LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN
(Pengeringan Bahan Hasil Pertanian)
Oleh :
Nama : Ismail
NPM : 240110130109
Hari, Tanggal Praktikum : Rabu, 18 November 2015
Waktu : 15.00 - 17.00 WIB
Asisten Dosen : 1. Riska Dwi W. T.
2. Nedia Cahyati
LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES
DEPARTEMEN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015
Nilai :
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan pangan yang berasal dari tanaman, seperti buah-buahan dan sayuran
dalam keadaaan segar adalah kelompok bahan makanan yang agak mudah rusak.
Kelompok bahan pangan ini tergantung dari jenisnya relatif lebih tahan pada suhu
kamar. Buah-buahan seperti pisang, mangga akan mengalami proses pematangan
terlebih dahulu sebelum mengalami proses pembusukan. Kandungan air yang
terdapat dalam bahan hasil pertanian memegang peranan yang sangat penting
dalam menjaga kualitas dari bahan hasil pertanian.
Kadar air bahan hasil pertanian mempengaruhi kualitas dan daya simpan
dari suatu bahan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan
hasil pertanian begitu penting dalam proses pengolahan maupun pendistribusian
untuk mendapat penanganan yang tepat. Penanganan bahan hasil pertanian
dikatakan tepat jika penanganan tersebut mampu mengelola hubungan antara
faktor-faktor yang dimiliki bahan hasil pertanian dengan lingkungan dimana
bahan hasil pertanian berada. Kadar air bahan hasil pertanian memegang
peranan yang sangat penting dalam menjaga kualitas dari bahan hasil
pertanian. Terjadinya kerusakan pada bahan-bahan hasil pertanian selepas
panen secara biologis, fisiologis, dan kimia disebabkan karena masih
tingginya kadar air di dalam bahan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan uji coba Equilibrium Moisture Content
(EMC) dan pengeringan bahan hasil pertanian. Untuk memilih teknik penanganan
yang tepat dan perlu dipahami pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kualitas
bahan hasil pertanian.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari proses pengeringan dengan menggunakan oven dan mencari
kurva laju pengeringan pada biji-bijian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengeringan
Secara umum, pengeringan merupakan proses pemindahan air dari dalam
bahan melalui penguapan dengan menggunakan energi panas. Selama
pengeringan berlangsung, energi panas dipindahkan dari udara sekeliling ke
permukaan bahan, sehingga terjadi peningkatan suhu dan terbentuknya uap air.
Kandungan air dari bagian dalam bahan berdifusi ke permukaan bahan, dan juga
uap air yang terkandung di dalam udara sekeliling bahan secara kontinyu dialirkan
keluar dari mesin pengering.
Tujuan pengeringan bahan hasil pertanian adalah untuk mengurangi
kandungan air bahan sampai dengan kadar air aman, baik untuk proses
pengolahan maupun penyimpanan. Menurut Henderson (1976), pengeringan
adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari
bahan dengan menggunakan media pengering (udara, cair, atau padat) sampai
pada tingkat kadar air kesetimbangan (Equilibrium Mousture Contents = EMS)
dengan kondisi udara luar (atmosfer) normal atau tingkat kadar air yang setara
dengan nilai aktifitas air (aw) yang aman dari kerusakan oleh mikrobiologi,
enzimatis, dan kimia.
2.2 Kadar Air
Kadar air bahan hasil pertanian memegang peranan sangat penting dalam
menjaga kualitas dari bahan hasil pertanian. Terjadinya kerusakan pada bahan
hasil pertanian selepas panen secara biologis, fisiologis, dan kimia disebabkan
karena masih tingginya kadar air di dalam bahan. Informasi kadar air dari suatu
bahan hasil pertanian sangat diperlukan untuk mengetahui kondisinya apakah
telah memenuhi syarat dalam proses penanganan pasca panen, misalnya untuk
proses perontokan, penyimpanan dan lain-lain.
Kandungan air di dalam bahan hasil pertanian biasanya dinyatakan dalam
persentase basis basah (m) dan persentase basis kering (M). Dalam perhitungan-
perhitungan teknik, kadar air basis kering lebih sering dipakai karena pembagi
pada perhitungan kadar air basis kering adalah bahan setelah dikeringkan yang
tidak mengandung air sehingga beratnya tetap dan perubahan penurunan
kandungan air lebih terlihat dengan jelas.
Kandungan air basis basah dapat dinyatakan sebagai berikut:
m =
100 Wm(Wm+Wd ) ................................................(1)
Sedangkan kandungan air basis kering dapat dinyatakan sebagai berikut:
M = 100
WmWd ...................................................(2)
M =
100 m100−m ....................................................(3)
Dimana:
m = Kadar air basis basah (%)
M = Kadar air basis kering (%)
Wm= Berat air dalam bahan (kg)
Wd = Berat bahan padat (bagian yang tidak mengandung air) (kg)
Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode,
yaitu metode praktis dan metode dasar. Metode praktis, metode ini mudah
dilakukan tetapi hasilnya kurang teliti sehingga sering sering perlu dilakukan
kalibrasi alat terlebih dahulu. Yang termasuk metode ini adalah metode kalsium
karbida dan metode pengukuran dengan alat ukur kadar air (electric moisture
meter).
Metode dasar, kadar air ditentukan dengan mengukur kehilangan berat yang
diakibatkan oleh pengeringan atau pemanasan pada kondisi tertentu dan
dinyatakan sebagai persentase dari berat mula-mula. Yang termasuk ke dalam
metode dasar adalah metode oven, metode destilasi dan metode Karl Fisher.
2.3 Kadar Air Kesetimbangan atau Equilibrium Moisture Content (EMC)
Kadar air kesetimbangan merupakan bagian yang sangat penting dalam
proses pengeringan. Kadar air kesetimbangan suatu bahan hasil pertanian adalah
kadar air padatan basah bahan hasil pertanian yang berada dalam keseimbangan
dengan udara sekelilingnya pada suhu dan kelembaban relatif tertentu.
Apabila bahan hasil pertanian ditempatkan pada udara yang kelembaban relatifnya
meningkat maka bahan pertanian tersebut termasuk ke dalam proses isotermi
adsorpsi. Sedangkan apabila bahan hasil pertanian ditempatkan pada udara yang
kelembaban relatifnya menurun maka bahan tersebut mengalami proses isotermi
desorpsi. Proses pengeringan merupakan proses desorpsi dimana kadar air bahan
hasil pertanian akan menurun secara progresif dengan menurunnya kelembaban
relatifnya (Suhadi, 2005).
2.4 Aktivitas Air (aw)
Aktivitas air atau water activity (aw) adalah kandungan air yang terdapat
pada bahan hasil pertanian yang dapat mengaktifkan pertumbuhan mikroba dan
germinasi spora yang akan berpengaruh terhadap mutu, higienis dan daya simpan
bahan hasil pertanian. Aktivitas air untuk setiap bahan hasil pertanian berbeda
tergantung pada tekanan parsial uap air di dalam bahan hasil pertanian tersebut.
Gambar 1. Kurva kadar air kesetimbangan untuk berbagai jenis padatan
(Sumber : Sugiyono dan Muchtadi, Tien. R, 1989)
Gambar 2. Berbagai jenis kadar air
(Sumber : Sugiyono dan Muchtadi, Tien. R, 1989)
Secara sederhana aw adalah perbandingan tekanan uap yang diberikan oleh
air di dalam padatan terhadap tekanan jenuh yang diberikan oleh air murni pada
suhu yang sama. Terdapat berbagai kurva Aw terhadap kadar air bahan seperti di
bawah ini (Sumber : Sugiyono dan Muchtadi, Tien. R, 1989)
.
Gambar 3. Hubungan Aw terhadap kadar air untuk berbagai bahan pangan
(Sumber : Sugiyono dan Muchtadi, Tien. R, 1989)
Proses pengeringan yang umum digunakan di industri terbagi dalam
beberapa kategori:
1. Pengeringan konveksi
Dalam pengeringan ini aliran udara panas dan kelembaban relatifnya rendah
dengan kecepatan tinggi dialirkan pada bahan yang akan dikeringkan.
2. Pengeringan konduksi
Bahan yang akan dikeringkan ditempatkan pada permukaan benda panas
sehingga terjadi penguapan air ke lingkungan (Suhadi, 2005).
3. Pengeringan hampa udara (vacum)
Bahan yang akan dikeringkan ditempatkan pada ruang yang terdapat sumber
panas pada tekanan rendah. Keuntungan dalam pengeringan hampa udara
didasarkan pada proses penguapan air. Penguapan air akan terjadi lebih cepat
pada tekanan udara rendah jika dibandingkan dengan tekanan udara tinggi.
4. Pengeringan beku
Pada pengeringan beku, uap air disublimasikan keluar dari bahan pada suhu
dan tekanan yang rendah. Struktur bahan tetap dipertahankan dengan baik
pada kondisi proses pengeringan beku (Suhadi, 2005).
2.5 Laju Pengeringan
Proses pengeringan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu periode
lajupegeringan tetap dan periode laju pengeringan menurun. Periode laju
pengeringan tetap akan terjadi pada bahan yang mengandung banyak air sehinga
membentuk lapisan air yang akan mengering dari permukaannya. Laju
pengeringan tetap akan ditentukan sepenuhnya oleh laju pindah panas dari udara
pengering dan massa uap air dari permukaan bahan yang dikeringkan.
Beberapa bahan hasil pertanian tidak menunjukkan periode laju pengeringan
tetap sama sekali karena terdapat pengaruh laju pindah panas dan massa internal
bahan yang menentukan laju pengeringan. Laju pengeringan tetap akan berhenti
pada saat air bebas dipermukaan habis dan laju pengurangan kadar air akan
berkurang secara progresif. Kadar air disaat laju pengeringan tetap berhenti
disebut kadar air kritis.
Pada prakteknya semua bahan pertanian yang dikeringkan akan mengalami
periode laju pengeringan menurun. Laju pengeringan menurun dibatasi oleh
Equilibrium Mostuire Content EMC dari kurva kadar air antara nol dan mendekati
RH 100%. Pada laju pengeringan menurun melibatkan dua proses yaitu
perpindahan kadar air di dalam bahan ke permukaan dan penguapan kadar air dari
permukaan bahan.
Apabila sejumlah bahan dikeringkan pada keadaan udara tertentu dan kadar
air bahan dicatat setiap selang waktu tertentu, akan diperoleh suatu kurva
kandungan air terhadap waktu pengeringan. Kurva hubungan kandungan air
terhadap waktu juga dapat menggambarkan laju pengeringan pada bahan hasil
pertanian.
Laju pengeringan berdasarkan transfer massa uap airnya dapat dinyatakan :
WD=dxdt
kAΔY
Dimana :
x = kadar air basis kering dari bahan
t = waktu pengeringan
WD = lajpengerinan (kg/s)
K = koefisien pindah panas (kg/m2s)
A = luas area permukaan bahan (m2)
ΔY = Perbedaan kelembaban mutlak udara pengeing (kg/kg)
Bentuk kurva hubungan tersebut mengikuti hukum pendinginan dan
pemanasan Newton.
dtdθ
=−k ( t−t e )
Dimana :
t = suhu bahan pada setiap waktu (oC)
te = suhu udara pengering (oC)
θ = lama waktuproses (jam)
k = konstanta pemanasan atau pengeringan.
Tabel 1. Pengelompokkan mesin pengering
Kriteria Jenis mesin pengering
Modus operasi Curah
Kontinyu
Jenis masukan panas Konveksi, konduksi, radiasi, medan
elektromagnetik, pindah panas
kombinasi
Intermiten dan kontinyu
Adiabatik dan tak-adiabatik
Keadaan bahan dalam mesin pengering Diam
Bergerak, diaduk,disebar
Tekanan operasi Vakum
Tekanan atmosfer
Media pengering (konveksi) Udara
Udara super panas
Gas buang
Suhu pengeringan Di bawah suhu didih
Di atas suhu didih
Dibawah titik beku
Gerak nisbi antara media pengering dan
padatan yang dikeringkan
Jumlah tahapan
Aliran searah
Aliran berlawanan arah
Aliran campuran
Tunggal
Multitahap
Waktu bahan dalam mesin pengering Singkat (< 1 menit )
Sedang (1-60 menit)
Panjang (> 60 menit)
Sumber : Toledo (1979)
Bila persamaan Diatas diintgralkan dan parameter t disubstitusikan dengan
M maka akan diperoleh pesamaan pengeringan :
M −M e
M o−M e=e−kθ
Dimana :
M = kadar air basis kering (decimal)
Mo = kadarair awal (decimal)
Me = kadar air kesetimbangan (decimal)
k = ketetapan pengeringan (1/jam)
θ = waktu pengeringan (jam)
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Cawan.
2. Desikator.
3. Moisture tester.
4. Oven.
5. Stopwatch.
6. Timbangan analitik.
3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Beras.
3.2 Prosedur Percobaan
Adapun prosedur dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan cawan sebanyak 10 buah dan menandainya untuk tiap interval
waktu.
2. Mengukur kadar air awal bahan dengan menggunakan moisture testure.
3. Memasukkan sampel bahan ke dalam cawan sebanyak ± 5 gram, untuk
masing-masing cawan.
4. Memasukan cawan sampel aluminium ke dalam oven pada suhu ±70o C.
5. Mengukur kadar air bahan untuk interval waktu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 10, dan 15
menit dan 30 menit, 45 menit kemudian 1 jam.
6. Mengeluarkan cawan yang berisi bahan (kacang tanah) dari oven kemudian
memasukan cawan ke dalam desikator selama 5 menit pada setiap interval
waktu yang telah ditentukan.
7. Membuat kurva laju pengeringan dari data-data tersebut di atas.
8. Menentukan persamaan kurva laju pengeringan bahan dan mencari besaran
konstanta laju pengeringan pada bahan tersebut.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN
4.1 Hasil Pengukuran
BAB V
HASIL PERCOBAAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengeringan Beras
Me
nit Ke-
(t)
Kadar air (%) Kada
r Air
Rata-rata
(%)
M
/t
(%/m
)
MR Ln MR
1 2 3
012,
6
12
,6
12,
612,6 ~ 1 0
112,
9
12
,7
12,
712,8
12
,8
1,1
250,1178
212,
7
12
,6
12,
612,6
6,
31 0
313,
0
12
,8
12,
712,8
4,
267
1,1
250,1178
4 12, 12 12, 12,7 3, 1,0 0,0606
8 ,7 6 175 625
512,
9
12
,8
12,
612,8
2,
56
1,1
250,1178
1511,
7
11
,4
11,
411,5
0,
767
0,3
125 -1,1632
30 - - - - - - -
45 - - - - - - -
60 - - - - - - -
4.2 Perhitungan
A. Perhitungan M/t
1. Menit ke – 0 = 12,6
0 = ~
2. Menit ke – 1 = 12,8
1 = 12,8
3. Menit ke – 2 = 12,6
2 = 6,3
4. Menit ke – 3 = 12,8
3 = 4,267
5. Menit ke – 4 = 12,7
4 = 3,175
6. Menit ke – 5 = 12,8
5 = 2,56
7. Menit ke – 15 = 11,515 = 0,767
B. Perhitungan MR
Diketahui : Me = 11%
1. MR0 = Mo−MeMo−Me =
26,6−1112,6−11 = 1
2. MR1 = M 1−MeMo−Me =
26,8−1112,6−11 = 1,125
3. MR2 = M 2−MeMo−Me =
26,6−1112,6−11 = 1
4. MR3 = M 3−MeMo−Me =
26,8−1112,6−11 = 1,125
5. MR4 = M 4−MeMo−Me =
26,7−1112,6−11 = 1,0625
6. MR5 = M 5−MeMo−Me =
26,8−1112,6−11 = 1,125
7. MR15 = M 15−MeMo−Me =
11,5−1112,6−11 = 0,3125
C. Mencari ln MR
1. ln MR0 = 0
2. ln MR1 = 0,1178
3. ln MR2 = 0
4. ln MR3 = 0,1178
5. ln MR4 = 0,0606
6. ln MR5 = 0,1178
7. ln MR15 = - 1,1632
D. Kontanta
1. K0 = - ln MR0
t = -
00 = -
2. K1 = - ln MR1
t = -
0,11781 = - 0,1178
3. K2 = - ln MR2
t = -
02 = 0
4. K3 = - ln MR3
t = -
0,11783 = - 0,0393
5. K4 = - ln MR4
t = -
0,06064 = - 0,0115
6. K5 = - ln MR5
t = -
0,11785 = - 0,0235
7. K15 = - ln MR15
t = -
−1,163215 = - 0,0775
E. Ratio Kadar Air
1. MR0 = Mo−MeMo−Me = e−kt
26,6−1112,6−11 = e−0 x0
1 = -
2. MR1 = M 1−MeMo−Me = e−kt
26,8−1112,6−11 = e0,1178 x1
1,125 = 1,125
3. MR2 = M 2−MeMo−Me = e−kt
26,6−1112,6−11 = e0 x 2
1 = 1
4. MR3 = M 3−MeMo−Me = e−kt
26,8−1112,6−11 = e0,0393 x 3
1,125 = 3,251
5. MR4 = M 4−MeMo−Me = e−kt
26,7−1112,6−11 = e0,0606 x 4
1,0625 = 1,0625
6. MR5 = M 5−MeMo−Me = e−kt
26,8−1112,6−11 = e0,1178 x5
1,125 = 1,125
7. MR15 = M 15−MeMo−Me = e−kt
11,5−1112,6−11 = e−0,0775 x 15
0,3125 = 3,1979
0 10 20 30 40 50 60 700
2
4
6
8
10
12
14
f(x) = − 0.102298224127373 x + 4.67482069810165R² = 0.285307179550975
Series2Linear (Series2)
Waktu (menit)
M/t
)
Gambar 1. Grafik Hubungan antara Laju Pengeringan terhadap waktu
0 2 4 6 8 10 120
2
4
6
8
10
12f(x) = NaN x + NaNR² = 0
Series2Linear (Series2)
Kadar air (%)
M/t
)
Gambar 2. Grafik Hubungan antara Laju Pengeringan terhadap Kadar Air
0 10 20 30 40 50 60 700
2
4
6
8
10
12
14
f(x) = − 0.26576852418861 x + 13.1651806491121R² = 0.869346777605524
Series2Linear (Series2)
Waktu (menit)
Kada
r Air
(%)
Gambar 3. Grafik Hubungan antara Kadar Air terhadap waktu
0 10 20 30 40 50 60 70
-1.4
-1.2
-1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0
0.2
f(x) = − 0.000926785058175138 x − 0.0596280465401102R² = 0.00261255067199617
Series2Linear (Series2)
Waktu (menit)
ln M
R
Gambar 4. Grafik Hubungan antara ln MR terhadap waktu
BAB V
PEMBAHASAN
Praktikum kali ini praktikan akan membahas hasil pengamatan mengenai
pengeringan suatu bahan hasil pertanian dengan menggunakan oven dan
penentuan kadar air dengan menggunakan alat ukur kadar air yaitu moisture
testure. Bahan hasil pertanian yang akan diuji kadar airnya yaitu beras.
Proses pengeringan pada beras ini menggunakan oven agar kadar airnya
menurun. Proses pengeringan terdapat dua periode yaitu periode laju pengeringan
tetap dan periode laju pengeringan menurun. Pengeringan merupakan proses
untuk menghilangkan air dari suatu bahan atau memindahkan air ke lingkungan
dengan diberikan perlakuan berupa energi panas. Proses pengeringan berlaku
apabila bahan yang dikeringkan kehilangan sebahagian atau keseluruhan air yang
dikandungnya. Proses utama yang terjadi pada proses pengeringan adalah
penguapan. Penguapan terjadi apabila air yang dikandung oleh suatu bahan
teruap, yaitu apabila panas diberikan kepada bahan tersebut.
Menurut literatur SNI 01-3921-1995, kacang tanah mengandung nilai Me
(Moisture equilibrium) atau kadar air kesetimbangan sebesar 8-9%. Berdasarkan
hasil diatas, kadar air beras yang diperoleh selama 1 jam ini sebesar 11,5 %.
Perbedaan nilai Me ini tidak terlalu signifikan besarnya.
Berdasarkan hasil diatas, hasil pengukuran kadar air beras ini semakin lama
waktu pengeringan maka akan semakin menurun kadar airnya. Hal ini terbukti
pada rata-rata kadar air setiap menitnya yang semakin berkurang. Karena bahan
yang di dalam cawan tersebut semakin lama semakin kering yang mana artinya
kandungan kadar air didalam bahan beras tersebut akan semakin berkurang.
Setiap interval waktunya diperoleh hasil konstanta yang berbeda-beda.
Berdasarkan hasil diatas, diperoleh rata-rata nilai konstantan sebesar 0,314. Nilai
konstanta ini relatif semakin kecil apabila waktu pengeringan semakin lama. Hal
ini menunjukkan nilai konstanta berbanding terbalik dengan waktu. Konstanta
yang semakin kecil menunjukkan kadar air bahan semakin sedikit dan akan
semakin stabil setelah melewati critical point. Hal ini sesuai dengan literatur. Dari
nilai konstanta ini, rasio kadar air setiap intervalnya sesuai dengan hasil masing-
masing parameter yaitu kadar air rata-rata (MR) dan konstanta pengeringan (k)
Apabila proses pengeringan diteruskan, air didalam produk akan berkurang,
perpindahan air kepermukaan tidak dapat mengimbangi cepatnya air menguap
dari permukaan keudara sekitar. Fase ini merupakan akhir dari periode
pengeringan dengan laju tetap dan disebut kadar air kritis (critical moisture
content), tanda dimulainya periode laju pengeringan menurun pertama. Pada
keadaan tersebut permukaan bahan yang dikeringkan sudah tidak jenuh dan mulai
kelihatan ada bagian yang mengering. Faktor yang mengendalikan laju
pengeringan pada periode ini adalah hal-hal yang mempengaruhi perpindahan air
didalam bahan padat yang dikeringkan. Tergantung dari produk yang dikeringkan,
produk pertanian yang tidak higroskopis biasanya hanya memiliki satu periode
laju pengeringan menurun, sedangkan produk pertanian higroskopis memiliki dua
periode laju pengeringan menurun.
Berdasarkan hasil grafik diatas, perbandingan antara waktu terhadap laju
pengeringan grafik yang terbentuk sesuai dengan literatur. Semakin lama waktu
yang digunakan pada proses pengeringan maka semakin menurun nilai laju
pengeringan. Nilai regresi yang diperoleh sebesar 0,2593 yang menunjukkan
bahwa hubungan (korelasi) antar parameter kurang valid. Dikarenakan terjadi
peningkatan atau penurunan kadar air secara tiba-tiba. Selain grafik waktu
dengan laju pengeringan, adapula hubungan grafik kadar air terhadap laju
pengeringan. Semakin menurunnya kadar air maka laju pengeringan pun semakin
melambat. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa kadar air pada sudah
berkurang sehingga laju pengeringan pun melambat.
Grafik waktu terhadap kadar air bahan ini menunjukkan bahwa semakin
lama waktu pengeringan maka kadar air semakin menurun. Grafik ini
menunjukkan laju pengeringan. Laju pengeringan yang terjadi pada bahan ini
adalah constant rate. Hal ini dibuktikan dengan adanya penurunan secara
progresif pada waktu ke-15 menit menuju 1 jam. Selain itu, hubungan waktu
dengan nilai MR (kadar air rata-rata), semakin lama waktu pengeringan maka
nilai MR semakin menurun.
Dari keempat grafik, dapat disimpulkan bahwa dalam proses pengeringan
suatu bahan lama pengeringan saat berpengaruh terhadap pengurangan kadar air
pada bahan. Selain itu, lama pengeringan pun berpengaruh terhadap kualitas
bahan yakni kekerasan bahan.
Laju pengeringan suatu bahan yang dikeringkan antara lain ditentukan oleh
sifat bahan tersebut seperti bulk density, kadar air awal, serta hubungannya
dengan kadar air kesetimbangan pada kondisi pengeringan. Laju pengeringan
maksimum biasanya tidak dipakai. Hal ini untuk mengurangi dan mencegah
terjadinya pengkerutan, pengerasan permukaan, retak permukaan bahan serta
akibat lain yang tidak diinginkan terjadi pada pengeringan produk pangan padat.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Setelah melaksanakan praktikum ini dapat disimpulkan, bahwa :
1. Semakin lama waktu pengeringan maka kadar air bahan semakin menurun.
2. Lama waktu pengeringan sangat berpengaruh selama proses pengeringan.
3. Laju pengeringan yang terjadi pada pengeringan kacang tanah yaitu laju
pengeringan konstan (constant rate).
4. Menurut literatur SNI 01-3921-1995, kacang tanah mengandung nilai Me
(Moisture equilibrium) atau kadar air kesetimbangan sebesar 8-9%.
5. Nilai konstanta relatif semakin kecil apabila waktu pengeringan semakin
lama.
6. Konstanta yang semakin kecil menunjukkan kadar air bahan semakin sedikit
dan akan semakin stabil setelah melewati critical point.
7. Laju pengeringan suatu bahan yang dikeringkan antara lain ditentukan oleh
sifat bahan tersebut seperti bulk density, kadar air awal, serta hubungannya
dengan kadar air kesetimbangan pada kondisi pengeringan
6.2 Saran
Untuk melaksanakan praktikum ini diharapkan praktikan mampu
melaksanakan hal-hal di bawah ini yaitu :
1. Sebaiknya, praktikan lebih bersabar dalam melakukan percobaan sehingga
hasilnya pun sesuai dengan yang diinginkan.
2. Sebaiknya, pada saat menggunakan oven tidak boleh terlalu sering dibuka
dan ditutup karena akan berpengaruh pada hasil. Suhu oven akan
dipengaruhi oleh suhu lingkungan.
3. Sebaiknya, pada saat menggunakan desikator tidak boleh terlalu sering
dibuka dan ditutup juga karena suhu lingkungan akan masuk ke desikator
dan ke dalam bahan yang diamati.
DAFTAR PUSTAKA
Heldman, Dennis. 1984. Food Process Engineering. Avi Publishing Company, Inc: Westport, Connecticut.
Henderson, S.M. and R.L. Perry. 1976. Agricultural Process Engineering. 3rd. edition. The Avi Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut.
Sarifah, Ir. M. App.Sc., R., Dadi Ir. M.Sc., Sudaryanto, Ir., MP., N., W., Asri, S.T.P.2012.Penuntun Praktikum MK TPHP 2012, FTIP, Universitas Padjajaran
Toledo. T Romeo.1979. Fundamental of Food Process Engineering. AVI Publishing Company. Westport, Connecticut.
Sugiyono, dan Muchtadi, Tien. R. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB
Suhadi, Ujang. 2005. Karakteristik Bahan Hasil Pertanian. Materi Kuliah MK. Teknik Penanganan Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran.
Wiratakusumah, Aman. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktur Jenderal Perguruan Tinggi. Pusat Antar Universitas. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Zein, Sudaryanto, Ujang Suhadi, Sawitri, Ulfi Ibrahim. 2005. Teknik Penanganan Hasil Pertanian. Bandung: Pustaka Giratuna.