BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Observasi
Pembahasan rancangan peraturan desa baik atas prakarsa kepala desa
maupun BPD, pertama-tama disampaikan dalam rapat paripurna BPD yang
dihadiri sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota. Setelah
rancangan peratauran desa disampaikan, rapat pebicaraan tahap II dilanjutkan
dengan mendengar tanggapan, saran, usul maupun pendapat dari masing-
masing anggota. Pada rapat pembicara tahap III adalah pembahasan, saran,
usulan pendapat dari para anggota oleh penyusun dan kemudian dibahas
bersama-sama secara musyawarah untuk diambil keputusan baik berupa
penetapan maupun perubahan.
Setelah mendapat persetujuan dari BPD baik secara musyawarah
mufakat atau pemungutan suara yang dituangkan dalam berita acara rapat
yang ditandatangani ketua BPD maka rancangan peraturan desa disahkan
menjadi peraturan desa dengan ditanda tangani oleh kepala desa.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sampai dengan saat ini BPD
dengan pemerintah desa yang ada di desa Terong Tawah baru mendapatkan 2
(dua) peraturan desa yaitu :
a. Peraturan desa tentang pungutan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa
(ABDS)
b. Peraturan desa tentang struktur organisasi Pemerintahan Desa
25
Penyelenggaraan pemerintah desa yang diatur satu paket dalam
pemerintah daerah atau sebagai suatu system dalam ketatanegaraan RI,
mengalami perubahan dimana sebelumnya diatur dalam undang – undang No.
5 Tahun 1979 yang penyelenggaraannya diarahkan pada pelaksanaan yang
seragam dan sentralistik tanpa memperhatikan kondisi ril dan karakteristik
social kemasyarakatan dari masing – masing masyarakat desa. Karena desa
dalam kenyataannya mempunyai potensi dan keanekaragaman social budaya
yang spesifik untuk patut dicermati dan disesuaikan dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa.
Keadaan yang beragam dari kehidupan masyarakat sebagai dasar yang
dikedepankan dalam undang – undang Nomor 32 Tahun 2004 yang berkaitan
dengan peraturan pemerintah desa yang menempatkan desa sebagai
penyelenggara pemerintahan yang bersifat otonom. Pemerintahan desa terdiri
dari kepala desa besserta perangkat desa sebagai unsur pemerintah (eksekutif),
dan badan permusyawaratan desa sebagai badan legislative di desa yang
secara seksama menjalankan tugas – tugas pemerintahan desa yang bersifat
kemitraan.
Badan Perwakilan Desa sebagai badan legislative yang kini telah
berubah namanya menjadi Badan Permusyawaratan Desa. Ini dapat dilihat
dalam undang – undang No. 32 Tahun 2004 yaitu :
Perubahan ini didasarkan pada kondisi factual bahwa budaya politik local
yang berbasis pada filosofi “ Musyawarah Untuk Mufakat ”.
26
Musyawarah berbicara tentang proses serta mufakat berbicara tentang
hasil. Hasil yang baik diharapkan diperoleh dari proses yang baik. Melalui
musyawarah untuk mufakat, berbagai konflik antara elit politik dapat segera
diselesaikan secara arif, sehingga tidak sampai menimbulkan goncangan –
goncangan yang mengikat masyarakat luas ( Widjaya, 2002 ).
B. Hasil Wawancara
Badan Pemusawaratan Masyarakat adalah wakil dari penduduk desa
yang bersangkutan , yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.
Badan Pemusyawaratan Desa ini diharapkan bisa mengurangi
kelemahan penyelenggaraan pemerintah desa. Wakil yang di maksut dalam
hal ini adalah penduduk desa yang memangku jabatan seperti ketua rukun
warga, pemangku data, dan tokoh masyarakat lainnya. Hal ini dapat di lihat
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2005 Tentang Desa yakni pasal
30 ayat (1) dan (2) yang menyatakan:
1. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa yang bersangkutan
berdasarkan keterwakilan wilayah yang di tetapkan dengan cara
musyawarah dan mufakat
2. Anggota BPD sebagaimana dimaksut pada ayat (1) terdiri dari ketua rukun
warga, pemangku data, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh
pemuda atau pemuka masyarakat lainnya.
27
Hasil wawancara dengan tokoh masyarakat di Desa Terong Tawah
Mengatakan bahwa:
“Eksistensi BPD dalam pembentukan peraturan desa, memberikan
peluang yang sangat besar, terutama bagi terlaksananya pemerintahan
desa yang baik sesuai denganyang di harapkan, akan tetapi pada
kenyataanya banyak kasus peluang ini belum di manfaatkan dengan
baik. Persoalan yang juga muncul adalah menyangkut kapasitas BPD
masih memerlukanpeningkatan dalam pembangunan berbagai metode
yang memungkinkan terdorongnya partisipasi masyarakat”.
Oleh karena besarnya harapan terhadap keberadaan BPD sebagai
lokomotif demokrasi di desa, maka di pandang perlu meningkatkan
kapasitas BPD, agar peraturan-peraturan desa yang dihasilkan oleh
pemerintah desa dan BPD sesuai dengan peran yang digariskan dalam
undang-undang penguatan kelembagaan yang di maksud adalah suatu proses
dimana masyarakat, khususnya anggota BPD dapat menjalankan fungsinya
dalam pembentukan peraturan desa.
Undang-undang nomor 32 tahun 2004 merupakan produk hokum
mengenai pemerintah daerah termasuk didalamnya pemerintahan desa.
Undang-undang ini merupakan Undang-undang yang mengganti dan
mencabut Undang-undang No. 22 tahun 1999 sebelumnya yang dianggap
belum sesuai dengan kondisi masyarakat desa.
Direvisinya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang
pemerintah Daerah menjadi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 adalah
28
sebuah konsekuensi logis dari perubahan system ketatanegaraan di
Indonesia, yang secara vertikal tentu saja akan barpengaruh terhadap
pelaksanaan terendah dalam kerangka Negara Kesatuan republic Indonesia
(NKRI). Menurut Vino Oktavia (2004 : 45) oleh karenanya sudah
sepantasnya pertanyaan dimunculkan, apakah perubahan Undang-Undang
menjadi sebuah peluang ataukah ancaman bagi pelaksanaan pemerintah
Desa.
Kembalinya dicantumkan aturan mengenai dasa dalam revisi Undang-
Undang pemerintah daerah, secara umum tetap memberikan peluang
terhadap kepala desa terakomodirnya aturan-aturan mengenai pengakuan
dan penghormatan terhadap kesatuan masyarakat adat, kewenangan yang
dimiliki desa, pembentukan, penggabungan dan penghapusan desa, sistem
penyelenggaraan pemerintah dan lain-lain sebagainya
Dengan pengesahan Undang-Undang yang baru tentang pemerintah
daerah dari Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 menjadi Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 ini perubahan besar tarjadi dalam substansi
pelaksanaan otonomi daerah, termasuk otonomi desa serta menimbulkan
implementasi yuridis yang besar terhadap pelaksanaan pemerintah, termasuk
pemerinyah desa.
Perubahan juga terjadi terhadap Badan Perwakilan Desa. Istilah
Perwakilan diganti dengan istilah Permusyawaratan. Sehingga dari
perbedaan tersebut juga terjadi dalam pelaksanaan daripada ketua badan
legislatif tersebut. Badan Perwakilan Desa berdasarkan Undang-Undang
29
Nomor 22 tahun 1999 berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat
peraturan desa serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaran
pemerintah desa. Badan Permusyawaratan Desa berfungsi sebagai lembaga
pengaturan dalam penyelenggaraan pemerintah Desa, seperti dalam
pembuatan dan pelaksanaan peraturan desa. Di desa dibentuk lembaga
kemasyarakatan yang berkedudukan sebagai mitra kerja pemerintah desa
dalam memberdayakan masyarakat desa, menetapkan peraturan desa
bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 dan aturan pelaksanaannya,
mengisyaratkan posisi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) pada dasarnya
diharapkan selalu meningkatkan partisifasi masyarakat aktif untuk ambil
bagian dalam proses sub system penyelenggaraan pemerintah dan kebijakan
yang telah dibuat, pengawasan yang memiliki fungsi yang sangat luas
cakupannya. Bahkan dalam kadar tertentu, fungsi legislatif dan fungsi
anggaran (budget) punya dampak pengawasan yang signifikan. Jadi sangat
jelas bahwa fungsi BPD adalah menjadi kewenangannya dalam menjalankan
tugas saat ini hanya controlling (pengawasan), budgeting dalam penyusunan
anggaran dan legislatif dalam membuat peraturan-peraturan desa.
Kehadiran Badan Perwakilan Masyarakat Desa pada prinsipnya adalah
untuk menggantikan Badan Perwakilan Desa. Sehingga dapat
mengedepankan peran dan fungsinya dalam membuat dan menetapkan
peraturan desa. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan pasal 2009 Undang-
Undang Nomor 32 tahun 2004 “Badan Permusyawaratan Desa berfungsi
30
menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat’’.
Karena itu dalam pemerintahan desa terdiri pemerintah desa dan BPD
yang fungsinya untuk melaksanakan tugas-tugas pada tingkat pemerintahan
desa.
Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD. Masa jabatan anggota BPD adalah enam tahun, sama dengan masa jabatan kepala desa, dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Tata cara penetapan anggota dan pimpinan BPD diatur dalam perda yang berpedoman pada peraturan pemerintah. Anggota BPD yang sudah ada pada saat berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 sampai akhir masa jabatannya (Rozali Abdullah, 2005 :171)
Di samping BPD di desa dapat dibentuk lembaga lain, yang di tetapkan
dengan peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan perundang-
undangan, berupa lembaga kemasyarakatan, seperti Rukun Tangga, Rukun
Warga, PKK, Karang Taruna, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM).
Lembaga Pemberdayaan ini bertugas membantu pemerintah desa dalam
upaya pemberdayaan masyarakat desa.
Secara teknis dalam kaitannya dengan keberadaan BPD dapat mengacu
pada ketentuan Umum Keputusan Menteri Dalam Negri No. 64 tahun 1999
tentang pedoman umum pengaturan mengenai desa yaitu:
1. Pemerintah desa adalah kegiatan pemerintah yang di laksanakan oleh
pemerintah desa dan badan perwakilan desa.
2. Pemerintah desa adalah kepala desa dan perangkat desa
3. Badan perwakilan desa yang selanjutnya disebut BPD adalah badan
perwakilan yang terdiri atas pemuka-pemuka masyarakat yang ada
31
didesa yang berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan
desa.
4. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah desa.
Dari ketentuan tersebut BPD merupakan parlemen desa yang di
bentuk atas dasar kebutuhan masyarakat dan juga untuk mengontrol jalannya
pemerintahan desa. Badan permusyawaratan desa mempunyai arti penting
dalam melaksanakan fungsi dan wewenangnya terhadap pengambilan
keputusan di desa terutama berkaitan dengan fungsi dan wewenang Badan
Permusyawaratan Desa berdasarkan Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2006
tentang Badan Permusyawaratan Desa pasal 14 dan 16.
Di dalam pasal 14 disebutkan bahwa Badan Permusyawaratan Desa
berfungsi membentuk peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat.
Selanjutnya pasal 16 disebutkan bahwa: BPD mempuyai wewenang:
a. Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa.
b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa,
peraturan kepala desa, dan penyelenggaraan pemerintah desa.
c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa.
d. Membentuk panitia pemilihan kepala desa.
e. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan, dan menyalurkan
aspirasi masyarakat.
f. Menyusun tata tertib BPD.
32
Dengan demikian BPD sebagai mana mitra pemerintah desa
sekaligus sebagai unsur perwakilan masyarakat yang mempunyai arti
strategis dalam membuat dan menetapkan peraturan desa, menyuarakan dan
untuk memperjuangkan hak-hak serta kepentingan rakyat dalam proses
pelaksanaan pemerintah dan pembangunan desa
Dalam peraturan pemerintah Nomor 27 Tahun 2005 yakni pasal 1
poin 8 dinyatakan bahwa:
Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah desa sebagai unsur penyelenggara pemerintah desa.
Ini berarti bahwa keberadaan BPD merupakan suatu wujud
demokrasi yaitu peran serta masyarakat dalam sistem pemerintahan dan
peleksanaan desa. Oleh karena itu, keberhasilan sistem pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan di pedesaan akan sangat tergantung seberapa
efektif keberadaan BPD tersebut.
Pembentukan Badan Permusyawaratan Desa dimaksudkan sebagai
wadah organisasi masyarakat untuk ikut dalam memberikan pendapat dan
masukan serta kritik yang ditujukan kepada pemerintah desa, dengan
memberikan penilaian terhadap kerja pemerintah desa baik dalam bidang
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan serta masalah-masalah
lainnya yang berhubungan dengan kepentingan atau kebutuhan masyarakat
desa.
Pembentukan badan permusyawaratan Desa bukan sebagai alat
pelengkap dari pemerintahan desa akan tetapi sebagai mitra kerja
33
pemerintah desa dan dewan perwakilan bagi masyarakat yang berfungsi
mewakili desa tersebut.Peranan Badan Permusyawaratan Desa di Desa
Terong Tawah Kecamatan Labuapi dalam pembentukan peraturan desa
sampai dengan saat ini masih berjalan dengan aktif.ini dikarenakan dengan
suatu hubungan kemitraan dalam artian antara pemerintah desa dan BPD
dapat saling mengisi.Memahami dan memecahkan masalah bersama-
sama,saling percaya,kerjasama dan saling menghargai serta saling terbuka
dalam menerima keritik.
Menurut Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2006 tentang Badan
Permusyawaratan Desa pasal 4 mengenai pembenatukan dan jumlah
anggota BPD dijelaskan bahwa anggota BPD ditetapkan dalam jumlah
ganjul berdasarkan jumlah penduduk desa yang bersangkutan dengan
ketentuan :
1. Jumlah penduduk sanpai dengan 2000 jiwa yaitu 5 ( lima ) orang
anggota
2. 2001 jiwa sampai dengan 4000 jiwa yaitu 7 ( tujuh ) orang anggota
3. 4001 jiwa sampai dengan 6000 jiwa yaitu 9 ( Sembilan ) orang anggota
4. Lebih dari 6000 jiwa yaitu 11 ( sebelas ) orang anggota
Pasal 4 peraturan daerah No. 8 Tahun 2006 tentang Badan
Permusyawaratan Desa tersebut dijadikan pedoman aturan dasar pada
masing – masing desa yang ada di kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok
Barat.
34
Dari hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 13 Deseber 2011
dengan kepala desa dan ketua Badan Permusyawaratan Desa yang ada di
desa Terong Tawah yaitu menyatakan bahwa dalam perakteknya
pembentukan peraturan desa di Desa Terong Tawah yang berasal dari BPD
pada umumnya harus diajukan oleh sekurang – kurangnya sepertiga dari
jumlah anggota BPD. Setelah melalui pembahasan oleh panitia musyawarah
dan mendapat pertimbangan maka rancangan disampaikan kedalam rapat
paripurna oleh pemimpin BPD, setelah mendapatkan tanggapan dari
anggota dan penjelasan oleh para penyusun maka apabila rancangan tersebut
diajukan oleh dua pertiga dari jumlah anggota, rancangan dapat diajukan
dalam bentuk keputusan BPD untuk dibahas lebih lanjut dalam rapat
paripurna BPD sebagai prakarsa BPD.
Dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini bersumber dari
arsip dan laporan – laporan tertulis BPD Desa Terong Tawah Kecamatan
Labuapi Kabupaten Lombok Barat tahun 2008, seperti laporan rapat
paripurna, arsip peraturan – peraturan desa, arsip tertulis peran dan fungsi
BPD Desa Terong Tawah, dan arsip peraturan pemerintah tentang peran dan
fungsi Badan Perwakilan Desa.
Sebagaimana diketahui bahwa Desa Terong Tawah berada di
wilayah Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat dengan luas wilayah
7890 haktar dengan kepadatan penduduk sebesar 8124 jiwa yang terbagi
menjadi 9 dusun yaitu dusun Bagu,Kebun sudak,Muhajirin,Terong tawah
timur,Terong tawah tengah,Terong tawah peresak,Jerneng barat,Jerneng
35
timur,Jerneng kali jaga,Jerneng pemekaran, Sedangkan mata pencarian
penduduk sebagian besar sebagai pedagang dan pertanian, selain itu juga
ada sebagai pegawai negri sipil, swasta dan buruh tani dan lain sebagainya.
Dari hasil observasi dan wawancara dalam penelitian ini diketahui
bahwa jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa di Desa Terong
Tawah yaitu 9 orang .Ini sesuai dengan jumlah penduduk/warga dan dusun
yang ada di desa tersebut.Dan disetiap dusun terdapat satu anggota BPD
sebagai wakil dari dusun tersebut.
Di dalam melaksanakan tugas,fungsi dan wewenangnya diperlukan
suatu tata tertib BPD disusun dan ditetapkan oleh BPD berdasarkan
pedoman tata tertib BPD yang diterapkan dengan peraturan Bupati.
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan ketua BPD Terong
Tawah menyatakan bahwa,desa terong tawah sudah dibentuk Tata tertib dan
program kerja BPD. Akan tetapi sebagian anggota BPD yang ada di Desa
Terong Tawah masih belum tersentuh oleh pemahaman tentang program
kerja dan tata cara merancang tata tertib BPD tersebut dan kendala yang lain
yaitu:
1. Cara pemahaman peraturan yang kurang menyeluruh dan kurang baik
yang disebabkan oleh tingkat pengetahuan dan pendidikan yang relatif
rendah sehingga pemahaman terhadap Undang-Undang hanya sepotong
–potong.
2. Banyak terjadi ketidak disiplinan terhadap tata tertib yang dibuat oleh mereka
sendiri.
36
3. Kesalahfahaman terhadap hak dan kewajiban mereka,
4. Buku pedoman untuk membuat tata tertib BPD belum ada dari
kabupaten sehingga BPD sendiri kesulitan di dalam membentuk tata
tertib tersebut.
Di dalam Peraturan Daerah No. 8 tahun 2006 tentang Badan
Permusyawaratan Desa pasal 11 dijelaskan bahwa :
1. Untuk mengarahkan dan mengelola pelaksanaan tugas dan fungsi BPD
di tunjuk pimpinan BPD
2. Pimpimpinan BPD terdiri dari 1 ( satu ) orang ketua, 1 ( satu ) orang
wakil ketua, dan ( satu ) orang sekertaris.
3. Pimpinan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) , dipilih dari dan
oleh anggota BPD secara langsung dalam rapat BPD yang diadakan
secara khusus.
4. Rapat pemilihan pimpinan BPD untuk pertama kali dipimpin oleh
anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda.
37
C. Hasil Dokumentasi
Terkait dengan pasal tersebut di atas, disini dapat dilihat struktur
organisasi Badan Permusyawaratan Desa yang ada di Desa Terong Tawah
sebagai berikut:
STRUKTUR ORGANISASI BPD DESA TERONG TAWAH
Keterangan :
________ : Garis Komando
…………: Garis Koordinasi
Dari struktur organisasi Badan Permusyawaratan Desa di atas, dapat
dikatakan bahwa alat kelengkapan Badan Permusyawaratan Desa, Desa
Terong Tawah adalah :
1. Ketua Badan Permusyawaratan Masyarakat Desa, yang terdiri dari ketua
dan wakil ketua
2. Sekretaris yang berasal dari salah satu anggota Badan Permusyawaratan
Desa dan bukan dari staf atau prangkat desa
3. Komisi-komisi yang akan melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan
bidang masing-masing untuk kelancaran tugas,fungsi dan wewenang
KETUA
Wakil Ketua
Sekretaris
ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA
38
badan permusyawaratan Desa,anggota Badan Permusyawaratan desa di
kelompokan sesuai dengan bidang masing-masing yaitu:
a. Komisi bidang pemerintahan
b. Komisi bidang pembangunan
c. Komisi bidang kemasyarakatan
Komisi-komisi yang terdapat dalam Badan Permusyawaratan Desa
Terong Tawah adalah sebagai berikut :
1. Bidang Pemerintahan
Tugas pokok melakukan pengawasan dalam bidang
pemerintahan seperti perlengkapan kantor, kearsipan, administrasi
kepegawaian, dan sebagainya.
2. Bidang Pembangunan
Tugas pokok adalah melakukan pengawasan terhadaop
perencanaan, penyelenggaraan, dan peningkaatan pelaksanaan
pembangunan desa.
3. Bidang Kemasyarakatan
Tugas pokok adalah melaksanakan tugas pengawasan terhadap
masyarakat dan kegiatan – kegiatan yang berkembang di masyarakat
serta menerima serta menyalurkan aspirasi masyarakat.
39
Selanjutnya Nama dan tingkat pendidikan anggota Badan
Permusyawaratan Desa Terong Tawah adalah sebagai berikut :
NO. NAMA ALAMAT PENDIDIKAN
1. H. Ach. Rusmawan,SS. Kebun Sudak S1
2. Ahmad Haeruzzaman, SH. TR.TW. Presak S1
3. Ust. Sabri TR.TW. Barat SMA
4. Tarjo TR.TW. Barat SMA
5. Mussadad TR.TW. Timur SD
6. Selamet Riadi Muhajirin SMP
7. Ahmad Saefudin Bagu SMA
8. H. Sirri Asyikti Jerneng Kalijaga D3
9. H. Mujtahidin, SP. Jerneng Mekar S1
JUMLAH 9 ORANG
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa tingkat
pendidikan anggota Badan Permusyawaratan Desa di Desa Terong Tawah
memiliki tingkat pendidikan yang berbeda.
D. Pembahasan
Masyarakat Desa Terong Tawah sebagian besar belum mengetahui
fungsi BPD yang sebelumya. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
peranan Badan Permusyawaratan Desa, menjadikan tugas dang fungsi Badan
Permusyawaratan Desa kurang aktif, sehingga penhyelenggaraan
pemerintahan desa tidak berjalan seperti yang diharapkan. Ini desebabkan
karena kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat menenai peranan Badan
Pemusyawaratan Desa.
40
Disamping itu juga penentuan anggota Badan Permusyawaratan Desa
dalam bidang pemerintahan masih kurang. Dalam kenyataannya pelaksanaan
tugas, fungsi maupun perundang – undangan serta kurangnya sarana atau
fasilitas yang dimiliki oleh anggota – anggota BPD dalam pembuatan
peraturan desa di Desa Terong Tawah masih dirasakan belum berjalan efektif
dimana kurangluasnya wawasan yang dimiliki oleh sebagian anggota BPD
maupun aparat desa, baik disebabkan rendahnya tingkat pendidikan maupun
terbatasnya pengalaman yang dimiliki anggota Badan Permusyawaratan Desa
dalam bidang pemerintahan desa masih kurang. Sehingga anggota BPD
kesulitan untuk menyusun rancangan peraturan desa, artinya anggota BPD
kurang memahami masalah teknik penyusunan peraturan perundangan Badan
Permusyawaratan Desa.
Selain pengetahuan anggota BPD dalam bidang pemerintahan masih
kurang juga masih kurangnya sarana yang dimiliki BPD. Kurangnya fasilitas
sarana bagi anggota BPD seperti peralatan kantor dan perlengkapannya
sebagai motivasi kerja menjadi salah satu penyebab BPD bisa bekerja
proposional. Dari semua anggota atau komponen BPD mengakui bahwa
sarana dan fasilitas yang dibutuhkan dalam menjalankan tugas dan fungsinya
sebagai mitra pemerintah desa kerjanya belum mencukupi, antara lain
computer, wairles, dan peralatan kantor lainnya.
Kurangnya pembinaan terhadap anggota BPD oleh pemerintah
kabupaten, menyebabkan fungsi BPD dalam pemerintahan Desa masih belum
dilaksanakan secara optimal, karena adanya beberapa kendala. Ini disebabkan
41
karena kurangnya pembinaan terhadap anggota BPD. Untuk lebih
mengoptimalkan fungsi BPD tersebut, perlu lebih di intensifkannya
pembinaan oleh pemerintah kabupaten sebagai hirarki yang lebih tinggi dari
pemerintah desa. Dengan demikian BPD dapat diharapkan melaksanakan
tugas, fungsi dan wewenangnya dengan baik sebagai mana patnersif Kepala
Desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintah Desa.
Hubungan Pemerintah Desa dengan BPD dapat dikatakan berjalan baik
dan cukup harmonis bukan berarti berjalan tanpa hambatan. Faktor-faktor
penghambat lainnya dalam hubungan Pemerintah desa dengan BPD meliputi:
a. Kurang luasnya wawasan yang dimiliki oleh anggota BPD maupun aparat
Desa, baik disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan maupun
terbatasnya pengalaman yang dimiliki.
b. Pengaturan koordinasi kerja yang kurang tepat sehingga dapat
menyulitkan salah satu pihak dalam pelaksanaannya;
c. Pihak pemerintah desa yang dirasakan kurang transparan dalam
menyampaikan informasi.
d. Anggota BPD yang kurang memahami seluk-beluk pemerintahan Desa.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh BPD dalam mengurangi kendala-
kedaala dalam melaksanakan tugas dan fungsinya adalah antara lain:
1. Melakukan koordinasi antara pemerintah Desa dengan Badan
Permusyawaratan Desa dalam menyelenggarakan pemerintahan desa.
Dalam menyelenggarakan pemerintahan desa, BPD bersama-sama
dengan Pemerintah Desa melakukan kerjasama dan koordinasi di dalam
42
setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa. Dengan
melakukan kerjasama dan koordinasi didalam menyelenggarakan
pemerintahan desa, maka kegiatan yang dijalankan sedikit tidak dapat
berjalan sebagai mana mestinya.
Di dalam menyelenggarakan pemerintahan desa, pemerintah desa
yaitu kepala desa dan staf-staf desa beserta BPD harus benar-benar
mengakomodir aspirasi masyarakat yang masuk, karena kesejahteraan
suatu masyarakat akan tercapai jika pemerintah desa dan BPD
melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik disertai dukungan dari
masyarakat.
Jika dalam semua kegiatan yang dijalankan oleh pemerintah desa,
BPD wajib diberitahukan dan dilaporkan mengenai hasil kerja yang
dijalankan agar BPD dapat menilai apakah kegiatan itu menguntungkan
masyarakat atau tidak
2. Memecahkan masalah yang ada di Desa Terong Tawah.
Didalam menyelesaikan suatu permasalahan yang timbul di desa,
BPD bersama dengan pemerintah desa dan tokoh masyarakat atau
lembaga-lambaga social yang ada di desa Terong Tawah mengadakan
pertemuan dan bersama-sama untuk mencari jalan keluar yang dihadapi
atas suatu persoalan yang timbul didesa tersebut.
Dalam hal ini, pemerintah desa dan BPD bersama-sama
mengambil kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut
dengan cara musyawarah. Jika permasalahan yang timbul didalam
43
masyarakat tidak dapat diselesaikan dengan cara musyawarah atau non
litigasi. Maka pemerintah desa dan BPD beserta masyarakat mengajukan
permasalahan tersebut ke pengadilan setempat secara hukum atau litigasi.
3. Menerima laporan
Disamping upaya-upaya tersebut di atas permusyawaratan desa
mengharapkan laporan atau aduan dari masyarakat. Laporan masyarakat
ini dimaksudkan untuk memudahkan BPD dalam menindak lanjuti hal-
hal yang berkembang di dalam masyarakat. Karena tidak menutup
kemungkinan ada hal-hal yang tidak diketahui oleh BPD dalam rangka
menyelenggarakan tugas dan fungsinya.
4. Saran
Agar pelaksanaan tugas dan fungsi BPD berjalan sebagaimana
mestinya dimasa-masa ini BPD mengupayakan perlengkapan sarana
seperti alat-alat kantor, komputer, ruang rapat atau pertemuan guna
membahas rancangan kerja bulanan,tahunan dan sebagainya. Karena
selama ini BPD dalam menjalankan tugas dan fungsinya masih minjam
alat-alat perlengkapan yang ada dikantor desa.
5. Melakukan penyuluhan
Untuk meningkatkan mutu pendidikan anggota BPD diharapkan
pemerintah daerah dari lembaga pendidikan memberikan penyuluhan dan
pelatihan maupun pemberian buku-buku tentang BPD.
44
Sekarang hubungan pemerintah desa dan BPD menjadi lebih baik karena:
a. Mulai tumbuh kesadaran,pengertian tentang hak dan kewajiban
mereka.
b. BPD sudah melibatkan diri dari awal sampai akhir dalam setiap
kegiatan-kegiatan yang menyangkut tugas kemasyarakatan dan
pembangunan.
c. Mereka menyadari mitra adalah saling mengisi,memahami dan
memecahkan masalah harus selalu bersama-sama.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam pembahasan maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Badan Permusyawaratan Desa Terong Tawah berdasarkan hasil penelitian
ini belum berperan secara optimal sebagai mana keberadaan tugas, fungsi
serta peran BPD yang tercantum dalam Undang – Undang Nomot 32 tahun
2004
2. Mekanisme pembuatan peraturan desa oleh BPD di desa Terong Tawah
baik atas perakarsa kepala Desa maupun BPD, pertama – tama
disampaikan dalam rapat paripurna kepala desa BPD yang dihadiri oleh
sekurang – kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota untuk dibahas
secara bersama – sama secara musyawarah untuk mengambil keputusan
baik secara musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam berita
acara yang ditandatangani ketua BPD, maka rancangan peraturan desa
disahkan menjadi peraturan desa dengan ditandatangani oleh kepala desa.
3. Berdasarkan kenyataan yang ada bahwa peranan BPD dalam pembuatan
peraturan desa di desa terong tawah masih mengalami kendala – kendala
antara lain : pengalaman anggota BPD dalam bidang pemerintahan masih
kurang, kurangnya sarana yang dimiliki BPD, kurangnya pembinaan
46
terhadap anggota BPD oleh pemerintah kabupaten, dan kurangnya
pemahaman terhadap tugas, hak dan kewajiban dari BPD.
B. Saran
Berkenaan dengan kondisi yang dihadapi oleh BPD di desa Terong
Tawah, maka dapat diajukan saran sebagai berikut yaitu : perlu adanya upaya
dari pemerintah daerah kabupaten dalam meningkatkan potensi dan
kemampuan BPD dengan memberikan penyuluhan baik dari pemerintah
daerah maupun dari lembaga pendidikan dengan cara memberikan pelatihan
dan penyuluhan serta memberikan sarana atau fasilitas seperti computer,
wairles dan peralatan kantor lainnya yang dapat menunjang kinerja BPD desa
Terong Tawah.
DAFTAR PUSTAKA
BPMD Kabupaten Lombok Barat, 2001. Perencanaan Partisipatif Pembanguanan Masyarakat Desa. Lombok Barat.
Danuredjo, 2005. Otonomi di Indonesia Ditinjau dalam Tangka Kedaulatan. Laras. Jakarta
Kaho J., 2001. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. Rajawali Pers. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Kameo J., 2002. Titik Berat Pelaksanaan Otonomi pada daerah Tingkat II ( Sebuah Studi Kasus dengan Fokus Pada Dinas Pendapatan Daerah ). Skripsi, Fakultas Hukum UKSW.
Kansil, 2000. Kitab Undang – Undang Pemerintahan Daerah. Bina Aksaara, Jakarta
Karohadi K., dan Soetardjo, 2003. Desa. Jakarta ; Balai Pustaka
Kasianto, MJ., 2001. Masalah dan Strategi Pembangunan Indonesia, Jakarta ; Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara.
Manan Bagir, 2004. Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Moh. Nazir, 2003 Metodologi Penelitian. Duta Ilmu. Jakarta.
Mulyono, S., 2003. Menuju Pembangunan Desa yang Partisifatif, Semarang ; Desa Kita.
Sugiono, 2007. Metode Penelitian untuk Pendidikan. Penerbit Alfa Babeta. Bandung.
Suharismi Arikunto, 2006. Metodologi Penelitian Teori dan Praktik. Rineka Cipta. Bandung.
Sukkarumidi, 2002. Metodologi Penelitian, Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Surjadi A., 2005. Pembangunan Masyarakat Desa. Bandung ; Mandor Maju
Suryabrata Sumadi, 2004, Methodologi Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada
Sutrisno Hadi, 2001. Bimbingan Menulis Skripsi. Yayasan Penerbit Fak. Psikologi UGM. Yogyakarta.
Widjaja HAW., 2004. Otonomi Desa yang Asli, Bulat dan Utuh. Jakarta : PT. raja Grapindo Persada
Winarno Srakhmad., 2002:107. Dasar dan Teknik Reseach. Bandung. CV. Tarsito, Bandung.
Yatim Riyanto, 2001. Metodologi Penelitian Pendidikan. Penerbit SIC. Surabaya.
Top Related