KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan Tutorial ini
dapat terselesaikan dengan baik.
Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari
skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tim Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
pembuatan laporan ini.
Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan
laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca
akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
PEMBAHASAN SKENARIO...................................................................................................3
I. SKENARIO.....................................................................................................................3
II. KLARIFIKASI ISTILAH...........................................................................................3
III. IDENTIFIKASI MASALAH......................................................................................4
IV. ANALISIS MASALAH..............................................................................................4
V. LEARNING ISSUE...................................................................................................38
VI. KERANGKA KONSEP..........................................................................................55
VII. KESIMPULAN.........................................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................57
ii
PEMBAHASAN SKENARIO
I. SKENARIO
Mrs. Mima, 38-year-old pregnant woman G4P3A0 39-weeks pregnancy, was brought by her
husband to the puskesmas due to convulsion 2 hours ago. She has been complaining of
headache abd visual disturbance for the last 2 days. According to her husband, she has been
suffering from Grave’s disease since 3 years ago, but was not well controlled.
In the examination findings :
Upon admission,
Height – 152 cm; Weight 65 kg;
BP : 180/110 mmHg. HR : 120x/min, RR : 24 x/m.
Head and neck examination revealed exopthalmus and enlargement of thyroid gland.
Pretibial edema
Obstetric examination :
Outer examination : fundal height 32 cm, normal presentation.
FHR : 150 x/min.
Lab : Hb 11,2 g/dL; she had 2+ protein on urine, cylinder (-)
II. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Konvulsi : kejang; suatu kondisi medis saat otot tubuh mengalami fluktuasi kontraksi
dan peregangan dengan sangat cepat menyebabkan gerakan yang tidak terkendali
2. Grave’s disease : suatu gangguan autoimun (dimana tiroid terlalu aktif, menghasilkan
jumlah yang berlebihan dari hormon tiroid atau ketidakseimbangan metabolisme
serius yang dikenal sebagai hipertiroidisme dan tirotoksikosis) yang sering terjadi
pada wanita usia subur;
3. Eksoftalmus : penonjolan abnormal bola mata keluar dari orbita
3
4. Pembesaran glandula tiroid : pembesaran salah satu sistem endokrin yang terletak di
regio leher atau colli
5. Edema pretibial : pembengkakan akinbat penumpukan cairan ataupun lainnya pada
daerah pretibia
6. Tinggi fundus : jarak antara bagian atas rahim wanita hamil yang disebut fundus ke
tulang kemaluannnya
III. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Mrs. Mima, 38 tahun, G4P3A0 kehamilan 39 minggu mengalami kejang 2 jam yang
lalu
2. Mengeluh sakit kepala dan gangguan penglihatan sejak 2 hari yang lalu
3. Riwayat Grave’s disease sejak 3 tahun yang tidak terkontrol
4. Pemeriksaan fisik
5. Pemeriksaan obstetrik
6. Pemeriksaan laboratorium
IV. ANALISIS MASALAH
1. Mrs. Mima, 38 tahun, G4P3A0 kehamilan 39 minggu mengalami kejang 2 jam yang
lalu
a. Etiologi dan mekanisme kejang pada kehamilan
i. Etiologi kejang dalam kehamilan :
1. -hipertensi dalam kehamilan (eklampsia)
2. -perdarahan otak
3. -lesi otak
4. -kelainan metabolisme
5. -meningitis
6. -epilepsi iatrogenik
ii. Mekanisme :
Adanya hipertensi dalam kehamilan menyebabkan banyak
komplikasi salah satunya adalah gangguan pada neurologik . Penyebab
hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas.
Teori-teori yang dianut sekarang:
1. teori kelainan vaskularisasi plasenta
4
2. teori iskemia plasenta , radikal bebas, dan disfungsi endotel
3. teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
4. teori adaptasi kardiovaskularori genetik
5. teori defisiensi gizi
6. teori inflamasi
Timbulnya hipertensi ini sebagai akibat vasospasme
menyeluruh.Tingginya tekanan darah ini bisa menyebabkan perubahan
neurologikSampai bisa terjadi kejang eklamptik. Penyebab kejang
eklamptik belum diketahui dengan jelas. Namun,karena adanya faktor-
faktor yang mendukung vasopsame menyeluruh, seperti vasospasme
serebri. vasopasme serebri menyebabkn gangguanperfusi sehingga bisa
mnyebabkan iskemi serebri sampai bisa menimbulkan edema serebri .
Hal inilah yang menyebabkan timbulnya kejang. Selain itu, pada
eklampsia dan preeklampsia, juga dapat terjadi perdrahan intrakranial
yang berkorelasi dengan timbulnya kejang,meskipun jarang terjadi.
Kejang – kejang pada eklampsia terdiri dari 4 tingkat :
1. Tingkat awal atau aura
a. Berlangsung 30 – 35 detik
b. Tangan dan kelopak mata gemetar
c. Mata terbuka dengan pandangan kosong
d. Kepala di putar ke kanan atau ke kiri
2. Tingkat kejang tonik
a. Berlangsung sekitar 30 detik
b. Seluruh tubuh kaku : wajah kaku, pernafasan berhenti,
dapat diikuti sianosis, tangan menggenggam, kaki di
putar kedalam, lidah dapat tergigit.
3. Tingkat kejang klonik
a. Berlangsung 1 sampai 2 menit
b. Kejang tonik berubah menjadi kejang klonik
c. Konsentrasi otot berlangsung cepat
d. Mulut terbuka tertutup dan lidah dapat tergigit sampai
putus
e. Mata melotot
f. Mulut berbuih
5
g. Muka terjadi kongesti dan tampak sianosis
h. Penderita dapat jatuh, menimbulkan trauma tambahan
4. Tingkat koma
a. Setelah kejang klonik berhenti penderita menarik nafas
b. Diikuti,yang lamanya bervariasi
c. Selama terjadi kejang – kejang dapat terjadi suhu naik
mencapai 40 ˚c, nadi bertambah cepat, dan tekanan
darah meningkat.
b. Makna klinis dari G4P3A0
Riwayat G4P3A0 menunjukkan bahwa Mrs. Mima telah mengalami
kehamilan multipel dan hal ini merupakan salah satu faktor resiko yang
berkaitan dengan preeklampsia. Meskipun hipertensi gestasional paling sering
pada wanita nulipara. Mekanismenya sendiri masih belum jelas dan banyak
teori yang menjelaskan selain juga faktor-faktor resiko lain juga berperan
untuk terjadinya eklampsia.
c. Dampak kejang terhadap kehamilan
Kejang dapat menimbulkan komplikasi pada ibu dan janin.
1. Komplikasi ibu
a. Dapat menimbulkan sianosis
b. Aspirasi air ludah menambah gangguan fungsi paru
c. Tekanan darah meningkat menimbulkan perdarahan otak dan
kegagalan jantung mendadak
d. Lidah dapat tergigit
e. Jatuh dari tempat tidur menyebabkan fraktura dan luka – luka
f. Gangguan fungsi ginjal
g. Perdarahan
h. Gangguan fungsi hati dan menimbulkan ikhterus
2. Komplikasi janin
a. Asfiksia mendadak
b. Solusio plasenta
c. Persalinan prematuritas
d. Resiko umur ibu terhadap kehamilan
6
i. Ibu meninggal saat persalinan
ii. Bayi meninggal
iii. Bayi cacat
iv. Kelainan kromosom, seperti Down Syndrome
2. Mengeluh sakit kepala dan gangguan penglihatan sejak 2 hari yang lalu
a. Etiologi dan mekanisme sakit kepala dan gangguan penglihatan
i. Sakit Kepala
1. Etiologi
a. Hipertensi (dalam kehamilan)
b. TIA/stroke
c. Migraine
d. Glaukoma akut
e. Tumor otak
f. Trauma
g. Infeksi
2. Mekanisme
Hipertensi dalam kehamilan (eklampsia)
vasokontriksi pembuluh darah sistemik hiperperfusi
cerebral vasogenik edema sakit kepala.
ii. Gangguan Pengelihatan
1. Etiologi
a. Katarak
b. Degenerasi manula
c. Glaukoma
d. Hipertensi (dalam kehamilan)
e. Migrain
f. Neuritis optik
g. Penyebab lain seperti myopia, presbyopia, dll
2. Mekanisme
Gangguan penglihatan Skotoma, diplopia dan
ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan gejala yang
menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini
disebabkan oleh perubahan aliran darah pada pusat penglihatan
di korteks serebri maupun didalam retina (Wiknjosastro, 2006)
7
b. Dampak keluhannya terhadap kehamilan ibu
i. Ibu = dampak hipertensi dalam kehamilan (tipe eklampsia) pada si ibu
1. Jangka panjang : Hipertensi akan hilang setelah 6 bulan
persalinan, ada juga beberapa yang mengalami hipertensi,
beberapa wanita juga mengalami masalah cardiovascular.
2. Jangka pendek :
a. Gangguan fungsi ginjal berupa penurunan filtrasi
glomerular, kerusakan sel glomerulus yang
mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran
basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan
proteinuria, penurunan sekresi asam urat, terjadinya
oliguria dan anuria.
b. Perubahan hematologik bisa berupa peningkatan
hematokrit akibat hipovolemia, peningkatan viskositas
darah, trombositopenia, gejala hemolisis
mikroangiopatik.
c. Gangguan pada hepar berupa nekrosis periportal,
peningkatan enzim hepar, subskapular hematoma.
d. Perubahan neurologik, berupa nyeri kepala, gangguan
penglihatan, hiperefleksia, kejang eklamptik,
perdarahan intakranial.
e. Perubahan kardiovaskular berupa peningkatan cardiac
afterload akibat hipertensi dan penurunan cardiac
preload akibat hipovolemia.
f. Gangguan pada paru berupa edema paru.
ii. Janin = memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang
disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenta, vasospasme, dan
kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta. Di bawah ini dampak
dari preeklampsia dan eklampsia pada janin:
1. Intrauterine Growth Restriction (IUGR)
2. Oligohidramnion
3. Lahir prematur
4. Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin
8
3. Riwayat Grave’s disease sejak 3 tahun yang tidak terkontrol
a. Dampak Grave’s disease sejak 3 tahun yang lalu dengan kehamilan sekarang.
Pasien ini telah didiagnosis penyakit grave sejak 3 tahun yang lalu dan
tidak terkontrol. Hal itu berarti dapat ditemukannya antibodi terhadap reseptor
TSH (Thyrotropin Stimulating Hormone - Receptor Antibody /TSHR-Ab) .
Dengan adanya TSHR-AB tersebut maka janin juga beresiko untuk
mengalami penyakit grave karena Thyrotropin Stimulating Hormone -
Receptor Antibody /TSHR-Ab dapat melewati sawar darah placenta yang
menyebabkan aktivitas berlebihan dari tiroid fetus.
Wanita hamil yang mengalami gejala yang berat ataupun hipertiroid
yang tidak terkontrol maka akan terjadi peningkatan risiko untuk terjadinya
infeksi, anemia (defiensi zat besi), peningkatan tekanan darah dan dapat
diikuti dengan peningkatan kadar protein urine.
Pada bayi yang dilahirkan apabila hipertiroid yang dialami ibunya
berat atau tidak terkontrol maka akan ada kemungkinan bagi sang bayi untuk
menderita hipertiroid juga. Begitu pula risiko terhadap kehamilannya, yaitu
persalinan prematur.
Hipertiroid sendiri tidak mempunyai efek yang berarti terhadap proses
persalinan. Akan tetapi , ada keadaan yang disebuti thyroid storm yang dapat
mengancam jiwa. Gejalanya adalah detak jantung yang sangat cepat, tremor ,
nervous, perubahan kesadaran, mual , muntah , diare serta terjadi peningkatan
suhu badan yang tinggi. Keadaan tersebut membutuhkan perawatan yang
intensif serta terapi yang dapat menormalkan kadar hormon tiroid yang
sangat tinggi.
Setelah persalinan obat anti tiroid tersebut harus diteruskan , meskipun
obat obat tersebut (PTU dan Methimazole) dapat di ekskresi melalui ASI, akan
tetapi kedua duanya aman apabila dikonsumsi pada wanita menyusui.
9
Kebanyakan bayi yang lahir dari ibu yang mengalami hipertiroid yang
rajin mengkonsumsi obat anti tiroid sehingga hipertiroidnya tersebut terkontrol
merupakan bayi bayi yang sehat.
b. Adakah perubahan fisiologis hormon tiroid dengan kehamilan 39 minggu
Menurut Glinoer, kehamilan merupakan suatu keadaan yang unik,
dimana faal kelenjar tiroid dipengaruhi oleh 3 perubahan, yaitu :
1. Terjadi perubahan dalam ekonomi tiroid karena meningkatnya kadar TBG
sebagai respons terhadap peningkatan kadar estrogen. Akibat peningkatan
kadar TBG ini akan terjadi kenaikan kadar Protein Binding Iodine mulai
minggu ke 12 yang mencapai 2 kali kadar normal. Juga akan terjadi
kenaikan kadar T4 dan T3 didalam serum. Peningkatan kadar TBG serum
selama kehamilan disebabkan karena meningkatnya produksi TBG oleh
sel-sel hati dan menurunnya degradasi TBG perifer akibat modifikasi
oligosakarida karena pengaruh kadar estrogen yang tinggi.
2. Terjadi peningkatan sekresi Thyroid Stimulating Factors (TSF) dari
plasenta terutama Human Chorionic Gonadotropin (HCG). HCG
menyerupai TSH, dimana keduanya merupakan glikoprotein yang
mempunyai gugus alfa yang identik. Bukti terbaru menunjukkan bahwa
HCG merupakan suatu Chorionic Thyrotropin dimana aktifitas biologik
dari 1 Unit HCG ekivalen dengan 0,5 uU TSH.
3. Kehamilan disertai dengan penurunan persediaan yodium didalam kelenjar
tiroid karena peningkatan klirens ginjal terhadap yodium dan hilangnya
yodium melalui kompleks feto-plasental pada akhir kehamilan. Hal ini
akan menyebabkan keadaan defisiensi yodium relatif. Bersamaan dengan
meningkatnya laju filtrasi glomerulus selama kehamilan, ekskresi yodium
meningkat dan terjadi penurunan “ iodine pool”.
Respons TSH terhadap TRH juga meningkat selama kehamilan. Hal ini
disebabkan karena pengaruh estrogen, dimana dapat juga terjadi pada wanita2
tidak hamil yang menggunakan obat2 kontrasepsi. Walaupun terjadi
perubahan2 diatas, namun kecepatan produksi hormon tiroid tidak mengalami
perubahan selama kehamilan. Menurut Burrow, pada wanita hamil terjadi
beberapa perubahan faal kelenjar tiroid seperti tersebut dibawah ini :
10
Meningkat :
1. Laju metabolisme basal
2. Ambilan yodium radioaktif
3. Respons terhadap TRH
4. Thyroxin Binding Globulin (TBG)
5. Tiroksin
6. Triyodotironin
7. Human Chorionic Thyrotropin/ Gonadotropin
8. Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
Tidak Berubah
1. Human Chorionic Thyrotropin/ Gonadotropin
2. Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
c. Perbedaan Grave’s disease yang terkontrol dan tidak terhadap kehamilan.
Penyakit Grave yang tidak terkontrol dapat menyebabkan komplikasi
pada kehamilan, baik komplikasi ibu dan komplikasi pada janin.
Komplikasi pada ibu yang dapat ditimbulkan adalah
1. payah jantung akibat metabolisme tubuh meningkat dimana terjadi
vasodilatasi perifer, aliran darah yang cepat (hiperdinamik), denyut
jantung meningkat sehingga curah jantung bertambah.
2. peningkatan aktifitas sistem simpato-adrenal melalui peningkatan
kadar katekolamin, meningkatnya kepekaan miokard terhadap
katekolamin.
3. Krisis tiroid ditandai dengan manifestasi hipertiroidisme yang berat
dan hiperpireksia. Suhu tubuh dapat meningkat sampai 41oC disertai
dengan kegelisahan, agitasi, takikardia, payah jantung, mual muntah,
diare,delirium, psikosis, ikterus dan dehidrasi
Komplikasi pada janin yang dapat ditimbulkan adalah kraniosinostosis
prematur yang menimbulkan gangguan perkembangan otak. Kematian
biasanya terjadi akibat kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan
penyakit jantung kongestif. Selain itu janin ketika diliharikan dapat pula
mengalami payah jantung, hepatosplenomegali, ikterus dan
trombositopenia
11
Pada ibu hamil dengan penyakit grave yang telah mengalami operasi
tiroidektomi dan mendapatkan terapi hormon tirois bisa terjadi
hipertioridisme janin karena di dalam serumnya kadar TSI (Thyroid
Stimulating Immunoglobulin) masih tinggi. TSI tersebut dapat dengan
mudah melewati sawar darah palcenta.
d. Patofisiologi grave’s disease.
Kegagalan postulat sel T supresor memungkinkan ekspresi sel T
helper, yang disensitisasi terhadap antigen TSH, yang berinteraksi dengan sel
B. Sel-sel ini berdiferensiasi menjadi sel-sel plasma, yang menghasilkan
antibodi perangsang reseptor-tirotropin (thyrotropin receptor-stimulating
antibody [TRSAb]). TRSAb melekat pada reseptor untuk TSH dan
menstimulasi cAMP, analog dengan TSH sendiri. Berikatannya Thyroid
Stimulating Antibodi dengan reseptor TSH akan merangsang proses inflamasi
dengan pengeluaran faktor-faktor inflamasi (sitokin) interleukin-1, tumor
necrosis factor a (TNF-a) dan interferon-γ yang akan merangsang ekspresi
molekul adhesi CD54 dan molekul regulator CD40 dan HLA class II sehingga
sel akan mengalami proses inflamasi. Disamping TRSAb, antibodi penyekat-
reseptor tirotropin (thyrotropin receptor-blocking antibody [TRBAb]) dapat
juga diproduksi, dan perjalanan klinis penyakit ini biasanya berkolerasi
dengan rasio antara dua antibodi.
Terdapat beberapa mekanisme dari penyakit ini yang ditimbulkan
karena reaksi beberapa autoantibodi terhadap reseptor TSH yaitu : 1).
Autoantibodi terhadap reseptor TSH atau TSI (Thyroid Stimulating
Immunoglobulin), TSI dalam serum berupa LATS (long-acting thyroid
stimulator), adalah IgG yang mengikat reseptor TSH dan menstimulasi
aktivitas adenylate cyclase sehingga terjadi peningkatan release hormon tiroid.
2). Thyroid growth-stimulating immunoglobulin (TGI) berperan pada
proliferasi epitel folikel tiroid. 3). TSH-binding inhibitor immunoglobulin (T-
BII), antibodi antireseptor TSH yang menyamar seperti TSH sehingga terjadi
stimulasi aktivitas sel epitel tiroid.
12
e. Pengaruh Grave’s disease terhadap kejang
Graves disease adalah suatu penyakit autoimun yang menyebabkan
overaktivitas dari kelenjar tiroid. Terdapat autoantibodi terhadap kelenjar
tiroid yang menyerupai hormon TSH. Hal ini menyebabkan penderitanya akan
kelebihan hormon tiroid dalam tubuh. Dampaknya terjadi peningkatan
metabolisme seluruh sistem tubuh. Peningkatan metabolisme pada sirkulasi
darah ditandai peningkatan curah jantung sebanyak 2-3 kali normal. Irama
nadi naik dan tekanan denyut bertambah sehingga menjadi pulses seler dan
penderita mengalami takikardi dan palpitasi. Beban miokard, dan rangsangan
persarafannya dapat meningkatkan kekacauan irama jantung berupa fibrilasi
atrium.
Adanya hipertensi pada graves disease akan semakin diperberat pada
kondisi kehamilan dimana secara fisiologis terjadi peningkatan hormontiroid
untuk metabolisme ibu dan janin maka akan mempengaruhi aliran darah ke
otak. Pada eklampsia diyakini aliran darah cerebral abnormal akibat hipertensi
yang extreme. Regulasi perfusi cerebral terhambat, pembuluh darah berdilatasi
dengan peningkatan permeabilitas, dan terjadi edema cerebral, menyebabkan
kondisi iskemia dan ensefalopati. Pada hipertensi yang extreme , kompensasi
normal vasokonstriksi menjadi terganggu. Pada hasil otopsi ibu yang
menderita eklampsia ditemukan hal yang mendukung teori ini dimana
ditemukan pembengkakan dan nekrosis fibrinoid pembuluh darah. (Michael G
Ross, MD, MPH Professor of Obstetrics and Gynecology, University of
California, Los Angeles, David Geffen School of Medicine; Professor,
Department of Community Health Sciences, Fielding School of Public Health
at University of California at Los Angeles)
Pada kondisi hambatan perfusi serebral, dilatasi pembuluh darah
dengan peningkatan permeabilitas dapat terjadi instabilitas saraf otak, dimana
terjadi ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam basa dan
elektrolit lalu terjadi hiperpolarisasi akibat kelebihan asetilkolin dan defisiensi
GABA sehingga terjadi kejang.
13
f. Bagaimana mengontrol Grave’s disease pada ibu hamil
Wanita pasien penyakit Graves sebaiknya tidak hamil dahulu sampai
keadaan hipertiroidisme-nya diobati dengan adekuat, karena angka kematian
janin pada hipertiroidisme yang tidak diobati tinggi. Bila ternyata hamil juga
dengan status eutiroidisme yang belum tercapai, perlu diberikan obat antitiroid
dengan dosis terendah yang dapat mencapai kadar FT-4 pada kisaran angka
normal tinggi atau tepat di atas normal tinggi. PTU lebih dipilih dibanding
metimazol pada wanita hamil dengan hipertiroidisme, karena alirannya ke
janin melalui plasenta lebih sedikit, dan tidak ada efek teratogenik. Kombinasi
terapi dengan tiroksin tidak dianjurkan, karena akan memerlukan dosis obat
antitiroid lebih tinggi, di samping karena sebagian tiroksin akan masuk ke
janin, yang dapat menyebabkan hipotiroidisme.
Evaluasi klinis dan biokimia perlu dilakukan lebih ketat, terutama pada
trimester ketiga. Pada periode tersebut, kadang-kadang - dengan mekanisme
yang belum diketahui- terdapat penurunan kadar TSHR-Ab dan peningkatan
kadar thyrotropin receptor antibody, sehingga menghasilkan keadaan remisi
spontan, dan dengan demikian obat antirioid dapat dihentikan. Wanita
melahirkan yang masih memerlukan obat antiroid, tetap dapat menyusui
bayinya dengan aman
4. Pemeriksaan Fisik
a. Interpretasi dan mekanisme abnormal
Pemeriksaan fisik Nilai normal Interpretasi Mekanisme abnormal
TB: 152 cm, BB: 65
kg
BBIH= BBI + (UH
x 0,35)
BBI = TB-105
=152-105 =
47
BBIH = 47 + (39 x
0,35)
Terjadi obesitas
pada kehamilan
(abnormal).
Adanya obesitas
merupakan kondisi yang
menjadi resiko
terjadinya eklampsia
pada kehamilan.
14
= 60,65
BP= 180/110 mmHg < 140/90 mmHg Terjadi hipertensi
pada kehamilan
(abnormal)
HR= 120 x/mnt 60-100 x/mnt Takikardi
(abnormal)
RR= 24 x/mnt 16-24 x/mnt normal -
Exoftalmus (+) dan
pembesaran kelenjar
tiroid
Exoftalmus (-) dan
tidak ada
pembesaran kelenjar
tiroid
Abnormal Graves disease →
peningkatan infiltrasi
limfosit pada jaringan
orbita → fibroblas
orbita menghasilkan
mucopolisakarida yang
hiperosmotik→ jaringan
edema dalam otot extra
okuler (exoftalmus)
Grave disease →
stimulasi kelenjar tiroid
meningkat
→pembesaran
kelenjar tiroid
Edema pretibia Tidak ada edema
pretibia
Abnormal hipertensi→peningkatan
cairan ekstra sel →
edema
5. Pemeriksaan obstetric
a. Interpretasi dan mekanisme abnormal
Tinggi fundus 32 cm.Presentasi normal
Interpretasi : normal
Pada kehamilan 28 minggu, fundus uteri terletak kira-kira 3 jari diatas
pusat atau 1/3 jarak antara pusat ke prosssus xipoideus. Pada kehamilan 32
minggu, fundus uteri terletak antara ½ jarak pusat dan prossesus xipoideus.
15
Pada kehamilan 36 minggu, fundus uteri terletak kira-kira 1 jari dibawah
prossesus xipoideus. Bila pertumbuhanjanin normal, maka tinggi fundus uteri
pada kehamilan 28 minggu adalah 25 cm, pada 32 minggu adalah 27 cm dan
pada 36 minggu adalah 30 cm. Pada kehamilan 40 minggu, fundus uteri turun
kembali dan terletak kira-kira 3 jari dibawah prossesus xipoideus. Hal ini
disebabkan oleh kepala janin yang pada primigravida turun dan masuk
kedalam rongga panggul.
DJJ :150
Interpretasi : normal (110-160x/menit)
b. Cara pemeriksaaan obstetric
i. Inspeksi : membesar / tidak (pada kehamilan muda pembesaran
abdomen mungkin belum nyata).
ii. Palpasi : tentukan tinggi fundus uteri (pada kehamilan muda dilakukan
dengan palpasi bimanual dalam, dapat diperkirakan ukuran uterus –
pada kehamilan lebih besar, tinggi fundus dapat diukur dengan pita
ukuran sentimeter, jarak antara fundus uteri dengan tepi atas simfisis
os pubis).
Pemeriksaan palpasi Leopold dilakukandengan sistematika :
1. Leopold 1
a. Mengetahui letak presentasi kepala dan bokong.
b. menghadap ke kepala pasien gunakan ujung jari kedua
tangan untuk mempalpasi fundus uteri.
c. apabila kepala janin teraba di bagian fundus, yang akan
teraba adalah keras, bulat dan mudah digerakkan dan
“ballotable”.
d. apabila bokong janin teraba di bagian fundus, yang akan
terasa adalah lembut, tidak beraturan, tidak rata,
melingkar dan sulit digerakkan.
2. Leopold 2
a. Maneuver ini untuk mengidentifikasi hubungan bagian
tubuh janin ke depan, belakang atau sisi pelvis ibu.
b. Menghadap ke kepala pasien, letakkan kedua tangan
pada kedua sisi abdomen, pertahankan uterus dengan
16
tangan yang satu dan palpasi sisi lain untuk menentukan
lokasi punggung janin.
c. Bagian punggung akan teraba jelas, rata, cembung,
kaku/tidak dapat digerakkan. bagian-bagian kecil
(tangan dan kaki) akan teraba kecil, bentuk / posisi tidak
jelas dan menonjol, dan mungkin bisa bergerak pasif
atau aktif.
3. Leopold 3
a. Maneuver ini mengidentifikasikan bagian janin yang
paling dekat dengan serviks. Bagian janin inilah yang
pertama kali kontak dengan jari pada saat pemriksaan
vagina, umumnya adalah kepala atau bokong. Langkah
pemeriksaan :
i. Letakkan tiga ujung jari kedua tangan pada
kedua sisi abdomen pasien tepat diantara
simphisis dan minta pasien untuk menarik nafas
dan menghembuskannya. Pada saat pasien
menghembuskan nafas, tekan jari tangan ke
bawah secara perlahan dan dalam di sekitar
bagian presentasi.
4. Leopold 4
a. Maneuver ini mengidentifikasi bagian terbesar dari
ujung kepala janin yang dipalpasi di bagian sisi pelvis.
Apabila posisi kepala fleksi ujung kepala adalah bagian
depan kepala. Apabila posisi kepala ekstensi, ujung
kepala adalah bagian oksiput. Langkah Pemeriksaan :
i. Menghadap ke longlegs pasien. Secara perlahan
gerakkan jari tangan ke sisi bawah abdomen ke
arah pelvis hingga ujung jari salah satu tangan
menyentuh tulang terakhir. Inilah ujung kepala.
Jika bagian ujung terletak di bagian yang
berlawanan dengan punggung, ini adalah pundak
bayi dan kepala pada posisi fleksi. Jika kepala
pada posisi ekstensi, ujung kepala akan terletak
17
pada bagian yang sama dengan punggung dan
bagian oksiput menjadi ujung kepala.
iii. Auskultasi : dengan stetoskop kayu Laennec atau alat Doppler yang
ditempelkan di daerah punggung janin, dihitung frekuensi pada 5 detik
pertama, ketiga dan kelima, kemudian dijumlah dan dikalikan 4 untuk
memperoleh frekuensi satu menit. Sebenarnya pemeriksaan auskultasi
yang ideal adalah denyut jantung janin dihitung seluruhnya selama satu
menit.
Batas frekuensi denyut jantung janin normal adalah 120-160 denyut
per menit. Takikardi menunjukkan adanya reaksi kompensasi terhadap
beban / stress pada janin (fetal stress), sementara bradikardi
menunjukkan kegagalan kompensasi beban / stress pada janin (fetal
distress/gawat janin)
6. Pemeriksaan Lab
a. Interpretasi dan mekanisme abnormal
i. Hb 11,2 gr/dL
Kadar Hb pada wanita hamil dikatakan anemia bila pada
trimester 1 dan 3 <10,5 gr/dL dan pada trimester 2 <11gr/dL.
Pasien ini telah memasuki usia kehamilan trimester 3 dan
dengan kategori Hb normal.
ii. Protein Urine 2+
Protein urine 2+ atau 0,19/L. Hal itu diduga disebabkan oleh
adanya kerusakan endotel vaskuler dan vasospasme yang disebabkan
18
oleh aktivasi trombosit yang mengakibatkan pelepasan tromboksan
(TxA2) dan serotonin. Karena adanya kerusakan endotel tersebut maka
pasokan aliran darah ke organ-organ juga tidak memadai, termasuk ke
ginjal. Lama kelamaan hal itu akan merusak fungsi ginjal dan
menyebabkan fungsi filtrasi glomerulus terganggu dan bermanifestasi
pada ditemukannya protein dalam urine.
iii. Cylinder (-)
Silinder adalah masssa protein berbentuk silindris yang
terbentuk di tubulus ginjal dan dibilas masuk ke dalam urine. Silinder
hanya terbentuk dalam nefron tubulus kontortus distal.
Faktor-faktor yang mendukung terbentuknya silinder adalah
laju aliran yang rendah, konsentrasi garam tinggi, volume urine yang
rendah, dan pH rendah (asam)yang menyebabkan denaturasi dan
precipitasi protein.
Pada pasien ini tidak ditemukan cylinder yang artinya belum
terjadinya kerusakan pada nefron di tubulus kontortus distal ginjal
7. Pertanyaan tambahan
a. Cara penegakkan diagnosis dan pemeriksaan penunjang lainnya
1. Identitas pasien
1. Nama , alamat dan usia pasien dan suami pasien.
2. Pendidikan dan pekerjaan pasien dan suami pasien.
3. Agama, suku bangsa pasien dan suami pasien.
2. Anamnesa obstetri :
1. Kehamilan yang ke …..
2. Hari pertama haid terakhir-HPHT ( “last menstrual periode”-LMP )
3. Riwayat obstetri:
1. Usia kehamilan : ( abortus, preterm, aterm, postterm ).
2. Proses persalinan ( spontan, tindakan, penolong persalinan ).
3. Keadaan pasca persalinan, masa nifas dan laktasi.
4. Keadaan bayi ( jenis kelamin, berat badan lahir, usia anak saat ini ).
19
5. Pada primigravida :
1. Lama kawin, pernikahan yang ke ….
2. Perkawinan terakhir ini sudah berlangsung …. Tahun.
4. Anamnesa tambahan : Anamnesa mengenai keluhan utama yang
dikembangkan sesuai dengan hal-hal yang berkaitan dengan kehamilan
(kebiasaan buang air kecil / buang air besar, kebiasaan merokok, hewan
piaraan, konsumsi obat-obat tertentu sebelum dan selama kehamilan).
5. Pemeriksaan Fisik
Status Present
1. Keadaan Umum
2. Kesadaran
3. Tekanan Darah
4. Nadi
5. RR
6. Suhu
7. Status Gizi
Status Generalis
Status Obstetrik
6. Pemeriksaan Luar
Ibu:
Leopold 1
Leopold 2
Leopold 3
Leopold 4
Janin:
DJJ
His
7. Pemeriksaan Dalam
1. Inspekulo
2. Vaginal Toucher
3. Portio
4. Pembukaan Servik
5. Ketuban
20
6. Bag.terendah janin
7. Penurunan
8. Petunjuk
8. Pemeriksaan penunjang
1. Urin : Protein, reduksi, bilirubin, sedimen urin.
2. Darah : Trombosit, ureum, kreatinin, SGOT, LDH dan bilirubin.
3. USG
b. DD, WD
Preeklampsia Berat Eklampsia
Nyeri kepala + +
↓ pergerakan janin + +
Pandangan kabur + +
Nausea dan
epigastric
discomfort
+ +
Hipertensi + +
Edema + +
Trombositopenia + +
↑ Kreatinin dan
Uric acid
+ +
↑ LDH + +
↓ Albumin + +
Proteinuria + +
Kejang - +
WD : Mrs Mima 38 tahun G4P3A0 usia kehamilan 39 minggu dengan
penyulit Grave’s Disease, dengan janin tunggal hidup dengan presentasi
normal menderita EKLAMSIA.
c. Etiologi
Etiologi dan patogenesis eklampsia dan preeklampsia sampai saat ini
masih belum sepenuhnya dipahami, masih banyak ditemukan kontroversi,
itulah sebabnya penyakit ini sering disebut “the desease of theories”. Para
peneliti berpendapat bahwa kelainan pembuluh darah, faktor otak dan sistem
saraf, nutrisi dan gen berperan dalam terjadinya preeklampsia yang nantinya
21
dapat berkembang menjadi eklampsia. Namun tidak satupun teori dapat
terbukti.
Pada saat ini hipotesis utama yang dapat diterima untuk menerangkan
terjadinya preeklampsia adalah: faktor imunologi, genetik, penyakit pembuluh
darah dan keadaan dimana jumlah trofoblast yang berlebihan dan dapat
mengakibatkan ketidakmampuan invasi trofoblast terhadap arteri spiralis pada
awal trimester satu dan trimester dua. Hal ini akan menyebabkan arteri spiralis
tidak dapat berdilatasi dengan sempurna dan mengakibatkan turunnya aliran
darah di plasenta. Berikutnya akan terjadi stress oksidasi, peningkatan radikal
bebas, disfungsi endotel, agregasi dan penumpukan trombosit yang dapat
terjadi di berbagai organ
d. Epidemiologi
i. Eklampsia
Di usia kehamilan eklampsia terjadi pada satu dari 2.000
kelahiran, di negara miskin dan menengah terjadi 1 dari 100 dan 1 dari
1.700 kelahiran. Eklampsia menyebabkan 50.000 kematian/tahun di
seluruh dunia, 10% dari kematian maternal.
Di RS Dr. Sardjito selama tahun 1997-2001 kasus pre-eklampsia
dan eklampsia paling banyak terjadi yaitu 34,09% dibandingkan kasus
lain seperti, perdarahan (27,27%), infeksi (11,36%) dan lain-lain
(27,28%).
ii. Grave’s disesase
Grave’s disease memiliki prevalensi sekitar 60-80% dari
kejadian tirotoksikosis. Prevalensinya bervariasi pada tiap populasi,
terutama bergantung pada asupan yodium. Penyakit ini timbul pada 2%
wanita, namun hanya sepersepuluhnya saja pada pria. Penyakit ini
jarang timbul sebelum adolesens dan biasanya muncul antara usia 20
sampai 50 tahun, namun pada usia lebih tua juga dapat terjadi.
e. Faktor resiko
i. Eklampsia
1. Riwayat keluarga eklampsia
22
Ibu hamil dengan sejarah keluarga menderita eklampsia akan
meningkatkan risiko ikut terkena eklampsia.
2. Kehamilan pertama
Di kehamilan pertama, risiko mengalami eklampsia jauh lebih
tinggi.
3. Usia
Ibu hamil berusia di atas 35 tahun akan lebih besar risikonya
menderita eklampsia.
4. Obesitas
Eklampsia lebih banyak menyerang ibu hamil yang mengalami
obesitas
5. Kehamilan kembar.
Mengandung bayi kembar juga meningkatkan risiko eklampsia
6. Kehamilan dengan diabetes.
Wanita dengan diabetes saat hamil memiliki risiko eklampsia
seiring perkembangan kehamilan
7. Riwayat hipertensi.
Kondisi sebelum hamil seperti hipertensi kronis, diabetes,
penyakit ginjal atau lupus, akan meningkatkan risiko terkena
eklampsia
ii. Grave’s diseases
1. Sebuah riwayat keluarga penyakit
2. Sex
3. Perempuan tujuh kali lebih mungkin mengembangkan penyakit
Graves daripada pria
4. Umur (Graves 'disease biasanya berkembang setelah umur 20)
5. Stres
6. Kehamilan
7. Merokok
f. Patofisiologi
i. Patofisiologi Hipertensi pada Kehamilan
Menurut Angsar (2008) teori – teorinya sebagai berikut:
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
23
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta
mendapatkan aliran darah dari cabang – cabang arteri uterina
dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi
arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis.
Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis
memberi cabang arteri spiralis. Pada kehamilan terjadi invasi
trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis, yang
menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan
dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi
vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta.
Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi
jaringan juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan
janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodelling arteri
spiralis. Pada pre eklamsia terjadi kegagalan remodelling
menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga
arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi,
sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah
hipoksia dan iskemia plasenta.
2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas, dan Disfungsi Endotel
a. Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas
Karena kegagalan Remodelling arteri spiralis
akan berakibat plasenta mengalami iskemia, yang akan
merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal
hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radiakl
hidroksil akan merusak membran sel yang banyak
mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida
lemak. Periksida lemak juga akan merusak nukleus dan
protein sel endotel
b. Disfungsi Endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan
terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh
24
struktur sel endotel keadaan ini disebut disfungsi
endotel, yang akan menyebabkan terjadinya :
i. Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu
menurunnya produksi prostasiklin (PGE2) yang
merupakan suatu vasodilator kuat.
ii. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel
yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit
memproduksi tromboksan (TXA2) yaitu suatu
vasokonstriktor kuat. Dalam Keadaan normal
kadar prostasiklin lebih banyak dari pada
tromboksan. Sedangkan pada pre eklamsia kadar
tromboksan lebih banyak dari pada prostasiklin,
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
darah.
iii. Perubahan khas pada sel endotel kapiler
glomerulus (glomerular endotheliosis) .
iv. Peningkatan permeabilitas kapiler.
v. Peningkatan produksi bahan – bahan vasopresor,
yaitu endotelin. Kadar NO menurun sedangkan
endotelin meningkat.
vi. Peningkatan faktor koagulasi
3. Teori intoleransi imunologik ibu dan janin
Pada perempuan normal respon imun tidak menolak
adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan
adanya Human Leukocyte Antigen Protein G (HLA-G) yang
dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer
(NK) ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasis el trofoblas
kedalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta ibu yang
mengalami pre eklamsia terjadi ekspresi penurunan HLA-G
yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke
dalam desidua. Kemungkinan terjadi Immune-
Maladaptation pada pre eklamsia.
4. Teori Adaptasi kardiovaskular
25
Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter
terhadap bahan vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah
tidak peka terhadap rangsangan vasopresor atau dibutuhkan
kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon
vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi akibat adanya
sintesis prostalglandin oleh sel endotel. Pada pre eklamsia
terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan
vasopresor sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka
terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah akan
mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam
kehamilan.
5. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen
tunggal. Genotype ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi
dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan
genotype janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami pre
eklamsia, 26% anak perempuannya akan mengalami pre
eklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami
pre eklamsia.
6. Teori Defisiensi Gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi
dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa
konsumsi minyak ikan dapat mengurangi resiko pre eklamsia.
Minyak ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang
dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi
trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
7. Teori Stimulasi Inflamasi
Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas
di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama
terjadinya proses inflamasi. Berbeda dengan proses apoptosis
pada pre eklamsia, dimana pada pre eklamsia terjadi
peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris trofoblas
dan nekrorik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini
26
mengakibatkan respon inflamasi yang besar juga. Respon
inflamasi akan mengaktifasi sel endotel dan sel
makrofag/granulosit yang lebih besar pula, sehingga terjadi
reaksi inflamasi menimbulkan gejala – gejala pre eklamsia pada
ibu.
ii. Patofisiologi grave disease dalam kehamilan
Hipertiroidisme dalam kehamilan hampir selalu disebabkan karena
penyakit Grave yang merupakan suatu penyakit otoimun. Sampai
sekarang etiologi penyakit Grave tidak diketahui secara pasti. Dilihat
dari berbagai manifestasi dan perjalanan penyakitnya, diduga banyak
faktor yang berperan dalam patogenesis penyakit ini. Dari hasil
penelitian, masih timbul sejumlah pertanyaan yang belum terjawab,
antara lain :
Apakah kelainan dasar penyakit tiroid otoimun terjadi didalam
kelenjar tiroid sendiri, didalam sistem imun atau keduanya.
Kalau terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan sistem imun,
apakah kelainan primer terjadi pada fungsi sel T (aktifitas sel T
supresor yang meningkat dan sel T helper yang menurun atau
sebaliknya).
Apakah terdapat pengaruh faktor genetik dan lingkungan pada
tahap awal terjadinya penyakit tiroid otoimun.
Kelenjar tiroid merupakan organ yang unik dimana proses
otoimun dapat menyebabkan kerusakan jaringan tiroid dan
hipotiroidisme (pada tiroiditis Hashimoto) atau menimbulkan stimulasi
dan hipertiroidisme (pada penyakit Grave).
Proses otoimun didalam kelenjar tiroid terjadi melalui 2 cara,
yaitu :
a. Antibodi yang terbentuk berasal dari tempat yang jauh
(diluar kelenjar tiroid) karena pengaruh antigen tiroid
spesifik sehingga terjadi imunitas humoral.
b. Zat-zat imun dilepaskan oleh sel-sel folikel kelenjar
tiroid sendiri yang menimbulkan imunitas seluler.
Antibodi ini bersifat spesifik, yang disebut sebagai Thyroid
Stimulating Antibody (TSAb) atau Thyroid Stimulating Imunoglobulin
27
(TSI). Sekarang telah dikenal beberapa stimulator tiroid yang berperan
dalam proses terjadinya penyakit Grave, antara lain :
1. Long Acting Thyroid Stimulator (LATS)
2. Long Acting Thyroid Stimulator-Protector (LATS-P)
3. Human Thyroid Stimulator (HTS)
4. Human Thyroid Adenylate Cyclase Stimulator (HTACS)
5. Thyrotropin Displacement Activity (TDA)
Antibodi-antibodi ini berikatan dengan reseptor TSH yang
terdapat pada membran sel folikel kelenjar tiroid, sehingga
merangsang peningkatan biosintesis hormon tiroid.
Bukti tentang adanya kelainan sel T supresor pada penyakit
Grave berdasarkan hasil penelitian Aoki dan kawan-kawan (1979),
yang menunjukkan terjadinya penurunan aktifitas sel T supresor pada
penyakit Grave. Tao dan kawan-kawan (1985) membuktikan pula
bahwa pada penyakit Grave terjadi peningkatan aktifitas sel T helper.
Seperti diketahui bahwa dalam sistem imun , sel limfosit T dapat
berperan sebagai helper dalam proses produksi antibodi oleh sel
limfosit B atau sebaliknya sebagai supresor dalam menekan produksi
antibodi tersebut. Tergantung pada tipe sel T mana yang paling
dominan, maka produksi antibodi spesifik oleh sel B dapat mengalami
stimulasi atau supresi. Kecenderungan penyakit tiroid otoimun terjadi
pada satu keluarga telah diketahui selama beberapa tahun terakhir.
Beberapa hasil studi menyebutkan adanya peran Human Leucocyte
Antigen (HLA) tertentu terutama pada lokus B dan D. Grumet dan
kawan-kawan (1974) telah berhasil mendeteksi adanya HLA-B8 pada
47% penderita penyakit Grave. Meningkatnya frekwensi haplotype
HLA-B8 pada penyakit Grave diperkuat pula oleh peneliti-peneliti
lain. Studi terakhir menyebutkan bahwa peranan haplotype HLA-B8
pada penyakit Grave berbeda-beda diantara berbagai ras. Gray dan
kawan-kawan (1985) menyatakan bahwa peranan faktor lingkungan
seperti trauma fisik, emosi, struktur keluarga, kepribadian, dan
kebiasaan hidup sehari-hari tidak terbukti berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit Grave. Sangat menarik perhatian bahwa penyakit
Grave sering menjadi lebih berat pada kehamilan trimester pertama,
28
sehingga insiden tertinggi hipertiroidisme pada kehamilan akan
ditemukan terutama pada kehamilan trimester pertama. Sampai
sekarang faktor penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Pada usia
kehamilan yang lebih tua, penyakit Grave mempunyai kecenderungan
untuk remisi dan akan mengalami eksaserbasi pada periode
postpartum. Tidak jarang seorang penderita penyakit Grave yang
secara klinis tenang sebelum hamil akan mengalami hipertiroidisme
pada awal kehamilan. Sebaliknya pada usia kehamilan yang lebih tua
yaitu pada trimester ketiga, respons imun ibu akan tertekan sehingga
penderita sering terlihat dalam keadaan remisi. Hal ini disebabkan
karena terjadi perubahan sistem imun ibu selama kehamilan. Pada
kehamilan akan terjadi penurunan respons imun ibu yang diduga
disebabkan karena peningkatan aktifitas sel T supresor janin yang
mengeluarkan faktor-faktor supresor. Faktor-faktor supresor ini
melewati sawar plasenta sehingga menekan sistem imun ibu. Setelah
plasenta terlepas, faktor-faktor supresor ini akan menghilang. Hal ini
dapat menerangkan mengapa terjadi eksaserbasi hipertiroidisme pada
periode postpartum. Setelah melahirkan terjadi peningkatan kadar
TSAb yang mencapai puncaknya 3 sampai 4 bulan postpartum.
Peningkatan ini juga dapat terjadi setelah abortus. Suatu survai yang
dilakukan oleh Amino dan kawan-kawan (1979-1980) menunjukkan
bahwa 5,5% wanita Jepang menderita tiroiditis postpartum. Gambaran
klinis tiroiditis postpartum sering tidak jelas dan sulit dideteksi.
Tiroiditis postpartum biasanya terjadi 3-6 bulan setelah melahirkan
dengan manifestasi klinis berupa hipertiroidisme transien diikuti
hipotiroidisme dan kemudian kesembuhan spontan. Pada fase
hipertiroidisme akan terjadi peningkatan kadar T4 dan T3 serum
dengan ambilan yodium radioaktif yang sangat rendah (0 – 2%). Titer
antibodi mikrosomal kadang-kadang sangat tinggi. Fase ini biasanya
berlangsung selama 1 – 3 bulan, kemudian diikuti oleh fase
hipotiroidisme dan kesembuhan, namun cenderung berulang pada
kehamilan berikutnya. Terjadinya tiroiditis postpartum diduga
merupakan “rebound phenomenon” dari proses otoimun yang terjadi
setelah melahirkan.
29
g. Manifestasi klinis
Gejala dan tanda yang terdapat pada pasien eklamsia berhubungan dengan
organ yang dipengaruhinya, antara lain yaitu: Oliguria (kurang dari 400ml/24
jam atau urin tetap kurang dari 30 ml/jam, Nyeri Epigastrium, Penglihatan
kabur, Dyspnea, Sakit kepala, Nausea dan Vomitting, Scotoma, dan Kejang.
Kebanyakan kasus dihubung-hubungkan dengan hipertensi dikarenakan
kehamilan dan proteinuria tapi satu – satunya tanda nyata dari eklamsia adalah
terjadinya kejang eklamtik, yang dibagi menjadi empat fase.
1. Stadium Premonitory
Fase ini biasanya tidak diketahui kecuali dengan monitoring secara
konstan, mata berputar -putar ketika otot wajah dan tangan tegang.
2. Stadium Tonik
Segera setelah fase premonitory tangan yang tegang berubah menjadi
mengepal. Terkadang ibu menggigit lidah seiring dengan ibu
mengatupkan gigi, sementara tangan dan kaki menjadi kaku. Otot
respirasi menjadi spasme, yang dapat menyebabkan ibu berhenti
bernafas. Stadium ini berlangsung selama sekitar 30 menit.
3. Stadium Klonik
Pada fase ini spasme berhenti tetapi otot mulai tersentak dengan hebat.
Berbusa, saliva yang bercampur sedikit darah pada bibir dan kadang –
kadang bisa menarik nafas. Setelah sekitar dua menit kejang berhenti,
menuju keadaan koma, tapi beberapa kasus menuju gagal jantung.
4. Stadium coma
Ibu tidak sadar, suara nafas berisik. Keadaan ini bisa berlangsung
hanya beberapa menit atau bahkan dpat menetap sampai beberapa jam.
h. Tatalaksana ( +manajemen antenatal postnatal)
Pengobatan terhadap Graves disease termasuk penggunaan obat-obat anti
tiroid (OAT), yodium radioaktif dan tiroidektomi (eksisi pembedahan dari
kelenjar tiroid). Pengobatan hipertiroid pada graves disease adalah dengan obat-
obatan seperti methimazole atau propylthiouracil (PTU), yang akan menghambat
produksi dari hormon tiroid, atau juga dengan yodium radioaktif . Pembedahan
merupakan salah satu pilihan pengobatan, sebelum pembedahan pasien diobati
dengan methimazole atau propylthiouracil (PTU). Beberapa ahli memberikan
terapi kombinasi tiroksin dengan OAT dosis tinggi untuk menghambat produksi
30
hormon tiroid namun pasien tetap dipertahankan eutiroid dengan pemberian
tiroksin. Penambahan tiroksin selama terapi dengan OAT juga akan menurunkan
produksi antibodi terhadap reseptor TSH dan frekuensi kambuhnya hipertiroid.
Beberapa dokter cenderung menggunakan PTU karena obat ini secara
parsial menghambat perubahan T4 menjadi T3 dan kurang dapat melewati
plasenta dibandingkan dengan methimazole. Dosis PTU awal bersifat empiris.
Untuk pasien tak-hamil, American Thyroid Association menganjurkan dosis
harian awal 100-600 mg untuk PTU dan 10 sampai 40 mg untuk methimazole
(singer dkk., 1995). Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis
awal 100-150 mg setiap 6 jam. Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-
200 mg , 1 atau 2 kali sehari.
Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan
dosis tunggal sekali sehari. Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg
setiap pagi selama 1-2 bulan, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5 – 20 mg
perhari.
Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis
tergantung pada beratnya tampilan klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai
dengan 3x100-200 mg/hari dan metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari
dosis terbagi untuk 3-6 minggu pertama. Setelah periode ini dosis dapat
diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia. Apabila respons
pengobatan baik, dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU 50mg/hari dan
metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan
klinis eutiroid dan kadar T-4 bebas dalam batas normal. Bila dengan dosis awal
belum memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan
bertahap sampai dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor-
faktor penyebab lainnya seperti ketaatan pasien minum obat, aktivitas fisis dan
psikis.
Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat
bermanfaat untuk mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis
(hyperadrenergic state) seperti palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas
melalui blokadenya pada reseptor adrenergik. Di samping efek antiadrenergik,
obat penyekat beta ini juga dapat -meskipun sedikit- menurunkan kadar T-3
melalui penghambatannya terhadap konversi T-4 ke T-3. Dosis awal propranolol
umumnya berkisar 80 mg/hari.
31
Pengobatan dengan iodium radioaktif diindikasikan pada : pasien umur 35
tahun atau lebih, hipertiroid yang kambuh setelah dioperasi, gagal mencapai
remisi sesudah pemberian OAT, tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan
OAT dan pada adenoma toksik, goiter multinodular toksik. Digunakan I131
dengan dosis 5-12mCi per oral. Tapi pengobatan dengan iodium radioaktif
dikontraindikasikan selama kehamilan, kecuali untuk beberapa wanita yang tidak
dapat mematuhi terapi medis atau pada mereka yang terapi obatnya terbukti
toksik.
Tiroidektomi subtotal sangat efektif untuk menanggulangi hipertiroid. Indikasi
operasi adalah :
1. Pasien umur muda dengan struma yang besar serta tidak mempan dengan
OAT
2. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan OAT dosis tinggi.
3. Alergi terhadap OAT, pasien tidak bisa menerima iodium radioaktif.
4. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.
5. Pada penyakit grave yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.
Tujuan utama penanganan eklampsia :
Menstabilisasi fungsi vital penderita dengan terapi suportif Airway, Breathing,
Circulation (ABC)
Mengendalikan kejang
Mengendalikan tekanan darah khususnya jika terjadi hipertensi krisis sehingga
penderita mampu melahirkan janin dengan selamat pada kondisi optimal.
Pengendalian kejang dapat diterapi dengan pemberian magnesium sulfat pada dosis
muatan (loading dose) 4 – 6 gram IV diikuti 1,5 – 2 g/jam dalam 100 ml infus rumatan
IV. Hal ini dilakukan untuk mencapai efek terapeutik 4,8 – 8,4 mg/dl sehingga kadar
magnesium serum dapat dipertahankan dari efek toksik.
Terapi Preeklampsi berat 4,6,13
Dasar pengelolaan preeklampsi berat pada ibu dengan penyulit apapun dilakukan
pengelolaan dasar sebagai berikut:
a. Pertama adalah rencana terapi pada penyulit yaitu terapi medikamentosa dengan
pemberian obat-obatan terhadap penyulit
32
b. Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya yang tergantung
pada umur kehamilannya dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia selama
perawatan, yaitu;
1. Ekspektatif / konservatif: bila umur kehamilan kurang dari 37 minggu
artinya kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan
terapi Medikamentosa
2. Aktif
A. Pemberian terapi medikamentosa :
a) Segera masuk ke rumah sakit
b) Tirah baring miring kekiri secara intermitten
c) Infus ringer laktat
d) Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang
e) Pemberian MgSO4 dibagi:
o Loading dose (dosis awal ) : 4 gr MgSO4 40% IV secara perlahan
o Maintenance dose (dosis lanjutan) : 1 gr MgSO4 40%/jam dalam 500 ml RL
f) Anti hipertensi
Diberikan : bila tensi ≥180/110 atau MAP ≥ 126
Jenis obat nifedipin: 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit maksimal 120 mg
dalam 24 jam, nifedipin tidak dibenarkan diberikan dibawah mukosa lidah
(sublingual) karena absorbsi terbaik adalah melalui saluran cerna, desakan darah
diturunkan secara perlahan penurunan awal 25 % dari desakan sistol, desakan
darah diturunkan mencapai < 160/105, MAP < 125. Beberapa jenis obat anti-
hipertensi termasuk : methyl-dopa/clonidine,labetalol, metoprolol dan
hidralazine.8,15
g) Diuretikum
tidak dibenarkan untuk diberikan secara rutin karena :
Memperberat penurunan perfusi plasenta
Memperberat hipovolemia
Meningkatkan hemokonsentrasi
Diuretikum hanya diberikan atas indikasi:
1. Edema paru
2. Payah jantung kongestif
33
3. Edema anasarka
B. Sikap terhadap Kehamilannya :
Perawatan konservatif / ekspektatif
a. Tujuan
1. Mempertahankan kehamilan, sehingga mencapai umur kehamilan yang
memenuhi syarat janin dapat dilahirkan
2. Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan
ibu
b. Indikasi:
Kehamilan < 37 minggu tanpa dijumpai tanda-tanda gejala impending eklampsi
c. Terapi medikamentosa:
Bila penderita sudah kembali menjadi preeklampsi ringan, maka masih akan dirawat
2-3 hari lagi, baru diizinkan pulang
d. Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34 minggu selama 48
jam
e. Perawatan dirumah sakit:
1. Pemeriksaan dan monitoring setiap hari terhadap gejala klinik :
Nyeri kepala
Penglihatan kabur
Nyeri perut kuadran kanan atas
Nyeri epigastrium
Kenaikan berat badan dengan cepat
2. Menimbang berat badan ketika masuk rumah sakit dan diikuti setiap harinya
3. Mengukur proteinuria ketika masuk rumah sakit dan diulangi setiap 2 hari
4. Pengukuran desakan darah dan pemeriksaan lab sesuai dengan standard yang
telah ditentukan
5. Pemeriksaan ultrasound sonography (USG) khususnya pemeriksaaan:
Ukuran biometrik janin
Volume air ketuban
6. Penderita boleh dipulangkan: Penderita dapat dipulangkan apabila 3 hari bebas
gejala–gejala preeklampsi berat
34
Perawatan Aktif
Perawatan aktif dilakukan dengan indikasi :
Ibu :
- Kehamilan > 37 minggu
- Impending Eklampsia
- Kegagalan pada perawatan konservatif, yaitu :
Dalam waktu atau selama 6 jam sejak dimulai pengobatan medisinal terjadi
kenaikan TD
Atau setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal tidak ada perbaikan
gejala-gejala.
Janin :
- Adanya tanda-tanda fetal distress
- Adanya tanda-tanda IUFGR
Laboratorium :
Adanya HELLP Syndrome
Cara persalinan:
Sedapat mungkin persalianan diarahkan ke pervaginam6 :
1) Penderita belum inpartu :
- Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop lebih dari 8
- Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol, induksi
persalinan harus mencapai kala II dalam waktu 24 jam, bila tidak induksi
persalinan dianggap gagal, harus segera disusul dengan pembedahan secara
cesar.
Indikasi dilakukan pembedahan caesar:
Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam
Induksi persalinaan gagal
Terjadi maternal distress
Terjadi fetal distress
Bila umur kehamilan < 33 minggu
2) Bila penderita sudah inpartu
- Perjalanan persalinan diikuti
- Memperpendek kala II
35
- Pembedahan caesar dilakukan apabila didapati maternal distress dan fetal
distress
- Primigravida direkomendsikan pembedahan Caesar
Anastesia: regional anastesi dan epidural anastesi, tidak dianjurkan general
anestesi
Semua kasus dengan preeklampsia berat harus ditangani secara aktif. Simptom
dan tanda “impending eklampsia” (pandangan kabur, hiperrefleksia) adalah tidak
pasti dan penanganan ekspektatif belum ada rekomendasi.
i. Pencegahan
i. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali
tanda-tanda sedini mungkin (Preeklampsia ringan), lalu diberikan
pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
ii. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya Preeklampsia
kalau ada faktor-faktor predeposisi
iii. Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam
pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring ditempat tidur,
namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih
banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein, dan rendah lemak,
karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan
perlu dianjurkan.
iv. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda Preeklampsia dan
mengobatinya segera apabila di temukan.
v. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke
atas apabila setelah dirawat tanda-tanda Preeklampsia tidak juga dapat
di hilangkan.
j. Komplikasi
Hipertiroid yang tidak terkontrol dapat menimbulkan komplikasi :
i. Miscarriage
ii. Hipertensi dalam kehamilan
iii. Kelahiran premature
iv. Beratbadanlahirrendah
36
v. IUGR / pertumbuhanjaninterhambat
vi. Stillbirth
vii. Krisistiroid / thyroid storm
viii. Maternal congestive heart failure
k. Prognosis
i. Terhadap maternal
Morbiditas maternal (ditandai dengan hipertensi berat atau
keterlibatan multi sistem) dan potensi kematian meningkat pada
kehamilan dengan hipertensi. Sekitar 16% dari nulligravida dengan
hipertensi dalam kehamilan namun tidak dijumpai proteinuria
menyebabkan hipertensi yang berat atau keterlibatan Multi sistem.
Pada hipertensi gestasional dan proteinuria positif 1, komplikasi ibu
yang berat dapat terjadi sampai 42% dari semua nulligravida (secara
total, hipertensi berat sekitar 80%, dan penyakit multi sistem 20%).
Penampilan pasien dengan preeklamsia adalah secara fisik buruk,
dengan hampir dua pertiga dari nulligravida terjadi hipertensi berat
(33%) atau gangguan multi sistem (67%). Kematian karena
preeklamsia sekitar <0,1%. Jika terjadi kejang pada eklampsia
berkembang, sekitar 5 - 7% dari pasien ini akan meninggal dunia.
Penyebab kematian biasanya disebabkan oleh perdarahan intrakranial,
shock, gagal ginjal, pemisahan prematur plasenta, dan pneumonia
aspirasi. Selain itu, hipertensi kronis mungkin merupakan sekuel dari
eklampsia. Meskipun jumlah trombosit meningkat secara signifikan
setelah postpartum kehamilan normotensif, sekitar ada 2 – 3 kali lipat
meningkat pada pasien preeklampsia. Nilai puncak terjadi pada 6 – 14
hari setelah persalinan. kebanyakan merekomendasikan evaluasi yang
lengkap 6 minggu sampai 6 bulan.5
ii. Terhadap janin
Persalinan prematur dan bayi yang kecil dari usia kehamilan
lebih sering terjadi (Odds Ratio, OR 1,7) pada hipertensi gestasional
dibandingkan untuk nulligravida darah normal. Preeklamsia lebih
lanjut meningkatkan kejadian kelahiran prematur dan bayi kecil untuk
usia kehamilan (OR 14,6). Kematian perinatal mungkin sekitar 20%.
37
Dengan diagnosis dini, antenatal terapi, dan perawatan intensif
neonatal, namun, kerugian ini dapat dikurangi menjadi <10%.
l. SKDI
i. Eklampsia 3B
3B. Gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis
klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat
demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau
kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan
yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter
juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
ii. Hipertiroid 3A
3A. Bukan gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat
diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan
yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan
yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter
juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
V. LEARNING ISSUE
1. Grave’s Disease
Latar belakang
Graves disease berasal dari nama Robert J. Graves, MD, circa tahun1830, adalah
penyakit autoimun yang ditandai dengan hipertiroidisem (produksi berlebihan dari
kelenjar tiroid) yang ditemukan dalam sirkulasi darah. Graves disease lazim juga
disebut penyakit Basedow. Struma adalah istilah lain untuk pembesaran kelenjar
gondok. Gondok atau goites adalah suatu pembengkakan atau pembesaran kelanjar
tiroid yang abnormal yang penyebabnya bisa bermacam-macam. Penyakit ini lebih
sering ditemukan pada orang muda usia 20 –40 tahun terutama wanita, tetapi penyakit
ini dapat terjadi pada segala umur . Kelenjar tiroid dalam keadaan normal tidak
tampak, merupakan suatu kelanjar yang terletak di leher bagian depan, di bawah
jakun. Kelenjar tiroid ini berfungsi untuk memproduksi hormon tiroid yang berfungsi
38
untuk mengontrol metabolisme tubuh sehingga tercapai pertumbuhan dan
perkembangan yang normal.
Penyebab
Penyebabnya tidak diketahui. Karenai ini merupakan penyakit autoimun yaitu saat
tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang komponen spesifik dari jaringan itu
sendiri, maka penyakit ini dapat timbul tiba-tiba. Tidak diketahui mekanismenya
secara pasti, kebanyakan dijumpai pada wanita. Reaksi silang tubuh terhadap penyakit
virus mungkin merupakan salah satu penyebabnya ( mekanisme ini sama seperti
postulat terjadinya diabetes mellitus tipe I).Obat-obatan tertentu yang digunakan
untuk menekan produksi hormon kelenjar tiroid dan Kurang yodium dalam diet dan
air minum yang berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama mungkin dapat
menyebabkan penyakit ini. Walaupun etiologi penyakit Graves tidak diketahui,
tampaknya terdapat peran antibody terhadap reseptor TSH, yang menyebabkan
peningkatan produksi tiroid. Penyakit ini ditandai dengan peninggian penyerapan
yodium radioaktif oleh kelenjar tiroid.
Patofisiologi
Graves disease merupakan salah satu contoh dari gangguan autoimun hipersensitif
tipe II. Sebagian besar gambaran klinisnya disebabkan karena produksi autoantibodi
yang berikatan dengan reseptor TSH, dimana tampak pada sel folikuler tiroid ( sel
yang memproduksi tiroid). Antibodi mengaktifasi sel tiroid sama seperti TSH yang
menyebabkan peningkatan produksi dari hormon tiroid. Opthalmopathy infiltrat
( gangguan mata karena tiroid) sering terjadi yang tampak pada ekspresi reseptor TSH
pada jaringan retroorbital. Penyebab peningkatan produksi dari antibodi tidak
diketahui. Infeksi virus mungkin merangsang antibodi, dimana bereaksi silang dengan
reseptor TSH manusia. Ini tampak sebagai faktor predisposisi genetik dari Graves
disease, sebagian besar orang lebih banyak terkena Graves disease dengan aktivitas
antibodi dari reseptor TSH yang bersifat genetik.Yang berperan adalah HLA DR
(terutama DR3).
Gambaran Klinis
Gejala dan tanda peningkatan metabolisme di segala sistem tubuh, mungkin terlihat
jelas. Peningkatan metabolisme menyebabkan peningkatan kalori, karena itu
39
masukkan kalori umumnya tidak mencukupi kebutuhan sehingga berat badan
menurun. Peningkatan metabolisme pada sistem kardiovaskuler terlihat dalam bentuk
peningkatan sirkulasi darah dengan penambahan curah jantung sampai 2-3 kali
normal, juga dalam istirahat. Irama nadi naik dan tekanan denyut bertambah sehingga
menjadi pulses seler dan penderita mengalami takikardi dan palpitasi. Beban miokard,
dan rangsangan persarafannya dapat meningkatkan kekacauan irama jantung berupa
fibrilasi atrium
Pada saluran cerna sekresi maupun peristalsis meningkat sehingga sering timbul diare.
Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor, penderita bangun di
waktu malam dan sering terganggu mimpi yang tidak karuan. Selain itu, penderita
mengalami ketidakstabilan emosi, kegelisahan, kekacauan pikiran dan ketakutan yang
tidak beralasan yang sangat mengganggu. Pada saluran nafas hipermetabolisme
berupa dispnea dan takipnea yang tidak terlalu mengganggu. Kelemahan otot
biasanya cukup mengganggu, demikian juga menoragia. Kelainan mata disebabkan
oleh reaksi autoimun pada jaringan ikat di dalam rongga mata. Jaringan ikat dengan
jaringan lemaknya menjadi hiperplasik sehingga bola mata terdorong keluar dan otot
mata terjepit. Akibat terjadi eksoftalmus yang dapat menyebabkan rusaknya bola mata
akibat keratitis. Gangguan faal otot mata yang menyebabkan strabismus.
Diagnosis
Diagnosis dapat dibuat berdasarkan dari tanda dan gejala yang ada, dan dari hasil
laboratorium berupa kadar dari hormon tiroid (tiroksin/ T4, triyodotironin/ T3) dan
kadar dari tiroid stimulating hormone (TSH). Free T4 dan free T3 yang tinggi
merupakan suatu petanda, sambil TSH memberikan negative feedback. Peningkatan
ikatan protein iodium mungkin dapat terdeteksi. Struma yang besar kadang terlihat
pada foto rontgen. Tiroid stimulating antibodi mungkin dapat terlihat pada
pemeriksaan serologi.
Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap Graves disease termasuk penggunaan obat-obat anti tiroid
(OAT), yodium radioaktif dan tiroidektomi (eksisi pembedahan dari kelenjar tiroid).
Pengobatan hipertiroid pada graves disease adalah dengan obat-obatan seperti
methimazole atau propylthiouracil (PTU), yang akan menghambat produksi dari
40
hormon tiroid, atau juga dengan yodium radioaktif . Pembedahan merupakan salah
satu pilihan pengobatan, sebelum pembedahan pasien diobati dengan methimazole
atau propylthiouracil (PTU). Beberapa ahli memberikan terapi kombinasi tiroksin
dengan OAT dosis tinggi untuk menghambat produksi hormon tiroid namun pasien
tetap dipertahankan eutiroid dengan pemberian tiroksin. Penambahan tiroksin selama
terapi dengan OAT juga akan menurunkan produksi antibodi terhadap reseptor TSH
dan frekuensi kambuhnya hipertiroid.
Pengobatan dengan iodium radioaktif diindikasikan pada : pasien umur 35 tahun atau
lebih, hipertiroid yang kambuh setelah dioperasi, gagal mencapai remisi sesudah
pemberian OAT, tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan OAT dan pada
adenoma toksik, goiter multinodular toksik. Digunakan I131 dengan dosis 5-12mCi
per oral.
Tiroidektomi subtotal sangat efektif untuk menanggulangi hipertiroid. Indikasi
operasi adalah :
1. Pasien umur muda dengan struma yang besar serta tidak mempan dengan OAT
2. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan OAT dosis tinggi.
3. Alergi terhadap OAT, pasien tidak bisa menerima iodium radioaktif.
4. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.
5. Pada penyakit grave yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.
2. Hipertensi dalam kehamilan
Manifestasi klinik & laboratorium
Sejumlah manifestasi klinik dan laboratorium pada preeklampsia – eklampsia
dapat dijelaskan atas dasar Disfungsi endotel dan Vasospasme.
a. Sensitivitas angiostensin
Salah satu tanda dini terjadinya PE adalah menurunnya dosis efektif angiostensin
II.Pada kehamilan normal terjadi peningkatan kebutuhan angiostensin II untuk
meningkatkan tekanan diastolik sebesar 20 mmHg , pada penderita preeklampsia
dosis tersebut menurun.
b. Edema & kenaikan berat badan
Kenaikan berat badan dan edema pada awal kehamilan menggambarkan adanya
ekspansi cairan ekstravaskular akibat meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga
41
volume cairan intravaskuler menurun.Hematokrit meningkat akibat hipovolemia dan
hemokonsentrasi
c. Peningkatan tekanan darah
Meningkatnya tekanan darah terutama tekanan darah diastolik yang mencerminkan
adanya peningkatan resistensi vaskular perifer.Pada periode antepartum, perubahan
tekanan darah terjadi beberapa hari sampai beberapa minggu pasca adanya retensi
cairan.
d. Proteinuria
Pada periode antepartum , proteinuria terjadi beberapa hari atau beberapa minggu
setelah timbulnya hipertensi.Preoteinuria pada preeklampsia eklampsia terjadi akibat
konstriksi arteriolar aferen dengan peningkatan permeabilitas protein glomerular
e. Fungsi renal
Tanda klinik dini pada PE-E adalah meningkatnya kadar serum uric acid Gangguan
klinik pada ginjal dapat berkembang sampai oliguria dan gagal ginjal
f. Sistem koagulasi
Trombositopenia adalah satu abnormalitas yang jelas terlihat.Penurunan patologis
dalam kehamilan : < 100.000 sel /mm3Solusio plasenta yang terjadi dapat
menyebabkan DICSindroma HELLP dapat terjadi tanpa disertai dengan gejala DIC
dan ini adalah pertanda memburuknya keadaan pada preeklampsia eklampsia.
g. Fungsi Hepar
Vasospasme pembuluh darah hepar menyebabkan perdarahan fokal dan infark ,
keadaan ini menyebabkan adanya keluhan nyeri eopigastrium dan meningkatnya
kadar enzym hepar :Alanine aminotranferaseAspartat aminotranferaseRuptura hepar
jarang terjadi dan ini adalah komplikasi dari sindroma HELLP . Seringkali ditemukan
peningkatan serum bilirubin pada kasus yang disertai dengan hemolisis.
h. Fungsi plasenta
Vasospasme sirkulasi uteroplasenta akan menyebabkan infark plasenta dan
menurunnya perfusi uteroplasenta sehingga dapat mengganggu kehidupan janin dalam
bentuk PJT , oligohiramniond dan abnormalitas pola DJJ.Infark plasenta yang luas
dapat menyebabkan perdarahan retroplasenta (solusio plasenta ) penyebab penting
meningkatnya morbiditas dan mortalitas perinatal.
i. Efek sistem saraf pusat
Gangguan visus ( pengelihatan kabur, berkunang-kunang) disebabkan oleh
vasospasme pembuluh retinaMeningkatnya iritabiltas ( hipererfleksia )Tanda tanda
42
diatas menunjukkan adanya proses di CNS yang berbahaya dan merupakan tanda
awal dari kemungkinan terjadinya kejang ( impending eclampsia )
EVALUASI & PENATALAKSANAAN PREEKLAMPSIA
Terdapat 3 pertanyaan yang harus dijawab :Apakah penyakit yang terjadi
RINGAN atau BERATAdakah tanda tanda terjadinya GANGGUAN PADA JANIN
( PJT, oligohidramnion atau abnormalitas pola DJJ )Apakah janin sudah CUKUP
MATUR untuk dilahirkanTerminasi kehamilan adalah satu satunya terapi definitif
untuk mengatasi Preeklampsia :Tujuan penatalaksanaan adalah mencegah terjadinya
komplikasi maternal dan komplikasi janin akibat prematuritasPada preeklampsia
ringan tanpa komplikasi pada janin kehamilan dipertahnkan sampai 34 mingguPada
preeklampsia berat atau eklampsia , terminasi kehamilan dilakukan setelah stabilisasi
tanpa memandang usia kehamilan
Anti kejang : magnesium sulfatterapi anti kejang magnesium sulfatjenis terapi
intravena intramuskular
Profilaksis Loading4 gram MgSO4 dalam 100 ml cairan diberikan perlahan
selama 20 menit5 gram intramuskular dimasing masing bokongMaintanance2 gram/
jam dalam cairan infus – infuse pump5 gram i.m setiap 4 jamMgSO4 diberikan
sampai 24 jam pasca persalinan atau sampai 24 jam bebas kejang.Ekskresi MgSO4
hanya melalui ginjal sehingga produksi urine tiap jam harus senantiasa diamati
sebelum pemberian MgSO4 ulanganUntuk mencegah kejadian intoksikasi maka
sebelum pemberian MgSO4 ulangan ada 3 syarat yang harus dipenuhi :Produksi urine
> 25 ml per jamReflek patela +Frequensi pernafasan tidak kurang dari 16 kali per
menitBila terjadi intoksikasi MgSO4Hentikan pemberian MgSO4Berikan Kalsium
Glukonat 10 ml dalam larutan 10% intravenaBila perlu : resusitasi pernafasan anti
hipertensi : hidralazine atau labetalol hidroklorida. Antihipertensi diberikan bila TD
sistolik ≥ 180 mmHg dan atau TD diastolik ≥ 110 mmHgPenurunan tekanan
darah :Tidak perlu ke nilai normal ( <>Penurunan harus secara
bertahapHidralazine lebih sering digunakan oleh karena memiliki beberapa
keunggulan tertentu dalam kehamilan oleh karena :Vasodilator langsungTidak
menyebabkan spasme bronchusBukan kontra indikasi pada penderita penyakit
jantungDosis Hidralazine :5 mg intravena selama 1 – 2 menit dan kemudian 5 – 10
43
mg intra vena setiap 10 – 20 menit sampai TD sekitar 140 – 150 mmHg / 90 – 100
mmHg. Bila setelah 20 menit tidak ada respon, ganti dengan obat lain. Nifedipine,
Pemberian per oral sering memberikan hasil memuaskanHati hati hipotensi ( terutama
bila digunakan bersama dengan MgSO4 ) Dosis 10 mg dan dapat diulang setiap 30
menit
PENATALAKSANAAN PEMBERIAN CAIRAN
Pengamatan cairan keluar dan masukPenderita PE – E : vasokonstriksi –
edema interstitsial – volume intravaskular menurun – produksi urine turun.Awas hati
– hati overload cairan , restriksi Na dan intoksikasi airBila perlu : pemasangan kateter
CVP untuk menghidari kelebihan pemberian cairan.
EKLAMPSIA
Merupakan keadaan gawat darurat obstetrikBersihkan jalan nafas dan berikan
oksigen dalam sungkupPosisi lateralUkur tekanan darah setiap 10 menitPasang
infusPasang kateter urine menetapStabilisasi pasien :Cegah serangan kejang ulangan
dengan memberikan MgSO4 dosis loading dan maintananceTerminasi kehamilan
bila : ( pilihan utama per vaginam ; kecuali bila ada indikasi)Hipoksia sudah
diatasiKejang sudah dikendalikanTekanan diastolik 90 – 100 mmHg
HIPERTENSI KRONIK
Tujuan utama penatalaksanaan : Mengendalikan hipertensi Deteksi
superimposed preeklampsia Deteksi PJT Tidak jelas terbukti bahwa menurunkan
tekanan darah sampai dibawah 140 / 90 mmHg memberikan manfaat bagi
kehamilanPada sejumlah wanita, tekanan darah pada trimester ke II akan turun dan
tidak memerlukan antihipertensi Obat ACE – angiostensin converting enyme inhibitor
dan angiostensin II receptor bloker jangan diberikan selama kehamilan oleh karena
berbahaya bagi janinKehamilan dengan hipertensi kronis sering disertai dengan PJT
sehingga harus dilakukan pemeriksaan ultrasonografi serialPeningkatan tekanan darah
yang bermakna atau terjadinya proteinuria pada penderita hipertensi kronis
menunjukkan bahwa telah terjadi hipertensi kronis superimposed preeklampsiaBila
tak ada tanda PJT , tak ada tanda-tanda superimposed PE dan tekanan darah terkendali
dengan baik maka kehamilan dapat dilanjutkan sampai aterm kecuali bial terdapat
44
tanda tanda gawat janin.Pilihan utama terminasi kehamilan adalah persalinan
pervaginam kecuali bila ada indikasi untuk melakukan SC
3. Fisiologi dan anatomi kehamilan pada trimester 3
Pada Trimester III
Pada minggu ke 28 tinggi fundus uteri setengah pusat dengan prosessus
xypoideus.
Payu darah penuh dan lunak
Sering kencing kembali
Pada minggu 36/38 bagian terbawah masuk ke pintu atas panggul (PAP).
Sakit punggung dan susah tidur.
Kontraksi brakston hicks meningkat.
Perubahan anatomi dan fisiologi adaptasi pada ibu hamil pada Trimester III.
1. Kardiovaskuler
Selama kehamilan jumlah leukosit akan meningkat yakni berkisar antara 5000-
12000 dan mencapai puncaknya pada saat persalinan dan masa nifas berkisar 14000-
16000 penyebab peningkatan ini belum diketahui. Respon yang sama diketahui terjadi
selama dan setelh melakukan latihan yang berat. Distribusi tipe sel juga kan
mengaami perubahan. Pada kehamilan, terutama trimesetr ke-3, terjadi peningkatan
jumlah granulosit dan limfosit dan secara bersamaan limfosit dan monosit.
2. Sistem Integument
Pada kulit dinding perut akan terjadi perubahan warna menjadi kemerahan, kusam
dan kadang-kadang juga akan mengenai daerah payudara dan paha perubahan ini
dikenal dengan striae gravidarum.
Pada mutipara selain striae kemerahan itu sering kali di temukan garis berwarna perak
berkilau yangmerupakan sikatrik dari striae sebelumnya. Pada kebanyakan perempuan
kulit digaris pertengahan perut akan berubah menjadi hitam kecoklatan yang di sebut
dengan linea nigra. Kadang-kadang muncul dalam ukuran yang variasi pada wajah
dan leher yang disebut dengan chloasma atau melasma gravidarum, selain itu pada
areola dan daerah genetalia juga akan terlihat pigmentasi yang berlebihan. Pigmentasi
yang berlebihan biasanya akan hilang setelah persalinan.
45
3. Sistem Metabolisme
Sistem metabolisme adalah istilah untuk menunjukan perubahan-perubahan kimiawi
yang terjadi didalam tubuh untuk pelaksanaan berbagai fungsi vitalnya. Dengan
terjadinya kehamilan, metabolisme mengalami perubahan yang mendasar, dimana
perubahan nutrisi makin tinggi untuk pertumbuhan janin dan persiapan memberikan
ASI.
Trimester I-III
Pada wanita hamil basal metabolic rate (BMR) meninggi.
Tanda wanita hamil basal metabolic rate (BMR) meninggi. BMR meningkat hingga
15-20% yang umumnya terjadi pada triwulan terahir.kalori yang dibutuhkan untuk itu
diperoleh terutama dari pembakaran hidratarang, khususnya ssudah kehamilan 20
minggu ke atas. Akan tetapi bila dibutuhka dipakaialah lemah ibu untuk mendapatkan
kalori dalam pekerjaan sehari-hari. Dalam keadaan biasa wanita cukup hemat dalam
pemakaian tenaganya. BMR kembal setelah hari ke-5 atauke-6 setelah pascapartum.
Peningkatan BMR mencerminkan peningkatan kebutuhan oksigen pada janin,
plasenta, uterus serta peningkatan konsumsi oksigen akibat peningkatan kerja jantung
ibu. Pada kehamilan tahap awal banyak wanita mengeluh merasa lemah dan letih
setelah melakukan aktivitas ringan. Perasaan ini sebagian dapay disebabkan oleh
peningkatan aktifitas metabolic.
1. Berat badan dan indeks masa tubuh
46
dua bulan pertama kenaikan badan belum terlihat, tetapi baru tanpak dalam
bulan ke-3.
2. Darah dan pembekuan darah
Kehamilan menghasilkan perubahan dalam harga-harga normal berbagai hasil
pemeriksaan laboraturium. Perubahan ini terjadi karena :
a. Perubahan fungsi endokrin maternal.
b. Tumbuhnya lasenta yang juga berfungsi sebagai alat endokrin. Kebutuhan
metabolisme meningkat karena pertumbuhan janin.
Dengan terjadinya kehamilan, metabolise tubuh mengalami perubahan yang
mendasar, dimana kebutuhan nutrisi makin tinggi untuk pertumbuhan janin dan
persiapan memberikan ASI.
Perubahan metabolisme adalah metabolisme basal naik sebeasr 5%-20% dari
semula terutama pada trimester ke-3
47
Jenis pemeriksaan nilai Mekanisme
hemoglobin Turun sampai 10% Hemodulusi karena
kenaikan volume darah
Hematokrit Turun sampai 30% Hemodulusi karena
kenaikan volume darah
Leukosit Naik sampai 15000 / mm3 Respon terhadap naiknya
kortikosteroid
KED Naik s/d 40 mml /jam Naiknya
fibrinogen,hemodilusi
Kalium Turun s/d 3 mEq/1 Alkalosis respiraasi
Na-Q Tidak berubah -
BUNkreatitnin Turun s/d 5/10 mg%Turun
s/d 0,3-0,8 mg%
NaiknyaGFR, hemodilusi
Gula darah puasa Batas antara turun s/d 90 mg
%
Naiknya insulin
Gula darah 2 jam post
prandial
Batas naik s/d 145 mg% HPL, estrogen
1. Keseimbangan asam basal mengalami penurunan dari 155 mEq per liter
menjadi 145 meq perliter disebabkan hemoludasi darah dan kebutuhan
mineral yang diperlukan janin.
2. Kebutuhan protein wanita hamil makin tinggi untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin, perkembangan organ kehamilan janin dan persiapan
laktasi. Dalam makanan diperlukan protein tinggi /2gr / kg BB atau sebutir
telur ayam sehari
3. Kebutuhan kalori didapat dari karbohidrat, lemak dan protein
4. Kebutuhan zat mineral untuk ibu hamil meliputi
5. Fosfat rata-rata 2 gr dalam sehari
6. Zat besi 800 ml atau 30-50 ml/hari
4. Embryologi janin 39 minggu
Janin sudah siap untuk dilahirkan. Janin akan mengeluarkan atau melepaskan zat
putih (vernix kaseosa) yang telah melindungi kulitnya. Ini ternyata cairan ketuban,
yang dulunya jelas, pucat dan susu. Lapisan luar kulit bayi anda juga akan mengalami
peluruhan sebagai bentuk kulit baru di bawahnya
5. Anatomi dan fisiologi Kelenjar tiroid
Kelenjar tiroid terletak di leher, anterior trakea, di antara kartilago krikoid dan
lekukan suprasternal. Tiroid terdiri dari 2 lobus yang dihubungkan dengan ismus.
Ukuran normal 12-20 gram, dengan vaskularisasi yang banyak, dan konsistensi nya
lunak. Kelenjar paratiroid yang menghasilkan hormon paratiroid terletak di posterior
setiap sudut tiroid. Saraf laringeal rekuren melintang pada tepi lateral kelenjar tiroid
dan harus dideteksi selama operasi kelenjar tiroid untuk mencegah paralisis pita suara.
Gambar 1. Anatomi Thyroid
48
Kelenjar tiroid terbentuk saat kehamilan minggu ke tiga. Kelenjar ini bermigrasi dari
foramen sekum, pada dasar lidah, sepanjang duktus tiroglosus untuk mencapai lokasi
akhirnya pada leher. Kondisi ini menyebabkan adanya lokasi tiroid ektopik mulai dari
dasar lidah (lingual tiroid) dan duktus tiroglosus sepanjang daerah perjalanan tiroid.
Sintesis hormon tiroid secara normal dimulai pada kehamilan minggu 11. Kelenjar
paratiroid berasal dari kantung faringeal ketiga (kelenjar inferior) dan keempat
(kelenjar superior) dan akan menempel pada kelenjar tiroid. Perkembangan kelenjar
tiroid diatur oleh sekelompok faktor transkripsi untuk perkembangan. Thyroid
transcription factor (TTF) 1 yang dikenal sebagai NKX2A dan TTF2 atau FKHL15,
dan PAX8 diekspresikan secara selektif oleh kelenjar tiroid. Secara kombinasi,
mereka akan mengatur perkembangan tiroid dan menginduksi gen spesifik tiroid
seperti tiroglobulin, tiroid peroksidase, sodium iodide symporter (NIS), dan TSHR
(thyroid stimulating hormone receptor). Adanya mutasi faktor ini akan menimbulkan
agenesis tiroid atau dishormonogenesis dan menimbulkan hipotiroidisme kongenital.
REGULASI AKSIS HIPOTALAMUS-HIPOFISIS-TIROID
TSH, disekresikan oleh sel tirotropik dari pituitari anterior memegang peranan
penting dalam kontrol aksis tiroid dan merupakan petanda fungsi kelenjar tiroid. TSH
adalah hormon yang terdiri dari 2 subunit yaitu β dan α. Sub unit α sering pada
hormon glikoprotein lain seperti luteinizing hormon, Folikel Stimulating Hormon, dan
Human Chorionic Gonadotropin, sedangkan sub unit β khusus untuk TSH.
49
Gambar 2. HPT axis
Aksis tiroid merupakan contoh lengkung umpan balik dalam endokrin. TRH dari
hipotalamus akan merangsang hipofisis memproduksi TSH, yang akan merangsang
sintesis dan sekresi hormon tiroid. Hormon tiroid akan menberikan umpan balik
negatif untuk menghambat produksi TRH dan TSH. TRH adalah merupakan regulator
positif utama dari sintesis dan sekresi TSH. Puncak sekresi TSH terjadi ± 15 menit
setelah pemberian TRH eksogen sedangkan dopamin, glukokortikoid, dan
somatostatin akan menekan TSH. Penurunan kadar hormon tiroid akan meningkatkan
produksi basal TSH dan meningkatkan TSH melalui perangsangan TRH. Kadar
hormon tiroid yang tinggi akan secara cepat dan langsung menekan TSH dan
menghambat TRH merangsang TSH.
TSH dilepaskan secara pulsatif sesuai irama diurnal dengan kadar paling tinggi pada
malam hari. Waktu paruh TSH cukup lama yaitu 50 menit sehingga pengukuran
tunggal kadarnya cukup untuk melihat kadar dalam sirkulasi. TSH diukur
menggunakan immunoradiometric assay yang sangat sensitif dan spesifik yang dapat
digunakan untuk menilai kadar TSH normal atau tertekan.
TSH akan mengontrol pertumbuhan sel tiroid dan produksi hormon dengan berikatan
pada reseptor TSH spesifik. Gangguan pada reseptor TSH karena autoantibodi akan
menimbulkan hipertroidisme pada penyakit Grave.
50
Efek TSH pada sel tiroid adalah :
- perubahan morfologi sel tiroid : merangsang pseudopod pada sel koloid sehingga
meningkatkan resorpsi tiroglobulin
- pertumbuhan sel tiroid, peningkatan vaskularitas
- metabolisme yodium
- Efek lain: meningkatkan transkripsi mRNA tiroglobilin dan TPO, meningkatkan
aktivitas lisosomal, dan 1,5’- deiodinisasi
- Stimulasi ambilan glukosa, konsumsi oksigen, dan glukosa oksidasi
SINTESIS, METABOLISME, DAN PERAN HORMON TIROID
Hormon tiroid berasal dari tiroglobulin (Tg), sebuah glikoprotein teriodinisasi.
Setelah disekresikan ke folikel tiroid, Tg akan diiodinisasi. Pengambilan Tg ke dalam
sel folikular tiroid akan mengawali proteolisis dan pelepasan T3 dan T4 yang baru
disintesa.
Pengambilan iodida merupakan tahap awal sintesa tiroid. WHO menganjurkan asupan
yodium harian untuk dewasa adalah 150ug, 200 ug untuk wanita hamil dan menyusui,
50-120 ug untuk anak-anak. Iodin yang berasal dari makanan akan terikat oleh protein
serum terutama albumin. Iodin yang tidak terikat akan dieksresikan ke urin.
Kelenjar tiroid akan mengekstrak iodin dari sirkulasi. Pengambilan iodida dimediasi
oleh Na/I symporter (NIS) yang diekspresikan pada membran basolateral sel folikular
tiroid. NIS diekspresikan paling besar oleh kelenjar tiroid tetapi dalam jumlah kecil
juga diekspresikan oleh kelenjar saliva, saat menyusui, dan oleh plasenta.
Mekanisme transport iodida ini diatur dengan baik sehingga memungkinkan adaptasi
terhadap variasi suplai makanan. Kadar iodin yang rendah akan meningkatkan jumlah
NIS dan merangsang pengambilan, sedangkan kadar yang tinggi akan menekan
ekspresi dan pengambilan NIS. Adanya ekspresi NIS yang selektif pada tiroid
memungkinkan untuk isotopic scanning, terapi hipertiroidisme, dan ablasi kanker
tiroid dengan radioisotop iodin tanpa memberikan efek signifikan pada organ tubuh
lain. Trasporter iodin lain adalah pendrin yang terletak pada permukaan apikal sel
tiroid dan memediasi efluks ke dalam lumen. Mutasi gen pendrin akan menimbulkan
sindroma Pendrin yang ditandai oleh gangguan oraganifikasi iodin, struma dan tuli
sensorineural.
51
Defisisensi iodin akan menimbulkan struma, dan jika berat menimbulkan
hipotiroidisme dan kretinisme. Kretinisme ditandai oleh gangguan pertumbuhan dan
mental. Hal ini terjadi pada anak-anak di daerah defisiensi iodin dan tidak mendapat
pengobatan iodin atau hormon tirod untuk mengembalikan kadar hormon tiroid
normal.
Biosintesis dan sekresi hormon tiroid
Biosinteis hormon tiroid dimulai dengan pengambilan unsur yodium dari plasma dan
berakhir dengan sekresi ke darah, menmpuh beberapa langkah, yakni: trapping,
oksidasi dan yodinisasi, coupling, penyimpanan, deyodinisasi, proteolisis dan sekresi
hormon.
Langkah-langkah sintesis hormon tiroid :
1. Tahap pengambilan yodium dari plasma (trapping)
Tahap ini merupakan transport aktif, berhubungan dengan Na, K ATP-ase melalui
Na-Iodine symporter (NIS) yang terletak di membran basalis sel folikel. Proses ini
dipicu oleh TSH dan dihambat oleh beberapa anion seperti Br, SCN,SeCN dan
pertechnetate (TcO4). Secara klinis SCN cukup penting karena merupakan zat
goitroh=genik yang berasal dari makanan yang mengandung HCN tinggi.
Pertechnetate radioaktifa dalam klinik digunakan dalam pemeriksaan pencitraan
kelenjar tiroid. Pada membran apikal sel folikel, terjadi effluks yodium ke dalam
lumen folikel dengan bantuan pendrin.
2. Oksidasi dan Yodisasi
Intraseluler, iodine mengalami proses okisdasi dan selanjutnya bergabung dengan
tyrosil (yodinasi tyrosil) yang merupakan residu Tg, membentuk monoiodotirosin
(MIT) dan Diiodotirosine (DIT) dengan perantaraan enzim TPO. Proses ini dikenal
juga sebagai tahapan organifikasi.
3. Proses Coupling
Dengan diperantarai enzim TPO, dua molekul DIT didalam Tg bergabung menjadi T4
(tetraiodothyronin) dan satu MIT dengan DIT membentuk T3 (triiodothyronine).
Selanjutnya hormon tiroid yang sudah selesai dibentuk ini dibentuk dalam
thyroglobuline dilumen folikel tiroid yang akan dikeluarkan apabila dibutuhkan. PTU
maupun goongan metimazol menghambat TPO dalam proses oksidasi maupun
coupling sehingga dapat digunakan dalam pengobatan secara klinis.
4. Proteolisis
52
Bila diperlukan dengan stimulasi TSH terjadi proteolisis Tg untuk melepaskan
hormon tiroid ke dalam sirkulasi bebas. Proteolisis Tg melepaskan hormon tiroid
dalam bentuk T3 dan T4 kedalam sirkulasi bebas, sedangkan Tg-MIT dan Tg-DIT
mengalami deyodinasi kembali dan iodidanya masuk kembali ke simpanan yodium
intratiroid sebagai cadangan yodium. Sebagian besar hormon yang disekresikan dalam
bentuk T4 (100nmol/hari), sejumlah kecil dalam bentuk T3 (5nmol/hari). Kelenjar
tiroid juga mensekresi calsitonin yang diproduksi oleh sel C.
Setelah iodin memasuki tiroid, ia akan dikirim ke apikal membran sel folikular
dimana disana akan dioksidasi dalam reaksi yang melibatkan TPO ( tiroid peroksidase
) dan hidrogen peroksidase. Reaksi ini akan menghasilkan T3 atau T4, tergantung dari
jumlah atom yang tersedia pada iodotirosin. Setelah coupling, Tg ditarik kembali ke
sel tiroid dan akan diproses dalam lisosom untuk menghasilkan T4 dan T3.
Uncoupled mono dan diiodotirosin ( MIT , DIT) akan diiodinisasi oleh enzim
dehalogenase, sehingga akan mendaur ulang iodida yang tidak diubah menjadi
hormon tiroid.
Gangguan sintesis hormon tiroid merupakan penyebab yang jarang untuk terjadinya
hipotiroidisme kongenital. Kelainan paling sering disebabkan adanya mutasi resesif
pada TPO atau Tg, tetapi dapat pula terjadi gangguan pada TSH-R, NIS, pendrin, dan
hidrogen peroksidase. Karena adanya gangguan biosintesis, kelenjar tidak mampu
memproduksi hormon sehingga menimbulkan peningkatan TSH dan pembesaran
struma.
TSH mengatur fungsi kelanjar tiroid melalui TSH-R, suatu reseptor transmembran G-
protein-coupled ( GPCR) sehingga mengaktifkan adenylyl cyclase sehingga
meningkatkan produksi cyclic AMP. Berbagai growth factor yang diproduksi oleh
kelenjar tiroid juga mempengaruhi sintesis hormon tiroid, termasuk insulin like
growth factor ( IGF-1), epidermal growth factor, transforming growth factor β (TGF-
β), endotelin, dan berbagai sitokin. Sitokin dan interleukin ( IL) tertentu dihasilkan
dan berhubungan dengan penyakit tiroid autoimun, sedangkan yang lain berhubungan
dengan apoptosis. Adanya defisiensi iodin akan meningkatkan aliran darah tiroid dan
mempengaruhi NIS untuk melakukan pengambilan lebih efektif.
Metabolisme dan transport Hormon Tiroid
T4 disekresi dari kelenjar tiroid 20 lipat lebih banyak dari pada T3. Kedua hormon ini
terikat pada plasma protein termasuk TBG ( Thyroxine Binding Globulin),
TTR( Transthyretin), dan albumin. Konsentrasi TBG sangat rendah, tetapi karena
53
afinitasnya tinggi terhadap hormon tiroid, maka dapat membawa 80% dari hormon
yang terikat, sedangkan albumin afinitasnya rendah terhadap hormon tiroid, tetapi
karena kadarnya yang tinggi di plasma maka dapat membawa 10% T4 dan 30% T3.
TTR membawa 10% T4 tetapi hanya sedikit T3. Karena kadar T3 lebih kurang
terikatnya dibandingkan T4 maka kadar T3 bebas lebih besar dari pada T4 bebas.
Hanya hormon yang bebas yang secara biologis aktif ke jaringan.
Efek Hormon Tiroid
Hormon tiroid bekerja dengan berikatan pada reseptor hormon tiroid ( TRs ) α dan β
dengan afinitas yang sama. T3 terikat 10-15 kali lebih besar afinitasnya dari pada T4.
Efek hormon tiroid antara lain pada :
- Perkembangan fetus
fT3 dan T4 dari ibu akan melewati plasenta dan membantu perkembangan otak awal
fetus. Setelah minggu ke-11 maka fetus akan mengandalkan fungsi tiroidnya sendiri
- Konsumsi oksigen , produksi panas, dan pembentukan radikal bebas
T3 akan meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas dengan menstimulasi Na-
KATP ase pada semua jaringan kecuali otak, limpa dan testis. Hal ini akan
menimbulkan peningkatan metabolisme basal.
- Kardiovaskular
T3 akan menstimulasi transkripsi retikulum sarkoplasma Ca2+ATPase sehingga
meningkatan waktu relaksasi diastolik, depolarisasi dan repolarisasi SA sehingga
meningkatkan denyut jantung. Hormon tiroid juga akan meningkatan sensitivitas
adrenergik, menurunkan resistensi vaskular.
- Simpatis
Hormon tiroid akan meningkatkan respeptor β adrenergik pada jantung dan otot
skeletal, jaringan lemak, dan limfosit serta meningkatkan sensitivitas katekolamin.
- Paru
Hormon tiroid akan mengatur respon ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapnia pada
pusat pernapasan di batang otak.
- Hematopoetik
Meningkatnya kebutuhan oksigen pada hipertiroidisme akan meningkatkan
eritropoesis melalui peningkatan produksi eritropoetin atau efek langsung pada
sumsum tulang tetapi kadar hematokrit tidak meningkat karena volume plasma juga
meningkat.
- Gastrointestinal
54
Hormon tiroid akan meningkatkan motilitas usus.
- Skeletal
Hormon tiroid akan menstimulasi turn over tulang, meningkatkan resorpsi tulang serta
pembentukannya.
- Neuromuskular
Pada hipertiroidisme akan terjadi peningkatan turn over dan hilangnya protein pada
otot sehingga terjadi miopati proksimal. Terjadi pula peningkatan kontraksi dan
relaksasi otot sehingga terjadi hiperrefleksia.
- Metabolisme karbohidrat dan lipid
Hipertiroidisme akan meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis dan juga
absorbsi glukosa di usus. Lipolisis juga akan meningkat.
- Endokrin
Hormon tiroid mempengaruhi produksi, respon, dan bersihan berbagi hormon. Pada
anak dengan hipotiroidisme akan terjadi gangguan hormon pertumbuhan,
menghambat puberitas dengan menganggu GnRH. Hipotiroidisme dapat
menimbulkan hiperprolaktinemia. Pada hipertiroidisme terjadi peningkatan
aromatisasi androgen menjadi estrogen sehingga dapat terjadi ginekomastia.
55
VII. KESIMPULANMrs. Mima 38 tahun dengan riwayat G4P3A0 , kehamilan 39 minggu mengalami
Eklampsia dengan Grave’s Disease
57
DAFTAR PUSTAKA
Leksana, Mirzanie H. Chirurgica. 2005. Tosca Enterprise Hal VIII.1 – 5
Noer S, dkk. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta : FKUI
Kenneth J. Lereno, dkk. 2009. Obstetri William : panduan ringkas Jakarta : EGC
Price, S.A.1999. Patofisiologis.edisi 4. Jakarta : EGC
Sjamsuhidajat R, Jong WD. 1996. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Wiknjosastro, H. 2008. dalam Ilmu Kebidanan Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
http://emedicine.medscape.com/article/253960-overview#aw2aab6c19
58