LAPORAN KASUS
“PENANGANAN ABSES PADA DIGITI I DENGAN METODE
ONYCHECTOMY”
Oleh :
I WAYAN NICO FAJAR GUNAWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
DAFTAR TABEL .................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.................................................................... 1
1.2. Tujuan Penulisan ................................................................ 2
1.3. Manfaat Penulisan .............................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 3
2.1. Abses ................................................................................. 3
2.2. Etiologi ............................................................................... 3
2.3. Tanda Klinis ...................................................................... 4
2.4. Diagnosis ............................................................................ 5
2.5. Prognosis ............................................................................ 5
2.6. Metode Penanganan ............................................................ 5
2.6.1 Pre Operasi ................................................................. 5
2.6.2 Operasi Dengan Metode Onychectomy...................... 6
2.6.3 Pasca Operasi.............................................................. 8
2.7. Terapi ................................................................................... 9
BAB III MATERI DAN METODE ...................................................... 10
3.1. Materi .................................................................................. 10
3.1.1 Hewan ......................................................................... 10
3.1.2 Alat - alat .................................................................... 11
3.1.3 Bahan – Bahan ............................................................ 12
3.2. Metode ................................................................................ 13
3.2.1. Pre Operasi ................................................................ 13
3.2.2 Operasi ........................................................................ 14
3.2.3 Pasca Operasi.............................................................. 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………15
iii
4.1 Hasil ...................................................................................... 15
4.2 Pembahasan ........................................................................... 21
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 25
5.1. Kesimpulan ........................................................................... 25
5.2. Saran ...................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 26
LAMPIRAN ............................................................................................... 29
iv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Tabel 3.1.1.C. Hasil Pemeriksaan Fisik Anjing Lokal Mix German
Shepperd Pada Kasus “Penanganan Abses Pada Digiti 1 Menggunakan
Onychectomy”..........................................................................................11
2. Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Pra Operasi, Operasi, Pasca Operasi Pada
Anjing Lokal Mix German Shepperd Pada Kasus “Penanganan Abses Pada
Digiti 1 Dengan Metode Onychectomy”..................................................22
v
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anjing merupakan mamalia karnivora hasil hasil domestikasi dari
serigala yang dapat hidup berdampingan dengan manusia. Sejarah
menunjukkan bahwa bukti domestikasi tersebut dapat dilihat dari penemuan
fosil yang berkaitan dengan anjing serta bukti genetik berupa DNA, dan
dalam kesehariannya, anjing memiliki peranan yang cukup penting bagi
kehidupan manusia di seluruh dunia (Beck, 2000). American Pet Products
Manufacturer Association (1999) merilis laporan survey berkenaan dengan
pemeliharaan anjing di dunia. Di banyak negara, sebanyak 95% orang
menyatakan bahwa tujuan dari memelihara anjing adalah sebagai
companion animal dan hampir 50% menyatakan anjing sangat baik untuk
kesehatan, sementara tiga perempat koresponden menyatakan bahwa anjing
sebagai anggota keluarga, dan 64% diantaranya menyebutkan anjing
sebagai penjaga.
Anjing – anjing yang digunakan untuk membantu kegiatan manusia
dalam kehidupan sehari – hari memiliki kriteria fisik yang berbeda – beda,
tergantung pada kegunaan dari anjing tersebut. Pada umumnya setiap anjing
memiliki struktur kerangka dan perototan yang sama, dimana anjing
memiliki 5 jari pada kaki depan dan 4 jari pada kaki belakang (Puja, 2011).
Sebagai anjing penjaga, riwayat kesehatan dari anjing tersebut pun tidak
boleh luput dari perhatian si pemilik, karena jika anjing penjaga tersebut
sampai jatuh sakit, tugas – tugas yang biasanya dilakukan oleh si anjing pun
akan terbengkalai. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan fisik
khususnya pada struktur rangka karena dalam kesehariannya anjing penjaga
umumnya memiliki kemampuan berlari cepat dan mempunyai daya jelajah
jarak yang jauh, hal ini disebabkan karena anjing berjalan di atas jari kaki
(toes) (Puja, 2011).
Abses merupakan salah satu penyakit umum yang terjadi pada
anjing. Abses penting yang dapat mempengaruhi kemampuan berlari anjing
penjaga ini adalah abses pada struktur pertulangan, khususnya adalah abses
2
pada digiti 1. Abses pada digiti ini ditemukan sebanyak 1,3% yang berasal
dari anjing yang dibawa ke klinik hewan di negara Spanyol (Verde, 2005).
Sampai saat ini belum ada data lengkap yang dipublikasikan mengenai
penyakit abses digiti 1 ini pada anjing penjaga di Bali, sehingga perlu
dilakukan pembedahan dan pengamatan pasca operasi guna melengkapi
informasi penyakit abses pada digiti 1.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui cara
mendiagnosa, prosedur operasi dari saat pre operasi maupun pasca operasi
dan rencana terapi pada kasus “Penanganan Abses Pada Digiti 1
Menggunakan Metode Onychectomy”.
1.3 Manfaat Penulisan
Hasil dari pembedahan ini yang kemudian disusun dalam bentuk
laporan diharapkan mampu memberikan keterampilan bagi mahasiswa
PPDH dalam melakukan diagnosa, prosedur operasi dari saat pre operasi
maupun pasca operasi pada kasus “Penanganan Abses Pada Digiti 1
Menggunakan Metode Onychectomy”.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Abses
Abses merupakan pus yang terlokalisir akibat adanya infeksi dan
supurasi jaringan. Abses bisa terjadi pada semua jaringan atau struktur
anatomi pertulangan. Abses pada kuku anjing merupakan abses yang paling
sering terjadi. Abses pada kuku anjing ini dapat timbul karena adanya
infeksi dari berbagai bakteri, yaitu : Staphylococcus pyogenes,
Streptococcus pyogenes, Corynebacterium pyogenes, Pseudomonas
aeruginosa, Actinomyces bovis, dan E. coli.
Abses terbentuk karena terjadinya migrasi leukosit dengan inti
polymap dari kapiler menuju daerah yang bebas kuman, kemudian adanya
membrane yang lisis dari elemen – elemen jaringan akan menghasilkan
ruangan (Sudisma et al., 2006). Sel darah putih yang merupakan pertahanan
tubuh dalam melawan ifeksi bakteri bergerak ke dalam rongga tersebut,
setelah memakan bakteri sel arah putih akan mengalami kematian. Sel darah
putih yang telah mati ini yang kemudian disebut dengan abses yang mengisi
rongga tersebut (Green, 2014). Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan
disekitarnya terdorong. Jaringan yang pada akhirnya tumbuh di sekitar
tempat terjadinya abses ini disebut dengan dinding abses, hal ini merupakan
mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Karena
abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya sehingga diperlukan tindakan
medis secepatnya, dan agar abses tidak menyebar ke bagian tubuh lain
diperlukan tindakan penyembuhan dengan cara operasi untuk penanganan
dalam penyakit abses ini (Jaeger et al., 2008).
2.2 Etiologi
Penyakit abses ini umumnya dapat terjadi pada anjing lokal maupun
anjing ras. Adapun anjing ras yang berisiko terkena penyakit abses ini yaitu
: German Shepherd, giant, standard and miniature Schnauzer, Rottweiler,
Greyhound, Bearded Collie and Norwegian Gordon and English Setter
(Rosychuk, 2015). Rosychuck (2015) pun menulis di dalam jurnalnya,
4
bahwa untuk penyakit abses pada kuku ini pun dapat dialami oleh anjing
dengan rentang umur dari 6 bulan – 11 tahun, dengan rata – rata umur yang
dilaporkan terkena penyakit ini yaitu berkisar dari 4-5 tahun.
Abses yang terjadi pada kuku anjing dalam kasus ini diperkirakan
terjadi karena adanya infeksi dari luka terbuka maupun tertutup yang
menyebabkan terjadinya penimbunan cairan dalam jaringan yang kemudian
membentuk rongga yang secara anatomis sebelumnya tidak ada dengan
jaringan fibrotik di sekitarnya sebagai respons tubuh terhadap adanya
infeksi bakteri (PetMD, 1999). Infeksi bakteri ini sendiri dapat menyebar
dengan sangat cepat baik secara lokal maupun sistemik dalam aliran darah
sehingga dapat menimbulkan sepsis (Anonymous, 2005).
Adapun akibat yang ditimbulkan dari infeksi bakteri ini adalah
sebagai berikut : radang diikuti dengan warna kemerahan di sekitar lokasi
abses, bengkak dan terasa panas pada saat di palpasi, timbul rasa nyeri dan
terdapat gangguan fungsi terhadap lokasi timbulnya abses. Fase akhir dari
penyakit abses ini adalah terbentuknya dinding abses, atau terbentuk kapsul
oleh sel – sel sehat yang berada di sekeliling abses sebagai upaya
pencegahan pus menginfeksi struktur lain yang ada di sekitar tempat
terjadinya abses tersebut (Anonymous, 2005).
2.3 Tanda Klinis
Abses yang sudah matang dapat ditandai dengan adanya tonjolan
pada kulit, berdinding tipis, lunak, elastis, biasanya berwarna orange
kemerahan mengkilat, terdapat elevasi kulit, terkadang terjadi kerontokan
rambut di sekitar tempat terjadinya abses. Menurut Sudisma et al., (2006),
abses dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Abses Dangkal (Superfisial)
merupakan abses yang pada fase pertumbuhannya menuju
permukaan tubuh dengan cara menyatukan diri dengan
jaringan diatasnya.
2. Abses Dingin (Cold Abses)
adalah abses dengan ciri – ciri mengandung kuman namun
tidak disertai dengan rasa sakit dan tanda radang yang berat.
5
3. Abses Steril
yaitu abses bebas kuman, namun disertai dengan rasa sakit.
Abses steril dapat terjadi karena adanya perlakuan kepada
hewan ataupun karena penyakit.
2.4 Diagnosis
Diagnosa dalam penyakit abses pada digiti 1 ini dapat ditegakkan
melalui anamnese hasil wawancara dengan pemilik hewan tersebut,
kemudian dilanjutkan dengan inspeksi dan melakukan palpasi terhadap
lokasi terjadinya abses, dimana dalam kasus ini lokasi yang dilakukan
palpasi adalah kuku pada digiti 1 extremitas sinister anjing mix German
Shepperd berumur +/-4 tahun. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya
tonjolan berwarna merah di sekitar kulit di digiti 1 extremitas sinister,
kerontokan rambut pada daerah terjadinya abses, terdapat peradangan yang
disertai dengan rasa sakit pada saat mempalpasi abses tersebut. Hal – hal
yang ditemukan pada saat melakukan pemeriksaan fisik ini sesuai dengan
yang ditulis oleh Doni, 2012 dimana dalam jurnalnya ditulis bahwa dalam
pemeriksaan fisik senantiasa ditemukan organ atau jaringan infeksi, massa
eksudat, peradangan, abses superficial dengan ukuran bervariasi, terdapat
rasa sakit dan bila di palpasi akan terasa fluktuatif.
2.5 Prognosis
Prognosa dari penyakit abses pada digiti 1 ini adalah fausta. Namun
prognosa ini sangat bergantung dari kondisi hewan, tingkat keparahan
abses, lokasi tempat terjadinya abses, dan kerjasama dari owner dalam
memberikan terapi kepada pasien yang baru saja menjalani operasi.
2.6 Metode Penanganan
2.6.1 Pre Operasi
Penanganan abses sangat tergantung dari tingkat keparahannya.
Abses yang berukuran kecil dapat dilakukan penanganan dengan
mengkompres menggunakan air dingin. Namun abses yang berukuran besar
/ abses yang sering terjadi berulang di tempat yang sama dapat dilakukan
6
tindakan pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan dengan melakukan
incisi pada daerah asbes utuk kemudian dilakukan pembersihan abses dari
jaringan yang mati dengan menggunakan NaCl dan kemudian ditutup
dengan jahitan.
2.6.2 Operasi Dengan Metode Onychectomy
Istilah "onychectomy" berasal dari bahasa Yunani yaitu
星ちにつ onycho,kuku + 厨せkてたお ektome, eksisi dan "declawing" yang
mempunyai arti penghapusan cakar ke- 5 (cakar lebih) pada hewan, tetapi
deskripsi yang lebih tepat digunakan dalam laporan bedah kasus ini adalah
onychectomy.
Gambar 2.6.2.A. Histologi Kuku Anjing
(Sumber : Mueller et al., 1993)
7
Gambar 2.6.2.B. Posisi Pemotongan Kuku
(Sumber : Swaim, 2015)
Gambar 2.6.2.C. Lokasi Pembedahan Abses Pada Digiti 1
(Sumber : Schwartz, 2011)
8
Onychectomy merupakan suatu tindakan pembedahan untuk
menghilangkan kuku pada hewan (Schwartz, 2011). Pembedahan dilakukan
dengan cara amputasi dari seluruh atau sebagian dari falang distal, atau
mengakhiri tulang dari jari kaki hewan, karena kuku berkembang dari
jaringan germinal dalam barisan ketiga, amputasi tulang diperlukan untuk
sepenuhnya menghilangkan kuku hewan (Swaim, 2015).
Onychectomy ini biasanya dilakukan dalam kasus tumor, proses
inflamasi kronis, gangren, adanya infeksi baik persisten maupun parah dan
abses yang terbatas falang distal. Prosedur pembedahan yang dilakukan
pada kasus ini biasanya terbatas pada kuku yang terinfeksi sakit, dan akan
meninggalkan kuku yang sehat (jika ada) utuh. Dan dalam pelaksanaannya,
onychectomy membutuhkan anestesi umum dan manajemen terapi yang
baik sebelum, selama, dan setelah operasi.
2.6.3 Pasca Operasi
Setelah operasi dalam kasus bedah penanganan abses pada digiti 1
ini dapat diberikan antibiotika dan vitamin (Sudisma et al., 2006). Dimana
untuk obat – obatan yang akan diberikan, baik antibiotika maupun vitamin
yang diberikan harus disesuaikan dengan riwayat pasien, apakah
sebelumnya pernah mengalami keluhan alergi obat.
Dalam sebuah survei yang dilakukan pada tahun 2001 terhadap 276
pemilik kucing, 34% dilaporkan ketidaknyamanan pasca bedah
onychectomy pada kucing mereka sementara 78% melaporkan terutama
nyeri. Waktu pemulihan mengambil dari tiga hari sampai dua
minggu. Peningkatan kekuatan menggigit atau frekuensi dilaporkan di 4%
dari kucing, tapi secara keseluruhan, 96% dari pemilik puas dengan
operasi. Beberapa penelitian lain menemukan ketimpangan setelah
onychectomy berlangsung > 3 hari, > 1 minggu, 8 hari, > 12 hari, hingga
180 hari, bahkan sampai 96 bulan.
Pada satu rumah sakit pendidikan kedokteran hewan, antara 50 dan
80% dari kucing memiliki satu atau lebih komplikasi kesehatan pasca-
operasi; 19,8% mengalami komplikasi setelah rilis. Penelitian lain
melaporkan tingkat komplikasi pasca-op medis 24% (Jankowski 1998),
9
53% (Martinez 1993), 1,4% (Pollari 1996), 82,5% untuk blade dan 51,5%
untuk teknik geser (Tobias 1994), dan 80% (Yeon 2001).
2.7 Terapi
Terapi dalam proses penyembuhan (recovery) ini dapat berupa
terapi dari luar ataupun dalam tubuh pasien. Adapun maksud terapi dari luar
tubuh pasien yaitu dengan mengajak si hewan tersebut untuk melakukan
kegiatan berjalan – jalan di halaman sekitar, kegiatan ini harus disesuaikan
dengan kemampuan si pasien tersebut. Dan terapi yang diberikan setelah
operasi yaitu meliputi obat – obatan analgesik, antibiotik, dan vitamin A
untuk mempercepat proses penyembuhan (Sudisma et al., 2006).
10
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Materi
3.1.1 Hewan
A. Sinyalement
Pada tanggal 3 November 2015 telah dilakukan pemeriksaan
klinis terhadap seekor anjing lokal mix German Shepperd berjenis
kelamin jantan yang bernama brownie, berumur +/- 4 tahun dengan
berat 30 kg dan rambut berwana coklat. Pemilik bernama William
yang beralamat di Jl. Gunung Salak 27B , Kerobokan – Kuta Utara.
B. Anamnese
Berdasarkan keterangan dari pemilik anjing tersebut,
brownie yang awalnya terlihat lincah mulai lemas, nafsu makan
menurun, dan selama 2 hari diperhatikan brownie terlihat susah
berjalan. Kaki Depan yang sebelah kanan terlihat seperti pincang
pada waktu berjalan. Sistem pemeliharaan anjing ini tidak
dikandangkan, melainkan dibiarkan berkeliaran bebas begitu saja,
sehingga menyulitkan pemilik untuk melakukan penanganan awal
sebelum absesnya menjadi matang dan pecah.
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada anjing lokal mix
German Shepperd dengan kasus penanganan abses pada digiti 1
dengan onychectomy meliputi pemeriksaan fisik untuk berat badan,
suhu badan, pulsus, respirasi, CRT, genetik, kulit dan kuku, otot,
sirkulasi, pernafasan, pencernaan, urogenital, mata, telinga, saraf,
limfonodus, dan mukosa. Sehingga diperoleh hasil sebagai berikut :
11
NO. Jenis
Pemeriksaan Fisik
Keterangan
1. Berat Badan 30 kg
2. Suhu Badan 38,8 °C
3. Pulsus 81 x/menit
4. Respirasi 30 x/menit
5. CRT 2 detik
6. Genetik Normal
7. Kulit dan Kuku Terjadi radang kemerahan, dan
terdapat massa berupa nanah
pada abses tersebut
8. Otot Normal
9. Sirkulasi Normal
10. Pernafasan Normal
11. Pencernaan Normal
12. Urogenital Normal
13. Mata Normal
14. Telinga Normal
15. Saraf Normal
16. Limfonodus Normal
17. Mukosa Normal
Tabel 3.1.1.C. Hasil Pemeriksaan Fisik Anjing Lokal Mix German
Shepperd Pada Kasus “Penanganan Abses Pada Digiti 1
Menggunakan Onychectomy”
(Sumber : Penulis)
3.1.2 Alat-alat
Alat – alat yang digunakan dalam pembedahan ini, antara lain :
timbangan, stetoskop, termometer, alat pecukur rambut, kateter urine, sonde
lambung, ett, infus set, iv cat 24 G, gloves, masker, penutup kepala, baju
bedah, scalpel, blade, pinset anatomis, pinset sirurgis, needle holder,
gunting, jarum, benang chromic cat gut 3,0, spuite, tampon, dan perban.
12
3.1.3 Bahan-bahan
Bahan – bahan yang dipersiapkan adalah antiseptik (iodine), alkohol
70%, lactat ringer, NaCl, benang absorable chromic catgut 3,0, gloves,
masker, dan obat – obatan yang dipersiapkan yaitu atropin sulfat untuk
premedikasi, ketamine xlyazine untuk anastesi, vitamin K, epinepherin,
antibiotik, dan anti inflamasi. Adapun dosis obat yang diberikan pada
pembedahan ini, adalah sebagai berikut :
1. Atropin sulfat sebagai premedikasi dengan sediaan 0,25 mg/ml
(Walter, 2008) : = Dosis Anjuran x Berat Badan
Sediaan
= (0,02 – 0,04) ml/kg/BB/hari X 30 kg
0,25
= 2,4 – 4,8
Dosis yang diberikan = 3,6 ml
2. Ketamine sebagai anasthesi dengan sediaan 100 mg/ml
(Reynoldson, 1997) : = Dosis Anjuran x Berat Badan
Sediaan
= (10 – 15) ml/kg/BB/hari X 30 kg
100
= 3 – 4,5
Dosis yang diberikan = 3,5 ml
3. Xylazine sebagai anasthesi dengan sediaan 20 mg/ml
(Reynoldson, 1997) : = Dosis Anjuran x
Berat Badan
Sediaan
= (1 – 3) ml/kg/BB/hari X 30 kg
20
= 1,5 – 4,5
Dosis yang diberikan = 3 ml
13
3.2 Metode
3.2.1 Preoperasi
A. Persiapan Ruang Operasi
Ruang operasi dibersihkan dari kotoran debu dengan menggunakan
sapu kemudian meja operasi disterilisasi dengan alkohol 70%.
B. Persiapan Alat Bedah
Meliputi sterilisasi pada alat-alat bedah menggunakan alat sterilisasi
yang ada di ruangan bedah selama 45 menit yang bertujuan untuk
menghilangkan seluruh mikroba yang terdapat pada alat-alat bedah,
agar jaringan yang steril atau pembuluh darah pada pasien yang akan
dibedah tidak terkontaminasi.
C. Persiapan Hewan
1. Anjing yang akan dioperasi dilakukan signalemen,
anamnesa, dan pemeriksaan klinik. Sebelum dilakukan
operasi, hewan dipuasakan selama 12 jam agar hewan tidak
muntah pada waktu teranaesthesia.
2. Pertama-tama diinjeksi dengan premedikasi yaitu atropin
sulfat sebanyak 3,6 ml secara subkutan (dosis terlampir).
3. Setelah 30 menit, kemudian di anestesi menggunakan
xylazine sebanyak 3 ml secara intramuskuler (dosis
terlampir) dan setelah 10 menit disuntikkan ketamin dengan
jumlah pemberian anestesi sebanyak 3,5 ml secara
intramuskuler (dosis terlampir).
4. Setelah teranestesi, anjing ditempatkan pada posisi lateral
recumbency.
5. Hewan disiapkan secara aseptik, bulu disekitar daerah
yang akan diinsisi dibersihkan. Kemudian dilakukan
pemasangan Endotracheal Tube (ETT) dan dilakukan
pemasangan kateter intravena untuk infus Lactat Ringer.
6. Dilakukan penutupan site operasi dengan kain drape.
Akan tetapi pada kasus ini tidak menggunakan kain drape
dikarenakan area yang akan diinsisi berukuran lebih kecil
dengan kain drape yang ada di ruangan bedah.
14
7. Kemudian diberi antiseptik untuk menjaga kondisi aseptis.
D. Persiapan Perlengkapan Operator dan Asisten
Perlengkapan yang dibutuhkan operator dan asisten adalah masker,
penutup kepala dan sarung tangan serta menggunakan pakaian
khusus operasi. Perlengkapan-perlengkapan tersebut disterilisasi
dengan menggunakan ozone selama 15 menit.
3.2.2 Operasi
Setelah tahapan preoperasi selesai dan hewan telah teranestesi
kemudian hewan dibaringkan pada posisi lateral. Insisi dilakukan pada
daerah abses, setelah abses berhasil di insisi dilakukan pembersihan
menggunakan NaCl di sekitar jaringan yang berisi nanah. Pemilik anjing
mengatakan bahwa abses ini sudah sangat sering terjadi sehingga abses ini
dirasa sangat mengganggu gerak gerik dari anjing tersebut, maka dilakukan
pengamatan terhadap akar akar yang ada di sekitar kuku anjing. Dan
ditemukan ada penumpukan nanah di bawah kuku digiti 1 anjing tersebut
yang mengakibatkan kuku anjing ini patah sebagian, sehingga operator
memutuskan untuk mencabut kuku anjing dari bagian phalanx distal 3. Perlu
diperhatikan adanya pembuluh darah pada daerah digiti anjing tersebut,
apabila terjadi perdarahan dapat dilakukan ligasi pada daerah tersebut atau
dapat diberikan epinephrine pada pendarahan lokal. Setelah kuku berhasil
dicabut, dilakukan penyemprotan antibiotik dan penjahitan kulit dengan
pola jahitan subkurtikuler menerus menggunakan benang absorbable
chromic catgut 3,0. Daerah operasi dan bekas luka insisi dibersihkan dengan
antiseptic betadine lalu diolesin antibiotik salep dan terakhir ditutup dengan
kain kasa untuk diperban.
3.2.3 Pasca Operasi
Setelah operasi selesai, pasien diberikan injeksi antibiotik ampicilin
dan salep oxytetraxycline untuk daerah bekas luka insisi. Salep ini
diberikan oles setelah diberikan betadine sebelumnya.
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
NO. DOKUMENTASI
HASIL
KETERANGAN
GAMBAR
1.
Sabtu, 24 Oktober 2015
Pemilik anjing melaporkan kepada
penulis dengan cara mengirimkan
gambar, bahwa hewan peliharaannya
sakit pada kukunya.
2.
Minggu, 25 Oktober 2015
Keesokan harinya, penulis melakukan
inspeksi ke lokasi, palpasi pada daerah
yang sakit dan melakukan anamnese
dengan si pemilik anjing tersebut. Dan
hewan didiagnosa abses pada kuku
digiti 1.
3.
Jumat, 30 Oktober 2015
Hewan pada saat dibawa ke RSH untuk
diskusi dengan dosen pembimbing
kasus. Terlihat kuku anjing sudah
hampir patah namun abses masih
terlihat kemerahan dan masih
mengeluarkan darah.
4.
Senin, 2 November 2015
H-1 sebelum operasi, pemilik
melaporkan bahwa kuku anjing sudah
patah dan abses terlihat sudah pecah
namun sering mengeluarkan darah.
Pada foto terlihat kering dikarenakan
kotor akibat terkena pasir.
16
5.
Selasa, 3 November 2015
Pada gambar ini brownie terlihat sudah
teranathesi dan team bedah sedang
melakukan pemeriksaan status present,
seperti : pulsus, respirasi, suhu, CRT.
6.
Selasa, 3 November 2015
Dilakukan pencukuran rambut di
sekitar lokasi abses untuk persiapan
operasi.
7.
Selasa, 3 November 2015
Hewan diletakkan diatas meja operasi
dengan posisi Lateral Recumbency.
8.
Selasa, 3 November 2015
Dilakukan pemasangan kateter
intravena untuk infus sebelum operasi
berlangsung, agar cairan dalam tubuh
hewan dapat tergantikan langsung dan
mempermudah dalam pemberian obat.
17
9.
Selasa, 3 November 2015
Pemasangan Endotracheal Tube (ETT)
untuk memasang anasthesi inhalasi
(isofluerant).
10.
Selasa, 3 November 2015
Dilakukan pemasangan kateter urine
guna memenuhi skill lab di dalam lab
bedah dan radiologi.
11.
Selasa, 3 November 2015
Pada gambar ini dilakukan
pembersihan di sekitar daerah abses
tempat akan melakukan insisi
menggunakan antiseptik supaya lokasi
yang akan di insisi tetap aseptis.
12.
Selasa, 3 November 2015
Insisi pada digiti 1 dilakukan untuk
membuka abses supaya isi dari abses
tersebut dapat dikeluarkan dan
dibersihkan.
18
13.
Selasa, 3 November 2015
Pada saat pembersihan abses,
ditemukan bahwa posisi kuku anjing
tersebut tumbuh melukai daging,
sehingga diputuskan untuk mencabut
(mengamputasi) kuku dari phalanx
distal 3 hingga ke ujung kuku pada
digiti 1. Gambar disamping
menunjukkan setelah kuku diamputasi.
14.
Selasa, 3 November 2015
Dilakukan penjahitan dengan pola
subkurtikuler menggunakan benang
absorable chromic catgut 3,0.
16.
Selasa, 3 November 2015
Penjahitan telah selesai dilakukan
dengan pola jahitan subkurtikuler
menggunakan benang absorable
chromic catgut 3,0.
19
17.
Selasa, 3 November 2015
Setelah operasi selesai, bekas
pembedahan ditutup dengan
menggunakan kasa dan plester dibalut
menjadi perban.
18.
Hari ke-2 pasca operasi, Kamis 5
November 2015.
Bekas operasi terlihat membengkak
akibat terjadinya inflamasi pasca
operasi dan luka menjadi sedikit basah
dikarenakan luka terkena air hujan.
19.
Hari ke-3 pasca operasi, Jumat 6
November 2015.
Dilakukan penggantian perban secara
berkala yang bertujuan untuk
mempercepat proses penyembuhan.
20.
Hari ke-5 pasca operasi, Minggu 8
November 2015.
Perban yang dipakai untuk membalut
luka diganti selama 2 hari sekali.
20
21.
Hari ke-6 pasca operasi, Senin 9
November 2015.
Obat bekerja dengan baik, luka sudah
tidak benyek seperti sebelumnya tapi
hewan masih merasakan sakit ketika
bekas operasinya dicoba untuk
disentuh.
22.
Hari ke-7 pasca operasi, Selasa 10
November 2015.
Bengkak pada bekas operasi sudah
mulai mengecil.
23.
Hari ke-8 pasca operasi, Rabu 11
November 2015.
Bekas jahitan mulai terlihat mengering.
24.
Hari ke-10 pasca operasi, Jumat 13
November 2015.
Di hari ke-10 ini brownie sudah mulai
terlihat ceria, sudah mulai dapat
berjalan sedikit demi sedikit. Proses
penyembuhan berlangsung dengan
sangat baik walaupun membutuhkan
waktu yang lama.
21
25.
Hari ke-19 pasca operasi, Minggu 22
November 2015.
Pasien amputasi kuku ini menghilang
selama 8 hari, sehingga selama 8 hari
sebelumnya tidak dapat dilakukan
pengamatan proses kesembuhan. Pada
hari ke-19 ini bekas jahitan sudah
terlihat mengering.
26.
Hari ke-20 pasca operasi, Senin 23
November 2015.
Rambut di sekitar bekas operasi sudah
mulai tumbuh seperti semula.
27.
Hari ke-21 pasca operasi, Selasa 24
November 2015.
Luka sudah mulai terlihat mengering.
22
28.
Hari ke-23 pasca operasi, Kamis 26
November 2015.
Pasien amputasi kuku sudah sembuh,
bekas jahitan sudah tertutup dengan
sempurna dan sudah kering. Rambut
sudah tumbuh seperti sebelum operasi
dilakukan.
Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Pra Operasi, Operasi, Pasca Operasi
Pada Anjing Lokal Mix German Shepperd Pada Kasus
“Penanganan Abses Pada Digiti 1 Dengan Metode Onychectomy”
(Sumber : Penulis)
4.2 Pembahasan
Penanganan abses pada digiti 1 dengan metode onychectomy pada
kasus ini tidak begitu sulit, dikarenakan abses sudah pecah sebelum
dilakukan pembedahan, sehingga incisi dilakukan untuk mengeluarkan sisa
– sisa nanah yang ada. Setelah nanah yang ada dibersihkan keseluruhan,
dilakukan pengamatan pada kuku yang patah, patahan ini yang diduga
sering menyebabkan terjadinya abses karena posisi patahan kuku melukai
bagian daging extremitas sinister anjing. Setelah kuku berhasil dicabut
(pencabutan dilakukan pada phalanx distal 3) , dilakukan penjahitan
subkurtikuler menggunakan benang absorable chromic 3,0 , sehingga
prognosa untuk kasus ini adalah “Fausta”
23
Pasca operasi, untuk mencegah terjadinya infeksi, brownie
diberikan obat antibiotik berspektrum luas untuk gram positif dan gram
negatif berupa amoxycilin tablet. Selain pemberian antibiotik secara oral,
diberikan pula antibiotik luar dalam berbentuk tabur dan salep. Pada hari
pertama pasca operasi, brownie terlihat mengalami kesakitan pada bagian
kakinya, sehingga diberikan obat analgesik berupa asam mefenamat yang
berfungsi sebagai penghilang rasa nyeri, sakit dan juga memiliki fungsi
sebagai anti inflamasi / anti radang. Tidak hanya obat – obatan, pemberian
vitamin pun tidak luput dari pantauan. Brownie diberikan vitamin dan
makanan kaya protein guna mempercepat proses pemulihan jaringan baik
di rongga abses maupun luka bekas insisi.
25
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pasien dalam kasus ini bernama Brownie, seekor anjing campuran
anjing lokal degan German Shepperd. Owner dari anjing tersebut
mengeluhkan ahwa brownie terlihat sulit untuk berjalan, setelah dilakukan
inspeksi palpasi dan menayakan riwayat brownie kepada si pemilik,
brownie didiagnosa abses pada digiti 1. Abses dalam kasus ini disebabkan
oleh masuknya potongan kuku ke dalam daging pada extremitas sinister
yang mengakibatkan penanganan asbes pada kasus ini dilakukan dengan
metode onychectomy. Onychectomy merupakan proses pencabutan kuku
dari phalanx distal 3, dimana kuku yang dicabut ialah kuku pada digiti 1
extremitas sinister. Setelah dilakukan pembedahan, insisi luka dijahit
dengan pola jahitan subkurtikuler menggunakan benang absorable chromic
catgut 3,0. Pemberian obat – obatan, vitamin, dan pakan kaya protein terus
dilakukan pasca operasi guna membantu proses penyembuhan baik di
jaringan sekitar abses maupun di insisi luka.
5.2 Saran
Apabila ditemukan kasus abses, sebaiknya hewan segera
medapatkan penanganan yang tepat dan cepat berupa pembedahan yang
bertujuan untuk menghilangkan isi abses dan membersihkan jaringan yang
nekrosis di dalamnya, ataupun melakukan penanganan lainnya yang
dibutuhkan. Untuk mencegah terjadinya abses, sebaiknya hewan dipelihara
di dalam kandang dan dikeluarkan dari dalam kandang seperlunya saja guna
mencegah terjadinya luka dan mencegah terjadinya infeksi oleh bakteri
yang dapat memperparah keadaan abses tersebut. Perlu diperhatikan pula
pemberian pakan yang baik agar gizi yang diperlukan oleh tubuh hewan
selalu tercukupi supaya hewan tersebut tidak mudah terserang penyakit.
Selalu kontrol hewan peliharaan terkait dengan sanitasi, vaksinasi, pakan,
dan pemberian obat cacing serta vitamin secara rutin.
26
DAFTAR PUSTAKA
Anjing dari Wikipedia Indonesia, Ensklopedia Bebas (2015). Diperoleh dari
http//id.wikipedia.org.wiki.Anjing. Tanggal akses 10 November 2015.
American Pet Products Manufacturer Association (APPMA) : National Pet Owners
Survey. 1999. APPMA. Greenwich, Connecticut.
Anonymous. 2005. Abses Pada Hewan Kecil. Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Beck, M. A. 2000. The Human – Dog Relationship : A Tale of Two Species. In
Dogs, Zoonoses, and Public Health. C. N. L. Macpherson. F. X. Meslin., and
A. I. Wandeler. Cromwell Press. USA.
Doni. 2012. Abses Pada Hewan Kecil. Petkartini.comxa.com Tanggal akses 10
November 2015.
Fletcher, T. F., A. F. Weber. 2013. Veterinary Developmental Anatomy. Embryo
Lect Notes. USA.
Green. 2014. Konsep Dasar Abses. http://ilmugreen.com/2012/07/konsep-dasar-
abses.com. Tanggal akses 10 November 2015.
Jaeger, G.H., S.O. Chanapp. 2008. Carpal ad Tarsal Injuries. Veterinary
Orthopedics Sports Medicine Group. Elicott City.
Jankowski, A. J., D. C. Brown., J. Duval. 1998. Comparison of Effects of Elective
Tenectomy or Onychectomy in Cats. J Am Veterinary Medicine Association.
Spain.
27
Martinez, S. A., J. Hauptmann., R. Walshaw. 1993. Comparing Two Techniques
for Onychectomy in Cats and Two Ahesives for Wound Closure. Veterinary
Medicines 88 : 516 – 525.
Mueller, R. S., A. S. Kock., A. A. Stannard. 1993. Veterinary Medical Teaching
Hospital. University of California. USA.
Pollari, F. L., B. N. Bonnett., S. C. Bamsey. 1996. Postoperative Complications of
Elective Surgeries in Dogs and Cats Determined by Examining Electronic
and Paper Medical Records. J Am Veterinary Medicine Association. Spain.
PetMD. 1999. Abcesses in Dog.
http://www.petmd.com/conditions/skin/c_dg_abscessatio#. Tanggal akses 10
November 2015.
Puja, IK. 2011. Anjing Perawatan dan Pengembangbiakan. Denpasar: Udayana
University Press.
Reynoldson, J.A., B.J. Hilbert., S.E. Cooper. 1997. Veterinary Drug Dose
Handbook. School of Veterinary Studies Murdoch University. Western
Australia.
Royschuk, R. A. W. 2015. Canine and Feline Pododermatitis.Norwegia.
Schwartz, S. H. 2011. Onychectomy and Tendonectomy. NAVC Clinician’s Brief.
Ohio.
Sudisma, I.G.N., G.A.G. Pemayun., A.A.G.J. Wardhita., I.W. Gorda. 2006. Ilmu
Bedah Veteriner dan Teknik Operasi. Fakultas Kedokteran Hewan. Denpasar.
Swaim, S. F., J. A. Welch., R. L. Gillette. 2015. Management of Small Animal
Distal Limb Injuries. Swiss.
28
Tobias, K. S. 1994. Feline Onychectomy at Teaching Institution : A Retrospective
Study of 163 Cases. Veterinary Surgery 23 : 274 – 280.
Verde, M. 2005. Canine and Feline Nail Disease. North American Veterinary
Conference. Florida.
Walter. 2008. Handbook of Veterinary Pharmacology. Blackwell Publishing. USA.
Yeon, S. C., J. A. Flanders., J. M. Scarlett. 2001. Attitudes of Owner Regarding
Tendonectomy and Onychectomy in Cats. J Am Veterinary Medicine
Association. Spain.
29
LAMPIRAN 1
DOSIS PEMBERIAN OBAT
1. Atropin sulfat sebagai premedikasi dengan sediaan 0,25 mg/ml
(Walter, 2008) : = Dosis Anjuran x Berat Badan
Sediaan
= (0,02 – 0,04) ml/kg/BB/hari X 30 kg
0,25
= 2,4 – 4,8
Dosis yang diberikan = 3,6 ml
2. Ketamine sebagai anasthesi dengan sediaan 100 mg/ml
(Reynoldson, 1997) : = Dosis Anjuran x Berat Badan
Sediaan
= (10 – 15) ml/kg/BB/hari X 30 kg
100
= 3 – 4,5
Dosis yang diberikan = 3,5 ml
3. Xylazine sebagai anasthesi dengan sediaan 20 mg/ml
(Reynoldson, 1997) : = Dosis Anjuran x
Berat Badan
Sediaan
= (1 – 3) ml/kg/BB/hari X 30 kg
20
= 1,5 – 4,5
Dosis yang diberikan = 3 ml
4. Ampicilin sebagai antibiotika yang diinjeksikan setelah operasi
selesai dengan sediaan 100 mg /ml (Reynoldson, 1997) :
= Dosis Anjuran x Berat Badan
Sediaan
= (5 – 10) ml/kg/BB/hari X 30 kg
100
= 1,5 – 3
Dosis yang diberikan = 2,25 ml
30
5. Amoxycilin sebagai antibiotika dengan sediaan 500 mg/ml
(Reynoldson, 1997) : = Dosis Anjuran x Berat Badan
Sediaan
= (40 – 80) mg/kg/BB/hari X 30 kg
500
= 2,4 – 4,8
Dosis yang diberikan = 3 tablet / hari
R/ Amoxycilin 500 mg tab xv
S 3 dd 1 tab m.et.v
#
6. Asam Mefenamat sebagai analgesik dengan sediaan 500 mg/ml
(Reynoldson, 1997) : = Dosis Anjuran x Berat Badan
Sediaan
= (30 – 60) mg/kg/BB/hari X 30 kg
500
= 1,8 – 3,6
Dosis yang diberikan = 2 tablet / hari
R/ Asam Mefenamat 500 mg tab x
S 2 dd 1 tab m.et.v
#
7. Enbatic sebagai antibiotik tabur
R/ Enbatic Pulv adsper No.1
S.u.e applic part dol
#
8. Salep Oxytetracyclin
R/ Oxytetracyclin
S.u.e applic part dol
#
9. Vitamin
R/ Livron Bplex tab v
S 1 dd 1 tab o.m.
#
Top Related