Pendahuluan
BAB I
A. Latar Belakang
Sebagai gerakan islam yang berada di indonesia, dakwah kepada warga sekitar bukanlah
lagi hal yang baru, ini merupakan kewajiban sebagai seorang a’dho yang harus disempurnakan
segala ikhtiarnya. Begitupun dengan ikhtiar untuk memahami medan dan mengenal
karakteristik warga yang akan didakwahinya.
Sebagai negara dengan pemeluk agama islam terbanyak di dunia, Indonesia tentunya
juga dikenal dengan banyaknya pergerakan islam lokal yang mengakar dalam kehidupan
berislam bahkan dalam kehidupan sehari-hari warganya. Dua terbesar diantaranya adalah
Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
Sebagai gerakan Islam yang visinya jauh melampaui batas teritorial, sudah barang tentu
memahami bagaimana latar belakang berdirinya dan metode pergerakan islam lokal tersebut
merupakan sebuah kebutuhan.
Agar ketepatan dalam bersikap layaknya da’i yang membawakan risalah yang rahmatan
lil’aalamin, bukan risalah yang nampak seperti menjudge atau bahkan terkesan eksklusiv dan
tidak sama sekali menerima saran ataupun kritikan, dapat benar tersampaikan kepada mereka
yang kita dakwahi kita tentu terlebih dulu harus menganalisa dimanakan sebenarnya posisi kita
diantara keduanya. Sehingga kemudian kita paham bahwa ada sisi-sisi yang bisa kita optimalkan
untuk mengajak masyarakat yang merupakan anggota daripada kedua pergerakan islam lokal
tersebut, dan bisa benar dalam menyikapi perbedaan dalam setiap interaksinya. Termasuk
dengan mengetahui partisi bagian-bagian kecil yang dinaungi oleh kedua pergerakan ini, agar
memudahkan segmentasi metode pendekatan objek dakwah.
B. Rumusan masalah
Berikut ini adalah rumusan masalah
1. Bagaimanakah sejarah latar belakang dari Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama?
2. Bagaimana corak ataupun ciri pergerakan dari Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama?
3. Apa sajakah badan otonom yang merupakan sayap gerakan dari Muhammadiyah dan
Nahdlatul Ulama?
C. Tujuan
Makalah ini dibuat untuk tujuan:
1. Mengetahui sejarah latar belakang berdirinya dua ormas Islam terbesar di Indonesia yakni
Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
2. Mengetahui perbedaan keduanya terutama dari ciri pergerakannya
3. Mengetahui badan otanom yang dinaungi oleh kedua pergerakan Islam lokal ini yakni,
Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama
PEMBAHASAN
BAB II
A. Muhammadiyah
a. Sejarah berdiri Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama
organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat
dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.Tujuan utama
Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses
dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan
di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan
masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang
bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia
dalam segala aspeknya.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-
perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada di
antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf
dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut,
menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam
menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung
penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal usaha dan perjuangan dengan ketertiban
organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah
1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal
dengan KHA Dahlan. Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang
Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan
jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya
untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan
Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah
kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya
mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat
mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung
Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan
tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada
diseluruh pelosok tanah air.
Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga
memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut “Sidratul
Muntaha”. Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari
untuk anak-anak yang telah dewasa.
KH Ahmad Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat
itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11,
Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang
Muhammadiyah hingga tahun 1934. Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi
Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga
tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
Tujuannya adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenarnya.Pada masa kepemimpinan Ahmad Dahlan (1912-
1923),pengaruh Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta,
Surakarta, Pekalongan, dan Pekajangan, daerah Pekalongan sekarang.
Selain Yogyakarta, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada
tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatera
Barat dengan membuka cabang di Sungai Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus
gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah inilah
kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Pada
tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar keseluruh Indonesia. Terdapat pula organisasi
khusus wanita bernama Aisyiyah.
Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar, berasa Islam
dan bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist. Gerakan Muhammadiyah bermaksud untuk
berta’faul (berpengharapan baik) dapat mencontoh dan meneladani jejak perjuangan nabi
Muhammad SAW, dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam semata-mata
demi terwujudnya izzul Islam wal muslimin, kejayaan Islam sebagai idealita dan kemuliaan hidup
sebagai realita.
b. Ciri Pergerakan Muhammadiyah
Dengan melihat sejarah pertumbuhan dan perkembangan persyarikatan Muhammadiyah sejak
kelahirannya, memperhatikan faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya, aspirasi, motif,
dan cita-citanya serta amal usaha dan gerakannya, nyata sekali bahwa didalammya terdapat ciri-
ciri khusus yang menjadi identitas dari hakikat atau jati diri Persyarikatan Muhammadiyah.
Secara jelas dapat diamati dengan mudah oleh siapapun yang secara sepintas mau
memperhatikan ciri-ciri perjuangan Muhammdiyah itu adalah sebagai berikut.
1. Muhammadiyah adalah gerakan Islam
2. Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar
3. Muhammadiyah adalah gerakan tajdid
1. Muhammadiyah Gerakan Islam
Telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa Persyarikatan Muhammadiyah dibangun oleh
KH Ahmad Dahlan sebagi hasil kongkrit dari telaah dan pendalaman (tadabbur) terhadap
Alquranul Karim. Faktor inilah yang sebenarnya paling utama yang mendorong berdirinya
Muhammadiyah, sedang faktor-faktor lainnya dapat dikatakan sebagai faktor penunjang
atau faktor perangsang semata. Dengan ketelitiannya yang sangat memadai pada setiap
mengkaji ayat-ayat Alquran, khususnya ketika menelaah surat Ali Imran, ayat:104, maka
akhirnya dilahirkan amalan kongkret, yaitu lahirnya Persyarikatan Muhammadiyah. Kajian
serupa ini telah dikembangkan sehingga dari hasil kajian ayat-ayat tersebut oleh KHR Hadjid
dinamakan “Ajaran KH Ahmad Dahlan dengan kelompok 17, kelompok ayat-ayat Alquran”,
yang didalammya tergambar secara jelas asal-usul ruh, jiwa, nafas, semangat
Muhammadiyah dalam pengabdiyannya kepada Allah SWT.
Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah seperti di atas jelaslah bahwa sesungguhnya
kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi, dan disemangati oleh
ajaran-ajaran Al-Qur’an karena itupula seluruh gerakannya tidak ada motif lain kecuali
semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam. Segala yang dilakukan
Muhammadiyah, baik dalam bidang pendidikan dan pengajaran, kemasyarakatan,
kerumahtanggaan, perekonomian, dan sebagainya tidak dapat dilepaskan dari usaha untuk
mewujudkan dan melaksankan ajaran Islam. Tegasnya gerakan Muhammadiyah hendak
berusaha untuk menampilkan wajah Islam dalam wujud yang riil, kongkret, dan nyata, yang
dapat dihayati, dirasakan, dan dinikmati oleh umat sebagai rahmatan lil’alamin.
2. Muhammadiyah Gerakan Dakwah Islam Amar ma’ruf nahi munkar
Ciri kedua dari gerakan Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan dakwah Islamiyah. Ciri yang
kedua ini muncul sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tidak terpisahkan dalam jati diri
Muahammadiyah. Sebagaimana telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa faktor utama
yang mendorong berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah berasal dari pendalaman KHA
Dahlan terdapat ayat-ayat Alquran Alkarim, terutama sekali surat Ali Imran, Ayat:104.
Berdasarkan Surat Ali Imran, ayat : 104 inilah Muhammadiyah meletakkan khittah atau
strategi dasar perjuangannya, yaitu dakwah (menyeru, mengajak) Islam, amar ma’ruf nahi
munkar dengan masyarakat sebagai medan juangnya. Gerakan Muhammadiyah berkiprah di
tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia dengan membangun berbagai ragam amal
usaha yang benar-benar dapat menyentuh hajat orang banyak seperti berbagai ragam
lembaga pendidikan sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, membangun sekian
banyak rumah sakit, panti-panti asuhan dan sebagainya. Semua amal usaha Muhammadiyah
seperti itu tidak lain merupakan suatu manifestasi dakwah islamiyah. Semua amal usaha
diadakan dengan niat dan tujuan tunggal, yaitu untuk dijadikan sarana dan wahana dakwah
Islamiyah.
3. Muhammadiyah Gerakan Tajdid
Ciri ke tiga yang melekat pada Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai Gerakan Tajdid
atau Gerakan Reformasi. Muhammadiyah sejak semula menempatkan diri sebagai salah
satu organisasi yang berkhidmat menyebarluaskan ajaran Agama Islam sebagaimana yang
tercantum dalam Alquran dan Assunah, sekaligus memebersihkan berbagai amalan umat
yang terang-trangan menyimpang dari ajaran Islam, baik berupa khurafat, syirik, maupun
bid’ah lewat gerakan dakwah. Muhammadiyah sebagai salah satu mata rantai dari gerakan
tajdid yang diawali oleh ulama besar Ibnu Taimiyah sudah barang tentu ada kesamaaan
nafas, yaitu memerangi secara total berbagai penyimpangan ajaran Islam seperti syirik,
khurafat, bid’ah dan tajdid, sbab semua itu merupakan benalu yang dapat merusak akidah
dan ibadah seseorang.
Sifat Tajdid yang dikenakan pada gerakan Muhammadiyah sebenarnya tidak hanya sebatas
pengertian upaya memurnikan ajaran Islam dari berbagai kotoran yang menempel pada
tubuhnya, melainkan juga termasuk upaya Muhammadiyah melakukan berbagai
pembaharuan cara-cara pelaksanaan Islam dalam kehidupan bermasyarakat, semacam
memperbaharui cara penyelenggaraan pendidikan, cara penyantunan terhadap fakir miskin
dan anak yatim, cara pengelolaan zakat fitrah dan zakat harta benda, cara pengelolaan
rumah sakit, pelaksanaan sholat Id dan pelaksanaan kurba dan sebagainya.
Untuk membedakan antara keduanya maka tajdid dalam pengertian pemurnian dapat
disebut purifikasi (purification) dan tajdid dalam pembaharuan dapat disebut reformasi
(reformation). Dalam hubungan dengan salah satu ciri Muhammadiyah sebagai gerakan
tajdid, maka Muhammadiyah dapat dinyatakan sebagai Gerakan Purifikasi dan Gerakan
Reformasi.
c. Sayap Organisasi Muhammadiyah
Ortom (Organisasi Otonom) dalam Persyarikatan Muhammadiyah mempunyai karakteristik dan
spesifikasi bidang tertentu. Adapun Ortom dalam Persyarikatan Muhammadiyah yang sudah ada
ialah sebagai berikut :
1. Aisyiyah
2. Pemuda Muhammadiyah
3. Nasyiyatul Aisyiyah
4. Ikatan Pelajar Muhammadiyah
5. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
6. Tapak Suci Putra Muhammadiyah
7. Hizbul Wathan
B. Nahdatul Ulama
a. Sejarah berdiri Nahdatul Ulama
Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi keagamaan terbesar di Indonesia yang
didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926 M) di Surabaya oleh beberapa ulama
terkemuka yang kebanyakan adalah pemimpin/pengasuh pesantren. Ada tiga orang tokoh
ulama yang memainkan peran sangat penting dalam proses pendirian Jamiyyah Nahdlatul
Ulama (NU) yaitu Kiai Wahab Chasbullah (Surabaya asal Jombang), Kiai Hasyim Asy’ari
(Jombang) dan Kiai Cholil (Bangkalan), dengan pelopor utamanya adalah KH. Hasyim Asyari,
pendiri sekaligus pengasuh Pon Pes. Tebuireng – Jombang pada tahun itu. Tujuan didirikannya
adalah berlakunya ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja) dan menganut salah satu
mazhab empat. Ini berarti NU adalah organisasi keagamaan yang secara konstitusional
membela dan mempertahankan Aswaja, dengan disertai batasan yang fleksibel.[1]
Latar belakang yang mendasari gerakan para ulama membentuk NU yang pertama
adalah motif keagamaan sebagai Jihad fi sabilillah. Kedua adalah tanggung jawab
mengembangkan pemikiran keagamaan yang ditandai dengan pelestarian ajaran mazhab Syafi’i.
Ini berarti tidak statis, tidak berkembang, sebab pengembangan yang dilakukan berfokus pada
kesejahteraan sehingga pemikiran yang dikembangkan itu memiliki konteks sejarah. Ketiga,
dorongan untuk mengembangkan masyarakat melalui kegiatan pendidikan sosial dan ekonomi.
Hal ini ditandai dengan pembentukan nahdlatul Watahn, Taswir al-Afkar, Nahdlatul Tujjar, dan
Ta’mir al-Masajid sedangkan yang keempat adalah motif politik yang ditandai dengan semangat
nasionalisme ketika pendiri NU itu mendirikan cabang SI di Makkah serta semangat
memerdekan tanah air bagi umat Islam.
Selain latar belakang di atas, kelahiran NU juga merupakan reaksi atas pembaharuan pemikiran
Islam di Jawa, dengan sebab ini berdirlah NU pada tahun 1926. adapun sebab-sebab berdirinya
organisasi ini sekurang-kurangnya ada dua,[2] yaitu: pertama, seruan terhadap penguasa Arab
Saudi, Ibnu Saud, untuk meninggalkan kebiasaan beragama menurut tradisi. Golongan tradisi ini
tidak menyukai Wahabisme yang sedang berkembang di Hijaz, karena itu mereka membentuk
komite Hijaz yang kemudian berubah menjadi Nahdlatul Ulama dalam sebuah rapat di Surabaya
pada tanggal 31 Januari 1926.
Komite hijaz adalah nama sebuah kepanitiaan kecil yang diketuai oleh KH Abdul Wahab
Chasbullah. Panitia ini bertugas menemui raja Ibnu Saud di Hijaz (Saudi Arabia) untuk
menyampaikan lima permohonan;
Pertama, Memohon diberlakukan kemerdekaan bermazhab di negeri Hijaz pada salah
satu dari mazhab empat, yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Kedua, Memohon untuk tetap
diramaikan tempat-tempat bersejarah yang terkenal sebab tempat-tempat tersebut
diwaqafkan untuk masjid. Ketiga, Memohon agar disebarluaskan ke seluruh dunia, setiap tahun
sebelum datangnya musim haji menganai tarif/ketentuan beaya yang harus diserahkan oleh
jamaah haji kepada syaikh dan muthowwif dari mulai Jedah sampai pulang lagi ke Jedah.
Keempat, Memohon agar semua hukum yang berlaku di negeri Hijaz, ditulis dalam bentuk
undang-undang agar tidak terjadi pelanggaran terhadap undang-undang tersebut. Kelima,
Jam’iyah Nahdlatul Ulama memohon balasan surat
Karena untuk mengirim utusan ini diperlukan adanya organisasi yang formal, maka
didirikanlah Nahdlatul Ulama pada 31 Januari 1926, yang secara formal mengirimkan delegasi ke
Hijaz untuk menemui Raja Ibnu Saud. Maka dapat disimpulkan bahwa Komite Hijaz yang
merupakan respon terhadap perkembangan dunia internasional ini menjadi faktor terpenting
didirikannya oeganisasi NU. Berkat kegigihan para kiai yang tergabung dalam Komite Hijaz,
aspirasi dari umat Islam Indonesia yang berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah diterima oleh raja
Ibnu Saud.[3]
Kedua, Inisiatif para kiyai membentuk nahdhatul ulama sebenarnya lebih sebagai respon
terhadap perkembangan politik eksternal, sementara kondisi sosial-keagamaan dan politik
negeri ini hanyalah sebagian dari alasan didirikannya NU. Salah satu faktor utama yang
menyebabkan pendirian NU adalah masalah representasi dakan melindungi kepentingan-
kepentingan muslim tradisionalis yang merasa terancam atas munculnya gerakan wahabi, dan
hasratnya dalam memecahkan masalah yang terus menerus dihadapai kaum muslim. Ketika itu
pembaharuan Islam di Jawa sedang giat-giatnya yang dipelopori oleh Muhammadiyah dan persis
dengan pimpinan tiga tokoh yaitu, K.H.Mas Mansur, Fakih Hasyim dan K.H.Ahmad Dahlan. [4]
b. Ciri Pergerakan Nahdatul Ulama
Pada dekade 1990-an cendekiawan muslim Nurcholish Madjid (Cak Nur) pernah
memberikan prediksinya tentang perkembangan intelektual generasi muda Nahdlatul Ulama,
dia mengatakan bahwa akan terjadi musim panen (harvesting season) dalam kurun waktu 25
tahun lagi. Seperti diketahui bahwa sebelum tahun 1980-an, NU sering dianggap sebagai
organisasi Islam yang anti pembaharuan, reaktif terhadap modernisasi dan bahkan dicap
sebagai organisasi yang kolot. Namun pada masa berikutnya, khususnya ketika KH.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memimpin organisasi ini perkembanganpun semakin pesat,
salah satu indikatornya adalah bermunculannya tokoh-tokoh muda progresif seperti yang
diprediksikan Cak Nur sebelumnya.
Laode Ida menggolongkan generasi muda Nahdliyin yang progresif tersebut menjadi 3
tipe. Pertama, tipe progresif-transformis, yakni kaum muda Nahdliyin yang secara internal
mengupayakan penyadaran terhadap subyek (utamanya masa akar rumput). Mereka berharap
agar subyek tersebut merubah dirinya sendiri serta melakukan perubahan dalam komunitas
yang lebih luas. Kelompok ini ingin melakukan pencerahan agar akar rumput NU tidak terjebak
dalam persoalan politik pragmatis sehingga NU bisa mentransformasikan programnya dalam
berbagai hal di berbagai wilayah kehidupan. Kelompok generasi muda seperti ini misalnya
aktivis P3M, Lakpesdam dan LP3ES. Kedua, tipe progresif-radikalis, yakni kelompok yang
memperjuangkan kesetaraan (egalitarian) dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Kelompok ini sering dicap sebagai gerakan kiri NU. Generasi muda yang masuk kategori ini
misalnya aktivis LkiS. Ketiga, tipe progresif-moderat, yakni generasi muda yang memiliki ide-ide
perubahan tetapi tidak memiliki ideologi yang jelas dan konsisten. Generasi muda yang masuk
pada tipe ini lebih memilih di tengah-tengah arus yang ada dan tidak berani mengusung
sebuah bendera.
Pengklasifikasian kaum muda NU progresif yang dikemukakan Laode Ida tersebut
mempunyai motif yang berbeda, tipe yang pertama (progresif-transformis) lebih didorong oleh
kejenuhan sosial yang terjadi pada masyarakat Nahdliyin dan kemudian ditangkap dan
dirasakan kaum muda NU, sementara tipe kedua dan ketiga (progresif-radikalis dan progresif
moderat) muncul atas dasar kejenuhan idiologis yang terjadi pada Nahdliyin. Oleh sebab itu,
masih ada peluang untuk merekonstruksi pengklasifikasian kaum muda NU yang diungkapkan
oleh Laode Ida tersebut.
Tradisi intelektual generasi muda Nahdliyin tersebut tidak lagi hanya berkutat pada
tradisi Islam klasik, tapi sudah merambah pada pemikiran-pemikiran sekuler dan kontemporer
seperti filsafat, sosiologi, antropologi, politik, ekonomi dan bahkan teknologi. Referensi yang
menjadi bacaan merekapun sudah bukan hanya kitab kuning saja, tetapi sudah memakai
referensi atau tulisan-tulisan pemikir kontemporer seperti Mohammed Arqoun, Nasr Hamid
Abu Zayd, Abid al-Jabiri, Hasan Hanafi, Fatimah Mernisse, Karl Marx dan lain sebagainya.
Kehadiran anak muda NU progresif ini ternyata tidak disambut gembira oleh sebagian kiai
sepuh yang menempatkan dirinya sebagai penjaga dan penerus tradisi Nahdliyin, mereka
dianggap akan mengancam khazanah dan eksistensi NU.
Untuk menelaah persoalan tersebut perlu kiranya mengkaji Mukaddimah Qonun Asasi
yang ditulis Hadratusyekh Hasyim Asy’ari. Dia mengatakan bahwa NU adalah organisasi yang
berdiri di atas landasan keadilan dan kebenaran, memperjuangkan kebaikan dan kesejahteraan
bagi seluruh umat. Jam’iyyah NU menganut Ahlussunah Waljama’ah yakni para ulama tafsir
Qur’an, Sunnah Rasul dan ulama fiqih yang tunduk pada tradisi Rasul dan Khulafaur Rasyidin.
Syekh Hayim Asy’ari selanjutnya mengatakan bahwa di antara ulama Ahlussunah Waljama’ah
adalah para Imam Madzhab Empat (Hanafi, Maliki, Hambali dan Syafi’i) yang harus diikuti.
Penegasan tradisi intelektual di kalangan ulama Nahdliyin ini termaktub pada kaidah al-
muhafazah ala al-qadim al-salih wa al-akzu bi al-jadiid al-ashlah (memelihara tradisi lama yang
baik dan mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik.
Berikut ini merupakan gerakan NU yang kemudian diwujudkan dalam bentuk
kelembagaan sesuai keterbutuhan dalam beberapa bidang:
1) Sosial dan Dakwah
Dalam rangka melaksanakan amal usaha di bidang social dan dakwah, NU juga membuat
lembaga-lembaga yang mengurusi hal tersebut. Diantaranya adalah :[9]
a) Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama disingkat LDNU, bertugas melaksanakan kebijakan
Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan agama Islam yang menganut faham
Ahlussunnah wal Jama’ah;
b) Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama disingkat LPNU bertugas melaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan ekonomi warga Nahdlatul Ulama;
c) Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama disingkat LPPNU, bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan pertanian, lingkungan
hidup, dan eksplorasi kelautan;
d) Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama disingkat LKKNU, bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesejahteraan keluarga, sosial, dan
kependudukan;
e) Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia disingkat LAKPESDAM,
bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengkajian dan
pengembangan sumber daya manusia.
f) Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama disingkat LPBHNU,
bertugas melaksanakan pendampingan, penyuluhan, konsultasi, dan kajian kebijakan
hukum.
g) Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia disingkat LESBUMI, bertugas melaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan seni dan budaya.
h) Lembaga Amil Zakat Nahdlatul Ulama disingkat LAZNU, bertugas menghimpun,
mengelola dan mentasharufkan zakat dan shadaqoh kepada mustahiqnya.
i) Lembaga Waqaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama disingkat LWPNU. bertugas
mengurus, mengelola serta mengembangkan tanah dan bangunan serta harta benda wakaf
lainnya milik Nahdlatul Ulama.
j) Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama disingkat LBMNU, bertugx membahas
masalah-masalah maudlu’iyah (tematik) dan waqi’iyah (aktual yang akan menjadi
Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama)
k) Lembaga Ta’mir Masjid Nahdlatul Ulama disingkat LTMNU, bertugaj melaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan dan pemberdayaan Masjid.
l) Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama disingkat LKNU, bertugas melaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesehatan.
2) Pendidikan
Dalam bidang pendidikan, pergerakkan NU dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan
Maarif Nahdlatul Ulama disingkat LP Maarif NU, Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama
(LP Ma'arif NU) merupakan aparat departentasi Nahdlatul Ulama (NU) yang berfungsi sebagai
pelaksana kebijakan-kebijakan pendidikan Nahdlatul Ulama, yang ada di tingkat Pengurus
Besar, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, dan Pengurus Majelis Wakil Cabang. LP Ma'arif NU
dalam perjalannya secara aktif melibatkan diri dalam proses-proses pengembangan pendidikan
di Indonesia. Secara institusional, LP Ma'arif NU juga mendirikan satuan-satuan pendidikan
mulai dari tingkat dasar, menangah hingga perguruan tinggi; sekolah yang bernaung di bawah
Departemen Nasional RI (dulu Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI) maupun
madrasah; maupun Departemen Agama RI) yang menjalankan Hingga saat ini tercatat tidak
kurang dari 6000 lembaga pendidikan yang tersebar di seluruh pelosok tanah air bernaung di
bawahnya, mulai dari TK, SD, SLTP, SMU/SMK, MI, MTs, MA, dan beberapa perguruan tinggi.
Untuk pesantren, NU memiliki Rabithah Ma’ahid al Islamiyah disingkat RMI, bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan pondok pesantren dan
pendidikan keagamaan. Jumlah pesantren yang berafiliasi dengan NU mencapai + 23.000 buah
di seluruh Indonesia, namun tidak diketahui dengan pasti berapa jumlah sebenarnya. Ciri khas
dari pesantren Pesantren yang berkultur NU (Nahdlatul Ulama). adalah adanya ritual tahlilan
biasanya pada malam Jum'at, shalat subuh dan paruh kedua tarawih memakai qunut, salat
tarawih 20 roka'at dan mengaji kitab kuning. Dalam segi sistem pendidikan, ada dua model
pesantren NU yaitu Pesantren Salaf dan Modern (Kholaf). Pondok pesantren Salaf atau
salafiyah menganut sistem pendidikan tradisional ala pesantren. Yaitu, sistem pengajian kitab
sorogan dan wetonan atau bandongan. Di sebagian pesantren salaf saat ini sudah ditambah
dengan semi-modern dengan sistem klasikal atau sistem kelas yang disebut madrasah diniyah
(madin) yang murni mengajarkan ilmu agama dan kitab kuning. Contoh Pesantren salaf murni
yang besar dan tua seperti Ponpes Sidogiri Pasuruan, Pesantren Langitan, Pondok Lirboyo
Kediri.
Pesantren kholaf (modern) memiliki Ciri khas : Penekanan pada bahasa Arab
percakapan, Memakai buku-buku literatur bahasa Arab kontemporer (bukan klasik/kitab
kuning), Memiliki sekolah formal di bawah kurikulum Diknas dan/atau Kemenag dari SD/MI
MTS/SMP MA/SMA maupun sekolah tinggi dan Tidak lagi memakai sistem pengajian
tradisional seperti sorogan, wetonan, dan bandongan atau minimal kalau ada, tidak wajib
diikuti. Walaupun demikian, secara kultural tetap mempertahankan ke-NU-annya seperti
tahlilan, qunut, yasinan, dan lainnya.
Sedangkan dalam pergerakkan di bidang pelajar, NU memiliki dua organisasi otonom,
yaitu Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama disingkat IPNU untuk pelajar dan santri laki-laki Nahdlatul
Ulama yang maksimal berusia 30 (tiga puluh) tahun dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama
disingkat IPPNU untuk pelajar dan santri perempuan Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia
30 (tiga puluh) tahun.
Dalam hal aqidah dan asa IPNU dan IPPNU adalah beraqidah Islam dengan menganut
faham alussunnah wal jama’ah, Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara IPNU berdasarkan
kepada Pancasila. IPNU adalah organisasi yang bersifat keterpelajaran, kekaderan,
kemasyarakatan, kebangsaan dan keagamaan. IPNU dan IPPNU berfungsi sebagai Wadah
perjuangan pelajar NU dalam pendidikan dan keterpelajaran, Wadah kaderisasi pelajar untuk
mempersiapkan kader-kader penerus NU dan pemimpin bangsa, Wadah penguatan pelajar
dalam melaksanakan dan mengembangkan Islam ahlussunnah wal jamaah untuk melanjutkan
semangat, jiwa dan nilai-nilai nahdliyah, Wadah komunikai pelajar untuk memperkokoh
ukhuwah nahdliyah, islamiyyah, insaniyah dan wathaniyyah. Syarat yang harus dipenuhi untuk
bergabung kedalamnya adalah Sudah mengikuti dan lulus jenjang pendidikan kader Masa
Kesetiaan Anggota (MAKESTA).
Struktur Organisasi IPPNU terdiri dari; Pimpinan Pusat IPNU/IPPNU (Tingkat Nasional),
Pimpinan Wilayah IPNU/IPPNU (Tingkat Propinsi), Pimpinan Cabang IPNU/IPPNU (Tingkat
Kabupaten/Kota), Pimpinan Anak Cabang IPNU/IPPNU (Tingkat Kecamatan), Pimpinan Ranting
IPNU/IPPNU (Tingkat Desa), dan Pimpinan Komisariat IPNU/IPPNU (Tingkat Pesantren, dan
Sekolah).
3) Politik
Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat menyatakan memisahkan diri
dengan Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian mengikuti pemilu 1955. NU cukup berhasil
dengan meraih 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante. Pada masa Demokrasi Terpimpin NU
dikenal sebagai partai yang mendukung Sukarno. Setelah PKI memberontak, NU tampil sebagai
salah satu golongan yang aktif menekan PKI, terutama lewat sayap pemudanya GP Ansor.
NU kemudian menggabungkan diri dengan Partai Persatuan Pembangunan pada tanggal 5
Januari 1973 atas desakan penguasa orde baru. Mengikuti pemilu 1977 dan 1982 bersama PPP.
Pada muktamar NU di Situbondo, NU menyatakan diri untuk 'Kembali ke Khittah 1926' yaitu
untuk tidak berpolitik praktis lagi.
Namun setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang mengatasnamakan NU. Yang
terpenting adalah Partai Kebangkitan Bangsa yang dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid.
Menurut gusdur dalam artikel beliau yang berjudul Menilik “Hubungan NU-PKB” , beliau
mengatakan fungsi NU dewasa ini dalam politik adalah “berpolitik inspirasional”. Maksudnya,
NU memberikan inspirasi bagi organisasi-organisasi politik (parpol) untuk berkiprah di
lingkungan negara dan pemerintahan. Ini berarti organisasi-organisasi politik itu yang
memperebutkan jabatan-jabatan pemerintahan (eksekutif, legislatif dan yudikatif), dengan
menggunakan acuan-acuan yang dipersiapkan oleh PBNU. Dengan demikian, etika, moralitas
atau akhlak politik kita akan terangkat naik, tidak lagi berpusat pada upaya mencari posisi
dalam pemerintahan, melainkan untuk melaksanakan prinsip politik tertentu, seperti
kepentingan rakyat banyak, penciptaan kedalatan hukum dan pemerintahan yang bersih.
Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Marwan Ja`far menegaskan Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB) sebagai "anak kandung" Nahdlatul Ulama (NU) merupakan hal yang tidak bisa
dibantah lagi, PKB bisa kembali besar dan jaya seperti Partai NU pada pemilu 1955 dan PKB
pada pemilu 1999.
c. Sayap Organisasi Nahdatul Ulama
Badan Otonom adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu
dan beranggotakan perorangan. Badan Otonom dikelompokkan dalam katagori Badan Otonom
berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu, dan Badan Otonom berbasis profesi dan
kekhususan lainnya.
Jenis Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu adalah:
(1) Muslimat Nahdlatul Ulama disingkat Muslimat NU untuk anggota perempuan Nahdlatul
Ulama.
(2) Fatayat Nahdlatul Ulama disingkat Fatayat NU untuk anggota perempuan muda Nahdlatul
Ulama berusia maksimal 40 (empat puluh) tahun.
(3) Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama disingkat GP Ansor NU untuk anggota laki-laki
muda Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 40 (empat puluh) tahun.
(4) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama disingkat IPNU untuk pelajar dan santri laki-laki Nahdlatul
Ulama yang maksimal berusia 30 (tiga puluh) tahun.
(5) Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama disingkat IPPNU untuk pelajar dan santri perempuan
Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 30 (tiga puluh) tahun.
Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan lainnya:
(1) Jam'iyyah Ahli Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyyah untuk anggota Nahdlatul Ulama
pengamal tharekat yang mu'tabar.
(2) Jam'iyyatul Qurra Wal Huffazh, untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi Qori/Qoriah
dan Hafizh/Hafizhah.
(3) Ikatan Sarjana Nahdlalul Ulama disingkat ISNU adalah Badan Otonom yang berfungsi
membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada kelompok sarjana dan kaum
intelektual.
(4) Serikat Buruh Muslimin Indonesia disingkat SARBUMUSI untuk anggota Nahdlatul Ulama
yang berprofesi sebagai buruh/karyawan/tenagakerja.
(5) Pagar Nusa untuk anggota Nahdlatul Ulama yang bergerak pada pengembangan seni bela
diri.
(6) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama disingkat PERGUNU untuk anggota Nahdlatul Ulama yang
berprofesi sebagai guru dan atau ustadz.
BAB III
KESIMPULAN
A. Latar belakang berdirinya Muhammadiyah
Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan
amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali
kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist
B. Ciri gerakan Muhammadiyah
1. Muhammadiyah adalah gerakan Islam
2. Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam (amar ma’ruf nahi munkar)
3. Muhammadiyah adalah gerakan tajdid (pemurnian)
C. Segmentasi kelembagaan Badan Otonom Muhammadiyah
1. Aisyiyah (Wanita)
2. Pemuda Muhammadiyah
3. Nasyiyatul Aisyiyah
4. Ikatan Pelajar Muhammadiyah
5. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
6. Tapak Suci Putra Muhammadiyah
7. Hizbul Wathan
D. Latar belakang berdirinya NU
Salah satu faktor utama yang menyebabkan pendirian NU adalah masalah representasi dakan
melindungi kepentingan-kepentingan muslim tradisionalis yang merasa terancam atas
munculnya gerakan wahabi, dan hasratnya dalam memecahkan masalah yang terus menerus
dihadapai kaum muslim. Kelahiran NU merupakan reaksi atas pembaharuan pemikiran Islam di
Jawa, dengan sebab ini berdirlah NU pada tahun 1926. adapun sebab-sebab berdirinya
organisasi ini sekurang-kurangnya ada dua, yaitu: pertama, seruan terhadap penguasa Arab
Saudi, Ibnu Saud, untuk meninggalkan kebiasaan beragama menurut tradisi. Golongan tradisi ini
tidak menyukai Wahabisme yang sedang berkembang di Hijaz, karena itu mereka membentuk
komite Hijaz yang kemudian berubah menjadi Nahdlatul Ulama dalam sebuah rapat di Surabaya
pada tanggal 31 Januari 1926.
E. Ciri gerakan NU
NU sering dianggap sebagai organisasi Islam yang anti pembaharuan, reaktif terhadap
modernisasi dan bahkan dicap sebagai organisasi yang kolot. Namun pada masa berikutnya,
khususnya ketika KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memimpin organisasi ini
perkembanganpun semakin pesat. NU membagi segmentasi bidang geraknya menjadi tiga yakni
bidang sosial dan dakwah, bidang pendidikan dan bidang politik.
F. Segmentasi kelembagaan Badan Otonom NU
(1) Muslimat Nahdlatul Ulama disingkat Muslimat NU untuk anggota perempuan Nahdlatul
Ulama.
(2) Fatayat Nahdlatul Ulama disingkat Fatayat NU untuk anggota perempuan muda Nahdlatul
Ulama berusia maksimal 40 (empat puluh) tahun.
(3) Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama disingkat GP Ansor NU untuk anggota laki-laki
muda Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 40 (empat puluh) tahun.
(4) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama disingkat IPNU untuk pelajar dan santri laki-laki Nahdlatul
Ulama yang maksimal berusia 30 (tiga puluh) tahun.
(5) Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama disingkat IPPNU untuk pelajar dan santri perempuan
Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 30 (tiga puluh) tahun.
(6) Jam'iyyah Ahli Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyyah untuk anggota Nahdlatul Ulama
pengamal tharekat yang mu'tabar.
(7) Jam'iyyatul Qurra Wal Huffazh, untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi Qori/Qoriah
dan Hafizh/Hafizhah.
(8) Ikatan Sarjana Nahdlalul Ulama disingkat ISNU adalah Badan Otonom yang berfungsi
membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada kelompok sarjana dan kaum
intelektual.
(9) Serikat Buruh Muslimin Indonesia disingkat SARBUMUSI untuk anggota Nahdlatul Ulama
yang berprofesi sebagai buruh/karyawan/tenagakerja.
(10) Pagar Nusa untuk anggota Nahdlatul Ulama yang bergerak pada pengembangan seni bela
diri.
(11) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama disingkat PERGUNU untuk anggota Nahdlatul Ulama yang
berprofesi sebagai guru dan atau ustadz.
Top Related