LAPORAN PENDAHULUAN
“ILEUS PARALITIK dan MANAJEMEN
NYERI di RUANG RAWAT C RS WAVA
HUSADA”
Disusun Oleh :
DETTY FITRIYANTI
201210461011028
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
November 2012
LP ILEUS PARALITIK
A.Definisi
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan
tanda adanya obstruksi usus akut.
Ileus paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai
saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus
terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang
usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin
seperti diabetes melitus atau ganggua neurologis seperti
penyakit parkinson.
Ileus paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa
kembung, distensi usus karena usus tidak dapat bergerak
(mengalami motilitas), pasien tidak dapat buang air besar.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
ileus paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut
yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai
keluhan utama karena usus tidak dapat bergerak (mengalami
motilitas) dan menyebabkan pasien tidak dapat buang air
besar.
B. Anatomi & Fisiologi
1. Usus Halus
Makan Lambung usus dua belas jari (duodenum)
melalui sfingter pilorus menuju duodenum untuk
megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti
mengalirkan makanan.
Usus halus terbagi menjadi 3 bagian, yaitu duodenum
(usus 12 jari), jejunum, dan ileum.
Duodenum berfungsi mencerna secara kimiawi. Jejunum
dan ileum berfungsi sebagai usus penyerap sari-sari
makanan.
Sari-sari makanan pembuluh darah
Ampas usus besar.
Gerakan yang berperan dalam pengaliran makanan ini
juga adalah gerak peristaltik.
2. Usus Besar
Usus besar terdiri dari :
a. Kolon asendens (kanan).
b. Kolon transversum.
c. Kolon desendens (kiri).
d. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar
berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu
penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga
berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa
penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada
bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi
yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan
terjadilah diare.
3. Kelenjar Empedu
Empedu memiliki 2 fungsi penting :
Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh,
terutama hemoglobin (Hb) yang berasal dari
penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol
4. Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung
usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan,
dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus
terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian
lannya dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani)
menjaga agar anus tetap tertutup.
C.Etiologi
1. Pembedahan Abdomen.
2. Trauma abdomen: Tumor yang ada dalam dinding usus
meluas kelumen usus atau tumor di luar usus menyebaban
tekanan pada dinding usus.
3. Infeksi: peritonitis, appendicitis, diverticulitis.
4. Pneumonia.
5. Sepsis.
6. Serangan Jantung.
7. Ketidakseimbangan elektrolit, khususnya natrium.
8. Kelainan metabolic yang mempengaruhi fungsi otot.
9. Obat-obatan: Narkotika, Antihipertensi.
10. Mesenteric ischemia.
D. Klasifikasi
1. Ileus mekanik
a. Lokasi Obstruksi
- Letak tinggi: Duodenum – Jejenum.
- Letak tengah: Ileum terminal.
- Letaak rendah: Colon – sigmoid – rectum.
b. Stadium
- Parsial: menyumbat lumen sebagian.
- Simple/ Komplit: menyumbat lumen total.
- Strangulasi: simple dengan jepitan vasa.
2. Ileus Neurogenik
a. Adinamik: Ileus paralitik.
b. Dinamik: Ileus spastik.
3. Ileus Vaskuler: Intestinal ischemia.
E.Manifestasi Klinis
1. Obstruksi usus halus awal biasanya berupa nyeri abdomen
bagian tengah seperti kram yang cenderung bertambah
berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang
timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mucus,
tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus. Pada
obstruksi komplet, gelombang peristaltic pada awalnya
menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi
usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi
pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin
kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi,
semakin jelas adanya distensi abdomen. Jika berlanjut terus
dan tidak diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia akibat
dehdrasi dan kehilangan volume plasma.
2. Obstruksi usus besar nyeri perut yang bersifat kolik dalam
kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi
intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir
terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien
dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat
menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari.
Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus
besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding
abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen
bawah.
F.PATOFISIOLOGI
Pembedahan abdomen,
ketidakseimbangan
Menurunkan aliran air dan natrium dari
lumen ke darah
Obstruksi usus
Lumen usus tersumbat secara
progresif mekanik
Penimbunan intra lumen (akumulasi
gas dan cairan didalam lumen
sebelah proksimal dari letak obstruksi
Distensi
paralitik
Tekanan intralumen
Pelepasan bakteri & toksin dari usus yang nekrotik ke
dalam peritoneum &
Peritonitis septikemia
Hilangnya cairan menuju ruang
Iskemia dinding usus
Hilangnya H2O
& elektroli
Edema jaringan
Proliferasi bakteri yang berlangsung
Fungsi sekresi dn absorpsi membrn
mukosa usus
Volume ECF
Resiko ketidakseimbangan volume
cairan
Dinding usus edema & kongesti
Peristaltik kacau
Konstipasi
Proses infeksi pada usus halus
Nyeri
Kontaminasi
Lanjutan:
G. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian fisik dilakukan secara inspeksi, palpasi, auskultasi
dan perkusi, yaitu:
a. Inspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung.
Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum
menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi
dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya
adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi
sebelumnya. Kadang teraba massa seperti pada tumor,
invaginasi, hernia, rectal toucher.
Sistem Pencernaan Keadaan mulut, gigi, stomatitis, lidah
bersih, saliva, warna dan konsistensi feces.
Proses usus halus dalam mengabsorbsi makanan terganggu
Mempengaruhi rangsangan nervus
vagus dalam menyampaikan
Sekresi asam Lambung meningkat
dan akan merangsang
thalamus bagian
Sari-sari makanan yang menurun
sehingga nutrisi
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan
Nafsu makan berkurang
Laparotomi (post op)
Luka sayatan
Resiko infeksi
Luka terbuka
Portal of entery mikroorganisme
Sel rusak
Nyeri Gangguan pola tidur
Sistem Urogenital Warna BAK
b. Palpasi
Sistem Pcncernaan Abdomen, hepar, nyeri tekan di
daerah epigastrium.
Sistem Kardiovaskuler: Pengisian kapiler.
Sistem Integumen Ptechiae.
c. Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi.
Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik melemah
sampai hilang.
d. Perkusi
Hipertimpani.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Analisis gas darah
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam
menegakkan diagnosis, tetapi sangat membantu
memberikan penilaian berat ringannya dan membantu
dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil
laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya
hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang
abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan.
Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi,
tetapi hanya terjadi pada 38%-50% obstruksi strangulasi
dibandingkan 27%-44% pada obstruksi nonstrangulata.
Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi.
Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit.
Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis
metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila
ada tanda–tanda shock, dehidrasi dan ketosis
2. Foto abdomen
Tampak dilatasi usus menyeluruh dari gaster sampai
rektum. Penebalan dinding usus halus yang dilatasi
memberikan gambaran herring bone appearance
(gambaran seperti tulang ikan), karena dua dinding usus
halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran
vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai kosta dan
gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak
di tepi abdomen. Tampak gambaran air fluid level pendek-
pendek berbentuk seperti tangga yang disebut step ladder
appearance di usus halus dan air fluid level panjang-
panjang dikolon.
3. Endoscopy, disarankan pada kecurigaan volvulus.
I. Penatalaksaan Umum
1. Pengobatan dan Terapi Medis
a. Pemberian anti obat antibiotik, analgetika,anti inflamasi
b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase
akut
c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
d. Bedrest
2. Konservatif
Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis
seperti takikardia, pireksia (demam), lokal tenderness dan
guarding, rebound tenderness. Nyeri lokal, hilangnya suara
usus lokal, untuk mengetahui secara pasti hanya dengan
tindakan laparatomi.
J. Pohon Masalah penyakit
Material masuk ke dalam rongga abdomen
Kontaminasi bakteri
Edema jaringan
Peningkatan eksudat
Cairan rongga abdomen menjadi keruh
Hipermortilitas
Ileus paralitik
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Adapun lingkup pengkajian yang dilakukan pada klien ileus
paralitik adalah sebagai berikut:
1. Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, agama, alamat, status perkawinan, dan suku
bangsa.
2. Riwayat keperawatan.
a. Riwayat kesehatan sekarang meliputi apa yang
dirasakan klien saat pengkajian.
b. Riwayat kesehatan masa lalu meliputi penyakit yang
pernah diderita, apakah sebelumnya pernah
mengalami penyakit yang sama.
c. Riwayat kesehatan keluarga meliputi apakah dari
keluarga ada yang menderita penyakit yang sama.
3. Riwayat Psikososial dan spiritual meliputi pola interaksi,
pola pertahanan pola pertahanan diri, pola kognitif, pola
emosi dan nilai kepercayaan klien.
4. Kondisi lingkungan meliputi bagaimana kondisi
lingkungan yang mendukung kesehatan klien.
5. Pola aktivitas sebelum dan di rumah sakit meliputi pola
nutrisi, pola eliminasi, personal hygiene,pola aktivitas
sehari – hari dan pola aktivitas tidur.
6. Pengkajian fisik dilakukan secara inspeksi, palpasi,
auskultasi, dan perkusi, yaitu:
a. Inspeksi
Inspeksi perut distensi, dapat ditemukan kontur dan
steifung. Benjolan pada region inguinal, femoral dan
skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada
Intussuspsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk
sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas
luka operasi sebelumnya. Kadang teraba massa seperti
pada tumor, invaginasi, hernia, rectal toucher. Selain
itu, dapat juga melakukan pemeriksaan inspeksi pada :
- Sistem penglihatan: posisi mata simetris atau
asimetris, kelopak mata normal atau tidak,
pergerakan bola mata normal atau tidak, konjungtiva
anemis atau tidak, kornea normal atau tidak, sclera
ikterik atau anikterik, pupil isokor atau anisokor,
reaksi terhadap otot cahaya baik atau tidak.
- Sistem pendengaran: daun telinga, serumen, cairan
dalam telinga.
- Sistem pernafasan: pernafasan dalam atau dangkal,
ada atau tidak batuk, dan pernafasan sesak atau
tidak.
- Sistem hematologi: ada atau tidak pendarahan, warna
kulit.
- Sistem pencernaan keadaan mulut, gigi, stomatitis,
lidah bersih, saliva, warna dan konsistensi feses.
- Sistem urogenital warna BAK.
- Sistem integument turgor kulit, ptechiae, warna kulit,
keadaan kulit, keadaan rambut.
b. Palpasi
- Sistem pencernaan abdomen, hepar, nyeri tekan di
epigastrium.
- Sistem kardiovaskuler pengisian kapiler.
- Sistem integumen ptechiae.
c. Auakultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borbor
hygmi. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltic
melemah dan sampai hilang.
d. Perkusi
Hipertimpani
e. Rectal Toucher
- Isi rectum menyemprot : Hirschprung disease.
- Adanya darah dapat menokong adanya stragulasi,
neoplasma.
- Feces yang mengeras : skibala.
- Feces negative : Obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolap : curiga obstruksi.
- Nyeri tekan : local atau general peritonitis.
2. Diagnosa Keperawatan
1)Nyeri akut b.d agen cedera fisik (post op ileus
paralitik).
2)Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan b.d
faktor biologis (mual & muntah).
3)Konstipasi b.d penurunan motilitas traktus
gastrointestinal.
4)Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur.
5)Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d obstruksi
intestinal.
6)Resiko infeksi dengan faktor resiko pertahanan tubuh
primer yang tidak adekuat (trauma jaringan).
3.Intervensi
N
o
Tgl/
Jam
NOC NIC TTD
1 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 2 x 24 jam, skala nyeri
berkurang dengan kriteria hasil sbb:
No
NOC Score
1 Melaporkan nyeri
4
2 Frekuensi nyeri
4
3 Lama episode nyeri
4
4 Ekspresi wajah saat nyeri
4
5 Perubahan RR
5
6 Perubahan HR
5
7 Perubahan 5
Manajemen nyeri:
1. Kaji nyeri secara komprehensif meliputi
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas nyeri, intensitas dan faktor
presipitasi.
2. Observasi ketidaknyamanan non verbal.
3. Kolaborasi: pemberian analgesik.
4. Kaji faktor yang meningkatkan dan
mengurangi nyeri.
5. Kontrol faktor lingkungan yeng
mempengaruhi respon ketidaknyamanan
klien.
6. Kurangi faktor-faktor yang yang dapat
menimbulkan nyeri.
7. Ajarkan penggunaan tehnik non farmakologi
tekanan darah
untuk mengurangi nyeri.
8. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri ketika
memilih strategi pengurangan nyeri.
9. Anjurkan istirahat adekuat untuk mengurangi
nyeri.
2 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 2x24 jam status nutrisi:
intake makanan dan cairan terpenuhi
dengan kriteria hasil:
N
o
NOC Scor
e
1 Intake makanan oral 5
2 Intake cairan 5
Terapi nutrisi:
1. Kaji kebutuhan nutrisi klien.
2. Berikan pasien makanan tinggi kalori, protein,
kalisum sesuai kebutuhan.
3. Monitor intake makanan dan cairan setiap
hari.
4. Monitor diet yang sesuai untuk kebutuhan
harian pasien.
5. Lakukan perawatan mulut sebelum makan.
Monitor nutrisi:
1. Monitor berat badan.
2. Monitor level energi dan kelemahan.
3. Monitor turgor kulit.
4. Moniotr intake kalori dan nutrisi.
5. Monitor mual dan muntah
3 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 2x24 jam, perawatan
diri: pola BAB kembali normal
dengan kriteria hasil:
N
o
NOC Scor
e
1 Pola eliminasi dbn. 4
2 Tidak terjadi
konstipasi.
4
3 Konsumsi cairan 5
Bowel manajemen:
1. Monitor persitaltik usus.
2. Monitor tanda dan gejala konstipasi.
3. Kaji dan catat frekuensi, warna dan
konsistensi feces.
4. Anjurkan pasien makan tinggi serat.
5. Anjurkan pasien untuk minum sesuai
kebutuhan.
6. Kolaborasi pemberian onat pencahar.
4 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam,
kulaitas tidur membaik dengan kriteria hasil
sebagai berikut:
Peningkatan tidur:
1. Kaji pola/ kebiasaan tidur pasien.
2. Monitor dan catat pola tidur dan jam tidur
N
o
NOC Scor
e
1 Waktu (jam tidur) 5
2 Kualitas tidur 5
3 Pola tidur 5
4 Tidak ada gangguan
tidur
5
pasien (lama tidur).
3. Monitor penyebab gangguan tidur pasien,
misalnya nyeri.
4. Bantu pasien untuk mengurangi situasi yang
menyebabkan stress.
5. lakukan relaksasi, masase, posisikan dan
sentuhan.
5 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1x24 jam,
keseimbangan cairan baik dengan
kriteria hasil sbb:
N
o
NOC Scor
e
1 TD dbn. 5
2 Intake dan output
cairan dalam 24 jam
seimbang
5
3 Mukosa kulit lembab 5
Manajemen cairan dan elektrolit:
1. Monitor TTV.
2. Berikan cairan sesuai kebutuhan.
3. Monitor intake dan output cairan.
4. Monitor berat badan klien.
Monitor jumlah cairan yang hilang misalnya
melalui muntah.
6 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1x24 jam, deteksi
terhadap resiko infeksi dapat
dilakukan dengan baik, dengan
kriteria hasil sbb:
N
o
NOC Scor
e
1 Mengenali tanda dan
geala indikasi resiko
infeksi
5
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1x24 jam, kontrol
terhadap resiko infeki dengan
kriteria hasil sbb:
N NOC Scor
Control infeksi:
1. Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda
dan gejala infeksi.
2. Berika antibiotik sesuai kebutuhan.
3. Lakukan rawat luka dengan tehnik steril.
4. Lakukan deteksi dini terhadap proses infeksi
dan atau pengawasan penyebuhan luka
sebelumnya.
5. Ciptakan lingkungan yang bersih.
o e
1 Monitor faktor resiko
lingkungan.
5
2 Menggunakan strategi
penanggulangan
resiko.
5
3 Modifikasi lifestyle 4
LP MANAJEMEN NYERI
A. Definisi
Nyeri merupakan perasaan tidak nyaman, baik ringan
maupun berat yang hanya dapat dirasakan oleh individu
tersebut tanpa dapat dirasakan oleh orang lain, mencakup
pola fikir, aktifitas seseorang secara langsung, dan perubahan
hidup seseorang. Nyeri merupakan tanda dan gejala penting
yang dapat menunjukkan telah terjadinya gangguan
fisiologikal.
B. Tipe Nyeri
Pada tahun 1986, the National Institutes of Health Consensus
Conference on Pain mengkategorisasikan nyeri menjadi tiga
tipe yaitu Nyeri akut merupakan hasil dari injuri akut,
penyakit atau pembedahan, Nyeri kronik non keganasan
dihubungkan dengan kerusakan jaringan yang dalam masa
penyembuhan atau tidak progresif dan Nyeri kronik
keganasan adalah nyeri yang dihubungkan dengan kanker
atau proses penyakit lain yang progresif.
C. Respon Terhadap Nyeri
Respon terhadap nyeri meliputi respon fisiologis dan respon
perilaku. Untuk nyeri akut repon fisiologisnya adalah adanya
peningkatan tekanan darah (awal), peningkatan denyut nadi,
peningkatan pernapasan, dilatasi pupil, dan keringat dingin,
respon perilakunya adalah gelisah, ketidakmampuan
berkonsentrasi, ketakutan dan disstress. Sedangkan pada
nyeri kronis respon fisiologisnya adalah tekanan darah
normal, denyut nadi normal, respirasi normal, pupil normal,
kulit kering, dan respon perilakunya berupa imobilisasi atau
ketidak aktifan fisik, menarik diri, dan putus asa, karena tidak
ditemukan gejala dan tanda yang mencolok dari nyeri kronis
ini maka tugas tim kesehatan, perawat khususnya menjadi
tidak mudah untuk dapat mengidentifikasinya.
D. Karakteristik Nyeri
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat
keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien sering kali
diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan,
sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda
bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis
ini juga sulit untuk dipastikan.
1. Lokasi
Pengkajian lokasi nyeri mencakup 2 dimensi :
- Tingkat nyeri, nyeri dalam atau superficial
- Posisi atau lokasi nyeri
- Nyeri superfisial biasanya dapat secara akurat ditunjukkan
oleh klien; sedangkan nyeri yang timbul dari bagian dalam
(viscera) lebih dirasakan secara umum. Nyeri dapat pula
dijelaskan menjadi empat kategori, yang berhubungan
dengan lokasi
- Nyeri terlokalisir: nyeri dapat jelas terlihat pada area
asalnya
- Nyeri Terproyeksi: nyeri sepanjang saraf atau serabut
saraf spesifik
- Nyeri Radiasi: penyebaran nyeri sepanjang area asal yang
tidak dapat dilokalisir
- Reffered Pain (Nyeri alih): nyeri dipersepsikan pada area
yang jauh dari area rangsang nyeri.
2. Intensitas
Beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri: Distraksi atau
konsentrasi dari klien pada suatu kejadian; Status
kesadaran klien; Nyeri dapat berupa: ringan, sedang, berat
atau tak tertahankan. Perubahan dari intensitas nyeri dapat
menandakan adanya perubahan kondisi patologis dari klien.
3. Waktu dan Lama (Time & Duration)
Perawat perlu mengetahui/ mencatat kapan nyeri mulai
timbul; berapa lama; bagaimana timbulnya dan juga
interval tanpa nyeri dan kapan nyeri terakhir timbul.
4. Kualitas
Anjurkan pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui:
nyeri kepala mungkin dikatakan “ada yang membentur
kepalanya”, nyeri abdominal dikatakan “seperti teriris
pisau”.
5. Perilaku Non Verbal
Beberapa perilaku nonverbal yang dapat kita amati antara
lain: ekspresi wajah, gemeretak gigi, menggigit bibir bawah
dan lain-lain.
6. Faktor Presipitasi
Beberapa faktor presipitasi yang akan meningkatkan nyeri :
lingkungan, suhu ekstrim, kegiatan yang tiba-tiba, stressor
fisik dan emosi.
E. Faktor yang mempengaruhi respon nyeri
1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat
harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa
kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan
mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung
memendam nyeri yang dialami, karena mereka
mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus
dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat
atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak
berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru
lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-
laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya
mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu
daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat
yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan,
jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang
terhadap nyeri dan bagaimana mengatasinya.
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada
nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill
(1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik
relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk
mengatasi nyeri.
6. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri
bisa menyebabkan seseorang cemas.
7. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa
lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan
lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya
seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa
lalu dalam mengatasi nyeri.
8. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang
mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang
maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9. Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung
kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk
memperoleh dukungan dan perlindungan
F. Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah
nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri
sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam
intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua
orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda.
0 :Tidak nyeri
1-3: Nyeri ringan: secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik.
4-6: Nyeri sedang: Secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9: Nyeri berat: secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi
nafas panjang dan distraksi
10: Nyeri sangat berat: Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.
G. Klasifikasi Nyeri
Menurut Tempat
a. Periferal Pain
1. Superfisial Pain (Nyeri Permukaan)
2. Deep Pain (Nyeri Dalam)
3. Reffered Pain (Nyeri Alihan)
b. Central Pain
Terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat,
spinal cord, batang otak dll
a. Psychogenic Pain
Nyeri dirasakan tanpa penyebab organik, tetapi akibat dari
trauma psikologis.
b. Phantom Pain
Phantom Pain merupakan perasaan pada bagian tubuh yang
sudah tak ada lagi, contohnya pada amputasi. Phantom pain
timbul akibat dari stimulasi dendrit yang berat
dibandingkan dengan stimulasi reseptor biasanya. Oleh
karena itu, orang tersebut akan merasa nyeri pada area
yang telah diangkat.
c. Radiating Pain
Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke
jaringan sekitar.
Menurut Sifat
a. Insidentil: timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang
b. Stead : nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu
yang lama
c. Paroxysmal: nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat
sekali dan biasanya menetal 10 – 15 menit, lalu menghilang
dan kemudian timbul kembali.
d. Intractable Pain: nyeri yang resisten dengan diobati atau
dikurangi. Contoh pada arthritis, pemberian analgetik
narkotik merupakan kontraindikasi akibat dari lamanya
penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan.
Menurut Berat Ringannya
a. Nyeri ringan: dalam intensitas rendah.
b. Nyeri sedang: menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan
psikologis.
c. Nyeri Berat: dalam intensitas tinggi.
Menurut Waktu Serangan
a. Nyeri Akut
Nyeri akut biasanya berlangsung singkat, misalnya nyeri
pada fraktur. Klien yang mengalami nyeri akut baisanya
menunjukkan gejala-gejala antara lain: perspirasi
meningkat, Denyut jantung dan Tekanan darah meningkat,
dan pallor.
b. Nyeri Kronis
Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam
waktu lebih lama dan klien sering sulit mengingat sejak
kapan nyeri mulai dirasakan.
L.Cara Mengatasi Nyeri
1.Tindakan Farmakologis
Umumnya nyeri direduksi dengan cara pemberian terapi
farmakologi. Nyeri ditanggulangi dengan cara memblokade
transmisi stimulant nyeri agar terjadi perubahan persepsi
dan dengan mengurangi respon kortikal terhadap nyeri
Adapun obat yang digunakan untuk terapi nyeri adalah :
a. Analgesik Narkotik
Opiat merupakan obat yang paling umum digunakan
untuk mengatasi nyeri pada klien, untuk nyeri sedang
hingga nyeri yang sangat berat. Pengaruhnya sangat
bervariasi tergantung fisiologi klien itu sendiri. Klien
yang sangat muda dan sangat tua adalah yang sensitive
terhadap pemberian analgesic ini dan hanya memerlukan
dosisi yang sangat rendah untuk meringankan nyeri
(Long,1996).
Narkotik dapat menurunkan tekanan darah dan
menimbilkan depresi pada fungsi – fungsi vital lainya,
termasuk depresi respiratori, bradikardi dan mengantuk.
Sebagian dari reaksi ini menguntungkan contoh:
hemoragi, sedikit penurunan tekanan darah sangan
dibutuhkan. Namun pada pasien hipotensi akan
menimbulkan syok akibat dosis yang berlebihan.
b. Analgesik Lokal
Analgesik bekerja dengan memblokade konduksi saraf
saat diberikan langsung ke serabut saraf.
c. Analgesik yang dikontrol klien
Sistem analgesik yang dikontrol klien terdiri dari Infus
yang diisi narkotik menurut resep, dipasang dengan
pengatur pada lubang injeksi intravena. Pengandalian
analgesik oleh klien adalah menekan sejumlah tombol
agar masuk sejumlah narkotik. Cara ini memerlukan alat
khusus untuk mencegah masuknya obat pada waktu yang
belum ditentukan. Analgesik yang dikontrol klien ini
penggunaanya lebih sedikit dibandingkan dengan cara
yang standar, yaitu secara intramuscular. Penggunaan
narkotik yang dikendalikan klien dipakai pada klien
dengan nyeri pasca bedah, nyeri kanker, krisis sel.
d. Obat – obat nonsteroid
Obat – obat nonsteroid antiinflamasi bekerja terutama
terhadap penghambatan sintesa prostaglandin. Pada
dosis rendah obat – obat ini bersifat analgesic. Pada dosis
tinggi, obat obat ini bersifat antiinflamatori sebagai
tambahan dari khasiat analgesik. Prinsip kerja obat ini
adalah untuk mengendalikan nyeri sedang dari
dismenorea, arthritis dan gangguan musculoskeletal
yang lain, nyeri postoperative dan migraine. NSAID
digunakan untuk menyembuhkan nyeri ringan sampai
sedang.
2.Tindakan Non Farmakologis
Menurut Tamsuri (2006), selain tindakan farmakologis
untuk menanggulangi nyeri ada pula tindakan
nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri terdiri dari
beberapa tindakan penaganan berdasarkan :
a. Penanganan fisik/stimulasi fisik meliputi:
1. Stimulasi Kulit (Cutaneus)
Kompres hangat
Dapat dilakukan dengan menempelkan kantong
karet yang diisi air hangat atau handuk yang telah
direndam di dalam air hangat, ke bagian tubuh yang
nyeri. Sebaiknya diikuti dengan latihan pergerakan
atau pemijatan.
Dampak fisiologis dari kompres hangat adalah
pelunakan jaringan fibrosa, membuat otot tubuh lebih
rileks, menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri,
dan memperlancar pasokan aliran darah.
Kompres dingin
Yang digunakan adalah kantong berisi es batu
(cold pack), bisa juga berupa handuk yang dicelupkan
ke dalam air dingin.
Dampak fisiologisnya
adalah vasokonstriksi (pembuluh darah penguncup)
dan penurunan metabolik, membantu mengontrol
perdarahan dan pembengkakan karena trauma,
mengurangi nyeri, dan menurunkan aktivitas ujung
saraf pada otot.
Melakukan kompres harus hati-hati karena dapat
menyebabkan jaringan kulit mengalami nekrosis
(kematian sel). Untuk itu dianjurkan melakukan
kompres dingin tidak lebih dari 30 menit.
2. Massase
Massase kulit memberikan efek penurunan kecemasan
dan ketegangan otot. Rangsangan masase otot ini
dipercaya akan merangsang serabut berdiameter
besar, sehingga mampu mampu memblok atau
menurunkan impuls nyeri.
3. Stimulasi electric (TENS)
Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu
pemikiran adalah cara ini bisa melepaskan endorfin,
sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. Bisa dilakukan
dengan massase, mandi air hangat, kompres dengan
kantong es dan stimulasi saraf elektrik transkutan
(TENS/ transcutaneus electrical nerve stimulation).
TENS merupakan stimulasi pada kulit dengan
menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan
melalui elektroda luar.
2. Plasebo
Plasebo dalam bahasa latin berarti saya ingin
menyenangkan merupakan zat tanpa kegiatan
farmakologik dalam bentuk yang dikenal oleh klien
sebagai “obat” seperti kaplet, kapsul, cairan injeksi
dan sebagainya.
b. Intervensi perilaku kognitif meliputi :
1. Intervensi
Secara umum intervensi yang dapat dilakukan untuk
mengatasi nyeri dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:
1. Farmakologi Intervention
2. Non Farmakologik intervention: Distraksi, Relaksasi,
Stimulasi Kutaneus
Relaksasi
Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan
nyeri dengan merelaksasikan keteganggan otot yang
mendukung rasa nyeri. Teknik relaksasi mungkin perlu
diajarkan bebrapa kali agar mencapai hasil optimal.
Dengan relaksasi pasien dapat mengubah persepsi
terhadap nyeri.
Teknik relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik
dan memberikan beberapa keuntungan, antara lain :
- Relaksasi akan menurunkan ansietas yang
berhubungan dengan nyeri atau stress
- Menurunkan nyeri otot
- Menolong individu untuk melupakan nyeri
- Meningkatkan periode istirahat dan tidur
- Meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain
- Menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang
timbul akibat nyeri
Stewart (1976: 959), menganjurkan beberapa teknik
relaksasi berikut :
- Klien menarik nafas dalam dan menahannya di dalam
paru
- Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan
tubuh menjadi kendor dan rasakan betapa nyaman hal
tersebut
- Klien bernafas dengan irama normal dalam beberapa
waktu
- Klien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan
secara perlahan-lahan, pada saat ini biarkan telapak
kaki relaks. Perawat minta kepada klien untuk
mengkonsentrasikan fikiran pada kakinya yang terasa
ringan dan hangat.
- Ulangi langkah 4 dan konsentrasikan fikiran pada
lengan, perut, punggung dan kelompok otot-otot lain
- Setelah klien merasa relaks, klien dianjurkan bernafas
secara perlahan. Bila nyeri menjadi hebat klien dapat
bernafas secara dangkal dan cepat.
2. Umpan balik biologis
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan
individu informasi tentang respon nyeri fisiologis dan cara
untuk melatih kontrol volunter terhadap respon tersebut.
Terapi ini efektif untuk mengatasi ketegangan otot,
dengan cara memasang elektroda pada pelipis.
- Hipnotis
Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh
sugesti positif.
- Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk
nyeri ringan sampai sedang. Distraksi visual (melihat TV
atau pertandingan bola), distraksi audio (mendengar
musik), distraksi sentuhan (massase, memegang
mainan), distraksi intelektual (merangkai puzzle, main
catur). Beberapa teknik distraksi, antara lain :
Nafas lambat, berirama
Massage and Slow, Rhythmic Breathing
Rhytmic Singing and Tapping
Active Listening
Guide Imagery
3. Guided Imagery (Imajinasi terbimbing)
Meminta klien berimajinasi membayangkan hal-hal yang
menyenangkan, tindakan ini memerlukan suasana dan
ruangan yang tenang serta konsentrasi dari klien. Apabila
klien mengalami kegelisahan, tindakan harus dihentikan.
Tindakan ini dilakukan pada saat klien merasa nyaman
dan tidak sedang nyeri akut.