IMPLEMENTASI PERATURAN
WALIKOTA TANJUNGPINANG NOMOR 60 TAHUN 2009
TENTANG TRAYEK DAN KODE TRAYEK ANGKUTAN
KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2010-2011
ARTIKEL E-JOURNAL
Oleh
SURYA KARISMA
NIM 090565201062
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2015
ABSTRAK
Implementasi Peraturan Walikota Nomor 60 Tahun 2009 Tentang Trayek
Dan Kode Trayek Angkutan Kota Tanjungpinang Tahun 2010-2011
SURYA KARISMA
090565201062
Berdasarkan permasalahan yang ada dari Pelaksanaan Implementasi
Peraturan Walikota Tanjungpinang Nomor 60 Tahun 2009 Tentang Trayek dan
Kode Trayek Angkutan Kota Tanjungpinang memang sudah dilaksanakan tetapi
masih banyak kekurangan dan kendala untuk mencapai kata “berhasil” dalam
kebijakan ini dan akhirnya berdampak negative kepada sasaran kebijakan yaitu
perusahaan yang menaungi supir angkutan umum, berkurangnya pendapatan supir
angkutan umum, serta masyarakat yang tidak mengerti dengan adanya jalur trayek
karena kurangnya sosialisasi.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif. Jenis
data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Sedangkan data
yang digunakan adalah data secara kualitatif. Tujuan dari Pelaksanaan Peraturan
Walikota Tanjungpinang Nomor 60 Tahun 2009 Tentang Trayek dan Kode
Trayek Angkutan Kota Tanjungpinang adalah untuk tercapainya kelancaran,
ketertiban, dan kenyamanan di dalam pelaksanaan peraturan tersebut khususnya di
Kota Tanjungpinang.
Dengan pelaksanaan peraturan ini diharapkan meningkatnya kelancaran
berlalulintas, angkutan Kota menjadi lebih tertib, dan kenyamanan dalam
pelayanan di Kota Tanjungpinang. Namun ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dan disiapkan lagi oleh Dinas terkait, seperti isi kebijakan yang harus
dievaluasi kembali, jangan ada jalur trayek yang saling tumpang tindih,
sosialisasi tetap dilakukan dengan rutin agar masyarakat dan supir angkutan
umum mematuhi dan paham dengan peraturan Walikota tersebut. Penambahan
personil di lapangan agar mempermudah pelaksanaan dan melengkapi sarana dan
prasarana yang dibutuhkan, armada yang beroperasi di lapangan harus sesuai
dengan jalur yang sudah ada. Bagi yang melanggar akan ditindak tegas oleh
petugas, perlu adanya perbaikan armada angkutan umum agar tidak adalagi
angkutan umum yang tidak layak pakai tetap membawa penumpang. Inilah yang
harus di evaluasi oleh pemerintah.
Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Transportasi
ABSTRACT
Mayor Implementation Rules Number 60 of 2009 on Transport Routeand
Route Code Tanjungpinang City of 2010-2011
SURYA KARISMA
090565201062
Based on theexisting problems of enactment Tanjungpinang Mayor
Implementation Rules Number 60 of 2009 on Transport Route and Route Code
is already implemented in Tanjungpinang City butt here are still many
shortcomings and obstacles to reach the word "success" in this policyand
eventually have a negative impact to the object of the policy that is companies
who handle public transport drivers, reduced income public transport drivers, and
people who do not understand the path the route due to lack of socialization.
This research is descriptive qualitative. The type of data which used are
primary data and secondary data. While the data usedis data qualitatively. The
purpose of the implementation of Decision Tanjungpinang Mayor Regulation
Number 60 Year 2009 on Transport Route and Route Code Tanjungpinang City is
is to achieve fluency, order and comfort in the implementation of these rules,
especially in Tanjungpinang City.
With the implementation of these rules is expected to improve the fluency
of traffic, public transportation becomes more orderly, and convenience in
servicein Tanjungpinang City. However there are some things that must be
considered and prepared again by the related department, such as the content of
the policy should be re-evaluated, there is not overlapping lines, socialization still
performed regularly so that the public and public transport drivers comply with
and understand by the Mayor rules. Addition of personnel in the field in order to
facilitate the implementation and complete the necessary infrastructure, the public
transport who operated in the road must conform to existing lines. Violators will
bedealt with firmlyby officers, need to repair public transport so that there is no
public transportis not feasible to us estill carried passengers. This is whatmustbe
evaluated by the government.
Keywords: Policy Implementation, Transportation
A. Latar Belakang
Bagi masyarakat,
transportasi merupakan urat
nadi kehidupan sehari-hari dan
merupakan salah satu
kebutuhan pokok. Hampir
setiap orang memerlukan
transportasi setiap hari untuk
memenuhi kebutuhan
ekonomi, pendidikan,
kesehatan dan sosial budaya
seperti bekerja, sekolah,
bertemu sanak saudara, atau
rekreasi. Transportasi pulalah
yang memungkinkan
perpindahan barang dari
produsen ke konsumen,
sehingga berbagai kebutuhan
seperti makan, sandang dan
papan terpenuhi. Seiring
dengan perkembangan
teknologi, pertumbuhan
penduduk, dan perubahan pola
hidup, permasalahan
transportasi juga ikut berubah
dan berkembang.
Permasalahan transportasi
semakin terasa di daerah
perkotaan yang penduduknya
padat dengan aktivitas
kegiatan tinggi. Biasanya,
semakin padat penduduk dan
aktivitas, maka semakin
kompleks permasalahan
transportasi yang dihadapi
maupun dampak dari
transportasi itu sendiri.
Kota Tanjungpinang
adalah Ibu Kota dari Provinsi
Kepulauan Riau dan provinsi
ini berbatasan langsung
dengan negara lain seperti
Malaysia dan Singapura. Kota
Tanjungpinang juga terkenal
sebagai salah satu tujuan para
pendatang dari berbagai
daerah untuk mencari
pekerjaan yang layak.
Hal ini praktis
menyebabkan pertambahan
penduduk yang signifikan
setiap tahunnya. Penelitian ini
dianggap relevan, karena
belum ada peneliti yang
melakukan penelitian ini
sebelumnya. Dari penelitian
ini secara konseptual dapat
dijadikan acuan teori bagi
peneliti dalam melakukan
penelitian. Pada penelitian ini
lebih difokuskan pada supir
angkutan Kota Tanjungpinang.
Meningkatnya jumlah
penduduk, sudah tentu
mengakibatkan meningkatnya
kebutuhan dalam masyarakat
terutama kebutuhan akan
penggunaan transportasi. Hal
ini juga dibarengi dengan
banyaknya jumlah keberadaan
angkutan umum seperti angkot
di Kota Tanjungpinang. Ini
dikarenakan tidak semua
masyarakat memiliki
kendaraan pribadi. Masih
banyak sebagian masyarakat
yang bergantung pada
penggunan angkutan umum.
Terutama masyarakat yang
tinggal di daerah pinggiran
Kota Tanjungpinang.
Angkutan umum
merupakan sarana angkutan
umum untuk masyarakat kecil
dan menengah untuk dapat
melaksanakan kegiatannya
sesuai dengan tugas dan
fungsinya dalam masyarakat.
Pengguna angkutan umum ini
bervariasi, mulai dari buruh,
ibu rumah tangga, mahasiswa,
pelajar dan lain-lain. Dalam
Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 41
Tahun 1993 menyebutkan
bahwa, definisi dari angkutan
umum adalah pemindahan
orang dan/atau barang dari
suatu tempat ke tempat lain
dengan menggunakan
kendaraan bermotor yang
disediakan untuk
dipergunakan umum dengan
dipungut bayaran.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan diteliti
harus dirumuskan secara
terarah agar penelitian berjalan
sesuai dengan yang
diharapkan. Berdasarkan latar
belakang yang dikemukakan di
atas, maka peneliti
merumuskan masalah dalam
peneltian ini:
1. Bagaimana Implementasi
Peraturan Walikota
Tanjungpinang Nomor 60
Tahun 2009 Tentang
Trayek dan Kode Trayek
Angkutan Kota
Tanjungpinang?
2. Faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi
implementasi Peraturan
Walikota Tanjungpinang
Nomor 60 Tahun 2009
Tentang Trayek dan Kode
Trayek Angkutan Kota
Tanjungpinang?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui Implementasi
Peraturan Walikota
Tanjungpinang Nomor 60
Tahun 2009 Tentang Trayek
dan Kode Trayek Angkutan
Kota Tanjungpinang.
2. Untuk mengetahui faktor-
faktor apa saja yang
mempengaruhi Implementasi
Peraturan Walikota
Tanjungpinang Nomor 60
Tahun 2009 Tentang Trayek
dan Kode Trayek Angkutan
Kota Tanjungpinang.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai
manfaat baik secara teoretis
dan praktis.
1. Teoritis
Dari penelitian ini
diharapkan dapat memperkaya
khasanah keperpustakaan Ilmu
Pemerintahan khususnya di
UMRAH. Dan sebagai salah
satu kontribusi pemikiran
pengembangan ilmu
pengetahuan terutama ilmu
pemerintahan.
2. Praktis
Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan bahan
masukan atau sumbangan
pemikiran bagi pihak
Pemerintah Kota
Tanjungpinang khususnya
Dinas Perhubungan, agar ke
depannya lebih baik dalam
meningkatkan kebijakan
mengenai lalulintas dan sistem
trayek di Kota Tanjungpinang.
E. Konsep Teoritis
1. Implementasi
Pendapat Nurdin Usman
dalam bukunya yang berjudul
Konteks Implementasi
mengemukakan pendapatnya
mengenai implementasi atau
pelaksanaan sebagai berikut:
“Implementasi adalah
bermuara pada aktivitas, aksi,
tindakan, atau adanya
mekanisme suatu sistem.
Implementasi bukan sekedar
aktivitas, tetapi suatu kegiatan
yang terencana dan untuk
mencapai tujuan
kegiatan”(Usman, 2002:70).
Pengertian implementasi
yang dikemukakan di atas,
dapat dikatakan bahwa
implementasi adalah bukan
sekedar aktivitas, tetapi suatu
kegiatan yang terencana dan
dilakukan secara sungguh-
sungguh berdasarkan acuan
norma tertentu untuk
mencapai tujuan kegiatan.
Oleh karena itu implementasi
tidak berdiri sendiri tetapi
dipengaruhi oleh objek
berikutnya.
Pendapat Guntur
Setiawan dalam bukunya
yang berjudul Implementasi
Dalam Birokrasi
Pembangunan
mengemukakan pendapatnya
mengenai implementasi atau
pelaksanaan sebagai berikut:
“Implementasi adalah
perluasan aktivitas yang
saling menyesuaikan proses
interaksi antara tujuan dan
tindakan untuk mencapainya
serta memerlukan jaringan
pelaksana, birokrasi yang
efektif” (Setiawan, 2004:39).
2. Kebijakan
Kebijakan diciptakan
untuk mengatur kehidupan
masyarakat untuk mencapai
tujuan yang telah disepakati
bersama. Menurut
Fredrickson dan Hart
kebijakan adalah:
“Suatu tindakan yang
mengarah pada tujuan yang
diusulkan oleh seseorang,
kelompok atau pemerintah
dalam lingkungan tertentu
sehubungan dengan adanya
hambatan-hambatan tertentu
sambil mencari peluang-
peluang untuk mencapai
tujuan mewujudkan sasaran
yang diinginkan.” (dalam
Tangkilisan, 2003:12)
Adapun menurut Woll
kebijakan merupakan aktivitas
pemerintah untuk
memecahkan masalah di
masyarakat baik secara
langsung maupun melalui
berbagai lembaga yang
mempengaruhi kehidupan
masyarakat (dalam
Tangkilisan, 2003:2). Dari
kedua definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa kebijakan
merupakan tindakan-tindakan
atau keputusan yang dibuat
oleh pemerintah, dimana
tindakan atau keputusan
dimaksud memiliki pengaruh
terhadap masyarakatnya.
3. Trayek
Trayek adalah lintasan
kendaraan umum atau rute
untuk pelayanan angkutan
orang dengan bus atau
angkutan umum yang
mempunyai asal dan tujuan
perjalanan tetap, lintas tetap
dan jadwaltetap maupun tidak
berjadwal. Contoh trayek
Jakarta-Bogor diawali di
Terminal Kampung
Rambutan/Jakarta-jalan tol
Jagorawi-Terminal Barang
Siang Bogor.
F. Konsep Operasional
Sebagaimana yang
dilakukan untuk memberi
suatu persamaan pengertian
dan sasaran yang dijadikan
pembahasan, maka dibuatlah
konsep operasional untuk
mencapai realitas dalam hasil
penelitian secara empiris,
maka perlu untuk
dioperesionalkan agar benar-
benar menyentuh fenomena-
fenomena yang diteliti, hal
tersebut perlu dilakukan guna
mempermudah dalam proses
pemberian nilai atau skor atas
indicator yang digunakan
dalam penelitian ini.
Implementasi Peraturan
Walikota Tanjungpinang
Nomor 60 Tahun 2009
Tentang Trayek dan Kode
Trayek Angkutan Kota
Tanjungpinang.
Salah satu tahapan
penting dalam siklus
kebijakan publik adalah
implementasi kebijakan.
Implementasi sering dianggap
hanya merupakan pelaksanaan
dari yang telah diputuskan
oleh legislatif atau para
pengambil keputusan, tahapan
implementasi menjadi begitu
penting karena suatu
kebijakan tidak berarti apa-
apa jika tidak dapat di
laksanakan dengan baik dan
benar. Dengan ini
implementasi merupakan
tahap dimana suatu kebijakan
di laksanakan secara
maksimal dan dapat mencapai
tujuan kebijakan itu sendiri.
Adapun teori yang
digunakan dalam penelitian
ini adalah teori : Van Meter
dan Van Horn (dalam
Subarsono, 2013: 99) terdapat
enam variabel yang
mempengaruhi implementasi
kebijakan yaitu : “(1) standar
dan sasaran kebijakan”, (2)
sumber daya; (3) komunikasi
antar organisasi dan
penguatan aktivitas; (4)
karakteristik agen pelaksana;
(5) kondisi sosial, politik, dan
ekonomi: (6) disposisi
implementor;
1. Standar Dan Sasaran
Kebijakan
Standar dan sasaran
kebijakan harus jelas dan
terukur sehingga dapat
direalisir. Apabila standar dan
sasaran kebijakan kabur,
maka terjadi multiinterpretasi
dan mudah menimbulkan
konflik diantara para agen
implementasi.
2. Sumber Daya
Implementasi kebijakan
perlu didukung oleh sumber
daya, baik sumber daya
manusia (Human Resources)
maupun sumber daya non-
manusia (non-Human
Resources).
Sumber daya manusia,
yaitu dari Dinas Perhubungan,
Organda Kota Tanjungpinang.
Harus memiliki kematangan
dalam berfikir, harus memiliki
sifat yang baik karena untuk
melayani masyarakat secara
langsung apalagi yang
berkerja di lapangan harus
melaksanakan tugas dan
kewajibannya sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
3. Komunikasi
Antarorganisasi Dan
Penguatan Aktivitas
Berdasarkan banyak
program, implementasi
sebuah program perlu
dukungan dan koordinasi
dengan instansi lain. Berikut
indicator untuk mengukur
komunikasi:
a. Tarsmisi, yaitu
penyaluran komunikasi
yang baik dapat
menghasilkan suatu hasil
implementasi atau
pelaksanaan yang baik
pula. Seringkali yang
terjadi dalam proses
tarnsmisi ini yaitu adanya
salah pengertian hal ini
terjadi karena komunikasi
pelaksanan tersebut telah
melalui beberapa
tingkatan birokrasi,
sehingga hal yang
diharapkan terdistrosi di
tengah jalan.
b. Kejelasan informasi,
dimana komunikasi atau
informasi yang diterima
oleh pelaksana kebijakan
haruslah jelas dan tidak
membingungkan.
Kejelasan informasi
kebijakan tidak selalu
menghalangi pelaksanaan
kebijakan atau program,
dimana pada tataran
tertentu para pelaksana
membutuhkan
fleksibelitas dalam
melaksanakan program,
tetapi pada tataran yang
lain maka hal tersebut
justru menyelwengkan
tujuan yang hendak
dicapai oleh kebijakan
yang telah ditetapkan.
c. Konsistensi informasi
yang disampaikan, yaitu
perintah ataupun
informasi yang diberikan
dalam pelaksaan suatu
komunikasi haruslah jelas
dan konsisten untuk dapat
diterapkan dan
dijalankan. Apabila
perintah yang diberikan
seringkali berubah-ubah,
maka dapat menimbulkan
kebingungan bagi
pelaksana dilapangan.
4. Karakteristik Agen
Pelaksana
Yang dimaksud
karakteristik agen pelaksana
adalah mencakup struktur
birokrasi, norma-norma, dan
pola-pola hubungan yang
terjadi dalam birokrasi, yang
semuanya itu mempengaruhi
implementasi suatu program.
5. Kondisi Sosial Politik,
dan Ekonomi
Variabel ini mencakup
sumberdaya ekonomi
lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan
implementasi kebijakan,
berikut indicator utama dalam
kondisi social, politik, dan
ekonomi.
a. Sejauh mana kelompok-
kelompok kepentingan
memberikan dukungan
bagi implementasi
kebijakan;
b. Karakteristik partisipan,
yakni mendukung atau
menolak;
c. Apakah elite politik
mendukung implementasi
kebijakan.
6. Disposisi Implementor
Disposisi implementor
ini mencakup tiga hal yang
penting, yakni: (a) respons
implementor terhadap
kebijkan, yakni akan
mempengaruhi kemauannya
untuk melaksanakn kebijakan;
(b) kognisi, yakni pemahaman
terhadap kebijakan; dan (c)
intensitas disposisi
implementor, yakni preferensi
nilai yang dimiliki oleh
implementor.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian
ini adalah desktiptif kualitatif.
Tipe ini digunakan untuk
memberikan gambaran
tentang keseluruhan objek
yang dilteliti dalam rangka
menjelaskan Peraturan
Walikota Tanjungpinang
Nomor 60 Tahun 2009
Tentang Trayek dan Kode
Trayek Angkutan Kota
Tanjungpinang.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di
Kantor Dinas Perhubungan
Komunikasi dan Informatika
Kota Tanjungpinang. Dan
dikantor Organda Kota
Tanjungpinang.
3. Informan
Dalam penelitian
kualitatif, tidak menggunakan
istilah populasi ataupun
sampel seperti didalam
penelitian kuantitatif. Dalam
penelitiat kualitatif, populasi
diartikan sebagai wilayah
generalisasi yang terdiri atas:
obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulan.
Sedangkan sampel adalah
sebagian dari populasi itu.
(Sugiyono, 2008: 297). Oleh
karna itu, peneliti
menggunakan informan
memperoleh berbagai
informasi yang diperlukan
selama proses penelitian.
Informan penelitian dipilih
berdasarkan teknik snowbool
yaitu dengan mencari
informasi kunci. Yang
dimaksud dengan informasi
kunci (key informan) adalah
mereka yang mengetahui dan
memiliki berbagai informasi
pokok yang diperlukan dalam
penelitian atau informan yang
mengetahui secara mendalam
permasalahan yang sedang
diteliti dan yang menjadi
informan kunci (key
informan) dalam penelitian ini
adalah Kabid. Dinas
Perhubungan Komunikasi dan
Informatiika Kota
Tanjungpinang Priode 2010-
2011.
4. Jenis Dan Sumber Data
a. Data Primer
Yaitu data yang
diperoleh secara langsung dari
lokasi penelitian melalui
wawancara melalui informan
yang berkaitan dengan
masalah penelitian, juga
melalui observasi atau
pengamatan langsung
terhadap objek penelitian.
b. Data Sekunder
Yaitu data yang
diperoleh berdasarkan acuan
dan literatur yang
berhubungan dengan materi
dan dokumen dari Pemerintah
Daerah dalam hal ini adalah
Dinas Perhubungan, Satlantas
Polres Kota Tanjungpinang,
Organda (Organisasi
Angkutan Darat), serta karya
tulis ilmiah yang berhubungan
dengan penelitian.
5. Teknik Dan Alat
Pengumpulan Data
a. Interview
Dalam hal ini Sutrisno
(1987:156) menegaskan
bahwa “interview sebagai
proses pertanya dan jawaban
lisan dimana dua orang atau
lebih berhadapan-hadapan
dengan yang lain, serta dapat
melihat muka yang lain dan
mendengar telinga sendiri
tampaknya alat ukur
informasi yang langsung
tentang beberapa jenis sosial,
baik yang mendalam maupun
yang manifest.
b. Observasi
Pendapat Sugiono
(2005:166) teknik observasi
merupakan suatu proses yang
komplek dan sulit, yang
tersusun dari berbagai proses
biologis dan proses psikologis
diantaranya yang terpenting
adalah pengamatan dan
mengenai suatu situasi
tertentu atau keterkaitan
hubungan antara berbagai
fenomena secara faktual dan
teratur, sehingga melalui jenis
ini diharapkan akan
menghasilkan informasi bagi
pembentukan pengetahuan
baru atau kebenaran ilmiah
yang bisa dipertanggung
jawabkan. Meleong (2007:6)
menyimpulkan definisi
penelitian kualitatif sebagai
berikut:
Sebagaimana
penelitian ini bermaksud
mengumpulkan data tentang
pelaksanaan Peraturan
Walikota Tanjungpinang
Nomor 60 Tahun 2009
tentang Trayek dan Kode
Trayek Angkutan Kota
Tanjungpinang, yang
kemudian di deskripsikan atau
di gambarkan secara jelas
sebagai mana kenyataan di
lapangan.
c. Dokumentasi,
Teknik pengumpulan
data dengan melakukan
penelaahan buku-buku, arsip,
kumpulan Peraturan
Perundang-undangan,
Makalah-makalah hasil
penelitian ilmiah yang
berhubungan dengan
penelitian. Penentuan unit
analisis ini di dasarkan pada
tugas dan fungsi Pemerintah
Daerah sebagai pelaksana dan
bertanggung jawab terhadap
proses implementasi
kebijakan di Kota
Tanjungpinang.
6. Tekik Analisa Data
Guna menganalisa data
yang diperoleh maka
penulisan menggunakan
analisa data deskriptip
kualitatif yaitu menggunakan
analisa dari beberapa
penjelasan atau uraian
pembahasan berdasarkan data
hasil penelitian yang
diperoleh melalui wawancara
langsung, observasi dan
dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data
kedalam kategori,
menjabarkan kedalam unit-
unit, melakukan sintesa,
menysun kedalam pola,
memilih mana yang penting
dan yang akan dipelajari, dan
membuat kesimpulan
sehingga mudah dipahami
oleh diri sendiri maupun
orang lain. Yang berperan
selaku pendukung data yang
lain, seperti: sejarah ringkas
instansi, struktur organisasi,
data lain yang berhubungan
dengan penelitian.
Bentuk pemerintah pada
awalnya adalah untuk
melindungi sistem ketertiban
dimasyarakat sehiingga
seluruh masyarakat dapat
menjalankan aktifitas
kehidupan dengan tenang dan
lancar. Dinamika
dimasyarakat memperluas
fungsi dan peran pemerintah
tidak hanya sebatas pelindung
melainkan pelayan
masyarakat. Rakyat tidak
perlu lagi melayani
pemerintah seperti zaman
kerajaan ataupun penjajahan
namum justru pemerinah yang
seharusnya melayani,
mengayomi, dan
mengembangkan serta
maningkatkan taraf hidup
masyarakatnya sesuai dengan
tujuan negaranya. Van Poelje
(dalam Hamdi, 1999: 52)
menjelaskan bahwa
pemerintahan dapat
dipandang sebagai suatu ilmu
yaitu yang mengajarkan
bagaimana yang terbaik
dalam mengarahkan dan
memimpin pelayanan umum.
Salah satu fungsi
Pemerintah adalah pengaturan
(regulating) untuk mengatur
sector dengan kebijakan-
kebijakan dalam bentuk
undang-undang, peraturan
pemerintah, dan peraturan
lainya. Maksud dari fungsi ini
adalah agar stabilitas negara
terjaga, dan pertumbuhan
negara sesuai dengan yang
diinginkan.
A. Kebijakan Publik
Kebijakan Publik adalah
kebijakan-kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah
sebagai pembuat kebijakan
untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu di masyarakat dimana
dalam penyusunannya melalui
berbagai tahapan. Pressman
dan Widavsky (Dalam Budi
Winarno 2002: 17)
mendefinisikan kebijakan
publik sebagai berikut:
Sebagai hipotesis yang
mengandung kondisi-
kondisi awal dan akibat-
akibat yang bisa
diramalkan. Kebijakan
public itu harus
dibedakan dengan
bentuk-bentuk kebijakan
yang lain misalnya
kebijakan swasta. Hal ini
dipengarihi oleh
keterlibatan faktor-faktor
bukan pemerintah.
B. Teori Implementasi
Kebijakan.
Pengertian implementasi
kebijakan menurut Van Meter
dan Van Horn (Dalam Budi
Winarno 2002: 102)
Implementasi
kebijakan pada dasarnya
adalah agar sebuah kebijakan
dapat mencakup tujuanya.
Implementasi kebijakan
dipandang dalam pengertian
yang luas, merupakan tahap
dari proses kebijakan segera
setelah penetapan undang-
undang. Meter dan Horn
(Agustino 2006: 139)
implementasi kebijakan
merupakan tindakan yang
dilakukan oleh individu atau
pejabat-pejabat dan
kelompok-kelompok yang
diarahkan peda upaya untuk
tercapainya tujuan yang telah
digariskan dalam keputusan
kebijakan yang telah
ditetapkan tersebut.
Implementasi Kebijakan
Publik etimologis pengertian
implementasi menurut kamus
Webster yang dikutip oleh
Solichin Abdul Wahab
(2004:64) adalah:
“Konsep implementasi
berasal dari bahasa
inggris yaitu to
implement. Dalam
kamus besar webster, to
implement
(mengimplementasikan)
berati to provide the
means for carrying out
(menyediakan sarana
untuk melaksanakan
sesuatu); dan to give
practical effect to (untuk
menimbulkan
dampak/akibat terhadap
sesuatu)”.
Implementasi berasal
dari bahasa Inggris yaitu to
implement yang berarti
mengimplementasikan.
Implementasi merupakan
penyediaan sarana untuk
melaksanakan sesuatu yang
menimbulkan dampak atau
akibat terhadap sesuatu.
Sesuatu tersebut dilakukan
untuk menimbulkan dampak
atau akibat itu dapat berupa
undang-undang, peraturan
pemerintah, keputusan
peradilan dan kebijakan yang
dibuat oleh lembaga-lembaga
pemerintah dalam kehidupan
kenegaraan.
C. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi
Implementasi.
Guna memperkaya
pemahaman tentang berbagai
faktor yang terkait di dalam
implementasi maka kebijakan
publik diimplementasikan
oleh badan-badan pemerintah.
Badan-badan tersebut
melaksanakan pekerjaan
pelaksanaan kebijakan
tersebut hari demi hari
sehingga menuju kinerja
kebijakan. Implementasi
tersebut dapat melibatkan
banyak aktor kebijakan
sehingga sebuah kebijakan
bisa menjadi rumit.
Kerumitan dalam tahap
implementasi kebijakan bukan
hanya ditunjukkan dari
banyaknya aktor kebijakan
yang terlibat, namun juga
variabel-variabel yang terkait
di dalamnya.
Subarsono (2013: 89)
menyebutkan beberapa
teoritisi implementasi
kebijakan yang menyebutkan
berbagai macam variabel
tersebut. Pakar-pakar tersebut
antara lain: George C.
Edwards III, Merilee S.
Grindle, Daniel A.
Mazmanian dan Paul A.
Sabatier, Donald Van Meter
dan Carl Van Horn, Cheema
dan Rondinelli, dan David L.
Weimer dan Aidan R. Vining.
1. Model Van Meter dan
Van Horn
Pendapat Van Meter dan
Van Horn (Subarsono, 2013: 99)
terdapat enam variabel yang
mempengaruhi implementasi
kebijakan yaitu: “
1. Standar dan sasaran
kebijakan;
2. Sumberdaya;
3. Komunikasi
antarorganisasi dan
penguatan aktivitas;
4. Karakteristik agen
pelaksana; dan
5. Kondisi sosial, ekonomi,
dan politik.
6. Disposisi implementor;
Selanjutnya variabel-
variabel yang dikemukakan
oleh Van Meter dan Van Horn
tersebut dijelaskan
(Subarsono, 2013: 99):
1. Standar dan sasaran
kebijakan. Standar dan
sasaran kebijakan harus
jelas dan terukur sehingga
dapat direalisir. Apabila
standar dan sasaran
kebijakan kabur, maka akan
terjadi multiinterpretasi dan
mudah menimbulkan
konflik di antara para agen
implementasi.
2. Sumberdaya. Implementasi
kebijakan perlu dukungan
sumberdaya baik
sumberdaya manusia
(human resources) maupun
sumberdaya non-manusia
(non-human resources).
Dalam berbagai kasus
program pemerintah, seperti
Program Jaring Pengaman
Sosial (JPS) untuk
kelompok miskin di
pedesaan kurang berhasil
karena keterbatasan kualitas
aparat pelaksana.
3. Hubungan antar Organisasi.
Dalam banyak program,
implementasi sebuah
program perlu dukungan
dan koordinasi dengan
instansi lain. Untuk itu,
diperlukan koordinasi dan
kerjasama antar instansi
bagi keberhasilan suatu
program.
4. Karakteristik agen
pelaksana. Yang dimaksud
karakteristik agen
pelaksana adalah mencakup
birokrasi, norma-norma,
dan pola-pola hubungan
yang terjadi dalam
birokrasi, yang semuanya
itu akan memengaruhi
implementasi suatu
program.
5. Kondisi sosial, politik, dan
ekonomi. Variabel ini
mencakup sumberdaya
ekonomi lingkungan yang
dapat mendukung
keberhasilan implementasi
kebijakan; sejauhmana
kelompok-kelompok
kepentingan memberikan
dukungan bagi
implementasi kebijakan;
karakteristik para
partisipan, yakni
mendukung atau menolak;
bagaimana sifat opini
publik yang ada di
lingkungan; dan apakah
elite politik mendukung
implementasi kebijakan.
6. Disposisi implementor.
Disposisi implementor ini
mencakup tiga hal yang
penting, yakni: (a) respons
implementor terhadap
kebijakan, yang akan
memengaruhi kemauannya
untu melaksanakan
kebijakan; (b) kognisi,
yakni pemahamannya
terhadap kebijakan; dan (c)
intensitas disposisi
implementor, yakni
preferensi nilai yang
dimiliki oleh implementor.
Berdasarkan
berpedoman pada teori yang
diajukan oleh Edwards III,
maka seperti terlihat di atas,
variabel (1) standar dan
sasaran kebijakan dapat
dimasukkan dalam variabel
“komunikasi” dalam model
Edwards III. Hal ini karena
dari penjelasan yang ada
menunjukkan bahwa
diperlukan adanya standar dan
sasaran kebijakan yang jelas
sehingga tidak menimbulkan
multi interpretasi maupun
konflik. Variabel (2) sumber
daya sejalan dengan variabel
“sumber daya” pada model
Edwards III, yaitu mencakup
SDM dan non-SDM. Variabel
(3) hubungan antar organisasi
dapat dimasukkan dalam
variabel “struktur organisasi”
dari model Edwards III.
Variabel (4) karakteristik
agen pelaksana dan variabel
(6) disposisi implementor,
dapat dimasukkan pada
variabel “disposisi” dalam
model Edwards III. Hal ini
dikarenakan variabel (4)
membicarakan tentang
„norma-norma‟ dan „pola-pola
hubungan‟ yang terjadi pada
implementor merupakan dapat
mengacu pada preferensi nilai
atau sikap yang ada pada
implementor dalam
menyikapi nilai-nilai yang
dibawa oleh kebijakan.
Berdasarkan keenam
variabel yang dikemukakan
oleh Van Meter dan Van
Horn, yang agak berbeda
barangkali adalah variabel (5)
kondisi sosial, politik, dan
ekonomi, yang tidak terdapat
dalam model Edwards III.
Pada variabel (5) ini terlihat
bahwa model yang
dikemukakan oleh Van Meter
dan Van Horn juga
mempertimbangkan faktor
eksternal. Dilihat dari teori
sistem kebijakan dari Dye
yang melibatkan tiga elemen
dalam sistem kebijakan, maka
faktor sosial, politik, dan
ekonomi dapat dimasukkan
dalam elemen lingkungan
kebijakan/policy environment.
Di lain pihak, barangkali
timbul pertanyaan mengapa
Edwards III tidak
memasukkan elemen
lingkungan kebijakan dalam
teorinya?
Pendapat penulis,
Edwards III tidak
memasukkan elemen
lingkungan kebijakan karena
beliau memfokuskan teorinya
pada aktor-aktor kebijakan
yang mengimplementasikan
kebijakan itu sendiri
(implementor kebijakan)
sehingga tidak memfokuskan
pembahasan pada yang
terdapat di luar implementor
kebijakan. Dilain pihak,
penelitian dalam (Membahas
Implementasi Peraturan
Walikota Nomor 60 Tahun
2009 Tentang Trayek dan
Kode Trayek Angkutan Kota
Tanjungpinang) ini
melibatkan elemen
lingkungan kebijakan,
sehingga model Van Meter
dan Van Horn masih relevan
untuk di pakai.
A. Sejarah Singkat Kota
Tanjungpinang.
1. Sejarah Kota
Tanjungpinang.
Nama
Tanjungpinang, diambil dari
posisinya yang menjorok ke
laut yang banyak ditumbuhi
sejenis pohon pinang. Pohon
yang berada di Tanjung
tersebut merupakan petunjuk
bagi pelayar yang akan masuk
ke Sungai Bintan.
Tanjungpinang merupakan
pintu masuk ke Sungai
Bintan, dimana terdapat
kerajaan Bentan yang
berpusat di Bukit Batu.
Dengan posisi yang
strategis di Pulau Bintan dan
pusat kebudayaan melayu
serta lalu lintas perdagangan
sehingga Tanjungpinang
menjadi sangat terkenal.
Sejarah Tanjungpinang juga
tidak terlepas dari Kerajaan
Melayu Johor-Riau. Pada
masa Kerajaan Johor masa
Sultan Abdul Jalil Syah yang
memerintahkan Laksemana
Tun Abdul Jamil membuka
sebuah Bandar
Tanjungpinang
adalah sebuah Kota yang
sangat strategis di ujung
selatan Pulau Bintan, dan
berjarak sekitar 1,5 jam
perjalanan kapal laut dari
Singapura dan 3 jam dari
Johor-Malaysia. Kota yang
sarat akan sejarah, budaya dan
adat istiadat Melayu. Kondisi
Geografisnya yang terdiri dari
beberapa pulau merupakan
keistimewaan tersendiri bagi
Kota Tanjungpinang.
Salah satu pulau
yang sarat dengan sejarah
adalah Pulau Penyengat,
Pulau ini tidak terlalu besar,
hanya 3.5 Km 2 akan tetapi di
Pulau ini terdapat banyak
peninggalan berupa potensi
cagar budaya dengan wujud
bangunan-bangunan
arsitektural, makam, dan
Situs. Disisi lain Pulau
Penyengat adalah tempat
kelahiran Pahlawan Nasional
Bahasa Raja Ali Haji yang
terkenal dengan Gurindam
12-nya ini terletak pada lokasi
yang sangat strategis yaitu
berada di sebelah barat Kota
Tanjungpinang dan untuk
kesana dapat dilewati dengan
jalur transportasi laut tak lebih
dari 15 menit.
Dahulu Pulau yang
berhadapan dengan Kuala
Sungai Riau ini selalu
menjadi tempat
pemberhentian para pelaut
yang lewat di kawasan ini
terutama untuk mengambil air
tawar. Konon suatu ketika
para pelaut yang sedang
mengambil air tawar tersebut
diserang oleh sejenis lebah
yang disebut Penyengat.
Akibat serangan lebah
tersebut, jatuh korban jiwa
dari pelaut. Sejak saat itulah
pulau ini dinamakan
Penyengat Indera Sakti dan
selanjutnya lebih dikenal
dengan Pulau Penyengat
sampai sekarang.
Karena letaknya yang
cukup strategis bagi
pertahanan, Pulau Penyengat
dijadikan Pusat Kubu
pertahanan Kerjaan Riau oleh
Raja Haji yang Dipertuan
Muda Riau IV (termasyhur
dengan gelar Raja Haji Syahid
Fisabilillah/Marhum Teluk
Ketapang) ketika melawan
Belanda pada tahun 1782-
1784. Pada tahun 1803 Pulau
Penyengat yang telah dibina
dari dari sebuah pusat
pertahanan menjadi negeri
dengan segala fasilitas yang
memadai, dijadikan mahar
dari Baginda Raja Sultan
Mahmud kepada Raja
Hamidah atau Engku Puteri,
anak seorang yang dipertuan
Riau yang terkemuka yaitu
Raja Haji Fisabilillah atau
Marhum Teluk Ketapang.
Selanjutnya pulau
Penyengat menjadi tempat
kediaman resmi Para Yang
Dipertuan Muda Kerajaan
Riau Lingga, sementara
Sultan (Yang Dipertuan
Besar) berkedudukan di Daik-
Lingga. Diantara beberapa
peniggalan Sultan Riau yang
terdapat di Pulau Penyengat
sebagai bukti sejarah pada
masa lampau yaitu :
* Masjid Agung Sultan Riau
* Empat buah komplek makam
Raja
* Dua buah bekas istana dan
beberapa gedung lama, dan
* Benteng pertahanan, sumur dan
taman.
Kota Tanjungpinang
berada di Pulau Bintan
dengan letak geografis berada
pada 00 51‟ sampai dengan
0059‟ Lintang Utara dan
104023‟ sampai dengan
104034‟ Bujur Timur. dan
berada pada elevasi ± 70 m
diatas permukaan air laut
(mean sea level). Batas-batas
wilayah administrasi Kota
Tanjungpinang adalah sebagai
berikut:
Utara : Kabupaten Bintan
Selatan : Kabupaten Bintan
Barat : Kota Batam
Timur : Kabupaten Bintan
Wilayah Kota
Tanjungpinang mencapai
239,50 km2 dengan keadaan
geologis sebagian berbukit-
bukit dan lembah yang landai
sampai ke tepi laut. Luas
wilayah Kota Tanjungpinang
mencapai 131,54 km2 luas
daratan dan 107,96 km2 luas
lautan.
2. Transportasi Angkutan
Kota Tanjungpinang
1. Angkutan Kota
Yang dimaksud dengan
angkutan Kota adalah
angkutan umum yang
melayani rute jalur trayek
wilayah Kota dan Terminal
sebagai tempat menaikan dan
menurunkan penumpang. Di
Kota Tanjungpinang memiliki
tiga trayek tetap yang
melayani di dalam wilayah
Kota, namun pelaksanaan di
lapangan angkutan Kota
berjalan tidak sesuai dengan
trayek. Contoh kendaraan
yang digunakan di Kota
Tanjungpinang adalah
kendaraan Mitsubishi Colt
120 SS dan Suzuki Carry ST
130 Futura, kedua kendaraan
tersebut berkapasitas 11 orang
penumpang.
a. Terminal
Terminal adalah
Prasarana jalan yang
digunakan sebagai tempat
menaikan dan menurunkan
penumpang dan atau barang,
sebagai tempat kedatangan
dan keberangkatan kendaraan
angkutan umum dan
merupakan simpul jaringan
transportasi jalan. Kota
Tanjungpinang memiliki 1
(satu) Terminal dan 1 (Sub
Terminal), berikut Terminal
yang ada di Kota
Tanjungpinang:
1. Terminal Sungai
Carang
Terminal Sungai Carang
merupakan Terminal tipe B,
yang melayani Angkutan
Kota Dalam Provinsi (AKDP)
dan angkutan Kota. Dalam
pembuatan Terminal Sungai
Carang, Pemerintah Provinsi
dan Pemerintah Kota
melakukan perjanjian untuk
membangun/membuat
Terminal Sungai Carang.
Pemerintah Provinsi yang
mengadakan/merancang
bangunan Terminal
sedangkan pemerintah Kota
menyediakan lahan seluas ± 2
ha. Pada Tahun 2007 melalui
APBD Provinsi Kepri telah
selesai melaksanakan
pembangunan Terminal di
Komplek Bintan Center. Pada
tanggal 17 Juni 2008
Terminal diserahterimakan
dari Pemerintah Provinsi
KEPRI kepada Pemerintah
Kota Tanjungpinang.
Terminal Sei Carang
atau Terminal Sungai Carang
adalah sebuah Terminal
terbesar yang terletak di Kota
Tanjungpinang di Provinsi
Kepulawan Riau khususnya
terletak dilokasi Binsen atau
lebih di kenal Bintan Center
dan merupakan salah satu
Bussiness Center di Kota
Tanjungpinang.
2. Sub Terminal
Tanjungpinang
Sub Terminal berada di
Pasar Tanjungpinang dan
berdekatan dengan Pelabuhan
Sri Bintan Pura. Angkutan
yang beroperasi di Sub
Terminal di Kota
Tanjungpinang adalah
angkutan Kota, taxi, dan ojek.
Adapun trayek yang dilayani
di Sub Terminal saat ini
adalah Trayek A, Trayek B,
dan Trayek C.
Berdasarkan
permasalahan yang ada dari
implementasi Pelaksanaan
Peraturan Walikota
Tanjungpinang Nomor 60
Tahun 2009 Tentang Trayek
dan Kode Trayek Angkutan
Kota Tanjungpinang memang
sudah dilaksanakan tetapi
masih banyak kekurangan dan
kendala untuk mewujutkan
keberhasilan ini hingga tujuan
dalam mengatasi kebijakan ini
dapat tercapai. Kesimpulan
dalam penelitian ini adalah
untuk melihat permasalahan
yang ada dari hasil selama
penelitian.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitian diatas yang
berkaitan dengan judul
Implementasi Peraturan
Walikota Tanjungpinang
Nomor 60 Tahun 2009
Tentang Trayek dan Kode
Trayek Angkutan Kota
Tanjungpinang, maka dapat
disimpulkan dari enam (6)
dimensi Van Meter dan Van
Horn (dalam Subarsono,
2013: 99) dapat disimpulkan
dari ke enam dimensi yang
digunakan adalah sebagai
berikut:
Dimensi pertama yaitu
Standar dan Sasaran
Kebijakan. Dimensi Standar
dan Sasaran Kebijakan
tentang isi dari Peraturan
Walikota sudah sangat jelas,
sehingga yang harus
dilakukan oleh pihak yang
terlibat didalam peraturan ini
jangan sampai antara isi
peraturan dan pelaksanaan
dilapangan berbeda.
Permasalahan yang didapat
didalam Peraturan Walikota
ini adalah kondisi jalur yang
dilalui sangat singkat
mengakibatkan masih
banyaknya jalur trayek yang
tumpang tindih, dan kondisi
masyarakat yang sudah
banyak memiliki kendaraan
pribadi khususnya roda dua
(2). Untuk sosialisasi sudah
cukup baik tetapi masih
banyak kekurangan yang
perlu dievaluasi kembali agar
masyarakat dan supir
angkutan agar benar-benar
paham dengan peraturan ini.
1. Dimensi kedua yaitu
Sumber Daya. Dimensi
Sumber Daya yang
dimiliki oleh Dinas
Perhubungan anggota
yang menjalankan tugas
dilapangan maupun staf
sudah siap dalam
menghadapi situasi
apapun didalam
menjalankan tugas agar
peraturan tersebut dapat
berjalan sesuai dengan
yang diinginkan. Dari
segi Sarana dan
Prasarana yang ada
dilapangan sudah
memadai agar
memudahkan
pelaksanaan dilapangan.
2. Dimensi Komunikasi
Antar Organisasi dan
Penguatan Aktifitas.
Komunikasi masing-
masing instansi yang
mendukung pelaksanaan
Peraturan Walikota ini
telah berjalan dengan
baik sehingga kedepanya
harapan komunikasi antar
organisasi semakin
ditingkatkan agar
pelaksanaan dilapangan
tersebut dapat terlaksana
dengan baik.
3. Dimensi Karakteristik
Agen Pelaksana.
Pelaksanaan implementor
sudah melaksanakan
tugas dan wewenangnya
sesuai dengan SOP yang
telah ditentukan, hal ini
diperkuat dengan belum
ada temuan dilapangan
tentang prilaku
implementor yang
melakukan
penyimpangan
dilapangan.
4. Dimensi Kondisi Sosial,
Politik, dan Ekonomi.
Adanya kelompok
kepentingan sudah
memberi dukungan untuk
menjalankan peraturan
ini, pihak-pihak
kepentingan sangat
berpengaruh terhadap
peraturan ini. Adanya
penolakan dan
dukunagan dari
masyarakat dan para
supir ankutan Kota
dengan diberlakukanya
trayek ini banyak hal
yang merugikan para
supir dan masyarakat
yaitu armada yang
beroperasi secara
keseluruhan tidak sesuai
dengan trayek, tingkat
tumpang tindih trayek
sangat tinggi, Jumlah
kendaraan yang
beroperasi sangat
banyak, sedangkan jalur
trayek angkutan yang
benar-benar aktif tidak
mengcover keseluruhan
wilayah Kota
Tanjungpinang, Umur
Rata-rata kendaraan
melebihi batas ekonomis
angkutan (lebih dari 5
tahun) dan rata-rata
sudah berumur 16 tahun,
Tidak berfungsinya
Terminal Sungai Carang
sebagaimana mestinya
dan dikarenakan tidak
adanya penumpang yang
naik dan turun di
terminal.
5. Dimensi Disposisi
Implementor.
Implementor didalam
pelaksanaanya
dilapangan sudah sesuai
dengan SOP sehingga
para implementor tidak
melakukan tindakan
diluar dari tugasnya
dilapangan.
B. Saran
Adapun saran yang
dapat disampaikan dari hasil
peneltian ini mengenai
Pelaksanaan Peraturan
Walikota Tanjungpinang
Nomor 60 Tahun 2009
Tentang Trayek dan Kode
Trayek Angkutan Kota
Tanjungpinang, agar
pelaksanaan implementasi
dapat terlaksana dengan baik
maka perlu diperhatikan
beberapa hal, seperti:
1. Kedepanya berdasarkan isi
dari peraturan tersebut
dapat dievaluasi lagi
misalnya, jangan ada jalur
trayek yang saling
tumpang tindih, dan
sosialisasi harus terus
dilakukan dengan rutin
agar masyarakat dan supir
angkutan umum mematuhi
dan paham dengan
peraturan Walikota
tersebut.
2. Diharapkan sebagaimana
petugas/anggota yang ada
dilapangan maupun staf
harus ditambahkan lagi
agar lebih mudah dan siap
melaksanakan tugasnya.
Selain itu sarana dan
prasarana harus dilengkapi
lagi agar mempermudah
pelaksanaan dilapangan.
3. Kedepanya adapun bagi
armada angkutan yang
beroprasi harus sesuai
dengan jalur trayeknya
bagi yang tidak mengikuti
aturan tersebut Dinas
Perhubungan harus
menindak tegas bagi yang
melanggarnya. Perlu
adanya evaluasi yang
matang terhadap jalur
trayek agar tidak ada lagi
jalur yang tumpang tindih.
Perlu adanya peremajaan
armada angkutan umum
agar tidak ada lagi
angkutan umum yang tidak
layak jalan untuk
membawa penumpang,
dengan adanya peremajaan
angkutan ini setidaknya
mengurangi angkutan
umun agar jalur trayek
dapat mengcover jalan
yang ada di Kota
Tanjungpinang.
4. Adapun kedepanya
Terminal Sungai Carang
dapat berfungsi sesuai
dengan fungsinya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku :
Dunn , N William. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Gadjamada
University Press Yogyakarta .
Keban, T Yeremias. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik,
Konsep, Teori dan Isu, Penerbit Gava Media Yogyakarta.
Meleong. 2002 . Metode Penelitian Kualitatif Bandung. Rosdakarya Offet .
Bandung.
Subarsono, AG. 2013. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan
Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono, 2005, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung .
Alfabeta.
Sutrisno, Hadi, 1987. Metodologi Research 2, Yogyakarta : Andi Offset.
Sunarno, Siswanto. 2008. Hukum Pemerintahan Daerah, Jakarta. Sinar Grafika.
Pasalong, Harbani. 2011. Teori Administrasi Publik. Bandung, Alfabeta.
Wahab, Solichin Abdul. 2005. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi Ke
Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Widodo, Joko. 2010. Analisis Kebijakan Konsep dan Aplikasi Analisis Proses
Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia.
Winarno, Budi, 2012. Kebijakan Publik: Teori, Proses, dan Studi Kasus,
Yogyakarta: Center For Academic Publishing Service.
Top Related