KECERDASAN SPIRITUAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN
PENERAPAN NILAI-NILAI KEJUJURAN SISWA
MTS DAARUL HIKMAH PAMULANG
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
Salafudin
NIM: 106011000170
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/1431 H
KECERDASAN SPIRITUAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN
PENERAPAN NILAI-NILAI KEJUJURAN SISWA
MTS DAARUL HIKMAH PAMULANG
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Dosen Pembimbing
Dr. Akhmad Sodiq, M.Ag
NIP. 19710709 199803 1001
Oleh:
Salafudin
NIM: 106011000170
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/1431 H
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul: “Kecerdasan Spiritual dan Hubungannya dengan Nilai-
nilai Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang”. Diajukan kepada Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah
dinyatakan lulus dalam ujian munaqasah pada tanggal 02 September 2010
dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Islam (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama.
Jakarta, ………….2010
Panitia Ujian Munaqasah
Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi) Tanggal Tanda Tangan
Bahrissalim, M.Ag ………….. ……………..
NIP. 19680307 199803 1 002
Sekretaris Jurusan PAI
Drs. Sapiuddin Shidiq, M.Ag ………….. …………….
NIP. 19670328 200003 1 001
Penguji I
Drs. H. Masan AF, M.Pd ………….. ……………..
NIP. 19510521 198103 1 004
Penguji II
Bahrissalim, M.Ag …………... ……………..
NIP. 19680307 199803 1 002
Mengetahui:
Dekan fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A.
NIP. 19571005 198703 1 003
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bernama:
Nama : Salafudin
NIM : 106011000170
Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Judul Skripsi : “Kecerdasan Spiritual dan Hubungannya dengan Nilai-
nilai Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang”.
Dosen Pembimbing:
Nama : Dr. Akhmad Sodiq, M.A.
NIP : 19710709 199803 1001
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan asli karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 02 Agustus 2010
Salafudin
ABSTRAK
Nama : Salafudin Judul Skripsi : Kecerdasan Spiritual dan Hubungannya dengan
Nilai-nilai Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang
Fakultas/Jurusan : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan/ Pendidikan Agama Islam
Proses pencerdasan bangsa dapat terlaksana jika dilakukan secara terintegrasi oleh sektor-sektor pembangunan. Salah satu sektor pembangunan tersebut adalah pendidikan. Namun betapapun tinggi ilmu pengetahuan seseorang, apabila tidak beragama, maka pengetahuannya akan digunakan untuk mencari kesenangan dan keuntungan sendiri tanpa memperhatikan kepentingan lain. Sedangkan kendali jiwa yang menahan dan mengontrol tindakan serta perbuatannya tidak ada, yaitu kepercayaan kepada Tuhan dan ketekunannya dalam mengindahkan ajaran-ajaran agamanya.
Di sinilah letak tragisnya pengetahuan yang tidak disertai oleh jiwa taqwa kepada Tuhan, mereka tidak akan sedikitpun memperdulikan nilai-nilai kejujuran dalam proses pembelajaran. Maka dari itu guru sangat berpengaruh besar dalam mengembalikan serta meningkatkan kecerdasan spiritual atau jiwa seseorang. Karena kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa yang dapat membantu kita menyembuhkan dan membangun diri secara utuh. Banyak sekali dari kita yang saat ini menjalani hidup yang penuh luka dan berantakan. Dengan kecerdasan spiritual diharapkan masalah-masalah yang datang akan mudah dihadapi dan diharapkan dengan adanya penerapan kecerdasan spiritual pada peserta didik dapat meningkatkan nilai-nilai kejujuran siswa khusunya dalam proses pembelajaran dan di dalam pergaulan sehari-hari.
Penulis melakukan penelitian di MTs Daarul Hikmah Pamulang dengan menggunakan sistem random sampling khususnya kelas VIII dengan menggunakan koefisien korelasi product moment. Setelah penelitian dilakukan, penulis memperoleh hasil penelitian tingkat Kecerdasan Spiritual Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang adalah 47,533 sedangkan tingkat nilai-nilai kejujuran siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang adalah 48,488 dan angka koefisien korelasi antara kecerdasan spiritual terhadap nilai-nilai kejujuran siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang terutama kelas VIII yaitu sebesar 0,507 dengan demikian koefisien korelasinya sedang atau cukup. Berada pada rentangan 0,40 - 0,70 sehingga dapat diketahui bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara kecerdasan spiritual dengan nilai-nilai kejujuran siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, atas limpahan nikmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Kecerdasan Spiritual dan Hubungannya dengan Nilai-nilai kejujuran Siswa MTs
Daarul Hikmah Pamulang”. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada
baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman
kebodohan ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan teknologi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana
yang diharapkan walaupun waktu, tenaga, dan piikiran telah diperjuangkan
dengan segala keterbatasan yang penulis miliki demi terselesaikannya skripsi ini
agar bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari partisipasi beberapa pihak yang
telah membantu, sehingga patut kiranya penulis ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Akhmad Sodiq, M.Ag selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
membagi ilmunya dengan sabar dan teliti dalam mengoreksi dan membimbing
penulis dalam membuat skripsi.
4. Abdul Ghofur, M.Ag selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan pengarahan dan masukan kepada penulis.
5. Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
terutama untuk Jurusan Pendidikan Agama Islam khususnya yang telah
memberikan kontribusi pemikiran melalui pengajaran dan diskusi yang
berkaitan dengan skripsi ini.
ii
iii
7. Terkhusus untuk kedua orang tuaku tercinta yang telah merawat,
membesarkan, mendidik, membimbing dan mencurahkan seluruh kasih dan
sayangnya dengan penuh keikhlasan serta tidak bosan-bosannya mendo’akan
putra puterinya.
8. Untuk kakak-kakakku tercinta yang telah memberikan warna-warni kehidupan
dan semangat serta inspirasi yang sangat berharga bagi penulis.
9. Seluruh sahabat senasib sepenanggungan yang selalu memberi kesan dan
pesan dalam perjalanan hidupku. Seperti sahabat-sahabat kost, IMPP-J,
HIMA-MAN Pemalang, PMII, HIKMAH Salafiyah, UKM PRAMUKA
Racana Fatahillah – Nyi Mas Gandasari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Seluruh teman Mahasiswa angkatan 2006 khususnya kelas E dan anggota
IRAQ dan tentunya teman-teman HISTORY CLASS yang tidak akan
terlupakan sampai kapanpun kebersamaan kita baik senang, sedih, canda tawa,
haru, marah dan bahagia. Terima kasih untuk semua dukungan dan perhatian
yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. Dan juga
kepada teman-temanku yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis berharap dan berdo’a kepada Allah SWT agar seluruh pengorbanan
yang telah diberikan akan mendapatkan balasan yang setimpal di sisi-Nya.
Semoga ukiran tinta hitam yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi diri saya
sendiri khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
jazakumullah khairan katsiran.
Jakarta, 06 Agustus 2010
Penulis
Salafudin
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK . ....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL . ........................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A................................................................................................Lat
ar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. ...............................................................................................Ide
ntifikasi Maslaah ........................................................................... 8
C. ...............................................................................................Pe
mbatasan Masalah ......................................................................... 9
D................................................................................................Per
umusan Masalah ............................................................................ 9
E. ...............................................................................................Tuj
uan dan Manfaat ............................................................................ 9
1. ..........................................................................................Tuj
uan Penelitian .......................................................................... 9
2. ..........................................................................................Ma
nfaat Penelitian ........................................................................ 9
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN
HIPOTESIS ........................................................................................ 10
A................................................................................................KE
CERDASAN SPIRITUAL ............................................................ 10
1. ..........................................................................................Pen
gertian Kecerdasan Spiritual ................................................... 10
iv
2. ..........................................................................................Cir
i-ciri Kecerdasan Spiritual ...................................................... 15
3. ..........................................................................................Car
a Mengaktualkan Kecerdasan Spiritual ................................... 18
4. ..........................................................................................Fu
ngsi Kecerdasan Spiritual. ....................................................... 23
B. ...............................................................................................KE
JUJURAN ..................................................................................... 24
1. ..........................................................................................
Arti Jujur ................................................................................. 24
2. ..........................................................................................Nil
ai-nilai Kejujuran .................................................................... 25
C. KERANGKA BERPIKIR. ............................................................. 28
D. PENGAJUAN HIPOTESIS. .......................................................... 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 30
A................................................................................................Te
mpat dan Waktu Penelitian ........................................................... 30
B. ...............................................................................................Var
iabel Penelitian .............................................................................. 30
C. ...............................................................................................Me
tode Penelitian ............................................................................... 30
D................................................................................................Po
pulasi dan Sampel ......................................................................... 31
E. ...............................................................................................Te
knik Pengumpulan Data ................................................................ 32
F. ...............................................................................................Inst
rumen Penelitian . .......................................................................... 33
G................................................................................................Te
knik Pengolahan dan Analisis Data .............................................. 34
v
BAB IV HASIL PENELITIAN ...................................................................... 39
A................................................................................................Ga
mbaran Umum Lokasi Penelitian .................................................. 39
1. ..........................................................................................Sej
arah Berdirinya MTs Daarul Hikmah Pamulang . ................... 39
2. ..........................................................................................Vis
i, Misi dan Motto MTs Daarul Hikmah Pamulang . ................ 40
3. ..........................................................................................Kip
rah MTs Daarul Hikmah Pamulang . ....................................... 41
4. ..........................................................................................Pro
fil MTs daarul Hikmah Pamulang ........................................... 42
5. ..........................................................................................Dat
a Siswa, Guru, Tata Usaha dan Karyawan .............................. 43
B. ...............................................................................................De
skripsi Data . .................................................................................. 46
1. ..........................................................................................Var
iabel Bebas (Kecerdasan Spiritual) . ........................................ 46
2. ..........................................................................................Var
iabel Terikat (Nilai-nilai kejujuran Siswa) . ............................ 54
C. ...............................................................................................An
alisis . ............................................................................................. 62
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 67
A................................................................................................Ke
simpulan . ....................................................................................... 67
B. ...............................................................................................Sar
an ................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 71
LAMPIRAN
vi
vii
DAFTAR TABEL
Tabel. 1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ………………………………… 33
Tabel. 2 Penafsiran Prosentase ………………………………………… 35
Tabel. 3 Interpretasi terhadap “r” Product Moment …………………... 37
Tabel. 4 Profil MTs Daarul Hikmah Pamulang ……………………….. 42
Tabel. 5 Jumlah Guru, TU dan Karyawan …………………………….. 43
Tabel. 6 Keadaan Siswa Semester Genap ……………………………. . 45
Tabel. 7 Berkaitan dengan Keimanan …………………………………. 46
Tabel. 8 Berkaitan dengan Keilmuan …………………………………. 47
Tabel. 9 Berkaitan dengan Pengendalian Diri ………………………… 49
Tabel. 10 Berkaitan dengan Pergaulan Sosial ………………………….. 50
Tabel. 11 Skor Skala Likert kecerdasan Spiritual (Variabel X) ……....... 52
Tabel. 12 Kejujuran dalam Evaluasi Pembelajaran …………………….. 54
Tabel. 13 Kejujuran di Luar Proses pembelajaran ……………………… 55
Tabel. 14 Kejujuran yang Berkaitan dengan Kepercayaan Diri ……….. 57
Tabel. 15 Kejujuran dalam Proses Pembelajaran ………………………. 58
Tabel. 16 Skor Skala Likert Nilai-nilai Kejujuran Siswa (Variabel Y)… 59
Tabel. 17 Angka Hasil Perhitungan Variabel X dengan Variabel Y …... 62
Tabel. 18 Nilai Hasil Perhitungan ……………………………................ 64
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Segala sesuatu yang terjadi pada manusia bukan begitu saja ada dan
berada, tetapi senantiasa berencana dan membuat skenario sejarah
kehidupannya baik yang telah lalu dan yang berbentuk perencaan pada masa
depan. “Temuan-temuan pengkajian tentang manusia saat ini telah
menunjukkan manfaat yang multi-disiplin. Dalam bidang psikologi misalnya,
teori-teori tentang pendidikan, tidak saja untuk kepentingan psikologi semata,
tetapi juga untuk bidang-bidang lain seperti sejarah, ekonomi, politik, sosial,
bahkan agama”.1 Permasalah yang muncul kemudian adalah apakah sesuatu
yang memiliki nilai pragmatis yang didasarkan atas pengkajian empiris-
eksperimental selalu sejalan dengan nilai-nilai kebenaran yang idealis seperti
penerapan nilai-nilai kejujuran, keadilan, kesabaran, ketawadhuan,
sebagaimana Islam dan ajaran-ajaran lain yang tentunya mengajarkan kepada
kebenaran dan kebaikan.
Saat ini manusia hidup di tengah-tengah kegalauan peradaban modern
dalam menemukan bentuk jati dirinya. Terbukti dengan munculnya berbagai
macam permasalahan di bidang pendidikan, seperti masalah orientasi, tujuan
dan proses pendidikan, menyebabkan terjadinya ketimpangan dan penurunan
nilai-nilai moral diantaranya nilai kejujuran. Bahkan telah menjalar dan
1 Fadilah Suralaga dkk, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam. (Jakarta: Press, 2005), cet. ke-1, hlm. 1
1
2
merasuk kepada nilai-nilai agama yang menyebabkan terjadinya ketimpangan
dan penurunan nilai-nilai kebenaran yang seharusnya tetap dijaga dan
dilestarikan. Setidaknya apa yang terjadi di Indonesia belakangan ini bisa
dijadikan ukuran. Ketika terjadi krisis ekonomi dan politik, bersamaan dengan
itu konflik sosial pun bermunculan di berbagai daerah. Bangsa Indonesia yang
sebelumnya dikenal sebagai bangsa yang ramah dan memiliki tata krama yang
tinggi pun kini berubah menjadi bangsa yang brutal dan bengis, seolah-olah
seperti bangsa yang tidak beragama.
Mencari orang jujur saat ini semakin sulit, yang banyak ditemui adalah
orang yang memiliki kepribadian ganda yaitu kejujuran dan kemunafikan
bercampur menjadi satu. Nilai-nilai kejujuran tidak lagi menjadi esensi dan
pegangan hidup seseorang, tetapi telah menjadi alat untuk memperjuangkan
berbagai kepentingan sempit. Dengan kata lain, kejujuran yang seharusnya
menjadi nilai etis yang mewarnai hidup kita telah tereduksi sekedar menjadi
pemanis bibir di dalam kehidupan masyarakat. Sementara perilaku dan
tindakannya jauh dari nilai-nilai kejujuran.
Orang jujur banyak di dalam masyarakat, tetapi tidak dapat dipungkiri
bahwa kemunafikan telah menjadi fenomena umum di masyarakat. Sindrom
verbalisme kejujuran yang menjadikan kejujuran hanya sebagai pemanis bibir
adalah fenomena “masyarakat yang sakit”. Karena, kondisi ini secara langsung
maupun tidak langsung telah mendapat legitimasi dari masyarakat. Dalam
masyarakat tersebut, nilai-nilai sosial dan agama semakin termarjinalkan
posisinya dalam melakukan kontrol terhadap prilaku anggota masyarakat.
Yang lebih memprihatinkan lagi adalah praktek ketidakjujuran yang
dilakukan oleh seorang peserta didik dalam proses pembelajaran, nilai-nilai
kejujuran yang seharusnya diterapkan mulai dari kita mendapatkan pendidikan
formal tercoreng dengan kurang diperhatikannya nilai-nilai kejujuran.
Misalnya seorang peserta didik yang mencontek ketika ulangan berlangsung,
dianggapnya sebagai kejadian yang wajar dilakukan peserta didik yang
notabennya masih muda, padahal kejujuran harus diterapkan sedini mungkin
agar mengakar di dalam hati dan senantiasa diterapkan dalam kehidupan
3
sehari-hari apapun keadaannya. Dalam kasus yang bisa dikatakan sudah tidak
menjadi rahasia umum lagi, “bahwa dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN)
yang terjadi adalah para peserta didik memberikan kunci jawaban kepada
temannya dan mereka sebarkan ke teman yang lain agar dapat menjawab
seluruh pertanyaan yang diujikan”.2 Hal tersebut merupakan suatu kesalahan
yang tertanam semenjak dini, mereka merasa itu perbuatan yang biasa-biasa
saja, padahal hal tersebut akan menjadi kebiasaan buruk yang akan dibawa ke
jenjang yang lebih tinggi dan bahkan bisa juga akan menjalar ke tingkah laku
sehari-hari. Kasus lain pun banyak terjadi disaat maraknya penerimaan siswa
baru dan ujian masuk perguruan tinggi negeri. Salah satu kasus terjadi di
tempat pendaftaran siswa atau mahasiswa baru, “beberapa anggota dewan
meloby panitia dengan memberikan sejumlah uang agar putra putrinya dapat
diterima di sekolah-sekolah atau perguruan tinggi negeri dengan mudah”.3 Hal
tersebut merupakan perbuatan yang tidak mencerminkan kejujuran.
Seharusnya semua calon peserta baru diperlakukan sama dengan yang lain
sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku, tanpa ada pembedaan anak pejabat
atau orang biasa semua ketentuan harus dilalui dan dijalani dengan jujur.
Sesuatu yang sangat berpengaruh dari dalam diri manusia ternyata
benar-benar ada. “kecerdasan” itulah terminologi yang mula-mula dinisbatkan
oleh para ilmuan. Kecerdasan adalah sesuatu yang berdiam dalam diri
manusia. Kecerdasan bisa saja diartikan semacam kemampuan, ketangkasan,
kelihaian dan kecerdikan. Orang-orang berpacu untuk menjadi manusia yang
cerdas, karena hanya dengan kecerdasanlah seseorang bisa menjadi yang
terpandai dan sukses. Setidaknya ketika manusia menyebut cerdas maka yang
terbesit dan terbayang adalah kelihaian dan kecanggihan kerja otak.
Otak yang cerdas tentunya menjadi idaman setiap orang, ketika yang
terjadi demikian, maka para pakarpun menjadi tertarik untuk meneliti otak,
lalu mulailah otak diteliti dengan berbagai metode, sehingga “ditemukanlah
dalam otak itu, syaraf-syaraf yang bisa dikembangkan, kejeniusan otak, otak
2 Nusantara, Koran Kompas, sabtu, 29 Mei 2010, (NIK/ABK), hlm. 23 3 Didaktika, Koran Republika, kamis 01 Juli 2010, hlm. 9
4
kanan dan otak kiri, kalau otak kanan kecenderungannya ke mana, kalau otak
kiri ke mana, dan hal-hal lain yang terkait dengan otak”. 4 Di samping itu pula
dapat ditemukan kelemahan-kelemahan dari otak tersebut.
Contohnya Albert Enstein sebagai manusia yang memiliki otak jenius
dari jutaan otak yang ada di dunia yang dimiliki manusia. Ketika ada berita
Enstein sebagai orang yang amat pandai otaknya, dia dielu-elukan sebagai
orang yang jenius, hal itu menggugah masyarakat untuk mengukur kecerdasan
otaknya. Maka berbondong-bondonglah manusia berdatangan kepada para
pakar untuk mengukur kecanggihan dan melihat otaknya. Karena sudah
tertanam dalam benak mereka, bahwa orang yang hebat kerja otaknya dia
adalah orang yang hebat dan akan sukses sebagaimana Enstein, mereka sudah
mengasumsikan otak adalah segalanya di dunia dan menjadi standar bagi
kesuksesan manusia. Persepsi seperti ini masih berkembang dan berakar di
masyarakat Indonesia sampai saat ini.
Lahirlah term baru yang cukup fenomenal yang kemudian menjadi icon
pertama bagi lahirnya terminologi kecerdasan, yaitu apa yang disebut IQ
(Intellectual Quotient) atau “Kecerdasan Intelektual”. IQ ini sangat populer
khususnya di dunia pendidikan, bagaimana tidak, dalam dunia pendidikan atau
kalangan akademisi kepiawaian kognisi merupakan hal paling dijargonkan,
diutamakan dan menjadi simbol menentukan dari keberhasilan pendidikan.
Dengan kecerdasan intelektual orang dapat menguasai dunia, dengan
kecerdasan intelektual siswa dapat menjadi bintang kelas, dan dengan
kecerdasan intelektual orang akan menjadi yang paling hebat.
Benar bahwa dalam diri manusia memang masih banyak tersimpan
potensi lain selain hanya kecerdasan otak semata, bahkan potensi-potensi itu
dapat menjadi faktor utama bagi kesuksesan manusia sendiri. Pada akhirnya
kelemahan-kelemahan dari kecerdasan otak (IQ) mulai terkuak setelah kurang
lebih selama satu abad lamanya banyak orang yang mengagung-agungkan
kemampuan otak dibandingkan yang lain. Karena, tiba-tiba orang yang cerdas
4 Dedhi Suharto, AK, Qur’anic Quotient (QQ), (Jakarta: Yayasan Ukhuwah, 2003), cet.
ke-1, hlm. 10
5
otaknya menjadi seorang yang pemurung, orang yang lihai menjadi kaku,
orang yang jago berbicara menjadi seorang yang pendiam, situasi ini justru
menggambarkan bahwa orang-orang yang cerdas lebih bodoh dari orang-
orang yang biasa-biasa saja. Kalaupun tidak sebodoh orang biasa yang semula
cerdas dalam sekolahnya berubah menjadi orang yang berandal, brutal, egois
dan bahkan dapat melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh masyarakat
dan agama.
Berdasarkan hasil survey di Amerika Serikat pada tahun 1918 tentang IQ ternyata ditemukan sebuah paradoks yang membahayakan. Ketika skor IQ anak-anak makin tinggi, maka emosi mereka justru menurun. Yang paling mengkhawatirkan lagi adalah dari hasil survey besar-besaran terhadap orang tua dan guru bahwa anak-anak generasi sekarang lebih sering mengalami masalah emosi ketimbang dengan generasi pendahulunya. Jika disamakan secara rata, anak-anak sekarang tumbuh dalam kesepian dan depresi, lebih mudah marah dan lebih sulit diatur, lebih gugup dan cenderung cemas, impulsif dan agresif.5
Para ilmuan mengkaji dan meneliti situasi paradoks ini. Ada apa dengan
orang-orang cedas otaknya, kenapa mereka menjadi tidak cerdas kembali, apa
yang mempengaruhi dan membuat mereka begini? Kemudian ditemukan
peran emosi terhadap diri seorang anak, orang yang cerdas secara kognisi
ternyata mengalami tekanan perasaan yang begitu dalam, sehingga ia berubah
seratus persen dan kecerdasan intelektualnya menjadi kurang domianan,
dengan sendirinya kenyataan menjawab. Kalau sebenarnya persepsi manusia
sebelumnya telah salah, masih ada faktor lain yang sangat berpengaruh
terhadap belajarnya seorang pelajar, yaitu emosi.
Emosi kemudian menjadi piranti yang perlu mendapat perhatian serius
dan ternyata juga perlu dicerdaskan karena berpengaruh besar terhadap
perkembangan dan keberhasilan belajar. Lahirlah terminologi kecerdasan
emosi (Emotional Quotient) yang disingkat menjadi EQ. “Penemuan ini
sangat fenomenal dan membuat dunia cukup terkesima, dengan penemuan ini
diharapkan problema yang selama ini menggandrungi dunia pendidikan
5 Ary Ginanjar Agustian, ESQ Emotional Spiritual Quotient, (Jakarta: Arga, 2001), cet.
ke- 2, hlm. 1
6
khususnya dalam proses pembelajaran dapat terpecahkan”.6 Keinginan untuk
memecahkan persoalan besar yang dihadapi membuat manusia selalu
berlebihan terhadap teori yang dimiliki, manusia terlalu mengandalkan dan
seakan-akan menuhankan temuannya, oleh karena problemnya berada pada
emosi, kemudian konsentrasi manusia terpatri sepenuhnya terhadap gejala-
gejala perasaan dan mengabaikan hal lain, manusia terjebak pada ruang yang
tidak kalah bermasalahnya dari problem sebelumnya, bahkan problem yang
dihadapi lebih kompleks dan semakin rumit.
Kecerdasan emosi ternyata hanya dapat menyelesaikan satu persoalan
dari jutaan persoalan yang dihadapi manusia. Karena ketika kecerdasan emosi
terus digalakkan, kecerdasan ini menjadi dominan dan mengungguli
kecerdasan intelektual, sehingga hasilnya, seorang anak menjadi sangat
perasa, lemah dan pesimis dalam menghadapi pelajaran, kenyataan ini sama
sekali tidak sesuai dengan yang diharapkan. Harapan kita kecerdasan emosi
dapat bekerja sama dengan kecerdasan intelektual dan saling memback up dan
juga saling melengkapi dalam dunia pendidikan khususnya pembelajaran.
Kedua kecerdasan ini seakan-akan tidak pernah akur dan bahkan
berkompetisi untuk saling mendominasi dan menguasai antara satu dengan
lainnya. Andaikan keduanya dapat berjalan beriringan dan bahkan saling
melengkapi, tentunya hasil belajar akan sangat mengesankan. Di sinilah
diharapkan kembali peran pendidikan untuk mengatasi persoalan ini, karena
persoalan ini bagian dari signifikansi dan pentingnya dunia pendidikan.
Lahirlah kemudian Quantum Learning dengan konsep belajar aktifnya, yang
semakin populer setelah Emotional Quotient, kemudian lahir pula fisika
kuantum dan paradigma sosial politik yang lebih komunikatif (demokrasi dan
HAM) sebagai salah satu upaya untuk mengatasi problema tersebut. “Tidak
ketinggalan negeri ini pun ikut-ikutan merespon perkembangan dalam
pendidikan, muncullah paradigma pendidikan nasional sebagai wahana belajar
6 Daniel Goleman, Working with Emotional Inteligence, (New York: Bantam Book,
1999), hlm. 13
7
hidup atau life learning”.7 Guna menyatukan kedua kecerdasan yang sangat
dominan dalam diri manusia.
Kendatipun kedua kecerdasan ini menyatu dan bekerja sama, belum ada
jaminan suasana belajar akan lebih efektif, produktif dan akan lebih
berkembang. Tetapi minimal dengan lahirnya kedua kecerdasan ini, dapat
diketahui bahwa dalam diri manusia terdapat sesuatu yang berharga, artinya
kedua kecerdasan ini merupakan awal informasi untuk pengkajian lebih dalam
terhadap diri manusia yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Hal itu
menjadi awal yang baik untuk mengantarkan diri para pelajar pada puncak
idealitas belajar. Meminjam bahasa Igo Ilham “Dengan kecerdasan intelektual
dan emosional manusia telah mampu sampai pada bukit-bukit ilmu, tapi
belum sampai pada gunungnya ilmu”.8 Ungkapan ini jelas mengilustrasikan
bahwa masih ada tingkatan yang lebih tinggi dari hanya sekedar kedua
kecerdasan tersebut, yang mana hal itu harus dicapai dalam proses
pembelajaran agama Islam khususnya.
Proses pencerdasan bangsa baru bisa terlaksana jika dilakukan secara
terintegrasi oleh sektor-sektor pembangunan. Salah satu sektor pembangunan
adalah pendidikan. Namun betapapun tinggi ilmu pengetahuan seseorang,
apabila tidak beragama, maka pengetahuannya itu akan digunakan untuk
mencari kesenangan dan keuntungan sendiri tanpa memperhatikan
kepentingan lain. Sedangkan kendali jiwa yang menahan dan mengontrol
tindakan dan perbuatannya tidak ada, yaitu kepercayaan kepada Tuhan dan
ketekunannya dalam mengindahkan ajaran-ajaran agamanya. Di sinilah letak
tragisnya pengetahuan yang tidak disertai oleh jiwa taqwa kepada Tuhan,
mereka tidak akan sedikitpun memperdulikan nilai-nilai kejujuran dalam
proses pembelajaran. Maka dari itu guru sangat berpengaruh besar dalam
mengembalikan serta meningkatkan kecerdasan spiritual atau jiwa seseorang.
Karena kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa yang dapat membantu
7 Abdul Munir Mulkhan, Nalar Spiritual Pendidikan: Solusi Problem Filosofis
Pendidikan Islam, (Jogyakarta: Tiara Wacana, 2002), cet. ke- 1, hlm. 166 8 Dedhi Suharto, AK, Qur’anic Quotient (QQ), (Jakarta: Yayasan Ukhuwah, 2003), cet.
ke-1, hlm. 2
8
menyembuhkan dan membangun diri secara utuh. “Banyak sekali dari kita
yang saat ini menjalani hidup penuh luka dan berantakan. Kecerdasan spiritual
adalah kecerdasan yang berada di bagian diri yang dalam, berhubungan
dengan kearifan di luar ego atau pikiran sadar”.9
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk
mengangkat judul “Kecerdasan Spiritual dan hubungannya dengan
penerapan nilai-nilai kejujuran siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang”.
Karena dengan menggunakan kecerdasan spiritual dapat menjadi kreatif, lebih
cerdas secara spiritual dalam pembelajaran dan dalam beragama. Untuk itu,
menghadapi persoalan manusia modern sekarang ini kecerdasan spiritual
dapat menjadi salah satu upaya untuk mengembalikan jati diri manusia kepada
fitrah dan penciptaannya untuk berbakti kepada Allah.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, timbullah beberapa permasalahan
yang dapat diidentifikasi, antara lain:
1. Terdapatnya persepsi yang salah baik dalam keluarga maupun lembaga
pendidikan bahwa proses pembelajaran hanya menekankan kepada salah
satu pengembangan kecerdasan.
2. proses pembelajaran yang hanya menekankan pada pengembangan nilai-
nilai kognitif.
3. Masih minimnya perhatian terhadap pengetahuan pendidik tentang
pentingnya kecerdasan spiritual.
4. Merosotnya nilai-nilai kejujuran di kalangan lulusan lembaga pendidikan
5. Kurang efektifnya pembelajaran agama dalam membentuk nilai-nilai
kejujuran.
9 Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam
Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, Terj dari SQ: Spiritual Intellegence the Ultimate Intellegence oleh Rahmani Astuti, Ahmad Nadjib Burhani dan Ahmad Baiquni, (Bandung: Mizan, 2001), cet. ke-2, hlm. xxvii
9
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi yang telah diuraikan dan karena terlalu luas
pembahasan identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi pada:
1. Persepsi yang kurang tepat dalam keluarga maupun lembaga pendidikan
bahwa proses pembelajaran hanya mengedepankan Kecerdasan
Intelektual, tanpa mementingkan Kecerdasan Spiritual.
2. Minimnya penerapan nilai-nilai kejujuran dalam kehidupan sehari-hari
ketika masih di sekolah maupun setelah lulus dari lembaga pendidikan.
3. Kurang efektifnya pembelajaran agama Islam dalam membentuk nilai-nilai
kejujuran khususnya dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka dapat dirumuskan:
“Sejauhmana hubungan kecerdasan spiritual dengan penerapan nilai-nilai
kejujuran siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang”.
E. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Penelitian
Untuk menjelaskan hubungan Kecerdasan Spiritual (SQ) dengan
penerapan nilai-nilai kejujuran MTs Daarul Hikmah Pamulang.
2. Manfaat Penelitian
a. Memasyarakatkan konsep spiritual pada dunia pembelajaran/
pendidikan
b. Sebagai tawaran alternatif dan bahan acauan perbaikan hasil yang
maksimal dalam proses pembelajaran.
c. Dapat dijadikan salah satu sumbangan dalam memperkaya khazanah
ilmu pengetahuan.
d. Memotivasi para pendidik dan peserta didik untuk selalu mengisi
jiwanya dengan nilai-nilai spiritual dalam masa pembelajaran.
e. Setidaknya merubah pola pikir seseorang yang terlalu mengidam-
idamkan kecerdasan intelektual (IQ) tanpa diimbangi kecerdasan
emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) agar dalam hidupnya
ada pengendali diri yang dapat mengarahkan ke dalam kebaikan.
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS
A. KECERDASAN SPIRITUAL
1. Pengertian Kecerdasan Spiritual
Banyak definisi yang diajukan oleh para sarjana, namun satu nama
lain berbeda, sehingga tidak memperjelas definisi kecerdasan secara tepat.
Claparede dan Stern misalnya, mendefinisikan arti intelligence/
“kecerdasan adalah penyesuaian diri secara mental terhadap situasi atau
kondisi baru. Sedangkan K. Buhler memberi definisi yang sangat luas,
yaitu: intelligence/kecerdasan adalah perbuatan yang disertai dengan
pemahaman atau pengertian”.1
Kecerdasan (dalam bahasa Inggris disebut intelligence dan dalam bahasa Arab disebut al-dzakra’) menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu. Dalam arti, kemampuan (al-qudrah) dalam memahami sesuatu secara tepat dan sempurna. Begitu cepat penangkapannya sehingga Ibnu Sina, seorang psikolog falsafi, menyebutkan kecerdasan sebagai kekuatan intuitif (al-hads).2
Pengertian kecerdasan yang dipahami selama ini seakan-akan hanya
berkaitan dengan kepandaian, sehingga digambarkan dengan ukuran-
ukuran intelektualitas dan ilmu pengetahuan semata. Kalaupun kemudian
1 Jejen, Kecerdasan Akal Menurut Hadits, Kordinat (Jakarta), 02 Oktober 2005, h. 17 2 Abdul Mujib dan Jususf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), cet. ke-2, h. 317
10
11
aspek kecerdasan dihubungkan dengan masalah yang bernuansa spiritual,
itu pun masih bersifat substansial.
Lewat bukunya Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences, Howard Gardner mengemukakan bahwa selama ini kita cenderung mempersepsikan kecerdasan terlalu sempit, yaitu mengarah pada IQ. Padahal manusia mempunyai bermacam kecerdasan yang seringkali terabaikan oleh diri kita sendiri. Kecerdasan menurut Howard Gardner adalah kemampuan untuk menangkap situasi baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang. Kecerdasan bergantung pada konteks, tugas serta tuntutan yang diajukan oleh kehidupan kita, dan bukan tergantung pada nilai IQ, gelar perguruan tinggi atau reputasi bergengsi.3
Dalam Teori Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences Theory)
ada 9 jenis kecerdasan manusia, yaitu: Kecerdasan Linguistik, Kecerdasan
Matematis-Logis, Kecerdasan Spasial, Kecerdasan Kinestetis-Jasmani,
Kecerdasan Musikal, Kecerdasan Interpersonal, Kecerdasan Intrapersonal,
Kecerdasan Naturalis, Kecerdasan Eksistensial. Teori ini berdasarkan
pakar Psikologi Harvard Howard Gardner. Gardner mengemukakan bahwa
pandangan klasik percaya bahwa inteligensi merupakan kapasitas kesatuan
dari penalaran logis, di mana kemampuan abstraksi sangat bernilai.
Pada mulanya kecerdasan hanya berkaitan dengan kemampuan struktural akal (intellect) dalam menangkap gejala sesuatu, sehingga kecerdasan hanya bersentuhan dengan aspek-aspek kognitif (al-majal al-ma’rifi). Namun pada perkembangan berikutnya, disadari bahwa kehidupan manusia bukan semata-mata memenuhi struktural akal, melainkan terdapat struktur kalbu yang perlu mendapat tempat tersendiri untuk menumbuhkan aspek-aspek afektif (al-majal al-infi’ali) seperti kecerdasan spritual.4
Pengertian kecerdasan menurut tokoh psikologi David C. Edward
seperti dikutip oleh Alisuf Sabri dalam buku “psikologi pendidikan”
sebagai berikut: “Intelligent Is a General Capacity of Behave in an
Adaptable and Acceptable Manner. Dari pengertian ini dapat disimpulkan
3 Fandi Tarakan, (http://fandi4tarakan.wordpress.com/2010/01/03/teori-multiple-intelligence/) diakses pada hari senin 06 September 2010. 4 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), cet. ke-2, h. 317.
12
bahwa kecerdasan adalah kemampuan umum mental individu yang tampak
dalam cara bertindak atau berbuat atau dalam memecahkan masalah
(problem solving)”.5
Faldam mendefinisikan “kecerdasan sebagai kemampuan memahami
dunia, berpikir secara rasional, dan menggunakan sumber-sumber secara
efektif pada saat dihadapkan dengan tantangan”.6 Dalam pengertian ini,
kecerdasan terkait dengan kemampuan memahami lingkungan atau alam
sekitar, kemampuan penalaran atau berpikir logis, dan sikap bertahan
hidup dengan menggunakan sarana dan sumber-sumber yang ada.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecerdasan adalah
kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memahami lingkungan atau
alam sekitar serta berpikir rasional guna menghadapi tantangan hidup serta
dapat memecahkan berbagai problem yang dihadapi.
Suparman menjelaskan yang dimaksud kecerdasan (intelligence)
adalah “kemampuan manusia untuk memperoleh pengetahuan dan pandai
melaksanakannya dalam praktik. Potensi kecerdasan meliputi: kemampuan
memahami, kemampuan menganalisa, kemampuan membuat keputusan,
sampai pada kemampuan menjalankan (mengeksekusi)”.7 Dalam hal ini
yang terlibat bukan hanya kecerdasan intelektual, melainkan kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual juga”.
Sedangkan pengertian spiritual adalah kejiwaan, rohani, batin,
mental atau moral.8
Secara bahasa, kata spiritual menurut Loran Bagus dalam kamus filsafatnya memiliki beberapa makna: a. Immateri, tidak jasmani, terdiri dari roh. b. Mengacu pada kemampuan-kemampuan lebih tinggi (mental,
intelektual, esthetic, religious) dan nilai-nilai pikir.
5 Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2002), h. 116 6 Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2006), cet. Ke-1, h. 59 7 Ririen Kusumawati, Artificial Intelligence Menyamai Kecerdasan Buatan Ilahi?
(Malang: UIN Malang Press, 2007), cet. 1, h. 46 8 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Perum Balai Pustaka, 1998), h. 856
13
c. Mengacu pada nilai-nilai keislaman yang non materi seperti keindahan, kebaikan, cinta kebenaran, belas kasihan, kejujuran dan kesucian.
d. Mengacu pada perasaan dan emosi religious dan esthetic.9
Menurut Khalil Khavari, “kecerdasan spiritual adalah fakultas dari
dimensi nonmaterial kita, ruh manusia inilah intan yang kita semua
memilikinya. Kita harus mengenalinya secara apa adanya, menggosoknya
sehingga mengkilap dengan tekad yang besar dan menggunakannya untuk
memperoleh kebahagiaan abadi”.10
Dalam Emotional Spiritual Quotient (ESQ), “kecerdasan spiritual
adalah kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran,
perilaku dan kegiatan, serta mampu menyinergikan kecerdasan rasional,
kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual secara komprehensif”.11
Kecerdasan Spiritual mampu menilai suatu tindakan atau jalan hidup
seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lainnya. Kecerdasan
ini dapat membedakan sesuatu hal, baik atau buruk. Kecerdasan ini pula
memberikan rasa moral, kemampuan menyesuaiakan aturan yang kaku,
dan kemampuan memahami cinta sampai pada batasannya.
Kecerdasan Spiritual sebagai bagian dari psikologi memandang bahwa seseorang yang taat beragama belum tentu memiliki kecerdasan spiritual. Seringkali mereka memiliki sikap fanatisme, eksklusivisme, dan intoleransi terhadap pemeluk agama lain, sehingga mengakibatkan permusuhan dan peperangan. Namun sebaliknya, bisa jadi seseorang yang humansi-non-agamis memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, sehingga sikap hidupnya inclusive, setuju dalam perbedaan (agree un disagree-ment), dan penuh toleran. Hal ini menunjukkan bahwa makna “Spirituality” (keruhanian) di sini tidak selalu berarti agama atau bertuhan.12
9 Hasan Shadily, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Vanhoeve, 1998), jilid
VI, cet. ke-1, h. 3279 10 Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ: Memanfaatkan Keerdasan Spiritual dalam
Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, Terj dari SQ: Spiritual Intelligence the Ultimate Intelligence oleh Rahmani Astuti, Ahmad Nadjib Burhani dan Ahmad Baiquni, (Bandung: Mizan, 2001), cet. ke-2, h. xxvii
11 Ary Ginanjar Agustian, ESQ Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, (Jakarta: Arga Wijaya Persada, 2001), h. 46-47
12 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir. Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), cet. ke-2, h. 324
14
“Kecerdasan spiritual adalah landasan yang diperlukan untuk
memfungsikan IQ dan EQ secara efektif, bahkan kecerdasan spiritual
merupakan kecerdasan tertinggi”.13 Intelektual akan lebih terarah ke
tempat yang benar dengan adanya kecerdasan spiritual. Begitu pula
dengan kecerdasan emosi, apabila diiringi dengan kecerdasan spiritual
maka dunia dan akhirat dapat diraih, karena kecerdasan spiritual dapat
dijadikan tolak ukur dan pegangan dalam bersikap.
Cara kerja pemikiran kecerdasan spiritual berpusat pada otak.
Kecerdasan spiritual tidak harus berhubungan dengan suatu agama.
Kecerdasan ini dapat menghubungkan seseorang dengan makna dan ruh
esensial di belakang semua agama yang ada.
Kecerdasan spiritual memungkinkan seseorang dapat menyatukan hal yang bersifat intra-personal dan inter-personal serta dapat menjembatani kesenjangan antara diri sendiri dengan orang lain. Pada hakikatnya seseorang dapat menggunakan kecerdasan spiritual untuk mencapai diri yang lebih utuh, karena berhak memiliki potensi tersebut.14 Dalam Islam, hal-hal yang berhubungan dengan kecakapan emosi dan spiritual seperti konsistensi (istiqamah), kerendahan hati (tawadhu), berusaha dan berserah diri (tawakkal), ketulusan/sincerity (ikhlas), totalitas (kaffah), keseimbangan (tawazun), integritas dan penyempurnaan (ihsan) itu dinamakan akhlakul karimah.15
Dengan adanya nilai-nilai kebaikan (akhlakul karimah) tersebut yang
tercermin dalam perilaku sehari-hari, tentunya akan semakin memberikan
kesadaran kepada setiap individu untuk selalu menerapkan nilai-nilai
kejujuran dalam proses pembelajaran yang akan selalu memberikan
pancaran kebaikan di masa yang akan datang. Sehingga apa yang dicita-
citakan akan tercapai yaitu mencetak generasi-generasi bangsa yang
berilmu pengetahuan dan beragama dengan baik serta berakhlakul
karimah.
13 Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual …, h. 4 14 Amir Teuku Ramly, Pumping Talent, (Jakarta: Kawan Pustaka, 2004), cet-2, h. 15-16 15 Ary Ginanjar Agustian, ESQ Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spiritual, (Jakarta: Arga Wijaya Persada, 2001), h. 280
15
Menurut Jalaluddin Rakhmat “kecerdasan spiritual sebagai
kemampuan orang untuk memberi makna dalam kehidupan atau
kemampuan untuk tetap bahagia dalam situasi apapun tanpa tergantung
kepada situasi”.16 Dari berbagai pendapat tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan yang dimiliki
seseorang untuk menghadapi dan memecahkan berbagai makna serta
kemampuan memberi makna nilai ibadah dalam kehidupannya agar
menjadi manusia yang sempurna agar tercapainya kebahagiaan di dunia
maupun di akhirat.
2. Ciri-ciri Kecerdasan Spiritual
Orang-orang yang bisa berpikir dan memiliki kecerdasan spiritual
dan mengetahui sesuatu secara inspiratif, tidak hanya memahami dan
memanfaatkan sebagaimana adanya, tetapi mengembalikannya pada asal
ontologisnya, yakni Allah SWT.
Kecerdasan spiritual ditandai dengan sejumlah ciri, yaitu: a. Mengenal motif kita yang paling dalam. b. Memiliki tingkat kesadaran yang tinggi. c. Bersikap responsif pada diri yang dalam. d. Mampu memanfaatkan dan mentransendenkan kesulitan. e. Sanggup berdiri, menentang, dan berbeda dengan orang banyak. f. Enggan mengganggu atau menyakiti orang dan makhluk yang lain. g. Memperlakukan agama cerdas secara spiritual. h. Memperlakukan kematian cerdas secara spiritual.17
Motif yang paling dalam berkaitan erat dengan motif kreatif. Motif
kreatif adalah motif yang menghubungkan kita dengan kecerdasan
spiritual. Ia tidak terletak pada kreatifitas, tidak bisa dikembangkan lewat
IQ. IQ hanya akan membantu untuk menganalisis atau mencari pemecahan
soal secara logis. Sedangkan EQ adalah kecerdasan yang membantu kita
untuk bisa menyesuaikan diri dengan orang-orang di sekitar kita.
Berempati dengan orang-orang di sekeliling kita, bisa bersabar menerima
16 Beniglarashati, “Kecerdasan Emosional VS Kecerdasan Spiritual,” artikel diakses pada 03 September 2010 dari http://beninglarashati.wordpress.com
17 Sudirman Tebba, Kecerdasan Sufistik Jembatan Menuju Makrifat, (Jakarta: Kencana, 2004), cet. ke-2, h. 25
16
orang lain apa adanya serta bisa mengendalikan diri. Tetapi, untuk bisa
kreatif kita memerlukan suatu kecerdasan, yaitu kecerdasan spiritual. Jadi,
motif kreatif adalah motif yang lebih dalam, dan salah satu ciri orang yang
cerdas secara spiritual adalah orang yang mengetahui motifnya yang
paling dalam.
Berikutnya ialah ia mempunyai kesadaran yang tinggi. Maksudnya
adalah dia memiliki tingkat kesadaran bahwa dia tidak mengenal dirinya
lebih, karena ada upaya untuk mengenal dirinya lebih dalam. Misalnya,
dia selalu bertanya siapa diriku ini? Sebab hanya mengenal diri, maka dia
mengenal tujuan dan misi hidupnya. Jadi, orang yang tingkat kecerdasan
spiritualnya tinggi adalah orang yang mengenal dirinya dengan baik.
Ciri selanjutnya ialah, bersikap responsif pada diri yang dalam.
Artinya melakukan introspeksi diri, refleksi dan mau mendengarkan
dirinya. Kemudian kita kadang-kadang baru mau mendengarkan suara hati
nurani ketika ditimpa musibah. Misalnya, tiba-tiba usaha kita bangkrut,
dikecewakan oleh orang yang kita percayai. Keadaan seperti ini
mendorong kita untuk melakukan introspeksi diri dengan melihat ke dalam
hati yang paling dalam.
Melihat ke hati yang paling dalam ketika menghadapi musibah
disebut mentransenden kesulitan. Orang yang cerdas secrara spiritual tidak
mencari kambing hitam atau menyalahkan orang lain sewaktu menghadapi
kesulitan atau musibah, tetapi menerima kesulitan itu dan meletakkannya
dalam rencana hidup yang lebih besar, dan memberikan makna kepada apa
yang terjadi pada dirinya, dan ini berarti bahwa orang yang cerdas secara
spiritual bertangung jawab itu kepada orang lain.
Ciri kecerdasan spiritual berikutnya adalah berani berbeda dengan
orang banyak. Manusia mempunyai kecenderungan untuk ikut arus atau
trend, seperti trend rambut, pakaian, kebiasan hidup dan bahkan sampai
kepada bentuk pemikiran. Orang yang cerdas secara spiritual mempunyai
pendirian dan pandangan sendiri walaupun harus berbeda dengan
pendirian dan pandangan orang banyak.
17
Kemudian ciri kecerdasan spiritual selanjutnya ialah merasa bahwa
alam semesta ini adalah sebuah kesatuan, sehingga kalau mengganggu
apapun dan siapapun pada akhirnya akan kembali kepada diri sendiri.
Misalnya, kalau menyakiti orang lain nanti akan disakiti pula. Kalau
merusak alam nantinya akan menimbulkan kesulitan atau musibah, seperti
banjir dan tanah longsor. Karena itu orang yang cerdas secara spiritual
tidak akan menyakiti orang lain dan alam sekitarnya.
Sejalan dengan hal itu, kalau orang itu beragama, maka tidak akan
mengganggu atau memusuhi orang yang beragama lain atau menganut
kepercayaan lain. Karena agama hanyalah jalan masing-masing orang
menuju Tuhan. Tetapi kecerdasan spiritual tidak sama dengan beragama,
Ian Marshall dan Danar Zohar mengemukakan bahwa “kecerdasan
spiritual tidak sama dengan bertuhan. Bagi sebagian orang kecerdasan
spiritual mungkin menemukan cara pengungkapan melalui agama formal,
tetapi beragama tidak menjamin kecerdasan spiritual menjadi tinggi”.18
Kecerdasan spiritual tentang memperlakukan agama secara cerdas
hal ini sesuai dengan tasawuf, karena tasawuf mengajarkan dimensi
bathiniah agama, yaitu perbuatan hati, seperti sabar, ikhlas, jujur,
sederhana, adil dan sebagainya. Perbuatan hati bersifat universal melintasi
batas-batas agama. “Ciri terakhir mengenai memperlakukan kematian
secara cerdas ini juga sesuai dengan ajaran tasawuf. Berdasarkan al-
Qur’an dan hadits tasawuf mengajarkan bahwa kematian harus diingat,
karena kematian itu pasti akan dialami oleh setiap orang”.19 Karena itu,
harus menyikapi diri menghadapi kematian dengan selalu beribadah,
beramal shalih dan meninggalkan maksiat dan kejahatan. Harus ingat
bahwa kehidupan dunia hanya sementara, sedang kematian akan
membawa kepada kehidupan kekal. Hanya ibadah dan amal shalih yang
akan menyelamatkan kita di akhirat kelak. Dengan demikian kecerdasan
spiritual/ruhani membuat kehidupan agama menjadi lebih baik.
18 Sudirman Tebba, Kecerdasan Sufistik Jembatan Menuju Makrifat, (Jakarta: Kencana, 2004), cet. ke-2, h. 27
19 Sudirman Tebba, Kecerdasan Sufistik …, h. 29
18
3. Cara Mengaktualkan Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual bersumber dari fitrah manusia. Kecerdasan ini
tidak dibentuk melalui pengalaman-pengalaman atau memori-memori
fenomenal, tetapi merupakan aktualisasi sendiri.
Ia “memancar” dari kedalaman diri manusia, karena dorongan-dorongan keingintahuan dilandasi kesucian, ketulusan dan tanpa pretense egoisme. Dalam bahasa yang tepat, kecerdasan spiritual ini akan aktual, jika manusia hidup berdasarkan visi dasar dan misi utamanya, yakni sebagai ‘abid (hamba) dan sekaligus khalifah Allah di Bumi. Kecerdasan spiritual tidak hanya berkenaan dengan alam dan fenomenanya, tetapi juga berkenaan dengan fenomena sosial dan “kedirian” manusia itu sendiri. 20
“Membebaskan diri dari hawa nafsu, adalah jenis kecerdasan
spiritual yang tidak kalah pentingnya. Karena dengan bebasnya diri kita
dari nafsu dan potensi ego, kita akan menjadi perpanjangan “kehendak”
Ilahi dalam menyebarkan rahmatan lil alamin (rahmat bagi alam)”.21
Kecerdasan spiritual dapat diibaratkan sebagai permata yang tersimpan
dalam batu. Allah senantiasa memberikan cahaya permata itu, seperti
diungkapkan dalam al-Qur’an surat an-Nur: 35
☺
☺⌧ ☺
⌧ ⌧ ⌧
⌧
⌧ ☺ ☺
⌦
⌧ 20 Suharsono, Mencerdaskan Anak: Melejitkan Dimensi Moral, Intelektual & Spiritual, (Jakarta: Insiani Press, 2003), cet. ke-3, h. 51 21 Suharsono, Mencerdaskan Anak: Melejitkan Dimensi Moral, Intelektual & Spiritual, (Jakarta: Insiani Press, 2003), cet. ke-3, h. 53
19
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. (QS. an-Nur: 35)
Melalui wahyu-wahyu yang diturunkan-Nya, baik bersifat tekstual
(al-Kitab) maupun alam semesta itu sendiri. “Tetapi bagaimanakah
memperdayakan “permata” itu, sangat tergantung pada apakah kita
menggosok batunya sehingga bercahaya, atau menutupnya dengan
sampah, dapat diibaratkan dengan tindak jahat, potensial, egoisme dan
amarah”.22 Psikolog Decon menunjukkan bahwa kita telah menggunakan
kecerdasan spiritual secara harfiah untuk menumbuhkan otak manusiawi.
Kecerdasan spiritual telah “menyalakan” kita untuk menjadi manusia
seperti adanya sekarang dan memberi kita potensi untuk “menyala lagi”,
untuk tumbuh dan berubah, serta menjalani lebih lanjut evolusi potensi
manusiawi. Kita menggunakan kecerdasan spiritual untuk menjadi kreatif.
Kita menghadirkannya untuk menjadi luwes, berwawasan luas, atau
spontan secara kreatif.
Kita menggunakan kecerdasan spiritual untuk berhadapan dengan masalah eksistensial yaitu saat kita secara pribadi merasa terpuruk, terjebak oleh kebiasaan, kekhawatiran, dan masalah masa lalu kita akibat penyakit dan kesedihan. Kecerdasan spiritual yang menjadikan kita sadar bahwa kita mempunyai masalah eksistensial dan membuat kita mampu mengatasinya atau setidak-tidaknya bisa berdamai dengan masalah tersebut. Kecerdasan spiritual memberikan kita suatu rasa yang “dalam” menyangkut perjuangan hidup. Kita menggunakan kecerdasan spiritual untuk menjadi lebih cerdas secara spiritual dalam beragama.23
22 Suharsono, Melejitkan IQ, IE & IS, (Jakarta: Inisiani Press, 2001), cet. ke-1, hlm. 134 23 Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir…, h. 11-12
20
Hidayat Nataatmaja memberikan elaborasi yang sangat menarik
berkenaan dengan intelegensi spiritual ini. Menurutnya, evolusi atau lebih
tepat disebut pentahapan, intelegensi manusia berlangsung melalui jalur
Iqra’, yakni 5 ayat pertama dari surat al-‘Alaq:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (QS. Al-‘Alaq: 1-5)
Membaca pena Allah mengaktualkan intelegensi spiritual. Sedangkan membaca buku hanya menumbuhkan kemampuan rasional, atau apa yang dikenal sebagai intelegensi rasional. Kecerdasan manusia sangat tergantung pada kemampuannya mengaktualkan intelegensi spiritual. Itulah maka ketika seseorang yang selesai membaca ribuan buku, akan tetapi tidak peduli terhadap pena Allah, seperti alam itu sendiri, fenomena sosial, suasana batin dan eksistensi dirinya sendiri, dianggap al-Qur’an sebagai kaum ahli kitab, atau lebih buruk lagi seperti keledai yang terbebani dengan kitab. Sebaliknya, orang cerdas adalah mereka yang mampu mengapresiasi kehidupan itu sendiri, serta mencari tahu dari jawaban atas berbagai persoalan kehidupan. Mereka inilah orang-orang yang berhasil mengaktualkan intelegensi spiritualnya secara optimal. 24
Personifikasi paling sempurna tipe manusia yang berhasil
mengaktualkan intelegensi spiritual adalah Rasulullah Saw. Karena beliau
memelihara fitrahnya sendiri secara baik, tanpa mengotorinya dengan
perilaku buruk, egoisme dan sebagainya, sehingga fitrah itu menjadi
aktual. Dengan fitrah itulah beliau mempresepsi, berinteraksi dan
mengatisipasi persoalan-persoalan kehidupan.
24 Suharsono, Melejitkan IQ, EQ & IS (Jakarta: Inisiani Press, 2001), cet. ke-1, h. 137
21
Seperti dinyatakan oleh Jalaluddin Rumi, bahwa ada semacam pengetahuan yang didasarkan pada inspirasi Ilahi. Dan karena itu pula ada jenis kecerdasan yang bersumber dari pada-Nya. Pengetahuan inspiratif (Ilahi) lebih berharga daripada pengetahuan mental. Pengetahuan Ilahi tidak bergerak melalui perubahan dan tidak bertentangan dengan dirinya sendiri. Ibaratnya, pengetahuan yang dibentuk oleh kemampuan mental mencukupi buat kulitnya, sementara pengetahuan Ilahi juga mencukupi bagi isi atau substansinya. Itulah maka, orang-orang yang bisa berpikir dan memiliki kecerdasan spiritual dan mengetahui sesuatu secara inspiratif, tidak hanya memahami dan memanfaatkan sebagaimana adanya, tetapi mengembalikannya pada asal ontologisnya, yakni Allah SWT.25
Karena itu orang-orang yang masuk dalam kategori ini, yakni
memiliki kecerdasan spiritual, biasanya memiliki dedikasi kerja yang lebih
tulus dan jauh dari kepentingan pribadi (egoisme), apalagi bertindak
dzalim kepada orang lain. Motivasi-motivasi yang mendorongnya untuk
melakukan sesuatu juga sangat khas, yakni pengetahuan dan kebenaran.
Itulah, maka sebagaimana dapat disimak dari sejarah hidup para Nabi dan
biografi orang-orang cerdas dan kreatif, biasanya memiliki kepedulian
terhadap sesama, memiliki integritas moral yang tinggi, shaleh dan tentu
juga integritas spiritual yang tinggi.
Secara umum, kecerdasan spiritual dapat ditingkatkan dengan meningkatkan penggunaan tersier psikologis, yaitu kecenderungan untuk bertanya mengapa, untuk mencari keterkaitan antara segala sesuatu, untuk membawa ke permukaan asumsi-asumsi mengenai makna di balik atau di dalam sesuatu, menjadi lebih suka merenung, sedikit menjangkau di luar diri kita, bertangung jawab, lebih sadar diri, lebih jujur terhadap diri sendiri, dan lebih pemberani.26
Karena kecerdasan spiritual berkaitan dengan psikologi seseorang,
maka dalam menanggapi segala macam kejadian yang terjadi harus
dikembalikan kepada tanggapan dari dalam hati apakah kejadian yang
menimpa tersebut terdapat sesuatu yang baik ataukah sebaliknya malah
akan berdampak tidak baik.
25 Suharsono, Melejitkan IQ, EQ & IS (Jakarta: Inisiani Press, 2001), cet. ke-1, h. 139 26 Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam
Berpikir…, h. 11-12
22
Berkaitan dengan hal tersebut seseorang harus dapat menjaga agar
kecerdasan spiritual tetap terjaga bahkan dapat meningkatkan kecerdasan
spiritual. Terdapat tujuh langkah praktis mendapatkan kecerdasan
spiritual lebih baik, diantaranya:
a. Menyadari di mana saya sekarang. b. Merasakan dengan kuat bahwa saya ingin berubah. c. Merenungkan apakah pusat saya sendiri dan apa motivasi saya yang
paling dalam. d. Menemukan dan mengatasi rintangan. e. Menggali banyak kemungkinan untuk melangkah maju. f. Menetapkan hati saya pada sebuah jalan. g. Tetap menyadari bahwa ada banyak jalan.27
Di samping itu Zohar dan Marshall, mengemukakan beberapa
indikator dari kecerdasan spiritual yang tinggi, yaitu:
a. Kemampuan untuk menjadi fleksibel b. Derajat kesadaran diri yang tinggi c. Kecakapan menghadapi dan menggunakan serangan d. Kecakapan menghadapi dan menyalurkan/memindahkan rasa sakit e. Kualitas untuk terilhami oleh visi dan nilai f. Enggan melakukan hal yang merugikan g. Kecenderungan melihat hubungan antar hal yang berbeda
(keterpaduan) h. Ditandai oleh kecenderungan untuk bertanya mengapa, mencari
jawaban mendasar.28
Spiritual berhubungan dengan batin atau rohani manusia. “Spiritual
adalah proses oleh akal-budi manusia dalam upaya mencapai dan
memahami Tuhan yang menciptakannya. Dengan perkataan lain, spiritual
adalah proses pencarian jati diri dalam hubungannya dengan sang Pencipta
dan berperilaku berdasarkan jati diri tersebut”.29 Karena jika dalam
menjalani kehidupan ini tidak pernah memiliki rasa untuk mencari jati diri,
27 Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam
Berpikir…, h. 231 28 Nana Syaodih Sukmadinata, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2003), cet. ke-1, h. 98 29 Syahmuharnis dan Hary Sidharta, TQ: Transcendental Quotient Kecerdasan Diri Terbaik, (Jakarta: Republika, 2006), cet. ke-1, h. 42
23
maka yang ada hanyalah meniti hidup seperti berjalan tanpa arah dan
tanpa tujuan, segala tindak tanduknya tidak dapat terkendali.
4. Fungsi Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual adalah “kecerdasan yang bersumber dari jiwa,
atau hati nurani yang beroperasi dalam pusat otak manusia. Dalam bahasa
ibrani, “hati nurani”, memiliki kata yang sama dengan kata pedoman, yang
tersembunyi, kebenaran batin yang tersembunyi dari jiwa”.30
Oleh karena itu fungsi kecerdasan spiritual menurut Danah Zohar
dan Ian Marshall, antara lain:
a. Kecerdasan yang digunakan dalam masalah eksistensial, yaitu ketika kita secara pribadi merasa terpuruk, terjebak oleh kebiasaan, kekhawatiran, dan masalah masa lalu akibat penyakit dan kesedihan.
b. Kecerdasan menjadikan kita sadar bahwa kita memiliki masalah eksistensial dan membuat kita mampu mengatasinya, karena kecerdasan spiritual memberi kita semua rasa yang dalam menyangkut perjuangan hidup.
c. Kecerdasan yang membuat manusia mempunyai pemahaman tentang siapa dirinya dan apa makna segala sesuatu baginya dan bagaimana semua itu memberikan suatu tempat di dalam dunia kepada orang lain dan makna-makna mereka.
d. Kecerdasan spiritual sebagai landasan bagi seseorang untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Karena, kecerdasan merupakan puncak kecerdasan manusia.
e. Kecerdasan untuk menempatkan prilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. Sehingga manusia menjadi kreatif, luwes, berwawasan luas, berani, optimis dan fleksibel. Karena ia terkait langsung dengan problem-problem eksistensi yang selalu ada dalam kehidupan.
f. Kecerdasan yang dapat memberikan rasa moral, kemampuan menyesuaikan aturan yang kaku dibarengi degan pemahaman sampai
30 Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ: Memanfaatkan …, h. 4
24
batasnya. Karena dengan memiliki kecerdasan spiritual memungkinkan seseorang bertanya apakah saya ingin berada pada situasi atau tidak. Intinya kecerdasan spiritual berfungsi untuk mengarahkan situasi.
g. Kecerdasan yang dapat menjadikan lebih cerdas secara spiritual dalam beragama. Sehingga seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi tidak berpikiran eksklusif, fanatik, dan berprasangka. 31
Pada hakekatnya, manusia merupakan makhluk yang mencari makna
Spiritual Quotient inilah sebagai pusat pemberi makna yang aktif dan
menyatukan diri.
Adanya “rasa ber-Tuhan” pada diri manusia itu tidak disikapi sebatas mitos belaka atau gagasan-gagasan spekulatif saja. Fungsi ini mencakup hal-hal yang bersifat supernatural dan religius, yang menurut beberapa penelitian “bersumber” dari dalam otak manusia. Fungsi ini hendak menegaskan bahwa “keberadaan Tuhan” adalah sesuatu yang sesungguhnya tidak perlu dipermasalahkan. “Keberadaan Tuhan” sedikitnya, ditampakkan dalam kesempurnaan jalinan “Tuhan” direduksi sampai bentuk seluler persarafan manusia atau tingkat terendah dalam wujud materi sebagaimana diyakini oleh para materialis.32
Dari fungsi kecerdasan spiritual di atas dapat disimpulkan, bahwa
kecerdasan spiritual sebenarnya menepis pribadi yang telah terbelah,
sebaliknya mengantarkan orang pada pribadi yang utuh, holistic, dan
integral (Insan Kamil).
B. KEJUJURAN
1. Arti Jujur
Jujur jika diartikan secara baku adalah "mengakui, berkata atau
memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran. Dalam
praktek dan penerapannya, secara hukum tingkat kejujuran seseorang
biasanya dinilai dari ketepatan pengakuan atau apa yang dibicarakan
31 Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ. Memanfaatkan …, h. 13 32 Taufiq Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ: Antara Neurosains dan Al-Qur’an, (Bandung:
Mizan Pustaka, 2003), cet. ke-III, h. 273
25
seseorang dengan kebenaran dan kenyataan yang terjadi”.33 Bila
berpatokan pada arti kata yang baku dan harfiah maka jika seseorang
berkata tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui
suatu hal sesuai yang sebenarnya, orang tersebut sudah dapat dianggap
atau dinilai tidak jujur, menipu, mungkir, berbohong, munafik atau
lainnya. Sedangkan menurut Thaddeus B. Clark yang diterjemahkan oleh
Sunarsi Sunario mendefinisikan kejujuran dengan arti “menaati peraturan-
peraturan yakni persetujuan-persetujuan, baik tertulis maupun tidak tertulis
yang mengatur semua perhubungan kita dengan orang-orang lain”.34
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tentunya sering melihat (bahkan
juga ikut terlibat) dalam berbagai macam bentuk aktivitas interaksi sosial
di masyarakat, yang justru kebanyakannya adalah wujud realisasi dari
sikap tidak jujur dalam skala yang sangat bervariasi, seperti: Sering terjadi,
orang tua bereaksi spontan saat melihat anaknya terjatuh dan berkata "Oh,
tidak apa-apa! Anak pintar, tidak sakit kok! Jangan nangis, yah!". Menurut
saya, dalam hal ini secara tidak langsung anak diajarkan dan dilatih
kemampuan untuk dapat "berbohong", menutup-nutupi perasaannya
(sakit) hanya karena suatu kepentingan (supaya tidak menangis).
Selain itu banyak kejadian yang sering dilihat dan dialami seperti:
Ketika seseorang bertamu dan ditanya: "Sudah makan, belum?", walaupun
tawaran tuan rumah serius biasanya dengan cepat akan menjawab "Oh,
sudah, baru saja makan", padahal sebenarnya belum makan. Dalam
lingkungan usaha/dagang, kejujuran sering disebut-sebut sebagai modal
yang penting untuk mendapatkan kepercayaan. Akan tetapi sangat
kontroversial dan lucunya dalam setiap transaksi dagang itulah justru
banyak sekali kebohongan yang terjadi. Sebuah contoh, penjual yang
mengatakan bahwa dia menjual barang "tanpa untung" atau "bahkan rugi"
hampir bisa diyakini bohong untuk menarik simpati pembeli. Banyak
33 Albert Hendra Wijaya, http://indonesia.siutao.com/tetesan/kejujuran.php, diakses pada tanggal 19 Januari 2010.
34 Thaddeus B. Clark, Apakah Kejujuran Itu?, diterjemahkan oleh: Sunarsi Sunario, (Jakarta: Jaya Sakti, 1961), h. 8
26
kejadian berkaitan dengan nilai-nilai kejujuran yang semakin hari semakin
ditinggalkan, itu adalah bentuk dari ketimpangan yang terjadi pada diri
karena tidak mampu mendayagunakan dan bahkan belum mampu
menerapkan nilai-nilai spiritualitas yang baik.
2. Nilai-nilai Kejujuran
Mencari orang jujur saat ini semakin sulit. Yang banyak ditemui
adalah orang yang memiliki kepribadian ganda yaitu kejujuran dan
kemunafikan bercampur menjadi satu. Nilai-nilai kejujuran tidak lagi
menjadi esensi dan pegangan hidup seseorang, tetapi telah menjadi alat
untuk memperjuangkan berbagai kepentingan sempit. Dengan kata lain,
kejujuran yang seharusnya menjadi nilai etis yang mewarnai hidup telah
tereduksi sekedar menjadi pemanis bibir di dalam kehidupan masyarakat.
Sementara prilaku dan tindakan yang dilakukan sebetulnya jauh dari nilai-
nilai kejujuran. Kepribadian ganda (split personality) seperti ini telah
melahirkan berbagai prilaku menyimpang dalam masyarakat seperti
korupsi, asusila, kriminalitas, kecurangan dan berbagai prilaku lainnya
yang bertentangan dengan nilai-nilai agama dan kemanusiaan.
Jika ditelusuri lebih jauh, ada beberapa faktor yang menyebabkan kepribadian ganda atau sindrom verbalisme kejujuran ini menguat dalam masyarakat kita, yakni: Pertama, terjadinya pergeseran nilai akibat akulturasi yang berlebihan. Masuknya nilai-nilai modernitas dari luar melalui berbagai media telah merubah gaya hidup masyarakat kita menjadi masyarakat konsumtif, hedonis dan pragmatis. 35
Masyarakat yang konsumtif adalah masyarakat yang cenderung
membelanjakan hartanya untuk kebutuhan konsumsi dan hidup mewah.
Masyarakat yang hedonis cenderung kepada gaya hidup yang senang-
senang dan hura-hura. Sementara kondisi pragmatis dalam masyarakat
memperlihatkan gaya hidup yang serba menganggap mudah segala sesuatu
(menggampangkan) dan ingin hidup enak dengan cara mudah. Semua gaya
35 Yusnidur Usman Musa, Sabtu 19 Januari 2008, http://pulapingkui.blogspot.com/
2008/01/sindrom-verbalisme-kejujuran.html
27
hidup tersebut bisa disingkat dengan bahasa populer “gaya hidup matre”.
Ketika sikap seseorang menjadi matre, maka segala cara akan dilakukan
untuk memperoleh dan mempertahankan gaya hidup yang demikian,
walaupun kondisi tidak mendukung di antarnya dengan melakukan
korupsi, dan sebagainya. Gaya hidup matre sering menjadi pemicu
lahirnya konflik sosial karena memunculkan kesenjangan dan
kecemburuan sosial (social jealousy) di dalam masyarakat. Dalam
masyarakat yang demikian, penghargaan sosial lebih ditentukan oleh
kedudukan, jabatan dan kekayaan yang dimiliki seseorang, bukan pada
nilai-nilai kejujuran.
Kedua, memudarnya peran agama dalam kehidupan masyarakat. Kini, agama cenderung menjadi identitas simbolik semata. Sementara pemahaman, kesadaran, dan pelaksanaan dari ajaran dan nilai-nilai agama itu sendiri menjadi tidak penting. Banyak orang melakukan shalat, mengeluarkan zakat, bahkan melakukan ibadah haji. Tetapi, semua ibadah tersebut hanya menjadi ritual dan simbol sosial yang tidak banyak berdampak pada prilaku sehari-hari yang menyebabkan rendahnya keshalehan seseorang.36
Banyak orang nampak alim dan bagus ibadahnya, tetapi mereka juga
melakukan korupsi, manipulasi dan berbagai penyakit masyarakat lainnya.
Pola dakwah para ulama, ustadz atau pemuka agama yang kurang inovatif
memberi kontribusi pada terjadinya pendangkalan pemahanam agama
umat Islam. Pelaksanaan syariat Islam di Aceh malah melahirkan
ketidakjujuran dan kemunafikan karena diterapkan secara simbolis dan
diskriminatif.
“Ketiga, kegagalan institusi pendidikan dalam melakukan
transformasi sosial. Harus diakui, lembaga pendidikan baik formal
maupun informal telah gagal mentransformasikan nilai-nilai kejujuran
kepada anak didiknya”.37 Budaya jujur jarang diajarkan secara sungguh-
sungguh di sekolah, yang terjadi justru sejak dini para pelajar sudah
36 Yusnidur Usman Musa, Sabtu 19 Januari 2008, http://pulapingkui.blogspot.com/
2008/01/sindrom-verbalisme-kejujuran.html 37 Yusnidur Usman Musa, Sabtu 19 Januari 2008, http://pulapingkui.blogspot.com/
2008/01/sindrom-verbalisme-kejujuran.html
28
terbiasa dengan prilaku mencuri dan mencontek dalam ujian. Para guru
juga sering melakukan hal yang sama, yakni memberi toleransi terhadap
kondisi tersebut. Demikian halnya di perguruan tinggi, di mana kejujuran
tidak lagi menjadi pegangan. Pendidikan telah menjadi sarana bersaing
memperebutkan masa depan secara tidak sehat. Ketidakjujuran yang sudah
diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan secara langsung maupun tidak
langsung telah berkontribusi pada lahirnya sindrom verbalisme kejujuran
di masyarakat kita.
“Keempat, hilangnya keteladhanan di dalam masyarakat. Semakin
langkanya orang jujur di dalam masyarakat menyebabkan terjadinya krisis
keteladanan”.38 Masyarakat menjadi tidak punya panutan untuk diikuti,
yang menyebabkan kesadaran kolektif masyarakat untuk menggunakan
nilai-nilai luhur dalam kehidupan bersama menjadi lemah. Tidak adanya
panutan membuat masyarakat mencari panutan dari luar, yang berdampak
pada terjadinya krisis identitas dalam masyarakat. Para muda-mudi lebih
suka menjadikan artis-artis Hollywood atau artis sinetron sebagai panutan
gaya hidup. Sementara memperkenalkan Rasulullah dan para Sahabat
sebagai panutan justru kurang diminati karena tokoh-tokoh masyarakat
sendiri prilaku dan gaya hidupnya jauh dari teladhan Rasulullah dan para
sahabat. Itulah salah satu dampak krisisnya keteladhanan yang diberikan
oleh anggota keluarga sehingga berdampak luas terhadap tokoh yang
dijadikan panutan dalam berperilaku sehari-hari.
C. KERANGKA BERFIKIR
Masalah-masalah spiritual kurang mendapat perhatian serius dari para
konseptor pendidikan dan pemerhati pendidikan lainnya selama ini, bahkan
sepertinya para tokoh dan akademisi pendidikan cenderung meremehkan
pengaruh spiritualitas dalam kehidupan belajarnya, kaum akademisi saat ini
seakan-akan meyakini otaknya sebagai satu-satunya kekuatan yang paling
38 Yusnidur Usman Musa, Sabtu 19 Januari 2008, http://pulapingkui.blogspot.com/
2008/01/sindrom-verbalisme-kejujuran.html
29
dominan dalam pembelajaran. Padahal itu juga belum tentu yang terbaik. “Jika
spiritualitas dibedah secara benar dan terimplementasi dalam kehidupan
pseserta didik, maka akan dengan sendirinya peserta didik tersebut akan
menjadi baik. Harusnya semua orang yang ada di institusi kependidikan
mengkaji hal ini secara serius. Sehingga pengaruhnya terhadap diri peserta
didik dan belajarnya dapat diketahui”.39
Menurut penulis, gagalnya pendidikan lebih disebabkan gagalnya
institusi pendidikan mendidik moral dan menciptakan kepribadian yang baik.
Maka penulis menganggap penting sekali melihat dimensi spiritual untuk
dikaitkan dengan pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Kekuatan
spiritual sebagai moral effect yang sangat penting guna memotivasi belajar,
menerapkan nilai-nilai kejujuran, dan lebih-lebih dalam keberhasilan
pembelajaran. Untuk itulah, penulis mengangkat spiritualitas sebagai narasi
besar. Karena hal tersebut sangat krusial dan berpengaruh pada dimensi
pendidikan, khususnya penerapan nilai-nilai kejujuran dalam proses
pembelajaran.
Oleh karena itu, kajian skripsi ini akan mencoba membedah sesuatu
yang disebut sebagai gunungnya ilmu oleh Igo Ilham. Sebagai unsur terdalam
yang terbenam dan paling kuat pengaruhnya terhadap gerak control action
manusia. Kekuatan ini dibuktikan ada, dan masuk dalam salah satu kategori
kecerdasan, yang tentunya dapat dipelajari, diasah, dan dipertajam
sebagaimana kecerdasan-kecerdasan yang lain. Orang-orang menyebutnya
dengan sebutan kecerdasan spirtitual atau Spiritual Quotient (SQ).
D. PENGAJUAN HIPOTESIS
Penulis memandang perlu untuk dapat memberikan gambaran tentang
dugaan serta jawaban sementara dari cara-cara pemecahan permasalahan yang
ada pada peneltian ini. Dugaan sementara penelitian ini berdasarkan teori-teori
yang telah dikemukakan adalah sebagai berikut: Hipotesis Alternatif (Ha):
39 Dave Meier, The Accelerated Learning, (Bandung: Kaifa, 2002), cet. 1, hlm. 84
30
adanya hubungan yang signifikan antara kecerdasan spiritual terhadap
penerapan nilai-nilai kejujuran siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat yang dijadikan objek penelitian adalah MTs Daarul Hikmah
yang berlokasi di Jl. Surya Kencana No. 14 Pamulang – Tangerang. Penulis
mengadakan penelitian dari mulai tanggal 19 Juli sampai 01 Agustus 2010.
B. Variabel Penelitian
Seperti yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Suharsimi Arikunto bahwa
“variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian”.1 Variabel penelitian ini adalah kecerdasan spiritual dan
pengaruhnya terhadap nilai-nilai kejujuran siswa dalam proses pembelajaran
agama Islam di MTs Daarul Hikmah Pamulang. Variabel ini mengkaji dua
variabel, yaitu pengaruh kecerdasan spiritual sebagai variabel bebas (variabel
X) dan nilai-nilai kejujuran siswa sebagai variabel terikat (variabel Y).
C. Metode Penelitian
Metodologi Penelitian adalah “strategi umum yang dianut dalam
mengumpulkan dan menganlisa data yang diperlukan guna menjawab
persoalan yang dihadapi”.2
1 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), cet. Ke-13, hlm. 118 2 Arif Furchan, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional,
1982), hlm. 50
30
31
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian deskriptif
kuantitatif. “Penelitian deskriptif tidak terbatas hanya sampai pada
pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi
tentang arti data tersebut”.3 Tujuan menggunakan statistik guna menjawab
permasalahan yang ada atau tidaknya hubungan kedua variabel yang diteliti
dan diprediksi tentang berapa besar kontribusi variabel bebas terhadap
variabel terikat.
Sedangkan jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah korelasional yang bertujuan untuk mencari hubungan antara dua
variabel dan menjelaskan hasil penelitian secara deskriptif. Hal ini agar
penulis dapat memperoleh data yang lengkap dan gambaran mengenai
keadaan yang sebenarnya dari objek yang diteliti, yaitu gambaran tingkat
kecerdasan spiritual dan nilai-nilai kejujuran siswa. Dalam teknik penulisan,
penulis mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2007.
D. Populasi dan Sampel
Populasi dan sampel merupakan unsur terpenting dalam suatu
penelitian. Yang dimaksud dengan populasi adalah ”keseluruhan subjek
penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam
wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi”.4
Populasi adalah ”unit tempat diperolehnya informasi. Elemen tersebut
bisa berupa individu, keluarga, rumah tangga, kelompok sosial, sekolah, kelas,
organisasi, dan lain-lain. Dengan kata lain populasi adalah kumpulan dari
sejumlah elemen”.5 Dalam penelitian ini yang menjadi populasi target adalah
seluruh siswa dan siswi MTs Daarul Hikmah Pamulang angkatan 2009/2010
3 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah dasar Metode Teknik, (Bandung:
Tarsito, 1998), Ed. 8, hlm. 139 4 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 1998), cet. ke-11,
hlm. 115 5 Nana Sudjana, Peneliti Dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: PT. Sinar Baru, 1989),
cet. ke-1, hlm. 84
32
sebanyak 814 siswa. Adapun populasi terjangkau adalah siswa kelas VIII yang
berjumlah 305 siswa.
Jika akan meneliti sebagian dari populasi, maka penelitian tersebut
disebut penelitian sampel. Sedangkan ”sampel adalah sebagian dari populasi
terjangkau yang memiliki sifat yang sama dengan populasi”.6 Guna untuk
menyederhanakan proses pengumpulan dan pengolahan data, penulis
menggunakan teknik sampling random. Dalam penelitian ini yang menjadi
sampel adalah sebanyak 15 % dari populasi yang ada. Suharsimi Arikunto
mengemukakan pendapat bahwa “jika objek penelitian lebih dari 100 orang,
maka sampel yang diambil antara 10-15 % atau 20-25 % atau lebih. Namun
dalam penelitian ini penulis mengambil sampel sebanyak 15 % yakni
berjumlah 45 siswa/orang dengan sistem random atau acak, dengan masing-
masing kelas diambil 5 sampai 6 siswa (putra/putri) dari jumlah kelas VIII.A
sampai VIII.H MTs Daarul Hikmah Pamulang.
Dengan cara seperti ini, diharapkan setiap anggota dari populasi
memiliki kemungkinan yang sama untuk dipilih sebagai sampel penelitian.
E. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik yang digunakan untuk pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah:
1. Obeservasi adalah pengamatan atau pencatatan yang sistematis terhadap
gejala atau keadaan yang diteliti. Observasi ini dilakukan untuk
mengamati keadaan dan kondisi sekolah dan guru Pendidikan Agama
Islam. Observasi yang dilakukan adalah obeservasi non sistematis tanpa
menggunakan instrumen.
2. Wawancara (interview), yakni pengumpulan data melalui wawancara
dengan Kepala Sekolah dan guru agama di Sekolah MTs Daarul Hikmah
Pamulang, untuk mengetahui hubungan kecerdasan spiritual dengan nilai-
niali kejujuran siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang.
6 Op. cit, Suharsimi Arikunto, Prosedur..., hlm. 117
33
3. Angket, yakni dengan menyebarkan lembaran-lembarab pertanyaan yang
harus dijawab oleh responden, dalam hal ini yaitu siswa. Untuk
mengetahui pendapat atau tanggapan siswa kelas VIII mengenai
kecerdasan spiritual dan hubungannya dengan nilai-nilai kejujuran siswa
MTs Daarul Hikmah Pamulang.
F. Instrumen Penelitian
1. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian yang penulis gunakan untuk memperoleh data
yang valid mengenai kecerdasan spiritual dan hubungannya dengan nilai-
nilai kejujuran siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang adalah berupa angket.
Angket yang digunakan terdiri dari 15 soal (variabel X) dan 15 butir
(variabel Y) yang disebarkan kepada 45 siswa.
2. Kisi-kisi penelitian
Adapun kisi-kisi instrumen pada penelitian yang penulis gunakan
dalam pembuatan angket adalah sebagai berikut:
Tabel. 1
Kisi-kisi Instrumen Penelitian
No. Variabel Indikator Butir Soal
1. Kecerdasan
Spiritual
− Berkaitan dengan keimanan
seseorang.
− Berkaitan dengan keilmuan.
− Berkaitan dengan pengendalian diri
dalam segala hal.
− Berkaitan dengan pergaulan sosial
dalam kehidupan sehari-hari.
1, 2, 3, 4.
5, 6, 7.
8, 9, 10, 11,
12.
13, 14, 15.
2. Nilai-nilai
kejujuran
siswa
− Kejujuran dalam proses evaluasi
pembelajaran.
− Kejujuran di luar proses pembelajaran
1, 2, 3.
7, 9, 12, 13.
34
− Kejujuran yang berkaitan dengan
kepercayaan diri.
− Kejujuran dalam proses
pembelajaran.
5, 6, 14, 15.
4, 8, 10, 11.
G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Setelah data terkumpul dengan lengkap, tahap berikutnya data yang
telah terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisis untuk menjawab masalah
dan hipotesis penelitian. Penulis melakukan pengolahan data dengan cara
menimbun tabulasi (mengolah data dengan membuat blangko tabel) untuk
memindahkan jawaban siswa ke data tabel distribusi frekuensi.
Untuk mengolah data dalam penelitian ini penulis melakukan langkah-
langkah analisa sebagai berikut:
1. Editing
Pada tahap ini penulis akan melakukan pengecekan terhadap data
yang diperoleh, khususnya pada angket yang telah diisi oleh siswa.
Angket tersebut harus diteliti satu persatu tentang kelengkapan
pengisian, kejelasan penulisannya dan kebenaran pengisian angket,
sehingga terhindar dari kekeliruan atau kesalahan. Jika ada pernyataan
yang menyimpang dari yang diteliti, maka pernyataan tersebut dapat
dibuang atau tidak digunakan.
2. Skoring
Tahap selanjutnya setelah dilakukan pengecekan terhadap angket
kemudian pemberian skor pada setiap butir-butir pertanyaan yang terdapat
dalam angket. Pemberian skor ini dilakukan dengan memperhatikan jenis
data yang ada.
Ada empat butir jawaban yang disediakan dan penulis memberikan
skor nilai 4 untuk jawaban (SL) selalu, 3 untuk jawaban (SR) sering, 2
untuk jawaban (KD) kadang-kadang, dan 1 untuk jawaban (TP) tidak
pernah.
35
3. Tabulating
Yaitu mentabulating data jawaban yang telah diberikan ke dalam
bentuk tabel, untuk kemudian diketahui hasil penghitungannya.
Teknik analisis data merupakan suatu cara yang digunakan untuk
mengurai keterangan-keterangan atau data yang diperoleh agar data
tersebut dapat dipahami oleh peneliti dan juga orang lain yang ingin
mengetahui hasil penelitian tersebut.
Langkah selanjutnya adalah perhitungan terhadap data yang sudah
diberi skor dengan menggunakan rumus presentase sebagai berikut:
P = f x 100 %
N
Keterangan:
P = Angka Prosentase
f = Frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N = Number of ceses (jumlah frekuensi/banyaknya individu)
Tabel. 2
Penafsiran Prosentase
NO. Prosentase Penafsiran
1. 100% Seluruhnya
2. 91%-99% Hampir Seluruhnya
3. 61%-90% Sebagian Besar
4. 51%-60% Lebih dari Setengah
5. 50% Setengahnya
6. 40%-49% Hampir Setengahnya
7. 11%-39% Sebagian Kecil
8. 1%-10% Sedikit Sekali
9. 0% Tidak Ada Sama Sekali
Kemudian menjumlah skor dari tiap-tiap responden dan menentukan
nilai rata-rata dengan menggunakan rumus:
Mx = ∑ X
N
36
Keterangan:
Mx : mean yang dicari
X : jumlah skor
N : number of cases.7
My = ∑ Y
N
Keterangan:
My : mean yang dicari
X : jumlah skor
N : number of cases.
Selanjutnya dikonsultasikan dengan norma skala kecerdasan spiritual
dan skala nilai-nilai kejujuran siswa.
Skala Kecerdasan Spiritual
No. Skor Keterangan
1 25 – 50 Rendah
2 51 – 75 Sedang
3 76 – 100 Tinggi
Skala Nilai-nilai Kejujuran Siswa
No. Skor Keterangan
1 25 – 50 Rendah
2 51 – 75 Sedang
3 76 – 100 Tinggi
Sedangkan data yang dibahas adalah dua variabel yang saling
berhubungan, maka data tersebut juga dianalisis secara kuantitatif dengan
menggunakan rumus korelasi product moment untuk mengkaji hipotesis
tentang ada atau tidak adanya hubungan antara variabel X dengan variabel Y
7 Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2005), hlm. 43
37
dan apakah hubungan tersebut positif atau negatif. Adapun langkah-
langkahnya sebagai berikut:
a. Mencari angka indeks dengan korelasi “r” dengan menggunakan korelasi
product moment dari Carl Pearson dengan rumus.
rxy = ∑ XY – N. Mx. My
√ (∑X2 – N. Mx)2 (∑Y2 – N. My)2
Dengan ketentuan sebagai berikut:
rxy = angka indeks korelasi “r” Product Moment
∑XY = mean dari hasil perkalian antara skor variabel X dan skor variabel Y
N = Number of cases (jumlah frekuensi/banyaknya individu)
Mx = mean dari skor variabel X
My = mean dari skor variabel Y
∑X2 = jumlah seluruh skor X
∑Y2 = jumlah seluruh skor Y
Mx2 = kuadrat dari mean skor variabel X
My2 = kuadrat dari mean skor variabel Y.8
b. Memberi Inteprestasi terhadap (rxy) yaitu:
1) Interprestasi kasar atau sederhana, yaitu dengan mencocokan hasil
perhitungan dengan angka indeks korelasi “r” product moment, seperti
tabel dibawah ini:
Tabel. 3
Interprestasi terhadap besarnya “r” product moment
Besar “r” Interprestasi
0,00 – 0,20
Antara variabel X dan variabel Y memang terdapat korelasi, akan tetapi
korelasi itu sangat lemah atau sangat rendah, sehingga korelasi itu diabaikan
(dianggap tidak ada korelasi antara variabel X dan variabel Y)
8 Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan …, hlm. 211-212
38
0,20 – 0,40 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang lemah atau yang
rendah
0,40 – 0,70 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang sedang atau cukup
0,70 – 0,90 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang kuat atau tinggi
0,90 – 1,00 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang sangat kuat atau
sangat tinggi
2) Interprestasi terhadap angka indeks korelasi “r” Product Moment yaitu
dengan jalan berkonsultasi pada nilai “r” tabel (rt). Apabila cara ini
ditempuh maka prosedur yang akan dilalui adalah sebagai berikut:
a) Merumuskan hipotesis alternatif (Ha) dan Hipotesis nihil (Ho).
b) Menguji kebenaran hipotesa yang telah dirumuskan dengan jalan
membandingkan besarnya “r” Product Moment dengan “r” yang
tercantum dalam tabel nilai (rt), terlebih dahulu mencari derajat
bebasnya (db) atau degrees of freedom (df) atau taraf signifikansi 1%
dan 5% dengan rumus:
df = N – nr
df = Dergees of freedom
N = Number of cases
nr = Banyaknya variabel yang dikorelasikan
Apabila “r” sama dengan atau lebih besar dari rt, maka Hipotesa
Alternatif (Ha) diterima, berarti terdapat korelasi positif antara kedua variabel
tersebut. Dan jika Hipotesis Nihil (Ho) maka tidak dapat disetujui/diterima,
berarti tidak terdapat korelasi yang positif antara kedua variabel tersebut.
3) Mencari kontribusi variabel X terhadap variabel Y, dengan rumus:
KD = r2 x 100 %
KD = Kontribusi variabel terhadap Y.
r2 = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y.9
9 Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan …, hlm. 180-193
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah Berdirinya MTs Daarul Hikmah Pamulang
Pada tahun 1978 H. Saidih selaku pendiri Yayasan MTs Daarul
Hikmah sempat mencalonkan diri sebagai Kepala Desa Pamulang Barat,
namun sayang perjuangannya ternyata gagal. Namun ia mencoba
mengambil hikmah dari kegagalan tersebut dengan mendirikan Yayasan
Daarul Hikmah pada tahun 1980.
Pilihan nama Daarul Hikmah memiliki makna tersendiri, menurut
H. Saidih, S.Ag nama tersebut diambil karena termotivasi oleh kegagalan
menjadi Kepala Desa. Pada tahun 1983 Yayasan Daarul Hikmah sudah
mengelola Madrasah Tsanawiyah dengan murid drop-out dari Sekolah
lain, walaupun muridnya kebanyakan dari drop-out, ternyata sekarang
banyak di antara mereka yang sudah berhasil di berbagai bidang.
Pembangunan Sekolah tersebut benar-benar atas swadaya
masyarakat. Gedung Sekolah yang ketika itu masih dari bambu banyak
berasal dari infaq para wali murid. Namun secara perlahan pembangunan
Madrasah Tsanawiyah tersebut berkembang dari yang dulunya hanya satu
kelas sekarang menjadi lebih dari 20 kelas.
Perintisan Sekolah ini benar-benar dari nol, karena sejak awal
memang tidak memiliki modal “ungkap putra dari ketiga bersaudara ini”.
Pengorbanan H. Saidih memang tidak tanggung-tanggung, bahkan ketika
39
40
menjadi anggota DPRD, gajinya diperuntukkan untuk membangun
Sekolah. Perjuangannya untuk pendidikan memang tidak sia-sia, bahkan
sekarang sudah bisa mendirikan Madrasah Aliyah. Awalnya hanya
mempunyai murid 9 orang, tapi kini untuk satu kelas saja minimal diisi
oleh 30 orang murid.
Perkembangannnya semakin pesat dan sekarang juga sudah
mengelola Madrasah Ibtidaiyah. Namun H. Saidih tidak menutup mata
bahwa murid-muridnya kebanyakan dari masyarakat berekonomi kelas
bawah, sehingga harus bijaksana dalam menetapkan biaya Sekolah, walau
demikian, usaha untuk melahirkan lulusan yang baik tetap dilakukan
secara maksimal, hasilnya bisa dilihat. Lulusan dari Sekolah yang
dibinanya dapat diterima di berbagai tempat, baik di Sekolah Negeri
maupun Swasta.
Yayasan Daarul Hikmah tidak hanya bergerak di bidang
pendidikan, tetapi juga di beberapa bidang lain, di antaranya mendirikan
Biro Perjalanan Haji. Setiap tahunnya KBIH Daarul Hikmah minimal
memberangkatkan 30 orang Jama’ah Haji. Kemudian juga terlibat dalam
pembangunan Masjid, dari awal hanya sebuah Mushalla hingga sekarang
telah dibangun sebuah Masjid dengan dua lantai yang cukup representatif.
2. Visi, Misi dan Motto MTs Daarul Hikmah Pamulang
a. Visi
Menciptakan Madrasah yang mampu melahirkan generasi beriman,
bertaqwa, cerdas, terampil, berkepribadian dan berakhlak mulia.
b. Misi
1) Membangun citra Madrasah yang Islami.
2) Menanamkan kecintaan kepada Agama, Bangsa dan Negara.
3) Melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar yang baik.
4) Mengembangkan kreatifitas dalam bidang Agama dan Ilmu
Pengetahuan.
5) Memacu Kemampuan siswa dalam bidang IMTAQ dan IPTEK.
41
6) Mempersiapkan siswa untuk dapat melanjutkan pendidikan ke
jenjang lebih tinggi.
c. Motto
1) Carilah ilmu, tidak ada manusia yang lahir dengan membawa ilmu.
2) Dengan ilmu pengetahuan dapat membuka cakrawala dunia.
3) Ilmu merupakan obor, sebagai penerang di kegelapan.
4) Kalau moral dan etika sudah hilang, apa lagi yang tersisa pada diri
manusia.
3. Kiprah MTs Daarul Hikmah Pamulang
Yayasan Daarul Hikmah juga terus mengembangkan kiprahnya
dengan program-program pengajian, di antaranya mengadakan Majelis
Ta’lim Kaum Ibu yang dilaksanakan setiap hari minggu pagi, mengadakan
kegiatan sosial untuk masyarakat setiap 6 bulan sekali dan setiap malam
rabu dan sabtu diadakan pengajian kitab yang diikuti oleh kaum Bapak dan
Guru. Kegiatan tersebut memang menyita waktu, namun bagi H. Saidih
berdakwah sudah menjadi hobi.
Di samping itu Yayasan Daarul Hikmah terus mengembangkan
sayapnya untuk kepentingan umat, melihat kondisi anak yatim dan para
dhuafa yang ada di lingkungan masyarakat sekitar. H. Saidih selaku
pimpinan Yayasan Daarul Hikmah tergerak hatinya untuk menampung
para yatim sekaligus memberikan pendidikan dan keterampilan, dengan
harapan agar mereka dapat sejajar dengan anak-anak lainnya.
Pada bulan Oktober 2006 didirikan Daarul Aitam yang saat ini
sedang dan tengah dilaksanakan pembangunan. Daarul Aitam ini dibangun
di atas tanah seluas 350 M2 wakaf dari seorang hamba Allah. Rencananya
Daarul Aitam dibangun dengan tiga lantai. Lantai dasar adalah aula serba
guna yang diperuntukkan bagi umum. Lantai dua ruang belajar/ruang
keterampilan dan lantai tiga atau lantai paling atas adalah kamar tidur.
42
Sengaja bangunan ini dibuat sedemikian rupa dengan maksud berdaya
guna dan berhasil guna.
4. Profil MTs Daarul Hikmah Pamulang
Tabel. 4
Profil MTs Daarul Hikmah Pamulang
No Identitas Sekolah
1 Nama Madrasah/Sekolah MTs Daarul Hikmah
2 N. S. S 21. 22. 80. 4. 17. 136
3 Alamat Sekolah Jl. Surya Kencana No. 24 Pamulang
Tangerang Telp. 7430842
4 Kecamatan Pamulang
5 Kabupaten/Kota Tangerang
6 Propinsi Banten
7 Kode Pos 15417
8 Telephon/Faksimili (021) 7430842
9 Email -
10 Status Sekolah Swasta
11 Kegiatan KBM Pagi dan Siang hari
12 Nama Yayasan Daarul Hikmah
13 Nomor Akta Pendirian 634
14 Tahun berdiri Sekolah/Madasah 1977
15 Luas tanah/Bangunan 950 M2/750 M2
16 Status Tanah Wakaf
17 Status Bangunan Yayasan/Sendiri
18 No. Sertifikat Tanah 1833
19 Status Akreditas/Tahun B
43
5. Data Siswa, Guru, Tata Usaha dan Karyawan
Jumlah siswa dalam 3 (tiga) tahun terakhir
Jumlah Siswa Kelas
2007/2008 2008/2009 2009/2010 Keterangan
I 244 290 305
II 251 238 281
III 179 231 228
Jumlah 674 759 814
Data Ruang Kelas
Kelas I : 8
Kelas II : 7
Kelas III : 6
Jumlah Rombongan Belajar
Kelas I : 8
Kelas II : 7
Kelas III : 6
Sumber Dana Operasional : SPP/BP3/Yayasan/Subsidi
Tabel. 5
Jumlah Guru, Tata Usaha dan Karyawan
MTs Daarul Hikamah Pamulang Tahun 2009/2010
NAMA GURU No.
PNS Non PNS L/P Jumlah
1. Dra. Hj. Sri Uswati P
2. Mukhlisoh, S.Ag P
3. Sri Ismah Hilal P
3
4. M. Thoni RZ, BA. L
5. H. Jaelani, S.Ag L 2
6. Syarifuddin AR L 17
44
7. M. Zaini K. A, Ma L
8. Drs. M. Yamien L
9. Asip Suyadi, SH. MH L
10. Drs. Fauzi Ayatullah L
11. H. Haryadi, S.Ag L
12. Wawan Suhaeri, S.Pd L
13. Olih Holidin, S.Pd L
14. H. Syamsuddin Noor L
15. M. Sholahudin, SHI L
16. Isroil Marzuki, S.Ag L
17. Sehabuddin Nur, S.Th.I L
18. Nislam, S.Kom L
19. Budi Fujiana, SE L
20. Rusli A, Ma L
21. Azis Muslim, S.Ag L
22. Saepudin L
23. Yuniawati Fajriah, S.Pd P
24. Siti Zubaedah, S.Sos.I P
25. Diana Kurniawati, S.Pd P
26. Romilah, SE P
27. Eti Junaeti, S.Pd P
5
Jumlah Total 27
NAMA TU No.
PNS Non PNS L/P Jumlah
1. Nur Ali Hasan L
2. Badruddin, S.Ag L
3. Zainal Abidin L
3
4. Liati, S.Pd P
5. Yusnah P
3
45
6. Ibah Haryati P
NAMA KARYAWAN No.
PNS Non PNS L/P Jumlah
1. Eka Oktora L
2. Bambang L
3. Sahid Kosasih L
3
PUSTAKAWAN No.
PNS Non PNS L/P Jumlah
1. Fachmi Ali L 1
Jumlah Total 10
Tabel. 6
Keadaan Siswa Semester Genap MTs Daarul Hikmah Pamulang
Tahun 2009/2010
Kelas
Jenis Kelamin III
A
III B III C III
D
III E III F Jumlah
Laki-laki 13 22 23 24 25 08 115
Perempuan 25 17 16 16 16 22 112
Jumlah 38 39 39 40 41 30 227
Kelas
Jenis Kelamin II A II B II
C
II D II E II F II G Jumlah
Laki-laki 20 20 19 23 20 24 13 139
Perempuan 21 22 20 17 21 19 22 142
Jumlah 41 42 39 40 41 43 35 281
Kelas Jenis Kelamin
I A I B I C I D I E I F I G I H Jumlah
46
Laki-laki 17 18 17 21 23 14 12 09 131
Perempuan 22 21 23 19 16 25 28 20 174
Jumlah 39 39 40 40 39 39 40 29 305
JUMLAH TOTAL
Laki-laki : 385
Perempuan : 428
Jumlah 813
B. Deskripsi Data
1. Variabel Bebas (Kecerdasan Spiritual)
Data mengenai Kecerdasan Spiritual yang menjadi variabel X
merupakan data yang diperoleh langsung dari pengisian instrumen
penelitian yang berbentuk skala likert yang disebarkan kepada siswa
sebagai responden yang mengamati Kecerdasan Spiritual dengan 15
pertanyaan.
Tabel. 7
Berkaitan dengan Keimanan
No. Saya menyayangi sesama manusia
1. Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
36
6
3
-
80%
13.3%
6.66 %
-
Jumlah 45 100%
Setiap selesai shalat, saya berdzikir dan berdo’a
2. Alternatif Jawaban Frekunsi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
10
7
28
22.22%
15.55%
62.22%
47
Tidak pernah - -
Jumlah 45 100%
Saya makan dan minum yang halal, baik dan tidak berlebihan
3. Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
34
6
4
1
75.55%
13.33%
8.88%
2.22%
Jumlah 45 100%
Saya menjaga kebersihan dan memelihara lingkungan hidup
4. Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
19
7
18
1
42.22%
15.55%
40%
2.22%
Jumlah 45 100%
Dari tabel di atas menunjukan bahwa sebagian besar siswa
menjawab siswa menyanyangi sesama manusia, siswa juga makan dan
minum yang halal, baik dan tidak berlebihan, dan siswa juga menjaga
kebersihan dan memlihara lingkungan. Akan tetapi pada pertanyaan
nomor 2 yang menanyakan setiap selesai shalat saya berdzikir dan berdoa
sebagian besar siswa menjawab kadang-kadang.
Tabel. 8
Berkaitan dengan Keilmuan
No. Saya membaca tulisan keagamaan di media elektronik/cetak
5. Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu
Sering
3
7
6.66%
15.55%
48
Kadang-kadang
Tidak pernah
24
11
53.33%
24.44%
Jumlah 45 100%
Saya mengidolakan Nabi Muhammad sebagai panutan hidup
6. Alternatif Jawaban Frekunsi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
33
7
5
-
73.33%
15.55%
11.11%
-
Jumlah 45 100%
Saya berpegang pada ajaran al-Qur’an dan Sunnah Nabi
7. Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
34
5
6
-
75.55%
11.11%
15.55 %
-
Jumlah 45 100%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa siswa selalu
mengidolakan nabi Muhammad Saw sebagai panutan hidup, dalam
kehidupannya selalu berpegang pada ajaran al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
Hal ini dapat dilihat pada tingginya jawaban siswa pada alternatif
jawaban selalu 73.33%, sering 15.55%, kadang-kadang 11.11%, dan
tidak pernah 0%.
Pada tabel no. 5 bahwa Saya membaca tulisan keagamaan di
media elektronik/cetak. Sebagian besar siswa menjawab kadang-kadang.
Terbukti dengan adanya jumlah prosesntase selalu 6.66%, sering 15.55%,
kadang-kadang 53.33% dan tidak pernah 24.44%.
49
Tabel. 9
Berkaitan dengan Pengendalian Diri
No. Saya menjaga penglihatan dari segala hal yang tidak baik
8. Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
17
12
9
7
37.77%
26.66%
20%
15.55%
Jumlah 45 100%
Saya menjaga pendengaran dari hal-hal yang tidak baik
9. Alternatif Jawaban Frekunsi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
15
14
12
4
33.33%
31.11%
26.66%
8.88%
Jumlah 45 100%
Saya menjaga kata-kata dengan baik dan sopan
10. Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
16
8
21
-
35.55%
17.77%
46.66%
-
Jumlah 45 100%
Bila berjanji saya menepatinya
11. Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
16
10
19
-
35.55%
22.22%
42.22%
-
Jumlah 45 100%
50
Bila diberi amanah saya menjaga dengan sebaik-baiknya
12. Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
22
11
12
-
48.88%
24.44%
26.66%
-
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa siswa telah dapat
mengendalikan diri di dalam kehidupannya sehari-hari seperti menjaga
penglihatan, pendengaran, dan jika diberi amanah selalu menjaga dengan
sebaik-baiknya. Akan tetapi jika berkata dan berjanji mereka kadang-
kadang melakukan kadang-kadang tidak melakukan. Hal ini dapat dilihat
pada tingginya jawaban siswa pada alternatif jawaban di atas.
Tabel. 10
Berkaitan dedengan Pergaulan Sosial
No. Saya berbusana rapih, sopan dan menutup aurat
13. Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
22
9
12
2
48.88%
20%
26.66%
4.44%
Jumlah 45 100%
Saya melakukan perbuatan keji dan munkar
14. Alternatif Jawaban Frekunsi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
-
-
5
40
-
-
11.11%
88.88%
Jumlah 45 100%
51
Saya menjaga hubungan baik di lingkungan sosial
15. Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
30
9
6
-
66.66%
20%
13.33%
-
Jumlah 45 100%
Tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban siswa terhadap
pergaulan sosial yang baik sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari
tingginya jawaban siswa pada alternatif jawaban selalu pada pertanyaan
saya berbusana rapih, sopan dan menutup aurat dan saya menjaga
hubungan baik di lingkungan sosial serta sebagian besar siswa menjawab
tidak pernah pada pertanyaa saya melakukan perbuatan keji dan mungkar
dengan prosentase 88.88%.
Selanjutnya untuk mengetahui tingkat Kecerdasan Spiritual siswa
MTs Daarul Hikmah Pamulang, penulis menggunakan skala norma
Kecerdasan Spiritual Siswa yang terdapat pada bab III.
Langkah-langkah yang penulis lakukan untuk menentukan tingkat
Kecerdasan Spiritual Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang adalah
sebagai berikut:
a. Menjumlahkan semua skor skala likert mengenai Kecerdasan Spiritual
Siswa di mana jawaban angket masing-masing diberikan bobot nilai
dari setiap responden.
b. Mencari nilai rata-rata (mean) dari standar deviasi.
c. Menentukan tingkat Kecerdasan Spiritual Siswa dari skala norma
Kecerdasan Spiritual Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang yang
terdapat dalam Bab III.
Untuk lebih jelasnya langkah-langkah yang dilakukan oleh
penulis dapat dilihat seperti di bawah ini:
52
Tabel. 11
Skor Skala Likert Kecerdasan Spiritual Siswa MTs Daarul Hikmah
Pamulang (Variabel X)
Responden Jumlah
Skor
Kuadrat
1 51 2601
2 48 2304
3 51 2601
4 44 1936
5 49 2401
6 55 3025
7 48 2304
8 41 1681
9 56 3136
10 52 2704
11 58 3364
12 55 3025
13 46 2116
14 44 1936
15 46 2116
16 42 1764
17 56 3136
18 41 1681
19 45 2025
20 53 2809
21 54 2916
22 50 2500
23 39 1521
24 45 2025
25 41 1681
53
26 41 1681
27 44 1936
28 45 2025
29 45 2025
30 40 1600
31 50 2500
32 58 3364
33 52 2704
34 42 1764
35 39 1521
36 55 3025
37 46 2116
38 50 2500
39 45 2025
40 48 2304
41 41 1681
42 51 2601
43 46 2116
44 44 1936
45 47 2209
N = 45 ∑ X = 2139 ∑ X2 = 102941
Dari data tersebut dapat diketahui tingkat Kecerdasan Spiritual
Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang sebagai berikut:
Mx = ∑X = 2139 = 47,533
N 45
Jadi nilai rata-rata (mean) tabel yang didapat dari aspek skala
Kecerdasan Spiritual Siswa adalah 47,533 dan jika dikonsultasikan pada
skala norma Kecerdasan Spiritual Siswa yang terdapat dalam Bab III,
54
maka tingkat Kecerdasan Spiritual Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang
dapat dikategorikan rendah.
2. Variabel Terikat (Nilai-nilai Kejujuran Siswa)
Data mengenai Nilai-nilai Kejujuran Siswa yang menjadi variabel
Y merupakan data yang diperoleh langsung dari pengisian instrumen
penelitian yang berbentuk skala likert yang disebarkan kepada siswa
sebagai responden dengan 15 pertanyaan.
Tabel. 12
Kejujuran dalam Proses Evaluasi Pembelajaran
No. Ketika ujian saya mengerjakana sendiri
1. Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
9
11
24
1
20%
24.44%
53.33%
2.22%
Jumlah 45 100%
Saya mencontek dalam mengerjakan ujian
2. Alternatif Jawaban Frekunsi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
1
6
29
9
2.22%
13.33%
64.44%
20%
Jumlah 45 100%
Saya membawa catatan kecil ketika ujian
3. Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
1
4
11
2.22%
8.88%
24.44%
55
Tidak Pernah 29 64.44%
Jumlah 45 100%
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa siswa ketika ujian
mengerjakan sendiri dan mencontek dalam negerjakan soal ujian.
Kebanyakan siswa menjawab kadang-kadang sesuai dengan jawaban
siswa yang menjawab selalu 20%, sering 24.44%, kadang-kadang
53.33% dan tidak pernah 2.22%. Jika membawa catatan kecil ketika ujian
sebagian besar siswa menjawab tidak pernah dengan 64.44%. Akan tetapi
dari hal tersebut ada yang perlu dibanggakan yaitu kejujuran siswa dalam
mengakui perbuatan yang dilakukan meski itu hal yang tidak baik.
Tabel. 13
Kejujuran di Luar Proses Pembelajaran
No. Uang yang diberikan orang tua saya pakai bersenang-senang
7. Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
-
1
17
27
-
2.22%
37.77%
60%
Jumlah 45 100%
Perintah guru saya kerjakan dengan baik meski tidak ada yang
mengawasi
9. Alternatif Jawaban Frekunsi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
12
17
16
-
26.66%
37.77%
35.55%
-
Jumlah 45 100%
Saya membayar makanan di kantin sesuai yang dimakan
56
12. Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
38
7
-
-
84.44%
15.55%
-
-
Jumlah 45 100%
Dalam bergaul saya mengutamakan kejujuran
13. Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
26
11
8
-
57.77%
24.44%
17.77%
-
Jumlah 45 100%
Pada tabel no. 7 di atas menunjukkan bahwa yang menjawab
selalu 0%, sering 2.22%, kadang-kadang 37.77%, dan tidak pernah 60%.
Siswa tidak pernah menggukana uang yang diberikan orang tua untuk
bersenang-senang, karena mereka mulai memahami pentingnya amanah
orang tua yang selalu membiayai kehidupannya seperti biaya sekolah.
Ketika bergaul dan bersoaialisai dengan lingkungan sekitar siswa
selalu mengutamakan kejujuran. Ini merupakan bentuk dari implementasi
kecerdasan spiritual yang dituangkan dalam kehidupan sehari-hari yang
secara tidak langsung tertanam di dalam diri siswa dan menjadi akhlak.
Dari tabel no. 9 siswa sering melaksanakan perintah guru dengan
baik meski tidak ada yang mengawasi, akan tetapi selisih di antara selalu
dan kadang-kadang sangat tipis. Hal ini dapat dilihat dari jawaban selalu
26.66%, sering 37.77%, kadang-kadang 35.55%, dan tidak pernah 0%.
57
Tabel. 14
Kejujuran yang Berkaitan dengan Kepercayaan Diri
No. Saya membiarkan pertanyaan jika tidak dapat menegerjakannya
5. Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
26
11
8
-
57.77%
24.44%
17.77%
-
Jumlah 45 100%
Saya bangga dengan hasil yang dikerjakan sendiri
6. Alternatif Jawaban Frekunsi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
38
6
1
-
84.44%
13.33%
2.22%
-
Jumlah 45 100%
Saya mengungkapkan kebenaran meskipun menyakitkan
14. Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
14
10
17
4
31.11%
22.22%
37.77%
8.88%
Jumlah 45 100%
Saat teman mengajak mencontek saya menolak
15. Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
15
4
23
3
33.33%
8.88%
51.11%
6.66%
58
Jumlah 45 100%
Tabel No. 5 dan 6 menunjukkan jawaban siswa yang membiarkan
pertanyaan jika tidak dapat menegerjakannya dan saya bangga dengan
hasil yang dikerjakan sendiri. Hal ini dapat dilihat dari jawaban selalu
84.44%, sering 13.33%, kadang-kadang 2.22% dan tidak pernah 0%.
Tebel No. 14 dan 15, bahwa siswa kadang-kadang
mengungkapkan kebenaran meskipun menyakitkan dan kadang-kadang
juga saat teman mengajak mencontek saya menolak.
Tabel. 15
Kejujuran dalam Proses Pembelajaran
No. Jika diberi tugas/PR saya kerjakan di rumah
4. Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
22
8
14
1
48.88%
17.77%
31.11%
2.22%
Jumlah 45 100%
Jika guru menyuruh mancatat saya laksanakan sesuai perintah
8. Alternatif Jawaban Frekunsi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
30
8
7
-
66.66%
17.77%
15.55%
-
Jumlah 45 100%
Saya berangkat dan pulang sesuai ketentuan di Sekolah
10. Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu
Sering
29
7
64.44%
15.55%
59
Kadang-kadang
Tidak Pernah
9
-
20%
-
Jumlah 45 100%
Jika di kelas tidak ada guru saya lebih suka membolos
11. Alternatif Jawaban Frekuensi Prosentase
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
-
1
4
40
-
2.22%
8.88%
88.88%
Jumlah 45 100%
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat kejujuran siswa
dalam proses pembelajaran sangatlah tinggi. Hal ini dapat dilihat dari
semua pertanyaan yang diberikan mayoritas siswa menjawab selalu baik
pada pertanyaan jika diberi tugas/PR saya kerjakan di rumah, jika guru
menyuruh mancatat saya laksanakan sesuai perintah, saya berangkat dan
pulang sesuai ketentuan di Sekolah.
Dan mayoritas atau sebagian besar siswa menjawab tidak pernah
pada pertanyaan jika di kelas tidak ada guru saya lebih suka membolos
sebesar 88.88%.
Adapun langkah-langkah dalam perhitungannya sama seperti
dalam langkah yang ditempuh tingkat Kecerdasan Spiritual Siswa.
Di bawah ini dikemukakan tabel skor skala likert Nilai-nilai
Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang.
Tabel. 16
Skor Skala Likert Nilai-nilai Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikmah
Pamulang (Variabel Y)
Responden Jumlah
Skor
Kuadrat
60
1 46 2116
2 48 2304
3 52 2704
4 41 1681
5 44 1936
6 51 2601
7 49 2401
8 47 2209
9 50 2500
10 47 2209
11 51 2601
12 53 2809
13 54 2916
14 45 2025
15 48 2304
16 41 1681
17 45 2025
18 45 2025
19 49 2401
20 53 2809
21 54 2916
22 57 3249
23 41 1681
24 48 2304
25 40 1600
26 44 1936
27 53 2809
28 52 2704
29 50 2500
30 48 2304
61
31 51 2601
32 57 3249
33 51 2601
34 42 1764
35 45 2025
36 46 2116
37 52 2704
38 54 2916
39 49 2401
40 47 2209
41 49 2401
42 48 2304
43 45 2025
44 53 2809
45 47 2209
N = 45 ∑ Y = 2182 ∑ Y2 = 106594
Dari data tersebut dapat diketahui tingkat Nilai-nilai Kejujuran
Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang sebagai berikut:
My = ∑Y = 2182 = 48,488
N 45
Jadi nilai rata-rata (mean) tabel yang didapat dari aspek skala
Nilai-nilai Kejujuran Siswa adalah 48,488 dan jika dikonsultasikan pada
skala norma Nilai-nilai Kejujuran Siswa yang terdapat dalam Bab III,
maka tingkat Nilai-nilai Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang
dapat dikategorikan rendah.
62
C. Analisis
Setelah diperoleh data tentang Kecerdasan Spiritual Siswa (Variabel X)
dan Nilai-nilai Kejujuran Siswa (Variabel Y) langkah selanjutnya adalah
membuat tabel perhitungan yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan
korelasi product moment. Dan hasil perhitungan kedua variabel tersebut
disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel. 17
Angka Hasil Perhitungan Antara Variabel X dengan Variabel Y
Respo
nden X Y X2 Y2 XY
1 51 46 2601 2116 2346
2 48 48 2304 2304 2304
3 51 52 2601 2704 2652
4 44 41 1936 1681 1804
5 49 44 2401 1936 2156
6 55 51 3025 2601 2805
7 48 49 2304 2401 2352
8 41 47 1681 2209 1927
9 56 50 3136 2500 2800
10 52 47 2704 2209 2444
11 58 51 3364 2601 2958
12 55 53 3025 2809 2915
13 46 54 2116 2916 2484
14 44 45 1936 2025 1980
15 46 48 2116 2304 2208
16 42 41 1764 1681 1722
17 56 45 3136 2025 2520
18 41 45 1681 2025 1845
19 45 49 2025 2401 2205
63
20 53 53 2809 2809 2809
21 54 54 2916 2916 2916
22 50 57 2500 3249 2850
23 39 41 1521 1681 1599
24 45 48 2025 2304 2160
25 41 40 1681 1600 1640
26 41 44 1681 1936 1804
27 44 53 1936 2809 2332
28 45 52 2025 2704 2340
29 45 50 2025 2500 2250
30 40 48 1600 2304 1920
31 50 51 2500 2601 2550
32 58 57 3364 3249 3306
33 52 51 2704 2601 2652
34 42 42 1764 1764 1764
35 39 45 1521 2025 1755
36 55 46 3025 2116 2530
37 46 52 2116 2704 2392
38 50 54 2500 2916 2700
39 45 49 2025 2401 2205
40 48 47 2304 2209 2256
41 41 49 1681 2401 2009
42 51 48 2601 2304 2448
43 46 45 2116 2025 2070
44 44 53 1936 2809 2332
45 47 47 2209 2209 2209
N = 45 ∑X =2139 ∑Y =2182 ∑X2 = 102941 ∑Y2 = 106594 ∑XY= 104225
Karena rumus yang digunakan adalah rumus Product Moment di mana
N = 45 dengan mendasarkan diri pada perhitungan meannya, maka penulis
64
terlibih dahulu mencari mean dari skor variabel X (Mx) dan mean dari skor
variabel Y (My) yaitu sebagai berikut:
Mx = ∑X = 2139 = 47,533
N 45
My = ∑Y = 2182 = 48,488
N 45
Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka telah diperoleh angka-
angka yang diperlukan untuk dimasukkan ke dalam rumus Product Moment
yang akan digunakan nanti, yaitu sebagai berikut:
Tabel. 18
Nilai Hasil Perhitungan
N 45
Mx 47,533
My 48,488
∑X2 102941
∑Y2 106594
∑XY 104225
Untuk mengetahui korelasi dua variabel yang akan diuji maka nilai
hasil perhitungan tersebut dimasukkan ke dalam rumus Korelasi Product
Moment, sebagai berikut:
rxy = ∑ XY – N. Mx. My
√ [∑X2 – N. Mx)2] [∑Y2 – N. My)2]
rxy = 104225 – 45 x 47,533 x 48,488
√ [102941 – 45 x (47,533)2 ] [106594 – 45 x (48,488)2 ]
65
rxy = 104225 – 103715,1047
√ (102941 – 45 x 2259,386089) [106594 – 45 x 2351,086144) ]
rxy = 509,8953
√ (102941 – 101672,374) (106594 – 105798,8765)
rxy = 509,8953
√ (1268,626 x 795,1235)
rxy = 509,8953
√ 1008714,345
rxy = 509,8953
1004,347721
rxy = 0,507688014
rxy = 0,507
Dari perhitungan di atas diperoleh angka korelasi antara variabel X
dengan variabel Y atau rxy adalah 0,507 berdasarkan interpretasi nilai rxy
berada pada rentangan antara 0,40 – 0,70 yang berarti antara variabel X
dengan variabel Y yaitu antara Kecerdasan Spiritual dengan Nilai-nilai
Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang memang terdapat
korelasi/pengaruh yang sedang atau cukup.
Untuk mengetahui apakah hubungan tersebut signifikan atau tidak maka
nilai rxy atau r hasil perhitungan dibandingkan dengan r tabel, sebelum
66
membandingkannya terlebih dahulu dicari derajat kebebasannya atau df
(degrees of freedom) dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
df = N – nr
df = 45 – 2
= 43
Dengan df sebesar 43 maka diperoleh r tabel pada taraf signifikansi 5%
sebesar 0,304 dan taraf signifikansi 1% sebesar 0,393, karena rxy pada taraf
signifikansi 5% adalah lebih besar dari r tabel (0,507 > 0,304) maka pada
taraf signifikansi 5% Ho ditolak sedangkan Ha diterima, ini berarti pada taraf
5% terdapat korelasi atau terdapat pengaruh positif yang signifikansi antara
variabel X dengan variabel Y.
Selanjutnya pada taraf signifikansi 1%, rxy adalah juga lebih besar
daripada r tabel (0,507 > 0,393), maka pada taraf signifikansi 1% Ho ditolak
sedangkan Ha diterima, ini berarti pada taraf 1% terdapat korelasi atau
pengaruh positif yang signifikan antara variabel X dengan variabel Y.
Dari hasil konsultasi antara rxy dan r tabel maka penulis berkesimpulan
bahwa ada korelasi atau pengaruh antara Kecerdasan Spiritual dengan Nilai-
nilai Kejujuran Siswa di MTs Daarul Hikmah Pamulang, sekalipun hubungan
atau pengaruh tersebut hanya sedang atau cukup.
Perhitungan koefisien determinasi (KD) yang penulis manfaatkan untuk
mengetahui kontribusi variabel X dan variabel Y sebagai berikut:
KD = r2 x 100%
= (0,507)2 x 100%
= 0,257049 x 100%
= 25,7049%
Jadi, angka koefisien penentu sebesar 25,7049% menunjukkan bahwa
kontribusi Kecerdasan Spiritual terhadap peningkatan Nilai-nilai Kejujuran
Siswa adalah 25,7049% sedangkan sisanya 74,2951% adalah sumbangan dari
variabel lain yang juga menunjang tingkat Nilai-nilai Kejujuran Siswa.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis hasil penelitian yang telah
diuraikan pada bab sebelumnya, maka penulis menyimpulkan hasil penelitian
ini mengenai Kecerdasan Spiritual dan Hubungannya dengan Nilai-nilai
Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang, di antaranya sebagai
berikut:
1. Tingkat Kecerdasan Spiritual Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang adalah
47,533 dan jika dikonsultasikan pada bab skala norma Kecerdasan
Spiritual Siswa yang terdapat dalam Bab III, maka tingkat Kecerdasan
Spiritual Siswa MTs Daarul Hikmah dapat dikategorikan rendah.
2. Tingkat Nilai-nilai Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang adalah
48,488 dan jika dikonsultasikan pada bab skala norma Kecerdasan
Spiritual Siswa yang terdapat dalam Bab III, maka tingkat Nilai-nilai
Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang dapat dikategorikan
rendah.
3. Dari hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara
Kecerdasan Spiritual terhadap peningkatan Nilai-nilai Kejujuran Siswa
MTs Daarul Hikmah Pamulang terutama kelas VIII yaitu sebesar 0,507
dengan demikian koefisien korelasinya sedang atau cukup karena berada
pada rentangan 0,40 - 0,70. Sehingga dapat diketahui bahwa terdapat
korelasi positif yang signifikan atau adanya hubungan antara Kecerdasan
67
68
Spiritual Siswa denga Nilai-nilai Kejujuran Siswa MTs Daarul Hikamah
Pamulang. Hal ini dikarenakan korelasinya positif. Dengan demikian
adanya hubungan timbal balik antara tingkat tingkat Nilai-nilai Kejujuran
Siswa dengan Kecerdasan Spiritual.
4. Angka determinasi/penentu sebesar 25,7049%, menunjukkan bahwa
kontribusi kecerdasan spiritual terhadap nilai-nilai kejujuran siswa adalah
25,7049%, sedangkan sisanya 74,2951% adalah sumbangan dari variabel
lain yang juga menunjang nilai-nilai kejujuran siswa.
Sedangkan dari hasil wawancara dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk
dapat memahami kecerdasan spiritual siswa harus mampu untuk memahami
dirinya sendiri dan orang lain yang berpengaruh nantinya terhadap pola pikir,
sikap dan tindakan seseorang baik di kelas, sekolah maupun di lingkungan
sekitar dan juga dapat menjaga dirinya dari sifat-sifat yang baik agar di dalam
dirinya terdapat pengendali yang mampu mengontrol setiap perbuatan yang
akan merusak dirinya. Akan tetapi kecerdasan ini bukan hanya berdampak
pada diri sendiri tetapi orang lain juga akan merasakan pancaran dari
penerapan kecerdasan spiritual.. Seperti sikap dan tindakannya terhadap guru,
teman sebaya dan orang yang lebih rendah statusnya. Dan diantara cara untuk
meningkatkan kecerdasan siswa adalah adalah shalat, infaq, menyayangi
sesama dengan cara menyantuni anak yatim piatu.
Jika dikaitkan antara kecerdasan spiritual dengan niliai-nilai kejujuran
tentu sangat berkaitan erat, karena jika seseorang telah memiliki kecerdasan
spiritual maka dia akan selalu diawasi oleh Sang Maha Mengetahui yaitu
Allah SWT. Sehingga jika akan melakukan perbuatan tidak jujur akan merasa
malu karena selalu terawasi oleh Allah. Di samping itu kecerdasan spiritual
dapat menjadi pengendali diri untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan
tercela bukan hanya ketidakjujuran.
69
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, berikut ini beberapa saran yang dapat
diberikan untuk dapat mengembangkan nilai-nilai kejujuran siswa, di
antaranya sebagai berikut:
1. Diharapkan Kepala Sekolah harus selalu berupaya meningkatkan
kecerdasan spiritual siswa karena akan member pengaruh positif yang
sangat luas bukan hanya kepada nilai-nilai kejujuran. Dengan cara
memperbanyak siswa dilatih memahami kecerdasan spiritual dengan
pembinaan yang rutin seperti mengundang ahli spiritual sebulan sekali
untuk diajarkan kepada para siswa agar nantinya mampu dipraktekkan
siswa ke dalam kesehariannya.
2. Meningkatkan kedisiplinan siswa dalam segala hal bukan hanya saat
upacara, keterlambatan siswa, shalat berjamaah siswa. Tetapi lebih
ditingkatkan kedisiplinan siswa di luar dan di dalam kelas ketika proses
pembelajaran berlangsung. Karena jika kejujuran diterapkan hanya diluar
kelas siswa akan berfikir bahwa kejujuran itu hanya berlaku jika ada yang
tahu dan mengawasi jika tidak ada yang tahu berari diperbolehkan.
3. Masing-masing guru mata pelajaran bukan hanya guru mata pelajaran
agama saja yang mewajibkan siswa untuk berlaku jujur akan tetapi seluruh
jajaran guru harus saling mendukung agar kejujuran siswa dapat
meningkat dan jika hal tersebut terbiasa dilakukan akan terbawa sampai
kepada lingkungan masyarakat yang lebih luas.
4. Kecerdasan spiritual tentunya harus dapat dipahami terlebih dahulu oleh
para pendidik karena akan diajarkan kepada para siswa. Di antaranya
dengan mengajak seluruh guru untuk sama-sama belajar meningkatkan
kecerdasan spiritual baik dari faktor luar dengan bantuan ahli di bidang
spiritual dan faktor dalam dengan bersungguh-sungguh untuk memahami
kecerdasan spiritual dan meningkatkannya. Jadi kecerdasan spiritual bukan
hanya mutlak harus dimiliki para siswa tetapi seluruh guru pun harus dapat
memahami dan mempraktekkan kecerdasan spiritual agar dapat dijadikan
contoh yang baik bagi para peserta didik.
70
5. Bagi guru dan siswa yang telah mempraktekkan kecerdasan spiritual dan
kejujuran dengan baik agar tetap mempertahnkannya bahkan senantiasa
meningkatkannya sehingga akan berpengaruh luas terhadap guru-guru dan
siswa-siswa yang lain.
ANGKET UNTUK SISWA KECERDASAN SPIRITUAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP
NILAI-NILAI KEJUJURAN SISWA MTS DAARUL HIKMAH PAMULANG Nama : ________________________
Kelas : ________________________ Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan
Petunjuk 1. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar dan sungguh-sungguh. 2. Berilah tanda ceklis (√) pada salah satu jawaban yang dianggap benar menurut anda. 3. Pertanyaan di bawah ini tidak mempengaruhi nilai anda dalam pembelajaran sehari-hari.
Alternatif Jawaban: SL : Selalu, SR : Sering, KD : Kadang-kadang, TP : Tidak Pernah
Kecerdasan Spiritual Alternatif Jawaban No. Pertanyaan SL SR KD TP
1. Saya menyayangi sesama manusia. 2. Setiap selelsai shalat, saya berdzikir dan berdoa. 3. Saya makan dan minum yang halal, baik dan tidak berlebihan. 4. Saya menjaga kebersihan dan memelihara lingkungan hidup. 5. Saya membaca tuisan keagamaan di media elektronik atau cetak. 6. Saya mengidolakan Nabi Muhammad Saw sebagai panutan hidup. 7. Saya berpegang pada ajaran al-Qur’an dan Sunnah Nabi. 8. Saya menjaga penglihatan dari hal-hal yang tidak baik 9. Saya menjaga pendengaran dari hal-hal yang tidak baik.
10. Saya menjaga kata-kata dengan baik dan santum. 11. Bila berjanji, saya menepati janji. 12. Bila diberi amanah, saya menjaganya dengan sebaik-baiknya. 13. Saya berbusana rapih, sopan dan menutup aurat. 14. Saya melakukan perbuatan keji dan munkar. 15. Saya menjaga hubungan baik di lingkungan sosial.
Nilai-nilai Kejujuran Siswa Alternatif Jawaban No. Pertanyaan SL SR KD TP
1. Ketika ujian berlangsung, saya mengerjakan sendiri. 2. Saya mencontek teman dalam mengerjakan ujian. 3. Saya membuat atau membawa catatan kecil ketika ujian. 4. Ketika diberi tugas atau PR saya mengerjakan di rumah. 5. Saya membiarkan pertanyaan jika tidak dapat mengerjakannya. 6. Saya bangga dengan hasil yang dikerjakan diri sendiri. 7. Uang yang diberikan orang tua saya pakai bersenang-senang. 8. Jika guru menyuruh mencatat, saya laksanakan sesuai perintah. 9. Perintah guru saya kerjakan dengan baiak meski tidak ada yang
mengawasi.
10. Saya berangkat dan pulang sesuai ketentuan di Sekolah. 11. Jika di kelas tidak ada guru, saya lebih suka membolos. 12. Saya membayar makanan di kantin sesuai yang dimakan. 13. Dalam bergaul, saya mengutamakan kejujuran. 14. Saya mengungkapkan kebenaran meskipun menyakitkan. 15. Saat teman mengajak mencontek, saya menolak.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ary Ginanjar ESQ Emotional Spiritual Queostient, (Jakarta: Arga,
2001), cet. ke- 2.
………………, ESQ Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spiritual, (Jakarta: Arga Wijaya Persada, 2001).
………………, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power: Sebuah Inner
Journey Melalui al-Ihsan, (Jakarta: Arga, 2003).
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta 1998), cet. ke-
11.
B. Uno, Hamzah, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2006)
Clark, Thaddeus B., Apakah Kejujuran itu?, diterjemahkan oleh: Sunarsi Sunario,
(Jakarta: Djaja Sakti, 1961).
Furchan, Arif, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1982).
Goleman, Daniel, Working with Emotional Inteligence, (New York: Bantam
Book, 1999).
Harefa, Andrias, Menjadi Manusia Pembelajar (on Becoming a learner):
Pemberdayaan Diri, Transformasi Organisasi dan Masyarakat Lewat
Proses Pembelajaran, (Jakarta: Kompas, 2006), cet. IX.
Jejen, Kecerdasan Akal Menurut Hadits, Kordinat (Jakarta), 02 Oktober 2005.
Makmun, Abin Syamsuddin, Psikologi Pendidikan. (Bandung: Rosda Karya
Remaja, 2003).
Meier, Dave, The Accelerated Learning, (Bandung: Kaifa, 2002), cet. 1.
Mujib, Abdul dan Mudzakir, Jusuf, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2002), cet. Ke-2.
Mulkhan, Abdul Munir, Nalar Spiritual Pendidikan: Solusi Problem Filosofis
Pendidikan Islam, (Jogyakarta: Tiara Wacana, 2002), cet. 1.
Pasiak, Taufiq, Revolusi IQ/EQ/SQ: Antara Neurosains dan Al-Qur’an,
(Bandung: Mizan Pustaka, 2003), Cet. III.
71
72
Ramly, Amir Teuku. Pumping Talent, (Jakarta: Kawan Pustaka, 2004), cet. Ke-2.
Sabri, Alisuf, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2002)
Shadily, Hasan, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Vanhoeve,
1998), jilid VI, cet. Ke-1.
Sudjana, Nana, Peneliti Dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: PT. Sinar Baru,
1989), cet. ke-1.
Sudjono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2008).
Suharsono, Akselerasi Intelegensi Optimalkan IQ, EQ dan SQ Secara Islami,
(Jakarta: Insani Press, 2004), cet. ke- 1.
…………, Melejitkan IQ, IE & IS, (Jakarta: Inisiani Press, 2001), cet. ke- 1.
…………, Mencerdaskan Anak: Melejitkan Dimensi Moral, Intelektual &
Spiritual, (Jakarta: Insiani Press, 2003), cet. ke- 3.
Suharto, Dedhi, AK, Qur’anic Quotient (QQ), (Jakarta: Yayasan Ukhuwah, 2003),
cet. ke- 1.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2003), cet. ke- 1.
Suralaga, Fadilah dkk, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Jakarta:
Press, 2005), cet. ke- 1.
Syahmuharnis dan Sidharta, Hary, TQ: Transcendental Quotient Kecerdasan Diri
Terbaik, (Jakarta: Republika, 2006), cet. ke- 1.
Tebba, Sudirman, Kecerdasan Sufistik: Jembatan Menuju Makrifat, (Jakarta:
Kencana, 2004), cet. ke-2.
Umar, Husein, Metode Penelitian Ilmiah untuk Skripsi dan Tesis (Jakarta: PT.
Gramedia, 1997).
Zohar, Danah dan Marshall, Ian, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam
Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, Terj dari
SQ: Spiritual Intellegence the Ultimate Intellegence oleh Rahmani Astuti,
Ahmad Nadjib Burhani dan Ahmad Baiquni, (Bandung: Mizan, 2001), cet.
ke- 2.
73
Beniglarashati, “Kecerdasan Emosional VS Kecerdasan Spiritual,” artikel diakses
pada 3 september 2010 dari http://beninglarashati.wordpress.com
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Perum Balai Pustaka, 1998)
Didaktika, Koran Republika, kamis 01 Juli 2010.
Musa, Yusnidur Usman, http://pulapingkui.blogspot.com/2008/01/sindrom-
verbalisme-kejujuran.html, artikel diakses pada Sabtu 19 Januari 2008.
Nusantara, Koran Kompas, sabtu, 29 Mei 2010, (NIK/ABK).
Wijaya, Albert Hendra, http://indonesia.siutao.com/tetesan/kejujuran.php
Berita Wawancara
Hari : Kamis, 29 Juli 2010
Nama Interview : Dra. Hj. Sri Uswati
Jabatan : Kepala MTs Daarul Hikmah
Tempat : Ruang Kepala Sekolah/Madrasah
I. Isi Wawancara
1. Sejak kapan ibu menjabat kepala Sekolah/Madrasah MTs Daarul Hikmah Pamulang?
2. Dapatkah ibu ceritakan tentang sejarah berdirinya MTs Daarul Hikmah Pamulang?
3. Menurut ibu apa makna dari Kecerdasan Spiritual?
4. Bagaimana penerapan Kecerdasan Spiritual yang diberikan kepada para siswa MTs
Daarul Hikmah Pamulang?
5. Seperti apa tingkat kejujuran siswa MTs Daarul Hikmah secara umum?
6. Menurut ibu apakah ada kaitannya antara tingkat kecerdasan spiritual siswa dengan
nilai-nilai kejujuran yang mereka terapkan dalam pembelajaran setiap hari di Sekolah?
7. Bentuk penerapan apa saja yang sudah diterapkan oleh ibu sebagai Kepala Sekolah/
Madrasah untuk dapat meningkatkan nilai-nilai kejujuran siswa?
II. Hasil Wawancara
1. Saya menjabat sebagai Kepala Sekolah dari mulai tahun 1999 sampai sekarang.
2. MTs Daarul Hikmah didirikan oleh H. Saidih dan nama tersebut diambil karena
termotivasi oleh kegagalannya menjadi Kepala Desa, sehingga memutuskan untuk
mendirikan Sekolah. Pembangunan Sekolah diawali oleh swadaya masyarakat. Gedung
pada saat itu masih dari bambu yang berasal dari infaq wali murid. Namun secara
perlahan MTs Daarul Hikmah Pamulang berkembang dari satu kelas, kini sudah lebih
dari 20 kelas dan juga selang beberapa tahun berdiri pula Madrasah Aliyah Daarul
Hikmah. Dan sekarang sedang berjalan membangun Madrasah Ibtidaiyah.
3. Kecerdasan Spiritual adalah kemampuan seseorang untuk memahami diri sendiri dan
orang lain yang berpengaruh nantinya terhadap pola pikir, sikap dan tindakan baik di
kelas, sekolah maupun di lingkungan sekitar. Contohnya sikap dan tindakannya
terhadap guru, teman sebaya dan orang yang lebih rendah statusnya.
4. Karena visi dan misi sekolah salah satunya berkaitan dengan kecerdasan spiritual yaitu
cerdas dan terampil. Cerdas dalam artian bukan hanya cerdas secara intelektual dan
emosional tetapi juga harus cerdas secara spiritual. Serta terampil dalam
mendayagunakan kemampuan yang dimiliki agar mampu bertindak dengan benar. Jadi
penerapan yang dilakukan salah satunya adalah siswa diajak mengenal dirinya, dari
mana ia berasal, kemana nantinya akan menentukan tujan dan apa yang harus dilakukan
selama berada di dunia. Contoh yang diterapkan secara langsung adalah shalat, infaq,
menyayangi sesama dengan cara menyantuni anak yatim piatu.
5. Jika dilihat secara umum tingkat kejujuran siswa yang saya perhatikan masih cukup
baik, ditandai dengan jika ada salah seorang yang menemukan sesuatu cepat-cepat
diberikan kepada guru agar dapat diumumkan siapa yang merasa kehilangan, jujur
ketika telat berangkat sekolah.
6. Pasti ada kaitannya bahkan sangat berkaitan erat. Karena jika siswa telah memiliki
kecerdasan spiritual maka dia akan merasa selalu diawasi oleh sang maha mengetahui
yaitu Allah dengan berlandaskan kepada keimanan. Sehingga jika sekalipun melakukan
ketidakjujuran dia akan sangat merasa bersalah dan tidak akan tenang dalam menjalani
hidup. Contoh lain jika anak yang tidak biasa mencontek jika sekali mencontek dia akan
merasa sangat menyesal karena tentunya memiliki dasar kecerdasan spiritual.
7. Tentunya yang selama ini masih manjur digunakan adalah berupa sanksi bagi siswa-
siswa yang tidak menerapkan kejujuran. Hal tersebut dilihat dari hal-hal yang terkecil
seperti mengapa terlambat, mengapa tidak mengerjakan PR. Dan bentuk penerapan
kejujuran yang lain adalah dengan mengajak siswa untuk bermuhasabah agar dia jujur
dengan dirinya sendiri, kemampuan untuk mengakui kesalahan yang pernah dilakukan.
Dan cara lain berupa pemberian hadiah bagi siswa yang mau menjalankan kejujuran
dan meninggalkan ketidakjujuran.
Pamulang, … 2010
Yang diwawancarai,
Kepala MTs Daarul Hikmah Pamulang Pewawancara,
Dra. Hj. Sri Uswati Salafudin
NIP. 150 353 429 NIM. 106011000170
Berita Wawancara
Hari : 30 Juli 2010
Nama Interview : Bpk. Nur Ali Hasan
Jabatan : Guru Bidang Studi Akidah Akhlak
Tempat : Ruang Guru
I. Isi Wawancara
1. Apa yang bapak ketahui tentang Pendidikan Agama Islam (PAI)?
2. Bagaimana penerapan kurikulum di Sekolah ini? Dan dalam pembelajaran agama
Islam apakah bapak menggunakan kurikulum?
3. Menurut bapak apa makna dari kecerdasan spiritual?
4. Bagaimanakah cara meningkatkan kecerdasan spiritual?
5. Apakah siswa diberikan pembekalan mengenai kecerdasan spiritual? Bagaimana
caranya!
6. Seberapa besar tingkat kecerdasan spiritual siswa di sekolah menurut pandangan
bapak?
7. Menurut bapak apa makna dari kejujuran?
8. Apakah bapak dalam melaksanakan pembelajaran Agama Islam mengalami kesulitan,
khususnya berkaitan dengan kejujuran siswa?
9. Usaha apa yang dilakukan guru agama dalam meningkatkan nilai-nilai kejujuran
siswa dalam proses pembelajaran?
10. Apakah kecerdasan spiritual dapat mempengaruhi nilai-nilai kejujuran siswa,
khususnya dalam proses pembelajaran?
II. Hasil Wawancara
1. Pendidikan Agama Islam yaitu proses untuk membantu peserta didik agar dapat
belajar dengan baik yang diarahkan kepada keyakinan, pemahaman, dan penerapan
nilai-nilai ajaran agama Islam sesuai dengan al-Qur’an dan Hadits.
2. Kurikulum yang diterapkan sesuai dengan kurikulum yang dijadikan standar bagi
pemerintah yaitu KTSP. Tentu saya menggunakan kurikulum yang sudah dijadikan
standar agar siswa dapat menyesuaikan diri dengan kurikulum yang ada.
3. Kecerdasan spiritual adalah kemampuan siswa untuk dapat menjaga dirinya dari sifat-
sifat yang baik agar di dalam dirinya terdapat pengendali yang mampu mengontrol
setiap perbuatan yang akan merusak dirinya. Akan tetapi kecerdasan ini bukan hanya
berdampak pada diri sendiri tetapi orang lain juga akan merasakan pancaran dari
penerapan kecerdasan spiritual.
4. Dengan membiasakan diri untuk selalu dekat dengan sang pencipta, selalu introspeksi
diri dan mampu bersikap bijak serta dapat mengambil pelajaran dari setiap kejadian
yang telah menimpanya. Tentunya semua itu akan dapat tercapai kalau semua ajaran-
ajaran agama dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
5. Caranya dengan dibiasakan untuk shalat berjamaah, berperilaku yang baik,
berakhlakul karimah, dan diberikan pembinaan secara rutin setiap minggunya di
masjid berupa muhadoroh tentang keagamaan.
6. Tingkat kecerdasan spiritual siswa jika diambil secara umum cukup baik dengan
ditandai akhlak siswa yang baik jika bergaul dengan sesama, menghormati guru dan
saling tolong menolong antar satu dengan yang lain.
7. Kejujuran adalah suatu sikap yang diterapkan sesuai dengan kenyataan atau
kebenaran yang terjadi tanpa menambah-nambah atau menguranginya serta mau
mengakui yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah.
8. Jika dikaitkan dengan karakter siswa yang beragama tentu dalam proses pembelajaran
agama Islam gampang-gampang susah tergantung kita dalam menerapkan metode
mana yang sesuai dengan keadaan siswa agar mereka mau menerimanya dengan baik.
9. Mengajarkan siswa untuk selalu menerapkan kejujuran dengan mengakui kesalahan
yang diperbuat, meningkatkan kedisiplinan dalam pembelajaran, khususnya dalam
evaluasi pembelajaran agar siswa tidak terbiasa untuk mencontek di saat ujian.
10. Tentunya dapat mempengaruhi. Seperti tadi yang sudah dikatakan seseorang jika
memiliki kecerdasan spiritual maka di dalam dirinya akan terdapat pengontrol yang
akan selalu menjaganya dari perbuatan tidak baik seperti ketidakjujuran.
Pamulang,….. 2010
Yang diwawancarai,
Guru Bidang Studi Akidah Akhlak Pewawancara,
Ust. Nur Ali Hasan Salafudin
NIM. 106011000170
SURAT KETERANGAN
No. …/…/ MTs Daarul Hikmah/ XII/ 2010
Kapala MTs Daarul Hikmah Pamulang, menerangkan bahwa:
Nama : Salafudin
NIM : 106011000170
Fakultas : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Semester : IX
Program Studi : S-1 (Strata 1)
Telah melaksanakan penelitian di MTs Daarul Hikmah Pamulang dari tanggal 19
Juli sampai 01 Agustus 2010.
Surat keterangan ini dibuat dalam rangka penulisan skripsi yang berjudul
“Kecerdasan Spiritual dan Pengaruhnya Terhadap Nilai-nilai Kejujuran Siswa
MTs Daarul Hiikmah Pamulang”.
Demikian surat keterangan ini kami buat, untuk dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Pamulang, 02 Agustus 2010
Kepala Sekolah/Madrasah
Dra. Hj. Sri Uswati
NIP. 150 535 429
Tabel Nilai Koefisien Korelasi “r” Product Moment Dari Pearson untuk Berbagai df.
Banyak Variabel yang dikorelasikan
2 Harga “r” pada taraf signifikansi
df. (degrees of freedom)
atau db.
(derajat bebas) 5 % 1 %
1 0,997 1,000 2 0,950 0,990 3 0,878 0,959 4 0,811 0,917 5 0,754 0,874 6 0,707 0,834 7 0,666 0,798 8 0,632 0,765 9 0,602 0,735
10 0,576 0,708 11 0,553 0,684 12 0,532 0,661 13 0,514 0,641 14 0,497 0,623 15 0,482 0,606 16 0,468 0,590 17 0,456 0,575 18 0,444 0,561 19 0,433 0,549 20 0,423 0,537 21 0,413 0,526 22 0,404 0,515 23 0,396 0,505 24 0,388 0,496 25 0,381 0,487 26 0,374 0,478 27 0,367 0,470 28 0,361 0,463 29 0,355 0,456 30 0,349 0,449 35 0,325 0,418 40 0,204 0,393 45 0,288 0,372 50 0,273 0,354 60 0,250 0,325 70 0,232 0,302 80 0,217 0,283 90 0,205 0,267
100 0,195 0,254 125 0,174 0,228 150 0,159 0,208 200 0,138 0,181 300 0,113 0,148 400 0,098 0,128 500 0,088 0,115
1000 0,062 0,081
Top Related