DRAFT
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
ANEMIA, CIDERA KEPALA, CKD DAN KATARAK
RSU PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU
STASE MANAJEMEN KEPERAWATAN
PROFESI NERS VI
STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN
2015
i
KATA PENGATAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillah, Alhamdulillah tak henti-hentinya saya ucapkan rasa syukur kehadirat
Allah SWT atas nikmatNya dan KaruniaNya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
individu dalam penyusunan Draft Standar Asuhan Keperawatansebagai praktik stase
manajement di bangsal atas RS PKU Muhammadiyah Delanggu
Dalam penulisan Draft Standar Asuhan Keperawatan sebagai laporan individu ini
penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak, untuk ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ibu Sri Sat titi H,S.Kep.Ns.M.Kep selaku Ketua Stikes Muhammadiyah Klaten
2. Ibu Setianingsih, S.Kep, Ns selaku Pembimbing Akademik Ners Stase Manajemen.
3. Ibu Sutrisno,S.Kep.Ns selaku pembimbing Klinik Ners Stase Manajemen
4. Ibu Hj. Endang Wuryaningsih, S.Pd, MKes, selaku Pembimbing Akademik
5. Ibu Nanik Suheni, Amk selaku Ka. Bangsal Atas RS PKU Muhammadiyah Delanggu
6. Segenap Perawat Bangsal Baru BAwah RS PKU Muhammadiyah Delanggu.
7. Teman-teman kelompok stase Manajemen yang telah berjuang bersama-sama.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini saya masih jauh dari
sempurna karena keterbatasan yang penulis miliki. Untuk itu kritik dan saran untuk
penyempurnaan Laporan ini sangat penulis harapkan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Klaten, November 2015
ii
DAFTAR PUSTAKA
JUDUL ………………………………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN …...………………………………………….. 1
A. LATAR BELAKANG ……………………………………… 1
B. TUJUAN …………………………………………………… 2
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CKD
A. TINJAUAN TEORI ……………………………………….. 3
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ………………….. 12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KATARAK
A. TINJAUAN TEORI ………………………………………... 20
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN …………………… 29
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANEMIA
A. TINJAUAN TEORI …………………………………………. 40
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN . …………………. 46
BAB V AASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN CIDERA KEPALA
A. TINJAUAN TEORI …………………………………………. 57
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN . …………………. 65
BAB IV PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bangsal Baru Bawah merupakan salah satu bangsal perawatan di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Delanggu .Bangsal Baru Bawah merupakan bangsal baru yang
mulai di operasionalkan pada tanggal 19 Juni 2014. Bangsal Baru Bawah merupakan
bangsal campuran dengan berbagai macam diagnose penyakit seperti penyakit
dalam, bedah, saraf, dsb. Terdiri 3 kelas yaitu kelas VVIP, VIP dan kelas I. Bangsal
Baru Bawah memiliki 17 ruang yaitu 3 ruang kelas VVIP, 8 ruang kelas VIP dan 6
ruang kelas 1. Bangsal Baru BAwah memiliki jumlah SDM 9 tenaga perawat yang
memberikan pelayanan rawat inap. Waktu konsultasi dokter sewaktu-waktu jika
dibutuhkan. Konsultasi perawat sewaktu-waktu bila dibutuhkan. Jadwal jaga
perawat: pagi pukul 07.00-14.00 WIB, sore pukul 14.00-20.00 WIB, malam pukul
20.00-07.00 WIB.
Standar asuhan keperawatan yang baik dan baku diperlukan disetiap rumah
sakit, sebagai salah satu upaya menjamin mutu pelayanan keperawatan.dibangsal
perawatan. Setiap kasus penyakit yang ada seharusnya sudah ada SAK-nya, karena
SAK sebagai pedoman pemberian asuhan keperawatan kepada pasien, selain itu
diberlakukannya SAK yaitu sebagai salah satu kriteria asuhan professional dan ,
salah satu dasar hukum asuhan profesional
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan didapatkan data bahwa jumlah pasien
yang dirawat di bangsal atas selama bulan Januari-oktober 2015 sebanyak 1046
orang, dengan jumlah pasien terbanyak pada bulan Mei yaitu 122 orang, dan jumlah
pasien yang dirawat perhari berjumlah ± 14 pasien. Pada Bagsal Atas didapatkan 10
penyakit terbanyak adalah GEA, CVA, DM, Tifoid Fever, vertigo, Anemia, CHF,
Hipertensi, Dyspepsia, CKR.
Ruangan belum terdistribusikan oleh bagian yang bersangkutan adalah salah
satu faktor penyebab belum adanya SAK diruangan, untuk itu disusunlah draft
Standat Asuhan Keperawatan 2 penyakit terbayak di bangsal atas sebagai pedoman
dalam pembuatan asuhan keperawatan.
1
B. TUJUAN
1. secara umum
Meningkatkan mutu asuhan keperawatan, meningkatkan kemampuan perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan, meningkatkan tingkat kepuasan pasien
terhadap asuhan keperawatan, dan menurunkan biaya perawatan, serta melindungi
kepentingan pasien dan perawat.
2. Tujuan khusus
1. Memberi bantuan yang paripurna dan efektif kepada semua orang yang
memerlukan pelayanan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional
2. Menjamin bahwa semua bantuan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasien
dan mengurangi/menghilangkan kesenjangan.
3. Mengembangkan standart asuhan keperawatan yang ada.
4. Memberi kesempatan kepada semua tenaga keperawatan untuk
mengembangkan tingkat kemampuan professional.
5. Memelihara hubungan kerja yang efektif dengan semua anggota tim
kesehatan.
6. Melibatkan pasien dalam perencanaan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan.
7. Menciptakan iklim yang menunjang proses belajar mengajar dalam kegiatan
pendidikan bagi perkembangan tenaga keperawatan.
8. Menunjang program pendidikan berkelanjutan bagi pertumbuhan dan
perkembangan pribadi tenaga keperawatan.
9. Menilai akuntabilitas pekerja.
2
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CKD
A. TINJAUAN TEORI
1. PENGERTIAN
Gagal Ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume
dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal
biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut. Gagal Ginjal kronik
merupakan perkemabangan gagal ginjal yang progresif dan lambat. (biasanya
berlangsung beberapa tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari
atau minggu. (Price & Wilson, 2006)
2. ETIOLOGI
Kalsifikasi penyebab gagal ginjal kronik
Klasifikasi Penyakit Penyakit
Penyakit infeksi tubulointerstitiel Pielonefritis kronik atau refluks nefropati
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
Penyakit vaskuler hipertensi Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteria renali
Gangguan jaringan ikat Lupus eritematosus sistemik
Poliertritis nodosa
Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolic Diabetes melitus
Goat
Hiperparatiroidisme
Amiloidosis
Neuropati toksik Penyalahgunaan analgesic
Nefropati timah
Neuropati obstruktif Trakatus urinarius bagin atas: batu, neoplasma, fibrosis
retronerionaal
Traktus urinarius bagian bawah: hipertrofi prostat,
striktur uretra, anomaly congenital, leher vesika urinaria
dan uretra.
Sumber : patofisiologi vol 2 hal 918
3
Penyebab lazim gagal ginjal akut
a. Azotemia prarenal (penurunan perfusi ginjal)
1. Deplesi volume cairan ekstrasel (ECF) absolute
a. Perdarahan operasi besar, trauma, trauma pasca partum
b. Deuresis berlebihan
c. Kehilangan cairan dari gastrointestinal yang berat: muntah, diare
d. Kehilangan cairan dari ruang ke tiga: luka bakar, peritonitis,
pancreatitis
2. Penurunan volume sirkulasi arteri yang efektif
a. Penurunan curah jantung: infark miokardium, disritmia, gagal
jantung kongesif, tamponade jantung, emboli paru.
b. Vasodilatasi perifer: sepsis, anafilaksis, obat anastesi,
antihipertensi
c. Hipoalbuminemia: syndrome nefrotik, gagal hati (sirosis)
3. Perubahan hemodinamik ginjal primer
a. Pengahambat sintesis prostaglandin, aspirin dan obat NSAID lain
b. Vasodilatasi arteriol eferen: penghambat enzim pengkonfersi
angiotensin, misalnya kaptropil
c. Obat vasokonstriksi: obat alfa-adrenergik (missal, norepineprin)
angiotensin II
d. Sindroma heptorenal
4. Obstruksi vascular ginjal bilateral
a. Stenosis arteri ginjal, emboli, thrombosis
b. Thrombosis vena renalis bilateral
b. Azotemia pasca renal (obstruksi saluran kemih)
1. Obstruksi uretra: katup uretra, striktur uretra
2. Obstruksi aliran keluar kandung kemih: hipertrofi prostat/ karsinoma
3. Obstruksi uretra bilateral (unilateral jika satu ginjal berfungsi)
a. Intraureter: batu, bekuan darah
b. Ekstraureter (kompresi): fibrosis retroperitoneal, neoplasma
kandung kemih, prostat atau plastic ligasi bedah yang tidak
disengaja atau cedera
c. Kandung kemih neurogenik
4
c. Gagal ginjal akut intrinsic
1. Nekrosis tubular akut
a. Paska iskemik: syok, sepsis, bedah jantung terbuka, bedah aorta
(semua penyebab azotemia prarenal berat)
b. Nefrotoksis
(1) Nefroptoksis eksogen
a) Antibody: aminoglikosida, amfoterisis B
b) Media kontras teriodinasi (terutama pada penderita
diabetes)
c) Logam berat: sisplatinbiklorida merkuri, arsen
d) Siklosporin : takrolimus
e) Pelarut: karbon tetraklorida, etilene glikol, methanol
(2) Nefrotoksin endogen
a) Pigmen intratubular: hemoglobin, mioglobin
b) Protein intratubular: myeloma multiple
c) Kristal intratubular: asam urat
2. Penyakit vaskuler atau glomerulus ginjal primer
a. Glomerulonefritis progresif cepat atau pascastreptokokus akut
b. Hipertensi maligna
c. Serangan akut pada gagal ginjal kronis yang terkait: pembatah=san
garam atau air
3. Nefritis tubulointerstisial akut
a. Alergi: beta-laktam (penisilin, sefaosporin, sulfonamide)
b. Infeksi (missal, pielonefritis akut)
(sumber: patofisiologi vol 2 hal : 993)
3. MANIFESTASI KLINIK
1. Gagal ginjal kronik
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi
traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemia, lupus
eritematosus sistemik
b. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, latergi, anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic
frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma
5
c. Gejala komplikasi antara lain: hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium, khlorida)
2. Gagal ginjal akut
Perjalanan klinis gagal ginjal akut biasanya dibagi menjadi 3 stadium: oliguria,
dieresis, dan pemulihan. Pembagian ini dipakai pada penjelasan dibawah ini,
tetapi harus diingat bahwa azotemia dapat saja terjadi saat keluaran urine lebih
dari 400ml/24jam
a. Stadium oliguria
Oliguria timbul dalam waktu 24-48 jam sesudah trauma dan disertai
azotemia
b. Stadium dieresis
Stadium GGA dimulai bila keluaran urin lebih dari 400ml/hari
Berlangsung 2-3 minggu
Pengeluaran urin harian jarang melebihi 4 liter. Asalkan pasien tidak
mengalami hidrasi yang berlebih
Tinggi kadar urea darah
Kemungkinan menderita kekurangan kalium, natrium, dan air
Selama stadium dini dieresis kadar BUN mungkin meningkat terus
c. Stadium penyembuhan
Stadium GGA berlangsung sampai 1 tahun, dan selama itu anemia dan
kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik
4. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Uji fungsi ginjal hanya menggambarkan penyakit ginjal secara garis besar
saja, dan lebih dari setengah bagian ginjal harus mengalami kerusakan sebelum
terlihat nyata adanya gangguan pada ginjal. Ada beberapa metode yang dapat
digunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal (Kenward and Tan, 2003).
a. Anamnesis Riwayat penyakit amat penting untuk mendapatkan faktor
penyebab atau yang memperberat gagal ginjal. Pada GGA perlu diperhatikan
betul banyaknya asupan cairan, kehilangan cairan melalui urin, muntah, diare,
keringat yang berlebihan dan lain-lain serta pencatatan berat badan pasien
(Suhardjono et al., 2001).
6
b. Pemeriksaan fisik . Ada tiga hal penting yang harus didapatkan pada
pemeriksaan fisik pasien dengan GGA : Penentuan status volume sirkulasi,
apakah ada tanda-tanda obstruksi saluran kemih, yang terakhir adakah tanda-
tanda penyakit sisitemik yang mungkin menyebabkan GGA (Suhardjono et al.,
2001).
c. Analisis urin Meliputi berat jenis urin, glukosa pada urin, protein pada urin,
sedimen eritrosis, silinder leukosit, eosinofil dalam urin, kristal urat dan kristal
oksalat (Suhardjono et al., 2001). Osmolalitas (berat jenis spesifik) urin dapat
diukur dan harus berada di antara 1.015 dan 1.025. Dehidrasi menyebabkan
peningkatan osmolalitas urin karena banyak air yang direabsorpsi kembali
masuk ke kapiler peritubulus. Hidrasi berlebihan menyebabkan penurunan
osmolalitas urin (Corwin, 2000).
d. Penentuan indikator urin Pemeriksaan beberapa indikator urin seperti albumin,
natrium, ureum dan kreatinin dapat dipakai untuk mengetahui proses yang
terjadi dalam ginjal (Suhardjono et al., 2001).
Pemeriksaan laju filtrasi glomerulus dapat menggunakan konsentrasi kreatinin
serum dan Blood Urea Nitrogen (BUN)
1. Blood Urea Nitrogen (BUN)
Urea adalah produk akhir metabolisme protein yang mengandung nitrogen.
Pada penurunan fungsi ginjal, kadar urea darah meningkat. BUN dapat
dipengaruhi keadaan-keadaan yang tidak berkaitan dengan ginjal, misalnya
peningkatan atau penurunan asupan
2. Kreatinin Serum
Kreatinin serum merupakan produk sampingan dari metabolisme otot rangka
normal. Laju produksinya bersifat tetap dan sebanding dengan jumlah massa
otot tubuh. Kreatinin diekskresi terutama oleh filtrasi glomeruler dengan
sejumlah kecil yang diekskresi atau reabsorpsi oleh tubulus. Bila massa otot
tetap, maka adanya perubahan pada kreatinin mencerminkan perubahan pada
klirensnya melalui filtrasi, sehingga dapat dijadikan indikator fungsi ginjal.
Kreatinin serum meningkat pada gagal ginjal. Namun ada beberapa yang
mempengaruhi kadar kretinin serum antara lain : diet, saat pengukuran, usia
penderita, jenis kelamin, berat badan, latihan fisik, keadaan pasien, dan obat
(Kenward and Tan, 2003).
7
Tabel II. Fungsi Ginjal Berdasarkan Klirens Kreatinin (ClCr) dan Serum
Kreatinin (SrCr)
Gangguan Fungsi Ginjal ClCr (ml/menit) SrCr (mg/dl)
Ringan 20-50 1,5-5
Moderat 10-20 5-10
Parah <10 >10
3. Pemeriksaan penunjang untuk melihat anatomi ginjal. Pada gagal ginjal
pemeriksaan ultrasonography menjadi pilihan utama untuk memperlihatkan
anatomi ginjal (Suhardjono et al., 2001).
4. Pemeriksaan biopsi ginjal dan serologi
5. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
1. Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
b. Observasi balance cairan
c. Observasi adanya odema
d. Batasi cairan yang masuk
2. Dialysis
a. peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak
bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial
Dialysis )
b. Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka
dilakukan :
AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi
ke jantung )
8
c. Operasi
Pengambilan batu
transplantasi ginjal
6. Komplikasi
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung
3. Hipertensi
4. Anemia, perdarahan gastrointestinal
5. Penyakit tulang
(Smeltzer & Bare, 2001)
9
Zat toksik
Sekresi protein terganggu
vaskuler infeksi Obstruksi saluran kemih
Reaksi antigen antibodi Arterio sklerosis Tertimbun ginjal Retensi urin Batu besar & kasar
Suplay darah ginjal turun
GFR turun
Iritasi/cedera jaringanMenekan saraf perifer
Nyeri pinggang hematuria
GGK anemia
Tek kapiler naikperpospatemiaUrokrom tertimbun dikulit
Ggn keseimbangan asam basa
Total CES naik Produksi Hb turun
Retensi Na Sekresi eritropoitis turun
Sindrom uremia
Suplai nutrisi dalam darahnturun
pruritusPerubahan warna kulit Prod asam lambungnaik
Gangguan nutrisiVolume intertisiel naik
7. PATHWAY
10
Resiko infeksi
Edema (kelbhn vol cairan Oksihemoglobin turunNausea, vomitus Iritasi lambung Kerusakan integritas kulit
Rsiko perdarahan Suplai O2 kasar turun
Intoleransi aktivitas
Perload naik
Beban jantung naik
Hipertrovi ventrikel kiri
Payah jantung
Bendungan atrium kiri naik
Tekanan vena pulmonalis
Kapiler paru naik
Edema paru
Hematemesis melena
anemia
keletihan
Suplai o2 jrgn turun
Metabolism anaerob
Asam laktat naik
Fatigue nyeri sendi
Gangguan pertukaran gas
Ketidak seimbangan jaringan perifer
Gastritis
Mual muntah
Ketidakseimbangan nutrisi kurangbdari kebutuhan
Aliran darah ginjal turun
RAA turun
Syncope
Suplai o2 ke otak turun
COP turun
nyeri
Retensi Na dan H2O
Kelebihan volume cairan
11
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Asuhan Keperawatan menurut nurarif dan kusuma, (2013) sebagai
berikut :
A. Pengkajian
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada
juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga
mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan
kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak
menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam dan
pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan
traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya
CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun
waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan
air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan
darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien
dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
12
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat
dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot
bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada
paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan
pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat
ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang,
dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia, dan terjadi perikarditis.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan
retensi cairan dan natrium.
13
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
mual muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
14
A. Rencana Asuhan Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan & KH Intervensi Keperawatan1. Kelebihan volume cairan b.d
penurunan haluaran urin dan retensi cairan dan natrium.
Tujuan:Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam volume cairan seimbang.Kriteria Hasil:NOC : Fluid Balance Terbebas dari edema, efusi, anasarka Bunyi nafas bersih,tidak adanya
dipsnea Memilihara tekanan vena sentral,
tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign normal.
Fluid Management :1. Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan
masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema2. Batasi masukan cairan3. Identifikasi sumber potensial cairan 4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
cairan5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
Hemodialysis therapy1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah (misalnya
BUN, kreatinin, natrium, pottasium, tingkat phospor) sebelum perawatan untuk mengevaluasi respon thdp terapi.
2. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi, pernapasan, dan tekanan darah untuk mengevaluasi respon terhadap terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah yang tepat dari cairan berlebih di tubuh klien.
4. Bekerja secara kolaboratif dengan pasien untuk menyesuaikan panjang dialisis, peraturan diet, keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan
2 Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia mual muntah.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam nutrisi seimbang dan adekuat.Kriteria Hasil:NOC : Nutritional Status Nafsu makan meningkat
Nutritional Management1. Monitor adanya mual dan muntah2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan status
nutrisi.3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan hematocrit
level yang menindikasikan status nutrisi dan untuk
15
Tidak terjadi penurunan BB Masukan nutrisi adekuat Menghabiskan porsi makan Hasil lab normal (albumin, kalium)
perencanaan treatment selanjutnya.4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.5. Berikan makanan sedikit tapi sering6. Berikan perawatan mulut sering7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai terapi
3 Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam pola nafas adekuat.Kriteria Hasil:NOC : Respiratory Status Peningkatan ventilasi dan oksigenasi
yang adekuat Bebas dari tanda tanda distress
pernafasan Suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Tanda tanda vital dalam rentang normal
Respiratory Monitoring1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahanOxygen Therapy1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles2. Ajarkan pasien nafas dalam3. Atur posisi senyaman mungkin4. Batasi untuk beraktivitas5. Kolaborasi pemberian oksigen
4 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam perfusi jaringan adekuat.Kriteria Hasil:NOC: Circulation Status Membran mukosa merah muda Conjunctiva tidak anemis Akral hangat TTV dalam batas normal.
Circulatory Care1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi
periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur ekstremitas).
2. Kaji nyeri3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan4. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk
memperbaiki sirkulasi.5. Monitor status cairan intake dan output
16
Tidak ada edema 6. Evaluasi nadi, oedema7. Berikan therapi antikoagulan.
5 Intoleransi aktivitas b/d curah jantung yang rendah, ketidakmampuan memenuhi metabolisme otot rangka, kongesti pulmonal yang menimbulkan hipoksinia, dyspneu dan status nutrisi yang buruk selama sakit
Intoleransi aktivitas b/d fatigueDefinisi : Ketidakcukupan energu secara fisiologis maupun psikologis untuk meneruskan atau menyelesaikan aktifitas yang diminta atau aktifitas sehari hari.
Batasan karakteristik :a. melaporkan secara verbal
adanya kelelahan atau kelemahan.
b. Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktifitas
c. Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia atau iskemia
d. Adanya dyspneu atau
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam pasien toleran terhadap aktivitasKriteria Hasil: Berpartisipasi dalam aktivitas fisik
tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
NIC :Energy Management1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
aktivitas2. Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap
keterbatasan3. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan4. Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat5. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan6. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Activity Therapy1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan progran terapi yang tepat.2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan social4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan5. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek6. Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
17
ketidaknyamanan saat beraktivitas.
Faktor factor yang berhubungan :1. Tirah Baring atau
imobilisasi2. Kelemahan menyeluruh3. Ketidakseimbangan antara
suplei oksigen dengan kebutuhan
4. Gaya hidup yang dipertahankan.
10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
18
C. Evaluasi
Hal yang diharapkan pada proses perawatan klien dengan gagal ginjal
1. Bebeas dari Terbebas dari edema, efusi, anasarka Bunyi nafas bersih,tidak adanya
dipsnea
2. Memilihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign
normal
3. Terpenuhinya aktifitas sehari-hari
4. Menunjukkan peningkatan curah jantung
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Terhindar dari risiko penurunan perfusi perifer
c. Tidak terjadi kelebihan volume cairan
d. Tidak sesak nafas
e. Edema ekstermitas tidak terjadi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KATARAK
A. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian Katarak
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga
akibat dari kedua-duanya yang biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progesif.
(Mansjoer, 2000 : 62)
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya yang
disebabkan oleh berbagai keadaan. (Sidarta Ilyas, dkk, 2008)
Katarak adalah opasitas lensa kristalina atau lensa yang berkabut (opak) yang
normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses penuaan, tapi dapat timbul pada saat
kelahiran (katarak congenital). (Brunner & Suddarth: 2002)
Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, sehingga
menyebabkan penurunan/gangguan penglihatan (Admin,2009)
Katarak merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat
hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan seperti tertutup
air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif kejernihan lensa, sehingga
ketajaman penglihatan berkurang (Corwin, 2000)
Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa dimana lensa rnenjadi keruh akibat
hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat
gangguan metabolism normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu
(Iwan,2009).
20
2. Etiologi Katarak
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain (Corwin,2000):
1. Usia lanjut dan proses penuaan
2. Congenital atau bisa diturunkan
3. Pembentukan katarak dipercepat oleh factor lingkungan, seperti merokok atau
bahan beracun lainnya.
4. Katarak bias disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolic (misalnya
diabetes) dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).
Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
1. Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata.
2. Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti: penyakit/
gangguan metabolisme, proses peradangan pada mata, atau diabetes melitus.
3. Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
4. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang, seperti
kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
5. Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik (Admin,2009).
3. Manifestasi Klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta
gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.
2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari
21
Gejala objektif biasanya meliputi:
1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan
tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan
dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan
terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup.
2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Penglihatan
seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
3. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih,
sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
Gejala umum gangguan katarak meliputi:
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa:
a. Peka terhadap sinar atau cahaya.
b. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
c. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
d. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
3. Gejala lainya adalah :
a. Sering berganti kaca mata
b. Penglihatan sering pada salah satu mata
4. Klasifikasi Katarak
Berdasarkan garis besar katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
1. Katarak perkembangan ( developmental ) dan degenerative.
2. Katarak trauma : katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata.
3. Katarak komplikata (sekunder) : penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti
DM dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan pada lensa yang akan
menimbulkan katarak komplikata.
4. Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
a. Katarak kongeniatal, Katarak yang di temukan pada bayi ketika lahir (sudah
terlihat pada usia di bawah 1 tahun)
b. Katarak juvenile, Katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan di bawah
usia 40 tahun
c. Katarak presenil, Katarak sesudah usia 30-40 tahun
22
d. Katarak senilis, Katarak yang terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Jenis
katarak ini merupakan proses degenerative (kemunduran) dan yang paling
sering ditemukan.
Adapun tahapan katarak senilis adalah :
1) Katarak insipien : pada stadium insipien (awal) kekeruhan lensa mata
masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat
periksa. Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak
teratur. Penderita pada stadium ini seringkali tidak merasakan keluhan
atau gangguan pada penglihatanya sehingga cenderung diabaikan.
2) Katarak immataur : lensa masih memiliki bagian yang jernih
3) Katarak matur : Pada stadium ini proses kekeruhan lensa terus
berlangsung dan bertambah sampai menyeluruh pada bagian lensa
sehingga keluhan yang sering disampaikan oleh penderita katarak pada
saat ini adalah kesulitan saat membaca, penglihatan menjadi kabur, dan
kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari.
4) Katarak hipermatur : terdapat bagian permukaan lensa yang sudah
merembes melalui kapsul lensa dan bias menyebabkan perdangan pada
struktur mata yang lainya.
23
5. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer
ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior.
Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan.Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior
nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling
bermakna seperti kristal salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan dalam serabut halus multiple (zonula) yang memanjang dari badan silier
ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal disertai influx air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang
tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang
menderita katarak.
Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau
sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal.
Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar
UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang
dalam jangka waktu yang lama.
24
Usia lanjut dan proses penuaan Kongenital.
Traumatik atau cedera pada mata
Penyakit metabolik (misalnya DM)
Nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan
Perubahan fisik (perubahan pd serabut halus multiple (zunula) yg memanjang dari badan silier kesekitar daerah
lensa)
Hilangnya tranparansi lensa
Perubahan kimia dlm protein lensa
koagulasi
mengaburkan pandangan
Terputusnya protein lensa disertai influks air kedalam lensa
Usia meningkat
Penurunan enzim menurun
Degenerasi pada lensa
KATARAK
Gangguan penerimaan
sensori/status organ indera
Menurunnya ketajaman
penglihatan
Gangguan persepsi sensori-perseptual
penglihatan
Kurang pengetahuan
Tidak mengenal sumber informasi
Kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur
tindakan pembedahan
CEMAS
prosedur invasif pengangkatan katarak
Resiko tinggi terhadap infeksi
Post op
Nyeri
Resiko Cedera
Resiko Cedera
6. Pathway Katarak
25
7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan
kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit system saraf,
penglihatan ke retina.
2. Lapang Penglihatan : penuruan mungkin karena massa tumor, karotis, glaukoma.
3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
4. Pengukuran Gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glukoma.
5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glaukoma
6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan.
7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, lipid
9. Tes toleransi glukosa : kotrol DM
10. Keratometri.
11. Pemeriksaan lampu slit.
12. A-scan ultrasound (echography).
13. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
14. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
8. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung
vitamin C, vitamin B2, vitamin A dan vitamin E. Selain itu, untuk mengurangi
pajanan sinar matahari (sinar UV) secara berlebih, lebih baik menggunakan
kacamata hitam dan topi saat keluar pada siang hari.
2. Penatalaksanaan medis
Ada dua macam teknik yang tersedia untuk pengangkatan katarak :
a. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler
Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98%
pembedahan katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat struktur mata
selama pembedahan. Prosedur ini meliputi pengambilan kapsul anterior,
menekan keluar nucleus lentis, dan mengisap sisa fragmen kortikal lunak
menggunakan irigasi dan alat hisap dengan meninggalkan kapsula posterior
26
dan zonula lentis tetap utuh. Selain itu ada penemuan terbaru pada ekstrasi
ekstrakapsuler, yaitu fakoemulsifikasi. Cara ini memungkinkan pengambilan
lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat ultrason
frekwensi tinggi untuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi partikel
yang kecil yang kemudian di aspires melalui alat yang sama yang juga
memberikan irigasi kontinus.
b. Ekstraksi katarak intrakapsuler
Pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah zonula
dipisahkan, lensa diangkat dengan cryoprobe yang diletakkan secara
langsung pada kapsula lentis. Ketika cryoprobe diletakkan secara langsung
pada kapsula lentis, kapsul akan melekat pada probe. Lensa kemudian
diangkat secara lembut. Namun, saat ini pembedahan intrakapsuler sudah
jarang dilakukan.
Pengangkatan lensa memerlukan koreksi optikal karena lensa kristalina
bertanggung jawab terhadap sepertiga kekuatan focus mata.
27
Koreksi optikal yang dapat dilakukan diantaranya:
1) Kaca Mata Apikal
Kaca mata ini mampu memberikan pandangan sentral yang baik, namun
pembesaran 25% - 30% menyebabkan penurunan dan distorsi pandangan
perifer yang menyebabkan kesulitan dalam memahami relasi spasial,
membuat benda-benda Nampak jauh lebih dekat dan mengubah garis
lurus menjadi lengkung. Memerlukan waktu penyesuaian yang lama
ampai pasien dapat mengkoordinasikan gerakan, memperkirakan jarak,
dan berfungsi aman dengan medan pandang yang terbatas.
2) Lensa Kontak
Lensa kontak jauh lebih nyaman dari pada kaca mata apakia. Lensa ini
memberikan rehabilitasi visual yang hamper sempurna bagi mereka yang
mampu menguasai cara memasang, melepaskan, dan merawat lensa
kontak. Namun bagi lansia, perawatan lensa kontak menjadi sulit, karena
kebanyakan lansia mengalami kemunduran ketrampilan, sehingga pasien
memerlukan kunjungan berkala untuk pelepasan dan pembersihan lensa.
3) Implan Lensa Intraokuler ( IOL )
IOL adalah lensa permanen plastic yang secara bedah diimplantasi ke
dalam mata. Mampu menghasilkan bayangan dengan bentuk dan ukuran
normal, karena IOL mampu menghilangkan efek optikal lensa apakia.
Sekitar 95% IOL di pasang di kamera posterior, sisanya di kamera
anterior. Lensa kamera anterior di pasang pada pasien yang menjalani
ekstrasi intrakapsuler atau yang kapsul posteriornya rupture tanpa
sengaja selama prosedur ekstrakapsuler.
28
9. Komplikasi
1. Glaucoma
2. Uveitis
3. Kerusakan endotel kornea
4. Sumbatan pupil
5. Edema macula sistosoid
6. Endoftalmitis
7. Fistula luka operasi
8. Pelepasan koroid
9. Bleeding
I. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas / Data demografi
Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar sinar matahari
secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan
keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas pasien.
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama pasien katarak biasanya antara lain:
a. Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama katarak) .
b. Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah
c. Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film
d. Perubahan daya lihat warna
e. Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat
menyilaukan mata
f. Lampu dan matahari sangat mengganggu
g. Sering meminta ganti resep kaca mata
h. Lihat ganda
i. Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat ( hipermetropia)
j. Gejala lain juga dapat terjadi pada kelainan mata lain
3. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang dimiliki oleh pasien seperti :
a. DM
b. Hipertensi
29
c. pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya memicu
resiko katarak.
d. Kaji gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena,
e. ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada
radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin.
f. Kaji riwayat alergi
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dalam inspeksi, bagian-bagian mata yang perlu di amati adalah dengan
melihat lensa mata melalui senter tangan (penlight), kaca pembesar, slit
lamp, dan oftalmoskop sebaiknya dengan pupil berdilatasi. Dengan
penyinaran miring ( 45 derajat dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan lensa
dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh ( iris shadow ).
Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur, sedang
bayangan kecil dan dekat dengan pupil terjadi pada katarak matur.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kartu mata Snellen / mesin telebinokular ( tes ketajaman penglihatan dan
sentral penglihatan) : mungkin terganggu dengan kerusakan lensa, system
saraf atau penglihatan ke retina ayau jalan optic.
b. Pemeriksaan oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, mencatat
atrofi lempeng optic, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisme.
c. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) : menunjukkan anemi sistemik /
infeksi
d. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid : dilakukan untuk memastikan
aterosklerosis.
e. Tes toleransi glukosa / FBS : menentukan adanya/ control diabetes.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre operasi
a. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
30
b. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori
penglihatan, kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.
c. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan
dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang terpajan/mengingat,
keterbatasan kognitif.
d. Ansietas berhubungan prosedur penatalaksanaan / tindakan pembedahan.
e. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.
2. Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan trauma insisi.
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasive insisi
jaringan tubuh.
c. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
d. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori
penglihatan-kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.
31
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa keperawatan Rencana keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Gangguan persepsi sensori-perseptual
penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori/status organ indera.
NOC
setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama x 24 jam diharapkan
Meningkatkan ketajaman penglihatan
dalam batas situasi individu, mengenal
gangguan sensori dan berkompensasi
terhadap peruahan dengan Kriteria Hasil :
Mengenal gangguan sensori dan berko
mpensasi terhadap perubahan.
Mengidentifikasi/memperbaiki potensi
al bahaya dalam lingkungan.
NIC
Tentukan ketajaman penglihatan,
kemudian catat apakah satu atau dua
mata terlibat.
Observasi tanda-tanda disorientasi,
Orientasikan klien tehadap
lingkungan..
Pendekatan dari sisi yang tak dioper
asi, bicara dengan menyentuh.
Perhatikan tentang suram atau
penglihatan kabur dan iritasi mata,
dimana dapat
terjadi bila menggunakan tetes mata.
Ingatkan klien menggunakan
kacamata katarak yang tujuannya
memperbesar kurang lebih 25
persen, penglihatan perifer hilang
dan buta titik mungkin ada.
Letakkan barang yang dibutuhkan/
posisi bel pemanggil dalam jangkaua
n/posisi yang tidak dioperasi.
2 Resiko tinggi cedera berhubungan dengan
kerusakan fungsi sensori penglihatan,
kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdara
han intraokuler
NOC
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama x 24 jam Menyatakan
pemahaman terhadap factor yang terlibat
dalam kemungkinan cedera dengan
Kriteria hasil :
Menunjukkan perubahan perilaku,
pola hidup untuk menurunkan factor
resiko
dan untuk melindungi diri dari cedera
.
Mengubah lingkungan sesuai dengan
indikasi untuk meningkatkan
keamanan.
NIC
Diskusikan apa yang terjadi tentang
kondisi paska operasi, nyeri,
pembatasan aktifitas,
penampilan, balutan mata.
Beri klien posisi bersandar, kepala
tinggi, atau miring ke sisi yang tak
sakit sesuai keinginan.
Batasi aktifitas seperti menggerakan
kepala tiba-tiba, menggaruk mata,
membongkok.
Ambulasi dengan bantuan : berikan
kamar mandi khusus bila sembuh
dari anestesi.
Minta klien membedakan
antara ketidaknyamanan dan nyeri ta
jam tiba-tiba,
selidiki kegelisahan, disorientasi, ga
33
ngguan balutan.
Observasi hifema dengan senter sesu
ai indikasi.
3 Kurang pengetahuan tentang kondisi,
prognosis, pengobatan berhubungan dengan
tidak mengenal sumber informasi, kurang
terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif
NOC
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama x24 jam diharapkan Klien
menunjukkan pemahaman tentang
kondisi, proses penyakit dan
pengobatan dengan Kriteria Hasil :
Melakukan dengan prosedur
benar dan menjelaskan alas an
tindakan.
NIC
Pantau informasi tentang kondisi
individu, prognosis, tipe prosedur,
lensa.
Tekankan pentingnya evaluasi
perawatan rutin, beritahu untuk
melaporkan penglihatan berawan.
Identifikasi tanda/gejala
memerlukan upaya evaluasi medis,
missal : nyeri tiba-tiba.
Informasikan klien untuk menghinda
ri tetes mata yang dijual bebas.
Diskusikan kemungkinan
efek/interaksi antar obat mata dan
masalah medis klien
Anjurkan klien menghindari
membaca, berkedip, mengangkat
berat, mengejan
saat defekasi, membongkok pada pa
34
nggul, dll.
Anjurkan klien tidur terlentang.
4 Ansietas berhubungan prosedur penatalaksan
aan / tindakan pembedahan.
NIC
Setelah dilakukas asuhan keperawatan
selam x 24 jam diharapkan cemas
pasien berkurang dengan kriteria hasil :
Pasien mengungkapkan dan mendi
skusikan rasa cemas/takutnya.
Pasien tampak rileks tidak tegang
dan melaporkan kecemasannya
berkurang sampai
pada tingkat dapat diatasi.
Pasien dapat mengungkapkan
keakuratan pengetahuan tentang
pembedahan.
NIC
Pantau tingkat kecemasan pasien
dan catat adanya tanda- tanda verbal
dan nonverbal.
Beri kesempatan pasien untuk
mengungkapkan isi pikiran dan
perasaan takutnya.
Observasi tanda vital dan peningkata
n respon fisik pasien.
Beri penjelasan pasien tentang
prosedur tindakan operasi, harapan
dan akibatnya.
Beri penjelasan dan support pada
pasien pada setiap melakukan
prosedur tindakan.
Lakukan orientasi dan perkenalan
pasien terhadap ruangan, petugas,
dan Derajat kecemasan akan
dipengaruhi peralatan yang akan
digunakan. Bagaimana informasi
35
tentang prosedur penatalaksanaan
diterima oleh individu.
5 Defisit perawatan diri yang berhubungan den
gan kerusakan penglihatan.
NOC
Setelaha dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam diharapkan perawatan
diri terjaga dengan KH
mampu memenuhi kebutuhan pera
watan diri
NIC
Beri instruksi kepada pasien atau
orang terdekat mengenal tanda
atau gejala
komplikasi yang harus dilaporkan se
gera kepada dokter..
Berikan instruksi lisan dan tertulis
untuk pasien dan orang yang berarti
mengenal teknik yang benar
memberikan obat.
Evaluasi perlunya bantuan setelah
pemulangan.
Ajari pasien dan keluarga teknik
panduan penglihatan.
6 Nyeri berhubungan dengan trauma insisi NOC
Setelah dilakukas asuhan keperawatan
selam x 24 jam diharapkan nyeri
pasien teratasi dengan kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri (penyebab
nyeri, mampu menggunakan tehnik
NIC
1. Lakukan pengajian nyeri secara
komperhensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan fator presipitasi.
2. Observasi reaksi nonverbal dari
36
nonfamokologi, mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen
nyeri
c. Mampu mengenali neyeri ( skala,
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang
ketidaknyamanan
3. Gunakan komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
4. Kaji kultur yang mempengaruhi
respon nyeri
5. Control lingkungn yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan.
6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
7. Ajarkan tentang tehnik non
farmakologi
8. Tingkatkan istirahat
9. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan
inter personal)
10. Kolaborasi dengan dokter jika ada
keluahan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
11. Cek intruksi dokter tentang jenis
37
obat, dosis, dan frekuensi
12. Cek riwayat alergi
13. Pilih analgetik yang diperlukan.
7 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
prosedur tindakan invasive insisi jaringan
tubuh.
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam diharapkan pasien
terhindar dari infeksi, denga KH
Tidak terjadi penyebaran infeksi
selama tindakan prosedur
pembedahan ditandai dengan
penggunaan teknik antiseptic dan
desinfeksi secara tepat dan benar.
NIC
Ciptakan lingkungan ruangan yang
bersih dan bebas dari kontaminasi
dunia luar.
Jaga area kesterilan luka operasi
Lakukan teknik aseptik dan desinfek
si secara tepat dalam merawat luka.
Kolaborasi terapi medik pemberian a
ntibiotika profilaksis
38
D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam pelaksanaan rencana
tindakan keperawatan terdapat dua jenis tindakan, yaitu tindakan jenis mandiri dan
tindakan kolaborasi (Hidayat, 2008)
E. Evaluasi Keperawatan
1. Tidak terjadi penurunan ketajaman penglihatan , ketajaman penglihatan stabil
2. Cedera tidak terjadi
3. Kebutuhan pengetahuan terpenuhi
4. Kecemasan berkurang atau terkontrol
5. Peningkatan aktivitas perawatan diri
6. Infeksi tidak terjadi
7. Nyeri berkurang atau terkontrol
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ANEMIA
A. TINJAUAN TEORI
1. PENGERTIAN
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematocrit atau hitung eritrosit
(red cell count) berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah.
Tetapi harus diingat pada keadaan tertentu dimana ketiga parameter tersebut tidak sejalan
dengan massa eritrosit, seperti pada dehidrasi, perdarahan akut, dan kehamilan. Oleh
karena itu dalam diagnosis anemia tidak cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi
harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. (Sudoyo Aru)
Kriteria anemia menurut WHO (dikutip dari hoffbrand AV,et al. 2001)
Kelompok Kriteria anemia (Hb)
Laki-laki dewasa <13 g/dl
Wanita dewasa tidak hamil <12 g/dl
Wanita hamil <11 g/dl
B. ETIOLOGI
Klasifikasi anemia menurut Etiopatogenesis:
a. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
1. Kekurangan bahan esensial pembentukan eritrosit
Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi asam folat
Anemia defesiansi B12
2. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
Anemia penyebab penyakit kronik
Anemia sideroblastik
3. Kerusakan sumsum tulang
Anemia aplastik
Anemia mieloptisik
Anemia pada keganasan hematologi
Anemia diseritropoietik
Anemia pada sindrom mielodisplastik
40
Anemia akibat kekurangan eritropoiten: anemia pada gagal ginjal
kronik
b. Anemia akibat hemoragi
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia akibat perdarahan kronik
c. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakospukular
Gangguan membrane eritrosit (membranopati)
Gangguan ensim eritrosit (enzimipati): anemia akibat defisiensi
G6PD
Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati): thalassemia,
hemoglobinopati structural: HbS, HbE,dll
2. Anemia hemolitik eskstrakorpuskular
Anemia hemolitik autoimun
Anemia hemolitik mikroangiopatik dll
d. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan pathogenesis yang
komplek
Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi
1. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV <80 fl dan MCH <27 pg
Anemia defisiensi besi
Thalassemia major
Anemia akibat penyakit kronik
Anemia sideroblastik
2. Anemia normokromik normositer bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg
Anemia paska perdarahan akut
Anemia aplastic
Anemia hemoitik didapat
Anemia akibat penyakit kronik
Anemia pada gagal ginjal kronik
Anemia pada sindrom mielodisplastik
Anemia pada keganasan hematologik
3. Anemia makrositer bila MCV >95 fl
41
Bentik megaloblastik: anemia defisiensi asam folat, anemia defesiensi
B12, termasuk anemia pernisiosa
Bentuk non-megaloblastik: anemia pada penyakit hati kronik, anemia
pada hipotiroidisme, anemia pada sindrom mielodisplastik
C. MANIFESTASI KLINIK
1. Manifestasi klinis yang sering muncul
a. Pusing
b. Mudah berkunang-kunang
c. Lesu
d. Aktifitas kurang
e. Rasa menagntuk
f. Susah konsetrasi
g. Cepat lelah
h. Prestasi kerja fisik/pikiran menurun
2. Gejala khas masing-masing anemia
a. Perdarahab berulang/kronik pada anemia pasca perdarahan, anemia
defisiensi besi.
b. Icterus, urin berwarna kuning tua/coklat, perut merongkol/makin buncit
pada anemia hemolitik.
3. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda anemia umum: pucat, takhikardi, pulsus celer, suara
pembuluh darah spontan, bising karotis, bising sistolikanorganik,
perbesaran jantung.
b. Manifestasi khusus pada anemia:
Defisiensi besi: spoon nail, glositis
Defisiensi B12: paresis, ulkus ditungkai
Hemoliti: icterus, splenomegaly
Aplastic: anemia biasanya berat, perdarahan, infeksi.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
42
a. Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus
anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya nanemia dan
bnetuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian
pada komponen-komponen berikut ini : kadar hemoglobin, indeks eritrosit
(MCV, dan MCHC), apusan darah tepi
b. Pemeriksaan darah seri anemia : hitung leukosit, tromnbosit, laju endap
darah (LED) dan hitung retikulosit.
c. Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini memberikan informasi
mengenai keadaan system hematopoiesis.
d. Pemeriksaan ata indikasi khusus : pemeriksaan ini untuk mengkonfirmasi
dugaan diagnosis awal yang memiliki kom[onen berikut ini:
Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferring, dan
ferritin serum.
Anemia megaloblastik: asam folat darah/ertrosit, vitamin B12
Anemia hemilitik: hitung retikulosit, tes coombs, dan elektroforesis Hb
Anemia pada leukemia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitilimia.
2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis: faal ginjal, faal endokrin, asam
urat, faal hati, biakan kuman.
3. Radiologi : torak, bone survey, USG, atau linfangiografi
4. Pemeriksaan sitogenetik
5. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR: polymerase chain raction, FISH:
fluorescence in situ hybridization)
E. KOMPLIKASI
1. gagal jantung,
2. kejang.
3. Perkembangan otot buruk ( jangka panjang )
4. Daya konsentrasi menurun5. Kemampuan mengolah informasi yang
didengar menurun
43
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan anemia berdasarkan penyebabnya yaitu:
1. Anemia aplastic
Dengan transplantasi sumsum tulang dan terapi immunosupresif dengan
antithimocyte globulin (ATG) yang diperlukan melalui jalur sentral selama 7-
10 hari. Prognosis buruk jika transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila
diperlukan dapat diberikan transfuse RBC rendah leukosit dan platelen.
2. Anemia pada penyakit ginjal
Harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat. Kalau tersedia dapat
diberikan eritropoetin rekombinan.
3. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak tidak menunjukkan gejala dan tidak menemukan
penanganan untuk anemianya. Dengan menangani kelainanyang
mendasarinya, maka anemia akan terobati dengan sendirinya.
4. Anemia pada defesiensi besi dan asam folat
Dengan pemberian makanan yang adekuat. Pada defisiensi besi diberikan
sulfas ferosus 3x10mg/hari. Transfuse darah diberikan bila kadar Hb kurang
dari 5gr%
5. Anemia megaloblastik
a. Defesiensi vitamin B12 ditangani pemberian vitamin B12, bila defisiensi
disebabkan oleh defek absorbs atau tidak tersediannya factor intrinsic
dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
b. Untuk mencegah kekambuhan anemia, tetapi vitamin B12 harus diteruskan
selama hidup pasien yang menderita anemia persiniosa atau malabsorbsi
yang tidak dapat dikoreksi.
c. Pada anemia defesiensi asam folat diberikan asam folat 3x5 mg/hari
d. Anemia defesiensi asam folat pada pasien dengan gangguan absorbs,
penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari secara
IM
6. Anemia pasca perdarahan
Dengan memberikan transfuse darah dan plasma. Dalam keadaan darurat
diberika cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia.
7. Anemia hemolitik
Dengan pemberian transfuse darah menggantikan darah yang hemolisis.
44
Kardiomegali
Penebalan dinding ventrikel
palpitasi
Peningkatan kontraktilitas
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer nyeri akut
Takikardi,angina (nyeri dada), iskemia miokardium, beban kerja jantung meningkat
Beban kerja dan curah jantung meningkat
Perdarahan saluran cerna, uterus, hidung, luka
Penurunan kadar Hb
Resiko infeksiPertahanan sekunder tidak adekuat
Kehilangan SDM (sel darah merah
Overaktif RES, prodeksi SDM abnormal
Defisiensi besi, vit B12, As folat, depresi sumsum tulng eritropoetin
Produksi SDM
Kompensasi jantung
Penurunan jumlah eritrosit
Ketidakefektifan pola nafas
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Intake Nutrisi turun (anoreksia)
Glositis berat (lidah meradang), diare, kehilangan nafsu makan
Gangguan penyerapan nutrisi & defisiensi folat
Efek GI
Deficit perawatab diri intoleransi aktifitas
Lemah lesu, parestesia, mati rasa, ataksia, gangguan koordinasi, bingung
Hipoksia
Penurunan transport O2
Dyspnea (kesulitan bernafas)
Peningkatan frekuensi nafas
Kompensasi paru
Penghancuran SDM
G. PATHWAY
45
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Asuhan Keperawatan sebagai berikut :
a. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama : kelemahan, kelelahan, malaise
Riwayat konsumsi obat
Riwayat minum alcohol
Riwayat terjadinya kehilangan darah berlebihan
Riwayat keluarga
Riwayat nutrisi : kekurangan nutrisi esensial seperti besi, Vitamin B12
dan asam folat.
2. Pemeriksaan Fisik
Status perfusi jaringan : kulit/mukosa pucat
Status respirasi : dyspnea
Status cardiovaskuler : takikardi, palpitasi
Status saraf pusat : parestesia, gangguan koordinasi dan kejang
Status gastrointestinal : mual, muntah, diare, anoreksia, stomatitis.
46
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas b/d sindrom hipoventilasi, penurunan transfer oksigen
ke paru-paru
2. Keridak efektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan konstrasi Hb dan darah,
suplai oksigen berkurang
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang kurang ,
anoreksia
4. Nyeri akut b.d perubahan frekuensi jantung
5. Resiko infeksi b.d penurunan hemoglobin
6. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen,
proses metabolism yang terganggu.
47
J. INTERVENSI
No Diagnosa keperawatan Rencana keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Ketidakefektifan pola nafas b/d sindrom
hipoventilasi, penurunan transfer oksigen ke
paru-paru
NOC
respiratori status : ventilation
airway patency
vital sign status
setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama x 24 jam diharapkan pola nafas
klien teratasi dengan kriteria hasil :
1. mendemostrasikan batuk efektif dan
suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspnea (mampu
mengeluarkan sputum, mampur
bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
2. menunjukkan jalan nafas yang paten
3. tanda-tanda vital dalam rentan normal
(tekanan darah, nadi, pernafasan)
NIC
Airway management
1. buka jalan nafas, gunakan tehnik chin
lift atau jaw thrust bila perlu
2. posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
3. identifikasi pasien perlunya pemasangan
alat jalan nafas bantuan
4. lakukan fisioterapi dada jika perlu
5. keluarkan secret dengan batuk
6. auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
7. monitor respirasi dan O2
Oxygen therapy
1. pertahankan jalan nafas yang paten
2. monitor aliran oksigen
3. pertahankan posisi pasien
4. observasi adanya tanda-tanda
48
hipoventilasi
5. monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Vital sign monitoring
1. monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. catat adnya fluktuasi tekanan darah
3. monitar VS saat pasien berbaring, dudu
atau berdiri
4. monitao VS sebelum, selama, sesudah
aktifitas
5. monitor frekuensi dan irama pernafasan
6. monitor suara paru
2 Keridak efektifan perfusi jaringan perifer b.d
penurunan konstrasi Hb dan darah, suplai
oksigen berkurang
NOC
Circulation sttatus
Tissue prefusion : cerebral
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama x 24 jam gangguan perfusi
jaringan klien teratasi dengan kriteria
hasil:
1. Tekanan systole dan diastole dalam
rentan yang diharapkan
2. Tidak ada tanda-tanda peningkatan
NIC
1. Monitor adanya daerah tertentu yang
hanya peka terhadap panas, dingin,
tajam, tumpul.
2. Monitor adanya paretese
3. Instruksikan keluarga untuk
mengobservasi kulit jika ada isi atau
laserasi.
4. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
patasi gerakan pada kepala, leher dan
49
tekanan intracranial
3. Berkomunikasi dengan jelas dan
sesuai dengan kemampuan
4. Menunjukkan fungsi sensori motori
cranial yang utuh
punggung.
5. Monitor kemampuan BAB
6. Kolaborasi pemberian analgetik
7. Monitor adanya tromboplebitis
8. Diskusikan mengenai penyebab
perubahan sensasi.
3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d intake yang kurang ,
anoreksia
NIC
Nutritional status: food and fluid
intake
Nutrient intake
Weight control
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama x24 jam diharapkan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh teratasi
dengan Kriteria hasil :
a. Adanya peningkatan berat badan
sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan
tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
NIC
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentuakan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
3. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan vitamin C
5. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
6. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
7. BB pasien dalam batas normal
8. Monitor adanya penurunan berat
50
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
e. Menunjukkan peningkatan fungsi
pengecapan dari menelan
f. Tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti
badan
9. Monitor kuit kering dan perubahan
pigmentasi
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb dan kadar Ht
12. Monitor pertumbuhan dan
perkembnagan
13. Monitor pucat kemerahan dan
kekeringan jarinagn konjungtiva.
14. Monitor kalori dan intake nutrisi
15. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papilla lidah dan cavitas
oral
16. Catat bial lidah berwarna magenta,
scarlet.
4 Nyeri akut b.d perubahan frekuensi
jantung
NIC
Pain level
Pain control
Comfort level
Setelah dilakukas asuhan keperawatan
selam x 24 jam diharapkan nyeri
NIC
14. Lakukan pengajian nyeri secara
komperhensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan fator presipitasi.
15. Observasi reaksi nonverbal dari
51
pasien teratasi dengan kriteria hasil :
e. Mampu mengontrol nyeri (penyebab
nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfamokologi, mencari bantuan)
f. Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen
nyeri
g. Mampu mengenali neyeri ( skala,
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
h. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang
ketidaknyamanan
16. Gunakan komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
17. Kaji kultur yang mempengaruhi
respon nyeri
18. Control lingkungn yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan.
19. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
20. Ajarkan tentang tehnik non
farmakologi
21. Tingkatkan istirahat
22. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan
inter personal)
23. Kolaborasi dengan dokter jika ada
keluahan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
24. Cek intruksi dokter tentang jenis
52
obat, dosis, dan frekuensi
25. Cek riwayat alergi
26. Pilih analgetik yang diperlukan.
5 Resiko infeksi b.d penurunan hemoglobin NOC
1. Immune status
2. Knowledge : infection control
3. Risk control
Kriteria hasil :
Klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi
Mendeskripsikan proses penularan
penyakit, factor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannya.
Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat
NIC
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
pasien lain
2. Pertahankan tehnik isolasi
3. Batasi pengunjung bila perlu
4. Instruksi kepada pengunjung untuk cuci
tangan saat berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan pasien
5. Gunakan sabun antimicrobial untuk cuci
tangan
6. Gunakan baju, sarung tangan, sebagai alat
pelindung
7. Pertahannka lingkungan aseptic saat
pemasangan alat
8. Tingkatkan intake nutrisi
9. Berikan terapi antibiotic bila perlu
10. Monitor tanda dan gejal infeksi sistemik
dan lokal
53
11. Monitor hitung granulosit, WBC
12. Monitor kerentanan terhadap infeksi
13. Inspeksi kulit dan membrane mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase.
14. Dorong masukan nutrisi yang cukup dan
cairan yang cukup
15. Anjurkan istirahat
16. Instruksikan ke pasien untuk minum
antibiotic sesuai resep
17. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
18. Ajarkan cara menghindari infeksi.
6 Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen, proses
metabolism yang terganggu.
NOC
Self Care :ADL
Energy conservation
Activity tolerance
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama x 24 jam diharapkan pasien
bertoleransi terhadap aktivitas dengan
kriteria hasil :
a. Berpartisipasi dalam aktivitas
fisik tanpa disertai peningkatan
NIC
1. Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
2. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
yang sesuai denagn kemampuan fisik,
psikologi dan social
3. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
4. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan
54
tekanan darah,nadi dan RR
b. Mampu melakukan aktivitas
sehari-hari (ADL) secara
mandiri
c. Tanda –tanda vital normal
d. Mampu berpindah dengan atau
tanpa alat bantu
e. Sirkulasi status baik
f. Keseimbangan aktivitas dan
istirahat
aktivitas seperti kursi roda dan krek
5. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
6. Monitor respon fisik, emoi, social, dan
spiritual.
55
D. Evaluasi
Hal yang diharapkan pada proses perawatan klien dengan anemia
1. menunjukkan jalan nafas yang paten
2. menunjukkan Tekanan systole dan diastole dalam rentan yang diharapkan
3. menunjukkan bebas dari tanda dan gejala infeksi
4. Menunjukkan peningkatan aktivitas
56
BAB V
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENAGN CK
A. TINJAUAN TEORI
1. PENGERTIAN
Cidera kepala merupakan cidera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan
otak. (Marton, 2012)
Klasifikasi cedera kepala
Berdasarkan patologi :
1. Cedera kepala primer
Merupakan akibat cedera awal. Cedera awal menyebabkan gangguan integritas
fisik, kimia, dan listrik dari sel diarea tersebut, yang menyebabkan kematian sel.
2. Cedera kepala sekunder
Cedera ini merupakan cedera yang menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut
yang terjadi setelah trauma sehingga meningkatkan TIK yang tak terkendali,
meliputi respon fisiologi cedera otak, termasuk edema cerebral, perubahan
biokimia, dan perubahan hemodinamik serebral, iskemia serebral, hipotensi
sistemik, dan infeksi local atau sistemik.
Menurut jenis cedera
1. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi
duameter. Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak.
2. Cedera kepala tertutup : dapat disamakan pada pasien dengan gegar otak ringan
dengan cedera serebral yang luas.
Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (glasgown come scanel)
1. Cedera kepala ringan/minor
GCS 14-15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30 menit
Tidak ada fraktur tengkorak
Tidak ada kontusia serebral, hemotoma
2. Cedera kepala sedang
GCS 9-13
57
Kehilangan kesadaran dan asam amnesia lebih dari 30 menittetapi kurang
dari 24 jam
Dapat mengalami fraktur tengkorak
Diikuti kontusia serebral, laserasi, dan hematoma intrakranial
3. Cedera kepala berat
GCS 3-8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
Juga meliputi kontusia serebral, laserasi, atau hematoma intra kranial.
Skala koma Glasgow
Dewasa Respon Bayi dan anak-anak
Buka mata (Eye)
Spontan 4 Spontan
Berdasarkan perintah
verbal
3 Berdasarkan suara
Berdasarkan rangsangan
nyeri
2 Berdasarkan rangsangan nyeri
Tidak memberi respon 1 Tidak memberi respon
Respon verbal
Orientasi baik 5 Senyum, orientasi terhadap obyek
Percakapan kacau 4 Menangis tetapi dapat ditenangkan
Kata-kata kacau 3 Menangis dan tidak dapat
ditenangkan
Mengerang 2 Mengerang dan agitatif
Tidak memberi respon 1 Tidak memberi respom
Respon motoric
Menurut perintah 6 Aktif
Melokalisir rangsang nyeri 5 Melokalisir rangsang nyeri
Menjauhi rangsang nyeri 4 Menjauhi rangsang nyeri
Fleksi abnormal 3 Fleksi abnormal
Ekstensi abnormal 2 Ekstensi abnormal
Tidak memberi respon 1 Tidak memberi respon
Skor 14-15 12-13 11-12 8-10 <5
Kondisi compos mentis apatis somnolent stupor koma
58
2. ETIOLOGI
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deselerasi, akselerasi-
deselerasi, coup-countre coup, dan cedera rotasional.
1. Cedera akselerasi terjadi jika obyek bergerak menghantam kepala yang tidak
bergerak (MIs : alat pemukul penghantam kepla atau peluru yang ditembakkan ke
kepala)
2. Cedera deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam,
seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membebtur kaca depan
mobil.
3. Cedera akselerasi-deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan
bermotor dan episode kekerasa fisik.
4. Cedera coun-countre coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak
bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak
yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur. Sebagai contoh
pasien dipukul dibagian belakang kepala.
5. Cedera rotasional terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar
dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron
dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak
dengan bagin dalam rongga tengkorak.
3. MANIFESTASI KLINIS
Pada pemeriksaan klinis biasnya yang dipaksa untuk menentukan cedera kepala
menggunakan pemeriksaan GCS yang dikelompokkan menjadi cedera kepala ringan,
sedang, berat seperti diatas.
Nyeri yang menetap atau setempat, biasanya menunjukkan adanya fraktur. (smeltzer,
suzanna. 2002)
1. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur
2. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika GCS keluar dari telinga dan hidung
3. Laserasi atau kontusio otak ditunjukan oleh cairan spinal berdarah
Kondisi cedera kepala yang dapat antara lain:
59
1. Komosio serebri
Tidak ada jarinagn otak yang rusak, tetapi hanya kehilangan fungsi otak sesaat
(pingsan <10 menit) atau amnesia pasca cedera kepala.
2. Kontusio serebri
Adanya kerusakan otak dan fungsi otak (pingsan >10 menit) atau terdapat lesi
neurologic yang jelas. Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian besar terjad di
lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi pada setiap bagian dari otak.
Kontusio serebri dalam waktu beberapa jam atau hari dapat berubah menjadi
perdarahan intraserebral yang membutuhkan tindakan operasi. (brain injury
association of Michigan).
3. Laserasi serebri
Kerusakan otak yang luas disertai robekan durameter serta fraktur terbuka pada
cranium. (brain injury association of Michigan).
4. Epidula hematom (EDH)
Hematoma antara diameter dan tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah
robeknya arteri meningea media. Diatndai penurunan kesadaran denagn
ketidaksamaan neurologis sisi kiri dan kanan (hemiparase/plegi, pupil anisokor,
reflex patologis satu sisi) gambaran CT c]scan area hiperdens dengan bentu
bokonvek atau lentikuler diantara 2 sutura. Jika perdarahan >20 cc atau >1 cm
midline shift > 5 mm dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan.
5. Subdural hematom (SDH)
Hematom dibawah lapisan durameter dengan sumber perdarahan berasal dari
bridging vein, a/v cortical, sinus venous. Subdural hematom adalah terkumpulnya
darah antara durameter dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi
akibat pecahnya pembuluh darah vena, perdarahan lambat dan sedikit. Periode
akut dapat terjadi dalam 48 jam-2 hari, 2 minggu atau beberapa bulan. Gejala-
gejalanya adalah nyeri kepla, bingung, mengantuk, berfikir lambat, kejang dan
odem pupil, dan secara klinis ditandai dengan penurunan kesadaran, disertai
adanya lateralisasi yang paling sering berupa hemiparese/plegi. Pada
pemeriksaan CT scan didapatkan gambaran hiperdens yang berupa bulan sabit
(cresent). Indikasi operasi jika perdarahan tebalnya >1 cm dan terjadi pergeseran
garis tengah >5 mm.
6. SAH (subarachnoid hematom)
60
Merupakan perdarahan fokal di daerah subarachnoid. Gejala klinisnya
menyerupai kontusion serebri. Pada pemeriksaan CT scan didapatkan lesi
hiperdens yang mengikuti arah girus-girus serebri di daerah yang berdekatan
dengan hematom. Hanya diberikan terapi konservatif, tidak memerlukan terapi
operatif. (misulis KE, head TC)
7. ICH (intracerebral hematom)
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringanotak. Pada
pemeriksaan CT scan didapatkan lesi perdarahan di antara neuron otak yang
relative normal. Indikasi dilakukan operasi adanya daerah hiperdens, diameter >
3 cm, perifer, adanya pergeseran garis tengah.
8. Fraktur basis kranii (misulis KE, Head TC)
Fraktur dari dasar tengkorak, biasanya melibatkan tulang temporal, oksipital,
sphenoid dan etmoid. Terbagi menjadi fraktur basis kranii anterior dan posterior.
Pada fraktur anterior melibatkan tulang etmoid ydan sphenoid, sedangkan pada
fraktur posterior melibatkan tulang temporal, oksipital dan beberapa bagian
tulang sphenoid. Tanda terhada fraktur basis kranii antara lain: ekimosis
periorbital (racoon’s eyes), ekimosis mastoid (battle’s sign), keluar darah beserta
cairan serebrospinal dari hidung atau telinga (rinore atau otore), kelumpuhan
nervus cranial.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. foto polos tengkorak (skull X-ray)
2. angiografi serebral
3. pemeriksaan MRI
4. CT scan : indikasi ct scan nyeri kepala atau muntah-muntah, penurunan GCS
lebih 1 poin, adanya lateralisasi, bradikardi (nadi <60x/menit), fraktur impresi
dengan lateralisasi yang tidak sesuai, tidak ada perubahan selam 3 haari
perawatan dan luka tembus akibat benda tajam atau peluru.
61
5. PENANGANAN
Penanganan cedera kepala : (satyanegara, 2010)
1. Stabilitas kardiopulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (airway-breating-
circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia akan cenderung
memperhebat peningkatan TIK dan menghasilkan prognosis yang lebih buruk.
2. Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan intubasi pada kesempatan
pertama.
3. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai nacam cedera atau gangguan-
gangguan dibagian tubuh lainnya.
4. Pemeriksaan neurologis mencakup respons mata, motoric, verbal, pemeriksaan
pupil, reflek okulosefalik dan reflek okuloves tubuler. Penilaian neurologis
kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita rendah (syok).
5. Penanganan cedera-cedera dibagian lainnya.
6. Pemberian pengonbatan seperti: antiedemaserebri, anti kejang, dan natrium
bikarbonat.
7. Tindakan pemeriksaan diagnostic seperti: sken tomografi computer otak,
angiografi serebral, dan lainnya.
Indikasi rawat inap pada penderita dengan cedera kepala ringan adalah:
2. Amnesia antegrade/pascatraumatik
3. Adanya keluhan nyeri kepala mulai dari derajat yang moderat sampai berat
4. Adanya riwayat penurunan kesadaran/pingsan
5. Intoksikasi alcohol atau obat-obatan
6. Adanya fraktur tulang tengkorak
7. Adanya kebocoran likuor serebro=spinalis (ottore/rinnore)
8. Cedera berat bagian tubuh lain
9. Indikasi social (tidak ada keluarga/pendamping dirumah)
(satyanegara,2010)
Dari cedera kepala rinagn dapat berlanjut menjadi sedang/berat dengan catatan bila
ada gejala-gejala seperti:
1. Mengantuk dan sukar dibangunkan
2. Mual, muntah dan pusing hebat
62
3. Salah satu pupil melebar atau adanya tampilan gerakan mata yang tidak biasa
4. Kelumpuhan anggota gerak salah satu sisi dan kejang
5. Nyeri kepala yang hebat atau bertambah hebat
6. Kacau/bingung (confuse) tidak mampu berkomunikasi, terjadi purubahan
personalitas.
7. Gaduh, gelisah
8. Perubahan denyut nadi, atau pola pernafasan
Kriteria sederhana sebagai patokan indikasi operasi adalah:
1. Lesi masa intra atau ekstra aksial yang menyebabkan pergeseran garis tengah
(pembuluh darah serebral anterior) yang melebihi 5 mm
2. Lesi masa ekstra aksial yang tebalnya melebihi 5 mm dari tabula internal
tengkorak dan berkaitan dengan pergeseran arteri serebri anterior atau media.
3. Lesi massa ekstra aksial bilateral dengan tebal 5 mm dari tabula eksternal
(kecuali bila ada atrofi otak)
4. Lesi massa intra aksial lobus temporalis yang menyebabkan elevasi hebat dari
arteri serebri media atau menyebabkan pergeseran garis tengah.
63
Trauma kepala
Ansietas
Imobilisasi
Resiko cidera
Mual muntahPapilodemaPandangan kaburPenurunan fungsi pndengaranNyeri kepala
Hipoksia
Iskemia
Gangguan suplai darah
Resiko perdarahan
Gangguan kesadaran
Mesenfalon tertekan
Herniasi unkus
Terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot, dan vaskuler
Ekstra kranial
Gilus medialis lobus temporalis tergeser
Peningkata TIK
Perubahan sirkulasi CSS
Perdarahan hemastoma Resiko infeksi
Kerusakan memori
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
Resiko kekurangn volume cairan
Kompresi medulla oblongata
Tonsil cerebrum bergeser
Hambatan mobilitas fisik
Gangguan persepsi sensori
Deficit neurologis
Gangguan neurologis vocal
Nyeri akut
Terputusnya kontinuitas jaringan tulang
Tulang kranial Intra kranial
Jaringan otak rusak (kontusio laserasi)
Perubahan autoregulasi Oedema serebral
Kejang
Bersihan jalan nafasObstruksi jalan nafasDyspneaHenti nafasPerubahan pola nafas
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
6. PATHWAY
64
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan data klien baik subyektif maupun obyektif pada gangguan sistem
persyarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi,
jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya.
b. Identitas klien dan keluarga ( penanngungjawab ) : nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat golongan darah, penghasilan,
hubungan klien dengan penanggungjawab.
c. Riwayat kesehatan
Tingkat kesadaran / GCS < 15, convulsi, muntah, takipnea, sakit kepala, wajah
simetris atau tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi secret pada saluran
pernapasan, adanya liquor dari hidung dan telinga serta kejang.
Riwayat penyakit dahulu barulah diketahui dengan baik yang berhubungan
dengan sistem persyarafan maupun penyakit sistem – sistem lainnya, demikian
pula riwayat penyakit keluarga yang mempunyai penyakit menular.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Aktifitas / istirahat
S : Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan
O : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese,goyah dalam
berjalan ( ataksia ), cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.
2) Sirkulasi
O : Tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takhikardi dan
aritmia.
3) Integritas ego
S : Perubahan tingkah laku / kepribadian
O : Mudah tersinggung, bingung, depresi dan impulsive
4) Eliminasi
O : bab / bak inkontinensia / disfungsi.
65
5) Makanan / cairan
S : Mual, muntah, perubahan selera makan
O : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, disfagia).
6) Neuro sensori :
S : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan
pendengaran, perubahan penglihatan, diplopia, gangguan
pengecapan / pembauan.
O : Perubahan kesadara, koma. Perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, atensi dan kinsentarsi) perubahan pupil (respon
terhadap cahaya), kehilangan penginderaan, pengecapan dan
pembauan serta pendengaran. Postur (dekortisasi, desebrasi), kejang.
Sensitive terhadap sentuhan / gerakan.
7) Nyeri / rasa nyaman
S : Sakit kepala dengan intensitas dan lokai yang berbeda.
O : Wajah menyeringa, merintih.
8) Repirasi
O : Perubahan pola napas ( apnea, hiperventilasi ), napas berbunyi,
stridor , ronchi dan wheezing.
9) Keamanan
S : Trauma / injuri kecelakaan
O : Fraktur dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan ROM, tonus otot
hilang kekuatan paralysis, demam,perubahan regulasi temperatur
tubuh.
10) Intensitas sosial
O : Afasia, distarsia
66
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyari akut b.d agen cidera biologis kontraktur (terputusnya jaringan tulang)
2. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan persepsi/kognitif
3. Kerusakan memori b.d hipoksia, gangguan neurologis
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas, ditandai dengan
dipsnea
5. Resiko kekurangan volume cairan b.d perubahan kadar elektrolit serum (muntah)
6. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d trauma jaringan otak
7. Resiko perdaraha b.d truma, riwayat jatuh
8. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d penurunan ruangan untuk perfusi
serebral, sumbatan aliran darah serebral
9. Resiko infeksi
10. Resiko cedera b.d penurunan tingkat kesadaraan, gelisah agitasi, gerakan
infolunter dan kejang
11. Ansietas
67
3. INTERVENSI
No Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Nyari akut b.d agen cidera biologis
kontraktur (terputusnya jaringan
tulang)
NOC :
Pain level
Pain control
Comfort level
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama………x 24 jam diharapkan nyeri
berkurang/teratasi dengan kriteria hasil:
a. Mampu mengontrol nyeri
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang
NIC :
1. Lakukan pengajian nyeri secara komperhensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan fator presipitasi.
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5. Control lingkungn yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
7. Ajarkan tentang tehnik non farmakologi
8. Tingkatkan istirahat
9. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
non farmakologi dan inter personal)
10. Kolaborasi dengan dokter jika ada keluahan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
11. Cek intruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
68
frekuensi
12. Cek riwayat alergi
13. Pilih analgetik yang diperlukan.
2 Hambatan mobilitas fisik b.d
kerusakan persepsi/kognitif
NOC
Join movement : active
Mobility level
Self care: ADLs
Transfer performance
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama x 24 jam, diharapkan Hambatan
mobilitas fisik tidak terjadi dengan kriteria
hasil:
a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
b. Mengerti tujuan dari peningkatan
mobilitas
c. Memverbalisasikan perasaan dalam
meninglatkan kekuatan dan kemampuan
berpindah
d. Memperagakan penggunaan alat
NIC
1. Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat
respon pasien saat latihan
2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
ambulasi sesuai dengan kebutuhan
3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan
dan cegah terhadap cedera
4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang tehnik
ambulasi
5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara
mandiri sesuai kemampuan
7. Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs pasien
8. Berikan alat bantu jika klien memerlukan
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
69
e. Bantu untum mobilisasi (walker) bantuan jika diperlukaan
3 Kerusakan memori b.d hipoksia,
gangguan neurologis
NOC :
Tissue perfusion cerebral
Acute confusion level
Environment intrepretation syndrome
impaired
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama ….x 24 jam diharapkan kerusakan
memori tidak terjadi dengan kriteria hasil:
a. Mampu untuk melakukan proses mental
yang kompleks
b. Orientasi kognitif : mampu untuk
mengidentifikasi orang, tempat, dan waktu
secara akurat
c. Konsentrasi : mampu focus pada stimulus
tertentu
d. Ingatan (memori) : mampu untuk
mendapatkan kembali secara kognitif dan
menyampaikan kembali informasi yang
disimpan sebelumnya.
e. Kondisi neurologis : kemampuan system
saraf perifer dan system saraf pusat untuk
NIC :
Neurologi monitoring
1. Memantau ukuran pupil, bentuk, simetris dan reaktivitas
2. Memantau tingkat kesadaran
3. Memantau tingkat orientasi
4. Memantau tren glascow coma scale
5. Monitor memori baru, rentang perhatian, memori masa
lalu, suasana hati, mempengaruhi dan perilaku
6. Monitor tanda-tanda vital : suhu, tekanan darah, denyut
nadi dan pernafasan
7. Monitor setatus pernafasan : ABG tingkat, oksimetri
pulsa, kedalaman, pola, tingkat dan usaha
8. Memantau ICP dan CPP
9. Memantau reflek kornea
10. Memantau reflek batuk dan muntah
11. Memantau otot gerak motoric, kiprah dan
proprioception
12. Memantau kekuatan cengkraman
13. Pantau gemetar
14. Pantau simetri wajah
70
menerima, memproses, dan memberi
respon terhadap stimuli internal dan
eksternal
f. Kondisi neurologis : kesadaran
g. Menyatakan mampu mengingat lebih
baik
15. Pantau tonjolan lidah
16. Pantau tanggapan penangkapan
17. Pantau hgangguan visual
18. Pantau karakteristik berbicara: kelancaran,
19. Pantau indra penciuman
20. Pantau paresthesia: mati rasa dan kesemutan
21. Pantau respon Babinski
22. Pantau respon cushing
4 Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas b.d obstruksi jalan nafas,
ditandai dengan dipsnea
NOC :
Respiratory status : ventilation
Airway patency
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama… x 24 jam diharapkan bersihan jalan
nafas teratasi dengan kriteria hasil:
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis,
dan dyspnea (mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
b. Menunjukkan jalan nafas paten
NIC :
1. Pastikan kebutuhab oral/tracheal suctioning
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning
3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
4. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan
5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
memfasilitasi suksion nasotrakeal
6. Gunakan alat steril setiap mau melakukan tindakan
7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam setelah
kateter dikeluarka dari nasitrakeal
8. Monitor status oksigen pasien
9. Ajarkan kepada keluarga bagaimana melakukan seksion
10. Hentikan section dan berikan oksigen apabila pasien
71
c. Mampu mengidentifikasi dan mencegah
factor yang dapat menghambat jalan nafas.
menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll
11. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu
12. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
13. Identifikasi pasien perlunya alat jalan nafas bantu
14. Pasang mayo bila perlu
15. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
16. Keluarkan secret dengan batuk atau section
17. Auskultasi suara nafas catat adanya suara tambahan
18. Lakukan section pada mayo
19. Berikan bronkodilator bila perlu
20. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab
21. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan untuk
keseimbangan
22. Monitor respirasi dan status O2.
5 Resiko kekurangan volume cairan
b.d perubahan kadar elektrolit
serum (muntah)
NOC:
Fluid balance
Hydration
Nutritional status : food and fluid intake
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama ………x 24 jam diharapkann
kekurangan volume cairan tidak terjadi dengan
Bil NIC
1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
3. Onitor status hidrasi (kelembapan membrane ukosa, nadi
adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan
4. Monitor vital sign
5. Monitor masukan makanan/cairan dan intake kalori
72
kriteria hasil:
a. Mempertahankan urine output sesuai
dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT
normal
b. Tekanan darah, nadi, suhu, respirasi dalam
batas normal
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastilitas
turgor kulit baik, membrane mukosa
lembab, tidak ada rasa haus yang
berlebihan.
harian
6. Kolaborasi pemberian cairan IV
7. Monitor status nutrisi
8. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
9. Dorong masukan oral
10. Dorong keluarga untuk memberikan pasien makan
11. Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
12. Kolaborasi dengan dokter
13. Atur kemungkinan transfuse
14. Persiapan untuk transfuse
15. Monitaor status cairan termasuk intake dan output cairan
16. Pelihara IV line
17. Monitor tingkat Hb dan hematocrit
18. Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan
19. Monitor berat badan
20. Dorong pasien untuk menambah intake oral
21. Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan gejala
kelebihan volume cairan
22. Monitor adanya tanda gagal ginjal.
6 Resiko ketidakseimbangan suhu
tubuh b.d trauma jaringan otak
, t
NOC :
NIC :
1. Pengaturan susu : mencapai dan atau mempertahankan
73
Termoregulasi
Termoregulasi :newborn
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama…..x 24 jam ketidakseimbangan suhu
tubuh tidak terjadi dengan kriteria hasil:
a. Suhu kulit normal
b. Suhu badan 36,0-37,0 C
c. TTV dalam batas normal
d. Hidrasi adekuat
e. Tidak hanya menggigil
f. Gula darah DBN
g. Keseimbangan asam basa DBN
h. Bilirubin DBN
suhu tubuh dalam rentan normal
2. Pantau suhu sampai stabil
3. Pantau tekanan darah, nadi, pernafasan dengan tepat
4. Pantau warna dan suhu kulit
5. Pantau dan laporkan tanda dan gejala hipotermi dan
hipetermi
6. Tingkatkan adekuatan masukan cairan dan nutrisi
7. Gunakan matras panas dan slimut hangat yang
disesuaikan dengan kebutuhan
8. Berikan pengobatan dengan tepat untuk mencegah atau
control menggigil
9. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
10. Rencanakan monitoring suhu secara continyu
11. Slimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan
tubuh
12. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat
panas
13. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif dari kedinginan
14. Beritahu tentang indikasi terjadinya keletihan dan
penanganan emergencfy yang diperlukan
74
15. Ajarkan dari indikasi hipotermi
16. Berikan antipiretik jika perlu
17. Mempertahankan suhu tubuh intera operatif yang
diharapkan.
7 Resiko perdaraha b.d truma,
riwayat jatuh
NOC :
Blood lose severity
Blood koagulation
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama….x 24 jam diharapka perdarahan tidak
terjadi dengan kriteria:
a. Tidak ada hematuria dan hematemesis
b. Kehilangan darah yang terlihat
c. Tekanan darah dalam batas normal sistol
dan diastol
d. Tidak ada perdarahan pervagina
e. Tidak ada distensi abdominal
f. Hemoglobin dan hematocrit dalam batas
normal
g. Plasma, PT, PTT, dalam batas normal
NIC:
1. Monitor ketat tanda-tanda perdarahan
2. Catat nilai Hb dan Ht sebelum dan sesudah terjadinya
perdarahan
3. Monitor nilai lab (koagulasi) yang meliputi PT, PTT,
trombosit
4. Monitor TTV ortostatik
5. Pertahankan bed rest selama perdarahan aktif
6. Kolaborasi dalam ppemberian produk darah (platelet atau
fresh frozen plasma)
7. Lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan
perdarahan
8. Hindari mengukur suhu lewat rektal
9. Hindari pemberian aspiri dan anticoagulant
10. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake makanan
yang banyak mengandung vitamin K
11. Hindari nterjadinya konstipasi dengan mengnajurkan
untuk mempertahankan intake cairan yang adekuat dan
75
pelembut feses
12. Identifikasi penyebab perdarahan
13. Monitor status cairan yang meliuputi input dan output
14. Lakukan manula pressure (tekanan) pada area perdarahan
15. Gunakan ice bak pada area perdarahan
16. Lakukan pressure bleading (perban yang menekan) pada
area luka
17. Tinggikan ekstremitas yang perdarahan
18. Monitor ukuran dan karakteristik hematom
19. Monitor nadi distal dari area yang luka atau perdarahan
20. Intruksikan pasien untuk menekan area luka pada saat
bersin atau batuk
21. Instruksikan pasien untuk membatasi aktivitas
22. Observasi adanya darah dalam sekresi cairan tubuh:
emesis, feces, urine, residu lambung, dan drainase luka
23. Monitor complate blood count dan leukosit
24. Kolaborasi dalam pemberian terapai
25. Lakukan pemasanagn NGT untuk memonitor sekresi dan
perdarahan lambung
26. Lakukan bilas lambung denga NaCl dingin
27. Dokumentasikan warna, jumlah dan karakteristik feses
76
monitor status nutrisi pasien pertahankan jalan nafas
28. Hindari penggunanna aspirin dan ibuprofen
8 Resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak b.d penurunan
ruangan untuk perfusi serebral,
sumbatan aliran darah serebral
NOC :
Circulation status
Tissue prefusion : cerebral
Safety Behavior
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama….x 24 jam ketidakefektifan perfusi
jaringan teratasi dengan kriterian hasil:
a. Mendemonstrasikan status sirkulasi yang
ditandai dengan : tekanan systole dan
diastole dalam rentan normal
b. Tidak ada ortostatik hipertensi
c. Tidak ada tanda-tanda peningkatan
intracranial (tidak lebih dari 15 mmHg)
d. Mendemonstrasikan kemampuan kognitif
dengan ditandai : berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan kemampuan
e. Menunjukkan pertahtian, konsetrasi dan
orientasi
NIC :
1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
terhadap panas, dingin, tajam, tumpul
2. Monitor adanya paretese
3. Instruksikan adanya untuk mengobservasi kulit jika ada
isi atau laserasi
4. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
6. Monitor kemampuan BAB
7. Kolaborasi pemberian analgetik
8. Monitor adanya tromboplebitis
9. Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi.
77
f. Memproses informasi
g. Membuat keputusan denagn benar
h. Menunjukan fungsi sensori motoric cranial
yang utuh : tingkat kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-gerakan involunter
9 Resiko infeksi NOC
Immune status
Knowledge :infection control
Risk control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama….x 24 jam resiko infeksi teratasi
dengan kriterian hasil:
a. Klien bebas dari danda dan gejala infeksi
b. Mendeskripsikan proses penularan
penyakit, factor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanakannya
c. Menunjukkan kemmpuan untuk mencegah
timbulnya infeksi
d. Jumlah leukosit dalam batas normal
e. Menunjukkan prilaku hidup sehat
NIC
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2. Pertahankan tehnik isolasi
3. Batasi pengunjung bila perlu
4. Instruksi kepada pengunjung untuk cuci tangan saat
berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
5. Gunakan sabun antimicrobial untuk cuci tangan
6. Gunakan baju, sarung tangan, sebagai alat pelindung
7. Pertahannka lingkungan aseptic saat pemasangan alat
8. Tingkatkan intake nutrisi
9. Berikan terapi antibiotic bila perlu
10. Monitor tanda dan gejal infeksi sistemik dan lokal
11. Monitor hitung granulosit, WBC
12. Monitor kerentanan terhadap infeksi
13. Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase.
14. Dorong masukan nutrisi yang cukup dan cairan yang
78
cukup
15. Anjurkan istirahat
16. Instruksikan ke pasien untuk minum antibiotic sesuai
resep
17. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
18. Ajarkan cara menghindari infeksi.
10 Resiko cedera b.d penurunan
tingkat kesadaraan, gelisah agitasi,
gerakan infolunter dan kejang
NOC
Risk control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama….x 24 jam resiko cedera teratasi
dengan kriterian hasil:
a. Klien terbebas dari cedera
b. Klien mampu menjelaskan cara/metode
untuk mencegah injury/cedera
c. Klien mampu menjelaskan factor resiko
dari lingkungan/perilaku personal
d. Mampu memodifikasi gaya hidup untuk
mencegah injury
e. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
f. Mampu mengenali perubahan status
kesadaran
NIC
1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
2. Identifikasi untuk kebutuhan keamanan pasien, sesuai
dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan
riwayat penyakit terdahulu pasien
3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (missal
memindahkan prabotan)
4. Memasang sie rail tempat tidur
5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
6. Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah
dijangkau pasien
7. Membatasi pengunjung
8. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien
9. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
10. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
79
11. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atu
pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
11 Ansietas NOC
Anxiety self-control
Anxiety level
Coping
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama….x 24 jam ansietas teratasi dengan
kriterian hasil:
a. Klien mampu dan mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala cemas
b. Mengidentifikasi mengungkapkan dan
menunjukkan teknik untuk mengontrol
cemas
c. Vital sign dalam batas normal
d. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa
tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan
NIC
1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
prosedur
4. Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress
5. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengurangi takut
6. Dorong keluarga untuk menemani pasien
7. Lakukan back/neck rub
8. Dengarkan dengan penuh perhatian
9. Identifikasi tingkat kecemasan
10. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
kecemasan
11. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
12. Instruksikan pasien menggunakan tehnik relaksasi
13. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan.
80
4. EVALUASI
Hal yang diharapkan oleh proses perawatan klien denagn CEDERA KEPALA :
1. Mnunjukkan NYERI BERKURANG DENGAN dengan
a. Mampu mengontrol nyeri
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
2. Tidak menunjukkan Hambatan mobilitas fisik
3. Menunjukkan jalan nafas paten
4. Meningkatnya aktivitas fisik
5. Menunjukkan Suhu badan normal 36,0-37,0 C
6. Menunjukkan bebas dari danda dan gejala infeksi
7. Menunjukkan terbebas dari cedera
8. Menunjukkan mampu dan mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Standar asuhan keperawatan digunakan untuk mengetahui proses dan hasil
pelayanan keperawatan yang diberikan dalam upaya mencapai pelayanan keperawatan.
Melalui standar praktek dapat diketahui apakah intervensi atau pun tindakan keperawatan
itu yang telah diberikan sesuai dengan yang direncanakan dan apakah klien dapat
mencapai tujuan yang diharapkan.
B. SARAN
1. SAK akan meningkatkan efisiensi serta efektifitas pelayanan keperawatan dan ini
akan berefek kepada penurunan lama rawat pasien di Rumah Sakit.
2. SAK dapat digunakan sebagai alat perencanaan untuk mencapai target dan sebagai
tolak ukur untuk mengevaluasi penampilan, dimana standar ini digunakan sebagai
alat pengontrolnya.
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, mary.2009.Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Endokrin.Jakarta: EGC
Davey, Patrick.2005 , At glance medicine.Jakarta : Erlangga
Muttaqin, A. (2009). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler Dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi NANDA NIC NOC. Yogyakarta : MediAction
Padila.2013.Keperawatan Penyakit Dalam.Yogyakarta: Nuha Medika
Tarwoto. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: Trans Info
Media
Wiilinson .Judith. M.2012.Baku Saku Diagnosa Keperawatan Nanda.Intervensi.NIC.Kriteria
Hasil NOC ed 9.Jakarta:EGC
Top Related