DI SUSUN OLEH :Drs. Gunadi
TRAGEDI MBAH PRIOK
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T, karena berkat rahmat
darinya kami dapat menyelesaikan makalah ini guna mendukung proses
pembelajaran kita semua.
Makalah ini kami tujukan kepada teman dan pihak yang menggunakan
makalah ini sebagai informasi sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Akhir kata kami mohon maaf apabila makalah ini kurang berkenan bagi anda.
Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih
Wassalammualaikum Wr. Wb.
Hormat Kami,
( Penyusun )
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………… i
Daftar isi ……………………………………………………………… ii
Bab I Pendahuluan ……………………………………………………….. 1
Latar balakang, identifikasi masalah & tujuan ...……………………… 1
Ruang lingkup …….………………………………………………………. 2
Bab II Sejarah dan Kronologi.....……………………………………………. 3
Sejarah Mbah Priok …………………………………………………………. 3
Kontroversi Ahli Waris ……………………………………………………… 4
Kronologis Kejadian ………………………...………………………………. 4
Bab III Pembahasan….……………………………………………………… 5
Analisis Konflik……………………...……………………………………….. 5
Peranan Birokrasi dalam Penataan Lingkungan ……..…………..…….. 6
Dampak yang Terjadi ...........................................……..………………… 7
Peran Pemerintah dalam Konflik ..........................……..…………..….… 8
Bab IV Penutup ....................................................……..…………..…… 10
Kesimpulan ..........................................................……..…………..…… 10
Saran ...................................................................……..…………..…… 10
Daftar Pustaka......................................................……..…………..…… 11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kasus ini sudah dimulai sekitar 25 tahun lalu, namun tidak kujung usai hingga
kini. Kasus semakin meruncing ketika Rabu, 14 april 2010 terjadi bentrokan antara
aparatur penegak hukum sipil atau Satpol PP dan warga Priok.
Tidak adanya mediasi yang jelas dari Satpol PP kepada warga ketika akan
melakukan penertiban kompleks makam Mbah Priok menghasilkan bentrokan
berdarah tersebut. Warga yang sudah lama menetap di daerah Priok memiliki
”sense of belonging” yang tinggi sehingga ketika adanya tindakan yang
membahayakan kultur dan lingkungannya, mereka akan merasa terusik serta
merasa harus menyelesaikannya.
Kekerasan hati para warga dibalas dengan kekerasan sikap para Satpol PP,
hal inilah pemicu inti kasus Priok berdarah.
I.2 Identifikasi Masalah
Masalah ini diidentifikasikan sebagai berikut :
Sengketa tanah antara PT Pelindo II dengan ahli waris tanah di sekitar
makam Mbah Priok dengan luas 5,4 hektar.
Tidak adanya mediasi yang dilakukan Satpol PP kepada warga sekitar ketika
akan melakukan penertiban kompleks makam Mbah Priok
Tindakan emotional para warga kepada Satpol PP
Aksi dan reaksi Satpol PP yang kurang manusiawi
I.3 Tujuan
Agar kejadian-kejadian seperti ini tidak akan terjadi, jika saja aparat dapat
membaca psikologis masa atau ada komunikasi intim antara masyarakat dan aparat.
Selanjutnya, melihat keputusan Pemda DKI yang menurunkan pasukan Satpol PP
yang begitu besar membuktikan bahwa pemerintah kita lebih cenderung melakukan
pendekatan represif. Dan mereka sangat yakin bahwa bahwa kekerasan merupakan
obat mujarab untuk selesaikan masalah. Oleh karena itu jangan tercengang jika kita
1
sering saksikan kejadian serupa di beritakan di TV hampir setiap hari, dan hal ini
bukanlah kondisi yang patut di banggakan bahkan harus di sesalkan.
I.4 Ruang Lingkup
Kejadian ini merupakan kericuhan besar kedua kalinya dalam sejarah kasus
Priok yang tak kunjung usai. Menurut info, PT Pelindo telah diberikan tanah seluas 4
Hektar dari total tanah yang ada dan Makam Mbah Priok atau Al Imam Al Arif Billah
Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad yang di keramatkan oleh
masyarakat sekitar hanya mempunyai luas 20 meter persegi. Itupun, menurut pihak
ahli waris dari Habib Hasan bin Muhammad Al Hadad, belum adanya uang ganti rugi
yang dibayari.
PT Pelindo belum cukup puas dengan keadaan yang ada, tanah tersebut
ingin ditertibkan kembali sehingga mereka menggunakan Satpol PP untuk
melakukan hal tersebut. Namun yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan, terjadi bentrokan antara Satpol PP dengan warga Priok. Kericuhan
sosial (social riots) ini dipicu dari ego arogansi aparatur penegak sipil Satpol PP
yang lebih mengedepankan pendekatan represi dibanding komunikasi persuasi.
Konflik antara ahli waris Habib Hasan Al Haddad yang sempat mengajukan
gugatan kepada PT Pelindo II melalui PN Jakarta Utara. Putusannya, gugatan
ditolak. Karena pihak ahli waris tak mengajukan banding, dengan demikian putusan
No 245/Pdt.G/2001/PN.JKT.UT itu telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Makam keramat itu, berdiri di atas lahan PT Pelabuhan Indonesia II, sesuai
hak pengelolaan lahan (HPL) Nomor 01/Koja, seluas 1.452.270 meter per segi.
Selain itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto, memastikan bangunan pendopo
seluas 300 meter, di samping makam Mbah Priok tidak memiliki Izin Mendirikan
Bangunan(IMB)
Pihak ahli waris Mbah Priok, seperti diungkap kuasa hukumnya, Yan Juanda
Saputra mengakui, lahan itu milik kliennya berdasarkan verklaring No 1268/RB pada
19 September 1934. “Berdasarkan surat tanah yang kami miliki, tanah ini sah milik
kami.”
2
BAB II
SEJARAH dan KRONOLOGI
II. 1 Sejarah Mbah Priok
Makam Mbah Priok adalah potongan histori Jakarta. Dalam perkembangan
zaman, di sekitar makam berdiri aneka bangunan, termasuk bangunan tanpa izin.
Lantas siapa Mbah Priok? Mbah Priok terkait erat dengan sejarah kota Jakarta dan
perkembangan Islam di Jawa. Nama daerah Tanjung Priok yang kita kenal sekarang
ini, lahir dari kisah hidup Mbah Priok.
Mbah Priok adalah nama lain dari Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad.
Habib Hasan adalah penyebar Islam di Jakarta Utara pada abad ke-18. Ulama ini
meninggal pada tahun 1756 karena kapalnya terkena badai di laut utara Jakarta.
Saat Habib Hasan dimakamkan, batu nisannya adalah dayung patah dan periuk nasi
milik Habib Hasan. Di makam itu juga ditanam Bunga Tanjung. Kemudian, dari
makam ini lahirlah nama Tanjung Priok yang merujuk pada bunga Tanjung dan
periuk nasi di makam ulama ini.
Dahulu, makam asli Mbah Priok ada di kawasan Pondok Dayung. Makam ini
lalu dipindahkan ke lokasi yang ada sekarang. Seiring waktu berjalan, kawasan di
sekitar makam Mbah Priok, tumbuh menjadi kawasan pelabuhan terpadu Tanjung
Priok. Hingga saat ini, makam Mbah Priok menjadi salah satu tempat ziarah di
Jakarta. Para peziarah datang dari berbagai wilayah di Indonesia. Makam ulama ini,
kini berada di dekat Terminal Peti Kemas (TPK) Koja, Jakarta Utara. Selain makam,
ada juga beberapa perumahan milik warga. Karena wilayah ini dekat dengan
pelabuhan, mulailah timbul perselisihan dengan warga dan ahli waris makam
dengan pengelola pelabuhan. “Wajar jika umat mempertahankan tempat, karena ini
merupakan syiar Islam dan tempat sejarah.
II. 2 Kontroversi Ahli Waris
Makam ulama ini, kini berada di dekat Terminal Peti Kemas (TPK) Koja,
Jakarta Utara. Selain makam, ada juga beberapa perumahan milik warga. Karena
wilayah ini dekat dengan pelabuhan, mulailah timbul perselisihan dengan warga dan
3
ahli waris makam dengan pengelola pelabuhan. “Wajar jika umat mempertahankan
tempat, karena ini merupakan syiar Islam dan tempat sejarah.
Meski dikeramatkan, tempat itu tak masuk daftar situs sejarah yang diakui
pemerintah DKI Jakarta. Tanah makam itu malah diklaim oleh PT Pelabuhan
Indonesia II. Ahli waris Habib Hasan menggugatnya pada 2001. Mereka merasa
punya hak berdasarkan verklaring nomor 1268/RB pada 19 September 1934. Tapi
Pengadilan Negeri Jakarta Utara mengalahkan keluarga Mbah Priok, dan mereka
tidak mengajukan banding atau putusan itu. "Tempat kami dianggap mengganggu
jalur terminal peti kemas," .ujar Habib Ali. Pada 2004, pernah terjadi bentrokan fisik
antara ahli waris beserta pengikutnya dan aparat. Aparat juga pernah menggembok
pintu gerbang sehingga para santri tak bisa keluar selama 12 hari.
Kontroversi pun berlanjut mengenai keberadaan kerangka Mbah Priok. Wakjl
Gubernur DKI Jakarta Prijanto memastikan jasad Mbah Priok telah dipindahkan ke
TPU Budidharma, Semper, pada 1997. Namun arkeolog Candrian Attahi-yat
membantahnya. "Pada 1994, saat makam lain dipindahkan, makam Mbah Priok
dipertahankan," kata Candrian, yang juga Kepala Unit Pelaksana Teknis Kota Tua,
beberapa waktu yang lalu.
II. 3 Kronologis Kejadian
Ini semua karena kurang sosialisasi kata Kabid Humas Polda Metro Jaya,
Kombes Boy Rafli Amar, katanya: “sosialisasi sudah di lakukan jauh sebelum
eksekusi dilakukan, namun tidak menyentuh masyarakat”. Menurutnya lagi, bahwa
hari itu yang akan di eksekusi ialah banguan liar di area makam, namun warga Koja
menganggap makam Mbah Priok yang hendak dibongkar. Boy Rafli Amar juga
menyinggung keberadaan provokator di bentrokan makam Mbah Priok, namun
sejauh ini belum ada rencana penangkapan, karena identitas si provokator belum
jelas.
Konflik berdarah ini terjadi Satpol
PP yang terlibat bentrok dengan pembela
makam Mbah Priok atau Habib Hasan
bin Muhammad Al Haddad. Bentrokan
berdarah yang berlangsung beberapa
kali mulai pagi hari ini akhirnya memicu
4
aksi anarkis yang dilakukan oleh ribuan masyarakat yang bersimpati pada pembela
makam Mbah Priuk. Puluhan korban berjatuhan dalam tragedi berdarah ini. Mobil-
mobil dibakar dan satpol PP pun musti dievakuasi lewat laut.
Konflik berdarah terjadi ketika hari
ini (Rabu, 14/4/10) Pemerintah Kota
Jakarta Utara berusaha melakukan
eksekusi terhadap lahan disekitar
makam Mbah Priok yang menjadi
persengketaan antara ahli waris mbah
Priok dan Pelindo II.
Ribuan penduduk dan masyarakat
sekitar Tanjung Priok sehingga tanpa
terduga ribuan massa telah menyemut
di sekitar lokasi bentrokan di makam
Mbah Priok. Tak urung, anarkisme
akhirnya tak terelakkan. Ribuan massa
menyerang Satpol PP, Polisi,
membakari mobil dan konflik di makam
Mbah Priok semakin berdarah.
BAB III
PEMBAHASAN
III. 1 Analisis Konflik
Dalam perspektif teori transformasi konflik, tragedi tersebut bisa dianalisis
dalam berbagai paradigma pemikiran:
Pertama, tragedi tersebut adalah bagian dari spiral kekerasan sosial
yang telah melembaga dalam kultur penegakan hukum dan kuasa
aparatur negara. Spiral kekerasan yang mengkontaminasi perilaku
5
balasan dari masyarakat yang selama ini menjadi objek kekerasan
personel Satpol PP.
Secara sosiologis warga Priok adalah masyarakat pantai yang memiliki
karakter sosial yang lugas dan keras. Ketika menerima praktik
kekerasan maka mereka justru akan bangkit dalam tindakan yang
sama.
Kedua, tragedi itu merupakan mata rantai struktur paralel kekerasan
yang lazim terjadi dalam implementasi dari domain penegakan aturan
daerah dan ketertiban umum. Berbeda dari kekerasan terhadap
elemen masyarakat yang tidak terorganisasi semacam PKL tidak
resmi, pengamen, pemukim liar komunitas di Priok terorganisasi dalam
kultur keagamaan militan. Para aktor yang melawan arogansi Satpol
PP adalah komunitas ‘’santri” yang selama ini beraktivitas ritual-religi di
lingkungan makam Mbah Priok. Mereka terusik kehormatan
spiritualnya oleh rencana penggusuran makam figur yang mereka
hormati.
Ketiga, social riots tersebut adalah bukti kegagalan negara dalam
merombak karakter psikologis aparaturnya dalam alam demokrasi.
Institusi Satpol PP di era demokrasi yang seharusnya lebih bisa
memainkan peran sebagai penegak aturan sekaligus sebagai alat
komunikasi masyarakat, menempatkan diri sebagai kekuatan
antirakyat.
III. 2 Peranan Birokrasi dalam Penataan Lingkungan
Ada beberapa instrospeksi yang bisa dipetik dari kejadian dari tragedi Priok II:
Pertama; sudah waktunya ada perubahan kultur kekerasan
yang lazim dilakukan aparatur penegak hukum ketika bersinggungan
dengan aspirasi serta kepentingan masyarakat. Kultur kekerasan
hanya akan beranak-pinak praktik kekerasan yang sama, bahkan
mungkin lebih keras. Perlu ada ruang edukasi transformasi konflik di
jajaran penegak hukum agar mereka bisa memahami anatomi konflik
sehingga tidak terjebak menjadi aktor penyulut konflik laten-manifes.
Kedua; menagih keseriusan pemerintah pusat-daerah untuk
‘’tidak asal’’ mementingkan syahwat ekonomi dan mengabaikan niat
6
baik konservasi cagar budaya. Kasus itu tidak terjadi bila pemerintah
daerah menghormati kawasan situs budaya. Makam Mbah Priok
bagaimana pun adalah penanda peradaban Jakarta.
Ketiga; perlunya kesadaran bersama antara komponen ”pemilik”
kepentingan terhadap cagar budaya yang memiliki ikatan religio-sosial,
dengan pemerintah untuk dalam satu pemahaman mengedepankan
dialog yang mutual partnership, ketika terjadi isu penggusuran, dan
sebagainya. Sehingga tidak ada politisasi ataupun mobilisasi
kepentingan dari kelompok luar.
III. 3 Dampak yang Terjadi
Seperti sudah diberitakan dalam media massa, kasus ini mengakibatkan
tewasnya 3 anggota Satpol PP oleh warga sekitar serta ratusan orang luka-luka baik
dari pihak Satpol PP maupun dari pihak warga Priok.
Kepercayaan masyarakat kepada aparatur pemerintah pun semakin menipis,
citra aparatur pemerintah yang kian memburuk. Kejadian ini menunjukkan bahwa
kurang adanya sikap manusiawi yang ditunjukkan oleh aparatur bangsa yang
seharusnya melindungi warganya sendiri. Banyak masyarakat yang
mempermasalahkan serta tidak sedikit pula yang meminta pemerintah untuk
membubarkan Satpol PP.
Bukan hanya dampak dari segi sosial yang terlihat, segi ekonomi pun juga
sangat terganggu. Kerusuhan ini berdampak besar terhadap industri. Sekretaris
Jenderal Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Toto Dirgantoro
memperkirakan, dalam sehari ketika kerusuhan itu terjadi, kerugian industri ekspor-
impor mencapai puluhan miliar. “Kerugian untuk sektor angkutan saja bisa Rp 10
miliar,” kata Toto, (15/4/2010). Perhitungan kerugian ini didasarkan pada 6.000
kontainer yang datang dan pergi dalam sehari di Pelabuhan Tanjung Priok. Angka ini
belum menghitung barang yang tidak bisa masuk dan keluar pelabuhan. Kerugian
paling besar adalah akibat keterlambatan pengiriman barang ekspor.
Selain itu, Ketua Umum Perusahaan Angkutan Pelayaran Niaga Nasional
(Indonesia National Shi-powners Association/INSA) Johnson W. Sutjipto
mengkhawatirkan kerusuhan itu akan menyebabkan naiknya premi asuransi kapal
7
yang masuk ke pelabuhan. “Saat ini Pelabuhan Tanjung Priok sudah dikategorikan
pelabuhan yang berisiko,” katanya. Joint War Committee (JWC), organisasi
pengidentifikasi layanan dan keamanan pelabuhan dunia yang bermarkas di
London, memasukkan Tanjung Priok sebagai pelabuhan rawan dan berisiko
terhadap kerusuhan atau bentuk lain. Dengan demikian, pemilik kapal harus
membayar premi asuransi 0,00125% dari nilai kapal..
Dari pihak lain, HIPMI (Himpinan Pengusaha Muda Indonesia) mengingatkan,
Indonesia saat ini sedang mempersiapkan diri menghadapi persaingan perdagangan
dalam konteks Asean China Free Trade Agreement (ACFTA). Selain membutuhkan
ketersediaan infrastruktur, faktor kenyamanan, keamanan dan keberlanjutan
(sustainable) bagi aktivitas bongkar-muat di pelabuhan juga sangat dibutuhkan.
“Yang kita khawatirkan rating pelabuhan kita melorot gara-gara dianggap tidak aman
dan sering rusuh. Ini membuat nilai asuransi kapal-kapal yang masuk jadi tinggi dan
akan membuat daya saing biaya pelabuhan kita melemah,” tambah Harry, Ketua
Bidang Perdagangan Luar Negeri HIPMI. Citra layanan perdagangan internasional
Indonesia juga akan dengan mudah tercoreng sebab pelabuhan internasional
merupakan simbol kekuatan ekonomi suatu negara. Harry mengutarakan,
keamanan wilayah pelabuhan internasional harus sesuai standar internasional dan
menjadi restricted area.
Sedangkan Menteri Negara Mustafa Abubakar menyatakan tidak ada
kerugian yang diderita oleh pihak Pelindo. “Saya sudah terima laporan, tak ada
peralatan Pelindo yang terganggu,” katanya.
Dari data di atas dapat dilihat bahwa kericuhan ini memberikan dampak yang
sangat besar, bukan hanya dampak sosial melainkan juga dampak ekonomi yang
keduanya meluas ke seluruh Indonesia bahkan ke dunia international.
III. 4 Peran Pemerintah dalam Konflik
Penyelesaian kasus Priok ini perlu kerjasama berbagai pihak. Perlu ada
pertemuan khusus antara pihak-pihak terkait untuk membicarakan persoalan yang
terjadi serta musyawarah untuk mencapai suatu kesepakatan bersama tanpa ada
pihak yang merasa dirugikan. Langkah – langkah yang dilakukan :
8
1. Menghentikan proses eksekusi. Hal ini dilakukan agar dapat meredam
pertikaian antara warga dengan Satpol PP.
2. Pemerintah (khususnya DKI Jakarta) memberikan bantuan perawatan bagi
para korban bentrokan Priok sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah
terhadap warga.
3. Mengidentifikasi secara mendalam masalah yang sebenarnya terjadi, tanpa
menyalahkan pihak manapun atau mencari siapa yang benar atau salah.
4. Merangkul para tokoh masyarakat dan pemuka agama agar berperan
positif ,turut meredam pihak yang bertikai serta meberikan masukan positif
kepada pemerintah mengenai penyelesaian masalah ini.
5. Aparat kepolisian perlu bekerjasama mengamankan lokasi agar tidak timbul
insiden baru.
6. Transparansi pemerintah DKI Jakarta terkait status tanah sengketa kepada
warga. Jangan ada keputusan yang dibuat tanpa disosialisasikan kepada
warga.
7. Bekerjasama dengan media massa untuk memberikan informasi yang
gamblang dan jelas tanpa memihak.
Kasus ini perlu ditangani secara serius. Jangan sampai nasibnya
”mengggantung” begitu saja. Harus ada titik temu untuk pencapaian win-win
solution. Perlu digelar pertemuan antara warga, ahli waris makam mbah Priok, pihak
PT Pellindo serta pemprov DKI Jakarta. Perlu ada musyawarah bersama untuk
mencapai kesepakatan akhir penyelesaian masalah Priok.
Warga tidak bisa dengan mudah menyerah begitu saja karena mereka
merasa makam mbah Priok adalah leluhur yang berjasa di daerah mereka. Mereka
merasa perlu menjaga dan melestarikan makam tersebut sebagai tempat ziarah dan
menggelar doa bersama. Sedangkan PT Pellindo juga tidak bisa memaksa warga
atau melakukan eksekusi paksa tanpa ada perundingan sebelumnya.
Pemprov Jakarta juga perlu hadir dalam musyawarah ini dan berfungsi
sebagai penengah karena ketertiban wilayah Jakarta adalah tanggung jawab
pemerintah beserta aparat terkait.
9
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Sebuah tanya; bukankah konflik berdarah semacam ini bisa dihindari jika
Pemerintah Daerah Jakarta dan Satpol PP mampu menahan diri?. Kenapa harus
pemerintah dan bukannya pembela makam Mbah Priok yang harus menahan diri?.
Pemerintah adalah pamong praja dan ‘ayah’ bagi warganya termasuk pembela
makam Mbah Priok yang mustinya mampu bertindak arif. Pemerintah bukanlah
Hitler yang segala sesuatunya musti diselesaikan dengan pemaksaan?.
Semoga pemerintah kita bisa mulai bersikap arif. Tidak hanya mengejar
keuntungan sementara namun bersedia untuk menghormati ‘pahlawan’ semacam
Mbah Priok atau Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad dan menghormati
masyarakat yang menjadi penduduknya. Saya yakin, penduduk pun akan
menghormati mereka. Sehingga tragedi berdarah hari ini tidak terulang
IV.2 Saran
Win-win Solution bagi masalah ini adalah :
1. Makam Mbah Priok dijadikan cagar budaya dengan dikuatkan Surat
Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta.
2. Makam hingga pintu gerbang makan tidak dibongkar. Beri anggaran dana
pemerintah dan PT Pellindo bagi perawatan makam sebagai rasa tanggung
jawab bersama.
3. Persoalan tanah seluas 5,4 hektar yang dipertikaikan ahli waris dan PT
Pelindo agar diselesaikan secara kekeluargaan. Tanpa ada bentrok dan aksi
anarkis. Beri ganti rugi yang sesuai. Ahli waris berhak memperoleh apa yang
menjadi haknya.
4. Ciptakan iklim komunikasi yang baik antara berbagai pihak terkait agar dapat
terjalin hubungan baik serta kekeluargaan, pergunakan media untuk
mensosialisasikannya
DAFTAR PUSTAKA
http://rumahabi.info/tragedi-makam-mbah-priok-bukti-kurang-komunikasi.html
http://biruselalu.info/tragedi-berdarah-makam-mbah-priok/
http://us.detiknews.com/read/2010/04/14/194712/1338476/10/asal-mula-sengketa-makam-
mbah-priok-versi-pemprov-dki
http://calondetektif.wordpress.com/
10
11
Top Related