KAJIAN KEMITRAAN ANTARA BPD DENGAN PEMERINTAHAN DESA DALAM UPAYA PENINGKATAN PEMBANGUNAN
DI DESA SAGULING KECAMATAN BAREGBEG KABUPATEN CIAMIS
ABSTRAK
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hubungan kemitraan antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan Pemerintah Desa dan dalam pembangunan desa, baik perencanaan, realisasi, monitoring evaluasi hingga pada kendala-kendala dalam melakukan kerja sama tersebut sesuai Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Guna menjawab issu yang ada di desa yaitu “BELUM OPTIMALNYA HUBUNGAN KEMITRAAN ANTARA BPD DENGAN PEMERINTAHAN DESA DALAM UPAYA PENINGKATAN PEMBANGUNAN DI DESA” maka dilakukan penelitian secara sampel pada satu desa yaitu Desa Saguling Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis.
Penyusunan makalah ini menitikberatkan pada pola hubungan kemitraan antara BPD dengan Pemerintahan Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai upaya peningkatan/optimalisasi pembangunan desa khususnya dari segi infrastruktur seperti perbaikan jalan, irigasi, jembatan, sanitasi lingkungan (MCK dan saluran), sarana air bersih serta pelaksanaan program dari Pemerintah Daerah atau Pemerintah Provinsi yang dinilai masih belum optimal, yang mana ujung tombak keberhasilan/peningkatan pembangunan di desa adanya kerjasama yang baik antara BPD dengan Pemerintah Desa, sehingga permasalahan tersebut merupakan issu yang ada di pemerintah desa se kabupaten Ciamis khususnya di Desa Saguling Kecamatan Ciamis dalam pelaksanaan pembangunan di desanya sesuai dengan Undang-Undang nomor 6 Tahun 2014.
Selanjutnya guna menjawab issu/permasalahan diatas, dilakukan penelitian terhadap Desa Saguling dengan menggunakan metode deskriptif analitik. Metode tersebut diperoleh melalui data-data yang bersumber pada hasil observasi, hasil wawancara, telaah pustaka, serta sumber-sumber lain yang mendukung dan berkaitan dengan objek penelitian. Berdasarkan hasil penelitian bahwa kerja sama Pemerintah Desa dengan BPD di Desa Saguling Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis berdasarkan pada Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2006 Tentang Badan Permusyawaratan Desa dalam Pasal 19 ayat (1) disebutkan bahwa hubungan antara Pemerintah Desa dan BPD adalah “hubungan kemitraan”, artinya BPD sebagai mitra Kepala Desa dan kedudukan BPD diperlukan untuk membahas Rancangan Peraturan Desa Bersama Kepala Desa serta melakukan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
Saran dan rekomendasi yang dihasilkan dari penyusunan makalah ini adalah dengan menciptakan kerjasama, koordinasi, komunikasi yang baik/sinergi antar keduanya serta menyadari kedudukan mereka sebagai mitra bukan sebagai lawan dalam penentu keberhasilan pembangunan di desa.
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Desa merupakan lingkup organisasi atau susunan pemerintahan terkecil dan
lebih dekat dengan masyarakat, mempunyai peran penting dalam menjalankan
otonomi yang diamanatkan oleh konstitusi sebagai jalan menuju rakyat sejahtera.
Dari sinilah merupakan titik awal penentu keberhasilan pemerintah dalam
pembangunan baik itu pada tingkat daerah ataupun pusat melalui tugas
pembantuan yang diberikan kepada Pemerintah Desa, yang kemudian
menyalurkan program pembangunan tersebut kepada masyarakat. Dalam Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disebutkan bahwa :
“Desa merupakan desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan hukum memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia” Oleh karena itu pemerintahan desa dibentuk guna menyelenggarakan urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Adapun kewenangan desa
adalah
1. Kewenangan berdasarkan hak asal usul
2. Kewenangan lokal berskala desa
3. Kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah propinsi, atau
pemerintah Kabupaten/Kota
4. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh oleh pemerintah, pemerintah propinsi,
atau pemerintah Kabupaten/Kota sesuai ketentuan perundang-undangan.
Sama halnya seperti pemerintah pusat/pemerintah daerah dalam
menjalankan pemerintahan dibantu dan bekerjasama dengan badan eksekutif dan
legislatif melalui pembagian kewenangan. Begitupula ditingkat desa, dalam
menjalankan pemerintahannya Kepala Desa tidak bekerja sendiri akan tetapi
dibantu oleh perangkat desa yang lain seperti Sekretaris Desa, Kepala Urusan
Pemerintahan, Keuangan, Ekbang, Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat dan
Kepala Dusun serta berkerjasama dengan BPD
Badan Permusyawaratan Desa , menurut UU No. 6/2014 yang disingkat
BPD, adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Desa sebagai unsur Penyelengara
Pemerintahan Desa. Dalam UU No. 6/2014 tentang Desa, rumusan mengenai
kedudukan BPD sudah mengambarkan fungsi representatifnya dengan
menekankan makna Badan Permuswaratan Desa atau yang disebut dengan nama
lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi Pemerintahan yang anggotanya
merupakan Wakil dari Penduduk Desa berdasarkan Keterwakilan Wakil dari
Penduduk Desa berdasarkan keterwakilan Wilayah yang ditetapkan secara
Demokratis. Sebagai perwujudan Demokrasi dalam Penyelengaraan Pemerintah
Desa, BPD memiliki kedudukan penting dalam Sistim Perintahan Desa.
Anggota BPD dibentuk/dipilih disesuaikan dengan kedudukan Desa.
Sebagai penyelengara Pemerintahan Desa dan Pengambil Keputusan,maka
Anggota BPD adalah wakil dari Penduduk Desa bersangkutan berdasarkan
keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara Musyawarah dan Mufakat.
Cara pemilihan/penetapan anggota BPD dapat melalui pemilihan langsung, dipilih
perwilayah kampung/dusun, atau dipilih secara musyawarah. hasil
pemilihan/musyawarah dikirimkan ke Desa untuk keterwakilan Desa.
Pemilihan/penetapan anggota BPD dipilih di Desa dengan pertimbangan-
pertimbangan dan persetujuan hasil musyawarah . Jumlah anggota BPD di masa
lalu ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling
banyak 11 (sebelas) orang, dengan memperhatikan luas wilayah, keterwakilan
perempuan minimal 30% dari jumlah anggota BPD, jumlah penduduk , dan
kemampuan Keuangan Desa.
Dalam UU No. 6/2014 diatur bahwa jumlah Anggota Badan
Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan jumlah Gasal, paling sedikit 5 (lima)
orang dan paling banyak 9 (Sembilan) orang, dengan memperhatikan wilayah,
perempuan, penduduk dan Kemampuan Keuangan Desa. Ketentuan yang terakhir
iniah yang sekarang menjadi acuan dalam penyusunan Keanggotaan BPD. Lebih
Jelas dan lengkapnya pembentukan Aggota BPD dapat kita lihat dalam pasal 56
UU No. 6/2014 yang menyebutkan :
“(1) Anggota Badan Permusawaratan Desa merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisianya dilakukan secara Demokratis. (2) Masa keanggotaan Badan Permusawarakatan Desa selama 6 (enam) Tahun terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji. (3) Anggota Badan Permusawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dipilih untuk masa keanggotaan paling banyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut”. Akan tetapi aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang telah mampu
ditampung oleh BPD, tidak akan mampu disalurkan jika tidak terdapat kerjasama
yang baik antara BPD dengan Pemerintahan Desa. Adapun aspirasi kebutuhan
masyarakat tersebut di laksanakan melalui musyawrah pembangunan desa yang
diselenggarakan oleh Kepala Desa bersama dengan BPD.
Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa. Perangkat
Desa terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya, sedangkan yang
dimaksud Pemerintahan Desa adalah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan
yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa. Badan
Perwakilan Desa adalah lembaga legislasi dan pengawasan dalam hal pelaksanaan
peraturan desa, anggaran pendapatan dan belanja desa dan Keputusan Kepala
Desa. BPD berkedudukan sejajar dan menjadi mitra pemerintah desa.
Hubungan antara Pemerintah Desa dan Badan perwakilan Desa. Pertama,
hubungan dominasi artinya dalam melaksanakan hubungan tersebut pihak pertama
menguasai pihak kedua; kedua, hubungan sub koordinasi artinya dalam
melaksanakan hubungan tersebut pihak kedua menguasai pihak pertama, atau
pihak kedua dengan sengaja menempatkan diri tunduk pada kemauan pihak
pertama, Ketiga, hubungan kemitraan artinya pihak pertama dan kedua setingkat
dimana mereka bertumpu pada kepercayaan, kerjasama dan saling menghargai.
Pemerintah Desa dalam melaksanakan tugas pembangunan dan
penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat harus benar-benar memperhatikan
hubungan kemitraan kerja dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa itu sendiri.
Kemitraan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa disini berarti bahwa dalam
melaksanakan tugas pembangunan maupun pemberian pelayanan kepada
masyarakat, semua aparatur Pemerintahan Desa, baik itu Kepala Desa, Sekretaris
Desa, dan Badan Perwakilan Desa harus benar-benar memahami kapasitas yang
menjadi kewenangan maupun tugasnyamasing-masing. Sehingga dalam
melaksanakan penyelenggaraan Pemerintahan Desa semua aparatur pemerintah
desa dalam hubungannya dapat bersinergi dan bermitra dengan baik dan tepat
dalam meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang profesional dan
akuntabel.
Desa merupakan miniatur Negara Indonesia dimana desa menjadi ajang
politik paling dekat relasinya antara masyarakat dengan perangkat desa
(pemegang kekuasaan). Perangkat desa menjalankan tugas birokrasi dengan
diawasi oleh Badan Permusyawaran Desa (BPD) yang mewakili secara wilayah.
Iklim demokrasi yang baik antara perangkat desa dengan BPD akan menghasilkan
pelayanan terbaik kepada masyarakat desa namun bila sebaliknya yang terjadi
maka pelayanan kepada masyarakat desa akan terganggu.
Pemerintah desa sebagai miniatur pemerintahan nasional, walaupun
mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari instansi diatasnya namun lebih
banyak ditekankan pada pelatihan untuk penyusunan APBDes atau untuk
pelaporan keuangan. Mereka, para perangkat desa tidak memperoleh pendidikan
dan latihan yang sistematis dan berkelanjutan sebagaimana diberikan negara
kepada PNS.
Perangkat Desa memperoleh pembekalan awal mengenai tupoksi dan tugas-
tugas administrasi,tetapi setelah itu tidak memperoleh diklat teknis dan juga tidak
ada monitoring dan evaluasi.Terkadang sebagian perangkat Desa memperoleh
diklat teknis (misalnya administrasi,perencanaan, pendataan, keuangan) jika ada
proyek diklat dari pemerintah yang datangnya tidak menentu.Disebabkan
miskinnya pembinaan, maka kapasitas (pengetahuan, wawasan dan keterampilan)
perangkat Desa sangat terbatas. Sebagian besar perangkat Desa termasuk BPD
tidak memahami berbagai peraturan dan tugas yang menyangkut dirimereka
sendiri, kecuali sebagian kecil perangkat yang mau mencari tahu atau mereka
yang kritis. Pada umumnya mereka bekerja apa adanya sesuai dengan kebiasaan
perangkat sebelumnya. Sebagai miniatur pemerintahan juga terkandung miniatur
politik, walaupun bukan penduduk asli bersangkutan seseorang bisa menjadi
kepala desa dengan mesin politiknya namun akibatnya pada awal-awal memimpin
biasanya menghadirkan permasalahan karena kepala desa belum memahami
karakter warga desa seutuhnya.
Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa khususnya di Kabupaten
Ciamis, seringkali mengalami persoalan-persoalan yang timbul terkait dengan
hubungan tersebut, seperti hubungan antara Kepala Desa dengan BPD. Menurut
hasil wawncara dengan beberapa Sekdes di Kabupaten Ciamis terdapat beberapa
issu yang terjadi dalam hubungan antara pemerintah Desa (Kepala Desa) dengan
BPD sebagai berikut:
a. Adanya arogansi BPD yang merasa kedudukannya lebih tinggi dari Kepala
Desa, karena Kepala Desa bertanggung jawab kepada BPD;
b. Dualisme kepemimpinan desa, yaitu kepala desa dengan perangkatnya dan
badan perwakilan desa, yang cenderung saling mencurigai;
c. Sering terjadi mis-persepsi sehingga BPD sebagai unsur legislatif desa tetapi
melakukan tugas dan fungsi eksekutif kepala desa;
d. Anggota BPD sering belum bisa memilah antara fungsi pemerintahan desa
dengan pemerintah desa;
e. Kondisi sumberdaya manusia BPD yang masih belum memadai;
f. Kinerja perangkat desa menjadi tidak efektif karena banyak mantan calon
Kepala Desa yang tidak jadi kepala Desa menjadi anggota BPD dan cenderung
mencari-cari kesalahan perangkat desa bahkan ada kesan pula mereka berusaha
untuk menjatuhkan Kepala Desa ;
g. Dalam hubungan kerja organisasional, (1) dalam pelantikannya BPD dibekali
oleh DPRD; (2). BPD melakukan hubungan langsung dengan DPRD; (3).
Terjadi kontradiksi perilaku kerja BPD, misalnya BPD tidak mau berurusan
dengan Camat.
b. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, makalah ini dibatasi pada
permasalahan :
i) Bagaimana pola/tipe kemitraan hubungan organisasional yang tepat antara
BPD dengan Pemerintahan Desa?
ii) Sejauhmana pengaruh hubungan kemitraan antara BPD dengan Pemerintahan
Desa terhadap optimalisasi pembangunan di desa
c. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk menjawab rumusan
masalah sebagaimana tersebut diatas, yaitu :
i) Untuk mengetahui bagaimana pola/tipe kemitraan hubungan organisasional
yang tepat antara BPD dengan Pemerintahan Desa?
ii) Untuk mengetahui sejauhmana pengaruh hubungan kemitraan antara BPD
dengan Pemerintahan Desa terhadap optimalisasi pembangunan di desa
d. Kerangka Teori
(1) Konsep kerjasama dan hubungan kemitraan
Kerjasama adalah kegiatan/usaha yang dilakukan oleh beberapa orang
(lembaga, pemerintah, dsb) untuk mencapai tujuan bersama .
Bentuk-bentuk kerjasama dalam masyarakat :
i) Bargaining artinya perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa
antar individu maupun kelompok
ii) Kooptasi artinya penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau
pelaksanaan politik suatu organisasi
iii) Koalisi artinya gabungan/kombinasi dua kelompok atau lebih yang
memiliki tujuan yang sama dan berusaha mencapai tujuan tersebut.
iv) Joint venture artinya kerjasama yang dilakukan oleh dua orang/perusahaan
dalam melaksanakan suatu pekerjaan.1
Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau
lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan
prinsip salig membutuhkan dan saling membesarkan (Hafsah, 2000 : 43)
Sedangkan menurut (Rahmat, 2004 : 40) kemitraan merupakan hubungan
kerjasama usaha diberbagai pihak yang strategis, bersifat sukarela, dan
berdasar prinsip saling membutuhkan, saling mendukung dan saling
menguntungkan dengan disertai pembinaan dan pengembanan UKM oleh
usaha besar.
Tujuan kemitraan adalah :
i) Meningkatkan pendapatan usaha kecil masyarakat
ii) Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan
iii) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional
iv) Memperluas kesempatan kerja
v) Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional
Teori Kemitraan
Secara teoritis, Eisler dan Montuori (1997) membuat pernyataan yang
menarik yang berbunyi bahwa “memulai dengan mengakui dan memahami
kemitraan pada diri sendiri dan orang lain, dan menemukan alternatif yang
1http://www.bimbie.com/kerja-sama.htm
kreatif bagi pemikiran dan perilaku dominator merupakan langkah pertama ke
arah membangun sebuah organisasi kemitraan.” Dewasa ini, gaya-gaya seperti
perintah dan kontrol kurang dipercaya. Di dunia baru ini, yang dibicarakan
orang adalah tentang karyawan yang berdaya, yang proaktif, karyawan yang
berpengetahuan sehingga dapat menambah nilai dengan menjadi agen
perubahan2
Menurut pendapat Yuki (1991) ada beberapa model hubungan
organisasional, yaitu: Pertama, hubungan dominasi artinya dalam
melaksanakan hubungan tersebut pihak pertama menguasai pihak kedua.
Kedua, hubungan subordinasi artinya dalam melaksanakan hubungan tersebut
pihak kedua menguasai pihak pertama, atau pihak kedua dengan sengaja
menempatkan diri tunduk pada kemauan pihak pertama. Dan ketiga, hubungan
kemitraan artinya pihak pertama dan kedua selevel dimana mereka bertumpu
pada kepercayaan, kerjasama dan saling menghargai.
Sistem kemitraan bertumpu pada kepercayaan, dengan ciri-cirinya antara lain:
1. Persamaan dan organisasi yang lebih landai,
2. Hirarki aktualisasi yang luwes (dimana kekuasaan dipedomani oleh nilai-
nilai seperti caring dan caretaking),
3. Spiritualitas yang berbasis alamiah,
4. Tingkat kekacauan yang rendah yang terbentuk dalam sistem, dan
5. Persamaan dan keadilan gender.
Dimensi-dimensi Kemitraan Mengenai kemitraan ini, Butler dan Waldroop mengemukakan beberapa
dimensi kemitraan hubungan kerja sebagai berikut 3:
1. Pengaruh: professional yang menikmati pekerjaan mereka dan senang
mengembangkan dan memperluas area pengaruh mereka. Mereka senang
dalam hal persuarsi, negosiasi dan memegang informasi dan ide-ide penting.
Tipikal bagi negosiator pembuat kebijakan/keputusan.
2. Fasilitas interpersonal; orang-orang yang senang dengan aspek interpersonal
dalam situasi pekerjaan. Mereka secara intuitif berfokus pada pengalaman
2 Irawan Soejito, Hubungan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h 63 3 Op cit h 95
orang lain dan mereka bisa bekerja di belakang layar. Degan cara in mereka
membuat rekan-rekan sekerjanya menjadi berkomitmen dan terikat untuk
megerjakan proyek dengan lancar. Tipikal bagi manajer SDM.
3. Kreativitas hubungan: orang-orang yang bagus dalam membina hubungan
dengan sekelompok orang melalui penggambaran visual dan verbal. Tipikal
bagi orang-orang pemasaran dan manajer.
4. Kepemimpinan tim: orang-orang ini ingin melihat orang lain dan
berinteraksi dengan mereka. Mereka menyukai pekerjaan manajemen dan
bekerja dalam tim berenergi tinggi dalam situasi yang padat. Tipikal bagi
manajer program dan manajer delivery.
Kemitraan Antara Pemerintah Desa dengan BPD
Pada awalnya sering terjadi ketidakharmonisan antara Pemerintah Desa
dan BPD karena4 :
1. Cara pemahaman peraturan yang kurang menyeluruh dan kurang baik yang
disebabkan oleh tingkat pengetahuan dan pendidikan yang relatif rendah
sehingga pemahaman terhadap UU hanya sepotong-sepotong,
2. Banyak terjadi ketidak-disiplinan terhadap tata tertib yang dibuat oleh
mereka sendiri,
3. Kesalahpahaman terhadap hak dan kewajiban mereka.
Sekarang hubungan Pemerintah Desa dan BPD menjadi lebih baik karena
beberapa alasan :
1. Mulai tumbuhnya kesadaran, pengertian tentang hak dan kewajiban mereka,
2. BPD sudah dilibatkan dari awal-sampai akhir setiap kegiatan-kegiatan yang
menyangkut tugas kemasyarakatan dan pembangunan,
3. Mereka menyadari bahwa mitra adalah saling mengisi, memahami dan
memecahkan masalah bersama-sama. Sekalipun hubungan Pemerintah
Desa-BPD dapat dikatakan berjalan dengan baik dan cukup harmonis bukan
berarti berjalan tanpa hambatan.
4. Hubungan antara Pemerintah Desa dan Badan perwakilan Desa, pertama:
hubungan dominasi artinya dalam melaksanakan hubungan tersebut pihak
4 Bayu Surianingrat, Pemerintahan Administrasi Desa & Kelurahan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1985), h 79
pertama (Pemdes) menguasai pihak kedua (BPD), kedua: hubungan sub
koordinasi artinya dalam melaksanakan hubungan tersebut pihak kedua
menguasai pihak pertama, atau pihak kedua dengan sengaja menempatkan
diri tunduk pada kemauan pihak pertama, Ketiga: hubungan kemitraan
artinya pihak pertama dan kedua setingkat dimana mereka bertumpu pada
kepercayaan, kerjasama dan saling menghargai.
(2) Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Lahirnya Undang-Undang No 22/1999 kemudian direvisi menjadi
Undang-Undang No.32/2004 selanjutnya dibuatlah Undang-Undang No. 6
tahun 2014, salah satu gagasan yang coba dimunculkan adalah membangun
tata pemerintahan desa yang lebih demokratis. Dengan ditetapkannya Undang-
undang tentang Desa No.6 tahun 2014, kedudukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mengalami perubahaan jika sebelumnya
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan unsur penyelenggaraan
pemerintahaan maka sekarang menjadi lembaga desa dan salah satu dari
gagasan tersebut diwujudkan dalam pasal yang memuat tentang Badan
Permusyawaratan Desa (BPD). Rasionalisasi atas eksistensinya banyak
didasarkan pada faktor historis atas dominasi pemerintah desa dan pemeritnah
supra desa dalam mengintervensi dinamika sosial politik yang berkembang di
desa. (AAGN Ari Dwipayana, Dkk, 2003:79).
Kehadiran BPD sebagai tuntutan regulatif untuk menjadi aktor di desa
sebagai kekuatan pembimbingan aktor pemerintah desa, menjadikan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) secara luas dalam proses politik desa. Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi membahas dan menyepakati
rancangan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat desa, dan melakukan pengawasan kinerja kepala desa
(Undang-Undang No. 6 Tahun 2014) tentang Desa. Oleh karenanya Badan
Permusyawarat Desa (BPD) sebagai Badan Permusyawaratan yang berasal dari
masyarakat desa, disamping menajalankan fungsinya sebagai jembatan
penghubung antara Kepala Desa dengan masyarakat desa, juga dapat menjadi
lembaga yang berperan sebagai lembaga respresentasi dari masyarakat.
Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah wakil dari penduduk
desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan
musyawara dan mufakat. Anggota Badan Permusyawaratan Desa terdiri dari
ketua Rukun warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama,dan
tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali
paling banyak 3 (tiga) kali berturut- turut atau tidak secara berturut-turut.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau yang disebut dengan nama lain
adalah lembaga yang melakukan fungsi pemerintahan yang anggotanya wakil
dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara
demokratis. Badan Permusyawaratan Desa merupakan badan ditingkat desa
yang turut membahas dan meyepakati berbagai kebijakan dalam
penyelengaraan pemerintah desa. Dalam upaya meningkatkan kinerja
kelembagaan ditingkat desa, memperkuat kebersamaan, serta meningkatkan
partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, pemerintah desa, dan/atau Badan
Permusyawaratan Desa nama lain adalah forum musyawarah antara Badan
Permusyawaratan Desa (BPD), Pemerintah Desa dan unsur masyarakat yang
diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk memusyawarahkan
dan menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan pemerintah
Desa. Hasil musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan
dalam keputusan hasil musyawarah dijadikan dasar oleh Badan
Permusyawaratan Desa dan Pemerintah Desa dalam menetapkan kebijakan
pemerintahan Desa (Budiman Sudjatmiko,Yando Zakaria 2014:112)
(3) Pemerintahan Desa5
UU No 6 Tahun 2014 pasal 1 menyatakan bahwa Pemerintahan Desa
adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Sedangkan pengertian Desa menurut UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa
pada pasal 1 angka 1 memberikan batasan tentang Desa adalah desa dan desa
adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang
5Undang-undangNomor6tahun2014tentangDesa
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan rumusan pasal 1 angka 1 tersebut diatas, bahwa desa
memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati. Jadi yang dimaksud penyelenggaraan urusan pemerintahan
adalah “untuk mengatur”, untuk mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat.
Dasar yang digunakan adalah berdasarkan (1) prakarsa masyarakat, (2)
berdasarkan hak asal usul atau hak tradisional. Selanjutnya yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat adalah tercantum dalam Pasal 1 angka 3 yang
menyatakan, bahwa Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut
dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Desa.
Jadi yang berwenang adalah pemerintah desa, yakni Kepala Desa dibantu
perangkat desa, sebagai unsur penyelenggaran pemerintahan desa. Ini artinya
disamping Kepala desa dan perangkat desa ada unsur lain penyelenggara
pemerintahan desa.
Unsur lain dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 UU No 6 Tahun 2014
menjawab yang dimaksudkan unsur lain, yakni Badan Permusyawaratan
Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan
fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa
berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
Kedua lembaga tersebut diatas yaitu Kepala desa dan BPD sama-
sama melaksanakan fungsi pemerintahan, yakni pemerintahan desa,
selanjutnya yang dimaksud penyelenggara pemerintah desa berdasarkan
UU No 6 Tahun 2014 adalah tertuang dalam pasal 23 UU No 6 Tahun
2014 memberikan penegasan, yakni Pemerintahan Desa diselenggarakan
oleh Pemerintah Desa. Jelas terjawab siapakah yang dimaksud pemerintah
desa, maka dikembalikan pada pasal 1 angka 3 UU No 6 Tahun 2014,
yakni Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan
nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Desa. Jika demikian BPD kedudukannya adalah hanya
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya
merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah
dan ditetapkan secara demokratis . Hal ini ditegaskan juga pada Pemerintah
Desa pasal 25 bahwa Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang dibantu oleh
perangkat Desa atau yang disebut dengan nama lain berdasarkan konstruksi
hukum yang demikian, jelas Kepala Desa memiliki kedudukan yang strategis
sebagai penyelenggara pemerintahan desa. Namun ketika melaksanakan
kewenangan desa dua lembaga tersebut mempunyai kedudukan yang
sama, yakni Kepala Desa dan BPD.
Untuk memahami, perlu dipahami konstruksi hukum
terhadap kewenangan desa sebagaimana dimaksud Pasal 18 UU no 6 Tahun
2014, Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.6
(4) Pembangunan Desa
Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu usaha sadar dalam serangkaian
kegiatan untuk mencapai suatu perubahan dari keadaan yang buruk menuju ke
keadaan yang lebih baik yang dilakukan oleh masyarakat tertentu di suatu
Negara.
Menurut Sondang P. Siagian, (1981:21) mendefinisikan pembangunan
adalah:
“Suatu usaha atau serangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang
berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, Negara dan
pemerintahan dalam usaha pembinaan bangsa.”
Sedangkan arti Pembangunan Desa menurut Daeng Sudirwo, (1981:63)
6http://rajawaligarudapancasila.blogspot.co.id/2014/03/memahami-subtansi-uu-nomor-6-tahun-2014.html
adalah “Pembangunan desa adalah proses perubahan yang terus menerus dan
berkesinambungan yang diselenggarakan oleh masyarakat beserta pemerintah
untuk meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin, mateeri dan spiritual
berdasarkan pancasila yang berlangsung di desa.”
Dengan demikian, maka pembangunan desa perlu terus diupayakan karena
secara keseluruhan desa merupakan landasan bagi ketahanan nasional seluruh
rakyat Indonesia. Selain itu, untuk mencapai tujuan dari pembangunan desa itu,
pelaksanaan pembangunan di berbagai aspek kehidupan baik aspek ideologi,
politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama maupun dalam aspek pertahanan
dan keamanan. Melalui pembangunan desa diupayakan agar masyarakat
memiliki keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengatasi
berbagai masalah dalam kehidupan.
Ciri-ciri dan Prinsip Pembangunan Desa
Pembangunan desa dengan berbagai masalahnya merupakan pembangunan
yang berlangsung menyentuh kepentingan bersama. Dengan demikian desa
merupakan titik sentral dari pembangunan nasional Indonesia. Oleh karena itu,
pembangunan desa tidak mungkin bisa dilaksanakan oleh satu pihak saja, tetapi
harus melalui koordinasi dengan pihak lain baik dengan pemerintah maupun
masyarakat secara keseluruhan. Dalam merealisasikan pembangunan desa
agar sesuai dengan apa yang diharapkan perlu memperhatikan beberapa
pendekatan dengan ciri-ciri khusus yang sekaligus merupakan identitas pembangunan desa itu sendiri, seperti yang dikemukakan oleh C.S.T
Kansil, (1983:251) yaitu: (a) Komprehensif multi sektoral yang meliputi berbagai aspek, baik
kesejahteraan maupun aspek keamanan dengan mekanisme dan sistem
pelaksanaan yang terpadu antar berbagai kegiatan pemerintaha dan
masyarakat.
(b) Perpaduan sasaran sektoral dengan regional dengan kebutuhan essensial
kegiatan masyarakat.
(c) Pemerataan dan penyebarluasan pembangunan keseluruhan pedesaan
termasuk desa-desa di wilayah kelurahan.
(d) Satu kesatuan pola dengan pembangunan nasional dan regional dan
daerah pedesaan dan daerah perkotaan serta antara daerah pengembangan
wilayah sedang dan kecil.
(e) Menggerakan partisipasi, prakaras dan swadaya gotong royong
masyarakat serta mendinamisir unsur-unsur kepribadian dengan teknologi
tepat waktu. Jadi di dalam merealisasikan pembangunan desa itu harus
meliputi berbagai aspek, jangan dari satu aspek saja, agar pembangunan
desa itu dapat sesuai dengan apa yang diinginkan.
Pembangunan desa itu harus meliputi berbagai aspek kehidupan dan
penghidupan artinya harus melibatkan semua komponen yaitu dari pihak
masyarakat dan pemerintah, dan harus langsung secara terus menerus
demi tercapainya kebutuhan pada masa sekarang dan masa yang akan datang.7
Pembangunan desa mencakup bidang penyelenggaraan pemerintahan
Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa dan
pemberdayaan masyarakat Desa.
Perencanaan pembangunan Desa disusun secara berjangka meliputi:
a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RP- JMDes) untuk
jangka waktu 6 (enam) tahun;
b. Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang dise- but Rencana Kerja
Pemerintah Desa (RKP DESA), merupakan penjabaran dari RPJM Desa
untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
c. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja
Pemerintah Desa, ditetapkan dengan Peraturan Desa. 8
Sedangkan bidang pelaksanaan pembangunan Desa antara lain:
a. Pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan infrasruktur dan lingkungan Desa antara lain:tambatan perahu; jalan pemukiman; jalan
Desa antar permukiman ke wilayah pertanian;pembangkit listrik tenaga
mikrohidro ; lingkungan permukiman masyarakat Desa; dan infrastruktur
Desa lainnya sesuai kondisi Desa. �
b. Pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
7http://ewintribengkulu.blogspot.com/2012/11/konsep-pembangunan-desa.html 8Perencanaan Pembangunan Desa, Buku 6, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia, hal 19-20
kesehatan antara lain:air bersih berskala Desa;sanitasi lingkungan; �
c. Pelayanan kesehatan Desa seperti posyandu; dansarana dan prasarana
kesehatan lainnya sesuai kondisi Desa. �
d. Pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
pendidikan dan kebudayaan antara lain:taman bacaan masyarakat;
pendidikan anak usia dini;balai pelatihan/kegiatan belajar
masyarakat;pengembangan dan pembinaan sanggar seni; dansarana dan
prasarana pendidikan dan pelatihan lainnya sesuai kondisi Desa. �
e. Pengembangan usaha ekonomi produktif serta pembangunan,
pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana ekonomi antara
lain:pasar Desa;pembentukan dan pengembangan BUM Desa; penguatan
permodalan BUM Desa;pembibitan tanaman pangan; penggilingan padi;
lumbung Desa; pembukaan lahan pertanian;pengelolaan usaha hutan Desa;
kolam ikan dan pembenihan ikan; kapal penangkap ikan; cold storage
(gudang pendingin); tempat pelelangan ikan;tambak garam; kandang
ternak; instalasi biogas; mesin pakan ternak;sarana dan prasarana ekonomi
lainnya sesuai kondisi Desa.
f. Pelestarian lingkungan hidup antara lain: penghijauan; pembuatan
terasering; pemeliharaan hutan bakau; perlindungan mata air; pembersihan
daerah aliran sungai; perlindungan terumbu karang dan kegiatan lainnya
sesuai kondisi Desa. �
g. Bidang Pembinaan Kemasyarakatan antara lain: pembinaan lembaga
kemasyarakatan; penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban; pembinaan
kerukunan umat beragama; pengadaan sarana dan prasarana olah raga;
pembinaan lembaga adat; pembinaan kesenian dan sosial budaya
masyarakat; dan kegiatan lain sesuai kondisi Desa. �
h. Bidang Pemberdayaan Masyarakat antara lain:pelatihan usaha ekonomi,
pertanian, perikanan dan perdagangan;pelatihan teknologi tepat guna;
pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan bagi kepala Desa, perangkat Desa,
dan Badan Pemusyawaratan Desa; peningkatan kapasitas masyarakat,
antara lain: kader pemberdayaan masyarakat Desa; kelompok usaha
ekonomi produktif; kelompok perempuan, � kelompok tani, kelompok
masyarakat miskin, kelompok nelayan,kelompok pengrajin, kelompok
pemerhati dan perlindungan anak, kelompok pemuda dan kelompok lain
sesuai kondisi Desa. 9
(5) Teori Ekonomi Politik yang berkaitan dengan Kerjasama/Hubungan kemitraan antara BPD dan Pemerintahan Desa
Kelompok individu-individu dengan kepentingan bersama diharapkan
bertindak atas nama kepentingan bersama ....... namun sesungguhnya ....
Individu-individu tersebut cenderung bertindak atas dasar kepentingan
personal.
Jika dalam organisasi semakin banyak free rider, atau semakin besar biaya
transaksinya, maka organisasi dapat mengalami kemunduran.
Jika setiap anggota suatu kelompok tertarik sesuatu (kepentingan umum),
maka mereka akan bertindak secara bersama-sama untuk mencapainya. �
Dalam demokrasi, mayoritas akan cenderung tiran dan mengeksploitasi
minoritas.
Teoritisi : Mancur Olson10
Kolaborasi Masal (Mass Collaboration) adalah Bentuk tindakan
bersama ketika banyak masyarakat bekerja secara independen pada kegiatan
(project) tertentu. Ini dapat terjadi dengan cepat bila ada medianya (contoh:
twitter, facebook, wikipedia dll) --- basisnya : kesamaan pandangan (shared
understanding)
Kerjasama (Cooperation) adalah Kerjasama dalam bentuk bahwa
anggota suatu kelompok (group members) yang terlibat dalam suatu kerjasama
tersebut tidak perlu bersepakat dalam suatu kesamaan pandangan tertentu.
Namun mereka hanya menjalankan arah perintah tersebut (instruksi).Analisis Rational Choice dapat dilakukan menurut tahapan:
(a) Identifikasi agen (pelaku) yang relevan dan asumsikan tujuan mereka.
(b) Identifikasi kendala yang dihadapi setiap pelaku (agen)
(c) Tentukan “decision rules” setiap agen; pilihan agen berpengaruh pada
yang lain atau sebaliknya.
(d) Tentukan konsistensi keputusan seluruh agen satu dengan yang lainnya- 9Perencanaan Pembangunan Desa, Buku 6, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia, hal 21 - 2210 Bahan Kuliah Ekonomi Politik, Anang Muhtadi, Dr., STIA LAN Bandung, 2015.
sehingga ditemukan keseimbangan antar mereka.
(e) Eksplorasi kemungkinan perubahan keseimbangan akibat dari faktor
eksternal (predictions or implications of the model)
(f) Teliti konsistensi tersebut dengan pengalaman/ kondisi riil lapangan.
(g) Buat kesimpulan dan implikasinya (misalnya untuk government policy) 11
11Bahan Kuliah Ekonomi Politik, Analisa Ratio, Anang Muhtadi, Dr., STIA LAN Bandung, 2015
�BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Ekonomi Makro
Perekonomian daerah Kabupaten Ciamis dalam kurun waktu tiga tahun terakhir mengalami
pertumbuhan positif, dimana Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Ciamis pada tahun
2015 mencapai 5,05%, dengan tingkat inflasi sebesar 5.79%. Tingkat kesejahteraan masyarakat
Kabupaten Ciamis Tahun 2015 dilihat dari capaian total Produk Domestik Regional Bruto Atas
Dasar Harga Berlaku mencapai Rp. 19.336.914.806,- dan besaran pendapatan penduduk (PDRB
per kapita Atas Dasar Harga Berlaku) adalah sebesar Rp. 12.198.753,- per kapita per tahun.
Secara umum struktur perkeonomian Kabupaten Ciamis masih didominasi oleh sektor
Pertanian dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (khususnya sub sektor perdagangan).
Secara rinci peranan masing-masing sector terhadap PDRB Tahun 2015 Atas Dasar Harga
Berlaku yaitu : Pertanian (Tanaman bahan Makanan, Tanaman perkebunan, Peternakan dan hasil-
hasilnya, Kehutanan dan Perikanan) sebesar 30,07%; Pertambangan dan Penggalian sebesar
0,30%; Industri Pengolahan sebesar 6,78%; Listrik Gas dan Air Bersih sebesar 0,73%; Bangunan
sebesar 2,94%; Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 26,78%; Pengangkutan dan Komunikasi
sebesar 9,57%; Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan sebesar 5,58%; serta Jasa-jasa sebesar
17,25%.
Kualitas penduduk Kabupaten Ciamis berdasarkan indikator Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) yang berkaitan dengan komponen pendidikan, kesehatan dan daya beli (pendapatan)
menunjukan semakin meningkat dengan capaian IPM 72,80 pada tahun 2010-2015. Indeks
pendidikan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dengan capaian 82,17 pada tahun 2009-
2013, dengan angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS) mencapai 7,51 tahun serta Angka Melek
Huruf (AMH) mencapai 98,24%. Indeks kesehatan juga cenderung semakin meningkat mencapai
71,12 pada tahun 2010-2015, dengan Angka Harapan Hidup (AHH) mencapai 67,67 pada tahun
2010-2015. Indeks Daya Beli meningkat mencapai 65,10 pada tahun 2015, dengan angka
Pengeluaran riil per Kapita penduduk mencapai Rp. 642.720.00 per tahun.
Dengan adanya krisis keuangan global yang melanda dunia termasuk Indonesia dan
pesatnya arus globalisasi dan pembangunan di segala bidang, diperlukan sumber daya yang tepat
untuk menghasilkan kinerja yang optimal. Masyarakat menuntut adanya transparansi, efisiensi
dan efektivitas kinerja dari aparatur pemerintah. Untuk menunjang harapan tersebut kesiapan
aparat dan kerja sama yang menunjang harapan tersebut kesiapan aparat dan kerja sama yang
solid diantara aparat sangat di butuhkan.
2. Profil Desa Saguling Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis
Desa Saguling merupakan salah satu dari sembilan desa yang berada di wilayah
Kecamatan Baregbeg setelah pemekaran dari Kecamatan Ciamis tahun 2004. Keberadaan
Desa Saguling pada umumnya merupakan salah satu desa yang memiliki potensi dan
sumber daya alam yang memadai untuk dikembangkan dan didayagunakan untuk
menopang perekonomian dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan
pada bidang pertanian dan industri rumah tangga.
Pembangunan desa merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah dan
masyarakat sebagai sasaran serta sekaligus pemeran aktif dalam pembangunan sesuai
dengan kebutuhan dan kerperluan. Dengan nilai-nilai kegotong royongan masyarakat di
pedesaan merupakan salah satu modal utama dalam mewujudkan visi dan misi.
Makna yang terkandung :
Desa Saguling adalah satu kesatuan masyarakat hukum dengan segala potensinya
dalam sistem pemerintahan yang SAGULING SAGULUNG SAGALANG
SAGOLONGAN di wilayah Desa SAGULING dalam pelaksanaan pembangunan di
segala bidang untuk menuju kesejaheraan masyarakat dengan nilai-nilai kegotong
royongan.
Adapun Visi Desa SAGULING yaitu “Saguling Desa Bersahaja tahun 2017”
Bersahaja singkatan bersih, sehat dan sejahtera, visi tersebut akan dapat dicapai
dengan pemahaman bahwa pelaksanaan penyelenggaraan pemerinatahan Desa
harus melibatkan semua pihak terkait di desa dan luar desa secara partisipatif, dan
dengan pendekatan pembangunan berbasis masyarakat.
Desa Saguling terletak di wilayah Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis luas
wilayah 374.455 ha. Adapun jarak tempuh ke Kabupaten yaitu 6 KM dengan lama
tempuh 0,25 jam dan akses kendaraan menuju Desa Saguling menggunakan Angkutan
Kota 02.
Sedangkan perbatasan Desa saguling yaitu :
• SebelahUtara :DesaSukamulyaKecamatanBaregbeg
• SebelahTimur :DesaBaregbegKecamatanBaregbeg
• SebelahSelatan :DesaMekarjayaKecamatanBaregbeg
• SebelahBarat :DesaWelasariKecamatanSadananya
Perangkat Desa di Desa Saguling Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis sebagai
berikut :
No NAMA PERANGKAT DESA JABATAN PENDIDIKAN
TERAKHIR
KEPUTUSAN PENGANGKATAN
TGL NOMOR
1 SURACHMAN Kepala Desa
SLTP 5/11/05 141.1/Kpts-105HUK/2005
2 EUIS HENI KUSRINI Urusan Keuangan D1 5/1/07
141.33/Kpts-02/Ds-2007
3 BENI HERMANTO, SE. Urusan Umum
S1 6/30/10 141.33/Kpts-06/Ds-2010
4 S A K R I Kasi.Pem.Kamtib SLTA
12/18/06
141.33/Kpts-08/Ds-2006
5 AGUS HENDRA S
Kasi Kesejahteraan dan PM SLTA 4/3/06
141.33/Kpts-05/Ds-2006
6 YUDI HARYADI Kasi Ekonomi dan Pembangunan
SLTA 1/30/09 141.33/Kpts-08/Ds-2009
7 OTONG SUTARMAN Kadus Desa
SLTP 1/7/13 141.32/Kpts-01/Ds-2013
8 KENDAR Kadus Kelewih SLTA 3/21/12
141.32/Kpts-07/Des2012
9 ASEP HERYANTO Kadus Sagulingkolot SPG 9/3/12
141.32/Kpts-13/Des-2012
Adapun daftar anggota BPD Desa Saguling Kecamatan Baregbeg sebagai berikut :
No Nama Jabatan Pendidikan SK. Nomor Tgl SK
1 ENGKON TURKONA, A.Md KETUA D3 14.2/Kpts.156-HUK/2013
14-Mar-13
2 H MAMAT RAHMAT, S.H WAKIL KETUA SARJANA 14.2/Kpts.156-HUK/2013
14-Mar-13
3 NANA HERYANA SEKRETARIS SLTP 14.2/Kpts.156-HUK/2013
14-Mar-13
4 IDING DIDI, S.IP Komisi I Bid. Pemerintahan SARJANA 14.2/Kpts.15
6-HUK/2013 14-Mar-
13
5 WARSO Komisi II Bid. Ekonomi SLTP 14.2/Kpts.15
6-HUK/2013 14-Mar-
13
6 ASEP MAS HERAWAN, S.IP Komisi III Bid. Pembangunan SARJANA 14.2/Kpts.15
6-HUK/2013 14-Mar-
13
7 MAMAN ABDUL ROHMAN, S.PdI
Komisi IV Bid. Kesra SARJANA 14.2/Kpts.15
6-HUK/2013 14-Mar-
13
Lembaga Pemerintahan pada Desa Saguling, sebagai berikut :
Pemerintah Desa : SAGULING
Jumlah aparat : 10 Orang
Pendidikan Kepala Desa : SLTP/PAKET B
Pendidikan Sekretarsis Desa : SLTA
Jumlah RW/dusun/taparu atau sebutan lain : 8
Jumlah RT atau sebutan lain : 37
Badan Permusyawaratan Desa
Jumlah anggota : 7 Orang
Pendidikan ketua BPD : S1
Lembaga Kemasyarakatan
Organisasi Perempuan : TP PKK, jumlah anggota 75 orang
Organisasi Pemuda : Karang Taruna, jumlah anggota 50 orang
Organisasi Profesi : Kelompok Tani, jumlah anggota 65 orang
LKMD atau sebutan lain : LPMD, jumlah pengurus 12 orang
Kelompok Gotong Royong : Jumlah anggota 3.500 orang
3. Masalah umum hubungan kemitraan yang antara BPD dengan Pemerintahan Desa pada Desa Saguling Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis
Pada penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Desa Saguling terlihat beberapa
masalah yang menjadi analisis dari kajian Kemitraan Pemdes dan BPD. Guna
memudahkan pembahasan, maka penjelasan atas masalah umum kemitraan Pemdes
dengan BPD ini di kategorikan berdasar aktor-aktor Pemerintahan Desa, seperti
BPD, Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Tokoh masyarakat.
Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara, didapatkan isu/pokok masalah sebagai
berikut :
1. BPD Sering berselisih pendapat dengan kepala desa perihal bagaimana membangun
desa atau menyelesaikan masalah desa.
2. BPD mampu melaksanakan tugasnya sendiri tanpa dibantu oleh kepala Desa.
3. Kepala Desa sering menentang apa yang dilakukan atau diputuskan BPD.
Adapun isu pokok berkaitan dengan pola kemitraan dari perspektif BPD adalah
adanya sebuah pemahaman bahwa BPD mampu melaksanakan tugasnya sendiri
tanpa adanya bantuan dari Kepala Desa. Hal ini terjadi mengingat kades merupakan
mitra kerja dari BPD yang mempunyai kedudukan sejajar, sehingga kapasitas maupun
kualitas BPD dituntut untuk dapat bekerja sesuai dengan apa yang menjadi Tupoksinya
seperti fungsi Pengawasan, Legislasi, dan Anggaran.
Namun disisi lain BPD sebenarnya mengakui bahwa kedudukannya dengan
Kades hubungannya saling membutuhkan dan sebagai mitra kerjasama dalam
penyelenggaraan Pemdes. Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan, Kades
memiliki peran dan kewenangan lebih untuk mengurus desa, BPD hanya bertindak
sebagai mitra yang dapat atau tidak dapat menyetujui apa yang menjadi kebijakan kades.
BPD beranggapan bahwa dirinya hanya sebagai secondary fungtion (mengontrol
dianggap lebih rendah daripada mengatur) dalam melaksanakan roda pemerintahan desa,
dan merasa bahwa Kades yang lebih mempunyai peran penting dan dominan.
Dalam masalah lainnya adalah bahwa hubungan antara Kepala Desa dengan BPD
seringkali bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini biasa terjadi saat
kordinasi dalam penyusunan kebijakan, rencana, program, maupun pembangunan
Desa dan Pelayanan. Namun hal ini memang biasa terjadi, karena BPD sebagai
pembawa aspirasi Masyarakat/penduduk Desa menginginkan pembangunan yang adil dan
merata, namun sebagai pelaksana (Kepala Desa) sering terlalu memperhitungkan antara
prioritas pembangunan dan pelayanan lain dan juga kaitannya terhadap anggapan yang
dimiliki oleh Pemerintah Desa. Namun beberapa masalah tersebut setidaknya dapat
diselesaikan dengan jalan musrawarah, koordinasi, dan peran komunikasi yang
efektif dalam menjembatani proses pengambilan keputuan untuk kepentingan
bersama.
Selanjutnya selain hal diatas, juga didapatkan hasil wawancara dengan Kades
Desa Saguling berkaian dengan “ isu pokok masalah dari pandangan Kades tentang
hubungan kemitraan dengan BPD” adalah : “Posisi Kepala Desa sejajar dengan
BDP”
Permasalahan yang sama diungkapkan oleh kepala desa, hampir semua kepala desa
beranggapan bahwa kedudukannya sebagai kepala desa tidaklah sejajar dengan BPD.
Permasalahan ini mempunyai korelasi dengan permasalahan yang dialami oleh BPD.
Kades merasa mempunyai kedudukan yang lebih tinggi, dan menganggap perannya
sebagai pemimpin desa, pengguna anggaran dan dipilih langsung oleh rakyat merupakan
kedudukan nomor satu di pemerintahan desa. Walaupun disisi lain Kades mengakui
bahwa hubungannya dengan BPD adalah saling membutuhkan dan bersifat mitra yang
saling bekerjasama dalam Pembangunan Desa dan pemberian pelayanan kepada
masyarakat secara adil dan merata.
Adapun hasil wawancara dengan Sekdes Desa Saguling berkaitan dengan “isu
pokok masalah dari pandangan Sekdes tentang hubungan kemitraan antara Sekdes
dengan BPD” :
1. Sering berselisih pendapat dengan Sekdes terutama dalam hal membangun desa
atau menyelesaikan masalah desa
2. Kinerja sekretaris desa mempengaruhi kinerja aparatur desa lainnya
Sekretaris desa merupakan jabatan yang sangat krusial di suatu desa, biasanya
orang yang menjadi sekretaris desa adalah orang yang mempunyai pengalaman dan
usia kerja yang cukup lama di pemerintahan desa.
Diangkatnya sekretaris desa menjadi PNS salah satunya bertujuan untuk
memberikan apresiasi atas pengabdiannya selama ini. Karena sekdes dianggap pejabat
senior yang menguasai prosedur pekerjaan dan mengetahui seluk beluk pemerintahan
desa, sebagai besar sekdes di seluruh kabupaten yang menjadi responden menganggap
bahwa kinerja yang dilakukan Sekdes tidak banyak mempunyai pengaruh terhadap
kinerja aparatur desa lainnya. Ini disebabkan oleh adanya distribusi pekerjaan yang
tidak merata diantara kaur desa yang lain dengan sekretaris desa.
Sementara itu secara kasuistis, beberapa sekdes menganggap bahwa kedudukan
PNS adalah kedudukan yang sangat aman dalam pemerintahan desa, karena posisi dan
gajinya yang tidak mungkin akan gampang dirubah oleh kepala desa. Sehingga
terkadang urusan pemerintahan desa banyak diserahkan kepada kaur desa lainnya, dan
kinerja sekdes menjadi kurang optimal.
Di hampir pada seluruh, desa diangkatnya Sekdes menjadi PNS tidak
menimbulkan konflik dan kecemburuan dikalangan aparatur desa yang lainnya, karena
kebanyakan telah menyadari bahwa beban kerja sekdes yang dirasa amat berat telah
mendapatkan apresiasi yang pantas dengan diangkatnya sekdes menjadi PNS. Masalah
yang muncul adalah ketika PNS yang telah menjadi PNS namun tetap mendapatkan
dan mengelola tanah bengkok dari pemerintah desa.
Adapun hasil wawancara dengan salah satu anggota BPD Desa Saguling yang
menjadi “isu pokok masalah dari pandangan BPD tentang Identitas Organisasi
adalah” :
1. Anggota BPD mempunyai tujuan tertentu menjadi anggota BPD
2. Tujuan individu saya dalam BPD saat ini sudah tercapai
Hasil wawancara tersebut diatas berarti bahwa BPD memang memiliki tujuan
pribadi dalam menjadi anggota BPD, yaitu menginginkan tercapainya aspirasi yang
mereka bawa dari aspirasi masyarakat yang mereka wakili. Sebagai penyalur
aspirasi msyarakat, tentu BPD perlu memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai
dalam Pembangunan Desa dan Pelayanan yang akan dilakukan oleh pemerintah
Desa (Kades dan Sekdes).
Tercapainya tujuan yang diinginkan oleh Pemerintahan Desa (Kepala Desa,
Sekretaris Desa dan perangkat desa lainnya) dan BPD yaitu pada saat tercapainya
keinginan untuk membangun Desa dalam meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
bagi masyarakat. Segala bentuk pembangunan Desa dan pemberian pelayanan kepada
masyarakat yang akuntabel dan transparan memang menjadi tujuan bersama antara BPD,
Kades, Sekdes, Perangkat Desa, dan masyarakat Desa.
Namun nampaknya tujuan bersama tersebut saat ini belum sepenuhnya terpenuhi,
mengingat tujuan bersama dari Pembangunan Desa dan Pelayanan kepada masyarakat ini
memerlukan proses pelaksanaan yang sistematis dan terpadu. Salah satunya masih
terdapat ego individualisme dari aparat pemerintah desa seperti Kepala Desa yang
mengakui bahwa dalam pelaksanaan pembangunan Desanya diperlukan waktu, anggaran,
dan tenaga yang tidak sedikit. Untuk itu dalam mempercepat tujuan bersama
pembangunan Desa tersebut diperlukan kerjasama yang baik antara Pemkab, Pemdes, dan
masyarakat.
4. Pola/tipe kemitraan hubungan organisasional yang tepat antara BPD dengan
Pemerintahan Desa pada Desa Saguling Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis
Tabel isu kemitraan Pemerintahan pada Desa Saguling12
KLASIFIKASI ISU BPD KADES SEKDES
Regulasi Regulasi mengenai Kapasitas SDM anggota BPD dan pengurusnya masih kurang begitu jelas,
Regulasi Pertanggungjawaban Kades kepada Bupati, bukan kepada BPD. Sehingga BPD tidak
Regulasi Sekdes yang telah menjadi PNS dan masih menerima bagi hasil tanah bengkok dirasa
12DIM(DaftarInvenariasiMasalah)DesaSagulingTahun2014
sehingga kinerja BPD dirasa kurang optimal
dianggap sebagai bentuk tangungjawab yang kuat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa
tidak sesuai dengan UU tentang Desa
Kelembagaan Kinerja BPD dirasa tidak sesuai dengan Tupoksinya, BPD kadang terlalu luas ikut campur dalam penyelenggaraan Pemdes dan telalu kritis dalam mengevaluasi kinerja Kades/ Sekdes.
Kepala Desa merasa sebagai aktor penting dan dominan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, sehingga BPD yang seharus sebagai mitra kerja, seringkali ditentang apa yang menjadi masukan dan usulannya bila tidak sesuai dengan yang menjadi prioritas kebijakan Pemdes.
Sekdes dianggap senior dan paling memahami urusan desa, sehingga sebagian besar beban penyelenggaran Pemdes terletak pada Sekdes.
Kapasitas Sebagian besar anggota BPD dirasa kurang mampu dalam kapasitas maupun kualitasnya dalam bekerja, karena standart mengenai pendidikan bagi anggota / pengurus BPD kurang jelas.
Meski Kepala Desa memiliki latar belakang dari berbagai pendidikan dan profesi, namun kinerja mereka cukup baik dalam urusan penyelenggaraan Pemdes. Hal ini dikarenakan mereka adalah Kades yang terpilih, sehingga rasa tanggungjawab dan bentuk kepercayaan harus dibangun agar tidak mengecewakan masyarakat.
Sekdes sebagai orang yang berpengalaman dan telah cukup lama dalam urusan penyelenggaraan Pemdes dalam membantu Kades, menyebabkan posisi Sekdes tidak dapat tergantikan dengan siapapun dan memiliki masa jabatan cukup lama.
Lokalitas Hubungan BPD dengan Kades sering bertentangan, karena latar belakang BPD adalah mantan Kades sebelumnya dan di beberapa Desa yang lain juga karena di latar belakangi konflik intern antar aktor yang menjabat.
Kades dengan BPD dan Sekdes sering bertentangan juga, hal ini bisa terjadi karena konflik intern antar aktor yang ada, dan kinerja Kades yang cenderung banyak yang memiliki latar belakang pengusaha, menyebabkan kinerja Kades kurang optimal, karena mengenyampingkan urusan Pemdes.
Sekdes yang merupakan jabatan paling strategis dan aman karena statusnya sebagai PNS, menyebabkan adanya arogansi dalam membantu Kades dan memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pola kemitraan ideal yang terbentuk berdasarkan tabel “klasifikasi isu kemitraan”
diatas adalah tipe kemitraan dimana masing-masing memahami tugas dan fungsi serta
kedudukan lembaga yang mereka wakili.
Kepala desa dengan perangkatnya serta BPD dengan warga di wilayahnya saling
bermitra dalam membangun desa. BPD membawa aspirasi masyarakat dan bersama
dengan kepala desa membuat peraturan desa dalam mewujudkan aspirasi sekaligus
mengawasi jalannya pemerintahan desa. Hal ini bisa terwujud bila masing-masing pihak
mempunyai kapasitas dalam bidang pemerintahan, organisasi, kompetensi,
mementingkan kepentingan umum diatas pribadi dan golongan.
Tabel diatas adalah hasil temuan lapangan bahwa secara umum desa
Saguling telah menunjukkan posisi BPD dan Pemerintah Desa berada pada
kuadran kemitraan. Keseimbangan kekuatan kedua lembaga tersebut terletak pada
dihidupkannya kembali Badan Perwakilan Desa dalam bentuk Badan Permusyawaratan
Desa yang mempunyai fungsi kontrol terhadap jalannya pemerintahan desa, kepala desa
melibatkan BPD dalam pembuatan kebijakan. Tipe tersebut menunjukkan bahwa kepala
desa dan BPD telah melaksanakan fungsinya sesuai dengan azas kemitraan dengan saling
mengisi, memahami dan memecahkan masalah bersama-sama, saling percaya, kerjasama
dan saling menghargai. Mereka saling terbuka terhadap kritik dengan secara
proporsional, obyektif, rasional, jujur, dan ada solusi.
5. Pengaruh hubungan kemitraan antara BPD dengan Pemerintahan Desa terhadap
optimalisasi pembangunan di desa Saguling Kecamatan Baregbeg Kabupaten
Ciamis Hubungan kemitraan sebagaimana dijelaskan dalam bab Pembahasan point 4
tersebut diatas yaitu bahwa di Desa Saguling telah terbentuk tipe kemitraan dimana
masing-masing (BPD dan Pemerintahan Desa) memahami tugas dan fungsi serta
kedudukan lembaga yang mereka wakili, saling bermitra dalam membangun desa. BPD
membawa aspirasi masyarakat dan bersama dengan kepala desa membuat peraturan desa
dalam mewujudkan aspirasi sekaligus mengawasi jalannya pemerintahan desa.
Hubungan kemitraan yang telah terbentuk antara Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) dan Pemerintahan Desa pada Desa Saguling, mereka bersama-sama melaksanakan
mengkoordinasikan, memantau dan mengevaluasi terhadap pembangunan yang
dilaksanakan, yang mana hal tersebut (kerjasama dan kemitraan kedua belah pihak)
sangat menunjang keberhasilan/optimalisasi pelaksanaan pembangunan di Desa
Saguling.
Adapun rencana pembangunan di Desa Saguling seperti yang dituangkan dalam
RKPDes Desa Saguling Tahun 2015 sebagai berikut13 :
Prioritas Program dan Kegiatan Berskala Desa
Prioritas program pembangunan skala desa merupakan program pembangunan yang
sepenuhnya mampu dilaksanakan oleh desa. Kemampuan tersebut dapat diukur dari
ketersediaan anggaran desa, kewenangan desa dan secara teknis di lapangan desa
mempunyai sumber daya.
Adapun program dan kegiatan pembangunan tersebut meliputi :
1. Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
1.1. Penghasilan tetap Kepala Desa dan Perangkat
1.2. Tunjangan tambahan penghasilan apartur Desa,
1.3. Oprasioanal Perakantoran
2. Bidang Pembangunan Desa
2.1. Lanjutan pembangunan Jembatan
2.2. Peningkatan Jalan
3. Bidang Pembinaan Kemasyarakatan
3.1. Kegiatan 10 program PKK
3.2. Kegiatan Keagamaan, sosial budaya masyarakat
3.3. Kegiatan Kepemudaan, seni dan Olah Raga
4. Bidang Pemberdayaan Masyarakat
4.1. Kegiatan penanggulangan kemiskinan masyarakat
4.2. Kegiatan lomba-lomba tingkat Desa
4.3. Kegiatan peningkatan posyandu
Prioritas Program dan Kegaitan Berskala Kecamatan/Kabupaten
Prioritas program pembangunan skala kecamatan/kabupaten merupakan program
dan kegiatan pembangunan yang merupakan kebutuhan riil masyarakat desa Saguling
tetapi pemerintah desa tidak mampu melaksanakan. Hal ini disebabkan pertama kegiatan
tersebut secara peraturan perundangan bukan kewenangan desa. Kedua, secara
pembiayaan desa tidak mampu membiayai karena jumlahnya terlalu besar dan yang
ketiga, secara sumber daya di desa tidak tersedia secara mencukupi, baik SDM maupun
prasarana pendukung lainnya.
13RencanaKegiatanPembangunan(RKP)DesaSagulingTahun2015
Berdasarkan pertimbangan diatas, maka prioritas pembangunan tersebut akan
dibawa melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan di tingkat kecamatan
(Musrenbangcam) oleh delegasi peserta desa Saguling yang dipilih secara partisipatif
pada forum musrenbangdes dan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
Adapun program dan kegiatan tersebut adalah :
1. Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
1.1. Penyelenggaraan kerjasama antar Desa
2. Bidang Pembangunan Desa
2.1. Perbaikan Jalan Poros Desa Jalur Angkot 16
2.2. Perbaikan dan Pembangunan MCK Umum
2.3. Perbaikan Jembatan
2.4. Pengadaan Jaringan irigasi Desa
2.5. Pengadaan Ruang Kelas Baru PAUD dan SD
3. Bidang Pembinaan Kemasyarakatan
3.1. Pengadaan saran dan prasarana Olah Raga
3.2. Pelatihan dan pembinaan lembaga kemasyarakatan Desa
4. Bidang Pemberdayaan Masyarakat
4.1. Pelatihan bagi kekompok-kelompok UKM
4.2. Pelatihan usaha ekonomi,pertanian, perikanan dan perdagangan
4.3. Peningkatan kapasitas bagi Kepala Desa, Perangkat Desa dan BPD
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dibahas pada BAB III butir 3 sampai dengan 5
sebelumnya, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
a) Permasalahan yang sering timbul dalam hubungan kemitraan antara BPD dengan
pemerintahan desa (Kepala Desa dan Perangkat Desa) adalah pada saat kordinasi
dalam penyusunan kebijakan, rencana, program, maupun pembangunan Desa
dan Pelayanan, hal ini disebabkan, karena BPD sebagai pembawa aspirasi
Masyarakat/penduduk Desa menginginkan pembangunan yang adil dan merata,
namun sebagai pelaksana (Kepala Desa dan Perangkat Desa) sering terlalu
memperhitungkan antara prioritas pembangunan dan pelayanan lain dan juga
kaitannya terhadap anggapan yang dimiliki oleh Pemerintah Desa.
b) Akan tetapi disisi lain sebenarnya kedua belah pihak (pemerintahan desa/Kepala
Desa dan perangkat Desa, BPD) mengakui bahwa kedudukannya hubungannya
saling membutuhkan dan sebagai mitra kerjasama dalam penyelenggaraan
Pemdes dalam upaya peningkatan pembangunan di Desa Saguling. Dalam
konteks penyelenggaraan pemerintahan, Kades dan Perangkat Desa (Pemerintahan
Desa) memiliki peran dan kewenangan lebih untuk mengurus desa, BPD hanya
bertindak sebagai mitra yang dapat atau tidak dapat menyetujui apa yang menjadi
kebijakan kades.
B. Saran
Terhadap permasalahan yang disimpulkan tersebut diatas yaitu permasalahan yang ada
dalam hubungan kemitraan antara BPD dan Pemerintahan Desa dalam upaya
peningkatan pembangunan di Desa Saguling, terdapat beberapa saran/rekomendasi
sebagai berikut :
a) BPD dan Kepala Desa serta Perangkat Desa lebih meningkatkan hubungan
kemitraannya dengan cara saling mengisi, memahami dan memecahkan masalah
bersama-sama, saling percaya, kerjasama dan saling menghargai. Mereka saling
terbuka terhadap kritik dengan secara proporsional, obyektif, rasional, jujur, dan ada
solusi.
b) Meningkatkan kualitas SDM aparat desa (Kepala Desa dan PerangkatDesa) maupun
BPD, serta perangkat desa lainnya melalui pelatihan yang berkesinambungan melalui
capacity building untuk meletakkan kembali peran masing-masing lembaga agar
memahami fungsi dan perannya masing-masing agar dapat bekerja dan saling
mendukung dalam kemitraan dalam upaya tercapainya peningkatan dan optimalisasi
pembangunan di Desa Saguling.
Top Related