KATA PENGANTAR
Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang
diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan
pada publikasi dan data-data yang sudah dipublikasikan oleh Kementerian/Lembaga, dan
instansi internasional, maupun hasil dari Round Table Discussion yang dilakukan bersama
dengan beberapa Kementerian/Lembaga, pengamat, dan praktisi ekonomi.
Publikasi triwulan III tahun 2016 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai
perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan III tahun 2016. Dari sisi
perekonomian dunia, publikasi ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan
negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia. Dari sisi perekonomian
nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III tahun 2016
dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, perkembangan investasi dan kerja sama
internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Dalam publikasi ini juga
tersaji Policy Brief terkait kebijakan pemerintah dan kondisi ekonomi terkini.
Sangat disadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak
perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari
pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan publikasi ini
dapat tercapai.
Jakarta, Desember 2016
Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS
I
Ringkasan Eksekutif
Pada triwulan III tahun 2016, perekonomian negara-negara di beberapa kawasan
masih tumbuh melambat. Uni Eropa tumbuh sebesar 1,6 persen (YoY), melambat
dibandingkan triwulan III tahun 2015 sebesar 2,0 persen (YoY). Ekonomi Uni
Eropa masih dapat tumbuh positif karena masih tumbuhnya permintaan
domestik dan investasi dibidang konstruksi serta adanya kebijakan suku bunga
rendah European Central Bank (ECB). Di sisi lain, Amerika Serikat (AS) tumbuh
sebesar 2,9 persen (YoY), merupakan fase tercepat dalam dua tahun terakhir.
Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh penguatan kinerja ekspor yang tumbuh
sebesar 10,0 persen (YoY) yang merupakan kenaikan terbesar sejak triwulan IV
tahun 2013, serta kenaikan inventori investasi.
Perekonomian Tiongkok tumbuh sebesar 6,7 persen (YoY) dan merupakan
pertumbuhan terendah sejak tahun 2009, yang dipengaruhi oleh melambatnya
investasi swasta dan kinerja ekspor. Pertumbuhan ekonomi tersebut ditopang
oleh pemerintah dan sektor perumahan sehingga mencegah pelemahan ekonomi
Tiongkok yang tajam. Sementara itu, perekonomian Jepang tumbuh sebesar 2,2
persen (YoY), lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, akibat perbaikan kinerja
ekspor selama tiga triwulan berturut-turut yang disebabkan oleh kenaikan
pengiriman komponen smartphone.
Perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY), meningkat
dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 4,7 persen (YoY) namun lebih
rendah dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 5,2 persen (YoY). Secara
kumulatif sampai dengan triwulan III tahun 2016, ekonomi Indonesia dapat
tumbuh sebesar 5,0 persen. Dari sisi domestik, kinerja pertumbuhan ekonomi
didorong oleh terjaganya permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga
yang tumbuh cukup kuat, namun realisasi belanja pemerintah APBN lebih rendah
dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya akibat pemotongan
anggaran. Hingga akhir triwulan III tahun 2016 inflasi sebesar 3,07 persen (YoY)
dengan IHK 125,4 basis poin, menurun dibandingkan triwulan yang sama tahun
sebelumnya.
Secara spasial, seluruh pulau/wilayah mengalami pertumbuhan positif dengan
rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Maluku dan Papua. Rata-rata
pertumbuhan di wilayah Maluku dan Papua; Sulawesi; Jawa; serta Bali dan Nusa
Tenggara lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara
itu, perkembangan kontribusi daerah terhadap PDB dari tahun ke tahun relatif
tidak banyak berubah. Kontribusi terbesar terhadap PDB dari triwulan I tahun
II
2010 sampai dengan triwulan III tahun 2016 didominasi pulau Jawa, yaitu sebesar
58,4 persen.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III tahun 2016 mengalami
suplus sebesar USD5,7 miliar. Kinerja tersebut meningkat signifikan dibandingkan
dengan NPI pada triwulan III tahun 2015 yang defisit sebesar USD4,6 miliar
maupun triwulan II tahun 2016 yang surplus sebesar USD2,2 miliar. Peningkatan
tersebut dipengaruhi oleh menurunnya defisit pada neraca transaksi berjalan dan
meningkatnya surplus neraca transaksi modal dan finansial secara signifikan.
Total ekspor Indonesia pada sampai dengan akhir triwulan III tahun 2016 sebesar
USD104,4 miliar, mengalami penurunan sebesar 9,4 persen jika dibandingkan
dengan periode yang sama tahun 2015. Hal ini sejalan nilai impor Indonesia
secara total adalah sebesar USD98.693,4 juta atau menurun sebesar 8,6 persen
(YoY). Sementara itu, cadangan devisa Indonesia pada triwulan III tahun 2016
mencapai sebesar USD115,7 miliar atau setara dengan 8,5 bulan impor.
Realisasi Penerimaan Perpajakan hingga September 2016, mencapai Rp896,3
triliun atau sekitar 58,2 persen dari APBN-P 2016. Realisasi pembiayaan defisit
hingga September 2016 mencapai Rp392,4 triliun, lebih tinggi dibandingkan
target APBN-P 2016 (sebesar Rp296,7 triliun). Dari jumlah tersebut, pinjaman
dalam negeri mendominasi dengan nominal sebesar Rp405,1 triliun. Sementara
itu, realisasi pinjaman luar negeri (neto) hingga September 2016 sebesar minus
Rp12,7 triliun. Disisi lain, realisasi PMDN mengalami pertumbuhan positif sebesar
16,2 persen (YoY) dibandingkan triwulan III tahun 2015 yaitu sebesar Rp55,6
triliun. Sementara itu, realisasi PMA mengalami penurunan dengan tumbuh
negatif sebesar -0,2 persen (YoY) menjadi sebesar USD7.389,5 juta.
Penjualan mobil tumbuh sebesar 5,1 persen (YoY) walaupun secara nilai
mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu sebesar 251.340
unit. Sementara itu, penjualan motor kembali mengalami pertumbuhan negatif
sebesar -16,0 persen (YoY) dengan penjualan sebesar 1,3 juta kendaraan.
Penjualan semen tumbuh sebesar 3,3 persen (YoY), yaitu mencapai 15,2 juta ton
pada triwulan III tahun 2016. Secara kumulatif, penjualan semen pada Januari
hingga September 2016 sebesar 44,7 juta ton, meningkat 3,2 persen
dibandingkan periode yang sama tahun 2015. Sementara itu, jumlah kunjungan
wisatawan mancanegara (wisman) adalah sebesar 3,1 juta wisman atau tumbuh
sebesar 21,2 persen, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 dan
2014.
III
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................. III
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... VI
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... X
POLICY BRIEF .......................................................................................................... 3
Isu Perkembangan Ekonomi Domestik .................................................................... 3
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA ..................................................................... 12
PEREKONOMIAN DUNIA ........................................................................................ 13
PEREKONOMIAN DUNIAPertumbuhan Ekonomi ............................................ 14
Tingkat Pengangguran .................................................................................... 16
Perkiraan Ekonomi Dunia ................................................................................ 18
PERKEMBANGAN KEUANGAN INTERNASIONAL .................................................... 23
Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD ............................................................. 23
Inflasi ............................................................................................................... 25
Suku Bunga Kebijakan ..................................................................................... 27
Cadangan Devisa ............................................................................................. 28
PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL ...................................... 29
Perkembangan Harga Internasional .............................................................. 29
Harga Minyak Dunia dan Gas Alam ................................................................. 31
Harga Komoditas Utama Pangan .................................................................... 32
Isu Terkini Kerjasama Ekonomi Internasional ................................................. 33
Kerjasama Ekonomi Internasional .................................................................. 34
Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA . 37
PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA.............................................................. 46
PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA ................................................................ 47
PERKEMBANGAN EKONOMI DAERAH ................................................................... 54
PERKEMBANGAN HARGA KEBUTUHAN POKOK .................................................... 58
Perkembangan Harga Domestik ..................................................................... 58
Indeks Harga Bahan Pokok Nasional ............................................................... 59
INDEKS TENDENSI KONSUMEN ............................................................................. 60
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN ........................................................................... 62
PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI ..................................................................... 63
Kondisi Bisnis Indonesia .................................................................................. 63
Pertumbuhan Industri Pengolahan ................................................................. 65
Data Penjualan Komoditas Industri Utama ..................................................... 69
Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri ............................................ 72
IV
Manufacturing Purchasing Manager Index .................................................... 74
Perkembangan Sektor Pariwisata ................................................................... 76
Kebijakan Pembangunan Pariwisata Indonesia ..................................................... 80
KEUANGAN NEGARAKEUANGAN NEGARA ............................................................ 83
PENDAPATAN NEGARA .......................................................................................... 85
BELANJA PEMERINTAH .......................................................................................... 86
PEMBIAYAAN PEMERINTAH .................................................................................. 88
Posisi Utang Pemerintah ................................................................................. 90
Surat Berharga Negara (SBN) .......................................................................... 91
Pinjaman Luar Negeri ...................................................................................... 94
PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN............................................................ 97
ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL ............................................... 97
NERACA PEMBAYARAN ......................................................................................... 98
TRANSAKSI BERJALAN .......................................................................................... 100
Perkembangan Ekspor .................................................................................. 100
Perkembangan Impor ................................................................................... 105
Perkembangan Neraca Perdagangan ............................................................ 110
Neraca Pendapatan ....................................................................................... 116
NERACA MODAL DAN FINANSIAL ........................................................................ 118
CADANGAN DEVISA ............................................................................................. 120
PERKEMBANGAN INVESTASI ............................................................................... 123
Isu Terkini Perkembangan Investasi ............................................................. 123
PERKEMBANGAN INVESTASI ............................................................................... 124
REALISASI INVESTASI ........................................................................................... 125
Realisasi Per Sektor ....................................................................................... 125
Realisasi Per Lokasi ....................................................................................... 127
Realisasi per Negara ...................................................................................... 129
PERKEMBANGAN MONETER DAN KEUANGAN .................................................. 132
PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER ............................................................ 133
Tingkat Inflasi ................................................................................................ 133
Nilai Tukar Rupiah ......................................................................................... 136
SEKTOR PERBANKAN ........................................................................................... 140
Kredit Usaha Rakyat ............................................................................................ 142
SEKTOR PERBANKAN SYARIAH ............................................................................ 143
LAMPIRAN .......................................................................................................... 146
Lampiran 1: Inflasi Kabupaten/Kota .................................................................... 147
Lampiran 2: Inflasi Kabupaten/Kota .................................................................... 148
V
Lampiran 3 : Nilai Tukar Mata Uang .................................................................... 149
Lampiran 4: Indeks Harga Komoditas Internasional............................................ 150
Lampiran 5: Harga Bahan Pokok Nasional ........................................................... 151
VI
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Waktu yang Dibutuhkan untuk Menyamai PDB per Kapita Negara ................... 5
Tabel 2. Bukti Empiris Pengaruh Kebijakan terhadap TFP ................................................ 7
Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF .................................................... 18
Tabel 4. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Menurut ADB (YoY) .............................. 21
Tabel 5. Tingkat Inflasi Global Triwulan III-2016 (% YoY) ............................................... 26
Tabel 6. Perubahan Suku Bunga Bank Sentral Beberapa Negara Triwulan III Tahun 2016 (persentase poin) ............................................................................................................ 27
Tabel 7. Posisi Cadangan Devisa Beberapa Bank Sentral (miliar USD) ........................... 29
Tabel 8.Perkembangan Harga untuk Komoditas terpilih Periode Bulan Januari-September Tahun 2016 .................................................................................................. 30
Tabel 9. Perkembangan Harga Minyak dan Gas Dunia .................................................. 32
Tabel 10.Status Perjanjian Ekonomi Internasional (per November 2016) ..................... 34
Tabel 11.Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia ...................... 36
Tabel 12. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Oseania (juta USD) .......................................................................................................... 37
Tabel 13. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Selatan (juta USD) ................................................................................................... 38
Tabel 14. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Tenggara (juta USD) ................................................................................................ 39
Tabel 15. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Timur Tengah (juta USD) ................................................................................................ 42
Tabel 16. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Timur (juta USD) ..................................................................................................... 42
Tabel 17. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Afrika (juta USD) ............................................................................................................. 43
Tabel 18. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Eropa (juta USD) ............................................................................................................. 44
Tabel 19. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 Menurut Lapangan Usaha (YoY) ............................................................................ 49
Tabel 20. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 (Persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) ........................................................... 52
VII
Tabel 21. Koefisien Variasi Harga Antar Waktu Periode Bulan Januari-September Tahun 2016 ................................................................................................................................ 58
Tabel 22. Koefisien Variasi Harga Antar Wilayah Bulan Januari-September Tahun 2016 ........................................................................................................................................ 59
Tabel 23.Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya ................................................................ 60
Tabel 24. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari 2016 – Oktober 2016 .......... 62
Tabel 25. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan III Tahun 2016 .................. 64
Tabel 26. Perkembangan Komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah, ............ 85
Tabel 27. Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa, 2011-2016 (triliun rupiah) .. 88
Tabel 28. Perkembangan Realisasi Komposisi Pembiayaan APBN, 2011 – 2016 (Rp triliun) ........................................................................................................................................ 89
Tabel 29. Sebagian besar utang pemerintah pusat bersumber dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). .................................................................................................. 90
Tabel 30. Perkembangan Realisasi Pembayaran Pokok dan Bunga Utang Pemerintah Pusat ............................................................................................................................... 90
Tabel 31.Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2011 - 2016 (triliun Rupiah) ........ 91
Tabel 32. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2011 - 2016 (triliun Rupiah) ....... 92
Tabel 33.Posisi Pinjaman Luar Negeri Berdasarkan Kreditur (Rp Triliun) ...................... 94
Tabel 34. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan III Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 (Miliar USD) ........................................................................................................... 99
Tabel 35.Perkembangan Ekspor Bulan Januari-September Tahun 2016 ..................... 100
Tabel 36.Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor Nonmigas Terbesar Bulan Januari-September Tahun 2016 ......................................................................... 102
Tabel 37.Golongan Barang dengan Volume Ekspor Nonmigas Terbesar Bulan Januari-September Tahun 2016 ................................................................................................ 103
Tabel 38. Perkembangan Ekspor Nonmigas ke Negara Tujuan Utama Bulan Januari-September Tahun 2016 ................................................................................................ 104
Tabel 39. Perkembangan Impor Januari-September Tahun 2016 ................................ 105
Tabel 40. Perkembangan Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Bulan Januari-September Tahun 2016 ................................................................................... 107
Tabel 41.Perkembangan Volume Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Bulan Januri-September Tahun 2016 ........................................................................... 108
VIII
Tabel 42. Negara Utama Asal Impor Nonmigas Januari-September Tahun 2016 ........ 109
Tabel 43. Neraca Perdagangan Indonesia Januari-September Tahun 2016 ................ 110
Tabel 44. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Bulan Januari-September Tahun 2016 .............................................................................................................................. 110
Tabel 45.Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Bulan Januari-September Tahun 2016 ...................................................................................................................................... 111
Tabel 46. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Bulan Januari-September Tahun 2016 ...................................................................................................................................... 112
Tabel 47.Neraca Perdagangan Indonesia-India Bulan Januari-September Tahun 2016 ...................................................................................................................................... 112
Tabel 48. Neraca Perdagangan Indonesia-Thailand Periode Januari-September Tahun 2016 .............................................................................................................................. 113
Tabel 49. Neraca Perdagangan Indonesia-Singapura Bulan Januari-September Tahun 2016 .............................................................................................................................. 113
Tabel 50. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan III Tahun 2016 (persen) ............... 124
Tabel 51. Realisasi PMA dan PMDN Tahun 2010- Triwulan III Tahun 2016 ................. 125
Tabel 52. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan III Tahun 2016 Berdasar Sektor ................................................................................................... 126
Tabel 53. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2016 .................... 127
Tabel 54. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan III 2016 Berdasarkan Lokasi (Rp Triliun) .................................................................................... 127
Tabel 55. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan III 2016 Berdasarkan Lokasi (USD Milyar) ....................................................................................................... 128
Tabel 56. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2016 ..................... 129
Tabel 57. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan III Tahun 2016 ... 129
Tabel 58. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan III- 2016 .................................................. 133
Tabel 59. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen ........................................ 134
Tabel 60. Inflasi berdasarkan Sumbangan (Share) Triwulan III-2016 ........................... 134
Tabel 61. Share Inflasi Kelompok Pengeluaran terhadap Pembentukan Inflasi Bulanan ...................................................................................................................................... 135
Tabel 62. Struktur Suku Bunga Operasi Moneter Bank Indonesia ............................... 138
Tabel 63. Nilai Tukar Mata Uang per USD .................................................................... 149
IX
Tabel 64. Indeks Harga Komoditas Internasional ........................................................ 150
Tabel 65. Harga Bahan Pokok Nasional ........................................................................ 151
X
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pertumbuhan PDB Potensial Indonesia ............................................................. 5
Gambar 2. Ilustrasi Teori ..................................................................................................... 6
Gambar 3. Reformasi Struktural dan Tambahan Produktivitas berdasarkan Kelompok Pendapatan Negara ............................................................................................................. 8
Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III Tahun 2016 di Beberapa Negara (YoY) .. 14
Gambar 5. Tingkat Pengangguran di Beberapa Negara .................................................... 16
Gambar 6. Posisi USD terhadap Mata Uang Negara Lain per akhir Juli-September 2016 (% YtD) .................................................................................................................................... 24
Gambar 7. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pangan Global ................................ 33
Gambar 8. Persentase Penggunaan SKA Preferensi terhadap Total SKA Preferensi ....... 36
Gambar 9. Persentase Penggunaan SKA Nonpreferensi terhadap Total SKA Nonpreferensi ........................................................................................................................................... 37
Gambar 10. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 - Triwulan III Tahun 2016 (Persen) .................................................................................................................... 47
Gambar 11. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi di Enam Pulau Besar di Indonesia pada Triwulan I Tahun 2011 - Triwulan III Tahun 2016 (Persen) ............................................... 55
Gambar 12. Kontribusi di Enam Pulau Besar Indonesia terhadap PDB ............................. 55
Gambar 13.Perkembangan Indeks Harga Komoditas Cabai Merah dan Bawang Merah 60
Gambar 14. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 .................................................................................................................... 61
Gambar 15. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun 2012 - Triwulan III Tahun 2016 ................................................................................................................................... 64
Gambar 16. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, %) ............................... 65
Gambar 17. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Tahun 2016 (akumulasi Triwulan III) (YoY, persen) ............................................................................... 66
Gambar 18. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Non-Migas ................ 68
Gambar 19. Ekspor Produk Industri .................................................................................. 69
Gambar 20. Penjualan Mobil Triwulan III Tahun 2016 ...................................................... 70
Gambar 21.Penjualan Motor Di Indonesia Triwulan III Tahun 2016 ................................. 71
Gambar 22.Penjualan Semen Triwulan III tahun 2016 (Ton) ............................................ 72
XI
Gambar 23. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan III Tahun 201673Gambar 24. Prompt Manufacturing Index Indonesia............................................................................ 74
Gambar 25. Manufacturing Capacity Utilization Rate ...................................................... 75
Gambar 26. Pertumbuhan Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Triwulan III Tahun 2016 ................................................................................................................................... 77
Gambar 27. Jumlah Wisatawan Mancanegara Triwulan III Tahun 2016 ........................... 78
Gambar 28. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Kebangsaan Triwulan III Tahun 2016 ................................................................................................................................... 79
Gambar 29. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Lima Besar Pintu Masuk Utama Triwulan III Tahun 2016 ..................................................................................................... 80
Gambar 30. Perbandingan Total Uang Tebusan di Berbagai Negara (Rp Triliun) ............. 86
Gambar 31. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Negara, 2010 – 2016 ............... 86
Gambar 32. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Pemerintah Pusat .................... 87
Gambar 33. Perkembangan Realisasi Defisit APBN (Rp Triliun) ........................................ 88
Gambar 34. Komposisi Kepemilikan SBN oleh Asing berdasarkan Tenor (% Total SBN) .. 92
Gambar 35. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan III Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 (Miliar USD) .............................................................................................................. 98
Gambar 36. Nilai dan Volume Ekspor Hingga September 2016 ...................................... 100
Gambar 37. Nilai dan Volume Impor Hingga September 2016 ....................................... 105
Gambar 38. Neraca Perdagangan Jasa ............................................................................ 114
Gambar 39. Neraca Perdagangan Jasa Perjalanan dan Transportasi .............................. 115
Gambar 40. Pendapatan Primer ...................................................................................... 116
Gambar 41. Sebaran Tenaga Kerja Indonesia Berdasarkan Kawasan (dalam ribu jiwa) . 117
Gambar 42. Pendapatan Sekunder ................................................................................. 118
Gambar 43. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan III Tahun 2013 – Triwulan III Tahun 2016 (Miliar USD) ................................................................................................. 118
Gambar 44. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100) ................................... 136
Gambar 45. Nominal Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100) ............................ 136
Gambar 46. Pertumbuhan Uang Beredar Triwulan III-2016 ........................................... 137
Gambar 47. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia ....................................... 140
Gambar 48. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia ........................ 141
XII
Gambar 49. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya ........................ 142
Gambar 50. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia ............................. 143
Gambar 51. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Pembiayaan di Indonesia .............. 144
Gambar 52. Perkembangan Pembiayaan Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya .............. 145
Gambar 53. Inflasi YoY 82 Kabupaten/ Kota Juli-September 2016 ................................. 147
Gambar 54. Inflasi MtM 82 Kabupaten/ Kota Juli-September 2016 ............................... 148
1
POLICY BRIEF
2
POLICY BRIEF
3
POLICY BRIEF
Isu Perkembangan Ekonomi Domestik
Pertumbuhan PDB Potensial Indonesia
Oleh: Mochammad Firman Hidayat, SE, MA
Perencana Muda – Direktorat Perencanaan Makro dan Analisis Statistik
Studi ini menunjukkan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya
disebabkan oleh perubahan yang sifatnya sementara, tetapi juga disebabkan oleh
penurunan pada kapasitas potensial dari ekonomi. Dengan menggunakan metode
Hodrick Prescott Filter, PDB potensial ditunjukkan terus menurun. Untuk dapat keluar dari
Middle Income Trap, reformasi struktural adalah langkah kebijakan yang harus dilakukan
pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi potensial. Kunci bagi
keberhasilan reformasi struktural adalah kebijakan dan pentahapan yang tepat.
Pendahuluan
Selepas krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 dan 2009, pertumbuhan
ekonomi Indonesia terus menurun secara persisten. Sempat menikmati pertumbuhan
ekonomi di atas 6 persen secara berturut-turut di tahun 2010-2012, pertumbuhan
ekonomi Indonesia terus menurun hingga di bawah 5 persen di tahun 2015.
Ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan penurunan pertumbuhan ekonomi
tersebut. Salah satunya adalah berakhirnya era commodity boom. Harga komoditas yang
tinggi di tingkat global menjadi salah satu pendorong utama ekspor yang tumbuh hingga
di atas dua digit pada periode 2010-2011, yang kemudian juga mendorong pertumbuhan
ekonomi. Faktor lainnya adalah quantitave easing yang menyebabkan derasnya aliran
modal masuk ke negara emerging market, termasuk Indonesia. Tahun 2012, harga
komoditi perlahan mulai turun, dan the Fed mulai melakukan normalisasi kebijakan sejak
pertengahan tahun 2013.
Penurunan pertumbuhan ekonomi yang persisten tersebut mengindikasikan bahwa
penurunan tersebut tidak disebabkan hanya oleh perubahan yang sifatnya sementara,
misalkan efek siklus bisnis, tetapi juga oleh penurunan pada kapasitas produktif dari
perekonomian. Kapasitas produktif suatu perekonomian biasanya diukur dengan PDB
potensial. PDB potensial mencerminkan perekonomian berada pada kondisi “full-
employment”, atau dalam bahasa lain pada tingkat PDB dengan penggunaan sumber daya
yang tinggi.
4
Studi ini berusaha mengevaluasi apakah penurunan pertumbuhan ekonomi dalam
beberapa tahun terakhir juga disebabkan oleh penurunan PDB potensial Indonesia.
Dengan menggunakan metode Hodrick-Prescott Filter, studi ini mengkonfirmasi dugaan
tersebut. Kemudian, studi ini berusaha menganalisis faktor penyebab penurunan tersebut
dengan membreak-down pertumbuhan ekonomi dengan pendekatan growth accounting
menggunakan data dari Asian Productivity Organization (APO). Hasil analisis
menunjukkan reformasi struktural adalah langkah kebijakan yang harus dilakukan
pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi potensial. Pentahapan reformasi
menjadi kunci bagi kesuksesan transformasi struktural.
PDB Potensial dan Metode Hodrick-Prescott (HP) Filter
Ada banyak definisi dari PDB potensial. Salah satunya dari OECD yang mendefinisikan PDB
potensial sebagai tingkat output yang dapat diproduksi suatu perekonomian pada tingkat
inflasi yang konstan. Produksi output yang melebihi tingkat PDB potensial akan
berdampak pada meningkatnya tingkat inflasi. Definisi lain di banyak buku mata kuliah
makroekonomi menyebutkan PDB potensial adalah tingkat output ketika perekonomian
mencapai kondisi “full employment”, yakni ketika semua orang yang mencari kerja
mendapatkan pekerjaan. Secara sederhana, PDB potensial mencerminkan kapasitas
produktif dari suatu perekonomian. Bagi pemangku kebijakan, PDB potensial penting
untuk mengukur output gap (selisih antara PDB potensial dan PDB aktual) yang
memberikan informasi ada tidaknya ruang untuk memberikan stimulus terhadap
permintaan agregat.
HP filter adalah metode yang banyak digunakan untuk mengukur PDB potensial. HP filter
menghilangkan komponen siklus dari suatu data runtun waktu (time series). Ketika
komponen siklus dihilangkan, maka yang tersisa adalah underlying tren dari data tersebut.
Aplikasinya dalam PDB, HP filter akan menghilangkan fluktuasi/deviasi jangka pendek,
menyisakan tren PDB yang mencerminkan potensialnya.
Secara matematis, data runtun waktu seperti PDB dapat didekomposisi menjadi
komponen trennya, 𝜏, dan komponen siklusnya, c. Misalkan, 𝑦𝑡 adalah PDB dengan 𝑡 =
1,2,… , 𝑇, maka PDB dapat didekomposisi menjadi 𝑦𝑡 = 𝜏𝑡 + 𝑐𝑡 + 𝜀𝑡 . Metode HP filter
mencari komponen tren sesuai persamaan sebagai berikut:
min𝜏
(∑(𝑦𝑡 − 𝜏𝑡)2
𝑇
𝑡=1
+ 𝜆∑[(𝜏𝑡+1 − 𝜏𝑡) − (𝜏𝑡 − 𝜏𝑡−1)]2
𝑇−1
𝑡=2
)
Di bagian pertama dari persamaan, nilai kuadrat dari (𝑦𝑡 − 𝜏𝑡) memberikan penalti bagi
komponen siklus dari PDB. Bagian kedua, dari persaman memberikan penalti bagi variasi
5
pertumbuhan komponen tren. 𝜆 menggambarkan besarnya penalti yang diberikan dan
bergantung pada frekuensi data yang digunakan.
Dengan menggunakan metode HP filter dan menggunakan data triwulanan PDB riil
Indonesia sejak 2001Q1 hingga 2016Q2, terlihat penurunan pertumbuhan PDB potensial
Indonesia sejak tahun 2009 (Gambar 1).
Gambar 1. Pertumbuhan PDB Potensial Indonesia
Sumber: Hasil Perhitungan Penulis
Meningkatkan PDB Potensial: Reformasi Struktural
Target pemerintah dalam jangka menengah adalah keluar dari Middle Income Trap (MIT),
yakni masuk menjadi tingkat negara maju, dengan pendapatan sekitar USD12,700 per
kapita. Berdasarkan HKS (2015), untuk dapat keluar dari MIT, dalam satu dekade ke
depan, PDB per kapita harus tumbuh sekitar 8,5 persen atau dengan asumsi laju
pertumbuhan penduduk > 1 persen, berarti pertumbuhan ekonomi harus di atas 9,5
persen per tahunnya.
Tabel 1. Waktu yang Dibutuhkan untuk Menyamai PDB per Kapita Negara
Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4
Pertumbuhan ekonomi (%) 5 6 7 8
Pertumbuhan penduduk (%) 1,38 1,2 1,1 1
PDB per kapita (USD)
Selevel Thailand (tahun) >100 >100 45 26
Selevel Malaysia (tahun) >100 >100 67 44
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
20
01
q1
20
01
q4
20
02
q3
20
03
q2
20
04
q1
20
04
q4
20
05
q3
20
06
q2
20
07
q1
20
07
q4
20
08
q3
20
09
q2
20
10
q1
20
10
q4
20
11
q3
20
12
q2
20
13
q1
20
13
q4
20
14
q3
20
15
q2
20
16
q1
PDB PDB Potensial
6
Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4
Selevel Korea (tahun) >100 >100 >100 83
Selevel Jepang (tahun) >100 76 60 49
Sumber: Hasil Perhitungan Penulis
Angka di atas baru mencerminkan kondisi ketika Indonesia berhasil keluar dari MIT tanpa
memperhatikan perbandingannya dengan negara lain. Tabel 1 menggambarkan hasil
exercise waktu yang dibutuhkan Indonesia untuk tidak hanya keluar dari MIT tetapi
tingkat pendapatan per kapitanya bisa menyamai negara tetangga. Dalam exercise ini
diasumsikan negara tetangga tumbuh konstan sesuai dengan pertumbuhan PDB per
kapita jangka panjangnya (1966-2014). Exercise ini menggambarkan Indonesia
membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi untuk mengejar ketertinggalannya
dengan negara lain.
Gambar 2. Ilustrasi Teori
Namun mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mungkin dicapai tanpa
meningkatkan PDB potensial. Ilustrasi pada gambar 2 menunjukkan kondisi saat ini dan
target pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan untuk keluar dari MIT. PDB potensial
adalah ouput pada kurva penawaran jangka panjang (Long Rung Aggregate Supply/LRAS).
Kondisi saat ini digambarkan dengan bergesersnya kurva permintaan agregat ke kiri
(𝐴𝐷0 → 𝐴𝐷1), seiring dengan turunnya investasi dan ekspor. Untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi 7 persen bisa saja dilakukan dengan kebijakan sisi permintaan.
Namun tanpa meningkatkan PDB potensial, stimulus terhadap permintaan akan
7
menyebabkan ekonomi mengalami overheating, ditandai dengan tingkat inflasi yang
meningkat. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, kurva penawaran jangka panjang
harus digeser dari 𝐿𝑅𝐴𝑆1 → 𝐿𝑅𝐴𝑆2 . Untuk melakukan itu, reformasi struktural harus
dilakukan.
Menurut IMF (2015), reformasi struktural identik dengan kebijakan untuk memperkuat
mekanisme pasar pada antara lain pasar barang dan jasa domestik, pasar tenaga kerja,
pasar modal dan keuangan, serta perdagangan. Reformasi struktural juga dapat diartikan
sebagai kebijakan yang mengubah struktur ekonomi. Namun reformasi struktural juga
bisa mencakup kebijakan untuk mengatasi kegagalan pasar atau kebijakan lain yang
dampak secara langsung terhadap produktivitas.
Studi lain dari Abdychev et al (2015) merangkum variabel yang berpengaruh terhadap
tingkat produktivitas (Total Factor Productivity/TFP):
Tabel 2. Bukti Empiris Pengaruh Kebijakan terhadap TFP
No Variabel Pengaruh thd TFP Kebijakan
1 Utang pemerintah thd PDB (-) Reformasi Fiskal
2 Ekspor-impor thd PDB (+) Reformasi Perdagangan
3 FDI thd PDB (+) Perbaikan Iklim Investasi
4 Kredit thd PDB (+)/(-) Reformasi Sektor Keuangan
5 Share Pertanian thd PDB (-) Transformasi Struktural
6 Share Manufaktur thd PDB (+) Transformasi Struktural
7 Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan (+)/(-) Kebijakan Tenaga Kerja
8 Inflasi (+)/(-) Stabilisasi Makroekonomi
9 Lama Sekolah (+) Kebijakan Pendidikan
10 Missmatch keahlian (-) Kebijakan Tenaga Kerja
Sumber:Abdychev et al (2015)
IMF (2015) mengidentifikasi kebijakan yang memberikan manfaat tertinggi terhadap
produktivitas dibagi berdasarkan kelompok pendapatan per kapita suatu negara. Untuk
negara berpendapatan menengah seperti Indonesia, kebijakan yang memberikan
tambahan produktivitas tertinggi adalah yang berwarna hijau, dengan prioritas pada
perbaikan regulasi bisnis, pasar tenaga kerja, infrastruktur, dan reformasi fiskal. Melihat
itu, langkah kebijakan yang diambil oleh pemerintah sejak tahun 2015 sudah sesuai.
Setelah keempat reformasi tersebut dilakukan, prioritas kebijakan berikutnya adalah
reformasi di sektor keuangan, terutama di sektor perbankan dan pasar modal (non-bank).
8
Gambar 3. Reformasi Struktural dan Tambahan Produktivitas berdasarkan Kelompok Pendapatan Negara
Teknologi & inovasi
Regulasi industri
Regulasi bisnis
Pasar tenaga kerja
Infrastruktur
Reformasi struktural fiskal
Sistem perbankan
Pengembangan pasar modal
Sistem hukum & hak kepemilikan
Liberalisasi Perdagangan
Pertanian
LIDCs Ems Ams
Sumber: IMF (2015)
Namun di luar prioritas kebijakan yang berwarna hijau, pemerintah tetap perlu
memperhatikan setidaknya dua kebijakan lain yakni reformasi perdagangan dan
reformasi pertanian. Reformasi perdagangan disini menuntut kebijakan perdagangan
Indonesia untuk tetap terbuka. Sementara reformasi pertanian berkaitan erat dengan
transformasi struktural, proses peralihan dari pertanian ke industri manufaktur. Kedua
reformasi ini masih menjadi PR bagi pemerintah, dan mengingat seharusnya reformasi ini
sudah selesai ketika Indonesia masih berpendapatan menengah ke bawah, dua kebijakan
ini harus menjadi perhatian utama.
Pentahapan terakhir dari reformasi struktural berkaitan dengan pengembangan teknologi
dan inovasi. Namun, mengingat perkembangan teknologi dan inovasi yang pesat saat ini,
Indonesia juga perlu untuk memulai reformasi struktural terkait teknologi dan inovasi
sejak sekarang.
Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan
Studi singkat ini menunjukkan terjadinya penurunan pertumbuhan PDB potensial
Indonesia sejak tahun 2009. Tanpa ada peningkatan PDB potensial ke depan, sulit bagi
Indonesia untuk dapat keluar dari MIT. Peningkatan PDB potensial dilakukan dengan
melakukan reformasi struktural.
Tingkat Pendapatan
Reformasi prioritas tertinggi Reformasi prioritas lain
Tipe Reformasi
9
Kebijakan yang pemerintah lakukan sudah sejalan dengan reformasi struktural yang
dianjurkan dalam literatur. Untuk itu, saat ini pemerintah perlu melakukan monitoring
dan evaluasi yang ketat terhadap berbagai kebijakan yang telah diambil, untuk
memastikan implementasinya berjalan sesuai dengan rencana. Kesuksesan reformasi
struktural juga tergantung pada pentahapan yang tepat. Dalam jangka yang lebih pendek,
pemerintah harus memprioritaskan kebijakan-kebijakan yang memberikan dampak
peningkatan produktivitas terbesar. Sementara dalam jangka menengah dan panjang,
kebijakan difokuskan pada kebijakan lainnya seperti reformasi di sektor keuangan dan
pengembangan teknologi dan inovasi.
Referensi
Abdychev, Aidar, et al. 2015. “Increasing Productivity Growth in Middle Income Countries”. IMF Working Papers, 15(2). International Monetary Fund.
Hodrick, Robert J. dan Edward C. Prescott. 1997. “Postwar U.S. Business Cycle: An
Empirical Investigation”. Journal of Money, Credit and Banking 29(1): 1-16.
International Monetary Fund. 2015. “Structural Reforms And Macroeconomic
Performance: Initial Considerations For The Fund”. Washington, D.C: International
Monetary Fund.
OECD. 2011. “The OECD Economic Outlook: Sources and Method”. OECD.
10
11
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA
12
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA
13
PEREKONOMIAN DUNIA
Perekonomian global masih melambat yang disebabkan
oleh perlambatan ekonomi Tiongkok, rendahnya harga
komoditas, serta gejolak geopolitik masih mempengaruhi
perekonomian dunia. Selain itu, ketidakpastian ekonomi,
politik, dan kelembagaan terkait Brexit akan berdampak
bagi menurunnya aliran uang dan perdagangan Inggris
dengan seluruh Kawasan Eropa, serta memberi
konsekuensi negatif bagi kondisi makroekonomi global.
Hal ini menyebabkan lambatnya perbaikan ekonomi yang
berimplikasi pada pelemahan perdagangan global dan
inflasi yang tetap rendah. Namun demikian, aktivitas
ekonomi Amerika Serikat mengalami perbaikan sampai
triwulan III 2016.
Pada triwulan III tahun 2016, harga sebagian besar
komoditas khususnya energi relatif mengalami
peningkatan meskipun masih pada level yang rendah.
Harga komoditas 13nergy naik lebih dari 3,0 persen
dibandingkan triwulan II tahun 2016. Harga batu bara
meningkat 30,0 persen dikarenakan penutupan tambang
oleh pemerintah Tiongkok dan pengurangan kelebihan
kapasitas serta perampingan 13nergy13e batu bara.
Selain itu, negara Tiongkok mengurangi produksi batu
bara tahun ini menyebabkan produksi batu bara turun 11
persen selama sembilan bulan pertama serta
menargetkan pemangkasan hingga 500 juta ton pada
akhir dekade ini. Harga gas alam Amerika Serikat juga
meningkat hingga 33,0 persen karena penurunan produksi
dan kenaikan ekspor ke Meksiko dan negara-negara
Amerika Selatan. Namun demikian, pergerakan harga
minyak mentah cenderung fluktuatif yang dipengaruhi
oleh kebijakan pembatasan produksi OPEC dan gangguan
lainnya seperti kebakaran hutan di wilayah sumur minyak
Alberta, Kanada
Pergerakan beberapa harga komoditas khususnya energi mengalami kenaikan pada triwulan III tahun 2016.
Perekonomian global masih melambat seiring dengan perlambatan ekonomi Tiongkok, rendahnya harga komoditas, dan kondisi ketidakpastian yang terus berlanjut di kawasan Eropa terkait Brexit.
14
PEREKONOMIAN DUNIA
Pertumbuhan Ekonomi
Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III Tahun 2016 di Beberapa Negara (YoY)
Sumber: Bloomberg (diolah)
Perekonomian negara-negara di berbagai kawasan pada
triwulan III tahun 2016 masih tumbuh lambat, meskipun
beberapa negara mengalami peningkatan. Amerika
Serikat (AS) tumbuh sebesar 2,9 persen (YoY), meningkat
dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang tumbuh
sebesar 2,0 persen (YoY). Pertumbuhan Ekonomi AS
triwulan III tahun 2016 merupakan dalam fase tercepat
dalam dua tahun terakhir. Kondisi ini dipengaruhi oleh
penguatan kinerja ekspor yang tumbuh sebesar 10,0
persen (YoY) atau kenaikan terbesar sejak triwulan IV
tahun 2013 dan kenaikan investasi inventori. Disisi lain,
perlambatan konsumsi rumah tangga yang memberikan
kontribusi sekitar 70,0 persen terhadap PDB, dengan
tumbuh sebesar 2,1 persen (YoY), melambat
dibandingkan triwulan III tahun sebelumnya yang sebesar
2,7 persen (YoY).
Perekonomian Uni Eropa tumbuh sebesar 1,6 persen
(YoY), relatif tidak berubah dibandingkan triwulan III
tahun 2015. Namun demikian, negara-negara lebih kecil di
kawasan Eropa termasuk Portugal mengalami perbaikan
2,82,4
1,9 1,7 1,9 2,1 2,3
1,3 1,6 1,6 1,7 1,7 1,6 1,6
7,0 7,0 6,9 6,8 6,7 6,7 6,7
-1,0
0,7 0,4
-0,4
0,5 0,2
2,22,7
1,7 1,8 1,8 2,0 2,0
0,6
-2,0
-1,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
I II III IV I II III
2015 2016
Per
sen
tase
(%
)
Amerika Serikat Uni Eropa Tiongkok Jepang Singapura
Perekonomian Amerika Serikat tumbuh sebesar 2,9 persen (YoY), akibat penguatan kinerja ekspor dan kenaikan investasi inventori.
15
ekonomi, mengalami fase pertumbuhan tercepat sejak
tahun 2013. Perekonomian Uni Eropa triwulan III tahun
2016 didukung oleh perbaikan permintaan domestik,
investasi di bidang konstruksi yang lebih tinggi, dan
kebijakan suku bunga rendah European Central Bank
(ECB). Namun, pelemahan perdagangan global,
ketidakpastian kebijakan terkait Brexit dan masih belum
stabilnya perekonomian Amerika Serikat ikut
mempengaruhi kondisi perekonomian Eropa sepanjang
bulan Juli hingga September 2016. Office of Nation
Statistics juga merilis data pertumbuhan ekonomi Inggris
yang tumbuh sebesar 2,3 persen (YoY). Perekonomian
Inggris tetap menguat pasca Brexit disebabkan oleh
peningkatan 15nergy jasa sebesar 0,8 persen (YoY) yang
berkontribusi 80,0 persen dari PDB. Namun kondisi
tersebut dibayangi penurunan kinerja 15nergy konstruksi
sebesar -1,4 persen (YoY) yang terdiri dari pembangunan
infrastruktur dan fasilitas 15nergy.
Pada triwulan III tahun 2016, perekonomian Tiongkok
tetap tumbuh sebesar 6,7 persen (YoY) dan merupakan
pertumbuhan terendah sejak tahun 2009. Kondisi ini
dipengaruhi oleh melambatnya investasi swasta dan
kinerja ekspor. Namun demikian, kenaikan pengeluaran
pemerintah dan lonjakan sektor perumahan telah
mendorong aktivitas ekonomi sehingga mencegah
pelemahan ekonomi Tiongkok semakin tajam. Selain itu,
kredit perbankan mencapai rekor tertinggi dengan
menyalurkan kredit baru sebesar CNY948.7 miliar
(USD142,19 miliar) pada bulan Agustus 2016, lebih besar
dua kali lipat dibandingkan bulan Juli 2016 sebesar
CNY463,6 miliar. Berdasarkan data kredit baru yang
disalurkan, pinjaman hipotek mencapai CNY528,6 miliar
atau mencapai 71,0 persen. Pemerintah Tiongkok telah
melakukan langkah antisipasi terkait kenaikan tajam harga
di sektor perumahan, salah satunya pembatasan
pembelian rumah di beberapa kota. Selanjutnya, People
Perlambatan ekonomi Tiongkok dipengaruhi oleh melambatnya investasi swasta dan kinerja ekspor, diimbangi oleh kenaikan pengeluaran pemerintah dan boom sektor perumahan.
Perekonomian Uni Eropa tumbuh melambat akibat pelemahan perdagangan global, ketidakpastian kebijakan terkait Brexit dan perekonomian Amerika yang belum stabil.
16
Bank of China (PboC) juga tidak akan menurunkan suku
bunga dan giro wajib minimum dalam waktu dekat, serta
lebih fokus terhadap kemungkinan risiko kredit.
Sementara itu, perekonomian Jepang tumbuh sebesar 2,2
persen (YoY) atau lebih tinggi dari perkiraan akibat
perbaikan kinerja ekspor selama tiga triwulan berturut-
turut. Pertumbuhan ekspor tumbuh sebesar 8,1 persen
(YoY) yang disebabkan oleh kenaikan pengiriman
komponen smartphone. Namun, pelemahan aktifitas
dalam negeri menahan upaya perbaikan ekonomi Jepang
yang berkelanjutan. Konsumsi rumah tangga yang
memberikan kontribusi sekitar 60,0 persen terhadap PDB
hanya tumbuh 0,2 persen. Kondisi ini menggambarkan
dampak kebijakan fiskal “abenomics” belum dirasakan
oleh rumah tangga. Pemerintah kembali mengeluarkan
stimulus fiskal berupa tambahan anggaran sebesar USD73
miliar (JPY7,5 juta triliun). Stimulus fiskal ini difokuskan
untuk proyek infrastruktur khususnya perbaikan
pelabuhan agar mengakomodir kapal pesiar asing dan
pembangunan fasilitas pengolahan makanan dalam
rangka meningkatkan ekspor produk pertanian.
Tingkat Pengangguran
Gambar 5. Tingkat Pengangguran di Beberapa Negara
Sumber: Bloomberg (diolah)
11,73
10,00
4,93
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016
Per
cen
tage
(%
) Brazil
UnitedKingdom
Euro Area
Japan
Australia
Perekonomian Jepang tumbuh lebih tinggi dari perkiraan akibat perbaikan kinerja ekspor selama tiga triwulan berturut-turut.
17
Seiring perlambatan ekonomi di beberapa negara, tingkat
pengangguran hingga triwulan III tahun 2016 masih
berfluktuasi. Tingkat pengangguran Amerika Serikat
menurun pada triwulan III tahun 2016 yang mencapai 4,93
persen atau pertama kalinya dibawah kisaran 5,0 persen
sejak tahun 2008. Kondisi ini dipengaruhi oleh
meningkatnya perekrutan pekerja baik di 17nergy
17nergy maupun swasta walaupun ketidakpastian politik
pasca Brexit dan pelemahan ekonomi global masih
membayangi perekonomian Amerika Serikat. Namun,
penciptaan lapangan kerja yang kuat dan penurunan
tingkat pengangguran menandai kemungkinan The Fed
akan menaikkan suku bunganya paling lambat akhir tahun
2016.
Tingkat pengangguran Uni Eropa (EU28) pada triwulan III
tahun 2016 mengalami penurunan menjadi sebesar 10,00
persen. Hal ini disebabkan oleh penurunan tingkat
pengangguran tenaga kerja muda menjadi sebesar 20,3
persen seiring dengan perbaikan ekonomi Spanyol dan
Italy. Sementara itu, tingkat pengangguran Inggris yang
cenderung terus menurun hingga mencapai sebesar 4,87
persen pada triwulan II tahun 2016. Namun demikian,
peningkatan klaim jaminan pengangguran tetap
menggambarkan ketidakpastian kebijakan khususnya
ekonomi pasca Brexit.
Di sisi lain, tingkat pengangguran Brazil pada triwulan III
tahun 2016 terus meningkat hingga mencapai 11,73
persen atau tertinggi sejak triwulan II tahun 2012. Hal ini
disebabkan oleh kasus korupsi Petrobras dan gejolak
politik dalam negeri yang masih terus berlangsung.
Seiring perlambatan ekonomi di beberapa negara, tren tingkat pengangguran hingga triwulan III tahun 2016 masih berfluktuasi.
18
Perkiraan Ekonomi Dunia
Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF
Sumber: *World Economic Outlook, April 2016
**World Economic Outlook, Oktober 2016
Moderasi pertumbuhan di negara-negara maju
diperkirakan masih terjadi hingga akhir tahun 2016.
Kondisi ini tercermin dari ketidakpastian ekonomi, politik
dan kelembagaan pasca Brexit, dan pelemahan
permintaan domestik. Pada tahun 2017, perekonomian
negara-negara maju akan ditopang oleh ekonomi Amerika
Serikat dan Kanada yang akan terus membaik, serta
penguatan ekonomi Jepang terkait stimulus 18nergy.
Sementara itu, aktivitas perekonomian negara-negara
berkembang pada tahun 2016 dan 2017 hanya akan
mengalami sedikit perbaikan dibandingkan tahun 2015.
Hal ini karena adanya kelanjutan perlambatan Tiongkok,
pelemahan ekonomi negara-negara eksportir komoditas,
rendahnya permintaan dari negara-negara maju, serta
gejolak geopolitik di beberapa negara.
WEO-IMF Realisasi Perkiraan
Kelompok Negara 2015
2016 2017
Apr* Okt** Apr* Okt*
*
Dunia 3,2 3,2 3,1 3,5 3,4
Negara Maju 2,1 1,9 1,6 2,0 1,8
Amerika Serikat 2,6 2,4 1,6 2,0 2,2
Kawasan Eropa 2,0 1,5 1,7 1,6 1,5
Jerman 1,5 1,7 1,7 1,6 1,4
Inggris 2,2 1,9 1,8 2,1 1,1
Jepang 0,5 0,5 0,5 0,3 0,6
Negara Berkembang 4,0 4,1 4,2 4,6 4,6
Tiongkok 6,9 6,7 6,6 6,2 6,2
India 7,6 7,6 7,6 7,5 7,6
ASEAN-5 4,8 4,8 4,8 5,1 5,1
Amerika Latin dan Karibia
0,0 -0,3 -0,6 1,5 1,6
Brazil -3,8 -3,8 -3,3 1,0 0,5
Sub Sahara Afrika 3,4 3,0 1,4 4,0 2,9
Afrika Selatan 1,3 0,6 0,1 1,2 0,8
Perlambatan ekonomi negara-negara berkembang dan moderasi pertumbuhan negara-negara maju masih akan terjadi sepanjang tahun 2016-2017.
19
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diperkirakan
masih dalam fase moderat, seiring dengan kenaikan
penciptaan lapangan kerja, perbaikan pasar properti, dan
konsumsi masyarakat yang tetap kuat. Namun,
pelemahan investasi bisnis khususnya sektor energi,
gejolak di pasar keuangan, dan ketidakpastian kebijakan
terkait pemilu presiden diperkirakan mempengaruhi
kondisi perekonomian AS pada tahun 2016. Sementara
itu, laju pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan tertahan
oleh rendahnya harga komoditas energi, lemahnya
dukungan kebijakan fiskal dan perlambatan fase
normalisasi kebijakan moneter.
Di sisi lain, perbaikan ekonomi kawasan Eropa tahun 2016
diperkirakan masih dibayangi rendahnya harga minyak
mentah dan menurunnya tingkat kepercayaan sektor
bisnis terkait sejumlah ketidakpastian pasca Brexit.
Namun demikian, moderasi ekspansi fiskal dan
pelonggaran kebijakan moneter akan mendorong
pertumbuhan tahun 2016. Perkiraan pertumbuhan
ekonomi di kawasan Eropa tahun 2017 dikoreksi turun
dari proyeksi sebelumnya sebesar 1,6 persen menjadi 1,5
persen. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat utang
pemerintah dan swasta, tingginya tingkat pengangguran,
serta hambatan struktural yang menahan pertumbuhan
Total Factor Productivity.
Perkiraan pertumbuhan ekonomi Jepang mengalami
perbaikan dengan tumbuh sebesar 0,5 persen pada tahun
2016 dan 0,6 persen tahun 2017. Penundaan kenaikan
pajak konsumsi dan sejumlah kebijakan mendorong
pertumbuhan seperti tambahan anggaran, kebijakan
moneter yang lebih longgar untuk mendorong konsumsi
swasta dalam waktu dekat. Berbagai kebijakan ini
diharapkan mendorong ekonomi secara keseluruhan,
yang akan mengimbangi kenaikan ketidakpastian,
apresiasi mata uang Yen, dan pelemahan ekonomi global.
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diperkirakan dalam fase moderat, seiring dengan kenaikan penciptaan lapangan kerja, perbaikan pasar properti, konsumsi masyarakat yang tetap kuat, dan ketidakpastian kebijakan terkait pemilu presiden.
Di sisi lain, perbaikan ekonomi kawasan Eropa tahun 2016 diperkirakan masih dibayangi rendahnya harga minyak mentah dan menurunnya tingkat kepercayaan sektor bisnis terkait sejumlah ketidakpastian pasca Brexit.
Perbaikan ekonomi Jepang didorong oleh penundaan kenaikan pajak konsumsi, tambahan anggaran, kebijakan moneter yang lebih longgar.
20
Ekonomi Tiongkok diperkirakan tumbuh 6,6 persen pada
tahun 2016, dan akan kembali melambat pada tahun 2017
dengan pertumbuhan sebesar 6,2 persen. Perekonomian
Tiongkok masih dalam tahap penyeimbangan kembali
(rebalancing) dengan beralih dari investasi ke konsumsi
maupun sektor manufaktur ke sektor jasa. Kondisi ini
didukung oleh penguatan sistem jaminan sosial dan
deregulasi sektor jasa. Di sisi lain, perekonomian India
diperkirakan tetap mengalami penguatan dengan tumbuh
7,6 persen pada tahun 2016 dan 2017. Kenaikan terms of
trade, reformasi struktural seperti kebijakan reformasi
pajak dan inflation targeting framework, serta perbaikan
kepercayaan konsumen akan mendorong pertumbuhan
ekonomi. Namun demikian, pemulihan investasi swasta
diperkirakan tertahan oleh pelemahan neraca keuangan
bank pemerintah dan swasta.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di kawasan
Amerika Latin dan Karibia diperkirakan masih 20nergy20e
pada tahun 2016, dan akan menguat dengan laju
pertumbuhan sebesar 1,6 persen pada tahun 2017.
Pertumbuhan secara agregat di kawasan Amerika Latin
akan berbeda-beda terkait sebagian besar negara
mengalami perbaikan ekonomi, meskipun beberapa
diantaranya tetap mengalami resesi. Brazil sebagai salah
satu perekonomian terbesar di kawasan Amerika Latin
diperkirakan masih tumbuh 20nergy20e pada tahun 2016,
seiring dengan penurunan tingkat kepercayaan konsumen
dan bisnis, serta ketidakpastian politik sebagai dampak
lanjutan dari gejolak ekonomi sebelumnya.
Tiongkok diperkirakan tumbuh 6,6 persen pada tahun 2016 terkait tahap rebalancing ekonomi yang terus berlanjut, sedangkan perekonomian India tetap mengalami penguatan walaupun pemulihan investasi swasta sedikit melambat.
Pertumbuhan ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan negatif pada tahun 2016, dan akan kembali menguat pada tahun 2017.
21
Perekonomian di kawasan Sub Sahara Afrika cenderung
mengalami perlambatan akibat ketidakpastian
makrekonomi negara-negara maju, sehingga berimplikasi
pada pendapatan yang lebih rendah dari komoditas
pertambangan seperti logam dan minyak mentah. Kondisi
ini tidak menguntungkan negara berbasis sumberdaya
alam seperti negara di kawasan Sub Sahara Afrika.
Sementara itu, Afrika Selatan juga diperkirakan hanya
tumbuh sebesar 0,1 persen pada tahun 2016. Namun
demikian, perekonomian diperkirakan membaik pada
tahun 2017 seiring dengan perbaikan harga komoditas
dan supply 21nergy, serta berakhirnya musim kering.
Tabel 4. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Menurut ADB (YoY)
ADB memprediksi perekonomian di kawasan Asia Selatan
dan ASEAN tidak mengalami banyak perubahan sepanjang
tahun 2016. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di
kawasan Asia Timur direvisi naik. Namun demikian,
perekonomian di kawasan Asia Tengah direvisi turun.
Berbeda dengan tahun sebelumnya, perekonomian Asia
tahun 2017 diprediksi tidak mengalami banyak perubahan
Pertumbuhan PDB (%)
2015
2016 2017
ADO
2016 ADOS
ADO
2016 ADOS
Asia 5,9 5,7 5,6 5,7 5,7
Asia Timur 6,1 5,8 5,7 5,6 5,6
Tiongkok 6,9 6,5 6,6 6,3 6,4
Jepang 0,6 0,6 0,6 0,5 0,8
Asia Selatan 7,0 6,9 6,9 7,3 7,3
India 7,6 7,4 7,4 7,8 7,8
ASEAN 4,4 4,5 4,5 4,8 4,6
Indonesia 4,8 5,2 5,0 5,5 5,1
Filipina 5,9 6,0 6,4 6,1 6,2
Thailand 2.8 3,0 3,2 3,5 3,5
Sumber: Asian Development Outlook, September 2016
Asian Development Outlook Supplement
ADB memprediksi perekonomian pada tahun 2016-2017 di beberapa kawasan tidak mengalami banyak perubahan.
Pertumbuhan ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan negatif pada tahun 2016, dan akan kembali menguat pada tahun 2017.
22
baik di Kawasan Asia Timur, Asia Selatan, maupun secara
keseluruhan.
Perekonomian Asia Timur akan tumbuh lebih moderat
yaitu sebesar 5,8 persen pada tahun 2016 dan 5,6 persen
tahun 2017. Kondisi ini didorong oleh masih kuatnya
pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Sementara itu,
perekonomian Tiongkok pada tahun 2016 diperkirakan
tetap tumbuh moderat, seiring dengan perlambatan
sektor konstruksi, jasa, serta industri berbasis konsumsi
dan teknologi tinggi. Namun, dukungan stimulus fiskal dan
moneter yang kuat diharapkan menjaga perekonomian
dalam target pertumbuhan. Perekonomian Jepang pada
tahun 2016 diperkirakan tumbuh sebesar 0,6 persen
didukung oleh tambahan anggaran untuk pengeluaran
pemerintah, perbaikan investasi dan konsumsi, serta
penundaan kenaikan pajak konsumsi. Sejalan dengan
proyeksi IMF, ADB juga memperkirakan perekonomian
Jepang pada tahun 2017 akan menguat karena penundaan
kenaikan tarif pajak konsumsi dan stimulus fiskal yang
tetap berlanjut, serta perbaikan permintaan eksternal.
Estimasi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan
pada tahun 2016 dan 2017 tetap menguat. Pelemahan
kinerja ekspor dan investasi, akan diimbangi oleh
konsumsi yang lebih tinggi. Sementara itu, perekonomian
India tetap dalam momentum pertumbuhan, seiring
dengan peningkatan belanja konsumsi akibat kenaikan
dua digit upah dan pensiun. Selain itu, restrukturisasi
neraca keuangan perbankan dan pengurangan kelebihan
rasio (leverage) dari beberapa korporasi besar akan
meningkatkan investasi serta mendorong perekonomian
pada tahun 2017.
Perekonomian Tiongkok tetap tumbuh moderat dipengaruhi oleh stimulus fiskal dan moneter, sedangkan perekonomian Jepang didukung oleh perbaikan konsumsi dan investasi, pengeluaran pemerintah, serta penundaan kenaikan pajak konsumsi.
Perekonomian di kawasan Asia Selatan pada tahun 2016 dan 2017 diperkirakan tetap menguat, seiring dengan peningkatan belanja konsumsi, serta kenaikan dua digit upah dan pensiun India.
23
Pertumbuhan kawasan ASEAN pada tahun 2016 dan 2017
cenderung moderat. Kondisi ini dipengaruhi oleh
penguatan perekonomian Filipina dan Thailand serta
perlambatan ekonomi Indonesia, Malaysia, Singapore dan
Vietnam. Investasi di bidang infrastruktur oleh
pemerintah berkontribusi besar bagi perekonomian
negara-negara seperti Indonesia, Filipina, Singapura dan
Thailand. Perekonomian Filipina diperkirakan tumbuh
sebesar 6,4 persen pada tahun 2016. Hal ini disebabkan
oleh peningkatan investasi dan konsumsi yang cukup kuat.
Sementara itu, perekonomian Thailand diperkirakan
semakin membaik didorong oleh kinerja sektor
pariwisata. Indonesia sebagai perekonomian terbesar di
Kawasan Asia Tenggara akan tumbuh moderat sepanjang
tahun 2016. Hal ini disebabkan oleh perbaikan iklim usaha,
investasi di bidang infrastruktur yang lebih tinggi, dan
kebijakan tax amnesty dan pemotongan anggaran
pemerintah pada semester II tahun 2016. ADB
memperkirakan pertumbuhan yang lebih tinggi pada
tahun 2017, seiring dengan membaiknya ekonomi negara-
negara maju, serta harga komoditas global dan
permintaan domestik yang lebih tinggi.
PERKEMBANGAN KEUANGAN INTERNASIONAL
Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD
Selama periode Juli-September 2016, secara year to date,
mayoritas pergerakan mata uang beberapa negara menguat
terhadap USD. Penguatan mata uang yang cukup tinggi
terjadi pada Reais Brazil mencapai 21,4 persen pada akhir
September tahun 2016. Penguatan mata uang juga terjadi
pada Rupiah yang menguat hingga enam (6) persen pada
akhir September tahun 2016 (Gambar 6).
Perkiraan ekonomi Kawasan ASEAN pada tahun 2016 cenderung tumbuh moderat dipengaruhi oleh perbaikan ekonomi Filipina dan Thailand yang diimbangi perlambatan ekonomi Indoneisa, Malaysia, Singapura dan Vietnam.
Selama triwulan III tahun 2016, mayoritas pergerakan mata uang berbagai negara menguat terhadap USD, termasuk Rupiah.
24
Gambar 6. Posisi USD terhadap Mata Uang Negara Lain per akhir Juli-September 2016 (% YtD)
Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan
Penguatan mayoritas nilai tukar terhadap USD terutama
disebabkan oleh keputusan The Fed yang
mempertahankan tingkat suku bunganya hingga akhir
triwulan III tahun 2016. Terdapat beberapa alasan
mengapa The Fed tetap mempertahankan suku
bunganya, antara lain ketidakpastian iklim ekonomi dan
politik Amerika Serikat (AS), menurunnya imbal hasil
(yield) dari treasury AS pada Agustus 2016, menurunnya
produktivitas non-farm, serta belum solidnya data tenaga
kerja. Penguatan mayoritas mata uang negara lain
terhadap USD juga terjadi secara MtM dan YoY (Lampiran
3).
Kondisi sebaliknya terjadi pada Poundsterling yang
mengalami pelemahan terhadap USD terutama secara
YtD dan YoY selama triwulan III tahun 2016 (Gambar 6 dan
Lampiran 3). Hingga akhir September 2016, Poundsterling
melemah 14,2 persen secara YoY (Lampiran 3).
25
Pelemahan Poundsterling disebabkan oleh beberapa
faktor, terutama karena efek Brexit pada bulan Juni 2016,
yang membuat iklim ekonomi Inggris semakin menurun
karena capital outflow. Selain itu, pada bulan Agustus
2015, dampak dari kebijakan Bank of England berupa
quantitative easing membuat yield obligasi Inggris turun
dan pada akhirnya juga memberikan tekanan pada
Poundsterling.
Inflasi
Pada akhir triwulan III tahun 2016, terjadi peningkatan
inflasi di negara maju kawasan Euro, Inggris, dan AS (Tabel
5). Peningkatan inflasi pada negara kawasan Euro berasal
dari peningkatan inflasi sektor jasa, makanan, alkohol,
dan tembakau, industri barang non-energi, serta sektor
energi. Sementara itu peningkatan inflasi AS pada bulan
September tahun 2016 terutama disebabkan oleh
peningkatan harga energi yang berdampak pada
peningkatan hampir seluruh barang. Peningkatan inflasi
juga dialami Inggris dimana pada bulan September 2016
meningkat 0,4 persen menjadi sebesar 1 persen
(YoY)(Tabel 5).Peningkatan inflasi di Inggris terutama
didorong oleh meningkatnya harga barang dan jasa yang
juga merupakan salah satu akibat dari tren penguatan
USD terhadap Poundsterling (Tabel 5). Hal ini
menyebabkan harga impor yang diperoleh Inggris
semakin mahal.
Sebaliknya, Jepang masih dalam kondisi deflasi yang
semakin dalam meskipun telah melakukan kebijakan
stimulus dan menerapkan kebijakan suku bunga negatif.
Deflasi ini terutama disebabkan oleh ekspektasi
konsumen yang belum pulih. Ekspektasi akan tren
penurunan harga minyak dunia dan pelemahan ekonomi
global masih membayangi Jepang sehingga sulit
mengembalikan ekspektasi konsumen untuk berinvestasi
dan menggairahkan kembali aktivitas ekonominya.
Secara YoY, pada akhir triwulan III tahun 2016 inflasi negara-negara maju kawasan Euro, Amerika Serikat, dan Inggris meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.Sebaliknya Jepang masih mengalami deflasi.
26
Tabel 5. Tingkat Inflasi Global Triwulan III-2016 (% YoY)
Juni Juli Agustus September
Perbandingan Tw II dan III
tahun 2016 (%)
Indonesia 3,45 3,21 2,79 3,07 0,38
BRIC
Brazil 8,84 8,74 8,97 8,48 0,36
Russia 7,5 7,2 6,9 6,4 1,1
India 6,13 6,46 5,3 4,14 1,99
China (Tiongkok) 1,9 1,8 1,3 1,9 0
ASEAN
Singapura -0,7 -0,7 -0,3 -0,2 0,5
Malaysia 1,6 1,1 1,5 1,5 0,1
Thailand 0,38 0,1 0,29 0,38 0
Filipina 1,9 1,9 1,8 2,3 0,4
Vietnam 2,4 2,39 2,57 3,34 0,94
Negara Maju
Kawasan Euro 0,1 0,2 0,2 0,4 0,3
Amerika Serikat 1 0,8 1,1 1,5 0,5
Inggris 0,5 0,6 0,6 1,0 0,5
Jepang -0,4 -0,4 -0,5 -0,5 0,1
Keterangan: tingkat inflasi naik tingkat inflasi turun
Sumber: Bloomberg, data
Peningkatan inflasi pada negara emerging market
terutama dialami oleh negara-negara kawasan ASEAN,
yaitu Singapura, Filipina, dan Vietnam. Peningkatan harga
energi di masing-masing negara bersangkutan
merupakan salah satu faktor peningkatan inflasi seiring
dengan pemulihan harga minyak dunia. Sebaliknya,
adapun beberapa negara berkembang yang mengalami
deflasi, yaitu Indonesia, Malaysia, Brazil, Rusia, dan India
(Tabel 5).
Mayoritas negara-negara ASEAN mengalami peningkatan tingkat inflasi pada akhir triwulan III tahun 2016, kecuali Indonesia dan Malaysia.
27
Suku Bunga Kebijakan
Hingga akhir triwulan III tahun 2016, The Fed
memutuskan untuk tidak meningkatkan suku bunganya
seiring dengan ketidakpastian ekonomi global yang masih
tinggi terutama masih melemahnya perekonomian
Tiongkok dan adanya peristiwa Brexit. Kondisi politik AS
juga menjadi pertimbangan The Fed untuk tidak
meningkatkan suku bunganya hingga akhir triwulan III
tahun 2016. Sama halnya dengan The Fed, People Bank of
China (PBoC) juga mempertahankan suku bunganya, baik
deposito maupun pinjamannya hingga akhir triwulan III
tahun 2016. PBoC telah melonggarkan kebijakan
moneternya melalui penyaluran dana murah ke pasar
(low cost fund) dengan fasilitas pinjaman dan operasi
pasar terbuka untuk mengatasi ekonomi Tiongkok yang
masih lemah.
Selama triwulan III tahun 2016, European Central Bank
(ECB) tetap mempertahankan suku bunga acuannya pada
tingkat 0 (nol) persen. Akan tetapi, ECB masih
melanjutkan kebijakan stimulus moneternya melalui
perpanjangan tanggal jatuh tempo pembelian aset (dari
September 2016 menjadi Maret 2017) dan berkomitmen
untuk menginvestasikan kembali sekuritas yang telah
jatuh tempo untuk memenuhi likuiditas pada operasi
pasar terbuka hingga awal 2018. Sama halnya dengan
ECB, Bank of Japan (BoJ) juga tetap mempertahankan
suku bunganya pada tingkat -0,1 persen. Kebijakan yang
ditempuh oleh BoJ selama ini dianggap belum efektif
karena kondisi ini tidak membawa dampak positif
terhadap peningkatan inflasi bahkan mengalami deflasi
yang lebih dalam.
Tabel 6. Perubahan Suku Bunga Bank Sentral Beberapa Negara Triwulan III Tahun 2016 (persentase poin)
Negara Juni Juli Agustus September
Meksiko 4,25 4,25 4,25 4,75
Indonesia 6,50 6,50 5,25* 5,00*
Sementara itu, ECB dan BoJ juga menahan suku bunganya selama triwulan III tahun 2016.
Pada triwulan III tahun 2016, Amerika Serikat (The Fed) belum mengambil langkah untuk kembali meningkatkan suku bunganya sejak Desember 2015.
28
Negara Juni Juli Agustus September
Argentina 27,13 26,57 24,90 24,07
Australia 1,75 1,75 1,50 1,50
Malaysia 3,25 3 3 3
India 6,75 6,5 6,5 6,5
Sumber: Bank Indonesia dan Bloomberg
Keterangan: *reformulasi suku bunga kebijakan menjadi suku bunga 7 day reverse repo
Penurunan suku bunga terjadi pada beberapa bank
sentral emerging market terutama untuk menstimulus
perekonomian dengan tingkat inflasi yang terkendali
(Tabel 6). Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk
menurunkan tingkat suku bunganya kembali pada bulan
Agustus dan September tahun 2016 karena dinilai risiko
depresiasi nilai tukar telah berkurang. Bank Indonesia
telah menjalankan suku bunga kebijakan 7-day reverse
repo dalam rangka meningkatkan efektivitas transmisi
kebijakan moneter jangka pendek pada tanggal 19
Agustus 2016. Sama halnya dengan Indonesia, Australia
juga memutuskan untuk menurunkan suku bunganya
untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya
yang terjadi pada Meksiko, yang memilih untuk tidak
melonggarkan kebijakan moneternya karena tekanan
penguatan USD dirasakan sangat berdampak pada
peningkatan inflasi negara tersebut.
Cadangan Devisa
Selama triwulan III Tahun 2016, perekonomian global
sedang mengalami pemulihan secara moderat namun
masih rentan terhadap gejolak keuangan. Pemulihan
pertumbuhan ekonomi diiringi dengan tren peningkatan
cadangan devisa berbagai negara. Pada negara maju,
peningkatan tertinggi secara QtQ dialami oleh Inggris.
Kondisi sebaliknya terjadi pada cadangan devisa bank
sentral Tiongkok yang secara QtQ mengalami penurunan
seiring terjadinya perlambatan ekonomi yang
mengakibatkan capital outflow pada negara tersebut.
Sejumlah bank sentral, baik negara emerging market maupun negara maju memilih untuk mengubah suku bunganya pada triwulan III tahun 2016.
Pada triwulan III tahun 2016, posisi cadangan devisa pada sebagian besar negara emerging market dan negara maju mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II tahun 2016.
29
Adapun Indonesia merupakan negara berkembang
dengan peningkatan cadangan devisa tertinggi, yaitu
mencapai 5,4 persen dibandingkan akhir triwulan III 2016.
Hal ini merupakan dampak dari kebijakan tax amnesty.
Tabel 7. Posisi Cadangan Devisa Beberapa Bank Sentral (miliar USD)
Juni’16 Juli’16 Agust’16 Sep’16 %QtQ
BRIC
Brazil 364,2 369,3 369,5 370,4 1,7
Rusia 392,8 393,9 n.a 397,7 1,3
India n.a n.a n.a n.a n.a
China (Tiongkok) 3303,2 3299,9 3281,8 3264,1 -1,2
ASEAN-5
Indonesia 109,8 111,4 113,5 115,7 5,4
Malaysia 97,2 97,3 97,5 97,7 0,5
Singapura 248,9 251,4 252,3 252,3 1,4
Thailand 178,7 180,2 180,8 180,5 1,0
Filipina 85,3 85,5 85,8 86,1 0,9
Negara Maju
Jepang 1265,4 1264,8 1256,1 1260,1 -0,4
Kawasan Euro 801,4 805,3 799,7 811,4 1,2
Inggris 168,6 174,2 173,2 172,3 2,2
Amerika Serikat 120,4 120,6 121,9 121,2 0,7
Sumber: International Monetary Fund, official reserve assets.
PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL
Perkembangan Harga Internasional
Berdasarkan data harga komoditas internasional yang
didapat dari Commodity Markets Outlook Bank Dunia
September 2016, harga beberapa komoditas yang di ekspor
Indonesia masih mengalami penurunan sampai akhir
triwulan III tahun 2016, diantaranya Mexican Shrimp sebesar
31,1 persen, Nickel sebesar 27,4 persen, West Texas Crude
Oil sebesar 19,1 persen, Copper sebesar 17,3 persen, dan
Singapore/Malaysian Rubber sebesar 10,1 persen.
Sementara itu, beberapa komoditas sudah mencatatkan
kenaikan harga sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016
diantaranya komoditas Batu Bara, Palm Oil dan Tin yang
harganya naik berturut-turut sebesar 6,7 persen dan 3,5
persen (YoY).
Sampai dengan akhir
triwulan III tahun 2016,
sebagian besar harga
komoditas internasional
terpilih mengalami
penurunan.
30
Tabel 8.Perkembangan Harga untuk Komoditas terpilih Periode Bulan Januari-September Tahun 2016
KOMODITAS Unit Jul-16 Agust-16 Sep-16 Jan-Sept 2016*
ENERGI
Coal, Australia ($/mt) 62,3 67,4 72,9 510,8
Crude Oil, West Texas ($/bbl) 44,7 44,8 45,2 370,8
PERTANIAN
Cocoa ($/kg) 3,1 3,0 2,9 27,2
Coffe, robusta ($/kg) 2,0 2,0 2,1 16,6
Palm Oil ($/mt) 652,0 736,0 756,0 6.147,3
Soybeans ($/mt) 432,0 413,0 405,0 3.633,0
Shrimp, Mexican ($/kg) 10,7 10,7 10,7 97,0
Woodpulp ($/mt) 875,0 875,0 875,0 7.875,0
Rubber*, Singapore/MYS ($/kg) 1,6 1,6 1,6 13,5
LOGAM & MINERAL
Copper ($/mt) 4.864,9 4.751,7 4.722,2 42.572,2
Iron ore ($/dmtu) 57,0 61,0 58,0 489,0
Nickel ($/mt) 10.262,9 10.336,0 10.191,8 82.781,2
Tin ($/mt) 17.826,2 18.427,0 19.499,5 152.774,9
Zinc ($/mt) 2.183,3 2.279,1 2.292,3 17.537,2
INFLASI Unit Jul-16 Agust-16 Sep-16 Jan-Sept 2016*
ENERGI
Coal, Australia (%) -88,3 8,2 8,2 -4,2
Crude Oil, West Texas (%) -90,3 0,1 1,0 -19,1
PERTANIAN
Cocoa (%) -89,0 -0,7 -5,0 -1,9
Coffe, robusta (%) -88,8 1,0 5,9 -7,2
Palm Oil (%) -88,7 12,9 2,7 6,7
Soybeans (%) -87,9 -4,4 -1,9 1,8
Shrimp, Mexican (%) -92,4 0,0 0,0 -31,1
Woodpulp (%) -88,9 0,0 0,0 0,0
Rubber*, Singapore/MYS (%) -89,4 -2,5 1,3 -10,1
LOGAM & MINERAL
Copper (%) -90,5 -2,3 -0,6 -17,3
Iron ore (%) -89,2 7,0 -4,9 -7,6
Nickel (%) -91,0 0,7 -1,4 -27,4
Tin (%) -87,9 3,4 5,8 3,5
Zinc (%) -88,1 4,4 0,6 -4,4 Sumber : CMO Pink Sheet, World Bank
31
Harga Minyak Dunia dan Gas Alam
Pada triwulan III tahun 2016, pergerakan harga minyak
mentah dunia secara umum mengalami penurunan
dengan harga rata-rata mencapai USD44,7 per barel. Tren
harga minyak mentah cenderung fluktuatif karena
pasokan minyak mentah yang terganggu akibat kebakaran
hutan di wilayah sumur minyak Alberta, Kanada. Kondisi
ini diimbangi dengan kenaikan produksi negara-negara
OPEC khususnya Iran, Irak dan Saudi Arabia. Negara-
negara anggota OPEC sepakat membatasi produksi
minyak sebanyak 32,5 juta barel per hari dalam
pertemuan 28 September 2016. Selain itu, menurut
International Energy Agency (IEA) terjadi peningkatan
permintaan di kawasan Asia Pasifik khususnya permintaan
produk minyak mentah di Jepang meningkat menjadi 2,4
juta Barel per hari (Kementerian ESDM, 2016).
Pergerakan harga minyak Indonesian Crude Price (ICP)
sejalan dengan harga minyak mentah utama di pasar
internasional. Pergerakan harga minyak ICP yang
cenderung fluktuatif disebabkan oleh pasokan minyak
Non OPEC bulan Agustus 2016 mengalami penurunan
sebesar 0,32 juta barel per hari. Tingkat stok minyak
mentah dan gasoline Amerika Serikat selama bulan
September 2016 juga mengalami penurunan masing-
masing sebesar 23,2 juta barel dan 4,8 juta barel menjadi
sebesar 502,7 juta barel dan 227,2 juta barel. Disisi lain,
produksi minyak mentah OPEC pada bulan Agustus 2016
naik sebesar 0,02 juta barel per hari dibandingkan
produksi minyak mentah pad bulan Juli 2016. Untuk
kawasan Asia Pasifik, permintaan produk minyak mentah
Korea Selatan mengalami penurunan menjadi sebesar 2,4
juta barel per hari.
Pada triwulan III tahun 2016, pergerakan harga minyak mentah dunia masih mengalami penurunan akibat gangguan pasokan minyak mentah terkait kebakaran hutan di wilayah sumur minyak Kanada.
Pergerakan harga minyak ICP sejalan dengan harga minyak mentah utama di pasar internasional.
32
Tabel 9. Perkembangan Harga Minyak dan Gas Dunia
Harga Minyak Mentah dan Gas Dunia
Rata-rata Triwulanan Rata-rata Bulanan
2015 2016 2016
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Jul Agus Sep
Minyak Mentah (USD/barel)
Crude Oil (Rata-rata) 51,6 60,5 48,8 42,2 32,7 44,8 44,7 44,1 44,9 45,0
Crude Oil; Brent 53,9 62,1 50,0 43,4 34,4 46,0 45,8 45,1 46,1 46,2
Crude Oil; Dubai 52,2 61,4 49,9 41,2 30,6 42,9 43,4 42,6 43,7 43,7
Crude Oil; WTI 48,6 57,8 46,4 42,0 33,2 45,5 44,9 44,7 44,8 45,2
Indonesian Crude Price Oil 51,6 60,5 45,9 40,2 30,2 42,1 41,3 40,7 41,1 42,2
Gas (USD/mmbtu)
Gas Alam (US) 2,8 2,7 2,8 2,1 2,0 2,1 2,9 2,8 3,0 3,0
Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM, EIA
Pada triwulan III tahun 2016, harga gas alam dunia
cenderung meningkat. Kondisi ini dipengaruhi oleh
permintaan yang meningkat pada kawasan industri di AS,
penurunan produksi yang dikarenakan melambatnya
pengeboran gas alam, dan melemahnya suntikan
cadangan gas pada persediaan. Penggunaan bahan bakar
gas pada pembangkit listrik meningkat seiring dengan
cuaca panas. Selain itu, produksi gas yang menurun akibat
peningkatan ekspor melalui pipa ke Meksiko dan Liquid
Natural Gas (LNG) ke pasar khususnya Amerika Selatan.
Harga Komoditas Utama Pangan
Komoditas utama pangan yang disoroti perkembangan
harganya pada periode triwulan III tahun 2016 yaitu
beras, gula, gandum, jagung, dan kacang kedelai.Selama
periode Juli-September tahun 2016, sebagian besar
indeks harga komoditas pangan bergerak fluktuatif,
diantaranya indeks harga komoditas beras, gandum dan
jagung. Sementara itu, indeks harga gula bergerak
meningkat, sedangkan indeks kacang kedelai semakin
menurun (Gambar 7). Harga gula internasional
mengalami peningkatan baik secara MtM,YtD, maupun
YoY (Lampiran 4). Kementerian Perindustrian
menjelaskan bahwa peningkatan harga gula internasional
disebabkan oleh penurunan produksi akibat anomali
cuaca di Thailand, India, dan Tiongkok. Hal ini membuat
sebagian besar negara pengimpor gula terkena dampak
Pada triwulan III tahun 2016, harga gas alam cenderung meningkat seiring dengan permintaan yang menguat, penurunan produksi, pelemahan suntikan cadangan gas pada persediaan.
Selama triwulan III tahun 2016, peningkatan harga terjadi pada komoditas gula, sedangkan harga kacang kedelai mengalami penurunan.
33
termasuk Indonesia. Sedangkan di sisi lain, indeks harga
kacang kedelai mengalami penurunan sebesar 4,1%
dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan indeks
harga kacang kedelai pada triwulan III tahun 2016 ini
disebabkan oleh adanya peningkatan stok kedelai akibat
adanya panen kedelai di AS, Brazil, dan Argentina.
Gambar 7. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pangan Global
Sumber: Bloomberg, data diolah
(1 Januari 2016=100)
Isu Terkini Kerjasama Ekonomi Internasional Nasib Kesepakatan Trans-Pacific Partnership Pasca Kemenangan Donald Trump
Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika
Serikat diprediksi akan berdampak pada tertundanya
pemberlakuan kesepakatan Trans-Pacific
Partnership/TPP. Donald Trump dalam kampanyenya
berencana menarik Amerika dari perundingan TPP.
Rencana tersebut merupakan langkah Trump untuk
memacu perekonomian negaranya dengan langkah yang
proteksionis. Namun demikian, Indonesia tidak perlu
untuk merasa khawatir akan hal tersebut. Batalnya
kesepakatan TPP akan memberikan keuntungan untuk
Indonesia, karena Indonesia akan tetap mampu
berkompetisi dengan negara-negara pesaing seperti
Vietnam dan Malaysia yang tidak jadi menikmati
penghapusan tariff ekspor mereka ke negara-negara
50
70
90
110
130
150
Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 May-16 Jun-16 Jul-16 Aug-16 Sep-16
BERAS GULA GANDUM JAGUNG KACANG KEDELAI
Indonesia tidak perlu
untuk merasa khawatir
akan kemungkinan
batalnya kesepakatan
kerja sama TPP.
34
anggota TPP yang mayoritas merupakan mitra dagang
besar Indonesia, terutama Amerika Serikat.
Selain itu, sebagai alternatif jika kesepakatan TPP
dibatalkan, Indonesia dapat menjajaki kemungkinan
untuk memiliki kerjasama perdagangan secara bilateral
dengan Amerika Serikat, yang secara diatas kertas
prosesnya akan lebih mudah daripada proses untuk
bergabung kedalam kerjasama TPP. Seandainya proses
negosiasi bilateral dengan Amerika Serikat mengalami
kebuntuan (terkait kebijakan Donald Trump yang
protesionisme dan anti perdagangan bebas), pasar-pasar
potensial lain seperti kawasan Eropa Timur, Amerika
Latin, dan Australia dapat menjadi tujuan alternatif
ekspor Indonesia.
Satu hal yang jauh lebih penting adalah sebaiknya
Indonesia segera memperkuat fundamental ekonomi dan
daya saing domestik. Kemandirian dan peningkatan daya
saing adalah modal utama dalam menghadapi dinamika
perubahan global. Saat ini, sektor industri di Indonesia
hanya menyumbang 19 persen dari PDB Indonesia,
tidaklah cukup untuk menjadi mesin pertumbuhan dan
mendorong perekonomian Indonesia. Kemungkinan
batalnya kesepakatan TPP dapat menjadi kesempatan
Indonesia untuk lebih berkonsentrasi mengembangkan
industri dalam negeri sebagai penopang utama ekspor
Indonesia.
Kerjasama Ekonomi Internasional
Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia
Perkembangan perjanjian ekonomi internasional yang dilakukan Indonesia dijelaskan
pada tabel di bawah.
Tabel 10.Status Perjanjian Ekonomi Internasional (per November 2016)
No PERJANJIAN EKONOMI STATUS
1 ASEAN-EU Free Trade Agreement (FTA) Negotiations launched (the 7th round of
negotiations)
2 ASEAN-Hong Kong, China Free Trade Agreement Negotiations launched
Sebagai alternatif
kerjasama TPP, Indonesia
dapat menjajaki
kemungkinan untuk
memiliki kerjasama
perdagangan bilateral
dengan Amerika Serikat.
Batalnya kesepakatan
kerjasama TPP dapat
menjadi kesempatan
bagi Indonesia untuk
membangun industri
dalam negeri dan daya
saing domestik.
35
No PERJANJIAN EKONOMI STATUS
(the 3rd round of negotiations)
3 Indonesia-India Comprehensive Economic Cooperation Arrangement
Negotiations launched
4 Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement
Negotiations launched (the 5th round of
negotiations)
5 Indonesia-European Free Trade Association Free Trade Agreement Negotiations launched (The 1st round of
Negotiation)
6 Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement Negotiations launched
7 Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) Negotiations launched (the 16th round of
negotiations)
8 Indonesia-Republic of Korea Free Trade Agreement Negotiations launched (the 7th round of
negotiations)
9 Indonesia-Chile FTA Negotiations launched
10 Indonesia-Turki FTA Proposed (under consultation and
stud)y
11 Indonesia-Peru FTA Proposed (under consultation and
study)
12 Trade Preferential System of the Organization of the Islamic Conference
Signed but not yet In Effect
13 ASEAN Free Trade Area Signed and In Effect
14 ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement Signed and In Effect
15 ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect
16 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Signed and In Effect
17 ASEAN-China Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect
18 ASEAN-Republic of Korea Comprehensive Economic Cooperation Agreement
Signed and In Effect
19 Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement Signed and In Effect (under the review process)
20 Pakistan-Indonesia Free Trade Agreement Signed and In Effect
21 Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing Countries
Signed and In Effect
Sumber: ARIC database, ADB; Ditjen KPI, Kemendag
36
Perkembangan Perjanjian Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA)
Tabel 11.Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia
Periode SKA Preferensi (%)
SKA Nonpreferensi (%)
SKA Preferensi + SKA Non Preferensi (%)
2012 45,4 11,8 57,2 2013 50,7 12,4 63,1 2014 50,6 11,9 62,5 2015 72,3 13,5 85,8
2016 Januari-September 49,4 10,9 60,4 Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag
Sepanjang Januari-September Tahun 2016, penggunaan
SKA Preferensi dan SKA Nonpreferensi mencapai 60,4
persen terhadap total ekspor Indonesia dimana SKA
Preferensi mendominasi penggunaan SKA dengan utilisasi
49,4 persen. Form A yang merupakan SKA Preferensi atas
Generalized System of Preferences Certificate of Origin
paling banyak dimanfaatkan sepanjang Januari-
September Tahun 2016 dengan tingkat utilisasi 15,1
persen. Pada kurun waktu yang sama Form B
mendominasi utilisasi penggunaan SKA Nonpreferensi
dengan tingkat utilisasi 10,1 persen (Gambar 8).
Gambar 8. Persentase Penggunaan SKA Preferensi terhadap Total SKA Preferensi
Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag (diolah)
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
2014 2015 2016 Jan-Sept
Share SKA Preferensi Terhadap Total Ekspor Indonesia (Tahunan)
Form A
Form E
Form D
Form AI
Penggunaan SKA Preferensi
dan SKA Nonpreferensi
mencapai 60,4 persen
terhadap total ekspor
Indonesia pada Januari-
September Tahun 2016.
37
Gambar 9. Persentase Penggunaan SKA Nonpreferensi terhadap Total SKA Nonpreferensi
Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag (diolah)
Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA
Pada periode Januari-Agustus Tahun 2016, Indonesia
mengalami surplus neraca perdagangan dengan
Bangladesh, Brunei Darussalam, Filipina, India, Iran,
Jepang, Kamboja, Korea Selatan, Laos, Mesir,
Myanmar, Pakistan, dan Turki. Sementara itu pada
periode yang sama, Indonesia mengalami defisit neraca
perdagangan dengan Australia, Malaysia, Nigeria,
Selandia Baru, Singapura, Thailand, Tiongkok dan
Vietnam.
Tabel 12. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Oseania (juta USD)
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015
Jan-Agt Perubahan (%)
2016/2015 2015 2016
AUSTRALIA
ekspor 4.948,4 3.702,3 -7,8 2.451,2 2.197,9 -10,3
migas 1.251,8 707,7 -24,0 446,4 388,5 -13,0
non migas 3.696,5 2.994,6 0,4 2.004,8 1.809,4 -9,7
impor 5.647,5 4.815,8 -0,8 3.250,6 3.366,3 3,6
migas 156,7 143,4 103,7 43,4 415,8 858,3
non migas 5.490,8 4.672,4 -1,3 3.207,2 2.950,5 -8,0
neraca perdagangan -699,1 -1.113,5 0,0 -799,4 -1.168,4 -46,2
migas 1.095,1 564,3 -27,2 403,0 -27,3 -106,8
non migas -1.794,2 -1.677,8 -3,9 -1.202,40 -1.141,1 5,1
2014 2015 2016 Jan-Sept
Form B 11,0% 12,3% 10,1%
Form ICO 0,8% 1,2% 0,8%
Form TP 0,0% 0,0% 0,0%
Form ANEXO III 0,0% 0,0% 0,0%
0,0%2,0%4,0%6,0%8,0%
10,0%12,0%14,0%
Share SKA Non-Preferensi Terhadap Total Ekspor Indonesia (Tahunan)
Indonesia mengalami surplus
neraca perdagangan dengan 13
negara mitra FTA (sebesar USD
12,5 miliar) dan defisit neraca
perdagangan dengan 8 negara
mitra FTA (sebesar USD16,6
miliar) pada periode Januari-
Agustus Tahun 2016.
38
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015
Jan-Agt Perubahan (%)
2016/2015 2015 2016
SELANDIA BARU
ekspor 481,4 436,3 4,2 278,1 222,6 -20,0
migas 21,4 39,2 124,5 25,8 8,7 -66,1
non migas 460,0 397,0 3,7 252,2 213,8 -15,2
impor 836,0 637,0 -0,9 460,8 444,1 -3,6
migas 0,0 8,6 0,0 8,6 0,0 -99,9
non migas 836,0 628,4 -1,1 452,1 444,1 -1,8
neraca perdagangan -354,6 -200,8 -7,9 -182,7 -221,5 -21,2
migas 21,4 30,6 113,6 17,2 8,7 -49,1
non migas -376,0 -231,3 -7,2 -199,9 -230,3 -15,2
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Tabel 13. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Selatan (juta USD)
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-
2015
Jan-Aug Perubahan (%) 2016/2015
2015 2016
BANGLADESH
ekspor 1.377,6 1.340,8 1,8 891,8 789,7 -11,5
migas 2,3 0,2 -4,3 0,2 0,7 200,5
non migas 1.375,3 1.340,6 1,8 891,6 789,1 -11,5
impor 71,3 59,5 12,8 39,0 44,8 14,9
migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
non migas 71,3 59,5 12,8 39,0 44,8 14,9
neraca perdagangan 1.306,3 1.281,3 1,4 852,9 744,9 -12,7
migas 2,3 0,2 0,0 0,2 0,7 200,5
non migas 1.304,0 1.281,1 1,4 852,6 744,3 -12,7
INDIA
ekspor 12.249,0 11.731,0 -2,7 8.109,4 6.126,2 -24,5
migas 25,2 129,0 10,2 85,2 163,7 92,1
non migas 12.223,7 11.602,0 -2,8 8.024,2 5.962,5 -25,7
impor 3.952,1 2.741,4 -9,5 1.916,0 1.765,8 -7,8
migas 388,2 75,7 -23,9 66,7 17,9 -73,2
non migas 3.563,9 2.665,7 -8,8 1.849,3 1.747,9 -5,5
neraca perdagangan 8.296,9 8.989,6 0,1 6.193,4 4.360,4 -29,6
migas -363,0 53,3 0,0 18,6 145,8 685,9
39
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-
2015
Jan-Aug Perubahan (%) 2016/2015
2015 2016
non migas 8.659,9 8.936,2 -0,5 6.174,8 4.214,6 -31,8
PAKISTAN
ekspor 2.045,3 1.989,6 20,9 1.320,1 1.247,7 -5,5
migas 0,0 0,0 -82,3 0,0 0,0 0,0
non migas 2.045,3 1.989,5 21,1 1.320,1 1.247,7 -5,5
impor 159,4 174,5 -8,4 100,5 92,3 -8,2
migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
non migas 159,4 174,5 -7,0 100,5 92,3 -8,2
neraca perdagangan 1.885,9 1.815,1 26,5 1.219,6 1.155,4 -5,3
migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
non migas 1.885,9 1.815,0 26,2 1.219,6 1.155,4 -5,3
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Tabel 14. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Tenggara (juta USD)
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015
Jan-Aug Perubahan (%) 2016/2015
2015 2016
BRUNEI DARUSSALAM
ekspor 100,3 91,2 4,3 62,0 63,2 1,9
migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 2.521,7
non migas 100,3 91,2 4,3 62,0 63,1 1,9
impor 594,3 131,4 -31,3 79,0 60,3 -23,7
migas 568,1 104,7 -34,2 73,7 53,5 -27,4
non migas 26,2 26,7 21,5 5,3 6,8 28,3
neraca perdagangan -494,0 -40,2 -44,7 -17,1 2,9 116,9
migas -568,1 -104,7 -34,2 -73,7 -53,5 27,5
non migas 74,1 64,5 -0,1 56,7 56,3 -0,6
FILIPINA
ekspor 3.887,8 3.921,7 1,7 2.633,6 3.305,0 25,5
migas 1,0 4,7 -44,9 0,4 13,9 3.254,2
non migas 3.886,8 3.917,0 1,8 2.633,1 3.291,2 25,0
impor 699,7 683,1 -5,6 466,8 553,0 18,5
migas 1,6 3,1 -26,8 2,9 1,6 -44,1
non migas 698,1 680,0 -5,5 463,9 551,3 18,9
neraca perdagangan 3.188,1 3.238,6 3,6 2.166,8 2.752,1 27,0
40
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015
Jan-Aug Perubahan (%) 2016/2015
2015 2016
migas -0,6 1,6 0,0 -2,5 12,2 593,2
non migas 3.188,7 3.237,0 3,7 2.169,3 2.739,8 26,3
KAMBOJA
ekspor 415,8 429,7 14,6 280,8 271,3 -3,4
migas 0,1 0,0 -59,1 0,0 0,0 0,0
non migas 415,7 429,7 14,7 280,8 271,3 -3,4
impor 18,7 21,1 27,6 13,4 17,0 27,0
migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
non migas 18,7 21,1 27,6 13,4 17,0 27,0
neraca perdagangan 397,1 408,6 14,1 267,4 254,3 -4,9
migas 0,1 0,0 -59,1 0,0 0,0 0,0
non migas 397,0 408,6 14,2 267,4 254,3 -4,9
LAOS
ekspor 4,5 7,7 -17,0 4,8 4,0 -16,0
migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
non migas 4,5 7,7 -17,0 4,8 4,0 -16,0
impor 51,3 0,8 19,8 0,8 3,0 274,7
migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
non migas 51,3 0,8 19,8 0,8 3,0 274,7
neraca perdagangan -46,7 6,9 0,0 4,0 1,0 -74,8
migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
non migas -46,7 6,9 0,0 4,0 1,0 -74,8
MALAYSIA
ekspor 9.730,0 7.630,9 -8,4 5.410,7 4.483,9 -17,1
migas 3.332,8 1.403,1 -3,2 1.116,0 738,0 -33,9
non migas 6.397,2 6.227,8 -10,1 4.294,6 3.745,9 -12,8
impor 10.855,4 8.530,7 -5,0 6.046,5 4.650,8 -23,1
migas 5.076,9 3.551,3 -6,7 2.670,1 1.544,1 -42,2
non migas 5.778,5 4.979,4 -3,7 3.376,4 3.106,7 -8,0
neraca perdagangan -1.125,4 -899,8 0,0 -635,8 -167,0 73,7
migas -1.744,1 -2.148,2 -10,9 -1.554,1 -806,1 48,1
non migas 618,7 1.248,4 -28,0 918,2 639,1 -30,4
MYANMAR
ekspor 566,9 615,7 15,3 15,3 387,4 380,7
41
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015
Jan-Aug Perubahan (%) 2016/2015
2015 2016
migas 0,6 2,2 22,6 22,6 2,2 11,2
non migas 566,4 613,4 15,2 15,2 385,2 369,4
impor 122,1 160,4 25,6 25,6 108,5 74,4
migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
non migas 122,1 160,4 25,6 25,6 108,5 74,4
neraca perdagangan 444,8 455,3 12,6 12,6 278,9 306,3
migas 0,6 2,2 22,6 22,6 2,2 11,2
non migas 444,3 453,0 12,6 12,6 276,7 295,0
SINGAPURA
ekspor 16.728,3 12.632,6 -7,5 8.598,7 7.325,8 -14,8
migas 6.662,4 3.971,6 -11,4 2.755,2 1.465,9 -46,8
non migas 10.065,9 8.661,0 -5,3 5.843,5 5.860,0 0,3
impor 25.185,7 18.022,5 -7,4 12.392,7 9.016,6 -27,2
migas 15.035,1 9.047,2 -10,4 6.445,4 4.247,8 -34,1
non migas 10.150,5 8.975,3 -3,6 5.947,3 4.768,7 -19,8
neraca perdagangan -8.457,3 -5.389,9 -7,0 -3.794,0 -1.690,7 55,4
migas -8.372,7 -5.075,6 -9,4 -3.690,2 -2.782,0 24,6
non migas -84,6 -314,3 0,0 -103,8 1.091,3 1.151,7
THAILAND
ekspor 5.783,1 5.507,3 -2,7 3.799,5 3.488,7 -8,2
migas 780,2 906,8 2,7 627,6 512,7 -18,3
non migas 5.002,9 4.600,5 -3,5 3.171,9 2.976,0 -6,2
impor 9.781,0 8.083,4 -6,4 5.453,9 5.938,9 8,9
migas 86,3 64,7 -20,2 44,7 37,1 -17,0
non migas 9.694,8 8.018,7 -6,2 5.409,1 5.901,7 9,1
neraca perdagangan -3.997,9 -2.576,1 -12,2 -1.654,4 -2.450,1 -48,1
migas 693,9 842,1 7,1 582,9 475,6 -18,4
non migas -4.691,8 -3.418,2 -9,3 -2.237,3 -2.925,7 -30,8
VIETNAM
ekspor 2.451,3 2.740,2 3,9 1.657,5 1.723,2 4,0
migas 14,9 3,3 -48,2 2,6 13,1 401,3
non migas 2.436,3 2.736,9 4,6 1.654,9 1.710,1 3,3
impor 3.417,8 3.161,5 8,8 2.092,2 2.096,2 0,2
migas 192,4 0,1 -66,6 0,1 53,2 52.145,9
42
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015
Jan-Aug Perubahan (%) 2016/2015
2015 2016
non migas 3.225,4 3.161,4 8,9 2.092,1 2.043,0 -2,4
neraca perdagangan -966,5 -421,4 91,0 -434,7 -373,1 14,2
migas -177,4 3,2 0,0 2,6 -40,1 -1.692,6
non migas -789,1 -424,5 76,8 -437,2 -333,0 23,8
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Keterangan (*) : proporsi terhadap total ekspor ke ASEAN
Tabel 15. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Timur Tengah (juta
USD)
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015
Jan-Aug Perubahan (%) 2016/2015
2015 2016
IRAN
ekspor 406,1 216,5 -24,0 159,6 121,1 -24,1
migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 100,0
non migas 406,1 216,5 -24,0 159,6 120,9 -24,2
impor 42,5 56,6 -58,5 35,7 29,8 -16,4
migas 25,2 18,0 -66,4 10,3 15,3 48,6
non migas 17,4 38,6 -43,2 25,4 14,5 -42,8
neraca perdagangan 363,6 159,9 0,0 123,9 91,3 -26,3
migas -25,1 -18,0 -66,3 -10,3 -15,1 -46,8
non migas 388,7 178,0 -18,7 134,2 106,4 -20,7
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Tabel 16. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Timur (juta USD)
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015
Jan-Aug Perubahan (%)
2016/2015 2015 2016
JEPANG
ekspor 23.117,5 18.020,9 -14,1 12.132,0 10.389,2 -14,4
migas 8.551,7 4.924,8 -23,6 3.348,7 1.964,9 -41,3
non migas 14.565,7 13.096,1 -8,1 8.783,3 8.424,3 -4,1
impor 17.007,6 13.263,5 -10,0 9.174,2 8.466,9 -7,7
migas 69,4 30,8 -20,1 20,4 47,0 130,4
non migas 16.938,2 13.232,7 -10,0 9.153,8 8.419,9 -8,0
neraca perdagangan 6.109,9 4.757,4 -21,2 2.957,8 1.922,3 -35,0
migas 8.482,3 4.894,0 -23,6 3.328,3 1.917,9 -42,4
43
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015
Jan-Aug Perubahan (%)
2016/2015 2015 2016
non migas -2.372,4 -136,6 -38,1 -370,5 4,4 101,2
KOREA SELATAN
ekspor 10.601,1 7.664,4 -17,1 5.427,2 4.559,2 -16,0
migas 4.884,2 2.224,8 -28,1 1.626,1 1.144,9 -29,6
non migas 5.716,9 5.439,7 -7,8 3.801,1 3.414,3 -10,2
impor 11.847,4 8.427,2 -8,4 5.831,0 4.481,5 -23,1
migas 4.091,0 2.148,6 -16,4 1.558,4 609,7 -60,9
non migas 7.756,4 6.278,6 -4,0 4.272,6 3.871,8 -9,4
neraca perdagangan -1.246,3 -762,8 0,0 -403,9 77,7 119,2
migas 793,2 76,2 -60,5 67,7 535,2 690,3
non migas -2.039,5 -838,9 0,0 -471,6 -457,5 3,0
TIONGKOK
ekspor 17.605,9 15.046,4 -10,0 10.002,5 9.546,2 -4,6
migas 1.146,9 1.785,7 9,8 1.135,3 1.182,2 4,1
non migas 16.459,1 13.260,7 -11,4 8.867,2 8.364,0 -5,7
impor 30.624,3 29.410,9 2,8 19.163,2 19.521,2 1,9
migas 162,8 186,1 -31,3 150,7 64,7 -57,1
non migas 30.461,6 29.224,8 3,3 19.012,5 19.456,6 2,3
neraca perdagangan -13.018,4 -14.364,5 41,6 -9.160,6 -9.975,0 -8,9
migas 984,1 1.599,7 34,6 984,6 1.117,6 13,5
non migas -14.002,5 -15.964,1 40,3 -10.145,3 -11.092,6 -9,3
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Tabel 17. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Afrika (juta USD)
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015
Jan-Aug Perubahan (%) 2016/2015 2015 2016
MESIR
ekspor 1.341,0 1.197,9 -0,3 830,8 670,9 -19,3
migas 0,0 26,2 0,0 0,0 1,6 0,0
non migas 1.341,0 1.171,7 -0,7 830,8 670,9 -19,3
impor 145,9 243,1 0,6 170,6 321,0 88,2
migas 0,0 132,9 0,0 104,3 257,4 146,8
non migas 145,9 110,2 -14,1 66,3 63,6 -4,1
neraca perdagangan 1.195,1 954,8 -0,6 660,2 349,9 -47,0
44
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015
Jan-Aug Perubahan (%) 2016/2015 2015 2016
migas 0,0 -106,7 0,0 -104,3 -257,4 -146,8
non migas 1.195,1 1.061,5 1,6 764,6 607,3 -20,6
NIGERIA
ekspor 648,8 445,7 3,7 325,7 207,2 -36,4
migas 0,3 0,3 87,7 0,3 0,2 -30,8
non migas 648,5 445,4 3,7 325,4 207,0 -36,4
impor 3.306,3 1.288,2 -2,9 941,0 796,2 -15,4
migas 3.286,1 1.284,5 -2,6 939,0 792,0 -15,7
non migas 20,2 3,7 -33,2 2,0 4,2 108,7
neraca perdagangan -2.657,5 -842,4 -5,1 -615,3 -589,0 4,3
migas -3.285,7 -1.284,2 -2,6 -938,7 -791,8 15,7
non migas 628,2 441,8 5,1 323,4 202,8 -37,3
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Tabel 18. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Eropa (juta USD)
Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-
2015
Jan-Aug Perubahan (%) 2016/2015 2015 2016
TURKI
ekspor 1.446,10 1.158,80 -3,60 789,00 689,70 -12,60
migas 0,00 0,00 0,00 0,00 0,10 111,90
non migas 1.446,10 1.158,80 -3,60 788,90 690,00 -12,60
impor 1.030,60 249,80 -3,70 163,70 203,60 24,30
migas 770,40 0,10 -22,40 0,10 14,80 11.387,70
non migas 260,20 249,70 -7,90 163,60 188,70 15,40
neraca perdagangan 415,50 909,00 -8,40 625,20 486,20 -22,20
migas -770,40 -0,10 0,00 -0,10 -14,80 -15.264,80
non migas 1.185,90 909,10 -2,40 625,30 501,00 -19,90
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
45
PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA
46
PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA
47
PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
Perekonomian Indonesia pada triwulan III tahun 2016
tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY), meningkat
dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 4,7
persen (YoY) namun lebih rendah dibandingkan triwulan
II tahun 2016 yang sebesar 5,2 persen (YoY).
Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh kondisi
perekonomian global yang masih belum stabil dengan
pertumbuhan yang tidak merata. Dari sisi domestik,
kinerja pertumbuhan ekonomi didorong oleh terjaganya
permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga
yang tumbuh cukup kuat, namun realisasi belanja
pemerintah APBN lebih rendah dibandingkan triwulan
yang sama tahun sebelumnya akibat pemotongan
anggaran.
Gambar 10. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 - Triwulan III Tahun 2016 (Persen)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Dari sisi lapangan usaha pertumbuhan ekonomi didorong
oleh semua lapangan usaha, dengan pertumbuhan
tertinggi pada sektor Informasi dan Komunikasi sebesar
9,2 persen (YoY). Pertumbuhan sektor Informasi dan
Komunikasi tersebut lebih rendah, baik dibandingkan
dengan triwulan III tahun 2015 maupun triwulan II tahun
2016 yang masing-masing sebesar 10,7 persen (YoY) dan
9,8 persen (YoY).
5,15,0 5,0 5,0
4,74,7
4,7
5,04,9
5,25,0
4,0
4,5
5,0
5,5
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Perekonomian Indonesia pada triwulan III tahun 2016 tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY), meningkat dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2015.
Dari sisi lapangan usaha pertumbuhan didukung oleh semua lapangan usaha, dengan pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Informasi dan komunikasi yang sebesar 9,2 persen (YoY).
48
Pada triwulan III tahun 2016, Jasa Keuangan dan Asuransi
tumbuh sebesar 8,8 persen (YoY), lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang
tumbuh sebesar 10,4 persen (YoY) dan triwulan II tahun
2016 yang tumbuh sebesar 13,6 persen (YoY). Kinerja
tersebut disebabkan oleh pelonggaran kebijakan moneter
terutama melalui penurunan suku bunga. Transmisi
pelonggaran kebijakan tersebut diyakini akan terus
berlanjut, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan
kredit dan pembiayaan ekonomi lain yang mendorong
pertumbuhan ekonomi menjadi lebih tinggi. Sementara
itu, Transportasi dan Pergudangan tumbuh sebesar 8,2
persen (YoY) atau meningkat dibandingkan dengan
triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016 yang
masing-masing sebesar 7,3 persen (YoY) dan 6,9 persen
(YoY).
Konstruksi mengalami pertumbuhan 5,7 persen (YoY),
lebih rendah dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang
tumbuh sebesar 6,8 persen (YoY) maupun triwulan II
tahun 2016 yang tumbuh sebesar 6,2 persen (YoY). Sektor
kontruksi masih tumbuh relatif tinggi seiring dengan
masih berlangsungnya program-program pembangunan
infrastruktur pemerintah, termasuk program satu juta
rumah.
Pengadaan Listrik dan Gas tumbuh sebesar 4,9 persen
(YoY), meningkat signifikan dibandingkan dengan triwulan
III tahun 2015 yang sebesar 0,6 persen (YoY), namun lebih
rendah jika dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang
sebesar 6,2 persen (YoY). Sampai dengan bulan Oktober
2016, realisasi proyek listrik 35.000 MW mencapai 36
persen dari target akumulatif 2016. Sementara itu,
realisasi commercial operation date (COD) pembangkit
listrik secara keseluruhan mencapai 9,4 persen dari
keseluruhan target.
Pada triwulan III tahun 2016, Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh sebesar 8,8 persen (YoY) oleh pelonggaran kebijakan moneter. Sementara itu, Transportasi dan Pergudangan tumbuh lebih tinggi dari triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016.
Konstruksi tumbuh lebih rendah yaitu sebesar 5,7 persen (YoY), seiring dengan masih berlangsungnya program-program pembangunan infrastruktur pemerintah.
Pengadaan Listrik dan Gas tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY), meningkat signifikan dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 seiring dengan realisasi proyek listrik 35.000 MW mencapai sebesar 36 persen dari target akumulatif 2016
49
Tabel 19. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 Menurut Lapangan Usaha (YoY)
Uraian 2014 2015 2016
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
5,2 4,9 3,6 3,3 4,0 6,9 3,3 1,6 1,8 3,4 2,8
Pertambangan dan Penggalian -1,0 1,1 1,2 1,5 -1,3 -5,2 -5,7 -7,9 -0,8 -0,1 0,1
Industri Pengolahan 4,5 4,8 5,0 4,2 4,0 4,1 4,5 4,4 4,6 4,6 4,6
Pengadaan Listrik dan Gas 3,3 6,5 6,0 6,5 1,7 0,8 0,6 1,8 7,5 6,2 4,9
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
4,9 5,8 5,9 6,9 5,4 7,8 8,7 6,8 4,8 3,3 1,7
Konstruksi 7,2 6,5 6,5 7,7 6,0 5,4 6,8 8,2 7,9 6,2 5,7
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
6,1 5,0 5,2 4,5 4,1 1,7 1,4 2,8 4,1 4,1 3,7
Transportasi dan Pergudangan 7,0 7,6 7,7 7,2 5,8 5,9 7,3 7,7 7,9 6,9 8,2
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
6,4 6,4 5,8 4,6 3,4 3,8 4,5 5,8 5,6 4,9 4,6
Informasi dan Komunikasi 9,8 10,5 9,8 10,3 10,1 9,7 10,7 9,7 8,1 9,8 9,2
Jasa Keuangan dan Asuransi 3,6 5,5 1,9 7,9 8,6 2,6 10,4 12,5 9,3 13,6 8,8
Real Estate 4,7 4,9 5,1 5,3 5,3 5,0 4,8 4,3 4,9 4,5 3,7
Jasa Perusahaan 10,3 10,0 9,3 9,7 7,4 7,6 7,6 8,1 8,1 7,6 7,0
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
2,7 -2,5 2,4 6,8 4,7 6,3 1,3 6,7 4,5 4,4 3,8
Jasa Pendidikan 4,6 4,5 6,3 6,6 5,0 11,7 8,1 5,3 5,4 5,1 1,9
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
7,6 8,7 9,6 6,0 7,1 7,5 6,3 7,4 8,6 6,5 4,2
Jasa lainnya 8,4 9,5 9,5 8,4 8,0 8,1 8,1 8,2 7,9 7,9 7,7
PRODUK DOMESTIK BRUTO 5,1 5,0 5,0 5,0 4,7 4,7 4,7 5,0 4,9 5,2 5,0 Sumber: Badan Pusat Statistik
Kinerja Industri Pengolahan sedikit meningkat, dengan
tumbuh sebesar 4,6 persen (YoY), lebih tinggi
dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 4,5
persen (YoY), namun relatif tidak berubah dibandingkan
dengan triwulan II tahun 2016. Pertumbuhan industri
pengolahan di Indonesia masih didorong oleh industri
yang berbasis konsumsi dalam negeri. Penyediaan
Akomodasi dan Makan Minum tumbuh sebesar 4,6
persen (YoY), sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan III
tahun 2015 yang sebesar 4,5 persen (YoY). Akan tetapi,
Kinerja Industri Pengolahan tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan III tahun 2015, namun relatif tidak berubah dibandingkan dengan triwulan II tahun 2016.
50
pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan
triwulan II tahun 2016 yang sebesar 4,9 persen (YoY).
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial tumbuh sebesar 4,2
persen (YoY), lebih rendah baik dibandingkan dengan
triwulan III tahun 2015 yang tumbuh sebesar 6,3 persen
(YoY) maupun triwulan II tahun 2016 yang sebesar 6,5
persen (YoY). Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan sosial tumbuh sebesar 3,8 persen (YoY) pada
triwulan III tahun 2016. Pertumbuhan ini lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang
sebesar 1,3 persen (YoY), namun lebih rendah
dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 4,4
persen (YoY).
Kinerja Real Estate pada triwulan III tahun 2016 menurun
dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 dan triwulan
II tahun 2016. Pada triwulan III tahun 2016 Real Estate
tumbuh sebesar 3,7 persen (YoY), lebih rendah
dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 4,8
persen (YoY) dan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 4,5
persen (YoY).
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor tumbuh sebesar 3,7 persen (YoY) pada
triwulan III tahun 2016, lebih tinggi dibandingkan triwulan
III tahun 2015 yang sebesar 1,4 persen (YoY), namun lebih
rendah dibanding triwulan II tahun 2016 yang sebesar 4,1
persen (YoY). Pertumbuhan tersebut didorong oleh
pertumbuhan semua komponen, terutama Perdagangan
Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor yang
tumbuh sebesar 3,8 persen (YoY), meningkat
dibandingkan triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun
2016 yang masing-masing tumbuh sebesar 1,2 persen
(YoY) dan 3,5 persen (YoY). Komponen Perdagangan
Mobil, Sepeda Motor, dan Reparasinya tumbuh sebesar
3,2 persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan triwulan III
tahun 2015 yang sebesar 2,1 persen (YoY) , namun lebih
rendah dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang sebesar
6,4 persen (YoY).
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor tumbuh lebih tinggi pada triwulan III tahun 2016, didorong oleh pertumbuhan semua komponen, terutama Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor.
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial tumbuh sebesar 4,2 persen (YoY), lebih rendah baik dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016
Kinerja Real Estate pada triwulan III tahun 2016 menurun dibandingkan triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016.
51
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan tumbuh sebesar
2,8 persen (YoY), lebih kecil dari triwulan sebelumnya dan
triwulan III tahun 2015 yang masing-masing sebesar 3,4
persen (YoY) dan 3,3 persen (YoY). Penurunan tersebut
disebabkan oleh pergeseran panen raya akibat
perubahan iklim.
Pada triwulan III tahun 2016, Pertambangan dan
Penggalian tumbuh sebesar 0,1 persen (YoY), atau lebih
besar dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang
terkontraksi sebesar -5,7 persen (YoY) dan triwulan II
tahun 2016 yang sebesar -0,1 persen (YoY). Kinerja
tersebut didukung oleh adanya kenaikan harga komoditas
di pasar internasional, terutama harga batu bara yang
naik dari USD 51,2 per mt pada bulan Juli menjadi sebesar
USD 93,2 per mt. Selain itu, juga didukung dengan telah
beroperasinya Kilang Trans Pacific Petroleum Indotama
(TPPI) di Tuban, Jawa Timur dan Residual Fluid Catalyc
Cracker (RFCC) di Cilacap, Jawa Tengah. Berdasarkan
komponennya, Pertambangan Bijih Logam tumbuh dari
sebesar -12,08 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2015
menjadi sebesar 5,42 persen (YoY) pada triwulan III tahun
2016 dan pertumbuhan Pertambangan Minyak, Gas dan
Panas Bumi dari sebesar -0,58 persen (YoY) pada triwulan
III tahun 2015 menjadi sebesar 1,25 persen (YoY).
Dari sisi pengeluaran, Pengeluaran Konsumsi Rumah
tangga merupakan komponen dengan pertumbuhan
tertinggi sekaligus sebagai sumber pertumbuhan PDB
terbesar pada triwulan III tahun 2016, dengan kontribusi
sebesar 55,3 persen terhadap PDB. Pada triwulan III tahun
2016, Pengeluaran Konsumsi Rumah tangga tumbuh
sebesar 5,0 persen (YoY), relatif sama dengan triwulan III
tahun 2015, namun lebih rendah dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang sebesar 5,1 persen (YoY).
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan tumbuh sebesar 2,8 persen (YoY), lebih kecil dari triwulan sebelumnya dan triwulan III tahun 2015 karena terjadinya pergeseran panen raya akibat perubahan iklim.
Dari sisi pengeluaran, Pengeluaran Konsumsi Rumah tangga merupakan komponen dengan pertumbuhan tertinggi setelah LNPRT sekaligus sebagai sumber pertumbuhan PDB terbesar pada triwulan III tahun 2016.
Pertambangan dan Penggalian mengalami pertumbuhan positif setelah pada triwulan-triwulan sebelumnya tumbuh negatif.
52
Tabel 20. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 (Persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY)
JENIS PENGELUARAN 2014 2015 2016
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 5,3 5,1 5,1 5,1 5,0 5,0 5,0 4,9 5,0 5,1 5,0
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 23,2 22,4 5,8 -0,5 -8,1 -8,0 6,6 8,3 6,4 6,7 6,7
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 6,1 -1,8 1,2 0,9 2,9 2,6 7,1 7,3 3,5 6,2 -3,0
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 5,2 4,1 4,5 4,6 4,6 3,9 4,8 6,9 5,6 5,1 4,1
Ekspor Barang dan Jasa 3,2 1,4 4,8 -4,6 -0,6 0,0 -0,6 -6,4 -3,5 -2,4 -6,0
Dikurangi Impor Barang dan Jasa 5,0 0,4 0,3 3,2 -2,2 -7,0 -5,9 -8,1 -5,0 -2,9 -3,9
PRODUK DOMESTIK BRUTO 5,1 5,0 5,0 5,0 4,7 4,7 4,7 5,0 4,9 5,2 5,0
Sumber : Badan Pusat Statistik
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) merupakan
sumber pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi
sebesar 32,0 persen dari PDB pada triwulan III tahun 2016.
Pada triwulan III tahun 2016, PMTB tumbuh sebesar 4,1
persen (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan
pertumbuhan pada triwulan III tahun 2015 yang sebesar
4,8 persen (YoY) dan triwulan II tahun 2016 yang sebesar
5,1 persen (YoY). Pertumbuhan komponen utama dari
PMTB yaitu Bagunan serta Mesin dan Perlengkapan, yang
masing-masing berkontribusi sebesar 24,4 persen dan 2,8
persen dari PDB, mengalami penurunan. Bangunan
tumbuh sebesar 5,8 persen (YoY), atau lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang
sebesar 6,3 persen (YoY) dan triwulan II tahun 2016 yang
sebesar 6,1 persen. Sementara itu, Mesin dan
Perlengkapan mengalami pertumbuhan negatif sebesar -
6,8 persen atau menurun dibanding triwulan sebelumnya
yang sebesar -3,6 persen (YoY) dan triwulan III tahun
2015 yang sebesar 1,5 persen (YoY).
Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada
triwulan III tahun 2016 tumbuh -3,0 persen (YoY),
terendah sejak triwulan I tahun 2010 yang sebesar -5,2
persen (YoY). Kondisi ini akibat oleh adanya
pemotonggan anggaran belanja dalam APBN 2016.
Pengeluaran pemerintah untuk kepentingan masyarakat
Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada triwulan III tahun 2016 tumbuh -3,0 persen (YoY), terendah sejak triwulan I tahun 2010 yang sebesar -5,2 persen (YoY).
Pada triwulan III tahun 2016, PMTB tumbuh sebesar 4,1 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016.
53
umum (konsumsi kolektif) tumbuh sebesar -4,5 persen
(YoY), terendah sejak triwulan I tahun 2010 yang tumbuh
sebesar -9,9 persen (YoY). Pengeluaran pemerintah untuk
kepentingan rumah tangga individu seperti pendidikan;
kesehatan; jaminan sosial; olah raga dan rekreasi; dan
kebudayaan juga tumbuh negatif, namun lebih kecil yaitu
sebesar -0,4 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut lebih
kecil dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang
tumbuh sebesar 3,5 persen (YoY) dan triwulan II tahun
2016 yang tumbuh sebesar 3,9 pesen (YoY).
Pada triwulan III tahun 2016, pertumbuhan Ekspor Barang
dan Jasa semakin menekan pertumbuhan ekonomi
Indonesia yaitu sebesar -6,0 persen (YoY), menurun
dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang tumbuh negatif
sebesar -0,6 persen (YoY) dan triwulan II tahun 2016 yang
sebesar -2,4 persen (YoY). Kondisi ini dipengaruhi oleh
perlambatan ekspor barang migas yang tumbuh sebesar -
8,2 persen (YoY), yang disebabkan oleh masih rendahnya
harga minyak mentah di pasar internasional meskipun
sedikit sudah membaik. Sementara itu, apabila
dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 dan triwulan
II tahun 2016, ekspor jasa relatif meningkat yaitu tumbuh
sebesar 7,9 persen (YoY).
Impor Barang dan Jasa tumbuh negatif sebesar -3,9
persen (YoY) pada triwulan III tahun 2016 seiring dengan
permintaan domestik yang masih belum meningkat
signifikan dan nilai tukar Rupiah yang melemah.
Pertumbuhan tersebut meningkat dibandingkan dengan
triwulan III tahun 2015 yang sebesar -5,9 persen (YoY),
namun menurun dibandingkan triwulan II tahun 2016
yang tumbuh sebesar -2,9 persen (YoY). Hal ini
dipengaruhi oleh meningkatnya pertumbuhan impor
barang migas menjadi sebesar 1,5 persen (YoY), lebih
tinggi dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar
1,3 persen (YoY) maupun triwulan II tahun 2016 yang
sebesar 2,3 persen (YoY). Sementara itu impor jasa dan
Pada triwulan III tahun 2016, pertumbuhan Ekspor Barang dan Jasa semakin menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia
Impor Barang dan Jasa tumbuh negatif sebesar -3,9 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2016.
54
barang nonmigas tumbuh lebih besar dibandingkan
triwulan III tahun 2015 namun lebih rendah dibandingkan
triwulan II tahun 2016.
PERKEMBANGAN EKONOMI DAERAH
Pada triwulan III tahun 2016, seluruh pulau/wilayah
mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata
pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Maluku dan Papua.
Pada triwulan III tahun 2016, Rata-rata pertumbuhan di
Maluku dan Papua; Sulawesi; Jawa; serta Bali dan Nusa
Tenggara lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
ekonomi nasional. Sementara itu, kedua wilayah yang lain
lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan
ekonomi nasional.
Pada triwulan III tahun 2016, pertumbuhan di Maluku dan
Papua rata-rata tumbuh sebesar 13,7 persen (YoY),
meningkat signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan
triwulan III tahun 2015 sebesar 4,2 persen (YoY) dan
triwulan II tahun 2016 yang -1,3 persen (YoY). Rata-rata
pertumbuhan ekonomi di Sulawesi adalah sebesar 6,7
persen (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan
III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016 yang masing-
masing sebesar 8,4 persen (YoY) dan 8,5 persen (YoY).
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Jawa adalah sebesar
5,6 persen (YoY), sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan III tahun 2015 yang sebesar 5,5 persen (YoY)
namun lebih rendah dibandingkan triwulan II tahun 2016
yang sebesar 5,8 persen (YoY). Sementara itu, Bali dan
Nusa Tenggara pada triwulan III tahun 2016 adalah
sebesar 5,0 persen (YoY), menurun dibandingkan triwulan
III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016 yang masing-
masing sebesar 14,1 persen (YoY) dan 7,3 persen (YoY).
Pada triwulan III tahun 2016, seluruh pulau/wilayah mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Maluku dan Papua.
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Maluku dan Papua; Sulawesi; Jawa; serta Bali dan Nusa Tenggara pada triwulan III tahun 2016, masing-masing sebesar adalah sebesar 13,7 persen (YoY); 6,7 persen (YoY); 5,7 persen (YoY); dan 5,0 persen.
55
Gambar 11. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi di Enam Pulau Besar di Indonesia pada Triwulan I Tahun 2011 - Triwulan III Tahun 2016 (Persen)
Sumber : Badan Pusat Statistik
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sumatera pada
triwulan III tahun 2016 adalah sebesar 3,9 persen (YoY),
meningkat dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang
sebesar 3,1 persen (YoY), namun menurun dibandingkan
triwulan II tahun 2016 yang tumbuh sebesar 4,4 persen
(YoY). Sementara itu, Kalimantan tumbuh sebesar 2,1
persen (YoY), meningkat dibandingkan triwulan III tahun
2015 dan triwulan II tahun 2016 yang tumbuh masing-
masing sebesar 0,4 persen (YoY) dan 1,2 persen (YoY).
Gambar 12. Kontribusi di Enam Pulau Besar Indonesia terhadap PDB Pada Triwulan I Tahun 2010 - Triwulan III Tahun 2016
Sumber : Badan Pusat Statistik
-15
-12
-9
-6
-3
0
3
6
9
12
15
18
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Sumatera Jawa Bali dan Nusa TenggaraKalimantan Sulawesi Maluku dan PapuaIndonesia
3,0 3,12,6 2,4
9,5
7,65,16,1
22,2 22,1
57,658,8
0
20
40
60
80
0
5
10
15
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Bali Nusra Maluku dan Papua Kalimantan
Pada triwulan III tahun 2016, rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sumatera dan Kalimantan meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya.
56
Perkembangan kontribusi daerah terhadap PDB dari
tahun ke tahun relatif tidak banyak berubah. Kontribusi
terbesar terhadap PDB dari triwulan I tahun 2010 sampai
dengan triwulan III tahun 2016 didominasi pulau Jawa,
yaitu sebesar 58,4 persen. Kontribusi terbesar berikutnya
adalah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa
Tenggara, serta Maluku dan Papua yang masing-masing
sebesar 22,0 persen, 7,7 persen, 6,1 persen, 3,2 persen
dan 2,5 persen terhadap PDB pada triwulan II tahun 2016.
Pada triwulan III tahun 2016, Jawa Barat dan DKI Jakarta
merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi
tertinggi di Jawa, yaitu masing-masing sebesar 5,8 persen
(YoY). Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 6,1 persen
(YoY) dan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 5,9 persen
(YoY). Sementara itu, Jawa Barat tumbuh sebesar 5,0
persen (YoY) pada triwulan III tahun 2015 dan sebesar 6,0
persen (YoY) pada triwulan II tahun 2016. Jawa Barat
memiliki kontribusi sebesar 13,0 persen terhadap
perekonomian nasional, sedikit menurun dibandingkan
triwulan III tahun 2015 yang sebesar 13,1 persen dan
relatif tidak berubah dibandingkan triwulan II tahun 2016.
Sementara itu, kontribusi DKI Jakarta relatif tidak berubah
dibandingkan triwulan III tahun 2015 yaitu sebesar 16,9
persen, namun menurun tipis dibandingkan triwulan II
tahun 2016 yang besarnya 17,1 persen.
Di wilayah Sumatera, Sumatera Utara dan Lampung
merupakan provinsi dengan pertumbuhan yang paling
tinggi, yaitu sebesar 5,8 persen (YoY). Pertumbuhan
tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III
tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 5,3
persen (YoY) dan 5,1 persen (YoY) untuk Sumatera Utara,
serta sebesar 5,3 persen (YoY) dan 5,2 persen (YoY) untuk
Lampung. Adapun kontribusi Sumatera Utara terhadap
PDB sebesar 5,0 persen pada triwulan III tahun 2016,
meningkat tipis dibandingkan triwulan III tahun 2015 dan
Pada triwulan III tahun 2016, Jawa Barat dan DKI Jakarta merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Jawa, yaitu masing-masing sebesar 5,8 persen (YoY).
Sumatera Utara dan Lampung provinsi dengan pertumbuhan yang paling tinggi, yaitu sebesar 5,8 persen (YoY).
Kontribusi terbesar terhadap PDB dari triwulan I tahun 2010 sampai dengan triwulan III tahun 2016 didominasi oleh Pulau Jawa.
57
triwulan sebelumnya sebesar 4,9 persen. Sementara itu,
kontribusi Lampung sebesar 2,3 persen sedikit meningkat
dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 2,2
persen, namun tidak berubah dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Kalimantan Tengah tumbuh paling tinggi diantara provinsi
lain di Kalimantan yaitu sebesar 6,0 persen (YoY),
meningkat dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang
besarnya 5,7 persen (YoY), namun lebih kecil
dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 6,9
persen (YoY). Kontribusi Kalimantan Tengah terhadap
perekonomian Indonesia adalah sebesar 0,9 persen,
relatif tidak berubah dari triwulan sebelumnya dan
triwulan III tahun 2015.
Provinsi Sulawesi Tengah tumbuh paling tinggi diantara
provinsi lain di Sulawesi yaitu sebesar 7,6 persen (YoY),
mengalami penurunan yang relatif besar dibandingkan
triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016 yang
sebesar 15,6 persen (YoY) dan 15,5 persen (YoY).
Sementara itu, kontribusi provinsi Sulawesi Tengah relatif
kecil dibandingkan kontribusi provinsi lain di Sulawesi,
yaitu sebesar 0,9 persen pada triwulan III tahun 2016,
relatif tidak berubah dibandingkan triwulan III tahun 2015
namun lebih kecil dibandingkan triwulan II tahun 2016
yang sebesar 1,0 persen.
Sementara itu, Bali merupakan provinsi dengan
pertumbuhan ekonomi tertinggi di wilayah Bali dan Nusa
Tenggara yaitu dengan pertumbuhan sebesar 6,2 persen
(YoY). Pertumbuhan tersebut menurun baik dibandingkan
dengan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 6,3 persen
(YoY) dan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 6,5 persen
(YoY). Adapun kontribusi Bali terhadap perekonomian
nasional sebesar 1,5 persen pada triwulan III tahun 2016,
terbesar dibandingkan provinsi NTB dan NTT serta relatif
tidak berbeda dengan triwulan-triwulan sebelumnya.
Kalimantan Tengah tumbuh paling tinggi diantara provinsi lain di Kalimantan yaitu sebesar 6,0 persen (YoY).
Provinsi Sulawesi Tengah tumbuh paling tinggi diantara provinsi lain di Sulawesi yaitu sebesar 7,615,5 persen (YoY).
Bali merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara yaitu dengan pertumbuhan sebesar 6,2 persen (YoY).
58
Di wilayah Maluku dan Papua, Maluku merupakan
provinsi yang memiliki pertumbuhan tertinggi yaitu
sebesar 5,7 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2016,
sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan III tahun 2015
yang sebesar 5,6 persen namun lebih kecil dibandingkan
triwulan II tahun 2016 yang sebesar 6,3 persen. Kontribusi
provinsi Maluku terhadap perekonomian nasional adalah
sebesar 0,3 persen, relatif tidak berubah dibandingkan
triwulan-triwulan sebelumnya.
PERKEMBANGAN HARGA KEBUTUHAN POKOK
Perkembangan Harga Domestik
Sepanjang bulan Januari hingga September tahun 2016,
koefisien rata-rata harga antar waktu dari sepuluh
komoditas tertentu sebesar 3,0 persen atau masih
dibawah target maksimal 9,0 persen pada tahun 2016
sesuai yang tertuang dalam RPJMN 2015-2019.
Komoditas gula pasir merupakan komoditas penyumbang
koefisien variasi harga antar waktu paling tinggi dengan
koefisien sebesar 9,2 persen. Sementara itu, susu kental
manis merupakan komoditas dengan koefisien variasi
antar waktu paling rendah dengan koefisien sebesar 0,6
persen.
Tabel 21. Koefisien Variasi Harga Antar Waktu Periode Bulan Januari-September Tahun 2016
Sumber : Kementerian Perdagangan, diolah
Maluku merupakan provinsi yang memiliki pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 6,55,7 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2016.
Sepanjang bulan Januari-September tahun 2016 mencatatkan rata-rata koefisien variasi harga antar waktu sebesar 3,0 persen.
59
Sepanjang bulan Januari hingga September tahun 2016,
koefisien variasi harga antar wilayah dari sepuluh
komoditas tertentu rata-rata sebesar 14,2 persen atau
tepat pada batas target maksimal 14,2 persen pada tahun
2016 sesuai yang tertuang dalam RPJMN 2015-2019. Pada
bulan Juli dan Agustus koefisien variasi harga antar
wilayah tertinggi yaitu sebesar 14,8 persen dibandingkan
bulan lainnya. Sementara itu, koefisien variasi harga antar
wilayah paling rendah dari sepuluh komoditas tertentu
pada bulan Februari dan Mei yaitu sebesar 13,6 persen.
Tabel 22. Koefisien Variasi Harga Antar Wilayah Bulan Januari-September Tahun 2016
Komoditas Jan-16 Feb-16
Mar-16 Apr-16 Mei-16 Jun-16 Jul-16
Agust-16
Sep-16
Beras Medium 11,4 12,2 12,5 13,6 12,6 12,5 14,5 13,5 13,3 Gula Pasir 6,1 5,6 6,0 6,4 7,1 7,4 9,6 8,8 8,0 Jagung Pipilan 22,1 23,2 23,1 21,8 22,9 23,1 24,3 25,4 23,3 Kedelai Impor 15,8 16,1 16,3 17,5 17,3 17,5 17,9 18,1 17,9 Tepung Terigu 14,0 13,4 13,6 14,4 15,5 14,9 14,9 14,9 14,4 Minyak Goreng Curah 13,6 12,6 11,7 10,0 10,1 10,9 11,8 8,7 10,0 Susu kental Manis 12,8 10,6 10,9 12,7 11,8 11,8 12,4 12,0 13,5 Daging Ayam Ras 13,8 16,0 16,3 16,9 13,4 13,7 14,6 16,7 13,4 Daging Sapi 12,6 11,6 12,2 12,6 11,7 12,6 12,6 12,3 11,9 Telur Ayam Ras 15,6 15,2 20,3 18,8 14,0 15,9 15,0 17,2 17,7 Rata-Rata Per Bulan 13,8 13,6 14,3 14,5 13,6 14,0 14,8 14,8 14,3 Rata-Rata Jan-Sept 2016 14,2
Sumber : Kementerian Perdagangan, diolah
Indeks Harga Bahan Pokok Nasional
Selama periode Juli-September tahun 2016, sebagian
besar pergerakan harga bahan pokok nasional mengalami
penurunan (Lampiran 5). Penurunan harga secara
signifikan terjadi pada komoditas bawang merah (Gambar
13 dan Lampiran 5). Hal ini disebabkan adanya kebijakan
Pemerintah yang memperkuat sinergi dan kerjasama
antar pemangku dalam menstabilkan harga dan menjaga
pasokan melalui pemotongan rantai pasokan.
Pemotongan rantai pasokan memudahkan petani
memasuki pasar sehingga harga yang dihasilkan lebih
murah dan pasokan terjaga. Sebaliknya, indeks harga
Sepanjang bulan Januari-September tahun 2016 mencatatkan rata-rata koefisien variasi harga antar wilayah sebesar 14,2 persen.
Sebagian besar harga bahan pokok mengalami penurunan pada Triwulan III tahun 2016.
60
cabai merah keriting dan cabai merah biasa meningkat
signifikan (Gambar 13). Hal ini disebabkan oleh kondisi
cuaca yang tidak menentu membuat penurunan pasokan
di pasar.
Gambar 13.Perkembangan Indeks Harga Komoditas Cabai Merah dan Bawang Merah
Sumber: Kementerian Perdagangan, data diolah (Januari 2016=100)
INDEKS TENDENSI KONSUMEN
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada triwulan III tahun
2016 adalah sebesar 108,2 atau lebih tinggi dibandingkan
triwulan II tahun 2016 yang sebesar 105,0. Hal tersebut
menunjukkan peningkatan kondisi ekonomi dan tingkat
optimisme masyarakat. Membaiknya kondisi ekonomi
masyarakat terutama didorong oleh naiknya tingkat
konsumsi yaitu menjadi sebesar 111,0 diikuti oleh
kenaikan pendapatan rumah tangga sebesar 110,01.
Sementara itu, daya beli yang dilihat dari indeks pengaruh
inflasi tidak berpengaruh terhadap tingkat konsumsi
dengan nilai sebesar 102,7.
Tabel 23.Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya
Variabel Pembentuk 2014 2015 2016
Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
Pendapatan rumah tangga 113,5 106,1 96,6 104,4 108,4 103,1 102,4 105,0 110,0
Pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari
109,9 106,3 109,0 105,6 108,1 101,9 103,8 110,4 102,7
80,00
100,00
120,00
140,00
160,00
Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 Mei-16 Jun-16 Jul-16 Agust-16 Sep-16
Cabai Merah Keriting Cabai Merah Biasa Bawang Merah
Kondisi ekonomi dan tingkat optimisme masyarakat pada triwulan III tahun 2016 mengalami peningkatan.
61
Variabel Pembentuk 2014 2015 2016
Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan (daging, ikan, susu, buah-buahan, dll) dan bukan makanan (pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, kesehatan, dan rekreasi)
113,2 113,0 100,7 105,6 111,6 103,0 102,8 111,9 111,0
Indeks Tendensi Konsumen 112,4 107,6 100,9 105,2 109,0 102,8 102,9 107,9 108,2
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pada triwulan IV tahun 2016 pertumbuhan ITK
diperkirakan meningkat 2,3 persen (YoY) menjadi sebesar
105,2, namun lebih rendah jika dibandingkan triwulan III
tahun 2016 yang sebesar 108,2. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kondisi ekonomi masyarakat
diperkirakan akan membaik, namun tingkat optimisme
masyarakat akan lebih rendah dibandingkan dengan
triwulan III tahun 2016. Perkiraan membaiknya kondisi
ekonomi konsumen pada triwulan IV tahun 2016 didorong
oleh perkiraan peningkatan pendapatan rumah tangga
menjadi sebesar 104,3, serta meningkatnya rencana
pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan
pesta/hajatan sebesar 106,8.
Gambar 14. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik *Data proyeksi
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4*
2014 2015 2016
Indeks Tendensi Konsumen 110 110,8112,4107,6100,9105,2 109 102,8102,9107,9108,2105,2
Kenaikan YoY (persen) (RHS) 5,1 2,6 0,4 -1,8 -8,3 -5,1 -3 -4,5 2,0 2,6 -0,7 2,3
-10-8-6-4-20246
92
96
100
104
108
112
116
Pertumbuhan ITK pada triwulan IV tahun 2016 diperkirakan akan meningkat menjadi sebesar 105,2.
62
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia pada bulan
Oktober 2016 meningkat, yaitu menjadi sebesar 116,8
atau tertinggi selama tahun 2016. IKK tumbuh sebesar
17,6 pesen (YoY) atau tertinggi selama tahun 2016.
Peningkatan optimisme masyarakat tersebut disebabkan
oleh meningkatnya keyakinan masyarakat terhadap
kondisi ekonomi saat ini, yaitu penghasilan, ketersediaan
lapangan kerja dan ketepatan waktu pembelian barang
tahan lama. Sementara itu, optimisme masyarakat
terhadap perkiraan kondisi ekonomi selama enam bulan
mendatang meningkat dari bulan-bulan sebelumnya
selama tahun 2016 yang digambarkan dengan Indeks
Ekspektasi Konsumen (IEK) sebesar 130,4.
Tabel 24. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari 2016 – Oktober 2016
KETERANGAN 2016
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Aug Sept Okt
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 112,6 110,0 109,8 109,0 112,1 113,7 114,2 113,3 110,0 116,8
Pertumbuhan IKK (YoY) (persen) -6,3 -8,5 -6,1 1,5 -0,6 2,2 3,9 0,6 12,8 17,6
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
99,9 98,7 96,6 94,7 96,5 99,9 101,2 97,2 96,0 103,2
Penghasilan saat ini 117,7 120,0 115,5 110,9 114,8 116,2 119,5 117,4 116,5 119,1
Ketersediaan lapangan kerja 88,0 81,9 79,3 80,0 80,7 87,0 85,8 79,0 79,5 89,0
Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama
93,8 94,2 95,0 93,2 94,0 96,3 98,3 95,3 92,1 101,6
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 125,4 121,3 123,1 123,2 127,7 127,6 127,1 129,5 124,0 130,4
Ekspektasi Penghasilan 143,0 141,1 138,6 137,7 141,3 138,4 139,2 142,0 138,9 140,5
Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja
105,0 98,4 102,7 105,0 110,8 115,6 110,5 111,1 104,7 114,5
Ekspektasi Kegiatan Usaha 121,1 124,3 128,1 126,9 130,9 128,7 131,7 135,3 128,3 136,2
Sumber: Bank Indonesia
Pada bulan Juli 2016, Indeks Kondisi Ekonomi (IKE)
mengalami peningkatan menjadi sebesar 103,2, tertinggi
selama tahun 2016. Peningkatan tersebut disebabkan
oleh meningkatnya persepsi konsumen terhadap
penghasilan, ketersediaan lapangan kerja dan ketepatan
waktu pembelian barang tahan lama saat ini
dibandingkan dengan enam bulan lalu. Indeks
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia pada bulan Oktober 2016 meningkat, yaitu menjadi sebesar 116,8 atau tertinggi selama tahun 2016.
Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) mengalami peningkatan menjadi sebesar 103,2, tertinggi selama tahun 2016.
63
penghasilan saat ini adalah sebesar 119,1, meningkat
dibandingkan dua bulan sebelumnya, namun sedikit lebih
kecil dibandingkan pada bulan Juli 2016. Sementara itu,
Indeks ketersediaan lapangan kerja dan indeks ketepatan
waktu pembelian barang tahan lama untuk bulan Oktober
2016 masing-masing adalah sebesar 89,0 dan 101,6 atau
paling tinggi selama tahun 2016.
Indeks Ekpektasi Konsumen (IEK) pada bulan Oktober
2016 menjadi yang tertinggi selama tahun 2016 yaitu
sebesar 130,4. Peningkatan tersebut terutama didukung
oleh meningkatnya indeks ekspektasi kegiatan usaha
secara signifikan menjadi sebesar 136,2 atau paling tinggi
selama tahun 2016. Sementara itu, indeks ekpektasi
penghasilan meningkat dari bulan Juli 2016 yang sebesar
139,2 menjadi sebesar 140,5, meskipun lebih kecil
dibandingkan nilai pada bulan Agustus yang sebesar
142,0. Indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja
sebesar 114,5 pada bulan Oktober 2016, terus meningkat
sejak bulan Juli 2016 yang sebesar 110.
PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI
Kondisi Bisnis Indonesia
Kondisi bisnis di Indonesia pada triwulan III tahun 2016
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dengan
nilai ITB sebesar 107,89. Peningkatan terjadi pada semua
lapangan usaha. Peningkatan kondisi bisnis tertinggi
terjadi di lapangan usaha Konstruksi dengan nilai ITB
sebesar 111,74, sedangkan peningkatan kondisi bisnis
terendah terjadi pada lapangan usaha Pertambangan &
Penggalian dengan nilai ITB sebesar 102,26.
Indeks Ekpektasi Konsumen (IEK) pada bulan Oktober 2016 menjadi yang tertinggi selama tahun 2016 yaitu sebesar 130,4.
Kondisi bisnis di Indonesia
pada triwulan III tahun 2016
meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya.
64
Gambar 15. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun 2012 - Triwulan III Tahun 2016
Sumber: BPS, diolah
Catatan: ITB berkisar antara 0 sampai dengan 200 dengan indikasi sebagai berikut: a. Nilai ITB < 100 menunjukkan kondisi pada triwulan berjalan menurun dibanding triwulan
sebelumnya b. Nilai ITB=100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan tidak mengalami perubahan
(stagnan) dibanding triwulan sebellumnya c. Nilai ITB > 100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan lebih baik (meningkat)dibanding
triwulan sebelumnya d. * = Angka perkiraan
Tabel 25. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan III Tahun 2016
Variabel pembentuk ITB Trw III-2016
No Sektor dalam ITB ITB Trw II-
2016
ITB Triwulan III-2016
Pendapatan Usaha
Penggunaan Kapasitas Produksi/
Usaha
Rata Rata Jam
Kerja
1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
111,02 108,93 - 108,93 -
2 Pertambangan dan Penggalian 96,59 102,26 102,46 106,14 100,46
3 Industri Pengolahan 110,13 103,97 106,63 107,55 100,24
4 Pengadaan Listrik dan Gas 110,24 109,19 109,80 111,18 107,84
5 Pengadaaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
108,74 110,27 114,81 107,41 107,69
6 Konstruksi 105,50 111,74 114,56 110,44 107,95
7 Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor
113,73 108,72 111,75 108,69 106,21
8 Transportasi dan Pergudangan 110,64 111,40 117,47 109,70 107,06
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
110,64 108,84 112,11 110,26 105,53
10 Informasi dan Komunikasi 118,37 111,03 117,14 111,51 105,76
11 Jasa Keuangan 111,37 111,53 111,03 107,39 113,69
103,89
104,22
107,43
105,29
102,34
103,88
106,12
104,72
102,23
105,64
107,24
104,07
96,30
105,46106,04
105,22
99,46
110,24
107,89
106,29
95
97
99
101
103
105
107
109
111
113
Ind
eks
Triwulan
65
No Sektor dalam ITB ITB Trw II-
2016
ITB Triwulan III-2016
Pendapatan Usaha
Penggunaan Kapasitas Produksi/
Usaha
Rata Rata Jam
Kerja
12 Real Estate 109,94 108,81 107,89 103,95 111,61
13 Jasa Perusahaan 110,09 109,04 106,29 108,10 111,72
14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
108,22 107,06 108,57 109,52 104,76
15 Jasa Pendidikan 111,76 103,39 107,67 103,01 100,00
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
108,11 110,45 110,37 107,78 111,64
17 Jasa Lainnya 109,89 110,74 112,74 104,21 111,84
Indeks Tendensi Bisnis 110,24 107,89 110,35 108,37 105,35
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pertumbuhan Industri Pengolahan
Gambar 16. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, %)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pada Triwulan III tahun 2016, nilai tambah sektor industri
manufaktur non migas mencapai Rp573 triliun (Harga
Berlaku) dengan pertumbuhan kuartalan mencapai 4,7
persen (y-o-y). Secara kumulatif, hingga triwulan ketiga
tahun 2016 ini, nilai tambah sektor industri manufaktur
mencapai Rp1.681 triliun dengan pertumbuhan sebesar
4,56 persen.
Angka pertumbuhan tersebut lebih rendah dari
pertumbuhan ekonomi Indonesia Triwulan III yang
4,70
6,38 6,17 6,035,58
5,00 4,795,04
1,69
3,82
7,466,98
5,45
5,615,04
4,56
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pertumbuhan PDB Nasional & Industri Manufaktur Non Migas 2009 - 2016 Triwulan III (%)
Pertumbuhan PDB NasionalPertumbuhan Sektor Industri Manufaktur Non-Migas
Hingga Triwulan III tahun 2016, PDB industri pengolahan non-migas atas dasar harga berlaku mencapai Rp1.681 triliun dan tumbuh sebesar 4,56 persen (YoY).
66
mencapai 5,02 persen dan pertumbuhan kumulatif hingga
Triwulan III yang mencapai 5,04 persen.
Tren perlambatan pertumbuhan industri manufaktur
yang terjadi semenjak tahun 2011 menyebabkan
penurunan kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB
Indonesia sehingga hanya mencapai 18,9 persen pada
Triwulan III ini--manufaktur non migas sebesar 17,8
persen dan manufaktur migas sebesar 2,1 persen. Secara
kumulatif, sampai dengan 9 bulan pertama tahun ini,
kontribusi sektor manufaktur mencapai sebesar 20,4
persen (migas dan non-migas)
Gambar 17. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Tahun 2016 (akumulasi Triwulan III) (YoY, persen)
Sumber: Badan Pusat Statistik 2016, diolah
Grafik di atas menunjukkan pertumbuhan subsektor
industri manufaktur non migas hingga Triwulan III tahun
2016. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor
makanan minuman; industri kulit; dan industri mesin dan
perlengkapan yang tumbuh sebesar 8,55 persen, 8,53
persen, dan 7,97 persen. Hal tersebut menunjukkan jika
pertumbuhan industri manufaktur masih didorong oleh
industri yang berbasis konsumsi dalam negeri.
-9,36-2,34-0,73
0,18
1,251,81
2,383,20
4,014,78
5,446,43
7,978,338,55
4,56
Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Tekstil dan Pakaian Jadi
Industri Furnitur
Industri Logam Dasar
Industri Kayu dll
Industri Kertas dll
Industri Pengolahan Tembakau
Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional
Industri Alat Angkutan
Industri Barang Logam dll
Industri Barang Galian bukan Logam
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki
Industri Makanan dan Minuman
SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR NON MIGAS
Pertumbuhan Subsektor Industri Manufaktur Non-Migas 2016 Triwulan III
Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor industri makanan dan minuman; industri kulit; industri mesin dan perlengkapan yang tumbuh sebesar 8,55 persen, 8,53 persen, dan 7,97 persen
67
Terdapat tiga subsektor yang memiliki pertumbuhan
negatif--industri karet (-9,36 persen), industri pengolahan
lainnya (-2,34 persen) dan industri tekstil (-0,73 persen).
Industri tekstil Indonesia merupakan salah satu industri
yang mengandalkan pasar ekspor, sehingga belum
pulihnya kondisi ekonomi dunia masih menjadi penyebab
pertumbuhan yang negatif. Selain itu, Indonesia tidak
memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan negara
maju, seperti yang dilakukan oleh Vietnam dan
Bangladesh, sehingga membuat produk tekstil Indonesia
kalah dengan produk tekstil dari negara tersebut.
Memasuki Triwulan III ini, pertumbuhan industri karet
kembali mengalami pertumbuhan negatif dibanding
Triwulan III tahun lalu. Selain karena kondisi ekonomi
negara-negara tujuan ekspor karet Indonesia, seperti
Amerika Serikat, Tiongkok, dan Jepang, yang belum
menunjukkan perbaikan berarti, adanya perubahan
musim hujan yang lebih maju menyebabkan produksi
karet di Indonesia juga menurun. Hal tersebut juga
diperparah dengan keputusan International Tripartite
Rubber Council (ITRC) melalui skema Agreed Export
Tonnage Scheme (AETS) untuk mengurangi jumlah ekspor
karet selama periode Maret-Agustus yang menyebabkan
produsen karet menahan produknya. Keputusan tersebut
dilakukan oleh Indonesia, Malaysia, dan Thailand untuk
mendongkrak harga karet yang sempat mencapai titik
terendahnya bulan Januari lalu. Usia pohon karet di
Indonesia yang sudah tua, relatif terhadap usia pohon
karet di Malaysia dan Thailand, juga menjadi penyebab
penurunan produksi karet Indonesia.
68
Gambar 18. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Non-Migas
Sumber: Badan Pusat Statistik 2016, diolah
Dekomposisi pertumbuhan industri manufaktur non
migas hingga Triwulan III 2016 menunjukkan bahwa
subsektor industri makanan dan minuman memberikan
kontribusi terbesar bagi pertumbuhan sektor industri
manufaktur non migas dengan kontribusi hampir
mencapai 60 persen. Besarnya jumlah penduduk
Indonesia juga menjadi pendorong dalam besarnya
kontribusi subsektor makanan dan minuman. Namun
demikian, besarnya kontribusi subsektor industri
makanan dan minuman tersebut menunjukkan jika
Indonesia saat ini hanya mampu untuk mengembangkan
light industry (ditunjukkan dengan kontribusi subsektor
barang logam dan alat angkutan yang hanya mampu
berkontribusi 13 dan 11 persen terhadap pertumbuhan
industri manufaktur non migas).
Diperlukan kebijakan yang riil dari pemerintah, seperti
kemudahan investasi, pemberian insentif pajak yang
jelas, kebijakan tenaga kerja yang tidak kaku, serta akses
ke energi yang kompetitif, untuk mendorong
pertumbuhan subsektor industri non migas lainnya
sekaligus untuk menjadikan industri manufaktur sebagai
motor penggerak ekonomi Indonesia
2,69
0,600,50 0,06 0,25
0,46
0,0
2,0
4,0
6,0
Makanan & Minum Alat Angkutan Galian Bukan Logam MANUFAKTUR Non-MIGAS
Komposisi Pertumbuhan Industri Manufaktur Non-Migas Triwulanan III-2016
Subsektor industri makanan dan minuman kembali menjadi penyumbang utama pertumbuhan sektor industri manufaktur.
69
Gambar 19. Ekspor Produk Industri
Sumber: Badan Pusat Statistik 2016, diolah
Nilai ekspor produk industri pada Triwulan III 2016
mencapai USD 26,1 miliar. Jumlah tersebut menurun
sebesar 0,9 persen dibandingkan Triwulan III pada tahun
2015 (YoY). Penurunan ekspor tersebut sejalan dengan
masih belum membaiknya kondisi perekonomian dan
perdagangan dunia. Menurut laporan yang dirilis oleh
Bank Indonesia, perlambatan ekspor yang dialami oleh
sektor manufaktur merupakan yang paling kecil
dibandingkan dengan sektor pertanian dan
pertambangan. Produk kimia, logam dasar, dan semen
menjadi produk manufaktur yang mengalami
pertumbuhan yang positif diantara produk manufaktur
lainnya dengan nilai ekspor masing-masing USD842 juta,
USD1,9 milyar, dan USD24,3 juta dan pertumbuhan
sebesar 17, 7,3, dan 17,5 persen.
Data Penjualan Komoditas Industri Utama
Untuk mengetahui kondisi pembangunan, daya beli
masyarakat Indonesia, dan kondisi sektor sektor industri
secara keseluruhan, data penjualan mobil, motor, dan
semen merupakan indikator yang dianggap paling
mampu untuk menggambarkan kondisi tersebut. Data
penjualan mobil dan motor merupakan indikator untuk
26094,5
-01
-20-15-10-0500051015202530
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
2014 2015 2016
Ekspor Produk Industri (milyar USD, sb. kiri, y-on-y)
Nilai ekspor produk industri Indonesia Triwulan III 2015 mencapai USD26,1 miliar.
70
mengetahui kondisi daya beli masyarakat kelas
menengah atas dan kelas menengah bawah. Sedangkan
data penjualan semen merupakan indikator yang
digunakan untuk menunjukkan kondisi pembangunan di
Indonesia.
Gambar 20. Penjualan Mobil Triwulan III Tahun 2016
Sumber: GAIKINDO 2016, diolah
Penjualan mobil di Triwulan III tahun 2016 ini mencapai
251.340 unit atau tumbuh sebesar 5,1 persen
dibandingkan Triwulan III tahun 2015. Secara kumulatif,
penjualan mobil hingga Triwulan III 2016 mengalami
pertumbuhan sebesar 2,5 persen dibandingkan periode
yang sama pada tahun 2015 lalu. Meskipun secara nilai
mengalami penurunan dibandingkan dengan
pertumbuhan Triwulan II kemarin, pertumbuhan
penjualan kendaraan yang positif ini dapat menjadi sinyal
jika daya beli masyarakat kelas menengah ke atas masih
dalam kondisi yang baik.
Adanya model dan varian baru yang dikeluarkan oleh
produsen mobil di Indonesia juga menjadi salah satu
faktor yang membuat pertumbuhan penjualan mobil di
Triwulan III ini meningkat dibandingkan Triwulan III pada
periode sebelumnya. Dengan tren penjualan yang positif
251.340
05
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
-
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
2014 2015 2016
Penjualan Mobil (Unit, sb. kiri)Pertumbuhan Penjualan Mobil (persen, sb. kanan, y-on-y)
Penjualan mobil di Triwulan III tahun 2016 ini mencapai 251.340 unit atau naik sebesar 5,1 persen dibandingkan Triwulan III tahun 2015
71
pada dua triwulan terakhir ini, produsen mobil di
Indonesia berekspektasi penjualan mobil di Indonesia
pada Triwulan IV akan meningkat.
Gambar 21.Penjualan Motor Di Indonesia Triwulan III Tahun 2016
Sumber: GAKINDO dan ASTRA 2016, diolah
Berbanding terbalik dengan penjualan mobil, penjualan
motor pada Triwulan III tahun 2016 kembali mengalami
pertumbuhan negatif. Pada Triwulan III ini penjualan
motor di Indonesa hanya mencapai angka 1,3 juta atau
menurun 16 persen dibandingkan Triwulan III 2015 lalu.
Secara kumulatif, hingga Triwulan III ini penjualan motor
di Indonesia hanya mencapai 4,3 juta atau menurun 9,7
persen dibandingkan dengan penjualan Januari-
September 2015 lalu. Masih rendahnya harga
komoditas, yang menyebabkan rendahnya daya beli
masyarakat kelas menengah ke bawah di luar Pulau
Jawa, dan juga sudah jenuhnya pasar sepeda motor di
Pulau Jawa masih menjadi penyebab penurunan
penjualan sepeda motor di Indonesia.
1.388.509
-16
-35
-30
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
-
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
2014 2015 2016
Penjualan Sepeda Motor (Unit, sb. kiri)
Penjualan motor pada Triwulan II mencapai angka 1.388.509 unit atau mengalami penurunan sebesar 16 persen (YoY)
72
Gambar 22.Penjualan Semen Triwulan III tahun 2016 (Ton)
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia (ASI) 2016, diolah
Penjualan semen pada Triwulan III 2016 mencapai angka
15,2 juta ton, tumbuh sebesar 3,3 persen (yoy).
Sementara itu, secara kumulatif, penjualan semen
periode Januari hingga September 2016 mencapai angka
44,7 juta ton atau meningkat 3,2 persen dibandingkan
periode yang sama tahun 2015 lalu. Pertumbuhan
penjualan semen yang positif ini sesuai dengan harapan
para pelaku industri semen yang berharap pada program
pembangunan infrastruktur pemerintah dan program
satu juta rumah serta pertumbuhan sektor konstruksi
yang masih positif untuk menyerap produksi semen
dalam negeri yang oversupply.
Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri
Nilai pinjaman untuk modal kerja per akhir September
2016 adalah sebesar Rp. 509 triliun dan nilai outstanding
loan untuk kredit investasi adalah sebesar Rp. 219 triliun.
Pertumbuhan nilai pinjaman kredit modal kerja antara
September 2015 dan September 2016 menurun sebesar
2,7 persen dan untuk kredit investasi meningkat sebesar
2,9 persen.
15
3,3
-10
-5
0
5
10
15
,02,04,06,08,0
10,012,014,016,018,020,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
2014 2015 2016
Penjualan Semen (Juta Ton, sb. kiri)
Pertumbuhan Penjualan Semen (persen, sb. kanan, y-on-y)
Kredit untuk sektor industri dan suku bunga kredit terus menurun
Penjualan semen di Triwulan III 2016 mencapai angka 15,2 juta ton
73
Gambar 23. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan III Tahun 2016
Sumber: Bank Indonesia 2016, diolah
Perlambatan pertumbuhan kredit perbankan--baik pada
kredit modal kerja ataupun kredit investasi, masing-
masing tumbuh sebesar -2,2 dan 2,9 persen—semakin
memberatkan pertumbuhan industri manufaktur. Salah
satu penyebab dari perlambatan kredit ini disebabkan
meningkatnya NPL, baik untuk kredit investasi dan kredit
modal kerja, dari 2,74 persen dan 3,39 di Januari 2016
menjadi 3,53 persen dan 3,91 persen di Agustus 2016. Hal
tersebut diperparah dengan NPL sektor manufaktur
yangmencapai 3,9 persen atau hanya berada di bawah
NPL dari sektor transportasi pergudangan (5,6 persen),
konstruksi (4,9 persen), dan sektor perdangan (4,6
persen). Hal tersebut menjadikan sektor perbankan
menjadi lebih berhati-hati dalam memberikan kredit
kepada sektor tersebut.
Penurunan suku bunga kredit modal kerja dan investasi,
masing-masing sebesar 120 dan 90 basis poin sejak
Januari 2015 menjadi 11,6 dan 11,4 persen, belum juga
mampu untuk meningkatkan kredit secara signifikan.
Meskipun demikian, penurunan BI 7 Day Repo Rate yang
11,611,4
10,5
11,0
11,5
12,0
12,5
13,0
150200250300350400450500550
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Au
g
Sep
t
Oct
No
v
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
i
Juli
Agu
stu
s
Sep
tem
ber
2015 2016
Posisi Kredit Modal Kerja Sektor Industri (Triliun Rp, sk. kiri)Posisi Kredit Investasi Sektor Industri (Triliun Rp, sb. kiri)Bunga Kredit Modal Kerja Bank Umum (%, sb. kanan)Bunga Kredit Investasi Bank Umum (%, sb. kanan)
74
menjadi 5 persen dan penigkatan penggunaan kapasitas
terpasang (dari 70,33 dari Triwulan II menjadi 73, 15 pada
Triwulan III) diharapkan mampu untuk menarik investor
di sektor manufaktur untuk melakukan investasi.
Manufacturing Purchasing Manager Index
Gambar 24. Prompt Manufacturing Index Indonesia
Sumber: Bloomberg, diolah
Grafik di atas menggambarkan Manufacturing Purchasing
Manager Index (PMI) di Indonesia. Angka PMI diatas 50
menunjukkan bahwa perusahaan di Indonesia masih akan
melakukan ekspansi untuk kegiatan usahanya.
Sedangkan angka PMI dibawah 50 menunjukkan
perusahaan di Indonesia sedang mengalami kontraksi.
Nilai PMI ini juga dapat dijadikan acuan untuk kondisi
ekonomi suatu negara. Memasuki Triwulan III 2016,
angka PMI Indonesia kembali menurun menjadi dibawah
50, kemudian meningkat diatas angka 50 di bulan Agustus
dan September. Secara rata-rata, nilai PMI Indonesia
selama Triwulan III 2016 ini adalah sebesar 49,9.
Meskipun secara rata-rata, nilai PMI berada di bawah
angka 50, nilai PMI yang mencapai 50,9 di bulan
September menunjukkan jika sektor manufaktur masih
optimis. Selain itu, menurut beberapa ekonom,
keputusan Bank Indonesia untuk menurunkan suku
bunga acuan diharapkan akan meningkatkan
pertumbuhan industri di triwulan yang akan datang.
51
46
47
48
49
50
51
52
53
Jan…
Feb
Mar
Ap
rM
ay Jun
Jul
Au
gSe
pO
ctN
ov
De
cJan…
Feb
Mar
Ap
rM
ay Jun
Jul
Au
gSe
pO
ctN
ov
De
cJan…
Feb
Mar
Ap
rM
ay Jun
Jul
Au
gSe
p
Angka PMI yang berada di atas 50 menunjukkan perusahaan masih menunjukkan keinginannya untuk melakukan ekspansi
75
Manufacturing Capacity Utilization Rate
Gambar 25. Manufacturing Capacity Utilization Rate
Sumber: Bloomberg, diolah
Grafik di atas menggambarkan Manufacturing Capacity
Utilization di Indonesia. Capacity Utilization menunjukkan
realisasi output yang diproduksi dibandingkan dengan
potensial outputnya. Semakin besar angka capacity
utilization di sektor manufaktur menunjukkan jika
produksi di sektor manufaktur semakin mendekati
kemampuan produksi potensialnya dan dapat dijadikan
sinyal jika sektor manufaktur akan melakukan investasi
tambahan untuk meningkatkan kemampuan produksi
potensialnya.
Selama tiga tahun terakhir, angka capacity utilization
rata-rata 73,34 persen. Artinya selama tiga tahun ini,
sektor manufaktur hanya mampu berproduksi 73,4
persen dari kemampuan potensialnya. Angka capacity
utilization yang berada di bawah 100 persen juga
menunjukkan jika sektor manufaktur masih dapat
meningkatkan output mereka tanpa harus menambah
investasi (membuat pabrik baru atau membeli mesin
baru). Namun, para ekonom berpendapat jika angka
capacity utilization berada di atas 85 persen, pada
Angka capacity utilization pada Triwulan III 2016 merupakan yang tertinggi sejak penurunan drastis pada Triwulan III tahun 2015.
76
umumnya dapat menjadi sinyal jika perusahaan akan
melakukan investasi baru.
Memasuki tahun 2016, rata-rata angka capacity
utilization sektor manufaktur di Indonesia sebesar 71,57
persen. Meskipun berada di bawah angka rata-rata
selama tiga tahun, angka capacity utilization meningkat
dibandingkan dengan dua triwulan sebelumnya.
Perkembangan Sektor Pariwisata
Jumlah Wisatawan Mancanegara
Menurut data yang dirilis oleh UNWTO, jumlah
kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) di dunia
pada triwulan III 2016 mengalami pertumbuhan yang
positif. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara
selama bulan Juli-September 2016 mencapai hampir 400
juta kunjungan. Selama sembilan bulan pertama tahun
2016, jumlah kunjungan wisman di dunia tumbuh 3,7
persen. Namun dibandingkan dengan periode yang sama
pada tahun sebelumnya, pertumbuhan jumlah
wisatawan mancanegara di dunia pada triwulan III 2016
lebih rendah.
Menurut World Tourism Barometer (UNWTO, November
2016), pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara di Asia-Pasifik pada triwulan III 2016 lebih
tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi di atas
rata-rata pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara di dunia.
Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara di dunia pada triwulan III 2016 mengalami pertumbuhan yang positif.
Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mencapai hampir 400 juta kunjungan selama triwulan III 2016.
77
Gambar 26. Pertumbuhan Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Triwulan III Tahun 2016
Sumber: BPS
Region 2011 2012 2013 2014 2015 2016* (Jan-Sep)
World 4,6 4,7 4,6 4,2 4,6 3,7
Europe 6,4 3,9 4,8 2,3 4,6 1,6
Asia-Pasific 6,2 7,1 6,9 5,8 5,6 9,3
America 3,6 4,5 3,0 8, 6,0 4,4
Africa -0,7 4,6 4,3 1,0 -3,2 8,4
Middle-East -9,6 2,2 -2,9 6,7 1,7 -6,4
Sumber: UNWTO 2016
Selama periode yang dianalisis, UNWTO mencatat
pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara
tertinggi berada di wilayah Asia-Pasifik mencapai 9,3
persen. Beberapa negara di wilayah Asia-Pasifik dengan
pertumbuhan tertinggi berada di Korea Selatan (+34%),
Vietnam (+36%), Jepang (+24%) dan Sri Lanka (+15%).
2.617.6312.673.952
3.071.380
10,079,07
6,004,21
11,24
8,43
5,79
1,17
5,94
5,83
21,21
0
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
3.000.000
3.500.000
TW I TW II TW III TW IV
2014 2015* 2016**
Growth 2014(%) Growth 2015 (%) Growth 2016 (%)
78
Gambar 27. Jumlah Wisatawan Mancanegara Triwulan III Tahun 2016
Sumber: Berita Resmi Statistik BPS 2016, diolah BAPPENAS
Berdasarkan Berita Resmi Statistik (BPS, 2016), selama
triwulan III 2016 jumlah wisman mengalami
pertumbuhan yang signifikan. Pada triwulan ini jumlah
kedatangan wisman mencapai 3,07 juta orang. Angka
pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan yang sama tahun 2015 dan 2014.
Dibandingkan dengan wisman di triwulan II-2016, jumlah
kunjungan wisman jauh lebih tinggi. Rata-rata kunjungan
wisman per bulan pada triwulan III tahun 2016 mencapai
1.023.793 kunjungan, tertinggi sepanjang sejarah
Indonesia. Tingginya jumlah kunjungan selama bulan Juli-
September 2016 ini terutama disumbangkan oleh
kedatangan wisman bulan Juli. Kenaikan tersebut terjadi
hampir di seluruh pintu masuk utama. Persentase
kenaikan tertinggi terjadi di Bandara Sam Ratulangi—
Sulut yang mencapai 267,5 persen. Peningkatan jumlah
kunjungan wisman tersebut disebabkan karena beberapa
faktor, antara lain: (1) diberikannya izin terbang kepada
tiga maskapai penerbangan, yakni Lion Air, Citilink, dan
Sriwijaya Air, untuk mengangkut wisman asal Tiongkok ke
Manado, selama Juli-Agustus 2016; (2) even
kepariwisataan seperti upacara adat Tengger “Yadnya
Kasada” di Bromo dan “Erau International Folk and Art
10 09
0604
11
0806
01
0606
21
00
05
10
15
20
25
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
3000000
3500000
TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III
2014 2015 2016
Terjadi peningkatan jumlah kunjungan wisman yang signifikan di triwulan III 2016.
79
Festival” di Kutai Kartanegara; (3) program KBRI Australia
mempertemukan tour operator Australia dengan
Indonesia; (4) liburan musim dingin wisatawan asal
Australia; dan (5) musim liburan Tiongkok pada bulan Juli.
Jumlah kunjungan penduduk mancanegara pada bulan
Juli-September 2016 ini terdiri dari kedatangan dari 19
pintu utama (2,88 juta) dan kedatangan diluar 19 pintu
utama (186,7 ribu).
Pertumbuhan jumlah wisatawan dunia asal Tiongkok,
juga berpengaruh terhadap kunjungan wisman ke
Indonesia. Wisman asal Tiongkok yang dalam beberapa
tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan jumlah ke
Indonesia. Menurut statistik data wisman yang datang
melalui pintu masuk utama ke Indonesia secara berturut-
turut adalah wisman berkebangsaan Tiongkok, Australia,
Singapura, dan Malaysia. Tiongkok menggeser Singapura
dan Malaysia yang pada triwulan sebelumnya berada di
posisi pertama dan kedua yang melakukan perjalanan
wisata tertinggi di dunia dan berkontribusi paling besar
dalam jumlah kunjungan wisman ke Indonesia selama
Triwulan III 2016. Hal ini tidak terlepas dari charter rute
penerbangan langsung dari Tiongkok ke Manado yang
dilakukan oleh 3 maskapai tersebut di atas.
Gambar 28. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Kebangsaan Triwulan III Tahun 2016
Sumber: Kementerian Pariwisata 2016, diolah BAPPENAS
Tiongkok paling mendominasi kunjungan wisman ke Indonesia triwulan III 2016.
80
Wisman masuk Indonesia melalui 19 pintu masuk utama,
antara lain: Soekarno Hatta, Ngurah Rai, Batam
(Kepulauan Riau), Tanjung Uban (Kepulauan Riau), dan
Juanda (Jawa Timur), dengan jumlah kedatangan
terbanyak adalah melalui Ngurah Rai.
Gambar 29. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Lima Besar Pintu Masuk Utama Triwulan III Tahun 2016
Sumber: BPS 2016, diolah BAPPENAS
Kebijakan Pembangunan Pariwisata Indonesia
Pengembangan 10 Destinasi Prioritas
Pembangunan 10 (sepuluh) destinasi prioritas tahun 2016
memiliki fokus utama pada pembangunan infrastruktur
pendukung baik konektivitas maupun aksesibilitas
menuju dan dari destinasi. Terkait dengan pembangunan
destinasi prioritas, Bapak Wakil Presiden telah
memberikan arahan agar untuk saat ini pembangunan
destinasi prioritas difokuskan pada 3 (tiga) destinasi
prioritas yaitu Danau Toba, Borobudur dan sekitarnya,
dan Mandalika.
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan BUMN telah
menunjukkan komitmen dalam pengembangan 10
(sepuluh) destinasi prioritas. Sebagai contoh,
pengembangan destinasi prioritas Danau Toba. Sebuah
kawasan seluas 600 hektar telah disiapkan oleh
379397,0
212706,0
117089,0
24337,0
18167,0
- 100000,0 200000,0 300000,0 400000,0
Ngurah Rai, Bali(U)
Soekarno-Hatta,Banten (U)
Batam, Kep.Riau(L+U)
Tj.Uban, Kep.Riau(L)
Juanda, Jatim (U)
September 2015
Agustus 2015
Juli 2015
Pembangunan 10 (sepuluh) destinasi prioritas tahun 2016 memiliki fokus utama pada pembangunan infrastruktur.
Kunjungan wisman yang masuk melalui Ngurah Rai meningkat sangat pesat di selama Triwulan III tahun 2016.
81
pemerintah di mana dalam kawasan wisata itu akan
dibangun lima hotel mewah berbintang lima, convention
center, dan lapangan golf seluas 100 hektar. Hotel-hotel
berbintang tersebut akan dibangun tiga pengusaha asal
Medan. Untuk meningkatkan aksesibilitas menuju Danau
Toba dilakukan upaya peningkatan kapasitas Bandara
Silangit dan Bandara Sibisa. Perluasan landasan pacu
runway 2.400 x 30 meter menjadi 2.650 x 45 meter. Selain
itu, akan dilakukan peningkatan aksesibilitas jalur darat
melalui pembangunan jalan tol Medan-Kuala Namu-
Tebing Tinggi yang ditargetkan akan beroperasi pada
tahun 2017. Presiden Joko Widodo dalam Rapat Terbatas
pada bulan Agustus lalu bersama menteri-menteri di sela-
sela Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba di
Simalungun-Sumut menginstruksikan pembangunan
obyek wisata baru, yakni Taman Bunga Nusantara, di
sekitar Danau Toba. Pemerintah akan membangun taman
bunga dengan memilih lokasi, yakni di Toba Samosir atau
Tapanuli Utara.
Upaya pemerintah dalam mengembangkan destinasi
prioritas tidak hanya dilakukan melalui proyek
pembangunan infrastruktur, namun juga melalui
serangkaian kegiatan promosi baik yang dilakukan di
nusantara maupun mancanegara. Kegiatan promosi
dilakukan secara simultan sebagai upaya untuk
mendatangkan wisman dan wisnus sebanyak mungkin
serta sebagai stimulus terhadap percepatan
pembangunan kawasan wisata yang merupakan daya
tarik utama pada destinasi-destinasi prioritas tersebut.
Selain itu juga, kegiatan promosi yang dilakukan
merupakan upaya untuk menarik minat investor dalam
mengembangkan kawasan wisata di 10 (sepuluh)
destinasi prioritas
Upaya pemerintah dalam mengembangkan destinasi prioritas tidak hanya dilakukan melalui proyek pembangunan infrastruktur, namun juga melalui serangkaian kegiatan promosi.
82
83
KEUANGAN NEGARAKEUANGAN NEGARA
84
85
PENDAPATAN NEGARA
Pendapatan negara terutama diperoleh dari
perpajakan dengan proporsi sekitar 75 persen dari
total pendapatan negara. Realisasi Penerimaan
Perpajakan hingga September 2016, mencapai
Rp896,3 triliun atau sekitar 58,2 persen dari APBN-P
2016 (Tabel 26). Realisasi tersebut meningkat 71,7
persen dibandingkan realisasi Semester I 2016.
Peningkatan tersebut lebih tinggi dibandingkan
peningkatan selama Semester I-September tahun
2015 (49,6 persen).
Penurunan harga komoditas SDA, pelemahan
ekonomi global, serta terbatasnya basis pajak
merupakan faktor utama penyebab rendahnya
penerimaan perpajakan selama semester I 2016. Hal
ini kemudian memberikan keyakinan pemerintah
untuk menerapkan kebijakan tax amnesty yang
mulai diimplementasikan sejak Juli 2016.
Tabel 26. Perkembangan Komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah, 2010 – 2016 (triliun rupiah)
Keterangan 2011 2012 2013 2014 2015
2016
APBN-P s/d
Sept-16
Perpajakan 873.9 980.5 1,077.3 1,146.9 1,240.4 1,539.2 896.3
PNBP 331.5 351.8 354.8 398.6 255.6 245.1 184.5
Hibah 5.3 5.8 6.8 5.0 12.0 2.0 1.2
TOTAL 1,210.6 1,338.1 1,438.9 1,550.5 1,508.0 1,786.2 1,082.0
*) APBN-P Sumber: Nota Keuangan
Dengan sosialisasi yang cukup intensif, penerapan
tax amnesty kemudian menuai hasil positif. Hingga
30 September 2016, penerimaan uang tebusan
mencapai Rp90 triliun atau 54,6 persen dari target
(Rp165 triliun) atau yang terbesar dibandingkan
beberapa negara yang menerapkan tax amnesty
(Gambar 30).
Penerimaan Perpajakan mengalami peningkatan signifikan selama Semester I – September 2016
Rendahnya penerimaan perpajakan pada Semester I 2016 memberikan keyakinan pemerintah untuk menerapkan kebijakan tax amnesty.
Penerapan tax amnesty di Indonesia merupakan yang tersukses dibandingkan negara-negara lain yang menerapkan kebijakan yang sama.
Penerapan tax amnesty di Indonesia merupakan yang paling sukses dibandingkan beberapa negara lain yang menerapkan tax amnesty.
86
Gambar 30. Perbandingan Total Uang Tebusan di Berbagai Negara (Rp Triliun)
Sumber: Jokowi-JK, 2 Tahun Kerja Nyata
BELANJA PEMERINTAH
Hingga September 2016, realisasi Belanja Negara
mencapai Rp1.305,6 triliun (Gambar 31). Angka ini
meningkat 4,5 persen dari realisasi September
2015. Dengan realisasi tersebut, maka proporsinya
terhadap APBN-P 2016 mencapai 62,7 persen.
Gambar 31. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Negara, 2010 – 2016 (triliun rupiah)
*) APBN-P Sumber: Nota Keuangan
Realisasi Belanja Negara hingga September 2016 mengalami peningkatan dibandingkan realisasi September 2015.
87
Hingga September 2016, realisasi Belanja
Pemerintah Pusat mencapai Rp767,8 triliun,
meningkat 4,1 persen dari realisasi September
2015. Belanja Pegawai masih merupakan pos
Belanja Pemerintah Pusat terbesar yakni sebesar
Rp235,9 triliun atau 68,9 persen dari APBN-P.
Sementara itu, upaya pemerintah dalam
mendorong belanja produktif, tercermin dari
penurunan proporsi Belanja Subsidi dan
peningkatan proporsi Belanja Barang dan Belanja
Modal (Gambar 32).
Gambar 32. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Pemerintah Pusat
hingga September (% terhadap APBN-P)
Sumber: Kementerian Keuangan
Dana Perimbangan masih mendominasi Transfer ke
Daerah dan Dana Desa dengan proporsi 89,7 persen
terhadap Transfer ke Daerah, pada September
2016. Sekitar 64,5 persen dari Dana Perimbangan
merupakan Dana Alokasi Umum (DAU), dengan
nominal sebesar Rp311,3 triliun. Sementara itu,
seiring penurunan realisasi belanja Subsidi,
pemerintah mendorong belanja produktif lainnya
yang tercermin pada Dana Alokasi Khusus (DAK).
Realisasi DAK per September 2016 sebesar Rp105,8
triliun (Tabel 27).
Realisasi Belanja Pemerintah Pusat hingga September 2016 mengalami peningkatan dibandingkan September 2015.
DAU masih mendominasi realisasi Dana Perimbangan hingga September 2016, sementara DAK mengalami peningkatan signifikan.
88
Tabel 27. Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa, 2011-2016 (triliun rupiah)
Keterangan 2011 2012 2013 2014 2015 2016
APBN-P September
Dana Perimbangan 347,2 411,1 430,4 477,1 485,8 705,5 482,6
Dana Bagi Hasil 96,9 111,3 88,5 103,9 78,1 109,1 65,5
Dana Alokasi Umum 225,5 273,8 311,1 341,2 352,9 385,4 311,3
Dana Alokasi Khusus 24,8 25,9 30,8 31,9 54,9 211,0 105,8
Dana Otonomi Khusus dan Keistimewaan DIY 10,4 12,0 13,6 16,6 17,7 18,8 13,4
Dana Otonomi Khusus 10,4 12,0 13,4 16,1 17,1 18,3 13,0
Dana Penyesuaian
Dana Keistimewaan DIY 0,1 0,4 0,5 0,5 0,4
Dana Insentif Daerah 1,4 1,4 1,4 1,4 1,7 5,0 5,0
Dana Desa 20,8 47,0 36,8
TOTAL 359,1 424,4 445,3 495,0 525,9 776,3 537,8
Sumber: Kementerian Keuangan
PEMBIAYAAN PEMERINTAH
Seiring dengan penurunan Pendapatan Negara dan
Hibah dan peningkatan Belanja Negara, target
defisit pada APBN-P 2016 sebesar 2,35 persen PDB
(Gambar 33). Walaupun meningkat dibandingkan
APBN 2016, target tersebut kemungkinan besar
akan terlampaui mengingat realisasi defisit hingga
September tahun 2016 mencapai Rp223,7 triliun
atau 1,77 persen PDB.
Gambar 33. Perkembangan Realisasi Defisit APBN (Rp Triliun)
*) APBN-P Sumber: Nota Keuangan
(259,300) (223,700)
(298,5) (296,7)
(2,22)(1,77)
2015 2016
September APBN-P % PDB (per September)
Defisit APBN-P 2016 diproyeksikan sebesar 2,35 persen PDB, lebih rendah dari realisasi 2015.
89
Kebutuhan pembiayaan masih cukup tinggi.
Realisasi pembiayaan hingga September 2016
mencapai Rp392,4 triliun, lebih tinggi dibandingkan
target APBN-P 2016 (Rp296,7 triliun). Walaupun
lebih tinggi, namun angka tersebut masih
dimungkinkan untuk menurun, mengingat masih
adanya pembayaran cicilan pokok dan penerusan
pinjaman pada kuartal keempat 2016. Dari jumlah
tersebut, pinjaman dalam negeri mendominasi
dengan nominal sebesar Rp405,1 triliun (Tabel 28).
Hal ini semakin mengindikasikan upaya pemerintah
untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam
negeri.
Sementara itu, realisasi pinjaman luar negeri (neto)
hingga September 2016 sebesar minus Rp12,7
triliun. Kondisi ini disebabkan oleh pembayaran
cicilan pokok yang lebih besar dibandingkan
penarikan pinjaman (bruto) (Tabel 28).
Tabel 28. Perkembangan Realisasi Komposisi Pembiayaan APBN, 2011 – 2016 (Rp triliun)
Jenis Pembiayaan 2011 2012 2013 2014 2015
2016
APBN-P Realisasi Sep-16
I Pinjaman Dalam Negeri (Neto) 148,7 198,6 243,2 261,2 307,9 299,3 405,1
a. Perbankan 48,9 62,7 34,2 5,0 4,9 25,4 22,7
b. Non perbankan 99,8 135,9 209,0 256,2 303,0 273,9 382,4
II Pinjaman Luar Negeri (Neto) (17,7) (27,3) (5,9) (12,3) 15,3 (2,5) (12,7)
a. Penarikan (Bruto) 33,8 27,6 55,2 52,6 83,8 73,0 34,9
i. Pinjaman Program 15,3 15,0 18,4 17,8 55,1 35,8 21,4
ii. Pinjaman Proyek 18,5 12,6 36,8 34,8 28,7 37,2 13,5
b. Penerusan Pinjaman (4,2) (3,8) (3,9) (2,5) (2,6) (5,8) (1,1)
c. Pembayaran Cicilan Pokok (47,3) (51,1) (57,2) (62,4) (66,0) (69,7) (46,5)
TOTAL 131,0 171,3 237,3 248,9 323,1 296,7 392,4
Sumber: Kementerian Keuangan
Realisasi pinjaman luar negeri (neto) hingga September 2016, sebesar minus Rp12,7 triliun
Pinjaman dalam negeri masih mendominasi realisasi pembiayaan hingga September 2016.
90
Posisi Utang Pemerintah
Seiring defisit anggaran yang semakin meningkat, maka total utang pemerintah pusat juga mengalami kenaikan. Utang pemerintah pusat hingga September 2016 mencapai Rp3.444,8 triliun (Tabel 29). Sebagian besar utang pemerintah pusat bersumber dari penerbitan Surat Berharga Negara Tabel 29 (SBN).
Tabel 29. Posisi Utang Pemerintah 2011-2016 (Rp triliun)
2011 2012 2013 2014 2015 2016
APBN-P Sep-16
Pinjaman 621,0 617,0 710,0 678,0 755,0 740,0 743,8
SBN 1.188,0 1.361,0 1.661,0 1.931,0 2.410,0 2.761,0 2.701,0
TOTAL UTANG 1.809,0 1.978,0 2.371,0 2.609,0 3.165,0 3.501,0 3.444,8
% PDB 23,1 23,0 24,9 24,7 27,4 27,7 27,3*
*) Menggunakan PDB pada APBN-P 2016 Sumber: Kementerian Keuangan
Utang pemerintah pusat yang semakin meningkat,
kemudian berpengaruh terhadap pembayaran pokok
dan bunga utang. Hingga Kuartal 3 2016, realisasi
pembayaran pokok dan bunga utang mencapai
Rp123,3 triliun. dengan proporsinya yang tinggi,
maka realisasi pembayaran pokok dan bunga utang
dalam negeri masih mendominasi, yakni Rp98,2
triliun atau 79,6 persen dari total pembayaran pokok
dan bunga utang keseluruhan (Tabel 30).
Tabel 30. Perkembangan Realisasi Pembayaran Pokok dan Bunga Utang Pemerintah Pusat 2011-2016 (Rp triliun)
2011 2012 2013 2014 2015
2016
Q1 Q2 Q3
Luar Negeri 62,4 81,4 89,4 135,6 123,9 36,0 37,6 25,1
Pokok 38,4 51,1 57,2 96,4 78,9 22,3 27,4 9,3
Bunga 24,0 30,4 32,2 39,2 45,0 13,7 10,2 15,8
Dalam Negeri 145,5 192,9 183,7 234,9 258,4 126,4 74,8 98,2
Pokok 86,3 122,4 103,2 140,6 147,4 87,2 50,7 54,7
Bunga 59,2 70,5 80,5 94,2 111,0 39,2 24,1 43,5
TOTAL 207,9 274,4 273,1 370,5 382,3 162,4 112,4 123,3
Sumber: Kementerian Keuangan
Utang dalam negeri masih mendominasi pembayaran pokok dan bunga.
Utang pemerintah pusat hingga September 2016 mencapai Rp3.444,8 triliun.
91
Surat Berharga Negara (SBN)
Selama 2011-2016, nilai outstanding SBN
mengalami peningkatan siginifikan dari Rp1.187,7
triliun pada akhir tahun 2011 menjadi Rp2.701
triliun per September 2016. SBN berdenominasi
rupiah masih mendominasi, yakni sebesar Rp1.752
triliun atau 71,2 persen dari total SBN yang
diperdagangkan (Tabel 29). Hal ini mengindikasikan
kondisi perekonomian Indonesia yang relatif
kondusif, membuat instrumen keuangan yang lebih
bersifat dalam negeri (denominasi rupiah) menjadi
sermakin menarik.
Upaya pemerintah untuk mengurangi risiko
ketidakpastian ekonomi global, tercermin dari
realisasi SBN denominasi valas. Realisasi SBN
denominasi valas per September 2016 mencapai
Rp707 triliun, lebih rendah dibandingkan posisi
Agustus 2016 (Rp722,1 triliun). Berdasarkan
komponennya, SBN berdenominasi USD masih
mendominasi keseluruhan SBN denominasi valas.
(Tabel 29).
Tabel 31.Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2011 - 2016 (triliun Rupiah)
2011 2012 2013 2014 2015 2016
September % Kepemilikan
Bank 265.0 299.7 335.4 375.6 350.1 368.6 26.1 Institusi Pemerintah 7.8 3.1 44.4 41.6 148.9 158.7 4.7 Nonbank 450.8 517.5 615.4 792.8 962.9 1,222.1 69.2
Reksadana 47.2 43.2 42.5 45.8 61.6 78.5 4.6 Asuransi 93.1 83.4 129.6 150.6 171.6 227.4 12.8 Asing 222.9 270.5 323.8 461.4 558.5 685.0 38.9 Dana Pensiun 34.4 56.5 39.5 43.3 49.8 81.8 4.3
Individu 32.5 30.4 42.5 46.6 2.8
Lain lain 53.2 64.9 47.6 61.3 78.8 102.9 5.9
Total 723.6 820.3 995.3 1,210.0 1,461.8 1,749.4 100.0
Sumber : Kementerian Keuangan
Sementara itu, SBN dengan denominasi valas mengalami perlambatan selama Agustus-September 2016.
Penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan selama 2011-2016, di mana masih didominasi SBN berdenominasi rupiah
92
Tingginya kepercayaan asing juga tercermin dari
besarnya proporsi kepemilikan dengan bertenor
jangka panjang. Selama 2011-2016, rata-rata
proporsi kepemilikan asing pada SBN di atas 5 tahun
mencapai 76 persen (Gambar 34).
Gambar 34. Komposisi Kepemilikan SBN oleh Asing berdasarkan Tenor (% Total SBN)
Sumber : Kementerian Keuangan
Tabel 32. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2011 - 2016 (triliun Rupiah)
JENIS SBN 31-Des-
11 31-Des-
12 31-Des-
13 31-Des-
14 31-Des-
15 30-Sep-
16
I. Yang diperdagangkan
a. Surat Utang Negara (SUN) 684.6 757.2 908.1 1,099.3 1,288.6 1,509.5
Fixed Rate 517.1 610.4 751.3 946.0 1,148.9 1,381.4
Variable Rate 135.1 122.8 122.8 113.3 96.7 87.7
Zero Coupon 2.5 1.3
SPN 29.9 22.8 34.1 40.0 43.0 40.3
b. Surat berharga Syariah Negara (SBSN) 39.0 63.0 87.2 110.7 158.2 242.5
Fixed rate 37.7 62.8 78.5 100.0 149.2 234.5
SPN-Syariah 1.3 0.2 8.6 10.7 9.0 8.0
Total SBN Rupiah 723.6 820.3 995.3 1,210.0 1,446.8 1,752.0
SUN (dalam juta USD) 18.7 23.0 27.1 29.2 32.7 35.5
SBSN (dalam juta USD) 1.7 2.7 4.2 5.0 7.0 9.5
SUN (dalam juta JPY) 95.0 155.0 155.0 155.0 255.0 355.0
SUN (dalam juta EUR) 1.0 2.3 5.3
11,9 7,8 5,2 4,73,2 3,0
8,22,8 5,4 3,7 1,3 2,6
16,8
16,5 12,9 15,2 11,818,3
24,927,8 32,0 33,6
39,037,9
38,2 45,0 44,5 42,8 44,7 38,2
2011 2012 2013 2014 2015 Sep-16
< 1 1 - 2 2 - 5 5 - 10 > 10
Tingginya kepemilikan investor asing pada SBN didominasi pada SBN bertenor jangka panjang.
93
JENIS SBN 31-Des-
11 31-Des-
12 31-Des-
13 31-Des-
14 31-Des-
15 30-Sep-
16
Total SBN Valas 195.6 264.9 399.4 456.6 610.6 707.0
TOTAL (yang diperdagangkan) 919.2 1,085.2 1,394.7 1,666.6 2,057.5 2,459.0
II. Yang tidak diperdagangkan
SPNS 5.1 2.5
SUP 244.6 240.1 234.9 229.1 222.6 198.9
SPN 22.4 0.0
SBR 2.4 2.4 3.9
SDHI 23.8 35.8 31.5 33.2 36.7 36.7
TOTAL (yang tidak diperdagangkan) 268.4 275.9 266.4 264.6 289.2 242.0
TOTAL SBN 1,187.7 1,361.1 1,661.1 1,931.2 2,346.7 2,701.0
Sumber: Kementerian Keuangan
Kepemilikan investor asing per September 2016
mencapai Rp685 triliun atau 39,2 persen dari
keseluruhan SBN. Angka tersebut meningkat lebih
dari 207,3 persen dari tahun 2011. Peningkatan
tersebut mengindikasikan tingkat kepercayaan
investor asing yang semakin tinggi terhadap kondisi
ekonomi Indonesia (Tabel 31).
Dalam kurun waktu 2011-2016, kepemilikan investor asing pada SBN mengalami peningkatan signifikan.
94
Pinjaman Luar Negeri
Hingga September 2016, realisasi pinjaman luar
negeri mencapai Rp738,9 triliun, turun 1,6 persen
dari 2015. Jepang masih merupakan negara kreditur
utama, dengan pemberian pinjaman sebesar
Rp226,6 triliun atau 30,7 persen dari total pinjaman
luar negeri. Sementara itu, Bank Dunia masih
menjadi lembaga kreditur utama, dengan pinjaman
sebesar Rp224,4 triliun atau 30,4 persen dari total
pinjaman luar negeri (Tabel 31).
Tabel 33.Posisi Pinjaman Luar Negeri Berdasarkan Kreditur (Rp Triliun)
NEGARA/KELOMPOK 2011 2012 2013 2014 2015 Sep-16
Negara 406.8 384.3 423.5 381.8 390.8 383.8
a Jepang 280.6 256.2 255.0 213.4 216.2 226.6
b Perancis 23.8 24.1 31.5 32.0 33.7 32.6
c Jerman 20.4 20.1 24.2 22.0 23.0 20.2
d Korsel 7.0 6.6 12.2 15.2 19.8 19.3
e Tiongkok 8.0 7.6 10.8 11.6 13.0 11.7
f AS 16.1 15.2 19.9 19.9 21.2 19.0
g Australia 8.5 8.0 9.2 8.3 8.1 7.4
h Spanyol 4.1 3.8 4.6 4.2 4.0 3.5
i Rusia 1.4 1.4 8.0 8.5 9.4 7.9
j Inggris 7.4 7.0 7.6 5.8 4.7 3.1
k Lainnya 29.6 34.3 40.6 40.9 37.8 32.5
Multilateral 213.0 230.1 288.3 292.3 360.0 355.0
a Bank Dunia 108.7 122.5 163.8 175.0 224.4 224.4
b ADB 97.9 100.4 114.6 107.4 119.0 119.0
c IDB 4.2 5.1 7.2 7.4 9.0 9.0
d IFAD 1.2 1.3 1.8 1.9 2.2 2.2
e EIB 0.5 0.6 0.6 0.5 0.3 0.3
f NIB 0.4 0.3 0.3 0.3 0.2 0.2
Suppliers 0.5 0.4 0.4 0.2 0.2 0.1
TOTAL 620.3 614.8 712.2 674.3 751.1 738.9
Sumber : Kementerian Keuangan
Jepang dan Bank Dunia masih menjadi kreditur utama pinjaman luar negeri Indonesia
95
PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN
96
97
PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN
ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL
RI Masuk 20 Negara Dominasi Perdagangan Buah Dunia
Presiden Joko widodo menyebutkan saat ini Indonesia
masuk dalam 20 negara yang mendominasi perdagangan
buah dunia. Presiden meminta agar BUMN perkebunan dan
pertanian juga menanam tanaman buah, tidak hanya
tanaman sawit dan karet. BUMN disarankan untuk
menyiapkan 10.000-50.000 hektare khusus untuk menanam
tanaman buah. Presiden menyebutkan setahun yang lalu
dirinya sudah meminta Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk
memulai membangun daerah-daerah khusus yang
mempunyai potensi untuk dikembangkan buah lokalnya
dengan luas antara 5-50 hektare. Diharapkan produksi buah
lokal bisa merambah ke pasar ekspor atau internasional.
Presiden mengatakan untuk menghindari buah impor,
produksi buah lokal harus diperbanyak terus agar dapat
menjadi komoditas pengganti buah impor dengan
memperkuat produksi di dalam negeri. Pasar ekspor buah
cukup besar dan Indonesia saat ini belum dapat memenuhi
permintaan pasar ekspor seperti manggis, nanas dan
alpukat. Indonesia mempunyai kekuatan besar dalam
produk buah tapi belum dikelola dengan baik.
Presiden juga menyebutkan sudah memerintahkan
pemerintah daerah untuk mendukung penyediaan lahan
pengembangan tanaman buah. Termasuk regulasi yang
menghambat terkait infrastruktur dan logistik akan diberi
dukungan. BUMN dimandatkan untuk terus
mengembangkan produksi buah dengan memperluas lahan
agar mampu lebih luas dari kebun sawit yang sebesar 14 juta
hektar. Presiden juga meminta agar pelaku usaha UMKM
terkait buah berbenah diri. Diharapkan perdagangan buah
dapat merambah ke area yang lebih luar, khususnya ke
negara tetangga dan negara lain.
Sumber:http://www.harianterbit.com/hantertv/read/2016/11/17/72900/21/21/RI-Masuk-20-Negara-Dominasi-Perdagangan-Buah-Dunia
Indonesia menjadi salah satu dari 20 negara yang mendominasi perdagangan buah dunia.
Indonesia masih berpotensi untuk memenuhi pasar ekspor antara lain buah manggis, nanas, dan alpukat.
Presiden memberi dukungan dalam bentuk regulasi terkait infrastruktur dan logistik.
98
NERACA PEMBAYARAN
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III
tahun 2016 mengalami suplus sebesar USD5,7 miliar.
Kinerja tersebut meningkat signifikan dibandingkan
dengan NPI pada triwulan III tahun 2015 yang defisit
sebesar USD4,6 miliar maupun triwulan II tahun 2016
yang surplus sebesar USD2,2 miliar. Peningkatan kinerja
neraca pembayaran Indonesia pada triwulan III tahun
2016 tersebut dipengaruhi oleh menurunnya defisit pada
neraca transaksi berjalan dan meningkatnya surplus
neraca transaksi modal dan finansial secara signifikan.
Defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan III tahun
2016 mengalami perbaikan yaitu menjadi sebesar USD4,5
miliar, lebih kecil dibandingkan dengan defisit pada
triwulan II tahun 2016 yang sebesar USD5,0 miliar, namun
lebih besar dibandingkan dengan defisit pada triwulan III
tahun 2015 yang sebesar USD3,9 miliar. Sejalan dengan
hal tersebut, neraca transaksi modal dan finansial surplus
sebesar USD9,4 miliar, meningkat signifikan dibandingkan
surplus pada triwulan II tahun 2016 yang sebesar USD7,5
miliar dan triwulan III tahun 2015 yang sebesar USD0,2
miliar.
Gambar 35. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan III Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 (Miliar USD)
Sumber: Bank Indonesia
Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
2013 2014 2015 2016
Transaksi Berjalan -8,6 -4,3 -4,9 -9,6 -7,0 -6,0 -4,2 -4,6 -3,9 -4,9 -4,8 -5,0 -4,5
Transaksi Modal dan Finansial 4,6 8,6 6,5 14,3 14,6 9,5 4,9 2,1 0,2 9,6 4,4 7,5 9,4
Neraca Keseluruhan -2,6 4,4 2,1 4,3 6,5 2,4 1,3 -2,9 -4,6 5,1 -0,3 2,2 5,7
Posisi Cadangan Devisa (RHS) 95,7 99,4 102,6 107,7 111,2 111,9 111,6 108,0 101,7 105,9 107,5 109,8 115,7
85,0
90,0
95,0
100,0
105,0
110,0
115,0
120,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III tahun 2016 mengalami suplus sebesar USD5,7 miliar.
Defisit neraca transaksi berjalan mengalami perbaikan yaitu menjadi sebesar USD4,5 miliiar, sejalan dengan surplus neraca transaksi modal dan finansial yang meningkat signifikan menjadi sebesar USD9,4 miliar.
99
Sumber: Bank Indonesia
Tabel 34. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan III Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 (Miliar USD)
2014 2015 2016
Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
I. Transaksi Berjalan -7,0 -6,0 -4,2 -4,6 -3,9 -4,9 -4,8 -5,0 -4,5
A. Barang 1,6 2,4 3,1 4,1 4,1 2,0 2,7 3,8 3,9
Ekspor 43,6 43,2 37,8 39,7 36,1 34,8 33,1 36,3 35,0
Impor -42,0 -40,8 -34,8 -35,6 -31,9 -32,8 -30,4 -32,5 -31,0
1. Barang Dagangan Umum 1,2 2,2 2,7 3,8 4,0 2,0 2,4 3,5 3,7
- Ekspor, fob. 43,2 42,9 37,5 39,4 35,7 34,4 32,7 36,0 34,6
- Impor, fob. -42,0 -40,8 -34,8 -35,6 -31,7 -32,4 -30,3 -32,5 -30,9
a. Nonmigas 4,3 4,9 3,9 5,9 6,2 3,0 3,2 5,0 5,0
- Ekspor, fob 36,0 36,6 33,1 34,7 32,0 30,7 29,8 32,8 31,3
- Impor, fob -31,6 -31,6 -29,1 -28,8 -25,9 -27,7 -26,6 -27,8 -26,3
b. Migas -3,1 -2,8 -1,3 -2,1 -2,1 -1,0 -0,8 -1,4 -1,3
- Ekspor, fob 7,3 6,4 4,4 4,6 3,7 3,7 2,9 3,2 3,3
- Impor, fob -10,4 -9,2 -5,6 -6,8 -5,8 -4,7 -3,8 -4,7 -4,6
2. Barang Lainnya 0,4 0,3 0,4 0,3 0,1 -0,1 0,3 0,2 0,2
- Ekspor, fob. 0,4 0,3 0,4 0,3 0,4 0,3 0,4 0,3 0,3
- Impor, fob. 0,0 0,0 0,0 0,0 -0,3 -0,4 0,0 -0,1 -0,1
B. Jasa - jasa -2,5 -2,6 -1,8 -2,6 -2,1 -1,7 -1,1 -2,2 -1,5
C. Pendapatan Primer -7,3 -7,2 -6,9 -7,5 -7,2 -6,5 -7,6 -7,8 -7,9
D. Pendapatan Sekunder 1,2 1,4 1,4 1,4 1,3 1,4 1,2 1,2 1,0
II . Transaksi Modal 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
III . Transaksi Finansial 14,6 9,5 4,9 2,1 0,2 9,6 4,4 7,5 9,4
1. Investasi Langsung 5,8 2,7 1,6 4,1 1,8 3,3 2,5 3,0 5,2
2. Investasi Portofolio 7,4 1,9 8,5 5,5 -2,2 4,6 4,4 8,3 6,5
3. Derivatif Finansial 0,0 0,0 0,1 0,0 0,2 -0,3 0,0 0,0 0,0
4. Investasi Lainnya 1,4 5,0 -5,3 -7,6 0,4 2,1 -2,5 -3,7 -2,3
IV. Total (I + II + III ) 7,5 3,6 0,7 -2,5 -3,7 4,7 -0,3 2,6 4,9
V. Selisih Perhitungan Bersih -1,1 -1,2 0,6 -0,4 -0,8 0,4 0,0 -0,4 0,8
VI . Neraca Keseluruhan (IV + V) 6,5 2,4 1,3 -2,9 -4,6 5,1 -0,3 2,2 5,7
Posisi Cadangan Devisa 111,2 111,9 111,6 108,0 101,7 105,9 107,5 109,8 115,7
Dalam Bulan Impor dan Pembayaran Utang Luar Negeri Pemerintah
6,8 7,4 6,6 6,8 6,8 7,4 7,7 8,0 8,5
Transaksi Berjalan (% PDB) -1,8 -2,3 -2,0 -2,1 -1,8 -2,3 -2,2 -2,2 -1,8
100
TRANSAKSI BERJALAN
Perkembangan Ekspor
Gambar 36. Nilai dan Volume Ekspor Hingga September 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Nilai total eks por Indonesia pada sampai dengan akhir
triwulan III tahun 2016 sebesar USD104,4 miliar,
mengalami penurunan sebesar 9,4 persen jika
dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015.
Sepanjang bulan Januari-September tahun 2016 nilai
ekspor terendah pada bulan Juli tahun 2016 sebesar
USD9,5 miliar.
Sementara itu kinerja ekspor nonmigas juga mengalami
penurunan yaitu sebesar 6,1 persen pada bulan Januari-
September tahun 2016. Penurunan kinerja ekspor
nonmigas tersebut disumbang dari penurunan sektor
produk industri sebesar 3,5 persen (YoY) yang
mencatatkan nilai ekspor sebesar USD79.8 miliar.
Tabel 35.Perkembangan Ekspor Bulan Januari-September Tahun 2016
Komoditas 2013 2014 2015 Jan-Sept 15 Jan-Sept 16
Nilai Ekspor (USD Juta) 182.552,0 175.980,0 150.221,0 115.205,3 104.360,5
Migas 32.633,0 30.019,0 18.637,0 14.398,3 9.696,4
Minyak Mentah 10.205,0 9.528,0 6.457,0 5.075,9 4.042,3
Hasil Minyak 4.299,0 3.623,0 1.754,0 1.493,6 615,7
Gas 18.129,0 17.180,0 10.426,0 7.828,8 5.038,4
Non Migas 149.919,0 145.961,0 131.644,0 100.807,0 94.664,1
Pertanian 5.713,0 5.771,0 5.628,0 2.801,2 2.312,6
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
0
5.000
10.000
15.000
Vo
lum
e (
Juta
Kg)
Nila
i (U
SD J
uta
)
Volume Nilai
Nilai total ekspor Indonesia
sampai dengan akhir
triwulan III tahun 2016
sebesar USD104.360,5 juta
dengan pertumbuhan
negatif sebesar 9,4 persen.
101
Komoditas 2013 2014 2015 Jan-Sept 15 Jan-Sept 16
Industri 113.030,0 117.330,0 106.614,0 82.732,3 79.822,1
Pertambangan dan Lainnya 31.160,0 22.850,0 19.421,0 15.273,5 12.529,4
Pertumbuhan Ekspor* (%) -3,9 -11,0 -18,7 -13,2 -9,4
Migas -11,7 -25,5 -35,6 -38,5 -32,7
Minyak Mentah -17,0 0,0 -40,0 -29,4 -20,4
Hasil Minyak 3,3 -31,4 -68,3 -46,7 -58,8
Gas -11,7 -29,6 -31,1 -41,6 -35,6
Non Migas -2,0 -7,7 -15,7 -7,8 -6,1
Pertanian 2,6 -0,6 -11,2 -33,7 -17,4
Industri -2,7 -0,8 -13,7 -5,8 -3,5
Pertambangan -0,5 -33,3 -25,4 -11,4 -18,0
Proporsi Ekspor (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Migas 17,9 17,1 12,4 12,5 9,3
Minyak Mentah 5,6 5,4 4,3 11,2 0,4
Hasil Minyak 2,4 2,1 1,2 12,5 0,6
Gas 9,9 9,8 6,9 6,8 4,8
Non Migas 82,1 82,9 87,6 87,5 90,7
Pertanian 3,1 3,3 3,7 2,4 2,2
Industri 61,9 66,7 71,0 71,8 76,5
Pertambangan 17,1 13,0 12,9 13,3 12,0
Sumber Pertumbuhan (%) -3,9 -11,0 -18,7 -13,2 -9,4
Migas -2,1 -4,4 -4,4 -4,8 -3,0
Minyak Mentah -1,0 0,0 -1,7 8,9 -0,4
Hasil Minyak 0,1 -0,6 -0,8 51,8 -0,6
Gas -1,2 -2,9 -2,2 -2,8 -1,7
Non Migas -1,6 -6,4 -13,7 -6,8 -5,5
Pertanian 0,1 0,0 -0,4 -0,8 -0,4
Industri -1,7 -0,5 -9,7 -4,2 -2,7
Pertambangan -0,1 -4,3 -3,3 -1,5 -2,2 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY)
102
Sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 nilai ekspor
nonmigas Indonesia untuk komoditas Lemak dan Minyak
Hewan/Nabati (HS-15) merupakan komoditas dengan nilai
ekspor terbesar dan mencatatkan nilai USD12.082,6 juta dan
juga merupakan komoditas ekspor nonmigas dengan
proporsi terbesar yaitu 12,8 persen terhadap total ekspor
nonmigas, walaupun mencatatkan pertumbuhan negatif
14,0 persen.
Sementara itu komoditas ekspor nonmigas yang memiliki
kinerja positif pada periode bulan Januari-September tahun
2016 adalah Perhiasan/Permata (HS-71) diikuti oleh Mesin-
mesin/pesawat mekanik (HS-84) yang secara berturut-turut
mencatatkan pertumbuhan sebesar 15,8 persen dan 3,2
persen. Selanjutnya komoditas dengan nilai pertumbuhan
negatif terbesar adalah Timah (HS-80) yaitu 19,6 persen,
yang diikuti oleh Benda-benda dari besi dan baja (HS-73)
yaitu sebesar -15,1 persen.
Tabel 36.Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor Nonmigas Terbesar Bulan Januari-September Tahun 2016
HS Komoditas
Nilai (Juta USD) Pertumbuhan
YoY (%) Proporsi YoY (%)
Jan-Sept 14
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
15 Lemak & minyak hewan/nabati 15.442,2 14.056,6 12.082,6 -9,0 -14,0 13,9 12,8
85 Mesin/peralatan listrik 7.310,1 6.435,0 6.003,6 -12,0 -6,8 6,4 6,3
71 Perhiasan/Permata 3.483,6 4.619,1 5.350,5 32,6 15,8 4,6 5,7
84 Mesin-mesin/pesawat mekanik 4.502,4 3.977,1 4.102,9 -11,7 3,2 3,9 4,3
40 Karet dan barang dari karet 5.599,3 4.583,0 4.101,4 -18,2 -10,5 4,5 4,3
26 Bijih, kerak, dan abu logam 1.129,3 2.736,3 2.519,8 142,3 -7,9 2,7 2,7
61 Barang-barang rajutan 2.607,5 2.502,8 2.545,5 -4,0 1,7 2,5 2,7
73 Benda-benda dari besi dan baja 1.584,4 1.595,1 1.353,9 0,7 -15,1 1,6 1,4
80 Timah 1.417,6 952,2 765,2 -32,8 -19,6 0,9 0,8
12 Biji-bijian berminyak 277,1 206,7 192,1 -25,4 -7,1 0,2 0,2
Total 10 Golongan Barang 43.353,5 41.663,9 38.926,5 -3,9 -6,6 41,3 41,1
Total Lainnya 65.950,4 59.143,1 55.737,6 -10,3 -5,8 58,7 58,9
Total Ekspor Nonmigas 109.303,9 100.807,0 94.664,1 -7,8 -6,1 100,0 100,0 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Komoditas
Perhiasan/Permata (HS-71)
dan Mesin-mesin/pesawat
mekanik (HS-84) merupakan
komoditas dengan
pertumbuhan positif
terbesar yaitu sebesar 15,8
persen dan 3,2 persen
103
Total volume ekspor nonmigas Indonesia pada sampai
dengan akhir triwulan III tahun 2016 adalah sebesar
340.342,3 juta kg dan mengalami penurunan sebesar 2,0
persen (YoY). Komoditas dengan volume ekspor terbesar
pada periode bulan Januari-September tahun 2016
adalah Bahan Bakar Mineral (HS-27) dengan volume
268.968,7 juta kg dan menyumbang proporsi 79,0 persen
terhadap total volume ekspor nonmigas. Selanjutnya
komoditas dengan volume dan proporsi terbesar kedua
adalah Lemak dan Minyak Hewan/Nabati (HS-15) dengan
volume 18.237,7 kg dan menyumbang proporsi 5,4
persen terhadap total volume ekspor nonmigas
Indonesia. Dilihat dari pertumbuhannya, Bijih, Kerak, dan
Abu Logam (HS-26) mencatatkan peningkatan
pertumbuhan sebesar 18,8 persen (YoY). Sementara itu,
Lemak & Minyak Hewan/Nabati (HS-15) merupakan
barang ekspor nonmigas dengan penurunan volume
ekspor paling tinggi jika dibandingkan sembilan
komoditas lainnya dengan penurunan sebesar 16,3
persen (YoY).
Tabel 37.Golongan Barang dengan Volume Ekspor Nonmigas Terbesar Bulan Januari-September Tahun 2016
HS Komoditi Volume Ekspor (Juta kg)
Pertumbuhan YoY (%)
Proporsi (%)
Jan-Sept 14 Jan-Sept 15 Jan-Sept 16 Jan-Sept
15 Jan-
Sept 16 Jan-Sept
15 Jan-
Sept 16
27 Bahan bakar mineral 307.443,8 275.287,8 268.968,7 -10,5 -2,3 79,2 79,0
15 Lemak & minyak hewan/nabati 18.554,5 21.789,5 18.237,7 17,4 -16,3 6,3 5,4
25 Garam, Belerang, Kapur 9.379,2 8.668,0 10.243,8 -7,6 18,2 2,5 3,0
26 Bijih, Kerak, dan Abu logam 7.926,1 3.877,0 4.605,0 -51,1 18,8 1,1 1,4
44 Kayu, Barang dari Kayu 4.730,0 4.505,3 4.162,9 -4,8 -7,6 1,3 1,2
23 Ampas/Sisa Industri Makanan 3.476,3 3.606,6 3.213,7 3,7 -10,9 1,0 0,9
48 Kertas/Karton 3.409,0 3.241,4 3.039,2 -4,9 -6,2 0,9 0,9
38 Berbagai produk kimia 3.285,1 2.465,4 2.708,7 -25,0 9,9 0,7 0,8
Total volume ekspor
nonmigas Indonesia sampai
dengan akhir Triwulan III
tahun 2016 sebesar
340.342,3 juta kg.
104
HS Komoditi Volume Ekspor (Juta kg)
Pertumbuhan YoY (%)
Proporsi (%)
Jan-Sept 14 Jan-Sept 15 Jan-Sept 16 Jan-Sept
15 Jan-
Sept 16 Jan-Sept
15 Jan-
Sept 16
47 Bubur kayu/Pulp 2.555,5 2.591,0 2.616,5 1,4 1,0 0,7 0,8
40 Karet dan Barang dari Karet 2.525,3 2.511,9 2.433,2 -0,5 -3,1 0,7 0,7
Total 10 Golongan Barang 363.284,8 328.543,7 320.229,3 -9,6 -2,5 94,6 94,1
Total Lainnya 18.375,0 18.838,1 20.113,0 2,5 6,8 5,4 5,9
Total Ekspor Nonmigas 381.659,8 347.381,8 340.342,3 -9,0 -2,0 100,0 100,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 Amerika
Serikat merupakan negara tujuan utama ekspor
nonmigas terbesar Indonesia dengan nilai sebesar
USD11.591,4 juta. Sementara itu pada posisi kedua
negara tujuan ekspor Indonesia adalah Tiongkok dengan
nilai sebesar USD9.709,3 juta
Secara keseluruhan perkembangan ekspor nonmigas ke-
5 (lima) negara tujuan utama pada bulan Januari-
September tahun 2016 mengalami penurunan sebesar
7,5 persen (YoY). India merupakan negara tujuan utama
ekspor nonmigas yang mencatatkan penurunan tertinggi
yaitu sebesar 21,6 persen.
Tabel 38. Perkembangan Ekspor Nonmigas ke Negara Tujuan Utama Bulan Januari-September Tahun 2016
Negara Nilai (Juta USD) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%)
Jan-Sept 14
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
Amerika Serikat 11.869,0 11.615,3 11.591,4 -2,1 -0,2 11,5 12,2
Tiongkok 12.581,2 9.913,3 9.709,3 -21,2 -2,1 9,8 10,3
Jepang 10.714,2 9.903,5 9.529,5 -7,6 -3,8 9,8 10,1
India 9.033,3 8.857,8 6.942,9 -1,9 -21,6 8,8 7,3
Singapura 7.590,9 6.603,1 6.551,1 -13,0 -0,8 6,6 6,9
Total 5 Negara 51.788,6 46.893,0 44.324,2 -4,5 -7,5 46,5 46,8
Total Lainnya 57.515,3 53.914,0 50.339,9 -6,3 -6,6 53,5 53,2
Total Ekspor Nonmigas 109.303,9 100.807,0 94.664,1 -7,8 -6,1 100,0 100,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Perkembangan ekspor
nonmigas ke-5 (lima) negara
tujuan utama pada triwulan
III tahun 2016 turun sebesar
7,5 persen (YoY).
105
Perkembangan Impor
Gambar 37. Nilai dan Volume Impor Hingga September 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sampai dengan akhir triwulan III tahun 2016 nilai impor
Indonesia secara total adalah sebesar USD98.693,4 juta
atau menurun sebesar 8,6 persen (YoY). Penurunan nilai
impor tersebut disumbang oleh penurunan impor migas
sebesar 29,2 persen dan impor nonmigas sebesar 4,1
persen.
Berdasarkan golongan penggunaan barang, impor bahan
baku merupakan komoditas yang mencatatkan nilai
impor terbesar sampai dengan akhir triwulan III tahun
2016 sebesar USD73.572,6 juta. Diikuti oleh impor barang
modal dan barang konsumsi dengan nilai berturut-turut
sebesar USD16.060,8 juta dan USD9.060,0 juta.
Dilihat dari sumbangannya impor bahan baku
memberikan sumbangan terbesar terhadap total impor
Indonesia sebesar 74,5 persen diikuti oleh barang modal
dan barang konsumsi sebesar 16,3 persen dan 9,2 persen.
Impor barang modal mengalami pertumbuhan negatif
sebesar 12,7 persen, diikuti penurunan impor bahan baku
sebesar 9,8 persen. Adapun impor barang konsumsi
mengalami peningkatan sebesar 12,8 persen (YoY).
Tabel 39. Perkembangan Impor Januari-September Tahun 2016
Komoditas 2013 2014 2015 Jan-Sept 15 Jan-Sept 16
Nilai Impor (USD Juta) 186.628,3 178.178,8 142.694,8 107.989,1 98.693,4
Barang Konsumsi 13.138,9 12.667,2 10.876,5 8.031,7 9.060,0
0
5.000
10.000
15.000
0
5.000
10.000
15.000
Vo
lum
e (
Juta
Kg)
Nila
i (U
SD J
uta
)
Volume Nilai
Sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 total impor Indonesia adalah sebesar USD98.693,4 juta dengan pertumbuhan negatif sebesar 8,6 persen.
106
Komoditas 2013 2014 2015 Jan-Sept 15 Jan-Sept 16
Bahan Baku 141.957,2 136.208,6 107.081,0 81.568,6 73.572,6
Barang Modal 31.532,2 29.303,0 24.737,3 18.388,8 16.060,8
Migas 45.266,4 43.459,9 24.613,2 19.411,6 13.744,4
Minyak Mentah 13.585,8 13.072,5 8.063,3 6.236,6 5.113,5
Hasil Minyak 28.568,1 27.363,2 14.536,9 11.670,2 7.453,6
Gas 3.112,9 3.025,0 2.013,0 1.477,8 1.177,3
Non Migas 141.362,3 134.718,9 118.081,6 88.577,5 84.949,0
Pertumbuhan Impor* (%) -2,6 -4,5 -19,9 -18,5 -8,6
Barang Konsumsi -2,1 -3,6 -14,1 -13,2 12,8
Bahan Baku 1,3 -4,0 -21,4 -19,8 -9,8
Barang Modal -17,3 -7,1 -15,6 -15,0 -12,7
Migas 6,4 -4,0 -43,4 -55,3 -29,2
Minyak Mentah 25,8 -3,8 -38,3 -50,6 -18,0
Hasil Minyak -0,4 -4,2 -46,9 -59,7 -36,1
Gas 1,0 -2,8 -33,5 -43,5 -20,3
Non Migas -5,2 -4,7 -12,3 -10,8 -4,1
Proporsi Impor (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Barang Konsumsi 7,0 7,1 7,6 8,1 9,2
Bahan Baku 76,1 76,4 75,0 82,6 74,5
Barang Modal 16,9 16,4 17,3 18,6 16,3
Migas 24,3 24,4 17,2 19,7 13,9
Minyak Mentah 7,3 7,3 5,7 6,3 5,2
Hasil Minyak 15,3 15,4 10,2 11,8 7,6
Gas 1,7 1,7 1,4 1,5 1,2
Non Migas 75,7 75,6 82,8 89,8 86,1
Sumber Pertumbuhan (%) -2,6 -4,5 -19,9 -18,5 -8,8
Barang Konsumsi -0,1 -0,3 -1,1 -1,1 1,2
Bahan Baku 1,0 -3,1 -16,0 -16,4 -7,3
Barang Modal -2,9 -1,2 -2,7 -2,8 -2,1
Migas 1,5 -1,0 -7,5 -10,9 -4,1
Minyak Mentah 1,9 -0,3 -2,2 -3,2 -0,9
Hasil Minyak -0,1 -0,6 -4,8 -7,1 -2,7
Gas 0,0 0,0 -0,5 -0,7 -0,2
Non Migas -3,9 -3,6 -10,2 -9,7 -3,5 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY)
107
Pertumbuhan impor nonmigas sampai dengan akhir
Triwulan III tahun 2016 (YoY) mengalami penurunan
sebesar 4,1 persen disebabkan oleh adanya penurunan
impor diberbagai komoditas diantaranya penurunan
Kapal laut dan bangunan terapung (HS-89) sebesar 29,4
persen dengan proporsi 0,7 persen, penurunan impor
Pupuk (HS-31) sebesar 22,8 persen dengan proporsi 1,5
persen; serta penurunan Mesin dan Peralatan Mekanik
(HS-84) sebesar 7,8 persen dengan proporsi 18,1 persen.
Sementara itu pada periode yang sama terdapat
beberapa komoditas yang mengalami pertumbuhan
positif, diantaranya dicatatkan oleh Gula dan kembang
gula (HS-17) sebesar 43,9 persen dan Serealia (HS-10)
sebesar 13,1 persen (YoY).
Tabel 40. Perkembangan Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Bulan Januari-September Tahun 2016
HS
Komoditas Nilai Impor (Juta USD)
Pertumbuhan YoY (%)
Proporsi (%)
Jan-Sept 14
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
84 Mesin dan Peralatan Mekanik 19.553,1 16.701,7 15.396,4 -14,6 -7,8 18,9 18,1
85 Mesin dan Peralatan Listrik 13.037,7 11.478,0 10.964,4 -12,0 -4,5 13,0 12,9
87 Kendaraan dan bagiannya 4.850,2 4.201,9 4.002,2 -13,4 -4,8 4,7 4,7
10 Serealia 2.558,2 2.264,1 2.560,0 -11,5 13,1 2,6 3,0
17 Gula dan kembang gula 1.345,1 1.098,3 1.580,1 -18,3 43,9 1,2 1,9
38 Berbagai produk kimia 1.549,1 1.444,3 1.415,1 -6,8 -2,0 1,6 1,7
31 Pupuk 1.376,5 1.608,4 1.241,3 16,9 -22,8 1,8 1,5
12 Biji-bijian berminyak 1.287,2 1.005,6 914,4 -21,9 -9,1 1,1 1,1
89 Kapal laut dan bangunan terapung 715,7 864,7 610,1 20,8 -29,4 1,0 0,7
82 Perkakas, perangkat potong 342,8 358,2 334,2 4,5 -6,7 0,4 0,4
Total 10 Golongan Barang 46.615,6 41.025,2 39.018,2 -12,0 -4,9 46,3 45,9
Barang Lainnya 54.735,0 47.552,3 45.930,8 -13,1 -3,4 53,7 54,1
Total Impor Nonmigas 101.350,5 88.577,5 84.949,0 -12,6 -4,1 100,0 100,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pertumbuhan impor
nonmigas sampai dengan
akhir Triwulan III tahun
2016 mengalami
penurunan sebesar 4,1
persen (YoY).
108
Total volume impor nonmigas Indonesia sampai akhir
Triwulan III tahun 2016 adalah sebesar 77.246,3 juta kg dan
mengalami peningkatan sebesar 6,3 persen (YoY).
Komoditas dengan volume impor terbesar dicatatkan oleh
Gandum-ganduman (HS-10) dengan volume 10.325,9 juta
kg dan menyumbang proporsi 13,4 peren terhadap volume
impor nonmigas. Selanjutnya komoditas dengan volume
dan proporsi terbesar kedua adalah Besi dan Baja (HS-72)
dengan volume 9.532,4 juta kg dan menyumbang proporsi
12,3 persen terhadap total volume impor nonmigas
Indonesia. Dilihat dari pertumbuhannya, Bahan Bakar
Mineral (HS-27) merupakan barang impor nonmigas
dengan peningkatan pertumbuhan terbesar sebesar 45,4
persen (YoY). Sementara itu, Bijih, Kerak dan Abu Logam
merupakan barang impor nonmigas dengan penurunan
volume impor paling tinggi jika dibandingkan dengan
sembilan komoditas lainnya dengan penurunan sebesar
14,6 persen (YoY).
Tabel 41.Perkembangan Volume Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Bulan Januri-September Tahun 2016
HS Komoditas Volume Impor (Juta KG) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%)
Jan-Sept 14
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
10 Gandum-ganduman 8.178,3 8.279,3 10.325,9 1,2 24,7 11,4 13,4
72 Besi dan Baja 8.912,5 7.810,8 9.532,4 -12,4 22,0 10,7 12,3
25 Garam, Belerang, Kapur 9.401,9 8.789,4 7.658,5 -6,5 -12,9 12,1 9,9
31 Pupuk 4.993,5 5.840,3 5.330,1 17,0 -8,7 8,0 6,9
23 Ampas / Sisa Industri Makanan
4.058,6 4.003,4 4.220,9 -1,4 5,4 5,5 5,5
26 Bijih, Kerak dan Abu Logam
2.568,2 4.408,5 3.763,5 71,7 -14,6 6,1 4,9
17 Gula dan Kembang Gula 2.827,0 2.614,7 3.748,4 -7,5 43,4 3,6 4,9
27 Bahan Bakar Mineral 1.842,4 2.200,8 3.198,9 19,5 45,4 3,0 4,1
29 Bahan Kimia Organik 3.564,3 3.403,0 3.158,8 -4,5 -7,2 4,7 4,1
39 Plastik dan Barang dari Plastik
2.720,9 2.780,7 3.146,0 2,2 13,1 3,8 4,1
Total 10 Golongan Barang
49.067,5 50.131,1 54.083,4 2,2 7,9 69,0 70,0
Total Lainnya 23.414,3 22.554,9 23.162,9 -3,7 2,7 31,0 30,0
Total Impor Nonmigas 72.481,8 72.686,0 77.246,3 0,3 6,3 100,0 100,0
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Total volume impor
nonmigas Indonesia sampai
akhir Triwulan III tahun
2016 adalah sebesar
77.246,3 juta kg.
109
Nilai impor nonmigas yang berasal dari 5 (lima) negara
utama asal impor sampai dengan akhir Triwulan III tahun
2016 mengalami penurunan sebesar 2,5 persen (YoY).
Negara utama asal impor nonmigas terbesar Indonesia
adalah Tiongkok dimana pada sepanjang bulan Januari
sampai dengan September tahun 2016 nilai impor nonmigas
dari Tiongkok mencatatkan kenaikan pertumbuhan sebesar
2,2 persen (YoY) dengan nilai sebesar USD21.985,3 juta.
Sementara itu nilai impor nonmigas Indonesia yang berasal
dari negara-negara di kawasan ASEAN menyumbangkan
proporsi sebesar 21,8 persen terhadap total impor nonmigas
Indonesia atau sebesar USD18.531,7 juta sepanjang bulan
Januari-September tahun 2016.
Tabel 42. Negara Utama Asal Impor Nonmigas Januari-September Tahun 2016
Negara Nilai Impor Nonmigas (Juta USD)
Pertumbuhan YoY (%)
Proporsi (%)
Jan-Sept 14
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
Jan-Sept 15 Jan-Sept 16
Tiongkok 22414,3 21.504,9 21.985,3 -4,1 2,2 24,3 25,9
Jepang 12988,2 10.202,7 9.479,8 -21,4 -7,1 11,5 11,2
Thailand 7419,2 6.102,5 6.638,3 -17,7 8,8 6,9 7,8
Singapura 7684,6 6.642,5 5.386,8 -13,6 -18,9 7,5 6,3
Amerika Serikat 6189,3 5.578,7 5.306,8 -9,9 -4,9 6,3 6,2
TOTAL 5 NEGARA 56.695,6 50.031,3 48.797,0 -11,8 -2,5 56,5 57,4
TOTAL ASEAN 22540,6 19.477,5 18.531,7 -13,6 -4,9 22,0 21,8
TOTAL UNI EROPA 9583,2 8.509,9 7.792,6 -11,2 -8,4 9,6 9,2
TOTAL LAINNYA 69.231,1 60.590,1 58.624,7 -12,5 -3,2 68,4 69,0
TOTAL NON MIGAS 101354,9 88.577,5 84.949,0 -12,6 -4,1 100,0 100,0 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Nilai impor dari 5 (lima)
negara utama asal impor
Indonesia sepanjang
bulan Januari-September
tahun 2016 mengalami
penurunan sebesar 2,5
persen (YoY).
110
Perkembangan Neraca Perdagangan
Neraca Perdagangan Barang
Sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 Neraca
Perdagangan total Indonesia mencatatkan surplus
sebesar USD5.667,1 juta atau mengalami penurunan
sebesar 21,5 persen (YoY). Surplus tersebut
disumbangkan dari surplus pada neraca
perdagangan nonmigas sebesar USD9.715,1 juta
yang lebih besar dari defisit neraca perdagangan
migas sebesar USD4.048 juta.
Tabel 43. Neraca Perdagangan Indonesia Januari-September Tahun 2016
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Jul-16 Agust-16 Sep-16
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
Agust-16 Sep-16
Jan-Sept 2016
Ekspor Total (Juta USD) 9.530,8 12.748,3 12.514,1 115.205,3 104.360,5 33,8 -1,8 -9,4
Ekspor Migas 998,7 1.138,6 1.061,5 13.298,3 9.696,4 14,0 -6,8 -27,1
Ekspor Non Migas 8.532,1 11.609,7 11.452,6 100.807,0 94.664,1 36,1 -1,4 -6,1
Impor Total (Juta USD) 9.017,2 12.385,2 11.297,2 107.989,1 98.693,4 37,4 -8,8 -8,6
Impor Migas 1.506,4 1.795,9 1.742,6 19.411,6 13.744,4 19,2 -3,0 -29,2
Impor Non Migas 7.510,8 10.589,3 9.554,6 88.577,5 84.949,0 41,0 -9,8 -4,1 Neraca Perdagangan (Juta USD) 513,6 363,1 1.216,9 7.216,2 5.667,1 -29,3 235,1 -21,5
Migas -507,7 -657,3 -681,1 -5.013,3 -4.048,0 29,5 3,6 -19,3
Non Migas -681,1 1.898,0 1.216,9 12.229,5 9.715,1 -378,7 -35,9 -20,6 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan Indonesia-Tiongkok Sampai
dengan akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami
defisit USD11.055,4 juta, hal itu disebabkan oleh
defisit pada neraca perdagangan sektor nonmigas
sebesar USD12.276,1 juta yang lebih besar dari
surplus sektor migas sebesar USD1.220,6 juta.
Tabel 44. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Bulan Januari-September Tahun 2016
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Jul-16 Agust-16 Sep-16 Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
Agust-16
Sep-16 Jan-Sept
2016
Ekspor Total (Juta USD) 1.097,5 1.460,8 1.454,2 11.158,4 11.000,4 33,1 -0,5 -1,4
Ekspor Migas 181,2 105,6 108,9 1.245,1 1.291,1 -41,7 3,1 3,7
Neraca perdagangan total Indonesia pada sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami surplus sebesar USD5.667,1 juta.
Neraca perdagangan
Indonesia-Tiongkok
sampai dengan akhir
Triwulan III tahun 2016
mengalami defisit.
111
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Jul-16 Agust-16 Sep-16 Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
Agust-16
Sep-16 Jan-Sept
2016
Ekspor Non Migas 915,8 1.355,2 1.345,3 9.913,3 9.709,3 48,0 -0,7 -2,1
Impor Total (Juta USD) 1.829,6 2.692,0 2.534,6 21.672,2 22.055,8 47,1 -5,8 1,8
Impor Migas 8,6 6,0 5,8 167,3 70,5 -30,5 -2,9 -57,9
Impor Non Migas 1.821,0 2.686,0 2.528,8 21.504,9 21.985,3 47,5 -5,9 2,2 Neraca Perdagangan (Juta USD) -732,1 -1.231,2 -1.080,4 -10.513,8 -11.055,4 68,2 -12,2 5,2
Migas 172,5 99,6 103,0 1.077,8 1.220,6 -42,3 3,5 13,2
Non Migas -905,1 -1.330,8 -1.183,4 -11.591,6 -12.276,1 47,0 -11,1 5,9 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan Indonesia-Amerika sampai
dengan akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami
surplus sebesar USD6540,8 juta. Hal tersebut
disebabkan oleh surplus pada neraca perdagangan
sektor migas dan nonmigas masing-masing sebesar
USD256,2 juta dan USD6.284,6 juta
Tabel 45.Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Bulan Januari-September Tahun 2016
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Jul-16
Agust-16
Sep-16 Jan-Sept
15 Jan-Sept
16 Agust-
16 Sep-16
Jan-Sept 2016
Ekspor Total (Juta USD) 1.038,9 1.401,7 1.379,5 12.332,2 11.906,9 34,9 -1,6 -3,4
Ekspor Migas 45,0 41,9 18,6 716,9 315,5 -7,0 -55,6 -56,0
Ekspor Non Migas 993,9 1.359,8 1.360,9 11.615,3 11.591,4 36,8 0,1 -0,2
Impor Total (Juta USD) 515,7 809,5 660,3 5.615,8 5.366,1 57,0 -18,4 -4,4
Impor Migas 1,1 6,9 1,8 37,1 59,3 509,8 -73,2 59,9
Impor Non Migas 514,6 802,6 658,4 5.578,7 5.306,8 56,0 -18,0 -4,9 Neraca Perdagangan (Juta USD) 523,2 592,2 719,2 6.716,4 6.540,8 13,2 21,5 -2,6
Migas 43,9 35,0 16,8 679,8 256,2 -20,3 -52,1 -62,3
Non Migas 479,3 557,2 702,5 6.036,6 6.284,6 16,2 26,1 4,1 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan Indonesia-Jepang sampai dengan
akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami surplus sebsar
USD2.256,2 juta, hal itu disebabkan oleh surplus pada
sektor migas dan nonmigas secara berturut-turut
sebesar USD2.206,5 juta dan USD49,7 juta
Neraca perdagangan
Indonesia-Amerika sampai
dengan akhir triwulan III
tahun 2016 mengalami
surplus.
Neraca perdagangan
Indonesia-Jepang sampai
dengan akhir Triwulan III
tahun 2016 mengalami
surplus .
112
Tabel 46. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Bulan Januari-September Tahun 2016
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Jul-16 Agust-16 Sep-16
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
Agust-16
Sep-16
Jan-Sept 2016
Ekspor Total (Juta USD) 1.079,8 1.417,5 1.395,4 13.692,8 11.784,6 31,3 -1,6 -13,9
Ekspor Migas 258,2 245,1 290,2 3.789,3 2.255,0 -5,1 18,4 -40,5
Ekspor Non Migas 821,6 1.172,5 1.105,2 9.903,5 9.529,5 42,7 -5,7 -3,8
Impor Total (Juta USD) 920,4 1.238,2 1.061,5 10.226,6 9.528,4 34,5 -14,3 -6,8
Impor Migas 3,7 1,9 1,6 23,9 48,6 -49,8 -15,4 102,8
Impor Non Migas 916,8 1.236,4 1.060,0 10.202,7 9.479,8 34,9 -14,3 -7,1 Neraca Perdagangan (Juta USD) 159,4 179,3 333,9 3.466,2 2.256,2 12,5 86,2 -34,9
Migas 254,5 243,2 288,6 3.765,4 2.206,5 -4,4 18,7 -41,4
Non Migas -95,1 -63,9 45,3 -299,2 49,7 -32,8 -
170,8 -116,6 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan Indonesia-India sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami surplus yaitu sebesar USD5.082,3 juta. Surplus ini disumbangkan oleh surplus pada neraca perdagangan sektor migas dan nonmigas masing-masing sebesar USD145,0 juta dan USD4.937,4 juta.
Tabel 47.Neraca Perdagangan Indonesia-India Bulan Januari-September Tahun 2016
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Jul-16 Agust-16 Sep-16
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16 Agust-16 Sep-16 Jan-Sept
2016
Ekspor Total (Juta USD) 657,1 895,4 980,7 8.946,6 7.106,9 36,3 9,5 -20,6
Ekspor Migas 4,2 1,7 0,3 88,8 164,0 -60,1 -79,9 84,6
Ekspor Non Migas 652,9 893,8 980,4 8.857,8 6.942,9 36,9 9,7 -21,6
Impor Total (Juta USD) 159,0 279,3 258,8 2.126,7 2.024,6 75,7 -7,3 -4,8
Impor Migas 0,8 10,5 1,2 69,3 19,1 1.222,1 -88,7 -72,5
Impor Non Migas 158,2 268,8 257,6 2.057,3 2.005,5 69,9 -4,2 -2,5 Neraca Perdagangan (Juta USD) 498,1 616,2 722,0 6.819,9 5.082,3 23,7 17,2 -25,5
Migas 3,4 -8,8 -0,9 19,5 145,0 -360,9 -90,3 643,3
Non Migas 494,7 625,0 722,8 6.800,4 4.937,4 26,3 15,7 -27,4 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan
Indonesia-India sampai
dengan akhir Triwulan III
tahun 2016 mengalami
surplus.
113
Neraca perdagangan Indonesia-Thailand sampai dengan
akhir triwulan III tahun 2016 mengalami defisit sebesar
USD2.724,2 juta. Hal tersebut disumbangkan oleh defisit
pada neraca perdagangan nonmigas sebesar USD3.261,2
juta yang lebih besar dari surplus neraca perdagangan
migas sebesar USD537,0 juta.
Tabel 48. Neraca Perdagangan Indonesia-Thailand Periode Januari-September Tahun 2016
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Jul-16
Agust-16
Sep-16 Jan-Sept
15 Jan-Sept
16 Agust-16 Sep-16
Jan-Sept 2016
Ekspor Total (Juta USD) 376,7 541,6 466,3 4.286,8 3.955,0 43,8 -13,9 -7,7
Ekspor Migas 67,7 128,5 65,2 743,7 577,9 89,7 -49,3 -22,3
Ekspor Non Migas 309,0 413,1 401,1 3.543,1 3.377,0 33,7 -2,9 -4,7
Impor Total (Juta USD) 596,4 806,3 740,4 6.151,0 6.679,2 35,2 -8,2 8,6
Impor Migas 2,6 13,4 3,8 48,5 40,9 421,9 -71,7 -15,6
Impor Non Migas 593,8 792,8 736,6 6.102,5 6.638,3 33,5 -7,1 8,8
Neraca Perdagangan (Juta USD) -219,6 541,6 -274,1 -1.864,2 -2.724,2 -346,6 21,6 -2.587,7
Migas 65,2 115,1 61,4 695,2 537,0 76,6 -46,6 -22,8
Non Migas -284,8 -379,8 -335,5 -2.559,4 -3.261,2 33,3 -11,7 27,4 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan Indonesia-Singapura sampai dengan
akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami defisit yaitu sebesar
USD2.092,1 juta. Defisit ini disumbangkan oleh defisit pada
neraca perdagangan sektor migas sebesar USD3.256,5 juta
yang lebih besar dari surplus neraca perdagangan nonmigas
sebesar USD1.164,3 juta
Tabel 49. Neraca Perdagangan Indonesia-Singapura Bulan Januari-September Tahun 2016
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Jul-16 Agust-16 Sep-16
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
Agust-16
Sep-16
Jan-Sept 2016
Ekspor Total (Juta USD) 748,2 947,7 931,1 9.682,2 8.257,0 26,7 -1,8 -14,7
Ekspor Migas 161,4 196,5 240,0 3.079,1 1.705,8 21,7 22,2 -44,6
Ekspor Non Migas 586,9 751,3 691,1 6.603,1 6.551,1 28,0 -8,0 -0,8
Impor Total (Juta USD) 1.067,9 1.249,5 1.332,6 13.839,6 10.349,1 17,0 6,6 -25,2
Impor Migas 506,6 662,9 714,5 7.197,1 4.962,4 30,8 7,8 -31,1
Impor Non Migas 561,3 586,6 618,0 6.642,5 5.386,8 4,5 5,4 -18,9 Neraca Perdagangan (Juta USD) -319,7 -301,8 -401,4 -4.157,4 -2.092,1 -5,6 33,0 -49,7
Neraca perdagangan
Indonesia-Thailand
sampai dengan akhir
Triwulan III tahun 2016
mengalami defisit.
Neraca perdagangan Indonesia-Singapura sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami defisit.
114
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Jul-16 Agust-16 Sep-16
Jan-Sept 15
Jan-Sept 16
Agust-16
Sep-16
Jan-Sept 2016
Migas -345,3 -466,4 -474,5 -4.118,0 -3.256,5 35,1 1,7 -20,9
Non Migas 25,6 164,6 73,1 -39,4 1.164,3 543,9 -55,6 -3.055,7 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca Perdagangan Jasa
Sampai dengan triwulan III tahun 2016, neraca
perdagangan jasa mengalami penurunan defisit
dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun
sebelumnya. Defisit neraca perdagangan jasa hingga
triwulan III tahun 2016 sebesar USD4,9 miliar, jauh lebih
rendah dibandingkan defisit pada tahun sebelumnya
yang mencapai USD6,6 miliar. Penurunan defisit hingga
25,9 persen (YoY) didorong oleh menurunnya defisit pada
kelompok jasa transportasi, asuransi dan pensiun, dan
bisnis lainnya. Selain itu, penurunan defisit pada juga
didorong oleh meningkatnya penerimaan pada kelompok
jasa perjalanan, konstruksi, dan jasa pemerintah.
Gambar 38. Neraca Perdagangan Jasa
Sumber: Bank Indonesia
-6228,53-4744,05
-3945,99
1979,85 2494,57
8690,39
-8000
-6000
-4000
-2000
0
2000
4000
6000
8000
10000
Jan-Sept 2014 Jan-Sept 2015 Jan-Sept 2016
Jasa Manufaktur
Jasa Pemeliharaandan Perbaikan
Transportasi
Perjalanan
Jasa Konstruksi
Defisit neraca perdagangan jasa hingga triwulan III tahun 2016 sebesar USD4,9 miliar, jauh lebih rendah dibandingkan defisit pada tahun sebelumnya yang mencapai USD6,6 miliar.
115
Menurunnya defisit jasa transportasi disebabkan karena
rendahnya pembayaran kargo sebagai dampak
menurunnya impor. Lebih lanjut lagi, penerimaan jasa
perjalanan didorong oleh tingginya peningkatan ekspor
dibandingkan dengan peningkatan impor. Di sisi ekspor,
peningkatan didorong oleh tingginya jumlah wisatawan
mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Indonesia.
Sampai dengan triwulan III tahun 2016, jumlah wisman
sebanyak 7,9 juta orang, jauh lebih besar dibandingkan
dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya
sebesar 7,3 juta orang atau meningkat sebesar 8,8 persen
(YoY). Kelompok wisman terbesar berasal dari Tiongkok,
Australia, Singapura, dan Malaysia. Sementara di sisi
impor, peningkatan didorong oleh jumlah wisatawan
nasional (wisnas) yang berpergian ke luar negeri
sebanyak 6,3 juta orang, atau meningkat sebesar 0,2
persen dibandingkan dengan periode yang sama pada
tahun sebelumnya. Peningkatan impor jasa perjalanan
salah satunya didorong oleh pelaksanaan ibadah haji.
Gambar 39. Neraca Perdagangan Jasa Perjalanan dan Transportasi
Sumber: Bank Indonesia
Surplus jasa transportasi meningkat dan defisit jasa transportasi mengalami penurunan.
-10000 -8000 -6000 -4000 -2000 0 2000 4000 6000 8000 10000
Ekspor
Impor
Ekspor
Impor
Ekspor
Impor
Transportasi Perjalanan
116
Neraca Pendapatan
Neraca Pendapatan Primer
Sampai dengan triwulan III tahun 2016, neraca
pendapatan primer tercatat mengalami defisit sebesar
USD23,2 miliar atau mengalami peningkatan defisit
sebesar 8,0 persen (YoY) dibandingkan dengan periode
yang sama pada tahun sebelumnya. Peningkatan
pembayaran pendapatan primer Peningkatan defisit di
triwulan III tahun 2016 disebabkan karena meningkatnya
pembayaran kompensasi tenaga kerja dan investasi.
Tingginya pembayaran pendapatan investasi portofolio
modal ekuitas dan utang (bunga) dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya mendorong melebarnya defisit
pada neraca pendapatan primer. Sementara itu,
pembayaran pendapatan pada investasi langsung dan
investasi lainnya mengalami penurunan. Hal ini
disebabkan oleh pola pembayaran bunga pinjaman luar
negeri yang menurun. Di sisi lain, penerimaan
pendapatan primer hingga triwulan III tahun 2016
meningkat sebesar 3,9 persen (YoY).
Gambar 40. Pendapatan Primer
Sumber: Bank Indonesia
-16000
-14000
-12000
-10000
-8000
-6000
-4000
-2000
0
Jan-Sept 2014 Jan-Sept 2015 Jan-sept 2016
Pendapatan Investasi Langsung Pendapatan Investasi Portofolio
Pendapatan Utang (Bunga)
Neraca pendapatan primer mengalami defisit sebesar USD23,2 miliar atau meningkat sebesar 8,0 persen (YoY) dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
117
Neraca Pendapatan Sekunder
Neraca pendapatan sekunder hingga triwulan III tahun
2016 tercatat surplus sebesar USD3,5 miliar. Namun,
surplus tersebut tidak sebesar tahun sebelumnya pada
periode yang sama yang mencapai USD4,1 miliar.
Penurunan surplus dipengaruhi oleh menurunnya
pengiriman TKI ke beberapa negara penempatan
khususnya di kawasan Timur tengah. Secara historis,
transfer terbesar berasal dari remitansi TKI yang bekerja
di kawasan Timur Tengah.
Gambar 41. Sebaran Tenaga Kerja Indonesia Berdasarkan Kawasan (dalam ribu jiwa)
Sumber: Bank Indonesia
Penurunan penerimaan pendapatan sekunder sejalan
dengan implementasi kebijakan moratorium berdasarkan
Kepmenaker No.260/2015 tentang penghentian dan
pelarangan penempatan TKI pada pengguna
perseorangan di negara-negara kawasan Timur Tengah.
Penurunan surplus pada neraca pendapatan primer juga
disebabkan oleh meningkatnya pembayaran tenaga kerja
asing. Hingga triwulan III tahun 2016, pembayaran tenaga
kerja asing meningkat sebesar 11,0 persen, lebih tinggi
dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun
sebelumnya.
ASEAN; 1990,53
Asia Selain ASEAN; 373,44
Australia dan Oseania; 2,34
Timur Tengah; 1121,82
Afrika; 2,87Amerika; 16,31 Eropa; 8,14
Surplus neraca pendapatan sekunder hingga triwulan III tahun 2016 mengalami penurunan dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya karena menurunnya pengiriman TKI.
Penurunan surplus pada neraca pendapatan primer juga disebabkan oleh meningkatnya pembayaran tenaga kerja asing.
118
Gambar 42. Pendapatan Sekunder
Sumber: Bank Indonesia
NERACA MODAL DAN FINANSIAL
Pada triwulan III tahun 2016 neraca transaksi modal dan
finansial surplus sebesar USD9,4 miliar. Surplus tersebut
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III tahun
2015 yang sebesar USD0,2 miliar dan triwulan II tahun
2016 yang sebesar USD7,5 miliar. Kinerja tersebut
didukung oleh persepsi positif prospek perekonomian
domestik dan meredanya risiko global.
Gambar 43. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan III Tahun 2013 – Triwulan III Tahun 2016 (Miliar USD)
Sumber : Bank Indonesia
-6000 -4000 -2000 0 2000 4000 6000 8000 10000
Pendapatan Sekunder
Penerimaan
Pembayaran
Jan-Sept 2016 Jan-Sept 2015 Jan-Sept 2014
Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
2013 2014 2015 2016
Investasi Langsung 5,4 0,2 2,0 4,2 5,8 2,7 1,6 4,1 1,8 3,3 2,5 3,0 5,2
Investasi Portofolio 1,5 1,7 8,7 8,0 7,4 1,9 8,5 5,5 -2,2 4,6 4,4 8,3 6,5
Investasi Lainnya -2,1 6,7 -4,1 2,0 1,4 5,0 -5,3 -7,6 0,4 2,1 -2,5 -3,7 -2,3
-8
-4
0
4
8
12
Pada triwulan III tahun 2016 neraca transaksi modal dan finansial surplus sebesar USD9,4 miliar.
119
Pada triwulan III tahun 2016, aliran investasi langsung
surplus sebesar USD5,2 miliar, meningkat signifikan dari
triwulan III tahun 2015 yang sebesar USD1,8 miliar
maupun triwulan sebelumnya yang sebesar USD3,0
miliar. Kinerja tersebut didukung oleh membaiknya
prospek perekonomian domestik dan iklim investasi yang
tercermin dari peningkatan peringkat Ease o f Doing
business (EODB) Indonesia dari 106 menjadi 91. Selain
itu, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank
Indonesia mengindikasikan kegiatan usaha pada triwulan
III 2016 masih tumbuh positif meskipun tidak setinggi
triwulan sebelumnya. Di sisi kewajiban, meningkatnya
surplus tersebut berasal dari penarikan utang korporasi
antarafiliasi sehingga terjadi peningkatan neto arus
masuk modal asing.
Investasi portofolio pada triwulan III tahun 2016 surplus
sebesar USD6,5 miliar, lebih kecil dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar USD8,3 miliar. Akan tetapi,
surplus tersebut meningkat signifikan dibandingkan
triwulan III tahun 2015 yang defisit sebesar USD2,2 miliar.
Kinerja tersebut terutama didorong oleh meningkatnya
pembelian SBN Rupiah dan saham oleh investor asing dan
neto arus masuk dari penjualan surat utang asing oleh
penduduk Indonesia. Hal ini dipengaruhi oleh
implementasi Undang-undang Pengampunan Pajak (tax
amnesty) yang berjalan dengan baik.
Pada triwulan III tahun 2016 investasi lainnya mengalami
defisit sebesar USD2,3 miliar, lebih kecil dibandingkan
defisit pada triwulan II tahun 2016 yang sebesar USD3,7
miliar, namun menurun dibandingkan dengan triwulan III
tahun 2015 yang mengalami surplus sebesar USD0,4
miliar. Defisit tersebut dipengaruhi terjadiya neto
penarikan pinjaman luar negeri pemerintah dan
simpanan penduduk Indonesia di luar negeri.
Pada triwulan III tahun 2016, aliran investasi langsung surplus sebesar USD5,2 miliar, meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Investasi portofolio pada triwulan III tahun 2016 meningkat signifikan dibandingkan triwulan III tahun 2015, yaitu surplus sebesar USD6,5 miliar.
Investasi lainnya mengalami defisit sebesar USD2,3 miliar yang dipengaruhi oleh neto penarikan pinjaman luar negeri pemerintah dan simpanan penduduk Indonesia di luar negeri .
120
CADANGAN DEVISA
Cadangan devisa Indonesia pada triwulan III tahun 2016
mencapai sebesar USD115,7 miliar atau setara dengan 8,5
bulan impor. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan
cadangan devisa pada triwulan II tahun 2016 yang sebesar
USD109,8 miliar atau setara dengan 8 bulan impor, dan
triwulan III tahun 2015 yang sebesar USD101,7 miliar atau
setara dengan 6,8 bulan impor.
Cadangan devisa Indonesia pada triwulan III tahun 2016 mencapai sebesar USD115,7 miliar atau setara dengan 8,5 bulan impor.
121
PERKEMBANGAN INVESTASI
122
PERKEMBANGAN INVESTASI
123
PERKEMBANGAN INVESTASI
Isu Terkini Perkembangan Investasi
Indonesia Naik 15 Peringkat di Survei Ease of Doing Business (EoDB) 2017
Berdasarkan hasil survei Ease of Doing Business (EoDB)
2017 Bank Dunia yang diumumkan pada 26 Oktober 2016
lalu, Indonesia berada di peringkat 91 dari 190 negara.
Indonesia mengalami perbaikan yang sangat signifikan
naik 15 peringkat dari tahun sebelumnya yang berada di
peringkat 106. Sebelumnya, pada survei EODB 2015,
Indonesia berada di peringkat 114 naik 8 peringkat
dari posisi 122, kemudian pada laporan EODB 2016,
terjadi penyesuaian peringkat tahun 2015 dimana
Indonesia berada di peringkat 109.
Dalam pengumuman hasil survei EoDB 2017, Bank Dunia
juga menobatkan Indonesia sebagai negara Top
Reformer untuk perbaikan kemudahan berusaha dengan
melakukan reformasi di 7 indikator sekaligus yaitu
starting a business, getting electricity, registering
property, getting credit, paying taxes, trading across
border dan enforcing contracts. Negara lain yang juga
merupakan Top Reformer adalah Kazakhtan juga
memperbaiki tujuh indikator, Uni Emirat Arab, Kenya
dan Georgia melakukan reformasi di lima indikator,
diikuti oleh Pakistan, Serbia dan Bahrain yang
memperbaiki tiga indikator.
Pemerintah telah menyusun paket kebijakan ekonomi
jilid I-XIII yang bertujuan untuk melakukan deregulasi dan
debirokratisasi dengan menyederhanakan prosedur,
percepatan waktu pelayanan perizinan dan pengurangan
biaya serta penataan perizinan melalui pembentukan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan pelayanan
perizinan melalui sistem elektronik (online) serta
penegakan hukum dan kepastian usaha menjadi
instrumen yang efektif dalam mendorong kenaikan
peringkat tersebut. Selain itu, kerjasama seluruh
Berbagai kebijakan deregulasi melalui Paket Ekonomi I-XIII dan kerjasama seluruh Kementerian dan Lembaga terkait berdampak positif pada kenaikan peringkat Indonesia.
Indonesia mengalami perbaikan yang sangat signifikan naik 15 peringkat menjadi peringkat 91 (dari 190 negara) dibanding tahun sebelumnya.
Indonesia sebagai Top Reformer yang berhasil melakukan perbaikan di 7 indikator sekaligus.
124
Kementerian dan Lembaga dalam rangka melakukan
perbaikan kemudahan berusaha juga berdampak positif
pada peningkatan peringkat di 7 indikator tersebut. Sumber: http://www2.bkpm.go.id/images/uploads/file_siaran_pers/Siaran_Pers_BKPM_261016-
Survei_EODB_2017_Bank_Dunia_Umumkan_RI_Teratas_di_Daftar_Top Reformers.pdf
PERKEMBANGAN INVESTASI
Dalam perhitungan PDB sisi pengeluaran, komponen
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) triwulan III
tahun 2016 tumbuh sebesar 4,06 persen (YoY) dibanding
periode yang sama tahun 2015 dan tumbuh sebesar 2,53
persen (QtQ) dibanding triwulan sebelumnya.
Tabel 50. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan III Tahun 2016 (persen)
Q3-2015
(QtQ) Q3-2015
(YoY) Q3-2016
(QtQ) Q3-2016
(YoY) Pertumbuhan PDB 3,36 4,74 3,20 5,02 Pertumbuhan PMTB (YoY)(PDB Konstan) 3,51 4,79 2,53 4,06
a. Bangunan 4,51 6,25 4,15 5,77
b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 3,33 1,51 -0,03 -6,75
c. Kendaraan 9,08 6,80 5,25 -2,78
d. Peralatan Lainnya 6,52 9,90 2,70 4,81
e. Sumber Daya Hayati -3,84 -1,73 -11,55 1,89
f. Produk Kekayaan Intelektual -12,72 -9,80 -3,99 12,69
Share PMTB terhadap PDB (harga berlaku) 32,36 31,98 a. Bangunan 24,42 24,36 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 3,13 2,77 c. Kendaraan 1,48 1,44 d. Peralatan Lainnya 0,51 0,51 e. Sumber Daya Hayati 1,82 1,79 f. Produk Kekayaan Intelektual 1,00 1,10
Sumber: BPS, diolah
Untuk komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik
Bruto/PMTB, pertumbuhan triwulan III tahun 2016 (YoY)
secara lebih detil didorong oleh pertumbuhan Produk
Kekayaan Intelektual sebesar 12,69 persen, Bangunan
sebesar 5,77 persen dan Peralatan Lainnya sebesar 4,81
persen. Adapun sumbangan terbesar dalam komponen
PMTB pada triwulan III tahun 2016 secara detil yaitu pada
Bangunan dengan sumbangan 24,36 persen.
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto/PMTB pada triwulan III tahun 2016 tumbuh sebesar 4,06 persen (YoY).
125
REALISASI INVESTASI
Tabel 51. Realisasi PMA dan PMDN Tahun 2010- Triwulan III Tahun 2016
TAHUN PMDN PMA Pertumbuhan (YoY)
(Rp Triliun) (USD juta) PMDN PMA
2010 60,6 16.214,8 60,4% 49,9%
2011 76,0 19.474,2 25,4% 20,1%
2012 92,2 24.564,7 21,3% 26,1%
2013 128,2 28.617,5 39,0% 16,5%
2014 156,1 28.529,7 21,8% -0,3%
2015 179,5 29.275,9 14,9% 2,6%
2015-TW III 47,8 7.401,1 15,0% -0,8%
2016-TW III 55,6 7.389,5 16,2% -0,2%
Sumber: BKPM, diolah
Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) triwulan III tahun 2016 sebesar Rp55,6 triliun,
lebih besar dari realisasi triwulan III tahun 2015, atau
tumbuh sebesar 16,2 persen. Sementara itu, realisasi
Penanaman Modal Asing (PMA) triwulan III 2015 sebesar
USD7.389,5 juta mengalami penurunan dibandingkan
triwulan III tahun 2015, atau mengalami pertumbuhan
negatif sebesar 0,2 persen.
Realisasi Per Sektor
Realisasi PMA pada triwulan III 2016 mengalami
penurunan atau tumbuh negatif sebesar 0,2 persen
dibandingkan periode yang sama pada tahun
sebelumnya. Kenaikan realisasi PMA terjadi di sektor
primer dan sekunder dengan pertumbuhan sebesar 3,8
persen dan 19,9 persen, sedangkan sektor tersier
mengalami penurunan dengan pertumbuhan negatif
sebesar 25,0 persen. Untuk PMDN, kenaikan realisasi
didorong oleh pertumbuhan positif yang terjadi di semua
sektor. Kenaikan tertinggi terjadi di sektor sekunder
dengan pertumbuhan sebesar 23,2 persen, diikuti sektor
tersier dan primer yang mengalami pertumbuhan sebesar
13,7 persen dan 2,8 persen dibandingkan dengan periode
yang sama di tahun sebelumnya. Berdasarkan
sumbangannya, pada triwulan III tahun 2016, sektor
Realisasi investasi untuk PMDN triwulan III tahun 2016 mengalami pertumbuhan positif, sementara PMA mengalami pertumbuhan negatif.
Pertumbuhan YoY tertinggi pada PMA dan PMDN terjadi di sektor sekunder.
126
sekunder adalah pemberi sumbangan terbesar baik untuk
PMA dan PMDN yaitu sebesar 51,0 persen dan 44,5
persen.
Tabel 52. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan III Tahun 2016 Berdasar Sektor
Tahun PMA
Jumlah (USD juta)
PMDN Jumlah (Rp.
Triliun) Primer Sekunder Tersier Primer Sekunder Tersier
2010 3.013,6 3.357,6 9.843,6 16.214,8 12,3 25,5 22,8 60,6
2011 4.870,3 6.779,5 7.824,9 19.474,7 16,3 39,0 20,6 76,0
2012 5.933,1 11.770,0 6.861,7 24.564,7 20,4 49,9 21,9 92,2
2013 6.471,8 17.326,4 6.286,9 30.085,1 25,7 51,2 51,3 128,2
2014 6.991,3 13.019,4 8.519,0 28.529,6 16,5 59,0 80,6 156,1
2015 6.236,4 11.763,1 11.276,5 29.275,9 17,1 89,0 73,4 179,5
2015 TW III 1.481,1 3.145,5 2.774,6 7.401,1 6,6 20,0 21,2 47,8
2016 TW III 1.536,7 3.772,0 2.080,8 7.389,5 6,8 24,7 24,1 55,6
Pertumbuhan (YoY, %) 3,8 19,9 -25,0 -0,2 2,8 23,2 13,7 16,2
Share (%) 20,8 51,0 28,2 100,0 12,3 44,5 43,3 100,0
Sumber: BKPM, diolah
Berdasarkan sektor/bidang usaha, pada triwulan III tahun
2016, lima sektor yang memberikan kontribusi terbesar
terhadap total realisasi PMA secara berurutan adalah
sektor Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin, dan
Elektronik dengan persentase 16,7 persen, Pertambangan
10,3 persen, Perumahan, Kawasan Industri dan
Perkantoran 9,9 persen, Tanaman Pangan dan
Perkebunan 9,4 persen dan Industri Alat Angkutan dan
Transportasi Lainnya 9,3 persen. Untuk PMDN, kontribusi
terbesar berasal dari Transportasi, Gudang, dan
Telekomunikasi sebesar 21,7 persen, Industri Kimia Dasar,
Barang Kimia, dan Farmasi sebesar 14,7 persen, Industri
Makanan 13,3 persen, Perumahan, Kawasan Industri dan
Perkantoran 9,1 persen dan Tanaman Pangan &
Perkebunan 8,5 persen.
Sektor dengan persentase realisasi terbesar untuk PMA adalah Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin, dan Elektronik dan untuk PMDN adalah sektor Transportasi, Gudang, dan Telekomunikasi.
127
Tabel 53. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2016 PMA PMDN
Sektor/Bidang Usaha USD juta % Terhadap
total Sektor/Bidang Usaha
Rp. Triliun
% Terhadap total
1
Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin, dan Elektronik 1.231,41 16,7 1
Transportasi, Gudang, dan Telekomunikasi 12,04 21,7
2 Pertambangan 764,06 10,3 2
Industri Kimia Dasar, Barang Kimia, dan Farmasi 8,15 14,7
3 Perumahan, Kawasan Industri & Perkantoran 730,02 9,9 3 Industri Makanan 7,37 13,3
4 Tanaman Pangan dan Perkebunan 694,39 9,4 4
Perumahan, Kawasan Industri, dan Perkantoran 5,04 9,1
5 Industri Alat Angkutan dan Transportasi Lainnya 688,41 9,3 5
Tanaman Pangan & Perkebunan 4,71 8,5
Gabungan lainnya 3.281,19 44,4 Gabungan lainnya 18,27 32,9 Jumlah / Total 7.389,48 100,0 Jumlah / Total 55,58 100,0
Sumber: BKPM, diolah
Realisasi Per Lokasi
Berdasarkan lokasi, realisasi PMDN mengalami
pertumbuhan positif sebesar 16,2 persen dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan
realisasi PMDN terbesar terjadi di Kalimantan dengan
pertumbuhan sebesar 73,2 persen diikuti Jawa sebesar
28,8 persen. Sementara itu, Papua, Bali & Nusa Tenggara,
dan Sulawesi mengalami penurunan dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Berdasarkan kontribusinya, Jawa, Sumatera, dan
Kalimantan memberikan sumbangan terbesar pada
triwulan III tahun 2016 yaitu 63,8 persen, 19,6 persen dan
13,6 persen.
Tabel 54. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan III 2016 Berdasarkan Lokasi (Rp Triliun)
Tahun Lokasi
Total Sumatera Jawa
Bali & NT
Kalimantan Sulawesi Maluku Papua
2010 4,2 35,1 2,1 14,6 4,3 0,0 0,2 60,6 2011 16,3 37,2 0,4 13,5 7,2 0,0 1,4 76,0 2012 14,3 52,7 3,2 16,7 4,9 0,3 0,1 92,2 2013 22,9 66,5 4,4 28,7 3,6 1,1 0,9 128,2 2014 29,6 97,1 0,5 21,4 7,1 0,2 0,3 156,1
Pada triwulan III tahun
2016, pertumbuhan YoY
realisasi PMDN terbesar
terjadi di Kalimantan.
128
Tahun Lokasi
Total Sumatera Jawa
Bali & NT
Kalimantan Sulawesi Maluku Papua
2015 37,8 103,8 2,9 20,0 13,7 0,0 1,3 179,5 2015 TW III 10,5 27,5 1,1 4,4 3,5 0,0 0,9 47,8 2016 TW III 10,9 35,5 0,4 7,5 1,3 0,0 0,0 55,6
Pertumbuhan (YoY, %) 4,0 28,8 -68,2 73,2 -62,4 0,0 -96,8 16,2 Share (%) 19,6 63,8 0,6 13,6 2,4 0,0 0,0 100,0
Sumber: BKPM, diolah
Realisasi PMA triwulan III tahun 2016 dibanding periode
yang sama tahun sebelumnya mengalami penurunan
dengan pertumbuhan negatif sebesar 0,2 persen.
Pertumbuhan negatif terjadi di Papua, Bali & Nusa
Tenggara, dan Kalimantan, sementara wilayah lainnya
mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan positif
tertinggi terjadi di Sulawesi sebesar 411,6 persen. Secara
sumbangan, pada triwulan III tahun 2016 pulau Jawa,
Sumatera, dan Kalimantan memberikan sumbangan
terbesar yaitu 52,3 persen, 13,8 persen dan 13,6 persen.
Tabel 55. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan III 2016 Berdasarkan Lokasi (USD Milyar)
Tahun Lokasi
Total Sumatera Jawa
Bali & NT
Kalimantan Sulawesi Maluku Papua
2010 4,2 35,1 2,1 14,6 4,3 0,0 0,2 60,6
2011 16,3 37,2 0,4 13,5 7,2 0,0 1,4 76,0
2012 14,3 52,7 3,2 16,7 4,9 0,3 0,1 92,2
2013 22,9 66,5 4,4 28,7 3,6 1,1 0,9 128,2
2014 29,6 97,1 0,5 21,4 7,1 0,2 0,3 156,1
2015 37,8 103,8 2,9 20,0 13,7 0,0 1,3 179,5
2015 TW III 0,9 3,8 0,4 1,7 0,2 0,2 0,3 7,4
2016 TW III 1,0 3,9 0,2 1,0 1,0 0,2 0,1 7,4
Pertumbuhan (YoY, %) 18,7 2,1 -54,3 -42,1 411,6 35,5 -62,3 -0,2
Share (%) 13,8 52,3 2,5 13,6 13,5 3,0 1,3 100,0
Sumber: BKPM, diolah
Berdasar lokasi menurut provinsi, pada triwulan III tahun
2016 untuk PMA, empat dari lima besar lokasi investasi
yang diminati terletak di Pulau Jawa. Keempat lokasi
tersebut adalah Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan
Banten, dengan kontribusi realisasi PMA terbesar yaitu
Jawa Barat sebesar 21,1 persen.
Pada triwulan III tahun
2016, pertumbuhan YoY
realisasi PMA terbesar
terjadi di Sulawesi.
Pulau Jawa merupakan
lokasi PMDN dan PMA yang
paling diminati.
129
Tabel 56. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2016
PMA PMDN
Lokasi (Provinsi) USD Juta % Thd Total Lokasi (Provinsi) Rp.
Triliun % Thd Total
Jawa Barat 1.556,44 21,1 Jawa Timur 14,0 25,2
Jawa Timur 644,01 8,7 Jawa Barat 7,4 13,2
DKI Jakarta 643,39 8,7 Banten 7,1 12,7
Banten 613,84 8,3 DKI Jakarta 3,8 6,9
Kalimantan Timur 586,13 7,9 Sumatera Selatan 3,6 6,4
Gabung lainnya 3.345,67 45,3 Gabung lainnya 19,8 35,5
Jumlah 7.389,48 100,0 Jumlah 55,6 100,0
Sumber: BKPM, diolah
Untuk PMDN, lima lokasi dengan realisasi paling besar
berturut-turut adalah Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, DKI
Jakarta, dan Sumatera Selatan dengan sumbangan terbesar
berasal dari Jawa Timur sebesar 25,2 persen dari total
realisasi PMDN. Selanjutnya Sumatera Selatan memberikan
sumbangan terbesar kelima yaitu sebesar 6,4 persen dari
total realisasi PMDN.
Realisasi per Negara
Tabel 57. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan III Tahun 2016
Negara Juta USD %Terhadap Total
Singapura 2.233,1 30,2
Jepang 1.601,3 21,7
R. R. Tiongkok 575,5 7,8
British Virgin Island 515,6 7,0
Belanda 465,4 6,3
Gabung Lainnya 1.998,6 27,0
Jumlah 7.389,5 100,0
Sumber: BKPM, diolah
Pada triwulan III tahun 2016, tiga negara asal investasi PMA
paling besar berasal dari Asia yaitu Singapura dengan nilai
investasi sebesar USD2.233,1 juta atau 30,2 persen dari total
realisasi PMA, Jepang dengan nilai investasi sebesar
USD1.601,3 juta (21,7 persen), dan R.R. Tiongkok dengan nilai
investasi sebesar USD575,5 juta (7,8 persen). Selanjutnya
negara asal realisasi PMA terbesar keempat dan kelima adalah
British Virgin Island dengan nilai investasi sebesar USD515,6
juta (7,0 persen) dan Belanda dengan nilai investasi sebesar
USD 465,4 juta atau 6,3 persen dari total PMA.
Singapura merupakan Negara asal investasi PMA terbesar pada triwulan III tahun 2016
130
131
PERKEMBANGAN MONETER DAN KEUANGAN
132
PERKEMBANGAN MONETER DAN KEUANGAN
133
PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER
Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi mengalami penurunan jika dibandingkan
dengan akhir triwulan sebelumnya secara tahunan (YoY),
dimana hingga akhir triwulan III tahun 2016 tercatat 3,07
persen (YoY) dengan IHK 125,4. Selanjutnya, penurunan
inflasi secara bulanan terutama karena terkendalinya
harga bahan makanan seiring dengan semakin terjaganya
distribusi akan pasokan bahan makanan. Inflasi tahunan
(YoY) Indonesia pada bulan Juli-September 2016 masing-
masing sebesar 3,21 persen, 2,79 persen, dan 3,07
persen. Selama triwulan III tahun 2016, secara bulanan
(MtM), Indonesia mengalami inflasi pada bulan Juli dan
September masing-masing sebesar 0,69 persen dan 0,22
persen (Tabel 58). Sementara itu, pada bulan Agustus
mengalami deflasi bulanan 0,02 persen.Inflasi pada
Agustus merupakan inflasi terendah dibandingkan tahun-
tahun sebelumnya, baik secara YoY, MtM, maupun YtD.
Tabel 58. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan III- 2016
Persentase (%)
Juli Agustus September
Year-on-Year 3,21 2,79 3,07
Month-to-month 0,69 -0,02 0,22
Tahun kalender 1,76 1,74 1,97
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Berdasarkan komponennya, secara tahunan (YoY), inflasi
terendah selama Juli-September tahun 2016 dimiliki oleh
komponen inflasi harga diatur Pemerintah (administered
price). Adapun inflasi inti mengalami pergerakan yang
cukup stabil di triwulan III tahun 2016. Sementara itu,
inflasi harga bergejolak (volatile food) juga cenderung
menurun namun masih dalam tingkat inflasi yang tinggi
dibandingkan komponen inflasi lainnya secara YoY.
Berbeda halnya secara tahunan, komponen inflasi harga
bergejolak mengalami deflasi pada bulan Agustus dan
September pasca peningkatan harga bahan makanan
pada Hari Raya Idul Fitri di bulan Juli 2016.
Secara YoY, pergerakan inflasi pada triwulan III tahun 2016 menurun dan terkendali pada kisaran 4±1 persen.
Terkendalinya inflasi tahunan didorong oleh rendahnya ketiga komponen inflasi, yaitu inflasi inti,harga pangan bergejolak (volatile food) dan administered price.
134
Tabel 59. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen
Komponen YoY MtM
Juli Agustus September Juli Agustus September
Inti 3,49 3,32 3,21 0,34 0,36 0,33
Bergejolak 7,14 5,28 6,51 1,2 -0,8 -0,09
Diatur pemerintah -0,85 -0,91 -0,38 1,32 -0,52 0,14
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Selama triwulan III tahun 2016, sumbangan deflasi
berdasarkan komponen paling banyak terjadi pada bulan
Agustus 2016, yaitu pada komponen harga bergejolak
dengan sumbangan deflasi sebesar 0,14 persen dan harga
diatur pemerintah dengan sumbangan deflasi sebesar 0,1
persen (Tabel 59). Sementara itu, inflasi inti masih stabil
selama Juli-September 2016 masing-masing sebesar 0,26
persen, 0,22 persen, dan 0,15 persen.
Tabel 60. Inflasi berdasarkan Sumbangan (Share) Triwulan III-2016
Komponen Persentase (%)
Juli Agustus September
UMUM (headline) 0,69 -0,02 0,22
Inti 0,26 0,22 0,15
Bergejolak 0,23 -0,14 0,07
Diatur Pemerintah 0,2 -0,1 0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Pada bulan Juli 2016, seluruh kelompok pengeluaran
menyumbangkan inflasi seiring dengan perayaan Hari
Raya Idul Fitri. Pada bulan Agustus 2016, terdapat dua
kelompok pengeluaran yang menyumbangkan deflasi,
yaitu transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan; serta
bahan makanan. Pada bulan September 2016 kelompok
pengeluaran yang mengalami deflasi adalah transportasi,
komunikasi, dan jasa keuangan (Tabel 61). Secara
keseluruhan, inflasi cukup terkendali selama triwulan III
tahun 2016. Pada akhir triwulan III tahun 2016, inflasi
tertinggi disumbang oleh kelompok pengeluaran
perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar, dengan
Share inflasi harga bergejolak dan harga diatur pemerintah terhadap inflasi bulanan cenderung menurun selama Juli-September 2016.
Ketujuh kelompok pengeluaran menyumbangkan inflasi terhadap pembentukan inflasi bulanan Juli tahun 2016 seiring perayaan Hari Raya Idul Fitri.
135
sumbangan inflasi terhadap inflasi bulanan sebesar 0,07
persen
Tabel 61. Share Inflasi Kelompok Pengeluaran terhadap Pembentukan Inflasi Bulanan
Kelompok Pengeluaran persentase (%)
Juli Agustus September
UMUM (headline) 0,69 -0,02 0,22
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 0.22 -0,19 0,04
Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga 0,04 0,09 0,04
Kesehatan 0,02 0,02 0,01
Sandang 0,03 0,03 0,01
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan bakar 0,06 0,1 0,07
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
0,09 0,06 0,06
Bahan Makanan 0,23 -0,13 -0,01
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Berdasarkan pulau, penyebaran inflasi tahunan (YoY) dan
bulanan (MtM) yang cukup rendah, dialami oleh
kabupaten/ kota IHK yang berada di Pulau Jawa. Inflasi
YoY dan MtM tertinggi selama Juli-September 2016
masing-masing terjadi di Pulau Sumatera dan Papua, yaitu
di kota Tanjung Pandan, Manokwari, dan Sibolga
(Lampiran 1).Peningkatan inflasi tersebut mayoritas
disebabkan oleh kelompok bahan makanan, terutama
komoditas cabai.
Rendahnya tingkat inflasi yang terjadi pada mayoritas
kabupaten/ kota IHK di Pulau Jawa terutama disebabkan
oleh dukungan infrastruktur yang lebih memadai
dibandingkan kawasan di luar Pulau Jawa. Keberadaan
infrastruktur yang mendukung kelancaran alur distribusi
barang sangat penting dalam menekan tingkat inflasi di
suatu daerah. Fasilitas infrastruktur mempermudah jalur
perdagangan barang sehingga mempercepat jalur
distribusi dan meminimalkan biaya distribusi barang
terutama bahan makanan dengan karakteristiknya yang
tidak tahan lama.
Selama triwulan III tahun 2016,secara YoY, penyebaran tingkat inflasi kabupaten/ kota IHK di Pulau Jawa cukup rendah dibandingkan inflasi di pulau dan kawasan lainnya.
136
Nilai Tukar Rupiah
REER dan NEER ASEAN
Gambar 44. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100)
Sumber: Bank for International Settlements
Secara riil maupun nominal, nilai tukar Rupiah relatif lebih
rendah dibandingkan negara sekawasan, namun
menunjukkan sedikit peningkatan memasuki akhir tahun
2015 (lihat Gambar 44 dan 45). Pada akhir triwulan III
tahun 2016, nilai REER Indonesia mencapai 92,49. Sejak
akhir tahun 2015, nilai REER Indonesia secara rata-rata
selalu berada diatas nilai REER Malaysia. Sementara itu,
pada akhir September 2016, nilai REER negara kawasan
ASEAN tertinggi dimiliki oleh Filipina sebesar 110,98,
disusul Singapura dan Thailand masing-masing 109,74
dan 99,68.
Gambar 45. Nominal Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100)
Sumber: Bank for International Settlements
80
90
100
110
120
INDONESIA THAILAND MALAYSIA FILIPINA SINGAPURA
70
80
90
100
110
INDONESIA THAILAND MALAYSIA FILIPINA SINGAPURA
Nilai tukar riil dan nominal Rupiah (REER dan NEER) tergolong rendah dibandingkan mata uang negara sekawasan.
137
Pergerakan nilai tukar selama triwulan III tahun 2016
menunjukkan kondisi positif. Rupiah menguat terhadap
USD sebesar 1,4 persen dibandingkan triwulan
sebelumnya (Lampiran 3). Pada akhir September 2016,
posisi nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar Rp13.042
per USD. Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap USD
selama triwulan III tahun 2016 sebesar Rp13.136 per USD
(Lampiran 3). Penguatan nilai tukar Rupiah ini didukung
arus dana asing ke dalam negeri dan program
pengampunan pajak (tax amnesty).
Jumlah Uang Beredar
Uang beredar dalam arti luas (M2) pada akhir triwulan III
tahun 2016 sebesar Rp 4.737,3 triliun, tumbuh melambat
5,1 persen (YoY) dibandingkan pertumbuhan pada akhir
triwulan II tahun 2016 yang tumbuh sebesar 8,7 persen
(YoY) (Gambar 46). Perlambatan tersebut bersumber dari
seluruh komponen M2, yaitu M1, uang kuasi, dan surat
berharga selain saham. Jika dilihat berdasarkan faktor
yang mempengaruhi, perlambatan pertumbuhan uang
beredar terutama disebabkan oleh perlambatan
pertumbuhan kredit perbankan dan kontraksi operasi
keuangan pemerintah pusat. Kontraksi operasi
keuanganterlihat dari meningkatnya simpanan
Pemerintah Pusat di BI sejalan dengan penerimaan dana
tebusan tax amnesty. Gambar 46. Pertumbuhan Uang Beredar Triwulan III-2016
Sumber: Bank Indonesia
8,69% 8,17%7,74%
5,10%
13,93%
10,91% 10,64%
5,90%
7,07% 7,46%6,94% 5%
-4,00%
1,00%
6,00%
11,00%
16,00%
-
2.000
4.000
6.000
Jun Jul Agu SepM2 (triliun Rp) M1 (triliun Rp)
Uang Kuasi (triliun Rp) Pertumbuhan M2, %YoY
Pertumbuhan M1, %YoY Pertumbuhan Uang Kuasi, %YoY
Selama triwulan III tahun 2016, nilai tukar Rupiah terhadap USD menguat 1,4 persen dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) pada akhir triwulan III tahun 2016 menurun menjadi 5,1 persen (YoY).
138
Respon Kebijakan Moneter
Berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan
Agustus 2016, Bank Indonesia telah efektif mereformulasi
suku bunga kebijakan (BI Rate) menjadi BI 7-day reverse
repo rate. Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan
efektivitas transmisi kebijakan moneter, khususnya dalam
jangka pendek. Perubahan suku bunga kebijakan tidak
mengartikan bahwa akan terjadi suatu perubahan stance
policy pada moneter, melainkan memberlakukan tenor
yang lebih pendek (7 hari) untuk menguatkan operasi
moneter. Sosialisasi kebijakan BI 7-day reverse repo rate
telah dilakukan secara intensif pada setiap RDG BI dimana
pada Agustus 2016 BI 7-day reverse repo rate ditetapkan
sebesar 5,25 persen yang juga diiringi seiring dengan
penurunan suku bunga acuan tenor 12 bulan (atau dahulu
disebut sebagai BI rate).
Pada bulan September 2016, BI kembali menurunkan BI 7
day reverse repo sebesar 25 basis poin menjadi 5,0
persen. Keputusan ini didasarkan pada ruang pelonggaran
moneter yang semakin terbuka seiring dengan terus
menurunnya tekanan inflasi dan diharapkan dapat
memperkuat pelonggaran kebijakan makroprudensial
dan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) yang telah
dilakukan sebelumnya dalam rangka menstimulus
pertumbuhan ekonomi.
Tabel 62. Struktur Suku Bunga Operasi Moneter Bank Indonesia
Juli
Tenor 7 hari 2 minggu 1 bulan 3 bulan 6 bulan 9 bulan 12 bulan
Term Structure Operasi Moneter
5,25% 5,45% 5,70% 6,10% 6,30% 6,40% 6,50%
Agustus
Term Structure Operasi Moneter
5,25% 5,45% 5,70% 6,10% 6,30% 6,40% 6,50%
September
Bank Indonesia telah secara efektif mengimplementasikan reformulasi suku bunga BI 7-day (reverse) repo rate.
139
Juli
Tenor 7 hari 2 minggu 1 bulan 3 bulan 6 bulan 9 bulan 12 bulan
Term Structure Operasi Moneter
5,00% 5,20% 5,45% 6,10% 6,30% 6,15% 6,25%
Sumber: Bank Indonesia.
Ada tiga hal yang perlu dicermati terkait respon kebijakan
dalam meredam fluktuasi nilai tukar rupiah, yaitu: (i)
Mempercepat realisasi pembangunan infrastruktur. Di
tengah pelemahan konsumsi dan net-ekspor, kunci
peningkatan pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan
fiskal pemerintah. Pemerintah perlu menerapkan
kebijakan fiskal countercyclical. Pertumbuhan yang tinggi
dan membaiknya fundamental perekonomian Indonesia
merupakan kunci untuk menarik kembali kepercayaan
investor dan membangun persepsi positif pasar, sehingga
sudden capital outflow dapat dihindari; (ii) Meningkatkan
ekspor produk manufaktur, prioritas impor untuk barang
modal yang sifatnya produktif. Current Account Deficit
(CAD) yang sehat merupakan syarat bagi rupiah untuk
kembali menggeliat. Namun, pemerintah jangan terlena
dengan CAD yang membaik, tanpa melihat komposisi
didalamnya. Peningkatan ekspor harus menjadi modal
utama perbaikan CAD. Sementara impor dapat
diprioritaskan untuk membeli barang modal terutama
yang mendukung pembangunan infrastruktur; (iii)
Manajemen ekspektasi. Meningkatkan kualitas
komunikasi publik untuk menciptakan optimisme dan
mengurangi rasa panik di masyarakat. Hal ini bisa
dilakukan dengan menyampaikan capaian yang sudah
dilakukan pemerintah secara berkala, terutama terkait
dengan proyek-proyek besar.
Di bidang moneter, Pemerintah tetap siaga memantau fundamental ekonomi.
140
Koordinasi kebijakan antara Pemerintah dan Bank
Indonesia akan terus diintensifkan untuk menjaga
stabilitas makroekonomi. Ke depan, kebijakan moneter
tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas makroekonomi
dan stabilitas sistem keuangan melalui penguatan bauran
kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan
sistem pembayaran. Kebijakan moneter akan tetap
secara konsisten diarahkan untuk mengendalikan inflasi
menuju sasarannya dan defisit transaksi berjalan ke
tingkat yang lebih sehat.
SEKTOR PERBANKAN
Gambar 47. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Catatan : Angka triwulan III merupakan angka bulan Agustus 2016
Pada triwulan III 2016 stabilitas sistem keuangan tetap
terjaga, diiringi dengan risiko kredit yang terkendali. Rasio
kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) pada
bulan Agustus 2016 adalah sebesar 23,26 persen, atau
mengalami peningkatan sebesar 2,5 persen dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya (QtQ).
Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL)
mengalami peningkatan dari 3,05 persen pada triwulan II
menjadi 3,20 persen pada triwulan III 2016. Namun angka
tersebut masih berada di dalam batas wajar, yaitu
80,00
82,00
84,00
86,00
88,00
90,00
92,00
94,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
Q1
:20
13
Q2
:20
13
Q3
:20
13
Q4
:20
13
Q1
:20
14
Q2
:20
14
Q3
:20
14
Q4
:20
14
Q1
:20
15
Q2
:20
15
Q3
:20
15
Q4
:20
15
Q1
:20
16
Q2
:20
16CA
R, N
PL
(pe
rse
n)
LDR CAR NPL
LDR
(per
sen
)
Stabilitas sistem keuangan
tetap terjaga, diiringi
dengan risiko kredit yang
terkendali.
Koordinasi kebijakan antara Pemerintah dan Bank Indonesia akan terus diintensifkan.
141
dibawah 5 persen. Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami
sedikit penurunan yaitu sebesar 1,2 persen dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya (QtQ) menjadi 90,04 persen.
Gambar 48. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan : Angka triwulan II merupakan angka bulan Agustus 2016
Dana Pihak Ketiga (DPK) dan kredit perbankan tetap
tumbuh, walaupun masih mengalami perlambatan. DPK
pada triwulan III tahun 2016 tercatat sebesar 4.610 triliun
atau tumbuh sebesar 5,58 persen dibandingkan dengan
tahun sebelumnya (YoY). Jumlah kredit tercatat sebesar
4.177 triliun rupiah. Jumlah tersebut mengalami
pertumbuhan sebesar 6,65 persen dibanding tahun
sebelumnya (YoY).
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
Q1
:20
13
Q2
:20
13
Q3
:20
13
Q4
:20
13
Q1
:20
14
Q2
:20
14
Q3
:20
14
Q4
:20
14
Q1
:20
15
Q2
:20
15
Q3
:20
15
Q4
:20
15
Q1
:20
16
Q2
:20
16
DPK Kredit Pertumbuhan DPK (yoy) Pertumbuhan Kredit (yoy)
DP
K, K
red
it (
trili
un
Rp
)
Per
tum
bu
han
(%)
Dana Pihak Ketiga (DPK) dan kredit perbankan tetap tumbuh walaupun masih mengalami perlambatan.
142
Gambar 49. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan : Angka triwulan III merupakan angka bulan Agustus 2016
Pada triwulan III 2016, Kredit Konsumsi (KK) mengalami
pertumbuhan yang cukup signifikan dibandingkan dengan
tahun sebelumnya, yaitu mencapai 8,23 persen.
Di sisi lain, Kredit Investasi (KI) dan Kredit Modal Kerja
(KMK) tetap tumbuh, walaupun mengalami perlambatan.
Pertumbuhan Kredit Investasi tercatat sebesar 9,38
persen dan pertumbuhan Kredit Modal Kerja (KMK)
tercatat sebesar 4,67 persen.
Kredit Usaha Rakyat
Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sempat terhenti di
awal tahun 2015 dan mulai disalurkan kembali pada bulan
Agustus 2015. Total penyaluran KUR di tahun 2015 adalah
sebesar 22 trilyun, dengan target penyaluran sebesar 33
trilyun. Untuk tahun 2016, target penyaluran KUR adalah
sebesar 100 trilyun, jumlah ini tiga kali lebih besar
daripada target penyaluran di tahun sebelumnya.
Penyaluran KUR di akhir Oktober 2016 mencapai 80,22 T
atau 80,22% dari target. Jumlah debitur KUR pada periode
yang sama yaitu mencapai 3,68 juta debitur. Sebagian
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
Q1
:20
13
Q2
: 2
01
3
Q3
:20
13
Q4
:20
13
Q1
:20
14
Q2
:20
14
Q3
:20
14
Q4
:20
14
Q1
:20
15
Q2
:20
15
Q3
:20
15
Q4
:20
15
Q1
:20
16
Q2
:20
16
KI (3.9) KMK (3.9) KK (3.9)Pertumbuhan KI Pertumbuhan KMK Pertumbuhan KK
KK
, KI,
KM
K (
trili
un
Rp
)
Pe
rtu
mb
uh
an(p
erse
n)
Pada triwulan III 2016,
Kredit Konsumsi (KK)
mengalami pertumbuhan
yang cukup signifikan
Target penyaluran KUR di tahun 2016 tiga kali lebih besar dari target penyaluran pada tahun 2015. Penyaluran KUR di akhir Oktober 2016 mencapai 80,22% dari target.
143
besar KUR disalurkan untuk UMKM dan koperasi di sektor
perdagangan (67.31% volume KUR) dan pertanian
(16.36% volume KUR). Berdasarkan sebaran wilayahnya
penyaluran KUR masih terkonsentrasi di pulau Jawa dan
Sumatera.
SEKTOR PERBANKAN SYARIAH
Gambar 50. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan : Angka triwulan III merupakan angka bulan Agustus 2016
Ketahanan sektor perbankan syariah tercermin dalam
rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR)
yang masih tetap stabil diiringi dengan risiko pembiayaan
yang terkendali. Pada triwulan ke III 2016, rasio
kecukupan modal/CAR relatif stabil yaitu sebesar 14,87
persen. Financing to Deposit Ratio (FDR) mengalami
penurunan sebesar -3,29 persen (YoY) dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya menjadi 87,53 persen.
Sedangkan, rasio pembiayaan bermasalah (Non
Performing Financing/NPF) mengalami penurunan yaitu
sebesar 4,94 persen.
-20,00
-15,00
-10,00
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
Pe
rtu
mb
uh
an (
%)
CA
R, N
PF,
FD
R (
%)
CAR NPF FDR
Pertumbuhan CAR Pertumbuhan NPF Pertumbuhan FDR
Ketahanan sektor perbankan syariah tetap terjaga diiringi dengan resiko pembiayaan yang terkendali.
144
Gambar 51. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Pembiayaan di Indonesia
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan : Angka triwulan III merupakan angka bulan Agustus 2016
Dana Pihak Ketiga (DPK) dan pembiayaan perbankan
syariah pada triwulan III tetap tumbuh walaupun
mengalami perlambatan. Pada triwulan III DPK tercatat
sebesar Rp 244.843 miliar atau tumbuh sebesar 11,64
persen (YoY) dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Jumlah pembiayaan pada triwulan III mengalami
penurunan sedikit dibandingkan dengan jumlah
pembiayaan pada tahun sebelumnya. Pada triwulan III,
jumlah pembiayaan tercatat sebesar Rp 220.452 miliar
atau tumbuh sebesar 5,91 persen (YoY).
0
10
20
30
40
50
60
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
DPK Pembiayaan
Pertumbuhan DPK (yoy) Pertumbuhan Pembiayaan (yoy)
Dana Pihak Ketiga (DPK) dan pembiayaan perbankan syariah tetap tumbuh walaupun masih mengalami perlambatan.
145
Gambar 52. Perkembangan Pembiayaan Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan : Angka triwulan III merupakan angka bulan Agustus 2016
Pada triwulan III 2016, pertumbuhan Pembiayaan
Konsumsi (PK) mengalami peningkatan yang signifikan
dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun
sebelumnya. Jumlah Pembiayaan Konsumsi (PK) adalah
sebesar Rp 85.739 miliar dengan pertumbuhan sebesar
7,77 persen (YoY). Disisi lain, jumlah Pembiayaan
Investasi (PI) dan jumlah Pembiayaan Modal Kerja (PMK)
tidak jauh berbeda dengan triwulan sebelumnya.
Pembiayaan Investasi tercatat sebesar Rp 55.654 miliar
dengan pertumbuhan sebesar 17,11 persen (YoY) dan
Pembiayaan Modal Kerja (PMK) berjumlah Rp 79.060
miliar dengan pertumbuhan sebesar -2,47 persen (YoY).
-10
0
10
20
30
40
50
60
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
PI PMK PK
Pertumbuhan PI Pertumbuhan PMK Pertumbuhan PK
Pembiayaan Konsumsi (PK) mengalami pertumbuhan yang signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun sebelumnya.
146
LAMPIRAN
1. INFLASI DOMESTIK KABUPATEN/KOTA 2. NILAI TUKAR MATA UANG 3. INDEKS HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL 4. HARGA BAHAN POKOK NASIONAL
147
Lampiran 1: Inflasi Kabupaten/Kota
Gambar 53. Inflasi YoY 82 Kabupaten/ Kota Juli-September 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Sumatera
Jawa
Bali
Nusa Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
Papua
148
Lampiran 2: Inflasi Kabupaten/Kota
Gambar 54. Inflasi MtM 82 Kabupaten/ Kota Juli-September 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
149
Lampiran 3 : Nilai Tukar Mata Uang
Tabel 63. Nilai Tukar Mata Uang per USD
Negara Juli2016 Agustus2016 September2016
Rata-rataTriwulanan
QtQ (%) PAB
MTM(%) YTD (%)
YOY (%)
PAB MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
PAB MTM
(%) YTD (%)
YOY (%)
Rupiah 13,112.0 0.7 5.5 3.3 13,270.0 -1.2 4.2 6.0 13042.0 1.7 6.0 12.4 13,136.8 1.4
LiraTurki 3.0 -3.7 -2.3 -7.3 3.0 1.0 -1.2 -1.5 3.0 -1.4 -2.6 0.9 3.0 -2.3
RandAfrikaSelatan 13.9 6.1 12.1 -8.6 14.7 -5.8 5.6 -9.9 13.7 7.4 13.4 1.0 14.1 6.4
BRIC
RealBrazil 3.2 -1.1 21.9 5.3 3.2 0.7 22.8 12.2 3.3 -1.1 21.4 21.0 3.2 8.1
RubelRusia 65.9 -3.1 10.0 -6.4 65.4 0.8 10.9 -1.8 62.9 4.0 15.3 3.9 64.6 2.0
RupeeIndia 67.0 0.8 -1.3 -4.3 67.0 0.0 -1.2 -0.7 66.6 0.5 -0.7 -1.5 67.0 -0.1
YuanCina 6.6 0.2 -2.1 -6.4 6.7 -0.7 -2.8 -4.5 6.7 0.1 -2.7 -4.7 6.7 -2.0
ASEAN-6
DolarSingapura 1.3 0.6 5.4 2.4 1.4 -1.7 3.7 3.6 1.4 -0.1 3.6 4.3 1.4 0.5
RinggitMalaysia 4.1 -0.9 5.6 -5.8 4.1 -0.0 5.6 3.1 4.1 -1.7 3.7 6.2 4.0 -1.0
BahtThailand 34.8 1.0 3.6 0.6 34.6 0.4 4.1 3.5 34.6 0.1 4.2 5.1 34.8 1.2
PesoFilipina 47.2 0.0 -0.5 -3.0 46.6 1.2 0.7 0.5 48.5 -3.9 -3.2 -3.6 47.1 -1.1
KyatMyanmar 1,187.5 -1.0 10.1 4.0 1,213.0 -2.1 7.8 5.2 1263.5 -4.0 3.5 1.9 1,199.9 -1.4
Negara Maju
Euro 0.9 0.6 2.9 1.7 0.9 -0.1 2.8 -0.5 0.9 0.7 3.5 0.5 0.9 -1.2
Poundsterling 0.8 -0.6 -10.5 -15.3 0.8 -0.7 -11.1 -14.4 0.8 -1.2 -12.2 -14.2 0.8 -8.5
YenJepang 102.1 1.1 18.1 21.4 103.4 -1.3 16.6 17.2 101.4 2.1 18.9 18.3 102.4 5.5
WonKoreaSelatan 1,120.2 2.8 4.7 4.5 1,114.8 0.5 5.2 6.1 1101.1 1.2 6.5 7.7 1,121.1 3.8
Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan
150
Lampiran 4: Indeks Harga Komoditas Internasional
Tabel 64. Indeks Harga Komoditas Internasional
Komoditas
Juli 2016 Agustus 2016 September 2016 Rata-rata Triwulan
QtQ (%) PAB
MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
PAB MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
PAB MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
Beras(USD/cwt) 9.9 -5.4 -14.1 -13.7 9.2 -7.5 -20.5 -22.6 9.9 7.5 -14.5 -25.1 9.9 -9.2
Gula(USd/lb) 19.1 -5.5 25.0 71.0 20.1 5.3 31.6 87.7 22.5 12.3 47.8 85.1 20.4 19.4
Gandum(USd/bu) 407.8 -5.4 -13.2 -18.3 361.0 -11.5 -23.2 -25.2 402.0 11.4 -14.5 -21.6 405.2 -13.9
KacangKedelai(USd/
bu) 1,032.5 -12.1 18.5 5.3 960.0 -7.0 10.2 7.0 954.0 -0.6 9.5 7.0 1,013.8 -4.1
Jagung(USd/bu) 342.8 -7.7 -10.5 -13.3 315.5 -8.0 -17.6 -21.0 336.8 6.7 -12.1 -18.1 339.4 -15.2
MinyakMentahBren
t(USD/bbl) 42.5 -14.5 13.9 -18.7 47.0 10.8 26.2 -13.1 49.1 4.3 31.6 1.4 47.0 -0.1
MinyakMentahWTI(
USD/barrel) 41.4 -13.5 11.2 -14.0 44.6 7.7 19.8 -12.9 47.8 7.3 28.5 5.6 44.6 -1.3
GasAlam(USD/MMB
tu) 2.9 -1.1 14.6 -4.7 2.9 -1.0 13.4 -1.5 2.9 0.7 14.2 3.7 2.8 11.9
Emas(USD/toz) 1,357.5 2.3 27.5 23.1 1,311.4 -3.4 23.2 15.1 1,317.1 0.4 23.7 17.6 1,339.9 5.8
Tembaga(USd/lb) 223.1 1.2 3.5 -7.6 207.8 -6.9 -3.6 -11.9 221.1 6.4 2.6 -5.9 217.0 1.2
Sumber: Bloomberg (diolah kembali), posisi akhir bulan
151
Lampiran 5: Harga Bahan Pokok Nasional
Tabel 65. Harga Bahan Pokok Nasional
Komoditas
Juli 2016 Agustus 2016 September 2016 Rata-rata Triwulan
PAB MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
PAB MTM
(%) YTD (%)
YOY (%)
PAB MTM
(%) YTD (%)
YOY (%)
Minyak Goreng Curah
11,160.0 -2.7 7.2 -0.4 11,650.0 4.4 11.9 8.1 11,770.0 1.0 13.1 9.2 11,471.4
Daging Sapi 114,410.0 -1.3 3.7 6.4 114,640.0 0.2 3.9 5.0 113,710.0 -0.8 3.1 4.9 114,484.7
Daging Ayam Broiler 32,920.0 2.0 -3.8 1.6 31,260.0 -5.0 -8.6 -7.1 30,820.0 -1.4 -9.9 4.9 32,130.7
Telur Ayam Ras 23,790.0 -0.5 -6.9 7.3 23,000.0 -3.3 -9.9 -0.2 22,730.0 -1.2 -11.0 2.0 23,407.9
Tepung Terigu 9,050.0 0.2 -0.1 0.8 8,930.0 -1.3 -1.4 -1.0 8,950.0 0.2 -1.2 -0.2 8,993.3
Kedelai Impor 10,790.0 0.5 -1.8 -2.0 10,610.0 -1.7 -3.5 -2.9 10,620.0 0.1 -3.4 -3.7 10,669.2
Kedelai lokal 11,160.0 -0.3 1.4 2.4 11,160.0 0.0 1.4 3.7 11,100.0 -0.5 0.8 2.4 11,157.4
Beras Medium 10,490.0 -0.9 -2.1 4.4 10,580.0 0.9 -1.2 4.3 10,600.0 0.2 -1.0 2.4 10,573.1
Gula Pasir 16,250.0 0.4 24.6 24.9 15,190.0 -6.5 16.5 19.0 14,570.0 -4.1 11.7 15.1 15,536.7
Cabai Merah Keriting
33,870.0 10.0 -13.8 5.1 33,080.0 -2.3 -15.8 -1.3 36,400.0 10.0 -7.3 11.7 34,677.4
Cabai Merah Biasa 32,710.0 -13.2 -16.9 6.4 32,040.0 -2.0 -18.6 0.9 35,290.0 10.1 -10.3 17.5 33,670.2
Bawang Merah 45,210.0 19.1 25.9 85.0 39,200.0 -13.3 9.2 96.3 39,100.0 -0.3 8.9 94.7 41,459.0
Sumber: Kementerian Perdagangan (diolah kembali), posisi akhir bulan
152
Untuk memberikan hasil laporan terbaik, kami mengharapkan saran dan kritik
membangun dari pembaca.
Kritik dan saran harap dikirimkan ke alamat surat elektronik berikut
Top Related