1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Landasan Pendidikan diperlukan agar pendidikan yang sedang
berlangsung mempunyai pondasi atau pijakan yang kuat. Menurut sifat wujudnya,
landasan dapat dibedakan menjadi : (1) landasan yang bersifat material, dan (2)
landasan yang bersifat konseptual. Contoh landasan yang bersifat material antara
lain berupa landasan pacu pesawat terbang dan fundasi bangunan gedung. Adapun
contoh landasan yang bersifat konseptual antara lain berupa dasar Negara
Republik Indonesia yaitu Pancasila dan UUD RI Tahun 1945; landasan
pendidikan, dsb. Landasan yang bersifat konseptual identik dengan asumsi, yaitu
suatu gagasan, kepercayaan, prinsip, pendapat atau pernyataan yang sudah
dianggap benar, yang dijadikan titik tolak dalam rangka berpikir (melakukan
suatu studi) dan/atau dalam rangka bertindak. (melakukan suatu praktek). Untuk
di Indonesia diperlukan landasan pendidikan berupa landasan hukum, landasan
filsafat, landasan sejarah, landasan sosial, landasan budaya, landasan
psikologi,dan landasan ekonomi. Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis
selalu bertolak dari landasan-landasan tersebut karena pendidikan merupakan
pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu.
Pendidikan dipercaya dapat membangun kecerdasan sekaligus kepribadian
anak manusia menjadi lebih baik. Namun, apa jadinya jika pendidikan hanya
mementingkan intelektual semata tanpa membangun karakter peserta didiknya.
Hasilnya adalah kerusakan moral dan pelanggaran nilai-nilai pada akhirnya, hasil
pendidikan ini hanya akan menjadikan manusia seperti robot, berakal tapi tidak
berkepribadian ( jiwa kosong ).
Untuk itulah, urgensi pendidikan karakter kiranya adalah jawaban bagi
kondisi pendidikan seperti ini. Dengan adanya pendidikan karakter semenjak usia
dini diharapkan persoalan mendasar dalam dunia pendidikan yang akhir-akhir ini
sering menjadi keprihatinan bersama dapat diatasi.
Adapun yang menjadi fokus pembahasan Landasan Sosiologi Pendidikan
adalah pada pengertian landasan sosiologi, latar belakang histories
perkembangannya, landasan sosiologi pendidikan, ruang lingkup dan fungsi
2
kajian sosiologi pendidikan, dan kajian masyarakat Indonesia sebagai landasan
sosiologi sistem pendidikan nasional
Demokratisasi pendidikan merupakan salah satu isu yang sampai kini
masih menjadi persoalan baik pada tataran konseptual maupun implementasinya.
Persoalan demokratisasi ini menjadi semakin kompleks seiring dengan
bergulirnya isu-isu yang terkait dengan demokratisasi itu sendiri. Sehari-hari
dapat diikuti dan diamati beberapa isu penting, seperti: kondisi transisional ke
arah masyarakat yang demokratis, tuntutan pemerintahan yang demokratis,
pembangunan ekonomi yang berorientasi kerakyatan, kebijakan yang berpihak
dan yang berorientasi pada kepentingan rakyat, kebijakan demokratisasi
pendidikan, dan demokratisasi di bidang politik. Isu dan gejala-gejala tersebut
menunjukkan bahwa di masyarakat Indonesia telah terjadi suatu proses
demokratisasi dalam seluruh aspek kehidupan.
Demokratisasi pendidikan yang tengah bergulir di Indonesia tidak dapat
dilepaskan dari persoalan pendidikan yang sedang kita hadapi. Pertama memang
telah dilaksanakan program wajib belajar sembilan tahun. Namun belum
menunjukkan capaian yang memuaskan, ini menunjukan rendahnya tingkat
pendidikan, dan tentunya hal ini akan berimplikasi pada penyediaan sumber daya
manusia yang berkualitas. Krisis multidimensi yang dialami, upaya pemulihan
ekonomi yang nampaknya masih berjalan lamban, dan biaya pendidikan yang
semakin meningkat baik SLTP, SLTA maupun perguruan tinggi tampaknya akan
lebih memperlemah kemampuan orang tua dan masyarakat dalam menyekolahkan
anak-anaknya. Tingginya angka tidak melanjutkan sekolah, dapat menjadi
indikator lemahnya kemampuan ekonomi orang tua dalam melanjutkan
pendidikan anak-anaknya. Ini menunjukkan bahwa ada persoalan mendasar, yaitu
sebagian besar dari penduduk Indonesia belum menikmati pendidikan yang
sesungguhnya adalah hak dan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh negara.
Permasalahan kedua adalah pengembangan sistem pendidikan dengan
pendekatan hirarkhis struktural yang imperatif sifatnya. Pendekatan atas bawah
seperti ini mempunyai implikasi yang sangat penting, terutama dapat menghambat
proses demokratisasi itu sendiri. Kemandirian, kebebasan, dan kreativitas
dihambat oleh mekanisme birokrasi yang dibangun secara seragam.
3
Ketiga, pergeseran paradigma pembangunan termasuk pembangunan
pendidikan dari sentralisasi ke desentralisasi ternyata memberikan beberapa
implikasi penting. Sekalipun pergeseran itu memperkuat proses demokratisasi,
tetapi teramati beberapa kecenderungan dan gejala berikut ini, yaitu: (1)
munculnya gejala “pertarungan” antara semangat independensi versus
interdependensi. Dalam pertarungan itu, daerah memiliki semangat kedaerahan
yang sangat tinggi sehingga cenderung ingin memiliki semuanya, mengabaikan
rasa ketergantungan satu terhadap yang lain. Di pihak lain kondisi obyektif
terutama sosial ekonomi daerah pada daerah-daerah tertentu belum cukup kuat
untuk menjadi kekuatan yang menopang implementasi otonomi terutama dalam
mewujudkan demokrasi pendidikan. (2) kecenderungan terjadinya disparitas antar
daerah terutama terkait dengan hak setiap warganegara untuk mendapatkan
pendidikan yang bermutu. Kesenjangan antar daerah baik karena faktor ekonomi
maupun geografis dapat menimbulkan ketidakpastian standar mutu yang dapat
dicapai. Kasus terakhir adalah masalah konversi nilai Ujian Akhir Nasional,
menunjukkan adanya persoalan uncertainty about standards of achievement.
Keempat masalah ketersediaan sumber daya manusia khususnya tenaga
kependidikan. Masalah tenaga kependidikan terutama terkait dengan
profesionalisme dalam arti kemampuan dan kesiapan dalam melaksanakan fungsi-
fungsi pendidikan, dan masalah ketersediaan tenaga kependidikan untuk jabatan
dan fungsi-fungsi pendidikan yang harus dilaksanakan baik guru maupun fungsi
manajemen pendidikan lainnya seperti ahli perpustakaan, ahli analisis pendidikan,
ahli ekonomi pendidikan, ahli politik pendidikan, pengembang kurikulum,
konselor, psikolog, laboran, teknisi, dan lain sebagainya.
Ini menjadi suatu persoalan yang sangat serius dalam mewujudkan
demokratisasi pendidikan. Nampak bahwa dalam kondisi seperti itu sangat sulit
bagi anak-anak di daerah-daerah tersebut untuk memperoleh kesempatan
mengenyam pendidikan yang bermutu. Padahal salah satu aspek penting dari
demokratisasi pendidikan ialah kesempatan yang sama dalam memperoleh
pendidikan yang bermutu.
Kelima masalah lemahnya dukungan finansial. Sekalipun secara
konstitusional telah ditetapkan besaran 20% dana APBN dan APBD untuk
pendidikan, tetapi hal ini masih sangat sulit untuk dapat diwujudkan baik
4
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Setiap daerah otonom memiliki
kemampuan keuangan daerah yang tidak sama.
Keenam masalah kondisi obyektif sosio-demografis dan geografis wilayah
dan kepulauan Indonesia. Kondisi demografis baik struktur penduduk dengan
jumlah penduduk usia muda yang sangat besar, jumlah penduduk, mobilitas, dan
persepsi budaya tentang pendidikan menjadi tantangan dalam proses
demokratisasi pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas permasalah ini dapat dirumuskan menjadi:
1. Pengertian sosiologi Pendidikan.
2. Latar belakang histories perkembangan sosiologi pendidikan.
3. Landasan sosiologi pendidikan.
4. Ruang lingkup dan fungsi kajian sosiologi pendidikan, dan kajian tentang
masyarakat Indonesia sebagai landasan sosiologi.
5. Apa dan bagaimana peranan ekonomi dalam pendidikan?
6. Apa saja fungsi produksi ekonomi dalam pendidikan?
7. Bagaimana Peran dan fungsi ekonomi pendidikan?
8. Bagaimana efesiensi dan efektivitas dana pendidikan?
C. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah:
1. Untuk mengkaji pengertian landasan sosiologi
2. Untuk mengkaji latar belakang histories sosiologi pendidikan
3. Untuk mengkaji landasan sosiologi pendidikan
4. Untuk mengkaji ruang lingkup dan fungsi kajian sosiologi pendidikan
5. Untuk mengkaji masyarakat Indonesia sebagai Landasan Sosiologi Sistem
Pendidikan Nasional.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sosiologis Pendidikan
Sosiologi lahir pada abad ke-19 di Eropa, karena pergeseran pandangan
tentang masyarakat. Sosiologi sebagai ilmu otonom dapat lahir karena terlepas dari
pengaruh filsafat. Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August Comte
(1798 – 1857). Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia
dalam kelompok – kelompok dan struktur sosialnya. Sosiologi mempunyai ciri –
ciri :
1. Empiris, adalah ciri utama sosiologi sebagai ilmu. Sebab ia bersumber dan
diciptakan dari kenyataan yang terjadi di lapangan.
2. Teoritis, adalah peningkatan fase penciptaan tadi yang menjadi salah satu
bentuk budaya yang bisa disimpan dalam waktu lama dan dapat diwariskan
kepada generasi muda.
3. Komulatif, sebagai akibat dari penciptaan terus – menerus sebagai konsekuensi
dari terjadinya perubahan di masyarakat, yang membuat teori – teori itu akan
berkomulasi mengarah kepada teori yang lebih baik.
4. Nonetis, karena teori ini menceritakan apa adanya tentang masyarakat beserta
individu – individu di dalamnya, tidak menilai apakah hal itu baik atau buruk.
Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut
oleh pengikutnya: (1) paham individualisme, (2) paham kolektivisme, (3) paham
integralistik. Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka
dan hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya
masing-masing, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain. Dampak
individualisme menimbulkan cara pandang lebih mengutamakan kepentingan
individu di atas kepentingan masyarakat.
Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri,
antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga
menimbulkan dampak yang kuat selalu menang dalam bersaing dengan yang kuat
sajalah yang dapat eksis. Berhadapan dengan paham di atas adalah paham
kolektivisme yang memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan
kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi
6
masyarakatnya. dalam masyarakat yang menganut paham integralistik; masing-
masing anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis
merupakan masyarakat.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik
yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaaan dan gotong
royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan bersama
menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3) negara melindungi warga negaranya, dan
(4) selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban. Oleh karena itu, pendidikan di
Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia orang perorang melainkan
juga kualitas struktur masyarakatnya
Sifat sebagai makhluk sosial sudah dimiliki sejak bayi, dan tampaknya
merupakan potensi yang dibawa sejak lahir. Bahwa manusia merupakan makhluk
sosial karena beberapa faktor berikut: a) Sifat ketergantungan manusia dengan
manusia lainnya, b) Sifat adaptability dan intelegensi. Dengan demikian, manusia
sebagai makhluk sosial, menjadikan sosiologi sebagai landasan bagi proses dan
pelaksanaan pendidikan, karena memang karakteristik dasar manusia sebagai
makhluk sosial akan berkembang dengan baik dan menghasilkan kebudayaan-
kebudayaan yang bernilai serta peradaban tinggi melalui pendidikan.
Dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi
pendidikan meliputi empat bidang, yaitu:
1. Hubungan system pendidikan dengan aspek masyarakat lain, yang mempelajari:
a. Fungsi pendidikan dalam kebudayaan b. Hubungansistem pendidikan dan
proses control social dan system kekuasaan. c. Fungsi system pendidikan dala
memelihara dan mendorong proses social dan perubahan kebudayaan d.
Hubungan pendidikan dengan kelas social atau system status e. Fungsionalisme
system pendidika formal dalam hubungannya dengan ras, kebudayaan, atau
kelompok-kelompok dalam masyarakat.
2. Hubungan kemanusian di sekolah yang meliputi: a. Sifat kebudayaan sekolah
khususnya yang berbeda dengan kebudayaan di luar sekolah b. Pola interaksi
social atau sruktur masyarakat sekolah.
7
3. pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya, yang mempelajari: a. Peranan
social guru b. Sifat kepribadian guru c. Pengaruh kepribadian guru terhadap
tingkah laku siswa d. Fungsi sekolah dalam sosialisasi anak-anak
4. sekolah dalam komunitas yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan
kelompok social lain didalam komunitasnya, yang meliputi: a. Pelukisan tentang
komunitas seperti tampak dalam pengaruhnya terhadap organisasi sekolah b.
Analisis tentang proses pendidikan seperti tampak terjadi pada system social
komunitas kaum tidak terpelajar c. Hubungan antara sekolah dan komunitas
dalam fungsi kependidikannya d. Factor-faktor demografi dan ekologi dalam
hubungannya dengan organisasi sekolah.
Keempat bidang yang dipelajari tersebut sangat esensial sebagai saran untuk
memahami system pendidikan dalam kaitannya dengan keseluruhan hidup
masyarakat.
Kajian sosiologi tentang pedidikan pada prinsipnya mencakup semua jalur
pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah, terutama
apabila di tinjau dari sosiologi maka pendidikan keluarga adalah sangat penting
karena keluarga merupakan lembaga social yang pertamabagi setiap manusia.
B. Latar belakang histories perkembangan sosiologi pendidikan
Ketika diangkat menjadi Presiden American Sosiological Association
pada tahun 1883, Lester Frank Ward, yang berpandangan demokratis,
menyampaikan pidato pengukuhan dengan menekankan bahwa sumber utama
perbedaan kelas sosial dalam masyarakat Amerika adalah perbedaan dalam
memiliki kesempatan, khususnya kesempatan dalam memperoleh pendidikan.
Orang berpendidikan lebih tinggi memiliki peluang lebih besar untuk maju dan
memiliki kehidupan yang lebih bermutu. Pendidikan dipandang sebagai faktor
pembeda antara kelas-kelas sosial yang cukup merisaukan.
Untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan tersebut ia mendesak
pemerintahnya agar menyelenggarakan wajib belajar. Usulan itu dikabulkan, dan
wajib belajar di USA berlangsung 11 tahun, sampai tamat Senior High School
(Rochman Natawidjaja, et. al., 2007: 78). Buah pikiran Ward dijadikan landasan
untuk lahirnya Educational Sociology sebagai cabang ilmu yang baru dalam
8
sosiologi pada awal abad ke-20. Ia sering dijuluki sebagai “Bapak Sosiologi
Pendidikan”(Rochman Natawidjaja, et. Al., 2007: 79).
Fokus kajian Educational Sociology adalah penggunaan pendidikan
pendidikan sebagai alat untuk memecahkan permasalahan social dan sekaligus
memberikan rekomendasi untuk mendukung perkembangan pendidikan itu sendiri.
Kelahiran cabang ilmu baru ini mendapat sambutan luas dikalangan universitas di
USA. Hal itu terbukti dari adanya 14 universitas yang menyelenggarakan
perkuliahan Educational Sociology, pada tahun 1914. Selanjutnya, pada tahun 1923
dibentuk organisasi professional bernama National Society for the Study of
Educational Sociology dan menerbitkan Journal of educational Sociology. Pada
tahun 1948, organisasi progesional yang mandiri itu bergabung ke dalam seksi
pendidikan dari American Sociological Society. Pada tahun 1928 Robert Angel
mengeritik Educational Sociology dan memperkenalkan nama baru yaitu Sociology
of Education dengan focus perhatian pada penelitian dan publikasi hasilnya,
sehingga Sociology of Education bisa menjadi sumber data dan informasi ilmiah,
serta studi akademis yang bertujuan mengembangkan teori dan ilmu sendiri.
Dengan dukungan dana penelitian yang memadai, berhembuslah angin
segar dan menarik para sosiolog untuk melakukan penelitian dalam bidang
pendidikan. Maka diubahlah nama Educational Sociology menjadi Sociology of
Education dan Journal of Educational Sociology menjadi Journal of the Sociology
of Education (1963). Serta seksi Educational Sociology dalam American
Sociological Society pun berubah menjadi seksi Sociology of Education yang
berlaku sampai sekarang. Penelitian dan publikasi hasilnya menandai kehidupan
Sociology of Education sejak pasca Perang Dunia II. Sosiologi lahir dalam abad ke-
19 di Eropa karena pergeseran pandangan tentang masyarakat sebagai ilmu empiris
yang memperoleh pijakan yang kokoh. Nama sosiologi untuk pertama kali
digunakan oleh August Comte (1798-1857) pada tahun 1839 (Umar Tirtarahardja
dan La Sulo, 1994: 96). Di Prancis, pelopor sosiologi pendidikan yang terkemuka
adalah Durkheim (1858-1917), merupakan Guru Besar Sosiologi dan Pendidikan
pada Universitas Sorbonne.
Di Jerman, Max Weber (1864-1920) menyoroti keadaan dan
penyelenggaraan pendidikan pada masyarakat dengan latar belakang sosial budaya
serta tingkat kemajuan berbeda. Sedang di Inggris, perhatian sosiologi pada
9
pendidikan pada awalnya kurang berkembang karena pelopor sosiologi-nya, yaitu
Herbert Spencer (1820-1903) justru merupakan Darwinisme Sosial. Namun
belakangan, di Inggris muncul aliran sosiologi yang memfokuskan perhatiannya
akan analisis pendidikan pada level mikro, yaitu mengenai interaksi social yang
terjadi dalam ruang belajar. Berstein, misalnya, berusaha dengan jalan menyajikan
lukisan tentang kenyataan dan permasalahan yang terdapat dalam sistem
persekolahan dengan tujuan agar para pengambil keputusan menentukan langkah-
langkah perbaikan yang tepat. Pendekatan Berstein ini oleh Karabel dijuluki sebagai
atheoretical, pragmatic, descriptive, and policy focused (Rochman Natawidjaja, et.
Al., 2007: 80).
Di Indonesia, perhatian akan peran pendidikan dalam pengembangan
masyarakat, dimulai sekitar tahun 1900, saat Indonesia masih dijajah Belanda. Para
pendukung politis etis di Negeri Belanda saat itu melihat adanya keterpurukan
kehidupan orang Indonesia. Mereka mendesak agar pemerintah jajahan melakukan
politik balas budi untuk memerangi ketidakadilan melalui edukasi, irigasi, dan
emigrasi. Meskipun pada mulanya program pendidkan itu amat elitis, lama
kelamaan meluas dan meningkat ke arah yang makin populis sampai
penyelenggaraan wajib belajar dewasa ini. Pelopor pendidikan pada saat itu antara
lain: Van Deventer, R.A.Kartini, dan R.Dewi Sartika.
C. Landasan Sosiologi Pendidikan
Landasan sosiologi mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber
dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami
kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola
hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyrakat tersebut. Untuk
terciptanya kehidupan masyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai
sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma social yang mengikat
kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota
masyarakat.
Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang
dianut oleh pengikutnya, yaitu: (1) paham individualisme, (2) paham kolektivisme,
(3) paham integralistik. Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu
lahir merdeka dan hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut
10
keinginannya, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain. Dampak
individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih mengutamakan kepentingan
individu di atas kepentingan masyarakat.
Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri,
antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga
menimbulkan dampak yang kuat. Paham kolektivisme memberikan kedudukan
yang berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara
perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya. Sedangkan paham
integralistik dilandasi pemahaman bahwa masing-masing anggota masyarakat
saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat.
Masyarakat integralistik menempatkan manusia tidak secara individualis melainkan
dalam konteks strukturnya manusia adalah pribadi dan juga merupakan relasi.
Kepentingan masyarakat secara keseluruhan diutamakan tanpa merugikan
kepentingan pribadi.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham
integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaan
dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan
bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3) negara melindungi warga
negaranya, dan (4) selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban. Oleh karena
itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia secara
orang per orang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.
D. Ruang Lingkup dan Fungsi Kajian Sosiologi Pendidikan
Para ahli Sosiologi dan ahli Pendidikan sepakat bahwa, sesuai dengan
namanya, Sosiologi Pendidikan atau Sociology of Education (juga Educational
Sociology) adalah cabang ilmu Sosiologi, yang pengkajiannya diperlukan oleh
professional dibidang pendidikan (calon guru, para guru, dan pemikir pendidikan)
dan para mahasisiwa serta professional sosiologi.
Mengenai ruang lingkup Sosiologi Pendidikan, Brookover mengemukakan
adanya empat pokok bahasan berikut:
1. Hubungan sistem pendidikan dengan sistem social lain
2. Hubungan sekolah dengan komunitas sekitar,
3. Hubungan antar manusia dalam sistem pendidikan
11
4. Pengaruh sekolah terhadap perilaku anak didik (Rochman Natawidjaja, et. Al.
2007: 81).
Sosiologi Pendidikan diharapkan mampu memberikan rekomendasi
mengenai bagaimana harapan dan tuntutan masyarakat mengenai isi dan proses
pendidikan itu, atau bagaimana sebaiknya pendidikan itu berlangsung menurut
kacamata kepentingan masyarakat, baik pada level nasional maupun lokal.
Sosiologi Pendidikan secara operasional dapat defenisi sebagai cabang
sosiologi yang memusatkan perhatian pada mempelajari hubungan antara pranata
pendidikan dengan pranata kehidupan lain, antara unit pendidikan dengan
komunitas sekitar, interaksi social antara orang-orang dalam satu unit pendidikan,
dan dampak pendidikan pada kehidupan peserta didik (Rochman Natawidjaja, et.
Al., 2007: 82).
Sebagaimana ilmu pengetahuan pada umumnya, Sosiologi Pendidikan
dituntut melakukan tiga fungsi pokok, yaitu :
1. Fsungsi eksplanasi, yaitu menjelaskan atau memberikan pemahaman tentang
fenomena yang termasuk ke dalam ruang lingkup pembahasannya. Untuk
diperlukan konsep-konsep, proposisi-proposisi mulai dari yang bercorak
generalisasi empirik sampai dalil dan hukum-hukum yang mantap, data dan
informasi mengenai hasil penelitian lapangan yang actual, baik dari
lingkungan sendiri maupun dari lingkungan lain, serta informasi tentang
masalah dan tantangan yang dihadapi. Dengan informasi yang lengkap dan
akurat, komunikan akan memperoleh pemahaman dan wawasan yang baik dan
akan dapat menafsirkan fenomena – fenomena yang dihadapi secara akurat.
Penjelasan-penjelasan itu bisa disampaikan melalui berbagai media
komunikasi.
2. Fungsi prediksi, yaitu meramalkan kondisi dan permasalahan pendidikan yang
diperkirakan akan muncul pada masa yang akan datang. Sejalan dengan itu,
tuntutan masyarakat akan berubah dan berkembang akibat bekerjanya faktor-
faktor internal dan eksternal yang masuk ke dalam masyarakat melalui
berbagai media komunikasi. Fungsi prediksi ini amat diperlukan dalam
perencanaan pengembangan pendidikan guna mengantisipasi kondisi dan
tantangan baru.
12
3. Fungsi utilisasi, yaitu menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi
dalam kehidupan masyarakat seperti masalah lapangan kerja dan
pengangguran, konflik sosial, kerusakan lingkungan, dan lain-lain yang
memerlukan dukungan pendidikan, dan masalah penyelenggaraan pendidikan
sendiri.
Jadi, secara umum Sosiologi Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan
fungsi-fungsinya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi, prediksi, dan
utilisasi) melalui pengkajian tentang keterkaitan fenomena-fenomena siosial dan
pendidikan, dalam rangka mencari model-model pendidikan yang lebih
fungsional dalam kehidupan masyarakat. Secara khusus, Sosiologi Pendidikan
berusaha untuk menghimpun data dan informasi tentang interaksi sosial di antara
orang-orang yang terlibat dalam institusi pendidikan dan dampaknya bagi peserta
didik, tentang hubungan antara lembaga pendidikan dan komunitas sekitarnya,
dan tentang hubungan antara pendidikan dengan pranata kehidupan lain.
E. Masyarakat Indonesia sebagai Landasan Sosiologis Sistem Pendidikan
Nasional
Landasan sosiologis mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber
dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk
memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa kita harus memusatkan
perhatian kita pada pola hubungan antara pribadi dan antar kelompok dalam
masyarakat tersebut. Untuk terciptanya kehidupan bermasyarakat yang rukun dan
damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-
norma sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh
masing-masing anggota masyarakat.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham
integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaaan
dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan
bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3) negara melindungi warga
negaranya, dan (4) selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban.
Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan
kualitas manusia orang perorang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.
13
Masyarakat selalu mencakup sekelompok orang yang berinteraksi antar
sesamanya, saling tergantung dan terikat oleh nilai dan norma yang dipatuhi
bersama, pada umumnya bertempat tinggal di wilayah tertentu, dan adakalanya
mereka memiliki hubungan darah atau memiliki kepentingan bersama.
Masyarakat dapat merupakan suatu kesatuan hidup dalam arti luas ataupun dalam
arti sempit. Masyarakat dalam arti luas pada umumnya lebih abstrak misalnya
masyarakat bangsa, sedang dalam arti sempit lebih konkrit misalnya marga atau
suku. Masyarakat sebagai kesatuan hidup memiliki ciri utama, antara lain:
1. Ada interaksi antara warga-warganya
2. Pola tingkah laku warganya diatur oleh adat istiadat, norma-norma, hukum,
dan aturan-aturan khas
3. Ada rasa identitas kuat yang mengikat para warganya. Kesatuan wilayah,
kesatuan adat- istiadat, rasa identitas, dan rasa loyalitas terhadap
kelompoknya merupakan pangkal dari perasaan bangga sebagai patriotisme,
nasionalisme, jiwa korps, dan kesetiakawanan sosial (Umar Tirtarahardja
dan La Sulo, 1994: 100).
Masyarakat Indonesia mempnyai perjalanan sejarah yang panjang.
Dari dulu hingga kini, ciri yang menonjol dari masyarakat Indonesia adalah
sebagai masyarakat majemuk yang tersebar di ribuan pulau di nusantara.
Melalui perjalanan panjang, masyarakat yang bhineka tersebut akhirnya
mencapai satu kesatuan politik untuk mendirikan satu negara serta berusaha
mewujudkan satu masyarakat Indonesia sebagaiu masyarakat yang bhinneka
tunggal ika. Sampai saat ini, masyarakat Indonesia masih ditandai oleh dua
ciri yang unik, yakni :
1. Secara horizontal ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan social atau
komunitas berdasarkan perbedaan suku, agama, adat istiadat, dan
kedaerahan.
2. Secara vertical ditandai oleh adanya perbedaan pola kehidupan antara
lapisan atas, menengah, dan lapisan bawah.
14
F. Peran Ekonomi Dalam Pendidikan
Kalau dulu ekonomi memegang peranan penting bagi kehidupan rakyat
Indonesia maka kini disamping alasan seperti itu juga jangan sampai kita kalah
bersaing dalam era globalisasi ekonomi, Akan tetapi karena kebanyakan
kebijaksanaan dan peraturan di buat maka banyak sekali timbul ketidak
harmonisan antar para pengusaha dalam menjalankan roda ekonomi yang
menimbulkan krisis ekonomi yang berkepanjangan, maka di era globalisasi
sekarang ini keterpurukan ekonomi di Indonesia akan diterapkan kebijaksanaan
dan peraturan yang baru dan memperbaiki perekonomian bangsa sehingga rakyat
yang menderita dapat dengan segera menikmati hasil perekonomian kita yang
mapan di masa yang akan datang baik perekonomian yang bersifat makro dan
mikro.
a. Dimensi Makro
Analisis kegiatan pendidikan dilakukan oleh berbagai ilmuwan antara lain
ilmuwan ekonomi. Dimyati (1988:65-66) dalam Satmoko (1999:106)
menyatakan bahwa terdapat hubungan tidak langsung antara kegiatan
pendidikan dengan kegiatan ekonomi yang diharapkan menjadi tenaga kerja.
Terdapat dua pandangan yang satu sisi menyatakan kegiatan pendidikan
merupakan pemborosan dana masyarakat, dipihak lain menyatakan kegiatan
pendidikan merupakan pengelolaan sumber daya manusia yang berpotensi
produktif untuk masyarakat.
Analisis ilmu ekonomi menunjukkan bahwa objek ilmu ekonomi adalah
tindak ekonomis. Tindak ekonomis adalah memilih secara bijaksana
sehubungan dengan keadaan alam, modal, tenaga kerja, organisasi dan waktu
yang terbatas dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia yang terbatas.
Analisis unsur-unsur tentang tindak ekonomi bermanfaat untuk memahami
hubungan antara sistem ekonomis dan sistem pendidikan. Perbedaannya dapat
dilihat dari tabel dibawah ini :
15
Perbandingan Antara Tindak Ekonomis Dan Tindak Pendidikan
KOMPONEN TINDAK EKONOMIS TINDAK PENDIDIKAN
a. Tujuan
Tindakan
Memperoleh keuntungan
material atau saling
menguntungkan
Menumbuhkan kebangkitan
individu sebagai pribadi yg
self help.
b. Pelaku
Tindakan
Orang dewasa yang
menanggung biaya hidup
(sesuai aturan dalam
masyarakat)
Orang dewasa dan anak atau
orang dewasa dan orang yg
belum dewasa yg berfungsi
sebagai pendi dik atau anak
didik.
c. Dasar Tindakan Kaidah ekonomi non susila
(non etis)
Kesusilaan sesuai martabat
manusia
d. Orientasi Untung rugi ekonomis dan
efisiensi
Terbentuknya keutuhan
martabat manusia sebagai
pribadi
e. Waktu Kegiatan Terbatas, dalam rangka
perhitungan keuntungan
ekonomis
Sepanjang hayat dengan
perhitungan usia produktif
f. Nilai-Nilai Nilai ekonomis dalam sistem
ekonomi yg berlaku,
umumnya dihitung dengan
uang
Nilai paedagogis dalam kaitan
nilai sosial budaya
g. Hasil Tindakan Barang berupa jasa,atau uang Berupa orang terpelajar,
tenaga terampil yg diharapkan
menjadi tenaga kerja
h. Harga Satuan Jumlah penghasilan dibagi
jumlah penduduk setiap tahun
Jumlah biaya pendidikan
dibagi lulusan setiap tahun.
Perkembangan perekonomian makro berpengaruh sekali dalam bidang
pendidikan, seperti sekarang ini banyak sekali orang kaya yang mau menjadi
bapak angkat bagi anak-anak yang tidak mampu untuk menempuh pendidikan
kejenjang yang lebih baik. Perkembangan lain yang sangat mengembirakan
16
adalah terlaksananya sistem ganda dalam dunia pendidikan, hal ini berlangsung
baik di lembaga pendidikan yaitu kerjasama sekolah dengan pihak usahawan
dalam proses belajar mengajar. Kemajuan pembangunan perekonomian secara
makro dapat juga berdampak timbulnya sekolah-sekolah unggul yang memiliki
fasilitas pendidikan yang lengkap karena di biayai dan dipunyai oleh kebanyakan
orang –orang kaya Walaupun kebijakan dan program sekolah ini tidak sama
dengan yang lain, diharapkan agar tidak terdapat pilih-kasih dalam menerima para
siswa artinya calon siswa dari manapun asalnya hendaklah dapat diberikan
kesempatan dalam menempuh pendidikan di sekolah unggulan tersebutdan yang
paling penting juga adalah dapat menghasilkan lulusan yang bermutu serta tidak
menyimpang dengan tujuan nasional negara kita.
Jadi inti tujuan pendidikan adalah membentuk mental yang positif atau
cinta terhadap prestasi, cara kerja dan ahsil kerja sempurna. Tidak menolak
pekerjaan kasar, menyadari akan kehidupan yang kurang beruntung dan mampu
hidupa dalam keaadaan apapun.
Sesudah membicarakan peran ekonomi secara makro ada baiknya
dibicarakan peran ekonomi secara makro.
b. Dimensi Mikro
Menurut Satmoko (1999: 109) Peran ekonomi secara mikro dapat
dibuktikan bahwa orang memandang kehidupan seseorang dapat meningkat atau
menurun karena terkait erat dengan perekonomian. Jarang orang mengaitkan naik
turunnya tarf kehidupan sesorang itu dengan tingkat kedamiaan hati, kebahagiaan
keluarga, kejujuran dan kesucian hidup seseorang.
Pada umumnya tingkat perekonomian keluarga mempengaruhi
perencanaan pendidikan yang dibuat orang tua tentang arah pendidikan anaknya.
Secara sadar atau tidak orang tua dalam menerncanakan pendidikan bagi anak-
anaknya menggunakan pendekatan nilai imbalan. Pendekatan ini digunakan untuk
mencari keseimbangan antara keuntungan dan kerugian. Prinsip untung rigi
dipakai oleh mereka yang rasional dalam memutuskan bagaimana sebaiknya
membelanjakan uangnya agar keinginanannya tercapai.
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa ekonomi itu memegang
peranan penting dalam kehidupan seseorang, walaupun orang tersebut menyadari
bahwa kehidupan gemerlap tidak menjamin kebahagiaan, yang penting bagi
17
mereka bagaimana dapat meraih tingkat perekonomian yang lebih tinggi lagi.
Banyak sekali keluarga miskin yang dalam perekonomian mereka hanya dapat
untuk makan saja, dan tidak dapat membiayai sekolah bagi anak-anaknya, kata
miskin diatas diukur dari tingkat perekonomian bukan tingkat rohani dan kualitas
mental.
G. Fungsi Produksi Dalam Pendidikan
Fungsi produksi dalam pendidikan, adalah hubungan antara output dan
input, di mana ada tiga bagian yaitu:
1. Fungsi Produksi Administator; yang dipandang input adalah segala sesuatu
yang menjadi wahana dan proses dalam pendidikan, input pendidikan meliputi:
a. Prasarana dan sarana belajar, termasuk ruangan kelas dapat diuangkan,
artinya bahwa perhitungan luas dan kualitas bangunan.
b. Perlengkapan belajar di sekolah seperti media, alat peraga juga dihitung
harganya.
c. Buku-buku pelajaran, dan bentuk material lainnya seperti film, disket dan
sebagainya.
d. Barang-barang yang habis dipakai seperti zat kimia dilaboratorium dan
sebagainya.
e. Waktu guru bekerja, dan perangkat pegawai administrasi dalam memproses
peserta didik harus dibeli dan dibayar.
Kelima jenis input di atas sesudah dinilai dalam bentuk uang
kemudian dijumlahkan. Sementara itu yang dipandang sebagai output adalah
berbagai bentuk layanan dalam memproses peserta didik seperti menghitung
SKS dan lamanya peserta didik dalam belajar.
2. Fungsi Produksi Dalam Psikologi; adalah sama dengan input fungsi
produksi administrator akan tetapi outputnya berbeda. Hasil output yang
ada pada fungsi ini adalah hasil belajar siswa yang mencakup; peningkatan
kepribadian, pengarahan dan pembentukan sikap, penguatan kemauan,
penambahan pengetahuan, ilmu dan teknologi, penajaman pikiran, dan
peningkatan estetika (keindahan) serta keterampilan.
18
Suatu lembaga pendidikan dipandang berhasil dari segi fungsi
produksi psikologi, kalau harga inputnya sama atau lebih kecil daripada
harga outputnya. Indikator harga hanya dapat dicari dalam bentuk
manfaatnya lulusan dimasyarakat serta kecocokannya dengan norma dan
kondisi masyarakat.
3. Fungsi Produksi Ekonomi; sebagai inputnya adalah semus biaya
pendidikan seperti pada input fungsi produksi admnistrator, semua uang
yang dikeluarkan untuk keperluan pendidikan yaitu uang saku, membeli
buku dan sebagainya selama masa belajar dan uang yang mungkin
diperoleh lewat bekerja selama belajar atau kuliah, tetapi tidak didapat
sebab waktu tersebut dipakai untuk belajar atau kuliah. Sementara yang
mrenjadi outputnya adalah tambahan penghasilan peserta didik kalau
sudah tamat dan bekerja, manakala orang ini sudah bekerja sebelum
belajar atau kuliah. Dan apabila ia belum pernah bekerja yang menjadi
outputnya adalah gaji yang diterima setelah tamat dan bekerja.
Dalam menghitung harga-harga produksi ekonomi ada berbagai kesulitan
yang menghadang yaitu:
a) Jika peserta didik tamat, belum tentu ia segera bekerja,
b) Selama menunggu untuk mendapatkan pekerjaannya maka ia
memutuskan untuk bekerja seadanya dengan penhasilan yang tidak
tetap.
c) Kalaupun lulusan membuat usaha sendiri dengan modal seadanya,
penghasilan tiap bulan tidak mungkin tertatur.
d) Kalaupun lulusan bisa bekerja dengan penghasilan tetap tiap bulan
sangat mungkin dia mencari tambahan penhasilan diluar untuk
meningkatkan nafkahnya.
e) Bila bekerja disektor swasta, pengasilannya sulit dihitung sebab
upah atau gaji perusahaan bervariasi.
f) Kalaupun lulusan ini bisa bekerja dengan penghasilan tiap bulan
maka dia mencari tambahan diluar untuk meningkatkan nafkahnya.
19
Dengan demikian fungsi produksi ekonomi akan bisa
diaplikasikan dengan baik jika ada jaminan bahwa peserta didik
segera bekerja setelah lulus sebagai Pegawai dengan gaji yang cukup
sehingga tidak mencari tambahan pekerjaan diluar. Fungsi produksi
ekonomi bertalian erat dengan marketing didunia pendidikan. Dalam
hal ini Keuntungan marketing adalah a). Meningkatnya misi
pendidikan secara sukses dan terselenggara dengan baik, sebab diisi
dengan program yang baik, b). Kepuasan masyarakat ditingkatkan, c).
Meningkatkan daya tarik terhadap petugas, peserta didik, dana
donatur, d). Meningkatkan keefesiensi dan kegiatan pemasaran. Akan
tetapi dalam marketing juga terdapat kelemahan adalah a). Ada
kecederungan lembaga pendidikan selalu dijadikan usaha dagang
untuk mendapatkan keuntungan, b). idealisme pendidikan cenderung
diabaikan.
Menurut Mutrofin (1996) dalam Pidarta (2007:254),
menyatakan bahwa negara-negara maju hubungannya antara
pendidikan dengan pembangunan ekonomi sangatlah jelas, dimana
sistem pendidikan diorientasikan kepada kebutuhan ekonomi yang
didasari pada teknologi tinggi, fleksibelitas dan mobilitas angkatan
kerja. Dalam masa pembangunan dinegara kita sekarang ini
pengembangan ekonomi mendapat tempat strategis, dengan
munculnya Link and Match, kebijaksanaan ini meminta dunia
pendidikan menyiapkan tenaga-tenaga kerja yang sesuai dengan
pasaran kerja, mencakup mutu, dan jumlah serta jenisnya.
H. Peran Dan Fungsi Ekonomi Pendidikan
Peranan ekonomi dalam pendidikan cukup menentukan tetapi bukan
sebagai pemegang peranan penting sebab ada hal lain yang lebih menentukan
hidup matinya dan maju mundurnya suatu lembaga pendidikan dibandingkan
dengan ekonomi, yaitu dedikasi, keahlian dan ketrrampilan pengelola guru-
gurunya. Inilah yang merupakan kunci keberhasilan suatu sekolah atau perguruan
tinggi. Artinya apabila pengelola dan guru-guru/dosen-dosen memiliki dedikasi
yang memadai, ahli dalam bidangnya dan memiliki ketrampilan yang cukup
20
dalam melaksanakan tugasnya, memberi kemungkinan lembaga pendidikan akan
sukses melaksanakan misinya walaupun dengan ekonomi yang tidak memadai.
Fungsi ekonomi dalam pendidikan adalah menunjang kelancaran proses
pendidikan bukan merupakan modal yang dikembangkan dan juga mendapatkan
keuntungan yang berlimpah, disini peran ekonomi dalam sekolah juga merupakan
salah satu bagian dari sumber pendidikan yang membuat anak mampu
mengembangkan kognisi, afeksi, psikomotor untuk menjadi tenaga kerja yang
handal dan mampu menciptakn lapangan kerja sendiri, memiliki etos kerja dan
bisa hidup hemat. Selain sebagai penunjang proses pendidikan ekonomi
pendidikan juga berfungsi sebagai materi pelajaran dalam masalah ekonomi
dalam kehidupan manusia.
Dengan demikian kegunaan ekonomi dalam pendidikan terbatas pada
hal-hal:
a. Untuk membeli keperluan pendidikan yang tak dapat dibuat sendiri seperti
prasarana dan sarana, media, alat peraga dan sebagainya. b). Membiayai
semua perlengkapan gedung, seperti air, listrik telpon. c). Membayar jasa dari
segala kegiatan pendidikan, d). Mengembangkan individu yang berperilaku
ekonomi, seperti; belajar hidup hemat, e). Memenuhi kebutuhan dasar para
personalia pendidikan, f). Meningkatkan motivasi kerja, dan g).
meningkatkan gairah kerja para personalia pendidikan.
Dana pendidikan di Indonesia sangat terbatas, oleh karena itu ada
kewajiaban lembaga pendidikan untuk memperbanyak Sumber-sumber dana
pendidikan yang mungkin bisa diperoleh di antaranya: a). Dari pemerintah
dalam bentuk proyek pembangunan, penelitian dan sebagainya; b). Kerjasama
dengan instansi lain, baik pemerintah, swasta maupun dunia usaha. Kerja
samanya dalam bidang penelitian, pengabdian pada masyarakat; c).
Memebentuk pajak pendidikan. Program ini bisa dirancang bersama antara
lembaga pemerintah setempat dan masyarakat, dengan cara ini bukan saja
orang tua siswa yang membayar dana pendidikan tetapi semua masyarakat; f).
Usaha-usaha lainya.
Menurut jenisnya pembiayaan pendidikan dibagi atas : a). Dana rutin
adalah dana yang dipakai untuk membiayai kegiatan rutin seperti gaji
pendidikan pengabdian masyarakat, penelitian dan sebagainya; b). Dana
21
pembangunan, adalah dana yang dipakai untuk membiayai pembangunan fisik
diberbagai bidang, seperti; membangun prasarana dan sarana, alat belajar,
media, dan kurikulum baru; c). Dana bantuan masyarakat, termasuk SPP yang
digunakan untuk membiayai hal-hal yang belum dibiayai oleh dana rutin dan
dana pembangunan; d). Dana usaha lembaga sendiri yang penggunaanya
untuk membiayai hal-hal yang belum dibiayai oleh dana rutin dan dana
pembangunan.
Di dalam mengelola dan merencanakan sumber dana, maka ada tiga
macam perencanaan biaya pendidikan yaitu: a). Perencanaan sacara
tradisional, yaitu merencanakan masing-masing pendidikan maka masing
masing pendidikan tersebut ditentukan biayanya; b). SP4 (Sistem Perencanaan
Penyusunan Program Dan Penganggaran): Pengaturan jenis-jenis kegiatan
dalam pendidikan diatur dalam system, alokasi dana disusun berdasarkan
realita, dan semua kegiatan ditujukan pada pencapaian target pendidikan; c).
ZBB (Zero Base Budgeting), hanya diatur untuk satu tahun anggaran
Dengan demikian dana pendidikan perlu dikelola secara profesional
dengan SP4 dan dipertanggungjawabkan dengan bukti-bukti pembelian yang
sah.
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dasar sosiologis berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan, dan
karakteristik masyarakat. Sosiologi pendidikan merupakan analisa ilmiah tentang
proses social di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh
sosiologi pendidikan meliputi empat bidang:
1. Hubungan sistem pendidikan dengan sistem sosial lain
2. Hubungan sekolah dengan komunitas sekitar
3. Hubungan antar manusia dalam sistem pendidikan
4. Pengaruh sekolah terhadap perilaku anak didik
Landasan sosiologis mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber
dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami
kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola
hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyarakat tersebut. Untuk
terciptanya kehidupan bermasyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai
sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat
kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota
masyarakat.
Sosiologi pendidikan dituntut untuk melakukan tiga fungsi, yaitu: (1) fungsi
eksplanasi, (2) fungsi prediksi, (3) fungsi utilisasi. Secara umum, sosiologi
pendidikan bertujuan untuk mengembangkan fungsi-fungsinya tersebut melalui
pengkajian fenomena-fenomena sosial dan pendidikan, dalam rangka mencari
model-model pendidikan yang lebih fungsional dalam kehidupan masyarakat.
Perkembangan masyarakat Indonesia dari masa ke masa telah
mempengaruhi sistem pendidikan nasional. Hal tersebut sangatlah wajar, mengingat
kebutuhan akan pendidikan semakin meningkat dan kompleks. Berbagai upaya
pemerintah telah dilakukan untuk menyesuaikan pendidikan dengan perkembangan
masyarakat terutama dalam hal menumbuhkembangkan ke-Bhineka tunggal ika-an,
baik melalui kegiatan jalur sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.
23
Dalam dunia pendidikan faktor ekonomi bukan sebagai pemegang peran yang
utama, melainkan sebagai pemeran yang cukup menentukan keberhasilan
pendidikan sebab dengan ekonomi yang memadai dapat memenuhi semua fasilitas
dan aktivitas dunia pendidikan.
Faktor yang paling menentukan kehidupan dan kemajuan pendidikan adalah
dedikasi, keahlian, keterampilan pengelola dan guru serta dosen dalam setiap
lembaga pendidikan.
Fungsi ekonomi pendidikan menunjang kelancaran proses pendidikan dan
sebagai bahan pengajaran ekonomi untuk membentuk manusia ekonomi yaitu
manusia yang dalam kehidupan sehari-harinya memilki kemampuan dan kebiasaan,
seperti: memiliki etos kerja, tidak bekerja setengah- setengah, produktif, dan bisa
hidup efesien/hemat.
Tiap lembaga pendidikan diupayakan mampu menghidupi diri sendiri,
dengan cara mencari sumber- sumber dana tambahan sebanyak mungkin guna
memajukan dunia pendidikan dan dalam Penggunaan dana pendidikan haruslah
secara professional dan efesien serta efektiv selanjutnya dapat
dipertanggungjawabkan.
Dalam upaya membentuk sumber daya manusia yang produktif, maka
sistem pendidikan, struktur kurikulum, serta jenis pendidikan diatur kembali
selanjutnya biaya pendidikan ditingkatkan.
B. Saran-Saran
Makalah ini merupakan resume dari berbagai sumber, untuk lebih
mendalami isi makalah kiranya dapat merujuk pada sumber aslinya yang
tercantum dalam daftar pustaka.
Kritik dan saran yang membangun tentunya sangat diharapkan untuk
kesempurnaan makalah ini
24
DAFTAR PUSTAKA
Ardhana, Wayan. 1986. Dasar-dasar Kependidikan. FIP IKIP. Malang.
Bachri, Syamsul. 2002. Sosiologi Pendidikan Dalam Perspektif Filsafat Ilmu
Balitbang Depdiknas: http://ww.depdiknas.go.id
Biro Pusat Statistik: http://www. bps.go.id
Pengetahuan. Makalah. Program Pascasarjana UNM. Makassar
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan (Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak
Indonesia). Jakarta: PT. Rineka Cipta
Natawidjaya, R., Sukmadinata, N.S., Ibrahim. Djohar, A,. 2007. Ilmu Rujukan
Filsafat, Teori, dan Praksis. Universitas Pendidikan Indonesia.
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo, 1994. Pengantar Pendidikan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta
Satmoko, Retno Sriningsih. 1999. Landasan Kependidikan (Pengantar ke arah Ilmu
Pendidikan Pancasila). Semarang: CV. IKIP Semarang Press.
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Rhineka Cipta
Jakarta.
Wijayantiloma, Nani. Landasan Sosiologis dan Kultur.
http://naniwijayantiloma.blogspot.Com 2009/9.
http://lela68.wordpress.com/2009/05/24/bab-7-landasan-ekonomi/accesed 03/10/2009
http://dwijakarya.blogspot.com/2009/01/01/landasan-ekonomi-dalam-
pendidikan.html/accesed 03/10/2009.
http://syamsulberau.wordpress.com/landasan-pendidikan/accesed 03/10/2009.
25
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tugas kelompok dari mata kuliah
Landasan Pendidikan dan Pengajaran dengan judul “Landasan – Landasan dalam
Pendidikan (Landasan Sosiologi dan Ekonomi)”. Dalam bentuk masih sangat sederhana.
Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Patta Bundu, M.Ed. selaku dosen mata
kuliah Landasan Pendidikan dan Pengajaran yang telah mentransfer ilmunya kepada kami
serta pihak-pihak tertentu yang tidak sempat penulis sebutkan satu-persatu yang telah
banyak membantu penulis dalam proses penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya kontuktif sangat kami
butuhkan dari pihak demi kesempurnaan makalah ini dimasa-masa akan datang.
Oktober 2014
Penulis
26
DAFTAR ISI
Halaman
KATAPENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………. 1
A. Latar Belakang………………………......................................... 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………… 4
C. Tujuan Penulisan………………………………………………….. 4
BAB II Pembahasan………………………………..………………..…. 5
A. Pengertian Sosiologis Pendidikan …………..…………………… 5
B. Latar belakang histories perkembangan sosiologi pendidikan ….. 7
C. Landasan Sosiologi Pendidikan ………………………………….. 9
D. Ruang Lingkup dan Fungsi Kajian Sosiologi Pendidi…………… 10
E. Masyarakat Indonesia sebagai Landasan Sosiologis Sistem
Pendidikan Nasional............................................................... 12
F. Peran Ekonomi Dalam Pendidikan……………………………….. 14
G. Fungsi Produksi Dalam Pendidikan …………………………….… 17
H. Peran Dan Fungsi Ekonomi Pendidikan ………………………….. 19
BAB III Penutup………………………………………………………… 22
A. Kesimpulan……………………………………………………….. 22
B. Saran……………………………………………………………… 23
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………... 24
Top Related