LAPORAN SIMULASI PBL
DK1 : 9 NOVEMBER 2009
DK2 : 12 NOVEMBER 2009
Oleh:
Ketua : Phandu Putra Haryu Dharma S.
Sekretaris : Rissa Septi Rahardini
Anggota : 1. Novita Amelia
2. Patricia Golda Gunawan
3. Putri Khairina Sari
4. Rachmatika Pramana
5. Rizki Widya Pratiwi
6. Muhammad Rizky Radliya Maulana
7. Monia Tarida
8. Monika Danuseputro
FASILITATOR : drg. Loeki Enggar
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2009
LATAR BELAKANG
Indera Penciuman dan Pengecapan, atau dalam bahasa kedokterannya
disebut Olfaktori dan Gustatori, adalah dua indera yang sangat penting dan saling
berkoordinasi dalam merasakan makanan. Kedua organ ini saling berkoordinasi
dan berkomplementer membentuk sebuah kesatuan sistem perasa, karena jika
manusia mengecap makanan maka pasti organ penciuman bekerja membaui
makanan tersebut, begitu pula sebaliknya, jika manusia membaui sesuatu, maka
akan berpengaruh pada organ pengecap. Jika salah satu dari kedua organ tersebut
tidak bekerja dengan baik, saat flu misalnya, maka sinyal pengecapan atau
pembauan yang diterima oleh otak tidak akan optimal.
Pentingnya mengetahui organ olfaktori dan gustatori serta keterkaitannya
inilah yang mendorong keingintahuan dan rasa haus belajar tentang organ-organ
tersebut, disamping tuntutan sebagai dokter gigi yang memang telah terspesifikasi
untuk belajar bagian hidung dan mulut. Diharapkan setelah mengetahui kedua
organ tersebut, ilmu ini dapat diterapkan di masyarakat luas.
BATASAN MASALAH
Batasan masalah yang diajukan penulis disini adalah :
1. Anatomi dan Fisiologi Organ Olfaktorius
2. Anatomi dan Fisiologi Organ Gustatori
3. Keterkaitan antara Olfaktorius dan Gustatori
4. Sensasi Rasa Utama
ORGAN OLFAKTORIUS
Indera Penciuman merupakan rasa yang paling tidak dapat di pahami
dengan baik. Hal ini disebakan oleh letak membran olfaktori yang tinggi dalam
hidung, tempat sukar diselidiki, dan juga penciuman merupakan suatu fenomena
subjektif.
Anatomi Indera Penciuman
A. Hidung Luar
Hidung berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya dari atas kebawah adalah :
1. Pangkal hidung (bridge)
2. Dorsum nasi
3. Puncak hidung
4. Ala nasi
5. Kolumela
6. Lubang hidung (nares anterior)
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit,
jaringan ikat, dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M.
Nasalis pars allaris.
Van De Graaff Human Anatomy, 6th ed (McGraw-Hill 2001)
Vander - Human Physiology - The Mechanism of Body Function, 8th ed (McGraw-Hill 2001)
B. Kavum Nasi
Dengan adanya septum nasi, maka kavum nasi dibagi menjadi 2 ruangan yang
membentang dari nares sanpai koana (aperture posterior). Kavum nasi ini
berhubungan dengan sinus frontal, sinus sphenoid, fossa cranial anterior dan fossa
cranial media.
C. Mukosa hidung
Ronga hidung dilapisi mukosa yang dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa
penghidu. Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan
permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan
diantaranya terdapat sel goblet. Pada keadaan normal mukosa berwarna merah muda
dan selalu basah karena diliputi oleh palut lender (mucosa blanket) yang dihasilkan
oleh kelenjar mukosa dan sel goblet.
Silia yang terdapat pada lapisan epitel mempunyai fungsi penting. Dengan
gerakan teratur palut lendir akan didorong kearah nasofaring. Sehingga mukosa
mempunyai daya untuk membersihkan diri dan untuk mengeluarkan benda asing yang
masuk ke hidung.
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga
bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak besilia.
Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor
penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna kuning kecoklatan.
D. Membran Olfaktoria
Membran Olfaktoria
Membran olfaktoria terletak pada bagian superior setiap lubang hidung. Di
medial ia melipat ke bawah pada permukaan septum, dan di lateral ia melipat di
atas konka superior , dan malahan sebagian kecil bagian atas konka media. Pada
setiap rongga hidung membran olfaktoria mempunyai luas permukan sekitar
2,4cm2.
Sel-Sel Olfaktoria
Sel-sel reseptor untuk penciuman adalah sek-sel olfaktoria yang
merupakan sel-sel bipolar yang berasal dari susunan saraf pusat itu sendiri.
Terdapat sekitar 100 juta sel-sel ini pada epitel olfaktoria yang di selang-seling
antara sel sustentakular. Ujung-ujung mukosa sel-sel olfaktoria membentuk
pentolan yang dinamakan vesikel olfaktoria, yang dari tempat ini akan
dikeluarkan 4-25 rambut olfaktoria atau silia yang bergaris tengah 0,3 mikrometer
dan panjangnya sampai 200 mikrometer, menonjol ke dalam mukus yang melapisi
permukaan dalam rongga hidung. Rambut olfaktoria yang menonjol ini diduga
bereaksi terhadap bau-bau dalam udara dan kemudian merangsang sel-sel
olfaktoria. Ruang antara sel-sel olfaktoria pada membran olfaktoria terisi banyak
kelenjar bowman kecil yang mensekresi mukus ke permukaan membran
olfaktoria.
Rangsangan yang diperlukan bagi penciuman, selain secara kimia harus
merangsang sel-sel olfaktoria tetapi juga harus diketahui sifat fisika zat-zat yang
menyebabkan rangsangan penciuman. Pertama, zat harus mudah menguap
sehingga ia dapat dihirup masuk ke lubang hidung . Kedua, zat harus sedikit larut
dalam air sehingga ia dapat melalui mukus untuk mencapai sel olfaktoria. Dan,
ketiga, ia harus juga larut dalam lipid, diduga karena rambut-rambut olfaktoria
dan ujung luar sel-sel olfaktoria terutama terdiri atas zat-zat lipid.
Dengan mengabaikan mekanisme dasar dasar sel-sel olfaktoria dirangsang,
telah diketahui bahwa sel-sel olfaktoria hanya terangsang bila udara mengalir ke
atas, masuk daerah superior hidung. Oleh karena itu, penciuman terjadi dalam
siklus inspirasi, yang menunjukkan bahwa reseptor-reseptor olfaktoria memberi
respon dalam milidetik terhadap agen yang mudah menguap. Karena intensitas
bau ditingkatkan oleh arus udara melalui bagian atas hidung, seseorang dapat
menambah kepekaan pembauaannya dengan teknik menghirup yang telah dikenal.
1.1 Fisiologi Hidung
1. Sebagai Jalan Napas
Hidung menjadi tempat proses inspirasi dan ekspirasi.
2. Pengatur Kondisi Udara (air conditioning)
Hidung diperlukan sebagai pengatur kondisi udara yang akan masuk ke
dalam alveolus paru-paru. Fungsi dilakukan dengan cara mengatur
kelembapan uadar dan mengatur suhu.
3. Sebagai Penyaring dan Pelindung
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan
bakteri yang dilakukan oleh : (a) rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi
(b) silia (c) palut lendir (mucous blanket).
4. Indra Penghidu
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung., konka superior, dan sepertiga
bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara
difusi dengan palut lender atau bila menarik nafas dengan kuat.
5. Resonansi Suara
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang
sehingga terdengar suara sengau.
6. Proses Bicara
Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh
lidah, bibir, dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal
(m,n,ng) rongga mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun
untuk aliran udara.
7. Refleks Nassal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
saluran cerna, cardiovaskuler, dan pernapasan. Contohnya, iritasi mukosa
hidung menyebabkan refleks bersin dan napas terhenti.
8. Adaptasi
Adaptasi adalah suatu keadaan kita bias mencium bau tertentu dan sebagai
ambang untuk mencium bau-bau lainnya yang tidak berubah yang
disebabkan karena perubahan.
9. Deskriminasi Berbagai Bau
Manusia dapat membedakan antara 2000 sampai 4000 bau namun sampai
saat ini, deskriminasi penciuman tidak terbatas.
10. Mendengus
Bagian rongga hidung yang mengadung reseptor, pencium mendapatkan
fentilasi sedikit. Mendengus adalah respons semirefleks yang biasanya
terjadi apabila ada bau yang baru yang menarik perhatian.
Membran Olfaktoria
Membran olfaktoria terletak pada bagian superior setiap lubang hidung. Di
medial ia melipat ke bawah pada permukaan septum, dan di lateral ia melipat di
atas konka superior , dan malahan sebagian kecil bagian atas konka media. Pada
setiap rongga hidung membran olfaktoria mempunyai luas permukan sekitar
2,4cm2.
Sel-Sel Olfaktoria
Sel-sel reseptor untuk penciuman adalah sek-sel olfaktoria yang
merupakan sel-sel bipolar yang berasal dari susunan saraf pusat itu sendiri.
Terdapat sekitar 100 juta sel-sel ini pada epitel olfaktoria yang di selang-seling
antara sel sustentakular. Ujung-ujung mukosa sel-sel olfaktoria membentuk
pentolan yang dinamakan vesikel olfaktoria, yang dari tempat ini akan
dikeluarkan 4-25 rambut olfaktoria atau silia yang bergaris tengah 0,3 mikrometer
dan panjangnya samapai 200 mikrometer, menonjol ke dalam mukus yang
melapisi permukaan dalam rongga hidung. Rambut olfaktoria yang menonjol ini
diduga bereaksi terhadap bau-bau dalam udara dan kemudian merangsang sel-sel
olfaktoria. Ruang antara sel-sel olfaktoria pada membran olfaktoria terisi banyak
kelenjar bowman kecil yang mensekresi mukus ke permukaan membran
olfaktoria.
Rangsangan yang diperlukan bagi penciuman, selain secara kimia harus
merangsang sel-sel olfaktoria tetapi juga harus diketahui sifat fisika zat-zat yang
menyebabkan rangsangan penciuman. Pertama, zat harus mudah menguap
sehingga ia dapat dihirup masuk ke lubang hidung . Kedua, zat harus sedikit larut
dalam air sehingga ia dapat melalui mukus untuk mencapai sel olfaktoria. Dan,
ketiga, ia harus juga larut dalam lipid, diduga karena rambut-rambut olfaktoria
dan ujung luar sel-sel olfaktoria terutama terdiri atas zat-zat lipid.
Dengan mengabaikan mekanisme dasar dasar sel-sel olfaktoria dirangsang,
telah diketahui bahwa sel-sel olfaktoria hanya terangsang bila udara mengalir ke
atas, masuk daerah superior hidung. Oleh karena itu, penciuman terjadi dalam
siklus inspirasi, yang menunjukkan bahwa reseptor-reseptor olfaktoria memberi
respon dalam milidetik terhadap agen yang mudah menguap. Karena intensitas
bau ditingkatkan oleh arus udara melalui bagian atas hidung, seseorang dapat
menambah kepekaan pembauaannya dengan teknik menghirup yang telah dikenal.
Mekanisme Eksitasi Pada Sel-Sel Olfaktorius
Makna yang paling penting dari mekanisme eksitasi pada sel-sel olfaktorius
adalah bahwa mekanisme tersebut sangat melipatgandakan efek perangsangan,
bahkan dari bau yang paling lemah sekalipun. Mekanismenya adalah sebagai
berikut:
1. Aktivasi protein reseptor oleh substansi bau dapat megaktivasi kompleks
protein-G.
2. Hal ini kemudian mengaktivasi banyak molekul adenilat siklase di bagian
dalam membran sel olfaktorius.
3. Selanjutnya, hal iniakan menyebabkanpembentkan jumlah molekul cAMP
menjadi berkali lipat lebih banyak.
4. Akhirnya, cAMP tetap membuka kanal ion natrium yang jumlahnya
semakin banyak.
Oleh karena itu, bau tertentu yang mempunyai konsentrasi yang paling kecil, tetap
dapat memulai rangkaian efek yang akan membuka banyak sekali kanal natriu.
Hal ini menimbulkan sensitivitas yang sangat besar pada neuron-neuron
olfaktorius, bahkan bila jumlah bau itu sedikit sekali.
Sensasi Utama Olfaktorius
Sebagian besar ahli fisiologi berpendapat bahwa beberapa sensasi
penghidu berasal dari sejumlah kecil sensasi utama. Berdasarkan penelitian
psikologis, sensasi-sensasi penghidu diklasifikasikan menjadi:
1. Camphoraceous
2. Musky
3. Harum bunga-bungaan (floral)
4. Pepperminty
5. Sangat samar (ethereal)
6. Bau yang tajam (pungen)
7. Busuk (Putrid)
Penghantaran Sensasi Bau ke Susunan Saraf Pusat
Fungsi susunan saraf pusat pada penciuman hampir tidak sejelas fungsi
reseptor-reseptor perifer. Sejumlah sel-sel olfaktoria terpisah mengirimkan akson
ke bulbus olfaktorius untuk berakhir pada dendrit-dendrit sel-sel mitral dalam
struktur yang dinamakan glomerulus. Kira-kira 25.000 akson dari sel olfaktoria
masuk pada setiap glomerulus dan bersinaps dengan sekitar 25 sel mitral yang
selanjutnya mengirimkan isyarat ke dalam otak. Terdapat total sekitar 5.000
glomerulus.
Lintasan-lintasan utama untuk penghantaran isyarat penghidu dari sel
mitral ke otak dimulai dari serabut-serabut sel mitral berjalan melalui traktus
olfaktorius dan berakhir terutama atau melalui neuron pemancar dalam dua derah
utama pada otak yang masing-masing dinamakan area olfaktoria media dan area
olffaktoria lateral. Area olfaktoria media terdiri atas kelompokan inti yang terletak
pada bagian tengah otak superior dan anterior terhadap talamus. Kelompokan ini
terdiri atas septum pelusidum, girus subkalosus, area paraolfakttoria, trigonum
olfaktoria, dan bagian medial substantia perforata anterior.
Area olfaktoria lateral terletak bilateral, terutama di bagian anterior
inferior lobus temporalis. Ia terdiri dari area prepirrformis, unkus, bagian lateral
substansia perforata anterior dan bagian nuklei amigdaloid.
Traktus olfaktorius sekunder berjalan dari nuklei pada area iolfaktoria
lateral menuju ke hipotalamus, talamus, hipokampus, dan nuklei batang otak.
Daerah sekunder ini mengatur espon otomatik tubuh terhadap rangsangan
penciuman, termasuk aktivitas makan otomatis dan juga respon emosi, seperti
ketakutan, keadaan terangsang, kenikmattan, dan dorongan seksual.
Pembuangan seluruh area olfaktoria lateral sangat mempengaruhi respon
primitif penghidu, seperti menjilat bibir, salivasi, dan respon makan lain yang
disebabkan oleh bau makanan atau seperti berbagai emosiyang berhubungan
dengan bau. Sebaliknya, pembuangan tersebut menghilangkan refleks bersyarat
yang lebih kompleks yang tergantung pada rangsang penghidu. Oleh karena itu,
daerah ini sering dianggap sebagai korteks olfaktoria primer untuk penghidu. Pada
manusia, tumor pada daerah unkus dan amigdala sering menyebabkan orang
menerima bau abnormal.
ORGAN GUSTATORI
Pada hakekatnya lidah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
indera khusus pengecap. Lidah sebagian besar terdiri dari dua kelompok otot. Otot
intrinsik lidah melakukan semua gerakan halus, sementara otot ekstrinsik
mengaitkan lidah pada bagian-bagian sekitarnya serta melaksanakan gerakan-
gerakan kasar yang sangat penting pada saat mengunyah dan menelan. Lidah
mengaduk-aduk makanan, menekannya ke langit-langit dan gigi, dan
mendorongnya ke dalam faring.
Lidah terletak pada dasar mulut, sementara pembuluh darah dan urat saraf
masuk dan keluar pada akarnya. Ujung serta pinggiran lidah bersentuhan dengan
gigi bawah, sementara dorsum merupakan permukaan melengkung pada bagian
atas lidah. Bila lidah digulung ke belakang, maka tampaklah permukaan
bawahnya yang disebut frenulum linguae, sebuah struktur ligamen halus yang
mengaitkan bagian posterior lidah pada dasar mulut. Bagian anterior lidah bebas
tidak terkait. Bila dijulurkan, maka ujung lidah meruncing, dan bila terletak
tenang di dasar mulut, maka ujung lidah berbentuk bulat.
Selaput lendir (membran mukosa) lidah selalu lembab, dan pada waktu
ehat berwarna merah jambu. Permukaan atasnya seperti beludru dan ditutupi
papil-papil, yang terdiri dari 3 jenis, yaitu:
1. Papilae sirkumvalata
Ada 8-12 buah dari jenis ini yang terletak pada bagian dasar lidah. Papilae
sirkumvalata adalah jenis papilae yang terbesar, dan masing-masing
dikelilingi semacam lekukan seperti parit. Papilae ini tersusun berjejer
membentuk huruf V pada bagian belakang lidah.
2. Papilae fungiformis menyebar pada permukaan ujung dan sisi lidah, dan
berbentuk jamur.
3. Papilae filiformis adalah yang terbanyak dan menyebar pada seluruh
permukaan lidah. Organ ujung untuk pengecapan adalah puting-puting
pengecap yang sangat banyak terdapat dalam dinding papilae sirkumvalata
dan fungiforum. Papilae filiform lebih berfungsi untuk menerima rasa
sentuh, daripada rasa pengecapan yang sebenarnya. Selaput lendir langit-
langit dan faring juga bermuatan puting-puting pengecap
Makanan memiliki ciri harum dan ciri rasa, tetapi ciri-ciri itu merangsang
ujung saraf penciuman bukan ujung saraf pengecapan. Nervus olfaktorius atau
saraf kranial pertama melayani ujung organ penciuman. Serabut-serabut saraf ini
timbul ppada bagian atas selaput lendir hidung, yang dikenal sebagai bagian
olfaktorik hidung.
Nervus olfaktorius dilapisi sel-sel yang sangat khusus, yang mengeluarkan
fibril-fibril halus untuk berjalin dengan serabut dari bulbus olfaktorius. Bulbus
olfaktorius merupakan bagian otak yang terpencil, adalah bagian yang agak
berbentuk bulbus (membesar) dari saraf olfaktorius yang terletak di atas lempeng
kribiformis tulang etmoid. Dari bulbus olfaktorius, perasaan bergerak melalui
traktus olfaktorius dengan perantaraan beberapa stasiun penghubung, hingga
mencapai daerah penerimaan akhir dalam pusat olfaktori pada lobus temporalis
otak, dimana perasaan itu ditafsirkan.
Rasa penciuman dirangsang oleh gas yang terhirup ataupun oleh unsur-
unsur halus. Rasa penciuman ini sangat peka, dan kepekaanya mudah hilang, bila
dihadapkan pada suatu bau yang sama untuk suatu waktu yang cukup lama. Rasa
penciuman juga diperlemah, bila selaput lendir hidung sangat kering, sangat
basah, atau membengkak, seperti halnya seseorang yang diserang pilek.
Sensasi Pengecapan Utama
Seseorang dapat merasakan pengecapan yang bermacam-macm. Namun,
pengecapan tersebut merupakan kombinasi dari sensasi-sensai pengecapan dasar
yang di sebut juga sensasi pengecapan utama. Sensasi pengecapan utama dibagi
menjadi lima kategori umum diantaranya:
1. Rasa Asam
Rasa asam disebabka oleh adanya konsentrasi ion hidrogen.
Intensitas sensasi asam ini hampir sama dengan logaritma konsentrasi ion
hidrogen. Yang berarti, semakin asam suatu makanan, semakin kuat pula
sensasi asam yang terbentuk.
2. Rasa Asin
Rasa asin dihasilkan dari garam yang terionisasi, terutama garam
yang terionisasi karena konsentrasi ion natrium. Kualitas antara garam
yang satu dengan yang lain berbeda-beda, karena ada beberapa garam
yang menghasilkan sensasi rasa selain rasa asin. Kation garam, khususnya
kation natrium, terutama berperan membentuk rasa asin, tetapi untuk anion
juga ikut berperan embentuk rasa asin meskipn perannya lebih kecil.
3. Rasa manis
Beberapa tipe zat kimia yang menyebabkan rasa manis diantaranya
adalah gula, glikol, alkohol, aldehid, keton, amida, ester, beberapa asam
amino, bebrapa protein kecil, asam sulfonat, asam halogenasi, dan garam-
garam anorganik dari timah dan berilium. Penambahan radikal sederhana
pada struktur kimia sering kali dapat mengubah zat dari rasa manis
menjadi rasa pehit.
4. Rasa Pahit
Zat yang memberikan rasa pahit hampir seluruhnya merupakan
substansi organik, diantaranya:
a. Substansi organik rantai panjang yang mengandung nitrogen
b. Substansi organik rantai panjang yang mengandung alkaloid
seperti kuinin, kafein, striknin, dan nikotin.
Sensasi rasa pahit ini merupakan salah satu fungsi yang penting, karena
banyak toksin mematikan yang ditemkan dalam tanaman beracun
merupakan alkaloid.
5. Rasa Umami
Rasa umami merupakan rasa yang dominan ditemukan pada makanan
yang mengandung L-glutamat. Beberapa para ahli fisiologi menganggap
rasa ini harus dipisahkan, sehingga menjadi kategori kelima dari sensasi
pengecapan utama.
Mekanisme Perangsangan Taste Bud Potensial Reseptor
Pengikatan zat kimia kecap
Membuka kanal ion
Ion Na+ masuk
Mendepolarisasi kenegatifan normal
Dibersihkan dari vilus pengecap oleh saliva
Rangsangan hilang
Jadi, mekanisme perangsangan taste bud potensial reseptor adalah dengan
pengikatan xat kimia kecap pada milekul reseptor protein yang dekat atau
menonjol melalui membran vilus. Hal tersebut kemudian membuka kanal ion,
sehingga membuat ion natrium yang memiliki muatan positif masuk dan
mendepolarisasi kenegatifan ormal di dalam sel. Selanjutnya zat kimia kecap
secara bertahap dibersihkan dari vilus pengecap oleh saliva, sehingga akan
menghilangkan rangsangan.
KETERKAITAN HIDUNG DENGAN LIDAH
Bau merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi persepsi selera
makan, itu semua dapat dilihat berdasarkan perjalanan dari alat pernafasan yaitu
hidung yang menyalurkan bau makanan lewat reseptor yand ditujukan ke sel-sel
olfaktoria dan dikirimkan ke akson bulbus olfaktorius yang berakhi pada dendrit
sel-sel mitral yang tidak lain adalah glomerulus dan akan berjalan ke traktus
olfaktorius yang merupakan saluran menuju ke otak dimana akan berakir pada 2
area yaitu area olfaktoria media dan area olfaktoria lateral yang berada di dalam
otak yang selanjutnya berjalan menuju hipotalamus lewat nuklei. Di dalam otak
bau tersebut akan dikirimkan kembali oleh otak atau yang biasa kita kenal dengan
reaksi atau perasaan yang dirasakan manusia setelah otak mendapatkan
rangsangan.
Jika hidung kita mengalami gangguan seperti pilek, atau dapat dikatakan
radang mukosa nasal (RMN), maka perjalanan dari hidung akan tetap berjalan dan
mempengaruhi hasil yang di tangkap oleh otak sehingga reaksi yang dihasilkan
oleh otak tidak akan sempurna atau normal. Itu semua menyebabkan perasaan
seseorang terhadap makanan tidak baik dan meimbulkan seseorang kehilangan
nafsu makan, itu lah keterkaitan yang ditemukan sehingga manusia dapat
kehilangan selera makan apabila mengalami gangguan alat pernafasan.
KESIMPULAN
Organ Olfaktorius dan Gustatori memang sangat-sangat erat hubungannya
dan saling berkoordinasi dalam merasakan makanan dan aroma. Hal ini dapat
dilihat pada keterkaitan kedua organ tersebut serta hal yang terjadi jika salah satu
organ tersebut tidak berfungsi secara optimal seperti pada kasus pilek. Contoh
langsung nya adalah pada pemicu yang diberikan, dimana Tompi tidak bisa
merasakan aroma masakan ibunya karena pilek, walaupun memang dia masih bisa
merasakan makanan pada lidahnya.