KRITERIA KADAR AIR-KEPADATAN BENTONITE DICAMPUR DENGAN
FLY ASH UNTUK COMPACTED SOIL LINER
Linda Irnawati Gunawan1, Andre Primantyo Hendrawan2, Dian Chandrasasi2,
Runi Asmaranto2, Anggara Wiyono Wit Saputra2, Zaenal Abidin3 1Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
2Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 3Pembimbing Lapangan Laboratorium Geoteknik PT Indra Karya
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Compacted soil liner telah lama digunakan sebagai penahan rembesan pada
sanitary landfill. Bahan yang dapat digunakan untuk membangun soil liner termasuk tanah
berlempung natural dan campuran bentonite - fly ash. Tujuan dari penelitian ini adalah
mempelajari sifat fisik dan mekanik campuran bentonite - fly ash untuk mengevaluasi
potensinya sebagai bahan compacted soil liner.
Benda uji terbuat dari campuran bentonite komersil dan fly ash dengan beberapa
variasi komposisi yang kemudian dipadatkan dengan standard proctor untuk menentukan
kurva pemadatan. Setiap titik pemadatan akan dimodelkan kembali, diuji permeabilitasnya
dengan metode falling head dan diuji kuat tekan bebasnya dengan unconfined compression
test. Suatu “zone yang dapat diterima” dapat digambar untuk menjamin soil liner yang
akan dipadatkan sehingga menghasilkan permeabilitas yang rendah dan kuat geser yang
mencukupi.
Dapat disimpulkan bahwa koefisien permeabilitas (k) semakin meningkat dengan
bertambahnya prosentase fly ash dalam bentonite, namun sebaliknya nilai kuat tekan bebas
(qu) semakin menurun dengan meningkatnya prosentase fly ash dalam bentonite.
Campuran 70% bentonite + 30% fly ash memiliki harga permeabilitas paling kecil yang
memenuhi standar parameter untuk compacted soil liner dengan nilai k kurang dari 1 x 10-6
cm/dtk dan kuat tekan bebas (qu) lebih besar dari 0,716 kg/cm2.
Kata kunci: Bentonite, Compacted Soil Liner, Fly Ash, Kriteria Kadar Air-Kepadatan
ABSTRACT
Compacted soil liners have been used for many years as hydraulic barriers for
sanitary landfills. The materials that can be used to construct soil liners include natural
clayey soils and bentonite-fly ash mixtures. The aim of this research is to study the physical
and mechanical properties of bentonite-fly ash mixture in order to evaluate its potential for
compacted soil liner material.
The samples were made from a mixture of commercial bentonite clay and fly ash
with some variation of compositions which then compacted with Standard Proctor to
determine the compaction curve. Every point that formed compaction curve will be
remodeled again, and the permeability and shear strength parameter will be measured
using falling head method and unconfined compressive test, respectively. The "Acceptable
Zone" can be drawn to ensure that the soil liner will be compacted that will lead to low
permeability and adequate shear strength.
It can be concluded that the coefficient of permeability (k) of the mixtures increases
with the increasing of fly ash content, however, the unconfined compressive strength (qu)
decreases with the increasing of fly ash content. A mixture of 70% bentonite+30% fly ash
had a smallest value of permeability that fulfill the requirement for compacted soil liner
with a value of k less than 1 x 10-6 cm/s and a value of unconfined compressive strength
(qu) greater than 0,716 kg/cm2.
Keywords: Bentonite, Compacted Soil Liner, Fly Ash, Water Content-Density Criteria
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
TPA di Indonesia direncanakan
dengan sistem sanitary landfill. Pada
kenyataannya hampir sebagian besar
sistemnya berubah menjadi sistem open
dumping pada saat pengoperasiaannya,
yaitu sistem pembuangan sederhana
dimana sampah hanya dihamparkan,
ditumpuk dan dibiarkan terbuka tanpa
dilengkapi dengan upaya pengendalian
lingkungan.
Lindi (leachate) adalah limbah cair
yang timbul akibat masuknya air dari luar
ke dalam timbunan sampah, melarutkan,
dan membilas materi-materi terlarut,
termasuk juga materi organik hasil proses
dekomposisi biologis (Damanhuri, 1996).
Lindi hasil pembusukan sampah tersebut
akan mengalir masuk ke dalam tanah dan
mencemari air tanah. Akibatnya,
kesehatan masyarakat tidak terjaga
karena telah mengkonsumsi air yang
tercemar.
1.2. Identifikasi Masalah
Pelaksanaan sistem open dumping
atau penimbunan pada TPA telah
berdampak negatif, salah satunya
menyebabkan pencemaran air tanah oleh
lindi (leachate). Salah satu cara untuk
mengurangi pencemaran air tanah adalah
dengan membangun suatu lapisan kedap
air yaitu compacted soil liner. Lapisan ini
harus dibentuk di seluruh permukaan
TPA pada bagian dasar maupun
dindingnya. Dalam menentukan desain
compacted soil liner, koefisien
permeabilitas merupakan hal yang sangat
penting.
Pada penelitian ini akan dilakukan
pengujian tanah Bentonite yang dicampur
Fly Ash dengan komposisi tertentu untuk
mendapatkan kriteria kadar air–kepadatan
yang memenuhi syarat untuk digunakan
sebagai compacted soil liner.
1.3. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari studi ini yaitu :
1. Mengetahui pengaruh penambahan
Fly Ash terhadap karakteristik fisik
dan plastisitas lempung Bentonite.
2. Mengetahui pengaruh penambahan
Fly Ash terhadap karakteristik
mekanik (permeabilitas dan kuat tekan
bebas).
3. Mengetahui komposisi campuran
Bentonite dengan Fly Ash yang paling
sesuai untuk compacted soil liner
berdasarkan hasil penelitian.
4. Menentukan kriteria kadar air-
kepadatan campuran Betonite dengan
Fly Ash untuk compacted soil liner.
Manfaat yang didapat dari penelitian
ini yaitu untuk memberikan alternatif
penggunaan compacted soil liner sebagai
lapisan pelindung TPA untuk mengurangi
kontaminasi air tanah.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pencemaran Air Tanah
Pencemaran air tanah adalah suatu
keadaan air tanah yang telah mengalami
penyimpangan dari keadaan normalnya.
(Wardhana, 1995). Lindi (leachate)
adalah limbah cair yang timbul akibat
masukya air dari luar ke dalam timbunan
sampah, melarutkan, dan membilas
materi-materi terlarut, termasuk juga
materi organik hasil proses dekomposisi
biologis (Damanhuri, 1996).
Air lindi yang merembes ke dalam
air tanah akan menimbulkan pencemaran
air tanah dangkal di sekitarnya.
Mekanisme kontaminasi air tanah dari
berbagai sumber dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Mekanisme Kontaminasi
Air Tanah dari Berbagai Sumber Sumber: Notodarmojo, 2004
2.2. Struktur Compacted Soil Liner
Compacted Soil Liner digunakan
untuk tempat pembuangan limbah
sebagai penutup unit pembuangan limbah
(landfill). Secara sederhana, struktur
compacted soil liner dapat digambarkan
terdiri dari pelapis dasar (liner) dan
penutup (cover) seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Compacted Soil
Liner Sumber: (ASCE), 1993
Secara umum, Environmental
Protection Agency (EPA, 1993)
menetapkan batas minimum ketebalan
pelapis dasar (liner) yang diijinkan, yaitu
ketebalan pelapis dasar (liner) harus lebih
besar dari 2 ft (0,6 m).
2.2.1. Bentonite
Bentonite adalah tanah lempung
yang sebagian besar terdiri dari
montmorillonite dengan mineral-mineral
seperti kwarsa, kalsit, dolomit dan
mineral lainnya. Montmorillonit
merupakan bagian dari kelompok smectit
dengan komposisi kimia
(Mg,Ca)O.Al2O3.5SiO2.nH2O.
2.2.2. Fly Ash
Fly Ash atau abu terbang merupakan
material oksida anorganik berwarna abu-
abu kehitaman yang mengandung silica
dan alumina aktif karena sudah melalui
proses pembakaran pada suhu tinggi. Abu
terbang merupakan sisa-sisa pembakaran
batubara yang dialirkan dari ruang
pembakaran melalui ketel berupa
semburan asap. Menurut ASTM C-618
Fly Ash dibagi menjadi dua kelas yaitu
Fly Ash kelas F dan Fly Ash kelas C.
2.3. Kriteria Permeabilitas untuk
Desain Compacted Soil Liner
Permeabilitas tanah menunjukkan
kemampuan tanah dalam meloloskan air.
Permeabilitas untuk material lapisan
dasar dan penutup merupakan aspek yang
penting. Koefisien permeabilitas yang
biasanya digunakan untuk compacted soil
liner yang memuat limbah padat adalah
kurang dari atau sama dengan 1x10-6
cm/detik. (Koerner, R. M., 1984).
2.4. Kriteria Kuat Tekan Bebas
Compacted Soil Liner
Suatu pelapis atau penutup dari tanah
yang dipadatkan harus memiliki
karakteristik kekuatan yang mencukupi
untuk menjaga kestabilannya terhadap
penurunan ataupun keretakan yang
mungkin terjadi. Berdasarkan EPA
(Environmental Protection Agency) di
Amerika Serikat, lapisan tanah yang
dipadatkan sebagai pelapis dan penutup
ini harus memiliki harga qu minimal 1500
lb/ft2 setara dengan 71,6 kPa atau 0,716
kg/cm2 (Koerner, R. M., 1984).
2.5. Scanning Electron Microscope
Scanning Electron Microscope atau
dikenal dengan uji atau analisis SEM
adalah suatu pengujian yang digunakan
untuk menampilkan hasil scan elektron
suatu benda padat. Dalam uji SEM output
yang dihasilkan adalah gambar
perbesaran dari pembangkitan sinyal
elektron tadi, sehingga terdapat suatu
perbedaan antara benda-benda yang
materialnya berbeda karena susunan
elektronnya yang berbeda-beda pula.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi Studi
Lokasi penelitian dilakukan di tiga
laboratorium yaitu Laboratorium Tanah
dan Air Tanah Jurusan Teknik Pengairan
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
dan Laboratorium Geoteknik PT. Indra
Karya, serta pengujian SEM dilakukan di
Laboratorium Sentral Mikrobiologi
Fakultas MIPA Universitas Negeri
Malang.
3.2. Tahapan Penelitian
3.2.1. Persiapan Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah alat untuk menguji:
a. Identifikasi dan klasifikasi tanah.
b. Permeabilitas tanah dengan metode
falling head.
c. Kuat tekan bebas tanah dengan
menggunakan alat unconfined
compession.
d. Pemadatan tanah dengan
menggunakan standard proctor.
Sedangkan untuk bahan benda uji
tanah menggunakan tanah lempung
Bentonite berupa bubuk komersial dan
Fly Ash yang berasal dari pembakaran
batubara PLTU Paiton di Probolinggo.
3.2.2. Pengujian Bentonite dan Fly Ash
Pada tahapan awal ini dilakukan
pengujian Bentonite dan pengujian Fly
Ash sebagai berikut:
1. Pengujian Konsistensi
a. Liquid Limit (LL) (ASTM D-423)
b. Plastic Limit (PL) (ASTM D-424)
c. Shrinkage Limit (SL) (ASTM D-
427)
2. Pengujian Spesific Gravity (Gs)
(ASTM D-854).
3. Pengujian Analisis Butiran
4. Pengujian SEM
3.2.3. Pemodelan Benda Uji Tanah
dan Pengujian Lainnya
Pada pemodelan benda uji tanah ini,
dibuat 3 (tiga) buah benda uji dengan
komposisi campuran tanah lempung
Bentonite dan Fly Ash sebagai berikut:
1. Tanah A (30% B + 70% FA), artinya
komposisi sample dengan jumlah
tanah Bentonite sebanyak 30% dan Fly
Ash sebanyak 70%.
2. Tanah B (50% B + 50% FA), artinya
komposisi sample dengan jumlah
tanah Bentonite sebanyak 50% dan Fly
Ash sebanyak 50%.
3. Tanah C (70% B + 30% FA), artinya
komposisi sample dengan jumlah
tanah Bentonite sebanyak 70% dan Fly
Ash sebanyak 30%.
Selanjutnya akan dilakukan pengujian
mekanik sebagai berikut:
1. Pengujian pemadatan proctor
dilakukan dengan standard proctor.
2. Benda uji dimodelkan dengan
kepadatan dan kadar air sama dengan
titik-titik pada kurva pemadatan
masing-masing.
3. Pengujian falling head untuk
mendapatkan koefisien permeabilitas.
4. Pengujian unconfined compression
untuk menentukan besarnya kekuatan
tekan bebas.
3.2.4. Acceptable Zone
Acceptable zone menggambarkan
suatu kriteria kadar air-kepadatan struktur
soil liner. Tahap pembuatan acceptable
zone dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Memadatkan tanah dengan energi
pemadatan standard untuk membentuk
kurva pemadatan.
2. Memplot setiap kurva pemadatan
dengan hasil uji permeabilitas untuk
setiap benda uji.
3. Titik-titik data ini diplotkan kembali
dengan simbol yang berbeda untuk
benda uji yang memenuhi nilai
koefisien permeabilitas.
4. Memplot setiap kurva pemadatan yang
dengan hasil pengujian kuat tekan
bebas untuk setiap benda uji.
5. Titik-titik data ini diplotkan kembali
dengan simbol yang berbeda untuk
benda uji yang memenuhi nilai kuat
tekan bebas.
6. Menggabungan acceptable zone
kriteria permeabilitas dan acceptable
zone kriteria kuat tekan untuk
mendapatkan acceptable zone kriteria
permeabilitas dan kriteria kuat tekan
bebas yang diijinkan untuk
pembangunan struktur soil liner.
Contoh acceptable zone dapat dilihat
pada Gambar 3.
Gambar 3. Contoh Acceptable Zone
Sumber: Daniel and Benson, 1990
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Uji Karakteristik Tanah
4.1.1. Uji Konsistensi Tanah
Hasil pengujian konsistensi tanah
pada penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 4.1. dibawah ini:
Tabel 1. Uji Konsistensi Tanah
Sumber: Hasil Perhitungan
Dari Tabel 1. diketahui bahwa
Bentonite memiliki plastisitas mencapai
483,22% dan nilai Liquid Limit hingga
520,79%. Hal ini menunjukkan bahwa
Bentonite memiliki kemampuan untuk
menyerap dan mengembang yang besar.
Tanah berplastisitas tinggi cenderung
menggumpal dan mengeras dalam
kondisi kering dan akan menjadi lengket
pada kondisi basah. Gambar 4.
merupakan hubungan prosentase Fly Ash
terhadap konsistensi tanah.
Gambar 4. Pengaruh Prosentase Fly
Ash terhadap Konsistensi Tanah Sumber: Hasil Pengujian
Dari gambar di atas, dapat kita lihat
bahwa nilai Liquid Limit, Plastic Limit,
Plasticity Index pada benda uji tersebut
mengalami penurunan dengan semakin
meningkatnya prosentase Fly Ash,
sedangkan nilai Shrinkage Limit
mengalami peningkatan. Hal ini
disebabkan oleh kandungan mineral SiO2
dan CaO yang sangat tinggi, dan bersifat
pozzolan, sehingga mudah keras dan
tidak bersifat plastis.
4.1.2. Specific Gravity (Gs)
Hasil pengujian Spesific Gravity
pada penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 2. dibawah ini:
Tabel 2. Hasil Uji Specific Gravity
Sumber: Hasil Perhitungan
Dari Tabel 2. dapat kita lihat
hubungan pengaruh prosentase Fly Ash
pada benda uji terhadap Spesific Gravity
tanah yang disajikan melalui Gambar 5.
Gambar 5. Pengaruh Prosentase Fly
Ash terhadap Spesific Gravity Sumber: Data
Dari gambar di atas, dapat kita lihat
bahwa semakin meningkatnya kadar Fly
Ash pada benda uji berpengaruh terhadap
meningkatnya nilai Specific Gravity (Gs)
pada tanah, yang berarti bahwa tanah Fly
Ash memiliki Specific Gravity (Gs) lebih
tinggi jika dibandingkan dengan
Bentonite.
4.1.3. Analisa Pembagian Butiran Dalam penelitian ini, analisis
pembagian butiran Bentonite dan Fly Ash
hanya menggunakan analisis hydrometer.
Hasil analisis pembagian butiran
Bentonite dan Fly Ash dapat dilihat pada
Tabel 3. dibawah ini:
Tabel 3. Hasil Analisis Butiran
Sumber: Hasil Perhitungan
Dari Tabel 3. dapat diketahui bahwa
Bentonite dan Fly Ash merupakan
material yang halus dengan memiliki
ukuran butiran maksimum 0,42 mm.
Penambahan prosentase Fly Ash
meyebabkan prosentase lanau dan pasir
semakin meningkat dan prosentase
lempung menurun.
4.1.4. Pengujian SEM
Gambar 6. berikut merupakan hasil
dari pengujian scanning electron
microscope (SEM):
Gambar 6. Hasil Uji SEM Bentonite
dengan Perbesaran 1000x Sumber: Data
Dari Gambar 7. di atas dapat dilihat
bahwa Bentonite memiliki struktur yang
sangat kompleks. Pada hasil uji scanning
electron microscope tersebut partikel
Bentonite mengalami penggumpalan dan
membentuk kelompok dan memiliki
bentuk berlapis. Hal ini disebabkan
karena Bentonite memiliki senyawa
aluminium silikat yang kompleks dengan
unit dasar berupa silika tetrahedral dan
aluminium oktahedral yang membentuk
lembaran silika dan lembaran oktahedral.
Gambar 7. Hasil Uji SEM Fly Ash
dengan perbesaran 10000x Sumber: Data
Dari Gambar 7. dapat dilihat bahwa
partikel-partikel pada Fly Ash berbentuk
bulat. Hasil SEM menunjukkan bahwa
partikel ash tampak lebih berat dan
terang dibandingkan dengan partikel
carbon yang juga banyak terdapat dalam
Fly Ash. Semakin kecil partikel Fly Ash
maka bentuknya semakin bulat
(spherical) dibandingkan dengan partikel
yang besar.
4.2. Klasifikasi Tanah
4.2.1. Klasifikasi USCS dan AASTHO
Dalam penelitian ini, klasifikasi
tanah menggunakan dua (2) metode
sistem klasifikasi yaitu, sistem USCS
(Unified Soil Clasification System) dan
sistem AASHTO (American Association
Of State Highway and Transporting
Official). Klasifikasi benda uji yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 4. dan
Tabel 5. berikut ini:
Tabel 4. Klasifikasi Tanah Menurut
Standard USCS
Sumber: Hasil analisis
Tabel 5. Klasifikasi Tanah Menurut
Standard AASTHO
Sumber: Hasil analisis
Dari Tabel 4. dan Tabel 5. dapat
disimpulkan bahwa tanah Bentonite dan
ketiga campuran merupakan jenis tanah
lempung dengan plastisitas tinggi yang
memiliki daya dukung kurang baik.
4.2.2. Klasifikasi Fly ASh Dari penelitian sebelumnya
didapatkan material Fly Ash Paiton
memiliki komposisi kimia pada Tabel 6.
berikut:
Tabel 6. Komposisi Kimia Fly Ash
Paiton
Sumber: Laboratorium Kualitas Lingkungan
ITS, 2010 Dari Tabel 6. didapatkan kandungan
SiO2 sebesar 46,00%, Al2O2 sebesar
6,35%, Fe2O3 sebesar 10,11% dan SO3
sebesar 2,77%, Jika hasil ini
dijumlahkan, kandungan SiO2 + Al2O3 +
Fe2O3 + SO3= 65,23%. Hasil ini
memenuhi syarat (ASTM C 618) dimana
jumlah SiO2, Al2O3, Fe2O3, dan SO3 yaitu
≥50% dan ≤ 70%, sehingga Fly Ash
Paiton ini termasuk Fly Ash kelas C.
4.3. Hasil Pemadatan Proctor
Dari hasil pemadatan Standard
Proctor pada penelitian ini didapatkan
rekapitulasi hasil pengujian pemadatan
pada Tabel 7. sebagai berikut:
Tabel 7. Hasil Pengujian Pemadatan
Sumber: Hasil Perhitungan
Dari hasil rekapitulasi pada Tabel 7.
didapatkan bahwa Bentonite memiliki
nilai OMC lebih besar dan dmax lebih
kecil dibandingkan Fly Ash. Pada 3 (tiga)
campuran yang lain penambahan
prosentase kadar Fly Ash akan
menghasilkan penurunan nilai OMC dan
peningkatan nilai dmax.
Gambar 8. Hubungan OMC dan
Prosentase Fly Ash Sumber: Data
Dari Gambar 8. padat dilihat bahwa
meningkatnya prosentase Fly Ash yang
berpengaruh terhadap menurunnya nilai
OMC. Hal ini disebabkan karena
meningkatnya prosentase Fly Ash
menyebabkan kandungan CaO yang
semakin besar. CaO merupakan salah
satu ikatan kimia yang mendukung
terjadinya pozzolanic.
Gambar 9. Hubungan dmax dan
Prosentase Fly Ash Sumber: Data
Dari Gambar 9. dapat dilihat bahwa
meningkatnya prosentase Fly Ash yang
berpengaruh pada peningkatan dmax nya,
hal ini dikarenakan penambahan
prosentase Fly Ash yang bersifat pozzolan
menyebabkan tanah menjadi lebih keras
dan kaku sehingga meningkatkan
kepadatan tanah.
Gambar 10. Hubungan dmax dan
OMC Sumber: Data
Dari Gambar 10. dapat dilihat bahwa
nilai OMC dan dmax berbanding
terbalik yaitu semakin besar nilai OMC
akan menghasilkan nilai dmax yang semakin kecil. Pada dasarnya, semakin
basah tanah semakin mudah dipadatkan
karena air berfungsi sebagai pelumas agar
butir-butir tanah mudah merapat, akan
tetapi kadar air yang berlebihan akan
menghasilkan kepadatan tanah berkurang
karena tanah yang kenyang air tidak
dapat dipadatkan.
4.4. Hasil Uji Permeabilitas
Berikut merupakan rekapitulasi hasil
uji falling head yang dapat dilihat pada
Tabel 8. dan dapat digambarkan pada
Gambar 12.
Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Uji
Permeabilitas
Sumber: Hasil Perhitungan
Gambar 11. Grafik Koefisien
Permeabilitas Sumber: Data
Pada Gambar 11. didapatkan bahwa
titik-titik di bawah garis k= 10-6 cm/dt
adalah titik-titik yang memenuhi kriteria
permeabilitas sebagai suatu compacted
soil liner yaitu k ≤ 10-6 cm/dt. Dari
Gambar 11. dan Tabel 8. didapat nilai
koefisien rembesan (Coefficient of
Permeability) campuran A (30% B +
70% FA) adalah berkisar 10-5-10-6
cm/det, campuran B (50% B + 50% FA)
dan C (70% B + 30% FA) sampai 10-8
cm/det.
4.4.1.Hubungan Nilai Koefisien
Permeabilitas dan Prosentase Fly Ash
Gambar 12. Grafik Hubungan Nilai k
dengan Prosentase Fly Ash Sumber: Data
Berdasarkan Gambar 4.12.
didapatkan bahwa semakin meningkatnya
prosentase Fly Ash, semakin besar nilai
koefisien rembesan (k). Selain itu, pada
prosentase Fly Ash yang sama, koefisien
rembesan (k) pada wet side lebih kecil
dibandingkan dengan koefisien rembesan
(k) pada dry side. Pada kadar air di
daerah dry side tanah lempungnya
memiliki struktur terflokulasi sehingga
menghasilkan pori-pori yang cukup
besar.
4.4.2.Hubungan Nilai Koefisien
Permeabilitas dan Plasticity Index
Gambar 13. Grafik Hubungan Nilai k
dengan Plasticity Index Sumber: Data
Berdasarkan Gambar 13. didapatkan
bahwa semakin meningkatnya Plasticity
Index, semakin kecil nilai koefisien
rembesan (k). Selain itu, pada Plasticity
Index yang sama, koefisien rembesan (k)
pada wet side lebih kecil dibandingkan
dengan koefisien rembesan (k) pada dry
side.
4.5. Hasil Uji Unconfined Compression
Berikut merupakan rekapitulasi hasil
uji unconfined compression yang dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rekapitulasi Hasil Uji
Unconfined Compression
Sumber: Hasil Perhitungan
Gambar 14. Grafik Kuat Tekan Bebas
Sumber: Data
Pada Gambar 14. didapatkan bahwa
titik-titik di atas garis qu= 0,716 kg/cm2
adalah titik-titik yang memenuhi kriteria
kuat tekan bebas sebagai suatu
compacted soil liner yaitu qu ≥ 0,176
kg/cm2.
4.5.1.Hubungan Nilai Kuat Tekan
Bebas dan Prosentase Fly Ash
Gambar 15. Grafik Hubungan Nilai qu
dengan Prosentase Fly Ash Sumber: Data
Berdasarkan Gambar 15. didapatkan
bahwa semakin meningkatnya prosentase
Fly Ash, semakin kecil nilai kuat tekan
bebas (qu). Selain itu, pada prosentase
Fly Ash yang sama, nilai kuat tekan bebas
(qu) pada wet side lebih kecil
dibandingkan dengan koefisien rembesan
(k) pada dry side.
4.5.2.Hubungan Nilai Kuat Tekan
Bebas (qu) dan Plasticity Index
Gambar 16. Grafik Hubungan Nilai qu
dengan Plasticity Index Sumber: Data
Berdasarkan Gambar 16. didapatkan
bahwa semakin meningkatnya Plasticity
Index, semakin besar nilai kuat tekan
bebas (qu). Selain itu, pada Plasticity
Index yang sama, nilai kuat tekan bebas
(qu) pada wet side lebih kecil
dibandingkan dengan koefisien rembesan
(k) pada dry side.
4.6. Acceptable Zone
Acceptable zone menggambarkan
suatu kriteria kadar air-kepadatan pada
struktur soil liner berdasarkan nilai
permeabilitas dan kuat tekan. Batas-batas
pada penentuan acceptable zone ini
sesuai dengan referensi dari penelitian
Daniel dan Benson (1990) pada Gambar
3. Pada pembuatan acceptable zone
digunakan batas zero air void pada nilai
Gs= 2,519 gr/cm3 yang merupakan berat
jenis dari Bentonite dengan perhitungan
sebagai berikut:
Tabel 10. Perhitungan Zero Air Void
Sumber: Hasil Perhitungan
Berikut ini merupakan acceptable
zone yang didapatkan dari hasil pengujian
permeabilitas dan kuat tekan bebas dari
campuran Bentonite dan Fly Ash:
Gambar 17. Acceptable Zone
Permeabilitas campuran Bentonite dan
Fly Ash Sumber: Data
Gambar 18. Acceptable Zone Kuat
Tekan Bebas campuran Bentonite dan
Fly Ash Sumber: Data
Gambar 19. Overlay Acceptable Zone
Kriteria Permeabilitas dan Kuat
Tekan Bebas campuran Bentonite dan
Fly Ash Sumber: Data
Gambar 20. Acceptable Zone
Permeabilitas dan Kuat Tekan Bebas
campuran Bentonite dan Fly Ash Sumber: Data
Gambar 20. di atas merupakan hasil
akhir acceptable zone yang didapatkan
dari hasil overlay acceptable zone kriteria
permeabilitas dan acceptable zone
kriteria kuat tekan bebas campuran
Bentonite dan Fly Ash. Acceptable Zone
tersebut dapat dijadikan sebagai acuan
dalam penentuan kepadatan dan kadar air
campuran Bentonite dan Fly Ash untuk
compacted soil liner.
5. Kesimpulan
1. Pengaruh penambahan Fly Ash
terhadap karakteristik fisik dan
plastisitas lempung Bentonite sebagai
berikut:
a. Penambahan prosentase Fly Ash
dalam lempung Bentonite
menyebabkan nilai Liquid Limit,
Plastic Limit dan Plasticity Index
menurun dan sebaliknya nilai
Shrinkage Limit meningkat.
b. Hasil yang berbeda dengan
penelitian-penelitian sebelumnya
dengan bertambahnya kadar Fly
Ash menyebabkan meningkatnya
nilai Spesific Gravity campuran.
c. Dengan bertambahnya kadar Fly
Ash menyebabkan menurunnya
nilai OMC sedangkan nilai dmax
semakin meningkat. Semakin besar
nilai OMC semakin kecil dmax yang dihasilkan.
2. Pengaruh penambahan Fly Ash
terhadap karakteristik mekanik dari
lempung Bentonite yang dipadatkan
sebagai berikut:
a. Nilai koefisien permeabilitas (k)
semakin meningkat dengan
penambahan prosentase Fly Ash
dalam Bentonite, namun sebaliknya
Nilai koefisien permeabilitas (k)
berbanding terbalik dengan
Plasticity Index. Koefisien
permeabilitas semakin menurun
dengan meningkatnya Plasticity
Index.
b. Nilai kuat tekan bebas (qu) semakin
menurun dengan penambahan
prosentase Fly Ash dalam
Bentonite, namun sebaliknya nilai
kuat tekan bebas (qu) berbanding
lurus dengan Plasticity Index. Nilai
kuat tekan bebas (qu) semakin
meningkat dengan meningkatnya
Plasticity Index.
3. Dari hasil analisa pengujian dengan
menggunakan tiga komposisi
campuran yaitu: Tanah A (30% B +
70% FA), Tanah B (50% B + 50%
FA), dan Tanah C (70% B + 30% FA)
dapat disimpulkan bahwa campuran
70% B + 30% FA memiliki
konduktivitas hidraulik paling kecil
dengan memenuhi standard parameter
untuk compacted soil liner dengan
nilai konduktivitas hidraulik (k)
mencapai 1 x 10-6 cm/dt dan kuat
tekan bebas (qu) lebih besar dari 0,716
kg/cm2.
4. Dari hasil pengujian falling head
didapatkan acceptable zone kriteria
permeabilitas campuran Bentonite dan
Fly Ash sedangkan dari hasil
pengujian unconfined compression
didapatkan acceptable zone dari
kriteria kuat tekan bebas campuran
Bentonite dan Fly Ash Melalui
penggabungan keduanya dihasilkan
acceptable zone untuk mengetahui
kriteria kadar air-kepadatan campuran
Bentonite dan Fly Ash yang diperlukan
untuk suatu compacted soil liner.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya sehingga penelitian ini dapat
dilaksanakan atas biaya DIPA Tahun
Anggaran 2014 berdasarkan kontrak
Nomor: 27 /UN 10. 6/ PG/ 2014 tanggal
21 April 2014, Laboratorium Geoteknik
PT. Indra Karya Malang khususnya
Bapak Zaenal dan Bapak Didik Pramono
atas izin dan bantuannya selama
berlangsungnya penelitian di
laboratorium dari awal hingga akhir,
Bapak Prasetyo Rubiantoro, SP. selaku
Laboran di Laboratorium Tanah dan Air
Tanah Jurusan Teknik Pengairan
Universitas Brawijaya Malang yang
banyak membantu selama
berlangsungnya penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Damanhuri,E. 1996. Teknik Pembuangan
Akhir. Bandung: Jurusan Teknik
Lingkungan Institut Teknologi
Bandung.
Daniel, D.E. 1987. Earthen Liners for
Land Disposal Facilities.
Geotechnical practice for waste
disposal’87. R. D. Woods, ed.,
ASCE, New York, N. Y., 21-39.
Daniel, D.E., and Benson, C.H. 1990.
Water content-density criteria for
compacted soil liners. Journal of
Geotechnical Engineering, ASCE,
Vol. 116
Koerner, R. M. 1984. Construction and
Geotechnical Methods in Foundation
Engineering. Mc Graw-Hill. United
States of America.
Notodarmojo, S. 2004. Pencemaran
Tanah dan Air Tanah. Bandung:
Institut Teknologi Bandung.
Wardhana, W.A. 1995. Dampak
Pencemaran Lingkungan. Jakarta:
Andi Offset Yogyakarta.
Top Related