KECAKAPAN HIDUP GENERIK SISWA PADA
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MATERI LAJU REAKSI
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
OLEH:
Putri Dewi Asmarani
NIM : 109016200033
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
ii
ABSTRAK
PUTRI DEWI ASMARANI (NIM. 109016200033). Kecakapan Hidup
Generik Siswa Pada Pembelajaran Kontekstual Materi Laju Reaksi.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kecakapan hidup generik
siswa pada pembelajaran kontekstual dengan materi laju reaksi. Jenis penelitian
ini adalah penelitian deskriptif dengan instrumen berupa Lembar Observasi
Kecakapan Hidup (life skill) dan Lembar Kerja Siswa sebagai pendukung.
Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 di SMA Dua Mei, Tangerang
Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 34 orang. Sedangkan sampel
yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 32 orang. Teknik pengambilan
sampel adalah teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan untuk
kecakapan hidup generik pada: kecakapan mengenal diri dikembangkan oleh
sebagian besar siswa kelompok tinggi 98,43% (sangat baik) dan pada siswa
kelompok sedang 90,23% (sangat baik) sedangkan pada kelompok siswa rendah
sebesar 78,91% (sangat baik). Kecakapan berpikir dikembangkan oleh sebagian
besar siswa kelompok tinggi sebesar 91,87% (sangat baik), dan siswa pada
kelompok sedang sebesar 74,06% (baik) sedangkan siswa pada kelompok rendah
sebesar 73,12% (baik). Kecakapan sosial dalam kecakapan berkomunikasi
dikembangkan oleh sebagian besar siswa kelompok tinggi sebesar 86,46% (sangat
baik), dan siswa pada kelompok sedang sebesar 61,98% (baik), sedangkan pada
siswa kelompok rendah sebesar 51,04% (cukup). Kecakapan bekerja sama
dikembangkan oleh sebagian besar siswa kelompok tinggi sebesar 98,96% (sangat
baik), dan pada siswa kelompok sedang sebesar 76,04% (sangat baik), sedangkan
pada kelompok siswa rendah kecakapan bekerja sama berkembang sebesar
75,00% (baik). Jadi secara umum kecakapan hidup generik siswa setelah
pembelajaran kontekstual yaitu sebesar 79,24% (sangat baik)
Kata kunci: kecakapan hidup generik, pembelajaran kontekstual, laju reaksi
iii
ABSTRACT
Putri Dewi Asmarani (NIM.109016200033). Generic Life Skills Students In
Contextual Learning Content Reaction Rate.
This study aimed to describe the generic life skills of students in learning the
material in context with the reaction rate. This research is a descriptive study with
instruments such as Life Skills Observation Sheet and the Student Worksheet as a
supporter. The population of this study were students of class XI IPA 1 at SMA
Two of May, South Tangerang academic year 2013/2014, amounting to 34 people.
While the sample used in this study amounted to 32 people. The sampling
technique was purposive sampling technique. The results showed for generic life
skills: self-knowledge skills developed by most students of high group 98.43%
(very good) and the student groups were 90.23% (very good), while in the group
of students was lower by 78.91% (very good). Thinking skills developed by the
majority of students are higher by 91.87% group (very good), and the students in
the group are at 74.06% (good) while students in the low group amounted to
73.12% (good). Social skills in communication skills developed by the majority of
students are higher by 86.46% group (very good), and the students in the group
are at 61.98% (good), whereas in the group of students was lower by 51.04%
(enough). Cooperation skills developed by the majority of students are higher by
98.96% group (very good), and the group of students were at 76.04% (very good),
whereas at low student group cooperation skills grow at 75.00% ( okay). So in
general the generic life skills students after contextual learning in the amount of
79.24 % ( very good ).
Keywords: generic life skills, contextual learning, purposivesampling, the
reaction rate
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah segala puji kehadirat illahirabbi Allah SWT yang telah
memberikan segala karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat kesehatan
yang berlimpah dari dunia sampai akhirat. Shalawat serta salam senantiasa
dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan
para pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis bersyukur karena berkat rahmat dan hidayah-Nya skripsi dengan
judul Kecakapan Hidup Generik Siswa pada Pembelajaran Kontekstual
Materi Laju Reaksi dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak
sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat kerja keras, doa,
perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta masukan-masukan yang positif
dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh
sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Dra. Nurlena MA, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA)
3. Ibu Nengsih Juanegsih, M.Pd., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA)
4. Bapak Dedi Irwandi, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia
5. Bapak Tonih Feronika, M.Pd., selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, arahan , semangat dan waktu sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
v
6. Ibu Nanda Saridewi M.Si., selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, arahan, waktu, semangat dan motivasi kepada
penulis sehingga terselesaikan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen dan staf Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK).
8. Drs. Yayat Ruhiyat, M.Pd., selaku Kepala Sekolah SMA Dua Mei Ciputat,
yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.
9. Ibu Lina Marlina, S.Pd., selaku guru Kimia SMA Dua Mei Ciputat, yang
banyak memberikan bimbingan, arahan dan semangat kepada penulis.
10. Keluarga tercinta khususnya Ayah dan Ibu yang telah mendoakan,
melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil
kepada penulis.
11. Agung Wicaksono yang telah mendoakan dan memberikan dukungan baik
moril maupun materil kepada penulis.
12. Teman-teman seperjuangan di Program Studi Pendidikan Kimia angkatan
2009, yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam penyelesaian
skripsi ini.
13. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan dan informasi yang
bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan
karena terbatasnya kemampuan penulis. Untuk itu kritik dan saran yang
membangun sangat penulis terapkan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khasanah ilmu
pengetahuan.
Jakarta, September 2014
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari proses
pembelajaran. Kegiatan pembelajaran merupakan proses yang dapat
membangun dua komponen, yaitu hard skills (akademik dan vokasional)
dan soft skills (kompetensi kepribadian dan sosial).1Manusia senantiasa
beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya agar mampu bertahan hidup
sesuai dengan kondisi lingkungan yang dihadapinya. Upaya beradaptasi
dengan lingkungan dibutuhkan adanya keterampilan belajar,2 dengan belajar
manusia akan mempu mengolah potensi diri yang dimilikinya untuk
berkarya dan melalui keterampilan belajar, diharapkan seseorang bisa
memperoleh hasil belajar yang maksimal baik dalam bentuk perilaku mulia
maupun suatu karya yang bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya.3
Pada umumnya setiap individu akan mengalami perkembangan
kemampuan berpikir sesuai usianya. Salah satunya adalah pemahaman akan
konsep sederhana tentang kenyataan sosial dan alam. Implikasi
perkembangan terhadap pendidikan adalah perlunya penyelenggaraan
pendidikan yang terstruktur sehingga dapat memfasilitasi perkembangan
kemampuan anak untuk memahami kehidupan sosial dan alam dimana dia
berada. Oleh karena itu, sudah seharusnya diterapkan pendidikan terutama
berbasis pada kemampuan siswa, yaitu pendidikan kecakapan hidup (life
skill) untuk mengembangkan keterampilan pribadi atau personal,
keterampilan berpikir, keterampilan sosial, dan keterampilan kejuruan.4
Kecakapan hidup (life skill) diperlukan oleh siswa sebagai
kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan,
1 Muhdi, Seno Warsito, Listyaning S., Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills) melalui
Child Friendly Teaching Model (CFTM) sebagai Dasar Membangun Karakter Siswa, dalam
Jurnal IKIP PGRI Semarang. 2Anwar, Pendidikan Kecakapan Hidup, (Alfabeta: Bandung, 2006), h. 12
3Ibid.,
4Ibid., h. 20
2
kemudian secara proaktif dan kreatif, mencari dan menemukan solusi untuk
mengatasinya.5 Untuk itu pembelajaran hendaknya melibatkan siswa secara
aktif dalam suasana yang menyenangkan dan dapat mengembangkan
kompetensi atau kemmpuan siswa untuk memecahkan masalah dan
tantangan dunia nyata yang dihadapkan saat ini dan saat ketika mereka
sudah dewasa.
Kecakapan hidup adalah kemampuan beradaptasi dan berperilaku
positif yang dapat membantu seseorang untuk menyesuaikan diri secara
efektif dengan tuntutan dan tantangan yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari sehingga kecakapan hidup merupakan sejumlah kompetensi
pysiko-sosial dan kecakapan antar personal yang membantu seseorang
dalam mengambil keputusan, meyelesaikan masalah, berpikir kritis dan
kreatif, berkomunikasi secara efektif, membangun hubungan yang
harmonis, berempati dengan pihak lain, dan menyesuaikan diri serta
mengelola kehidupannya dalam suasana yang sehat dan produktif.6
Kecakapan hidup yang rendah mengakibatkan siswa dapat mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan persoalan hidupnya. Akan tetapi,
karenapada pengamatan di lapangan kegiatan pembelajaran di sekolah
masih berlangsung secara satu arah, dan didominasi oleh guru. Akibatnya,
ketika lulus dari sekolah siswa kurang mengetahui bagaimana menggunakan
apa yang telah dipelajarinya untuk menghadapi permasalahan yang mereka
hadapi.
Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena alam
yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Namun pada kenyataan,
pelajaran kimia dianggap salah satu pelajaran yang sulit oleh beberapa
siswa. Hal ini ditandai dengan adanya sikap pasif siswa dalam menerima
materi dan adanya kecenderungan menghafal bukan untuk memahami
5Asep Tapip Yani, MBS Life Skill & Kepemimpinan Sekolah, (Humaniora: Bandung, 2011),
h. 59 6Ahmadi, Manajemen Kurikulum: Pendidikan Kecakapan HIdup, ( Yogyakarta: Pustaka
Ifada, 2013), h. 97
3
maupunmengaitkan materi yang diperoleh dengan kehidupan sehari-hari.
Oleh karena hal-hal tersebut, secara langsung maupun tidak langsung akan
menyebabkan rendahnya kecakapan hidup yang dimiliki oleh siswa. Alasan
rendahnya kecakapan hidup yang dimiliki oleh siswa inilah yang
menyebabkan perlu adanya kegiatan pembelajaran yang mampu untuk
menanamkan kemampuan life skill siswa.
Pembelajaran kontekstual adalah sebuah proses pendidikan yang
bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik
yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik
dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks
keadaan pribadi, sosial, dam budaya mereka.7 Pembelajaran kontekstual
juga merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan siswa secara
penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya
dengan kehidupan nyata.8 Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat
mengkorelasikan materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata, bukan saja
bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi
yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa. Selain dapat
mengaitkan materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari siswa,
pembelajaran kontekstual juga mampu mengembangkan life skill siswa
melalui tujuh komponen utama yaitu: konstruktivisme, inkuiri, bertanya,
masyarakat belajar, pemodelan, penilaian autentik, dan refleksi.9
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai “Kecakapan Hidup Generik Siswa pada
Pembelajaran Kontekstual Materi Laju Reaksi”.
7Eline B. Johnson, Contextual Teaching & Learning, (Bandung: Mizan Learning Center,
2007), h. 67 8Ni Kt. Ary Metriasih, dkk., Pengaruh Strategi Pembelajaran Kontekstual Berbantuan
Mind Mapping terhadap Keterampilan Berpikir Rasional IPA Siswa SD Gugus III Kecamatan
Manggis, dalam Jurnal Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja. 9Wina Sanjaya, Strategi Pemeblajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana, 2006), h. 264
4
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
maka masalah pada penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Kurangnya perhatian guru terhadap pelaksanaan pendidikan kecakapan
hidup di sekolah.
2. Sikap pasif siswa dalam menerima materi dan adanya kecenderungan
mengahafal bukan untuk memahami maupun mengaitkan materi yang
diperoleh dengan kehidupan sehari-hari yang menyebabkan rendahnya
kecakapan hidup generik yang dimiliki oleh siswa.
3. Kecakapan hidup yang rendah mengakibatkan siswa tidak mengetahui
apa manfaat yang telah dipelajarinya selama di sekolah.
4. Siswa kurang mengembangkan kecakapan hidup generik dalam
mempelajari kimia.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini tidak menyimpang dari judul penelitian maka
penelitian ini dibatasi pada:
1. Kecakapan hidup generik siswa yang dikembangkan meliputi:
a. Kecakapan Personal, yang terdiri dari kecakapan mengenal diri dan
kecakapan berpikir.
b. Kecakapan Sosial, yang terdiri dari kecakapan berkomunikasi dan
kecakapan bekerjasama.
2. Pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran kontekstual
berdasarkan tujuh komponen utama yaitu: konstruktivisme, inquiry,
bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian autentik.
3. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laju Reaksi.
5
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di
atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana
kecakapan hidup generik siswa melalui pembelajaran kontekstual pada
materi laju reaksi?”
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai
kecakapan hidup generik siswa pada materi laju reaksi melalui pembelajaran
kontekstual.
F. Manfaat Penelitian
Adapun Manfaat dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru
untuk mengembangkan penelitian tentang pembelajaran kontekstual.
2. Bagi guru dan sekolah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
alternatif pilihan untuk menggunakan pembelajaran yang lebih efektif.
3. Bagi siswa, penelitian ini diharapakn dapat meningkatkan kecakapan
hidup generik siswa terhadap pelajaran kimia. Siswa dapat berfikir kritis,
kreatif, cermat, percaya diri dan dapat mencapai solusi yang paling tepat
dalam menghadapi permasalahan. Mengaktifkan peran siswa dalam
kegiatan belajar mengajar dan menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan.
6
BAB II
DESKRIPSI TEORITIS DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teori
1. Hakikat Kecakapan Hidup (Life Skill)
a. Pengertian Kecakapan Hidup (Life Skill)
Hidup adalah bergerak, berubah, dan berkembang. Hidup bukan
hanya sekedar makan, minum, kerja, tidur, dan bangun, tetapi hidup
menurut Muhaimin dalam Ahmadi menyebutkan “Inna al hayah hiya
al-harakah wa al-harakah wa al-barakah hiya al-ni’mah wa al-ziyadah
wa al-sa’adah”.1 Hidup adalah bergerak (dinamis) yang dapat
membawa berkah (kebajikan rohani dan jasmani atau sesuatu yang
mantap, atau kebajikan yang melimpah dan beraneka ragam serta
berkesinambungan.2
Dalam pandangan Islam bahwa hidup dan kehidupan menusia
tidak hanya sekedar hidup di dunia tetapi juga hidup di akherat
sehingga perjalanan hidup dan kehidupan seseorang di dunia yang
bersifat terbatas dan sementara ini membawa konsekuensi-konsekuensi
tertentu pada kehidupan abadi di akherat. Hidup manusia di dunia
menjadi seorang pemimpin dan menjadi hamba Allah yang selalu
mengabdi kepada-Nya. Dalam menjalankan tugas tersebut selalu
dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang bersifat pribadi,
keluarga, beragama, sosial masyarakat, berbangsa, dan bernegara, maka
masing-masing individu memerlukan kecakapan hidup berupa special
skill, life skill, dan leader skill.3
Kecakapan hidup (life skill) merupakan fokus analisis yang
menekankan pada kecakapan hidup yang mengandung makna yang
1 Ahmadi, Manajemen Kurikulum: Pendidikan Kecakapan Hidup, (Yogyakarta: Pustaka
Ifada, 2013), h. 95
2Ibid.
3Ibid.
7
lebih luas bukan sekedar kecakapan bekerja (employability skill) saja.
Kecakapan hidup merupakan kemampuan beradaptasi dan beprilaku
positif yang dapat membuat individu untuk menyesuaikan diri secara
efektif terhadap tuntutan dan tantangan kehidupan sehari-hari. Menurut
WHO (UNICEF) dalam Ahmadi, “lifeskills are abilities for adaptive
and possitive behaviour that enable individuals to deal effectively with
the demands and challenges of everyday life”.4
Kecakapan hidup sebagai keterampilan atau kemampuan untuk
dapat beradaptasi dan berperilaku positif, yang memungkinkan
seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam
kehidupan secara lebih efektif.5 Kecakapan hidup (life skill) adalah
kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan,
kemudian secara proaktif dan kreatif, mencari dan menemukan solusi
untuk mengatasinya.6
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa life skill tidak
hanya dipahami sebagai keterampilan untuk mencari penghidupan atau
bekerja. Life skilljuga mencakup keterampilan untuk menjalankan tugas
hidupnya sebagai hamba Allah sekaligus khalifah-Nya. Life skill adalah
kemampuan beradaptasi dan berperilaku positif yang dapat membantu
seseorang untuk menyesuaikan diri secara efektif dengan tuntutan dan
tantangan yang dihadapi di setiap hari sehingga kecakapan hidup
merupakan sejumlah kompetensi pysikososial dan kecakapan antar
personal yang membantu seseorang dalam mengambil keputusan,
menyelesaikan masalah, berfikir kritis dan kreatif, berkomunikasi
secara efektif, membangun hubungan yang harmonis, berempati dengan
pihak lain, dan menyesuaikan diri serta mengelola kehidupannya dalam
suasana yang sehat dan produktif.7
4Ibid., h. 95-96
5Depdiknas, Konsep Pengembangan Model Integrasi Kurikulum Pendidikan Kecakapan
Hidup. (Jakarta: Depdiknas, 2007), h. 5 6 Asep Tapip Yani, MBS Life Skill & Kepemimpinan Sekolah, (Bandung: Humaniora,
2011), h. 59 7Ahmadi, Op.Cit., h. 97
8
Menurut Suryono dan Haryanto, pengertian kecakapan hidup (life
skill) hendaknya jangan dimaknai dengan secara sempit dengan
aksentuasi keterampilan fisik semata, tetapi juga bermakna sebagai
sikap, perilaku dan motivasi yang diperlukan untuk terampil
menghadapi berbagai persoalan kehidupan. Demikian pula jangan
dimaknai secara sempit semata-mata sebagai keterampilan yang terkait
dengan kegiatan wirausaha atau sesuatu yang menghasilkan uang,
seperti berdagang, memasarkan barang komoditas, memproduksi
barang-barang untuk dijual dan sebagainya.8
Konsep life skills merupakan salah satu fokus analisis dalam
pengembangan kurikulum pendidikan yang menekankan pada
kecakapan hidup atau bekerja. Life skills mengacu pada berbagai ragam
kemampuan yang diperlukan seseorang untuk menempuh kehidupan
dengan sukses, bahagia dan secara bermartabat di masyarakat. Life
skills merupakan kemampuan komunikasi secara efektif, kemampuan
mengembangkan kerja sama, melaksanakan peranan sebagai warga
negara yang bertanggung jawab, memiliki kesiapan serta kecakapan
untuk bekerja, dan memiliki karakter dan etika untuk terjun ke dunia
kerja.9Jadi, kecakapan hidup jelas berbeda dengan kecakapan fisik atau
kecakapan motorik, kecakapan praktis dalam kesehatan, juga berbeda
dengan kecakapan untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti kerajinan,
manajemen keuangan dan kecakapan berwirausaha.10
Ciri pembelajaran life skills adalah (1) terjadi proses identifikasi
kebutuhan belajar. (2) terjadi proses penyadaran untuk belajar bersama.
(3) terjadi keselarasan kegiatan belajar untuk mengembangkan diri,
belajar, usaha mandiri, usaha bersama. (4) terjadi proses penguasaan
kecakapan personal, sosial, vokasional, akademik, manajerial,
kewirausahaan, (5) terjadi proses pemberian pengalaman dalam
melakukan pekerjaan dengan benar, menghasilkan produk bermutu, (6)
8Suyono, Haryanto, Op.Cit., h. 174
9Anwar, Pendidikan Kecakapan Hidup, (Bandung: Alfabeta, 2006), Cetakan ke-2, h. 20-21
10Suyono, Haryanto, Op.Cit., h. 175
9
terjadi proses interaksi saling belajar dari ahli, (7) terjadi proses
penilaian kompetensi, dan (8) terjadi pendamping teknis untuk bekerja
atau membentuk usaha bersama.11
b. Karakteristik Kecakapan Hidup
Menurut kurikulum tahun 2004, kompetensi yaitu merupakan
keseluruhan pengetahuan, sikap dan nilai yang dapat direfleksikan
dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Dimensi perilaku atau
karakteristik seseorang meliputi tiga domain, yaitu domain pengetahuan
atau knowledge, domain nilai dan sikap atau attitude, dan domai
keterampilan atau skill.12
Setiap orang akan selalu menghadapi problem
dalam kehidupannya yang jenis dan tingkatnya berbeda sesuai dengan
usia dan profesinya. Untuk mampu memahami suatu masalah secara
utuh, diperlukan berbagai informasi yang relevan. Informasi tersebut
selanjutnya dianalisis untuk menghasilkan pemahaman yang lebih utuh
dan akurat. Tanpa adanya informasi yang lengkap dan utuh serta
analisis yang baik, pemahaman tidak akan dapat sempurna.
Karakteristik kecakapan hidup dapat dipaparkan sebagai berikut.
1) Kecakapan yang Terintegrasi dan Saling Terhubung
Di dalam kehidupan nyata sehari-hari, antarageneral life skills
(GLS) dan specific life skills (SLS) yaitu antara kecakapan
mengenal diri, kecakapan berpikir rasional, kecakapan sosial,
kecakapan akademik serta kecakapan vokasional tidak berfungsi
secara terpisah-pisah, atau tidak terpisah secara akslusif.
Kecakapan hidup merupakan sekelompok kompetensi psikososial
dan kecakapan interpersonal yang membantu manusia membuat
keputusan memecahkan masalah, berpikir kritis dan efektif,
berkomunikasi, membangun hubungan yang sehat dan produktif.13
11
Anwar, Loc.Cit. 12
Ahmadi, Op.Cit., h. 102 13
Ibid.,h. 103-104
10
2) Menyeluruh (wholeness)
Sukmadinata dalam Ahmadi menjelaskan manusia terdiri atas aspek
jasmani dan rohani atau aspek fisik dan psikis. Walaupun dapat
disebutkan secara terpisah, tetapi dalam kenyataannya kedua aspek
itu tidak dapat dipisahkan. Manusia memiliki peran multi fungsi
sehingga diharapkan orang tersebut mampu memecahkan problem
yang dihadapi secara kreatif, arif, dan cerdas yang dapat
menyebabkan yang bersangkutan sukses dalam profesinya, termasuk
menjalalankan tugas khalifah di muka bumi.14
c. Jenis-jenis Kecakapan Hidup
Kecakapan hidup dapat dipilah menjadi dua jenis kecakapan
utama, yaitu kecakapan hidup yang bersifat generik (generic life
skill/GLS) dan kecakapan hidup spesifik (specific life skill/SLS).
Kecakapan hidup yang bersifat generik yaitu suatu kecakapan yang
bersifat umum. “generic skill is commonly mentioned skill in this
category include problem solving, thinking critically and creatively,
ability to learn, and ability to manage complexity.” Kecakapan generik
biasanya disebut kecakapan yang mencakup kategori penyelesaian
masalah, berpikir kritis dan kreatif, kemampuan belajar, kemampuan
mengelola kompleksitas. Sedangkan kecakapan hidup yang spesifik
adalah kecakapan hidup yang memerlukan kecakapan khusus atau
kompetensi teknis.
Macam-macam kecakapan hidup generik dapat dikelompokkan
dan dijelaskan berikut:15
1. Kecakapan Personal (Personal Skill)
Kecakapan personal berhubungan dengan kemampuan
individu untuk ambil bagian dalam hidupnya melalui penggunaan
pengetahuan, sikap, dan keterampilannya. Kecakapan personal
tersebut dapat memberdayakan individu untuk dapat mengelola diri
14
Ibid., h. 104 15
Ibid., h. 109-110
11
sendiri, orang lain, dan lingkungannya sehingga dapat belajar
secara aktif untuk merespon dan menerjemahkan stimulus dari
pengaruh lingkungannya.16
Kecakapan personal (personal skill) mencakup dua
kecakapan yaitu kecakapan terhadap kesadaran diri (self-
awareness) dan kecakapan berpikir (thinking skill).
a) Kecakapan Kesadaran Diri atau Mengenali Diri
kecakapan mengenal diri (self awareness) mencakup;
penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa,
anggota mayarakat dan warga negara; menyadari dan
mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki sekaligus
menjadikannya sebagai modal dalam meningkatkan dirinya
sebagai individu yang bermanfaat bagi sendiri dan
lingkungannya.
Kesadaran diri sebagai makhluk Allah SWT memiliki
makna bahwa mengakui dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT
sebagai Tuhannya dan diri manusia sebagai hamba-Nya. Lebih
ditegaskan oleh Depdiknas tentang cerdas spiritual adalah
beraktualisasi diri melalui olah hati/kalbu untuk menumbuhkan
dan memperkuat keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia
termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul.17
Kecakapan kesadaran diri (self awareness) berkaitan
dengan kemampuan individual untuk ambil bagian dalam
kehidupannya melalui pemanfaatan pengetahuan, sikap, dan
kecakapan untuk membantu memberdayakan dalam; (1) meniru
dan mengelola diri sendiri (self care), (2) meningkatkan
pengendalian internal (skills for increasing internal locus of
control); membangun kepercayaan diri, kesadaran diri terhadap
hak (rights), nilai (values), sikap (attitude), kekuatan dan
16
Ibid. 17
Ibid.
12
kelemahan (strengths and weaknesses), (3) kecakapan
membangun tujuan (goals setting skills), (4) kecakapan
melakukan penilaian-monitoring diri, (4) kecakapan mengelola
perasaan (skill for managing feelings), dan (5) kecakapan
mengelola stress (skill for managing stress).18
Kecakapan kesadaran diri pada dasarnya merupakan
penghayatan diri sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa, sebagai
anggota masyarakat dan warga negara, sebagai bagian dari
lingkungan, serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan
kekurangan yang dimiliki, sekaligus menjadikannya sebagai
modal untuk meningkatkan diri sebagai individu yang
bermanfaat bagi diri sendiri maupun lingkungannya.19
Dengan
kesadaran diri sebagai hamba Tuhan, seseorang akan terdorong
untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, serta
mengamalkan ajaran agama yang diyakininya.
Pendidikan agama bukan dimaknai sebagai pengetahuan
semata, tetapi sebagai tuntutan tindakan dan berperilaku, baik
dalam hubungan antara dirinya dengan Tuhan Yang Maha Esa,
maupun hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya.
Oleh karena itu, walaupun kesadaran diri lebih merupakan
sikap, namun diperlukan kecakapan untuk menginternalisasi
informasi menjadi nilai-nilai dan kemudian mewujudkan
menjadi perilaku keseharian. Oleh karena itu, kesadaran diri
dikategorikan sebagai suatu kecakapan hidup.
Kecakapan kesadaran diri tersebut dapat dijabarkan
menjadi:
1. Kesadaran diri sebagai hamba Tuhan, makhluk sosial,
serta makhluk lingkungan, dan
18
Ibid.,h. 111 19
Asep Tapip Yani, Op. Cit., h. 61
13
2. Kesadaran akan potensi yang dikaruniakan oleh Tuhan,
baik fisik maupun psikologik.
Kesadaran diri sebagai hamba Tuhan diharapkan
mendorong yang bersangkutan untuk beribadah sesuai dengan
tuntunan agama yang dianut, berlaku jujur, bekerja keras,
disiplin dan amanah terhadap kepercayaan yang dipegangnya.20
Kesadaran tentang pemeliharaan potensi diri (jasmani dan
rohani) diharapkan mendorong untuk memelihara jasmani dan
rohaninya, karena keduanya merupakan karunia Tuhan yang
harus disyukuri. Oleh karena itu, menjaga kebersihan,
kesehatan, baik jasmani maupun rokhani, merupakan bentuk
syukur kepada Tuhan, yang harus dilakukan.21
Menurut Elin, kecakapan kesadaran diri yakni kesadaran
eksistensi diri sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial, dan
makhluk lingkungan serta kesadaran akan potensi diri dan
terdorong untuk mengembangkannya.22
b) Kecakapan Berpikir
Kecakapan berpikir pada dasarnya merupakan kecakapan
menggunakan pikiran/rasio kita secara optimal. Kecakapan
berpikir mencakup antara lain kecakapan menggali dan
menemukan informasi (information searching), kecakapan
mengolah informasi dan mengmabil keputusan secara cerdas
(information processing and decision making skills), serta
kecakapan memecahkan masalah secara aktif dan kreatif
(creative problem solving skill).23
Kecakapan menggali dan menemukan informasi
(information searching) memerlukan kecakapan dasar, yaitu
20
Asep Tapip Yani, Op.Cit., h. 61-62 21
Ibid., h. 63. 22
Elin Rosalin, Gagasan Merancang Pembelajaran Kontekstual, (Bandung: PT Karsa
Mandiri Persada, 2008), Edisi 1, h. 74 23
Ahmadi, Op. Cit., h. 112
14
membaca, menghitung dan melakukan observasi. Membaca
bukan hanya suatu kegiatan membunyikan (melafalkan) tetapi
mampu memaknai sebuah hurif, kata dan kalimat. Menghitung
juga demikian, bukan sekedar belajar secara mekanistik
menerapkan kalkulasi angka, tetapi mengartikan apa informasi
yang diperoleh dari perhitungan tersebut. Melakukan observasi
yaitu melakukan pengamatan secara mendalam terhadap fakta
dan fenomena yang berlangsung pada lingkungannya.24
Kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan
(information processing and decision making skill). Kecakapan
mengolah informasi artinya kemampuan memproses informasi
tersebut menjadi simpulan. Untuk mencapai simpulan tersebut
diperlukan membandingkan, membuat analisis tertentu,
membuat analog, sampai membuat analisis-analisis sesuai
dengan kaidah metodologis. Pengambilan keputusan hatus
dilakukan untuk kegiatan tindak lanjut dari simpulan tersebut.
Kecakapan berpikir ilmiah meliputi kecakapan membuat
keputusan dan kecakapan mengumpulkan informasi. Individu
juga harus mahir dalam mengevaluasi konsekuensi di masa akan
datang dari akibat keputusan kegiatan saat sekarang. Ia harus
mampu memastikan mencari alternatif solusi dan menganalisa
pengaruh nilai-nilai yang mengelilinginya.
Kecakapan memecah masalah secara kreatif (creative
problem solving skill). Pemecahan masalah yang baik tentu
berdasarkan informasi yang cukup dan telah diolah dan
dipadukan dengan hal-hal lain terkait. Pemecahan masalah
memerlukan kreativitas dan kearifan; memahami masalah
tersebut, merumuskan perencanaan, merealisasikan
perencanaan, dan menguji solusi.25
24
Ibid. 25
Ibid., h. 113-114
15
2. Kecakapan Sosial (Social Skill)
Kecakapan sosial adalah beberapa kecakapan yang
memfasilitasi interaksi dan komunikasi dengan lainnya. Kecakapan
sosial (social skill) mencakup dua kecakapan; (1) kecakapan
berkomunikasi dengan empati (communication skill), (2)
kecakapan bekerjasama (collaboration skill).26
a) Kecakapan komunikasi
komunikasi berasal dari kata latin Communicare atau
Communis yang berarti sama atau menjadikan milik bersama.
Komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang
yangmengandung arti atau makna yang perlu dipahami bersama
oleh pihak yang terlibat dalam kegiatan komunikasi.27
Komunikasi dalam proses belajar mengajar merupakan
suatu proses yang melibatkan dua orang atau lebih dan di
dalamnya terjadi pertukaran informasi dalam rangka mencapai
suatu tujuan tertentu. Ada dua jenis komunikasi, yaitu
komunikasi lisan dan tullisan. Di dalam komunikasi, terdapat 5
elemen yang terlibat, yaitu sender (pengirim informasi),
receiver (penerima informasi), informasi, feedback, dan media.28
Kecakapan berkomunikasi dapat dilakukan baik secara lisan
maupun tulisan. Sebagai makhluk sosial yang hidup dalam
masyarakat tempat tinggal maupun tempat kerja, peserta didik
sangat memerlukan kecakapan berkomunikasi baik secara lisan
maupun tulisan. Dalam realitasnya, komunikasi lisan
ternyatatidak mudah dilakukan. Sering kali orang tidak dapat
menerima pendapat lawan bicaranya, bukan karena isi atau
gagasannya, tetapi karena cara penyampaiannya yang kurang
berkenan. Dalam hal ini diperlukan kemampuan bagaimana
26
Ibid., h. 116 27
Beni S Ambarjaya, Psikologi Pendidikan & Pengajaran: TEORI & PRAKTIK,
(Yogyakarta: CAPS, 2012), Cet. 1, h, 110 28
Ibid.,h. 116
16
memilih kata dan cara menyampaikan agar mudah dimengerti
oleh lawan bicaranya.
Komunikasi secara lisan sangat penting untuk
ditumbuhkembangkan sejak dini kepada peserta didik. Dalam
komunikasi tertulis diperlukan kecakapan bagaimana cara
menyampaikan pesan secara tertulis dengan pilihan kalimat,
kata-kata, tata bahasa, dan aturan lainnya agar mudah dipahami
orang atau pembaca lain.29
Selain komunikasi secara lisan, komunikasi secara tertulis
kini sudah menjadi kebutuhan hidup. Oleh karena itu, setiap
orang perlu memiliki kecakapan membaca dan menuliskan
gagasannya secara baik. kecakapan menuangkan gagasan
melalui tulisan yang mudah difahami orang lain dan membuat
pembaca merasa dihargai, perlu dikembangkan pada siswa.
Menyampaikan gagasan, baik secara lisan maupun tertulis, juga
memerlukan keberanian. Keberanian seperti itu banyak
dipengaruhi oleh keyakinan diri dalam aspek kesadaran diri.
Oleh karena itu, perpaduan antara keyakinan diri dan
kemampuan berkomunikasi akan menjadi modal berharga bagi
seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain.30
b) Kecakapan Bekerjasama
Kecakapan bekerjasama sangat diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari sebagai makhluk sosial, dimana manusia akan saling
bekerjasama dengan manusia lain. Kerja sama team dan gotong-
royong dapat memberikan apresiasi terhadap kebersamaan di
antara lingkungan sehingga dapat mendorong dia diterima oleh
lingkungannya. Kemampuan bekerja sama sangat diperlukan
karena sebagai makhluk sosial dalam kehidupan sehari-hari
manusia akan selalu bekerja sama dengan manusia lain. Kerja
29
Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), h. 248 30
Asep Tapip Yani, Op.Cit., h. 68
17
sama bukan sekedar “kerja bersama” tetapi kerja sama yang
disertai dengan saling pengertian, saling menghargai dan saling
membantu.31
Pendidikan kecakapan hidup yang bersifat spesifik juga dapat
dipilah menjadi kecakapan akademik (academic skill) dan kecakapan
vokasional (vocational skill).
1. Kecakapan Akademik
Kecakapan akademik yang seringkali juga disebut kecakapan
intelektual atau kemampuan berpikir ilmiah, pada dasarnya
merupakan pengembangan dari kecakapan berpikir pada GLS.
Kecakapan akademik mencakup antara lain kecakapan melakukan
identifikasi variabel dan menjelaskan hubungannya pada suatu
fenomena tertentu (identifying variables and describing
relationship among them), merumuskan hipotesis terhadap suatu
rangkaian kejadian (constructing hypotheses), serta merancang dan
melaksanakan penelitian untuk membuktikan suatu gagasan atau
keingintahuan (designing and implementing a research).32
Pengembangan kecakapan akademik disesuaikan dengan
tingkat berpikir siswa dan jenjang pendidikan. Namun perlu
disadari bahwa kecakapan itu dapat dikembangkan melalui
berbagai mata pelajaran/mata kuliah di berbagai jenjang
pendidikan. Tidak semua aspek dalam kecakapan akademik dapat
dan perlu dilaksanakan dalam suatu pembelajaran. Mungkin saja
hanya sampai identifikasi variabel dan mempelajari hubungan antar
variabel tersebut. Mungkin juga sampai merumuskan hipotesis dan
bahkan ada yang dapat sampai mencoba melakuka penelitian,
sesuai dengan tingkat pendidikannya.
31
Ahmadi, Op.Cit., h. 118 32
Ibid.,h. 118-119
18
2. Kecakapan vokasional
Kecakapan vokasional (vocational skill/VS) seringkali
disebut pula dengan “kecakapan kejuruan”, artinya kecakpan yang
dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertent8u yang terdapat di
masyarakat. Kecakapan vokasional lebih cocok bagi siswa yang
menekuni pekerjaan yang lebih mengandalkan keterampilan
psikomotor dari pada kecakapan berpikir ilmiah. Oleh karena itu,
kecakapan vokasional lebih cocok bagi siswaq SMK, kursus
keterampilan atau program diploma.
Kecakapan vokasioanal mempunyai dua bagian, yaitu:
kecakapan vokasional dasar (basic vocational skill), dan kecakapan
vokasional khusus (occupational skill) yang sudah terkait dengan
bidang pekerjaan tertentu. Kecakapan dasar vokasional mencakup
antara melakukan gerak dsar, menggunakan alat sederhana
diperlukan bagi semua orang yang menekuni pekerjaan manual,
dan kecakapan membaca gambar sederhana. Di samping itu,
kecakapan vokasional dasar mencakup aspek sikap taat asa, presisi,
akurasi dan tepat waktu yang mengarah pada prilakuk produktif.
Kecakapan akademik dan kecakpan vokasional sebenarnya
hanyalah penekanan. Bidang pekerjaan yang menekankan
keterampilan manual, dalam batas tertentu juga memerlukan
kecakapan akademik. Demikian sebaliknya, bidang pekerjaan yang
menekankan kecakapan akademik, dalam batas tertentu juga
memerlukan kecakapan vokasional. Bahkan antara GLS, AS dan
VS terjadi saling terkait dan tumpang tindih. Bagian tumpang
tindih antara GLS dengan AS, seringkali disebut kecakapan
akademik dasar (basic academic skill), bagian tumpang tindih
antara GLS dan VS sering disebut dengan kecakpaan vokasional
dasar (basic vocational skill), dan tumpang tindih antara AS dan
19
VS sering disebut dengan kecakapan vokasional berbasis akademik
(science based vocational skill).33
d. Konsep Kecakapan Hidup (Life Skill) dalam Pendidikan Sekolah
Konsep kecakapan life skills di sekolah merupakan wacana
pengembangan kurikulum yang telah lama menjadi perhatian para pakar
kurikulum. Life skills merupakan salah satu fokus analisis dalam
pengembangan kurikulum pendidikan sekolah yang menekankan pada
kecakapan atau keterampilan hidup atau bekerja. Dalam kajian
pengembangan kurikulum, isu tersebut dibahas dalam pendekatan studies
of contemporary life outside the school atau curriculum design focused
on social functions/activities.
Dalam pendekatan kurikulum tersebut, pengembangan life skills
harus dipahami dalam konteks pertanyaan berikut:
Kemampuan life skills apa yang relevan dipelajari anak di sekolah;
atau dengan kata lain kemampuan apa yang mereka harus dikuasai
setelah menyelesaikan satuan program belajar tertentu.
Bahan belajar apa yang harus dipelajari sehingga ada jaminan bagi
anak bahwa dengan mempelajarinya mereka akan menguasai
kemampuan tersebut.
Kegiatan dan pengalaman belajar seperti apa yang harus dilakukan
dan dialami sendiri oleh anak sehingga ia menguasai dengan
sesungguhnya kemampuan-kemampuan yang perlu dikuasai.
Fasilitas, alat, dan sumer belajar bagaimana yang perlu disediakan
untuk mendukung kepemilikan kemampuan-kemampuan yang
diinginkan tersebut.
Bagaimana cara untuk mengetahui bahwa anak didik benar-benar
telah menguasai kemampuan-kemampuan tersebut. Bentuk jaminan
apa yang dapat diberikan sehingga anak-anak mampu menujukkan
kemampuan itu dalam kehidupan nyata di masyarakat.
33Asep Tapip Yani, Op.Cit., h. 70-73
20
Life skill atau keterampilan hidup dalam pengertian ini mengacu
pada berbagai ragam kemampuan yang diperlukan seseorang untuk
menempuh kehidupan dengan sukses, bahagia dan secara bermartabat di
masyarakat. Life Skills merupakan kemampuan yang diperlukan
sepanjang hayat, kepemilikan kemampuan berfikir yang kompleks,
kemampaun komunikasi secara efektif, kemampaun membangun kerja
sama, melaksanakan peranan sebagai warga negara yang bertanggung
jwab, memiliki kesiapan serta kecakapan untuk bekerja, dan memiliki
karakter dan etika untuk terjun ke dunia kerja. Oleh karenanya, cakupan
life skills amat luas.34
Dalam konsep pendidikan di sekolah, semua anak yang dinyatakan
telah menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu sepatutnya telah
memiliki life skill. Dalam pendidikan sekolah di Indonesia, masalah
tersebut sangat relevan jika dikaitkan dengan kelompok lulusan SLTP
dan SMU yang tidak melanjutkan sekolah. Pengembangan program life
skills pada jenjang tersebut diharapkan dapat menolong mereka untuk
memiliki harga diri dan kepercayaan diri dalam mencari nafkah dalam
konteks peluang yang ada di lingkungan masyarakat.
e. Strategi Mengembangkan Kecakapan
Sesuai dengan fitrahnya, manusia terdiri dari tiga dimensi, yaitu
jasad, akal dan ruh. Ketiga dimensi dalam diri manusia harus dipelihara
agar seimbang (tawazun). Jika diri manusia hanya dipelihara fisiknya
saja, sementara akal dan ruh tidak diperhatikan, maka manusia yang
demikian hanya akan kuat fisik atau jasad, tapi memiliki hati yang kering
dan gersang, sehingga hidupnya hampa dan tidak tenteram. Begitu juga
halnya jika manusia yang diasah hanya otaknya saja, sedangkan fisik dan
ruhaninya tidak dijaga, maka manusia itu ibarat orang yang memiliki
pengetahuan, tapi jasadnya sakit-sakitan, hati pun tidak tenteram dan
ruhaninya tumpul. Demikian pula jika manusia hanya diberi santapan
34
Ibid., h. 73-75
21
rohani, sedangkan fisiknya lemah, makanannya tidak dijaga, dan akalnya
tidak diisi dengan ilmu yang bermanfaat, maka kehidupannya akan
menjadi timpang.35
Gagne dalam Winkel, menyatakan bahwa fase dalam kegiatan
membelajarkan adalah sebagai berikut:
a. Fase Motivasi
Siswa sadar akan tujuan yang harus dicapai dan bersedia
melibatkan diri. Hal ini sangat berperan, karena siswa harus
berusaha memeras otaknya sendiri. Karena kalau kadar
motivasinya lemah, siswa akan cenderung membiarkan
permasalahan yang diajukan. Peran guru dalam hal ini adalah
menimbulkan motivasi belajar siswa dan menyadarkan siswa akan
tujuan pembelajaran yang harus dicapai.
b. Fase Menaruh Perhatian
Siswa memperhatikan unsur-unsur yang relevan sehingga terbentuk
pola-pola perseptual tertentu. Siswa secara khusus memperhatikan
hal yang akan dipelajari, sehingga konsentrasi terjamin.
c. Fase Pengolahan
Siswa memahami informasi dalam shortterm memory (STM) atau
memori jangka pendek dan mengolah informasi untuk diambil
maknanya. Dalam hal ini siswa harus menggali ingatan siasat-siasat
yang pernah digunakannya.
d. Fase Umpan Balik (feed back, rein forcement)
Siswa mendapatkan konfirmasi, sejauh prestasinya tetap. Siswa
mendapat konfirmasi tentang tepat tidaknya penyelesaian yang
ditentukan. Komunikasi ini dapat meningkatkan dan menurunkan
motivasi siswa untuk berusaha memeras otak lagi pada lain
kesempatan.36
35
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: PT Rosdakarya, 2011), Cetakan ke-
11, h. 69 36
Ibid.,h. 70
22
f. Tujuan Pendidikan Kecakapan Hidup (life skill)
Tujuan pendidikan kecakapan hidup adalah:
a. Mengktualisasikan potensi peseta didik sehingga dapat digunakan
untuk memecahkan problema yang dihadapi
b. Memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan
pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidikan
berbasis luas
c. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya di lingkup sekolah
dengan memberi peluang pemanfaatan sumber daya yang ada di
masyarakat, sesuai dengan prinsip menajemen berbasis sekolah.
Menurut pandangan Naval, tujuan life skill untuk:
a. Meningkatkan perkembangan dan ketangguhan keluarga
b. Mengajarkan konsep dan prinsip-prinsip yang relevan dengan
kehidupan keluarga
c. Mengekspresikan perilaku, nilai, dan membantu saling memahami
dan menerima perilaku dan nilai orang lain
d. Mengembangkan kecakapan interpersonal yang dapat membantu
menjadi anggota keluarga yang baik
e. Mengurangi konflik perkawinan dan keluarga
f. Meningkatkan pelayanan anggota secara produktif
g. Mendorong kebutuhan program pendidikan keluarga, dan
h. Menyesuaikan program masyarakat.37
Tujuan atau fungsi Kecakapan hidup bagi Sekolah Menengah Atas
(SMA/MA) menurut Olivia; bahwa fungsi kecakapan hidup adalah untuk
mengembangkan para pekerja terampil, meningkatkan kebahagiaan,
memperkaya spirit, mengembangkan kemampuan untuk menggunakan
kecakapan dasar, mengembangkan kemampuan berpikir,
mengembangkan pengetahuan kewarganegaraan, mengembangkan
37
Ahmadi, Op.Cit., h. 134-135
23
kecakapan komunikasi, meningkatkan rasa menghargai kepada orang
lain, dan mengembangkan nilai-nilai etik.38
Menurut Sukmadinata, ada beberapa tugas perkembangan dan
kecakapan hidup pada masa remaja adalah sebagai berikut. Pertama,
mampu menjalin hubungan yang lebih matang dengan sebaya dan jenis
kelamin lain. Kedua, mampu melakukan peran-peran sosial denbagi laki-
laki dan wanita. Ketiga, menerima kondisi jasmaninya dan dapat
menggunakannya secara efektif. Keempat, memiliki keberdirisendiri
emosional dari orang tua orang dewasa lainnya. Kelima, memiliki
perasaan mampu berdiri sendiri dalam bidang ekonomi. Keenam, mampu
memilih dan mempersiapkan diri untuk sesuatu pekerjaan. Ketujuh,
belajar mempersiapkan diri untuk perkawinan dan hidup berkeluarga.
Kedelapan, mengembangkan konsep-konsep dan keterampilan
intelektual untuk hidup bermasyarakat. Kesembilan, memiliki perilaku
sosial seperti yang diharapkan masyarakat. Kesepuluh, memiliki
seperangkat nilai yang menjadi pedoman bagi perbuatannya.39
2. Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
a. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
dikembangkan oleh The Washington State Consortium for Contextual
Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20
sekolah, dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunia pendidikan di
Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi
kesempatan kepada guru-guru dari enam provinsi di Indonesia untuk
belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat, melalui Direktorat
SLTP Depdiknas.40
Pembelajaran kontekstual lahir dari paham kontruktivisme, yaitu
paham yang berpendapat bahwa pembelajaran yang bermakna itu
38
Ibid., h. 139 39
Ibid., h. 140 40
Elin Rosalin, Op.Cit., h. 20
24
bermula dengan pengetahuan atau pengalaman yang ada pada peserta
didik. Kontruktivisme merupakan landasan filosof CTL yang merupakan
filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar
menghapal, tetapi peserta didik harus mengontruksikan pengetahuan
dalam benak mereka sendiri, dimana pengetahuan tidak dapat dipisahkan
menjadi sebuah fakta yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan
yang dapat diterapkan.41
Pendekatan yang menekan pada kehidupan dengan situasi dunia
nyata peserta didik yang menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari, ini sesuai dengan
pendapat Wina bahwa : Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching
and Learning) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekan kepada
proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi
yang dipelajarinya dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan
nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan mereka.42
Sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan
menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang
mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik
dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan
konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.43
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching
and Learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru
mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan
memotivasi siswa membantu hubungan antara pengetahuan dan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga
41
Ibid., h. 24 42
Wina Sanjaya, Op.Cit., h. 255 43
Elaine B. Johnson, Op.Cit., h, 67
25
negara, dan tenaga kerja (US. Departement of Education the National
School-to-Work Office yang dikutip oleh Blanchard, 2001).44
Pembelajaran kontekstual bukan merupakan suatu konsep baru.
Penerapan pembelajaran kontekstual di kelas-kelas Amerika pertama-
tama diusulkan oleh John Dewey, pada tahun 1916. Dewey mengusulkan
suatu kurikulum dan metodologi pengajaran yang dikaitkan dengan minat
dan pengalaman siswa. CTL menekankan pada berpikir tingkat lebih
tinggi, transfer pengetahuan lintas disiplin, serta pengumpulan,
penganalisisan dan pensintesisan informasi dan data dari berbagai
sumber dan pandangan. Disamping itu, telah diidentifikasikan enam
unsur kunci CTL berikut ini:
3. Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi dan penghargaan
pribadi siswa bahwa ia berkepentingan terhadap konten yang harus
dipelajari. Pembelajaran dipersepsi sebagai relevan dengan hidup
mereka.
4. Penerapan pengetahuan: kemampuan untuk me;ihat bagaimana apa
yang dipelajari diterapkan dalam tatanan-tatanan lain dan fungsi-funsi
pada masa sekarang dan akan datang.
5. Berpikir tingkat lebih tinggi: siswa dilatih untuk enggunakan berpikir
kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu,
atau memecahkan suatu masalah.
6. Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar: konten
pengajaran berhubungan dengan suatu rentang dan beragam standar
lokal, negara bagian, nasional, asosiasi, dan/atau industri.
7. Responsif terhadap budaya: pendidik harus memahami dan
menghormati nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-
kebiasaan siswa, sesama rekan pendidik dan masyarakat tepat mereka
mendidik.
44
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2010), h.
104-105
26
8. Penilaian otentik: penggunaan berbagain macam strategi penilaian
yang secara valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya
diharapakan dari siswa.
Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah
pendekatan pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi
alamiah dari pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan di luar ruang
kelas, suatu pendekatan pembelajaran kontekstual menjadikn pengalaman
lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan
yang kan mereka terapkan dalam pembelajaran seumur hidup, dengan
melibatkan tujuh komponen utama yakin: kontruktivisme
(contructivism), bertanya (questioning), inkuiri (inquiry), masyarakat
belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaia
autentik (authentic assesment) dan refleksi.45
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual contextual teaching and
learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru
mengaitkan isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi
siswa membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapan dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara dan tenaga
kerja.46
b. Prinsip Pembelajaran Kontekstual
sebagai suatu model, dalam implementasinya tentu saja
memerlukan perencanaan pembelajaran yang mencerminkan konsep dan
prinsip CTL. Setiap model pemebelajaran, disamping memiliki unsur
kesamaan, juga ada beberapa perbedaan tertentu. Hal ini karena setiap
model memiliki karakteristik khas tertentu yang tentu saja berimplikasi
pada adanya perbedaan tertentu pula dalam membuat desain (skenario)
yang disesuaikan dengan model yang akan ditetapakan.
45
Ibid., h. 105-107 46
Sofan Amri, Pengembangan & Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013, (Jakarta: PT
Prestasi Pustakaray, 2013), Cet. 1, h. 106
27
Ada tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus
dikembangkan oleh guru, yaitu:
1. Kontruktivisme (Contruktivism)
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosof) dan CTL,
yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit
yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk
diambil dan diingat. Manusia harus membangun pengetahuan itu
memberi makna melalui pengalaman yang nyata. Batasan
kontruktivisme di atas memberikan penekanan bahwa konsep
bukanlah tidak penting sebagai bagian integral dari pengalaman
belajar yang harus dimiliki oleh siswa,akan tetapi bagaiman dari setiap
konsep atau pengetahuan yang dimilki siswa itu dapat memberikan
pedoman nyata terhadap siswa untuk diaktualisasikan dalam kondisi
nyata.47
Menurut kontruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari
luar, akan tetapi dikontruksikan oleh dan dari dalam diri seseorang.
Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu
objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk
menginterpretasikan objek tersebut. Kedua faktor itu sama
pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu toidak bersifat statis
tetaopi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan
mengkonstruksikannya. Lebih jauh Piaget menyatakan hakikat
pengetahuan sebagai berikut:
a. Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan
belaka, akan tetapi selalu merupakan kontruksi kenyataan melalui
kegiatan subjek.
b. Subjek menentukan skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur
yang perlu untuk pengetahuan.
47
Rusman, Model-model Pembelajaran, (Jakarta: PT Raja Grafindo Press, 2011), h. 193
28
c. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang,. Struktur
konsepsi memebentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam
berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.48
Menurut Lukman, terdapat lima elemen belajar yang
kontruktivistik, yaitu:
a. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).
b. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge).
c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge).
d. Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman (applying
knowledge).
e. Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan
tersebut (reflecting knowledge).49
2. Menemukan (Inquiry)
Menemukan, merupakan bagian inti dari CTL, melalui upaya
menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan
keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan
bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi
merupakan hasil menemukan sendiri. Kegiatan pembelajaran yang
mengarah pada upaya menemukan, telah lama diperkenalkan pula
pada pembeljaarn inquiry and discovery (mencari dan menemukan).50
Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran
berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperolaeh
siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta,
tetapi hasil dari menemukan sndiri. Guru harus selalu merancang
kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi
yang diajarkannya. Siklus inkuiri terdiri dari:
a. Observasi (Observation);
b. Bertanya (Questioning);
48
Wina Sanjaya, Op.Cit., h. 264. 49
Lukmanul Hakiim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), h.
58 50
Rusman, Op.Cit.,h. 194
29
c. Mengajukan dugaan (Hyphotesis);
d. Pengumpulan data (Data gathering);
e. Penyimpulan (Conclussion);
Langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah sebagai berikut:
a. Merumuskan masalah;
b. Mengamati atau melakukan aobservasi;
c. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan,
bagan, tabel, dan karya lainnya; dan
d. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembbaca,
teman sekelas, guru , atau audiensi yang lain.51
3. Bertanya (Questioning)
Bertanya, yaitu mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan
bertanya. Melalui proses bertanya, siswa akan mampu menjadi
pemikir yang handal dan mandiri. Mereka dirangsang untuk mampu
mengembangkan ide atau gagasan dan pengujian baru yang inovatif,
mengembangkan metode danb tekjnik untuk bertanya, bertukar
pendapat dan berinteraksi. Proses pembelajaran memungkinkan untuk
dapat mengemabn gakn kebebasan mengeluarkan aspirasi, berupa
pertanyaan atau jawaban, baik siswa maupun guru, bahkan menguji
suatu ide atau teori maupun praktek penyelenggaraanya, sesuai
dengan fakta atau penalaran. Hal ini dapat memngkinkan terbentuknya
sikap ilmiah. Pertanyaan dapat merangsang timbulnya kegiatan
belajar. Manfaat mengajukan pertanyaan adalah:
a. Memperluas wawasan berpikir. Jika seseorang selalu menerima
suatu ide atau teori tanpa mempertanyakan, maka pengetahuannya
terbatas pada apa yang diterima semata-mata.
b. Mengundang penguatan. Pada umumnya seorang siswa merasa
puas, jika ia mengetahui bahwa jawaban yang dikemukakan untuk
menjawab pertanyaan guru disetujui, atau pertanyaan yang
diajukan relevan dan dapat mengundang pembahasan lebih lanjut.
51
Trianto, Op.Cit., h. 114-115.
30
c. Memberi motivasi atau mendorong siswa untuk belajar lebih jauh.
Dengan mengajukan pertanyaan, mendorong siswa untuk selalu
bersikap tidak menerima suatu pendapat, ide atau teori secara
mentah.52
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Leo Semenovich Vygotsky, seorang psikolog Rusia,
menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman anak ditopang
banyak oleh komunikasi dengan orang lain. Suatu pemasalahan tidak
mungkin dapat dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan bantuan
orang lain. Kerja sama saling memberi dan menerima sangat
dibutuhkan untuk memecahkan suatu persoalan. Konsep masyarakat
belajar dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh
melalui kkerja sama dengan orang lain. Kerja sama itu dapat
dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secar
formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasil
belajar dapat diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain, antar
teman, antar kelompok, yang sudah tahu memebri tahu
pengalamannya pada orang lain. Inilahhakikat dari masyarakat belajar,
belajar masyarakat yang saling membagi.
Dalam kelas CTL, penerapan masyarakat belajar dapat di
lakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar.
Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat
heterogen, baik dilihat dari kemampuan dun kecepatan belajarnya,
maupun dilihat dari bakat dan minatnya. Biarkan dalam kelompoknya
mereka saling membelajarkan, yang cepat belajar didorong untuk
mambantu yang lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu
didorong untuk menularkannya pada orang lain.53
5. Pemodelan (Modeling)
52
Lukmanul Hakiim, Op.Cit., h. 58-59 53
Wina Sanjaya, Loc.Cit.
31
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, rumitnya
permasalahan hidup yang dihadapi serta tuntutan siswa yang semakin
berkembang dan beranekaragam, telah berdampak pada kemampuan
guru yang memiliki kemampuan lengkap, dan hal ini yang sulit
dipenuhi. Oleh karena itu, mka kini guru bukan lagi satu-satunya
sumber belajar bagi siswa, karena dengan segala kelebihan dan
keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan mengalami hambatan untuk
memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dam kebutuhan siswa
yang cukup heterogen.54
Menurut Lukman, pemodelan yaitu menghadirkan model
sebagai contoh pembelajaran. Siswa akan lebih mudah memahami dan
menerapkan proses dan hasil belajar jika dalam pembelajaran guru
menyajikan dalam bentuk suatu model , bukan hanya berbentuk lisan.
Siswa akan mampu mengamati dan mencontoh apa yang ditunjukkan
oleh guru. Oleh karena itu guru hendaknaya mempertunjukkan hal-hal
yang penting dan mudah diterima oleh siswa.
Guru menjadi model dan memberikan contoh untuk dilihat dan
ditiru. Apapun yang guru lakukan, maka guru akan bertindak sebagai
model bagi siswa. Ketika guru sanggup malakukan sesuatu, maka
siswa pun akan berpikir sama bahwa mengajar dengan menggunakan
gerakan atau isyarat ia mampu. Pikirannya akan mempengaruhi
kekuatan fisiknya. Pikiran dan jiwa dapat mempengaruhi tubuh dan
sebaliknya.55
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau
baru saja dipelajari. Dengan kata lain refleksi adalah berpikir
kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu, siswa
mengedepankan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur
pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari
54
Rusman, Loc.Cit. 55
Lukmanul Hakiim, Op. Cit., h. 60
32
pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa diberi kesempatan
untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan
melakukan diskusi dengan dirinya sendiri (learning to be).
Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari suatu proses yang
bermakna pula, yaitu melalui penerimaan, pengolahan dan
pengendapan, untuk kemudian dapat dijadikan sandaran dalam
menanggapi terhadap gejala yang muncul kemudian. Melalui model
CTL, pengalaman belajar bukan hanya terjadi dan dimiliki ketika
seseorang siswa berada di dalam kelas, akan tetapi jauh lebih penting
dari itu adalah bagaiman membawa pengalaman belajar tersebut
keluar dari kelas, yaitu pada saat ia dituntut untuk menanggapi dan
memecahkan permasalahan nyata yang dihadapi sehari-hari.
Kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan pada dunia nyata yang dihadapinya akan muddah
diaktualisasikan manakala pengalaman belajar itu telah terinternalisasi
dalam setiap jiwa siswa dan disinilah pentingnya menerapkan untuk
refleksi pada setiap kesempatan pembelajaran.56
7. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran
perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa
memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan
benar. Apalagi data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan
bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera
mungkin mengambil tindakan yang tepat agar isswa terbebas dari
kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu
diperlukan di sepanjang proses pembelajarn, maka assessment tidak
dilakukan di akhir periode pembelajaran seperti pada kegiatan
evaluasi hasil belajar, tetapi dilakukan bersama-sama secara
terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran.
56
Rusman, Op.Cit., h. 197
33
Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian (assessment)
bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajarn
yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu
siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn), bukan
ditekankan pada perolehannya sebanyak mungkin informasi di akhir
periode pembelajaran.
Karena assessment menekankan proses pembelajaran, maka data
yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang
dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran.
Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan
(performance) yang diperoleh siswa. Penilai tidak hanya guru, tetapi
bisa juga teman lain atau orang lain. Karakteristik penilaian autentik:
1) Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajarn berlangsung;
2) Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif;
3) Yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat
fakta;
4) Berkesinambungan;
5) Terinrtegrasi; dan
6) Dapat digunakan sebagai feedback.
Dalam CTL, hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai
prestasi siswa, antara lain:
1. Proyek/kegiatan dan laporannya;
2. PR (pekerjaan rumah);
3. Kuis;
4. Karya siswa;
5. Presentasi atau penampilan siswa;
6. Demonstrasi;
7. Laporan;
8. Jurnal;
9. Hasil tes tulis; dan
34
10. Karya tulis.57
Johnson (2002) dalam Elin Rosalin, menjelaskan tiga prinsip
ilmiah dalam CTL yang perlu dipahami dan diimplementasikan guru.
Ketiga prinsip tersebut adalah sebagai berikut:58
1. Prinsip Kesalingbergantungan
Menurut para ilmuwan modern, segala sesuatu di alam semesta
saling bergantungan dan saling berhubungan. Prinsip
kesalingbergantungan mengajak para pendidik untuk mengenali
keterkaitan mereka dengan pendidik lainnya, siswasiswa mereka,
masyarakat, dan dengan bumi. Prinsip ini meminta mereka
membangun hubungan dengan semua yang mereka lakukan. Prinsip
ini mendesak bahwa sekolah adalah sebuah kehidupan. Di dalam
sebuah lingkungan belajar, dimana orang-orang menyadari
keterhubungan mereka, sistem CTL dapat berkembang.
2. Prinsip Diferensiasi
Kata diferensiasi merujuk pada dorongan terus-menerus dari
alam semesta untuk mengahsilkan keragaman yang tak terbatas,
perbedaan, dan keunikan. Prinsip ini menyumbangkan kreativitas
indah yang berdetak di seluruh alam semesta. Prinsip diferensiasi
mendorong alam semesta menuju keragaman yang tak terbatas, dan
hal iotu menjelaskan kecenderungan entitas-entitas yang berbedsa
untuk bekerja ama dalam bentuk yang dengan simbiosis. Secara alami,
prinsip diferensiasi akan terusmenerus menciptakan perbedaan dan
keragaman, menghasilkan keragaman yang tak terbatas, keunikan
yang tak terbatas, dan penggabunganpenggabungan yang sangat
banyak antara entitas-entitas yang berbeda. Secara alami, CTL juga
memajukan kreativitas, keragaman, keunikan, dan kerja sama.
3. Prinsip Pengaturan Diri
57
Trianto, Op.Cit., h. 118-120. 58
Elin Rosalin, Op.Cit., h. 31-33
35
Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa setiap edintitas
terpisah di alam semesta memilki sebuah potensi bawaan, suatu
kewaspadaan, atau kesadaran. Yang menjadikannya sangat berbeda
adalah prinsip pengaturan diri yang meminta para pendidik untuk
mendorong setiap siswa untuk mengeluarkan seluruh
potensinya.karena CTL sejalan dengan prinsip organisasi diri, cahaya
yang ada dalam diri tiap siswa dapat tumbuh dan berkembang.
komponen-komponen CTL yang mencerminkan prinsip organisasi diri
adalah komponen-komponen yang membantu siswa tumbuh dan
berkembang, penilaian otentik, tujuan yang jelas, dan standar tinggi
dari individu tersebut.59
59
Ibid., h. 34
36
c.Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensional
Perbedaan pokok antara pembelajaran CTL dan pembelajaran
konvensional seperti banyak diterapkan di sekolah sekarang ini dilihat
dari konteks tertentu.
1) CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa
berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara
menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran. Sedangkan
konvensional, siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang
berperan sebagai penerima informasi secara pasif.
2) Dalam pembelajaran CTL, siswa belajar melalui kegiatan kelompok,
seperti kerja kelompok, berdiskusi, saling menerima dan memberi.
Sedangkan dalam pembelaajaran konvensioanal siswa lebih banyak
belajar secara individu dengan menerima, mencatat, dan menghafal
materi saja.
3) Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara
riil, sedangkan dalam pembelajaran konvensional, pembelajaran
bersifat teoritis dan abstrak.
4) Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman, sedangkan
dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui
latihan-latihan.
5) Tujuan akhir dari proses pembelajaran CTL adalah kepuasan diri,
sedangkan pembelajaran konvensional tujuan akhirnya adalah nilai
atau angka.
6) Dalam CTL, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri
sendiri, misalnya individu tidak melakukan perilaku tertentu karena
ia menyadari bahwa perilaku itu merugikan dan tidak bermanfaat,
sedangkan konvensional tindakan atau perilaku individu didasarkan
oleh faktor dari luar dirinya, misalnya individu tidak melakukan
sesuatu disebabkan takut hukuman atau sekedar untuk memperoleh
angka atau nilai dari guru.
37
7) Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu
berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab
itu setiap siswa bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat
pengetahuan yang dimilikinya. Dalam pembelajaran konvensional
hal itu tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat
absolut dan final. Oleh karena itu pengetahuan di konstruksi oleh
orang lain.
8) Dalam pembelajaran CTL, siswa bertanggung jawab dalam
memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-
masing; sedangkan dalam pembelajaran konvensional guru adalah
pemantau jalannya proses pembelajaran.
9) Dalam pembelajarn CTL, pembelajaran bisa terjadi dimana saja
dalam konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan;
sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran hanya
terjadi di dalam kelas.
10) Oleh karena itu tujuan yang ingin di capai adalah seluruh aspek
perkembangan siswa, maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran
diukur dengan berbagai cara, misalnya dengan evaluasi proses, hasil
karya siswa, penampilan, rekaman, observasi, wawancara, dan lain
sebaginya; sedangkan dalam pembelajaran konvensional
keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari tes.
Beberapa perbedaan pokok diatas, menggambarkan bahwa CTL
memang memiliki karakteristik tersendiri baik dilihat dari asumsi
maupun proses pelaksanaan pengelolaanya.60
5.Konsep Laju Reaksi
a. Pengertian Laju Reaksi
Suatu reaksi kimia ada yang berlangsung cepat, ada pula yang
berlangsung lambat. Ledakan bom berlangsung cepat, sedangkan proses
besi berkarat berlangsung lambat. Cepat lambatnya reaksi kimia
dinyatakan sebagai laju reaksi.
60
Wina Sanjaya, Op.Cit., h. 260-262
38
Laju berhubungan dengan waktu. Dalam ilmu kimia, laju reaksi
menunjukkan perubahan konsentrasi zat yang terlihat dalam reaksi setiap
satuan waktu. Konsentrasi pereaksi dalam suatu reaksi kimia semakin
lama semakin berkurang, sedangkan hasil reaksi semakin lama semakin
bertambah.61
b. Teori Tumbukan
Reaksi antara molekul-molekul pereaksi terjadi apabila terjadi
tumbukan. Untuk saling bertumbukan, molekul-molekul pereaksi harus
mempunyai energi kinetik minimum tertentu. Energi minimumnya yang
diperlukan agar tumbukan terjadi dan reaksi dapat berlangsung
disebutEnergi Aktivasi (Ea).
Gambar 2.1 Energi Aktivasi
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
Dari pengalaman sehari-hari, kita dapat mengetahui bahwa
lajureaksi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Misalnya, kita dapat
mengamati bahwa serpihan kayu terbakar lebih cepat daripada balok
kayu.62
1. Konsentrasi Pereaksi
Semakin besar konsentrasi zat-zat yang bereaksi makin cepat
reaksinya berlangsung. Makin besar konsentrasi makin banyak zat-zat
yang bereaksi sehingga semakin besar kemungkinan terjadinya
tumbukan dengan demikian makin besar pula kemungkinan terjadinya
reaksi.
61
Nana Sutresna, Kimia, (Bandung: Grafindo Media Pratama, 2008), Cetakan 1, h. 109 62
Michael Purba, Kimia Untuk SMA Kelas XI, ( Jakarta: Erlangga, 2006), h. 154
39
Berhubungan dengan teori tumbukan menyatakan bahwa:
semakin besar konsentrasi, semakin besar kemungkinan terjadinya
tumbukan antarmolekul yang bereaksi sehingga laju reaksi semakin
cepat berlangsung. Contoh: 3M HCl lebih cepat reaksi daripada 2M
HCl.
2. Suhu
Suhu juga turut berperan dalam mempengaruhi laju reaksi.
Apabila suhu pada suatu reaksi yang berlangsung dinaikkan, maka
akan menyebabkan partikel semakin aktif bergerak, sehingga
tumbukan yang terjadi semakin sering, menyebabkan laju reaksi
semakin besar. Sebaliknya, apabila suhu diturunkan, maka partikel
semakin tak aktif, sehingga laju reaksi semakin kecil.
3. Luas permukaan bidang sentuh
Luas permukaan bidang sentuh memiliki peranan yang sangat
penting, sehingga menyebabkan laju reaksi semakin cepat. Begitu
juga, apabila semakin kecil luas permukaan bidang sentuh, maka
semakin kecil tumbukan yang terjadi antar partikel, sehingga laju
reaksi pun semakin kecil. Karakteristik kepingan yang direaksikan
juga turut berpengaruh, yaitu semakin halus kepingan itu, maka
semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi. Sedangkan
semakin kasar kepingan itu, maka semakin lama waktu yang
dibutuhkan untuk bereaksi.
4. Katalis
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat atau memperlambat
laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tetapi zat itu sendiri tidak
mangalami perubahan yang kekal. Suatu katalis berperan dalam reaksi
tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis memungkinkan
reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu
lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi.
Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang
lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk
40
berlangsungnya reaksi.
d. Penerapan konsep laju reaksi dalam kehidupan sehari-hari
Konsep laju reaksi banyak kita temukan dalam kehidupan sehari-
hari maupun industri. Ada reaksi yang berlangsung cepat, seperti
peristiwa bom atau petasan meledak. Ada juga reaksi yang berlangsung
sangat lambat seperti perkaratan besi atau pelapukan kayu. Di sekitar
kita banyak reaksi yang merugikan namun ada pula reaksi yang sengaja
dilangsungkan untuk mengambil produknya. Dengan demikian, reaksi
perlu dikendalikan agar reaksi yang merugikan dapat dihambat, dan
sebaliknya yang menguntungkan dapat dipercepat. Oleh karena itu,
faktor-faktor yang dpat mempengaruhi cepat dan lambatnya suatu reaksi
perlu dipelajari. Salah satu faktor yang mempercepat terjadinya reaksi
adalah penambahan katalis yang sering kita temukan dalam industri
seperti industri pembuatan ammonia, industri roti, dan lain-lain.63
B. Penelitian Relevan
Berdasarkan hasil penelitian yang berhubungan dengan pembelajaran
kontekstual dalam mengembangkan kecakapan hidup (life skill) siswa, terbukti
mampu mengembangkan kecakapan hidup siswa. Diantaranya adalah
penelitian yang dilakukan oleh: Siti Darsati dkk, dengan judul “Kecakapan
Hidup Siswa SMA pada Pembelajaran Kontekstual Materi Reaksi Redoksi”.
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa, kecakapan hidup generik
yaitu kesadaran diri, menggali dan menemukan informasi, mengolah informasi,
mengambil keputusan dan memecahkan masalah dikembangkan oleh sebagian
besar siswa tergolong baik. Kecakapan dalam berkomunikasi lisan dan tulisan
dikembangkan oleh hampir separuh siswa dan tergolong cukup, serta
kecakapan bekerjasama dikembangkan oleh sebagian besar siswa tergolong
baik. Sedangkan untuk kecakapan hidup spesifik: kecakapan mengidentifikasi
63
Michael Purba, Op. Cit., h. 119
41
variabel dan menjelaskan hubungan tergolong baik, merumuskan hipotesa
tergolong baik, merancang dan melakukan penelitian tergolong kurang.64
Ni Kt. Ary Metriasih, Jurnal Pendidikan dengan judul ”Pengaruh
Strategi Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Mind Mapping Terhadap
Keterampilan Berpikir Rasional IPA Siswa SD Gugus III Kecamatan
Manggis”, dari hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan yang signifikan
pada keterampilan berpikir rasional dalam pelajaran IPA antara kelompok
siswa yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran kontekstual berbantuan
mind mapping dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan strategi
pembelajaran ekspositori. Kelompok siswa yang dibelajarkan dengan strategi
pembelajaran kontekstual lebih baik, dibandingkan kelompok siswa yang
dibelajarkan dengan strategi pembelajaran ekspositori.65
Heri Kristiani dalam Jurnal Lemlit dengan judul “Pembelajaran
Contextual Teaching and Learning Sebagai Strategi Peningkatan General Life
Skill Khususnya Kecakapan Berpikir Sosial”. Menyimpulkan bahwa,
pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan general life skill pada
kecakapan berpikir rasional dan kecakapan berpikir sosial. Respon siswa secara
kualitatif menyenangkan dan materi mudah dipahami sedangkan hasil
ketuntasan belajar meningkat dari 24,54% menjadi 95,63% sedangkan kinerja
guru juga meningkat dari 75,50% menjadi 95,67%.66
Berdasarkan hasil penelitian Dewi Amaliah Nafiati dengan judul
“Penerapan Model Contextual Teaching Learning Dalam Peningkatan Life
64
Siti Darsati, dkk., Kecakapan Hidup Siswa SMA Pada Pembelajaran Kontekstual Materi
Reaksi Redoks, dalam Jurnal Pendidikan 2009.
(http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._KIMIA/195603231981012SITI_DARSATI/
MAKALAH_SIMNAS_2007.pdf) diakses pada tanggal 14 Desember 2013 65
Ni Kt. Ary Metriasih, dkk., Pengaruh Strategi Pembelajaran Kontekstual Berbantuan
Mind Mapping Terhadap Keterampilan Berpikir Rasional IPA Siswa SD Gugus III Kecamatan
Manggis, dalam Jurnal Universitas Pendidikan Ganesha, 2012.
(http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD) diakses pada tanggal 15 Desember 2013 66
Heri Kristiani, Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Sebagai Strategi
Peningkatan General Life Skill Khususnya Kecakapan Berpikir Sosial, Jurnal LEMLIT, Vol. 3,
No. 2, Thn. 2009.(http://e-
jurnal.ikippgrismg.ac.id/index.php/mediapenelitianpendidikan/article/view/289) diakses pada
tanggal 14 Desember 2013
42
Skill Pelajaran Akutansi di SMK Negeri 1 Dukuhturi Kabupaten Tegal”
disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran contextual teaching
learning dengan peningkatan kecakapan hidup siswa kelas XII jurusan akuntasi
pada SMK terdapat korelasi dan meyakinkan serta berpengaruh cukup tinggi
terhadap nilai kecakapan hidup siswa.
Berdasarkan dari beberapa penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kecakapan hidup (life skill) siswa pada pembelajaran kontekstual dalam mata
pelajaran di sekolah tidak hanya mampu meningkatkan hasil belajar siswa,
akan tetapi pembelajaran kontekstual juga mampu meningkatkan afektif dan
psikomotorik siswa jika dibandingkan dengan siswa yang menggunakan
pembelajaran biasa.
43
C. Kerangka Berpikir
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
Kecakapan Hidup Generik Siswa dapat
terbentuk dengan baik, dengan menerapkan
komponen utama pembelajaran kontekstual
pada materi laju rekasi yang berhubungan
dengan kehidupan nyata siswa.
Pembelajaran
Kontekstual
Komponen utama
pembelajaran
kontekstual yaitu:
Konstruktivisme,
Masyarakat belajar,
Pemodelan, Refleksi,
Penilaian Otentik
Komponen utama
pembelajaran
kontekstual, yaitu:
Konstruktivisme,
Inquiry, Bertanya,
Masyarakat belajar,
Refleksi, Penilaian
Otentik
Kecakapan Hidup
Personal, terdiri diri:
Kecakapan Komunikasi,
dapat dikembangkan
melalui komponen
pembelajaran
kontekstual, yaitu:
Kecakapan Mengenal
diri, dapat dikembangkan
melalui komponen
pembelajaran kontekstual
yaitu:
Kecakapan Hidup
Generik, terdiri dari:
Kecakapan Bekerjasama
dapat dikembangkan
melalui komponen
utamapembelajaran
kontekstual yaitu:
Komponen utama
pembelajaran
kontekstual, yaitu:
Masyarakat belajar,
Refleksi dan
Penilaian Otentik
Komponen utama
pembelajaran
kontekstual, yaitu:
Bertanya, Pemodelan,
Masyarakat Belajar
dan Penilaian Otentik
Kecakapan Berpikir,
dapat dikembangkan
melalui komponen
pembelajaran
kontekstual yaitu:
Kecakapan Hidup
Sosial, terdiri dari:
44
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Dua Mei Ciputat, Tangerang Selatan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada semester ganjil 2013/2014, pada tanggal
16-20 September 2013.
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif, yaitu merupakan metode penelitian yang berusaha
menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.
Penelitian ini juga disebut dengan penelitian noneksperimen, karena pada
penelitian ini peneliti tidak melakukan kontrol dan manipulasi variabel
penelitian. Tujuan utama penelitian deskriptif yaitu, menggambarkan secara
sistematis fakta dan karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara
tepat.1 Dalam penelitian ini aspek yang akan diteliti adalah kecakapan hidup
generik siswa pada pembelajaran kontekstual dengan materi faktor-faktor
yang mempengaruhi laju reaksi melalui praktikum. Untuk lebih jelas dapat
dilihat pada Skema 3.1.
1 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 157
45
Gambar 3.1 Desain Penelitian
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Analisis Mata Pelajaran
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Penyusunan Instrumen
Validasi Instrumen
Perbaikan
Analisis Kecakapan Hidup
Siswa
Pelaksanaan Pembelajaran
Temuan Penelitian
Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
46
C. Sampel Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Dua Mei Ciputat–Tangerang Selatan
dengan sampel penelitian siswa kelas XI IPA 1 semester 1 tahun ajaran
2013/2014 dengan jumlah siswa sebanyak 32 orang yang sudah mempelajari
materi faktor–faktor yang mempengaruhi laju reaksi sebelumnya. Kemudian
sampel penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga kategori kelompok
berdasarkan data nilai ulangan harian siswa, yaitu kelompok tinggi,
kelompok sedang dan kelompok rendah untuk mengetahui kecakapan hidup
siswa.
Menurut Arikunto, langkah-langkah dalam menentukan kedudukan
siswa dalam 3 ranking yaitu sebagai berikut:2
1. Menjumlahkan skor semua siswa
2. Mencari nilai rata-rata (Mean) dan simpangan baku (Deviasi Standar atau
Standar Deviasi)
3. Menentukan batas-batas kelompok
Kelompok atas: semua siswa yang mempunyai skor sebanyak skor
rata-rata plus satu standar deviasi ke atas.
Kelompok sedang: semua siswa yang mempunyai skor antara -1 SD
dan +1 SD.
Kelompok kurang: semua siswa yang mempunyai skor -1 SD dan
yang kurang dari itu.
Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 5) diperoleh data
penggolongan kelompok siswa seperti terlihat dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Pembagian Kategori Kelompok Siswa
Kelompok Kriteria Jumlah siswa
Tinggi ≥78,43 8
Sedang 50,07< N < 78,43 16
Rendah ≤50,07 8
2Ibid., h. 299
47
Adapun teknik pengambilan subjek penelitian ini menggunakan
purposive sampling yaitu teknik sampling yang digunakan oleh peneliti jika
peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam
pengambilan sampelnya.3 Dalam menentukan subjek penelitian, kita
mempertimbangkan bahwa kemampuan kognitif berbeda-beda, baik tinggi,
sedang, maupun rendah. Maka sampel penelitian dikelompokan berdasarkan
kriteria atau kedudukan siswa pada kelompok atas, kelompok sedang dan
kelompok kurang.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian atau instrumen pengumpulan data adalah alat
bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya
mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan
dipermudah olehnya.4Pada penelitian ini digunakan 2 jenis instrumen, yaitu:
1. Lembar Observasi
Menurut Sukardi “Dalam observasi peneliti lebih banyak
menggunakan salah satu dari pancainderanya yaitu indra penglihatan,
observasi lebih efektif jika informasinya yang hendak diambil berupa
kondisi atau fakta alami, tingkah laku dan hasil kerja responden dalam
situasi alami”.5 Observasi adalah suatu proses pengamatan dan
pencatatan secara sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenai
berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam
situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu.6
Observasi yang dilakukan disini adalah observasi langsung dengan
satu observer pada setiap kelompok siswa. Dengan demikian melalui
observasi secara individu ini dapat terlihat kemunculan kecakapan
hidup generik siswa yang diamati dengan menggunakan pancaindera
secara langsung.
3Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), h. 97
4Ibid., h. 101
5Sukardi, Op.cit., h. 78-79
6Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 153
48
Instrumen yang digunakan untuk menyaring data aspek kecakapan
hidup siswa ditulis berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan adalah
lembar observasi. Dalam domain psikomotor, pada umumnya yang
diukur adalah penampilan atau kinerja. Untuk mengukurnya guru dapat
menggunkaan tes tindakan melalui simulasi, unjuk kerja atau tes
identifikasi. Salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah skala
penilaian yang terentang dari sangat baik (3), baik (2), cukup baik (1),
sampai dengan kurang baik (0).7
Observasi mulai dilakukan pada pertemuan pertama ketika siswa
melakukan kegiatan praktikum. Siswa mulai melakukan pembelajaran
dimana siswa diberi LKS yang berisi tujuan, dasar teori, alat dan bahan.
Tetapi alat dan bahan serta skema atau prosedur percobaannya siswa
sendiri yang menentukannya. Oleh sebab itu pada bagian ini siswa
mencari referensi tambahan atau melalui pengetahuan sebelumnya
untuk membantu menentukan alat dan bahan serta prosedur percobaan
dan kemudian digunakan untuk melakukan percobaan. Aspek
kecakapan hidup siswa yang diamati observer pada bagian ini adalah
aspek kecakapan mengenali diri, berpikir rasional, kecakapan
bekerjasama serta kecakapan dalam berkomunikasi.
2. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar kerja siswa yang dipergunakanmerupakan petunjuk
praktikum yang telah dibuat oleh peneliti. LKS tersebut dijadikan
panduan siswadalam melaksanakan praktikum faktor-faktor yang
mempengaruhi laju reaksi yang di dalamnya berisi judul, tujuan
percobaan, dasar teori, langkah kerja, desain praktikum, tabel
pengamatan, pertanyaan, dan kesimpulan. Selain itu pada penelitian ini
LKS digunakan untuk mengukur kecakapan hidup siswa pada aspek
mengamati, aspek merencanakan percobaan, aspek mengambil
keputusan, dan menyimpulkan.(Lampiran 2)
7Ibid., h. 234
49
E. Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperoleh berasal dari data pada lembar observasi dan
Lembar Kerja Siswa (LKS). Kedua data tersebut digunakan untuk
mengetahui kecakapan hidup (life skill) siswa melalui pembelajaran
kontekstual. Agar semua data dapat diperoleh dengan baik dan lengkap, ada
beberapa tahapan yang perlu dilakukan. Tahapan pengumpulan data tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Adapun langkah-langkah dalam tahap persiapan adalah sebagai
berikut:
a. Menganalisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada
standar isi mata pelajaran Kimia SMA kelas XI dengan kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dipergunakan sekarang,
serta menganalisis materi pada buku teks atau paket untuk
menentukan pokok bahasan yang pembelajarannya dapat
menggunakan pendekatan kontekstual. Pada penelitian ini pokok
bahasan yang dipilih adalah laju reaksi dengan sub pokok bahasan
faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.
b. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). (Lampiran 1)
c. Membuat instrumen lembar observasi dan Lembar Kerja Siswa
(LKS) sebagai alat pengumpulan data. (Lampiran 2)
d. Menguji validasi RPP dan instrumen penelitian oleh para ahli (dosen
dan guru kimia SMA), kemudian diperbaiki sesuai dengan saran para
ahli.
e. Memperbanyak instrumen untuk digunakan dalam penelitian.
f. Sebelum penelitian siswa dibagi menjadi tiga kategori kelompok
yakni terdiri dari kategori tinggi, sedang dan rendah yang didapat
dari nilai ulangan harian terakhir. Masing-masing kategori terdapat
siswa laki-laki dan perempuan yang diberikan bi,bingan dan
penjelasan mengenai penelitian dan prosedur praktikum. Kemudian
siswa ditugaskan untuk mencari dan mengumpulkan berbagai
50
informasi dari berbagai sumber referensi seputar materi pokok
faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.
2. Tahap Pelaksanaan
Penelitian berlangsung selama dua pertemuan.Adapun uraian
kegiatan pada setiap pertemuan adalah sebagai berikut:
a. Pertemuan Pertama
Guru memberikan appersepsi dan beberapa contoh yang
berhubungan antara materi dengan kehidupan sehari-hari sebagai
wujud pembelajaran kontekstual. Guru memberikan LKS kepada
setiap siswa untuk kemudian dipelajari. Siswa ditugaskan untuk
menentukan alat dan bahan yang disediakan serta merumuskan
skema kerja praktikum sebagaimana belum tersedia pada LKS dari
acuan dasar teori yang tersedia. LKS yang telah dilengkapi dengan
skema kerja, akan mempermudah siswa untuk melakukan kegiatan
praktikum.
Pada pertemuan pertama ini mulai dilakukan observasi
terhadap kecakapan hidup generik) siswa pada aspek kecakapan
mengenali diri, kecakapan berkomunikasi dan kecakapan
bekerjasama. Setiap kelompok didampingi oleh lima orang observer
yang bertugas untuk mencatat kemunculan kecakapan hidup generik
siswa pada saat kegiatan tersebut berlangsung. Mekanismenya sama
seperti ujian praktek yakni 32 siswa yang diteliti, 8 siswa pertama
melakukan praktikum dan setelah selesai dilanjutkan dengan 8 siswa
dari kelompok kedua, ketiga dan keempat secara bergiliran.
b. Pertemuan Kedua
Pada pertemuan ini siswa melanjutkan kegiatan untuk
melengkapi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam lembar kerja
siswa dari hasil praktikum sebelumnya. Kemudian siswa
mempresentasikan data hasil praktikum secara bergantian pada
masing-masing kelompok dan saling mengkomunikasikan dan
51
berbagi ide, pendapat dan gagasan kepada sesama teman kelompok
atau teman antar kelompok.
Pada pertemuan ini dilakukan pula observasi terhadap
kecakapakan bekerjasama dan kecakapan berkomunikasi pada saat
siswa melakukan diskusi. Mekanismenya adalah dimana observer
menilai 32 orang siswa, 8 siswa pada kelompok tinggi, 16 siswa
pada kelompok tengah dan 8 siswa pada kelompok rendah pada saat
siswa melakukan diskusi.
F. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, analisis yang dilakukan adalah deskriptif
kuantitatif, dalam Suharsimi Arikunto dijelaskan bahwa “Analisis deskriptif
kuantitatif adalah teknik yang digunakan untuk menganalisis data dengan
cara mencari jumlah frekuensi dan mencari jumlah presentasenya”.8
1. Lembar Observasi
Data yang diperoleh dari format lembar observasi kemudian
dianalisis lebih lanjut dengan cara:
a. Untuk setiap pernyataan, siswa diberikan skor yang sesuai dengan
kegiatan yang dilakukannya dan selanjutnya, skor siswa pada setiap
pernyataan dijumlahkan. Jadi, skor pada setiap pernyataan
merupakan rating dan karena rating itu dijumlahkan untuk kesemua
pernyataan maka metode ini dinamai metode rating yang
dijumlahkan atau method of sum mated ratings yang dikenal dengan
metode pengembangan skala sikap model Likert. Dalam Kusaeri dan
Suprananto dijelaskan bahwa “Metode rating yang dijumlahkan atau
Metode penyekalaan Likert merupakan metode penyekalaan
pernyataan sikap yang menggunakan distribusi jawaban sebagai
dasar penentuan nilai skalanya”.9
8Suharsimi Arikunto, Op.Cit., h. 262.
9Kusaeri., Suprananto, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2012), Cet. Pertama, h. 221.
52
b. Menentukan kategori kemampuan untuk masing-masing siswa
berdasarkan skala kategori kecakapan. Hasil presentase yang
diperoleh dan dikategorikan dalam pedoman konversi presentase
rata-rata kecakapan siswa. Sebelum menentukan skor, peneliti harus
menentukan dulu kategori penilaian dengan menggunkan standar
100. Peneliti menggunakan kategori nilai menjadi 4 (empat) kategori
maka tiap-tiap bagian jarak nilainya 25.10
Tabel 3.2 Tabel Persentase Kecakapan
Nilai (%) Kategori Kemampuan
76 – 100 Sangat Baik
51 – 75 Baik
26 – 50 Cukup
0 – 25 Kurang
c. Kemudian dicari presentase masing-masing kecakapan hidup siswa
rata-rata berdasarkan rumus berikut:11
Presentase (%) =
x 100
d. Menentukan nilai rata-rata kecakapan hidup siswa secara
keseluruhan untuk masing-masing kategori tinggi, kategori sedang
dan kategori rendah pada setiap sub kecakapan mengenali diri,
kecakapan berpikir rasional, kecakapan bekerjasama dan kecakapan
berkomunikasi.
Rata-rata = ∑
x 100
e. Menginterpretasikan secara deskriptif data presentase tiap-tiap aspek
kecakapan hidup siswa yang muncul selama berlangsungnya
kegiatan pembelajaran.
10
Suharsimi Arikunto, Op.Cit., h.268. 11
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009), Cetakan ka-14, h. 133
53
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Dalam penelitian ini penulis meneliti tentang bagaimana kecakapan
hidup generik (generic life skill) siswa pada pembelajaran kontekstual siswa
SMA kelas XI pada materi laju reaksi melalui pembelajaran kontekstual. Data
hasil penelitian diperoleh dari pengamatan aktivitas kinerja siswa dalam
lembar observasi dan pertanyaan pada LKS. Data yang diperoleh melalui
lembar observasi siswa diberi skor kemudian diubah menjadi nilai persen.
Dari nilai persen tersebut dapat dikategorikan kemampuan siswa berdasarkan
tabel kategori kemampuan. Kemudian dari hasil perhitungan dibuat tabel
sebaran nilai berdasarkan kemampuan masing-masing siswa (tinggi, sedang,
dan rendah). Hasil-hasil penelitian yang diperoleh disajikan dalam bentuk
grafik persentase siswa untuk masing-masing kategori kemampuan pada sub
kecakapan hidup generik (generic life skill) siswa.
Temuan penelitian yang diperoleh berupa temuan hasil observasi pada
kecakapan mengenali diri, kecakapan berpikir, kecakapan berkomunikasi dan
kecakapan bekerjasama. Temuan hasil dari lembar kerja siswa (LKS)
digunakan sebagai data pendukung untuk melengkapi data hasil observasi
yaitu pada kecakapan menggali dan menemukan informasi, mencatat data
hasil praktikum serta kecakapan dalam bekerjasama melakukan diskusi untuk
menjawab pertanyaan pada LKS. Sedangkan pada pembahasan akan
diuraikan mengenai masing-masing sub kecakapan hidup yang dibahas sesuai
dengan data hasil observasi siswa. Kemudian dari pembahasan masing-
masing sub kecakapan tersebut dapat ditarik kesimpulan mengenai kecakapan
hidup generik (generic life skill) siswa SMA Dua Mei pada pembelajaran
kontekstual materi laju reaksi.
54
1. Hasil Kecakapan Hidup Generik Siswa secara Individu
Pengamatan terhadap aspek kecakapan hidup generik (generic life
skill) siswa secara individu yang muncul dengan menerapkan
pembelajaran kontekstual pada materi laju reaksi menunjukkan
peningkatan dalam nilai kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa. Hal ini
dapat dilihat berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 7) diperoleh data
penggolongan kelompok siswa seperti terlihat dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Pembagian Kategori Kelompok Siswa Setelah Pembelajaran
Kontekstual
Kelompok Kriteria Jumlah Siswa
Tinggi ≥ 92,27 4
Sedang 62,13 < N < 92,27 15
Rendah ≤ 62,13 5
Berdasarkan Tabel 4.1 terlihat bahwa setelah dilakukan
pembelajaran kontekstual pada materi laju reaksi, nilai kecakapan hidup
siswa pada kelompok tinggi, sedang maupun rendah meningkat. Pada
kelompok tinggi sebanyak 4 orang siswa mendapatkan nilai dengan
kriteria ≥ 92,27, sedangkan kelompok sedang sebanyak 15 orang siswa
mendapatkan nilai dengan kriteria 62,13 < N < 92,27 dimana N adalah
jumlah siswa dari ketiga kelompok, dan yang terakhir adalah kelompok
rendah dengan kriteria nilai ≤ 62,13 sebanyak 5 orang siswa.
Berdasarkan Tabel 4.1 kategori kelompok siswa setelah melakukan
pembelajaran kontekstual dengan melakukan percobaan mengalami
perubahan. Hal ini menunjukkan perbedaan persepsi sebelumnya nilai
kognitif siswa yang baik akan menunjukkan nilai kecakapan hidup siswa
yang baik pula dan sebaliknya siswa yang memiliki nilai kognitif rendah
akan menghasilkan nilai kecakapan hidup siswa yang rendah juga. Dari
Tabel tersebut, bahwa siswa yang memiliki nilai kognitif tinggi, sedang
maupun rendah pada saat dilakukan pembelajaran kontekstual untuk
55
mengetahui kecakapan hidup generik siswa ternyata menghasilkan nilai
kecakapan hidup khususnya kecakapan generik siswa yang lebih besar.
2. Hasil Kecakapan Hidup Generik Siswa Secara Keseluruhan
Pengamatan terhadap aspek kecakapan hidup siswa yang muncul
pada penerapan pembelajaran kontekstual terdiri dari beberapa aspek
yaitu: aspek kecakapan mengenali diri, kecakapan berpikir, kecakapan
berkomunikasi dan kecakapan bekerjasama.
Tabel 4.2 Nilai Rata-Rata Kecakapan Hidup Generik Siswa Secara
Keseluruhan
No
Aspek
Kecakapan
Hidup
Generik
Siswa
Kelompok
Tinggi
Kelompok
Sedang
Kelompok
Rendah
Nilai Rata-Rata
Kecakapan
Hidup Generik
Siswa
Nilai (%) Nilai (%) Nilai (%) Nilai
(%) KG
1 Kecakapan
Kesadaran Diri 98,43 90,23 78,91 89,19 SB
2 Kecakapan
Berpikir 91,87 74,06 73,12 77,95 SB
3 Kecakapan
Berkomunikasi 86,46 61,98 51,04 66,49 B
4 Kecakapan
Bekerjasama 98,96 76,04 75,00 83,33 SB
Nilai Rata-Rata
(%) 93,93 75,57 69,52 79,24 SB
Berdasarkan Tabel 4.2 nilai rata-rata persentase secara keseluruhan
dari aspek kecakapan mengenali diri yang muncul selama proses
pembelajaran ini sebesar 89,19% dengan kategori sangat baik. Nilai rata-
rata persentase secara keseluruhan pada aspek kecakapan berpikir yaitu
sebesar 77,95% dalam kategori sangat baik, sedangkan kecakapan dalam
berkomunikasi secara keseluruhan nilai rata-rata persentasenya yaitu
sebesar 66,49% dalam kategori baik, dan kecakapan bekerja sama nilai
rata-rata persentase secara keseluruhan sebesar 83,33 % dalam kategori
56
sangat baik. Secara keseluruhan, nilai rata-rata persentase kecakapan hidup
generik siswa yaitu sebesar 79,24% dalam kategori sangat baik.
Berdasarkan Tabel 4.2 nilai persentase rata-rata siswa kelompok
tinggi pada aspek kecakapan kesadaran diri yaitu sebesar 98,43% dalam
kategori sangat baik, nilai persentase rata-rata kecakapan berpikir yaitu
sebesar 91,87% dalam kategori sangat baik, sedangkan nilai persentase
rata-rata pada kecakapan berkomunikasi yaitu sebesar 86,46% dalam
kategori sangat baik dan nilai persentase rata-rata pada aspek kecakapan
bekerjasama yaitu sebesar 98,96% dalam kategori sangat baik. Secara
keseluruhan nilai kecakapan hidup siswa pada kelompok tinggi sebesar
93,93% dalam kategori sangat baik.
Berdasarkan Tabel 4.2 nilai persentase rata-rata siswa kelompok
sedang pada aspek kecakapan kesadaran diri yaitu sebesar 90,23% dalam
kategori sangat baik, nilai persentase rata-rata kecakapan berpikir yaitu
sebesar 74,06% dalam kategori sangat baik, sedangkan nilai persentase
rata-rata pada kecakapan berkomunikasi yaitu sebesar 61,98% dalam
kategori baik dan nilai persentase rata-rata pada aspek kecakapan
bekerjasama yaitu sebesar 76,04% dalam kategori sangat baik. Secara
keseluruhan nilai kecakapan hidup siswa pada kelompok sedang sebesar
75,57% dalam kategori sangat baik.
Berdasarkan Tabel 4.2 nilai persentase rata-rata siswa kelompok
rendah pada aspek kecakapan kesadaran diri yaitu sebesar 78,91% dalam
kategori baik, nilai persentase rata-rata kecakapan berpikir yaitu sebesar
73,12% dalam kategori baik, sedangkan nilai persentase rata-rata pada
kecakapan berkomunikasi yaitu sebesar 51,04% dalam kategori sangat
baik dan nilai persentase rata-rata pada aspek kecakapan bekerjasama yaitu
sebesar 75,00% dalam kategori sangat baik. Secara keseluruhan nilai
kecakapan hidup siswa pada kelompok rendah sebesar 69,52% dalam
kategori baik.
57
3. Hasil Kecakapan Hidup Generik Siswa Pada Aspek Mengenali Diri
Kecakapan kesadaran diri meliputi kesadaran sebagai makhluk
Tuhan, kesadaran akan eksistensi diri dan kesadaran akan potensi
diri.1Berdasarkan tabel harga rata-rata dari sub kecakapan mengenali diri
seperti yang terdapat pada Lampiran 6, dapat dibuat Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Tabel Nilai Persentase Kecakapan Mengenali Diri Siswa
Secara Keseluruhan
No
Aspek Kecakapan
Mengenali Diri yang
diamati
Nilai (%) Kelompok Nilai
(%) Kategori
Tinggi Sedang Bawah
1.
Membersihkan peralatan dan
tempat yang digunakan untuk
praktikum (Sikap peduli
lingkungan)
100 93,75 84,37 92,71 SB
2.
Mengerjakan dan
mengumpulkan tugas dengan
tepat waktu (Sikap Disiplin)
96,87 90,62 87,50 91,67 SB
3.
Melaporkan data atau
informasi apa adanya, sesuai
hasil yang di dapat (Sikap
Jujur)
96,87 87,5 62,50 82,29 SB
4.
Mengembalikan barang yang
dipinjam setelah melakukan
praktikum (Sikap
Bertanggung Jawab)
100 89,06 81,25 90,10 SB
Nilai Rata-Rata (%) 98,43 90,23 78,91 89,19 SB
Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa, nilai persentase rata-rata kecakapan
kesadarandiri pada kelompok tinggi sebesar 98,43% dalam kategori sangat
baik, sedangkan untuk kelompok sedang sebesar 90,23% dalam kategori
sangat baik, dan untuk kelompok bawah sebesar 78,91% dalam kategori
sangat baik pula. Jadi, nilai rata-rata untuk kecakapan mengenali diri
sebesar 89,19% dalam kategori sangat baik. Hal ini menunjukan bahwa,
mereka menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang
1 Iin Hindun, Model Pengembangan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill) Pada
Sekolah Umum Tingkat Menengah di Kota Batu, Jurnal HUMANITY, Vol. 1, NO.1, 2005, h. 31.
(http://ejournal.umm.ac.id/index.php/humanity/article/viewFile/803/836) Diakses pada tanggal 17
September 2013
58
dimiliki, sekaligus menjadikannya sebagai modal dalam meningkatkan
dirinya sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan
lingkungannya.
4. Hasil Kecakapan Hidup Generik Siswa Pada Aspek Kecakapan
Berpikir
Menurut Marwiyah, kecakapan berpikir rasional mencakup
kecakapan menggali dan menemukan informasi (information searching),
kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan (information
processing and decion making skill), serta kecakapan memecahkan
masalah secara kreatif (creative problem solving skill).2
Berdasarkan tabel nilai rata-rata dari sub kecakapan berpikir seperti
yang terdapat dalam Lampiran 6, dapat dibuat Tabel 4.4
Tabel 4.4 Tabel Nilai Persentase Kecakapan Berpikir dalam
Pembelajaran Kontekstual Secara Keseluruhan
No Aspek Kecakapan Berpikir
yang diamati
Nilai (%) Kelompok Nilai
(%)
Kategori
(KG) Tinggi Sedang Bawah
1 Menggali dan menemukan
informasi 78,12 65,62 59,37 67,71 B
2
Mengambil keputusan saat
melakukan kegiatan
praktikum
100 79,69 93,75 96,87 SB
3 Mengajukan pertanyaan
terkait dengan praktikum 81,25 56,25 43,75 63,54 B
4 Mengamati perubahan selama
praktikum 100 85,94 78,12 90,62 SB
5 Menarik kesimpulan dari
hasil praktikum 100 82,81 90,62 95,83 SB
Nilai Rata-rata (%) 91,87 74,06 73,12 82,91 SB
2Syarifatul Marwiyah, Konsep Pendidikan Berbasis Kecakapan Hidup, Jurnal FALASIFA,
Vol.3, No.1, 2012, h. 86 (http://jurnalfalasifa.files.wordpress.com/2012/11/5-syarifatul-marwiyah-
konsep-pendidikan-berbasis-kecakapan-hidup.pdf) diunggah pada tanggal 14 Desember 2013
59
Pada Tabel 4.4 terlihat bahwa, nilai rata-rata persentase pada
kecakapan berpikir dalam pembelajaran kontekstual pada kelompok tinggi
yaitu sebesar 91,87% dalam kategori sangat baik. sedangkan nilai rata-rata
pada kelompok sedang sebesar 74,06% dalam kategori baik, dan pada
kelompok bawah nilai rata-rata sebesar 73,12% dalam kategori baik. jadi
nilai rata-rata kecakapan berpikir yaitu sebesar 77,95% dalam kategori
sangat baik.
Berdasarkan nilai yang terdapat pada Tabel 4.4 terlihat bahwa, nilai
yang terkecil dari aspek kecakapan berpikir adalah nilai dari sub
kecakapan dalam mengajukan pertanyaan terkait dengan praktikum.
Berdasarkan pengamatan selama pembelajaran berlangsung, siswa aktif
dalam melakukan kegiatan praktikum, berdiskusi maupun melakukan
presentasi, namun untuk mengajukan pertanyaan sebagian besar siswa
mengajukan pertanyaan yang tidak ada hubungannya dengan materi yang
dipelajari dan tidak ada hubungannya dengan kegiatan praktikum yang
telah dilakukan. Sedangkan untuk aspek kecakapan berpikir yang lainnya,
sebagian besar siswa sudah memiliki kecakapan berpikir yang sangat baik
terlihat berdasarkan hasil lembar kerja siswa.
5. Hasil Kecakapan Hidup Generik Siswa Pada Aspek Kecakapan
Berkomunikasi
Menurut Asep, komunikasi dapat melalui lisan atau tulisan. Untuk
komunikasi lisan, kemampuan mendengarkan dan menyampaikan gagasan
secara lisan perlu dikembangkan. Kecakapan mendengarkan dengan
empati akan membuat orang mampu memahami isi pembicaraan orang
lain, sementara lawan bicara merasa diperhatikan dan dihargai. Kecakapan
menyampaikan gagasan dengan empati, akan membuat orang dapat
menyampaikan gagasan dengan jelas dan dengan kata-kata santun,
sehingga pesannya sampai dan lawan bicara merasa dihargai. Dalam
60
tahapan lebih tinggi, kecakapan menyampaikan gagasan juga mencakup
kemampuan meyakinkan orang lain.3
Berdasarkan perhitungan yang terdapat pada Lampiran 6, dapat
dibuat Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Tabel Nilai Persentase Kecakapan Berkomunikasi Siswa
Secara Keseluruhan
Tabel 4.5 terlihat bahwa nilai rata-rata persentase kecakapan
berkomunikasi siswa pada kelompok tinggi yaitu sebesar 86,46% dalam
kategori sangat baik. Sedangkan nilai rata-rata pada siswa kelompok
sedang yaitu sebesar 61,98% dalam kategori baik dan pada siswa
kelompok bawah yaitu sebesar 51,04% dalam kategori baik. jadi nilai rata-
rata siswa pada kecakapan berkomunikasi secara keseluruhan adalah
sebesar 66,49% dalam kategori baik.
Didalam pembelajaran kontekstual, terdapat tujuh komponen utama
salah satunya adalah masyarakat belajar (learning community). Leo
Semenovich Vygotsky seorang psikolog Rusia, menyatakan bahwa
pengetahuan dan pemahaman anak ditopang banyak oleh komunikasi
dengan orang lain. Suatu permasalahan tidak mungkin dapat dipecahkan
sendirian, tetapi membutuhkan bantuan orang lain. Kerja sama saling
3Asep Tapip Yani, MBS Life Skill & Kepemimpinan Sekolah, (Bandung: Humaniora, 2011),
Cet. 1, hal. 67
No Aspek Kecakapan
Berkomunikasi yang
diamati
Nilai (%) Kelompok Nilai
(%)
Kategori
(KG) Tinggi Sedang Rendah
1 Menyampaikan
ide/pendapat 100 64,06 37,5 67,19 B
2 Menanggapi pendapat
orang lain 71,87 52,12 43,75 56,25 B
3 Mengkomunikasikan
gagasan antar kelompok 87,5 68,75 71,87 76,04 SB
Rata-Rata (%) 86,46 61,98 51,04 66,49 B
61
memberi dan menerima sangat dibutuhkan untuk memecahkan suatu
persoalan.4
Konsep masayarakat belajar (learning community) dalam CTL
menyarankan agar hasil pembelajaran itu dapat dilakukan dalam berbagai
bentuk baik dalam kelompok belajar formal maupun dalam lingkungan
yang terjadi secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil
sharing dengan orang lain, antar teman, antar kelompok; yang sudah tahu
memberi tahu pada yang belum tahu, yang pernah memiliki pengalaman
membagi pengalamannya pada orang lain.5 Dengan kata lain, bahwa siswa
dari kelompok tinggi, kelompok sedang maupun kelompok rendah sudah
memiliki nilai-nilai life skill yaitu kecakapan berkomunikasi.
6. Hasil Kecakapan Hidup Generik Siswa Pada Aspek Kecakapan
Bekerjasama
Berdasarkan tabel nilai rata-rata dari sub kecakapan bekerjasama
seperti yang terdapat dalam Lampiran 6, dapat dibuat Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Tabel Nilai Persentase Kecakapan Bekerjasama Siswa
Secara Keseluruhan
No Aspek Kecakapan Bekerja
Sama yang diamati
Nilai (%) Kelompok Nilai
(%)
Kategori
(KG) Tinggi Sedang Bawah
1 Memecahkan masalah 100 76,56 75,00 83,95 SB
2 Melakukan diskusi 100 75,00 71,87 82,29 SB
3 Mengikuti praktikum secara
aktif 96,87 76,56 78,12 83,85 SB
Nilai Rata-rata (%) 98,95 76,04 75,00 83,33 SB
4Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana, 2006), Cet. 1, h. 267 5Ibid.
62
Berdasarkan Tabel 4.6 terlihat bahwa, nilai persentase rata-rata pada
kecakapan bekerjasama siswa pada kelompok yinggi yaitu sebesar 98,95%
dalam kategori sangat baik. sedangkan untuk siswa pada kelompok sedang
yaitu sebesar 76,04% dalam kategori sangat baik. dan nilai rata-rata pada
siswa kelompok bawah yaitu sebesar 75,00% dalam kategori baik. jadi
nilai rata-rata pada kecakapan bekerjasama secara keselurhan yaitu sebesar
83,33%.
Menurut Elaine B Johnson, kerja sama adalah komponen penting
dalam sistem CTL. Pola pengkritik pola belajar kerja sama percaya bahwa
jika anak-anak bekerja dalam sebuah kelompok kecil, mereka tanpa
kecuali akan saling mengabaikan, menerima beban tugas yang tidak sama,
berperilaku tidak efisien, dan saling berdebat. Sementara itu, penganjur
pola belajar kerja sama yakin bahwa berbagai masalah tersebut dapat
dihindari dengan mudah dan menunjukkan banyak keuntungan yang
diperoleh dari bekerja sama dalam kelompok kecil. Kerja sama dapat
menghilangkan hambatan mental akibat terbatasanya pengalaman dan cara
pandang yang sempit. Jadi akan lebih mungkin untuk menemukan
kekuatan dan kelemahan diri, belajar untuk menghargai orang lain,
mendengarkan dengan pikiran terbuka, dan membangun persetujuan
bersama. Dengan bekerja sama, para anggota kelompok kecil akan mampu
mengatasi berbagai rintangan, bertindak rintangan, bertindak mandiri dan
dengan penuh tanggung jawab, mengandalkan bakat setiap anggota
kelompok, memercayai orang lain, mengeluarkan pendapat, dan
mengambil keputusan.6
B. Pembahasan
Kecakapan hidup dapat dikatakan sebagai sebuah kemampuan
membangun sikap, mental, dan kompetensi yang positif guna menghadapi
realitas kehidupan. Membangun kecakapan hidup seseorang adalah
membangun sikap dan perilaku seseorang. Upaya membangun karakter tidak
6Elaine B Johnson, Contextual Teaching and Learning, (Bandung: MLC, 2007), Cet. IV, h.
163-164
63
dapat hanya membangun hard skill-nya saja, tetapi juga harus dibarengi
dengan membangun soft skill-nya. Upaya dapat terwujud salah satunya
melalui kegiatan belajar mengajar.
Pembelajaran kontekstual merupakan salah satu upaya untuk
mewujudkan kecakapan hidup siswa dalam suatu pembelajaran. Pada
pembelajaran kontekstual siswa diberi kesempatan untuk membangun
pengetahuannya sendiri atau membangun gagasan-gagasan baru dan
memperbaharui gagasan lama yang sudah ada pada struktur kognitifnya. Di
samping itu, siswa juga diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan
sendiri pengetahuannya, melakukan observasi dan memecahkan masalah
secara bersama-sama dalam kerangka kegiatan ilmiah, dan siswa juga diberi
kesempatan untuk melakukan abstraksi atau suatu proses pemaknaan
kehidupan sehari-hari yang dirujukkan dengan teori atau contoh-contoh yang
ada.7Selain itu, memberikan kesempatan siswa untuk mengembangkan
kecakapan hidup generik yaitu kecakapan hidup dalam mengenal diri,
kecakapan berpikir rasional, kecakapan bekerjasama dan kecakapan
berkomunikasi. Dimana kecakapan ini memiliki peranan yang sangat penting
dalam kehidupan nyata para siswa.
Dalam penelitian ini, pembelajaran kontekstual diawali dengan
memberikan apersepsi. Apersepsi yang diberikan berupa tanya jawab dan
sesekali dengan memberikan contoh yang berhubungan antara materi dengan
kehidupan nyata. Hal ini dilakukan untuk membangkitkan pengetahuan awal
siswa menuju pengetahuan yang akan dipelajari. Apersepsi ini membuat
siswa mengetahui pentingnya materi pelajaran yang akan dialami. Langkah
selanjutnya yaitu tahap pembentukan kelompok kecil untuk melakukan
percobaan dan diskusi. Melalui pembentukan kelompok memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan interaksi dan bertukar gagasan
yang dilandasi argumen logis serta siswa mendapatkan kesempatan untuk
7Zainul Arief, Pembelajaran Kontekstual Pada Diklat Guru Mapel Kimia MA, Surabaya, h.
2
64
bekerjasama dalam memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi.8Hal ini
sesuai dengan Vigotsky yang menyatakan bahwa pengetahuan dan
pemahaman anak ditopang banyak oleh komunikasi dengan orang lain, kerja
sama saling memberi dan menerima sangat dibutuhkan dalam memecahkan
suatu persoalan. Siswa yang awalnya kurang bisa belajar dalam kelompok,
dengan pembelajaran kontekstual membuat siswa terbiasa berdiskusi, dan
bertanggung jawab dalam kelompok.9
Selanjutnya dalam pembelajaran kontekstual siswa diarahkan untuk
melakukan percobaan. Kegiatan pengamatan dan percobaan yang dilakukan
tentunya terkait dengan materi pelajaran. Dalam hal ini guru berperan sebagai
fasilitator serta sedapat mungkin berinteraksi dengan siswa dalam kegiatan.
Dengan pembelajaran seperti ini siswa dapat memahami keterkaitan materi
pelajaran dan hubungannya dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran akan
dirasakan lebih memiliki makna apabila secara langsung maupun tidak
langsung berhubungan dengan pengalaman sehari-hari yang dialami oleh
siswa itu sendiri. Dengan siswa mengalami langsung melalui kegiatan
percobaan ataupun pengamatan siswa dituntut untuk melakukan suatu
tindakan seperti mengidentifikasi hasil pengamatan sehingga siswa
menemukan konsep baru. Proses pembelajaran tersebut secara tidak langsung
menuntut keterampilan berpikir, sehingga siswa akan memiliki keterampilan
berpikir dalam hal ini keterampilna berpikir rasional dan membuat siswa
tidak mudah melupakan materi yang dipelajari.10
Menurut Rudiyanto, pendekatan kontekstual merupakan konsep
belajar mengajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
8 Ni Kt. Ary Metriasih, dkk., Pengaruh Strategi Pembelajaran Kontekstual Berbantuan
Mind Mapping Terhadap Keterampilan Berpikir Rasional IPA Siswa SD Gugus III Kecamatan
Manggis, Jurnal Universitas Pendidikan
Ganesha.(http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD) diakses pada tanggal 15 Desember
2013 9Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,(Jakarta:
Kencana, 2003), h. 267 10
Ni Kt. Ary Metriasih, dkk., Op.Cit.
65
kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Proses berlangsung secara alamiah di mana siswa bekerja dan mengalami,
sehingga hasil pembelajaran lebih bermakna bagi siswa.11
Pembelajaran kontekstual ini, dapat mendorong munculnya lima
bentuk cara belajar siswa; (1) siswa dapat menghubungkan situasi sehari-hari
dengan informasi yang diserap; (2) siswa dapat menemukan sendiri konsep-
konsep baru; (3) siswa dapat menerapkan konsep dan informasi di depan
kelas; (4) siswa dapat mengkoordinasikan konsep dan informasi yang
diperoleh dengan pelajaran; dan (5) siswa dapat mentransfer konsep dan
informasi yang dimiliki kepada pelajar lain.12
Setelah dilakukan pembelajaran kontekstual pada materi laju reaksi,
kecakapan hidup siswa akan muncul dan berkembang. Kecakapan hidup
siswa merupakan kemampuan, keterampilan dan kesanggupan yang
diperlukan siswa untuk menghadapi dan menjalankan kehidupan nyata.
Kecakapan hidup ini memberikan manfaat yang besar bagi siswa terutama
bekal dalam mengatasi berbagai macam persoalan hidup dan kehidupan.
Kecakapan hidup yang rendah mengakibatkan siswa dapat mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan persoalan hidupnya.
Kecakapan hidup yang dimiliki oleh siswa dipengaruhi oleh banyak
hal, diantaranya faktor yang berasal dari dalam diri siswa, misalnya motivasi
belajar siswa, kegiatan belajar siswa, dan faktor yang berasal dari luar diri
siswa (lingkungan), misalnya pemahaman guru tentang pembelajaran
berorientasi kecakapan hidup, keterlaksanaan pembelajaran berorientasi
kecakapan hidup, sarana dan prasarana pembelajaran.
Perwujudan aktivitas belajar sering tampak dalam perubahan-
perubahan pada diri siswa yaitu perubahan pengetahuan, keterampilan, sikap
dan tingkah laku. Perubahan yang diharapkan adalah perubahan kearah positif
11
R. Rudiyanto, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Berpendakatan Kontekstual dan
Kecakapan Hidup, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH.
XXXVI, 2003, h. 66. (http://pasca.undiksha.ac.id/images/img_item/720.doc) diakses pada tanggal
16 Desember 2013 12
Zainul Arief, Op.Cit., h. 2
66
yaitu tercapainya kecakapan yang mencakup segala aspek pengetahuan,
keterampilan, sikap perilaku manusia sebagai bekal untuk menjalankan
kehidupannya. Kecakapan tersebut meliputi kecakapan personal, sosial,
intelektual/akademik, dan vokasional, yang disebut sebagai kecakapan
hidup.13
Dalam pembelajaran kontekstual untuk melihat kecakapan hidup (life
skill) siswa terdapat komponen pembelajaran kontekstual yang membantu
siswa membentuk kecakapan hidup, yaitu kontruktivisme, inkuiri, bertanya,
masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian sebenarnya. Melalui
kegiatan pembelajaran kontekstual, maka akan terlihat pembentukan
kecakapan hidup siswa. Pada penelitian ini, kecakapan hidup (life skill) siswa
yang dimaksud berupa kecakapan generik siswa yaitu kecakapan personal
(kecakapan mengenal diri dan kecakapan berpikir rasional), dan kecakapan
sosial (kecakapan bekerjasama dan kecakapan berkomunikasi). Kecakapan ini
dibangun bukan pada saat materi diberikan melalui kegiatan praktikum,
namun juga pada saat pembelajaran kontekstual. Adapun model life skill yang
diwujudkan melalui pembelajaran kontekstual, yaitu:
1. Kecakapan Kesadaran Diri
Berdasarkan hasil observasi siswa, kecakapan mengenal diri atau
kesadaran diri dimiliki oleh hampir seluruh siswa dalam kategori sangat
baik. Aspek kesadaran diri siswa yang diamati selama proses pembelajaran
berlangsung yaitu: (1) membersihkan peralatan dan tempat yang
digunakan setelah melakukan praktikum; (2) mengerjakan dan
mengumpulkan tugas dengan tepat waktu; (3) melaporkan data atau
informasi apa adanya sesuai dengan hasil yang didapat; (4)
mengembalikan barang yang dipinjam setelah melakukan praktikum.
13
Amin Kiswoyowati, Pengaruh Motivasi Belajar dan Kegiatan Belajar Siswa Terhadap
Kecakapan Hidup Siswa, Jurnal, Edisi Khusus No. 1, 2011, h. 123-124.
(https://www.google.com/url?q=http://jurnal.upi.edu/penelitian-pendidikan/author/amin-
kiswoyowati.pdf) diakses pada tanggal 14 Desember
67
Handayani menjelaskan bahwa pendidikan untuk mengembangkan
kesadaran diri (self-awareness) seringkali disebut sebagai pendidikan
karakter karena kesadaran diri akan membentuk karakter seseorang.
Karakter itulah yang pada saatnya terwujudkan menjadi perilaku yang
bersangkutan.14
Karakter lebih condong memiliki makna psikologis atau
sifat kejiwaan karena terkait dengan aspek kepribadian (personality),
akhlak atau budi pekerti, tabiat, watak, sifat kualitas yang membedakan
seseorang dari yang lain atau kekhasan (particular quality) yang dapat
menjadikan seseorang terpercaya dari orang lain. Berdasarkan konteks
tersebut, karakter mengandung unsur moral, sikap bahkan perilaku karena
untuk menentukan apakah seseorang memiliki akhlak atau budi pekerti
yang baik, hanya akan terungkap pada saat seseorang itu melakukan
perbuatan atau perilaku tertentu.15
Penilaian pada aspek kesadaran diri lebih kepada penilaian sikap
dan perilaku siswa.Berdasarkan Tabel 4.2 nilai rata-rata kecakapan hidup
siswa dalam kategori sangat baik yaitu sebesar 89,19%, hal ini
dikarenakan dalam membangun sikap dan perilaku seseorang tidak hanya
dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman terhadap sikap dan
perilaku yang seharusnya tetapi harus dilakukan melalui pengalaman hidup
dalam bentuk kegiatan individu maupun kegiatan bersama. Pemberian
pengalaman tersebut harus dilakukan secara terus menerus, berkelanjutan
dan merupakan pembiasaan. Pada prinsipnya dari pembiasaan akan
menjadi kebiasaan, dari kebiasaan akan menjadi sikap atau perilaku yang
pada gilirannya akan mengkristal menjadi karakter seseorang. Sikap yang
telah dimiliki akan membentuk rasa percaya diri, mampu mengontrol
emosi dan secara tidak langsung siswa mengetahui kelebihan dan
14
Ahmadi, Manajemen Kurikulum: Pendidikan Kecakapan Hidup, (Yogyakarta: Pustaka
Ifada, 2013), h. 112 15
Sulistyarini, Membangun Karakter Siswa Melalui Pembelajaran Kontekstual, dalam
Jurnal IPS, FKIP, Universitas Tanjungpura,
Pontianak.(http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jckrw/article/view/280) diakses pada tanggal 21
September 2013
68
kekurangannya serta mampu memposisikan dirinya pada saat melakukan
kegiatan. Selain dari pembiasaan, siswa juga perlu didukung dengan
pembelajaran yang mengarah pada pembentukan sikap.
Agar pengembangan kecakapan kesadaran diri siswa ini dapat
terwujud dengan baik, maka pembelajaran harus diarahkan pada kegiatan-
kegiatan yang mengarah kepada pembentukan sikap dan perilaku. Pada
penelitian ini, pembelajaran yang digunakan sebagai pembentuk sikap dan
karakter siswa dalam mengembangkan kecakapan mengenal diri, yaitu
pembelajaran kontekstual karena, model pembelajaran kontekstual ini
memiliki 4 prinsip utama, yaitu: 1) interactional process, yaitu
menekankan pada interaksi aktif siswa dengan guru, teman, lingkungan,
serta media. 2) communication process, yaitu siswa mengkomunikasikan
pengalaman belajarnya dengan guru dan teman mereka melalui cerita,
dialog, atau bermain peran. 3) reflection process, yaitu siswa mengingat
kembali apa yang telah mereka pelajari dan lakukan. 4) exploration
process, yaitu siswa mengeksplor pemahaman tentang sesuatu dengan
melakukan observasi, eksperimen, dan interview.16
Pembentukan kecakapan kesadaran diri pada siswa dilakukan
dalam tahapan pembelajaran di kelas dalam bentuk prosedur kegiatan,
yang dilakukan secara terus menerus, berkelanjutan, konsisten, dan
merupakan pembiasaan. Melalui pembelajaran kontekstual pada materi
laju reaksi, di awal kegiatan pembelajaran guru menentukan rentang waktu
yang pasti untuk kegiatan awal guna membangun sikap menghargai waktu,
sikap disiplin dan tanggung jawab. Terlihat pada saat dilakukan
pengamatan, siswa sudah masuk ke dalam kelas dan duduk sesuai pada
tempatnya sebelum guru masuk ke kelas untuk melakukan kegiatan belajar
mengajar.
16
Muhdi, Senowarsito, Listyaning S, Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills) Melalui
Child Friendly Teaching Model (CFTM) Sebagai Dasar Membangun Karakter Siswa, dalam
Jurnal IKIP PGRI Semarang.
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=7012&val=531&title=) diakses pada tanggal
21 Septembar 2013
69
Aspek yang diamati dalam kecakapan kesadaran diri selain sikap
disiplin, tanggung jawab, dan jujur yaitu sikap kesadaran diri sebagai
hamba Tuhan Yang Maha Esa. Sikap kesadaran diri sebagai hamba Tuhan
tercermin dari pembiasaan perilaku positif siswa, seperti: membiasakan
diri memberi salam pada saat memulai dan mengakhiri kegiatan
pembelajaran sesuai agama yang dianut, membiasakan diri berdoa sebelum
dan sesudah melakukan kegiatan, membiasakan diri untuk melakukan
shalat sunat dhuha di waktu istirahat pertama, dan melakukan ibadah
(shalat wajib) dengan tepat waktu, menghormati teman yang berbeda
agama dalam menjalankan ibadah, bersyukur saat berhasil melakukan
sesuatu dan mendapatkan nilai yang bagus. Kegiatan-kegiatan tersebut
mencerminkan sikap spiritual dan perilaku positif siswa yang dilakukan
sehari-hari selama di sekolah dan sudah menjadi suatu kebiasaan.
Sikap jujur, disiplin, dan tanggung jawab tercermin dari sikap
siswa pada saat mengerjakan tugas, siswa mengerjakan bersama
kelompoknya masing-masing dengan tidak menyalin jawaban dari
kelompok lain, selain itu siswa juga mengumpulkan tugas dengan tepat
waktu. Sebelum melakukan praktikum, guru membagikan LKS pada setiap
siswa yang didalamnya terdapat antara lain tabel pengamatan dan beberapa
pertanyaan yang harus dilengkapi oleh siswa sebagai bentuk penilaian bagi
guru. Dalam hal ini, terdapat komponen utama pembelajaran kontekstual
yaitu: penilaian otentik, masyarakat belajar, dan refleksi atau evaluasi yang
dapat membantu siswa dalam mengembangkan kesadaran diri dalam
bersikap jujur, disiplin, dan tanggung jawab.
Berdasarkan Tabel 4.3 aspek kecakapan mengenal diri dalam
melaporkan data dan informasi sesuai hasil yang didapat selama kegiatan
praktikum yaitu sebesar 82,29% dalam kategori sangat baik, hal ini akan
mencerminkan sikap siswa jujur atau tidak. Hal ini terlihat jika jawaban
siswa dalam satu kelompok berbeda-beda. Selain tercermin sikap jujur,
ketelitian dan kecermatan siswapun akan terlihat karena data dan informasi
yang didapat tidak sesuai antara kelompok yang satu dengan kelompok
70
yang lain. Berdasarkan pengamatan, terdapat kelompok yang hasil datanya
jauh menyimpang dari hasil yang sebenarnya. Hal ini dikarenakan, siswa
pada kelompok tersebut terdapat kesalahan dalam merancang kegiatan
praktikum, sehingga saat melakukan praktikum hasil yang didapat terjadi
kesalahan. Pada kegiatan praktikum ini, guru tidak memberikan prosedur
atau langkah-langkah kerja dengan tujuan agar siswa mampu menemukan
sendiri pengetahuan dan keterampilannya, dalam pembelajaran kontekstual
kegiatan tersebut termasuk dalam komponen utama pembelajaran
kontekstual yaitu inquiry. Dengan menerapkan komponen inquiry pada
kegiatan pembelajaran, maka akan menumbuhkan karakter mandiri dan
disiplin pada siswa.
Mengembalikan barang yang dipinjam setelah melakukan kegiatan
praktikum, merupakan pencerminan dari sikap tanggung jawab.
Berdasarkan pengamatan, hampir seluruh siswa mengembalikan alat yang
dipinjam dalam keadaan bersih, lengkap dan tidak rusak dengan tepat
waktu. Sedangkan nilai rata-rata pada siswa kelompok rendah yaitu
sebesar 78,91% dalam kategori baik, hal ini disebabkan karena beberapa
siswa dari kelompok rendah, mengembalikan alat yang dipinjam dalam
keadaan yang kotor, lalu beberapa alat ada yang rusak dan mengembalikan
tidak tepat waktu. Jika dimati, siswa yang berperilaku seperti ini adalah
kebiasaan dari sikap mereka sehari-hari maka, siswa yang memiliki sikap,
perilaku atau karakter seperti itu perlu diberikan kegiatan secara terus
menerus agar menjadi kebiasaan yang dapat merubah karakternya menjadi
lebih baik.
Menurut Andri Anugrahana, Kecakapan mengenal diri termasuk
kedalam kecakapan personal (self awareness) yang pada dasarnya adalah
penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, anggota
masyarakat dan warga negara, serta menyadari dan mensyukuri kelebihan
dan kekurangan yang dimiliki, sekaligus menjadikannya sebagai modal
dalam meningkatkan dirinya sebagai individu yang bermanfaat bagi diri
sendiri dan lingkungannya. Kemampuan mengenal diri sendiri tampak
71
dalam kesadaran diri difokuskan pada kemampuan peserta didik untuk
melihat sendiri potret dirinya sebagai siswa dalam melihat dirinya dalam
hubungannya dengan lingkungannya. Dalam pembelajaran di kelas siswa
akan semakin memahami posisi dirinya di lingkungan kelasnya, dan
sekolahnya. Bahwa tugas dan tanggung jawab siswa adalah belajar baik
secara akademik maupun dalam pengembangan diri.17
Pendidikan dalam mengembangkan kecakapan mengenal diri
seringkali disebut sebagai pendidikan karakter, karena kesadaran diri
membentuk karakter seseorang. Karakter itulah yang pada saatnya
terwujudkan menjadi perilaku yang bersangkutan. Berdasarkan hasil
observasi, siswa yang memiliki nilai kesadaran diri yang baik dalam
kesadaran sebagai makhluk hamba Tuhan YME, kesadaran akan potensi
diri yang dikaruniai baik fisik maupun psikologik, maka komponen dalam
pembelajaran konteksttual mampu membantu mengembangkan kesadaran
diri siswa. Selain itu, siswa harus mampu mempertahankan sikap dan
perilakunya agar menjadi karakter yang lebih baik lagi, sehingga mampu
menumbuhkan kepercayaan diri dalam melakukan sesuatu. Sebaliknya,
siswa yang memiliki nilai kesadaran diri yang rendah, perlu ditumbuhkan
serta dikembangkan kesadaran diri sejak usia dini dan diupayakan menjadi
kehidupan keseharian di rumah maupun di sekolah.
2. Kecakapan Berpikir
Berdasarkan Tabel 4.4 nilai rata-rata kecakapan berpikir siswa pada
aspek mengambil keputusan saat melakukan kegiatan praktikum,
mengamati perubahan selama praktikum dan menarik kesimpulan dari
hasil praktikum dalam kategori yang sangat baik. sedangkan pada aspek
menggali dan menemukan informasi serta mengajukan pertanyaan terkait
dengan praktikum dalam kategori baik.
17
Andri Anugrahana, Integrasi Kecakapan Hidup Siswa Melalui Pengalaman Belajar
Matematika Konteks Dunia Nyata Siswa di Sekolah Dasar, Makalah dalam Seminar Nasional
Matematika dan Pendidikan Matematika, Thn. 2012, Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA
UNY.(http://eprints.uny.ac.id/view/creators/Andri%3D3AAnugrahana%3D3A%3D3A.default.htm
l) diakses pada tanggal 12 Desember 2013
72
Berdasarkan Tabel 4.2, siswa pada kelompok atas dan kelompok
tengah memiliki nilai kecakapan berpikir pada setiap aspek dalam kategori
yang baik yaitu sebesar 91,87% dan 86,25%. Hal ini dikarenakan
komponen dalam pembelajaran kontekstual yaitu inquiry, mampu
diterapkan dengan baik oleh siswa sehingga dapat mengembangkan
kecakapan berpikir siswa. Menurut Wina, inquiry merupakan proses
pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui
proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta
hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri.
Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah
mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi
merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan
sendiri materi yang harus dipahaminya.18
Aspek kecakapan berpikir yang diamati selama proses
pembelajaran, yaitu: menggali dan menemukan informasi, mengambil
keputusan saat melakukan kegiatan praktikum, mengamati perubahan
selama praktikum dan menarik kesimpulan dari hasil praktikum. Dalam
mewujudkan nilai-nilai dalam aspek kecakapan berpikir tersebut
diperlukan berpikir kritis. Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk
mencapai pemahaman yang mendalam. Pemahaman membuat kita
mengerti maksud di balik ide yang mengarahkan hidup kita setiap hari.
Pemahaman mengungkapkan makna di balik suatu kejadian.19
Berdasarkan Tabel 4.4 nilai kecakapan berpikir siswa pada aspek
menggali dan menemukan informasi dalam kategori baik yaitu sebesar
67,71% hal ini disebabkan karena, kecakapan berpikir pada aspek
kecakapan menggali dan menemukan informasi memerlukan kecakapan
dasar, yaitu membaca, menghitung dan melakukan observasi. Membaca
bukan hanya suatu kegiatan membunyikan (melafalkan) tetapi mampu
memaknai sebuah huruf, kata dan kalimat. Upaya siswa dalam menggali
18
Wina Sanjaya, Op.Cit., h. 265 19
Ibid.,h. 185
73
dan menemukan informasi dilakukan dengan melakukan pengamatan
terhadap perubahan yang terjadi selama praktikum berlangsung. Jika siswa
melakukan pengamatan dengan sungguh-sungguh dan mencatat segala
perubahan yang terjadi, maka siswa tersebut mampu untuk menggali dan
menemukan informasi yang didapat. Tahap selanjutnya yaitu mengolah
informasi menjadi suatu simpulan, jika siswa sudah dapat menyimpulkan
maka tahap berikutnya siswa harus mengambil keputusan berdasarkan
simpulan-simpulan tersebut.
Berdasarkan Tabel 4.4 nilai rata-rata kecakapan berpikir dalam
mengajukan pertanyaan yaitu sebesar 63,54%, hal ini dikarenakan siswa
merasa kesulitan dalam memilih pertanyaan yang sesuai dengan materi,
bahkan siswa sama sekali tidak memiliki pertanyaan yang akan diajukan
ke teman dan guru. Aktivitas mengajukan pertanyaan termasuk dalam
aktivitas mental berpikir kreatif. Berpikir kreatif adalah sebuah kebiasaan
dari pikiran yang dilatih dengan memperhatikan intiusi, menghidupkan
imajinasi, mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan baru, membuka
sudut pandang yang menakjubkan, dan membangkitkan ide-ide yang tidak
terduga. Jadi, jika siswa baik kelompok atas, tengah maupun kelompok
bawah memiliki nilai dalam kategori cukup, menandakan siswa tersebut
tidak memiliki rasa keingintahuan terhadap materi yang dipelari, siswa
tidak mampu menghubungkan materi dengan kehidupan mereka sehari-
hari serta tidak mampu menerapkan komponen-komponen pembelajaran
kontekstual.
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.
Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap
individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan
seseorang dalam berpikir.20
Mengajukan pertanyaan termasuk ke dalam sub
kecakapan berpikir rasional. Menurut Ary Metriasih, keterampilan berpikir
dikelompokkan menjadi berpikir dasar dan berpikir kompleks. Proses
berpikir dasar merupakan gambaran dari berpikir rasional yang
20
Wina Sanjaya, Op.Cit., h. 266
74
mengandung sekumpulan proses mental dari yang sederhana menuju yang
kompleks.21
Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kecakapan
berpikir rasional dan kecakapan sosial siswa rendah antara lain guru
kurang mampu memilih strategi pembelajaran yang tepat. Dari macam-
macam model pembelajaran, contextual teaching and learning adalah
strategi yang dapat dipercayai dapat meningkatkan kecakapan berpikir
rasional dan kecakapan sosial siswa karena pembelajaranm contextual
teaching and learning menantang siswa untuk berpikir secara kritis,
membangun pengetahuan sendiri, menarik kesimpulan sendiri dan
contextual teaching and learning juga dapat meluaskan siswa secara aktif
belajar bersama dengan siswa lain.22
Menurut Sabar Nurohman, thinking
skill merupakan kemampuan seseorang dalam mendayagunakan
kemampuan mentalnya untuk menyelesaikan berbagai persoalan dalam
kehidupan nyata. Ia terdiri dari proses problem-solving atas persoalan yang
dihadapi manusia yang senantiasa berdekatan dengan dunia nyata.23
Dalam pembelajaran IPA keterampilan berpikir dasar dimaksudkan
sebagai kemampuan untuk (1) mengingat dan mengulang konsep, prinsip
dan prosedur; (2) memahami dan memilih konsep, prinsip dan prosedur;
dan (3) menerapkan konsep, prinsip dan prosedur. Keterampilan berpikir
rasional dapat dilatih untuk memecahklan masalah artinya guru mengajak
siswa untuk berpikir dan guru hanya memberikan kesempatan yang lebih
kepada siswa untuk berpikir melalui kegiatan yang direncanakan. Berpikir
21
Ni Kt. Ary Metriasih, dkk., Op.Cit. 22
Heri Kristiani, Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Sebagai Strategi
Peningkatan General Life Skill Khususnya Kecakapan Berpikir Rasional dan Kecakapan Berpikir
Sosial, Jurnal LEMLIT, Vol. 3, No. 2, 2009, h. 23. (http://e-
jurnal.ikippgrismg.ac.id/index.php/mediapenelitianpendidikan/article/view/289) diakses pada
tanggal 14 Desember 2013 23
Sabar Nurohman, Improving Thinking Skill Through Contructivisstic Science Learning in
Sekolah Alam, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, No. 1, Thn XI, 2008, h. 133.
(https://www.google.com/url?q=http://journal.uny.ac.id/index.php/jpep/article/download) diakses
pada tanggal 17 Desember 2013
75
rasional diperlukan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-
hari.24
Jadi, nilai rata-rata kecakapan berpikir pada masing-masing
kelompok termasuk dalam kategori baik yaitu sebesar 83,75%. Nilai
kecakapan berpikir siswa dapat meningkat jika siswa memiliki rasa
keingintahuan terhadap materi yang dipelajari, rasa keinginan untuk
belajar, serta komponen-komponen dalam pembelajaran kontekstual yaitu:
kontrukstivisme, inquiry, bertanya dan refleksi dapat terwujudkan guna
membantu siswa dalam meningkatkan kecakapan berpikir.Siswa juga
mampu mengaitkan antara materi yang dipelajari yang dihubungkan
dengan kehidupan sehari-hari sebagai upaya untuk memberikan solusi
dalam memecahkan masalah yang dihadapi siswa sehingga membentuk
life skill siswa.
3. Kecakapan Berkomunikasi
Berdasarkan hasil observasi kecakapan hidup siswa pada aspek
kecakapan berkomunikasi terlihat bahwa, nilai rata-rata persentase pada
siswa kelompok tinggi dalams kategori sangat baik yaitu sebesar 86,46%,
siswa pada kelompok sedang dalam kategori baik yaitu sebesar 61,98%
sedangkan pada siswa kelompok bawah dalam kategori baik yaitu sebesar
51,04%.
Pada kegiatan pembelajaran kontekstual yang diajarkan kepada
siswa dalam penelitian ini, setelah melakukan praktikum guru meminta
siswa untuk melengkapi seluruh pertanyaan yang terdapat pada lembar
kerja siswa yang telah diberikan oleh guru kepada masing-masing siswa.
Setelah itu, guru meminta siswa untuk mempresentasikan hasil kegiatan
praktikum yang mereka dapat. Dalam proses kegiatan pembelajaran
kontekstual terdapat komponen penting yang dikembangkan, yaitu
pemodelan, dimana guru meminta siswa untuk mempresentasikan hasil
kegiatan dan sekaligus untuk mempraktekkan percobaan yang dilakukan
kepada 1-2 orang siswa pada masing-masing kelompok.
24
Ibid.
76
Kegiatan dalam menyampaikan ide atau pendapat, menanggapi
pendapat orang lain dan mengkomunikasikan gagasan antar kelompok
dilakukan melalui proses komunikasi antar kelompok dan teman
sekelompok yang dilakukan melalui siswa dalam mempresentasikan hasil
kegiatan praktikum.
Berdasarkan Tabel 4.5 nilai rata-rata kecakapan berkomunikasi
pada aspek menanggapi pendapat orang lain sebesar 56,25%. Hal ini
dikarenakan dalam berkomunikasi secara lisan ternyata tidak mudah
dilakukan. Kegiatan dalam menggapi pendapat orang lain terjadi pada saat
siswa melakukan diskusi dalam mempresentasikan hasil kegiatan
praktikum mereka. Ada beberapa hal yang membuat nilai pada aspek
menanggapi pendapat orang lain dalam kategori cukup atau kurang pada
masing-masing siswa kelompok atas, tengah dan bawah antara lain: sering
kali orang tidak dapat menerima pendapat lawan bicaranya, bukan karena
isi atau gagasannya, tetapi karena cara penyampaiannya yang kurang
berkenan. Kurangnya kemampuan tentang bagaimana dalam memilih kata
dan cara menyampaikan agar mudah dimengerti oleh lawan bicaranya.25
Jika siswa pada kelompok tinggi memiliki nilai rata-rata persentase
pada kecakapan berkomunikasi pada aspek menanggapi pendapat orang
lain dalam kategori baik yaitu sebesar 71,18%, hal itu dikarenakan
komponen pembelajaran kontekstual yaitu masyarakat belajar sudah dapat
diterapkan dengan baik dan dapat dihubungkan dengan kegiatan
pembelajaran yang berlangsung, sehingga hasil kecakapan siswa dapat
berkembang dalam kategori baik. Menurut Andri Anugraha, bila seseorang
mengungkapkan gagasannya kepada orang lain dan mendapat tanggapan
maka orang itu akan merenungkan kembali gagasannya, kemudian
melakukan perbaikan, sehingga memiliki gagasan yang lebih mantap.
Refleksi ini dapat terjadi sebagai akibat dari interaksi dan komunikasi.26
25
Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), h. 248 26
Andri Anugrahana, Op.Cit., h. 30
77
Dalam penelitian ini, nilai pada aspek mengkomunikasikan gagasan
antar kelompok yaitu sebesar 76,04% dalam kategori sangat baik, hal ini
dikarenakan antara life skills siswa yang dinilai dengan komponen utama
pembelajaran kontekstual yaitu masyarakat belajar berkaitan erat dengan
kecakapan sosial yaitu kecakapan bekerjasama dan kecakapan
berkomunikasi. Interaksi antar siswa dengan guru maupun siswa dengan
siswa dapat berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju,
pertanyaan atau refleksi yang digunakan untuk mencapai bentuk formal
dari bentuk-bentuk informal siswa. Ketika dalam kelompok diskusi, guru
mengarahkan ketua kelompok untuk berlaku demokratis dan mengarahkan
anggota kelompok untuk saling menghargai pendapat anggota lain
meskipun berbeda. Salah satu yang dibutuhkan didalam kehidupan sosial
ialah kerjasama, termasuk belajar bersama.27
Jadi, dapat disimpulkan bahwa salah satu unsur pembelajaran
kontekstual yang paling berperan dalam menigkatkan kemampuan
berkomunikasi siswa adalah learning community (masyarakat belajar). Di
dalam masyarakat belajar diterapkan kegiatan presentasi dan berdiskusi,
dan setiap orang harus bersedia untuk berbicara, dan berbagi pendapat,
mendengarkan pendapat orang lain, dan berkolaborasi membangun
pengetahuan dalam kelompoknya.
4. Kecakapan Bekerja sama
Pada aspek kecakapan bekerja sama, nilai rata-rata pada setiap
aspeknya dalam kategori sangat baik. Nilai rata-rata kecakapan bekerja
sama pada siswa kelompok tinggi yaitu sebesar 98,95% dalam kategori
sangat biak, kelompok tengah sebesar 76,04% dalam kategori sangat biak
dan kelompok bawah dalam kategori baik yaitu sebesar 75,00%.
Menurut Elaine B Johnson, kerja sama adalah komponen penting
dalam sistem CTL. Pola pengkritik pola belajar kerja sama percaya bahwa
jika anak-anak bekerja dalam sebuah kelompok kecil, mereka tanpa
27
Ibid., h. 33-34
78
kecuali akan saling mengabaikan, menerima beban tugas yang tidak sama,
berperilaku tidak efisien, dan saling berdebat. Sementara itu, penganjur
pola belajar kerja sama yakin bahwa berbagai masalah tersebut dapat
dihindari dengan mudah dan menunjukkan banyak keuntungan yang
diperoleh dari bekerja sama dalam kelompok kecil.
Berdasarkan Tabel 4.6 nilai pada aspek memecahkan masalah yaitu
sebesar 83,95%, nilai pada aspek melakukan diskusi yaitu sebesar 82,29%
dan nilai pada aspek mengikuti praktikum secara aktif sebesar 83,85%
dalam kategori sangat baik, hal ini disebabkan karena hampir sebagian
besar siswa melakukan kerja sama yang baik pada teman kelompok atau
teman antar kelompok. Kerja sama dapat menghilangkan hambatan mental
akibat terbatasanya pengalaman dan cara pandang yang sempit. Jadi akan
lebih mungkin untuk menemukan kekuatan dan kelemahan diri, belajar
untuk menghargai orang lain, mendengarkan denagn pikiran terbuka, dan
membangun persetujuan bersama. Dengan bekerja sama, para anggota
kelompok kecil akan mampu mengatasi berbagai rintangan, bertindak
rintangan, bertindak mandiri dan dengan penuh tanggung jawab,
mengandalkan bakat setiap anggota kelompok, memercayai orang lain,
mengeluarkan pendapat, dan mengambil keputusan.28
Belajar dengan kerja sama, yang melebihi cara otak manusia
berfungi, memungkinkan anak untuk mendengarkan suara anggota
kelompok lain. Pola belajar ini juga membantu siswa untuk menemukan
bahwa ternyata cara pandang mereka hanyalah satu diantara cara pandang
yang lain, dan bahwa cara mereka melakukan sesuatu hanyalah satu
kemungkinan dari berbagai kemungkinan lain. Melalui kerja sama, dan
bukannya persaingan atau kompetisi, anak-anak menyerap kebijaksanaan
orang lain. Melalui kerja sama mereka dapat menyamai toleransi dan
perasaan mengasihi. Melalui bekerja bersama dengan orang lain, mereka
saling menukar pengalaman yang sempit dan pribadi sifatnya untuk
28
Elaine B Johnson, Op. Cit., h. 163-164
79
mendapatkan konteks yang lebih luas berdasarkan pandangan tentang
kenyataan yang lebih berkembang.
Pada tahap kegiatan pembelajaran kontekstual ini, diakhir
pembelajaran siswa diberikan kesempatan untuk merenung dan mengingat
kembali materi, dan pengetahuan yang telah dipelajarinya. Siswa diberikan
kebebasan untuk menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat
menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya. Berdasarkan hasil
pengamatan, siswa mampu merefleksikan pembelajaran dengan baik dan
dapat mewujudkan serta mengembangkan kecakapan hidup siswa, baik
kecakapan hidup personal maupun kecakapan sosial.
Tahap terakhir dari pembelajaran kontekstual adalah melakukan
penilaian. Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki
fungsi yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas
proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian adalah
proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan
gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa.29
Dalam peneitian ini, penilaian nyata dalam bentuk lembar kerja
siswa yang di dalamnya berisikan tentang proses pembelajaran siswa.
Lembar kerja siswa bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang
perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Lembar kerja siswa ini,
diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak,
apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap
perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.
Lembar kerja siswa juga digunakan untuk melihat perkembangan
kecakapan hidup siswa baik kecakapan hidup personal dan kecakapan
sosial. Berdasarkan penilaian lembar kerja siswa, kecakapan hidup siswa
baik kecakapan personal maupun kecakapan sosial terjadi peningkatan
yang signifikan.
29
Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, Edisi
Kedua, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), Cet.5, h. 197
80
Secara keseluruhan, proses pembelajaran kontekstual mampu
menumbuhkembangkan kecakapan hidup generik siswa. Beberapa
kecakapan hidup generik siswa yang dimaksud adalah kecakapan personal
yaitu kecakapan mengenal diri dan kecakapan berpikir rasional, dan
kecakapan sosial yaitu kecakapan bekerjasama dan kecakapan
berkomunikasi.
Kecakapan hidup personal yaitu kecakapan mengenal diri atau
kesadaran diri (self awareness) tumbuh dan berkembang melalui
pembelajaran kontekstual. Pada waktu siswa mengerjakan soal atau
masalah yang dirasakan rumit, ternyata teman lain dapat menyelesaikan
lebih mudah. Hal ini akan terbentuk kesadaran diri (self awareness) bahwa
siswa masih perlu belajar lagi serta perlunya praktikum untuk
mempermudah pemahaman dan pendalaman suatu konsep. Materi laju
reaksi yang dirasakan sebelumnya sulit untuk dipahami, namun dilakukan
dengan praktikum sebenarnya, ini akan menumbuhkan temuan (inquiry)
bagi siswa.
Kecakapan hidup (life skill) siswa dalam bentuk kecakapan berpikir
rasional (thinking skill) juga terlatih pada proses pembelajaran kontekstual.
Thinking skill ini terlatih ketika siswa melakukan proses inquiry. Pada
proses ini dilatih untuk melakukan identifikasi, mengumpulkan data,
mengolah data, belajar mengambil kesimpulan dari data yang ada,
kemampuan dalam memberikan ide atau pendapat, serta kemampuan
untuk mengajukan pertanyaan.
Proses pembelajaran kontekstual ini juga memberikan peran
terhadap kecakapan sosial (social skill) yaitu kecakapan bekerjasama dan
kecakapan berkomunikasi. Kecakapan ini dibangun pada saat siswa
melakukan praktikum secara bersama-sama, berkomunikasi lisan maupun
tulisan, saat siswa mempresentasikan hasil diskusi atau hasil praktikum,
siswa saling bertukar ide atau pendapat sesama teman atau antar teman
81
kelompok dan membuat hasil diskusi atau lembar kerja praktikum siswa
dalam bentuk tulisan.30
30
Siti Darsati, dkk., Kecakapan Hidup Siswa SMA Pada Pembelajaran Kontekstual Materi
Reaksi Redoks, h. 11.
(http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._KIMIA/195603231981012-
SITI_DARSATI/MAKALAH_SIMNAS_2007.pdf)
82
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang kecakapan hidup generik siswa
pada pembelajaran kontekstual materi laju reaksi yaitu digolongkan dalam
kategori sangat baik sebesar 79,24%. Kecakapan hidup generik terdiri dari
kecakapan personal dan kecakapan sosial. Berdasarkan temuan penelitian,
Kecakapan Personal terdiri dari kecakapan mengenal diri dan kecakapan
berpikir dengan nilai rata-rata pada kelompok tinggi yaitu sebesar 95,15%,
pada kelompok sedang yaitu sebesar 82,14%, pada kelompok bawah yaitu
sebesar 76,01%. Jadi, nilai rata-rata secara keseluruhan pada kecakapan
personal yaitu sebesar 83,57% dalam kategori sangat baik.
Kecakapan sosial terdiri dari kecakapan berkomunikasi dan
kecakapan bekerjasama dengan nilai rata-rata pada kelompok tinggi yaitu
sebesar 92,71%, pada kelompok sedang 69,01%, dan pada kelompok rendah
sebesar 63,02%. Jadi, nilai rata-rata secara keseluruhan pada kecakapan sosial
yaitu sebesar 74,91% dalam kategori baik.
B. Saran
Dari kesimpulan yang telah diuraikan penulis memberikan sumbangan
pemikiran yang berupa saran-saran bagi semua pihak terhadap kecakapan
hidup siswa pada pembelajaran kontekstual antara lain:
1. Kecakapan hidup generik pada aspek mengajukan pertanyaan dan
berkomunikasi lisan dalam melakukan diskusi untuk bertukar pendapat
belum dikembangkan siswa dengan baik pada kelompok siswa rendah.
Dengan demikian disarankan untuk merancang pembelajaran yang dapat
memberi peluang siswa untuk mengembangkan kecakapan hidup tersebut
dengan baik.
2. Pembelajaran kontekstual akan efektif mengembangkan kecakapan hidup
(life skill) siswa jika didukung oleh guru yang profesional, sarana dan
83
prasarana yang sesuai, lingkungan sekolah yang kondusif, dan
sebagainya. Untuk itu sekolah harus dikelola dengan baik, yang sesuai
dengan karakteristik warga sekolah, karakterisktik masyarakat, dan
potensi yang dimiliki sekolah dan sebagainya.
84
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi. 2013. Manajemen Kurikulum: Pendidikan Kecakapan Hidup.
Yogyakarta: Pustaka Ifada
Ambarjaya, Beni S. 2012. Psikologi Pendidikan & Pengajaran: TEORI &
PRAKTIK, Yogyakarta: CAPS
Anugrahana Andri. 2012. Integrasi Kecakapan Hidup Siswa Melalui Pengalaman
Belajar Matematika Konteks Dunia Nyata Siswa di Sekolah Dasar.
Makalah dalam Seminar Nasioanal Matematika dan Pendidikan
Matematika. UNY
(http://eprints.uny.ac.id/view/creators/Andri%3D3AAnugrahana%3D3A
%3D3A.default.html) diakses pada tanggal 12 Desember 2013
Anwar. 2006. Pendidikan Kecakapan Hidup. Bandung: Alfabeta
Arief Zainul. Pembelajaran Kontekstual Pada Diklat Guru Mapel Kimia MA.
Surabaya
Arifin Zainal. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Arifin Zainal. 2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Arikunto Suharsimi. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara
Darsati Siti, Dwiyanti Gebi dan Cincin Cintami. Kecakapan Hidup Siswa Pada
Pembelajaran Kontelstual Materi Reaksi Redoks.
(http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._KIMIA/195603231
981012SITI_DARSATI/MAKALAH_SIMNAS_2007.pdf) diakses pada
tanggal 14 Desember 2013
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup.
Edisi II. Jakarta: Depdiknas
Djamarah, Syaiful Bahri. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Hakiim Lukmanul. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: CV Wacana
Prima
85
Hatimah Ihat. 2007. Pembelajaran Berwawasan Masyarakat. Jakarta: Universitas
Terbuka
Hindun Iin. 2005. Model Pengembangan Pendidikan Kecakapan Hidup (life skill)
Pada Sekolah Umum Tingkat Menengah di Kota Batu. Jurnal
HUMANITY.Vol 1. No 1
(http://ejournal.umm.ac.id/index.php/humanity/article/viewFile/803/836)
Diakses pada tanggal 17 September 2013
Johnson Eline B. 2007. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan
Belajar-Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Penerjemah Ibnu
Setiawan. Bandung: Mizan Learning Center (MLC)
Kiswoyowati Amin. 2011. Pengaruh Motivasi dan Kegiatan Belajar Siswa
Terhadap Kecakapan Hidup Siswa. Edisi Khusus.
NO.1(https://www.google.com/url?q=http://jurnal.upi.edu/penelitian-
pendidikan/author/amin-kiswoyowati.pdf) diakses pada tanggal 14
Desember 2013
Kristiani Heri. 2009. Pembelajaran Contextual Teaching and Learning sebagai
Strategi Peningkatan General Life Skill Khususnya Kecakapan Berpikir
Sosial. Jurnal LEMLIT. Vol (3). No. 2 (http://e-
jurnal.ikippgrismg.ac.id/index.php/mediapenelitianpendidikan/article/vie
w/289) diakses pada tanggal 14 Desember 2013
Kusaeri, Suprananto. 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Marwiyah Syarifatul. 2012. Konsep Pendi Kecakapan Hidup. Jurnal FALASIFA.
Vol (3). No. 1
(http://jurnalfalasifa.files.wordpress.com/2012/11/5-syarifatul-marwiyah-
konsep-pendidikan-berbasis-kecakapan-hidup.pdf) diunggah pada
tanggal 14 Desember 2013
Metriasih Ni kt. Ary, dkk. 2012. Pengaruh Strategi Pembelajaran Kontekstual
Berbantuan Mind Mapping Terhadap Keterampilan Berpikir Rasional
IPA Siswa SD Gugus III Kecamatan Manggis. Jurnal Universitas
Pendidikan Ganesha
86
(http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD) diakses pada tanggal
15 Desember 2013
Munadi Yudhi. 2008. Media Pembelajaran. Cipayung: GP Press
Murtiani, dkk. 2012. Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL) Berbasis Lesson Study dalam Meningkatkan Kualitas
Pembelajaran Fisika di SMP Negeri Kota Padang. Jurnal Penelitian
Pembelajaran Fisika 1
(http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jppf/article/download) diakses pada
tanggal 17 Desember 2013
Nurohman Sabar. 2008. Improving Thinking Skill Through Contructivisstic
Science Learning in Sekolah Alam. Jurnal Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan. No. 1
(https://www.google.com/url?q=http://journal.uny.ac.id/index.php/jpep/a
rticle/download) diakses pada tanggal 17 Desember 2013
Purba Michael. 2006. Kimia untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga
Raharjo Rindang Wijayanti. 2011. Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching
and Learning (CTL) Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV di SDIT
Nurul Falah Cilincing Jakarta Utara. Skripsi Universitas UHAMKA
Rosalin Elin. 2008. Gagasan Merancang Pembelajaran Kontekstual. Bandung:
PT Karsa Mandiri Persada
Rudiyanto R. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Berpendakatan
Kontekstual dan Kecakapan Hidup. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran
IKIP Negeri Singaraja. Edisi Khusus Th. XXXVI
(http://pasca.undiksha.ac.id/images/img_item/720.doc) diakses pada
tanggal 16 Desember 2013
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran. Edisi ke-2. Jakarta: PT Raja
Grafindo Press
Sagala Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Sanjaya Wina. 2003. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana
87
Sudjana Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Sulistyarini. Membangun Karakter Siswa Melalui Pembelajaran Kontekstual.
dalam Jurnal IPS, FKIP, Universitas Tanjungpura,
Pontianak(http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jckrw/article/view/280)
diakses pada tanggal 21 September 2013
Susiwi. 2007. Kecakapan Hidup (life skill). Makalah Perencanaan Pembelajaran
Kimia
(http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._KIMIA/195109191
980032-SUSIWI/._HANDOUT_LIFE_SKILL.pdf) diakses pada tanggal
21 September 2013
Sutresna Nana. 2008. Kimia. Bandung: Grafindo Media Pratama
Suyono, Haryanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Kencana
Warsito Seno, S Listyaning, Muhdi. Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills)
melalui Child Friendly Teaching Model (CFTM) sebagai Dasar
Membangun Karakter Siswa. Jurnal IKIP PGRI Semarang
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=7012&val=531&tit
le=) diakses pada tanggal 21 Septembar 2013
Yani Asep Tapip. 2011. MBS Life Skill & Kepemimpinan Sekolah. Bandung:
Humaniora
88
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
I. Tujuan Pembelajaran
Siswa dapat menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dengan
melakukan percobaan.
II. Materi Ajar
Faktor- faktor yang memepengaruhi laju reaksi
1. Pengaruh Konsentrasi terhadap laju reaksi
Semakin besar konsentrasi semakin cepat reaksi berlangsung (kecepatan reaksi
makin besar). Hal ini disebabkan semakin besar konsentrasi berarti jarak
antarmolekul rapat/padat, sehingga semakin banyak/mudah terjadi tumbukan yang
menghasilkan reaksi, akibatnya menjadi lebih cepat.
2. Pengaruh luas permukaan
Makin luas permukaan sentuhan semakin banyak kemungkinan terjadinya tumbukan
partikel pereaksi sehingga makin cepat reaksinya. Zat pdat bentuk serbuk memiliki
Sekolah : SMA 2 Mei
Materi Pelajaran : Kimia
Materi Pokok : Konsep Laju Reaksi
Sub Materi Pokok : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
Kelas/Semester : XI/I
Tahun Pelajaran : 2012/2013
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit
Standar Kompetensi : 3. Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya, serta penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari dan industri.
Kompetensi Dasar : 3.1 Mendeskripsikan pengertian laju reaksi dengan melakukan
percobaan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.
Indikator : Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dengan
melakukan percobaan.
89
luas permukaan lebih besar daripada bentuk kepingan, sehingga zat padat bentuk
serbuk bereaksi lebih cepat daripada bentuk kepingan.
3. Pengaruh suhu
Pada umumnya reaksi makin cepat bila suhu dinaikkan, makin tinggi cepat gerak
partikel-partikel pereaksi dan makin besar pada energi kinetiknya. Sehingga banyak
partikel-partikel pereaksi yang memiliki energi yang mencapai energi pengaktifan
akibatnya reaksi makin cepat.
4. Pengaruh katalis
Katalis adalah yang dapat mempercepat reaksi di mana pada akhir reaksi terbentuk
kembali dengan jumlah yang tetap. Katalis mempercepat reaksi dengan jalan
menurunkan energi aktivasi yaitu energi minimun yang harus dimiliki agar reaksi
dapat berlangsung.
III. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan Kontekstual (CTL)
IV. Metode Pembelajaran
Eksperimen, diskusi kelompok, dan tanya jawab.
90
V. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Aktivitas Guru Aktivitas Siswa
Awal
(Apersepsi
dan
Motivasi)
10 menit
Memberikan salam.
Guru dan siswa berdoa sesuai
dengan kepercayaan masing-
masing.
Mengecek keadaan kelas dan
mengabsen siswa.
Menyiapkan sumber belajar,
alat dan bahan untuk
melakukan percobaan
Menyampaikan kompetensi
dasar yang akan dicapai.
Menyampaikan tujuan
pembelajaran yang akan
dicapai dari materi yang akan
dibahas. Siswa mampu
menentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi laju reaksi
melalui percobaan.
Memberikan apersepsi kepada
siswa seperti:
Pernahkah kalian melihat
sebuah bom yang meledak?
Bom meledak akan
berlangsung sangat cepat
sedangkan, sebuah besi akan
berkarat dalam waktu yang
lama.
Memotivasi dan menggali
pengetahuan siswa dengan
memberikan pertanyaan:
mengapa wortel yang dipotong
Menjawab salam
Siswa berdoa secara
bersama dipimpin oleh
ketua kelas
Menyiapkan alat dan
bahan pelajaran
Siswa menyimak
pertanyaan guru dan
menjawab
91
kecil-kecil jika direbus lebih
cepat matang daripada wortel
yang tidak dipotong-potong?
Inti
70 menit
Eksplorasi:
Memberikan pengetahuan
tentang pengendalian laju
reaksi, dimana : kita dapat
melambatkan reaksi yang
merugikan dan menambahkan
laju reaksi yang
menguntungkan.
Membentuk siswa menjadi 4
kelompok besar, 1 kelompok
terdiri dari 8 orang siswa.
Elaborasi:
Membagikan Lembar Kerja
Siswa (LKS) untuk masing-
masing siswa.
Meminta siswa untuk membaca
LKS yang diberikan.
Memberikan arahan kepada
siswa sebelum melakukan
percobaan.
Meminta siswa untuk
mengambil alat dan bahan yang
sesuai dengan percobaan serta
merancang dan melakukan
percobaan sesuai prosedur yang
mereka dapat melalui referensi
lain.
Eksplorasi:
Siswa menyimak
penjelasan guru
Siswa membentuk sebuah
kelompok.
Siswa menerima LKS dan
memahami isi LKS
Siswa memilih alat dan
bahan yang sesuai dengan
percobaan
Siswa merancang dan
melakukan percobaan.
92
Memberikan kesempatan
kepada salah satu kelompok
untuk mendemonstrasikan salah
satu percobaannya di depan
kelas.
Memperhatikan cara kerja pada
tiap-tiap kelompok dalam
melakukan percobaan untuk
mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi laju reaksi.
Meminta siswa untuk
mendiskusikan hasil percobaan
dan menghubungkannya
dengan teori laju reaksi
berdasarkan fakta-fakta yang
mereka temukan dari hasil
percobaan.
Meminta salah satu kelompok
untuk mempresentasikan hasil
diskusinya.
Konfirmasi:
Memberikan kesempatan
kepada siswa untuk melakukan
tanya jawab
Menanyakan kepada siswa
mengenai materi yang belum
dipahami.
Siswa mendemonstrasikan
kegiatan praktikumnya
Siswa mengamati setiap
perubahan yang terjadi
dari awal sampai akhir.
Siswa mendiskusikan hasil
percobaan bersama teman
sekelompoknya
Siswa mempresentasikan
hasil diskusi
Penutup
10 menit
Membimbing siswa untuk
menyimpulkan materi yang
telah dipelajari.
Meminta siswa untuk
Siswa menyimpulkan
materi yang telah
dipelajari
Siswa menyelesaikan
93
Pertemuan Ke-2
Kegiatan Aktivitas Guru Aktivitas Siswa
Awal
(Pendahuluan)
Memberikan salam.
Guru dan siswa berdoa sesuai
dengan agama dan kepercayaan
masing-masing.
Mengecek keadaan kelas dan
mengabsen siswa.
Menyiapkan sumber belajar
Menyampaikan kegiatan
pembelajaran
Memberikan contoh yang
berkaitan dengan praktikum
yang telah dilakukan yang
berhubungan dengan kehidupan
sehari-hari (konstruktivisme)
Menjawab salam
Berdoa sesuai kepercayaan
masing-masing
Menanggapi pertanyaan
yang diberikan oleh guru
Inti Menanyakan hal-hal yang
belum dipahami kepada siswa
tentang praktikum yang telah
dilakukan (Eksplorasi)
Mengecek lembar kerja siswa
(Elaborasi)
Meminta siswa untuk
mendiskusikan data hasil
praktikum yang didapat dengan
teman sekelompok dan antar
kelompok, agar bisa saling
Siswa menanyakan tentang
fenomen yang terkait
dengan praktikum
Siswa secara kelompok
berdiskusi
menyelesaikan seluruh
pertanyaan yang terdapat pada
LKS
Memberikan salam.
tugas yang terdapat di
LKS
Menjawab salam
94
berbagi ide, pendapat atau
gagasan (Eksplorasi)
Meminta siswa untuk
mempresentasikan hasil
praktikum mereka(Eksplorasi)
Memberikan kesempatan
kepada siswa untuk melakukan
tanya jawab antar
kelompok(Eksplorasi)
Mengawasi jalannya diskusi
siswa (Elaborasi)
Siswa mempresentasikan
data hasil praktikum
mereka
Siswa saling bertanya
jawab antar kelompok yang
lain
Penutup Menyimpulkan materi
pembelajaran terkait praktikum
secara bersama-sama
Menanyakan kepada siswa
terkait materi pembelajaran
yang belum
dipahami(Konfirmasi)
Meminta siswa untuk
mengumpulkan LKS(Penilaian
Autentik)
Menutup pembelajaran dengan
mengucapakan salam
Siswa secara bersama-sama
menyimpulkan
pembelajaran
Siswa bertanya jika ada hal
yang tidak dimengerti
Siswa mengumpulkan LKS
secara berkelompok
Menjawab salam
VI. Sumber dan Alat/ Media Pembelajaran
1. Sumber
Buku kimia SMA kelas XI (Erlangga)
Lembar Kerja Siswa
2. Alat/media
95
Media pembelajaran yang digunakan adalah papan tulis, spidol, alat dan bahan
percobaan serta gambar yang berhubungan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi laju reaksi.
VII. Penilaian
Penilaian pada soal-soal uraian yang terdapat pada lembar kerja siswa dan Penilaian
performance atau kecakapan hidup siswa dilakukan melalui lembar observasi.
Saran: ......................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
Jakarta, 2013
Guru Kimia
Lina Marlina, S.Pd
Mengetahui,
Peneliti
Putri Dewi Asmarani
96
ANALISIS
STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR
Mata Pelajaran : Kimia
Kelas/Semester : XI/Ganjil
Tahun Pembelajaran : 2013/2014
Standar Kompetensi : 3. Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Kompetensi Dasar : 3.2 Mendeskripsikan pengertian laju reaksi dengan melakukan percobaan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi laju
reaksi
N
o
Indikator Jenjang
Kognitif
Materi Kegiatan
Pembelajaran
Aktivitas Guru Aktivitas Siswa Aspek
Kontekstual
Aspek
Kecakapan
Hidup
Alat
dan
Bahan
1 Menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaru
hi laju reaksi
C4 Faktor-
faktor yang
mempengar
uhi laju
reaksi
Membentuk
kelompok
Meminta siswa
untuk membentuk
4 kelompok
besar, 1
kelompok terdiri
dari 8 orang
siswa.
Guru memberikan
Lembar Kerja
Siswa (LKS)
kepada masing-
masing siswa.
Menyampaikan
tujuan
pembelajaran
Siswa
membentuk
kelompok yang
telah ditentukan
Mendengarkan
penjelasan guru
Masyarak
at Belajar
Konstrukt
ivisme
Konstrukt
Kecakapan
berkomunik
asi dan
bekerjasama
Kecakapan
berpikir
Kecakapan
LKS
Gelas
kimia
Pemb
akar
spirtu
s
Stop
watch
Term
omete
r
Batak
penga
97
Merancang
dan
melakukan
percobaan
tentang
faktor-faktor
yang
mempengaru
hi laju reaksi
pada percobaan
yang akan
dilakukan.
Meminta siswa
untuk menjawab
pertanyaan dan
merumuskan
masalah
berdasarkan
fenomena, yang
terdapat di bagian
awal LKS
Memberikan
instruksi atau
mengarahkan
kepada siswa
untuk memilih
alat dan bahan
yang sesuai
dengan percobaan
Meminta siswa
untuk merancang
percobaan sesuai
dengan prosedur
yang mereka
dapat melalui
pengetahuan dan
temuan
Meminta siswa
untuk melakukan
percobaan yang
Menjawab
pertanyaan dan
merumuskan
masalah
berdasarkan
pengetahuan
yang siswa
miliki
Mendengarkan
pengarahan
guru untuk
memilih alat
dan bahan yang
sesuai dengan
tujuan
percobaan
Merancang
percobaan
sesuai dengan
prosedur
(prosedur kerja
didapat melalui
pengetahuan
dan temuan
siswa)
Melakukan
percobaan
ivisme
Inquiry
Konstrukt
ivisme
Inquiry
Masyarak
at belajar
berkomunik
asi
Kecakapan
berpikir
Kecakapan
berpikir
Kecakapan
berkomunik
asi
Kecakapan
bekerjasama
Kecakapan
berpikir
Kecakapan
bekerjasama
Kecakapan
berkomunik
asi
Kecakapan
mengenal
diri
Kecakapan
duk
Gelas
ukur
Korek
api
Kerta
s
Susu
cair
Susu
kental
tablet
vitam
in
C+kal
sium
gula
batu
98
terdapat pada
LKS
Mengawasi siswa
dalam melakukan
percobaan
Meminta salah
satu kelompok
untuk
mendemonstrasik
an percobaan
yang dilakukan
Meminta siswa
untuk
menganalisis
faktor-faktor yang
mempengaruhi
laju reaksi serta
mengingatkan
siswa untuk
menuliskan data
hasil pengamatan
pada LKS
masing-masing
secara
berkelompok
sesuai dengan
prosedur
Salah satu
kelompok
mendemostrasik
an salah satu
percobaan dari
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
laju reaksi
Siswa
mengamati
setiap
percobaan yang
dilakukan untuk
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
laju reaksi serta
mencatat data
hasil
pengamatan
pada tabel yang
terdapat di LKS
Pemodela
n
Inquiry
Konstrukt
ivisme
bekerjasama
Kecakapan
berkomunik
asi
Kecakapan
berkomunik
asi
Kecakapan
bekerjasama
2 Menjelaska C2 Faktor- Melakukan Meminta siswa Melakukan Masyarak Kecakapan
99
n faktor-
faktor yang
mempengar
uhi laju
reaksi
berdasarkan
percobaan
faktor yang
mempengar
uhi laju
reaksi
diskusi
kelompok
Mempresen
tasikan data
hasil
pengamatan
serta
menjelaska
n faktor-
faktor yang
mempengar
hui laju
reaksi
berdasarkan
percobaan
untuk melakukan
diskusi kelompok
serta memberikan
kesempatan
kepada siswa lain
untuk
menanggapi hasil
data pengamatan
dari kelompok
lain
Meminta siswa
untuk
mempresentasika
n data hasil
pengamatan dari
percobaan yang
telah dilakukan
Meminta siswa
untuk
menjelaskan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
laju reaksi
diskusi
kelompok dan
menanggapi
data hasil
pengamatan dari
kelompok lain
Mempresentasik
an data hasil
percobaan yang
telah dilakukan
Menjelaskan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
laju reaksi
berdasarkan
hasil percobaan
at belajar
Refleksi
Bertanya
Penilaian
otentik
Masyarak
at belajar
Bertanya
Pemodela
n
Refleksi
mengenali
diri
Kecakapan
berpikir
Kecakapan
bekerjasama
Kecakapan
berkomunik
asi
Kecakapan
berpikir
Kecakapan
berkomunik
asi
Kecakapan
berpikir
3 Menyimpul
kan
pengaruh
luas
permukaan,
konsentrasi,
suhu, dan
katalis
C4 Faktor-
faktor yang
mempengar
uhi laju
reaksi
Menjawab
pertanyaan
yang
terdapat
pada LKS
Melakukan
Meminta siswa
untuk menjawab
pertanyaan yang
terdapat pada
LKS
Memberikan
Mengerjakan
dan
menyelesaikan
seluruh
pertanyaan yang
terdapat pada
LKS
Melakukan
Konstrukt
ivisme
Penilaian
otentik
Bertanya
Kecakapan
mengenal
diri
Kecakapan
berpikir
Kecakapan
100
berdasarkan
hasil
percobaan
tanya jawab
sesama
teman
kelompok
maupun
antar
kelompok
Menyimpul
kan materi
yang
dipelajari
(menyimpu
lkan
pengaruh
luas
permukaan,
konsentrasi,
suhu, dan
katalis
berdasarkan
percobaan
yang telah
dilakukan)
kesempatan
kepada siswa
untuk melakukan
tanya jawab
kepada teman
kelompok
maupun antar
kelompok
Meminta siswa
untuk
menyimpulkan
pengaruh luas
permukaan,
konsentrasi,
katalis dan suhu
berdasarkan hasil
pengamatan yang
dilakukan melalui
percobaan
tanya jawab dan
mengajukan
pertanyaan
kepada guru dan
kelompok lain
tentang materi
yang dipelajari
Menyimpulkan
materi yang
telah dipelajari
secara bersama-
sama
Refleksi
berpikir
Kecakapan
berkomunik
asi
Kecakapan
berpikir
Kecakapan
berkomunik
asi
Kecakapan
mengenal
diri
101
Saran: ..................................................................................................................................................................................................................
.................................................................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................................................................
Jakarta, 2014
Validator,
( )
102
LEMBAR OBSERVASI
KECAKAPAN HIDUP GENERIK (GENERIC LIFE SKILL) SISWA
Tujuan : Untuk memperoleh informasi tentang kecakapan hidup (Life
Skill) dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual
Petunjuk : Berilah tanda chek list centang (√) pada kolom (0, 1, 2 dan 3)
sesuai dengan hasil observasi.
Hari/Tanggal :
Nama Siswa :
Aspek Kecakapan Hidup Generik yang diamati Skala Penilaian Skor
0 1 2 3
1. Kecakapan Mengenali Diri (Kecakapan
Personal)
a. Membersihkan alat dan tempat setelah
melakkan praktikum (Sikap Peduli
Lingkungan)
b. Mengerjakan dan mengumpulkan tugas
dengan tepat waktu (Sikap Disiplin)
c. Melaporkan data/informasi apa adanya,
sesuai hasil yang didapat (Sikap Jujur)
d. Mengembalikan barang yang dipinjam
setelah melakukan praktikum (Sikap
Bertanggung Jawab)
2. Kecakapan Berpikir (Kecakapan Personal)
a. Menggali dan menemukan informasi
b. Mengambil keputusan saat melakukan
kegiatan praktikum
c. Mengajukan pertanyaan terkait dengan
praktikum yang dilakukan
d. Mengamati setiap perubahan yang terjadi
selama praktikum (warna dan waktu habis
bereaksi)
103
e. Menarik kesimpulan dari hasil praktikum
3. Kecakapan Berkomunikasi (Kecakapan Sosial)
a. Menyampaikan ide/pendapat selama proses
pembelajaran
b. Menanggapi pendapat orang lain selama
proses pembelajaran
c. Mengkomunikasikan antar kelompok untuk
berbagi gagasan
4. Kecakapan Bekerjasama (Kecakapan Sosial
a. Bekerjasama dalam memecahkan masalah
b. Melakukan diskusi bersama teman kelompok
terkait dengan fenomena yang diamati siswa
dengan mengisi pertanyaan pada LKS
c. Ikut serta melakukan praktikum secara aktif
Jumlah Skor yang dilakukan
Jumlah Skor Maksimum
Nilai
Catatan:
Keterangan:
0 = Tidak Pernah Muncul (0 – 25)
1 = Kadang-kadang Muncul (26 – 50)
2 = Sering Muncul (51 – 75)
3 = Selalu Muncul (76 – 100)
Observer
( )
104
LKS Kecakapan Hidup Generik Siswa Pada Pembelajaran Kontekstual Laju Reaksi
Nama :
Kelompok :
Standar Kompetensi : 3. Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia
faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta penerapannya
dalam kehidupan
Kompetensi Dasar : 3.1 Mendeskripsikan pengertian laju reaksi, dengan
melakukan percobaan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi laju reaksi
Tujuan Percobaan :
- Mengamati pengaruh luas permukaan terhadap laju reaksi
- Mengamati pengaruh suhu permukaan terhadap laju reaksi
- Mengamati pengaruh konsentrasi permukaan terhadap laju reaksi
- Mengamati pengaruh katalis permukaan terhadap laju reaksi
A. Pengantar
Suatu reaksi kimia berlangsung apabila terjadi tumbukan yang efektif antar
partikel pereaksi. Laju menyatakan seberapa cepat atau seberapa lambat suatu
proses berlangsung. Laju juga menyatakan besarnya perubahan yang terjadi dalam
persatuan waktu. Laju reaksi kimia terlihat dari perubahan konsentrasi molekul
pereaksi (reaktan) atau konsentrasi molekul produk terhadap waktu.
Laju reaksi tidak tetap melainkan berubah terus menerus seiring dengan
perubahan konsentrasi. Kecepatan laju reaksi dapat dikendalikan karena ada
beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu konsentrasi pereaksi, luas
permukaan partikel dari pereaksi, suhu saat reaksi, dan keberadaan katalis. Pada
kegiatan eksperimen kali ini, anda akan melakukan praktikum megenai faktor-
faktor yang mempengaruhi laju reaksi.
LEMBAR KERJA SISWA
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
LAJU REAKSI
105
LKS Kecakapan Hidup Generik Siswa Pada Pembelajaran Kontekstual Laju Reaksi
B. Fenomena
Reaksi-reaksi kimia berlangsung dengan laju yang berbeda-beda. Ada reaksi
yang berlangsung sangat cepat dan ada reaksi yang berlangsung dengan lambat.
Dibawah ini terdapat beberapa fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.
Fenomena 1. Suatu hari Ibu meminta Ani untuk membuat minuman yaitu,
teh manis hangat dan es teh manis. Ani bergegas untuk membuatkannya dengan
memasukkan gula ke dalam masing-msing gelas dengan menambahkan air yang
berbeda. Pada gelas merah, Ani menambahkan gula dengan air panas, dan pada
gelas biru Ani menambahkan gula dengan air dingin. Ani langsung mengaduk
kedua gelas tersebut, tapi ternyata gelas yang berisikan es teh manis gulanya tidak
mudah larut sedangkan, yang berisi teh manis hangat gulanya mudah larut. Ani
memperhatikan kedua gelas tersebut. Setelah memperhatikannya, ternyata Ani
mengetahui bahwa ada hubungannya antara gula dengan suhu air yang digunakan.
Fenomena 2. Badrun adalah anak seorang tukang sate. Pada suatu hari
kondisi Ayah Badrun sangat sibuk karena, tidak ada yang membantunya.
Akhirnya Ayah meminta Badrun untuk membantu memotongkan daging kambing
yang akan segera dibakar. Saat Badrun sedang memotong daging, Ayah
mengontrol potongan-potongan daging yang akan dibakar, ternyata potongan-
potongan daging tersebut dipotong dengan ukuran yang cukup besar dan tebal.
Ayah langsung menegur Badrun dan memintanya untuk memotong kembali
dengan ukuran yang lebih kecil dan tipis.
Badrun merasa bingung, kenapa ukuran dagingnya dibuat dengan potongan
yang lebih kecil dan tipis? Apa karena harga daging yang mahal? Setelah itu,
Ayah meminta Badrun untuk membakar dan memintanya untuk mengamati kedua
potongan daging yang berbeda. Ternyata setelah beberapa menit kemudian, sate
dengan potongan yang lebih tipis dan kecil sudah matang terlebih dahulu
dibanding dengan sate yang ukurannya lebih besar dan tebal. Setelah
mengamatinya, Badrun mulai memahami bahwa ada pengaruh antara potongan-
106
LKS Kecakapan Hidup Generik Siswa Pada Pembelajaran Kontekstual Laju Reaksi
potongan daging yang dibuat tipis dengan yang tebal, fungsinya supaya daging
yang dibuat sate dengan potongan yang tipis dan kecil lebih cepat matang saat
dibakar.
Mengapa hal itu
terjadi???
Tulislah faktor apa saja yang berpengaruh pada masing-masing fenomena diatas!
107
LKS Kecakapan Hidup Generik Siswa Pada Pembelajaran Kontekstual Laju Reaksi
Percobaan 1 Pengaruh Luas Permukaan Terhadap Laju Reaksi
Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh luas permukaan terhadap laju reaksi.
1. Alat dan Bahan
a. Batang Pengaduk e. Vitamin C+Kalsium (Tablet)
b. Gelas Kimia f. Air / Akuades
c. Gelas Ukur
d. Stopwatch
2. Langkah-langkah
Buatlah langkah-langkah percobaan pengaruh luas permukaan terhadap laju
reaksi!
108
LKS Kecakapan Hidup Generik Siswa Pada Pembelajaran Kontekstual Laju Reaksi
3. Desain Percobaan
Buatlah sketsa atau gambaran mengenai percobaan yang telah dilakukan!
4. Data Pengamatan
Lakukan langkah-langkah percobaan yang telah dibuat, kemudian tuliskan
data hasil pengamatan dalam tabel di bawah ini!
No Larutan Waktu
(detik) Pengamatan
1 ............... + Serbuk Vit C+Kalsium
2 ............... + kepingan kecil-kecil Vit
C+Kalsium
3 ............... + satu kepingan besar Vit
C+Kalsium
109
LKS Kecakapan Hidup Generik Siswa Pada Pembelajaran Kontekstual Laju Reaksi
5. Pertanyaan
a. Manakah Vit C+Kalsium yang lebih cepat habis bereaksi? Berikan
alasannya!
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
........................................................................
b. Berdasarkan data hasil pengamatan, bagaimana pengaruh luas permukaan
terhadap laju reaksi?
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
............................................................................................................
110
LKS Kecakapan Hidup Generik Siswa Pada Pembelajaran Kontekstual Laju Reaksi
Percobaan 2
Pengaruh Suhu Terhadap Laju Reaksi
Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap laju reaksi.
1. Alat dan Bahan
a. Batang Pengaduk f. Vitamin C+Kalsium (Tablet)
b. Gelas Kimia g. Air Panas (1000C)
c. Gelas Ukur h. Air Dingin / Es batu ukur
suhunya
d. Stopwatch i. Air dengan suhu kamar (270C)
e. Termometer
2. Langkah-langkah
Buatlah langkah-langkah percobaan pengaruh suhu terhadap laju reaksi!
111
LKS Kecakapan Hidup Generik Siswa Pada Pembelajaran Kontekstual Laju Reaksi
3. Desain Percobaan
Buatlah sketsa atau gambaran mengenai percobaan yang telah dilakukan!
4. Data Pengamatan
Lakukan langkah-langkah percobaan yang telah dibuat, kemudian tuliskan
data hasil pengamatan dalam tabel di bawah ini!
No Bahan
(VitC+Kalsium) Air
Waktu
(detik) Pengamatan
1 1 Tablet
Panas
(100oC)
2 1 Tablet
Dingin /
Es batu
(15oC)
3 1 Tablet
suhu
kamar
(27oC)
112
LKS Kecakapan Hidup Generik Siswa Pada Pembelajaran Kontekstual Laju Reaksi
5. Pertanyaan
a. Gelas manakah yang lebih cepat membuat Tablet Vit C+Kalsium
bereaksi? Berikan alasan!
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
........................................................................
b. Berdasarkan data hasil pengamatan, bagaimana pengaruh suhu terhadap
reaksi?
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
........................................................................
113
LKS Kecakapan Hidup Generik Siswa Pada Pembelajaran Kontekstual Laju Reaksi
Percobaan 3 Pengaruh Konsentrasi Terhadap Laju Reaksi
Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi.
1. Alat dan Bahan
a. Batang Pengaduk e. Vitamin C+Kalsium (Tablet)
b. Gelas Kimia f. Susu Kental
c. Gelas Ukur g. Susu Cair
d. Stopwatch
2. Langkah-langkah
Buatlah langkah-langkah percobaan pengaruh konsentrasi terhadap laju
reaksi!
114
LKS Kecakapan Hidup Generik Siswa Pada Pembelajaran Kontekstual Laju Reaksi
3. Desain Percobaan
Buatlah sketsa atau gambaran mengenai percobaan yang telah dilakukan!
4. Data Pengamatan
Lakukan langkah-langkah percobaan yang telah dibuat, kemudian tuliskan
data hasil pengamatan dalam tabel di bawah ini!
Gelas Larutan Waktu
(detik) Pengamatan lain
1
.
1 Tablet VitC+Kalsium
+
Susu KentaL
2
1 Tablet VitC+Kalsium
+
Susu Cair
115
LKS Kecakapan Hidup Generik Siswa Pada Pembelajaran Kontekstual Laju Reaksi
5. Pertanyaan
a. Gelas manakah yang lebih cepat menghabiskan atau mereaksikan Tablet
Vit C+Kalsium? Berikan alasan!
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
........................................................................
......................................................................................................................
..................
b. Berdasarkan data hasil pengamatan, bagaimana pengaruh konsentrasi
terhadap laju reaksi?
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
............................................................................................................
116
LKS Kecakapan Hidup Generik Siswa Pada Pembelajaran Kontekstual Laju Reaksi
Percobaan 4
Pengaruh Katalis Terhadap Laju Reaksi
Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh katalis terhadap laju reaksi.
1. Alat dan Bahan
a. Kertas
b. Penjepit
c. Korek api
d. Pembakar spirtus
e. Kertas tissue
f. Gula batu 2 bongkahan
2. Langkah-langkah
Buatlah langkah-langkah percobaan pengaruh katalis terhadap laju reaksi!
117
LKS Kecakapan Hidup Generik Siswa Pada Pembelajaran Kontekstual Laju Reaksi
3. Desain Percobaan
Buatlah sketsa atau gambaran mengenai percobaan yang telah dilakukan!
4. Data Pengamatan
Lakukan langkah-langkah percobaan yang telah dibuat, kemudian tuliskan
data hasil pengamatan dalam tabel di bawah ini
No Bahan Waktu
(detik) Pengamatan lain
1 Bahan sebelum dilumuri abu
kertas
2
Bahan setelah dilumuri abu
kertas
118
LKS Kecakapan Hidup Generik Siswa Pada Pembelajaran Kontekstual Laju Reaksi
5. Pertanyaan
a. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, perbedaan apa yang sangat
terlihat dari kedua bahan tersebut?
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
..........................................................................................
b. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, manakah yang berperan
sebagai katalis? Dan apakah fungsinya?
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
........
119
LKS Kecakapan Hidup Generik Siswa Pada Pembelajaran Kontekstual Laju Reaksi
Kesimpulan:
Diskusikanlah dengan teman sekelompokmu!
a. Pembusukan makanan, memasak, dan mencuci merupakan contoh proses
yang berkaitan dengan laju. Faktor apa saja yang berpengaruh pada
masing-masing proses berikut ini.
1. Makanan yang disimpan dalam kulkas dapat bertahan lebih lama.
2. Bahan makanan yang dipotong-potong dapat matang lebih cepat.
3. Mencuci dengan detergen yang lebih banyak membuat pakaian lebih
bersih.
4. Pembakaran zat makanan dalam tubuh dapat berlangsung pada suhu
tubuh yang relatif rendah, sedangkan di laboratorium pembakaran
serupa hanya dapat berlangsung pada suhu yang jauh lebih tinggi.
b. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, jelaskan apa yang dimaksud
dengan laju reaksi serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi laju
reaksi dan bagaimana hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi
laju reaksi berdasarkan teori tumbukan!
120
Lampiran 5
Daftar Nilai Hasil Kecakapan Personal Siswa Pada Setiap Aspek Kecakapan Mengenali Diri
N
o Nama Siswa Kelompok
KMD 1 KMD 2 KMD 3 KMD 4 Kemampuan
Siswa Rata-rata
Nilai
Kelompok SM % KG SM % KG SM % KG SM % KG
1 Ukhti Melati
TINGGI
3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 100,00
98,43
2 Faiz Sidik 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 100,00
3 Nisa Nurul 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 100,00
4 Dyah Retno 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 100,00
5 Lindawati 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 100,00
6 St. Fatimah 3 100 SB 2 75 SB 3 100 SB 3 100 SB 93,75
7 Eko P 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 100,00
8 Nia Marlina 3 100 SB 3 100 SB 3 75 B 3 100 SB 93,17
9 Suci Puspita
SEDANG
3 100 SB 2 75 SB 2 75 SB 3 100 SB 87,50
90,23
10 Novi R 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 100,00
11 Elsa S 3 100 SB 3 100 SB 2 75 SB 2 75 SB 87,50
12 Feni R 2 75 SB 2 75 SB 2 75 SB 3 100 SB 81,25
13 Aprianti 3 100 SB 3 100 SB 2 75 SB 2 75 SB 87,50
14 Dandi R 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 2 75 SB 93,75
15 Erina S 2 75 SB 2 75 SB 2 75 SB 2 75 SB 75,00
16 Dwi Fahmi 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 100,00
17 Bayu Akbar 3 100 SB 3 100 SB 2 75 B 3 100 SB 93,75
18 Nuh Adjie 3 100 SB 2 75 B 2 75 B 3 100 SB 87,50
19 Atin Y 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 100,00
20 Wahyu L 3 100 SB 2 75 B 3 100 SB 2 75 B 87,50
21 Hikmah N.S 3 100 SB 3 100 SB 2 75 B 2 75 B 87,50
22 Rita S 2 75 B 2 75 B 3 100 SB 3 100 SB 87,50
23 M. Dwi 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 2 75 B 93,75
24 Khaifa M 2 75 B 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 93,75
25 Eka Safilla F
RENDAH
2 75 B 3 100 SB 2 75 B 2 75 B 81,25
78,91
26 Arifin 2 75 B 3 100 SB 2 75 B 2 75 B 81,25
27 Nada Zakia 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 100,00
28 Tasya A 3 100 SB 3 100 SB 2 75 B 3 100 SB 93,75
29 Jillan 2 75 B 1 50 C 1 50 C 2 75 C 62,50
30 Sofia Marwa 3 100 SB 2 75 B 0 25 K 1 50 C 62,50
31 Desy Putri 2 75 B 3 100 SB 1 50 C 3 100 SB 81,25
32 Vonny 2 75 B 2 75 B 1 50 C 2 75 B 68,75
Rata-rata 92,71 91,66 82,29 90,10 89,19
121
Keterangan:
KMD 1 : Kecakapan Mengenali Diri dalam melakukan praktikum sesuai dengan prosedur
KMD 2 : Kecakapan Mengenali Diri dalam menyiapkan alat dan bahansesuai dengan kebutuhan praktikum
KMD 3 : Kecakapan Mengenali Diri dalam membersihkan alat setelah melakukan praktikum
KMD 4 : Kecakapan Mengenali Diri dalam mengembalikan alat praktikum sesuai pada tempatnya
SM : Skor Mentah
KG : Kategori
122
Daftar Nilai Hasil Kecakapan Personal Siswa Pada Setiap Aspek Kecakapan Berpikir
N
o Nama Siswa Kelompok
KB 1 KB 2 KB 3 KB 4 KB 5
Kemampuan
Siswa Rata-rata
Nilai
Kelompok SM % KG SM % KG SM % KG SM % KG SM % KG
1 Ukhti Melati
TINGGI
2 75 B 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 95,00
91,87
2 Faiz Sidik 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 100,00
3 Nisa Nurul 2 75 B 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 95,00
4 Dyah Retno 2 75 B 3 100 SB 2 75 B 3 100 SB 3 100 SB 90,00
5 Lindawati 2 75 B 3 100 SB 2 75 B 3 100 SB 3 100 SB 90,00
6 St. Fatimah 2 75 B 3 100 SB 2 75 B 3 100 SB 3 100 SB 90,00
7 Eko P 2 75 B 3 100 SB 1 50 C 3 100 SB 3 100 SB 85,00
8 Nia Marlina 2 75 B 3 100 SB 2 75 B 3 100 SB 3 100 SB 90,00
9 Suci
SEDANG
1 50 C 2 75 B 1 50 C 2 75 B 2 75 B 65,00
74,06
10 Novi 1 50 C 2 75 B 1 50 C 2 75 B 2 75 B 65,00
11 Elsa 2 75 B 2 75 B 2 75 B 2 75 B 3 100 SB 80,00
12 Feni 0 25 K 0 25 K 0 25 K 2 75 B 2 75 B 40,00
13 Aprianti 1 50 C 1 50 C 0 25 K 2 75 B 1 50 C 50,00
14 Dandi R 1 50 C 2 75 B 2 75 B 2 75 B 2 75 B 70,00
15 Erina S 1 50 C 1 50 C 0 25 K 2 75 B 1 50 C 50,00
16 Dwi Fahmi 2 75 B 2 75 B 1 50 C 3 100 SB 3 100 SB 80,00
17 Bayu Akbar 2 75 B 3 100 SB 2 75 B 3 100 SB 3 100 SB 90,00
18 Nuh Adjie 2 75 B 3 100 SB 2 75 B 3 100 SB 3 100 SB 90,00
19 Atin Y 2 75 B 3 100 SB 1 50 C 2 75 B 2 75 B 75,00
20 Wahyu L 2 75 B 3 100 SB 1 50 C 2 75 B 3 100 SB 80,00
21 Hikmah N.S 2 75 B 3 100 SB 2 75 B 3 100 SB 3 100 SB 90,00
22 Rita S 2 75 B 3 100 SB 1 50 C 3 100 SB 3 100 SB 85,00
23 M. Dwi 3 100 SB 2 75 B 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 95,00
24 Khaifa M 2 75 B 3 100 SB 1 50 C 3 100 SB 3 100 SB 85,00
25 Eka Safilla F
RENDAH
2 75 B 3 100 SB 1 50 C 2 75 B 3 100 SB 80,00
73,12
26 Arifin 2 75 B 2 75 B 0 25 K 2 75 B 2 75 B 65,00
27 Nada Zakia 1 50 C 3 100 SB 1 50 C 2 75 B 3 100 SB 75,00
28 Tasya A 2 75 B 3 100 SB 1 50 C 3 100 SB 3 100 SB 85,00
29 Jillan 1 50 C 3 100 SB 1 50 C 2 75 B 3 100 SB 75,00
30 Sofia Marwa 1 50 C 3 100 SB 2 75 B 2 75 B 3 100 SB 80,00
31 Desy Putri 1 50 C 3 100 SB 0 25 K 2 75 B 2 75 B 65,00
32 Vonny 1 50 C 2 75 B 0 25 K 2 75 B 2 75 B 60,00
Rata-rata 67,77 91,15 60,42 88,02 82,39 77,95
123
Keterangan :
KB 1 : Kecakapan Berpikir dalam Menggali Informasi dan Menemukan Informasi
KB 2 : Kecakapan Berpikir dalam Menyimak Pengarahan Praktikum Guru
KB 3 : Kecakapan Berpikir dalam Mengajukan Pertanyaan Terkait dengan Praktikum
KB 4 : Kecakapan Berpikir dalam Mengamati setiap Perubahan yang Terjadi Selama Praktikum
KB 5 : Kecakapan Berpikir dalam Mencatat Data Hasil Praktikum
SM : Skor Mentah
KG : Kategori
SB : Sangat Baik
B : Baik
C : Cukup
K : Kurang
124
Daftar Nilai Hasil Kecakapan Sosial Siswa Pada Setiap Aspek Kecakapan Berkomunikasi
N
o
Nama Siswa Kelompok KBO 1 KBO 2 KBO 3 Kemampuan
Siswa Rata-rata
Nilai
Kelompok SM % KG SM % KG SM % KG
1 Ukhti Melati
TINGGI
3 100 SB 2 75 B 3 100 SB 91,67
86,46
2 Faiz Sidik 3 100 SB 2 75 B 3 100 SB 91,67
3 Nisa Nurul 3 100 SB 2 75 B 3 100 SB 91,67
4 Dyah Retno 3 100 SB 2 75 B 3 100 SB 91,67
5 Lindawati 3 100 SB 2 75 B 2 75 B 83,33
6 St. Fatimah 3 100 SB 2 75 B 2 75 B 83,33
7 Eko P 3 100 SB 2 75 B 2 75 B 83,33
8 Nia Marlina 3 100 SB 1 50 C 2 75 B 75,00
9 Suci
SEDANG
1 50 C 0 25 K 1 50 C 41,67
61,98
10 Novi 1 50 C 1 50 C 1 50 C 50,00
11 Elsa 2 75 B 2 75 B 2 75 B 75,00
12 Feni 0 25 K 0 25 K 0 25 K 25,00
13 Aprianti 0 25 K 0 25 K 1 50 C 33,33
14 Dandi R 1 50 C 1 50 C 1 50 C 50,00
15 Erina S 1 50 C 0 25 K 1 50 C 41,67
16 Dwi Fahmi 2 75 B 1 50 C 2 75 B 66,67
17 Bayu Akbar 2 75 B 2 75 B 3 100 SB 83,33
18 Nuh Adjie 2 75 B 2 75 B 3 100 SB 83,33
19 Atin Y 2 75 B 2 75 B 3 100 SB 83,33
20 Wahyu L 3 100 SB 1 50 C 2 75 B 75,00
21 Hikmah N.S 2 75 B 2 75 B 3 100 SB 83,33
22 Rita S 1 50 C 1 50 C 2 75 B 58,33
23 M. Dwi 3 100 SB 1 50 C 2 75 B 75,00
24 Khaifa M 2 75 B 2 75 B 1 50 C 66,67
25 Eka Safilla F
RENDAH
1 50 C 1 50 C 2 75 B 58,33
51,04
26 Arifin 1 50 C 2 75 B 2 75 B 66,67
27 Nada Zakia 1 50 C 2 75 B 2 75 B 66,67
28 Tasya A 1 50 C 0 25 K 2 75 B 50,00
29 Jillan 0 25 K 0 25 K 2 75 B 41,67
30 Sofia Marwa 0 25 K 1 50 C 2 75 B 50,00
31 Desy Putri 0 25 K 0 25 K 2 75 B 41,67
32 Vonny 0 25 K 0 25 K 1 50 C 33,33
Rata-rata 67,19 56,25 76,04 66,49
125
Keterangan :
KBO 1 : Kecakapan Berkomunikasi dalam Menyampaikan Ide/Pendapat selama Proses Pembelajaran
KBO 2 : Kecakapan Berkomunikasi dalam Menanggapi Pendapat Orang Lain selama Proses Pembelajaran
KBO 3 : Kecakapan Berkomunikasi dalam Mengkomunikasikan antar Kelompok untuk Berbagi Gagasan
SM : Skor Mentah
KG : Kategori
SB : Sangat Baik
B : Baik
C : Cukup
K` : Kurang
126
Daftar Nilai Hasil Kecakapan Sosial Siswa Pada Setiap Aspek Kecakapan Bekerjasama
N
o
Nama Siswa Kelompok KBS 1 KBS 2 KBS 3 Kemampuan
Siswa Rata-rata
Nilai
Kelompok SM % KG SM % KG SM % KG
1 Ukhti Melati
TINGGI
3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 100
98,95
2 Faiz Sidik 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 100
3 Nisa Nurul 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 100
4 Dyah Retno 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 100
5 Lindawati 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 100
6 St. Fatimah 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 100
7 Eko P 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 100
8 Nia Marlina 3 100 SB 3 100 SB 2 75 B 91,67
9 Suci
SEDANG
1 50 C 1 50 C 2 75 B 58,33
76,04
10 Novi 2 75 B 2 75 B 2 75 B 75,00
11 Elsa 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 75,00
12 Feni 1 50 C 1 50 C 1 50 C 50,00
13 Aprianti 1 50 C 1 50 C 1 50 C 50,00
14 Dandi R 2 75 B 2 75 B 2 75 B 75,00
15 Erina S 1 50 C 1 50 C 1 50 C 50,00
16 Dwi Fahmi 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 100,00
17 Bayu Akbar 3 100 SB 2 75 B 2 75 B 83,33
18 Nuh Adjie 2 75 B 3 100 SB 2 75 B 83,33
19 Atin Y 2 75 B 2 75 B 2 75 B 75,00
20 Wahyu L 3 100 SB 2 75 B 2 75 B 83,33
21 Hikmah N.S 3 100 SB 2 75 B 3 100 SB 91,67
22 Rita S 2 75 B 3 100 SB 2 75 B 83,33
23 M. Dwi 3 100 SB 2 75 B 3 100 SB 91,67
24 Khaifa M 2 75 B 3 100 SB 3 100 SB 91,67
25 Eka Safilla F
RENDAH
2 75 B 2 75 B 2 75 B 75,00
75,00
26 Arifin 2 75 B 1 50 C 2 75 B 66,67
27 Nada Zakia 2 75 B 2 75 B 3 100 SB 83,33
28 Tasya A 3 100 SB 3 100 SB 3 100 SB 100
29 Jillan 1 50 C 2 75 B 2 75 B 66,67
30 Sofia Marwa 2 75 B 2 75 B 2 75 B 75,00
31 Desy Putri 2 75 B 1 50 C 2 75 B 66,67
32 Vonny 2 75 B 2 75 B 1 50 C 66,67
Rata-rata 83,33 82,29 83,85 83,33
127
Keterangan :
KBS 1 : Kecakapan Bekerjasama dalam Memecahkan Masalah
KBS 2 : Kecakapan Bekerjasama dalam Melakukan Diskusi Bersama Teman Kelompok Terkait Fenomena yang Diamati dan Mengisi
Pertanyaan pada LKS
KBS 3 : Kecakapan Bekerjasama dalam Mengikuti Praktikum Secara Aktif
SM : Skor Mentah
KG : Kategori
SB : Sangat Baik
B : Baik
C : Cukup
K : Kurang
128
Lampiran 6
Kedudukan Siswa dalam Kelompok
Skor 32 orang siswa
90 89 85 85 82 80 80 79 75 70
70 68 68 65 65 65 60 60 60 60
60 58 58 58 50 50 48 48 45 45
40 40
Tabel Skor Siswa
1. (∑
)
2= (
)2
= 4128,06
2. ∑
=
= 4329,18
3. SD = √ (∑
)
∑
= √
Skor rata-rata
2
90 1 90 8100
89 1 89 7921
85 2 170 14450
82 1 82 6724
80 2 160 12800
79 1 79 6241
75 1 75 5625
70 2 140 9800
68 2 136 9248
65 3 195 12675
60 5 300 18000
58 3 174 10092
50 2 100 5000
48 2 96 4608
45 2 90 4050
40 2 80 3200
∑ N = 32 2056 138534
129
=√
= 14,18
4. mean= ∑
=
= 64,25
Jadi:
- Kelompok Tinggi
64,25 + 14,18 = 78,43 (sebanyak 8 orang)
- Kelompok Sedang
Antara 50,07- 78,43 (sebanyak 16 orang)
- Kelompok Rendah
64,25 – 14,18 = 50,07 (sebanyak 6 orang)
130
Lampiran 7
Tabel Nilai Rata-Rata Kecakapan Hidup (Life Skill) Siswa Secara
Keseluruhan
N
o
Aspek Kecakapan
Hidup (Life Skills)
Generik Siswa
Kelompok
Tinggi
Kelompok
Sedang
Kelompok
Bawah
Kecakapan
Hidup (Life
Skills) Siswa
Nilai
(%) KG
Nilai
(%) KG
Nilai
(%) KG
Nilai
(%) KG
1 Kecakapan
Mengenali Diri
98,43 SB 90,23 SB 78,91 B 89,19 SB
2 Kecakapan Berpikir 91,87 SB 74,06 SB 73,12 B 77,95 SB
3 Kecakapan
Berkomunikasi
86,46 SB 61,98 B 51,04 C 66,49 B
4 Kecakapan
Bekerjasama
98,96 SB 76,04 SB 75,00 B 83,33 SB
Rata-Rata 93,93 SB 75,58 SB 69,52 C 79,24 SB
(Berdasarkan hasil perhitungan yang terdapat pada Lampiran 5)
Keterangan:
SB : Sangat Baik (76 – 100)
B : Baik (51 – 75)
C : Cukup (26 – 50)
K : Kurang (0 – 25)
131
Lampiran 8
Daftar Nilai Ulangan Kimia Siswa dan Nilai Kecakapan Hidup Generik
(Generic Life Skill) Siswa Kelas XI IPA SMA Dua Mei
No Nama Siswa Kelompok
Nilai
Ulangan
Nilai
Keseluruhan
Generic Life
Skill Siswa
Kelompok Laju
Reaksi
1 Ukhti Melati
TINGGI
90 95,6 Tinggi
2 Faiz Sidik 89 97,7 Tinggi
3 Nisa Nurul 85 95,6 Tinggi
4 Dyah Retno 85 93,3 Tinggi
5 Lindawati 82 91,1 Tinggi
6 St. Fatimah 80 88,9 Tinggi
7 Eko Prasetyo 80 88,8 Tinggi
8 Nia Marina 79 84,4 Tinggi
9 Suci Puspita
SEDANG
65 53,3 Sedang
10 Novi Rahmawati 65 64,4 Sedang
11 Elsa S 58 73,4 Sedang
12 Feni Ramadhani 58 42,2 Bawah
13 Aprinati 60 42,2 Bawah
14 Dandi R 60 64,4 Sedang
15 Erina S 60 40,0 Bawah
16 Dwi Fahmi 60 82,2 Tinggi
17 Bayu Akbar 75 84,4 Tinggi
18 Nuh Adjie 70 82,2 Tinggi
19 Atin Yulianti 70 77,7 Sedang
20 Wahyu L 68 75,5 Sedang
21 Hikmah N.S 68 84,4 Tinggi
22 Rita S 65 73,3 Sedang
23 M. Dwi 60 86,7 Tinggi
24 Khaifa M 58 80,0 Tinggi
25 Eka Safilla F
RENDAH
50 66,7 Sedang
26 Arifin 50 62,2 Sedang
27 Nada Zakia 48 60,0 Sedang
28 Tasya A 48 77,8 Sedang
29 Jillan 45 51,1 Sedang
30 Sofia Marwa 45 57,8 Sedang
31 Desy Putri 40 53,3 Sedang
32 Vonny 40 44,4 Bawah
Rata-rata 65,42 77,20 Sedang
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
Top Related