Download - Isi Insomnia

Transcript
Page 1: Isi Insomnia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk

tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu. Gejala tersebut

biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun dan beraktivitas di siang hari. Sekitar

sepertiga orang dewasa mengalami kesulitan memulai tidur dan/atau mempertahankan

tidur dalam setahun, dengan 17% di antaranya mengakibatkan gangguan kualitas hidup.

Sebanyak 95% orang Amerika telah melaporkan sebuah episode dari insomnia pada

beberapa waktu selama hidup mereka. Di Indonesia, pada tahun 2010 terdapat 11,7%

penduduk mengalami insomnia.

Insomnia umumnya merupakan kondisi sementara atau jangka pendek. Dalam

beberapa kasus, insomnia dapat menjadi kronis. Hal ini sering disebut sebagai gangguan

penyesuaian tidur karena paling sering terjadi dalam konteks situasional stres akut,

seperti pekerjaan baru atau menjelang ujian. Insomnia ini biasanya hilang ketika stressor

hilang atau individu telah beradaptasi dengan stressor. Namun, insomnia sementara

sering berulang ketika tegangan baru atau serupa muncul dalam kehidupan pasien.

Insomnia jangka pendek berlangsung selama 1-6 bulan. Hal ini biasanya

berhubungan dengan faktor-faktor stres yang persisten, dapat situasional (seperti

kematian atau penyakit) atau lingkungan (seperti kebisingan). Insomnia kronis adalah

setiap insomnia yang berlangsung lebih dari 6 bulan. Hal ini dapat dikaitkan dengan

berbagai kondisi medis dan psikiatri biasanya pada pasien dengan predisposisi yang

mendasari untuk insomnia.

Meskipun kurang tidur, banyak pasien dengan insomnia tidak mengeluh

mengantuk di siang hari. Namun, mereka mengeluhkan rasa lelah dan letih, dengan

konsentrasi yang buruk. Hal ini mungkin berkaitan dengan keadaan fisiologis

hyperarousal. Bahkan, meskipun tidak mendapatkan tidur cukup, pasien dengan

insomnia seringkali mengalami kesulitan tidur bahkan untuk tidur siang.

Insomnia kronis juga memiliki banyak konsekuensi kesehatan seperti

berkurangnya kualitas hidup, sebanding dengan yang dialami oleh pasien dengan kondisi

1 | i n s o m n i a

Page 2: Isi Insomnia

seperti diabetes, arthritis, dan penyakit jantung. Kualitas hidup meningkat dengan

pengobatan tetapi masih tidak mencapai tingkat yang terlihat pada populasi umum. Selain

itu, insomnia kronis dikaitkan dengan terganggunya kinerja pekerjaan dan sosial.

Insomnia merupakan salah satu faktor risiko depresi dan gejala dari sejumlah

gangguan medis, psikiatris, dan tidur. Bahkan, insomnia tampaknya menjadi prediksi

sejumlah gangguan, termasuk depresi, kecemasan, ketergantungan alkohol,

ketergantungan obat, dan bunuh diri.

Insomnia sering menetap meskipun telah dilakukan pengobatan kondisi medis

atau kejiwaan yang mendasari, bahkan insomnia dapat meningkatkan resiko kekambuhan

penyakit primernya. Dalam hal ini, dokter perlu memahami bahwa insomnia adalah suatu

kondisi tersendiri yang membutuhkan pengakuan dan pengobatan untuk mencegah

morbiditas dan meningkatkan kualitas hidup bagi pasien mereka.

2 | i n s o m n i a

Page 3: Isi Insomnia

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Fisiologi Tidur

Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya

waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai

irama sirkadian.

Tidur tidak dapat diartikan sebagai manifestasi proses deaktivasi sistem Saraf Pusat.

Saat tidur, susunan saraf pusat masih bekerja dimana neuron-neuron di substansia

retikularis ventral batang otak melakukan sinkronisasi.

Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada

substansia ventrikulo retikularis batang otak yang disebut sebagai pusat tidur (sleep

center). Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi

terdapat pada bagian rostral batang otak disebut sebagai pusat penggugah (arousal

center).

3 | i n s o m n i a

Page 4: Isi Insomnia

Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:

1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)

2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti

oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara

bergantian antara 4-6 kali siklus semalam.

Tidur NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu tidur, dibagi dalam empat

stadium, antara lain:

Stadium 1, berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium ini

dianggap stadium tidur paling ringan. EEG menggambarkan gambaran kumparan

tidur yang khas, bervoltase rendah, dengan frekuensi 3 sampai 7 siklus perdetik, yang

disebut gelombang teta.

Stadium 2, berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu tidur. EEG

menggambarkan gelombang yang berbentuk pilin (spindle shaped) yang sering

dengan frekuensi 12 sampai 14 siklus perdetik, lambat, dan trifasik yang dikenal

sebagai kompleks K. Pada stadium ini, orang dapat dibangunkan dengan mudah.

Stadium 3, berlangsung 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG menggambarkan

gelombang bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5 hingga 2,5 siklus perdetik, yaitu

gelombang delta. Orang tidur dengan sangat nyenyak, sehingga sukar dibangunkan.

Stadium 4, berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran EEG hampir

sama dengan stadium 3 dengan perbedaan kuantitatif pada jumlah gelombang delta.

Stadium 3 dan 4 juga dikenal dengan nama tidur dalam, atau delta sleep, atau Slow

Wave Sleep (SWS)

Sedangkan tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan waktu tidur. Tidak dibagi-bagi

dalam stadium seperti dalm tidur NREM.

4 | i n s o m n i a

Page 5: Isi Insomnia

Pola siklus tidur dan bangun adalah bangun sepanjang hari saat cahaya terang dan

tidur sepanjang malam saat gelap. Jadi faktor kunci adalah adanya perubahan gelap dan

terang. Stimulasi cahaya terang akan masuk melalui mata dan mempengaruhi suatu

bagian di hipotalamus yang disebut nucleus supra chiasmatic (NSC). NSC akan

mengeluarkan neurotransmiter yang mempengaruhi pengeluaran berbagai hormon

pengatur temperatur badan, kortisol, growth hormone, dan lain-lain yang memegang

peranan untuk bangun tidur. NSC bekerja seperti jam, meregulasi segala kegiatan bangun

tidur. Jika pagi hari cahaya terang masuk, NSC segera mengeluarkan hormon yang

menstimulasi peningkatan temperatur badan, kortisol dan GH sehingga orang terbangun.

Jila malam tiba, NSC merangsang pengeluaran hormon melatonin sehingga orang

mengantuk dan tidur. Melatonin adalah hormon yang diproduksi oleh glandula pineal.

Saat hari mulai gelap, melatonin dikeluarkan dalam darah dan akan mempengaruhi

terjadinya relaksasi serta penurunan temperatur badan dan kortisol. Kadar melatonin

dalam darah mulai meningkat pada jam 9 malam, terus meningkat sepanjang malam dan

menghilang pada jam 9 pagi.

5 | i n s o m n i a

Page 6: Isi Insomnia

2.2 Definisi Insomnia

Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal kesulitan

untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung

setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi

individu. The International Classification of Diseases mendefinisikan Insomnia sebagai

kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3 malam/minggu

selama minimal satu bulan. Menurut The International Classification of Sleep Disorders,

insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak

nyaman setelah episode tidur tersebut. Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur

berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada

kesempatan untuk melakukannya. Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan

suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik

dan pemakaian obat-obatan. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi

dan suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup.

2.3 Klasifikasi Insomnia

Insomnia Primer

Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau

susah tidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita insomnia.

Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur seringkali menjadi

penyebab dari jenis insomnia primer ini.

Insomnia Sekunder

Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi medis.

Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat menyebabkan

terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu masalah fisik seperti

penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat menyebabkan terjadinya insomnia

sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1 dari 10 orang yang menderita insomnia atau

susah tidur. Insomnia sekunder juga dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan

6 | i n s o m n i a

Page 7: Isi Insomnia

yang diminum untuk suatu penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang

ataupun penyalahgunaan alkohol. Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang

menderita insomnia.

Secara internasional insomnia masuk dalam 3 sistem diagnostik yaitu International

code of diagnosis (ICD) 10, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders

(DSM) IV dan International Classification of Sleep Disorders (ISD).

Dalam ICD 10, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu:

Organik

Non organik

- Dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu tidur)

- Parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti mimpu

buruk, berjalan sambil tidur, dll)

Dalam ICD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer atau sekunder. Insomnia

disini adalah insomnia kronik yang sudah diderita paling sedikit 1 bulan dan sudah

menyebabkan gangguan fungsi dan sosial.

Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu:

1. Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain

2. Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum

3. Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan atau keadaan tertentu

4. Gangguan tidur primer (gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali dengan

kondisi mental, penyakit, ataupun obat-obatan.) Gangguan ini menetap dan

diderita minimal 1 bulan.

Berdasarkan International Classification of Sleep Disordes yang direvisi,

insomnia diklasifikasikan menjadi:

1. Acute insomnia

Biasanya disebabkan karena stress dan berlangsung hanya beberapa hari

atau minggu.

7 | i n s o m n i a

Page 8: Isi Insomnia

2. Behavioral insomnia of childhoodDua jenis utama insomnia yang mempengaruhi anak-anak. Yang pertama Sleep-onset association type dan yang kedua Limit-setting type .

3. Idiopathic insomnia

Berawal dari masa kanak-kanak dan seumur hidup, tidak diketahui

penyebabnya

4. Inadequate sleep hygiene

Disebabkan karena kebiasaan tidur yang buruk.

5. Insomnia due to drug or substance, medical condition, or mental disorder Gejala insomnia sering hasil dari salah satu penyebab ini. Insomnia terkait lebih sering dengan gangguan kejiwaan, seperti depresi, dibandingkan dengan kondisi medis lainnya.

6. Paradoxical insomnia (sleep-state misperception)Keluhan insomnia parah terjadi meskipun tidak ada bukti obyektif dari gangguan tidur.

7. Psychophysiologic insomnia

Keluhan insomnia terjadi bersamaan dengan kecemasan yang

berlebihan dan khawatir dengan tidur dan sulit tidur.

2.4. Etiologi Insomnia

• Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat

membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur. Peristiwa

kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit dari orang yang

dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia.

• Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia

dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.

• Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk

beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan

(seperti Ritalin) dan kortikosteroid.

• Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung

kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat

menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu

seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering

menyebabkan terbangun di tengah malam.

8 | i n s o m n i a

Page 9: Isi Insomnia

• Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas

dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia lebih

besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan

dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung, penyakit paru-paru,

gastroesophageal reflux disease (GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit

Alzheimer.

• Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh atau

pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh,

sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal,

mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.

• 'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan tentang

tidak bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh tertidur.

Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka berada jauh

dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka tidak mencoba untuk tidur,

seperti ketika mereka menonton TV atau membaca.

2.5 Faktor Resiko Insomnia

Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi resiko

insomnia meningkat jika terjadi pada:

Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormon selama

siklus menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran. Selama menopause,

sering berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering mengganggu tidur.

Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia

meningkat sejalan dengan usia.

Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk depresi,

kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder, mengganggu tidur.

Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjang seperti

kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan insomnia kronis.

Menjadi miskin atau pengangguran juga meningkatkan risiko terjadinya insomnia.

9 | i n s o m n i a

Page 10: Isi Insomnia

Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di malam hari sering

meningkatkan resiko insomnia.

2.6 Tanda dan Gejala Insomnia

• Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari

• Sering terbangun pada malam hari

• Bangun tidur terlalu awal

• Kelelahan atau mengantuk pada siang hari

• Iritabilitas, depresi atau kecemasan

• Konsentrasi dan perhatian berkurang

• Peningkatan kesalahan dan kecelakaan

• Ketegangan dan sakit kepala

• Gejala gastrointestinal

2.7 Diagnosis

Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:

Pola tidur penderita.

Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.

Tingkatan stres psikis.

Riwayat medis.

Aktivitas fisik

Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.

Sebagai tambahannya, dokter akan melengkapi kuisioner untuk menentukan pola

tidur dan tingkat kebutuhan tidur selama 1 hari. Jika tidak dilakukan pengisian kuisioner,

untuk mencapai tujuan yang sama Anda bisa mencatat waktu tidur Anda selama 2

minggu.

10 | i n s o m n i a

Page 11: Isi Insomnia

Pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk menemukan adanya suatu permasalahan

yang bisa menyebabkan insomnia. Ada kalanya pemeriksaan darah juga dilakukan untuk

menemukan masalah pada tyroid atau pada hal lain yang bisa menyebabkan insomnia.

Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan, akan dilakukan pemantauan dan

pencatatan selama tidur yang mencangkup gelombang otak, pernapasan, nadi, gerakan

mata, dan gerakan tubuh.

Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ (F51.0)

• Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:

a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas tidur

yang buruk

b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan

c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan terhadap

akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari

d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan

yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan

• Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan diagnosis

insomnia diabaikan.

• Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya gangguan,

oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria di

atas (seperti pada “transient insomnia”) tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam

reaksi stres akut (F43.0) atau gangguan penyesuaian (F43.2)

2.8 Penatalaksanaan

1. Non Farmakoterapi

a. Terapi Tingkah Laku

Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan

mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku ini

umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama untuk penderita

insomnia.

11 | i n s o m n i a

Page 12: Isi Insomnia

Terapi tingkah laku meliputi

- Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.

- Teknik Relaksasi.

Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback, dan

latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi kecemasan saat

tidur. Strategi ini dapat membantu Anda mengontrol pernapasan, nadi,

tonus otot, dan mood.

- Terapi kognitif.

Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan

pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling

tatap muka atau dalam grup.

- Restriksi Tidur.

Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan di

tempat tidur yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya.

- Kontrol stimulus

Terapi ini dimaksudkan untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk

beraktivitas.

Instruksi dalam terapi stimulus-kontrol.

1. Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur, tidak untuk membaca, menonton

televisi, makan atau bekerja.

2. Pergi ke tempat tidur hanya bila sudah mengantuk. Bila dalam waktu 20

menit di tempat tidur seseorang tidak juga bisa tidur, tinggalkan tempat

tidur dan pergi ke ruangan lain dan melakukan hal-hal yang membuat

santai. Hindari menonton televisi. Bila sudah merasa mengantuk kembali

ke tempat tidur, namun bila dalam 20 menit di tempat tidur tidak juga

dapat tidur, kembali lakukan hal yang membuat santai, dapat berulang

dilakukan sampai seseorang dapat tidur.

12 | i n s o m n i a

Page 13: Isi Insomnia

3. Bangun di pagi hari pada jam yang sama tanpa mengindahkan berapa lama

tidur pada malam sebelumnya. Hal ini dapat memperbaiki jadwal tidur-

bangun (kontrol waktu).

4. Tidur siang harus dihindari.

b. Gaya hidup dan pengobatan di rumah

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :

Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur

Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.

Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.

Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.

Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan

pernapasan atau beribadah

Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan tidur pada

malam hari.

Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti menghindari

kebisingan

Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit setiap

hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.

Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin

Menghindari makan besar sebelum tidur

Cek kesehatan secara rutin

Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik

2. Farmakologi

Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu

benzodiazepine dan non-benzodiazepine.

a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)

b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)

13 | i n s o m n i a

Page 14: Isi Insomnia

2.9 Komplikasi

Tidur sama pentingnya dengan

makanan yang sehat dan olahraga yang

teratur. Insomnia dapat mengganggu

kesehatan mental dan fisik.

Komplikasi insomnia meliputi :

Gangguan dalam pekerjaan atau di

sekolah.

Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih

lambat. Sehingga meningkatkan reaksi kecelakaan.

Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi

Kelebihan berat badan atau kegemukan

Daya tahan tubuh yang rendah

Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya tekanan

darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

14 | i n s o m n i a

Page 15: Isi Insomnia

Insomnia merupalan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam

mempertahankan tidur, atau tidak cukup tidur. Insomnia merupakan gangguan fisiologis

yang cukup serius, dimana apabila tidak ditangani dengan baik dapat mempengaruhi

kinerja dan kehidupan sehari-hari.

Insomnia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti stres, kecemasan

berlebihan, pengaruh makanan dan obat-obatan, perubahan lingkungan, dan kondisi

medis. Insomnia didiagnosis dengan melakukan penilaian terhadap pola tidur penderita,

pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres psikis, riwayat

medis, aktivitas fisik, dan kebutuhan tidur secara individual.

Insomnia dapat ditatalaksana dengan cara farmakologi dan non farmakologi,

bergantung pada jenis dan penyebab insomnia. Obat-obatan yang biasanya digunakan

untuk mengatasi insomnia dapat berupa golongan benzodiazepin (Nitrazepam, Trizolam,

dan Estazolam), dan non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital). Tatalaksana

insomnia secara non farmakologis dapat berupa terapi tingkah laku dan pengaturan gaya

hidup dan pengobatan di rumah seperti mengatur jadwal tidur.

15 | i n s o m n i a

Page 16: Isi Insomnia

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed: Wiguna, I Made. Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher

2. Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Ed 6. Jakarta: EGC

3. Insomnia.(http://www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTION=alternative-medicine Diakses tanggal 13 September 2015)

4. Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

5. American Academy of Sleep Medicine. ICSD2 - International Classification of Sleep Disorders. American Academy of Sleep Medicine Diagnostic and Coding Manual . Diagnostik dan Coding Manual. 2nd. 2. Westchester, Ill: American Academy of Sleep Medicine; 2005:1-32.

16 | i n s o m n i a