1
KEGIATAN KOMUNIKASI PERSUASIF
ANGGOTA KEPOLISIAN DIREKTORAT
RESERSE KRIMINAL POLDA BANTEN DALAM
MENGINTEROGASI PARA SAKSI
(Studi kasus diSubdit 3 Harda/Bangtah Polda Banten)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Pada
Konsentrasi Ilmu Humas Peogram Studi Komunikasi
OLEH :
NURUL PRI SEPTIA ASITI NAWA
NIM. 083135
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2012
2
ABSTRAK
Nurul Pri Septia Asiti Nawa / 083135 / Kegiatan Komunikasi Persuasif
Anggota Kepolisian Direktorat Reserse Kriminal Polda Banten Dalam
Menginterogasi Para Saksi / Program Studi Ilmu Komunikasi / Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik / Universitas Sultan Ageng Tirtayasa / 2012.
Komunikasi merupakan hal yang tidak dapat lepas dari kehidupan manusia,
baik itu secara verbal maupun non verbal. Kegiatan interogasi merupakan
kegiatan komunikasi antar pribadi yang dilakukan dua orang atau lebih yang
dilakukan secara pribadi.
Skripsi ini bertujuan untuk menggambarkan kegiatan komunikasi persuasif
anggota kepolisian direktorat reserse kriminal Polda Banten dalam menginterogasi
para saksi yaitu untuk mengetahui praktik dan prosedur yang digunakan dalam
kegiatan interogasi yang dilakukan.
Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan
pendekatan kualitatif deskriptif. Proses pengumpulan data yang dilakukan peneliti
yaitu dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Dengan menggunakan teori
atribusi.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kegiatan interogasi dilakukan dengan
menggunakan komunikasi persuasif. yang sesuai dengan prosedur ketentuan SOP
yang di tuliskan dalam aturan yang dibuat di Polda Banten. Penyidik
mengedepankan bahasa verbal dan non verbal untuk meminimalisir kesalah
pahaman dalam kegiatan interogasi. Secara keseluruhan dan mind (pikiran)
kegiatan komunikasi menggunakan komunikasi persuasif dengan unsur – unsur
komunikasi lain yang mendukung.
Berdasarkan hasil penelitian, kegiatan interogasi tersebut dilakukan oleh Penyidik
sebagai salah satu kewajiban yang di batasi dengan aturan. Kegiatan interogasi
tidak dapat semudah apa yang dibayangkan, karena kegiatan interogasi telah
terorganisir dan perlu adanya laporan dan evaluasi terhadap kegiatan yang telah
dilakukan penyidik kepada pimpinan. Evaluasi tersebut dilaporkan dalam
beberapa kegiatan, laporan harian, mingguan dan bulanan biasanya di lakukan
dengan membuat Rencana kegiatan, laporan triwulan berupa laporan yang
dilakukan setelah diadakannya gelar perkara setelah kegiatan interogasi dilakukan,
sampai pada laporan kemajuan yang di ajukan kepada Direktur direktorat reserse
kriminal.
Saran yang dapat dikemukakan, Penyidik harus lebih banyak mendalami
mengenai komunikasi persuasif yang dimaksudkan dalam strategi Polda Banten
kemukakan, serta harus lebih mengutamakan transparansi dalam setiap kegiatan
yang berhubungan dengan kegiatan interogasi.
3
ABSTRAK
Nurul Pri Septia Asiti Nawa / 083135 / Persuasive Communication
Activities Member of the Police Directorate of Criminal Investigation Police
Witnesses Question the Banten In / Program Study Communication of Science /
Social Sciences Faculty and Polities Science / Sultan Ageng Tirtayasa
University / 2012.
Communication is a thing that can not be separated from human life, whether it
be verbal or non verbal. Activities of the interrogation is interpersonal
communication activities carried out two or more persons to be private.
This thesis aims to illustrate the persuasive communication activities of detectives
criminal police directorate in the Banten Police interrogated the witness is to
know the practices and procedures used in the interrogation activities.
Research methods in this study is a case study method with qualitative descriptive
approach. The process of data collection conducted by researchers is to
interview, observation and documentation. By Atribusi Teory.
The results of this study indicate that the interrogation activities conducted by
using persuasive communication. in accordance with the provisions of SOP
procedures are in written in the rules made in Banten Police. Investigators put
forward verbal and non verbal language to minimize misunderstandings in
interrogation activities. As a whole and the mind (thoughts) communication
activities using persuasive communication elements - other elements that support
communication.
Based on the results of the study, questioning the activities carried out by
investigators as one of the obligations in the limit with the rules. Interrogation
activities can not be as easy as one might imagine, because the activities have
been organized and questioning the need for reporting and evaluation of activities
that have been made to the leadership of the investigator.The evaluation was
reported in several activities, daily reports, weekly and monthly are usually done
by creating a plan of activities, a quarterly report made after the holding of the
case after his interrogation activities conducted, to the progress report be
submitted to the Director of the directorate of criminal detectives.
Suggestions can be put forward, investigators should explore more about
persuasive communication that is intended in Banten Police strategy put forward,
and should prefer the transparency in all activities related to the interrogation
activities.
4
LEMBAR PERSETUJUAN
Nama : NURUL PRI SEPTIA ASITI NAWA
NIM : 6662083135
Judul Skripsi : KEGIATAN KOMUNIKASI PERSUASIF ANGGOTA
KEPOLISIAN DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL
POLDA BANTEN DALAM MENGINTEROGASI PARA
SAKSI(Studi Kasus Disubdit 3 Harda/Bangtah Polda
Banten).
Serang, 25 Juli 2012
Skripsi ini Telah Disetujui untuk Diujikan
Menyetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,
Mengetahui,
Dekan FISIP UNTIRTA
Dr. Agus Sjafari,.M. Si
NIP. 197108242005011002
Muhammad Jaiz, S.Sos., Mpd Teguh Iman Prasetya, SE., M.Si
NIP. 19710629200312001 NIP. 197107182005011001
5
PERNYATAAN ORISINALITAS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Nurul Pri Septia Asiti Nawa
NIM : 6662083135
Tempat Tanggal Lahir: Bogor, 29 September 1989
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kegiatan Komunikasi
Persuasif Anggota Kepolisian Direktorat Reserse Kriminal Polda Banten
Dalam Menginterogasi Para Saksi adalah hasil karya saya sendiri dan seluruh
sumber yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Apabila dikemudian hari skripsi ini terbukti mengandung unsur plagiat, maka
gelar kesarjanaan saya siap dicabut.
Serang, Juli 2012
Nurul Pri Septia Asiti Nawa
6
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Nama : NURUL PRI SEPTIA ASITI NAWA
NIM : 6662083135
Judul Skripsi : KEGIATAN KOMUNIKASI PERSUASIF ANGGOTA
KEPOLISIAN DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL POLDA
BANTEN DALAM MENGINTEROGASI PARA SAKSI(Studi
Kasus Disubdit 3 Harda/Bangtah Polda Banten).
Telah diuji dihadapan Dewan Penguji Sidang Skripsi di Serang, 08 Agustus 2012 dan
dinyatakan LULUS.
Serang, 08 Agustus 2012
Ketua Penguji :
Naniek Afrilla F. S.Sos., M.Si ( )
NIP. 197704032003122001
Anggota :
Iman Mukhroman. S.Sos., M.Si ( )
NIP. 19750202202121002
Anggota :
Muhammad Jaiz, S.Sos., M.Pd ( )
NIP. 19710629200312001
Dekan FISIP Untirta
Ketua Program Studi
Dr. Agus Sjafari,.M.Si
NIP. 197108242005011002
Neka Fitriyah.,S. Sos.,M.Si
NIP. 197708112005012003
7
“ Be the change that you want to see in the world ”
-Mahatma Gandhi-
Skripsi ini ku persembahkan :
My Beloved Parent
8
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Mustahil kiranya skripsi ini dapat penulis tuntaskan penyusunannya, tanpa
petunjuk dan bimbingan-Nya, mengingat cukup banyak hambatan dan rintangan
yang penulis alami selama proses penyusunan skripsi ini. skripsi dengan judul
“Kegiatan Komunikasi Persuasif Anggota Kepolisian Direktorat Reserse Kriminal
Umum Dalam Mengintrogasi Para Saksi” ini, yang penulis lakukan di likungan
subdit iii harda – bangtah disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat
pelengkapan studi untuk dapat naik ketingkat selanjutnya di Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
Dalam kesempatan ini pula penulis menyampaikan rasa terimakasih yang
begitu besar kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan
baik secara langsung maupun tidak langsung selama proses penyusunan ini.
Sehubungan dengan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dekan FISIP, Dr. Agus Sjafari,.M. Si
2. Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi, NekaFitriyah.,S. Sos.,M. Si
3. Mia Dwianna, S.Sos., M.Ikom, sebagai pembimbing akademik
4. Bapak. Muhammad Jaiz, S.Sos, M.pd, selaku dosen pembimbing I, terima
kasih atas waktu dan bimbingannya selama penyusunan skripsi ini.
i
9
5. Bapak. Teguh Iman Prasetya,SE, M.Si, selaku dosen pembimbing II, terima
kasih atas waktu dan bimbingannya selama penyusunan skripsi ini.
6. Dosen Ilmu komunikasi beserta staff TU terutama Ibu Rahmi Winangsih.
7. Mamah Lilis Surtihati dan Papah Dodi Sobari beserta adik tercinta Ade Iam
dan Muh. Iqbal.
8. Seluruh Anggota Kepolisian Polda Banten, Terutama AKBP Mulia Nugraha,
S.Ik, AKP Eko Widiantoro, S.Ik,. S.H. , Iptu Haryanto Rantesalu, Briptu Iman
Gunadi, Briptu Nana Ruhyana, Brigadir Fitara Harianja SH, Bripda Arif,
Bripda Imbang Dika Maulana, Briptu Ade Wahyudi, SH dan Bripda Irwan.
Yang senantiasa mendukung, memberikan ilmunya serta memberikan
pemahaman baru mengenai apa yang penulis tidak ketahui menjadi diketahui,
serta bimbingan yang tidak pernah lepas selama pengerjaan sampai pada
selesainya skripsi ini.
9. Seluruh Informan dari pihak saksi : Lia, Leni, Widiono, Wawan, dan Dwi
Heryanto.
10. Especially thanks to My Best “Viitha” ,Pendi, dan Anshari yang senantiasa
berjuang bersama dalam menyusun skripsi ini.
11. Lucky Merdyana, terima kasih untuk selalu menjadi supporter setia yang
selalu menemani penulis tentunya dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.
12. Buat saudara – saudara dari Tim Rusuh : Reny “Mamih”, Tiche, Ria, Kiki
“Komeng”, Eja, Abang Gery, Hariet “Black” dan Adi “Capcoes”.
ii
10
13. Untuk semua orang yang selalu memacu penulis untuk terus bersemangat :
Ririn borinrin, Kake Wawan, Rini Putriani, Mas Adam, Abang Mbul, dan
mereka yang tidak bisa penulis sebut satu persatu terutama untuk semua
mahasiswa Fakultas Fisip Untirta.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis
mengharapkan adanya kritik yang bersifat membangun guna bekal penulis
dikemudian hari.Akhir kata semoga penelitian inidapat bermanfaat bagi yang
memerlukannya.
Serang, July 2012
Penulis
Nurul Pri Septia Asiti Nawa
iii
11
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
ABSTRACT
LEMBAR PERSETUJUAN
PERNYATAAN ORISINILITAS
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
DAFTARTABEL.................................................................................................... v
DAFTARLAMPIRAN ......................................................................................... vi
BABI PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 5
1.3 Identifikasi Masalahdan Pembatasan Masalah.................................... 5
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................... 6
iv
12
1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................. 6
1.6 Manfaat akademik ............................................................................... 6
1.7 Signifikasi Praktis ............................................................................... 7
BAB II DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1. Deskripsi Teori .................................................................................. 8
2.1.1. Komunikasi .............................................................................. 8
2.1.2. Komunikasi antar pribadi ...................................................... 13
2.1.3. Komunikasi persuasi.............................................................. 17
2.2. Kerangka Teori................................................................................. 23
2.2.1. Teori Atribusi ........................................................................ 23
2.3. Kerangka Berpikir ........................................................................... 24
BAB III METODELOGI PENELITIAN
3.1. Metodelogi Penelitian ..................................................................... 27
3.2. Instrumen Penelitian ....................................................................... 28
3.2.1. Teknik Pengumpulan data ..................................................... 28
3.3. Informan ........................................................................................... 29
3.4. Lokasi Dan Jadual Penelitian ........................................................... 32
v
13
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. DeskripsiObjekPenelitian
4.1.1. Visi......................................................................................... 45
4.1.2. Misi ........................................................................................ 46
4.1.3. Tujuan .................................................................................... 47
4.1.4. Strategi ................................................................................... 49
4.1.5. Prosedur Interogasi ................................................................ 52
4.1.6. Saksi....................................................................................... 56
4.2. Deskripsi Profil Informan
4.2.1. Saksi....................................................................................... 59
4.2.2. Penyidik ................................................................................. 61
4.3. Hasil Penelitian
4.3.1. Pemahaman informan Mengenai Persuasif ........................... 63
4.3.2. Prosedur interogasi di Polda Banten ...................................... 71
4.3.3. Praktik Komunikasi Persuasif dalam Kegiatan interogasi .... 76
4.4. Pembahasan
4.4.1. Prosedur interogasi ................................................................ 81
vi
14
4.4.2. Praktik persuasif .................................................................... 86
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.1.1. Prosedur interogasi ................................................................ 96
5.1.2. Teknik Komunikasi Persuasif ................................................ 97
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 98
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vii
15
DAFTAR GAMBAR
Halaman
GAMBAR 1 KERANGKA BERPIKIR……………………………………….26
GAMBAR 2 SAKSI……………………………………………………………57
GAMBAR 3 MODEL DARI HEIDER………………………………………..92
viii
16
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi proses interogasi dan gelar perkara
Lampiran 2 Struktur Organisasi
Lampiran 3 Daftar PertanyaanWawancara
Lampiran 4 Trankip wawancara
Lampiran 5 Biodata Penulis
ix
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam menjalani kehidupan yang cepat sekali berubah, manusia
membutuhkan kecakapan dalam melakukan suatu hal, Baik dalam tingkah
laku maupun berkomunikasi. Pada era serba instan seperti sekarang ini,
manusia harus pintar – pintar bergaul, beradaptasi cepat dengan
lingkungan dan mampu berargumentasi terhadap kontroversi. Hal tersebut
seperti yang di jelaskan dalam hakikat komunikasi yang merupakan proses
pernyataan antar manusia, yang menyatakan pikiran atau perasaan
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat
penyalurnya.1
Komunikasi merupakan jembatan untuk menjalin suatu hubungan,
di mana bahasa menjadi perantara. Dalam ilmu komunikasi kita
mempelajari berbagai jenis komunikasi, di antaranya, komunikasi
antarpribadi, komunikasi antar budaya, komunikasi massa, komunikasi
kelompok, komunikasi organisasi, dan komunikasi persuasif. Di mana
masing masing memiliki fungsi dan tujuannya dalam berkomunikasi, serta
memiliki segmentasi khalayak yang berbeda – beda pula.
Sebagai dasar proses komunikasi tersebut perlu ada suatu pesan
yang akan disampaikan oleh seorang komunikator kepada komunikan.
1 Dalam buku Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi karangan Onong Uchjana Effendy,
h. 28
1
2
Pesan tersebut bisa berupa berita, gossip, serta fenomena yang sering
menjadi bahan komunikasi.
Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam
kehidupan terutama terhadap kegiatan penginterogasian para saksi dalam
suatu perkara, di mana komunikasi yang dilakukan adalah untuk
mendapatkan suatu jawaban serta penyelesaian terhadap kasus yang
ditanganinya tersebut. Pentingnya komunikasi ini merupakan bagian yang
tidak bisa digantikan secara tulisan atau lainnya, karena komunikasi
mempunyai fungsi yang bersifat diantaranya, menginformasikan (to
inform) yaitu memberikan keterangan yang diberikan saksi terhadap
penyidik untuk kelengkapan penyidikan, mendidik (to education) yaitu
penyidik dapat memberikan suatu masukan dan kesimpulan terhadap saksi
– saksi yang awam dalam kegiatan proses hukum dan mempengaruhi (to
influence), adalah hal yang menjadi tujuan khusus dalam berkomunikasi,
terutama dalam mengintrogasi para saksi ini, dengan begitu penyidik
mampu menelususi jalannya kejadian dan mengorek informasi dengan
mempengaruhi saksi untuk memberikan keteranganya. Oleh karena itu,
komunikasi dalam proses interogasi diharapkan dapat membawa hasil
pertukaran informasi, pengetahuan pengalaman dan adanya pengertian di
antara orang-orang yang terlibat dalam penyelesaian suatu perkara.
Polda Banten dewasa ini lebih menunjukan prioritasnya sebagai
pengayom masyarakat, dalam hal ini diwujudkan dalam kegiatan –
kegiatan yang selalu diadakan guna membangun citra positif dari
3
masyarakat luas. Dalam kegiatannya menginterogasi saksi, kaitannya
dengan Direktorat Reserse Kriminal, Polda banten memiliki Standar
Operasional Prosedur (SOP) terhadap penanganan para saksi, yang
mengacu pada Undang – undang RI Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP,
Undang – undang RI Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia, Undang – undang RI Nomor 13 tahun 2006 tentang
perlindungan saksi dan korban, Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Perkap) No: 3 tahun 2008 tentang Pembentukan
Ruang Pelayanan Khusus dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan atau
Korban Tindak Pidana, Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia
(Perkap) No : 17 tahun 2005 tentang Tata cara Pemberian Perlindungan
Khusus Terhadap Pelapor dan Saksi Dalam Tindak Pidana Pencucian
Uang, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia ( Perkap )
No : 15 tahun 2006 tentang Kode Etik Penyidik Polri.2
Dalam SOP tersebut diterangkan beberapa hal yang mengenai prosedur
dan pelayanan saksi, diantaranya mengenai, Bentuk – bentuk ancaman
terhadap saksi dan keluarga saksi, Undang – undang RI No. 13 pasal 5
ayat 1 tahun 2006 tentang Perlindungan terhadap saksi dan korban berhak
mendapat, Cara bertindak terhadap penerimaan pengaduan dan laporan,
Cara pemberian perlindungan dan pelayanan terhadap saksi, Cara
pemberian perlindungan terhadap keluarga saksi ( suami / istri dan anak ),
Cara pemberian perlindungan terhadap harta benda milik saksi, Cara
2 SOP Penanganan dan Pelayanan terhadap Saksi dan Korban Kepolisian Republik Indonesia, hal 19-21
4
pemberian perlindungan terhadap identitas, komunikasi dan informasi,
Dukungan Anggaran, barulah dilakukan pelaporan dan evaluasi.
Hubungan terhadap komunikasi persuasif dalam penelitian ini
adalah dimana penyidik Direktorat Reserse Kriminal Polda Banten
melakukan Usaha sadar untuk mengubah pikiran dan tindakan dengan
memanipulasikan motif – motif orang kearah tujuan yang sudah di
tetapkan.
Dalam kehidupan sehari hari kita sering sekali menyimak
mengenai tayangan di televisi mengenai tindak penginterogasian yang
disorot secara tragis, dan cenderung main hakim sendiri. Dalam tayangan
“Sigi” di SCTV misalnya, di dalam tayangan tersebut ditunjukan bahwa
kegiatan interogasi dilakukan tidak sesuai prosedur, di mana salah seorang
yang belum dinyatakan tersangka, dihakimi hingga babak belur. Dalam
kenyataannya beberapa kegiatan interogasi memiliki kapasitasnya masing
– masing.
Dengan melatarbelakangi segmentasi khalayak tentang asumsi dari
tayangan televisi tersebut memberikan peneliti inspirasi untuk mencoba
memberikan stereotipe lain mengenai kegiatan interogasi tersebut. Serta
berusaha ingin mengetahui atau menggali dengan lebih dalam apakah
benar piak kepolisian adalah institusi yang semena – mena?
Hakikat komunikasi merupakan penggambaran pikiran dan
perasaan melalui bahasa, untuk itu anggota kepolisian Direktorat Reserse
5
Kriminal Polda Banten perlu memahami tatanan bahasa yang digunakan
untuk menghasilkan mutual understanding antara komunikator dan
komunikan. Selain hakikat komunikasi, proses komunikasi yang dilakukan
perlu di telaah lebih dalam, untuk mengetahui dari perspektif mana proses
komunikasi dilakukan, sehingga terjalin komunikasi yang efektif.
Untuk itulah penelitian ini dibuat guna menggambarkan bahwa
suatu komunikasi yang dilakukan dengan baik dan benar, sesuai dengan
hakikat komunikasi yang berlaku dapat memberikan sinergi yang baik pula
bagi kedua belah pihak, baik komunikator maupun komunikan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal – hal yang di kemukakan dalam latar belakang
diatas, penelitian ini meneliti mengenai “KEGIATAN KOMUNIKASI
PERSUASIF ANGGOTA KEPOLISIAN RESERSE KRIMINAL
POLDA BANTEN DALAM MENGINTEROGASI PARA SAKSI “.
1.3. Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah
Dari perumusan tersebut maka dapat di rangkum identifikasi
permasalahannya adalah
1. Bagaimana prosedur interogasi para saksi di Ditrekrim Polda
Banten?
6
2. Bagaimana praktek Komunikasi Persuasif Penyidik Reserse
Kriminal di Polda Banten?
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bermaksud untuk melakukan pengkajian secara
mendalam mengenai komunikasi persuasif penginterogasiaan dari pihak
kepolisian terhadap saksi – saksi. Sedangkan tujuan yang hendak dicapai
yaitu:
1. Mendeskripsikan proses interogasi para saksi di Ditreskrim
Polda Banten.
2. Menggambarkan praktek komunikasi persuasif yang diterapkan
penyidik reserse criminal di Polda Banten.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat akademik
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran
– pemikiran peneliti untuk menambah wawasan dan pandangan mengenai
Kepolisian Indonesia dari pandangan yang lebih akademis. Penelitian ini
mengimplementasikan gambaran langsung mengenai proses komunikasi
persuasive khususnya dalam interogasi para saksi. Sebagai instansi
pemerintahan yang terikat akan hukum, yang bertugas melindungi dan
mengayomi masyarakat pihak Direktorat Reserse Kriminal Polda Banten
merupakan bagian yang sangat dekat dengan masyarakat, segala tindak
7
pidana yang di hadapi oleh masyarakat diproses di direktorat ini. Di mana
penegakan keadilan pertaruhkan. Manfaat dari penelitian ini tentunya
dapat memberikan informasi mengenai kegiatan organisasi dalam
mengkomunikasikan maksud dan tujuan komunikator kepada komunikan,
serta menjaga nama baik individu bagi kelompok besar / organisasi.
1.5.2. Signifikasi Praktis
Signifikansi praktis penelitian ini adalah diharapkan dapat
menjadi acuan untuk penelitian berikutnya agar diperoleh hasil yang lebih
sempurna lagi.
8
BAB II
DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1. Deskripsi Teori
Sebagai gambaran atau batasan definisi konsep yang akan
Peneliti kerjakan, maka pada BAB II dalam kerangka teori,
Peneliti akan menjelaskan konsep-konsep dan teori-teori yang
berhubungan dengan masalah variabel penelitian, antara lain
Pengertian Komunikasi, Komunikasi antarpribadi, komunikasi
persuasif, Prosedur Interogasi dan Saksi.
2.1.1. Komunikasi
Komunikasi dalam kehidupan manusia dalam konteks
apapun merupakan bentuk dasar adaptasi terhadap lingkungan
karena komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Tidak ada
manusia yang tidak berkomunikasi. Dengan berkomunikasi
manusia bisa berhubungan dengan manusia lain kapan dan
dimanapun, baik dalam lingkungan keluarga, di tengah
masyarakat, di lingkungan kerja ataupun di pasar. Manusia akan
selalu terlibat dengan komunikasi.
Kendala dalam berkomunikasi dapat mempengaruhi proses
komunikasi. Karena luasnya pengertian pesan yang disampaikan,
sehingga dapat menimbulkan efek dan tindakan yang berbeda.
Dikutip dari Effendy (2002:9), komunikasi atau dalam bahasa
8
9
Inggris „communication‟ berasal dari bahasa Latin
„communication‟,dan bersumber dari kata „communis yang berarti
„sama‟. Sama di sini maksudnya adalah „satu makna‟. 3
Komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada
kesamaan makna antara komunikator dengan komunikan
mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang
dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan
kesamaan makna. Dengan demikian, percakapan antara
komunikator dengan komunikan dapat dikatakan komunikatif jika
kedua-duanya dapat mengerti bahasa yang dipergunakan dan
paham akan makna yang disampaikan. Hakikat komunikasi adalah
proses pernyataan antar manusia yang berupa pikiran atau
perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan
bahasa sebagai alat penyalurnya.
Menurut Onong Uchjana Effendy, istilah komunikasi
berasal dari perkataan latin “communication” yang berarti
“pemberitahuan” atau “pertukaran pikiran”. Istilah tersebut
bersumber pada kata “communis” yang berarti “sama” yang
dimaksud sama disini adalah “sama makna”4 . Untuk memahami
pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan secara efektif,
Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan
3 Dikutip dari Effendy (2002:9) 444 Onong Uchjana,.2005. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, PT.Remaja Rosdakarya,Bandung,
ha l.9
10
komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut : Who,
Says What, In Which Channel, To Whom, With and What Effect?.
Berdasarkan cara pandang ini, dapat diuraikan lima unsur
komunikasi, yaitu :
a. Sumber (source) atau sering disebut komunikator, pengirim,
penyandi.
b. Pesan (message), apa yang dikomunikasikan oleh sumber
kepada penerima (verbal/non verbal)
c. Saluran atau media, alat yang digunakan sumber untuk
menyampaikan pesannya kepada penerima.
d. Penerima (receiver), serin juga disebut komunikan, orang
yang menerima pesan dari sumber/komunikator.
e. Efek, apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima
pesan tersebut.
Komunikasi memiliki fungsi dalam menginformasikan (to
inform), mendidik (to educate), menghibur (to entertain) dan
mempengaruhi (to influence). Sering dalam kehidupan sehari-hari
seseorang gagal dalam melakukan hubungan atau dalam
menyelesaikan suatu masalah karena menganggap „sepele‟ atau
ringan arti komunikasi. Mereka sering berpersepsi bahwa
komunikasi sebagai sesuatu yang sering dilakukan manusia
sehari-hari, dan itu naluri alamiah sehingga tidak perlu
mempelajarinya lagi. Sebenarnya, dalam suatu pergaulan
11
(hubungan) diperlukan suatu keterampilan dalam berkomunikasi,
perlu taktik dan strategi dalam menyampaikan pesan sehingga si
penerima pesan dapat memahami tujuan kita apalagi dapat pula
kita pengaruhi.
Pentingnya komunikasi bagi manusia tidak dapat
dipungkiri begitu juga halnya bagi suatu organisasi atau
perusahaan. Dengan adanya komunikasi yang baik, suatu
perusahaan dapat berjalan lancar dan berhasil. Dengan tidak
adanya komunikasi dapat mengakibatkan perusahaan tersebut
tidak berjalan lancar.
Komunikasi dapat dibagi secara umum menjadi lima
konteks atau tingkatan sebagai berikut :
1. Komunikasi interpersonal adalah proses komunikasi yang
terjadi dalam diri seseorang, yang menjadi pusat perhatian
adalah bagaimana jalannya proses pengolahan informasi yang
dialami seseorang melalui sistem saraf dan indera.
2. Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi perorangan yang
bersifat pribadi baik yang secara langsung maupun (tanpa
medium) maupun tidak langsung (dengan medium) seperti
percakapan tatap muka atau melalui telepon
3. Komunikasi kelompok memfokuskan pembahasan pada
interaksi diantara orang-orang dalam kelompok-kelompok
12
kecil, komunikasi kelompok juga melibatkan komunikasi
antarpribadi.
4. Komunikasi organisasi menunjukkan pada pola dan bentuk
komunikasi yang terjadi dalam konteks jaringan organisasi.
5. Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa
yang ditunjukan kepada sejumlah khalayak yang besar.5
Dilihat dari hakikat dan definisi komunikasi menurut para
ahli diatas, komunikasi mempunyai peran penting untuk dapat
membangun suatu hubungan atau pertukaran informasi kepada
orang lain. Komunikasi merupakan sarana dalam menyampaian
atau pertukaran ide (informasi) dari komunikan kepada
komunikator yang terjadi secara simbolik, sehingga dari
komunikasi yang dilakukan diharapkan akan merubah tingkah
laku seseorang, karena komunikasi berusaha untuk membujuk,
mengajak bahkan mempengaruhi perilaku, persepsi serta sikap
dari orang lain.
Berdasarkan uraian diatas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa komunikasi dalam melakukan hubungan dengan seseorang
atau organisasi tidak datang dengan sendirinya. Dalam hal ini,
perusahaan harus aktif dalam menyampaikan pesan dengan makna
yang dapat diinterprestasikan oleh khalayak sehingga akan terjadi
5 Nurudin. 2003. Komunikasi Massa, Cespur, Malang, hal 13
13
suatu perubahan, baik itu yang positif maupun negatif. Pada
dasarnya komunikasi merupakan proses aktivitas manusia dalam
hal menyampaikan atau pertukaran ide (informasi) dari
komunikasi yang dilakukan diharapkan akan merubah tingkah
laku seseorang sesuai dengan yang diharapkan.
2.1.2. Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi pada dasarnya merupakan jalinan
hubungan interaktif antara seorang individu dan individu lain di
mana lambang – lambang pesan secara efektif digunakan,
terutama lambang – lambang bahasa. penggunaan lambang –
lambang bahasa verbal, terutama yang bersifat lisan, di dalam
kenyataan kerapkali disertai dengan bahasa isyarat terutama gerak
atau bahasa tubuh (Body Language), seperti senyuman, tertawa,
dan menggeleng atau menganggukan kepala. Komunikasi antar
pribadi pada umumnya dipahami lebih bersifat pribadi (Private)
dan berlangsung secara tatap muka (Face To Face).
Konsep “Jalinan Hubungan” (Relationship) sangat
penting dalam kajian komunikasi antarpribadi. Jalinan hubungan
merupakan seperangkat harapan yang ada pada partisipan yang
dengan itu mereka menunjukan perilaku tertentu di dalam
berkomunikasi, Jalinan hubungan antarindividu hampir senantiasa
melatarbelakangi pola – pola interaksi di antara partisipan dalam
komunikasi antarpribadi. Seseorang yang baru saja saling
14
berkenalan cenderung berhati – hati dalam berkomunikasi. hal ini
tampak, misalnya ketika dalam menggunakan kata – kata mereka
lebih selektif. Akan tetapi, seseorang yang bertemu dengan teman
akrab cenderung terbuka dan spontan. terdapat sejumlah asumsi
lain mengenai jalinan hubungan :
a. Jalinan hubungan senantiasa terkait dengan komunikasi dan
tak mungkin dapat dipisahkan.
b. Sifat jalinan hubungan ditentukan oleh komunikasi yang
berlangsung diantara individu partisipan.
c. Jalinan hubungan biasanya didefinisikan secara lebih implicit
(tidak/kurang bersifat eksplisit).
d. Jalinan hubungan berkembang seiring dengan waktu proses
negosiasi diantara partisipan.
e. Jalinan hubungan, karena itu bersifat dinamis.
Persoalan penilaian hubungan (the evaluation of relationship)
merupakan persoalan lain yang penting dalam komunikasi
antarpribadi. Dalam hubungan ini, dicakup enam tahap atau
tingkatan hubungan (Rubben, 1988:321-325):
a. Initiation
15
Pada tahap ini masing – masing partisipan saling membuat
kalkulasi atau menaksir – naksir satu dengan lain dan mencoba
mengupayakan penyesuaian – penyesuaian. Wujud dari
penyesuaian disini misalnya, tersenyum, menganggukan
kepala, saling memperkenalkan diri, dan mengucapkan kata –
kata yang bersifat sopan santun atau basa – basi. hubungan
akan dilanjutkan ataukah tidak akan bergantung pada situasi
yang berkembang kemudian.
b. Eksplorasi
Pada tahap ini, partisipan saling berusaha mengetahui karakter
orang lain, misalnya minat, motif, dan nilai – nilai yang
dipegang. Wujud mengajukan pertanyaan tentang kebiasaan,
pekerjaan, atau mungkin tempat tinggal.
c. Intensifikasi
Pada tahap ini partisipan saling bertanya kepada diri sendiri
apakah jalinan komunikasi diteruskan apa tidak. Kendatipun
intensifikasi ini pada umumnya sulit diamati, namun yang
menentukan apakah jalinan komunikasi diteruskan apa tidak
adalah keyakinan akan manfaat dari jalinan komunikasi yang
terbentuk atau setidaknya aktivitas komunikasi yang
berlangsung. Semakin diyakini manfaat yang diperoleh maka
16
akan semakin berlanjut jalinan hubungan atau komunikasi
yang berlangsung.
d. Formalisasi
Pada tahap ini partisipan saling sepakat mengenai hal – hal
tertentu, yang kemudian terformalisasikan kedalam berbagai
tingkah laku, misalnya berjanji untuk saling bertemu lagi,
menandatangani kontrak kerja,
e. Redefinisi
Pada tahap ini jalnan hubungan dan komunikasi yang
dihadapkan pada persoalan – persoalan baru dan silih berganti
seiring dengan perjalanan waktu.
f. Hubungan yang memburuk (deterioration)
Gejala semakin memburuknya hubuungan kadangkala tidak
disadari sepenuhnya oleh partisipan komunikasi. penyesuaian
– penyesuaian telah senan tiasa dicoba untuk diupayakan
namun, di dalam kenyataan, tidak tidak terlalu berhasil. hal
tersebut dikarenakan ada nya perubahan struktur – struktur
kepentingan, power, dan orientasi partisipan yang saling
berinteraksi dengan situasi eksternal. 6
6 Ismantoro Dwi Yuwono, S.H, Cerdas dan Percaya Diri Hadapi Polisi, 2012, Pustaka Yustisia:
Yogyakarta, hal. 2-6
17
2.1.3. Komunikasi Persuasi
Dalam prosesnya, bidang ilmu persuasi mengalami
kemunduran dan kemudian tumbuh kembali. Persuasi disusun
pada awal zaman Romawi dicemoohkan pada masa kejatuhan
Romawi; dan nyaris dimusnahkan pada abad pertengahan. Kecuali
sebagai alat untuk mengajukan keyakinan (dan ini merupakan saat
lahirnya kata “Propaganda”); kemudian ditemukan kembali pada
masa pencerahan, yaitu sebuah masa yang dikuasai oleh tujuan
memperoleh kemuliaan dan masa ini juga dikenal dengan
“membuat suatu yang terburuk agar tampak baik”.7
Komunikasi bersifat informatif dan persuasif, bergantung
kepada tujuan komunikator. Dibanding dengan komunikasi
informatif, komunikasi persuasif lebih sulit, sebab jika
komunikasi informatif bertujuan untuk memberikan informasi
sedangkan komunikasi persuasif bertujuan untuk mengubah sikap,
pendapat dan perilaku seseorang.
Menurut Johnston (1994) persuasif adalah proses
transaksional diantara dua orang atau lebih dimana terjadi upaya
merekontruksi realitas melalui pertukaran makna simbol yang
secara sukarela. Istilah persuasi (persuasion) bersumber pada
7 Dedy Djamaluddin Malik, Yosal Iriantara, komunikasi Persuasif, 1993, PT. Remaja Rosdakarya:
Bandung,h. 1
18
perkataan latin persuasio. kata kerjanya adalah Persuadere yang
berarti membujuk, mengajak, atau merayu.8
Para ahli komunikasi sering kali menekankan bahwa
persuasi adalah kegiatan psikologis. Penegasan ini dimaksudkan
untuk mengadakan perbedaan dengan koersi (coercion). Tujuan
dari keduanya sama, yakni untuk mengubah sikap, perdapat, atau
perilaku, tetapi jika persuasi dilakukan dengan halus, luwes, yang
mengandung sifat – sifat manusiawi, sedangkan koersi
mengadung sanksi atau ancaman lebih kepada kegiatan yang
menghalalkan segala cara guna tercapai tujuan yang dimaksud.
Studi persuasi dapat disebut sebagai pelayanan pada tiga
fungsi yaitu :
1. Fungsi Pengawasan
Fungsi ini mencoba menjelaskan mengenai pengertian
persuasi sebagai tugas mengkontruksi pesan membangun citr
diri kita sendiri dengan tujuan mempengaruhi orang lain.
2. Fungsi Perlindungan Konsumen
Dalam Fungsi ini menjelaskan alasan mengapa kita
menggunakan studi persuasi adalah karena kita akan menjadi
lebih cermat membedakan konsumen. Sebenarnya di antara
8Oonong Uchjana Effendy, Dinamika komunikasi,PT.Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, h. 21.
19
kita banyak yang bisa mempraktikan persuasi, namun kita
justru lebih banyak menghabiskan waktu dengan menjadi diri
kita sebagai konsumen dari pesan – pesan persuasif.
3. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan alasan lain mempelajari persuasi
kurang ada kaitannya dengan manfaat praktis. Namun, studi
ini akan bermanfaat meningkatkan wawasan kemanusiaan dan
bangunan social yang ada. Fungsi pengetahuan dapat dibagi
dalam dua kategori yaitu,pengetahuan mengenai peran
persuasi dalam masyarakat dan pengetahuan mengenai
dinamika psikologi persuasi.9
Terdapat tiga tujuan pesan komunikasi persuasif, yaitu (1)
membentuk tanggapan, (2) memperkuat tanggapan, dan (3)
mengubah tanggapan. Agar komunikasi persuasif berfungsi
dengan baik dan efektif, maka dalam penyampaian pesan-pesan
persuasi harus disertai dengan gaya yang mengesankan, menawan,
dan tidak membosankan. Untuk itu, ada tujuh teknik yang bisa
digunakan, yaitu omisi, inversi, suspensi, antitesis, repetisi,
paralelisme, dan aliterasi.
9 Dedy Djamaluddin Malik, Yosal Iriantara, Komunikasi Persuasif, 1993, PT. Remaja Rosdakarya: Bandung,h. 2-5
20
Daya guna pesan persuasif dapat dilihat dari fungsi pesan
itu sebagai (1) Isyarat yang disampaikan, (2) Bentuk Struktural,
(3) Pengaruh Sosial, (4) Penafsiran, (5) Refleksi diri, dan (6)
Kebersamaan.
2.1.3.1. Prinsip – Prinsip Komunikasi Persuasif
Seperti yang dijelaskan Litlejohn dan Jabusch (1987) yang
dikutip Devito bahwa, keberhasilan anda dalam mengukuhkan
atau mengubah sikap atau kepercayaan dan dalam megajak
pendengar anda untuk berbuat sesuatu akan bergantung pada
pemanfaatan prinsip - prinsip persuasi. Empat prinsip persuasi
yang utama yaitu :
1. Prinsip Pemaparan Selektif (Selective Exposure Principle)
Para pendengar (semua halayak) mengikuti “ hukum
pemaparan slektif”. hukum ini setidaknya memiliki dua
bagian.
a. Pendengar akan secara aktif mencari informasi yang
mendukung opini, kepercayaan nilai, keputusaan, dan
perilaku mereka.
b. Pendengar akan secara aktif menghindari informasi yang
bertentangan dengan opini, kepercayaan, sikap, nilai dan
perilaku mereka yang sekarang.
21
2. Prinsip Partisipasi Khalayak
Persuasi akan paling berhasil bila khalayak berpartisipasi
secara aktif dalam presentasi. Implikasinya, persuasi adalah
proses transaksional. Proses ini melibatkan baik pembicara
maupun pendengar.
3. Prinsip Inokulasi
Menyajikan kontra-argumen dan kemudian menjelaskan
kelemahannya akan memungkinkan khalayak mengebalkan
diri mereka sendiri terhadap kemungkinan serangan atas
nilai dan kepercayaan mereka.
4. Prinsip Besaran Perubahan
Makin besar dan makin penting perubahan yang ingin
dihasilkan atas diri khalayak, makin sukar tugasnya.
Manusia berubah secara berangsur. Persuasi, karenanya
paling efektif bila diarahkan untuk melakukan perubahan
kecil dan dilakukan untuk periode waktu yang cukup lama.10
Pada umumnya, hambatan komunikasi dapat diselesaikan
oleh dua faktor, yakni faktor mekanistis komunikasi manusia dan
faktor psikologis. Selain itu, hambatan tersebut dapat
diselesaikan oleh dogmatisme, stereotipe, dan pengaruh
lingkaran. Kondisi itu pun dapat pula disebabkan oleh faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal dapat berupa
10 Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia Kuliah Dasar Edisi Lima, Professional Books, Jakarta, 1997,
h. 447
22
persepsi sosial, posisi sosial, dan proses sosial, sedangkan faktor
eksternal dapat disebabkan oleh faktor penguatan (reinforcement)
dan faktor harapan yang diinginkan.
Sasaran yang dihadapi persuader dalam menerima
pesannya tidak semata menggunakan pikiran yang logis saja.
Mereka kadangkala menggunakan perasaan, keinginan, serta
pilihan-pilihannya untuk mengambil keputusan. Mereka kadang-
kadang bersikap apatis atau skeptic.
2.2. Kerangka Teori
2.2.1. Teori Atribusi
Penelitian ini menggunakan Teori Atribusi, menganalisis tentang
bagaimana kita menjelaskan perilaku seseorang. Dari berbagai variasi
dari teori atribusi memiliki kesamaan asumsi, seperti yang di jelaskan
oleh Daniel Gilbert dan Petrik Malone dalam Myers ( 2002 : 81 ) masing
– masing menafsirkan kulit manusia sebagai pembatas khusus yang
mebedakan serangkaian “kekuatan kausal “ satu sama lain.
Teori Atribusi memiliki 3 ( tiga ) asumsi dasar ( little john, 1998 :
183 ), yaitu : (1) orang berusaha untuk menentukan penyebab perilaku.
Bila merasa ragu, mereka mencari informasi yang akan membantu
menjawab pertanyaan. (2) orang membagi penyebab – penyebab secara
sistematis. Kelley membandingkan kejadian ini dengan metode ilmiah.
23
(3) penyebab yang dihubungkan mempunyai dampak terhadap perasaan
dan perilaku orang yang memandangnya. Dimana Atribusi komunikator
sangat menentukan pengertian bagi suatu situasi yang ada.
Sementara menurut Weiner (Weiner, 1980, 1992) attribution theory
is probably the most influential contemporary theory with implications
for academic motivation. Artinya Atribusi adalah teori kontemporer yang
paling berpengaruh dengan implikasi untuk motivasi akademik. Hal ini
dapat diartikan bahwa teori ini mencakup modifikasi perilaku dalam arti
bahwa ia menekankan gagasan bahwa peserta didik sangat termotivasi
dengan hasil yang menyenangkan untuk dapat merasa baik tentang diri
mereka sendiri.
Teori yang dikembangkan oleh Bernard Weiner ini merupakan
gabungan dari dua bidang minat utama dalam teori psikologi yakni
motivasi dan penelitian atribusi. Teori yang diawali dengan motivasi,
seperti halnya teori belajar dikembangkan terutama dari pandangan
stimulus-respons yang cukup popular dari pertengahan 1930-an sampai
1950-an.
Sebenarnya istilah atribusi mengacu kepada penyebab suatu
kejadian atau hasil menurut persepsi individu. Dan yang menjadi pusat
perhatian atau penekanan pada penelitian di bidang ini adalah cara-cara
bagaimana orang memberikan penjelasan sebab-sebab kejadian dan
implikasi dari penjelasan-penjelasan tersebut. Dengan kata lain, teori itu
24
berfokus pada bagaimana orang bisa sampai memperoleh jawaban atas
pertanyaan “mengapa”? (Kelly 1973).
2.3. Kerangka Berfikir
Penulis berusaha menggambarkan bagaimana skematisasi
penelitian ini, penelitian ini berjudul Kegiatan Persuasif Anggota kepolisian
direktorat reserse criminal polda banten dalam menginterogas para saksi.
Dimana peneliti menggunakan teori atribusi sebagai pelengkap dalam
penelitian ini.
Teori atribusi merupakan teori sebab akibat, dimana dalam
penelitian ini peneliti mencoba memaparkan mengenai sebab akibat dalam
penggunaan komunikasi persuasif dalam kegiatan interogasi yang dilakukan
anggota kepolisian polda banten tersebut.
Selanjutnya peneliti dapat dengan praktis, menyimpulkan hasil dari
pengamatan dalam bentuk penelitian. Seperti yang dapat digambarkan dalam
kerangka berpikir dibawah ini :
25
GAMBAR 1
KERANGKA BERFIKIR
BAB III
PROSES KOMUNIKASI
PERSUASIF
KEGIATAN KOMUNIKASI PERSUASIF
ANGGOTA KEPOLISIAN DIREKTORAT
RESERSE KRIMINAL POLDA BANTEN
DALAM MENGINTEROGASI PARA SAKSI
TEORI ATRIBUSI
PENYIDIK SAKSI
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan atau metodelogi kualitatif
lebih kepada deskriftif kualitatif. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberi
gambaran mengenai hasil olah data beserta informasi yang didapat dari nara
sumber. Kegiatan tersebut dimaksud sebagai bagian dalam penelitian, dalam
hal ini memberikan gambaran untuk kegiatan penginterogasian para saksi
yang sedang diteliti penulis.
Metode penelitian kualitatif secara deskriftif ini dipakai agar
penelitian ini lebih di fokuskan kepada memberikan gambaran mengenai
gejala – gejala atau realitas – realitas yang ada secara faktual. 11
Sementara
metode penelitian kualitatif di pakai untuk dapat mengemukakan interpretasi –
interpretasi terhadap apa yang diteliti. Peneiliti kualitatif memandang realitas
merupakan hasil rekonstruksi oleh individu yang terlibat dalam situasi sosial.
Secara epistemologis peneliti kualitatif, menjalin interaksi secara intens
dengan realitas yang ditelitinya.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu Pengamatan atau
Observasi dab Wawancara. Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa
pertimbangan, (i) Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila
11 Pawito,Phd, Penelitian Komunikasi Kualitatif, PT.LKS Aksara Jogjakarta, hal. 36
26
27
berhadapan dengan kenyataan jamak, (ii) Metode ini menyajikan secara
langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan responden, (iii) Metode ini
lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman
pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
Tujuan dari penelitian ini sendiri adalah untuk menggambarkan realitas
mengenai kegiatan interogasi bagi masyarakat yang cenderung memandang
negatif dalam praktik pelaksanaan interogasi para saksi.
3.2. Instrumen Penelitian
3.2.1. Teknik Pengumpulan data
Berdasarkan sifat penelitian yang dipakai, maka teknik
pengumpulan data yang diperlukan adalah sebagai berikut :
1. Observasi, menurut Lincol dan Guba dalam Rosady Ruslan
(2004:33) mengklasifikasikan observasi sebagai pengamat
bertindak sebagai partisipasi atau nonpartisipasi, observasi dapat
dilakukan terang-terangan di hadapan responden atau dengan
melakukan penyamaran, observasi dilakukan secara alami. dari
pengertian tersebut secara tidak langsung peeliti wajib
mengamati secara langsung dan ikut berpatisipasi berbaur dalam
kegiatan penginterogasian yang berlangsung di Polda Banten
Subdirektorat Harda Bangtah.
2. Wawancara, menurut Moleong (2006:186) yaitu percakapan
dengan maksud tertentu. Wawancara sebagai data primer, yaitu
mengumpulkan data berdasarkan tanya jawab dengan sumber
28
data yang berkaitan dengan masalah peneliti. wawancara dalam
hal ini dilakukan peneliti terhadap informan yang telah ditunjuk,
dimana para key informan tersebut telah menjadi salah satu
pihak yang telah mengalami proses interogasi.
3. Dokumentasi, teknik pengumpulan data dengan menggunakan
dokumentasi-dokumentasi yang diperoleh dari tempat penelitian,
biasanya berupa foto atau video yang diambil saat kegiatan
interogasi di Subdit Harda – Bangtah tersebut berlangsung.
3.3. Informan
Penentuan Informan adalah responden penelitian, yang berfungsi
untuk menjaring sebanyak-banyaknya informasi yang akan bermanfaat untuk
bahan analisis penelitian dan konsep serta proposisi sebagai temuan peneliti.
Dalam hal ini, peneliti menentukan kelompok responden yang akan
dijadikan subjek dan informan kunci (key informations), dan individu-individu
subjek dan informan tidak peneliti tentukan. Hal ini dimaksudkan apabila ada
individu berasal dari luar kelompok responden, maka data dan informasi yang
diberikan selalu terbuka untuk diterima oleh peneliti.
Ada beberapa kriteria yang menjadikan seseorang tersebut menjadi
seorang informan, yaitu :
a. Mereka yang memahami atau menguasai sesuatu melalui proses
enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui tetapi
juga dihayatinya.
29
b. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat
pada kegiatan yang tengah diteliti
c. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai
informasi.
d. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil
“kemasannya” sendiri.
e. Mereka yang mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti
sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau
narasumber12
Penelitian ini menggunakan teknik Snowball Sampling, teknik
pengambilan sampel snowball mengimplikasikan jumlah sampel yang
semakin membesar seiring dengan pejalanan waktu pengamatan. Peneliti
berangkat dari seorang informan untuk mewakili pengumpulan data, dalam
penelitian ini informan tersebut didapat dari seorang Perlapor. Kepada
informan ini peneliti menanyakan siapa saksi – saksi yang diwawancarai,
kemudian peneliti beralih menemui informan berikutnya untuk mendapatkan
keterangan lain, dan begini seterusnya hingga penelitian merasa yakin bahwa
data yang dibutuhkan sudah didapatkan secara memadai. Dalam hal ini
disebut Para Saksi, dan Penyidik.
Adapun beberapa informan yang menjadi focus pokok, guna
mendapat informasi sebanyak – banyaknya, diantaranya :
12 Sugiono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RAD , Bandung hal.215
30
1. 5 orang saksi (Lia Amalia, Leni Setyaningsih, Dwi Heriyanto,
Widiono, Wawan Setyawan, Junaedi Iskandar) yang beberapa kali
diminta keterangannya dalam perkara penggelapan dan penipuan
(pasal 378). diambil dari beberapa kalangan masyarakat.
2. Penyidik Pembantu adalah pelaksana yang melakukan proses
interogasi, dalam hal ini peneliti mengambil 5 (lima) informan dari
pihak penyidik sebagai pihak yang menjadi pelaku kegiatan
interogasi tersebut.
Informan – informan tersebut merupakan orang – orang yang berpengaruh
dalam penyusunan penelitian ini, beberapa saksi dibutuhkan untuk
mengumpulkan informasi secara detail dari pihak yang bersangkutan yaitu
saksi itu sendiri sebagai objek penelitian yang utama, dan penyidik sebagai
pelaku utama kegiatan interogasi. Informasi dari penyidiknya langsung,
dimaksudkan untuk mencari suatu pembenaran sekaligus berperan sebagai
saksi yang diinterogasi.
3.4. Lokasi Dan Jadual Penelitian
Lokasi yang menjadi objek penelitian adalah Polda Banten, dengan
fokus pada pengintrogasian terhadap para saksi di Ditreskrim Subdit Harda -
Bangtah, yang beralamat di Jl. Syeh Nawawi Al Bantani 76, Serang-Banten
42121. Adapun penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2011 –
Bulan Juli 2012.
31
NO.
Bulan
Kegiatan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
1. Penyusunan Proposal
2. Penulisan Bab I
3. Penulisan Bab II dan Bab III
4. Pengumpulan Data
5. Sidang out line
6. Penulisan Bab IV dan Bab V
7. Persiapan sidang
8. Sidang skripsi
TABEL 1.2
Timetable
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian
Kepolisian Negara Republik Indonesia
Dalam memahami pendalaman mengenai Kepolisian
Direktorat Reserse Kriminal, tentunya perlu memahami mengenai
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) terlebih dahulu.
Polri adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung
jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas
kepolisian di seluruh wilayah Indonesia. Polri dipimpin oleh
seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri).
Sejak 22 Oktober 2010 Kapolri dijabat oleh Jenderal Polisi Timur
Pradopo.13
Organisasi Polri disusun secara berjenjang dari tingkat
pusat sampai ke kewilayahan. Organisasi Polri Tingkat Pusat
disebut Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Mabes Polri); sedang organisasi Polri Tingkat Kewilayahan
disebut Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda).
13 Situs web resmi Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam Wikipedia.com
32
33
2.2.4.1. Mabes
Unsur pimpinan Mabes Polri adalah Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Kapolri). Kapolri adalah
Pimpinan Polri yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Presiden. Kapolri dalam pelaksanaan tugasnya
dibantu oleh Wakil Kapolri (Wakapolri)
Unsur Unsur Pengawas dan Pembantu Pimpinan/Pelayanan
terdiri dari:
Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum), bertugas
membantu Kapolri dalam penyelenggaraan pengawasan
dan pemeriksaan umum dan perbendaharaan dalam
lingkungan Polri termasuk satuan-satuan organsiasi non
struktural yang berada di bawah pengendalian Kapolri.
Asisten Kapolri Bidang Operasi (As Ops), bertugas
membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi
manajemen bidang operasional dalam lingkungan Polri
termasuk koordinasi dan kerjasama eksternal serta
pemberdayaan masyarakat dan unsur-unsur pembantu
Polri lainnya.
Asisten Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan
Pengembangan (Asrena), bertugas membantu Kapolri
dalam penyelenggaraan fungsi perencanaan umum dan
34
pengembangan, termasuk pengembangan sistem organisasi
dan manajemen serta penelitian dan pengembangan dalam
lingkungan Polri.
Asisten Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia (AS
SDM), bertugas membantu Kapolri dalam
penyelenggaraan fungsi manajemen bidang sumber daya
manusia termasuk upaya perawatan dan peningkatan
kesejahteraan personel dalam lingkungan Polri.
Asisten Kapolri Sarana dan Prasarana (Assarpras),
bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi
sarana dan prasarana dalam lingkungan Polri.
Divisi Pertanggungjawaban Profesi dan Pengamanan
Internal (Div Propam), adalah unsur pelaksana staf
khusus bidang pertanggungjawaban profesi dan
pengamanan internal.
Divisi Hukum (Div Kum).
Divisi Hubungan Masyarakat (Div Humas)
Divisi Hubungan Internasional (Div Hubinter), adalah
unsur pembantu pimpinan bidang hubungan internasional
yang ada dibawah Kapolri. Bagian ini membawahi
National Crime Bureau Interpol (NCB Interpol), untuk
menangani kejahatan internasional.
35
Divisi Teknologi Informasi Kepolisian (Div TI Pol),
adalah unsur pembantu pimpinan di bidang informatika
yang meliputi teknologi informasi dan komunikasi
elektronika.
Staf Pribadi Pimpinan (Spripim)
Sekretariat Umum (Kasetum)
Pelayanan Markas (Kayanma)
Staf Ahli Kapolri, bertugas memberikan telaahan
mengenai masalah tertentu sesuai bidang keahliannya
Unsur Pelaksana Tugas Pokok terdiri dari:
Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam), bertugas
membina dan menyelenggarakan fungsi intelijen dalam
bidang keamanan bagi kepentingan pelaksanaan tugas
operasional dan manajemen Polri maupun guna
mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam
rangka mewujudkan keamanan dalam negeri.
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim), bertugas
membina dan menyelenggarakan fungsi penyelidikan dan
penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi
dan fungsi laboratorium forensik, dalam rangka
penegakan hukum. Dipimpin oleh seorang Komisaris
Jenderal (Komjen).
36
Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam), bertugas
membina dan menyelenggarakan fungsi pembinaan
keamanan yang mencakup pemeliharaan dan upaya
peningkatan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat
dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri.
Korps Brigade Mobil (Korbrimob), bertugas
menyelenggarakan fungsi pembinaan keamanan
khususnya yang berkenaan dengan penanganan gangguan
keamanan yang berintensitas tinggi, dalam rangka
penegakan keamanan dalam negeri. Korps ini dipimpin
oleh seorang Inspektur Jenderal (Irjen).
Korps Lalu Lintas (Korlantas), bertugas membina dan
menyelenggarakan fungsi lalu lintas yang meliputi
pendidikan masyarakat, penegakan hukum, pengkajian
masalah lalu lintas, registrasi, dan identifikasi pengemudi
dan kendaraan bermotor, serta mengadakan patroli jalan
raya.
Biro Operasi Polri, bertugas untuk mengirimkan
pasukan Brimob, Sabhara, Samapta, Satlantas,
(Jihandak/Penjinak Bahan Peledak, bila diperlukan) serta
sebuah tim intelijen jika ada demonstrasi, sidang
pengadilan, pertemuan tingkat tinggi, perayaan hari besar
oleh kelompok masyarakat, atau peresmian oleh kepala
37
pemerintahan, kepala negara, ketua MPR, atau ketua DPR
dengan mengirimkan surat tugas kepada Biro Operasi
Polda setempat, Biro Operasi Polres setempat, dan Polsek
setempat.
Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri (Densus 88
AT), bertugas menyelenggarakan fungsi intelijen,
pencegahan, investigasi, penindakan, dan bantuan
operasional dalam rangka penyelidikan dan penyidikan
tindak pidana terorisme.
Detasemen Khusus Anti Anarkis Polri sedang dalam
pembicaraan para perwira tinggi Polri.
Unsur Pendukung, terdiri dari:
Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol), bertugas
merencanakan, mengembangkan, dan menyelenggarakan
fungsi pendidikan pembentukan dan pengembangan
berdasarkan jenis pendidikan Polri meliputi pendidikan
profesi, manajerial, akademis, dan vokasi. Kalemdikpol
saat ini adalah Komjen Pol Oegroseno. Lemdikpol
membawahi:
o Sekolah Staf dan Pimpinan Kepolisian
(Sespimpol), adalah unsur pelaksana pendidikan dan
staf khusus yang berkenaan dengan pengembangan
38
manajemen Polri. Terdiri dari Sespinma (dahulu
Selapa), Sespimmen (dahulu Sespim) dan Sespimti
(dahulu Sespati).
o Akademi Kepolisian (Akpol), adalah unsur
pelaksana pendidikan pembentukan Perwira Polri.
Gubernur Akpol dipegang oleh Irjen Pol Muhammad
Amin Saleh.
o Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), adalah
unsur pelaksana pendidikan dan staf khusus yang
berkenaan dengan pendidikan tinggi dan
pengembangan ilmu dan teknologi kepolisian
o Sekolah Pembentukan Perwira (SETUKPA)
o Pendidikan dan Pelatihan Khusus Kejahatan
Transnasional (Diklatsusjatrans)
o Pusat Pendidikan (Pusdik)/Sekolah terdiri dari:
Pusdik Intelijen (Pusdikintel)
Pusdik Reserse Kriminal (Pusdikreskrim)
Pusdik Lalulintas (Pusdiklantas)
Pusdik Tugas Umum (Pusdikgasum)
Pusdik Brigade Mobil (Pusdikbrimob)
Pusdik Kepolisian Perairan (Pusdikpolair)
Pusdik Administrasi (Pusdikmin)
Sekolah Bahasa (Sebasa)
39
Sekolah Polisi Wanita (Sepolwan)
Pusat Logistik dan Perbekalan Polri dipimpin oleh
seorang Brigadir Jenderal (Brigjen).
Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes Polri) yang
dipimpin oleh seorang Brigadir Jenderal (Brigjen),
termasuk didalamnya adalah Rumah Sakit Pusat Polri
(Rumkit Puspol) yang juga dipimpin oleh seorang
Brigadir Jenderal (Brigjen).
Pusat Keuangan (Puskeu Polri) yang dipimpin oleh
seorang Brigadir Jenderal (Brigjen).
Pusat penelitian dan pengembangan (Puslitbang Polri)
yang akan dipimpin oleh Brigadir Jenderal (Brigjen).
Pusat sejarah (Pusjarah Polri) yang akan dipimpin oleh
Brigadir Jenderal (Brigjen).
2.2.4.2. Polda (Kepolisian Negara Republik Indonesia
Daerah)
Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah
(Polda) merupakan satuan pelaksana utama Kewilayahan
yang berada di bawah Kapolri. Polda bertugas
menyelenggarakan tugas Polri pada tingkat kewilayahan.
Polda dipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia Daerah (Kapolda), yang bertanggung jawab
40
kepada Kapolri. Kapolda dibantu oleh Wakil Kapolda
(Wakapolda).14
Polda membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia
Resor (Polres). Ada tiga tipe Polda, yakni Tipe A dan Tipe
B. Tipe A dipimpin seorang perwira tinggi berpangkat
Inspektur Jenderal (Irjen), sedangkan Tipe B dipimpin
perwira tinggi berpangkat Brigadir Jenderal (Brigjen).
o Setiap Polda menjaga keamanan sebuah Provinsi.
Polres, membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia
Sektor. Untuk kota - kota besar, Polres dinamai Kepolisian
Resor Kota Besar. Polres memiliki satuan tugas kepolisian
yang lengkap, layaknya Polda, dan dipimpin oleh seorang
Komisaris Besar Polisi (untuk Polrestabes) atau Ajun
Komisaris Besar Polisi (untuk Polres)
o Setiap Polres menjaga keamanan sebuah Kotamadya
atau Kabupaten.
Polsek maupun Polsekta dipimpin oleh seorang Ajun
Komisaris Besar Polisi (AKBP) (khusus untuk Polda
Metro Jaya) atau Komisaris Polisi (Kompol) (untuk tipe
urban), sedangkan di Polda lainnya, Polsek atau Polsekta
dipimpin oleh perwira berpangkat Ajun Komisaris Polisi
14
Perkap 22 Kepolisian Daerah Banten
41
(tipe rural). Di sejumlah daerah di Papua sebuah Polsek
dapat dipimpin oleh Inspektur Dua Polisi.
o Setiap Polsek menjaga keamanan sebuah Kecamatan.
Setiap Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah
(Polda) memiliki sejumlah Direktorat dalam menangani
tugas melayani dan melindungi, yaitu:
Direktorat Reserse Kriminal
o Subdit Kriminal Umum
o Subdit Kejahatan dengan Kekerasan (Jatanras)
o Subdit Remaja Anak dan Wanita
o Unit Inafis (Indonesia Automatic Finger Print
Identification System) / Identifikasi TKP (Tempat
Kejadian Perkara)
Direktorat Reserse Kriminal Khusus
o Subdit Tindak Pidana Korupsi
o Subdit Harta Benda Bangunan Tanah
(Hardabangtah)
o Subdit Cyber Crime
Direktorat Reserse Narkoba
o Subdit Narkotika
o Subdit Psikotropika
Direktorat Intelijen dan Keamanan
42
Direktorat Lalu Lintas
o Subdit Pendidikan dan Rekayasa (Dikyasa)
o Subdit Registrasi dan Identifikasi (Regident)
o Subdit Penegakan Hukum (Gakkum)
o Subdit Keamanan dan Keselamatan (Kamsel)
o Subdit Patroli Pengawalan (Patwal)
o Subdit Patroli Jalan Raya (PJR)
Direktorat Bimbingan Masyarakat (Bimmas, dulu Bina
Mitra)
Direktorat Sabhara
Direktorat Pengamanan Objek Vital (Pamobvit)Direktorat
Polisi Air (Polair)
Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Tahti)
Biro Operasi
Biro SDM
Biro Sarana Prasarana (Sarpras, dulu Logistik)
Bidang Keuangan
Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam)
Bidang Hukum
Bidang Hubungan Masyarakat
Bidang Kedokteran Kesehatan
43
Ditreskrimum Polda Banten Subdit Harda - Bangtah, yang
berlokasi di Jl. Syekh Nawawi Al – Bantani No. 76 Serang 42121
tepatnya di gedung 1 lantai 2 Mapolda Banten. Subdit Harda –
Bangtah berada dalam naungan Direktorat Reserse Kriminal Umum,
Khusus menangani kasus yang berkaitan dengan Harta benda, Bangunan,
dan Tanah Bertugas menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan tindak
pidana antara lain yang tekait dengan harta benda, tanah dan bangunan,
Melaksanakan kegiatan operasional sesuai dengan batas kewenangannya,
Bertugas membantu Dirreskrim dalam melaksanakan tugasnya dengan
mengendalikan pelaksanaan tugas Kepala Unit yang berada dalam
lingkungannya. Dalam susunan organisasi subdit Harda – Bangtah di
pimpin oleh seorang Kasubdi, dalam menjalankan tugas serta
tanggungjawabnya, kasubdit dibantu oleh beberapa pelaksana yang di
pimpin oleh masing – masing Ketua Unit (Kanit), sebagai wakil dari kanit
sendiri terdapat Pelaksana Unit (Panit), beserta pelaksana dan pelaksana
pemula yang menjalankan segala kegiatan dalam penyelesaian suatu
perkara.
4.1.1. Visi :
„‟Mewujudkan keamanan di wilayah hukum Polda Banten melalui
kemitraan dalam memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan
masyarakat yang terpercaya dalam memelihara kamtibmas dan
menegakkan hukum”.
44
4.1.2. Misi :
Berdasarkan Visi yang telah dirumuskan sebagaimana tersebut
diatas, maka selanjutnya disusun Misi Dit Reskrim Polda Banten yang
dapat mencerminkan koridor tugas pokok selama lima tahun (2010 - 2014)
kedepan sebagai berikut :
1) Meningkatkan kemampuan deteksi dini dan peringatan dini
terhadap para Penyidik dalam rangka memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat untuk mewujudkan keamanan di wilayah
hukum Polda Banten.
2) Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat dalam proses penegakan hukum secara mudah,
tanggap / responsip dan tidak diskriminatif untuk menjamin
kepastian hukum dan rasa keadilan guna mewujudkan
kepercayaan masyarakat terhadap Polri.
3) Meningkatkan kerjasama antar instansi terkait dan Polda lainnya
dalam rangka penyelidikan dan penyidikan kasus-kasus
konvensional, transnasional, kasus yang merugikan kekayaan
negara dan kasus yang berimplikasi kontijensi secara
profesional, proporsional dengan menjunjung tinggi supremasi
hukum dan hak azasi manusia.
4) Mengembangkan strategi perpolisian masyarakat dalam
pelaksanaan tugas penyidikan dan memfasilitasi keikutsertaan
45
masyarakat dalam memelihara kamtibmas guna mewujudkan
masyarakat yang patuh hukum .
5) Mengelola seluruh aset dan sumber daya Dit. Reskrim Polda
Banten secara profesional, transparan, akuntabel dan modern
guna mendukung tugas-tugas penyidikan dan penyelidikan
tindak pidana
6) Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana yang
mendukung tugas penyidikan dan penyelidikan tindak pidana
dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi.
4.1.3. Tujuan
a. Meningkatnya kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap
Polri di bidang pelayanan dan penegakan hukum.
b. Terbangunnya kemitraan (partnership) antara Dit Reskrim Polda
Banten, Pemerintah Provinsi Banten / lembaga kemasyarakatan
dalam upaya pemeliharaan kendaraan hukum dan penegakan
hukum.
c. Tergelarnya operasional Dit Reskrim Polda Banten selaku
penangung jawab di bidang penegakan hukum melalui tindakan
refresif kepolisian dalam bentuk :
1) Pengungkapan dan penangkapan pelaku jaringan kasus-kasus
kejahatan terhadap harta, benda, orang perorang dan
organisasi lembaga.
46
2) Terkendalinya trend perkembangan kejahatan, serta
meningkatnya penuntasan kasus kriminalitas mencakup 4
golongan jenis kejahatan yaitu kejahatan konvensional,
transnasional, terhadap kekayaan negara dan yang
berimplikasi kontinjensi.
3) Terpeliharanya kesadaran hukum masyarakat dalam
penanganan tindak pidana yang terjadi, sehingga membantu
dalam pengungkapan suatu tindak pidana.
4) Terciptanya hubungan dan kerja sama yang baik antara Polri
dan masyarakat yang didasari atas kepercayaan masyarakat
terhadap Polri.
d. Terpeliharanya kekayaan Dit Reskrim Polda Banten dalam wujud
asaet-aset yang dimiliki baik berupa tanah dan bangunan maupun
logistik serta sarana dan prasarana yang mendukung tugas-tugas
penyidikan dan penyelidikan.
e. Terwujudnya perilaku anggota Polri yang dipercaya masyarakat.
f. Terwujudnya restrukturisasi organisasi Dit Reskrim Polda Banten
yang dapat mendukung tugas-tugas sesuai situasi dan tantangan
yang dihadapi sehingga pembrdayaan pelayanan di bidang
penegakan hukum akan efisien dan efektif.
47
4.1.4. Strategi
Tahap kedua dari Grand Strategi Polri adalah Partnership yang
merupakan kelanjutan dari tahap pertama yaitu Trust Building. Dimana
pada tahap ini menyadari bahwa Dit Reskrim Polda Banten merupakan
salah satu mata rantai penegakan hukum dan keadilan di masyarakat
Provinsi Banten, maka keberhasilan Dit Reskrim Polda Banten dalam
rangka penegakan hukum juga merupakan hasil kerjasama dengan institusi
publik dan institusi penegak hukum lainnya. Dengan demikian maka
strategi dari pada Dit Reskrim Polda Banten yang merupakan garda
terdepan dalam penegakan hukum adalah sebagai berikut :
a. Mengembangkan kemitraan dengan tujuan lebih cepat memperluas
kompetensi pelayanan, memperkokoh penggalangan kekuatan
kepolisian untuk mengatasi kejahatan yang makin canggih, dengan
memperluas kemitraan (partnership dan networking) secara
bertahap dengan masyarakat dengan sasaran :
1) Mempersempit ruang gerak para pelaku kejahatan dengan
memperbanyak frekuensi keberadaan personil reserse di
tengah-tengah masyarakat dalam rangka membentuk jaringan
Kring Serse guna mendukung tugas-tugas prepentif dan
represif.
2) Menerapkan fungsi Perpolisian Masyarakat (Polmas) pada
tugas-tugas Dit Reskrim Polda Banten berbasis kemitraan
yang sejajar dengan masyarakat melalui pengembangan
48
sistem respon cepat terhadap setiap panggilan dan
permintaan bantuan dari masyarakat.
3) Membuka diri pada berbagai unsur masyarakat sebagai
stakeholders prinsip „‟good governance‟‟, untuk bekerjasama
dalam rangka penanggulangan berbagai kejahatan secara
terpadu berbasis sistem penegakan hukum.
4) Merintis kemitraan berbasis saling percaya dengan berbagai
institusi publik/departemen, institusi sipil/swasta dan unsur-
unsur masyarakat melalui pengembangan kecakapan yang
prima untuk menurunkan peristiwa kejahatan.
5) Mengembangkan sistem komunikasi Polri dengan didukung
teknologi komunikasi mulai dari kecepatan respon,
komunikasi persuasif, sampai pada pengendalian peristiwa
kejahatan, dengan perlindungan dan pengayoman, khususnya
ditingkat satuan Reskrim Polres dan Unit Reskrim Polsek.
6) Memfokuskan efektivitas penanggulangan kejahatan
berdimensi tinggi yang paling menyentuh kepentingan
masyarakat antara lain perampokan di tempat umum /
pemukiman dan pencurian kendaraan.
7) Mendekatkan pelayanan Polri kepada masyarakat sebagai
nilai utama, dengan mengandalkan Polsek, sebagai ujung
tombak pelayanan keamanan dan Polres sebagai Kesatuan
Operasional Dasar.
49
8) Meningkatkan profesionalisme Polri dengan didukung
teknologi Kepolisian dan teknologi informasi yang terpadu,
untuk sinergi operasi serta memudahkan akses publik atas
transparansi manajemen penegakan hukum, pengawasan dan
pengembangan sarana prasarana melalui pembukaan jaringan
email online tentang pengaduan peristiwa tindak pidana dan
informasi pidana yang sering terjadi.
b. Membangun sinergisitas dengan lembaga / institusi / departemen
baik pemerintah maupun swasta serta masyarakat dalam rangka
penyelenggaraan keamanan dan penegakan hukum melalui cara :
1) Meningkatkan kemitraan
2) Terwujudnya penegakan keadilan terhadap masyarakat,
terutama memiliki strategi pencegahan tindak kriminal,
penerapan yang konsisten pada prosedur penanganan pelaku
tindak kriminal sesuai hukum dan hak asasi manusia, serta
memberdayakan pranata sosial masyarakat melalui penerapan
fungsi Perpolisian masyarakat (Polmas) terhadap personil
dalam jajaran Reserse.
3) Terwujudnya 7(tujuh) dimensi pelayanan masyarakat melalui
bidang tugas Reserse mulai tingkat Polda, Polres dan Polsek
yang mencakup : berkomunikasi berbasis kepedulian, cepat
tanggap kemudahan pemberian informasi, prosedur yang
efisien dan efektif, biaya yang formal dan wajar, kemudahan
50
penyelesaian urusan, lingkungan fisik tempat kerja yang
kondusif. Misalnya dalam hal pelayanan registrasi kendaraan
bermotor.
4.1.5. Prosedur Interogasi
Interogasi adalah suatu upaya yang dilakukan oleh pihak
tertentu untuk meminta keterangan kepada seseorang menyangkut
kesaksian orang tersebut terhadap pihak lain dan atau dirinya
sendiri mengenai suatu aktivitas yang melibatkan pihak lain
tersebut dan atau dirinya sendiri.15
Kata ini merupakan konsumsi
wajib dalam dunia hukum dengan hegemoni „diperiksa‟ atau
„diminta keterangan‟. Ada interogasi persuasif yang agak
„bersahabat‟ untuk „mengorek‟ kebenaran dan ada pula interogasi
yang memaksa seseorang mengakui suatu fiksi menjadi sebuah
kenyataan. 16
Kegiatan interogasi ini dilakukan ketika pihak kepolisian
telah menerima laporan atau pengaduan mengenai tindak pidana.
Barulah penyidik / penyelidik melakukan pemanggilan terhadap
seseorang untuk didengar keterangannya. Untuk melakukan
penginterogasian ini tidak hanya dilakukan setelah adanya
pengaduan atau laporan polisi saja, tetapi pemanggilan juga dapat
15
Ismantoro Dwi Yuwono, S.H, cerdas dan percaya diri hadapi polisi, 2012, pustaka yustisia:
yogyakarta, 16
http://www.artikata.com/arti-330935-interogasi.html
51
dilakukan oleh polisi sebagai penyidik berdasarkan atas
pengembangan Berita acara Pemeriksaan (BAP), atau hasil
laporan penyelidikan.
Dalam pemanggilan terhadap saksi – saksi, terdapat
prosedural yang harus sesuai dengan aturan yang ditentukan.
Bentuk surat panggilan sekurang – kurangnya tersusun dalam
empat bagian. bagian pertama menyebutkan tentang alasan dari
panggilan yang dilakukan Polisi terhadap pihak terkait. kejelasan
ini untuk memberikan kepastiaan kepada pihak yang dipanggil
dan agar pihak yang dipanggil tidak bingung dan bertanya – tanya,
“untuk kepentingan apa saya dipanggil menghadap Polisi?”
Selain itu, Polisi juha harus menyebutkan dasar hukum
yang digunakan untuk memanggil seseorang. Dasar hukum ini
perlu sebagai control dari pihak – pihak yang berkepentingan
untuk menilai sah atau tidaknya pemanggilan yang dilakukan oleh
Polisi menurut ketentuan peraturran perundang – undangan yang
berlaku. Didalamnya pula harus di jelaskan mengenai identitas
jelas dari pihak – pihak yang akan dipanggil tersebut.
Bagian kedua seseorang yang diberikann surat panggilan
harus mengetahui siapa Polisi penyelidik / penyidik yang
memangginya, dikepolisian mana dia harus datang, diruang mana
dan bertemu siapa? untuk kepentingan inilah dalam kop surat
52
panggilan dicantumkan dengan jelas alamat kantor kepolisian
yang memanggil orang yang bersangkutan. Surat panggilan itu
juga harus ditandatangani Polsi penyelidik / penyidik agar dapat
diketahui siapa yang bertanggung jawab dalam pemanggilan
tersebut.17
Selain wewenang untuk melakukan pemanggilan terhadap
saksi, tersangka atau ahli, Polisi pun setelah menerima laporan
atau pengaduan dapat langsung mendatangi tempat kejadian
perkara untuk mengadakan pemeriksaan di tempat tersebut,
melakukan penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan.
Sebelum sampai pada kegiatan interogasi, ada beberapa
Poin – poin metode Pemeriksaan yang biasa dilakukan oleh
Penyelidik / Penyidik, diantaranya :
1. Penyelidik / Penyidik biasanya menggunakan Metode
Wawancara (Interview), untuk mengorek keterangan terhadap
orang – orang yng dipanggil oleh penyelidik / penyidik.
wawancara adalah sessi tanya jawab antara penyelidik /
penyidik dengan orang – orang yang diwawancarai. Hasil dari
wawancara ini biasanya dituangkan dalam berntuk Berita
Acara Pemeriksaan (BAP).
17
Ismantoro Dwi Yuwono, S.H, cerdas dan percaya diri hadapi polisi, 2012, pustaka yustisia:
Yogyakarta, hal. 61-62
53
2. Metode Interogasi, adalah tanya jawab antara penyelidik /
penyidik dengan saksi, korban, dan tersangka dimana dalam
metode ini berada dibawah kekuasaan Penyelidik / Penyidik.
atau dengan kata lain interogasi yaitu suatu cara mendapatkan
keterangan melalui pembicaraan dan tanya jawab langsung,
yang dikotrol oleh si penanya (penyelidik / penyidik).
3. Metode konfrontasi, dalam metode ini penyelidik / penyidik
mempertemukan pihak satu dengan pihak lainnya (dalam hal
ini, tersangka dengan saksi) guna mencari persesuaian antara
satu keterangan dan keterangan lainnya sehingga medapatkan
kepastian atau paling tidak mendekati kebenaran suatu
peristiwa pidana.
4. Melakukan Rekontruksi, dalam melakukan rekontruksi
penyelidik / penyidik meminta tersangka atau saksi untuk
memperagakan kembali cara tersangka melakukan tindak
pidana. Hal ini dilakukan agar didapat gambaran yang jelas
tentang terjadinya tindak pidana tersebut sehingga dengan
demikian dapat diketahui benar tidaknya tersangka merupakan
pelaku tindak pidana, dan
54
5. Melakukan evaluasi, untuk menguji kelayakan kasus tersebut
untuk dapat ditingkatkan ke tingkat selanjutnya atau justru
dihentikan.18
4.1.6. Saksi
Saksi adalah orang yang melihat sendiri, mendengar
sendiri, dan mengalami sendiri suatu tindak pidana. Selain harus
melihat, mendengar dan mengalaminya sendiri, untuk dapat
menjadi saksi, harus ada orang lain selain orang pertamayang dapat
dijadikan saksi, karena dalam hukum pidana diindonesia berlaku
asas unnus testis nullus tertis yang artinya satu orang saksi
bukanlah saksi.19
Saksi adalah seseorang yang mempunyai informasi tangan
pertama mengenai suatu kejahatan atau kejadian dramatis
melalui indera mereka (mis. penglihatan, pendengaran, penciuman,
sentuhan) dan dapat menolong memastikan pertimbangan-
pertimbangan penting dalam suatu kejahatan atau kejadian.
Seorang saksi yang melihat suatu kejadian secara langsung dikenal
juga sebagai saksi mata. Saksi sering dipanggil
ke pengadilan untuk memberikan kesaksiannya dalam suatu proses
peradilan.
18 Ismantoro Dwi Yuwono, S.H, cerdas dan percaya diri hadapi polisi, 2012, pustaka yustisia:
yogyakarta, hal 68-74 19
Ibid 23
55
Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan
guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang
sesuatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat dan ia alami
sendiri. Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara
pidana yang berupa keterangan saksi mengenai suatu peristiwa
pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat dan ia alami sendiri dengan
menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Keterangan ahli adalah
keterangan yang di berikan oleh seorang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu
perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.20
Seseorang dapat diposisikan sebagai saksi apabila orang
tersebut memenuhi kriteria :21
Jika anda dipanggil oleh pihak kepolisian sebagai saksi,
maka anda harus memenuhi tiga kriteria tersebut, jika sebaliknya
anda dapat memenuhi panggilan dari Polisi tersebut sekedar untuk
memberikan penjelasan bahwa anda tidak melihat, mendengar atau
mengalami sendiri suatu peristiwa yang berkaitan dengan tindak
pidana yang dipersangkakan oleh Polisi dan kemudian dapat
menolak untuk diperiksa oleh Polisi.
20 Undang – undang RI Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban 21
Ismantoro Dwi Yuwono, S.H, Cerdas dan Percaya Diri Hadapi Polisi, 2012, Pustaka Yustisia:
Yogyakarta, hal. 59
Syarat – syarat (kriteria)
Saksi Mengalaminya sendiri
Mendengar sendiri
Melihat sendiri
56
Seseorang yang menjadi saksi secara tidak langsung telah
memiliki hak untuk dilindungi, di indonesia telah ada lembaga
yang bergerak dalam perlindungan saksi dan korban. Lembaga ini
didirikan berdasarkan atas undang – undang no. 13 tahun 2006
yang mengatur tentang perlindungan saksi dan korban. dalam
mendapatkan perlindungan tersebut ada beberapa syarat yang harus
dipatuhi oleh seorang saksi , dalam pasal 30 ayat (2) undang –
undang No. 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban
menyebutkan, diantaranya22
:
1. Kesedian saksi atau korban untuk memberikan kesaksian dalam
proses peradilan,
2. Kesedian saksi dan atau korban untuk menaati peraturan yang
berkenaan dengan keselamatannya,
3. Kesedian saksi dan atAau korban untuk tidak berhubungan
dengan cara apapun dengan orang lain selain atasprsetujuan
dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, selama dia
berada pada perlindungan lembaga perlindungan saksi dan
korban,
4. Kewajiban saksi dan atau korban untuk tidak memberitahukan
kepada siapa pun mengenai keberadaannya di bawah
perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, dan
22
Ismantoro Dwi Yuwono, S.H, Cerdas dan Percaya Diri Hadapi Polisi, 2012, Pustaka Yustisia:
Yogyakarta, hal 29-30
57
5. Hal – hal lain yang dianggap perlu oleh Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban.
4.2. Deskripsi Profil Informan
Semua informan ditunjuk berdasarkan kemampuan mereka dan
pengalaman yang pernah mengalami bagaimana rasanya di interogasi,
mereka di bedakan dari beberapa profesi dan tingkatan dalam pelaksanaan
interogasi, diantaranya :
4.2.1. Saksi
1. Lia Amalia
Lia Amalia, 24 tahun Seorang karyawan sebuah perusahaan scuter
di kota Serang, dia juga merupakan mantan PHL(Pekerja Harian
Lepas) di Polda Banten khusus menangani administrasi di
Direktorat Reserse Kriminal Khusus. Dia pernah diinterogasi
dalam kaitannya perkara pidana yang menyangkutkan namanya
dalam kasus penipuan terhadap salah satu anggota Kepolisian
Polda Banten dalam laporan Polisi nomor :
63/II/2012/Banten/SPKT, 10 Februari 2012. Pemeriksaan itu
merupakan pengalaman pertamanya, sehubungan namanya
dikaitkan dalam kasus penipuan yang terjadi pada salah satu
temannya.
58
2. Leni Setyaningsih,
Leni Setyaningsih, 23 tahun adalah seorang penjaga counter Hp. di
sekitar daerah Royal, dia merupakan salah satu saksi dari perkara
pidana pada laporan Polisi yang sama dengan Sdri. Lia Amalia.
Kegiatan ini merupakan pengalaman pertamanya, sehingga dirasa
perlu utuk menjadi tolak ukur antara saksi awam dengan saksi yang
telah sebelumnya mengalami kegiatan interogasi ini.
3. Dwi Heriyanto,
Dwi Heriyanto, 33 tahun merupakan Karyawan Le Dian Hotel
yang menjabat sebagai Manager Of Duty, dia pernah menjadi saksi
ketika dimintai keterangannya sehubungan dengan perkara pidana
penipuan, yang dilakukan salah satu MLM (Multi Level
Marketing) terhadap beberapa karyawan Le Dian Hotel Lainnya.
Dalam kasus tersebut, dia dimintai keterangan hanya sebagai saksi
atas tuduhan terhadap salah satu Dept Head di Hotel Le Dian yang
membawa nama karyawan lainnya untuk memberikan
keterangannya dengan perihal kasus yang sama.
4. Widiono,
Widiono, 48 tahun beliau adalah salah satu pemilik sebuah
Perusahaan yang bergerak di bidang contruktion yaitu PT. Bangun
Surya Sari, sudah hampir 10 tahun beliau menggeluti usahanya.
Beliau terlibat perkara yang menjerat namanya, untuk dimintai
keterangannya dalam sehubungan dengan tindak pidana penipuan
59
terhadap kliennya. PT. Bangun surya sari, sebelumnya pernah
dilaporkan oleh beberapa kliennya, di tiap akhir penyelidikan
perkara pidana selalu di lakuka A2 (dihentikan), sehingga Widiono
salah satu informan yang merupakan saksi yang telah banyak
memiliki pengalaman dalam kegiatan interogasi ini, dan
informasinya dirasa cukup dapat memberikan peneliti gambaran
yang lebih banyak.
5. Wawan Setyawan,
Wawan Setyawan, 51 tahun beliau merupakan klien dari PT.
Bangun Surya Sari yang dimintai keterangan, atas perkara
penipuan yang dilakukan PT. Bangun Surya Sari
terhadapnya.(Pelapor)
4.2.2. Penyidik / Penyidik Pembantu
1. Iptu Haryanto Rantesalu,
Panit unit 1 Subdit harda – Bangtah, menjabat selama satu tahun 5
bulan. Selama masa jabatannya beliau berkecimpung khusus dalam
Reserse Kriminal, yang pada tahun awal beliau berada di
Direktorat Reserse Kriminal, yang belum dipecah seperti sekarang
ini.
2. Briptu Iman Gunadi
Briptu Iman Gunadi adalah salah satu penyidik yang menangani
banyak perkara, khususnya perkara pidana penggelapan dan
penipuan. Selama 6tahun masa jabatannya, Briptu iman gunadi
60
mengalami beberapa kali mutasi yang pada akhirnya memberikan
kesempatan bergabung dengan Direktorat reserse kriminal umum
subdit harda – bangtah Polda Banten. Sebelumnya beliau
menjabat sebagai staff administrasi kepolisian yaitu di Bag
Renmin (Bagian Perencanaan dan administrasi). Sejak tahun 2010
beliau dimutasi sebagai Penyidik serse, yang dilakoninya hingga
saat ini.
3. Briptu Ade Wahyudi
Penyidik Pembantu Subdit Kriminal Umum dan pencurian motor
(Ranmor), selama masa awal beliau bertugas di kepolisian beliau
sudah bergulat di dunia serse.
4. Brigadir Fitara Harianja,
Brigadir Fitara Hariandja adalah salah satu Penyidik yang
menangani banyak perkara, khususnya perkara pidana penggelapan
dan penipuan. masa jabatannya saat ini berjalan selama 2 tahun
terakhir, sebelumnya beliau pernah bertugas di daerah Saketi
Pandeglang dan sebagai BA di Polres Cilegon.
5. Bripda Imbang Dika Maulana
Bripda Imbang Dika Maulana adalah salah satu penyidik yang
menangani banyak perkara, khususnya perkara pidana penggelapan
dan penipuan. sebelumnya dia salah satu staff Bag.Renmin Polda
Banten, sampai terjadi penarikan anggota oleh Kasubdit III harda –
61
bangtah, sebagai Penyidik Pembantu di Subdit III harda –bangtah
di tahun 2011 lalu.
4.3. Hasil Penelitian
4.3.1. Pemahaman informan Mengenai Persuasif
Dalam hasil olah tempat penelitian, serta wawancara yang cukup
eksklusif dengan beberapa informan, peneliti mencoba mengambil
pemahaman informan mengenai persuasif, khususnya bagi penyidik selaku
informan dan komunikator yang melakukan kegiatan interogasi. Kembali
memahami mengenai persuasif, persuasif atau yang lebih dikenal dengan
nama “Retorika” sebenarnya telah ada sejak dahulu. Dahulu kegiatan tersebut
digunakan sebagai suatu pencitraan yang mana suatu hal yang buruk terlihat
menjadi baik.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, membidik pengertian persuasif
jaman dahulu, Penyidik Polda Banten terlihat sangat berhati – hati dalam
menjalankan tugasnya terutama dalam kegiatan interogasi ini. Selain harus
melaporkan setiap penyelidikan / penyidikan kepada atasan, saksi juga
memiliki ikatan yang harus dilindungi, di sebutkan dalam kepolisian ada
Standar Operasional Prosedur pelayanan terhadap saksi dan korban, di mana
di dalamnya mengatur undang – undang yang mengatur perlindungan bagi
saksi, keluarga saksi, sampai harta benda saksi. Selain itu ada perlindungan di
luar instansi kepolisian yaitu Lembaga Perlundungan Saksi dan Korban.
Selama observasi yang berlangsung peneliti menilai kegiatan
interogasi di Polda Banten tersebut memiliki beberapa kendala, diantaranya
62
kendala dalam bahasa, kemudian faktor usia yang tidak jarang saksi yang di
panggil merupakan Lansia (lanjut usia) dan hambatan lainnya.
Iptu Haryanto Rantesalu menjelaskan bahwa persuasif itu adalah
“sebuah rayuan, supaya saksi mau bicara tentang semua yang dia tau dalam
perkara”. Maka dalam kegiatan interogasi pun tidak jauh berbeda dengan
kegiatan – kegiatan tersebut, di mana proses yang dilakukan oleh seorang
penyidik yang akan menginterogasi / memeriksa adalah dengan mencoba
berinteraksi, mencoba saling berkenalan, dengan kata – kata basa – basi,
selanjutnya bergurau dengan bahasa santai, barulah menanyakan hal – hal
yang berkaitan dengan perkara yang dimaksud.
Sekilas membalik keadaan pemeriksaan di sekitar tahun 2009 sampai
2010, Briptu Ade Wahyudi menceritakan keadaan dahulu sebelum
kepemimpinan saat ini. Penyidik bisa semena – mena, mengkoersif memaksa
saksinya untuk mengaku, meminta barang – barang apa saja untuk membantu
proses pemeriksaan yang saksi itu sedang jalani. “komputer, printer, AC,
lemari, semua yang ada di serse ini semua dari saksi”, tutur Briptu Ade
menambahkan. Tetapi seiring dengan rotasi pergantian pimpinan, segala
kegiatan di awasi, dengan di pasangnya CCTV di setiap ruangan
pemeriksaaan. sehingga segala kegiatan interogasi tergambar serta terekam
dan menyulitkan tindakan anarkis berada diruangan pemeriksaan.
Penelitian ini dilakukan dengan 2 (dua) jenis informan di mana ada
beberapa penyidik (komunikator), dan saksi sebagai (komunikan sekaligus
pemberi respon). Penyidik dirasakan perlu untuk menjadi seorang informan,
63
karena dengan begitu peneliti dapat menggambarkan kegiatan interogasi
dengan mencari persamaan makna antara penyidik dengan saksi sebagai
objek kegiatan interogasi tersebut. Persuasi pada prinsipnya adalah setiap
tindakan komunikasi yang ditunjukan untuk mengubah atau memperteguh
sikap, kepercayaan dan perilaku khalayak secara sukarela sehingga sejalan
dengan apa yang diharapkan komunikator, pengertian tersebut yang peneliti
coba terangkan pada informan saksi yang kurang memahami mengenai
persuasi.
Menurut salah satu informan, yaitu Briptu Ade Wahyudi, SH
menjelaskan bagaimana kegiatan interogasi yang dilakukan dengan
komunikasi persuasi,
“Dalam KUHAP (Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana)
diterangkan mengenai Prosedur kegiatan pemeriksaan terhadap saksi
dan korban, persuasi ini lebih kepada apa yang disampaikan kepada
saksi. perlu di garis bawahi bukan mengejar pengakuan, tetapi
menyatukan antara jawaban saksi yang satu dengan yang lainnya,
akhirnya baru ditarik kesimpulan”. dan menurutnya pula kegiatan
interogasi sendiri “memang menggunakan komunikasi persuasif,
bukan sebuah keharusan yang sudah diatur tetapi bicara mengenai
etika saja”.23
KUHAP yang dimaksud menjelaskan beberapa hal mengenai
pelayanan yang perlu dilakukan penyidik dalam memeriksa / menginterogasi
para saksi. salah satunya menjelaskan mengenai “Ancaman, gangguan, teror,
intimidasi dan tindakan kekerasan lainnya adalah segala bentuk perbuatan
yang menimbulkan akibat, baik langsung maupun tidak langsung sehingga
saksi tidak dapat memberikan keterangan untuk kepentingan penyidikan,
23 Wawancara, Briptu Ade Wahyudi,SH. 10 Pebruari 2012
64
penyelidikan, penuntasan dan atau pemeriksaan di pengadilan”.24
dari
pernyataan tersebut dapat di tarik kesimpulan mengenai kegiatan interogasi
yang jauh dari kegiatan komunikasi yang koersif (memaksa).
Ketika dalam observasi yang di lakukan oleh peneliti, kegiatan
komunikasi persuasif sendiri telah dijabarkan dalam strategi Polda Banten
yang tercantum dalam Perkap 22 Tahun 2010 yaitu “Mengembangkan sistem
komunikasi Polri dengan didukung teknologi komunikasi mulai dari
kecepatan respon, komunikasi persuasif, sampai pada pengendalian
peristiwa kejahatan, dengan perlindungan dan pengayoman, khususnya
ditingkat satuan Reskrim Polres dan Unit Reskrim Polsek”.25
Selain dalam komunikasi sarana yang digunakan pun perlu memadai,
itu merupakan suatu cara yang dapat membuat saksi yang akan di periksa
merasa nyaman. Dalam SOP (Standar Operasional Prosedur) juga dijelaskan,
Iptu Harianto yang memaparkan bahwa :
“Sarana itu adalah Ruang pemeriksaan yang nyaman dan aman,
Perlengkapan ruangan pemeriksaan seperti meja, kursi, serta alat tulis
kantor sampai dengan mesin ketik, Komputer dan perangkat
penunjang lainnya yang dapat berfungsi dengan baik. Alat perekam,
visual dan audio visual serta CCTV, Ruangan / Tempat istirahat dan
penyimpanan barang titipan milik saksi yang nyaman dan aman bagi
Saksi yang sedang dilakukan pemeriksaan. Serta kelengkapan medis
dan obat – obatan dari kedokteran forensik Polri”. Dengan menunjuk
hal – hal yang dia sebut didalam SOP Penanganan dan Pelayan Saksi
dan Korban.26
Sejauh pengamatan yang dilakukan peneliti, kegiatan interogasi
berjalan sesuai dengan ketentuan, walaupun terkadang terdapat perbedaan
24 SOP penanganan dan pelayanan saksi dan korban, Kepolisian Republik Indonesia Daerah Banten 25
Strategi Pelaksanaan kegiatan Reserse Polda Banten 26 Wawancara, Iptu Harianto 15 Pebruari 2012
65
pendapat mengenai apa yang dimaksud penyidik dengan apa yang hendak
dijelaskan oleh saksi. Bila meneliti dapat lebih dalam menggali kegiatan
interogasi tersebut terdapat beberapa keganjilan, dimana saksi mampu
mempersuasif penyidik untuk menyelesaikan perkaranya untuk dihentikan.
Tidak jarang kegiatan interogasi dilakukan di tempat – tempat tertentu yang
ditentukan saksi, biasanya saksi dari kalangan kelas menengah ke atas yang
meminta penyidik menemuinya diluar ruang pemeriksaan. hal tersebut
menjadi hambatan serta batasan bagi peneliti untuk tidak dapat mengetahui
lebih dalam kegiatan interogasi yang dilakukan di luar ruang pemeriksaan
Polda Banten, sebab kegiatan tersebut hanya dilakukan penyidik dan saksi
yang bersangkutan secara private. Sehingga tidak memungkinkan peneliti
untuk bisa mengamati kegiatan yang ada diluar dari ruang pemeriksaan.
Selama kegiatan interogasi penyidik berusaha melayani para saksinya,
dengan memberikan makanan serta menawari mereka uang transfortasi. hal
tersebut memang beralasan, dalam laporan Renbut (rencana kebutuhan)
dicantumkan mengenai transfortasi atau biasa di sebut Dukgar (Dukungan
anggaran) untuk saksi dan uang makan untuk saksi. tetapi laporan hanya
sebuah rincian RAB (Rancangan Anggaran Belanja) pada kenyataannya,
penyidik hanya alakadarnya saja menawari setiap saksinya. menurut salah
satu penyidik yaitu Briptu Iman Gunadi menambahkan,
“Bukan sengaja sih, tapi mau gimana coba ajah dari anggaran yang
gak banyak tiap satu kasus di batasi Rp. 3.000.000, 30% nya
dipotong untuk diberikan kepada direktur dan wajib, sisanya
kebutuhan ATK(Alat Tulis Kantor), kaya kertas, tinta, pulpen,
amplop, map, dan kebutuhan – kebutuhan lain seperti mengirim surat
undangan, uang makan anggota dalam satu unit 5 anggota termasuk
66
kanit dan panit, dan suka rela membagi dengan Kasubdit, serta
bensin penunjang transfortasi dan lagi uang tersebut harus cukup
selama penyidikan berlangsung”. 27
Pengamatan peneliti belum berenti sampai disini, banyak temuan –
temuan yang didapat selama penelitian berlangsung. Mengklarifikasi
stereotipe masyarakat mengenai tayangan di televisi, mengenai sisi lain dari
kepolisian, memang terjadi dan benar – benar ada. Tetapi bukan pada saat
kegiatan interogasi berlangsung, hal tersebut biasanya dilakukan oleh Buru
Sergap (Buser) yang butuh sedikit lebih keras saat penangkapan tersangka,
sehingga tak jarang memang pada saat diantarkan untuk dimintai keterangan
sebagai Tersangga sudah dalam keadaan di hakimi warga, atau sedikit
kekerasan yang dilakukan penyidik Buser tersebut.
Saat itu bulan februari 2011, tepat saat perkara kasus cikeusik, hampir
semua anggota kepolisian dikerahkan untuk menjadi BKO sebagai penyidik,
saat itu peneliti berada di ruangan dimana tempat penginterogasian
berlangsung. Peneliti mengamati masing – masing penyidik yang memeriksa
saksi yang berbeda, dari pihak Jamaah Islamiah yang menjadi saksi
pengrusakan dan mengakibatkan beberapa korban jiwa, serta saksi mata dari
pihak anggota kepolisian yang berada dilokasi kejadian. Komunikasi
persuasif sangat kental terasa, pihak penyidik sangat berhati – hati saat
interogasi, karena mereka telah mengetahui beberapa orang yang ditetapkan
sebagai tersangka, sehingga mereka mencoba mempersuasif saksi untuk mau
bicara mengenai kejadian yang sebenarnya.
27 Wawancara, Bript Iman Gunadi 15 Pebruari 2012
67
Penelitian dan pengamatan tersebut memperspektifkan, penyidik
mampu menarik jawaban dari para saksi. Saksi terlihat santai dengan sapaan
halus penyidik, dengan sedikit bercanda, dengan kata – kata yang ringan
seakan sedang mengobrol menjadikan saksi santai, dan lebih meyakini bahwa
penyidik tidak memiliki tujuan lain selain menggali informasi guna
kelengkapan penyidikkannya tersebut. Intensitas saksi yang lebih sering
bertemu cenderung lebih terbiasa, dan mulai terjalin kedekatan yang
menjadikan penyidik dan saksi menjalin hubungan yang baik sehingga
memudahkan proses penyidikan itu pula.
Pemahaman mengenai Komunikasi persuasif sendiri dipahami oleh
semua Informan dari pihak penyidik, sebagian besar persuasif dilakukan
sebagai suatu penyampaian pertanyaan yang cukup halus, tanpa paksaan dan
kembali lagi tentang etika.
Dari beberapa saksi yang peneliti tanyakan, mengenai bagaimana
penyidik dalam melakukan pemeriksaan / interogasi ? apakah terdapat
tidakan yang tidak menyenangkan atau mendapat paksaan? Lia Amalia
menjawab :
“Saat interogasi berlangsung biasa saja, semua penyidiknya baik,
sesuai dengan prosedur. Semua dari mereka ramah dan santun gak ada
paksaan dan santai ajah jadinya. malah ditawarin makan dan minum
segala”28
28 Wawancara, Lia Amalia, 14 Pebruari 2012
68
Peneliti pun menanyakan hal yang sama dengan saksi – saksi lain
jawabannya hampir tidak jauh berbeda, mereka mendapatkan perlakuan yang
sama ketika dalam masa pengintrogasian. Peneliti terus menggali pertayaan,
yang diajukan pada direktur PT. Bangun Surya Sari Widiono, mengenai
pengalamannya selama dalam masa interogasi, apakah pernah mendapatkan
tindak pemaksaan atau bahkan kekerasan dalam masa interogasi
berlangsung? beliau menjawab :
“ Tidak ada hal – hal seperti itu yang saya rasakan mereka berusaha
akrab dan menunjukan keprofesionalanya sebagai penyidik dalam
melakukan interogasi yang sesuai prosedur”29
Secara garis besar kegiatan interogasi tersebut berjalan dengan baik,
penyidik membina hubungan yang transfaran untuk memberikan kenyamanan
bagi para saksi yang akan diperiksa. Peneliti pun mengamati semua kegiatan
ini jauh dari tindakan yang menjadi apa yang ditakuti masyarakat slama ini.
4.3.2. Prosedur Interogasi di Polda Banten
Pembicaraan ringan di awal pemeriksaan / interogasi merupakan
proses awal komunikasi. Bicara benar atau salah kembali lagi ada panduan
yang harus ditaati. Kegiatan interogasi memiliki prosedur yang harus
dilakukan sebelumya, penyidik Polda Banten telah cukup paham akan hal itu.
Prosedur Interogasi saksi dibentuk dalam SOP (standar Operasional
Prosedur) yang di ambil dari Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia ( Perkap ) No: 3 tahun 2008 tentang pembentukan ruang pelayanan
29 Wawancara, Widiono, 12 Pebruari 2012
69
khusus dan tata cara pemeriksaan saksi dan atau korban tindak pidana. Sarana
Dan Peralatan Dalam Pemeriksaan Saksi tesebut diantaranya :
a. Ruang pemeriksaan yang nyaman dan aman
b. Perlengkapan ruangan pemeriksaan seperti meja, kursi, serta alat tulis
kantor sampai dengan mesin ketik, Komputer dan perangkat penunjang
lainnya yang dapat berfungsi dengan baik.
c. Alat perekam, Visual dan audio visual / CCTV
d. Ruangan / Tempat istirahat dan penyimpanan barang titipan milik
saksi yang nyaman dan aman bagi Saksi yang sedang dilakukan
pemeriksaan.
e. Kelengkapan medis dan obat – obatan dari kedokteran forensik Polri.
Tata cara yang dimaksud dalam Perkap no. 3 tahun 2008 tersebut
mengenai prosedur dimulai dari penerimaan laporan polisi / pengaduan,
diantaranya :
a. Menerima pengaduan atau laporan dari saksi korban atau saksi pelapor
secara langsung di kantor polisi atau melalui surat, alat komunikasi
(HP, Telephone, E-mail, SMS, Faximile dan lain – lain), atau petugas
Polisi mendatangi tempat saksi korban / saksi pelapor / pengadu berada
(Rumah, kantor, toko, hotel dan sebagainya) dan membuatkan laporan
polisi kepada saksi korban / pelapor.
b. Bila pengaduan / laporan saksi tersebut suatu tindak pidana, maka
atasan penyidik menerbitkan surat perintah penyidikan dan surat
perintah perlindungan saksi, selanjut penyidik melakukan tindakan
70
penyidikan dengan melakukan perlindungan terhadap saksi, keluarga
dan harta benda milik saksi.
c. Penyidik yang menangani perkara tersebut secara proforsional
memberikan perlindungan sementara terhadap saksi (saksi korban,
saksi ahli, dan saksi lain) dapat meminta bantuan kepada kesatuan
Kepolisian yang terdekat dengan alamat tempat tinggal / tempat
bekerja saksi yang akan diberikan perlindungan keamanannya.
d. Menyarankan atau memberi petunjuk kepada pengadu membuat
laporan ke LPSK dan atau penyidik berkoordinasi dengan LPSK untuk
penanganan lebih lanjut
e. Penyidik menindak lanjuti penanganan perkara dengan melakukan
pemeriksaan terhadap saksi – saksi dalam bentuk Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) dalam pelaksanaannya penyidik menandatangani
di tempat saksi – saksi berada, bila saksi tersebut berhalangan untuk
hadir dikantor penyidik, terutama saksi yang membutuhkan
perlindungan dari ancaman atau tindakan kekerasan yang akan dialami
saksi yang bersangkutan.
f. Dalam hal saksi tidak bisa hadir di kantor polisi atau sedang berada di
luar negeri, penyidik dapat melakukan pemeriksaan saksi di kediaman
yang bersangkutan dalam kondisi mendesak dengan menggunakan
fasilitas teknologi informasi seperti internet / E-mail, teleconference
dan lain – lain dengan penjelasan dalam Berita Acara Pemeriksaan
saksi yang menggunakan peralatan teknologi dan informasi sesuai alat
71
yang dipakai serta dilakukan perekaman gambar maupun suara pada
saat pemeriksaan tersebut.
g. Pemeriksaan saksi dilakukan oleh penyidik yang dituangkan didalam
berita acara pemeriksaan saksi.
h. Berita Acara Pemeriksaan harus memuat secara jelas tentang identitas
saksi seperti nama, umur, agama, jenis kelamin, kewarganegaraan,
alamat tempat tinggal, dan hubungannya dengan tersangka.
i. Pelaporan dan Evaluasi
- Penyidik membuat laporan perkembangan tentang, proses
penyidikan dan penyidikan dalam bentuk SP2HP kepada saksi
pelapor dan melaporkan setiap pentahapan dalam penanganan dan
pelayanan terhadap saksi kepada atasan penyidik dalam bentuk
laporan kemajuan (LAPJU) secara periodik (harian, mingguan,
bulanan) serta akhir penyidikan.
- Penyidik melakukan evaluasi terhadap langkah – langkah
penanganan dan pelayanan saksi tentang masalah yang dihadapi
dan upaya mengatasinya serta tindak lanjut yang akan dilakukan.
Serta menyampaikan saran dan pendapat penyidik berkaitan
dengan tindakan yang harus diketahui oleh atasan penyidik.
Dari prosedur yang tertulis dalam SOP penanganan dan pelayanan
saksi dan korban diatas, peneliti mencoba mengsingkronisasi antara aturan
dan kegiatan interogasi yang diteliti.
72
Semua kegiatan interogasi bersumber dalam SOP, menurut Briptu
Iman Gunadi, kegitatan Interogasi tidak bisa sembarangan, setiap kegiatan
harus dilaporkan, bagaimana perkembangannya, lalu kelanjutan perkaranya
harus bagaimana, makanya setiap kegiatan interogasi saksi sudah cukup
penyidik perlu melakukan Gelar perkara, kegiatan tersebut dilakukan untuk
melakukan penilaian mengenai penanganan perkara, dan tindakan apa yang
harus dilakukan selanjutnya. Kegiatan gelar perkara dilakukan dengan
petinggi – petinggi Polda, diantaranya Kabag Irwasda, Kabag Bidkum,
Kabag Binops, Kabag Wassidik, Kabag Renmin, beserta Dirreskrimum, atau
wakilnya dan tentunya Ketua Subdit yang bersangkutan.
Pernyataan diatas dilengkapi dengan pernyataan Iptu Harianto, yang
membenarkan pernyataan anak buahnya tersebut. Menurutnya “ Susah buat
penyidik main curang, mau bikin curang kalo ada wasrik (Sistem Audit),
kena mati nanti kita”.
Dalam selang satu hari, peneliti melakukan wawancara kepada saksi
– saksi yang menjadi informan. pertanyaan ini peneliti sampaikan kepada
semua informan, yaitu apakah menurut Saudara / Saudari kegiatan interogasi
tersebut sesuai prosedur? dimulai dari pemilik dari PT. Bangun surya sari,
widiono menjabarkan :
“Kegiatan yang sesuai prosedur itu kaya gimana saya juga gak tau,
yang jelas saya tidak terintimidasi, dan cukup merasa nyaman. itu
merupakan standar yang saya dapat”.30
30 Wawancara, Widiono, 16 Pebruari 2012
73
Informan selanjutnya Dwi heriyanto menjawab :
“Mau ditanya gimana juga, udah bawaannya takut masuk ruang
pemeriksaan, saya sih biasa ajah, mu dilayanin kaya gimana juga,
udah takut duluan susah boro mau nilai sesuai atau engga tapi baik
semua sih waktu diperiksa”.31
Jawaban berbeda dikemukakan oleh Leny, dia merasa menjadi
tersangka, karena dalam perkara yang menarik namanya setiap pertanyaan
terasa memojokan baginya, hal itu membuatnya kurang nyaman, sementara
dia dan Lia informan peneliti lainnya merupakan saksi yang sama dalam
perkara yang mereka hadapi, tetapi Leni merasa bahwa menurutnya “kata –
kata penyidiknya kaya nyalahin saya, Feri (pelapor dalam kasus penipuan
yang dihadapinya) padahal Cuma beli barang sama saya, lagian saya juga
baik – baik ajah sama pelapor, tapi penyidik nyangkanya saya sekonggkol
sama temennya Lia itu, saya ajah gak kenal”.
Pemahaman dari masing – masing informan cukup memberikan
peneliti gambaran mengenai komunikasi persuasi. selanjutnya bagaimana
praktik sesungguhnya dalam hal tersebut.
4.3.3. Praktik komunikasi persuasif dalam kegiatan Interogasi
Sesuai dengan visi yang dikemukakan sebelumnya yaitu
“Mewujudkan keamanan di wilayah hukum Polda Banten melalui kemitraan
dalam memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat
yang terpercaya dalam memelihara kamtibmas dan menegakkan hukum”.
31 Wawancara, Dwi Heriyanto, 20 Pebruari 2012
74
Penyidik berusaha mengemban tugasnya dengan baik, peneliti mencoba
membagi kegiatan komunikasi yang dilakukan penyidik tersebut dalam
beberapa kegiatan komunikasi diantaranya :
1. Koersif / Represif
Penjelasan mead menerangkan mengenai pikiran, kemampuan untuk
menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama. hal
ini komunikasi persuasif dibedakan dengan kegiatan lain yang
memiliki tujuan sama tetapi dengan cara yang berbeda, koersif dan
represif. dalam penelitian ini kegiatan koersif dan refresif hampir
jarang ditemukan, seperti yang telah diterangkan sebelumnya,
beberapa hal yang membuat koersif dan reprensif dilakukan, yaitu
dari faktor pendidikan, usia, pekerjaan dan pemahaman bahasa.
secara menyeluruh koersif (memaksa), ataupun represif
(mengancam), ditemukan tetapi dalam bahasa yang lebih persuasif,
contoh ketika pemerikasaan seorang saksi, penyidik mengatakan :
“masa sih pa? Bapa ga tau apa – apa, saya ada buktinya ni pa, apa
saya perlu keluarin buktinya dulu ni?”.
dan kata kata lain yang sedikit keras, dan cukup nyentil :
“tahun berapa bapa menjual tanah ke H. Hawasi, disini tandatangan
bapa tapi kenapa dikertas kosong, bapa mau nipu H. Hawasi?”
atau seperti kata – kata represif yang satu ini :
“wah kalo gini caranya, langsung ajah di tetapin tersangka”
75
Dari kata – kata tersebut bisa diambil beberapa persepsi, tergantung
masing – masing orang menanggapi pertanyaan dan intonasi yang
disuarakan oleh penyidik tersebut.
2. Persuasif
Penelitian ini berfokus pada persuasif, dari kegiatan persuasif yang
dilakukan sebagian besar memang kegiatan persuasif, dalam hal ini
dapat di berikan gambaran dengan beberapa struktur bahasan yang
dimulai dari : Sapaan / salam, Perkenalan, pendekatan, selanjutnya
inplementasi. Sebelumnya peneliti mencatat pembicaraan tersebut
sebagai berikut :
“Selamat siang pa, sehat pa?
gimana kabarnya pa? naik apa pa kesini, bawa mobil sendiri atau
naik umum? Sudah sarapan pa? Bapa mau minum apa? biar sekalian
dipesenin. Apa tau kenapa bapa dipanggil kesini? , penyidik
menjawab bila saksi tidak tahu, dengan jawaban “ jadi bapa
dipanggil kesini karna ada laporan pengaduan, tentang penipuan”.
selanjutnya penyidik akan langsung menyiapkan daptar pertanyaan
yang telah di siapkan, dalam Berita Acara Pemeriksaan. dengan
bahasa – bahasa persuasi dan santai seperti :
“Baik pa saya mulai untuk pemeriksaannya ya, saat ini bapa dalam
keadaan sehat jasmani dan rohani?”, dengan pertanyaan akhir pasti
dengan pertanyaan yang sama untuk semua saksi yang diperiksa
yaitu “ pemeriksaan selesai, dalam pemeriksaan ini apakah ada
76
pemaksaan atau tindak kekerasan yang diterima saksi dalam
menjawab pertanyaan – pertanyaan dari penyidik?”
3. Provokasi / Propaganda
Kegiatan Propokasi atau Propaganda di dalam kegiatan interogasi,
berjalan hanya sebagai penambahan dari persuasi yang dilakukan,
seperti koersif provokasi hanya dilakukan ketika kegiatan laporan
penyidikan, biasanya di dalam kegiatan Gelar Perkara,
4. Edukatif
Dalam interogasi edukatif merupakan hal penting pula, sebelum
melakukan persuasi penyidik selalu meng edukasikan mengenai
perkara yang dimaksud, agar saksi dapat lebih menerima dan
mengambilnya sebagai suatu pendidikan. penyidik pasti
menerangkan mengenai pasal, undang – undang yang dikenakan
untuk setiap perkara pidana, serta konsekuensi apa yang diberikan
apa bila saksi ditetapkan menjadi tersangka. itu merupakan salah satu
edukasi yang di berikan penyidik bagi saksi yang akan di
introgasikan olehnya, jauh dari maksud untuk Represif hanya
memberikan pengetahuan yang belum diketahui oleh para saksi
sebelumnya.
5. Informatif
hasil penelitian yang didapat, kegiatan interogasi ini adalah suatu
penyampaian suatu informasi. saksi dan penyidik sama – sama saling
memberikan informasi, dan keduanya saling mutualisme.
77
6. Evaluatif
Hasil akhir adalah evaluatif, dari pembahasan sebelumnya kegiatan
persuasif mempengaruhi jalannya keberhasilan dalam interogasi
yang berlangsung. Evaluatif berhubungan langsung dengan hasil
akhir dari kegiatan interogasi, dimana apakah kegiatan interogasi
terssebut berjalan sesuai prosedur ataukah ada kegiatan yang perlu di
evaluasi oleh pimpinan. yang sebelumnya telah diajukan
LAPJU(Laporan kemajuan) oleh penyidik terkait.
Secara keseluruhan dalam praktiknya kegiatan interogasi dilakukan
dengan komunikasi persuasi. Seperti yang dikemukakan salah satu informan,
Lia Amalia mengatakan “kegiatan interogasi seperti ngobrol biasa, walaupun
kadang suka becanda bahasanya aga ngejebak”. Dari pernyataan itu bisa
diartikan bahwa dalam peraktiknya kegiatan interogasi memang berusaha
menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dalam proses pemeriksaan /
interogasi yang sudah ditetapkan undang – undang.
4.4. Pembahasan
Dalam Bab bebelumnya peneliti menjabarkan, bahwa penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif secara deskriptif. yang bermaksud
untuk menggambarkan suatu kegiatan. judul penelitiannya adalah kegiatan
Komunikasi Persuasif Direktorat Reserse Kriminal Polda Banten dalam
Mengintrogasi para saksi (Study kasus Subdit Harda – Bangtah Polda Banten).
78
Komunikasi Persuasi merupakan komunikasi manusia yang dirancang
untuk mempengaruhi orang lain dengan usaha mengubah keyakinan, nilai, atau
sikap mereka.
4.4.1. Prosedur interogasi
Dari hasil penelitian peneliti dilapangan, persuasif adalah suatu
cara berkomunikasi yang digunakan untuk menarik atau menghasut
secara halus. Dalam komunikasi persuasi sendiri, diartikan sebagai
usaha untuk mengubah keyakinan. Kegiatan persuasif merupakan
kegiatan yang positif, tetapi kegiatan ini bisa juga bersifat negatif, bila
persuasif ini digunakan untuk menghasut dalam kejahatan, dan
mengajak orang lain menjadi buruk.
Memang tak selamanya kegiatan persuasif itu bersifat negatif,
seperti dalam kegiatan interogasi yang dilakukan penyidik Polda Banten
misalnya. Mereka menggunakan komunikasi persuasif sebagai salah
satu standar dalam menginterogasi para saksinya, karena dengan bahasa
yang sedikit menyindir halus serta suatu ajakan dengan obrolan –
obrolan santai saksi yang berada dalam interogasi biasanya gampang
berbaur. seperti yang di terangkan oleh Iptu Harianto Rantesalu, “Kita
harus pinter – pinter ngambil hati saksi, supaya mereka mau diajak
kerja sama, jadi ga bertele – tele juga jawabnya, ga perlu banyak tanya
biasanya mereka sendiri bakal cerita banyak”.
79
Beberapa alasan lain dikemukakan dari informan penyidik,
mengapa penggunaan persuasif ini sering digunakan. Menurut Briptu
Ade Wahyudi, SH :
“Masyarakat kita sekarang kan agak sensitif, kalo aparaturnya
keras sedikit dilaporin ke pers, atau ke lembaga – lembaga yang
bisa narik nama polisi jadi jelek, makanya kalo lagi meriksa /
interogasi, penyidik punya metodenya sendiri biar saksi yang di
periksa ga ngerasa diintimidasi”.32
Begitu peneliti menanyakan metode yang dimaksud itu seperti
apa dia menjawab :
“Ya beda – beda, penyidik satu sama yang lain beda. Kalo saya
sih pasti ngelakuin perkenalkan diri dulu terus ngobrol – ngobrol
mengenai perkara terus baru di lakukan pemeriksaan dan
dituangkan ke dalam Berita Acara Pemeriksaan”.33
Dalam kegiatan interogasi sendiri memang tergantung pada siapa
yang bicara dengan siapa, dimana setiap karakter manusia berbeda –
beda. yang terpenting memiliki batasan memahami faidah dalam
melakukan suatu percakapan dalam kaitannya mengubah suatu dalam
diri seseorang, dimana misalnya saksi yang di wawancarai seperti
saudara Dwi, yang sudah memiliki stereotype yang negatif terhadap
kepolisian, meskipun pada saat pemeriksaan diperlakukan dengan baik
dilayani dan diberikan suguhan yang layak. Karena didalam dirinya
sosok kepolisian itu identik dengan keras dan kasar. Jadi menurutnya,
walaupun di perlakukan bagaimanapun kalo dihatinya sudah
32
Wawancara, Briptu Ade Wahyudi,SH. 15 Pebruari 2012 33 ibid.
80
menganggap negatif, tetep saja negatif. Dengan perkataannya yang khas
informan Dwi menjelaskan :
“Waktu diinterogasi berasanya lama, padahal pada baik tapi ga
tau kenapa bawaannya takut ajah. Kapok ajah jadinya, hehehe...”
Dari hasil penelitian juga peneliti mencoba merasakan bagaimana
kegiatan persuasif yang dilakukan penyidik kepada saksi dengan berada
disamping penyidik dan mendengarkan setiap apa yang dilontarkan
kepada saksi – saksi yang mereka mintai keterangannya. dan dari
beberapa penyidik yang peneliti dekati dengan cara seperti itu, memang
kegiatan komunikasi secara persuasif digunakan para penyidik. Tetapi
pembawaan masing – masing penyidik berbeda – beda, seperti ketika
salah seorang penyidik dari keturunan menado dan lampung berbicara,
beda dengan mereka yang berasal dari suku jawa. Penyidik dari luar
jawa cenderung lebih lantang, keras, terlihat seperti orang marah –
marah dalam menyampaikanya, sehingga cenderung kepada karakter
bahasa yang koersif.
Sementara penyidik dari sunda atau jawa mereka pembawaannya
tenang, membawa alur pembicaraan yang cukup hangat serta lebih
menyesuaikan dengan lawan bicaranya. Dalam hal ini saksi yang
mereka mintai keterangannya merasakan kedekatan yang cukup baik,
karena terlihat saksi tidak merasa tertekan ataupun terintimidasi.
Sejauh pengamatan ini, komunikasi persuasi sesuai dengan apa
yang diharapkan. Penyidik berusaha mentaati peraturan yang ada,
81
prosedur Interogasi di Polda Banten terlebih dalam strategi yang di
pajang dalam stuktural pertelaahan kerja Polda Banten tertera bahwa
pentingnya “Mengembangkan sistem komunikasi Polri dengan
didukung teknologi komunikasi mulai dari kecepatan respon,
komunikasi persuasif, sampai pada pengendalian peristiwa kejahatan,
dengan perlindungan dan pengayoman, khususnya ditingkat satuan
Reskrim Polres dan Unit Reskrim Polsek”. Dari pernyataan tersebut
memang membenarkan kegiatan komunikasi persuasi dalam kegiatan
interogasi, secara tidak langsung tentunya.
Penelitian yang peneliti amati selama ini, menemukan bahwa
bahasa yang digunakan oleh sebagian besar penyidik lebih
menyesuaikan dengan siapa mereka bicara. Bahasa persuasif cenderung
mempengaruhi, mengajak dengan tujuan merubah keyakinan, dan
biasanya bersifat positif.
Dari pandangan peneliti yang di dapat dari pengamatan mengenai
bahasa yang digunakan dalam komunikasi persuasif yang para penyidik
lakukan kepada para saksi, dibedakan menjadi 2 metode yang berbeda.
pertama menggunakan bahasa retorika mereka mencoba membujuk,
yang kedua dengan metode untuk menilai logika dan etika suatu tulisan
persuasi.
Masing – masing dari informan peneliti ajukan pertanyaan yang
sama dalam hal ini mengenai bahasa yang biasa digunakan oleh
82
penyidik, salah satu penyidik diambil jawabannya, dan Bribda Imbang
menjawab :
“Kalo bahasa yang dipake ya tentu bahasa indonesia, tapi gaya
bahasanya beda – beda. Ada yang bahasanya jawa saya ikutin
jawa, sunda haiyo ikut ajah asal sesuai etika, kadang disesuaiin
juga sama saksinya”
Dari pihak saksi memberikan jawaban yang sama, hampir semua
menjawab bahasa yang digunakan menyesuaikan dengan saksi. Bapak
Widiono pun membedakan jawabannya, “Bahasa yang digunakan
penyidik berani, lugas dan sesuai sasaran apa yang dimaksudkan.
Penyidik berusaha memahami lawan bicaranya, membujuk dan
memaksa tapi dengan bahasa guyonan dan tetap beretika”.
Bahasa tergantung pada apa yang disebut oleh Mead sebagai
simbol signifikan(significan symbol), atau simbol-simbol yang
memunculkan makna yang sama bagi banyak banyak orang.
Peneliti menyimak kegiatan interogasi berlangsung, dari hal
tersebut dihasilkan beberapa hambatan yang menjadi salah satu bahasa
persuasif bercampur dengan sedikit kata – kata memaksa, diantaranya :
1. Tingkat pendidikan dari para saksi yang di interogasi,
Pendidikan maksudnya peneliti memandang bahwa saksi yang
memiliki pendidikan yang lebih rendah kurang memahami apa
yang dimaksudkan oleh penyidik dalam pengolahan kata yang
di atur secara persuasif.
83
2. Tingkat pemahaman bahasa,
Dalam hal pemahaman bahasa, hampir sama dengan hambatan
dalam tingkat pendidikan, lebih kepada cepat atau lambat
dalam memahami bahasa yang dimaksud, sehingga penyidik
aga sedikit emosi dalam menyampaikan pertanyaan yang
berulang – ulang.
3. Tingkat usia masing – masing saksi,
Faktor usia, karena dalam masa usia yang sedikit tua cenderung
lebih labil dan sedikit kurang dapat mengontrol emosinya.
4. Faktor fisik dan psikis
Fisik dan psikis yang terganggu biasanya membuat tamu tidak
memiliki mood baik untuk di interogasi, sehingga mengundang
penyidik untuk sedikit lebih keras dalam penginterogasian yang
berlangsung.
5. Pekerjaan
Terakhir dalam faktor pekerjaan, biasanya saksi yang memiliki
pekerjaan lebih baik cenderung menyepelekan penyidik, justru
sebaliknya saksi yang pekerjaannya biasa saja lebih cenderung
pendiam tetapi komunikasi cukup berjalan lancar dan lebih
baik.
84
Kegiatan berbahasa bagi masing – masing orang memiliki karakter
yang berbeda, persepsi yang di hasilkan pun berbeda – beda, kembali
lagi kepada penyampai pesan atau seorang komunikator dia harus
mampu membawa komunikannya mengerti apa yang dimaksudkan.
4.4.2. Praktek persuasif
Mencoba menilai bagaimana prosedur interogasi yang dilakukan
Polisi penydik kepada saksi sama seperti menilai suatu proses komunikasi
yang biasa kita lakukan dengan seseorang. Dalam komunikasi antar
pribadi menjelaskan mengenai jalinan hubungan, dimana Jalinan hubungan
senantiasa terkait dengan komunikasi dan tak mungkin dapat dipisahkan.
Sifat jalinan hubungan ditentukan oleh komunikasi yang berlangsung
diantara individu partisipan. Jalinan hubungan biasanya didefinisikan
secara lebih implicit (tidak/kurang bersifat eksplisit). Jalinan hubungan
berkembang seiring dengan waktu proses negosiasi diantara partisipan.
Jalinan hubungan, karena itu bersifat dinamis.
Seperti yang telah di kemukakan sebelumnya dalam hasil penelitian,
bahwa setiap kegiatan interogasi terhadap saksi ditentukan dalam Standar
Operasional Prosedur. Dimana setiap kegiatannya harus sesuai dengan
urutan prosedur yang berlaku, dimulai dari penerimaan pengaduan dari
masyarakat yang dibentuk dalam sebuah Laporan Polisi. Sampai pada
akhirnya evaluasi dan pelaporan hasil penyidikan / penyelidikan.
Dalam kegiatan interogasi tentunya perlu terdapat Jalinan
hubungan untuk ketersesuaian dalam jalannya proses interogasi tersebut.
85
sejauh ini penyidik memahami apa yang mereka ingin sampaikan dan apa
yang mereka ingin capai. Untuk itu peneliti mencoba memberikan suatu
gambaran mengenai proses interogasi ini, dengan meminta sample
pertanyaan yang biasa menjadi standar pertanyaan dalam proses interogasi
tersebut, didapat dari salah satu informan Brigadir Fitara Harianja,
diantaranya :
1. Apakah saudara sekarang dalam keadaan sehat jasmani dan rohani?
2. Apakah saudara bersedia untuk diperiksa dengan memberikan
keterangan yang benar dann dapat dipertanggungjawabkan?
3. Di dalam pemeriksaan ditingkat penyidikan ini siapa penasehat hukum
yang mendampingi saudara?
4. Apakah saudara pernah dihukum?
5. Coba ceritakan secara singkat dan jelas riwayat hidup saudara?
6. Apakah saudara mengerti mengapa dipanggil, yang selanjutnya
diperiksa diruang pemeriksaan penyidik serse ini?.......dan
seterusnya…….
Pertanyaan – pertanyaan diatas merupakan contoh kecil dari
pertanyaan yang ditanyakan kepada pihak yang terkait dalam proses
interogasi. Peneliti mendapati kegiatan interogasi ini sesuai dengan
semestinya. Dimulai dari proses awal ketika penerimaan Laporan Polisi
(LP), sampai proses pelaporan dan evaluasi, di lakukan penyidik denga
86
baik. Karena setiap proses yang dilakukan oleh penyidik perlu diketahui
oleh ketua penyidik, dalam hal ini Kasubdit, serta laporan dokumen –
dokumen dari proses penyidikan / penyelidikan yang dilakukan.
Iptu Haryanto Rantesalu menunjukan pada peneliti berkas perkara
yang telah selesai, didalamnya terdapat dokumen – dokumen dari proses
awal sampai proses akhir penyidikan. Terdiri atas berkas surat – surat
panggilan, SP2HP (surat perkembangan hasil penyidikan / penyelidikan),
Surat penetapan tersangka, Surat keterangan Penyitaan, Surat daftar
barang bukti, dan surat penangkapan.
Pada hakikatnya, kegiatan interogasi ini tetap terpaku pada
peraturan. Stereotype yang digambarkan masyarakat terhadap fungsi kerja
yang dilakukan pihak kepolisian tidak cukup beralasan. Untuk melakukan
hal – hal yang di maksudkan dalam tayangan televisi, tidak dapat dengan
mudah dilakukan Polisi penyidik, karena setiap kegiatannya harus
dilaporkan kepada pejabat dan atasan terkait yang menaunginya.
Setiap kegiatan pepolisian yang dilakukan mendapatkan sorotan
kuat dari banyak pihak, jadi tidak perlu takut dalam menghadapi proses
interogasi ini. Sebagai saksi, memiliki lembaga yang melindungi yaitu
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Saksi dapat mengajukan
perlindungan tersebut selama dalam interogasi, apabila dalam prosesnya
mendapat intimidasi, kekerasan fisik atau psikis.
87
Kegiatan interogasi yang dilakukan oleh penyidik Polda Banten
merupakan kegiatan yang intensif. Kegiatan tersebut dilakukan face to
face, antara seorang penyidik yang didaulat sebagai komunikator,
sementara saksi sebagai komunikan yang mendengar serta sebagai
pemberi feed back.
Dalam pelaksanaan kegiatan interogasi, penggunaan teori atribusi
cukup banyak berpengaruh. seperti 3 (tiga) asumsi dasar (little john, 1998
: 183), yaitu : orang berusaha untuk menentukan perilaku, orang membagi
penyebab – penyebab secara sistematis, dan penyebab yang dihubungkan
mempunyai dampak terhadap dampang dan perilaku orang yang
memandangnya.
Penjelasan diatas merupakan suatu gambaran bahwa teori atribusi
merupakan teori yang berkenaan dengan cara – cara orang menyimpulkan
penyebab – penyebab perilaku. Dalam hal ini adalah dimana penyidik
sebagai komunikator yang berusaha menyimpulkan saksinya. dimana
penyidik mendapati banyaknya kegiatan kecurangan sampai tahap awal
proses penginterogasian yang mengorek mengenai sikap perilaku saksinya
dalam penyampaian pesan. Sampai pada penyidik dapat menyimpulkan
bagaimana perkara yang ditanganinya dapat menentukan siapa yang
bertanggungjawab sepenuhnya dalam kejadian di perkara yang
ditanganinya tersebut.
88
Dalam hal ini pengaruh yang di simpulkan dalam penilaian perilaku
para saksinya, penyidik membedakan dalam dua factor yang menjadi
pengaruh utama saksinya dapat mengakui kesalahan yang diperbuatnya,
atau mengungkap kebenaran yang sebenar – benarnya atau justru
sebaliknya diam dan hanya membual, yaitu pengaruh yang didapat saksi
dari dalam (internal) dan dari pihak luar dalam perkara (eksternal).
Pengaruh besar yang didapat dari dalam lingkungan tempat dimana
dia memberikan keterangan, bila saksi tersebut mendapatkan terpaan yang
dalam mengenai suatu keterusterangan yang dikemukakan penyidik, dalam
hal ini perilaku yang baik saat interogasi berlangsung, maka saksi akan
merasakan kenyamanan dalam menjalaniinterogasi tersebut sehingga
memudahkan penyidik untuk menggali informasi yang lebih dalam.
sementara pengaruh yang didapat saksi dari luar, cukup banyak akan
merubah mainset saksi lebih banyak. apa lagi bila kegiatan yang dilakukan
dalam mempengaruhi tersebut berupa ancaman dari pihak terlapor, atau
perjanjian awal yang dilakukan saksi dengan pihak terlapor yang
menjanikan saksi untuk mendapatkan imbalan apa bila dia melakukan hal
yang diminta oleh si terlapor.
Hal di atas dijelaskan pula dalam model Heider yang dikutip
Brigham (1991 : 69), perilaku seseorang dipandang sebagai akibat dari
factor lingkungan ditambah dengan factor personal (termasuk disposisi).
dimana factor lingkungan adalah factor – factor dalam situasi yang
89
menekanpada pemunculan tipe perilaku tersebut. sedangkan factor
personal dipandang sebagai hasil dari kemampuan dan usaha yang
ditunjukan seseorang. dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3
Model dari Heider
Kegiatan interogasi dapat dinilai dengan 3 (tiga) prinsip,
diantaranya :
1. Konsensus (consensus)
Apakah orang yang kita amati bertindak sesuai degan consensus
umum? jika tidak maka cenderung bahwa perilaku tersebut
disebabkan oleh faktor internal tertentu (penyidik). Di mana bila di
jabarkan “ Tidak ada saksi – saksi yang berbicara jujur”
2. Konsistensi (consistency)
Dalam hal ini kita bertanya apakah seseorang berulang – ulang
berperilaku yang sama dalam situasi yang serupa. dan jawabannya
ya, konsistensinya tinggi dan perilaku di sebabkan motivasi
Perilaku Faktor
Lingkungan
faktor personal =
(kemampuan x usaha yang
dilakukan)
adalah fungsi dari
90
internal. sehingga dalam penjabarannya “ saksi ini pernah berbicara
jujur di kesempatan yang lain”.
3. Distrinksi (distinctiveness)
Dalam hal ini pengaruh internal lebih rendah dari pengaruh
eksternal. sehingga “saksi ini juga berbicara jujur dalam
penginterogasian sebelumnya”.
Pengamatan dari sisi penyidik, pengaruh yang menyebabkan
penyidik melakukan kegiatan komunkasi persuasi dalam kegiatan
interogasi dipengaruhi oleh faktor internal yang mengikat penyidik dengan
mainset yang telah di tentukan. pada prinsipnya termasuk pada prinsip
konsensus tinggi semenara dintrinksi rendah.
Kegiatan persuasif di lakukan dengan beberapa kegiatan
komunikasi, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dengan begitu
kegiatan tersebut diantaranya :
a. Koersif / Represif
Koersif merupakan kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk
memaksa seseorang, untuk mengakui sesuatu. Sementara represif
merupakan kegiatan memaksa seseorang dengan ancaman
mendapatkan hukuman. Dalam kegiatan interogasi di polda banten
ini kegiatan ini tidak nampak sama sekali, kegiatan introgasi
berjalan sesuai dengan jalur yang telah ditentukan. Tanpa kerasan,
91
ancaman atau paksaan guna mendapatkan keterangan yang
diinginkan. Kegiatan komunikasi ini tidak begitu ditonjolkan,
sebagian besar penyidik/penyelidik mencoba sehati – hati mungkin
mengutarakan maksud dan tujuannya, agar dapat diterima oleh
komunikannya sebagai komunikasi yang baik – baik saja.
b. Persuasif
Persuasif merupakan kegiatan untuk mengubah atau memengaruhi
kepercayaan, sikap dan perilaku seseorang sehingga bertindak
sesuai dengan apa yang diharapkan komunikator. Dalam hal ini
bermaksud mengubah tataran afektif dan behavioral
c. Provokasi / Propaganda
Provokasi merupakan perbuatan untuk membangkitkan kemarahan
tindakan menghasut, dan pancingan. Propaganda sendiri
merupakan kegiatan untuk mempengaruhi khalayak dengan
menggunakan saluran komunikasi untuk penyampaian gagasannya,
dan cenderung memiliki konotasi negatif
d. Edukatif
Edukatif merupakan suatu kegiatan yang disampaikan untuk
memberikan pendidikan kepada komunikan.
e. Informatif
informatif bermaksud memberikan informasi yang menyangkut apa
yang ingin disampaikan komunikator pada komunikan. jadi tujuan
92
utamanya memberikan informasi melakukan perubahan pada tataran
kognitif.
f. Evaluatif
Evaluatif adalah proses mereview semua kegiatan komunikasi yang
dilakukan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan komunikasi
yang dilakukan adalah komunikasi persuasif. Selain memang ata
aturan yang diharuskan penggunaan komunikasi persuasi ini,
seluruh kegiatan interogasi ini telah diamati oleh peneliti dan
memang sesuai dengan tiga tujuan pesan komunikasi persuasif,
yaitu (1) membentuk tanggapan, (2) memperkuat tanggapan, dan (3)
mengubah tanggapan. Untuk kegiatan evaluasi dan laporan terhadap
saksi tentang perkembangan kasus, serta laporan kemajuan yang
diberikan kepada pimpinan terkait, merupakan suatu kegiatan yang
memang di haruskan dalam prosedur, sejauh ini penyidik dapat
melakukan kewajibannya dengan cuku baik.
Dalam penelitian ini pemaknaan telah menciptakan persamaan
makna, mengenai kegiatan interogasi yang dilakukan dengan komunikasi
persuasif. Dengan bahasa yang telah disesuaikan oleh penyidik terhadap
saksinya. Sehingga menimbulkan pengambilan peranan serta pengambilan
perspektif yang masing – masing telah dipahami oleh komunikator dan
komunikannya.
93
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Pada hasil penelitian yang peneliti jabarkan di Bab
sebelumnya, maka kesimpulan yang didapat adalah :
5.1.1. Prosedur Interogasi
Secara prosedural kegiatan interogasi cukup
menyesuaikan dengan kapasitas prosedur yang
ditetapkan. Penyidik mampu menjadi jembatan bagi
saksi yang kurang memahami pula. proses awal sampai
pada interogasi dilakukan dengan matang, dimulai dari
mempelajari kasus perkara, pembuatan daftar saksi
yang akan dipanggil, membuat surat panggilan yang
telah sesuai prosedur surat panggilan, memberikan
pertanyaan yang dilaporkan dalam berupa bukti Berita
Acara Pemeriksaan (BAP), selanjutnya mencoba
melaporkan kegiatan tersebut apakah perlu dilanjutkan
atau dihentikan tertuang dalam Surat Pelaporan Hasil
Penyidikan / Penyelidikan (SP2HP) A1 (dilanjutkan)
atau A2 (dihentikan).
93
94
5.1.2. Teknik komunikasi persuasi
Kegiatan komunikasi persuasif dijalankan dalam
kegiatan interogasi para saksi, Penyidik cukup
memahami kegiatan yang semestinya dilakukan dalam
interogasi karena terikat pada KUHAP (Kitab Undang –
Undang Hukum Acara Pidana ) dan SOP (Standar
Operasional Prosedur) serta undang – undang yag telah
diatur dalam lembaga maupun istansi yang melindungi
saksi dan korban.
5.2. Saran
dari kesimpulan yang telah diterangkan diatas, dan dari
semua hasil penelitian dan pembahasan yang telah dibahas
sebelumnya, peneliti merangkup saran, diantaranya :
1. penyidik harus lebih banyak belajar dalam komunikasi
persuasif, jangan sampai salah mengartikan antara
propaganda, persuasif, koersif, dan represif.
2. mengutamakan transparansi dalam kegiatannya,
implementasi dengan laporan yang dibuat terdapat
kesesuaian. sehingga memberikan kesan yang lebih apa
adanya.
95
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Onong Uchjana. 2007. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2004, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Cet. 4. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
____________. 2004, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Cet. 4. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Yuwono, Dwi Ismantoro. 2012, Cerdas dan Percaya diri Hadapi Polisi :
Panduan
Menjalani Pemeriksaan. Yogyakarta : Pustaka Yustisia.
_____________. 2012, Cerdas dan Percaya diri Hadapi Polisi : Panduan
Menjalani
Pemeriksaan. Yogyakarta: Pustaka Yustisia
Pawito,Phd. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif, Jogjakarta: PT.LKS
Aksara.
Malik, Dedy Djamaluddin, Yosal Iriantara. 1993. , komunikasi Persuasif,.
Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Venus, Antar. 2004. Menagemen Kampanye. Bandung: Simbiosa Rekatama
Media.
(SOP) terhadap penanganan para saksi, yang mengacu pada Undang – undang RI
Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP,
Undang – undang RI Nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan
korban,
96
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap) No: 3 tahun
2008 tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus dan Tata Cara Pemeriksaan
Saksi dan atau Korban Tindak Pidana,
97
LAMPIRAN
98
DAFTAR PERTANYAAN TERHADAP SAKSI
Tanggal : 12 Pebruari 2012
Jam : 12.00 s/d Selesai
Tempat : Polda Banten Subdit Harda Bangtah
Informan : Saksi
4. Dalam Interogasi yang dilakukan apakah terdapat paksaan dari
pihak penyidik?
5. Bagaimana sikap penyidik dalam melakukan interogasi?
6. Apa saja yang ditanyakan penyidik selama interogasi berlangsung?
7. Apa yang Anda rasakan selama interogasi berlangsung?
8. Dalam menjalankan tugasnya, penyidik membutuhkan berapa lama
dalam satu kali pemeriksaan/
9. Berapa banyak pertanyaan yang diajukan penyidik kepada Anda?
10. Apakah ada hal – hal yang membuat anda merasa tertekan atau
malah merasa kapok untuk diinterogasi lagi?
11. Sebagai penyidik yang baik, apakah sudah sesuai dengan standar
prosedur yang anda harapkan?
12. Apa saja yang Anda dapat selama masa interogasi/
13. Menurut Anda kegiatan interogasi ini terlalu bertele – tele, atau
mlah menyenangkan?
14. Dapatkah anda simpulkan bagaimana kegiatan interogasi ini
berlangsung?
99
Transkip Wawancara
Tanggal : Pebruari 2012
Jam : 12.00 s/d Selesai
Tempat : Polda Banten Subdit Harda Bangtah
Informan : Saksi
Q : Dalam Interogasi yang dilakukan apakah terdapat paksaan dari
pihak penyidik?
Lia
Widiono
Dwi
Leny
Wawan
:
:
:
:
:
Semua saksi menjawab : bahwa kegiatan interogasi ini tidak ada
tindak kekerasan maupun paksaan yang membuat mereka merasa
tertekan.
Saat interogasi berlangsung biasa saja, semua penyidiknya baik,
sesuai dengan prosedur. Semua dari mereka ramah dan santun gak
ada paksaan dan santai ajah jadinya. malah ditawarin makan dan
minum segala
Tidak ada hal – hal seperti itu yang saya rasakan mereka berusaha
akrab dan menunjukan keprofesionalanya sebagai penyidik dalam
melakukan interogasi yang sesuai prosedur
biasa ajah sih,
Ga da Paksaan ko,
Saya rasa bukan paksaan kata – kata yang tepat, lebih dibilang
bahasa halus yang membawa kita harus menceritakan apa yang kita
ketahui.
Q : Bagaimana sikap penyidik dalam melakukan interogasi?
100
A : Lia : semuanya baik ko, suka dibecandain terus
Widiono : baik – baik semuanya, tegas dan tidak memaksa.
Dwi : biar baik, tapi bawaannya takut ajah kalo ketemu polisi.
Leny : ramah – ramah, dan sopan.
Wawan : Seperti halnya bertemu orang lain juga. menunjukan
sikap wibawa dan tegas.
Q : Apa saja yang ditanyakan penyidik selama interogasi berlangsung?
A : Lia : ga jauh – jauh dari kasus yang lia hadapi.
Widiono : Mungkin sama halnya lain, dengan tujuan yang sama
menyelesaikan perkara. saya hanya ditanyai seputar perkara pidana
yang saya laporkan.
Dwi : tentang apa yang saya tau di kasus yang membawa nama
saya.
Leny : tentang yang leni ketahui tentang masalah penipuan ini
Wawan : seputar perkara pidana yang pasti, selebihnya hanya
obrolan ringan tentang hidup saya.
Q : Apa yang Anda rasakan selama interogasi berlangsung?
A : Lia : ya biasa ajah orang ga salah lia mah, ngapain takut.
Widiono : santai ajah
Dwi : troma ajah,
Leny : ya ga gimana - gimana
Q : Dalam menjalankan tugasnya, penyidik membutuhkan berapa lama
101
dalam satu kali pemeriksaan?
Lia
Widiono
Dwi
Leny
Wawan
:
:
:
:
:
berapa ya, lupa ga ngitung jam. lama pas nunggu gilirannya ajah,
pas di periksanya mah Cuma bentar ko.
seharian waktu itu saya diperiksa.
sebentar gantian sama saksi yang lain soalnya.
3jam kalo ga salah.
5 jam waktu itu saya di periksa, tapi itu juga dipotong istirahat dl.
Q : Berapa banyak pertanyaan yang diajukan penyidik kepada Anda?
Lia
Widiono
Dwi
Leny
Wawan
:
:
:
:
:
20 an kalo ga salah,
35 pertanyaan belum ditambah pertanyaan yang sifatnya pribadi.
10 pertanyaan kayanya
10 pertanyaan
sekitar 20 – 25 pertanyaan
Q : Apakah ada hal – hal yang membuat anda merasa tertekan atau
malah merasa kapok untuk diinterogasi lagi?
Lia
Widiono
Dwi
Leny
Wawan
:
:
:
:
:
ga ada sih, udah pada kenal ini geh.
tidak ada,
ga ada Cuma emang udah dari awal takut.
enggak ada
tidak ada,
102
Q : Sebagai penyidik yang baik, apakah sudah sesuai dengan standar
prosedur yang anda harapkan?
Lia
Widiono
Dwi
Leny
Wawan
:
:
:
:
:
sesuai ajah kayanya
Kegiatan yang sesuai prosedur itu kaya gimana saya juga gak tau,
yang jelas saya tidak terintimidasi, dan cukup merasa nyaman. itu
merupakan standar yang saya dapat
Mau ditanya gimana juga, udah bawaannya takut masuk ruang
pemeriksaan, saya sih biasa ajah, mu dilayanin kaya gimana juga,
udah takut duluan susah boro mau nilai sesuai atau engga tapi
agaak bingung saya malah disudutin kata – kata penyidiknya kaya
nyalahin saya, Feri (pelapor dalam kasus penipuan yang
dihadapinya) padahal Cuma beli barang sama saya, lagian saya
juga baik – baik ajah sama pelapor, tapi penyidik nyangkanya saya
sekonggkol sama temennya Lia itu, saya ajah gak kenal
sesuai saja, ga da yang aneh – aneh juga.
Q : Menurut Anda kegiatan interogasi ini terlalu bertele – tele, atau
malah menyenangkan?
Lia
Widiono
Dwi
Leny
:
:
:
:
baru pertama kali sih, jadi yang dirasain sih ya biasa gt ajah.
menyenangkan saja ko,
yang jelas ga sesuai sama apa yang saya bayangkan.
bikin jadi tahu ajah kalo lagi diperiksa itu kaya gini rasanya, kan
103
Wawan
:
biasanya liat di tv – tv ajah.
baik – baik saja, semuanya lancar dan tidak ada hambatan.
Q : Dapatkah anda simpulkan bagaimana kegiatan interogasi ini
berlangsung?
Lia
Widiono
Dwi
Leny
Wawan
:
:
:
:
:
kegiatan interogasi ini ga banyak nanya – nanya yang ga jelas,
pokus sama apa yang pengen di cari. polisi juga suka becanda dan
ga nyeremin yang pasti.
kegiatan interogasi ini sudah semestinya, dan sudah semestinya
kita tidak mempersulit penyidik untuk menggali apa yeng ingi
mereka ketahui.
pada intinya saya salah membayangkan, kalo polisi itu kejam,
jahat, tapi saya cukup dilayani dengan baik saat diinterogasi
disana.
saya pikir saya dipanggil jadi tersangka, tapi taunya Cuma ditanya
– tanya biasa ajah. jadi tau ajah kalo orang yang di periksa ga di
siksa – siksa ternyata.
kegiatan interogasi ini rutin saya datangi, semua kegiatannya tidak
mendikte dan mendiskriminasi. cukup memberikan kenyamanan
dan keleluasaan bagi saksi seperti saya.
104
DAFAR PERTANYAAN KEPADA PENYIDIK
Tanggal : 14 Pebruari 2012
Jam : 12.00 s/d Selesai
Tempat : Polda Banten Subdit Harda Bangtah
Informan : Penyidik
1. Bagaimana cara anda menginterogasi para saksi?
2. Apakah ada standar khusus dalam penanganan
penginterogasian para saksi?
3. Apa yang dilakukan penyidik ketika saksi telah datang?
4. Apa yang biasa digunakan sebagai alat bantu dalam
interogasi?
5. Sebagai seorang penyidik tentu memiliki cara
berkomunikasi yang digunakan, komunikasi yang
bagaimana yang umumnya digunakan penyidik?
6. Apakah dalam menginterogasi perlu digunakan tindak
kekerasan terhadap saksi?
7. Adakah aturan yang mengatur mengenai proses interogasi
ini?
8. Apakah setiap kegiatan interogasi ini diketahui oleh
pimpinan?
105
9. Apa yang anda lakukan ketika mendapati saksi yang terlalu
arogan?
10. Pertanyaan apa saja yang biasa di tanyakan pada para saksi?
Transkip Wawancara
Tanggal : Pebruari 2012
Jam : 12.00 s/d Selesai
Tempat : Polda Banten Subdit Harda Bangtah
Informan : Iptu Haryanto Rantesalu
Q : Menurut bapak komunikasi persuasif itu apa?
A : Iptu Haryanto Rantesalu menjelaskan bahwa persuasif itu adalah
“sebuah rayuan, supaya saksi mau bicara tentang semua yang dia
tau dalam perkara”.
Q : Bagaimana cara anda menginterogasi para saksi?
A : Ga ada – cara tertentu buat melakukan interogasi, itu gimana kita
pintar berbicara untuk bisa dipahami saksi dan saksi mau bicara sama
kita.
Q : Apakah ada standar khusus dalam penanganan penginterogasian para
saksi?
A : Ada lah,
Q : Apa yang dilakukan penyidik ketika saksi telah datang?
A : satandar ajah salam – salam ucapan selamat datang, biar rilex
biasanya basa – basi dulu.
106
Q : Apa yang biasa digunakan sebagai alat bantu dalam interogasi?
A : Sarana itu adalah Ruang pemeriksaan yang nyaman dan aman,
Perlengkapan ruangan pemeriksaan seperti meja, kursi, serta alat
tulis kantor sampai dengan mesin ketik, Komputer dan perangkat
penunjang lainnya yang dapat berfungsi dengan baik. Alat perekam,
visual dan audio visual serta CCTV, Ruangan / Tempat istirahat dan
penyimpanan barang titipan milik saksi yang nyaman dan aman bagi
Saksi yang sedang dilakukan pemeriksaan. Serta kelengkapan medis
dan obat – obatan dari kedokteran forensik Polri”. Dengan menunjuk
hal – hal yang dia sebut didalam SOP Penanganan dan Pelayan Saksi
dan Korban.
Q : Adakah aturan yang mengatur mengenai proses interogasi ini?
A : komunikasi persuasif sendiri telah dijabarkan dalam strategi Polda
Banten yang tercantum dalam Perkap 22 Tahun 2010 yaitu
“Mengembangkan sistem komunikasi Polri dengan didukung
teknologi komunikasi mulai dari kecepatan respon, komunikasi
persuasif, sampai pada pengendalian peristiwa kejahatan, dengan
perlindungan dan pengayoman, khususnya ditingkat satuan Reskrim
Polres dan Unit Reskrim Polsek”.
Q : Apakah setiap kegiatan interogasi ini diketahui oleh pimpinan?
A : Pasti lah, Kasubdit sampai Kapolda setiap perkara yang ditangani
harus dilaporkan. biasanya laporannya setelah penyidikan, dalam
bentuk hasil gelar perkara.
107
Q : 1. Pertanyaan apa saja yang biasa di tanyakan pada para saksi?
A : sekitar pertanyaan – pertanyaan yang berhubungan dengan perkara
yang menyangkut namanya.
Q : komunikasi yang bagaimana yang di lakukan untuk menginterogasi
saksi – saksi tersebut?
A : komunikasi yang bisa ajah, santai yang penting saksinya ga ngerasa
takut.
108
Transkip Wawancara
Tanggal : Pebruari 2012
Jam : 12.00 s/d Selesai
Tempat : Polda Banten Subdit Harda Bangtah
Informan : Briptu Ade Wahyudi
Q : Menurut bapak komunikasi persuasif itu apa?
A : saya juga kurang paham, tapi apa yang saya tanyakan ke saksi bisa
bikin mereka ngaku dengan sendirinya.
Q : Bagaimana cara anda menginterogasi para saksi?
A : Ga ada – cara tertentu buat melakukan interogasi, itu gimana kita
pintar berbicara untuk bisa dipahami saksi dan saksi mau bicara sama
kita.
Q : Apakah ada standar khusus dalam penanganan penginterogasian para
saksi?
A : Dalam KUHAP (Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana)
diterangkan mengenai Prosedur kegiatan pemeriksaan terhadap saksi
dan korban, persuasi ini lebih kepada apa yang disampaikan kepada
saksi. perlu di garis bawahi bukan mengejar pengakuan, tetapi
menyatukan antara jawaban saksi yang satu dengan yang lainnya,
akhirnya baru ditarik kesimpulan”. dan menurutnya pula kegiatan
interogasi sendiri “memang menggunakan komunikasi persuasif,
bukan sebuah keharusan yang sudah diatur tetapi bicara mengenai
109
etika saja
Q : Apa yang dilakukan penyidik ketika saksi telah datang?
A : satandar ajah salam – salam ucapan selamat datang, biar rilex
biasanya basa – basi dulu.
Q : Apa yang biasa digunakan sebagai alat bantu dalam interogasi?
A : Ruang pemeriksaan yang nyaman dan aman, Perlengkapan ruangan
pemeriksaan seperti meja, kursi, serta alat tulis kantor sampai
dengan mesin ketik, Komputer dan perangkat penunjang lainnya
yang dapat berfungsi dengan baik. Alat perekam, visual dan audio
visual serta CCTV, Ruangan / Tempat istirahat dan penyimpanan
barang titipan milik saksi yang nyaman dan aman bagi Saksi yang
sedang dilakukan pemeriksaan. Serta kelengkapan medis dan obat –
obatan dari kedokteran forensik Polri. sama kata pa Haryanto bilang
Q : Adakah aturan yang mengatur mengenai proses interogasi ini?
A : komunikasi persuasif sendiri telah dijabarkan dalam strategi Polda
Banten yang tercantum dalam Perkap 22 Tahun 2010 yaitu
“Mengembangkan sistem komunikasi Polri dengan didukung
teknologi komunikasi mulai dari kecepatan respon, komunikasi
persuasif, sampai pada pengendalian peristiwa kejahatan, dengan
perlindungan dan pengayoman, khususnya ditingkat satuan Reskrim
Polres dan Unit Reskrim Polsek”.
Q : Apakah setiap kegiatan interogasi ini diketahui oleh pimpinan?
A : iya donk
110
Q : 2. Pertanyaan apa saja yang biasa di tanyakan pada para saksi?
A : sekitar pertanyaan – pertanyaan yang berhubungan dengan perkara
yang menyangkut namanya.
Q : Mengapa penggunaan komunikasi persuasif ini sering digunakan
dalam kegiatan interogasi?
A : Masyarakat kita sekarang kan agak sensitif, kalo aparaturnya keras
sedikit dilaporin ke pers, atau ke lembaga – lembaga yang bisa narik
nama polisi jadi jelek, makanya kalo lagi meriksa / interogasi,
penyidik punya metodenya sendiri biar saksi yang di periksa ga
ngerasa diintimidasi”.
111
Transkip Wawancara
Tanggal : Pebruari 2012
Jam : 12.00 s/d Selesai
Tempat : Polda Banten Subdit Harda Bangtah
Informan : Bribda Imbang Dika Maulana
Q : Menurut bapak komunikasi persuasif itu ap?
A : Sama kaya pa Iptu Haryanto Rantesalu persuasif itu adalah “sebuah
rayuan, supaya saksi mau bicara tentang semua yang dia tau dalam
perkara”.
Q : Bagaimana cara anda menginterogasi para saksi?
A : ya gitu sama ajah kaya tiap pelayanan jasa yang coba melayani
custumernya.
Q : Apakah ada standar khusus dalam penanganan penginterogasian para
saksi?
A : ah biasa ajah yang penting sesuai aturan
Q : Apa yang dilakukan penyidik ketika saksi telah datang?
A : ya ga gimana – gimana, langsung ke topik utamanya ajah.
Q : Apa yang biasa digunakan sebagai alat bantu dalam interogasi?
A : sama kaya jawaban pa haryanto dan bang ade. semua yang
diperlukan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan interogasi ajah.
Q : Adakah aturan yang mengatur mengenai proses interogasi ini?
A : komunikasi persuasif sendiri telah dijabarkan dalam strategi Polda
112
Banten yang tercantum dalam Perkap 22 Tahun 2010 yaitu
“Mengembangkan sistem komunikasi Polri dengan didukung
teknologi komunikasi mulai dari kecepatan respon, komunikasi
persuasif, sampai pada pengendalian peristiwa kejahatan, dengan
perlindungan dan pengayoman, khususnya ditingkat satuan Reskrim
Polres dan Unit Reskrim Polsek”.
Q : Apakah setiap kegiatan interogasi ini diketahui oleh pimpinan?
A : Pasti lah, Kasubdit sampai Kapolda setiap perkara yang ditangani
harus dilaporkan. biasanya laporannya setelah penyidikan, dalam
bentuk hasil gelar perkara.
Q : 3. Pertanyaan apa saja yang biasa di tanyakan pada para saksi?
A : sekitar pertanyaan – pertanyaan yang berhubungan dengan perkara
yang menyangkut namanya.
Q : komunikasi yang bagaimana yang di lakukan untuk menginterogasi
saksi – saksi tersebut?
A : Persuasif sih kalo kaya yang sesuai dengan pegertian yang coba di
bikin sama pa haryanto.
113
Transkip Wawancara
Tanggal : Pebruari 2012
Jam : 12.00 s/d Selesai
Tempat : Polda Banten Subdit Harda Bangtah
Informan : Briptu Iman Gunadi
Q : Menurut bapak komunikasi persuasif itu ap?
A : Tehnik yang digunakan untuk menarik saksi untuk mau bicara sesuai
dengan yang diketahuinya.
Q : Bagaimana cara anda menginterogasi para saksi?
A : Ga ada – cara tertentu buat melakukan interogasi, itu gimana kita
pintar berbicara untuk bisa dipahami saksi dan saksi mau bicara sama
kita.
Q : Apakah ada standar khusus dalam penanganan penginterogasian para
saksi?
A : Ada lah,
Q : Apa yang dilakukan penyidik ketika saksi telah datang?
A : memberikan pelayanan yang bisa kita lakuin ajah, nawarin makan
basa – basi ajah. sebenernya sih harus dikasih makan saksi – saksi
yang tatang tu, udah ada anggarannya tapi mau gimana lagi.“Bukan
sengaja sih, tapi mau gimana coba ajah dari anggaran yang gak
banyak tiap satu kasus di batasi Rp. 3.000.000, 30% nya dipotong
untuk diberikan kepada direktur dan wajib, sisanya kebutuhan
114
ATK(Alat Tulis Kantor), kaya kertas, tinta, pulpen, amplop, map, dan
kebutuhan – kebutuhan lain seperti mengirim surat undangan, uang
makan anggota dalam satu unit 5 anggota termasuk kanit dan panit,
dan suka rela membagi dengan Kasubdit, serta bensin penunjang
transfortasi dan lagi uang tersebut harus cukup selama penyidikan
berlangsung
Q : Apa yang biasa digunakan sebagai alat bantu dalam interogasi?
A : komputer sama printer, sama kamera buat bukti olah TKP.
Q : Adakah aturan yang mengatur mengenai proses interogasi ini?
A : idem kaya pa haryanto.
Q : Apakah setiap kegiatan interogasi ini diketahui oleh pimpinan?
A : Pasti lah, Kasubdit sampai Kapolda setiap perkara yang ditangani
harus dilaporkan. biasanya laporannya setelah penyidikan, dalam
bentuk hasil gelar perkara.
Q : 4. Pertanyaan apa saja yang biasa di tanyakan pada para saksi?
A : sekitar pertanyaan – pertanyaan yang berhubungan dengan perkara
yang menyangkut namanya.
Q : komunikasi yang bagaimana yang di lakukan untuk menginterogasi
saksi – saksi tersebut?
A : komunikasi yang bisa ajah, santai yang penting saksinya ga ngerasa
takut.
115
Transkip Wawancara
Tanggal : Pebruari 2012
Jam : 12.00 s/d Selesai
Tempat : Polda Banten Subdit Harda Bangtah
Informan : Brigadir Fitara Harianja
Q : Menurut bapak komunikasi persuasif itu ap?
A : Kaya Iklan gitu ya, nguruh orang buat beli. ya sejenis lah kaya gitu,
Q : Bagaimana cara anda menginterogasi para saksi?
A : Ga ada – cara tertentu buat melakukan interogasi, itu gimana kita
pintar berbicara untuk bisa dipahami saksi dan saksi mau bicara sama
kita.
Q : Apakah ada standar khusus dalam penanganan penginterogasian para
saksi?
A : Ada lah,
Q : Apa yang dilakukan penyidik ketika saksi telah datang?
A : satandar ajah salam – salam ucapan selamat datang, biar rilex
biasanya basa – basi dulu.
Q : Apa yang biasa digunakan sebagai alat bantu dalam interogasi?
A : komputer sama printer, ATK juga penting. Sama alat rekam.
Q : Adakah aturan yang mengatur mengenai proses interogasi ini?
A : komunikasi persuasif sendiri telah dijabarkan dalam strategi Polda
116
Banten yang tercantum dalam Perkap 22 Tahun 2010 yaitu
“Mengembangkan sistem komunikasi Polri dengan didukung
teknologi komunikasi mulai dari kecepatan respon, komunikasi
persuasif, sampai pada pengendalian peristiwa kejahatan, dengan
perlindungan dan pengayoman, khususnya ditingkat satuan Reskrim
Polres dan Unit Reskrim Polsek”.
Q : Apakah setiap kegiatan interogasi ini diketahui oleh pimpinan?
A : Pasti lah, Kasubdit sampai Kapolda setiap perkara yang ditangani
harus dilaporkan. biasanya laporannya setelah penyidikan, dalam
bentuk hasil gelar perkara.
Q : 5. Pertanyaan apa saja yang biasa di tanyakan pada para saksi?
A : Macam – macam, biasanya kaya gini pertanyaan yang udah biasa
dipake :
7. Apakah saudara sekarang dalam keadaan sehat jasmani
dan rohani?
8. Apakah saudara bersedia untuk diperiksa dengan
memberikan keterangan yang benar dann dapat
dipertanggungjawabkan?
9. Di dalam pemeriksaan ditingkat penyidikan ini siapa
penasehat hukum yang mendampingi saudara?
10. Apakah saudara pernah dihukum?
11. Coba ceritakan secara singkat dan jelas riwayat hidup
saudara?
117
12. Apakah saudara mengerti mengapa dipanggil, yang
selanjutnya diperiksa diruang pemeriksaan penyidik serse
ini?.......dan seterusnya…….
Q : komunikasi yang bagaimana yang di lakukan untuk menginterogasi
saksi – saksi tersebut?
A : komunikasi yang bisa ajah, santai yang penting saksinya ga ngerasa
takut.
Top Related