JOURNAL OF PHARMACEY SCIENCE AND PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER 2 I OKTOBER 2019 56
Standarisasi Spesifik dan Non Spesifik dari Ekstrak Etanol Daun dandang Gendis (Clinacanthus nutans)
Sumi Wijaya*, Henry Kurnia Setiawan, Veronica Bella Purnama Fakultas Farmasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
Standarisasi terhadap bahan alam diperlukan sebagai upaya peningkatan mutu dan keamanan produk yang diharapkan dapat lebih meningkatkan kepercayaan terhadap obat yang berasal dari bahan alam. Daun Dandang gendis memiliki beberapa aktivitas farmakologi antara lain antioksidan, antikanker, antiinflamasi, analgesik, meningkatkan sistem imun, antibakteri, antibisa, bahkan terdapat pula penggunaan di bidang kosmetik. Pada penelitian ini akan dilakukan pengamatan makroskopis dan mikroskopis dari daun Dandang gendis dan standarisasi spesifik dan non spesifik pada ekstrak etanol daun Dandang gendis. Parameter yang diujikan pada ekstrak daun Dandang gendis meliputi identitas ekstrak, organoleptis, kadar sari larut etanol, kadar sari larut air, skrining fitokimia, profil kromatogram dengan menggunakan KLT, profil spektrum dengan menggunakan spektro UV, profil spektrum dengan menggunakan spektro IR (Infrared spectroscopy), penetapan kadar golongan metabolit sekunder, kadar abu total, kadar abu larut air, kadar abu tak larut asam, kadar air, pH, dan bobot jenis. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik ekstrak etanol daun dandang gendis yang berupa ekstrak kental berwarna hijau kehitaman, berbau khas aromatik; kadar sari larut etanol >54%; kadar sari larut air >37%; hasil skrining fitokimia menunjukkan adanya senyawa alkaloid, flavonoid, polifenol, saponin, steroid dan terpenoid; hasil analisis spektrofotometer IR menunjukkan profil spektrum pada rentang bilangan gelombang 3325-3351 cm-1, 2924-2919 cm-1, 1622 -1633 cm-1, 1341-1345 cm-1 dan 1020-1047 cm-1; kadar fenol total > 0,16%; kadar flavonoid total > 0,11%; kadar alkaloid total > 0,03%; kadar air <16%; kadar abu total <11%; kadar abu larut air <8%; kadar abu tidak larut asam <2%; bobot jenis 0,774 - 0,784 g/cm3; pH ekstrak untuk air 5-6 dan 6-6,5 untuk etanol. Kata kunci: Clinacanthus nutans, standarisasi, ekstrak Specific and Non-Specific Standardization of Ethanol Extract of Snake Grass
Leaves (Clinacanthus nutans) Standardization of natural materials is needed as an effort to improve the quality and safety of products that are expected to further increase trust in medicines derived from natural ingredients. Snake grass leaf has several pharmacological activities including antioxidants, anticancer, anti-inflammatory, analgesic, enhancing the immune system, antibacterial, antivenom, even there are also uses in the cosmetics field. In this study macroscopic and microscopic observation of Snake grass leaves and determination of specific and non-specific standardization on ethanol extracts of Snake grass leaves have been done. The parameters tested on Snake grass leaf extract include the identity of the extract, organoleptic, ethanol soluble extract, water soluble extract, phytochemical screening, chromatogram profile using TLC, spectrum profile using UV-Vis spectrophotometer, spectrum profile using IR (infrared)spectrophotometer, determination of secondary metabolite content, total ash content, water soluble ash content, acid insoluble ash content, water content, pH, and specific gravity. The results showed the characteristics of ethanol extract of Snake grass leaf in the form of green-black extract, aromatic distinctive odor; ethanol soluble extract content> 54%; water soluble extract content> 37%; phytochemical screening results showed the presence of alkaloid compounds, flavonoids, polyphenols, saponins, steroids and terpenoids; the results of IR spectrophotometer analysis show spectrum profiles in the range wave of numbers 3325-3351 cm-1, 2924-2919 cm-1, 1622 -1633 cm-1, 1341-1345 cm-1 and 1020-1047 cm-1; total phenol levels> 0.16%; total flavonoid levels> 0.11%; total alkaloid levels> 0.03%; water content <16%; total ash content <11%; water soluble ash content <8%; acid insoluble ash content < 2%; specific gravity 0,774 - 0,784 g /cm3, extract pH for water 5-6 and 6-6.5 for ethanol. Key words: Clinacanthus nutans, standardization, extract
*Corresponding author: Fakultas Farmasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Jl. Raya Kalisari Selatan No. 1 Surabaya, e-mail: [email protected]
JOURNAL OF PHARMACE
PENDAHULUANBangsa Indonesia telah lama mengenal dan
menggunakan sumbersebagai salah satu alternative pengobatan. Pengetahuan mengenai penggunaan sumbersumber bahan alam ini didasarkan pada pengalaman dan ketrampilan yang telah diwariskan turun temhasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan penggunaan obat tradisional dari 19,8% menjadi 32,8% selama tahun 1980 sampai dengan 2004 (Menkes RI, 2007).tropis merukeanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Indonesia memiliki sekitar 2500030000 spesies tanaman yang merupakan 80% dari jenis tanaman di dunia dan 90 % dari jenis tanaman di Asia (Katno dan Pramono, 2002). Di Indonesia terdapat lebih kurang 30tumbuh-tumbuhan, dimana 7diantaranya termasuk tanaman berkhasiat obat (Menkes RI, 2007). Jumlah tanaman obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat baru sekitar hingga 1200rutin dalam industri obat tradisional baru sekitar 300 jenis.
Perkembangan obat tradisional cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah industri obat tradisional. Pada tahun 2009 jumlah IKOT (Industri Kecil Obat Tradisional) yang terdaftar sebanyak 951 dan IOT (Industri Obat Tradisional) sebanyak 67. Pada tahun 2010 jumlah IKOT yang terdaftar meningkat menjadi 1152 dan IOT sebanyak 98 (Kemenkes RI, 2011). Seiring dengan peningkatan industri obat tradisional, jumlah produk obat tradisionsemakin bertambah. Saat ini meskipun obat tradisional cukup banyak digunakan oleh masyarakat dalam usaha pengobatan sendiri (medication), profesi kesehatan/dokter umumnya masih enggan untuk meresepkan ataupun menggunakannya. Hal tersebut berbebeberapa negara tetangga seperti Cina, Korea, dan India yang mengintegrasikan cara dan pengobatan tradisional di dalam sistem pelayanan kesehatan formal. Alasan utama keengganan profesi kesehatan untuk meresepkan atau menggunakan obat tradisioilmiah mengenai khasiat dan keamanan obat tradisional pada manusia masih kurang. Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu digali, diteliti dan dikembangkan agar dapat digunakan lebih luas oleh masyarakat.
Faktor lain penyebab obat tradisional masih enggan diresepkan oleh dokter, karena belum semua tanaman obat yang ada telah terstandarisasi. Pustaka umum yang biasanya digunakan sebagai acuan untuk persyaratan standarisasi adalah Materia Medika Indonesia (Jilid I-VI) dan Farmakope Herbal Indonesia (Jilid I, II, suplemen I), dimana ke dalam 9 buku tersebut terdapat 341 tanaman obat yang telah JOURNAL OF PHARMACEY SCIENCE AN
PENDAHULUAN Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan
menggunakan sumbersebagai salah satu alternative pengobatan. Pengetahuan mengenai penggunaan sumbersumber bahan alam ini didasarkan pada pengalaman dan ketrampilan yang telah diwariskan turun temurun. hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan penggunaan obat tradisional dari 19,8% menjadi 32,8% selama tahun 1980 sampai dengan 2004 (Menkes RI, 2007). tropis merupakan Negara dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Indonesia memiliki sekitar 2500030000 spesies tanaman yang merupakan 80% dari jenis tanaman di dunia dan 90 % dari jenis tanaman di Asia (Katno dan Pramono, 2002). Di
sia terdapat lebih kurang 30tumbuhan, dimana 7
diantaranya termasuk tanaman berkhasiat obat (Menkes RI, 2007). Jumlah tanaman obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat baru sekitar
1200 jenis, dan yang digunakan secara tin dalam industri obat tradisional baru sekitar
Perkembangan obat tradisional cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah industri obat tradisional. Pada tahun 2009 jumlah IKOT (Industri Kecil Obat Tradisional)
ftar sebanyak 951 dan IOT (Industri Obat Tradisional) sebanyak 67. Pada tahun 2010 jumlah IKOT yang terdaftar meningkat menjadi 1152 dan IOT sebanyak 98 (Kemenkes RI, 2011). Seiring dengan peningkatan industri obat tradisional, jumlah produk obat tradisionsemakin bertambah. Saat ini meskipun obat tradisional cukup banyak digunakan oleh masyarakat dalam usaha pengobatan sendiri (
), profesi kesehatan/dokter umumnya masih enggan untuk meresepkan ataupun menggunakannya. Hal tersebut berbebeberapa negara tetangga seperti Cina, Korea, dan India yang mengintegrasikan cara dan pengobatan tradisional di dalam sistem pelayanan kesehatan formal. Alasan utama keengganan profesi kesehatan untuk meresepkan atau menggunakan obat tradisioilmiah mengenai khasiat dan keamanan obat tradisional pada manusia masih kurang. Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu digali, diteliti dan dikembangkan agar dapat digunakan lebih luas oleh masyarakat.
aktor lain penyebab obat tradisional masih enggan diresepkan oleh dokter, karena belum semua tanaman obat yang ada telah terstandarisasi. Pustaka umum yang biasanya digunakan sebagai acuan untuk persyaratan standarisasi adalah Materia Medika Indonesia
VI) dan Farmakope Herbal Indonesia (Jilid I, II, suplemen I), dimana ke dalam 9 buku tersebut terdapat 341 tanaman obat yang telah
SCIENCE AND PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER
Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan sumber-sumber bahan alam sebagai salah satu alternative pengobatan. Pengetahuan mengenai penggunaan sumbersumber bahan alam ini didasarkan pada pengalaman dan ketrampilan yang telah
urun. Di Indonesia, dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan penggunaan obat tradisional dari 19,8% menjadi 32,8% selama tahun 1980 sampai dengan 2004
Indonesia yang beriklim pakan Negara dengan
keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Indonesia memiliki sekitar 2500030000 spesies tanaman yang merupakan 80% dari jenis tanaman di dunia dan 90 % dari jenis tanaman di Asia (Katno dan Pramono, 2002). Di
sia terdapat lebih kurang 30tumbuhan, dimana 7
diantaranya termasuk tanaman berkhasiat obat (Menkes RI, 2007). Jumlah tanaman obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat baru sekitar
jenis, dan yang digunakan secara tin dalam industri obat tradisional baru sekitar
Perkembangan obat tradisional cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah industri obat tradisional. Pada tahun 2009 jumlah IKOT (Industri Kecil Obat Tradisional)
ftar sebanyak 951 dan IOT (Industri Obat Tradisional) sebanyak 67. Pada tahun 2010 jumlah IKOT yang terdaftar meningkat menjadi 1152 dan IOT sebanyak 98 (Kemenkes RI, 2011). Seiring dengan peningkatan industri obat tradisional, jumlah produk obat tradisionsemakin bertambah. Saat ini meskipun obat tradisional cukup banyak digunakan oleh masyarakat dalam usaha pengobatan sendiri (
), profesi kesehatan/dokter umumnya masih enggan untuk meresepkan ataupun menggunakannya. Hal tersebut berbebeberapa negara tetangga seperti Cina, Korea, dan India yang mengintegrasikan cara dan pengobatan tradisional di dalam sistem pelayanan kesehatan formal. Alasan utama keengganan profesi kesehatan untuk meresepkan atau menggunakan obat tradisional karena bukti ilmiah mengenai khasiat dan keamanan obat tradisional pada manusia masih kurang. Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu digali, diteliti dan dikembangkan agar dapat digunakan lebih luas
aktor lain penyebab obat tradisional masih enggan diresepkan oleh dokter, karena belum semua tanaman obat yang ada telah terstandarisasi. Pustaka umum yang biasanya digunakan sebagai acuan untuk persyaratan standarisasi adalah Materia Medika Indonesia
VI) dan Farmakope Herbal Indonesia (Jilid I, II, suplemen I), dimana ke dalam 9 buku tersebut terdapat 341 tanaman obat yang telah
D PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER
Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan sumber bahan alam
sebagai salah satu alternative pengobatan. Pengetahuan mengenai penggunaan sumbersumber bahan alam ini didasarkan pada pengalaman dan ketrampilan yang telah
Di Indonesia, dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan penggunaan obat tradisional dari 19,8% menjadi 32,8% selama tahun 1980 sampai dengan 2004
Indonesia yang beriklim pakan Negara dengan
keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Indonesia memiliki sekitar 2500030000 spesies tanaman yang merupakan 80% dari jenis tanaman di dunia dan 90 % dari jenis tanaman di Asia (Katno dan Pramono, 2002). Di
sia terdapat lebih kurang 30000 jenis tumbuhan, dimana 7500 jenis
diantaranya termasuk tanaman berkhasiat obat (Menkes RI, 2007). Jumlah tanaman obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat baru sekitar 1000
jenis, dan yang digunakan secara tin dalam industri obat tradisional baru sekitar
Perkembangan obat tradisional cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah industri obat tradisional. Pada tahun 2009 jumlah IKOT (Industri Kecil Obat Tradisional)
ftar sebanyak 951 dan IOT (Industri Obat Tradisional) sebanyak 67. Pada tahun 2010 jumlah IKOT yang terdaftar meningkat menjadi 1152 dan IOT sebanyak 98 (Kemenkes RI, 2011). Seiring dengan peningkatan industri obat tradisional, jumlah produk obat tradisional juga semakin bertambah. Saat ini meskipun obat tradisional cukup banyak digunakan oleh masyarakat dalam usaha pengobatan sendiri (self
), profesi kesehatan/dokter umumnya masih enggan untuk meresepkan ataupun menggunakannya. Hal tersebut berbeda dengan di beberapa negara tetangga seperti Cina, Korea, dan India yang mengintegrasikan cara dan pengobatan tradisional di dalam sistem pelayanan kesehatan formal. Alasan utama keengganan profesi kesehatan untuk meresepkan atau
nal karena bukti ilmiah mengenai khasiat dan keamanan obat tradisional pada manusia masih kurang. Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu digali, diteliti dan dikembangkan agar dapat digunakan lebih luas
aktor lain penyebab obat tradisional masih enggan diresepkan oleh dokter, karena belum semua tanaman obat yang ada telah terstandarisasi. Pustaka umum yang biasanya digunakan sebagai acuan untuk persyaratan standarisasi adalah Materia Medika Indonesia
VI) dan Farmakope Herbal Indonesia (Jilid I, II, suplemen I), dimana ke dalam 9 buku tersebut terdapat 341 tanaman obat yang telah
D PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER 2 I OKTOBER 2019
Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan sumber bahan alam
sebagai salah satu alternative pengobatan. Pengetahuan mengenai penggunaan sumber-sumber bahan alam ini didasarkan pada pengalaman dan ketrampilan yang telah
Di Indonesia, dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan penggunaan obat tradisional dari 19,8% menjadi 32,8% selama tahun 1980 sampai dengan 2004
Indonesia yang beriklim pakan Negara dengan
keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Indonesia memiliki sekitar 25000-30000 spesies tanaman yang merupakan 80% dari jenis tanaman di dunia dan 90 % dari jenis tanaman di Asia (Katno dan Pramono, 2002). Di
jenis 500 jenis
diantaranya termasuk tanaman berkhasiat obat (Menkes RI, 2007). Jumlah tanaman obat yang
1000 jenis, dan yang digunakan secara
tin dalam industri obat tradisional baru sekitar
Perkembangan obat tradisional cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah industri obat tradisional. Pada tahun 2009 jumlah IKOT (Industri Kecil Obat Tradisional)
ftar sebanyak 951 dan IOT (Industri Obat Tradisional) sebanyak 67. Pada tahun 2010 jumlah IKOT yang terdaftar meningkat menjadi 1152 dan IOT sebanyak 98 (Kemenkes RI, 2011). Seiring dengan peningkatan industri obat
al juga semakin bertambah. Saat ini meskipun obat tradisional cukup banyak digunakan oleh
self ), profesi kesehatan/dokter umumnya
masih enggan untuk meresepkan ataupun da dengan di
beberapa negara tetangga seperti Cina, Korea, dan India yang mengintegrasikan cara dan pengobatan tradisional di dalam sistem pelayanan kesehatan formal. Alasan utama keengganan profesi kesehatan untuk meresepkan atau
nal karena bukti ilmiah mengenai khasiat dan keamanan obat tradisional pada manusia masih kurang. Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu digali, diteliti dan dikembangkan agar dapat digunakan lebih luas
aktor lain penyebab obat tradisional masih enggan diresepkan oleh dokter, karena belum semua tanaman obat yang ada telah terstandarisasi. Pustaka umum yang biasanya digunakan sebagai acuan untuk persyaratan standarisasi adalah Materia Medika Indonesia
VI) dan Farmakope Herbal Indonesia (Jilid I, II, suplemen I), dimana ke dalam 9 buku tersebut terdapat 341 tanaman obat yang telah
dilakukan standarisasi. Jumlah ini tentu saja tidak sebanding dengan jumlah tanaman obat yang telah digunakan dalam InduStandardisasi bahan baku dan obat jadi, pembuktian efek farmakologi dan informasi tingkat keamanan obat herbal merupakan tantangan bagi praktisi yang bergerak di bidang kesehatan agar obat herbal semakin dapat diterima oleh masyarakaterhadap bahan baku obat, tidak hanya perlu dilakukan pada tanaman segar, namun juga harus dilakukan pada simplisia, dan pada hasil ekstraksi nya dari tanaman tersebut dengan menggunakan pelarut tertentu (alkohol dan air). Standarisasiyang dilakukan terhadap tanaman segar diperlukan untuk membuktikan identitas tanaman obat yang digunakan berdasarkan morfologi dan anatomi tanaman obat tersebut.
yang belum mengalami pengolahan, apabila tidak dinyatpengeringan) dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor seperti telah dikemukakan sebelumnya. Standarisasi simplisia diperlukan untuk mendapatkan efek yang dapat diulang (reprodigunakan sebagai standar adalah kandungan kimia yang berkhasiat, atau kandungan kimia yang hanya sebagai petanda (marker), atau yang memiliki sidik jari (kromatogram. Untuk mendapatkan simplisia dengadalam kondisi standar. Standarisasi terhadap ekstrak, yang juga digunakan sebagai salah satu bahan baku obat juga perlu dilakukan mengingat metode ekstraksi dan pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi juga dapatmutu dan keamanan ekstrak yang dihasilkan.serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsurunsur terkait seperti paradigm mutu yang memenuhi standar dan jaminan stabilitas produk (Bsebagai upaya peningkatan mutu dan keamanan produk yang diharapkan dapat lebih meningkatkan kepercayaan terhadap obat yang berasal dari bahan alam.Standarisasi bahan obat meliputi bahwan awal, bahan antara atau bahanproduk jadi. Tumbuhan sebagai bahan awal dianalogikan dengan komoditi bahan baku yang dengan teknologi fitofarmasi diproses menjadi produk jadi.
standarisasi terhadap tanaman obat yang telah digunakan dalam pengobatan trdikembangkan menjadi produk obat tradisional, namun belum ada penelitian mengenai standarisasi dari tanaman tersebut. tersebut adalah daun Dandang (Clinacanthus nutansAcanthaceaeBatangnya tegak dengan tinggi kurang lebih 2,5 OKTOBER 2019
dilakukan standarisasi. Jumlah ini tentu saja tidak sebanding dengan jumlah tanaman obat yang telah digunakan dalam InduStandardisasi bahan baku dan obat jadi, pembuktian efek farmakologi dan informasi tingkat keamanan obat herbal merupakan tantangan bagi praktisi yang bergerak di bidang kesehatan agar obat herbal semakin dapat diterima oleh masyarakaterhadap bahan baku obat, tidak hanya perlu dilakukan pada tanaman segar, namun juga harus dilakukan pada simplisia, dan pada hasil ekstraksi nya dari tanaman tersebut dengan menggunakan pelarut tertentu (alkohol dan air). Standarisasiyang dilakukan terhadap tanaman segar diperlukan untuk membuktikan identitas tanaman obat yang digunakan berdasarkan morfologi dan anatomi tanaman obat tersebut.
Standarisasi simplisia (bahan baku obat yang belum mengalami pengolahan, apabila tidak dinyatakan lain hanya mengalami proses pengeringan) dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor seperti telah dikemukakan sebelumnya. Standarisasi simplisia diperlukan untuk mendapatkan efek yang dapat diulang reproducible
digunakan sebagai standar adalah kandungan kimia yang berkhasiat, atau kandungan kimia yang hanya sebagai petanda (marker), atau yang memiliki sidik jari (kromatogram. Untuk mendapatkan simplisia dengan mutu standar diperlukan pembudidayaan dalam kondisi standar. Standarisasi terhadap ekstrak, yang juga digunakan sebagai salah satu bahan baku obat juga perlu dilakukan mengingat metode ekstraksi dan pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi juga dapatmutu dan keamanan ekstrak yang dihasilkan.Standarisasi sendiri adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsurunsur terkait seperti paradigm mutu yang memenuhi standar dan jaminan stabilitas produk (Badan POM, 2005). Standarisasi dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu dan keamanan produk yang diharapkan dapat lebih meningkatkan kepercayaan terhadap obat yang berasal dari bahan alam.Standarisasi bahan obat meliputi bahwan awal, bahan antara atau bahanproduk jadi. Tumbuhan sebagai bahan awal dianalogikan dengan komoditi bahan baku yang dengan teknologi fitofarmasi diproses menjadi produk jadi.
Pada penelitian ini akan dilakukan standarisasi terhadap tanaman obat yang telah digunakan dalam pengobatan trdikembangkan menjadi produk obat tradisional, namun belum ada penelitian mengenai standarisasi dari tanaman tersebut. tersebut adalah daun Dandang Clinacanthus nutans
Acanthaceae Batangnya tegak dengan tinggi kurang lebih 2,5
J PHARM SCI
dilakukan standarisasi. Jumlah ini tentu saja tidak sebanding dengan jumlah tanaman obat yang telah digunakan dalam InduStandardisasi bahan baku dan obat jadi, pembuktian efek farmakologi dan informasi tingkat keamanan obat herbal merupakan tantangan bagi praktisi yang bergerak di bidang kesehatan agar obat herbal semakin dapat diterima oleh masyarakaterhadap bahan baku obat, tidak hanya perlu dilakukan pada tanaman segar, namun juga harus dilakukan pada simplisia, dan pada hasil ekstraksi nya dari tanaman tersebut dengan menggunakan pelarut tertentu (alkohol dan air). Standarisasiyang dilakukan terhadap tanaman segar diperlukan untuk membuktikan identitas tanaman obat yang digunakan berdasarkan morfologi dan anatomi tanaman obat tersebut.
Standarisasi simplisia (bahan baku obat yang belum mengalami pengolahan, apabila tidak
akan lain hanya mengalami proses pengeringan) dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor seperti telah dikemukakan sebelumnya. Standarisasi simplisia diperlukan untuk mendapatkan efek yang dapat diulang
ducible). Kandungan kimia yang dapat digunakan sebagai standar adalah kandungan kimia yang berkhasiat, atau kandungan kimia yang hanya sebagai petanda (marker), atau yang memiliki sidik jari (kromatogram. Untuk mendapatkan simplisia
n mutu standar diperlukan pembudidayaan dalam kondisi standar. Standarisasi terhadap ekstrak, yang juga digunakan sebagai salah satu bahan baku obat juga perlu dilakukan mengingat metode ekstraksi dan pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi juga dapatmutu dan keamanan ekstrak yang
Standarisasi sendiri adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsurunsur terkait seperti paradigm mutu yang memenuhi standar dan jaminan stabilitas produk
adan POM, 2005). Standarisasi dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu dan keamanan produk yang diharapkan dapat lebih meningkatkan kepercayaan terhadap obat yang berasal dari bahan alam.Standarisasi bahan obat meliputi bahwan awal, bahan antara atau bahanproduk jadi. Tumbuhan sebagai bahan awal dianalogikan dengan komoditi bahan baku yang dengan teknologi fitofarmasi diproses menjadi
Pada penelitian ini akan dilakukan standarisasi terhadap tanaman obat yang telah digunakan dalam pengobatan trdikembangkan menjadi produk obat tradisional, namun belum ada penelitian mengenai standarisasi dari tanaman tersebut. tersebut adalah daun Dandang Clinacanthus nutans).
ini tergolong sebagai perdu. Batangnya tegak dengan tinggi kurang lebih 2,5
J PHARM SCI & PRACT, 2019, 6(2
dilakukan standarisasi. Jumlah ini tentu saja tidak sebanding dengan jumlah tanaman obat yang telah digunakan dalam Industri Obat Tradisional. Standardisasi bahan baku dan obat jadi, pembuktian efek farmakologi dan informasi tingkat keamanan obat herbal merupakan tantangan bagi praktisi yang bergerak di bidang kesehatan agar obat herbal semakin dapat diterima oleh masyarakat luas. Standarisasi terhadap bahan baku obat, tidak hanya perlu dilakukan pada tanaman segar, namun juga harus dilakukan pada simplisia, dan pada hasil ekstraksi nya dari tanaman tersebut dengan menggunakan pelarut tertentu (alkohol dan air). Standarisasiyang dilakukan terhadap tanaman segar diperlukan untuk membuktikan identitas tanaman obat yang digunakan berdasarkan morfologi dan anatomi tanaman obat tersebut.
Standarisasi simplisia (bahan baku obat yang belum mengalami pengolahan, apabila tidak
akan lain hanya mengalami proses pengeringan) dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor seperti telah dikemukakan sebelumnya. Standarisasi simplisia diperlukan untuk mendapatkan efek yang dapat diulang
). Kandungan kimia yang dapat digunakan sebagai standar adalah kandungan kimia yang berkhasiat, atau kandungan kimia yang hanya sebagai petanda (marker), atau yang memiliki sidik jari (fingerprintkromatogram. Untuk mendapatkan simplisia
n mutu standar diperlukan pembudidayaan dalam kondisi standar. Standarisasi terhadap ekstrak, yang juga digunakan sebagai salah satu bahan baku obat juga perlu dilakukan mengingat metode ekstraksi dan pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi juga dapat mempengaruhi mutu dan keamanan ekstrak yang
Standarisasi sendiri adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsurunsur terkait seperti paradigm mutu yang memenuhi standar dan jaminan stabilitas produk
adan POM, 2005). Standarisasi dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu dan keamanan produk yang diharapkan dapat lebih meningkatkan kepercayaan terhadap obat yang berasal dari bahan alam.Standarisasi bahan obat meliputi bahwan awal, bahan antara atau bahanproduk jadi. Tumbuhan sebagai bahan awal dianalogikan dengan komoditi bahan baku yang dengan teknologi fitofarmasi diproses menjadi
Pada penelitian ini akan dilakukan standarisasi terhadap tanaman obat yang telah digunakan dalam pengobatan tradisional dan dikembangkan menjadi produk obat tradisional, namun belum ada penelitian mengenai standarisasi dari tanaman tersebut. tersebut adalah daun Dandang
Tanaman dari familia ini tergolong sebagai perdu.
Batangnya tegak dengan tinggi kurang lebih 2,5
& PRACT, 2019, 6(2): 56 - 65
57
dilakukan standarisasi. Jumlah ini tentu saja tidak sebanding dengan jumlah tanaman obat yang
stri Obat Tradisional. Standardisasi bahan baku dan obat jadi, pembuktian efek farmakologi dan informasi tingkat keamanan obat herbal merupakan tantangan bagi praktisi yang bergerak di bidang kesehatan agar obat herbal semakin dapat
t luas. Standarisasi terhadap bahan baku obat, tidak hanya perlu dilakukan pada tanaman segar, namun juga harus dilakukan pada simplisia, dan pada hasil ekstraksi nya dari tanaman tersebut dengan menggunakan pelarut tertentu (alkohol dan air). Standarisasiyang dilakukan terhadap tanaman segar diperlukan untuk membuktikan identitas tanaman obat yang digunakan berdasarkan morfologi dan anatomi tanaman obat tersebut.
Standarisasi simplisia (bahan baku obat yang belum mengalami pengolahan, apabila tidak
akan lain hanya mengalami proses pengeringan) dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor seperti telah dikemukakan sebelumnya. Standarisasi simplisia diperlukan untuk mendapatkan efek yang dapat diulang
). Kandungan kimia yang dapat digunakan sebagai standar adalah kandungan kimia yang berkhasiat, atau kandungan kimia yang hanya sebagai petanda (marker), atau yang
fingerprint) pada kromatogram. Untuk mendapatkan simplisia
n mutu standar diperlukan pembudidayaan dalam kondisi standar. Standarisasi terhadap ekstrak, yang juga digunakan sebagai salah satu bahan baku obat juga perlu dilakukan mengingat metode ekstraksi dan pelarut yang digunakan
mempengaruhi mutu dan keamanan ekstrak yang
Standarisasi sendiri adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait seperti paradigm mutu yang memenuhi standar dan jaminan stabilitas produk
adan POM, 2005). Standarisasi dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu dan keamanan produk yang diharapkan dapat lebih meningkatkan kepercayaan terhadap obat yang berasal dari bahan alam.Standarisasi bahan obat meliputi bahwan awal, bahan antara atau bahanproduk jadi. Tumbuhan sebagai bahan awal dianalogikan dengan komoditi bahan baku yang dengan teknologi fitofarmasi diproses menjadi
Pada penelitian ini akan dilakukan standarisasi terhadap tanaman obat yang telah
adisional dan dikembangkan menjadi produk obat tradisional, namun belum ada penelitian mengenai standarisasi dari tanaman tersebut. Tanaman tersebut adalah daun Dandang gendis
Tanaman dari familia ini tergolong sebagai perdu.
Batangnya tegak dengan tinggi kurang lebih 2,5
65
57
dilakukan standarisasi. Jumlah ini tentu saja tidak sebanding dengan jumlah tanaman obat yang
stri Obat Tradisional. Standardisasi bahan baku dan obat jadi, pembuktian efek farmakologi dan informasi tingkat keamanan obat herbal merupakan tantangan bagi praktisi yang bergerak di bidang kesehatan agar obat herbal semakin dapat
t luas. Standarisasi terhadap bahan baku obat, tidak hanya perlu dilakukan pada tanaman segar, namun juga harus dilakukan pada simplisia, dan pada hasil ekstraksi nya dari tanaman tersebut dengan menggunakan pelarut tertentu (alkohol dan air). Standarisasi yang dilakukan terhadap tanaman segar diperlukan untuk membuktikan identitas tanaman obat yang digunakan berdasarkan
Standarisasi simplisia (bahan baku obat yang belum mengalami pengolahan, apabila tidak
akan lain hanya mengalami proses pengeringan) dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor seperti telah dikemukakan sebelumnya. Standarisasi simplisia diperlukan untuk mendapatkan efek yang dapat diulang
). Kandungan kimia yang dapat digunakan sebagai standar adalah kandungan kimia yang berkhasiat, atau kandungan kimia yang hanya sebagai petanda (marker), atau yang
) pada kromatogram. Untuk mendapatkan simplisia
n mutu standar diperlukan pembudidayaan dalam kondisi standar. Standarisasi terhadap ekstrak, yang juga digunakan sebagai salah satu bahan baku obat juga perlu dilakukan mengingat metode ekstraksi dan pelarut yang digunakan
mempengaruhi mutu dan keamanan ekstrak yang
Standarisasi sendiri adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara
-unsur terkait seperti paradigm mutu yang memenuhi standar dan jaminan stabilitas produk
adan POM, 2005). Standarisasi dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu dan keamanan produk yang diharapkan dapat lebih meningkatkan kepercayaan terhadap obat yang berasal dari bahan alam.Standarisasi bahan obat meliputi bahwan awal, bahan antara atau bahan produk jadi. Tumbuhan sebagai bahan awal dianalogikan dengan komoditi bahan baku yang dengan teknologi fitofarmasi diproses menjadi
Pada penelitian ini akan dilakukan standarisasi terhadap tanaman obat yang telah
adisional dan dikembangkan menjadi produk obat tradisional, namun belum ada penelitian mengenai
anaman gendis
Tanaman dari familia ini tergolong sebagai perdu.
Batangnya tegak dengan tinggi kurang lebih 2,5
Standarisasi Spesifik dan Non Spesifik dari Ekstrak Etanol Dau
JOURNAL OF PHARMACE
meter, dan memiliki daun tunggal berhadapan (Bangun, 2012). Penelitian menunjukkan bahwa daun Dandang gendis memiliki beberapa aktivitas farmakologi antara lain antioksidan, antikantiinflamasi, analgesik, meningkatkan sistem imun, antibakteri, antivirus (VZV, HSVHSV-2 (strain G(kalajengking), bahkan terdapat pula penggunaan di bidang kosmetik (Farsi Berdasarkan studi literatmengandung beberapa senyawa fitokimia penting yaitu stigmasterol, lupeol, dan mirisil alkohol (Alam
Huang aktivitas antitumor dan immunnomodulator dari ekstrak etandalam konteks mengenai kemampuannya dalam menghambat hepatoma pada mencit. Dalam penelitian ini sel tumor HepA ditumbuhkan pada mencit donor dan ditransplantasikan secara subkutan pada aksila mencit ICR. Mencit ini lalu digolongkan secara acak menjadi 4 kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol positif yaitu perlakuan dengan fluoroacil (20mg/kg), perlakuan dengan CN30 3 mg/kg, dan perlakuan dengan CN30 10 mg/kg, serta perlakuan kontrol negatif. Setelah mencit dimatikan, hedipisahkan, difoto, ditimbang, dan dicek menggunakan pewarnaan hematoxylinE). Hasilnya terdapat perbedaan signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Melalui penelitian ini dapat disimpulkan bahwa daun Dandang gendis mantitumor (Huang dilakukan oleh Yuanuntuk mengetahui aktivitas antioksidan dan efek protektif ekstrak etanol (70%). Dandang gendis dengan konsentrasi 20% terhadap integritaplasmid DNA (menunjukkan bahwa retensi integritas plasmid DNA superDandang gendis lebih baik daripada yang diberi perlakuan ekstrak teh hijau (Yuan
Penelitianbahwa daun Dandang gendis memiliki potensi sebagai antitumor dan antioksidan. Studi literatur yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa belum ada acuan dan penelitian tentang standarisasi ekstrak etanol daun Dandang gendis, maka perlu distandarisasi ekstrak etanol daun Dandang gendis sehingga diharapkan produktanaman inikeamanan yang yang akan di standarisasi diperoleh dari tiga lokasi berbeda yaitu Blitar, Batu, dan Pasuruan. Tujuan pengumpulan bahan dari tiga lokasi adalah adanyawaktu panen, cara panen, dan lingkungan tempat tumbuh yang dapat mempengaruhi secara kuantitatif kandungan kimia bahan atanaman (DitjenPOM RI, 2000).ini akan dilakukan pengamatan makroskopis dan mikroskopis dari daun Dandang
Standarisasi Spesifik dan Non Spesifik dari Ekstrak Etanol Dau
JOURNAL OF PHARMACEY SCIENCE AN
meter, dan memiliki daun tunggal berhadapan (Bangun, 2012). Penelitian menunjukkan bahwa daun Dandang gendis memiliki beberapa aktivitas farmakologi antara lain antioksidan, antikantiinflamasi, analgesik, meningkatkan sistem imun, antibakteri, antivirus (VZV, HSV
strain G) dan HSV(kalajengking), bahkan terdapat pula penggunaan di bidang kosmetik (Farsi Berdasarkan studi literatmengandung beberapa senyawa fitokimia penting
stigmasterol, lupeol, dan mirisil alkohol (Alam
Huang et al (2015), meneliti tentang aktivitas antitumor dan immunnomodulator dari ekstrak etanol Clinacanthus nutansdalam konteks mengenai kemampuannya dalam menghambat hepatoma pada mencit. Dalam penelitian ini sel tumor HepA ditumbuhkan pada mencit donor dan ditransplantasikan secara subkutan pada aksila mencit ICR. Mencit ini lalu
igolongkan secara acak menjadi 4 kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol positif yaitu perlakuan dengan fluoroacil (20mg/kg), perlakuan dengan CN30 3 mg/kg, dan perlakuan dengan CN30 10 mg/kg, serta perlakuan kontrol negatif. Setelah mencit dimatikan, hedipisahkan, difoto, ditimbang, dan dicek menggunakan pewarnaan hematoxylinE). Hasilnya terdapat perbedaan signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Melalui penelitian ini dapat disimpulkan bahwa daun Dandang gendis mantitumor (Huang et al.dilakukan oleh Yuan et aluntuk mengetahui aktivitas antioksidan dan efek protektif ekstrak etanol (70%). Dandang gendis dengan konsentrasi 20% terhadap integritaplasmid DNA (E.colimenunjukkan bahwa retensi integritas plasmid
super-coiled yang diberi perlakuan ekstrak Dandang gendis lebih baik daripada yang diberi perlakuan ekstrak teh hijau (Yuan
Penelitian-penelitian bahwa daun Dandang gendis memiliki potensi sebagai antitumor dan antioksidan. Studi literatur yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa belum ada acuan dan penelitian tentang standarisasi ekstrak etanol daun Dandang gendis, maka perlu dilakukan penelitian tentang standarisasi ekstrak etanol daun Dandang gendis
diharapkan produktanaman ini memiliki mutu, khasiat, dan keamanan yang terjamin.yang akan di standarisasi diperoleh dari tiga
berbeda yaitu Blitar, Batu, dan Pasuruan. Tujuan pengumpulan bahan dari tiga lokasi
adanya faktor biologiswaktu panen, cara panen, dan lingkungan tempat
yang dapat mempengaruhi secara kuantitatif kandungan kimia bahan a
DitjenPOM RI, 2000).akan dilakukan pengamatan makroskopis dan
mikroskopis dari daun Dandang
Standarisasi Spesifik dan Non Spesifik dari Ekstrak Etanol Dau
SCIENCE AND PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER 2
meter, dan memiliki daun tunggal berhadapan (Bangun, 2012). Penelitian menunjukkan bahwa daun Dandang gendis memiliki beberapa aktivitas farmakologi antara lain antioksidan, antikantiinflamasi, analgesik, meningkatkan sistem imun, antibakteri, antivirus (VZV, HSV
) dan HSV-(kalajengking), bahkan terdapat pula penggunaan di bidang kosmetik (Farsi et al., Berdasarkan studi literatur daun Dandang gendis mengandung beberapa senyawa fitokimia penting
stigmasterol, lupeol, b-sitosterol, belutin, dan mirisil alkohol (Alam et al., 2016).
(2015), meneliti tentang aktivitas antitumor dan immunnomodulator dari
Clinacanthus nutansdalam konteks mengenai kemampuannya dalam menghambat hepatoma pada mencit. Dalam penelitian ini sel tumor HepA ditumbuhkan pada mencit donor dan ditransplantasikan secara subkutan pada aksila mencit ICR. Mencit ini lalu
igolongkan secara acak menjadi 4 kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol positif yaitu perlakuan dengan fluoroacil (20mg/kg), perlakuan dengan CN30 3 mg/kg, dan perlakuan dengan CN30 10 mg/kg, serta perlakuan kontrol negatif. Setelah mencit dimatikan, hedipisahkan, difoto, ditimbang, dan dicek menggunakan pewarnaan hematoxylinE). Hasilnya terdapat perbedaan signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Melalui penelitian ini dapat disimpulkan bahwa daun Dandang gendis memiliki potensi sebagai
et al., 2015). Peneet al. (2012) dengan tujuan
untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan efek protektif ekstrak etanol (70%). Dandang gendis dengan konsentrasi 20% terhadap integrita
E.coli). Pada penelitian ini menunjukkan bahwa retensi integritas plasmid
yang diberi perlakuan ekstrak Dandang gendis lebih baik daripada yang diberi perlakuan ekstrak teh hijau (Yuan et al.,
penelitian diatas membuktikan bahwa daun Dandang gendis memiliki potensi sebagai antitumor dan antioksidan. Studi literatur yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa belum ada acuan dan penelitian tentang standarisasi ekstrak etanol daun Dandang gendis,
lakukan penelitian tentang standarisasi ekstrak etanol daun Dandang gendis
diharapkan produk yang berasal dari memiliki mutu, khasiat, dan terjamin. Daun Dandang gendis
yang akan di standarisasi diperoleh dari tiga berbeda yaitu Blitar, Batu, dan Pasuruan.
Tujuan pengumpulan bahan dari tiga lokasi biologis seperti unsur tanah,
waktu panen, cara panen, dan lingkungan tempat yang dapat mempengaruhi secara
kuantitatif kandungan kimia bahan aDitjenPOM RI, 2000). Pada penelitian
akan dilakukan pengamatan makroskopis dan mikroskopis dari daun Dandang
Standarisasi Spesifik dan Non Spesifik dari Ekstrak Etanol Daun dandang Gendis (
D PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER 2
meter, dan memiliki daun tunggal berhadapan (Bangun, 2012). Penelitian menunjukkan bahwa daun Dandang gendis memiliki beberapa aktivitas farmakologi antara lain antioksidan, antikanker, antiinflamasi, analgesik, meningkatkan sistem imun, antibakteri, antivirus (VZV, HSV-1, HSV-
-1F), antibisa (kalajengking), bahkan terdapat pula penggunaan
et al., 2016). ur daun Dandang gendis
mengandung beberapa senyawa fitokimia penting sitosterol, belutin, 2016).
(2015), meneliti tentang aktivitas antitumor dan immunnomodulator dari
Clinacanthus nutans 30% (CN30), dalam konteks mengenai kemampuannya dalam menghambat hepatoma pada mencit. Dalam penelitian ini sel tumor HepA ditumbuhkan pada mencit donor dan ditransplantasikan secara subkutan pada aksila mencit ICR. Mencit ini lalu
igolongkan secara acak menjadi 4 kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol positif yaitu perlakuan dengan fluoroacil (20mg/kg), perlakuan dengan CN30 3 mg/kg, dan perlakuan dengan CN30 10 mg/kg, serta perlakuan kontrol negatif. Setelah mencit dimatikan, hepar mencit dipisahkan, difoto, ditimbang, dan dicek menggunakan pewarnaan hematoxylin-eosin (H & E). Hasilnya terdapat perbedaan signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Melalui penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
emiliki potensi sebagai Penelitian lain
(2012) dengan tujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan efek protektif ekstrak etanol (70%). Dandang gendis dengan konsentrasi 20% terhadap integrita
). Pada penelitian ini menunjukkan bahwa retensi integritas plasmid
yang diberi perlakuan ekstrak Dandang gendis lebih baik daripada yang diberi
et al., 2012). diatas membuktikan
bahwa daun Dandang gendis memiliki potensi sebagai antitumor dan antioksidan. Studi literatur yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa belum ada acuan dan penelitian tentang standarisasi ekstrak etanol daun Dandang gendis,
lakukan penelitian tentang standarisasi ekstrak etanol daun Dandang gendis
yang berasal dari memiliki mutu, khasiat, dan
aun Dandang gendis yang akan di standarisasi diperoleh dari tiga
berbeda yaitu Blitar, Batu, dan Pasuruan. Tujuan pengumpulan bahan dari tiga lokasi
seperti unsur tanah, waktu panen, cara panen, dan lingkungan tempat
yang dapat mempengaruhi secara kuantitatif kandungan kimia bahan aktif dari
Pada penelitian akan dilakukan pengamatan makroskopis dan
mikroskopis dari daun Dandang gendis dan
n dandang Gendis (Clinacanthus nutans
D PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER 2 I OKTOBER 2019
meter, dan memiliki daun tunggal berhadapan (Bangun, 2012). Penelitian menunjukkan bahwa daun Dandang gendis memiliki beberapa aktivitas
anker, antiinflamasi, analgesik, meningkatkan sistem
-2, 1F), antibisa
(kalajengking), bahkan terdapat pula penggunaan 2016).
ur daun Dandang gendis mengandung beberapa senyawa fitokimia penting
sitosterol, belutin,
(2015), meneliti tentang aktivitas antitumor dan immunnomodulator dari
30% (CN30), dalam konteks mengenai kemampuannya dalam menghambat hepatoma pada mencit. Dalam penelitian ini sel tumor HepA ditumbuhkan pada mencit donor dan ditransplantasikan secara subkutan pada aksila mencit ICR. Mencit ini lalu
igolongkan secara acak menjadi 4 kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol positif yaitu perlakuan dengan fluoroacil (20mg/kg), perlakuan dengan CN30 3 mg/kg, dan perlakuan dengan CN30 10 mg/kg, serta perlakuan kontrol
par mencit dipisahkan, difoto, ditimbang, dan dicek
eosin (H & E). Hasilnya terdapat perbedaan signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Melalui penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
emiliki potensi sebagai litian lain
(2012) dengan tujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan efek protektif ekstrak etanol (70%). Dandang gendis dengan konsentrasi 20% terhadap integritas
). Pada penelitian ini menunjukkan bahwa retensi integritas plasmid
yang diberi perlakuan ekstrak Dandang gendis lebih baik daripada yang diberi
diatas membuktikan
bahwa daun Dandang gendis memiliki potensi sebagai antitumor dan antioksidan. Studi literatur yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa belum ada acuan dan penelitian tentang standarisasi ekstrak etanol daun Dandang gendis,
lakukan penelitian tentang standarisasi ekstrak etanol daun Dandang gendis
yang berasal dari memiliki mutu, khasiat, dan
aun Dandang gendis yang akan di standarisasi diperoleh dari tiga
berbeda yaitu Blitar, Batu, dan Pasuruan. Tujuan pengumpulan bahan dari tiga lokasi
seperti unsur tanah, waktu panen, cara panen, dan lingkungan tempat
yang dapat mempengaruhi secara ktif dari
Pada penelitian akan dilakukan pengamatan makroskopis dan
dan
standarisasi spesifik dan non spesifik etanol daun Dandang gendis. Parameter yang diujikan pada ekmeliputi identitas ekstrak, organoleptis, kadar sari larut etanol, kadar sari larut air, skrining fitokimia, profil kromatogram dengan menggunakan KLT, profil spektrum dengan menggunakan spektro UV, profil spektrum dengan mengguspectroscopymetabolit sekunder, kadar abu total, kadar abu larut air, kadar abu tak larut asam, kadar air, pH, dan bobot jenis. METODE PENELITIAN Alat
ini antara lain: batang pengaduk, pipet tetes, mikroskop, kaca obyek dan penutup, waterbath, kertas perkamen, mikro pipet, membran filter “Whatman” 0,4 mm, chamber, pipa kapiler 2 μl, plat silica gel gel 60 F254 (Ebalance (Kett, GeGermany), timbangan analitik (Sartorius, Germany), corong pisah (Pyrex, Germany), satu set bejana kromatografi lapis tipis (Camag), tabung reaksi (Pyrex, Germany), cawan porselen, gelas ukur (Pyrex, Germany), beaker geVis tipe UV1201 (Shimadzu, Japan), Lampu UV 254 nm dan UV 366 nm (Camag, Switzerland), pH meter dan spektrofotometri infrared UATR (Perkin Elmer Spektrum Two, Chalfont).
Bahan
penelitian ini berupa tanaman kering daun Dandang gendis (didapatkan dari Blitar, Batu, dan Pasuruan.kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara aquadest, etanol 96% v/v (PT. Brataco Chemika, Indonesia)Chemika, Indonesia), kloroform (PT. Brataco Chemika, Indonesia), metanol p.a (PT. Brataco Chemika Indonesia), kloralhidrat, floroglusin HCl, Besi (II) klorida, asam klorida (PT. Brataco Chemika Indonesia), asam klorida pekat, mn-Chemika, Indonesia), kertas saring, larutan ammonia, Hdragendorf, dan reagen mayer.
Jenis Penelitian
deskriptif yaitu rancangan penelitian yang sederhana berupa sampling survey dan merupakan jenis penelitian nonOleh karena itu, rancangan ini tidak membutuhkan kelompok kontrol dan hipotesis yang spesifik. Penelitian inipendekatan murni untuk mengadakan deskripsi tanpa dilakukan analisis yang mendalam. Dalam
Clinacanthus nutans)
OKTOBER 2019
standarisasi spesifik dan non spesifik etanol daun Dandang gendis. Parameter yang diujikan pada ekmeliputi identitas ekstrak, organoleptis, kadar sari larut etanol, kadar sari larut air, skrining fitokimia, profil kromatogram dengan menggunakan KLT, profil spektrum dengan menggunakan spektro UV, profil spektrum dengan mengguspectroscopy), penetapan kadar golongan metabolit sekunder, kadar abu total, kadar abu larut air, kadar abu tak larut asam, kadar air, pH, dan bobot jenis.
METODE PENELITIAN Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: batang pengaduk, pipet tetes, mikroskop, kaca obyek dan penutup, waterbath, kertas perkamen, mikro pipet, membran filter “Whatman” 0,4 mm, chamber, pipa kapiler 2 μl, plat silica gel gel 60 F254 (Ebalance (Kett, GeGermany), timbangan analitik (Sartorius, Germany), corong pisah (Pyrex, Germany), satu set bejana kromatografi lapis tipis (Camag), tabung reaksi (Pyrex, Germany), cawan porselen, gelas ukur (Pyrex, Germany), beaker gelas (Pyrex, Germany), spektrofotometer UVVis tipe UV1201 (Shimadzu, Japan), Lampu UV 254 nm dan UV 366 nm (Camag, Switzerland), pH meter dan spektrofotometri infrared UATR (Perkin Elmer Spektrum Two, Chalfont).
Bahan Bahan tanaman yang digunakan
penelitian ini berupa tanaman kering daun Dandang gendis (didapatkan dari Blitar, Batu, dan Pasuruan.kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara aquadest, etanol 96% v/v (PT. Brataco Chemika, Indonesia)Chemika, Indonesia), kloroform (PT. Brataco Chemika, Indonesia), metanol p.a (PT. Brataco Chemika Indonesia), kloralhidrat, floroglusin HCl, Besi (II) klorida, asam klorida (PT. Brataco Chemika Indonesia), asam klorida pekat, magnesium, silika gel F254 (E. Merck, Germany),
-heksan, aceton, aluminium klorida (PT. Brataco Chemika, Indonesia), kertas saring, larutan ammonia, H2
dragendorf, dan reagen mayer.
Jenis PenelitianPenelitian
deskriptif yaitu rancangan penelitian yang sederhana berupa sampling survey dan merupakan jenis penelitian nonOleh karena itu, rancangan ini tidak membutuhkan kelompok kontrol dan hipotesis yang spesifik. Penelitian inipendekatan cross sectionalmurni untuk mengadakan deskripsi tanpa dilakukan analisis yang mendalam. Dalam
standarisasi spesifik dan non spesifik etanol daun Dandang gendis. Parameter yang diujikan pada ekstrak daun Dandang gendis meliputi identitas ekstrak, organoleptis, kadar sari larut etanol, kadar sari larut air, skrining fitokimia, profil kromatogram dengan menggunakan KLT, profil spektrum dengan menggunakan spektro UV, profil spektrum dengan menggunakan spektro IR (
), penetapan kadar golongan metabolit sekunder, kadar abu total, kadar abu larut air, kadar abu tak larut asam, kadar air, pH, dan bobot jenis.
METODE PENELITIAN
alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: batang pengaduk, pipet tetes, mikroskop, kaca obyek dan penutup, waterbath, kertas perkamen, mikro pipet, membran filter “Whatman” 0,4 mm, chamber, pipa kapiler 2 μl, plat silica gel gel 60 F254 (Ebalance (Kett, Germany), oven (Memmert, Germany), timbangan analitik (Sartorius, Germany), corong pisah (Pyrex, Germany), satu set bejana kromatografi lapis tipis (Camag), tabung reaksi (Pyrex, Germany), cawan porselen, gelas ukur (Pyrex, Germany), beaker
las (Pyrex, Germany), spektrofotometer UVVis tipe UV1201 (Shimadzu, Japan), Lampu UV 254 nm dan UV 366 nm (Camag, Switzerland), pH meter dan spektrofotometri infrared UATR (Perkin Elmer Spektrum Two, Chalfont).
Bahan tanaman yang digunakan penelitian ini berupa tanaman kering daun Dandang gendis (Clinacanthus nutansdidapatkan dari Blitar, Batu, dan Pasuruan.kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara aquadest, etanol 96% v/v (PT. Brataco Chemika, Indonesia), etil asetat (PT. Brataco Chemika, Indonesia), kloroform (PT. Brataco Chemika, Indonesia), metanol p.a (PT. Brataco Chemika Indonesia), kloralhidrat, floroglusin HCl, Besi (II) klorida, asam klorida (PT. Brataco Chemika Indonesia), asam klorida pekat,
agnesium, silika gel F254 (E. Merck, Germany), heksan, aceton, aluminium klorida (PT. Brataco
Chemika, Indonesia), kertas saring, larutan 2SO4 pekat, asam anhidrida, reagen
dragendorf, dan reagen mayer.
Jenis Penelitian Penelitian ini menggunak
deskriptif yaitu rancangan penelitian yang sederhana berupa sampling survey dan merupakan jenis penelitian nonOleh karena itu, rancangan ini tidak membutuhkan kelompok kontrol dan hipotesis yang spesifik. Penelitian ini
cross sectionalmurni untuk mengadakan deskripsi tanpa dilakukan analisis yang mendalam. Dalam
standarisasi spesifik dan non spesifik pada ekstrak etanol daun Dandang gendis. Parameter yang
strak daun Dandang gendis meliputi identitas ekstrak, organoleptis, kadar sari larut etanol, kadar sari larut air, skrining fitokimia, profil kromatogram dengan menggunakan KLT, profil spektrum dengan menggunakan spektro UV, profil spektrum
nakan spektro IR (), penetapan kadar golongan
metabolit sekunder, kadar abu total, kadar abu larut air, kadar abu tak larut asam, kadar air, pH,
METODE PENELITIAN
alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: batang pengaduk, pipet tetes, mikroskop, kaca obyek dan penutup, waterbath, kertas perkamen, mikro pipet, membran filter “Whatman” 0,4 mm, chamber, pipa kapiler 2 μl, plat silica gel gel 60 F254 (E-Merck), IR moisture
rmany), oven (Memmert, Germany), timbangan analitik (Sartorius, Germany), corong pisah (Pyrex, Germany), satu set bejana kromatografi lapis tipis (Camag), tabung reaksi (Pyrex, Germany), cawan porselen, gelas ukur (Pyrex, Germany), beaker
las (Pyrex, Germany), spektrofotometer UVVis tipe UV1201 (Shimadzu, Japan), Lampu UV 254 nm dan UV 366 nm (Camag, Switzerland), pH meter dan spektrofotometri infrared UATR (Perkin Elmer Spektrum Two, Chalfont).
Bahan tanaman yang digunakan penelitian ini berupa tanaman kering daun
Clinacanthus nutansdidapatkan dari Blitar, Batu, dan Pasuruan.kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara aquadest, etanol 96% v/v (PT. Brataco
, etil asetat (PT. Brataco Chemika, Indonesia), kloroform (PT. Brataco Chemika, Indonesia), metanol p.a (PT. Brataco Chemika Indonesia), kloralhidrat, floroglusin HCl, Besi (II) klorida, asam klorida (PT. Brataco Chemika Indonesia), asam klorida pekat,
agnesium, silika gel F254 (E. Merck, Germany), heksan, aceton, aluminium klorida (PT. Brataco
Chemika, Indonesia), kertas saring, larutan pekat, asam anhidrida, reagen
dragendorf, dan reagen mayer.
ini menggunakan jenis penelitian deskriptif yaitu rancangan penelitian yang sederhana berupa sampling survey dan merupakan jenis penelitian non-eksperimental. Oleh karena itu, rancangan ini tidak membutuhkan kelompok kontrol dan hipotesis yang spesifik. Penelitian ini menggunakan
cross sectional yang dilakukan secara murni untuk mengadakan deskripsi tanpa dilakukan analisis yang mendalam. Dalam
58
pada ekstrak etanol daun Dandang gendis. Parameter yang
strak daun Dandang gendis meliputi identitas ekstrak, organoleptis, kadar sari larut etanol, kadar sari larut air, skrining fitokimia, profil kromatogram dengan menggunakan KLT, profil spektrum dengan menggunakan spektro UV, profil spektrum
nakan spektro IR (Infrared ), penetapan kadar golongan
metabolit sekunder, kadar abu total, kadar abu larut air, kadar abu tak larut asam, kadar air, pH,
alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: batang pengaduk, pipet tetes, mikroskop, kaca obyek dan penutup, waterbath, kertas perkamen, mikro pipet, membran filter “Whatman” 0,4 mm, chamber, pipa kapiler 2 μl,
Merck), IR moisture rmany), oven (Memmert,
Germany), timbangan analitik (Sartorius, Germany), corong pisah (Pyrex, Germany), satu set bejana kromatografi lapis tipis (Camag), tabung reaksi (Pyrex, Germany), cawan porselen, gelas ukur (Pyrex, Germany), beaker
las (Pyrex, Germany), spektrofotometer UV-Vis tipe UV1201 (Shimadzu, Japan), Lampu UV 254 nm dan UV 366 nm (Camag, Switzerland), pH meter dan spektrofotometri infrared UATR (Perkin Elmer Spektrum Two, Chalfont).
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini berupa tanaman kering daun
Clinacanthus nutans L.) yang didapatkan dari Blitar, Batu, dan Pasuruan. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara aquadest, etanol 96% v/v (PT. Brataco
, etil asetat (PT. Brataco Chemika, Indonesia), kloroform (PT. Brataco Chemika, Indonesia), metanol p.a (PT. Brataco Chemika Indonesia), kloralhidrat, floroglusin HCl, Besi (II) klorida, asam klorida (PT. Brataco Chemika Indonesia), asam klorida pekat,
agnesium, silika gel F254 (E. Merck, Germany), heksan, aceton, aluminium klorida (PT. Brataco
Chemika, Indonesia), kertas saring, larutan pekat, asam anhidrida, reagen
an jenis penelitian deskriptif yaitu rancangan penelitian yang sederhana berupa sampling survey dan
eksperimental. Oleh karena itu, rancangan ini tidak membutuhkan kelompok kontrol dan hipotesis
menggunakan yang dilakukan secara
murni untuk mengadakan deskripsi tanpa dilakukan analisis yang mendalam. Dalam
58
pada ekstrak etanol daun Dandang gendis. Parameter yang
strak daun Dandang gendis meliputi identitas ekstrak, organoleptis, kadar sari larut etanol, kadar sari larut air, skrining fitokimia, profil kromatogram dengan menggunakan KLT, profil spektrum dengan menggunakan spektro UV, profil spektrum
Infrared ), penetapan kadar golongan
metabolit sekunder, kadar abu total, kadar abu larut air, kadar abu tak larut asam, kadar air, pH,
alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: batang pengaduk, pipet tetes, mikroskop, kaca obyek dan penutup, waterbath, kertas perkamen, mikro pipet, membran filter “Whatman” 0,4 mm, chamber, pipa kapiler 2 μl,
Merck), IR moisture rmany), oven (Memmert,
Germany), timbangan analitik (Sartorius, Germany), corong pisah (Pyrex, Germany), satu set bejana kromatografi lapis tipis (Camag), tabung reaksi (Pyrex, Germany), cawan porselen, gelas ukur (Pyrex, Germany), beaker
-Vis tipe UV1201 (Shimadzu, Japan), Lampu UV 254 nm dan UV 366 nm (Camag, Switzerland), pH meter dan spektrofotometri infrared UATR
dalam penelitian ini berupa tanaman kering daun
L.) yang Bahan
kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara aquadest, etanol 96% v/v (PT. Brataco
, etil asetat (PT. Brataco Chemika, Indonesia), kloroform (PT. Brataco Chemika, Indonesia), metanol p.a (PT. Brataco Chemika Indonesia), kloralhidrat, floroglusin HCl, Besi (II) klorida, asam klorida (PT. Brataco Chemika Indonesia), asam klorida pekat,
agnesium, silika gel F254 (E. Merck, Germany), heksan, aceton, aluminium klorida (PT. Brataco
Chemika, Indonesia), kertas saring, larutan pekat, asam anhidrida, reagen
an jenis penelitian deskriptif yaitu rancangan penelitian yang sederhana berupa sampling survey dan
eksperimental. Oleh karena itu, rancangan ini tidak membutuhkan kelompok kontrol dan hipotesis
menggunakan yang dilakukan secara
murni untuk mengadakan deskripsi tanpa dilakukan analisis yang mendalam. Dalam
JOURNAL OF PHARMACE
penelitian ini digunakan variabel terkendali antara lain : jenis tanaman, bagian tanaman yang digunakan, waktu pestandardisasi, cara ekstraksi, jenis pelarut dan macam -macam alat yang digunakan.
Tahapan Penelitian Penyiapan Bahan
Bahan segar yang diamati adalah daun Dandang gendis yang didapat dari daerahSurabaya. Daun Dandang gendismakroskopis dan mikroskopis.secara makroskopis dengan mengamati ciripada seluruh daun Dandang gendis. Pengamatan daun dengan meliputi letak duduk daun, bentuk daun, ujung daun, bawah daun, tepi daun, warna daun, pertulangan daun, ukuran daun dan tekstur daun. Pengamatan mikroskopis daun Dandang gendis (Clinacanthus nutansmenggunakan daun Dandang gendis dimedia air dan penambahan kloralhidrat untuk mengetahui jaringan penyusun serta keberadaan kristal dalam tanaman tersebut, setelah itu dilakukan penambahan floroglusin HCl untuk mengetahui jaringan berkas pembuluh serta yang mengandung zat lignin akan memberikan warna merah.
Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Dandang gendis
Simplisia kedidapat dari Blitar, Batu dan Pasuruan. masing simplisia kering tersebut digiling menggunakan mesin penggiling dan diayak menggunakan ayakan No. 20.dari Blitar, Batu, dan Pasuruan masingditimbang dalam wadah, lalu ditambahkan 500 ml etanol 96% dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi. Proses maserasi dilakukan dengan cara memasukkan serbuk simplisia ke dalam wadah, ditutup dan dibiarkan selama satu hari terlindung dari cahaya sambil diaduk, kemudian disaring sehingga di dapat maserat. Ampas diremaserasi dengan etanol 96% menggunakan prosedur yang sama, maserasi dilakukan sampai diperoleh maserat yang jernih. Semua maserat etanol digabungkan dan diuapkan dengan menggunakan penangas air, lalu diperoleh ekstrak etanol kental daun Dandang gendis lalu dihitung randemennya (Voight, 1995). Proses ekstraksi dilakukan dengan replikasi 3 kali dan hasil dinyatakan dalam rendemen hasil (% b/b) ± SD.
Standarisasi spefisik dan non spesifikStandarisasi
meliputi pengamatan identitas, pengamatan organoleptis, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, skrining fitokimia, profil kromatogram
JOURNAL OF PHARMACEY SCIENCE AN
penelitian ini digunakan variabel terkendali antara lain : jenis tanaman, bagian tanaman yang digunakan, waktu pestandardisasi, cara ekstraksi, jenis pelarut dan
macam alat yang digunakan.
Tahapan Penelitian Penyiapan Bahan
Bahan segar yang diamati adalah daun Dandang gendis yang didapat dari daerahSurabaya. Daun Dandang gendismakroskopis dan mikroskopis.secara makroskopis dengan mengamati ciripada seluruh daun Dandang gendis. Pengamatan daun dengan meliputi letak duduk daun, bentuk daun, ujung daun, bawah daun, tepi daun, warna
ulangan daun, ukuran daun dan tekstur Pengamatan mikroskopis daun Dandang
Clinacanthus nutansmenggunakan daun Dandang gendis dimedia air dan penambahan kloralhidrat untuk mengetahui jaringan penyusun serta
adaan kristal dalam tanaman tersebut, setelah itu dilakukan penambahan floroglusin HCl untuk mengetahui jaringan berkas pembuluh serta yang mengandung zat lignin akan memberikan warna merah.
Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Dandang
Simplisia kering daun Dandang gendis didapat dari Blitar, Batu dan Pasuruan.
implisia kering tersebut digiling menggunakan mesin penggiling dan diayak menggunakan ayakan No. 20.dari Blitar, Batu, dan Pasuruan masingditimbang sebanyak 250 gram dimasukkan ke dalam wadah, lalu ditambahkan 500 ml etanol 96% dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi. Proses maserasi dilakukan dengan cara memasukkan serbuk simplisia ke dalam wadah, ditutup dan dibiarkan selama satu
lindung dari cahaya sambil diaduk, kemudian disaring sehingga di dapat maserat. Ampas diremaserasi dengan etanol 96% menggunakan prosedur yang sama, maserasi dilakukan sampai diperoleh maserat yang jernih. Semua maserat etanol digabungkan dan
uapkan dengan menggunakan penangas air, lalu diperoleh ekstrak etanol kental daun Dandang gendis lalu dihitung randemennya (Voight, 1995). Proses ekstraksi dilakukan dengan replikasi 3 kali dan hasil dinyatakan dalam rendemen hasil (% b/b) ± SD.
Standarisasi spefisik dan non spesifikStandarisasi spesifik yang dilakukan
meliputi pengamatan identitas, pengamatan organoleptis, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, skrining fitokimia, profil
gram dengan menggunakan kromat
SCIENCE AND PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER
penelitian ini digunakan variabel terkendali antara lain : jenis tanaman, bagian tanaman yang digunakan, waktu pemanenan, metode standardisasi, cara ekstraksi, jenis pelarut dan
macam alat yang digunakan.
Tahapan Penelitian
Bahan segar yang diamati adalah daun Dandang gendis yang didapat dari daerahSurabaya. Daun Dandang gendis diamati secara makroskopis dan mikroskopis. secara makroskopis dengan mengamati ciripada seluruh daun Dandang gendis. Pengamatan daun dengan meliputi letak duduk daun, bentuk daun, ujung daun, bawah daun, tepi daun, warna
ulangan daun, ukuran daun dan tekstur Pengamatan mikroskopis daun Dandang
Clinacanthus nutans Lindau) dilakukan menggunakan daun Dandang gendis dimedia air dan penambahan kloralhidrat untuk mengetahui jaringan penyusun serta
adaan kristal dalam tanaman tersebut, setelah itu dilakukan penambahan floroglusin HCl untuk mengetahui jaringan berkas pembuluh serta yang mengandung zat lignin akan memberikan warna merah.
Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Dandang
ring daun Dandang gendis didapat dari Blitar, Batu dan Pasuruan.
implisia kering tersebut digiling menggunakan mesin penggiling dan diayak menggunakan ayakan No. 20. Serbuk simplisia dari Blitar, Batu, dan Pasuruan masing
sebanyak 250 gram dimasukkan ke dalam wadah, lalu ditambahkan 500 ml etanol 96% dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi. Proses maserasi dilakukan dengan cara memasukkan serbuk simplisia ke dalam wadah, ditutup dan dibiarkan selama satu
lindung dari cahaya sambil diaduk, kemudian disaring sehingga di dapat maserat. Ampas diremaserasi dengan etanol 96% menggunakan prosedur yang sama, maserasi dilakukan sampai diperoleh maserat yang jernih. Semua maserat etanol digabungkan dan
uapkan dengan menggunakan penangas air, lalu diperoleh ekstrak etanol kental daun Dandang gendis lalu dihitung randemennya (Voight, 1995). Proses ekstraksi dilakukan dengan replikasi 3 kali dan hasil dinyatakan dalam rendemen hasil (% b/b) ± SD.
Standarisasi spefisik dan non spesifikspesifik yang dilakukan
meliputi pengamatan identitas, pengamatan organoleptis, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, skrining fitokimia, profil
dengan menggunakan kromat
D PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER
penelitian ini digunakan variabel terkendali antara lain : jenis tanaman, bagian tanaman yang
manenan, metode standardisasi, cara ekstraksi, jenis pelarut dan
macam alat yang digunakan.
Bahan segar yang diamati adalah daun Dandang gendis yang didapat dari daerah
diamati secara Pengamatan
secara makroskopis dengan mengamati ciri-ciri pada seluruh daun Dandang gendis. Pengamatan daun dengan meliputi letak duduk daun, bentuk daun, ujung daun, bawah daun, tepi daun, warna
ulangan daun, ukuran daun dan tekstur Pengamatan mikroskopis daun Dandang
Lindau) dilakukan menggunakan daun Dandang gendis di dalam media air dan penambahan kloralhidrat untuk mengetahui jaringan penyusun serta
adaan kristal dalam tanaman tersebut, setelah itu dilakukan penambahan floroglusin HCl untuk mengetahui jaringan berkas pembuluh serta yang mengandung zat lignin akan
Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Dandang
ring daun Dandang gendis didapat dari Blitar, Batu dan Pasuruan. Masing
implisia kering tersebut digiling menggunakan mesin penggiling dan diayak
Serbuk simplisia dari Blitar, Batu, dan Pasuruan masing-masing
sebanyak 250 gram dimasukkan ke dalam wadah, lalu ditambahkan 500 ml etanol 96% dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi. Proses maserasi dilakukan dengan cara memasukkan serbuk simplisia ke dalam wadah, ditutup dan dibiarkan selama satu
lindung dari cahaya sambil diaduk, kemudian disaring sehingga di dapat maserat. Ampas diremaserasi dengan etanol 96% menggunakan prosedur yang sama, maserasi dilakukan sampai diperoleh maserat yang jernih. Semua maserat etanol digabungkan dan
uapkan dengan menggunakan penangas air, lalu diperoleh ekstrak etanol kental daun Dandang gendis lalu dihitung randemennya (Voight, 1995). Proses ekstraksi dilakukan dengan replikasi 3 kali dan hasil dinyatakan dalam
Standarisasi spefisik dan non spesifik spesifik yang dilakukan
meliputi pengamatan identitas, pengamatan organoleptis, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, skrining fitokimia, profil
dengan menggunakan kromat
D PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER 2 I OKTOBER 2019
penelitian ini digunakan variabel terkendali antara lain : jenis tanaman, bagian tanaman yang
manenan, metode standardisasi, cara ekstraksi, jenis pelarut dan
Bahan segar yang diamati adalah daun Dandang gendis yang didapat dari daerah
diamati secara Pengamatan
ciri pada seluruh daun Dandang gendis. Pengamatan daun dengan meliputi letak duduk daun, bentuk daun, ujung daun, bawah daun, tepi daun, warna
ulangan daun, ukuran daun dan tekstur Pengamatan mikroskopis daun Dandang
Lindau) dilakukan dalam
media air dan penambahan kloralhidrat untuk mengetahui jaringan penyusun serta
adaan kristal dalam tanaman tersebut, setelah itu dilakukan penambahan floroglusin HCl untuk mengetahui jaringan berkas pembuluh serta yang mengandung zat lignin akan
Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Dandang
ring daun Dandang gendis Masing-
implisia kering tersebut digiling menggunakan mesin penggiling dan diayak
Serbuk simplisia masing
sebanyak 250 gram dimasukkan ke dalam wadah, lalu ditambahkan 500 ml etanol 96% dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi. Proses maserasi dilakukan dengan cara memasukkan serbuk simplisia ke dalam wadah, ditutup dan dibiarkan selama satu
lindung dari cahaya sambil diaduk, kemudian disaring sehingga di dapat maserat. Ampas diremaserasi dengan etanol 96% menggunakan prosedur yang sama, maserasi dilakukan sampai diperoleh maserat yang jernih. Semua maserat etanol digabungkan dan
uapkan dengan menggunakan penangas air, lalu diperoleh ekstrak etanol kental daun Dandang gendis lalu dihitung randemennya (Voight, 1995). Proses ekstraksi dilakukan dengan replikasi 3 kali dan hasil dinyatakan dalam
spesifik yang dilakukan meliputi pengamatan identitas, pengamatan organoleptis, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, skrining fitokimia, profil
dengan menggunakan kromato-
grafi lapis tipis, profil spektrum dengan menggunakan spektrofotometer UV dan spektrofotometri IRmetabolit sekunder.kromatogram dengan kromatografi lapis tipis, kondisi yang digunakan adalah fase diam gel F254, eluen: etil asetat : asam format : asam asetat : air (100 : 11 : 11 : 7) (Chelyn butanol : asam asetat : air (4 : 1 : 5) (Huang 2015); net al.,: 4 : 1) (Aslam, Ahmad, sampel yang ditotolkan sebanyak 10 µl (1 g dalam 10 mL), penampak bercak vanilin sulfat, pengamatan dilakukan secara visible, sinar ultraviolet pada panjang gelombang 254 dan 366 nm yang dilakukan meliputi kadar abu total, kadar abu larut air, kpH dan bobot jenis (DitjenPOM RI, 2000)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dandang gendis segadaun0,8hijau tua, ujungbertoreh kesat, tulang daun menyirip, tunggal dengan filotaksisHasil pengamatan menunjukkan berkas pembuluh bertipe kolateral terbuka, tipe daun dorsiventral dimana jaringan palisade hanya terdapat pada satu sisi saja(Gambar 2)daun Dandang yaitu stomata yang memiliki dua sel tetangga dengan bidang persekucelah,kelenjar tipe labiatae, dan sistol
Gambar 1. tansKeterangan: A: Tanaman Dandang gendis
OKTOBER 2019
grafi lapis tipis, profil spektrum dengan menggunakan spektrofotometer UV dan spektrofotometri IRmetabolit sekunder.kromatogram dengan kromatografi lapis tipis, kondisi yang digunakan adalah fase diam gel F254, eluen: etil asetat : asam format : asam asetat : air (100 : 11 : 11 : 7) (Chelyn butanol : asam asetat : air (4 : 1 : 5) (Huang 2015); n-heksan : etil asetat (70 : 30) (Arullappan et al., 2014); dan toluen : klorof: 4 : 1) (Aslam, Ahmad, sampel yang ditotolkan sebanyak 10 µl (1 g dalam 10 mL), penampak bercak vanilin sulfat, pengamatan dilakukan secara visible, sinar ultraviolet pada panjang gelombang 254 dan 366 nm (DepKes RI, 1989).yang dilakukan meliputi kadar abu total, kadar abu larut air, kpH dan bobot jenis (DitjenPOM RI, 2000)
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan makroskopis pada daun
Dandang gendis segadaun dengan 0,8-3 cm, bentuk daun lansethijau tua, ujungbertoreh - bergigi lemah, tekstur permukaan kesat, tulang daun menyirip, tunggal dengan filotaksisHasil pengamatan menunjukkan berkas pembuluh bertipe kolateral terbuka, tipe daun dorsiventral dimana jaringan palisade hanya terdapat pada satu sisi saja(Gambar 2). Derivdaun Dandang yaitu stomata yang memiliki dua sel tetangga dengan bidang persekucelah, trikoma multiselulerkelenjar tipe labiatae, dan sistol
A BGambar 1. Dandang tans). Keterangan: A: Tanaman Dandang gendis
J PHARM SCI
grafi lapis tipis, profil spektrum dengan menggunakan spektrofotometer UV dan spektrofotometri IR-UATR serta penetapan kadar metabolit sekunder. kromatogram dengan kromatografi lapis tipis, kondisi yang digunakan adalah fase diam gel F254, eluen: etil asetat : asam format : asam asetat : air (100 : 11 : 11 : 7) (Chelyn butanol : asam asetat : air (4 : 1 : 5) (Huang
heksan : etil asetat (70 : 30) (Arullappan 2014); dan toluen : klorof
: 4 : 1) (Aslam, Ahmad, andsampel yang ditotolkan sebanyak 10 µl (1 g dalam 10 mL), penampak bercak vanilin sulfat, pengamatan dilakukan secara visible, sinar ultraviolet pada panjang gelombang 254 dan 366
(DepKes RI, 1989). yang dilakukan meliputi kadar abu total, kadar abu larut air, kadar abu tak larut asam, kadar pH dan bobot jenis (DitjenPOM RI, 2000)
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan makroskopis pada daun
Dandang gendis segar menunjukkan morfologi panjang 3,4
bentuk daun lansethijau tua, ujung dan pangkal
bergigi lemah, tekstur permukaan kesat, tulang daun menyirip, tunggal dengan filotaksis berhadapanHasil pengamatan anatomimenunjukkan berkas pembuluh bertipe kolateral terbuka, tipe daun dorsiventral dimana jaringan palisade hanya terdapat pada satu sisi saja
Derivat epidermis yang dimiliki oleh daun Dandang gendis adalahyaitu stomata yang memiliki dua sel tetangga dengan bidang persekutuan tegak lurus terhadap
trikoma multiselulerkelenjar tipe labiatae, dan sistol
A B
Dandang gendis
Keterangan: A: Tanaman Dandang
J PHARM SCI & PRACT, 2019, 6(2
grafi lapis tipis, profil spektrum dengan menggunakan spektrofotometer UV dan
UATR serta penetapan kadar Pada penetapan
kromatogram dengan kromatografi lapis tipis, kondisi yang digunakan adalah fase diam gel F254, eluen: etil asetat : asam format : asam asetat : air (100 : 11 : 11 : 7) (Chelyn et al., butanol : asam asetat : air (4 : 1 : 5) (Huang
heksan : etil asetat (70 : 30) (Arullappan 2014); dan toluen : kloroform : etil asetat (4
and Mamat, 2016), jumlah sampel yang ditotolkan sebanyak 10 µl (1 g dalam 10 mL), penampak bercak vanilin sulfat, pengamatan dilakukan secara visible, sinar ultraviolet pada panjang gelombang 254 dan 366
Parameter non spesifik yang dilakukan meliputi kadar abu total, kadar
adar abu tak larut asam, kadar pH dan bobot jenis (DitjenPOM RI, 2000)
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan makroskopis pada daun
menunjukkan morfologi ,4–8,9 cm dan diameter
bentuk daun lanset dengan dan pangkal daun runcing, tepi
bergigi lemah, tekstur permukaan kesat, tulang daun menyirip, dan
berhadapan anatomi daun Dandang gendis,
menunjukkan berkas pembuluh bertipe kolateral terbuka, tipe daun dorsiventral dimana jaringan palisade hanya terdapat pada satu sisi saja
at epidermis yang dimiliki oleh adalah stomata tipe diasitik
yaitu stomata yang memiliki dua sel tetangga tuan tegak lurus terhadap
trikoma multiseluler non glanduler,kelenjar tipe labiatae, dan sistolit (Gambar
A B gendis (Clinacanthus nu
Keterangan: A: Tanaman Dandang gendis; B: Daun Dandang
& PRACT, 2019, 6(2): 56 - 65
59
grafi lapis tipis, profil spektrum dengan menggunakan spektrofotometer UV dan
UATR serta penetapan kadar Pada penetapan
kromatogram dengan kromatografi lapis tipis, kondisi yang digunakan adalah fase diam silika gel F254, eluen: etil asetat : asam format : asam
et al., 2014); butanol : asam asetat : air (4 : 1 : 5) (Huang et al.,
heksan : etil asetat (70 : 30) (Arullappan orm : etil asetat (4
2016), jumlah sampel yang ditotolkan sebanyak 10 µl (1 g dalam 10 mL), penampak bercak vanilin sulfat, pengamatan dilakukan secara visible, sinar ultraviolet pada panjang gelombang 254 dan 366
Parameter non spesifik yang dilakukan meliputi kadar abu total, kadar
adar abu tak larut asam, kadar air, pH dan bobot jenis (DitjenPOM RI, 2000).
Pengamatan makroskopis pada daun menunjukkan morfologi
8,9 cm dan diameter warna daun
daun runcing, tepi bergigi lemah, tekstur permukaan
dan jenis daun (Gambar 1).
daun Dandang gendis, menunjukkan berkas pembuluh bertipe kolateral terbuka, tipe daun dorsiventral dimana jaringan palisade hanya terdapat pada satu sisi saja
at epidermis yang dimiliki oleh stomata tipe diasitik
yaitu stomata yang memiliki dua sel tetangga tuan tegak lurus terhadap
non glanduler, sisik (Gambar 3).
Clinacanthus nu-
; B: Daun Dandang
65
59
grafi lapis tipis, profil spektrum dengan menggunakan spektrofotometer UV dan
UATR serta penetapan kadar Pada penetapan
kromatogram dengan kromatografi lapis tipis, silika
gel F254, eluen: etil asetat : asam format : asam 2014); et al.,
heksan : etil asetat (70 : 30) (Arullappan orm : etil asetat (4
2016), jumlah sampel yang ditotolkan sebanyak 10 µl (1 g dalam 10 mL), penampak bercak vanilin sulfat, pengamatan dilakukan secara visible, sinar ultraviolet pada panjang gelombang 254 dan 366
Parameter non spesifik yang dilakukan meliputi kadar abu total, kadar
air,
Pengamatan makroskopis pada daun menunjukkan morfologi
8,9 cm dan diameter daun
daun runcing, tepi bergigi lemah, tekstur permukaan
daun .
daun Dandang gendis, menunjukkan berkas pembuluh bertipe kolateral terbuka, tipe daun dorsiventral dimana jaringan palisade hanya terdapat pada satu sisi saja
at epidermis yang dimiliki oleh stomata tipe diasitik
yaitu stomata yang memiliki dua sel tetangga tuan tegak lurus terhadap
sisik
-
; B: Daun Dandang
Standarisasi Spesifik dan Non Spesifik dari Ekstrak Etanol Dau
JOURNAL OF PHARMACE
Keterangan : 1.Trikoma multiseluler glanduler; 2.Epidermis atas; 3.Kolenkim;4.Palisade; 5.Xylem; bawah; 9.Jaringan bunga karang
Gambar 3. gendis (Clinacanthus nutans pada perbesaran 4,23 x 40 Keterangan: 1.Stomata tipe anomositik; 2.Sisik kelenjar tipe Labiatae; 3.Trikoma multiseluler glanduler; 4.Sistolit; Pengamatan dilakukan dalam media air
Simplisia daun Dandang gendis didapatkan
dari tiga lokasi yang berbeda yaitu dari Blitar yang terletak pada ketinpermukaan laut, suhu ratakelembaban udara sekitar 74hujan 3-26 mm per tahun. Sedangkan daerah Batu terletak pada ketinggian ±875 meter di atas permukaan laut dengan suhu ratakelembaban udahujan antara 34ketinggian 0curah hujan ratakelembaban 7424,5ºC. Pemilihan ketiga daerah yang berbed
Standarisasi Spesifik dan Non Spesifik dari Ekstrak Etanol Dau
JOURNAL OF PHARMACEY SCIENCE AN
(Clinacanthus nutans
Keterangan : 1.Trikoma multiseluler glanduler; 2.Epidermis atas; 3.Kolenkim;4.Palisade; 5.Xylem; bawah; 9.Jaringan bunga karang
Gambar 3. Derivat epidermis daun Dandang Clinacanthus nutans
pada perbesaran 4,23 x 40 1.Stomata tipe anomositik; 2.Sisik kelenjar tipe
Labiatae; 3.Trikoma multiseluler glanduler; 4.Sistolit; Pengamatan dilakukan dalam media air
Simplisia daun Dandang gendis didapatkan dari tiga lokasi yang berbeda yaitu dari Blitar yang terletak pada ketinggian 156 meter di atas permukaan laut, suhu ratakelembaban udara sekitar 74
26 mm per tahun. Sedangkan daerah Batu terletak pada ketinggian ±875 meter di atas permukaan laut dengan suhu ratakelembaban udara sekitar 89hujan antara 34-517 mm. Pasuruan terletak pada ketinggian 0-1000 meter di atas permukaan laut, curah hujan rata-rata 3,8kelembaban 74-94% dengan suhu rata24,5ºC. Pemilihan ketiga daerah yang berbed
3
7
8
1
3
Standarisasi Spesifik dan Non Spesifik dari Ekstrak Etanol Dau
SCIENCE AND PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER 2
Gambar 2. Clinacanthus nutans
Keterangan : 1.Trikoma multiseluler glanduler; 2.Epidermis atas; 3.Kolenkim;4.Palisade; 5.Xylem; bawah; 9.Jaringan bunga karang
Derivat epidermis daun Dandang
Clinacanthus nutans L.) dalam media air pada perbesaran 4,23 x 40
1.Stomata tipe anomositik; 2.Sisik kelenjar tipe Labiatae; 3.Trikoma multiseluler glanduler; 4.Sistolit; Pengamatan dilakukan dalam media air
Simplisia daun Dandang gendis didapatkan dari tiga lokasi yang berbeda yaitu dari Blitar yang
ggian 156 meter di atas permukaan laut, suhu rata-rata 8kelembaban udara sekitar 74-77% dan curah
26 mm per tahun. Sedangkan daerah Batu terletak pada ketinggian ±875 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-
ra sekitar 89-94% dan curah 517 mm. Pasuruan terletak pada
1000 meter di atas permukaan laut, rata 3,8-26,1 mm per tahun,
94% dengan suhu rata24,5ºC. Pemilihan ketiga daerah yang berbed
1
7
Standarisasi Spesifik dan Non Spesifik dari Ekstrak Etanol Daun dandang Gendis (
D PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER 2
Gambar 2. Penampang melintang daun Dandang Clinacanthus nutans L.) dalam media Kloralhidrat dan Floroglucin HCl
dengan perbesaran 42,3 x 10.Keterangan : 1.Trikoma multiseluler glanduler; 2.Epidermis atas; 3.Kolenkim;4.Palisade; 5.Xylem;
Derivat epidermis daun Dandang dalam media air
1.Stomata tipe anomositik; 2.Sisik kelenjar tipe Labiatae; 3.Trikoma multiseluler glanduler; 4.Sistolit;
Simplisia daun Dandang gendis didapatkan dari tiga lokasi yang berbeda yaitu dari Blitar yang
ggian 156 meter di atas rata 8-30ºC,
77% dan curah 26 mm per tahun. Sedangkan daerah
Batu terletak pada ketinggian ±875 meter di atas -rata 20-25ºC,
94% dan curah 517 mm. Pasuruan terletak pada
1000 meter di atas permukaan laut, 26,1 mm per tahun,
94% dengan suhu rata-rata 22,224,5ºC. Pemilihan ketiga daerah yang berbed
2
4
n dandang Gendis (Clinacanthus nutans
D PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER 2 I OKTOBER 2019
Penampang melintang daun Dandang L.) dalam media Kloralhidrat dan Floroglucin HCl
dengan perbesaran 42,3 x 10.Keterangan : 1.Trikoma multiseluler glanduler; 2.Epidermis atas; 3.Kolenkim;4.Palisade; 5.Xylem;
Derivat epidermis daun Dandang
dalam media air
1.Stomata tipe anomositik; 2.Sisik kelenjar tipe Labiatae; 3.Trikoma multiseluler glanduler; 4.Sistolit;
Simplisia daun Dandang gendis didapatkan dari tiga lokasi yang berbeda yaitu dari Blitar yang
ggian 156 meter di atas 30ºC,
77% dan curah 26 mm per tahun. Sedangkan daerah
Batu terletak pada ketinggian ±875 meter di atas 25ºC,
94% dan curah 517 mm. Pasuruan terletak pada
1000 meter di atas permukaan laut, 26,1 mm per tahun,
rata 22,2-24,5ºC. Pemilihan ketiga daerah yang berbeda
dikarenakanyaitu tempat tumbuh tanaman. Perbedaan tempat tumbuh tanaman, dipengaruhi oleh faktor iklim, suhu, ketinggian, dan curah hujan, sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas serta mutu simplisiaterutama pada k
maserasi dimana bahan tumbuhan direndam menggunakan pelarut selama kurun waktu tertentu (setidaknya 72 jam) (Badal 2017). Teknik maserasi diplebih praktis, efisien, serta cocok untuk skala kecil maupun industri. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah etanol 96%. Pelarut etanol dipilih karena termasuk alkohol alifatik yang terdiri kurang dari 3 atom karbon, sehingga mpelarut dengan daya ekstraksi terbesar (tertinggi) untuk semua bahan alam berbobot molekul rendah seperti alkaloid, saponin, dan flavonoid, tetapi dapat juga digunakan untuk ekstraksi tanaman yang bahan aktifnya belum diketahui dengan baik (Agoes,
dengan penimbangan awal serbuk simplisia daun Dandang gendis 350 gram dengan menggunakan pelarut etanol 96% masingml adalah 8,387% untuk daerah Blitar, 9,104% untuk daerah Batu, dan 8Pasuruan. Hasil rendemen yang paling banyak didapatkan dari daerah Batu, kemudian Blitar, danhujan pertahun diketahui curah hujan di daerah Batu memiliki curah hujan tertinggi dibanding dua daerah ypenelitian Erizilina, Pamoengkas dan Darwo (2018) menunjukkan k
2
4
Clinacanthus nutans)
OKTOBER 2019
Penampang melintang daun Dandang L.) dalam media Kloralhidrat dan Floroglucin HCl
dengan perbesaran 42,3 x 10. Keterangan : 1.Trikoma multiseluler glanduler; 2.Epidermis atas; 3.Kolenkim;4.Palisade; 5.Xylem;
dikarenakan adanya pertimbangan faktor biologi yaitu tempat tumbuh tanaman. Perbedaan tempat tumbuh tanaman, dipengaruhi oleh faktor iklim, suhu, ketinggian, dan curah hujan, sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas serta mutu simplisiaterutama pada k
Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dimana bahan tumbuhan direndam menggunakan pelarut selama kurun waktu tertentu (setidaknya 72 jam) (Badal 2017). Teknik maserasi diplebih praktis, efisien, serta cocok untuk skala kecil maupun industri. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah etanol 96%. Pelarut etanol dipilih karena termasuk alkohol alifatik yang terdiri kurang dari 3 atom karbon, sehingga mpelarut dengan daya ekstraksi terbesar (tertinggi) untuk semua bahan alam berbobot molekul rendah seperti alkaloid, saponin, dan flavonoid, tetapi dapat juga digunakan untuk ekstraksi tanaman yang bahan aktifnya belum diketahui dengan baik (Agoes,
Hasil rendemen dari ketiga daerah tersebut dengan penimbangan awal serbuk simplisia daun Dandang gendis 350 gram dengan menggunakan pelarut etanol 96% masingml adalah 8,387% untuk daerah Blitar, 9,104% untuk daerah Batu, dan 8Pasuruan. Hasil rendemen yang paling banyak didapatkan dari daerah Batu, kemudian Blitar, dan Pasuruan.hujan pertahun diketahui curah hujan di daerah Batu memiliki curah hujan tertinggi dibanding dua daerah ypenelitian Erizilina, Pamoengkas dan Darwo (2018) menunjukkan k
Penampang melintang daun Dandang gendis L.) dalam media Kloralhidrat dan Floroglucin HCl
Keterangan : 1.Trikoma multiseluler glanduler; 2.Epidermis atas; 3.Kolenkim;4.Palisade; 5.Xylem; 6.Floem; 7.Parenkim; 8.Epidermis
adanya pertimbangan faktor biologi yaitu tempat tumbuh tanaman. Perbedaan tempat tumbuh tanaman, dipengaruhi oleh faktor iklim, suhu, ketinggian, dan curah hujan, sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas serta mutu simplisiaterutama pada kadar kuantitatif bahan aktif.
Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dimana bahan tumbuhan direndam menggunakan pelarut selama kurun waktu tertentu (setidaknya 72 jam) (Badal 2017). Teknik maserasi diplebih praktis, efisien, serta cocok untuk skala kecil maupun industri. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah etanol 96%. Pelarut etanol dipilih karena termasuk alkohol alifatik yang terdiri kurang dari 3 atom karbon, sehingga mpelarut dengan daya ekstraksi terbesar (tertinggi) untuk semua bahan alam berbobot molekul rendah seperti alkaloid, saponin, dan flavonoid, tetapi dapat juga digunakan untuk ekstraksi tanaman yang bahan aktifnya belum diketahui dengan baik (Agoes, 2009).
Hasil rendemen dari ketiga daerah tersebut dengan penimbangan awal serbuk simplisia daun Dandang gendis 350 gram dengan menggunakan pelarut etanol 96% masingml adalah 8,387% untuk daerah Blitar, 9,104% untuk daerah Batu, dan 8Pasuruan. Hasil rendemen yang paling banyak didapatkan dari daerah Batu, kemudian Blitar,
Pasuruan. Berdasarkan pada data curah hujan pertahun diketahui curah hujan di daerah Batu memiliki curah hujan tertinggi dibanding dua daerah yang lain. Berdasarkan pada penelitian Erizilina, Pamoengkas dan Darwo (2018) menunjukkan ketercukupan pasokan air
L.) dalam media Kloralhidrat dan Floroglucin HCl
6.Floem; 7.Parenkim; 8.Epidermis
adanya pertimbangan faktor biologi yaitu tempat tumbuh tanaman. Perbedaan tempat tumbuh tanaman, dipengaruhi oleh faktor iklim, suhu, ketinggian, dan curah hujan, sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas serta mutu simplisia yang dihasilkan
adar kuantitatif bahan aktif.Metode ekstraksi yang digunakan adalah
maserasi dimana bahan tumbuhan direndam menggunakan pelarut selama kurun waktu tertentu (setidaknya 72 jam) (Badal and2017). Teknik maserasi dipilih karena dianggap lebih praktis, efisien, serta cocok untuk skala kecil maupun industri. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah etanol 96%. Pelarut etanol dipilih karena termasuk alkohol alifatik yang terdiri kurang dari 3 atom karbon, sehingga mpelarut dengan daya ekstraksi terbesar (tertinggi) untuk semua bahan alam berbobot molekul rendah seperti alkaloid, saponin, dan flavonoid, tetapi dapat juga digunakan untuk ekstraksi tanaman yang bahan aktifnya belum diketahui
2009). Hasil rendemen dari ketiga daerah tersebut
dengan penimbangan awal serbuk simplisia daun Dandang gendis 350 gram dengan menggunakan pelarut etanol 96% masing-masing sebanyak 1000 ml adalah 8,387% untuk daerah Blitar, 9,104% untuk daerah Batu, dan 8,266% untuk daerah Pasuruan. Hasil rendemen yang paling banyak didapatkan dari daerah Batu, kemudian Blitar,
Berdasarkan pada data curah hujan pertahun diketahui curah hujan di daerah Batu memiliki curah hujan tertinggi dibanding
ang lain. Berdasarkan pada penelitian Erizilina, Pamoengkas dan Darwo
etercukupan pasokan air
2
4
5
6
9
60
6.Floem; 7.Parenkim; 8.Epidermis
adanya pertimbangan faktor biologi yaitu tempat tumbuh tanaman. Perbedaan tempat tumbuh tanaman, dipengaruhi oleh faktor iklim, suhu, ketinggian, dan curah hujan, sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi
yang dihasilkan, adar kuantitatif bahan aktif.
Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dimana bahan tumbuhan direndam menggunakan pelarut selama kurun waktu
and Delgoda, ilih karena dianggap
lebih praktis, efisien, serta cocok untuk skala kecil maupun industri. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah etanol 96%. Pelarut etanol dipilih karena termasuk alkohol alifatik yang terdiri kurang dari 3 atom karbon, sehingga merupakan pelarut dengan daya ekstraksi terbesar (tertinggi) untuk semua bahan alam berbobot molekul rendah seperti alkaloid, saponin, dan flavonoid, tetapi dapat juga digunakan untuk ekstraksi tanaman yang bahan aktifnya belum diketahui
Hasil rendemen dari ketiga daerah tersebut dengan penimbangan awal serbuk simplisia daun Dandang gendis 350 gram dengan menggunakan
masing sebanyak 1000 ml adalah 8,387% untuk daerah Blitar, 9,104%
,266% untuk daerah Pasuruan. Hasil rendemen yang paling banyak didapatkan dari daerah Batu, kemudian Blitar,
Berdasarkan pada data curah hujan pertahun diketahui curah hujan di daerah Batu memiliki curah hujan tertinggi dibanding
ang lain. Berdasarkan pada penelitian Erizilina, Pamoengkas dan Darwo
etercukupan pasokan air
60
6.Floem; 7.Parenkim; 8.Epidermis
adanya pertimbangan faktor biologi yaitu tempat tumbuh tanaman. Perbedaan tempat tumbuh tanaman, dipengaruhi oleh faktor iklim, suhu, ketinggian, dan curah hujan, sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi
,
Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dimana bahan tumbuhan direndam menggunakan pelarut selama kurun waktu
Delgoda, ilih karena dianggap
lebih praktis, efisien, serta cocok untuk skala kecil maupun industri. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah etanol 96%. Pelarut etanol dipilih karena termasuk alkohol alifatik yang terdiri
erupakan pelarut dengan daya ekstraksi terbesar (tertinggi) untuk semua bahan alam berbobot molekul rendah seperti alkaloid, saponin, dan flavonoid, tetapi dapat juga digunakan untuk ekstraksi tanaman yang bahan aktifnya belum diketahui
Hasil rendemen dari ketiga daerah tersebut dengan penimbangan awal serbuk simplisia daun Dandang gendis 350 gram dengan menggunakan
masing sebanyak 1000 ml adalah 8,387% untuk daerah Blitar, 9,104%
,266% untuk daerah Pasuruan. Hasil rendemen yang paling banyak didapatkan dari daerah Batu, kemudian Blitar,
Berdasarkan pada data curah hujan pertahun diketahui curah hujan di daerah Batu memiliki curah hujan tertinggi dibanding
ang lain. Berdasarkan pada penelitian Erizilina, Pamoengkas dan Darwo
etercukupan pasokan air
JOURNAL OF PHARMACE
akan mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga dapat mempengaruhi rendemen hasil ekstraksi. Namun, hal ini tidak berlaku untuk semua jenis tanaman, dikarenakan tanaman memiliki respon yang spesifik terhadap kadar sifat tanah tertentu, dimana tinggi rendahnya curah hujan memiliki pengaruh yang berbeda-beda pada kadar sifat tanah.
Penentuan parameter kualitas ekstrak melalui standardisasi yang meliputi standardisasi parameter spesifik dan parameter non(Tabel 1). Standardisasi spesifik meliputiidentitas, organoleptis, senyawa terlarut dalam pelarut tertentu (kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol), skrining fitokimia, penetapan profil kromatogram dengan kromatografi lapis tipis (KLT), penetapan profil spektrum dengan spektrofotometer fotometri UVmetabolit sekunder dengan metode spektrofotometri UVbertujuan untuk memberikan identitas obyektif dari nama dan senyawa spesifik yang dikandung oleh ekstrak etanol daun Dandang gendis. Pengamatan organoleptis sebagai uji pendahuluan, bertujuan memberikan pengenalan awal ekstrak secara objektif dan sederhana dengan memanfaatkan panca indra. Hasil pemeriksaan organoleptis dari ekstrak etanol daun Dandagendis yaitu warna hitam kehijauan, bau khas aromatik dan berkonsistensi kental. Penetapan kadar sari larut prinsipnya melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol atau air) untuk menentukan jumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secaraTujuannya untuk memberikan gambaran awal jumlah kandungan yang terlarut dalam pelarut tertentu seperti air dan etanol. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh kadar sari larut etanol ekstrak dari masing± 0,112 untukuntuk daerah Batu dan 63,939% ± 0,188 untuk daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan untuk penetapan kadar sari larut etanol ekstrak daun Dandang gendis yaitu >54%. Disisi lain hasil penetapan kadar sari larut air ekstrak masing-masing daerah yaitu 47,909% ± 0,075 untuk daerah Blitar, 37,704% ± 0,030 untuk daerah Batu dan 42,657% ± 0,060 untuk daerah Pasuruan, maka berdasarkan hasil pengamatan dapat ditetapkan kadar sari larut air ekstrak daun Dandang gendis yaitu >37%dapat ditarik kesimpulan bahwa kadar sari larut etanol lebih besar daripada kadar sari larut air, dengan kata lain prosentase senyawa lebih banyak terlarut pada etanol daripada air, hal ini terjadi karena ekstrak yang didapatkan berasal proses ekstraksi menggunakan pelarut etanol. Bila dibandingkan dengan rendemen hasil, kadar sari larut etanol dari ketiga daerah tidaklah linier, mana daerah Batu yang memiliki rendemen hasil tertinggi justru memiliki kadar sari larut etanol terendah disbanding kedua daerah lainnya. Berdasarkan penelitian JOURNAL OF PHARMACEY SCIENCE AN
mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga dapat mempengaruhi rendemen hasil ekstraksi. Namun, hal ini tidak berlaku untuk semua jenis tanaman, dikarenakan tanaman memiliki respon yang spesifik terhadap
sifat tanah tertentu, dimana tinggi endahnya curah hujan memiliki pengaruh yang
beda pada kadar sifat tanah.Penentuan parameter kualitas ekstrak
melalui standardisasi yang meliputi standardisasi parameter spesifik dan parameter non
. Standardisasi spesifik meliputiidentitas, organoleptis, senyawa terlarut dalam pelarut tertentu (kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol), skrining fitokimia, penetapan profil kromatogram dengan kromatografi lapis tipis (KLT), penetapan profil spektrum dengan spektrofotometer infrared (IR) dan spektrofotometri UV-Vis serta penetapan kadar senyawa metabolit sekunder dengan metode spektrofotometri UV-Vis. Parameter identitas ekstrak bertujuan untuk memberikan identitas obyektif dari nama dan senyawa spesifik yang dikandung
ekstrak etanol daun Dandang gendis. Pengamatan organoleptis sebagai uji pendahuluan, bertujuan memberikan pengenalan awal ekstrak secara objektif dan sederhana dengan memanfaatkan panca indra. Hasil pemeriksaan organoleptis dari ekstrak etanol daun Dandagendis yaitu warna hitam kehijauan, bau khas aromatik dan berkonsistensi kental. Penetapan kadar sari larut prinsipnya melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol atau air) untuk menentukan jumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secaraTujuannya untuk memberikan gambaran awal jumlah kandungan yang terlarut dalam pelarut tertentu seperti air dan etanol. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh kadar sari larut etanol ekstrak dari masing-masing daerah yaitu 68,969% ± 0,112 untuk daerah Blitar, 54,772% ± 0,223 untuk daerah Batu dan 63,939% ± 0,188 untuk daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan untuk penetapan kadar sari larut etanol ekstrak daun Dandang gendis yaitu >54%. Disisi lain hasil penetapan kadar sari larut air ekstrak
masing daerah yaitu 47,909% ± 0,075 untuk daerah Blitar, 37,704% ± 0,030 untuk daerah Batu dan 42,657% ± 0,060 untuk daerah Pasuruan, maka berdasarkan hasil pengamatan dapat ditetapkan kadar sari larut air ekstrak daun Dandang gendis yaitu >37%dapat ditarik kesimpulan bahwa kadar sari larut etanol lebih besar daripada kadar sari larut air, dengan kata lain prosentase senyawa lebih banyak terlarut pada etanol daripada air, hal ini terjadi karena ekstrak yang didapatkan berasal proses ekstraksi menggunakan pelarut etanol. Bila dibandingkan dengan rendemen hasil, kadar sari larut etanol dari ketiga daerah tidaklah linier, mana daerah Batu yang memiliki rendemen hasil tertinggi justru memiliki kadar sari larut etanol
ah disbanding kedua daerah lainnya. Berdasarkan penelitian
SCIENCE AND PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER
mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga dapat mempengaruhi rendemen hasil ekstraksi. Namun, hal ini tidak berlaku untuk semua jenis tanaman, dikarenakan tanaman memiliki respon yang spesifik terhadap
sifat tanah tertentu, dimana tinggi endahnya curah hujan memiliki pengaruh yang
beda pada kadar sifat tanah.Penentuan parameter kualitas ekstrak
melalui standardisasi yang meliputi standardisasi parameter spesifik dan parameter non
. Standardisasi spesifik meliputiidentitas, organoleptis, senyawa terlarut dalam pelarut tertentu (kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol), skrining fitokimia, penetapan profil kromatogram dengan kromatografi lapis tipis (KLT), penetapan profil spektrum dengan
infrared (IR) dan spektroVis serta penetapan kadar senyawa
metabolit sekunder dengan metode spektroVis. Parameter identitas ekstrak
bertujuan untuk memberikan identitas obyektif dari nama dan senyawa spesifik yang dikandung
ekstrak etanol daun Dandang gendis. Pengamatan organoleptis sebagai uji pendahuluan, bertujuan memberikan pengenalan awal ekstrak secara objektif dan sederhana dengan memanfaatkan panca indra. Hasil pemeriksaan organoleptis dari ekstrak etanol daun Dandagendis yaitu warna hitam kehijauan, bau khas aromatik dan berkonsistensi kental. Penetapan kadar sari larut prinsipnya melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol atau air) untuk menentukan jumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secaraTujuannya untuk memberikan gambaran awal jumlah kandungan yang terlarut dalam pelarut tertentu seperti air dan etanol. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh kadar sari larut etanol
masing daerah yaitu 68,969% daerah Blitar, 54,772% ± 0,223
untuk daerah Batu dan 63,939% ± 0,188 untuk daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan untuk penetapan kadar sari larut etanol ekstrak daun Dandang gendis yaitu >54%. Disisi lain hasil penetapan kadar sari larut air ekstrak
masing daerah yaitu 47,909% ± 0,075 untuk daerah Blitar, 37,704% ± 0,030 untuk daerah Batu dan 42,657% ± 0,060 untuk daerah Pasuruan, maka berdasarkan hasil pengamatan dapat ditetapkan kadar sari larut air ekstrak daun Dandang gendis yaitu >37%. Dari data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kadar sari larut etanol lebih besar daripada kadar sari larut air, dengan kata lain prosentase senyawa lebih banyak terlarut pada etanol daripada air, hal ini terjadi karena ekstrak yang didapatkan berasal proses ekstraksi menggunakan pelarut etanol. Bila dibandingkan dengan rendemen hasil, kadar sari larut etanol dari ketiga daerah tidaklah linier, mana daerah Batu yang memiliki rendemen hasil tertinggi justru memiliki kadar sari larut etanol
ah disbanding kedua daerah lainnya. Berdasarkan penelitian Nihayati, dkk.
D PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER
mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga dapat mempengaruhi rendemen hasil ekstraksi. Namun, hal ini tidak berlaku untuk semua jenis tanaman, dikarenakan tiap jenis tanaman memiliki respon yang spesifik terhadap
sifat tanah tertentu, dimana tinggi endahnya curah hujan memiliki pengaruh yang
beda pada kadar sifat tanah. Penentuan parameter kualitas ekstrak
melalui standardisasi yang meliputi standardisasi parameter spesifik dan parameter non-spesifik
. Standardisasi spesifik meliputiidentitas, organoleptis, senyawa terlarut dalam pelarut tertentu (kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol), skrining fitokimia, penetapan profil kromatogram dengan kromatografi lapis tipis (KLT), penetapan profil spektrum dengan
infrared (IR) dan spektroVis serta penetapan kadar senyawa
metabolit sekunder dengan metode spektroVis. Parameter identitas ekstrak
bertujuan untuk memberikan identitas obyektif dari nama dan senyawa spesifik yang dikandung
ekstrak etanol daun Dandang gendis. Pengamatan organoleptis sebagai uji pendahuluan, bertujuan memberikan pengenalan awal ekstrak secara objektif dan sederhana dengan memanfaatkan panca indra. Hasil pemeriksaan organoleptis dari ekstrak etanol daun Dandagendis yaitu warna hitam kehijauan, bau khas aromatik dan berkonsistensi kental. Penetapan kadar sari larut prinsipnya melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol atau air) untuk menentukan jumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetri. Tujuannya untuk memberikan gambaran awal jumlah kandungan yang terlarut dalam pelarut tertentu seperti air dan etanol. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh kadar sari larut etanol
masing daerah yaitu 68,969% daerah Blitar, 54,772% ± 0,223
untuk daerah Batu dan 63,939% ± 0,188 untuk daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan untuk penetapan kadar sari larut etanol ekstrak daun Dandang gendis yaitu >54%. Disisi lain hasil penetapan kadar sari larut air ekstrak dari
masing daerah yaitu 47,909% ± 0,075 untuk daerah Blitar, 37,704% ± 0,030 untuk daerah Batu dan 42,657% ± 0,060 untuk daerah Pasuruan, maka berdasarkan hasil pengamatan dapat ditetapkan kadar sari larut air ekstrak daun
. Dari data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kadar sari larut etanol lebih besar daripada kadar sari larut air, dengan kata lain prosentase senyawa lebih banyak terlarut pada etanol daripada air, hal ini terjadi karena ekstrak yang didapatkan berasal dari proses ekstraksi menggunakan pelarut etanol. Bila dibandingkan dengan rendemen hasil, kadar sari larut etanol dari ketiga daerah tidaklah linier, mana daerah Batu yang memiliki rendemen hasil tertinggi justru memiliki kadar sari larut etanol
ah disbanding kedua daerah lainnya. , dkk. (2013),
D PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER 2 I OKTOBER 2019
mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga dapat mempengaruhi rendemen hasil ekstraksi. Namun, hal ini tidak berlaku untuk
tiap jenis tanaman memiliki respon yang spesifik terhadap
sifat tanah tertentu, dimana tinggi endahnya curah hujan memiliki pengaruh yang
Penentuan parameter kualitas ekstrak melalui standardisasi yang meliputi standardisasi
spesifik . Standardisasi spesifik meliputi
identitas, organoleptis, senyawa terlarut dalam pelarut tertentu (kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol), skrining fitokimia, penetapan profil kromatogram dengan kromatografi lapis tipis (KLT), penetapan profil spektrum dengan
infrared (IR) dan spektro-Vis serta penetapan kadar senyawa
metabolit sekunder dengan metode spektro-Vis. Parameter identitas ekstrak
bertujuan untuk memberikan identitas obyektif dari nama dan senyawa spesifik yang dikandung
ekstrak etanol daun Dandang gendis. Pengamatan organoleptis sebagai uji pendahu-luan, bertujuan memberikan pengenalan awal ekstrak secara objektif dan sederhana dengan memanfaatkan panca indra. Hasil pemeriksaan organoleptis dari ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu warna hitam kehijauan, bau khas aromatik dan berkonsistensi kental. Penetapan kadar sari larut prinsipnya melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol atau air) untuk menentukan jumlah solut yang identik dengan
gravimetri. Tujuannya untuk memberikan gambaran awal jumlah kandungan yang terlarut dalam pelarut tertentu seperti air dan etanol. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh kadar sari larut etanol
masing daerah yaitu 68,969% daerah Blitar, 54,772% ± 0,223
untuk daerah Batu dan 63,939% ± 0,188 untuk daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan untuk penetapan kadar sari larut etanol ekstrak daun Dandang gendis yaitu >54%. Disisi lain hasil
dari masing daerah yaitu 47,909% ± 0,075
untuk daerah Blitar, 37,704% ± 0,030 untuk daerah Batu dan 42,657% ± 0,060 untuk daerah Pasuruan, maka berdasarkan hasil pengamatan dapat ditetapkan kadar sari larut air ekstrak daun
. Dari data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kadar sari larut etanol lebih besar daripada kadar sari larut air, dengan kata lain prosentase senyawa lebih banyak terlarut pada etanol daripada air, hal ini terjadi
dari proses ekstraksi menggunakan pelarut etanol. Bila dibandingkan dengan rendemen hasil, kadar sari larut etanol dari ketiga daerah tidaklah linier, di mana daerah Batu yang memiliki rendemen hasil tertinggi justru memiliki kadar sari larut etanol
ah disbanding kedua daerah lainnya. (2013),
menunjukkan bahwa terdapathubungan antara hasil rimpang dengan curah hujan, dimana bobot kering rimpang akan meningkat pada saat curah hujan tinggi (musim hujan) dan terjadi penurunan pada kondisi curah hujan rendah(musim kemarau), dimana penetapan kadar air dari sampel relative tertinggi pada daerah dengan curah hujan tinggi namun kadar sari larut dari bahan aktif justru akan lebih rendah.
ekstrak etanol daun Dandang gendis bertujuan untuk mengetahui jenis golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak. Hasil pengamatan pada skrining tabung menunjukkan bahwa ekstrak dari ketiga daerah memiliki senyawa metabolit yang sama yaitu polifenoyang berubah menjadi hijau kehitaman, hal ini terjadi akibat gugus O pada polifenol bereaksi dengan atom Feflavonoid, didapati hasil positif pada pereaksi AlCluji saponin terdapat hasil positif pada daerah Blitar saja. Pada uji alkaloid didapatkan hasil positif untuk ketiga daerah, namun hal ini hanya terjadi pada pereaksi Dragendorff saja, sedangkan pada pereaksi Mayer didapatkan hasil negatif. Hal indikandung merupakan jenis alkaloid nonheterosiklik, yang kebanyakan tidak bereaksi dengan beberapa pereaksi pengendap. Hasil yang didapatkan pada skrining tabung ini hanya digunakan sebagai informasi pendahuluan dan tidak dapat dipercaya mutlak sebagai patokan dikarenakan metode skrining tabung memiliki kelemahan yaitu membutuhkan jumlah zat tertentu agar meta(F
lapis tipis dilakukan terhadap ekstrak eDandang gmenggunakan berbagai macam fase gerak. Tujuannya adalah untuk mencari fase gerak dengan keterpisahan terbaik, sehingga dapat memberikan gambaran awal komposisi kayang dihasilkan dari eluasi beberapa fase gerak. Pemilihan fase gerak didasarkan pada polaritas. Fase gerak yang digunakan etil asetat : asam format : asam asetat : air (100:11:11:7), butanol : asam asetat : air ((70:30), dan toluen : kloroform : etil asetat (4:4:1). Larutan sampel dengan konsentrasi 10% ditotolkan sebanyak 10 µl, pengamatan hasil KLT dilakukan baik secara visual maupun lampu UV 254 nm dan UV 366 nm. Dari hasil eluasi(Gambar 4)banyak noda dan keterpisahannya baik adalah fase gerak ngerak asetat (7:3). Pada beberapa fase gerak terjadi tailing yang tepolaritas larutan pengembang dengan metabolit sekunder yang terkandung dalam tanaman. Perbedaan profil kromatogram dari tiap daerah OKTOBER 2019
menunjukkan bahwa terdapathubungan antara hasil rimpang dengan curah hujan, dimana bobot kering rimpang akan meningkat pada saat curah hujan tinggi (musim hujan) dan terjadi penurunan pada kondisi curah hujan rendah(musim kemarau), dimana penetapan kadar air dari sampel relative tertinggi pada daerah dengan curah hujan tinggi namun kadar sari larut dari bahan aktif justru akan lebih rendah.
Skrining fitokimia yang dilakukan tekstrak etanol daun Dandang gendis bertujuan untuk mengetahui jenis golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak. Hasil pengamatan pada skrining tabung menunjukkan bahwa ekstrak dari ketiga daerah memiliki senyawa metabolit yang sama yaitu polifenoyang berubah menjadi hijau kehitaman, hal ini terjadi akibat gugus O pada polifenol bereaksi dengan atom Feflavonoid, didapati hasil positif pada pereaksi AlCl3, yaitu larutan berwarna kekuninuji saponin terdapat hasil positif pada daerah Blitar saja. Pada uji alkaloid didapatkan hasil positif untuk ketiga daerah, namun hal ini hanya terjadi pada pereaksi Dragendorff saja, sedangkan pada pereaksi Mayer didapatkan hasil negatif. Hal ini mungkin terjadi karena alkaloid yang dikandung merupakan jenis alkaloid nonheterosiklik, yang kebanyakan tidak bereaksi dengan beberapa pereaksi pengendap. Hasil yang didapatkan pada skrining tabung ini hanya digunakan sebagai informasi pendahuluan dan tidak dapat dipercaya mutlak sebagai patokan dikarenakan metode skrining tabung memiliki kelemahan yaitu membutuhkan jumlah zat tertentu agar meta(Fransworth, 1966; Harborne, 1987
Pengujian identifikasi profil kromatografilapis tipis dilakukan terhadap ekstrak eDandang gendis dengan melakukan percobaan menggunakan berbagai macam fase gerak. Tujuannya adalah untuk mencari fase gerak dengan keterpisahan terbaik, sehingga dapat memberikan gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram yang dihasilkan dari eluasi beberapa fase gerak. Pemilihan fase gerak didasarkan pada polaritas. Fase gerak yang digunakan etil asetat : asam format : asam asetat : air (100:11:11:7), butanol : asam asetat : air ((70:30), dan toluen : kloroform : etil asetat (4:4:1). Larutan sampel dengan konsentrasi 10% ditotolkan sebanyak 10 µl, pengamatan hasil KLT dilakukan baik secara visual maupun lampu UV 254 nm dan UV 366 nm. Dari hasil eluasi(Gambar 4), fase gerak yang memunculkan paling banyak noda dan keterpisahannya baik adalah fase gerak n-heksan:etil asetat (7:3), sehingga fase gerak yang dapat disarankanasetat (7:3). Pada beberapa fase gerak terjadi tailing yang tepolaritas larutan pengembang dengan metabolit sekunder yang terkandung dalam tanaman. Perbedaan profil kromatogram dari tiap daerah
J PHARM SCI
menunjukkan bahwa terdapathubungan antara hasil rimpang dengan curah hujan, dimana bobot kering rimpang akan meningkat pada saat curah hujan tinggi (musim hujan) dan terjadi penurunan pada kondisi curah hujan rendah(musim kemarau), dimana penetapan kadar air dari sampel relative tertinggi pada daerah dengan curah hujan tinggi namun kadar sari larut dari bahan aktif justru akan lebih rendah.
Skrining fitokimia yang dilakukan tekstrak etanol daun Dandang gendis bertujuan untuk mengetahui jenis golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak. Hasil pengamatan pada skrining tabung menunjukkan bahwa ekstrak dari ketiga daerah memiliki senyawa metabolit yang sama yaitu polifenol, terlihat pada warna larutan yang berubah menjadi hijau kehitaman, hal ini terjadi akibat gugus O pada polifenol bereaksi dengan atom Fe3+ pada pereaksi FeClflavonoid, didapati hasil positif pada pereaksi
, yaitu larutan berwarna kekuninuji saponin terdapat hasil positif pada daerah Blitar saja. Pada uji alkaloid didapatkan hasil positif untuk ketiga daerah, namun hal ini hanya terjadi pada pereaksi Dragendorff saja, sedangkan pada pereaksi Mayer didapatkan hasil negatif. Hal
i mungkin terjadi karena alkaloid yang dikandung merupakan jenis alkaloid nonheterosiklik, yang kebanyakan tidak bereaksi dengan beberapa pereaksi pengendap. Hasil yang didapatkan pada skrining tabung ini hanya digunakan sebagai informasi pendahuluan dan tidak dapat dipercaya mutlak sebagai patokan dikarenakan metode skrining tabung memiliki kelemahan yaitu membutuhkan jumlah zat tertentu agar metabolit sekunder dapat terdeteksi
ransworth, 1966; Harborne, 1987Pengujian identifikasi profil kromatografi
lapis tipis dilakukan terhadap ekstrak eendis dengan melakukan percobaan
menggunakan berbagai macam fase gerak. Tujuannya adalah untuk mencari fase gerak dengan keterpisahan terbaik, sehingga dapat memberikan gambaran awal komposisi
ndungan kimia berdasarkan pola kromatogram yang dihasilkan dari eluasi beberapa fase gerak. Pemilihan fase gerak didasarkan pada polaritas. Fase gerak yang digunakan etil asetat : asam format : asam asetat : air (100:11:11:7), butanol : asam asetat : air (4:1:5), n(70:30), dan toluen : kloroform : etil asetat (4:4:1). Larutan sampel dengan konsentrasi 10% ditotolkan sebanyak 10 µl, pengamatan hasil KLT dilakukan baik secara visual maupun lampu UV 254 nm dan UV 366 nm. Dari hasil eluasi
, fase gerak yang memunculkan paling banyak noda dan keterpisahannya baik adalah
heksan:etil asetat (7:3), sehingga fase yang dapat disarankan
asetat (7:3). Pada beberapa fase gerak terjadi tailing yang terjadi karena ketidakesuaian polaritas larutan pengembang dengan metabolit sekunder yang terkandung dalam tanaman. Perbedaan profil kromatogram dari tiap daerah
J PHARM SCI & PRACT, 2019, 6(2
menunjukkan bahwa terdapathubungan antara hasil rimpang dengan curah hujan, dimana bobot kering rimpang akan meningkat pada saat curah hujan tinggi (musim hujan) dan terjadi penurunan pada kondisi curah hujan rendah(musim kemarau), dimana penetapan kadar air dari sampel relative tertinggi pada daerah dengan curah hujan tinggi namun kadar sari larut dari bahan aktif justru akan lebih rendah.
Skrining fitokimia yang dilakukan tekstrak etanol daun Dandang gendis bertujuan untuk mengetahui jenis golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak. Hasil pengamatan pada skrining tabung menunjukkan bahwa ekstrak dari ketiga daerah memiliki senyawa metabolit yang
l, terlihat pada warna larutan yang berubah menjadi hijau kehitaman, hal ini terjadi akibat gugus O pada polifenol bereaksi
pada pereaksi FeClflavonoid, didapati hasil positif pada pereaksi
, yaitu larutan berwarna kekuninuji saponin terdapat hasil positif pada daerah Blitar saja. Pada uji alkaloid didapatkan hasil positif untuk ketiga daerah, namun hal ini hanya terjadi pada pereaksi Dragendorff saja, sedangkan pada pereaksi Mayer didapatkan hasil negatif. Hal
i mungkin terjadi karena alkaloid yang dikandung merupakan jenis alkaloid nonheterosiklik, yang kebanyakan tidak bereaksi dengan beberapa pereaksi pengendap. Hasil yang didapatkan pada skrining tabung ini hanya digunakan sebagai informasi pendahuluan dan tidak dapat dipercaya mutlak sebagai patokan dikarenakan metode skrining tabung memiliki kelemahan yaitu membutuhkan jumlah zat
bolit sekunder dapat terdeteksiransworth, 1966; Harborne, 1987).
Pengujian identifikasi profil kromatografilapis tipis dilakukan terhadap ekstrak e
endis dengan melakukan percobaan menggunakan berbagai macam fase gerak. Tujuannya adalah untuk mencari fase gerak dengan keterpisahan terbaik, sehingga dapat memberikan gambaran awal komposisi
ndungan kimia berdasarkan pola kromatogram yang dihasilkan dari eluasi beberapa fase gerak. Pemilihan fase gerak didasarkan pada polaritas. Fase gerak yang digunakan etil asetat : asam format : asam asetat : air (100:11:11:7), butanol :
4:1:5), n-heksan : etil asetat (70:30), dan toluen : kloroform : etil asetat (4:4:1). Larutan sampel dengan konsentrasi 10% ditotolkan sebanyak 10 µl, pengamatan hasil KLT dilakukan baik secara visual maupun lampu UV 254 nm dan UV 366 nm. Dari hasil eluasi
, fase gerak yang memunculkan paling banyak noda dan keterpisahannya baik adalah
heksan:etil asetat (7:3), sehingga fase yang dapat disarankan adalah n
asetat (7:3). Pada beberapa fase gerak terjadi rjadi karena ketidakesuaian
polaritas larutan pengembang dengan metabolit sekunder yang terkandung dalam tanaman. Perbedaan profil kromatogram dari tiap daerah
& PRACT, 2019, 6(2): 56 - 65
61
menunjukkan bahwa terdapathubungan antara hasil rimpang dengan curah hujan, dimana bobot kering rimpang akan meningkat pada saat curah hujan tinggi (musim hujan) dan terjadi penurunan pada kondisi curah hujan rendah(musim kemarau), dimana penetapan kadar air dari sampel relative tertinggi pada daerah dengan curah hujan tinggi namun kadar sari larut dari
Skrining fitokimia yang dilakukan terhadap ekstrak etanol daun Dandang gendis bertujuan untuk mengetahui jenis golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak. Hasil pengamatan pada skrining tabung menunjukkan bahwa ekstrak dari ketiga daerah memiliki senyawa metabolit yang
l, terlihat pada warna larutan yang berubah menjadi hijau kehitaman, hal ini terjadi akibat gugus O pada polifenol bereaksi
pada pereaksi FeCl3. Pada uji flavonoid, didapati hasil positif pada pereaksi
, yaitu larutan berwarna kekuningan. Pada uji saponin terdapat hasil positif pada daerah Blitar saja. Pada uji alkaloid didapatkan hasil positif untuk ketiga daerah, namun hal ini hanya terjadi pada pereaksi Dragendorff saja, sedangkan pada pereaksi Mayer didapatkan hasil negatif. Hal
i mungkin terjadi karena alkaloid yang dikandung merupakan jenis alkaloid non-heterosiklik, yang kebanyakan tidak bereaksi dengan beberapa pereaksi pengendap. Hasil yang didapatkan pada skrining tabung ini hanya digunakan sebagai informasi pendahuluan dan tidak dapat dipercaya mutlak sebagai patokan dikarenakan metode skrining tabung memiliki kelemahan yaitu membutuhkan jumlah zat
bolit sekunder dapat terdeteksi
Pengujian identifikasi profil kromatografilapis tipis dilakukan terhadap ekstrak etanol daun
endis dengan melakukan percobaan menggunakan berbagai macam fase gerak. Tujuannya adalah untuk mencari fase gerak dengan keterpisahan terbaik, sehingga dapat memberikan gambaran awal komposisi
ndungan kimia berdasarkan pola kromatogram yang dihasilkan dari eluasi beberapa fase gerak. Pemilihan fase gerak didasarkan pada polaritas. Fase gerak yang digunakan etil asetat : asam format : asam asetat : air (100:11:11:7), butanol :
heksan : etil asetat (70:30), dan toluen : kloroform : etil asetat (4:4:1). Larutan sampel dengan konsentrasi 10% ditotolkan sebanyak 10 µl, pengamatan hasil KLT dilakukan baik secara visual maupun lampu UV 254 nm dan UV 366 nm. Dari hasil eluasi
, fase gerak yang memunculkan paling banyak noda dan keterpisahannya baik adalah
heksan:etil asetat (7:3), sehingga fase adalah n-heksan-etil
asetat (7:3). Pada beberapa fase gerak terjadi rjadi karena ketidakesuaian
polaritas larutan pengembang dengan metabolit sekunder yang terkandung dalam tanaman. Perbedaan profil kromatogram dari tiap daerah
65
61
menunjukkan bahwa terdapathubungan antara hasil rimpang dengan curah hujan, dimana bobot kering rimpang akan meningkat pada saat curah hujan tinggi (musim hujan) dan terjadi penurunan pada kondisi curah hujan rendah (musim kemarau), dimana penetapan kadar air dari sampel relative tertinggi pada daerah dengan curah hujan tinggi namun kadar sari larut dari
erhadap ekstrak etanol daun Dandang gendis bertujuan untuk mengetahui jenis golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak. Hasil pengamatan pada skrining tabung menunjukkan bahwa ekstrak dari ketiga daerah memiliki senyawa metabolit yang
l, terlihat pada warna larutan yang berubah menjadi hijau kehitaman, hal ini terjadi akibat gugus O pada polifenol bereaksi
. Pada uji flavonoid, didapati hasil positif pada pereaksi
gan. Pada uji saponin terdapat hasil positif pada daerah Blitar saja. Pada uji alkaloid didapatkan hasil positif untuk ketiga daerah, namun hal ini hanya terjadi pada pereaksi Dragendorff saja, sedangkan pada pereaksi Mayer didapatkan hasil negatif. Hal
i mungkin terjadi karena alkaloid yang -
heterosiklik, yang kebanyakan tidak bereaksi dengan beberapa pereaksi pengendap. Hasil yang didapatkan pada skrining tabung ini hanya digunakan sebagai informasi pendahuluan dan tidak dapat dipercaya mutlak sebagai patokan dikarenakan metode skrining tabung memiliki kelemahan yaitu membutuhkan jumlah zat
bolit sekunder dapat terdeteksi
Pengujian identifikasi profil kromatografi tanol daun
endis dengan melakukan percobaan menggunakan berbagai macam fase gerak. Tujuannya adalah untuk mencari fase gerak dengan keterpisahan terbaik, sehingga dapat memberikan gambaran awal komposisi
ndungan kimia berdasarkan pola kromatogram yang dihasilkan dari eluasi beberapa fase gerak. Pemilihan fase gerak didasarkan pada polaritas. Fase gerak yang digunakan etil asetat : asam format : asam asetat : air (100:11:11:7), butanol :
heksan : etil asetat (70:30), dan toluen : kloroform : etil asetat (4:4:1). Larutan sampel dengan konsentrasi 10% ditotolkan sebanyak 10 µl, pengamatan hasil KLT dilakukan baik secara visual maupun lampu UV 254 nm dan UV 366 nm. Dari hasil eluasi
, fase gerak yang memunculkan paling banyak noda dan keterpisahannya baik adalah
heksan:etil asetat (7:3), sehingga fase etil
asetat (7:3). Pada beberapa fase gerak terjadi rjadi karena ketidakesuaian
polaritas larutan pengembang dengan metabolit sekunder yang terkandung dalam tanaman. Perbedaan profil kromatogram dari tiap daerah
Standarisasi Spesifik dan Non Spesifik dari Ekstrak Etanol Dau
JOURNAL OF PHARMACE
disebabkan karena perbedaan lokasi tumbuh. Lokasi tumbuh dapat dipengaruhi oleh suhu, iklim, curah hujan dan ketinggian sehingga dapat mempengaruhi komposisi kandungan kimia dari tiap daerah. Nilai Rf yang berbeda
Gambar 4.
Keterangan: Ekstrak etanol daun Dandang gendis dari menggunakan penampak bercak Vanillin Sulfat pada pengamatan visual (1), UV 254 nm (2), dan 366 nm (3)
Penetapan profil menggunakan spektro
fotometri UV bgambaran awal kandungan metabolit dalam ekstrak yang diinterpretasikan melalui bentuk spektrum, dan absorbansinya. Hasil analisis spektrum serapan menunjukkan bentuk yang mirip satu sama lain, hal ini menunjukkan kandungan metabolseragam. Namun di sisi lain, absorbansi spektrum yang diberikan oleh masingberbeda, menunjukkan kadar kuantitametabolit sekunder masingberbeda satu sama lain
Penetapan alkaloid dari ekstrak daun Dandang gendis dilakukan dengan metode kolorimetri. Penentuan kadar fenol ekstrak etanol daun Dandang gendis dilakukan dengan menggunakan pereaksi Ciocalteau digunakan perhitungan didapatkan nilai korelasi dengan harga r hitung (0,9779). Kadar fenol ekstrak etanol daun Dandang gendis dapat dihitung berdasarkan nilai absorbansi sampel dimasukkan dalam persamaan baku standar y=0,0052x+0,0754 maka didapatkan kadar untuk Blitar 0,2986%,untuk Batu 0,1579%, dan untuk Pasuruan 0,2120%, sehingga ditarik kesimpulan kadar total fenol pada ekstrak etanol daun
Standarisasi Spesifik dan Non Spesifik dari Ekstrak Etanol Dau
JOURNAL OF PHARMACEY SCIENCE AN
disebabkan karena perbedaan lokasi tumbuh. Lokasi tumbuh dapat dipengaruhi oleh suhu,
ah hujan dan ketinggian sehingga dapat mempengaruhi komposisi kandungan kimia dari tiap daerah. Nilai Rf yang berbeda
Gambar 4. Hasil KLT ekstrak daun Dandang gendis dengan fase gerak
Keterangan: Ekstrak etanol daun Dandang gendis dari menggunakan penampak bercak Vanillin Sulfat pada pengamatan visual (1), UV 254 nm (2), dan 366 nm (3)
Penetapan profil menggunakan spektrofotometri UV bertujuan untuk mengetahui gambaran awal kandungan metabolit dalam ekstrak yang diinterpretasikan melalui bentuk spektrum, dan absorbansinya. Hasil analisis spektrum serapan menunjukkan bentuk yang mirip satu sama lain, hal ini menunjukkan kandungan metabolit sekunder yang hampir seragam. Namun di sisi lain, absorbansi spektrum
diberikan oleh masing, menunjukkan kadar kuantita
metabolit sekunder masingberbeda satu sama lain (Gambar 5)
Penetapan kadar flavonoid, fenol dan alkaloid dari ekstrak daun Dandang gendis dilakukan dengan metode kolorimetri. Penentuan kadar fenol ekstrak etanol daun Dandang gendis dilakukan dengan menggunakan pereaksi
dan Na2CO adalah Asam Gallat, dari hasil
perhitungan didapatkan nilai korelasi dengan harga r hitung (0,9779). Kadar fenol ekstrak etanol daun Dandang gendis dapat dihitung berdasarkan nilai absorbansi sampel dimasukkan dalam persamaan baku standar y=0,0052x+
4 maka didapatkan kadar untuk Blitar 0,2986%,untuk Batu 0,1579%, dan untuk Pasuruan 0,2120%, sehingga ditarik kesimpulan kadar total fenol pada ekstrak etanol daun
Standarisasi Spesifik dan Non Spesifik dari Ekstrak Etanol Dau
SCIENCE AND PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER 2
disebabkan karena perbedaan lokasi tumbuh. Lokasi tumbuh dapat dipengaruhi oleh suhu,
ah hujan dan ketinggian sehingga dapat mempengaruhi komposisi kandungan kimia dari tiap daerah. Nilai Rf yang berbeda
Hasil KLT ekstrak daun Dandang gendis dengan fase gerak menggunakan penampak bercak Vanillin Sulfat.
Keterangan: Ekstrak etanol daun Dandang gendis dari menggunakan penampak bercak Vanillin Sulfat pada pengamatan visual (1), UV 254 nm (2), dan 366 nm (3)
Penetapan profil menggunakan spektroertujuan untuk mengetahui
gambaran awal kandungan metabolit dalam ekstrak yang diinterpretasikan melalui bentuk spektrum, dan absorbansinya. Hasil analisis spektrum serapan menunjukkan bentuk yang mirip satu sama lain, hal ini menunjukkan
it sekunder yang hampir seragam. Namun di sisi lain, absorbansi spektrum
diberikan oleh masing-masing daerah , menunjukkan kadar kuantita
metabolit sekunder masing-masing daerah akan (Gambar 5).
kadar flavonoid, fenol dan alkaloid dari ekstrak daun Dandang gendis dilakukan dengan metode kolorimetri. Penentuan kadar fenol ekstrak etanol daun Dandang gendis dilakukan dengan menggunakan pereaksi
CO3. Pembanding yang adalah Asam Gallat, dari hasil
perhitungan didapatkan nilai korelasi dengan harga r hitung (0,9779). Kadar fenol ekstrak etanol daun Dandang gendis dapat dihitung berdasarkan nilai absorbansi sampel dimasukkan dalam persamaan baku standar y=0,0052x+
4 maka didapatkan kadar untuk Blitar 0,2986%,untuk Batu 0,1579%, dan untuk Pasuruan 0,2120%, sehingga ditarik kesimpulan kadar total fenol pada ekstrak etanol daun
Standarisasi Spesifik dan Non Spesifik dari Ekstrak Etanol Daun dandang Gendis (
D PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER 2
disebabkan karena perbedaan lokasi tumbuh. Lokasi tumbuh dapat dipengaruhi oleh suhu,
ah hujan dan ketinggian sehingga dapat mempengaruhi komposisi kandungan kimia dari tiap daerah. Nilai Rf yang berbeda-beda tergan
Hasil KLT ekstrak daun Dandang gendis dengan fase gerak menggunakan penampak bercak Vanillin Sulfat.
Keterangan: Ekstrak etanol daun Dandang gendis dari daerah Blitar (a), Batu (b), Pasuruan (c), pengamatan setelah disemprot menggunakan penampak bercak Vanillin Sulfat pada pengamatan visual (1), UV 254 nm (2), dan 366 nm (3)
Penetapan profil menggunakan spektroertujuan untuk mengetahui
gambaran awal kandungan metabolit dalam ekstrak yang diinterpretasikan melalui bentuk spektrum, dan absorbansinya. Hasil analisis spektrum serapan menunjukkan bentuk yang mirip satu sama lain, hal ini menunjukkan
it sekunder yang hampir seragam. Namun di sisi lain, absorbansi spektrum
masing daerah sedikit , menunjukkan kadar kuantitatif dari
masing daerah akan
kadar flavonoid, fenol dan alkaloid dari ekstrak daun Dandang gendis dilakukan dengan metode kolorimetri. Penentuan kadar fenol ekstrak etanol daun Dandang gendis dilakukan dengan menggunakan pereaksi Follin
. Pembanding yang adalah Asam Gallat, dari hasil
perhitungan didapatkan nilai korelasi dengan harga r hitung (0,9779). Kadar fenol ekstrak etanol daun Dandang gendis dapat dihitung berdasarkan nilai absorbansi sampel dimasukkan dalam persamaan baku standar y=0,0052x+
4 maka didapatkan kadar untuk Blitar 0,2986%,untuk Batu 0,1579%, dan untuk Pasuruan 0,2120%, sehingga ditarik kesimpulan kadar total fenol pada ekstrak etanol daun
n dandang Gendis (Clinacanthus nutans
D PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER 2 I OKTOBER 2019
disebabkan karena perbedaan lokasi tumbuh. Lokasi tumbuh dapat dipengaruhi oleh suhu,
ah hujan dan ketinggian sehingga dapat mempengaruhi komposisi kandungan kimia dari
beda tergan-
tung pada nodanoda yang tampak pada KLT memiliki jarak masingjarak noda yang lain.
Hasil KLT ekstrak daun Dandang gendis dengan fase gerak menggunakan penampak bercak Vanillin Sulfat.
daerah Blitar (a), Batu (b), Pasuruan (c), pengamatan setelah disemprot menggunakan penampak bercak Vanillin Sulfat pada pengamatan visual (1), UV 254 nm (2), dan 366 nm (3)
Penetapan profil menggunakan spektro-ertujuan untuk mengetahui
gambaran awal kandungan metabolit dalam ekstrak yang diinterpretasikan melalui bentuk spektrum, dan absorbansinya. Hasil analisis spektrum serapan menunjukkan bentuk yang mirip satu sama lain, hal ini menunjukkan
it sekunder yang hampir seragam. Namun di sisi lain, absorbansi spektrum
sedikit if dari
masing daerah akan
kadar flavonoid, fenol dan alkaloid dari ekstrak daun Dandang gendis dilakukan dengan metode kolorimetri. Penentuan kadar fenol ekstrak etanol daun Dandang gendis
Follin . Pembanding yang
adalah Asam Gallat, dari hasil perhitungan didapatkan nilai korelasi dengan harga r hitung (0,9779). Kadar fenol ekstrak etanol daun Dandang gendis dapat dihitung berdasarkan nilai absorbansi sampel dimasukkan dalam persamaan baku standar y=0,0052x+
4 maka didapatkan kadar untuk Blitar 0,2986%,untuk Batu 0,1579%, dan untuk Pasuruan 0,2120%, sehingga ditarik kesimpulan kadar total fenol pada ekstrak etanol daun
Dandang gendis adalah >0,1%. Kadar fenol terbesar ada pada daerah Blitar, hal ini sesuai denmemiliki intensitas kuat pada gugus OH dan C=C serta hasil kromatografi lapis tipis dengan penyemprotan penampak bercak FeClmenunjukkan intensitas warna hitam yang kuat pada daerah Blitar dibanding kedua daelainnya. Penetapan kadar flavonoid menggunakan metode kolorimetri dengan AlCldigunakan adalah kuersetin. Nilai absorbansi yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam persamaan baku standar kuersetin y=0,0100x0,0023 dengan harga r hitung kadar flavonoid sebesar 0,1144% untuk daerah Blitar 0,1326% untuk daerah Batu, dan 0,1425% untuk daerah Pasuruan, sehingga kadar flavonoid pada ekstrak daun Dandang gendis didapatkan nilai >0,1%. Pada pengamatan ini didapatkan hasil kadar flPasuruan. Pernyataan ini didukung dengan hasil spektrum infrared yang mengarah pada gugus CO, dimana daerah Pasuruan memiliki intensitas yang paling kuat serta hasil kromatografi lapis tipis dengan penyemprotan penampak bercakAlClkuat pada daerah Pasuruan dibanding kedua daerah lainnya. Penentuan kadar alkaloid ekstrak daun Dandang gendis dilakukan dengan pereaksi
Clinacanthus nutans)
OKTOBER 2019
tung pada nodanoda yang tampak pada KLT memiliki jarak masing-masing yang tidak akan sama dengajarak noda yang lain.
Hasil KLT ekstrak daun Dandang gendis dengan fase gerak menggunakan penampak bercak Vanillin Sulfat.
daerah Blitar (a), Batu (b), Pasuruan (c), pengamatan setelah disemprot menggunakan penampak bercak Vanillin Sulfat pada pengamatan visual (1), UV 254 nm (2), dan 366 nm (3)
Dandang gendis adalah >0,1%. Kadar fenol terbesar ada pada daerah Blitar, hal ini sesuai dengan hasil spektrum infrared daerah Blitar yang memiliki intensitas kuat pada gugus OH dan C=C serta hasil kromatografi lapis tipis dengan penyemprotan penampak bercak FeClmenunjukkan intensitas warna hitam yang kuat pada daerah Blitar dibanding kedua daelainnya. Penetapan kadar flavonoid menggunakan metode kolorimetri dengan AlCldigunakan adalah kuersetin. Nilai absorbansi yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam persamaan baku standar kuersetin y=0,0100x0,0023 dengan harga r hitung kadar flavonoid sebesar 0,1144% untuk daerah Blitar 0,1326% untuk daerah Batu, dan 0,1425% untuk daerah Pasuruan, sehingga kadar flavonoid pada ekstrak daun Dandang gendis didapatkan nilai >0,1%. Pada pengamatan ini didapatkan hasil kadar flPasuruan. Pernyataan ini didukung dengan hasil spektrum infrared yang mengarah pada gugus CO, dimana daerah Pasuruan memiliki intensitas yang paling kuat serta hasil kromatografi lapis tipis dengan penyemprotan penampak bercakAlCl3 menunjukkan intensitas warna kuning yang kuat pada daerah Pasuruan dibanding kedua daerah lainnya. Penentuan kadar alkaloid ekstrak daun Dandang gendis dilakukan dengan pereaksi
tung pada noda-noda yang tampak, karena nodanoda yang tampak pada KLT memiliki jarak
masing yang tidak akan sama dengajarak noda yang lain.
Hasil KLT ekstrak daun Dandang gendis dengan fase gerak n-heksan : etil asetat (7:3) menggunakan penampak bercak Vanillin Sulfat.
daerah Blitar (a), Batu (b), Pasuruan (c), pengamatan setelah disemprot menggunakan penampak bercak Vanillin Sulfat pada pengamatan visual (1), UV 254 nm (2), dan 366 nm (3)
Dandang gendis adalah >0,1%. Kadar fenol terbesar ada pada daerah Blitar, hal ini sesuai
gan hasil spektrum infrared daerah Blitar yang memiliki intensitas kuat pada gugus OH dan C=C serta hasil kromatografi lapis tipis dengan penyemprotan penampak bercak FeClmenunjukkan intensitas warna hitam yang kuat pada daerah Blitar dibanding kedua daelainnya. Penetapan kadar flavonoid menggunakan metode kolorimetri dengan AlCldigunakan adalah kuersetin. Nilai absorbansi yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam persamaan baku standar kuersetin y=0,0100x0,0023 dengan harga r hitung kadar flavonoid sebesar 0,1144% untuk daerah Blitar 0,1326% untuk daerah Batu, dan 0,1425% untuk daerah Pasuruan, sehingga kadar flavonoid pada ekstrak daun Dandang gendis didapatkan nilai >0,1%. Pada pengamatan ini didapatkan hasil kadar flavonoid terbesar pada daerah Pasuruan. Pernyataan ini didukung dengan hasil spektrum infrared yang mengarah pada gugus CO, dimana daerah Pasuruan memiliki intensitas yang paling kuat serta hasil kromatografi lapis tipis dengan penyemprotan penampak bercak
menunjukkan intensitas warna kuning yang kuat pada daerah Pasuruan dibanding kedua daerah lainnya. Penentuan kadar alkaloid ekstrak daun Dandang gendis dilakukan dengan pereaksi
noda yang tampak, karena nodanoda yang tampak pada KLT memiliki jarak
masing yang tidak akan sama denga
heksan : etil asetat (7:3)
daerah Blitar (a), Batu (b), Pasuruan (c), pengamatan setelah disemprot menggunakan penampak bercak Vanillin Sulfat pada pengamatan visual (1), UV 254 nm (2), dan 366 nm (3).
Dandang gendis adalah >0,1%. Kadar fenol terbesar ada pada daerah Blitar, hal ini sesuai
gan hasil spektrum infrared daerah Blitar yang memiliki intensitas kuat pada gugus OH dan C=C serta hasil kromatografi lapis tipis dengan penyemprotan penampak bercak FeClmenunjukkan intensitas warna hitam yang kuat pada daerah Blitar dibanding kedua daelainnya. Penetapan kadar flavonoid menggunakan metode kolorimetri dengan AlCl3. Baku yang digunakan adalah kuersetin. Nilai absorbansi yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam persamaan baku standar kuersetin y=0,0100x0,0023 dengan harga r hitung 0,9939 didapat kadar flavonoid sebesar 0,1144% untuk daerah Blitar 0,1326% untuk daerah Batu, dan 0,1425% untuk daerah Pasuruan, sehingga kadar flavonoid pada ekstrak daun Dandang gendis didapatkan nilai >0,1%. Pada pengamatan ini didapatkan
avonoid terbesar pada daerah Pasuruan. Pernyataan ini didukung dengan hasil spektrum infrared yang mengarah pada gugus CO, dimana daerah Pasuruan memiliki intensitas yang paling kuat serta hasil kromatografi lapis tipis dengan penyemprotan penampak bercak
menunjukkan intensitas warna kuning yang kuat pada daerah Pasuruan dibanding kedua daerah lainnya. Penentuan kadar alkaloid ekstrak daun Dandang gendis dilakukan dengan pereaksi
62
noda yang tampak, karena noda-noda yang tampak pada KLT memiliki jarak
masing yang tidak akan sama dengan
heksan : etil asetat (7:3)
daerah Blitar (a), Batu (b), Pasuruan (c), pengamatan setelah disemprot
Dandang gendis adalah >0,1%. Kadar fenol terbesar ada pada daerah Blitar, hal ini sesuai
gan hasil spektrum infrared daerah Blitar yang memiliki intensitas kuat pada gugus OH dan C=C serta hasil kromatografi lapis tipis dengan penyemprotan penampak bercak FeCl3
menunjukkan intensitas warna hitam yang kuat pada daerah Blitar dibanding kedua daerah lainnya. Penetapan kadar flavonoid menggunakan
. Baku yang digunakan adalah kuersetin. Nilai absorbansi yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam persamaan baku standar kuersetin y=0,0100x +
0,9939 didapat kadar flavonoid sebesar 0,1144% untuk daerah Blitar 0,1326% untuk daerah Batu, dan 0,1425% untuk daerah Pasuruan, sehingga kadar flavonoid pada ekstrak daun Dandang gendis didapatkan nilai >0,1%. Pada pengamatan ini didapatkan
avonoid terbesar pada daerah Pasuruan. Pernyataan ini didukung dengan hasil spektrum infrared yang mengarah pada gugus C-O, dimana daerah Pasuruan memiliki intensitas yang paling kuat serta hasil kromatografi lapis tipis dengan penyemprotan penampak bercak
menunjukkan intensitas warna kuning yang kuat pada daerah Pasuruan dibanding kedua daerah lainnya. Penentuan kadar alkaloid ekstrak daun Dandang gendis dilakukan dengan pereaksi
62
-noda yang tampak pada KLT memiliki jarak
n
daerah Blitar (a), Batu (b), Pasuruan (c), pengamatan setelah disemprot
Dandang gendis adalah >0,1%. Kadar fenol terbesar ada pada daerah Blitar, hal ini sesuai
gan hasil spektrum infrared daerah Blitar yang memiliki intensitas kuat pada gugus OH dan C=C serta hasil kromatografi lapis tipis dengan
3 menunjukkan intensitas warna hitam yang kuat
rah lainnya. Penetapan kadar flavonoid menggunakan
. Baku yang digunakan adalah kuersetin. Nilai absorbansi yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam
+ 0,9939 didapat
kadar flavonoid sebesar 0,1144% untuk daerah Blitar 0,1326% untuk daerah Batu, dan 0,1425% untuk daerah Pasuruan, sehingga kadar flavonoid pada ekstrak daun Dandang gendis didapatkan nilai >0,1%. Pada pengamatan ini didapatkan
avonoid terbesar pada daerah Pasuruan. Pernyataan ini didukung dengan hasil
-O, dimana daerah Pasuruan memiliki intensitas yang paling kuat serta hasil kromatografi lapis tipis dengan penyemprotan penampak bercak
menunjukkan intensitas warna kuning yang kuat pada daerah Pasuruan dibanding kedua daerah lainnya. Penentuan kadar alkaloid ekstrak daun Dandang gendis dilakukan dengan pereaksi
JOURNAL OF PHARMACE
Bromocresol greenadalah kafein dan didapatkdengan harga r hitung (0,9860). Kadar alkaloid ekstrak daun Dandang gendis dapat dihitung berdasarkan nilai absorbansi sampel dimasukkan dalam persamaan baku standar y=0,0076x+0,0187 maka didapatkan kadar untuk Blitar 0,0667%, Batu 0,0350,0649%. Kadar alkaloid total pada ekstrak daun Dandang gendis disimpulkan >0,03%. Hasil penetapan kadar alkaloid didapatkan hasil terbesar pada daerah Pasuruan. Hal ini didukung dengan hasil spektrum infrared yang mengarah pada gugusintensitasnya didominasi oleh ekstrak dari Pasuruan serta hasil kromatografi lapis tipis dengan penyemprotan penampak bercak Dragendorf menunjukkan intensitas warna orange yang kuat pada daerah Pasuruan dibanding kedua daerah lainnya.
Gambar 5.Spektrofotometri UV
Spektrofotometer infrared merupakan alat untuk mengukur serapan radiasi infra merah pada berbagai bilangan gelombang. Pengamatan menggunakan spektrofotometer infra merah bertujuan untuk menetapkan profil spektrum dari daun Dandang gendis dan membandingkan hasil spektrum daun Dandang gendis yang berasal dari tiga daerah berbeda tersebut. Hasil analisis spektrum infra merahdaun Dandang gendis dari ketiga daemenunjukkan spektrum yang sama. spektrum infra red dapat dilihat pada tabel.spektrum ketiganya dibandingkan dan menunjukkan adanya perbedaan kekuatan intensitas pita absorbansinya. Berdasarkan hasil analisis spektrum infrared dari ketiga dmenunjukkan adanya gugus C(Alkaloid), C(Fenol), C-O, C
Standarisasi non spesifik meliputi kadar air, kadar abu total, kadar abu larut air, kadar abu tidak larut asam, bobot jenis dan pH. Penetapan kadar air dilakukan untuk menetapkan residu setelah proses pengentalan. Dalam penelitian ini metode penetapan kadametode gravimetri. Hasil penetapan kadar air ekstrak etanol daun Dandang gendis adalah 14,006% untuk daerah Blitar, 15,621% untuk daerah Batu dan 13,825% untuk daerah Pasuruan. Berdasarkan hasil yang didapat kadar air ekstrak
JOURNAL OF PHARMACEY SCIENCE AN
Bromocresol green. Pembanding yang digunakan adalah kafein dan didapatkdengan harga r hitung (0,9860). Kadar alkaloid ekstrak daun Dandang gendis dapat dihitung berdasarkan nilai absorbansi sampel dimasukkan dalam persamaan baku standar y=0,0076x+0,0187 maka didapatkan kadar untuk Blitar 0,0667%, Batu 0,0350% dan untuk Pasuruan 0,0649%. Kadar alkaloid total pada ekstrak daun Dandang gendis disimpulkan >0,03%. Hasil penetapan kadar alkaloid didapatkan hasil terbesar pada daerah Pasuruan. Hal ini didukung dengan hasil spektrum infrared yang mengarah pada gugus C-N dan Cintensitasnya didominasi oleh ekstrak dari Pasuruan serta hasil kromatografi lapis tipis dengan penyemprotan penampak bercak Dragendorf menunjukkan intensitas warna orange yang kuat pada daerah Pasuruan dibanding kedua
ainnya.
Gambar 5. Profil spektrum menggunakan Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometer infrared merupakan alat untuk mengukur serapan radiasi infra merah pada berbagai bilangan gelombang. Pengamatan menggunakan spektrofotometer infra merah
untuk menetapkan profil spektrum dari daun Dandang gendis dan membandingkan hasil spektrum daun Dandang gendis yang berasal dari tiga daerah berbeda tersebut. Hasil analisis spektrum infra merah (Gambar 6daun Dandang gendis dari ketiga daemenunjukkan spektrum yang sama. spektrum infra red dapat dilihat pada tabel.spektrum ketiganya dibandingkan dan menunjukkan adanya perbedaan kekuatan intensitas pita absorbansinya. Berdasarkan hasil analisis spektrum infrared dari ketiga dmenunjukkan adanya gugus C(Alkaloid), C-O, C=C, C
O, C-H (Steroid).Standarisasi non spesifik meliputi kadar air,
kadar abu total, kadar abu larut air, kadar abu tidak larut asam, bobot jenis dan pH. Penetapan kadar air dilakukan untuk menetapkan residu setelah proses pengentalan. Dalam penelitian ini metode penetapan kadametode gravimetri. Hasil penetapan kadar air ekstrak etanol daun Dandang gendis adalah 14,006% untuk daerah Blitar, 15,621% untuk daerah Batu dan 13,825% untuk daerah Pasuruan. Berdasarkan hasil yang didapat kadar air ekstrak
SCIENCE AND PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER
. Pembanding yang digunakan adalah kafein dan didapatkan nilai korelasi dengan harga r hitung (0,9860). Kadar alkaloid ekstrak daun Dandang gendis dapat dihitung berdasarkan nilai absorbansi sampel dimasukkan dalam persamaan baku standar y=0,0076x+0,0187 maka didapatkan kadar untuk Blitar
0% dan untuk Pasuruan 0,0649%. Kadar alkaloid total pada ekstrak daun Dandang gendis disimpulkan >0,03%. Hasil penetapan kadar alkaloid didapatkan hasil terbesar pada daerah Pasuruan. Hal ini didukung dengan hasil spektrum infrared yang mengarah
N dan C-H (alifatis) yang intensitasnya didominasi oleh ekstrak dari Pasuruan serta hasil kromatografi lapis tipis dengan penyemprotan penampak bercak Dragendorf menunjukkan intensitas warna orange yang kuat pada daerah Pasuruan dibanding kedua
Profil spektrum menggunakan Vis
Spektrofotometer infrared merupakan alat untuk mengukur serapan radiasi infra merah pada berbagai bilangan gelombang. Pengamatan menggunakan spektrofotometer infra merah
untuk menetapkan profil spektrum dari daun Dandang gendis dan membandingkan hasil spektrum daun Dandang gendis yang berasal dari tiga daerah berbeda tersebut. Hasil analisis
(Gambar 6) daun Dandang gendis dari ketiga daemenunjukkan spektrum yang sama. spektrum infra red dapat dilihat pada tabel.spektrum ketiganya dibandingkan dan menunjukkan adanya perbedaan kekuatan intensitas pita absorbansinya. Berdasarkan hasil analisis spektrum infrared dari ketiga dmenunjukkan adanya gugus C-N, C=C, C
O, C=C, C-H (Flavonoid), OH (Steroid).
Standarisasi non spesifik meliputi kadar air, kadar abu total, kadar abu larut air, kadar abu tidak larut asam, bobot jenis dan pH. Penetapan kadar air dilakukan untuk menetapkan residu setelah proses pengentalan. Dalam penelitian ini metode penetapan kadar air menggunakan metode gravimetri. Hasil penetapan kadar air ekstrak etanol daun Dandang gendis adalah 14,006% untuk daerah Blitar, 15,621% untuk daerah Batu dan 13,825% untuk daerah Pasuruan. Berdasarkan hasil yang didapat kadar air ekstrak
D PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER
. Pembanding yang digunakan an nilai korelasi
dengan harga r hitung (0,9860). Kadar alkaloid ekstrak daun Dandang gendis dapat dihitung berdasarkan nilai absorbansi sampel dimasukkan dalam persamaan baku standar y=0,0076x+0,0187 maka didapatkan kadar untuk Blitar
0% dan untuk Pasuruan 0,0649%. Kadar alkaloid total pada ekstrak daun Dandang gendis disimpulkan >0,03%. Hasil penetapan kadar alkaloid didapatkan hasil terbesar pada daerah Pasuruan. Hal ini didukung dengan hasil spektrum infrared yang mengarah
H (alifatis) yang intensitasnya didominasi oleh ekstrak dari Pasuruan serta hasil kromatografi lapis tipis dengan penyemprotan penampak bercak Dragendorf menunjukkan intensitas warna orange yang kuat pada daerah Pasuruan dibanding kedua
Profil spektrum menggunakan
Spektrofotometer infrared merupakan alat untuk mengukur serapan radiasi infra merah pada berbagai bilangan gelombang. Pengamatan menggunakan spektrofotometer infra merah
untuk menetapkan profil spektrum dari daun Dandang gendis dan membandingkan hasil spektrum daun Dandang gendis yang berasal dari tiga daerah berbeda tersebut. Hasil analisis
ekstrak etanol daun Dandang gendis dari ketiga daerah menunjukkan spektrum yang sama. Hasil spektrum infra red dapat dilihat pada tabel. Hasil spektrum ketiganya dibandingkan dan menunjukkan adanya perbedaan kekuatan intensitas pita absorbansinya. Berdasarkan hasil analisis spektrum infrared dari ketiga daerah
N, C=C, C-H (Flavonoid), O-H, C=C
Standarisasi non spesifik meliputi kadar air, kadar abu total, kadar abu larut air, kadar abu tidak larut asam, bobot jenis dan pH. Penetapan kadar air dilakukan untuk menetapkan residu setelah proses pengentalan. Dalam penelitian ini
r air menggunakan metode gravimetri. Hasil penetapan kadar air ekstrak etanol daun Dandang gendis adalah 14,006% untuk daerah Blitar, 15,621% untuk daerah Batu dan 13,825% untuk daerah Pasuruan. Berdasarkan hasil yang didapat kadar air ekstrak
D PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER 2 I OKTOBER 2019
. Pembanding yang digunakan an nilai korelasi
dengan harga r hitung (0,9860). Kadar alkaloid ekstrak daun Dandang gendis dapat dihitung berdasarkan nilai absorbansi sampel dimasukkan dalam persamaan baku standar y=0,0076x+ 0,0187 maka didapatkan kadar untuk Blitar
0% dan untuk Pasuruan 0,0649%. Kadar alkaloid total pada ekstrak daun Dandang gendis disimpulkan >0,03%. Hasil penetapan kadar alkaloid didapatkan hasil terbesar pada daerah Pasuruan. Hal ini didukung dengan hasil spektrum infrared yang mengarah
H (alifatis) yang intensitasnya didominasi oleh ekstrak dari Pasuruan serta hasil kromatografi lapis tipis dengan penyemprotan penampak bercak Dragendorf menunjukkan intensitas warna orange yang kuat pada daerah Pasuruan dibanding kedua
Profil spektrum menggunakan
Spektrofotometer infrared merupakan alat untuk mengukur serapan radiasi infra merah pada berbagai bilangan gelombang. Pengamatan menggunakan spektrofotometer infra merah
untuk menetapkan profil spektrum dari daun Dandang gendis dan membandingkan hasil spektrum daun Dandang gendis yang berasal dari tiga daerah berbeda tersebut. Hasil analisis
ekstrak etanol rah
Hasil Hasil
spektrum ketiganya dibandingkan dan menunjukkan adanya perbedaan kekuatan intensitas pita absorbansinya. Berdasarkan hasil
aerah -H
H, C=C
Standarisasi non spesifik meliputi kadar air, kadar abu total, kadar abu larut air, kadar abu tidak larut asam, bobot jenis dan pH. Penetapan kadar air dilakukan untuk menetapkan residu setelah proses pengentalan. Dalam penelitian ini
r air menggunakan metode gravimetri. Hasil penetapan kadar air ekstrak etanol daun Dandang gendis adalah 14,006% untuk daerah Blitar, 15,621% untuk daerah Batu dan 13,825% untuk daerah Pasuruan. Berdasarkan hasil yang didapat kadar air ekstrak
etanol daun <16%. Hasil kadar air yang didapatkan relative besar, bila dibandingkan dengan persyaratan dari kadar air secara umum (< 10%). Hasil yang didapat ini dikarenakan metode yang digunakan adalah metode thermogravimetri, dimana mini tidak bisa menggambarkan kondisi kadar air yang sebenarnya terlebih jika sampel banyak mengandung minyak atsiri. Beradasarkan pada hasil penelitian Cheong, Ho dengan menggunakan kromatografi gas spektrofotometri massa menunjukkaDandang gendis memiliki triterpenoid dan fitosterol dengan jenis yang beragam.
dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap, sehingga hamineral dan anorganik. Parameter ini bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (DitjenPOM RI, 2000). Kadar abu total pada ekstrak Dandang genddiperoleh dengan cara maserasi mengandung mineral dengan kadar tertentu. Hasil standarisasi kadar abu total ekstrak etanol daun Dandang gendis 9,951% untuk daerah Blitar, 6,396% untuk daerah Batu, dan 10,116% untuksehingga dapat dinyatakan untuk penetapan kadar abu total ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu <11%. Pengamatan dilanjutkan dengan penetapan kadar abu tidak larut asam dan kadar abu larut air. Kadar abu tidak larut asam menunjukkan jupasir atau tanah. Hasil standarisasi kadar abu tidak larut asam ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu 1,024% untuk daerah Blitar, 0,695% untuk daerah Batu dan 0,967% untuk daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan unpenetapan kadar abu tidak larut asam ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu <2%. Kadar abu larut air menunjukkan jumlah mineral organik dalam ekstrak tersebut. Hasil standarisasi kadar abu larut air ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu 6,559% untuntuk daerah Batu dan 7,075% untuk daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan untuk penetapan kadar abu larut air ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu <8%. Halmempengaruhi kadar abu adalah suhu (apabila suhu semakin tsemakin cepat), waktu (apabila waktu pengabuan makin lama, maka pengabuan akan semakin sempurna), zat pengoksidasi yang dapat mempercepat proses oksidasi zat organik dalam sampel dan mempercepat pengabuan dan jenis bahan (apabiabu, maka proses nya akan semakin cepat). Kadar abu tidak larut asam tinggi maka dapat diartikan bahwa bahan tersebut memiliki jumlah pengotor (pasir atau tanah) yang tinggi. Bobot jenis didefinisikan sebagai perbandingan keOKTOBER 2019
etanol daun <16%. Hasil kadar air yang didapatkan relative besar, bila dibandingkan dengan persyaratan dari kadar air secara umum (< 10%). Hasil yang didapat ini dikarenakan metode yang digunakan adalah metode thermogravimetri, dimana mini tidak bisa menggambarkan kondisi kadar air yang sebenarnya terlebih jika sampel banyak mengandung minyak atsiri. Beradasarkan pada hasil penelitian Cheong, Ho dengan menggunakan kromatografi gas spektrofotometri massa menunjukkaDandang gendis memiliki triterpenoid dan fitosterol dengan jenis yang beragam.
Kadar abu total merupakan bahan yang
dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap, sehingga hamineral dan anorganik. Parameter ini bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (DitjenPOM RI, 2000). Kadar abu total pada ekstrak Dandang gendis mengindikasi bahwa ekstrak etanol yang diperoleh dengan cara maserasi mengandung mineral dengan kadar tertentu. Hasil standarisasi kadar abu total ekstrak etanol daun Dandang gendis 9,951% untuk daerah Blitar, 6,396% untuk daerah Batu, dan 10,116% untuksehingga dapat dinyatakan untuk penetapan kadar abu total ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu <11%. Pengamatan dilanjutkan dengan penetapan kadar abu tidak larut asam dan kadar abu larut air. Kadar abu tidak larut asam menunjukkan jupasir atau tanah. Hasil standarisasi kadar abu tidak larut asam ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu 1,024% untuk daerah Blitar, 0,695% untuk daerah Batu dan 0,967% untuk daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan unpenetapan kadar abu tidak larut asam ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu <2%. Kadar abu larut air menunjukkan jumlah mineral organik dalam ekstrak tersebut. Hasil standarisasi kadar abu larut air ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu 6,559% untuntuk daerah Batu dan 7,075% untuk daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan untuk penetapan kadar abu larut air ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu <8%. Halmempengaruhi kadar abu adalah suhu (apabila suhu semakin tsemakin cepat), waktu (apabila waktu pengabuan makin lama, maka pengabuan akan semakin sempurna), zat pengoksidasi yang dapat mempercepat proses oksidasi zat organik dalam sampel dan mempercepat pengabuan dan jenis bahan (apabiabu, maka proses nya akan semakin cepat). Kadar abu tidak larut asam tinggi maka dapat diartikan bahwa bahan tersebut memiliki jumlah pengotor (pasir atau tanah) yang tinggi. Bobot jenis didefinisikan sebagai perbandingan ke
J PHARM SCI
etanol daun Dandang gendis dapat dinyatakan <16%. Hasil kadar air yang didapatkan relative besar, bila dibandingkan dengan persyaratan dari kadar air secara umum (< 10%). Hasil yang didapat ini dikarenakan metode yang digunakan adalah metode thermogravimetri, dimana mini tidak bisa menggambarkan kondisi kadar air yang sebenarnya terlebih jika sampel banyak mengandung minyak atsiri. Beradasarkan pada hasil penelitian Cheong, Ho dengan menggunakan kromatografi gas spektrofotometri massa menunjukkaDandang gendis memiliki triterpenoid dan fitosterol dengan jenis yang beragam.
Kadar abu total merupakan bahan yang dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap, sehingga hamineral dan anorganik. Parameter ini bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (DitjenPOM RI, 2000). Kadar abu total pada ekstrak Dandang
is mengindikasi bahwa ekstrak etanol yang diperoleh dengan cara maserasi mengandung mineral dengan kadar tertentu. Hasil standarisasi kadar abu total ekstrak etanol daun Dandang gendis 9,951% untuk daerah Blitar, 6,396% untuk daerah Batu, dan 10,116% untuksehingga dapat dinyatakan untuk penetapan kadar abu total ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu <11%. Pengamatan dilanjutkan dengan penetapan kadar abu tidak larut asam dan kadar abu larut air. Kadar abu tidak larut asam menunjukkan jumlah silikat yang berasal dari dari pasir atau tanah. Hasil standarisasi kadar abu tidak larut asam ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu 1,024% untuk daerah Blitar, 0,695% untuk daerah Batu dan 0,967% untuk daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan unpenetapan kadar abu tidak larut asam ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu <2%. Kadar abu larut air menunjukkan jumlah mineral organik dalam ekstrak tersebut. Hasil standarisasi kadar abu larut air ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu 6,559% untuk daerah Blitar, 4,474% untuk daerah Batu dan 7,075% untuk daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan untuk penetapan kadar abu larut air ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu <8%. Halmempengaruhi kadar abu adalah suhu (apabila suhu semakin tinggi, maka proses pengabuan semakin cepat), waktu (apabila waktu pengabuan makin lama, maka pengabuan akan semakin sempurna), zat pengoksidasi yang dapat mempercepat proses oksidasi zat organik dalam sampel dan mempercepat pengabuan dan jenis bahan (apabila bahan tersebut mudah menjadi abu, maka proses nya akan semakin cepat). Kadar abu tidak larut asam tinggi maka dapat diartikan bahwa bahan tersebut memiliki jumlah pengotor (pasir atau tanah) yang tinggi. Bobot jenis didefinisikan sebagai perbandingan ke
J PHARM SCI & PRACT, 2019, 6(2
Dandang gendis dapat dinyatakan <16%. Hasil kadar air yang didapatkan relative besar, bila dibandingkan dengan persyaratan dari kadar air secara umum (< 10%). Hasil yang didapat ini dikarenakan metode yang digunakan adalah metode thermogravimetri, dimana mini tidak bisa menggambarkan kondisi kadar air yang sebenarnya terlebih jika sampel banyak mengandung minyak atsiri. Beradasarkan pada hasil penelitian Cheong, Ho and Wong (2013) dengan menggunakan kromatografi gas spektrofotometri massa menunjukkaDandang gendis memiliki triterpenoid dan fitosterol dengan jenis yang beragam.
Kadar abu total merupakan bahan yang dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap, sehingga hanya tertinggal unsur mineral dan anorganik. Parameter ini bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (DitjenPOM RI, 2000). Kadar abu total pada ekstrak Dandang
is mengindikasi bahwa ekstrak etanol yang diperoleh dengan cara maserasi mengandung mineral dengan kadar tertentu. Hasil standarisasi kadar abu total ekstrak etanol daun Dandang gendis 9,951% untuk daerah Blitar, 6,396% untuk daerah Batu, dan 10,116% untuk daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan untuk penetapan kadar abu total ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu <11%. Pengamatan dilanjutkan dengan penetapan kadar abu tidak larut asam dan kadar abu larut air. Kadar abu tidak larut asam
mlah silikat yang berasal dari dari pasir atau tanah. Hasil standarisasi kadar abu tidak larut asam ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu 1,024% untuk daerah Blitar, 0,695% untuk daerah Batu dan 0,967% untuk daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan unpenetapan kadar abu tidak larut asam ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu <2%. Kadar abu larut air menunjukkan jumlah mineral organik dalam ekstrak tersebut. Hasil standarisasi kadar abu larut air ekstrak etanol daun Dandang
uk daerah Blitar, 4,474% untuk daerah Batu dan 7,075% untuk daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan untuk penetapan kadar abu larut air ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu <8%. Halmempengaruhi kadar abu adalah suhu (apabila
inggi, maka proses pengabuan semakin cepat), waktu (apabila waktu pengabuan makin lama, maka pengabuan akan semakin sempurna), zat pengoksidasi yang dapat mempercepat proses oksidasi zat organik dalam sampel dan mempercepat pengabuan dan jenis
la bahan tersebut mudah menjadi abu, maka proses nya akan semakin cepat). Kadar abu tidak larut asam tinggi maka dapat diartikan bahwa bahan tersebut memiliki jumlah pengotor (pasir atau tanah) yang tinggi. Bobot jenis didefinisikan sebagai perbandingan ke
& PRACT, 2019, 6(2): 56 - 65
63
Dandang gendis dapat dinyatakan <16%. Hasil kadar air yang didapatkan relative besar, bila dibandingkan dengan persyaratan dari kadar air secara umum (< 10%). Hasil yang didapat ini dikarenakan metode yang digunakan adalah metode thermogravimetri, dimana metode ini tidak bisa menggambarkan kondisi kadar air yang sebenarnya terlebih jika sampel banyak mengandung minyak atsiri. Beradasarkan pada
Wong (2013) dengan menggunakan kromatografi gas –spektrofotometri massa menunjukkan daun Dandang gendis memiliki triterpenoid dan
Kadar abu total merupakan bahan yang dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan
nya tertinggal unsur mineral dan anorganik. Parameter ini bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (DitjenPOM RI, 2000). Kadar abu total pada ekstrak Dandang
is mengindikasi bahwa ekstrak etanol yang diperoleh dengan cara maserasi mengandung mineral dengan kadar tertentu. Hasil standarisasi kadar abu total ekstrak etanol daun Dandang gendis 9,951% untuk daerah Blitar, 6,396% untuk
daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan untuk penetapan kadar abu total ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu <11%. Pengamatan dilanjutkan dengan penetapan kadar abu tidak larut asam dan kadar abu larut air. Kadar abu tidak larut asam
mlah silikat yang berasal dari dari pasir atau tanah. Hasil standarisasi kadar abu tidak larut asam ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu 1,024% untuk daerah Blitar, 0,695% untuk daerah Batu dan 0,967% untuk daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan untuk penetapan kadar abu tidak larut asam ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu <2%. Kadar abu larut air menunjukkan jumlah mineral organik dalam ekstrak tersebut. Hasil standarisasi kadar abu larut air ekstrak etanol daun Dandang
uk daerah Blitar, 4,474% untuk daerah Batu dan 7,075% untuk daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan untuk penetapan kadar abu larut air ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu <8%. Hal-hal yang mempengaruhi kadar abu adalah suhu (apabila
inggi, maka proses pengabuan semakin cepat), waktu (apabila waktu pengabuan makin lama, maka pengabuan akan semakin sempurna), zat pengoksidasi yang dapat mempercepat proses oksidasi zat organik dalam sampel dan mempercepat pengabuan dan jenis
la bahan tersebut mudah menjadi abu, maka proses nya akan semakin cepat). Kadar abu tidak larut asam tinggi maka dapat diartikan bahwa bahan tersebut memiliki jumlah pengotor (pasir atau tanah) yang tinggi. Bobot jenis didefinisikan sebagai perbandingan kerapatan
65
63
Dandang gendis dapat dinyatakan <16%. Hasil kadar air yang didapatkan relative besar, bila dibandingkan dengan persyaratan dari kadar air secara umum (< 10%). Hasil yang didapat ini dikarenakan metode yang digunakan
etode ini tidak bisa menggambarkan kondisi kadar air yang sebenarnya terlebih jika sampel banyak mengandung minyak atsiri. Beradasarkan pada
Wong (2013) –
n daun Dandang gendis memiliki triterpenoid dan
Kadar abu total merupakan bahan yang dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan
nya tertinggal unsur mineral dan anorganik. Parameter ini bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (DitjenPOM RI, 2000). Kadar abu total pada ekstrak Dandang
is mengindikasi bahwa ekstrak etanol yang diperoleh dengan cara maserasi mengandung mineral dengan kadar tertentu. Hasil standarisasi kadar abu total ekstrak etanol daun Dandang gendis 9,951% untuk daerah Blitar, 6,396% untuk
daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan untuk penetapan kadar abu total ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu <11%. Pengamatan dilanjutkan dengan penetapan kadar abu tidak larut asam dan kadar abu larut air. Kadar abu tidak larut asam
mlah silikat yang berasal dari dari pasir atau tanah. Hasil standarisasi kadar abu tidak larut asam ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu 1,024% untuk daerah Blitar, 0,695% untuk daerah Batu dan 0,967% untuk daerah
tuk penetapan kadar abu tidak larut asam ekstrak etanol daun Dandang gendis yaitu <2%. Kadar abu larut air menunjukkan jumlah mineral organik dalam ekstrak tersebut. Hasil standarisasi kadar abu larut air ekstrak etanol daun Dandang
uk daerah Blitar, 4,474% untuk daerah Batu dan 7,075% untuk daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan untuk penetapan kadar abu larut air ekstrak etanol daun
hal yang mempengaruhi kadar abu adalah suhu (apabila
inggi, maka proses pengabuan semakin cepat), waktu (apabila waktu pengabuan makin lama, maka pengabuan akan semakin sempurna), zat pengoksidasi yang dapat mempercepat proses oksidasi zat organik dalam sampel dan mempercepat pengabuan dan jenis
la bahan tersebut mudah menjadi abu, maka proses nya akan semakin cepat). Kadar abu tidak larut asam tinggi maka dapat diartikan bahwa bahan tersebut memiliki jumlah pengotor (pasir atau tanah) yang tinggi. Bobot jenis
rapatan
Standarisasi Spesifik dan Non Spesifik dari Ekstrak Etanol Dau
JOURNAL OF PHARMACE
suatu zat terhadap kerapatan air dengan nilai massa persatuan volume. Penentuan bobot jenis bertujuan memberikan gambaran kandungan kimia yang terlarut pada suatu ekstrak (DitjenPOM RI, 2000). Pengukuran bobot jenis ekstrak menggunakan alat piknomediperoleh adalah 0,777±0,003 untuk daerah Blitar, 0,778±0,002 untuk daerah Batu dan
Organoleptis
Kadar sari larut etanol (% b/b)Kadar sari larut air (%b/b)
Skrinning fitokimia
Kadar Flavonoid total (%b/b)Kadar Polifenol total (%b/b)Kadar alkaloid total (%b/b)
Bobot Jenis 1% (g/cmKadar abu total (%b/b)
Kadar abu tak larut asam (%
Kadar abu larut air (% b/b)Kadar air (% b/b)
KESIMPULAN
Hasil parameter standarisasi spesifik dan non spesifik dari ekstrak etanol daun dandang gendis adalah sebagai berikut ekstrakberwarna hijauaromatis; kadar sari larutlarut air >37%; skriningadanya senyawa saponin, steroid danIR menunjukkan bilang
Standarisasi Spesifik dan Non Spesifik dari Ekstrak Etanol Dau
JOURNAL OF PHARMACEY SCIENCE AN
suatu zat terhadap kerapatan air dengan nilai massa persatuan volume. Penentuan bobot jenis bertujuan memberikan gambaran kandungan kimia yang terlarut pada suatu ekstrak (DitjenPOM RI, 2000). Pengukuran bobot jenis ekstrak menggunakan alat piknomediperoleh adalah 0,777±0,003 untuk daerah Blitar, 0,778±0,002 untuk daerah Batu dan
Gambar 6.(Clinacanthus nutans
Tabel 1. Hasil uji parameter spesifik dan non
Jenis Uji
Organoleptis
Kadar sari larut etanol (% b/b)Kadar sari larut air (%b/b)
Skrinning fitokimia
Kadar Flavonoid total (%b/b)Kadar Polifenol total (%b/b)Kadar alkaloid total (%b/b)
Bobot Jenis 1% (g/cmKadar abu total (%b/b)
Kadar abu tak larut asam (% b/b)
Kadar abu larut air (% b/b)Kadar air (% b/b)
pH
KESIMPULAN Hasil parameter standarisasi spesifik dan
non spesifik dari ekstrak etanol daun dandang gendis adalah sebagai berikut ekstrak
hijau kehitamanaromatis; kadar sari larutlarut air >37%; skrining
senyawa alkaloid, steroid dan terpenoid; profil
IR menunjukkan bilang
Standarisasi Spesifik dan Non Spesifik dari Ekstrak Etanol Dau
SCIENCE AND PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER 2
suatu zat terhadap kerapatan air dengan nilai massa persatuan volume. Penentuan bobot jenis bertujuan memberikan gambaran kandungan kimia yang terlarut pada suatu ekstrak (DitjenPOM RI, 2000). Pengukuran bobot jenis ekstrak menggunakan alat piknomediperoleh adalah 0,777±0,003 untuk daerah Blitar, 0,778±0,002 untuk daerah Batu dan
Gambar 6. Perbandingan spektrum Clinacanthus nutans
Hasil uji parameter spesifik dan non
Bentuk semisolid,
kehijauan, dan bau khas aromatik
Kadar sari larut etanol (% b/b) 68,969 ± 0,112 Kadar sari larut air (%b/b) 47,909 ± 0,075
Skrinning fitokimia Alkaloid,
polifenol,
Kadar Flavonoid total (%b/b) Kadar Polifenol total (%b/b) Kadar alkaloid total (%b/b)
Bobot Jenis 1% (g/cm3) 0,777 ± 0,003Kadar abu total (%b/b) 9,951 ± 0,066
Kadar abu tak larut asam (% 1,024 ± 0,020
Kadar abu larut air (% b/b) 6,559 ± 0,052 14,006 ± 0.034
Hasil parameter standarisasi spesifik dan non spesifik dari ekstrak etanol daun dandang gendis adalah sebagai berikut ekstrak
kehitaman dan aromatis; kadar sari larut etanol >54larut air >37%; skrining fitokimia
alkaloid, flavonoid, polifenol, terpenoid; profil
IR menunjukkan bilangan gelombang pada
Standarisasi Spesifik dan Non Spesifik dari Ekstrak Etanol Daun dandang Gendis (
D PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER 2
suatu zat terhadap kerapatan air dengan nilai massa persatuan volume. Penentuan bobot jenis bertujuan memberikan gambaran kandungan kimia yang terlarut pada suatu ekstrak (DitjenPOM RI, 2000). Pengukuran bobot jenis ekstrak menggunakan alat piknometer. Hasil yang diperoleh adalah 0,777±0,003 untuk daerah Blitar, 0,778±0,002 untuk daerah Batu dan
Perbandingan spektrum Clinacanthus nutans L.) dari daerah Blitar (A), Batu (B), dan Pasuruan (C).
Hasil uji parameter spesifik dan non(Clinacanthus nutans
Blitar
Bentuk semisolid, warna hitam
kehijauan, dan bau khas aromatik 68,969 ± 0,112 47,909 ± 0,075
lkaloid, flavonoid, polifenol, steroid dan
terpenoid
0,1144 0,2986 0,0667
0,777 ± 0,003 9,951 ± 0,066
1,024 ± 0,020
6,559 ± 0,052 14,006 ± 0.034
Etanol : 5,6 Air : 6,3
Hasil parameter standarisasi spesifik dan non spesifik dari ekstrak etanol daun dandang gendis adalah sebagai berikut ekstrak kental
berbau khas54%; kadar sari menunjukkan
flavonoid, polifenol, terpenoid; profil spektrum
an gelombang pada
n dandang Gendis (Clinacanthus nutans
D PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER 2 I OKTOBER 2019
suatu zat terhadap kerapatan air dengan nilai massa persatuan volume. Penentuan bobot jenis bertujuan memberikan gambaran kandungan kimia yang terlarut pada suatu ekstrak (DitjenPOM RI, 2000). Pengukuran bobot jenis
ter. Hasil yang diperoleh adalah 0,777±0,003 untuk daerah Blitar, 0,778±0,002 untuk daerah Batu dan
0,0779±0,004 untuk daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan untuk penetapan bobot jenis ekstrak daun Dandang gendis adalah 0,774g/cmmenentukan batasan nilai pH dari ekstrak daun Dandang gendis. Hasil yang diperoleh yaitu pH 56 pada pelarut etanol dan pH 6air.
Perbandingan spektrum infrared ekstrak etanol dari daerah Blitar (A), Batu (B), dan Pasuruan (C).
Hasil uji parameter spesifik dan non-spesifik ekstrak etanol daun Dandang gendis
Clinacanthus nutans Lokasi Tumbuh
BatuSpesifik
Bentuk semisolid,
kehijauan, dan bau
Bentuk semisolid, warna hitam
kehijauan, dan bau khas aromatik
54,772 ± 0,223 37,704 ± 0,030
flavonoid, steroid dan
Alkaloid, flavonoid, polifenol, steroid
dan terpenoid
0,13260,15790,0350
Non Spesifik0,778 ± 0,0026,396 ± 0,048
0,965 ± 0,011
4,474 ± 0,018 15,621 ± 0.013
Etanol : 5,9Air : 6,5
Hasil parameter standarisasi spesifik dan non spesifik dari ekstrak etanol daun dandang
kental khas
%; kadar sari menunjukkan
flavonoid, polifenol, spektrum
an gelombang pada
rentang1633cmkondisi KLT yang dapat digunakan fasa diam silika gel, fase gerak nkadar fenol total >0,16%; kadar flavonoid total > 0,11%; kadar alkaloid total > 0,04%<16%, kadar<80,774 6-
Clinacanthus nutans)
OKTOBER 2019
0,0779±0,004 untuk daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan untuk penetapan bobot jenis ekstrak daun Dandang gendis adalah 0,774g/cm3. Pengukuran pmenentukan batasan nilai pH dari ekstrak daun Dandang gendis. Hasil yang diperoleh yaitu pH 56 pada pelarut etanol dan pH 6air.
ekstrak etanol dari daerah Blitar (A), Batu (B), dan Pasuruan (C).
spesifik ekstrak etanol daun Dandang gendis Clinacanthus nutans L.).
Lokasi Tumbuh
Batu
Bentuk semisolid, warna hitam
kehijauan, dan bau khas aromatik
Bentuk semisolid,
kehijauan, dan bau
54,772 ± 0,223 37,704 ± 0,030
flavonoid, polifenol, steroid
terpenoid
Alkaloid, polifenol, saponin
0,1326 0,1579 0,0350
Non Spesifik 0,778 ± 0,002
± 0,048
0,965 ± 0,011
4,474 ± 0,018 15,621 ± 0.013
Etanol : 5,9 Air : 6,5
rentang 33251633cm-1, 1341kondisi KLT yang dapat digunakan fasa diam silika gel, fase gerak nkadar fenol total >0,16%; kadar flavonoid total > 0,11%; kadar alkaloid total > 0,04%<16%, kadar abu total <1
8%, kadar abu0,774 - 0,784 g/cm
-6,5 untuk etanol.
0,0779±0,004 untuk daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan untuk penetapan bobot jenis ekstrak daun Dandang gendis adalah 0,774
. Pengukuran pmenentukan batasan nilai pH dari ekstrak daun Dandang gendis. Hasil yang diperoleh yaitu pH 56 pada pelarut etanol dan pH 6
ekstrak etanol daun Dandang dari daerah Blitar (A), Batu (B), dan Pasuruan (C).
spesifik ekstrak etanol daun Dandang gendis
Pasuruan
Bentuk semisolid, warna hitam
kehijauan, dan bau khas aromatik 63,939 ± 0,18842,657 ± 0,060lkaloid, flavonoid,
polifenol, saponinsteroid dan terpenoid
0,1425 0,2120 0,0649
0,779 ± 0,004 10,116 ± 0,034
0,967 ± 0,032
7,075 ± 0,020 13,825 ± 0,044
Etanol : 5,8 Air : 6,1
3325-3351cm-1, 2924, 1341-1345 cm-1
kondisi KLT yang dapat digunakan fasa diam silika gel, fase gerak n-heksan:etil asetat (7:3); kadar fenol total >0,16%; kadar flavonoid total > 0,11%; kadar alkaloid total > 0,04%
abu total <1abu tidak larut
0,784 g/cm3, pH ekstraketanol.
0,0779±0,004 untuk daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan untuk penetapan bobot jenis ekstrak daun Dandang gendis adalah 0,774
. Pengukuran pH dilakukan untuk menentukan batasan nilai pH dari ekstrak daun Dandang gendis. Hasil yang diperoleh yaitu pH 56 pada pelarut etanol dan pH 6–6,5 untuk pelarut
daun Dandang gendis dari daerah Blitar (A), Batu (B), dan Pasuruan (C).
spesifik ekstrak etanol daun Dandang gendis
Kesimpulan
Bentuk semisolid,
kehijauan, dan bau
Bentuk semisolid, warna hitam
kehijauan, dan bau khas aromatik
63,939 ± 0,188 >5442,657 ± 0,060 >37
flavonoid, polifenol, saponin,
Alkaloid, polifenol, saponin
steroid danterpenoid
0,12> 0,15>0,03
0,77410,116 ± 0,034 <11%
<2%
<8%13,825 ± 0,044 <16%
56-
, 2924-2919 cm1, dan 1020
kondisi KLT yang dapat digunakan fasa diam heksan:etil asetat (7:3);
kadar fenol total >0,16%; kadar flavonoid total > 0,11%; kadar alkaloid total > 0,04%
abu total <11%, kadar abularut asam <2%, bobot
, pH ekstrak untuk air 5
A B
C
64
0,0779±0,004 untuk daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan untuk penetapan bobot jenis ekstrak daun Dandang gendis adalah 0,774-0,784
H dilakukan untuk menentukan batasan nilai pH dari ekstrak daun Dandang gendis. Hasil yang diperoleh yaitu pH 5-
6,5 untuk pelarut
spesifik ekstrak etanol daun Dandang gendis
Kesimpulan
Bentuk semisolid, warna hitam
kehijauan, dan bau khas aromatik
>54 >37
lkaloid, flavonoid, polifenol, saponin,
steroid dan terpenoid
0,12 > 0,15 >0,03
0,774-0,784 <11%
<2%
<8% <16%
5-6 -6,5
2919 cm-1, 1622-1020-1047 cm-1;
kondisi KLT yang dapat digunakan fasa diam heksan:etil asetat (7:3);
kadar fenol total >0,16%; kadar flavonoid total > 0,11%; kadar alkaloid total > 0,04%, kadar air
abu larut air %, bobot jenis
untuk air 5-6 dan
B
64
0,0779±0,004 untuk daerah Pasuruan, sehingga dapat dinyatakan untuk penetapan bobot jenis
0,784 H dilakukan untuk
menentukan batasan nilai pH dari ekstrak daun -
6,5 untuk pelarut
-;
kondisi KLT yang dapat digunakan fasa diam heksan:etil asetat (7:3);
kadar fenol total >0,16%; kadar flavonoid total > kadar air
larut air jenis dan
JOURNAL OF PHARMACE
DAFTAR PUSTAKA Agoes, Guswin. 2009. Bandung. Alam, A., Ferdosh, S., Ghafoor, K., Hakim, A., Juraimi, A.S., Khatib, A., Zaidul I. Sarkerreview of the medicinal uses, pharmacology andchemistry. Asian Pacific Journal of Tropical MedicineMalaysia, 9(4):402 Arullappan, S., Rajamanickam, P., Thevar, N., Kodimani, C.C. 2014. In VitroScreening of Cytotoxic, AAntioxidant Activities of Clinacanthus nutans (Acanthaceae) leaf extracts.Tropical Journal of Pharmaceutical Research(9): 1455-1461. Aslam, M.S., Ahmad, M.S., Mamat, A.S. 2016. Phytochemical Evaluation of Polyherbal Formulation of and Elephantopus scaber to Identify Flavonoidnosy Journal, Badal, Simone Fundamentals,Application, and Strategy Badan POM, RI, 2005, Standarisasi eIndonesia salah satu tahapan penting dalam pengembangan obat asli Indonesia, Info POM, Badan POM RI Jakarta. Bangun, Abadnego. 2012. Indonesia. Indonesia Publishing House. Bandung. Chelyn, J.L., Omar, M.H., Yousof, N.S.A.M., Ranggasamy, R., Wasiman, M.I., Ismail, Z. 2014. Glycosides in the Leaves of Lindau by HPTLC and HPLCJournal, 2014: 1 Cheong, B.E., Ho, S.Y., Chemical profiProceedings of the 11University Malaysia Sabah. Depkes RI [Departemen Kesehatan Republik Indonesia], 1989, Materia Medika Jilid VRepublik Indonesia. Jakarta.
JOURNAL OF PHARMACEY SCIENCE AN
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Guswin. 2009. Teknologi Bahan Alam.
Alam, A., Ferdosh, S., Ghafoor, K., Hakim, A., Juraimi, A.S., Zaidul I. Sarker, Z.I. 2016.
review of the medicinal uses, pharmacology andAsian Pacific Journal of Tropical Medicine
9(4):402-409.
Arullappan, S., Rajamanickam, P., Thevar, N., Kodimani, C.C. 2014. In VitroScreening of Cytotoxic, AAntioxidant Activities of Clinacanthus nutans (Acanthaceae)
.Tropical Journal of Pharmaceutical Research.
Aslam, M.S., Ahmad, M.S., Mamat, A.S. 2016. Phytochemical Evaluation of Polyherbal Formulation of and Elephantopus scaber to Identify Flavonoid
, 8(6): 534-541.
Badal, Simone and Delgoda, Rupika. 2017. Fundamentals,Application, and Strategy
Badan POM, RI, 2005, Standarisasi eIndonesia salah satu tahapan penting dalam pengembangan obat asli Indonesia, Info POM, Badan POM RI Jakarta.
Bangun, Abadnego. 2012. Indonesia Publishing House. Bandung.
Chelyn, J.L., Omar, M.H., Yousof, N.S.A.M., Ranggasamy, R., Wasiman, M.I., Ismail, Z. 2014. Glycosides in the Leaves of Lindau by HPTLC and HPLC
, 2014: 1-6.
B.E., Ho, S.Y., andiling of Sabah snake grass,
Proceedings of the 11th Seminar on Science & TechnologyUniversity Malaysia Sabah.
Depkes RI [Departemen Kesehatan Republik Indonesia], Materia Medika Jilid V
Republik Indonesia. Jakarta.
SCIENCE AND PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER
Teknologi Bahan Alam.
Alam, A., Ferdosh, S., Ghafoor, K., Hakim, A., Juraimi, A.S., Z.I. 2016. Clinacanthus nutans: A
review of the medicinal uses, pharmacology andAsian Pacific Journal of Tropical Medicine
Arullappan, S., Rajamanickam, P., Thevar, N., Kodimani, C.C. 2014. In VitroScreening of Cytotoxic, AAntioxidant Activities of Clinacanthus nutans (Acanthaceae)
.Tropical Journal of Pharmaceutical Research
Aslam, M.S., Ahmad, M.S., Mamat, A.S. 2016. Phytochemical Evaluation of Polyherbal Formulation of Clinacanthus nutansand Elephantopus scaber to Identify Flavonoid
Delgoda, Rupika. 2017. Fundamentals,Application, and Strategy. Elsevier. India.
Badan POM, RI, 2005, Standarisasi ekstrak tumbuhan Indonesia salah satu tahapan penting dalam pengembangan obat asli Indonesia, Info POM, Badan POM RI Jakarta.
Bangun, Abadnego. 2012. Ensiklopedia Tanaman Obat Indonesia Publishing House. Bandung.
Chelyn, J.L., Omar, M.H., Yousof, N.S.A.M., Ranggasamy, R., Wasiman, M.I., Ismail, Z. 2014. Analysis of FlavoneGlycosides in the Leaves of Clinacanthus nutansLindau by HPTLC and HPLC-UV/DAD. The Scient
and Dickens Wong F.V, 2013, ling of Sabah snake grass, Clinacanthus nutans
Seminar on Science & Technology
Depkes RI [Departemen Kesehatan Republik Indonesia], Materia Medika Jilid V, Departemen Kesehatan
D PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER
Teknologi Bahan Alam. Penerbit ITB.
Alam, A., Ferdosh, S., Ghafoor, K., Hakim, A., Juraimi, A.S., Clinacanthus nutans: A
review of the medicinal uses, pharmacology and phytoAsian Pacific Journal of Tropical Medicine
Arullappan, S., Rajamanickam, P., Thevar, N., Kodimani, C.C. 2014. In VitroScreening of Cytotoxic, Antimicrobial and Antioxidant Activities of Clinacanthus nutans (Acanthaceae)
.Tropical Journal of Pharmaceutical Research,
Aslam, M.S., Ahmad, M.S., Mamat, A.S. 2016. Phytochemical Clinacanthus nutans
and Elephantopus scaber to Identify Flavonoid. Pharmacog
Delgoda, Rupika. 2017. Pharmacognosy . Elsevier. India.
kstrak tumbuhan Indonesia salah satu tahapan penting dalam pengembangan obat asli Indonesia, Info POM, Badan POM RI Jakarta.
Ensiklopedia Tanaman Obat Indonesia Publishing House. Bandung.
Chelyn, J.L., Omar, M.H., Yousof, N.S.A.M., Ranggasamy, R., Analysis of Flavone
Clinacanthus nutans (Burm. f.) The Scientific World
Dickens Wong F.V, 2013, Clinacanthus nutans
Seminar on Science & Technology
Depkes RI [Departemen Kesehatan Republik Indonesia], , Departemen Kesehatan
D PRACTICE I VOLUME 6 I NUMBER 2 I OKTOBER 2019
Penerbit ITB.
Alam, A., Ferdosh, S., Ghafoor, K., Hakim, A., Juraimi, A.S., Clinacanthus nutans: A
phyto-Asian Pacific Journal of Tropical Medicine.
Arullappan, S., Rajamanickam, P., Thevar, N., Kodimani, C.C. ntimicrobial and
Antioxidant Activities of Clinacanthus nutans (Acanthaceae) , 13
Aslam, M.S., Ahmad, M.S., Mamat, A.S. 2016. Phytochemical Clinacanthus nutans
Pharmacog-
Pharmacognosy
kstrak tumbuhan Indonesia salah satu tahapan penting dalam pengembangan
Ensiklopedia Tanaman Obat
Chelyn, J.L., Omar, M.H., Yousof, N.S.A.M., Ranggasamy, R., C-
(Burm. f.) ific World
Dickens Wong F.V, 2013, Clinacanthus nutans,
Seminar on Science & Technology,
Depkes RI [Departemen Kesehatan Republik Indonesia], , Departemen Kesehatan
DirJen POM RI [Direktorat Jendral POM Republik Indonesia], 2000,Cetakan Pertama Erizilina, EFisik dan Kimia Tanah dengan Pertumbuhan Meranti Merah di KHDTK Haurbentes, Alam dan Lingkungan Farnsworth, N. R., 1966, Screening Harborne, J.B. 1987. Bahasa Inggris oleh Kosasih dan Iwang. Penerbit ITB. Bandung. Huang, D., Guo, W., Gao, J., Chen, J., Olatunji, J.O. 2015. Clinacanthus nutansInhibits Hepatoma in Mice through Upregulation of the Immune Response. Katno, S dan Pramono. 2002. Keamanan Tanaman Obat dan Obat TradisionalFakultas Farmasi UGM. MenKes RI, 2007 1206328790_Buku Kebijakan Obat Tradisional Nasional Tahun 2007.pdf. diakses 27 Januari 2017. Nihayati, E., T. Wardiyati, Soemarno, R. Retnowati. 2013. Rhizome yield of temulawak (at N, P, K various level and N, K combination35(1) : 1 Voight, R. 1995. Diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh NoeronoMada University Press, Yogyakarta. Yuan, J.P., WangClinacanthus nutans (Burm.f) Lindau leaf extracts on protection of plasmid DNA fromriboflavin photoreaction.Ming Chuan University, 4(5): 45
OKTOBER 2019
DirJen POM RI [Direktorat Jendral POM Republik Indonesia], 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan Pertama
Erizilina, E., Pamoengkas, P dan Darwo, 2018, Hubungan Sifat Fisik dan Kimia Tanah dengan Pertumbuhan Meranti Merah di KHDTK Haurbentes, Alam dan Lingkungan
Farnsworth, N. R., 1966, Screening of Plants
Harborne, J.B. 1987. Bahasa Inggris oleh Kosasih dan Iwang. Penerbit ITB. Bandung.
Huang, D., Guo, W., Gao, J., Chen, J., Olatunji, J.O. 2015. Clinacanthus nutansInhibits Hepatoma in Mice through Upregulation of the Immune Response.
Katno, S dan Pramono. 2002. Keamanan Tanaman Obat dan Obat TradisionalFakultas Farmasi UGM.
MenKes RI, 2007 1206328790_Buku Kebijakan Obat Tradisional Nasional Tahun 2007.pdf. diakses 27 Januari 2017.
Nihayati, E., T. Wardiyati, Soemarno, R. Retnowati. 2013. Rhizome yield of temulawak (at N, P, K various level and N, K combination35(1) : 1–11.
Voight, R. 1995. Diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh NoeronoMada University Press, Yogyakarta.
Yuan, J.P., Wang, J., Jian, H., Lin, C., Liang, J.Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau leaf extracts on protection of plasmid DNA fromriboflavin photoreaction.Ming Chuan University, 4(5): 45
J PHARM SCI
DirJen POM RI [Direktorat Jendral POM Republik Indonesia], Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,
Cetakan Pertama. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
., Pamoengkas, P dan Darwo, 2018, Hubungan Sifat Fisik dan Kimia Tanah dengan Pertumbuhan Meranti Merah di KHDTK Haurbentes, Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 8(2): 216
Farnsworth, N. R., 1966, Biological and Phytochemical of Plants, J.Pharm. Sci
Harborne, J.B. 1987. Metode FitokimiaBahasa Inggris oleh Kosasih dan Iwang. Penerbit ITB.
Huang, D., Guo, W., Gao, J., Chen, J., Olatunji, J.O. 2015. Clinacanthus nutans (Burm. f.) LiInhibits Hepatoma in Mice through Upregulation of the Immune Response. Molecules. 20(9):17405
Katno, S dan Pramono. 2002. Keamanan Tanaman Obat dan Obat TradisionalFakultas Farmasi UGM.
MenKes RI, 2007 - DRAFT AKHIR KOTRANAS1206328790_Buku Kebijakan Obat Tradisional Nasional Tahun 2007.pdf. diakses 27 Januari 2017.
Nihayati, E., T. Wardiyati, Soemarno, R. Retnowati. 2013. Rhizome yield of temulawak (Curcuma xanthorrhizaat N, P, K various level and N, K combination
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh NoeronoMada University Press, Yogyakarta.
, J., Jian, H., Lin, C., Liang, J.Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau leaf extracts on protection of plasmid DNA fromriboflavin photoreaction.Ming Chuan University, 4(5): 45-
J PHARM SCI & PRACT, 2019, 6(2
DirJen POM RI [Direktorat Jendral POM Republik Indonesia], Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,
. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
., Pamoengkas, P dan Darwo, 2018, Hubungan Sifat Fisik dan Kimia Tanah dengan Pertumbuhan Meranti Merah
Jurnal Pengelolaan Sumberdaya , 8(2): 216-222.
Biological and Phytochemical ci, 55(3), 225-276.
Metode Fitokimia. Diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh Kosasih dan Iwang. Penerbit ITB.
Huang, D., Guo, W., Gao, J., Chen, J., Olatunji, J.O. 2015. (Burm. f.) Lindau Ethanol Extract
Inhibits Hepatoma in Mice through Upregulation of the 20(9):17405-28.
Katno, S dan Pramono. 2002. Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat dan Obat Tradisional
DRAFT AKHIR KOTRANAS1206328790_Buku Kebijakan Obat Tradisional Nasional Tahun 2007.pdf. diakses 27 Januari 2017.
Nihayati, E., T. Wardiyati, Soemarno, R. Retnowati. 2013. Curcuma xanthorrhiza
at N, P, K various level and N, K combination
Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh NoeronoMada University Press, Yogyakarta.
, J., Jian, H., Lin, C., Liang, J. 2012Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau leaf extracts on protection of plasmid DNA fromriboflavin photoreaction.
-58.
& PRACT, 2019, 6(2): 56 - 65
65
DirJen POM RI [Direktorat Jendral POM Republik Indonesia], Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,
. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
., Pamoengkas, P dan Darwo, 2018, Hubungan Sifat Fisik dan Kimia Tanah dengan Pertumbuhan Meranti Merah
Jurnal Pengelolaan Sumberdaya
Biological and Phytochemical 276.
. Diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh Kosasih dan Iwang. Penerbit ITB.
Huang, D., Guo, W., Gao, J., Chen, J., Olatunji, J.O. 2015. ndau Ethanol Extract
Inhibits Hepatoma in Mice through Upregulation of the
Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat dan Obat Tradisional. Yogyakarta:
DRAFT AKHIR KOTRANAS 70308.doc -1206328790_Buku Kebijakan Obat Tradisional Nasional
Nihayati, E., T. Wardiyati, Soemarno, R. Retnowati. 2013. Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
at N, P, K various level and N, K combination. J. Agrivita,
Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh Noerono, Gadjah
2012. Effects of Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau leaf extracts on protection of plasmid DNA fromriboflavin photoreaction.
65
65
DirJen POM RI [Direktorat Jendral POM Republik Indonesia], Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,
., Pamoengkas, P dan Darwo, 2018, Hubungan Sifat Fisik dan Kimia Tanah dengan Pertumbuhan Meranti Merah
Jurnal Pengelolaan Sumberdaya
Biological and Phytochemical
. Diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh Kosasih dan Iwang. Penerbit ITB.
Huang, D., Guo, W., Gao, J., Chen, J., Olatunji, J.O. 2015. ndau Ethanol Extract
Inhibits Hepatoma in Mice through Upregulation of the
Tingkat Manfaat dan . Yogyakarta:
- 1206328790_Buku Kebijakan Obat Tradisional Nasional
Nihayati, E., T. Wardiyati, Soemarno, R. Retnowati. 2013. Roxb.)
,
Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, , Gadjah
. Effects of Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau leaf extracts on protection of plasmid DNA fromriboflavin photoreaction.
Top Related