BAB I
LAPORAN KASUS
I. Identitas
Nama : Tn. IB
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Pangkep
Tanggal masuk RS : 17 April 2016
II. Anamnesis (Autoanamnesis tanggal 17 April 2016)
Keluhan utama : Nyeri pada paha kaki kiri
Anamnesis Terpimpin
Nyeri dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, nyeri dirasakan lagi setelah 2 tahun
yang lalu pernah mengalami kecelakaan motor. Nyeri dirasakan terus menerus
sehingga membuat pasien susah untuk berjalan. Setelah kecelakaan terjadi
pasien tidak dapat berjalan dan langsung berobat ke tukang pijat. Selama 3
bulan lama nya pasien dibawa ke tukang pijat dan dilakukan traksi berkali-kali.
Setelah itu pasien dapat berjalan namun tidak terlalu sempurna. Dan sebulan
terakhir pasien mengalami nyeri yang sama pada paha kiri dan dibawa ke poli
ortopedi RSUD Kota Makassar.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya
Riwayat penyakit hipertensi sebelumnya disangkal
Riwayat penyakit gula disangkal
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada dalam keluarga yang menderita keluhan seperti ini
III. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis : Sakit sedang, Gizi cukup, Compous mentis
Status Vitalis :
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 102x/menit kuat angkat, regular di Arteri radialis dextra
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 36,6oC di Axilla dextra
Kepala
Normocephali, rambut hitam dengan distribusi merata, tidak mudah dicabut,
tidak terdapat jejas maupus benjolan.
Mata
Bentuk normal, simetris, pupil bulat dan isokor, conjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak lagsung
(+/+).
Telinga
Normotia, liang telinga lapang, tidak hiperemis, sekret (-/-), serumen (+/+),
membran timpani utuh, benda asing (-/-).
Hidung
Bentuk normal, tidak ada deformitas, septum deviasi (-), konka hipertrofi (-/-),
tidak hiperemis, sekret (-/-).
Mulut
Bibir luka (-), hematom (-), trismus (-), gigi- geligi dalam batas normal, oral
hygiene baik.
Leher
Inpeksi : jejas (-), oedem (-), hematom (-)
Palpasi :Bentuk normal , tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid, nyeri tekan
(-)
Thorax
- Paru – Paru
Inspeksi : gerak napas kanan dan kiri simetris, retraksi sela iga (-/-), jejas
(-),udem (-), hematom (-), deformitas (-)
Palpasi : vocal fremitus simetris kiri dan kanan, nyeri tekan (-/-)
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: suara nafas vesikuler kanan dan kiri, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba di ICS 5 linea midclavicula sinistra
Perkusi : Pekak, Batas jantung atas kanan ICS 2 linea parasternalis dextra,
batas jantung atas kiri ICS 2 linea midclavicula sinistra, batas jantung bawah
kanan ICS 5 linea parasternalis dextra, batas jantung bawah kiri ICS 5 linea
midclavicula sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II murni reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, jejas (-), hematom (-), oedem (-)
Auskultasi : bising usus (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan dinding perut (-), defense muscular (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Genitalia
Tidak ada jejas, tidak terdapat nyeri
Ekstremitas
Kanan Kiri
Otot Eutrofi Eutrofi
Tonus Normotoni Normotoni
Massa Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sendi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Gerakkan Aktif Aktif terbatas
Kekuatan Normal Normal
Edema Tidak ada Ada
Status lokalis regio femur sinistra :
Look :
- (+) pembengkakan di tungkai atas kiri ; (-) angulasi; (-) rotasi
- (+) deformitas
Feel :
- (+) pembengkakan di tungkai atas kiri , 12 cm diatas lutut, suhu kulit normal,
teraba keras, (-) mobile, (-) nyeri tekan, pulsasi ke distal (+), CRT 2”
Move :
- (-) krepitasi
- ROM aktif-pasif terbatas akibat nyeri
IV. Pemeriksaan Penunjang
LABORATORIUM
Tanggal 17 April 2016
TES HEMATOLOGI
LENGKAPHASIL
NILAI
RUJUKAN
DARAH RUTIN
JUMLAH LEUKOSIT 12,4 x 10^3/ul 4,0 - 10,0
JUMLAH ERITROSIT 3,85 x 10^6/uL 4,50 - 6,20
HEMOGLOBIN 10,7 g/dL 13,0 - 17,0
HEMATOKRIT 31,1 % 40,1 - 51,0
MCV 80,8 Fl 79,0 - 92,2
MCH 27,8 pg 25,6 - 32,2
MCHC 34,4 g/L 32,2 - 36,5
JUMLAH TROMBOSIT 235 x 10^3/ul 150 – 400
RDW-SD 35,3 fL 37 – 54
RDW-CV 12,3 % 10,0 - 15, 0
PDW 9,5 fL 10,0 - 18,0
MPV 9,3 fL 9,0 - 13, 0
P-LCR 18,7 % 13,0 - 43,0
PCT 0,2 % 0,2 - 0,4
RADIOLOGI X-RAY FEMUR DEXTRA
Tanggal 17 April 2016
Foto Femur Sinistra AP/Lat :
Fraktur lama pada 1/3 tengah os femur dengan displaced ± 4cm kearah
anterior
Fiksasi terpasang pada distal femur
Mineralisasi tulang baik
Soft tissue baik
Kesan : Fraktur lama dengan malunion pada 1/3 tengah os femur sinistra.
V. Resume
Seorang laki laki berusia 19 tahun datang ke Poli Ortopedi RSUD Kota Makassar
dengan keluhan nyeri pada paha kiri. Nyeri dirasakan sejak 1 bulan terakhir dan terus
menerus sehingga membuat pasien sulit untuk berjalan. Nyeri dirasakan sama seperti
2 tahun yang lalu, setelah pasien mengalami kecelakaan motor. Setelah kecelakaan
terjadi pasien tidak dapat berjalan dan dibawa berobat ke tukang pijat. Rutin dipijat
selama 3 bulan dan setelah itu pasien bisa berjalan namun tidak sempurna.
Riwayat menderita penyakit yang sama sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit
yang sama dalam keluarga disangkal. Riwayat menderita DM dan HT disangkal. Dari
hasil pemeriksaan status vitalis TD : 110/80 mmHg, N : 102x/menit, P : 18x/menit S :
36,6oC di Axilla dextra. Pada pemeriksaan fisik head to toe didapatkan semua dalam
batas normal. Status lokalis region femur sinistra didapatkan Look : (+)
pembengkakan di tungkai atas kanan; (-) angulasi; (-) rotasi (+) deformitas. Feel : (+)
pembengkakan di tungkai atas kanan, 12 cm diatas lutut, suhu kulit normal, teraba
keras, (-) mobile, (-) nyeri tekan, pulsasi ke distal (+), CRT 2”. Move : (-) krepitasi,
ROM aktif-pasif terbatas akibat nyeri. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan kesan
Fraktur lama dengan malunion pada 1/3 tengah os femur sinistra.
VI. Diagnosa
Malunion fraktur 1/3 tengah os femur sinistra.
VII.Penatalaksanaan
IVFD RL 20 tpm
Cefoperazone 1gr/12jam/IV
Ranitidine amp/8jam/IV
Ketorolac amp/8jam/IV
Operatif : Open reduction internal fixation Os Femur Sinistra
VIII. Prognosis
Qua Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Qua Ad Sanitionem : Dubia ad Bonam
Qua Ad Functionem : Dubia ad Bonam
IX. Diskusi
Pasien ini mengalami fraktur tertutup pada 1/3 tengah femur sinistra yang dimana
terjadi akibat trauma langsung tetapi tidak sampai menimbulkan pendarahan
dikarenakan pulsasi dari arteri femoralis ataupun arteri dorsalis pedis pasien masih
dapat teraba. Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau
terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Akibat trauma bergantung
pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Kita harus dapat membayangkan
rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar dapat menduga fraktur yang dapat terjadi.
Setiap trauma dapat mengakibatkan fraktur juga dapat sekaligus merusak jaringan
lunak di sekitar fraktur mulai dari otot, fascia, kulit, tulang sampai struktur
neurovascular atau organ-organ penting lainnya. Salah satu komplikasi pada tulang
adalah penyembuhan fraktur yang abnormal adalah malunion, delayed union dan
nonunion. Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya tetapi
terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekkan atau
union secara menyilang. Biasanya malunion fraktur disebabkan oleh fraktur tanpa
pengobatan, pengobatan yang tidak adekuat, reduksi dan imobilisasi yang tidak baik.
Pengobatan pada malunion fraktur terbagi dua yaitu konservatif dan operatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Pendahuluan
Saat ini penyakit musculoskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di
pusat-pusat pelayanan kesehatan diseluruh dunia.Dengan makin pesatnya kemajuan lalu
lintas dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan
dan bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan
terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Sementara trauma-trauma lain yang
dapat mengakibatkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja dan cedera
olahraga.
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan,
yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan
posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Akibat trauma bergantung pada jenis trauma,
kekuatan dan arahnya. Kita harus dapat membayangkan rekonstruksi terjadinya
kecelakaan agar dapat menduga fraktur yang dapat terjadi. Setiap trauma dapat
mengakibatkan fraktur jugadapat sekaligus merusak jaringan lunak di sekitar fraktur mulai
dari otot, fascia, kulit, tulang sampai struktur neurovascular atau organ-organ penting
lainnya.
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat
trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian) dan biasanya lebih banyak
dialami laki-laki dewasa. Femur merupakan tulang terkeras dan terpanjang pada tubuh,
oleh karena itu butuh kekuatan benturan yang besar untuk menyebabkan fraktur pada
femur. Insiden fraktur femur sebesar 1-2 kejadian pada per 10.000 jiwa penduduk setiap
tahunnya. Kebanyakan penderita berusia produktif antara 25-65 tahun, laki-laki lebih
banyak menderita terutama pada usia 30 tahun. Penyebab fraktur sangat bervariasi, baik
akibat kecelakaan ketika mngendarai mobil, sepeda motor dan kecelakaan ketika rekreasi.
Fraktur femur bisa menyebabkan pasien jatuh ke dalam syok. Oleh karena itu
insiden fraktur femur harus segera ditangani sebagai suatu kegawatdaruratan.
Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major
dan trochanter minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan
berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada
pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan
ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan
sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke
bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita
sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu
diingat karena dapat dirubah oleh penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan
batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di
depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya
terdapat tuberculum quadratum.
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia
licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat
rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah.Tepian
medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju
tuberculum adductorum pada condylus medialis.Tepian lateral menyatu ke bawah
dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di
bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan
dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk
daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian
posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus
dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk
articulatio genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis.
Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus medialis.
III. DEFINISI FRAKTUR
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan
tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang
menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung,
misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius
distal patah.
Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.
Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang
patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah
tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai
luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.
IV. KLASIFIKASI
Salah satu kiasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang
berhubungan dengan daerah yang patah. Jadi, dalam klasifikasi ini, dapat dibagi menjadi
tertutup dan terbuka.
Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka
dan berat ringannya fraktur 2, sebagaimana yang terlihat pada Tabel 1.
Derajat Patah Tulang Terbuka Menurut Gustillo dan Anderson (1976)
Kemudian Gustillo et al. (1984) membagi tipe III dari klasifikasi Gustillo dan
Anderson (1976) menjadi tiga subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB dan IIIC (Tabel 2).
IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan
lunak, walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.
IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga
tulang terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum,
fraktur kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan merupakan
trauma high energy tanpa memandang luas luka.
III C terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar
kehidupan bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat
kerusakan jaringan lunak.
Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson, 1976) oleh
Gustillo, Mendoza dan Williams (1984)
V. GAMBARAN KLINIS
Bagian paha yang patah lebih pendek dan lebih besar dibanding dengan normal
serta fragmen distal dalam posisi eksorotasi dan aduksi karena empat penyebab:
a. Tanpa stabilitas longitudinal femur, otot yang melekat pada fragmen atas
dan bawah berkontraksi dan paha memendek, yang menyebabkan bagian
paha yang patah membengkak.
b. Aduktor melekat pada fragmen distal dan abduktor pada fragmen atas.
Fraktur memisahkan dua kelompok otot tersebut, yang selanjutnya bekerja
tanpa ada aksi antagonis.
c. Beban berat kaki memutarkan fragmen distal ke rotasi eksterna.
Femur dikelilingi oleh otot yang mengalami laserasi oleh ujung tulang fraktur
yang tajam dan paha terisi dengan darah, sehingga terjadi pembengkakan.
VI. PENATALAKSANAAN
Pertolongan Pertama
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi
(circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah
lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu tejadinya
kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS,
mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin
besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap.
Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi
rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak
selain memudahkan proses pembuatan foto.
Perdarahan dari fraktur femur, terbuka atau tertutup, adalah antara 2 sampai 4 unit
(1-2 liter). Jalur intravena perlu dipasang dari darah dikirim ke laboratorium untuk
pemeriksaan hemoglobin dan reaksi silang. Jika tidak terjadi fraktur lainnya,
kemungkinan transfusi dapat dihindari, tetapi bila timbul trauma lainnya, 2 unit darah
perlu diberikan segera setelah tersedia.
Fraktur terbuka biasanya terbuka dan dalam/luar dengan luka di sisi lateral atau
depan paha. Debridemen luka perlu dilakukan dengan cermat dalam ruang operasi dan
semua benda asing diangkat. Jika luka telah dibersihkan secara menyeluruh, setelah
debridemen luka dapat ditutup; tetapi bila terkontaminasi, luka lebih baik dibalut dan
dirawat dengan jahitan primer yang ditunda (delayed primary suture). Antibiotika dan
antitetanus sebaiknya diberikan, seperti pada setiap fraktur terbuka.
Penatalaksanaan Fraktur
Penanganan fraktur mengikuti prinsip umum pengobatan kedokteran yaitu jangan
membuat keadaan lebih jelek, pengobatan didasarkan atas diagnosis dan prognosis
yang akurat, seleksi pengobatan dengan tujuan khusus seperti menghilangkan nyeri,
memperoleh posisi yang baik dari fragmen, mengusahakan terjadinya penyambungan
tulang dan mengembalikan fungsi secara optimal, mengingat hukum penyembuhan
secara alami, bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan, dan
seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individual.
Terdapat empat prinsip dalam penanganan fraktur, yaitu:
1. Recognition: dengan mengetahui dan menilai keadaan fraktur dari anamnesis,
pemeriksaan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan
lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk
pengobatan dan komplikasi yang mungkin terjadi.
2. Reduction: reduksi fraktur apabila diperlukan. Posisi yang baik adalah
aligment dan aposisi yang sempurna. Reduksi terbaik adalah kontak minimal
50% dan overriding <0,5 inchi pada fraktur femur.
3. Retention: immobilisasi fraktur menggunakan Skin traction. Skin traction
merupakan pilihan terbaik dan tatalaksana yang dapat dilakukan oleh dokter
umum.
4. Rehabilitation: mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin
Bila keadaan penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat diimobilisasi
dengan salah satu dan empat cara berikut ini:
1. Traksi
Adalah Tarikan pada bagian distal anggota badan pasien dengan tujuan
mengembalikan fragmen tulang ke tempat semula.
Comminuted fracture dan fraktur yang tidak sesuai untuk intramedullary
nailing paling baik diatasi dengan manipulasi dibawah anestesi dan balanced
sliding skeletal traction yang dipasang melalui tibial pin. Traksi longitudinal yang
memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spasme otot dan mencegah
pemendekan, dan fragmen harus ditopang di posterior untuk mencegah
pelengkungan. Enam belas pon biasanya cukup, tetapi penderita yang gemuk
memerlukan beban yang lebih besar dari penderita yang kurus membutuhkan
beban yang lebih kecil. Lakukan pemeriksaan radiologis setelah 24 jam untuk
mengetahui apakah berat beban tepat; bila terdapat overdistraction, berat beban
dikurangi, tetapi jika terdapat tumpang tindih, berat ditambah.
Pemeriksaan radiologi selanjutnya perlu dilakukan dua kali seminggu selama
dua minggu yang pertama dan setiap minggu sesudahnya untuk memastikan
apakah posisi dipertahankan. Jika hal ini tidak dilakukan, fraktur dapat terselip
perlahan-lahan dan menyatu dengan posisi yang buruk.
Ada 2 cara :
Traksi Kulit (skin traction). Beban pada traksi kulit sebesar 1/7 dari berat
badan, maksimal 5 kg.
Traksi Skeletal (skeletal traction)
Traksi skeletal untuk jangka pendek pada fraktur femur à tibia proksimal .
Traksi skeletal untuk jangka panjang pada fraktur femur à femur distal .
2. Fiksasi Interna
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur
lainnya kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap
panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk
mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologi
memberi kesan bahwa jaringan lunak mengalami interposisi di antara ujung
tulang karena hal ini hampir selalu menyebabkan non-union.
Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas
longitudinal serta kesejajaran (alignment) serta membuat penderita dapat
dimobilisasi cukup cepat untuk meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2
minggu setelah fraktur. Kerugian meliput anestesi, trauma bedah tambahan
dan risiko infeksi.
Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan
trauma yang minimal, tetapi paling sesuai untuk fraktur transversal tanpa
pemendekan. Comminuted fracture paling baik dirawat dengan locking
nail yang dapat mempertahankan panjang dan rotasi.
3. Fiksasi Eksternal
Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat
pada pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam, cast
brace dapat dipasang. Fraktur dengan intramedullary nail yang tidak memberi
fiksasi yang rigid juga cocok untuk tindakan ini.
VII.Komplikasi
KOMPLIKASI SEGERA
Komplikasi Lokal
1. Komplikasi pada kulit
Kulit dapat mengalami aberasi (friction burn) yang disertai partikel atau
benda asing kotor dan masuk sampai ke dermis. Bila terjadi aberasi seperti
ini harus dibersihkan secara menyeluruh untuk mencegah terjadinya
kerusakan yang menyebabkan timbulnya pigmentasi residual pada proses re-
epitelisasi.
Pembengkakkan yang luas akibat fraktur anggota gerak dapat menarik
kulit sehingga sirkulasi ke superficial lebih banyak dan menimbulkan lepuh.
Selama pengobatan fraktur, kulit secara konstan ditekan antara permukaan
sisi luar dan tulang yang menonjol. Penderita tirah baring lama yang tidak
dibalik secara teratur dapat dengan plaster of Paris pada kulit dapat
menyebabkan ulkus gips. Komplikasi iatrogenic ini dapat diatasi dengan
melakukan skin grafting.
2. Komplikasi vaskuler
A. Komplikasi arterial
Pembuluh darah kecil dapat robek pada saat terjadi fraktur, tetapi hal ini
jarang pada pembuluh darah besar. Walaupun begitu komplikasi akibat
trauma dapat menyebabkan sekuela berupa oklusi arteri yang persisten.
Arteri besar mudah rusak oleh trauma yang disertai fraktur dan dislokasi.
B. Komplikasi vena
Trauma pada vena besar dibagi atas total dan tidak total yang disebabkan
oleh trauma dari dalam akibat pergeseran fragmen fraktur atau dari luar oleh
penetrasi benda asing dari luar. Trauma pada vena besar dapat diperbaiki
dengan cara operasi untuk mencegah terjadinya sekuele akibat kongesti vena
distal yang permanen.
3. Komplikasi neurologis
Komplikasi akibat truam pada otak, sumsum tulang belakang atau saraf
perifer dapat terjadi sejak awal atau yang lebih jarang oleh karena penanganan
fraktur itu sendiri. Komplikasi neurologis sering terjadi bersama-sama dengan
jenis fraktur dan dislokasi tertentu.
4. Komplikasi pada otot
Pada setiap fraktur dapat terjadi kerusakan otot yang biasanya bersifat parsial
dan jarang bersifat total. Bilamana terjadi tegangan yang hebat pada bagian otot
yang sedang berkontraksi, maka otot dapat mengalami robekan yang akan
memberikan rasa nyeri yang hebat. Kadang-kadang dapat terjadi robekan otot
yang hebat pada daerah muskulotendinosa misalnya pada otot kuadriseps
femoris atau otot gasroknemius.
5. Komplikasi pada organ
Komplikasi pada organ dapat menyebabkan kerusakan pada organ karena
penetrasi oleh fragmen tulang yang tajam pada daerah sekitar fraktur. Fraktur
pada iga dapat mengenai jantung sehingga terjadi hemoperikardium atau
menembus pleura dan terjadi hemothoraks, bahkan dapat menembus paru-paru
sehingga terjadi hemopneumothoraks. Fraktur iga bagian bawah dapat
menembus hati, limpa atau ginjal. Fraktur pada vertebra torakalis dan lumbalis
dapat menyebabkan ileus paralitik serta dilatasi lambung. Fraktur bergeser pada
panggul dapat menyebabkan robekan pada buli-buli atau uretra dan yang lebih
jarang dapat terjadi pada kolon dan rectum.
Komplikasi diluar fraktur pada organ lain
1. Trauma multiple
Fraktur dapat timbul bersama-sama trauma pada vesira torako-
abdominal yang merupakan trauma tersendiri sebagai bagian dari
suatu trauma multipel. Pada seorang penderita dengan fraktur maka
perlu diperhatikan kemungkinan adanya kerusakan pada organ-organ
lain seperti pada otak, alat-alat dalam rongga toraks dan abdomen yang
dilakukan pada pemeriksaan awal. Fraktur merupakan kelainan dengan
prioritas terakhir untuk ditanggulangi pada suatu trauma multipel.
2. Syok hemoragik
Syok hemoragik merupakan salah satu komplikasi dari fraktur
yang merupakan suatu syok hipovolemik atau oligemik. Syok terjadi
oleh karena kerusakan pembuluh darah kecil atau besar pada waktu
terjadi fraktur. Syok hemoragik terjadi terutama pada fraktur daerah
panggul atau pada fraktur femur yang dapat menimbulkan akumulasi
perdarahan sebanyak 2 liter pada orang dewasa.
KOMPLIKASI AWAL
Komplikasi lokal
1. Komplikasi sisa dari komplikasi yang segera terjadi
a. Nekrosis kulit
Akibat trauma sejak awal atau oleh karena tekanan tulang pada
kulit dan jaringan lunak akan menyebabkan nekrosis pada kulit dan
jaringan lunak lainnya. Pada fraktur terbuka dimana terdapat
ketegangan kulit atau terdapat kehilangan jaringan lunak maka kulit
dibiarkan terbuka untuk ditutup pada tahap berikutnya.
b. Iskemik Volkmann
Merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada
jaringan lunak akibat adanya tekanan pada arteri. Komplikasi lain
yang timbul pada jaringan lunak seperti gangrene atau thrombosis
vena juga dapat menyebabkan kerusakan serta nekrosis pada jaringan
lunak.
2. Komplikasi pada sendi
A. Infeksi pada sendi
Pada fraktur terbuka intra-artikuler dan setelah operasi terbuka
suatu fraktur intra-artikuler dapat ditemukan komplikasi hebat berupa
arthritis septic. Walaupun dilakukan penanganan secara awal dan
efektif, arthritis septic dapat menyebabkan destruksi tulang rawan
artikuler yang berkembang menjadi penyakit degeneratif sendi.
3. Komplikasi pada tulang
A. Infeksi pada tulang (osteomielitis)
Fraktur terbuka
Dapat terjadi kerusakan jaringan yang mengenai seluruh lapisan
termasuk tulang pada bagian yang mengalami fraktur. Penanganan fraktur
terbuka bertujuan mengurangi terjadinya osteomielitis akut dan
penyulitnya, osteomielitis kronik, delayed union dan union.
Fraktur tertutup
Dapat terinfeksi setelah operasi terbuka karena pemasangan implant, traksi
kontinu atau fiksasi eksterna. Tulang disekitar pin tidak hanya mengalami
nekrosis tetapi juga dapat terjadi infeksi dan membentuk sekuester.
B. Nekrosis avaskuler tulang
Nekrosis avaskuler tulang pasca trauma biasanya disebabkan oleh
terputusnya pembuluh darah yang mengantarkan nutrisi pada saat terjadi
trauma serta adanya faktor iatrogenic akibat pembedahan yang berlebihan
pada waktu reduksi terbuka fraktur dan dislokasi. Komplikasi yang dapat
terjadi berupa delayed union, sendi yang tidak sesuai serta atau dislokasi
tertentu yang disebabkan oleh suplay darah yang tidak adekuat pada bagian
yang mengalami fraktur.
Komplikasi Di Luar Organ Lain
1. Emboli lemak
Emboli lemak merupakan komplikasi yang fatal dan dapat
menyebabkan kematian sebesar 20% dari seluruh kematian akibat
fraktur.
2. Emboli paru
3. Pneumonia
Komplikasi pneumonia terjadi oleh karena perawatan tirah baring pada
periode penyembuhan, yang umumnya lebih sering mengenai orang
tua. Nyeri pada fraktur iga diikuti pembatasan respirasi dapat
menyebabkan pneumonia.
4. Tetanus
Disebabkan oleh Clostridium tetani yang merupakan salah satu
komplikasi trauma terbuk. Masa inkubasi tetanus antara 10-14 hari.
5. Delirium tremens
Penderita alkoholik kronis yang mengalami trauma, dirawat inap di
rumah sakit. Keterikatan terhadap alcohol dihentikan secara
mendadak. Selama beberapa hari dapat terjadi hal-hal yang luar biasa,
bahkan gejala withdrawal berupa disorientasi, ansietas, agitasi dan
halusinasi.
KOMPLIKASI LANJUT
Komplikasi lokal
1. Komplikasi pada sendi
a) Kekakuan sendi yang menetap
Kekakuan yang berlangsung singkat akibat imobilisasi selama
pengobatan fraktur, dapat dikurangi dengan melakukan kontraksi aktif
pada kelompok otot yang mengontrol sendi dan biasanya pengobatan
berhasil dengan menggerakkan sendi setelah imobilisasi yang
berlangsung singkat. Kekakuan sendi yang persisten merupakan suatu
komplikasi yang menghambat fungsi normal anggota gerak. Kekakuan
sendi seperti ini kebanyakkan merupakan komplikasi fraktur. Kekakuan
terutama terjadi pada orang dewasa yang mengalami perubahan
degenerative pada sendi dan jarang ditemukan pada anak-anak.
b) Penyakit degenerative pasca trauma
Adanya ketidaksesuaian permukaan sendi diikuti fraktur intra-
artikuler, dislokasi atau fraktur dislokasi khusunya pada sendi penopang
tubuh, dapat menyebabkan berkembangnya penyakit degeneratif sendi.
Komplikasi ini harus dihindarkan agar dapat terjadi pemulihan yang baik
pada permukaan sendi setelah trauma. Penyebab penyakit degeneratif
sendi pasca trauma yang mengenai sendi penopang tubuh adalah
malunion, malalignment dan fraktur akibat penekanan sendi.
2. Komplikasi pada tulang
a) Sindroma kompartemen
Sindroma kompartemen adalah suatu sindrom yang terjadi karena
beberapa hal, bisa disebabkan oleh fraktur, di mana terjadi
peningkatan tekanan intrakompartemen sehingga terjadi iskemia
jaringan. Peningkatan tekanan ini disebabkan oleh terisinya cairan ke
dalam kompartemen (fascia), dan tidak diikuti oleh pertambahan
luas/volume kompartemen itu sendiri. Cairan tersebut dapat berupa
darah atau edema yang disebabkan oleh fraktur. Dengan meningkatnya
tekanan intrakompartemen (interstitial) yang melampaui tekanan
perfusi kapiler (pembuluh darah), akan menyebabkan aliran darah
yang seyogyanya mensuplai oksigen dan nutrisi ke jaringan menjadi
tidak adekuat (kolaps). Hal ini akan memicu terjadinya iskemia
jaringan, yang menyebabkan edema sehingga tekanan
intrakompartemen tersebut akan semakin meningkat. Bila hal ini tidak
diatasi, maka iskemia yang terjadi akan menimbulkan kematian
jaringan dan nekrosis, yang pada akhirnya dapat mengancam nyawa.
Secara umum terdapat beberapa tanda (sign) untuk sindroma
kompartemen, yang disingkat menjadi 5P :
1) Pain (nyeri), yang sering ditemukan dan terjadi di awal sindrom
2) Parestesia, yaitu gangguan pada saraf sensorik
3) Paralisis, yaitu gangguan motorik yang ditemukan setelah beberapa
waktu
4) Pallor, yaitu pucat pada kulit akibat berkurangnya suplai darah
5) Pulselessness, yaitu kehilangan denyut arteri
Cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan teknik fasciotomi, suatu tindakan
operatif untuk membebaskan cairan yang terperangkap di dalam kompartemen.
b) Penyembuhan fraktur yang abnormal
1. Non union
Non-union adalah suatu kondisi di mana tidak terjadi penyatuan
(penyembuhan) tulang yang mengalami fraktur setelah beberapa waktu,
di mana normalnya tulang tersebut seharusnya sudah menyatu. Sebagai
contoh untuk tulang panjang dikatakan non-union jika setelah 6 bulan
tidak ada penyatuan, atau 3 bulan untuk bagian leher tulang femur.
Non-union bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti usia, nutrisi
yang kurang baik/adekuat, efek penggunaan steroid, terapi radiasi, infeksi,
suplai darah yang tidak adekuat, atau imobilisasi yang kurang benar.
2. Malunion
Malunion adalah penyembuhan fraktur dalam posisi yang tidak
anatomis (abnormal). Biasanya disebabkan oleh penanganan yang kurang
adekuat. Malunion dapat menyebabkan gangguan fungsional dan estetik,
dan paling sering terjadi sebagai komplikasi fraktur tulang phalangs.
Beberapa contoh malunion adalah malrotasi (terjadi pada fraktur spiral
atau oblik), angulasi, dan pemendekan (shortening).
Bila fragmen menyambung pada posisi yang tak memuaskan
(angulasi, rotasi, atau pemendekan yang tak dapat diterima) fraktur itu
dikatakan malunion. Penyebabnya adalah tidak tereduksinya fraktur secara
cukup, kegagalan mempertahankan reduksi ketika terjadi penyembuhan,
atau kolaps yang berangsur-angsur pada tulang yang osteoporotic atau
kominutif.
Gambaran Klinik
Deformitas biasanya jelas, tetapi kadang-kadang tingkat malunion yang
sebenarnya hanya tampak pada sinar-X. deformitas rotasional pada femur, tibia,
humerus atau lengan bawah dapat terlewatkan kecuali kalau tungkai itu dibandingkan
dengan anggota di sebelahnya.
Sinar-X diperlukan untuk mengecek posisi fraktur ketika sedang terjadi penyatuan.
Ini terutama diperlukan selama 3 minggu pertama ketika keadaan dapat berubah tanpa
tanda-tanda sebelumnya.
Terapi
Malunion insipien mungkin memerlukan terapi bahkan sebelum fraktur benar-
benar menyatu; keputusan untuk melakukan remanipulasi atau koreksi itu mungkin
sangat sukar. Ada beberapa petunjuk:
a. Pada orang dewasa, fraktur harus direduksi sedekat mungkin dengan posisi
anatomis. Tetapi, aposisi kurang begitu penting dibandingkan alignment dan
rotasi. Angulasi lebih dari 15 derajat pada tulang panjang, atau deformitas
rotasional yang nyata mungkin membutuhkan koreksi dengan manu=ipulasi
ulang, atau membutuhkan osteotomi dan fiksasi internal.
b. Pada anak-anak, deformitas sudut dekat ujung tulang biasanya akan berubah
bentuknya sejalan dengan waktu; sedang deformitas rotasional tidak.
c. Pada tungkai bawah, pemendekan lebih dari 2,5 cm jarang dapat diterima oleh
pasien dan prosedur pemanjangan tungkai dapat diindikasikan.
d. Harapan pasien (sering didorong oleh penampilan kosmetik) dapat amat
berbeda dari harapan ahli bedah; ini tidak boleh diabaikan
e. Pembahasan bersama dengan pasien, dan pemandangan dengan panduan
sinar-X, akan membantu dalam pemantauan kebutuhan terapi dan dapat
mencegah kesalahpahaman di kemudian hari.
f. Efek-efek jangka panjang dari deformitas sudut yang kecil terhadap fungsi
sendi dangat sedikit yang diketahui. Tetapi, tampaknya malposisi lebih dari 15
derajat pada setiap bisang dapat menyebabkan pembebanan asimetris pada
sendi di atasnya atau dibawahnya dan menyebabkan munculnya osteoarthritis
sekunder di kemudian hari; ini terutama berlaku pada sendi-sendi yang
menahan beban besar.
3. Delayed union
Delayed union adalah keterlambatan penyembuhan/penyatuan fraktur. Tidak
ada batasan waktu yang jelas kapan suatu penyembuhan fraktur dikatakan
delayed union. Beberapa penyebab delayed union antara lain infeksi dan suplai
darah yang inadekuat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad, Chairuddin, 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit Bintang
Lamumpatue Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Hal:
149-153
2. Apley, Graham A., Solomon, Louis. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem
Apley. 7th ed. Jakarta : Widya Medika: 1995
3. Sjamsuhidajat R., Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. ed revisi. EGC.
Jakarta: 1998. pp. 1138-96
4. Swiontkowski MF, Stovitz SD. Manual of orthopaedics. 6th ed. US:
Lippincott Williams and Wilkins; 2001.
5. Koval KJ, Zuckerman JD. Handbook of fractures. 3rd ed. US: Lippincott
Williams and Wilkins; 2006.
6. Braten M, Helland P, Mhyhre H, Malste A, Terjesen T. 11 femoral fractures
with vascular injury - good outcome with early vascular repair and internal
fixation. Acfa Orthop Scand 1996 [cited 2009 Dec 8]; 67 (2): 1614.
7. Lieurance R, Benjamin JB, Rappaport WD. Blood loss and transfusion in
patient with isolated femur fracture. J Orthop Trauma 1992 [cited 2009 Dec
8];6(2):175-9.
8. Wheeless CR. Vascular Injuries from Pelvic Fracture [Online]. 2009 July 5
[cited 2009 Dec 8]; Available from:
URL
:http://www.wheelessonline.com/ortho/vascular_injuries_from_pelvic_fractur
es
9. Schwartz. Intisari Prinsip – Prinsip Ilmu Bedah ed 6. Penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta 2000
10. Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Hal 457-484. Penerbit buku kedokteran EGC.
JakartaRasjad, C. Buku Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Edisi ketiga.
Makassar: 2007.p352-489
11. Buckley R, Panaro CDA. General Principles of Fracture Care.
http://www.emedicine/orthopedi/general-principle of fracture
care.com[diakses 13 November 2015].
12. Mangunsudirejo RS, Penanganan, Penyembuhan dan komplikasi fraktur. Edisi
pertama Cetakan pertama. Semarang:2010
Top Related