KARYANYA TAFSIR AL- SULON
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
JAKARTA
KARYANYA TAFSIR AL-SULON
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
FAKULTAS USHULUDDIN
dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam
Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 13 Januari 2021.
Skripsi
ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar
Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Quran dan
Tafsir.
Jakarta, 7 Maret 2021
Dr. Eva Nugraha, M.Ag
Fahrizal Mahdi, Lc, MIRKH
Anggota,
Fasjud Syukroni, MA
iv
Nama : Mochamad Fauzan
BASYA DALAM KARYANYA TAFSIR AL-
SULON
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah
saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil
karya
asli saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
al-Sulon
macam Tafsir dengan metode dan corak yang berbeda, salah
satunya
adalah Tafsir al-Sulon karya Fahmi Basya. Permasalahan utama
yang
dibahas dalam penelitian ini adalah tentang pendapat
kontroversialnya
terhadap arti kata al-Rahmn. Al-Rahmn yang diartikan sebagai
“Maha
Pengasih” itu tidak rasional. Menurutnya, kata al-Rahmn lebih
cocok
diartikan sebagai “Maha Pengatur” seperti contoh dalam QS.
Al-
Mulk[67]: 19 yang menjelaskan tentang fenomena burung-burung
yang
mengembangkan dan mengatupkan sayapnya, menurutnya fenomena
diatas itu merupakan masalah pengaturan. Mengapa? Karena orang
dahulu
memahami makna kata al-Rahmn itu dengan melihat akar katanya
padahal dalam ayat ini Allah menyuruh kita untuk melihat ke
burung.
Dalam penelitan ini, penulis menggunakan jenis penelitian
kualitatif
yang bersifat kepustakaan (library research). Oleh karena itu
pada
mulanya penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan
berbagai
sumber informasi seperti buku-buku, jurnal ilmiah dan
lain-lainya.
Adapun temuan dalam penelitian ini yaitu bahwasannya Fahmi
Basya
merupakan seorang pemikir, saintis yang kaya akan pendapat,
mampu
menyelami banyak makna, serta menolak taklid dan lebih
mengandalkan
akal (rayu). Kemudian dalam melakukan penafsiran al-Quran itu
dengan
menerapkan metode Ijmali (global) sehingga lebih mudah dipahami
tanpa
berbelit-belit.
vi
Segala puji bagi Allah SWT. Karena telah memberikan rahmat
nikmat
serta anugrah-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi
dengan judul “ KONSEP AL-RAHMN PERSPEKTIF FAHMI
BASYA DALAM KARYANYA TAFSIR AL-SULON ”. halawat
serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw.
Beserta
keluarga dan para sahabatnya manusia untusan Allah, dengan
perantara-
Nya lah kita mendapatkan nikmat Iman dan Islam.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak
luput
dari dukungan, arahan, serta bantuan dari banyak pihak secara
langsung
maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada:
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., MA., selaku
Rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Yusuf Rahman, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Eva Nugraha, M.Ag., selaku Ketua Program Studi Imu
Al-Quran
dan Tafsir, Dr. Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH. Selaku Sekretaris
Program Studi, dan seluruh dosen Fakultas Ushuluddin
Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak
memberikan ilmu pengetahuan selama perkuliahan, juga
memberikan
masukan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Prof. Dr. Said Agil Husin Al Munawar, MA., selaku Dosen
Penasihat
Akademik yang telah berkenan memberikan masukan kepada
penulis
dan meluangkan waktunya di tengah kesibukannya.
vii
bersedia memberikan waktunya di tengah kesibukan beliau.
Penulis
mengucapkan terimakasih atas bimbingan, arahan, masukam,
saran,
dan juga motivasi selama proses penyusunan skripsi ini.
6. Kedua Orang tua yang selalu memberikan kasih sayang nya dan
selalu
mendoakan, serta memberikan semangat, perhatian yang semuanya
dibungkus dengan ketulusan, sehingga penulis bisa
menyelesaikan
skripsi ini.
7. Teman-teman Keluarga Mahasiswa Majalengka Jakarta (KEMKA)
Jakarta, Forsila Bpc, Prodi Ilmu al-Quran dan Tafsir angkatan
2015
dan kolega Buntu Literasi, Ade Samsul Falah, SH, Ali Nur
Alizen,
Abdul Rofik, Oman Kholilurahman, S.Hum yang telah memberikan
banyak pengalaman serta keluasan dalam berfikir. Proses itu pula
yang
turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Kepada Nur Aida yang selalu membantu sekaligus
menyemangati,
sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih
banyak.
Jakarta, 10 November 2020
bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan
R.I. No: 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543b/U/1987.
A. Konsonan
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf
latin
dapat dilihat pada halaman berikut ini:
Huruf Arab Huruf Latin Nama
Tidak dilambangkan -
b Be
t Te
j Je
kh Ka dan Ha
d De
r Er
z Zet
s Es
Es (dengan titik di bawah)
De (dengan titik di bawah)
Te (dengan titik di bawah)
Zet (dengan titik di bawah)
ix
Hamzah () yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa
ditandai apapun. Jika ia terletak ditengah atau di akhir, maka
ditulis dengan
tanda ().
monoftong dan vocal rangkap yang disebut dengan diftong. Untuk
vokal
tunggal sebagai berikut:
a Fatah
i Kasrah
u ammah
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ai A dan I
au A dan U
Dalam bahasa Arab untuk ketentuan alih aksara vokal panjang
(mad)
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal
Latin Keterangan
C. Kata Sandang
syamsiyah dan qamariyah.
D. Syaddah (Tasydid)
“ ketika dialihkan ke bahasa Indonesia dilambangkan dengan huruf,
yaitu:
Al – Qamariyah Al – Quwwah
Al – Syamsiyah Al - arrah
xi
Transliterasi untuk ta marbh ada dua, yaitu: ta marbh yang
hidup atau mendapat harakat fatah, Kasrah dan ammah,
transliteraisnya adalah [t]. sedangkan ta marbh yang mati
atau
mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah [h]. kalau pada
kata
yang berakhir ta marbh diikuti oleh kata yang menggunakan
kata
sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta marbh
itu
ditransliterasikan dengan ha (h). contoh:
No Kata Arab Alih Aksara
arqah 1
2 Al – Jmiah al – Islmiah
3 Wadat al – Wujd
F. Huruf Kapital
Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) yaitu, untuk menuliskan
permulaan
kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan nama diri, dan
lain-lain.
Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang harus
ditulis
dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan
huruf
awal bukan atau kata sandangnya. Contoh: ab Hmid, al-Ghazl,
al-
Kind.
berasal dari Indonesia sendiri disarankan tidak dialih aksarakan
meskipun
akar katanya berasal dari bahasa Arab, misalnya ditulis Abdussamad
al-
Palimbani, tidak „And al-Samad al-Palimbn., Nuruddinal-Raniri,
tidak
Nr al-Dn al-Rnr.
Indonesia
istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia.
Kata,
istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari
pembendaharaan Bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam
tulisan
Bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di
atas.
Misalnya kata Al-Quran (dari al-Qurn), sunnnah, khusus dan
umum.
Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian
teks
Arab, maka mereka harus ditransliterasi secara utuh. Contoh:
F ill al-Qurn
xiii
B. Permasalahan
....................................................................................
5
D. Tinjauan
Pustaka...............................................................................
6
E. Metodologi
Penelitian.......................................................................
8
A. Personal
..........................................................................................
11
3. Kiprah Sosial
.............................................................................
12
4. Corak Pemikiran
.......................................................................
13
5. Karya Intelektual
.......................................................................
15
4. Bentuk Penyajian
......................................................................
19
A. Pemahaman Semantik Term al-Rahmn
........................................ 21
B. Tinjauan Mufassir Terhadap Term al-Rahmn
.............................. 30
C. Letak dan Penyebutan Kata al-Rahmn dalam al-Quran ..............
32
BAB IV ANALISIS KONSEP AL-RAHMN FAHMI BASYA.......... 45
A. Makna Kebahasaan Term al-Rahmn Menurut Fahmi Basya .......
45
B. Pendekatan Matematis Fahmi Basya Terhadap Term al-Rahmn
dalam al-Quran
.............................................................................
48
Al-Quran
.......................................................................................
56
BAB V PENUTUP
...................................................................................
71
Tabel 3. 2 Contoh makna denotasi dan konotasi
................................... 23
Tabel 3. 3 Contoh makna leksikal
......................................................... 24
1
Pada tabiatnya umat islam mempercayai dalam hati bahwa al-
Quran dengan segala kemujmalannya senantiasa sesuai dengan waktu
dan
tempat ahh l kulli zamn wa makn. Al-Quran yang turun pada
zaman
Rasulullah Saw, yang mana berbeda waktu dan tempat dengan
sekarang
tentunya, maka al-Quran butuh penyajian yang sesuai agar ahh l
kulli
zamn wa makn, namun ketika cara menyajikan al-Quran saat ini
tidak
lagi sesuai dengan karakter manusia modern, maka secara
otomatis
membutuhkan tambahan penjelasan penyederhanaan dan penyajian
dengan cara bertahap dan sempurna. 1 Oleh karenanya kita perlu
mengenali
terlebih dahulu beberapa pendekatan, dan salah satu pendekatan
yang
harus diperkenalkan agar mendapatakan pemahaman yang komprehensif
2
Terhadap al-Quran adalah yang dinamakan dengan pendekatan
sintetik
analitik. 3
Al-Quran adalah kitab suci umat islam yang diturunkan sebagai
petunjuk bagi manusia yang berisikan nilai-nilai universal. Dari
sisi teks,
al-Quran memang tidak ada perubahan ataupun pengurangan. 4
Sifat
keterjagaan ini biasanya dirujuk pada QS. Al-Hijr [15]: 9 karena
itu al-
Quran mempunyai sifat-sifat statis, 5 hal ini bisa menjadi salah
satu bukti
bahwa keaslian teksnya terjaga, tidak satupun penambahan ayat
dan
1 Ibrahim El-Deeb, Bee A Living Quran :Petunjuk Praktis penerapan
Ayat-ayat
al-Quran dalam kehidupan sehari-hari ( Ciputat, Tangerang Selatan :
Lentera Hati,
2009) , 3. 2 Dalam Kamus Ilmiah Komprehensif yaitu mengandung
pengertian yang luas dan
menyeluruh. 3 Kuntowijoyo, Paradigma Islam, cet. VIII (Bandung :
Mizan, 1998), 327. 4 M. Quraish Shihab, Dalam Sejarah dan Ulumul
Quran ( Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2001), 50. 5 Abdul Mustaqim, Epistemologi Kontemporer (
Yogyakarta: LKiS, 2010) , 55.
2
melingkupinya.
tidak heran jika perjalanannya dari masa penurunan hingga
sekarang
banyak perhatian yang dicurahkan untuk menggali petunjuk dan
memperoleh pemahaman al-Quran. 6 Apresiasi ini kemudian
dituangkan
dalam jutaan jilid buku generasi ke generasi. Produk apresiasi
berbeda-
beda sesuai dengan kemampuan dan kecenderungan mereka, namun
semua mengandung kebenaran, karena al-Quran ibarat permata
yang
memancarkan cahaya beragam sesuai dengan sudut pandang
masing-
masing. 7
Pada masa periode pertengahan sudah terlihat tanda-tanda
bergesernya tradisi penafsiran dari Tafsr bi al-matsr ke bi
al-ray,
dengan melibatkan rasio yang semakin besar maka membuka
keluasan
apresiasi dalam menafsirkan al-Quran dengan corak dan
kecenderungan
sesuai dengan disiplin ilmu penafsirnya 8 , kemudian yang menjadi
garis
besarnya adalah teks al-Quran merupakan sistem tanda,
meskipun
terbatas tetapi ia tetap mengandung makna yang beragam karena
adanya
proses pemaknaan atau penafsiran oleh para mufasirnya. 9
Al-Quran diidealisasi sebagai nilai sakral dan transendental,
sementara dipihak lain realitas sosial harus yang harus
dibimbingnya
begitu pragmatis, rasional dan materialistis. Akhirnya,
seoalah-olah al-
Quran yang dialamatkan kepada manusia berhadap-hadapan dengan
realitas itu. Tidak salah memang, namun yang harus perlu kita
ketahui,
alangkah baiknya kita juga mentransendensikan al-Quran supaya
6 Rusdi, “Al-Quran dan Dialektika Kebudayaan” ( Skripsi Fakultas
Ushuluddin,
UIN Sunan Kalijaga, 2009), 9. 7 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran
dan Tafsir atas Pelbagai Persoalan
Umat Islam (Bandung, Mizan, 1998), 3. 8 Abdul Mustaqim, Dinamika
Sejarah Tafsir Al-Quran (Yogyakarta: Adab Press,
2012), 90. 9 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia: Dari
Hermeneutika hingga Ideologi
(Yogyakarta: LKiS, 2013), 28.
pemahaman kita terhadapnya tidak terbatasi oleh warisan historis
kita. 10
Oleh karena itu perlu adanya tafsir untuk mengungkap,
menjelaskan,
memahami, dan mengetahui prinsip-prinsip kandungan al-Quran
tersebut. 11
mendamaikan kehidupan manusia, maka agama memiliki kitab suci
dalam
menyampaikan pesan-pesan ilahi yaitu al-Quran al-Karim.
Al-Quran
memperkenalkan dirinya sebagai kitab yang didalamnya mencakup
segala
sesuatu meskipun hanya bersifat global. Maksudnya, pemahamannya
itu
mencakup ilmu pengetahuan yang tinggi dan sekaligus merupakan
kalam
mulia yang esensinya tidak dapat dimengerti, kecuali bagi orang
yang
berjiwa suci dan berakal cerdas. 12
Karena terdapatnya ayat-ayat al-Quran
yang bersifat umum sehingga memerlukan sentuhan akal untuk
memahami
rinciannya, 13
kebenaran mutlak merupakan suatu hal yang mustahil, tetapi usaha
untuk
terus interpretasi, reinterpretasi kembali yang continu diharapkan
akan
dapat membawa pada pencapaian idealita dari suatu agama. 14
Dalam memahami makna al-Quran bisa jadi setiap orang yang
membaca, meneliti, mengkaji dan menafsirkan suatu ayat dari
al-Quran
itu merasa puas dengan apa yang dia ketahuinya, tetapi tidak
menutup
kemungkinan juga adanya orang lain yang melakukan hal yang
sama
justru menemukan makna-makna lain yang berbeda. 15
Dalam perkembangan khazanah tafsir, bermunculan berbagai
macam tafsir dengan metode dan corak yang berbeda, salah
satunya
10 Kuntowijoyo, Paradigma Islam, 332. 11
Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah al-Quran dalam Tafsr
al-
Misbh, cet. I (Jakarta, Amzah: 2015), 3-4. 12
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manâr, juz 1 ( Mesir, Dâr al-Manâr
), 143-
151. 13
Hakiki, cet.III (Jakarta: Ciputat Press, 2004) , 12. 14
Adi Fadli, “Al-Quran dan Pluralisme Agama perspektif Mahmoud
Mustofa
Ayub”. Ulumuna, vol. ix edisi 15, no.1( Januari-Juni 2005) , 1.
15
Adi Fadli, Al-Quran dan Pluralisme Agama, 2.
4
dia intens menggali dan mencari maksud yang diungkapkan dalam
kalam-
kalam ilahi. Fahmi Basya adalah seorang Ahli Matematika Islam
yang
telah mendapatkan berbagai macam penghargaan atas karyanya
itu,
sehingga pikiran dan penemuannya dia tuangkan dalam bentuk
tulisan
dalam buku dan power point hingga penjelasannya dalam bentuk
video
yang diupload melalui sosial media yang dinamainya sebagai Flying
Book,
16 dan juga dia menyebarkannya dalam laman facebooknya.
17 Materi yang
disuguhkannya merupakan apresiasi dia terhadap al-Quran, yang mana
di
dalam al-Quran itu sendiri terkandung isyarat-isyarat ilmu
pengetahuan
sehinga mendorong untuk merefleksikannya sebagai tanda-tanda
keagungan Tuhan pencipta alam. 18
Salah satu pemikiran Fahmi Basya adalah pendapat
kontroversialnya
tentang arti kata al-Rahmn. Menurutnya, al-Rahmn yang
diartikan
dengan “Pengasih” adalah tidak rasional, menurutnya kata
al-Rahmn
lebih cocok dimaknai dengan “pengatur”, berangkat dari argumennya
ini
dia memberikan contoh ayat yang menjelaskan ketidakcocokannya
al-
Rahmn sebagai “pengasih”, ayat yang dikemukakan adalah Q.S
Maryam:19:45 yang berbunyi “ Hai bapakku, aku takut mengenai
kamu
azab dari al-Rahmn, maka jangan jadikan setan sebagai kawan.
19
Berbagai macam penemuannya terdapat dalam buku tentang
Borobudur dan Peninggalan Nabi Sulaiman, Risalah Rob ku (One
Million
Phenomena) dan lain-lain. Pendapat-pendapatnya melalui
penemuannya
itu kerap menimbulkan kontroversi di kalangan agamawan,
sejarawan
bahkan akademisi sekalipun, seperti hal yang ditemukan oleh
Fahmi
16
File yang berbentuk flying book ini dapat dikunjungi melalui
website
https://m.youtube.com/watch?v=51nZJ5yo&feature=youtu.be.
Diakses pada tanggal 7
Agustus 2019 17
https://www.facebook.com/KH-Fahmi-Basya-570821729608320/. Diakses
pada
tanggal 7 agustus 2019 18
Ahmad Dallal, Al-Quran Sains dan Ilmu Sosial terj. Lien Iffah
Nafatu Fina
(Yogyakarta: eLSAQ, 2010) , 4. 19
Fahmi Basya, Tafsir Al-Sulton, koreksi ke 7, 6.
latar belakang keilmuannya dalam menafsirkan ayat ini membuat
penulis
ingin mengatahui bagaimana Fahmi Basya meneliti kata al-Rahmn
sehingga dapat berbeda dengan penafsiran lainnya, lalu
melalui
pendekatan apa beliau menginterpretasikan kata al-Rahmn itu,
serta
masih terdapat ruang yang kosong untuk melakukan penelitian tentang
hal
ini.
menjadi tiga yaitu:
1. Identifikasi Masalah
oleh Fahmi Basya, masalah yang menjadi pemerhati penulis yaitu:
masih
minimnya masyarakat dalam mengetahui tafsiran kata al-Rahmn
dan
kitab al-Sulonnya karya Fahmi Basya.
2. Batasan Masalah
oleh Fahmi Basya.
3. Rumusan Masalah
Basya serta bagaimana pendekatan dan metode yang digunakan
dalam
penafsirannya?
tujuan yang dicapai oleh penulis adalah:
6
penafsiran kata al-Rahmn.
2. Mengetahui pendekatan dan metode yang digunakan oleh Fahmi
Basya.
Adapun kegunaan dari penelitian ini antara lain:
1. Memberikan kontribusi terhadap wacana telaah pemikiran
tokoh.
2. Menjadi pijakan bagi peneliti selanjutnya.
D. Tinjauan Pustaka
skripsi, meskipun demikian penelitian skripsi yang dibahas itu
berbeda
dengan penelitian penulis ini. Meskipun pembahasannya sama
namun
objek kajiannya berbeda, berikut ini adalah penelitian
berdasarkan
variabel Fahmi Basya yaitu:
Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Walisongo
Semarang,
2016. Meskipun pembahasan dalam skripsi ini sama yaitu
membahas
pemikiran Fahmi Basya namun objek kajiannya berbeda dengan
yang
diangkat penulis. Perbedaannya adalah objek kajian yang
dipilih
Muhammad Nadjib berkenaan tentang Negeri Saba dalam al-Quran,
sedangkan objek kajian penulis adalah terjemahan kata al-Rahmân
dalam
al-Quran. 20
Hidayatullah Jakarta, 2003. Yang dibahas dalam Skripsi ini sama
seperti
20
Muhammad Nadjib, “Kisah Negeri Saba dalam al-Quran Studi
Kritis
Pemahaman Fahmi Basya” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri
Walisongo Semarang,
2018)
7
apa yang penulis angkat yaitu membahas pemikiran Fahmi Basya,
namun
yang membedakan adalah objek kajiannya. 21
Mannan az-Zaidi, Konsep Arsy Menurut Fahmi Basya, Skripsi,
Yogyakarta, Jurusan Ilmu al-Quran dan Tafsir Fakultas
Ushuluddin,
2016. Penulisan Skripsi yang diangkat olehnya ini tentunya
berbeda
dengan penulis. Kajian yang diangkat oleh Mannan berkenaan
dengan
Konsep Arsy, hal ini jelas berbeda dengan objek kajian yang
penulis
angkat. 22
lingkup yang dibahas tergolong sama yaitu mengkritisi
pemikirannya
Fahmi Basya, namun hanya objek penelitiannya saja yang berbeda.
23
Dumair, Negeri Sab dalam Al-Quran, Skripsi, Yogyakarta
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2016. Penelitian yang
diangkat
olehnya hanya fokus pada kajian tahlili terhadap al-Quran,
berbeda
objeknya dengan penelitian penulis yang membahas tentang
penafsiran
Fahmi Basya. 24
Nabi Sulaiman Karya Fahmi Basya. Skripsi ini hanya fokus pada
21
Siti Fatimah, “Fenomena Alam Kaum Saba: Studi Analisis atas Surat
Saba
ayat 15-17” ( Skripsi S1.,Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2003). 22
Mannan az-Zaidi, “Konsep Arsy Menurut Fahmi Basya” (Skripsi
S1.,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016.) 23
Rini Susanti, “Studi Kritis Pemikiran Fahmi Basya tentang Kisah
Nabi
Sulaiman dalam Buku Borobudur dan Peninggalan Nabi Sulaiman”
(Skripsi S1.,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016.) 24
Dumair, “Negeri Saba dalam al-Quran” (Skripsi S1., Universitas
Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016).
dalam karyanya
penelitiannya dengan penulis. 26
Sab di Indonesia melalui pendekatan ilmu Matematika yang
dirumuskan
berdasarkan ayat-ayat al-Quran.
tentunya metodologi sangat mutlak dibutuhkan guna mempermudah
peneliti dan mengantarkan peneliti kepada hasil yang
rasional.
1. Jenis Penelitian
Oleh
buku yang berkaitan dengannya, jurnal, kitab Turast dan lain-lain.
Dalam
mengumpulkan data dan sumber informasi bisa diakses melalui
perpustakaan secara manual maupun digital, dengan demikian,
penelitian
ini akan sepenuhnya didasarkan pada sumber-sumber kepustakaan
yang
berkaitan dengan penafsiran dan terjemahan al-Quran menurut
Fahmi
Basya.
25
Secara bahasa Ad-dakhil yaitu bagian dalamnya rusak, ditimpa
kerusakan dan
mengandung cacat. Lihat Ibrahim Mustafa, al-Mujâm al-Wasith,
(Turki:Dâr al-
Dawah,1990) ,275. 26 Latania Fizikri, “Kekeliruan dalam Buku
Borobudur dan Peninggalan Nabi
Sulaiman Karya Fahmi Basya” (Skripsi S1., Insitut Ilmu Al-Quran
(IIQ) Jakarta, 2019). 27
Winamo Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode dan
Teknik
(Bandung: Tarsita,1997). 139.
a. Sumber Primer : Adapun yang masuk pada sumber primer
adalah
Tafsir al-Sulthn karya Fahmi Basya, Flying book, dan al-Quran
al-Karîm.
b. Sumber Sekunder : Beberapa literatur lain seperti jurnal
ilmiah,
Diskursus munasabah al-Quran yang ditulis Oleh Hasani Ahmad
Said, Be a living al-Quran yang ditulis oleh Ibrahim el-Deeb
dan
buku-buku lainnya yang berhubungan dengan pembahasan ini.
3. Teknik Analisa Data
penulis dalam menganalisis data:
a. Data dari sumber tertulis yaitu sumber primer maupun
sekunder
yang terkait dengan topik penelitian, kemudian dikumpulan
untuk
selanjutnya diseleksi sesuai kerangka berfikir atau fokus
penelitian.
b. Data yang telah terkumpul kemudian diinterpretasikan dan
dianalisis
selaras dengan tujuan penelitian.
berikut:
a. Mengumpulkan data yang yang terkait tentang skripsi ini baik
itu
buku, jurnal, kitab-kitab tafsir dan lain-lain.
b. Mengolah data yang sudah terkumpul kemudian
mengklasifikasikan
data tersebut.
judul skripsi ini.
5. Teknik Penulisan
Syarif Hidayatullah Jakarta, dan terjemah ayat al-Quran
berdasarkan
mushaf yang ditashih oleh Departemen Agama RI.
10
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian,
jenis
penelitian, tinjauan pustaka, hingga sistematika dan teknik
penulisan.
Bab II menjelaskan pembahasan mengenai biografi Fahmi Basya,
latar belakang keluarganya, latar belakang pendidikan, kiprah
sosial, corak
pemikiran dan karya intelektual, kemudian membahas karyanya dari
mulai
bagaimana sistematika penulisannya, sumber penafsiran hingga
metode
penafsiran.
Mufassir terhadap term al-Rahmn.
pendekatan Matematis Fahmi Basya terhadap tern al-Rahmn dalam
al-
Quran, pendekatan Sains terhadap term al-Rahmn dalam
al-Quran,
penafsiran dan kritik term al-Rahmn Fahmi Basya.
Bab V Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran
tujuannya
untuk memberikan jawaban atas apa yang dipersoalkan dalam
rumusan
masalah.
11
1. Latar Belakang Keluarga
Fahmi Basya lahir di Padang pada tanggal 3 Februari 1952. Ia
merupakan keturunan dari keluarga terhormat. Menilik ke belakang
untuk
melihat garis keturunannya, ia merupakan keturunan ke-6 dari
seorang
Ulama besar yang berasal dari Banjarmasin yaitu KH. Muhammad
Arsyad
Al-Banjari. Fahmi Basya juga merupakan generasi ke-31 dari
Sayyidina
Husein cucu Rasulullah. 1 Kemudian tidak hanya itu, ia juga
dibesarkan
dalam lingkungan agamis serta religius, hal itu terbukti dari
bahwasannya
ayah beliau adalah seorang kyai besar di tempat kelahirannya yaitu
KH.
Hamdi Bakri. 2
daerahnya yaitu Padang. Ia menyelesaikan Pendidikan di Sekolah
Dasar
27 Padang tersebut pada tahun 1965. Kemudian setelah lulus,
ia
melanjutkan studinya ke Jakarta yaitu Sekolah Menengah Pertama
Negeri
(SMPN) 58 Jakarta dan lulus pada tahun 1968. Setelah lulus SMP ia
lalu
melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Atas Negeri yaitu di SMAN
24
Jakarta dan lulus pada tahun 1971. Lalu kemudian ia
melanjutkan
pendidikan Strata satu (S1) di Universitas Indonesia dengan
mengambil
jurusan Matematika di Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FMIPA)
pada
1 Aep Saepudin, Misteri Kerajaan Nabi Sulaiman di Nusantara:
Benarkah Candi
Borobudur merupakan warisan Nabi Sulaiman? (Yogyakarta : Buku
Pintar, 2012), 235. 2 Latania Fizikri, “Kekeliruan dalam Buku
Borobudur dan Peninggalan Nabi
Sulaiman Karya Fahmi Basya”, 45.
12
tahun 1972. 3 Gelar S1 nya diraih pada tahun 1983. Setelah itu
ia
melanjutkan studinya di Harvard kemudian di Pesantren Gontor.
4
3. Kiprah Sosial
Fahmi Basya tergolong sebagai seseorang yang aktif dari
semenjak
masih menempuh Sekolah dulu. Itu terbukti saat ia masih duduk di
bangku
SMP, ia sudah tercatat aktif sebagi anggota KAPPI. Keaktifannya
juga
berlanjut semasa SMA dengan ikut aktif dalam organisasi intra
sekolah
bahkan pernah menjabat sebagai ketua OSIS. 5 Kemudian berikut ini
juga
diantara pengalaman Fahmi Basya 6 ; pada tahun 1975 Fahmi Basya
sudah
diangkat menjadi Dosen di Sekolah Tinggi Teknik Jakarta, ia
mengajar
Matematika pada jurusan elektro tingkat 1 dan jurusan mesin tingkat
2,
selain itu di tahun yang sama juga juga ia menjabat sebagai Ketua
Masjid
Arif Rahman Hakim Universitas Indonesia (UI) Salemba,
kemudian
ditahun 1982 ia bergabung dengan Korp Mubaligh Jakarta untuk
berdakwah keliling kota Jakarta, belum cukup sampai disitu saja,
pada
tahun 1984 ia menerbitkan buku One Million Phenomena, kemudian
tahun
1985 sampai 2000 ia aktif memberikan Studium General tentang
Matematika di Fakultas Tarbiah IAIN Jakarta, tahun 1989 ia
menjadi
pembicara utama dalam seminar al-Quran dan Matematika di IAIN
Jakarta, kemudian pada tahun 1995 ia kembali menulis buku yang
diberi
judul Bumi itu Al-Quran, tiga tahun kemudian yaitu pada tahun 1998
ia
dipercaya sebagai Sekretaris Umum ICMI ORSAT Kebon Jeruk,
Jakarta
Barat, pada tahun 2004 ia kembali menerbitkan buku yang
berjudul
Matematika Islam, dan pada tahun 2004 ia menjadi Dosen
Matematika
islam pertama di UIN Jakarta. Dan masih banyak lagi berbagai
macam
pengalaman yang telah beliau lalui sampai saat ini.
3 Latania Fizikri, “Kekeliruan dalam Buku Borobudur, ” 45.
4 Fahmi Basya, Bumi itu Al-Quran: Menguak Alam Semesta melalui
Matematika
Al-Quran (Jakarta : Zahira, 2014), 437. 5 Latania Fizikri,
“Kekeliruan dalam Buku Borobudur ,” 46.
6 Fahmi Basya, Bumi itu Al-Quran, 438.
13
Jika kita menelaah lebih jauh lagi terkait corak pemahaman
Fahmi
Basya, kita akan mengetahui bahwa ia adalah seorang yang
memahami
teks al-Quran dengan menggunakan perspektif ilmu pengetahuan
(Sains),
maka sebelum kita menelisik tentang corak pemikiran Fahmi
Basya,
kiranya penjelasan terkait hubungan wahyu dengan ilmu
pengetahuan
harus dimunculkan agar kita mengetahui bagaimana titik
temunya.
Di dunia barat sendiri bahkan telah muncul pandangan terkait
masalah wahyu dengan ilmu pengetahuan (Sains), para pakar dunia di
dua
bidang tersebut memiliki pandangan yang berbeda.
Ian G. Barbour sebagaimana telah dikutip oleh Andi
Rosadisastra,
menjelaskan bagaimana teori munculnya empat tipologi hubungan
antara
Sains dengan agama atau kitab suci. 7 Pertama, yaitu Tipologi
konflik
Golongan ini berpandangan bahwasannya agama dan ilmu pengetahuan
itu
saling bertentangan. Adapun tipologi ini dipimpin oleh
golongan
materialisme ilmiah dan golongan literalisme kitab suci. Alasan
dari
golongan ini adalah bahwa ilmu pengetahuan itu bersifat objektif,
dan
terbuka. Sebaliknya agama itu bersifat subjektif, tertutup, serta
tidak
kritis. 8
sebaiknya tidak perlu adanya konflik, karena agama dan ilmu
pengetahuan
itu berada pada domain yang berbeda. Jadi ketika kita membahas
tentang
ilmu pengetahuan maka fokus kajiannya adalah alam. Sedangkan
agama
itu fokus kajiannya lebih kepada tatacara atau aturan bagaimana
manusia
berprilaku dan hubungannya dengan Tuhan. 9
Ketiga, yaitu Tipologi dialog. Golongan ini lebih cenderung
membandingkan kedua bidang tersebut (sains dan agama). Golongan
ini
7 Andi Rosadi sastra, Metode Tafsir Ayat-ayat Sains dan Sosial
(Jakarta : Amzah,
2007), 15. 8 Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-ayat Sains dan
Sosial, 15.
9 Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-ayat Sains dan Sosial,
17.
14
ingin menunjukan bahwa antara sains dan agama itu sangat erat
sekali
hubungannya. Contoh kecilnya, ketika sains membahas persoalan
diluar
wilayahnya sendiri seperti misalnya, mengapa alam semesta itu
serba
teratur dan dapat dipahami? Dari sinilah dibutuhkan dialog antara
agama
dan sains guna menjawab pertanyaan tersebut. Jadi, konsep
sains
diperlukan untuk membahas hubungan antara Tuhan dengan dunia.
10
Dari
sinilah suatu dialog terbentuk ketika sains keluar dari ranah
persoalannya
kemudian agama menawarkan sebuah jawaban. 11
Keempat, Tipologi integrasi. Golongan ini lebih mengedepankan
terhadap adanya titik temu antara agama dan sains. Golongan
ini
menyerukan gagasan untuk melakukan perumusan ulang teologi
tradisional yang lebih menjangkau dan sistematis daripada seperti
apa
yang dilakukan oleh golongan tipologi dialog. 12
Dari berbagai macam perbedaan pandangan di atas, Fahmi Basya
lebih cenderung mengikuti kelompok yang menganggap
bahwasannya
agama dan ilmu pengetahuan itu memiliki hubungan yang sangat
erat.
Dengan kata lain berarti antara agama dan ilmu pengetahuan itu
tidak
bertentangan. Bahkan dalam salah satu bukunya ia mengatakan
banyak
persoalan di dalam agama Islam membangun sains. 13
Dari sinilah
kemudian Fahmi Basya mencurahkan segala fikirannya untuk
membuat
karya yang terkait dengan hal itu. Buku yang sempat menjadi
kontroversi
yaitu Borobudur dan Peninggalan Nabi Sulaiman itu adalah
merupakan
salah satu dari sekian banyak karyanya, yang dimana dalam
bukunya
tersebut ia mengatakan bahwa kerajaan Saba itu berada di Indonesia.
14
10
Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-ayat Sains dan Sosial, 18.
11
Bambang Ranggono, Percikan Sains dalam Al-Quran: Menggali
Inspirasi
Imiah (Bandung : Khazanah Intelektual, 2005), ix. 12
Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-ayat Sains dan Sosial, 18.
13
Fahmi Basya, Bumi itu Al-Quran, Vii. 14
Fahmi Basya, Borobudur dan Peninggalan Nabi Sulaiman (Jakarta :
Zaytuna,
2014), 161-184.
Komaruddin Hidayat, dalam sebuah kata pengantar dalam bukunya
yang berjudul Matematika Islam : Sebuah Pendekatan Rasional
untuk
Yakin ia mengatakan bahwa Fahmi Basya adalah orang yang sangat
peka
dan kreatif untuk melakukan penelitian tentang kemukjizatan
al-Quran
dari pendekatan matematis. 15
Selain aktif sebagai pendakwah dan rajin mengisi seminar atau
studium general diberbagai tempat terutama kampus-kampus, ia juga
tak
lupa mendedikasikan sisa hidupnya untuk menulis berbagai macam
buku,
banyak karyanya yang telah ia tulis terutama seputar Matematika dan
al-
Quran, berikut ini diantara karya-karya nya :
a. Bumi itu Al-Quran
Buku Bumi itu al-Quran ia tulis pada tahun 1995, dalam
bukunya
ini ia mengajak bagi para pembacanya untuk memiliki paradigma
bahwa
ilmu eksak itu berkoneksi dengan al-Quran. 16
Menurutnya ilmu eksak ini
ilmu Sains al-Quran itu diajarkan di Pesantren-pesantren dan
Perguruan
Tinggi.
Fahmi Basya semakin menunjukan ke produktifannya dalam
menulis, pada tahun 2004 ia menulis buku yang diberi judul
Matematika
Islam. Dalam bukunya ini ia mencoba menjelaskan atau menafsirkan
al-
Quran seperti fisika dan matematika. 17
c. One Million Phenomena
Buku ini merupakan karya pertama Fahmi Basya yaitu pada tahun
1984. Buku ini menjelaskan tentang penafsiran al-Quran dilihat
dengan
kacamata ilmu pasti. Kemudian buku ini juga ditulis saat ia berada
dalam
jeruji besi, penangkapan tersebut disebabkan karena usahanya
untuk
15
Fahmi Basya, Bumi itu Al-Quran, 5. 17
Fahmi Basya, Matematika Islam, 23-25.
16
menumbangkan rezim Soeharto, pada saat itu ia ditangkap di Masjid
Arif
Rahman Hakim Universitas Indonesia (UI) Salemba yang mana
pada
waktu itu ia menjabat sebagai ketua Masjidnya. 18
d. Borobudur dan Peninggalan Nabi Sulaiman
Buku ini ditulis pada tahun 2012 setelah melalui penelitan selama
33
tahun. Buku ini sempat menjadi kontroversial karena dalam bukunya
ia
mengatakan bahwa Kerajaan Saba itu berada di Indonesia tepatnya
di
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yaitu Candi Borobudur. Dalam
bukunya juga secara langsung ia membantah penelitian yang
dilakukan
oleh Theodor Van Erp pada tahun 1817 yang mengatakan bahwa
Candi
Borobudur itu merupakan peninggalan umat Budha yang dibangun
oleh
Wangsa Syailendra pada abad ke-8 M. Dari fenomena ini ia
melakukan
sebuah penilitian panjang dengan menggunakan al-Quran sebagai
data
yang paling valid. Kemudian hasil dari penelitiannya mengatakan
bahwa
Indonesia adalah Negeri Saba dan Borobudur merupakan kerajaan
Nabi
Sulaiman. 19
Pada abad 20 M ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat. Oleh
karena itu umat Islam sibuk untuk mengejar ketertinggalannya dalam
hal
ilmu pengetahuan dan teknologi, itu terbukti dengan lahirnya
penafsiran
dengan menggunakan pendekatan ilmu pengetahuan (sains). Di
Indonesia
sendiri penafsiran dengan menggunakan metode tersebut
terbilang
tertinggal, perkembangan nya bisa dikatakan lambat. Bahkan karya
tafsir
18
Fahmi Basya, Risalah Robbku, One Million Phenomena (Jakarta:
Zahira, 2014),
3. 19
17
untuk mengejar ketertinggalan dan membuat karya tafsir yang
menggunakan pendekatan ilmu pengetahuan. Salah satu karya
tafsirnya
yang ber bahasa Indonesia dan bercorak Tafsîr Ilmî yaitu Tafsir
al-Sulton.
Kitab Tafsir al-Sulton adalah salah satu karya Fahmi Basya dari
sekian
banyak karyanya.
dengan berbagai macam bentuk, metode dan corak yang berguna
untuk
mencari makna yang terkandung dalam ayat-ayat al-Quran.
Keragaman
tafsir tersebut merupakan gambaran bahwa al-Quran itu bagaikan
berlian
yang memancarkan kilauan cahayanya ke berbagai sudut kehidupan.
Dari
pancaran al-Quran tersebut kemudian lahirlah berbagai macam
ilmu
keislaman, karena memang al-Quran sendiri mendorong untuk
melakukan
pengamatan dan penelitian. 21
merupakan produk sebuah budaya yang dipengaruhi oleh sosial
budaya
dan kapasitas keilmuan penafsirnya. 22
20
Muhammad Nadjib, “Kisah Negeri Saba dalam al-Quran: Studi
Kritis
Pemahaman Fahmi Basya” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri
Walisongo Semarang,
2018), 95-96. 21
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang
Patut
anda Ketahui dalam Memahami Ayat-Ayat al-Quran (Tangerang: Lentera
Hati, 2013) ,
5 22
Junizar Suratman, “Pendekatan Penafsiran al-Quran yang Didasarkan
pada
Instrumen Riwayat, Nalar dan Isyarat Batin”. Intizar, vol.20, no.1
(2014): 45.
18
tiga hal, yaitu: metode, corak dan bentuk penafsiran (sumber
penafsiran).
Bentuk penafsiran itu ada kalanya berupa bi al-matsûr (penafsiran
yang
bersumber dari riwayat), bi al-rayî (penafsiran yang bersumber
dari
nalar), dan bi al-isyârî (penafsiran yang bersumber dari
isyarat).
Adapun dalam Tafsir al-Sulton karya Fahmi Basya, jika dilihat
dari
sumber penafsirannya, ia termasuk ke dalam tafsir bi al-rayî
(penafsiran
yang bersumber dari nalar), karena lebih mengedepankan ilmu
pengetahuan dalam penafsirannya dan cenderung cocokologi.
Berdasarkan apa yang telah dijelaskan oleh penulis di atas,
penulis
memberikan kesimpulan bahwa Tafsir al-Sulton itu bentuk
penafsirannya
bercorak tafsîr „ilmî, yaitu salah satu corak penafsiran yang
lebih
cenderung pada ilmu pengetahuan.
Metode penafsiran yang digunakan oleh Fahmi Basya dalam kitab
Tafsir al-Sulton nya adalah metode Ijmali (global). Kitab-kitab
Tafsir yang
menggunakan metode ini pada umumnya mudah dipahami tanpa
berbelit-
belit dengan pemahaman al-Quran sehingga cepat dapat dimengerti
oleh
pembacanya.
Dalam menulis Tafsir al-Sulon, sistematika penulisan yang
digunakan oleh Fahmi Basya berbeda dengan mufassir yang lain.
Penafsirannya hanya sebagai bentuk koreksian terhadap ayat-ayat
yang
ditafsirkan yang tidak sesuai dengan pandangan nya. Seperti contoh
dalam
QS. Al-Mulk [67]:19.
Mashuri Sijojuddin Iqbal dan A. Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir
(Bandung:
Angkasa, 2005) 88.
mengatupkan sayapnya di atas mereka? tidak ada yang menahannya
(di
udara) selain yang Maha Pengatur. Sesungguhnya Dia Maha
melihat
segala sesuatu”. (QS. Al-Mulk [67]:19)
Adapun ayat diatas dalam Tafsir al-Sulton dijelaskan sebagai
fenomena burung yang bershof dan menyempit dan kata al-Rahmân
juga
diartikan bukan sebagai maha pemurah. Fenomena bershof dan
menyempit menurutnya itu adalah masalah pengaturan yang rumit,
dan
kata al-Rahmân di ayat tersebut seharusnya diartikan sebagai
maha
pengatur. Mengapa bisa terjadi demikian? Menurutnya, orang
dulu
memahami kata al-Rahmân itu melihat ke akar kata. Padahal dalam
ayat
tersebut menurutnya Allah menyuruh melihat ke burung. 24
4. Bentuk Penyajian
adalah bentuk penyajian yang global, yaitu suatu bentuk penyajian
yang
singkat.
seperti terjemahan al-Quran karena ia berbahasa Indonesia,
model
penyajiannyapun utuh, dimana satu ayat diterjemahkan
seluruhnya.
Setelah ayat-ayat diterjemahkan, di bawahnya mufasir
terkadang
memberi catatan pada ayat-ayat tertentu yang bertujuan untuk
memberi
penjelasan tambahan mengenai ayat tersebut.
24
20
21
Istilah “semantic” baru diciptakan pada abad ke-19 dari
seorang
berkebangsaan Yunani yang berarti “menandakan”. Tentu saja hal
ini
tidak berarti bahwa ahli memalingkan perhatiannya pada
penyelidikan
makna dan kata-kata. Sebaliknya, sejak dulu hingga kini ahli-ahli
tata
bahasa tertarik akan makna kata-kata dari pada akan fungsi
sintaksisnya. 1
Manifestasi praktik ketertarikan ini terlihat dari tidak
terhitungnya
kamus-kamus yang telah dihasilkan selama ini. Tidak hanya di
barat,
tetapi juga diseluruh penjuru dunia. Seperti yang telah kita
ketahui
bersama bahwa kategori tata bahasa tradisional banyak ditentukan
oleh
cara-caranya menandakan yang khusus. 2
Chaer mengatakan bahwa dalam semantik itu yang dibahas adalah
hubungan antara kata dengan konsep atau makna dari kata tersebut.
3
Tarigan berpendapat bahwa semantik itu adalah menelaah
lambang-
lambang atau tanda-tanda yang meyatakan makna, hubungan makna
satu
dengan yang lain, dan pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat.
4
Dari beberapa penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa
semantik merupakan salah satu cabang ilmu linguistik yang mengkaji
arti
atau makna serta lambang-lambang yang memberi tanda pemaknaan
dan
mempunyai kedudukan ilmu yang sama dengan cabang ilmu bahasa
lainnya.
Semantik sendiri memiliki tiga unsur, yaitu: 5
1 Djaja sudarma. Semantik I, Pengantar ke arah Ilmu Makna.
(Bandung:
Eresco,1993), 2. 2 Imam Hidayat. Semantik dan Perkembangan Bahasa.
(Yogyakarta: Kasturi
Pres,1995), 1. 3 Abdul Chaer . Lingustik Umum (Jakarta: Rineka
Cipta, 1994), 37.
4 H.G Tarigan. Pengajaran Linguistik. (Bandung: Angkasa, 1985),
72.
22
bahasa. Tanda atau simbol itu sendiri dikembangkan menjadi sebuah
teori
yang dinamakan semiotik. Semiotik kemudian mempunyai beberapa
aspek
yang sangat berkaitan dengan ilmu bahasa, yaitu; aspek sintaksis,
aspek
semantik, dan aspek pragmatik.
Makna leksikal adalah bagian yang terkecil di dalam sistem
makna
suatu ilmu bahasa yang keberadaannya dapat dibedakan dari
bagian
terkecil lainnya. Sedangkan hubungan referensial yaitu hubungan
yang
terdapat diantara sebuah kata dan dunia luar bahasa yang diacu
oleh
pembicaraan.
pencariaan lambang bahasa untuk menggambarkan objek konsep,
proses
dan sebagainya, biasanya dengan memanfaatkan perbendaharaan
yang
ada; antara lain dengan perubahan-perubahan makna atau dengan
penciptaan kata atau kelompok kata.
Jenis-jenis makna dalam semantik :
Makna denotasi ialah makna yang menunjukan arti langsung pada
acuan makna dasarnya. 6
5 Harimurti Kridalaksana. Kamus Linguistik Edisi Keempat. (
Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2013), 58-59. 6 Ahmad Ibn Faris, Mujam Muqys
al-Lugah, Juz 4, dalam al-Maktabah al-
Syamilah (ittihd al-Kuttb al- „Arab, 2002), 119 dan 121.
23
(Binatang buas/ singa)
Sedangkan makna konotasi ialah makna tambahan terhadap makna
dasarnya yang beruba nilai rasa tertentu. 7
Tabel 3. 2
No Kata Makna Denotasi Makna Konotasi
1.
2.
3.
Merah
Berani, dilarang
Kata denotasi berasal dari kata to denote yang berarti
„menunjuk,
sedangkan konotasi berasal dari kata to connote yang berarti
„menambahkan atau menempelkan sesuatu kepada sesuatu yang
sudah
ada. Dengan demikian makna konotasi pasti menempel pada makna
denotasi (tidak berdiri sendiri). 8
b. Makna Leksikal dan Gramatikal
Makna leksikal ialah bentuk ajektif yang diturunkan dari
nomina
leksikon ( vokabuler, kosa kata, perbendaharaan kata). Menurut
Chaer,
makna leksikal adalah makna yang secara inheren dimiliki oleh
sebuah
leksem. Makna leksikal ini juga dapat diartikan sebagai makna kata
secara
7 Abd al-Rahmn Hasan Habannakah al-Maidn, al-Balgah
al-„Arabiyah:
Assuh wa „Ulmuh wa Funnuh, dalam al-Maktabah al-Syamilah. 628. 8
Stephen Ullmann, Semantics: An Introduction to the Science of
Meaning, Terj.
Sumarsono, Pengantar Semantik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007)
96.
24
lepas, di luar konteks kalimatnya. Oleh karena itu, makna leksikal
dapat
pula diartikan makna yang sesuai dengan referennya atau makna
yang
sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. 9
Tabel 3. 3
Contoh makna leksikal
(Warna putih)
(Memakan makanan)
yang tidak sebenarnya atau gabungan kata yang membentuk arti
baru
dimana tidak berhubungan dengan kata dasarnya. Misalnya idiom
„cuci
mata yang berarti cari hiburan dengan melihat sesuatu yang indah,
atau
idiom „kambing hitam yang berarti orang yang menjadi pelimpahan
suatu
kesalahan yang tidak dilakukannya. 10
Padanan kata semantik dalam bahasa Arab disebut dengan ilmu
al-
dilâlâh yang berasal dari kata - - yang berati „menunjukkan
seperti dalam (QS. al-Saff [61]: 10). 11
9 Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Cet. 3,
Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2002), 60. 10
http://organisasi.org/ (diakses pada tanggal 24 Februari 2021) 11
Abdul Wahab. Metedologi Pembelajaran Bahasa Arab (Jakarta: Genta
Pres,
2007), 32
Saff [61]: 10).
Dalam bahasa Arab, „ilm- al-dilâlâh itu terdiri atas dua suku
kata
yaitu: „ilm yang berarti ilmu pengetahuan, dan al-dilâlâh, yang
berarti
penunjukkan atau makna. Jadi, „ilm al-dilâlâh menurut bahasa ialah
ilmu
pengetahuan tentang makna. 12
cabang ilmu linguistik („ilm-al-lughah) yang telah berdiri sendiri
atau
disebut juga ilmu yang mempelajari tentang makna suatu bahasa,
baik
pada mufrodat (kosa-kata) maupun pada tarkib (struktur). 13
Ahmad Mukhtar „Umar mendefinisikan „ilm al-dilâlâh sebagai
berikut: 14
“Kajian tentang makna, atau ilmu yang membahas tentang makna,
atau
cabang linguistik yang mengkaji teori makna, atau cabang linguistik
yang
mengkaji syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mengungkap
lambang-
lambang bunyi sehingga memiliki makna”.
Dilihat dari perspektif metode linguistik historis dan deskriptif,
„ilm
al-dilâlâh dibagi menjadi dua, yaitu (1) „ilm al-dilâlâh
al-tarkh
(semantik historis), dan (2) „ilm ad-dilâlâh al-washf
(semantik
deskriptif). Pertama mempelajari perubahan makna dari masa ke
masa,
dan yang kedua mempelajari makna pada kurun waktu tertentu
dalam
sejarah suatu bahasa. Menurut Ferdinand de Saussure yang pertama
itu
12
Muhammad Masna, Orientasi Semantik (Jakarta: Anglo Media, 2006),
27. 13
Rianda Muhammad, Terjemah Al-Khasais (Jakarta: Rahman 2010), 38.
14
Abd al-Qadhir al-Jurjani, Asrar Balaghah, Maktabah Syamilah, versi
2, 297.
26
makna (makna yang berubah), sedangkan yang kedua disebut
sinkronik,
yaitu mengkaji hubungan-hubungan makna (makna yang tetap) dari
suatu
bahasa dalam kurun waktu tertentu. 15
Adapun ruang lingkup pembahasan „ilm al-dilâlâh berkisar pada:
16
a. Al-dâl (penunjuk, pemakna yang ditunjuk, dimaknai, makna)
serta
hubungan simbolik diantara keduanya.
bagian: 17
makna.
umum yang mencangkup beberapa arti. Dalam pengertian lain
disebutkan, hiponimi ialah hubungan semantik antara sebuah
bentuk
kata yang maknanya tercakup dalam makna bentuk kata lain.
3) Sinonimi (al-Tarâduf) yaitu, beberapa lafa yang menunjukkan
satu
makna meskipun tidak sama persis. Dalam pengertian lain disebut
pula,
sinonimi adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya
kesamaan makna antara satu satuan kata dengan satuan kata
lain.
4) Polisemi (Ta`addud al-Maknâ) yaitu, satu lafa yang
mengandung
lebih dari satu makna. Jika dua makna itu tidak saling
berlawanan,
maka disebut al-Musytarâk al-Laf, namun apabila saling
berlawanan,
maka disebut al-Tadâd (antonimi).
15
Abd al-Karim Muhammad Hasan, F Ilm al-Dillh (Cairo: Dar al-Marifat
al-
Jamiyah, 1992), 19. 16
Abu Qasim al-Zumakhsyari, Asas al-Balghah, Maktabah Syamilah, versi
2,
172. 17
172-173.
27
situasional dalam kehidupan ilmu dan seni. Perubahan makna
kata
disebabkan oleh: 18
faktor psikologis, pengaruh bahasa asing dan karena kebutuhan
terhadap kata-kata baru.
c. Majaz (kiasan), majaz berbeda dari gaya. Arti majaz diperoleh
jika
denotasi kata atau ungkapan dialihkan dan mencangkupi juga
denotasi
lain bersamaan dengan tautan pikiran lain.
Adapun tujuan pokok dari penelitian semantik ialah agar
pendegar
dapat memahami dengan baik makna yang dimaksud dari perkataan
atau
pembicaraan lawan bicaranya atau ungkapan-ungkapan yang
dibacanya,
sehingga untuk menghindari pengguna bahasa arab dari
kesalahan
semantik menyangkut pemilihan dan penggunaan kosa-kata agar tepat
dan
sesuai dengan struktur dan konteks kalimat. Termasuk juga
kesalahan
penggunaan istilah dan idiom.
dilakukan oleh para linguis Arab. Perhatian mereka terlihat pada
berbagai
kegiatan, antara lain 19
b. Pembicaraan mengenai kemukjizatan al-Quran
c. Penyusunan kamus
Perhatian terhadap ilmu al-dilâlâh ini telah mengantarkan
kita
kepada perkembangan kamus dalam bahasa Arab. Karena itu,
pembahasan
tentang perkamusan dalam bahasa Arab sangat erat hubungannya
dengan
18
173-174. 19
2008), 37.
ilmu al-dilâlâh. Hal ini dapat dipahami karena salah satu
fungsi
perkamusan ialah memberikan pemaknaan terhadap suatu kata
atau
kalimat. Dengan demikian kajian tentang ilmu al-dilâlâh sudah
dimulai
sejak munculya kajian perkamusan yaitu pada sekitar pertengahan
abad
kedua hijriyah, yang diprakarsai oleh Al-Khalil Ibnu Ahmad al-
Farâhidi
dengan kitabnya al-„An. 20
Dalam kalangan linguis Arab muncul salah satu nama yaitu
Ibrahim
Anis, guru besar bidang linguistik Arab di universitas Cairo
dengan
kitabnya yang berjudul Dilâlâh al-Alfâ, yang diantaranya
membahas
tentang sejarah perkembangan bahasa manusia dan bagaimana
hubungan
antara lafadz dan maknanya serta jenis hubungan keduanya, selain
itu
dibahas pula tentang macam-macam makna yaitu fonologi,
morfologi,
sintaksis dan leksikologi. 21
beberapa fase. Pertama, tahap penyusunan kata-kata dengan
penjelasannya yang belum disusun secara teratur. Kedua, tahap
pembukuan lafaz-lafaz secara teratur, akan tetapi berbentuk
risalah-risalah
yang terpisah-pisah dengan materi yang terbatas, contohnya Kitab
Al-
Mathâr karya Ab Zaid al-Ansharî. Ketiga, tahap penyusunan
kamus
secara komprehensif dan sistematis yang dipelopori oleh Al-Khalîl
Ibnu
Ahmad al-Farhidi, dialah yang memberikan inspirasi bagi para
ahli
bahasa lainnya untuk menyusun kamus. 22
Menurut Syaikh Muhammad bin Shlih al-Utsaimin, secara
semantik kata al-Rahmân itu artinya Yang memiliki rahmat, kasih
sayang
yang luas, karena wazannya (bentuk kata) faln ( dalam bahasa
(
20
Taufiqurahman, Leksikologi Bahasa Arab, 38.
29
„ghadhbân, artinya penuh kemarahan. 23
Al-Arzami rahimahullah mengatakan; semantik dalam kata al-
Rahmân artinya Yang Maha Pengasih terhadap seluruh makhluk.
Dengan
demikian, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan al-Rahmân
adalah
yang rahmat-Nya meliputi segala sesuatu di dunia, karena bentuk
kata atau
wazan falân itu menunjukkan penuh dan banyak. 24
Ibnu al-Qayyim memandang bahwa kandungan semantik dalam kata
al-Rahmân itu menunjukkan sifat kasih sayang pada Dzat Allah
taala
(yakni Allah taala memiliki sifat kasih sayang), Sehingga
seakan-akan
nama al-Rahmân adalah sifat bagi-Nya. 25
Abdu al-Rahmân al-Sadi berpendapat, semantik kata al-Rahmân
yang menunjukkan bahwa Allah taala memiliki kasih sayang yang
luas
dan agung. Nama ini meliputi segala sesuatu dan meliputi
seluruh
makhluk. Allah taala telah menetapkan kasih sayangnya yang
sempurna
bagi orang-orang yang bertakwa yang mengikuti para nabi dan
rasul-Nya.
Oleh karena itu, mereka mendapatkan kasih sayang sempurna
yang
bersambung dengan kebahagiaan yang abadi.
Adapun orang-orang yang selain mereka terhalang dari kasih
sayang
yang sempurna ini, karena mereka sendiri yang menolaknya dengan
cara
tidak mempercayai berita (Ilahi) dan malah berpaling dari perintah
Allah
taala. Oleh karena itu, janganlah mereka mencela siapapun kecuali
diri
mereka sendiri. Mereka (yang bertakwa) mengimani bahwa Allah
taala
23
(September 2013), 3. 24
Morfologis, Sintaksis, dan Semantik”. Jurnal Al-Jawami, vol.23 no.6
(Juli 2008), .2. 25
Said bin Abdullah al-Hamyi, Tafsir al-Rahmn al-Rahm, alukah.net,
diakses
pada tanggal 10 Februari 2020, pukul 20.08
30
Maha Rahman dan, memiliki rahmat yang agung, dan rahmat-Nya
terkait
dengan makhluk-Nya yang dirahmati.
Orang yang memperhatikan nama Allah taala al-Rahmn, bahwa
Allah taala memiliki kasih sayang yang sempurna, dan kasih
sayang-Nya
telah memenuhi alam semesta baik yang atas maupun yang bawah,
serta
mengenai seluruh makhluk-Nya, serta mencakup dunia dan akhirat.
26
B. Tinjauan Mufassir Terhadap Term al-Rahmân
Imam Jalaluddin al-Mahalli dalam tafsir Jallain berpendapat
bahwa
al-Rahmn adalah:
“Yaitu yang mempunyai rahmat. Rahmat ialah menghendaki
kebaikan
bagi orang yang menerimanya”. 27
Sedangkan Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbh menafsirkan
al-
Rahmân adalah pemeliharaan tidak dapat terlaksana dengan baik
dan
sempurna kecuali bila disertai dengan rahmat dan kasih sayang.
Oleh
karena itu, ayat ini sebagai penegasan kedua setelah Allah sebagai
Maha
Pemelihara seluruh alam. PemeliharaanNya itu bukan atas dasar
kesewenangan-wenangan semata, tetapi diliputi oleh rahmat dan
kasih
sayang. 28
Imam Ismail bin Umar bin Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir
seraya
mengemukakan pendapat para ulama bahwa al-Rahmân adalah nama
Ibrani bukan Arab. Dimana lafaz al-Rahmân lebih kuat
dibandingkan
dengan al-Rahîm, yaitu berbelas kasih di dunia maupun di akhirat.
29
Para
26
Qomar Suadi, “Perbedaan Ar-rahman dan Ar-rahim”. Jurnal Asyariah
vol 1,
no.2 (Agustus 2011), 2. 27
Abu Abdirrohman, Terj. Surat al-Fatihah (Jakarta: Sajadah, 2001),
19. 28
M Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Tangerang: Lentera Hati, 2002),
5. 29
https://alhadist.com/tafsir-ibnu-katsir-surat-al-fatihah-ayat-3/
diakses pada
dibelaskasihani. Ab Ali al-Frisi mengatakan bahwa al-Rahmân
adalah
isim yang dipakai untuk semua jenis rahmat yang khusus dimiliki
oleh
Allah. Ibnu Abbas menyatakan bahwa al-Rahmân berarti lemah
lembut.
Ibnu Mubarak mengatakan al-Rahmân berarti bila diminta Allah
akan
memberi. 30
Imam Ab 'Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Farh al-Ansharî al-
Khazrajî al-Andalusî al-Qurthubî dalam Tafsir al-Qurthubî
menjelaskan,
al-Rahmân bagi Allah taala berarti mensifati diriNya sebagai
Rabbul
„âlamîn, dan ini menimbulkan dalam jiwa para hamba-Nya rasa
takut
lantaran keperkasaanNya. Allah taala mensifati diri-Nya sebagai
Dzat
Yang Maha pengasih lagi penyayang; agar tumbuh dalam diri para
hamba-
Nya harapan akan kasih sayang-Nya. Penggabungan antara rasa takut
dan
rasa harap dalam hati sangat membantu seorang insan untuk
rajin
menjalankan ketaatan kepada Allah taala. Sebaliknya ketimpangan
dalam
salah satunya akan menjerumuskan seorang hamba dalam m akar
atau
keputusasaan. 31
Allah saat makhluk tersebut masih berada di dalam dunia. 32
Imam Muhammad bin Jarîr bin Yazîd al-Thabarî dalam Tafsir al-
Thabarî mengatakan bahwa al-Rahmân adalah belas kasih yang
diberikan
Allah kepada orang yang taat maupun tidak serta diberikan oleh
Allah di
dalam dunia dan akhirat. 33
30
https://dutaislam.com/2018/03/pendapat-para-ulama-tentang-makna-arrahman-
dan-arrahim. Diakses pada tanggal 13 Februari 2021. Pukul 14.34
31
https://tunasilmu.com/tafsir-surat-al-fatihah-01-nama-nama-surat-al-fatihah/
https://youtu.be/aJcp-uxXVAU diakses 19 Februari 2020, Pukul 09.02
33
Masruhen. Terjemah Bebas Tafsir Thabari (Solo: Jagad Agama, 2004),
13.
C. Letak dan Penyebutan Kata al-Rahmn dalam al-Qur’an
Term al-Rahmân di dalam al-Quran disebut sebanyak 56 kali dan
menjadi nama salah satu surat ke 55 dalam al-Quran. Dari 56
kali
penyebutan tersebut, term al-Rahmân terletak di 18 surat. 34
Dari 56 kali disebut dan terbagi menjadi18 titik, penjabaran term
al-
Rahmn sebagai berikut ; 2 kali disebut dalam al-Ftihah, 1 kali
dalam
surat al-Baqarah, 1 kali dalam surat al-Isra, 1 kali dalam surat
al-Rahmn,
1 kali dalam surat al-Rad, 16 kali dalam surat Maryam, 4 kali dalam
surat
Thah, 4 kali dalam surat al-Anbiya, 4 kali dalam surat al-Furqon, 1
kali
dalam surat al-Syu`ara, 1 kali dalam surat al-Naml, 4 kali dalam
surat
Yasin, 1 kali dalam surat Fushilat, 7 kali dalam surat al-Zukhruf,
1 kali
dalam surat Qaf, 1 kali dalam surat al-Hasyr, 4 kali dalam surat
al-Mulk, 2
kali dalam surat al-Naba. 35
Berikut adalah letak dan penyebutan al-Rahmân dalam al-Quran:
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang” (QS: al-Fâtihah [1]: 1) 36
“Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”(QS: al-Fâtihah [1]: 3)
37
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan
melainkan
Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (QS: al-Baqarah
[2]:
163). 38
Ahmad Hatta, Tafsir al-Quran Perkata (Jakarta: Magfirah
Pustaka.2007), 137. 35
Ahmad Hatta, Tafsir al-Quran PerKata (Jakarta: Magfirah
Pustaka.2007), 137. 36
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata ( jakarta: Penerbit Jabal, 2010), 1. 37
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 1.
33
“Serulah Allah atau serulah al-Rahmân. Dengan nama yang mana
saja
kamu seru, Dia mempunyai al asmâul husna (nama-nama yang
terbaik)
dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan
janganlah
pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua
itu”(QS: al-
Isrâ [17]: 110). 39
“Demikianlah, Kami telah mengutus kamu pada suatu umat yang
sungguh
telah berlalu beberapa umat sebelumnya, supaya kamu
membacakan
kepada mereka (Al Quran) yang Kami wahyukan kepadamu, padahal
mereka kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Katakanlah:
Dialah
Tuhanku tidak ada Tuhan selain Dia; hanya kepada-Nya aku
bertawakkal
dan hanya kepada-Nya aku bertaubat” (QS: al-Ra„d [13] :30).
40
“Maryam berkata: Sesungguhnya aku berlindung dari padamu
kepada
Tuhan Yang Maha pemurah, jika kamu seorang yang
bertakwa”(QS:Maryam [19]:18). 41
“Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu
melihat
seorang manusia, maka katakanlah: Sesungguhnya aku telah
bernazar
berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan
38
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 46. 39
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 293. 40
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 253. 41 Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per
Kata Tajwid, Terjemah dan
Tafsir Per kata, 306.
berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini” (QS: Maryam
[19]:
26). 42
“Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan.
Sesungguhnya
syaitan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah ini” (QS:
Maryam
[19]: 44). 43
“Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan
ditimpa
azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan
bagi
syaitan” (QS: Maryam [19]:45). 44
“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah,
yaitu
para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami
angkat
bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari
orang-orang
yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila
dibacakan
ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka
menyungkur dengan bersujud dan menangis” (QS: Maryam [19]:58).
45
“Yaitu surga 'Adn yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yang Maha
Pemurah
kepada hamba-hamba-Nya, sekalipun (surga itu) tidak nampak.
Sesungguhnya janji Allah itu pasti akan ditepati” (QS:Maryam [19]:
61). 46
42
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 307.
43 Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 308. 44
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 308. 45
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 309. 46 Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per
Kata Tajwid, Terjemah dan
Tafsir Per kata, 309.
35
“Kemudian pasti akan Kami tarik dari tiap-tiap golongan siapa di
antara
mereka yang sangat durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah”
(QS:Maryam [19]: 69). 47
“Katakanlah: Barang siapa yang berada di dalam kesesatan, maka
biarlah
Tuhan yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya; sehingga
apabila mereka telah melihat apa yang diancamkan kepadanya, baik
siksa
maupun kiamat, maka mereka akan mengetahui siapa yang lebih
jelek
kedudukannya dan lebih lemah penolong-penolongnya” (QS:Maryam
[19]:75). 48
“Adakah ia melihat yang ghaib atau ia telah membuat perjanjian di
sisi
Tuhan Yang Maha Pemurah?” (QS:Maryam [19]: 78). 49
“(Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang
takwa
kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang
terhormat”
(QS:Maryam [19]: 85). 50
“Mereka tidak berhak mendapat syafa'at kecuali orang yang
telah
mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah”
(QS:Maryam
[19]: 87). 51
47
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 310. 48
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 310. 49
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 310 50
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 311. 51
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 311.
(mempunyai) anak" (QS:Maryam [19]: 88). 52
anak “(QS:Maryam [19]: 91). 53
“Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil
(mempunyai) anak” (QS:Maryam [19]: 92). 54
“Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang
kepada
Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba” (QS:Maryam
[19]:
93). 55
Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa
kasih
sayang” (QS:Maryam [19]: 96). 56
“(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas
'Arsy”
(QS: Thâhâ [20]: 5). 57
52
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid,
Terjemah
dan Tafsir Per kata, 311. 53
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 312. 54
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 312. 55
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 312. 56
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 313. 57
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 315.
kaumku, sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak lembu.
itu
dan sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah,
maka
ikutilah aku dan taatilah perintahku" (QS: Thâhâ [20]: 90).
58
“Pada hari itu manusia mengikuti (menuju kepada suara) penyeru
dengan
tidak berbelok-belok; dan merendahlah semua suara kepada Tuhan
Yang
Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja”
(QS:
Thâhâ [20]: 109). 59
“Dan mereka berkata: "Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil
(mempunyai) anak", Maha Suci Allah. Sebenarnya
(malaikat-malaikat
itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan” (QS: al-Anbiyâ [21]: 26)
60
“Dan apabila orang-orang kafir itu melihat kamu, mereka hanya
membuat
kamu menjadi olok-olok. (Mereka mengatakan): "Apakah ini orang
yang
mencela tuhan-tuhan-mu?", padahal mereka adalah orang-orang
yang
ingkar mengingat Allah Yang Maha Pemurah” (QS: al-Anbiyâ [21]: 36).
61
58
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 318. 59
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 319. 60
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 324. 61
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 325.
“Katakanlah: Siapakah yang dapat memelihara kamu di waktu malam
dan
siang hari dari (azab Allah) Yang Maha Pemurah?"Sebenarnya
mereka
adalah orang-orang yang berpaling dari mengingat Tuhan mereka
“(QS:
al-Anbiyâ [21]: 42). 62
Tuhan kami ialah Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Yang dimohonkan
pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu katakan" (QS: al-Anbiyâ
[21]:
112). 63
“Kerajaan yang hak pada hari itu adalah kepunyaan Tuhan Yang
Maha
Pemurah. Dan adalah (hari itu), satu hari penuh kesukaran bagi
orang-
orang kafir” (QS: al-Furqân [25]: 26). 64
“Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara
keduanya
dalam enam masa, kemudian dia bersemayam di atas 'Arsy, (Dialah)
Yang
Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang
lebih
mengetahui (Muhammad) tentang Dia” (QS: al-Furqân [25]: 59).
65
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Sujudlah kamu sekalian
kepada
yang Maha Penyayang", mereka menjawab: "Siapakah yang Maha
Penyayang itu? Apakah kami akan sujud kepada Tuhan Yang kamu
62
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 325. 63
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 331. 64
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 362. 65
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 365.
menambah mereka jauh (dari iman)”(QS: al-Furqân [25]: 60). 66
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-
orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila
orang-
orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata
(yang
mengandung) keselamatan” (QS: al-Furqân [25]: 63). 67
“Dan sekali-kali tidak datang kepada mereka suatu peringatan baru
dari
Tuhan Yang Maha Pemurah, melainkan mereka selalu berpaling
daripadanya” (QS: al-Syu„arâ [26]: 5). 68
“Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya
(isi)nya:
"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang” (QS: al-Naml [27]: 30). 69
“Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada
orang-orang
yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang
Maha
Pemurah walaupun dia tidak melihatnya. Maka berilah mereka
kabar
gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.” (QS: Yâsin [36]:
11). 70
66
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 365. 67
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 365. 68
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 368. 69
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 379. 70
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 440.
“Mereka menjawab: "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami
dan
Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak
lain
hanyalah pendusta belaka" (QS: Yâsin [36]: 15). 71
“Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya jika
(Allah)
Yang Maha Pemurah menghendaki kemudharatan terhadapku,
niscaya
syafa'at mereka tidak memberi manfaat sedikitpun bagi diriku dan
mereka
tidak (pula) dapat menyelamatkanku?” (QS: Yâsin[36]: 23). 72
“Mereka berkata, celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan
kami
dari tempat-tidur kami (kubur)?". Inilah yang dijanjikan (Tuhan)
Yang
Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasul(Nya)” (QS: Yâsin [36]: 52).
73
“Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”
(QS
Fushilat [41]: 2). 74
“Padahal apabila salah seorang di antara mereka diberi kabar
gembira
dengan apa yang dijadikan sebagai misal bagi Allah Yang Maha
Pemurah;
jadilah mukanya hitam pekat sedang dia amat menahan sedih” (QS:
al-
Zukhruf [43]: 17). 75
71
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 441. 72
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 441. 73
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 444. 74
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 477. 75
Kementr ian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 490.
hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah sebagai orang-orang
perempuan.” (QS : al-Zukhruf [43]: 19). 76
“Dan mereka berkata: "Jikalau Allah Yang Maha Pemurah
menghendaki
tentulah kami tidak menyembah mereka (malaikat)". (QS: al-Zukhruf
[43]:
20). 77
“Dan sekiranya bukan karena hendak menghindari manusia menjadi
umat
yang satu (dalam kekafiran), tentulah kami buatkan bagi orang-orang
yang
kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah loteng-loteng perak bagi
rumah
mereka dan (juga) tangga-tangga (perak) yang mereka menaikinya”
(QS:
al-Zukhruf [43]: 33). 78
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha
Pemurah,
kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan
itulah
yang menjadi teman yang selalu menyertainya” (QS: al-Zukhruf
[43]:
36). 79
“(Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang
Dia
tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang
bertaubat” ( QS:
Qaf [50]: 33). 80
76
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 490. 77
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 490. 78
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 490. 79
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 491. 80
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 519.
“Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang
ghaib
dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”
(QS:
al-Hasyr [59]: 22). 82
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu
sekali-kali
tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang
tidak
seimbang” (QS: al-Mulk [67]: 3). 83
“Tidak kah mereka memperhatikan burung-burung yang
mengembangkan
dan mengatupkan sayapnya diatas mereka? Tidak ada yang
menahannya
(di udara) selain yang Maha Pemurah. Sungguh, Dia Maha Melihat
segala
sesuatu”.(QS: al-Mulk [67]: 19) 84
“Atau siapakah dia yang menjadi tentara bagimu yang akan
menolongmu selain daripada Allah Yang Maha Pemurah?” (QS:
al-Mulk
[67]: 20). 85
81
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 531. 82
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 545. 83
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 562. 84 Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per
Kata Tajwid, Terjemah dan
Tafsir Per kata, 562. 85 Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per
Kata Tajwid, Terjemah dan
Tafsir Per kata, 562.
Nyadan kepada-Nya lah kami bertawakal". (QS: al-Mulk [67] : 29).
86
“Tuhan Yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di
antara
keduanya; Yang Maha Pemurah. Mereka tidak dapat berbicara
dengan
Dia” (QS. al-Naba [78]: 37). 87
“Pada hari ketika ruh danpara malaikat berdiri bershaf-shaf, mereka
tidak
berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh
Tuhan
yang Maha Pemurah dan ia mengucapkan kata yang benar” (QS.al-
Naba[78]:38. 88
86
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 563. 87
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 582. 88
Kementrian Agama RI, Al-Quran Mushaf Per Kata Tajwid, Terjemah
dan
Tafsir Per kata, 583.
A. Makna Kebahasaan Term al-Rahmn Menurut Fahmi Basya
Kritik merupakan sesuatu yang harus dibangun dalam dunia
keilmuan. Sebab, dalam ilmu pengetahuan tidak ada yang
dinamakan
kebenaran yang hakiki. Kritik disini bertujuan untuk mendekatkan ke
arah
yang benar, apalagi tentang kisah pada masa lalu yang terdapat
dalam al-
Quran. Suatu kisah yang diterangkan di dalamnya mengandung
kebenaran pelajaran dan pengajaran nyata tidak terbantahkan untuk
semua
makhluk Allah SWT, untuk kebahagian dunia dan akhirat. 1
Dalam tafsir modern, kajian takwil atau metafor terhadap
al-Quran
tetap berlangsung, terutama bagi mufasir yang beraliran
rasional.
Sebagaimana diakui oleh al-Suyuthi, “Takwil justru merupakan
unsur
keindahan bahasa, yang jika ditolak keberadaannya dalam
al-Quran
sebagian keindahannya akan hilang”, walaupun dalam
pelaksanaannya
perlu didukung oleh petunjuk dan argumen guna untuk mengalihkan
satu
makna ke makna yang lain.
Al-Qur'an merupakan kitab yang darinya memancarkan beraneka
ragam ilmu keislaman. Karena kitab suci itu mendorong kita
untuk
melakukan pengamatan dan penelitian. Kenyataan menunjukkan
bahwa
semua kelompok umat Islam, apapun itu alirannya, selalu merujuk
kepada
al-Qur'an guna memperoleh petunjuk atau menguatkan
pendapatnya.
Bahkan non-Muslim pun menunjuk ayat-ayat dalam al-Quran itu
untuk
meligitimasi idenya.
melakukan pemahaman al-Quran dengan menerapkan metode
rasional,
1 Darmawan, D, Kajian Hermeneutika Terhadap Fenomena dan Teks Agama
(Al-
Quran dan Hadis Nabi) Holistic Al-Hadis (Jakarta: Pustaka kitab,
2016), 12–13.
46
meskipun banyak sekali di dalamnya memuat dalil-dalil naqli yang
dinukil
dari para pendahulunya. Dirinya menyebarluaskan dan
memperkenalkan
metode pendekatan sains dalam memahami al-Quran. Karenanya,
penulis
menemukan dalam bukunya pembahasan-pembahasan tentang
matematika
al-Quran, penelitian sains dalam memahami ayat-ayatnya,
sehingga
menyebabkan karyanya disukai dan tidak sedikit mendapat kritikan.
2
Namun demikian, secara jelas yang tampak dalam bukunya ialah
bahwasannya dia banyak sekali menggunakan teori-teori tafsir
ilmi.
Ketika membahas sains dari satu ayat, selanjutnya dapat
mempengaruhi
pembahasan ayat lainnya, sehingga melahirkan gaya pemahaman
yang
berbeda.
pemikir, saintis yang kaya akan pendapat, mampu menyelami
banyak
makna, serta menolak taklid dan lebih mengandalkan akal.
Meskipun
demikian, tapi hal itu tidak membuatnya mengambil jarak dengan
otoritas
intelektual kaum salaf.
Dalam konteks inilah, Fahmi Basya merupakan sosok yang
menarik
untuk diteliti. Pertama, selain sebagai mubaligh, Fahmi Basya
juga
memiliki kontribusi terhadap al-Quran yaitu dengan menulis
buku
Indonesia Negri Saba, Matematika al-Quran, Bumi Itu al-Quran
dan
lain-lain. Kedua, sebagai seorang saintis yang dapat
menggambarkan
fenomena alam dalam al-Quran. Ketiga, masih cukup langka
pengkajian
terhadap Fahmi Basya, terutama terhadap metodologi pemahaman
atau
pemikirannya tentang ayat-ayat al-Quran. 3
2 Muhammad Nadjib, “Kisah Negeri Sabadalam al-Quran studi
kritis
pemahaman Fahmi Basya”, 2. 3 Ahmad Zaenal Arifin, Imam Fudoli,
“Studi Kritis Terhadap Pemahaman Fahmi
Basya Terkait Dengan Ayat-Ayat Negeri Saba”, Jurnal Khazanah
Theologia, vol. 2 no.
1, (2016): 38-51.
Makna kebahasaan term al-Rahmn di dalam al-Quran sendiri
disebut sebanyak 56 kali dan menjadi nama salah satu surat ke 55
dalam
al-Quran 4 . Dari 56 kali penyebutan tersebut, term al-Rahmn
terletak di
18 surat 5 . Adapun makna kebahasaan term al-Rahmn yang
diterangkan
oleh KH. Fahmi Basya diantaranya yaitu Seperti dalam QS.
Maryam[19]:
45
“Hai bapakku, aku takut mengenai kamu azab dari Ar-Rahman,
maka
jangan engkau jadikan setan sebagai kawan” (QS:Maryam [19] : 45) 6
.
Menurutnya, apabila dalam pikiran Nabi Ibrahim makna al-Rahmn
itu adalah Maha Pemurah atau Pengasih, ia tidak akan pakai nama
al-
Rahmn pada ucapannya ini. Kemudian dalam QS. al-Mulk[67]: 19
. .
“Apa tidak mereka lihat kepada burung-burung di atas mereka
bershof
dan menyempit, tidak ada yang menahan mereka melainkan al-Rahmn
?
Sesungguhnya Dia melihat karakter tiap sesuatu” (QS: al-Mulk [67]
:
19).
dari term tersebut, Fahmi Basya menyimpulkan, bahwa makna atau
arti
dari term al-Rahmn adalah maha pengatur. 7
Dalam ilmu semantik terdapat istilah „relasi makna. Adapun
yang
dimaksud dengan relasi makna adalah hubungan makna dari
kata-kata
yang berbilangan makna atau hubungan makna dari sejumlah
kata.
4 Ahmad Hatta, Tafsir Quran Per Kata (Jakarta: Magfirah
Pustaka.2007), 137.
5 Ahmad Hatta, Tafsir Quran Per Kata, 137.
6 Fahmi Basya, Virus Qummala dikirim ke Negeri yang Zalim dan
Sombong. PDF
File. Jakarta, 11. 7 Fahmi Basya, Tafsir al-Sulton, Koreksi ke 7,
6.
48
sebagainya. Dalam relasi makna ini membahas hal-hal yang
disebut
sinonimi, hiponimi, polisemi. 8
Fahmi Basya itu di kelompokan kepada relasi makna „hiponimi.
Kata
hiponim berasal dari bahasa Yunani kuno, onoma yang berarti „nama
dan
hypo yang berarti „di bawah. Secara harfiah hiponimi adalah
hubungan
semantik antara sebuah bentuk kata yang maknanya tercakup
dalam
makna bentuk kata lain atau maknanya dianggap merupakan bagian
dari
makna lain. 9
dalam al-Qur’an
Dari kajian terhadap teks dan naskah al-Quran, lahirlah suatu
pengetahuan mengenai mukjizat al-Quran yang berupa bilangan
atau
angka tertentu yang menjadi rumus dalam susunan ayat atau surat
dalam
al-Quran. Mukjizat ini disebut dengan i„jz „adad (mukjizat
matematis).
Pada kajian „ulmal-Qurn klasik, jenis mukjizat ini belum
dibahas
secara detail dalam pembahasan wajh al-i„jz(segi-segi kemukjizatan
al-
Quran). Nam al-Hims dalam Fikrah Ijaz al-Quran, sebagaimana
yang
dikutip oleh Uun Yusufa, menyebutkan sampai dengan tahun 1979
M,
hanya baru ada satu buku yang secara khusus mengkaji
kemukjizatan
angka, yakni Rashad Khalifa. 10
Secara lebih spesifik, diskursus i„jz „adad
8 Diwan, “Jurnal Bahasa dan Sastra Arab.” Vol.5, no. 2, 2014.
9 Abu Qasim al-Zumakhsyari, Asas al-Balghah, Maktabah Syamilah,
versi 2,
172-173. 10
Uun Yusufa, “Mukjizat Matematis dalam Al-Quran: Kritik Wacana
dengan
Pendekatan Sains dan Budaya”. Jurnal Hermeneutik, vol.8, no.2
(Desember 2014): 347.
49
al-Quran dibuktikan oleh beberapa peneliti mutakhir yang
memang
konsen terhadap rahasia angka-angka dalam al-Quran, sehingga
hasilnya
diketahui secara luas oleh umat Islam dan mendapat apresiasi dari
penulis
ilmu al-Quran. Kemudian adanya apresiasi dalam „ulm al-Qurn
menunjukkan bahwa kajian i„jz „adad dapat disejajarkan dengan
kajian
mukjizat al-Quran yang lainnya. Alhasil pengetahuan ini
semakin
berkembang pada abad ke-19 hingga sekarang sebagai akibat
telah
dikenalnya sistem komputerisasi. Kemajuan ilmu pengetahuan
yang
berkembang pesat ikut mempengaruhi perkembangan penelitian
mengenai
mukjizat angka-angka ini. Penggunaan metode pendekatan sains
dan
budaya juga tidak terlepas dari kajian ini.
Dengan demikian, apabila dilihat dari objeknya, perhitungan
dalam
diskursus ini diarahkan pada huruf, kata, ayat dan surat, yang
juga
dikaitkan dengan nilai numerik dan nomor urutnya. Selain itu, jika
dilihat
dari metode dan pendekatannya, maka akan tampak bahwa yang
digunakan bukan hanya perhitungan matematis saja, tetapi juga
berkaitan
dengan „ulm al-Qurn, bahasa Arab, numerologi, gematria, dan
realitas
tertentu. Namun, beberapa objek, metode dan pendekatan
tersebut
memiliki beberapa persoalan yang akan menentukan kualitasnya
sebagai
pembuktian dari mukjizat al-Quran.
Kemudian hal yang dapat dikembangkan pada pembahasan lebih
lanjut yaitu Pertama, al-Quran juga dapat didekati melalui
kajian
terhadap teks ataupun naskahnya, khususnya agar mendapatkan
11
Ab Zahr al-Najd, Al-Quran dan Rahasia Angka-Angka, terj. Agus
Effedi,
cet. 8 (Bandung: Pustaka Hidayah, 2001), 74-76.
50
diperlukan pengetahuan kebahasaan Arab yang terlalu dalam, hal ini
tetap
diterapkan dalam diskursus i„jz „adad. Kedua, metode yang
dilakukan
oleh para peneliti tersebut pun beragam, antara lain yaitu
dengan
menggunakan metode penghitungan matematis (termasuk sistem
numerik,
huruf abjad, dan penjumlahan antar digit), metode perbandingan,
dan
metode cross check (mencocokkan) dengan realitas. 12
Konsep terpenting dalam seluruh macam perhitungan matematika
ialah tentang angka (number). Angka atau disebut juga
bilangan
merupakan idea (gagasan) yang dapat direpresentasikan dalam
beberapa
simbol yang berbeda. Masing-masing kebudayaan menemukan cara
yang
berbeda untuk merepresentasikan ide-ide yang sama, sebagaimana
mereka
menggunakan kata-kata dan bahasa yang berbeda untuk
mengungkapkan
ide-ide yang sama. Meskipun demikian, masing-masing cara
tidak
menutup kemungkinan adanya kontribusi dari cara lain dalam
perkembangannya. Banyak sistem numerasi digunakan oleh
manusia.
Yunani dan Romawi juga mempunyai sistem numerasi, tetapi pada
abad
ke-9 M sistem Indo-Arab mulai dikenal dan pada abad ke-13 M
telah
berlaku di Eropa. 13
operasi bilangan yang digunakan dapat dikategorikan sebagai
operasi
umum. Terdapat empat macam operasi fundamental ilmu hitung
(aritmatika) yaitu: pertambahan, pengurangan, perkalian dan
pembagian.
Pertambahan merupakan operasi penggabungan berbagai besaran
untuk
membentuk suatu besaran lebih lanjut yang disebut dengan
jumlah.
Sementara, kebalikannnya adalah pengurangan. Perkalian
merupakan
12
John Peterson, A First Course in Mathematics (New York: Holt
Rinehart &
Winston, Inc., 1973), 1-3. 13 John Peterson, A First Course in
Mathematic, 4-5.
51
yaitu: pembagian atau pengelompokan; memecah atau membagi;
perbandingan; dan kebalikan dari perkalian.
Dalam diskursus i„jz „adad, proses penghitungan lebih sering
menggunakan pertambahan dan perkalian.Pertambahan digunakan
untuk
menggabung beberapa bilangan sehingga diperoleh hasil akhir.
Sedangkan, perkalian digunakan untuk menunjukkan kelipatan
dari
bilangan tertentu. 14
membuktikan adanya rumus angka 19 dalam al-Quran dengan
berbagai
fakta dan perhitungan terhadap huruf-huruf hijiyyah yang nyata,
kata-
kata tertentu, ayat dan surat dalam mushaf al-Quran. Jika
didasarkan pada
klasifikasi dalam buku Quran: Visual Presentation of Miracle,
bukti-bukti
rumus angka 19 terdiri dari dua macam, yaitu the simple facts
(bukti
sederhana) dan the intricate facts (bukti rumit). Di antara the
simple facts
adalah: pernyataan pembuka al-Quran (basmalah) terdiri dari 19
huruf;
al-Quran terdiri dari 114 surat (19x6); wahyu pertama (QS. 96:1-5)
terdiri
dari 19 kata; wahyu pertama terdiri dari 76 huruf (19x4); surat
pertama
(QS.96) terdiri dari 19 ayat; QS. 96 terletak pada nomor 19 dari
belakang;
surat pertama terdiri dari 304 huruf (19x16); surat terakhir (QS.
110)
terdiri dari 19 kata; ayat pertama dalam surat terakhir terdiri
dari 19 huruf;
wahyu kedua (68:1-9) terdiri dari 38 kata (19x2); wahyu ketiga
(73:1-10)
terdiri dari 57 kata (19x3); wahyu keempat (74:1-30) mengandung
angka
19 itu sendiri; wahyu kelima (QS. 1) menempatkan 19 huruf
kalimat
14
Productions Arizona USA, 1982), 70
52
kata pertama lafadz basmalah (bism) disebutkan 19 kali; dan
sebagainya.
Dilihat dari objek hitungnya, Nawfal dan al-Najd hanya
menjumlah
bilangan kata-kata tertentu saja, sedangkan Khalifa dan Lubis
banyak
melakukan pertambahan terhadap data-data perhitungan huruf, kata,
ayat,
hingga surat yang ditelitinya. Semakin banyak objek hitungnya,
semakin
melebarkan kemungkinan terjadinya kesalahan interpretasi data
tersebut.
Di samping operasi bilangan umum seperti di atas, matematika
juga
mempunyai operasi bilangan yang unik. Operasi tersebut ialah
casting out
nines (mengeluarkan sembilanan), yaitu teknik mencocokkan atau
menguji
kebenaran hasil operasi umum, baik pertambahan, pengurangan,
perkalian,
dan pembagian.Operasi ini disebut demikian karena dapat
menyederhanakan bilangan-bilangan dengan sekian digit
sehingga
menjadi bilangan dengan satu digit (antara satu sampai dengan
sembilan).
Sedangkan yang termasuk the intricate facts dengan melalui
perhitungan yang lebih rumit, antara lain: surat 50 (Qf) yang
diawali
dengan huruf qf, memiliki 57 huruf qf(19x3). Surat lainnya yang
diawali
dengan huruf qf yaitu surat 42 (al-Syura) yang juga memiliki 57
huruf
qf (19x3), dan huruf qf sebagai salah huruf awal dalam al-Quran,
jika
digabungkan jumlahnya