaatkan teknologi yang semakin maju. Menurut
Bapak Anselmus Alaman (dalam Secercah Lentera Kehidupan 2012: 286) yang
telah berkatekese menggunakan audiovisual sejak lama, media audiovisual
menjadi bahasa tersendiri dan kebudayaan baru yang sangat membantu
berkatekese pada saat ini. Kita dapat menggunakan banyak media seperti gambar,
video, film, cerita bergambar dan sarana-sarana lain untuk berkatekese. Di
perkotaan dan perindustrian yang lebih banyak para pekerja yang sibuk dan sulit
meluangkan waktu untuk berkatekese, katekis dapat menggunakan messenger
seperti BBM, WhatsApp atau yang lain untuk memberikan renungan-renungan
setiap hari untuk meneguhkan dalam iman seperti yang banyak diguanakan saat
ini. Katekis tidak boleh gentar menghadapi arus globalisasi saat ini. Sr. Yohana
Erna Yani Astuti, FMM (dalam Secercah Lentera Kehidupan 2012: 283)
mengatakan,”Aku bergulat dengan perasaan-perasaanku saat menghadapi
persoalan-persoalan pastoral dan dunia yang sangat kejam. Tetapi seperti ombak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
di laut selalu menuju ke pantai, demikian pula Kasih Allah terhadapku.” Katekis
harus selalu percaya bahwa Tuhan selalu menyertai setiap karyanya.Tiada yang
lain katekis harus meyakini Yesus yang ia wartakan hadir mendampingi hidupnya
di tengah arus globalisasi ini. Di dalam era globalisasi yang serba cepat berubah
justru Tuhan ingin katekis makin aktif memberikan dirinya untuk semakin
meneguhkan para umat Kristiani dalam iman sehingga tidak terbawa arus
globalisasi.
C. Spiritualitas Katekis yang Bersumber dari Yohanes 13:1-20
Pada Bab II telah dibahas mengenai spiritualitas bersumber dari Yohanes
13:1-20. Spiritualitas yang muncul dari Bab II ditujukan kepada setiap umat
beriman. Pada bagian ini, spiritualitas yang bersumber dari Yohanes 13:1-20
ditujukan kepada para katekis.
1. Penuh Cinta
Cinta menjadi keutamaan dalam karya Yesus di dunia. Ia mencintai dunia ini
dan segala isinya, terutama manusia. Karena cinta-Nya, Yesus ingin semua
manusia terselamatkan. Cinta Yesus tampak begitu nyata dalam setiap langkah
karya-Nya. Yesus menyapa orang-orang yang miskin dan disingkirkan. Ia
memberi kekuatan kepada mereka yang miskin dan disingkirkan untuk terus
memiliki harapan hidup. Yesus menyembuhkan yang sakit hanya dengan syarat si
sakit menerima Yesus dalam hatinya. Yesus berdialog dengan perempuan Samaria
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
tanpa rasa risih tetapi penuh keramahan. Yesus menjadi garam dan terang bagi
orang-orang miskin dan tersingkirkan juga bagi semua orang yang percaya kepada
Dia. Cinta Yesus kepada para murid-Nya tampak begitu nyata dalam peristiwa
pembasuhan kaki (Yoh. 13:1-20). Yesus mencintai para murid-Nya sampai
selama-lamanya (Yoh. 13:1) dan ingin semua murid-Nya selamat. Saat Ia
membasuh kaki murid-murid-Nya, Yesus melakukan dengan penuh keramahan
bukan keterpaksaan. Ini menunjukkan Ia melakukan semua itu dengan cinta
kepada murid-murid-Nya. Semua yang Yesus lakukan didasari dengan cinta.
Bahkan ketika Ia harus menderita dan wafat di salib, semua dilakukan karena Ia
mencintai manusia dan ingin manusia selamat.
Para katekis diharapkan memiliki sikap penuh cinta di dalam melaksanakan
tugas perutusannya. Yesus yang begitu mencintai manusia rela menderita dan
wafat demi keselamatan manusia. Katekis juga memiliki cinta kepada Allah,
Yesus, Gereja, tugasnya dan dirinya sendiri. Seperti Yesus yang mencintai murid-
murid-Nya sampai pada selama-lamanya (bdk. Yoh 13:1) katekis meneladan
Yesus mencintai umatnya dalam keadaan apapun. Karena cintanya, melayani
umatnya adalah hal yang penting di dalam hidup katekis. Katekis ingin membantu
umat selalu dekat dengan Allah dengan berbagai pelayanan yang dapat ia lakukan.
Karena cintanya kepada umatnya, katekis selalu membawa umatnya di dalam hati
dan selalu membawanya dalam doa. Demikian Yesus juga mendoakaan para
murid-Nya.
Karena cintanya itu, katekis mengerahkan segala kemampuan dirinya agar
pewartaan Injil dapat terlaksana sehingga semakin banyak manusia akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
terselamatkan. Katekis diharapkan berkarya berdasarkan cinta. Menjadi katekis
bukan sekedar pilihan hidup tetapi harus disadari sebagai panggilan Tuhan.
Katekis harus mencintai panggilan itu sama seperti Ia mencintai hidupnya.
Apabila katekis sudah mencintai panggilannya maka semua yang dikerjakan akan
penuh dengan cinta dan bukan keterpaksaan.
2. Melayani Kehendak Allah
Melayani kehendak Allah adalah tugas Yesus yang diteruskan oleh Gereja.
Kehendak Allah adalah supaya semua orang dapat terselamatkan. Yesus
mengusahakan kehendak Allah tersebut dapat tercapai. Beragam cara Yesus
lakukan supaya banyak orang terselamatkan. Ia berkhotbah kepada banyak orang,
membuat mukjizat, menyapa orang-orang miskin dan tersingkir, memberi teguran
kepada orang yang berdosa dan mengajak para murid-Nya untuk ikut melakukan
tugas menyelamatkan banyak orang.
Dalam Yohanes 13:14-15 Yesus mengajak para murid untuk meneladan apa
yang Ia lakukan. Yesus menyatakan cinta-Nya kepada mereka dengan
membersihkan dosa melalui simbol pembasuhan kaki. Yesus ingin para murid
saling membasuh kaki supaya mereka saling menyelamatkan, sehingga semakin
banyak orang selamat.
Sama seperti Para Rasul, katekis juga diajak Yesus untuk ikut melayani
kehendak Allah. Katekis harus mengusahakan supaya semakin banyak orang
selamat. Katekis harus mengikuti jejak Yesus dan Para Rasul dalam usaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
keselamatan manusia. Yesus dan Para Rasul berani tampil di tengah masyarakat
untuk menawarkan keselamatan kepada mereka. Yesus mengajak manusia untuk
percaya kepada-Nya sebagai jalan menuju Allah. Para Rasul meneruskan dengan
mewartakan Yesus Sang Juruselamat manusia. Saat ini, katekis harus tampil di
tengah umat untuk mewartakan Yesus supaya keselamatan dapat menyentuh
semakin banyak manusia.
Katekis harus bergerak maju dalam melayani kehendak Allah. Katekis tidak
cukup hanya berkhotbah dan menyampaikan ajaran-ajaran Gereja. Katekis
diharapkan tampil dengan mengenakan Yesus. Katekis hadir di tengah-tengah
orang miskin dan tersingkir, katekis hadir ketika umat mengalami kebimbangan,
katekis hadir di tengah anak-anak yang membutuhkan sapaan kasih Tuhan dengan
kata lain katekis hadir di setiap sisi kehidupan umat. Dengan melakukan demikian
katekis akan menjadi penyalur kasih Allah kepada manusia dan membuat semakin
banyak orang merasakan kasih Allah. Kasih Allah akan menjadi sumber kekuatan
dan keselamatan manusia. Dengan demikian katekis telah menjadi pelayan
kehendak Allah untuk menyelamatkan manusia sebanyak-banyaknya.
3. Berani Berkorban
Melakukan Kehendak Allah memiliki konsekuensi untuk berkorban. Allah
sendiri berkorban demi keselamatan manusia. Ia merelakan Putra-Nya untuk turun
ke dunia demi terlaksana-Nya misi keselamatan manusia. Yesus juga berkorban
supaya Kehendak Allah terwujud. Demi keselamatan manusia Yesus rela
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
menderita hingga wafat di salib. Dalam kisah pembasuhan kaki tampak
pengorbanan yang dilakukan Yesus. Yesus tahu bahwa Ia akan segera
menghadapi kematian (Yoh. 13:1). Tetapi sebelum kematian itu terjadi, Ia telah
menghadapi kenyataan bahwa Ia akan dikhianati oleh murid-Nya sendiri (Yoh.
13:2).
Para katekis mewartakan Injil agar semakin banyak manusia percaya kepada
Yesus. Pewartaan Injil menjadi hal yang utama dari tugasnya sebagai katekis.
Katekis melakukan berbagai cara agar pewartaan Injil dapat terlaksana di dunia
ini. Seperti Yesus yang berkorban dalam banyak hal demi pewartaan Kerajaan
Allah, katekis juga berani berkorban demi terlaksananya pewartaan Injil di tengah
dunia. Kita dapat melihat katekis sukarelawan yang mewartakan Injil dengan rela
tanpa pamrih. Mereka tidak memikirkan hal yang didapat dari usahanya karena
yang terpenting adalah pewartaan Injil terus terlaksana.
Katekis harus berkorban banyak hal untuk mewartakan Injil. Pengorbanan itu
berupa kemauan untuk terus belajar, mau melatih diri, waktu, tenaga dan bahkan
materi. Katekis harus memiliki kemauan untuk belajar. Ada banyak hal yang
dapat dipelajari oleh katekis seperti ajaran-ajaran Gereja, berita-berita dunia,
perkembangan teknologi dan konteks umat setempat. Katekis harus bersusah
payah mempelajari ajaran-ajaran Gereja seperti dalam Kitab Suci, Katekismus
Gereja Katolik, Konsili Vatikan II, Kitab Hukum Kanonik dan lain-lain. Ajaran
Gereja juga mengalami perkembangan seturut dengan perkembangan jaman.
Katekis harus rela membuka diri untuk mempelajari pandangan-pandangan Bapa
Paus dan Uskup-Uskup mengenai dunia dan Gereja dewasa ini. Katekis juga harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
rela memperbarui berita-berita dunia dan nasional yang nantinya dapat diangkat
menjadi isu yang dibicarakan ketika pertemuan katekese di tengah umat. Katekis
jaman ini dituntut untuk mengenal dan menguasai perkembangan teknologi.
Kemajuan sistem informatika seperti munculnya perangkat-perangkat yang serba
canggih tidak boleh menjadi penghambat karya pewartaan katekis. Katekis harus
mempelajari perkembangan teknologi sehingga dapat dimanfaatkan untuk
membantu tugasnya. Konteks umat setempat tidak boleh luput dari perhatian
katekis. Katekis rela mempelajari latar belakang umat yang dibimbingnya
sehingga ia tahu apa dan bagaimana katekese harus disampaikan.
Katekis juga harus berkorban waktu, tenaga, pikiran dan bahkan materi.
Katekis harus rela memotong waktu pribadinya untuk melayani umat. Katekis
juga harus menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk menyiapkan dan
melaksanakan katekese. Katekis juga tidak jarang harus rela mengeluarkan uang
sendiri untuk membiayai persiapan dan perjalannya menuju tempat pertemuan.
Semua yang dilakukan katekis untuk mewartakan Yesus Kristus adalah
pengorbanan dirinya supaya keselamatan dapat menyentuh semakin banyak
orang.
4. Rendah Hati
Yesus adalah pribadi yang rendah hati. Kita dapat membaca dalam kisah
pembasuhan (Yoh 13:1-20) Yesus mengambil pekerjaan seorang hamba. Yesus
tidak menujukkan kebesaran yang Ia punya supaya dihormati murid-murid-Nya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Tetapi Ia melepaskan kebesaran yang Ia miliki dan menempatakan diri sama
dengan para murid-Nya. Sikap rendah hati yang ditampilkan Yesus membuat diri-
Nya diterima banyak orang terutama rakyat kecil. Yesus seperti angin segar yang
menyapa dan berinteraksi dengan rakyat kecil dan tersingkir. Ia datang bukan
dengan kuasa untuk menaklukkan, tetapi merendahkan diri dan menempatkan diri
sama dengan manusia sehingga dapat merangkul dan mengajak manusia kepada
keselamatan Allah.
Seorang katekis harus memiliki relasi yang kuat dengan semua anggota
Gereja baik itu umat awam maupun hierarki. Relasi yang kuat akan mudah
dibangun jika katekis memiliki sikap rendah hati terhadap yang lain. Yesus juga
memiliki sikap rendah hati. Karena sikap Yesus yang rendah hati, relasi antara
Yesus dan para murid-Nya begitu dekat. Para murid bukan dipandang semata-
mata bawahan Yesus, tetapi teman perjalanan Yesus dan penerus karya-Nya.
Dengan mencontoh Yesus, katekis diharapkan memiliki sikap rendah hati.
Dengan rendah hati, para katekis tidak merasa diri lebih mampu dari umat yang
lain, tetapi merasa perlu banyak belajar terus-menerus. Sikap rendah hati juga
akan membuat relasi yang akrab dengan umat lain karena dengan rendah hati
katekis tidak menyombongkan keunggulan tetapi bersikap ramah dan merangkul
semua umat.
Katekis memiliki peran yang penting dalam misi pewartaan Kabar Gembira
Gereja Katolik. Hal ini tidak menjadikan katekis besar hati karena peran
pentingnya itu. Katekis adalah pelayan Tuhan yang mengabarkan Warta Sukacita
yang telah diwartakan oleh Yesus dan diteruskan Gereja. Maka katekis harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
memiliki semangat rendah hati. Katekis yang memiliki kerendahan hati akan
menempatkan dirinya sebagai sesama manusia dengan umat lain. Dengan sikap
rendah hati, katekis hadir di semua kalangan umat. Katekis menyapa semua umat
sebagai sesama umat Allah dan tidak membeda-bedakan status umat. Katekis
menerima semua umat dengan segala keunikannya. Bila suatu saat dalam
pertemuan ada umat yang mengemukakan pendapat yang keliru, katekis tidak
menghakimi umat itu tetapi merangkul dan membimbing umat dengan
menyampaikan pendapat yang lebih tepat. Katekis tidak bersikap arogan dan
seolah-olah paling bisa dan tahu segalanya. Bila berhadapan dengan umat yang
wawasannya lebih rendah, katekis tidak merasa diri lebih pandai dari yang lain.
Bila berhadapan dengan umat yang memiliki wawasan yang lebih baik, katekis
tidak rendah diri tetapi menerima kekurangannya dan mau belajar supaya bisa
mengimbangi pembicaraan umatnya. Sikap rendah hati akan membuat katekis
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga terbangun relasi yang
harmonis antara katekis dengan umat lain.
D. Pembinaan Katekis
Pembinaan katekis saat ini menjadi sangat penting. Congregation for
Evangelization of Peoples (Komkat KWI, 1997: 43) mengatakan bahwa perlu
ditekankan pembinaan yang dikaitkan dengan kualitas, karena setiap kegiatan
kerasulan yang tidak ditunjang oleh tenaga terdidik secara tepat akan gagal.
Pembinaan katekis harus menjadi perhatian karena sebagai pewarta Kabar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Gembira harus memiliki kualitas hidup yang dapat dipertanggungjawabkan untuk
memenuhi tugas itu. Pembinaan katekis ini menyangkut pengetahuan, ketrampilan
dan kehidupan rohani agar pewartaanya sungguh berbobot dan dapat
dipertanggungjawabkan (Prasetya, 2007: 53). Pembinaan katekis tentang
pengetahuan, ketrampilan dan kehidupan rohani harus dilangsungkan terus-
menerus. Kitab Hukum Kanonik kanon 780 mengatakan,
“Hendaknya para Ordinaris wilayah berusaha agar para katekis disiapkan
dengan sungguh-sungguh untuk dapat melaksanakan tugas mereka dengan
baik, yakni supaya dengan diberikan pendidikan yang terus-menerus mereka
memahami dengan baik ajaran Gereja dan mempelajari teoritis dan praktis
norma-norma khas untuk ilmu-ilmu pendidikan”
Pembinaan dan pendidikan untuk katekis dapat menjadi perhatian penting bagi
Gereja karena katekis akan mewartakan Kabar Gembira. Dengan adanya
pembinaan dan pendidikan katekis yang berkualitas dan terus-menerus katekis
akan menjadi juru bicara Gereja dalam hal penyampaian iman Gereja secara benar
dan bertanggung jawab.
1. Pembinaan Kehidupan Rohani
Pembinaan kehidupan rohani dan kepribadian katekis harus diarahkan kepada
“kemampuan untuk menerobos ke dalam jiwa untuk menemukan prinsip dan
sumber identitas katekis, yakni pribadi Yesus Kristus sendiri (Komkat KWI,
1997: 44). Katekis harus menempatkan Yesus di dalam jiwanya. Yesus Kristus
dengan segala peri hidup-Nya harus menjadi prinsip dan identitas katekis. Hal ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
karena yang menjadi perhatian utama katekis adalah menyampaikan ajaran dan
kehidupan Yesus melalui ajaran dan perilaku hidup mereka.
Pembinaan juga mengarahkan katekis menuju kedewasaan manusiawi.
Katekis yang diharapkan adalah seorang pribadi dengan kematangan sebagai
manusia yang sesuai dengan perannya yang penuh tanggung jawab dalam
komunitas gerejawi (Komkat KWI, 1997: 45). Kematangan sebagai manusia yang
dimaksudkan di atas adalah keseimbangan psikologis, kesehatan yang baik, rasa
tanggung jawab, jujur, dinamis, semangat berkorban, tekun, memiliki relasi yang
baik dengan sesama, berpikir terbuka, mampu menyampaikan hiburan dan
harapan serta tangkas dalam pekerjaan-pekerjaannya.
Pembinaan juga mengarahkan katekis menuju kehidupan rohani yang
mendalam. Untuk bisa mendidik orang lain dalam hal iman, para katekis harus
mempunyai kehidupan rohani yang mendalam (Komkat KWI, 1997: 45).
Kehidupan rohani akan membawa katekis kepada relasi yang mesra dengan Yesus
dalam setiap segi kehidupannya. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk
memperdalam kehidupan rohani yakni; menghadiri Ekaristi secara teratur,
mendaraskan Ibadat Harian, meditasi, doa pribadi, menerima sakaramen
pengampunan dosa dan ikut ambil bagian dalam retret rohani baik sebagi peserta
maupun pendamping (Komkat KWI, 1997: 46-47). Melalui hidup doa yang
mendalam semacam itu para katekis akan memperkaya kehidupan batinnya dan
mengembangkan hidup rohaninya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
2. Pengayaan Harta Kekayaan Iman Gereja
Pembinaan katekis mencakup pembinaan mengenai harta kekayaan iman
Gereja. Petemuan Nasional Katekis tahun 2005 di Jakarta merekomendasikan
bahwa katekis harus memiiki pengetahuan yang memadai dan sesuai dengan
perkembangan jaman yang menunjang tugas panggilannya (Komkat KWI, 2005:
135). Pengetahuan yang dimaksudkan di sini adalah pengetahuan mengenai ajaran
Gereja dan ilmu-ilmu manusia (human sciences).
Ada kebutuhan yang jelas akan pendidikan yang menyangkut ajaran Gereja
karena para katekis pertama-tama harus memahami hakikat ajaran Gereja
sebelum mereka dapat menyampaikan kepada orang lain secara benar (Komkat
KWI, 1997: 48). Seorang katekis harus memiliki pengetahuan mengenai ajaran
Gereja karena hal ini akan menjadi modalnya untuk menyampaikan ajaran Gereja
kepada orang lain sesuai dengan ajaran yang benar. Tidak diharapkan katekis
menyampaikan ajaran Gereja secara kurang tepat karena kurangnya pengetahuan
katekis mengenai ajaran Gereja yang benar.
Ajaran-ajaran Gereja yang perlu dipahami oleh katekis adalah pengetahuan
mengenai Kateketik, Pastoral, Teologi, Moral, Kitab Suci, Hukum Gereja dan
Liturgi. Semua pengetahuan di atas akan sangat menunjang tugas katekis bukan
hanya dalam kegiatan katekese tetapi juga dalam pelayanan pastoral lain seperti
memimpin doa lingkungan dan ibadat mingguan.
Pengetahuan mengenai ilmu-ilmu manusiawi antara lain memiliki
pengetahuan tentang perkembangan politik, situasi negara dan perkembangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
iptek. Perkembangan politik perlu menjadi wawasan bagi katekis terutama di
Indonesia karena isu-isu politik dapat menjadi bahan katekese yang dibahas
bersama umat sebagai sikap aktif Gereja dalam politik negara. Pengetahuan
mengenai situasi negara yang terjadi harus diperbarui oleh katekis agar ia
memahami isu-isu yang terjadi di negara ini entah itu keamanan, ekonomi atau
yang lain. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga menjadi perhatian
para katekis. Contoh kecil saja, penggunaan komputer/laptop sebagai sarana untuk
berkatekese semakin marak dan mampu menarik minat umat sehingga katekis
perlu mempelajari penggunaan laptop untuk menunjang tugas-tugasnya.
3. Pembinaan Ketrampilan
Selain memiliki kehidupan rohani yang mendalam dan pengetahuan, katekis
juga harus memiliki ketrampilan dalam melaksanakan tugasnya. Pertemuan
Nasional Katekis tahun 2015 di Jakarta (Komkat KWI, 2005: 135) merumuskan
ketrampilan-ketrampilan yang harus dimiliki katekis yakni: ketrampilan
berkomunikasi dan berdialog; ketrampilan berefleksi; ketrampilan menganalisa;
ketrampilan menggeluti tanda-tanda jaman dalam terang Kitab Suci; ketrampilan
menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi program kateketik dan pastoral; dan
ketrampilan dalam kepemimpinan dan manajemen.
Ketrampilan untuk berkomunikasi dan berdialog perlu dimiliki para katekis
karena katekis sebagai public figure harus mampu berkomunikasi dan berdialog
dengan terampil sehingga peserta katekese dapat tertarik untuk mendengarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
katekis. Kemampuan berefleksi yakni kemampuan untuk menemukan nilai-nilai
manusiawi dalam pengalaman sehari-hari, nilai-nilai kristiani dalam Kitab Suci
dan ajaran Gereja kemudian memadukan nilai-nilai kristiani dalam pengalaman
hidup sehari-hari (Lalu, 2007: 159). Untuk terampil berefleksi katekis perlu
melatih diri misalnya menyempatkan waktu hening sebelum tidur untuk
meresapkan apa yang terjadi di hari itu. Katekis harus terampil menganalisa
keadaan. Ia harus mampu membaca tanda-tanda zaman, menganalisa apa yang
sebenarnya terjadi dalam terang Kitab Suci.
Kemampuan menganalisa juga dapt digunakan katekis untuk membaca situasi
umat sehingga ia dapat menempatakan diri di tengah umat secara tepat. Katekis
juga harus terampil menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi program dan
kegaiatan kateketik. Katekis mengerti tema apa yang harus dibawakan dalam
katekese, materi apa saja yang disampaikan, tujuan yang ingin dicapai, metode
yang akan dipakai dan sarana apa saja yang menunjang. Katekis juga harus
memiliki jiwa kepimimpinan. Selain menjadi pelayan katekese, katekis juga
sering bertugas dalam pelayanan pastoral. Wibawa kepemimpinan diperlukan agar
sebagai katekis tidak dipandang sebelah mata oleh umat dan mampu meyakinkan
umat bahwa apa yang disampaikan mengenai ajaran Gereja benar adanya.
Pembinaan katekis harus berlangsung terus-menerus. Para katekis harus tetap
membina diri terus-menerus selama seluruh perjalanan pelayanan mereka
(Komkat KWI, 1997: 58). Hal ini karena pada kenyataannya pribadi manusia
terus berkembang, kehidupan manusia terus berkembang, jaman terus
berkembang dan menuntut para katekis memahami perkembangan yang terjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
dengan ikut berkembang juga. Pembinaan terus-menerus bukan untuk
menggantikan apa yang menjadi dasar pendidikan katekis, tetapi memperkokoh
pendidikan dasar katekis dan penerapannya dalam praktek. Pembinaan dan
pendidikan yang terus-menerus harus menjadi perhatian semua pihak yakni pusat-
pusat pastoral, komunitas setempat, keuskupan dan paroki. Pada akhirnya,
pembinaan katekis baik itu dasar maupun yang berkelanjutan harus menjadi
perhatian katekis itu sendiri sebagai pelaku karena katekis harus menyadari apa
yang manjdi kebutuhan dirinya agar ia dapat mewartakan Kabar Gembira secara
tangguh, tekun dan dapat dipertanggungjawabkan.
E. Penutup
Katekis telah menjadi bagian penting dalam misi Gereja mewartakan Injil ke
seluruh dunia sejak jaman dahulu. Katekis telah ikut berperan aktif terjun
langsung di umat untuk mewartakan Kabar Keselamatan dari Yesus Kristus. Saat
ini katekis menjadi gembala iman di tengah-tengah umat basis untuk membantu
imam menjaga dan mengembangkan iman umat. Seperti kita ketahui dalam
penjelasan di atas, tugas utama katekis adalah mewartakan Yesus Kristus di dalam
dan luar Gereja. Mewartakan Yesus Kristus bukan hanya membicarakan Yesus
Kristus kepada orang lain, tetapi menjadikan dirinya pancaran kasih Yesus. Bagi
katekis yang manusiawi tentu tidak mudah menjadi perantara Kasih Yesus untuk
umat manusia. Katekis perlu memiliki kualitas pribadi yang mumpuni untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
menerima Yesus sebagai bagian hidupnya yakni dengan mendekatkan diri kepada
Yesus.
Spiritualitas katekis menjadi semangat yang menggerakkan katekis sekaligus
menjadi identitas diri para katekis. Spiritualitas katekis yang terinspirasi dari
Yesus akan mendekatkan pribadi katekis dan pribadi Yesus hingga kemudian
pribadi katekis menampakkan pribadi Yesus juga. Spiritualitas katekis yang
melayani kehendak Allah, berani berkorban, rendah hati dan penuh cinta yang
diambil dari Injil Yoh. 13:1-20 merupakan spiritualitas yang berasal dari Yesus.
Melalui kisah pembasuhan kaki, penulis telah berusaha menemukan spiritualitas
katekis yang terinspirasi dari Yesus sendiri. Pada penjelasan di atas penulis telah
menjelaskan spritualitas katekis yang berasal dari kisah pembasuhan kaki dalam
Yoh. 13:1-20. Pada bab berikutnya, penulis mencoba mengaplikasikan
spiritualitas katekis tersebut untuk diterapkan kepada para katekis di dalam sebuah
program kegiatan. Program tersebut tidak menumbuhkan lokasi penerapannya
dengan harapan dapat dipakai di banyak tempat dengan menyeseuaikan
keadaannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
USULAN KEGIATAN PEMBINAAN KATEKIS DALAM RANGKA
MENUMBUHKAN SPIRITUALITAS KATEKIS YANG BERSUMBER
DARI INJIL YOHANES 13:1-20
Pada bagian ini penulis akan membuat usulan program pembinaan bagi
katekis dan calon katekis. Sebelum itu penulis akan menyampaikan prinsip
andragogi dan teori psikologi perkembangan secara singkat. Penulis
menyampaikan prinsip andragogi dan teori psikologi perkembangan karena
membina katekis yang telah dewasa tidak lagi dapat disamakan dengan membina
anak-anak dan remaja. Ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membina
manusia pada usia dewasa. Membina orang dewasa perlu memperhatikan aspek-
aspek dari perkembangan psikologi, fisik dan pikiran agar pembinaan dapat
berlangsung kontekstual dan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan para katekis
sehingga para katekis mampu menyerap dan menerima materi-materi dalam
pembinaan.
A. Andragogi dalam Pembinaan Katekis
Penerapan prinsip andragogi menjadi penting dalam pembinaan bagi katekis.
Hal ini karena katekis secara usia dikatakan sudah dewasa sehingga memerlukan
prinsip-prinsip yang lain dari pendidikan anak-anak atau pedagogi. Untuk lebih
memahami berbagai hal yang dialami pada usia dewasa penulis akan memberikan
penjelasan secara ringkas mengenai perkembangan usia dewasa yang didasarkan
dari tulisan Elizabeth B. Hurlock dalam buku Psikologi Perkembangan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
1. Usia Dewasa Dini dan Usia Madya
Elizabeth B. Hurlock (1980: 245-375) membagi usia dewasa menjadi dua
kategori yakni usia dewasa dini (usia 18 tahun sampai kira-kira 40 tahun) dan usia
madya (usia 40 tahun sampai 60 tahun). Usia dewasa dini dan usia madya
memiliki beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan ketika akan menerapkan
prinsip andragogi. Awal masa dewasa dini disebut juga masa peralihan dari masa
remaja. Pada masa peralihan ini, orang muda mengalami beberapa penyesuaian
seperti fisik, motivasi, minat dan peran. Pada kemampuan fisik, masa dewasa dini
akan mengalami puncak perkembangan fisik. Orang-orang muda mencapai
puncak kekuatannya antara usia dua puluhan dan tiga puluhan (Hurlock, 1980:
253). Pada usia dewasa dini, orang akan belajar ketrampilan-ketrampilan motorik
baru. Orang dewasa muda sekalipun memiliki kekuatan fisik dan motorik tetapi
minat untuk bermain sudah menurun. Mereka memilih untuk melakukan
ketrampilan-ketrampilan motorik yang dianggap sebagai kemampuan orang
dewasa.
Usia dewasa dini membawa perubahan minat dari usia remaja. Pada usia
dewasa dini, pria dan wanita mulai memperhatikan penampilan diri. Penampilan
diri akan menjadi hal yang penting untuk menunjukkan kedewasaan seseorang
agar ia diterima menjadi bagian status sosial sebagai orang dewasa. Minat orang
dewasa dini mengalami pengurangan pada hobi dan rekreasi. Orang dewasa tidak
menghilangkan hobinya namun terhalang karena berbagai tanggung jawab baru
yang membuat waktu untuk hobi semakin sedikit. Pada umumnya, orang dewasa
dini memilih rekreasi yang tidak menghabiskan waktu banyak karena harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
bekerja atau hal lain. Pada minat keagamaan, orang dewasa dini mulai
menganggap penting peran agama. Orang dewasa perlu memiliki pegangan hidup.
Tahap-tehap perkembangan iman manusia akan dijelaskan pada bagian
berikutnya.
2. Tahap-Tahap Perkembangan Iman menurut Fowler
Fowler (Diktat Pengantar PAK Sekolah: 117-120) membagi perkembangan iman
manusia menjadi 6 bagian dimana masing-masing bagian memiliki karakteristik
yang membedakan antara bagianyang satu dan yang lain.
a. Iman Intuitif – Projektif: Usia 2-6/7 tahun
Pada perkembangan di usia 2-6/7 tahun, anak mulai belajar berbicara. Mereka
mimiliki sifak egoistis, mudah berubah, melayang-layang dan tidak logis. Anak
pada usia ini senang menggambarkan sesuatu melalui imajinasinya berdasarkan
hal-hal yang mereka alami sehari-hari. Pada tahap ini Allah digambarkan oleh
mereka sebagai udara yang berada dimana-mana dan berjumlah banyak.
b. Iman Mistis – Literal: Usia 7-12 tahun
Pada usia ini anak pada umumnya masuk jenjang pendidikan formal. Anak
mulai dapat menceritakan pengalamannya sendiri. Mereka dapat menghafal cerita
dengan detail. Anak dapat mengingat dengan baik pengalaman-pengalaman di
usia ini. Sekalipun anak dapat menghafal cerita tetapi masih memaknai secara
harafiah. Pada usia ini Allah digambarkan secara antropomorphis, misalnya
seperti orang tua yang bijaksana, penuh perhatian, sabar atau digambarkan seperti
tokoh dalam ceritera.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
c. Iman Sintesis – Konvensional: Usia 13-21 tahun
Remaja pada usia ini mulai mencari jati dirinya. Para remaja biasanya
memiliki tokoh panutan atau yang menginspirasi untuk menentukan jati dirinya.
Para remaja mulai memiliki relasi pertemanan yang akrab dan berusaha untuk
diterima di dalam kelompok. Gambaran Tuhan yang dirindukan bagi mereka
adalah yang dekat, mengerti, menerima dan meneguhkan jati diri. Mereka mulai
menerima persekutuan dengan umat satu agamanya dan menerima imannya begitu
saja belum sampai pada refleksi dan analisa terhadap apa yang diimaninya.
d. Iman Individual – Reflektif: Usia 21-35 tahun
Pada tahap dewasa awal orang mulai berfikir secara mandiri dan meimiliki
keasadaran kritis terhadap dirinya dan sekitar. Pada usia ini orang mulai berani
meninggalkan ketergantungan terhadap keluarga dan berfikir mandiri sekalipun
diliputi rasa khawatir. Pada perkembangan iman di usia ini orang mulai kritis
terhadap imannya yakni mulai menggali makna, misalnya mengenai simbol-
simbol liturgi. Pencarian terhadap makna-makna mengenai yang diimaninya akan
membuat orang semakin teguh.
e. Iman Konjungtive: Usia 30 tahun ke atas
Banyak orang berpendapat bahwa pada usia orang memasuki tahap
kedewasaan utuh. Mereka mimiliki pengetahuan yang dialogis dengan ciri
komunikasi yang matang. Orang mulai setia terhadap agama sendiri sekaligus
menghormati iman orang lain. Dialog dianggap jalan untuk mengenal,
menghormati orang lain sekaligus memperkaya imannya sendiri. Iman
mempersatukan elemen hidup yang disadari dan tidak disadari yakni
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
memperkembangkan kesadaran diri yang terdalam. Mereka bersifat positif pada
realitas negatif dan berat sehingga tetap memiliki kepercayaan terhadap Allah.
Orang menyadari bahwa Allah adalah penopang hidupnya.
f. Iman Universal
Pada tahap ini orang mencapai kebenaran utuh melebihi kebenaran
paradoksal dan dialektikal. Mereka mengejawantahkan cinta kasih sejati tanpa
pamrih, universal dan memperhatikan prinsip keadilan secara betul-betul. Mereka
membatasi ego diri dan dapat fokus pada yang transenden. Dengan rela mereka
mengidentifikasikan diri pada pihak yang miskin, menderita dan tertindas. Tahap
perkembangan iman universal adalah anugerah Allah. Fowler berpendapat orang-
orang seperti M. Gandhi, Martin Luther King, Jr., Sr. Teresa, D. Bonhoeffer,
Abraham Heschel, Th. Merton dan Dag Hammarskjold sebagai orang-orang yang
memiliki iman universal.
3. Penerapan Prinsip Andragogi dalam Pembelajaran
Secara etimologis, andragogi berasal dari bahasa Latin “andros” yang
berarti orang dewasa dan “agogos“ yang berarti memimpin atau melayani. Dari
bahasa Yunani andragogi berasal dari kata andros yang berarti orang dewasa dan
agogein yang berarti memimpin. Andragogi dirumuskan sebagai ilmu untuk
membimbing orang dewasa atau ilmu mengajar orang dewasa. Knowles (Sudjana,
2005: 62) mendefinisikan andragogi sebagai seni dan ilmu dalam membantu
peserta didik (orang dewasa) untuk belajar (the science and arts of helping adults
learn). Orang dewasa tidak hanya dilihat dari segi biologis semata, tetapi juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
dilihat dari segi sosial dan psikologis. Secara biologis, seseorang disebut dewasa
apabila ia telah mampu melakukan reproduksi. Secara sosial, seseorang disebut
dewasa apabila ia telah melakukan peran-peran sosial yang biasanya dibebankan
kepada orang dewasa. Secara psikologis, seseorang dikatakan dewasa apabila
telah memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan dan keputusan yang diambil.
Prinsip Andragogi sudah mulai digunakan dalam penanganan kasus-kasus dalam
bidang pelayanan masyarakat, proses pemasyarakatan kembali, pendidikan luar
sekolah, manajemen personalia, organisasi-organisasi masa, program
pembangunan masyarakat dan sebagainya.
Langkah-langkah kegiatan dan pengorganisasian program pendidikan yang
menggunakan asas-asas pendekatan andragogi sebagai berikut :
a. Menciptakan iklim untuk belajar
b. Menyusun suatu bentuk perencanaan kegiatan secara bersama dan saling
membantu
c. Menilai atau mengidentifikasikan minat, kebutuhan dan nilai-nilai
d. Merumuskan tujuan belajar
e. Merancang kegiatan belajar
f. Melaksanakan kegiatan belajar
g. Mengevaluasi hasil belajar
Dari ketujuh proses tersebut maka andragogi dipandang sebagai suatu sistem
belajar umpan balik dimana andragogi merupakan proses perkembangan yang
berkelanjutan bagi orang dewasa untuk belajar. Dalam prinsip ini fungsi utama
seorang guru ialah mengatur dan membimbing proses andragogi itu sendiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
daripada mengatur isi pelajaran. Dengan demikian peserta memiliki peran aktif
untuk ikut menentukan jalannya pembelajaran. Pembelajaran yang menggunakan
prinsip andragogi menuntut peserta untuk mau mengemukakan pengalaman
sehari-hari yang diperkuat dengan tanggapan peserta lain dan fasilitator
pengalaman tadi menjadi kuat dan peserta menjadi semakin paham dengan apa
yang harus dilakukan. Pembelajaran dengan prinsip andragogi tidak berangkat
dari pengetahuan fasilitator yang diterapkan untuk peserta tetapi pengalaman dari
peserta yang akan diteguhkan.
Knowles (1979: 11-27) menyatakan apabila orang telah berumur 17 tahun,
maka penerapan prinsip andragogi dalam kegiatan pembelajarannya telah menjadi
suatu kelayakan. Usia belajar pada kelompok belajar program Perguruan Tinggi
rata-rata di atas 17 tahun, sehingga dengan sendirinya penerapan prinsip
andragogi pada kegiatan pembelajarannya semestinya diterapkan.
Perlunya penerapan prinsip andragogi dalam pembelajaran orang dewasa
dikarenakan cara mengajar orang dewasa berbeda dengan cara mengajar anak.
Mengajar anak (pedagogi) lebih banyak merupakan upaya
mentransmisikan sejumlah pengalaman dan keterampilan dalam rangka
mempersiapkan anak untuk menghadapi kehidupan di masa datang. Sebaliknya,
mengajar orang dewasa (andragogi) lebih menekankan pada membimbing dan
membantu orang dewasa untuk menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
dalam rangka memecahkan, masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
Ketepatan pendekatan yang digunakan dalam penyelenggaraan suatu kegiatan
pembelajaran tentu akan mempengaruhi hasil belajarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar dengan
prinsip andragogi ialah :
a. Berpusat pada masalah
b. Menuntut dan mendorong peserta untuk aktif
c. Mendorong peserta untuk mengemukakan pengalaman sehari-harinya
d. Menumbuhkan kerja sama, baik antara sesama peserta, dan antara peserta
dengan tutor
e. Lebih bersifat pemberian pengalaman, bukan menerapkan pengetahuan
guru/fasilitator atau penyerapan materi.
Ada beberapa cara belajar yang dapat digunakan untuk membantu orang
dewasa belajar, antara lain :
a. Presentasi, cara belajar ini meliputi antara lain: ceramah, debat, dialog,
wawancara, panel, demonstrasi, film, slide, pameran, darmawisata, dan
membaca.
b. Partisipasi peserta, cara belajar ini meliputi antara lain: tanya jawab,
permainan peran, kelompok pendengar panel reaksi, dan panel yang
diperluas.
c. Diskusi, cara belajar ini terdiri atas diskusi terpimpin, diskusi yang
bersumberkan dari buku, diskusi pemecahan masalah, dan diskusi kasus.
d. Simulasi, cara belajar ini terdiri atas: permainan peran, proses insiden kritis,
metode kasus, dan permainan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
4. Penerapan Prinsip Andragogi dalam Pembinaan Katekis
Di banyak daerah masih banyak katekis yang sudah berusia lanjut masih
mengabdikan diri. Hal ini tentu sangat baik karena Gereja memang membuka diri
untuk keterlibatan semua anggotanya dalam karya pewartaan. Tetapi yang
menjadi perhatian adalah perlu adanya regenerasi dari yang muda karena yang
berusia lanjut memiliki banyak keterbatasan terutama fisik. Pengkaderan katekis
muda perlu mendapat perhatian besar bagi Gereja. Dalam mengkader para katekis
dan calon katekis tentunya diperlukan teknik-teknik dan metode-metode yang
sesuai dengan usia mereka sehingga materi yang disampaikan dapat terserap
dengan baik oleh mereka. Pembinaan katekis sudah selayaknya memperhatikan
penerapan prinsip andragogi. Hal ini karena secara tahapan, para katekis adalah
orang-orang yang sudah dewasa dan bukan lagi anak-anak. Tidak seperti memberi
pembinaan bagi anak-anak yang menerapkan prinsip pedagogi, para katekis yang
sudah memiliki kedewasaan fisik, pikiran dan psikologi harus dibina dengan
melandaskan prinsip-prinsip andragogi.
Prinsip andragogi menggunakan beberapa metode dan teknik yang sesuai
untuk pendidikan bagi orang dewasa dimana orang dewasa tidak hanya
mendapatkan transfer ilmu saja seperti memberikan pelajaran kepada anak-anak
namun orang dewasa lebih diajak untuk mendalami juga pengalamannya. Prinsip
ini lebih menekankan pada membimbing dan membantu orang dewasa untuk
menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam rangka memecahkan,
masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Para calon katekis dan katekis
yang dibina hendaknya juga perlu diajak untuk menemukan pengetahuan mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
mengenai seluk beluk Gereja dan apa saja yang perlu diajarkan kepada orang-
orang lain. Mereka juga harus memiliki beberapa keterampilan dan sikap yang
harus dimiliki seorang ketekis seperti kemampuan berkomunikasi dengan baik,
memiliki spiritualitas yang baik dan relasi yang baik pula dengan Tuhan dan
dengan sesama. Cara membimbing dengan menggunakan prinsip andragogi akan
memudahkan pengajar untuk mencapai tujuan dari pembelajaran tersebut dan
sekaligus memudahkan peserta didik dalam mengolah apa yang mereka dapatkan
karena mereka lebih diajak untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan
yang diperlukan di dalam pelayanan.
B. Pembinaan dalam Menumbuhkan Spiritualitas Katekis
Pembinaan menekankan pada pengembangan manusia dari segi praktik yaitu
pengembangan sikap, kemampuan dan kecakapan. Para katekis perlu mendapat
pembinaan spiritualitas yang memadai agar ia dapat menumbuhkan dan
mengembangkan spiritualitas sehingga dapat menjalankan tugasnya mewartakan
Kabar Gembira dengan penuh semangat.
Spiritualitas katekis tidak bisa didapatkan apabila para katekis hanya
dengan membaca teori saja. Spiritualitas katekis harus dibina dari hari ke hari
sampai menjadi bagian utuh dari dalam diri para katekis. Perlu adanya pembinaan
yang berkelanjutan untuk membantu katekis lebih beriman sehingga jati dirinya
berkembang ke arah lebih baik dan bermakna yaitu menuju hidup rohani yang
terwujud dalam cinta kasih. Pembinaan spiritualitas katekis akan membantu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
katekis menjadi sosok pembina iman yang memadai dan berkualitas untuk umat
(Komisi Kateketik KWI 1997: 43).
C. Menumbuhkan Spiritualitas Katekis yang Bersumber dari Injil Yohanes
13:1-20
Penulis telah menggali spiritualitas yang bersumber dari Injil Yohanes 13:1-
20 di dalam Bab II. Spiritualitas yang telah digali dalam Injil Yohanes 13:1-20
baik jika dimiliki oleh katekis sebagai spiritualitas dalam menjalankan tugasnya
mewartakan Injil. Spiritualitas katekis yang bersumber dari Injil Yohanes 13:1-20
yaitu; melayani kehendak Allah, berani berkorban, melayani, rendah hati dan
penuh cinta. Untuk menghidupi spiritualitas tersebut, katekis harus belajar dan
berlatih dari waktu ke waktu sampai spiritualitas tersebut menjadi bagian dari
dalam diri katekis. Selain belajar dan berlatih, pembinaan dari pembina katekis
juga akan sangat membantu menumbuhkan spiritualitas katekis yang bersumber
dari Injil Yohanes 13:1-20.
1. Pembinaan yang berkelanjutan
Pembinaan bagi katekis adalah pembinaan yang terus berlangsung mulai dari
menjadi calon katekis hingga sudah menjadi katekis. Pembinaan katekis tidak
boleh berhenti karena katekis memerlukan pembinaan yang berkelanjutan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
membantu katekis semakin siap dan tangguh dalam melayani Tuhan dalam bidang
pewartaan.
Dalam pembinaan, perlu adanya program yang memiliki kesinambungan dan
tidak terputus. Bidang pewartaan sebuah paroki atau keusukupan dapat merancang
program pembinaan tahunan dengan tema pembinaan yang berkesinambungan
dari waktu ke waktu. Misalnya, pada awal tahun paroki melantik beberapa katekis
dan dilanjutkan dengan pembinaan. Pada awal tahun paroki merancang program
pembinaan dengan tema sosok katekis, ketrampilan katekis dan spiritualitas
katekis. Pada pertengahan tahun tema berkembang tentang pengetahuan mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan tugas katekis seperti ajaran-ajaran Gereja, metode
berkatekese, liturgi dan pengetahuan-pengetahuan yang kontekstual seperti isu-isu
dunia dan Gereja Universal. Program ini dapat dilangsungkan tahun berikutnya
dengan tema yang lebih berkembang misalnya penghayatan spiritualitas di awal
tahun dan mempelajari metode-metode berkatekese dan model-model katekese.
Pembinaan sritualitas katekis juga harus menjadi bagian pembinaan yang
berkelanjutan. Spiritualitas bukan seperti pengetahuan yang dapat dipelajari dan
dimengerti dalam waktu yang terbatas. Menumbuhkan spiritualitas tidak bisa
dilakukan hanya dengan menghafal uraian spiritualitasnya, tetapi perlu
melibatkan pikiran, jiwa dan raga.
Menumbuhkan spiritualitas kita mulai dengan mengenal spiritualitas dan
segala isinya. Untuk menumbuhkan spiritualitas yang bersumber dari Injil
Yohanes 13:1-20 kita mulai dengan membaca Injil itu dengan cermat. Agar kita
lebih paham makna dari Injil Yohanes 13:1-20, kita dapat membaca referensi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
tafsiran dari ahli Kitab Suci, misalnya Raymond E. Brown, S.S. Para katekis perlu
menyadari bahwa kita bukan ahli tafsir Kitab Suci yang memiliki latar belakang
pendidikan Ktab Suci. Kita perlu membaca referensi dari para ahli Kitab Suci
sehingga penilaian kita terhadap teks tidak melenceng jauh.
Jika katekis sudah memahami teks dari Injil Yohanes 13:1-20, selanjutnya
katekis merenungkan dalam hati. Katekis meresapkan spiritualitas-spiritualitas
yang muncul dari kisah pembasuhan kaki dalam Injil Yohanes 13:1-20. Katekis
tidak dapat melakukan sekali jadi untuk merespkan dalam hati hingga menjadi
bagian dalam diri. Untuk menanamkan spiritualitas tidak cukup hanya belajar
sehari saja. Perlu waktu untuk menjadikan sebuah spiritualitas menjadi bagian
dalam diri.
Kegiatan pembinaan yang dilakukan paroki kepada para katekis akan
membantu untuk menjadikan spiritualitas katekis dari Injil Yohanes 13:1-20
menjadi bagian dalam diri katekis. Untuk itu, paroki perlu membuat sebuah
kegiatan pembinaan yang berjenjang dan berkelanjutan. Untuk menanamkan
spiritualitas katekis yang bersumber dari Injil Yohanes 13:1-20, paroki dapat
membuat kegiatan pendampingan yang dilakukan beberapa kali. Misalnya
pembinaan berlangsung dalam tiga bulan dengan pertemuan rutin setiap dua
minggu sekali. Dengan jumlah pertemuan yang banyak akan membuat
pembahasan menjadi lebih spesifik dalam setiap pertemuan dan tidak terburu-
buru. Pembinaan yang berkelanjutan mengenai spiritualitas katekis yang
bersumber dari Injil Yohanes 13:1-20 akan membantu katekis menjiwai
spiritualitas itu tahap demi tahap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
2. Melatih diri
Seorang katekis yang berkeinginan untuk menumbuhkan spiritualitas dalam
dirinya harus melatih dirinya. Spiritualitas bukanlah produk yang dapat dinikmati
hasilnya dengan sekali jadi. Untuk memiliki spiritualitas yang mendalam katekis
harus memulai dari dasar dan terus melatih diri hingga spiritualitas menjadi
bagian dalam dirinya. Setelah itu katekis akan membuat suatu niat untuk memiliki
semangat rendah hati dengan mulai melatih diri untuk bersikap rendah hati di
dalam kesehariannya.
Katekis yang terus melatih dirinya semakin lama akan memiliki semangat
rendah hati yang telah mengakar di dalam dirinya. Rendah hati bukan lagi suatu
konsep yang harus dimiliki katekis, tetapi telah menjadi bagian dari dinya.
Demikianlah seharusnya katekis untuk terus melatih diri dalam usahanya untuk
menumbuhkan suatu spiritualitas katekis di dalam dirinya.
D. Usulan Kegiatan Pembinaan Katekis dalam Menumbuhkan Spiritualitas
Katekis yang Bersumber dari Injil Yohanes 13:1-20
1. Contoh Kegiatan
Pada bagian ini penulis akan memberikan sebuah usul kegiatan pembinaan
untuk menumbuhkan spiritualitas katekis. Usulan kegiatan yang dikemukakan
oleh penulis adalah kegiatan kaderisasi yang ditujukan untuk katekis-katekis baru.
Usulan kegiatan ini penulis proyeksikan bagi para katekis di Paroki Santo Petrus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Kalirejo, Lampung tempat dimana penulis tinggal. Sebagai gambaran di Paroki
Santo Petrus Kalirejo tidak banyak stasi yang mengadakan katekese. Sejak penulis
kecil tidak mengenal katekese karena tidak pernah merasakan diadakan kegiatan
katekese di lingkungan atau stasi. Yang dilakukan di sana adalah doa lingkungan
yag biasanya dilakukan setiap seminggu sekali tergantung dari kesepakan
lingkungan. Katekis di Paroki Santo Petrus Kalirejo fokus pada katekese
Sakramen Inisiasi dan memimpin doa di lingkungan bila dibutuhkan. Secara garis
besar kegiatan pendalaman iman di Paroki Santo Petrus Kalirejo jarang dilakukan
kecuali katekese Sakramen Inisiasi. Sekalipun kenyataannya demikian, katekis di
Paroki Santo Petrus perlu mendapat pembinaan teruama pembinaan mengenai
spiritualitas agar katekis memiliki semangat juang untuk melayani umat dan
menjadi teladan semangat umat lain dalam melayani Allah.
Isi dari usulan kegiatan ini akan dibagi menjadi dua bagian yakni program
kegiatan dan satuan persiapan kegiatan. Penulis akan menerapkan prinsip-prinsip
andragogi di dalam program ini. Penulis akan menggunakan metode diskusi
kelompok dan tanya jawab yang memungkinkan peserta untuk terlibat aktif di
dalam pertemuan sehingga peserta dapat bekerja sama dalam kelompok dan
memberikan pengalaman langsung dalam menggali spiritualitas katekis dalam
Yoh. 13:1-20. Program kegiatan akan berisi latar belakang kegiatan, tujuan
kegiatan, sasaran kegiatan, waktu pelaksanaan dan matrik kegiatan. Satuan
persiapan kegiatan merupakan penjelasan dari bagian-bagian dalam matrik
kegiatan. Satuan persiapan akan berisi beberapa satuan persiapan menyesuaikan
dengan matrik kegiatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Penulis mengandaikan program kegiatan dengan pertemuan setiap satu bulan
sekali dengan waktu pembahasan setiap sesi sebanyak 90 menit. Setiap
pertemuan akan membahas dua sesi sehingga waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan program adalah 3 bulan. Hal ini dengan pertimbangan kesibukan
dari para peserta yang sebagian besar adalah pegawai dan petani. Berikut adalah
contoh gambaran dari Program Kegiatan dan Satuan Persiapan Kegiatan:
PEMBINAAN KATEKIS DALAM MENUMBUHKAN SPIRITUALITAS
KATEKIS YANG BERSUMBER DARI INJIL YOHANES 13:1-20
A. Program Kegiatan
1. Latar Belakang Kegiatan
Spiritualitas merupakan bagian dari kualitas yang harus dimiliki dari seorang
katekis selain ketrampilan dan pengetahuan. Spiritualitas juga menjadi jati diri
seorang katekis karena spiritualitas yang dimiliki katekis akan terwujud dalam
tindakannya sehingga menjadi ciri khas diri katekis tersebut. Seorang katekis
tidak serta merta memiliki spiritualitas yang mendalam dan mengakar dalam diri.
Proses menghayati dan menghidupi spiritualitas adalah proses yang tidak sekejap
dan penuh tantangan. Misalnya jika katekis ingin memiliki spiritualitas misioner,
katekis harus belajar menerima panggilannya sebagai katekis dan siap sedia di
utus Tuhan maupun Gereja dimanapun ia dibutuhkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Ada banyak katekis yang mengetahui berbagai spiritualitas katekis tetapi
tidak menjiwainya sampai menjadi bagian dari dirinya. Hal ini karena pelatihan
dan pembinaan katekis hanya sebatas menyampaikan spiritualitas yang harus
dimiliki katekis tetapi tidak secara khusus membimbing katekis hingga
spiritualitas yang dimaksud dimiliki secara utuh dalam diri katekis. Dengan tidak
adanya pembinaan spiritualitas katekis yang berkelanjutan menjadikan banyak
katekis tidak memiliki spiritualitas katekis yang mendalam. Katekis-katekis yang
tidak memiliki spiritualitas katekis akan menjalankan tugasnya dengan apa
adanya saja. Mereka tidak memiliki semangat seperti Yesus yang menjalankan
tugas dengan penuh semangat dan memiliki spiritualitas-spiritualitas yang patut
dicontoh.
Yesus Kristus sebagai Guru dan Tuhan memberikan contoh-contoh tindakan
yang didasarkan pada spiritualitas tertentu. Salah satunya Ia perlihatkan dalam
kisah pembasuhan kaki dalam Injil Yohanes 13:1-20. Yesus menunjukkan bahwa
Ia adalah pelayan Bapa. Yesus datang ke dunia memang untuk melayani kehendak
Allah yakni menyelamatkan sebanyak-banyaknya manusia. Yesus tahu bahwa
resiko besar akan Ia hadapi jika Ia tetap menyelesaikan tugas-Nya. Tetapi Yesus
tetap pada pendirian yakni melayani kehendak Allah hingga selesai sekalipun
kematian harus Ia terima. Yesus adalah pribadi yang rendah hati. Seorang Guru
dan Tuhan melayani para murid-Nya dengan membasuh kaki mereka satu persatu
(bdk. Yoh. 13:1-20). Ia mengambil peran seorang hamba dengan melepas jubah
sebagai simbol kebesaran jaman itu dan mengikatkan kain lenan sebagai simbol
seorang hamba. Yesus adalah pribadi yang penuh cinta. Dalam ayat 1 dikatakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
bahwa “Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang Ia
mengasihi mereka sampa kepada kesudahannya.” Ketika Yesus membasuh kaki
murid-murid-Nya, itu adalah salah satu tindakan diri-Nya yang mencintai mereka.
Cinta Yesus bukan hanya kepada murid-murid-Nya saja tetapi kepada semua
orang. Ia memberi nasehat kepada para murid untuk saling membasuh seperti
yang Yesus lakukan kepada mereka (bdk Yoh. 13:13-15). Dengan saling
membasuh satu sama lain semangat cinta Yesus akan terus menyebar ke seluruh
dunia sehingga dunia ini dipenuhi cinta yang akan mampu menyelamatkan
manusia sebanyak-banyaknya.
Katekis adalah murid Yesus sekaligus yang dipercaya Gereja untuk
mewartakan Yesus Kristus di dalam dan luar Gereja. Di tengah kondisi kurangnya
tenaga imam yang dapat menjangkau seluruh umat, katekis mengambil peran
penting untuk membantu Gereja menyapa umat basis di wilayah-wilayah. Untuk
itu, katekis perlu memiliki spiritualitas yang mampu memberi semangat dan
menampakkan jati diri Kristus di dalam tugas pelayanannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
2. Matrix Kegiatan
PEMBINAAN SPIRITUALITAS KATEKIS YANG BERSUMBER DARI INJIL YOHANES 13:1-20
Tema Umum : Menjadi katekis yang memiliki spiritualitas Melayani Kehendak Allah, Berani Berkorban, Rendah Hati dan
Penuh Cinta berdasarkan Yoh. 13:1-20
Tujuan Umum : Peserta menjadi katekis yang selalu melayani kehendak Allah, berani berkorban, rendah hati dan penuh cinta
dalam menjalankan tugasnya mewartakan Kabar Gembira di wilayah tempat ia tinggal
No Waktu Judul Pertemuan Tujuan Pertemuan Uraian Materi Metode Sarana Sumber
Bahan
1 15 menit Pengenalan Agar peserta mamahami
maksud dan tujuan
pertemuan serta
mengetahui pokok-pokok
pembahasan dalam
kegiatan pembinaan
- Latar belakang
pembinaan
- Tujuan
pembinaan
- Proses
pembinaan
Ceramah Hand out
2 90 menit Arti dan tantangan
spiritualitas katekis
jaman ini
Agar peserta mengerti
dan memahami
pengertian spiritualitas
katekis dan mengetahui
tantangan-tantangan
- Pengertian
spiritualitas
katekis
- Tantangan
dalam
Tanya jawab
Ceramah
Diskusi
Hand out
Prasetya, L,
Menjadi
katekis, siapa
takut: Kanisius,
2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
dalam menumbuhkan
spiritualitas katekis
jaman ini.
menumbuhkan
spiritualitas
katekis jaman
ini
Lalu, Yosef,
Katekese Umat:
Kanisius, 2007
Evangeli
Gaudium,
DOKPEN 2013
3 90 menit Menggali Injil Yoh.
13:1-20
Agar peserta dapat
menemukan spiritualitas-
spiritualitas yang ada
dalam Yoh. 13:1-20
- Menggali Yoh.
13:1-20
- Menemukan
spiritualitas-
spiritualitas
dalam Yoh.
13:1-20
- Tanya
Jawab
- Diskusi
kelompok
Hand out Brown,
Raymond E.,
The Gospel
According John
(xiii-xxi):
Doubleday &
Company, Inc.,
1970
Schnackenburg,
Rudolf, The
Gospel
according to St
John: Burns &
Oates, 1975
4 90 menit Spiritualitas 1:
Penuh Cinta
Agar peserta mampu
memiliki semangat
penuh cinta dalam
menjalankan tugasnya
sebagai katekis
- Yesus yang
penuh cinta
dalam Yoh.
13:1-20
- Katekis yang
penuh cinta
berdasarkan
- Tanya
jawab
- Diskusi
Kelompok
Hand out Brown,
Raymond E.,
The Gospel
According John
(xiii-xxi):
Doubleday &
Company, Inc.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Yoh. 13:1-20 1970
5 90 menit Spiritualitas 2:
Melayani Kehendak
Allah
Agar peserta mampu
memiliki semangat untuk
melayani kehendak Allah
yakni supaya semua
orang terselamatkan
- Yesus melayani
kehendak Allah
dalam Yoh.
13:1-20
- Katekis
melayani
kehendak Allah
berdasarkan
Yoh. 13:1-20
- Tanya
jawab
- Diskusi
Kelompok
-
Hand out Brown,
Raymond E.,
The Gospel
According John
(xiii-xxi):
Doubleday &
Company, Inc.,
1970
Schnackenburg,
Rudolf, The
Gospel
according to St
John: Burns &
Oates, 1975
6 90 menit Spiritualitas 3:
Berani Berkorban
Agar peserta mampu
memiliki semangat
berani berkorban demi
terlaksanya kehendak
Allah
- Yesus berani
berkorban
dalam Yoh.
13:1-20
- Katekis berani
berkorban
berdasarkan
Yoh. 13:1-20
- Tanya
jawab
- Diskusi
Kelompok
Hand out Brown,
Raymond E.,
The Gospel
According John
(xiii-xxi):
Doubleday &
Company, Inc.,
1970
Schnackenburg,
Rudolf, The
Gospel
according to St
John: Burns &
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Oates, 1975
7 90 menit Spiritualitas 4:
Rendah Hati
Agar peserta mampu
memiliki semangat untuk
rendah hati dalam
melaksanakan tugas
panggilannya sebagai
katekis
- Yesus yang
rendah hati
dalam Yoh.
13:1-20
- Katekis yang
rendah hati
berdasarkan
Yoh. 13:1-20
- Tanya
jawab
- Diskusi
Kelompok
Hand out Brown,
Raymond E.,
The Gospel
According John
(xiii-xxi):
Doubleday &
Company, Inc.,
1970
Schnackenburg,
Rudolf, The
Gospel
according to St
John: Burns &
Oates, 1975
8 15 menit Penutup Kegiatan Menyimpulkan seluruh
kegiatan dan
mengevaluasi kegiatan
- Kesimpulan
seluruh kegiatan
- Evaluasi
kegiatan
Ceramah
Pastor Paroki Pelaksana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
3. Contoh Satuan Pelaksanaan
Satuan Pelaksanaan II
a) Tujuan
Agar peserta dapat menemukan spiritualitas-spiritualitas yang ada dalam Yoh
13:1-20
b) Pemikiran Dasar
Yesus adalah Guru dan Tuhan bagi umat Kristiani. Ia menjadi
teladan bagi semua umat termasuk para katekis. Katekis memiliki tugas untuk
mewartakan Yesus di dalam hidupnya. Untuk itu katekis perlu mengenal dan
menjiwai pribadi Yesus di dalam kehidupannya. Salah satunya katekis harus
memilii spiritualitas yang bersumber dari Yesus. Spiritualitas adalah
semangat hidup dan perjuangan yang menjadi cara pandang atau pendekatan
dalam pengelolaan hidup. Dengan adanya spiritualitas katekis memiliki
semangat yang tidak pernah padam. Spiritualitas bagi orang kristiani adalah
hembusan semangat dari Roh Kudus yang berasal dari Yesus. Maka sangat
pentingbagi katekis untuk menghayati spiritualitas yang bersumber dari
Yesus. Dengan mengenakan spirtualitas yang bersumber dari Yesus, katekis
akan menampakkan pribadi Yesus di dalam pewartaannya.
Injil Yohanes 13:1-20 menceritakan Yesus membasuh kaki para
murid-Nya. Di dalamnya muncul sikap-sikap dan semangat Yesus dalam
pelayanan dan nasehat-Nya. Katekis perlu menggali spiritualitas-spiritualitas
dalam Injil Yoh 13:1-20 untuk menemukan spiritualitas-spiritualitas yang
diteladankan Yesus yang kemudia dapat kita terapkan dalam hidup kita
sebagai semangat dan kepribadia yang bersumber dari Yesus.
c) Materi
Menggali Injil Yoh 13:1-20 dan menemukan spiritualitas-spiritualitas dari
dalamnya.
d) Sumber Bahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
1) Brown, Raymond E., The Gospel According John (xiii-xxi): Doubleday &
Company, Inc., 1970
2) Schnackenburg, Rudolf, The Gospel according to St John: Burns & Oates,
1975
e) Metode
Ceramah dan siskusi kelompok
f) Sarana
Hand out
g) Proses Pelaksanaan
1) Pengantar
Bapak/Ibu setelah sebelumnya kita membahas mengenai pengertian
spiritualitas dan tantangan menumbuhkan spiritualitas di jaman ini, sekarang
kita akan menggali Injil Yoh. 13:1-20 yang sangat kaya makna untuk
menemukan spiritualitas katekis bagi kita.
2) Diskusi Kelompok
Bapak/Ibu, para ahli membagi Injil Yoh. 13:1-20 menjadi 5 bagian
utama yakni; Pendahuluan (Yoh. 13:1-3), Pembasuhan Kaki (Yoh. 13:4-5),
Dialog antara Petrus dan Yesus (Yoh. 13:6-11), Diskursus/Penjelasan Yesus
(Yoh. 13:12-17) dan Peringatan Pengkhianatan Yesus (Yoh. 13:18-20).
Supaya kita lebih mudah membahasnya, kita akan membagi menjadi 5
kelompok dengan pembahasan tiap kelompok membahas satu bagian dari
Injil Yoh. 13:1-20.
Kelompok 1 membahas tentang Pendahuluan yakni perikop Yoh.
13:1-3. Kelompok 2 membahas mengenai Pembasuhan Kaki yakni perikop
Yoh. 13:4-5. Kelompok 3 membahas mengenai Dialog antara Yesus dan
Petrus dari perikop Yoh. 13:6-11. Kelompok 4 membahas mengenai
Diskursus/penjelasan Yesus dari prikop Yoh. 13:12-17. Kelompok 5
membahas mengenai Peringatan Pengkhianatan Yesus dari prikop Yoh.
13:18-20.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Supaya mempermudah pembahasan, kita akan membatasi
pembahasan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:
a. Manakah ayat yang paling menarik bagi anda sehubungan dengan
spiritualitas katekis?
b. Apakah peran Yesus dalam perikop tersebut?
c. Manakah ayat yang menunjukkan spiritualitas dari Yesus?
d. Spiritualitas macam apa yang muncul dalam perikop tersebut?
Setelah nanti membahas di dalam kelompok, kita akan melakukan pleno
hasil dari tiap kelompok untuk kemudian dirangkum bersama.
3) Pleno kelompok
Sekarang kita akan memplenokan hasil diskusi kelompok yang sudah kita
jalani tadi. Kita mulai urutan dari kelompok 1 sampai 5. (Hasil pleno sesuai
dengan keadaan kelompok yang ada)
4) Rangkuman hasil pleno
Nah Bapak/Ibu setelah semua kelompok mengemukakan hasil diskusi
kelompoknya, kita akan merangkum semua hasil tiap kelompok menjadi satu
bagian. (Hasil sesuai dengan keadaan pembinaan dan kelompok)
Bapak/Ibu, dari rangkuman ini, kita berhasil mengemukakan beberapa macam
spiritualitas yang muncul dari Yoh. 13:1-20 yakni melayani kehendak Allah,
berani berkorban, rendah hati dan penuh cinta. Pembahasan mengenai
spiritualitas-spiritualitas tersebut akan dibahas pada pertemuan berikutnya.
E. Penutup
Untuk membina para calon katekis dan katekis, kita perlu memperhatikan
prinsip-prinsip andragogi. Hal ini karena prinsip andragogi menekankan
pendidikan bagi orang dewasa yang memperhatikan tahapan perkembangan orang
dewasa seperti fisik, sosial dan psikologi. Di dalam menyusun program kegiatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
pembinaan, perlu merancang kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan peserta yang
ertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan pengetahuan peserta. Dalam
pelaksanaan juga perlu memperhatikan metode pembinaan seperti berpusat pada
peserta yang menuntut peserta untuk aktif baik dalam siskusi kelompok, diskusi
bersama maupun dalam tanya jawab dan pemberian informasi dari pembina.
Pembina berperan sebagai fasilitator yang menjembatani antara materi dan
peserta. Metode pembelajaran yang berpusat pada masalah, mendorong peserta
untuk aktif, mendorong peserta untuk mengemukakan pengalaman sehari-hari,
menumbuhkan kerja sama dan bersifat pemberian pengalaman dan juga ditunjang
dengan teknik pembelajaran presentasi, partisipasi peserta, diskusi dan simulasi
akan membuat pembinaan yang sesuai dengan usia dewasa para calon katekis dan
katekis.
Pembinaan spiritualitas katekis yang sistematis dan berkelanjutan akan sangat
membantu katekis menumbuhkan satu spiritualitas katekis. Pembinaan
spiritualitas katekis akan membantu katekis menjadi sosok pembina iman yang
memadai dan berkualitas untuk umat. Adanya program pembinaan yang terancang
dengan baik juga akan membantu pembina untuk membina spiritualitas katekis
secara bertahap dan berkesinambungan. Program pembinaan spiritualitas yang
penulis rancang beserta contoh satuan pelaksanaannya merupakan gambaran
bagaimana membuat program pembinaan katekis yang bertahap. Program tersebut
mengedepankan informasi yang kemudian difokuskan pada pemahaman hingga
sampai pada penghayatan spiritualitas katekis. Apabila program tersebut ingin
diterapkan di suatu paroki, tentu harus ada penyesuaian-penyesuaian seperti waktu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
dan metode karena pembinaan yang baik juga harus kontekstual. Penulis berharap
program ini dapat diterapkan karena spiritualitas yang didalami dalam program
sangat baik bagi kehidupan para katekis dalam mengemban tugas pewartaannya
sebagai katekis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
PENUTUP
Pada bagian ini penulis akan menyampaikan kesimpulan dan saran berkaitan
dengan usaha “Menggali Spiritualitas Pelayanan Katekis Yang bersumber dari
Injil Yohanes 13:1-20.” Bagian ini akan dibagi menjadi dua bagian utama yakni
bagian kesimpulan yang berisi kesimpulan dari Bab I sampai Bab IV dan bagian
saran yag berisi saran untuk para katekis dan orang-orang yang terlibat dalam
pewartaan Injil Tuhan.
A. Kesimpulan
Pada bagian ini penulis akan menyampaikan beberapa pokok pikiran dari
uraian sebelumnya serta menegaskan kembali hal-hal yang penting sehubungan
dengan usaha menggali spiritualitas pelayanan katekis yang bersumber dari Injil
Yohanes 13:1-20 dan usaha menerapkan dalam kehidupan para katekis dalam
sebuah program pembinaan.
1. Menggali Spiritualitas Katekis yang bersumber dari Injil Yoh. 13:1-20
Spiritualitas katekis adalah semangat hidup yang dijiwai Yesus Kristus oleh
karena keterbukaan terhadap Roh Kudus yang membimbing, mendorong,
memotivasi dan menggerakkan untuk mewartakan iman akan Yesus Kristus di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
dalam kehidupan nyata. Spiritualitas katekis merupakan semangat yang muncul
dari dalam diri seorang katekis. Semangat tersebut tidak akan muncul jikalau
katekis tidak mengerti atau memahami spiritualitas yang menjadi corak hidupnya.
Spiritualitas katekis bercorak pada diri Yesus. Spiritualitas katekis harus
berdasarkan pribadi Yesus karena dasar dari iman Kristiani adalah Yesus Kristus
Putra Bapa yang diutus Allah Bapa ke dunia. Dengan demikian, katekis perlu
mengenal dan dekat dengan Yesus jika ingin memiliki spiritualitas katekis yang
original yang bersumber dari Yesus.
Yesus adalah pribadi yang menginspirasi seluruh umat beriman Kristiani
khususnya para katekis. Spiritualitas yang Yesus tunjukkan dalam perkataan dan
perbuatan-Nya selama di dunia juga merupakan inspirasi spiritualitas katekis.
Seperti dalam kisah pembasuhan kaki dalam Injil Yohanes 13:1-20, Yesus
memberikan teladan dan nasehat yang tentu dapat kita pelajari. Bab II sudah
membahas mengenai spiritualitas yang ada dalam kisah pembasuhan kaki dalam
Injil Yohanes 13:1-20.
Dalam pembasuhan kaki digambarkan Yesus adalah Putra yang melayani
kehendak Allah. Kehendak Allah adalah keselamatan bagi semua manusia. Yesus
melayani para murid-Nya dengan membasuh kaki mereka. Pembasuhan kaki yang
dilakukan Yesus merupakan tanda pembersihan dosa. Yesus ingin para murid
memperoleh keselamatan dan juga ingin lebih banyak orang selamat, maka Yesus
memerintahkan para murid untuk juga membasuh kaki sebagai pelayanan dan
berkat keselamatan. Dalam melayani kehendak Allah, Yesus harus melakukan
pengorbanan. Dalam pembasuhan kaki Yesus mengorbankan harga diri-Nya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
sebagai Guru dan Tuhan untuk membasuh kaki murid-murid-Nya. Pengorbanan
apapun akan Yesus lakukan asalkan keselamatan dapat diperoleh semua manusia.
Yesus adalah pribadi yang rendah hati. Dalam pembasuhan kaki dari Injil
Yoh. 13:1-20 Yesus menunjukkan sikap rendah hati. Ia mengambil peran seorang
hamba untuk membasuh kaki para murid-Nya. Dalam pembasuhan Yesus tidak
melayani mereka dengan keterpaksaan tetapi dengan keramahan Ia melayani para
murid. Semua pelayanan yang Yesus lakukan juga karena berdasarkan cinta-Nya
kepada para murid-Nya. “Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya
demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya” (Yoh.
13:1). Ia begitu mencintai para murid-Nya, sehingga melayani dengan membasuh
kaki bukan sesuatu yang rendah, tetapi merupakan tindakan cinta yang diberikan
Yesus kepada murid-murid-Nya.
Spiritualitas bagi katekis yang bersumber dari Yesus adalah keharusan bagi
katekis. Yesus adalah teladan bagi katekis. Apa yang Yesus lakukan pada
pembasuhan kaki sangat baik menjadi spiritualitas bagi katekis. katekis harus
mencintai umatnya sama seperti Yesus yang mencintai murid-murid-Nya. Katekis
harus melayani kehendak Tuhan seperti juga Yesus melayani kehendak Tuhan.
Katekis menunjukkan jalan keselamatan kepada orang-orang yakni jalan yang
telah ditunjukkan Yesus. Katekis harus mengarahkan hidupnya menjadi sarana
bagi keselamatan banyak orang. Segala tindakan dan perkataan katekis juga harus
menjadi sarana jalan keselamatan. Oleh sebab itu katekis harus hidup sesuai
dengan ajaran-ajaran Yesus agar dapat menjadi jalan yang benar menuju
keselamatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
Katekis harus memiliki semangat untuk berani berkorban demi tercapainya
kehendak Allah. Pengorbanan adalah hal yang tak terelakkan jika ingin melayani
Tuhan. Yesus juga melakukan pengorbanan dengan menyerahkan harga diri dan
kehormatan bahkan nyawanya untuk menebus dosa manusia demi keselamatan
manusia. Katekis berani mengorbankan pikiran, tenaga, waktu, materi bahkan
mental/psikis untuk menawarkan keselamatan kepada banyak orang. Katekis juga
adalah pribadi yang rendah hati sama seperti Yesus yang rendah hati. Katekis
tidak merasa besar kepala sekalipun ia utusan Allah untuk mewartakan Injil.
Katekis melayani tidak dengan keangkuhan, tetapi dengan penuh kerelaan dan
kerendahan hati. apabila ia dihina karena tugasnya, katekis tidak marah tetapi
menyapa mereka yang menghina dan menolak dengan ramah untuk diajak ke jalan
yang benar.
Maka, katekis yang memiliki spiritualitas melayani kehendak Allah, berani
berkorban, rendah hati dan penuh cinta yang bersumber dari Yesus akan memiliki
semangat hidup yang membuat katekis terus tergerak, termotivasi, terbimbing dan
terdorong untuk mewartakan iman akan Yesus Kristus di dalam kehidupan nyata.
2. Menghayati Spiritualitas Katekis ysng bersumber dari Injil Yoh. 13:1-20
Bagi katekis menghayati spiritualitas katekis merupakan bukan sesuatu yang
instan. Menghayati spiritualitas katekis adalah proses mempelajari spiritualitas
dengan pikiran dan hati yang menghasilkan semangat dari Roh yang nampak
dalam tindakan nyata sehari-hari. Katekis perlu memiliki spiritualitas katekis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
sebagai bekal menjalai tugas pewartaannya. Maka paroki atau keuskupan harus
memberikan pembinaan untuk menumbuhkan spiritualitas katekis.
Katekis harus memahami pentingnya menumbuhkan spiritualitas katekis yang
bersumber dari Yesus sebagai identitas pribadi para katekis. Program-program
dari paroki atau keuskupan tidak banyak berarti bila katekis sendiri tidak
menyadari pentingnya memiliki spiritualitas katekis. Katekis perlu berkorban
untuk melatih dirinya menumbuhkan spiritualitas katekis dalam dirinya. Ada
banyak katekis di daerah-daerah yang tidak memahami spiritualitas-spiritualitas
katekis yang ada. Paroki dan keuskupan harus aktif memberikan pemahaman
mengenai spiritualitas katekis kepada katekis-katekis di lingkungan umat basis.
Program pembinaan untuk menumbuhkan spiritualitas katekis adalah salah
satu program untuk mengenalkan, memahami dan menghayati spiritualitas
katekis. Program yang penulis susun dalam Bab IV merupakan salah satu usaha
untuk memberikan bekal spiritualitas katekis khususnya spiritualitas katekis yang
bersumber dari Yesus dalam kisah pembasuhan kaki dari Yoh. 13:1-20. Program
tersebut harus ditunjang dengan kemauan dari katekis untuk menghayati
spiritualitas. Maka, dalam menghayati spiritualitas katekis yang bersumber dari
Yesus dalam kisah pembasuhan kaki dari Yoh. 13:1-20 katekis harus memiliki
keinginan pribadi untuk memiliki spiritualitas yang ditunjang dengan program
pembinaan menumbuhkan spiritualitas katekis, sehingga spiritualitas katekis
benar-benar dapat menjadi bagian dari diri para katekis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
B. Saran
Pada bagian ini penulis akan mengajukan beberapa saran sebagai upaya
menggali dan menghayati spiritualitas katekis yang bersumber dari Yesus dalam
Injil Yohanes 13:1-20.
1. Bagi Keuskupan dan Paroki
Keuskupan dan paroki perlu mengangkat minimal satu katekis profesional.
Katekis profesional akan fokus memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan
katekese termasuk katekis sebagai penyelenggara katekese. Dengan adanya
katekis profesional membuat keuskupan dan paroki tidak kehilangan fokus untuk
menghadirkan katekese yang membantu memperkembangkan iman umat.
Program-program katekese yang tematis seperti Bulan Kitab Suci Nasional, Masa
Adven dan Masa Prapaskah perlu menjadi perhatian keuskupan karena saat-saat
tersebut menjadi saat penting menjadi titik tolak perkembangan iman. Katekis
profesional juga diharapkan memperhatikan katekis-katekis di lingkungan basis.
Katekis profesional dapat membuat program-program untuk membantu katekis-
katekis di lingkungan basis mengembangkan kualitas pribadi para katekis.
Paroki dan keuskupan dapat membuat program-program pembinaan bagi
katekis agar katekis semakin memiliki keyakinan dalam menjalankan tugas
perutusannya dan memiliki kualitas pribadi yang mumpuni untuk melaksankan
tugas-tugasnya. Misalnya diadakan program pembinaan spiritualitas katekis yang
berlangsung secara berkesinambungan, sehingga katekis benar-benar didampingi
hingga sampai tahap pengahayatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
2. Bagi katekis
Para ketekis perlu menyadari pentingnya spiritualitas katekis bagi kehidupan
dan pelayanan mereka. Spiritualitas katekis akan menjadi citra diri apabila katekis
mampu menghayati spiritualitas katekis hingga menjadi bagian dirinya.
Spiritualitas katekis hendaknya bersumber dari pribadi Yesus. Yesus adalah sosok
inti karena Ia adalah Guru dan Tuhan serta pribadi yang diwartakan katekis. Bila
katekis memiliki spiritualitas katekis yang bersumber dari Yesus, maka setiap
tindakan dan perkataannya akan menampakkkan pribadi Yesus di dalamnya.
Spiritualitas dari Yoh. 13:1-20 adalah salah satu spiritualitas katekis yang
bersumber dari Yesus. Dari Yoh 13:1-20 katekis akan belajar untuk menjadi
katekis yang memiliki semangat melayani kehendak Allah, berani berkorban,
rendah hati dan penuh cinta dalam melaksanakan tugas perutusannya di dunia.
Maka, katekis diharapkan menghayati mau menghayati spiritualitas katekis yang
bersumber dari Yesus dalam Yoh 13:1-20.
3. Bagi Prodi Pendidikan Agama Katolik
Prodi Pendidikan Agama Katolik telah memiliki mata kuliah untuk
memberikan pengkaderan kepada katekis dan pemandu katekese yang diberikan
pada Semester VII. Mata kuliah ini baik karena Prodi Pendidikan Agama Katolik
sebagai institusi yang fokus terhadap katekese dan Pendidikan Agama Katolik
memiliki kesempatan langsung untuk membantu para katekis dan pemandu
katekese secara langsung. Menurut penulis waktu untuk memberikan pengkaderan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
kepada katekis dan pemandu katekese terlalu singkat. Prodi disarankan untuk
memberikan waktu lebih lama dalam memberikan kaderisasi kepada katekis dan
pemandu katekese, sehingga manfaatnya dapat langsung dirasakan. Misalnya,
mata kuliah kaderisasi ini dapat dilangsungkan dari Semester VI dengan program
pendampingan yang lebih lama sehingga para praktikan dapat belajar lebih
banyak juga para katekis dan pemandu katekese dapat didampingi hingga benar-
benar dapat menjadi katekis dan pemandu katekese yang berkualitas baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab Deuterokanonika. (1976). Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia dan
Lembaga Biblika Indonesia.
Brown, Raymond E. (1966). The Gospel According to John (i-xii). New York:
Doubleday & Company, Inc.
Brown, Raymond E. (1970). The Gospel According to John (xiii-xxi). New York:
Doubleday & Company, Inc.
Darmawijaya, St. (1988). Pesan Injil Yohanes. Yohyakarta: Kanisius.
Haryanto, Y. (______). Injil Yohanes, Beberapa Catatan.
Jaubert, Annie. (1980). Mengenal Injil Yohanes. Yogyakarta: Kanisius.
Komisi Kateketik KWI. (1997). Pedoman Untuk Katekis. Yogyakarta: Kanisius.
Komisi Kateketik KWI. (2005). Identitas Katekis di tengah Arus Perubahan
Jaman. Jakarta: KomKat KWI.
KWI. (1996). Iman Katolik. Yogyakarta: Kanisius; Jakarta: Obor.
KWI. (2006). Kitab Hukum Kanonik. Jakarta: KWI
KWI. (2008). Dokumen Konsili Vatikan II. Jakarta: Obor.
Paus Fransiskus. (2014). Evangelii Gaudium. Jakarta: Dokpen KWI
Lalu, Yosef. (2007). Katekese Umat. Jakarta: KomKat KWI; Yogyakarta:
Kanisius.
Malik, Halim dalam http://www.kompasiana.com/unik/teori-belajar-andragogi-
dan-penerapannya_55008878a33311ef6f511659. diakses pada 16 November
2015 pukul 11.30
O’Day, Gail R. (1995). The Gospel Of John. Nashville: Abingdon Press.
Paus Benediktus XVI. (2012). Youcat Indonesia,Katekismus Populer. Yogyakarta.
Kanisius.
Paus Yohanes Paulus II. (1992). Catechesi Tradendae. Bogor: SMT Mardi Yuana.
Prasetya, L. (2007). Menjadi Katekis, Siapa Takut?. Yogyakarta: Kanisius.
Priyono, B. Herry. (2012). Pewartaan di Zaman Global (editor oleh B.A.
Rukiyanto, SJ). Yogyakarta: Kanisius.
St. Eko Riyadi. (2011) Yohanes “Firman Menjadi Manusia”. Yogyakarta:
Kanisius
Rukiyanto, B. A. (2012). Pewartaan di Zaman Global Yogyakarta: Kanisius.
V. Indra Sanjaya. (2011). Belajar dari Yesus “Sang Katekis”. Yogyakarta:
Kanisius.
Schnackenburg, Rudolf. (1975). The Gospel According to St. John. Freiburg Im
Breisgau: Verlag Herder.
Staf Dosen IPPAK. (2010). Panduan Program Studi IPPAK. Yogyakarta: IPPAK-
USD.
Wono Wulung, F.X. Heryatno. (2012). Secercah Lentera Kehidupan. Yogyakarta:
Kanisius.
Wono Wulung, F.X. Heryatno. (2014). Diktat Mata Kuliah Pengantar PAK
Sekolah. Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Top Related