BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangSaluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaaan bebas dinamakan
saluran terbuka. Menurut asalnya, saluran dapat digolongkan menjadi saluran
alam (natural) dan saluran buatan (artificial). Aliran air dalam suatu saluran dapat
berupa aliran saluran terbuka atau aliran saluran tertutup. Kedua jenis aliran
tersebut sama dalam banyak hal, namun berbeda dalam satu hal penting. Aliran
saluran terbuka harus memiliki permukaan bebas (free surface), sedangkan aliran
saluran tertutup tidak demikian,karena air harus mengisi seluruh saluran.
Permukaan bebas dipengaruhi oleh tekanan udara. Aliran-pipa, yang terkurung
dalam saluran tertutup, tidak terpengaruh langsung oleh tekanan udara,kecuali
oleh tekakan hidrolik. (sumber?)
Meskipun kedua jenis aliran tersebut hampir sama, penyelesaian masalah
aliran dalam saluran terbuka jauh lebih sulit dibandingkan dengan aliran pipa
dalam pipa tekan. Kondisi aliran dalam saluran terbuka yang rumit berdasarkan
kenyataan bahwa kedudukan permukaan bebas cenderung berubah sesuai dengan
waktu dan ruang, dan juga bahwa aliran, debit, kemiringan dasar saluran dan
permukaan bebas adalah tergantung stu sam lain. Biasanya sulit diperoleh data
percobaan yang dapat dipercaya mengenai aliran dalam saluran terbuka. Lagi pula
kondisi fisik saluran terbuka jauh lebih bervariasi dibandingkan dengan pipa.
Penampang melintang aliran dalam pipa sudah tertentu, karena dapat dinytakan
berdasarkan bentuk saluran. Penampang pipa suatu ssaluran biasanya bundar,
namun pada pada saluran terbuka dapat beraneka macam, dari bentuk bundar
sampai bentuk tak beraturan dari sungai alam. Kekasaran permukaan bagian
dalam pipa berkisar antara bahan kuningan yang baru dan halus atau pipa dari
bahan kayu, sampai pipa besi karatan atau pipa baja. Pada saluran terbuka,
permukaanya bervariasi dari logam yang dipoles, yang dipakai untuk menguji
talang sampai dasar sungai yang kasar dan tidak teratur. Lagi pula kekasaran
dalam suatu saluran terbuka tergantung pada permukaan bebas. Sebab itu
pemilihan koefisien gesekan untuk saluran terbuka lebih bersifat tidak pasti
disbandingkan dengan pada aliran pipa. Metode empiris ini merupakan metode
yang terbaik yang ada saat ini, dan bila diterapkan secara hati-hati dapat
menghasilkan nilai yang sesuai dengan praktek.
Data mengenai debit aliran sangat diperlukan untuk mengetahui ketersediaan air, salah satu contohnya di tempat pengelolaan sumber daya air. Debit aliran dapat dijadikan sebuah alat untuk memonitor dan mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumberdaya air permukaan yang ada. Besarnya ketersediaan air sebagai dasar alokasi air dapat diperoleh dengan peramalan debit aliran sungai, agar hasil peramalan debit aliran sungai memenuhi persyaratan diperlukan tata cara pengukuran debit air.
(perhatikan penulisan) cek lagi, cantumkan sumberLatar belakang dimulai dari hal umum ke khusus dan
spesifisik membahas tentang saluran terbuka
1.2 Rumusan Masalah1. Apa yang dimaksud dengan saluran terbuka?2. Apa saja yang mempengaruhi debit pada saluran air
terbuka?3. Metode apa yang digunakan untuk saluran terbuka?
1.3 Tujuan PercobaanAdapun tujuan dari praktikum ini adalah diharapkan mahasiswa dapat:
1. Mengukur kecepatan aliran pada saluran terbuka.2. Mengukur debit aliran pada saluran terbuka.3. Menentukan koefisien kekasaran saluran terbuka.4. Membuat lengkung debit (Q – H), kecepatan (V – H) untuk
aliran dalam saluran terbuka.5. Menentukan sifat aliran di dalam saluran terbuka (laminer,
transisi, turbulen).
1.4 Manfaat Percobaan (tebal)1. Dapat mengetahui debit aliran yang dihasilkan pada
saluran terbuka 2. Dapat mengetahui kecepatan aliran air yang dihasilkan
pada saluran terbuka 3. Dapat mengetahui sifat aliran saluran terbuka 4. Dapat mengetahui koefisien kekasaran saluran terbuka
(tambahkan manfaat dari percobaan yang dilakukan/penerapannya)
1.5 Batasan MasalahPraktikum ini menitik beratkan pada debit, kecepatan aliran parit dan mengetahui debit lengkung agar dapat memprediksi kecepatan di kedalam-kedalaman tertentu pada parit yang berada di Parit Haji Husin 1 (Paris 1) pada saluran terbuka tersebut dengan metode Timed Gravimetri dengan alat yang dibuat secara sederhana dan mengadopsi metode timed gravimetricCek penulisan sesuai EYD
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Saluran TerbukaSaluran terbuka adalah saluran yang memiliki permukaan
bebas dan mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas. Penyelesaian masalah aliran dalam saluran terbuka jauh lebih sulit dibandingkan
dengan aliran pipa dalam pipa tekan. Kondisi aliran dalam saluran terbuka yang
rumit berdasarkan kenyataan bahwa kedudukan permukaan bebas cenderung
berubah sesuai dengan waktu dan ruang, dan juga bahwa aliran, debit, kemiringan
dasar saluran dan permukaan bebas adalah tergantung satu sama lain. Biasanya
sulit diperoleh data percobaan yang dapat dipercaya mengenai aliran dalam
saluran terbuka. Lagi pula kondisi fisik saluran terbuka jauh lebih bervariasi
dibandingkan dengan pipa. Penampang melintang aliran dalam pipa sudah
tertentu, karena dapat dinytakan berdasarkan bentuk saluran. Penampang pipa
suatu ssaluran biasanya bundar, namun pada pada saluran terbuka dapat beraneka
macam, dari bentuk bundar sampai bentuk tak beraturan dari sungai alam.
Kekasaran permukaan bagian dalam pipa berkisar antara bahan kuningan yang
baru dan halus atau pipa dari bahan kayu, sampai pipa besi karatan atau pipa baja.
Pada saluran terbuka, permukaanya bervariasi dari logam yang dipoles, yang
dipakai untuk menguji talang sampai dasar sungai yang kasar dan tidak teratur.
Lagi pula kekasaran dalam suatu saluran terbuka tergantung pada permukaan
bebas. Sebab itu pemilihan koefisien gesekan untuk saluran terbuka lebih bersifat
tidak pasti disbandingkan dengan pada aliran pipa. Metode empiris ini merupakan
metode yang terbaik yang ada saat ini, dan bila diterapkan secara hati-hati dapat
menghasilkan nilai yang sesuai dengan praktek. (sumber) satu paragraf tidak lebih
dari 5 -6 kalimat.
Istilah penting/inggris dicetak miring
Aliran dalam saluran terbuka dapat digolongkan menjadi berbagai jenis dan diuraikan dengan berbagai cara. Penggolongan berikut ini dibuat berdasarkan perubahan kedalaman ailran sesuai dengan waktu dan ruang.
1. Aliran tunak (steady Flow) dan aliran tak tunak (Unsteady Flow) : waktu sebagai kriteria. Aliran dalam saluran terbuka dikatakan tunak (steady) bila kedalaman aliran tidak berubah atau dapat dianggap konstan selama suatu selang waktu tertentu. Aliran diktakan taktunak (Unsteady) bila kedalamannya berubah sesuai dengan waktu. Sebagian besar persoalan tentang saluran terbuka umumnya hanya memerlukan penelitian mengenai perilaku aliran dalam keadaan tunak. Namun bila perubahan keadaan aliran sesuai dengan waktu ini, merupakan masalah utama yang harus diperhatikan, maka aliran harus dianggap bersifat tak tunak. Misalnya, banjir dan gelombang yang merupakan contoh khas untuk aliran tak tunak, taraf aliran berubah segera setelah gelombang berlaku, dan unsure waktu yang menjadi hal yang sangat penting dalam perancangan pengendali.Hukum kontinuitas bagi aliran tak tunak memerlukan pertimbangan akibat pengaruh waktu. Persamaan kontinuitas untuk aliran kontinu tak tunak ini harus mencakup unsur waktu sebagai suatu variabel.
2. Aliran seragam (Uniform Flow) dan aliran berubah ( Varied Flow) : Ruang sebagai kriteria. Aliran saluran terbuka dikatakan seragam bila kedalaman air sama pada setiap penampang saluran. Suatu aliran seragam
dapat bersifat tunak atau taktunak, tergantung apakah kedalamannya berubah sesuai dengan perubahan waktu.Aliran seragam yang tunak (Steady uniform flow) merupakan jenis pokok aliran yang dibahas dalam dalam saluran terbuka. Kedalaman aliran tidak berubah selama suatu waktu tertentu yang telah diperhitungkan. Penetapan bahwa suatu akiran bersifat seragam taktunak (unsteady uniform flow) harus dengan syarat bahwa permukaan air berfluktuasi sepanjang waktu dan tetap sejajar dasar saluran. Jelas bahwa hal ini merupakan suatu keadaan yang praktis tidak mungkin terjadi. Sebab itu istilah “aliran seragam” di sini selanjutnya hanya dipakai untuk menyatakan aliran seragam yang tunak. (Chow, 1997)
Aliran disebut berubah (varied), bila kedalaman air berubah di sepanjang saluran. Aliran berubah dapat bersifat tunak maupun tak tunak. Karena aliran seragam tak tunak jarang terjadi, istilah “aliran tak tunak selanjutnya khusus dipakai untuk aliran taktunak yang berubah.
Aliran berubah dapat dibagi-bagi lagi menjadi berubah tiba-tiba (rapidly varied) dan berubah lambat laun (gradually varied). Aliran disebut berubah tiba-tiba bila kedalamanya berubah tiba-tiba juga disebut sebagai gejala setempat (local phenomenon), contohnya adalah loncatan hidrolik dan penurunan hidrolik.Besarnya aliran dipengaruhi oleh kekasaran dinding
media/saluran yang disebut manning (n) atau strikler ( k= 1n).
Penentuan besarnya koefisien kekasaran manning biasanya dilakukan dengan mengasumsi sesuai hasil penyelidikan secara empiris.Harga koefisien manningTabe No.l?
Bahan Koefisien Manning (n)Besi tulangan dilapisKacaSaluran betonBata dilapis mortarPasangan batu disemenSaluran tanah bersihSaluran tanahSaluran dengan dasar batu dan tebing rumputSaluran pada batu padas
0,0140,0100,0130,0150,0250,0220,0300,0400,040
(sumber)2.2Pengertian Debit dan Lengkung Debit2.2.1 Pengertian Debit
Debit adalah satuan besaran air yang keluar dari Daerah Aliran Sungai (DAS). Satuan debit yang digunakan adalah meter kubik per sekon (m3/s). Debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu (Asdak, 2002).
Debit aliran merupakan satuan untuk mendekati nilai-nilai hidrologis proses yang terjadi di lapangan. Kemampuan pengukuran debit aliran sangat diperlukan untuk mengetahui potensi sumber daya air di suatu wilayah DAS ( Daerah Aliran Air ). Debit aliran dapat dijadikan sebuah alat untuk memonitor dan mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumberdaya air permukaan yang ada.( Soedradjat, S., 1983 ).
Prinsipnya adalah pengukuran luas penampang basah dan kecepatan aliran. Penampang basah (A) diperoleh dengan pengukuran lebar permukaan air dan pengukuran kedalaman dengan tongkat pengukur atau kabel pengukur. Kecepatan aliran dapat diukur dengan metode : metode current-meter dan metode apung.(Wihantoro. 2006).
Debit aliran sungai dapat diukur dengan beberapa metode. Tidak semua metode pengukuran debit cocok digunakan. Pemilihan metode tergantung pada kondisi (jenis sungai, tingkat turbulensi aliran) dan tingkat ketelitian yang akan dicapai. Kecepatan aliran air untuk saluran terbuka dinyatakan dalam unit volume/waktu. Secara sederhana volume air yang melewati saluran diestimasi waktu dengan cara menghitung kecepatan rata-rata air yang melewati suatu luasan penampang. Apabila
tampang aliran tegak lurus pada aliran adalah A, maka debit aliran diberikan oleh
bentuk berikut:
Q = AVDimana , Q = debit aliran (m3/dt)
A = Luas Penampang (m2)V = Kecepatan aliran fluida (m/s)
Pada saluran terbuka, debit aliran dapat dihitung dengan meghitung
kecepatan aliran dan luas penampang basah saluran tersebut. Kecepatan aliran
irigasi dapat dihitung dengan rumus matematika:
Dengan : v = kecepatan aliran (m/t)
S = panjang aliran yang ditinjau (m)
t = waktu tempuh fluida dari titik awal ke titik akhir
sepanjang S (dtk)
Luas tampang basah dapat dihitung dengan rumus matematika:
A = h*b
Dengan: A = luas penampang basah (m2)
h = tinggi penampang basah (m)
b = lebar penampang basah (m)
Kecepatan aliran air yang melewati penampang saluran terbuka pada kenyataannya tidak seragam dan tidak tetap, hal ini dipengaruhi oleh tingkat kekasaran dinding dan dasar saluran.
Leonard Euler (1907-1983), menyatakan bahwa rapat massa dan kecepatan pada tiap titik di dalam suatu ruang, akan berubah setiap waktu. Fluida sebagai rapat massa dan medan vektor kecepatan. Jika kecepatan tiap partikel fluida pada suatu titik tertentu adalah tetap, maka aliran tersebut bersifat lunak.
2.2.2 Pengertian Lengkung DebitLengkung aliran debit (Discharge Rating Curve), adalah kurva
yang menunjukkan hubungan antara tinggi muka air dan debit pada lokasi penampang sungai tertentu. Debit sungai adalah volume air yang melalui penampang basah sungai dalam satuan waktu tertentu, biasanya dinyatakan dalam satuan m3/detik atau l/detik.
Lengkung aliran dibuat berdasarkan data pengukuran aliran yang dilaksanakan pada muka air dan waktu yang berbeda-beda. Kemudian data pengukuranan aliran tersebut digambarkan pada kertas arithmatik atau kertas logaritmik, tergantung pada kondisi lokasi yang bersangkutan. Tinggi muka air digambarkan pada sumbu vertikal sedang debit sumbu horizontal.
Untuk menentukan bentuk dari lengkung aliran dengan data pengukuran aliran yang ada, membutuhkan pengetahuan dan pengalaman tentang sifat-sifat fisik dan hidraulis pada lokasi yang bersangkutan, karena lengkung aliran yang merupakan gambaran dari bentuk hubungan tinggi muka air dan debit seperti tersebut di atas adalah merupakan gambaran dari sifat fisik dan hidraulis pada lokasi yang bersangkutan.
Dari uraian di atas maka lengkung aliran disamping berguna untuk dipakai sebagai dasar penentuan besarnya debit sungai di lokasi dan tinggi muka air pada periode waktu tertentu, juga dapat digunakan untuk mengetahui adanya perubahan sifat
fisik dan sifat hidraulis dari lokasi penampang sungai yang bersangkutan.
Sebagai contoh, perubahan sifat fisik fungsi : misalnya adanya perubahan bentuk penampang; sungai sebagai akibat dari adanya pengendapan dan penggerusan. Perubahan sifat hidraulis sungai, misalnya : perubahan dari titik aliran nol (Zero flow), perubahan kedalaman aliran, kecepatan aliran dan kemiringan aliran oleh adanya pengaruh aliran balik (back water).
(sumber)2.3 Faktor-Faktor Penentu Debit
Terdapat beberapa faktor yang menentukan debit air, yaitu: (SUMBER)
a. Intensitas hujanCurah hujan merupakan salah satu faktor utama yang memiliki komponen musiman yang dapat secara cepat mempengaruhi debit air, dan siklus tahunan dengan karakteristik musim hujan panjang (kemarau pendek), atau kemarau panjang (musim hujan pendek) yang menyebabkan bertambahnya debit air.
b. Pengundulan hutanFungsi utama hutan dalam kaitan dengan hidrologi adalah sebagai penahan tanah yang mempunyai kelerengan tinggi, sehingga air hujan yang jatuh di daerah tersebut tertahan dan meresap ke dalam tanah untuk selanjutnya akan menjadi air tanah. Air tanah di daerah hulu merupakan cadangan air bagi sumber air sungai. Oleh karena iu hutan yang terjaga dengan baik akan memberikan manfaat berupa ketersediaan sumber-sumber air pada musim kemarau. Sebaiknya hutan yang gundul akan menjadi malapetaka bagi penduduk di hulu maupun di hilir. Pada musim hujan, air hujan yang jatuh di atas
lahan yang gundul akan menggerus tanah yang kemiringannya tinggi. Sebagian besar air hujan akan menjadi aliran permukaan dan sedikit sekali infiltrasinya. Akibatnya adalah terjadi tanah longsor dan atau banjir bandang yang membawa kandungan lumpur.
c. Pengalihan hutan menjadi lahan pertanianRisiko penebangan hutan untuk dijadikan lahan pertanian sama besarnya degan pengundulan hutan. Penurunan debit air sungai terjadi akibat erosi. Selain akan meningkatnya kandungan zat padat tersuspensi (suspended solid) dalam air sungai sebagai akibat dari sedimentasi, juga akan diikuti oleh meningkatnya kesuburan air dengan meningkatnya kandungan hara dalam air sungai. Kebanyakan kawasan hutan yang diubah menjadi lahan pertanian mempunyai kemiringan diatas 25%, sehingga bila tidak memperhatikan faktor konservasi tanah, seperti pengaturan pola tanam, pembuatan teras dan lain lain.
d. IntersepsiProses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi diatas permukaan tanah, tertahan beberapa saat, untuk diuapkan kembali (hilang) ke atmosfer atau diserap oleh vegetasi yang bersangkutan. Proses intersepsi terjadi selama berlangsungnya curah hujan dan setelah hujan berhenti. Setiap kali hujan jatuh di daerah bervegetasi, ada sebagian air yang tak pernah mencapai permukaan tanah dan dengan demikian, meskipun intersepsi dianggap bukan faktor penting dalam penentu faktor debit air, pengelola daerah aliran sungai harus tetap memperhitugkan besarnya intersepsi karena jumlah air yang hilang sebagai air intersepsi dapat mempengaruhi neraca air regional. Penggantian dari satu jenis vegetasi
menjadi jenis vegetasi lain yang berbeda, sebagai contoh, dapat mempengaruhi hasil air di daerah tersebut.
e. Evaporasi dan transpirasiEvaporasi transpirasi juga merupakan salah satu komponen atau kelompok yang dapat menentukan besar kecilnya debit air di suatu kawasan DAS, mengapa dikatakan salah satu komponen penentu debit air, karena melalui kedia proses ini dapat membuat air baru, sebab kedua proses ini menguapkan air dari permukaan air, tanah dan pemrukaan daurn, serta cabang tanaman sehingga membentuk uap air di udara dengan adanya uap air di udara makan akan terjadi hujan, dengan adanya hujan tadi maka debit air di DAS akan bertambah sedikit demi sedikit (Acep, 2011).
2.4Metode yang digunakan2.4.1Metode Timed Gravimetric (CETAK MIRING)Metode ini cukup sederhana. Metode pengukuran ini dilakukan dengan cara
menampung fluida yang dialirkan dengan selang waktu tertentu ke dalam sebuah
wadah, kemudian jumlahnya diukur ( bisa dari volume atau berat ). Sederhananya
adalah seperti menakar. Pengukuran juga bisa dilakuan dengan variasi lainnya
yaitu dengan menggunakan suatu wadah yang telah diketahui volumenya lalu
dilakukan pencatatan / pengukuran waktu yang diperlukan untuk mengisi penuh
wadah tersebut dengan menggunakan stopwatch. Meski cukup sederhana, namun
metode kurang sesuai untuk aliran kontinyu dan mempunyai debit yang besar.
(SUMBER)
2.4.2 Metode ApungMetoda ini menggunakan alat bantu suatu benda ringan (terapung) untuk
mengetahui kecepatan air yang diukur dalam satu aliran terbuka. Biasanya
dilakukan pada sumber air yang membentuk aliran yang seragam (uniform).
Pengukuran dilakukan dengan cara menghanyutkan benda terapung dari suatu
titik tertentu (start) kemudian dibiarkan mengalir mengikuti kecepatan aliran
sampai batas titik tertentu (finish), sehingga diketahui waktu tempuh yang
diperlukan benda terapung tersebut pada bentang jarak yang ditentukan tersebut.
Alat-alat yang diperlukan dalam pengukuran debit air dengan Metoda Apung
berupa Bola pingpong atau bisa diganti dengan benda lain yang ringan (gabus,
kayu kering, dll), Stop watch atau alat ukur waktu yang lain (arloji/hand phone)
yang dilengkapi dengan stop watch serta Alat ukur panjang (meteran atau tali
plastic yang kemudian diukur panjangnya dengan meteran).
(SUMBER)
BAB III
METODOLOGI
(CETAK TEBAL, SPASI 1,5) AFTER 0 BEFORE 0
3.1. Tahap pengerjaan
Persiapan alat
Menentukan metode
Menentukan lokasi kajian
Menentukan tujuan penelitian/praktikum
IKUT PETUNJUK PENULISAN METODE/DIAGRAM ALIR
3.2. Lokasi kajian
Lokasi kajian yang dipilih dalam praktikum pengukuran debit dan laju aliran
saluran terbuka adalah saluran drainase yang berada di jalan Parit Haji Husin
1 ( PARIS 1 ) tepatnya di depan Masjid Al-Mukharabin.
3.3. Waktu pelaksanaan
Praktikum dilakukan pada : (GUNAKAN KALIMAT)
Hari : Selasa, 10 November 2015
Jam : 15.56 WIB
3.4. Metode
Metode yang digunakan dalam peraktikum penentuan debit dan laju
aliran kali ini adalah dengan mengadopsi metode Timed Gravimetric .Metode
pengukuran ini dilakukan dengan cara menampung fluida yang dialirkan
dengan selang waktu tertentu ke dalam sebuah wadah, kemudian jumlahnya
diukur ( bisa dari volume atau berat ). Dalam praktikum ini alat yang
digunakan dibuat dengan menggunakan alat-alat sederhana. Gambar alat
dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah :
3.5. Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan alat pengukuran yaitu
sebagai berikut :
3.5.1. Alat
Meteran 50 meter
Tongkat kayu
Wadah penampung ( botol ukuran 3 liter )
Pipa ( diameter 2 cm dan panjang 20 cm )
Botol mineral 600 ml
Gunting
3.5.2. Bahan
Tali ( rafia )
Solatif
Sterofom ( gabes )
Cat ( warna penanda )
3.6. Prosedur kerja
3.6.1. Pembuatan alat
1. Siapkan semua alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan
alat seperti wadah penampung, pipa botol mineral, gunting, tali,
strefom, cat dan tongkat kayu.
2. Potong bagian atas wadah penampung dan potong bagian bawah
botol mineral kemudia lubangi wadah penampung sesuai ukuran
diameter pipa dan beri tanda sesuai ukuran volume yang telah
ditentukan ( 1 liter ) menggunakan cat.
3. Rangkai pipa dengan botol mineral seperti Gambar 2 dibawah:
4. Masukkan ujung pipa yang telah dirangkai ke lubang wadah
penampung yang telah dibuat .
5. Tutup sela-sela antara lubang dan dan pipa menggunakan silatif
dan diusahakan air tidak dapat masuk melalui sela-sela lubang
ketika pengukuran.
6. Dibuat tutup pipa menggunakan streform ( gabes ) dan ukuran
disesuaikan diameter lubang pipa, diusahakan air tidak dapat keluar
apabila air masuk ke dalam pipa.
7. Ikat rangkaian alat ke tongkat kayu menggunakan tali ( rafia )
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3 dibawah :
Gambar 2
Gambar 3
TIAP GAMBAR BERI PENJELASAN, PERHATIKAN PENULISAN KET.
3.6.2. Prosedur pengukuran
1. Tentukan titik pengukuran ( tengah saluran )
2. Siapkan alat pengukuran ( pipa dalam keadaan tertutup
menggunakan streform ).
3. Masukkan alat ke dalam air di titik pengukuran yang telah
ditentukan. Posisi alat dalam air dapat dilihat pada Gambar 4 :
PERBAIKI GAMBAR
4. Sediakan stopwatch.
5. Buka penutup pipa dan biarkan air masuk ke wadah penampung
sampai volume yang telah ditentukan ( 1 liter ) kemudian catat
waktu yang dibutuhkan air untuk mencapai volume 1 liter.
Gambar 4
BAB IV
GAMBARAN UMUM
4.1 Pendahuluan
Kota Pontianak secara geografis berada pada 00o2’24” Lintang Utara
sampai dengan 0005’37” Lintang Selatan dan 109o23’01” Bujur Timur sampai
dengan 109o16’25” Bujur Timur. Karena terletak di Lintasan Garis Khatulistiwa,
maka Kota Pontianak dijuluki sebagai Kota Khatulistiwa atau kota equator.
Struktur tanah termasuk dalam wilayah peneplain dan sedimen aluvial. Jenis
tanah ini merupakan hasil dari pelapukan jenis batuan sedimen aluvial yang secara
fisik merupakan jenis tanah liat. Jenis tanah liat baru dapat ditemui pada
kedalaman 2,4 meter. Dominasi dari endapan aluvial adalah aluvial sungai yang
berasal dari Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Kondisi fisik tanah pada sebagian
kota terdapat tanah bergambut dengan ketebalan bervariasi antara 1 sampai 3
meter.
Kota Pontianak terbelah menjadi tiga daratan dipisahkan oleh Sungai
Kapuas Besar, Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Landak dengan lebar 400 meter.
Kedalaman sungai-sungai tersebut berkisar antara 12 sampai dengan 16 meter.
Sedangkan cabangnya mempunyai lebar sebesar 250 meter. Sungai ini selain
sebagai pembagi wilayah fisik kota juga berfungsi sebagai pembatas
perkembangan wilayah yang mempunyai karakteristik berbeda dan menjadi salah
satu urat nadi transportasi orang dan barang yang menghubungkan Kota Pontianak
dengan wilayah pedalaman.
Besarnya curah hujan rata-rata di Kota Pontianak berkisar antara 2000
sampai 3000 mm per tahun. Curah hujan terbesar (bulan basah) jatuh pada bulan
April dan Oktober – Desember, sedangkan curah hujan terkecil (bulan kering)
jatuh pada bulan Juli – Agustus. Jumlah hari hujan rata-rata per tahun antara 168 –
192 hari. Seperti pada umumnya daerah tropis, Kota Pontianak mempunyai suhu
rata-rata 28,1 – 30,1 derajat Celcius. Kelembaban udara antara 99,58 % dan 48,83
%. Lama penyinaran sinar matahari antara 53 % dan 73 %. Menurut FH. Schmidt
dan JHA. Ferguson, iklim daerah ini termasuk tipe A atau merupakan daerah
basah.
SINGGUNG TENTANG PARIT H. HUSIN 1, JGN TERLALU BYK
MEMBAHAS PONTIANAK SECARA UMUM.
4.2 Pasang Surut Parit Haji Husein
Kota Pontianak merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0,8 m sampai
dengan 1,5 m di atas permukaan laut dengan kemiringan tanahnya ± 2 %. Sebagai
kota air, Pontianak mempunyai karakter fisik 80 % kawasan rawa yang
dipengaruhi oleh pasang surut sungai-sungai yang ada. Siklus air pasang surut
pada pemukaan Sungai Kapuas selama 8 – 10 hari setiap tahunnya, mengandung
air asin berkadar tinggi. Sebaliknya pada musim hujan, sebagian besar daerah tepi
sungai tergenang air pasang Sungai Kapuas.
Secara geografis Kota Pontianak dilalui oleh Sungai Kapuas serta
topografinya yang sebagian besar wilayahnya merupakan lahan yang datar dengan
kemiringan lahan 0 - 2 %. Adapun besarnya curah hujan berkisar antara 3000-
4000 mm per tahun sedangkan tinggi daratan hanya 0,10-1,5 m diatas permukaan
laut, sehingga Kota Pontianak sangat rentan terhadap genangan air apabila terjadi
pasang air laut yang disertai oleh hujan.
Terdapat beberapa lokasi dengan potensi genangan yang cukup luas salah
satunya wilayah sekitar Parit H. Husein. Wilayah genangan yang terdapat di
sekitar Parit H. Husein sebagaian besar merupakan genangan sesaat yang
disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi. Pasang naik pertama terjadi pada
pukul 6.35 WIB dan pasang naik selanjutnya pada pukul 16.45 WIB. Pasang
surut pertama terjadi pada pukul 13.05 WIB dan pasang surut selanjutnya pada
pukul 23.30 WIB. Koefisien pasang surut air laut adalah 83. Dengan
koefisien setinggi ini, kita akan mendapatkan pasang surut air laut besar dan arus
juga akan terlihat sangat jelas. Ketinggian pasang surut air laut
adalah 1,0 m, 0,7 m, 0,8 m dan 0,5 m. Dapat membandingkan level-level berikut
dengan pasang naik maksimum yang terdaftar di tabel pasang surut air laut
Pontianak (Little Kapuas River), yaitu 1,6 m dengan ketinggian minimum 0,1 m.
4.3 Kondisi Saat Pengukuran
Pengukuran dilakukan di Parit H. Husein jalan Parit H. Husein I pada
tanggal 10 November 2015 pukul 15.56 WIB dengan keadaan air parit pasang.
Saat melakukan pengukuran, kondisi parit sedang mengalami pasang. Kondisi
cuaca pada saat pengukuran berlangsung adalah hujan cukup deras. Sehingga
aliran air parit kurang stabil karena adanya air hujan yang turun.
Gambar 4.1 Lokasi pengukuran
4.3 Kondisi Eksisting
Parit H. Husein terletak diwilayah Kecamatan Pontianak Tenggara, Kota
Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Parit tersebut berdekatan dengan jalan
Parit H. Husein. Pengambilan sampel pada Parit H. Husein dengan Lintang
Selatan 0°03'39.3" dan Bujur Timur 109°21'28.2".
Saluran Parit H. Husein memiliki kedalaman air rata-rata 0,558 m. Lebar
parit H. Husein yaitu 7,9 m, dari bagian hilir ke hulu saluran Parit H. Husein
memiliki panjang 1 km. Jarak Parit H. Husein sekitar 1 m dari jalan raya. Saluran
Parit H. Husein memiliki bentuk penampang saluran berupa segi empat dengan
kondisi dinding saluran terbuat dari tanah, kayu dan beton.
4.4 Penggunaan Lahan
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
adalah kawasan bergambut. Yang dimaksud dengan kawasan bergambut adalah
Kawasan yang unsur pembentuk tanahnya sebagian besar berupa sisa-sisa bahan
organik yang tertimbun dalam waktu lama. Kriteria kawasan bergambut adalah
mempunyai kedalaman gambut lebih dari 4 meter penetapannya dilakukan
berdasarkan Keppres No 32 Tahun 1990. Adapun lokasi keberadaan gambut di
Kota Pontianak sebagian kecil terdapat di Kecamatan Pontianak Tenggara dan
sebagian besar terdapat di Kecamatan Pontianak Utara dengan luas keseluruhan
lebih kurang sebesar 1.607 Ha atau sekitar 14,9 Persen dari luas kota secara
keseluruhan. Kawasan bergambut dengan ketebalan 4 meter atau lebih merupakan
kawasan lindung yang terkategori sebagai perlindungan kawasan bawahannya.
Seperti yang telah disebutkan diatas letak geografis Kota Pontianak dilalui
oleh Sungai Kapuas serta topografinya yang sebagian besar wilayahnya
merupakan lahan yang datar dengan kemiringan lahan 0 - 2 %. Menurut
BAPPEDA dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Pontianak
2015-2019, Parit H. Husein yang terdapat di kecamatan Pontianak Tenggara tidak
termasuk dalam kawasan rawan banjir dan genangan.
BAB V
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
MASUKKAN TERLEBIH DAHULU TEORI (SINGKAT DAN JELAS)
5.1. Data hasil pengamatan (PERHATIKAN PENULISAN SUB BAB)
Tabel 1. Data pengukuran debit alat ukur (CENTER)
PercobaanVolume
( m3)
Waktu
( detik )
Percobaan 1 1 x 10-3 3,22
Percobaan 2 1 x 10-3 4,57
Percobaan 3 1 x 10-3 5,58
Rata-rata 1 x 10-3 4,45
(SUMBER)
Tabel 2. Data kemiringan dasar saluran
Jarak
( m)
Ketinggian titik 0
( m )
Ketinggian titik 7
( m )
Kemiringan=S
( m7 – m0 )
Mjarak
7 0,55 0,83 0,04
Tabel 3. Data pengukuran panjang dan kedalaman saluran
Lebar
saluran
( m )
SeksiKedalaman air
( m )
7,9
0 m 0,27
1 m 0,3
2 m 0,64
3 m 0,71
4 m 0,71
5 m 0,71
6 m 0,65
7 m 0,58
7,9 m 0,46
Rata-rata 0,55
Tabel 4. Pengukuran lengkung DEBIT
Seksi
( Jam)
Ketinggia
n
( m )
Jarak
( m )
Waktu
( detik )
Kecepatan
( m/s)
Lebar
saluran
Luas
penampan
g
Debit
( m3/s )
12.00 0,47
7 m
47,13 0,148
7,9 m
3,713 m2 0,549
13.00 0,48 44,56 0,157 3,792 m2 0,595
14.00 0,51 43,94 0,159 4,029 m2 0,640
15.00 0,54 41,24 0,169 4,266 m2 0,720
16.00 0,65 40,18 0,174 5,135 m2 0,893
(SUMBER)
Keterangan perhitungan:
5 = (3)*(4)
5.2. Analisis data
a. Menghitung debit dalam pipa ( Qpipa )
Diketahui:
Waktu ( t ) = 4,45 detik
Volume = 1 liter/1 x 10-3 m3
Q = volume / waktu
= 1 x 10-3 m3 / 4,45 detik
= 0,2247 x 10-3 m3/detik
= 2,247 x 10-4 m3/detik
b. Menghitung kecepatan aliran dalam pipa ( V pipa )
Diketahui :
Diameter pipa = 2 cm
Jari jari pipa ( r ) = 1 cm
Debit ( Q ) = 2,247 x 10-4 m3/detik
Luas penampang pipa ( A ) = π r2
= 3,14 x 1 x 1
= 3,14 cm2
= 0,0314 m2
= 3,14 x 10-2 m2
V pipa = Q /A
= 2,247 x 10-4 m3/detik / 3,14 x 10-2 m2
= 0,7156 x 10-2 m2/detik
= 7,156 x 10-3 m2/detik
c. Menghitung debit saluran ( Q saluran )
Diketahui :
Q pipa = 2,247 x 10-4 m3/detik
A pipa = 3,14 x 10-2 m2
A saluran = 4,345 m2
Q pipa x A pipa = Q saluran x A saluran
Q saluran = ( Q pipa x A pipa ) / A saluran
Q saluran = ( 2,247 x 10-4 x 3,14 x 10-2 ) / 4,345
= 7,055 x10-6 / 4,345
=1,623 x 10-6 m3/detik
d. Menghitung kecepatan saluran ( V saluran )
Diketahui :
Lebar saluran = 7,9 m
Kedalaman air = 0,55 m
A pipa = 3,14 x 10-2 m2
V pipa = 7,156 x 10-3 m3/detik
A saluran = lebar saluran x kedalaman air saluran
= 7,9 m x 0.55 m
= 4,345 m2
A pipa x V pipa = A saluran x V saluran
V saluran = A pipa x V pipa / A saluran
= 3,14 x 10 -2 x 7,156 x 10 -3
4,345
= 2,247 x 10-5 m/detik
e. Menentukan jenis aliran menggunakan analisis bilangan Reynold ( Re )
Re = kecepatan ( v ) x Rh ( jari-jari hidrolis )
Viskositas air
Diketahui :
Tinggi air = 0,55 m
Lebar saluran = 7,9 m
Kecepatan = 2,247 x 10-5 m/detik
Viskositas air = 1 x 10-3 ( 200C )
Rh ( jari-jari hidrolis ) = luas penampang basah ( Ab )
Keliling penampang basah ( Kb )
Ab = tinggi air x lebar saluran
= 0,55 x 7,9
= 4,345 m2
Kb = ( 2 x tinggi air ) + lebar saluran
= ( 2 x 0,55 ) + 7,9
= 9 m
Jadi Rh = 4,345 / 9
= 0,4827 m
= 4,827 x 10-1
Re = 2,247 x 10-5 x 4,827 x 10 -1
1 x 10-3
= 10,846 x 10-6 / 1 x 10-3
= 10,846 x 10-3
= 1, 0846 x 10-2
= 0,010846
Keterangan :
1. Laminer = < 500
2. Taransisi = 500 - 12500
3. Turbulen = >12500
Bilangan Reynold yang didapat yaitu sebesar 0,010846 Jadi bilangan
Reynold yang didapat menunjukkan aliran laminer yaitu kurang dari 500
Re.
f. Menghitung nilai kemiringan saluran ( S )
Besar kemiringan ( S ) pada percobaan ini dapat dihitung dengan rumus :
S = ketinggian (m)7 – ketinggian (m)0
(M)jarak
Diketahui :
Ketinggian m7 = 0,83 m
Ketinggian m0 = 0,55 m
Mjarak = 7 m
S = 0,83 – 0,55
7
= 0,28 / 7
= 0,04 m
g. Perhitungan koefisien kekasaran ( n Manning )
Persamaan yang digunakan dalam mencara koefisien kekasaran yaitu
sebagai berikut:
n = Rh 2/3 x S 1/2
kecepatan ( v )
Keterangan :
n = koefisien kekasaran
Rh = jari-jari hidrolis
S = kemiringan
V = kecepatan
Diketahui :
Rh = 4,827 x 10-1 = 0,4827
S = 0,04
V = 2,247 x 10-5
n = 0,4827 2/3 x 0,04 1/2
2,247 x 10-5
= 0,615344 x 0,2
0,001
= ( 6,15344 x 10 -1 ) x ( 2 x 10 -1 )
2,247 x 10-5
= 5,47 x 103
5.3. Pembahasan
Debit merupakan jumlah air yang mengalir didalam saluran atau sungai per
unit waktu.Debit adalah suatu koefesien yang menyatakan banyaknya air yang
mengalir dari suatu sumber persatuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter
per/detik, untuk memenuhi keutuhan air pengairan, debit air harus lebih cukup
untuk disalurkan ke saluran yang telah disiapkan. Debit adalah satuan besaran air
yang keluar dari daerah aliran sungai. Debit air merupakan ukuran banyaknya
volume air yang dapat lewat dalam suatu tempat atau yang dapat di tampung
dalam suatu tempat tiap satu satuan waktu. Debit aliran adalah jumlah air yang
mengalir dalam satuan volume per waktu. Satuan debit adalah meter kubik per
detik (m3 /s).
Metode yang umum diterapkan untuk menetapkan debit sungai adalah
metode profil sungai (cross section). Pada metode ini debit merupakan hasil
perkalian antara luas penampang vetikal sungai (profil sungai) dengan kecepatan
aliran air.
Selain metode profil sungai ( cross section ) ada metode lain yang dapat
digunakan dalam penentuan debit air dalam suatu aliran seperti metode Timed
Gravimetric ( metode tampung ). Metode timed gravimetric ini cukup sederhana.
Metode pengukuran ini dilakukan dengan cara menampung fluida yang dialirkan
dengan selang waktu tertentu ke dalam sebuah wadah, kemudian jumlahnya
diukur ( bisa dari volume atau berat ). Sederhananya adalah seperti menakar.
Pengukuran juga bisa dilakuan dengan variasi lainnya yaitu dengan menggunakan
suatu wadah yang telah diketahui volumenya lalu dilakukan
pencatatan/pengukuran waktu yang diperlukan untuk mengisi penuh wadah
tersebut dengan menggunakan stopwatch.
Data yang didapat dari metode timed gravimetric yaitu besarnya debit atau
volum per satuan waktu sehingga debit dapat dihitung secara langsung tanpa
adanya pengukuran-pengukuran lainnya. Walaupun tidak banyak parameter yang
di harus diambil dalam pengukuran debit tetapi dalam penentuan kecepatan aliran
perlu adanya parameter lain yang harus di ambil dilapangan yaitu luas penampang
basah, luas penampang basah didapat dari data lebar saluran dan kedalaman
saluran sehingga perlu adanya pengukuran lebar dan dalam saluran.
Data yang di dapat dari alt yang dibuat adalah liter per satuan waktu data
tersebut masih belum dalam bentuk satuan debit (Q) yaitu m3/detik. Untuk dapat
merubah data liter ke m3 harus dikonfersikan ke m3 dengan cara mengkonfersi
liter ke dm ( desimeter ) terlebih dahulu, karena 1 liter sama dengan 1 dm setelah
didapat dm kemudian baru dikonfersi ke m ( meter ), 1 dm sama dengan 0.1 m.
Karena liter harus dirubah ke dalam m3 maka 1 dm sama dengan 0,001 m3. Jadi 1
liter sama dengan 0,001 atau 1 x 10-3 m3.
Alat yang digunakan dalam proses pengukuran dengan metode Timed
Gravimetric dapat dibuat dengan cara sederhana dengan alat dan bahan yang
mudah di dapat.
Dalam pembuatan alat pengukuran, alat dan bahan yang digunakan yaitu sebagai
berikut:
1. Wadah penampung ( botol ukuran 3 liter )
Wadah penampung berfungsi untuk menampung air yang akan
dialirkan melalui pipa. Pada botol penampung telah di beri tanda
sesuai volum yang telah di tentukan ( 1 liter ). Pemilihan wadah
berukuran 3 liter akan mempermudah dalam pengamatan air yang
masuk dan memenuhi volum yang telah di tentukan.
2. Pipa ( diameter 2 cm dan panjang 20 cm )
Pipa dalam rangkaian alat pengukuan berfungsi untuk mengalirkan air
ke dalam wadah penampung.
3. Botol mineral 600 ml
Botol mineral dirangkai dengan pipa berfungsi sebagai mulut
masuknya air agar air dapat terkumpul dan dengan mudah mengalir
dalam pipa.
4. Gunting
Gunting berfungsi untuk mempermudah dalam memotong tali dan
solatif.
5. Tongkat kayu
Tongkat berfungsi untuk mempermudah dalam proses pengukuran
karena dengan adanya tongkat kayu alat pengukur tidak harus
dioperasikan langsung menggunakan tangan.
6. Tali ( rafia )
Untuk mengikat rangkaian alat ke tongkat kayu.
7. Solatif
Solatif berfungsi untuk menutupi sela-sela antara lubang di wadah
penampung dengan pipa agar air tidak dapat masuk ke dalam wadah
penampung.
8. Sterofom ( gabus )
Sterofom digunakan untuk penutup pipa, sebelumnya dibuat tutup
sesuai dengan diameter lubang pipa dan setelah ditutup diharapkan air
tidak dapat keluar dari pipa.
9. Cat ( warna penanda )
Cat digunakan sebagai penanda volum diwadah penapung.
Pengukuran dilakukan diparit Haji Husin ( Paris 1 ) tepatnya di depan
masjid Al-mukharabbin. Pengukuran bertujuan untuk menghitung semua
parameter yang berkaitan dengan perhitngan debit aliran, kecepatan aliran dan
lain-lain pada suatu saluran/drainase. Praktikum dilakukan pada pukul 15.00 WIB,
karena pada jam tersebut kondisi parit dalam keadaan pasang sehingga diharapkan
dalm proses pengukuran di dapat debit atau kecepatan yang dapat mewakili
keadaan di saluran tersebut.
Sebelum dilakukan pengukuran terlebih dahulu menentukan titik yang akan
diukur dan beberapa parameter yang akan di ambil dilapangan, setelah itu barulah
dilakukan pengukuran. Titip pengukuran dilakukan di satu titik tepatnya di
tengah-tengah saluran secara melebar. Pengukuran debit dititik yang telah
ditentukan dilakukan beberapa kali ( 3 kali ) untuk menghindari kesalahan yang
mungkin besar terjadi. Selain pengukuran debit menggunakan alat yang dibuat di
tentukan juga kecepatan aliran, kecepatan aliran didapat dari perbandingan debit
yang didapat dari alat dengan luas penampang alat ( pipa sebagai salurannya ).
Setelah melakukan pengukuran debit dan kecepatan aliran pada alat baru
kemudian dapat dilakukan pengukuran debit dan kecepatan aliran saluran.
Berdasarkan analisis perhitungan menggunakan alat yang mengadopsi
prinsip dari metode Timed Gravimetric dari data debit yang didapat pada alat ukur
yaitu sebesar 2,247 x 10-4 m3/detik dan kecepatan sebesar 7,156 x 10-3 m2/detik
sedangkan debit di saluran di dapat debit aliran sebesar 1,623 x 10-6 m3/detik dan
laju aliran pada saluran yaitu sebesar 2,247 x 10-5 m/detik. Perbedaan data di alat
dan di lapangan dikarenakan luas penampang. Pada alat luas penampang lebih
kecil sehingga kecepatan maupun debit lebih besar dibandingkan data debit dan
kecepatan di saluran. Luas penampang pada alat di dapat sebesar 3,14 x 10-2 m2
sedangkan pada luas penampang saluran sebesar 4,345 m2 sehingga didapat bahwa
luas penampang mempengaruhi besar kecilnya debit dan kecepatan aliran air.
Angka debit dan kecepatan aliran air di saluran sangat rendah bila
dibandingkan pengukuran debit lengkung. Pada debit langkung dengan
menggunakan metode apung didapat aliran rata-rata dari jam 12.00 – 16.00 wib
yaitu sebesar 0,679 m3/detik. Perbedaan data debit maupun kecepatan pada alat
sangat jauh di bandingkan metode apung pada perhitungan debit lengkung dapat
di karenakan beberapa faktor, faktor tersebut dapat berupa kesalahan teknis pada
saat melakukan pengukuran ataupun pada kesalahan alat yang digunakan yang
tidak sesuai dengan metode yang seharusnya digunakan dalam pengukuran di
saluran.
Penentuan jenis aliran didapat dari perhitungan bilangan Reynold. Nilai
reynold yang didapat sebesar 0,010846 dengan kecepatan 2,247 x 10-5 m/detik
sehingga didapat kesimpulan bahwa jenis aliran pada saluran yang dijadikan
lokasi kajian yaitu laminer ( bergerak teratur ) karena nilai Re kurang dari 500.
Pengukuran lengkung debit dilakukan sebanyak 5 kali. Pada pukul 12.00 di
dapat tinggi air 0,47, pada pukul 13.00 ketinggian air sebesar 0,48, pada pukul
14.00 ketinggian air sebesar 0,51, pada pukul 15.00 ketinggian sebesar 0,54 dan
pada pukul 16.00 ketinggian sebesar 0,65. Dari data tersebut di dapat bahwa
semakin sore hari ketinggian terus meningkat akibat air pasang. Kecepatan aliran
juga terpengaruh dari adanya naiknya muka air. Semakin tinggi kedalamn air
maka kecepatan juga semakin besar. Pernyataan diatas dapat di dukung dari data
yang didapat hasil pengukuran lengkung debit, kecepatan meningkat dengan
adanya peningkatan kedalaman. Pengukuran lengkung debit dapat digunakan
dalam memprediksi kecepatan maupun aliran di jam-jam tertentu dan kedalaman-
kedalaman tertentu pada hari-hari selanjutnya tanpa banyak mengukur parameter.
Koreksi :
1. Sistematika penulisan sesuai EYD
2. Cantumkan sumber
3. Perhatikan penulisan daftar tabel dan gambar
4. Istilah penting dicetak miring
5. Perhatikan kerapian penulisan (spasi, dll)