.BAB I
PENDAHULUAN
Meningioma adalah tumor yang berasal dari meningens yang berfungsi sebagai
membran pelindung yang menutupi otak. Meningioma berasal dari sel induk arachnoid
yang terletak di lapisan arachnoid yang menutupi permukaan dari otak yang dapat terjadi
intrakranial atau antara saluran spinal.1
Angka kejadian meningioma 20% dari seluruh tumor primer otak. Tumor ini lebih
sering dialami wanita daripada pria dan biasanya terjadi pada usia 50-60 tahun, tetapi
tidak menutup kemungkinan dapat muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia lanjut
dan memperlihatkan kecenderungan untuk ditemukan pada beberapa anggota di satu
keluarga. Korelasinya dengan trauma kapitis masih dalam pencarian karena belum
cukup bukti untuk memastikannya. Pada umumnya meningioma dianggap sebagai
neoplasma yang berasal dari glioblas di sekitar vili arachnoid. Sel di medulla
spinalis yang sebanding dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada tempat
pertemuan antara arachnoid dengan dura yang menutupi radiks.2,3
Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen. Sekitar 25
% mengenai falx dan parasagital yang dapat dibedakan menjadi sepertiga anterior,
tengah, dan posterior. Tumor ini tertutup oleh korteks di atasnya dan cenderung
tumbuh mayoritas pada satu hemisfer tetapi bisa bilateral. Pada beberapa psien,
tumor tumbuh ke tepi inferior sinus sagital. 3
Meskipun kebanyakan meningioma bersifat jinak (benigna) tumor ini bisa
mengalami kekambuhan setelah diangkat. Manifestai klinis yang ditimbulkan sangat
1
bervariasi sesuai dengan bagian otak yang terganggu yang dapat mengakibatkan kondisi
serius dan berpotensi mengakibatkan kematian. 3
Berikut akan dilaporkan sebuah kasus meningioma pada seroang wanita
nerumur 27 tahun yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Meningioma adalah tumor pada meninx, yang merupakan selaput
pelindung yang melindungi otak dan medulla spinalis. Di antara sel-sel meningen
itu belum dapat dipastikan sel mana yang membentuk tumor tetapi terdapat
hubungan erat antara tumor ini dengan villi arachnoid. Tumbuhnva meningioma
kebanvakan di temnat ditemukan banyak villi arachnoid. Meningioma dapat
timbul pada tempat manapun di bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi,
umumnya terjadi di hemisphere otak di semua lobusnya. Kebanyakan
meningioma bersifat jinak (benign). Meningioma malignant jarang terjadi. 2
2.2. INSIDENSI
Meningioma merupakan neoplasma intracranial nomor 2 dalam urutan
frekuensinya yaitu mencapai angka 20% dan 12 % dari semua tumor medulla
spinalis. Meningioma biasanya jinak, tetapi bisa kambuh setelah diangkat. Tumor
ini lebih sering ditemukan pada wanita dan biasanya muncul pada usia 50-60
tahun, tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada masa kanak-kanak atau
pada usia yang lebih lanjut, dan memperlihatkan kecenderungan untuk ditemukan
pada beberapa anggota di satu keluarga. Paling banyak meningioma tergolong
jinak (benign) dan 10 % malignant. Perbandingan antara wanita dan laki-laki
adalah 3 : 2 , namun ada pula sumber yang menyebutkan 7 : 2. 2
3
Tumor Otak yang berasal dari saraf
Tempat predileksi di ruang cranium supratentorial ialah daerah parasagital.
Yang terletak di krista sphenoid, parasellar, dan baso-frontal biasanya gepeng atau
kecil bundar. Bilamana meningioma terletak infratentorial, kebanyakan didapati di
samping medial os petrosum di dekat sudut serebelopontin. Meningioma spinalis
mempunyai kecenderungan untuk memilih tempat di bagian T.4 sampai T.8.
4
Meningioma yang bulat sering menimbulkan penipisan pada tulang tengkorak
sedangkan yang gepeng justru menimbulkan hyperostosis. 3
Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat
menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak
yang terganggu. Sekitar 40% meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20%
menimbulkan gejala sindroma lobus frontalis. Sindroma lobus frontalis sendiri
merupakan gejala ketidakmampuan mengatur perilaku seperti impulsif, apati,
disorganisasi, defisit memori dan atensi, disfungsi eksekutif, dan ketidakmampuan
mengatur mood. 3
2.3. ANATOMI
Meninx adalah suatu selaput jaringan ikat yang membungkus enchepalon
dam medulla spinalis. Terdiri dari duramater, arachnoid dan piamater, yang
letaknya berurutan dari superficial ke profunda. Bersama-sama,araknoid dan
piamater disebut leptomening 4
Dura mater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih, terdiri
dari lamina meningialis dan lamina endostealis. Pada medulla spinalis lamina
endostealis melekat erat pada dinding canalis vertebralis, menjadi
endosteum(periosteum),sehingga di antara lamina meningialis dan lamina
endostealis terdapat spatium extraduralis(spatium epiduralis) yang berisi jaringan
ikat longgar, lemak dan pleksus venosus. Antara dura mater dan archnoid terdapat
spatium subdurale yang berisi cairan lymphe. Pada enchepalon lamina endostealis
melekat erat pada permukaan interior cranium, terutama pada sutura, basis crania
5
dan tepi foramen occipital magnum. Lamina meningialis mempunyai permukaan
yang licin dan dilapisi oleh suatu lapisan sel, dan membentuk empat buah septa,
yaitu 4;
1. Falx cerebri
2. Tentorium cerebella
3. Falx cerebella
4. Diaphragm sellae
Lapisan Meningen
6
Arachnoid bersama-sama dengan pia mater disebut leptomeninges. Kedua
lapisan ini dihubungkan satu sama lain oleh trabekula arachnoideae.Arachniod
adalah suatu selubung tipis, membentuk spatium subdurale dengan dura mater.
Antara archnoid dan pia mater terdapat spatium subarachnoideum yang berisi
liquor cerebrospinalis. Arachnoid yang membungkus basis serebri berbentuk tebal
sedangkan yang membungkus facies superior cerebri tipis dan transparant.
Arachnoid membentuk tonjolan-tonjolan kecil disebut granulation arachnoidea,
masuk kedalam sinus venosus, terutama sinus sagitallis superior 4.
Lapisan disebelah profunda, meluas ke dalam gyrus cerebri dan diantara
folia cerebri.Membentuk tela chorioidea venticuli. Dibentuk oleh serabut-serabut
reticularis dan elastic,ditutupi oleh pembuluh-pembuluh darah cerebral. Pia terdiri
dari lapisan sel mesodermal tipis seperti endothelium. Berlawanan dengan
arachnoid, membrane ini ini menutupi semua permukaan otak dan medulla
spinalis 4.
2.4. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum diketahui. Berbagai
penelitian dilakukan untuk menemukan penyebab meningioma. Penyebab yang tersering
adalah paparan radiasi antara 132-315 rontgen, dimana dosis ini sama dengan 1-3 Gy.
Karakteristik dari radiasi adalah radiasi yang memiliki periode laten 36-38 tahun bagi
pasien yang mendapatkan dosis radiasi yang rendah pada kepala, dimana pasien yang
menderita meningioma setelah terpapar dosis radiasi tinggi akan menimbulkan tanda
paling cepat 5 tahun sesudahnya. Meningioma yang terjadi akibat adanya paparan radiasi
lebih sering terjadi, dimana angka kejadiannya mencapai 80%.5
7
Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun
beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang
jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma. Para peneliti sedang mempelajari
beberapa teori tentang kemungkinan asal usul meningioma. Di antara 40% dan
80% dari meningiomas berisi kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen
neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12,
ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Pasien dengan NF2 dan
beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang menjadi
meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Disamping itu, deplesi
gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma. 5
Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor.
Penyebab kelainan ini tidak diketahui. Meningioma juga sering memiliki salinan
tambahan dari platelet diturunkan faktor pertumbuhan (PDGFR) dan epidermis
reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) yang mungkin memberikan kontribusi pada
pertumbuhan tumor ini. Berbagai macam jaringan normal dan neoplastik
mengekspresikan EGFR, overekspresi dari EGFR ditemukan pada sejumlah tumor
termasuk payudara, paru-paru, kepala, leher, glioblastoma, dan
karsinoma kolorektal. Baru-baru ini, sebuah dugaan muncul dalam menilai
ekspresi EGFR dalam sejumlah keganasan SSP seperti meningioma dan glioma.
Wernicke dkk melaporkan tingginya ekspresi EGFR pada penderita meningioma.
Overekspresi EGFR diduga terlibat dalam proliferasi dan diferensiasi
meningothelial sel. 3
8
Meningioma memiliki reseptor yang berhubungan dengan hormone
estrogen, progesterone, dan androgen, yang juga dihubungkan dengan kaknker
payudara. Hal ini dibuktikan dengan adanya perubahan ukuran tumor pada fase
lutheal siklus haid dan kehamilan.(wie) Ekspresi progesteron reseptor dilihat
paling sering pada jinak meningiomas, baik pada pria dan wanita. Fungsi reseptor
ini belum sepenuhnya dipahami, dan demikian, sering kali menantang bagi dokter
untuk menasihati pasien perempuan mereka tentang penggunaan hormon jika
mereka memiliki sejarah suatu meningioma. Meskipun peran tepat hormon dalam
pertumbuhan meningioma belum ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa
kadang-kadang mungkin meningioma tumbuh lebih cepat pada saat kehamilan 3
Pada umumnya meningioma dianggap sebagai neoplasma yang berasal
dari glioblas di sekitar vili arachnoid. Sel di medulla spinalis yang sebanding
dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada tempat pertemuan antara
arachnoid dengan dura yang menutupi radiks. 3
2.5 FAKTOR RESIKO
Selain peningkatan usia, faktor lain yang dinilai konsisten berhubungan
dengan risiko terjadinya meningioma yaitu sinar radiasi pengion; faktor
lingkungan berupa gaya hidup dan genetik telah dipelajari namunnya perannya
masih dipertanyakan. Faktor lain yang telah diteliti yaitu penggunaan hormon
endogen dan eksogen, penggunaan elepon genggam, dan variasi genetik atau
polimorfisme. Faktor lain yang dinilai berperan adalah keadaan penyakit yang
sudah ada seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan epilepsi; pajanan timbale,
pemakaian pewarna rambut; pajanan gelombang micro atau medan magnt,
9
merokok; trauma kepala; dan alergi. Sebagian faktor risiko diatas dinilai tidak
signifikan atau tidak konsisten bila dihubungkan dengan risiko yang ditemukan
pada pasien meningioma, hal ini dapat disebabkan jumlah sampel penelitian yang
sedikit, waktu follow up yang singkat, dan adanya perbedaan kriteria dan pajanan.6
Radiasi pengion
Faktor yang dinilai memiliki bukti kuat ilmiah dalam meningkatkan risiko
kejadian meningioma adalah pajanan radiasi pengion. Penelitian mengenai radiasi
pengion sebagai factor risiko dilakukan pada cohort tinea capitis di Israel, korban
bom atom yang masih hidup, dan pasien dengan pajanan radiasi terapeutik atau
diagnostik. Bukti terkuat radiasi pengion dosis tinggi mempengaruhi insidensi
meningioma ditemukan pada indiviu yang mendapatkan pajanan radiasi dosis
tinggi dalam pengobatan tumor leher dan kepala, sedangkan contoh radiasi
pengion dosis rendah sebagai faktor risiko meningioma dapat diketahui dalam
penilitian cohort tinea kapitis. 6
Periode laten munculnya meningioma setelah pajanan radiasi pengion
bergantung pada dosis radiasi; sekitar 35,2 tahun untuk dosis rendah, 26,1 tahun
untuk dosis menengah, dan 19,5 tahun untuk radiasi pengion dosis tinggi. Dengan
kata lain, usia saat ditemukannya meningioma pada seseorang semakin rendah
bila dosis pajanan radiasi pengion semakin besar; selain itu dosis radiasi yang
semakin tinggi memili kecendrungan akan munculnya tumor multipel atau sifat
meningioma yang atipikal atau malignant.6
Hormon
10
Melihat dari dominannya insidensi meningioma pada wanita dibanding
pria, adanya ekspresi hormone pada beberapa tumor tertentu, kemungkinan
adanya hubungan dengan kanker payudara dan laporan perubahan ukuran tumor
saat kehamilan, siklus menstruarsi, dan menopause; beberapa peneleti menyatakan
adanya hubungan antara hormone sebagai faktor risiko meningioma.3
Pada sebuah penelitian telah meneliti mengenai hubungan antara
pemakaian kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormone pada wanita pre-
menopause dan post-menopause untuk melihat risiko kemungkinan meningioma;
secara umum data-data tidak memperlihatkan bukti yang kuat bahwa kontrasepsi
oral sebagai faktor risiko meningioma namun sebaliknya pemakaian terapi
pengganti hormone mengindikasikan kemungkinan hubungan sebagai faktor
risiko. Wigertz dan kawan-kawan menemukan bahwa terdapat peningkatan
signifikan risiko meningioma pada wanita post-menopause di Swedia yang pernah
menggunakan terapi pengganti hormone (OR [95% CI] 1.7 [1.0–2.8]), hasil ini
mengkonfirmasi penemuan Jhawar dan kawan-kawan dalam penelitian Nurse
health study. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua penelitian menunjukkan
hubungan antara pemakaian terapi pengganti hormone dengan meningioma.6
Pemakaian telepon genggam
Pertanyaan mengenai penggunaan telepon genggam dapat menyebabkan
meningioma sangat marak di masyarakat namun sampai sekarang bukti yang
menunjukkan hal tersebut masih sedikit. Berbagai penelitian kasus kontrol sudah
dilakukan di populasi Amerika Serikat, Eropa, dan Israel untuk mencari hubungan
pemakaian telepon genggam dengan risiko tumor otak; semua penelitian di atas
11
tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Namun demikian beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pemakaian telepon genggam jangka panjang (> 10
tahun) menunjukkan peningkatan risiko neuroma akustik, suatu tipe glioma high
grade.
Genetik
Sebagian besar meningioma merupakan tumor sporadik; pasien dengan
lesi sporadic tidak memilii riwayat tumor otak pada keluarganya. Sindrom genetik
yang diketahui menjadi faktor risiko pertumbuhan meningioma hanya sedikit dan
jarang. Meningioma dapat ditemukan pada pasien dengan NF2, sebuah kelainan
autosom dominan yang disebabkan oleh mutasi pada gen NF2 di 22q12; kelainan
ini memiliki insidensi 1 per 30.000 – 40.000 di Amerika Serikat.3 Namun
demikian, terdapat kemungkinan banyak gen disamping NF2 yang terlibat dalam
meningioma familial. Dilaporkan meningioma pada keluarga-keluarga di Swedia
tanpa ditemukan adanya gen NF2, terdapat hubungan signifikan antara diagnosis
meningioma dengan riwayat meningioma pada orang tua ([95% CI] 3.06 [1.84–
4.79]).3 Penelitian cohort tinea capitis, pasien meningioma yang sebelumnya
mendapat radiasi pengion lebih banyak insidensinya pada pasien yang memliki
orang tua dengan riwayat pajanan radiasi pengion; hal ini menggambarkan
kerentanan genetik. Selain itu, sekitar 50% pasien meningioma sporadic juga
memiliki mutasi pada gen NF2 atau mutasi gen lain yang melibatkan lengan
kromosom 22q12.6
2.6. PATOFISIOLOGI
12
Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum
diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara
histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang
mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya meningioma
sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga memainkan
peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral. 3
Meningioma juga berhubungan dengan hormon seks dan seperti halnya
faktor etiologi lainnya mekanisme hormon sex hingga memicu meningioma
hingga saat ini masih menjadi perdebatan. Pada sekitar 2/3 kasus meningioma
ditemukan reseptor progesterone. Tidak hanya progesteron, reseptor hormon lain
juga ditemukan pada tumor ini termasuk estrogen, androgen, dopamine, dan
reseptor untuk platelet derived growth factor. Beberapa reseptor hormon sex
diekspressikan oleh meningioma. Dengan teknik imunohistokimia yang spesifik
dan teknik biologi molekuler diketahui bahwa estrogen diekspresikan dalam
konsentrasi yang rendah. Reseptor progesteron dapat ditemukan dalam sitosol dari
meningioma. Reseptor somatostatin juga ditemukan konsisten pada meningioma.2
Pada meningioma multiple, reseptor progesteron lebih tinggi dibandingkan
pada meningioma soliter. Reseptor progesteron yang ditemukan pada meningioma
sama dengan yang ditemukan pada karsinoma mammae. Jacobs dkk (10)
melaporkan meningioma secara bermakna tidak berhubungan dengan karsinoma
mammae, tapi beberapa penelitian lainnya melaporkan hubungan karsinoma
mammae dengan meningioma.2
13
Meningioma merupakan tumor otak yang pertumbuhannya lambat dan
tidak menginvasi otak maupun medulla spinalis. Stimulus hormon merupakan
faktor yang penting dalam pertumbuhan meningioma. Pertumbuhan meningioma
dapat menjadi cepat selama periode peningkatan hormon, fase luteal pada siklus
menstruasi dan kehamilan.2
Trauma dan virus sebagai kemungkinan penyebab meningioma telah
diteliti, tapi belum didapatkan bukti nyata hubungan trauma dan virus sebagai
penyebab meningioma. Philips et al melaporkan adanya sedikit peningkatan kasus
meningioma setelah trauma kepala.
2.7. KLASIFIKASI
WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah
diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan
derajat pada hasil biopsi yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya
pun berbeda-beda di tiap derajatnya 7.
a. Grade I
Meningioma tumbuh dengan lambat . Jika tumor tidak menimbulkan gejala,
mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara
periodic. Jika tumor semakin bverkembang, maka pada akhirnya dapat
menimbulkan gejala, kemudian penatalaksanaan bedah dapat
direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan tindakan
bedah dan observasi yang continue 7.
14
b. Grade II
Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh
lebih cepat dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka kekambuhan
yang lebih tinggi juga. Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada
tipe ini. Meningioma grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah
pembedahan 7.
c. Grade III
Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma
malignant atau meningioma anaplastik. Meningioma malignant terhitung
kurang dari 1 % dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah
penatalaksanaan yang pertama untuk grade III diikuri dengan terapi radiasi.
Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi 7.
Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtype berdasarkan lokasi
dari tumor 3
1. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx adalah
selaputyang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan
kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh darah besar. Parasagital
meningioma terdapat di sekitar falx
2. Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada
permukaan atas otak.
3. Meningioma Sphenoid (20%) Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah
belakang mata. Banyak terjadi pada wanita.
15
4. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang
menghubungkan otak dengan hidung.
5. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan bawah
bagian belakang otak.
6. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas sella tursica, sebuah
kotak pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitary.
7. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang
berumur antara 40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pda medulla spinbalis
setingkat thorax dan dapat menekan spinal cord. Meningioma spinalis dapat
menyebabkan gejala seperti nyeri radikuler di sekeliling dinding dada,
gangguan kencing, dan nyeri tungkai.
8. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang pdaa atau di
sekitar mata cavum orbita.
9. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di
seluruh bagian otak.
16
Lokasi Umum Meningioma
2.8 DIAGNOSIS
Gejala Klinis
Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor
pada otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh
terganggunya fungsi normal dari bagian khusus dari otak). Secara umum,
meningioma tidak bisa didiagnosa pada gejala awal 3.
Gejala umumnya seperti 3;
- Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada pagi
hari.
- Perubahan mental
- Kejang
- Mual muntah
17
- Perubahan visus, misalnya pandangan kabur.
Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi 3:
1. Lobus frontal
Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra
lateral, kejang fokal
Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia
Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster
kennedy
Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia
2. Lobus parietal
Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi
homonym
Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus
angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s
3. Lobus temporal
Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang
didahului dengan aura atau halusinasi
Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese
Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala
choreoathetosis, parkinsonism.
4. Lobus oksipital
18
Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan
penglihatan
Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang
menjadi hemianopsia, objeckagnosia
5. Tumor di ventrikel ke III
Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala
menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian
tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan
kabur, dan penurunan kesadaran
6. Tumor di cerebello pontin angie
Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa
gangguan fungsi pendengaran
Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah
pontin angel
7. Tumor Hipotalamus
Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe
Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan
perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan
cairan dan elektrolit, bangkitan
8. Tumor di cerebelum
Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat erjadi
disertai dengan papil udem
19
Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme
dari otot-otot servikal
9. Tumor fosa posterior
Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan
nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma.
Pemeriksaan Radiologi3
1. Foto polos.
Hiperostosis adalah salahsatu gambaran mayor dari meningioma pada
foto polos. Dinidikasikan untuk tumor pada meninx. Tampak erosi
tulang dan dekstruksi sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada
tulang tengkorak. Pembesaran pembuluh darah meninx menggambarkan
dilatasi arteri meninx yang mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi
terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus.
2. CT-Scan.
CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling
banyak meningioma. Tanpa kontras gambaran meninioma 75%
hiperdens dan14,4% isodens. Gambaran spesifik dari meninioma berupa
enchancement dari tumor dengan pemberian kontras. Meninioma tampak
sebagai masa yang homogen dengan densitas tinggi, tepi bulat dan tegas.
Dapat terlihat juga adanya hiperostosis kranialis, destruksi tulang, udem
otak yang terjadi sekitar tumor, dan adanya dilatasi ventrikel.
20
3. MRI
MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk
mengevaluasi meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa,
dengan gejala tergantung pada lokasi tumor berada.
4. Angiografi
Umumnya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat
menimbulkan gambaran “spoke wheel appearance”. Selanjutnya arteri
dan kapiler memperlihatkan gambaran vascular yang homogen dan
prominen yang disebut dengan mother and law phenomenon .
2.9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan meningioma terganting darilokasi dan ukuran tumor itu
sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan
pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini
antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh
terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau
radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan
faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya
mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang
untuk menurunkan kejadian rekurensi. 2,3
Rencana preoperative.
Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan
dapat segera diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2
21
antagonis beberapa hari sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian antibiotik
perioperatif digunakan sebagai profilaksis pada semua pasien untuk organisme
stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas
terhadap organisem pseudomonas, serta pemberian metronidazol (untuk
organisme anaerob) ditambahkan apabila operasi direncanakan dengan
pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid.3.
Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial 3.
- Grade I Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal
- Grade II Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura
- Grade III Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan
dura, atau mungkin perluasan ekstradural ( misalnya sinus yang terserang atau
tulang yang hiperostotik)
- Grade IV Reseksi parsial tumor
- Grade V Dekompresi sederhana (biopsy)
Radioterapi
Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak
dipakai untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan
efektif untuk melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus
rekurensi baik yang didahului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada
kasus meningioma yang tidak dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan
pasien yang buruk, atau pada pasien yang menolak dilakukan operasi, external
beam irradiation masih belum menunjukkan keefektifitasannya. Teori terakhir
menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus
22
meningioma yang agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi yang mendukung
teori ini belum banyak dikemukakan 3.
Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan
pertimbangan komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf
optikus sangat rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain
yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi pituitari ataupun nekrosis akibat
radioterapi. 3
Radiasi Stereotaktik
Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu
penggunaan stereotaktik radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk
meningioma. Sumber energi yang digunakan didapat melalui teknik yang
bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang berasal dari Co
gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat
(proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi
dengan stereotaktik ini dapat mengurangi komplikasi, terutama pada lesi dengan
diameter kurang dari 2,5 cm. 3
Kemoterapi
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak
diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi
sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit
sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi
(baik intravena atau intraarterial cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan
23
adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte dan Yung),
walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak.
Laporan dari Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan
cyclophosphamide, adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan
hidup dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti
hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma
dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari beberapa sel
dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus pemberian
hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan
meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan
dapat memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang
agresif. Dilaporkan juga terapi ini kurang menimbulkon toksisitas dibanding
pemberian dengan kemoterapi. 3
2.10. PROGNOSIS
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan
tumor yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada
orang dewasa snrvivalnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak,
dilaporkan survival rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif,
perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat besar.
Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10% meningioma akan
mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi. 2,3
24
Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila
letaknya mudah dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila
ada2:
- invasi dan kerusakan tulang
- tumor tidak berkapsul pada saat operasi
- invasi pada jaringan otak.
Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang
dilaporkan, dengan kemajuan teknik dan pengalaman operasi para ahli bedah
maka angka kematian post operasi makin kecil. Diperkirakan angka kematian post
operasi selama lima tahun (1942–1946) adalah 7,9% dan (1957–1966)
adalah8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang terdahulu yaitu
perdarahan dan edema otak. 2
25
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Nn. MJ
Umur : 27 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Kristen
Alamat : Jorong
MRS : 12 Februari 2011
RMK : 92 01 22
II. ANAMNESA
1. Keluhan Utama : benjolan di kepala
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengaku timbul benjolan di kepala bagian belakang sejak
kurang lebih tiga tahun yang lalu, pada awalnya diameter benjolan
sebesar dua sentimeter, semakin lama semakin membesar hingga
sekarang sebesar lima sentimeter. Benjolan terasa keras dan kadang-
kadang sakit bila ditekan. Pasien mengaku, pernah mengalami trauma
26
pada kepala tepat di tempat benjolan tersebut muncul kurang lebih satu
tahun sebelum munculnya benjolan, tapi setelah kurang lebih satu
minggu setelahnya pembengkakan yang ditimbulkan hilang.
Pasien juga mengeluhkan terjadi penurunan ketajaman
penglihatan sejak kurang lebih tiga tahun yang lalu. Keluhan mengenai
kedua mata tetapi dirasakan lebih berat pada mata sebelah kanan dan
tidak berkurang walaupun dikoreksi dengan kacamata. Selain itu, pasien
juga mengeluhkan sering sakit kepala, pada awalnya terasa di bawah
benjolan yang semakin lama semakin menyebar dan lebih dominant pada
kepala sebelah kanan. Pasien juga mengeluh sering mengalami nyeri
kepala hebat, terutama pada saat pagi hari, disertai rasa mual. Pasien
kadang-kadang mendengar suara gemuruh pada telinga kanannya. Pasien
tidak mengeluhkan adanya gangguan pada pengecapan dan
penciumannya.
Sejak beberapa bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien
beberapa kali mengalami kejang. Setiap kejang berlangsung selama
kurang lebih lima menit berupa kekakuan seluruh tubuh dengan kedua
tangan bergerak secara ritmik. Tiga bulan sebelum masuk rumah sakit,
pasien mengeluhkan rasa kebal pada wajah kanan yang berlangsung
sampai sekarang. Pasien juga mengaku mengalami penurunan daya ingat
dalam beberapa bulan terakhir ini.Pasien mengaku telah menggunakan
KB suntik selama 6 tahun
27
Riwayat Penyakit Dahulu
Os mengaku tidak ada riwayat kejang, hipertensi ataupun kencing
manis.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit serupa.
III. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS INTERNE SINGKAT
Berat Badan : 48 kg
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Suhu Badan : 36,5 oC
Nadi : 88 kali/menit, reguler, kuat angkat
Pernapasan : 21 kali/menit, reguler
Pulmo : Suara napas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-)
Cor : S1 dan S2 tunggal reguler
Hepar : Dalam batas normal
Limpa : Dalam batas normal
Ren : Dalam batas normal
STATUS LOKALIS
Kepala : terdapat massa di regio oksipitalis (midline) dengan
diameter 5 cm, soliter, konsistensi keras,
28
immobile, permukaan licin, hiperemis (-), nyeri
tekan (-)
STATUS NEUROLOGIK
A. Kesan Umum
Kesadaran : GCS 4 – 5 – 6
Pembicara : Disarti : (-)
Monoton : (-)
Scanning : (-)
Afasia
: Motorik
: (-)
Sensorik
: (-)
Amnestik
(Anomik) : (-)
Kepala : Besar : normal
Asimetri : (-)
Sikap Paksa : (-)
29
Tortikolis : (-)
Muka : Mask : (-)
Mypathik : (-)
Fullmoon : (-)
Lain-lain : tidak ada
B. Pemeriksaan Khusus
1. Rangsang Selaput Otak
Kaku tengkuk : (-) Brudzinski I : (-)
Laseque : (-/-) Brudzinski II : (-)
Kernig : (-/-)
2. Saraf Otak
N. I Hyp/Anosmi : (-/-) N. II Visus (OD/OS): 1/~ / 2/5
Parosmi : (-/-) Yojana penglihatan : N
Hallusinasi : (-/-) Melihat warna : N
Funduscopi : -
N. III, IV, VI
Kedudukan bola mata : normal
Pergerakan bola mata : ke nasal : normal
ke temporal : normal
ke atas : normal
ke bawah : normal
ke temporal bawah : normal
Exophthalmus : (-/-)
30
Celah mata (ptosis) : (-)
PUPIL :
Bentuk : bulat
Lebar : 5 mm/ 3 mm
Perbedaan lebar : anisokor
Rekasi cahaya langsung : </N
Reaksi cahaya konsensuil : </N
N. V Cabang Motorik
- Otot maseter : N/N
- Otot temporal : N/N
- Otot pterygoideus : N/N
Cabang Sensorik
- Oftalmikus : N/N
- Maksilaris : </N
- Mandibularis : </N
Refleks Kornea langsung : N/N
Reflleks kornea konsensuil : N/N
N. VII
Waktu diam
- Kerutan dahi : N/N
- Tinggi alis : N/N
- Sudut mata : N/N
- Lipatan nasolabial : N/N
31
Waktu gerak
- Mengerutkan dahi :
- Menutup mata :
- Bersiul :
- Memperlihatkan gigi :
Pengecapan 2/3 depan lidah : tdl
Hiperakusis : (-/-)
Sekresi air mata : N/N
N. VIII
Vestibular
- Vertigo : (-)
- Nistagmus : (-)
- Tinitus Aureum : N/N
- Tes kalori : tde
Cochlearis
- Rinne : tdl
- Weber : tdl
- Schwabah : tdl
- Tuli Konduktif : tdl
- Tuli perseptif : tdl
32
N. IX, X
Bagian Motorik
- Suara : N
- Menelan : N
- Kedudukan arcus pharinx : N/N
- Kedudukan uvula : sentral
- Pergerakan arcus pharinx / uvula : N
- Detak jantung : N
- Bising Usus : N
Bagian Sensorik
- Pengecapan 1/3 belakang lidah : tdl
Reflek muntah : tdl
Reflek palatum Mole : tdl
N. XI
Mengangkat bahu : N/N
Memalingkan wajah : N/N
N. XII
Kedudukan lidah waktu istirahat : di tengah
Kedudukan lidah waktu bergerak : di tengah
Atrofi : (-/-)
Fascikulasi / Tremor : (-/-)
Kekeuatan lidah menekan pipi : N/N
33
Sistem Motorik
5 5
5 5
3. Refleks-Refleks
Reflex fisiologis
Refleks biseps : +/+
Refleks triceps : +/+
Refleks patella : +/+
Refleks Achiles : +/+
Refleks patologis
Tungkai
Refleks babinsky : (-/-)
Refleks Chaddock : (-/-)
Lengan
Refleks Hoffman tromer : (-/-)
4. Susunan Saraf Otonom
Miksi : N
Defekasi : N
Sekresi keringat : N
Salivasi : N
Gangguan vasomotor : (-)
Ortostatik hipotensi : (-)
34
dalam batas
normal
5. Pemeriksaan radiologic
CT Scan :
- Tampak Lesi massa hyperdens, semisolid dengan central necrosis
pada left occipital lobe. Strong contrast enhancment 55x40x70mm
- Mass Effect (+) Midline Shift (+) ke kiri 1,76 cm
- System Cysterm menyempit dan ventrikel menyempit
- Sulci dan Gyri Hemisphere Dextra et Sinistra tampak menyempit
- Orbita et retroorbita normal
- Lain lain tak tampak kelainan, regio nasopharynx tak tampak
kelainan
- Kesimpulan : Mendukung Meningioma pada Right Occipital Lobe
55x45x70mm
6. Pemeriksaan Tambahan
Laboratorium Darah Rutin
Hb : 15,4 g/dl
Leukosit : 11.100 mg/ul
Eritrosit : 5,43 juta/ul
Hematokrit : 42 %
Trombosit : 342.000/ul
Laboratorium Kimia Darah
Ureum : 21 mg/dL
Kreatinin : 0,9 mg/dL
Albumin : 5,1 g/dl
35
SGOT : 30
SGPT : 59
PT : 12,7
APTT : 26,8
7. Diagnosis Kerja
1. Meningioma
8. Penatalaksanaan
Pro Operasi
36
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien seorang wanita, berumur 27 tahun, datang dengan
keluhan utama timbul benjolan di kepala bagian belakang sejak kurang lebih tiga
tahun yang lalu, ditambaha keluhan lain berupa penurunan ketajaman penglihatan,
dan kejang. Pasien kemudian didiagnosis dengan diganosa meningioma
berdasarkan gjala klinis disertai defisit neurologis yang sesuai yaitu adanya
benjolan di kepala, nyeri kepala hebat, kejang, penurunan penglihatan, rasa kebal
di wajah, dan penurunan daya ingat. Faktor resiko yang didapat berupa
penggunaan kontrasepsi hormonal dalam waktu lama. Hasil pemeriksaan
penunjang berupa CT Scan yang menunjukkan adanya massa hyperdens pada
regio Occipital berukuran 55x45x70mm.
Penyebab nyeri kepala dan kejang pada kasus ini diduga karena adanya
peningkatan tekanan intrakranial yang disebabkan oleh efek massa tumor, dan
karena invasi/kompresi bangunan peka nyeri seperti : duramater, pembuluh
darah, periosteum. Nyeri pada pasien ini terutama dirasakan pada pagi hari. Hal
ini terjadi karena peninggian pCO 2 selama tidur karena depresi pernapasan,
sehingga terjadi vasodilatasi, peninggian volume darah intrakranial serta
pembengkakan otak yang berakibat perburukan pada traksi atau pergeseran
pembuluh darah
Lobus oksipitalis terdiri dari area 17, 18, dan 19 Broadmann, merupakan
akhir jalur genaikulokalkarina dan adalah penting untuk sensasi dan persepsi
37
visual. Lesi destruktif pada satu lobus oksipitalis mengakibatkan hemianopia
homonym kontralateral, misalnya kehilangan penglihatan pada sebagian atau
semua lapang pandang homonym. Hal ini dapat menyebabkan pasien mengeluh
perubahan bentuk dan kontor objek yang dirasa secara visual (metamorfosia),
seperti pergantian citra secara khayal dari satu sisi lapangan penglihatan ke
lapangan penglihatan lainnya (allestesia visual) atau citra visual yang abnormal
dan menetap setelah objek tersebut dipindahkan (palinopsia). Ilusi visual dan
halusinasi dasar mungkin juga terjadi. Lesi bilateral menyebabkan kebutaan
kortikal, suatu keadaan kebutaan tanpa perubahan pada fundus optikus atau
refleks pupil. Defisit neurologis lainnya dapat terjadi karena adanya destruksi
ataupun kompresi langsung.
Terapi yang dipilih adalah operasi, sesuai dengan algoritma
penatalaksanaan meningioma dimana pada pasien ini merupakan primary tumor
yang symptomatic. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif
sebagai pilihan pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal
massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi
dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi
sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya
berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi
tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak,
dan tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi.
38
Algoritma penanganan meningioma
Pada saat dilakukan operasi, didapat Tumor dengan klasifikasi simpson Grade III,
dimana terdapat tumor di sinus yang ditinggalkan.
Klasifikasi Simpson
Setelah operasi pada pasien ini diberikan terapi kortikosteroid. Mekanisme
aksi kortikosteroid pada tumor otak termasuk penurunan permeabilitas pembuluh
darah, efek sitotoksik pada tumor, penghambatan pembentukan tumor, dan
39
penurunan produksi CSF. Sehingga pada kasus ini pemberian kortikosteroid
diharapkan dapat mengurangi gejala dan mencegah terjadinya edema.
Pada umumnya prognosa meningioma baik, karena pengangkatan tumor
yang sempurna akan memberikan peyembuhan yang permanen. Pada orang
dewasa relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate
lima tahun adalah 75%. Pada kasus ini prognosis terjadinya kekambuhan
diperkirakan sebesar 29% karena tumor tidak dapat teraqngkat seluruhnya. Oleh
karena itu pada pasien ini direncanakan akan dilakukan radioterapi. Dalam kasus
meningioma Grade II danIII, standar saat ini melibatkan pengobatan radiasi
pascaoperasi terlepas dari tingkat reseksi bedah. Hal ini disebabkan tingkat
kekambuhan yang lebih tinggi. Diharapkan dengan radiasi dan pemberian
modulasi hormon, tumor yang tersisa tidak bertambah besar, tidak bertambah
banyak, dan tidak berulang.Pasien juga harus diberitahu untuk tidak menggunakan
kontrasepsi hormonal.
Pasien diperbolehkan pulang 1 minggu setelah operasi dengan keadaan
umum baik. Prognosis ad vitam pada pasien ini bonam. Ad fungsionam dubia ad
malam, sangat susah untuk mengembalikan fungsi penglihatan, tanpa melihat
ukuran tumor dan pendekatan pembedahan. Pada pasien ini terdapat defek visual
pada kedua mata, dengan defek lebih berat pada mata kanan., sehingga
kemungkinan kembalinya fungsi penglihatan sangat sulit. Prognosis ad
sanationam dubia karena pada pasien ini terdapat sisa tumor pada sinus, yang
tidak mungkin direseksi total.
40
BAB V
KESIMPULAN
Telah dilaporkan sebuah kasus wanita 27 tahun, dengan keluhan utama
timbul benjolan di kepala sejak tiga tahun lalu, disertai keluhan nyeri kepala,
gangguan penglihatan, dan kejang. Dari pemeriksaan fisik dan penunjang
didapatkan diagnosis meningioma. Terapi yang dilakukan pada pasien ini adalah
operasi. Pada saat operasi ditemukan tumor dengan klasifikasi simpson grade III.
Pasien diperbolehkan pulang 1 minggu setelah operasi dengan keadaan umum
baik. Prognosis ad vitam pada pasien ini bonam. ad fungsionam dubia ad malam,
dan ad sanationam dubia.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunicardi , Dana K. Andersen, Timothy R. Billiar, David L. Dunn, John G.
Hunter, Jeffrey B. Matthews, Raphael E. Pollock. Schwartz's Principles of
Surgery, 8th edition. McGraw Hill. USA. 2004.
2. Fauiziah B, Widjaja D. Meningioma intrakranial. Cermin Dunia Kedokteran
Vol.16. 1989. P: 36-43
3. Pamir M, Black P. Meningiomas : A comprehensive text. Saunders Elsevier,
Philadelphia, 2010.
4. Luhulima JW. Menings. Dalam: Anatomi susunan saraf pusat. Makassar:
Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2003.
5. Black P et al.Meningiomas : science and surgery. Clinical Neurosurgery Vol.54.
2007 p:91-99.
6. Jill S. Barnholtz-Sloan, J S, Kruchko C. Meningiomas: causes and risk factors.
Neurosurg Focus volume 23. October, 2007. p: 1-8 .
7. Newell F, Beaman T. Ocular Sign of Meningioma. Departement of Surgery
University of Chicago. 1990.
42
Top Related