KEEFEKTIFAN PELATIHAN BEKERJA DENGAN HATI
UNTUK MENURUNKAN BURNOUT KARYAWAN
CAKRA SEMARANG TV
skripsi
disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Jurusan Psikologi
oleh Edwin Ibnu Margani
1550407020
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
ii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar
hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian
atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 25 Januari 2011
Edwin Ibnu Margani NIM. 1550407020
iii
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan
Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada tanggal 09
Agustus 2011.
Panitia:
Ketua Sekretaris
Drs. Hardjono, M.Pd. Drs. Sugiyarta SL, M.Si.
19510801 197903 1 007 19600816 198503 1 003
Penguji utama
Rahmawati P, S.Psi, M.Si.
19790502 200801 2 018
Penguji/Pembimbing I Penguji/Pembimbing II
Siti Nuzulia, S.Psi. M.Si. Moh.Iqbal Mabruri,S.Psi.M.Si.
19771120 2005 1 2 001 19750309 200801 1 008
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
“Kesuksesan merupakan perencanaan yang baik yang selalu disertai
dengan usaha, do’a dan tawakal.” (Edwin Ibnu)
Persembahan,
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Orang tuaku dan keluargaku yang selalu memberikan do’a dan dukungan.
2. Adik-adikku tersayang, Riski dan Ayu. 3. Seluruh kerabat kerja di CSTV. 4. Semua sahabatku di psikologi angkatan
2007.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya, sehingga
penyusunan skripsi yang berjudul “Keefektifan Pelatihan Bekerja dengan Hati
untuk Menurunkan Burnout Karyawan Cakra Semarang TV” dapat diselesaikan.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari partisipasi dan bantuan dari berbagai
pihak, maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis
sampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Drs. Hardjono, M.Pd, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Semarang.
2. Drs. Achmad Munib, SH, M.H, M.Si, Pembantu Dekan Bidang Akademik,
atas ijin penelitian yang telah diberikan.
3. Drs. Sugiyarta S.L. M.Si, Ketua Jurusan Psikologi.
4. Rahmawati P, S.Psi, M.Si sebagai penguji utama sekaligus dosen
pendamping yang telah memberi masukan bagi kesempurnaan skripsi ini.
5. Siti Nuzulia, S.Psi, M.Si sebagai pembimbing I yang dengan sabar telah
membimbing dan memberikan petunjuk serta arahan sehingga penulisan
skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Moh. Iqbal Mabruri, S.Psi, M.Si sebagai pembimbing II yang dengan sabar
telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan petunjuk serta
arahan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Ir. Novel Abdul Latief sebagai pelatih sekaligus terapis yang telah bersedia
membantu pelaksanaan penelitian ini.
vi
8. I Nyoman Winata, SE, Direktur Cakra Semarang TV yang telah memberikan
ijin kepada penulis untuk melakukan penelitan di perusahaan tersebut.
9. Mami Rita, Mba Ina, A’ak Agung, Mas Gushar, Mba Rully dan seluruh
kerabat kerja Cakra Semarang TV, terima kasih untuk saran, kritik dan
motivasi yang telah diberikan kepada saya.
10. Dosen-dosen psikologi dan staf karyawan di jurusan psikologi yang telah
memberikan bantuan, serta ilmu dan pengetahuannya selama ini.
11. Ayah, ibu, mbah putri, Riski, Ayu tercinta yang senantiasa mengiringi
langkah penulis dengan memberikan do’a, nasihat-nasihat, kasih sayang serta
semangat yang telah tercurah.
12. Teman-teman Psikologi UNNES 2007 khususnya Eka, Yudi, Lulu, Okta,
Bunda Qiqi, Pundani, Fitri, Hotlan, Rony, Fuad dan semuanya yang tidak
dapat disebutkan satu per satu. Kalian telah mengisi hari-hari saya dengan
berjuang bersama, susah senang, suka duka kita hadapi bersama. Semua kisah
indah ini akan tetap terkenang sepanjang masa. Sukses buat kita semua.
Semangat.
13. Keluarga besar Loupe Therapy Training & Consulting, terima kasih do’a dan
dukungannya.
14. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Demikian, semoga karya ini bermanfaat.
Semarang, 25 Januari 2011
Penulis
vii
ABSTRAK Margani, Edwin Ibnu. 2011. Keefektifan Pelatihan Bekerja dengan Hati
untuk Menurunkan Burnout Karyawan Cakra Semarang TV. Tahun Ajaran 2010-2011. Skripsi. Jurusan Psikologi. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Semarang. Siti Nuzulia, S.Psi, M.Si, Moh. Iqbal Mabruri, S.Psi, M.Si dan Rahmawati Prihastuty, S.Psi, M.Si.
Kata Kunci: burnout, pelatihan
Burnout adalah suatu kondisi dari karyawan dimana karyawan tersebut mengalami kelelahan secara emosional, kelelahan fisik, penghargaan yang rendah terhadap dirinya sendiri, pekerjaan maupun lingkungannya akibat dari stres kerja yang berkepanjangan. Burnout yang dialami oleh karyawan dapat mengganggu kinerja karyawan dalam melakukan pekerjaan sehari-harinya di kantor. Meski burnout yang dialami masih dalam tingkatan ringan, namun jika tidak segera ditangani akan berlanjut ke burnout tingkat tinggi yang dapat lebih menghambat kinerja karyawan. Sehingga diperlukan penanganan yang serius agar burnout yang dialami karyawan tersebut dapat semakin menurun. Melalui kegiatan pelatihan bekerja dengan hati, diharapkan burnout yang dialami karyawan Cakra Semarang TV dapat menurun.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan pelatihan bekerja dengan hati untuk menurunkan burnout karyawan. Subjek penelitian ini adalah karyawan Cakra Semarang TV berjumlah 20 orang. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen dengan desain eksperimen non randomized pretest-posttest control group design. Subjek dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dengan jumlah masing-masing kelompok yaitu 10 subjek tanpa randomisasi. Pengambilan data penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala terstandar yaitu Maslach Burnout Inventory dengan jumlah aitem 20. Analisis data menggunakan uji Wilcoxon Mann-Whitney Test non Parametric.
Hasil analisis data yang diperoleh yaitu p: 0,008 artinya terdapat perbedaan tingkat burnout karyawan Cakra Semarang TV yang signifikan pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah perlakuan dengan pelatihan bekerja dengan hati yaitu tingkat burnout karyawan semakin menurun sedangkan pada kelompok kontrol tingkat burnout karyawan menjadi meningkat. Burnout yang dialami oleh karyawan Cakra Semarang TV cenderung berupa kelelahan emosional.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelatihan bekerja dengan hati efektif untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV. Oleh karena itu, saran yang dapat diberikan yaitu agar pelatihan bekerja dengan hati atau pelatihan yang serupa dapat diadakan secara rutin untuk mengatasi masalah-masalah yang dialami karyawan seperti salah satunya burnout yang dapat menghambat kinerja karyawan tersebut.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
PERNYATAAN ............................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
ABSTRAK ..................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 15
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 15
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 15
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Burnout ............................................................................................. 17
2.1.1 Pengertian Burnout Pengertian Intensi ............................................... 17
2.1.2 Gejala-gejala Burnout ........................................................................ 19
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Burnout ....................................... 21
2.2 Pelatihan ........................................................................................... 26
ix
2.2.1 Pengertian Pelatihan .......................................................................... 26
2.2.2 Analisis Kebutuhan Pelatihan ............................................................ 27
2.3 Pelatihan Bekerja dengan Hati untuk Menurunkan Burnout ............... 29
2.3.1 Konteks Pelatihan Bekerja dengan Hati untuk Menurunkan Burnout
Karyawan .......................................................................................... 29
2.3.1.1 Kecerdasan Spiritual ....................................................................... 30
2.3.1.1.1 Pengertian Kecerdasan Spiritual .................................................. 30
2.3.1.1.2 Konteks Kecerdasan Spiritual dalam Bekerja ............................... 31
2.3.1.1.3 Manfaat Kecerdasan Spiritual ..................................................... 31
2.3.1.2 Kecerdasan Emosional .................................................................... 33
2.3.1.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosional................................................ 33
2.3.1.2.2 Manfaat Kecerdasan Emosional ................................................... 34
2.3.1.3 Relaksasi ........................................................................................ 35
2.3.1.3.1 Pengertian Relaksasi .................................................................... 35
2.3.1.3.2 Manfaat Relaksasi ........................................................................ 37
2.3.2 Metodologi Pelatihan Bekerja dengan Hati ........................................ 38
2.3.3 Materi Pelatihan Bekerja dengan Hati ................................................ 38
2.3.4 Evaluasi Pelatihan.............................................................................. 39
2.4 Kerangka Berpikir ................................................................................ 41
2.5 Hipotesis .............................................................................................. 45
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ..................................................................................... 46
3.2 Desain Penelitian .................................................................................. 46
x
3.3 Identifikasi Variabel Penelitian ............................................................. 48
3.3.1 Identifikasi Variabel Penelitian .......................................................... 48
3.3.2 Hubungan antar Variabel ................................................................... 48
3.4 Definisi Operasional Variabel ............................................................... 49
3.5 Subjek Penelitian .................................................................................. 50
3.6 Metode dan Alat Pengumpulan Data ..................................................... 50
3.7 Analisis Data ........................................................................................ 52
3.7.1 Validitas ............................................................................................ 52
3.7.1.1 Validitas Instrumen ......................................................................... 52
3.7.1.2 Validitas Eksperimen ...................................................................... 54
3.7.2 Reliabilitas......................................................................................... 56
3.7.3 Metode Analisis Data......................................................................... 56
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Persiapan Penelitian .......................................................................... 57
4.2 Pelaksanaan penelitian ...................................................................... 60
4.3 Uji Hipotesis ..................................................................................... 61
4.4 Hasil Penelitian ................................................................................. 62
4.4.1 Deskripsi Burnout Sebelum Pelatihan Bekerja dengan Hati ............. 62
4.4.2 Deskripsi Burnout Setelah Pelatihan Bekerja dengan Hati ............... 65
4.4.3 Deskripsi Burnout Berdasarkan Mean.............................................. 67
4.4.4 Deskripsi Burnout per Aspek ........................................................... 68
4.5 Hasil Evaluasi Pelatihan .................................................................... 86
4.6 Pembahasan ...................................................................................... 89
xi
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ........................................................................................... 105
5.2 Saran .................................................................................................. 105
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 107
LAMPIRAN .................................................................................................. 110
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1. Rancangan Non Randomized Pretest-Posttest Control Group Design ....... 47 3.2. Susunan Penskoran Item Skala Burnout Karyawan Cakra Semarang TV .. 51 3.3. Blueprint Skala Burnout Karyawan Cakra Semarang TV.......................... 52 3.4. Koefisien Validitas per Aitem Skala Burnout Berdasarkan MBI ............... 53 3.5. Koefisien Reliabilitas Skala Burnout Berdasarkan MBI ............................ 56 4.1. Persiapan Penelitian ................................................................................. 58 4.2. Subjek Penelitian Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ............ 59 4.3. Rangkaian Enam Pertemuan Pelatihan Bekerja dengan Hati ..................... 60 4.4. Skor Selisih Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ........................................................................................................... 61 4.5. Norma Kategorisasi Burnout .................................................................... 62 4.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan ......................................................................................................... 63 4.7. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Kelompok Kontrol Sebelum Pelatihan ......................................................................................................... 64 4.8. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan ......................................................................................................... 65 4.9. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Kelompok Kontrol Setelah Pelatihan ......................................................................................................... 66 4.10. Tabel Mean Burnout Kelompok Eksperimen dan Kontrol ....................... 67 4.11. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan ...................................................... 68 4.12. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan ...................................................... 70 4.13. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan ......................................................................................................... 72 4.14. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Kontrol ....................................................................... 73 4.15. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Kontrol .......................................................................................... 74 4.16. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Kontrol .................................................. 75 4.17. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan ........................................................ 77 4.18. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan ........................................................ 78 4.19. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan ......................................................................................................... 79
xiii
4.20. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Kontrol ....................................................................... 80 4.21. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Kontrol .......................................................................................... 81 4.22. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Kontrol .................................................. 82 4.23. Kategori burnout Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ........... 84 4.24. Mean Burnout Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ............... 84
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Pengaruh Pelatihan Bekerja terhadap Burnout .......................................... 37 3.1. Rancangan Non Randomized Pretest-Posttest Control Group Design .. 43 3.2. Bagan Pengaruh Pelatihan Bekerja dengan Hati untuk Menurunkan Burnout Karyawan .......................................................................................... 45 4.1. Diagram Presentasi Burnout Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan ... 64 4.2. Diagram Presentasi Burnout Kelompok Kontrol Sebelum Pelatihan .... 65 4.3. Diagram Presentasi Burnout Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan .... 66 4.4. Diagram Presentasi Burnout Kelompok Kontrol Setelah Pelatihan.... 67 4.5. Diagram Presentasi Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan ....................................................................... 69 4.6. Diagram Presentasi Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan ....................................................................... 71 4.7. Diagram Presentasi Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan ................................. 72 4.8. Diagram Presentasi Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Kontrol ........................................................................................................... 74 4.9. Diagram Presentasi Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Kontrol .. 75 4.10. Diagram Presentasi Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Kontrol ......................................................... 76 4.11. Diagram Presentasi Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan ......................................................................... 78 4.12. Diagram Presentasi Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan ......................................................................... 79 4.13. Diagram Presentasi Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan ....................... 80 4.14. Diagram Presentasi Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Kontrol ........................................................................................................... 81 4.15. Diagram Presentasi Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Kontrol ........................................................................................................... 82 4.16. Diagram Presentasi Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Kontrol ......................................................... 83 4.17. Diagram Mean Pretest Postest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol tiap Aspek .......................................................................................... 85 4.18. Pengaruh Pelatihan Bekerja terhadap Burnout ........................................ 93
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skala Studi Pendahuluan ............................................................................. 110 2. Skor Skala Studi Pendahuluan ..................................................................... 113 3. Rancangan Operasional Pelatihan ............................................................... 116 4. Modul Pelatihan Bekerja dengan Hati ......................................................... 135 5. Skala Burnout Karyawan............................................................................. 217 6. Skor Pre Test Burnout Kelompok Eksperimen dan Kontrol ......................... 219 7. Skor Post Test Burnout Kelompok Eksperimen dan Kontrol ....................... 221 8. Hasil Analisis Wilcoxon Mann-Whitney Test non Parametric ...................... 223 9. Hasil Hasil Analisis non Parametric Correlation Sub Skala ........................ 234 10. Surat Permohonan Ijin Penelitian .............................................................. 237 11. Surat Keterangan telah Mengadakan Penelitian ......................................... 238 12. Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian ......................................................... 239
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Semakin berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat
ini khususnya di bidang industri, menyebabkan banyak persoalan dan tuntutan di
dalamnya. Hal ini dapat berpengaruh pada proses pencapaian tujuan perusahaan
yang dilakukan oleh pelaku masing-masing industri. Masalah internal yang terjadi
pada sebuah perusahaan dapat bermacam-macam yang dapat disebabkan oleh
tidak hanya faktor lingkungan saja melainkan juga faktor dari sumber daya
manusianya sendiri.
Karyawan mempunyai peranan penting dalam proses pencapaian tujuan
perusahaan. Kinerja dan kualitas karyawan sangat berpengaruh terhadap
keberlangsungan dari sistem pekerjaan yang dibuat perusahaan berdasarkan
komitmen perusahaan dan manajemen organisasi yang telah dibentuk. Sehingga,
dibutuhkan kerja sama yang baik antar karyawan sesuai dengan tugas dan
tanggung jawabnya masing-masing agar hasilnya dapat maksimal.
Proses pelaksanaan tugas atau pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan
pada kenyataannya tidak berjalan dengan lancar melainkan banyak terjadi
masalah-masalah yang muncul yang berakibat dapat menghambat dan
mengganggu kinerjanya tersebut. Masalah yang dialami oleh karyawan dapat
muncul karena faktor internal (dalam diri karyawan) dan dapat pula karena faktor
1
2
eksternal (berasal dari luar diri karyawan). Faktor internal yaitu masalah-masalah
pribadi pada diri karyawan yang dapat berasal dari masalah keluarganya,
pasangan, relasi dengan orang lain, dan lain-lain. Faktor eksternal yaitu berasal
dari luar diri karyawan meliputi lingkungan pekerjaan, manajemen organisasi,
gaya kepemimpinan, sistem imbalan, tuntutan pekerjaan, beban kerja yang berat,
dan lain-lain.
Salah satu persoalan yang muncul berkaitan dengan individu di dalam
menghadapi tuntutan organisasi yang semakin tinggi dan persaingan yang keras di
tempat kerja karyawan itu adalah stres. Stres yang berlebihan akan berakibat
buruk terhadap kemampuan individu untuk berhubungan dengan lingkungannya
secara normal. Stres yang dialami individu dalam jangka waktu yang lama dengan
intensitas yang cukup tinggi akan mengakibatkan individu yang bersangkutan
menderita kelelahan, baik fisik ataupun mental. Keadaan seperti ini disebut
burnout, yaitu kelelahan fisik, mental dan emosional yang terjadi karena stres
diderita dalam jangka waktu yang cukup lama, di dalam situasi yang menuntut
keterlibatan emosional yang tinggi (Leatz & Stolar, dikutip Rosyid & Farhati)
dalam Sihotang (2004: 2).
Masalah-masalah di atas muncul dialami oleh karyawan dapat
menyebabkan karyawan stres kerja, sampai mengalami burnout. Sehingga dapat
mempengaruhi semangat kerja dan produktivitas kerja dari karyawan tersebut.
Terkadang karyawan tidak menyadari bahwa ketika karyawan tersebut sedang
mempunyai masalah sehingga berpengaruh dalam melaksanakan tugasnya yaitu
tidak maksimal, mudah marah, sensitif, cenderung menyalahkan orang lain, dan
3
merasa lelah baik fisik maupun emosi. Padahal, ketika karyawan pada kondisi
tersebut, sebenarnya karyawan tersebut telah mengalami burnout.
Permasalahan yang dihadapi karyawan di tempat kerja bisa bermacam-
macam, baik itu masalah yang berkaitan lingkungan maupun organisasi. Apabila
masalah tidak terselesaikan sehingga individu mengalami ketegangan dalam
jangka waktu yang lama maka individu terancam mengalami burnout.
Dampaknya, konsentrasi individu menurun, tidak bersemangat untuk bekerja dan
banyak melakukan kesalahan atau bahkan keluar dari pekerjaannya
(Muriz,2007:1).
Burnout merupakan suatu situasi dimana karyawan menderita kelelahan
kronis, kebosanan, dan menarik diri dari pekerjaan (Davis dan Newstrom, 1993:
197). Pekerja yang mengalami burnout akan lebih mudah mengeluh, menyalahkan
orang lain bila ada masalah, lekas marah dan menjadi sinis terhadap karier
mereka. Sikap pimpinan yang menekan dan beratnya beban kerja yang berlebihan
akan semakin memperburuk keadaan karyawan.
Karyawan tidak bisa lepas dari kondisi lingkungan kerjanya dalam proses
bekerjanya. Salah satu faktor munculnya burnout pada karyawan adalah kondisi
lingkungan kerja yang kurang baik. Ketidaksesuaian antara apa yang diharapkan
karyawan dengan apa yang diberikan perusahaan terhadap karyawannya, seperti
kurangnya dukungan dari atasan dan adanya persaingan yang kurang sehat antara
sesama rekan kerja merupakan suatu kondisi lingkungan kerja psikologis yang
dapat mempengaruhi munculnya burnout dalam diri karyawan. Oleh sebab itu
perusahaan harus sedapat mungkin menciptakan suatu lingkungan kerja psikologis
4
yang baik sehingga memunculkan rasa kesetiakawanan, rasa aman, rasa diterima
dan dihargai serta perasaan berhasil pada diri karyawan (Sihotang, 2004: 2).
Menurut La Fellete (dikutip Sumaryani, 1997) dalam Sihotang (2004: 2)
mengatakan bahwa lingkungan kerja psikologis tidak nampak tetapi nyata ada dan
akan dirasakan oleh seseorang bila memasuki lingkungan kerja suatu organisasi.
Untuk mengetahui keadaan tersebut dapat diketahui melalui persepsi individu
terhadap lingkungan kerja psikologisnya. Karyawan yang mempunyai penilaian
yang positif terhadap lingkungan kerja psikologisnya berarti karyawan merasa
bahwa lingkungan kerja psikologisnya baik, sehingga menimbulkan semangat
kerja yang tinggi dan akan menghambat lajunya tingkat burnout pada karyawan.
Burnout dapat terjadi pada semua orang, khususnya karyawan pria dan
wanita. Hal tersebut terjadi karena setiap manusia tentu mengalami tekanan-
tekanan yang diperoleh dalam kehidupan, khususnya dalam menjalani pekerjaan.
Secara umum pria lebih mudah mengalami burnout daripada wanita. Hal ini
dikarenakan wanita tidak mengalami peringkat tekanan seperti yang dihadapi oleh
seorang pria, yang dapat disebabkan karena adanya perbedaan peran, misalnya
dalam hal kerja, bagi seorang pria ‘bekerja’ adalah suatu hal mutlak untuk
menghidupi keluarganya, namun tidaklah demikian bagi seorang wanita, wanita
boleh bekerja atau tidak, jadi bukan merupakan suatu keharusan (Gibson, dkk.,
1987) dalam Sihotang (2004: 2). Sebaliknya dengan pendapat di atas, penelitian
lain menyimpulkan bahwa ternyata wanita memperlihatkan frekuensi lebih besar
untuk mengalami burnout daripada pria, yang disebabkan karena seringnya wanita
merasakan kelelahan emosional (Schultz & Schultz, 1994) dalam Sihotang (2004:
5
2). Hal ini disebabkan karena pria dan wanita berbeda bukan saja secara fisik,
tetapi juga sosial dan psikologisnya dan mempunyai cara yang berbeda dalam
menghadapi masalahnya.
Fenomena burnout terjadi pada sejumlah karyawan PT. Mataram
Cakrawala Televisi Indonesia yang merupakan perusahaan yang bergerak di
bidang media pertelevisian lokal di Semarang Jawa Tengah dengan nama chanel
yaitu Cakra Semarang TV. Dari jumlah total karyawan Cakra Semarang TV yaitu
65 karyawan diambil 35 karyawan sebagai sampel untuk studi pendahuluan
menggunakan skala burnout. Hasilnya, dari 35 karyawan tersebut terdapat 11,43%
karyawan mengalami burnout tingkat tinggi dan 88,57% karyawan berada pada
kategori burnout tingkat rendah. Skala yang digunakan berisi 20 item pernyataan
dari penelitian Sulistyaningsih dengan judul Hubungan Antara Persepsi Terhadap
Gaya Kepemimpinan dengan Burnout pada Karyawan PT. Sinar Plataco Demak
Tahun 2006 yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya sebesar 0,934. Studi
pendahuluan dilakukan pada hari Selasa tanggal 27 April 2010 pukul 16.30
sampai 20.00 WIB dan hari Rabu tanggal 28 April 2010 pukul 09.00 sampai 14.00
WIB.
Empat karyawan yang mengalami burnout tingkat tinggi tersebut berasal
dari divisi redaksi. Sedangkan sisanya yaitu 31 karyawan dengan burnout rendah
berasal dari divisi redaksi, program, master kontrol, studio dalam, studio luar,
desain grafis, transmisi, security dan driver. Karyawan yang sangat rentan
mengalami burnout di perusahaan ini yaitu karyawan yang berasal dari divisi
redaksi dan program. Pada divisi redaksi dimana tugas karyawan yaitu mencari,
6
mengumpulkan, mengolah berita sampai berita tersebut disiarkan melalui program
berita, menyebabkan karyawan dalam bekerja selalu dikejar deadline waktu agar
berita yang dibuat harus sesuai dengan target perusahaan. Lingkungan sosial dari
divisi ini juga kurang mendukung dimana ada hubungan antar karyawan yang
kurang bagus. Selain itu, peralatan kerja seperti fasilitas komputer juga kurang
mendukung. Hal itu ditandai dengan seringnya komputer mengalami gangguan,
dan koneksi internet yang juga sering terganggu. Sehingga karyawan mudah stres,
mudah marah, sampai kondisi kesehatan tubuhnya terganggu ketika banyak sekali
hambatan yang muncul dalam proses pekerjaannya.
Hal yang sama juga dialami oleh karyawan pada divisi program yaitu
lingkungan kerja dan fasilitas yang kurang mendukung. Sedangkan perusahaan
menuntut agar program-program yang tayang harus sesuai dengan target.
Karyawan cenderung mudah marah dengan pekerjaannya dan terganggu
hubungan sosialnya. Berbeda halnya dengan divisi master kontrol, dimana waktu
karyawan lebih banyak diruang tertutup yang bertugas mengoperasikan komputer
dan peralatan-peralatan lain yang digunakan untuk mengatur jalannya program
acara-acara televisi yang disiarkan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hal tersebut mengakibatkan karyawan merasa jenuh karena kondisi lingkungan
kerjanya yang monoton.
Tugas karyawan pada divisi studio dalam dan studio luar hampir sama
yaitu bekerja sama dengan master kontrol dari mulai proses mempersiapkan
perlengkapan program acara televisi belangsung, pengambilan gambar dengan
mengoperasikan kamera sampai selesai dari tiap-tiap program yang disiarkan
7
langsung maupun tidak langsung. Karyawan dituntut untuk mengawasi kelancaran
program acara yang selalu berada di dalam studio untuk divisi studio dalam dan di
luar studio untuk divisi studio luar, sehingga seperti halnya master kontrol,
karyawan studio dalam juga mudah jenuh hingga mengakibatkan karyawan
tersebut mudah marah, sensitif, dan kurang bisa menghargai pekerjaannya hingga
rekan kerjanya. Karyawan studio luar juga mudah mengalami kelelahan fisik dan
kejenuhan karena beban kerja yang lebih berat dibanding dengan karyawan divisi
studio dalam.
Pada divisi desain grafis, burnout disebabkan oleh lingkungan pekerjaan
dan bentuk pekerjaan yang monoton. Selain itu juga tuntutan pekerjaan yang
begitu berat bisa jadi dirasakan oleh karyawan tersebut. Karena bentuk
pekerjaannya sendiri selalu tidak dapat lepas dari komputer dan berhubungan
dengan konsep-konsep desain grafis untuk mendukung program-program acara
televisi. Bentuk pekerjaan ini juga menuntut daya imajinasi dan kreatifitas yang
tinggi, sehingga ketika konsep desain yang diinginkan perusahaan tidak sesuai
dengan hasil pekerjaannya, maka karyawan tersebut dapat mengalami tekanan
dari atasan. Sedangkan pada karyawan yang bekerja sebagai driver yang
mengalami burnout lebih disebabkan oleh bentuk pekerjaannya yang monoton
yaitu mengendarai mobil untuk mengantar karyawan lain yang memang bertugas
ke luar perusahaan. Hal yang membuat karyawan mengalami stres berlarut-larut
karena tugasnya tumpang tindih dengan karyawan lain sesama driver.
8
Karyawan yang bekerja pada divisi transmisi juga rentan mengalami
burnout, hal itu dikarenakan bentuk pekerjaan dari divisi ini yang berhubungan
dengan jaringan stasiun televisi beserta peralatannya. Setiap hari karyawan ini
bertanggung jawab untuk mengoperasikan jaringan dari mulai televisi siap tayang
sampai berhenti tayang setiap harinya, dan apabila ada kerusakan jaringan maka
karyawan ini yang bertanggung jawab untuk memperbaikinya. Karena bentuk
pekerjaan yang monoton itu, maka karyawan mengalami kejenuhan kerja apalagi
ketika terjadi kerusakan peralatan.
Pada karyawan yang bekerja sebagai security juga menurutnya mudah
mengalami kebosanan kerja, dan mempunyai bentuk pekerjaan yang selain harus
menjaga keamanan kantor juga dituntut untuk melayani tamu dengan baik
meskipun kondisi diri sedang tidak mendukung. Menurutnya, bentuk pekerjaan
yang dilakukannya itu monoton dan mempunyai tanggung jawab yang besar
apalagi ketika harus bertugas malam sampai pagi.
Hasil pengamatan dan interaksi peneliti dengan karyawan Cakra
Semarang TV, bahwa sebenarnya mereka telah melakukan tugasnya sesuai
dengan kewajibannya masing-masing, namun ketika masalah atau faktor-faktor
pemicu burnout itu muncul, maka mereka tanpa sadar cenderung sensitif dengan
perkataan dan sikap rekan kerjanya, mengekspresikan emosinya ketika marah atau
tidak senang dengan lingkungan yang ada, dan cenderung menyalahkan orang lain
ketika ada suatu masalah, walaupun masalah itu sebenarnya disebabkan oleh
dirinya sendiri.
9
Sikap tidak berdaya, jenuh, dan lelah secara fisik juga terlihat ketika
mereka melakukan tugasnya apalagi pada waktu mereka mempunyai kendala
dalam menyelesaikan tugasnya. Terkadang mereka juga saling mengeluh
mengenai beban kerja yang berat dan tuntutan perusahaan mengenai tugas
barunya atau tugas sehari-harinya dapat terus ditingkatkan. Adapula yang
menderita sakit ketika beban kerja yang ditanggung sangat berat dan kurangnya
dukungan atau bantuan dari rekan kerjanya sesama divisi.
Karyawan dengan burnout tingkat rendah lebih banyak dibanding
karyawan dengan burnout tingkat tinggi. Untuk mencegah karyawan dengan
burnout tingkat rendah tersebut agar tidak berlanjut pada burnout tingkat tinggi
maka diperlukan suatu upaya untuk mengantisipasi agar burnout yang dialaminya
tidak bertambah berat.
Burnout yang dialami karyawan tersebut walaupun masih berada pada
tingkat rendah, tentunya berpengaruh terhadap jalannya pelaksanaan tugas-tugas
kantor serta menghambat proses pencapaian tujuan perusahaan. Selain itu, apabila
hal itu dibiarkan terus menerus, maka interaksi dan kerja sama antar karyawan
dapat terganggu. Seharusnya, ketika karyawan mengalami kondisi seperti burnout
dengan gejala-gejala diatas, maka karyawan dapat mengatur, mengontrol dan
mengendalikan emosinya dalam menjalankan pekerjaannya. Sehingga proses
pencapaian tujuan perusahaan dapat berjalan dengan baik dan pelaksanaan tugas
dapat dilakukan secara maksimal.
Ada berbagai macam cara untuk mengurangi burnout pada karyawan,
salah satunya dengan memberikan pelatihan kepada karyawan tersebut. Sehingga
10
karyawan dapat mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang burnout
tersebut dan karyawan dapat mengelola emosinya ketika menjalankan tugasnya
serta adanya perubahan pada dirinya secara kognitif maupun afektif. Sehingga
ketika ada masalah yang muncul dalam proses pekerjaan, karyawan dapat
mengatur emosinya dengan berpikir secara positif dengan hati yang tenang.
Penelitian dari Widhianingtanti dan Murcitasari (2008) mengenai
Efektivitas Achievement Motivation Training terhadap Peningkatan Motivasi
Berprestasi dalam Menghadapi Ujian Nasional Pada Siswa Kelas XII SMA
menunjukkan bahwa ada perbedaan motivasi berprestasi dalam menghadapi Ujian
Nasional pada subjek. Motivasi berprestasi subjek setelah mendapat perlakuan
(pelatihan) lebih tinggi dibandingkan dengan motivasi berprestasi subjek sebelum
mendapat perlakuan. Hal tersebut dikarenakan skor rata-rata posttes (mean =
103,50) lebih tinggi daripada skor rata-rata pretest (mean = 97,79).
Pengaruh pelatihan untuk merubah perilaku individu juga dibuktikan dari
penelitian Anggraeni,dkk. (2008) tentang Pengaruh Pelatihan Keterampilan Sosial
Menggunakan Metode Stop Think Do terhadap Penyesuaian Sosial Anak Sekolah
Dasar hasilnya yaitu ada perbedaan penyesuaian sosial antara kelompok
eksperimen dengan kelompok kontrol sesudah pemberian pelatihan keterampilan
sosial menggunakan metode Stop Think Do dengan nilai koefisien (t) sebesar
3,170 dan p=0,019 (p<0,05) dan dengan nilai gain score pada kelompok
eksperimen (1,296) lebih tinggi daripada kelompok kontrol (0,883). Adanya
perubahan yang terjadi pada kelompok eksperimen (kelompok yang memperoleh
pelatihan) nampak disebabkan karena adanya proses kognitif dari anak melalui
11
pengalaman dan latihan yang telah mereka peroleh selama pelatihan berlangsung
yang pada akhirnya mampu mengembangkan aspek kognitif mereka.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Kartikawati (2007), tentang Peran
Program Academic Achievement Behavior Training (AABT) terhadap Perubahan
Motif Berprestasi pada Mahasiswa Underachiever, ternyata hasilnya mampu
mengubah motif berprestasi mahasiswa underachiever pada mahasiswa psikologi
di Universitas Kristen Maranatha Bandung. Pelatihan tersebut menggunakan
prinsip experimental learning dari suatu kejadian dengan satu atau lebih tujuan
belajar yang ditetapkan dan mengajak keterlibatan aktif dari partisipan dalam satu
atau lebih rangkaian kejadian tersebut. Inti dari experimental learning tersebut
adalah belajar baik melalui mengalami, dimana keterlibatan dari partisipan dapat
menjadikan pengalaman dan masukan bagi diri (insight). Sehingga dapat
disimpulkan dari beberapa penelitian di atas mengenai pengaruh pelatihan untuk
mengubah perilaku individu bahwa pada dasarnya pelatihan mampu mengubah
aspek kognitif, afektif, dan konatif dari subjek yang menjadi peserta pelatihan itu
sendiri.
Jewell dan Siegall (1998: 169), berpendapat bahwa pelatihan adalah
pengalaman belajar terstruktur dengan tujuan mengembangkan kemampuan
menjadi keterampilan khusus, pengetahuan atau sikap tertentu. Kemampuan
adalah potensi fisik, mental, dan psikologis. Keterampilan merupakan penerapan
potensi ini secara khusus.
12
Burnout pada dasarnya terjadi karena seseorang mengalami kelelahan
fisik, emosi, dan mental yang di dalamnya mengalami stres kerja yang
berkepanjangan. Sehingga stres kerja termasuk ke dalam bagian dari penyebab
burnout tersebut. Menurut Robbins (2008: 379), individu dapat melatih diri untuk
mengurangi ketegangan lewat teknik pengenduran seperti meditasi, hipnotis, dan
umpan balik (biofeedback). Teknik-teknik penenang pikiran untuk memanajemeni
stres antara lain pelatihan relaksasi autogenik, pelatihan relaksasi neuromuscular,
dan meditasi (Munandar, 2008: 406).
Schultz & Schultz (1994: 377) berpendapat bahwa teknik-teknik dari
organisasi yang dapat menghilangkan stres diantaranya mengontrol suasana emosi
karyawan, dukungan sosial, penataan ulang peran dan tugas karyawan, dan
menghilangkan beban maupun tekanan pekerjaan. Sedangkan teknik-teknik
individu diantaranya yaitu latihan fisik, pelatihan relaksasi, biofeedback,
modifikasi perilaku, liburan, dan cukup istirahat untuk menghindari stres kerja.
Burnout yang dialami oleh karyawan Cakra Semarang TV dapat di atasi
dengan pelatihan yang didalamnya terdapat manajemen stres. Hal tersebut sesuai
dengan hasil analisis kebutuhan pelatihan pada tingkat organisasi dan individu
dengan teknik wawancara dan observasi yang hasilnya bahwa diperlukan suatu
upaya seperti pelatihan untuk mengatasi burnout yang telah menghambat proses
kinerjanya.
Analisis kebutuhan pelatihan pada tingkat organisasi dilakukan dengan
teknik wawancara kepada atasan dan bagian sumber daya manusia. Hasilnya yaitu
bahwa terdapat kurang lebih 20 karyawan yang mengalami burnout dan
13
membutuhkan suatu upaya untuk mengatasi hal itu. Atasan dan bagian sumber
daya manusia kemudian menyetujui adanya pelatihan bekerja dengan hati karena
pelatihan tersebut berlandaskan aspek kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional,
dan relaksasi. Sehingga pelatihan tersebut diyakini dapat menurunkan tingkat
burnout karyawan dan dapat memperbaiki sikap kerja karyawan.
Analisis kebutuhan pelatihan juga dilakukan ditingkat individu
khususnya kepada karyawan yang mengalami burnout. Analisis kebutuhan
pelatihan dilakukan dengan teknik wawancara kepada masing-masing karyawan
yang mengalami burnout dan observasi terhadap kinerja mereka dengan
permasalahan yang mereka alami. Sebenarnya burnout yang mereka alami sudah
cukup lama, namun belum ada upaya untuk mengatasi hal itu baik dari perusahaan
maupun dari individu itu sendiri. Mereka belum mengetahui dengan baik
bagaimana caranya untuk mengatasi gejala-gejala burnout yang mereka alami.
Sehingga mereka menginginkan adanya program yang terencana dengan baik
untuk mengatasi burnout agar tidak semakin tinggi tingkatannya.
Mereka merespon dengan baik ketika akan diadakan pelatihan bekerja
dengan hati. Mereka merasa perlu untuk mengikuti pelatihan tersebut karena
mereka memiliki kesadaran untuk merubah sikap kerjanya melalui meteri yang
ada dalam pelatihan bekerja dengan hati. Mereka antusias ketika mereka
mendapat tawaran untuk mengikuti pelatihan bekerja dengan hati, karena kegiatan
semacam ini sangat jarang diadakan, apalagi mereka ingin mengatasi gejala-gejala
burnout yang mereka alami. Observasi dilakukan untuk mengetahui gejala-gejala
apa saja yang dialami karyawan, sehingga hal tersebut dapat dijadikan acuan
14
dalam memberikan materi atau perlakuan sesuai dengan gejala-gejala yang
dialami oleh karyawan tersebut.
Stres yang berkepanjangan merupakan salah satu penyebab terjadinya
burnout pada karyawan. Maka dalam pelatihan untuk mengurangi burnout
karyawan, diperlukan adanya manajemen stres. Menurut Arifin, pelatihan
manajemen stres bagi karyawan bisa meningkatkan kemampuan pekerja untuk
coping dengan situasi kerja yang rumit. Pelatihan manjemen stres mengajarkan
pekerja mengenai sifat dan sumber stres, pengaruh stres bagi kesehatan dan
kemampuan individu untuk mengurangi stres, contohnya yaitu manajemen waktu
dan latihan penenangan. Pelatihan manajemen stres bisa secara signifikan
mengurangi tanda akibat stres, seperti kecemasan dan gangguan tidur. Meskipun
demikian, program manajemen stres memiliki kekurangan seperti efek
pengurangan tanda akibat stres bersifat jangka pendek yaitu terkadang penyebab
utama stres kerja seringkali terabaikan karena lebih fokus kepada karyawan dan
bukan lingkungannya (http://genkeis.multiply.com/journal/item/214, diunduh
pada 07/05/2010).
Pelatihan manajemen stres di atas hasilnya dapat mengurangi tingkat
stres pekerja, maka seperti halnya pelatihan manajemen stres, pelatihan bekerja
dengan hati yang didalamnya terdapat materi manajemen stres pada proses
pelatihannya diduga dapat pula menurunkan burnout yang dialami oleh karyawan
Cakra Semarang TV. Sehingga, dalam penelitian ini, peneliti mengadakan
penelitian eksperimental dengan judul “Keefektifan Pelatihan Bekerja dengan
Hati untuk Menurunkan Burnout Karyawan Cakra Semarang TV”. Pelatihan
15
bekerja dengan hati ini bertujuan untuk mengubah aspek kognitif dan afektif
karyawan mengenai burnout yang dialaminya. Materi pelatihan ini secara garis
besar terdiri dari aspek kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dan relaksasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah apakah pelatihan bekerja dengan hati efektif untuk menurunkan burnout
karyawan Cakra Semarang TV?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empirik kegiatan
pelatihan ini untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV. Peneliti
ingin mengetahui apakah pelatihan bekerja dengan hati efektif untuk menurunkan
burnout karyawan Cakra Semarang TV.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Memberikan wawasan dan sumbangan pengetahuan di bidang Psikologi,
khususnya Psikologi Industri dan Organisasi, yaitu mengenai pelatihan yang
bertujuan untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi Karyawan
Sebagai bentuk upaya agar karyawan yang mengalami burnout tingkat
rendah tersebut tidak berlanjut ke tingkat yang lebih tinggi. Sehingga, ketika ada
masalah muncul dalam melakukan tugas pekerjaannya sampai menimbulkan stres
kerja dan kejenuhan, diharapkan karyawan tersebut dapat mengontrol dan
16
mengelola emosinya baik secara kognitif maupun afektif sehingga karyawan
dapat menghadapi masalah tersebut dengan baik. Setelah mendapatkan pelatihan,
karyawan memiliki sikap syukur, sabar dan ikhlas dalam melakukan pekerjaan
sehari-harinya.
1.4.2.2 Bagi Perusahaan
Tugas-tugas yang diberikan kepada karyawannya dapat berjalan dengan
baik, sehingga tujuan dari perusahaan itu sendiri dapat tercapai dengan baik pula.
Permasalahan-permasalahan yang dialami oleh karyawan Cakra Semarang TV
tersebut khususnya yang mengalami burnout tingkat rendah dapat diminimalisir
dan tidak berlanjut ke tingkat lebih tinggi setelah diberikan pelatihan. Sehingga
perusahaan mendapatkan masukan dalam rangka mengatasi masalah-masalah
karyawan khususnya burnout yang dialami oleh karyawan.
17
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Burnout
2.1.1 Pengertian Burnout
Dalam dunia kerja, istilah burnout merupakan suatu istilah yang
berkaitan dengan stres kerja. Konsepsi dan bahasan-bahasan yang dilakukan oleh
para ahli mengenai burnout, tidak satupun yang tidak dikaitkan dengan
lingkungan kerja dan jenis pekerjaan. Burnout ialah suatu situasi dimana
karyawan menderita kelelahan kronis, kebosanan, depresi, dan menarik diri dari
pekerjaan. Pekerja yang mengalami burnout lebih gampang mengeluh,
menyalahkan orang lain bila ada masalah, lekas marah, dan menjadi sinis tentang
karier mereka (Davis & Newstrom, 1993: 197).
The effect of job stress that result from overwork can be seen in the condition called burnout. Employees suffering from burnout become less energetic, and less interested in their place. They are emotionally exhaustion, apathetic, depressed, irritable, and bored (Schultz & Schultz, 1994: 370). (Efek stres kerja yang diakibatkan dari beban kerja yang berlebihan dapat dijumpai pada suatu kondisi tertentu yang disebut dengan burnout. Karyawan yang menderita burnout menjadi kurang bersemangat, dan kurang tertarik pada tempat kerjanya. Mereka mengalami kelelahan emosional, apatis, depresi, lekas marah, dan merasa bosan.)
Burnout can be defined as a syndrome of emotional, physical, and mental
exhaustion coupled with feelings of low self-esteem or low self eficacy, resulting
from prolonged exposure to intense stress (Greenberg dan Baron, 1995: 260).
Burnout dapat didefinisikan sebagai suatu sindrom yang berisikan gejala
17
18
kelelahan emosional, kelelahan fisik, dan kelelahan mental disertai dengan
perasaan rendahnya pengahargaan terhadap diri sendiri akibat dari stres yang
berkepanjangan.
Burnout is a work-related syndrome that stems from an individual’s perception of significant discrepancy between effort (input) and reward (output), this perception being influenced by individual, organizational, and social factors. It occurs most often in those who work face to face with troubled or needy clients and is typically marked by withdrawal from and cynicism toward clients, emotional and physical exhaustion, and various psychological symptoms, such as irritability, anxiety, sadness, and lowered self-esteem (Farber, 1991: 24). (Burnout adalah suatu sindrom yang berhubungan dengan pekerjaan yang berasal dari persepsi individu mengenai ketidaksesuaian yang berarti antara usaha (tenaga yang dipakai) dan imbalan (hasil), persepsi ini dipengaruhi oleh faktor individual, faktor organisasional, dan faktor sosial. Ini sangat sering terjadi pada seseorang yang bekerja berhadapan langsung dengan masalah atau kebutuhan banyak klien dan ini ditandai dengan penarikan diri dan sikap sinis terhadap klien, kelelahan emosional dan kelelahan fisik, serta berbagai gejala psikologis, seperti lekas marah, kecemasan, perasaan sedih, dan rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri.)
Maslach (1976) dalam Cherniss (1987: 16) defined burnout as the “loss
of concern for people with whom one is working” in response to job-related
stress. Maslach mendefinisikan burnout sebagai “hilangnya perhatian seseorang
dengan pekerjaannya” sebagai reaksi dari stres kerja.
Burnout is defined as psychological withdrawal from work in response to
excessive stress or dissatisfaction. In other words, the term refers to the loss of
enthusiasm, excitement, and a sense of mission in one’s work (Cherniss, 1987:
16). Burnout didefinisikan sebagai penarikan diri secara psikologis dari pekerjaan
sebagai reaksi stres yang berlebihan atau ketidakpuasan. Dengan kata lain, suatu
19
keadaan yang berhubungan dengan hilangnya antusiasme, kegembiraan, dan arti
dari misi dalam sebuah pekerjaan.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa burnout
adalah suatu kondisi dari karyawan dimana karyawan tersebut mengalami
kelelahan secara emosional, kelelahan fisik, penghargaan yang rendah terhadap
dirinya sendiri, pekerjaan maupun lingkungannya akibat dari stres kerja yang
berkepanjangan.
2.1.2 Gejala-gejala Burnout
Maslach, dkk. (2001) dalam Schultz & Schultz (1994: 371) memandang
burnout sebagai suatu sindrom psikologis yang terdiri dari tiga gejala, yaitu:
a. Emotional Exhoustion (Kelelahan Emosional)
Yang ditandai dengan adanya perasaan lelah akibat banyaknya tuntutan yang
diajukan pada dirinya, yang kemudian menguras sumber-sumber emosional
yang ada. Dalam hal ini pemberi layanan merasa tidak memiliki energi lagi
untuk melakukan pekerjaannya. Orang yang mengalami kelelahan
emosionalnya biasanya mudah marah, mudah tersinggung, sikap bermusuhan
terhadap orang lain, dan kurang kendali diri.
b. Depersonalization (Depersonalisasi)
Merupakan sikap kurang menghargai atau kurang memiliki pandangan yang
positif terhadap orang lain. Perilaku yang muncul adalah memperlakukan
orang lain secara kasar, sikap sinis terhadap orang lain, tidak berperasaan,
kurang perhatian dan juga kurang sensitif terhadap kebutuhan orang lain.
20
c. Reduced Sense of Personal Accomplishment (Penghargaan terhadap diri
sendiri yang rendah)
Merupakan penilaian diri yang negatif dalam kaitannya dengan pekerjaan,
antara lain muncul perasaan tidak efektif atau tidak kompeten dalam
pekerjaan, menarik diri dari kontak sosial, merasa tidak berdaya dalam
pekerjaan.
Greenberg dan Baron (1995: 260) mengemukakan bahwa ada empat
gejala burnout, yaitu:
a. Kelelahan Fisik
Ditandai dengan serangan sakit kepala, mual, sulit tidur, dan kurang nafsu
makan.
b. Kelelahan Emosional
Ditandai dengan depresi, perasaan tidak berdaya serta merasa terperangkap
didalam tugasnya.
c. Kelelahan Mental (Depersonalisasi)
Ditandai dengan persepsi sinis terhadap orang lain, curiga tanpa alasan, dan
cenderung merugikan diri sendiri, pekerjaan, maupun organisasi.
d. Feeling of Low Personal Accomplishment
Suatu kondisi yang ditandai dengan adanya perasaan bahwa dirinya memiliki
prestasi atau kemampuan kerja yang rendah, perasaan tidak puas terhadap diri
sendiri, pekerjaan, maupun kehidupan.
21
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka penulis mengambil
kesimpulan bahwa gejala-gejala burnout antara lain yaitu kelelahan emosional,
depersonalisasi dan penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Burnout
Menurut Maslach & Leiter (1997: 38), terdapat enam faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya burnout pada karyawan, diantaranya:
a. Work Overload
Beban kerja yang dimaksud meliputi apa dan seberapa banyak tugas yang
dilakukan oleh karyawan. Pekerjaan yang lebih sering dilakukan, permintaan
tugas yang berlebihan, dan pekerjaan yang lebih komplek dapat menyebabkan
burnout.
b. Lack of Control
Merupakan kemampuan untuk mengatur prioritas pekerjaan sehari-hari,
memilih pendekatan untuk melakukan pekerjaan, dan membuat keputusan
dalam menggunakan sumber dayanya untuk menjadi karyawan yang
profesional. Jika karyawan memiliki kontrol yang rendah maka mudah
terkena burnout.
c. Insufficient Reward
Karyawan berharap bahwa pekerjaan yang dilakukannya dapat menghasilkan
imbalan berupa uang, prestige, dan keamanan. Namun, ketika hal itu dinilai
belum mencukupi kebutuhan karyawan, maka karyawan tersebut akan mudah
terkena burnout.
22
d. Breakdown in Community
Gangguan dalam komunitas di tempat kerja yang dapat memicu burnout yang
meliputi konflik dengan rekan kerja, dukungan sosial, perasaan terisolasi,
serta perasaan bekerja secara terpisah dan merasa kurang kerja sama.
e. Absence of Fairness
Ketiadaan keterbukaan meliputi tiga aspek yaitu tidak adanya kepercayaan,
keterbukaan, dan rasa hormat. Hal tersebut berpengaruh langsung terhadap
burnout.
f. Conflicting Values
Nilai-nilai yang bertentangan antara karyawan dengan pekerjaannya dapat
memicu terjadinya burnout karyawan.
Menurut Schultz & Schultz (1994: 371-372) terdapat tiga kelompok
faktor-faktor yang dapat dikaitkan dengan sindrom burnout, yaitu faktor
demografi, faktor organisasional dan faktor individual atau kepribadian.
a. Faktor Demografi
Faktor demografi ini meliputi:
a) Usia
Individu yang berusia dibawah 40 tahun lebih rentan terkena burnout. Hal ini
disebabkan umumnya tenaga kerja yang berusia lebih muda dipenuhi oleh
berbagai harapan yang terkadang kurang realistik untuk dicapai, sedangkan
tenaga kerja yang berusia lebih tua umumnya matang dan stabil sehingga
memiliki harapan yang lebih realistik.
23
b) Jenis Kelamin
Perempuan umumnya lebih sering mengalami kelelahan emosional,
sedangkan laki-laki mengalami depersonalisasi. Laki-laki lebih rentan terkena
burnout dibanding perempuan. Namun jenis kelamin bukan merupakan
prediktor yang signifikan pada proses terjadinya burnout.
c) Status Pernikahan
Status pernikahan berpengaruh pada burnout. Profesional yang berstatus
lajang lebih rentan terhadap burnout.
d) Tingkat Pendidikan dan Masa Kerja
Tingkat pendidikan dan masa kerja yang semakin tinggi, akan menimbulkan
kecenderungan burnout dalam diri individu. Tingkat pendidikan dan masa
kerja berpengaruh positif terhadap burnout, karena kedua faktor ini akan
mempengaruhi harapan individu terhadap organisasi. Ketika harapan tidak
tercapai, maka individu memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk
mengalami burnout.
b. Faktor Organisasional
Faktor organisasional yang menyebabkan terjadinya burnout antara lain:
a) Beban Kerja
Beban kerja merupakan jumlah tugas yang harus diselesaikan oleh individu
dan derajat kesulitas tugas tersebut.
b) Konflik Peran
Konflik peran terjadi pada saat adanya tuntutan yang tidak sejalan dengan diri
individu.
24
c) Ambiguitas peran
Ambiguitas peran terjadi pada saat individu tidak memiliki informasi yang
memadai untuk menyelesaikan kinerja. Adanya beban kerja, konflik peran,
ambiguitas peran akan membuat individu sulit memenuhi tuntutan yang ada
secara adekuat sehingga mengalami kelelahan emosional.
d) Dukungan rekan kerja yang tidak adekuat
e) Dukungan atasan yang tidak adekuat
c. Faktor Individual atau Kepribadian
Faktor individual atau kepribadian yang terkait dengan burnout antara
lain:
a) Kurangnya ketangguhan (lack of hardiness)
Hardiness dianggap menjaga seseorang tetap sehat walaupun mengalami
kejadian-kejadian yang penuh stres. Orang yang berpribadi kurang tangguh
lebih mudah terkena stres daripada yang berpribadi tangguh (hardiness).
b) Lokus kontrol yang berorientasi eksternal
Individu dengan external locus of control meyakini bahwa keberhasilan dan
kegagalan yang dialami disebabkan dari kekuatan diluar dirinya. Individu ini
juga meyakini bahwa dirinya tidak berdaya terhadap situasi, sehingga mudah
menyerah dan bila berlanjut akan menimbulkan sikap apatis terhadap
pekerjaaan. Dengan demikian external locus of control cenderung lebih
mudah terkena burnout dibanding dengan individu yang memiliki internal
locus of control.
25
c) Perilaku tipe A
Ciri-ciri tipe A yaitu memiliki orientasi persaingan prestasi, berjuang
melawan waktu dan tidak sabaran. Individu dengan tipe A cenderung lebih
mudah terkena burnout.
d) Kurangnya kontrol diri
Kontrol berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi,
keseluruhan ekspresi yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial.
Individu yang kurang memiliki kontrol diri lebih mudah terserang burnout.
e) Harga diri yang rendah
Individu yang memiliki harga diri rendah, ia merasa tertekan di dalam
kehidupannya dan merasa dirinya tidak berguna, tidak berharga dan
menyalahkan diri sendiri atas ketidaksempurnaan dirinya. Ia cenderung tidak
percaya diri dalam melakukan sesuatu pekerjaan atau tidak yakin akan ide-ide
yang dimilikinya. Individu yang memiliki harga diri yang rendah lebih mudah
terkena burnout.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi
burnout terdiri dari faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal terdiri
dari tekanan pekerjaan, dukungan sosial, karakteristik pekerjaan, imbalan yang
diberikan tidak mencukupi, konflik peran dan ambiguitas peran. Sedangkan faktor
internal terdiri dari karakteristik/kepribadian, harga diri, usia, jenis kelamin,
status pernikahan, tingkat pendidikan dan masa kerja .
26
2.2 Pelatihan
2.2.1 Pengertian Pelatihan
Sikula dalam As’ad (2004: 70) mengemukakan bahwa pelatihan
(training) adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan
prosedur sistematis dan terorganisir di mana tenaga kerja non-managerial
mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan-tujuan tertentu.
Pelatihan adalah proses mengerjakan keahlian dan memberikan
pengetahuan yang perlu, serta sikap supaya mereka dapat melaksanakan tanggung
jawabnya sesuai dengan standar. Ini berbeda dari pendidikan yang memberikan
pengetahuan tentang subyek tertentu secara umum, karena pelatihan memusatkan
diri pada kebutuhan khusus dalam pekerjaan. Biasanya tujuannya adalah
memperbaiki kinerja dari tugas terakhir, meminta untuk melaksanakan tugas yang
penjabatnya belum terbiasa, atau menyiapkan individu untuk perubahan yang
mungkin terjadi (Cushway, 1996: 114).
Definisi pelatihan yang berwawasan luas dirumuskan oleh Komisi
Tenaga Kerja dalam Cushway (1996: 114), yaitu pelatihan dianggap sebagai suatu
proses terencana untuk mengubah sikap, pengetahuan, atau tingkah laku keahlian
melalui pengalaman, untuk mencapai kinerja yang efektif dalam kegiatan atau
sejumlah kegiatan. Tujuannya, dalam situasi kerja, untuk mengembangkan
kemampuan individu dan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dalam
organisasi, saat ini dan mendatang.
Menurut As’ad (2004: 70), disini pelatihan adalah istilah-istilah yang
menyangkut usaha-usaha yang berencana yang diselenggarakan agar supaya
27
dicapai penguasaan akan keterampilan, pengetahuan, dan sikap-sikap yang
relevan terhadap pekerjaan. Sedangkan Jewell dan Siegall (1998: 169),
berpendapat bahwa pelatihan adalah pengalaman belajar terstruktur dengan tujuan
mengembangkan kemampuan menjadi keterampilan khusus, pengetahuan atau
sikap tertentu. Kemampuan adalah potensi fisik, mental, dan psikologis.
Keterampilan merupakan penerapan potensi ini secara khusus.
Berdasarkan beberapa pendapat yang ada di atas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pelatihan adalah suatu proses
jangka pendek yang terencana menggunakan prosedur yang sistematis dan
terorganisir yang tujuannya untuk mengubah sikap, pengetahuan, dan tingkah laku
melalui pengalaman, untuk mencapai kinerja yang efektif bagi karyawan.
2.2.2 Analisis Kebutuhan Pelatihan
Setiap pelatihan didasarkan pada analisis sistematis terhadap
kontribusinya untuk keefektifan organisasi. Analisis ini meliputi penentuan
kebutuhan pelatihan dan penilaian sampai seberapa jauh hambatan untuk
mencapai tujuan organisasi dapat dihilangkan melalui pelatihan.
Kebutuhan pelatihan muncul bila kelemahan tertentu dapat ditanggulangi
dengan mengadakan pelatihan yang sesuai. Menurut Cushway (1996: 118)
kebutuhan ini harus dinilai dari tiga tingkatan:
a. Tingkat Organisasi
Titik awal untuk menganalisis kebutuhan pada tingkat organisasi adalah
strategi organisasi. Bila tujuan utama organisasi telah ditentukan dan faktor
penentu keberhasilan diidentifikasi, maka seharusnya dapat diidentifikasikan area
28
kelemahan nyata atau potensial yang dapat dikoreksi oleh pelatihan. Semua ini
harus terlihat jelas dalam rencana SDM yang akan mengidentifikasi jumlah, tipe,
dan tingkatan pegawai yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan
mendatang.
b. Tingkat Grup atau Pekerjaan
Pada tingkat grup atau pekerjaan, kebutuhan dapat ditentukan oleh
analisis pekerjaan dan dengan menganalisis kinerja dan produktivitas. Analisis
pekerjaan ini akan menentukan pertanggungjawaban dan tugas-tugas dari berbagai
pekerjaan tersebut, dan untuk tujuan manajemen dan pelatihan kinerja, harus
menentukan kriteria dan standar kinerja dan mengidentifikasi tingkat
pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang diperlukan untuk memenuhi standar
tersebut.
c. Tingkat Individu
Pada tingkat individu, kebutuhan dapat dinilai melalui penilaian kinerja.
Setiap penilaian kinerja harus merupakan peninjauan di area, di mana kinerja yang
ada dapat diperbaiki oleh pelatihan, dan pengembangan mungkin diperlukan
untuk memberikan sarana kepada penjabat untuk melaksanakan peranan yang
lebih daripada biasanya.
Ada sejumlah cara lain untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan,
seperti melaksanakan analisis tugas terperinci melalui pendekatan masalah yang
terpusat, analisis keahlian antar perseorangan, dan pendekatan FDI dengan
meninjau tugas-tugas dari sudut frekuensi, kesulitan, dan penting atau tidaknya.
Kebutuhan akan pelatihan juga dapat diketahui dengan cara: mewawancarai
29
penjabat, meminta mereka untuk melengkapi kuesioner, juga melalui observasi
(Cushway, 1996: 120-121).
2.3 Pelatihan Bekerja dengan Hati untuk Menurunkan Burnout
2.3.1 Konteks Pelatihan Bekerja dengan Hati Untuk Menurunkan Burnout
Karyawan
Pelatihan bekerja dengan hati merupakan suatu pelatihan yang
mempunyai tujuan untuk menurunkan burnout pada karyawan yang akan merubah
aspek kognitif dan afektif dari karyawan yang berhubungan dengan aspek-aspek
dari burnout tersebut agar karyawan dapat mengelola emosinya dan melakukan
tugas pekerjaannya dengan bersumber pada qalbu (hati).
Menurut Saleh (2009: 52), bekerja dengan hati adalah bekerja dengan
berlandaskan pada pusat kesadaran manusia, yaitu qalbu. Hati nurani atau atau
qalbu digunakan sebagai alat pertimbangan yang utama dalam menentukan sikap
dan perilaku di dunia kerja.
Pelatihan bekerja dengan hati dimaksudkan untuk membuka kesadaran
para pekerja agar lebih dapat memaknai setiap aktivitasnya dalam bingkai
spiritual. Bekerja dengan bingkai nilai-nilai spiritual tentu akan berbeda dengan
bekerja demi kepentingan materi duniawi semata. Nilai-nilai spiritual akan
memotivasi seseorang untuk bekerja dengan ikhlas, sungguh-sungguh, dan
melakukan yang terbaik karena bertanggung jawab atas keimanannya. Pelatihan
ini terdiri dari beberapa materi yang secara garis besar berkaitan dengan aspek
kecerdasan spiritual disertai kecerdasan emosional dan relaksasi.
30
2.3.1.1 Kecerdasan Spiritual
2.3.1.1.1 Pengertian Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang mendapat inspirasi,
dorongan, dan efektivitas yang terinspirasi, theis-ness atau penghayatan ketuhanan
yang didalamnya kita semua menjadi bagian (Sinetar dalam Nggermanto,2002:
117).
Zohar dan Marshall (2000: 4) mendefinisikan kecerdasan spiritual
sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu
kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna
yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan
hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
Kecerdasan spiritual adalah landasan yang diperlukan untuk
memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Kecerdasan spiritual merupakan
kecerdasan tertinggi kita. Lebih lanjut, Agustian (2008: 13) mendefinisikan
kecerdasan spiritual merupakan kemampuan untuk memberi makna spiritual
terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan, serta mampu menyinergikan IQ, EQ,
dan SQ secara komprehensif.
Dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual merupakan kemampuan
yang bersumber dari hati untuk membangkitkan energi dalam individu untuk
bertindak serta untuk memberi makna spritual terhadap pemikiran, perilaku dan
kegiatan individu tersebut.
31
2.3.1.1.2 Konteks Kecerdasan Spiritual dalam Bekerja
Kecerdasan spiritual dipercaya mampu mengantarkan manusia pada
ketenangan dan kesadaran diri yang tinggi saat melakukan serangkaian aktivitas
yang berhubungan dengan pekerjaan sehari-hari. Menurut Saleh (2009: 5),
sesungguhnya pusat kesadaran tertinggi yang ada dalam diri manusia termasuk
karyawan ketika melakukan tugas pekerjaannya adalah bersumber pada kalbunya
(hati). Kecerdasan spiritual diyakini mampu mengantar manusia pada penemuan
hakikat diri yang sejati. Lebih dari itu, kecerdasan ini telah terbukti sebagai media
untuk mengantarkan pada kesuksesan hidup (Saleh, 2009: 6).
Masalah-masalah dalam bekerja muncul dan dialami oleh individu,
kecerdasan spiritual menjadikan kita sadar bahwa kita mempunyai masalah
eksistensial dan membuat kita mampu mengatasinya atau setidaknya bisa
berdamai dengan masalah tersebut (Zohar dan Marshall, 2000: 12). Kecerdasan
spiritual memungkinkan kita untuk menyatukan hal-hal yang bersifat
intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri dan
orang lain khususnya dalam bekerja.
2.3.1.1.3 Manfaat Kecerdasan Spiritual
Menurut Saleh (2009: 6), manfaat dari kecerdasan spiritual akan
menghasilkan integritas, energi, inspirasi, kearifan, dan keberanian
(Saleh, 2009: 6). Kecerdasan spiritual yang diaplikasikan dalam bekerja akan
memotivasi seseorang untuk bekerja dengan ikhlas, sungguh-sungguh dan
melakukan yang terbaik karena bertanggung jawab atas keimanannya
32
Sedangkan menurut Zohar dan Marshall (2000: 12), manfaat dari
kecerdasan spiritual diantaranya:
a. Kecerdasan spiritual dapat menjadikan diri kita kreatif
Kita menghadirkannya ketika ingin menjadi luwes, berwawasan luas, atau
spontan secara kreatif.
b. Berguna untuk menghadapi masalah eksistensial
Terjadi pada saat kita secara pribadi merasa terpuruk, terjebak oleh kebiasaan,
kekhawatiran, dan masalah masa lalu kita akibat penyakit dan kesedihan.
c. Sebagai pedoman saat kita berada di “ujung”
Yaitu masalah-masalah eksistensial yang paling menantang dalam hidup
berada di luar aturan-aturan yang telah diberikan, melampaui pengalaman
masa lalu, dan melampaui sesuatu yang dapat kita hadapi.
d. Menjadi lebih cerdas secara spiritual dalam beragama
Kecerdasan spiritual membawa kita ke jantung segala sesuatu, ke kesatuan di
balik perbedaan, ke potensi di balik ekspresi nyata serta menghubungkan kita
dengan makna dan ruh esensial di belakang semua agama besar.
e. Menjembatani kesenjangan antara diri dengan orang lain
Kita mempunyai pemahaman tentang siapa diri kita dan apa makna segala
sesuatu bagi kita, dan bagaimana semua itu memberikan tempat di dalam
dunia kita kepada orang lain dan makna-makna mereka.
f. Mencapai perkembangan diri yang lebih utuh
g. Untuk menghadapi masalah baik dan jahat, hidup dan mati, dan asal-usul
sejati dari penderitaan dan keputusasaan manusia.
33
2.3.1.2 Kecerdasan Emosional
2.3.1.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk merasa, yang
kuncinya adalah pada kejujuran individu pada suara hatinya (Agustian, 2008: 9).
Salah satu keterampilan utama dalam kecerdasan emosional adalah keterampilan
mengatur tindakan dengan menggunakan emosi. Ini berarti belajar mengendalikan
dorongan untuk bertindak berdasarkan perasaan. Cara terbaik untuk mengatur
emosi adalah mengetahui jati diri kita dan ambang keterampilan kita untuk
bertahan (Patton, 2002: 168-169).
Menurut Goleman dalam Saleh (2009: 3), kecerdasan emosional meliputi
dua kecakapan, yaitu kecakapan pribadi dan kecakapan sosial. Kecakapan pribadi
terdiri atas tiga faktor, yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, dan motivasi.
Sementara itu, kecapakan sosial terdiri atas dua faktor, yaitu kesadaran sosial dan
keterampilan sosial.
Agustian (2003: 62) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah
sebuah kemampuan untuk ”mendengarkan” bisikan emosi, dan menjadikannya
sebagai informasi maha penting untuk memahami diri sendiri dan orang lain demi
mencapai sebuah tujuan.
Dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan
individu untuk merasakan, mengendalikan dan mengatur emosi yang ada pada
dirinya untuk memahami diri sendiri dan orang lain dalam individu itu untuk
bertindak.
34
2.3.1.2.2 Manfaat Kecerdasan Emosional
Menurut Patton (2002: 60-65), manfaat dari kecerdasan emosional
diantaranya:
a. Mengelola emosi
Kemampuan individu untuk mengelola emosi sangat diperlukan ketika
individu menghadapi situasi tertentu yang rumit. Pada saat itu, individu
dituntut untuk bisa menggunakan emosinya dengan kecerdasan emosionalnya
yang memadai.
b. Mengidentifikasi emosi
Kecerdasan emosional berguna untuk mengenali emosi yang kita punya.
Dengan begitu kita dapat merespon tekanan-tekanan, situasi yang tidak
menentu dan kesengsaraan.
c. Mengenal emosi-emosi orang lain
Mengenal emosi orang lain memerlukan kualitas waktu, perhatian, dan
konsentrasi. Dengan berusaha mengenali perilaku orang lain dan respon yang
kita terima, melalui kontak mata dan bahasa tubuh mereka, kita dapat
mengembangkan keterampilan pemahaman tentang orang lain. Jika kita tidak
menghargai orang lain, maka kesempatan yang kita miliki untuk membangun
hubungan dengannya sirna begitu saja.
d. Merasakan empati
Hal yang terpenting adalah meredam ambisi pribadi untuk memahami
bagaimana perasaan orang lain dalam menghadapi situasi mereka sendiri.
35
Sehingga, kita dapat lebih mementingkan untuk merasakan apa yang sedang
dirasakan oleh orang lain
e. Memotivasi, melatih disiplin, dan menyeimbangkan diri
Ketiga hal tersebut merupakan kekuatan untuk mengembangkan diri dari
gerakan kecerdasan emosional kita. Kecerdasan emosional berguna untuk
menyeimbangkan keterampilan kita dengan keinginan dan mengarahkan
emosi menuju akhir produktif. Selain itu juga untuk melatih penggunaan
waktu guna mempelajari pelajaran-pelajaran, sepanjang cara dan berada pada
pelajaran untuk mencapai tujuan.
f. Menghadapi emosi-emosi destruktif
Kecerdasan emosional berfungsi untuk mengontrol kemarahan-kemarahan.
Sehingga, kita dapat mengetahui tanda-tanda yang mencetuskan kemarahan
dan membantu menemukan cara-cara mengurangi pengaruhnya. Emosi
destruktif lainnya yaitu kesedihan, penyesalan, kebencian, dan ketakutan.
g. Membangun hubungan
Membangun hubungan adalah keterampilan yang paling diperlukan dalam
beberapa arena profesional dan personal. Hal ini dilakukan dengan
membiasakan emosi dengan orang lain. Dengan kata lain, kita tahu
bagaimana mensinkronisasikan perasaan kita dengan perasaan orang lain.
2.3.1.3 Relaksasi
2.3.1.3.1 Pengertian Relaksasi
Relaksasi, merupakan salah satu teknik di dalam terapi perilaku
(Prawitasari,dkk 2003: 139-140). Penelitian-penelitian Jacobson menunjukan
36
bahwa relaksasi dapat mengurangi ketegangan dan kecemasan (Beech dkk, 1982)
dalam Prawitasari,dkk (2003: 140). Ketegangan otot yang merupakan akibat dari
stress berkepanjangan dapat dikurangi dengan latihan relaksasi. Ketegangan juga
menunjuk pada suasana yang bermusuhan, perasaan-perasaan negatif terhadap
individu dan sebagainya.
Oleh orang awam, relaksasi dapat diartikan sebagai partisipasi dalam
aktivitas olah raga, melihat TV, dan rekreasi. Sebaliknya ketegangan dapat
menunjuk pada suasana yang bermusuhan, perasaan-perasaan negatif terhadap
individu dan sebagainya. Menurut pandangan ilmiah, relaksasi merupakan
perpanjangan serabut otot sekletal, sedangkan ketegangan merupakan kontraksi
terhadap perpindahan serabut otot (Beech dkk, 1982) dalam (Prawitasari,dkk
2003: 140).
Relaxation training is a stress-reduction technique that concentrates on
relaxing one part of the body after another (Schultz & Schultz, 1994: 375). Dari
definisi itu, pelatihan relaksasi merupakan teknik penurunan stres yang
berkonsentrasi pada pengenduran suatu bagian dari tubuh setelah itu bagian
lainnya.
Sehingga, relaksasi dapat diartikan sebagai perpanjangan serabut otot
sekletal dari individu yang berfungsi untuk mengurangi ketegangan otot-otot
dengan menggunakan teknik-teknik pengenduran tertentu.
37
2.3.1.3.2 Manfaat Relaksasi
Menurut Burn (dikutip oleh Beech dkk, 1982) dalam Prawitasari,dkk
(2003: 142) menyebutkan beberapa keuntungan yang diperoleh dari latihan
relaksasi, antara lain:
a. Relaksasi akan membuat individu lebih mampu menghindari reaksi yang
berlebihan karena adanya stres.
b. Masalah-masalah yang berhubungan dengan stres seperti hipertensi, sakit
kepala, insomnia, dan keluhan fisik lainnya dapat dikurangi atau diobati
dengan relaksasi.
c. Meningkatkan penampilan kerja, sosial, dan keterampilan fisik. Hal ini
mungkin terjadi sebagai hasil pengurangan tingkat ketegangan.
d. Kelelahan, aktivitas mental, dan atau latihan fisik yang tertunda dapat diatasi
lebih cepat dengan menggunakan keterampilan relaksasi.
e. Kesadaran diri tentang keadaan fisiologis seseorang dapat meningkat sebagai
hasil latihan relaksasi, sehingga memungkinkan individu untuk menggunakan
keterampilan relaksasi untuk timbulnya rangsangan fisiologis.
f. Konsekuensi fisiologis yang penting dari relaksasi adalah bahwa tingkat
harga diri dan keyakinan diri individu meningkat sebagai hasil kontrol yang
meningkat terhadap reaksi stres.
g. Meningkatkan hubungan interpersonal. Orang yang rileks dalam situasi
interpersonal yang sulit akan lebih berfikir rasional. Penelitian Hazaleus dan
Defenbacher (1986) menunjukkan bahwa relaksasi dapat menurunkan
simptom fisik terhadap marah.
38
2.3.2 Metodologi Pelatihan Bekerja dengan Hati
Pelatihan ini dilaksanakan dalam enam kali pertemuan dalam satu
minggu (hari Senin sampai Sabtu) dengan pelaksananya yaitu trainer ESQ
sekaligus terapis relaksasi yang berkompeten dalam bidang ini. Setiap pertemuan
dimulai pada waktu sebelum karyawan bekerja yaitu pada jam 06.10 sampai 06.50
(sesi pertama) dan dilanjutkan pada jam istirahat yaitu jam 12.00 sampai jam
13.50 (sesi kedua).
Dalam pelatihan ini, peserta akan dituntun untuk mendapatkan informasi
atau pengetahuan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan burnout mulai dari
penyebab terjadinya burnout, sampai pada cara-cara untuk mencegah atau
mengatasi burnout tersebut. Cara-cara atau upaya-upaya yang akan diberikan
kepada peserta untuk mengurangi burnout karyawan dalam pelatihan ini meliputi
aspek kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dan relaksasi.
Sebagai materi pendukung, peserta juga akan diajak terlibat beberapa
aktifitas dalam pelatihan seperti permainan, simulasi, serta saling berbagi
informasi atau pengalaman antar peserta (sharing). Pelatihan ini akan dilakukan di
lingkungan kantor Cakra Semarang TV yaitu dengan menggunakan ruang studio
dalam dan ruang serba guna.
2.3.3 Materi Pelatihan Bekerja dengan Hati
Materi pelatihan ini secara garis besar terdiri dari beberapa bagian yaitu
materi yang berkaitan dengan burnout, materi yang berkaitan dengan kecerdasan
spiritual dengan porsi 35% dalam pelatihan dan kecerdasan emosional dengan
porsi 35% yang terkait dengan karyawan dengan pekerjaannya (dalam
39
menjalankan pekerjaannya) serta didukung dengan relaksasi sebanyak 30% dalam
pelatihan ini . (lihat lampiran)
2.3.4 Evaluasi Pelatihan
Menurut Anthony, dkk. (2006: 339), evaluasi pelatihan terbagi menjadi
empat tahap, diantaranya:
a. Reaction (Reaksi)
Reaksi dari peserta pelatihan merupakan tahap pertama dalam evaluasi.
Informasi mengenai reaksi peserta tersebut dapat berupa apa yang mereka rasakan
mengenai pelatihan secara umum, fasilitas-fasilitas yang terdapat pada pelatihan,
dan content atau isi dari pelatihan tersebut.
b. Learning (Pengetahuan)
Tahap kedua dari evaluasi pelatihan adalah tingkat pengetahuan yang di
dapat oleh peserta. Secara khusus, hasilnya ialah menentukan apakah peserta
dapat menguasai keadaan dirinya, teknik-teknik, kemampuan, dan proses yang
diajarkan selama pelatihan.
c. Behavior (Perilaku)
Evaluasi perilaku dari program pelatihan bertujuan untuk menguji apakah
kebiasaan perilaku peserta mengalami perubahan dalam pekerjaannya. Data yang
digunakan untuk mengevaluasi perilaku peserta biasanya dikumpulkan dari
individu-individu, seperti atasan dan rekan kerja yang cukup dekat dengan peserta
untuk mengevaluasi kinerjanya.
40
d. Results (Hasil)
Tahap terakhir dari evaluasi pelatihan adalah tahap hasil. Tahap ini
meneliti bagaimana program pelatihan berpengaruh terhadap organisasi. Data
yang dikumpulkan untuk mengevaluasi program pelatihan pada tahap ini mungkin
dapat termasuk harga jual, proyek dan keuntungan, kenaikan penjualan, penuruan
kecelakaan kerja, peningkatan sikap kerja yang baik, turnover dan ketidakhadiran
karyawan semakin rendah, atau kenaikan produksi.
41
2.4 Kerangka Berpikir
Berikut bagan yang menggambarkan kefektifan pelatihan bekerja dengan
hati untuk menurunkan burnout karyawan:
Penyebab Burnout: 1. Faktor eksternal
a. Tekanan pekerjaan b. Dukungan sosial c. Karakteristik pekerjaan d. Imbalan yang diberikan
tidak mencukupi 2. Faktor internal
a. Karakteristik/kepribadian b. Harga diri c. Usia d. Jenis kelamin e. Status pernikahan f. Tingkat pendidikan dan
masa kerja
BURNOUT
Gejala-gejala Burnout:
1. Kelelahan fisik: a. Sakit kepala b. Mual c. Sulit tidur d. Nafsu makan
berkurang
2. Kelelahan emosional: a. Depresi b. Merasa terperangkap
dalam tugasnya c. Mudah marah d. Mudah tersinggung e. Perasaan tidak berdaya
3. Depersonalisasi: a. Memperlakukan orang
lain secara kasar b. Sikap sinis terhadap
orang lain c. Tidak berperasaan d. Kurang perhatian e. Sikap curiga terhadap
orang lain f. Kurang sensitif
terhadap kebutuhan orang lain
4. Penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah: a. Perasaan tidak efektif
dalam bekerja b. Menarik diri dari
kontak sosial c. Merasa tidak berdaya
dalam pekerjaan
PELATIHAN BEKERJA
DENGAN HATI
Manfaat Pelatihan Bekerja dengan Hati
Aspek kecerdasan spiritual: Mengubah cara pandang konsep bekerja dan rezeki sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan.
Aspek kecerdasan emosional: a. Mengenali emosi diri b. Mengelola emosi diri c. Memotivasi diri d. Mengenali emosi orang lain e. Menjalin hubungan
Relaksasi: Mengurangi ketegangan otot dan keluhan fisik, meningkatkan performa kerja dan sosial serta keterampilan fisik, mengatasi kelelahan emosi dan mental, meningkatkan harga diri dan percaya diri, meningkatkan hubungan interpersonal.
BURNOUT KARYAWAN MENURUN
Aplikasi: Materi, simulasi, permainan, perenungan, sharing, latihan relaksasi.
Gambar 2.1. Pengaruh Pelatihan Bekerja terhadap Burnout
42
Berdasarkan bagan di atas, burnout yang dialami oleh karyawan dapat
disebabkan oleh berbagai macam hal, yang kemudian dikelompokkan menjadi dua
faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Burnout yang disebabkan oleh
faktor eksternal meliputi tekanan pekerjaan, dukungan, karakteristik pekerjaan,
imbalan yang diberikan dari perusahaan tidak mencukupi.
Tekanan pekerjaan tersebut dapat dirasakan oleh karyawan ketika
pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan tersebut dinilai ambigu atau tidak jelas
job descreptionnya. Hal itu akan menyebabkan konflik peran dalam diri
karyawan, sehingga menyebabkan terbebani dan menimbulkkan stres kerja.
Kurangnya dukungan dari rekan kerja, keluarga, dan lingkungan serta imbalan
yang tidak dinilai tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup layak juga dapat
memicu terjadinya burnout pada karyawan.
Faktor internal penyebab burnout meliputi karakteristik atau kepribadian,
harga diri, usia, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan dan masa
kerja. Karyawan yang usianya masih muda dan mempunyai masa kerja yang
belum lama, rawan terkena burnout. Umumnya, kaum perempuan lebih mudah
terserang burnout, karena dalam berperilaku lebih mengandalkan emosi dan
perasaannya, namun hal itu tidak dibenarkan seutuhnya. Kaum laki-laki juga
mudah terserang burnout, karena pada dasarnya faktor penyebab burnout tidak
dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin saja. Harga diri yang rendah dan
kepribadian yang kurang tangguh juga memicu terjadinya burnout pada karyawan.
Semakin tinggi tingkat pendidikan karyawan, semakin rentan terkena burnout.
Selain itu, karyawan yang masih lajang juga mudah terserang burnout.
43
Ketika karyawan mengalami burnout, maka karyawan tersebut akan
menderita gejala-gejala tertentu diantaranya kelelahan fisik, kelelahan emosional,
depersonalisasi, dan penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah. Kelelahan
fisik terjadi ketika karyawan sering mengalami pusing atau sakit kepala, mual,
nafsu makan berkurang, dan sulit tidur (insomnia). Kelelahan emosional dapat
dilihat dari tanda-tandanya, yaitu karyawan mengalami depresi, merasa tertangkap
dalam tugasnya, mudah marah dan tersinggung serta merasa tidak berdaya.
Gejala selanjutnya yaitu depersonalisasi dimana karyawan
memperlakukan orang lain secara kasar, bersikap sinis dan kurang perhatian
terhadap orang lain, sikap curiga terhadap orang lain, kurang berperasaan dan
kurang sensitif terhadap kebutuhan orang lain. Selain itu juga, penghargaan
karyawan terhadap dirinya rendah yaitu merasa tidak efektif dalam bekerja,
menarik diri dari kontak sosial dan merasa tidak berdaya dalam pekerjaan.
Untuk menurunkan tingkat burnout yang dialami oleh karyawan tersebut,
dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya menggunakan
pelatihan bekerja dengan hati. Pelatihan ini mempunyai beberapa manfaat yang
terbagi menjadi tiga aspek yaitu kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dan
relaksasi. Manfaat berdasarkan kecerdasan spiritual yaitu karyawan dapat
mengubah cara pandang konsep bekerja dan rezeki sebagai bagian dari ibadah
kepada Tuhan. Aspek ini terdiri dari nilai-nilai spiritual yang dapat memotivasi
seseorang untuk bekerja dengan ikhlas, sungguh-sungguh bersumber dari qalbu
atau hati dan melakukan yang terbaik karena bertanggung jawab atas
keimanannya. Aspek-aspek tersebut dapat mengurangi burnout yang berhubungan
44
dengan gejala-gejala yaitu karyawan merasa tertangkap atau terpaksa dalam
menjalankan tugasnya, mudah marah dan tersinggung ketika ada masalah,
perasaan tidak efektif dalam bekerja, serta merasa tidak berdaya dalam pekerjaan.
Manfaat dari aspek kecerdasan emosional diantaranya yaitu karyawan
dapat mengenali dan mengelola emosinya ketika menjalankan tugas pekerjaannya.
Selain itu, karyawan mampu mengenali emosi rekan kerjanya sehingga dapat
membina hubungan dengan karyawan lain dengan baik. Dalam pelatihan ini juga
terdapat relaksasi yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan otot dan keluhan
fisik akibat dari stres kerja, meningkatkan performa kerja dan sosial serta
keterampilan fisik karyawan dalam bekerja, mengatasi kelelahan emosi dan
mental, meningkatkan harga diri dan percaya diri, serta dapat meningkatkan
hubungan interpersonal karyawan.
Setelah karyawan mengikuti pelatihan ini selama enam kali pertemuan,
maka burnout yang dialami oleh karyawan tersebut dapat berkurang atau
menurun. Agar hasilnya dapat berkelanjutan dengan baik, maka sesungguhnya
pelatihan ini dapat diberikan secara berkesinambungan untuk mengurangi burnout
karyawan. Sehingga dalam menjalankan tugas pekerjaannya, karyawan dapat
melakukan tugasnya dengan baik, maka semangat dan produktifitasnya dapat
meningkat.
45
2.5 Hipotesis
Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis
yang diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
“Pelatihan bekerja dengan hati efektif untuk menurunkan burnout karyawan
Cakra Semarang TV”.
46
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kuantitatif eksperimental. Metode kuantitatif adalah metode analisis data dengan
menggunakan angka. Sedangkan penelitian eksperimental menurut Latipun (2004:
8), merupakan penelitian yang dilakukan dengan melakukan manipulasi yang
bertujuan untuk mengetahui akibat manipulasi terhadap perilaku individu yang
diamati. Manipulasi yang dilakukan dapat berupa situasi atau tindakan tertentu
yang diberikan kepada individu atau kelompok, dan setelah itu dilihat
pengaruhnya.
3.2 Desain Penelitian
Desain penelitian eksperimen ini adalah eksperimen kuasi, disebut pula
eksperimen semu merupakan desain eksperimen yang pengendaliannya terhadap
variabel-variabel non-eksperimental tidak begitu ketat, dan penentuan sampelnya
dilakukan dengan tidak randomisasi (Latipun, 2004: 97). Desain eksperimen kuasi
yang dipakai adalah non randomized pretest-posttest control group design
merupakan desain eksperimen yang dilakukan dengan prates sebelum perlakuan
diberikan dan pascates sesudahnya, sekaligus ada kelompok kontrol (Latipun,
2004: 116). Dalam eksperimen ini sampel ditetapkan dengan tidak random.
Keefektifan atau pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat dilihat dari
46
47
perbedaan antara pretest dengan posttest. Desain penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut.
Tabel 3.1. Rancangan Non Randomized Pretest-Posttest Control Group Design
Pretest Posttest
Non R KE Non R KK
Y1 Y1
X -
Y2
Y2
Keterangan: Non R = non random KE = kelompok eksperimen KK = kelompok kontrol Y1 = pengukuran burnout sebelum pelatihan bekerja dengan hati (pretest) Y2 = pengukuran burnout sesudah pelatihan bekerja dengan hati (posttest) X = pemberian perlakuan pelatihan bekerja dengan hati
Skema desain eksperimen non randomized pretest-posttest control group
design adalah sebagai berikut:
nonR O1 ⇒ (X) ⇒ O2
nonR O3 ⇒ (-) ⇒ O4
Keterangan: nonR(X) = kelompok yang diberikan pelatihan bekerja dengan hati untuk
menurunkan burnout karyawan (kelompok eksperimen). O1 = pengukuran burnout dengan menggunakan skala burnout karyawan
(pretest) pada kelompok eksperimen. O2 = pengukuran burnout dengan menggunakan skala burnout karyawan
(posttest) pada kelompok eksperimen. nonR (-) = kelompok yang tidak diberikan pelatihan bekerja dengan hati untuk
menunurunkan burnout karyawan (kelompok kontrol). O3 = pengukuran burnout dengan menggunakan skala burnout karyawan
(pretest) pada kelompok kontrol. O4 = pengukuran burnout dengan menggunakan skala burnout karyawan
(posttest) pada kelompok kontrol.
48
3.3 Identifikasi Variabel Penelitian
3.3.1 Identifikasi Variabel
Identifikasi dari variabel perlu dilakukan untuk membantu penetapan
rancangan penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua macam variabel penelitian
yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
a. Variabel X (Variabel bebas)
Variabel bebas adalah variabel yang keberadaannya mempengaruhi
variabel lain. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah pelatihan
bekerja dengan hati.
b. Variabel Y (Variabel terikat)
Variabel terikat adalah variabel yang keberadaannya dipengaruhi oleh
variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah burnout
karyawan Cakra Semarang TV.
3.3.2 Hubungan antar Variabel
Variabel-variabel dalam penelitian tentunya saling berhubungan antara
variabel satu dengan variabel yang lain. Hubungan antar variabel dapat dilihat
pada gambar berikut ini:
Gambar 3.1 Bagan Pengaruh Pelatihan Bekerja dengan Hati untuk Menurunkan Burnout Karyawan
Secara teoritis dapat dijelaskan bahwa hubungan antar variabel bersifat
interaksi dimana (X) merupakan variabel bebas (independent) yaitu Pelatihan
Pelatihan Bekerja dengan Hati (X)
Burnout Karyawan Cakra Semarang TV (Y)
49
Bekerja dengan Hati dan (Y) merupakan variabel terikat (dependent) yaitu
Burnout Karyawan Cakra Semarang TV. Berdasarkan keterangan di atas, (X)
yaitu Pelatihan Bekerja dengan Hati dapat mempengaruhi atau menurunkan (Y)
yaitu Burnout karyawan Cakra Semarang TV.
3.4 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional berarti meletakkan arti pada suatu variabel dengan
cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk
mengukur variabel itu (Latipun, 2004: 59)
a. Burnout
Adalah suatu kondisi karyawan dimana karyawan tersebut mengalami
kelelahan secara emosional, kelelahan fisik, penghargaan yang rendah terhadap
dirinya sendiri, pekerjaan maupun lingkungannya akibat dari stres kerja yang
berkepanjangan.
Burnout karyawan ini akan diukur dengan menggunakan skala psikologi
yang dibuat berdasarkan Maslach Burnout Inventory (MBI) dengan aspek-
aspeknya yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi dan penghargaan terhadap
diri sendiri yang rendah. Semakin tinggi skor yang didapat oleh subjek, maka
semakin tinggi burnout yang dialami olehnya.
b. Pelatihan Bekerja dengan Hati
Pelatihan bekerja dengan hati ini merupakan pelatihan yang mengasah
sisi kognitif dan afektif karyawan, dengan materinya menggunakan aspek
kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dan relaksasi. Pelatihan ini akan
diadakan selama enam kali dalam seminggu. Setiap kali pertemuan, pelatihan
50
berlangsung selama dua jam. Dalam pelatihan ini porsi materi kecerdasan spiritual
yaitu 35%, kecerdasan emosional 35% serta relaksasi 30%.
3.5 Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini berjumlah 20 orang. Subjek tersebut
merupakan subjek studi pendahuluan yang telah diukur menggunakan skala
burnout dan merupakan karyawan tetap Cakra Semarang TV yang memiliki
karakteristik diantaranya yaitu mengalami burnout tingkat rendah, belum pernah
mengikuti pelatihan bekerja dengan hati ataupun pelatihan yang sejenisnya, usia
dibawah 40 tahun, belum menikah, masa kerja minimal satu tahun, dan status
pendidikan minimal D3. Pengelompokkan subjek kedalam kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol dilakukan secara non random. Hal itu dilakukan atas dasar
jumlah subjek yang terbatas, waktu dan tempat yang tidak memungkinkan semua
subjek yang akan dijadikan kelompok eksperimen bisa selalu mengikuti pelatihan
bekerja dengan hati yang diadakan di kantor. Sepuluh orang subjek dipilih sebagai
kelompok eksperimen dilakukan secara non random yang dapat mengikuti
pelatihan secara penuh. Sisanya yaitu 10 orang lainnya dipilih secara non random
sebagai kelompok kontrol.
3.6 Metode dan Alat Pengumpulan Data
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Skala burnout karyawan Cakra Semarang TV
Penelitian ini menggunakan skala adopsi Maslach Burnout Inventory
(MBI) dengan bentuk pernyataan dan sifat itemnya tertutup. Skala tersebut
disusun dengan dua jenis item yaitu, item yang searah dengan pernyataan
51
(favourable) dan item yang tidak searah dengan pernyataan (unfavourable). Pada
skala tersebut terdapat alternatif jawaban: Tidak Pernah, Sangat Jarang, Jarang,
Kadang-kadang, Sering, Sangat Sering, Selalu.
Pada item favourable, jawaban Selalu mendapat skor 6, jawaban Sangat
Sering mendapat skor 5, jawaban Sering mendapat skor 4, jawaban Kadang-
kadang mendapat skor 3, jawaban Jarang mendapat skor 2, jawaban Sangat Jarang
mendapat skor 1, dan jawaban Tidak Pernah mendapat skor 0.
Pada item unfavourable, jawaban Selalu mendapat skor 0, jawaban
Sangat Sering mendapat skor 1, jawaban Sering mendapat skor 2, jawaban
Kadang-kadang mendapat skor 3, jawaban Jarang mendapat skor 4, jawaban
Sangat Jarang mendapat skor 5, dan jawaban Tidak Pernah mendapat skor 6.
Tabel 3.2. Susunan Penskoran Item Skala Burnout Karyawan Cakra Semarang TV
Kategori Jawaban Favourable Unfavourable
Selalu 6 0
Sangat Sering 5 1
Sering 4 2
Kadang-kadang 3 3
Jarang 2 4
Sangat Jarang 1 5
Tidak Pernah 0 6
Alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah skala burnout karyawan Cakra Semarang TV berdasarkan Maslach
Burnout Inventory (MBI). Skala ini mengungkap tentang tingkat burnout yang
dialami karyawan, berdasarkan aspek-aspeknya yaitu kelelahan emosional,
52
kelelahan mental (depersonalisasi), dan penghargaan terhadap diri sendiri yang
rendah.
Blue-print skala Maslach Burnout Inventory sebagai berikut:
Tabel 3.3. Blueprint Skala Burnout Karyawan Cakra Semarang TV
Variabel Aspek Fav Unfav Jumlah
Burnout
a. Kelelahan
emosional
1,2,3,6,
8,12,13,18
- 8
b. Depersonalisasi 10,11,14,20 5, 5
c. Penghargaan
terhadap diri
sendiri yang
rendah
- 4,7,9,15,
16,17,19
7
Total item 12 8 20
3.7 Analisis Data
3.7.1 Validitas
3.7.1.1 Validitas Instrumen
Validitas alat ukur adalah sejauh mana alat ukur itu mengukur apa yang
dimaksudkan untuk diukur (Suryabrata, 2005: 41). Instrumen dikatakan valid
apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Sebuah instrumen dikatakan valid
apabila mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid
berarti memilki validitas rendah.
53
Untuk menguji suatu validitas alat ukur dapat dilakukan dengan
pendekatan konsistensi internal, dengan menggunakan skor total keseluruhan item
sebagai kriterianya. Indeks validitas item dihitung dengan cara mengkorelasikan
skor total masing-masing item.
Penelitian ini menggunakan alat ukur yang telah terstandar yaitu Maclach
Burnout Inventory (MBI) dan berikut adalah tingkat validitas alat ukur baku
tersebut pada tiap-tiap aitem per aspek:
Tabel 3.4. Koefisien Validitas per Aitem Skala Burnout Berdasarkan MBI
Nomor Aitem
Sampel 1 Sampel 2 Kelelahan Emosional
Depersonalisasi Penghargaan terhadap Diri Sendiri
Kelelahan Emosional
Depersonalisasi Penghargaan terhadap Diri Sendiri
1 0,76 0,71 2 0,74 0,72 3 0,57 0,62 6 0,57 0,60 8 0,86 0,79 12 0,60 0,60 13 0,74 0,59 18 0,62 0,55 5 0,68 0,62 10 0,77 0,74 11 0,79 0,78 14 0,53 0,43 20 0,46 0,54 4 0,49 0,42 7 0,55 0,54 9 0,63 0,69 15 0,55 0,52 16 0,48 0,50 17 0,65 0,64 19 0,56 0,53
*Semua aitem signifikan (p<0,05)
54
Penelitian ini menggunakan alat ukur yang telah terstandar yaitu Maclach Burnout
Inventory (MBI) dan berikut adalah tingkat validitas alat ukur baku
3.7.1.2 Validitas Eksperimen
Validitas dalam suatu eksperimen terdiri dari dua macam, yaitu validitas
yang berhubungan dengan efek yang ditimbulkan atau biasa disebut dengan
validitas internal dan validitas yang berhubungan dengan penerapan hasil
eksperimen atau biasa disebut dengan validitas eksternal.
Validitas internal merupakan validitas penelitian yang berhubungan
dengan pertanyaan sejauh mana perubahan yang diamati (Y) dalam suatu
eksperimen benar-benar hanya terjadi karena X yaitu perlakuan yang diberikan
(variabel perlakuan) dan bukan karena pengaruh faktor lain variabel luar. Jika
efek yang terjadi pada variabel terkait benar-benar karena faktor perlakuan dan
tidak ada faktor luar yang turut berpengaruh maka eksperimennya memiliki
validitas internal (Latipun, 2004: 76).
Pada penelitian ini, validitas internal diketahui dengan cara melakukan
dua kali pengukuran yaitu posttest setelah subjek diberikan tiga kali pelatihan
pertama dan posttest setelah subjek diberikan tiga kali pelatihan berikutnya
dengan alat ukur yang disesuaikan dengan materi pelatihan pada tiga kali
pelatihan pertama dan tiga kali pelatihan berikutnya. Hasil dari pengukuran
tersebut akan dikorelasikan menggunakan correlations spearman. Koefisien yang
diperoleh yaitu sebesar 0,935 untuk pengukuran pertama dan pengukuran kedua
pada kelompok eksperimen. Artinya ada korelasi pengukuran pertama dan
pengukuran kedua pada kelompok eksperimen. Sedangkan untuk kelompok
55
kontrol, koefisien korelasi yang diperoleh yaitu sebesar 0,645 untuk pengukuran
pertama dan pengukuran kedua. Artinya juga ada korelasi pengukuran pertama
dan pengukuran kedua pada kelompok kontrol.
Sedangkan validitas eksternal merupakan validitas penelitian yang
menyangkut pertanyaan sejauh mana hasil pada penelitian dapat digeneralisasikan
pada populasi. Dengan kata lain, apakah penelitian yang dilakukan ini
representatif untuk diterapkan pada kelompok subjek yang berbeda dan situasi
yang berbeda, dan dapat menggambarkan kejadian yang sesungguhnya dalam
masyarakat (Latipun, 2004: 87).
Pada penelitian ini, untuk bisa memenuhi validitas eksternalnya, peneliti
berusaha mengendalikan beberapa hal yang dapat mengurangi validitas
eksternalnya. Peneliti mengambil sampel penelitian yang mengalami burnout saja
dengan kriteria usia dibawah 40 tahun, belum menikah, taraf pendidikan minimal
D3, dan masa kerja minimal satu tahun. Suasana pelatihan dibuat dibuat
senyaman mungkin baik ketika dalam ruangan (indoor) dan di luar ruangan
(outdoor) artinya mengurangi gangguan-gangguan yang dapat menghambat
jalannya pelatihan. Subjek pelatihan diberikan fasilitas yang memadai dalam
proses pelatihannya, sehingga subjek tidak merasa terpaksa dalam mengikuti
pelatihan. Selain itu juga, peneliti berkoordinasi dengan pihak perusahaan untuk
tidak membuat kebijakan baru atau fasilitas yang secara langsung dapat
menurunkan burnout karyawan.
56
3.7.2 Reliabilitas
Reliabilitas alat ukur menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dengan
alat tersebut dapat dipercaya (Suryabrata, 2005: 29). Berikut adalah koefisien
reliabilitas (cronbach’s α) dari alat ukur baku tersebut:
Tabel 3.5. Koefisien Reliabilitas Skala Burnout Berdasarkan MBI
Total Sampel (N=141) Total Sampel (N=3198)
Kelelahan Emosional 0,89 0,90
Depersonalisasi 0,63 0.66
Penghargaan Terhadap Diri
Sendiri yang Rendah
0,88 0,82
3.7.3 Metode Analisis Data
Analisis data penelitian merupakan suatu cara mengorganisasikan data
sedemikian rupa sehingga dapat dibaca (readable) dan dapat ditafsirkan
(interpretable) (Azwar, 2003: 123). Untuk menguji ada tidaknya pengaruh
pelatihan bekerja dengan hati untuk menurunkan burnout karyawan, maka
digunakan metode analisis data dengan uji Wilcoxon Mann-Whitney Test non
Parametric.
57
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan kajian ilmiah tentang keefektifan pelatihan
bekerja dengan hati untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV.
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan memperoleh hasil yang sesuai dengan
tujuan penelitian, yaitu mengetahui keefektifan pelatihan bekerja dengan hati
untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV. Pada bab ini akan
diuraikan proses, hasil dan pembahasan penelitian. Adapun hal-hal yang akan
dibahas dalam bab ini adalah sebagai berikut:
4.1 Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian diharapkan dapat memperlancar penelitian yang
akan dilakukan. Persiapan yang dilakukan meliputi perijinan, kesepakatan dengan
trainer, persiapan tempat untuk penelitian, informasi kegiatan pelatihan,
pengelompokkan subjek penelitian menjadi dua kelompok yaitu kelompok
eksperimen dan kontrol, serta pretest. Adapun rangkaian persiapan penelitian
sebagai berikut:
57
58
Tabel 4.1. Persiapan Penelitian
No. Waktu
Kegiatan
1. Minggu pertama (Senin, 7 Februari sampai Sabtu,12 Februari 2011)
Perijinan penelitian dengan membawa surat pengantar dari Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan tanggal 10 Januari 2011 dengan nomor 88/H37.1.1/PP/2011 yang ditujukan kepada Direktur Cakra Semarang TV. Setelah melalui prosedur tersebut akhirnya peneliti mendapatkan ijin dari Direktur Cakra Semarang TV yang juga telah memberikan ijin peminjaman tempat di ruang studio dalam atau ruang serba guna sebagai tempat untuk melakukan pelatihan bekerja dengan hati selama seminggu. Bukti surat pengantar dan surat ijin penelitian dapat dilihat pada lampiran.
Mendata seluruh karyawan Cakra Semarang TV yang akan dijadikan peserta pelatihan bekerja dengan hati yang mengalami burnout tingkat rendah.
Membuat kesepakatan jadwal pelatihan dengan trainer (Ir. Novel Abdul Latief). Dihasilkan jadwal pelatihan selama seminggu mulai hari Senin, 28 Februari sampai Sabtu 5 Maret 2011.
2. Minggu kedua (Senin, 14 Februari sampai Sabtu,19 Februari 2011)
Menginformasikan 20 orang yang akan ikut berpartisipasi.
Membagi menjadi dua kelompok, 10 orang sebagai kelompok eksperimen dan 10 orang sebagai kelompok kontrol secara non random.
Menghubungi dan memastikan subjek kelompok eksperimen untuk dapat mengikuti pelatihan selama satu minggu yaitu mulai Senin, tanggal 28 Februari sampai Sabtu, 5 maret 2011 terdapat 2 sesi setiap harinya yaitu sebelum bekerja pukul 06.15 sampai 06.45 dan sesi kedua pukul 12.00-selesai. Pelatihan bertempat di kantor Cakra Semarang TV tepatnya di studio dalam atau ruang serba guna.
3. Minggu ketiga (Senin,21 Februari sampai Sabtu,26 Februari 2011)
Mengingatkan kembali kepada peserta pelatihan mengenai waktu dan tempat pelatihan bekerja dengan hati.
Menyiapkan konsumsi peserta dan trainer untuk seminggu selama pelatihan.
Menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan yang akan digunakan dalam pelatihan bekerja dengan hati.
Prestest, memberikan skala burnout (Maslach Burnout Inventory) kepada subjek penelitian yang termasuk dalam kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol.
59
Jumlah subjek penelitian sebanyak 20 orang dibagi menjadi dua
kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol secara non random
tanpa ada variabel yang dikontrol. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.2. Subjek Penelitian Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
No. Subjek Jenis Kelamin
Usia (tahun)
Lama bekerja (tahun)
Divisi Kelompok
1. Subjek 01 Laki-laki 27 5thn Master Control Eksperimen 2. Subjek 02 Perempuan 25 1th 1bln Redaksi Eksperimen 3. Subjek 03 Laki-laki 25 1th 1bln Desain Grafis Eksperimen 4. Subjek 04 Perempuan 25 1th Redaksi Eksperimen 5. Subjek 05 Perempuan 28 5th Redaksi Eksperimen 6. Subjek 06 Perempuan 30 6th Redaksi Eksperimen 7. Subjek 07 Laki-laki 32 5th Transmisi Eksperimen 8. Subjek 08 Laki-laki 26 6th Desain Grafis Eksperimen 9. Subjek 09 Laki-laki 29 6th Master Control Eksperimen 10. Subjek 10 Laki-lali 31 6th Transmisi Eksperimen 11. Subjek 11 Laki-laki 26 5th Studio Dalam Kontrol 12. Subjek 12 Laki-laki 27 4th Studio Luar Kontrol 13. Subjek 13 Laki-laki 30 5th Redaksi Kontrol 14. Subjek 14 Laki-laki 29 4th Redaksi Kontrol 15. Subjek 15 Laki-laki 29 5th Mater Control Kontrol 16. Subjek 16 Laki-laki 27 5th Security Kontrol 17. Subjek 17 Laki-laki 28 5th Security Kontrol 18. Subjek 18 Perempuan 25 1th 1bln Editing News Kontrol 19. Subjek 19 Laki-laki 26 1th 2bln Redaksi Kontrol 20. Subjek 20 Laki-laki 30 5th Driver Kontrol
Masing-masing kelompok berjumlah 10 subjek. Kelompok pertama yang
mendapatkan perlakuan berupa pelatihan bekerja dengan hati sebagai kelompok
eksperimen. Kelompok kedua yang tidak mendapatkan perlakuan pelatihan
bekerja dengan hati sebagai kelompok kontrol.
60
4.2 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kantor Cakra Semarang TV tepatnya di
studio dalam dan ruang serba guna. Subjek sebelumnya belum pernah mengikuti
kegiatan pelatihan bekerja dengan hati atau yang sejenisnya. Kelompok
eksperimen yang terdiri dari 10 orang mengikuti pelatihan bekerja dengan hati
selama enam hari dalam seminggu yang setiap harinya terbagi menjadi dua sesi
yaitu sebelum bekerja pada pukul 06.15 sampai 06.45 dan setelah bekerja pada
pukul 12.00 sampai dengan selesai sekitar pukul 13.45. Trainer dalam pelatihan
bekerja dengan hati ini bernama Ir. Novel Abdul Latief, beliau berkompeten dan
telah berpengalaman di dunia pelatihan khususnya pelatihan Emotional Spiritual
Quotient sekaligus juga mempunyai kompetensi sebagai terapis relaksasi.
Rangkaian pelatihan bekerja dengan hati adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3. Rangkaian Enam Pertemuan Pelatihan Bekerja dengan Hati
Pertemuan Hari, tanggal Aktivitas Fokus materi pada aspek I Senin, 28
Februari 2011 FGD, permainan, materi, sharing, relaksasi.
Kelelahan emosional dan fisik
II Selasa, 1 Maret 2011
Permainan, materi, sharing, relaksasi.
Kelelahan emosional dan fisik
III Rabu, 2 Maret 2011
Permainan, materi, sharing, relaksasi.
Kelelahan emosional dan fisik
IV Kamis, 3 Maret 2011
Permainan, materi, sharing, kontrak diri, renungan.
Depersonalisasi dan penghargaan terhadap diri sendiri serta pekerjaan
V Jum’at, 4 Maret 2011
Permainan, materi, sharing, relaksasi.
Depersonalisasi, penghargaan terhadap diri sendiri dan pekerjaan, serta kelelahan fisik.
VI Sabtu, 5 Maret 2011
Relaksasi, sharing, materi, komitmen diri, FGD.
Penghargaan terhadap diri sendiri dan pekerjaan, serta kelelahan fisik.
61
4.3 Uji Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah: “Pelatihan bekerja dengan hati
efektif untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV”. Subjek
kelompok eksperimen berjumlah 10 maka pengujian hipotesis penelitian ini
menggunakan teknik statistik wilcoxon mann-whitney test non parametric dengan
menggunakan gain value.
Tabel 4.4. Skor Selisih Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Pretest Postest Selisih Pretest Postest Selisih 71 51 20 33 26 7 50 26 24 58 51 7 69 24 45 50 48 2 68 37 31 44 51 7 49 38 11 27 43 16 57 34 23 52 52 0 20 26 6 57 59 2 60 27 33 57 59 2 40 33 7 38 39 1 48 46 2 48 43 5
Rata-rata 14,10 Rata-rata 6,90
Dari tabel 4.4. di atas dapat diketahui bahwa rata-rata skor selisih
kelompok eksperimen lebih besar daripada kelompok kontrol, artinya tingkat
penurunan burnout karyawan kelompok eksperimen lebih tinggi daripada
kelompok kontrol. Hasil analisis dari data gain value yaitu didapatkan Z score
sebesar –2,742 dengan p: 0,006 maka dapat disimpulkan ada perbedaan tingkat
burnout karyawan Cakra Semarang TV sebelum dan sesudah diberikan pelatihan
bekerja dengan hati. Dengan demikian hipotesis yang berbunyi “Pelatihan bekerja
62
dengan hati efektif untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV”
diterima.
Hasil analisis data juga menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat
burnout kelompok eksperimen sebelum dan sesudah pelatihan bekerja dengan hati
dengan p: 0,008 dan ada perbedaan tingkat burnout antara kelompok eksperimen
dan kontrol sesudah pelatihan bekerja dengan hati dengan p: 0,010. Artinya,
setelah mengikuti pelatihan bekerja dengan hati, kelompok eksperimen
menunjukkan penurunan tingkat burnout.
4.4 Hasil Penelitian
4.4.1 Deskripsi Burnout Sebelum Pelatihan Bekerja dengan Hati
a. Deskripsi Burnout Kelompok Eksperimen
Mean dari kelompok eksperimen sebelum pelatihan bekerja dengan hati
adalah 14,00. Untuk mengetahui gambaran burnout dapat dibuat kategorisasi
untuk mendeskripsikan data hasil penelitian mengenai burnout berdasarkan norma
kategorisasi dari Azwar (2008: 109) yaitu:
Tabel 4.5. Norma Kategorisasi Burnout
Rentang Skor Kategori X < (μ – 1,0 σ) Rendah
(μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) Sedang (μ + 1,0 σ) ≤ X Tinggi
Skor Tertinggi 20 x 6 = 120
Skor Terendah 20 x 0 = 0
Luas Jarak Sebarannya 120 – 0 = 120
Satuan Deviasi Standarnya (σ) = 120 / 6 = 20
63
Mean Teoritis adalah μ = 20 x 3 = 60
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan
Interval Interval Kategori F %
X < (μ – 1,0 σ) X < 40 Rendah 1 10 (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) 40 ≤ X < 80 Sedang 9 90 (μ + 1,0 σ) ≤ X 80 ≤ X Tinggi 0 0
Total 10 100
Berdasarkan tabel 4.6. diperoleh informasi bahwa karyawan Cakra
Semarang TV yang mengalami burnout cenderung berada dalam kategori sedang
yaitu sebanyak 90%. Namun ada 10% karyawan yang mengalami burnout
kategori rendah. Dapat disimpulkan bahwa burnout yang dialami subjek sudah
cukup serius karena sebagaian besar burnout berkategori sedang dan hanya satu
yang berkategori rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram
prosentasi burnout karyawan Cakra Semarang TV kelompok eksperimen sebelum
pelatihan bekerja dengan hati berikut ini:
64
Gambar 4.1. Diagram Presentasi Burnout Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan
b. Deskripsi Burnout Kelompok Kontrol
Mean dari kelompok kontrol sebelum pelatihan bekerja dengan hati
adalah 10,30. Kategorisasi untuk mendeskripsikan data hasil penelitian mengenai
burnout kelompok kontrol sama dengan kategorisasi pada kelompok eksperimen
yang dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Kelompok Kontrol Sebelum Pelatihan
Interval Interval Kategori F %
X < (μ – 1,0 σ) X < 40 Rendah 3 30 (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) 40 ≤ X < 80 Sedang 7 70 (μ + 1,0 σ) ≤ X 80 ≤ X Tinggi 0 0
Total 10 100
Berdasarkan tabel 4.7. diperoleh informasi bahwa 70% karyawan Cakra
Semarang TV yang mengalami burnout cenderung berada dalam kategori sedang.
10
90
00
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Rendah Sedang Tinggi
Persen (%)
%
65
Namun ada 30% karyawan yang mengalami burnout kategori rendah. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout karyawan Cakra
Semarang TV kelompok kontrol sebelum pelatihan bekerja dengan hati berikut
ini:
Gambar 4.2. Diagram Presentasi Burnout Kelompok Kontrol Sebelum Pelatihan
4.4.2 Deskripsi Burnout Setelah Pelatihan Bekerja dengan Hati
a. Deskripsi Burnout Kelompok Eksperimen
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan
Interval Interval Kategori F %
X < (μ – 1,0 σ) X < 40 Rendah 8 80 (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) 40 ≤ X < 80 Sedang 2 20 (μ + 1,0 σ) ≤ X 80 ≤ X Tinggi 0 0
Total 10 100
Berdasarkan tabel 4.8. di atas diperoleh informasi bahwa karyawan Cakra
Semarang TV yang mengalami burnout setelah mengikuti pelatihan bekerja
30
70
00
10
20
30
40
50
60
70
80
Rendah Sedang Tinggi
Persen (%)
%
66
dengan hati hampir sebagian besar berada dalam kategori rendah yaitu sebanyak
80%, dan hanya sebagian kecil saja yang masuk kategori sedang yaitu hanya 20%.
Ini menunjukkan bahwa ada penurunan tingkat burnout pada subjek setelah
diberikan perlakuan berupa pelatihan bekerja dengan hati. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout karyawan Cakra Semarang
TV kelompok eksperimen setelah pelatihan bekerja dengan hati berikut ini:
Gambar 4.3. Diagram Presentasi Burnout Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan
b. Deskripsi Burnout Kelompok Kontrol
Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Kelompok Kontrol Setelah Pelatihan
Interval Interval Kategori F %
X < (μ – 1,0 σ) X < 40 Rendah 2 20 (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) 40 ≤ X < 80 Sedang 8 80 (μ + 1,0 σ) ≤ X 80 ≤ X Tinggi 0 0
Total 10 100
80
20
00
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Rendah Sedang Tinggi
Persen (%)
%
67
Berdasarkan tabel 4.9. di atas diperoleh informasi bahwa 80% karyawan
Cakra Semarang TV yang mengalami burnout cenderung berada pada kategori
sedang dan hanya 20% karyawan yang berada pada kategori rendah. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout karyawan Cakra
Semarang TV kelompok kontrol berikut ini:
Gambar 4.4. Diagram Presentasi Burnout Kelompok Kontrol Setelah Pelatihan
4.4.3 Deskripsi Burnout Berdasarkan Mean
Tabel 4.10. Tabel Mean Burnout Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Mean Pretest Posttest
Kelompok Eksperimen 14,00 7,00
Kelompok Kontrol 10,30 10,70
Berdasarkan tabel 4.10. di atas diperoleh informasi bahwa mean burnout
kelompok eksperimen dan kontrol sebelum diberi perlakuan berupa pelatihan
bekerja dengan hati adalah sama. Kemudian setelah diberikan pelatihan bekerja
20
80
00
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Rendah Sedang Tinggi
Persen (%)
%
68
dengan hati, mean burnout kelompok eksperimen dan kontrol adalah terjadi
perbedaan.
4.4.4 Deskripsi Burnout per Aspek
a. Deskripsi Burnout Sebelum Pelatihan Bekerja dengan Hati
Berikut ini disajikan secara deskriptif tingkat burnout karyawan Cakra
Semarang TV per aspek pada kelompok eksperimen:
1.) Gejala Kelelahan Emosional
Kelelahan emosional ditandai dengan adanya perasaan lelah akibat
banyaknya tuntutan yang diajukan pada dirinya, yang kemudian menguras
sumber-sumber emosional yang ada. Orang yang mengalami kelelahan
emosionalnya biasanya mudah marah, mudah tersinggung, sikap bermusuhan
terhadap orang lain, dan kurang kendali diri. Tingkat burnout gejala kelelahan
emosional subjek dapat dilihat dengan kategori sebagai berikut:
Skor Tertinggi 8 x 6 = 48
Skor Terendah 8 x 0 = 0
Luas Jarak Sebarannya 48 – 0 = 48
Satuan Deviasi Standarnya (σ) = 48 / 6 = 8
Mean Teoritis adalah μ = 8 x 3 = 24
Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan
Interval Interval Kategori F %
X < (μ – 1,0 σ) X < 16 Rendah 1 10 (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) 16 ≤ X < 32 Sedang 8 80 (μ + 1,0 σ) ≤ X 32 ≤ X Tinggi 1 10
Total 10 100
69
Berdasarkan tabel 4.11. diperoleh informasi bahwa 80% karyawan Cakra
Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala kelelahan emosional
cenderung berada dalam kategori sedang meski terdapat 10% subjek pada kategori
rendah dan 10% pada kategori tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar diagram presentasi burnout gejala kelelahan emosional yang dialami
karyawan Cakra Semarang TV kelompok eksperimen sebelum pelatihan bekerja
dengan hati berikut ini:
Gambar 4.5. Diagram Presentasi Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan
2.) Gejala Depersonalisasi (Kelelahan Mental)
Merupakan sikap kurang menghargai atau kurang memiliki pandangan
yang positif terhadap orang lain. Perilaku yang muncul adalah memperlakukan
orang lain secara kasar, sikap sinis terhadap orang lain, tidak berperasaan, kurang
perhatian dan juga kurang sensitif terhadap kebutuhan orang lain. Tingkat burnout
gejala depersonalisasi subjek dapat dilihat dengan kategori sebagai berikut:
10
80
100
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Rendah Sedang Tinggi
Persen (%)
%
70
Skor Tertinggi 5 x 6 = 30
Skor Terendah 5 x 0 = 0
Luas Jarak Sebarannya 30 – 0 = 30
Satuan Deviasi Standarnya (σ) = 30 / 6 = 5
Mean Teoritis adalah μ = 5 x 3 = 15
Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan
Interval Interval Kategori F %
X < (μ – 1,0 σ) X < 10 Rendah 4 40 (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) 10 ≤ X < 20 Sedang 6 60 (μ + 1,0 σ) ≤ X 20 ≤ X Tinggi 0 0
Total 10 100
Berdasarkan tabel 4.12. diperoleh informasi bahwa 60% karyawan Cakra
Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala depersonalisasi cenderung
berada dalam kategori sedang meski terdapat 40% subjek pada kategori rendah.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout gejala
depersonalisasi yang dialami karyawan Cakra Semarang TV kelompok
eksperimen sebelum pelatihan bekerja dengan hati berikut ini:
71
Gambar 4.6. Diagram Presentasi Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan
3.) Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah
Merupakan penilaian diri yang negatif dalam kaitannya dengan
pekerjaan, antara lain muncul perasaan tidak efektif atau tidak kompeten dalam
pekerjaan, menarik diri dari kontak sosial, merasa tidak berdaya dalam pekerjaan.
Tingkat burnout gejala penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah subjek
dapat dilihat dengan kategori sebagai berikut:
Skor Tertinggi 7 x 6 = 42
Skor Terendah 7 x 0 = 0
Luas Jarak Sebarannya 42 – 0 = 42
Satuan Deviasi Standarnya (σ) = 42 / 6 = 7
Mean Teoritis adalah μ = 7 x 3 = 21
40
60
00
10
20
30
40
50
60
70
Rendah Sedang Tinggi
Persen (%)
%
72
Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan
Interval Interval Kategori F %
X < (μ – 1,0 σ) X < 14 Rendah 2 20 (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) 14 ≤ X < 28 Sedang 8 80 (μ + 1,0 σ) ≤ X 28 ≤ X Tinggi 0 0
Total 10 100
Berdasarkan tabel 4.13. diperoleh informasi bahwa 80% karyawan Cakra
Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala penghargaan terhadap diri
sendiri yang rendah cenderung berada dalam kategori sedang meski terdapat 20%
subjek pada kategori rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
diagram presentasi burnout gejala penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah
yang dialami karyawan Cakra Semarang TV kelompok eksperimen sebelum
pelatihan bekerja dengan hati berikut ini:
Gambar 4.7. Diagram Presentasi Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan
20
80
00
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Rendah Sedang Tinggi
Persen (%)
%
73
Berikut ini disajikan secara deskriptif tingkat burnout karyawan Cakra
Semarang TV per aspek pada kelompok kontrol:
1.) Gejala Kelelahan Emosional
Perhitungan untuk kategorisasi tingkat burnout gejala kelelahan
emosional kelompok kontrol sama dengan perhitungan pada kelompok
eksperimen, sehingga didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Kontrol
Interval Interval Kategori F %
X < (μ – 1,0 σ) X < 16 Rendah 0 0 (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) 16 ≤ X < 32 Sedang 10 100 (μ + 1,0 σ) ≤ X 32 ≤ X Tinggi 0 0
Total 10 100
Berdasarkan tabel 4.14. diperoleh informasi bahwa 100% karyawan
Cakra Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala kelelahan emosional
berada dalam kategori sedang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
diagram presentasi burnout gejala kelelahan emosional yang dialami karyawan
Cakra Semarang TV kelompok kontrol berikut ini:
74
Gambar 4.8. Diagram Presentasi Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Kontrol
2.) Gejala Depersonalisasi (Kelelahan Mental)
Perhitungan untuk kategorisasi tingkat burnout gejala depersonalisasi
kelompok kontrol sama dengan perhitungan pada kelompok eksperimen, sehingga
didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Kontrol
Interval Interval Kategori F %
X < (μ – 1,0 σ) X < 10 Rendah 3 30 (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) 10 ≤ X < 20 Sedang 7 70 (μ + 1,0 σ) ≤ X 20 ≤ X Tinggi 0 0
Total 10 100
Berdasarkan tabel 4.15. diperoleh informasi bahwa 70% karyawan Cakra
Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala depersonalisasi cenderung
berada dalam kategori sedang meski terdapat 30% subjek pada kategori rendah.
0
100
00
20
40
60
80
100
120
Rendah Sedang Tinggi
Persen (%)
%
75
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout gejala
depersonalisasi yang dialami karyawan Cakra Semarang TV kelompok kontrol
berikut ini:
Gambar 4.9. Diagram Presentasi Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Kontrol
3.) Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah
Perhitungan untuk kategorisasi tingkat burnout gejala kelelahan
emosional kelompok kontrol sama dengan perhitungan pada kelompok
eksperimen, sehingga didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.16. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Kontrol
Interval Interval Kategori F %
X < (μ – 1,0 σ) X < 14 Rendah 4 40 (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) 14 ≤ X < 28 Sedang 6 60 (μ + 1,0 σ) ≤ X 28 ≤ X Tinggi 0 0
Total 10 100
30
70
00
10
20
30
40
50
60
70
80
Rendah Sedang Tinggi
Persen (%)
%
76
Berdasarkan tabel 4.16. diperoleh informasi bahwa 60% karyawan Cakra
Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala penghargaan terhadap diri
sendiri yang rendah cenderung berada dalam kategori sedang meski terdapat 40%
subjek pada kategori rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
diagram presentasi burnout gejala penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah
yang dialami karyawan Cakra Semarang TV kelompok kontrol berikut ini:
Gambar 4.10. Diagram Presentasi Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Kontrol
b. Deskripsi Burnout Setelah Pelatihan Bekerja dengan Hati
Berikut ini disajikan secara deskriptif tingkat burnout karyawan Cakra
Semarang TV per aspek pada kelompok eksperimen
40
60
00
10
20
30
40
50
60
70
Rendah Sedang Tinggi
Persen (%)
%
77
1.) Gejala Kelelahan Emosional
Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan
Interval Interval Kategori F %
X < (μ – 1,0 σ) X < 16 Rendah 6 60 (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) 16 ≤ X < 32 Sedang 4 40 (μ + 1,0 σ) ≤ X 32 ≤ X Tinggi 0 0
Total 10 100
Berdasarkan tabel 4.17. diperoleh informasi bahwa 60% karyawan Cakra
Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala kelelahan emosional
cenderung berada dalam kategori rendah dan 40% subjek pada kategori rendah.
Hal ini menunjukkan adanya pengaruh perlakuan yaitu terjadinya penurunan
tingkat burnout karyawan khususnya pada gejala kelelahan emosional. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout gejala
kelelahan emosional yang dialami karyawan Cakra Semarang TV kelompok
eksperimen setelah pelatihan bekerja dengan hati berikut ini:
78
Gambar 4.11. Diagram Presentasi Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan
2.) Gejala Depersonalisasi (Kelelahan Mental)
Tabel 4.18. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan
Interval Interval Kategori F %
X < (μ – 1,0 σ) X < 10 Rendah 7 70 (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) 10 ≤ X < 20 Sedang 3 30 (μ + 1,0 σ) ≤ X 20 ≤ X Tinggi 0 0
Total 10 100 Berdasarkan tabel 4.18. diperoleh informasi bahwa 70% karyawan Cakra
Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala depersonalisasi cenderung
berada dalam kategori rendah dan 30% subjek pada kategori sedang. Hal ini
menunjukkan adanya pengaruh perlakuan yaitu terjadinya penurunan tingkat
burnout karyawan khususnya pada gejala depersonalisasi. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout gejala depersonalisasi yang
60
40
00
10
20
30
40
50
60
70
Rendah Sedang Tinggi
Persen (%)
%
79
dialami karyawan Cakra Semarang TV kelompok eksperimen setelah pelatihan
bekerja dengan hati berikut ini:
Gambar 4.12. Diagram Presentasi Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan
3.) Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah
Tabel 4.19. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan
Interval Interval Kategori F %
X < (μ – 1,0 σ) X < 14 Rendah 7 70 (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) 14 ≤ X < 28 Sedang 3 30 (μ + 1,0 σ) ≤ X 28 ≤ X Tinggi 0 0
Total 10 100 Berdasarkan tabel 4.19. diperoleh informasi bahwa 70% karyawan Cakra
Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala penghargaan terhadap diri
sendiri yang rendah cenderung berada dalam kategori rendah dan 30% subjek
pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh perlakuan yaitu
terjadinya penurunan tingkat burnout karyawan khususnya pada gejala
70
30
00
10
20
30
40
50
60
70
80
Rendah Sedang Tinggi
Persen (%)
%
80
penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada gambar diagram presentasi burnout gejala penghargaan terhadap diri sendiri
yang rendah yang dialami karyawan Cakra Semarang TV kelompok eksperimen
setelah pelatihan bekerja dengan hati berikut ini:
Gambar 4.13. Diagram Presentasi Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan
Berikut ini disajikan secara deskriptif tingkat burnout karyawan Cakra
Semarang TV per aspek pada kelompok kontrol:
1.) Gejala Kelelahan Emosional
Tabel 4.20. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Kontrol
Interval Interval Kategori F %
X < (μ – 1,0 σ) X < 16 Rendah 2 20 (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) 16 ≤ X < 32 Sedang 8 80 (μ + 1,0 σ) ≤ X 32 ≤ X Tinggi 0 0
Total 10 100
70
30
00
10
20
30
40
50
60
70
80
Rendah Sedang Tinggi
Persen (%)
%
81
Berdasarkan tabel 4.20. diperoleh informasi bahwa 80% karyawan Cakra
Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala kelelahan emosional berada
dalam kategori sedang meski terdapat 20% subjek pada kategori rendah. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout gejala
kelelahan emosional yang dialami karyawan Cakra Semarang TV kelompok
kontrol berikut ini:
Gambar 4.14. Diagram Presentasi Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Kontrol
2.) Gejala Depersonalisasi (Kelelahan Mental)
Tabel 4.21. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Kontrol
Interval Interval Kategori F %
X < (μ – 1,0 σ) X < 10 Rendah 3 30 (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) 10 ≤ X < 20 Sedang 7 70 (μ + 1,0 σ) ≤ X 20 ≤ X Tinggi 0 0
Total 10 100
20
80
00
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Rendah Sedang Tinggi
Persen (%)
%
82
Berdasarkan tabel 4.21. diperoleh informasi bahwa 70% karyawan Cakra
Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala depersonalisasi cenderung
berada dalam kategori sedang meski terdapat 30% subjek pada kategori rendah.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout gejala
depersonalisasi yang dialami karyawan Cakra Semarang TV kelompok kontrol
berikut ini:
Gambar 4.15. Diagram Presentasi Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Kontrol
3.) Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah
Tabel 4.22. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Kontrol
Interval Interval Kategori F %
X < (μ – 1,0 σ) X < 14 Rendah 3 30 (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) 14 ≤ X < 28 Sedang 7 70 (μ + 1,0 σ) ≤ X 28 ≤ X Tinggi 0 0
Total 10 100
30
70
00
10
20
30
40
50
60
70
80
Rendah Sedang Tinggi
Persen (%)
%
83
Berdasarkan tabel 4.22. diperoleh informasi bahwa 70% karyawan Cakra
Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala penghargaan terhadap diri
sendiri yang rendah cenderung berada dalam kategori sedang meski terdapat 30%
subjek pada kategori rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
diagram presentasi burnout gejala penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah
yang dialami karyawan Cakra Semarang TV kelompok kontrol berikut ini:
Gambar 4.16. Diagram Presentasi Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Kontrol
30
70
00
10
20
30
40
50
60
70
80
Rendah Sedang Tinggi
Persen (%)
%
84
Berikut ini disajikan ringkasan hasil statistik deskriptif:
Tabel 4.23. Kategori Burnout Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
No.
Kelompok
Burnout dan Aspek
Burnout
Kategori (%)
Rendah Sedang Tinggi
Pre Post Pre Post Pre Post
1. Eksperimen Burnout
a.Kelelahan emosional
b.Depersonalisasi
c.Penghargaan terhadap
diri sendiri yang rendah
10
10
40
20
80
60
70
70
90
80
60
80
20
40
30
30
0
10
0
0
0
0
0
0
2. Kontrol Burnout
a.Kelelahan emosional
b.Depersonalisasi
c.Penghargaan terhadap
diri sendiri yang rendah
30
0
30
40
20
20
30
30
70
100
70
60
80
80
70
70
0
0
0
0
0
0
0
0
Selain tabel menyeluruh (over all) berupa prosentase, disajikan pula tabel
over all dalam bentuk mean sebagai berikut:
Tabel 4.24. Mean Burnout Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
No.
Kelompok
Aspek Burnout
Mean per
Aspek
Mean Burnout
Pre Post Pre Post
1. Eksperimen a.Kelelahan emosional
b.Depersonalisasi
c.Penghargaan terhadap
diri sendiri yang rendah
25,30
10,60
17,30
14,60
7,90
11,70
14,00
7,00
85
Lanjutan Tabel 4.24. Mean Burnout Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
2. Kontrol a.Kelelahan emosional
b.Depersonalisasi
c.Penghargaan terhadap
diri sendiri yang rendah
21,50
10,80
14,10
19,60
10,80
16,70
10,30
10,70
Berikut disajikan gambar diagram mean pretest dan postest untuk
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tiap aspek:
Gambar 4.17. Diagram Mean Pretest Postest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol tiap Aspek
25.3
10.6
17.3
21.5
10.8
14.114.6
7.9
11.7
19.6
10.8
16.7
0
5
10
15
20
25
30
MEAN
ASPEK BURNOUT
Pretest
Postets
86
4.5 Hasil Evaluasi Pelatihan
Hasil evaluasi terhadap pelaksanaan penelitian dilakukan pada akhir
penelitian secara lisan pada sesi pesan dan kesan serta wawancara dengan rekan
kerja ketika postest berdasarkan pengamatan rekan kerja tersebut kepada peserta
yang mengikuti pelatihan. Berikut hasil evaluasi selengkapnya berdasarkan teori
dari Anthony (2006: 339):
e. Reaction (Reaksi)
Reaksi dari peserta pelatihan merupakan tahap pertama dalam evaluasi.
Informasi mengenai reaksi peserta tersebut dapat berupa apa yang mereka rasakan
mengenai pelatihan secara umum, fasilitas-fasilitas yang terdapat pada pelatihan,
dan content atau isi dari pelatihan tersebut.
Materi pelatihan yang diberikan selama seminggu dirasakan jelas,
menarik dan dapat bermanfaat untuk diterapkan oleh peserta khususnya dalam
bekerja maupun dalam kehidupan sehari-hari secara umum. Namun menurut
peserta, materi yang diberikan pada sesi sebelum bekerja belum tersampaikan
secara maksimal dan belum melibatkan peserta secara keseluruhan karena waktu
yang pendek.
Penyampaian materi pelatihan yang diberikan oleh trainer dirasakan
peserta sudah cukup baik, dapat diterima oleh peserta secara jelas. Selain itu,
ketika peserta bosan dalam penyampaian materi, trainer dapat memberikan ice
breaking untuk menyegarkan suasana. Penguasaan materi dari trainer juga
dirasakan cukup baik karena dapat meyakinkan semua peserta yang mengikuti
pelatihan ini.
87
Minat dari peserta baik, karena peserta antusias untuk mengikuti
pelatihan ini, meski peserta harus berangkat lebih pagi dari biasanya, namun
mereka tetap bersemangat. Pada proses pelatihanpun ketika berlangsung, subjek
merasa senang dengan materi-materi yang disampaikan dengan metode-metode
yang tidak membosankan dan menyenangkan.
Fasilitas yang ada selama proses pelatihan dirasa peserta sudah cukup
memuaskan. Tempat yang digunakan dirasa nyaman, karena selain bersih, peserta
juga dapat melihat pemandangan yang berhadapan langsung dengan ruangan dan
dapat merasakan udara segar. Namun, peserta mengeluhkan dengan suhu udara
yang panas disiang hari. Makan siang dan makan ringan juga sudah dirasa cukup
memuaskan selama pelatihan berlangsung.
f. Learning (Pengetahuan)
Tahap kedua dari evaluasi pelatihan adalah tingkat pengetahuan yang di
dapat oleh peserta. Secara khusus, hasilnya ialah menentukan apakah peserta
dapat menguasai keadaan dirinya, teknik-teknik, kemampuan, dan proses yang
diajarkan selama pelatihan.
Bagi subjek, pelatihan bekerja dengan hati ini sangat bermanfaat karena
memang sebelumnya subjek belum pernah mengikuti pelatihan semacam ini.
Menurutnya setelah mendapatkan pelatihan ini, subjek jadi lebih banyak tahu
mengenai gejala-gejala burnout dan bagaimana cara menanganinya. Selain itu
subjek juga menjadi lebih sadar bahwa selama ini mereka mengalami gejala-
gejala burnout, hanya saja banyak dari mereka yang belum tahu istilah burnout.
88
Setelah mendapatkan pelatihan ini, subjek merasa lebih tenang, relaks,
ringan, hubungan dengan rekan kerja semakin baik, lebih berusaha berdamai
dengan keadaan, lebih menghargai diri sendiri dan pekerjaannya serta subjek
dapat lebih mengelola emosinya dengan baik. Sehingga ketika ada masalah
pekerjaan timbul, subjek dapat menghadapinya dengan tenang.
g. Behavior (Perilaku)
Evaluasi perilaku dari program pelatihan bertujuan untuk menguji apakah
kebiasaan perilaku peserta mengalami perubahan dalam pekerjaannya. Data yang
digunakan untuk mengevaluasi perilaku peserta biasanya dikumpulkan dari
individu-individu, seperti atasan dan rekan kerja yang cukup dekat dengan peserta
untuk mengevaluasi kinerjanya.
Sebagian besar dari subjek merasakan adanya perubahan yang positif
baik secara afektif maupun kognitif setelah mengikuti pelatihan ini. Perubahan itu
dirasakan amat bermanfaat bagi mereka. Menurut rekan kerja yang biasanya
berhubungan setiap hari dengan subjek, setelah mendapatkan pelatihan, rekan
kerja menilai subjek mengalami perubahan yang postitif, diantaranya subjek
sudah tidak mudah marah-marah, dapat mengelola emosinya, lebih ramah dengan
orang lain, lebih bersemangat, dan lebih menghargai dirinya sendiri, orang lain,
dan pekerjaannya.
h. Results (Hasil)
Tahap terakhir dari evaluasi pelatihan adalah tahap hasil. Tahap ini
meneliti bagaimana program pelatihan berpengaruh terhadap organisasi. Data
yang dikumpulkan untuk mengevaluasi program pelatihan pada tahap ini mungkin
89
dapat termasuk harga jual, proyek dan keuntungan, kenaikan penjualan, penuruan
kecelakaan kerja, peningkatan sikap kerja yang baik, turnover dan ketidakhadiran
karyawan semakin rendah, atau kenaikan produksi.
Pada tahap ini, penulis hanya mengamati pada aspek peningkatan sikap
kerja dan kenaikan produktivitas. Perubahan yang terjadi setelah subjek
mendapatkan pelatihan adalah sikap kerja yang semakin baik yang dilakukan oleh
subjek ketika melakukan pekerjaan sehari-harinya. Ketika burnout subjek
menurun, maka hambatan yang dialami subjek juga berkurang, sehingga
produktivitas subjek juga meningkat. Hal ini akan berpengaruh terhadap profit
yang didapatkan oleh perusahaan.
Kelemahan dalam penelitian ini adalah peneliti kurang dapat
mengobservasi sikap kerja setiap karyawan sebagai efek dari pelatihan dalam
jangka waktu tertentu. Peneliti hanya mengukur burnout karyawan setelah
mendapatkan pelatihan dengan skala dan mengetahui efeknya hanya dari Focus
Group Discussion (FGD) setelah pelatihan selesai. Peneliti kurang mengamati
perubahan yang terjadi pada karyawan yang mendapatkan pelatihan ketika
karyawan melakukan pekerjaannya disaat jam kerja berlangsung secara penuh.
4.6 Pembahasan
Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat burnout
kelompok eksperimen sebelum dan sesudah pelatihan bekerja dengan hati (p:
0,008) dan ada perbedaan tingkat burnout antara kelompok eksperimen dan
kontrol sesudah pelatihan bekerja dengan hati (p: 0,010). Artinya, setelah
mengikuti pelatihan bekerja dengan hati, kelompok eksperimen menunjukkan
90
penurunan tingkat burnout, sedangkan kelompok kontrol tidak. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pelatihan bekerja dengan hati efektif untuk menurunkan
tingkat burnout.
Hasil penelitian ini dapat mendukung beberapa penelitian sebelumnya
yang menyebutkan bahwa pelatihan dapat mengubah aspek afektif, kognitif,
maupun psikomotorik dari seseorang. Topik pelatihan yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah pelatihan bekerja dengan hati. Pelatihan ini merupakan
pelatihan yang materinya didasarkan berdasarkan aspek kecerdasan emosional,
kecerdasan spiritual, dilengkapi dengan relaksasi. Tujuannya adalah untuk
merubah aspek afektif dan kognitif dari karyawan yang mengalami burnout
tingkat rendah agar tidak berlanjut ke tingkat burnout lebih tinggi sehingga
tingkat burnoutnya menurun.
Burnout dapat terjadi akibat stres yang berkepanjangan yang dirasakan
oleh seseorang yang bekerja dalam suatu perusahaan tertentu. Sumber-sumber
yang dapat memicu karyawan mengalami burnout diantaranya berasal dari faktor
eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal seperti tekanan pekerjaan, dukungan
sosial yang rendah, karakteristik pekerjaan yang membuat karyawan merasa
mempunyai beban kerja yang berat, serta imbalan yang dirasa tidak mencukupi.
Sedangkan faktor internal diantaranya usia dimana umumnya karyawan
yang berusia kurang dari 40 tahun mempunyai harapan yang lebih tinggi dan
kenyataannya tidak sesusai. Status pernikahan juga berpengaruh, karyawan yang
lajang rentan mengalami burnout. Selain itu, tingkat pendidikan dan masa kerja
dapat menjadi sumber burnout, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan dan
91
semakin lama masa kerja karyawan akan menimbulkan kecenderungan burnout
pada individu.
Menurut Maslach dkk. (2001) dalam Schultz & Schultz (1994: 371)
memandang burnout sebagai suatu sindrom psikologis yang terdiri dari tiga
gejala, yaitu: kelelahan emosional ditandai dengan perasaan lelah, mudah marah,
mudah tersinggung, sikap bermusuhan terhadap orang lain, dan kurang kendali
diri. Kelelahan mental (depersonalisasi), perilaku yang muncul adalah
memperlakukan orang lain secara kasar, sikap sinis terhadap orang lain, tidak
berperasaan, kurang perhatian dan juga kurang sensitif terhadap kebutuhan orang
lain. Reduced Sense of Personal Accomplishment (Penghargaan terhadap diri
sendiri yang rendah), merupakan penilaian diri yang negatif dalam kaitannya
dengan pekerjaan, antara lain muncul perasaan tidak efektif atau tidak kompeten
dalam pekerjaan, menarik diri dari kontak sosial, merasa tidak berdaya dalam
pekerjaan.
Setelah mengikuti pelatihan bekerja dengan hati, karyawan yang
mengalami burnout tingkat rendah mengalami penurunan keluhan dari gejala-
gejala pada aspek burnout itu sendiri sehingga burnout yang dialami karyawan
tersebut menurun. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan bekerja dengan hati
memiliki pengaruh yang positif pada gejala-gejala burnout. Artinya, setelah
subjek mengikuti pelatihan bekerja dengan hati, gejala-gejala yang dialami pada
subjek yaitu kelelahan emosional, kelelahan mental (depersonalisasi), dan
penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah yang subjek alami menjadi
berkurang atau tidak sama sekali merasakan hal tersebut. Hal ini sesuai dengan
92
manfaat dari pelatihan bekerja dengan hati yang telah dirancang sendiri oleh
peneliti sebelumnya yaitu meningkatkan kecerdasan spiritual yang fungsinya
dalam konteks ini adalah mengubah cara pandang konsep bekerja dan rezeki
sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan. Meningkatkan kecerdasan emosional
sehingga karyawan dapat mengelola emosinya ketika ada masalah-masalah
pekerjaan. Dan melalui relaksasi, dapat mengurangi ketegangan otot dan keluhan
fisik, meningkatkan performa kerja dan sosial serta keterampilan fisik, mengatasi
kelelahan emosi dan mental, meningkatkan harga diri dan percaya diri, serta
meningkatkan hubungan interpersonal.
93
Berikut bagan yang menggambarkan kefektifan pelatihan bekerja dengan
hati untuk menurunkan burnout karyawan:
Penyebab Burnout: 3. Faktor eksternal
e. Tekanan pekerjaan f. Dukungan sosial g. Karakteristik pekerjaan h. Imbalan yang diberikan
tidak mencukupi 4. Faktor internal
g. Karakteristik/kepribadian h. Harga diri i. Usia j. Jenis kelamin k. Status pernikahan l. Tingkat pendidikan dan
masa kerja
BURNOUT
Gejala-gejala Burnout:
4. Kelelahan fisik: e. Sakit kepala f. Mual g. Sulit tidur h. Nafsu makan
berkurang 5. Kelelahan emosional:
f. Depresi g. Merasa terperangkap
dalam tugasnya h. Mudah marah i. Mudah tersinggung j. Perasaan tidak berdaya
6. Depersonalisasi: g. Memperlakukan orang
lain secara kasar h. Sikap sinis terhadap
orang lain i. Tidak berperasaan j. Kurang perhatian k. Sikap curiga terhadap
orang lain l. Kurang sensitif
terhadap kebutuhan orang lain
5. Penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah: d. Perasaan tidak efektif
dalam bekerja e. Menarik diri dari
kontak sosial f. Merasa tidak berdaya
dalam pekerjaan
PELATIHAN BEKERJA
DENGAN HATI
Manfaat Pelatihan Bekerja dengan Hati
Aspek kecerdasan spiritual: Mengubah cara pandang konsep bekerja dan rezeki sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan.
Aspek kecerdasan emosional: f. Mengenali emosi diri g. Mengelola emosi diri h. Memotivasi diri i. Mengenali emosi orang lain j. Menjalin hubungan
Relaksasi: Mengurangi ketegangan otot dan keluhan fisik, meningkatkan performa kerja dan sosial serta keterampilan fisik, mengatasi kelelahan emosi dan mental, meningkatkan harga diri dan percaya diri, meningkatkan hubungan interpersonal.
BURNOUT KARYAWAN
MENURUN
Aplikasi: Materi, simulasi, permainan, perenungan, sharing, latihan relaksasi.
Gambar 4.18. Pengaruh Pelatihan Bekerja terhadap Burnout
94
Pelatihan bekerja dengan hati bertujuan untuk menurunkan burnout
karyawan Cakra Semarang TV, dengan metode-metode pelatihan seperti sharing,
permainan, renungan, pemberian materi, relaksasi. Materi-materi dalam pelatihan
disesuaikan dengan aspek-aspek dari burnout yaitu kelelahan emosional,
kelelahan mental (depersonalisasi), dan penghargaan terhadap diri sendiri yang
rendah. Gejala-gejala yang dialami karyawan tersebut ditangani dengan materi-
materi pelatihan yang didasarkan pada aspek kecerdasan spiritual, kecerdasan
emosional, dan relaksasi. Khusus materi relaksasi diberikan dengan tujuan untuk
mengatasi kelelahan fisik seperti pusing, gangguan tidur dan keluhan fisik
lainnya.
Subjek yang mengalami burnout mengikuti pelatihan bekerja dengan hati
selama enam hari dalam seminggu. Setiap hari subjek mengikuti pelatihan yang
terbagi menjadi dua sesi yaitu sebelum bekerja dan sesudah bekerja. Tempat yang
digunakan untuk pelatihan ini adalah studio dalam dan ruang serba guna Cakra
Semarang TV. Sebagian besar subjek mengikuti materi pelatihan secara penuh,
dan ketika subjek pada waktu tertentu tidak bisa mengikuti pelatihan, maka
trainer bertanggung jawab kepada subjek tersebut untuk dapat memberikan materi
pelatihan secara khusus.
Pada pertemuan pertama, sebelum materi pelatihan diberikan, selain para
peserta berkenalan dengan trainer, trainer juga mengadakan focus group
discussion (FGD). Pada saat ini, trainer bertanya kepada masing-masing peserta
terkait dengan keluhan-keluhan yang dialami oleh peserta yang terkait dengan
gejala-gejala burnout secara spesifik. Trainer dan peserta lain dapat menanggapi
95
atau menyebutkan keluhan-keluhan yang dialami oleh peserta tersebut. FGD ini
bertujuan untuk mengetahui gejala-gejala yang sebenarnya yang dialami oleh
masing-masing peserta yang mengalami burnout. Sehingga, trainer akan lebih
mudah dalam upaya untuk menurunkan burnout peserta sesuai dengan keluhan
masing-masing. Perubahan pelatihan yang dirasakan oleh peserta juga dapat
diketahui pada FGD yang dilakukan pada pertemuan terakhir.
Hasil FGD yang dilakukan sebelum pelatihan berlangsung yaitu ternyata
faktor penyebab yang dapat menyebabkan subjek mengalami burnout diantaranya
adalah tekanan dari atasan, kurangnya dukungan dari atasan dan rekan kerja,
deadline tugas, penghargaan dari atasan yang kurang, beban kerja yang dirasa
berat, dan bentuk kerja yang monoton. Karyawan dalam melakukan pekerjaan
pokok sehari-harinya sering mendapat tugas tambahan langsung dari atasan sesuai
bidangnya masing-masing, namun atasan menginginkan tugas itu selesai dengan
cepat dan sesuai harapan atasan, namun ketika hasil mempunyai kekurangan,
atasan tidak memaklumi dan cenderung memberi tekanan. Ketika karyawan
mengalami hambatan tertentu, baik rekan kerja dan atasan pun kurang dapat
memberikan dukungan untuk membantu atau memotivasi karyawan tersebut.
Selain itu, ketika karyawan berhasil dalam menyelesaikan pekerjaan tertentu,
atasan kurang dapat memberikan penghargaan terhadap karyawan tersebut. Selain
itu, karyawan juga merasa beban kerja tambahan yang diberikan dari atasan
terlalu berat jika ditambahkan dengan tugas pokoknya, padahal imbalan yang
diberikan tetap sama. Bentuk kerja yang monoton juga dirasakan sebagian
96
karyawan yang bekerja di dalam ruangan yang setiap hari harus bekerja di depan
komputer dan bertemu dengan rekan kerja yang sama.
Faktor-faktor penyebab di atas yang dirasakan oleh sebagian besar subjek
menyebabkan gejala-gejala burnout yang dialami oleh subjek. Gejala-gejala yang
dirasakan oleh subjek diantaranya yaitu subjek merasa cepat bosan dan jenuh,
mudah marah, cenderung sensitif, cenderung emosional, mengalami gangguan
tidur, stres yang berlarut-larut, ketegangan pada otot, pusing, mudah capek, takut
kepada atasan yang berlebihan, merasa tertekan, hubungan dengan orang lain
terganggu, kurang dapat menghargai orang lain, diri sendiri dan pekerjaan, serta
merasa disalahkan oleh atasan maupun rekan kerja.
Hasil FGD setelah subjek mengikuti pelatihan selama seminggu, terdapat
perubahan positif yang dirasakan oleh subjek. Perubahan positif yang dirasakan
subjek adalah dampak kelelahan emosional yang didalamnya juga terdapat gejala
fisik seperti mudah capek, ketegangan pada organ tubuh tertentu, pusing, dan
gangguan tidur seperti insomnia sudah berkurang. Subjek merasa lebih relaks dan
lebih tenang dalam melakukan pekerjaan di kantor maupun beraktivitas di luar
kantor. Subjek juga merasakan hubungan dengan rekan kerja semakin baik, hal itu
ditandai dengan kerja sama antar karyawan yang lebih baik. Perasaan subjek yang
sensitif dan mudah marah juga sudah berkurang setelah mengikuti pelatihan ini.
Hal itu dikarenakan subjek telah dapat mengelola emosinya dalam menghadapi
masalah-masalah pekerjaan di kantor. Setelah mengikuti pelatihan bekerja dengan
hati, subjek lebih dapat menghargai dirinya sendiri, rekan kerja, dan pekerjaannya.
Selain itu, subjek merasa lebih percaya diri dan setelah mengikuti pelatihan ini,
97
subjek merasa memiliki sikap ikhlas, sabar, dan syukur dalam menjalankan tugas
sehari-hari.
Secara garis besar, metode yang digunakan dalam pelatihan ini adalah
permainan, sharing, materi, dan relaksasi. Sebelum trainer memberikan materi
dan sharing, peserta diajak untuk bermain games sebagai simulasi mengenai
materi yang akan dibahas sesuai dengan aspek dari burnout yang akan ditangani.
Setelah itu sharing, peserta menyampaikan masalah-masalah pekerjaan yang
dilaminya. Kemudian, trainer memberikan materi sekaligus menanggapi dan
memberikan saran kepada peserta sebagai bentuk upaya untuk mengatasi masalah
dan keluhan-keluhan yang dapat menyebabkan burnout. Pada akhir hari, peserta
diajak relaksasi untuk mengurangi ketegangan dan mengendurkan otot-otot yang
tegang setelah bekerja.
Pada tiga hari pertama, yaitu hari Senin, Selasa, Rabu, trainer fokus pada
materi untuk mengatasi keluhan-keluhan peserta yang terkait dengan aspek
kelelahan emosional dan kelelahan fisik. Gejala dari kelelahan emosional yaitu
perasaan lelah, mudah marah, mudah tersinggung, sikap bermusuhan terhadap
orang lain, dan kurang kendali diri. Kemudian, gejala dari kelelahan fisik seperti
sakit kepala, mual, sulit tidur, dan kurang nafsu makan. Sedangkan pada tiga hari
berikutnya, yaitu hari Kamis, Jum’at dan Sabtu, pelatihan fokus pada materi untuk
mengatasi burnout dari aspek kelelahan mental (depersonalisasi), penghargaan
terhadap diri sendiri yang rendah, dan kelelahan fisik. Kelelahan mental dapat
ditandai dengan memperlakukan orang lain secara kasar, sikap sinis terhadap
orang lain, tidak berperasaan, kurang perhatian dan juga kurang sensitif terhadap
98
kebutuhan orang lain. Sedangkan aspek penghargaan terhadap diri sendiri,
perilaku yang muncul adalah penilaian diri yang negatif dalam kaitannya dengan
pekerjaan, antara lain muncul perasaan tidak efektif atau tidak kompeten dalam
pekerjaan, menarik diri dari kontak sosial, merasa tidak berdaya dalam pekerjaan.
Perubahan yang terjadi pada aspek kelelahan fisik lebih dikarenakan oleh
relaksasi yang mereka ikuti selama pelatihan yaitu sebanyak lima kali. Menurut
Prawitasari,dkk (2003, 144), relaksasi dapat dipakai untuk mengurangi keluhan
fisik seseorang. Kelelahan, aktivitas mental, dan atau latihan fisik yang tertunda
dapat diatasi lebih cepat dengan menggunakan keterampilan relaksasi. Masalah-
masalah yang berhubungan dengan stres seperti hipertensi, sakit kepala, insomnia,
dan keluhan fisik lainnya dapat dikurangi atau diobati dengan relaksasi
Prawitasari,dkk (2003: 142). Setiap kali relaksasi berlangsung selama kurang
lebih 20 menit. Selain peserta mempraktekkan dalam pelatihan, peserta juga dapat
berlatih sendiri di rumah atau di luar pelatihan dengan teknik-teknik yang telah
diajarkan, sehingga manfaat dari relaksasi dapat dirasakan untuk mengurangi
ketegangan otot.
Gejala-gejala kelelahan emosional yang ada pada diri karyawan dapat
berkurang setelah mereka mendapatkan materi “how to manage our emotion?”
(memahami tentang hati) pada pertemuan kedua. Selain itu materi “how to
manage spiritual quotient in work?” (menggunakan pikiran dan hati untuk
mengelola spiritual quotient) pada pertemuan ketiga juga berpengaruh untuk
mengubah aspek kelelahan emosional. Sebelum peserta mendapat materi ini,
mereka dilibatkan untuk sharing terlebih dahulu mengenai gejala-gejala kelelahan
99
emosional apa saja yang dialami dan apa saja penyebabnya. Sehingga trainer
dapat membantu menangani gejala peserta sesuai dengan kondisi masing-masing
peserta. Menurut Siswanto (2007: 178), sharing dalam hal ini bisa membantu
individu untuk mencapai katarsis, yaitu membantu individu untuk melepaskan
emosi yang selama ini terpendam sehingga tekanan-tekanan yang diakibatkan
oleh emosi tersebut bisa dikurangi bahkan dihilangkan. Kadang, individu yang
berhasil melepaskan emosi yang selama ini ditahannya, memungkinkan individu
itu sendiri untuk mendapatkan jalan keluar dari persoalan yang selama ini
dihadapi.
Perubahan pada aspek depersonalisasi atau kelelahan mental terjadi
karena peserta diberikan materi “konsep bekerja dengan hati” pada pertemuan
keempat. Hal itu dikarenakan materi tersebut bertujuan untuk mengubah cara
pandang peserta dalam memaknai bekerja. Materi renungan “jika aku menjadi”
juga diperkirakan berpengaruh terhadap aspek depersonalisasi, karena dalam
renungan ini, peserta dituntun dengan kata-kata renungan yang dapat
menyadarkan peserta. Materi lain yang juga turut mendukung yaitu sharing
mengenai perbaiki karakter atau attitude dalam bekerja. Teknik renungan
merupakan salah satu bentuk psikoterapi yang tujuannya untuk membentuk suatu
kesadaran baru. Menurut Siswanto (2007: 184), kesadaran akan motif-motif yang
melatarbelakangi perilaku memungkinkan individu untuk memurnikan
perilakunya dari motif-motif yang kurang luhur. Kesadaran akan perasaan-
perasaan yang menyertai suatu perilaku ataupun emosi yang memicu munculnya
perilaku tertentu, memampukan individu untuk menggali lebih dalam pengalaman
100
di masa lalu yang berkaitan dengan emosi maupun perasaan serupa. Ini akan
membantu individu untuk mengerti sebab perilakunya dan kemudian
memunculkan perilaku baru yang lebih baik.
Aspek penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah dapat diubah dengan
berbagai materi dalam pelatihan diantaranya materi “konsep bekerja dengan hati”,
renungan “jika aku menjadi”, dan “materi komitmen menjadi pribadi super” serta
didukung dengan sharing agar peserta dapat menyampaikan masalah-masalah
yang dihadapinya. Dengan materi tersebut, karyawan menjadi lebih menghargai
dirinya, pekerjaan, maupun rekan kerjanya di lingkungan kantor. Sharing dan
renungan dalam hal ini juga termasuk bentuk psikoterapi yang berfungsi untuk
menyadarkan peserta mengenai kekuatan-kekuatan yang dimilikinya. Upaya ini
memungkinkan individu bebas melakukan eksplorasi terhadap potensi-potensi
dirinya yang terpendam. Individu biasanya kurang menyadari potensi-potensi
yang dimilikinya. Kurangnya kesadaran ini disebabkan oleh banyak faktor.
Teknik ini memungkinkan individu untuk melakukan eksplorasi terhadap dirinya
sendiri sehingga memungkinkannya untuk menemukan potensi-potensi, kebaikan-
kebaikan yang ada dalam dirinya (Siswanto, 2007: 186-189).
Materi pelatihan mengenai “konsep bekerja dengan hati” dan renungan
“jika aku menjadi”, pada dasarnya merupakan materi inti yang dapat
mempengaruhi semua aspek dari burnout yaitu kelelahan emosional,
depersonalisasi, dan penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah. Namun, agar
hasilnya lebih maksimal, materi tersebut didukung dengan materi lainnya agar
perubahan yang terjadi pada diri peserta dapat lebih dirasakan oleh mereka.
101
Bekerja dengan hati merupakan bekerja dengan bingkai nilai-nilai spiritual yang
tentu akan berbeda dengan bekerja demi kepentingan materi duniawi semata.
Nilai-nilai spiritual akan memotivasi seseorang untuk bekerja dengan ikhlas,
sungguh-sungguh, dan melakukan yang terbaik karena bertanggung jawab atas
keimanannya (Saleh, 2009: 1). Hati nurani atau kalbu digunakan sebagai alat
pertimbangan yang utama dalam menentukan sikap dan perilaku di dunia kerja.
Setelah subjek mengikuti pelatihan bekerja dengan hati selama seminggu,
subjek merasakan banyak perubahan positif yang dialaminya. Perubahan positif
tersebut diantaranya yaitu keluhan fisik subjek seperti pusing, mudah capek, sulit
tidur sudah mulai berkurang. Subjek sudah dapat merasa lebih tenang, relaks, dan
ketegangan berkurang. Hubungan dengan orang lain pun juga semakin membaik.
Sekarang, subjek lebih dapat menghargai orang lain dan pekerjaannya walaupun
masih ada rekan kerja yang bermasalah dengannya. Subjek sudah dapat mengelola
emosinya dengan baik. Ketika ada masalah, subjek cenderung tidak mudah marah,
tidak sensitif dan berusaha memahami masalahnya. Yang terpenting adalah,
subjek sudah dapat lebih menghargai diri sendiri dan pekerjaannya sekarang dan
masa yang akan datang. Subjek lebih memaknai pekerjaannya sebagai ibadah dan
merupakan pemberian atau rezeki dari Tuhan. Sehingga saat ini, subjek lebih
merasa sabar, ikhlas, dan bersyukur dengan pekerjaannya.
Perubahan positif yang telah dirasakan oleh para subjek sudah sesuai
dengan manfaat pelatihan bekerja dengan hati yang pada dasarnya yaitu setelah
mengikuti pelatihan ini, diharapkan subjek dapat lebih menghargai dan memaknai
pekerjaannya sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan, dapat mengelola emosinya
102
ketika ada masalah-masalah pekerjaan, dan melalui relaksasi subjek dapat
mengurangi ketegangan otot serta keluhan-keluhan fisik lainnya. Ketika
perubahan positif tersebut dirasakan subjek, maka burnout yang dialami subjek
dapat menurun sehingga subjek akan menikmati dan menjalankan pekerjaannya
dengan baik.
Beberapa hal pokok yang mendukung pelatihan ini dapat menurunkan
burnout karyawan Cakra Semarang TV yaitu pertama pelatihan bekerja dengan
hati atau pelatihan sejenis ini belum pernah didapat atau diikuti oleh subjek
sebelumnya. Sehingga menurut subjek meteri dalam pelatihan ini merupakan hal
yang baru dan menarik untuk diterima oleh subjek. Kedua, pada dasarnya subjek
menyadari bahwa subjek memang membutuhkan suatu upaya untuk menurunkan
stres kerja mereka yang dapat menyebabkan burnout sehingga subjek berharap
dengan upaya tersebut burnout subjek dapat berkurang. Dan pelatihan bekerja
dengan hati ini dianggap oleh subjek dapat memberikan manfaat kepada subjek
setelah subjek mengikutinya selama seminggu.
Pelatihan ini tidaklah luput dari kelemahan dan kekurangan meski sudah
dilakukan pengendalian, ruangan yang sedang digunakan untuk pelatihan
terkadang terganggu oleh suara-suara bising dari luar, suhu udara yang panas
terkadang juga berpengaruh terhadap kenyamanan peserta. Hal ini sedikit
mengganggu konsentrasi peserta dalam menerima materi pelatihan yang diberikan
oleh trainer.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penurunan
tingkat burnout yang terjadi pada kelompok eksperimen adalah benar-benar
103
kerena perlakuan yang diberikan yaitu pelatihan bekerja dengan hati. Penelitian
ini dilakukan sesuai dengan berbagai penelitian sebelumnya yang mempunyai
bidang kajian yang sama dan metode yang digunakan dalam pelatihan bekerja
dengan hati ini merupakan salah satu bentuk dari Stress Management Program,
karena terjadinya burnout disebabkan oleh stres yang berlarut-larut. Menurut
Greenberg dan Baron (1995: 272), salah satu pendekatan populer yang secara
langsung melatih karyawan untuk mengurangi efek yang membahayakan dari
stres (salah satunya burnout) adalah dengan Stress Management Program. Upaya
tersebut secara sistematis biasa didesain oleh organisasi untuk mengurangi atau
mencegah stres beserta efeknya. Teknik-teknik yang biasa digunakan adalah
meditasi, relaksasi, dan lifestyle management, dan lain-lain. Jadi, berdasarkan
teori tersebut, pelatihan bekerja dengan hati merupakan salah satu bentuk Stress
Management Program yang tujuannya untuk menurunkan efek dari stres yaitu
burnout. Hasil yang didapatkan setelah subjek mengikuti pelatihan ini adalah
tingkat burnout yang dialami subjek memang menurun. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat lebih memperkaya pembahasan dan pengetahuan mengenai
pelatihan dengan topik pelatihan bekerja dengan hati atau yang sejenisnya untuk
menurunkan tingkat burnout seseorang.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pelatihan bekerja dengan hati efektif untuk
menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV. Hasil atau manfaat yang
dicapai oleh subjek akan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya
keberlanjutan dan keteraturan pelatihan semacam ini yang dilakukan di kantor
104
agar permasalahan-permasalahan karyawan dapat diatasi melalui pelatihan yang
terstruktur seperti pelatihan bekerja dengan hati.
105
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil olah data pada penelitian yang telah dilakukan, maka
dapat diperoleh simpulan mengenai hasil penelitian ini, yaitu pelatihan bekerja
dengan hati efektif untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV.
5.2 Saran
a. Bagi Karyawan Cakra Semarang TV yang Mengalami Burnout
Subjek sebaiknya rutin dan teratur untuk mengaplikasikan materi-materi
yang telah didapat dari pelatihan bekerja dengan hati, seperti latihan relaksasi
untuk mengurangi ketegangan dan latihan mengelola emosi sesuai dengan materi
kecerdasan emosional dan spiritual. Subjek dapat melakukannya secara individu
maupun bersama-sama secara rutin dengan subjek lain sekaligus dapat sharing
untuk membantu memecahkan masalah pekerjaannya.
b. Bagi Perusahaan
Pihak perusahaan seharusnya dapat memfasilitasi karyawannya untuk
mengatasi permasalahan-permasalahan dalam bekerja seperti yang dialami subjek
yaitu burnout, dengan cara memberikan pelatihan atau program serupa yang
tujuannya untuk menurunkan burnout karyawan. Hal itu dilakukan secara rutin
misalnya dua minggu sekali atau sebulan sekali, dan tidak hanya burnout saja
yang dapat ditangani namun permasalahan lainnya seperti stres kerja, semangat
kerja, pengembangan diri karyawan, dan lainnya.
105
106
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang hendak melakukan penelitian yang sama,
hendaknya dapat lebih mengamati perubahan yang terjadi dari sikap kerja
karyawan sebagai efek dari pelatihan bekerja dengan hati menggunakan teknik
observasi dengan jangka waktu tertentu. Replikasi atau intensitas pelatihan
bekerja dengan hati yang diberikan kepada subjek dapat ditambah lagi, tidak
hanya dalam enam hari, namun juga dapat lebih dari enam hari.
107
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, S. et al. 2008. Pengaruh Pelatihan Keterampilan Sosial Menggunakan Metode Stop Think Do terhadap Penyesuaian Sosial Anak Sekolah Dasar. Jurnal Manasa. Volume 2, Nomor 1.
Anthony, W.P. dan Kacmar, K. M. 2006. Human Resource Management: A Strategic Approach. United States of America: Thomson.
Agustian, A.G. 2008. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual. Jakarta: Arga Publishing.
..................................... 2003. Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ POWER. Jakarta: Arga.
As’ad, M. 2004. Psikologi Industri, edisi ke-empat. Yogyakarta: Liberty.
Azwar, S. 2007. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Cherniss, C. 1987. Staff Burnout: Job Stress in the Human Services. Beverly Hills. Sage.
Cushway, B. 1996. Human Resource Management (Manajemen Sumber Daya Manusia). Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Davis, K dan Newstrom, J.W. 1993. Perilaku dalam Organisasi Jilid II: Edisi Ke-7. Alih Bahasa: Agus Dharma. Jakarta: Erlangga.
Farber, B.A. 1991. Crisis in Education: Stress and Burnout in the American Teacher. San Fransisco. Jossey-Bass.
Greenberg dan Baron, R.A. 1995. Behaviour in Organization Understanding and Managing The Human Side of Work Sixth Edition. New Jersy: Prentice-Hall.
Jewell dan Siegall. 1998. Psikologi Industri/Organisasi Modern. Jakarta: Arcan.
Kartikawati, I.A.N. 2007. Peran Program Academic Achievement Behaviour Training (AABT) Terhadap Perubahan Motif Berprestasi Pada Mahasiswa Underachiever. Jurnal Psikomedia. Vol 3. No.3.
Latipun. 2004. Psikologi Eksperimen, edisi kedua. Malang: UMM Press.
108
Maslach, C. dan Leiter, M.P. 1997. The Turth About Burnout: How Organizations Cause Personal Stress and What to Do About It. San Fransisco. Jossey-Bass.
Munandar, A.S. 2008. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Muriz. 2007. Hubungan Antara Self Efficacy dengan Burnout pada Karyawan Unit Produksi Pabrik Gula Pradjekan.Online pada http://skripsi.umm.ac.id (diunduh 16/04/2010).
Nggermanto, A. 2002. Quantum Quotient. Bandung: Nuansa.
Patton, P. 2002. EQ-Pengembangan Sukses Lebih Bermakna. Tanpa kota: Mitra
Media.
Pelatihan Manajemen Stres. Online pada http://genkeis.multiply.com/journal/item/214 (diunduh 07/05/2010).
Prawitasari, J.E. et al. 2003. Psikoterapi Pendekatan Konvensial dan
Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Robbins, S.P. 2008. Perilaku Organisasi (Organizational Behaviour) Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat.
Saleh, M. 2009. Bekerja dengan Hati Nurani. Malang: Erlangga.
Schultz, D.P. dan Schultz, S.E. 1994. Psychology and Work Today: An Introduction to Industrial and Organizational Psychology. New Jersy: Prentice Hall.
Sihotang, I.N. 2004. Burnout pada Karyawan Ditinjau dari Persepsi Terhadap Lingkungan Kerja Psikologis dan Jenis Kelamin. Jurnal Psyche. Vol. 1 No.1.
Siswanto. 2007. Kesehatan Mental (Konsep, Cakupan, dan Perkembangannya). Yogyakarta: ANDI.
Suryabrata, S. 2005. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: ANDI.
Widhianingtanti, L. dan Murcitasari, D. 2008. Efektivitas Achievement Motivation Training terhadap Peningkatan Motivasi Berprestasi dalam Menghadapi Ujian Nasional pada Siswa Kelas XII SMA. Jurnal Psikodimensia. Vol.7 No. 2.
109
Zohar dan Marshall. 2000. SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. Bandung: PT. Mizan Pustaka.
110
NAMA : ..............................................
POSISI/JABATAN : ..............................................
SKALA PSIKOLOGI
Petunjuk pengisian
1. Bacalah seluruh pernyataan dengan teliti.
2. Berilah tanda check (v) pada kolom yang anda anggap sesuai dengan
keadaan yang pernah atau sedang anda alami.
Keterangan :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
3. Apabila telah selesai mohon periksa kembali agar tidak ada pernyataan
yang terlewati.
Tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban adalah benar kecuali jawaban
yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Jawaban anda bersifat
pribadi dan dijamin kerahasiaannya serta tidak berpengaruh terhadap
atasan. Oleh sebab itu, anda diminta menjawab dengan jujur, sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya.
No. Pernyataan SS S TS STS
1 Saya merasa jenuh dengan pekerjaan dan rutinitas
yang harus saya kerjakan setiap hari.
2 Permasalahan dalam tugas pekerjaan saya
membuat saya lebih bersabar.
3 Beratnya beban tugas yang saya tanggung,
membuat saya bersikap “acuh tak acuh” terhadap
orang lain.
4 Kritik dari atasan, saya anggap sebagai masukan
LAMPIRAN 1
111
untuk memperbaiki hasil kerja saya
5 Saya merasa beban kerja yang harus saya
tanggung terlalu berat.
6 Saya merasa pekerjaan yang saya lakukan masih
jauh dari harapan yang diinginkan oleh
perusahaan.
7 Standart hasil kerja yang sudah ditetapkan
membuat saya lebih bersemangat.
8 Akhir-akhir ini saya mudah meluapkan emosi
saya karena banyak tuntutan pekerjaan yang
harus diselesaikan.
9 Banyaknya tugas yang yang harus saya
selesaikan membuat saya cuek dengan orang-
orang sekitar.
10 Tuntutan kualitas pekerjaan dari atasan membuat
beban kerja semakin berat.
11 Saya akan meminta bantuan dengan berdiskusi
dengan teman dan atasan saya ketika menghadapi
masalah dalam tugas pekerjaan.
12 Saya merasa sangat putus asa dan frustasi ketika
mengalami kegagalan dalam menyelesaikan
pekerjaan saya.
13 Sikap otoriter yang ditunjukan oleh atasan saya
membuat saya malas untuk masuk kerja.
14 Tekanan di tempat kerja membuat tindakan saya
tidak terkontrol dengan orang lain dalam
menyelesaikan masalah.
15 Kesulitan yang dihadapi oleh rekan kerja saya
adalah tanggung jawab yang harus ditanggung
sendiri olehnya.
112
16 Ketika masalah pekerjaan muncul, lebih baik
saya menyendiri dan menutup diri.
17 Meskipun atasan saya mengkritik hasil kerja saya
tetapi saya menanggapi dengan lapang dada.
18 Saya mudah marah ketika pemimpin saya
menegur hasil kerja saya.
19 Saya tetap bisa bercanda dengan dengan teman
sekerja saya walaupun saya sedang sibuk.
20 Saya tidak pernah merasa tertekan dengan tugas
yang diberikan dari atasan saya.
113
SKORING SKALA STUDI PENDAHULUAN
Subjek/Item 1 2 3 4 5 6 7 Nugroho Eko 4 2 3 3 3 2 3 Heri 1 2 1 1 2 3 1 Arief Luqman 2 4 2 4 2 2 2 Melodya Rahma 2 2 1 1 2 3 2 Sheny 2 2 2 2 2 1 2 Cornelius 2 1 1 2 2 2 2 Bangun 4 2 1 2 2 1 1 A Saerofi 4 2 1 1 1 3 2 Eko Budiyanto 2 2 2 2 2 2 2 Hariyanto 2 2 2 2 2 2 2 Tomy Y Setyawan 3 2 2 2 3 3 3 Mulyo Hastomo 4 2 3 2 3 2 3 Sazadi 3 3 3 2 1 2 2 Eko Yulianto 2 1 1 1 2 1 2 Agus Hartato 3 1 2 2 2 2 3 Heru 2 1 1 1 2 4 2 Andi Widodo 2 2 2 2 2 3 1 Agung Cahyono 3 2 2 3 3 2 3 Arie 2 1 1 1 2 2 2
Medy 2 2 2 2 2 2 2 Dicky Eko Ardian 3 2 3 2 2 2 3 Supriyadi 3 2 2 2 3 3 2 Rully 3 1 3 2 3 2 3 Sigit N 3 2 2 2 2 2 3 Nike 3 1 1 1 2 2 2 Rita Wahyu W 3 1 1 2 2 2 2 Ina 2 3 1 2 2 2 3 Fairuza 2 2 2 2 2 2 2 Wiwit 3 2 2 2 3 3 3 Pudjo 2 2 2 1 3 3 2 Tanua Lenita 3 3 2 2 2 1 3 Sarwo 2 2 2 2 2 2 2 Aris 2 2 2 2 2 2 2 Hendri 2 2 2 1 2 2 2 Doni 2 2 2 1 2 2 2
LAMPIRAN 2
114
8 9 10 11 12 13 14 15 16 3 3 4 1 2 4 3 1 3 3 1 2 2 2 1 2 1 1 2 1 2 2 2 1 2 3 2 2 2 2 1 2 2 2 3 1 1 2 2 1 1 2 2 2 1 2 2 3 1 1 2 2 2 2 1 1 2 1 2 3 2 1 2
2 2 1 1 2 3 1 1 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 3 3 3 4 3 4 4 2 4 2 3 3 2 2 3 3 2 3 2 3 2 4 3 3 2 3 3 1 1 2 1 1 2 2 2 2 2 2 3 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 1 1 2 1 2 1 2 1 2 2 1 2 3 3 2 2 2 3 3 3 2 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 4 1 2 3 2 1 2 3 2 2 1 2 3 1 2 2 2 3 2 2 2 2 1 3 2 3 2 2 2 2 3 1 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 3 1 3 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 3 1 1 3 2 1 1
2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 1
115
17 18 19 20 TOTAL Kriteria 1 2 4 3 54 Tinggi 1 3 1 3 34 Rendah 4 2 2 3 46 Rendah 1 2 1 2 36 Rendah 1 1 2 2 33 Rendah 2 2 2 2 37 Rendah 2 3 1 1 35 Rendah
1 3 1 1 35 Rendah 3 3 2 2 43 Rendah 2 2 2 2 41 Rendah 3 3 3 3 60 Tinggi 2 2 2 1 49 Rendah 3 3 3 2 52 Tinggi 2 2 3 2 33 Rendah 2 2 1 3 41 Rendah 1 2 1 1 30 Rendah 1 2 2 2 35 Rendah 2 2 3 3 51 Tinggi 2 2 2 2 34 Rendah 2 2 2 2 40 Rendah 2 2 3 3 48 Rendah 2 1 2 2 42 Rendah 1 2 1 3 43 Rendah 2 2 2 2 43 Rendah 2 2 2 2 39 Rendah 3 2 3 3 44 Rendah 3 2 3 3 42 Rendah 2 2 2 2 41 Rendah 2 2 2 2 47 Rendah 2 2 1 2 38 Rendah 2 3 1 2 40 Rendah
2 2 2 2 41 Rendah 2 2 2 2 41 Rendah 1 2 2 2 37 Rendah 1 2 1 2 37 Rendah
116
MODUL PELATIHAN BEKERJA DENGAN HATI
UNTUK MENURUNKAN BURNOUT KARYAWAN
CAKRA SEMARANG TV
A. PENDAHULUAN
Salah satu persoalan yang muncul berkaitan dengan individu di dalam
menghadapi tuntutan organisasi yang semakin tinggi dan persaingan yang keras di
tempat kerja karyawan itu adalah stres. Stres yang berlebihan akan berakibat
buruk terhadap kemampuan individu untuk berhubungan dengan lingkungannya
secara normal. Stres yang dialami individu dalam jangka waktu yang lama dengan
intensitas yang cukup tinggi akan mengakibatkan individu yang bersangkutan
menderita kelelahan, baik fisik ataupun mental. Keadaan seperti ini disebut
burnout, yaitu kelelahan fisik, mental dan emosional yang terjadi karena stres
diderita dalam jangka waktu yang cukup lama, di dalam situasi yang menuntut
keterlibatan emosional yang tinggi (Leatz & Stolar, dikutip Rosyid & Farhati)
dalam Sihotang (2004: 2).
Burnout merupakan suatu situasi dimana karyawan menderita kelelahan
kronis, kebosanan, dan menarik diri dari pekerjaan (Davis dan Newstrom, 1985:
197). Pekerja yang mengalami burnout akan lebih mudah mengeluh, menyalahkan
orang lain bila ada masalah, lekas marah dan menjadi sinis terhadap karier
mereka. Sikap pimpinan yang menekan dan beratnya beban kerja yang berlebihan
akan semakin memperburuk keadaan karyawan.
LAMPIRAN 4
117
Ada berbagai macam cara untuk mengurangi burnout pada karyawan,
salah satunya dengan memberikan pelatihan kepada karyawan tersebut. Sehingga
karyawan dapat mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang burnout
tersebut dan karyawan dapat mengelola emosinya ketika menjalankan tugasnya
serta adanya perubahan pada dirinya secara kognitif maupun afektif. Sehingga
ketika ada masalah yang muncul dalam proses pekerjaan, karyawan dapat
mengatur emosinya dengan berpikir secara positif dengan hati yang tenang.
Untuk menurunkan tingkat burnout yang dialami oleh karyawan tersebut,
dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya menggunakan
pelatihan bekerja dengan hati. Pelatihan ini mempunyai beberapa manfaat yang
terbagi menjadi tiga aspek yaitu kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dan
relaksasi. Manfaat berdasarkan kecerdasan spiritual yaitu karyawan dapat
mengubah cara pandang konsep bekerja dan rezeki sebagai bagian dari ibadah
kepada Tuhan. Aspek ini terdiri dari nilai-nilai spiritual yang dapat memotivasi
seseorang untuk bekerja dengan ikhlas, sungguh-sungguh bersumber dari qalbu
atau hati dan melakukan yang terbaik karena bertanggung jawab atas
keimanannya. Aspek-aspek tersebut dapat mengurangi burnout yang berhubungan
dengan gejala-gejala yaitu karyawan merasa tertangkap atau terpaksa dalam
menjalankan tugasnya, mudah marah dan tersinggung ketika ada masalah,
perasaan tidak efektif dalam bekerja, serta merasa tidak berdaya dalam pekerjaan.
Manfaat dari aspek kecerdasan emosional diantaranya yaitu karyawan
dapat mengenali dan mengelola emosinya ketika menjalankan tugas pekerjaannya.
Selain itu, karyawan mampu mengenali emosi rekan kerjanya sehingga dapat
118
membina hubungan dengan karyawan lain dengan baik. Dalam pelatihan ini juga
terdapat relaksasi yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan otot dan keluhan
fisik akibat dari stres kerja, meningkatkan performa kerja dan sosial serta
keterampilan fisik karyawan dalam bekerja, mengatasi kelelahan emosi dan
mental, meningkatkan harga diri dan percaya diri, serta dapat meningkatkan
hubungan interpersonal karyawan.
Setelah karyawan mengikuti pelatihan ini selama enam kali pertemuan,
maka burnout yang dialami oleh karyawan tersebut dapat berkurang atau
menurun. Agar hasilnya dapat berkelanjutan dengan baik, maka sesungguhnya
pelatihan ini dapat diberikan secara berkesinambungan untuk mengurangi burnout
karyawan. Sehingga dalam menjalankan tugas pekerjaannya, karyawan dapat
melakukan tugasnya dengan baik, maka semangat dan produktifitasnya dapat
meningkat.
B. TUJUAN PELATIHAN
Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk menurunkan burnout yang dialami
oleh karyawan Cakra Semarang TV.
C. PESERTA
Peserta yang akan mengikuti pelatihan ini adalah:
1. Karyawan Cakra Semarang TV yang mengalami burnout dengan masa kerja
minimal satu tahun.
2. Jumlah peserta 10 orang
3. Jenis kelamin laki-laki atau perempuan
4. Belum menikah, berusia dibawah 40 tahun, dan taraf pendidikan D3 sampai
S1
119
D. SETTING
Pelatihan ini akan dilaksanakan pada hari Senin sampai Sabtu tanggal 28
Februari sampai 5 Maret 2011 (enam kali pertemuan). Setiap hari pelatihan
diberikan pada waktu karyawan sebelum bekerja dan sesudah bekerja. Pada waktu
sebelum bekerja, pelatihan dimulai pukul 06.10 sampai 06.55 WIB. Sedangkan
pada waktu sesudah bekerja, pealatihan dimulai pukul 12.30 sampai kurang lebih
pukul 14.00 WIB. Tempat pelatihan ini yang akan digunakan nantinya adalah
ruang studio dalam, ruang serba guna dan mushola.
E. FORMAT
Format pelatihan ini bersifat individu dan kelompok, secara individu
artinya masing-masing peserta nantinya akan mengutarakan hal-hal yang
dirasakannya selama bekerja baik itu penyebab maupun gejala burnout yang
dirasakannya. Secara kelompok artinya dalam penyampaian materi pelatihan ini
peserta akan berkelompok untuk melakukan simulasi permainan dan pada saat
melakukan relaksasi.
120
Senin, 28 Februari 2011
PENGKONDISIAN PESERTA
TUJUAN:
Untuk mengumpulkan peserta masuk ke dalam ruang pelatihan.
DASAR PEMIKIRAN:
Agar memudahkan peserta untuk menuju ruang pertemuan secara bersama-sama
dan mengantisipasi agar waktu efektif sesuai jadwal.
METODE:
Pemberian instruksi
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang masing-masing karyawan menuju ruang pertemuan
WAKTU:
06.10-06.15
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
-
DESKRIPSI SINGKAT:
Peserta dikondisikan untuk segera memasuki ruang pertemuan karena pelatihan
hari ini akan segera dimulai.
121
PERKENALAN
TUJUAN:
Untuk memperkenalkan trainer kepada peserta begitu pula sebaliknya.
DASAR PEMIKIRAN:
Agar trainer dan peserta dapat saling kenal.
METODE:
Perkenalan
FORMAT:
Individu
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
06.15-06.20
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
-
DESKRIPSI SINGKAT:
Trainer memperkenalkan diri kepada peserta, sebaliknya masing-masing peserta mengenalkan diri kepada trainer.
122
FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)
TUJUAN:
Untuk mengetahui masalah-masalah yang dialami karyawan dalam bekerja dapat
berupa penyebab atau efek dari burnout.
DASAR PEMIKIRAN:
Dengan adanya FGD, trainer dapat mengetahui hal sebenarnya yang dirasakan
oleh peserta dalam bekerja khususnya mengenai penyebab dan gejala dari burnout
yang dialami karyawan.
METODE:
Tanya jawab dan diskusi
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Studio dalam
WAKTU:
06.20-06.40
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
Alat tulis dan blocknote
DESKRIPSI SINGKAT:
Trainer memimpin jalannya FGD dengan bertanya kepada para peserta. Peserta
sharing kepada trainer atau kepada peserta yang lain mengenai masalah-masalah
yang dihadapi dalam bekerja.
123
MOTIVASI BEKERJA: MENGENALI POTENSI DIRI
TUJUAN:
Agar peserta mendapatkan motivasi bekerja melalui materi mengenali potensi diri.
DASAR PEMIKIRAN:
Dengan diberikan motivasi oleh trainer, maka peserta akan lebih bersemangat
dalam mengerjakan pekerjaannya hari ini dengan mengetahui potensi dirinya yang
dapat dijadikan kelebihan pada dirinya saat bekerja.
METODE:
Ceramah motivasi
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Studio dalam
WAKTU:
06.40-06.55
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
-
DESKRIPSI SINGKAT:
Sebelum trainer memberikan materi tentang mengenali potensi diri, peserta diajak
untuk melakukan games (menggerakkan bandul dengan kekuatan pikiran & hati).
Setelah itu trainer memberikan materi tersebut.
124
Games: Kekuatan pikiran (Mind Strong)
Alat:
- Ring Logam (Bandul)
- Benang Nilon @80cm
Prosedur:
- Benang nilon diikatkan ke ring logam tersebut
- Masing-masing peserta mendapatkan ring logam yang sudah diikat dengan
benang nilon tersebut
- Trainer memberikan instruksi: gunakan kekuatan pikiran anda untuk
memerintahkan agar logam itu berputar sesuai yang kita inginkan. Putarlah
bandul ring logam itu ke arah kiri, diam, dan kanan tanpa menggerakkan
tangan anda.
Debrief:
Bahwa kekuatan pikiran kita akan mempengaruhi hasil dari pekerjaan yang kita
lakukan. Hal ini juga berpengaruh pada komunikasi dan hubungan interpersonal
kita dengan orang lain apabila pikiran kita selalu positif dan pikiran kita tahu akan
kebutuhan orang lain.
125
Materi Mengenali Potensi Diri Menggunakan Kekuatan Pikiran dan Hati
Manusia diciptakan Allah dengan potensi diri yang sempurna yang bisa
dioptimalkan, yang terdiri dari :
A. Ruh
Ruh secara umum dipahami sebagai suatu unsur yang menghidupkan jasad.
Dalam kandungan seorang ibu, setelah jasad disempurnakan maka akan
ditiupkan Allah ruh ciptaanNya, sehingga janin dapat “hidup” dalam
kandungan sang ibu. Dengan ruh inilah jasad manusia bisa hidup, tumbuh dan
berkembang, bergerak, beraktivitas, termasuk berpikir dan berkarya. Tanpa
adanya ruh, seorang manusia akan menjadi seonggok daging yang mati, tidak
memberikan manfaat apapun.
Dalam kehidupan manusia, setelah dia dilahirkan, dengan adanya ruh di
dalamnya, dia akan tumbuh dan berkembang baik jasadnya, maupun pikiran
dan perasaannya. Seorang bayi akan menjadi anak-anak, tumbuh menjadi
remaja dan menjadi manusia dewasa. Jika Allah menghendaki, pada saatnya
manusia akan dicabut kembali ruhnya oleh Allah saat itulah terjadi kematian.
Bisa jadi kematiaan ini akan dialami saat seseorang masih dalam usia kanak-
kanak, remaja ataupun dewasa atau pada usia tua. Setiap yang berjiwa pasti
akan mengalami kematian, sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran.
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari
kiamat sajalah disempurnakan pahalamu “ (QS. Ali Imran, 3 : 185)
B. Jasad
Jasad atau tubuh manusia merupakan unsur fisik yang dapat dilihat, diraba dan
dirasakan keberadaaanya. Jasad atau tubuh manusia terdiri dari berbagai
unsur. Unsur yang paling kecil dalam jasad manusia dikenal dengan nama sel.
Sejumlah sel membentuk suatu jaringan berupa daging, tulang, otot, darah dan
lain sebagainya. Sejumlah jaringan membentuk sebuah organ dalam tubuh
manusia seperti jantung, paru-paru, otak, ginjal dan lain sebagainya. Dari
sejumlah organ tubuh manusia ini, terbentuk berbagai macam system
metabolism tubuh, berupa system pernafasan, system pencernaan, system
peredaran darah, system reproduksi, system pengeluaran sisa makanan dan
126
sebagainya. Seluruh sel, jaringan, organ, system dalam tubuh manusia bekerja
secara terkoordinasi dengan rapi dan teratur dalam gerakan mengikuti
kehendak Allah swt.
C. Akal
Akal adalah potensi besar yang Allah berikan pada manusia. Sebagaimana
penjelasan pada uraian terdahulu, dengan akal manusia dapat berfikir, mencari
solusi atas permasalahan yang dihadapi. Dengan akal membedakan, seorang
manusia dengan seekor binatang. Jika akal digunakan dengan semestinya akan
membuat manusia dimuliakan oleh Allah, memiliki kecerdasan, bisa
digunakan untuk mencari ilmu dan pengetahuan. Kemudian ilmu dan
pengetahuan tersebut dapat digunakan untuk menjalankan kehidupan ini
dengan mengemban amanah yang Allah berikan pada manusia.
Kerja akal atau pikiran ini dilakukan oleh organ manusia yang disebut otak.
Dalam terminology modern sekarang ini, secara anatomis, otak manusia
terdiri dari belahan otak kiri dan belahan otak kanan. Belahan otak kiri
mempunyai kerja dalam bidang-bidang matematika, logika, analisa,
sistematis, bicara, menulis dan kerja lain yang bersifat baku dan mengikuti
suatu pakem tertentu. Otak kiri ini kemampuan menyimpan memory jangka
pendek atau short term memory. Sedangkan belahan otak kanan mempunyai
kerja dalam bidang-bidang, intuitif, spasial, gambar, warna, kreatifitas, seni,
music dan pekerjaan lain yang bebas menembus batas. Dan kemampuan
menyimpan memory otak kiri ini relative lebih lama atau disebut long term
memory.
Untuk meningkatkan kwalitas kerja otak kita, perlu dilakukan aktifitas yang
mampu mengkoordinasikan kerja otak kiri dan kanan. Koordinasi yang baik
antara belahan otak kiri dan belahan otak kanan akan meningkatkan
kecerdasan dan kinerja yang luar biasa. Tentu saja, dengan senantiasa
memohon bimbingan dan perlindungan Allah, kerja yang koordinatif otak kiri
dan otak kanan bisa dimaksimalkan dalam rangka untuk mengemban amanah
Allah.
127
D. Hati
Hati atau qolbun adalah potensi yang Allah berikan kepada manusia dengan
kerja yang lebih dahsyat lagi. Jika akal manusia disebut sebagai pikiran sadar
(consious mind), maka hati disebut sebagai pikiran bawah sadar (subconsiuos
mind). Pikiran sadar memiliki kapasaitas 12 % dan pikiran bawah sadar
memiliki kapasitas 88 %. Dalam sebuah riwayat, rasulullah pernah bersabda
“Dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, yang apa bila dia baik,
maka baiklah seluruh tubuhnya dan apabila dia buruk, maka akan buruk
seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu disebut qolbu atau hati.”
Dalam hati manusia terletak kekuatan yang demikian besar. Hati ini
merupakan pusat pengelolaan emosi dan spiritual manusia. Kemampuan
mengelola emosi dan spiritual seseorang, tergantung dari kemampuan kerja
hatinya, yaitu hati yang bersih, bebas dari segala penyakit dan kotoran. Orang
yang beriman hatinya telah bebas dari segala penyakit dan kotoran.
Kemampuan hati yang luar biasa Allah sampaikan dalam sebuah hadits qudsi.
“Alam semesta tidak cukup mampu menampungKu, namun dalam hati orang-
orang yang beriman mampu menampung kebesaranKu.”
128
SHARING: WHAT I FEEL IN WORK
TUJUAN:
Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dialami oleh karyawan dalam bekerja pada hari ini.
DASAR PEMIKIRAN:
Dengan sharing ini, trainer dapat mengetahui bagaimana perubahan kinerja karyawan setelah diberikan materi pada pagi hari sebelum bekerja.
METODE:
Sharing
FORMAT:
Individu dan kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
12.30-13.15
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
Kertas, Bolpen
DESKRIPSI SINGKAT:
Trainer memimpin jalannya sharing ini sekaligus memberikan tanggapan/materi
dari hal-hal yang diutarakan peserta sesuai dengan konsep bekerja dengan hati
khususnya berkaitan dengan materi diawal yaitu mengenai potensi diri. Peserta
bebas menuliskan dan mengutarakan hal-hal yang telah dihadapi dalam bekerja
hari ini.
129
RELAKSASI
TUJUAN:
Untuk mengendurkan otot-otot karyawan yang mengalami ketegangan setelah
melakukan pekerjaan hari ini
DASAR PEMIKIRAN:
Relaksasi ini berguna untuk mengurangi gejala-gejala fisik dari burnout, sehingga
burnout yang dialami karyawan dapat turun.
METODE:
Teknik-teknik relaksasi
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
13.15-35
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
Karpet, soundsystem, laptop
DESKRIPSI SINGKAT:
Peserta duduk dan mengambil posisi sesuai dengan instruksi trainer. Trainer memberikan teknik-teknik relaksasi kepada peserta diiringi dengan musik klasik.
130
RELAKSASI 1
Hari/Waktu : Senin, 13.15 – 13.35
Materi : Relaxation via Tension-Relaxation
Tujuan : Latihan menegangkan dan melemaskan otot (Relaxation via
Tension-Relaxation)
Prosedur :
• Menjelaskan gambaran dan tujuan mengenai proses relaksasi yang akan
dilaksanakan (3menit)
• Latihan menegangkan dan melemaskan masing-masing otot (12menit)
• Trainer menyampaikan materi relaksasi pertemuan kedua
Instruksi pelatihan relaksasi: Relaxation via Tension-Relaxation
Teman-teman, pada sesi ini kita akan melakukan relaksasi menegangkan
dan melemaskan otot (relaxation via tension-relaxation). Tujuan dari relaksasi ini
adalah melatih melemaskan otot-otot yang tegang dengan cepat, seolah-olah
mengeluarkan ketegangan dari badan, sehingga akan merasakan rileks atau santai.
Teman-teman, mari tutup mata Anda dan dengarkan apa yang saya
katakan pada Anda. Saya akan membuat Anda menyadari sensasi-sensasi tertentu
pada badan Anda, dan kemudian menunjukan pada Anda bagaimana cara
mengurangi sensasi-sensasi itu. Pertama arahkan perhatian Anda pada tangan kiri
Anda, terutama lengan kiri Anda. Genggamlah tangan kiri dan buatlah satu
kepalan. Buatlah kepalan tadi keras-keras dan pelajari ketegangan di tangan dan
lengan bawah kiri Anda. Pelajarilah sensasi ketegangan tersebut. Dan sekarang
lepaskan kepalan Anda. Lemaskan tangan kiri Anda dan biarkan beristirahat di
lengan kursi atau disamping Anda. Perhatikan antara ketegangan dan relaksasi (10
detik). Sekali lagi sekarang kepalkan tangan kiri Anda keras-keras. Perhatikan
ketegangan tersebut dan sekarang lepaskan. Biarkan jari-jari tangan Anda
membuka. Rileks, dan perhatikan perbedaan antara ketegangan otot dan relaksasi
otot (10 detik).
Sekarang lakukan hal yang sama dengan tangan kanan Anda. Genggamlah
tangan kanan Anda dan buatlah satu kepalan. Pelajari ketegangan itu dan sekarang
131
rileks. Lemaskan kepalan tangan Anda dan buatlah satu kepalan. Pelajari
ketegangan itu dan sekarang rileks. Lemaskan kepalan tangan Anda. Perhatikan
sekali lagi perbedaan antara ketegangan dan relaksasi, dan nikmati perbedaan
antara ketegangan dan relaksasi (10detik). Sekali lagi genggamlah kepalan tangan
Anda. Genggam kuat-kuat. Pelajari ketegangan itu. Pelajarilah hal tersebut. Dan
sekarang lemaskan kepalan Anda. Biarkan jari-jari membuka dengan enak dan
nyaman. Cobalah untuk melemaskan lebih lanjut. Perhatikan sekali lagi perbedaan
antara ketegangan dengan relaksasi. Perhatikan rasa santai yang mulai
berkembang di lengan, tangan kiri, dan tangan kanan. Kedua tangan kiri dan
tangan kanan sekarang lebih rileks. Silahkan membuka mata kembali dan latihan
ini selesai sampai disini.
132
PENUTUP
TUJUAN:
Untuk mengakhiri pelatihan pada hari ini sekaligus memberikan motivasi dalam bekerja untuk hari esok.
DASAR PEMIKIRAN:
Peserta dapat mengetahui bahwa pelatihan khusus hari ini sampai dengan disini
dan besok masih ada pelatihan lagi pada waktu yang sama dengan materi yang
berbeda.
METODE:
Ceramah
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang serba guna
WAKTU
13.35-13.45
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
-
DESKRIPSI SINGKAT:
Ketika trainer memberikan materi penutup, peserta masih dalam posisi duduk,
tetapi ketika diakhir peserta berdiri melingkar dengan trainer untuk meneriakkan
kata-kata positif.
133
Selasa, 1 Maret 2011
PENGKONDISIAN PESERTA
TUJUAN:
Untuk mengumpulkan peserta masuk ke dalam ruang pelatihan.
DASAR PEMIKIRAN:
Agar memudahkan peserta untuk menuju ruang pertemuan secara bersama-sama
dan mengantisipasi agar waktu efektif sesuai jadwal.
METODE:
Pemberian instruksi
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang masing-masing karyawan menuju ruang pertemuan
WAKTU:
06.10-06.15
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
-
DESKRIPSI SINGKAT:
Peserta dikondisikan untuk segera memasuki ruang pertemuan karena pelatihan
hari ini akan segera dimulai.
134
SHARING: DAMPAK KELELAHAN EMOSIONAL
TUJUAN:
Untuk mengetahui & menangani apa saja yang dialami peserta terkait dengan efek
dari kelelahan emosionalnya.
DASAR PEMIKIRAN:
Trainer dapat mengetahui hal-hal yang dirasakan masing-masing peserta sebagai
bentuk kelelahan emosionalnya, sehingga memudahkan penanganannya.
METODE:
Sharing
FORMAT:
Individu dan kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
06.15-06.25
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
Karpet, alat tulis, angket
DESKRIPSI SINGKAT:
Trainer memimpin jalannya sharing ini. Trainer memberikan kertas yang sudah
berisi gejala-gejala efek dari kelelahan emosional. Kemudian peserta menuliskan
tanda centang pada alternatif jawaban “pernah/tidak pernah”. Trainer memberikan
pemahaman baru tentang bagaiamana cara mengatasi gejala-gejala emosional
tersebut sesuai prinsip kecerdasan emosional.
135
HOW TO MANAGE OUR EMOTION: MEMAHAMI TENTANG HATI
TUJUAN:
Agar peserta dapat menghadapi stimulus yang dapat memicu burnout
menggunakan kecerdasan emosionalnya.
DASAR PEMIKIRAN:
Dengan diberikan materi tentang bagaiamana cara mengelola emosi kita saat
bekerja, diharapkan gejala kelelahan emosional karyawan dapat menurun.
METODE:
Ceramah
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
06.25-06.50
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
Karpet, whiteboard, spidol, penghapus
DESKRIPSI SINGKAT:
Peserta diajak bermain games (sedotan panjang) terlebih dahulu. Trainer memberikan cara-cara untuk menghadapai faktor-faktor eksternal penyebab burnout dari aspek kelelahan emosionalnya dengan memberikan pemahaman bagiamana cara mengelola emosi dan hati kita dalam bekerja.
136
Games: Sedotan Panjang
Alat:
- Sedotan, masing-masing peserta 6 sedotan
Prosedur:
- Masing-masing peserta diberikan sedotan sebanyak 6 buah
- Peserta diminta untuk menyambung 6 sedotan itu menjadi sebuah
rangkaian sedotan yang panjang
- Trainer memberikan instruksi: pertahankan sedotan panjang itu di atas satu
jari anda dalam waktu selama-lamanya sesuai dengan kemampuan anda.
Debrief:
Bahwa untuk melakukan pekerjaan itu harus disertai dengan adanya niatan untuk
melakukan pekerjaan dengan baik tulus, selalu berusaha menjaga emosi dan
kesabaran kita disaat kita dihadapkan pada situasi dan kondisi yang sulit.
Sehingga kita dapat mengendalikan diri kita dalam menghadapi hambatan atau
gangguan dengan menggunakan cara-cara yang efektif dalam bekerja.
137
Materi Memahami Tentang Hati
Bagaimana memahami tentang hati sebagai pikiran bawah sadar dalam
konteks spiritual. Ada 2 teori yang bisa disampaikan dengan hati manusia:
A. Klasifikasi Hati menurut Imam At-Tirmidzi :
Menurutnya Hati manusia meliputi 4 lapis yang terdiri dari :
1. Lapis Pertama : Shodr (dada)
Lapis paling luar hati manusia yang merupakan tempat emosi yang baik
maupun buruk, yang positif maupun negatif. Bagaimana kita
meningkatkan emosi positinya seperti bahagia, tenang, damai, senang,
tentram.
2. Lapis Kedua : Qolb (hati)
Lapis kedua dalam hati manusia merupakan perasaan baik atau buruk.
Kadang merasa baik dan kadang merasa buruk. Qolb berarti berubah-ubah
atau membolak-balik rasa.
3. Lapis Ketiga : Fuad (hati nurani)
Lapis ketiga dari hati manusia, merupakan suatu rasa untuk selalu berbuat
baik atau positif. Karena Fuad ini merupakan hati yang mendapatkan
hidayah dan ilham dari Allah untuk selalu berperilaku positif.
4. Lapis Keempat : Lubb (inti hati nurani)
Lapis terdalam hati manusia disebut sebagai Lubb atau inti hati nurani.
Tempat munculnya suara Allah, cahaya Ilahi yang akan memberikan
penerangan dan pencerahan. Merupakan sebuah sumber energi paling
dahsyat karena bersumber dari Allah.
B. Klasifikasi Hati menurut Ibnul Qoyim :
1. Qolbun Mayit (Hati yang mati)
Hati yang mati, tidak memiliki rasa empati, tidak peduli, tidak mau
menerima perubahan menjadi lebih baik dan mau diingatkan akan
kebenaran yang datang dari Allah. Hati yang mati adalah hati yang
membatu.
2. Qolbun Maridh (Hati yang Sakit)
138
Hati yang sakit, kadang bisa diingatkan untuk menjadi lebih baik, untuk
berperilaku positif. Tapi kadang-kadang juga masih melakukan perbuatan
buruk yang sia-sia dan tidak ada manfaatnya.
3. Qolbun Salim (Hati yang selamat)
Hati yang salim, yang selamat, yang selalu berbuat baik. Selalu berdzikir
pada Allah. Hati yang salim akan menyelamatkan dirinya dan orang-orang
disekitarnya, karena dia adalah hati yang mendapatkan hidayah dan
bimbingan dari Allah swt.
139
MOTIVASI BEKERJA: I’M READY TO WORK
TUJUAN:
Agar peserta mendapatkan motivasi bekerja sesuai dengan konsep bekerja dengan
hati.
DASAR PEMIKIRAN:
Dengan diberi kata-kata atau kalimat motivasi, diharapkan dalam mengerjakan
pekerjaan hari ini peserta dapat lebih termotivasi.
METODE:
Ceramah
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
06.50-06.55
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
-
DESKRIPSI SINGKAT:
Trainer memberikan motivasi dengan memberikan kata-kata atau kalimat-kalimat
penyemangat kepada peserta berdasarkan konsep bekerja dengan hati.
140
SHARING: WHAT I FEEL IN WORK
TUJUAN:
Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dialami oleh karyawan dalam bekerja pada hari ini.
DASAR PEMIKIRAN:
Dengan sharing ini, trainer dapat mengetahui bagaimana perubahan kinerja karyawan setelah diberikan materi pada pagi hari sebelum bekerja.
METODE:
Sharing
FORMAT:
Individu dan kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
12.30-13.15
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
Kertas, Bolpen
DESKRIPSI SINGKAT:
Trainer memimpin jalannya sharing ini sekaligus memberikan tanggapan/materi
dari hal-hal yang diutarakan peserta sesuai dengan konsep bekerja dengan hati
khususnya berkaitan dengan materi yang disampaikan tadi pagi yaitu mengelola
emosi. Peserta bebas menuliskan dan mengutarakan hal-hal yang telah dihadapi
dalam bekerja hari ini.
141
RELAKSASI
TUJUAN:
Untuk mengendurkan otot-otot karyawan yang mengalami ketegangan setelah
melakukan pekerjaan hari ini
DASAR PEMIKIRAN:
Relaksasi ini berguna untuk mengurangi gejala-gejala fisik dari burnout, sehingga
burnout yang dialami karyawan dapat turun.
METODE:
Teknik-teknik relaksasi
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Serba Guna
WAKTU:
13.15-13.35
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
Bangku, soundsystem, laptop
DESKRIPSI SINGKAT:
Peserta duduk dan mengambil posisi sesuai dengan instruksi trainer. Trainer memberikan teknik-teknik relaksasi kepada peserta diiringi dengan musik klasik.
142
RELAKSASI 2
Hari/Waktu : Selasa, 13.15 – 13.30
Materi : Relaxation via Tension-Relaxation
Tujuan :
• Mengulang materi di pertemuan pertama supaya tidak lupa
• Melatih individu melemaskan otot-otot yang tegang dengan cepat
Prosedur :
• Subjek melakukan Relaxation via Tension-Relaxation pertemuan pertama
(5menit)
• Subjek diberikan informasi dan melakukan lanjutan Relaxation via
Tension-Relaxation yang kedua.
Instruksi pelatihan relaksasi: Relaxation via Tension-Relaxation
Teman-teman, kali ini kita akan ulang kembali teknik relaksasi yang sudah
kita praktekkan pada pertemuan pertama.
Mari kita lanjutkan teknik relaxation via tension-relaxation yang masih
sebagian baru kita praktekkan kemarin pada pertemuan pertama. Sekarang
pejamkan mata Anda. Tekuklah kedua lengan ke belakang pada pergelangan
tangan, sehingga Anda menengangkan otot-otot di tangan bagian belakang dan
lengan bawah. Jari-jari menunjuk ke langit-langit. Pelajarilah ketegangan itu dan
sekarang kendurkan. Biarkan tangan Anda kembali ke posisi istirahat dan
perhatikan perbedaan antara ketegangan dan relaksasi (10detik). Lakukan sekali
lagi. Jari-jari menunjuk ke langit-langit. Rasakan ketegangan di bagian belakang
tangan dan di lengan bagian bawah. Sekarang rileks. Lepaskan dan lemahkan.
Lebih lanjut dan lebih lanjut (10 detik).
Sekarang genggam tangan menjadi kepalan dan bawalah keduanya ke atas
pundak, sehingga Anda menegangkan otot-otot bisep, otot-otot besar di bagian
atas lengan Anda. Rasakan ketegangan otot-otot bisep. Dan sekarang rileks.
Biarkan lengan Anda jatuh di sisi Anda lagi dan perhatikan perbedaan antara
ketegangan pada otot-otot bisep dan relaksasi yang Anda rasakan saat ini (10
detik). Marilah kita lakukan sekali lagi biarkan lengan jatuh dan perhatikan rasa
relaksasi. Lemaskanlah semua otot lebih lanjut dan lanjut (10 detik).
143
Sekarang perhatian kita tujukan pada daerah bahu. Gerakkan kedua bahu,
bawa keduanya sampai ke telinga, seakan-akan Anda ingin menyentuh telinga
dengan bahu Anda. Dan perhatikan ketegangan di bahu dan di leher Anda. Dan
sekarang rileks. Biarkan kedua bahu kembali ke posisi istirahat. Lemaskan semua
ketegangan dan lebih lanjut, lebih lanjut. Sekali lagi rasakan kontras antara
ketegangan dan relaksasi yang sekarang menyebar di bahu (10 detik). Lakukan
sekali lagi. Bawa kedua bahu ke atas seakan-akan menyentuh telinga. Rasakan
ketegangan di bahu, di punggung atas dan leher. Perhatikan ketegangan pada otot-
otot tersebut. Sekarang rileks. Biarkan bahu Anda kembali ke posisi istirahat. Dan
perhatikan sekali lagi kontras antara ketegangan dan relaksasi (10 detik).
Anda dapat belajar melemaskan lebih komplit berbagai otot wajah. Jadi
sekarang yang Anda lakukan adalah mengerutkan dahi dan alis. Kerutkan
keduanya sampai Anda merasa dahi Anda sangat berkerut, otot-ototnya tegang
dan kulitnya keriput. Dan sekarang rileks. Licinkan dahi Anda, biarkan otot-otot
tadi menjadi lemas (10 detik). Lakukan sekali lagi. Kerutkan dahi Anda,
perhatikan ketegangan pada otot-otot di sekitar mata dan sekitar dahi. Sekarang
licinkanlah dahi Anda. Lemaskanlah otot-otot tadi, dan sekali lagi perhatikan
kontras antara ketegangan dan relaksasi (10 detik).
Sekarang tutup mata Anda keras-keras. Tutuplah mata Anda dengan keras
sehingga Anda merasakan ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang
mengendalikan gerakan mata (5 detik). Dan sekarang lepaskan. Biarkan otot-otot
lagi sekarang. Tutuplah mata Anda keras-keras dan pelajari ketegangan itu.
Pertahankanlah itu (5 detik). Sekarang rileks. Biarkan mata Anda terpejam dengan
nyaman (10 detik).
Sekarang katupkan rahang Anda. Gigit gigi Anda. Perhatikan ketegangan
di sekitar rahang (5 detik). Lemaskan rahang Anda sekarang. Biarkan bibir Anda
terbuka sedikit, ya betul begitu, terbuka sedikit. Dan perhatikan perbedaan antara
ketegangan dan relaksasi di sekitar rahang (10 detik). Sekali lagi katupkan rahang
Anda. Perhatikan ketegangan itu. Dan sekarang lemaskan. Lebih lanjut, lebih
lanjut. Lanjutklanlah rileks (10 detik).
144
Sekarang moncongkan kedua bibir Anda, tekan kedua bibir. Betul
demikian. Tekan kedua bibir bersama-sama dengan kencang dan rasakan
ketegangan di sekitar bibir. Sekarang rileks, lemaskan otot-otot di sekitar mulut,
dan biarkan pipi Anda istirahat dengan nyaman. Sekali lagi sekarang, tekan kedua
bibir bersama-sama dan perhatikan ketegangan di sekitar mulut. Tahan (5 detik).
Dan sekarang rileks. Lemaskan otot-otot tersebut. Lagi, lagi, lebih lanjut, lebih
lanjut. Perhatikan berapa banyak berbagai otot yang telah lemas. Mungkin di
bagian badan yang telah kita tegangkan dan lemaskan berturut-turut. Tangan
Anda, lengan bawah, bahu atas, bahu bawah, dan berbagai otot wajah. Silahkan
membuka mata kembali dan latihan ini selesai sampai disini.
145
PENUTUP
TUJUAN:
Untuk mengakhiri pelatihan pada hari ini sekaligus memberikan motivasi dalam bekerja untuk hari esok.
DASAR PEMIKIRAN:
Peserta dapat mengetahui bahwa pelatihan khusus hari ini sampai dengan disini
dan besok masih ada pelatihan lagi pada waktu yang sama dengan materi yang
berbeda.
METODE:
Ceramah
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
13.35-13.45
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
-
DESKRIPSI SINGKAT:
Ketika trainer memberikan materi penutup, peserta masih dalam posisi duduk,
tetapi ketika diakhir peserta berdiri melingkar dengan trainer untuk meneriakkan
kata-kata positif.
146
Rabu, 2 Maret 2011
PENGKONDISIAN PESERTA
TUJUAN:
Untuk mengumpulkan peserta masuk ke dalam ruang pelatihan.
DASAR PEMIKIRAN:
Agar memudahkan peserta untuk menuju ruang pertemuan secara bersama-sama
dan mengantisipasi agar waktu efektif sesuai jadwal.
METODE:
Pemberian instruksi
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang masing-masing karyawan menuju ruang pertemuan
WAKTU:
06.10-06.15
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
-
DESKRIPSI SINGKAT:
Peserta dikondisikan untuk segera memasuki ruang pertemuan karena pelatihan
hari ini akan segera dimulai.
147
GAMES: “memasukkan paku ke dalam botol secara berkelompok”
TUJUAN:
Simulasi peserta terkait tema materi yang akan disampaikan trainer berikutnya.
DASAR PEMIKIRAN:
Dengan permainan ini, peserta akan mendapatkan visualiasi mengenai kerja sama
yang baik dan saling menghargai antar sesama.
METODE:
Permainan
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
06.15-06.20
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
Benang nilon, paku, botol
DESKRIPSI SINGKAT:
Peserta dibagi menjadi dua kelompok masing-masing terdiri dari 5 orang dan bersaing untuk memasukkan paku yang diikat dengan tali secara berkelompok.
148
SHARING: PERASAAN-PERASAAN NEGATIF DALAM BEKERJA
TUJUAN:
Untuk mengetahui & menangani apa saja yang dialami peserta terkait dengan
penghargaan terhadap diri sendiri dan pekerjaannya.
DASAR PEMIKIRAN:
Trainer dapat mengetahui hal-hal yang dirasakan masing-masing peserta yang
terkait dengan penghargaan terhadap dirinya sendiri dan pekerjaannya yang
rendah, sehingga memudahkan penanganannya.
METODE:
Sharing
FORMAT:
Individu dan kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
06.20-06.30
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
karpet
DESKRIPSI SINGKAT:
Trainer memimpin jalannya sharing ini. Peserta mengungkapkan keluh kesahnya
mengenai penghargaan terhadap dirinya dan pekerjaannya dalam bekerja, trainer
menaggapai sekaligus memberikan materi.
149
HOW TO MANAGE SQ IN WORK? : MENGGUNAKAN PIKIRAN DAN
HATI UNTUK MENGELOLA SQ
TUJUAN:
Agar peserta dapat menghadapi stimulus yang dapat memicu burnout
menggunakan kecerdasan spiritualnya.
DASAR PEMIKIRAN:
Diharapkan ketika peserta sudah mengetahui bagaimana mengelola kecerdasan
spiritual kita dalam bekerja, maka karyawan akan lebih menghargai pekerjaannya
dan diri sendiri ketika melakukan pekerjaannya.
METODE:
Ceramah
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
06.30-06.50
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
Karpet, whiteboard, spidol, penghapus
DESKRIPSI SINGKAT:
Trainer memberikan cara-cara untuk menghadapai faktor-faktor eksternal
penyebab burnout dari aspek pengahargaan terhadap diri sendiri yang rendah
dengan prinsip kecerdasan spiritual.
150
Materi Menggunakan Pikiran dan Hati Untuk Mengelola Kecerdasan Spiritual
Bagaimana menggunakan Pikiran dan hati untuk memperoleh kemampuan
dalam mengelola spiritualitas kita.? Untuk mengelola pikiran dan hati agar
meningkat spiritual kita adalah :
a. Dengan senantiasa memikirkan ciptaan Allah (fikr fi kholqillah) berupa
alam semesta beserta isinya, dengan hukum-hukum yang ada di alam
semesta ini. Dengan cara demikian kita akan selalu mengagungkan dan
membesarkan asma Allah, akan selalu memuji keagungan Allah dan kita
bersedia dituntun dengan aturan dan ketetapan yang Allah berikan pada
kita.
b. Selalu mengingat Allah (dzikrullah) dalam keadaan apapun, baik
berjalan, bekerja, maupun beriistirahat. Dengan mengingat Allah dalam
hati kita, maka kita akan menjadi tenang, tentram dan bahagia.
Dengan mengingat Allah dan memikirkan ciptaan Nya akan membawa pada
kita membangun komunikasi/hubungan kepada Allah, hubungan kepada Alam
Semesta, maupun hubungan dengan sesama manusia.
Pengaruhnya terhadap kinerja kita akan meningkat, karena kita ingin bisa
menjadi manusia yang terbaik dalam penilaian Allah, menjaga lingkungan
alam sekitar kita dan akan bekerja dengan sepenuh hati dan jiwa.
151
MOTIVASI BEKERJA: I’M READY TO WORK
TUJUAN:
Agar peserta mendapatkan motivasi bekerja sesuai dengan konsep bekerja dengan
hati.
DASAR PEMIKIRAN:
Dengan diberi kata-kata atau kalimat motivasi, diharapkan dalam mengerjakan
pekerjaan hari ini peserta dapat lebih termotivasi.
METODE:
Ceramah
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
06.50-06.55
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
-
DESKRIPSI SINGKAT:
Trainer memberikan motivasi dengan memberikan kata-kata atau kalimat-kalimat
penyemangat kepada peserta berdasarkan konsep bekerja dengan hati.
152
SHARING: WHAT I FEEL IN WORK
TUJUAN:
Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dialami oleh karyawan dalam bekerja pada hari ini.
DASAR PEMIKIRAN:
Dengan sharing ini, trainer dapat mengetahui bagaimana perubahan kinerja karyawan setelah diberikan materi pada pagi hari sebelum bekerja.
METODE:
Sharing
FORMAT:
Individu dan kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
12.30-13.15
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
Kertas, Bolpen
DESKRIPSI SINGKAT:
Trainer memimpin jalannya sharing ini sekaligus memberikan tanggapan/materi
dari hal-hal yang diutarakan peserta sesuai dengan konsep bekerja dengan hati
khususnya berkaitan dengan materi yang disampaikan tadi pagi yaitu bagaimana
mengelola kecerdasan spiritual dalam bekerja agar karyawan dapat lebih
mengahargai pekerjaannya maupun dirinya sendiri dalam melakukan
pekerjaannya. Peserta bebas menuliskan dan mengutarakan hal-hal yang telah
dihadapi dalam bekerja hari ini.
153
RELAKSASI
TUJUAN:
Untuk mengendurkan otot-otot karyawan yang mengalami ketegangan setelah
melakukan pekerjaan hari ini
DASAR PEMIKIRAN:
Relaksasi ini berguna untuk mengurangi gejala-gejala fisik dari burnout, sehingga
burnout yang dialami karyawan dapat turun.
METODE:
Teknik-teknik relaksasi
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
13.15-13.35
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
soundsystem, laptop
DESKRIPSI SINGKAT:
Peserta duduk dan mengambil posisi sesuai dengan instruksi trainer. Trainer memberikan teknik-teknik relaksasi kepada peserta diiringi dengan musik klasik.
154
RELAKSASI 3
Hari/Waktu : Rabu, 13.15 – 13.30
Materi : Relaxation via Tension-Relaxation
Tujuan :
• Mengulang Relaxation via Tension-Relaxation pada pertemuan
sebelumnya
• Melakukan Relaxation via Tension-Relaxation tahap selanjutnya
Prosedur :
• Setelah diberikan informasi subjek melakukan Relaxation via Tension-
Relaxation sesi ketiga
Instruksi pelatihan relaksasi: Relaxation via Tension-Relaxation
Teman-teman, mari kita mengulang relaksasi yang telah kita praktekkan
pada pertemuan kemarin. Sekarang pejamkan mata Anda. Dan sekarang perhatian
kita tujukan pada bagian leher. Tekanlah kepala Anda pada permukaan di mana
Anda dapat beristirahat, tekanlah ke belakang sehingga Anda dapat beristirahat,
tekanlah ke belakang sehingga Anda dapat merasakan ketegangan terutama di
bagian belakang leher dan punggung atas. Tekankan dan perhatikan. Sekarang
lepasakan. Biarkan kepala Anda beristirahat secara nyaman. Nikmati kontras
antara ketegangan dan relaksasi yang Anda rasakan sekarang. Lepaskan, lebih
lanjut, lebih lanjut, lagi dan lagi sedapat mungkin. Lakukan sekali lagi kepala
menekan ke belakang. Perhatikan ketegangan. Tahan (5 detik). Dan sekarang
rileks. Lemaskan lebih lanjut, lebih lanjut.
Sekarang saya ingin Anda membawa kepala Anda ke muka. Dan coba
benamkan dagu Anda ke dada. Rasakan ketegangan terutama di leher muka. Dan
sekarang lepaskan. Lebih lanjut, lebih lanjut (10 detik). Lakukan sekali lagi
sekarang, dagu dibenamkan di dada, tahan (5 detik). Dan sekarang rileks. Lebih
lanjut, lebih lanjut (10 detik).
Sekarang perhatikan kita tujukan pada otot-otot punggung Anda.
Lengkungkan punggung Anda. Busungkan dada dan perut, sehingga Anda
merasakan ketegangan di punggung Anda terutama di punggung atas. Perhatikan
ketegangan dan sekarang rileks. Biarkan badan Anda beristirahat lagi di kursi atau
155
di tempat tidur. Perhatikan perbedaan antara ketegangan dan relaksasi. Biarkan
otot-otot tersebut menjadi lemas. Tahan (5 detik). Dan sekarang lemaskan
punggung Anda. Biarkanlah pergi semua ketegangan di otot-otot tadi (10 detik).
Sekarang ambil nafas panjang. Isi paru-paru Anda. Tahan, tahan dan
perhatikan ketegangan di bagian dada dan turun ke perut. Perhatikan ketegangan
tadi dan sekarang rileks. Lepaskan. Keluarkan nafas dan lanjutkan bernafas seperti
biasa. Perhatikan sekali lagi perbedaan antara ketegangan dan relaksasi (10 detik).
Mari kita lakukan sekali lagi, tarik nafas panjang dan tahan. Perhatikan
ketegangan. Perhatikan otot-otot menegang. Sekarang lanjutkan bernafas seperti
biasa. Bernafas dengan nyaman. Biarkan otot-otot dada dan beberapa otot-otot di
perut rileks. Lebih rileks dan lebih rileks tiap kali Anda mengeluarkan nafas (10
detik).
Sekarang kencangkan otot-otot di perut Anda, tarik perut Anda ke dalam.
Tegangkan otot-otot perut tersebut. Tahan. Buatlah perut menjadi keras, sangat
keras, dan sekarang rileks. Biarkan otot-otot tadi menjadi lemas. Lemaskan dan
rileks (10 detik). Lakukan sekali lagi. Keraskan otot-otot perut. Perhatikan
ketegangan (5 detik), dan sekarang rileks. Lepaskan lebih lanjut, lebih lanjut.
Lagi, dan lagi. Hilangkan ketegangan dan perhatikan kontras antara ketegangan
dan relaksasi.
Saya ingin Anda sekarang meluruskan kedua belah telapak kaki. Luruskan
sehingga Anda dapat merasakan ketegangan di paha. Luruskan lebih lanjut (5
detik). Dan sekarang rileks. Biarkan kaki Anda rileks dan perhatikan beda antara
ketegangan di otot paha dan relaksasi relatif yang Anda rasakan sekarang (10
detik). Lakukanlah sekali lagi. Kunci lutut Anda, luruskanlah kedua kaki Anda
sehingga Anda dapat merasakan otot-otot tadi, rasakan ketegangan di otot-otot
betis Anda. Anda merasakan tarikan ketegangan, kontraksi di otot-otot betis dan
tulang kering. Perhatikan ketegangan tali dan sekarang rileks. Biarkan kaki Anda
rileks. Dan perhatikan antara ketegangan dan relaksasi (10 detik). Sekali lagi
sekarang. Tekuklah kaki Anda di bagian pergelangan kaki. Jari-jari menghadap ke
kepala. Perhatikan ketegangannya. Tahan. Dan sekarang lepaskan. Lemaskan
otot-otot tadi lebih lanjut, lebih lanjut, lagi dan lagi, lebih rileks.
156
Bila Anda menegangkan otot-oto Anda, Anda juga telah melemaskannya.
Anda telah memperhatikan perbedaan antara ketegangan dan relaksasi otot. Anda
dapat mengenal apakah ada ketegangan di otot-otot Anda, dan apabila ada Anda
dapat berkonsentrasi pada bagian tersebut, perintahkan otot-otot tali untuk lemas,
untuk rileks. Apabila Anda berfikir untuk melemaskan otot tadi sebenarnya Anda
dapat melakukannya walaupun sedikit.
Sekarang saat Anda duduk atau berbaring, saya akan mengulang berbagai
kelompok otot yang telah dilemaskan. Perhatikan apakah masih ada ketegangan
pada otot-otot. Apabila ada cobalah berkonsentrasi pada otot-otot tersebut dan
perintahkan untuk rileks, untuk lemas (5 detik). Lemaskan otot-otot di bagian
bawah Anda. Lemaskan di bagian badan Anda sebelah bawah (5 detik). Punggung
atas, dada, bahu (5 detik). Pantat dan pinggul (5 detik). Lemaskan lengan atas,
bawah dan tangan sampai ujung jari-jari Anda (5 detik). Biarkan semua otot di
tenggorokan dan leher lemas (5 detik). Lemaskan rahang dan otot-otot wajah
Anda (5 detik). Biarkan semua otot di badan Anda menjadi lemas. Sekarang
duduk atau berbaring dengan tenang, mata, mata tertutup untuk beberapa menit (2
menit).
Sekarang saya akan menghitung dari lima sampai satu. Bila saya mencapai
angka satu, bukalah mata Anda, rentangkan badan Anda dan bangun.
Lima..Empat..Tiga..Dua..dan Satu.. Mata Anda membuka dan bangun.
157
PENUTUP
TUJUAN:
Untuk mengakhiri pelatihan pada hari ini sekaligus memberikan motivasi dalam bekerja untuk hari esok.
DASAR PEMIKIRAN:
Peserta dapat mengetahui bahwa pelatihan khusus hari ini sampai dengan disini
dan besok masih ada pelatihan lagi pada waktu yang sama dengan materi yang
berbeda.
METODE:
Ceramah
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
13.35-13.45
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
-
DESKRIPSI SINGKAT:
Ketika trainer memberikan materi penutup, peserta masih dalam posisi duduk,
tetapi ketika diakhir peserta berdiri melingkar dengan trainer untuk meneriakkan
kata-kata positif.
158
Kamis, 3 Maret 2011
PENGKONDISIAN PESERTA
TUJUAN:
Untuk mengumpulkan peserta masuk ke dalam ruang pelatihan.
DASAR PEMIKIRAN:
Agar memudahkan peserta untuk menuju ruang pertemuan secara bersama-sama
dan mengantisipasi agar waktu efektif sesuai jadwal.
METODE:
Pemberian instruksi
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang masing-masing karyawan menuju ruang pertemuan
WAKTU:
06.10-06.15
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
-
DESKRIPSI SINGKAT:
Peserta dikondisikan untuk segera memasuki ruang pertemuan karena pelatihan
hari ini akan segera dimulai.
159
GAMES: “melepas ikatan tali secara berpasangan”
TUJUAN:
Simulasi peserta terkait tema materi yang akan disampaikan trainer berikutnya.
DASAR PEMIKIRAN:
Dengan permainan ini, peserta akan mendapatkan visualiasi mengenai kerja sama
dalam pekerjaannya yang membutuhkan kesabaran dalam memecahkan sesuatu
masalah pekerjaan.
METODE:
Permainan
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
06.15-06.20
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
Tali rafia
DESKRIPSI SINGKAT:
Peserta dibagi menjadi 5 pasang, setiap pasang mengikatkan tali rafia yang saling bersinggungan, kemudian tugasnya adalah melepas ikatan tali tersebut.
160
SHARING: KONSEP BEKERJA DENGAN HATI (MILIKI SIKAP
SYUKUR, SABAR, IKHLAS)
TUJUAN:
Mengubah cara pandang peserta dalam memaknai bekerja.
DASAR PEMIKIRAN:
Materi bekerja dengan hati ini merupakan materi pokok yang dapat membuat
karyawan lebih memaknai pekerjaannya sehingga karyawan akan lebih
menghargai pekerjaannya dan dapat mengelola emosinya ketika ada tekanan
dalam bekerja.
METODE:
Sharing
FORMAT:
Individu dan kelompok
TEMPAT:
Ruang pertemuan
WAKTU:
06.30-06.50
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
Whiteboard, spidol, penghapus
DESKRIPSI SINGKAT:
Trainer memberikan pemahaman baru mengenai konsep bekerja dengan hati
kepada peserta. Peserta juga dapat sharing mengenai pengalaman-pengalaman
negatif ketika bekerja.
161
Materi Bekerja Dengan Hati Bekerja dengan hati akan selalu disertai dengan sikap syukur, sabar dan
ihlas. Tiga sikap positif itu bisa diuraikan sebagai berikut:
a. Bekerja dengan sikap syukur adalah bentuk manifestasi pengoptimalan
potensi diri kita, bahwa Allah telah berikan potensi yag luar biasa pada
kita, sehingga kita harus menggunakannya dengan optimal. Kita
bersyukur karena kita ada pekerjaan yang bisa kita lakukan yang darinya
kita akan mendapatkan rejeki dari Allah.
b. Bekerja dengan sikap sabar adalah menunjukkan semangat dan
kegigihan pribadi dalam melaksanakan tugas dan kewajiban kita.
Kesulitan dalam pekerjaan akan dijadikan sebangan tantangan. Apapun
kondisinya kita tidak pernah mengeluh bahkan sebaliknya selalu ceria,
periang dan gembira dalam melakukan pekerjaan.
c. Bekerja dengan ihlas adalah dengan senantiasa memohon ridlo Allah
atas apa yang kita kerjakan. Karena sikap ihlas itu hanya diri kita dan
Allah, maka kita akan lakukan yang terbaik dihadapan Allah. Dengan
tulus ihlas maka pekerjaan akan bisa kita selesaikan dengan senang hati.
Sedangkan menurut Saleh (2009: 63), 10 ciri bekerja dengan hati nurani yaitu:
1. Mengawali kerja dengan niat baik dan benar.
2. Menjaga agama Allah SWT dalam bekerja.
3. Menghadirkan Allah SWT dalam setiap pekerjaan.
4. Menggunakan hati nurani dalam menentukan sikap saat bekerja.
5. Menampilkan sikap takwa dalam bekerja.
6. Ikhlas dalam bekerja.
7. Menampilkan cara kerja yang terbaik (amal prestatif).
8. Memunculkan syukur prestatif.
9. Menjalin silaturahmi dan merajut ukhuwah (kerja sama).
10. Menampilkan pelayanan prima (service excellent).
162
Model bekerja dengan hati nurani (Model oleh Akh. Muwafik Saleh)
1. Niat: Menentukan Arah
Luruskanlah niat saat bekerja. Coba renungkan apa yang sebenarnya ada
dalam pikiran dan benak kita? Apa niat dan motivasi kita bekerja? Ingat, niat
inilah yang akan menentukan arah pekerjaan kita. Kalau kita berniat hanya untuk
mendapatkan gaji, tentu hanya itu pulalah yang kita dapatkan. Jika niat bekerja
sekaligus untuk menambah simpanan akhirat, mendapatkan harta halal, serta
menafkahi keluarga, tentu kita akan mendapatkannya sebagaimana niat kita.
Ingatlah selalu bahwa nilai pekerjaan yang dilakukan sangat tergantung
pada niat kita. Untuk itu, luruskanlah niat kerja dan niatkan hanya untuk
kepentingan Allah SWT. Selalu mendahulukan kepentingan akhirat di atas
kepentingan dunia dalam bekerja. Jika niat kita untuk mengumpulkan harta dunia
semata, kita memang akanm mendapatkannya. Namun, tidak sedikit pun pahala
akhirat akan didapatkan. Hasil kerja kita selama ini takkan bertahan mendampingi
kita di akhirat kelak.
Bekerja dengan
hati nurani
Niat baik
Jagalah Allah
Hadirkan Allah
Hidupkan hati
Taqwa
Ikhlas
Kerja prestatif
Syukur prestatif
Ukhuwah
Excellent Service
163
Dari Ibnu Mas’ud Al Badry ra.dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Apabila
seorang menafkahkan (bekerja) untuk keperluan keluarganya hanya dengan niat
megharapkan pahala, maka hal itu akan tercatat sebagai sedekah baginya” (HR.
Bukhari-Muslim)
2. Agama Panduan Bekerja
Semua hal tentang bekerja ataupun pekerjaan juga telah diatur oleh Allah
SWT. Di antara aturan Allah SWT tentang pekerjaan adalah selalu mengawali
kerja dengan do’a, sikap-sikap yang harus ditampilkan dalam bekerja, serta
larangan-larangan dalam bekerja.
Seseorang yang bekerja dengan hati nurani haruslah membiasakan diri
untuk mengawali setiap pekerjaan yang kita lakukan dan hasil kerjanyapun
menjadi berkah.
3. Allah SWT Bersama Mereka yang Bekerja
Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya telah Kami ciptakan manusia dan
Kami mengetahui apa yang dibisikkan hatinya, Kami lebih dekat kepadanya
daripada urat nadinya.” (Q.S. Qaaf :16).
Hadirkanlah Allah SWT dalam setiap langkah kerja kita. Sadari dan
yakinilah bahwa Allah SWT Maha Melihat, walaupun kita tidak dapat melihat
Allah SWT. Tampilkan sikap ihsan dalam bekerja. Jika kita selalu merasa dilihat
dan diawasi oleh Allah saat bekerja, setiap langkah kerja kita, tentu akan
menampilkan yang terbaik, jujur, penuh semangat, dan disiplin. Walaupun bekerja
dalam kesendirian, tanpa ada pimpinan yang mengawasi kita. Disaat kita
menghadirkan Allah SWT dalam bekerja, kita akan merasa Dia melihat setiap
pekerjaan yang kita lakukan. Maka mintalah kepada Allah SWT akan setiap
permasalahan dan kesulitan pekerjaan yang kita hadapi. Pastilah Allah SWT tidak
akan melupakan kita.
4. Hati Sebagai Pusat Pertimbangan
Pemenuhan kebutuhan bagi hati adalah dengan menerima dan tunduk
pada nilai-nilai kebaikan dan kebenaran. Dalam bekerja, cobalah hidupkan hati
kita. Dengarkanlah bisikan-bisikan kebenaran yang disuarakannya. Jujurlah
164
dengan suara-suara itu. Sadarkanlah dan pahamkan diri ini untuk mau
mengikutinya. Ingatlah selama ada keinginan, disitu ada jalan kemudahan.
Begitu pula dalam kehidupan kerja kita. Ikutilah bisikan-bisikan
kebaikan dan kebenaran di setiap langkah kerja kita. Buang jauh-jauh ajakan
kemungkaran. Jika mampu melakukannya, Allah SWT akan selalu memberikan
pertolongan, membukakan jalan kemudahan, serta rezeki yang halal dan berkah.
Ingatlah, sesungguhnya sejak awal penciptaannya, hati ini selalu condong pada
kebaikan dan kebenaran. Karena itu, janganlah menolak dan memaksa diri kita
untuk membohongi hati demi menerima kebenaran.
5. Taqwa Dalam Bekerja
Terdapat dua pengertian takwa yang dimaksudkan dalam tulisan ini.
Pertama, taat melaksanakan perintah dan menjauhi segala bentuk larangan-Nya.
Secara umum, pengertian ini telah dipahami masyarakat. Kedua, sikap tanggung
jawab seorang Muslim terhadap keimanan yang telah diyakini dan diikrarkannya.
Orang yang bertakwa dalam bekerja adalah orang yang mampu bertanggung
jawab terhadap segala tugas yang diamanahkannya. Untuk itu, orang yang
bertakwa dalam bekerja akan menampilkan sikap-sikap sebagai berikut:
a. Senantiasa bekerja dengan cara terbaik sebagai wujud tanggung
jawab terhadap kerja dan tugas yang diamanahkannya padanya.
b. Menjauhi segala bentuk kemungkaran untuk dirinya dan orang lain
dalam bekerja.
c. Taat pada aturan.
d. Hanya menginginkan hasil pekerjaan yang baik dan halal.
6. Janji Allah SWT Bagi Orang yang Bertaqwa
Ketaqwaan kita dalam kerja bukanlah aktivitas yang sia-sia tanpa sebuah
balasan. Allah SWT menjamin balasan kepada orang-orang yang bertaqwa dalam
kehidupan ini, termasuk dalam bekerja. Balasan Allah SWT dapat berupa:
a. Dimudahkan jalan keluar dari berbagai kesulitan yang dihadapi.
b. Diberi rezeki yang tiada disangka-sangka datangnya.
c. Dilimpahkan berkah dari langit dan bumi.
165
d. Tidak akan merasa khawatir dan tidak pula bersedih hati.
e. Diberi pertolongan dalam kehidupan dan diberi kemudahan untuk dapat
membedakan antara kebenaran (haq) dan kebatilan.
f. Diberikan pahala yang terbaik di akhirat.
7. Ikhlas Dalam Bekerja
Salah satu kunci diterimanya amal perbuatan manusia di sisi Allah SWT
adalah ikhlas. Ibadah atau amaliah apa pun yang dikerjakan tanpa keikhlasan,
niscaya akan sia-sia belaka. Ikhlas itu tempatnya pada niat awal, tujuan, dan
maksud, bukan pada amalan lahir ataupun ucapan semata. Untuk memunculkan
sikap ikhlas dalam bekerja, perhatikan beberapa hal berikut.
a. Luruskan niat
b. Lakukan hal-hal besar dalam pekerjaan, lalu lupakanlah
c. Fokuslah hanya pada pekerjaan saat melakukan tugas
d. Perbanyak istighfar dan kembalilah pada niat semula
Ciri-ciri orang yang bekerja dengan ikhlas:
a. Bekerja semata-mata mengharap ridha Allah SWT.
b. Bersih dari segala maksud, kepentingan pribadi, pamrih, dan ria.
c. Penuh semangat dalam mengerjakan seluruh tugas pekerjaan.
d. Tidak haus oleh pujian, tidak tamak akan penghargaan dan rasa ingin
dihormati.
e. Tidak merasa rendah karena makian atau cercaan sehingga tidak
mengurangi semangat kerjanya.
8. Amal prestatif
‘Lebih baik amalnya’, itulah kata kuncinya. Pekerjaan harus dilakukan
sebaik mungkin sehingga memperoleh hasil terbaik pula. Dalam kehidupan ini,
penilaian terhadap diri kita tergantung pada perbuatan, sikap, dan cara kerja kita.
Karena itu, hendaknya semua tugas pekerjaan yang merupakan amanah bagi kita
diselesaikan dengan penuh semangat, konsentrasi, berbudaya tinggi untuk
melayani secara mengesankan, saling mendukung dengan tim, empatik,
bertanggung jawab, serta profesional. Dengan demikian, kita dapat menampilkan
yang terbaik sekaligus menjadi telladan dalam kebaikan bagi rekan-rekan kerja.
166
9. Syukur Prestatif
Memang, tidak semua kenyataan yang terjadi sesuai dengan harapan dan
keinginan kita. Namun, sadarilah bahwa segala yang terjadi dalam kehidupan dan
diri kita, berada dalam genggaman, kekuasaan, dan pengetahuan Allah SWT.
Allah Maha Mengetahui terhadap segala, bahkan yang tidak kita ketahui.
Terkadang, kita merasa apa yang kita harapkan merupakan sebuah kebaikan untuk
kita. Padahal, bisa jadi tidak bagi Allah SWT, begitu juga sebaliknya.
Macam-macam syukur prestatif yaitu:
a. Syukur kepada Allah SWT, yaitu sikap syukur yang ditunjukkan oleh
seorang hamba atas segala karunia yang telah diberikan-Nya kepada kita.
Wujud syukur yang harus ditampilkan adalah meningkatkan kualitas
ibadah kita kepada Allah SWT.
b. Syukur atas pekerjaan, yaitu sikap syukur yang harus ditunjukkan seorang
pekerja atas nikmat pekerjaan yang telah diperolehnya. Betapa banyak
orang di sekitar kita yang tidak memperoleh pekerjaan; terkena PHK,
pendapatan tidak tetap, bekerja di luar negeri, dan lain-lain.
c. Syukur atas harta, yaitu sikap syukur yang harus dimunculkan dalam diri
kita karena betapa banyak nikmat rezeki yang telah Allah SWT berikan
kepada kita.
d. Syukur atas segala hal, yaitu syukur atas segala karunia yang telah
diberikan Allah SWT, baik kesehatan, usia, waktu, maupun kehidupan
kita.
Cara memunculkan rasa syukur:
a. Ingatlah masa lalu alih-alih selalu mengkhayalkan masa depan
b. Lihatlah mereka yang dibawah alih-alih selalu melihat mereka yang di atas
c. Tanamkan sikap ‘selalu merasa cukup’ alih-alih ‘selalu merasa kurang’
d. Menemukan hikmah alih-alih mengeluh akan realita dan menyalahkan
orang lain.
10. Silaturahmi Membuka Pintu Rezeki
Bekerja dengan hati nurani mensyaratkan adanya kemampuan untuk
menjalin silaturahmi dengan baik antarsesama, khususnya antarpekerja.
167
Hubungan baik merupakan inti dalam interaksi sosial. Dunia pekerjaan atau
tempat kerja haruslah mampu menjadi sebuah “keluarga” bagi kita. Disana terjalin
hubungan yang harmonis, saling mengasihi, saling menghormati, dan saling
mendukung.
Lalu, bagaimana menumbuhkan rasa ukhuwah dan kasih sayang agar
jalinan silaturahmi tetap erat terbangun? Renungkanlah beberapa langkah sikap
berikut ini.
a. Merasa menjadi bagian dari kesatuan tubuh
b. Memberitakan dan melihat sisi positif
c. Mendo’akan sahabar (rekan), baik saat ada maupun tidak ada
d. Tampilkan wajah ceria
e. Lakukan jabat tangan kedekatan
f. Perbanyak melakukan kunjungan
g. Biasakan mengucapkan salam dan tebar keselamatan’
h. Berilah perhatian dan ringankan beban
i. Penuhi hak-hak sahabat atau rekan
j. Biasakan memberi hadiah
k. Memberikan pelayanan prima (excellent)
168
MOTIVASI BEKERJA: I’M READY TO WORK
TUJUAN:
Agar peserta mendapatkan motivasi bekerja sesuai dengan konsep bekerja dengan
hati.
DASAR PEMIKIRAN:
Dengan diberi kata-kata atau kalimat motivasi, diharapkan dalam mengerjakan
pekerjaan hari ini peserta dapat lebih termotivasi.
METODE:
Ceramah
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
06.50-06.55
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
-
DESKRIPSI SINGKAT:
Trainer memberikan motivasi dengan memberikan kata-kata atau kalimat-kalimat
penyemangat kepada peserta berdasarkan konsep bekerja dengan hati.
169
SHARING: WHAT I FEEL IN WORK
TUJUAN:
Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dialami oleh karyawan dalam bekerja pada hari ini.
DASAR PEMIKIRAN:
Dengan sharing ini, trainer dapat mengetahui bagaimana perubahan kinerja karyawan setelah diberikan materi pada pagi hari sebelum bekerja.
METODE:
Sharing
FORMAT:
Individu dan kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
12.30-13.15
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
Kertas, Bolpen, Whiteboard, Penghapus
DESKRIPSI SINGKAT:
Trainer memimpin jalannya sharing ini sekaligus memberikan tanggapan/materi
dari hal-hal yang diutarakan peserta sesuai dengan konsep bekerja dengan hati
yang telah dijelaskan pagi hari tadi. Peserta bebas menuliskan dan mengutarakan
hal-hal yang telah dihadapi dan dirasakan dalam bekerja hari ini.
170
KONTRAK DIRI
TUJUAN:
Agar peserta dapat berjanji kepada dirinya sendiri untuk bekerja sesuai dengan konsep bekerja dengan hati.
DASAR PEMIKIRAN:
Dengan adanya kontrak diri, maka peserta akan belajar konsekuen untuk dapat
melakukan perubahan dalam bekerjanya sesuai konsep bekerja dengan hati.
METODE:
Kontrak diri
FORMAT:
Individu
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
13.15-13.20
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
Kertas HVS, ballpoint
DESKRIPSI SINGKAT:
Peserta menuliskan kalimat perjanjian pada selembar kertas secara spesifik dalam bentuk point-point bahwa peserta akan bekerja dengan hati seperti apa yang telah
dijelaskan oleh trainer. Kertas tersebut nanti akan dikirim kembali setelah 1bulan
dari pelatihan ini.
171
RENUNGAN: JIKA AKU MENJADI
TUJUAN:
Untuk menyadarkan peserta agar lebih menghargai dirinya sendiri dan
pekerjaannya dalam bekerja.
DASAR PEMIKIRAN:
Dengan renungan yang didalamnya terdapat kata-kata maupun kalimat-kaimat
yang dapat merubah cara pandang peserta dalam bekerja maka diharapkan dapat
menyadarkan kepada peserta bahwa pekerjaan yang dilakukannya sekarang
merupakan ibadah dan harus selalu disyukuri dan dihargai.
METODE:
Renungan
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
13.20-13.50
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
Soundsystem, laptop
DESKRIPSI SINGKAT:
Perserta duduk melingkar lesehan dengan mata tertutup, pada waktu itu trainer
menuntun peserta dengan kata-kata atau kalimat-kalimat renungan yang dapat
menyadarkan peserta.
172
PENUTUP
TUJUAN:
Untuk mengakhiri pelatihan pada hari ini sekaligus memberikan motivasi dalam bekerja untuk hari esok.
DASAR PEMIKIRAN:
Peserta dapat mengetahui bahwa pelatihan khusus hari ini sampai dengan disini
dan besok masih ada pelatihan lagi pada waktu yang sama dengan materi yang
berbeda.
METODE:
Ceramah
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
13.00-14.00
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
-
DESKRIPSI SINGKAT:
Ketika trainer memberikan materi penutup, peserta masih dalam posisi duduk,
tetapi ketika diakhir peserta berdiri melingkar dengan trainer untuk meneriakkan
kata-kata positif.
173
Jum’at, 4 Maret 2011
PENGKONDISIAN PESERTA
TUJUAN:
Untuk mengumpulkan peserta masuk ke dalam ruang pelatihan.
DASAR PEMIKIRAN:
Agar memudahkan peserta untuk menuju ruang pertemuan secara bersama-sama
dan mengantisipasi agar waktu efektif sesuai jadwal.
METODE:
Pemberian instruksi
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang masing-masing karyawan menuju ruang pertemuan
WAKTU:
06.10-06.15
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
-
DESKRIPSI SINGKAT:
Peserta dikondisikan untuk segera memasuki ruang pertemuan karena pelatihan
hari ini akan segera dimulai.
174
GAMES: TEAMWORK (BALONKU)
TUJUAN:
Untuk menyadarkan peserta bahwa kerja sama merupakan salah satu hal yang
termasuk upaya untuk memperbaiki hubungan dengan rekan kerja dan
memperbaiki karakter kerja.
DASAR PEMIKIRAN:
Permainan tersebut dapat sebagai simulasi bahwa dalam bekerja karyawan harus
dapat bekerja sama satu sama lain sehingga hubungan interpersonal antar
karyawan dapat terjaga dengan baik.
METODE:
Games
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
06.15-06.30
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
Balon, Tali Rafia, Sedotan
DESKRIPSI SINGKAT:
Peserta dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5
orang. Peserta berbaris pada kelompok masing-masing, kemudian jarak (ruang)
antar peserta dalam kelompok diberikan balon sebagai tantangannya. Peserta
dalam kelompok harus berjalan untuk mengambil sedotan di depannya yang
175
berjarak 3 meter kemudian di taruh ditempat kelompok tersebut “start” dalam
waktu 5 menit dengan syarat balon tidak boleh jatuh. Pemenangnya adalah
kelompok dengan jumlah sedotan terbanyak.
176
SHARING: PERBAIKI KARAKTER/ATTITUDE DALAM BEKERJA
TUJUAN:
Agar peserta dapat mengerti hal-hal apa saja yang dapat memperbaiki karakter
kita dalam bekerja sehingga dapat terjadi perubahan sikap.
DASAR PEMIKIRAN:
Dengan materi ini, peserta menjadi tahu sikap apa saja yang dapat mendukung
pekerjaannya sehingga karyawan dapat melakukan pekerjaannya dengan baik, dan
hubungan antar rekan kerja juga harmonis.
METODE:
Sharing
FORMAT:
Individu dan kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
06.30-06.50
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
Karpet, whiteboard, spidol, penghapus
DESKRIPSI SINGKAT:
Trainer memberikan materi perbaiki karakter/attitude dalam kerja dengan metode
sharing. Peserta juga dapat berbagi pengalaman sekaligus bertanya pada sesi ini.
177
Materi Perbaiki Karakter/Attitude dalam Bekerja Bekerja dengan hati akan selalu disertai dengan usaha secara sungguh-
sungguh untuk meningkatkan karakter pribadi dengn sikap orang-orang diatas
garis. Dengan sikap-sikap yang akan membawa peningkatan kwalitas kerja.
Sikap-sikap positif tersebut adalah :
a. Visioner : memiliki orientasi ke masa depan yang lebih jauh
b. Kreatif : mengerjakan tugas-tugasnya dengan kreativitas yang tinggi
c. Inovatif : bekerja dengan melakukan pembaharuan metode yang lebih
bbaik lagi, lebih efektif dan effisien
d. Integritas : bekerja dengan penuh kejujuran tanpa membutuhkan
pengawasan dari orang lain
e. Kerjasama : bekerja dengan team untuk saling melengkapi dan
menyempurnakan.
Sedangkan menurut Saleh (2009: 164), karakter sukses spiritual worker
diantaranya yaitu:
1. Jujur (honest): yaitu sikap menyampaikan apa adanya tanpa kepentingan
untuk menambah dan mengurangi, lurus hati, bersikap tidak curang, serta
menjauhkan dari segala bentuk kebohongan.
2. Berpandangan jauh ke depan: adalah berpikir ke masa depan. Kemampuan
memprediksi masa depan serta mampu merencanakan pencapaian masa
depan. Wujud dari sikap ini, yaitu suka menghayati, dan mampu berjalan
sesuai rencana sehari-hari (scheduled).
3. Bisa memberi inspirasi (inspiring): mampu mendorong dan menjadi
sumber motivasi bagi munculnya sebuah pemikiran baru pada pihak lain.
Mendorong orang lain untuk bekerja dan berkarya, bergabung atau
terlibat, dan membuat seluruhnya menyenangkan.
4. Kompeten (competent): memiliki kemampuan dan kecapakan diri yang
unggul. Memiliki keinginan kuat untuk melakukan hal-hal yang dapat
meningkatkan kemampuan diri bertekad untuk menguasainya, dan
bersedia mengembangkan segala kemampuan.
5. Adil (fair): kemampuan seseorang untuk menempatkan sesuatu sesuai
178
dengan tempatnya, mampu bertindak secara profesional, serta mampu
memperlakukan seseorang sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang
dimilikinya.
6. Mendukung (supporting): sikap suka mendorong, memotivasi, dan
membantu pencapaian ambisi, keinginan dan tujuan orang lain dengan
penuh itikad baik akan membangun persahabatan demi kesuksesan
bersama.
7. Berpandangan luas (broad-minded): kemampuan seseorang dalam
berpikir, melihat, dan menilai sesuatu secara menyeluruh (komprehensif)
dan utuh (integral).
8. Cerdas (intelligent): mampu berpikir dan bersikap strategis, jeli, visioner,
serta memiliki semangat tinggi dalam mewujudkan tujuan dan
keberhasilan.
9. Terus terang (straightforward): sikap terbuka dalam mengungkapkan
pikiran dan emosi. Tidak ada keraguan dalam mengungkapkan sikap yang
dia yakini benar, walaupun terasa pahit (outspoken).
10. Berani (courageous): sifat tidak takut terhadap resiko, berani bertanggung
jawab, dan bersedia menerima resiko (daring). Menyadari sepenuhnya
bahwa tidak ada satu pun di dunia ini yang tidak mengandung resiko.
11. Bisa diandalkan: sikap kepercayaan seseorang terhadap orang lain dapat
dibangun dengan bekerja secara cepat, tepat, dan efektif, sehingga
diperoleh hasil yang memuaskan.
12. Bisa bekerja sama (team worker): melakukan pekerjaan dalam sebuah
kebersamaan dengan orang lain secara sinergis, saling membantu, saling
menghormati, penuh kesadaran, dan semangat demi kesuksesan bersama.
13. Kreatif (creative): selalu bergerak sebelum orang lain bergerak. Memiliki
beragam variasi dan selalu memunculkan hal-hal yang baru.
14. Peduli pada orang lain (care, attention): sikap perhatian pada orang lain
dan memperlakukan mereka dengan rasa segan, hormat, serta menghargai.
15. Tegas (clear): sikap seseorang yang dibangun atas dasar keyakinan dan
prinsip hidup yang kuat. Tidak ragu-ragu dalam bersikap dan tidak mudah
179
goyah oleh godaan yang menghadang.
16. Matang (adult): bersikap dewasa, bijaksana, serta tenang dalam
mengambil keputusan dan menyikapi setiap permasalahan. Tidak mudah
mengeluh dan putus asa.
17. Berambisi (ambition): berkeinginan keras untuk mencapai sesuatu (cita-
cita, harapan) dengan penuh semangat dan antusiasme.
18. Loyal (loyalty): sikap setia kepada seseorang, gagasan, atau pekerjaan.
Sikap ini terkadang melampaui alasan dan disertai sikap berani berkorban
untuk organisasi atau kelompok di mana dia menjadi bagian di dalamnya.
19. Mampu mengendalikan diri (self-control): mempunyai perasaan atau
emosi, tetapi jarang memperlihatkannya. Mampu menyembunyikan
perasaan tersebut, bahkan dapat mengelolanya dengan baik. Dengan kata
lain, dapat menahan diri dalam menunjukkan emosi atau antusiasme
(reserved).
20. Independen (independent): sikap mandiri, bebas dari segala pengaruh,
tidak tergantung pada orang lain, dan penuh percaya diri, atau bahkan
merasa tidak begitu memerlukan orang lain.
180
MOTIVASI BEKERJA: I’M READY TO WORK
TUJUAN:
Agar peserta mendapatkan motivasi bekerja sesuai dengan konsep bekerja dengan
hati.
DASAR PEMIKIRAN:
Dengan diberi kata-kata atau kalimat motivasi, diharapkan dalam mengerjakan
pekerjaan hari ini peserta dapat lebih termotivasi.
METODE:
Ceramah
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
06.50-06.55
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
-
DESKRIPSI SINGKAT:
Trainer memberikan motivasi dengan memberikan kata-kata atau kalimat-kalimat
penyemangat kepada peserta berdasarkan konsep bekerja dengan hati.
181
SHARING: WHAT I FEEL IN WORK
TUJUAN:
Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dialami oleh karyawan dalam bekerja pada hari ini.
DASAR PEMIKIRAN:
Dengan sharing ini, trainer dapat mengetahui bagaimana perubahan kinerja karyawan setelah diberikan materi pada pagi hari sebelum bekerja.
METODE:
Sharing
FORMAT:
Individu dan kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
12.30-13.15
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
Kertas, Bolpen
DESKRIPSI SINGKAT:
Trainer memimpin jalannya sharing ini sekaligus memberikan tanggapan/materi
dari hal-hal yang diutarakan peserta sesuai dengan konsep bekerja dengan hati
khususnya berkaitan dengan materi yang disampaikan tadi pagi yaitu perbaiki
karakter/attitude dalam bekerja. Peserta bebas menuliskan dan mengutarakan hal-
hal yang telah dihadapi dalam bekerja hari ini.
182
RELAKSASI
TUJUAN:
Untuk mengendurkan otot-otot karyawan yang mengalami ketegangan setelah
melakukan pekerjaan hari ini
DASAR PEMIKIRAN:
Relaksasi ini berguna untuk mengurangi gejala-gejala fisik dari burnout, sehingga
burnout yang dialami karyawan dapat turun.
METODE:
Teknik-teknik relaksasi
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
13.15-13.35
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
soundsystem, laptop
DESKRIPSI SINGKAT:
Peserta duduk dan mengambil posisi sesuai dengan instruksi trainer. Trainer memberikan teknik-teknik relaksasi kepada peserta diiringi dengan musik klasik.
183
RELAKSASI 4
Hari/Waktu : Jum’at, 13.15 – 13.30
Materi : Relaxation via Letting Go
Tujuan :
• Memperdalam relaksasi dengan berlatih untuk lebih menyadari dan
merasakan relaksasi
Prosedur :
• Setelah diberikan informasi, subjek melakukan relaksasi tahap selanjutnya
yaitu Relaxation via Letting Go
Instruksi pelatihan relaksasi: Relaxation via Letting Go
Teman-teman, kali ini kita akan mulai dengan relaksasi otot yang kedua,
yaitu Relaxation via Letting Go. Metode ini bertujuan memperdalam relaksasi.
Dalam fase ini kita akan berlatih untuk lebih menyadari dan merasakan relaksasi.
Teman-teman, silahkan duduk atau berbaring dengan nyaman, dan mata
Anda tertutup. Lemaskan semua bagian dimana Anda bersandar, sehingga tidak
perlu menegangkan otot-otot Anda. Lemaskan sedapat mungkin yang Anda
mampu (3 detik).
Pusatkan perhatian Anda pada tangan kanan Anda dan hilangkan semua
ketegangan yang ada (3 detik). Rileks (3 detik). Rilekskan semua otot-otot lengan
kanan semakin jauh, semakin jauh (3 detik). Lemaskan otot-otot lagi dan lagi, dan
semakin mendalam. Rileks (3 detik). Sekarang rilekskan otot-otot lengan atas,
rilekskan otot-otot sedapat mungkin Anda mampu. Teruskanlah pada lengan,
pergelangan tangan, telapak tangan sampai ke jari-jari Anda, rileks (3 detik).
Biarkan lebih lanjut, lebih lanjut. Biarkan otot-otot lengan kiri Anda rileks, lebih
lanjut, lebih lanjut, lagi dan lagi (3 detik). Rileks dan rileks lagi (3 detik).
Sekarang bahu kanan dan kiri rileks, merasa ringan, secara perlahan-lahan
relaksasi manjalar ke lengan kiri dan kanan, tangan dan jari-jari (3 detik). Biarkan
otot-otot lemas, semakin jauh dan jauh (3 detik).
Sekarang kita pusatkan perhatian ke otot wajah. Lemaskan muka Anda,
rilekskan otot-otot tersebut (3 detik). Ketika Anda merilekskan otot-otot tersebut,
184
secara bertahap Anda mungkin lebih merasakan relaksasi pada otot-otot tersebut.
Mata Anda terpejam dengan tenang dan nyaman (3 detik). Rahang Anda semakin
rileks, lagi, dan lebih lanjut (3 detik). Anda dapat berfikir untuk membiarkan
rileks itu berlangsung semakin mendalam dan semakin jauh dibanding
sebelumnya (3 detik). Anda dapat bernafas dengan perlahan dan teratur, terus,
lebih dalam setiap Anda menarik nafas dan menghembuskannya (3 detik).
Sekarang relaksasi menjalar ke perut Anda, rileks dan semakin rileks,
lebih lanjut dan lebih lanjut (3 detik). Sekarang rasakan rileks pada pinggul dan
pantat Anda, Anda merasa ringan dan nyaman (3 detik). Sekarang rasakan rileks
pada pinggul dan pantat Anda, Anda merasa ringan dan nyaman (3 detik).
Relaksasi menjalar ke paha, rileks, semakin rileks (3 detik). Semakin dalam dan
lebih dalam. Semakin jauh dan lebih mendalam (3 detik).
Sekarang relaksasi turun ke betis kiri dan kanan, semakin rileks dan lebih
mendalam (3 detik). Terus sampai pada kaki Anda, semakin rileks dan lebih jauh.
Teruskanlah rileks, lebih lanjut, lebih lanjut (3 detik). Untuk membantu Anda
lebih rileks, saya akan menghitung secara perlahan-lahan satu sampai sepuluh.
Setiap kali saya menghitung suatu angka, usahakanlah untuk lebih rileks dari
sebelumnya. Biarkanlah rileks itu semakin jauh dan semakin mendalam (3 detik).
Satu...rileks lebih mendalam dan lebih mendalam (3 detik), dua... lebih jauh dan
lebih jauh lagi (3 detik), tiga... lebih rileks, lebih jauh dan lebih jauh (3 detik),
empat... lebih rileks (3 detik), lima... rilekskan seluruh tubuh Anda, menjadi
ringan lebih ringan dan lebih rileks (3 detik), enam... lebih mendalam dan lebih
rileks (3 detik), tujuh... seluruh tubuh Anda semakin rileks, semakin ringan dan
semakin santai, semakin tenang (3 detik), delapan... lebih mendalam dan lebih
rileks (3 detik), sembilan... semakin jauh dan semakin rileks (3 detik), sepuluh...
teruskan relaksasi tersebut, teruskan untuk rileks lebih lanjut, lebih lanjut (3
detik).
Untuk beberapa menit saya akan diam sehingga Anda dapat berlatih hal-
hal berikut. Saya ingin Anda memikirkan pada diri sendiri kata-kata kalem/tenang
setiap Anda bernafas. Setiap kali bernafas ucapkanlah dalam hati dan pikiran
Anda kalem/tenang. Hal ini akan dapat membantu Anda untuk menghubungkan
185
kata-kata kalem/tenang dengan ketenangan yang Anda rasakan saat ini dalam
pikiran Anda. Teruskanlah berlatih sampai saya berbicara lagi (3 menit).
Baiklah, hentikan latihan ini dan dengarkan saya sekali lagi. Saya harap
Anda dapat menentukan letak diri Anda di antara 0-100, dan dapat Anda laporkan
setelah Anda bangun. Sekarang saya akan menghitung dari lima sampai satu dan
pada hitungan 1 Anda dapat membuka mata dan bangun,
lima...empat...tiga...dua...satu, buka mata Anda dan bangun.
186
PENUTUP
TUJUAN:
Untuk mengakhiri pelatihan pada hari ini sekaligus memberikan motivasi dalam bekerja untuk hari esok.
DASAR PEMIKIRAN:
Peserta dapat mengetahui bahwa pelatihan khusus hari ini sampai dengan disini
dan besok masih ada pelatihan lagi pada waktu yang sama dengan materi yang
berbeda.
METODE:
Ceramah
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
13.35-13.45
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
-
DESKRIPSI SINGKAT:
Ketika trainer memberikan materi penutup, peserta masih dalam posisi duduk,
tetapi ketika diakhir peserta berdiri melingkar dengan trainer untuk meneriakkan
kata-kata positif.
187
Sabtu, 5 Maret 2011
PENGKONDISIAN PESERTA
TUJUAN:
Untuk mengumpulkan peserta masuk ke dalam ruang pelatihan.
DASAR PEMIKIRAN:
Agar memudahkan peserta untuk menuju ruang pertemuan secara bersama-sama
dan mengantisipasi agar waktu efektif sesuai jadwal.
METODE:
Pemberian instruksi
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang masing-masing karyawan menuju ruang pertemuan
WAKTU:
06.10-06.15
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
-
DESKRIPSI SINGKAT:
Peserta dikondisikan untuk segera memasuki ruang pertemuan karena pelatihan
hari ini akan segera dimulai.
188
RELAKSASI
TUJUAN:
Untuk mengendurkan otot-otot karyawan yang mengalami ketegangan dan untuk
memberi kesegaran dipagi hari kepada peserta dalam mengawali pekerjaannya
sehingga dapat lebih bersemangat.
DASAR PEMIKIRAN:
Relaksasi ini berguna untuk mengurangi gejala-gejala fisik dari burnout, sehingga
burnout yang dialami karyawan dapat turun.
METODE:
Teknik-teknik relaksasi
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
06.15-06.40
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
Soundsystem, laptop, karpet
DESKRIPSI SINGKAT:
Peserta duduk dan mengambil posisi sesuai dengan instruksi trainer. Trainer memberikan teknik-teknik relaksasi kepada peserta diiringi dengan musik klasik
189
RELAKSASI 5
Hari/Waktu : Sabtu, 06.15 - 06.40
Materi : Differential Relaxation
Tujuan :
• Mengulang relaksasi yang sudah dipraktekan pada pertemuan sebelumnya
• Melakukan Differential Relaxation
Prosedur :
• Subjek mengulang relaksasi yang dipraktekkan pada pertemuan
sebelumnya (5 menit).
• Subjek melakukan Differential Relaxation (10 menit)
Instruksi pelatihan relaksasi: Differential Relaxation
Sebelumnya mari kita mengulang gerakan pada pertemuan sebelumnya.
Setelah mencapai keadaan rileks. Baiklah sekarang bukalah mata Anda, mungkin
Anda akan melihat papan atau dinding di depan Anda. Saat Anda melihatnya
Anda tidak perlu menegangkan otot dahi, lengan, pundak, dan kaki. Saat Anda
melihat suatu objek tetaplah pertahankan otot-otot Anda dalam keadaan rileks.
Mungkin Anda menyadari bahwa otot-otot leher Anda tegang karena leher Anda
harus menopang supaya kepala Anda menengadah, tetapi Anda tidak perlu
menegangkan otot bahu, lengan, dada, perut dan kaki. Perhatikan bagaimana
perasaan rileks Anda tetap dalam sebagian besar tubuh Anda, sementara Anda
tetap melihat ke atas. Teruskan duduk disitu dan perhatikan ketegangan yang tidak
perlu yang mungkin mulai datang sekarang, dan hilangkan ketegangan itu. Karena
ketegangan otot tersebut di bawah kontrol Anda, maka dengan demikian Anda
juga dapat merilekskannya. Rilekslah lebih lanjut, dan nikmati perasaan yang
menyenangkan yang menyertai relaksasi ini (subjek diberi kesempatan berlatih
kurang lebih 15 detik). Sekarang saya akan menunjukkan Anda sesuatu yang lain.
Ambilah selembar kertas di depan Anda, kemudian remaslah, ya betul...
peganglah dengan tangan Anda, kemudian putarlah. Perhatikan kertas itu dan
biarkan otot-otot Anda tetap rileks. Anda tidak perlu menegangkan otot-otot
wajah, otot-otot lengan, otot perut dan kaki. Otot-otot tersebut tidak diperlukan
190
untuk aktivitas yang Anda kerjakan sekarang, sehingga Anda dapat tetap rileks
dan menikmati ketenangan yang datang bersama-sama rileksnya otot-otot tersebut
(subjek diberi kesempatan untuk berlatih).
Bagaimana perasaan Anda? Jika subjek merasa tegang, rilekskan bagian-
bagian tersebut, jika ia masih merasa tegang, katakan pada subjek bahwa ia akan
dapat menjadi lebih baik dengan latihan-latihan.
Baiklah... sekarang saya minta Anda untuk bergeser ke kursi di sebelah
Anda (subjek diminta duduk di kursi yang tidak ada sandarannya). Anda akan
menyadari bahwa duduk di kursi ini akan lebih banyak melibatkan otot
dibandingkan duduk di kursi yang tadi. Karena leher Anda tidak didukung oleh
kursi, sehingga otot-otot leher Anda perlu aktif suapaya Anda tetap tegak. Namun
Anda tidak perlu menegangkan otot-otot lengan Anda, dada, otot perut dan kaki.
Otot-otot tersebut tetap rileks. Perhatikan bahwa Anda dapat kembali merasakan
relaksasi dalam semua otot-otot yang tidak diperlukan... bagaimana perasaan
Anda?
Sekarang silahkan berdiri dan pandanglah ke depan. Perhatikan bahwa
otot-otot di kaki dan perut menjadi tegang untuk membantu Anda berdiri, tetapi
Anda tidak perlu menegangkan otot lengan dan bahu Anda. Coba rilekskan otot-
otot bagian atas badan sedapat mungkin Anda mampu melakukan, terutama pada
muka, bahu, dan lengan. Tariklah nafas dan hembuskan pelan-pelan sehingga
relaksasi dan ketenangan akan menyertai Anda. Tetaplah berdiri dan rilekskan
otot-otot sedapat mungkin Anda mampu melakukan. Rilekskan otot-otot yang
masih tegang, sehingga Anda benar-benar dalam keadaan rileks meskipun Anda
masih melakukan sesuatu.
191
MOTIVASI BEKERJA: I’M READY TO WORK
TUJUAN:
Agar peserta mendapatkan motivasi bekerja sesuai dengan konsep bekerja dengan
hati.
DASAR PEMIKIRAN:
Dengan diberi kata-kata atau kalimat motivasi, diharapkan dalam mengerjakan
pekerjaan hari ini peserta dapat lebih termotivasi.
METODE:
Ceramah
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
06.40-06.45
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
-
DESKRIPSI SINGKAT:
Trainer memberikan motivasi dengan memberikan kata-kata atau kalimat-kalimat
penyemangat kepada peserta berdasarkan konsep bekerja dengan hati.
192
SHARING: WHAT I FEEL IN WORK
TUJUAN:
Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dialami oleh karyawan dalam bekerja
pada hari ini dan selama mengikuti pelatihan ini.
DASAR PEMIKIRAN:
Dengan sharing ini, trainer dapat mengetahui bagaimana perubahan kinerja
karyawan setelah diberikan materi pada pagi hari sebelum bekerja dan dari awal
pelatihan sampai pada hari terkahir ini.
METODE:
Sharing
FORMAT:
Individu dan kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
12.30-12.50
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
Kertas, Bolpen
DESKRIPSI SINGKAT:
Trainer memimpin jalannya sharing ini sekaligus memberikan rangkuman materi
dari pertemuan awal hingga akhir dan memberi materi “menjadi pribadi super”.
Peserta bebas menuliskan dan mengutarakan hal-hal yang telah dihadapi dalam
bekerja selama mengikuti pelatihan ini
193
KOMITMEN MENJADI PRIBADI SUPER
TUJUAN:
Agar peserta dapat berkomiten untuk menjadi pribadi super dalam bekerja di
perusahaan yang sekarang maupun rencana masa depannya untuk jangka waktu 5
sampai 10 tahun.
DASAR PEMIKIRAN:
Dengan adanya komitmen ini, maka peserta belajar berjanji pada dirinya sendiri
untuk selalu berusaha memperbaiki sikap kerjanya dan lebih menghargai
pekerjaannya, serta dapat mengelola emosinya ketika ada tekanan sehingga
menjadi pribadi super dan terhindar dari burnout.
METODE:
Komitmen diri
FORMAT:
Individu
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
12.50-13.00
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
ballpoint, kertas, whiteboard, spidol, penghapus DESKRIPSI SINGKAT:
Trainer memberikan contoh kalimat-kalimat komitemen untuk menjadi pribadi
super misalnya merubah sikap kerja, target ke depan, dan rencana hidup lainnya
untuk jangka waktu 5 tahun ke depan. Setelah itu peserta menuliskannya secara
spesifik dalam bentuk point-point kalimat.
194
Materi Menjadi Pribadi yang Super/Excelent
Jika kita bekerja dengan memahami potensi diri, menggunakan kekuatan
pikiran dan hati, dengan meningkatkan spiritualitas dan bekerja dengan sikap
dan karakter positif, maka kita menuju menjadi pekerja atau pribad-pribadi
yang ekselen, pribadi yang unggul.
Hanya pribadi-pribadi yang ekselen inilah yang akan mampu bekerja dengan
hati, dengan kesungguhan, kesabaran, keihlasan sehingga bekerja dalam
kondisi apapun akan selalu enjoy dan fun. Bekerja dengan hati akan
menumbuhkan rasa bahagia selalu sehingga terlepas dari burnout.
195
FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)
TUJUAN:
Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada peserta setelah mendapat
pelatihan.
DASAR PEMIKIRAN:
Dengan adanya FGD ini, trainer dan penyelenggara dapat mengetahui hal-hal apa
saja yang telah dirasakan peserta dalam bekerja sebagai bentuk perubahan setelah
diberikan pelatihan selama seminggu ini.
METODE:
Diskusi
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
13.00-13.20
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
-
DESKRIPSI SINGKAT:
Trainer memimpin jalannya FGD, peserta bebas mengutarakan perubahan-
perubahan yang terjadi pada diri peserta ketika bekerja sesuai dengan gejala-
gejala burnout yang sebelumnya sering dialaminya.
196
PESAN DAN KESAN
TUJUAN:
Untuk mengetahui pesan kesan trainer dan peserta selama mengikuti pelatihan.
DASAR PEMIKIRAN:
Sebagai evaluasi trainer dan penyelanggara dari pelatihan yang telah diberikan
selama seminggu dari pesan dan kesan yang disampaikan masing-masing peserta.
METODE:
Sharing
FORMAT:
Individu dan kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
13.20-13.35
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
-
DESKRIPSI SINGKAT:
Masing-masing peserta menyampaikan pesan dan kesannya dalam mengikuti
pelatihan ini selama satu minggu.
197
PENUTUP
TUJUAN:
Untuk mengakhiri pelatihan yang telah dilaksanakan selama satu minggu ini.
DASAR PEMIKIRAN:
Agar peserta dapat mengetahui bahwa pelatihan yang telah dilaksankan selama
seminggu ini telah berakhir.
METODE:
Ceramah
FORMAT:
Kelompok
TEMPAT:
Ruang Serba Guna
WAKTU:
13.30-13.25
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN:
-
DESKRIPSI SINGKAT:
Trainer memberikan materi penutup kepada peserta sekaligus memberikan
motivasi dalam bekerja kedepannya. Setelah ditutup, dilanjutkan dengan foto
bersama.
198
Nama : Divisi : Masa Kerja :
SKALA BURNOUT KARYAWAN CAKRA SEMARANG TV
Petunjuk pengisian:
1. Bacalah seluruh pernyatan dengan teliti 2. Berilah angka pada kolom yang telah disediakan sesuai dengan keadaan
yang pernah atau sedang anda alami. Keterangan : TIDAK PERNAH : 0 SANGAT JARANG : 1 JARANG : 2 KADANG-KADANG : 3 SERING : 4 SANGAT SERING : 5 SELALU : 6
3. Apabila telah selesai mohon periksa kembali agar tidak ada pernyataan yang terlewati.
Tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban adalah benar kecuali jawaban yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Jawaban anda bersifat pribadi dan dijamin kerahasiaannya. Oleh sebab itu anda diminta menjawab dengan jujur, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
TIDAK PERNA
H
SANGAT
JARANG
JARANG
KADANG-
KADANG
SERING
SANGAT
SERING
SELALU
0 1 2 3 4 5 6 Maslach Burnout Inventory
No. Pernyataan Angka
1 Secara emosional, saya kehabisan energi dalam pekerjaan saya
2 Saya merasa lelah diakhir hari
3 Saya merasa penat ketika bangun tidur di pagi hari untuk
menghadapi pekerjaan di hari tersebut
4 Saya mudah memahami masalah pekerjaan yang saya hadapi
5 Saya merasa saya memperlakukan pekerjaan saya sebagai
tantangan
6 Bekerja dengan orang seharian memberikan tekanan bagi saya
LAMPIRAN 5
199
7 Saya menghadapi masalah-masalah pekerjaan secara efektif
8 Saya merasa jenuh dengan pekerjaan saya
9 Saya merasa yakin pekerjaan saya memberikan pengaruh yang baik
pada kehidupan orang lain
TIDAK PERNA
H
SANGAT
JARANG
JARANG
KADANG-
KADANG
SERING
SANGAT
SERING
SELALU
0 1 2 3 4 5 6 Maslach Burnout Inventory
No. Pernyataan Angka
10 Sejak bekerja, saya kurang dapat menghargai orang lain
11 Saya khawatir pekerjaan ini dapat mengeraskan saya (secara
emosi)
12 Saya merasa frustasi dengan pekerjaan saya
13 Saya bekerja keras dalam pekerjaan saya
14 Saya tidak memikirkan masalah-masalah yang terjadi pada
pekerjaan saya
15 Saya mudah menciptakan suasana yang santai dengan pekerjaan
saya
16 Saya merasa senang setelah mengerjakan pekerjaan saya
17 Saya menyelesaikan segala sesuatu yang bermanfaat dalam
pekerjaan saya
18 Saya merasa kehilangan daya upaya
19 Saya menghadapi masalah-masalah emosional dengan tenang
20 Saya merasa rekan kerja menyalahkan saya karena masalah
mereka
.....................................................TerimaKasih........................................................
LAMPIRAN 12
Top Related