1
APLIKASI SISTEM SCADA BERBASIS
SOFTWARE CX-SUPERVISOR 3.2 PADA PLANT PENGOLAH SAMPAH ORGANIK
MENJADI KOMPOS
Irham Banua Pratama(1), Chrestian Mamesah, Drs., M.Pd(2)
Jurusan Teknik Otomasi - Politeknik TEDC Bandung
Jl Pasantren km 2 Cibabat, Cimahi Utara 40513
ABSTRAK
Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari tanaman dan hewan yang telah mengalami
rekayasa bentuk padat ataupun cair yang digunakan untuk memasok bahan organik, memiliki sifat
fisik, kimia dan biologi tanah. Pupuk organik merupakan hasil akhir dan hasil antara perubahan atau
penguraian bagian dari sisa tanaman dan hewan. Namun proses pembuatan kompos secara
tradisional maupun alami tanpa bantuan teknologi memerlukan tenaga dan usaha yang besar serta
waktu yang relatif lebih lama. Dengan bantuan dan sentuhan dari teknologi kita bisa mengatur
variabel untuk mempercepat proses pengomposan dan membantu kita dalam proses pengontrolan
dan pengawasan terhadap proses yang sedang berlangsung. Diperlukan suatu aplikasi yang dapat
mengontrol variabel pengomposan, mengawasi proses pengomposan, mempermudah proses
pengontrolan dengan akusisi data agar dapat menghasilkan kompos yang baik dan cepat dengan
sedikit tenaga.
Kata kunci : PLC, CX-Supervisor, Monitoring, Akuisisi Data, Remote Terminal Unit, Master
Terminal Unit dan komunikasi
ABSTRACT
Compost is an organict fertilizer which is derived from plants and animals thah have been
engineered solid or liquid from which is used to supply organic matter, have physical, chemical and
biological soil. Organic fertilizer is the end result and the results of changes or decomposition of
the remaining parts of plants and animals. However, the composting process still traditionally and
naturally without the aid of technology requires great energy and effort as wel as a relatively longer
time. With the help of technology we could set a variable to speed up the composting process and
assit us in the process of controlling and monitoring the ongoing processes. Need an application
that can control the variables composting, oversees the composting process, simplify the process of
controlling the acquisition of data in order to produce good compost and quickly with little effort.
Keywords : PLC, CX-Supervisor, Monitoring, Data Acquisition, Remote Terminal Unit, Master
Terminal Unit and Communication.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Kompos merupakan pupuk
organik yang berasal dari tanaman
dan hewan yang telah mengalami
rekayasa bentuk padat ataupun cair
yang digunakan untuk memasok
bahan organik, memiliki sifat fisik,
kimia dan biologi tanah. Pupuk
organik merupakan hasil akhir dan
hasil antara perubahan atau
penguraian bagian dari sisa
tanaman dan hewan. (Peraturan
Mentan,
No.2/Pert/HK.060/2/2006)
Supervisory Control and
Data Acqusition (SCADA)
merupakan sistem yang mampu
melakukan pengambilan data
dengan baik untuk kemudian data
2
tersebut diolah sesuai dengan
kebutuhan kontrol maupun
manajemen, sehingga untuk
melakukan pengecekan kondisi
pada plant dapat dilakukan dengan
mudah. Data pada plant akan
tersimpan langsung pada komputer
agar mempermudah kita untuk
mendapatkan informasi.
Sistem SCADA dapat kita
manfaatkan untuk mempermudah
pekerjaan kita dalam melakukan
kontrol, pengawasan dan analisis
kerja sistem. Dengan semua
fasilitas yang ditawarkan dalam
sistem SCADA memungkinkan
kita untuk dapat mempermudah
pekerjaan dan mengefisienkan
waktu. Kita tidak perlu melakukan
pencatatan kondisi variabel pada
mesin, kondisi dari semua
instrumen pada mesin dapat dilihat
secara langsung, dan dapat
disimpan pada komputer.
Salah satu upaya dalam
memanfaatkan teknologi untuk
mempermudah pekerjaan adalah
menggunakan sistem kontrol yang
sekaligus bisa melakukan
pengawasan dan pengolahan data.
Dengan segala fasilitas dan fitur-
fitur yang terdapat dalam sistem
tersebut dan sekaligus juga
memanfaatkan sentuhan teknologi
untuk menghasilkan kompos sesuai
dengan tema tugas akhir yaitu
teknologi tepat guna, maka penulis
mencoba mengambil judul tugas
akhir yaitu aplikasi sistem
SCADA berbasis software CX-
Supervisor 3.2 pada plant
pengolah sampah organik menjadi
kompos.
1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah
merupakan gambaran umum
mengenai ruang lingkup penelitian
dan pembagian variable penelitian.
Berdasarkan pernyataan tersebut,
maka dalam perancangan dan
implementasinya akan dibahas dan
dirumuskan dalam suatu rumusan
masalah dalam bentuk pertanyaan
sebagai berikut :
1. Bagaimana proses pengendalian parameter-
parameter yang terdapat pada
plant pengolahan kompos?
2. Bagaimana cara mengakusisi data pada plant pengolahan
kompos dan kontrol dari semua
instrument/variabel pada
sistem?
3. Bagaimana mengkonvigurasi kompenen-komponen pada
sistem SCADA?
1.3 Batasan Masalah Agar dapat fokus pada
inti pembahasan yaitu hanya
seputar sistem SCADA, maka
penulis akan memberikan batasan
dari perumusan masalah yang telah
diuraikan diantaranya :
1. Software yang digunakan untuk membuat sistem
SCADA adalah CX
SUPERVISOR 3.2.
2. Parameter dan kondisi yang dapat ditampilkan pada sistem
SCADA hanya device input
maupun output yang dikontrol
langsung dengan PLC pada plant.
3. PLC yang digunakan adalah adalah PLC Omron CP1E-
NA20DR-A sebagai slave dan
perangkat yang digunakan
untuk dijadikan master dan
interface adalah PC.
4. Komunikasi yang digunakan antara master dan slave dengan
menggunakan kabel USB.
1.4 Tujuan Adapun tujuan dari
penulisan tugas akhir ini adalah
sebagai berikut ini :
1. Membuat suatu model dari sistem pembuatan kompos
yang memanfaatkan teknologi
berbasis SCADA.
2. Membuat sistem yang dapat memudahkan pekerjaan
pengontrolan, pengolahan data
pada plant menjadi informasi
yang dapat bermanfaat sesuai
dengan kebutuhan.
3. Menampilkan fenomena atau kejadian yang sedang
3
berlangsung pada plant dan
dapat dilihat secara langsung
atau Real Time.
1.5 Metodologi Penelitian Metode penelitian yang
penulis gunakan dalam penulisan
tugas akhir aplikasi sistem SCADA
berbasis software CX-Supervisor
3.2 pada plant pengolah sampah
organik menjadi kompos adalah
sebagai berikut ini :
1. Studi literatur Yaitu teori dasar sehingga
rangkaian dapat dianalisa
secara teoritis dengan cara
mempelajari hal-hal yang
sesuai dengan topik tugas
akhir.
2. Pemodelan sistem Membuat suatu pemodelan
dari sistem pengontrolan yang
sesuai untuk mengontrol
parameter-parameter proses
pengomposan.
3. Rancang bangun sistem Membuat program perangkat
lunak maupun perangkat keras
yang sesuai dengan bentuk
nyata dari plant.
4. Pengujian dan analisa sistem Setelah proses pembuatan
sistem selesai, maka
selanjutnya sistem yang telah
dibuat tersebut diuji untuk
kemudian didapatkan data dan
data tersebut dianalisa.
5. Kesimpulan Menyimpulkan kinerja sistem
secara keseluruhan melalui
analisa yang telah didapat.
1.6 Sistematikan Penyusunan Laporan
Dalam penyusunan laporan
tugas akhir ini penulis
menggunakan sistematika penulisan
laporan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar
belakang, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan, manfaat
perancangan dan metode
pengumpulan data.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan
mengenai teori yang akan menjadi
dasar dari topik penelitian,
diantaranya tentang : Pengertian
SCADA, arsitektur SCADA, jenis-
jenis SCADA, komunikasi SCADA,
dan juga teori tentang PLC.
BAB III PERANCANGAN
SISTEM
Pada Bab ini yang
dilakukan adalah merancang sistem
SCADA, konvigurasi komunikasi
antara PLC dan PC, konvigurasi
sensor analog dan PLC .
BABIV PENGUJIAN DAN
ANALISA
Bab ini membahas
mengenai data-data dari hasil
pengujian sistem SCADA yang
dilakukan untuk membuktikan
bahwa sistem dan konvigurasi yang
dilakukan bekerja dengan baik.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisikan tentang
kesimpulan dari model SCADA
sistem yang telah dibuat dan di
aplikasikan pada mesin/plant
beserta saran untuk kemungkinan
pengembangan proyek akhir ini.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kompos Pupuk organik adalah pupuk yang
sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari
bahan organik yang berasal dari tanaman dan
hewan yang telah mengalami rekayasa
berbentuk padat atau cair yang digunakan
untuk memasok bahan organik, memiliki
sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Peraturan
Mentan, No. 2/Pert/HK.060/2/2006). Pupuk
organik merupakan hasil akhir dan hasil
antara dari perubahan atau penguraian bagian
dari sisa tanaman dan hewan. Pupuk organik
berasal dari bahan organik yang mengandung
berbagai macam unsur, meskipun ditandai
4
dengan adanya Nitrogen dalam bentuk
persenyawaan organik, sehingga mudah
diserap tanaman.
2.1.1 Pengomposan Teknologi Rendah Teknik pengomposan teknologi
rendah masih menggunakan cara-cara
tradisional untuk membantu proses
fermentasi bahan organik menjadi kompos.
Teknik pengomposan yang
termasuk kelompok ini adalah Windrow
Composting. Bahan organik ditumpukan
dalam barisan tumpukan yang disusun
sejajar. Tumpukan secara berkala dibolah-
balik dengan cara manual dengan alat
tradisional untuk meningkatkan aerasi,
menurunkan suhu apabila terlalu tinggi dan
menurunkan kelembaban kompos. Teknik ini
sesuai untuk pengomposan sekala besar.
Lama pengompisan berkisar antara 3 sampai
6 bulan, yang tergantung pada karakteristik
bahan organik yang dikomposkan.
Gambar 2.1 Pengomposan dengan
teknik Windrow Composting
2.1.2 Pengomposan Teknologi Sedang Teknik pengomposan dengan
teknologi sedang merupakan cara
pengomposan yang sudah mulai
menggunakan alat untuk mempercepat proses
fermentasi bahan organik, alat ini
difungsikan untuk membantu bakteri pada
bahan organik untuk berkembang biak dan
melakukan fermentasi pada bahan organik
tersebut. Pada pengomposan teknologi
sedang, juga ditambahkan bahan aktivator
untuk mempercepat pertumbuhan bakteri,
menambahkan bakteri atau mikroorganisme
yang dapat mempercepat proses fermentasi.
1. Aerated static pile Tumpukan atau gundukan bahan
organik diberi aerasi dengan
menggunakan blower mekanik.
Tumpukan kompos ditutup dengan
terpal plastik. Teknik ini dapat
mempersingkat waktu pengomposan
hingga 3 5 minggu.
Gambar 2.2 Aerated static pile
2. Aerated compost bins Pengomposan dilakukan di dalam
bak-bak yang di bawahnya diberi
aerasi. Aerasi juga dilakukan dengan
cara menggunakan blower. Seringkali
ditambahkan pula cacing
(vermikompos), lama pengomposan
kurang lebih 2 3 minggu dan kopos akan matang pada waktu 2 bulan.
Gambar 2.3 Aerated compost bins
2.1.3 Pengomposan Teknologi Tinggi
Pengomposan teknologi tinggi
adalah pengomposan yang menggunakan
peralatan yang dibuat khusus untuk
mempercepat proses pengomposan.
Pengomposan dengan teknologi tinggi
menggunakan beberapa instrumen kontrol,
aktuator, dan sensor untuk mempermudah
proses pembuatan kompos. Selain itu juga,
instrumen kontrol tersebut akan menjaga
kondisi dari parameter-parameter alami agar
mikroorganisme dapat mempercepat proses
fermentasi.
5
Gambar 2.4 Pengomposan dengan
menggunakan teknologi tinggi
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Kompos
Secara teknis pembuatan kompos
tidaklah terlalu sulit. Akan tetapi lamanya
proses pengomposan dipengaruhi oleh
adanya beberapa faktor. Berikut ini
merupakan faktor yang mempengaruhi
pembentukan kompos.
Tabel 2.1 Parameter ideal kompos
Parameter Karakter Ideal
C/N rasio 20:1 - 40:1
Kandungan air 40 - 60 %
Konsentrasi oksigen >5%
Ukuran partikel
6
2.2.3 Suhu
Proses pengomposan akan berjalan
dengan ideal pada suhu yaitu 40-500C. Salah
satu cara yang dapat dilakukan untuk
mempertahankan suhu yang ideal adalah
dengan menimbun bahan sampai pada
ketinggian tertentu pada pembuatan kompos
tradisional. Proses pembuatan kompos akan
berjalan dengan baik jika bahan berada pada
suhu tersebut karena sesuai untuk
pertumbuhan mikroorganisme.
Mikroorganisme merupakan faktor penting
dalam proses pembuatan kompos karena
mikrooorganisme ini yang akan merombahk
bahan organik menjadi kompos.
(Suwahyono, Untung, Cara cepat buat
kompos dari limbah/ Untung Suwahyono dan
Tim)
2.3 Kontrol Sistem Kontrol sistem adalah kumpulan
dari komponen atau instrumen kontrol
(sensor, aktuator, kontroler) yang bekerja
bersama dibawah perintah dari kontroler atau
alat pengendali. Dalam kebanyakan kasus,
perangkat elektronik menyediakan perangkat
kendali pintar dan peralatan
elektromekanikal seperti sensor dan motor
yang menyediakan antar muka atau interface.
Sensor-sensor tersebut memberikan
informasi tentang suatu kondisi tertentu
dalam bentuk sinyal dan mengirimkan sinyal
tersebut ke kontroler untuk kemudian
kontroler mengeksekusi perintah selanjutnya
sesuai dengan program yang telah dimasukan
kedalamnya. (Kilian, Modern Control
Technology : Components and Systems 2nd
edition)
Setiap kontrol sistem memiliki
setidaknya seatu kontroler dan suatu aktuator
(final control element). Pada gambar 2.5 blok
diagram suatu kontrol sistem, kontroler
merupakan peralatan elektronika yang
memiliki sistem yang pintar dan dapat
diprogram. Masukan atau input dari kontrol
disebut dengan Set Point, Set Point tersebut
memberikan instruksi keluaran atau output
dari sistem. Aktuator adalah peralatan
elektro-mekanik yang menerima sinyal dari
kontroler dan merubah sinyal tersebut
menjadi sebuah tindakan atau gerakan.
Contoh dari aktuator adalah motor,
valve elektrik yang bisa dikontrol, atau
elemen pemanas. Blok diagram yang terakhir
pada gambar 2.5 adalah Process dan
keluarannya diberinama Controlled Variable.
Blok diagram Process merepresentasikan
proses fisis yang disebapkan oleh aktuator
dan Controlled Variable merupakan hasil
dari proses kontrol.
Gambar 2.5 Blok diagram sebuah
kontrol sistem
2.3.1 Open-Loop Control Systems Kontrol sistem Open-Loop,
kontroler tidak menghitung kebutuhan
tegangan maupun arus yang dibutuhkan
aktuator untuk melakukan pekerjaan dan
tidak mengirimkan laporan kembali ke
kontroler tentang kondisi dari aktuator.
Dengan demikinan, kontroler tidak pernah
mengetahui jika aktuator melakukan sesuatu
yang tidak semestinya dilakukan karena tidak
adanya umpan balik atau feedback. Sistem ini
sangat bergantung pada kontroler mengenal
karakteristik dari aktuator.
Gambar 2.6 Controh blok diagram
pada Open-Loop control system
2.3.2 Closed-Loop Control Systems Kontrol sistem Closed-Loop, output
pada proses (Controlled Variable) secara
konstan dimonitor oleh sensor, sebagai mana
pada gambar 2.6. Sensor mengambil sampel
dari output dan mengkonversikan
pengukuran atau pembacaan tersebut
kedalam sinyal listrik yang dikirimkan
kembali ke kontroler. Karena kontroler
mengetahui apa yang sistem sedang kerjakan,
maka hal ini akan menakibatkan
7
diperlukannya pengaturan (adjust) untuk
membuat sesuai dengan Set Point.
Gambar 2.7 Close-Loop Control
Systems
2.3.3 Analog and Digital Control Systems
Kontol sistem analog, kontroler
terdiri dari peralatan analog dan rangkaian
seperti linier amplifier. Sistem kontrol yang
pertama adalah analog karena dulu
merupakan satu-satunya teknologi yang ada.
Didalam kontrol analog, setiap perubahan
termasuk set point atau feedback akan
dirasakan dengan seketika dan amplifier
melakukan penyesuaian pada output atau ke
aktuator seketika.Kotrol sistem digital,
kontroler menggunakan rangkaian digital.
Dalam kebanyakan kasus, rangkaian ini
adalah komputer, biasanya mikroprosesor
atau mikrokontroler. Komputer
mengeksekusi program yang mana hal ini
terus menerus berulang. Program
memerintahkan komputer untuk membaca set
point dan data pada sensor dan kemudian
menggunakan data tersebut untuk
menghitung output dari kontroler (dan
dikirim ke aktuator). Program tersebut
kemudian akan kembali ke awal dan memulai
siklus tersebut lagi. Total waktu yang
dibutuhkan untuk melewati satu kali proses
tersebut mungkin kurang dari 1ms. Sistem
digital hanya melihat pada input pada waktu
bersamaan saat scan dan memberi update
output kemudian.
Gambar 2.7 menunjukan blok
diagram dari digital close-loop kontrol
sistem. Dengan catatan kita tambahkan dua
blok. Blok pertama sebagai digital ke analog
konverter (DAC) dan kedua adalah analog ke
digital konverter ADC). (Kilian, Modern
Control Technology : Components and
Systems 2nd edition)
Gambar 2.8 Blok diagram dari
DAC/ADC close-loop kontrol sistem
2.3.4 Classifications Of Control Systems 2.3.4.1 Process Control
Process control menunjuk pada
kontrol sistem yang mengatur beberapa
proses di industri. Process control melakukan
ini dengan memonitor dan mengatur
parameter dari kontrol untuk memastikan
produk yang dihasilkan (output) sesuai
dengan set point. Proses kontrol bisa di
klasifikasikan menjadi bach process atau
continuous process. Pada proses kontinyu,
ada material atau produk yang bekerja
dengan kontinyu. Proses batch sebagai awal
dan akhir seperti proses pengepakan.
1. Sequentially Controlled System Kontrol yang mengendalikan suatu
proses secara berurutan. Banyak
industri otomasi yang menggunakan
kontrol sistem ini. Sebagai contoh,
dimana sebuah parts di isi ke dalam
sebuah rak, dan kemudian dimasukan ke
dalam tungku pemanas selama 10
menit, kemudian dipindahkan ke tempat
pendingin selama 10 menit dan
kemudian dimasukan ke dalam kotak.
Sequentially Controlled System,
digunakan pada plant ini karena
karakteristik dari plant yang pada mode
kerja auto, aktuator akan bekerja secara
berurutan sesuai dengan kondisi atau
syarat tertentu. Jika aktuator satu telah
melakukan kerjanya dan sesuai dengan
kondisi tertentu, maka selanjutnya
aktuator dua akan bekerja. Selama
kondisi tersebut belum tercapai, maka
8
aktuator dua tidak akan bekerja, hal ini
diperlukan dalam proses penimbangan
sampah organik dan proses pengaturan
suhu ruangan fermentasi. (Kilian,
Modern Control Technology :
Components and Systems 2nd edition)
2. Batch Control Batch control proses merupakan kontrol
yang berjalan secara acak. Kontrol ini
bisa digunakan untuk mode manual.
Pada plant pengolah sampah organik
menjadi kompos juga menggunakan
batch control untuk mode manual. Hal
ini dikarenakan, pada mode manual,
aktuator dapat dijalankan secara acak
sesuai keinginan operator dan proses
yang ingin dikerjakan oleh operator
tersebut.
2.4 SCADA
Sistem SCADA adalah aplikasi
yang dapat mengambil data-data dari sistem
dilapangan degan tujuan untuk pengontrolan
sistem. Sistem SCADA fokus pada bagian
keamanan sistem, pengawasan sistem dan
acquisition (perolehan) data. SCADA
merupakan paket software yang terletak di
atas hardware melalui interface, biasanya
melalui PLC. SCADA memungkinkan kita
untuk untuk megawasi plant dari jarak jauh
saat sistem sedang running hingga saat terjadi
error. (Agfianto, 2009)
Gambar 2.9 Sistem SCADA
sederhana
Seiring dengan perkembangan
komputer dengan segala kemudahan yang
dapat kita gunakan didalamnya, maka
komputer menjadi komponen yang sangat
penting dan membantu dalam sebuah sistem
SCADA yang moderen.
Sistem ini menggunakan komputer
untuk menampilkan status dari semua device
sensor, aktuator dan input/output pada suatu
plant yang memiliki lebih dari satu aktuator
dan sensor lalu memuat parameter atau
variabel tertentu dalam bentuk grafik atau
trend, dan menyimpannya dalam database.
Gambar 2.10 Sistem SCADA
moderen
2.5 Arsitektur SCADA
Gambar 2.11 Arsitektur SCADA
secara umum
Operator adalah manusia yang
mengawasi sistem SCADA dan melakukan
fungsi supervisory control untuk operasi
plant. HMI (Human Machine Interface)
menampilkan data pada suatu perangkat yang
komunikatif dan animatif, dan menyediakan
antarmuaka untuk komunikasi antara mesin
dengan manusia (operator). MTU (Master
Terminal Unit) bertindak sebagai master bagi
RTU dan berfungsi mengumpulkan data dari
OPERATOR
HMI
MASTER TERMINAL
UNIT
(MTU)
REMOTE
TERMINAL UNIT (RTU)
FIELD DEVICE
9
satu atau beberapa RTU , melakukan
koordinasi dengan memberi perintah ke RTU
untuk menjaga agar proses berjalan dengan
stabil dan memberikan data ke server/HMI.
Protokol komunikasi adalah sebuah aturan
atau standar yang mengatur atau mengizinkan
terjadinya hubungan, komunikasi dan
perpindahan data antara PLC sebagai slave
dengan MTU. RTU (Remote Terminal Unit)
berfungsi sebagai pengendali plant/field
device, mengirim sinyal kontrol, mengambil
data dari plant dan kemudian mengirim ke
MTU. (Wicaksono, Handy SCADA software
dengan wonderware in touch ; Dasar-dasar
pemograman)
2.6 Jenis-Jenis Sistem SCADA
Menurut skala sistem keseluruhan,
sistem SCADA dapat dibedakan menjadi 3
bagian, yaitu :
1. SCADA dasar SCADA dasar ini umumnya hanya
terdiri dari satu buah RTU/PLC saja
yang digunakan untuk mengendalikin
suatu plant dengan berbagai field
devices. Jumlah MTU yang digunakan
juga hanya satu buah. (Dormishev, Ilia.
Komoni, Krenar. Lessard, Matthew.
SCADA System Classification.
Norwich University Centre of Exellence
in Distributed Control System Security)
Gambar 2.12 SCADA dasar
2. Integrated SCADA Sistem ini terdiri dari beberapa
RTU/PLC yang terhubung dengan
beberapa Distributed Control System
(DCS), namun hanya menggunakan 1
MTU. MTU ini dapat terhubung dengan
komputer lain melalui LAN, WAN
ataupun internet. (Dormishev, Ilia.
Komoni, Krenar. Lessard, Matthew.
SCADA System Classification.
Norwich University Centre of Exellence
in Distributed Control System Security)
Gambar 2.13 Integrated SCADA
3. Networked SCADA Sistem ini memiliki lebih dari satu
RTU yang saling terhubung. Ada 1
MTU pusat sebagai coordinator dari
sistem-sistem yang lain. MTU pusat ini
juga dapat terhubung dengan dunia luar
dengan LAN, WAN, maupun internet.
(Dormishev, Ilia. Komoni, Krenar.
Lessard, Matthew. SCADA System
Classification. Norwich University
Centre of Exellence in Distributed
Control System Security)
Gambar 2.14 Networked SCADA
2.7 Perangkat Keras SCADA SCADA sistem adalah sistem yang
terdiri dari perangkat keras dan perangkat
lunak. Perangkat lunak pada sistem SCADA
berfungsi sebagai sistem pengolahan data,
memberikan instruksi, menampilkan hasil
pengolahan data, menampilkan kondisi dari
sub-sub sistem yang sedang bekerja.
Sementara itu, perangkat keras pada sistem
SCADA digunakan sebagai sistem yang akan
di kendalikan oleh perangkat lunak dari
sistem SCADA. Berikut ini adalah lima
tingkatan hirarki pada sistem SCADA.
2.7.1 Lingkungan Perangkat Instrumentasi dan Kontrol
Lingkungan perangkat
instrumentasi dan kontrol atau disebut juga
dengan plant adalah gabungan dari sensor,
aktuator, tranduser, dan alat ukur yang
diintegrasikan untuk menjalankan sebuah
sistem yang telah terprogram.
10
2.7.2 Remote Terminal Unit Remote Terminal Unit atau RTU
merupakan unit slave pada sistem SCADA.
RTU mengirimkan sinyal kontrol pada
peralatan yang dikendalikan, mengambil data
dari peralatan tersebut, dan kemudian
mengirimkannya ke MTU. Pada perancangan
ini, RTU digantikan dengan PLC. Hal ini
dikarenakan fungsi dari PLC yang sama
dengan fungsi dari RTU itu sendiri.
2.7.3 Sistem Komunikasi Data Pada Sistem SCADA
Informasi juga penting bagi sistem
automasi dengan PLC, karena PLC tidak
hanya menghasilkan produk/barang, tetapi
juga menghasilkan data. Umumnya
inefisiensi karena data yang tidak akurat tidak
dipermasalahkan. Namun, jika dapat
menggunakan data untuk memperbaiki
proses maka keuntungan perusahaan dapat
meningkat dengan drastis. Pada umumnya,
perekaman atau pencatatan informasi data
dilakukan secara manual.
Gambar 2.15 Proses perekaman
data secara manual
Kelemahan dari sistem perekaman
data secara manual adalah sebagai berikut :
1. Akurasi rendah 2. Tidak real time 3. Membutuhkan waktu yang relatif lama 4. Kemungkinan kesalahan lebih besar 5. Informasi yang diberikan mengkin
berlebihan, tidak sesuai dengan
kebutuhan.
Pada perekaman data otomastis, data
plant yang dikontrol dengan menggunakan
PLC dapat disimpan langsung secara
otomatis oleh komputer dan langsung dapat
ditampilkan oleh komputer-komputer lain
dalam satu jaringan. Kelebihan dari sistem ini
adalah :
1. akurat 2. Real time 3. Cepat
Gambar 2.16 Proses perekaman
data secara otomatis
2.7.4 Master Terminal Unit Master Terminal Unit atau MTU
pada umumnya tidak terhubung dengan
perangkat instrumentasi dan kontrol. MTU
hanya berpelan sebagai penghimpun data dari
RTU. MTU berperan untuk mengambil data
dari RTU secara periodik.
2.7.5 Komputer Komputer digunakan untuk
menampilkan status dari semua device yang
terdapat pada plant, menampilkan semua data
yang terkait pada plant, dan kemudian
menyimpan data tersebut di database.
Komputer ini dihubungkan dengan perangkat
kontrol atau pengendali (RTU) melalui
sebuah komunikasi.
2.8 SCADA Software
Agar Master Terminal Unit atau
MTU dapat bekerja melakukan fungsi utama
dari sistem SCADA maka, dibutuhkan
sebuah perangkat lunak yang dapat membuat
sistem SCADA. Prinsip kerja dari suatu
perangkat lunak SCADA adalah dengan
mengakses data memory yang ada pada
Remote Terminal Unit atau RTU.
Komponen-komponen yang tersedia
pada CX-Supervisor 3.2 telah cukup
mendukung berbagai macam pemodelan
sistem. Selain itu juga, CX-Supervisor 3.2
mendukung semua media komunikasi standar
yang digunakan oleh industri, seperti
11
menggunakan USB, RS 232, RS 442, RS 485,
Ethernet, dan nirkabel. Selain itu juga, karena
PLC yang digunakan untuk RTU pada sistem
ini adalah PLC tipe Omron, maka penulis
menggunakan CX-Supervisor 3.2 sebagai
perangkat lunak.
2.8.1 Human Machine Interface (HMI)
HMI merupakan bagian penting
dalam membangun SCADA sistem. Secara
sederhana, HMI berfungsi sebagai jembatan
bagi operator untuk memehami proses yang
sedang terjadi pada mesin. Tanpa HMI,
manusia akan kesulitan dalam mengawasi
dan mengendalikan sebuah plant.
Gambar 2.17 Struktur
HMI
2.8.2 Graphical Objects
Graphical objects adalah objek yang
dapat kita gunakan untuk memodelkan sistem
sebenarnya dengan bentuk geometri,
misalnya ; elips, dan polygon, termasuk juga
text object.
Gambar 2.18 Graphical objects
toolbar
2.8.3 Control Objects
Control objects adalah objek yang
dapat menampilkan dan atau memberi
instruksi kepada sistem. Biasanya objek ini di
program dengan Bahasa VB atau CX-
Supervisor yang telah tersedia.
Gambar 2.19 Control objects
toolbar
2.8.4 Graphical Library
Graphical library menyediakan
komponen atau instrumen yang terdapat
dalam sebuah plant di industri.
Gambar 2.20 Graphical library
2.8.5 Animation Editor
Animation editor merupakan fitur
animasi komponen yang sedang melakukan
eventnya. Contohnya adalah animasi
bergerak naik-turun, berputar, dan bergerak
dengan arah horisontal.
Gambar 2.21 Animation editor
2.8.6 Point Editor
Point editor merupakan kumpulan
variabel yang telah dikoneksikan dengan
memori PLC yang akan digunakan pada
komponen yang telah dirangkai kedalam
SCADA.
12
Gambar 2.22 Point editor
2.9 PLC (Programmabel Logic Control)
PLC adalah komponen kontrol
yang memiliki CPU didalamnya, beserta
memori untuk penyimpanan program yang
tertanam didalamnya dan memori yang
berfungsi untuk menyimpan nilai parameter-
parameter tertentu di alamat memori yang
diinginkan programmer PLC.
Table 2.4 Spesifikasi PLC Omron
CP1E-NA20DR-A
Gambar 2.23 PLC Omron CP1E-
NA20DR-A
Ada beberapa komponen yang
membantu PLC agar bisa berfungsi
sebagaimana mestinya. Beberapa kompenen
tersebut diantaranya adalah power supply,
central processing unit (CPU) dan memori.
Power supply (catu daya) merupakan sumber
tegangan yang dibutuhkan oleh PLC agar
bisa bekerja/running, spesifikasi catu daya
harus sesuai dengan spesifikasi jenis sumber
tegangan PLC yang diinginkan (AC atau DC)
dan nominal tegangan pada PLC bernilai
220v AC atau 24v DC.
CPU adalah sebuah microprocessor
yang mengkoordinasi segala aktivitas sestem
di dalam PLC.
Memori adalah satu bagian pada
PLC yang menyimpan sistem operasi PLC
dan data pengguna (user).
Read Only Memory (ROM):
Informasi yang ada di dalam ROM hanya
dapat dibaca saja. Salah satu jenis dari
ROM adalah PROM (Programmable Read
Only Memori). PROM merupakan cara
yang sederhana untuk menyimpan
kumpulan program.
Erasable Programmable Read
Only Memori (EPROM). EPROM
menyimpan data secara permanen seperti
ROM, tetapi ROM tidak membutuhkan
battery backup. Electrically Erasable
Programmable Read-Only Memori
(EEPROM). EEPROM merupakan
kombinasi fleksibilitas akses dari RAM dan
non-volatility dari EEPROM.
13
Gambar 2.24 Bagian-bagian dalam
memori PLC
2.9.1 PLC I/O Memory Areas
Agar mempermudah program PLC,
kita diharuskan untuk mengetahui pemetaan
memori yang tersedia pada PLC. Dengan
mengetahui pemetaan memori, alamat yang
dijadikan protokol untuk menugaskan suatu
memori terhadap program dapat di ketahui.
Pada PLC Omron CP1E-NA20DR-A telah
ditetapkan pemetaan memori dan alamat
setiap memori untuk menugaskan atau
memanggil memori tertentu.
Blok Memori untuk CIO Area 1. Input bits merupakan bagian dari blok
memori yang akan terhubung dengan
perangkat input dala, suatu sistem yang
dikendalikan PLC. Disebut sebagai
input bits karena bagian blok memori ini
hanya digunakan untuk input yang
memberikan data biner. Jangkauan
input bits pada tipe PLC ini adalah
mudali dari CIO 0 sampai dengan CIO
99. Untuk input/output analog memiliki
jangkauan CIO 90 dan CIO 91.
2. Output bits merupakan bagian dari blok memori yang akan terhubung dengan
perangkat output dalam suatu sistem
yang dikendalikan oleh PLC seperti
motor listrik, AC solenoid valve, lampu
indikator dll.
3. Serial links memori adalah bagian dari blok memori yang didalamnya dapat
dishare atau di exchange melalui
komunikasi serial. Jangkauan memori
ini mulai dari CIO 200 sampai dengan
CIO 289
Blok Memori untuk User Area 1. Work area (W) adalah sebuah blok
memori internal CPU PLC. Bagian
memori ini tidak terhubung dengan
perangkat input mau pun output pada
sebuah sistem yang dikendalikan oleh
PLC.
2. Holding area (H) adalah suatu blok memori internal unit CPU PLC. Bagian
memori ini digunakan untuk
pemograman dan tidak terhubung
dengan perangkat luar.
3. Data memory area (D) blok memori ini sama dengan holding area, yang
membuat perbedaan adalah bagian
memori ini hanya digunakan dalam
satuan word memory.
4. Timer area (T) adalah bagian dari memori untuk pencacah pewaktu.
Terdapat dua bagian yaitu Timer
Completion Flags Register yang
digunakan untuk beberapa fungsi
pewaktu dan Timer Present Values
adalah nominal pewaktu. Jangkauan
timer mulai dari T0 sampai T255
5. Counter area (C) bagian blok memori ini berfungsi untuk melakukan
penghitungan. Jangkauan memori ini
adalah mulai dari C0 sampai dengan
C255.
Blok Memori untuk System Area 1. Auxilary area (A) adalah bagian dari
memori yang telah ditetapkan fungsinya
dalam sistem unit CPU PLC.
2. Conditioning flags adalah bagian bit memori yang telah di sediakan oleh unit
CPU PLC untuk kebutuhan umum,
misalnya P_ON untuk selalu pada posisi
ON.
3. Clock pluse adalah bagian memori yang menghasilkan pulsa ON dan OFF pada
internal pewaktu (timer) unit CPU PLC.
Misalnya P_1S untuk menghasilkan
pulsa 1Hz.
Mengetahui pemetaan memori PLC
sangat penting untuk melakukan fungsi dari
akusisi data. Setiap komponen yang terdapat
dalam aplikasi SCADA akan terhubung
dengan bit memory atau word memory pada
unit CPU PLC. Akses memori ini bertujuan
untuk read/write memory tersebut untuk
kepentingan pemantauan dan akusisi data
(read) dan melakukan pengendalian atau
perubahan parameter (write).
Tabel 2.5 Pemetaan memori PLC
Omron CP1E-NA20DR-A
14
2.9.2 Tipe Data
Nilai atau data yang diolah atau
disimpan pada data memori memiliki tipe
data yang berbeda tergantung pada fungsi
instruksi data yang akan diolah. Berikut ini
adalah tiper data yang ada pada memori PLC.
Table 2.6 Tipe data
Tipe data Diskripsi
BOOL Bit biner-logika
Boolean kondisi
ON dan OFF
jenis ini biasa
digunakan
untuk kontak
atau coil.
CHANNEL Tipe data
khusus, dapat
menampung
semua tipe data
kecuaili
NUMBER dan
BOOL.
DINT Signed, Double
binary word
INT Signed, Single
binary word
LINT Signed, Quad
binary word
NUMBER Integer atau
floating
REAL Double word
floating point
value (IEEE
format)
LREAL Long word
floating point
value (IEEE
format)
UDINT Unsigned,
Double binary
word
UINT Unsigned,
Single binary
word
ULINT Unsigned, Quad
binary word
UDINT_BCD Unsigned,
Single BCD
word
ULINT_BCD Unsigned, Quad
BCD word
WORD Bit string 16 bit
DWORD Bit string 32 bit
LWORD Bit string 64 bit
STRING Karakter string.
1 samapai 255
karakter
TIMER Representasi
nomor, flags
dan nilai timer
COUNTER Representasi
nomor, flags
dan nilai
counter
2.9.3 Tipe Komunikasi Data pada PLC 2.9.3.1 Primitive Communication
Pada sistem komunikasi ini, PLC
dengan alat lain (PLC lain, mikrokontroler,
dan lain-lain) akan terhubung secara hard-
wired (dengan kabel).
15
Gambar 2.25 Skema primitive
communication
2.9.3.2 Serial Communication
Pada tipe komunikasi ini, PLC dapat
saling bertukar data melalui komunikasi
tertentu. Jika pada komunikasi primitive,
tegangan dari PLC 1 akan diteruskan ke PLC
2, maka pada komunikasi serial datalah yang
akan dipertukarkan. Berikut ini adalah skema
komunikasi RS 232 yang janya bisa terjadi
secara one to one :
Gambar 2.26 Skema komunikasi
serial RS 232
Gambar 2.27 Skema komunikasi
serial RS 485
Jika satu buah PC dilengkapi dengan
SCADA software, seharusnya PC tersbut
dapat berkomunikasi dengan beberapa PLC
meskipun berbeda merek. Hal ini
dikarenakan untuk masing-masing PLC
dilengkapi dengan driver pada program
SCADA tersebut. Berikut ini adalah skema
komunikasinya.
Gambar 2.28 Skema komunikasi
PLC dengan merek yang berbeda
2.9.4 Dasar Pemograman PLC Umumnya jika seseorang ingin
membuat sebuah sistem kontrol tertentu,
maka yang perlu dilakukan adalah
mengetahui bagaimana cara kerja dari sistem
tersebut dan bagaimana cara mengendalikan
sistem tersebut agar dapat berjalan sesuai
dengan prinsip kerja sistem tersebut.
Langkah pertama yang dilakukan
adalah memahami kebutuhan kontrol dari
sistem dan mulai membuat flowchart dari
sistem untuk membantu memahami alur kerja
dari sistem yang ingin dibuat.
Setelah membuat flowchart dan
menentukan perangkat instrumen yang
digunakan, kita harus membuat daftar
peralatan atau instrumen yang akan
digunakan.
Setelah semua itu, barulah dibuat
program PLC sesuai dengan flowchart sistem
yang ingin dibuat. Jika program yang dibuat
sudah benar dan sesuai dengan flowchart,
barulah perancang menghubungkan peralatan
input/output sebenarnya pada sistem dan
mulai melakukan konfigurasi pengkabelan.
Berikut ini merupakan diagram untuk
langkah pembuatan program PLC.
(Wicaksono, Handy, Programmable Logic
Controler : Pemograman dan Aplikasinya
dalam Otomasi Sistem)
16
Gambar 2.29 Diagram langkah
pembuatan program PLC
Pahami kebutuhan kontrol
dari sistem (algoritma
sistem)
Buat flowchart dari sistem
Buat daftar input/output
sistem,
Terjemahkan flowchart ke
leader diagram
Simulasikan dan analisa
program
Hubungkan PLC dengan
input/output sistem
Jalankan sistem dengan
PLC
17
1. Pahami kebutuhan kontrol dari sistem
(Algoritma sistem)
Algoritma adalah kumpulan perintah
untuk menyelesaikan suatu masalah.
Perintah-perintah ini dapat
diterjemahkan secara bertahap dari awal
hingga akhir.
2. Flowchart sistem Flowchart adalah suatu bagan dengan
symbol-simbol tertentu yang
menggambarkan urutan proses secara
mendetail dan hubungan antara suatu
proses (instruksi) dengan proses lainnya
dalam suatu program.
3. Daftar input dan output Merupakan daftar dari komponen yang
akan digunakan sebagai aktuator atau
komponen yang akan digunakan
sebagai input dari sistem.
4. Leader diagram Program Ladder adalah bahasa
pemrograman berbasis relay logic.
Pemrograman dengan bahasa Ladder
Logic merupakan salah satu
programmer PLC.
5. Simulasi dan analisa program Menjalankan program leader yang telah
dibuat dalam simulasi sistem dengan
menggunakan perangkat lunak. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui apakah
program yang sudah dibuat sudah benar
sesuai dengan keinginan sistem.
6. Hubungkan PLC dengan input dan output (wireing)
Agar sistem bisa berjalan, tentunya kita
membutuhkan pengkabelan untuk
menghubungkan antara input dan
output.
7. Jalankan sistem dengan PLC Setelah semua langkah diatas
dilakukan, maka kita dapat menjalankan
sistem atau plant yang telah dibuat
untuk melihat apakah plant sudah
berjalan sebagai mana mestinya.
2.9.5 Instruksi pada PLC 1. Move
Merupakan instruksi untuk
memindahkan atau mentransfer data.
Instruksi move pada plant pengolah
sampah organik menjadi kompos,
berfungsi untuk memindahkan data
yang terdapat pada alamat input analog
ke dalam memori PLC agar dapat
diolah. Tidak hanya itu, instruksi ini
juga digunakan untuk memasukan data
sebagai pembanding dan data sebagai
konstanta.
Gambar 2.30 Instruksi move
2. Compare Merupakan instruksi yang berfungsi
untuk membandingkan suatu data pada
alamat tertentu dengan data yang lain
pada alamat tertentu dan hasil dari
perbandingan tersebut akan ditampilkan
pada arithmetic flags pada auxillary
area.
Gambar 2.31 Instruksi compare
3. Float Mengkonversi dari 16-bit signed binary
pada S (source atau sumber data) ke 32-
bit floating-point data atau bilangan
berkoma (IEEE754-format) dan
ditempatkan hasin tersebut dalam R+1
dan R. Instruksi ini berfungsi agar
tampilan hasil dari pengolahan data
menjadi bilangan berkoma. Contohnya
adalah tampilan dari suhu, tegangan
pada sensor suhu dan tegangan pada
blower akan menampilkan bilangan
berkoma.
18
Gambar 2.32 instruksi Float
4. Floating-point divide Instruksi yang berfungsi untuk
membagi suatu bilangan data 32-bit
floating-point dengan bilangan data
dengan tipe yang sama lalu hasil dari
operasi tersebut dipindahkan ke alamat
lain dengan tipe floating-point.
Gambar 2.33 Instruksi floating-point
devide
5. Single-precision floating-point comparasion
Instruksi ini digunakan untuk
membandingkan dua single-precision
floating point values dan membuat
eksekusi kondisi ON ketika kondisi
perbandingan adalah true. Aplikasi dari
instruksi ini pada plant adalah untuk
membandingkan suhu tertinggi pada
proses fermentasi. Jika suhu yang
dibaca mencapai 500C atau lebih dari
500C maka suhu ruangan high.
Gambar 2.34 Instruksi Single-
precision floating-point comparation
6. Conter Instruksi yang berfungsi untuk
menghitung mundur sesuai dengan Set
Value. N merupakan jumlah hitungan
dan S merupakan Set Value yang
dimasukan. Reset berfungsi untuk
memulai hitugan kembali jika hitungan
telah mencapai nilai S. count input
berfungsi sebagai jumlah yang dihitung.
Gambar 2.35 Instruksi counter
7. Timer Ketika input timer pada posisi On maka
timer akan mulai menghitung mundur
dengan 0,1s pengurangan. Instruksi ini
digunakan pada mode auto untuk
menentukan berapa banyak kotoran
hewan yang keluar, berapa banyak
cairan EM4 yang keluar dan berapa
lama mixer akan bekerja.
Gambar 2.36 Instruksi timer
BAB III
PERANCANGAN
3.1 Tinjauan Umum
Bab ini akan membahas
perancangan dan pembangunan sistem
SCADA dengan menggunakan CX-
Supervisor 3.2 pada plant pengolah sampah
organik menjadi kompos. Pembahasan
mencakup komunikasi antara MTU dan
RTU, pembuatan tampilan SCADA yang
sesuai dengan tampilan plant, pengolahan
data dan menampilkan data pada sistem.
3.2 Tujuan Perancangan
Tujuan dari perancangan sistem
SCADA ini adalah agar parameter-parameter
yang terdapat pada plant pengolahan sampah
organik menjadi kompos dapat dikendalikan
dengan baik, memanfaatkan teknologi
SCADA pada plant, mengakusisi data pada
plant dan mengontrol instrumen/variabel
pada plant serta mengkonvigurasi komponen
pada sistem SCADA agar sistem SCADA
19
dapat berjalan dengan baik dan
mempermudah proses pengomposan.
3.3 Algoritma Sistem Algoritma pada plant ini adalah
untuk menentukan cara agar sampah organik
dapat menjadi kompos dengan
memanfaatkan sentuhan dari teknologi agar
sesuai dengan tema tugas akhir yang diambil.
Berikut ini merupakan algoritma dari plant :
1. Sampah organik berupa daun kering, sisa makanan, kulit buah dan sayuran dicacah
agar mempermudah dan mempercepat
proses pembusukan sampah organik
tersebut. Selain itu juga, proses ini
menentukan tekstur dari kompos yang
akan dihasilkan.
2. Setelah sampah organik tersebut digiling, kemudian sampah akan ditimbang secara
otomatis untuk menentukan berapa
banyak bahan pencampur untuk
mempercepat proses pengomposan
seperti EM4 dan gula.
3. Agar bahan pencampur yang sudah ditambahkan sebelumnya dapat
tercampur dengan merata maka bahan
tersebut akan di aduk untuk beberapa saat.
4. Setelah itu, maka bahan organik yang sudah tercampur tadi dipindahkan ke
proses pembusukan.
5. Proses pembusukan atau fermentasi sangat penting untuk pengomposan.
Proses ini akan mengatur suhu ruangan
stabil pada suhu 400 C 500 C. hal ini diperlukan untuk mempercepat proses
pengomposan karena mikroorganisme
yang terdapat pada EM4 akan hidup dan
berkembang pada suhu tersebut. Proses
ini juga penting untuk menentukan
kelembaban dari kompos yang dihasilkan
nantinya. Suhu juga sangat berpengaruh
pada komposisi yang terdapat pada
kompos.
6. SCADA diperlukan untuk mempermudah melakukan pengontrolan pada sistem,
melihat fenomena pada plant,
mendapatkan data-data dari plant dan
mengolahnya untuk kepentingan tertentu.
3.4 Pemodelan Sistem Sebelum melakukan pembuatan
sistem SCADA, tentunya harus terdapat plant
plant yang akan dikontrol terlebih dahulu.
Dalam hal ini, plant yang akan dibuat sistem
SCADA adalah plant pengolah sampah
organik menjadi kompos. Berikut ini
merupakan blok diagram plant pengolahan
sampah organik menjadi kompos.
Gambar 3.1 Blok diagram plant
secara keseluruhan
3.4.1 Crusher Plant Crusher plant merupakan plant
yang bekerja untuk menghancurkan bahan
organik menjadi bagian yang kecil agar
mempercepat proses pengomposan.
Gambar 3.2 Blok diagram crusher
plant
Penjelasan blok diagram : Bahan
sampah organik dimasukan kedalam crusher
plant sebagai input dari plant, kemudian
kontroler menggerakan aktuator berupa
motor untuk mencacah sampah bahan
organik menjadi bagian yang kecil, kemudian
output.
3.4.2 Mixing Plant Mixing plant adalah plant yang
berfungsi untuk mencampurkan bahan
organik yang telah dihancurkan pada crusher
plant dengan gula dan cairan EM4 untuk
mempercepat proses pengomposan dan
membuat kompos memiliki zat yang penting
untuk menyuburkan tanah maupun tanaman.
Pada plant ini terdapat sensor Loadcell yang
berfungsi untuk menimbang bahan organik
yang akan dibuat menjadi kompos.
20
Gambar 3.5 Blok diagram mixing
plant
Penjelasan blok diagram :
1. Input : Masukan sampah organik dari crusher plant. Kemudian
sampah tersebut akan masuk ke
mixing plant dan ditimbang terlebih
dahulu.
2. Controler : Melakukan fungsi kontrol terhadap plant. Kontrol
memerintahkan aktuator untuk
bekerja sesuai dengan program yang
telah dimasukan. Saat berat sudah
mencapai set point maka kontrol
akan memerintahkan aktuator untuk
bekerja.
3. Weight : Bahan organik yang akan diolah menjadi kompos
4. Loadcell : Mengirimkan sinyal tegangan yang merupakan hasil
pembacaan berat sampah organik ke
kontrol.
5. Ac solenoid valve dan pump: aktuator yang berfungsi untuk
menambahkan bahan campuran ke
dalam bahan organik.
6. Mixer : merupakan aktuator yang berfungsi untuk mengaduk
campuran bahan organik agar
tercampur secara merata untuk
membantu proses pengomposan.
3.4.3 Fermentation Plant Fermentation plant merupakan
plant yang penting pada plant pengolah
sampah organik menjadi kompos karena di
sinilah proses fermentasi dari bahan yang
sudah melalui beberapa proses sebelumnya
berlangsung. Plant ini akan mengatur suhu
ruangan stabil 400 C 500 C sehingga mikroorganisme yang terdapat pada bahan
yang sudah melalu beberapa proses
sebelumnya tetap hidup dan berkembang biak
untuk mempercepat proses fermentasi dan
menghasilkan kompos yang baik.
Gambar 3.7 Blok diagram
fermentation plant
Penjelasan blok diagram :
1. Input : Hasil proses dari plant sebelumnya.
2. Controler : sebagai kontroler yang mengatur kerja dari
aktuator pada plant. Kontroler
akan memerintahkan aktuator
untuk bekerja. Aktuator yang
digunakan adalah heater
sebagai pemanas. Heater akan
off saat suhu telah mencapai set
point dan akan on saat telah
mencapai set point batas
terendah.
3. Temperature : merupakan suhu ruangan fermentasi.
4. Temperature sensor : akan membaca suhu pada ruangan
fermentasi, kemudian informasi
suhu tersebut akan dikirim ke
kontroler.
5. Distrubance : sebagai gangguan bagi suhu ruangan
pengontrolan. Gangguan ini
menyebabkan suhu pada
ruangan berubah.
3.4.4 SACDA Merupakan sistem yang dibuat
untuk mengontrol, mengawasi kerja plant,
mengambil data pada plant lalu mengolah
dan menampilkan data tersebut guna untuk
mendapatkan dan mengetahui fenomena
yang terdapat pada plant.
21
Gambar 3.9 Blok diagram SCADA
3.5 Flowchart Sistem Flowchart pada suatu sistem sangat
dibutuhkan dalam pembuatan program.
Flowchart juga sangant membantu
programmer untuk membuat sebuat program
yang akan menjalankan suatu plant.
3.6 Rancang Bangun Setelah menentukan algoritma dari
sistem, pemodelan dari sistem, dan flowchart
dari sistem maka langkah selanjutnya adalah
merealisasikan hal tersebut kedalam bentuk
sistem yang sebenarnya. Tentunya sistem
yang dibuat akan disesuaikan dengan
kebutuhan sistem yang sudah ditentukan
sebelumnya.
3.7 Perancangan Software 3.7.1 Program Leader 3.7.1.1 Identifikasi input dan output
Sebelum membuat sebuah program
leader, hal yang perlu dilakukan seorang
programmer adalah mengidentifikasi,
memilih, dan menganalisa jenis input dan
output yang akan dipakai pada sistem sesuai
dengan kebutuhan dari sistem. Setelah itu,
tentukan alamat pada device yang digunakan
sebagai input maupun output. Pengalamatan
ini berfungsi untuk mempermudah saat
pembuatan program kontrol pada PLC.
3.7.1.2 Communication setting pada PLC 1. Pilih icon di bawah ini pada PC lalu
double click pada icon tersebut :
Gambar 3.12 Icon CX-
Programmer
2. Selanjutnya akan muncul CX-Programmer yang masih kosong
tanpa lembaran project.
3. Kemudian muncul gambar dialog untuk menentukan nama PLC,
menentukan jenis PLC yang
digunakan dan tipe komunikasi data
yang digunakan. Nama PLC
dibutuhkan untuk dikenali oleh
MS/PC. Pilih USB pada Network
Type.
4. Pilih Setting device type jika diperlukan berikut ini adalah dialog
setting device type.
Gambar 3.15 Device type
setting
5. Pilih setting network device untuk mengatur parameter komunikasi
data. Karena network device yang
digunakan adalah USB maka tidak
dilakukan setingan-setingan lain
atau dalam arti yang digunakan
adalah default setting.
6. Jika hal-hal diatas sudah selesai maka muncul lembar kerja CX-
Programmer untuk memulai
pembuatan program pada PLC.
3.7.1.3 Pengolahan Data Agar data yang terdapat pada sensor
dapat di tampilkankan sesuai dengan
kebutuhan sistem, maka diperlukan suatu
cara untuk melakukan pengolahan data
tersebut. Salah satu caranya adalah
melakukan penskalaan untuk menyamakan
kuantifikasi, dimana input analog dan output
analog PLC CP1E yang digunakan pada
22
sistem ini di atur pada range 0 volt 5 volt adalah 0 6000.
1. Penskalaan Input analog PLC pada sensor Loadcell
Sensor Loadcell merupakan
sesnsor yang digunakan untuk
membaca berat. Pada plant ini,
sensor loadcell digunakan untuk
menimbang berat sampah
organik yang akan diolah
menjadi kompos dalam satuan
gram. Agar data yang dikirim
sensor bisa ditampilkan maka
diperlukan penskalaan pada data
tersebut. Sensor akan
mengirimkan tegangan 0 volt 5 volt dan pada PLC akan di baca
0 6000. Agar data pada PLC bisa
menampilkan tegangan maka
diperlukan suatu perhitungan
dengan menggunakan
perbandingan. Selanjutnya agar
data yang terdapat pada input
analog PLC tersebut bisa
ditampilkan sesuai dengan
kebutuhan, maka data tersebut
harus diolah kembali agar data
tersebut bisa tampil dalam gram.
Rentang data pada PLC adalah 0
6000 dimana data tersebut akan di skalakan menjadi 0 1000 gr.
2. Penskalaan input analog PLC pada sensor LM35
Sama seperti pada loadcell, data
tegangan yang dikirimkan oleh
LM35 juga harus diskalakan
agar data tegangan yang dikirim
oleh LM35 dapat tampil dalam
format celcius. Hal yang
membedakan antara perhitungan
penskalaan antara loadcell dan
LM 35 hanya pada penskalaan.
Pada LM35, penskalaannya
adalah 0 500 C. 3. Penskalaan output analog
PLC pada blower
Data pada PLC yang dipengaruhi
oleh perubahan suhu akan
dikonversikan menjadi tegangan
dalam rentang 1 5 volt untuk menentukan kecepatan dari
blower atau fans. Pada saat suhu
ruangan rendah (= 450 C
maka PLC akan memerintahkan
blower untuk berputar dengan
kecepatan sedang. Saat suhu
ruangan mencapai suhu
maksimal yaitu >=500 C maka
PLC akan memerintahkan
blower untuk memutar dengan
kencang.
3.7.1.4 Pengalamatan Device Pengalamatan pada input dan output
PLC sangat penting untuk memberikan
identitas untuk masing-masing device yang di
gunakan. Hal ini juga akan sangat membantu
saat pembuatan program.
3.7.1.5 Leader Diagram Software yang digunakan untuk
membuat program di PLC adalah CX
Programer V.9.0. Pada penjelasan
sebelumnya sudah dijelaskan tentang
pengaturan parameter PLC dan muncul
lembar kerja. Setelah lembar kerja tersebut
muncul, maka kita bisa mulai membuat
program pada PLC. Untuk program pada
plant pengolah sampah organik menjadi
kompos dapat dilihat pada halaman lampiran.
3.7.2 Scan Interval Proses pengiriman data dari MTU
ke RTU maupun sebaliknya dari RTU ke
MTU tentunya memiliki interval atau jarak
waktu tertentu. Begitu pula saat mengakusisi
data ketika mengirim suatu data ke RTU atau
mengambil data ke MTU dan kemudian saat
data tersebut diolah, membutuhkan waktu
atau interval.
3.7.3 Program SCADA Agar dapat membantu pengolahan
sampah organik menjadi kompos diperlukan
sebuah sentuhan teknologi yang bisa
mempermudah dan membantu dalam proses
pengawasan plant, pengendalian plant,
penyimpanan data pada plant dan juga
pengolahan data pada plant.
3.7.3.1 Setting Parameter MTU/PC 1. Pilih icon di bawah ini di dalam
start menu atau double klik icon
di bawah pada desktop :
23
Gambar 3.23 Icon CX-Supervisor
2. Kemudian layar CX-Supervisor akan terbuka. Selanjutnya untuk
membuat project baru klik yang
ditunjuk oleh arah panah merah.
Gambar 3.24 Cara untuk membuat
lembar kerja baru pada CX-
Supervisor
3. Kemudian buat point untuk digunakan sebagai variable yang
akan mewakili memori PLC.
4. Point type berfungsi sebagai tipe data yang akan digunakan pada
point yang dibuat. I/O type
menentukan jenis point yang
dibuat, apakah sebagai input atau
sebagai output yang akan dibaca
oleh SCADA atau hanya sebagai
memori yang terdapat didalam
SCADA. Address merupakan
alamat dari point yang akan
dimasukan atau dibaca pada
PLC.
5. Pada saat membuat point output dibutuhkan pengaturan atau
konvigurasi agar point tersebut
dapat memberikan perintah
kepada RTU.
6. Sama seperti pada point output, untuk membuat point input yang
akan dibaca pada MTU agar
semua komponen tersebut dapat
terbaca pada MTU juga
diperlukan konvigurasi. Pilih
add point.
7. Klik pada device setup untuk mengatur perangkat PLC yang
digunakan sebagai slave. Setelah
itu akan muncul dialog box.
Device type merupakan jenis
PLC yang digunakan. Network
type merupakan tipe komunikasi
yang digunakan
3.7.3.2 Tampilan Login Page Login page merupakan halaman
untuk masuk ke sistem SCADA. Jika anda
masuk dengan username Operator, maka
anda akan masuk pada halaman operator. Jika
anda masuk dengan username Supervisor,
maka anda akan masuk pada halaman
supervisor. Jika username yang anda
masukan adalah Designer, maka anda akan
masuk pada halaman maintenance. Untuk
password yang digunakan adalah sama
dengan username. Sebagai contoh : jika anda
masuk sebagai Operator, maka masukan
password dengan menulis kata Operator.
3.7.3.3 Tampilan Operator Page Pada halaman ini, operator hanya
bisa mengakses command button, melihat
dan memantau proses yang sedang dikerjakan
oleh plant sesuai dengan perintah atau
instruksi yang diberikan oleh operator
tersebut beserta dengan indikator dari plant.
Berikut ini merupakan tampilan dari halaman
operator.
3.7.3.4 Tampilan Supervisor Page Pada halaman Supervisor, akan
ditampilkan trend yang terkait dengan plant,
akses ke data logging, event, device status,
dan data convertion. Pada intinya, halaman
ini hanya berfungsi untuk mengawasi kerja
dari plant dan data yang terdapat pada plant.
3.7.3.5 Tampilan Maintenance Page Maintenance page adalah halaman
yang digunakan untuk perbaikan pada plant,
melihat PLC performance, melihat data yang
terdapat pada memori PLC, melihat program
yang terdapat pada PLC, untuk melihat jika
terdapat error pada PLC, setup pada PLC dan
PLC data monitor.
3.7.3.6 Data Log Data log berfungsi untuk mencatat
hasil monitoring dan akusisi data pada waktu
yang ditentukan.hasil dari data ini berbentuk
grafik dan dapat di export ke format Ms.
EXCEL pada saat icon save ditekan.
3.8 Perancangan Perangkat Keras 3.8.1 Aliran Data
Aliran data dimulai dengan
pengaturan-pengaturan parameter pada PLC
dan PC. Komunikasi data untuk proses
transfer data antara PC sebagai MTU dan
PLC sebagai slave/RTU menggunakan USB
24
cable tipe B. PC akan memberikan sinyal
start atau stop serta instruksi kerja secara
automatis atau manual. Sebaliknya,
PLC/slave akan merespon perintah dari
PC/MTU. Data yang terdapat pada memori
PLC juga akan dibaca pada PC. Komunikasi
yang digunakan adalah komunikasi USB.
BAB IV
PENGUJIAN DAN ANALISA
4.1 Tinjauan Umum
Bab ini akan membahas tentang
pengujian dan analisa penulis tentang
bagaimana kinerja dari program pada CX-
PROGRAMMER untuk mengendalikan
parameter-parameter yang terdapat pada
plant pengolah sampah organik menjadi
kompos, pengujian dan analisa tentang sistem
SCADA pada plant, pengujian dan analisa
dari akusisi data pada plant dan pengontrolan
instrumen/variabel pada plant serta pengujian
konvigurasi komponen pada sistem SCADA.
4.2 Pengujian Respon dari Plant
Terhadap Instruksi dari SCADA
Pengujian respon dari plant terhadap
instruksi atau perintah yang diberikan dari
sistem SCADA ini dilakukan untuk
mengetahui apakah pengiriman sinyal dan
perintah melalui SCADA terhadi PLC
bekerja sesuai dengan fungsinya. Jika terjadi
kegagalan atau error pada saat pengiriman
sinyal dan perintah ini, maka kerja plant akan
terganggu. Untuk melakukan pengujian ini,
maka ada beberapa langkah yang perlu
dilakukan. Berikut merupakan langkah-
langkah untuk melakukan pengujian :
1. Hubungkan PLC sebagai slave dengan PC sebagai master dengan menggunakan
kabel USB type type B untuk komunikasi
antara master dan slave.
2. Hubungkan power system dengan plant. 3. Jalankan aplikasi SCADA yang sudah
dibuat pada CX_Supervisor 3.2 dan
CX_Programmer untuk melihat program
leader diagram yang sudah dibuat pada
slave.
4.2.1 Pengujian Input Output digital
Pengujian ini dilakukan untuk
mengetahui respon antara perintah digital
yang diberikan dari master terhadap slave dan
juga untuk menguji apakah semua instrumen
dan variabel yang terdapat pada plant sudah
terkontrol dengan baik sesuai dengan
perancangan dan tujuan dari kontrol tersebut.
4.2.2 Pengujian Input Output Analog
Pengujian ini di lakukan untuk
mengetahui apakah parameter-parameter
yang terdapat pada plant sudah terkendali
dengan baik sesuai dengan karakteristik
mode pengontrolan dua posisi atau
pengontrolan on off yang penulis aplikasikan
pada plant ini. Adapun parameter-parameter
yang akan di kendalikan dan akan di uji pada
sistem ini adalah sebagai berikut ini :
1. Pengendalian berat dari sampah organik yang akan diolah menjadi kompos.
Berat sampah organik akan dibaca oleh
sensor loadcell, setpoint untuk berat
adalah sebanyak 1kg atau 1000gr akan
dimasukan ke kontroler, berat yang
terbaca pada loadcell yang berupa
tegangan akan dikirimkan ke kontroler,
kemudian kontroler akan menentukan
tindakan selanjutnya jika berat sudah
mencapai setpoint maka kontroler akan
memerintahkan aktuator motor crusher
untuk off.
2. Pengendalian suhu dari ruang fermentasi. Setpoint dari suhu tersebut
adalah 400-500C, kemudian setpoint ini
dimasukan ke kontroler. Sensor suhu
LM35 akan membaca suhu dari ruang
fermentasi dan mengirim data
perubahan suhu berupa tegangan ke
kontroler. Kontroler akan menentukan
tindakan selanjutnya, jika suhu sudah
mencapai setpoint tertinggi yaitu 500C
maka aktuator berupa heater akan off.
Jika suhu turun mencapai setpoint
terendah yaitu 400C maka, kontroler
akan memerintahkan aktuator berupa
heater untuk on.
3. Pengendalian tegangan blower. Kerja dari blower akan bergantung pada suhu
ruangan yang terbaca oleh sensor
LM35. Tegangan blower akan menjadi
25
yaitu 4 volt saat suhu mencapai 500C.
Jika suhu ruangan 400C, maka blower
akan diberikan tegangan sebesar 3,36
volt. Pengendalian kecepatan ini juga
dilakukan oleh kontroler.
4.2.2.1 Pengujian Input Analog Sensor
Berat
Pengujian ini dilakukan untuk
mengetahui apakah akusisi data pada sensor
berat sudah benar. Selain itu juga pengujian
ini dilakukan untuk mengetahui apakah
perubahan berat aktual sampah organik sudah
sama dengan berat yang terbaca pada
tampilan MTU dan apakah tegangan input
aktual yang dikirim oleh sensor loadcell
sudah sama nilainya dengan tampilan
tegangan input sensor loadcell yang terbaca
pada MTU.
Tabel 4.3 Tabel hasil pengukuran
tegangan pada input analog sensor berat
Berat
aktua
l (gr)
Vinpu
t
RTU
Nilai
Data
Berat
pada
MTU
(gr)
Vinpu
t
MTU
0
-0,08 6535
0
0 -0,08
-0,1 6545
0
-0,1
100-
120
0,26 300 100-
120
0,25
0,30 360 0,30
200-
226
0,5 600 200-
226
0,5
0,46 624 0,52
300-
361
0,75 900 300-
361
0,75
0,90 1083 0,90
400-
466
1,02 1200 400-
466
1,00
1,04 1400 1,16
500-
530
1,25 1500 500-
530
1,25
1,32 1590 1,32
600-
623
1,5 1800 600-
623
1,5
1,56 1870 1,55
700-
740
1,88 2100 700-
740
1,75
1,86 2222 1,85
800-
883
2,00 2400 800-
883
2,00
2,20 2650 2,20
900-
912
2,25 2700 900-
912
2,25
2,28 2736 2,28
1000-
1004
2,5 3000 1000
-
1004
2,5
2,51 3012 2,51
Dapat dilihat pada Tabel 4.3 bahwa
pembacaan aktual dari berat sampah organik
yang terbaca oleh loadcell dan tegangan pada
setiap pembacaan berat pada loadcell sudah
sama dengan apa yang ditampilkan pada
MTU. Data yang sudah diolah oleh MTU ini,
akan disimpan di Excel agar data tersebut bisa
dijadikan sebagai informasi.
Tabel 4.6 Data berat yang dibaca
oleh MTU dan disimpan pada Excel
Date Time Weight
22/09/2015 10:34:26 400
22/09/2015 10:34:26 400
22/09/2015 10:34:27 400
22/09/2015 10:34:27 400
22/09/2015 10:34:28 400
22/09/2015 10:34:28 400
22/09/2015 10:34:29 400
22/09/2015 10:34:29 400
22/09/2015 10:34:30 400
22/09/2015 10:34:30 433,333
22/09/2015 10:34:31 433,333
22/09/2015 10:34:31 433,333
22/09/2015 10:34:32 433,333
22/09/2015 10:34:33 433,333
22/09/2015 10:34:33 433,333
Gambar 4.2 dan tabel 4.6 merupakan
pengolahan dan penyimpanan data yang
dilakukan pada MTU. Data berat dan
tegangan yang terdapat pada loadcell yang
sudah diolah dan disimpan pada memori
RTU kemudian dibaca oleh MTU. Data yang
tersebut langsung disimpan pada Excel.
4.2.2.2 Pengujian Input Analog Sensor
Suhu
Pengujian ini dilakukan untuk
mengetahui apakah akusisi data pada sensor
suhu sudah benar. Selain itu juga pengujian
ini dilakukan untuk mengetahui apakah
perubahan suhu aktual pada plant fermentasi
sudah sesuai dengan pembacaan pada MTU
dan apakah tegangan input aktual yang
dikirim oleh sensor suhu sudah sama nilainya
dengan tampilan tegangan input sensor suhu
yang terbaca pada MTU. Gambar 4.3
menunjukan pengolahan data pada sensor
LM35 yang dikirim ke input analog RTU
26
sehingga dapat menampilkan suhu dan
tegangan. Data suhu dan tegangan ini akan
disimpan pada memori RTU seperti pada
sensor loadcell.
Tabel 4.7 Perubahan data, suhu dan
tegangan pada sensor LM35
Suh
u
akt
ual
()
Out
LM
35
(m
V)
Vin
put
aktu
al
RT
U
Da
ta
RT
U
Suh
u
MT
U
(0C
)
Vinput
pembac
aan
MTU
40 500 4,00 48
00
40,
67
4,00
41 510 4,16 49
00
41,
52
4,083
42 520 4,26 50
00
42,
37
4,167
43 530 4,37 51
00
43,
22
4,250
44 540 4,47 52
00
44,
06
4,333
45 550 4,58 54
00
45,
76
4,500
46 560 4,69 55
00
46,
61
4,583
47 570 4,71 56
00
47,
45
4,667
48 580 4,87 57
00
48,
30
4,750
49 590 4,90 58
00
49,
15
4,833
50 600 5,00 60
00
50,
84
5,00
Dapat dilihat pada tabel di atas
bahwa suhu aktual yang dibaca oleh sensor
LM35 dan tegangan aktual yang dikirim oleh
sensor LM35 ke RTU sudah hampir sama
seperti yang ditampilkan pada MTU.
Perbedaan antara suhu dan tegangan aktual
4,950C dan 0,844voltage. Data yang sudah
diolah oleh MTU ini, akan disimpan di Excel
agar data tersebut bisa dijadikan sebagai
informasi.
Pembacaan data suhu yang dikirim
oleh sensor LM35 kemudian dipindahkan
pada memori RTU dengan alamat D151
untuk pembacaan suhu dan D115 untuk
pembacaan tegangan yang terdapat pada
setiap perubahan suhu. Dapat dilihat pada
tabel 4.8 dan tabel 4.9 dimana data suhu dan
tegangan yang dikirim oleh LM35 ke RTU
tersimpan, tabel tersebut juga menunjukan
akusisi data dan pengolahan data pada RTU.
Kemudian data pada memori tersebut akan
dibaca oleh MTU dan ditampilkan dalam
bentuk trend.
Gambar 4.4 Grafik perubahan
suhu
Pada grafik di atas (Gambar 4.4),
dapat dilihat perubahan kenaikan dan
penurunan suhu stabil pada 400C 500C. Karakteristik dari kontrol dua posisi yang
digunakanan pada plant ini mengakibatkan
perubahan suhu yang terjadi pada proses
pengomposan dapat dilihat pada grafik yang
ditunjukan pada gambar 4.4. Selain itu juga,
kerja dari elemen pemanas yang terdapat
pada plant fermentasi akan off ketika kondisi
suhu yang sudah diatur yaitu 500C dan akan
menyala kembali pada suhu 400C.
4.2.2.3 Pengujian Output Analog Blower
Pengujian ini dilakukan untuk
mengetahui apakah akusisi data pada output
analog yang berupa blower bekerja dengan
benar. Selain itu juga pengujian ini dilakukan
untuk mengetahui karakteristik dari kerja
blower dimana pada program yang telah
27
dibuat pada blower akan bekerja mengikuti
perubahan dari suhu.
4.3 Pengujian Function Button
Pengujian tombol fungsi pada tiap
halaman SCADA yang dibuat berfungsi
untuk mengetahui apakah setiap tombol
fungsi yang telah dibuat, bekerja sesuai
dengan fungsinya masing-masing.
Contohnya, apakah saat tombol
SUPERVISOR ditekan akan muncul kotak
dialog login, saat tombol exit ditekan maka
sistem akan tertutup atau padam dan saat
tombol fungsi untuk membuka status pada
slave atau PLC ditekan maka akan muncul
program dari PLC dan lain-lain.
4.4 Pengujian Konvigurasi
Komponen pada Sistem SCADA
Pengujian konvigurasi komponen
pada sistem SCADA ini bertujuan untuk
mengetahui apakah konvigurasi yang telah
dibuat telah bekerja dengan sebagai mana
mestinya sesuai dengan konvigurasi pada saat
perancangan sistem. Dari tabel dibawah
dapat dilihat respon dari output setelah
menerima instruksi dari MTU sesuai dengan
konvigurasi yang telah dibuat sebelumnya
pada Bab III.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian,
perancangan, pembuatan dan
analisis sistem maka penulis dapat
mengambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Kontrol on-off atau kontrol dua posisi bisa digunakan untuk
melakukan pengontrolan
terhadap parameter
pengomposan seperti suhu
ruangan. Suhu yang di kontrol
dengan kontrol dua posisi stabil
pada range 400C-500C. Berat
dari bahan sampah organik yang
akan diolah menjadi kompos
juga bisa dikendalikan dengan
menggunakan kontrol dua posisi
dimana set point berat adalah
1000gr dan kontrol akan off pada
saat sensor membaca berat
1000gr.
2. Untuk melakukan akusis data pada plant pengolahan sampah
organik menjadi kompos dengan
mengambil data pada alamat
tertentu pada PLC (tergantung
pada kebutuhan yang
diperlukan).
2.2 Saran
berikut ini beberapa saran
yang dapat penulis berikan dalam
hal pengembangan dari sistem yang
sudah dirancang ini :
1. Untuk pengontolan parameter suhu dan berat bahan organik,
sebaiknya menggunakan
kontrol selain on off kontrol.
Diharapkan pengembangan
untuk sistem kontrol lebih baik
menggunakan kontrol PID. Hal
ini dikarenakan karakteristik
kontrol PID yang bisa di atur
atau tuning sehingga
mendapatkan kondisi yang
stabil pada saat pengontrolan
suhu.
2. Tambahkan halaman yang digunakan untuk absensi dari
user. Data dari absensi tersebut
kemudian disimpan dalam
database. Akan lebih lengkap
lagi jika sistem SCADA yang
dikembangkan lebih ke arah
manajemen. Tambahkan
fungsi database untuk
menyimpan data proses pada
plant.
3. Tentukan konvigurasi komunikasi atau protocol yang
lebih baik agar interval dari
transfer data lebih cepat lagi.
28
DAFTAR PUSTAKA
Bailey, David, Practical SCADA for
Industry, Elsevier 2003.
Dormishev, Ilia. Komoni, Krenar. Lessard,
Matthew. SCADA System
Classification. Norwich
University Centre of Exellence in
Distributed Control System
Security.
Farid rinanto, Perancangan Sistem
Pengendalian Aliran Air pada
Pengendalian Suhu Air Berbasis
Kontrol Look Up Table.
Kilian, Modern Control Technology :
Components and Systems 2nd
edition.
L. A. Bryan and E. A. Bryan, Programmable
Controllers Theory and
Implementation 2nd Edition.
National Institute of Standards and
Techology (NIST).
National Electrical Manufacturers
Associqtion-USA (NEMA-USA).
OMRON. (2009). CX-Supervisor Script
Language. OMRON Corporation.
OMRON. (2009). CX-Supervisor User
Manual. OMRON Corporation.
Omron Europe B.V. (2013). Datasheet &
CX-Supervisor Product Brochure.
Hoofddorp: www.omron-
industrial.com.
Peraturan Mentan, No.
2/Pert/HK.060/2/2006
TENTANG PUPUK ORGANIK.
Rahmat arifyanto,
https://rahmatarifyanto.wordpress.
com/2014/11/20/pengertian-
flowchart-dan-jenis-jenisnya,
diakses 2 Agustus 2015.
Suwahyono, Untung, Cara cepat buat
kompos dari limbah/ Untung
Suwahyono dan Tim.
Toni hafiudidin,
http://pengelolaanlimbah.wordpre
ss.com/category/e-daun/, diakses
pada 27 Januari 2015.
Wicaksono, Handy, Programmable Logic
Controler : Pemograman dan
Aplikasinya dalam Otomasi
Sistem.
Wicaksono, Handy, SCADA Software
dengan Wonderware In Touch;
Dasar-dasar Pemograman.
Top Related