BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kelainan perikoronal salah satunya adalah perikoronitis. Perikoronitis
adalah keradangan jaringan gingiva disekitar mahkota gigi yang erupsi
sebagian, paling sering pada gigi molar ketiga rahang bawah. Perikoronitis
terjadi akibat penumpukan bakteri, plak, dan sisa makanan pada rongga
operkulum gusi dan gigi yang erupsi sebagian (Topazian 2002, p 142).
Sedangkan beberapa peneliti mengatakan bahwa perikoronitis merupakan
suatu proses infeksi. Pada gigi yang erupsi sebagian, mahkota gigi ditutupi
oleh jaringan lunak yang disebut dengan operkulum. Operkulum tidak dapat
dibersihkan dengan sempurna sehingga sering mengalami infeksi (Keys and
Bartold 2000, p 114).
Penyebab perikoronitis adalah terjebaknya makanan di bawah
operkulum. Selama makan, debris makanan dapat berkumpul pada
pseudopoket antara operkulum dan gigi impaksi. Poket yang tidak bisa
dibersihkan mengakibatkan bakteri berkolonisasi dan menyebabkan
perikoronitis (Hupp et al. 2008, p 156). Mikroflora pada perikoronitis
didapatkan mirip dengan mikroflora pada poket periodontal. Bakteri-bakteri
tersebut memicu inflamasi pada daerah perikorona (Leung 1993, pp 1-4).
Perikoronitis juga diperparah dengan adanya trauma akibat gigi
antagonis. Selain itu faktor emosi, merokok, dan infeksi saluran respirasi
juga memperparah perikoronitis (Topazian 2002, p 142).
Gejala awal perikoronitis berupa nyeri dan pembengkakan lokal pada
operkulum yang menutupi mahkota gigi. Pada beberapa kasus yang lebih
parah, pasien dapat mengeluhkan keterbatasan membuka mulut (trismus) dan
pembengkakan di wajah. (Coulthard et al. 2008, p 349)
Penyakit periodontal adalah peradangan yang terjadi pada jaringan
pendukung gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis
merupakan dua jenis penyakit periodontal. Gingivitis merupakan inflamasi
yang terjadi pada jaringan gingiva, sedangkan periodontitis ditandai dengan
1
inflamasi yang sudah berlanjut dari jaringan gingiva ke jaringan pendukung
di bawahnya (Klokkevold dan Mealey, 2006). Etiologi penyakit periodontal
dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu faktor lokal dan faktor sistemik.
Faktor lokal penyebab penyakit periodontal yaitu bakteri plak, terutama
Porphyromonas gingivalis yang dijumpai dalam poket periodontal.
Endotoksin bakteri menyebabkan inflamasi gingiva, kehilangan perlekatan
jaringan periodontal, dan kerusakan tulang alveolar (Utomo dan Prahasanti,
2005).
Penyakit periodontal banyak diderita oleh manusia hampir di seluruh
dunia. Di Indonesia, penyakit periodontal menduduki urutan kedua dan
merupakan penyebab terbesar kehilangan gigi di usia 30 tahun. (Situmorang,
2005). Penyakit periodontal adalah kelainan pada jaringan pendukung gigi,
termasuk gingiva, ligamen periodontal dan tulang alveolar (Hatem, 2012).
Penyakit periodontal dapat berupa gingivitis dan periodontitis. Gingivitis
adalah peradangan pada gingiva dengan tanda-tanda klinis perubahan warna
lebih merah dari normal, pembesaran gingiva, dan berdarah pada tekanan
ringan (Axelsson dan Sweden, 2002). Periodontitis didefinisikan sebagai
suatu peradangan pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh
mikroorganisme spesifik yang menyebabkan terjadinya kerusakan progresif
pada ligamen periodontal dan tulang alveolar disertai pembentukan poket,
resesi, atau keduanya (Newman dkk.,2006).
Salah satu bakteri fakultatif anaerob gram negatif yang berperan dalam
pembentukan plak subgingiva penyebab periodontitis adalah Aggregatibacter
actinomycetemcomitans. Bakteri ini menghasilkan faktor virulensi pada
jaringan periodontal, antara lain merusak immunoglobulin, complement
factor, dan mendegradasi perlekatan epitel jaringan periodontal sehingga
timbul poket periodontal (Newman dkk.,2006). Bakteri ini merupakan agen
infektif utama terutama ditemukan pada aggressive periodontitis
(Samaranayake, 2006).
2
1.2 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui gambaran radiografis dari kelainan perikoronal
2. Mengetahui gambaran radiografis dari macam-macam kelainan
periodontal
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelainan Perikoronal
2.1.1 PERIKORONITIS
Definisi
Perikoronitis merupakan suatu keradangan pada jaringan lunak
perikoronal (operkulum) yang menutupi mahkota gigi di sekeliling gigi
yang akan erupsi, paling sering terjadi pada molar 3 bawah (Mansjoer,
2000). Infeksi yang terjadi disebabkan oleh adanya mikroorganisme dan
debris yang terperangkap diantara mahkota gigi dan jaringan lunak
diatasnya. Perikoronitis dapat menetap menjadi bentuk subakut/kronis
jangka panjang yang berkaitan dengan osteitis dan kerusakan tulang
(Pedersen, 1996).
Etiologi
Etiologi utama perikoronitis adalah flora normal rongga mulut
yang terdapat dalam sulkus gingiva. Flora normal yang terlibat adalah
polibakteri, meliputi bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif
(Sixou et al, 2003). Mikroflora pada perikoronitis didapatkan mirip
dengan mikroflora pada poket periodontal. Bakteri-bakteri tersebut
memicu inflamasi pada daerah perikorona. Perikoronitis juga
diperparah oleh trauma akibat gigi antagonis. Selain itu faktor emosi,
merokok, dan infeksi saluran respirasi juga memparah perikoronitis
(Leung, 1993).
Gambaran Klinis
Gingiva kemerahan dan bengkak di regio gigi yang erupsi
sebagian, rasa sakit pada waktu mengunyah makanan, merupakan gejala
klinis yang sering ditemukan pada penderita perikoronitis (Samsudin
dan Mason, 1994). Bau mulut yang tidak enak akibat adanya pus dan
4
meningkatnya suhu tubuh dapat menyertai gejala-gejala klinis yang
tersebut di atas.
Pada beberapa kasus dapat ditemukan ulkus pada jaringan
operkulum yang terinfeksi akibat kontak yang terus menerus dengan
gigi antagonis. Apabila perikoronitis tidak diterapi dengan adekuat
sehingga infeksi menyebar ke jaringan lunak, dapat timbul gejala klinis
yang lebih serius berupa limfadenitis pada kelenjar limfe
submandibularis, trismus, demam, lemah, dan bengkak pada sisi yang
terinfeksi (Laine et al, 2003).
.
Klasifikasi Perikoronitis
Perikoronitis secara klinis terbagi menjadi tiga, yaitu
perikoronitis akut, perikoronitis subakut, dan perikoronitis kronis
(Topazian, 2002).
a) Perikoronitis Akut
Perikoronitis akut diawali dengan rasa sakit yang terlokalisir
dan kemerahan pada gingiva. Rasa sakit dapat menyebar ke leher,
telinga, dan dasar mulut. Pada pemeriksaan klinis pada daerah yang
terinfeksi, dapat terlihat gingiva yang kemerahan dan bengkak,
disertai eksudat, dan terasa sakit bila ditekan. Gejala meliputi
limfadenitis pada kelenjar limfe submandibularis, dan kelenjar limfe
yang dalam, pembengkakan wajah, dan eritema, edema dan terasa
5
Gambar 1 dan 2: Gambaran Klinis dari Perikoronitis
keras selama palpasi pada operkulum gigi molar, malaise, bau mulut,
eksudat yang purulen selama palpasi. Demam akan terjadi apabila
tidak diobati. Umumnya serangan akut dapat menyebabkan demam
dibawah 38,5°C, selulitis, dan ketidaknyamanan. Pada inspeksi
biasanya ditemukan akumulasi plak dan debris akibat pembersihan
yang sulit dilakukan pada pseudopoket sekitar gigi yang erupsi
sebagian. Trismus dapat terjadi pada perikoronitis akut. (Shepherd
and Brickley, 1994).
b) Perikoronitis Subakut
Perikoronitis subakut ditandai dengan timbulnya rasa kemeng/nyeri
terus menerus pada operkulum tetapi tidak ada trismus ataupun
gangguan sistemik. (Shepherd and Brickley,1994).
c) Perikoronitis Kronis
Perikoronitis kronis ditandai dengan rasa tidak enak yang timbul
secara berkala. Rasa tidak nyaman dapat timbul apabila operkulum
ditekan. Tidak ada gejala klinis yang khas yang menyertai
perikoronitis kronis. Pada gambaran radiologi bisa didapatkan
resorpsi tulang alveolar sehingga ruang folikel melebar, tulang
interdental di antara gigi molar kedua dan molar ketiga menjadi atrisi
dan menghasilkan poket periodontal pada distal gigi molar kedua
(Laine et al,2003).
6
Gambaran Radiografi
Gambaran radiografisnya terdapat gambaran radiolusen berbatas
tidak jelas disekitar bagian distal mahkota gigi molar ketiga yang
impaksi.
2.2 Kelainan Jaringan Peridontal
2.2.1 Periodontitis
Periodontitis didefinisikan sebagai penyakit keradangan jaringan
pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme atau kelompok
mikroorganisme spesifik yang mengakibatkan kerusakan progresif dari
ligamen periodontal dan tulang alveolar dengan peningkatan
menyelidik pembentukan mendalam, resesi, atau keduanya.
2.2.1.1 Periodontitis Kronis
Periodontitis kronis berhubungan dengan akumulasi plak
dan kalkulus dan umumnya memiliki waktu lambat tetapi
periode kehancuran lebih cepat dapat diamati. Peningkatan laju
perkembangan penyakit dapat disebabkan oleh dampak dari
faktor-faktor lokal, sistemik, atau lingkungan yang dapat
mempengaruhi interaksi host-bakteri normal.
Gambaran Klinis
1. Umumnya terjadi pada usia dewasa.
2. Ditemukan plak supragingiva, subgingiva dan kalkulus.
7
A B
Gambar 2: Gambaran Radiografi dari Perikoronitis dengan teknik oklusal (A) dan teknik panoramik (B)
3. Adanya tanda-tanda inflamasi gingiva, yaitu adanya bengkak
dan perubahan warna pada gingiva, hilangnya stippling
gingiva, perubahan topografi gingiva (margin gingiva tumpul
dan bergulung).
4. Terbentuknya poket periodontal.
5. Terjadi hilangnya perlekatan periodontal.
6. Terjadi dekstruksi tulang alveolar.
7. Keluarnya darah saat dilakukan probing.
8. Adanya eksudat peradangan yaitu cairan sulkus dan nanah
dari saku periodontal.
9. Apabila sudah berlanjut, maka terjadi kegoyangan gigi.
Klasifikasi
Derajat keparahan destruksi tulang yang terjadi akibat
periodontitis kronis umumnya dianggap memiliki keterkaitan
dengan lamanya waktu. Dengan meningkatnya usia, hilangnya
perlekatan dan hilangnya tulang (bone loss) semakin umum dan
semakin parah terjadi. Hal ini disebabkan oleh adanya destruksi
yang terakumulasi. Tingkat keparahan suatu penyakit dapat
diklasifikasikan sebagai keadaan yang ringan (slight / mild),
sedang (moderate), atau berat (severe); begitu juga dengan
tingkat keparah periodontitis.
a) Slight / Mild periodontitis kronis
Pada mild periodontitis absorpsi tulang alveolar tidak lebih
dari 1 hingga 2 mm dari daerah cemento enamel junction atau
telah terjadi hilangnya perlekatan klinis atau
terbentuk pocket yang kedalamannya tidak lebih dari 1
hingga 2 mm.
8
Gejala
Gusi akan menjadi lebih lunak
Lebih mudah berdarah terutama saat dilakukan probing
Radiografi
Kehilangan perlekatan dengan kedalaman 1-2 mm
Terjadi boneloss tipe horisontal.
Pelebaran space ligamen periodontal yang mulai terlihat
Kontinuitas lamina dura yang terputus
Alveolar crest berhubungan dengan lamina dura
membentuk sudut yang tajam
b) Moderate periodontitis kronis
Destruksi periodontal umumnya dianggap sebagai
periodontitis yang sedang, ketika telah
terbentuk pocket sedalam 3 hingga 4 mm.
9
Gejala
Jaringan gingiva menjadi lebih merah dan bengkak
Gingiva lebih mudah berdarah
Radiografi
Hilangnya attachment dengan kedalaman 3-4 mm
Terjadi bone loss tipe horisontal atau vertikal.
Pelebaran space ligamen periodontal
Kontinuitas lamina dura yang terputus
c) Severe periodontitis kronis
Destruksi periodontal umumya dianggap sebagai
periodontitis yang berat / parah ketika telah
terbentuk pocket sedalam 5 mm atau lebih.
Gejala
Kehilangan jaringan berupa resesi gusi dan disertai mobilitas
gigi. Rasio mahkota dan akar gigi adalah 2:1 atau lebih
karena hilangnya lebih dari 1/3 tulang alveolar.
Radiografi
Hilangnya attachment yang dalam yaitu lebih dari 5mm
Terjadi bone loss tipe horisontal dan vertikal
Pelebaran space ligamen periodontal yang sangat terlihat
Kontinuitas lamina dura yang terputus
10
2.2.1.2 Periodontitis Agresif
Periodontitis agresif berbeda dari periodontitis kronis
terutama pada pesatnya laju perkembangan penyakit, ketiadaan
akumulasi plak dan kalkulus, dan riwayat keluarga terkait
genetic.
Periodontitis agresif menyebabkan hilangnya tulang selama
waktu yang relative singkat. Keparahan lanjut periodontitis
dapat menyebabkan mobilitas gigi, nyeri sesekali dan
ketidaknyamanan (umumnya terkait dengan pembentukan
abses), gangguan kemampuan untuk mengunyah makanan, dan
kehilangan gigi pada akhirnya.
a. Localized Agressive Periodontitis
Etiologi
Infeksi bakteri A.actinomycetemcomitans.
Gejala Klinis
1. Umumnya terjadi pada usia pubertas.
2. Terjadi periodontitis pada gigi molar pertama dan gigi
insisiv.
3. Hilangnya perlekatan interproksimal setidaknya pada 2
gigi permanen, atau lebih, dimana salah satunya adalah
gigi molar pertama atau gigi insisiv.
4. Lokalisata periodontitis agressive terjadi pada gigi molar
pertama dan gigi insisive bisa disebabkan karena:
11
a. Saat gigi molar pertama dan gigi insisiv erupsi,
aggregatibacter actinomycetemcomitans melakukan
mekanisme penghindaran pertahanan host, yaitu
kemotaksis PMN, endotoksin, kolagenase, leukotoxin,
dan faktor lain yang memungkinkan bakteri masuk ke
saku dan memulai penghancuran jaringan periodontal.
Hal ini menyebabkan antibodi host pembersihan dan
fagositosi bakteri dan menetralisir aktivitas leukotoksik.
Dalam hal ini, kolonisasi situs lain mungkin diprevensi.
Respon antibodi yang kuat untuk menginfeksi agen-
agen adalah salah satu karakteristik dari LAP.
b. Bakteri antagonis A. actinomycetemcomitans dapat
menjajah jaringan periodontal dan menghambat A.
Actinomycetemcomitans dari pengrusakan lebih lanjut
dari situs periodontal di mulut . Ini akan melokalisasi
infeksi A. actinomycetemcomitans dan pengrusakan
jaringan
c. A. actinomycetemcomitans mungkin kehilangan
kemampuan memproduksi leikotosik untuk alasan yang
tidak diketahui. Jika hal ini terjadi , progresi penyakit
dapat ditangkap atau terganggu, dan kolonisasi situs
periodontal baru dapat dihindari.
d. Sebuah cacat dalam pembentukan sementum mungkin
bertanggung jawab dalam lokalisasi lesi. Akar
permukaan gigi diekstraksi dari pasien dengan LAP
telah ditemukan memiliki hipoplasia atau aplastik
sementum.
5. Jarang adanya tanda inflamasi klinis, walaupun terbentuk
pocket periodontal dan reabsorbsi tulang alveolar.
6. Hanya terdapat sedikit plak dan kalkulus.
Gambaran Radiografis
12
1. Awalnya, tulang keropos pada rahang atas dan gigi
insisivus rahang bawah dan/atau daerah molar pertama,
biasanya bilateral, sehingga vertikal, pola destrukti
farclike.
2. Saat penyakit berlangsung, kehilangan tulang alveolar
dapat menjadi umum namun tetap kurang dalam daerah
premolar.
3. Pelebaran space ligamen periodontal
4. Kontinuitas lamina dura yang terputus
5. Pada daerah molar terdapat keterlibatan daerah furkasi
(Furcation involvement)
13
b. Generalized Agressive Periodontitis
Etiologi
Infeksi bakteri P gingivalis, A a, T forsythia
Gejala Klinis
1. Umumnya terjadi pada usia 30 tahun kebawah, tapi bisa
juga mengenai usia diatas 30 tahun.
2. Adanya digeneralisasi interproksimal kehilangan
perlekatan yang mempengaruhi setidaknya tiga gigi
permanen selain geraham pertama dan gigi seri.
3. Plak dan kalkulus hanya terdapat dalam jumlah kecil.
4. Adanya peradangan jaringan yang parah, sering
berkembang biak, ulserasi.
5. Bisa terjadi perdarahan secara spontan atau tiba-tiba.
6. Terdapat nanah pada pocket periodontal.
7. Terjadinya destruktif tulang.
8. Terjadi perubahan warna pada gingiva dan hilangnya
stippling gingiva.
9. Bisa berakibat pada turunnya berat badan, depresi mental
dan malaise.
Gambaran Radiografi
Resorbsi tulang alveolar menyeluruh
Pelebaran space ligamen periodontal
Kontinutas lamina dura yang terputus
Furcation involvment
14
15
2.2.1.3 Necrosis Jaringan Periodontal
a) Necrotaizing Ulcerative Gingivitis
Nekrosis ini memiliki etiologi dari bakteri. Selain itu juga ada
faktor predisposisi seperti stress, rokok, dan system imun
yang menurun dan juga malnutrisi juga dapat menjadi salah
satu faktornya.
Gejala Klinis
1. NUG terdiri dari daerah ulserasi dan nekrosis papilla
interdental ditutupi oleh kuning keputihan lapisan lunak ,
atau pseudomembran , dan dikelilingi oleh eritematosa.
2. Lesi NUG biasanya menyakitkan dan mudah berdarah ,
sering tanpaprovokasi .
3. Pasien merasakan malodor oral, local limfadenopati ,
demam dan malaise .
4. Secara mikroskopis , lesi NUG menunjukkan nekrosis
nonspesifik peradangan yang menyajikan dengan
polimorfonuklear dominan leukosit ( PMN , neutrofil )
menyusup di ulserasi daerah dan kronis berlimpah infiltrat
limfosit dan plasma sel-sel di perifer dan lebih luas.
5. Spesies bakteri NUG umumnya adalah Prevotella
intermedia, spesies Fusobacterium, Treponema dan
spesies Selenomonas.
16
6. Lesi NUG terbatas pada gingiva tanpa kehilangan
perlekatan periodontal atau dukungan tulang alveolar.
Gambaran Radiografik
Perubahan gingival yang berhubungan dengan necrotizing
ulcerative gingivitis (NUG) tidak memperlihatkan tanda
radiografik tetapi dengan inlammatori eksaserbasi yang dapat
menyebabkan kerusakan struktur tulang. Jika terjadi defomitis
tulang akan memperlihatkan tanda radiografik yaitu
hilangnya lamina dura dan tulang alveolar.
b) Necrotaizing Ulcerative Periodontitis
Nekrosis Ulserativ Periodontitis atau NUP ini merupakan
kelanjutan penyakit dari Nekrosis Ulserativ Gingivitis
(NUG).
Gambaran Klinis
1. Pada NUP nekrosis dan ulserasi bagian koronal dari papila
interdental dan margin gingiva.
2. Marginal gingiva berwarna merah dan bisaberdarah
dengan mudah.
3. Terjadi kehilangan perlekatan dan dekstruksi tulang
alveolar.
4. Kedalaman pocket periodontal tidak terlalu dalam.
5. Terjadi resesi gingiva.
6. Pada keadaan lanjut bisa menyebabkan tanggalnya gigi.
17
7. Biasanya pasien memiliki bau mulut, demam, malaise atau
limfadenopati.
Gambaran Radiografis
Gambaran radiolusen menunjukkan kehilangan perlekatan
dan kehilangan tulang.
Resorbsi tulang alveolar yang parah
Pelebaran space ligamen periodontal
Lamina dura yang terputus
2.2.1.4 Deformitas dan Kondisi Deveopmental Dapatan
Kondisi cacat ataupun perkembangan gigi yang tidak
sempurna dapat menyebabkan penyakit periodontal, misalnya
dari anatomi gigi, malformasi gigi ataupun lokasi gigi. Restorasi
gigi yang tidak baik dan trauma oklusal juga dapat
menyebabkan penyakit jaringan periodontal.
18
Gambaran Radiografis
Trauma dari oklusi dapat menghasilkan radiografi terdeteksi
perubahan dalam ketebalan lamina dura, morfologi alveolar
crest , lebar ruang periodontal ligamen, dan melingkupi
kehilangan kepadatantulang alveolar.
19
BAB III
KESIMPULAN
Kelainan perikoronal, perikoronitis adalah keradangan jaringan gingiva
disekitar mahkota gigi yang erupsi sebagian, paling sering pada gigi molar ketiga
rahang bawah. Perikoronitis terjadi akibat penumpukan bakteri, plak, dan sisa
makanan pada rongga operkulum gusi dan gigi yang erupsi sebagian.
Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan pendukung
gigi, yaitu gingiva/gusi serta jaringan periodontal, yaitu jaringan yang
menghubungkan antara gigi dan tulang penyangga gigi yaitu tulang alveolar.
Penyakit periodontal adalah peradangan yang terjadi pada jaringan pendukung
gigi akibat akumulasi bakteri plak.
20
DAFTAR PUSTAKA
Bataineh QM et al. The Predisposing Factors of Pericoronitis of Mandibular
Third Molars in a Jordania Population. J Oral Maxillofac surg. 2003.
Carranza, F.A. 1990. Glickman's clinical Periodontology 7th Ed, W.B Saunders
Company. Philadelphia
Dumitrescu A.L. 2010. Etiology and Pathogenesis of Periodontal Disease.
Heidelberg : Manson, J.D. 1993. Buku Ajar Periodontitis. Jakarta : EGC
Guiterrez and Perez JL. 2004.Third Molar Infections. Med Oral Patol Oral Cir
Bucal.
Hupp J, Ellis E, Tucker H. 2008.Contemporary Oral
Mansjoer Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Volume 1, Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.
Pedersen, GW. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih bahasa Purwanto &
`Basoeseno. Jakarta: EGC.
Samsudin AR and Mason DA. 1994. Symptons from impacted wisdom teeth.
British J Oral Maxilofac surg.
Shepherd JP, Brickley M. Surgical removal of third molars. British Med J. 1994
Suproyo, H., 2007, Bahan Ajar Penatalaksanaan Penyakit Jaringan Periodontal,
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
21
Top Related