Honeycomb Lung: Sejarah dan Konsep Terkini
Hiroaki Arakawa
Koichi Honma
TUJUAN. Istilah honeycomb lung pada awalnya digunakan untuk
mendeskripsikan kenampakan makroskopis berbagai proses patologis berupa
kista-kista multipel, dimana sekarang ini istilah honeycomb lung digunakan untuk
mendeskripsikan fibrosis paru stadium akhir. Tujuan dari penulisan artikel ini
adalah mendiskusikan sejarah dan gambaran radiologis dari honeycomb lung.
KESIMPULAN. Honeycomb lung merupakan salah satu temuan CT yang
penting pada kasus pneumonia interstisiel. Tantangan bagi para ahli radiologis
adalah terdapat berbagai proses patologis yang berbeda yang dapat manifestasi
radiologisnya dapat menyerupai/menirukan (mimic) gambaran honeycomb lung.
Maka dari itu, pemahaman yang benar akan definisi dan gambaran honeycomb
lung yang benar akan dapat bermanfaat dalam diagnosis.
Istilah honeycomb lung (penampakan “honeycomb” pada paru) pertama kali
digunakan pada abad ke-19 di Jerman dimana disanalah ilmu kedokteran sedang
berkembang pesat. Membahas hal tersebut, mari kembali menuju tahun 1858
ketika Kessler meneliti sebuah kasus bronkiektasis kongenital [1]. Sejak saat
itulah digunakan istilah honeycomb appearance pada paru oleh berbagai peneliti
dan pengarang buku, seperti: Wabenlunge (honeycomb lung), Zystenlunge (cystic
lung), Schwammlunge (spongy lung), dan Sacklunge (sacculated lung) [1, 2].
Dalam sebuah literatur Jerman, penampakan honeycomb pada paru umumnya
digolongkan sebagai salah satu jenis dari malformasi kongenital atau
perkembangan paru yang tidak normal yang disertai dengan terjadinya
bronkiektasis [2] (Gambar 1).
Meskipun demikian, di Jerman, istilah “honeycomb lung” ini tidak
digunakan untuk menyebut suatu kondisi pneumonia interstisial kronis. Pada
paruh pertama abad ke-20, pemikiran akan penyakit paru fibrotik idiopatik
(idiopathic pulmonary fibrosis, IPF) belum terpikirkan, dan hanya dalam beberapa
laporan kasus tertentu pengarangnya menggunakan penamaan yang berbeda untuk
kasus yang ditemuinya atau hanya melaporkan temuan-temuan klinis dan
patologis yang dijumpainya [3–6]. Dalam sebuah laporan terkemuka yang
disampaikan oleh Hamman dan Rich yang dipublikasikan pada tahun 1935, tidak
menggunakan istilah “honeycomb lung.” Dalam literatur Inggris yang lebih muda,
kasus-kasus yang diduga sebagai IPF dilaporkan dengan menggunakan namma
emfisema bronkioler [5], hiperplasia muskuler paru [4], atau sirosis kistik paru
[6]. Berasal dari literatur berbahasa Jerman, istilah ini diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris dan mewakili suatu bentuk penyakit baru, walaupun jarang ditemui
[7, 8]. Sibert dan Fisher [5], yang menggunakan istilah “emfisema bronkioler“
“bronchiolar emphysema” menimbang dan menyatakan bahwa kasus yang
ditanganinya merupakan jenis emfisema pulmoner yang khas.
Istilah “honeycomb lung” pertama kali digumakan dalam sebuah literatur
berbahasa Inggris pada tahun 1949 yang merangkum hasil-hasil sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Oswald dan Parkinson [9]. Pada saat itu, dipresentasikan
sebanyak 16 kasus klinis honeycomb lung dengan mendetail. Berbagai kasus
tersebut (setelah ditelaah menggunakan pengetahuan dan metode kedokteran masa
kini) diantaranya adalah histiositis sel-sel Langerhans, limfangioleiomyomatosis
(LAM), dan sejumlah kasus yang mungkin berupa pneumonia interstisial kronis,
dimana sejumlah kasus tersebut belum dapat terdiagnosis dengan pasti saat era
tersebut [9] (Fig. 2). Berdasarkan definisi yang telah diungkapkan oleh Oswald
dan Pakinson sebelumnya, honeycomb lung merupakan “deskripsi dari gambaran
yang dijumpai pada irisan permukaan paru” yang nampak seperti “kista-kista kecil
yang dilapisi dinding tipis yang terdistribusi merata di seluruh lapang kedua paru
dan memiliki ukuran yang bervariasi dengan diameter maksimum tidak melebihi 1
cm.” Dalam sebuah laporan penelitian mengenai honeycomb lung yang lebih
komprehensif dan disertai dengan deskripsi patologis yang dilakukan oleh
Heppleston pada tahun 1956 [10], dimana dalam praktik kesehariannya,
Heppleston menangani pasien-pasien yang menderita berbagai macam jenis
penyakit dan memiliki latar belakang klinis yang berbeda-beda (32 pasien
diantaranya merupakan pekerja tambang batu bara), kebanyakan gambaran
honeycomb lung ditemukan pada sebagian besar kasus, yakni pneumonia
interstisiel kronis, dimana kasus lainnya terdapat sejumlah kecil pasien yang
menderita sarkoidosis, berylliosis, granuloma eosinofilik, LAM, giant cell
interstitial pneumonia, skleroderma, dan bahkan sejumlah bronkopneumonia
tuberkulosis.
Sebelum tahun 1960-an, honeycomb lung dipertimbangkan sebagai salah
satu tampilan makroskopis dari berbagai penyakit paru dimana pada masing-
masing kasus mengimplikasikan terjadinya berbagai penyebab dan proses
histopatologis yang berbeda-beda, hal tersebut terjadi karena klinisi pada masa
tersebut memiliki keterbatasan akan pemikiran mengenai apa yang harus
dilakukan selayaknya seperti apa yang kita lakukan di masa sekarang, selain itu
dimungkinkan akibat adanya kesamaan gambaran makroskopis dari berbagai
penyakit paru kistik. Setelah tahun 1965, penggunaan istilah honeycomb lung
dibatasi hanya diguankan dalam diagnosis pneumonia interstisiel kronis ketika
Meyer dan Liebow [11] mengemukakan pendapat bahwa honeycombing
merupakan “kondisi stadium akhir dari pneumonia interstisiel kronis tanpa
mempedulikan apapun etiologinya”
Deskripsi Patologis
Dalam sebuah deskripsi yang paling awal dipublikasikan dan mendetail mengenai
honeycomb lung, Heppleston [10] menyatakan bahwa perubahan yang nyata
terjadi pada kondisi ini berupa obliterasi bronkiolus-bronkiolus oleh fibrosis
ataupun oleh granulomata dan dilatasi kompensatoris dari berbagai bronkiolus
yang berdekatan, yang kemudian membentuk gambaran honeycomb [10].
Perubahan-perubahan yang terjadi ini ternyata konsisten dengan temuan patologis
yang terjadi pada kondisi honeycomb lung, tanpa memperhatikan penyebab yang
melatarbelakanginya.
Dalam sebuah penelitian yang lain, gambaran honeycomb lung yang
ditemukan pada skleroderma, dermatomyositis, histiositosis sel-sel Langerhans,
tuberkulosis, pneumonia lipoid, sarkoidosis, dan IPF, dipelajari lebih lanjut
melalui pembuatan irisan berkelanjutan yang berasal dari 3 paru yang direseksi
dan 8 paru dari otopsi yang ditampilkan dalam bentuk 3 dimensi melalui
rekonstruksi fotografi [12]. Para periset menemukan vahwa proses patologis yang
terjadi pada area honeycomb berbeda – terlepas dari proses patologis penyakit
yang dialami pasien dan ditemukan terjadinya diffuse saccular or cystic
bronchiolectasis pada seluruh lobulus, khususnya pada lobulus terminalis dan
bronkiolus respiratorius. Sedangkan bronkiolus-bronkiolus lainnya mengalami
perubahan arah dan pola percabangan yang abnormal dan putusnya (amputasi)
bronkiolus-bronkiolus tersebut dan dijumpai anastomosis-anastomosis antara
bronkiolus-bronkiolus yang secara anatomis independen. Para penulis
berpendapat bahwa abnormalitas utama yang terjadi pada honeycomb lung
merupakan proses terbentuknya fibrosis atau granulomatosis pada alveoli dan
duktus yang mengakibatkan dilatasi ataupun putusnya bronkiolus-bronkiolus.
Deskripsi Radiologis
Deskripsi radiologis terkait kondisi honeycomb lung mengindikasikan keberadaan
berbagai penyebab dan patofisiologi [13]. Honeycomb lung didefinisikan sebagai
“gambaran/visualisasi berupa bayangan lusen multipel dengan ukuran bervariasi
antara 2-10 mm” pada radiografi dada, termasuk didalamnya, tidak ahnya berupa
fibrosis difus intersitisial saja, melainkan juga dijumpai gambaran terjadinya
bronkiektasis dan bahkan emfisema bulosa [13]. Konsep radiologis ini
berkembang selanjutnya setelah konsep patologis kondisi honeycomb lung
berkembang lebih dulu. Reed dan Reeder [14] memasukkan bronkiektasis sistik,
granuloma eosinofilik, pneumoconiosis, dan sarkoidosis serta fibrosis pulmoner
idiopatik (Hamman-Rich) sebagai penyakit-penyakit paru paling umum/sering
berperan dalam menyebabkan terjadinya honeycomb lung. Meskipun demikian,
Felson [15] menekankan bahwasanya fibrosis interstisiel berperan sebagai
penyebab utama terjadinya honeycomb lung dan mengeksklusikan bronkiektasis
sistik dan emfisema bulosa dari definisi honeycomb lung. Genereux [16]
berpendapat bahwa honeycomb lung merupakan kondisi/stadium akhir dari
berbagai penyakit paru interstisiel yang dapat disebabkan oleh berbagai hal.
Pemikiran ini senada dengan pemikiran Meyer dan Liebow [11], yang meyakini
bahwa paru merespons berbagai macam stimulus dengan reaksi yang hampir
serupa.
Lebih lanjut, berbagai bentuk penyakit paru dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan paru stadium akhir (honeycomb lung), yang ditandai dengan
terbentuknya rongga-rongga kistik yang memiliki ukuran bervariasi yang semakin
lama semakin meluas (yang disebabkan oleh disolusi septal alveoler,
bronkiektasis, dan emfisema obstruktif.” Deskripsi mengenai honeycomb lung ini
dibuat masih dalam era radiografi dada konvensional, dimana kenampakan
makroskopis paru seringkali tidak terekam dengan tepat sehingga seringkali
memiliki keterbatasan untuk digunakan dalam diagnosis.
Definisi Terkini Honeycomb Lung
Patologi
The Fleischner Society baru-baru ini telah merevisi glosarium istilah-istilah,
dimana definisi patologis honeycomb lung didalamnya mengikuti definisi yang
telah dikemukan oleh Genereux [16], yakni: “jaringan paru yang telah mengalami
kerusakan dan fibrosis dimana di dalamnya dijumpai adanya rongga-rongga kistik
berisi udara yang dikelilingi oleh dinding-dinding tebal yang bersifat fibrous,
dimana kondisi ini umumnya ditemukan terjadi pada berbagai penyakit paru yang
telah mengalami kerusakan parah struktur asiner paru” [17]. Katzenstein [18]
mengemukakan bahwa kondisi honeycomb lung memiliki “gambaran/karakteristik
makroskopis yang khas dengan disertai adanya sejumlah besar kista yang
umumnya ukurannya hampir seragam...yang dijumpai pada latarbelakang
perlukaan paru yang intensif (background of dense scarring)” dan “secara
mikroskopis... honeycomb lung ditandai dengan adanya pembesaran/perluasan
rongga-rongga udara yang dikelilingi oleh fibrosis dan diselubungi oleh epitelium
bronkioler atau atau epitelium alveoler hiperplastik. Kombinasi antara parenkim
paru yang kolaps...dan deposisi kolagen yang menyebabkan terjadinya perubahan
arsitektur paru.” Berdasarkan Katzenstein, penyebab honeycomb lung umumnya
tidak spesifik dimana terdapat sejumlah penyakit yang dapat mengakibatkan
terbentuknya honeycomb pada paru (pneumonia interstisiel idiopatik, IIP,
kerusakan alveoler difus, asbestosis, penyakit granulomatosa interstisiel, dan
granuloma eosinofilik), yang berkorespondensi dengan pemahaman sebelumnya
[11, 18]. Dalam buku mengenai patologis penyakit lainnya, Churg [19]
mendeskripsikan honeycomb lung sebagai “suatu kondisi berupa kombinasi antara
kista-kista berdinding tebal..., yang memiliki diameter berkisar dari beberapa
milimeter hingga beberapa centimeter dengan timbulnya berbagai jaringan
fibrotik yang solid.” Churg melanjutkan “sebagai tambahan dari penyakit-
penyakit difus spesifik, perlukaan-perlukaan yang terlokalisir yang terjadi akibat
berbagai penyebab dapat terlihat menyerupai honeycomb lung,” yang mana
pernyataan tersebut mengindikasikan terjadinya sebuah kondisi patologis yang
nonspesifik [19].
Secara patologis, definisi honeycomb lung yang berasal dari the Fleischner
Society mengindikasikan “kista-kista yang terbentuk memiliki ukuran/diameter
yang berkisar dari beberapa milimeter hingga beberapa centimeter,” sehingga
kista-kista tersebut dapat teridentifikasikan secara maskroskopis [17]. Beberapa
periset menggunakan istilah “microscopic honeycombing” guna mendeskripsikan
bronkiolus-bronkiolus yang terdilatasi sebesar 1-2 mm dan terselubungi oleh
fibrotik [20].
Radiologis
Definisi terkini dari honeycomb lung berdasarkan aspek pemeriksaan radiologis
ditentukan berdasar CT irisan tipis (thin-section CT), yang dapat
memvisualisasikan paru hingga mendekati gambaran makroskopis [21]. Definisi
honeycomb lung sebelumnya yang dikemukakan oleh the Fleischner Society yang
dipublikasikan pada tahun 1984, menyatakan bahwa honeycomb lung merupakan
“ suatu kondisi yang ditandai oleh adanya gambaran cincin (ring shadows) yang
mewakili terjadinya rongga-rongga udara dengan diameter 5-10 mmdengan
ketebalan dinding mencapai 2-3 mm...yang mengimplikasikan terjadinya keruskan
paru stadium akhir” [22], yang mana senada dengan pernyataan yang
dikemukakan oleh Meyer dan Liebow [11] serta Genereux [16]. Pernyataan kedua
yang dikeluarkan oleh the Fleischner Society, dan dipublikasikan pada tahun 1996
mengemukakan “terbentuknya kelompok-kelompok (kluster) rongga-rongga
udara, yang umumnya berdiameter antara 0,3-1,0 cm, walaupun juga ditemui yang
berukuran hingga 2,5 cm, yang terlokalisir biasanya di sub-pleural dan
diselubungi dinding-dinding fibrotik yang tebal – layaknya gambaran CT dari
fibrosis difus pulmoner” [23]. Berbagai definisi yang telah dipublikasikan
sebelumnya, utamanya yang disusun di era radiografi thoraks dan versi pertama
dan kedua dari mesin CT, sebagian besar mengemukakan adanya kesamaan
kecuali pada aspek ukuran dan lokasi. Pada versi terkini dari the Fleischner
Society, honeycomb lung didefinisikan sebagai “kluster-kluster dari rongga-
rongga udara kistik yang umumnya berdiameter antara 3-10 mm, tapi jarang yang
memiliki ukuran > 2,5 cm...biasanya terlokalisir pada level subpleural dan
ditandai dengan dijumpainya dinding-dinding yang nyata” [17]. Ukuran dan
ketebalan dinding dari kista-kista sangatlah bervariasi antara satu peneliti dengan
peneliti lainnya. Mesklipun demikian defined as “rongga-rongga udara kistik pada
kondisi honeycomb lung cenderung memiliki dinding yang berlekatan (shared
walls)” [24]. Dimana hal ini mengimplikasikan bahwa traction bronchiolectasis
with intervening lung tidak seharusnya didiagnosis sebagai honeycomb lung
(Gambar 3). Karena kista-kista yang terbentuk berukuran kecil, diagnosis harus
ditegakkan melalui thin-section CT [25]. Meskipun berbagai proses penyakit yang
berbeda dapat menyebabkan manifestasi patologis dan gambaran radiologis,
pemahaman terkini mengindikasikan bahwa “proses honeycombing sering
dipertimbangkan sebagai penanda spesifik dari fibrosis pulmoner yang terjadi dan
menjadi salah satu kriteria penting dalam penegakan diagnosis usual interstitial
pneumonia (UIP),” dan “istilah honeycomb lung seharusnya digunakan dengan
hati-hati karena dapat berpengaruh langsung terhadap penanganan dan perawatan
pasien” [17].
Definisi terkini menekankan pentingnya honeycombing sebagai kriteria
diagnosis UIP. Penekanan ini didasarkan oleh hasil konsensus terkini mengenai
fibrosis pulmoner idiopatik yang dipublikasikan pada tahun 2000 oleh American
Thoracic Society dan European Respiratory Society, dimana sekali lagi
ditekankan pentingnya relevansi gejala klinis dalam memdirensiasikan UIP
dengan macam IIP lainnya [25]. Diantara berbagai jenis IIP, IPF merupakan jenis
penyakit yang progresif, yang sering disertai dengan eksaserbasi akut dan dapat
memiliki prognosis yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan jenis pnumonia
idiopatik interstisiel lainnya [26]. Meskipun terdapat banyak agen antifibrotik
baru yang telah dikembangkan sebagai pilihan terapi untuk IPF [27], tetap saja
prognosisnya buruk.
Progresi Terjadinya Honeycomb Lung
Karena gambaran honeycomb lung merupakan suatu stadium akhir dari kondisi
pneumonia interstisiel, maka harus terjadi abnormalitas yang
mendahuluinya/menyebabkannya. Pada kasus UIP, honeycomb lung didahului
dengan timbulnya patchy ground-glass opacity dan retikulasi yang terjadi pada
lobulus-lobulus sekunder [29]. Seiring dengan berjalannya waktu, terjadi
peningkatan retikulasi intralobuler dan traksi bronkiolektasis mulai timbul dengan
perlahan pada daerah-daerah yang mengalami ground-glass opacity, dimana
semakin lama, penampakan ground-glass opacity akan semakin menghilang yang
pada akhirnya terbentuklah bentukan honeycomb lung [29, 30]. Belum diketahui
bentuk abnormalitas CT apakah yang terjadi terlebih dahulu pada kasus UIP. Satu
dari 14 kasus silikosis yang berkembang menjadi pneumonia interstisiel kronis
yang disertain dengan gambaran honeycomb lung, bentuk abnormalitas yang
paling awal muncul adalah faint ground-glass opacity atau, bentuk lain yang lebih
jarang ditemui, yakni coarse reticulation [30]. Meskipun demikian, studi ini
hanya dilakukan pada irisan jaringan paru yang memiliki ketebalan sekitar 10 mm
saja. Kecepatan dari progresi honeycomb lung tidak diketahui dengan baik. Dalam
satu batch yang terdiri darin 29 pasien IPF, progresi perkembangan honeycomb
lung berkisar antara 0% hingga 11% per bulan (median, 0,4%) dan keceoatan
tertinggi umumnya dicapai oleh proses yang berlangsung pada lobus bawah [29].
Dalam batch lain yang terdiri dari 14 pasien yang menderita pneumonia
interstisiel kronis dan silikosis, didapatkan median sebesar 15,4 tahun, median
lama progresi paru normal atau cukup normal menjadi honeycomb lung adalah
12,1 tahun (berkisar antara 3,7-19,1 tahun) [30]. Diperkirakan bahwa terdapat
sebuah periode asimtomatis yang lama yang terjadi sebelum berkembangnya
honeycomb lung dan pasien telah berkembang menjadi simtomatis. Melalui
penggunaan pemeriksaan CT di saat era MDCT ini, kasus-kasus IPF yang tanpa
disertai dengan honeycomb lung diharapkan dapat makin banyak ditemukan, yang
pada akhirnya menjadi tantangan bagi para ahli radiologis dalam bidang diagnosis
CT.
Meskipun sebagian besar kasus honeycomb lung yang terjadi ditemukan
pada kasus penyakit paru kronis, tetapi kondisi honeycomb lung ini juga
ditemukan terjadi pada minoritas pasien yang menderita pneumonia interstisiel
akut dan kerusakan alveoler difus [31, 32]. Kondisi/penyakit ini bersifat progresif
yang mana umumnya terjadi perburukan seiring berjalannya waktu dan seringkali
hasil akhirnya dapat bersifat fatal. Honeycomb lung bukan merupakan tanda awal,
meskipun dapat saja terjadi dalam waktu seminggu paska onset timbulnya gejala-
gejala [31].
Besar kista-kista honeycomb umumnya akan semakin bertambah selama
dilakukan follow-up [33]. Dalam otopsi dari 2 pasien UIP, ditemukan adanya
stenosis dan angulasi pada bronkiolus-bronkiolus dan struktur mirip
sayatan/robekan diantara kista-kista dan bronkiolus-bronkiolus, yang umumnya
diperkirakan sebagai penyebab terjadinya pembesaran ukuran dari kista-kista
honeycomb [12, 33] (Gambar 4). Dalam sebuah penelitian lain yang melibatkan
97 pasien yang menderita penyakit paru stadium akhir, pasien menjalani penilaian
volume inspiratoris dan ekspiratoris paru dan dilakukan pengevaluasian terhadap
kista-kista honeycomb dengan menggunakan metode multiplanar reformation
[34]. Kista-kista honeycomb yang berukuran besar (rerata, 20,6 mm; SD, 10,7
mm) cenderung memiliki dinding kista yang relatif lebih tipis dan tidak
berhubungan langsung dengan jalan napas (udara luar) serta tidak terjadi
perubahan ukuran selama ekshalasi paksa, sedangkan kista-kista honeycomb yang
berukuran kecil (rerata, 2,7 mm; SD, 4,3 mm) jelas berhubungan dengan saluran
pernapasan dan ukurannya umumnya berubah ketika fase ekspirasi [34]. Terdapat
sejumlah data yang menyatakan bahwa perbesaran kista-kista honeycomb yang
progresif terjadi akibat terjebaknya udara (air trapping) karena adanya mekanisme
tutup katup (check-valve mechanism).
Honeycomb Lung sebagai Kriteria diagnosis CT pada Kasus UIP
Honeycombing sering dipertimbangkan sebagai proses terbentuknya fibrosis pada
paru dan menjadi salah satu kriteria penting dalam diagnosis kasus UIP [17].
Meskipun dari definisi dinyatakan demikian, honeycomb lung tidak menjadi
temuan khas/spesifik pada kasus UIP, meskipun ssejatinya honeycombing
merupakan temuan yang umum ditemukan pada kasus UIP.
Dalam literatur sebelumnya, honeycombing diidentifikasikan terjadi pada
41-100%kasus UIP, bergantung pada kriteria masing-masing batch yang
terlaporkan [35–44]. Dalam sebuah laporan yang disarikan dari 168 suspek kasus
IIP, sensitivitas dan spesifitas dijumpainya honeycombing dalam diagnosis UIP
secara berurutan adalah 90% dan 86% [45]. Kasus pneumonia interstisiel kronis
nonspesifik (nonspecific interstitial pneumonia, NSIP) dan pneumonia interstisiel
deskuamatif (DIP), merupakan varian jenis dari pneumonia interstisiel kronis IIP
dan menjadi diferensial diagnosis yang harus selalu dipikirkan, dimana pada
keduanya juga dapat ditemukan terjadinya honeycombing sebesar 0-30% dan 4,3-
39% [37, 38, 46–48]. Pada kasus pneumonia interstisiel akut, frkuensi terjadinya
honeycombing biasanya lebih rendah, yakni berkisar antara 6-14% saja [31, 32,
49].
Honeycomb lung pada kasus UIP biasanya bersifat subpleural dan
predominan ditemukan terjadi pada lobus bawah dan lobus posterio [29, 35, 50].
Karakteristik distribusi honeycombing pada UIP inilah yang digunakan untuk
membedakan UIP dari berbagai penyakit paru lain yang disertai dengan gambaran
honeycomb lung. Dalam sebuah penelitian yang melibatkan sejumlah 61 pasien
dengan yang menderita berbagai penyakit paru stadium akhir (26 pasien
menderita UIP, 9 pasien menderita sarkoidosis, 8 pasien menderita histiositosis
sel-sel Langerhans, 5 pasien menderita asbestosis, 4 pasien menderita silikosis, 4
pasien menderita pneumonitis hipersensitivitas kronis, 3 pasien menderita LAM, 1
penderita menderita berylliosis, dan 1 pasien sisanya menderita talcosis),
karakteristik distribusi honeycombing yang terjadi dapat digunakan untuk
mendiagnosa terjadinya UIP pada 88% dari jumlah kasus tersebut, dengan derajat
kepercayaan (degree of confidence) yang tinggi hingga mencapai 67% [51]
(Gambar 5).
Selain penilaian distribusi honeycomb yang terjadi, sebagai tambahan,
kista-kista honeycomb yang dijumpai dapat digunakan sebagai pertimbangan yang
penting dalam mendiagnosis kasus UIP. Seperti yang telah dilaporkan bahwa
perluasan honeycombing yang terjadi hingga ke parenkim paru ditemukan pada 3-
21% kasus UIP [35–44]. Dilain pihak, ekstensi/perluasan honeycombing menuju
parenkim paru secara berurutan dapat ditemukan terjadi pada 0,3-3,7% dan 0,7-
10% kasus NSIP dan DIP [37, 38, 46–48]. Dalam laporan penelitian tersebut, baik
frekuensi amupun ekstensi dari hoenycombing yang terjadi secara signifikan
ditemukan lebih banyak terjadi pada UIP dibandingkan dengan pada DIP atau
NSIP, meskipun tidak dijumpai nilai ambang yang dapat digunakan untuk
membedakan UIP dari jenis IIP lainnya.
Permasalahan yang Muncul dalam Mendiagnosis Honeycomb Lung
Ditemukan beberapa kesulitan dalam mendiagnosis kasus-kasus honeycomb lung.
Pertama, permasalahan yang berasal dari definisi terminologis yang digunakan
dan yang lainnya berkaitan dengan diagnosis radiografik dengan CT. Permasalah
terkait diagnosis terjadi akibat adanya perubahan historis dari konsep dan
perbedaan keadaan saat konsep tersebut dibuat. Dalam literatur sebelumnya,
honeycombing merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut kondisi
pulmoner sistik nonspesifik, yang didalamnya termasuk bronkiektasis dan
penyakit paru sistik kongenital. Sedangkan pada literatur terkini, istilah
honeycombing digunakan terbatas pada penyakit paru stadium akhir yang disertai
dengan timbulnya fibrosis interstisiel.
Permasalahan lain yang berpengaruh terhadap diagnosis CT honeycomb
lung pada kasus dengan pneumonia interstisiel kronis [52]. Meskipun definisi dari
honeycomb lung memiliki kecenderungan mengalami perubahan kedepannya,
diagnosis honeycomb lung bukanlah merupakan hal yang mudah untuk ahli
radiologis. Sebagai contoh, dalam sebuah studi yang melibatkan sejumlah 314
pasien yang menderita IPF, persetujuan antar para pengamat (terdiri dari ahli
radiologis) terkait ada tidaknya gambaran honeycomb lung hanya berkisar antara
0,21-0,31, yang mana hal tersebut mengindikasikan adanya tingkat pertujuan yang
buruk [36]. Variasi yang timbul ini dapat terjadi akibat penampakan struktur kista
yang sangat bervariasi pada kasus pneumonia interstisiel kronis, yang mana dapat
juga ditemukan traksi bronkiolektasis, kista-kista atau bula subpleural, dan
emfisema, khususnya pada tipe paraseptal. Karena terjadi pada level subpleural,
kesemua struktur tersebut akan terlihat/nampak kistik dan seringkali berdinding.
Koeksistensi dengan emfisema dilpaorkan terjadi pada pasien IPF, yang
nampaknya memang sering ditemukan secara bersamaan karena kedua penyakit
tersebut berhubungan dengan kebiasaan konsumsi rokok sigaret [53-56].
Meskipun secara patologis, emfisema didefiniskan sebgai hilangnya parenkim
paru yang tidak disertai dengan fibrosis, nyatanya fibrosis dapat berkoeksistensi
dijumpai terjadi pada kasus emfisema [57] (Gambar 6). Meskipun fibrosis yang
terjadi berbeda dengan yang terjadi pada kasus UIP [58], timbulnya fibrosis dapat
menjadi faktor risiko terjadinya eksaserbasi akut selama terapi obat-obatan
sitotoksisk [59] dan paska tindakan pembedahan pada paru [60].
Keberadaan emfisema dan rongga-rongga kistik akan sulit teridentifikasi
ketika bertumpang tindih (overlapping) dengan hadirnya ground-glass opacity
[47]. Dalam sebuah studi yang melibatkan sejumlah 34 pasien yang menderita
UIP ataupun NSIP dan emfisema, area paru yang nampak emfisematous atau
kistik (emphysematous lung or cystic areas) seringkali salah didiagnosis sebagai
honeycombing pada 3 kasus pasien [47]. Kondisi ini dapat terjadi bersamaan
dengan pneumonia pada emphysematous lung, akan tetapi yang lebih problematis
adalah berkembangnya pneumonia interstisiel kronis pada kondisi emphysematous
lung selama follow-up (Gambar 7). Pada kasus NSIP dan DIP predominan
ditemukan terjadi penampakan groundglass opacity, yang kadang nampak seperti
penampakan honeycom apabila bertindihan dengan/melibatkan daerah yang
emfisematous dan seringkali salah didiagnosis sebagai UIP [47].
Lebih lanjut, emfisema dan fibrosis interstisiel dapat berkembang dan
berprogresi secara simultan dalam satu wilayah paru yang sama [61] (Gambar 8).
Hasil akhir dari proses tersebut hampir serupa dengan gambaran honeycomb lung,
yang umumnya relatif memiliki dinding yang tipis dan inilah yang menjadi
tantangan diagnostik bagi hali radiologis.
Emfisema paraseptal, merupakan salah satu jenis dari emfisema, memiliki
dinding yang nyata, terlokalisir pada level supleural, dan seringkali terkluster
(Gambar 9). Secara patologis, emfisema paraseptal sering disertai dengan fibrosis
yang terjadi pada dinding-dindingnya [62]. Terdapat sejumlah kasus yang
menunjukkan terjadinya emfisema paraseptal pada lobus atas dan tengah paru,
sedangkan honeycomb umumnya lebih sering terjadi pada lobus bawah paru. Pada
kasus-kasus tersebut, proses patologis yang berbeda seringkali terjadi dengan
berkelanjutan dan tumpang tindih pada area subpleural. Sehingga hampir tidak
mungkin dilakukan diferensiasi antara dua proses patologis yang sedang terjadi.
Yang tetap harus diingat bahwasanya honeycomb lung merupakan suatu
kondisi stadium akhir dari fibrosis paru. Sehingga, dijumpainya gambaran
ground-glass opacity pada area yang emfisema tidak seharusnya diidentifikasikan
sebagai honeycomb lung. Meskipun, dalam kasus-kasus dimana terjadi progresi
fibrosis dan pembesaran rongga-rongga udara secara bersamaan, sulit untuk
menolak diagnosis berupa honeycomb lung.
Diagnosis CT dari Honeycomb Lung Kedepannya
Karena istilah honeycomb lung berkaitan erat dengan konsep terjadinya
penyakit dan dengan klasifikasi pneumonia interstisiel idiopatik, definisi dan
makna klinis dari honeycomb lung telah mengalami perubahan dan mungkin akan
tetap mengalami perubahan kedepannya. Sementara itu, penting bagi para klinisi
untuk menggunakan pengertian yang telah ditetapkan oleh konsensus, selain itu
agar dapat digunakan secara luas, interpreter yang terlibat dalam konsensus harus
mencapai suatu kesepakatan yang utuh akan gambaran dan deskripsi mengenai
apa dan bagaimanakah gambaran honeycomb lung itu.
Ketidaksepakatan yang timbul akibat diagnosis CT dari honeycomb lung
dapat dijelaskan akibat kurangnya pre-spesifikasi konsensus dan referensi
berbagai gambaran honeycomb lung, misal menggunakan the International Labor
Office classification of pneumoconiosis, dengan begitu diharapkan dapat dicapai
kesepakatan yang lebih tinggi diantara para observer dalam diagnosis honeycomb
lung pada kasus IPF. Karena tujuan akhir dari diagnosis adalah untuk
mengidentifikasikan pasien yang memiliki kecenderungan berkembangnya
penyakit yang progresif dan dapat meninggal dalam jangka waktu beberapa tahun
kedepannya, pola pre-spesifiasi honeycombing harus selalu direvisi berdasarkan
hasil observasi prospektif yang telah dilakukan saat ini, bergantung dengan
kesepakatan yang telah ditetapkan konsensus. Revisi merupakan tugas yang harus
dinisiasi dan dilakukan oleh para ahli radiologis dengan menimbang bahwa
keberadaan dan ekstensi dari honeycombing merupakan temuan terpenting dari
thin-section CT untuk mencapai diagnosis yang tepat dan benar [39-41,43,44,47].
Top Related