BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah keadaan dimana adanya infeksi ( ada
pertumbuhan dan perkembangan bakteri) dalam saluran kemih, meliputi infeksi di
parenkim ginjal sampai infeksi infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria
yang bermakna.1 ISK merupakan suatu masalah yang umum terjadi pada anak-anak.
Telah dilaporkan bahwa angka kejadian ISK 1,7 : 1000 anak laki-laki dan 3,1 : 1000
pada anak perempuan yang memiliki resiko untuk terjadinya ISK. Dari pernyataan
tersebut dapat diketahui bahwa angka kejadian ISK labih banyak pada wanita.
Namun pada masa neonatus ISK lebih banyak pada bayi laki-laki (2,7%) yang tidak
menjalani sirkumsisi daripada bayi perempuan (0,7%). Penyebab terbanyak ISK
adalah akibat infeksi dari enterobacteriaceae yaitu: E. Coli (60%), P. mirabilis
(15%), Klebsiela (20%), lainnya (5%).3 Infeksi berulang sering terjadi pada penderita
yang rentan, atau terjadi karena adanya kelainan anatomik atau fungsional dari
saluran kemih yang menyebabkan terjadinya stasis urin atau refluks. Perlu
diperhatikan bahwa pada anak-anak kejadian ISK biasanya disebabkan oleh suatu
abnormalitas anatomi saluran kemih.
Fimosis adalah preputium penis yang tak dapat diretraksi (ditarik ke
proksimal sampai ke korona glandis. Fimosis dialami oleh sebagian bayi besar bayi
baru lahir karena terdapat adhesi alamiah antara preputium dengan glans penis. Pada
akhir tahun pertama kehidupan, kejadian fimosis mencapai 50% pada anak laki-laki
dan mencapai 89% pada tahun ketiga kehidupan. Insidensi fimosis dan parafimosis
menurun mencapai 8 % dan hanya 1% pada tahun 16-18 kehidupan. Fimosis
menyebabkan gangguan aliran urin berupa sulit kencing, pancaran urin mengecil,
menggelembungnya ujung prepusium penis pada saat miksi dan menimbulkan retensi
urin. Higiene lokal yang kurang akan menyebabkan terjadinya infeksi derah glans
dan preputium. Infeksi ini akan asenderen dan dapat mengakibatkan ISK.buku bedah uro
Hernia adalah suatu istilah yang mencakup semua keadaan dimana terjadi
penonjolan isi dari suatu rongga melalui bagian terlemah dari dinding rongga
tersebut. Hernia scrotalis merupakan salah satu bagian dari hernia abdominalis
1
externa. Hernia abdominalis externa merupakan penonjolan abnormal organ
intraabdomen melalui lokus minoris resistensie pada dinding perut yang masih
dibungkus peritoneum dan terlihat dari luar, sedangkan hernia interna biasanya
diketahui sewaktu operasi. Hernia abdominalis externa lainnya meliputi hernia
ingiunalis lateralis yang dapat berlanjut menjadi hernia scrotalis (60%), hernia
inguinalis medialis (15%), hernia umbilicalis (9%), hernia femoralis (3%), hernia
insisionalis, perinealis, epigastrica, lumbalis, dan semisirkularis.
Anemia adalah keadaan dimana hemoglobin,hematokrit dan jumlah eritrosit
kurang dari normal sesuai umur dan jenis kelamin.Di negara nerkembang,anemia
defisiensi besi lebih sering terjadi daripada di negara maju.Anemia defisiensi besi
merupakan problem global yang berdampak pada semua umur dan kelompok
masyarakat.Di Amerika Serikat,9% anak usia kurang dari 3 tahun dan 11% remaja
putri menderita anemia defisiensi besi.Soemantri (1997) melaporkan prevalensi di
beberapa penelitian di Indonesia sebagai berikut :
Tabel 1. Prevalensi anemia defisiensi besi pada beberapa penelitian di Indonesia
Prevalensi (%)
Anak 6 bulan –5 tahun
-Golongan sosial ekonomi rendah :
- gizi baik
- dengan defisiensi protein ringan
- dengan gizi buruk
-Golongan ekonomi menengah dan tinggi
- gizi baik
Anak 5 tahun-14 tahun
-Golongan sosial ekonomi rendah :
- gizi baik
- dengan KEP ringan
-Golongan ekonomi menengah dan tinggi
38-73
83
85-100
24
47-64
38-67
20
Wanita hamil
Bukan wanita hamil
Buruh dan pekerja tani
21-92
35-85
30-65
2
Berikut ini akan dilaporkan kasus Suspek Infeksi Saluran Kemih pada
seorang anak laki-laki usia 2 bulan yang juga menderita Fimosis, Hernia Scrotalis
Dextra dan anemia mikrositik hipokromik, yang dirawat di bangsal C1L2 RSUP Dr.
Kariadi sejak tanggal 3 Agustus 2005.
B. TUJUAN
Tujuan laporan kasus ini adalah agar mahasiswa sebagai calon dokter dapat
belajar menegakkan diagnosis penderita penyakit infeksi saluran kemih yang disertai
fimosis, hernia scrotalis dextra reponible dan anemia mikrositik hipokromik
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang
lain serta dapat mengetahui bagaimana pengelolaannya . Selain itu, mahasiswa dapat
mempelajari faktor predisposisi maupun penyebab ketiga penyakit tersebut sehingga
kelak dapat memasyarakatkan cara pencegahannya serta dapat memberikan edukasi
yang tepat bagi penderita dan keluarga.
C. MANFAAT
Penulisan laporan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai media belajar bagi
mahasiswa dan diharapkan mahasiswa dapat mendiagnosis penderita serta mengelola
pasien dengan infeksi saluran kemih yang disertai fimosis, hernia scrotalis dextra
reponible dan anemia mikrositik hipokromik secara dini dan tepat.
3
BAB II
PENYAJIAN KASUS
IDENTITAS
Nama : An. R P
Umur : 2 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Gedong Songo Manyaran RT 7 / II Semarang Barat
Kodya Semarang
Agama : Islam
Nama ayah : Tn. I Y K
Umur : 24 tahun
Pekerjaan : Buruh pabrik
Pendidikan : SMA
Nama Ibu : Ny. M
Umur : 26 tahun
Pekerjaan : Buruh pabrik
Pendidikan
Masuk RS
No. CM
:
:
:
SMA
3 Agustus 2005
5131797
ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu penderita di bangsal jamsostek anak RSDK Semarang
tanggal 08 Agustus 2005 pukul 11.00 WIB
Keluhan Utama
Panas.
Riwayat Penyakit Sekarang
± 2 hari anak panas nglemeng, mendadak, terus menerus, tidak menggigil, tidak
kejang, tidak keluar keringat dingin di malam hari, tidak ada bintik merah seperti
digigit nyamuk. Tidak batuk, tidak sesak nafas, tidak pilek. Muntah tidak ada,
4
buang air besar tidak ada kelainan dan kalau buang air kecil ujung kelamin
mengembung dahulu baru kemudian kencing dapat keluar.
± 1 hari anak panas tinggi dan menggigil, tidak kejang, tidak muntah dan tidak
mencret. Anak sudah mendapat obat turun panas namun panas tidak turun-turun.
Kemudian anak dibawa ke bidan dan oleh bidan disarankan untuk dibawa ke
RSDK.
Selama sakit nafsu makan anak berkurang, sebelum sakit riwayat makan dan
minum baik.
Riwayat Penyakit Dahulu
anak tidak pernah menderita penyakit sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga sakit seperti ini.
Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah bekerja sebagai buruh pabrik, dengan penghasilan ±Rp 500.000/bulan. Ibu
bekerja sebagai buruh pabrik, dengan penghasilan ±Rp 500.000/bulan.
Menanggung 1 orang anak belum mandiri. Biaya pengobatan ditanggung
JAMSOSTEK. Kesan: sosial ekonomi cukup.
Riwayat Kelahiran
No Kehamilan dan kelahiran Umur / tanggal lahir
1 ♂, aterm, bidan, spontan, BBL = 3000 gr 2 bulan
Ketika mengandung, ibu periksa di bidan 4 X. Suntik TT 2X. Perdarahan dan
penyakit selama kehamilan disangkal. Ketuban pecah kurang dari 6 jam. Jumlah
cukup, warna tidak keruh / kehijauan, bau khas. Anak lahir spontan, aterm, ditolong
bidan, langsung menangis.Apgar skor tidak tahu.
Riwayat Imunisasi
BCG : -
DPT : -
Polio : -
Campak : -
Hepatitis : - Kesan : imunisasi dasar belum dilakukan.
5
Riwayat Makan dan Minum
ASI : diberikan sejak lahir sampai umur 1 bulan semau anak,
dihentikan karena ibu bekerja dan puting tidak keluar.
Susu sapi/buatan : sejak usia 1 bulan diberikan susu SGM 1, 3x sehari @ 2
sendok takar dalam 150 cc air hangat, diminum habis.
Buah/sayur : belum diberikan
Bubur susu : belum diberikan
Makanan padat : belum diberikan
Kesan : kualitas dan kuantitas cukup
Riwayat Perkembangan
Senyum : 1 bln Tengkurap : - bln Gigi keluar : - bln Berdiri : - bln
Miring : 2 bln Duduk : - bln Merangkak : - bln Berjalan : - bln
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai umur
Riwayat Keluarga Berencana :
Ibu penderita belum ber-KB
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 8 Agustus 2005, pukul 11.00 WIB
K U : anak sadar, kurang aktif, sesak (-), sianosis (-), ikterik (-), tidak tampak
pucat.
T V : HR : 112 ×/mnt N : reguler isi dan tegangan cukup
RR : 30 ×/mnt t : 37 oC
Status Internus
Kepala : Mesosefal, UUB datar LK: 38 cm
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Kulit : turgor kulit kembali cepat
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung : nafas cuping (-)
Telinga : discharge (-)
Mulut : sianosis (-), bibir pucat (-)
Tenggorok : T1-1, faring hiperemis (-)
Leher : pembesaran nnll cervikalis -/-, vena jugularis tidak melebar
6
Dada :
Paru I : simetris, statis dinamis. Retraksi (-)
Pal : stem fremitus kanan = kiri
Per : sonor seluruh lapangan paru
Aus : Suara dasar: vesikuler, Suara tambahan: ronkhi (-), wheezing (-),
hantaran (-)
Jantung I : ictus cordis tampak, di SIC IV medial linea mid clavicula
sinistra
Pa : ictus cordis teraba di SIC IV, medial LMCS, melebar ke lateral
dan inferior, kuat angkat (-). Thrill (-)
Pe : konfigurasi jantung dalam batas normal
Au : Bunyi Jantung I-II normal, bising (-). Gallop (-)
Abdomen I : datar, lemas venektasi (-)
Pa : hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (-).
Pe : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (+),
Aus : bising usus (+) normal
Genitalia : ♂, phimosis (+), benjolan pada scrotum dextra (+)
Ekstremitas : Superior Inferior
Oedem - / - - / -
Sianosis - / - - / -
Akral dingin - / - - / -
Capillary refill < 2 “ < 2 “
PEMERIKSAAN KHUSUS
Laki-laki 2 bulan BB : 4 Kg; TB : 57 cm
Status Gizi Menurut Z-score
WAZ = = -1,3 SD (normal)
HAZ = = -0,46 SD (normal)
WHZ = = -1,3 SD (normal)
Kesan : gizi baik
7
Kebutuhan kalori dan protein selama 24 jam (BB 4 kg dan t : 37 C)
Cairan Kalori Protein
Kebutuhan 24 jam 400 cc 400 kkal 8 gr
- Infus D5%
- SGM 1 8 x 60 cc
360 cc
480 cc
72 kkal
336 kkal
-
6.72gr
Jumlah 840 cc 408 kkal 6,72
% AKG 210 % 102 % 84 %
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah (3 Agustus 2005)
Hemoglobin : 7,4 gr/dL ↓ Hematokrit : 37,6 %
Leukosit : 6.900 /mm3 Trombosit : 360.000 / mm3
Eritrosit : 2.610.000 / mm3 MCH : 23,6 ρg
MCV : 71,7 fl MCHC : 32,9 g/dL
Pemeriksaan darah malaria (-)
Kesan : anemi normositik normokromik
Profil Urin : tanggal 4 Agustus 2005
BJ : 1,010 UBG : - mg/dl
pH : 6,00 Bilirubin : - mg/dl
Nitrit : -
Protein : 25 mg/dL Reduksi : 100 mg/dL
Aseton : (-) Aseton : (-)
Sedimen : Epitel : 2/4 LPK Lekosit : > 100 LPB
Eritrosit : 4/6 LPB Bakteri : (+)
Kesan : - UTI
- Renal dalam batas normal
Laboratorium darah ( 7 agustus 2005 )
PPT : 11,4 detik PTT : 52,1 detik
PPT kontrol : 12,0 detik PTT kontrol : 36,7 detikl
Kimia Darah :
Ureum : 10 mg/dl Natrium : 136 mmol/L
8
Kreatinin : 0,33 mg/dl Kalium : 5.3 mmol/L
Chlorida : 108 mmol/L
DIAGNOSIS
1. Infeksi Saluran Kemih.
2. Fimosis
3. Hernia Scrotalis Dextra Reponible
4. Anemia Mikrositik Hipokromik
ASSESMENT
1. Suspek Infeksi Saluran Kemih
IP Dx S : -
O :
a. pemeriksaan mikroskopis dan makroskopis urine
b. kultur urine dari suprapubik atau midstream
c. test sensitivitas kuman terhadap antibiotik
d. USG ginjal dan vesika urinaria.
e. Pemeriksaan darah meliputi fungsi ginjal dan elektrolot darah.
IP Tx : Infus D5% 360/15/15 tts permenit + NaCl 5% 13 c, KCl otsu 11 cc
dalam 500 cc %
Inj. cefotaxime 3x125 mg IV
PO Paracetamol 3x0,4 cc
IP Mx : Keadaan umum dan tanda vital
Tanda-tanda infeksi seperti kenaikan heart rate, respiration rate, dan
peningkatan suhu tubuh.
Keadaan urine meliputi warna, kekeruhan, jumlah dan keluhan yang
timbul saat kencing.
IP Ex : - Menjelaskan kepada orang tua bahwa anaknya menderita infeksi
saluran kemih yang kemungkinan diakibatkan adanya kelainan
pada ujung alat kelamin.
9
- Menjelaskan kepada orangtua agar menjaga kebersihan daerah alat
kelamin terutama setelah buang air dengan mencuci daerah kelamin
dengan air bersih.
2. Parafimosis
IP Dx S : -
O : -
IP Tx : kompresi manual dengan memijat glans 3-5 menit
Dilakukan dorsum insisi pada jeratan jika kompresi tidak berhasil
Dilanjutkan sirkumsisi
IP Mx : higiene daerah penis terutama daerah glans penis
Tanda-tanda reaksi radang atau infeksi termasuk terbentuknya
jaringan nekrosis pada preputium dan glans penis
IP Ex : - Menjelaskan kepada orangtua pasien bahwa pada anak terjadi
keadaan dimana preputium penis tidak dapat ditarik ke atas,
yang pada bayi biasanya karena ada perlengketan.
- Menjelaskan kepada orangtua agar menjaga kebersihan daerah
alat kelamin terutama setelah buang air dengan mencuci daerah
kelamin dengan air bersih
3. Hernia Scrotalis Dextra Reponible
IP Dx S : -
O : -
IP Tx : Hernioraphi elektif
IP Mx : Tanda –tanda keluarnya lagi benjolan pada kantong pelir.
Tanda-tanda ileus obstruktif seperti muntah, abdomen yang tegang
dan frekuensi buang air besar.
IP Ex : - menjelaskan kepada keluarga bahwa pada anak terjadi keadaan
masuknya usus kedalam kantong pelir melalui rongga pada
dinding perut.
10
- memotivasi keluarga agar mau mengoperasi hernianya, sebab
biasanya keadaan tersebut akan berulang, dan menjelaskan syarat
dan waktu kapan dapat dioperasi.
- Menjelaskan komplikasi yang dapat timbul akibat keadaan seperti
ini, yaitu dapat timbul sumbatan pada usus, dimana keadaan
tersebut merupakan suatu keadaan yang harus ditangani segera.
4. Anemia mikrositik hipokromik
Assesment :
Initial Dx : Subjektif : -
Objektif : - SI, TIBC, serum ferritin
Initial Tx : ASI ad lib
SGM 1 8x60cc
Transfusi PC 40 cc 12 tts/mntspoel
Initial Mx : Keadaan umum, tanda vital, tanda-tanda anemia,
akseptabilitas terhadap diet yang diberikan.
Awasi tanda dan reaksi transfusi, darah rutin pos transfusi
Initial Ex : Memberi penyuluhan pada orangtua penderita untuk
Tetap memberikan ASI walaupun tidak dapat langsung dari
putting susu, misalnya dengan ASI yang dikumpulkan dalam
gelas dan diberikan dengan sendok.
11
PERJALANAN PENYAKIT
Tanggal KeluhanKeadaan
umumTanda vital Pemeriksaan Fisik Laboratorium Assesment Terapi Diet
3-8-2005
Hari 1
Panas Sadar, kurang aktif, tampak pucat, sesak (+)
N : 120x/mntisi dan tegangan
cukupRR: 36 x/mntt : 38,3 C
Kepala: mesosefalUUB datar
Mata: conjunctiva palpebra anemis (+), ikterik (-)
Hidung: napas cuping (-)Mulut: sianosis (-)Tenggorok: T1-1, faring
hiperemis (-)Leher: pembesaran nnll (-)Dada: simetris, retraksi (-)Cor: Ic teraba di LMC
sinistra SIC IVkuat angkat (-), melebar (-), BJ1-2 (N). Gallop (-), thrill (-)
Paru: suara dasar vesikuler, suara tambahan -/-
Abdomen: datar, lemas, turgor kembali cepat, bising usus (+) normal, H/L tak teraba
Pekak alih (+) normal, pekak sisi (+),
Ekstremitas: pucat
Hb : 7,6 mg%Ht : 22,9L : 6.900Tr : 360.000
-febris 2 hari- observasi
anemia - Gizi baik
Program :- pengawasan
KU TV- usaha darah
PC 40 cc- preparat darah
hapus- urin rutin
- Infus D5% 360/15/15 tts permenit + NaCl 5% 13 cc, KCl otsu 11 cc dalam 500cc D5%
- Inj. cefotaxime 3x125 mg IV
PO :- Parac
etamol 3x0,4 cc
Pengawasan KU,
-lib
-8x60cc
12
Tanggal KeluhanKeadaan
umumTanda vital Pemeriksaan Fisik Laboratorium Assesment Terapi Diet
4-8-2005Hari 2
16.00
panas dan rewel
-
Sadar, kurang aktif ,sesak (-)
Sadar, kurang aktif, pucat (+)
N : 100x/mntisi dan tegangancukupRR: 40 x/mntt: : 40C
Nadi: 140 x/mntisi dan tegangan cukupRR: 40 x/mntt: 37,5oC
Tetap
Tetap
Darah: Hb: 12,4 gr%Ht: 37,6 %Eritrosit: 5.250.000/mmkMCH: 23,60 pgMCV: 71,70 fLMCHC: 32,9 g/dlLekosit: 18.000/mmkTrombosit: 205.000/mmk
Urine:BJ: 1,01pH: 6Protein: 25 mg/dlReduksi: 100 mg/dlUrobilinogen: -Bilirubin: -Aseton: -Nitrit: -Epitel: 2/4 LPKLekosit: > 100Eritrosit: 4/6 LPBBakteri +
- febris 3 hari- observasi
anemia - Gizi baik program:konsul: hematologi, bedah urologi dan THT
tetap
hasil konsul:THT: tidak ada fokal infeksi pada daetrah THTBedah Urologi:dx: parafimosis dan hernia scrotalis dx reponible DD hidrokel, saran dilatasi preputium
Tetap Program :Pengawasan KU TVTunggu PC 40 cc.Preparat darah hapusUrin rutin
PC 40 cc datang tranfusi PC 12 tts/mntspoel NaCL sebelum dan sesudah transfusiAwasi tanda dan reaksi transfusi, darah rutin pos transfusi
Tetap
tetap
13
Tanggal KeluhanKeadaan
umumTanda vital Pemeriksaan Fisik Laboratorium Assesment Terapi Diet
5-8-2005Hari 3
6-8-2005Hari 4
-
-
Sadar, kurang aktif , sesak (-)
Sadar, kurang aktif , sesak (-)
N :100x/mntisi dan tegangancukupRR: 28 x/mntt : 37,2C
N : 112x/mntisi dan tegangancukupRR: 230 x/mntt : 37C
Mata: konjungtiva anemis –/-
Lainnya tetap
Genitalia eksterna: scrotum dextra benjolan (+)
Darah malaria: -hasil konsul:
THT: tidak ada fokal infeksi pada daetrah THT
Bedah Urologi:dx: parafimosis dan hernia scrotalis dx reponible DD hidrokel, saran dilatasi preputium
hasil konsul bedah kesan: hernia scrotalis dekstra reponibelSaran: akan dilakukan operasi herniotomi bila dari bagian anak tidak ada kontraindikasi, cek ureum kreatinin, elektrolit (Na, Cl, K), PTT & PTTK
- febris 4 hari- observasi anemia- parafimosis- hernia scrotalis
dextra reponibel DD/ hidrokel
- Gizi baik
- febris 4 hari- parafimosis post
dilatasi- hernia scrotalis
dextra reponibel DD/ hidrokel
- Gizi baik
TetapDilakukan dilatasi peputium pada poli 153Progrram :- evaluasi KU
dan TV- tunggu hasil
darah malaria
- dilatasi fimosis
- konsul bedah anak
tetapProgrram :Tetap
Tetap
Tetap
14
Tanggal KeluhanKeadaan
umumTanda vital Pemeriksaan Fisik Laboratorium Assesment Terapi Diet
7-8-2005Hari 5
8-8-2004Hari 6
Balans cairan06.00
-187(2,9)18.00
+13(1,8
- Sadar, kurang aktif ,sesak (-)
Sadar, kurang aktif ,sesak (-)
N :84x/mntisi dan tegangancukupRR: 28 x/mntt : 37,2C
N :124x/mntisi dan tegangancukupRR: 30 x/mntt : 37C
Tetap
Genitalia eksterna: scrotum dextra benjolan (-)
Tetap
PPT: 11,4 detikKontrol: 12 detikPTT: 52,1 detikKontrol: 36,7 detik
Urea: 10 mg/dlCreatinin: 0,33
mg/dlKalium: 5.3
mmol/LNatrium: 136
mmol/LChlorida: 108
mmol/L
- ISK- observasi anemia
perbaikan- parafimosis post
dilatasi- hernia scrotalis
dextra reponibel DD/ hidrokel
- Gizi baik
ISK- observasi anemia
perbaikan- parafimosis post
dilatasi- hernia scrotalis
dextra reponibel - Gizi baik
TetapProgram: tetap
tetapprogram: persiapan herniotomi hari selasa konsul bedah dan anestesiologipindah rawat ke A3
Tetap
-
15
16
G. HASIL KUNJUNGAN RUMAH
Kunjungan rumah tanggal 26 September 2004 pukul 09.30 WIB.
Keadaan Rumah
Status : rumah sendiri
Ukuran : 4 m x 10 m
Halaman rumah : ada
Teras rumah : tidak ada
Dinding rumah : tembok
Lantai rumah : tanah
Ruangan : 1 ruang tamu ukuran 3x2 m, 2 ruang tidur ukuran 2x2 m.
Dapur di dalam rumah, kamar mandi dan WC di luar rumah.
Penghuni : 4 orang
Ventilasi : Cukup memadai, setiap ruangan ada jendela.
Pencahayaan : pencahayaan cukup, karena sinar matahari dapat masuk
Kebersihan : kurang
Sumber air minum: air sumur gali, jumlah air cukup, kualitas kurang.
Tempat sampah : kurang memadai, jumlah 1 dan tak ada tutupnya.
Kebiasaan sehari-hari
Ayah bekerja sebagai tukang becak dan sampingan bekerja sebagai petani
garapan. Ibu bekerja sebagai petani garapan. Makanan dan minuman dimasak
sebelum dimakan. Sumber air minum dari beli pada penjual air seharga Rp. 1000
per derigen. Alat makan dicuci dengan air sumur dan sabun cuci piring. Mandi
dua kali sehari menggunakan air sumur dan sabun. Pakaian kotor dicuci 2 hari
sekali. Rumah disapu 1 kali sehari, sampah dibuang di tempat sampah. Jika ada
keluarga yang sakit dibawa ke puskesmas atau dokter.
17
Lingkungan
Rumah penderita terletak di kelurahan Sawojajar. Rumah bersebelahan
dengan tetangga, tidak memiliki teras dan halaman, keadaan sekitar agak kotor
dan tidak terjaga kebersihan di lingkungan sekitar.
Rumah penderita berdinding tembok, jendela ada, ventilasi cukup. Dapur
berada di dalam rumah, kamar mandi dan WC berada di luar rumah. Penghuni
rumah ada 4 orang : ayah, ibu dan 2 orang anak
Gambar 1 : Denah rumah
Keterangan A = ventilasi / Nako
AB = kaca blok
O = pintu keluar masuk
18
Kamar Tidur
Kamar Tidur
Kamar mandi / WC
A AB O
A
ADapur
Pemeriksaan Fisik Saat Kunjungan Rumah
Seorang anak perempuan, umur 12 tahun, Berat Badan (BB): 20,7 kg,
Panjang Badan (TB): 132 cm
Tanggal 26 September 2004, pukul 11.00 WIB
K U : anak sadar, kurang aktif, sesak (-), sianosis (-), perut tampak besar, tampak
kurus.
T V : N : 84 × / mnt isi dan tegangan cukup
RR : 24 ×/mnt t : 37oC
Status Internus
Kepala : Mesosefal
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Kulit : turgor kulit kembali cepat
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung : nafas cuping (-)
Telinga : discharge (-)
Mulut : sianosis (-), bibir pucat (-)
Tenggorok : T1-1, faring hiperemis (-)
Leher : pembesaran nnll cervikalis -/-, vena jugularis tidak melebar
Dada :
Paru I : simetris, statis dinamis. Retraksi (-)
Pal : stem fremitus kanan = kiri
Per : sonor seluruh lapangan paru
Aus : Suara dasar: vesikuler, Suara tambahan: ronkhi (-), wheezing (-),
hantaran (-)
Jantung I : ictus cordis tampak, di SIC V medial linea mid clavicula sinistra
Pa : ictus cordis teraba di SIC V, medial LMCS, melebar ke lateral
dan inferior, kuat angkat (-). Thrill (-)
Pe : konfigurasi jantung membesar, bergeser ke lateral kiri-bawah
Au : Bunyi Jantung I-II normal, bising (+) pansistolik grade III /6
dengan punctum maximum di apeks cordis, dijalarkan ke axilla.
Gallop (-)
Abdomen I : cembung, kencang, venektasi (+)
19
Pa : hepar dan lien sulit dinilai, nyeri tekan (-). LP : 62 cm
Pe : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (+), undulasi (+)
Aus : bising usus (+) menurun
Ekstremitas : Superior Inferior
Oedem - / - - / -
Sianosis - / - - / -
Akral dingin - / - - / -
Capillary refill < 2 “ < 2 “
Clubbing finger - / - - / -
Telapak pucat - / - - / -
Nodul subkutan - / - - / -
20
BAB III
PEMBAHASAN
A. DIAGNOSIS
1. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah keadaan dimana adanya infeksi ( ada
pertumbuhan dan perkembangan bakteri) dalam saluran kemih, meliputi infeksi di
parenkim ginjal sampai infeksi infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria
yang bermakna.1 Angka kejadian ISK labih banyak pada wanita. Namun pada masa
neonatus ISK lebih banyak pada bayi laki-laki (2,7%) yang tidak menjalani
sirkumsisi daripada bayi perempuan (0,7%). Infeksi berulang sering terjadi pada
penderita yang rentan, atau terjadi karena adanya kelainan anatomik atau fungsional
dari saluran kemih yang menyebabkan terjadinya stasis urin atau refluks. Kejadian
ISK pada anak-anak biasanya akibat dari suatu kelainan anatomis traktus urinarius.
ISK pada anak tidak memiliki tanda klinis yang spesifik. Biasanya pada anak
muncul demam tinggi dengan atau tidak disertai kejang, lethargi, irritabilitas, tidak
mau makan, muntah atau ikterik. Pada semua bayi dengan episode demam tanpa
diketahui fokus infeksi yang jelas ( fever of unknown origin) seperti adanya infeksi
pada traktus respiratorius dapat dicurigai sebagai Infeksi Saluran Kemih.2 Faktor
resiko terjadinya ISK pada kelompok usia 2-36 bulan adalah: belum atau tidak
sirkumsisi, < 6 bulan, wanita: < 6 tahun, ras kaukasia, dan demam lebih dari atau
sama dengan 390C. Tidak adanya demam yang tinggi atau faktor resiko spesifik yang
lain tidak menghilangkan kemungkinan menderita ISK. Hasil positif ISK dapat pula
dari hasil urinalisa berupa nitrit (+), lekosit esterase (+), dan didapatkan lebih dari
atau sama dengan 5 lekosit/LPB.6ISK baru dapat ditegakkan diagnosisnya secara
pemeriksaan mikrobiologis yaitu dengan kultur urine dari sampel urin suprapubik,
catheter, dan midstream. Dikatakan positif ISK bila:
21
Methode Hasil
Suprapubic aspiration ≥ 1.000 CFU/ml dan terdapat satu jenis organisme
Catheter ≥ 10.000 CFU/ml dan terdapat satu jenis organisme
Urine midstream ≥ 100.000 CFU/ml dan terdapat satu jenis organisme
Bagged urine Bila positif ulang dengan methode kateter
Diagnosis infeksi saluran kemih pada anak ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan penunjang.
o Dari anamnesis disapatkan: anak menderita panas tinggi, anak bila
buang air besar menangis dan ujung kemaluan menggelembung
dahulu baru kemudian kencing dapat keluar.
o Dari pemeriksaan laboratoriun urinalisa didapatkan hasil lekosit >
1000/LPB ( lekosituria) dan bakteriuria (+)
2. Observasi Asites
Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga perut. Seirn
dikatakn pembentukan asites merupakan tanda prognosis yang kurang baik dan
pengelolaan penyakitnya akan menjadi sulit. Asites juga dapat menjadi sumber
infeksi seperti setiap penimbunan cairan secara abnormal dirongga tubuh yang lain.
Infeksi akan lebih memperberat perjalanan penyakit dasarnya.(6). Asites lanjut sangat
mudah untuk dikenali. Pada inspeksi akan tampak pertu membuncit, dan pada
umumnya gizi kurang, otot atrofi. Tanda fisis lainnya yang ditemukan pada penderita
yaitu pekak samping dan pekak alih yang menunjukkan akumulasi cairan dalam
rongga perut. Pada pemeriksaan USG ditemukan adanya asites masif dan
hepatomegali.
Asites dapat terbentuk oleh berbagai hal, antara lain :
Peningkatan tekanan hidrostatik
1. Sirosis
22
2. Oklusi vena hepatik
3. Obstruksi vena cava inferioi
4. Perikarditis konstriktif
5. Gagal jantung kongestif
Penurunan tekananan koloid osmotik
1. Penyakit hepar terminal disertai sinteis protein yang rendah
2. Sindroma nefrotik disertai kehilangan protein
3. Malnutrisi
Peningkatan permeabilitas kapiler peritoneal
1. Peritonitis tuberkulosa
2. Peritonitis bakterial
3. Keganasan pada peritoneum
Kebocoran cairan di rongga perut
1. Bile asites
2. Urin asites
3. Pankratik asites
Lain lain
1. Miksedema
2. Sindroma Meig’s
3. Hemodialisis kronik
Manifestasi klinik asites sangat bervariatif sperti penambahan ukuran perut,
rasa cepat kenyang, sesak nafas. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemui
- Distensi abdomen
- Pembesaran pada sisi perut
- Timpani pada bagian atas
- Undulasi (+)
- Pekak alih (+)
Asites pada penderita ini diduga karena gagal jantung kongestif akibat
kelainan anatomis yaitu kardiomipati dilatasi yaitu penyakit miokardium yang
ditandai oleh gangguan fungsi sistolik ventrikel, khususnya ventrikel kiri yang
mengakibatkan gagal jantung kongestif. Gejala biasa dimulai dengan anoreksia,
23
batuk, disusul sesak nafas. Pada keadaan yang berat kulit terasa dingin dan pucat,
terdapat pembesaran hati, sembab, serta kardiomegali yang nyata. Dan terdapat irama
derap dan bising sistolik akibat adanya inkompetensi mitral atau trikuspid. Pada
penderita ini ditemukan gejala gejala yang mengarah pada kardiomiopati dilatasi dan
ditegakkan dengan hasil Ekhokardiografi. Dan juga ditemukan dilatasi dari atrium
kiri dan atrium kanan akan memperberat kegagalan kerja jantung. Kontraksi miokard
sangat lemah, septum ventrikel dan dinding belakang ventrikel kiri yang tipis dan
sangat hipokinetik. Apabila keadaan gagal jantung ini berlangsung cukup lama,
cairan yang terbendung akan terakumulasi secara sistemik yaitu dibagian kaki, asites,
hepatomegali bahkan efusi pleura dan lain – lain.
Dari pemeriksaan penunjang dan kansul dari bagian Hepatologi dan Nefrologi
bahwa tidak ada kelainan pada kedua fungsi organ tersebut dan diduga penyebab
asites pada penderita disebabkan oleh penyakit jantungnya.
3. Gizi Kurang
Tingginya angka kurang gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
kondisi perekonomian yang tidak memungkinkan orangtua untuk memberikan
makanan bergizi tinggi kepada anak – anaknya, rendahnya tingkat pendidikan dan
pengetahuan mengenai pentingnya asupan gizi memadai selama anak masih dalam
proses tumbuh kembang. Dampak dari kekurangan asupan gizi pada anak adalah
terjadinya penurunan daya tahan tubuh pada anak yang terutama yang disebabkan
oleh kekurangan protein. Akibatnya anak akan mudah terkena infeksi, anak yang
kurang gizi akan kesulitan untuk mengikuti aktivitas rekan sebayanya atau menjadi
kurang lincah. Dampak lain menyebabkan kerusakan indra penglihatan, kurang
semangat, kelambanan pertumbuhan badan. (6,11,12)
Penilaian status gizi dilakukan dengan cara :
a. Anamnesis untuk menilai kualitas dan kuantitas makanan.
b. Klinis dengan melihat tanda-tanda gizi kurang (rambut tipis, kemerahan,
mudah dicabut, atropi otot dan oedem).
c. Penilaian antropometri dengan parameter baku Z score, NCHS / WHO
24
d. Pemeriksaan penunjang laboratorium berupa kadar Hb, jumlah protein
(albumin) dan kolesterol, hormon tiroid, dan transferin.(8,12)
Dalam menilai kondisi kurangnya asupan gizi pada anak, dapat dilihat dari
tidak proporsionalnya perbandingan antara berat badan anak dengan usia dan tinggi
badannya. Pada pasien ini status gizi digunakan ketentuan Z – score yaitu menilai
dari WAZ (berat badan menurut umur), HAZ, (tinggi badan menurut umur), dan
WHZ (berat badan menurut tinggi badan). Adapaun cara menghitung status gizi
dengan cara Z – score :
1). Bila ”nilai riel” hasil pengukuran ≥ ”nilai median” BB/U, TB/U, atau BB/TB
maka rumusnya :
Z – Score =
2). Bila ”nilai riel” hasil pengukuran < ”nilai median” BB/U, TB/U, atau BB/TB
maka rumusnya :
Z – Score =
Penilaian status gizi pada anak dengan cara Z - score
Simpangan Dasar (SD)> +2 SD -2 s/d +2 SD -3 s/d < -2 SD < -3SD
WAZ Gizi lebih Gizi baik Gizi kurang Gizi burukHAZ Jangkung Normal Pendek Sangat pendekWHZ Gemuk Normal Kurus Sangat kurus
Pada pasien ini setelah dilakukan pengukuran BB dan PB dibandingkan umur
kemudian dinilai status gizi anak dengan cara Z – score didapatkan nilai
WAZ = = -2,97
HAZ = = -2,56
WAZ = = -2,80
25
Dari penghitungan dengan Z – score didapatkan kesan status gizi anak saat
ini gizi kurang. Pengelolaan kurang gizi pada intinya adalah: terapi diet dengan
protein dan energi tinggi, memberikan perhatian penuh terhadap koreksi cairan dan
keseimbangan elektrolit, penyuluhan kesehatan, gizi,dan higiene sanitasi. Syarat diet
penderita kurang gizi antara lain: nilai gizi sesuai dengan pasien, mudah dicerna dan
tidak merangsang lambung, porsi kecil tapi sering, dapat diterima pasien dan
disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi dengan tetap memperhatikan kandungan
gizi.
B. PENGELOLAAN
1. Kardiomiopati Dilatasi
Kardiomiopati dilatasi pada penderita menyebabkan penderita mengalami
gagal jantung NYHA II sehingga diterapi sebagai gagal jantung dan ditemukannya
gejala dari penyakit jantung rematik yang meragukan, dilakukan tindakan
pencegahan dengan pengobatan terhadap penyakit jantung rematik yang dapat
menyebabkan kardiomiopati dilatasi.
Pengobatan kardiomiopati dilatasi yang bersamaan dengan gagal jantung
kongestif meliputi penggunaan dengan sungguh- sungguh semua cara yang untuk
menyokong miokardium dan sirkulasi. Kemungkinan penyembuhan gagal jantung
kongestif yang disebabkan oleh penyakit miokardium sangat berbeda dengan
kemungkinan penyembuhan gagal jantung kongestif akibat cedera struktural,
keberhasilan akhirnya sangat bergantung kepada perbaikan secara bedah. Obat-
obat kongestif biasa digunakan. Derivat digitalis digunakan dengan hati – hati,
karena digitalis dapat menimbulkan aritmia pada miokardium yang meradang.
Diuretik, oksigen, manipulasi elektrolit, pengurangan beban pasca, ventilasi buatan,
dan sedasi, semua dapat digunakan dengan efektif. Obat – obat anti aritmia
digunakan bila diperlukan, dengan tetap mengingat bahaya pengaruh campuran
silang. Transplantasi jantung dipikirkan apabila kalau semua yang lain gagal.
26
Untuk gagal jantung pada Kardimiopati Dilatasi, pengelolaannya disesuaikan
dengan pengelolaan gagal jantung kongestif::
- Menurunkan preload: diberikan diuretik furosemide (Lasix), dengan dosis 1-2
mg/kg BB/dosis, 2x/hari per oral maupun intravena. Pemberian diuretik
disertai dengan KCl 75 mg/kg BB/hari per oral atau 1 meq/l/kg BB/hari untuk
mencegah hipokalemi. Pada pasien ini diberikan lasix 2x20 mg/hari dan KCl
3x250 mg/hari, dengan pemantauan diuresis tiap 12 jam.
- Menurunkan afterload: diberikan vasodilator captopril (ACE inhibitor)
dengan dosis pada anak 12,5 mg/dosis, 2x/hari. Pada pasien ini diberikan
captopril 2x 12,25 mg/hari.
- meningkatkan kontraktilitas jantung, diberikan obat digitalis (digoxin)
dengan dosis 0,03 mg/kg BB/hari,iv/im. Pada pasien ini diberikan digoxin 2 x
0,1 mg/hari.
Juga untuk memperbaiki oksigenasi, diberikan oksigen 28% lewat nasal kateter
2 lt/menit bila perlu. Untuk memudahkan buang air besar, sehingga penderita
gagal jantung tidak perlu kuat-kuat mengejan, diberikan laksantia.
Untuk penanganan dan pencegahan sekunder dari Penyakit Jantung Rematik
yang diduga diderita oleh penderita maka dilakuakan serangakainan pengobatan
untuk Penyakit Jantung Rematik :
Aspek medikamentosa
Pengelolaan penderita yang utama adalah eradikasi kuman streptokokus/
pencegahan primer, pencegahan dan menghilangkan gejala yang menyertainya.
Eradikasi Streptococcus / Pencegahan Primer (1,2,6,9)
Pengobatan terhadap faringitis streptokokal untuk mencegah serangan primer
demam rematik maupun pada pasien yang kembali terkena Demam Rematik
Akut.
- Benzatin penisilin G dengan dosis 600.000 – 1.200.000 i.u., im (single dose)
atau prokain penisilin 50.000 – 100.000 i.u/kg BB/hari, im, dengan dosis
terbagi selama 10 hari berturut-turut.
- Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin/lyncomisin 50
mg/kg BB/hari , dibagi dalam 2-4 dosis selama 10 hari berturut-turut.
27
Pada penderita ini diberikan Benzatin Penisilin G dengan dosis 900.000 i.u, im,
single dose, dengan pertimbangan agar dapat cepat bekerja mengeradikasi
streptococus.
Pencegahan Sekunder (1,2,6,9)
Bertujuan mencegah serangan ulangan Demam Rematik Akut yang dapat
memperberat cacat jantung / timbulkan cacat baru.
Diberikan Benzatin Penisilin 600 ribu – 1,2 juta i.u., i.m, tiap bulan (28 hari)
selama:
- 5 tahun untuk Demam Rematik Akut tanpa karditis
- 25 tahun untuk Demam Rematik Akut dengan karditis ringan
- seumur hidup untuk karditis berat dengan gagal jantung dan cacat katup berat
Selain itu, dapat juga diberikan obat per oral berikut (walaupun kurang efektif
dibanding benzatin penisilin):
- Penisilin V 250 mg, 2x/hari
- Sulfadiazin 500 mg 1x/hari
- Eritromisin 250 mg 2x/hari
Pada pasien ini, karena diduga terdapat karditis dengan gagal jantung, maka
akan diberikan suntikan benzatin penisilin tiap bulannya (tiap kali kontrol)
seumur hidup apabila diagnosa PJR telah tegak.
Obat Anti Inflamasi ( 1,2,6,9)
- Salisilat (Aspirin)
Digunakan untuk demam Rematik dengan poliarthritis untuk
meredakan nyeri dan bengkak pada sendi. Beberapa literatur menyarankan
untuk tidak digunakan sebelum diagnosa klinis dan laboratorium telah
ditegakkan, agar tidak mengaburkan gejala dan diagnosa.
Pada minggu I: 100 mg/kg BB/hari, dibagi 3 dosis setelah makan, maksimal
1500 mg/hari selama 2 minggu, selanjutnya 70 mg/kg BB/hari, dibagi 3
dosis, dilanjutkan untuk 2-3 minggu
28
Beberapa literatur juga ada yang menyarankan pemberian aspirin pada
karditis ringan-sedang, dengan dosis 90-100 mg/kg BB/hari, dibagi 4-6 dosis
selama 4-8 minggu, kemudian diturunkan dalam waktu 4-6 minggu.
Pada pasien ini diberikan Aspirin 3x250 mg selama dirawat di rumah
sakit.
- Kortikosteroid ( Prednison)
Untuk Demam Rematik Akut dengan karditis, dengan atau tanpa
gagal jantung. Ada beberapa literatur lain yang menyarankan untuk
digunakan hanya pada karditis berat. Dosis: 2 mg/ kg BB/ hari dibagi dalam
3-4 dosis, kemudian diturunkan setelah 2 minggu secara bertahap. Pada
minggu terakhir pengobatan prednison, salisilat(aspirin) juga perlu diberikan
untuk mencegah terjadinya rebound phenomen
Pada pasien ini diberikan prednison 50 mg / kg BB/ hari , dibagi dalam 3
dosis dengan pemberian 3-3-2 tablet. Selanjutnya akan di tappering off.
Aspek dietetik
Tujuan manajemen nutrisi dan dietetik pada anak dengan penyakit jantung adalah
membantu tumbuh kembang anak, agar secara fisik, sosial dan intelektual dapat
berkembang secara optimal. Manajemen nutrisi meliputi peningkatan masukan
kalori dan protein, restriksi yang mencukupi dari cairan dan natrium, serta
suplementasi vitamin dan mineral, terutama besi, kalsium,kalium dan vitamin
B/C. (6,13,14)
Kebutuhan kalori dan protein (6,13,14)
Kebutuhan diet pada penderita Penyakit Jantung Rematik tergantung
pada keadaan umum dan berat ringannya penyakit. Pada umumnya
dibutuhkan diet berupa makanan tinggi kalori cukup protein. Tambahan
vitamin dapat dibenarkan. Sedangkan diet untuk penderita gagal jantung
umumnya berupa makanan lunak lauk saring yag mudah dicerna dan rendah
garam. Jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan.
29
Imbang Cairan (6,13,14)
Imbang cairan harus mendapat perhatian yang utama, karena pada anak
dengan kelainan jantung terjadi cukup banyak pengeluaran air melalui
pernapasan karena takipneu dan demam. Sebaliknya pemberian cairan harus
dibatasi menjadi 70-85% kebutuhan rumat, untuk menghindari kelebihan
cairan pada gagal jantung. Pada gagal jantung, biasanya diusahakan
keseimbangan cairan yang negatif / keadaan dehidrasi ringan. Namun harus
dipantau terus, mengingat kerja pernapasan yang meningkat akan
meningkatkan kebutuhan cairan. Pemantuan klinis (imbang cairan,turgor,
pola pernapasan) serta laboratoris (analisa gas darah dan elektrolit)
menentukan jumlah cairan yang harus diberikan. Pada penderita gagal
jantung yang berat, seringkali masukan cairan dan makanan per oral tidak
memadai atau mengandung bahaya terjadi aspirasi. Oleh karena itu, sering
harus diberikan cairan intravena. Karena adanya kecenderungan terjadi
retensi cairan dan natrium pada penderita gagal jantung , maka diberikan
cairan tanpa natrium. Masukan natrium tidak boleh lebih dari 1000 mg/hari.
Suplementasi (6,13,14)
Gizi kurang karena kecepatan pertumbuhan menurun sering terjadi
pada anak dengan kelainan jantung. Untuk itu, suplementasi seringkali
dibutuhkan.Selain itu, kalsium, kalium dan natrium dapat ditambahkan
beserta roboransia lain, seperti vitamin C dan B komplek.
Pada penderita ini diberikan diet lunak, susu dan buah berkalori dan
berkalium tinggi (pisang) untuk mencukupi kebutuhan nutrisinya.
Suplementasi dengan vitamin C dan B komplek juga diberikan. Berdasarkan
rumus Darrow, kebutuhan basal cairan 24 jam pada penderita ini dengan
berat badan 20,7 kg dan suhu badan 37°C adalah 1514 cc/hari. Dengan
penghitungan cairan maka kebutuhan cairan menjadi 1440 cc/hari. Sedangkan
kebutuhan kalori dihitung berdasar metabolisme dasar yang disesuaikan
dengan faktor kegiatan jasmani, faktor penyakit, faktor pertumbuhan dan
koefisien absorbsi normal, yaitu sebesar 1514 kkal/hari. Kebutuhan protein
2-4 gr/kgBB/hari sebesar 42 gr/hari.
30
Tabel 2. Kebutuhan dan kecukupan gizi
Cairan Kalori Protein
Kebutuhan 24 jam 1514 cc 1514 kkal 42 gr
- Infus D5%
- Diet 3 x lunak
- 3 x 200 cc susu
480 cc
300 cc
600 cc
144 kkal
1218 kkal
366 kkal
-
45,45 gr
18,6 gr
Jumlah 1380 cc 1728 kkal 64 gram
% AKG 91 % 144 % 152 %
Secara keseluruhan penderita ini sudah mendapatkan cairan, kalori dan protein
sesuai kebutuhannya.
Aspek keperawatan (1,2)
Mengingat perjalanan penyakit dan komplikasinya, maka anak dengan
Penyakit Jantung Rematik perlu dirawat inap. Anak harus istirahat total selain
karena kondisinya lemah juga karena adanya komplikasi gagal jantung.
Aspek Edukasi
Orang tua penderita perlu diberikan penjelasan dan pengertian tentang
pengelolaan penyakit yang diderita anaknya, karena terapi pada penyakit ini
merupakan pengobatan yang dilakukan untuk menyokong miokardium dan
sirkulasi dan keberhasilan akhirnya sangat bergantung pada perbaikan secara
bedah.
Orangtua perlu diedukasi untuk mengoptimalkan status gizi anak agar
pertumbuhannya dapat berjalan baik dan daya tahan tubuh meningkat sehingga
anak tidak mudah sakit, dengan cara memberikan makanan yang bergizi dan
seimbang antara makanan pokok (beras putih, beras merah), zat pembangun
(protein: ikan, daging, hati, kacang-kacangan), zat pengatur (vitamin dan mineral:
buah, sayur, dairy product) dan zat tenaga (minyak, mentega, santan),
31
disesuaikan dengan keadaan sosial ekonomi keluarga. Makanan sebaiknya
diberikan dalam porsi kecil namun sering, dengan memberikan snack di antara
waktu makan. Anak juga harus diedukasi untuk menghabiskan makanannya.
2. Observasi Asites
Pengobatan asites yang dapat dilakukan antara lain :
A. Istirahat dan Diet Rendah Garam
Istirahat di tempat tidur akan sangat bermanfaat dan langkah selanjutnya
adalah terapi diet rendah garam. Konsumsi garam perlu dikurangi hingga
kira – kira 40 -60 mEq/hari. Kira – kira 20 % pasien asites akan
mengelami perbaikan diuresisnya hnaya dengan istirahat dan diet rendah
garam. Namun konsumsi garam yang rendah tidak dianjurkan karena
sering menyebabkan anoreksia dan malnutrisi.
B. Diuretik
Diuretik yang sampai saat ini sering digunakan adalah diuretik distal
khususnya spironolakton dan diuretik loop terutama furosemid.
3. Gizi Kurang
Diet yang diberikan pada anak ini disesuaikan dengan berat badan anak
dan keadaan anak.
Cairan Kalori Protein
Kebutuhan 24 jam 1514 cc 1514 kkal 42 gr
- Infus D5%
- Diet 3 x lunak
- 3 x 200 cc susu
480 cc
300 cc
600 cc
144 kkal
1218 kkal
366 kkal
-
45,45 gr
18,6 gr
Jumlah 1380 cc 1728 kkal 64
% AKG 91 % 144 % 152 %
32
C. PROGNOSIS
Morbiditas dan mortalitas dari penyakit ini dipengaruhi oleh keterlibatan
kegagalan fungsi jantung dan menyebabkan komplikasi – komplikasi yang
memperberat keadaan penderita. Pada penderita telah tmbul komplikasi yang sering
timbul pada penyakit kardiomiopati dilatasi yang parah. Sehingga sulit untuk
mengatasi atau mencegah timbulnya komplikasi yang lebih lanjut. Sehingga
prognosis penyakit kardiomiopati dilatasi pada penderita untuk kehidupan, untuk
penyakit dan untuk fungsi adalah dubia at malam.
33
BAB IV
RINGKASAN
Telah dilaporkan seorang anak dengan kardiomiopati dilatasi, observasi asites
dan dengan gizi kurang yang dirawat di RSDK sejak tanggal 3 September 2004.
Dari anamnesa didapatkan riwayat sesak nafas dan arthralgia. Keluhan
mudah lelah serta sesak setelah beraktivitas. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
asites, kardiomegali dan bising pansistolik grade III/6 dengan punctum maximum di
apex cordis, dijalarkan ke axilla dengan kecurigaan kelainan katub mitral
(insufisiensi mitral). Dari pemeriksaan penunjang EKG diketahui adanya pembesaran
atrim kiri dan X foto thorak didapat kardiomegali. Pada pemeriksan USG diperoleh
asites masif dan hepatomegali. Sedangkan pada pemeriksaan Ekhokardiografi
diketahui adanya dilated cardiomyopathy dan RA & LA dilated.
Setelah 18 hari diberikan pengelolaan medikamentosa, dietetik dan
keperawatan, keadaan umum penderita membaik. Prognosis penderita adalah dubia
ad malam karena kardiomiopati dilatasi dapat berkembang secara lambat dan juga
dapat berkembang progresif dan berakibat fatal. Dengan pengobatan medikamentosa
yang teratur maka akan dapat memperpanjang usia penderita. Apabila pengobatan
dengan medikamentosa yang adekuat tidak dapat memperbaiki fungsi jantung, maka
upaya yang dapat dilakukan adalah trasplantasi jantung, namun mengingat kesulitan
teknis dan hasil yang belum baik menyebabkan cara ini jarang dilaksanakan.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Sastroasmoro S. Buku Ajar Kardiologi Anak. Penerbit EGC. Jakarta. 2000: 356 -
357.
2. Ascites. Available from URL : http://www.hepcvets.com/se/asciteswhatitis.html
3. Noer S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 1996
4. What is Dilated Cardiomyopathy?. Available at URL :
http://cardiomyopathy.org/html/which_card_dcm.htm
5. Siregar AI. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik: Apakah Ada
Penemuan Baru?. Dalam: Naskah Lengkap Sinas Kardiologi Anak V, Palembang
2001: 109-121.
6. Wahab AS. Penyakit Jantung pada Anak. Penerbit EGC. Jakarta.2002:89-126
7. Cheitlin MD. McIlroy MB. Clinical Cardiology. Lange Medical Book. USA.
1993: 185-90.
8. M. Ayoub E. Acute Rheumatic Fever. dalam: Heart Disease in Infants, Children
and Adolescents.Sixth ed. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 2001:
1226-41
9. Hartantyo I, dkk. Pedoman Pelayanan Medik Anak SMF Kesehatan Anak RSUP
Dr. Karyadi Semarang. 1997: 102-107; 142-147
10. Nathan O. Hematology of Infancy and Childhood fourth ed. WB Saunders
Company. Philadelphia. 1993: 593-97.
11. M. El Said G. Acute Rheumatic Disease and Rheumatic Heart Disease. Dalam:
Garson A, Bricher JT, McNamara D. The Science and Practice of Pediatric
Cardiology. Lea & Febiger. Philadelphia. 1990: 1485-1502
12. Park Myung K. The Pediatric Cardiology Handbook. Mosby. Philadelphia. 1997:
148-53.
13. Sutaryo. Seminar Anemia Defisiensi Besi 2004. Penerbit Medika UGM.
Yogyakarta. 2004
14. Susanto JC. Bahan Kuliah: Nutrisi pada Anak dengan Kelainan Jantung
15. Pudjiadi. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Gaya Baru. Jakarta. 2004:23
35