REVISI I
Laporan Kasus I
CONJUNGTIVITIS ALERGIKA
OLEH :
Vivia Sustriana
07.06.0035
Dalam Rangka Mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya
Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar
Rumah Sakit Umum Propinsi NTB
2011
I. Ringkasan awal
Seorang Pria 45 tahun datang ke Poli Mata RSUP NTB pada hari Selasa, 8 November
2011 dengan keluhan utama kedua mata terasa nyeri.
Subjektif (S):
Pasien mengeluh kedua mata terasa gatal sejak 1 minggu yang lalu, nyeri (+), berair (+),
kotoran (+) jumlah sedikit, warna putih seperti kotoran mata yang normal tapi terutama
pada saat bangun tidur, mata merah (+), terasa seperti berpasir (+), penurunan
pengelihatan (+).
Objektif (O):
Okuli Dextra
Visus 6/30, tidak maju dengan pemeriksaan pinhole palpebra superior dan inferior
normal, konjungtiva palpebra superior tidak ditemukan adanya folikel dan hiperemi (+)
minimal, konjungtiva palpebra inferior hiperemi dan ditemukan injeksi konjungtiva
minimal, silia normal, konjungtiva bulbi normal, kornea jernih, tampak arkus senil, bilik
mata depan normal, iris normal berwarna coklat, refleks pupil (+), lensa jernih, TIO
secara palpasi normal, refleks fundus (+), penurunan pengelihatan (+).
Okuli Sinistra
Visus 6/40, maju dengan pemeriksaan pinhole (6/24), palpebra superior dan inferior
normal, konjungtiva palpebra superior tidak ditemukan adanya folikel dan hiperemi (++)
konjungtiva palpebra inferior hiperemi dan ditemukan injeksi konjungtiva lebih berat
dari okuli sinistra serta ditemukan adanya folikel namun minimal, silia normal,
konjungtiva bulbi normal, kornea jernih, tampak arkus senil, bilik mata depan normal,
iris normal berwarna coklat, refleks pupil (+), lensa jernih, TIO secara palpasi normal,
refleks fundus (+), penurunan pengelihatan (+).
Assesment (A) : Suspect Conjungtivitis Alergika
Diagnosa Banding : Conjungtivitis Bakterial
Conjungtivitis Viral
Planning (P) :
KIE Pasien
Terapi Medikamentosa
II. Paparan Kasus
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. “M”
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Sasak
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Getap, Cakranegara
Pekerjaan : Tukang Las di Getap sejak ± 20 tahun
Status : Menikah
No. RM : 01-31-81
Tanggal Pemeriksaan : 8 November 2011
2. Anamnesis
a. Keluhan utama:
Kedua mata terasa gatal
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluh kedua mata terasa gatal sejak 1 minggu yang lalu, dikeluhkan
tiba-tiba pada saat pasien baru pulang bepergian menggunakan mobil angkutan
umum dan pasien mengaku saat di dalam mobil terpapar oleh debu dan angin
yang masuk melalui jendela mobil angkot yang terbuka. Gatal pada kedua mata
awalnya dirasakan ringan namun lama kelamaan gatal dirasakan bertambah hebat
dan sedikit disertai dengan rasa nyeri. Selain itu pasien juga mengeluh mata berair
(+) terutama saat dikucek, terasa seperti berpasir (+), kotoran (+) terutama saat
bangun tidur, jumlah sedikit, warna putih seperti kotoran mata orang normal,
mata merah (+), pengelihatan diakaui terasa sedikit kabur terutama pada mata
kanan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya, namun
pasien mengaku 1 minggu yang lalu sebelumnya pernah berobat ke RSUP NTB
dengan keluhan kedua mata gatal sehari setelah bepergian dan terpapar oleh debu
dan angin yang masuk melalui jendela mobil angkot yang terbuka, kemudian
diberikan obat tetes mata tapi pasien lupa nama obat yang diberikan. Riwayat
alergi makanan/obat (-), riwayat pengobatan dalam jangka waktu lama (-), riwayat
hipertensi (-), riwayat kencing manis (-).
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa dengan pasien. Namun
pasien mengaku ada sepupu dari pasien yang sering mengalami gatal-gatal pada
mata dan sering kambuh-kambuhan.
e. Riwayat Pribadi dan Sosial
Pasien merupakan seorang pekerja tukang las di Getap, Cakranegara sejak ± 20
tahun yang lalu. Kebiasaaan merokok (-), alkohol (-).
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 86 X/menit
RR : 18x/menit
b. Status Lokalis
No Pemeriksaan Mata Kanan Mata Kiri
1. Visus 6/30 6/40
2. Pinhole Tidak maju 6/24
3. Lapang pandang (tes konfrontasi) Dalam batas normal Dalam batas normal
4. Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
5. Palpebra superior Edema - -
Hiperemi - -
Enteropion - -
Trikiasis - -
Pseudoptosis - -
Sikatriks - -
6. Palpebra Inferior
Silia Dalam batas Normal Dalam batas Normal
Trikiasis - -
Edema - -
Hiperemi - -
7. Fisura palpebra Normal (10 mm) Normal (10 mm)
8. Mata berair (+) (+)
9. Sekret mata - -
10.Konjungtiva
palpebra superior
Hiperemi + ++
Folikel/papil - -
Sikatriks - -
11.Konjungtiva
palpebra inferior
Hiperemi + ++
Folikel/papil - + minimal
Sikatriks - -
12. Konjungitva bulbi
Injeksi
konjungtiva
- -
Injeksi siliar - -
13. Kornea Jernih Jernih
14. IrisSinekhia - -
Warna Kecoklatan Kecoklatan
15.Bilik mata depan
(COA)
Kedalaman Normal Normal
Hifema - -
Hipopion - -
16. Lensa Jernih Jernih
17. Pupil Ukuran Normal ± 3 mm Normal ± 3 mm
Refleks
langsung
+ +
Refleks tidak
langsung
+ +
18. TIO secara palpasi Normal Normal
19. Funduskopi
Refleks fundus + +
Makula tde tde
Vaskularisasi tde tde
C/D ratio tde tde
Foto pasien
4. Diagnosis
Asessment (A) : Suspect Konjungtivitis Alergika
Diagnosa banding : Konjungtivitis Bakterial
Konjungtivitis Viral
Usulan pemeriksaan: Laboratorium, yaitu dengan pengecatan sekret mata dengan
giemsa atau gram
Planning (P) : Untuk konjungtivitis karena alergi, antihistamin per oral untuk
mengurangi gatal-gatal dan iritasi.
III. Identifikasi Masalah
Menegakkan diagnosis conjungtivitis alergika dan pada pasien didasarkan pada
hasil anamnesis, dimana pasien mengeluhkan kedua mata terasa sangat gatal (+), sedikit
nyeri (-), berair (+), terdapat adanya kotoran (+) tapi sedikit dan berwarna putih seperti
kotoran pada mata normal, berpasir (+), dan pengelihatan sedikit kabur (+). Selain itu
pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan visus OD 6/30,konjungtiva palpebra inferior
tampak hiperemi minimal dan pada OS visus 6/40, konjungtiva palpebra superior
ditemukan folikel minimal, konjungtiva palpebra inferior tampak hiperemi lebih berat
dari OS. Selain itu pada pasien juga ditemukan kelainan refraksi pada OS tapi belum
dilakukan pemeriksaan refraksi karena mata pasien masih dalam proses radang.
IV. Analisis Kasus
IV.1 Pengetahuan Medik Dasar
a. Pengertian
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata
dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya
berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah
(http://www.wartamedika.com/2008/02/konjungtivitis-mata-merah.html).
Konjungtivitis alergi dapat dibagi menjadi akut dan kronis. Akut (konjungtivitis
demam hay). Merupakan suatu bentuk reaksi akut yang diperantarai IgE terhadap
alergen yang tersebar di udara (biasanya serbuk sari). Gejala dan tanda antara lain;
rasa gatal, injeksi dan pembengkakan konjungtiva (kemosis), lakrimasi. Kronis
(konjungtivitis veneral/kataral musim semi) juga diperantarai oleh IgE, sering
mengenai anak laki-laki dengan riwayat atopi. Dapat timbul sepanjang tahun. Gejala
dan tanda antara lain; rasa gatal, fotofobia, lakrimasi, konjungtivitis papilar pada
lempeng tarsal atas (papila dapat bersatu untuk membentuk cobblestone), folikel dan
bintik putih limbus, lesi pungtata pada epitel kornea, plak oval opak yang pada
penyakit parah plak ini menggantikan zona bagian atas epitel kornea (James, Chew,
Bron. 2003. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi Kesembilan. Erlangga; Jakarta).
b. Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan dalam
dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola
mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi
banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi.
Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
1. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra)
2. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata)
3. Forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior
palpebra dan bola mata).
Meskipun konjungtiva agak tebal, konjungtiva bulbar sangat tipis. Konjungtiva bulbar
juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang dan ke depan. Pembuluh
darah dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat
sel goblet yang mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air mata pre-
kornea yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea (Alamsyah. 2007).
c. Etiologi
Konjungtiva bisa disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti;
a. Infeksi oleh virus atau bakteri
b. Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
c. Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet dari las
listrik atau sinar matahari yang dipantulkan oleh salju.
d. Pemakaian lensa kontak, terutama dalam jangka panjang, juga bisa menyebabkan
konjungtivitis.
Pada pasien kemungkinan penyebab dari konjungtivitis alergi yang diderita adalah
karena terpapar oleh debu dan iritasi oleh angin, karena dari hasil anamnesis pasien
mengaku terpapar oleh debu dan angin yang masuk melalui jendela mobil angkutan
umum pada saat bepergian.
d. Patogenesis
Mekanisme pasti atau mekanisme bagaimana terbentuknya flikten masih belum jelas.
Secara histologis fliktenulosa mengandung limfosit, histiosit, dan sel plasma. Leukosit
PMN ditemukan pada lesi nekrotik.. Bentuk tersebut kelihatannya adalah hasil dari
reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap protein tuberkulin, Staphylococcuc
aureus, Coccidioides immitis, Chlamydia, acne rosacea, beberapa jenis parasit
interstisial dan fungus Candida albicans. Jarang kasusnya idiopatik (Alamsyah, 2007).
Keratitis flikten dapat berkembang secara primer dari kornea meskipun seringkali
biasanya menyebar ke kornea dari konjungtiva. Epitel yang ditempati oleh flikten
rusak, membentuk ulkus dangkal yang mungkin hilang tanpa pembentukan jaringan
parut.
Flikten khas biasanya unilateral pada atau di dekat limbus, pada konjungtiva bulbar
atau kornea, dapat satu atau lebih, bulat, meninggi, abu-abu atau kuning, hiperemis,
terdapat nodul inflamasi dengan dikelilingi zona hiperemik pembuluh darah. Flikten
konjungtiva tidak menimbulkan jaringan parut. Jaringan parut fibrovaskuler kornea
bilateral limbus cenderung membesar ke bawah daripada ke atas mungkin
mengindikasikan flikten sebelumnya. Flikten yang melibatkan kornea sering rekuren,
dan migrasi sentripetal lesi inflamasi mungkin berkembang. Kadangkala, beberapa
inflamasi menimbulkan penipisan kornea dan jarang menimbulkan perforasi.
e. Manifestasi Klinis
a. Tanda
Tanda-tanda dari konjungtivitis, yakni;
1. Konjungtiva berwarna merah (hiperemi) dan membenkak.
2. Produksi air mata berlebihan (epifora)
3. Kelopak mata bagian atas nampak menggelantung (pseudoptosis) seolah akan
menutup akibat pembengkakan konjungtiva dan peradangan sel-sel konjungtiva
bagian atas.
4. Pembesaran pembuluh darah di konjungtiva dan sekitarnya sebagai reaksi
nonspesifik peradangan.
5. Pembengkakan kelenjar (folikel) di konjungtiva dan sekitarnya.
6. Terbentuknya membran oleh proses koagulasi fibrin (komponen protein)
7. Dijumpai sekret dengan berbagai bentuk (kental hingga bernanah)
b. Gejala
Konjungtiva yang mengalami iritasi akan tampak merah dan mengeluarkan
kotoran. Konjungtivitis karena bakteri mengeluarkan kotoran yang kental dan
berwarna putih. Konjungtivitis karena virus atau alergi mengeluarkan kotoran yang
jernih. Kelopak mata bisa membengkak dan sangat gatal, terutama pada
konjungtivitis karena alergi.
Gejala lainnya adalah:
1. mata berair
2. mata terasa nyeri
3. mata terasa gatal
4. pandangan kabur
5. peka terhadap cahaya
6. terbentuk keropeng pada kelopak mata ketika bangun pada pagi hari.
f. Penatalaksanaan
Antihistamin per-oral merupakan pengobatan utama untuk konjungtivitis alergika.
Antihistamin juga bisa diberikan dalam bentuk tetes mata, yang biasanya
dikombinasikan dengan vasokonstriktor untuk mengurangi kemerahan. Tetapi
Antihistaminnya sendiri maupun sesuatu di dalam larutan tetes mata kadang bisa
memperburuk reaksi alergi yang terjadi, sehingga biasanya lebih disukai Antihistamin
per-oral.
Kromolin (juga tersedia dalam bentuk tetes mata) terutama digunakan sebagai
pencegahan jika penderita akan mengadakan kontak dengan suatu alergen. Tetes mata
yang mengandung kortikosteroid bisa digunakan pada kasus yang berat, tetapi bisa
menyebabkan komplikasi (misalnya glaukoma). Jika pengobatan lainnya tidak
memberikan hasil yang memuaskan, maka dianjurkan untuk menjalani immunoterapi
alergen.
IV.2 Subjektif
Pasien mengeluh kedua mata terasa gatal sejak 1 minggu yang lalu, setelah
bepergian menggunakan mobil angkutan umum yang kemudian diakui terpapar
oleh debu dan angin yang masuk melalui jendela mobil angkot yang
ditumpanginya. Kemudian mengeluh nyeri (+) sedikit, berair (+), kotoran (+)
sedikit, pengelihatan kabur (+), mata merah (-), berpasir (+) dan pengelihatan
sedikit kabur (+).
IV.3 Objektif
Okuli Dextra
Visus 6/30, tidak maju dengan pemeriksaan pinhole palpebra superior dan inferior
normal, konjungtiva palpebra superior tidak ditemukan adanya folikel dan
hiperemi (+) minimal, konjungtiva palpebra inferior hiperemi dan ditemukan
injeksi konjungtiva minimal, silia normal, konjungtiva bulbi normal, kornea jernih,
tampak arkus senil, bilik mata depan normal, iris normal berwarna coklat, refleks
pupil (+), lensa jernih, TIO secara palpasi normal, refleks fundus (+), penurunan
pengelihatan (+).
Okuli Sinistra
Visus 6/40, maju dengan pemeriksaan pinhole (6/24), palpebra superior dan
inferior normal, konjungtiva palpebra superior tidak ditemukan adanya folikel dan
hiperemi (++) konjungtiva palpebra inferior hiperemi dan ditemukan injeksi
konjungtiva lebih berat dari okuli sinistra serta ditemukan adanya folikel namun
minimal, silia normal, konjungtiva bulbi normal, kornea jernih, tampak arkus senil,
bilik mata depan normal, iris normal berwarna coklat, refleks pupil (+), lensa
jernih, TIO secara palpasi normal, refleks fundus (+), penurunan pengelihatan (+).
IV.4 Assasement (A)
Suspect Conjungtivitis Alergika
Diagnosa Banding:
o konjungtivitis bakterial
o konjungtivitis viral
IV.5 Planning (P)
KIE pasien: Untuk mencegah makin meluasnya penularan konjungtivitis, perlu
disarankan kepada pasien untuk memperhatikan langkah-langkah berikut:
o Usahakan tangan tidak megang-megang wajah (kecuali untuk keperluan
tertentu), dan hindari mengucek-ngucek mata.
o Mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari.
o Hindari berbagi bantal, handuk dan saputangan dengan orang lain.
o Mencuci tangan sesering mungkin, terutama setelah kontak (jabat tangan,
berpegangan, dll) dengan penderita konjungtivitis.
o Bagi penderita konjungtivitis, hendaknya segera membuang tissue atau
sejenisnya setelah membersihkan kotoran mata.
o Pada pasien ini, alangkah baiknya disarankan untuk selalu memakai kaca
pelindung pada saat bekerja, karena pekerjaan pasien seorang tukang las.
Medikamentosa:
o Untuk konjungtivitis karena alergi, antihistamin per oral (melalui mulut)
bisa mengurangi gatal-gatal dan iritasi.
V. Pembahasan
Diagnosis konjungtivitis alergi pada pasien ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan. Pada anamnesis, pasien mengeluh
kedua mata terasa sangat gatal sejak 1 minggu yang lalu pada saat setelah bepergian
dengan mobil angkutan umum yang kemudian oleh pasien mengaku terpapar oleh debu
dan angin yang masuk ke dalam mobil angkutan umum melalui jendela mobil yang
terbuka. Selain itu pasien juga mengeluhkan mata terasa nyeri (+) tapi tidak begitu berat,
berair (+) kotoran (+) jumlah sedikit dan warna putih seperti kotoran mata pada orang
normal, berpasir (+), mata merah (+) dan pengelihatan sedikit kabur. Keluhan yang
didapat dari anamnesis tersebut sesuai dengan gejala dari konjungtivitis alergi yang
menurut teori antara lain; rasa gatal, lakrimasi, terasa seperti berpasir, sekret dan mata
merah. Meski tidak semua gejala terdapat pada pasien namun tidak serta merta diagnosis
konjungtivitis disingkirkan dan tanpa memikirkan kemungkinan diagnosis konjungtivitis
bakteri, viral maupun klamidial.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan hasil pemeriksaaan visus 6/30 pada
mata kanan, tidak maju dengan pemeriksaan pinhole, palpebra superior dan inferior
normal, konjungtiva palpebra superior tidak ditemukan adanya folikel dan hiperemi (+)
minimal, konjungtiva palpebra inferior hiperemi dan ditemukan injeksi konjungtiva
minimal, silia normal, konjungtiva bulbi normal, kornea jernih, tampak arkus senil, bilik
mata depan normal, iris normal berwarna coklat, refleks pupil (+), lensa jernih, TIO
secara palpasi normal, refleks fundus (+), penurunan pengelihatan (+). Visus 6/40, maju
dengan pemeriksaan pinhole (6/24), palpebra superior dan inferior normal, konjungtiva
palpebra superior tidak ditemukan adanya folikel dan hiperemi (++) konjungtiva
palpebra inferior hiperemi dan ditemukan injeksi konjungtiva lebih berat dari okuli
sinistra serta ditemukan adanya folikel namun minimal, silia normal, konjungtiva bulbi
normal, kornea jernih, tampak arkus senil, bilik mata depan normal, iris normal berwarna
coklat, refleks pupil (+), lensa jernih, TIO secara palpasi normal, refleks fundus (+),
penurunan pengelihatan (+).
Pada kasus ini pemeriksaan funduskopi hanya dapat ditemukan refleks fundus
OD dan OS (+), untuk pemeriksaan lebih dalam tidak dilakukan karena pasien masih
dalam proses keradangan pada mata. Dari hasil pemeriksaan status lokalis ini, diagnosis
kerja yang dapat ditegakkan pada pasien tersebut adalah konjungtivitis alergi.
Terapi yang diberikan untuk konjungtivitis karena alergi, antihistamin per oral
(melalui mulut) bisa mengurangi gatal-gatal dan iritasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=64
http://www.alhamsyah.com/2007/artikel/referat-konjungtivitis-flikten.html
http://sehat.com/2010/02/konjungtivitis-alergika.html
http://www.wartamedika.com/2008/02/konjungtivitis-mata-merah.htmls
Ilyas Sidartha dkk. 2002. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran Edisi Ke-2. Sagung Seto : Jakarta
Ilyas, Sidharta. 2005. Penuntun ilmu Penyakit Mata Edisi Ke-3. FKUI : Jakarta
James, Bruce dkk. 2006. Lecturer Notes Oftalmologi Ed. 9. Erlangga Medical Series : Jakarta
Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. 2000. Konjungtivitis. Dalam: Oftalmologi Umum
Edisi 14. Widya Medika : Jakarta